PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH

Transkripsi

1 1 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH (MEMBUAT PASANGAN) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS IV SD NEGERI 29 GAJAH SAKTI Oleh Sya datul Akmalia 1, Zulkifli 2, Eddy Noviana 3 Abstrak Average - the average student learning outcomes before action categorized by the percentage of low achievement KKM 36.36%, the daily test cycle I achievement KKM 72.73%, while the percentage of daily test cycle II 90.90% KKM achievement. Data collection instruments using teacher observation sheet activities and activities of students during the learning process in class IV Elementary School 29 Milky Elephant. Of these explanations suggest that through the application of cooperative learning model make a match (pair) it can improve learning outcomes IPS Elementary School fourth grade students 29 Milky Elephant. Keywords: Cooperatif Learning Type Make a Match, The Result Of Sosial Study PENDAHULUAN Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan suatu pendekatan interdisiplin dari pelajaran-pelajaran ilmu sosial. Untuk jenjang pendidikan dasar, khususnya sekolah dasar tekanan yang dipelajari IPS berkenan dengan gejala dan masalah kehidupan masyarakat, bukan pada teori dan keilmuannya melainkan pada kenyataan kehidupan kemasyarakatan. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan proses pengajaran yang memadukan berbagai pengetahuan sosial. Pengajaran IPS bukan merupakan pengajaran pengetahuan sosial yang terlepas antara satu dengan yang lainnya. Itulah sebabnya Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) untuk Sekolah Dasar pada hakikatnya adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang hanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Pembelajaran IPS membawa konsekuensi terhadap proses belajar mengajar. Hasil belajar tidak bisa tercapai apabila siswa masih merasa kesulitan dalam menerima pelajaran. Untuk menciptakan hal yang baru perlu adanya cara meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan karena guru masih cenderung menggunakan metode ceramah sedangkan siswa kurang terlibat atau cenderung pasif. Hal ini memungkinkan siswa akan mengalami kesulitan dalam menguasai materi atau konsep. Berdasarkan pengalaman peneliti pada siswa kelas IV SD Negeri 29 Gajah Sakti ditemukan data hasil belajar IPS masih rendah. Hal ini ditandai dengan banyaknya siswa yang belum mencapai KKM yang telah ditentukan. Sesuai dengan hasil yang peneliti lakukan dapat ditemukan beberapa faktor diantaranya sebagai berikut : 1. Mahasiswa program studi PGSD Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Riau, NIM H. Zulkifli, S.Pd. sebagai Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar Program Studi PGSD Jurusan ilmu Pendidikan FKIP Universitas Riau. zulkifli@yahoo.co.id 3. Eddy Noviana, M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Program Studi PGSD Jurusan ilmu Pendidikan FKIP Universitas Riau. eddy@unri.ac.id

2 Rata-rata nilai siswa masih banyak yang tidak mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu 65. Dari 22 orang siswa yang mencapai KKM hanya 8 orang (36,36%) dan siswa yang tidak mencapai KKM ada 14 orang (63,64%). Rendahnya data hasil belajar di atas disebabkan karena guru lebih banyak menggunakan metode ceramah. Maka perlu adanya asumsi awal yang telah peneliti lakukan yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match (membuat pasangan). Model pembelajaran tipe make a match (membuat pasangan) sangat baik untuk diterapkan pada semua mata pelajaran, sehingga siswa tertarik untuk meningkatkan hasil belajarnya. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa membuat pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan (Rusman, 2011:223). Pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa tipe. Salah satunya tipe make a match yang diterapkan oleh model yang dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atau soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Model make a match merupakan salah satu jenis dari model dalam pembelajaran kooperatif (Lorna Curran, 1994:223). Model pembelajaran tipe make a match adalah suatu tipe model pembelajaran konsep. Model pembelajaran ini mengajak murid mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan konsep melalui suatu permainan kartu pasangan (Komalasari, 2010:85) Menurut Agus Suprijono (2011: 94) hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan make a match adalah kartu-kartu. Kartukartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu-kartu isinnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Langkah berikutnya adalah membagi komunitas kelas menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok pembawa kartu-kartu berisi pertanyaanpertanyaan. Kelompok kedua adalah kelompok pembawa kartu-kartu berisi jawaban-jawaban. Kelompok ketiga adalah kelompok penilai. Atur kelompok tersebut berbentuk huruf U. Jika masing-masing kelompok sudah berada di posisi yang telah di tentukan, maka bunyikan tanda agar kelompok pertama maupun kelompok kedua saling bergerak saling bertemu, mencari pasangan pertanyaan-jawaban yang cocok. Kemudian mereka berdiskusi. Hasil diskusi ditandai oleh pasangan-pasangan antara anggota kelompok pembawa kartu pertanyaan dan anggota kelompok pembawa kartu jawaban. Pasangan-pasangan yang sudah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaanjawaban kepada kelompok penilai. Kelompok ini kemudian membaca apakah pasangan pertanyaan-jawaban itu cocok. Setelah penilaian itu dilakukan, aturlah sedemikian rupa kelompok pertama dan kelompok kedua bersatu kemudian memosisikan dirinya menjadi kelompok penilai. Kelompok pemegang kartu pertanyaan dan jawaban bergerak untuk mencari, mencocokkan, dan mendiskusikan pertanyaan-jawaban. Masing-masing pasangan pertanyaan-jawaban menunjukkan hasil kerjanya kepada penilai. 2

3 3 Perlu diketahui bahwa tidak semua peserta didik baik yang berperan sebagai pemegang kartu pertanyaan, pemegang kartu jawaban, maupun penilai mengetahui dan memahami secara pasti apakah betul kartu pertanyaan-jawaban yang mereka pasangkan sudah cocok. Demikian halnya bagi peserta didik kelompok penilai. Mereka juga belum mengetahui pasti apakah penilaian mereka benar atas pasangan pertanyaanjawaban. Berdasarkan kondisi inilah guru menfasilitasi diskusi untuk memberikan kesempatan kepada seluruh peserta didik menginformasikan hal-hal yang telah mereka lakukan yaitu memasangkan pertanyaan-jawaban dan melaksanakan penilaian. Langkah-Langkah Kooperatif Tipe Make A Match (membuat pasangan). 1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban). 2. Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang. 3. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban) 4. Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 5. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya. 6. Kesimpulan. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match (Membuat Pasangan) dapat Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Negeri 29 Gajah Sakti. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri 29 Gajah Sakti dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match (membuat pasangan). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di kelas IV SD Negeri 29 Gajah Sakti. Waktu penelitian dimulai semester II tahun pelajaran 2012/2013 yang dimulai dari bulan Februari sampai Mei 2013, dengan jumlah siswa 22 orang siswa. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak 2 siklus dengan 6 kali pertemuan. Bentuk penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas kolaboratif. Peneliti dan guru bekerja sama dalam merencanakan tindakan kelas dan merefleksi hasil tindakan. Pelaksanaan tindakan dilakukan oleh peneliti dan guru kelas bertindak sebagai pengamat selama proses pembelajaran berlangsung. Sesuai dengan jenis penelitian tindakan kelas kolaboratif ini, maka desain penelitian tindakan kelas adalah model siklus dengan pelaksanaannya dengan dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Siklus I terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Hasil pengamatan dan refleksi pada siklus I diadakan perbaikan proses pembelajaran pada siklus II.

4 4 Instrumen dalam penelitian ini yaitu Perangkat Pembelajaran yang terdiri dari silabus, RPP, dan LKS kemudian instrumen pengumpul data yang terdiri dari observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi. Data yang diperoleh melalui lembar pengamatan dan tes hasil belajar IPS kemudian dianalisis. Teknik analisis data yang akan digunakan adalah statistik deskriptif yang bertujuan untuk mendiskripsikan data tentang aktifitas siswa dan guru selama proses pembelajaran dan data tentang ketuntasan belajar IPS siswa. Analisis data tentang aktivitas guru dan siswa didasarkan dari hasil lembar pengatan selama proses pembelajaran. Lembar pengamatan berguna untuk mengamati seluruh aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa selama proses pembelajaran dan dihitung dengan menggunakan rumus F P = - X 100% N Keterangan : P = Angka Prestasi N = Banyaknya individu F = Frekuensi Aktivitas Guru Interval dan kategori aktivitas guru ditentukan dengan kriteria yang tertera pada tabel berikut : Tabel 1 Interval dan kategori aktivitas guru Interval (%) Kategori 75 %-100% 65 %-74 % 55%-64% 54% Amat baik Baik Cukup Kurang baik Hasil belajar IPS siswa dikatakan meningkatakan apabila skor ulangan siklus I dan ulangan siklus II lebih tinggi dari skor dasar terhadap KKM yang di tetapkan. Skor ulangan siklus I dan ulang siklus II dianalisis untuk mengetahui ketercapaian KKM yang ditetapkan. Hasil belajar siswa dihitung dengan menggunakan rumus: 1. Ketuntasan individu dengan rumus : KI = X 100 JS Keterangan : KI : Ketuntasan Individu T : Jumlah jawaban yang benar JS : Jumlah Soal Dengan kriteria apabila seorang siswa (individu) telah mencapai KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 65 dikatakan tuntas secara individu.

5 5 Tabel 2 Interval dan Kategori Hasil Belajar Siswa No Interval Kategori Baik sekali Baik Cukup Kurang 2. Peningkatan hasil belajar dengan rumus: Keterangan: P : Peningkatan Hasil Belajar Posrate : Nilai sesudah diberikan tindakan Baserate : Nilai sebelum diberikan tindakan 3. Ketuntasan Klasikal Dikatakan tuntas apabila suatu kelas telah mencapai 80% dari jumlah siswa yang tuntas dengan nilai 65 maka kelas itu dikatakan tuntas. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap Persiapan Penelitian Pada tahap persiapan peneliti mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan yaitu berupa perangkat pembelajaran dan instrumen pengumpulan data. Perangkat pembelajaran terdiri dari bahan ajar berupa silabus, RPP, Lembar Kerja Siswa. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah lembar pengamatan dan tes hasil belajar IPS. Pada tahap ini ditetapkan bahwa kelas yang dilakukan tindakan adalah kelas IV. Tahap Pelaksanaan Proses Pembelajaran Pada penelitian ini proses pembelajaran menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match, dilaksanakan dalam enam kali pertemuan dengan dua kali ulangan siklus. Siklus pertama dilaksanakan tiga kali pertemuan. Dua kali melaksanakan proses pembelajaran dan satu kali Ulangan Harian I. Berdasarkan data yang telah yang telah terkumpul kemudian dievaluasi guna menyempurnakan tindakan. Kemudian dilanjutkan dengan siklus kedua yang dilaksanakan tiga kali pertemuan. Hasil Penelitian Untuk melihat keberhasilan tindakan, data yang diperoleh diolah sesuai dengan teknik analisis data yang ditetapkan. Data tentang aktivitas guru dan siswa. Selama proses pembelajaran berlangsung diadakan pengamatan terhadap aktivitas siswa dan guru. Berdasarkan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada pertemuan pertama, belum terlaksana sepenuhnya seperti yang direncanakan, disebabkan siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Sedangkan pada pertemuan berikutnya aktivitas guru dan siswa

6 6 mulai mendekati kearah yang lebih baik sesuai RPP. Peningakatan ini menunjukkan adanya keberhasilan pada setiap pertemuan. Data hasil observasi guru dapat dilihat pada Tabel Rata-rata peningkaan aktivitas guru pada siklus I dan siklus II pada Tabel dibawah ini. Tabel 3 Aktivitas Guru pada siklus I dan siklus II Siklus Pertemuan Persentase Aktivitas Kategori I 1 45 % Kurang Baik 2 62,5 % Cukup II 1 82,5 % Amat Baik 2 97,5 % Amat Baik Dari tabel 3 di atas secara umum, dapat kita lihat aktivitas guru selama empat kali pertemuan yang terbagi dari dua siklus telah mengalami peningkatan secara terus menerus mulai dari pertemuan pertama dengan persentase 45% meningkat menjadi 62,5 % dan pada pertemuan kedua persentase meningkatkan lebih baik dari pada pertemuan pertama dan kedua pada siklus I yaitu pertemuan pertama pada siklus II dengan persentase 82,5 % dan meningkatkan kembali pada pertemuan kedua siklus II dengan persentase 97,5 %. Pada pertemuan keempat ini pada proses pembelajaran yang menggunakan tipe make a match (membuat pasangan) ini sudah dikatakan amat memuaskan. Guru telah mampu menyelesaikannya dengan perencanaan yang baik. Untuk melihat peningkatan aktivitas guru pada siklus I dan siklus II di kelas IV SD Negeri 29 Gajah Sakti Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat dilihat pada grafik dibawah ini : Grafik 1 Peningkatan Aktivitas Guru Berdasarkan grafik 1 diperoleh kesimpulan pada setiap pertemuan Siklus I Siklus II Pertemuan Pertemuan ,5 aktivitas guru semakin lama semakin meningkat. Hal ini disebabkan aktivitas guru sudah mengikuti langkah langkah yang telah direncanakan didalam RPP. Pada penelitian ini aktivitas siswa dan guru juga sangat berperan penting untuk meningkatkan daya serap siswa, ketuntasan siswa baik secara individu maupun klasikal. Untuk itu guru harus dapat menguasai dan melakukan pembelajaran yang sesuai dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match

7 7 (membuat pasangan). Dapat disimpulkan bahwa dilihat dari peningkatan aktivitas guru sudah sesuai dengan rencana yang telah diharapkan sehingga mampu meningkatkan hasil belajar IPS siswa. Data hasil observasi tentang aktivitas belajar siswa pada siklus I dan siklus II yang disajikan dalam Tabel dibawah ini. Tabel 4 Aktivitas Siswa pada siklus I dan siklus II Siklus I Siklus II Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3 Pert. 4 Persentase 40% 60% 72,5 % 95 % Kategori Dari tabel 4 di atas secara umum dapat kita lihat aktivitas selama empat kali pertemuan yang terbagi menjadi dua siklus mengalami peningkatan secara terus menerus mulai dari pertemuan pertama dengan rata rata persentase 40% meningkat menjadi 60% pada pertemuan kedua, dan terus meningkat pada pertemuan ketiga mencapai 72,5% lalu meningkat lagi secara signifikan menjadi 95% pada pertemuan keempat. Pada pertemuan keempat ini proses pembelajaran sudah dikatakan amat baik dan siswa telah mampu melaksanakan dan melakukan aktivitas sesuai dengan yang direncanakan. Untuk melihat peningkatan aktivitas siswa pada siklus I dan siklus II dikelas IV SD Negeri 29 Gajah Sakti Tahun Pelajaran dilihat pada grafik berikut ini : Grafik 2 Peningkatan Aktivitas Siswa Kurang Baik 40 Siklus I Cukup Baik Amat Baik Siklus II Pertemuan Pertemuan Berdasarkan grafik 2 diperoleh kesimpulan pada setiap pertemuan aktivitas siswa semakin baik, hal ini disebabkan siswa termotivasi untuk belajar

8 8 dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match (membuat pasangan) pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari hasil ketuntasan belajar ulangan harian I dan ulangan harian II yang disajikan pada Tabel di bawah ini: Tabel 5 Peningkatan Hasil Belajar Siswa NO Hasil Belajar Jumlah Siswa Ketuntasan Belajar Individual Tuntas Tidak Tuntas Klasikal 1 Skor Dasar 22 8 (36,36%) 14 (63,64%) Tidak Tuntas 2 UH I (72,73%) 6 (27,27%) Tuntas 3 UH II (90,90%) 2 (9,1%) Tuntas Tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah siswa yang mencapai KKM setelah penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match (membuat pasangan). Hasil belajar UH I dan UH II meningkat dari skor dasar. Terbukti dari ketuntasan hasil belajar IPS pada siklus I secara invidu 16 orang siswa (72,73%) yang tuntas dan 6 orang siswa (27,27%) yang tidak tuntas maka klasikal yang didapat pada siklus I yaitu tuntas. Pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 20 orang siswa (90,90%) yang tuntas sedangkan 2 orang siswa (9,1%) tidak tuntas. Maka secara klasikal siklus II dapat dikatakan tuntas. Hal ini sesuai dengan ketentuan KKM awal dimana kelas sudah dikatakan tuntas apabila jumlah siswa yang mendapat nilai tinggi. Namun bagi siswa yang belum tuntas diberikan kesempatan untuk memperbaiki nilai yaitu remedial. Bila suatu pengajaran masih ada siswa yang belum tuntas maka siswa tersebut harus diberikan remedial sampai ketuntasan belajar tercapai. Meningkatnya ketuntasan belajar disebabkan karena siswa sudash memahami dan menguasai materi yang telah diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match (membuat pasangan). Dari keseluruhan siswa yang telah memperoleh nilai minimal 65 maka kelas dikatakan tuntas. Ketuntasan belajar ini tidak terlepas dari kreativitas guru dalam memberikan motivasi kepada siswa selama proses pembelajaran dan juga keaktifan dari siswa itu sendiri sehingga proses pembelajaran berjalan dengan baik dan lancar. Pada siklus I jika diperhatikan masih ada 6 orang siswa yang tidak tuntas. Tidak tuntasnya siswa ini dikarenakan siswa masih canggung dan belum menguasai model kooperatif tipe make a match (membuat pasangan). Dan berbeda dari siklus II dimana guru berupaya agar semua siswa mencapai nilai ketuntasan. Untuk melihat peningkatan ketuntasan belajar siswa dari skor dasar sampai pada hasil belajar siklus I dan siklus II dikelas IV SD Negeri 29 Gajah Sakti tahun ajaran dapat dilihat dari grafik dibawah ini :

9 Grafik 3 Ketuntasan Individu Hasil Belajar IPS Tidak Tuntas Tuntas Rata - Rata Kelas Skor Dasar Siklus I Siklus II Grafik 3 diatas dapat dilihat terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa dari skor dasar mengalami peningkatan pada UH siklus I DAN uh siklus II. Ketuntasan hasil belajar siswa tidak lepas dari peran guru dalam memotivasi siswa dalam belajar sehingga mencapai hasil belajar yang sesuai dengan KKM yang telah ditetapkan. Selain itu peningkatan juga terjadi karena siswa telah memahami dan terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match (membuat pasangan). Dengan demikian siswa telah memahami materi sehingga untuk mengerjakan atau menjawab soal ulangan harian siklus I dan siklus II semakin tampak terlihat baik dan lancar. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Peningkatan Aktivitas Guru Dari data aktivitas guru selama proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match secara umum berlangsung dengan baik. Dari pertemuan pertama dengan persentase 45% meningkat menjadi 62,5% pada pertemuan kedua, dan terus meningkat menjadi 82,5% pada pertemuan ketiga. Dan pada pertemuan keempat terjadi persentase yang cukup signifikan yang mencapai 97,5%. Peningkatan ini dikarenakan guru mampu melaksanakan dan melakukan aktivitas sesuai dengan yang direncanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung. 2. Peningkatan Aktivitas Siswa Dari data aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match (membuat pasangan), terlihat siswa bersemangat dan aktif dalam mengikuti proses pembelajaran yang dilaksanakan. Aktivitas siswa mengalami peningkatan dari pertemuan pertama dengan persentase 40% dan meningkat 60% pada pertemuan kedua. Dan pada siklus II pertemuan pertama meningkat menjadi 72,5% kemudian meningkat lagi pada pertemuan II siklus II menjadi 95%. 3. Peningkatan Hasil Belajar Berdasarkan teknik analisis data diperoleh kesimpulan tentang data hasil belajar melalui ulangan harian, Aktivitas guru dan siswa serta ketercapaian KKM

10 10 Dari analisis data tentang hasil belajar siswa melalui ulangan harian mengalami peningkatan pada siklus I dengan rata rata nilai siswa 76,14 dan siklus II dengan nilai rata rata 84,09. Meningkatnya rata rata hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II disebabkan karena pembelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif tipe make a match (membuat pasangan) ini dapat merangsang siswa untuk dapat belajar lebih aktif dan kreatif serta belajar dengan suasana yang sangat menyenangkan. Pada setiap terlihat kompak dalam kelompoknya masing masing sehingga tugas tugas yang sulit dikerjakan secara baik dan tidak ribut. Selain itu hubungan yang kooperatif antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru menjadi lebih baik dan telah terciptanya suasana belajar yang sangat menyenangkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Agus Suprijono (2011:61) model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat kerja sama atau kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun reward. Pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Analisis data tentang nilai siswa dalam penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar setelah melakukan tindakan. Dari analisis data tentang ketercapaian KKM telah menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah siswa yang mencapai KKM sesudah tindakan bila dibandingkan dengan jumlah siswa yang mencapai KKM sebelum tindakan. Hal ini dapat dilihat pada siklus I ketuntasan belajar siswa mencapai 72%. Kemudian meningkat pada siklus II ketuntasan belajar siswa mencapai 90% dan siswa dinyatakan tuntas secara klasikal. Dengan memperhatikan pembahasan diatas peneliti menyimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan dapat dilihat kebenarannya., dengan kata lain bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match (membuat pasangan) dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri 29 Gajah Sakti tahun ajaran SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti telah didapat peningkatan aktivitas guru pada setiap siklus. Pada pertemuan pertama siklus I persentase aktivitas guru adalah 45%. Pada pertemuan kedua siklus I menjadi 62,5% meningkat pada siklus II pertemuan I aktivitas guru menjadi 82,5%. Dan pada pertemuan kedua siklus II aktivitas guru mencapai 97,5%. Sedangkan aktivitas siswa juga mengalami peningkatan pada setiap siklus. Pada pertemuan pertama siklus I aktivitas siswa adalah 40%, pada pertemuan kedua siklus I aktivitas siswa menjadi 60%. Sedangkan pada pertemuan pertama

11 11 Siklus II aktivitas siswa meningkat menjadi 72,5% dan pertemuan kedua semakin meningkat mencapai 95%. Peningkatan aktivitas guru dana siswa berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa yaitu dari rata rata nilai skor dasar siswa yaitu 61,82 meningkat pada UH I menjadi 76,14 dan pada UH II mencapai rata rata 84,09. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match (membuat pasangan) dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri 29 Gajah Sakti tahun ajaran Melalui penelitian yang dilakukan, peneliti mengemukakan saran saran yang berhubungan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match (membuat pasangan) dalam pembelajaran IPS yaitu : 1. Dalam proses pembelajaran alokasi waktu sangat penting diterapkan sebaik mungkin agar waktu yang ingin direncanakan pada jam pembelajaran berlangsung dapat dilaksanakan dengan sebaik baiknya. 2. Dalam proses pembelajaran kooperatif tipe make a match (membuat pasangan), guru hendaknya dapat memberi bimbingan serta bantuan yang tepat sesuai yang dibutuhkan siswa sehingga materi tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai yang direncanakan. 3. Dalam proses pembelajaran kooperatif tipe make a match (membuat pasangan) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa. UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan, rasa hormat, dan ucapan trima kasih yang setulusnya kepada: 1. Dr. H. M. Nur Mustafa, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. 2. Drs. Zariul Antosa, M.Sn selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Riau 3. Drs. H. Lazim N, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Univesitas Riau 4. Drs. H. Zulkifli, S.Pd. selaku Pembimbing I dan Eddy Noviana, S.Pd.,M.Pd sebagai Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu dosen Program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasr FKIP Universitas Riau yang telah membekali ilmu kepada peneliti. 6. Bapak kepala sekolah, guru dan siswa kelas IV SD Negeri 29 Tasik Serai Kecamatan Pinggir yang telah memberi kesempatan kepada peneliti selama penelitian berlangsung. 7. Keluarga, sahabat-sahabat, teman-teman mahasiswa seangkatan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, semoga kebersamaan ini akan abadi. Semoga Allah SWT memberikan keridhoannya atas bantuan semuanya.

12 DAFTAR PUSTAKA Curran, Lorna Model - Model Pembelajaran. Jakarta, Rajawali Pers Dimyati dan mudjiono, Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Terbuka Etin, Cooperatif Learning Analisis Pembelajaran IPS. Jakarta. Bumi Aksara Lie, Cooperatif Learning. Jakarta. Bumi Aksara Minarti, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas II SD 62 Pekanbaru, FKIP Universitas Riau. Skripsi : tidak diterbitkan. Nurulhayati, Model-model pembelajaran. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar. Cetakan ke Dua, Yogyakarta: Pustaka Belajar Rusman, Model-Model Pembelajaran. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada Suprijono, Agus Cooperatif Learning. Yogyakarta, Penerbit: Pustaka Belajar Syahrilfuddin, dkk Psikologi Pendidikan. Pekanbaru : Cendekia Insani Yuliariatiningsih dan Karli, Kelebihan dan Kelemahan pembelajaran kooperatif. (online). Tersedia 15 maret