PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KAPSUL PATI-ALGINAT DARI EKSTRAKSI RUMPUT LAUT COKLAT (Sargassum sp.) SEBAGAI MATERIAL DRUG DELIVERY SYSTEM SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KAPSUL PATI-ALGINAT DARI EKSTRAKSI RUMPUT LAUT COKLAT (Sargassum sp.) SEBAGAI MATERIAL DRUG DELIVERY SYSTEM SKRIPSI"

Transkripsi

1 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KAPSUL PATI-ALGINAT DARI EKSTRAKSI RUMPUT LAUT COKLAT (Sargassum sp.) SEBAGAI MATERIAL DRUG DELIVERY SYSTEM SKRIPSI MAWADDATUL KARIMAH PROGRAM STUDI S1 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2016

2 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KAPSUL PATI-ALGINAT DARI EKSTRAKSI RUMPUT LAUT COKLAT (Sargassum sp.) SEBAGAI MATERIAL DRUG DELIVERY SYSTEM SKRIPSI MAWADDATUL KARIMAH PROGRAM STUDI S1 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2016 i

3 ii

4 iii

5 PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga. Diperkenankan untuk digunakan sebagai referensi kepustakaan dengan pengutipan seijin penulis serta harus menyebutkan sumbernya. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga iv

6 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah atas segala rahmat, karunia dan hidayah yang telah diberikan oleh Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Pembuatan dan Karakterisasi Kapsul Pati-Alginat dari Ekstraksi Rumput Laut Coklat (Sargassum sp.) sebagai Material Drug Delivery System. Naskah skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan kelulusan dalam menempuh pendidikan S1-Kimia di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Dalam penulisan naskah skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Siti Wafiroh, S.Si., M.Si. selaku dosen pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan, nasehat dan motivasi selama penyusunan naskah skripsi ini. 2. Dr. Pratiwi Pudjiastuti, M.Si. selaku dosen pembimbing II yang selalu memberikan saran dan nasehat selama penulis menempuh studi S1-Kimia di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. 3. Bapak Dr. Purkan, M.Si. selaku ketua Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga atas saran, nasehat, dan motivasinya selama ini. 4. Ibu Dr. Nanik Siti Aminah, M.Si. selaku dosen wali yang selalu memberikan saran, nasehat, dan motivasi selama ini. 5. Ibu Dr. Alfinda Novi Kristanti dan Bapak Dr. Ir. Suyanto, M.Si. yang selalu memberikan saran, nasehat, dan motivasi selama ini. 6. Seluruh staf pengajar Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga atas ilmu, bimbingan, dan saran yang telah diberikan. 7. Seluruh laboran dan karyawan di Laboratorium Kimia Fisik, Kimia Organik dan Kimia Analitik. 8. Kedua orang tua dan semua keluarga yang selalu memberikan doa, semangat, dan dukungan moral kepada penulis selama ini. 9. Kementrian Agama RI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama menempuh pendidikan S Teman-teman prodi S1 Kimia angkatan 2012 yang selalu memberikan semangat kepada penulis selama mengerjakan skripsi ini 11. Teman-teman CSS MoRA Unair 2012 yang selalu memberikan motivasi kepada penulis selama mengerjakan skripsi ini 12. Teman-teman MTQ Unair yang selalu memberikan motivasi kepada penulis selama mengerjakan skripsi ini 13. Teman-teman skripsi kapsul Aulala, Niyyah dan Ulil yang selalu memberikan semangat, saran dan motivasi selama mengerjakan skripsi ini Penulis menyadari masih banyak kelemahan pada naskah skripsi ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan. Selain itu, skripsi ini v

7 dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat meneliti hal yang sama dan bermanfaat untuk masyarakat. Surabaya, 13 Juli 2016 Penulis, Mawaddatul Karimah vi

8 Karimah, M., 2016, Pembuatan dan Karakterisasi Kapsul Pati-Alginat dari Ekstraksi Rumput Laut Coklat (Sargassum sp.) sebagai Material Drug Delivery System, skripsi ini di bawah bimbingan Siti Wafiroh, S.Si., M.Si. dan Dr. Pratiwi Pudjiastuti, M.Si., Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. ABSTRAK Penelitian tentang material drug delivery system mengalami perkembangan yang sangat cepat. Kapsul komersil dengan material gelatin merupakan kapsul yang banyak digunakan, namun kapsul gelatin ini mudah mengalami cracking. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan material drug delivery salah satunya kapsul dari pati dan alginat dengan crosslinker STPP (sodium tripolyphosphat). Tujuan dari penelitian ini adalah membuat dan megkarakterisasi kapsul pati-alginat. Alginat yang digunakan adalah hasil dari ekstraksi rumput laut coklat jenis Sargassum sp. Metode yang digunakan adalah maserasi jalur asam alginat. Kedua bahan ini dikompositkan dengan 5 macam perbandingan yaitu (2:1), (3:2), (1:1), (1:2), (2:3). Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji tarik, uji swelling air, uji disolusi, uji FTIR dan uji SEM. Kapsul patialginat optimal memiliki nilai stress, strain, modulus Young dan swelling air berturut-turut sebesar 8.018,18 kn/m 2 ; 0,1225; ,12 kn/m 2 dan 248,12%. Hasil uji disolusi kapsul yang mengandung ciprofloxacin pada ph 1,2; 4,5 and 6,8 selama 90; 2 dan 4 menit berturut-turut adalah 92%; 79% and 86%. Dengan demikian, kapsul dari komposit pati-alginat dapat digunakan sebagai drug delivery system. Kata kunci : pati, natrium alginat, STPP, material drug delivery system vii

9 Karimah, M., 2016, Production and Characterization of Starch-Sodium Alginate Capsule from Extraction of Brown Algae (Sargassum sp.) as Material of Drug Delivery System, final project was under guidance of Siti Wafiroh, S.Si., M.Si. and Dr. Pratiwi Pudjiastuti, M.Si., Department of Chemistry, Faculty of Science and Technology, Airlangga University, Surabaya. ABSTRACT Research of material of drug delivery system has developed so fast. Commercial capsule with gelatin material is often consumed, but this capsule is easy to crack. Therefore, more drug release material development is needed. One of them is capsule from starch-sodium alginate using STPP (sodium tripolyphosphat) as crosslinker. The purposes of this research are to produce and characterise of starch-sodium alginate capsules. Alginate was extracted from brown algae (Sargassum sp.). The method was alginate acid pathway. Both of the materials were divided to 5 variation of compositions, (2:1), (3:2), (1:1), (1:2) and (2:3). The characterizations was performed by using tensile, water swelling, dissolution, FTIR and SEM tests. The optimum of starch-alginate capsules include stress, strain, modulus Young and swelling water values are 8, kn/m 2 ; ; 65, kn/m 2 ; %, respectively. The dissolution of capsules contain of ciprofloxacin at ph 1.2; 4.5 and 6.8 for 90; 2 and 4 minutes are 92%; 79% and 86%, respectively. Based on this research, capsule from starchalginate composite can be used as drug delivery system. Keywords : starch, sodium alginate, STPP, material of drug delivery system viii

10 ix

11 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENYATAAN... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii LEMBAR PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Material Drug Delivery System Pati Alginat dari Estraksi Rumput Laut Coklat (Sargassum sp.) Crosslinker pada Drug Delivery System Sodium Tripoliphosphat (STPP) Metode Pencetakan Kapsul Prinsip Kerja Material Drug Delivery System Karakterisasi Material Drug Delivery System Fourier Transformed Infra Red (FTIR) Scanning Electron Membrane (SEM) Penentuan berat molekul polimer Uji swelling air Uji tarik Uji desolusi BAB III METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Bahan penelitian Alat penelitian Diagram Alir Penelitian Prosedur Penelitian Preparasi reagen x

12 3.4.2 Ekstraksi natrium alginat dari Sargassum sp Karakterisasi natrium alginat Penentuan berat molekul Penentuan gugus fungsi dengan FTIR Pembuatan komposit pati-alginat Pencetakan kapsul pati-alginat Karakterisasi kapsul pati-alginat Uji mekanik Uji kinerja Uji SEM BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Natrium Alginat dari Sargassum sp Hasil Karakterisasi Natrium Alginat Hasil uji penentuan berat molekul Hasil uji FTIR Hasil Pembuatan Komposit Pati-Alginat Hasil Pencetakan Kapsul Pati-Alginat Hasil Karakterisasi Kapsul Pati-Alginat Hasil uji tarik Hasil uji swelling air Hasil uji FTIR kapsul pati-alginat optimum Hasil uji disolusi kapsul pati-alginat optimum Hasil uji SEM kapsul pati-alginat optimum BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

13 DAFTAR TABEL Nomor Judul Tabel Halaman 2.1 Karakteristik amilosa dan amilopektin Karakteristik natrium alginat Karakteristik sodium tripolyphosphate Kriteria dosis urutan daya toksisitas suatu bahan Data spektra FTIR natrium alginat Karakteristik kapsul pada masing-masing variasi Data spektra FTIR Na-alginat ekstraksi dan kapsul pati-na alginat xii

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Gambar Halaman 2.1 Struktur kimia pati Sargassum sp Struktur kimia alginat M ( β-d mannuron acid) dan G (α-l glucuronic acid Struktur kimia natrium alginat Struktur kimia sodium tripolyphosphate Skema release suatu obat Desain rangkaian alat disolusi Persamaan reaksi kimia pada saat proses demineralisasi Pemisahan antara filtrat dan padatan setelah maserasi Persamaan reaksi kimia natrium alginat dengan HCl Persamaan reaksi kimia konversi asam alginat menjadi natrium alginat Persamaan reaksi kimia oksidasi lignin oleh NaOCl Serbuk natrium alginat Grafik hubungan antara konsentrasi Na-alginat dan viskositas reduksi Hasil spektra natrium alginat Kapsul pati-natrium alginat Autograph Diagram antara variasi komposisi membran dengan nilai stress Diagram antara variasi komposisi membran dengan nilai strain Diagram antara variasi komposisi membran dengan nilai modulus young Diagram antara variasi kapsul dengan nilai swelling air Hasil spektra FTIR kapsul pati-alginat dan Na-alginat ekstraksi Hipotesis ikatan antara pati-stpp-alginat Grafik hasil uji disolusi ph 1, Grafik hasil uji disolusi ph 4, Grafik hasil uji disolusi ph 6, Morfologi permukaan membran kapsul pati-alginat dan kapsul komersil Morfologi penampang lintang kapsul pati-alginat xiii

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Lampiran 1. Pembuatan Larutan untuk Ekstraksi Natrium Alginat 2. Hasil Penentuan Viskositas dan Berat Molekul Natrium Alginat 3. Rendemen Hasil Ekstraski Natrium Alginat 4. Spektra FTIR Natrium Alginat Hasil Ekstraksi 5. Spektra FTIR Natrium Alginat Komersil 6. Spektra FTIR Natrium Alginat Campuran (Ekstraksi-Komersil) 7. Spektra FTIR Kapsul Pati-Natrium Alginat dengan crosslinker STPP 8. Hasil Pembuatan Komposit Pati Alginat 9. Hasil Uji Tarik 10. Hasil Uji Swelling Air 11. Hasil Uji Disolusi xiv

16 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kapsul sebagai drug delivery system dalam dunia farmasi sudah banyak digunakan sejak lama. Dalam pengembangannya, modifikasi swelling, cracking, hingga mekanisme pelepasan obat sudah banyak dilakukan (Bertrand, 2012). Beberapa macam metode drug delivery diantaranya secara oral, parenteral, lokal, rektal, transdermal dan inhalasi (Shargel et al., 2007). Pemberian obat secara oral yaitu pemberian obat secara langsung melalui mulut, sedangkan parenteral yaitu pemberian obat melalui suntikan. Pemberian obat secara lokal yaitu obat diteteskan atau dioleskan secara langsung seperti obat tetes mata dan rektal yaitu pemberian obat melalui dubur. Transdermal yaitu pemberian obat melalui permukaan kulit seperti plester dan inhalasi yaitu pemberian obat dengan cara dihirup maupun disemprotkan melalui hidung atau mulut (Anief, 1995). Diantara macam-macam metode drug delivery, metode drug delivery secara oral merupakan metode yang paling diminati di masyarakat karena cara pemberian obat yang mudah, aman dan praktis (Shargel et al., 2007). Bentukbentuk obat yang dapat diberikan secara oral antara lain kapsul, tablet, sirup dan puyer. Pemberian obat tersebut disesuaikan dengan kebutuhan. Kapsul berada pada urutan pertama dalam pengembangan obat karena dinilai lebih sederhana untuk dalam produksinya dibandingkan dengan sediaan oral lainnya. Kapsul memiliki banyak kelebihan jika dibandingkan dengan sediaan oral lainnya seperti kombinasi bahan bervariasi sesuai kebutuhan pasien, dosis 1

17 2 lebih tepat, tidak berbau dan hambar sehingga mudah untuk ditelan, dan release dalam waktu yang sesuai (Saputra, 2014). Kapsul pertama kali dibuat oleh J. C Lehuby pada tahun 1846 yang dikenal dengan kapsul gelatin (Augsburger, 2002). Berdasarkan sifatnya, kapsul gelatin dibedakan menjadi dua macam, yaitu cangkang kapsul gelatin lunak dan cangkang kapsul gelatin keras (Allen et al., 2011). Cangkang kapsul gelatin lunak biasanya plastis dengan bentuk bervariasi dengan packing yang tertutup. Umumnya isi kapsul ini berupa cairan, suspensi maupun pasta. Sedangkan cangkang kapsul gelatin keras umumnya berisi serbuk dengan satu macam bentuk yang umumnya lonjong yang terdiri dari dua bagian yaitu body dan cap (Augsburger, 2002). Pada umumnya, cangkang kapsul gelatin banyak digunakan di pasaran karena material dalam pembuatannya murah dan mudah diproduksi. Namun, material cangkang kapsul gelatin ini memiliki kelemahan yaitu kurang stabil dalam lingkungan berair sehingga waktu swelling dan cracking cenderung sangat cepat dan menyebabkan efek efikasi obat (Daberte, et al., 2011). Modifikasi cangkang kapsul gelatin dapat berupa penambahan crosslinker guna meningkatkan ketahanan mekanik suatu kapsul. Crosslinker merupakan suatu metode dalam mengurangi kelarutan membran dalam air (Ma, J and Sahai, Y., 2013). Selain itu, modifikasi kapsul berupa pembentukan dan penggunaan polimer yang sesuai. Kapsul terus mengalami perkembangan yang cepat dengan berbagai modifikasi dalam hal komposisi dan zat aditif yang ditambahkan. Bahan

18 3 yang digunakan dalam drug delivery system harus biodegradable dan memiliki biokompabilitas tinggi (Zhou, 2008). Polimer telah banyak digunakan sebagai bahan pembuat material drug delivery system (Vilar et al., 2012). Berdasarkan kemampuannya untuk terdegradasi, drug delivery system dapat diklasifikasikan menjadi material polimer nondegradable dan polimer biodegradable. Polimer biodegradable banyak dipilih sebagai drug delivery system agar aman dikonsumsi (Paolino et al., 2006). Polimer alam yang berpotensi menjadi material drug delivery system adalah pati. Penelitian tentang drug delivery system menggunakan pati telah dilakukan oleh Wang et al., (2010), Zhang et al., (2013), Lopez et al., (2013) dan Hosseini et al.,(2014), Fakharian et al., (2015), Marto et al., (2015), Lozano- Vazquez et al.,(2015) dan Mary and Sasikumar, (2015). Dalam penelitiannya, Wang et al., (2010) menggunakan komposit polimer pati alginat sebagai bahan material local drug delivery system menggunakan bantuan crosslinker CaCl2. Variasi rasio komposisi pati alginat yang digunakan adalah (90:10), (70:30), (50:50) and (30:70) dan penambahan CaCl2 : etanol sebesar 50 : 50. Uji kontrol release obat meningkat seiring dengan meningkatnya komposisi pati di dalam komposit pati alginat. Hal ini menunjukkan potensi pati yang sangat besar dalam drug delivery system. Lopez et al., pada tahun 2013 menguji release antioksidan tumbuhan yerba mate, sejenis tanaman yang tumbuh di Amerika Selatan yang dikemas dalam kapsul yang dibuat dari pati - alginat. Karakterisasi yang dilakukan yaitu uji porositas, swelling air dan uji SEM untuk alginat dan komposit dari pati alginat.

19 4 Pada hasil swelling, komposit pati-alginat memberikan hasil swelling yang stabil daripada alginat saja dan porositas kapsul alginat menurun seiring dengan meningkatnya pati yang ditambahkan. Namun dalam penelitian ini hasil release kurang maksimal dan cenderung cepat karena kapsul yang dihasilkan terlalu tipis dengan porositas yang cukup tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan tidak adanya crosslinker yang ditambahkan sehingga tidak adanya penghubung antara pati dan alginat yang menyebabkan ketahanan mekanik rendah. Modifikasi materi drug delivery system terbaru dengan pati dan alginat dilakukan oleh Mary and Sasikumar (2015). Dalam penelitiannya, drug delivery diuji kinetika release dari antibiotik ciprofloxacin hydrochloride dengan cara in vitro. Variasi komposisi yang digunakan yaitu (1:1), (1:2), (1:3) dan (1:4). Setelah diamati selama 2 jam, hasil release tercepat yaitu pada komposisi pati alginat 1:1 sebesar 65% dan release terlama yaitu pada perbandingan 1:4. Selain pati, salah satu material pembuatan drug delivery system yang sering digunakan adalah alginat. Alginat dikenal dengan biopolimer yang serbaguna dan digunakan dalam berbagai aplikasi. Penggunaan konvensional alginat sebagai drug delivery dalam produk obat umumnya tergantung pada penebalan, pembentuk gel, dan sifat penstabilannya. Hidrokoloid seperti alginat dapat memainkan peran penting dalam desain produk control-release (Tonnesen and Karlsen, 2002). Dalam sebuah penelitian, alginat dapat diperoleh dari rumput laut dari genus Sargassum (Purwanti, 2013). Alginat merupakan kandungan utama dari dinding alginofit, yang tersusun atas asam guluronat dan manuronat, dengan ikatan 1,4 β-d-asam manuronat dan α-l-guluronat (Ertesvag et al., 2015).

20 5 Dalam pembuatan material drug delivery system, selain pati dan alginat juga ditambahkan crosslinker yang berguna dalam menjembatani terjadinya ikatan antara dua gugus fungsi sehingga kinerja drug delivery system dapat meningkat (Giri, 2012). Jika crosslinker ditambahkan, maka tingkat swelling air membran dapat diperkecil dan kestabilannya meningkat. Crosslinker juga mempengaruhi besarnya kerapatan rantai polimer karena banyaknya tarikan yang dapat terjadi, sehingga mengurangi fleksbilitas dan menjadi kaku. Senyawa-senyawa crosslinker antara lain glutaraldehid, sodium tripolyphosphate (STPP), N,N - metilen-bis-akrilamida (MBA), asam oksalat, formaldehid, ion sulfat, ion fosfat, dan beberapa senyawa lainnya yang dapat berikatan dengan bahan utama membran (Berger et al., 2004). Berdasarkan sifatnya, crosslinker dapat dibedakan menjadi kovalen dan ionik (Berger et al., 2004). Mekanisme yang paling tepat dalam menurunkan kebebasan molekul adalah ikatan silang kimia yang mengikat silang bersama rantai-rantai polimer melalui ikatan kovalen atau ikatan ion untuk membentuk suatu jaringan (Katz, 2008). Crosslinker kovalen seperti glutaraldehid, formaldehid dan asam oksalat. Sedangkan untuk crosslinker ionik contohnya sodium tripolyphosphate (STPP) dan CaCl2. Pada tahun 1998, Genta, menguji pengaruh glutaraldehid pada drug delivery system dengan bahan dasar kitosan. Matriks drug delivery system diuji secara in vitro dengan uji disolusi dengan larutan buffer fosfat ph 7.4 pada suhu 37. Hasil uji menunjukkan penambahan glutaraldehid bermanfaat dalam mengatur terurainya kitosan, variasi 7%-10% dan 15-25% glutaraldehid

21 6 menujukkan hasil yang tidak jauh berbeda, disarankan untuk menggunakan glutaraldehid dalam konsentrasi kecil guna meminimalisir efek toksik yang disebabkan oleh crosslinker tersebut. Pieróg (2009) menguji pengaruh crosslinker ionik pada swelling hydrogel kitosan. Crosslinker yang diujikan adalah asam sulfat (H2SO4), trisodium sitrat (Na3C6H5O7), tripolifosfat dan natrium alginat. Variasi ph yang digunakan adalah 1.2, ph 7.4 dan ph 8.5. Pada uji swelling, kitosan murni memiliki nilai swelling yang tinggi dan ketahanan mekanik yang rendah sementara kitosan-tripolifosfat memiliki nilai swelling yang rendah dan ketahanan mekanik yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa potensi tripolifosfat sebagai crosslinker sangat besar. Pada penelitian ini diekstraksi natrium alginat dari rumput laut coklat (Sargassum sp.) dan pembuatan drug delivery system berupa kapsul pati - alginat menggunakan crosslinker sodium tripolyphosphate (STPP). Pati berfungsi sebagai emulgator untuk menstabilkan alginat yang membentuk gelasi. Dalam penelitian ini dilakukan lima variasi perbandingan komposit pati dan natrium alginat, yaitu (2 : 1), (3 : 2), (1 : 1), (2 : 3) dan (1:2). Kapsul pati-alginat dikarakterisasi dengan uji mekanik berupa uji tarik dan uji swelling air. Kapsul optimal yang dihasilkan diuji kinerjanya dengan uji disolusi pada variasi ph 1,2; 4,5 dan 6,8. Setelah diperoleh kapsul pati-alginat optimal diuji morfologi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan uji spektroskopi menggunakan Fourier Transformed Infra Red (FTIR).

22 7 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Dapatkah dibuat kapsul dari pati - alginat sebagai drug delivery system? 2. Bagaimana pengaruh variasi komposisi pati alginat terhadap sifat mekanik drug delivery system? 3. Bagaimana kinerja material kapsul pati alginat dibandingkan dengan kapsul dari bahan-bahan komersil? 1.3 Tujuan 1. Membuat kapsul dari pati-alginat sebagai drug delivery system 2. Mengetahui pengaruh variasi komposisi pati alginat terhadap sifat mekanik drug delivery system 3. Mengetahui kinerja material kapsul pati alginat dibandingkan dengan kapsul dari bahan-bahan komersil 1.4 Manfaat Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang kimia. Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu informasi ilmiah dalam pengembangan material drug delivery system. Pembuatan kapsul dari pati-alginat diharapkan dapat menggantikan material kapsul yang bersifat komersil yang tengah berkembang di masyarakat. Selain itu juga dapat mengurangi ketergantungan pada produk luar negeri dengan cara memanfaatkan kekayaan alam yang ada di Indonesia.

23 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Material Drug Delivery System Penelitian tentang drug delivery system menggunakan bahan baku polimer alam sudah banyak dilakukan (Vilar et al., 2012). Polimer alam yang sering digunakan dalam pembuatan drug delivery system adalah kitosan yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Salah satunya telah dilakukan oleh Tahtat, et al., (2013) dengan membuat material drug delivery system dari alginat - kitosan dengan bantuan crosslinker glutaraldehid untuk oral delivery insulin. Selain kitosan, polimer alam lain yang berpotensi menjadi material drug delivery system adalah pati. Penelitian tentang drug delivery system menggunakan pati telah dilakukan oleh Wang et al., (2010), Zhang et al., (2013), Lopez et al., (2013) dan Hosseini et al., (2014), Fakharian et al., (2015), Marto et al., (2015) dan Lozano-Vazquez et al., (2015). Menurut penelitian Wang et al., (2010) drug delivery system dibuat dengan cara mengkompositkan dua polimer alam yaitu pati dan alginat yang diperoleh dari ektraksi rumput laut coklat (Sargassum sp.). Hidrokoloid seperti alginat dapat memainkan peran penting dalam desain produk control-release. Hal ini menunjukkan alginat dari hasil ekstraksi rumput laut coklat (Sargassum sp.) sangat berpotensi menjadi material drug delivery system. Modifikasi materi drug delivery system dengan pati terbaru dilakukan oleh Farakhian et al., (2015) dengan komposit lain berupa karaginan. Variasi karaginan yang ditambahkan 0.25, 0.5, 0.75 dan 1%. Karakterisasi yang dilakukan adalah uji 8

24 9 viskositas dan viskoplastisitas. Kemampuan release kapsul pati karaginan sebanding dengan kapsul gelatin yang beredar di pasaran. Hal ini membuktikan bahwa potensi pati sangat besar dalam drug delivery system. 2.2 Pati Pati adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang terdapat pada tanaman dan mampu mensuplay 70 hingga 80% kalori yang dibutuhkan manusia dari bahan pangan yang dikonsumsi. Namun, selain sebagai sumber kalori utama, pati juga mempunyai sejumlah kegunaan pada makanan, seperti : sebagai bahan pelekat, pengikat, pembentuk lapisan, penstabil, pembentuk tekstur, pengental, dll (Mason, 2009). Kandungan amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan α-(1,4) unit glukosa. Derajat polimerisasi amilosa berkisar antara unit glukosa, bergantung pada sumbernya. Amilopektin merupakan polimer α-(1,4) unit glukosa dengan rantai samping α-(1,6) unit glukosa. Dalam suatu molekul pati, ikatan α-(1,6) unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit, berkisar antara 4 5%. Namun, jumlah molekul dengan rantai yang bercabang, yaitu amilopektin, sangat banyak dengan derajat polimerisasi x10 6 unit glukosa (Jacobs dan Delcour, 1998). Amilosa merupakan fraksi gerak, yang artinya dalam granula pati letaknya tidak pada satu tempat, tetapi bergantung pada jenis pati. Umumnya amilosa terletak di antara molekul-molekul amilopektin dan secara acak berada selang-seling di antara daerah amorf dan kristal (Oates, 1997).

25 10 Ketika dipanaskan dalam air, amilopektin akan membentuk lapisan yang transparan, yaitu larutan dengan viskositas tinggi dan berbentuk lapisan-lapisan seperti untaian tali. Pada amilopektin cenderung tidak terjadi retrogradasi dan tidak membentuk gel, kecuali pada konsentrasi tinggi (Belitz dan Grosch, 2009). A B Gambar 2.1 Struktur kimia pati dengan A (α-(1,6) unit glukosa dan B (α- (1,4) unit glukosa (Thomas, 1998) Tabel 2.1 Karakteristik amilosa dan amilopektin (Thomas, 1998) Karakteristik Amilosa Amilopektin Bentuk lurus bercabang Ikatan α-(1,4) kadang α-(1,6) α-(1,4) dan α-(1,6) Berat molekul <0,5 juta juta Formasi gel rapat tidak membentuk gel - lembut Reaksi dengan I2 biru coklat kemerahan Pati dikenal sebagai polimer biodegradable dengan biocompability yang sempurna dan tidak toksik (Herman et al., 1989). Wang et al., (2010) juga mengkompositkan pati - alginat dalam sintesis material drug delivery system dan hasil penelitiannya menunjukkan uji control release meningkat seiring dengan meningkatnya komposisi pati dalam komposit pati alginat. Mengkompositkan

26 11 alginat - pati sebagai pengembangan teknologi internal gelasi merupakan kombinasi yang cocok karena dapat meningkatkan efisiensi daripada menggunakan alginat sendiri (Martin et al., 2013). Hal ini mengindikasikan bahwa pati yang berpotensi besar dalam pengembangan drug delivery system. 2.3 Alginat dari Ekstraksi Rumput Laut Coklat (Sargassum sp.) Rumput laut coklat adalah salah satu jenis ganggang yang diklasifikasikan berdasarkan pigmen yang dihasilkan. Pigmen yang menyebabkan warna coklat pada rumput laut jenis ini adalah xantofil. Beberapa kandungan yang terdapat pada rumput laut coklat adalah alginat, yodium, vitamin E dan polifenol (Aslan, 1991). Beberapa spesies rumput laut coklat yaitu Colpmenia sinuosa, Lobophora variegate, Chnoospora implexa, Padina gymnospora, Sargassum tenerrium, dan Dictyota dichotoma (Viswanathan and Nallamuthu, 2014). Gambar 2.2 Sargassum sp. Rumput laut coklat merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang ada di Indonesia. Salah satu jenis dari rumput laut coklat yang banyak penyebarannya adalah Sargassum sp. yang banyak tumbuh antara bulan Agustus- Oktober (Rasyid, 2009). Selain itu, keunggulan dari tumbuhan laut ini adalah

27 12 memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan memiliki masa tanam yang relatif pendek. Malviya dan Srivastava (2011) telah meneliti tentang drug delivery system dari bahan polimer alam alginat yang diektraksi dari rumput laut coklat (Sargassum sp.) yang dikombinasikan dengan kitosan. Dilakukan crosslink antara alginat dan kitosan secara ionik dengan perbandingan komposisi 1 : 1 menghasilkan material kompleks kitosan dan alginat. Polimer yang dihasilkan tidak rapuh, memiliki kekerasan yang baik, dan waktu desintegrasinya rendah sehingga dapat digunakan sebagai bahan drug delivery yang cepat terdesintegrasi. Hal ini menunjukkan alginat dari hasil ekstraksi rumput laut coklat (Sargassum sp.) sangat berpotensi menjadi material drug delivery system. Berdasarkan penelitian Viswanathan pada tahun 2012, kandungan terbesar pada Sargassum sp. adalah alginat. Senyawa ini merupakan polimer murni dari asam uronat, tersusun dalam bentuk rantai linier panjang (Swift et al., 2014). Alginat telah banyak dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan pengental (Bangun, 2001), Alga Sargassum sp. atau alga coklat merupakan salah satu genus Sargassum yang termasuk dalam kelas Phaeophyceae. Kandungan terbesar dalam rumput laut coklat seperti Sargassum sp. adalah alginat yang sebagian besar terdiri dari unit β-d-mannuronacid (asam manuronat) dan α-l-guluronic acid (asam guluronat) (Viswanathan et al., 2014). Alginat merupakan bentuk garam dari asam alginat. Garam alginat dapat berupa asam alginat, natrium alginat, kalsium alginat, kalium alginat, dan ammonium

28 13 alginat (Jayanudin dkk, 2014). Namun yang larut dalam air hanya natrium alginat, kalium alginat dan ammonium alginat (Biopolymer F.M.C, 2003). Gambar 2.3 Struktur kimia alginat dengan M (β-d-mannuronacid) dan G (α- L-guluronic acid) Gambar 2.4 Struktur kimia natrium alginat Tabel 2.2 Karakteristik natrium alginat (Sumber : IRO Alginat Industry, 2010) Parameter Bentuk, warna dan bau Kelarutan dalam air 0,3% Kadar air 16,86% Densitas 874 kg/m 3 Panas pembakaran 2,5 kal/g Titik leleh >300 ph 6-8 Deskripsi Serbuk atau serat, berwarna putih atau kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa

29 14 Pada ph rendah, asam alginat mengarah pada pembentukan viskositas tinggi gel asam. Alginat juga mudah membentuk gel dengan adanya kation divalen sebagai ion kalsium (Tonnesen and Karlsen, 2002). 2.4 Crosslinker pada Drug Delivery System Cross link merupakan suatu metode yang dilakukan untuk mengurangi kelarutan membran dalam air (Ma, J and Sahai, Y., 2013). Penambahan crosslinker berfungsi untuk menjembatani terjadinya ikatan antara dua gugus fungsi sehingga crosslinker dapat meningkatkan kinerja drug delivery system (Giri, 2012). Ikatan yang terjadi dapat berupa ikatan kovalen maupun ionik. Jika crosslinker ditambahkan maka tingkat swelling air membran dapat diperkecil dan kestabilannya meningkat. Senyawa-senyawa crosslinker antara lain glutaraldehid, sodium tripoliphosphate (STPP), N,N -metilen-bis-akrilamida (MBA), asam oksalat, formaldehid, ion sulfat, ion fosfat, dan beberapa senyawa lainnya yang dapat berikatan dengan bahan utama membran (Berger et al., 2004). Berdasarkan sifatnya, crosslinker dapat secara kovalen dan ionik (Gunter, 1985). Mekanisme yang paling tepat dalam menurunkan kebebasan molekul adalah ikatan silang kimia yang mengikat silang bersama rantai-rantai polimer melalui ikatan kovalen atau ikatan ion untuk membentuk suatu jaringan (Katz, 2008). Glutaraldehid termasuk dalam crosslinker kovalen, contoh lainnya seperti formaldehid dan asam oksalat. Sedangkan untuk crosslinker ionik contohnya sodium tripolyphosphate (STPP). Sifat-sifat fisik material drug delivery system seperti kestabilan kristal, sensitivitas termal, rasio swelling, dan kekuatan mekanis dapat ditingkatkan

30 15 melalui modifikasi cross link secara kovalen (Giri, 2012). Beberapa crosslinker yang berikatan secara kovalen adalah glutaraldehid, genipin, dan N,N -metilenbis-akrilamida (MBA). Pada tahun 1998, Genta, menguji pengaruh glutaraldehid pada drug delivery system dengan bahan dasar kitosan. Matriks drug delivery system diuji secara in vitro dengan uji disolusi dengan larutan buffer fosfat ph 7.4 pada suhu 37. Hasil uji menunjukkan penambahan glutaraldehid bermanfaat dalam mengatur terurainya kitosan, variasi 7%-10% dan 15-25% glutaraldehid menujukkan hasil yang tidak jauh berbeda, disarankan untuk menggunakan glutaraldehid dalam konsentrasi kecil guna meminimalisir efek toksik yang disebabkan oleh crosslinker. Pieróg (2009) membandingkan hasil swelling kitosan murni dan kitosan yang dimodifikasi dengan crosslinker tripolifosfat. Kitosan modifikasi memiliki ketahanan mekanik lebih kuat dengan waktu swelling yang rendah sedangkan kitosan memiliki ketahanan mekanik yang rendah dengan waktu swelling yang tinggi. Cross link secara ionik juga banyak dilakukan pada material drug delivery system. Karakteristik kelarutan, rasio swelling, dan proses pelepasan obat pada material drug delivery system seringkali disebabkan oleh proses ionisasi dan protonasi gugus fungsi pada polimer yang digunakan. Untuk mengurang ionisasi dan protonasi tersebut, selain dengan penambahan material polimer lain, juga dapat ditingkatkan dengan crosslinker ionik seperti sodium tripolyphosphate (STPP).

31 Sodium tripolyphosphate (STPP) Sodium tripolyphosphate merupakan senyawa anorganik dengan rumus molekul Na5P3O10 dan merupakan bentuk garam dari polyphosphat penta-anion yang berikatan dengan triphosporic acid. Garam STPP berwarna putih dan terdapat dalam dua bentuk yaitu anhidrat dan hexahidrat. Struktur sodium tripolyphosphate (STPP) ditunjukkan pada Gambar 2.5 Gambar 2.5 Struktur kimia sodium tripolyphosphate Tabel 2.3 Karakteristik sodium tripolyphosphate Karakteristik Keterangan Berat molekul 367,87 g/mol Densitas 2,52 g/cm 3 Kelarutan dalam air 14,5 g/100 ml (25 C) Bentuk Serbuk berwarna putih Sodium tripolyphosphate dapat dibuat dengan cara mencampurkan Na2HPO4 dan NaH2PO4 dengan kondisi yang terkontrol (Greenwood, 1997). Berikut reaksi yang terjadi : 2 Na2HPO4 + NaH2PO4 Na5P3O H2O Garam ini memiliki nilai toksisitas yang rendah dari hasil uji LD50 secara oral sebesar > mg/kg berat badan (Boyd et al., 2001). LD50 (lethal dose) menggambarkan konsentrasi bahan bahan kimia yang dapat menyebabkan

32 17 kematian sampai 50% dari jumlah hewan yang di uji. Nilai LD50 digunakan untuk mengelompokkan dosis toksik dari bahan kimia yang baru diproduksi. Tabel 2.4 Kriteria dosis urutan daya toksisitas suatu bahan (per-berat badan manusia ~70 Kg) (Gosselin et al., 1984) Kriteria Praktis tidak toksik Sedikit toksik Toksik sedang Sangat toksik Amat sangat toksik Super toksik Dosis >15g/Kg 5-15 g/kg 0,5-5 g/kg mg/kg 5-50 mg/kg <5 mg/kg 2.6 Metode Pencetakan Kapsul Penemuan kapsul pertama kali yaitu oleh F.A.B Mothes, Pada awalnya kapsul memiliki bentuk lonjong dan hanya terdiri atas 1 bagian. Selanjutnya pada tahun 1846 dikembangkan kapsul yang terdiri atas 2 bagian cangkang oleh seorang farmasis dari Paris yang bernama J.C. Lehubby. Bentuk kapsul yang terdiri atas 2 cangkang ini masih digunakan hingga sekarang (Banker and Rhodes, 2002). Proses penentuan komposit pati-alginat dilakukan dengan membuat variasi pati-alginat yang ditambahkan sebagai bahan utama pembuatan cangkang kapsul. Campuran bubuk didalam gelas beker ditambah dengan akuades dalam perbandingan 1:15 (b/v) secara bertahap sehingga terbentuk larutan koloidal. Campuran diaduk selama lima menit dalam suhu ruang. Larutan campuran dipanaskan didalam water bath selama kurang lebih menit pada rentang

33 18 suhu o C dan tertutupi dengan aluminium foil. Setelah rasio b/b pati dan alginat telah didapatkan, selanjutnya ditentukan komposisi crosslinker yang akan ditambahkan. Untuk cangkang kapsul yang disertai crosslinker sodium tripolyphosphate (STPP), larutan STPP 2% ditambahkan pada komposisi campuran pati-alginat optimal yang sudah didapatkan dalam perbandingan tertentu. Penambahan dilakukan sebelum pemanasan larutan. Proses pemanasan diakhiri ketika larutan campuran telah homogen. Campuran dituangkan pada dipping bath yang sudah dipanaskan pada rentang suhu o C. Pencetakan dilakukan dengan pencelupan dipping pen yang sudah terlebih dahulu dilumasi oleh pelumas makanan. Material yang menempel pada dipping pen dikeringkan pada suhu ruang (Kristanto, 2014). 2.7 Prinsip Kerja Material Drug Delivery System Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja material drug delivery system, di antaranya morfologi permukaan kapsul, ukuran kapsul, ada tidaknya suatu plasticizer atau crosslinker, dan kesesuaian sifat fisikokimia obat dengan karakteristik dari polimer seperti hidrofobik atau hidrofilik, kemampuan dalam membentuk gel, dan juga kapasitas swelling air (Bansal, 2011). Pada morfologi permukaan kapsul, semakin halus permukaan yang diperoleh, maka semakin mudah ditelan dan kinerja release obat meningkat. Besar-kecil ukuran kapsul mempengaruhi volume obat di dalamnya, semakin kecil ukuran kapsul maka semakin sedikit volume obat yang bisa dimasukkan sehingga waktu sempurna release obat cenderung cepat. Penambahan plasticizer berfungsi dalam menambah fleksibilitas suatu kapsul, semakin banyak plasticizer

34 19 yang ditambahkan maka tingkat kelunakan kapsul semakin tinggi, sedangkan penambahan crosslinker sebaliknya, semakin banyak crosslinker yang ditambahkan, maka ketahanan mekanik suatu kapsul yang diperoleh semakin tinggi. Sifat hidrofobik dan hidrofilik suatu polimer mempengaruhi dalam kinerja drug delivery, kapsul yang terbuat dari polimer hidrofilik cenderung release lebih cepat karena kesesuaiannya dengan kondisi tubuh yang lebih dari 60% tersusun oleh air (Guyton and Hall, 2006). Kemampuan polimer dalam membentuk gel juga mempengaruhi kinerja suatu drug delivery, polimer yang mampu membentuk gel akan menghasilkan kapsul yang cenderung lunak dan tidak terlalu keras karena berasal dari sifat gel itu sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi drug delivery suatu kapsul adalah kapasitas swelling air, polimer hidrofilik yang mempunyai ketahanan mekanik rendah akan mengalami swelling air yang cepat, begitupun sebaliknya. Larutan buffer yang digunakan dalam disolusi disesuaikan dengan ph bagian tubuh yang akan dituju, seperti pada lambung maka larutan buffer yang digunakan adalah larutan dengan ph 1,2. Pada usus 12 jari digunakan larutan buffer dengan ph 4,5 (Ovesen et al., 1986) dan ph 6,8 untuk usus halus (Fallingborg, 1999). Drug delivery merujuk pada sebuah proses dimana solut (zat terlarut) sebuah obat bermigrasi dari posisi awal sistem polimer menuju bagian luar permukaan obat dan kemudian bermigrasi menuju media release (Fu et al., 2010).

35 20 Sementara itu, proses drug delivery secara umum dapat dibagi menjadi 3 mekanisme yaitu erosi, difusi, dan release melalui permukaan material (Bansal et al., 2011). Pada mekanisme difusi, obat berdifusi keluar melalui sistem matriks. Inti obat dienkapsulasi dalam membran dalam hal ini berupa kapsul, sehingga difusi obat dapat dikendalikan kecepatan pelepasannya. Mekanisme pelepasan obat yang terjadi berawal dari terlarutnya obat di dalam membran dan diikuti oleh difusi dan terlepasnya obat dari permukaan pada sisi lain dari membran (Shargel et al., 2007). Pada proses erosi, polimer pada matriks akan mengalami erosi atau pengikisan karena terbentuk ikatan labil akibat reaksi yang terjadi secara hidrolisis maupun enzimatis. Seiring dengan terkikisnya polimer, maka obat akan dilepaskan ke dalam medium di sekitarnya (Shargel et al., 2007). Selanjutnya pada proses release, kecepatan disolusi polimer menentukan kecepatan pelepasan (release) obat. Sistem ini dapat digunakan untuk menahan pelepasan obat melalui cara yang berbeda-beda. Salah satunya dengan menempatkan partikel-partikel obat ke dalam kapsul yang masing-masing memiliki ketebalan yang bervariasi, akibatnya pelepasan obat akan terjadi secara bertahap. Partikel obat yang memiliki lapisan kapsul yang paling tipis akan memberikan pelepasan yang segera, sehingga dapat memenuhi konsentrasi obat yang dibutuhkan pada tahap awal pemberian dosis, sedangkan lapisan kapsul yang lebih tebal akan memenuhi kadar obat yang dibutuhkan untuk menjaga agar konsentrasi obat tetap konstan di dalam tubuh. Pada saat melewati permukaan,

36 21 obat yang telah diserap tubuh akan diuraikan dengan sangat cepat dan menyebabkan terjadinya pemecahan. Dari tahap ini maka obat yang tersimpan di dalam material akan terserap oleh tubuh melalui lambung dan usus halus (Cairns, 2004). Membran polimer Waktu Zat terlarut Gambar 2.6 Skema release suatu obat (Fu, et al., 2010) 2.8 Karakterisasi Material Drug Delivery System Karakterisasi material drug delivery system dapat dilakukan menggunakan spektrofotometer Fourier Transformed Infra Red (FTIR), uji morfologi dengan Scanning Electron Microscopy (SEM), penentuan berat molekul, uji swelling air, uji tarik, dan uji disolusi Fourier Trasform Infra Red (FTIR) Tujuan utama pengujian dengan spektrofotometer FTIR adalah untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada suatu senyawa. Spektroskopi FTIR adalah teknik pengukuran untuk mengumpulkan spektrum inframerah. Energi yang diserap sampel pada berbagai frekuensi sinar inframerah direkam, kemudian diteruskan ke interferometer. Secara umum, spektrofotometer FTIR sama seperti spektrofotometer IR, yang membedakan

37 22 antara keduanya adalah sistem optik yang dikembangkan pada berkas sinar inframerah. Pada spektrofotometer FTIR, sistem optik yang digunakan adalah laser dan neon sedangkan pada spektofotometer IR adalah cermin diam dan nernst glower. Atom-atom dalam suatu molekul selalu bervibrasi. Bila radiasi sinar inframerah sesuai dengan frekuensi vibrasi dari atom-atom tersebut, maka akan terjadi serapan pada molekul dan terjadi transisi antara tingkat energi vibrasi dasar dengan tingkat energi vibrasi dalam keadaan tereksitasi. Tidak semua ikatan dalam molekul dapat menyerap energi inframerah meskipun memiliki frekuensi radiasi sesuai dengan gerakan ikatan. Ikatan-ikatan yang memiliki momen dipol dapat menyerap radiasi dari sinar inframerah ini (Sastrohamidjojo, 2001). Mekanisme yang terjadi pada alat FTIR dapat dijelaskan sebagai berikut. Sinar yang datang dari sumber sinar akan diteruskan, dan kemudian akan dipecah oleh pemecah sinar menjadi dua bagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini kemudian dipantulkan oleh dua cermin yaitu cermin diam dan cermin bergerak. Sinar hasil pantulan kedua cermin akan dipantulkan kembali menuju pemecah sinar untuk saling berinteraksi. Dari pemecah sinar, sebagian sinar akan diarahkan menuju cuplikan dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin yang maju mundur akan menyebabkan sinar yang sampai pada detektor akan berfluktuasi. Sinar akan saling menguatkan ketika kedua cermin memiliki jarak yang sama terhadap detektor, dan akan saling melemahkan jika kedua cermin memiliki jarak yang berbeda. Fluktuasi sinar yang sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal pada detektor yang disebut interferogram. Interferogram ini akan diubah menjadi spektra IR dengan bantuan komputer berdasarkan operasi matematika

38 23 sehingga diperoleh spektrum IR yang menggambarkan besar % transmitan (%T) dan bilangan gelombangnya (cm -1 ) (Stuart, 2004). Natrium alginat memberikan pita berupa O-H stretching pada daerah cm -1 (Lawrie et al., 2007). Tidak jauh berbeda dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sankalia et al., (2005) bahwa stretch O-H natrium alginat muncul pada daerah 3.263,33 cm -1, karbonil 1.600,81 cm -1 dan karboksilat pada cm -1. Sedangkan pada penelitian terbaru oleh Nagpal et al., 2013, natrium alginat memberikan O-H stretching pada daerah 3.430,30 cm -1, karbonil pada 1.616,03 cm -1 dan karboksilat pada 1416,39 cm -1. Pada alginat, terdapat dua macam kandungan yaitu asam manuronat dan asam guluronat sehingga memberikan proporsi dan pita yang berbeda (Pereira et al., 2013). Berdasarkan hasil penelitian Sakugawa et al., (2014) rasio konsentrasi karakteristik tertentu M/G dari sampel alginat dapat disimpulkan dari intensitas relatif rasio dari dua band yaitu sebesar 1030/1080 cm -1 pada kalsium alginat dan 1.019/1.025 cm -1 pada mangan alginat. Absorbansi pada cm -1 langsung mencerminkan perubahan konsentrasi manuronat alginat dan cm -1 dikaitkan dengan OH lentur dari guluronat. Rasio alginat M/G tentatif diperkirakan sekitar 1030/1080 cm -1 pada spektrum inframerah Scanning Electron Microscopy (SEM) SEM digunakan untuk mengetahui struktur morfologi, topografi, komposisi dan informasi kristalografi material. Dengan SEM, dapat diketahui struktur permukaan dan penampang lintang suatu polimer dengan batas resolusi mikroskopelektron 0,01µm (10 nm) (Mulder, 1996).

39 24 Suatu berkas elektron dengan energi kinetik sebesar 1-25 kv dan diameter 5 10 nm, diarahkan melewati suatu permukaan sampel yang dilapisi dengan film konduktor sehingga terjadi interaksi dengan berkas elektron dan menghasilkan sinyal (Mulder, 1996). Berkas elektron ini disebut elektron primer yang mempunyai energi tinggi sedangkan yang dipantulkan disebut elektron sekunder yang mempunyai energi rendah. Interaksi berkas elektron ini dengan sampel ini akan menghasilkan pola difraksi elektron (Nursanto dkk, 2011). Sinyal yang dihasilkan dari penembakan elektron ditangkap oleh detektor lalu diteruskan ke monitor. Dari monitor diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan permukaan atau penampang lintang dari sampel (Sutiani, 2009) Penentuan Berat Molekul Polimer Polimer merupakan unit monomer yang tersusun berulang-ulang (Patterson, 2012). Pada prinsipnya, polimer tersusun atas banyak polimer tak terbatas yang dihubungkan oleh ikatan kovalen kimia. Namun biasanya setiap monomer dibuat lebih dari 5 dan kurang dari 500 atom (Arndt, 2013). Penentuan berat molekul rata-rata suatu polimer dapat ditentukan dengan viskometer Ostwald. Penentuan ini diawali dengan membuat variasi konsentrasi polimer dalam pelarut tertentu dan diukur waktu alirnya. Dari proses ini dapat dihitung viskositas spesifik dan viskositas reduksi dengan persamaan berikut : ηsp = (t1 t0) t0 ηred = ηsp C (1)......(2)

40 25 Setelah itu dibuat grafik hubungan antara viskositas reduksi dan konsentrasi. Intercept yang diperoleh selanjutnya dimasukan dalam persamaan Mark Houwink-Sakurada yang ditunjukan oleh Persamaan 4. ηred = [η] + k [η] 2 C (3) η = K [Mv] a..... (4) Keterangan : ηsp ηred t0 t1 Mv k a = viskositas spesifik = viskositas reduksi = waktu alir pelarut (s) = waktu alir akhir (s) = berat molekul polimer (g/mol) = konstanta pelarut = tetapan spesifik polimer (Brandrup dan Immergut, 1989) Uji Swelling air Swelling merupakan peningkatan volume suatu material pada saat kontak dengan cairan, gas, atau uap. Pengujian ini dilakukan antara lain untuk memprediksi ukuran zat yang bisa terdifusi melalui material-material tertentu. Ketika suatu biopolimer kontak dengan cairan misalnya air maka akan terjadinya pembengkakan yang disebabkan adanya termodinamika yang bersesuaian antara rantai polimer dan air serta adanya gaya tarik yang disebabkan efek ikatan silang yang terjadi pada rantai polimer. Polimer yang mengalami swelling ketika berada di dalam pelarut air disebut hydrogel. Keseimbangan swelling dicapai ketika

41 26 kedua kekuatan ini sama besar. Berikut adalah persamaan untuk menghitung % swelling air : % swelling = (Wbasah W kering) W kering x 100%... (5) Dengan W adalah massa basah dan massa kering membran (gram) (Kaban et al., 2006) Uji Tarik Dalam penentuan tingkat ketahanan material terhadap gaya luar, diperlukan uji mekanik berupa uji tarik. Adalah salah satu uji stress (tegangan)- strain (regangan) mekanik yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dalam pengujiannya, bahan uji ditarik sampai putus (Sukandi dan Santoso, 2014). Uji tarik dapat dilakukan dengan menggunakan Autograph. Membran yang akan diuji dipotong dengan ukuran ± 6 x 1 cm dan dikaitkan pada alat Autograph. Ujung-ujung membran dikaitkan dengan alat uji dan penarik dipasang pada satuan beban kgf (kilogram-force). Membran ditarik dengan kecepatan 1 cm/menit hingga putus. Besar beban penarik dan perubahan panjang membran pada saat putus dicatat. Berikut adalah persamaan untuk menghitung stress, strain dan Modulus Young : keterangan : Stress (σ) = F... (6) A Strain (ε) = l... (7) l Modulus Young = σ... (8) ε F = gaya (kn)

42 27 l = panjang awal (cm) A = luas permukaan (cm 2 ) Δl = hasil selisih dari panjang awal dengan panjang akhir sebelum membran terputus (Sukandi dan Santoso, 2014) Uji Disolusi Disolusi merupakan suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam suatu media berupa larutan. Uji disolusi bertujuan untuk mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan efek terapi di dalam tubuh. Kecepatan absorbsi obat tergantung pada pemberian yang dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan frekuensi pemberiannya (Syamsuni, 2007). Disolusi yang dilakukan untuk evaluasi bentuk kapsul ini berbeda dengan sediaan konvensional, baik dari segi alat maupun lamanya proses disolusi. Salah satu metode disolusi yang sangat baik, seperti yang dipublikasikan oleh Gohel et al., Dalam uji disolusi ini, digunakan gelas beker yang dimodifikasi dengan menambahkan suatu saluran tempat sampling yang menempel pada dasar bekerglass. Medium yang digunakan disesuaikan dengan keadaan dilambung baik ph, jumlah cairan maupun kecepatan motilitas lambung (Gohel et al., 2004; Saifullah et al., 2007).

43 28 Gelas beaker kapasitas 100 ml Kapsul 25 ml larutan ph Magnetic stirrer (75 rpm) Sampel yang akan dianalisis Gambar 2.7 Desain rangkaian alat disolusi (Gohel et al., 2004)

44 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. Uji spektroskopi menggunakan FTIR dilaksanakan di Laboratorium Instrumen FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November, uji tarik menggunakan Autograph dilaksanakan di Laboratorium Dasar Bersama (LDB) Farmasi Unair, uji morfologi menggunakan SEM dilaksanakan di Laboratorium Energi Institut Teknologi Sepuluh November dan Laboratorium Biosains Universitas Brawijaya Malang dan uji disolusi dilaksanakan di Laboratorium Kimia Universitas Surabaya. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung pati, rumput laut coklat (Sargassum sp.), akuades, asam klorida (HCl; 1% dan 10%), natrium hipoklorit (NaOCl; 4%), natrium karbonat (Na2CO3; 2%), isopropil alkohol, kalium hidroksida (KOH; 0,1%), sodium tripolyphosphate (STPP) 2%, dan ciprofloxacin Alat alat penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, hotplate, pengaduk magnetik, timbangan analitik, mortar, ayakan, loyang, indikator universal, viskometer Ostwald, alat cetak kapsul, dan seperangkat alat gelas di 29

45 30 Laboratorium Kimia Fisik. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji disolusi, SEM JEOL JSM-8360LA, FTIR Shymidzu tipe 8400 s, dan spektrofotometer UV-VIS.

46 Diagram Alir Penelitian Ekstraksi natrium alginat dari rumput laut coklat (Sargassum sp.) Sargassum sp. Dipotong-potong dan dicuci dengan akuades, direndam dalam KOH 0.1% dan dikeringkan Sargassum sp. Direndam dalam HCl 1% selama 1 jam, dinetralkan dengan akuades Dititrasi dengan Na2CO3 2% hingga netral, ditambahkan NaOCl 4% hingga filtrat kuning bening Diekstraksi dengan Na2CO3 2% selama 2 jam. Kemudian disaring dan diendapkan dengan HCl 10% Filtrat dituang ke dalam isopropil alkohol, diaduk, didiamkan selama 30 menit, dikeringkan dan digiling Uji penentuan berat molekul Natrium alginat Uji spektroskopi dengan FTIR Membuat kapsul pati alginat (ekstraksi dan komersil) dengan perbandingan 1:1 ; 2:1 ; 3:2 ; 1:2 dan 2:3 dengan crosslinker STPP 2% Kapsul pati - alginat Uji mekanik Uji tarik Uji swelling Stress Modulus Young Strain Uji kinerja Uji disolusi Variasi ph 1,2; 4,5; 6,8 Uji SEM Kapsul pati-alginat optimum Uji FTIR

47 Prosedur Penelitian Preparasi reagen 1. Pembuatan larutan KOH 0,1 % (b/v) Larutan dibuat dengan cara melarutkan 1 g KOH 85% dengan akuades pada gelas beaker 50 ml. Kemudian KOH yang telah larut dipindahkan ke dalam labu ukur 1000 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda batas. 2. Pembuatan larutan HCl 1 % (v/v) Larutan ini dibuat dengan cara diambil 27 ml larutan HCl 37% menggunakan gelas ukur, kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 1000 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda batas. 3. Pembuatan larutan HCl 10 % (v/v) Larutan ini dibuat dengan cara diambil 27 ml larutan HCl 37% menggunakan gelas ukur, kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda batas. 4. Pembuatan larutan NaOCl 4% (v/v) dari NaOCl 12% Larutan dibuat dengan cara diambil 33,3 ml NaOCl 12% menggunakan gelas ukur, kemudian dipindahkan ke labu ukur 100 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda batas. 5. Pembuatan larutan Na2CO3 2% (b/v) Larutan dibuat dengan cara melarutkan 2 g Na2CO3 99,9% dengan akuades dalam gelas beaker 50 ml kemudian dipindahkan ke labu ukur 100 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda batas.

48 Ekstraksi natrium alginat dari Sargassum sp. Metode ektraksi alginat yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil modifikasi dari jalur asam alginat yang dikembangkan oleh Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Sebelum dilakukan ekstraksi, rumput laut coklat (Sargassum sp.) dipotong kecil-kecil dan dicuci dengan akuades hingga bersih. Hasil potongan rumput laut yang telah dibersihkan direndam dalam KOH 0.1 % selama 1 jam dan dijemur sampai kadar air berkurang 15% (Husni dkk, 2012). Ekstraksi alginat diawali dengan perendaman hasil rumput laut yang telah dikeringkan dengan HCl 1 %, perbandingan yang digunakan 1 : 30 (b/v) selama 1 jam. Kemudian rumput laut dinetralkan dengan cara dicuci dengan akuades berulang. Rumput laut netral diektraksi dengan Na2CO3 2% selama 2 jam dengan perbandingan 1 : 30 (b/v) dan suhu dijaga antara C. Filtrat hasil ekstraksi ditambahkan HCl 10% hingga ph guna mengendapkan asam alginat (Husni dkk, 2012). Selanjutnya ditambahkan Na2CO3 2% sampai ph netral dilakukan guna mengkonversi asam alginat menjadi natrium alginat. Untuk menghilangkan pigmen coklat, dilakukan pemucatan dengan penambahan NaOCl 4%. Kemudian pembentukan serat natrium alginat dengan cara dituangkan sedikit demi sedikit ke dalam isopropil alkohol. Setelah terbentuk serat natrium alginat, selanjutnya dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari selama ± 12 jam sampai kadar air 12%. Serat yang sudah kering digiling dan terbentuk natrium alginat (Husni dkk, 2012)

49 Karakterisasi natrium alginat Penentuan berat molekul Penentuan berat molekul natrium alginat yang telah disintesis yaitu dengan menggunakan viskometer Ostwald. Sebanyak 0,15 gram natrium alginat dilarutkan dalam akuades dan diencerkan dalam labu ukur 100 ml sampai tanda batas. Konsentrasi yang diperoleh adalah C yang selanjutnya diencerkan hingga diperoleh konsentrasi 0,1 C; 0,2 C; 0,3 C; dan 0,4 C. Sebanyak 5 ml masingmasing larutan ditentukan waktu alirnya (t) dengan menggunakan viskometer Ostwald. Ditentukan juga waktu alir akuades sebagai t0. Dari data tersebut ditentukan viskositas spesifik dan reduksinya sesuai persamaan 1 dan 2. Selanjutnya dibuat grafik dimana sumbu x merupakan konsentrasi (C) dan sumbu y viskositas reduksi. Nilai intercept yang diperoleh dimasukan dalam persamaan 3 (Mark-Houwink Sakurada) sehingga diperoleh berat molekulnya Penentuan gugus fungsi dengan FTIR Natrium alginat dapat ditentukan gugus fungsinya menggunakan FTIR (Fertah et al., 2014). Teknik yang digunakan adalah pembentukan pelet KBr. Sebanyak 2 gram masing-masing sampel dihaluskan dan dicampur dengan KBr. Agar terbentuk lempengan tipis campuran ditekan dengan alat tekan hidrolik Psi. Lempengan tipis dipasang dalam sel dan ditempatkan pada berkas jalannya sinar. Alginat memberikan pita C=O pada daerah cm -1 dan 1413 cm -1 C-H bending. Kemudian pada komposit pati-alginat, muncul pita pada daerah sebagai O-H stretching, mengindikasikan adanya N-H dan C-H alifatis

50 35 (Mary and Sasikumar, 2015). Pada alginat, terdapat dua macam kandungan yaitu asam manuronat dan asam guluronat sehingga memberikan proporsi dan pita yang berbeda (Pereira et al., 2013). Rasio alginat M/G tentatif diperkirakan sekitar 1030/1080 cm -1 pada spektrum inframerah (Sakugawa et al., 2013) Pembuatan komposit pati - alginat Pembuatan komposit kapsul dari pati - alginat dilakukan dengan modifikasi metode yang dikembangkan oleh Dixit and Kulkarni (2012). Pada tahap awal, komposit dibagi menjadi 5 variasi perbandingan pati-alginat yaitu (2:1), (3:2), (1:1), (2:3) dan (1:2). Pada perbandingan (2:1), diambil 2,67 gram pati dan 1,33 gram alginat, kemudian dilarutkan dalam akuades 60 ml. selanjutnya ditambahkan STPP 2%. Lalu dihomogenkan dengan pengadukan disertai pemanasan sekitar dengan ditutup menggunakan alumunium foil. Selanjutnya, komposit didiamkan selama 24 jam. Setelah didiamkan, komposit dihomogenkan kembali, dilakukan pemanasan dan pengadukan dan diatur suhu sekitar 70 dengan kekentalan yang tepat, kemudian komposit dicetak menjadi kapsul dan sebagian dituangkan ke dalam cawan petri untuk dibuat membran guna uji tarik Pencetakan kapsul pati-alginat Komposit yang telah dibuat dituangkan pada dipping bath yang sudah dipanaskan pada rentang suhu o C. Pencetakan dilakukan dengan pencelupan dipping pen yang sudah terlebih dahulu dilumasi oleh pelumas makanan. Material yang menempel pada dipping pen dikeringkan pada suhu ruang (Kristanto, 2014).

51 Karakterisasi kapsul pati alginat Uji mekanik Uji mekanik terhadap komposit pati alginat meliputi uji swelling air dan uji tarik. 1. Uji swelling air Uji swelling air bertujuan untuk mengetahui kemampuan kapsul untuk menyerap air. Uji ini dilakukan dengan cara mengeringkan sampel membran dalam oven sehingga didapatkan berat kering membran (Wkering). Sampel membran kering direndam dalam air kemudian ditimbang dan didapatkan berat basah membran (Wbasah). Selanjutnya % swelling ditentukan dengan persamaan 5. (Kaban et al., 2006) 2. Uji tarik Tingkat ketahanan material terhadap gaya luar ditentukan dengan uji tarik menggunakan Autograph. Membran yang akan diuji dipotong dengan ukuran 6 1 cm dan dikaitkan pada alat Autograph. Ujung-ujung membran dikaitkan dengan alat uji dan penarik dipasang pada satuan beban kilogram-force. Membran ditarik dengan kecepatan 1 cm/menit hingga putus. Besar beban penarik dan perubahan panjang membran pada saat putus dicatat. Selanjutnya stress, strain, dan Modulus Young ditentukan dengan persamaan 6 sampai 8 (Sukandi dan Santoso, 2013) Uji kinerja Uji kinerja terhadap komposit pati alginat yaitu uji disolusi. 1. Uji disolusi

52 37 Uji disolusi bertujuan untuk mengetahui laju kelarutan zat aktif dari sediaan obat berada dalam tubuh untuk diabsorbsi (Hasibuan, 2011). Kapsul diisi dengan 100 mg ciprofloxacin kemudian dimasukkan dalam gelas beaker modifikasi kapasitas 100 ml yang berisi larutan buffer sebanyak 25 ml dengan ph 1,2; 4,5 dan 6,8 sebagai media disolusi. Selanjutnya alat dirangkai. Kapsul dibiarkan tenggelam dan pengaduk dijalankan dengan kecepatan 75 rpm dalam 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 menit pada ph 1,2. Sedangkan variasi waktu yang digunakan pada ph 4,5 yaitu 20, 40, 60, 80, 100 dan 120 detik. Pada ph 6,8 yaitu 40, 80, 120, 160, 200 dan 240 detik. Sebanyak 10 ml larutan diambil untuk diukur absorbansinya. Untuk mempertahankan volume larutan, setiap pengambilan 10 ml sampel, ditambahkan 10 ml larutan ph ke dalam larutan (Gohel et al., 2004; Saifullah et al., 2007). Kemudian larutan yang telah diambil diuji konsentrasi ciprofloxacin yang dilepaskan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan λmax 278 nm (Mary and Sasikumar, 2015) untuk ph 1,2. Sedangkan untuk ph 4,5 pada λmax 272,5 nm dan ph 6,8 pada λmax 271 nm (Gummadi et al., 2012) Uji SEM Material yang memiliki karakteristik paling baik dianalisis struktur morfologi permukaan dan penampang lintangnya menggunakan SEM. Sampel dipotong dalam bentuk balok berukuran 3 x 3 x 2 mm dengan rapi untuk kemudian ditempelkan pada specimen holder berdiameter 1 cm dan dengan tebal 0,5 cm. Specimen holder sebelumnya dibersihkan dengan aseton dan diolesi dengan pasta dotite. Sekeliling sampel diolesi dengan dotite agar tidak ada rongga

53 38 antara specimen holder dengan sampel. Kemudian, sampel dikeringkan di atas hot plate selama menit dan ditiup dengan blower agar pengeringan dapat dipastikan. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam fine coat agar analisis SEM dapat dilakukan. Sehingga diperoleh mikroskopi dari permukaan dan penampang lintang membran dengan pembesaran 1000x (Dixit and Kulkarni, 2012).

54 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Ekstraski Natrium Alginat dari Sargassum sp. Metode ekstraksi natrium alginat yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode yang dikembangkan oleh Balai Besar Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Jakarta melalui jalur asam alginat. Pada prosesnya, ekstraksi ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu delignifikasi, demineralisasi dan maserasi (Husni, dkk., 2012). Pada tahap pertama, Sargassum sp. dicuci dengan air bersih guna menghilangkan pengotor dari sisa pasir laut yang tertinggal, kemudian ditimbang 100 gram dan dipotong kecil-kecil sekitar 2 cm. Pemotongan ini dilakukan agar mempercepat proses maserasi yang berlangsung. Setelah itu direndam dalam KOH pa 0,1% secukupnya selama 1 jam untuk degradasi lignin. Ibrahim et al., (2005) dalam Misson et al., (2009) mengemukakan bahwa lignin merupakan rantai dengan karbon-karbon terikat dan ikatan lainnya yang terdiri dari jaringan yang dihubungkan dengan polisakarida yang terdapat di dalam dinding sel. Kandungan lignin dalam Sargassum sp. sebesar 15,625% setiap gram (Anggarawati, 2012). Degradasi lignin dilakukan dengan cara ditambahkan basa seperti KOH, NaOH dan NH4OH (Julfana, et al., 2010). Setelah proses perendaman selama 1 jam, Sargassum sp. dijemur di bawah sinar matahari sampai kadar airnya berkurang 15% (Husni, dkk., 2012). Tahapan kedua adalah proses demineralisasi dengan cara Sargassum sp. direndam dalam HCl 1% selama 1 jam. Kandungan mineral yang terdapat dalam 39

55 40 Sargassum sp. seperti atom Mg, Fe, Na dan Ca (Bachtiar, dkk., 2012). Kemudian Sargassum sp. dinetralkan dengan akuades sampai mendekati ph 7. Persamaan reaksi yang terjadi pada saat demineralisasi berlangsung ditunjukkan pada Gambar 4.1. CaCO3(s) + 2HCl(aq) CaCl2(aq) + H2CO3(aq) H2CO3(aq) H2O(aq) + CO2(g) Gambar 4.1 Persamaan reaksi kimia pada saat proses demineralisasi (Anis, 2016) Proses ekstraksi tahap ketiga yaitu maserasi Sargassum sp. dengan larutan NaCO3 2% pada suhu 60-70% selama 2 jam. Tujuan penambahan NaCO3 2% yaitu guna pembentukan natrium alginat dan terpisah dari senyawa lain yang terdapat dalam Sargassum sp. Setelah maserasi 2 jam, Sargassum sp. dipisahkan antara padatan dan filtratnya sesuai Gambar 4.2. Gambar 4.2 Pemisahan antara filtrat dan padatan setelah maserasi Kemudian filtrat ditetesi dengan HCl 10% hingga ph 2,8-3,2 agar suasana menjadi asam sehingga asam alginat dapat mengendap. Asam alginat mengendap

56 41 pada ph < 3,5 (Amalia, 2014). Persamaaan reaksi kimia natrium alginat dengan HCl terdapat pada Gambar 4.3. Gambar 4.3 Persamaaan reaksi kimia natrium alginat dengan HCl (Sari, 2015) Selanjutnya asam alginat dikonversi menjadi natrium alginat kembali dengan cara ditambahkan sedikit demi sedikit NaCO3 2% disertai pengadukan agar cepat larut hingga ph netral (Husni dkk., 2012). Persamaan reaksi kimia konversi asam alginat menjadi natrium alginat ditunjukkan pada Gambar Na2CO3 Gambar 4.4 Persamaan reaksi kimia konversi asam alginat menjadi natrium alginat (Sari, 2015) Filtrat natrium alginat ditambah dengan NaOCl 4% sampai warna filtrat berubah dari coklat menjadi kuning bening. NaOCl merupakan bleaching agent yang dapat mengoksidasi zat warna yang gelap menjadi warna yang lebih terang (Mushollaeni, et al., 2011). Persamaan reaksi yang terjadi pada saat bleaching dengan NaOCl ditunjukkan pada Gambar 4.5

57 42 Gambar 4.5 Persamaan reaksi kimia oksidasi lignin oleh NaOCl (Sari, 2015) Filtrat bening dituangkan ke dalam gelas beaker yang berisi isopropil alkohol sehingga terbentuk serat putih kekuningan. Penambahan isopropil alkohol berfungsi untuk presipitasi (Basmal et al., 2013). Serat yang telah terbentuk dikeringkan di bawah sinar matahari, atau dengan cara lain menggunakan bantuan Buchner untuk menyerap air agar lebih cepat kering. Setelah mengering, serat ditumbuk dengan mortar agar terbentuk serbuk natrium alginat putih kekuningan sesuai Gambar 4.6 dengan luas permukaan yang semakin besar. Ketika luas permukaan semakin besar, kecepatan serbuk untuk menjadi gel semakin besar. Rendemen yang dihasilkan sebesar 29%. Faktor yang mempengaruhi banyaknya rendemen alginat yang dihasilkan adalah suhu. Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka semakin banyak alginat yang terlarut. Alginat yang terdapat dalam Sargassum sp. berbentuk asam alginat yang sulit larut dalam air. Asam alginat yang dihasilkan dikonversi menjadi

58 43 natrium alginat yang larut dalam air. Semakin tinggi suhu ekstraksi maka semakin tinggi hasil konversi. Namun, batas suhu optimal ekstraksi adalah 60, karena suhu yang terlalu tinggi menyebabkan natrium alginat terdegradasi (Jayanuddin, dkk., 2014). Gambar 4.6 Serbuk natrium alginat 4.2 Hasil Karakterisasi Natrium Alginat Hasil uji penentuan berat molekul Natrium alginat dilarutkan dalam akuades untuk uji kelarutan. Serbuk natrium alginat tidak dapat terlarut sempurna dalam akuades dengan suhu kamar dan membentuk sedikit gel, sesuai dengan karakteristik natrium alginat yang larut dalam air hanya 0,3% (Viswanathan et al., 2014). Pada pemanasan natrium alginat dapat terlarut sempurna (Jayanuddin, dkk., 2014). Grafik hubungan antara konsentrasi natrium alginat dan viskositas reduksi ditunjukkan oleh Gambar 4.7

59 44 Viskositas Reduksi (η red) y = x Konsentrasi Natrium Alginat (C) Gambar 4.7 Grafik hubungan antara konsentrasi natrium alginat dan viskositas reduksi (ηred) Pada penelitian ini, berat molekul natrium alginat yang diperoleh sebesar ,96 gram/mol. Menurut Illanes (2014) dalam penelitiannya, berat molekul natrium alginat berkisar gram/mol. Perbedaan hasil berat molekul natrium alginat menunjukkan adanya degradasi ketika proses ekstraksi berlangsung. Degradasi ini terjadi ketika suhu melebihi 60. Semakin tinggi suhu maka viskositas dan berat molekul akan menurun. Hal ini disebabkan karena alginat merupakan senyawa polimer dengan bentuk rantai panjang yang mudah sekali terdegradasi. Ketika suhu semakin tinggi maka banyak rantai panjang alginat terdegradasi menjadi rantai pendek sehingga menyebabkan viskositas turun dan berat molekul cenderung kecil (Jayanuddin, dkk., 2014). Hal inilah yang menyebabkan kemampuan gelling alginat berkurang (Mushollaeni dan Rusdiana., 2011).

60 Hasil uji FTIR Uji FTIR ini dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi yang ada dalam natrium alginat. Natrium alginat hasil ekstraksi dikarakterisasi dengan instrumen FTIR dan dibandingkan dengan natrium alginat komersil dan campuran alginat ekstraksi-komersil. Data spektra FTIR natrium alginat ditunjukkan pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Data spektra FTIR natrium alginat Jenis Vibrasi Gugus hidroksil (O-H) Gugus karbonil (C=O) O-H bending C-O-C stretching Na dalam isomer alginat Bilangan gelombang Natrium Alginat Ekstraksi (cm -1 ) Bilangan gelombang Natrium Alginat Komersil (cm -1 ) Bilangan gelombang Natrium Alginat Campuran (cm -1 ) Bilangan gelombang Natrium Alginat (cm -1 ) (Sumber : Bahar dkk., 2012) 3446, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,75 Dari spektra FTIR yang di atas dapat diketahui bahwa FTIR natrium alginat ekstraksi relatif sama dengan natrium alginat komersil dan natrium alginat literatur karena nilai bilangan gelombang tidak ada perbedaan yang signifikan. Begitupula hasil bilangan gelombang campuran alginat ekstraksi dan komersil. Gugus hidroksil/o-h stretching natrium alginat ekstraksi muncul pada bilangan gelombang 3446,91 cm -1, sedangkan pada natrium alginat komersil 3437,26 cm -1, campuran natrium alginat ekstraksi dan komersil 3435,34 cm -1 dan literatur pada

61 46 bilangan gelombang 3446,79 cm -1. Gugus karbonil (C=O) untuk natrium alginat ekstraksi terdapat pada bilangan gelombang 1629,90 cm -1, sedangkan pada natrium alginat komersil 1616,40 cm -1, campuran natrium alginat ekstraksi dan komersil 1612,54 cm -1 dan literatur 1614,42 cm -1. Senyawa lain yang terdapat dalam natrium alginat adalah asam manuronat yang ditandai dengan O-H bending pada panjang gelombang 1029,9 cm -1 dan asam guluronat yang ditandai dengan C-O-C stretching pada panjang gelombang 1091,71 cm -1. Hal ini berdasarkan penelitian Sakugawa (2004) dalam Pereira (2013), gugus O-H bending dan C-O-C stretching berturut-turut terdapat pada panjang gelombang 1030 dan 1080 cm -1. Pada natrium alginat hasil ekstraski dan komersil, gugus O-H bending dan C-O-C stretching muncul pada panjang gelombang yang sama yaitu 1031,95 cm -1 dan1091,75 cm -1, sedangkan pada campuran natrium alginat ekstraksi dan komersil yaitu 1030,02 dan 1093,67 cm -1 Menurut literatur, Natrium yang berikatan dengan isomer alginat terdapat pada bilangan gelombang 1415,75 cm -1, sedangkan pada hasil ekstraksi dan komersil terdapat pada 1413,87 cm -1 dan 1415,80 cm -1 dan campuran 1413,87 cm -1. Jadi, secara keseluruhan gugus fungsi pada sodium alginat hasil ekstraksi telah memenuhi standart. Perbandingan spektra sodium alginat hasil ekstraksi, campuran ekstraksi-komersil dan komersil dapat dilihat pada Gambar 4.8.

62 47 Alginat Komersil Alginat Ekstraksi Alginat Ekstraksi komersil %T Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 4.8 Hasil spektra natrium alginat 4.3 Hasil Pembuatan Komposit Pati-Natrium Alginat Komposit pati-natrium alginat sebagai drug delivery dibentuk dalam bentuk kapsul. Komposit dibuat dengan 5 variasi yaitu A, B, C, D, E dengan perbandingan pati : natrium alginat masing-masing 2 : 1; 3 : 2; 1 : 1; 1 : 2 dan 2 : 3. Selain itu juga ditambahkan crosslinker berupa STPP sebanyak 2% (b/v). Crosslinker berfungsi untuk peningkatan kekuatan ikatan antara pati dan natrium alginat. Pelarut yang digunakan adalah akuades. Dalam proses pelarutan juga dilakukan pemanasan agar komposit homogen dengan cepat dan tidak ada gelembung udara yang terjebak. Pemanasan dilakukan pada rentang suhu optimal untuk mendapatkan komposit dengan kekentalan yang tepat. Pemilihan

63 48 suhu di atas suhu optimal menyebabkan kerusakan pada komposit karena terjadi degradasi polimer yang menyebabkan turunnya viskositas sehingga diperoleh hasil cetakan kapsul yang tipis (Jayanuddin, dkk., 2014). 4.4 Hasil Pencetakan Kapsul Pati-Alginat Proses pencetakan kapsul diawali dengan persiapan berupa pemanasan dipping bath menggunakan penangas air dan pengolesan dipping pen dengan pelumas makanan. Pemanasan ini berguna untuk penghilangan gelembung udara yang mungkin terjebak ketika proses pencetakan. Sedangkan pengolesan pelumas makanan berfungsi agar memudahkan pengambilan hasil cetakan kapsul setelah dikeringkan. Komposit yang telah homogen dicetak dengan cara dituang pada dipping bath dan dibiarkan untuk beberapa saat sampai kekentalan tepat. Kemudian dipping pen dicelupkan pada dipping bath yang telah berisi komposit. Pencelupan dilakukan beberapa kali hingga didapatkan ketebalan kapsul yang tepat. Selanjutnya dikeringkan di udara bebas untuk mengurangi kadar air dalam kapsul. Setelah kering, kapsul dilepas dan dianalisis kinerjanya. Gambar 4.9 Kapsul pati-natrium alginat

64 49 Tabel 4.2 Karakteristik kapsul pada masing-masing variasi Perbandingan Komposisi Karakteristik Kapsul Gambar A (2 : 1) Lembek (++), bentuk tidak beraturan, plastis (+) B (3 : 2) Plastis (++), halus, kuat C (1 : 1) Sedikit plastis, halus D (2 : 3) Kaku, kuat, halus E (1 : 2) Sangat kaku, kuat, bentuk tidak beraturan Berdasarkan data pengamatan pada Tabel 4.2, kapsul A plastis, memiliki tekstur yang lembek dan tidak dapat mempertahankan bentuknya. Kemudian kapsul B memiliki tekstur yang lebih kuat daripada kapsul A dan sama-sama

65 50 bersifat plastis. Kapsul C memiliki tekstur lebih kuat dari kapsul B namun keplastisitasannya berkurang. Hal ini membuktikan bahwa semakin besar penambahan natrium alginat maka kapsul semakin kaku. Pada kapsul D, tekstur beraturan, kuat, sedikit plastis. Sedangkan pada kapsul E, kapsul sangat kaku, kuat namun tekstur tidak beraturan. 4.5 Hasil Karakterisasi Kapsul Pati-Alginat Uji tarik Membran komposit pati-alginat masing-masing variasi komposisi diuji mekanik berupa uji tarik menggunakan Autograph seperti pada Gambar Gambar 4.10 Autograph Pada uji tarik, membran dipotong dengan ukuran 6 x 1 cm sehingga diperoleh nilai gaya (kgf) dan pertambahan panjang yang diperoleh sampai sebelum putus ( l). Kemudian dilakukan analisis data untuk mendapatkan nilai stress, strain dan Modulus Young. Membran yang memiliki nilai stress yang tinggi, strain yang rendah serta Modulus Young yang tinggi dipilih sebagai membran yang optimal.

66 51 Stress (kn/m 2 ) A B C D E Variasi komposisi pati - alginat Keterangan : A = 2 : 1 B = 3 : 2 C = 1 : 1 D = 2 : 3 E = 1 : 2 Gambar 4.11 Diagram antara variasi komposisi membran dengan nilai stress Diagram nilai stress ditunjukkan pada Gambar perbandingan di atas merupakan perbandingan pati : natrium alginat. Menurut diagram di atas, semakin banyak penambahan alginat maka menaikkan nilai stress. Tegangan atau stress ini menunjukan gaya maksimal yang dapat bekerja pada setiap satuan luas permukaan membran (Anis, 2016). Nilai stress mengalami kenaikan ketika cukup banyak natrium alginat yang ditambahkan, hal ini terjadi karena kandungan L- guluronat pada alginat yang berperan utama dalam proses pembentukan gel. Pembentukan gel sendiri terjadi karena adanya rantai panjang polimer alginat yang saling berikatan. Selain itu, sifat alginat yang sedikit larut dalam air sehingga strukturnya cukup stabil. Nilai strain komposit A dan B cukup besar karena plastisitas yang disebabkan oleh pati cukup memberi pengaruh. Plastisitas pada membran membuat nilai pertambahan panjang semakin besar sehingga didapatkan hasil strain yang besar. Diagram nilai strain ditunjukkan oleh Gambar 4.12.

67 52 Strain A B C D E Variasi komposisi pati - alginat Keterangan : A = 2 : 1 B = 3 : 2 C = 1 : 1 D = 2 : 3 E = 1 : 2 Gambar 4.12 Diagram antara variasi komposisi membran dengan nilai strain Setelah diperoleh nilai stress dan strain, diperoleh nilai Modulus Young. Nilai Modulus Young menunjukkan ukuran kekakuan suatu material. Diagram Modulus Young ditunjukkan oleh Gambar Komposit dengan penambahan pati yang cukup banyak memiliki nilai Modulus Young yang kecil karena sifat plastisitasnya yang besar. Sedangkan penambahan alginat membuat komposit semakin kaku dan mengurangi sifat plastis. Komposit D (2:3) mencapai nilai optimum karena nilai stress dan strain yang saling mendukung, setelah mencapai optimum, Modulus Young mengalami penurunan.

68 53 Modulus Young (kn/m 2 ) Keterangan : A = 2 : 1 B = 3 : 2 C = 1 : 1 D = 2 : 3 E = 1 : 2 0 A B C D E Variasi komposisi pati - alginat Gambar 4.13 Diagram antara variasi komposit pati-alginat dengan nilai Modulus Young Hasil uji swelling air Uji swelling air bertujuan untuk mengetahui kemampuan kapsul untuk menyerap air. Diagram hasil uji swelling air ditunjukkan dalam Gambar Swelling air (%) A B C D E Variasi komposisi pati-alginat Keterangan : A = 2 : 1 B = 3 : 2 C = 1 : 1 D = 2 : 3 E = 1 : 2 Gambar 4.14 Diagram antara variasi kapsul dengan nilai swelling air

69 54 Berdasarkan diagram pada Gambar 4.14, swelling terbesar ditunjukkan oleh kapsul C dengan perbandingan 1 : 1. Nilai swelling air mempengaruhi kekuatan mekanik kapsul ketika dalam air. Semakin besar nilai swelling air, maka semakin cepat waktu release obat. Waktu yang dibutuhkan kapsul pati-alginat untuk cracking yaitu 10 detik. Hal ini terjadi karena keduanya bersifat polar karena gugus hidroksil yang terkandung dalam senyawa pati dan alginat itu sendiri sehingga membentuk ikatan dipol-dipol. Oleh karena itu, disiapkan obat yang sesuai dengan cepatnya cracking kapsul ini. Sedangkan swelling terkecil pada kapsul D dengan perbandingan 2 : 3. Hal ini menunjukkan adanya interaksi stabil antara pati-alginat sehingga jumlah air yang terserap lebih sedikit Hasil uji FTIR kapsul pati-alginat optimum Uji FTIR ini dilakukan untuk menentukan gugus fungsi yang ada pada kapsul pati-alginat. Hasil uji FTIR kapsul pati-natrium alginat dengan crosslinker STPP ditunjukkan oleh Tabel 4.2. Tabel 4.3 Data Spektra FTIR natrium alginat ekstraksi dan kapsul pati-natrium alginat Jenis Vibrasi Gugus hidroksil (O-H) Gugus karbonil (C=O) O-H bending Na dalam isomer alginat Bilangan gelombang Natrium Alginat Ekstraksi (cm -1 ) Bilangan gelombang Kapsul Pati-Natrium Alginat dengan crosslinker STPP (cm -1 ) Bilangan gelombang pati (Holder, B. H, 2012) 3446, ,91~2854, , ,4-1031, , , ,87 -

70 55 Streching C-O-C dan C-O-H 1091, , bending Ikatan P=O ,34 - Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat gugus hidroksil (O-H) pada alginat ekstraksi, kapsul pati-alginat dengan crosslinker STPP dan pati. Panjang gelombang pada ekstraksi alginat yaitu 3446,91 cm -1, sedangkan pada kapsul pati-alginat pita untuk gugus hidroksil mengalami kelenturan dari 3446, ,74 cm -1. Hal ini membuktikan bahwa adanya interaksi baru dari pati dan STPP. Menurut Holder (2012), gugus hidroksil pati muncul pada panjang gelombang sekitar 2911 cm -1. Kemudian gugus karbonil dari kapsul pati-alginat muncul pada panjang gelombang 1616,4 cm -1, tidak jauh berbeda dengan alginat ekstraksi yaitu pada panjang gelombang 1629,90 cm -1. Selanjutnya gugus O-H bending sesuai literatur muncul pada panjang gelombang 1031,95 cm -1, sedangkan pada kapsul terdapat pada panjang gelombang 1028,09 cm -1. Natrium pada isomer alginat muncul secara identik antara alginat ekstraksi dan kapsul yaitu pada panjang gelombang 1413,87 cm -1. Pada panjang gelombang 1091,75 cm -1 menunjukkan adanya streching gugus C-O, C-C dan C-O-H bending, pita yang sama muncul pada hasil FTIR kapsul yaitu pada panjang gelombang 1084,03 cm -1 dan sesuai literatur untuk streching C-O, C-C dan C-O-H pada 1083 cm -1. Selanjutnya gugus fungsi P=O dari STPP muncul pada pita 1211,34 cm -1 sedangkan menurut literatur muncul pada pita 1200 cm -1. Perbandingan spektra kapsul pati-natrium alginat optimal dan natrium alginat hasil ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 4.15.

71 56 Alginat Ekstrak Komposit Pati Alginat %T Gambar 4.15 Hasil spektra FTIR kapsul pati alginat optimal dan natrium alginat hasil ekstraksi Hipotesis ikatan yang mungkin terjadi antara pati-stpp-natrium alginat ditunjukkan pada Gambar 4.16 Bilangan Gelombang (cm -1 )

72 57 Gambar 4.16 Hipotesis ikatan antara pati-stpp-alginat Hasil uji disolusi kapsul pati-alginat optimum Uji disolusi bertujuan untuk mengetahui laju kelarutan zat aktif dari sediaan obat berada dalam tubuh untuk diabsorbsi (Hasibuan, 2011). Parameter dalam disolusi tergantung pada pengukuran kecepatan pelepasan dan pelarutan zat aktif dari sediannya (Sari, 2013). Kecepatan pelepasan dari kedua proses tersebut ditentukan oleh swelling dan kekuatan membran (Dixit and Kulkarni, 2012). Uji disolusi dilakukan menggunakan obat antibiotik berupa ciprofloxacin. Pemilihan obat ini disesuaikan dengan kemampuan cangkang kapsul dalam

73 58 melepaskan obat di dalamnya. Dalam penelitian ini, uji disolusi dilakukan pada 3 variasi ph, yaitu ph 1,2; 4,5 dan 6,8. Hal ini menyesuaikan ph dalam lambung, usus 12 jari dan usus halus. Masing-masing ph memberikan waktu yang berbeda pada saat terjadi cracking. Waktu yang dibutuhkan kapsul pada ph 1,2 untuk cracking adalah 90 menit. Hal ini terjadi karena pada suasana asam, kapsul yang salah satu komposisinya terdiri dari natrium alginat berubah menjadi asam alginat sehingga menjadi stabil dan distribusi obat menjadi sangat lambat. Sedangkan pada ph 4,5 dan 6,8, waktu yang dibutuhkan sampai terjadi cracking masingmasing adalah 2 menit dan 4 menit. sedangkan kapsul komersil mengalami cracking pada menit ke-15 untuk ph 1,2. Sedangkan pada ph 4,5 dan 6,8, kapsul komersil cracking pada menit ke-6 dan ke-10. Grafik hasil uji disolusi ditunjukkan pada Gambar 4.16, 4.17 dan Konsentrasi Release (%) Kapsul pati-alginat Kapsul komersil Waktu (menit) Gambar 4.17 Grafik hasil uji disolusi ph 1,2

74 59 90 Konsentrasi Release (%) Kapsul pati-alginat Kapsul komersil Waktu (detik) Gambar 4.18 Grafik hasil uji disolusi ph 4,5 Konsentrasi Release (%) Waktu (detik) Kapsul pati-alginat Kapsul komersil Gambar 4.19 Grafik hasil uji disolusi ph 6, Hasil Uji SEM kapsul pati-alginat optimum Karakterisasi dengan SEM (Scanning Microscopy Electron) dilakukan untuk mengetahui morfologi membran. Bagian yang diuji adalah permukaan dan

75 60 penampang lintang dari suatu membran. Hasil uji SEM ditunjukkan pada Gambar 4.19 dan 4.20 A B Gambar 4.20 Morfologi permukaan membran pati-alginat (A) dan permukaan material drug release komersil (B) (Angela, 2013). C Gambar 4.21 Morfologi penampang lintang kapsul pati-alginat (C) Dapat dilihat dari hasil SEM bahwa kondisi pada permukaan tidak rata dan terdapat banyak pori jika dibandingkan dengan hasil SEM komersil. Kondisi morfologi ini mengindikasikan bahwa terdapat banyak gelembung udara yang terjebak pada saat pembuatan komposit. Begitupula pada sisi melintang dari membran, terdapat banyak pori dibandingkan dengan kapsul karaginan-alginat. Diameter pori kapsul pati-alginat mencapai 6,38 µm.

76 61 BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah dan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan : 1. Pati-alginat dapat dibuat kapsul dan digunakan sebagai material drug delivery system 2. Perbandingan komposisi pati natrium alginat berpengaruh dalam uji sifat mekanik. Semakin besar komposisi alginat yang ditambahkan, maka semakin besar kekuatan tariknya dan semakin kecil swelling airnya. Nilai Modulus Young kapsul D (2:3) sebesar ,12 N/m 2 dan nilai swelling air sebesar 248,12% 3. Berdasarkan uji disolusi, kinerja kapsul pati-alginat dalam mendistribusikan ciprofloxacin lebih baik dari kapsul komersil pada ph 1,2. Kapsul pati-alginat pada ph 1,2 mendistribusikan 92% ciprofloxacin dalam waktu 90 menit. Kapsul pati-alginat pada ph 4,5 dalam waktu 2 menit 79,22% dan pada ph 6,8 dalam waktu 4 menit mendistribusikan 86,82% ciprofloxacin. Sedangkan kapsul komersil pada ph 1,2 mengalami cracking pada menit ke Saran Penelitian menggunakan crosslinker yang lain perlu dilakukan untuk meningkatkan mekanik kapsul. 61

77 62 DAFTAR PUSTAKA Allen, L. V., Popovich, N.G., Ansel, H. C., 2011, Ansel's Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery Systems, 9 th Edition., Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia-New York, p. 204 Amalia, I.S., 2014, Pengaruh Penambahan Serbuk Pati Sagu (Metroxylon Spp.) pada Bahan Cetak Alginat terhadap Stabilitas Dimensi Hasil Tuangan, Skripsi, Universitas Hasanuddin Angela, A., 2013, Chitosan Based Hydrogels for Transmucosal Drug Delivery, Thesis, Pharmaceutical Science, University of Bologna. p. 122 Anggarawati, Desi, 2012, Aktivitas Enzim Selulosa Isolat SGS 2609 BBP4B- KP Menggunakan Substrat Limbah Pengolahan Rumput Laut yang Dipretreatment dengan Asam, Skripsi, Universitas Sumatera Utara Anief, Moh., 1995, Prinsip Umum dan Dasar-dasar Farmakologi, UGM Press, Yogyakarta, hal. 45 Anis, M.Y., 2016, Pembuatan dan Karakterisasi Komposit Sodium Alginat- Karaginan dari Rumput Laut Coklat (Sargassum sp.) dan Rumput Laut Merah (Eucheuma cottoni) sebagai Material Drug Release, Skripsi, Universitas Airlangga Arndt, K, F., Jipa, S., Krahl, F., Steiner, G., Zaharescu, T., Zimmerer, C., 2013, Polymers, Definitions and Physical Properties I, Vol. 6: 1 Aslan, M. L., 1991, Budidaya Rumput Laut, Kanisius, hal Augsburger, L.L., 2002, Hard and Soft Shell Capsules, Drugs And The Pharmaceutical Sciences, Vol. 121: Bachtiar, S.Y., Tjahjaningsih, W., Sianita, N., 2012, Pengaruh Ekstrak Alga Cokelat (Sargassum sp.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli, Journal of Marine and Coastal Science Vol. 1: Bahar, R., Arief, A., Sukriadi, 2012, Daya Hambat Ekstrak Na-Alginat dari Alga Coklat Jenis Sargassum sp. terhadap Proses Pematangan Buah Mangga dan Buah Jeruk, Indonesia Chimica Acta. Vol. 2 (2) : Bangun, H., 2001, Alginat sebagai Dasar Salep - Pelepasan Obat, Penyerapan Air, Aliran Reologi, dan Uji Iritasi Kulit, Cermin Dunia Kedokteran, Vol. 130:

78 63 Bansal, V., Sharma, P.K., Sharma, N., Pal, O.P., & Malviya, R., 2011, Applications of Chitosan and Chitosan Derivatives in Drug Delivery, Advances in Biological Research, Vol. 5: Basmal, J., Utomo, B.S.B., Tazwir, Murdinah, Marraskuranto, E.W.T., Kusumawati, R., 2013, Membuat Alginat dari Rumput Laut Sargassum, Penebar Swadaya Grup, Bandung Belitz, H.D., Grosch, W., Schieberle, P., 2009, Food Chemistry, 4 th Revised and Extended Edition., p Berger, J., Reist, M., Mayer, J. M., Felt, O., Peppas, N.A., & Gurny, R., 2004, Structure and Interactions in Covalently and Ionically Crosslinked Chitosan Hydrogels for Biomedical Applications, European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics, Vol. 57: Bertrand, N., & Leroux, J.C., 2012, The Journey of a Drug-Carrier in the Body: an Anatomo-Physiological Perspective, Journal of Controlled Release, Vol. 161: Biopolymer, F.M.C., 2003, A World of Possibilities Lies Just below the Surface: Alginates, Brochure, p. 14 Boyd, H.B., Nylen, D., Pedersen, A.R., Petersen, G.I., & Simonsen, F., 2001, Environmental and health assessment of substances in household detergents and cosmetic detergent products. Danish Environmenal Protection Agency, p. 96 Cairns, D., 2004, Intisari Kimia Farmasi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal. 39 Daberte, I., Barene, I., Rubens, J., Daugavietis, M., & Sazhenova, N., 2011, Stability of Soft Gelatin Capsules Containing Thick Extract of Pine Needles, Medicina (Kaunas), Vol. 47: Desiraju, G.R., Steiner, T., 2001, The weak hydrogen bond: in structural chemistry and biology, Vol. 9, Oxford University Press, Demand. p. 3 Dixit, M and Kulkarni, P.K., 2012, Lyophilization Monophase Solution Technique for Improvement of the Solubility and Dissolution of Piroxicam, Research in Pharmaceutical Sciences, Vol. 7: Ertesvag, H., 2015, Alginate-Modifying Enzymes: Biological Roles and Biotechnological Uses, Frontiers in Microbiology, Vol. 6: 523 Fallingborg, J., 1999, Intraluminal ph of the Human Gastrointestinal Tract, Danish Medical Bulletin, Vol. 46:

79 64 Fakharian, M.H., Tamimi, N., Abbaspour, H., Nafchi, A.M., & Karim, A.A., 2015, Effects of Κ-Carrageenan on Rheological Properties of Dually Modified Sago Starch: Towards Finding Gelatin Alternative for Hard Capsules, Carbohydrate Polymers, Vol. 132: Fu, Y., & Kao, W.J., 2010, Drug Release Kinetics and Transport Mechanisms of Non-Degradable and Degradable Polymeric Delivery Systems, Expert Opinion on Drug Delivery, Vol 7: Genta, I., Costantini, M., Asti, A., Conti, B., & Montanari, L., 1998, Influence of Glutaraldehyde on Drug Release and Mucoadhesive Properties of Chitosan Microspheres. Carbohydrate Polymers, Vol. 36: Giri, T.K., Thakur, A., Alexander, A., Badwaik, H., & Tripathi, D.K., 2012, Modified Chitosan Hydrogels as Drug Delivery and Tissue Engineering Systems: Present Status and Applications. Acta Pharmaceutica Sinica B, Vol. 2: Gohel, M.C., Mehta, P.R., Dave, R.K., Bariya, N.H., 2004, A More Relevant Dissolution Method for Evaluation of Floating Drug Delivery System, Dissolution Technologies, Vol. 11: Gosselin, R.E., Smith, R.P., & Hodge, H.C., 1984, Clinical Toxicology of Commercial Products, Williams & Wilkins, Baltimore, p. 214 Greenwood, N.N., & Earnshaw, A., 1997, Chemistry of the Elements, 2 nd Edition., Elsevier, p. 523 Gummadi, S., Thota, D., Varri, S. V., Vaddi, P., & Jillella, V. L. N. S. R., 2012, Development and Validation of UV Spectroscopic Methods for Simultaneous Estimation of Ciprofloxacin and Tinidazole in Tablet Formulation. International Current Pharmaceutical Journal, Vol. 1(10) : Guyton, A., & Hall, J., 2006, Textbook of Medical Physiology, 11 th Edition., Elsevier Saunders, Philadelphia, p. 293 Hasibuan, D.E., 2011, Uji Disolusi Tablet Gliseril Guaiakolat Yang Diproduksi Oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, Universitas Sumatera Utara Herman, J., Remon, J.P., & De Vilder, J., 1989, Modified Starches as Hydrophilic Matrices for Controlled Oral Delivery. I. Production and Characterisation of Thermally Modified Starches, International Journal of Pharmaceutics, Vol. 56: 51-63

80 65 Hosseini, S.M., Hosseini, H., Mohammadifar, M. A., German, J.B., Mortazavian, A.M., Mohammadi, A.,... & Khaksar, R., 2014, Preparation and Characterization of Alginate and Alginate-Resistant Starch Microparticles Containing Nisin, Carbohydrate Polymers, Vol. 103: Husni, A., Subaryono, Y.P., & Tazwir, U., 2012, Pengembangan Metode Ekstraksi Alginat dari Rumput Laut Sargassum sp. sebagai Bahan Pengental, Agritech, Vol. 32: 1-8 Ibrahim, M.N.M., Rosli, W.D.W., Chuah, S.B., 2005, Monitoring Quality of Soda Black Liquor of Oil Palm Empty Fruit Bunch Fibers in terms of Storage Time and Temperature, Journal of Technology, Vol. 42 (C), Illanes, O.C., Masuelli, A.M., 2014, Review of the Characterization of Sodium Alginate by Intrinsic Viscosity Measurements Comparative Analysis between Conventional and Single Point Methods, International Journal of BioMaterials Science and Engineering, Vol. 1: 1-11 Iman, M. S., 2010, Peran Mikroorganisme: Studi Kasus Perbandingan Fermentasi Antibiotik Oleh Streptomyces sp. S-34 dan Dua Rekombinasinya pada Beberapa Medium, Skripsi, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru IRO., 2015, 12 Desember 2015 Jacobs, H., & Delcour, J.A., 1998, Hydrothermal Modifications of Granular Starch, with Retention of the Granular Structure: A Review, Journal of Agricultural and Food Chemistry, Vol. 46: Jayanudin, J., Lestari, A.Z., & Nurbayanti, F., 2014, Pengaruh Suhu dan Rasio Pelarut Ekstraksi terhadap Rendemen dan Viskositas Natrium Alginat dari Rumput Laut Cokelat (Sargassum sp), Jurnal Integrasi Proses, Vol. 5: Julfana, R., Zaharah, A.T., Idiawati, N., 2010, Hidrolisis Enzimatik Selulosa dari Ampas Sagu Menggunakan Campuran Selulase dari Trichoderma reesei dan Aspergillus niger, Vol. 2: Kaban, J., Bangun, H.D., Asteria, K.D., 2006, Pembuatan Membran Kompleks Polielektrolit Alginat Kitosan, Jurnal Sains Kimia, Vol. 10: Katz, A. David., 2008, Polyurethane Foam,Craft Cast TM

81 66 Kristanto, W., 2014, Komposit Alginat-Karaginan dari Alga Merah (Eucheuma Spinosum) sebagai Material Drug Delivery, Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya, hal. 12 Lawrie, G., Keen, I., Drew, B., Chandler-Temple, A., Rintoul, L., Fredericks, P., & Grøndahl, L., 2007, Interactions Between Alginate and Chitosan Biopolymers Characterized Using FTIR and XPS, Biomacromolecules, Vol. 8(8): Lopez-Cordoba, A., Deladino, L., & Martino, M., 2014, Release of Yerba Mate Antioxidants from Corn Starch Alginate Capsules as Affected by Structure, Carbohydrate Polymers, Vol. 99: Lozano-Vazquez, G., Lobato-Calleros, C., Escalona-Buendia, H., Chavez, G., Alvarez-Ramirez, J., & Vernon-Carter, E. J., 2015, Effect of the Weight Ratio of Alginate-Modified Tapioca Starch on the Physicochemical Properties and Release Kinetics of Chlorogenic Acid Containing Beads, Food Hydrocolloids, Vol. 48: Ma, J, Sahai Y., 2013, Chitosan Biopolymer for Fuel Cell Applications, Carbohydrate Polymer, Vol: 92: Malviya, R., Srivastava, P., 2011, Preparation, Characterization and Application of Chitosan-Alginate Based Polyelectrolite Complex as Fast Disintegrating Drug Delivery Carrier, Polimery w Medycynie, Vol. 41: Martin, M.J., Lara-Villoslada, F., Ruiz, M.A., & Morales, M.E., 2013, Effect of Unmodified Starch on Viability of Alginate-Encapsulated Lactobacillus Fermentum CECT5716, LWT-Food Science and Technology, Vol. 53: Mary, C.S.M., & Sasikumar, S., 2015, Sodium Alginate/Starch Blends Loaded with Ciprofloxacin Hydrochloride as a Floating Drug Delivery System-In Vitro Evaluation, Iranian Journal of Chemistry and Chemical Engineering (IJCCE), Vol. 34: Marto, J., Gouveia, L., Jorge, I.M., Duarte, A., Gonçalves, L.M., Silva, S.M.C., & Ribeiro, H.M., 2015, Starch-Based Pickering Emulsions for Topical Drug Delivery: A QbD Approach, Colloids and Surfaces B: Biointerfaces, Vol. 135: Mason, W.R., 2009, Starch Use in Foods, Starch: Chemistry and Technology, Elsevier, p. 749 Misson, M., Haron, R., Kamaroddin, M.F.A., Amin, N.A.S., 2009, Pretreatment of Empty Palm Fruit Bunch for Production of Chemicals via

82 67 Catalytic Pyrolysis, Bioresource Technology, Vol. 100: Mulder, M., 1996, Basic Principles of Membrane Technology, Kluwer Academic Publisher, Netherlands, p. 163 Mushollaeni, W., Rusdiana, E., 2011, Karakterisasi Natrium Alginat dari Sargassum sp., Turbinaria sp. Dan Padina sp., Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. 22: Nagpal, M., Singh, S. K., & Mishra, D., 2013, Synthesis Characterization and In Vitro Drug Release from Acrylamide and Sodium Alginate Based Superporous Hydrogel Devices, International journal of pharmaceutical investigation, Vol. 3(3):131 Nursanto, E., Idrus, A., Amijaya, H., & Pramumijoyo, S., 2011, Keterdapatan dan Tipe Mineral pada Batubara serta Metode Analisisnya, Jurnal Teknologi Technoscientia, Vol. 4: 1-10 Oates, C.G., 1997, Towards an Understanding of Starch Granule Structure and Hydrolysis. Review. Trends Food Science Technology, Vol. 8: Ovesen, L., Bendtsen, F., Tage-Jensen, U., Pedersen, N.T., Gram, B.R., & Rune, S.J., 1986, Intraluminal ph in the Stomach, Duodenum, and Proximal Jejunum in Normal Subjects and Patients with Exocrine Pancreatic Insufficiency, Gastroenterology, Vol. 90: Paolino, D., Fresta, M., Sinha, P., Ferrari, M., 2006, Drug Delivery Systems, WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim, p Patterson, G., 2012, A Prehistory of Polymer Science. Springer, New York, p. 1 Pereira, L., Gheda, S.F., & Ribeiro-Claro, P.J., 2013, Analysis by Vibrational Spectroscopy of Seaweed Polysaccharides with Potential Use in Food, Pharmaceutical, and Cosmetic Industries, International Journal of Carbohydrate Chemistry, Vol. 2013: 1-8 Pierog, M., Gierszewska-Druzynska, M., & Ostrowska-Czubenko, J., 2009, Effect of Ionic Crosslinking Agents on Swelling Behavior of Chitosan Hydrogel Membranes, Progress on Chemistry and Application of Chitin and its Derivatives, Polish Chitin Society, Vol. 14: Purwanti, A., 2013, Optimasi Kondisi Proses Pengambilan Asam Alginat dari Alga Coklat, Jurnal Teknologi Technoscientia, Vol. 5:

83 68 Rasyid, A., 2009, Perbandingan Kualitas Natrium Alginat Beberapa Jenis Algae Coklat, Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Vol. 35 : Ridwan, R., Wiseno, E., & Suwargo, P.G., 2012, Pembuatan dan Pengujian Viskometer Tabung, Skripsi Program Studi Teknik Informatika Saifullah, T.N., Syukri, Y., & Utami, R., 2007, Profil Pelepasan Propanolol HCl dari Tablet Lepas Lambat dengan Sistem Floating Menggunakan Matriks Methocel K15M, Majalah Farmasi Indonesia, Vol. 18: Saito, N., Murakami, N., Takahashi, J., Horiuchi, H., Ota, H., Kato, H., & Takaoka, K., 2005, Synthetic Biodegradable Polymers as Drug Delivery Systems for Bone Morphogenetic Proteins, Advanced drug delivery reviews, Vol 57: Sakugawa, K., Ikeda, A., Takemura, A., & Ono, H., 2004, Simplified Method for Estimation of Composition of Alginates by FTIR, Journal of Applied Polymer Science, Vol. 93: Sankalia, M. G., Mashru, R. C., Sankalia, J. M., & Sutariya, V. B., 2005, Papain Entrapment in Alginate Beads for Stability Improvement and Site-specific Delivery: Physicochemical Characterization and Factorial Optimization Using Neural Network Modeling, AAPS PharmSciTech, Vol.6(2): E209-E222. Sankalia, M.G., Mashru, R. C., Sankalia, J.M., & Sutariya, V.B., 2005, Papain Entrapment in Alginate Beads for Stability Improvement and Site-Specific Delivery: Physicochemical Characterization and Factorial Optimization Using Neural Network Modeling, AAPS Pharmaceutical Science Technology, Vol. 6: Saputra, F.R., 2014, Aplikasi Metode Sds-Page (Sodium dodecyl sulphate poly acrylamyde gel electrophoresys) untuk Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras, Skripsi, Uin Syarif Hidayatullah, Jakarta, p. 1 Sari, I.I., 2015, Pembuatan dan Karakterisasi Membran Komposit Kitosan Sodium Alginat dari Rumput Laut Coklat (Sargassum sp.) Tersulfonasi sebagai Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC), Skripsi, Universitas Airlangga Sari, D.P., Sulaiman, T.N.S., Mafruhah, O.R., 2013, Uji Disolusi Terbanding Tablet Metformin Hidroklorida Generik Berlogo Dan Bermerek, Majalah Farmasuetik, Vol. 9, Universitas Gadjah Mada

84 69 Sastrohamidjojo, H., 2001, Spektroskopi, Liberty Press, Yogyakarta, hal. 4-5 Shargel, L., Wu-Pong, S., & Yu, A.B., 2007, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, 5 th Edition., Physiologic Factors Related to Drug Absorption, McGraw-Hill, New York, p , 373 Syamsuni, H.A., 2006, Ilmu Resep, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal Stuart, B., 2004, Infrared Spectroscopy : Fundamental and Application, John Wiley & Sons, Ltd., p. 24 Sukandi, A., & Santoso, B., 2014, Aplikasi Instrumentasi Ultrasonik pada Pengujian Sifat Mekanik Logam, Poli-Teknologi, Vol. 12: Sutiani, A., 2009, Metoda Karakterisasi Bahan Polimer, Kultura, Vol. 10: 1-10 Swift, S. M., Hudgens, J. W., Heselpoth, R. D., Bales, P. M., & Nelson, D. C., 2014, Characterization of AlgMsp, an Alginate Lyase from Microbulbifer sp. 6532A, PLoS One, Vol. 9: Tahtat, D., Mahlous, M., Benamer, S., Khodja, A.N., Oussedik-Oumehdi, H., & Laraba-Djebari, F., 2013, Oral Delivery of Insulin from Alginate /Chitosan Crosslinked by Glutaraldehyde, International Journal of Biological Macromolecules, Vol. 58: Tonnesen, H.H., & Karlsen, J., 2002, Alginate in Drug Delivery Systems, Drug Development and Industrial Pharmacy, Vol. 28: Vilar, G., Tulla-Puche, J., Albericio, F., 2012, Polymers and Drug Delivery System, Current Drug Delivery, Vol. 9: 1-28 Viswanathan, S., & Nallamuthu, T., 2014, Extraction of Sodium Alginate from Selected Seaweeds and Their Physiochemical and Biochemical Properties, Extraction, Vol. 3: Wang, Q., Hu, X., Du, Y., & Kennedy, J.F., 2010, Alginate/Starch Blend Fibers and Their Properties for Drug Controlled Release, Carbohydrate Polymers, Vol. 82: Zhang, N., Liu, H., Yu, L., Liu, X., Zhang, L., Chen, L., & Shanks, R., 2013, Developing Gelatin Starch Blends for Use as Capsule Materials, Carbohydrate Polymers, Vol. 92: Zhou, Y., 2008, Nanotubes: A New Carrier for Drug Delivery Systems, The Open Nanoscience Journal, Vol. 2: 1-5

85 70 LAMPIRAN Lampiran 1 Pembuatan Larutan untuk Ekstraksi Natrium Alginat 1. KOH 0,1% (b/v) 1 0,1% = 1000 b/v b = 1 gram 2. HCl 1% V1 x N1 = V2 x N2 V1 x 37% = 1000 x 1% V1 = = 27,03 ml 3. HCl 10% V1 x N1 = V2 x N2 V1 x 37% = 100 x 10% V1 = = 27,03 ml 4. NaOCl 4% dari NaOCl 12% V1 x N1 = V2 x N2 V1 x 12% = 100 x 4% V1 = = 33,3 ml 5. Na2CO3 2% Na2CO3 y%(b/v) = y g/100ml Na2CO3 2%(b/v) = 2 g/100 ml

86 Lampiran 2 Hasil Penentuan Viskositas dan Berat Molekul Natrium Alginat Tabel laju alir natrium alginat Konsentrasi Waktu Alir (s) t1 t2 t3 trata-rata Akuades 9,6 9,6 9,6 9,6 0,1 C 12,7 12,5 12,5 12,5 0,2 C 12,4 12,6 12,7 12,5 0,3 C 13,7 13,7 13,4 13,6 0,4 C 15,9 16,1 15,1 15,7 0,5 C 17,00 16,9 16,4 16,7 Menghitung nilai C C Massa Natrium Alginat 0,15 gram = = = 1,5 Volume 0,1 L Menghitung Viskositas Spesifik dengan persamaan : η sp = (t 1-t 0)/t 0 Sehingga dihasilkan perhitungan sebagai berikut : Konsentrasi 0,1 C (12,5 9,6) η sp = (t 1 - t 0) / t 0 = = 0,302 9,6 Berikut Tabel Viskositas Spesifik (η sp) Konsentrasi Viskositas Spesifik (η sp) 0,1 C 0,302 0,2 C 0,302 0,3 C 0,416 0,4 C 0,636 0,5 C 0,739 Menghitung viskositas reduksi dengan persamaan : η red = η sp Konsentrasi sehingga dihasilkan perhitungan sebagai berikut :

87 η sp η red = = 0,302 = 0,302 = 0,201 Konsentrasi 0,1 C 0,1 x 15 Berikut Tabel Viskositas Reduksi Konsentrasi Viskositas Reduksi (η red) 0,1 C 2,013 0,2 C 1,006 0,3 C 0,924 0,4 C 1,060 0,5 C 0,985 Kemudian dibuat regresi linear dengan sumbu x adalah konsentrasi dan sumbu y adalah viskositas reduksi (η red) sebagai berikut : Konsentrasi Viskositas Reduksi (η red) 0,15 2,013 0,3 1,006 0,45 0,924 0,6 1,060 0,75 0,985 Viskositas Reduksi (η red) y = x Konsentrasi Natrium Alginat (C) Setelah didapatkan regresi linear, dicari nilai berat molekul natrium alginat dengan persamaan Mark Houwink Sakurada : η sp C = k [η] 2 C + [η] y = x + 1,7982 [η] = 1,7982

88 [η] = K x M a (dengan nilai K = 10-4 dan a = 0,88) 1,7982 = 10-4 x M 0,88 M 0,88 = 1,7982 0,0001 0,88 M = = ,96 gram/mol

89 Lampiran 3 Massa Sargassum sp. = 100 gram Rendemen Hasil Ekstraski Natrium Alginat Massa natrium alginat yang dihasilkan = 29 gram massa produk Rendemen = x 100% massa rumput laut = x 100% = 29%

90 Lampiran 4 Spektra FTIR Natrium Alginat Hasil Ekstraksi

91 Lampiran 5 Spektra FTIR Natrium Alginat Komersil

92 Lampiran 6 Spektra FTIR Natrium Alginat Campuran (Ekstraksi-Komersil)

93 Lampiran 7 Spektra FTIR Kapsul Pati-Natrium Alginat dengan crosslinker STPP

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT SODIUM ALGINAT- KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT COKLAT (Sargassum sp.) DAN RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma cottoni) SEBAGAI MATERIAL DRUG RELEASE SKRIPSI M. YUNUS ANIS DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik dan Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Ekstasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan agustus tahun 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan agustus tahun 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Rancangan kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan agustus tahun 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati adalah bahan baku yang sangat penting untuk industri makanan. Sebagai pengembangan produk makanan yang baru, pati memiliki sifat khusus yang fungsional. Fungsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer superabsorbent di bawah radiasi microwave dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 1. Pada tahap sintesis, pemurnian, dan sulfonasi polistiren digunakan peralatan gelas, alat polimerisasi, neraca analitis, reaktor polimerisasi, oil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN BAB 1 PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Pangan yang bersumber dari hasil ternak termasuk produk pangan yang cepat mengalami kerusakan. Salah satu cara untuk memperkecil faktor penyebab kerusakan pangan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dilakukan selama 6 bulan pada tahun 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 10 bulan, yaitu pada bulan Februari 2015 hingga bulan Desember 2015. Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu Laboratorium

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS SENG-MORIN DAN POTENSINYA SEBAGAI PENGHAMBAT AKTIVITAS ENZIM LIPASE SKRIPSI

KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS SENG-MORIN DAN POTENSINYA SEBAGAI PENGHAMBAT AKTIVITAS ENZIM LIPASE SKRIPSI KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS SENG-MORIN DAN POTENSINYA SEBAGAI PENGHAMBAT AKTIVITAS ENZIM LIPASE SKRIPSI ISLAM ADIGUNA PROGRAM STUDI S-1 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material dan Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB, serta di Laboratorium Polimer Pusat Penelitian

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 9 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2012. Laboratorium yang digunakan yaitu Laboratorium Biokimia Hasil Perairan I untuk preparasi sampel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Studi terhadap kitosan telah banyak dilakukan baik dalam bentuk serpih, butiran, membran, maupun gel. Kemampuan kitosan yang diterapkan dalam berbagai bidang industri modern,

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BATERAI BATERAI ION LITHIUM BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) Oleh : MARSAID/ 1409.201.717 Pembimbing: Drs.Lukman Atmaja, M.Si.,Ph.D. LATAR BELAKANG PENELITIAN GELATIN Aplikasinya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat Bab 3 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas tahap pembuatan kitin dan kitosan, sintesis karboksimetil kitosan dari kitin dan kitosan, pembuatan membran kitosan dan karboksimetil kitosan, dan karakterisasi.

Lebih terperinci

Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh November

Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh November PENGARUH PENAMBAHAN KHITOSAN DAN PLASTICIZER GLISEROL PADA KARAKTERISTIK PLASTIK BIODEGRADABLE DARI PATI LIMBAH KULIT SINGKONG Disusun oleh : 1. I Gede Sanjaya M.H. (2305100060) 2. Tyas Puspita (2305100088)

Lebih terperinci

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Chitosan dan Larutan Chitosan-PVA Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan film adalah chitosan. Menurut Khan et al. (2002), nilai derajat deasetilasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat dijadikan sebagai energi alternatif dari bahan bakar nabati (BBN). Etanol mempunyai beberapa kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penelitian tentang bahan polimer sedang berkembang. Hal ini dikarenakan bahan polimer memiliki beberapa sifat yang lebih unggul jika dibandingkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Lingkungan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Lingkungan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Untuk keperluan Analisis digunakan Laboratorium

Lebih terperinci

3 Metodologi Percobaan

3 Metodologi Percobaan 3 Metodologi Percobaan 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung. Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium 30 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : - Hot Plate Stirer Coming PC 400 D - Beaker Glass Pyrex - Hot Press Gotech - Neraca Analitik Radwag

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen, Jurusan Pendidikan Kimia,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. Analisis difraksi sinar-x dan analisis morfologi permukaan

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 10 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April-Juli 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai November

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai November BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda Teknik elektrometri telah dikenal luas sebagai salah satu jenis teknik analisis. Jenis teknik elektrometri yang sering digunakan untuk

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : 3 Percobaan 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : Gambar 3. 1 Diagram alir tahapan penelitian secara umum 17 Penelitian ini dibagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penggunaan plastik di Indonesia sebagai bahan kemasan pangan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari sangat besar (mencapai 1,9 juta ton di tahun 2013) (www.kemenperin.go.id),

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium Riset (Research Laboratory) dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas Pembuatan pulp dari serat daun nanas diawali dengan proses maserasi dalam akuades selama ±7 hari. Proses ini bertujuan untuk melunakkan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) Pengujian daya serap air (Water Absorption Index) dilakukan untuk bahan

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG

PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG Deskripsi PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan proses pembuatan bioplastik, lebih khusus lagi proses pembuatan

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci