OPTIMASI USULAN PERUBAHAN KAWASAN HUTAN DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI (RTRWP) DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DONNY AUGUST SATRIAYUDHA D.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMASI USULAN PERUBAHAN KAWASAN HUTAN DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI (RTRWP) DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DONNY AUGUST SATRIAYUDHA D."

Transkripsi

1 OPTIMASI USULAN PERUBAHAN KAWASAN HUTAN DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI (RTRWP) DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DONNY AUGUST SATRIAYUDHA D.H SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Usulan Perubahan Kawasan Hutan Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Di Provinsi Kalimantan Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2017 Donny August Satriayudha D.H NIM P

4 RINGKASAN Donny Satria. Optimasi Usulan Perubahan Kawasan Hutan Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Di Provinsi Kalimantan Timur. Dibimbing oleh OMO RUSDIANA dan NINING PUSPANINGSIH. Pada tahun 2009 Provinsi Kalimantan Timur menyampaikan usulan perubahan kawasan hutan seluas ± ha namun hanya direkomendasikan perubahannya seluas ± ha (18.33% dari usulan), dari angka tersebut dapat dilihat bahwa terjadi gaps (selisih) yang sangat besar antara usulan perubahan dengan rekomendasi perubahan kawasan hutan sehingga perlu dilakukan optimasi dalam setiap usulan perubahan kawasan hutan dengan melakukan perhitungan daya dukung lingkungan sesuai Permen LH No 17 Tahun 2009 serta analisis spasial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kebutuhan lahan, efektifitas pemanfaatan lahan, serta kawasan hutan yang masih berpotensi untuk diusulkan perubahannya. Mengacu hasil pengolahan data diketahui Provinsi Kalimantan Timur tahun 2015 mengalami surplus ketersediaan lahan seluas ± ha serta diketahui bahwa masih terdapat lahan tidak produktif seluas ± ha. Hasil analisis data spasial menyatakan bahwa perubahan kawasan hutan masih dapat dilakukan pada 8 kabupaten/ kota dengan luas total ± ha. Kata Kunci : kebutuhan lahan, ketersediaan lahan, usulan perubahan kawasan hutan.

5 SUMMARY DONNY SATRIA. Optimization Of Proposed Changes Of Forest Area Within The Province Spatial Plan (RTRWP) In East Kalimantan Province. Supervised by OMO RUSDIANA and NINING PUSPANINGSIH. In 2009 the province of East Kalimantan submitted the proposed changes of forest area of ± ha, however the recommended changes only ± ha (18.33% of the proposal), according to the figure can be seen that there were significant gaps (differences) among the proposed changes with recommendations for forest areas changes that need to be optimized in any proposed changes of forest area by calculating the capacity of the environment in accordance to the Minister of Environment Regulation Number 17 of 2009 as well as spatial analysis. The purpose of this research was to determine land requirements, the effectiveness of land-use and forest areas that still have the potential for the proposed changes. Referring to the data processing, it was discovered that East Kalimantan Province in 2015 experienced the surplus of land availability of ± ha and it was discovered that there are still non-productive land area of ± ha. The results of the spatial data analysis suggests that changes of forest area can still be done in 8 districts/cities with a total area of ± ha. Keywords: land requirements, land availability, the proposed change of forest area.

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 OPTIMASI USULAN PERUBAHAN KAWASAN HUTAN DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI (RTRWP) DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DONNY AUGUST SATRIAYUDHA D.H Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Sigit Nugroho, S.Si, MT

9

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, dan ridho-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 sampai Maret 2017 ini adalah usulan perubahan kawasan hutan, dengan judul Optimasi Usulan Perubahan Kawasan Hutan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) di Provinsi Kalimantan Timur. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.Sc dan Ibu Dr. Nining Puspaningsih, M.Si selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Sigit Nugroho, S.Si, MT yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para pihak yang telah membantu selama proses penyusunan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Papa, Mama, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat. Bogor, April 2017 Donny August Satriayudha D.H

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 3 Kerangka Pemikiran 3 2 LANDASAN TEORI 4 Kawasan Hutan 4 Penataan Ruang 5 Lahan, Penggunaan Lahan, dan Penutupan Lahan 6 3 METODE 9 Lokasi dan Waktu Penelitian 9 Jenis dan Sumber Data 9 Metode Analisis Data Penentuan Ketersediaan dan Kebutuhan Lahan Penentuan Wilayah yang Menjadi Prioritas Peningkatan Produktifitas Lahan Penentuan Wilayah Kawasan Hutan yang Dapat Diusulkan Dalam Perubahan Kawasan Hutan 15 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 A. Profil Provinsi Kalimantan Timur 16 1). Kawasan Hutan 16 2). Penutupan Lahan 17 3). Populasi Penduduk Kalimantan Timur 19 4). Penggunaan Lahan 21 B. Ketersediaan dan Kebutuhan Lahan di Kalimantan Timur 31 C. Areal yang Menjadi Prioritas Peningkatan Produktifitas Lahan 34 D. Wilayah Kawasan Hutan yang Dapat Diusulkan Dalam Perubahan Kawasan Hutan 36 5 SIMPULAN DAN SARAN 42 Simpulan 42 Saran 43 DAFTAR PUSTAKA 44 LAMPIRAN 46 RIWAYAT HIDUP 85 vi vi vi

12 DAFTAR TABEL 1 Data spasial yang digunakan 10 2 Data sekunder yang digunakan 10 3 Teknik dan analisis data 11 4 Contoh perhitungan nilai produksi total 12 5 Pola penutupan lahan di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur 19 6 Jumlah penduduk Kabupaten/ Kota di Provinsi Kalimantan Timur 20 7 Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Kalimantan Timur 20 8 Perkembangan produksi padi, jagung, kedelai menurut Kabupaten/ Kota Tahun (ton) 21 9 Produksi perkebunan menurut jenis tanaman dan Kabupaten/Kota (ton) Pola penutupan lahan pada areal perkebunan di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Produksi kayu bundar menurut jenis kayu (M³), Pola penutupan lahan pada areal IUPHHK tahun Harga satuan komoditas di Provinsi Kalimantan Timur Hasil perhitungan dan pengolahan data Perkiraan kebutuhan lahan di Provinsi Kalimantan Timur sampai dengan 20 tahun yang akan datang Perbandingan pola penutupan lahan areal IUPHHK dan Perkebunan Kriteria yang digunakan dalam analisis spasial usulan perubahan kawasan dalam revisi RTRWP Pola penutupan lahan pada areal bebas perizinan di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Sebaran areal yang dapat diusulkan perubahannya tiap Kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur 41 DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian 4 2 Lokasi penelitian 9 3 Skematis penentuan wilayah yang menjadi prioritas peningkatan produktifitas lahan 14 4 Skematis penentuan wilayah yang dapat diusulkan dalam perubahan kawasan hutan 15 5 Peta kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Timur 17 6 Peta tutupan lahan di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur 17 7 Lokasi sebaran izin perkebunan di Provinsi Kalimantan Timur 24 8 Sebaran lokasi IUPHHK-HA di Provinsi Kalimantan Timur 27 9 Peta sebaran IUPHHK-HTI di Provinsi Kalimantan Timur Peta sebaran IUPHHK-RE di Provinsi Kalimantan Timur Peta sebaran izin pertambangan di Provinsi Kalimantan Timur Peta sebaran IUPHHK di Provinsi Kalimantan Timur Peta Indeks Rawan Bencana di Provinsi Kalimantan Timur Peta areal bebas perizinan di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur 40

13 15 Peta sebaran kawasan hutan yang dapat diusulkan perubahannya 42 DAFTAR LAMPIRAN 1 Daftar izin perkebunan Di Provinsi Kalimantan Timur 46 2 Daftar IUPHHK - HA di Provinsi Kalimantan Timur 51 3 Daftar IUPHHK-HTI di Provinsi Kalimantan Timur 53 4 Daftar IUPHHK-RE di Provinsi Kalimantan Timur 55 5 Daftar izin pertambangan di Provinsi Kalimantan Timur 56

14

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehutanan menempati posisi strategis dalam ruang secara nasional. Oleh karena itu, telah ada peraturan perundangan yang secara khusus mengatur kehutanan di Indonesia yaitu UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Dalam UU ini disebutkan bahwa semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Mandat penguasaan ini memberi wewenang kepada Pemerintah (cq. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) untuk menetapkan suatu wilayah sebagai kawasan hutan (yang didefinisikan sebagai wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap). Proses penetapan suatu wilayah menjadi kawasan hutan dilakukan melalui pengukuhan kawasan hutan yang meliputi tahapan penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan hutan dan penetapan kawasan hutan. Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang merupakan amanat UU No. 26 Tahun 2007 dan PP No. 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan yang merupakan penjabaran UU No. 41 tahun 1999, telah mengatur ruang kehutanan sesuai dengan fungsi pokoknya terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu: yang berfungsi konservasi dengan nama Hutan Konservasi, yang berfungsi lindung dinamakan Hutan Lindung, dan yang berfungsi produksi sebagai Hutan Produksi. Dengan demikian, apabila ditemui alokasi pola ruang nasional yang menyangkut ruang kehutanan, maka pengaturannya tidak hanya mengacu pada UU Penataan Ruang, tetapi juga harus mengacu pada peraturan perundangan di bidang kehutanan. Perubahan kawasan hutan dalam rangka pemberian persetujuan substansi dari Menteri pada proses revisi RTRWP harus mengikuti ketentuan perundangundangan yang berlaku di bidang kehutanan yaitu Pasal 19 UU No. 41 tahun 1999 dan PP No 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Setneg 2015), yaitu melalui penelitian terpadu dan persetujuan DPR RI sebagaimana juga telah diatur dalam UU 41 Tahun 1999 pada Pasal 19. Provinsi Kalimantan Timur menyampaikan usulan perubahan kawasan hutan pada tahun 2009 (saat itu masih bergabung antara Provinsi Kalimantan Utara dan Provinsi Kalimantan Timur). Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara mengusulkan perubahan kawasan hutan menjadi non kawasan hutan/ Areal Penggunaan Lain (APL) seluas ± ha dapat dipertimbangkan menjadi APL seluas ± ha (18.33% dari usulan), dan sisanya direkomendasikan tetap sebagai kawasan hutan dengan berbagai fungsi (Kemenhut 2012). Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa terjadi gaps (selisih) yang sangat besar antara usulan perubahan dengan rekomendasi perubahan kawasan hutan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui optimasi usulan perubahan kawasan hutan dalam RTRWP Kalimantan Timur.

16 2 Perumusan Masalah Upaya pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dalam melakukan usulan perubahan kawasan tata ruang dalam rencana tata ruang wilayah provinsi hendaknya dilakukan analisis pendahuluan terlebih dahulu agar kesenjangan dalam usulan perubahan kawasan hutan dengan rekomendasi perubahan tidak berbeda jauh. Kesenjangan yang terlalu jauh ini mengakibatkan berbagai persepsi yang berbeda terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Menurut pandangan provinsi selaku pihak yang mengajukan perubahan kawasan hutan, tim terpadu dianggap terlalu hemat dalam memberikan perubahan kawasan hutan dan tidak peka terhadap kebutuhan pembangunan daerah. Sedangkan menurut pandangan LSM, tim terpadu telah merekomendasikan perubahan kawasan hutan yang terlalu luas dan dianggap tidak pro lingkungan. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu rumusan yang mudah diaplikasikan untuk memperhitungkan tingkat produksi dan produktifitas suatu lahan sebelum provinsi mengajukan usulan perubahan kawasan hutan atau sebelum Pemerintah membentuk Tim Terpadu. Usulan perubahan kawasan hutan hendaknya memperhitungkan tingkat pemenuhan kebutuhan provinsi, yaitu apakah alokasi lahan yang ada saat ini telah memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat atau belum. Apabila sudah dapat memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakatnya hendaknya tidak melakukan usulan perubahan kawasan hutan karena dikhawatirkan terjadi pemborosan lahan. Namun apabila tingkat kebutuhan provinsi tidak tercukupi dengan alokasi lahan ada saat ini sementara pengolahan pemanfaatan lahan sudah dilakukan secara maksimal, maka dapat diusulkan perubahan kawasan hutan sesuai dengan yang dibutuhkan namun tentu dengan memperhatikan tingkat kemampuan lahan (KLH 2009) agar dalam pengelolaan pemanfaatan lahan dapat dilakukan secara optimal. Berdasarkan hal tersebut di atas, terdapat beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam upaya optimasi usulan perubahan kawasan hutan dalam rencana RTRWP Provinsi Kalimantan Timur antara lain: 1. Apakah masih perlu diusulkan perubahan kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Timur? 2. Wilayah mana saja yang menjadi prioritas dalam peningkatan produktifitas lahan? 3. Wilayah mana yang memungkinkan untuk diusulkan dalam perubahan kawasan hutan? Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui ketersediaan dan kebutuhan lahan di Provinsi Kalimantan Timur. 2. Menentukan wilayah yang menjadi prioritas dalam meningkatkan produktifitas lahan. 3. Menentukan wilayah yang dapat diusulkan dalam perubahan kawasan hutan.

17 3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang bermanfaat untuk : 1. Pemerintah: untuk memberikan arahan tentang usulan perubahan kawasan hutan yang diusulkan oleh Pemerintah Provinsi 2. Praktisi: hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi implementasi pemanfaatan ruang di Provinsi Kalimantan Timur 3. Pengembangan ipteks: untuk memberikan pendekatan ilmiah dalam mengajukan usulan perubahan kawasan hutan dalam Revisi RTRWP. Kerangka Pemikiran Berkaitan dengan kebijakan dan strategi pemanfaaatan ruang Djakapermana et al. (2005) menyatakan bahwa persoalan dalam pemanfaatan ruang bukan saja kebijakan dan strategi tersebut tidak dibuat, namun karena kebijakan tersebut tidak disukung dengan kajian yang mendalam bagi pembuat keputusan. Kerangka pemikiran terkait status daya dukung lahan diperoleh berdasarkan perbandingan antara ketersediaan lahan dan kebutuhan lahan di Provinsi Kalimantan Timur sehingga dengan menggunakan metode ini dapat diketahui gambaran umum apakah daya dukung Provinsi Kalimantan Timur dalam keadaan surplus atau defisit. Keadaan surplus menunjukkan ketersediaan lahan masih dapat mencukupi kebutuhan hidup layak di Provinsi Kalimantan Timur, sedangkan keadaan defisit menunjukkan bahwa ketersediaan lahan setempat sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup layak. Hasil perhitungan ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan tata ruang terkait dengan penyediaan produksi hayati secara berkelanjutan melalui upaya pemanfaatan ruang yang menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pada tahapan selanjutnya, apabila status daya dukung lahan terjadi defisit maka perlu dilakukan upaya pengoptimalan terhadap lahan-lahan yang dianggap tidak produktif sesuai peruntukannya, yaitu dengan melakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan peta penutupan lahan, peta kawasan hutan, peta kerawanan bencana, peta pengggunaan dan pemanfaatan lahan, peta hasil skoring, dan peta RTRWP. Hasil analisis spasial ini dapat menjadi acuan teradap wilayah lahan yang diangggap tidak produktif/efisien dalam pemanfaatan lahan, sehingga perlu upaya pengoptimalan dalam pemanfaatan lahannya. Apabila pengoptimalan lahan belum dapat memenuhi kebutuhan, maka dapat dipertimbangkan untuk dilakukan usulan perubahan kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain (APL) dengan berdasar kepada analisis-analisis di atas. Penjelasan kerangka pemikiran penelitian menggunakan diagram alir sebagaimana yang terdapat pada Gambar 1.

18 Cukup? 4 Total produksi aktual komoditas Kalimantan Timur Populasi penduduk Kalimantan Timur Kebutuhan lahan per orang Ketersediaan lahan Total kebutuhan lahan Tidak Produktif Produktif Daya Dukung Lahan Surplus Defisit Pengoptimalan lahan tidur (berdasar RTRWP) Tidak mencukupi Mencukupi Intensifikasi, Diversifikasi, dll Ya Tidak Usulan Perubahan Optimasi Pemanfaatan Ruang Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian 2 LANDASAN TEORI Kawasan Hutan Pengertian hutan menurut UU nomor 41 tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak

19 dapat dipisahkan. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (MK 2011). Pasal 6 UU nomor 41 tahun 1999 menyebutkan bahwa hutan memiliki tiga pembagian berdasarkan fungsi, yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pangawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan konservasi ini terdiri dari kawasan hutan suaka alam, kawasan hutan pelestarian alam dan taman buru (Pasal 7 UU nomor 41 tahun 1999). Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah serta hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Penataan Ruang Penataan ruang sebagaimana UU 26 Tahun 2007 didefinisikan sebagai suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Prinsip penataan ruang adalah pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, efektif dan efisien, serasi, selaras, seimbang, berkelanjutan, keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum. Adapun penataan ruang bertujuan untuk terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan, terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya, serta tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas. Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan: sistem fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.penataan ruang. Berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi dan penataan ruang wilayah kota/kabupaten. Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan: kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana, potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan, kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertanahan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan, dan geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Pelaksaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional sebagaimana dilaksanakan pemerintah daerah melalui dekonsentrasi. Menurut Rustiadi (2007), urgensi atas penataan ruang timbul sebagai akibat dari tumbuhnya kesadaran akan pentingnya intervensi publik atau collective action terhadap kegagalan mekanisme pasar (market failure) dalam menciptakan pola dan struktur ruang yang sesuai dengan tujuan bersama. Penataan ruang merupakan 5

20 6 bentuk intervensi positif atas kehidupan sosial dan lingkungan guna meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan. Secara lebih spesifik, penataan ruang dilakukan untuk optimasi pemanfaatan sumber daya, alat dan wujud distribusi sumber daya (mobilisasi dan alokasi pemanfaatan sumber daya) dan menjaga keberlanjutan pembangunan. Arsyad (2010) mengartikan pembangunan ekonomi daerah sebagai suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan ekonomi dengan wilayah tersebut. Lahan, Penggunaan Lahan, dan Penutupan Lahan Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dan Sitorus (1989) lahan atau sumberdaya lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk di dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibatnya merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Dalam hal ini lahan juga mengandung pengertian ruang (space) atau tempat. Penggunaan lahan merupakan suatu bentuk pemanfaatan atau suatu fungsi dari perwujudan suatu bentuk penutupan lahan. Istilah penggunaan lahan didasari pada fungsi kenampakan penutupan lahan bagi kehidupan, baik itu kenampakan alami maupun buatan manusia. Penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual (Sitorus 1989). Hampir setiap aktivitas manusia melibatkan penggunaan lahan karena jumlah aktifitas manusia bertambahnya dengan cepat, maka lahan menjadi sumber daya yang langka. Keputusan untuk mengubah pola penggunaan mungkin memberikan keuntungan atau kerugian yang besar, baik ditinjau dari pengertian ekonomis, maupun terhadap perubahan lingkungan. Dengan demikian, membuat keputusan tentang penggunaan lahan merupakan aktivitas politik dan sangat dipengaruhi keadaan sosial dan ekonomi (Sitorus 2004). Menurut Lillesand dan Kiefer (1990 dalam Firdian et al. 2010), penutupan lahan lebih merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek-objek tersebut. Berdasarkan hasil interpretasi citra satelit Landsat 7ETM+ Tahun 2009, terdapat 9 jenis penutupan/penggunaan lahan, yaitu: (1) Hutan, (2) perkebunan, (3) pertanian lahan kering, (4) pertanian lahan basah, (5) permukiman, (6) pertambangan, (7) padang rumput, (8) tanah terbuka dan (9) tubuh air. Klasifikasi penutupan lahan sebagaimana Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan nomor P.1/VII-IPSDH/2015 tentang Pedoman Pemantauan Penutupan Lahan adalah terdapat 23 klasifikasi penutupan lahan yaitu: (1) Hutan lahan kering primer dimana seluruh kenampakan hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan (dataran tinggi dan subalpin) yang belum menampakkan bekas penebangan, termasuk hutan kerdil, hutan kerangas, hutan di atas batuan kapur, hutan di atas batuan ultra basa, hutan daun jarum, hutan luruh daun dan hutan lumut.

21 (2) Hutan lahan kering sekunder/ bekas tebangan dimana seluruh kenampakan hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yang telah menampakkan bekas penebangan (kenampakan alur dan bercak bekas tebang), termasuk hutan kerdil,hutan kerangas, hutan di atas batuan kapur, hutan di atas batuan ultra basa, hutan daun jarum, hutan luruh daun dan hutan lumut. Daerah berhutan bekas tebas bakar yang ditinggalkan, bekas kebakaran atau yang tumbuh kembali dari bekas tanah terdegradasi juga dimasukkan dalam kelas ini. Bekas tebangan parah bukan areal HTI, perkebunan atau pertanian dimasukkan savanna, semak belukar atau lahan terbuka. (3) Hutan rawa primer dimana seluruh kenampakan hutan di daerah berawa, termasuk rawa payau dan rawa gambut yang belum menampakkan bekas penebangan, termasuk hutan sagu. (4) Hutan rawa sekunder/ bekas tebangan dimana seluruh kenampakan hutan di daerah berawa, termasuk rawa payau dan rawa gambut yang telah menampakkan bekas penebangan, termasuk hutan sagu dan hutan rawa bekas terbakar. Bekas tebangan parah jika tidak memperlihatkan tanda genangan (liputan air) digolongkan tanah terbuka, sedangkan jika memperlihatkan bekas genangan atau tergenang digolongkan tubuh air (rawa). (5) Hutan mangrove primer dimana hutan bakau, nipah dan nibung yang berada di sekitar pantai yang belum menampakkan bekas penebangan. Pada beberapa lokasi, hutan mangrove berada lebih ke pedalaman (6) Hutan mangrove sekunder/ bekas tebangan dimana hutan bakau, nipah dan nibung yang berada di sekitar pantai yang telah memperlihatkan bekas penebangan dengan pola alur, bercak, dan genangan atau bekas terbakar. Khusus untuk bekas tebangan yang telah berubah fungsi menjadi tambak/sawah digolongkan menjadi tambak/sawah, sedangkan yang tidak memperlihatkan pola dan masih tergenang digolongkan tubuh air (rawa). (7) Hutan tanaman dimana seluruh kawasan hutan tanaman yang sudah ditanami, termasuk hutan tanaman untuk reboisasi. (8) Perkebunan/ kebun dimana seluruh kawasan perkebunan yang sudah ditanami. Identifikasi lokasi dapat diperoleh dengan peta persebaran perkebunan. (9) Semak belukar dimana kawasan bekas hutan lahan kering yang telah tumbuh kembali atau kawasan dengan liputan pohon jarang (alami) atau kawasan dengan dominasi vegetasi rendah (alami). Kawasan ini biasanya tidak menampakkan lagi bekas/ bercak tebangan. (10) Semak belukar rawa dimana kawasan bekas hutan rawa/ mangrove yang telah tumbuh kembali atau kawasan dengan liputan pohon jarang (alami) atau kawasan dengan dominasi vegetasi rendah (alami). Kawasan ini biasanya tidak menampakkan lagi bekas/ bercak tebangan. (11) Savanna/ padang rumput dimana kenampakan non hutan alami berupa padang rumput, kadang-kadang dengan sedikit semak atau pohon. Kenampakan ini merupakan kenampakan alami di sebagian Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur dan bagian Selatan Papua. Kenampakan ini dapat terjadi pada lahan kering ataupun rawa (rumput rawa). (12) Pertanian lahan kering dimana semua aktivitas pertanian di lahan kering seperti tegalan, kebun campuran dan ladang. (13) Pertanian lahan kering campur semak/ kebun campur dimana semua jenis pertanian lahan kering y ang berselang-seling dengan semak, belukar dan hutan 7

22 8 bekas tebangan. Sering muncul pada areal perladangan berpindah, dan rotasi tanam lahan karst. Kelas ini juga memasukkan kelas kebun campuran. (14) Sawah dimana semua aktivitas pertanian lahan basah yang dicirikan oleh pola pematang. Yang perlu diperhatikan oleh penafsir adalah fase rotasi tanam yang terdiri atas fase penggenangan, fase tanaman muda, fase tanaman tua dan fase bera. Kelas ini juga memasukkan sawah musiman, sawah tadah hujan, sawah irigasi. Khusus untuk sawah musiman di daerah rawa membutuhkan informasi tambahan dari lapangan. (15) Tambak dimana aktivitas perikanan darat (ikan/ udang) atau penggaraman yang tampak dengan pola pematang (biasanya) di sekitar pantai. (16) Permukiman/ lahan terbangun dimana kawasan permukiman, baik perkotaan, perdesaan, industri dll yang memperlihatkan pola alur rapat. (17) Transmigrasi dimana kawasan permukiman transmigrasi beserta pekarangan di sekitarnya. Kawasan pertanian atau perkebunan di sekitarnya yang teridentifikasi jelas sebaiknya dikelaskan menurut pertanian atau perkebunan. Kawasan transmigrasi yang telah berkembang sehingga polanya menjadi kurang teratur dikelaskan menjadi permukiman perdesaan. (18) Lahan terbuka dimana seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi (singkapan batuan puncak gunung, puncak bersalju, kawah vulkan, gosong pasir, pasir pantai, endapan sungai), dan lahan terbuka bekas kebakaran. Kenampakan lahan terbuka untuk pertambangan dikelaskan pertambangan, sedangkan lahan terbuka bekas pembersihan lahan/ land clearing dimasukkan kelas lahan terbuka. Lahan terbuka dalam kerangka rotasi tanam sawah/ tambak tetap dikelaskan sawah/ tambak. (19) Pertambangan dimana lahan terbuka yang digunakan untuk aktivitas pertambangan terbuka open pit (spt.: batubara, timah, tembaga dll.), serta lahan pertambangan tertutup skala besar yang dapat diidentifikasikan dari citra berdasar asosiasi kenampakan objeknya, termasuk tailing ground (penimbunan limbah penambangan). Lahan pertambangan tertutup skala kecil atau yang tidak teridentifikasi dikelaskan menurut penampakan permukaannya. (20) Tubuh air dimana semua kenampakan perairan, termasuk laut, sungai, danau, waduk, terumbu karang, padang lamun dll. Kenampakan tambak, sawah dan rawa-rawa telah digolongkan tersendiri (21) Rawa dimana kenampakan lahan rawa yang sudah tidak berhutan. (22) Awan dimana kenampakan awan yang menutupi lahan suatu kawasan dengan ukuran lebih dari 4 cm 2 pada skala penyajian. Jika liputan awan tipis masih memperlihatkan kenampakan di bawahnya dan memungkinkan ditafsir tetap didelineasi. (23) Bandara/ pelabuhan dimana kenampakan bandara dan pelabuhan yang berukuran besar dan memungkinkan untuk didelineasi tersendiri.

23 9 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Kalimantan Timur, dilakukan pada bulan Maret sampai dengan bulan Desember Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini. Gambar 2 Lokasi penelitian Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan sekunder. Data sekunder berupa data spasial atau peta dan data Tabel yang digunakan dalam penelitian antara lain berupa: peta administrasi Provinsi Kalimantan Timur, peta kawasan hutan, peta RTRWP Provinsi Kalimantan Timur tahun 2015 sampai dengan tahun 2025, peta penutupan lahan, peta penggunaaan dan pemanfaatan lahan, peta hasil skoring, dan data statistik Provinsi Kalimantan

24 10 Timur (produksi perkebunan, produksi kehutanan, dan produksi padi serta tanaman pangan lainnya). Sedangkan alat yang digunakan antara lain: ATK, komputer, serta Software Arc Gis 10.2, MS Office Data spasial yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada Tabel 1 dan data tabel disajikan pada Tabel 2. Tabel 1 Data spasial yang digunakan No Jenis Data Skala Sumber Keterangan 1. Peta administrasi Provinsi Kalimantan Timur 2. Peta RTRW Provinsi Kalimantan Timur tahun 2016 sampai dengan tahun Peta penutupan lahan : BIG/ Bappeda Provinsi/ lainnya 1 : Bappeda Provinsi/ lainnya 1 : IPSDH (KLHK)/ lainnya 4. Peta hasil skoring 1 : KLHK atau BIG atau BPN atau Puslit Tanah Kementan atau lainnya 5 Peta kawasan hutan Provinsi Kalimantan Timur 6 Peta sebaran IUPHHK di Provinsi Kalimantan Timur 7 Peta sebaran Izin Usaha Perkebunan di Provinsi Kalimantan Timur 8 Peta sebaran Izin Pertambangan di Provinsi Kalimantan Timur 1 : KLHK/ lainnya 1 : KLHK/ lainnya 1 : BIG/ Bappeda/ lainnya 1 : BIG/ Bappeda/ lainnya Untuk mengetahui batas wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Timur Untuk mengetahui luasan penggunaan lahan menurut perencanaan tata ruang Untuk mengetahui penutupan lahan Untuk mengetahui hasil skoring Untuk mengetahui informasi kawasan hutan Untuk mengetahui sebaran IUPHHK Untuk mengetahui sebaran lokasi perkebunan Untuk mengetahui sebaran lokasi pertambangan Tabel 2 Data sekunder yang digunakan No. Jenis data Sumber 1. Data jumlah penduduk (N) Data hasil sensus penduduk BPS dalam buku daerah dalam angka Provinsi Kalimantan Timur tahun Data produksi padi/beras Daerah dalam angka (DDA)

25 11 Tabel 2 Lanjutan No. Jenis data 3. Data produksi non padi Sumber Data hortikultura dan data perkebunan di dinas terkait 4. Harga beras (Hb) Statistik harga produsen (harga di tingkat petani atau di lokasi sumber komoditi) 5. Harga (Hi) Statistik harga produsen Metode Analisis Data Penelitian dilakukan dalam lima tahapan yaitu tahap persiapan, pengumpulan data, tabulasi analisis data, interpretasi hasil dan rekomendasi, serta penyusunan tesis. Penjelasan lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3 Teknik dan analisis data No. Teknik analisis data Keterangan 1. Persiapan Pengecekan kembali data spasial dan data sekunder 2. Pengumpulan data Data yang tersedia dikumpulkan sebelum diolah 3. Tabulasi dan analisis data Analisis terhadap ketersediaan dan kebutuhan lahan 4. Interpretasi hasil dan Menyusun rekomendasi usulan rekomendasi perubahan 5 Penyusunan tesis Mengumpulkan hasil sesuai tahapan di atas dan menyusun menjadi tesis. 1. Penentuan Ketersediaan dan Kebutuhan Lahan Dengan menggunakan analisis ini dapat diketahui gambaran umum mengenai daya dukung lahan suatu wilayah dalam keadaan surplus atau defisit. Keadaan surplus menunjukkan bahwa ketersediaan lahan di Kalimantan Timur masih dapat mencukupi kebutuhan akan produksi hayati di wilayah Kalimantan Timur, sedangkan keadaan defisit menunjukkan bahwa ketersediaan lahan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan akan produksi hayati di Provinsi Kalimantan Timur. Pendekatan Perhitungan Penentuan daya dukung lahan dilakukan dengan membandingkan ketersediaan dan kebutuhan lahan (KLH 2009). Ketersediaan lahan ditentukan

26 12 berdasarkan dari total produksi aktual Provinsi Kalimantan Timur dari setiap komoditas. Untuk penjumlahan ini digunakan harga sebagai faktor konversi karena setiap komoditas memiliki satuan yang beragam. Sementara itu kebutuhan lahan dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak. a) Analisis Ketersediaan Lahan Untuk mengetahui luas ketersediaan lahan maka dilakukan perhitungan dengan tahapan sebagai berikut: Penghitungan Ketersediaan lahan Rumus: SL = Σ (Pi x Hi) Hb X 1 Ptvb Keterangan: SL = ketersediaan lahan (ha) Pt = produksi aktual tiap jenis komoditi (satuan tergantung kepada jenis komoditi), komoditas yang diperhitungkan meliputi pertanian, perkebunan, dan kehutanan) Hi = harga satuan tiap jenis komoditas (Rp/satuan) di tingkat produsen. Hb = harga satuan beras (Rp/kg) di tingkat produsen. Ptvb = produktivitas beras (kg/ha) Dalam perhitungan ini, faktor konversi yang digunakan untuk menyetarakan produk non beras dengan beras adalah harga. Contoh perhitungan nilai produksi total disajikan pada Tabel 4. (1) Tabel 4. Contoh perhitungan nilai produksi total No. Komoditas Produksi (Pt) 1. Padi dan palawija, antara lain: a. Padi b. Jagung 2. Perkebunan a. Kelapa b. Kopi c. Kelapa sawit 3. Kehutanan a. Kayu b. Non kayu Harga satuan (Hi) Nilai produksi (Pi X Hi)

27 13 b) Analisis Kebutuhan Lahan Perhitungan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: Penghitungan Kebutuhan lahan saat ini Rumus DL = N x KHLL (2) Keterangan: DL = total kebutuhan lahan setara beras (ha) N = jumlah penduduk saat ini (orang) N20 = jumlah penduduk 20 tahun yang akan datang (orang) KHLL = luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk: a. Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk merupakan kebutuhan hidup layak per penduduk dibagi produktifitas beras lokal. b. Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara beras/kapita/tahun. c. Daerah yang tidak memiliki produktivitas beras lokal, dapat menggunakan data rata-rata produktivitas beras nasional sebesar 2400 kg/ha/tahun. Untuk mengetahui status daya dukung lahan pada kurun waktu 20 tahun yang akan datang diperlukan data laju pertumbuhan penduduk yang diperoleh dari data kependudukan saat guna memproyeksi jumlah penduduk pada 20 tahun yang akan datang. Proyeksi jumlah penduduk ini akan dihitung dengan rumus: Penentuan Perkiraan Jumlah Penduduk pada Tahun ke-t P n= P 0 (1 + r) n (3) Keterangan: Pn = penduduk pada tahun ke n (20) P0 = penduduk pada tahun awal 1 = angka konstansta r = angka pertumbuhan penduduk (dalam persen) n = jumlah rentang waktu dari awal hingga tahun ke n (20) c) Penentuan Status Daya Dukung Lahan Status daya dukung lahan diperoleh dari pembandingan antara ketersediaan lahan ( SL ) dan kebutuhan lahan (DL). Bila SL > DL, daya dukung lahan dinyatakan surplus. Bila SL < DL, daya dukung lahan dinyatakan defisit atau terlampaui. 2. Penentuan Wilayah yang Menjadi Prioritas Peningkatan Produktifitas Lahan Dalam menentukan wilayah yang menjadi prioritas peningkatan produktifitas lahan dilakukan pemetaan terhadap sektor pemanfaatan kawasan hutan (IUPHHK)

28 14 dan sektor perkebunan untuk mengetahui status lahan di Kalimantan Timur dan persentase lahan yang telah digunakan sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan dan selanjutnya dilakukan analisis pola penutupan lahannya. Berikut langkah penentuan peruntukan dan penutupan lahan: 1. Menyiapkan peta dan layer sebagai berikut: a. Peta administrasi skala 1 : b. Peta RTRWP skala 1 : c. Peta kawasan hutan skala 1 : d. Peta sebaran IUPHHK skala 1 : e. Peta sebaran izin perkebunan skala 1 : f. Peta penutupan lahan skala 1 : Kemudian dilakukan operasi tumpang tindih (overlay) dan operasi query dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan tahapan: a. Overlay semua layer yang digunakan. b. Identifikasi dilakukan menggunakan analisis query menggunakan kriteria dan indikator untuk menentukan hasil yang diinginkan. 3. Dari hasil analisis ini dapat diketahui: a. Peruntukan dan luas peruntukan, pemanfaatan, dan penggunaan lahan. b. Persentase luas tutupan lahan. c. Persentase produktivitas kawasan. d. Luas wilayah yang dianggap tidak produktif/efisien dalam pemanfaatannya. Penentuan wilayah yang menjadi prioritas peningkatan produktifitas lahan secara skematis sebagaimana tercantum pada Gambar 3 di bawah ini. Kalimantan Timur IUPHHK Perkebunan Penutupan lahan Produktif Tidak produktif Tidak produktif Produktif Peningkatan produktifitas Gambar 3 Skematis penentuan wilayah yang menjadi prioritas peningkatan produktifitas lahan

29 3. Penentuan Wilayah Kawasan Hutan yang Dapat Diusulkan Dalam Perubahan Kawasan Hutan Analisis spasial dilakukan dengan tahapan input data yaitu memasukkan layer yang akan digunakan, data-data digital, dll. Tahapan selanjutnya dilakukan penyelarasan data dimana pada tahapan ini dilakukan antara lain pembahasan format serta transformasi koordinat dan tahapan terakhir dilakukan analisis data. Pada tahapan analisis data dilakukan analisis biofisik, overlay, query, dll dengan menggunakan kriteria regulasi, biofisik, RTRWP, kawasan hutan, dan peta rawan bencana. Analisis data biofisik usulan perubahan kawasan hutan meliputi: penutupan lahan, penggunaan dan pemanfaatan lahan, dan analisis skoring lahan (perpaduan antara jenis tanah, curah hujan, serta kelerengan) serta ketentuan yang mengatur tentang kawasan hutan untuk selanjutnya dilakukan deliniasi dan identifikasi. Penentuan wilayah yang dapat diusulkan dalam perubahan kawasan hutan secara skematis sebagaimana tercantum pada Gambar 4 di bawah ini. 15 Kawasan Hutan Kalimantan Timur Peta IUPHHK Peta Perkebunan Peta Pertambangan Analisis SIG Areal yang tidak dibebani Izin Kriteria : 1. Regulasi 2. Biofisik 3. Rawan bencana 4. Kawasan Lindung RTRWP 5. KSA/KPA dan HL Wilayah yang dapat diusulkan dalam perubahan kawasan hutan Gambar 4 Skematis penentuan wilayah yang dapat diusulkan dalam perubahan kawasan hutan

30 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Provinsi Kalimantan Timur Pada tahun 2012 sesuai dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara terjadi pemekaran wilayah di Provinsi Kalimantan Timur dimana saat ini Provinsi Kalimantan Timur (induk) terbagi menjadi 2 yaitu Provinsi Kalimantan Utara dan Provinsi Kalimantan Timur. Sesuai data Bappeda Provinsi Kalimantan Timur (sumber: diunduh 8 November 2016), Wilayah Provinsi Kalimantan Timur seluas ± ha secara geografis terletak antara 2º33 Lintang Utara (LU) dan 2º25 Lintang Selatan (LS), serta antara 113º44 dan 119º00 Bujur Timur (BT). Secara administratif, batas-batas wilayah Provinsi Kalimantan Timur adalah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Utara; Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Makassar/Laut Sulawesi; Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Selatan; Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Barat dan Negara Bagian Serawak (Malaysia). 1) Kawasan Hutan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.718/Menhut-II/2014 tanggal 29 Agustus 2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Utara dengan luas sebagai berikut: a. Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (KSA/KPA): ± ha. b. Kawasan Hutan Lindung (HL): ± ha. c. Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT): ± ha. d. Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP): ± ha. e. Kawasan Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK): ± ha. Jumlah luas kawasan hutan: ± ha f. Areal Penggunaan Lain (APL): ± ha. g. Tubuh air: ± ha Total luas lahan di Provinsi Kalimantan Timur: ± ha Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa luas kawasan hutan di Kalimantan Timur sebesar 65% dari seluruh luas lahan yang ada. Sebaran kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Timur adalah sebagaimana tergambar pada peta yang disajikan pada Gambar 5.

31 17 Gambar 5 Peta kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Timur 2) Penutupan Lahan Kondisi penutupan lahan di wilayah Kalimantan Timur (Tabel 5 dan Gambar 6), berupa hutan lahan kering sekunder. Namun demikian, dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya potensi hutan-hutan tersebut termasuk jumlah pohonnya sudah banyak berkurang karena sebagian besar sudah mengalami pembalakan. Hutan-hutan yang masih utuh dan belum mengalami pembalakan umumnya berada di wilayah pegunungan yaitu di wilayah Kalimantan Timur sebelah Barat. Kawasan hutan produksi yang seharusnya berupa kawasan hutan yang produktif pada kenyataannya di lapangan hanyalah berupa hutan-hutan sekunder ataupun semak belukar. Begitu pula kawasan hutan mangrove yang berlokasi di wilayah pesisir Kalimantan Timur, sebagian besar telah hilang dan berubah menjadi kawasan tambak. Berbeda dengan kondisi hutan yang umumnya masih baik di wilayah Kalimantan Timur bagian Utara dan Barat, seperti ditunjukan pada Gambar 6,

32 18 kondisi hutan di bagian timur wilayah Kalimantan Timur lebih banyak berupa hutan sekunder ataupun belukar. Awalnya, sekitar 3 (tiga) dekade yang silam, hutan-hutan di kawasan tersebut juga berupa hutan primer yang belum terjamah. Namun demikian karena bagian timur wilayah Kalimantan Timur ini merupakan wilayah pesisir, yang lambat laun berkembang menjadi sentra-sentra pemukiman bahkan perkotaan maka proses pembangunan yang berlangsung tak dapat dihindarkan akan menimbulkan gangguan terhadap keberadaan hutan di wilayah itu. Kawasan hutan yang telah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian termasuk perladangan mencapai luas ± hektar sedang yang digunakan untuk pemukiman baik pedesaan maupun perkotaan mencapai luas ± hektar. Gambar 6 Peta tutupan lahan di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Pola penutupan lahan menurut hasil analisis citra SPOT 6 pada tahun 2015 di wilayah Provinsi Kalimantan Timur didominasi oleh hutan lahan kering sekunder (33 %), belukar (22.66 %), dan hutan lahan kering primer (16.67%), pola penutupan lahan selengkapnya sebagaimana disajikan pada Tabel 5.

33 19 Tabel 5 Pola penutupan lahan di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Kode tutupan lahan Tutupan lahan Luas (± ha) 2001 Hutan lahan kering primer Hutan lahan kering sekunder Hutan mangrove primer Hutan rawa primer Hutan tanaman Belukar Perkebunan Pemukiman Tanah terbuka Badan air Hutan mangrove sekunder Hutan rawa sekunder Belukar rawa Pertanian lahan kering Pertanian lahan kering campur semak Sawah Tambak Bandara/ pelabuhan Transmigrasi Pertambangan Rawa Jumlah ) Populasi Penduduk Kalimantan Timur Jumlah penduduk Kalimantan Timur dari tahun ke tahun diproyeksikan mengalami kenaikan yang cukup berarti. Berdasarkan data (BPS 2016) diperoleh data proyeksi penduduk pada tahun 2013 dimana jumlah penduduk Kalimantan Timur adalah jiwa sedangkan pada tahun 2014 meningkat menjadi jiwa dan pada tahun 2015 jumlah penduduk diproyeksikan menjadi jiwa. Hal ini berarti bahwa dalam periode tersebut penduduk Kalimantan Timur telah bertambah rata-rata sekitar jiwa/tahun. Sebagaimana data dari BPS diketahui laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Kalimantan Timur adalah sebesar 2.24 % per tahun. Kondisi penduduk menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur secara rinci disajikan pada Tabel 6.

34 20 Tabel 6 Jumlah penduduk Kabupaten/ Kota di Provinsi Kalimantan Timur Wilayah Jumlah penduduk menurut Kab/Kota hasil proyeksi (jiwa) Paser Kutai Barat Kutai Kartanegara Kutai Timur Berau PPU Mahakam Ulu Balikpapan Samarinda Bontang Kalimantan Timur Sumber : BPS (2016) Sesuai data tersebut diketahui bahwa terjadi ketimpangan pola persebaran penduduk sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat kepadatan penduduk yang mencolok terutama antara daerah kabupaten dengan daerah kota. Penduduk Kota Samarinda dan Kota Balikpapan adalah sebanyak 41.7% dari total penduduk Kalimantan Timur. Data laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Kalimantan Timur secara rinci adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Kalimantan Timur No Kabupaten/Kota Penyebaran penduduk Laju pertumbuhan penduduk Paser Kutai Barat Kutai Kartanegara Kutai Timur Berau Penajam Paser Utara Mahakam Ulu Balikpapan Samarinda Bontang Sumber : BPS (2016) Jumlah

35 21 Kabupaten/Kota 4) Penggunaan Lahan a) Pertanian dan Perkebunan Pertanian Perkembangan luas panen, produksi padi serta hasil per hektar di Kalimantan Timur pada tahun 2015 berdasarkan data BPS (2016) diketahui mengalami penurunan dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya. Produksi padi tahun 2015 adalah sebanyak ribu ton Gabah Kering Giling (GKG), jumlah produksi ini mengalami penurunan sebanyak 17.8 ribu ton GKG (-4.17%) dibandingkan dengan produksi tahun Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya luas panen seluas 1.05 ribu hektar (-1.05 %) dan penurunan produktivitas sebesar 1.35 kuintal/ hektar (-3.17 %). Produktifitas padi berdasarkan luas panen dan produksi diketahui sebesar 4778 kg/ha Untuk produksi jagung diketahui pada tahun 2015 sebanyak 8.38 ribu ton pipilan kering atau mengalami kenaikan sebanyak 0.81 ribu ton (10.73 %) dibandingkan tahun Kenaikan produksi terjadi karena kenaikan produktivitas sebesar 9.98 kuintal/hektar (37.89 %), meskipun terjadi penurunan luas panen seluas 566 hektar (-19.7%). Sementara produksi kedelai pada tahun 2015 dietahui sebanyak 1.52 ribu ton biji kering atau mengalami kenaikan sebanyak 0.39 ribu ton (34.66 %) dibandingkan tahun Peningkatan produksi kedelai terjadi karena kenaikan luas panen seluas 179 hektar (23.31 %) dan kenaikan produktivitas sebesar 1.35 kuintal/hektar (9.19 %). Data produksi padi, jagung, dan kedelai adalah sebagaimana tercantum pada Tabel 8. Tabel 8 Perkembangan produksi padi, jagung, kedelai menurut Kabupaten/ Kota Tahun 2014 sampai dengan tahun 2015 (dalam ton) Padi Jagung Kedelai Absolut (%) Absolut (%) Absolut (%) 1. Paser Kutai Barat Kutai Kartanegara Kutai Timur Berau Penajam Paser Utara Mahakam Ulu Balikpapan Samarinda Bontang

36 22 Tabel 8 Lanjutan Kabupaten/Kota Padi Jagung Kedelai Absolut (%) Absolut (%) Absolut (%) K A L T I M Keterangan: Kualitas produksi padi adalah gabah kering giling (GKG) Kualitas produksi jagung adalah pipilan kering Kualitas produksi kedelai adalah biji kering Perkembangan tanaman jenis sayur sayuran juga sangat berfluktuasi namun sebagian besar mengalami kenaikan, baik dalam hal produksi total maupun produksi per hektarnya. Menurut data dari Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Timur tahun 2015 jenis tanaman sayuran yang terbanyak dihasilkan adalah tomat, terong, cabe, dan ketimun. Berdasarkan data BPS tahun 2016, produksi tanaman sayuran tahun 2015 adalah tomat sebanyak ton, terong sebanyak ton, cabe sebanyak ton, dan ketimun sebanyak ton. Perkebunan Jenis-jenis tanaman perkebunan yang dikembangkan di Kalimantan Timur berdasarkan data dari Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Timur antara lain: karet, kelapa, dan kelapa sawit. Jenis usaha perkebunan ini terbagi menjadi perkebunan besar pemerintah, perkebunan besar swasta dan perkebunan rakyat. Areal perkebunan di Kalimantan Timur secara keseluruhan pada tahun 2014 adalah ha dengan produksi ton. Wilayah terbesar dari luas areal perkebunan ditanami kelapa sawit. Sesuai data dari BPS tahun 2016 produksi kelapa sawit mencapai ton dari luas tanaman ha dan pada tahun 2015 produksi kelapa sawit meningkat menjadi ton. Produksi terbesar kedua adalah perkebunan karet sebesar ton dari luas tanaman ha dan pada tahun 2015 produksi karet meningkat menjadi ton dan kopi 399 ton. Data produksi perkebunan adalah sebagaimana tercantum pada Tabel 9. Tabel 9 Produksi perkebunan menurut jenis tanaman dan Kabupaten/Kota (ton) Kabupaten/Kota Karet Kelapa Kopi Lada Kakao Klp sawit Lain-lain Jumlah 1 Paser Kutai Barat Kutai Kartanegara Kutai Timur Berau Penajam Paser Utara Mahakam Ulu

37 23 Tabel 9 Lanjutan Kabupaten/Kota Karet Kelapa Kopi Lada Kakao Klp sawit Lain-lain Jumlah 8 Samarinda Balikpapan Bontang Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Sumber : BPS (2016) Perkebunan kelapa sawit mendominasi semua jenis usaha perkebunan, baik yang berupa perkebunan besar pemerintah, perkebunan besar swasta maupun perkebunan rakyat. Dari tahun ke tahun luas perkebunan kelapa sawit selalu meningkat, sejalan dengan program gubernur dalam upaya meluncurkan program "satu juta hektar kelapa sawit" sehingga area pabrik akan meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil input data izin perkebunan di Kalimantan Timur diketahui terdapat 200 izin terkait perkebunan dengan luas ± ha dengan luas ratarata ha. Daftar dari seluruh izin perkebunan tersebut disajikan pada Lampiran 1 dengan peta sebaran sebagaimana ditampilkan pada Gambar 7.

38 24 Gambar 7 Lokasi sebaran izin perkebunan di Provinsi Kalimantan Timur Pola dan luas penutupan lahan perkebunan di Provinsi Kalimantan Timur memiliki beragam variasi dengan pola penutupan lahan didominasi oleh perkebunan, belukar, hutan lahan kering sekunder, belukar rawa, dan tanah terbuka. Pola dan luas penutupan lahan dimaksud adalah sebagaimana tercantum pada Tabel 10. Tabel 10 Pola penutupan lahan pada areal perkebunan di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Kode tutupan lahan Tutupan lahan Luas (± ha) 2001 Hutan lahan kering primer Hutan lahan kering sekunder Hutan mangrove primer Hutan rawa primer Hutan tanaman

39 25 Tabel 10 Lanjutan Kode tutupan lahan Tutupan lahan Luas (± ha) 2007 Belukar Perkebunan Pemukiman Tanah terbuka Badan air Hutan mangrove sekunder Hutan rawa sekunder Belukar rawa Pertanian lahan kering Pertanian lahan kering campur Sawah Tambak Bandara/ pelabuhan Transmigrasi Pertambangan Rawa Jumlah b) Pemanfaatan Hutan Jenis-jenis produksi kayu bundar berdasarkan data dari BPS tahun 2016 antara lain: kelompok meranti, kelompok kayu indah, kelompok rimba campur dan lainlain. Pada tahun 2015 diketahui produksi terbesar adalah produksi kayu bundar jenis lain-lain sebanyak m 3 yang berasal dari TPTI dan IPK. Produksi terbesar kedua adalah kelompok meranti sebanyak m 3. Produksi terbesar ketiga adalah kelompok kayu indah sebanyak m 3 dan terakhir kelompok rimba campur sebanyak m 3. Data produksi kayu bundar tahun 2015 adalah sebagaimana tercantum pada Tabel 11. Tabel 11 Produksi kayu bundar menurut jenis kayu (M³) tahun No Jenis Kayu TPTI IPK TPTI IPK TPTI IPK Kelompok meranti Kelompok kayu indah Kelompok rimba Campuran Lainnya

40 26 Tabel 11 Lanjutan No Jenis Kayu TPTI IPK TPTI IPK TPTI IPK Jumlah Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Kalimatan Timur Tahun 2016 Berdasarkan Peta Kawasan Hutan dan Perairan, kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Timur adalah ± ha. Luas kawasan hutan yang sudah dibebani izin pemanfaatan hutan dapat dirinci sebagai berikut : - IUPHHK-Hutan Alam (HA) sebanyak 67 unit seluas ± ha dengan peta sebaran sebagaimana Gambar 8. - IUPHHK-Hutan Tanaman Industri (HTI) sebanyak 50 unit seluas ± ha dengan peta sebaran sebagaimana Gambar 9. - IUPHHK-Restorasi Ekosistem (RE) sebanyak 1 unit seluas ± ha dengan peta lokasi sebagaimana Gambar 10. Dari data tersebut diketahui izin pemanfaatan hutan di Provinsi Kalimantan Timur adalah sebanyak 118 unit seluas ± ha. Data pemegang izin IUPHHK selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4.

41 Gambar 8 Peta sebaran lokasi IUPHHK-HA di Provinsi Kalimantan Timur 27

42 28 Gambar 9 Peta sebaran IUPHHK-HTI di Provinsi Kalimantan Timur

43 29 Gambar 10 Peta sebaran IUPHHK-RE di Provinsi Kalimantan Timur Sementara pola dan luas penutupan lahan pada areal IUPHHK di Provinsi Kalimantan Timur adalah sebagaimana tersaji pada Tabel 12. Tabel 12 Pola penutupan lahan pada areal IUPHHK Kode tutupan lahan Tutupan lahan Luas (±ha) 2001 Hutan lahan kering primer Hutan lahan kering sekunder Hutan mangrove primer Hutan rawa primer Hutan tanaman Belukar Perkebunan Pemukiman Tanah terbuka

44 30 Tabel 12 Lanjutan Kode tutupan lahan Tutupan lahan Luas (±ha) 5001 Badan air Hutan mangrove sekunder Hutan rawa sekunder Belukar rawa Pertanian lahan kering Pertanian lahan kering campur Sawah Tambak Transmigrasi Pertambangan Rawa Jumlah c) Pertambangan Izin pertambangan di Kalimantan Timur sampai saat ini telah diberikan kepada unit perusahaan dengan luas keseluruhan ± ha dan luas rata-rata ha. Daftar nama pemegang izin pertambangan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5 dengan peta sebarannya sebagaimana Gambar 11.

45 31 Gambar 11 Peta sebaran izin pertambangan di Provinsi Kalimantan Timur B. Ketersediaan dan Kebutuhan Lahan di Provinsi Kalimantan Timur Ketersediaan lahan dihitung berdasarkan harga satuan tiap jenis komoditas. Harga satuan komoditas di Provinsi Kalimantan Timur adalah sebagaimana tercantum pada Tabel 13. Tabel 13 Harga satuan komoditas di Provinsi Kalimantan Timur No. Komoditas Harga satuan (Hi) Rupiah Keterangan 1. Tanaman pangan a. Padi [BPS 2017] b. Jagung (sumber: c. Kedelai diunduh 4 Februari 2017) 2. Perkebunan a. Karet (sumber:

46 32 Tabel 13 Lanjutan No. Komoditas Harga satuan (Hi) Rupiah Keterangan harga-karet-anjlok-ini-solusi-diberikanhetifah.html diunduh 4 Februari 2017) b. Kopi (sumber: harga-bagus-kopi-kaltim-malahtergerus.html, diunduh 4 Februati 2017) c. Kelapa sawit (sumber: html, diunduh 4 Februari 2017) 3 Kehutanan a. Kelompok meranti b. Kelompok kayu indah c. Kelompok rimba campur d. Lainnya [Kemendag 2012] [Kemendag 2012] [Kemendag 2012] [Kemendag 2012] Berdasarkan produksi aktual tiap jenis komoditas dan harga satuan komoditas dimaksud, maka diperoleh nilai produksi tiap jenis komoditas. Hasil perhitungan dan pengolahan data selengkapnya sebagaimana disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Hasil perhitungan dan pengolahan data No. Komoditas Produksi (Pt) kg Harga satuan (Hi) Rupiah Nilai produksi (Pi X Hi) Rupiah 1. Tanaman pangan a. Padi b. Jagung c. Kedelai Perkebunan a. Karet b. Kopi c. Kelapa sawit Kehutanan a. Kelompok meranti , b. Kelompok kayu indah c. Kelompok rimba campur d. Lainnya Jumlah

47 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009 menyatakan kebutuhan hidup layak adalah luas lahan yg dibutuhkan utk menghasilkan 1000 kg beras/kapita/th. Konsumsi beras penduduk Indonesia per kapita berdasarkan Data Statistik Ketahanan Pangan Kementan tahun 2012 adalah 102,78 kg/th. Produksi padi kg GKG atau kg setelah dikonversi dengan angka 62.74% (sumber: pertanian.go.id/epublikasi/outlook/2013/outlook%20tanaman%20pang AN/outlook_padi_2013/files/asset/basic-html/page54.html, diunduh tanggal 23 Maret 2017). Produktifitas padi tahun 2015 di Provinsi Kalimantan Timur sesuai data BPS tahun 2016 diketahui sebesar adalah 4778 kg/ha dengan harga beras di tingkat petani adalah Rp per kg sehingga kebutuhan hidup layak lahan perkapita adalah adalah seluas 1000/4778 = ha. Selanjutnya berdasarkan data BPS juga dapat diketahui jumlah penduduk di Kalimantan Timur pada tahun 2015 adalah sebesar jiwa, sehingga total kebutuhan hidup layak lahan di Kalimantan Timur adalah ,209 = ha. Pertumbuhan penduduk di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2015 berdasarkan data adalah 2.24 persen/ tahun (BPS 2016). Sementara berdasarkan perhitungan diketahui ketersediaan lahan Sl = Σ (Pi x Hi) 1 X = / / 4778 = ha, dengan Hb Ptvb demikian terdapat surplus kebutuhan lahan seluas ha. Proyeksi hingga 20 tahun yang akan datang, jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Timur dengan pertumbuhan penduduk sebesar 2.24%/tahun adalah sebesar jiwa yang berarti kebutuhan lahan untuk hidup layak adalah sebesar ha. Dengan demikian status kebutuhan lahan di Provinsi Kalimantan Timur agar dapat hidup layak adalah surplus seluas Ha. Perkiraan ketersediaan lahan dan kebutuhan lahan hingga 20 tahun yang akan datang selengkapnya disajikan sebagaimana Tabel 15. Tabel 15 Perkiraan kebutuhan lahan di Provinsi Kalimantan Timur sampai dengan 20 tahun yang akan datang Tahun Jumlah penduduk Ketersediaan lahan Kebutuhan lahan Status Surplus Surplus Surplus Surplus Surplus Surplus Surplus Surplus Surplus Surplus Surplus Surplus Surplus Surplus 33

48 34 Tabel 15 lanjutan Tahun Jumlah penduduk Ketersediaan lahan Kebutuhan lahan Status Surplus Surplus Surplus Surplus Surplus Surplus C. Areal yang Menjadi Prioritas Peningkatan Produktifitas Lahan APL di Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.718/Menhut-II/2014 adalah seluas ± ha. Berdasar data juga diketahui terdapat izin perkebunan seluas total ± ha. Dari seluas hampir 2 juta hektar tersebut berdasarkan pola penutupan lahan diketahui bahwa masih terdapat pola penutupan lahan yang bukan perkebunan atau lahan tidak produktif yang masih berpotensi untuk dikembangkan yaitu: hutan lahan kering primer seluas ha, hutan lahan kering sekunder seluas ha, hutan mangrove primer seluas ha, hutan rawa kering seluas ha, hutan tanaman seluas ha, belukar seluas ha, tanah terbuka seluas ha, hutan mangrove sekunder seluas ha, hutan rawa sekunder ha, belukar rawa seluas ha, rawa seluas ha dengan jumlah total ha atau 63.6 %. Selain itu diketahui luas wilayah yang dibebani izin IUPHHK seluas ha dengan peta sebaran sebagaimana Gambar 12 dan berdasarkan pola penutupan lahan diketahui bahwa masih terdapat lahan tidak produktif di dalam areal IUPHHK tersebut yang masih berpotensi untuk dikembangkan yaitu : belukar seluas ha, tanah terbuka seluas ha, rawa seluas ha dan belukar rawa seluas ha dengan jumlah total ha atau %.

49 35 Gambar 12 Peta sebaran IUPHHK di Provinsi Kalimantan Timur Perbandingan pola penutupan lahan pada wilayah-wilayah yang merupakan areal IUPHHK dan areal perkebunan disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Perbandingan pola penutupan lahan areal IUPHHK dan Perkebunan IUPHHK Perkebunan Penutupan lahan Luas (ha) Penutupan lahan Luas (ha) Produktif Produktif Hutan lahan kering primer Perkebunan Hutan lahan kering sekunder Pertanian lahan kering campur Hutan mangrove primer 702 Jumlah Hutan rawa primer Tidak produktif Hutan tanaman Hutan lahan kering primer Hutan mangrove sekunder Hutan lahan kering sekunder Hutan rawa sekunder Hutan mangrove primer Jumlah Hutan rawa primer 1 370

50 36 Tabel 16 Lanjutan IUPHHK Perkebunan Penutupan lahan Luas (ha) Penutupan lahan Luas (ha) Tidak produktif Hutan tanaman Belukar Belukar Belukar rawa Tanah terbuka Tanah terbuka Hutan mangrove sekunder Rawa Hutan rawa sekunder Jumlah Belukar rawa Peruntukan lain Rawa Badan air Jumlah Perkebunan Peruntukan lain Pemukiman Pertanian lahan kering Pertanian lahan kering Pemukiman Pertanian lahan kering campur Badan air Sawah 96 Sawah 430 Tambak 161 Tambak Transmigrasi Bandara/ pelabuhan 7 Pertambangan Transmigrasi Jumlah Pertambangan Jumlah Menurut Hardjasoemantri (1989 dalam Moniaga 2011), untuk mengatasi penurunan daya dukung lahan dapat dilakukan antara lain dengan cara : 1). Konversi lahan, yaitu merubah jenis penggunaan lahan ke arah usaha yang lebih menguntungkan tetapi disesuaikan wilayahnya; 2). Intensifikasi lahan, dalam menggunakan teknologi baru dalam usaha tani; 3). Konservasi lahan, yaitu usaha untuk mencegah. Oleh karena itu mengingat luasan lahan-lahan tidak produktif dimaksud maka langkah selanjutnya adalah perlu dilakukan optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam yang sesuai dengan pola ruangnya dengan melibatkan berbagai pihak secara terpadu. Upaya optimalisasi itu antara lain dapat dilakukan dengan cara: (1) Tukar menukar kawasan hutan (TMKH) yaitu dengan menukar areal-areal perkebunan yang masih berhutan dengan areal kawasan hutan yang tidak produktif. (2) Evaluasi terhadap izin-izin yang dianggap tidak produktif (3) Upaya meningkatkan hasil-hasil produksi dengan cara intensifikasi, diversifikasi, mekanisasi, rehabilitasi, serta ekstensifikasi. D. Wilayah Kawasan Hutan yang Dapat Diusulkan Dalam Perubahan Kawasan Hutan Apabila sesuai dengan analisis kebutuhan lahan, ternyata diketahui bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur masih memerlukan tambahan lahan pasca

51 perhitungan kebutuhan lahan di atas dan telah dilakukan pengoptimalan lahan-lahan tidak produktif yang ada maka usulan perubahan kawasan hutan tidak dapat dihindari dan dapat dilakukan dengan analisis spasial lebih lanjut setelah dengan terlebih dahulu menetapkan berbagai kriteria sesuai dengan peraturan perundangundangan, kondisi fisik, yuridis dan sosial budaya faktual di lapangan. Peraturanperaturan yang berlaku yang digunakan sebagai landasan dalam menentukan kriteria dan menganalisis secara spasial adalah: a. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Setneg 2008). b. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Kehutanan (Setneg 2004). c. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam d. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan e. Peraturan Pemerintah Nomor. 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan f. Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (Setneg 1990). g. Keputusan Menteri Pertanian Nomor SK.837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung (Kementan 1980). Kriteria yang diturunkan dari peraturan dan yang dibangun didasarkan pada pertimbangan teknis dan ilmiah perlindungan sumber daya alam yang obyektif yang lebih dahulu diterjemahkan menjadi informasi spasial baru untuk selanjutnya dilakukan analisis spasial dengan GIS. Beberapa regulasi yang digunakan sebagai dasar kriteria dimaksud disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 Kriteria yang digunakan dalam analisis spasial usulan perubahan kawasan dalam revisi RTRWP No Jenis Kriteria Indikator 1 Kriteria berdasarkan peraturan perundangan (UU, PP, Keppres, Peraturan Menteri, Perda) Kepastian status yuridis perizinan yang telah ada Keberadaan izin-izin yang telah terbit untuk tidak diusulkan dalam usulan perubahan kawasan hutan dalam revisi RTRWP 2 Kriteria berdasarkan biofisik Kriteria penetapan fungsi kawasan hutan a. Penetapan fungsi kawasan hutan (skoring, ketinggian, kelerengan, jenis tanah) 1. HL : Skor 175, Kelerengan 40%, Jenis Tanah Lithosol, Lathosol, Regosol, Renzina, Ketinggian 2000 mdpl, Tanah sangat peka erosi dengan lereng lapangan 15 %, Daerah Resapan Air, Daerah Perlindungan Pantai, Kedalaman gambut 3 m 2. HPT: Skor HP: Skor < HPK: Skor <

52 38 Tabel 17 Lanjutan No Jenis Kriteria Indikator b. Penetapan KSA/KPA (UU 5/90, PP68/98) RTRWP. Kawasan hutan Konservasi tidak diusulkan dalam usulan perubahan kawasan hutan dalam revisi c. PP.104 Tahun Areal berhutan tidak diusulkan dalam usulan 2015 perubahan kawasan hutan dalam revisi. 3 Kawasan lindung dan kawasan hutan lindung Kawasan Lindung menurut RTRWP (Kawasan Konservasi dan Kawasan Hutan Lindung) tidak diusulkan dalam usulan perubahan kawasan hutan dalam revisi RTRWP. 4 Kriteria berdasarkan kerawanan bencana (Peta BNPB) Kawasan hutan yang berada pada daerah rawan bencana yang tinggi tidak diusulkan dalam usulan perubahan kawasan hutan dalam revisi RTRWP. Gambar 13 Peta Indeks Rawan Bencana di Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur sesuai hasil analisis spasial diketahui masih memiliki lahan potensial yang bebas dari perizinan seluas ha. Dari luas tersebut ha berada pada kawasan hutan dengan berbagai fungsi dan sisanya seluas ha berada pada APL.

53 Kode tutupan lahan Lokasi yang bebas dari perizinan dimaksud tersebar pada 10 (sepuluh) Kabupaten/ Kota yaitu Kota Balikpapan seluas ha, Kabupaten Berau seluas ha, Kota Bontang seluas ha, Kabupaten Kutai Barat seluas ha, Kabupaten Kutai Kartanegara seluas ha, Kabupaten Kutai Timur seluas ha, Kabupaten Mahulu seluas ha, Kabupaten Paser seluas ha, Kabupaten Penajam Paser Utara seluas ha, dan Kota Samarinda seluas ha. Lokasi dan pola penutupan lahan yang bebas perizinan secara lebih lengkap tersaji sebagaimana Tabel 18 dan Gambar 14. Tabel 18 Pola penutupan lahan pada areal bebas perizinan di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tutupan lahan Fungsi kawasan hutan KSA/KPA HL HPT HP HPK APL 39 Tubuh Air Jumlah 2001 Hutan lahan kering primer Hutan lahan kering sekunder Hutan mangrove primer 2005 Hutan rawa primer Hutan tanaman Belukar Perkebunan Pemukiman Tanah terbuka Badan air Hutan mangrove sekunder Hutan rawa sekunder Belukar rawa Pertanian lahan kering Pertanian lahan kering campur Sawah Tambak Bandara/ pelabuhan Transmigrasi Pertambangan Rawa Jumlah

54 40 Gambar 14 Peta areal bebas perizinan di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Usulan perubahan kawasan hutan mengacu kepada kriteria yang digunakan dalam analisis spasial usulan perubahan kawasan dalam revisi RTRWP sebagaimana Tabel 17 di atas, diperkenankan pada: 1. Kawasan hutan yang tidak berfungsi kawasan hutan konservasi dan kawasan hutan yang tidak berfungsi kawasan hutan lindung sesuai SK. 718/Menhut- II/2014. Pasal 19 UU No. 41/1999 menyebutkan bahwa (1) Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh Pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu, (2) Perubahan peruntukan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Perubahan peruntukan kawasan hutan pada Kawasan Hutan Konservasi (KSA/KPA) dan Hutan Lindung (HL), mempunyai nilai strategis yang perlu mendapat perhatian karena dapat menimbulkan isu konservasi dan lingkungan baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. 2. Kawasan hutan yang tidak berada pada kawasan lindung berdasarkan RTRWP (Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 Tahun 2016 tanggal

55 15 Februari 2016 tentang rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun ). 3. Kawasan hutan yang penutupan lahannya bukan hutan. Kawasan hutan yang masih berhutan dipertahankan sebagai kawasan hutan. Hal ini diperlukan untuk mempertahankan eksistensi hutan yang masih ada, mengingat kesulitan dan lamanya waktu yang diperlukan untuk terwujudnya ekosistem yang sama dengan hutan alam yang ada. 4. Kawasan hutan yang tidak berada pada kawasan rawan bencana yang tinggi (Peta indeks rawan bencana Provinsi Kalimantan Timur, Badan Nasional Penanggulangan Bencana sebagaimana Gambar 13) 5. Kawasan hutan yang nilai skoringnya < Kawasan hutan yang bebas perizinan. Hak-hak yang telah dimiliki oleh orang/pihak lain berdasarkan keputusan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau pihak yang berwenang tetap dihormati sampai ijin yang bersangkutan berakhir. Untuk itu, maka kawasan hutan yang telah diterbitkan perijinan dipertahankan fungsinya dan statusnya sampai dengan ijin berakhir. Setelah dilakukan analisis dengan kriteria di atas maka diperoleh hasil bahwa usulan perubahan kawasan hutan masih dapat dilakukan pada 8 kabupaten/ kota dengan luas total ± ha sebagaimana disajikan pada Tabel 19 dan Gambar 15. Tabel 19 Sebaran areal yang dapat diusulkan perubahannya tiap Kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur Kabupaten/Kota Fungsi kawasan hutan (ha) HPT HP HPK Jumlah (ha) Balikpapan Berau Bontang Kutai Barat Kutai Kartanegara Kutai Timur Paser Penajam Paser Utara Jumlah

56 42 Gambar 15 Peta sebaran kawasan hutan yang dapat diusulkan perubahannya 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang Optimasi Usulan Perubahan Kawasan Hutan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Timur, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kebutuhan lahan di Kalimantan Timur adalah seluas ha, sementara ketersediaan lahan adalah seluas ha dengan demikian status daya dukung lahan untuk saat ini surplus ha bahkan hingga 20 tahun yang akan datang masih surplus ha. 2. Wilayah yang menjadi prioritas dalam upaya peningkatan produktifitas lahan berada pada lahan-lahan tidak produktif dengan luas ha dimana ha atau 63.6% berada pada areal perkebunan dan ha atau 29.16% berada pada areal IUPHHK.

Journal of Env. Engineering & Waste Management, Vol. 2, No. 1, April 2017: 43-50

Journal of Env. Engineering & Waste Management, Vol. 2, No. 1, April 2017: 43-50 Journal of Env. Engineering & Waste Management, Vol. 2, No. 1, April 2017: 43-50 OPTIMASI USULAN PERUBAHAN KAWASAN HUTAN DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI (RTRWP) DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (Optimization

Lebih terperinci

Lampiran A. Kriteria (Deskripsi) Kelas Tutupan Hutan Penggunaan Lahan

Lampiran A. Kriteria (Deskripsi) Kelas Tutupan Hutan Penggunaan Lahan Lampiran A. Kriteria (Deskripsi) Kelas Tutupan Hutan Penggunaan Lahan No. Kelas 1 Hutan lahan kering primer dataran rendah 2 Hutan lahan kering primer pegunungan rendah 3 Hutan lahan kering sekunder dataran

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 KATA PENGANTAR Assalaamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Buku

Lebih terperinci

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Iman Santosa T. (isantosa@dephut.go.id) Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN oleh: Ruhyat Hardansyah (Kasubbid Hutan dan Hasil Hutan pada Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH) Kawasan Hutan Hutan setidaknya memiliki

Lebih terperinci

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN.. ix INTISARI... x ABSTRACK... xi I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2012 yang

Lebih terperinci

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003 BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai eknmi, eklgi dan ssial

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan

Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan 2007 Kerja sama Pusat Rencana dan Statistik Kehutanan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Pertanian, Badan Pusat Statistik Jakarta, 2007 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA

PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan PEMANTAUAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2015 DEFORESTASI INDONESIA TAHUN 2013-2014

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 1 Provinsi Kalimantan Timur 2014 REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan Lahan Aktual Berdasarkan hasil interpretasi citra satelit Landsat ETM 7+ tahun 2009, di Kabupaten Garut terdapat sembilan jenis pemanfaatan lahan aktual. Pemanfaatan lahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah harus dipandang sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.5 Tahun 1960). Penataan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial) UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)

Lebih terperinci

Gambar 22. Peta Kabupaten Kutai Timur

Gambar 22. Peta Kabupaten Kutai Timur 71 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Kabupaten Kutai Timur Kabupaten Kutai Timur terdiri atas 18 Kecamatan dengan luas wilayah 3.877.21 ha. Luas wilayah tersebut

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Samarinda, September 2015 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Samarinda, September 2015 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah menganugerahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga buku Statistik Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014 dapat kami susun dan sajikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia tiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan sensus penduduk, jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2015 mengalami

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM MENGAKSELERASI PROGRAM PANGAN BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Oleh: Anny Mulyani, Fahmuddin Agus, dan Subagyo Penggunaan Lahan Pertanian Dari total luas lahan Indonesia, tidak terrnasuk Maluku dan Papua (tidak

Lebih terperinci

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa tengah

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa tengah Kajian Hasil Inventarisasi LP2B Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa tengah Sub Direktorat Basis Data Lahan Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian 2014

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kepadatan Titik Panas Berdasarkan data titik panas yang terpantau dari satelit NOAA-AVHRR dapat diketahui bahwa selama rentang waktu dari tahun 2000 hingga tahun 2011, pada

Lebih terperinci

DR. H. AWANG FAROEK ISHAK Gubernur Kalimantan Timur

DR. H. AWANG FAROEK ISHAK Gubernur Kalimantan Timur RENCANA AKSI KEGIATAN KOORDINASI DAN SUPERVISI (KORSUP) ATAS GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI KALIMANTAN TIMUR DR. H. AWANG FAROEK ISHAK Gubernur

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN 4.. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten PPU secara geografis terletak pada posisi 6 o 9 3-6 o 56 35 Bujur Timur dan o 48 9 - o 36 37 Lintang

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU DEFORESTASI HUTAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS PROVINSI PAPUA)

ANALISIS LAJU DEFORESTASI HUTAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS PROVINSI PAPUA) ANALISIS LAJU DEFORESTASI HUTAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS PROVINSI PAPUA) La Ode Muh. Yazid Amsah 1, Drs. H. Samsu Arif, M.Si 2, Syamsuddin, S.Si, MT 2 Program Studi Geofisika Jurusan

Lebih terperinci

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng wiwifadly@gmail.com ABSTRAK Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah enganalisis dan

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdesaan (rural) didefenisikan sebagai wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

Luas dan Penggunaan Lahan Kabupaten Mamuju Tahun 2014

Luas dan Penggunaan Lahan Kabupaten Mamuju Tahun 2014 Luas dan Penggunaan Lahan Kabupaten Mamuju Tahun 2014 Nomor Katalog : 3311021.7604 Nomor Publikasi : 76043.1501 Ukuran Publikasi Jumlah Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan Oleh : 21,5 cm x 28,5 cm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. No.377, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN

Lebih terperinci

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Hasil Inventarisasi LP2B Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Sub Direktorat Basis Data Lahan Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian 2014

Lebih terperinci

ANALISA DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENYEDIAAN PANGAN DI WILAYAH JAWA TIMUR BAGIAN TENGAH

ANALISA DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENYEDIAAN PANGAN DI WILAYAH JAWA TIMUR BAGIAN TENGAH JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN 1412-6982 e-issn : 2443-3977 Volume 15 Nomor 1 Juni 2017 ANALISA DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENYEDIAAN PANGAN DI WILAYAH JAWA TIMUR BAGIAN TENGAH Bambang Hariyanto

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN 2016 Pembangunan Perikanan dan Kelautan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional Bandar Lampung, 17 Mei 2016 DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual Jabodetabek Tahun 2010 Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat 11 tipe penggunaan/penutupan lahan wilayah Jabodetabek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009 KATA PENGANTAR Kegiatan Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009 merupakan kerjasama antara Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

NERACA SUMBER DAYA HUTAN NASIONAL TAHUN 2013

NERACA SUMBER DAYA HUTAN NASIONAL TAHUN 2013 NERACA SUMBER DAYA HUTAN NASIONAL TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN 2014 Penyusun Penanggung Jawab : Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DATA BAB 3 PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai data dan langkah-langkah pengolahan datanya. Data yang digunakan meliputi karakteristik data land use dan land cover tahun 2005 dan tahun 2010.

Lebih terperinci

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 134, 2016 KEMENLH-KEHUTANAN. Dekonsentrasi. 34 Gubernur. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/MenLHK-Setjen/20152015

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2011 yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada lahan sagu yang ada di sekitar Danau Sentani dengan lokasi penelitian mencakup 5 distrik dan 16 kampung di Kabupaten Jayapura.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN SOLUSI PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN UNTUK KEGIATAN NON KEHUTANAN Disampaikan oleh : Kementerian

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI No.56/07/64/Th.XIX, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI TAHUN 2015 TURUN SEBESAR 4,17 PERSEN DARI PRODUKSI TAHUN 2014 A. PADI Produksi padi tahun 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TAHURA Bukit Soeharto merupakan salah satu kawasan konservasi yang terletak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara dengan luasan 61.850 ha. Undang-Undang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI ( Angka Sementara ) PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.23/03/64/Th.XIX, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI TAHUN DIPERKIRAKAN TURUN SEBESAR 4,17 PERSEN

Lebih terperinci

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011 disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011 Hutan : suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

ANALISIS PENUTUPAN LAHAN KAWASAN HUTAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI KRUENG ACEH PRA DAN PASCA TSUNAMI

ANALISIS PENUTUPAN LAHAN KAWASAN HUTAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI KRUENG ACEH PRA DAN PASCA TSUNAMI ANALISIS PENUTUPAN LAHAN KAWASAN HUTAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI KRUENG ACEH PRA DAN PASCA TSUNAMI Forest Land Cover Analysis of Krueng Aceh Watershed in Pre and Post-Tsunami Mahyuddin 1), Sugianto 2),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Samarinda, Juli 2016 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Samarinda, Juli 2016 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah menganugerahkan Rahmat dan Hidayah- Nya, sehingga buku Statistik Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2015 dapat kami susun dan sajikan.

Lebih terperinci

Magrobis Journal 41 EVALUASI PEMBANGUNAN BIDANG PERTANIAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2013 ABSTRAK BAB I. PENDAHULUAN

Magrobis Journal 41 EVALUASI PEMBANGUNAN BIDANG PERTANIAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2013 ABSTRAK BAB I. PENDAHULUAN Magrobis Journal 41 EVALUASI PEMBANGUNAN BIDANG PERTANIAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2013 Oleh : Thamrin 1), Sabran 2) dan Ince Raden 3) ABSTRAK Kegiatan pembangunan bidang pertanian di Kabupaten

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Produksi Tanaman Pangan Provinsi Papua Tahun 2015 (Berdasarkan Angka Ramalan II 2015)

Produksi Tanaman Pangan Provinsi Papua Tahun 2015 (Berdasarkan Angka Ramalan II 2015) No. 62 /11 /94 /Th. VII, 2 November Produksi Tanaman Pangan Provinsi Papua Tahun (Berdasarkan Angka Ramalan II ) A. PADI Produksi padi Provinsi Papua tahun diperkirakan mencapai 204.891 ton gabah kering

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Pada KEGIATAN PERLUASAN (PENCETAKAN) SAWAH DALAM PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN TAHUN ANGGARAN 2007-2009 Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Lebih terperinci

Penyusunan neraca spasial sumber daya alam - Bagian 3: Sumber daya lahan

Penyusunan neraca spasial sumber daya alam - Bagian 3: Sumber daya lahan Standar Nasional Indonesia Penyusunan neraca spasial sumber daya alam - Bagian 3: Sumber daya lahan ICS 01.020; 07.040 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

VISI KALTIM BANGKIT 2013

VISI KALTIM BANGKIT 2013 VISI KALTIM BANGKIT 2013 Mewujudkan Kaltim Sebagai Pusat Agroindustri Dan EnergiTerkemuka Menuju Masyarakat Adil Dan Sejahtera MENCIPTAKAN KALTIM YANG AMAN, DEMOKRATIS, DAN DAMAI DIDUKUNG PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR

IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR 4.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Rokan Hilir merupakan hasil pemekaran Kabupaten Bengkalis dengan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG TATA CARA INVENTARISASI DAN PENETAPAN FUNGSI EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perubahan Penutupan Lahan Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami perubahan kondisi pada waktu yang berbeda disebabkan oleh manusia (Lillesand dkk,

Lebih terperinci