MEKANISME DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM PROSES HUKUM SETELAH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 76/PUU-XII/2014
|
|
- Sonny Yuwono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 JURNAL ILMIAH MEKANISME DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM PROSES HUKUM SETELAH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 76/PUU-XII/2014 Oleh : TERESIA RISKY KURNIA ANGGIATI D1A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2016
2 MEKANISME DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM PROSES HUKUM SETELAH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 76/PUU-XII/2014 Oleh : TERESIA RISKY KURNIA ANGGIATI D1A Menyetujui, Mataram, 10 November 2016 Pembimbing Pertama, (Dr.Chrisdianto Eko Purnomo, SH.,MH) NIP
3 MEKANISME DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM PROSES HUKUM SETELAH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 76/PUU-XII/2014 TERESIA RISKY KURNIA ANGGIATI NIM. D1A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan mekanisme dan prosedur pemeriksaan anggota DPR dalam proses hukum serta arah pengaturannya sebelum dan setelah dikeluarkannya Putusan MK No. 76/PUU- XII/2014 guna memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan hukum di Indonesia pada umumnya dan Hukum Tata Negara pada khususnya. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan mekanisme dan prosedur pemeriksaan anggota DPR dalam proses hukum terus mengalami perubahan sampai dikeluarkannya Putusan MK No.76/PUU-XII/2014. Putusan MK mengubah pemberian izin pemeriksaan terhadap anggota DPR yang semula dipegang Mahkamah Kehormatan Dewan diubah menjadi Presiden yang dianggap bertentangan dengan asas equality before the law. Kata Kunci : pemeriksaan, izin, anggota DPR Mechanism and procedures examination of member parliament in a legal process after the Constitutional Court No. 76/PUU-XII/2014 ABSTRACT This research aims to know the setting mechanism and procedures examination of member parliament in a legal process and the direction of its arrangement before and after the issuance of the decide of the Constitutional Court No. 76/PUU-XII/2014 and direction setting mechanisms and procedures examination of members parliament after the promulgation of the verdict of the Constitutional Court in order to contribute to the development of legal thought in indonesia in General and legal governance countries in particular. the research method used was the normative research. The results of this study indicate that the arrangement of mechanisms and procedures for examination of members of Parliament in legal process continue to change until the issuance of Constitutional Court Decision No.76 / PUU-XII / The Constitutional Court's decision to change the grant of examination permission to the members of the People's Legislative Assembly which was originally held by the Council of Honor Council was changed to President which was considered to be contrary to the equality before the law principle. Keywords: investigation, permit, and member of Parliament
4 i PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 27 ayat (1) menjelaskan bahwa Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya, 1 prinsip ini lebih dikenal dengan asas equality before the law atau persamaan dihadapan hukum yang merupakan salah satu asas penting dalam negara hukum, dimana terdapat suatu kesetaraan dalam hukum pada setiap individu tanpa adanya pengecualian. Tidak ada kesemena-menaan yang dilakukan baik oleh penegak hukum maupun oleh pencari keadilan, sehingga melahirkan masyarakat sipil (civil society) di mana antar individu sebagai rakyat atau warga negara mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat di depan hukum. Penerapan asas persamaan dihadapan hukum mengenai mekanisme dan prosedur pemberian izin pemeriksaan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam proses hukum initidak berjalan sebagaimana mestinya Putusan Nomor 76/PUU-XII/2014 yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi mengenai mekanisme pemberian izin pemeriksaan anggota DPR dalam proses hukum melanggar prinsip non diskriminasi, MK justru memunculkan norma baru dalam proses pemeriksaan anggota legislatif, yaitu adanya persetujuan tertulis dari Presiden. Putusan yang dikeluarkan oleh MK ini juga menimbulkan kesan diskriminasi dimana anggota DPR diberi 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
5 ii keistimewaan, dengan mendapat perlakuan yang berbeda dari warga negara yang bukan pejabat negara, karna fungsi dan tugasnya yang memiliki risiko berbeda dengan warga negara lainnya. Putusan MK No.76/PUU-XII/2014 ini juga dianggap Inkonsisten dari putusan MK yang sebelumya yaitu Putusan MK No.73/PUU-IX/2011, dimana pada putusan sebelumnya MK menghapuskan kewajiban perlunya mendapat izin Presiden dalam pemeriksaan Kepala Daerah, karna dianggap bertentangan dengan Equality Before The Law, namun dalam putusan No.76/PUU-XII/2014 ini MK memunculkan norma baru yaitu adanya keharusan mendapat izin dari Presiden, hal ini menyebabkan adanya ketidakharmonisan norma yang menyebabkan norma menjadi kabur, sehingga tidak adanya kepastian hukum. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah sebagai berikut : (1)Bagaimana pengaturan mekanisme dan prosedur pemeriksaan anggota DPR dalam proses hukum? (2) Bagaimana arah pengaturan mekanisme dan prosedur pemeriksaan anggota DPR dalam proses hukum setelah Putusan MK Nomor 76/PUU-XII/2014? Tujuan penelitian ini adalah :a. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan mekanisme dan prosedur pemeriksaan anggota DPR dalam proses hukumb. Untuk mengetahui dan memahami arah pengaturan mekanisme dan prosedur pemeriksaan anggota DPR dalam proses hukum setelah Putusan MK No.76/PUU-XII/2014.Adapun manfaat penelitian ini yaitu : a. Secara teoritis,
6 iii memberikan sumbangan pengetahuan di bidang Ilmu Hukum pada umumnya serta bidang Hukum Tata Negara pada khususnya, dan b. Secara praktis, sebagai pedomandalam mengetahui pengaturan mekanisme dan prosedur pemeriksaan anggota DPR dalam proses hukum, memberikan pemahaman kepada masyarakat maupun kalangan akademisimengenai arah pengaturan mekanisme dan prosedur pemeriksaan anggota DPR dalam proses hukum setelah Putusan MK No.76/PUU-XII/2014. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mengkaji peraturan perundang-undangan yang mempunyai keterkaitan dengan obyek kajian penelitian khususnya mengenai asas-asas dan norma hukum yang tertuang dalam peraturan perundangundangan. Peraturan perundang-undangan yang dikaji adalah peraturan tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah Bahan hukum primer dan Bahan hukum Sekunder. Bahan Hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif, dibuat oleh pejabat yang berwenang meliputi peraturan perundang- undangan.bahan hukum sekunder, yang meliputi buku- buku literature, pendapat para ahli, media massa dan jurnal hukum yang berhubungan langsung dengan objek penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan bahan hukum yang bersumber dari bahan-bahan pustaka yang berupa peraturan perundangundangan dan literatur yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
7 iv PEMBAHASAN Pengaturan Mekanisme dan Prosedur Pemeriksaan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Proses Hukum Sebagai alat kelengkapan negara, DPR dan beberapa lembaga seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memiliki Undang- undang (UU) yang mengatur tentang susunan kedudukan, wewenang, tugas, dan hak- hak serta kewajiban yang dimiliki anggotanya. Termasuk juga dalam hal penyidikan anggota yang diduga melakukan tindak pidana. UU yang mengatur mengenai MPR, DPR, DPD dan DPRD atau yang sekarang lebih dikenal dengan UU MD3 ini sudah mengalami beberapa kali perubahan nama dan isi dalam pasalnya.diantaranya adalah a. Undang-undang No 16 Tahun 1969 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD; b. Undang-undang No 5 Tahun 1975 Tentang Perubahan UU No 16 Tahun 1969 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD; c.undang-undang No 2 Tahun 1985 Tentang Perubahan Atas UU No 16 Tahun 1969 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD Sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No 5 Tahun 1975; d.undang- undang No 5 Tahun 1995 Tentang Perubahan Atas UU No 16 Tahun 1969 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD Sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan undang-undang No 2 Tahun 1985;e. Undang-undang No 4 Tahun 1999 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD; f. Undang-
8 v undang No 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD; g. Undang-undang No 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD; h. Undang-undang No 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Penyidikan merupakan proses hukum yang harus dilewati oleh pejabat negara yang diduga melakukan tindak pidana tanpa terkecuali. dalam hal penyidikan anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang diduga melakukan tindak pidana telah diatur secara khusus mekanisme dan prosedur yang harus dipatuhi dalam proses penyidikan yaitu adanya izin tertulis/ izin pemeriksaan dari pihak yang sudah di tentukan dalam UU. Undang-undang No 16 Tahun 1969, Undang-undang No 5 Tahun 1975, Undang-undang No 2 Tahun 1985, dan Undang-undang No 5 Tahun1995 tidak mengatur tentang mekanisme dan prosedur pemeriksaan anggota DPR, sehingga peneliti hanya mulai mengkaji dari Undang-Undang No. 4 Tahun 1999, Undang-Undang No. 22 Tahun 2003, Undang-Undang No. 27 Tahun 2009, serta Undang-Undang No. 17 Tahun Undang-Undang No 4 Tahun 1999 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Proses Penyidikan anggota MPR, DPR, dan DPRD pertama kali diatur dalam UU No 4 Tahun 1999 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.Pasal 43 menjelaskan dalam hal seorang anggota MPR dan DPR disangka melakukan perbuatan pidana, maka pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikan harus mendapat persetujuan
9 vi tertulis dari Presiden.Izin pemeriksaan diberikan oleh Presiden dalam kedudukannya sebagai kepala negara. Undang-Undang No 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Pada Tahun 2003 diundangkan UU No.22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagai perubahan atas UU No.4 Tahun Yang membedakan antara UU No 22 Tahun 2003 dengan UU No.4 Tahun 1999 adalah adanya penambahan ayat dalam Pasal yang mengatur Tentang Penyidikan, dalam Pasal 106 disebutkan jika Ijin pemeriksaan tidak diperlukan apabila tindak pidana yang dilakukan tergolong: tindak pidana korupsi atau tindak pidana terorisme atau dalam keadaan tertangkap tangan, tetapi dalam waktu 2 x 24 jam wajib dilaporkan kepada pejabat yang berwenang memberi ijin. Undang- Undang No 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Pada Tahun 2009 diundangkan UU No.27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagai Perubahan atas UU No.22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dalam UU ini Penyidikan diatur dalam Pasal 220 yang menjelaskan bahwa presiden masih mendapat kewenangan untuk memberikan Izin pemeriksaan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana.namun dalam UU ini juga ditambahkan aturan yang mengatur
10 vii waktu dikeluarkannya izin pemeriksaan tersebut. Apabila Izin tertulis tidak diberikan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan dapat segera dilakukan tanpa perlu menunggu izin tertulis dari Presiden. Undang-Undang No 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Dalam UU ini penyidikan terhadap anggota DPR diatur dalam Pasal 245 yang menjelaskan bahwa kewenangan memberikan izin pemeriksaan terhadap anggota DPR tidak lagi dipegang oleh Presiden sebagai kepala negara melainkan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Apabila Izin tertulis tidak dikeluarkan oleh MKD dalam waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan dapat segera dilakukan tanpa perlu menunggu izin tertulis dari Presiden. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib. Pada Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata tertib dijelaskan dalam hal Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota yang berkaitan dengan tugas dan fungsi anggota tetap berlaku sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam
11 viii Pasal 224 UU No 17 Tahun 2014 Tentang MD3, yaitu adanya izin tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), MKD harus memproses dan memberikan putusan atas surat pemohonan tersebut dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya permohonan persetujuan pemanggilan keterangan tersebut, dan apabila dalam waktu tersebut izin tertulis tidak dikeluarkan maka pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan dapat dilakukan, sedangkan dalam hal MKD memutuskan tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan angggota DPR, surat pemanggilan dianggap tidak memiliki kekuatan hukum/batal demi hukum. Setelah pemanggilan dan permintaan keterangan anggota dilakukan, harus dilaporkan kepada pihak yang berwenang dalam hal ini MKD agar memberikan izin paling lambat dalam 2 x 24 jam, dan selama anggota menjalani penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di depan pengadilan terkait tindak pidana yang berhubungan dengan tugas dan fungsi anggota, yang bersangkutan tetap menerima hak keuangan dan hak administratif sampai dengan adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Dalam Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
12 ix Indonesia diatur mengenai Pemberian Persetujuan Terhadap Pemanggilan dan Permintaan Keterangan kepada anggota yang di bagi menjadi 2 pasal yaitu dalam Pasal 72 dan Pasal 73 yang selebihnya menjelaskan bahwa dalam Tata Beracara MKD, Pemberian persetujuan tertulis terhadap pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota harus dikeluarkan oleh MKD. MKD menerima surat tentang pemberitahuan, pemanggilan, dan/atau penyidikan kepada anggota dari pihak Penegak Hukum, dan anggota yang mendapat surat pemanggilan dapat memberitahukan isi surat pemanggilan kepada MKD. MKD harus memproses dan memberikan putusan atas surat permohonan dalam jangka waktu paling lama 30 hari setelah surat permohonan diterima, dan selama jangka waktu tersebut MKD dapat meminta keterangan dari pihak Penegak hukum dan keterangan dari anggota yang diduga melakukan tindak pidana yang berhubungan atau tidak berhubungan dengan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya. Apabila MKD tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan anggota, maka surat pemanggilan dianggap tidak memiliki kekuatan hukum atau batal demi hukum. Namun jika MKD memutuskan untuk memberikan persetujuan atas pemanggilan anggota, MKD menerima surat pemberitahuan penggeledahan dan penyitaan dari penegak hukum, dan MKD akan mendampingi penegak hukum dalam melakukan
13 x penggeledahan dan penyitaan di tempat anggota yang diduga melakukan tindak pidana. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014 Tentang pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU- XII/2014. Akibat adanya permohonan pengujian Pasal 245 UU No.17 Tahun 2014 Tentang MD3 oleh Supriyadi dan Institute For Criminal Justice Reform (ICJR).Pemohon berpendapat jika izin pemeriksaan yang diberikan oleh MKD dianggap tidak perlu karena bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Dalam putusan perkara pengujian Pasal 245 MK memutuskan bahwa penegak hukum harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden, jika ingin memanggil dan meminta keterangan terhadap anggota DPR dalam proses penyidikan. Dalam putusannya MK menerima pengguguran kewajiban memperoleh izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan untuk penegak hukum dalam melakukan proses hukum terhadap anggota legislatif. Namun, MK justru memunculkan norma baru dalam proses pemeriksaan anggota legislatif, yaitu dengan adanya persetujuan tertulis dari Presiden. Dalam pertimbangan, Majelis Hakim berpendapat anggota legislatif dipilih melalui pemilihan umum dan memiliki sejumlah hak seperti hak
14 xi interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usulan dan pendapat, serta hak imunitas. 2 Selanjutnya MK juga menegaskan bahwa pengaturan adanya persetujuan tertulis dari MKD sebelum dilakukan penyidikan pada anggota DPR dianggap tidak tepat.sebab MKD hanya alat kelengkapan DPR dan lembaga etik yang tidak memiliki hubungan langsung dengan sistem peradilan pidana.amar Putusan MK Nomor 76/PUU-XII/2014 terkait pengujian UU MD3 menyatakan bahwa, frasa persetujuan tertulis dari MKD dalam Pasal 245 ayat (1) UU MD3 bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai persetujuan tertulis dari Presiden. Selanjutnya Pasal 245 ayat (1) UU MD3 selengkapnya Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. Arah Pengaturan Mekanisme dan prosedur pemeriksaan Anggota DPR dalam proses hukum setelah Putusan MK Nomor 76/PUU- XII/2014 Putusan MK yang mensyaratkan persetujuan tertulis dari Presiden untuk memeriksa anggota DPR yang diduga terlibat tindak pidana bertujuan untuk menciptakan keseragaman prosedur pemanggilan pejabat lembaga negara.namun demikian, dengan adanya putusan tersebut ada 2 Putusan Mahkamah Konstitusi No.76/PUU-XII/2014
15 xii beberapa persoalan hukum yang dapat ditimbulkan.pertama, Putusan MK Nomor 76/PUU-XII/ 2014 merupakan ultra petita karna MK telah merumuskan sebuah putusan yang tidak diminta oleh pemohonnya.yang sebenarnya diminta adalah persetujuan tertulis dari MKD dihapuskan, bukan diganti menjadi persetujuan tertulis dari Presiden. Kedua, dengan menetapkan persetujuan tertulis dari Presiden, maka MK melebihi mandatnya sebagai negative legislator (penghapus/pembatal norma) dan menjelmakan dirinya sebagai positive legislator (pembuat norma). Padahal seharusnya kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang melekat pada DPR bersama Presiden. Ketiga, menggeser izin pemeriksaan dari MKD menjadi persetujuan tertulis Presiden tidak menjawab persoalan konstitusionalitas norma UU MD3 terkait dengan pemanggilan anggota DPR dalam proses penyidikan melalui persetujuan tertulis MKD dan menyebabkan tidak adanya kepastian hukum. 3 Persetujuan tertulis dari Presiden terkait dengan pemeriksaan anggota DPR sebenarnya sudah pernah diatur dalam Pasal 220 Undang- Undang No.27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3 sebelum penggantian). Saat itu, sempat muncul kekhawatiran proses penyidikan terhadap anggota dewan akan membutuhkan waktu yang lama karena harus menunggu persetujuan tertulis dari Presiden. Dalam UU MD3 yang baru ketentuan tersebut dilakukan perubahan, yakni 3 Novianti, Info Singkat, Implikasi Hukum Putusan MK terkait izin presiden dalam penyidikan anggota DPR, Pusat pengolahan data dan informasi (P3DI), Sekretariat Jendral DPR RI, diakses pada tanggal 20 Agustus 2016 pada pukul WITA
16 xiii pemeriksaan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari MKD. Terkait dengan putusan MK tersebut, sebenarnya jika MK berpatokan atau mengkhawatirkan posisi MKD yang rentan konflik kepentingan, seharusnya bukan memaknai dan menghadirkan posisi Presiden sebagai pihak yang memberikan persetujuan tertulis dalam hal pemanggilan dan pemeriksaan anggota DPR. MK sebenarnya cukup membatalkan ketentuan Pasal 245.Dengan demikian, MKD tidak mempunyai kewenangan memberikan persetujuan tertulis. Putusan MK No.76/PUU-XII/2014 ini juga dianggap Inkonsisten dari putusan MK yang sebelumya yaitu Putusan MK No.73/PUU-IX/2011 Tentang pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dimana pada putusan sebelumnya MK menghapuskan kewajiban perlunya mendapat izin Presiden dalam pemeriksaan Kepala Daerah. Izin presiden ini tidak memiliki rasionalitas hukum cukup, dan akan memperlakukan warga negara berbeda di mata hukum, namun dalam putusan No.76/PUU- XII/2014 ini MK memunculkan norma baru yaitu adanya keharusan mendapat izin dari Presiden, hal ini menyebabkan adanya ketidakharmonisan norma yang menyebabkan norma menjadi kabur, sehingga tidak menimbulkan kepastian hukum.
17 xiv Implikasi konkret dari Putusan MK tersebut yang memerintahkan penggantian persetujuan tertulis MKD menjadi persetujuan tertulis Presiden akan menimbulkan kesan bahwa MK sudah bukan lagi merupakan negative legislator melainkan positive legislator. Kekuasaan MK terbatas sesuai kedudukan dan fungsinya.hubungannya dengan kekuasaan lain diikat prinsip checks and balances.terlepas dari persoalan tersebut implikasi hukum putusan MK bersifat final dan mengikat.
18 xv PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaturan mekanisme dan prosedur pemeriksaan anggota DPR dalam proses hukum dilakukan melalui Undang-Undang No. 4 Tahun 1999 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD, Undang- Undang No. 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, Undang- Undang No. 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Subtansi pengaturannya beragam sehingga mengalami dinamika, dalam UU No. 4 Tahun 1999, UU No. 22 Tahun 2003, dan UU No. 27 Tahun 2009 izin pemeriksaan anggota DPR melalui Presiden tetapi dalam UU No. 17 Tahun 2014 mekanisme diubah dengan izin Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), lalu Putusan MK No.76/PUU-XII/2014 menyatakan bahwa menghapuskan MKD namun menambahkan norma baru dengan izin Presiden yang bertentangan dengan asas equality before the law. Adapun saran yang dapat penyusun berikan agar arah pengaturan, mekanisme dan prosedur pemeriksaan anggota DPR tetap sesuai dengan asas equality before the law, maka perlu perubahan UU No. 17 Tahun 2014 yang menggantikan peraturan itu dengan tidak mencantumkan izin persetujuan Presiden, Hal ini guna menjamin adanya kepastian hukum serta tidak bertentangan dengan aturan lain. Hakim MK juga harus konsisten dengan pertimbangan-pertimbangan dan putusan yang diambil MK sebelumnya.
19 xvi DAFTAR PUSTAKA Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR,DPD dan DPRD (MD3). Sumber Lain Novianti, Info Singkat, Implikasi Hukum Putusan MK terkait izin presiden dalam penyidikan anggota DPR, Pusat pengolahan data dan informasi (P3DI), Sekretariat Jendral DPR RI,
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 Wewenang DPR Memanggil Paksa Setiap Orang Menggunakan Kepolisian Negara Dalam Rapat DPR Dalam Hal Pihak Tersebut Tidak Hadir Meskipun Telah Dipanggil
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka I. PEMOHON Setya Novanto Kuasa Hukum: DR. Fredrich Yunadi, S.H., LL.M, Yudha Pandu, S.H.,
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014, Jaminan Hak Interplasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat DPR, serta Komposisi Wakil Ketua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada satu peristiwa penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999 yang
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. DR. Busyro Muqoddas 2. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia 3. Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. Dr. Harun Al Rasyid, S.H., M.Hum sebagai Pemohon I; 2. Hotman Tambunan, S.T., MBA.sebagai Pemohon II; 3. Dr.
Lebih terperinci5. Kosmas Mus Guntur, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon V; 7. Elfriddus Petrus Muga, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon VII;
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XVI/2018 Ketentuan Pemanggilan Paksa oleh DPR, Frasa merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR dan Pemanggilan Anggota DPR Yang Didasarkan Pada Persetujuan Tertulis
Lebih terperinciKUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 15/PUU-XIII/2015 Hak Interpelasi, Hak Angket, Hak Menyatakan Pendapat, dan komposisi jabatan wakil komisi Dewan Perwakilan Rakyat I. PEMOHON Abu Bakar. KUASA HUKUM Munathsir
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR I. PEMOHON Nining Elitos...(Pemohon 1) Sunarno...(Pemohon 2) Eduard
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informasi, bukti, keterangan ditempat kejadian suatu peristiwa yang diduga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidikan merupakan tindakan dari penyidik yang bertugas mencari informasi, bukti, keterangan ditempat kejadian suatu peristiwa yang diduga adanya tindak
Lebih terperinciI. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 72/PUU-XII/2014 Pembatasan Kewenangan Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik dalam hal Pengambilan Fotokopi Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris I. PEMOHON Tomson Situmeang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan
Lebih terperinciCATATAN KRITIS REVISI UNDANG-UNDANG MD3 Oleh : Aji Bagus Pramukti * Naskah diterima: 7 Maret 2018; disetujui: 9 Maret 2018
CATATAN KRITIS REVISI UNDANG-UNDANG MD3 Oleh : Aji Bagus Pramukti * Naskah diterima: 7 Maret 2018; disetujui: 9 Maret 2018 Undang-undang merupakan salah satu instrumen penting dalam menentukan pembangunan
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus I. PEMOHON Dahlan Pido II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR I. PEMOHON 1. Dr. Bambang Supriyanto, S.H., M.M.. selanjutnya disebut sebagai Pemohon I; 2.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XVI/2018 Masa Jabatan Pimpinan MPR dan Kewajiban Badan Anggaran DPR Untuk Mengonsultasikan dan Melaporkan Hasil Pembahasan Rancangan UU APBN Kepada Pimpinan DPR
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial I. PEMOHON Dr. H. Taufiqurrohman Syahuri, S.H Kuasa Hukum Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H. dkk berdasarkan
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang I. PEMOHON Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dalam hal ini diwakili oleh Irman Gurman,
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus I. PEMOHON Dahlan Pido II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD I. PARA PEMOHON 1. H. Subhan Saputera; 2. Muhammad Fansyuri; 3. Drs. Tajuddin
Lebih terperinciIII. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 114/PUU-XII/2014 Syarat Peserta Pemilu I. PEMOHON 1. Song Sip, S.H., S.Pd., M.H., sebagai Pemohon I; 2. Sukarwanto, S.H., M.H., sebagai Pemohon II; 3. Mega Chandra Sera,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) hasil amandemen ketiga menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Jimly
Lebih terperinciRINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9
RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51,52,59/PUU-VI/2009 tanggal 18 Februari 2009 atas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dengan hormat dilaporkan
Lebih terperinciKUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 22/PUU-XIII/2015 Pertimbangan DPR Dalam Rangka Pengangkatan Kapolri dan Panglima TNI Berkaitan Dengan Hak Prerogatif Presiden I. PEMOHON 1. Prof. Denny Indrayana,
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 109/PUU-XIV/2016 Jabatan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 109/PUU-XIV/2016 Jabatan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) I. PEMOHON 1. Gusti Kanjeng Ratu Hemas; 2. Djasarmen Purba, S.H.; 3. Ir. Anang Prihantoro; 4. Marhany
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi I. PEMOHON Pungki Harmoko II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan I. PEMOHON 1. Damian Agatha Yuvens 2. Rangga Sujud Widigda 3. Anbar Jayadi 4. Luthfi Sahputra 5. Ryand, selanjutnya disebut Para Pemohon.
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014 I. PEMOHON 1. dr. Naomi Patioran, Sp. M (selanjutnya sebagai Pemohon I);
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali I. PEMOHON Abd. Rahman C. DG Tompo Kuasa Hukum DR. Saharuddin Daming. SH.MH., berdasarkan surat kuasa khusus
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang. Notaris sebagai pejabat umum dipandang sebagai pejabat publik yang menjalankan profesinya dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, untuk membuat akta otentik dan
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan I. PEMOHON Kan Kamal Kuasa Hukum: Tomson Situmeang, S.H., dkk
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi I. PEMOHON Dr. Bambang Widjojanto, sebagai Pemohon. KUASA HUKUM Nursyahbani Katjasungkana,
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat I. PEMOHON 1. Apolos Paulus Sroyer, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Paulus
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. Achmad Saifudin Firdaus, SH., (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Bayu Segara, SH., (selanjutnya disebut
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI WARGA MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD I. PEMOHON Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK), dalam
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan I. PEMOHON 1. Ricky Kurnia Margono, S.H., M.H. 2. David Surya, S.H., M.H. 3. H. Adidharma
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciRingkasan Putusan. Philipus P. Soekirno
Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-VII/2009 tanggal 30 Desember 2009 atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang I. PEMOHON Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dalam hal ini diwakili oleh Irman Gurman, S.E., MBA.,
Lebih terperinciSIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS DAPAT SEGERA DITERBITKAN Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 Sehubungan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU- XV/2017 tanggal
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 Keterangan Saksi Yang Diberikan di Bawah Sumpah dan Tidak Hadir Dalam Persidangan Disamakan Nilainya dengan Keterangan Saksi Di Bawah Sumpah Yang Diucapkan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu I. PEMOHON Muhammad Nizar. Kuasa Pemohon: Habiburokhman, SH., MH., M. Said Bakhrie, S.Sos., SH.,
Lebih terperinciMendamaikan Pengaturan Hukum Penyadapan di Indonesia
Mendamaikan Pengaturan Hukum Penyadapan di Indonesia Oleh : Erasmus A. T. Napitupulu Institute for Criminal Justice Reform Pengantar Penyadapan merupakan alat yang sangat efektif dalam
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI I. Pemohon 1. Iwan Budi Santoso S.H. 2. Muhamad Zainal Arifin S.H. 3. Ardion
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat I. PEMOHON 1. Rahadi Puguh Raharjo, SE. (Pemohon I); 2. Ma mun Murod, SH. (Pemohon II); 3. Mutaqin (Pemohon
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan I. PEMOHON Rama Ade Prasetya. II. OBJEK PERMOHONAN
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan I. PEMOHON Organisasi Masyarakat Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), diwakili
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciRINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk
RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
Lebih terperinciKUASA HUKUM Adardam Achyar, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Agustus 2014.
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 77/PUU-XII/2014 Kewenangan Penyidikan, Penuntutan dan Penyitaan Harta Kekayaan dari Tindak Pidana Pencucian Uang I. PEMOHON Dr. M. Akil Mochtar, S.H., M.H.
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 121/PUU-XII/2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 121/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Sebagaimana
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA I. PEMOHON Abdul Wahid, S.Pd.I. Kuasa Hukum: Dr. A. Muhammad Asrun, SH., MH., Ai
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih I. PEMOHON Taufiq Hasan II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan UmumPresiden
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan I. PEMOHON Raja Bonaran Situmeang Kuasa Hukum Dr. Teguh Samudera, SH., MH.,
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 64/PUU-XV/2017 Keharusan Anggota DPR dan DPRD Mengundurkan Diri saat Menjadi Calon Kepala Daerah
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 64/PUU-XV/2017 Keharusan Anggota DPR dan DPRD Mengundurkan Diri saat Menjadi Calon Kepala Daerah I. PEMOHON 1. H. Akhmad Muqowam; 2. H. Muhammad Mawardi; 3. H. Abd.
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang I. PEMOHON Mardhani Zuhri Kuasa Hukum Neil Sadek, S.H.dkk., berdasarkan
Lebih terperinciBAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam
BAB V ANALISIS A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam Perkara No. 97/PID.PRAP/PN.JKT.SEL Setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, maka penetapan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon
I. PEMOHON RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu, SH., MH.,
Lebih terperinciNOTULA CERAMAH PENINGKATAN PENGETAHUAN TENAGA PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
NOTULA CERAMAH PENINGKATAN PENGETAHUAN TENAGA PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Hari/ Tanggal : Jum at, 3 Desember 2010 Waktu : Pukul 09.30 WIB s.d. selesai Tempat : Ruang Rapat B Lt 4 Gedung Ditjen
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XIII/2015 Beban Penyidik untuk Mendatangkan Ahli dalam Pembuktian Perkara Pidana
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XIII/2015 Beban Penyidik untuk Mendatangkan Ahli dalam Pembuktian Perkara Pidana I. PEMOHON Sri Royani, S.S. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang
Lebih terperinciRESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006
RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006 I. PEMOHON : MAYOR JENDERAL (PURN) H. SUWARNA ABDUL FATAH bertindak selaku perorangan atas
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase
I. PEMOHON Zainal Abidinsyah Siregar. Kuasa Hukum: RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase Ade Kurniawan, SH., Heru Widodo, SH., MH., dkk, advokat/ penasehat hukum
Lebih terperinciUU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O
UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O Politik Nasional Indonesia Indonesia merupakan negara republik presidensil yang multipartai demokratis Politik nasional merupakan kebijakan menggunakan potensi nasional
Lebih terperinciKEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH ABSTRACT: Oleh : Putu Tantry Octaviani I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XIV/2016 Pembatasan Masa Jabatan dan Periodesasi Hakim Pengadilan Pajak
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XIV/2016 Pembatasan Masa Jabatan dan Periodesasi Hakim Pengadilan Pajak I. PEMOHON Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Cabang Pengadilan Pajak. Kuasa Pemohon: Drs. R.
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XI/2013 Tentang Pembentukan Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Utara
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XI/2013 Tentang Pembentukan Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Utara I. PEMOHON 1. Syarief Almahdali, SE, sebagai Pemohon I; 2. Zulkifli Alkaf,
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon
I. PEMOHON RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu, SH.,
Lebih terperinciI. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 129/PUU-VII/2009 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, MA & MK Pengujian UU dan peraturan di bawahnya dalam satu atap I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira;
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-VIII/2010 Tentang Pengajuan Saksi Yang Meringankan Tersangka/Terdakwa ( UU Hukum Acara Pidana )
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-VIII/2010 Tentang Pengajuan Saksi Yang Meringankan Tersangka/Terdakwa ( UU Hukum Acara Pidana ) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra. II. POKOK
Lebih terperinciInfo Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14
1 of 14 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada
Lebih terperinciRechtsVinding Online
IMPLIKASI PUTUSAN MK NOMOR 92/PUU-XIV/2016 DI DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN KPU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah Diterima: 18 Juli 2017, Disetujui: 26 Juli 2017 Pasal yang diuji dan dibatalkan dalam perkara
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan I. PEMOHON - Drs. Rusli Sibua, M.Si. ------------------------------- selanjutnya disebut Pemohon. Kuasa Hukum: -
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
27 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konstruksi Izin Pemeriksaan Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Oleh Aparat Penegak Hukum Menjadi Memerlukan Persetujuan Dari Presiden Mahkamah
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Politik Yang Akan Mengikuti Pemilu 2019 I. PEMOHON Partai Persatuan Indonesia, yang diwakili oleh: 1. Hary Tanoesoedibjo; 2. Ahmad Rofiq.
Lebih terperinciKUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 54/PUU-XII/2014 Penetapan Tersangka dan Kewenangan Pegawai Internal BPK Sebagai Ahli Dalam Persidangan Atas Hasil Audit Laporan Internal Badan Pemeriksa Keuangan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XV/2017 Persyaratan Usia Untuk Dapat Menjadi Perangkat Desa I. PEMOHON Sukirno, S.Si. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Pasal 50 ayat (1) huruf b Undang-Undang
Lebih terperinciDASAR HUKUM KEWENANGAN PRAPERADILAN DALAM MEMUTUS PENETAPAN TERSANGKA
DASAR HUKUM KEWENANGAN PRAPERADILAN DALAM MEMUTUS PENETAPAN TERSANGKA oleh Cok Istri Brahmi Putri Biya Anak Agung Sri Utari Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Article titled
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi I. PEMOHON Drs. Setya Novanto. Kuasa Pemohon: Muhammad Ainul Syamsu, SH., MH., Syaefullah Hamid,
Lebih terperinciKEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh : Puspaningrum *) Abstract : The Constitutional Court
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 Ambang Batas Pencalonan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Presidential Threshold) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Ir.
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut
Lebih terperinciKUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 14/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON Drs. Fatahillah, S.H.,
Lebih terperinci2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 383) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinci2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P
No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinci