PENGARUH REGELATINASI DAN MODIFIKASI HIDROTERMAL TERHADAP SIFAT FISIK PADA PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI PATI KACANG MERAH (Vigna angularis sp.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH REGELATINASI DAN MODIFIKASI HIDROTERMAL TERHADAP SIFAT FISIK PADA PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI PATI KACANG MERAH (Vigna angularis sp."

Transkripsi

1 PENGARUH REGELATINASI DAN MODIFIKASI HIDROTERMAL TERHADAP SIFAT FISIK PADA PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI PATI KACANG MERAH (Vigna angularis sp.) Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 Magister Teknik Kimia Dimas Damar Adi Krisna L4C PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS DIPONEGORO

2 Tesis PENGARUH REGELATINASI DAN MODIFIKASI HIDROTERMAL TERHADAP SIFAT FISIK PADA PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI PATI KACANG MERAH (Vigna angularis sp.) disusun oleh: Dimas Damar Adi Krisna L4C telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal 11 Maret 2010 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima Menyetujui Ketua Penguji, Dosen Pembimbing, Ir. Indro Sumantri, M.Eng. Dr. Istadi, S.T, M.T. NIP: NIP: Mengetahui Ketua Program Magister Teknik Kimia, Dekan Fakultas Teknik, Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudono, M.S. Ir. Bambang Pudjianto, M.T. NIP: NIP:

3 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan didalam tulisan dan daftar pustaka. Semarang, 17 Maret 2011 Dimas Damar Adi Krisna L4C

4 KATA PENGANTAR Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan guna mencapai derajat sarjana S-2. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah menganugerahkan kasih dan karunia-nya sehingga laporan penelitian tesis ini dapat terselesaikan. Dengan selesainya laporan penelitian tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Ketua Program Magister Teknik Kimia Universitas Diponegoro, yang telah mendorong, mendukung dan mengarahkan penulis dalam penyusunan tesis 2. Pembimbing tesis, Dr. Istadi, ST, MT, yang luar biasa sabar dan tulus membimbing melalui referensi artikel dan diskusi yang menyenangkan. 3. Laboratorium MIPA Pusat UNS Surakarta 4. Laboratorium Rekayasa Pangan UNIKA Soegijopranoto Semarang 5. Sahabat-sahabatku mahasiswa Program Magister Teknik Kimia UNDIP angkatan 2008, dan 2009 atas doa, bantuan, dan dukungan yang luar biasa. 6. Rekan-rekan di Laboratorium Departemen R&D PT. Djarum atas kerjasamanya sehingga penulis dapat meyelesaikan Tesis seiring tugas dan tanggung jawab pekerjaan. 7. Keluarga, atas doa, senyum, dan cinta yang luar biasa. Penulis menyadari laporan penelitian tesis ini masih ada kekurangan, oleh sebab itu, kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan dan kesempurnaan laporan ini. Penulis berharap laporan penelitian tesis ini dapat memberikan kontribusi positif bagi dunia keilmuan. Semarang, 17 Maret 2011 Penulis 4

5 PENGARUH REGELATINASI DAN MODIFIKASI HIDROTERMAL TERHADAP SIFAT FISIK PADA PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI PATI KACANG MERAH (Vigna angularis sp.) Dimas Damar Adi Krisna L4C Abstrak Pati dari kacang merah (Vigna angularis sp.) berpotensi digunakan sebagai matrik film yang baik karena kandungan amilosanya cukup tinggi sebesar 20,85%. Kandungan amilosa yang tinggi dalam pati akan membuat film menjadi lebih kompak (tegar) tetapi memiliki sifat yang rapuh. Untuk memperbaiki sifatsifat film pati tersebut dilakukan dengan perlakuan Regelatinasi dan Modifikasi Hidrotermal (MH). Tujuan dari penelitian ini adalah membuat dan mengkarakterisasi edible film pati kacang merah; mempelajari pengaruh perlakuan regelatinasi dan modifikasi hidrotermal terhadap sifat fisik edible film; dan menentukan waktu optimum dari perlakuan regelatinasi dan MH. Pada penelitian ini, pembuatan edible film pati kacang merah menggunakan konsentrasi pati 6%(b/v), gliserol 20%(b/b), selanjutnya dilakukan variasi perlakuan terhadap waktu regelatinasi (0,5 jam, 2 jam, dan 2,5 jam) dan waktu MH (0,5 jam, 2 jam, dan 2,5 jam). Sebelum proses MH, kadar air larutan pati diatur 20% dan pengeringan pada suhu 50 o C sampai mencapai kadar air ± 13%. Edible film yang dihasilkan dilakukan analisa ketebalan, tensile strength, elongasi, kadar air dan daya larut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisa kadar air, ketebalan dan elongasi menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata, analisa daya larut dan tensile strength menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata. Analisa daya larut film semakin lama regelatinasi dan MH hasil yang ditunjukkan semakin menurun yaitu berkisar 24,48-27,96%, Sedangkan pada analisa tensile strength nilainya semakin besar dengan semakin tingginya MH yaitu berkisar 5,98-7,49 Mpa. Edible film pati kacang merah yang terbaik pada penelitian ini adalah film dengan variasi perlakuan waktu regelatinasi 2 jam dan MH 2,5 jam karena memberikan nilai tensile strength tertinggi sebesar 6,19 MPa, dengan nilai kelarutan 15,78%, elongasi 13,58%, kadar air 13,40% dan ketebalan 77,12 µm Kata kunci: pati kacang merah, edible film, regelatinasi, modifikasi hidrotermal (MH) 5

6 REGELATINATION AND HYDROTHERMIC MODIFICATION EFFECTS TO PHYSICAL PROPERTIES IN RED BEAN (Vigna angularis sp.) STARCH EDIBLE FILM PRODUCTION Dimas Damar Adi Krisna L4C Abstract Red bean starch (Vigna angularis sp) have potential as an excellent film matric because of high amylose content (20,85 %). This makes the film more dense or rigid but had a brittle properties. Hydrothermic Modification (HM) and regelatination are done in order to improve those properties. This research object were to produce edible film from red bean starch, to know the caracteristic edible film of red bean starch by HM and regelatination time variation to the their physically and to know the excellent caracteristic of red bean starch with another regelatination and HM variation. Red bean starch which 6% (b/v) concentration and gliserol 20% (b/b) was used in this research. Variation regelatination done (0,5; 2; 2,5 hours) and HM time treatment (0,5; 2; 2,5 hours) respectively, was done. Water content in starch solution was controlled at 20% and drying temperature at 50 o C until reached ± 13%. Finally, the thickness of tensile strength, elongation, water content and soluble power were analyzed toward this edible films. The research showed that water content, thickness, and elongation analyzed was not significant relationship, but solubility and tensile strength were signifanctly. Solubility of regelatination and HM films more and more decreased gradually 14,46 21,06%. While another tensile strength analysis showed higher values as high time of HM that was 5,98-7,49 MPa. The best red bean starch edible film in this research was a film which regelatination variation time treatment during 1 hour dan 1,5 hours HM because they presented highest tensile strength values 6,19 MPa, solubility 15,78 %, elongation 13,58%, moisture content 13,40% and thickness 77,12 µm. Key words: red bean starch, edible film, regelatination, hydrothermic modification (HM) 6

7 DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul i Halaman Pengesahan Tesis ii Pernyataan iii Kata Pengantar iv Abstrak v Abstract vi Daftar Isi vii Daftar Tabel x Daftar Gambar xi Daftar Lampiran xii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pati Faktor yang berpengaruh terhadap gelatinasi pati 8 a. Suhu gelatinasi 8 b. Viscositas pasta 8 c. Kejernihan pasta Regelatinasi Pati kacang merah Edible Film dari Bahan Dasar Pati Definisi edible film Komponen pembentuk edible film Pembentukan edible film Sifat fisiko-kimia edible film 19 a. Ketebalan film 19 b. Tensile strength dan elongasi 19 c. Elongasi 20 d. Daya larut Gliserol sebagai Plasticizer Modifikasi Hidrotermal (MH) 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Berpikir Rancangan Variabel dan Optimasi Bahan Penelitian Alat Penelitian Prosedur Penelitian 29 7

8 Pembuatan edible film dengan variasi waktu regelatinasi dan MH Pengaruh variasi waktu regelatinasi dan MH terhadap sifat fisik edible film Optimasi waktu pada perlakuan regelatinasi dan MH Metode Analisis 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bahan Baku Pembuatan Edible Film Optimasi Waktu Regelatinasi dan MH serta Pengaruhnya terhadap Sifat Fisik Edible Film Pengaruh variasi waktu regelatinasi dan MH terhadap ketebalan Pengaruh variasi waktu regelatinasi dan MH terhadap tensile strength Pengaruh variasi waktu regelatinasi dan MH terhadap elongasi Pengaruh variasi waktu regelatinasi dan MH terhadap kelarutan Pengaruh variasi waktu regelatinasi dan MH terhadap kadar air 39 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 42 BAB VI RINGKASAN 43 DAFTAR PUSTAKA 45 LAMPIRAN 50 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Kandungan Amilosa dan Amilopektin pada Berbagai Jenis Pati 5 Tabel 2.2. Sifat Fisikokimia Amilosa dan Amilopektin 7 Tabel 2.3. Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional Pati Kacang Merah 15 Tabel 2.4. Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Pati Kacang Merah 15 Tabel 3.1. Rancangan Penelitian Optimasi Waktu Pembuatan Edible Film 27 8

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Struktur α-d-glukosa 4 Gambar 2.2. Struktur Amilosa dan Amilopektin 5 Gambar 2.3. Susunan Molekul Pati 6 Gambar 2.4. Kurva Amilografi Pati Alami 12 Gambar 2.5. Kacang Merah 13 Gambar 3.1. Skema Kerangka Berpikir 26 Gambar 3.2. Skema Tahapan Penelitian 28 Gambar 3.3. Mechanical Universal Testing Machine 30 Gambar 4.1. Pengaruh Regelatinasi dan MH terhadap Ketebalan 34 Gambar 4.2. Pengaruh Regelatinasi dan MH terhadap Tensile Strength 35 Gambar 4.3. Pengaruh Regelatinasi dan MH terhadap Elongasi 37 Gambar 4.4. Pengaruh Regelatinasi dan MH terhadap Kelarutan 38 Gambar 4.5. Pengaruh Regelatinasi dan MH terhadap Kadar Air 39 Gambar 4.6. Edible Film sebelum Regelatinasi dan MH 40 Gambar 4.7. Edible Film Hasil Proses Regelatinasi 40 Gambar 4.8. Edible Film Hasil MH 41 9

10 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Kadar Air 50 Lampiran 2. Penentuan Kadar Amilosa 50 Lampiran 3. Pengukuran Ketebalan Film 51 Lampiran 4. Uji Tensile Strength 52 Lampiran 5. Uji Daya Larut 52 Lampiran 6. Uji Statistik 53 10

11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang merah (Vigna angularis sp.) tergolong tanaman kelompok kacang polong (legume); satu keluarga dengan kacang hijau, kacang kedelai, kacang tolo, dan kacang uci. Ada beberapa jenis kacang merah diantaranya adalah red bean, kacang adzuki (kacang merah kecil), dan kidney bean (kacang merah besar). Pati kacang merah banyak digunakan terutama untuk membuat makanan ringan (Haryadi, 2002). Edible film merupakan suatu lapisan tipis yang transparan dibuat dari bahan yang dapat dikonsumsi. Edible film dengan bahan dasar pati telah banyak dilakukan antara lain pati jagung, dan pati tapioka (Mali et al., 2004), pati sagu (Said, 2005), pati yam (Mali et al., 2005). Menurut Myrna (1997) pati tersusun atas molekul amilosa dan amilopektin. Amilosa umumnya digunakan untuk membuat film dan gel yang kuat. Garcia et al. (1998) melaporkan bahwa kandungan amilosa yang tinggi akan membuat film menjadi lebih kompak karena amilosa bertanggung jawab terhadap pembentukan matriks film. Menurut Krochta (1997), amilosa adalah fraksi yang berperan dalam pembentukan gel serta dapat menghasilkan lapisan tipis (film) yang baik dibandingkan amilopektin. Kandungan amilosa pati kacang merah adalah 29% (Haryadi, 2004) dan 39 % (Nur Alam, 2006), oleh karena itu pati kacang merah sangat berpotensi untuk digunakan sebagai bahan edible film yang baik. Penggunaan pati sebagai bahan dasar pembuatan edible film didasarkan pada biaya yang relatif murah dibandingkan dengan bahan lain seperti protein ataupun lipid, kelimpahan bahan, dapat dimakan (edible) dan sifat termoplastiknya (Mali et al., 2005). Kelebihan lainnya adalah film memiliki struktur kekompakan dan kelarutannya yang rendah (Hugh and Krochta, 1994; Arvanitoyannis et al., 1998). Salah satu kelemahan edible film adalah bersifat rapuh (Mali et al., 2005). Banyak usaha dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut seperti penambahan lipid (Amrinarsih, 11

12 2000, Garcia et al., 2000), penambahan plasticizer contohnya gliserol (Mali et al., 2005) ataupun dengan modifikasi pati (Said, 2005). Modifikasi pati merupakan suatu metode untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan fungsional dari pati alami. Salah satu cara modifikasi pati dapat dilakukan secara fisikawi yaitu dengan Modifikasi Hidrotermal (MH). Menurut Stute (1992) modifikasi hidrotermal pada pati dilakukan dengan mengkombinasikan antara kadar air dan panas akan mengakibatkan perubahan sifat-sifat pati. MH dilakukan pada suhu di atas suhu gelatinasi pati ( o C) dan dengan kadar air kurang dari 35%. Menurut Earlinger (1996) hasil dari MH juga dipengaruhi oleh suhu dan waktu. Proses modifikasi fisik dengan cara MH telah dilakukan oleh beberapa peneliti Kulp dan Lorenz (1981) pada pati ketela, Hoover dan Vasanthan (1994) pada pati jagung, lentil, oat dan ubi jalar (Collado and Corke, 1999). Kelebihan dari modifikasi pati secara fisik lebih alami dan aman dibandingkan modifikasi kimia. Amilosa adalah komponen utama dalam pati yang berperan dalam peristiwa gelatinasi yaitu pengelompokan molekul-molekul pati melalui pembentukan ikatan-ikatan hidrogen pada gugus hidroksil intermolekuler antar rantai molekul amilosa. Sedangkan amilopektin sebaliknya, dapat menghalangi terjadinya gelatinasi karena adanya percabangan dalam molekulnya yang dapat mencegah pengelompokan tersebut. Pembuatan edible film pati kacang merah dengan perlakuan kombinasi waktu regelatinasi dan MH belum pernah dilakukan, oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan pengamatan sifat fisik film karena akan menggambarkan fungsi dan aplikasi edible film tersebut sebagai pengemas makanan, diharapkan dapat memperbaiki kualitas edible film sebagai pengemas bumbu mie instan, pelapis dodol, pembungkus kapsul, dan plastik biodegradable sesuai yang dikehendaki konsumen, yaitu mempunyai tekstur kokoh, tidak lengket setelah dimasak, tidak berwarna, mengkilap, transparan, mempunyai kadar air yang rendah, waktu pemasakan yang cepat dengan sedikit padatan larut dalam air masakan serta lunak (Kim et al., 1996). 12

13 1.2. Perumusan Masalah Kebutuhan akan pengemas makanan yang, aman, bisa dimakan, dan tidak mencemari lingkungan menjadi alasan dalam pembuatan edible film pati kacang merah melalui variasi waktu regelatinasi dan modifikasi hidrotermal pada proses pembuatan edible film yang diharapkan akan menyebabkan jarak antar molekul saling berdekatan dan terjadi peningkatan ikatan antar molekul sehingga film semakin kompak dan memiliki kualitas fisik edible film pati kacang merah yang lebih baik Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Membuat dan mengkarakterisasi edible film pati kacang merah 2. Mempelajari pengaruh regelatinasi dan modifikasi hidrotermal terhadap sifat fisik edible film. 3. Menentukan waktu terbaik pada perlakuan regelatinasi dan modifikasi hidrotermal Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah meningkatkan pemanfaatan pati kacang merah sebagai pengemas makanan dan memberikan informasi ilmiah tentang karakteristik edible film dari pati kacang merah yang mengalami regelatinasi dan modifikasi hidrotermal. 13

14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pati Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang banyak terdapat pada tanaman, merupakan polimer dari satuan α-d-glukosa (anhidroglukosa) dengan rumus empiris (C6H10O5)n. Satuan dasar pati adalah anhidroglukosa, pengikatan satuan glukosa satu sama lain berakibat kehilangan satu molekul air yang semula terikat dalam bentuk gugus hidroksil. Pati disusun oleh dua satuan polimer utama yaitu amilosa dan amilopektin. Molekul amilosa merupakan polimer dari unit-unit glukosa dengan bentuk ikatan α-1,4- glikosidik, berbentuk rantai lurus, tidak bercabang atau mempunyai struktur heliks yang terdiri dari satuan anhidroglukosa sedangkan amilopektin merupakan polimer unit-unit glukosa dengan ikatan α-1,4- glikosidik pada rantai lurus dan ikatan α-1,6-glikosidik pada percabangan, terdiri dari satuan anhidroglukosa (Adebowale and Lewal, 2003). Gambar Struktur α-d-glukosa dan struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan 2.2. Menurut Mali et al. (2004), setiap jenis pati berbeda rasio kandungan amilosa dan amilopektin tergantung pada sumber botaninya. Sedangkan karakteristik setiap jenis pati dipengaruhi oleh sumber botani, bentuk dan ukuran granula pati, rasio amilosa dan amilopektin, kandungan-kandungan dari komponen non pati, struktur kristalin dan amorf. Kandungan amilosa dan amilopektin pada berbagai jenis pati dapat dilihat pada Tabel 2.1. Gambar 2.1. Struktur α-d-glukosa (Mali et al, 2004) Gambar 2.2. Struktur Amilosa dan Amilopektin (Mali et al, 2004) 14

15 Tabel 2.1. Kandungan Amilosa dan Amilopektin pada Berbagai Jenis Pati (Heckman, 1977) Meyer (1985) mengemukakan bahwa molekul-molekul pati membentuk suatu susunan agregat kristalin yang disebut granula dengan susunan sebagai berikut: 1) susunan teratur amilosa dengan arah jari-jari; 2) daerah amorf terdiri atas amilopektin; dan 3) daerah kristalin tersusun atas molekul-molekul amilosa. Susunan molekul pati dapat dilihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3. Susunan Molekul Pati (Mali et al, 2004) a. Susunan amilosa b. Daerah amorf c. Daerah kristalin 15

16 Molekul-molekul berantai lurus membentuk daerah kristalin yang kompak sehingga susah ditembus oleh air, enzim dan bahan kimia. Sebaliknya daerah amorf kurang kompak dan lebih mudah ditembus (French, 1984). Sifat-sifat amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Sifat Fisikokimia Amilosa dan Amilopektin (Heckman, 1977) Whistler et al. (1984) menyatakan bahwa pati tidak larut dalam air dingin, tetapi jika dipanaskan akan mengalami gelatinasi dan viskositasnya akan naik. Hal ini disebabkan karena pemanasan yang menyebabkan energi kinetik molekul- 16

17 molekul air menjadi lebih kuat dari pada daya tarik menarik antara molekul pati dalam granula, sehingga air dapat masuk kedalam pati dan pati akan mengembang. Granula pati dapat terus mengembang dan pecah sehingga tidak bisa kembali pada kondisi semula. Perubahan sifat inilah yang disebut dengan gelatinasi. Suhu pada saat butir pati pecah disebut suhu gelatinisasi (52-80 O C). Granula pati yang menggelembung dan membentuk pasta atau gelatin, jika suhu terus dinaikkan akan tercapai viskositas puncak dan setelah didinginkan molekul-molekul amilosa cenderung bergabung kembali yang disebut regelatinasi. Demikian halnya dengan amilopektin yang dapat larut jika dipanaskan, tetapi kecenderungan terjadinya regelatinasi sangat kecil (Kearsley dan Sicard, 1989) Faktor yang berpengaruh terhadap gelatinasi pati a. Suhu gelatinisasi Suhu gelatinisasi atau suhu pembentukan pasta adalah suhu pada saat mulai terjadi kenaikan viskositas suspensi pati bila dipanaskan. Suhu tersebut dinamakan suhu awal gelatinisasi (SAG). Apabila suhu terus meningkat, akan terjadi peningkatan gelatinisasi maksimum (SGM). Peristiwa gelatinisasi terjadi karena adanya pemutusan ikatan hidrogen sehingga air masuk kedalam granula pati dan mengakibatkan pengembangan granula (Smith, 1982). Secara mikroskopik perubahan granula pati selama pemasakan berlangsung cepat dan melalui 3 tahap. Tahap pertama; pada air dingin akan terjadi penyerapan air sampai kirakira 5-30% yang bersifat reversible, kacang merah dapat dikeringkan tanpa terjadi perubahan struktur dan viskositas pasta. Tahap kedua terjadi pada suhu sekitar 65 o C ketika granula pati mulai mengembang dan menyerap air dalam jumlah banyak sehingga bersifat irreversible. Sedangkan pada tahap ketiga terjadi pengembangan granula yang lebih besar lagi dan amilosa keluar dari granula pati terdispersi kedalam larutan hingga akhirnya granula pati pecah. Makin banyak 17

18 amilosa keluar dari granula pati akan lebih banyak terdispersi kedalam larutan sehingga daya larut pati makin tinggi (Meyer, 1985). b. Viskositas pasta Peningkatan penggelembungan granula oleh pengaruh panas akan meningkatkan viskositas pasta suspensi pati sampai mencapai tingkat pengembangan maksimum atau viskositas maksimum (VM) yaitu viskositas puncak pada saat pati terjadi gelatinasi sempurna. Makin besar kemampuan mengembang granula pati maka viskositas pasta makin tinggi dan akhirnya akan menurun kembali setelah pecahnya granula pati (Laech, 1965; Swinkles, 1985) Suspensi pati bila dipanaskan, granula-granula akan menggelembung karena menyerap air dan selanjutnya mengalami gelatinasi dan mengakibatkan terbentuknya pasta yang ditandai dengan kenaikan viskositas pasta. Kenaikan viskositas ini disebabkan oleh terjadinya penggelembungan granula pati khususnya amilosa. Proses ini berlanjut terus hingga viskositas puncak pasta tercapai, kemudian viskositas menurun akibat gaya ikatan antara granula-granula pati yang telah mengembang dan tergelatinasi menjadi berkurang oleh pemanasan yang tinggi dan pengadukan yang keras. Selain itu struktur granula pati juga pecah sehingga menyebabkan penurunan viskositas pasta serta stabilitas viskositas pasta rendah. (Bean and Setser, 1992). Ketahanan viskositas pasta pati terhadap gaya gesekan atau pengadukan berbeda untuk setiap jenis pati tergantung pada kekuatan ikatan hydrogen granula pati. Pati yang berasal dari akar, umbi dan pati amilosa rendah bila dimasak, granula patinya sangat mudah mengembang dan mudah pecah sehingga penurunan viskositasnya sangat besar dan menghasilkan pasta yang encer. Sebaliknya pati yang berasal dari serealia (jagung, gandum, sorgum dan beras), pemasakannya lebih lambat, pengembangan granula lebih rendah dan menunjukkan ketahanan yang lebih besar untuk melawan penurunan viskositas akibat pengadukan. Besarnya penurunan viskositas pasta setara dengan kemampuan mengembang dan kelarutan granula pati (Swinkles, 1985). c. Kejernihan Pasta 18

19 Pada saat terjadi gelatinasi akibat panas, maka suspensi pati yang mulamula buram berangsur-angsur berkurang dan akhirnya menjadi jernih. Tingkat kejernihan pasta berhubungan langsung dengan pengembangan granula pati. Makin besar kemampuan mengembang granula pati maka pasta yang diperoleh lebih jernih, sebaliknya bila granula pati yang mengembang sedikit maka pasta yang dihasilkan menjadi buram (Zobel, 1984). Kejernihan pasta juga berhubungan langsung dengan keadaan dispersi dan kecenderungan terjadinya gelatinasi. Faktor-faktor yang meningkatkan pengembangan dan kelarutan granula pati serta yang dapat menghalangi terjadinya gelatinasi akan meningkatkan kejernihan pasta. Zobel (1984) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sifatsifat pasta pati adalah: 1. Tingkat kemudahan pasta pati untuk dimasak, dipengaruhi oleh laju penggelembungan granula. 2. Ketinggian viskositas puncak dipengaruhi oleh kecepatan granula menggelembung dan tingkat kelarutan pati. 3. Stabilitas selama pemasakan dipengaruhi oleh tingkat kemudahan granula pecah dan tingkat kelarutannya 4. Tingkat gelatinasi pada saat pendinginan, dipengaruhi oleh tingkat regelatinasi molekul linier 5. Konsistensi pasta panas dipengaruhi oleh tingkat ketegaran granula dan tingkat gelatinasi 6. Kekentalan pasta dipengaruhi oleh tingkat pengelembungan granula dan integritas granula 7. Ketahanan terhadap pengadukan dipengaruhi oleh ketegaran granula yang telah menggelembung Regelatinasi 19

20 Regelatinasi merupakan suatu istilah tentang perubahan yang terjadi pada gelatinisasi pati mulai dari keadaan amorf atau tidak teratur menjadi keadaan yang lebih teratur atau kristalin. Granula pati yang menggelembung dan membentuk pasta atau gelatin, jika suhu terus dinaikkan akan tercapai viskositas puncak dan setelah didinginkan molekul-molekul amilosa cenderung bergabung kembali yang disebut regelatinasi. Bila pasta pati kental didinginkan maka akan terjadi peningkatan viskositas pasta akibat pengembangan granula pati yang membentuk ikatan molekul melalui ikatan hidrogen sehingga tebentuk sol pati berupa gel buram dan tegar. Pembentukan gel buram tersebut disebabkan oleh pengelompokan molekul molekul amilosa melalui ikatan hidrogen intermolekuler membentuk agregat seperti kristalin yang tidak larut dalam air. Peristiwa pengelompokan ini disebut gelatinasi (Swinkle, 1985). Amilosa adalah komponen utama yang berperan dalam peristiwa gelatinasi melalui pembentukan ikatan-ikatan hidrogen pada gugus hidroksil intermolekul antar rantai-rantai molekul amilosa, sedangkan amilopektin adalah sebaliknya karena dapat menghalangi terjadinya gelatinasi akibat percabangan molekulnya yang dapat mencegah pengelompokan tersebut. Gelatinasi akan cepat terjadi bila konsentrasi pati tinggi, suhu rendah dan ph antara 5-7. Gelatinasi merupakan masalah utama yang dijumpai khususnya dalam penggunaan pati karena dapat mengakibatkan pengerutan dan sineresis pada gel yang disimpan lama, oleh karena itu perlu dilakukan regelatinasi agar kestabilan gel tetap terjaga. Pada ph yang tinggi atau rendah regelatinasi lambat terjadi (Swinkles, 1985). Laju regelatinasi dipengaruhi oleh suhu, ukuran, bentuk dan kepekatan molekul-molekul pati dan oleh keberadaan bahan lain (Haryadi, 1993). Menurut Zobel (1984) pembentukan pasta dari granula pati merupakan tahapan yang sangat penting dan fenomena ini dapat dilihat dengan menggunakan alat Brabender Viscoamylography. Selain itu dijelaskan pula bahwa ada enam titik penting pada kurva amilografi yaitu: 20

21 a. Suhu pembentukan pasta yang menunjukkan awal terbentuknya pasta, besarnya bervariasi menurut jenis pati dan modifikasi yang dilakukan serta penambahan bahan tambahan pada bubur pati. b. Puncak viskositas yang menunjukkan suhu pelepasan pada saat puncak dicapai. Umumnya pemasakan harus melelui tahap ini untuk mendapatkan pasta yang diinginkan c. Viskositas pasta pada 95 o C yang menunjukkan berakhirnya pemasakan pasta d. Viskositas pasta pada 95 o C setelah satu jam menunjukkan stabilitas pasta selama pemasakan dengan pengadukan. Menurut Swinkles (1985) bahwa dengan adanya pengadukan dan pemasakan lanjut gaya kohesi granula yang menggelembung menjadi sangat lemah dan akhirnya struktur pasta rusak e. Viskositas pasta pada 50 o C menunjukkan tingkat regelatinasi pada saat pendinginan pasta panas. Kenaikan viskositas selama pendinginan dari 95 o C ke 50 o C merupakan ukuran regelatinasi yaitu bergabungnya kembali molekul-molekul pati f. Viskositas pasta pada suhu 50 o C setelah 1 jam menunjukkan stabilitas pasta pada kondisi tiruan yang digunakan. Kurva amilografi pati alami dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4. Kurva Amilografi Pati Alami (Mali et al., 1995) Menurut Schoch and Maywald (1968) dalam Collado et al. (2001) mengklasifikasikan tipe kurva amilografi sebagai berikut: 1. Tipe A yang menunjukkan penggelembungan granula yang tinggi dan diikuti dengan penurunan viskositas dengan cepat selama pemasakan. Pati yang termasuk dalam tipe ini yaitu kentang, tapioka dan waxy cereal 2. Tipe B yang menunjukkan penggelembungan granula yang lebih rendah daripada tipe A dan bersifat moderat selama pemasakan. Pati yang termasuk dalam katagori ini adalah pati serealia 21

22 3. Tipe C yang menunjukkan penggelembungan granula terbatas dan tidak menunjukkan viskositas puncak serta relatif bersifat konstan selama pemasakan. Pati yang termasuk dalam kategori ini adalah pati Leguminosae dan pati modifikasi 4. Tipe D yang menunjukkan penggelembungan granula sangat terbatas. Pati yang termasuk dalam kategori ini adalah pati yang mempunyai kadar amilosa yang lebih dari 50% Pati Kacang Merah Kacang merah (Vigna angularis) tergolong tanaman kelompok kacang polong (legume); satu keluarga dengan kacang hijau, kacang kedelai, kacang tolo, dan kacang uci. Ada beberapa jenis kacang merah diantaranya adalah red bean, kacang adzuki (kacang merah kecil), dan kidney bean (kacang merah besar). Gambar 2.5. Kacang Merah (Vigna angularis sp.) Taksonomi Tanaman Kacang Merah: Nama umum Indonesia : Kacang merah Inggris : Azuki bean Klasifikasi: Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) 22

23 Ordo : Fabales Famili : Fabaceae (suku polong-polongan) Genus : Vigna Spesies : Vigna angularis sp. Kacang merah kaya akan asam folat, kalsium, serat, dan karbohidrat kompleks yang tergolong tinggi. Kandungan karbohidrat kompleks dan serat yang tinggi dalam kacang merah membuatnya dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Kandungan lemak dan natrium yang dimiliki oleh kacang merah sangat rendah, nyaris bebas lemak jenuh, serta bebas kolesterol. Kacang merah juga merupakan sumber serat yang baik. Dalam 100 gram kacang merah kering, dapat menghasilkan 4 gram serat yang terdiri dari serat yang larut air dan serat yang tidak larut air. Pati kacang merah diperoleh dari bagian biji. Pada pengolahan pati kacang merah diharapkan dapat diperoleh pati yang berwarna putih. Untuk mendapatkan pati yang baik, biji kacang merah yang mengandung pati dilakukan pengolahan meliputi pencucian, pengeringan, penggilingan, dan pengayakan (Nur Alam, 2006). Penggunaan pati kacang merah dalam makanan selingan telah lama dilakukan. Namun demikian pati kacang merah hampir tidak digunakan secara luas sebagai bahan pokok. Penggunaan pati polong-polongan dalam industri makanan adalah sebagai bahan baku makanan ringan, industri sirup glukosa dan sebagainya. Pemilihan pati kacang merah sebagai bahan baku untuk berbagai makanan ini disebabkan oleh sifat gelatinasinya yang sangat kental. (Julius Pontoh et al., 2004). Hendrarsono (1984) menyatakan bahwa suhu gelatinisasi pati kacang merah berkisar antara o C. Suhu gelatinisasi ini relatif lebih tinggi daripada pati kacang hijau yang berkisar antara o C. Hal ini disebabkan karena kandungan amilosa pati kacang merah yang lebih tinggi dan ukuran granula pati yang relatif kecil (3,8-13,5 µm). Radley (1954) menyatakan bahwa pati kacang merah mempunyai granula bentuk oval dengan ukuran antara mikron dengan kadar amilosa 27% dan mempunyai suhu gelatinasi berkisar 69 o C. Haryadi 23

24 (2000) menyatakan bahwa kadar amilosa pati kacang merah 29%. Pada Tabel 1.1 dan 1.2 dapat dilihat sifat fisik, kimia dan fungsional pati kacang merah. Tabel 2.3. Sifat Fisik, Kimia dan Fungsional Pati Tanaman Kacang Merah (Nur Alam, 2006; *Radley, 1954; **Haryadi, 2000 dalam Abdul Rahim, 2007) Sifat Pati Kacang Merah Komposisi Fisik 1. Bentuk granula pati (oval)* - 2. Ukuran Granula (20-6)* - 3. Densitas (g/ml) 0,67 Kimia 1. Kadar Air (%) 7,75 2. Gula Reduksi (%) 0,02 3. Pati (%) 90,49 4. Amilosa (%) 39, (27)*, (29)** 5. Lipida(%) 0,74 6. Protein (%) 0,45 7. Serat (%) 0,23 8. Abu/mineral (%) 0,21 9. Derajat Asam (1 NaOH 0,1 N/100 g) 1,23 Sifat Fungsional 1. Daya Serap Air (g/g) 0,77 2. Daya serap minyak (g/g) 0,49 3. Sineresis (%) 4,19 4. Swelling Power (g/g) 10,84 5. Solubility (%) 19,04 Tabel 2.4. Karakteristik Fisik dan Kimia Pati Kacang Merah (Hendarsono, 1984) Parameter Rata-rata Kisaran nilai Kadar Pati (%) 75,18 Kadar amilosa (%) 24,08 Suhu gelatinisasi ( o C) 73,50 24

25 Ukuran granula (µm) 9,00 Kadar air (%) 18,38 ph 5,21 Kehalusan (%) 90,76 Derajad putih 86,25 86, Edible film dengan bahan dasar pati Definisi edible film Edible film menurut Krochta (1997) adalah suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi makanan (coating) atau diletakkan diantara komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai penghalang (barrier) terhadap perpindahan massa (misalnya kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, zat terlarut) dan sebagai pembawa bahan tambahan makanan seperti zat anti mikrobia dan antioksidan. Baldwin (1994) dan Wong et al. (1994) mengatakan bahwa secara teoritis bahan edible film harus memiliki sifat-sifat seperti: 1. Menahan kehilangan air bahan pangan. 2. Memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu. 3. Mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan kualitas bahan pangan. 4. Menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna, pengawet, penambah aroma yang dapat memperbaiki mutu bahan pangan. Film sebagai pengemasan (edible packaging) pada dasarnya dibagi atas tiga bentuk pengemasan yaitu: 1. Edible film merupakan bahan pengemas yang telah dibentuk terlebih dahulu berupa lapisan tipis (film) sebelum digunakan untuk mengemas produk pangan 2. Edible coating berupa pengemas yang dibentuk langsung pada produk dan bahan pangan 25

26 3. Enkapsulasi yaitu suatu aplikasi yang ditujukan untuk membawa komponen-komponen bahan tambahan makanan tertentu untuk meningkatkan penanganan terhadap suatu produk pangan sesuai dengan yang diinginkan Komponen pembentuk Edible Film Komponen utama penyusun edible film dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu hidrokoloid, lipid dan komposit (campuran) Kelompok hidrokoloid yang banyak digunakan adalah protein (gelatin, kasein, protein kedele, protein jagung dan gluten gandum) dan karbohidrat (pati, alginat, pektin, gum arab dan modifikasi karbohidrat lainnya), lipid yang digunakan misalnya lilin/wax, asilgliserol dan asam lemak. Sedangkan komposit adalah bahan yang didasarkan pada campuran hidrokolid dan lipid (Danhowe and Fennema, 1994). Menurut Krochta et al. (1994), hidrokoloid digunakan sebagai edible film untuk produk pangan yang tidak sensitif terhadap uap air. Hidrokoloid dapat mencegah reaksi-reaksi kerusakan pada produk pangan dengan jalan menghambat gas-gas reaktif terutama oksigen dan karbon dioksida. Bahan ini juga tahan terhadap lemak karena sifatnya yang polar. Sebagian edible film yang berasal dari bahan hidrokoloid dapat dilarutkan, dengan demikian sangat baik diterapkan pada produk-produk yang memerlukan perebusan/pengukusan sebelum digunakan. Edible film yang dibuat dari hidrokoloid mempunyai kelebihan diantaranya untuk melindungi produk terhadap oksigen, karbondioksida dan lipid serta meningkatkan kekuatan fisik. Kelemahan film dari karbohidrat adalah tingkat ketahanan terhadap uap air sangat rendah akibat sifat hidrofiliknya, sedangkan film dari protein sangat dipengaruhi oleh perubahan ph. Edible film dari lipid mempunyai kelebihan yaitu baik digunakan untuk melindungi penguapan air atau sebagai bahan pelapis untuk mengoles produk konfeksioneri, sedangkan kekurangannya yaitu kegunaan dalam bentuk murni sebagai film terbatas karena kekurangan integritas dan ketahanannya. Edible film dari komposit (gabungan hidrokoloid dan lipid) dapat meningkatkan kelebihan dari film hidrokoloid dan lipid serta mengurangi kelemahannya (Danhowe and Fennema, 1994). Menurut 26

27 Gontard (1993) edible film mempunyai banyak keuntungan jika dibandingkan dengan pengemas sintetik yang tidak dapat dimakan yaitu: 1. Edible film dapat dikonsumsi bersamaan dengan produk yang dikemas, tidak ada pembuangan pengemas sehingga ramah terhadap lingkungan. 2. Jika film tidak dikonsumsi, film tersebut dapat didaur ulang atau dapat terdegradasi oleh mikroorganisme. 3. Film dapat berfungsi sebagai suplemen gizi pada makanan terutama film yang dibuat dengan bahan dasar protein. 4. Film sangat baik digunakan untuk mikroenkapsulasi aroma bahan makanan dan dapat memperbaiki sifat-sifat organoleptik makanan yang dikemas dengan memberi variasi komponen (pewarna, pemanis, pemberi aroma) yang menyatu dengan makanan. 5. Film dapat digunakan sebagai pengemas satuan (individu) dari bahan makanan yang berukuran kecil seperti kacang, biji-bijian, dan strawberry. 6. Edible film dapat diterapkan pada sistem pengemasan berlapis-lapis dengan edible film sebagai pengemas bagian dalam dan pengemas non edible dibagian luar. Kemampuan edible film dalam menjalankan fungsi- fungsinya tersebut tergantung pada sifat-sifat fisiknya Pembentukan edible film Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan edible film antara lain: a. Suhu Perlakuan panas diperlukan untuk membentuk pati tergelatinasi sehingga terbentuk pasta pati yang merupakan bentuk awal edible film. Suhu pemanasan pati akan menentukan sifat mekanik edible film yang terbentuk kacang merah suhu pemanasan akan menentukan tingkat gelatinisasi yang terjadi yang pada akhirnya menentukan sifat fisik dari pasta yang terbentuk. b. Konsentrasi pati Konsentrasi pati memberikan kontribusi terhadap kadar amilosa dalam larutan pati sehingga berpengaruh terhadap sifat pasta yang dihasilkan 27

28 c. Plasticizer dan bahan aditif lain Konsentrasi plasticizer dan bahan aditif lain yang ditambahkan ke dalam formula film akan berpengauh terhadap sifat film yang terbentuk kacang merah bahan-bahan tersebut akan berinteraksi dengan pati d. Suhu Sifat fisiko-kimia edible film a. Ketebalan film Menurut McHugh dan Krochta (1994) ketebalan juga sangat mempengaruhi sifat fisik dan mekanik edible film, seperti tensile strength, elongation, dan water vapor transmission rate (WVTR). Faktor yang dapat mempengaruhi ketebalan edible film adalah konsentrasi padatan terlarut pada larutan pembentuk film dan ukuran pelat pencetak. Semakin tinggi konsentrasi padatan terlarut, maka ketebalan film akan meningkat. Sebagai kemasan, semakin tebal edible film maka kemampuan penahanannya semakin besar, sehingga umur simpan produk akan semakin panjang. Menurut Zhang dan Han (2006) bahwa, ketebalan film meningkat sesuai dengan meningkatnya plasticizer dari 4,34-10,87 mmol/g dan berat molekul plasticizer dari 92,09-182,2 pada penelitian dengan menggunakan beberapa monosakarida dan poliols sebagai plasticizer. Edible film dengan gliserol sebagai plasticizer mempunyai ketebalan paling tipis jika dibandingkan dengan yang lain, berat molekulnya paling kecil, mempunyai konsentrasi padatan terlarut paling rendah. Edible film yang terlalu tebal dapat memberikan efek yang merugikan. Menurut Howard dan Dewi (1995) pelapis yang tebal dapat dapat membatasi pertukaran gas hasil respirasi, sehingga menyebabkan produk mengakumulasi etanol yang cukup tinggi dan meningkatkan off- flavor. b. Tensile strength (MPa) / kekuatan renggang putus (%) 28

29 Tensile Strength adalah ukuran untuk kekuatan film secara spesifik, merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film tetap bertahan sebelum putus/sobek (Krochta and Mulder-johnston, 1997). Pengukuran ini untuk mengetahui besarnya gaya yang diperlukan untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap luas area film. Sifat tensile strength tergantung pada konsentrasi dan jenis bahan penyusun edible film terutama sifat kohesi struktural. Kohesi struktural adalah kemampuan polimer untuk menentukan kuat atau tidak ikatan antar rantai molekul antar rantai polimer. c. Elongasi Xu et al. (2005) menyatakan bahwa film dengan bahan dasar pati bersifat rapuh kacang merah adanya amilosa, sehingga makin tinggi konsentrasi pati akan menurunkan fleksibilitas film yang dihasilkan. Menurut Chick dan Hernandez (2002) bahwa meningkatnya kadar air akan menurunkan tensile strength film yang tidak menggunakan wax, tetapi dengan adanya wax akan meningkatkan tensile strength dan menurunkan elongation. Sedangkan menurut Cheng et. al. (2006) bahwa peningkatan konsentrasi gliserol dan sorbitol tidak memberi pengaruh secara signifikan terhadap tensile strength konjac glucomannan film, tetapi meningkatkan flexibilitas dan ekstensibilitas film. Laju transmisi uap air (WVTR) adalah jumlah uap air yang melalui suatu permukaan persatuan luas atau slope jumlah uap air dibagi luas area. Edible film dengan bahan dasar polisakarida umumnya sifat barrier terhadap uap airnya rendah. Film hidrofilik seringkali memperlihatkan hubungan-hubungan positif antara ketebalan dan permeabilitas uap air. Studi-studi sebelumnya sudah menandai hubungan-hubungan yang serupa antara ketebalan film dan sifat permeabilitas didalam sistem film yang hidrofilik (Liu dan Han, 2005). Nilai laju transmisi uap air suatu bahan dipengaruhi oleh struktur bahan pembentuk dan konsentrasi plasticizer. Penambahan plasticizer seperti gliserol akan meningkatkan permeabilitas film terhadap uap air karena gliserol bersifat hidrofilik (Gontard et al, 1993). Hal itu sesuai dengan hasil penelitian Zhang dan Han (2006) bahwa pada pembuatan Pea starch film dengan menggunakan 29

30 plasticizer gliserol dan sorbitol mempunyai nilai WVP lebih tinggi secara signifikan daripada monosakarida, diduga kacang merah struktur film dengan plasticizer monosakarida lebih kompak daripada polyol (gliserol dan sorbitol). Pada konsentrasi gliserol dan sorbitol yang tinggi, menurunkan kekuatan kohesif antara rantai pati, sehingga molekul- molekul air lebih mudah berdifusi dan menghasilkan WVP lebih tinggi. Mali et al. (2005) menyatakan dalam penelitiannya bahwa bahwa meningkatnya konsentrasi gliserol tidak signifikan meningkatkan WVP starch film. Sedangkan Turban dan Sahbaz (2004) menemukan bahwa peningkatan konsentrasi polietilen glikol dalam film berbahan dasar metilselulose meningkatkan WVP secara signifikan. Secara umum permeabilitas uap air menurun sesuai dengan konsentrasi wax yang meningkat dan Relative Humidity (RH) yang menurun. Film dengan candelilla wax mempunyai permeabilitas uap air lebih rendah daripada dengan carnauba wax (Chick dan Hernandez, 2002). Film hidrofilik seringkali memperlihatkan hubungan positif antara ketebalan dan permeabilitas uap air, studi sebelumnya telah menunjukkan adanya hubungan antara ketebalan film dan sifat permeabilitas didalam sistem film yang hidrofilik (Liu dan Han, 2005). d. Daya larut (%) Daya larut merupakan salah satu sifat fisik edible film yang menunjukkan persentase berat kering terlarut setelah dicelupkan dalam air selama 24 jam (Gontard et al, 1993). Daya larut film sangat ditentukan oleh sumber bahan dasar pembuatan film. Edible film berbahan dasar pati tingkat kelarutannya dipengaruhi oleh ikatan gugus hidroksi pati. Makin lemah ikatan gugus hidroksil pati, makin tinggi kelarutan film. Edible film dengan daya larut yang tinggi menunjukkan film tersebut mudah dikonsumsi. Kadang-kadang pati mengalami masalah terhadap kelarutannya, dalam hal ini setelah mengalami gelatinisasi. Kelarutan edible film juga dipengaruhi oleh gliserol, selain sebagai plasticizer. Seperti yang dinyatakan oleh Meyhar dan Han (2004) bahwa kelarutan rice starch dan pie starch masing-masing sebesar 44% dan 32%, yang disebabkan kacang merah penggabungan komponen terlarut 30

31 dengan gliserol. Sedangkan Flores et al (2007) menyatakan bahwa kelarutan film adalah sama pada semua cara (metode) pembuatan film, tetapi kelarutan meningkat secara signifikan jika menggunakan kalium sorbat dalam film berbahan dasar pati tapioka Gliserol sebagai Plasticizer Plasticizer adalah salah satu komponen bahan dasar pembuatan edible film yang berfungsi untuk mengatasi sifat rapuh lapisan film. Menurut Gulbert dan Biquet (1996) ada beberapa jenis plasticizer yang sering digunakan dalam pembuatan edible film yaitu: a) mono, di-, dan oligosakarida; b) poliol (seperti gliserol dan turunannya, polyetilen glikol, sorbitol); dan c) lipid dan turunannya (asam lemak, monogliserida dan esternya, asetogliserida, pospholipida dan emulsifier lain). Edible film membutuhkan plasticizer dengan berat molekul rendah untuk meningkatkan fleksibilitas dan ketahanannya, dengan cara menginterupsi interaksi rantai polimer dan menurunkan suhu Transition Glass (Brody, 2005). Menurut Winarno (1992) Gliserol adalah senyawa alkohol polihidrat (polyol) dengan 3 buah gugus hidroksil dalam satu molekul atau disebut alkohol trivalent. Rumus kimia gliserol adalah C3H8O3, Berat molekul gliserol 92,10 massa jenisnya 1,23 g/cm3 dan titik didihnya 204 o C. Gliserol mempunyai sifat mudah larut air, meningkatkan viskositas larutan, mengikat air dan menurunkan Aw (Lindsay, 1985). Gliserol merupakan salah satu plasticizer yang banyak digunakan karena cukup efektif mengurangi ikatan hidrogen internal sehingga akan meningkatkan jarak intermolekuler. Secara teoritis plasticizer dapat menurunkan gaya internal diantara rantai polimer, sehingga akan menurunkan tingkat kegetasan dan meningkatkan permeabilitas terhadap uap air (Gontard et al. 1993). Rodriguez et al. (2006) menambahkan bahwa gliserol merupakan plastizicer yang bersifat hidrofilik, sehingga cocok untuk bahan pembentuk film yang bersifat hidrofilik seperti pati. Ia dapat meningkatkan sorpsi molekul polar 31

32 seperti air. Peran gliserol sebagai plasticizer dan konsentrasinya meningkatkan fleksibilitas film (Gontard et al, 1993; Mali et al, 2005; Bertuzi et al, 2007). Molekul plastizicer akan mengganggu kekompakan pati, menurunkan interaksi intermolekuler dan meningkatkan mobilitas polimer. Selanjutnya mengakibatkan peningkatan elongation dan penurunan tensile strength seiring dengan peningkatan konsentrasi gliserol. Penurunan interaksi intermolekuler dan peningkatan mobilitas molekul akan memfasilitasi migrasi molekul uap air (Rodriguez et al. 2006) Modifikasi Hidrotermal (MH) Penggunaan pati alami dalam industri pangan sangat terbatas, hal ini disebabkan karena granula pati alami hidrasinya lambat dan sukar tergelatinasi pada suhu rendah. Stabilitas viskositas pasta rendah, tidak tahan terhadap panas pengolahan yang tinggi, kurang tahan terhadap pengadukan selama dan sesudah pemasakan, dan tidak tahan terhadap ph pangan yang rendah (Smith, 1982). Bila pati alami dipanaskan hingga tergelatinasi dan pengadukan terus dilakukan pada suhu tinggi dan ph rendah maka terjadi penurunan viskositas pasta yang sangat besar. Penurunan ini terjadi sebagai akibat kerusakan atau melemahnya ikatan hidrogen granula pati, yang berfungsi mempertahankan integritas granula pati. Mason (2004) mengemukakan beberapa kerugian atau kelemahan pati alami seperti: 1) sensitif terhadap shear: pati alami yang dimasak kehilangan viskositasnya dan menjadi kohesif ketika pati diperlakukan pemanasan tinggi dan stress mekanik; 2) sensitif terhadap asam: makanan mengandung asam akan rusak, contohnya viskositas pati alami mengalami penurunan selama penyimpanan; 3) stabilitas rendah: setelah dimasak, pati alami mengalami rekristalisasi atau regelatinasi, sehingga menyebabkan sineresis, gelling, grainniness dan buram. Perlakuan ini lebih lanjut terjadi apabila mendapat perlakuan pembekuan dan pencairan; 4) viskositas tidak konsisten: berdasarkan jenis tanaman, daerah dan tahun; dan 5) kelarutan rendah. Untuk mengatasi kekurangan dan kelemahan sifat-sifat pati alami dalam memenuhi kebutuhan terhadap pati bagi industri pangan maupun non pangan 32

33 dengan sifat-sifat fungsional yang makin luas dapat dilakukan dengan cara memodifikasi pati secara kimiawi dan fisik (FAO, 1989; Kearsley dan Sicard, 1989). Dengan modifikasi pati, sifat-sifat fungsional pati alami dapat ditingkatkan, diperbaiki maupun dikontrol sesuai dengan kebutuhan. Proses modifikasi fisik dengan cara modifikasi hidrotermal telah dilakukan oleh beberapa peneliti Kulp dan Lorenz (1981) pada pati ketela, Hoover dan Vasanthan (1994) pada pati jagung, lentil, oat dan ubi jalar, sedangkan Collado dan Corke (1999) pada ubi jalar. Menurut Stute (1992) modifikasi pati secara MH dilakukan dengan mengkombinasikan antara kadar air dan panas akan mengakibatkan perubahan sifat-sifat pati. MH dilakukan pada suhu diatas suhu gelatinisasi pati ( o C) dan dengan kadar air kurang dari 35%. Menurut Collado dan Corke (1999) pada MH, pati dikondisikan pada suhu tinggi dengan kandungan air sekitar 18-27%. Menurut Earlinger dkk, (1996) hasil dari MH juga dipengaruhi oleh suhu dan waktu. MH merupakan hydrothermal treatment dengan mengkondisikan pati dengan kombinasi air dan suhu yang mampu mengubah sifat pati tanpa mengubah kenampakan granula (Collado and Corke, 1999). Modifikasi tersebut dapat menyebabkan terjadinya pengaturan kembali dan peningkatan derajat asosiasi rantai molekul penyusun pati. Keadaan ini didukung dengan melelehnya dareah kristalin kemudian pembentukan daerah kristalin lagi atau terjadi reorientasi. Perubahan molekul tersebut berdampak nyata terhadap sifat reologi pati, yaitu adanya perubahan suhu gelatinasi, kapasitas menyerap air dan sifat pasta yang dihasilkan. Perlakuan MH akan menyebabkan struktur kristalin amilosa lebih kuat dalam granula yang berfungsi mencegah penggelembungan granula sehingga akan menyebabkan peningkatan gaya kohesi dalam granula pati dan akan mengakibatkan penurunan pelarutan padatan. Sifat kristalin pati dapat diketahui menggunakan metode difraksi sinar X. Diftaksi sinar X melibatkan penggunaan teknologi sinar X (Pomeranz & Meloan, 2000 dalam Zondag M.D, 2003). Sifat kristalin pati terbagi menjadi empat jenis (Shelton & Lee, 2000; dalam Zondag, M.D., 2003). Pembagian ini menentukan bagaimana granula beraksi terhadap kondisi proses. Salah satu sifat kristalin adalah tipe A, yang dapat ditemukan pada 33

34 pati sereal yang mempunyai amilosa kurang dari 40% dan mengandung daerah kristalin dengan struktur helix amilopektin yang paralel. Tipe B ditemukan pada umbi, akar, dan pati dengan amilosa tinggi, serta pati yang telah mengalami regelatinasi setelah pemrosesan dan mengandung daerah kristalin struktur helix amilopektin yang paralel. Perbedaan utama antara tipe A dan B adalah adanya peningkatan molekul air pada pati tipe B (8 vs 36 molekul air) (Stute, 1992). Tipe C dianggap sebagai gabungan dari tipe A dan B, sedangkan tipe V ditemukan pada granula yang mengandung sejumlah besar amilosa yang mempunyai ikatan komplek dengan lemak (Jacobs & Delcour, 1998; dalam Zondag M.D., 2003). Proses MH terhadap granula pati yang basah mengubah beberapa sifat-sifatnya, khususnya suhu gelatinisasi, kapasitas penyerapan air, dan karakteristik pastanya. Pada pati kentang, pola sinar X berubah dari B menjadi A, dalam perlakuan pati dihadapkan pada uap o C selama 2-18 jam atau dipanaskan pada kadar air 27% dengan suhu o C hingga 16 jam. Perubahan pola sinar X pati kentang dari B menjadi A menunjukkan kristalin pati telah meleleh dan mengalami kristalisasi kembali atau setidaknya mengalami perubahan orientasi secara signifikan. Pada proses MH kristalin meleleh, setidaknya sebagian, dan selama pendinginan diasumsikan telah mengalami bentuk yang lebih stabil dan berikatan sangat erat dibanding pada granula asli (French, 1984; dalam Whistler et.al, 1984). Salah satu keuntungan modifikasi fisik ini adalah hasil modifikasi pati dianggap lebih alami dan aman dibandingkan modifikasi secara kimia. 34

35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Potensi pengembangan teknologi pengemas makanan Timbul masalah pencemaran lingkungan akibat sampah plastic yang non biodegradable Harga bahan baku impor untuk pengemas makanan semakin mahal Peningkatan sumberdaya produksi hasil bumi nusantara sebagai bahan komoditas pangan dan non pangan perlu adanya penelitian tentang teknologi pengemas makanan yang aman (foodgrade), dapat dimakan, dan biodegradable EDIBLE FILM Penelitian tentang edible film dari material Komposit Penelitian tentang edible film dari material Lipid Penelitian tentang edible film dari material Hidrokoliod EDIBLE FILM PATI KACANG MERAH Ketahanan terhadap mikroorganisme rendah Tingkat kerapuhan tinggi Kestabilan Viscositas rendah Kelarutan rendah perlu adanya penelitian tentang modifikasi edible film dari Pati Kacang Merah untuk meningkatkan kualitasnya METODE PENELITIAN penelitian terdiri dari 6 tahap: Preparasi dan analisis bahan baku, pembuatan edible film, optimasi waktu regelatinasi dan MH, modifikasi terhadap sifat fisik edible film, analisis fisiko kimia REGELATINASI dan MODIFIKASI HIDROTERMAL TUJUAN Membuat edible film, mengetahui pengaruh regelatinasi dan MH, optimasi perlakuan fisik Membuat edible film yang berkualitas Mengetahui pengaruh Regelatinasi dan MH Menentukan waktu optimum Regelatinasi dan MH Karya ilmiah Teknologi Tepat Guna TESIS Paper Gambar 3.1. Skema Kerangka Berpikir KELUARAN 35

36 Pati kacang merah memiliki potensi yang cukup besar digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film didasarkan pada kuantitas persentase pati yang terkandung dan kekuatan gelatinasi patinya. Kendala yang dihadapi dalam proses pengolahan pati adalah stabilitas viskositas pasta rendah, tidak tahan terhadap panas pengolahan yang tinggi, kurang tahan terhadap pengadukan selama dan sesudah pemasakan, dan tidak tahan terhadap ph pangan yang rendah. Untuk mengatasi kelemahan sifat pati kacang merah sehingga sesuai dengan kebutuhan industri pangan dapat dilakukan dengan cara kombinasi perlakuan regelatinasi dan modifikasi hidrotermal yang terlebih dahulu ditentukan kondisi optimumnya. 3.2 Rancangan Variabel dan Optimasi Variabel proses yang akan dikaji dan dioptimasi meliputi waktu regelatinasi, dan waktu modifikasi hidrotermal. Percobaan penentuan kondisi optimum pembuatan edible film ini terdiri dari 6 tahap percobaan dengan distribusi perlakuan sebagaimana tertera pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Rancangan Penelitian Optimasi Waktu Pembuatan Edible Film Variabel Proses Tahap Proses Suhu ( o C) Waktu (jam) Analisis Hasil Regelatinasi 4 Ketebalan, Waktu optimum, Tensile strength, pengaruh perlakuan 3 4 Elongasi, Kadar regelatinasi dan air, dan Daya MH 5 MH 110 larut Kondisi operasi tetap meliputi: konsentrasi pati 3% (b/b), kadar air pati 20%, konsentrasi gliserol 30% (b/b), kecepatan pengadukan 300 rpm, suhu pengadukan 80 o C, dan suhu pengeringan 50 o C. Skema proses pembuatan beserta optimasi waktu regelatinasi dan modifikasi hidrotermal edible film dari pati kacang merah disajikan pada Gambar

37 37

38 3.3. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kacang merah (Vigna angularis sp) dari perkebunan rakyat di Kabupaten Blora, gliserol p.a. (Merck), glikol p.a (Bayer), aquades, amilosa murni (Merck), etanol 95% (Merck), NaOH 1 N (Merck), asam asetat 1 N (Merck), larutan iodine 0,2% (Meiji), kertas saring, dan sodium azide 0,02% (Merck) Alat Penelitian Alat penelitian yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah: timbangan digital (Mettler), water batch (Hesinbach), sieve shaker (Trona), timer (Casio), mixer (Phillip), oven (Precision), thermometer 100 o C (Brita), cetakan plastik mika. Sedangkan alat untuk analisis kimia, sifat fisik dan mekanik yaitu: oven, desikator, LIoyd s Universal Testing instrument, Schoper Type Thic, Spektrofotometer, dan peralatan gelas Prosedur Penelitian Pada penelitian ini dimulai dengan analisis awal pati kacang merah yang meliputi: kadar air, kadar amilosa. Tahap berikutnya adalah pembuatan edible film dari pati kacang merah (mengacu pada metode Amrinarsih, 2000 dan Franciscus Sinung Pranata, 2002). Pembuatan edible film pati kacang merah dengan kombinasi variasi regelatinasi (0,5 jam, 1 jam, dan 1,5 jam) dan waktu MH (0,5 jam, 1 jam, dan 1,5 jam). Edible film yang dihasilkan dari kombinasi variasi tersebut dilakukan analisa ketebalan, tensile strength, elongasi, kadar air dan daya larut Pembuatan edible film dan variasi waktu regelatinasi dan MH Tepung kacang merah yang telah diayak dengan ukuran partikel 100 mesh selanjutnya dilanjutkan dengan pembuatan pati. Tepung kacang merah disuspensikan dalam aquadest dengan pengadukan secara kontinyu, larutan didiamkan selama satu malam kemudian diperas menggunakan kain bersih, filtrat dikeringkan sampai terbentuk serbuk pati. Larutan pati kacang merah disiapkan dengan konsentrasi 3% (b/v) kemudian ditambah gliserol 30% (b/b). Pemanasan 38

39 dilakukan pada suhu 85 o C selama 15 menit sambil dilakukan pengadukan dengan kecepatan 300 rpm menggunakan mixer. Larutan pati dituang kedalam cetakan plastik mika dan siap untuk dilakukan regelatinasi dengan variasi selama 0,5 jam, 1 jam, dan 1,5 jam. Larutan pati yang telah diregelatinasi dimasukkan dalam oven pada suhu 50 o C dan diatur kadar airnya sampai diperoleh 20%. Selanjutnya larutan pati dilakukan MH pada suhu 110 o C selama 0,5 jam, 1 jam dan 1,5 jam. Tahapan terakhir larutan film dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50 o C sampai diperoleh kadar air + 12%. Perlakuan sampel kontrol tanpa dilakukan regelatinasi dan MH. Edible film yang dihasilkan dianalisis ketebalan, tensile strength, elongasi, kadar air, dan daya larut Pengaruh variasi waktu regelatinasi dan MH terhadap sifat fisik edible film Pengaruh perlakuan regelatinasi dan MH dipelajari berdasarkan hasil analisis fisiko kimia dari produk edible film yang dihasilkan. Pengaruh yang dipelajari anatara lain terhadap: ketebalan, tensile strength, elongasi, kelarutan, dan kadar air. Gambar 3.3. Mechanical Universal Testing Machine Optimasi waktu pada perlakuan regelatinasi dan MH Edible film yang dihasilkan diharapkan dapat memiliki karakteristik fisik dan kimia yang berkualitas, oleh karena itu diperlukan perlakuan regelatinasi dan MH pada waktu optimum. Variasi waktu perlakuan regelatinasi dan MH masingmasing: 0,5 jam, 1 jam, dan 1,5 jam. 39

40 3.6. Metode Analisis Pengujian yang dilakukan terhadap bahan dasar pati kacang merah dan edible film adalah sebagai berikut: 1. Kadar air (AOAC, 1990) 2. Kadar Amilosa (AOAC,1990) 3. Ketebalan film (Kim et al. 2002) 4. Tensile strength dan elongasi (Kim et al., 2002; Xu et al. 2005) 5. Kelarutan film dalam air (Gontar et al. 1992) 40

41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Bahan Baku Pati kacang merah (Vigna angularis sp.) yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil industri rakyat dari Desa Gagakan Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora Propinsi Jawa Tengah. Kadar air erat hubungannya dengan keawetan bahan selama penyimpanan. Semakin rendah kadar air bahan maka semakin aman bahan tersebut dari kemungkinan kerusakan akibat serangan mikroorganisme. Dari hasil pengukuran diperoleh kadar air pati kacang merah sebesar 14,41% (b/b). hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian Hendrarsono (1984) yang menyatakan bahwa kadar air pati kacang merah berkisar antara 12,24-21,85%. dan lebih rendah dari hasil penelitian Haryadi (1990) sebesar 15,32% bb. Konsentrasi amilosa pati kacang merah sebesar 30,05%, Berbeda hasil yang diperoleh Haryadi (1990) sebesar 29%, Nur alam (2006) sebesar 39% dan Abdul Rahim (2008) sebesar 37,95%. Perbedaan karakteristik setiap jenis pati dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumber botani/varietas, kondisi iklim, jenis tanah, budidaya, pengolahan, bentuk dan ukuran granula pati, rasio amilosa dan amilopektin, kandungan dari komponen non pati, struktur kristalin dan amorf (Mali et al. 2004: Singh et al. 2004). Konsentrasi amilosa pati kacang merah cukup tinggi jika dibandingkan dengan pati jagung 15%, pati tapioka 27%, pati yam 29% (Mali et al., 2004), pati sagu sekitar 27% (Polnaya, 2005; Said, 2005). Konsentrasi amilosa yang tinggi ini sangat penting dalam pembentukan gel serta dapat menghasilkan lapisan tipis (film) yang baik daripada amilopektin (Wahyuntari,1992). Kandungan amilosa merupakan komponen yang paling berperan dalam menentukan sifat film yang dihasilkan, walaupun karakteristik akhir dari film juga dipengaruhi oleh interaksi amilopektin dan plasticizer (Tharanathan, 2003; Mali et al. 2005). 41

42 4.2. Pembuatan Edible Film Pati kacang merah digunakan sebagai bahan dasar pembuatan edible film dengan formula pati kacang merah 3% (b/v). Pada proses pembuatan edible film dari pati kacang merah diperoleh hasil berupa edible film yang sedikit kaku, namun setelah ditambah gliserol 30% (b/b) tekstur pasta edible film menjadi lebih halus dan namun kuat. Gliserol merupakan salah satu plasticizer yang banyak digunakan karena cukup efektif mengurangi ikatan hidrogen internal sehingga akan meningkatkan jarak intermolekuler. Secara teoritis plasticizer dapat menurunkan gaya internal diantara rantai polimer, sehingga akan menurunkan tingkat kegetasan dan meningkatkan permeabilitas terhadap uap air (Gontard et al., 1993). Rodriguez et al. (2006) menambahkan bahwa gliserol merupakan plastizicer yang bersifat hidrofilik, sehingga cocok untuk bahan pembentuk film yang bersifat hidrofilik seperti pati. Molekul plastizicer akan mengganggu kekompakan pati, menurunkan interaksi intermolekuler dan meningkatkan mobilitas polimer. Selanjutnya mengakibatkan peningkatan elongation dan penurunan tensile strength seiring dengan peningkatan konsentrasi gliserol. Penurunan interaksi intermolekuler dan peningkatan mobilitas molekul akan memfasilitasi migrasi molekul uap air (Rodriguez et al. 2006). Edible film yang dihasilkan memiliki warna yang buram sehingga perlu dilakukan modifikasi fisik lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas Optimasi Waktu Regelatinasi dan MH serta Pengaruhnya terhadap sifat fisik Edible Film Pengaruh variasi waktu regelatinasi dan MH terhadap ketebalan Hubungan antara waktu regelatinasi dan waktu MH terhadap ketebalan (µm) edible film yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.1. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa waktu retrogradasi dan waktu MH tidak berpengaruh secara nyata terhadap ketebalan edible film. Pada Gambar 4.1 terlihat ketebalan dengan satuan µm bahwa semakin lama regelatinasi dan MH ketebalan film semakin menurun. Hal ini dikarenakan jarak gugus OH molekul pati saling 42

43 berdekatan menyebabkan peningkatan ikatan antar molekul-molekul pati semakin kompak serta terjadi pelepasan air. Gambar 4.1. Pengaruh Regelatinasi dan MH terhadap Ketebalan Ketebalan film akan mempengaruhi karakteristik mekanik film yang dihasilkan. Ketebalan film akan mempengaruhi sifat tensile strength dan elongasi film dan pada konsentrasi pati yang terlalu tinggi akan menghasilkan film dengan sifat yang brittle (kaku, getas) dan tidak elastis. Hal ini akan menjadi kendala dalam aplikasi edible film sebagai pengemas. Park et al. (1994) juga mengatakan bahwa edible film yang terlalu tebal dapat memberikan efek yang merugikan Pengaruh variasi waktu regelatinasi dan MH terhadap Tensile Strength Tensile strength menunjukkan gaya maksimum yang diperlukan untuk memutuskan edible film. Nilai tensile strength film pati aren berkisar 5,48-7,69 MPa dengan nilai terendah pada perlakuan kontrol dan tertinggi pada waktu regelatinasi 2 jam dan MH 2,5 jam. Berdasarkan hasil analisa statistik menunjukkan bahwa waktu retrogradasi dan waktu MH berpengaruh secara nyata terhadap tensile strength. Pengaruh waktu regelatinasi dan MH terhadap tensile strength edible film dapat dilihat pada Gambar

44 Gambar 4.2. Pengaruh Regelatinasi dan MH terhadap Tensile Strength Gambar di atas menunjukkan bahwa meningkatnya waktu regelatinasi dan waktu MH akan meningkatkan tensile strength. Tensile strngth terendah pada perlakuan kontrol (tanpa regelatinasi dan MH) sebesar 2,98 MPa dan tensile strength tertinggi pada waktu regelatinasi 1 jam dan waktu MH 1,5 Jam sebesar 6,19 MPa. Hal ini menunjukkan bahwa pada proses regelatinasi dan MH 110 C, mengakibatkan Film mempunyai Fmax yang paling besar dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Menurut Li dan Chang (1981) pati dengan kadar amilosa tinggi mempunyai fraksi linier yang lebih tinggi maka regelatinasi pati dalam film juga lebih besar, hal inilah yang menyebabkan daya regang putusnya menjadi tinggi. Pada proses regelatinasi terjadi pengelompokan ikatan hidrogen intermolekuler yang menyebabkan ikatan molekul amilosa semakin kompak. Setelah proses regelatinasi dilakukan MH dengan suhu 110 C. Menurut Xu dan Seib (1993) adanya MH akan menaikkan jumlah ikatan hidrogennya sehingga dengan kenaikan ikatan ini akan mempertinggi tensile strength yang terjadi. Menurut Lii dkk. (1996) sifat reologi tergantung terutama pada sifat-sifat granula pati sedangkan kadar amilosa pengaruhnya lebih kecil. Granula pati terdiri dari amilosa dan amilopektin dihubungkan dengan ikatan hidrogen didalam kumpulan kristalin yang teratur yang disebut Misel (Leach dkk., 44

45 1959). Jika suatu granula dipanaskan dalam suatu medium berair, maka ikatan hidrogennya yang mempertahankan struktur pati akan melemah sehingga granula akan menyerap air dan mengalami penggelembungan. Granula yang telah mengalami penggelembungan memegang peranan yang paling penting terhadap sifat reologi pati yaitu membangun suatu struktur dasar matriks gel dan amilosa yang terlarut dari granula pati atau amilosa yang ditambahkan ke gel pati akan memperkuat matriks selama pendinginan (regelatinasi), dan adanya perlakuan MH akan menurunkan proses penggelembungan pati. Menurut Hoover dan Vasanthan (1994) dalam Rumpagaporn (2003) melaporkan adanya perlakuan MH akan menyebabkan Perubahan struktur kristalin pati. Struktur kristalin memegang paranan penting dalam penggelembungan granula pati. Pernyataan yang sama juga dikemukakan Adebowale dan Olayide (2003) bahwa perubahan struktur dalam granula pati setelah MH berpengaruh pada penurunan pembengkakan dan kelarutan pati. Perubahan pada kristalinitas telah terjadi pertumbuhan kristal baru pada daerah amorf dan kristal yang telah ada semakin kuat Pengaruh variasi waktu regelatinasi dan MH terhadap elongasi Elongasi adalah sifat mekanik yang erat hubungannya dengan sifat fisik edible film. Elongasi menunjukkan perubahan panjang edible film maksimum saat memperoleh gaya tarik sampai edible film putus. Nilai elongasi menunjukkan kemampuan film untuk memanjang. Sifat ini tergantung pada jenis bahan pembentukan film yang akan mempengaruhi sifat kohesi struktur edible film. Hubungan antara waktu regelatinasi dan waktu MH terhadap elongasi edible film yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa waktu retrogradasi dan waktu MH tidak berpengaruh secara nyata terhadap elongasi edible film. Hal ini dapat terlihat bahwa nilai elongasi pada masing-masing perlakuan memiliki kemampuan untuk memanjang terlihat hampir sama. 45

46 Gambar 4.3. Pengaruh Regelatinasi dan MH terhadap Elongasi Film berbahan dasar pati bersifat rapuh karena adanya amilosa, sehingga makin tinggi konsentrasinya akan menurunkan fleksibilitas film yang dihasilkan (Xu et al., 2005). Bertuzi et al. (2007) menambahkan bahwa tanpa adanya plasticizer, film yang terbuat dari pati atau amilosa akan rapuh, maka penambahan plasticizer dibutuhkan untuk mengatasi kerapuhan yang disebabkan oleh gaya intermolekuler molekul pati Pengaruh regelatinasi dan MH terhadap kelarutan Kelarutan film untuk menunjukkan integritas film dalam lingkungan cair. Film dengan kelarutan yang tinggi menunjukkan bahwa ketahanan film terhadap air lebih rendah, serta menunjukkan sifat hidrofilisitas film tersebut. Nilai kelarutan berkisar antara 14,46-21,06% dengan nilai terendah dihasilkan oleh film regelatinasi 1,5 jam dan MH 1,5 jam dan nilai tertinggi pada kontrol. Hasil analisis statistic menunjukkan bahwa waktu regelatinasi dan waktu MH berpengaruh secara nyata terhadap kelarutan edible film. Makin lama waktu regelatinasi dan waktu MH, nilai kelarutan makin rendah. Pengaruh regelatinasi dan MH terhadap kelarutan disajikan pada Gambar

47 Gambar 4.4. Pengaruh Regelatinasi dan MH terhadap Kelarutan Pada Gambar sangat jelas terlihat bahwa makin tinggi waktu regelatinasi dan MH, makin rendah daya larutnya. Hal ini disebabkan karena kekompakan film sebagai akibat dari meningkatnya ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen yang semakin meningkat menyebabkan struktur molekul pati saling kuat berikatan membentuk jaringan yang kompak, sehingga menurunkan daya larut film. Amilosa dapat membentuk gel dengan mudah karena bentuk rantainya yang lurus sehingga pembentukan jaringan tiga dimensi berlangsung dengan mudah. Struktur jaringan tiga dimensi disusun oleh ikatan antar percabangan pendek dari molekul amilosa dan membentuk daerah yang kristalin. Struktur jaringan tiga dimensi dapat menghambat penggelembungan pati dan meningkatkan gaya kohesi dalam granula pati (Feillet, 1984, Mestress dkk., 1988) sehingga saat pelarutan pati tidak banyak yang larut. Sedangkan menurut Lii dan Chang (1981) menyatakan bahwa semakin rendah kandungan amilosa menyebabkan struktur gel yang terbentuk semakin lemah. Lemahnya struktur pati tersebut menyebabkan padatan yang terlarut lebih besar sehingga kelarutan semakin besar. Adanya Perlakuan MH akan menyebabkan struktur kristalin amilosa lebih kuat dalam granula yang berfungsi dalam mencegah penggelembungan granula sehingga akan menyebabkan peningkatan gaya kohesi 47

48 dalam granula pati dan akan mengakibatkan penurunan pelarutan padatan. Hal ini yang menyebabkan penurunan kelarutan setelah MH Pengaruh regelatinasi dan MH terhadap kadar air Kadar air menunjukkan jumlah total air yang terdapat dalam suatu bahan, baik berupa air terikat maupun air bebas, dibandingkan terhadap berat bahan tersebut. Metode yang digunakan adalah Termogravimetri. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa waktu regelatinasi dan waktu MH berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air. Rata-rata kadar air film pati kacang merah adalah 17,52% (b/b). pengaruh perlakuan regelatinasi dan MH disajikan ada Gambar 4.5. Pada penelitian ini digunakan pati kacang merah sebagai bahan pembentuk film dengan konsentrasi yang sama yaitu 3%. Pada proses pembuatan film, molekul pati akan mengikat molekul air menjadi gel dan proses pengeringan film dilakukan pada kondisi yang sama yaitu pengeringan dihentikan pasa saat film telah mencapai kadar air 12%. Oleh karena itu film dihasilkan dengan kadar air yang hampir sama pula. air dalam bahan tersebut berada dalam bentuk terikat, baik secara struktur maupun kimiawi pada sistem pangan (Labuza et al., 1970). Gambar 4.5. Grafik Pengaruh Regelatinasi dan MH terhadap Kadar Air Menurut Meyer (1985) bahwa sebagian air yang terkandung dalam suatu bahan sukar dihilangkan karena terikat pada molekul-molekul lain melalui ikatan hidrogen yang berenergi besar. Makin banyak molekul pati yang terdapat sebagai 48

49 pembentuk film, yang berarti makin banyak air yang terikat oleh komponen kimia penyusun bahan dan sebaliknya. Edible film sebelum dan sesudah perlakuan regelatinasi dan MH dapat dilihat pada Gambar 4.6, 4.7, dan 4.8. Gambar 4.6. Edible Film sebelum Regelatinasi dan MH Gambar 4.7. Edible Film Hasil Proses Regelatinasi 49

50 Gambar 4.8. Edible Film Hasil Regelatinasi dan MH 50

51 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Pati kacang merah dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan edible film. 2. Edible film pati kacang merah dengan variasi waktu regelatinasi dan waktu MH, memberikan pengaruh yang nyata pada nilai kelarutan dan tensile strength, sedangkan pada nilai elongasi, ketebalan dan kadar air menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh secara nyata. Edible film yang diregelatinasi dan MH memberikan nilai kelarutan yang semakin menurun yaitu berkisar 24,47-29,16%, dan nilai tensile strength yang semakin besar dengan semakin tingginya MH yaitu sebesar 2,88-5,49 Mpa 3. Edible film pati kacang merah yang terbaik pada penelitian ini adalah edible film dengan variasi perlakuan waktu regelatinasi 1 jam dan MH 1,5 jam dengan nilai tensile strength tertinggi sebesar 5,49 MPa, dengan nilai kelarutan 17,18%, elongasi 18,08%, kadar air 12,49% dan ketebalan 80,61 µm Saran Beberapa percobaan perlu dilakukan guna melengkapi informasi dan pengetahuan berkaitan dengan pembuatan edible film dari pati kacang merah. Terbuka kemungkinan untuk dilakukan penelitian lanjutan mengenai optimasi suhu dan konsentrasi pati kacang merah pada pembuatan edible film. 51

52 BAB VI RINGKASAN Latar belakang pemilihan topik penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian disampaikan dalam Pendahuluan. Latar belakang penelitian menjelaskan mengenai hal yang melatarbelakangi pemilihan topik yakni gambaran mengenai potensi pati kacang merah sebagai bahan baku pembuatan edible film dengan kendala yang ada dalam proses pengolahan pati alami seperti: stabilitas viskositas pasta rendah, tidak tahan terhadap panas pengolahan yang tinggi, kurang tahan terhadap pengadukan selama dan sesudah pemasakan, dan tidak tahan terhadap ph pangan yang rendah diatasi oleh karena itu diperlukan perlaukan lebih lanjut, dengan cara kombinasi perlakuan regelatinasi dan modifikasi hidrotermal yang terlebih dahulu ditentukan kondisi optimumnya Tujuan dari penelitian ini adalah membuat dan mengkarakterisasi edible film pati kacang merah; mempelajari pengaruh perlakuan regelatinasi dan modifikasi hidrotermal terhadap sifat fisik edible film; dan menentukan waktu optimum dari perlakuan regelatinasi dan MH. Tinjauan pustaka yang berkaitan dengan topik penelitian, yang meliputi kajian tentang pati, edible film, gliserol sebagai plasticizer, regelatinasi, dan modifikasi hidrotermal. Metode penelitian yang meliputi rancangan penelitian, rancangan variabel dan optimasi, bahan penelitian, alat penelitian, prosedur percobaan dan analisis data disampaikan secara ringkas. Pada bab metode penelitian juga disajikan skema pola berfikir dan tahapan penelitian. Hasil dan pembahasan, terbagi menjadi 8 sub bab yang meliputi analisis bahan baku, pembuatan edible film, optimasi waktu regelatinasi dan MH serta pengaruhnya terhadap edible film didasarkan pada hasil analisis-analisis fisikokimia edible film. Kesimpulan dan saran disajikan pada bagian terakhir. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Pati kacang merah dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan edible film. Edible film pati kacang merah dengan 52

53 variasi waktu regelatinasi dan waktu MH, memberikan pengaruh yang nyata pada nilai kelarutan dan tensile strength, sedangkan pada nilai elongasi, ketebalan dan kadar air menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh secara nyata. Edible film yang diregelatinasi dan MH memberikan nilai kelarutan yang semakin menurun yaitu berkisar14,46-21,06%, dan nilai tensile strength yang semakin besar dengan semakin tingginya MH yaitu sebesar 2,98-6,19 MPa Edible film pati kacang merah yang terbaik pada penelitian adalah edible film dengan variasi perlakuan waktu regelatinasi 1 jam dan MH 1,5 jam dengan nilai tensile strength tertinggi sebesar 6,19 MPa, dengan nilai kelarutan 14,88%, elongasi. 53

54 DAFTAR PUSTAKA AOAC Official Methods of Analysis of the Association of Analytical Chemist, 14th ed. AOAC Inc. Arlinton. Virginia. Adebowale, K.O. and O.S. Lawal Microstructure, Functional Properties and Retrogradation Behaviour of Mucuna Bean (Mucuna pruriens) Starch on Heat Moisture Treatments. J. Food Hydrocolloid. 17: Amrinasih Pembuatan Edible Film dari Pati Garut. Skripsi. TPHP-FTP. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Ambar Dwi Kusumasmarawati Pembuatan Pati Garut Butirat Dan Aplikasinya Dalam pembuatan Edible Film. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Bean, M.M. and Setser, C.S Polysacharides, Sugar and Sweeterners in Food Theory and Aplication. Jane Bowers (eds) Second Eds. Maxwell Mac Millan Internationals Editions. New York. Bertuzzi, M.A. Vidaurre, E.F.C. Armada, M. and Gottifredi, J.C Water Vapor Permability of Edible Starch Based Film. J. Food Engineering. doi: /j. jfoodeng Collado LS, dkk Bihon Type Noodles From Heat Moisture Treaed Sweet Potato Starch. J. Food Science, 66 (4) : Donhowe, I.G. dan O. Fennema Edible Films and Coatings Characteristics, Formation, Definitions, and Testing Methods. Academic Press Inc. London French, D Organization of Starch Granules. In: Whistler, R.L., J.N. Bemiller dan E.F. Paschall (eds) Starch: Chemistry and Technology. 2nd ed. (pp): Academic Press Inc. Toronto. Tokyo. Gontard, N., Guilbert, S. and Cuq, J.L Edible Wheat film : Influence of The main Process Variables on Film Properties of An Edible Wheat Gluten Film. J. Food Science.58(1):

55 Garcia, M.A., M.N. Martino and N.E. Zaritzky Lipid Addition To Improve Barrier Properties Of Edible Film Starch-Based Film and Coatings. J. Food Science. 65 (6): Haryadi Dasar-dasar dan Pemanfaatan Ilmu dan Teknologi Pati. Agritech Vol. 13, No.3, Halaman Haryadi, Bangun P. Nusantoro dan Supriyadi Effect of Sago Starches on the Properties of Black Cincau Gel Prepared by A Modified Process. In : Bintoro, H. M. H., Suwardi, Sulistiono, Kamal. M., Setiawan, K and Syamsoel Hadi. Proceeding of the International Sago Seminar, Bogor, March 22-23, Haryadi Ragam Pangan Pokok dan Pengolahannya Di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Haryadi Kimia dan Teknologi Pati. Hand Out Kuliah. Program Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada. Heckman, G., Starch and Its Modification for Food Industry dalam Graham, H.D. (eds). Food Colloids. The Avi Publishing Comphany, Inc., West Port.Connecticut Hendrarsono, A Produktifitas dan Sifat Fisiko Kimia Pati Kacang merah (Kacang merahga Pinnata Merr) di Pengolah Kedung Halang Kabupaten Bogor. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fafeta, IPB. Hoover, R and Vasanthan, T The Flow Properties of Native, Heat Moisture Thermal and Annealed Starch Fram Wheat, Oat, Potato and Lentil. J. Food Biochem. 18: Howard, L.R. and Dewi, T Sensory, Microbiological and Chemical Quality of Mini-Peeled Carrots as Affected by Edible Coating Treatment. J. Food Science. 60(1): Julius Pontoh, E. Nurally, and P. Rondonuwu Extrusion of Cassava and Several Palm Technology. J. American Association of Cereal Chemists. St. Paul Minnesota. 55

56 Kearsley, M.W. and P.J. Sicard The Chemistry of Starches and Sugars Present in Food. In: John Dobbing (eds) Dietary Starches and Sugars in Man: A Comparison. Springer-Verlag. London Krochta, J.W., and De Mulder-Johton, C Edible And Biodegradable Polymer Film: Challenges And Opportunities. J. Food Tech. 51 (2): Krochta, J.M., E.A. Baldwin, and M.O. Nisperos-Carriedo Edible Coatings and Films To Improve Food Quality. (pp):1-24. Technomic Publishing Co. Inc. Lancester-Basel. USA. Kim, S.J. and Ustunol, Z Thermal Properties, Heat Sealibility and Seal Attributes of Whey Protein Isolete / Lipid Emulsion Edible Films. J. Food Science. 66(7): Kim, K.W., Ko, C.J., and Park, H.J Mechanical Properties, Water Vapor Permeabilities and Solubilities of Highly Carboxymethylated Starch- Based Edible Films. J.Food Science. 67(1): Kim, S.H., H.K.No. S.D. Kim and W. Priyawiwatkul Effect of Plasticizer Concentration and Solven types on Shelf-life of eggs with chitosan. J. Food Science. 71 (4): S349-S353. Labuza, T.P., S.R. Tannenbaum and M. Karel Water Content and Stability of Law Moisture and Intermediate Moisture. Food. J. Food. Tech. 24(5): Leach, E.T., Gelatinization of Starch. In : Whistler, R.L. and Paschall, E.F. (eds). Starch : Chemistry and Technology, Vol I. Industrial Aspects. Academi Press. New York Lii, C.Y and Chang, S.M., Characterization of Red Bean (Phaseoulus Radiatus Var. Aurea) Starch and Its Noodle Quality. J. Food Science, Vol. 46. Academic Press. London Mali, S., M.V.E. Grossmann, M.A. Garcia, M.N. Martino, and N.E. Zaritzky Mechanical and Thermal Properties of Yam Starch Films. J. Food Hydrocolloids 19:

57 Mc Hugh, T.H., Avena-Bustilos, R. dan Krochta, J.M Hydrophilic Edible Films Modified procedure for water Vapor Permebility and Explanation of Thickness Effect. J. Food Science. 58(4): Mali, S., M.V.E. Grossmann, M.A. Garcia, M.N. Martino dan N.E. Zaritzky Mechanical and Thermal properties of yam starch films. J. Food Hydrocolloid. 19: Marsono Y., Pengaruh Pengolahan Terhadap Pati Resistent Pisang Kepok dan Pisang Tanduk. Agritech Vol. 22 No. 2 halaman Yogyakarta. Mehyar, G.F. dan Han, J.H Physical and Properties of High-amylose Rice and Pea Starch Films as Affected by Relative Humidity and Plasticizer. J. Food Science. 69(9): Meyer, H., Food Chemistry. Reinhold Publishing Corporation, New York. Nur Alam, Potensi Batang Kacang merah Sebagai Sumber Pati Untuk Instant Starch Noodle. Fakultas Teknologi Pertanian UNTAD. Polnaya, J.F Modifikasi Ganda Pati Sagu Hidrosipropyl-Asetil Untuk Pembuatan Edible Film. Tesis. Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pranata, S.F, Karakteristik Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible Film Pati Batang Kacang merah. Tesis. Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Peressini Donatella. Bravin Barbara. Lapasin Romano. Rizzotty Cristian. Sensidoni Alessandro Starch Methysellulose Based Edible Film: Rheological Properties of Film-Forming Dispersions. J. Food Engineering. 59: pp Radley, J.A., Starch and It s Derivatives. John Willey and Sous Inc., New York Rahim Abdul, Pengaruh Cara Pengolahan Instant Starch Noodle Dari Pati Kacang merah Terhadap Sifat Fisikokimia Dan Sensoris. Tesis. Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 57

58 Rodriguez Maris, Oses Javier, Ziani Khalid, Mete Juan I Combined Effect of Plastizers and Surfactants on the Physical Properties of Starch Based Edible Film. J. Food Research International. 39: pp Said, M Pembuatan dan Karakteristik Pati sagu Asetil Pada Edible Film yang Dihasilkan. Tesis. Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Smith, P.S Starch Derivatives and Their Use in Foods. In : Lineback, D.R. dan Paschall, G.E Food Carbohydrates. (eds) avi Publishing Company. Inc. Westport. Connecticut Stute, R Hydrothermal Modificationof Starches: The Difference Between Annealing and Heat Moisture Treatment. Starch 44: Academic Press. New York Swinkles, J.M Source of Starch, Its Chemistry and Physics. In: Van Beynum, G.M.A. and Roels, J.A. (eds). Starch Conversion Technology. Marcell Dekker, Inc. New York and Basel. Teyita Lintang, T., Pengaruh Variasi Proses Hidrotermal terhadap karateristik pati kacang hijau dan sohun. Skripsi S1 Fakultas Teknologi Pertanian. Yogyakarta. Tharanathan, R.N., Biodegradable Films and Composite Coatings: Past, Present and Future. Trends in Food Sci. And Techno., 14: Academic Press. Thailand Whistler, R.L. J.N. Bemiller dan E.F. Paschall Starch: Chemistry and Technology. Academic Press. Inc. Toronto. Tokyo Zhang, Y. dan Han, J.H Mechanical and thermal Characteristics of Pea Starch Films Plasticized with Monosaccharides and Polyols. J. Food Science. 71(2): E Zondag M.D Effect of Microwave Heat-Moisture and Annealing Treatments on Buckwheat Starch Characteristics. Research Paper, University of Wisconsin. 58

59 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Kadar Air (AOAC, 1990) a. Botol timbang dioven dengan suhu 105 o C selama 6 jam. Sampel ditimbang sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya. b. Botol sampel yang sudah berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 24 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. c. Setelah ditimbang, sampel dalam botol timbang dipanaskan lagi dalam oven suhu 105 o C selama 1 jam. d. Perlakuan ini diulang sampai tercapai berat konstan (selisih penimbangan kurang dari 0,2 mg). Pengurangan berat bahan ini merupakan kadar air dalam sampel bahan. e. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus: keterangan: a = berat sampel mula- mula (g) b = berat sampel setelah dikeringkan (g) Lampiran 2. Penentuan Kadar Amilosa (AOAC, 1990) a. Penentuan kurva standar amilosa Sebanyak 40 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Campuran dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit, lalu didinginkan. Campuran dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml lalu ditambah aquadest sampai volumenya 100 ml. Larutan tersebut diambil masing-masing 1, 2, 3, 4, dan 5 ml dan dimasukkan dalam labu ukur 100 ml. Kemudian ditambahkan asam asetat 1 N masing-masing 0,2; 0,4; 06; 0,8 dan 1 ml, lalu ditambahkan masing-masing 2 ml larutan iodin 0,2%. Campuran tersebut lalu 59

60 ditambah dengan aquadest sampai volumenya 100 ml dan dibiarkan selama 20 menit. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada λ 625 nm. Kemudian dibuat kurva standar antara konsentrasi amilosa murni dengan absobansi. b. Kadar amilosa sampel Sebanyak 100 mg sampel pati dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Campuran dipanaskan Dalam air mendidih selama 10 menit dan ditambah dengan aquadest sampai tanda tera. Larutan tersebut diambil 5 ml kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iodin 0,2%. Campuran dalam labu ukur ditambahkan aquadest sampai volumenya 100 ml, lalu dikocok dan dibiarkan 20 menit. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada λ 625 nm. Kadar amilosa sampel dihitung dengan persamaan: keterangan : A = konsentrasi amilosa dari persamaan kurva standar (mg/100ml) W = berat sampel (g) Lampiran 3. Pengukuran Ketebalan Film Ketebalan film diukur dengan menggunakan mikrometer (Model Digimatic Mikrometer Mitutoyo, JP), sesuai yang dikemukakan oleh Kim et al., (2002). Caranya adalah menempatkan film di antara rahang mikrometer. Ketebalan diukur pada tujuh tempat yang berbeda, untuk masing-masing bentuk sampel (lingkaran, kotak dan dimensi l), kemudian dihitung reratanya. 60

61 Lampiran 4. Uji Tensile Strength dan Elongasi (Kim et al., 2002; Xu et al.,2005) Tensile strength dan elongasi diukur dengan menggunakan Mechanical Universal Testing Machine. a. Sampel film dipotong berbentuk dimensi I, dengan lebar film 5 mm dan ketebalan sesuai dengan perlakuan. Ketebalan ditentukan berdasarkan rerata pengukuran pada 5 tempat yang berbeda. Kecepatan pengujian adalah 10 mm/menit, dengan jarak antar penjepit adalah 50 mm. b. Tekan tombol start dua kali, pertama untuk mengaktifkan alat dan tekan kedua untuk proses pengujian. Film akan mendapatkan gaya tarik sehingga terjadi perpanjangan, sampai film terputus (sobek). c. Tensile strength (MPa) dihitung berdasarkan gaya maksimum (Newton) dibagi dengan luas area film (m2) yang diberikan pada film sampai putus. Keterangan: Fmax = Gaya maksimum (Newton /N) A = Luas permukaan film (m2) TS = Tensile Strength (MPa) Lampiran 5. Uji Daya Larut (Gontard et al., 1992) Pengujian daya larut dilakukan sebagai berikut : sampel dipotong dengan ukuran 2 x 2 cm. Sampel dengan kertas saring dikeringkan pada suhu 105 o C, selama 24 jam. Timbang kertas saring dan sampel secara terpisah, tentukan beratnya sebagai berat awal (W 1). Masukkan sampel kedalam 50 ml air yang mengandung larutan sodium azide 0,02%. Penambahan larutan sodium azide ditujukan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Perendaman dilakukan selama 24 jam, diaduk perlahan-lahan secara periodik. Lakukan penyaringan, kemudian kertas saring dan film yang tidak larut dikeringkan 105 o C selama 24 jam, setelah itu sampel ditimbang (W 2) untuk menentukan bahan kering yang tidak larut dalam air. 61

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Limbah plastik sintetik menjadi salah satu permasalahan yang paling memprihatinkan di Indonesia. Jenis plastik yang beredar di masyarakat merupakan plastik sintetik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan

I. PENDAHULUAN. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengemasan adalah salah satu hal yang sangat penting dalam industri pangan. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan lingkungan, menjaga kualitas

Lebih terperinci

KULIAH KE VIII EDIBLE FILM. mampu membuat kemasan edible yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan.

KULIAH KE VIII EDIBLE FILM. mampu membuat kemasan edible yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan. KULIAH KE VIII EDIBLE FILM mampu membuat kemasan edible yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan. Kelemahan Kemasan Plastik : non biodegradable Menimbulkan pencemaran Dikembangkan kemasan dari bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2)

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penilitian, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penggunaan plastik di Indonesia sebagai bahan kemasan pangan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari sangat besar (mencapai 1,9 juta ton di tahun 2013) (www.kemenperin.go.id),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pengemasan merupakan proses perlindungan suatu produk pangan yang bertujuan menjaga keawetan dan konsistensi mutu. Produk yang dikemas akan memiliki masa simpan relatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan pengembangan produk olahan dengan penyajian yang cepat dan mudah diperoleh, salah

Lebih terperinci

mempengaruhi atribut kualitas dari produk tersebut (Potter, 1986). Selama proses

mempengaruhi atribut kualitas dari produk tersebut (Potter, 1986). Selama proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan pangan seperti produk buah-buahan dan produk hortikultura memiliki sifat yang khas, yaitu tetap mengalami perubahan setelah proses pemanenan sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun.

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum) merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai kandungan kalori dan mineral penting bagi kebutuhan manusia (Dirjen Gizi, 1979). Meskipun kentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat

BAB I PENDAHULUAN. jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenang identik dengan rasa manis dan gurih yang lekat. Secara umum jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat dari bahan buah-buahan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Penggunaan Plastik sebagai Bahan Pengemas Pangan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Penggunaan Plastik sebagai Bahan Pengemas Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penggunaan Plastik sebagai Bahan Pengemas Pangan Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi POLISAKARIDA Shinta Rosalia Dewi Polisakarida : polimer hasil polimerisasi dari monosakarida yang berikatan glikosidik Ikatan glikosidik rantai lurus dan rantai bercabang Polisakarida terbagi 2 : Homopolisakarida

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketersediaan air, oksigen, dan suhu. Keadaan aerobik pada buah dengan kadar

I. PENDAHULUAN. ketersediaan air, oksigen, dan suhu. Keadaan aerobik pada buah dengan kadar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Buah merupakan salah satu produk pangan yang sangat mudah mengalami kerusakan. Buah mengandung banyak nutrisi, air, dan serat, serta kaya akan karbohidrat sehingga

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties)

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PATI SAGU DAN AREN HMT 1. Kadar Air Salah satu parameter yang dijadikan standard syarat mutu dari suatu bahan atau produk pangan adalah kadar air. Kadar air merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Walur (Amorphophallus campanulatus var sylvestris)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Walur (Amorphophallus campanulatus var sylvestris) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Walur (Amorphophallus campanulatus var sylvestris) Walur (Amorphopallus campanulatus var sylvestris) merupakan tanaman dari famili Araceae. Tanaman walur mempunyai daun tunggal

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 SIFAT MEKANIK PLASTIK Sifat mekanik plastik yang diteliti terdiri dari kuat tarik dan elongasi. Sifat mekanik diperlukan dalam melindungi produk dari faktor-faktor mekanis,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umbi Walur (Amorphophallus campanulatus var. sylvetris) Amorphopallus campanulatus merupakan tanaman yang berbatang semu, mempunyai satu daun tunggal yang terpecah-pecah dengan tangkai

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan pangan

PENGANTAR. Latar Belakang. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan pangan PENGANTAR Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan pangan semakin meningkat. Bahan pangan dalam bentuk segar maupun hasil olahannya merupakan jenis komoditi yang mudah rusak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN DAN KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR UMBI SUWEG (Amorphophallus campanulatus) DENGAN PEWARNA DAN RASA SECANG

STUDI PEMBUATAN DAN KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR UMBI SUWEG (Amorphophallus campanulatus) DENGAN PEWARNA DAN RASA SECANG STUDI PEMBUATAN DAN KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR UMBI SUWEG (Amorphophallus campanulatus) DENGAN PEWARNA DAN RASA SECANG Fitri Febianti*, Heni Tri Agline, Fadilah Jurusan Teknik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab I akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dari kerusakan. Kemasan makanan di masa modern sudah

BAB I PENDAHULUAN. makanan dari kerusakan. Kemasan makanan di masa modern sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengemasan makanan merupakan hal penting untuk melindungi bahan makanan dari kerusakan. Kemasan makanan di masa modern sudah berkembang dengan pesat menuju kemasan praktis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. di Indonesia dengan dukungan kondisi iklim dan tanahnya dan telah lama digunakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. di Indonesia dengan dukungan kondisi iklim dan tanahnya dan telah lama digunakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi temulawak dan manfaatnya Temulawak merupakan tanaman obat yang secara alami sangat mudah tumbuh di Indonesia dengan dukungan kondisi iklim dan tanahnya dan telah lama

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan... 66 a. Ekstraksi pati ganyong... 66 b. Penentuan kisaran konsentrasi sorbitol untuk membuat edible film 68 c. Penentuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktifitas Air (Aw) Aktivitas air atau water activity (a w ) sering disebut juga air bebas, karena mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Alhamdulillahirobbil alamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

KATA PENGANTAR. Alhamdulillahirobbil alamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil alamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya selama pelaksanaan skripsi ini dengan judul Pembuatan Edible Film dari Pati Kimpul,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Redistilat asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap dalam air yang diperoleh dari pirolisis kayu (Maga,1987). Redistilat asap

Lebih terperinci

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan.

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan. 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, tulang ikan nila mengalami tiga jenis pra perlakuan dan dua jenis ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak gelatin yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan Interaksi Bahan dan Kemasan Pertukaran Udara dan Panas Kelembaban Udara Pengaruh Cahaya Aspek Biologi Penyimpanan Migrasi Zat

Lebih terperinci

PATI ALAMI. Pati adalah salah suatu bahan penyusunan yang paling banyak dan luas terdapat di alam,sebagai karbohidrat cadangan pangan pada tanaman.

PATI ALAMI. Pati adalah salah suatu bahan penyusunan yang paling banyak dan luas terdapat di alam,sebagai karbohidrat cadangan pangan pada tanaman. PATI ALAMI Pati adalah salah suatu bahan penyusunan yang paling banyak dan luas terdapat di alam,sebagai karbohidrat cadangan pangan pada tanaman. Sebagian besar pati di simpan dalam akar,umbi,akar,biji

Lebih terperinci

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015).

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apel adalah salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Apel digemari karena rasanya yang manis dan kandungan gizinya yang tinggi. Buah apel mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili Convolvulaceae. Ubi jalar termasuk tanaman tropis, tumbuh baik di daerah yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Dilihat dari karakter fisiknya, murbei merupakan buah yang berasa segar manis

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Dilihat dari karakter fisiknya, murbei merupakan buah yang berasa segar manis I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 50% penduduk dunia tergantung pada beras sebagai sumber kalori utama. Di Indonesia, konsumsi dari kelompok padi-padian masih dominan baik di kota maupun di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pola makan sehat bagi kehidupan manusia. Sebagaimana al-qur an. menjelaskan dalam surat Abbasa (80) :

BAB I PENDAHULUAN. dalam pola makan sehat bagi kehidupan manusia. Sebagaimana al-qur an. menjelaskan dalam surat Abbasa (80) : 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu jenis pangan yang disebut dalam al-qur an yang pengulangannya mencapai 33 kali, yaitu 14 kali untuk kata Hal ini menunjukkan peran

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG

PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG Deskripsi PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan proses pembuatan bioplastik, lebih khusus lagi proses pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik adalah bahan yang banyak sekali di gunakan dalam kehidupan manusia, plastik dapat di gunakan sebagai alat bantu yang relative kuat, ringan, dan mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Analisa Sensori

4. PEMBAHASAN Analisa Sensori 4. PEMBAHASAN Sorbet merupakan frozen dessert yang tersusun atas sari buah segar, air,gula, bahan penstabil yang dapat ditambahkan pewarna dan asam (Marth & James, 2001). Pada umumnya, frozen dessert ini

Lebih terperinci

Diagram Sifat-sifat Pati

Diagram Sifat-sifat Pati Diagram Sifat-sifat Pati X-ray Crystallography Mempelajari sifat kristalin pati X-ray pattern, obtained when a crystal is irradiated with X-rays. This pattern is distinctive to the crystal structure 3

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss 4. PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung 4.1.1. Cooking loss Menurut Kruger et al. (1996), analisa cooking loss bertujuan untuk mengetahui banyaknya padatan dari mi yang terlarut dalam air selama

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

SINTESA PLASTIK BIODEGRADABLE DARI PATI SAGU DENGAN GLISEROL DAN SORBITOL SEBAGAI PLASTICIZER

SINTESA PLASTIK BIODEGRADABLE DARI PATI SAGU DENGAN GLISEROL DAN SORBITOL SEBAGAI PLASTICIZER SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lidah buaya (Aloe vera) merupakan salah satu jenis tanaman hias yang memiliki ciriciri daun yang memanjang menyerupai lidah dan memiliki duri dibagian pinggirnya. Lidah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia sehari-hari. Plastik umumnya berasal dari minyak bumi

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia sehari-hari. Plastik umumnya berasal dari minyak bumi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Plastik merupakan salah satu bahan yang telah memberikan banyak kemudahan bagi kehidupan manusia sehari-hari. Plastik umumnya berasal dari minyak bumi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil yang telah diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil yang telah diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang telah diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Hasil pembuatan pati dari beberapa tanaman menghasilkan massa (g) yaitu ubi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KONSENTRASI PATI SUKUN DAN TAPIOKA TERHADAP KARAKTERISTIK EDIBLE FILM SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTAN

PERBANDINGAN KONSENTRASI PATI SUKUN DAN TAPIOKA TERHADAP KARAKTERISTIK EDIBLE FILM SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTAN PERBANDINGAN KONSENTRASI PATI SUKUN DAN TAPIOKA TERHADAP KARAKTERISTIK EDIBLE FILM SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTAN TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Sidang Sarjana Di Program Studi Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Snack merupakan suatu jenis produk pangan sebagai makanan selingan yang umumnya dikonsumsi dalam jumlah kecil dan umumnya dikonsumsi di antara waktu makan pagi, siang,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu dan Waktu Proses Modifikasi HMT Terhadap Karakteristik Pati jagung Dalam proses modifikasi pati jagung HMT dilakukan pemilihan suhu dan waktu terbaik selama perlakuan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati adalah bahan baku yang sangat penting untuk industri makanan. Sebagai pengembangan produk makanan yang baru, pati memiliki sifat khusus yang fungsional. Fungsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang terus meningkat. Namun demikian peningkatan ini tidak seimbang dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga terjadi masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible film. Analisis terhadap sifat-sifat fisik, mekanik dan biologis edible filmini meliputi:

Lampiran 1. Analisis Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible film. Analisis terhadap sifat-sifat fisik, mekanik dan biologis edible filmini meliputi: 55 Lampiran 1. Analisis Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible film Analisis terhadap sifat-sifat fisik, mekanik dan biologis edible filmini meliputi: a. Pengukuran Ketebalan Film (McHugh dan Krochta, 1994).

Lebih terperinci

Pati ubi kayu (tapioka)

Pati ubi kayu (tapioka) Pengaruh Heat Moisture Treatment (HMT) Pada Karakteristik Fisikokimia Tapioka Lima Varietas Ubi Kayu Berasal dari Daerah Lampung Elvira Syamsir, Purwiyatno Hariyadi, Dedi Fardiaz, Nuri Andarwulan, Feri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembungkus dari buah buahan dan sayuran dapat menggantikan beberapa pembungkus sintetik yang biasanya digunakan untuk mengawetkan dan melindungi makanan tersebut. Edible

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) Kluwih merupakan kerabat dari sukun yang dikenal pula dengan nama timbul atau kulur. Kluwih dianggap sama dengan buah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) Di Susun Oleh : Nama praktikan : Ainutajriani Nim : 14 3145 453 048 Kelas Kelompok : 1B : IV Dosen Pembimbing : Sulfiani, S.Si PROGRAM STUDI DIII ANALIS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI 1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Enkapsulasi Minyak Cengkeh Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perbandingan konsentrasi yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Rekayasa

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Rekayasa III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Rekayasa Fakultas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI TAPIOKA 1. Sifat Kimia dan Fungsional Tepung Tapioka a. Kadar Air Kadar air merupakan parameter yang sangat penting dalam penyimpanan tepung. Kadar air sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber. kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber. kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan karbohidrat yaitu sekitar 80-90%

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar

Lebih terperinci

PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI

PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan

BAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gelatin merupakan salah satu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan jaringan ikat. Sumber

Lebih terperinci