BAB III PENJELASAN 1. Proses Penyusunan Rancangan Undang - Undang 2. Penyusunan RUU Berdasarkan Program Legislasi Nasional ( Prolegnas )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PENJELASAN 1. Proses Penyusunan Rancangan Undang - Undang 2. Penyusunan RUU Berdasarkan Program Legislasi Nasional ( Prolegnas )"

Transkripsi

1 BAB III PENJELASAN 1. Proses Penyusunan Rancangan Undang - Undang Penyusunan RUU dilakukan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen, disebut sebagai pemrakarsa, yang mengajukan usul penyusunan RUU. Penyusunan RUU dilakukan oleh pemrakarsa berdasarkan Prolegnas. Namun, dalam keadaan tertentu, pemrakarsa dapat menyusun RUU di luar Prolegnas setelah terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada Presiden. Pengajuan permohonan ijin prakarsa ini disertai dengan penjelasan mengenai konsepsi pengaturan UU yang meliputi : Urgensi dan tujuan penyusunan Sasaran yang ingin diwujudkan Pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur Jangkauan serta arah pengaturan. Sementara itu, Perpres No. 68/2005 menetapkan keadaan tertentu yang memungkinkan pemrakarsa dapat menyusun RUU di luar Prolegnas yaitu : Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang menjadi Undang - Undang Meratifikasi konvensi atau perjanjian internasional Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi Mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik atau bencana alam Keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu RUU yang dapat disetujui bersama oleh Badan Legislasi DPR dan menteri yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang peraturan perundang - undangan. Dalam hal RUU yang akan disusun masuk dalam Prolegnas maka penyusunannya tidak memerlukan persetujuan izin prakarsa dari Presiden. Pemrakarsa dalam menyusun RUU dapat terlebih dahulu menyusun naskah akademik mengenai materi yang akan diatur. Penyusunan naskah akademik dilakukan oleh pemrakarsa bersama-sama dengan departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang - undangan. Saat ini departemen yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang peraturan perundang - undangan adalah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia ( Depkumham ). Selanjutnya, pelaksanaan penyusunan naskah akademik dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai keahlian. 2. Penyusunan RUU Berdasarkan Program Legislasi Nasional ( Prolegnas ) Proses ini diawali dengan pembentukan panitia antar departemen oleh pemrakarsa. Keanggotaan panitia ini terdiri atas unsur departemen dan lembaga pemerintah non departemen yang terkait dengan substansi RUU. Panitia ini akan dipimpin oleh seorang ketua yang ditunjuk oleh pemrakarsa. Sementara itu, sekretaris panitia antar departemen dijabat oleh kepala biro hukum atau kepala satuan kerja yang menyelenggarakan fungsi di bidang perundang - undangan pada lembaga pemrakarsa. Dalam setiap panitia antar departemen diikutsertakan wakil dari Depkumham untuk melakukan pengharmonisasian RUU dan teknis perancangan perundang - undangan. Panitia antar departemen menitikberatkan pembahasan pada permasalahan yang bersifat prinsipil mengenai objek yang akan diatur, jangkauan dan arah pengaturan. Sementara itu kegiatan perancangan yang

2 meliputi penyiapan, pengolahan dan perumusan RUU dilaksanakan oleh biro hukum atau satuan kerja yang menyelenggarakan fungsi di bidang peraturan perundang - undangan pada lembaga pemrakarsa. Hasil perancangan selanjutnya disampaikan kepada panitia antar departemen untuk diteliti kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip yang telah disepakati. Dalam pembahasan RUU di tingkat panitia antar departemen, pemrakarsa dapat pula mengundang para ahli dari lingkungan perguruan tinggi atau organisasi di bidang sosial politik, profesi dan kemasyarakatan lainnya sesuai dengan kebutuhan dalam penyusunan RUU. Selama penyusunan, ketua panitia antar departemen melaporkan perkembangan penyusunan dan/atau permasalahan kepada pemrakarsa untuk memperoleh keputusan atau arahan. Ketua panitia antar departemen menyampaikan rumusan akhir RUU kepada pemrakarsa disertai dengan penjelasan. Selanjutnya dalam rangka penyempurnaan pemrakarsa dapat menyebarluaskan RUU kepada masyarakat. Pemrakarsa menyampaikan RUU kepada menteri yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang peraturan perundang-undangan yang saat ini dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) dan menteri atau pimpinan lembaga terkait untuk memperoleh pertimbangan dan paraf persetujuan. Pertimbangan dan paraf persetujuan dari Menkumham diutamakan pada harmonisasi konsepsi dan teknik perancangan perundang - undangan. Pertimbangan dan paraf persetujuan diberikan paling lama 14 ( empat belas ) hari kerja sejak RUU diterima. Apabila pemrakarsa melihat ada perbedaan dalam pertimbangan yang telah diterima maka pemrakarsa bersama dengan Menkumham menyelesaikan perbedaan tersebut dengan menteri / pimpinan lembaga terkait. Apabila upaya penyelesaian tersebut tidak berhasil maka Menkumham melaporkan hal tersebut secara tertulis kepada Presiden untuk memperoleh keputusan. Selanjutnya, perumusan ulang RUU dilakukan oleh pemrakarsa bersama - sama dengan Menkumham. Dalam hal RUU tidak memiliki permasalahan lagi baik dari segi substansi maupun segi teknik perancangan perundang - undangan, pemrakarsa mengajukan RUU tersebut kepada Presiden untuk disampaikan kepada DPR. Namun, apabila Presiden berpendapat RUU masih mengandung permasalahan maka Presiden menugaskan kepada Menkumham dan pemrakarsa untuk mengkoordinasikan kembali penyempurnaan RUU tersebut. Selanjutnya dalam jangka waktu 30 ( tiga puluh ) hari kerja sejak diterima penugasan, maka pemrakarsa harus menyampaikan kembali RUU kepada Presiden. 3. Penyusunan RUU di Luar Prolegnas Pada dasarnya proses penyusunan RUU di luar Prolegnas sama dengan penyusunan RUU berdasarkan Prolegnas. Hanya saja, dalam menyusun RUU di luar prolegnas ada tahapan awal yang wajib dijalankan sebelum masuk dalam tahapan penyusunan undang - undang sebagaimana diuraikan sebelumnya. Tahapan awal ini dimaksudkan untuk melakukan pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU yang telah disiapkan oleh pemrakarsa. Proses ini dilakukan melalui metode konsultasi antara pemrakarsa dengan Menkumham. Selanjutnya, untuk kelancaran pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU Menkumham mengkoordinasikan pembahasan konsepsi tersebut dengan pejabat yang berwenang mengambil keputusan, ahli hukum dan atau perancang peraturan perundang - undangan dari lembaga pemrakarsa dan lembaga terkait lainnya. Proses ini juga dapat melibatkan perguruan tinggi dan atau organisasi. Apabila koordinasi tersebut tidak berhasil maka Menkumham dan pemrakarsa melaporkan kepada Presiden disertai dengan penjelasan mengenai perbedaan pendapat

3 atau pandangan yang muncul. Pelaporan kepada Presiden ini ditujukan untuk mendapatkan keputusan atau arahan yang sekaligus merupakan izin prakarsa penyusunan RUU. Namun, apabila koordinasi yang bertujuan melakukan pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU tersebut berhasil maka pemrakarsa menyampaikan konsepsi RUU tersebut kepada Presiden untuk mendapat persetujuan. Selanjutnya, apabila Presiden menyetujui maka pemrakarsa membentuk panitia antar departemen. Tata cara pembentukan panitia antar departemen dan penyusunan RUU dilakukan sesuai dengan tahapan penyusunan RUU berdasarkan Prolegnas yang telah diuraikan sebelumnya. 4. Penyampaian RUU Kepada Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) Rancangan Undang - Undang yang telah disetujui oleh Presiden disampaikan kepada DPR untuk dilakukan pembahasan. Menteri Sekretaris Negara menyiapkan surat Presiden kepada Pimpinan DPR guna menyampaikan RUU disertai dengan Keterangan Pemerintah mengenai Rancangan Undang - Undang dimaksud. Surat Presiden sebagaimana dimaksud Peraturan Presiden No. 68 Tahun 2005 yang terdapat pada Pasal 26 ayat (2) paling sedikit memuat : Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden dalam pembahasan Rancangan Undang - Undang di Dewan Perwakilan Rakyat Sifat penyelesaiaan Rancangan Undang - Undang yang dikehendaki Cara penanganan atau pembahasannya Keterangan Pemerintah disiapkan oleh Pemrakarsa, yang paling sedikit memuat : Urgensi dan tujuan penyusunan Sasaran yang ingin diwujudkan Pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur Jangkauan serta arah pengaturan Surat Presiden ditembuskan kepada Wakil Presiden, para menteri koordinator, menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden / Pemrakarsa, dan Menteri. Dalam rangka pembahasan Rancangan Undang - Undang di Dewan Perwakilan Rakyat, Pemrakarsa memperbanyak Rancangan Undang - Undang tersebut dalam jumlah yang diperlukan. Dalam pembahasan Rancangan Undang - Undang di Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri yang ditugasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a wajib melaporkan perkembangan dan permasalahan yang dihadapi kepada Presiden untuk memperoleh keputusan dan arahan. Apabila dalam pembahasan terdapat masalah yang bersifat prinsipil dan arah pembahasannya akan mengubah isi serta arah Rancangan Undang - Undang, Menteri yang ditugasi mewakili Presiden wajib terlebih dahulu melaporkannya kepada Presiden disertai dengan saran pemecahannya untuk memperoleh keputusan. Pendapat akhir Pemerintah dalam pembahasan Rancangan Undang - undang di Dewan Perwakilan Rakyat disampaikan oleh menteri yang ditugasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a setelah terlebih dahulu melaporkannya kepada Presiden. Menteri yang ditugasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a segera melaporkan Rancangan Undang - Undang yang telah mendapat atau tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden. Dalam hal Rancangan Undang - Undang tidak mendapat persetujuan bersama antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat, Rancangan Undang - Undang tersebut tidak dapat diajukan kembali dalam masa sidang yang sama.

4 5. RUU Yang Disusun Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) RUU yang berasal dari usul inisiatif DPR dapat dilakukan melalui beberapa pintu, yaitu Badan Legislasi Komisi Gabungan komisi Tujuh belas orang anggota Usul RUU yang diajukan oleh Baleg, Komisi, Gabungan Komisi ataupun anggota diserahkan kepada pimpinan DPR beserta dengan keterangan pengusul atau naskah akademis. Dalam rapat paripurna selanjutnya, pimpinan sidang akan mengumumkan kepada anggota tentang adanya RUU yang masuk, kemudian RUU tersebut dibagikan kepada seluruh anggota. Rapat paripurna akan memutuskan apakah RUU tersebut secara prinsip dapat diterima sebagai RUU dari DPR. Sebelum keputusan diiterima atau tidaknya RUU, diberikan kesempatan kepada fraksi - fraksi untuk memberikan pendapat. Keputusan rapat paripurna terhadap suatu usul RUU dapat berupa: Persetujuan tanpa perubahan Persetujuan dengan perubahan Penolakan Apabila usul RUU disetujui dengan perubahan, maka DPR akan menugaskan kepada Komisi, Baleg ataupun Panitia Khusus ( Pansus ) untuk menyempurnakan RUU tersebut. Namun, apabila RUU disetujui tanpa perubahan atau RUU telah selesai disempurnakan oleh Komisi, Baleg ataupun Pansus maka RUU tersebut disampaikan kepada Presiden dan pimpinan DPD ( dalam hal RUU yang diajukan berhubungan dengan kewenangan DPD ). Presiden harus menunjuk seorang Menteri yang akan mewakilinya dalam pembahasan, paling lambat 60 hari setelah diterimanya surat dari DPR. Demikian pula halnya, DPD harus menunjuk alat kelengkapan yang akan mewakili dalam proses pembahasan. 6. RUU Yang Disusun Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ) Rancangan Undang - Undang beserta penjelasan, keterangan, dan atau naskah akademis yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR. Dalam Rapat Paripurna berikutnya, setelah Rancangan Undang - Undang diterima oleh Pimpinan DPR, pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota tentang masuknya Rancangan Undang - Undang tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Setelah Usul Rancangan Undang -Undang diumumkan dalam Rapat Paripurna Pimpinan DPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman Rancangan Undang - Undang yang berasal dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna. Musyawarah selanjutnya menunjuk Komisi atau Badan Legislasi untuk membahas Rancangan Undang - Undang tersebut, serta mengagendakan pembahasannya. Komisi atau Badan Legislasi, mengundang anggota alat kelengkapan DPD sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga) dari jumlah anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas Rancangan Undang - Undang. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak Komisi atau Badan Legislasi mengundang alat kelengkapan DPD wajib hadir. Hasil pembahasan dilaporkan dalam Rapat Paripurna. Rancangan Undang - Undang yang telah dibahas disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan Rancangan Undang - Undang tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk ikut membahas Rancangan Undang - Undang tersebut.

5 Dalam waktu 60 ( enam puluh ) hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian Rancangan Undang - Undang dari DPR, Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan Rancangan Undang - Undang bersama DPR. 7. Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Prolegnas Proses penyusunan Prolegnas telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional. Dalam Pasal 2 Perpres ini disebutkan bahwa Penyusunan Prolegnas dilaksanakan oleh DPR dan Pemerintah secara berencana, terpadu dan sistematis yang dikoordinasikan oleh DPR, melalui alat kelengkapannya, yaitu Badan Legislasi (Baleg). Secara teknis, dalam pelaksanaannya Prolegnas disusun melalui beberapa tahapan, sebagaimana telah disinggung pada pembahasan sebelumnya. Secara garis besar tahapan tersebut dapat diuraikan dalam: Tahapan Penyusunan Rencana Legislasi dan Tahapan Penyusunan Program Legislasi, di Lingkungan Pemerintah maupun di DPR, Tahapan Koordinasi Penyusunan Program Legislasi Nasional, dan Tahapan Penetapan. Penyusunan Prolegnas diawali dengan inventarisasi rencana legislasi, baik di lingkungan Pemerintah maupun Dewan perwakilan Rakyat. Tahap penyusunan Rencana Legislasi Nasional ( Relegnas ) di lingkungan Pemerintah adalah sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 11 Perpres No. 61 Tahun 2005, yang menyatakan bahwa: Menteri meminta kepada Menteri lain dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen perencanaan pembentukan Rancangan Undang - Undang di lingkungan instansinya masing - masing sesuai dengan lingkup bidang tugas dan tanggung jawabnya. Di lain pihak untuk di lingkungan DPR-RI adalah sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 8 Perpres No. 61 Tahun 2005, yang menyatakan bahwa: Badan Legislasi dalam mengkoordinasikan penyusunan Prolegnas di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dapat meminta atau memperoleh bahan dan atau masukan dari Dewan Perwakilan Daerah dan atau masyarakat. Perencanaan pembentukan RUU dan bahan / masukan sebagaimana dimaksud oleh pasal - pasal tersebut adalah daftar rencana legislasi yang akan disusun baik oleh Pemerintah maupun DPR. Di lingkungan pemerintah, daftar rencana legislasi mencakup seluruh rencana pembentukan peraturan perundang - undangan, baik yang sifatnya masih akan disusun, yakni masih berupa keinginan-keinginan untuk membuat peraturan perundang - undangan maupun yang bentuknya sudah lebih konkret, misainya peraturan perundang - undangan yang sedang dalam proses penyusunan, atau yang sudah selesai disusun dan sudah siap diajukan ke DPR. Dengan demikian, rencana legislasi tersebut mencakup: 1. Rencana legislasi yang belum konkret, dalam bentuk judul-judul peraturan perundangundangan yang sifatnya masih tentatif 2. Rencana legislasi yang sudah mendekati konkretisasi: rencana pembentukan undang - undang yang masih dalam proses persiapan, seperti dalam bentuk kegiatan pengkajian dan penelitian 3. Rencana legislasi yang masih dalam taraf penyusunan naskah akademik: hasil - hasil pengkajian dan atau penelitian sudah mulai disusun dalam bentuk naskah akademik 4. Rencana legislasi yang sudah dalam taraf penyusunan RUU di lingkungan internal departemen / LPND 5. Rencana legislasi yang sudah dalam bentuk Rancangan Undang - Undang: Naskah RUU-nya sudah disusun secara lengkap dan sudah disempurnakan melalui proses harmonisasi ( pembahasan antardepartemen ).

6 Meskipun sifatnya masih berupa rencana - rencana, rencana legislasi yang diajukan oleh setiap departemen / LPND harus sudah jelas materi muatannya. Jika rencana legislasi tersebut diajukan kepada koordinator Prolegnas, maka harus disertai dengan penjelasan mengenai: 1. Pokok-pokok materi yang akan diatur serta keterkaitannya dengan peraturan perundang - undangan lainnya 2. Pokok materi yang akan diatur serta keterkaitannya dengan peraturan perundang - undangan lainnya, merupakan penjelasan secara lengkap mengenai konsepsi Rancangan Undang - Undang yang meliputi: a. Latar belakang dan tujuan penyusunan b. Sasaran yang akan diwujudkan c. Pokok-pokok pikiran, lingkup atau obyek yang akan diatur d. Jangkauan dan arah pengaturan. Dalam hal Departemen / LPND telah menyusun Naskah Akademik ( NA ) RUU, maka Naskah Akademik tersebut wajib disertakan dalam penyampaian perencanaan pembentukan Rancangan Undang - Undang. Data mengenai rencana legislasi dari setiap departemen / LPND diperoleh melalui kegiatan monitoring rutin, yang dilaksanakan oleh BPHN, pada awal dan pertengahan Tahun Anggaran. Tujuan kegiatan monitoring tersebut adalah untuk: 1. Up-dating rencana-rencana legislasi termasuk mendaftar rencana legislasi baru yang diusulkan oleh departemen / LPND 2. Evaluasi, yakni kemajuan dari setiap rencana legislasi yang telah diajukan tahun sebelumnya oleh departemen / LPND 3. Identifikasi kendala - kendala yang dihadapi dalam melaksanakan rencana legislasi, seperti adanya hambatan dalam pelaksanaan karena dianggap tumpang tindih dengan kewenangan departemen / LPND lain sehingga muncul keberatan dari departemen / LPND terkait. Instrumen yang dipakai dalam kegiatan monitoring rencana legislasi adalah berupa formulir isian dalam bentuk matriks. Ada dua jenis matriks yang dipakai, yaitu: Matriks Program Matriks program dimaksudkan untuk mengetahui rencana-rencana baru untuk menyusun peraturan perundang-undangan di setiap departemen/lpnd, mengetahui sejauhmana kemajuannya, dan proyeksi tahun pengajuan pembahasan ke DPR. Matriks Substansi Program Matriks substansi menguraikan secara singkat materi muatan peraturan perundang-undangan yang akan atau sedang disusun, yang meliputi latar belakang dan tujuan penyusunan, sasaran yang akan diwujudkan, pokok-pokok pikiran, lingkup atau obyek yang akan diatur, jangkauan dan arah pengaturan. Penggunaan instrumen matriks ini sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Perpres No. 61 Tahun 2005, yang menyatakan: Penyampaian perencanaan pembentukan Rancangan Undang - Undang kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 disertai dengan pokok materi yang akan diatur serta keterkaitannya dengan Peraturan Perundang - undangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Di lingkungan Pemerintah, tahapan ini melibatkan semua departemen maupun LPND sebagai instansi pemrakarsa usulan RUU. Departemen dan LPND tersebut sebagaimana yang disebutkan dalam Perpres No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Perpres No. 94 Tahun 2006 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara, dan juga Keputusan Presiden

7 No. 103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lambaga Pemerintah Non Departemen jo Perpres 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lambaga Pemerintah Non Departemen. Departemen dan LPND itu adalah: 1. Kementerian Koordinator terdiri dari: 1) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan 2) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 3) Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat 2. Departemen terdiri dari: 1) Departemen Dalam Negeri 2) Departemen Luar Negeri 3) Departemen Pertahanan 4) Departemen Hukum dan HAM 5) Departemen Keuangan 6) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral 7) Departemen Perindustrian 8) Departemen Perdagangan 9) Departemen Pertanian 10) Departemen Kehutanan 11) Departemen Perhubungan 12) Departemen Kelautan dan Perikanan 13) Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi 14) Departemen Pekerjaan Umum 15) Departemen Komunikasi dan Informatika 16) Departemen Kesehatan 17) Departemen Pendidikan Nasional 18) Departemen Sosial 19) Departemen Agama 20) Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 3. Kementerian Negara terdiri dari: 1) Kementerian Negara Riset dan Teknologi 2) Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 3) Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal 4) Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara 5) Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional 6) Kementerian Negara Lingkungan Hidup 7) Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan 8) Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara 9) Kementerian Negara Perumahan Rakyat 10) Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga

8 4. Lembaga Setingkat Menteri terdiri dari: 1) Sekretariat Negara 2) Kejaksaan Agung 3) Tentara Nasional Indonesia 4) Kepolisian Negara Republik Indonesia 5. Lembaga Pemerintah Non Departemen ( LPND ) terdiri dari: 1) Badan Intelejen Negara 2) Badan Pertanahan Nasional 3) Lembaga Sandi Negara 4) Badan Koordinasi Penanaman Modal 5) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 6) Badan Pengawas Tenaga Nuklir 7) Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional 8) Badan Standardisasi Nasional 9) Badan Pusat Statistik 10) Badan Meteorologi dan Geofisika 11) Bank Indonesia 12) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 13) Lembaga Antariksa Penerbangan Nasional 14) Badan Pengawas Obat dan Makanan 15) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional 16) Badan Kepegawaian Negara 17) Lembaga Administrasi Negara 18) Perpustakaan Nasional 19) Arsip Nasional Republik Indonesia Data rencana legislasi yang telah diperoleh dari seluruh departemen / LPND selanjutnya diolah dan diverifikasi, sebagai bahan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi dalam rencana legislasi, yang dilaksanakan melalui forum konsultasi yang dikoordinasikan oleh Menteri Hukum dan HAM. Forum konsultasi yang dimaksud adalah Rapat Pembahasan Tahunan Prolegnas, yang diselenggarakan setiap tahun. Rapat Koordinasi ini melibatkan seluruh wakil jajaran departemen / LPND, di samping itu juga melibatkan para ahli dari lingkungan perguruan tinggi, wakil - wakil organisasi di bidang sosial - politik, profesi, organisasi keagamaan, pemuda / mahasiswa, dan lembaga swadaya masyarakat. Forum ini di samping untuk mengkoordinasikan penyusunan perencanaan pembentukan peraturan perundang - undangan yang telah atau yang baru akan disusun oleh seluruh departemen / LPND, juga untuk menetapkan rencana - rencana legislasi yang akan menjadi prioritas pembahasannya bersama DPR. Ukuran untuk memprioritaskan RUU - RUU tersebut didasarkan atas 10 kriteria substansi sebagaimana telah ditetapkan di dalam Keputusan Sidang Paripurna DPR tanggal 1 Februari 2005, yakni: 1. RUU yang merupakan perintah dari Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun RUU yang merupakan perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

9 3. RUU yang terkait dengan pelaksanaan undang - undang lain 4. RUU yang mendorong percepatan reformasi 5. RUU yang merupakan warisan Propenas disesuaikan dengan kondisi saat ini 6. RUU yang menyangkut revisi atau amandemen terhadap undang - undang yang bertentangan dengan undang - undang lainnya 7. RUU yang merupakan ratifikasi terhadap perjanjian internasional 8. RUU yang berorientasi pada pengaturan perlindungan HAM dengan memperhatikan prinsip - prinsip kesetaraan dan keadilan gender 9. RUU yang mendukung pemulihan dan pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan 10. RUU yang secara langsung menyentuh kepentingan rakyat untuk memulihkan dan meningkatkan kondisi kesejahteraan sosial masyarakat. Skala prioritas sebagaimana dikemukakan di atas dianggap terlalu umum, karena hampir semua RUU yang diajukan sebagai prioritas paling tidak akan memenuhi salah satu kriteria. Dengan demikian, skala prioritas yang semula dimaksudkan untuk menyaring RUU yang kurang begitu urgen ini menjadi tidak efektif. kriteria prioritas substansi tersebut ditambah dengan kriteria teknis, yaitu: 1. Sudah disusun draf RUU secara lengkap bersama-sama dengan naskah akademiknya 2. Sudah selesai proses harmonisasi, untuk RUU yang berasal dari Pemerintah sudah melalui pernbahasan antar departemen. Demikian juga RUU yang berasal dari DPR telah melalui proses harmonisasi di Badan Legislasi DPR-RI. Contoh yang paling mutakhir mengenai tahapan ini adalah Rapat Pembahasan Tahunan Prolegnas internal Pemerintah ( antar Departemen ) yang telah diselenggarakan pada tanggal September Pada forum ini telah ditetapkan sebanyak 38 RUU yang dinyatakan telah memenuhi kriteria untuk diajukan sebagai Prioritas Prolegnas Tahun 2008 oleh Pemerintah. Seluruh RUU dimaksud kemudian disampaikan pada rapat Prolegnas dengan Badan Legislasi DPR, setelah melalui proses pembahasan Panitia Kerja dan digabungkan pembahasannya dengan RUU inisiatif DPR, maka pada Rapat Kerja Baleg dengan Pemerintah tanggal 8 Oktober 2007 ditetapkan sebanyak 31 RUU (termasuk daftar RUU Kumulatif terbuka) sebagai RUU Prioritas 2008 ditambah RUU luncuran ( carry over ) sebanyak 49 RUU yang selama ini belum dapat diselesaikan. Pada rapat tersebut Pemerintah juga mengusulkan memasukkan RUU tentang Tindak Pidana Teknologi Informasi ( Cyber Crime ) sebagai RUU Prioritas mengingat RUU dimaksud selain satu paket dengan RUU terkait Tindak Pidana Korupsi, juga sangat penting untuk mendukung regulasi di bidang Terorisme, Pencucian Uang, Narkotika, Transaksi Elektronik, dan Penyelenggaraan Pemilu. 8. Penyusunan Prolegnas di Lingkungan DPR Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh Badan Legislasi. Pengaturan tentang tata cara penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR RI, yang menugaskan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk menangani Prolegnas. Berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 08/DPR RI/I/ Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Badan Legislasi antara lain bertugas: menyusun Program Legislasi Nasional yang memuat daftar urutan Rancangan Undang - Undang untuk suatu masa keanggotaan dan prioritas setiap Tahun Anggaran, yang selanjutnya dilaporkan dalam rapat Paripurna untuk ditetapkan dengan keputusan DPR. Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional pada Pasal 8, 9, dan 10 menyatakan bahwa: Badan Legislasi dalam mengkoordinasikan penyusunan Prolegnas di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dapat meminta

10 atau memperoleh bahan dan / atau masukan dari Dewan Perwakilan Daerah dan / atau masyarakat. Hasil penyusunan Prolegnas di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat oleh Badan Legislasi dikoordinasikan dengan Pemerintah melalui Menteri dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi Prolegnas. 9. Penyusunan Prolegnas Antara DPR dan Pemerintah Koordinasi pembahasan Prolegnas antara DPR dan pemerintah diatur oleh DPR dengan memperhatikan peraturan perundang - undangan. Forum pembahasan Prolegnas sebagaimana dimaksud dilakukan melalui Rapat Koordinasi antara DPR-RI ( yang diwakili oleh Baleg ) dan Pemerintah ( yang diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM ). Rapat Koordinasi ini terdiri dari Rapat Paripurna, Rapat Panitia Kerja ( Panja ), atau Rapat Panitia Teknis. Hasil dari Rapat Koordinasi ini disahkan dengan penandatanganan hasil Rapat Koordinasi oleh ketua dan wakil-wakil ketua Baleg mewakili DPR-RI dan Menteri Hukum dan HAM mewakili Pemerintah. Hasil Rapat Koordinasi tersebut selanjutnya oleh Baleg disampaikan kepada Pimpinan DPR RI, sedangkan dari pihak pemerintah dilaporkan oleh Menteri Hukum dan HAM kepada Presiden. Jika Presiden menyetujui hasil Rapat Koordinasi tersebut, maka persetujuan Presiden terhadap Prolegnas yang disusun di DPR diberitahukan secara tertulis dan sekaligus menugaskan Menteri Hukum dan HAM untuk mengkoordinasikan kembali dengan DPR. Prolegnas yang disusun di lingkungan DPR dan Pemerintah yang telah memperoleh kesepakatan bersama antara DPR dan Pemerintah, dilaporkan pada Rapat Paripurna DPR untuk mendapatkan penetapan. Dalam praktiknya RUU Prioritas Tahunan yang telah diputuskan hasil koordinasi antara DPR dengan Pemerintah dan ditetapkan di dalam Sidang Paripurna DPR pun mengalami perubahan atau tambahan di tengah jalan. Hal ini terjadi misalnya, pada RUU Prioritas 2006 dari 43 RUU prioritas mendapat 4 (empat) RUU tambahan yang ditetapkan melalui Penetapan DPR RI tanggal 3 Oktober Kemudian, pada RUU Prioritas 2007 dari 30 RUU prioritas mendapat tambahan 2 (dua) RUU melalui Penetapan DPR RI Tanggal 23 Pebruari 2007, disusul dengan Penetapan DPR RI tanggal 13 November 2007 yang menambahkan 2 (dua) RUU Prioritas, sehingga jumlah keseluruhan Prioritas 2007 adalah 34 (tiga puluh empat) RUU. 10. Proses Pembentukan Undang - Undang Di atas sudah dijelaskan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang - undang. Setiap Rancangan Undang - Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Rancangan Undang - Undang ( RUU ) dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Apabila ada 2 ( dua ) RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu masa sidang yang dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikan oleh Presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7 ( tujuh ) hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang - undang. Apabila setelah 15 ( lima belas ) hari kerja, RUU yang sudah disampaikan kepada Presiden belum disahkan menjadi undang - undang, Pimpinan DPR mengirim surat kepada Presiden untuk meminta penjelasan. Apabila RUU yang sudah disetujui bersama tidak

11 disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 ( tiga puluh ) hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. 11. Proses Pembahasan RUU dari Pemerintah di DPR RI RUU beserta penjelasan / keterangan, dan atau naskah akademis yang berasal dari Presiden disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presiden yang menyebut juga Menteri yang mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut. Dalam Rapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh Pimpinan DPR, kemudian Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Terhadap RUU yang terkait dengan DPD disampaikan kepada Pimpinan DPD. Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR bersama dengan Menteri yang mewakili Presiden. 12. Proses Pembahasan RUU dari DPD RI di DPR RI RUU beserta penjelasan / keterangan, dan atau naskah akademis yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR, kemudian dalam Rapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh DPR, Pimpinan DPR memberitahukan kepada anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh anggota. Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD tersebut kepada anggota dalam Rapat Paripurna. Bamus selanjutnya menunjuk Komisi atau Baleg untuk membahas RUU tersebut, dan mengagendakan pembahasannya. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, Komisi atau Badan Legislasi mengundang anggota alat kelengkapan DPD sebanyak - banyaknya 1/3 ( sepertiga ) dari jumlah anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas RUU. Hasil pembahasannya dilaporkan dalam Rapat Paripurna. RUU yang telah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk ikut membahas RUU tersebut. Dalam waktu 60 ( enam puluh ) hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari DPR, Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR. 13. Tingkat Pembicaraan RUU di DPR RI Salah satu dampak yang terjadi dengan berlakunya Perubahan UUD 1945 tersebut adalah berlakunya Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan, yang merupakan amanah dari Pasal 22A, yang ditetapkan pada Perubahan Kedua UUD Pembentukan Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan merupakan salah satu sarana untuk mencapai harapan agar di kemudian hari pembentukan berbagai peraturan perundang - undangan dapat berjalan lebih tertib dan lebih baik, serta dapat merumuskan setiap peraturan perundang - undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan materi muatannya, sehingga memudahkan dalam pelaksanaan selanjutnya. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan ditetapkan bahwa, yang dimaksud dengan pembentukan peraturan perundang - undangan adalah proses pembuatan peraturan perundang - undangan yang

12 pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. Tahap-tahap pembentukan peraturan perundang - undangan pada umumnya dilakukan sebagai berikut: A. Perencanaan Menurut Pasal 15 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan, perencanaan penyusunan Undang - Undang dilakukan dalam Program Legislasi Nasional, yang saat ini diatur dengan Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional, sedangkan perencanaan penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Pogram Legislasi Daerah. B. Persiapan Menurut Pasal 17 Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan, rancangan undang - undang dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, maupun dari Dewan Perwakilan Daerah yang disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional. Untuk persiapan pembentukan Peraturan Daerah, Pasal 26 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 merumuskan bahwa, rancangan peraturan daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau Gubernur, Bupati / Walikota. C. Penyusunan dan perumusan Pengajuan rancangan undang - undang yang berasal dari Presiden, disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. Rancangan undang - undang tersebut kemudian akan dilakukan pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi, dan terhadap rancangan undang - undang yang berasal dari Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang - undangan. Pengaturan tentang tata cara mempersiapkan rancangan undang - undang dari Presiden tersebut saat ini dilakukan dengan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang - Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden. Rancangan undang - undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, atau dapat juga diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat, yang tata cara pengajuannya saat ini diatur Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat No. 08/DPR RI/I/ tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan dalam Keputusan Dewan Perwakilan Daerah No. 2/DPD/2004 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagainama diubah dengan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Nomor 29/DPD/2005 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. D. Pembahasan Sesuai dengan Pasal 32 sampai dengan Pasal 36 Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan, saat ini setiap rancangan undang-undang ( baik yang berasal dari Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, maupun Dewan Perwakilan Daerah ) dibahas dengan cara yang ditentukan dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 08/DPR RI/I/ tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, khususnya Pasal 136, Pasal 137, dan Pasal 136. Pembahasan suatu Peraturan Daerah di Dewan Perwakilan Daerah sesuai ketentuan Pasal 40 dan Pasal 41 Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2004, saat ini dilakukan dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat. E. Pengesahan, Penetapan. dan Pengundangan serta Penyebarluasan Pengesahan rancangan undang - undang yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden dilakukan oleh

13 Presiden, kemudian diundangkan dalam Lembaran Negara oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang - undangan, serta penyebarluasannya dilakukan sesuai ketentuan Pasal 38 dan Pasal 51 Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan. Dalam pelaksanaannya, masalah pengesahan, penetapan, dan pengundangan tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang - undangan. 14. Tata Urutan dan Jenis Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Peraturan perundang - undangan tersusun secara bertingkat yang terdiri dari norma - norma hukum. Norma - norma hukum yang berbentuk piramida ini yang kemudian disebut dengan susunan norma, yang dalam norma hukum tertulis disebut dengan piramida perundang undangan atau yang secara substansi disebut hierarki perundang - undangan. Untuk mengetahui teori umum tentang piramida perundang - undangan, terlebih dahulu diketahui adalah Teori Stufenbau ( Stufenbau des rechts theorie ) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen, sebagai berikut: Setiap tata kaidah hukum merupakan suatu susunan daripada kaidah - kaidah ( Stufenbau des rechts theorie ) di puncak stufenbeu terdapat kaidah dasar dari suatu tata hukum nasional yang merupakan kaidah fundamental. Kaidah dasar tersebut grundnorm atau ursprungnorm. Grundnorm merupakan asas-asas hukum yang bersifat abstrak, umum dan hipotesis, kemudian bergerak ke generallenorm ( kaidah hukum ), yang selanjutnya dipositifkan menjadi norma nyata ( concrettenorm ). Norma - norma hukum berjenjang - jenjang dan berlapis - lapis dalam suatu hierarki tata susunan, dan suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan supaya tidak ada peraturan perundang - undangan yang saling bertentangan satu sama lainnya, baik itu bertentangan secara vertikal ( peraturan perundang - undangan yang lebih rendah bertentangan dengan yang lebih tinggi tingkat hierarkinya ) maupun secara horizontal ( peraturan perundang - undangan yang derajatnya sejajar saling bertentangan satu sama lainnya ). Berkaitan dengan bentuk dan jenis peraturan perundang - undangan di Indonesia telah terjadi beberapa kali perubahan, bentuk maupun jenis peraturan perundang - undangan. Mengenai bentuk atau jenis peraturan perundang - undangan sudah pernah diatur secara resmi oleh pemerintah yaitu dalam surat Presiden kepada Ketua DPR-GR Nomor 2262/HK/59 tanggal 30 Agustus 1959, sedangkan mengenai tata urutan peraturan perundang - undangan secara resmi diatur pertama kali dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Perundangan Republik Indonesia. Penulis di sini akan menguraikan mengenai tata urutan dan jenis peraturan perundang - undangan yang pernah berlaku di Indonesia, yaitu dimulai sejak diberlakukannya Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Perundangan Republik Indonesia, Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum Dan Tata Urutan Peraturan Perundang - undangan, sampai dengan berlakunya Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan sebagai berikut:

14 A. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 Pertimbangan ditetapkannya Tap MPRS Nomor XX/MPRS/1966, antara lain: untuk mewujudkan kepastian dan keserasian hukum serta kesatuan tafsiran dan pengertian mengenai Pancasila dan pelaksanaan Undang - Undang Dasar Oleh karena itu, diperlukan adanya perincian dan penegasan sumber tata tertib hukum dan tata urutan peraturan perundang - undangan Republik Indonesia. Dalam Tap MPRS Nomor XX/MPRS/1966 ditetapkan bentuk-bentuk peraturan perundang - undangan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Ketetapan MPR 3. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang; 4. Peraturan Pemerintah 5. Keputusan Presiden 6. Peraturan Pelaksana lainnya seperti : - Peraturan menteri; - Instruksi Menteri; - Dan lain-lainnya. B. Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 Pada tahun 2000, ditetapkan Ketetapan Majelis Pemusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang - undangan. Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tersebut mencabut Tap MPRS Nomor XX/MPRS/1966. Adapun pertimbangan pencabutan tersebut dirumuskan salah satunya dalam konsideran menimbang huruf e, yaitu bahwa Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan peraturan perundang - undangan Republik Indonesia berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 menimbulkan kerancuan pengertian, sehingga tidak dapat lagi dijadikan landasan penyusunan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 2 Tap MPR Nomor III/MPR/2000 ditetapkan bahwa Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan di bawahnya. Tata Urutan Peraturan Perundang - undangan Republik Indonesia sebagai berikut: 1. Undang - Undang Dasar Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia 3. Undang - Undang 4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang ( Perpu ) 5. Peraturan Pemerintah 6. Keputusan Presiden 7. Peraturan daerah C. Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Tap MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2000, ditentukan bahwa Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tidak berlaku jika sudah ada undang - undang yang mengaturnya. Oleh karena itu, sejak diberlakukannya Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan, keberadaan Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tidak berlaku lagi. Dengan demikian, setelah diundangkannya Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2004, maka jenis peraturan perundang - undangan sebagai berikut :

15 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 3. Peraturan Pemerintah 4. Peraturan Presiden 5. Peraturan Daerah Dengan berlakunya Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan, jenis, tata urutan dan pembentukan peraturan perundang - undangan harus berdasarkan ketentuan - ketentuan yang terdapat dalam undang - undang tersebut. Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2004 merupakan pedoman dalam proses pembentukan peraturan perundang - undangan dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud bila didukung oleh cara, dan metode yang pasti, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang - undangan. Atas dasar pertimbangan tersebut di atas, pembentuk undang - undang dalam pembentukan undang - undang harus berpedoman kepada Undang - Undang Nomor 10 Tahun Hal tersebut penting, karena akan tercipta kesatuan tata cara, metode yang pasti dan baku dalam proses pembentukan undang - undang. Dengan demikian, hal itu akan mewujudkan Program Legislasi Nasional dan pembangunan hukum nasional yang lebih baik. Proses pembentukan undang - undang memerlukan proses yang panjang dimulai dengan penyusunan naskah akademik ( NA ), penyusunan Program Legislasi Nasional ( prolegnas ), Rancangan Undang - Undang ( RUU ), proses harmonisasi, penyusunan tingkat pembahasan RUU di DPR, sampai dengan penetapan RUU menjadi undang - undang oleh DPR atas persetujuan bersama Presiden.

Bagaimana Undang-Undang Dibuat

Bagaimana Undang-Undang Dibuat Bagaimana Undang-Undang Dibuat Sejak bulan November 2004, proses pembuatan undang-undang yang selama ini dinaungi oleh beberapa peraturan kini mengacu pada satu undang-undang (UU) yaitu Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. UU NOMOR 10 TAHUN 2004 1. Menimbang: Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan perundang undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional

Lebih terperinci

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102 Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 1. Rancangan undang-undang dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. 2. Rancangan undang-undang dari DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 68 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH, DAN RANCANGAN PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2005 (68/2005) TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG, RANCANGAN PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (PERPRES) NOMOR 68 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG, RANCANGAN PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Formatted: Left: 3,25 cm, Top: 1,59 cm, Bottom: 1,43 cm, Width: 35,56 cm, Height:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DPR RI OLEH: DRA. HJ. IDA FAUZIYAH WAKIL KETUA BADAN LEGISLASI DPR RI MATERI ORIENTASI TENAGA AHLI DPR RI APRIL

PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DPR RI OLEH: DRA. HJ. IDA FAUZIYAH WAKIL KETUA BADAN LEGISLASI DPR RI MATERI ORIENTASI TENAGA AHLI DPR RI APRIL PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DPR RI OLEH: DRA. HJ. IDA FAUZIYAH WAKIL KETUA BADAN LEGISLASI DPR RI MATERI ORIENTASI TENAGA AHLI DPR RI 25-27 APRIL 2011 Program Orientasi Tenaga Ahli DPR RI 25-27 April

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1361, 2016 DPR. Prolegnas. Penyusunan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1124 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. Program Legislasi Nasional. Penyusunan. Tata Cara. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA

Lebih terperinci

Page 1 of 10 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembentukan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI

PROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI PROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI PENDAHULUAN Pembentukan Peraturan Perundangundangan adalah proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUM. Peraturan Perundang-undangan. Penyusunan. Pedoman

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUM. Peraturan Perundang-undangan. Penyusunan. Pedoman No.1430, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUM. Peraturan Perundang-undangan. Penyusunan. Pedoman PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 /PER/M.KUKM/IX/2014

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

GUBERNUR JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa produk hukum

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SITUBONDO Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah merupakan peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROVINSI KALIMANTAN BARAT PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a. bahwa produk hukum merupakan landasan dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : a. bahwa pembentukan

Lebih terperinci

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 15 TAHUN 2015 TENTANG PROSEDUR PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 15 TAHUN 2015 TENTANG PROSEDUR PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 15 TAHUN 2015 TENTANG PROSEDUR PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.612, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHAN. Rancangan. Peraturan Perundangundangan. Mempersiapkan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH 1 GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG KESEHATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 01 (satu) tahun ~ jangka waktu penetapan Prolegda Provinsi Prolegda Provinsi ditetapkan untuk jangka waktu 1

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2016 2 BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DAN PRODUK HUKUM DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. Penyusunan Rancangan. Peraturan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. Penyusunan Rancangan. Peraturan. Pencabutan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. Penyusunan Rancangan. Peraturan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR: PER/06/M/ IV/2008 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG 1 2016 No.07,2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. PEMERINTAH DAERAH.HUKUM.Pedoman.Pembentukan. Produk Hukum Daerah. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS, PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI 1 BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAb BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa produk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL. No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL. No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah 1 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang Mengingat : : a. bahwa untuk memberikan arah

Lebih terperinci

-2-3. Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. 4. Badan Legis

-2-3. Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. 4. Badan Legis PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : a. bahwa pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa pembentukan produk hukum daerah yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO Pembentukan Produk Hukum Pemerintahan Daerah; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tertib

Lebih terperinci

PENGHEMATAN ANGGARAN JILID II

PENGHEMATAN ANGGARAN JILID II PENGHEMATAN ANGGARAN JILID II http://www.republika.co.id Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Langkah-Langkah Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1946, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMSANEG. Penyusun. PUU. PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI LEMBAGA SANDI NEGARA

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO,

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO, PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO, Menimbang : a. bahwa pembentukan peraturan daerah merupakan bagian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 14 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 14 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 14 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah merupakan

Lebih terperinci

2017, No tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 3. Keputusan Presiden

2017, No tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 3. Keputusan Presiden BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.656, 2017 LIPI. Pembentukan Peraturan Perundangundangan. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013 MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI LEMBAGA SANDI NEGARA

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI LEMBAGA SANDI NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 159 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 159 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 159 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG KEIKUTSERTAAN PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PEMBINAANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

BUPATI BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 8 TAHUN 2012 T E N T A N G PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN BANTAENG

BUPATI BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 8 TAHUN 2012 T E N T A N G PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN BANTAENG BUPATI BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 8 TAHUN 2012 T E N T A N G PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN BANTAENG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTAENG Menimbang : a.

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

PERAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN HUKUM DI INDONESIA

PERAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN HUKUM DI INDONESIA PERAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN HUKUM DI INDONESIA BAMBANG PALASARA, S.H. KEPALA PUSAT PENYULUHAN HUKUM BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM Disampaikan dalam Acara

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Pertemuan 7 dan 14 ANDY KURNIAWAN, SAP, MPA Staff Pengajar pada Jurusan Administrasi Publik Fakultasi Ilmu Administrai Universitas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih meningkatkan koordinasi dalam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 188 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk lebih meningkatkan koordinasi dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, 2 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA REPUBLIK INDONESIA, - 1 - SALINAN PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI LINGKUNGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SALINAN - 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LANGKAH-LANGKAH PENGHEMATAN DAN PEMOTONGAN BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA DALAM RANGKA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN

Lebih terperinci