ANALISIS PENGARUH SHINTŌ TERHADAP KAMON

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENGARUH SHINTŌ TERHADAP KAMON"

Transkripsi

1 ANALISIS PENGARUH SHINTŌ TERHADAP KAMON Irma Rachmi Yulita Universitas Bina Nusantara, Jl.Kebon Jeruk Raya No.27 Jakarta Barat, Irma Rachmi Yulita, Sri Dewi Adriani ABSTRAK The research explains the semiotic meaning in five Kamon which assumed to possessed belief system effect of Shintō. The research method used in this research is qualitative method. Analyses are done by taking data concerning Kamon which have connections with Shintō effect. Those fifth Kamon are Kamon with sakaki and gohei symbol, Kamon with tomoe symbol, Kamon with torii symbol, Kamon with nagi leaf symbol, and Kamon with white horse symbol. Data will be then linked with semiotic concept by Peirce. It is concluded that the five Kamon had Shintō effect because they had point and concept which connected with Shintō s belief system. Penelitian menjelaskan makna semiotika dalam kelima Kamon yang diduga memiliki pengaruh sistem kepercayaan Shintō. Metode penelitian yang dipakai adalah metode kualitatif. Analisis dilakukan dengan mengambil data mengenai Kamon yang berkaitan dengan pengaruh Shintō. Kelima Kamon tersebut adalah Kamon bermotif sakaki dan gohei, Kamon bermotif tomoe, Kamon bermotif torii, Kamon bermotif sehelai daun nagi, dan Kamon bermotif kuda putih. Selanjutnya data mengenai kelima Kamon dihubungkan dengan konsep semiotika oleh Peirce. Disimpulkan bahwa kelima Kamon tersebut memiliki pengaruh Shintō karena seluruhnya mempunyai nilai dan konsep yang berkaitan dengan kepercayaan Shintō. Kata kunci: Kamon, Shintō, sistem kepercayaan, semiotika, Peirce. PENDAHULUAN Crawford (2002:50) menjelaskan bahwa sistem kepercayaan merupakan sebuah kumpulan kepercayaaan yang saling berhubungan satu sama lain. Kumpulan kepercayaan ini juga mempunyai inti, kesatuan dan peran tertentu dalam suatu lapisan masyarakat. Shintō merupakan salah satu contohnya. Yusa (2002:19) menjelaskan bahwa Shintō ( 神道 ), yang berarti kami no michi atau jalan Tuhan merupakan sebuah sistem kepercayaan kuno yang telah ada serta dipraktekkan dalam waktu yang sangat lama di Jepang. Sebenarnya sistem kepercayaan tidak mempunyai nama pada awalnya. Nama Shintō kemudian diberikan untuk membedakan sistem kepercayaan ini dengan jalan Budha, yang masuk ke Jepang pada abad ke-6. Disebut sistem kepercayaan karena Shintō menyembah berbagai macam kami atau dewa, berbeda dengan agama yang umumnya hanya menyembah satu Tuhan, seperti Islam dan Kristen. Akan tetapi Shintō tidak hanya sekedar sebuah sistem kepercayaan yang semata-mata menyembah kami. Orang-orang Jepang pada zaman dulu mempunyai sebuah kepercayaan yang menjelaskan bahwa di segala benda yang kita pandang yang terdapat baik di langit dan bumi, merupakan tempat bermukimnya para dewa atau kami. Sistem kepercayaan Shintō mempengaruhi banyak aspek kehidupan masyarakat Jepang, aspek kesenian adalah salah satunya. Pada aspek ini, banyak kesenian mapun benda seninya yang mendapat pengaruh Shintō. Kamon merupakan salah satu dari sekian benda seni yang mendapat pengaruh dari sistem kepercayaan Shintō. Kamon merupakan lambang keluarga yang terdapat Jepang. Takemitsu (2013:20) menjelaskan dengan lebih detail bahwa Kamon ( 家紋 ; berarti lambang keluarga) adalah lambang yang umumnya hanya digunakan oleh kalangan keluarga terhormat atau terpandang seperti keluarga-keluarga samurai pada abad pertengahan di Jepang. Kamon, pada awalnya bukan murni merupakan lambang keluarga. Arimoto (2013:26) menjelaskan bahwa Kamon pada awalnya

2 merupakan sebuah penanda atau pola yang telah ada semenjak awal zaman Heian ( M, ada juga yang menulis tahun 1192 M) yang digunakan pada pedati sapi. Lambang tersebut digunakan dengan tujuan untuk membedakan kaum bangsawan tertentu dengan bangsawan lain serta masyarakat yang bukan berasal dari kalangan bangsawan. Pada masa-masa berikutnya, Kamon mulai digunakan di kalangan samurai untuk berbagai hal. Fungsi lambang penanda dan pengenal yang pada mulanya terbatas pada pedati sapi mulai berubah dan beragam. Beberapa fungsi Kamon diantaranya adalah untuk menandai kepemilikan dan juga untuk menandakan bahwa mereka berasal dari keluarga samurai tertentu. Misalnya Kamon bermotif aoi (hollyhock) menandakan bahwa sang pemakai berasal dari keluarga Tokugawa, Kamon bermotif kikyou berasal dari keluarga Akechi, dan lain-lain. Takemitsu (2007:11) menjelaskan dengan singkat bahwa Kamon umumnya digambar melalui berbagai media atau peralatan dalam kehidupan seharihari terutama pada zaman sekarang. Contohnya adalah montsuki (kimono yang memiliki motif Kamon), peralatan makan, dan haka (makam; batu nisan). Tujuan dari penggunaan Kamon dapat bermacam-macam dan tergantung dari situasi dan siapa pemakainya. Penggunaan atau fungsi Kamon dapat berubah meskipun masih berkisah mengenai suatu klan atau keluarga besar. Menurut Maruyama (2012:82) Kamon dapat menjadi salah satu alat referensi untuk menjelaskan asal-usul atau silsilah dari suatu keluarga. Selain Kamon, biasanya dibutuhkan beberapa referensi lain seperti marga, makam, dan sensus keluarga untuk menelusuri garis keturunan seseorang bahkan suatu keluarga. Ada juga yang menganggap Kamon sebagai lambang keramat dan menggunakannya seperti jimat pelindung untuk keluarga tersebut (Takemitsu, 2013:16). Pada Kamon yang terpengaruh oleh ajaran-ajaran Shintō, penggunaannya bertambah menjadi menurunkan nilai-nilai dan konsep mengenai kepercayaan Shintō yang dianut kepada generasi yang berikutnya. Bergantung pada nilai-nilai yang dianut suatu keluarga, kadang nilai-nilai atau ajaran tersebut mempengaruhi desain dari Kamon sang keluarga. Desain Kamon umumnya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Desain dapat didasarkan kepada pengalaman pribadi sang kepala keluarga, atau karena dianggap sebagai ajimat pelindung, atau karena sang kepala keluarga menghayati nilai artistik serta keindahan dari suatu benda tertentu, atau karena motif-motif tersebut memang mengandung sejarah, legenda, mitos, bahkan ajaran serta nilai tertentu dari sistem kepercayaan yang terdapat di Jepang, terutama Budhisme dan Shintōisme. Dalam hal ini Kamon dapat dipengaruhi dengan nilai filosofi seperti ajaran-ajaran beraliran Shintō. Motif untuk Kamon bermacam-macam, misalnya tumbuhan, binatang, benda-benda langit seperti bulan dan bintang, bahkan peralatan untuk bekerja dan benda-benda yang biasa ditemui dalam kehidupan seharihari. Dalam penelitian ini penulis mengangkat permasalahan mengenai pengaruh sistem kepercayaan Shintō dan ajaran-ajaran beserta prinsipnya terhadap Kamon. Penulis mengambil judul Analisis Pengaruh Shintō Terhadap Kamon dalam penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis serta mengetahui bagaimana dampak atau pengaruh kepercayaan Shintō dalam bentuk konsep dan nilai terhadap bentuk motif Kamon. Penelitian mengenai Kamon sebelumnya pernah diteliti oleh Iha Nanako di Jepang. Penelitian ini penulis temui di dalam sebuah situs Jepang. Catatan penelitian ini membahas latar belakang mitsu-tomoemon atau Kamon dengan motif tomoe berkoma tiga. Iha membahas terutama mengenai bentuk tomoe yang mirip dengan penggambaran roh yang terdapat pada Jepang dan bagaimana Kamon ini juga digunakan oleh keluarga kerajaan di Okinawa sebagai lambang keluarga seperti halnya keluarga-keluarga bangsawan dan samurai yang berada di Jepang. Metode dan teori yang akan digunakan dalam analisis ini adalah semiotika. Semiotika merupakan ilmu yang mempunyai hubungan erat dengan kegiatan atau aktivitas manusia yang menghasilkan makna, terutama pada bahasa dan kebudayaan. Semiosis merupakan bagian dariilmu semiotika. Robering (1997:247) memiliki pendapat bahwa istilah semiosis berasal dari Yunani yang mengarah pada fenomena suatu tanda. Robeling mengutip dari Peirce bahwa semiosis adalah hasil dari hubungan antara tiga tahapan semiosis. Ketiga tahapan semiosis tersebut adalah yaitu representamen, objek, dan interpretan. Menurut Tinarbuko (2009:13) yang mengutip dari Peirce, representamen adalah sesuatu yang mampu mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Objek merupakan benda atau hal dalam lingkup tertentu yang dirujuk oleh representamen. Tanda atau sign yang akan selalu mengacu pada sesuatu yang lain disebut sebagai objek. Tinarbuko menambahkan bahwa mengacu dapat memiliki arti mewakili atau menggantikan. Interpretan merupakan hasil makna atau perlambangan yang didapat dan ditentukan oleh representamen. Tinarbuko menjelaskan lebih detail bahwa interpretan merupakan pemahaman makna yang muncul dalam diri sang penerima tanda. Tanda hanya akan berfungsi apabila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melalui interpretan. Tidak hanya itu, tanda hanya dapat berfungsi apabila pemahaman dapat terjadi berkat baiknya ground atau pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat. Ketiga tahapan semiosis ini

3 digambarkan dengan sebuah segitiga. Berikut ini adalah gambar dari segitiga semiotika Peirce yang telah dilampirkan. Interpretan = hasil makna yang didapat dari representamen. Representamen = tanda yang merujuk pada objek. Objek = benda atau hal dalam lingkup tertentu yang dirujuk. Gambar 1. Segitiga semiotika Peirce yang memuat tiga tahapan semiosis. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kualitatif. Penulis akan menggunakan metode ini untuk memfokuskan penelitian pada interpretasi dan pendekatan naturalistik bagi permasalahan dalam penelitian. Metode ini meliputi terutama pengumpulan data untuk penelitian. Penulis kemudian akan mengolah data yang telah didapatkan dari studi kepustakaan berdasarkan metode ini. 2. Studi Kepustakaan. Penulis akan menggunakan metode ini untuk mengumpulkan data mengenai Kamon, Shintō, dan semiotika Peirce dari berbagai sumber seperti buku, jurnal ilmiah, dan internet. 3. Deskriptif Analitik. Penulis akan mengumpulkan teori yang berkaitan dengan Kamon, Shintō, dan semiotika Peirce dan menganalisis data dengan menggunakan metode ini beserta konsepkonsep dan teori dalam penelitian ini. HASIL DAN BAHASAN Dalam penelitian ini penulis mengambil data berupa konsep-konsep and teori mengenai Kamon, Shintō, dan semiotika dari Peirce. Penulis turut mengambil data berupa lima Kamon yang diduga memiliki pengaruh Shintō. Untuk menemukan hasil makna dari sign, kelima Kamon tersebut kemudian dianalisis secara lebih lanjut dan dicocokkan dengan konsep-konsep dan teori yang telah disediakan. Proses analisis menggunakan metode kualitatif. Berikut ini adalah analisis yang dilakukan kepada kelima Kamon menggunakan teori semiotika. Perantara kami dan manusia untuk himorogi dalam jichinsai (I). Kamon bermotif sakaki-gohei (R). Sakaki diikatkan gohei (O). Gambar 2. Segitiga semiotika dari Kamon bermotif sakaki dan gohei. Kamon pertama yang akan dianalisis adalah Kamon bermotif sakaki dan gohei.gambar yang telah dilampirkan di atas adalah gambar semiotika Kamon bermotif sakaki dan gohei. Sakaki (cleyera japonica) merupakan jenis tumbuhan evergreen atau selalu hijau sepanjang tahun. Di Jepang, pohon

4 ini dianggap pohon keramat dan salah satu dari beberapa jenis pohon yang menjadi tempat perantara kami yang turun dari langit (Hartz, 2009:31). Sakaki lazimnya digunakan untuk persembahan dan mengusir roh-roh jahat (Shirane, 2013:126). Dikarenakan kepercayaan ini, banyak yang menanam pohon ini dalam pekarangan kuil. Dahan dari pohon sakaki sering digunakan dalam upacara pemurnian (Ono, 98:99). Gohei adalah julukan dari tongkat kayu dengan dua strip kertas putih yang membentuk zigzag di kedua sisi di ujung tongkat (Ono, 1998:24). Istilah gohei kadang hanya dirujukkan pada bagian kertasnya. Fungsi dari gohei adalah persembahan kepada kami yang diletakkan di altar kuil. Gohei umumnya berada di altar untuk menandakan keberadaan sang kami di kuil tempat kami tersebut disembah (Kusudo, 2002:267). Bagian kertas dari gohei kadang diikatkan dengan sakaki. Sakaki dan gohei yang disatukan ini digunakan dalam himorogi. Himorogi merupakan area keramat yang digunakan untuk memanggil kami turun ke bumi untuk sementara waktu (Yamakage, 2006:66). Himorogi merupakan bagian dari ritual jichinsai. Jichinsai adalah ritual pemurnian yang mengawali pembangunan rumah dan gedung bertingkat. Tujuan dari jichinsai adalah menenangkan roh-roh bumi yang berada di tempat di mana bangunan akan didirikan (Picken, 2006:92). Sakaki dan gohei menjadi yorishiro, yaitu benda-benda tertentu yang dianggap dapat menjadi jalan penghubung kami yang dipanggil turun ke bumi (Yamakage, 2006:66). Yorishiro diletakkan di dalam area keramat himorogi di mana kami dapat turun. Dalam himorogi, kami dianggap sebagai roh tak kasat mata yang tidak mempunyai tempat bersemayam permanen. Himorogi digunakan untuk mengundang sang kami ke bumi dan menghadiri jichinsai. Kami yang tak kasat mata membutuhkan media seperti pohon dan daunnya untuk bersemayam. Dengan berfungsinya dahan dan daun sakaki menjadi wadah sementara, kami yang telah dipanggil dapat menghadiri ritual pemurnian yang dilakukan manusia. Gohei yang disertakan dengan sakaki berfungsi untuk menegaskan dan menandakan keberadaan sang kami dalam area suci (Ono, 1998:24), dalam hal ini adalah himorogi. Keduanya merupakan alat spiritualyang penting dalam melaksanakan jichinsai. Berdasarkan teori semiotika Peirce, Kamon bermotif sakaki yang diikat gohei merupakan sebuah representamen. Objek dari sign selaku representamen adalah fungsi dari sakaki-gohei yaitu sebagai perantara kami dan manusia. Interpretan atau perwakilan makna dari sign adalah fungsi dari sakaki dan gohei sebagai perantara kami dan manusia untuk himorogi dalam jichinsai. Himorogi memiliki fungsi sebagai tempat bersinggah sementara untuk sang kami. Agar himororgi dapat berfungsi menjadi tempat singgah kami dibutuhkan peralatan spiritual. Peralatan spiritual tersebut digunakan sebagai wadah kami dan penanda keberadaan kami selama berada di bumi. Peralatan spiritual tersebut adalah dahan sakaki dengan gohei yang diikatkan. Dari analisis di atas, dapat diambil sebuah kesimpulan mengenai kondisi triadic dan tujuan dari sign. Berdasarkan hasil analisis dengan teori semiotika Peirce, kondisi triadic dari sign adalah baik sakaki maupun gohei merupakan alat ritual yang berfungsi menjadi wadah sementara kami untuk himorogi di jichinsai. Peranan ini penting dalam melaksanakan jichinsai. Tanpa sakaki dan gohei, kami tak dapat ke bumi untuk mendatangi ritual manusia. Begitu juga sebaliknya, manusia tidak dapat melakukan ritual tanpa kehadiran kami. Tujuan dari digambarkannya Kamon bermotif sakaki dan gohei adalah untuk membuktikan bahwa sakaki yang diiikatkan gohei lebih dari sekedar alat ritual. Sakaki dan gohei sebagai alat spiritual yang direpresentasikan memegang peranan penting sebagai perantara kami dan manusia dalam himorogi di upacara ritual jichinsai. Kamon bermotif sakaki dan gohei juga bertujuan untuk mempermudah penerimaan mengenai pentingnya sakaki dan gohei dalam himorogi dan jichinsai. Ichirei Shikon = Tama (roh); energi penggerak kehidupan (I). Kamon bermotif mitsu-tomoe (R). Konsep Ichirei Shikon (O).

5 Gambar 3. Segitiga semiotika dari Kamon bermotif mitsu-tomoe. Kamon yang selanjutnya akan dianalisis adalah Kamon bermotif mitsu-tomoe. Gambar di atas merupakan gambar segitiga semiotika dari Kamon bermotif tomoe. Tomoe atau mitsu-tomoe merupakan lambang yang umumnya terdiri tiga bagian koma dari bagian tengah lambang (Picken, 1994:375). Lambang tomoe telah digunakan dalam masyarakat Jepang dalam kurun waktu lama. Takemitsu (2013:105) menjelaskan dengan singkat bahwa pada zaman Heian, motif ini digunakan dan disenangi dalam kalangan bangsawan. Motif tomoe berkoma tiga kemungkinan digunakan karena mengandung kekuatan mantera dan bentuk komanya menyerupai magatama. Magatama merupakan perhiasan batu dari zaman Jomon. Magatama mempunyai bentuk meyerupai tamashii atau roh manusia dan digunakan untuk jimat dan ritual bersifat religius (Takemitsu, 2013:22). Mitsu-tomoe digunakan sebagai representasi Hachiman (dewa perang), akan tetapi motif ini juga dapat digunakan untuk merepresentasikan konsep Shintō lainnya. Ichirei Shikon adalah salah satunya. Ichirei Shikon ( 一霊四魂 ) adalah konsep mengenai satu roh yang terdiri dari empat bagian jiwa tertentu yang hidup secara berdampingan (Picken, 1994:345). Keempat jiwa tersebut adalah (1) nigimitama; yaitu jiwa yang sifatnya tenang, (2) aramitama; jiwa yang sifatnya bergolak, (3) sakimitama; jiwa yang berunsur penciptaan, (4) dan kushimitama; jiwa yang sifatnya tersembunyi atau misterius. Ketiga jiwa pertama diwakilkan dengan koma-koma pada lambang tomoe. Kushimitama berbeda karena umumnya diasosiasikan dengan hal-hal yang bersifat tidak dikenal dan sulit dipahami akal manusia. Karena membuat perubahan-perubahan yang tidak dapat dijelaskan dengan akal sehat, kushimitama dianggap berada di luar pengetahuan manusia. Oleh karena itu kushimitama diwakilkan dengan ruang kosong diantara ketiga koma. Bersama-sama, keempat jiwa ini menyokong dan membentuk satu kesatuan eksistensi serta kemampuan roh dalam memberikan kehidupan pada makhluk hidup. Kamon bermotif mitsu-tomoe merupakan representamen berdasarkan teori semiotika Peirce. Objek dari sign tersebut adalah konsep Ichirei Shikon. Konsep ini menyatakan bahwa sebuah roh terdiri dari empat jiwa yang saling melengkapi meskipun karakteristik tiap jiwa saling berbeda. Interpretan pada sign di atas adalah kehidupan. Tama atau roh merupakan energi kehidupan yang menggerakkan semua makhluk hidup (York, 2005:24). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, roh tiap makhluk hidup disokong oleh empat jiwa yang saling berbeda tapi saling melengkapi. Jiwa-jiwa ini membentuk kesatuan entitas bernama roh yang kemudian bersama dengan jasad jasmaniah memberikan kehidupan kepada makhluk hidup seperti manusia (Rankin, 2011:33). Dari analisis yang menggunakan teori semiotika Peirce di paragraf sebelumnya, diambil sebuah kesimpulan mengenai Kamon bermotif mitsu-tomoe. Dilihat dari kondisi triadic-nya, mitsu-tomoe adalah perwujudan dari konsep Ichirei Shikon mengenai empat jiwa di bawah naungan sebuah roh. Sekalipun keempatnya memiliki sifat berbeda, jiwa-jiwa ini saling melengkapi satu sama lain dan bergabung menjadi satu kesatuan entitas yaitu roh. Roh ini kemudian menggerakkan dan memberikan kehidupan pada pada tiap-tiap makhluk hidup yang ada di muka bumi. Oleh karena itu roh menjadi bagian krusial dari bentuk-bentuk kehidupan. Motif mitsu-tomoe digunakan karena desainnya mempermudah para penerima tanda memahami konsep Ichirei Shikon dan bentuknya yang mirip dengan penggambaran roh pada kehidupan masyarakat Jepang. Tujuan dari digambarkannya Kamon ini adalah membuktikan bahwa roh merupakan energi penggerak kehidupan yang bersemayam dalam tiap makhluk hidup dalam kepercayaan Shintō dengan menggunakan motif mitsu-tomoe yang mampu mewakili dan memudahkan pemahaman konsep Ichirei Shikon. Pembatas antara dunia kami (kuil) dan manusia (pemukiman) (I). Kamon bermotif torii (R). Torii di depan kuil (O). Gambar 4. Segitiga semiotika dari Kamon bermotif torii.

6 Kamon yang berikutnya adalah Kamon dengan motif torii. Gambar di atas merupakan semiotika dari Kamon bermotif torii. Torii merupakan gerbang yang didirikan di jalan masuk kuil yang berada di daerah yang dianggap keramat. Takemura (2010:12) menjelaskan dengan lebih detail bahwa torii umumnya dibangun di wilayah di mana kami dipercayai bersemayam. Dalam Shintō, wilayah kuil dipercayai menjadi wilayah kekuasaan tempat kami yang disembah bersemayam. Memasuki kuil berarti memasuki wilayah kami. Ono (1998:28) memberikan pendapat bahwa torii ( 鳥居 ) adalah gerbang masuk ke kuil yang menjadi simbolisasi yang menandai wilayah kami dari area pemukiman atau dunia manusia. Umumnya wilayah kami tempat dibangunnya kuil dengan torii berada di kaki gunung atau bukit. Kadang terdapat torii yang diangun di pantai atau di danau. Istilah torii berasal dari tori ( 鳥 ) yang berarti burung dan i ( 居 ) yang berarti bertengger. Istilah torii mempunyai arti tempat bertenggernya burung atau tempat di mana burung berada (Ono, 1998:28). Itou (2013:208) menjelaskan secara singkat bahwa torii merupakan tempat hinggap yatagarasu yaitu gagak berkaki tiga, yang dalam legenda dianggap utusan Amaterasu Oomikami. Ada juga yang menyatakan bahwa torii merupakan tempat bertengger ayam, yang di legenda lain juga dianggap sebagai utusan Amaterasu karena melambangkan matahari. Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan teori semiotika Peirce, sign di atas merupakan representamen. Objek dari sign adalah kuil yang dipisahkan torii dari dunia manusia menjadi daerah yang disucikan. Kuil dianggap tempat bersemayam kami sekaligus wilayah suci, oleh karenanya kuil dibangun di tempat yang terpisah dari pemukiman manusia. Hal ini disebabkan karena pemukiman atau dalam hal ini dunia manusia mempunyai kegare. Kegare merupakan ketidakmurnian atau polutan dalam Shintō. Abe (2003:4) menjelaskan secara lebih spesifik bahwa kami membenci kegare yang dianggap tabu dalam kepercayaan Shintō. Beberapa contoh dari kegare adalah kematian, darah, dan penyakit. Kegare hanya terdapat di dunia manusia dan manusia dapat membawa kegare masuk ke dalam kuil. Untuk melindungi kuil, torii diletakkan di antara kuil dan lingkungan masyarakat sekitar. Dengan demikian torii menjadi penanda dan menciptakan tempat terpisah di antara kuil dan pemukiman sekitar ( diakses 4 Juli 2014). Oleh karena itu, interpretan dari sign adalah fungsi dari torii sebagai pembatas antara dunia kami dan dunia manusia, dalam hal ini kuil dan area pemukiman. Dari analisis di atas diambil sebuah kesimpulan bahwa torii berfungsi sebagai pembatas antara kuil dan pemukiman manusia. Berdasarkan kondisi triadic-nya, torii menjadi pembatas kuil dan pemukiman. Fungsi torii menjadi demikian karena kuil menjadi persemayaman kami dan dalam Shintō, kami sangat membenci kegare. Torii digunakan untuk memisahkan kuil yang murni dan suci dari pemukiman manusia yang tidak murni serta dipenuhi kegare. Itu sebabnya torii menjadi pelindung kuil sehingga kegare tidak dapat memasuki bahkan mencemari kuil. Tujuan digambarkannya motif torii pada Kamon adalah penanda secara simbolik dari wilayah kuil yang disucikan menurut kepercayaan Shintō. Kamon bermotif torii juga memiliki tujuan lain untuk mempermudah penyampaian pemahaman konsep mengenai kuil yang harus dilindungi dari kekotoran dengan memasang torii sebagai dinding pelindung kepada para penerima tanda. Penanda dan jimat para peziarah Kumano (I). Kamon bermotif daun nagi (R). Daun nagi (O). Gambar 5. Segitiga semiotika dari Kamon bermotif sehelai daun nagi. Kamon yang berikutnya adalah Kamon dengan motif sehelai daun nagi. Gambar di ata merupakan gambar semiotika dari Kamon yang akan dibahas. Nagi (podocarpus nagi, sekarang nageia nagi) adalah jenis pohon evergreen atau hijau sepanjang tahun seperti pohon sakaki. Nagi merupakan tanaman endemik yang hanya terdapat di Jepang, China, dan Taiwan. Pohon nagi dianggap sebagai pohon keramat terutama di kuil-kuil Kumano, bagian utara Prefektur Wakayama (Kusudo, 2002:236). Pohon ini umumnya ditanam di dalam pekarangan kuil. Kadang-kadang nagi juga ditanam di sandou ( 参道 ) yaitu jalan yang terbentang dari depan torii hingga ke dalam kuil.

7 Helai daun nagi dianggap simbol yang penting dari bagian ziarah Kumano. Di Kumano, daun ini umumnya diberikan bikuni di kuil Kumano pada para peziarah. Para peziarah ini kadang membawa daun nagi selama perjalanan menuju kuil Kumano yang berada di pegunungan. Kebiasaan membawa sehelai daun nagi sebagai jimat dimulai pada zaman Heian. Pada masa itu para peziarah yang melakukan perjalanan ke gunung tempat kuil-kuil berada, menyelipkan sehelai daun nagi di topi mereka (Yoshizawa-Waddell, 2009:153). Selain jimat, besar kemungkinan bahwa helai daun nagi tersebut digunakan untuk menandakan sang pemakai adalah peziarah yang datang untuk berziarah ke kuil-kuil tersebut. Melalui catatannya, Perkins (1998:235) menjelaskan secara singkat bahwa daun nagi yang menghiasi topi peziarah dapat mengindikasikan tujuan ziarahnya. Helai daun nagi menunjukkan kuil-kuil Kumano sebagai tempat ziarah. Representamen dari sign berdasarkan teori Peirce adalah Kamon bermotif sehelai daun nagi. Sebagai representamen, sign bermotif helai daun nagi menunjukkan hubungan objek berkaitan dengan ziarah di Kumano. Objek dari sign adalah daun nagi karena daun nagi memiliki hubungan dengan ziarah Kumano. Di Kumano, daun nagi dijadikan jimat dan dikenakan para peziarah dengan cara diselipkan sehelai di topi peziarah. Interpretan berdasarkan teori semiotika Peirce adalah fungsi helai daun nagi yang menjadi penanda dan jimat para peziarah Kumano. Dari analisis yang menggunakan teori semiotika Peirce di atas, diambil sebuah kesimpulan mengenai motif daun nagi pada Kamon. Kondisi triadic dari Kamon menggambarkan bahwa motif helai daun nagi pada Kamon menjadi bentuk simbolik penggunaan daun nagi di kalangan peziarah Kumano. Daun nagi yang diselipkan di topi peziarah menandakan bahwa mereka adalah peziarah. Daun nagi dapat merujuk daerah tujuan para peziarah yaitu kuil-kuil Kumano yang terletak di pegunungan. Motif daun nagi pada Kamon juga dimaksudkan untuk meniru penggunaan jimat berupa sehelai daun nagi untuk melindungi para peziarah dan pengunjung yang berkehendak menuju pegunungan Kumano. Motif sehelai daun nagi digunakan sebagai motif Kamon untuk memudahkan para penerima tanda memahami konsep mengenai penggunaan daun nagi di Kumano. Tujuan dibuatnya motif Kamon di atas adalah untuk membuktikan bahwa daun nagi menjadi bagian penting dari kuil dan peziarah, terutama para peziarahnya dalam pelaksanaan ziarah di Kumano. Kamon bermotif sehelai daun nagi juga mempunyai fungsi untuk memudahkan penyampaian konsep penggunaan daun nagi sebagai jimat dan penanda di Kumano kepada para penerima tanda. Persembahan dan bentuk doa (I). Kamon bermotif kuda putih (R). Kuda putih di Ise Jingu (O). Gambar 6. Segitiga semiotika dari Kamon bermotif kuda putih. Kamon yang berikutnya adalah Kamon bermotif kuda putih. Gambar yang telah dilampirkan di atas adalah gambar semiotika dari Kamon bermotif kuda. Kuda pertama kali dikembangbiakkan di Jepang pada zaman Yayoi (300 SM-300 M). Sampai pada zaman Nara ( M), kuda tergolong benda langka karena sulit didapatkan. Pada saat itu terdapat sebuah kepercayaan bahwa kuda adalah kendaraan kami (Ono, 1998:33). Hal disebabkan dengan adanya suatu anggapan bahwa kuda putih merupakan binatang keramat. Kuda putih disebut binatang keramat karena dipercayai membawa pesan-pesan kepada para kami (Frederic, 2002:174). Kuda putih juga dianggap pembawa pesan Amaterasu Oomikami (Rosaye, 68:2008). Oleh karena itu terdapat kebiasaan untuk menghadiahi atau memberikan kuda ke kuil Shintō sebagai bentuk doa. Tujuannya adalah untuk berdoa kepada kami untuk dikabulkan permintaannya. Kuda yang diberikan ke kuil dinamakan shinme ( 神馬 ) atau yang berarti kuda keramat atau kuda suci (Nelson, 2000:252). Sekitar pertengahan abad ke-8, penggunaan kuda dan sapi untuk pengurbanan kemudian dilarang. Pelarangan ini berpengaruh pada shinme karena persembahan berupa sapi dan kuda dihubungkan dengan pengurbanan (Inoue, 2003:100) dan shinme kemudian digantikan oleh ema. Ema memiliki fungsi yang hampir serupa dengan shinme. Ema memiliki kepraktisan karena hanya berupa papan kayu yang mudah didapatkan. Karena ema menggantikan shinme sebagai persembahan dan bentuk doa, di belakang ema biasanya dituliskan doa

8 atau keinginan yang kita punyai. Karena kepraktisannya ini, ema kemudian digunakan hampir di semua kuil Shintō, kecuali di beberapa kuil tertentu. Representamen yang didasarkan teori Peirce merupakan Kamon dengan motif kuda putih. Objek yang ditunjukkan adalah kuda putih yang menjadi kendaraan dan pembawa pesan kami. Kuda putih sebagai persembahan dan bentuk doa menjadi interpretan dari sign. Kuda yang diberikan ke kuil dengan tujuan menjadi bentuk doa manusia dinamakan shinme. Selain berfungsi menjadi persembahan, shinme juga berfungsi menjadi bentuk doa yang dikirimkan manusia pada kami. Dari analisis di atas, diambil sebuah kesimpulan bahwa sign ini memiliki kondisi triadic mengenai kuda putih yang berperan menjadi persembahan kuil dan bentuk doa kepada kami. Karena kepercayaan mengenai kuda sebagai pembawa pesan dan kendaraan kami, kuda diberikan ke kuil sebagai persembahan. Selain kepercayaan tersebut, kuda dahulu merupakan harta benda berharga seperti halnya harta benda. Faktor ini juga mendukung kebiasaan memberi kuda ke kuil. Motif kuda putih digunakan pada Kamon untuk mempermudah para penerima tanda memahami konsep mengenai penggunaan kuda putih dalam Shintō. Tujuan digambarkannya Kamon dengan motif kuda putih adalah untuk membuktikan bahwa kuda lebih dari sekedar persembahan untuk kuil dan bentuk doa. Kamon bermotif kuda putih juga berfungsi menyampaikan konsep mengenai pentingnya peranan kuda putih dalam Shintō pada para penerima tanda. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Untuk memahami nilai dan konsep yang terkandung dalam Kamon dari sudut pandang sistem kepercayaan Shintō, penulis menggunakan konsep-konsep Shintō dan konsep Kamon. Konsep Shintō dibagi menjadi lima konsep tersendiri. Kelima konsep tersebut adalah konsep mengenai sakaki dan gohei sebagai yorishiro, konsep mengenai Ichirei Shikon dalam mitsu-tomoe, konsep mengenai penggunaan torii sebagai penanda wilayah kuil, konsep mengenai penggunaan sehelai daun nagi di kalangan peziarah Kumano, dan konsep mengenai penggunaan kuda putih dalam Shintō. Kelima Kamon yang diduga memiliki nilai, filosofi, dan konsep Shintō diambil dan kemudian digunakan sebagai data dalam penelitian ini. Kelima Kamon tersebut adalah Kamon bermotif sakaki dan gohei, Kamon bermotif mitsu-tomoe, Kamon bermotif torii, Kamon bermotif sehelai daun nagi, dan Kamon bermotif kuda putih. Kelima Kamon disesuaikan dengan konsep-konsep Shintō yang ada. Dalam menganalisis data dan menentukan makna yang terkandung di dalam data, digunakan konsep dan teori semiotika Peirce. Tujuannya untuk menentukan hasil makna dari kelima Kamon didasarkan konsep-konsep Shintō. Dari analisis diperoleh hasil kesimpulan bahwa kelima Kamon yang telah diambil sebagai data, memiliki konsep-konsep dan nilai Shintō. Kamon bermotif sakaki-gohei mempunyai hasil makna atau kondisi triadic bahwa sakaki yang diikatkan gohei menjadi yorishiro yang digunakan untuk wadah sementara kami untuk himorogi di jichinsai. Yorishiro merupakan alat spiritual yang menggunakan benda mati (terkadang makhluk hidup) untuk memanggil kami turun ke bumi dan menghadiri suatu upacara Shintō. Yorishiro yang paling sering digunakan adalah dahan sakaki yang diikatkan gohei. Sakaki dan gohei ini yang digunakan sebagai motif untuk Kamon. Tujuan dari digambarkannya Kamon bermotif sakaki-gohei adalah untuk membuktikan dan menyampaikan hasil makna pada para penerima tanda bahwa dahan sakaki yang diiikatkan gohei yang diwakilkan oleh sign, memegang peranan penting tidak hanya sebagai alat ritual saja tetapi peranan sebagai perantara kami dan manusia pada jichinsai dalam himorogi. Kamon bermotif mitsu-tomoe memiliki hasil makna bahwa mitsu-tomoe merupakan perwujudan dari konsep Ichirei Shikon mengenai empat jiwa yang berada di bawah naungan sebuah roh. Ichirei Shikon merupakan konsep mengenai empat bagian jiwa yang saling melengkapi dan membentuk satu kesatuan menjadi satu roh yang esensial dengan kehidupan dan makhluk hidup. Tujuan dari digambarkannya Kamon ini adalah membuktikan dan menyampaikan hasil makna pada para penerima tanda bahwa roh merupakan energi penggerak kehidupan yang bersemayam dalam tiap makhluk hidup dalam kepercayaan Shintō. Konsep ini diwakilkan dengan Kamon bermotif mitsu-tomoe. Kamon bermotif torii memiliki hasil makna bahwa torii bertindak sebagai dinding pembatas antara daerah kuil dan tempat manusia tinggal. Torii adalah gerbang dengan warna utama merah yang diletakkan antara kuil dengan pemukiman manusia. Torii berfungsi menjadi pembatas serta pelindung kuil yang merupakan wilayah kami dari kegare yang dapat terbawa manusia. Tujuan digambarkannya motif torii pada Kamon adalah untuk menyampaikan hasil makna pada para penerima tanda bahwa

9 torii merupakan penanda secara simbolik dari wilayah kuil yang disucikan menurut kepercayaan Shintō. Kamon bermotif daun nagi memiliki hasil makna bahwa helai daun nagi yang dijadikan motif pada Kamon menjadi bentuk simbolik penggunaan daun nagi di kalangan peziarah Kumano yang hanya sehelai. Nagi merupakan sejenis pohon evergreen yang dianggap suci hanya di daerah Kumano. Di daerah ini, baik pohon dan daunnya memiliki peranan penting, terutama daunnya. Peziarah Kumano menggunakan helai daun nagi di topi mereka. Fungsinya adalah sebagai jimat dan penanda bahwa yang mengenakan daun tersebut adalah seorang peziarah Kumano. Tujuan dibuatnya motif Kamon di atas adalah untuk membuktikan dan menyatakan kepada para penerima tanda bahwa daun nagi menjadi bagian penting dari kuil dan peziarah, terutama para peziarahnya dalam pelaksanaan ziarah di Kumano. Kamon bermotif kuda putih mempunyai hasil makna bahwa kuda putih menjadi persembahan kuil dan bentuk doa kepada kami. Kuda putih yang menjadi motif dari Kamon memiliki peranan dalam kehidupan masyarakat Jepang. Kuda putih dianggap binatang keramat dan mengantar pesan pada para kami. Kuda digunakan dalam upacara-upacara Shintō hingga sekarang, meskipun tidak banyak kuil yang melakukannya. Kuda yang digunakan dalam upacara disebut dengan shinme. Tujuan digambarkannya Kamon dengan motif kuda putih adalah untuk membuktikan dan menyatakan bahwa kuda merupakan bagian dari kehidupan religius masyarakat Jepang. Meskipun fungsi kuda sebagai shinme digantikan ema yang lebih mudah digunakan dan praktis di sebagian besar kuil di Jepang, masih ada kuil-kuil tertentu yang masih memelihara dan mempertahankan tradisi memberikan kuda ke kuil. Kamon yang diambil untuk menjadi data dan untuk penelitian ini berjumlah lima buah. Konsepkonsep dari Shintō kemudian akan dihubungkan dengan kelima Kamon tersebut. Penulis akan meneliti dengan menggunakan metode semiotika Peirce mengenai segitiga semiotika yang terdiri dari representamen, objek, dan interpretan. Proses penelitian ini digunakan hingga mendapatkan hasil makna atau triadic dan tujuan dari digambarkannya kelima Kamon berdasarkan konsep-konsep Shintō. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapat sebuah kesimpulan bahwa tiap-tiap Kamon memiliki hasil makna mengenai Shintōo dan dipengaruhi konsep-konsep Shintō. Saran Masih banyak bagian mengenai Kamon yang masih dapat dieksplorasi. Oleh karena itu penulis menyarankan kepada peneliti selanjutnya yang ingin meneliti Kamon untuk meneliti Kamon dengan motif yang lain tetapi masih mengandung suatu filosofi, nilai, bahkan konsep tertentu yang masih berhubungan dengan kepercayaan-kepercayaan Shintō. Misalnya Kamon bermotif karasu (gagak), Kamon bermotif niwatori (ayam), Kamon bermotif asa (ganja), dan lain-lain. Jika hendak melakukan penelitian yang memiliki tema agak berbeda, penulis menyarankan para peneliti selanjutnya untuk meneliti Kamon yang mengandung filosofi atau konsep yang memiliki hubungan dengan kehidupan atau kebudayaan masyarakat Jepang. Misalnya Kamon bermotif sakura karena mirip dengan prinsip samurai mengenai kehidupan yang singkat namun bermakna, Kamon bermotif take (bambu) karena merupakan simbol pembawa keberuntungan dan oleh karenanya seringkali digunakan dalam festival-festival Shintō, Kamon bermotif suzu (lonceng) yang digunakan juga dalam upacara-upacara Shintō sebagai alat upacara, dan lain-lain. REFERENSI Abe, Chikara. (2003). Impurity and Death: A Japanese Perspective. United Stated of America: Dissertation. Com. Diakses 13 Maret 2014 dari en&sa=x&ei=_a0cvlhtb9k_uatvyoh4cq&ved=0cbwq6aewaa#v=onepage&q=abe%2 0chikara&f=false. Amimoto, Koetsu. (2013). Kamon to Myouji Shireba Shiruhodo Omoshiroi. Japan: Saitousha. Baroroh, Ali. (2008). Trik-trik Analisis Statistik SPSS 15+CD. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Diakses 5 Maret 2014 dari

10 =en&sa=x&ei=okf- U8J80LC4BNjbgagD&redir_esc=y#v=onepage&q=ali%20baroroh&f=false. C Sorina, O Bogdan - Romanian Economic Business Review. (2007). The Legacy of the Kamon in the Japanese Management - rebe.rau.ro. Diakses 27 Agustus 2013 dari Crawford, Neta. (2002). Argument and Change in World Politics: Ethics, Decolonization, and Humanitarian Intervention. United Kingdom: Cambridge University Press. Diakses 19 Desember 2013 dari avjse4c&printsec=frontcover&dq=neta+crawford&hl=en&sa=x&ei=pkf- U63LBsXIuASt0IHgDg&ved=0CCQQ6AEwAQ#v=onepage&q=neta%20crawford&f=false. Endraswara. Suwardi. (2009). Metodologi Penelitian Folklor. Yogyakarta: MedPress. Diakses 8 Januari 2014 dari =en&sa=x&ei=xlp- U_GNBM_luQT67IDgDg&ved=0CCIQ6AEwAQ#v=onepage&q=endraswara&f=false. Gomi, Fumihiko. Toriumi, Yasushi. (2013). Mouichido Yomu Yamagawa Nihonshi. Japan: Magusa Shiki Kaisha Yamakawa Shuppansha. Goto, Shikido. (2012). Yomudake de Sukkari Wakaru Nihonshi. Japan: Magusa Shiki Kaisha Takarajimasha. Hartz, Paula. (2009). Shintō, Third Edition. New York: Infobase Publishing. Diakses 18 Maret 2014 dari hl=en&sa=x&ei=5a_- U_CQHMHHuATTlQI&ved=0CCgQ6AEwAg#v=onepage&q=paula%20hartz&f=false. Hatta,Yukio. (1991). Kamigami to Butsu no Sekai. Japan: Magusa Shiki Kaisha Hirakawashuppansha. Iha, Nanako. Hidari Mitsu-tomoemon wo Chuushin Ni. Kobijutsu Gakka Geijutsu Gaku Senkou. Diakses 17 Juli 2014 dari Itou, Miro. (2013). Nihon no Kamon to Seishi- Dentoubi to Keifu. Japan: Seibundōshinkōsha. Kaminishi, Ikumi. (2006). Explaining Pictures: Buddhist Propaganda And Etoki Storytelling in Japan. United Stated of America: University of Hawa I Press. Diakses 6 April 2014 dari shi&hl=en&sa=x&ei=alt- U_77A4WjugSztIGICg&ved=0CBwQ6AEwAA#v=onepage&q=ikumi%20kaminishi&f=false. Kusudo, Yoshiaki. (2001). Nihonjin Kokoro ga Mieru Kamon. Japan: Mainichi Shinbunsha. Liszka, James Jakób. (1996). A General Introduction to the Semiotic of Charles Sanders Peirce. United Stated of America. Diakses 23 Januari 2014 dari sa=x&ei=fz0avjvhg9cwuas9jocibw&redir_esc=y#v=onepage&q=liszka&f=false. Maruyama, Manabu. (2012). Senzo wo Sennen, Sakanoboru-Myouji Koseki Haka Kamon de Wakaru Anata no Ruutsu. Japan: Gentōsha Shinsho. Nadeau. (1996). Dimensions of Sacred Space in Japanese Popular Culture. Diakses 4 Juli 2014 dari Nakayama, Kaneyoshi. (1990). The Beauty of Japan. Japan: Gakken Co. Ltd. Nishimura, Masami. (2010). Kamon Shugi Sengen. Japan: Marikasha.

11 Ono, Sokyo. (1998). Shintō: The Kami Way. Japan: Charles E. Tuttle Company. Picken, Stuart. D. (1994). Essentials of Shintō: An Analytical Guide to Principal Teachings. United States of America: Greenwood Publishing Group, Inc. Picken, Stuart. D. (2006). The A to Z of Shintō. Maryland: The Scarecrow Press, Inc. Rankin, Aidan. (2010). Shintō: a Celebration of Life. United Kingdom: John Hunt Publishing, Ltd. Diakses 21 April 2014 dari =en&sa=x&ei=e7b- U7a7HtShugSZoYDwBw&ved=0CBwQ6AEwAA#v=onepage&q=rankin%20aidan%20tomoe& f=false. Takemaeru, Naoko. (2010). Women in the Language and Society of Japan: The Linguistic Roots of Bias. United States of America: McFarland & Company. Diakses 18 Maret 2014 dari hl=en&sa=x&ei=g7d- U9OyJNKouwT7jYD4BA&ved=0CBwQ6AEwAA#v=onepage&q=naoko%20takemaru&f=fals e. Takemitsu, Makoto. (2007). Shitte Okitai Nihon no Myouji to Kamon. Japan: Kadokawa Gakukeishuupan. Takemitsu, Makoto. (2013). Nihonjin Shiranai Kamon no Monogatari. Japan: Yamato Shobou. Tinarbuko, Sumbo. (2009). Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Percetakan Jalasutra. Yamakage, Motohisa. (2006). The Essence of Shintō: Japan's Spiritual Heart. Japan: Kodansha International, Ltd. Yusa, Michiko. (2002). Japanese Religions. London: Laurence King Publishing Ltd. RIWAYAT PENULIS Irma Rachmi Yulita lahir di Jakarta pada 31 Juli Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Sastra Jepang pada tahun Saat ini penulis tengah merintis usaha kecil hortikultura yang terletak di Bandung.

BAB 1 PENDAHULUAN. Simbol atau lambang adalah sesuatu seperti tanda yang menyatakan suatu hal atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Simbol atau lambang adalah sesuatu seperti tanda yang menyatakan suatu hal atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simbol atau lambang adalah sesuatu seperti tanda yang menyatakan suatu hal atau mengandung maksud tertentu, tanda pengenal yang tetap (menyatakan sifat dan keadaan).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Jepang terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah olahraga. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu olahraga.

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat Bab 5 Ringkasan Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat perayaan-perayaan ataupun festival yang diadakan setiap tahunnya. Pada dasarnya, perayaan-perayaan yang ada di

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap

Bab 1. Pendahuluan. Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap kehidupan bangsanya. Hal ini dapat dilihat pada sejarah, tabiat dan watak bangsa tersebut.

Lebih terperinci

BAB 3. Metode Penelitian

BAB 3. Metode Penelitian 20 BAB 3 Metode Penelitian Pada bab ini akan diuraikan metode-metode yang akan digunakan dalam menemukan kesimpulan dari permasalahan penelitian. Pada bab ini, terdapat 2 subbab utama yang akan dibahas

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anesaki, Masaharu History of Japanese Religion. Tokyo: Charles E

DAFTAR PUSTAKA. Anesaki, Masaharu History of Japanese Religion. Tokyo: Charles E DAFTAR PUSTAKA Anesaki, Masaharu. 1963. History of Japanese Religion. Tokyo: Charles E Tuttle Company Aoki, Eiichi. 1994. JAPAN, Profile of A Nation. Tokyo: Kodansha International Ltd Bellah, Robert N.

Lebih terperinci

Bab 3. Analisis Data. Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh konsep Shinto yang terdapat

Bab 3. Analisis Data. Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh konsep Shinto yang terdapat Bab 3 Analisis Data Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh konsep Shinto yang terdapat dalam Jidai matsuri, berdasarkan empat unsur penting dalam matsuri yang sesuai dengan konsep Shinto. Empat

Lebih terperinci

Bab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Konsep Shinto Dalam Tujuan Diadakannya Tagata Jinja Hounen Matsuri

Bab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Konsep Shinto Dalam Tujuan Diadakannya Tagata Jinja Hounen Matsuri Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis Konsep Shinto Dalam Tujuan Diadakannya Tagata Jinja Hounen Matsuri Tagata Jinja Hounen matsuri merupakan sebuah festival yang diadakan di Tagata Jinja yang terletak di

Lebih terperinci

Monoimi, Shinsen, Naorai dan Norito dalam Sanja matsuri, untuk dianalisis.

Monoimi, Shinsen, Naorai dan Norito dalam Sanja matsuri, untuk dianalisis. Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis unsur Shinto Oharai dalam Sanja Matsuri Saya akan membagi analisis Sanja Matsuri melalui empat unsur Shinto, yaitu Monoimi, Shinsen, Naorai dan Norito dalam Sanja matsuri,

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis

Bab 1. Pendahuluan. masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Oshougatsu atau lebih dikenal dengan shougatsu adalah perayaan tahun baru masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis dekorasi-dekorasi

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan Skripsi. Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan

Bab 5. Ringkasan Skripsi. Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan Bab 5 Ringkasan Skripsi Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan sendiri memiliki arti sebagai pedoman yang menyeluruh bagi kehidupan masyarakat yang memiliki budaya

Lebih terperinci

Bab 2 Landasan Teori

Bab 2 Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Semiotika Dalam skripsi ini, penulis mengambil konsep semiotika. Oleh karena itu penulis akan menjelaskan konsep semiotika itu sendiri. Seorang peneliti bernama Ikegami

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. tertentu. Seperti halnya tanabata (festival bintang), hinamatsuri (festival anak

Bab 1. Pendahuluan. tertentu. Seperti halnya tanabata (festival bintang), hinamatsuri (festival anak Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Di Jepang banyak terdapat perayaan, festival, maupun ritual-ritual yang dilakukan setiap tahunnya. Biasanya setiap perayaan tersebut memiliki suatu makna tertentu.

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang

Bab 1. Pendahuluan. Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang memiliki kekayaan teknologi yang berkembang pesat dikarenakan adanya sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: ). Barisan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: ). Barisan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang yang oleh penduduknya sendiri disebut Nippon atau Nihon merupakan negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: 649-658). Barisan pulau-pulau

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto adalah

Bab 5. Ringkasan. Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto adalah Bab 5 Ringkasan Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto adalah agama asli Jepang. Agama Budha masuk ke Jepang pada abad ke-6 dan agama Kristen disebarkan oleh Francis Xavier.

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata kunci : Sanja matsuri

Abstraksi. Kata kunci : Sanja matsuri Abstraksi Salah satu kebudayaan yang terus dipertahankan di Jepang hingga sekarang adalah matsuri. Sanja matsuri yang menjadi topik pembahasan skripsi ini memiliki keunikkan yang terletak pada tarian tradisionalnya

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Temari adalah simbol perfeksionisme di Jepang. Temari kerap diberikan sebagai

Bab 5. Ringkasan. Temari adalah simbol perfeksionisme di Jepang. Temari kerap diberikan sebagai Bab 5 Ringkasan Temari adalah simbol perfeksionisme di Jepang. Temari kerap diberikan sebagai hadiah yang diberikan saat berbahagia. Dahulu temari juga dikenal sebagai bola kesayangan para ibu. Di sekitar

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang

Bab 1. Pendahuluan. menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Negara Jepang merupakan salah satu negara maju dan modern di kawasan Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang memuat banyak sekali tanda dan makna yang menggambarkan suatu paham tertentu. Selain itu, film juga merupakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Konsep adalah suatu abstraksi untuk menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan. moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan. moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak keanekaragaman budaya tradisional termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok, kemudian dikembangkan menjadi suatu kebiasaan aktifitas turun-temurun.

BAB I PENDAHULUAN. kelompok, kemudian dikembangkan menjadi suatu kebiasaan aktifitas turun-temurun. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Budaya merupakan ciptaan masyarakat yang berkembang dan dimiliki suatu kelompok, kemudian dikembangkan menjadi suatu kebiasaan aktifitas turun-temurun. Kebudayaan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang (Nippon/Nihon) secara harfiah memiliki arti asal-muasal matahari

BAB I PENDAHULUAN. Jepang (Nippon/Nihon) secara harfiah memiliki arti asal-muasal matahari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belaakang Masalah Jepang (Nippon/Nihon) secara harfiah memiliki arti asal-muasal matahari adalah sebuah negara di Asia Timur yang terletak di benua Asia di ujung barat Samudera

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG AMIGURUMI. Boneka berasal dari bahasa Portugis yaitu Boneca yang berarti sejenis

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG AMIGURUMI. Boneka berasal dari bahasa Portugis yaitu Boneca yang berarti sejenis BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG AMIGURUMI 2.1 Sejarah Amigurumi Boneka berasal dari bahasa Portugis yaitu Boneca yang berarti sejenis mainan yang dapat berbentuk macam-macam, terutamanya bentuk manusia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memiliki nilai spiritual. Anggapan ini membuat hewan, tumbuhan, dan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memiliki nilai spiritual. Anggapan ini membuat hewan, tumbuhan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan manusia dengan hewan, tumbuhan, dan beberapa benda alam lainnya memiliki nilai spiritual. Anggapan ini membuat hewan, tumbuhan, dan beberapa benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak bangunan-bangunan megah yang sengaja dibangun oleh tangan-tangan manusia sebagai wujud berdiamnya Allah di

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata kunci : Aoba Matsuri, Shinto, Matsuri.

Abstraksi. Kata kunci : Aoba Matsuri, Shinto, Matsuri. Abstraksi Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan. Matsuri merupakan salah satu contoh dari kebudayaan Jepang tersebut. Setiap tahun bahkan setiap bulan masyarakat Jepang mengadakan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kimono merupakan pakaian tradisional sekaligus pakaian nasional Jepang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kimono merupakan pakaian tradisional sekaligus pakaian nasional Jepang. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kimono merupakan pakaian tradisional sekaligus pakaian nasional Jepang. Perkembangan Jepang yang begitu pesat dalam berbagai bidang, salah satunya bidang fashion,

Lebih terperinci

Semiotika, Tanda dan Makna

Semiotika, Tanda dan Makna Modul 8 Semiotika, Tanda dan Makna Tujuan Instruksional Khusus: Mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami jenis-jenis semiotika. 8.1. Tiga Pendekatan Semiotika Berkenaan dengan studi semiotik pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain disekitarnya dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain disekitarnya dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang merupakan salah satu negara maju dan modern di kawasan Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain disekitarnya dalam berbagai bidang kehidupan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS Pada BAB ini akan menjelaskan mengenai pengenalan totem yang dipakai berdasarkan pemahaman dari Emile Durkheim dan Mircea Eliade. Pemahaman mereka mengenai totem beserta dengan fungsinya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI RELIGI DI JEPANG. Dalam kehidupan manusia kegiatan religi akan selalu dilaksanakan. Ada

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI RELIGI DI JEPANG. Dalam kehidupan manusia kegiatan religi akan selalu dilaksanakan. Ada BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI RELIGI DI JEPANG 2.1 Pengertian Religi Dalam kehidupan manusia kegiatan religi akan selalu dilaksanakan. Ada yang melakukan secara sungguh-sungguh, namun tidak orang yang

Lebih terperinci

Abstraksi. Keyword: Aoi matsuri, Shintō, Matsuri. iii

Abstraksi. Keyword: Aoi matsuri, Shintō, Matsuri. iii Abstraksi Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan. Matsuri merupakan salah satu contoh dari kebudayaan Jepang tersebut. Setiap tahun masyarakat Jepang mengadakan berbagai macam matsuri. Ada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian yang dipakai oleh peneliti adalah penelitian yang bersifat Kualitatif. Metode ini adalah meneliti sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisi Jepang ada satu tradisi yang dapat mengangkat pamor pariwisata negeri

BAB I PENDAHULUAN. tradisi Jepang ada satu tradisi yang dapat mengangkat pamor pariwisata negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia dan kaya akan kebudayaan. Seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat dan kemajuan media informasi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mendeskripsikan apa-apa yang berlaku saat ini. Didalamnya terdapat upaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mendeskripsikan apa-apa yang berlaku saat ini. Didalamnya terdapat upaya 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang berlaku saat ini. Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan,

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto sudah

Bab 1. Pendahuluan. Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto sudah Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto sudah ada sejak awal sejarah Jepang dan terus berlanjut hingga sekarang. Agama Budha masuk ke

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata kunci : Tagata Jinja Hounen matsuri, kami

Abstraksi. Kata kunci : Tagata Jinja Hounen matsuri, kami Abstraksi Salah satu kebudayaan yang terus dipertahankan di Jepang hingga sekarang adalah matsuri. Tagata Jinja Hounen matsuri yang menjadi topik pembahasan skripsi ini memiliki keunikan yang terletak

Lebih terperinci

NIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika

NIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika Nama : M. Teguh Alfianto Tugas : Semiotika (resume) NIM : D2C 307031 S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip Semiotika Kajian komunikasi saat ini telah membedakan dua jenis semiotikan, yakni semiotika komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu yang tidak bisa terungkap secara kasat mata. Untuk mengungkapkan sesuatu kadang tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan suatu keyakinan yang dianggap benar dan dianut oleh tiap individu ataupun suatu kelompok tertentu yang percaya terhadap Tuhan, sehingga dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metode keilmuan adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan yang berupa

BAB I PENDAHULUAN. Metode keilmuan adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan yang berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah Seni. Dalam seni banyak unsur kemanusiaan yang masuk di dalamnya, khususnya perasaan, sehingga sulit diterapkan untuk metode keilmuan. Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang telah menyerap banyak gagasan dari negara-negara lain yaitu teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan kebudayaan. Jepang telah mengembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dunia ini Tuhan menciptakan mahkluk hidup saling berdampingan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dunia ini Tuhan menciptakan mahkluk hidup saling berdampingan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dunia ini Tuhan menciptakan mahkluk hidup saling berdampingan. Tidak hanya manusia dengan manusia ataupun hewan dengan hewan, namun tidak ada juga manusia yang hidup

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dan metode analisis semiotika dengan paradigma konstruktivis. Yang merupakan suatu bentuk penelitian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588). BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. semiotika Modul ke: Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. Fakultas 12Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan merupakan salah satu jenis makhluk hidup yang ada di alam

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan merupakan salah satu jenis makhluk hidup yang ada di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tumbuhan merupakan salah satu jenis makhluk hidup yang ada di alam semesta. Dari beberapa sumber jurnal yang didapat oleh penulis dari internet, defenisi tumbuhan

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaan yang tinggi.

Bab 5. Ringkasan. Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaan yang tinggi. Bab 5 Ringkasan Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaan yang tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju tetapi masyarakatnya tetap berpegang teguh pada tradisi budaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain itu kesenian juga mempunyai fungsi lain, seperti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode merupakan alat pemecah masalah, mencapai suatu tujuan atau untuk mendapatkan sebuah penyelesaian. Dalam metode terkandung teknik yakni

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. yang direpresentasikan dalam film PK ditunjukan dengan scene-scene yang. tersebut dan hubungan kelompok dengan penganut agama lain.

BAB IV PENUTUP. yang direpresentasikan dalam film PK ditunjukan dengan scene-scene yang. tersebut dan hubungan kelompok dengan penganut agama lain. digilib.uns.ac.id 128 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Film PK merupakan film bertemakan agama yang memberikan gambaran tentang pluralitas elemen agama yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari di negara India.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui serangkaian proses yang panjang. Metode penelitian adalah prosedur yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. terstruktur/rekonstruksi pada iklan Wardah Kosmetik versi Exclusive Series,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. terstruktur/rekonstruksi pada iklan Wardah Kosmetik versi Exclusive Series, 32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1. Paradigma Penelitian Peneliti memakai paradigma konstruktivis yakni menjabarkan secara terstruktur/rekonstruksi pada iklan Wardah Kosmetik versi Exclusive Series,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan data atau pun informasi untuk. syair lagu Insya Allah (Maherzain Feat Fadly).

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan data atau pun informasi untuk. syair lagu Insya Allah (Maherzain Feat Fadly). BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui serangkaian proses yang panjang. Metode penelitian adalah prosedur yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Jepang dikenal dengan kepercayaan Shintonya. Walaupun ada

BAB I PENDAHULUAN. Negara Jepang dikenal dengan kepercayaan Shintonya. Walaupun ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang dikenal dengan kepercayaan Shintonya. Walaupun ada beberapa aliran kepercayaan dan agama yang berkembang di sana, masyarakat Jepang modern justru cenderung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diutarakan oleh Dedy N Hidayat, sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diutarakan oleh Dedy N Hidayat, sebagai berikut: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Paradigma konstruktifitis dapat dijelaskan melalui empat dimensi seperti diutarakan oleh Dedy N Hidayat, sebagai berikut: 1. Ontologis: relativism, realitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat Jepang. Sadō yang disebut juga Cha no yu adalah etika

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat Jepang. Sadō yang disebut juga Cha no yu adalah etika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Sadō merupakan salah satu kesenian yang masih menjadi tradisi dalam masyarakat Jepang. Sadō yang disebut juga Cha no yu adalah etika tradisional dalam menyajikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan dan pada dasarnya upacara tradisional disebarkan secara lisan. Upacara

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari.

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. 1 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. Dorongan beragama merupakan dorongan psikis yang merupakan landasan ilmiah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum masuknya agama-agama besar dunia ke Indonesia, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum masuknya agama-agama besar dunia ke Indonesia, masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum masuknya agama-agama besar dunia ke Indonesia, masyarakat Indonesia telah bertuhan dan menjunjung tinggi prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Prof. Dr. Purbatjaraka

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS

BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS IV.1 Karakteristik Kosmis-Mistis pada Masyarakat Jawa Jika ditinjau dari pemaparan para ahli tentang spiritualisme

Lebih terperinci

EKSISTENSI SHINTO DALAM SHOGATSU

EKSISTENSI SHINTO DALAM SHOGATSU EKSISTENSI SHINTO DALAM SHOGATSU Ratna Handayani 1 ; Felicia 2 ; Sonya Munadir Syah 3 1,2,3 Japanese Department, Faculty of Language and Culture, Bina Nusantara University, Jln. Kemanggisan Ilir III No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu tonggak utama pembangun bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengedepankan pendidikan bagi warga negaranya, karena dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga. berpola dari manusia dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga. berpola dari manusia dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga wujud : a. Wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan,

Lebih terperinci

Tugas Sejarah Seni Rupa. Budaya Mesir Kuno

Tugas Sejarah Seni Rupa. Budaya Mesir Kuno Tugas Sejarah Seni Rupa Budaya Mesir Kuno Martinus Darma Setiawan 211140010 Desain Produk Lukman Zaman PCSW. S.Kom., M.Kom. 1. PHOENIX Mitos dan legenda memang banyak diperdebatkan. Namun jika kita pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya selalu menarik untuk diulas. Selain terkait tindakan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya selalu menarik untuk diulas. Selain terkait tindakan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persoalan budaya selalu menarik untuk diulas. Selain terkait tindakan, budaya adalah hasil karya manusia yang berkaitan erat dengan nilai. Semakin banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu system yang

BAB I PENDAHULUAN. bukan sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu system yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut pandangan yang popular, masyarakat dilihat sebagai kekuatan impersonal yang mempengaruhi, mengekang dan juga menentukan tingkah laku anggota-anggotanya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengkaji label halal pada beberapa kemasan makanan.

BAB III METODE PENELITIAN. mengkaji label halal pada beberapa kemasan makanan. 44 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian dengan judul Analisis Semiotik Label Halal sebagai Simbol Komunikasi Dakwah merupakan penelitian nonkancah atau nonlapangan yang

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Kebudayaan Jepang merupakan kebudayaan yang sangat erat dengan alam.

Bab 1. Pendahuluan. Kebudayaan Jepang merupakan kebudayaan yang sangat erat dengan alam. Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kebudayaan Jepang merupakan kebudayaan yang sangat erat dengan alam. Kebudayaan tersebut diaplikasikan secara langung melalui karya seni. Kebudayaan yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DATA. 3.1 Analisis Kamon sebagai Bentuk dari Konsep Uchi Soto yang ada dalam Sistem

BAB 3 ANALISIS DATA. 3.1 Analisis Kamon sebagai Bentuk dari Konsep Uchi Soto yang ada dalam Sistem BAB 3 ANALISIS DATA 3.1 Analisis Kamon sebagai Bentuk dari Konsep Uchi Soto yang ada dalam Sistem Ie Hubungan antara kamon dengan sistem kekerabatan masyarakat Jepang yang didalamnya terdapat konsep uchi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Candi adalah bangunan yang menggunakan batu sebagai bahan utamanya. Bangunan ini merupakan peninggalan masa kejayaan Hindu Budha di Indonesia. Candi dibangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu,

BAB I PENDAHULUAN. dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam upacara kematian etnis Tionghoa ini, terdapat beragam pantangan dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu, buyut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prasetya dalam bukunya yang berjudulilmu

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prasetya dalam bukunya yang berjudulilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, kebudayaan meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Sesuai dengan yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma penelitian ini menggunakan pendekatan kritis melalui metode kualitatif yang menggambarkan dan menginterpretasikan tentang suatu situasi, peristiwa,

Lebih terperinci

PENGARUH AGAMA BUDDHA PADA EKSISTENSI BONEKA DARUMA DALAM DUNIA POLITIK JEPANG

PENGARUH AGAMA BUDDHA PADA EKSISTENSI BONEKA DARUMA DALAM DUNIA POLITIK JEPANG PENGARUH AGAMA BUDDHA PADA EKSISTENSI BONEKA DARUMA DALAM DUNIA POLITIK JEPANG Skripsi Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Strata 1 Jurusan Sastra Jepang Oleh Ester Veronika

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. kepercayaan asli masyarakat Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tak

Bab 5. Ringkasan. kepercayaan asli masyarakat Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tak Bab 5 Ringkasan Agama Shinto merupakan salah satu agama tertua dan dianggap sebagai kepercayaan asli masyarakat Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tak terputus dari zaman pra sejarah sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Kebudayaan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, kebudayaan meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Sesuai dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK FUNGSI BONEKA DARUMA BAGI MASYARAKAT JEPANG

ABSTRAK FUNGSI BONEKA DARUMA BAGI MASYARAKAT JEPANG ABSTRAK FUNGSI BONEKA DARUMA BAGI MASYARAKAT JEPANG Boneka merupakan salah satu simbol anak-anak yang dijadikan mainan dan dibuat untuk menemani anak-anak hingga pada akhirnya boneka juga dianggap sebagai

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan Skripsi. yang pesat dalam dunia industri, serta eksistensi agama Buddha menjadi salah satu

Bab 5. Ringkasan Skripsi. yang pesat dalam dunia industri, serta eksistensi agama Buddha menjadi salah satu Bab 5 Ringkasan Skripsi Jepang adalah salah satu negara maju di dunia dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam dunia industri, serta eksistensi agama Buddha menjadi salah satu faktor penting yang menyertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti akal atau budi dan dapat diartikan sebagai hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang di tayangkan oleh stasiun tv contohnya seperti film. pada luka-luka yang dialami Yesus dalam proses penyaliban.

BAB I PENDAHULUAN. yang di tayangkan oleh stasiun tv contohnya seperti film. pada luka-luka yang dialami Yesus dalam proses penyaliban. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini minat masyarakat luas terhadap suatu hiburan begitu tinggi, di karenakan kesibukan setiap orang untuk menjalani aktivitas yang padat setiap harinya membuat

Lebih terperinci

MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO

MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Siti Nurfaridah program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa flowersfaragil@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Paradigma konstruktivisme memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat Interpretatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif interpretatif yaitu suatu metode yang memfokuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Menurut Kodansha (1993: ) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah

Bab 5. Ringkasan. Menurut Kodansha (1993: ) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah Bab 5 Ringkasan Menurut Kodansha (1993:649-658) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah 377.781km². Menurut Danandjaja (1997:1), kepulauan Jepang terbentang di sepanjang timur laut hingga

Lebih terperinci

Harai: Telaah Konsep Religi Koentjaraningrat

Harai: Telaah Konsep Religi Koentjaraningrat Harai: Telaah Konsep Religi Koentjaraningrat Citra Ayu Pratiwi Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Jl. Dharmawangsa Dalam, Surabaya, 60286 Email: citra-a-p-11@fib.unair.ac.id

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. kepulauan di Asia Timur dengan ibukota Tokyo. Jepang merupakan salah satu negara

Bab 1. Pendahuluan. kepulauan di Asia Timur dengan ibukota Tokyo. Jepang merupakan salah satu negara Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jepang atau disebut juga dengan 日本 (Nippon/Nihon) adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur dengan ibukota Tokyo. Jepang merupakan salah satu negara

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mitos adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap suci oleh masyarakat tempat

BAB I PENDAHULUAN. Mitos adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap suci oleh masyarakat tempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mitos adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap suci oleh masyarakat tempat mitos tersebut berasal. Tokoh-tokoh dalam mitos umumnya adalah para dewa atau makhluk setengah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pembahasan pada bab ini yang akan dibahas lebih terfokus pada metode yang digunakan dalam pengumpulan data, pemilihan data serta teknik pengolahan yang akan digunakan agar mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang s2ampai Merauke dengan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang s2ampai Merauke dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang s2ampai Merauke dengan luas 5.193.250 kilometer persegi 1 sudah pasti menyebabkan munculnya keanekaragaman dan kemajemukan

Lebih terperinci

Written by Sr. Marietta, P.Karm Published Date

Written by Sr. Marietta, P.Karm Published Date Ikon adalah lukisan yang khas dalam tradisi Gereja Katolik Ortodox atau Gereja Timur (dipertentangkan dengan Gereja Barat/Latin, yaitu Gereja Katolik Roma). Kekhasan ikon ialah bahwa lukisan ini dipandang

Lebih terperinci

Kitab Perjanjian Baru tidak memberikan informasi tanggal kelahiran Yesus sehingga pemunculan tanggal 25 Desember menimbulkan berbagai kontroversi

Kitab Perjanjian Baru tidak memberikan informasi tanggal kelahiran Yesus sehingga pemunculan tanggal 25 Desember menimbulkan berbagai kontroversi Kitab Perjanjian Baru tidak memberikan informasi tanggal kelahiran Yesus sehingga pemunculan tanggal 25 Desember menimbulkan berbagai kontroversi diantara kalangan Kristen sendiri. Darimana asal usul perayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Simbol merupakan tanda yang muncul dari kesepakatan sosial, misal pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol sangat erat dengan kehidupan

Lebih terperinci