Bab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Konsep Shinto Dalam Tujuan Diadakannya Tagata Jinja Hounen Matsuri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Konsep Shinto Dalam Tujuan Diadakannya Tagata Jinja Hounen Matsuri"

Transkripsi

1 Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis Konsep Shinto Dalam Tujuan Diadakannya Tagata Jinja Hounen Matsuri Tagata Jinja Hounen matsuri merupakan sebuah festival yang diadakan di Tagata Jinja yang terletak di kota Komaki yang merupakan sebuah kota pertanian. Tujuan dari diadakannya matsuri ini adalah sebagai tanda terima kasih akan panen yang berhasil sekaligus permohonan akan panen yang melimpah pada tahun yang akan datang oleh masyarakat Komaki terhadap dewa pertanian yang bernama Mitoshi no kami atau sering juga disebut dengan Toshigami, dan juga permohonan para wanita kepada dewa kesuburan yang bernama Tamahime no Mikoto agar dikaruniai keturunan. Menurut analisis penulis, Tagata Jinja Hounen matsuri ini sesuai dengan penggolongan Shinto yang termasuk dalam kategori kuil Shinto karena Tagata Jinja Hounen matsuri diadakan di sebuah kuil Shinto yang bernama Tagata di mana usia kuil tersebut sudah lebih dari 1500 tahun, kuil tersebut ditujukan sebagai kuil tempat memohon kesuburan dan juga panen yang melimpah. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Ono (1992 : 12-15), bahwa terdapat tujuh macam penggolongan Shinto 32

2 di mana salah satunya yaitu kuil Shinto. Yang dimaksud dengan kuil Shinto di sini adalah kuil Shinto sebagai tempat untuk melaksanakan ritual dan prosesi matsuri tersebut. Kuil Shinto memiliki hubungan yang erat dengan tempat pemujaan kepada para dewa atau kami. Gambar 3.1 Tagata Jinja Sumber : Gambar 3.2 Tagata Jinja Pada Saat Hounen Matsuri Sumber : Menurut analisis penulis, matsuri ini juga sesuai dengan kepercayaan masyarakat Jepang terhadap konsep kami dalam Shinto, matsuri tersebut ditujukan kepada dewa pertanian yang bernama Toshigami dan juga dewa kesuburan yang bernama Tamahime no 33

3 Mikoto sebagai wujud rasa terima kasih dan juga permohonan akan panen yang melimpah dan juga kesuburan. Hal tersebut sesuai dengan yang tertulis dalam The Cambridge Encyclopedia of Japan (1998 : 152), bahwa dalam Shinto terdapat kepercayaan terhadap para dewa atau kami sejak zaman dahulu hingga sekarang. Selain itu, konsep mengenai dewa-dewa pertanian ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Picken (1994 : ), bahwa terdapat penggolongan kami menjadi dua bagian besar, yaitu kami yang terdapat dalam mitologi Jepang dan juga kami yang tidak terdapat dalam mitologi Jepang. Konsep mengenai dewa pertanian ini sesuai dengan kami yang tidak terdapat dalam mitologi Jepang yaitu kami yang berhubungan dengan perdagangan, kemakmuran (ekonomi), serta yang memiliki kaitan dengan dewa-dewa pelindung pertanian. Dalam hal ini, Toshigami dan Tamahime no Mikoto termasuk dalam dewa pelindung pertanian. Selain itu, menurut analisis penulis, kepercayaan terhadap dewa-dewa pertanian dalam Tagata Jinja Hounen matsuri dalam masyarakat pertanian Komaki merupakan salah satu ajaran Shinto kuno, yaitu yang berhubungan dengan pertanian. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam The Kodansha Bilingual Encyclopedia of Japan (1998 : 527), sebagai berikut, Asal-usul matsuri berhubungan dengan pengolahan padi dan juga religi 34

4 masyarakat setempat. Berasal dari ajaran suci Shinto kuno untuk perdamaian dengan para dewa dan roh orang mati, serta pemenuhan unsur agrikultural. 3.2 Analisis Konsep Shinto Dalam Ritual Tagata Jinja Hounen Matsuri Dalam Tagata Jinja Hounen matsuri, sebuah matsuri yang ditujukan kepada dewa kesuburan dan dewa panen ini, terdapat beberapa ritual Shinto yang dilaksanakan bertepatan dengan parade Tagata Jinja Hounen matsuri itu sendiri dan juga sebelum parade dilangsungkan. Di bawah ini penulis akan menganalisis konsep Shinto dalam ritual-ritual tersebut Analisis Konsep Shinto Dalam Yakubarai-sai Pada Tagata Jinja Hounen Matsuri Berdasarkan yang tertulis dalam Tagata Jinja Hounen-sai pada Infoseek (2007). Sebelum prosesi parade Tagata Jinja Hounen matsuri dimulai, diadakan upacara yakubarai atau yang biasa disebut dengan yakubarai-sai. Yakubarai-sai adalah sebuah upacara penyucian yang bertujuan untuk menyucikan para peserta parade Tagata Jinja Hounen matsuri yang dianggap kotor atau sedang dalam kategori usia yakudoshi. Upacara tersebut diadakan di dalam kuil Tagata pada pukul sebelas pagi pada tanggal yang sama dengan hari pelaksanaan Tagata Jinja Hounen matsuri yaitu 15 Maret pada awal musim semi setiap tahunnya. 35

5 Menurut analisis penulis, yakubarai-sai yang diadakan dalam Tagata Jinja Hounen matsuri tersebut sesuai dengan kepercayaan terhadap Shinto sebagai upacara penyucian atau oharai bagi peserta yang akan berpartisipasi sebagai pembawa persembahan bagi kami yaitu laki-laki yang berusia 42 tahun dan perempuan yang berusia 36 tahun, yang pada usia tersebut termasuk dalam usia rawan atau sering disebut yakudoshi. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Ono (1992 : 51-57), oharai memiliki tujuan untuk menghilangkan polusi, ketidaksucian, ketidakbenaran, serta kejahatan, dan dilakukan oleh seorang pendeta Shinto dengan menggunakan haraigushi. Menurut analisis penulis, dengan diadakannya yakubarai-sai ini, dapat dikatakan bahwa para peserta yang akan berpartisipasi sebagai pembawa persembahan tersebut kembali suci dan diharapkan terhindar dari berbagai ketidakberuntungan dalam menjalani usia tersebut di atas. Hal ini sesuai dengan Picken (1994 : ) yang mengatakan bahwa untuk menghindari ketidakberuntungan biasanya orang-orang yang berusia seperti di atas mendatangi kuil atau jinja untuk didoakan dan meminta berkat. Selain itu, hal tersebut di atas juga sesuai dengan (yakudoshi) dalam Japanlink (2003) sebagai berikut, 36

6 Yakudoshi adalah kategori umur yang harus diwaspadai karena pada usia tersebut, seseorang dikhawatirkan akan lebih rentan terkena penyakit dan hal-hal buruk Analisis Konsep Shinto Dalam Gozen-sai Pada Tagata Jinja Hounen Matsuri Sebelum prosesi parade Tagata Jinja Hounen matsuri dimulai, diadakan ritual Gozen-sai. Sesuai dengan yang tertera pada Tagata Jinja Hounen-sai dalam Infoseek (2007), pada pukul satu siang diadakan Gozen-sai. Gozen-sai merupakan sebuah upacara yang berlangsung secara khidmat, dan dilangsungkan di kuil Kumano-sha pada tahun ganjil, atau di kuil Shinmei-sha pada tahun genap. Kedua kuil ini merupakan kuil kecil sementara yang dianggap sebagai tempat peristirahatan sementara para kami selama matsuri dilangsungkan. Kuil sementara ini sering disebut dengan otabisho. Tujuan dari diadakannya upacara ini adalah untuk memohon agar jalannya prosesi Tagata Jinja Hounen matsuri berjalan dengan baik. Selain itu seperti yang diungkapkan oleh Ono (2007), upacara ini dipimpin oleh para pendeta Shinto yang memiliki tugas membacakan doa dan juga melakukan ritual penyucian menggunakan setangkai ranting sakaki sebagai pengganti haraigushi. Menurut analisis penulis, upacara gozen-sai ini memiliki kaitan yang erat dengan 37

7 ajaran Shinto. Tujuan upacara ini sendiri adalah meminta berkat kepada dewa atau kami agar matsuri berjalan dengan baik dan lancar, hal ini sesuai dengan The Cambridge Encyclopedia of Japan (1998 : 152) yang mengatakan bahwa ajaran Shinto memiliki kaitan erat dengan kepercayaan terhadap para dewa atau kami. Gambar 3.3 Pembacaan Doa Dalam Gozen-sai Sumber : Gambar 3.4 Ritual Penyucian Dalam Gozen-sai Sumber : Di dalam upacara ini dibacakan doa-doa khusus, dan dalam ajaran Shinto pembacaan doa ini disebut dengan norito. Diungkapkan oleh Ono (1992 : 51-57), bahwa 38

8 dalam matsuri yang sesuai dengan Shinto terdiri dari beberapa unsur dan satu diantaranya adalah norito. Norito adalah doa-doa yang diucapkan oleh pendeta Shinto baik merupakan doa-doa permohonan ataupun ucapan terima kasih dan juga menjadi salah satu bentuk pemujaan terhadap para dewa atau kami. Gambar 3.5 Kumano-sha Gambar 3.6 Ranting Sakaki Sumber : Sumber : Menurut analisis penulis, penggunaan ranting sakaki sebagai penganti haraigushi dalam gozen-sai tersebut, juga sesuai dengan ajaran Shinto di mana terdapat metode penyucian dengan menggunakan ranting sakaki dan juga haraigushi. Hal ini sesuai dengan Ono (1992 : 24-25) yang mengatakan bahwa ranting sakaki sebagai salah satu peralatan yang dipergunakan dalam upacara-upacara Shinto bersamaan dengan beberapa peralatan lainnya seperti pedang yang digunakan sebagai tanda kekuatan kami, 39

9 dan juga spanduk sebagai tanda kehadiran kami Analisis Konsep Shinto Dalam Penggunaan Sake Pada Tagata Jinja Hounen Matsuri Selain yakubarai-sai dan juga gozen-sai yang dilakukan pada saat persiapan sebelum parade Tagata Jinja Hounen matsuri, diadakan juga upacara pembagian sake kepada seluruh peserta dan juga orang-orang yang hadir untuk menyaksikan Tagata Jinja Hounen matsuri. Sesuai dengan Hounen Matsuri : Tagata Jinja dalam Farstrider (2006), sake yang digunakan dalam matsuri ini merupakan pemberian sukarela dari beberapa perusahaan lokal. Sesuai dengan Ono (2007), sebelum dibagi-bagikan kepada seluruh peserta parade dan orang-orang yang hadir dalam Tagata Jinja Hounen matsuri ini secara gratis, terlebih dahulu diadakan pembukaan tutup sake ini secara bersama-sama oleh beberapa pendeta Shinto dengan menggunakan palu yang berwarna merah dan putih. Menurut analisis penulis, sake dalam matsuri ini digunakan sebagai salah satu alat untuk menyucikan para peserta maupun orang-orang yang datang untuk menyaksikan Tagata Jinja Hounen matsuri ini dengan cara dibagikan secara cuma-cuma atau gratis. Sake merupakan minuman beralkohol khas Jepang yang terbuat dari beras. Hal ini sesuai 40

10 dengan yang diungkapkan Schumacher (2007), bahwa api, air biasa, dan juga sake (arak beras khas Jepang) juga digunakan sebagai alat penyucian atau oharai. Gambar 3.7 Sake Gambar 3.8 Pemecahan Tutup Sake Sumber : Sumber : Selain itu, menurut analisis penulis, acara minum sake bersama-sama antar seluruh peserta maupun orang-orang yang datang untuk menyaksikan Tagata Jinja Hounen matsuri ini memiliki makna khusus yaitu sebagai simbol kebersamaan dan keakraban. Acara ini menurut Ono (1992 : 51-57), dalam ajaran Shinto disebut dengan naorai yang merupakan salah satu dari empat unsur penting sebuah matsuri. Pengertian naorai itu sendiri adalah acara makan dan minum bersama-sama dengan para dewa atau kami. Warna merah dan putih pada palu yang dipergunakan untuk membuka tutup sake 41

11 tersebut menurut analisis penulis memiliki hubungan dengan kepercayaan terhadap warna dalam ajaran Shinto. Warna merah dipercaya memiliki unsur menyembuhkan dan mampu mengusir roh jahat. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Schumacher (2007) bahwa warna merah tidak hanya simbol dari kejahatan dan penyakit saja melainkan juga sebagai simbol kesembuhan, kesuburan, dan juga kelahiran. Sedangkan warna putih menurut analisis penulis merupakan lambang kesucian, dan kebersihan. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Hibi (2000 : 70) bahwa warna putih adalah warna suci yang melambangkan kebersihan, kesucian dan juga sebagai lambang keberadaan para dewa. Menurut analisis penulis, warna merah dan putih pada palu tersebut melambangkan kesucian dan kesuburan sesuai dengan tujuan diadakannya matsuri ini yaitu sebagai perwujudan permohonan akan panen yang melimpah dan juga kesuburan Analisis Konsep Shinto Dalam Tari-tarian Pembuka Tagata Jinja Hounen Matsuri Sesuai dengan Hounen Matsuri : The Preparations(Cont.) dalam Farstrider (2006), sebelum parade Tagata Jinja Hounen matsuri dimulai, terdapat tari-tarian tradisional yang dipertunjukan. Menurut analisis penulis, tari-tarian ini sesuai dengan ajaran Shinto. Dalam ajaran 42

12 Shinto terdapat cerita bahwa pada waktu dewi Amaterasu Omikami marah dan dan bersembunyi di dalam gua, beliau berhasil dibujuk keluar oleh tari-tarian dan keramaian yang dilakukan oleh para dewa lainnya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Picken (1994 : 183) bahwa dalam matsuri atau perayaan terdapat acara pengisi sebelum acara utama dimulai. Acara tersebut biasanya berupa tari-tarian dan nyanyian-nyanyian tradisional. Gambar 3.9 Tari Tradisional Gambar 3.10 Musik Tradisional Sumber : Sumber : Menurut analisis penulis, tari-tarian tradisional yang dilakukan pada awal parade Tagata Jinja Hounen matsuri ini bukan hanya sebagai acara pengisi saja, melainkan sebagai salah satu cara untuk mengundang dan menarik perhatian para dewa atau kami untuk ikut serta hadir dalam matsuri ini. Hal tersebut sesuai dengan yang tertulis dalam The Cambridge Encyclopedia of Japan (1998 : 152), bahwa dengan adanya musik dan 43

13 tari-tarian tradisional ini para dewa atau kami dapat meninggalkan dunia mereka sendiri untuk hadir ke dalam dunia manusia selama perayaan berlangsung 3.3 Analisis Konsep Shinto Dalam Iring-iringan Parade Tagata Jinja Hounen Matsuri Setelah ritual yang diadakan sebelum parade Tagata Jinja Hounen matsuri selesai, selanjutnya pada pukul dua siang diadakan iring-iringan parade Tagata Jinja Hounen matsuri yang juga penuh dengan unsur-unsur Shinto. Di bawah ini, penulis akan menganalisis konsep Shinto dalam iring-iringan parade Tagata Jinja Hounen matsuri Analisis Konsep Shinto Dalam Penaburan Garam Pada Iring-iringan Parade Tagata Jinja Hounen Matsuri Yang berada di bagian paling depan iring-iringan parade Tagata Jinja Hounen matsuri ini adalah seorang penabur garam. Penabur garam tersebut berada di bagian depan iring-iringan parade sebagai pemimpin parade sekaligus sebagai orang yang memiliki peranan penting dalam menyucikan jalan yang dilalui oleh iring-iringan parade. Sepanjang jalan yang dilalui dari kuil Kumano-sha hingga Tagata Jinja, penabur garam ini secara terus-menerus menaburkan garam yang diambil dari wadah yang diberi tali dan digantungkan di leher (Ono, 2007). 44

14 Gambar 3.11a Penabur Garam Gambar 3.11b Penabur Garam Sumber : Sumber : Menurut analisis penulis, penabur garam berada di bagian paling depan sebagai pemimpin dalam iring-iringan parade Tagata Jinja Hounen matsuri ini dengan tujuan khusus yaitu sebagai petugas yang menyucikan jalan yang akan dilewati oleh parade yang dianggap kotor, hal ini termasuk dalam salah satu unsur matsuri yaitu oharai. Dalam hal ini, garam digunakan sebagai sarana penyucian tersebut. Hal ini sesuai dengan ajaran Shinto yang mengatakan bahwa garam merupakan salah satu peralatan yang dipergunakan untuk melakukan acara penyucian atau oharai (Picken, 1994 : 174) Analisis Konsep Shinto Dalam Saruta Hito no Okami Pada Iring-iringan Parade Tagata Jinja Hounen Matsuri Urutan kedua dalam iring-iringan parade Tagata Jinja Hounen matsuri ini adalah seorang pendeta Shinto yang menggunakan kostum Saruta Hito no Okami. Saruta Hito no 45

15 Okami adalah dewa yang memimpin keturunan dewi matahari atau Amaterasu no Omikami dari surga ke bumi (Ono, 2007). Menurut analisis penulis, Saruta Hito no Okami diikutsertakan dalam iring-iringan parade Tagata Jinja Hounen matsuri ini dikarenakan beliau adalah dewa bumi yang kedudukannya tepat berada di bawah dewi matahari atau Amaterasu no Omikami. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Picken (1994 : ), bahwa terdapat penggolongan kami atau dewa dalam ajaran Shinto, yakni dewi Amaterasu no Omikami sebagai dewa Amatsu-no-kami (dewa surga atau langit), dan Saruta Hito no Okami sebagai Kunitsu-no-kami (dewa bumi). Selain itu, menurut analisis penulis, Saruta Hito no Okami yang juga disebut sebagai dewa bumi, hadir dalam matsuri ini sesuai dengan tujuan Tagata Jinja Hounen matsuri yakni sebuah festival yang digunakan untuk merayakan keberhasilan panen dan kesuburan yang tentunya tidak lepas dari bantuan dewa bumi itu sendiri. Pedang yang dibawa oleh Saruta Hito no Okami menurut analisis penulis juga sesuai dengan ajaran Shinto yaitu sebagai tanda kekuatan dari para dewa atau kami untuk menjaga dan memberikan perlindungan bagi manusia. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Ono (1992 : 24-25), bahwa terdapat beberapa peralatan dalam ajaran Shinto, diantaranya yaitu pedang yang memiliki fungsi sebagai kekuatan para dewa dan 46

16 juga sebagai simbol untuk menjaga keadilan dan kedamaian. Gambar 3.12a Saruta Hito no Okami Gambar 3.12b Saruta Hito no Okami Sumber : Sumber : Pakaian yang dikenakan oleh Saruta Hito no Okami tersebut didominasi oleh warna merah. Menurut analisis penulis, warna merah sesuai dengan konsep warna dalam ajaran Shinto yang menjadi simbol kesuburan dan kelahiran. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Schumacher (2007), bahwa warna merah merupakan simbol dari kesembuhan, kesuburan, dan juga kelahiran Analisis Konsep Shinto Dalam Kishi atau Spanduk Pada Iring-iringan Parade Tagata Jinja Hounen Matsuri Urutan iring-iringan parade setelah Saruta Hito no Okami adalah pembawa spanduk atau dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan kishi. Spanduk yang terdapat 47

17 dalam Tagata Jinja Hounen matsuri ini adalah salah satu jenis lukisan yang beraliran Shunga dan bergambar alat kelamin pria dewasa (Ono, 2007). Menurut analisis penulis, spanduk yang digunakan dalam Tagata Jinja Hounen matsuri juga sesuai dengan ajaran Shinto yang merupakan perlambang kehadiran dewa atau kami. Hal ini sesuai dengan Ono (1992 : 24-25) yang mengatakan bahwa, terdapat berbagai peralatan yang digunakan dalam Shinto seperti spanduk, haraigushi, dan juga pedang. Spanduk digunakan sebagai simbol kehadiran kami atau dewa dalam suatu matsuri. Gambar 3.13 Spanduk Beraliran Shunga Sumber : Selain itu, menurut analisis penulis, spanduk juga digunakan sebagai bentuk perwujudan nyata dari seorang kami atau dewa karena pada dasarnya dewa atau kami yang diundang datang dalam suatu matsuri tidak hadir dalam wujud aslinya atau dapat 48

18 dikatakan bahwa dewa atau kami tersebut tidak berwujud. Hal ini sesuai dengan tiga kriteria kami yang terdapat dalam The Cambridge Encyclopedia of Japan (1998 : 152), yang salah satu diantaranya mengatakan bahwa kami tidak memiliki wujud tersendiri, serta spanduk merupakan salah satu yang paling lazim dipergunakan sebagai simbol perwujudan kami dan biasanya disebut dengan yorishiro Analisis Konsep Shinto Dalam Shinsen atau Persembahan Pada Iring-iringan Parade Tagata Jinja Hounen Matsuri Setelah pembawa spanduk, urutan berikutnya dalam iring-iringan parade Tagata Jinja Hounen matsuri adalah pembawa shinsen atau persembahan. Shinsen ini berupa ranting pohon sakaki yang diberi ikatan kertas berwarna putih, dan patung berbentuk alat kelamin pria dewasa berukuran kecil yang berbalut kain merah dan putih yang dibawa oleh perempuan berusia 36 tahun. Selain itu seperti yang tertulis dalam Hounen Matsuri, Tagata Jinja pada Yamasa Institute (2006), terdapat shinsen yang berupa buah-buahan dan juga nasi. Menurut analisis penulis, adanya shinsen atau persembahan ini merupakan salah satu dari empat unsur penting yang terdapat dalam konsep matsuri yang sesuai dengan konsep Shinto. Hal ini sesuai dengan pendapat Ono (1992 : 51-57), bahwa terdapat empat 49

19 unsur penting dalam matsuri yaitu Oharai atau penyucian, shinsen atau persembahan kepada para dewa, norito atau doa-doa, dan naorai atau jamuan makan dan minum bersama dewa. Gambar 3.14 Shinsen Berupa Ranting Sakaki Sumber : Gambar 3.15 Shinsen Berupa Patung Alat Kelamin Pria Sumber : Ranting sakaki yang digunakan sebagai persembahan ini diberi ikatan kertas berwarna putih. Menurut analisis penulis, ranting sakaki yang digunakan dalam matsuri ini mengandung konsep Shinto. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Ono (1992 : 24-25), bahwa ranting sakaki dapat digunakan sebagai pengganti haraigushi untuk digunakan 50

20 sebagai alat penyucian dalam Shinto. Sedangkan, menurut analisis penulis, warna putih digunakan sebagai lambang kesucian. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Hibi (2000 : 70), bahwa warna putih merupakan warna yang melambangkan para dewa atau kami sekaligus sebagai perlambang kesucian. Patung berbentuk alat kelamin laki-laki berbalut kain warna merah dan putih yang dibawa oleh perempuan yang berusia 36 tahun tersebut, menurut analisis penulis juga sesuai dengan konsep Shinto, karena patung tersebut berupa kayu panjang yang dalam konsep Shinto dianggap sebagai perwujudan dewa. Sesuai dengan yang tertulis dalam The Cambridge Encyclopedia of Japan (1998 : 152), bahwa selain spanduk, kayu panjang juga merupakan salah satu perwujudan dari kami atau dewa yang tidak memiliki wujud tersendiri. Selain itu, menurut analisis penulis warna merah dan putih yang dipergunakan sebagai kain pembungkus juga dapat dikaitkan dengan konsep Shinto, yaitu warna merah sebagai perlambang kesuburan, dan kelahiran. Hal tersebut sesuai dengan Schumacher (2007) yang mengatakan bahwa warna merah dapat dianggap sebagai simbol kesembuhan, kesuburan, dan juga kelahiran. Sedangkan warna putih sebagai warna yang melambangkan kesucian dan dianggap sebagai warna dewa atau kami. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Hibi (2000 : 70), bahwa warna putih melambangkan kesucian 51

21 dan dianggap sebagai perlambang para dewa. Oleh karena itu, menurut analisis penulis kain pembungkus patung berbentuk alat kelamin laki-laki yang berwarna merah dan putih tersebut adalah sebagai wujud permohonan sekaligus ucapan terima kasih akan kesuburan, kelahiran serta sebagai simbol kesucian dari para dewa itu sendiri. Perempuan yang berusia 36 tahun sebagai pembawa patung berbentuk alat kelamin laki-laki tersebut menurut analisis penulis juga memiliki kaitan dengan ajaran Shinto yaitu yakudoshi. Yakudoshi adalah usia rawan bagi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Jepang. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Uji (2007), bahwa usia 36 tahun merupakan salah satu usia yang termasuk dalam kategori yakudoshi bagi perempuan Analisis Konsep Shinto Dalam Iring-iringan Peralatan Musik Pada Parade Tagata Jinja Hounen Matsuri Sesuai dengan Hounen Matsuri : The Procession dalam Farstrider (2006), setelah iring-iringan shinsen atau persembahan, iring-iringan selanjutnya dalam parade Tagata Jinja Hounen matsuri adalah iring-iringan peralatan musik seperti uchi-mono atau gong dan fue. Alat musik ini terus menerus dimainkan selama parade Tagata Jinja Hounen matsuri. 52

22 Menurut analisis penulis, peralatan musik ini sesuai dengan konsep Shinto, di mana terdapat peralatan yang digunakan sebagai pelengkap sebuah matsuri yang berkaitan dengan ajaran Shinto. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Picken (1994 : 183), bahwa terdapat peralatan musik yang digunakan dalam sebuah matsuri, antara lain uchi-mono atau gong, fue atau suling yang memiliki enam buah lubang, sho yaitu alat musik yang menyerupai angklung dan terbuat dari bambu, dan juga hachikiri yaitu sejenis suling yang terdiri dari sembilan lubang, serta suzu atau rebana. Gambar 3.16 Uchi-mono Atau Gong Gambar 3.17 Alat Musik Tiup Sumber: Sumber : Analisis Konsep Shinto Dalam Takeinadane no Mikoto dan Tamahime no Mikoto Pada Iring-iringan Parade Tagata Jinja Hounen Matsuri 53

23 Sesuai dengan Ono (2007), setelah iring-iringan parade perlatan musik, iring-iringan selanjutnya adalah sebuah mikoshi berwarna merah dan dililit dengan kain berwarna putih yang didalamnya terdapat sebuah boneka yang berwujud seperti manusia yang merupakan simbol Takeinadane no Mikoto. Gambar 3.18 Mikoshi Takeinadane no Mikoto Sumber : Gambar 3.19 Takeinadane no Mikoto Sumber : Sesuai dengan Hounen Matsuri, Tagata Jinja dalam Yamasa Institute (2006), 54

24 tertulis dalam sejarah kuil Tagata, Takeinadane no Mikoto adalah seorang laki-laki yang menikah dengan putri dari seorang pahlawan yang berhasil mengalahkan dan mengusir bangsa Ainu ke daerah timur yang bernama Tamahime no Mikoto. Namun sayang, Takeinadane no Mikoto meninggal dalam salah satu peperangan, kemudian istrinya, Tamahime no Mikoto-lah yang meneruskan sebagai pimpinan area tersebut. Kuil Tagata sendiri pada awalnya merupakan kediaman dari Tamahime no Mikoto. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Ono (2007), Tagata Jinja Hounen matsuri ini juga bertujuan untuk mengantarkan Takeinadane no Mikoto bertemu dengan istrinya yang bernama Tamahime yang berada di kuil Tagata. Menurut analisis penulis, Takeinadane no Mikoto dan istrinya Tamahime no Mikoto merupakan manusia biasa yang kemudian dianggap sebagai dewa atau kami. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Picken (1994 : ) bahwa terdapat beberapa kelompok kami dalam ajaran Shinto, salah satu diantaranya adalah kami yang dikaitkan dengan sejarah personal. Pengertian kami yang dikaitkan dengan sejarah personal ini adalah manusia yang pada akhirnya dianggap sebagai dewa atau kami karena berjasa dalam sejarah Analisis Konsep Shinto Dalam Oowasegata Pada Iring-iringan Parade Tagata Jinja Hounen Matsuri 55

25 Iring-iringan parade Tagata Jinja Hounen matsuri selanjutnya adalah yang paling menarik bagi pengunjung dan para turis yang hadir menyaksikan Tagata Jinja Hounen matsuri, yaitu oowasegata. Oowasegata adalah sebuah persembahan atau shinsen dan bukan digunakan sebagai objek pemujaan. Wujudnya berupa patung berbentuk penis atau alat kelamin laki-laki berukuran raksasa. Beratnya sekitar 400 Kg, memiliki panjang 2,5 meter dan diangkat oleh 12 orang pria dewasa berusia 42 tahun secara bergantian dengan laki-laki lainnya sebanyak 60 orang. Di mana usia 42 tahun bagi laki-laki dianggap sebagai kategori yakudoshi (Ono, 2007). Gambar 3.20 Oowasegata Sumber : Oowasegata setiap tahunnya selalu diganti dengan yang baru. Oowasegata ini diukir oleh seorang ahli ukir khusus untuk kuil yang sebelumnya menjalani ritual penyucian terlebih dahulu. Oowasegata diukir dari kayu pohon hinoki yang sebelumnya 56

26 telah disucikan terlebih dahulu, hal ini sesuai dengan yang tertulis pada Tagata Jinja Hounen-sai dalam Infoseek (2007). Menurut analisis penulis, keberadaan oowasegata ini sesuai dengan konsep matsuri yang sesuai dengan ajaran Shinto. Oowasegata merupakan sebuah persembahan yang diberikan oleh masyarakat Komaki kepada para dewa atau kami sebagai perwujudan rasa terima kasih mereka atas keberhasilan panen. Wujudnya yang berupa penis dapat juga menjadi perlambang salah satu alat pemberi kehidupan kepada manusia. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Tagata Jinja Hounen-sai dalam Infoseek (2007), bahwa oowasegata merupakan simbol pemberi kehidupan kepada seluruh alam. Gambar 3.21 Oowasegata Diangkat Oleh Laki-laki Berusia 42 Tahun Sumber : Selain itu, menurut analisis penulis, ritual penyucian yang terlebih dahulu dilakukan untuk menyucikan kayu hinoki dan juga ahli ukir khusus tersebut sesuai dengan 57

27 ajaran Shinto yang disebut dengan oharai. Oharai itu sendiri menurut Picken (1994 : ) merupakan satu-satunya cara untuk menyucikan ketidaksucian duniawi. Oowasegata yang terbuat dari kayu tersebut menurut analisis penulis, juga dapat digunakan sebagai simbol kedekatan manusia dengan alam yang berarti mendekatkan diri dengan para dewa. Hal ini sesuai dengan Shintoism, Shinto dalam Believe (2004), yang mengatakan bahwa terdapat empat keutamaan yang terdapat dalam Shinto, yang salah satu diantaranya adalah kecintaan terhadap alam. Kecintaan terhadap alam itu sendiri memiliki makna mendekatkan diri kepada dewa Analisis Konsep Shinto Dalam Toshigami Pada Iring-iringan Parade Tagata Jinja Hounen Matsuri Iring-iringan terakhir dalam parade Tagata Jinja Hounen matsuri adalah patung Toshigami yang berada dalam sebuah Yatai. Yatai adalah sejenis mikoshi yang dapat ditarik. Patung boneka Toshigami ini adalah perwujudan seorang dewi panen (Ono, 2007). Menurut analisis penulis, keberadaan Toshigami sesuai dengan konsep kami yang terdapat dalam ajaran Shinto. Hal ini sesuai dengan penggolongan kami oleh Picken (1994 : ), bahwa terdapat kami yang berhubungan dengan dewa-dewa pelindung 58

28 pertanian di mana salah satunya adalah Toshigami. Selain itu menurut analisis penulis, yatai merupakan salah satu peralatan yang dipergunakan dalam sebuah matsuri yang sesuai dengan ajaran Shinto. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Picken (1994 : 179), bahwa terdapat jenis mikoshi lain yang dapat ditarik yang disebut dengan yatai atau dashi sebagai salah satu peralatan matsuri di Jepang. Gambar 3.22 Penarikan Yatai Toshigami Sumber : Gambar 3.23 Toshigami Sumber : Analisis Konsep Shinto Dalam Mochinage Pada Tagata Jinja Hounen Matsuri 59

29 Setelah parade Tagata Jinja Hounen matsuri selesai, pada pukul empat sore diadakan acara mochinage. Mochinage adalah acara pelemparan mochi atau kue beras yang berbentuk bulat dan berwarna merah dan putih oleh para donatur Tagata Jinja Hounen matsuri yang kemudian ditangkap oleh para pengunjung Tagata Jinja Hounen matsuri dari bawah (Ono, 2007). Selain itu, sesuai dengan yang tertulis pada Mochinage dalam Infoseek (2007), mochi merupakan simbol keberuntungan. Gambar 3.24 Acara Mochinage Gambar 3.25 Mochi Merah dan Putih Sumber : Sumber : Menurut analisis penulis, kue mochi digunakan sebagai salah satu bagian acara Tagata Jinja Hounen matsuri ini karena kue mochi terbuat dari beras. Sesuai dengan tujuan dari matsuri ini, yaitu sebagai tanda terima kasih masyarakat Komaki terhadap para dewa atau kami atas berkat berupa panen yang berlimpah, maka beras dalam wujud kue mochi digunakan sebagai tanda panen yang berhasil. 60

30 Selain itu, warna merah dan putih yang terdapat dalam kue mochi tersebut, menurut analisis penulis juga sesuai dengan konsep Shinto. Warna merah dikatakan sebagai warna simbol kesuburan, kelahiran, serta kesembuhan (Schumacher, 2007). Kemudian, warna putih di Jepang, merupakan merupakan warna suci yang melambangkan para dewa serta simbol dari kesucian (Hibi, 2000: 70). Menurut analisis penulis, para pengunjung Tagata Jinja Hounen matsuri yang berhasil menangkap kue mochi yang dilemparkan tersebut dipercaya akan mendapat keberuntungan. 61

Abstraksi. Kata kunci : Tagata Jinja Hounen matsuri, kami

Abstraksi. Kata kunci : Tagata Jinja Hounen matsuri, kami Abstraksi Salah satu kebudayaan yang terus dipertahankan di Jepang hingga sekarang adalah matsuri. Tagata Jinja Hounen matsuri yang menjadi topik pembahasan skripsi ini memiliki keunikan yang terletak

Lebih terperinci

Bab 3. Analisis Data. Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh konsep Shinto yang terdapat

Bab 3. Analisis Data. Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh konsep Shinto yang terdapat Bab 3 Analisis Data Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh konsep Shinto yang terdapat dalam Jidai matsuri, berdasarkan empat unsur penting dalam matsuri yang sesuai dengan konsep Shinto. Empat

Lebih terperinci

Monoimi, Shinsen, Naorai dan Norito dalam Sanja matsuri, untuk dianalisis.

Monoimi, Shinsen, Naorai dan Norito dalam Sanja matsuri, untuk dianalisis. Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis unsur Shinto Oharai dalam Sanja Matsuri Saya akan membagi analisis Sanja Matsuri melalui empat unsur Shinto, yaitu Monoimi, Shinsen, Naorai dan Norito dalam Sanja matsuri,

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Agama dan Kepercayaan Masyarakat Jepang

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Agama dan Kepercayaan Masyarakat Jepang Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Agama dan Kepercayaan Masyarakat Jepang Setiap masyarakat dari berbagai negara di dunia memiliki kepercayaan terhadap agama, bahkan hal-hal mengenai agama diatur dalam undang-undang

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan Skripsi. Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan

Bab 5. Ringkasan Skripsi. Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan Bab 5 Ringkasan Skripsi Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan sendiri memiliki arti sebagai pedoman yang menyeluruh bagi kehidupan masyarakat yang memiliki budaya

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. kepercayaan asli masyarakat Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tak

Bab 5. Ringkasan. kepercayaan asli masyarakat Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tak Bab 5 Ringkasan Agama Shinto merupakan salah satu agama tertua dan dianggap sebagai kepercayaan asli masyarakat Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tak terputus dari zaman pra sejarah sampai

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat Bab 5 Ringkasan Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat perayaan-perayaan ataupun festival yang diadakan setiap tahunnya. Pada dasarnya, perayaan-perayaan yang ada di

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata kunci : Sanja matsuri

Abstraksi. Kata kunci : Sanja matsuri Abstraksi Salah satu kebudayaan yang terus dipertahankan di Jepang hingga sekarang adalah matsuri. Sanja matsuri yang menjadi topik pembahasan skripsi ini memiliki keunikkan yang terletak pada tarian tradisionalnya

Lebih terperinci

Ucapan Terima Kasih. dapat mnyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisis Pengaruh Shinto dalam Jidai

Ucapan Terima Kasih. dapat mnyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisis Pengaruh Shinto dalam Jidai Ucapan Terima Kasih Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat rahmat-nya lah, maka saya dapat mnyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisis Pengaruh Shinto dalam Jidai Matsuri di Kyoto. Skripsi

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap

Bab 1. Pendahuluan. Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap kehidupan bangsanya. Hal ini dapat dilihat pada sejarah, tabiat dan watak bangsa tersebut.

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. tertentu. Seperti halnya tanabata (festival bintang), hinamatsuri (festival anak

Bab 1. Pendahuluan. tertentu. Seperti halnya tanabata (festival bintang), hinamatsuri (festival anak Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Di Jepang banyak terdapat perayaan, festival, maupun ritual-ritual yang dilakukan setiap tahunnya. Biasanya setiap perayaan tersebut memiliki suatu makna tertentu.

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang

Bab 1. Pendahuluan. Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang memiliki kekayaan teknologi yang berkembang pesat dikarenakan adanya sumber daya manusia

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis

Bab 1. Pendahuluan. masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Oshougatsu atau lebih dikenal dengan shougatsu adalah perayaan tahun baru masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis dekorasi-dekorasi

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Menurut Kodansha (1993: ) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah

Bab 5. Ringkasan. Menurut Kodansha (1993: ) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah Bab 5 Ringkasan Menurut Kodansha (1993:649-658) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah 377.781km². Menurut Danandjaja (1997:1), kepulauan Jepang terbentang di sepanjang timur laut hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Jepang terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah olahraga. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu olahraga.

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto adalah

Bab 5. Ringkasan. Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto adalah Bab 5 Ringkasan Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto adalah agama asli Jepang. Agama Budha masuk ke Jepang pada abad ke-6 dan agama Kristen disebarkan oleh Francis Xavier.

Lebih terperinci

Abstraksi. Keyword: Aoi matsuri, Shintō, Matsuri. iii

Abstraksi. Keyword: Aoi matsuri, Shintō, Matsuri. iii Abstraksi Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan. Matsuri merupakan salah satu contoh dari kebudayaan Jepang tersebut. Setiap tahun masyarakat Jepang mengadakan berbagai macam matsuri. Ada

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju, tetapi masyarakatnya tetap

Bab 1. Pendahuluan. tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju, tetapi masyarakatnya tetap Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaannya yang tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju, tetapi masyarakatnya tetap berpegang

Lebih terperinci

RINGKASAN SUSHI. dari luar Jepang maupun dari orang Jepang sendiri adalah sushi. Sushi adalah

RINGKASAN SUSHI. dari luar Jepang maupun dari orang Jepang sendiri adalah sushi. Sushi adalah RINGKASAN SUSHI Salah satu makanan Jepang yang sangat digemari oleh banyak orang baik dari luar Jepang maupun dari orang Jepang sendiri adalah sushi. Sushi adalah makanan Jepang yang terdiri dari nasi

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata kunci : Aoba Matsuri, Shinto, Matsuri.

Abstraksi. Kata kunci : Aoba Matsuri, Shinto, Matsuri. Abstraksi Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan. Matsuri merupakan salah satu contoh dari kebudayaan Jepang tersebut. Setiap tahun bahkan setiap bulan masyarakat Jepang mengadakan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisi Jepang ada satu tradisi yang dapat mengangkat pamor pariwisata negeri

BAB I PENDAHULUAN. tradisi Jepang ada satu tradisi yang dapat mengangkat pamor pariwisata negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia dan kaya akan kebudayaan. Seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat dan kemajuan media informasi,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping Revitalisasi Kota Tua Jakarta pembahasan yang didasarkan pemikiran yang menggunakan semiotika signifikasi

Lebih terperinci

EKSISTENSI SHINTO DALAM SHOGATSU

EKSISTENSI SHINTO DALAM SHOGATSU EKSISTENSI SHINTO DALAM SHOGATSU Ratna Handayani 1 ; Felicia 2 ; Sonya Munadir Syah 3 1,2,3 Japanese Department, Faculty of Language and Culture, Bina Nusantara University, Jln. Kemanggisan Ilir III No.

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Menurut Kodansha (1993: ) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki

Bab 1. Pendahuluan. Menurut Kodansha (1993: ) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Menurut Kodansha (1993:649-658) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah 377.781km². Menurut Danandjaja (1997:1), kepulauan Jepang terbentang di sepanjang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: ). Barisan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: ). Barisan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang yang oleh penduduknya sendiri disebut Nippon atau Nihon merupakan negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: 649-658). Barisan pulau-pulau

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Gambar 1. Teru teru bozu ningyou. Gambar 2. Peralatan Membuat Teru teru bozu ningyou. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Gambar 1. Teru teru bozu ningyou. Gambar 2. Peralatan Membuat Teru teru bozu ningyou. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Gambar 1. Teru teru bozu ningyou Gambar 2. Peralatan Membuat Teru teru bozu ningyou Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA Mock Joya, Volume IV, Quaint Customs and Manners of Japan https://id.wikipedia.org/wiki/teru_teru_b%c5%8dzu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang (Nippon/Nihon) secara harfiah memiliki arti asal-muasal matahari

BAB I PENDAHULUAN. Jepang (Nippon/Nihon) secara harfiah memiliki arti asal-muasal matahari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belaakang Masalah Jepang (Nippon/Nihon) secara harfiah memiliki arti asal-muasal matahari adalah sebuah negara di Asia Timur yang terletak di benua Asia di ujung barat Samudera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam gambaran penulis, Jepang adalah sebuah negara maju dalam berbagai hal seperti ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi dan lain-lain. Namun demikian, ada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling BAB IV ANALISA DATA A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya bisa tergolong memiliki makna, Diantara makna tersebut bisa di bilang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan Jepang dikenal dengan istilah washoku atau nihon shoku.

BAB I PENDAHULUAN. Makanan Jepang dikenal dengan istilah washoku atau nihon shoku. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan Jepang dikenal dengan istilah washoku atau nihon shoku. Washoku atau nihon shoku merupakan salah satu makanan tradisional Jepang yang terdiri dari nasi,

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Mengenai Agama dan Tradisi di Jepang dalam Buku Panduan Jepang (1996)

Bab 2. Landasan Teori. Mengenai Agama dan Tradisi di Jepang dalam Buku Panduan Jepang (1996) Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Agama Menurut Masyarakat Jepang Mengenai Agama dan Tradisi di Jepang dalam Buku Panduan Jepang (1996) disebutkan bahwa pada umumnya orang Jepang adalah penganut agama Shinto,

Lebih terperinci

ABSTRAK FUNGSI BONEKA DARUMA BAGI MASYARAKAT JEPANG

ABSTRAK FUNGSI BONEKA DARUMA BAGI MASYARAKAT JEPANG ABSTRAK FUNGSI BONEKA DARUMA BAGI MASYARAKAT JEPANG Boneka merupakan salah satu simbol anak-anak yang dijadikan mainan dan dibuat untuk menemani anak-anak hingga pada akhirnya boneka juga dianggap sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anesaki, Masaharu History of Japanese Religion. Tokyo: Charles E

DAFTAR PUSTAKA. Anesaki, Masaharu History of Japanese Religion. Tokyo: Charles E DAFTAR PUSTAKA Anesaki, Masaharu. 1963. History of Japanese Religion. Tokyo: Charles E Tuttle Company Aoki, Eiichi. 1994. JAPAN, Profile of A Nation. Tokyo: Kodansha International Ltd Bellah, Robert N.

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Temari adalah simbol perfeksionisme di Jepang. Temari kerap diberikan sebagai

Bab 5. Ringkasan. Temari adalah simbol perfeksionisme di Jepang. Temari kerap diberikan sebagai Bab 5 Ringkasan Temari adalah simbol perfeksionisme di Jepang. Temari kerap diberikan sebagai hadiah yang diberikan saat berbahagia. Dahulu temari juga dikenal sebagai bola kesayangan para ibu. Di sekitar

Lebih terperinci

Abstraksi. 2. Daijousai. iii

Abstraksi. 2. Daijousai. iii Abstraksi Daijousai diadakan sebagai ucapan terima kasih kepada para dewa atas anugerah yang diberikan dan menandai ritual penobatan tahta bagi seorang kaisar baru. Daijousai dilakukan setiap pada awal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Simbol atau lambang adalah sesuatu seperti tanda yang menyatakan suatu hal atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Simbol atau lambang adalah sesuatu seperti tanda yang menyatakan suatu hal atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simbol atau lambang adalah sesuatu seperti tanda yang menyatakan suatu hal atau mengandung maksud tertentu, tanda pengenal yang tetap (menyatakan sifat dan keadaan).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG AMIGURUMI. Boneka berasal dari bahasa Portugis yaitu Boneca yang berarti sejenis

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG AMIGURUMI. Boneka berasal dari bahasa Portugis yaitu Boneca yang berarti sejenis BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG AMIGURUMI 2.1 Sejarah Amigurumi Boneka berasal dari bahasa Portugis yaitu Boneca yang berarti sejenis mainan yang dapat berbentuk macam-macam, terutamanya bentuk manusia dan

Lebih terperinci

BAB III 7 UPACARA KELAHIRAN DI JEPANG

BAB III 7 UPACARA KELAHIRAN DI JEPANG BAB III 7 UPACARA KELAHIRAN DI JEPANG 3.1 Sebelum Upacara Kelahiran Di Jepang ada beberapa acara atau upacara yang dilakukan sebelum kelahiran.pada kehamilan bulan ke 5 dirayakan perayaan yang dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup unik. Uniknya kebudayaan-kebudayaan yang ada di Jepang biasanya

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup unik. Uniknya kebudayaan-kebudayaan yang ada di Jepang biasanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki banyak kebudayaan yang cukup unik. Uniknya kebudayaan-kebudayaan yang ada di Jepang biasanya dipengaruhi pula

Lebih terperinci

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam macam budaya. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI RELIGI DI JEPANG. Dalam kehidupan manusia kegiatan religi akan selalu dilaksanakan. Ada

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI RELIGI DI JEPANG. Dalam kehidupan manusia kegiatan religi akan selalu dilaksanakan. Ada BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI RELIGI DI JEPANG 2.1 Pengertian Religi Dalam kehidupan manusia kegiatan religi akan selalu dilaksanakan. Ada yang melakukan secara sungguh-sungguh, namun tidak orang yang

Lebih terperinci

Bab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Pengaruh Shinto Dalam Tujuan Dilaksanakannya Tenjin Matsuri

Bab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Pengaruh Shinto Dalam Tujuan Dilaksanakannya Tenjin Matsuri Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis Pengaruh Shinto Dalam Tujuan Dilaksanakannya Tenjin Matsuri Pada AsiaRoom (2007) dikatakan bahwa festival Tenjin Matsuri di Osaka diadakan untuk mengusir roh-roh jahat

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Kepercayaan Masyarakat Jepang terhadap Agama

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Kepercayaan Masyarakat Jepang terhadap Agama Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Kepercayaan Masyarakat Jepang terhadap Agama Menurut Yanagawa (1991 : 60), orang asing yang berada di negara Jepang, bila memikirkan tentang agama orang Jepang sangatlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merayakan upacara-upacara yang terkait pada lingkaran kehidupan merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat Karo. Upacara atau perayaan berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

Dikenal dengan nama Vulkan dalam mitologi Romawi. Ia adalah putra pertama dewa

Dikenal dengan nama Vulkan dalam mitologi Romawi. Ia adalah putra pertama dewa Zeus Dalam mitologi, Zeus adalah Dewa Pemimpin yang bertahta di Olympus. Ia menikah dengan adik perempuannya, Hera yang menjadi Dewi Penikahan. Zeus membagi dunia menjadi tiga dan membagi dunia-dunia tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pesta merupakan suatu acara sosial yang dimaksudkan sebagai perayaan, dengan perjamuan makan dan minum dengan suasana yang sangat meriah. Baik yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ondel-Ondel merupakan sebuah kesenian yang berasal dari suku Betawi yang telah hadir dari zaman dahulu. Ondel-ondel berbentuk boneka besar dengan rangka anyaman

Lebih terperinci

tidak diselenggarakan dengan baik maka akan menyebabkan ketidakberuntungan pada tahun itu

tidak diselenggarakan dengan baik maka akan menyebabkan ketidakberuntungan pada tahun itu FESTIVAL DI JEPANG Di Jepang ketika musim berganti ada perayaan yang dirayakan setiap tahunnnya. Di bawah ini akan dijelaskan kebudayaan tradisional Jepang yang telah bertahun-tahun menjadi populer sejak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sering dijumpai bahwa mereka agak sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Namun, jika

BAB 1 PENDAHULUAN. Sering dijumpai bahwa mereka agak sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Namun, jika BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apabila kita bertanya pada orang Jepang, apakah mereka memiliki agama. Sering dijumpai bahwa mereka agak sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Namun, jika kita perhatikan

Lebih terperinci

MASYARAKAT JEPANG MEMAKNAI MATSURI DALAM KEHIDUPANNYA

MASYARAKAT JEPANG MEMAKNAI MATSURI DALAM KEHIDUPANNYA MASYARAKAT JEPANG MEMAKNAI MATSURI DALAM KEHIDUPANNYA Herniwati * ABSTRAK Sebagai negara yang telah berhasil membangun di hampir semua bidang, Jepang ternyata tidak begitu saja meninggalkan budaya tradisionalnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain disekitarnya dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain disekitarnya dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang merupakan salah satu negara maju dan modern di kawasan Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain disekitarnya dalam berbagai bidang kehidupan.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesenian Angklung Buncis merupakan kesenian turun temurun yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesenian Angklung Buncis merupakan kesenian turun temurun yang 115 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. B. Kesimpulan Kesenian Angklung Buncis merupakan kesenian turun temurun yang diwariskan oleh para leluhur kepada masyarakat kampung adat cireundeu. Kesenian Angklung

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:588) adalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:588) adalah BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengertian konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:588) adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberontakan, dan masih banyak lagi yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. pemberontakan, dan masih banyak lagi yang lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang sadar akan pentingnya waktu. Dimensi waktu yang dilalui manusia selalu menghasilkan berbagai peristiwa penting, baik itu untuk

Lebih terperinci

Harai: Telaah Konsep Religi Koentjaraningrat

Harai: Telaah Konsep Religi Koentjaraningrat Harai: Telaah Konsep Religi Koentjaraningrat Citra Ayu Pratiwi Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Jl. Dharmawangsa Dalam, Surabaya, 60286 Email: citra-a-p-11@fib.unair.ac.id

Lebih terperinci

UPACARA ADAT DAYAK NGAJU KALIMANTAN TENGAH ACARA ADAT PENGANTEN MANDAI

UPACARA ADAT DAYAK NGAJU KALIMANTAN TENGAH ACARA ADAT PENGANTEN MANDAI UPACARA ADAT DAYAK NGAJU KALIMANTAN TENGAH ACARA ADAT PENGANTEN MANDAI (IRINGAN TARIAN NGALINDAP PUNEI) Di susun oleh : LILIS MANIQ CITRA BUDAYA SANGGAR SENI BELAJAR KESENIAN TRADISIONAL KALIMANTAN TENGAH

Lebih terperinci

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Sunda Ciamis mempunyai kesenian yang khas dalam segi tarian yaitu tarian Ronggeng Gunung. Ronggeng Gunung merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa barang maupun uang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. menyerahkan sesuatu kepada orang lain sebagai bentuk ucapan terima

BAB I PENDAHULUAN. berupa barang maupun uang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. menyerahkan sesuatu kepada orang lain sebagai bentuk ucapan terima BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang lazim pernah memberi sesuatu kepada orang lain, baik berupa barang maupun uang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 205), kata memberi memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk simbol yang mengandung arti yang beraneka ragam salah satunya digunakan sebagai sarana untuk mengekspresikan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang

Bab 1. Pendahuluan. menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Negara Jepang merupakan salah satu negara maju dan modern di kawasan Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang kehidupan.

Lebih terperinci

Gambar 2. Amigurumi Jepang boneka Kokeshi Pria

Gambar 2. Amigurumi Jepang boneka Kokeshi Pria LAMPIRAN Gambar 1. Amigurumi Jepang boneka Hello Kitty Gambar 2. Amigurumi Jepang boneka Kokeshi Pria Gambar 3. Amigurumi Jepang boneka Kokeshi Wanita Gambar 4. Amigurumi Jepang boneka Sumo Gambar 5. Amigurumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh kuat dari Negara Cina baik dari segi pengetahuan, pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh kuat dari Negara Cina baik dari segi pengetahuan, pemerintahan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul Jepang adalah sebuah Negara di bagian Asia Timur yang memiliki keunikan diantara Negara-negara lainnya. Dalam perkembangan sejarahnya, Jepang mendapat pengaruh

Lebih terperinci

IBADAT PEMBERKATAN PERTUNANGAN

IBADAT PEMBERKATAN PERTUNANGAN IBADAT PEMBERKATAN PERTUNANGAN Orang tua Kristiani mempunyai tanggung jawab, yang dipandang juga sebagai bentuk kerasulan khusus, untuk mendidik anak-anak dan membantu anak-anak dapat mempersiapkan diri

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ALAT MUSIK DAN TARIAN

BAB IV ANALISIS ALAT MUSIK DAN TARIAN BAB IV ANALISIS ALAT MUSIK DAN TARIAN A. ALAT MUSIK A.1 SASANDU Sasandu adalah alat musik berdawai yang dimainkan dengan cara dipetik. Alat musik dari Rote ini berbentuk tabung panjang yang terbuat dari

Lebih terperinci

I. OLAH RAGA. Pada saat yang sama, menonton orang lain berolahraga dapat juga jadi menyenangkan.

I. OLAH RAGA. Pada saat yang sama, menonton orang lain berolahraga dapat juga jadi menyenangkan. I. OLAH RAGA Olahraga adalah sesuatu yang setiap individu dapat menikmatinya secara perseorangan. Pada saat yang sama, menonton orang lain berolahraga dapat juga jadi menyenangkan. Untuk mencari tahu sejauh

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh tentang upaya pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai Sembahyang Rebut kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok

Lebih terperinci

Oleh : Jumbuh Karo K ( ) Tommy Gustiansyah P ( )

Oleh : Jumbuh Karo K ( ) Tommy Gustiansyah P ( ) Oleh : Jumbuh Karo K (13148134) Tommy Gustiansyah P (14148114) Suku Nias adalah suku bangsa atau kelompok masyarakat yang mendiami pulau Nias, Provinsi Sumatera Utara. Gugusan pulaupulau yang membujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memiliki nilai spiritual. Anggapan ini membuat hewan, tumbuhan, dan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memiliki nilai spiritual. Anggapan ini membuat hewan, tumbuhan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan manusia dengan hewan, tumbuhan, dan beberapa benda alam lainnya memiliki nilai spiritual. Anggapan ini membuat hewan, tumbuhan, dan beberapa benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang bangga akan kebudayaan yang mereka miliki. Permainan-permainan

BAB I PENDAHULUAN. Jepang bangga akan kebudayaan yang mereka miliki. Permainan-permainan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki beragam budaya, diantaranya keberagaman dalam bentuk tarian, makanan, budaya, olahraga, dan banyak hal yang

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Kepercayaan Agama Dalam Masyarakat Jepang

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Kepercayaan Agama Dalam Masyarakat Jepang Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Kepercayaan Agama Dalam Masyarakat Jepang Di Jepang, mayoritas masyarakatnya menganut agama Buddha dan Shinto, dan setelah itu mayoritas terbanyak adalah Kristen yang mulai

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan?

DAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan? Lampiran 1 63 Lampiran 2 DAFTAR PERTANYAAN 1. Bagaimana sejarah kesenian Jonggan! 2. Mengapa disebut dengan Jonggan? 3. Apa fungsi kesenian Jonggan? 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan

Lebih terperinci

Susunan Acara Upacara Deklarasi "DJP Maju, PasRI!" 18 Agustus 2010

Susunan Acara Upacara Deklarasi DJP Maju, PasRI! 18 Agustus 2010 Lampiran 1 Susunan Acara Upacara Deklarasi "DJP Maju, PasRI!" 18 Agustus 2010 No. Waktu Kegiatan Keterangan 1 07.30-07.40 2 07.40-07.50 3 07.50-08.00 Persiapan barisan Pengenalan dan latihan yel-yel "DJP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia yang sebagian besar masyarakatnya tidak memeluk suatu agama atau kepercayaan tertentu. Namun, bukan berarti kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upacara pengantin merupakan kejadian yang sangat penting bagi kehidupan idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem kepercayaan yang terpadu, yang berhubungan dengan hal-hal yang sakral

BAB I PENDAHULUAN. sistem kepercayaan yang terpadu, yang berhubungan dengan hal-hal yang sakral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Agama adalah kepercayaan dan ritual yang berkaitan dengan keberadaan supranatural, kekuasaan, dan kekuatannya. Supranatural disini biasa disebut dengan nama

Lebih terperinci

Gereja Menyediakan Persekutuan

Gereja Menyediakan Persekutuan Gereja Menyediakan Persekutuan Pada suatu Minggu pagi sebelum kebaktian Perjamuan Tuhan, lima orang yang akan diterima sebagaianggota gereja berdiri di depan pendeta dan sekelompok diaken. Salah seorang

Lebih terperinci

Susunan Acara Upacara Deklarasi "DJP Maju, PasRI!" 18 Agustus No. Waktu Kegiatan Keterangan

Susunan Acara Upacara Deklarasi DJP Maju, PasRI! 18 Agustus No. Waktu Kegiatan Keterangan Lampiran 1 Surat Edaran Nomor : SE- /PJ/2010 Tanggal : Agustus 2010 Susunan Acara Upacara Deklarasi "DJP Maju, PasRI!" 18 Agustus 2010 No. Waktu Kegiatan Keterangan 1 07.30- Persiapan barisan Peserta dibagi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sebagai objek daya tarik wisata meliputi; pesta panen hasil kebun, makan adat Horum

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sebagai objek daya tarik wisata meliputi; pesta panen hasil kebun, makan adat Horum BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Elemen-eleman sosial budaya masyarakat Desa Gamtala yang berpotensi sebagai objek daya tarik wisata meliputi; pesta panen hasil kebun, makan adat Horum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pertunjukan yang ada di Indonesia sangat beragam bentuk dan jenisnya. Seni pertunjukan yang berada dalam suatu lingkungan masyarakat Indonesia tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal berkenaan dengan bentuk, simbol serta sekilas tentang pertunjukan dari topeng Bangbarongan Ujungberung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang besar dan memiliki berbagai macam kebudayaan, mulai dari tarian, pakaian adat, makanan, lagu daerah, kain, alat musik, lagu,

Lebih terperinci

BAB III SEJARAH MOCHITSUKI & CARA PEMBUATAN FESTIVAL MOCHITSUKI. mochitsuki atau perayaan tahun barubagi bangsawan selama masa Heian dan juga

BAB III SEJARAH MOCHITSUKI & CARA PEMBUATAN FESTIVAL MOCHITSUKI. mochitsuki atau perayaan tahun barubagi bangsawan selama masa Heian dan juga BAB III SEJARAH MOCHITSUKI & CARA PEMBUATAN FESTIVAL MOCHITSUKI 3.1 Sejarah Mochitsuki Kue Mochi pertama kali dibuat di Jepang sekitar abad ke-7 masehi. Pada awal abad ke-10 kue ini dibuat untuk perayaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa itu sendiri. Dari berbagai macam suku yang ada di Indonesia, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. bangsa itu sendiri. Dari berbagai macam suku yang ada di Indonesia, salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, tata krama, pergaulan, kesenian, bahasa, keindahan alam dan keterampilan lokal yang merupakan ciri khas dari suatu

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DATA. dapat diterima dengan baik oleh adat kepercayaan dan sistem religi tradisional yang

BAB 3 ANALISIS DATA. dapat diterima dengan baik oleh adat kepercayaan dan sistem religi tradisional yang BAB 3 ANALISIS DATA 3.1 Analisis Hubungan Antara Obon Dengan Shinto Walaupun upacara obon tidak berasal dari kebudayaan Jepang sendiri namun dapat diterima dengan baik oleh adat kepercayaan dan sistem

Lebih terperinci

Danau Toba: Pesona Sumatera Utara

Danau Toba: Pesona Sumatera Utara Danau Toba: Pesona Sumatera Utara Danau Toba yang terletak di Sumatera Utara ini merupakan salah satu danau vulkanik terindah yang dimiliki Indonesia. Dengan luas yang mencapai 1.145 kilometer persegi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sumedang memang dikenal memiliki beraneka ragam kesenian tradisional berupa seni pertunjukan yang biasa dilaksanakan dalam upacara adat daerah, upacara selamatan,

Lebih terperinci

Pewayangan Pada Desain Undangan. Yulia Ardiani Staff UPT. Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar.

Pewayangan Pada Desain Undangan. Yulia Ardiani Staff UPT. Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar. Pewayangan Pada Desain Undangan Yulia Ardiani Staff UPT. Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar Abstrak Sesuatu yang diciptakan oleh manusia yang mengandung unsur keindahan

Lebih terperinci

1 1-2 Kepada yang kekasih saudara-saudari saya seiman yang tinggal di kota

1 1-2 Kepada yang kekasih saudara-saudari saya seiman yang tinggal di kota Surat Paulus kepada jemaat Kolose 1 1-2 Kepada yang kekasih saudara-saudari saya seiman yang tinggal di kota Kolose yaitu kalian yang sudah disucikan oleh Allah karena bersatu dengan Kristus Yesus dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 198 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Simpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa ritual kaghotino buku merupakan tradisi masyarakat Muna dengan sistem pewarisan menggunakan lisan yang dilahirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. formal dalam bentuk sebuah negara. Sub-sub etnik mempunyai persamaanpersamaan

BAB I PENDAHULUAN. formal dalam bentuk sebuah negara. Sub-sub etnik mempunyai persamaanpersamaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki berbagai macam agama, suku bangsa dan keturunan, baik dari keturunan Cina, India, Arab dan lain-lain. Setiap golongan memiliki karakteristik

Lebih terperinci

Tari Piring Salah Satu Seni Budaya Khas Minangkabau

Tari Piring Salah Satu Seni Budaya Khas Minangkabau Tari Piring Salah Satu Seni Budaya Khas Minangkabau Indonesia memiliki beragam tradisi dan budaya, dimana setiap propinsi dan suku yang ada di Nusantara, memiliki tradisi dan budaya masing-masing, baik

Lebih terperinci

Meiji Jinggu.

Meiji Jinggu. Meiji Jinggu Meiji Jinggu (Meiji Shrine) adalah kuil bersejarah yang lokasinya di belakang stasiun Harajuku dan berlawanan arah dengan Takeshita Dori. Jika berjalan kaki dari stasiun ini maka diperlukan

Lebih terperinci

Orang Kristen Dan Dirinya Sendiri

Orang Kristen Dan Dirinya Sendiri Orang Kristen Dan Dirinya Sendiri Negara kecil itu sedang dilanda perang saudara dan kaum gerilya bertempur di mana-mana. Seorang pemuda ditangkap dan nyawanya terancam jika ia tidak mau melepaskan agama

Lebih terperinci

Upacara Pernikahan bagi Mereka yang Terpanggil Keluar

Upacara Pernikahan bagi Mereka yang Terpanggil Keluar Upacara Pernikahan bagi Mereka yang Terpanggil Keluar Kekuatan tradisi ditemukan di dalam perasaan-perasaan manusia yang melekat pada berbagai tindakan-tindakan, simbol-simbol atau praktek-praktek kehidupan.

Lebih terperinci