1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1. PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 1 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang tinggi, laju industrialisasi dan urbanisasi untuk mendukung kegiatan industri yang menyebabkan terganggunya keseimbangan ekologi dan keterbatasan sumber daya, telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Kondisi ini merugikan bagi pertumbuhan masa depan serta meningkatnya kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, beberapa cara harus dilakukan. Cara-cara yang digunakan untuk mengejar pertumbuhan saat ini, harus pula diimbangi dengan upaya-upaya memberikan kembali ke alam apa yang kita ambil dari alam, tanpa mempengaruhi produksi dan produktivitas serta pertumbuhan ekonomi. Secara konsep, strategi dan paradigma yang berkaitan dengan pembangunan berkelanjutan, baik pada level makro, meso maupun mikro sudah mampu menggeser paradigam lama seperti paradigma pertumbuhan ekonomi sampai pada tahun 1970 dan paradigma yang menekankan pada aspek pemerataan hasil-hasil pembangunan (Arifin 2012). Namun demikian, dalam tataran implementasi sampai saat ini belum memberikan hasil yang menggembirakan sehingga terjadi ketimpangan antara negara maju dan negara berkembang. Oleh karena itu dalam pertemuan KTT Rio+20 tahun 2012 mendeklarasikan dokumen baru pembangunan berkelanjutan dengan judul The Future We want. The Future We Want yang menekankan kepada semangat bersama walaupun berbeda tanggung jawab, dan menekankan pada pembangunan ekonomi hijau yang lebih dapat diterima oleh para pelaku ekonomi. Konsep pembangunan berkelanjutan yang abstrak, harus dapat diterjemahkan ke dalam langkah-langkah nyata, baik dalam bentuk kebijakan, program maupun kegiatan yang dilakukan bersama- sama oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat secara luas, baik pada level makro, meso maupun mikro. Dalam mengakselerasikan antara penataan ruang wilayah dengan kegiatan ekonomi, sosial dan budaya, maka dalam perkembangannya pemerintah membagi wilayah-wilayah sesuai dengan peruntukkannya seperti Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Strategi Nasional serta kawasan-kawasan lainnya. Sejalan dengan hal tersebut, diperlukan iptek sebagai motor penggerak perekonomian global, regional dan lokal. Dalam mengintegrasikan antara kegiatan ekonomi dan proses penciptaan dan pengembangan inovasi, diperlukan Kawasan Inovasi Teknologi (Science and Technologi Park) sebagai salah satu model pengembangan kawasan ekonomi berbasis inovasi. Berbagai model sinergi antara konsep ekonomi dan lingkungan semakin berkembang hampir di semua negara seperti model Eco- Development, Eco-Efficiency, clean production, Eco-Industry park serta model pengembangan kawasan Eco-Innovation. Secara umum model-model ini bertujuan mengintentegrasikan antara kepentingan ekonomi disatu sisi dengan menjaga kelestarian lingkungan disisi lain. Konsep kerjasama kemitraan dan koordinasi antara pemangku kepentingan, menjadi faktor penentu dapat diimplementasikannya model-model yang ada (Renning 2002). Konsep baru berupa eko-inovasi lebih bersifat ekslusif, tidak hanya berkaitan dengan aspek teknis lingkungan, tetapi lebih dari pada itu yakni masuk pada ranah manajemen, kebijakan serta sosial inovasi. Konsep eko-inovasi menurut OECD (2011) adalah sebagai penciptaan atau penerapan baru, atau meningkatkan secara signifikan, produk (barang dan jasa), proses, metode pemasaran, struktur organisasi dan

2 2 kelembagaan, serta aturan yang bertujuan agar terjadinya perbaikan lingkungan dibandingkan dengan alternatif yang relevan. Sarkar (2013) menyimpulkan bahwa dari berbagai definisi yang berkembang konsep eko-inovasi dapat dibagi menjadi dua kategori, inovasi lingkungan dan inovasi non-lingkungan. Dalam hal pengembangan, inovasi lingkungan berkelanjutan menjadi hal yang sangat penting. Konsep ini juga dapat diklasifikasikan menjadi teknologi ekoinovasi, eko-inovasi organisasi, inovasi terkait dengan kawasan bisnis dan inovasi sosial. Pada level kawasan, kawasan Eko-Industri dapat pula disebut sebagai kawasan ekoinovasi dimana Sakr et al.. (2011) menyatakan faktor penentu keberhasilan kawasan ekoindustri di seluruh dunia adalah adanya hubungan kerjasama kemitraan, nilai tambah ekonomi, kebijakan dan peraturan, kesadaran dan informasi, pembentukan kelembagaan dan organisasi, serta faktor-faktor teknis. Apabila ditinjau dari aspek batas geografi menurut survey Eco-Innovation Park (2012) konsep eko-inovasi dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yang meliputi: 1. Skala mikro konsep eko-inovasi diterapkan pada level industri secara individu; 2. Skala meso konsep eko-inovasi diterapkan pada level kawasan, area maupun kabupaten/kota dan 3. Skala makro konsep eko-inovasi diterapkan pada skala nasional, regional, maupun global. Tidak dapat dipungkiri bahwa inovasi merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan mempertahankan berkelanjutan jangka panjang bagi negara manapun. Hal ini juga diterima secara luas bahwa sumber masalah kelangkaan sumber daya, lingkungan dan iklim perlu ditangani pada tingkat pemerintah, konsumen dan bisnis, jika ingin mempertahankan standar hidup manusia dan membuat pertumbuhan jangka panjang berkelanjutan. Dalam mengakselerasikan antara penataan ruang wilayah dengan kegiatan ekonomi, sosial dan budaya, maka dalam perkembangannya pemerintah membagi wilayah-wilayah sesuai dengan peruntukkannya seperti Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Strategi Nasional serta kawasan kawasan lainnya seperti yang telah disebutkan di atas. Sejalan dengan hal tersebut, iptek sebagai motor penggerak perekonomian global, regional dan lokal, maka kawasan PUSPIPTEK dalam konteks tata ruang wilayah Kota Tangerang Selatan dan Provinsi Banten menjadi Kawasan Strategis Nasional. Dalam rangka mengintegrasikan antara kegiatan ekonomi dan proses penciptaan dan pengembangan inovasi, maka Kawasan Inovasi Teknologi (Science and Technologi Park) dijadikan salah satu model pengembangan kawasan ekonomi berbasis inovasi. Survey yang dilakukan oleh Era-NET ECO-INNOVERA (2012) terhadap 175 kawasan yang melibatkan 12 kriteria menunjukkan bahwa 119 kawasan melakukan pengelolaan sampah, 107 kawasan industri mengembangkan strategi effisiensi energi dan 104 kawasan industri mengembangkan aliran material dan 102 kawasan memiliki strategi pengelolaan air. Adapun faktor-faktor keberhasilan yang digunakan dalam penelitian kawasan yang ramah lingkungan (eko) meliputi kebijakan dan kerangka regulasi, insentif keuangan serta kerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Kunci keberhasilan dari pengembangan eko skala kawasan meliputi faktor-faktor adanya kelembagaan dan organisasi dalam mengelola kawasan. Hal ini menyebabkan terjadinya koordinasi dan kolaborasi yang harmonis antar perusahaan/industri sebagai badan pengelola. Pada skala makro, tantangan terbesar yang dihadapi perkotaan adalah penyelarasan pilar-pilar ekonomi, sosial dan lingkungan, dikarenakan kuatnya tekanan dari fungsi ekonomi perkotaan dalam menopang perekonomian negara. Penyediaan infrastruktur, bahkan peningkatan efisiensi ruang perkotaan, didominasi oleh pertimbangan ekonomi, serta sifat sosial dan lingkungan menjadi penyeimbang. Hal ini terjadi juga di Kota Tangerang Selatan yang merupakan kota penyangga Jabotabek, pembangunan perumahan

3 serta industri menjadi tidak terkendali, yang terutama pada aspek yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan, dan menimbulkan permasalahan baru sosial budaya perkotaan. Pada skala meso, kawasan sebagai satu kesatuan ruang kota memiliki kontribusi yang besar dalam menyelaraskan antara kepentingan ekonomi dengan kepentingan lingkungan dalam mewujudkan kota berkelanjutan. Sebagai pilar pembangunan ekonomi, pilar SDM dan Iptek memiliki fungsi strategis sebagai motor penggerak perekonomian Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar dapat merubah paradigma pembangunan dari pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam kepada pembangunan ekonomi yang menekankan pada peningkatan nilai tambah sumber daya alam yang lebih komperatif. Di dalam perencanaan strategis pada pilar SDM dan Iptek salah satunya adalah menjadikan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK) menjadi Kawasan Nasional Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Indonesia-Science Techno Park). Kawasan PUSPIPTEK merupakan kawasan strategis Provinsi Banten dan sedang dalam proses pengusulan untuk dijadikan kawasan strategis nasional. Urgensi diusulkan kawasan PUSPIPTEK menjadi kawasan strategis nasional selain telah ditetapkan sebagai obyek vital nasional karena keberadaan reaktor nuklir di dalam kawasan PUSPIPTEK, lebih dari itu kawasan ini memiliki potensi yang sangat besar bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, sosial maupun lingkungan. Namun, dengan semakin berkembangnya Kota Tangerang Selatan baik perluasan area pemukiman, industri dan perkantoran yang tumbuh, akan membawa konsekuensi terhadap perubahan tataguna lahan, perubahan lingkungan, keanekaragaman hayati serta perubahan sistim sosial-budaya masyarakat termasuk di dalamnya kelestarian kawasan PUSPIPTEK. Kawasan PUSPIPTEK yang memiliki lahan seluas 460 hektar sampai saat ini masih terjaga sebagai kawasan hijau dengan ruang terbuka hijau lebih dari tiga puluh persen. Dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia , kawasan PUSPIPTEK akan dijadikan Indonesia Science Technologi Park (I-STP) yang pada masa akan datang kawasan ini akan menjadi pusat iptek yang tidak saja berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, akan tetapi lebih luas sebagai kawasan untuk menjadikan iptek sebagai motor penggerak perekonomian. Oleh karena itu untuk dapat mempertahankan fungsi kawasan secara berkelanjutan diperlukan pengembangan kebijakan Eko-Inovasi Kawasan PUSPIPTEK. Pengembangan kebijakan ini dapat membantu para pengambil keputusan yaitu pembuat kebijakan baik di tingkat pemerintah pusat maupun di daerah, pengguna jaringan iptek, industri dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam pengembangan eko-inovasi di PUSPIPTEK. Pengembangan kebijakan eko-inovasi Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan pengembangan kebijakan terpadu yang mengintegrasikan penerapan model ekologis yang meliputi pengelolaan air, energi dan limbah, serta model kelembagaan yang terdiri dari sistem pengelolaan serta struktur lembaga dengan konsep eko-inovasi sehingga kawasan PUSPIPTEK akan menjadi Kawasan Iptek Terpadu yang berkelanjutan. Seiring dengan munculnya kesadaran dunia pada kelestarian lingkungan maka kebijakan-kebijakan yang dibuat juga sudah mengarah pada kebijakan yang berupaya mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu kata-kata yang menunjukkan sudah ramah lingkungan seperti kata green atau eko, misalnya eko-inovasi sudah tidak asing lagi bagi kita. Namun demikian penelitian-penelitian yang telah dilakukan lebih banyak mengarah pada industri yang dilakukan oleh Adamides et al. (2009), Anderson (2004, 2005, 2006), Era-Net Eco-Innovera (2012); Jones et al.(2001), OECD (2009), Pansera (2013), Sarkar (2013), Sakr et al. (2011, Tian et al. (2013) dan 3

4 4 Zaenuri (2009) semuanya mengarah pada industri. Hanya ada satu penelitian yang terkait dengan Pusat kajian teknologi yakni penelitian Alkadri et al. (1999) tentang manajemen teknologi untuk pengembangan wilayah Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah, BPPT; sedangkan penelitian pengembangan kebijakan ekoinovasi di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi belum pernah dilakukan, sehingga merupakan kebaharuan dan kemutakhiran pada penelitian ini. Perumusan Masalah Isu-isu pemanfaatan sumberdaya alam dan kepedulian terhadap lingkungan telah menjadi kewajiban pemenuhannya oleh setiap pemangku kepentingan. Pemerintah sebagai pelaku regulator berkewajiban mengarahkan para pelaku pembangunan untuk menerapkan konsep-konsep berkelanjutan dalam setiap praktik kegiatannya. Aktivitas pembangunan yang sampai saat ini masih bertumpu pada eksploitasi sumberdaya alam harus segera diberikan berbagai alternatif yang dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam secara effisien dan effektif. Inovasi sudah menjadi isu sentral dalam pengelolaan ekonomi dan kesejahteraaan masyarakat karena perannya sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, inovasi yang berbasis pada upaya untuk memperbaiki lingkungan belum menjadi agenda aksi nasional. Sehingga diperlukan adanya upaya pemihakan serta komitmen semua pihak untuk melakukan berbagai aksi yang berorientasi pelestarian ekologis pada pada setiap tahap pembangunan. Melalui penerapan eko-inovasi upaya mengurangi dampak lingkungan menyebabkan terjadinya perubahan norma sosial budaya dan struktur institusi yang mengarah pada pengurangan dampak lingkungan. Penerapan eko-inovasi tidak saja menyebabkan terjadinya perubahan teknologi akan tetapi juga yang lebih penting adalah perubahan dari aspek non teknologi. Tantangan pembangunan yang mengimplementasikan konsep eko-inovasi tidak terlepas dari tantangan inovasi yang dibutuhkan yang di dalamnya berupa perangkat keras dan perangkat lunak inovasi. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan dapat dilakukan melalui IPTEK. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan perangkat lunak inovasi seperti halnya kebijakan yang harus ditetapkan dalam pengelolaan kawasan yang berorientasi pada mempertahankan keberlanjutan ekologi. Merujuk pada konsep eko-inovasi dan tantangan di atas, pemilihan PUSPIPTEK sebagai sebuah kawasan inovasi yang memiliki 47 balai/pusat/laboratorium, industri berbasis teknologi serta sarana pendukung publik di dalamnya terdapat lima institusi meliputi Kementerian Ristek, BPPT, LIPI, Batan serta Kementerian Lingkungan Hidup, dapat dilihat sebagai model eko-inovasi menjadi sangat strategis. PUSPIPTEK sebagai kawasan yang berfungsi sebagai pengembang teknologi sampai saat ini belum secara optimal dan terstruktur menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Dalam aspek penggunaan teknologi ramah lingkungan sampai saat ini belum dimanfaatkan dalam melakukan aktivitas diantaranya dalam penyediaan dan penggunaan sumber daya air dan energi misalnya belum dikelola dengan prinsip-prinsip yang mengedepankan konservasi lingkungan. Pertumbuhan fasilitas laboratorium serta infrastruktur lainnya di dalam kawasan yang berkembang pesat memerlukan upaya-upaya mitigasi yang dapat mempertahankan kawasan sebagai kawasan ekologis. Oleh karena itu diperlukan kebijakan yang dapat menjamin ketersediaan sumber daya secara berkesinambungan dan dapat menjamin minimnya masalah akibat dari limbah yang dihasilkan, yang semuanya menuntut adanya

5 5 upaya-upaya yang cermat agar semua aktivitas pembangunan dapat dilakukan secara efisien dan efektif. Di sisi lain, dengan semakin berkembangnya peran PUSPIPTEK sebagai kawasan inovasi yang mendukung perekonomian nasional maka diperlukan adanya kebijakan pemerintah yang tepat dalam pengelolaan kawasan, sehingga dapat mensinergikan antara pendekatan ekonomi dan ekologi secara holistik melalui pendekatan konsep kawasan ekoinovasi. Keterbatasan kemampuan kelembagaan dan kapasitas pengelola menyebabkan terhambatnya pengembangan PUSPIPTEK sebagai kawasan potensial untuk menggerakkan perekonomian nasional maupun regional. PUSPIPTEK sebagai kawasan yang memiliki kekuatan dalam pengembangan inovasi untuk dapat menjadi kawasan ekoinovasi dihadapkan pada persoalan-persoalan diantaranya; 1. Bagaimana dapat menciptakan kawasan yang beorientasi ekologis yang mampu memberi kenyamanan, sehat serta aman; 2. Bagaimana pengembangan budaya inovasi hijau dalam kawasan PUSPIPTEK dapat terwujud; 3. Bagaimana mewujudkan manajemen yang baik agar dapat berfungsi optimal. Sebagai upaya untuk dapat menjawab permasalahan sesuai uraian di atas maka konsep eko-inovasi merupakan konsep yang lebih tepat untuk diterapkan pada Kawasan PUSPIPTEK agar pengelolaan PUSPIPTEK menjadi berkelanjutan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kebijakan yang tepat perlu dilakukan penelitian yang berjudul Pengembangan kebijakan eko-inovasi di Kawasan PUSPIPTEK. Untuk dapat menyusun pengembangan kebijakan eko-inovasi yang strategis di kawasan PUSPIPTEK, maka beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana sub model ekologis yang dihasilkan dari memadukan pengelolaan air, energi dan limbah dapat dirancang secara terpadu dengan konsep eko-inovasi? 2. Bagaimana sub model kelembagaan yang optimal dapat terwujud melalui integrasi dari sistem pengelolaan dan pengembangan struktur lembaga eko-inovasi dalam mengembangkan kawasan eko-inovasi PUSPIPTEK secara komprehensif? 3. Bagaimana pengembangan kebijakan eko-inovasi yang komprehensif pada kawasan PUSPIPTEK dapat terwujud? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah menyusun pengembangan kebijakan eko-inovasi pada kawasan PUSPIPTEK. Untuk dapat menyusun pengembangan kebijakan eko-inovasi Kawasan PUSPIPTEK, perlu disusun: 1. Sub model ekologis dengan memadukan antara pengelolaan air, energi dan limbah dengan konsep eko-inovasi. 2. Sub model kelembagaan dengan memadukan antara sistem pengelolaan dan struktur lembaga eko- inovasi Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, yakni : 1. Bagi dunia ilmu pengetahuan dan teknologi, merupakan sumbangan untuk memperkaya khasanah ilmu dalam mengembangkan kawasan eko-inovasi Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

6 6 2. Bagi Pemerintah serta para pemangku kepentingan model ini dapat dijadikan salah satu masukan dalam menentukan strategi kebijakan dalam pengembangan Kawasan Ekoinovasi Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Indonesia. 3. Bagi lembaga-lembaga non pemerintah yang bergerak dalam program pengembangan Kawasan Eko-inovasi, model ini dapat dijadikan sebagai panduan dalam pelaksanaan program di lapangan. Kerangka Pemikiran Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional memasuki tahapan ke tiga ( ) bertujuan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan IPTEK. Tujuan pembangunan nasional ke tiga ini memberikan nilai strategis terhadap keberadaan PUSPIPTEK sebagai Pusat Penelitian dan Pengembangan IPTEK. Peran dan fungsi strategis PUSPIPTEK ke depan menjadi sangat krusial karena harus memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut: 1) Pusat penguasaan dan pengembangan IPTEK Nasional (Center of excellence); 2) Pusat pelayanan dan pengembangan produk nasional; 3) Pusat alih teknologi dan informasi IPTEK; 4) Pusat pengembangan kewirausahaan (enterpreneurship) dan inkubasi perusahaan pemula berbasis teknologi (inkubator bisnis teknologi, klaster inovasi) dan 5) Pusat pendidikan dan pelatihan untuk SDM industri. Apabila dicermati dari kelima fungsi PUSPIPTEK tersebut memperlihatkan bahwa PUSPIPTEK memiliki dimensi yang luas serta tugas yang berat tidak saja menyediakan berbagai IPTEK nasional akan tetapi memiliki peran sentral sebagai pusat inovasi bagi pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat baik di tingkat lokal, nasional maupun regional. Untuk memenuhi fungsi-fungsi tersebut maka diperlukan infrastruktur dan sumber daya yang dapat menggerakkan serta memenuhi kebutuhan para peneliti di kawasan untuk dapat melakukan aktivitasnya dalam pengembangan IPTEK secara optimal dan berkesinambungan. Disamping itu, secara eksternal PUSPIPTEK juga harus mampu menyediakan berbagai pelayanan teknologi untuk industri besar, UMKM maupun masyarakat secara umum. PUSPIPTEK sebagai kawasan ekologis yang dapat dikembangkan sebagai model eko-inovasi. Namun sampai saat ini, kawasan PUSPIPTEK masih belum dikelola sesuai prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan kawasan untuk mensinergikan antara pendekatan pembangunan atas dasar pertimbangan ekonomi dan ekologi secara holistik. Sebagai Pusat Penelitian dan Pengembangan iptek tidak dapat dipungkiri, bahwa setiap kegiatan di Kawasan PUSPIPTEK memerlukan sumber daya baik material, energi maupun air yang cukup banyak dan dengan tingkat kualitas yang tinggi. Selain hasil dari proses iptek itu sendiri akan menghasilkan produk inovasi pada saat bersamaan juga akan menghasilkan limbah baik limbah padat, cair maupun bahan berbahaya. Disisi lain, energi, air dan limbah merupakan permasalahan yang dihadapi dunia saat ini tidak terkecuali di Indonesia. Akibat terjadinya perubahan iklim dan pemanasan global sudah dirasakan oleh masyarakat saat ini dimana apabila hujan terjadi banjir dan mengalami kekeringan apabila musim panas, Hal ini juga terjadi pada sungai-sungai tidak terkecuali misalnya terjadi pada Bendungan Katulampa yang mengalami kering dikala musim kemarau dan hal ini juga terjadi pada sungai lainnya.

7 7 Permasalahan kekeringan ini juga cepat atau lambat akan menjadi problem bagi Sungai Cisadane sebagai satu-satunya sumber air untuk memenuhi kebutuhan kawasan. Permasalahan yang sama juga terjadi pada keberlangsungan sumber energi, dimana ketersediaan energi secara cukup dan berkesinambungan mutlak diperlukan bagi kawasan PUSPIPTEK yang didalamnya berada reaktor nuklir dan laboratorium-laboratorium. Dalam hal penanganan limbah juga menjadi masalah yang tak kalah pentingnya bahkan juga menghadapi problem tersendiri, baik dalam konteks teknis pengelolaannya, kebijakan pemerintah maupun budaya serta partisipasi masyarakatnya. Oleh karena itu masalah tersebut perlu dipecahkan secara holistik, salah satu cara untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan mengimplementasikan konsep eko-inovasi yang sudah cukup berhasil diterapkan di dunia industri. Dengan demikian maka di Kawasan PUSPIPTEK perlu dirancang pengembangan kebijakan eko-inovasi. Pada penelitian ini, pengembangan kebijakan eko-inovasi merupakan proses yang berorientasi jangka panjang serta memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Kompleksitas ini menyangkut: 1) Berbagai tujuan dan kepentingan yang dapat saling bertentangan, 2) Faktor dan kriteria yang tidak seluruhnya dapat dinyatakan secara kuantitatif-numerik, akan tetapi bersifat kualitatif dan bahkan fuzzy, dan 3) Berada pada lingkungan yang dinamis. Selain itu pengembangan kebijakan eko-inovasi juga merupakan sistem yang memiliki banyak ketidakpastian, dengan demikian sehingga pengembangan kebijakan eko-inovasi perlu dilakukan pendekatan sistem, sehingga diperoleh penyelesaian yang utuh dan komprehensif. Pendekatan sistem adalah serangkaian tahapan pemecahan masalah yang setiap langkahnya dipahami dan setiap tahapannya menghasilkan solusi alternatif yang dipertimbangkan dan solusi yang dipilih dapat diterapkan. Oleh karena itu, untuk mengatasi kompleksitas, kedinamisan dan sifatnya yang tidak menentu (probabilistik), maka pendekatan sistem dapat digunakan dalam perencanaan pengembangan kawasan dan bangunan di PUSPIPTEK tersebut. Secara diagramatis, kerangka pikir pengembangan kebijakan eko-inovasi PUSPIPTEK disajikan pada Gambar 1. Novelty (Kebaruan) Penelitian Eko-inovasi merupakan pendekatan baru yang diterapkan di dunia industri dalam rangka mengatasi kerusakan lingkungan dan upaya mempertahankan keberlanjutan ekosistem. Studi yang berkaitan dengan kebijakan eko inovasi di Kawasan PUSPIPTEK belum pernah dilakukan. Terkait dengan eko-inovasi di Kawasan PUSPIPTEK ada tiga kekhususan yang diidentifikasi dalam eko-inovasi meliputi: 1) permasalahan yang kompleks; 2) konsep eko-inovasi yang memadukan pengelolaan air, energi dan limbah skala kawasan di Kawasan PUSPIPTEK belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya; 3) merumuskan pengembangan kebijakan yang dapat diimplementasikan di lokasi eko-inovasi layak diterapkan dan bermanfaat untuk pembangunan lingkungan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, dalam pengembangan eko-inovasi diperlukan adanya sinergi antara kebijakan inovasi dan kebijakan lingkungan. Adapun yang menjadi faktor krusial dan penting adalah dalam hal meningkatkan arti pentingnya kelembagaan eko inovasi yang akan memberikan dampak yang baik bagi semua pemangku kepentingan. Oleh karena itu, kebaruan dan kemutakhiran penelitian ini adalah: 1. Penelitian pada kawasan spesifik, Pusat Penelitian dan Pengembangan Iptek sebagai obyek vital serta strategis nasional, memiliki kompleksitas yang sangat tinggi dalam pengelolaan kawasan, sehingga perlu dirumuskan dalam sistem yang terpadu. Hal ini disebabkan pada kawasan tersebut terdapat obyek vital instalasi reaktor penelitian

8 8 nuklir serta pusat-pusat penelitian seperti fisika, kimia, bioteknologi serta penelitian lainnya yang membutuhkan kebijakan pengelolaan lingkungan yang terintegrasi agar masyarakat yang ada di dalam kawasan maupun luar kawasan memiliki rasa aman dan nyaman. Penelusuran literatur yang dilakukan penulis memperlihatkan bahwa penelitian Pengembangan Kebijakan eko- inovasi pada kawasan PUSPIPTEK ini belum pernah dilakukan. Oleh karena itu dari aspek pendekatan konsep dan lokasi penelitian memiliki kebaruan. 2. Adanya sub model ekologis melalui pendekatan eko-inovasi yang mengintegrasikan pengelolaan air, energi dan limbah. 3. Pengembangan sub model kelembagaan eko-inovasi di Kawasan PUSPIPTEK yang memadukan antara sistem pengelolaan kawasan eko-inovasi dan struktur kelembagaan memberikan dimensi baru dalam mewujudkan kerangka kebijakan ekoinovasi. Agar konsep eko-inovasi dapat diimplementasikan di Kawasan PUSPIPTEK, maka restrukturisasi kelembagaan harus dilakukan agar mampu menghela tujuan, fungsi dan peran PUSPIPTEK dalam penerapan eko-inovasi.

9 9 KONDISI EKSISTING - Sumberdaya - SaranaPrasaranaKawasan - PertumbuhanKawasanSekitar - KebijakanPengelolaanLingkunganSektoral - KerusakanLingkunganPemanasan Global SUB MODEL EKOLOGI 1. Eko-inovasi EkoInovasiPengelolaan Air Air 2. Eko-inovasi EkoInovasiPengelolaanEnergi Energi 3. Eko-inovasi EkoInovasiPengelolaanLimbah TidakLayak SUB MODEL KELEMBAGAAN 1. Pengelolaan PengelolaanKawasanEkoInovasidengan Eko-inovasi AHP AHP 2. Struktur StrukturKelembagaanEkoInovasidengan Eko-inovasi ISM ISM PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN KEBIJAKAN KAWASAN KAWASAN EKO INOVASI EKO- INOVASI - - PenilaianStandar GBCI - PenghematanBiaya - KelayakanFinansial Layak Implementasi Pengembangan Model KebijakanKawasanEkoInovasi Kawasan Ekoinovasi Selesai Gambar 1 Kerangka alur pikir pengembangan kebijakan eko- inovasi Kawasan PUSPIPTEK (dikembangkan dari Andersen, 2005)

3. METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

3. METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian 34 3. METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian Pengembangan Kebijakan Eko-inovasi Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dilakukan di Kawasan Pusat Penelitian Ilmu

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992

Lebih terperinci

pemerintah dan lembaga pelayanan itu sendiri. Dalam menjalankan fungsinya Rumah Sakit dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi karyawan, pasien,

pemerintah dan lembaga pelayanan itu sendiri. Dalam menjalankan fungsinya Rumah Sakit dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi karyawan, pasien, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tren Eco-Friendly telah masuk dalam dunia perumahsakitan. Konsep Green Hospital saat ini telah berkembang menjadi pendekatan sisi baru dalam pengelolaan Rumah

Lebih terperinci

- 2 - sistem keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pemba

- 2 - sistem keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pemba PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 51 /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK I. UMUM Untuk mewujudkan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

URAIAN RUPMD BAB I PENDAHULUAN

URAIAN RUPMD BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL DAERAH URAIAN RUPMD BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran Pemerintah Daerah dalam memfasilitasi perkembangan

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP 4.1. Visi dan Misi 4.1.1. Visi Bertitik tolak dari dasar filosofi pembangunan daerah Daerah Istimewa Yogyakarta,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, disebutkan bahwa setiap Provinsi, Kabupaten/Kota wajib menyusun RPJPD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Misi SKPD BLHD a. Visi Dalam rangka mewujudkan perlindungan di Sulawesi Selatan sebagaimana amanah Pasal 3 Ung-Ung RI Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP Ikhtisar Eksekutif Pembangunan sistem administrasi modern yang andal, professional, partisipatif serta tanggap terhadap aspirasi masyarakat, merupakan kunci sukses menuju manajemen pemerintahan dan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Sesuai dengan amanat Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kubu Raya Tahun 2009-2029, bahwa RPJMD

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebangkitan dan keruntuhan suatu bangsa tergantung pada sikap dan tindakan mereka sendiri. Penulis melakukan penelitian studi komparatif sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP 4.1. Visi dan Misi SKPD 4.1.1. Visi Filosofi yang mendasari pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta seperti tercantum

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Pembangunan daerah agar dapat berhasil sesuai dengan tujuannya harus tanggap terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat. Kondisi tersebut menyangkut beberapa masalah

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu tantangan pembangunan jangka panjang yang harus dihadapi Indonesia terutama di kota-kota besar adalah terjadinya krisis air, selain krisis pangan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Misi SKPD Lingkungan yang baik sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas

Lebih terperinci

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK BATANG TUBUH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi 3.1.1. Permasalahan Umum Dalam mencapai peran yang diharapkan pada Visi dan Misi Kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Macklin (2009), pembangunan ekonomi tidak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses untuk meningkatkan

Lebih terperinci

INDONESIA NEW URBAN ACTION

INDONESIA NEW URBAN ACTION KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH KEMITRAAN HABITAT Partnership for Sustainable Urban Development Aksi Bersama Mewujudkan Pembangunan Wilayah dan

Lebih terperinci

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi dalam RPJMD Kabupaten Cilacap 2012 2017 dirumuskan dengan mengacu kepada visi Bupati terpilih Kabupaten Cilacap periode 2012 2017 yakni Bekerja dan Berkarya

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PERUBAHAN LINGKUNGAN BERBASIS REALITAS LOKAL PULAU BANGKA UNTUK MENINGKATKAN LITERASI LINGKUNGAN SISWA

2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PERUBAHAN LINGKUNGAN BERBASIS REALITAS LOKAL PULAU BANGKA UNTUK MENINGKATKAN LITERASI LINGKUNGAN SISWA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan global saat ini sedang menghadapi sejumlah isu-isu sosial, ekonomi, dan lingkungan akibat interaksi aktivitas manusia dengan ekosistem global (NAAEE, 2011).

Lebih terperinci

Profil Puspiptek. Gambar 1.1 Foto Puspiptek Dari Udara

Profil Puspiptek. Gambar 1.1 Foto Puspiptek Dari Udara Profil Puspiptek Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) merupakan unit kerja dibawah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi didirikan berdasarkan Keputusan Presiden nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

Sosiohumaniora, Volume 17 No. 2 Juli 2015:

Sosiohumaniora, Volume 17 No. 2 Juli 2015: Sosiohumaniora, Volume 17 No. 2 Juli 2015: 178-187 PENGEMBANGAN KEBIJAKAN KAWASAN EKO-INOVASI (STUDI KASUS KAWASAN PUSAT ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI, KOTA TANGERANG SELATAN) Sri Setiawati 1, Hadi Alikodra

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan INDONESIA VISI 2050 Latar belakang Anggota Dewan Bisnis Indonesia untuk Pembangunan Berkelanjutan (IBCSD) dan Indonesia Kamar Dagang dan Industri (KADIN Indonesia) mengorganisir Indonesia Visi 2050 proyek

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

TEKNOLOGI DALAM AGRIBISNIS

TEKNOLOGI DALAM AGRIBISNIS TEKNOLOGI DALAM AGRIBISNIS Teknologi agribisnis merupakan sarana utama untuk mencapai tujuan efektifitas, efisiensi, serta produktifitas yang tinggi dari usaha agribisnis. Penentuan jenis teknologi sangat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2011 Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI

2011 Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI 2011 Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI Departemen Pendayagunaan IPTEK MITI Mahasiswa 2011 PETUNJUK TEKNIS Program Hibah MITI untuk Pemberdayaan Masyarakat LATAR BELAKANG Bangsa Indonesia adalah Negara

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Master Plan Latar belakang Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin secara garis besar adalah Dalam rangka mewujudkan Visi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah. Peran penting tersebut telah mendorong banyak negara

Lebih terperinci

Terwujudnya Kota Mojokerto sebagai Service City yang Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral.

Terwujudnya Kota Mojokerto sebagai Service City yang Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral. Visi Pemerintah 2014-2019 adalah : Terwujudnya Service City yang Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral. Perumusan dan penjelasan terhadap visi di maksud, menghasilkan pokok-pokok visi yang diterjemahkan

Lebih terperinci

BAB III Visi dan Misi

BAB III Visi dan Misi BAB III Visi dan Misi 3.1 Visi Pembangunan daerah di Kabupaten Bandung Barat, pada tahap lima tahun ke II Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) atau dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SRI HAYATI

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SRI HAYATI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SRI HAYATI DEFINISI PEMBANGUNAN pembangunan adalah seperangkat usaha yang terencana dan terarah untuk menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi

Lebih terperinci

KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA BIDANG PERTANIAN SUB BIDANG PERTANIAN

KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA BIDANG PERTANIAN SUB BIDANG PERTANIAN KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA BIDANG PERTANIAN SUB BIDANG PERTANIAN DESKRIPSI UMUM Sesuai dengan ideologi Negara dan budaya Bangsa Indonesia, maka implementasi sistem pendidikan nasional dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tapin tahun 2013-2017 selaras dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 1 Tahun 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 1 Tahun 2009 LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 1 Tahun 2009 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2009-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago PENJELASAN SUBTEMA IDF Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago 2018 DISPARITAS REGIONAL Dalam Nawacita, salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo adalah membangun Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN SAINS DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN SAINS DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN SAINS DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka memfasilitasi

Lebih terperinci

Abstrak Pembicara Utama

Abstrak Pembicara Utama Abstrak Pembicara Utama PERAN TEKNOLOGI AGRONOMI DALAM PERCEPATAN PENCIPTAAN DAN HILIRISASI INOVASI PERTANIAN Dr. Muhammad Syakir, MS (Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian) Agronomi saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung adalah salah satu kawasan yang amat vital sebagai penyangga kehidupan ekonomi, sosial dan ekologis bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luas wilayah Provinsi Banten adalah 9.662,92 Km2, dengan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Luas wilayah Provinsi Banten adalah 9.662,92 Km2, dengan pertumbuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Banten dengan jumlah penduduk sebesar 9,782,779 (pada tahun 2010) dikategorikan sebagai propinsi berpenduduk padat di Indonesia. Luas wilayah Provinsi Banten

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2014-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

X. ANALISIS KEBIJAKAN

X. ANALISIS KEBIJAKAN X. ANALISIS KEBIJAKAN 10.1 Alternatif Kebijakan Tahapan analisis kebijakan pada sub bab ini merupakan metode pengkajian untuk menghasilkan dan mentransformasikan flow of thinking dari serangkaian analisis

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH BAB IV VISI DAN MISI DAERAH Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lebak 2005-2025 disusun dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah yang diharapkan dapat dicapai pada

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Untuk dapat mewujudkan Visi Terwujudnya Sebagai Pusat Perdagangan dan Jasa Berbasis Masyarakat yang Berakhlak dan Berbudaya sangat dibutuhkan political will, baik oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan yang komprehensif untuk mencapai tujuan dan sasaran RPJMD Kabupaten Ponorogo Tahun 2016 2021 dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi yang sedang berjalan atau bahkan sudah memasuki pasca reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan, politik, moneter, pertahanan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan

Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan Kementerian PPN/Bappenas Dalam kasus perubahan iklim, kota menjadi penyebab, sekaligus penanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Menurunnya kualitas permukiman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ,87 Milyar atau senilai 14,99 % dari Produk Domestik Bruto

PENDAHULUAN ,87 Milyar atau senilai 14,99 % dari Produk Domestik Bruto PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang menjadi kutub pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan didukung oleh ketersediaan infrastruktur dan sumber daya lokal, pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci