SKRIPSI ARIES ANGGRIAWAN H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI ARIES ANGGRIAWAN H"

Transkripsi

1 ANALISIS EFEKTIVITAS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH PADA SEKTOR AGRIBISNIS (Studi Kasus : PT. BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor) SKRIPSI ARIES ANGGRIAWAN H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i

2 RINGKASAN ARIES ANGGRIAWAN. Analisis Efektivitas dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis (Studi Kasus : PT. BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan DWI RACHMINA). Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Menurut BPS, hingga bulan Februari 2009 ada sekitar penduduk Indonesia yang telah bekerja. Kurang lebih (41,20 persen) dari total penduduk yang bekerja tersebut bekerja pada sektor agribisnis. Sektor agribisnis masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Menurut data BPS sektor agribisnis yang meliputi pertanian dalam arti luas dan agroindustri memiliki kontribusi bagi output nasional (PDB) pada tahun 2009 yang sangat besar yaitu 31,40 persen (tidak termasuk perdagangan dan jasa berbasis produk pertanian). Salah satu permasalahan yang ada pada sektor agribisnis adalah masalah pembiayaan. Karakteristik produk agribisnis yang memiliki masa grace period, perishable, bulky, dan voluminous, memiliki tingkat risiko yang tinggi. Usaha agribisnis yang penuh risiko ini membutuhkan pembiayaan yang lebih fleksibel terutama dalam pembagian keuntungan atau kerugian dalam berusaha, salah satunya dengan menggunakan pembiayaan syariah. Pembiayaan syariah dianggap sesuai dengan sektor agribisnis karena secara konseptual relevan dengan sektor agribisnis. Salah satu perbankan syariah yang fokus dalam pembiayaan sektor agribisnis adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Keberadaan BPRS dimaksudkan untuk dapat memberikan layanan perbankan secara cepat, mudah dan sederhana kepada masyarakat khususnya pengusaha menengah, kecil dan mikro baik di perdesaan maupun perkotaan yang selama ini belum terjangkau oleh layanan bank umum. Dilihat dari segi perkembangannya, pembiayaan syariah yang ada pada BPRS dapat menjadi alternatif pembiayaan untuk sektor agribisnis. BPRS harus mampu berkembang tidak hanya dari segi kuantitas lembaganya saja, melainkan juga pada segi kualitas yang pada akhirnya akan diarahkan pada efisiensi dan efektivitas kerja. Namun, kriteria efisiensi dalam arti ekonomis tidak sepenuhnya dapat digunakan dalam mengevaluasi program pembiayaan sejenis ini. Sehingga, penilaian dengan kriteria efektivitas dirasakan lebih tepat dibandingkan dengan kriteria efisiensi, dalam pengertian sejauh mana program pembiayaan dengan jenis seperti ini dapat menjangkau target mereka dengan cepat dan luas. Penelitian ini dilaksanakan di PT. BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Data yang digunakan terbagi ke dalam dua bagian yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi lapangan, penyebaran kuisioner, dan wawancara lansung dengan pihak terkait baik pihak internal maupun eksternal. Pihak internal yaitu pihak BPRS yang berkompeten dan dapat memberikan informasi yang akurat mengenai penyaluran pembiayaan di sektor pertanian. Sedangkan pihak eksternal yaitu responden dari pihak petani dan pedagang yang memiliki usaha agribisnis serta modal usahanya diperoleh dari ii

3 pembiayaan sistem syariah BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor. Data sekunder diperoleh dari berbagai arsip dan administrasi BPRS Amanah Ummah, Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Masyarakat Ekonomi Syariah, serta studi literatur terkait di IPB dan melalui internet yang diperlukan untuk menunjang pembuatan laporan penelitian ini. Efektivitas penyaluran pembiayaan, dapat dikatakan bahwa penyaluran pembiayaan telah berjalan dengan efektif. Efektivitas penyaluran pembiayaan ini dilihat melalui dua sisi yaitu efektivitas penyaluran menurut kriteria bank dan keragaan pembiayaan syariah yang terjadi pada nasabah. Efektivitas penyaluran pembiayaan menurut kriteria bank telah berjalan dengan sangat efektif, karena seluruh kriteria yang ada mendukung kriteria efektif dan proporsi pembiayaan yang diberikan bank telah sesuai dengan proporsi sektor usaha yang ada di daerah Leuwiliang. Sedangkan, efektivitas penyaluran pembiayaan berdasarkan keragaan pembiayaan syariah pada nasabah dapat dikatakan telah berjalan dengan efektif, karena lima dari enam kriteria yang ada telah mendukung kriteria efektif. Efektivitas pengaruh pembiayaan terhadap kinerja usaha diketahui bahwa seluruh nasabah agribisnis sektor on-farm mampu memanfaatkan pembiayaan yang diterima untuk kebutuhan usaha yang dilakukan. Sedangkan, pada sektor offfarm terdapat 20 persen nasabah yang tidak memanfaatkan pembiayaan yang diterima sesuai dengan pengajuan. Pembiayaan syariah memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja usaha pada sektor on-farm dibandingkan dengan sektor off-farm. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis menggunakan uji T- tes dua sampel berpasangan yang dilakukan dengan membandingkan keuntungan usaha nasabah sebelum dan sesudah mendapatkan pembiayaan syariah. Faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis, diketahui bahwa terdapat empat variabel yang mempengaruhi secara signifikan realisasi pembiayaan pada sektor agribisnis. Variabel tersebut antara lain nisbah bagi hasil/margin, komposisi modal usaha, pengetahuan mengenai akad pembiayaan, dan sektor usaha yang dimiliki nasabah. Saran yang dapat diajukan bagi PT. BPRS Amanah Ummah diantaranya : Pertama, proporsi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis perlu ditingkatkan, sehingga akan mampu meningkatkan pangsa pasarnya untuk sektor agribisnis serta mampu menjadi alternatif pembiayaan bagi sektor agribisnis. Kedua, pembiayaan syariah pada sektor on-farm harus lebih ditingkatkan, karena terbukti memiliki tingkat efektivitas pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor off-farm. Ketiga, PT. BPRS Amanah Ummah harus menentukan jenis pembiayaan yang tepat bagi calon nasabah agar pemanfaatan pembiayaan yang ada tidak disalahgunakan oleh nasabah. Keempat, PT. BPRS Amanah Ummah harus lebih meningkatkan pelayanan dan pembinaan untuk nasabah. Karena, secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas pembiayaan yang diberikan kepada nasabah. iii

4 ANALISIS EFEKTIVITAS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH PADA SEKTOR AGRIBISNIS (Studi Kasus : PT. BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor) ARIES ANGGRIAWAN H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 iv

5 Judul Skripsi : Analisis Efektivitas dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis (Studi Kasus : PT. BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor) Nama : Aries Anggriawan NIM : H Menyetujui, Pembimbing Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus : v

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Efektivitas dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan pada Sektor Agribisnis (Studi Kasus : PT. BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor) adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2010 Aries Anggriawan H vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Maret Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Yayat Supriatna dan Ibu Thaurani Hanifah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Patra Dharma 3 Balikpapan pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTP Negeri 1 Bekasi, Jawa Barat. Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2006 di SMA Negeri 1 Bekasi, Jawa Barat. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun Kemudian pada tahun 2007, penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai mayor. Selama mengikuti pendidikan, penulis juga aktif di organisasi internal kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA). Penulis pernah ikut serta dalam beberapa kepanitiaan di kampus seperti BGTC dan Agrination Penulis memperoleh beasiswa dari Yayasan Supersemar, beasiswa Bantuan Khusus Mahasiswa (BKM) dan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) selama menempuh perkuliahan di IPB. vii

8 KATA PENGANTAR Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Allah SWT, serta shalawat dan salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Efektivitas dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis (Studi Kasus : PT. BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor). Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi realisasi pembiayaan pada sektor agribisnis. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis efektivitas pembiayaan melalui mekanisme prosedur pembiayaan dan pengaruh pembiayaan terhadap kinerja usaha nasabah serta untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis PT. BPRS Amanah Ummah. Segala upaya dan kerja yang optimal telah dilakukan dalam penyusunan skripsi ini. Akhir kata dengan segala kerendahan hati semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pihak-pihak yang terkait, dan pembaca. Bogor, Juli 2010 Aries Anggriawan viii

9 UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi atas segala arahan, bimbingan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama proses perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, M.S selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Harmini, M.Si selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Pemilik dan pihak manajemen PT. BPRS Amanah Ummah, khususnya Ibu Dian, Ibu Lelih, Pak Hasan Basri, Pak Engkus, Pak Acep, Mas Ade dan semua karyawan BPRS Amanah Ummah yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas waktu, kesempatan dan informasi yang telah diberikan kepada penulis. 5. Nasabah pembiayaan syariah sektor agribisnis PT. BPRS Amanah Ummah yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam mengumpulkan data penelitian. 6. Ibu dan Bapak tercinta serta adikku (Dwiky dan Ryana) yang telah memberikan dukungan moril dan materil, doa, serta kasih sayang yang tiada pernah putus. Semoga skripsi ini dapat menjadi persembahan yang terbaik dan awal untuk membahagiakan kalian. 7. Seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis. Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama proses perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi, seminar, dan sidang. 8. Teman-teman satu bimbingan skripsi Fuji Lasmini dan Fauzan Rachman yang telah memberikan dukungan dan saran kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini. ix

10 9. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak menghilangkan rasa hormat dan terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Bogor, Juli 2010 Aries Anggriawan x

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional Perbandingan Kinerja Bank Syariah dan Bank Konvensional Perbandingan Kinerja Usaha dengan Pembiayaan Syariah dan Konvensional Pengaruh Pembiayaan BPRS Terhadap Pertumbuhan Usaha Efektivitas Pembiayaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan Syariah Efektivitas Pembiayaan Syariah Konsep Efektivitas Efektivitas Pembiayaan Syariah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Tujuan, Fungsi, dan Peran Kredit atau Pembiayaan Dampak Kredit atau Pembiayaan Terhadap Pendapatan Kerangka Pemikiran Operasional IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penentuan Sampel Data dan Instrumentasi Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data xiv xvi xvii xi

12 Analisis Deskriptif Metode Analisis Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Metode Analisis Pengaruh Pembiayaan Syariah Terhadap Kinerja Usaha pada Sektor Agribisnis Metode Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis Pendugaan Nilai Elastisitas V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Berdirinya PT. BPRS Amanah Ummah Visi, Misi, Motto, dan Budaya Perusahaan Struktur Organisasi PT. BPRS Amanah Ummah Produk-Produk PT. BPRS Amanah Ummah Produk Penghimpunan Dana Poduk Penyaluran Dana Teknis Operasional Pembiayaan PT. BPRS Amanah Ummah Dasar Pertimbangan Pemberian Pembiayaan Alur Proses Pengajuan Pembiayaan Mekanisme Pembiayaan Murabahah di PT. BPRS Amanah Ummah Ketentuan Pembiayaan Murabahah Hutang dan Penundaan Pembiayaan Murabahah Manfaat Pembiayaan Murabahah Risiko Pembiayaan Murabahah VI ANALISIS EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SYARIAH PADA SEKTOR AGRIBISNIS Analisis Efektivitas Pembiayaan Syariah Analisis Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Syariah Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Menurut Kriteria Bank Keragaan Pembiayaan Syariah yang Terjadi pada Nasabah PT. BPRS Amanah Ummah Analisis Efektivitas Pemanfaatan Pembiayaan Pemanfaatan Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis Pengaruh Pembiayaan Syariah Terhadap Kinerja Usaha Nasabah Perbedaan Keuntungan Usaha Pertahun Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Pebiayaan Syariah xii

13 VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS Karakteristik Responden Asumsi BLUE Analisis Faktor-Faktor Realisasi Pembiayaan Syariah Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis Jumlah Tanggungan Keluarga (X 1 ) Keuntungan Usaha (X 2 ) Frekuensi Pembiayaan (X 3 ) Nisbah Bagi Hasil/Margin (X 4 ) Tahun Pendidikan (X 5 ) Komposisi Modal Usaha (X 6 ) Pengetahuan Mengenai Akad (D 1 ) Sektor Usaha (D 2 ) VIII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kontribusi Sektor Agribisnis terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku Tahun (dalam Persen) Jaringan Kantor Perbankan Syariah (Islamic Banking Network) di Indonesia Tahun (dalam unit) Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berdasarkan Golongan Pembiayaan Tahun (Juta Rupiah) Data Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia Tahun Berdasarkan Sektor Ekonomi (Juta Rupiah) Data Pembiayaan Non Lancar Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia Tahun (Juta Rupiah) Pembiayaan Per-Akad PT. BPRS Amanah Ummah Tahun (dalam ribu rupiah) Pembiayaan Per-Sektor Ekonomi PT. BPRS Amanah Ummah Tahun (dalam ribu rupiah) Target dan Realisasi PT. BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Sektor Usaha Tahun (Dalam ribuan Rp) Target dan Realisasi Pembiayaan PT. BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Alokasi Pembiayaan Tahun (Dalam ribuan Rp) Target dan Realisasi Pembiayaan PT. BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Jenis Akad Tahun (Dalam ribuan Rp) Frekuensi Pembiayaan PT. BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Lokasi Nasabah Tahun (Dalam ribuan Rp) Jangkauan Pembiayaan PT. BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Sektor Usaha Tahun (Dalam ribuan Rp) Tunggakan Pembiayaan BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Jenis Akad Tahun (Dalam Rp) Hasil Uji Korelasi Variabel Lokasi Usaha Terhadap Biaya Riil Sebaran Responden Menurut Kesesuaian Pemanfaatan Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis pada Setiap Jenis Usaha xiv

15 16. Kondisi Keuntungan Usaha Pertahun Responden Sektor On-Farm Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Pembiayaan Syariah Kondisi Keuntungan Usaha Pertahun Responden Sektor Off-Farm Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Pembiayaan Syariah Kondisi Keuntungan Usaha Pertahun Responden Sektor Off-Farm Sesuai Komoditas Usaha Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Pembiayaan Syariah Rata-rata Hitung Keuntungan Usaha Sektor On-farm Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Pembiayaan Syariah Hasil Uji T-tes Keuntungan Usaha Sektor On-farm Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Pembiayaan Syariah Rata-rata Hitung Keuntungan Usaha Sektor Off-farm Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Pembiayaan Syariah Hasil Uji T-tes Keuntungan Usaha Sektor Off-farm Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Pembiayaan Syariah Karakteristik Responden Pembiayaan Syariah Sektor Agribisnis Pada BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Pendidikan, Jenis Kelamin dan Wilayah Usaha Tahun Karakteristik Responden Pembiayaan Syariah Sektor Agribisnis Pada BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Realisasi Pembiayaan, Jumlah Tanggungan Keluarga, Keuntungan Usaha, Frekuensi Pembiayaan, Nisbah Bagi Hasil/Margin, Tahun Pendidikan, dan Komposisi Modal Usaha Tahun Hasil Regresi Linear Berganda Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis di BPRS Amanah Ummah pada Tahun Jumlah Tanggungan Keluarga dari Responden BPRS Amanah Ummah Tahun Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Keuntungan Usaha pada BPRS Amanah Ummah Tahun xv

16 28. Komposisi Antara Realisasi Pembiayaan dan Keuntungan Usaha Responden BPRS Amanah Ummah Tahun Frekuensi Pembiayaan Responden BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Jumlah Nasabah dan Persentase Tahun Persentase Bagi Hasil Pembiayaan Syariah pada BPRS Amanah Ummah Tahun Tingkat Pendidikan Responden BPRS Amanah Ummah Tahun Komposisi Modal Usaha Responden BPRS Amanah Ummah Tahun Komposisi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Akad BPRS Amanah Ummah Tahun Komposisi Responden Berdasarkan On-farm dan Off-farm BPRS Amanah Ummah Tahun xvi

17 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Struktur Organisasi PT. BPRS Amanah Ummah Alur Proses Pengajuan Pembiayaan PT. BPRS Amanah Ummah Proporsi Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Sektor Usaha pada PT. BPRS Amanah Ummah Tahun Persentase Pencapaian Target Pembiayaan yang Terealisasi Berdasarkan Sektor Usaha pada PT. BPRS Amanah Ummah Tahun Proporsi Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Alokasi Pembiayaan pada PT. BPRS Amanah Ummah Tahun Persentase Pencapaian Target Pembiayaan yang Terealisasi Berdasarkan Alokasi Pembiayaan pada PT. BPRS Amanah Ummah Tahun Mekanisme Pembiayaan Muzara ah Mekanisme Pembiayaan Salam Proporsi Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad pada PT. BPRS Amanah Ummah Tahun Persentase Pencapaian Target Pembiayaan yang Terealisasi Berdasarkan Jenis Akad pada PT. BPRS Amanah Ummah Tahun Sebaran Persentase Responden Menurut Persyaratan Awal Pembiayaan pada PT. BPRS Amanah Ummah Sebaran Persentase Responden Menurut Prosedur Pembiayaan pada PT. BPRS Amanah Ummah Sebaran Persentase Responden Menurut Realisasi Pembiayaan pada PT. BPRS Amanah Ummah Sebaran Persentase Responden Menurut Biaya Administrasi Pembiayaan pada PT. BPRS Amanah Ummah Sebaran Persentase Responden Menurut Nisbah Bagi Hasil/Margin pada PT. BPRS Amanah Ummah Sebaran Persentase Responden Menurut Pelayanan dan Pembinaan Petugas pada PT. BPRS Amanah Ummah xvii

18 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Output Regresi Linear Berganda Minitab Versi 15 Pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis Uji Normalitas pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah Pada Sektor Agribisnis Uji Heteroskedatisitas pada Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis Data Analisis Fakto-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis xviii

19 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang integratif terdiri dari beberapa subsistem yaitu subsistem pengadaan sarana produksi pertanian, subsistem produksi pertanian, subsistem pengolahan dan industri hasil pertanian serta pemasaran, dan subsistem kelembagaan penunjang kegiatan pertanian (Krisnamurthi, 2001). Sektor Agribisnis masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS (2009) sektor agribisnis yang meliputi pertanian dalam arti luas dan agroindustri memiliki kontribusi bagi Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2009 yang sangat besar yaitu 31,40 persen (tidak termasuk perdagangan dan jasa berbasis produk pertanian). Adapun data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kontribusi Sektor Agribisnis terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku Tahun (dalam Persen) Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 14,3 13,1 13,0 13,7 14,4 15,8 a. Tanaman Bahan Makanan 7,2 6,5 6,4 6,7 7,0 8,7 b. Tanaman Perkebunan 2,2 2,0 1,9 2,1 2,1 1,4 c. Peternakan dan Hasilnya 1,8 1,6 1,5 1,6 1,7 1,9 d. Kehutanan 0,9 0,8 0,9 0,9 0,8 0,7 e. Perikanan 2,3 2,2 2,2 2,5 2,8 3,1 2. Agroindustri 15,8 14,5 14,4 14,5 14,8 15,6 a. Makanan, Minuman dan Tembakau 7,1 6,4 6,4 6,7 7,0 7,7 b. Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 3,1 2,8 2,7 2,4 2,1 2,2 c. Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya 1,4 1,3 1,3 1,4 1,5 1,5 d. Kertas dan Barang Cetakan 1,4 1,2 1,2 1,2 1,1 1,1 e. Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 2,8 2,8 2,8 2,8 3,1 3,1 TOTAL 30,1 27,6 27,4 28,2 29,2 31,4 Sumber: Badan Pusat Statistik (2009), diolah Kontribusi sektor agribisnis bagi output nasional (PDB) memiliki nilai yang sangat besar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1, sektor agribisnis (tidak termasuk perdagangan dan jasa berbasis produk pertanian) memiliki kontribusi rata-rata sekitar 29 persen setiap tahunnya. Selain itu, sektor agribisnis merupakan salah satu sumber pertumbuhan output nasional yang penting. Hal ini dapat dilihat 1

20 dari data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut BPS (2009), hingga bulan Februari 2009 ada sekitar penduduk Indonesia yang telah bekerja. Sebanyak dari total penduduk yang bekerja tersebut bekerja pada sektor agribisnis. Hal ini menunjukkan bahwa sektor agribisnis dapat menyerap tenaga kerja yang terbesar (sekitar 41,20 persen dari seluruh tenaga kerja yang ada). Sistem agribisnis terdiri dari beberapa subsistem yang saling berkaitan satu sama lain. Dengan demikian, apabila salah satu subsistem tersebut terganggu maka sistem agribisnis secara keseluruhan akan terganggu pula. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan pengembangan agribisnis di Indonesia menjadi suatu hal yang sangat kompleks. Hal ini disebabkan pengembangan agribisnis haruslah mencakup permasalahan pengembangan pasar dan tataniaga, kepemilikan lahan, birokrasi di pemerintahan, keterampilan, teknologi, mentalitas, organisasi pertanian, kebijakan pertanian, informasi dan modal pertanian (Apriyantono, 2004). Namun, dalam hal ini permasalahan yang akan fokus dibahas adalah mengenai permasalahan modal dalam pembiayaan agribisnis. Menurut lembaga perbankan ada empat segmentasi pelaku usaha. Pertama, kelompok usaha yang feasible dan bankable. Kedua, kelompok usaha yang feasible tapi tidak bankable. Ketiga, kelompok usaha yang tidak feasible tapi bankable. Keempat, kelompok usaha yang tidak feasible dan tidak bankable. Berdasarkan pernyataan tersebut, permasalahan yang paling besar dalam permodalan pada sektor agribisnis lebih disebabkan pada kurang tertariknya pihak perbankan untuk menyalurkan dananya pada sektor agribisnis. Hal ini disebabkan karakteristik sektor agribisnis yang mengandung banyak risiko menyebabkan minat lembaga pembiayaan untuk mendanai sektor ini relatif rendah. Usaha agribisnis di Indonesia masih berada pada skala usaha mikro. Menurut data Kementerian Negara Koperasi dan UKM pada tahun 2008, pangsa pasar UMKM di Indonesia cukup besar, terdapat sekitar 50 juta unit UMKM, terdiri dari unit usaha mikro (sebagian besar adalah usaha di bidang agribisnis), 2 juta unit usaha kecil, dan unit usaha menengah. Namun, sebagian besar usaha ini menghadapi kesulitan mendapatkan kredit dari perbankan nasional. Dari total semua UMKM, hanya 18,9 juta (37,8 persen) 2

21 UMKM yang menjadi nasabah bank. Sisanya, sekitar 31 juta (62,2 persen) tidak memiliki akses terhadap bank. Pihak bank beranggapan bahwa usaha pada sektor agribisnis termasuk dalam segmentasi usaha yang feasible namun tidak bankable. Pihak lembaga keuangan bank dan non-bank yang tidak mendukung pembiayaan kepada sektor agribisnis menunjukkan bahwa hal tersebut sangat bertolakbelakang dengan rencana pembangunan dan pengembangan agribisnis. Oleh karena itu, perlu dilakukan sebuah perubahan yang berkelanjutan untuk mendukung pembangunan tersebut. Salah satunya adalah dengan perbaikan dalam sistem pembiayaan yang sesuai untuk sektor agribisnis. Saat ini sistem keuangan yang ada terdiri dari sistem keuangan konvensional dan sistem keuangan syariah. Hal ini diatur dalam pasal 1 ayat (1) UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Secara umum sistem keuangan yang digunakan di Indonesia yaitu sistem keuangan konvensional. Hal tersebut terlihat pada sistem bunga yang masih berlaku di lembaga-lembaga keuangan di Indonesia. Karakteristik usaha di sektor agribisnis terutama on-farm memiliki masa grace periode, artinya dalam usahatani terdapat masa rentang antara masa tanam dengan masa panen. Selain itu, produk agribisnis bersifat perishable, bulky, dan voluminous, sehingga memiliki tingkat risiko yang tinggi. Berdasarkan karakteristik tersebut, lembaga keuangan syariah berpeluang besar untuk diterapkan pada sektor agribisnis. Usaha agribisnis yang penuh risiko membutuhkan pembiayaan yang lebih fleksibel terutama dalam pembagian keuntungan atau kerugian dalam berusaha. Ashari dan Saptana (2005) menyatakan bahwa pengembangan lembaga pembiayaan sistem syariah dengan prinsip mudharabah dan musyarakah sebagai lembaga alternatif dalam pembiayaan sektor agribisnis merupakan alternatif yang strategis karena secara konseptual relevan dengan sektor agribisnis. Alasannya adalah pembiayaan sistem bagi hasil berbasis syariah memiliki ciri bebas bunga, berprinsip bagi hasil dan risiko, serta perhitungan bagi hasil dilakukan setelah periode transaksi. Dalam rangka mendukung hal tersebut, maka diperlukan lembaga perbankan yang mampu memberikan layanan secara luas kepada masyarakat 3

22 khususnya untuk sektor agribisnis. Kebutuhan masyarakat akan adanya lembaga perbankan syariah dirasa cukup tinggi. Dalam upaya untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka dalam sistem perbankan nasional dimungkinkan adanya pendirian bank syariah yang salah satu jenisnya adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Keberadaan BPRS dimaksudkan untuk dapat memberikan layanan perbankan secara cepat, mudah dan sederhana kepada masyarakat khususnya pengusaha menengah, kecil dan mikro baik di perdesaan maupun perkotaan yang selama ini belum terjangkau oleh layanan bank umum. BPRS sebagai salah satu lembaga kepercayaan masyarakat yang kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah, dituntut agar selalu dapat mengemban amanah dari para pemilik dana dengan cara menyalurkannya untuk usaha produktif dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BPRS harus selalu memegang teguh prinsip kehati-hatian serta mampu menerapkan Prinsip Syariah secara konsisten, sehingga tercipta BPRS yang sehat yang mampu memberikan layanan terbaik kepada masyarakat. Dalam menciptakan BPRS yang sehat diperlakukan kebijakan yang komprehensif, transparan dan mengandung kepastian hukum, diantaranya berkaitan dengan pengaturan kepemilikan dan permodalan, kepengurusan, perluasan jaringan, serta kegiatan usaha BPRS. Dengan diberlakukannya Undangundang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, terdapat beberapa perubahan pengaturan yang terkait dengan kelembagaan dan kegiatan usaha BPRS. Berdasarkan data BI (2010), sampai bulan Februari tahun 2010, jumlah bank syariah di Indonesia mencapai 32 bank, terdiri atas tujuh Bank Umum Syariah (Islamic Commercial Bank), 25 Unit Usaha Syariah (Islamic Business Unit) dari bank umum konvensional dan memiliki jumlah kantor yang ada sebanyak kantor. Selain Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah juga telah ada 142 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Islamic Rural Bank) dan memiliki 265 kantor (Tabel 2). 4

23 Tabel 2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah (Islamic Banking Network) di Indonesia Tahun (dalam unit) Jaringan Kantor Perbankan Syariah * Bank Umum Syariah - Jumlah Bank - Jumlah Kantor Unit Usaha Syariah - Jumlah Bank Umum Konvensional yang Memiliki UUS - Jumlah Kantor Bank Pembiayaan Rakyat Syariah - Jumlah Bank - Jumlah Kantor Keterangan : *) Data hingga Februari 2010 Sumber : Statistik Perbankan Syariah BI (2010), diolah Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa jumlah kantor BPRS memiliki persentase laju pertumbuhan pertahun terbesar yaitu sebesar 25,73 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa BPRS memiliki potensi untuk lebih dikembangkan agar dapat menjangkau masyarakat khususnya pengusaha menengah, kecil dan mikro baik di perdesaan maupun perkotaan yang selama ini belum terjangkau oleh layanan bank umum. Diharapkan dengan adanya peningkatan jumlah BPRS di wilayah-wilayah perdesaan maka dapat turut menggerakkan sektor riil yang ada di wilayah tersebut. BPRS merupakan salah satu perbankan syariah yang memiliki fokus dalam pembiayaan pada sektor agribisnis. Munculnya BPRS yang berpihak kepada pengusaha mikro, kecil dan menengah termasuk sektor agribisnis tentu memberikan dampak yang positif tersendiri bagi para pengusaha tersebut. BPRS dipandang sebagai salah satu alternatif bagi pengusaha kecil untuk memperoleh sumber pembiayaan. Pada tahun 2006 hingga 2009 penyaluran pembiayaan BPRS pada sektor usaha kecil dan menengah masih lebih besar dibandingkan sektor usaha lainnya. Namun, jumlah pembiayaan yang diberikan BPRS kepada sektor usaha kecil dan menengah mengalami penurunan pada bulan Februari 2010 (Tabel 3) Laju %/Thn 20,67 23,59 6,34 14, , ,73 Total Kantor ,87 5

24 Tabel 3. Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berdasarkan Golongan Pembiayaan di Indonesia Tahun (Juta Rupiah) GOLONGAN Laju PEMBIAYAAN %/Tahun Usaha Kecil dan Menengah Persentase Selain Usaha Kecil dan Menengah *) Persentase Total Keterangan : *) Sektor Ekonomi : Lain-lain, Jenis Penggunaan : Konsumsi, plafond > Rp. 5 Miliar Data hingga Februari 2010 Sumber : Statistik Perbankan Syariah BI (2010), diolah Perkembangan BPRS tidak hanya dapat dilihat dari perkembangan jumlah bank dan kantornya saja dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini, tetapi dapat juga dilihat dari perkembangan pembiayaan yang diberikan oleh BPRS terhadap berbagai sektor ekonomi di Indonesia (Tabel 4). Jumlah pembiayaan yang disalurkan BPRS semakin meningkat dari tahun 2006 sampai Februari Dari sisi penyaluran dana yang diberikan pada akhir tahun 2006 berjumlah Rp Juta dan pada bulan Februari 2010 telah menjadi Rp Juta. Pembiayaan BPRS di sektor pertanian kurang lebih sebesar 3,77 persen dari total pembiayaan yang diberikan BPRS kepada sektor ekonomi di Indonesia. Kecilnya persentase pembiayaan syariah yang disalurkan BPRS pada sektor pertanian lebih disebabkan oleh masih adanya anggapan bahwa pertanian adalah salah satu sektor usaha yang memiliki risiko yang sangat tinggi, sehingga pihak perbankan masih berhati-hati dalam menyalurkan dananya untuk sektor ini. Pembiayaan untuk sektor pertanian semakin meningkat setiap tahunnya. Pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa pembiayaan untuk sektor pertanian pada tahun memiliki kecenderungan naik dengan laju pertumbuhan sebesar 38,42 persen pertahun. Hal ini menyiratkan bahwa sektor pertanian telah menunjukan usaha yang profitable. 6

25 Tabel 4. Data Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia Tahun Berdasarkan Sektor Ekonomi (Juta Rupiah) Sektor Ekonomi * Laju %/Tahun Pertanian, Kehutanan, dan Sarana Pertanian ,42 Pertambangan ,00 Perindustrian ,34 Listrik, Gas, dan Air ,28 Konstruksi ,31 Perdagangan, Restoran, dan Hotel ,70 Pengangkutan, Pergudangan, dan ,21 Komunikasi Jasa Dunia Usaha ,29 Jasa Sosial/Masyarakat ,57 Lain-lain ,99 Total ,07 Keterangan : *) Data hingga Februari 2010 Sumber : Statistik Perbankan Syariah BI (2010), diolah Tingkat Non Performing Loan (NPL) pada sektor pertanian yang memiliki persentase yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan sektor lainnya (Tabel 5). Berdasarkan data tersebut, diharapkan pihak perbankan mulai tertarik untuk lebih fokus dalam menyalurkan pembiayaan kepada sektor pertanian dan agribisnis pada umumnya. Tabel 5. Data Pembiayaan Non Lancar Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia Tahun (Juta Rupiah) Sektor Ekonomi * Laju %/Tahun Pertanian, Kehutanan, dan Sarana Pertanian Pertambangan Perindustrian Listrik, Gas, dan Air Konstruksi Perdagangan, Restoran, dan Hotel Pengangkutan, Pergudangan, dan Komunikasi Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial/Masyarakat Lain-lain Total Keterangan : *) Data hingga Februari 2010 Sumber : Statistik Perbankan Syariah BI (2010), diolah 7

26 Dari Tabel 4 dan 5, dapat diketahui bahwa penyaluran pembiayaan pada BPRS semakin meningkat, kolektibilitas pembiayaan yang lancar (performing loan) pada tahun 2006 sebesar Rp Juta meningkat hingga sebesar Rp Juta pada Februari tahun Hal ini menunjukkan BPRS mengalami perkembangan yang signifikan selama kurun waktu lima tahun ( ). Namun, perkembangan BPRS yang semakin bertambah jumlahnya harus tetap dapat dikendalikan. Dengan kata lain, BPRS harus mampu berkembang tidak hanya dari segi kuantitas lembaganya saja, melainkan juga pada segi kualitas yang pada akhirnya akan diarahkan pada efisiensi dan efektivitas kerja. Namun, kriteria efisiensi dari segi ekonomis tidak dapat digunakan sepenuhnya untuk mengevaluasi pembiayaan pada sektor agribisnis. Oleh karena itu, kriteria efektivitas dirasa lebih tepat untuk digunakan dalam mengevaluasi program pembiayaan sejenis ini, dalam pengertian sejauh mana program pembiayaan sejenis ini dapat menjangkau target mereka dengan cepat dan luas. Dilihat dari segi perkembangannya, pembiayaan syariah yang ada pada BPRS dapat menjadi alternatif pembiayaan untuk sektor agribisnis. Oleh karena itu, perlu dikaji secara lebih mendalam mengenai skim pembiayaan syariah yang terdapat pada BPRS (dalam penelitian ini adalah BPRS Amanah Ummah). BPRS Amanah Ummah merupakan BPRS yang pertama kali berdiri di Indonesia pada tahun 1992 di Kabupaten Bogor. BPRS Amanah Ummah memiliki skim pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis dan memiliki nasabah yang bekerja pada sektor on-farm (budidaya) dan off-farm (sektor hulu dan hilir yang mencakup perdagangan dan agroindustri). Selain itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana tingkat efektivitas pembiayaan syariah pada sektor agribisnis sekaligus mengetahui seberapa besar pengaruh pembiayaan syariah yang diberikan terhadap kinerja usaha pada sektor agribisnis. Selanjutnya, dilakukan pula penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis Perumusan Masalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) atau dalam hal ini BPRS sebagai lembaga keuangan dengan sistem syariah yang berfokus di tingkat mikro. BPRS memiliki akses terhadap usaha menengah kecil dan mikro (UMKM), salah 8

27 satunya adalah sektor agribisnis. Namun, masih sedikit lembaga keuangan yang mau berkontribusi untuk memajukan sektor agribisnis dalam skala mikro. UMKM mampu memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah UMKM yang mencapai lebih dari 90 persen dengan unit terbesarnya dimiliki Usaha Mikro di sektor agribisnis (Kementerian Negara Koperasi dan UKM, 2008). UMKM seringkali kesulitan dalam mendapatkan fasilitas pembiayaan dari lembaga keuangan. Mempertimbangkan kondisi tersebut, maka diperlukan suatu sistem pembiayaan terhadap sektor agribisnis yang bisa membantu dalam pengembangan usaha secara berkelanjutan (sustainability). Pembiayaan sistem syariah yang ada pada saat ini mulai mengarahkan penyaluran dana dalam pembiayaan pada sektor agribisnis. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4, pembiayaan syariah yang disalurkan oleh BPRS untuk sektor pertanian, kehutanan dan sarana pertanian mengalami laju pertumbuhan pertahun yang cukup besar yaitu sekitar 38,42 persen. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis menarik untuk dikaji lebih dalam. Pembiayaan sistem syariah yang diterapkan BPRS untuk sektor agribisnis salah satunya dengan prinsip syirkah. Prinsip ini merupakan prinsip kemitraan usaha yang menerapkan sistem profit-loss sharing dalam operasionalnya terutama untuk sektor agribisnis. Karakteristik produk agribisnis yang memiliki tingkat risiko tinggi mengharuskan ketepatan dalam sistem pembiayaannya. Dalam hal ini BPRS sebagai lembaga formal bank mencoba menyediakan sistem pembiayaan khusus agribisnis dalam skim syariah. Pembiayaan yang disediakan oleh BPRS akan ditujukan bagi sektor riil tetapi hingga saat ini pembiayaan pada sektor riil masih menjadi permasalahan yang dapat menghambat sektor tersebut. BPRS Amanah Ummah adalah salah satu BPRS yang juga memiliki skim pembiayaan untuk agribisnis. Adapun skim pembiayaan yang tersedia di BPRS Amanah Ummah antara lain pembiayaan Murabahah, Musyarakah, Mudharabah, Istishna, Ijarah, Qard, dan Qard Rahn. Berdasarkan data pada Tabel 6, dalam perkembangannya BPRS Amanah Ummah lebih banyak menggunakan akad Murabahah (jual-beli) dalam pembiayaan yang diberikan kepada nasabah. Hal ini 9

28 menjadi permasalahan, apakah dengan penggunaan akad Murabahah pembiayaan kepada sektor agribisnis dapat berjalan dengan baik, padahal karakteristik produk agribisnis yang memiliki risiko tinggi lebih tepat jika pembiayaan dilakukan dengan menggunakan akad Mudharabah maupun Musyarakah (investasi atau modal kerja) dimana terjadi pembagian risiko antara nasabah dengan pihak perbankan. Tabel 6. Pembiayaan Per Akad PT. BPRS Amanah Ummah Tahun (dalam ribu rupiah) JENIS AKAD Nominal Nasabah Nominal Nasabah Nominal Nasabah Murabahah Istishna Musyarakah Mudharabah Ijarah Qard Qard Rahn JUMLAH Sumber: Data Laporan Keuangan Tahunan BPRS Amanah Ummah ( ) Belum banyaknya akad yang berbasis bagi hasil (Mudharabah dan Musyarakah) pada BPRS Amanah Ummah menjadi suatu permasalahan, padahal kedua akad tersebut merupakan pembeda yang sangat jelas antara bank syariah dengan bank konvensional. Ada beberapa faktor yang menyebabkan pembiayaan berbasis bagi hasil masih relatif sedikit dibandingkan dengan akad pembiayaan yang berbasis jual beli dan sewa, pertama, masyarakat atau nasabah belum siap karena pembiayaan berbasis bagi hasil memerlukan administrasi pencatatan usaha yang cukup lengkap, kedua, sumber daya manusia (SDM) bank syariah yang belum siap karena memerlukan keahlian khusus dalam menganalisa dan membina usaha nasabahnya. Oleh karena itu, bank syariah harus lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. Berdasarkan data yang diperoleh, BPRS Amanah Ummah memiliki nasabah yang berusaha di bidang agribisnis baik itu pada bidang on-farm (budidaya) maupun off-farm (sektor hulu dan hilir, mencakup perdagangan dan agroindustri). Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 7, diketahui bahwa 10

29 perbandingan jumlah nasabah antara sektor on-farm dan off-farm memiliki perbedaaan yang sangat besar. Oleh karena itu, perlu dilihat seberapa besar efektivitas pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah yang diberikan. Sektor on-farm umumnya memiliki karakteristik biaya yang dipengaruhi oleh sifat kegiatan produksi yang lebih berisiko karena sangat tergantung pada alam, unit operasi yang kecil, kebutuhan konsumsi rumah tangga dan usaha yang bercampur dan adanya periode tidak menghasilkan yang panjang dan investasi besar (perkebunan dan kehutanan). Sebaliknya, sektor off-farm memiliki karakteristik biaya dengan risiko yang lebih sedikit, unit yang lebih besar, dan tingkat pengembalian yang cepat. Tabel 7. Pembiayaan Per-Sektor Ekonomi PT. BPRS Amanah Ummah Tahun (dalam ribu rupiah) SEKTOR USAHA Nominal Nasabah Nominal Nasabah Nominal Nasabah Pertanian Industri Jasa Perdagangan Lain-lain JUMLAH Sumber: Data Laporan Keuangan Tahunan BPRS Amanah Ummah ( ) Melihat perbedaan karakteristik tersebut, perlu dilakukan kajian secara faktual untuk melihat seberapa besar pembiayaan syariah memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kinerja usaha pada sektor agribisnis baik on-farm maupun off-farm. Berdasarkan uraian di atas maka dalam hal ini ada beberapa permasalahan yang harus dijawab dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana tingkat efektivitas penyaluran pembiayaan sistem syariah di sektor agribisnis yang ada pada BPRS Amanah Ummah? 2. Bagaimana pengaruh pembiayaan syariah yang telah diterapkan oleh BPRS Amanah Ummah terhadap kinerja usaha di sektor agribisnis (baik on-farm maupun off-farm)? 3. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan sistem syariah untuk sektor agribisnis pada BPRS Amanah Ummah? 11

30 1.3. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis efektivitas penyaluran pembiayaan sistem syariah untuk sektor agribisnis pada BPRS Amanah Ummah. 2. Menganalisis pengaruh pembiayaan sistem syariah terhadap kinerja usaha di sektor agribisnis (on-farm maupun off-farm) pada BPRS Amanah Ummah. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dalam realisasi pembiayaan sistem syariah untuk sektor agribisnis pada BPRS Amanah Ummah Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin didapatkan dalam penelitian ini adalah: 1. Tersedianya informasi bagi pihak BPRS mengenai tingkat efektivitas pembiayaan syariah yang disalurkannya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan bagi peningkatan kualitas penyaluran pembiayaan syariah kepada nasabah. 2. Tersedianya informasi mengenai kondisi skim pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yang efektif yang dapat diterapkan oleh BPRS. Hasil penelitian dapat menjadi bahan kajian lembaga keuangan lainnya untuk mengembangkan pertanian skala mikro melalui pembiayaan. 3. Tersedianya informasi bagi pihak nasabah, lembaga keuangan, lembaga penjamin maupun pemerintah untuk menunjukkan pembiayaan syariah pada sektor agribisnis dapat mencapai tingkat efektivitas terbaik agar semua pihak baik itu pemerintah, lembaga keuangan dan lembaga penjamin memperoleh kemaslahatan bersama. Begitu pula jika diterapkan pada sektor pertanian secara luas, sehingga mampu mengembangkan sektor pertanian yang menjadi tugas utama pembangunan bangsa ini. 4. Tersedianya informasi untuk mengetahui faktor-faktor yang tepat untuk dijadikan sebagai acuan dalam realisasi dan penyaluran skim pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis, pada lembaga keuangan bermanfaat dalam mekanisme pembiayaan sedangkan pihak nasabah bermanfaat dalam proses pemanfaatannya. 12

31 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah penelitian dilakukan dengan mengkaji lebih dalam mengenai pembiayaan syariah yang telah dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor. Pada penelitian ini, pembatasan dilakukan pada sektor agribisnis (on-farm maupun off-farm) yang mencakup pertanian dalam arti luas dan agroindustri yang memanfaatkan fasilitas skim pembiayaan syariah terutama dengan akad Murabahah baik itu dari sisi penawaran melalui efektivitas mekanisme penyaluran pembiayaan syariah pada BPRS Amanah Ummah menurut pendapat BPRS dan keragaan pembiayaan syariah pada nasabah serta sisi permintaan melalui kinerja usaha pada sektor agribisnis oleh nasabah setelah menerima pembiayaan syariah. Selain itu, dilihat pula faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis di BPRS Amanah Ummah. Data didapatkan melalui data internal BPRS Amanah Ummah dan berdasarkan informasi yang diperoleh secara langsung dan objektif melalui nasabah. Untuk data kinerja usaha pada sektor on-farm dan offfarm didapatkan melalui wawancara langsung kepada nasabah pembiayaan syariah pada BPRS Amanah Ummah. Data yang dicari berkaitan dengan kondisi skim pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Ada beberapa kriteria yang digunakan dalam menentukan responden yang dipilih, yaitu masih aktif menjadi nasabah pembiayaan di BPRS Amanah Ummah, sedang dan masih menjalani usaha sesuai dengan pengajuan pembiayaan yang dilakukan, telah mendapatkan hasil usaha dari pembiayaan yang dilakukan. Hal ini dilakukan untuk melihat kondisi usaha nasabah sebelum dan sesudah mendapatkan pembiayaan syariah pada BPRS Amanah Ummah. 13

32 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perbedaan Syariah dengan Konvensional Perbandingan Kinerja Bank Syariah dengan Bank Konvensional Kusafarida (2003) dalam skripsinya meneliti tentang perbandingan kinerja keuangan dan efektivitas penyaluran kredit pada BPR konvensional dan BPR Syariah. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat kondisi dan perkembangan kedua usaha BPR, melihat tingkat kesehatan kedua BPR dan membandingkan kinerja keuangannya, serta menganalisis efektivitas penyaluran kredit yang merupakan faktor kunci dalam menentukan keberhasilan kinerja suatu lembaga keuangan. Pada penelitian ini, Kusafarida melihat kinerja dari kondisi keuangan dan efektivitas penyalurannya. BPR dengan sistem syariah menunjukkan kemampuan yang lebih tinggi dalam meningkatkan serta mengembangkan kegiatan operasionalnya. Berdasarkan hasil perhitungan analisis likuiditas, BPR Bali Dayaupaya Mandiri memiliki rasio yang fluktuatif dibanding BPRS Amanah Ummah. Krisis perekonomian Indonesia yang terjadi di tahun berpengaruh pada tingkat kesehatan BPR Bali Dayaupaya Mandiri, sedangkan BPRS Amanah Ummah dengan sistem bagi hasilnya, menunjukkan kinerja yang stabil dan mampu mempertahankan pergerakan grafik rasio-rasio keuangan yang relatif konstan. Berdasarkan analisis efektivitas penyaluran kredit yang dilakukan berdasarkan penilaian skor keefektifan tanggapan nasabah responden, maka kedua BPR tergolong kepada kategori efektif. Skor BPR Bali Dayaupaya Mandiri adalah 567 dan BPRS Amanah Ummah 586. Dengan demikian, penilaian keefektifan berdasarkan tanggapan nasabah, BPRS Amanah Ummah relatif lebih efektif dari BPR Bali Dayaupaya Mandiri. Berdasarkan penilaian menurut pihak bank yang didasarkan pada besarnya jumlah pinjaman dan jangkauan pelayanan, BPRS relatif lebih efektif dari BPR Bali Dayaupaya Mandiri. Jika dilihat dari luas jangkauan pelayanan, sektor yang dibiayai oleh BPRS Amanah Ummah lebih banyak dari BPR Bali Dayaupaya 14

33 Mandiri. Namun dari besarnya tingkat kolektibilitasnya BPR Bali Dayaupaya Mandiri adalah lebih baik. Dari berbagai analisis yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa BPR dengan sistem syariah memiliki kemampuan yang lebih besar dalam memfasilitasi permodalan bagi UMKM. Selain itu, sistem bagi hasil yang diberlakukan pada sistem syariah terbukti mampu mempertahankan kinerja bank dalam kondisi yang stabil. Rindawati (2007) melakukan penelitian untuk melihat perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kinerja keuangan perbankan syariah dengan perbankan konvensional pada periode dengan menggunakan rasio keuangan. Rasio keuangan yang digunakan terdiri dari CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO dan LDR. Berdasarkan dari kriteria sampel yang telah ditentukan, diperoleh dua kelompok sampel penelitian, yaitu dua bank umum syariah dan enam bank umum konvensional. Alat analisis yang digunakan untuk membuktikan hipotesis dalam penelitian ini adalah independent sample t-test. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa Bank Syariah memiliki keunggulan dalam analisis rasio NPL dan LDR dibandingkan dengan Bank Konvensional. Akan tetapi, Bank Syariah memiliki kelemahan dalam analisis rasio CAR, ROA, ROE, dan BOPO dibandingkan dengan Bank Konvensional. Setelah diperoleh hasil dari rasio masing-masing bank, tahap selanjutnya adalah menganalisa kinerja bank secara keseluruhan dengan menjumlahkan rasio masing-masing bank yang sebelumnya telah diberi bobot nilai yang sudah ditentukan. Variabel tersebut diberi nama Kinerja. Hasil penjumlahan variabel Kinerja tersebut kemudian diolah dengan SPSS menggunakan independent sample t-test. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah Bank Syariah mempunyai rata-rata (mean) Kinerja sebesar 87,96 persen, lebih besar dibanding dari mean Kinerja Bank Konvensional yang sebesar 81,84 persen. Hal ini berarti bahwa selama periode Juni 2001-Maret 2007 secara keseluruhan perbankan syariah memiliki kinerja (CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO, dan LDR) lebih baik dibanding dengan perbankan konvensional. 15

34 Berdasarkan kedua hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja BPR syariah lebih baik dibandingkan dengan BPR konvensional. Hal ini terlihat dari kemampuan BPR syariah yang lebih besar dalam memfasilitasi permodalan bagi UMKM. Selain itu, sistem bagi hasil yang diberlakukan pada sistem syariah terbukti mampu mempertahankan kinerja bank dalam kondisi yang stabil. Bank Syariah juga memiliki kinerja keuangan yang lebih baik dibandingkan dengan Bank Konvensional. Hal ini terlihat dari hasil analisis rasio keuangan secara keseluruhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Bank Konvensional Perbandingan Kinerja Usaha dengan Pembiayaan Syariah dan Konvensional Permana (2007) melakukan penelitian mengenai analisis perbandingan pengembangan usaha budidaya ikan konsumsi dengan pembiayaan syariah dan kredit konvensional. Dalam penelitiannya, ia menggunakan studi kasus dengan satuan kasus yaitu pembudidaya ikan konsumsi yang mendapatkan pembiayaan syariah, kredit konvensional serta modal pribadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan usaha budidaya ikan konsumsi dengan bantuan pembiayaan syariah dan kredit konvensional, dengan menganalisis tingkat keuntungan, kelayakan finansial, serta analisis sensitivitas. Dalam penelitiannya, Permana (2007) menggunakan analisis pendapatan usaha serta R-C Ratio pada budidaya ikan konsumsi. Bantuan pembiayaan dan kredit diuji dengan kelayakan usahanya dengan menggunakan analisis kriteria investasi yaitu NPV, Net B/C, dan IRR juga diadakan analisis sensitivitas dari adanya perubahan harga bahan baku atau suku bunga. Kelayakan usaha yang diketahui dari analisis finansial menunjukkan bahwa pembiayaan ini turut berperan dalam pengembangan usaha budidaya ikan konsumsi. Kelayakan usaha dapat diketahui dari analisis finansial serta memberikan informasi bagi hasil yang layak dan mampu dibayar pembudidaya ikan berdasarkan besar IRR. Penyaluran pembiayaan yang efektif dapat meningkatkan pendapatan para pembudidaya ikan yang dapat dinilai dari semakin layaknya usaha ini, selain itu ia melakukan analisis dengan sensitivitas terhadap perubahan atau kenaikan harga bahan baku serta perubahan suku bunga. Selain itu, untuk melihat perbandingan 16

35 antara pembiayaan syariah dengan kredit konvensional, juga dikembangkan usaha dengan modal pribadi jika mendapatkan pembiayaan syariah dan kredit konvensional dengan menggunakan analisis finansial. Secara garis besar mekanisme pemberian kredit usaha antara perbankan syariah dan konvensional hampir sama. Hanya saja yang membedakan adalah dari produk serta sistem pengembalian pinjaman yang digunakan. Perbankan konvensional menggunakan sistem suku bunga sedangkan perbankan syariah menggunakan sistem bagi hasil atau margin. Berdasarkan hasil analisis usaha setelah pengembangan menunjukkan bahwa analisis usaha pengembangan dengan menggunakan pembiayaan syariah dengan sistem Musyarakah memiliki keuntungan usaha yang lebih besar jika dibandingkan dengan kredit konvensional. Pengembangan usaha yang dilakukan dengan menggunakan pembiayaan sistem Musyarakah juga memiliki nilai NPV, Net B/C, dan IRR yang lebih besar diandingkan dengan usaha yang dikembangkan dengan bantuan kredit konvensional, sehingga usaha dengan bantuan pembiayaan syariah memiliki kelayakan yang lebih baik jika dibandingkan dengan perbankan konvensional. Selain itu, analisis sensitivitas yang dilakukan terhadap pembudidaya ikan konsumsi menunjukkan bahwa usaha dengan bantuan pembiayaan syariah memiliki sensitivitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan usaha yang dikembangkan dengan kredit konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa program pengembangan agribisnis di Indonesia akan berjalan dengan lebih baik jika pola-pola pembiayaan yang diberikan menggunakan pola syariah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa pola pembiayaan dengan menggunakan sistem syariah ternyata lebih baik untuk diterapkan pada sektor pertanian secara luas (dalam hal ini sektor perikanan) dibandingkan dengan pola kredit konvensional. Hal ini terbukti dari analisis usaha yang dilakukan menunjukkan bahwa pengembangan usaha dengan menggunakan pembiayaan syariah menghasilkan keuntungan usaha yang lebih besar, memiliki nilai kriteria investasi yang lebih baik, dan lebih tahan terhadap sensitivitas terhadap perubahan harga bahan baku maupun perubahan suku bunga. 17

36 2.2. Pengaruh Pembiayaan BPRS terhadap Pertumbuhan Usaha Hartati (2005) dalam skripsinya meneliti mengenai pengaruh pembiayaan terhadap pertumbuhan penjualan, laba dan aset nasabah di BPRS Amanah Ummah. Pembiayaan Murabahah sebagai bentuk akad-akad jual beli masih merupakan produk pembiayaan yang dominan pada BPRS, karena dinilai lebih sederhana dan menguntungkan bagi kedua belah pihak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik nasabah pembiayaan Murabahah, mengetahui perbedaan kondisi penjualan dari sektor perdagangan sebelum dan sesudah mendapatkan pembiayaan Murabahah dan mengkaji pengaruh pembiayaan Murabahah terhadap pertumbuhan laba dan aset nasabah. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif mencakup pembahasan deskriptif dari karakteristik nasabah dan dianalisis secara kuantitatif menggunakan metode analisis statistik uji T-tes sampel berpasangan untuk mengetahui perbedaan laba dan aset sebelum dan sesudah mendapatkan pembiayaan, serta dilakukan juga analsisi korelasi product moment dari Pearson untuk mengetahui hubungan pembiayaan Murabahah terhadap laba dan aset. Nasabah pembiayaan Murabahah diklasifikasikan menjadi sektor perdagangan, industri, jasa dan lain-lain. Responden nasabah BPRS Amanah Ummah sebagian besar terdiri dari usaha kecil menengah yang tidak memiliki laporan keuangan utama seperti neraca, laporan rugi laba dan laporan perubahan modal, hanya sebagian yang memiliki pembukuan sederhana dalam bentuk pencatatan penjualan perhari yang diakumulasikan setiap bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi penjualan rata-rata perhari pada responden sektor perdagangan 90 persen mengalami kenaikan setelah mendapatkan pembiayaan Murabahah dan 10 persen tidak mengalami perubahan, hal itu disebabkan karena jenis usaha yang bukan merupakan kebutuhan pokok dan faktor minat konsumen yang berbeda-beda. Rata-rata laba dan aset nasabah mengalami perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah mendapatkan pembiayaan Murabahah dari BPRS Amanah Ummah. Pembiayaan Murabahah dengan variabel besarnya pembiayaan berpengaruh positif terhadap laba dan aset nasabah setelah mendapat pembiayaan, dengan derajat hubungan laba sebesar 0,785 dan derajat hubungan aset sebesar 0,792. Dapat disimpulkan bahwa 18

37 semakin besar pembiayaan Murabahah yang diperoleh nasabah maka semakin tinggi laba dan aset usaha nasabah. Penelitian yang akan dilakukan kali ini memiliki perbedaan dalam ruang lingkup penelitian. Penelitian yang akan dilakukan pada PT. BPRS Amanah Ummah mencakup analisis efektivitas pembiayaan syariah pada sektor agribisnis yang dilihat dari sisi penyaluran menurut pihak bank, keragaan pembiayaan syariah pada pihak nasabah dan pemanfaatan pembiayaan syariah oleh nasabah melalui pengaruh pembiayaan syariah terhadap perubahan keuntungan nasabah serta melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Adapun persamaan yang ada adalah dalam hal metode analisis terhadap pengaruh pembiayaan syariah yang dilakukan, yaitu melalui metode uji beda T-tes Efektivitas Pembiayaan Pembiayaan adalah istilah syariah dalam lembaga keuangan mikro ataupun makro untuk meyalurkan dananya. Menurut Aryati (2006) dalam skripsinya menyatakan bahwa efektif atau tidaknya suatu penyaluran pembiayaan pada BMT dapat dinilai berdasarkan beberapa parameter antara lain: persyaratan peminjaman, prosedur peminjaman, prosedur peminjaman, realisasi kredit, besar kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas bank, lokasi bank, jaminan/agunan, pengetahuan dan partisipasi nasabah/nasabah, serta memberikan dampak positif. Syafar (2006) menyatakan bahwa untuk menolong permodalan usaha masyarakat perdesaan, efektivitas harus terlebih dahulu dicapai namun tanpa mengabaikan aspek efisiensi. Lembaga keuangan yang ditujukan untuk masyarakat seharusnya suatu lembaga pemerintah untuk melayani golongan miskin, sehingga memiliki tingkat efektivitas yang baik dalam kecepatan dalam mencapai sasaran. Efektivitas pembiayaan dapat dinilai dari efektivitas pengajuan pembiayaan, penyaluran pembiayaan, penggunaan/pemanfaatan pembiayaan dan pengembalian pembiayaan tersebut. Efektivitas pembiayaan dapat diukur dengan cara melihat kemantapan prosedur pembiayaan atau efektivitas pembiayaan menurut shahibul maal berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut: 19

38 1. Jumlah nasabah yang menunjukkan bahwa sistem pembiayaan dapat diterima dan mampu menjangkau sasaran secara luas. 2. Keragaman mata pencaharian nasabah yang menunjukkan jangkauan pembiayaan yang dijalankan. 3. Frekuensi pinjaman nasabah, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam mengambil pembiayaan. 4. Frekuensi tunggakan, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam menunggak pembayaran dalam satu proses peminjaman. 5. Pelayanan pembiayaan, sejauh mana tingkat pelayanan yang dilakukan, mulai dari pengajuan pembiayaan sampai realisasi pembiayaan. Efektivitas pembiayaan menurut Mudharib berdasarkan beberapa parameter, antara lain (Syafar, 2006): 1. Prosedur pembiayaan yang menunjukkan kemudahan bagi nasabah untuk memahaminya. 2. Persyaratan pembiayaan yang menunjukkan kesanggupan/kemudahan bagi nasabah pembiayaan untuk memenuhinya, termasuk ada/tidak adanya jaminan. 3. Waktu pencairan atau realisasi yang menunjukkan kecepatan pihak BMT untuk mewujudkan pembiayaan yang diajukan. 4. Lokasi BMT yang menunjukkan kemudahan bagi nasabah pembiayaan untuk mengakses sumber permodalan yang disediakan. 5. Dampak pembiayaan yang menunjukkan tingkat kemanfaatan pembiayaan. Hasil analisis akan menunjukkan dua kemungkinan yaitu baik atau kurang baik. Jika terbukti bahwa hasil penelitian menunjukkan pengelolaan pembiayaan agribisnis syariah baik maka hal ini akan tercermin pada diri pelaku shahibul maal maupun mudharib. Namun, jika hasil evaluasi ternyata menunjukkan pengelolaan pembiayaan agribisnis kurang baik, maka harus ada umpan balik (feed back) kepada pihak shahibul maal guna memberikan solusi dan strategi dalam melaksanakan perbaikan-perbaikan atas kekurangan pengelolaan pembiayaan tersebut. 20

39 Kurnia (2009) menyatakan salah satu indikator yang digunakan dalam melihat keberhasilan suatu program pembiayaan dan program-program sejenis adalah perubahan pendapatan sasaran program pembiayaan. Program pembiayaan selain berorientasi pada peningkatan produk atau optimalisasi penggunaan sumberdaya yang lain, pada akhirnya juga dimaksudkan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sasaran program. Program keuangan juga dikatakan efektif apabila dapat menghapuskan hambatan-hambatan yang ada. Keberhasilan suatu program keuangan tidak hanya dilihat dari jumlah pembiayaan yang dapat disalurkan oleh lembaga keuangan, tetapi juga dilihat dari tingkat pengembaliannya karena tingkat pengembalian pembiayaan akan mempengaruhi program keuangan selanjutnya. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi peluang pengembalian pembiayaan oleh nasabah BMT Renggani (1998) diacu dalam Syafar (2006): 1. Faktor ekonomi yaitu jumlah pinjaman, jumlah selisih pendapatan dan pengeluaran keluarga, biaya transportasi ke BMT dan borrowing cost. 2. Faktor-faktor non ekonomi yaitu tingkat pendidikan nasabah, jangka waktu realisasi pembiayaan dan jenis penggunaan pembiayaan. Tingkat pengembalian pembiayaan merupakan kemampuan nasabah dalam membayar kembali pembiayaannya. Selain itu, efektivitas program pembiayaan juga dapat ditunjukkan dengan penunggakkan yang terjadi. Hasil penelitian tim Unibraw (1998) diacu dalam Syafar (2006) menunjukkan bahwa penyebab lemahnya pengembalian pembiayaan oleh petani dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: prosedur yang berbelit, rendahnya hasil usaha (pendapatan rendah), penyimpangan penggunaan pembiayaan (untuk memenuhi kebutuhan konsumsi), tidak adanya hukuman atas keterlambatan dalam pengembalian pembiayaan, kurangnya perangsang pengembalian, adanya permintaan pembiayaan fiktif dan rendahnya efektivitas penagihan oleh petugas pembiayaan. Sedangkan, menurut Hidayat (2004) menyatakan bahwa efektif atau tidaknya suatu penyaluran pembiayaan dapat dinilai berdasarkan beberapa parameter, antara lain persyaratan peminjaman, prosedur peminjaman, realisasi kredit, besar kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas bank, lokasi bank, 21

40 jaminan/agunan, pengetahuan dan partisipasi nasabah/nasabah, serta dapat memberikan dampak positif. Dalam penelitian yang akan dilakukan pada BPRS Amanah Ummah ini efektivitas pembiayaan dilihat dari: 1. Prosedur pembiayaan, melalui mekanisme penyaluran pembiayaan 2. Pengaruh pembiayaan terhadap kinerja usaha nasabah, melalui pemanfaatan pembiayaan oleh nasabah. Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk modal atau tambahan modal usaha dikatakan efektif apabila prosedur pembiayaan telah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, pembiayaan yang diberikan dapat meningkatkan pendapatan dan keuntungan usaha nasabah. Analisis keefektifan pembiayaan ini dilakukan untuk menilai sejauh mana kinerja pembiayaan yang telah dilakukan BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah Pembiayaan dilihat dari tahap-tahap pembiayaan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan kepada nasabah, yaitu a) Prosedur pengajuan pembiayaan, b) Pelaksanaan penyaluran pembiayaan, c) Pelaksanaan pemanfaatan atau penggunaan dana pembiayaan, dan d) Pelaksanaan pengembalian pembiayaan. Irvansyah (2005) dalam penelitiannya membahas mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan menurut pihak UKM dan menurut pihak BMT. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan menurut pihak UKM (permintaan pembiayaan) antara lain adalah a) Pengetahuan Prosedur, b) Tingkat kesulitan prosedur, c) Tingkat pengembalian/nisbah yang diharapkan oleh Lembaga Keuangan, d) Besarnya jaminan, dan e) Minat. Sedangkan Faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan menurut pihak BMT adalah a) Kredibilitas UKM yang terbagi dalam 5C (Character, Capital, Collateral, Capacity, Condition), b) Tingkat profit, c) Besarnya biaya dana (biaya operasional, biaya administrasi, dan besarnya bagi hasil untuk nasabah penyimpan dana ke BMT), dan d) Pencatatan keuangan UKM. Berdasarkan penelitiannya, Irvansyah menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pembiayaan dan 22

41 berpengaruh nyata adalah tingkat pengembalian yang diharapkan, tingkat besarnya jaminan, pengaruh jaminan dan pencatatan keuangan. Indriyani (2007) menjelaskan bahwa ada tujuh faktor yang mempengaruhi pengajuan pembiayaan, yaitu: prosedur pembiayaan yang ditetapkan BPRS (persyaratan, biaya administrasi, jangka waktu pembayaran, besar angsuran, jangka waktu pencairan, nisbah bagi hasil), karakter nasabah (keberanian mengambil risiko, pengetahuan tentang prosedur, kredibilitas, informasi yang lengkap), atribut bank (sikap dan penampilan karyawan, lokasi, jam dan hari buka, pengalaman mengajukan), pengaruh lingkungan disekitar nasabah (teman, media, promosi), karakter usaha (keuntungan dan prospek), pengalaman usaha nasabah, dan kebutuhan akan tambahan modal usaha nasabah Sedangkan, Kurnia (2009) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis, antara lain pengalaman usaha, profit usaha, frekuensi pembiayaan, nisbah bagi hasil, tahun pendidikan, komposisi modal, dan sektor usaha. Berdasarkan penelitiannya, Kurnia menyatakan bahwa faktor yang signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan untuk sektor agribisnis adalah nisbah bagi hasil. Adapun dalam penelitian yang dilakukan pada BPRS Amanah Ummah kali ini juga akan membahas analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Ada delapan faktor yang diduga memiliki pengaruh dalam realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Faktor-faktor tersebut antara lain: jumlah tanggungan keluarga, keuntungan usaha, frekuensi pembiayaan, nisbah bagi hasil, tahun pendidikan, komposisi modal usaha, pengetahuan mengenai akad, dan sektor usaha nasabah. 23

42 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan Syariah Secara umum istilah pembiayaan pada sistem syariah sama dengan istilah kredit pada sistem konvensional. Definisi pembiayaan itu sendiri dijelaskan pada pasal 1 ayat 25 UU No. 21 Tahun 2008, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah, transaksi sewamenyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik, transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna, transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh, dan transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Pembiayaan syariah pada sektor agribisnis merupakan suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan kaum petani melalui pemberian modal agar menjadi lebih baik dalam melakukan usaha pertaniannya. Berdasarkan hal tersebut, kriteria efisiensi dalam arti ekonomis tidak sepenuhnya dapat digunakan dalam mengevaluasi program pembiayaan sejenis ini. Sehingga, penilaian dengan kriteria efektivitas dirasakan lebih tepat dibandingkan dengan kriteria efisiensi, dalam pengertian sejauh mana program pembiayaan dengan jenis seperti ini dapat menjangkau target mereka dengan cepat dan luas. Dalam memberikan pembiayaan kepada nasabah, terdapat prinsip-prinsip penilaian pembiayaan yang harus dipenuhi oleh pemohon pembiayaan karena terdapat unsur kepercayaan dan risiko yang dipertaruhkan. Untuk memperkecil risiko pembiayaan yang mungkin terjadi, maka pembiayaan harus dinilai dengan memperhatikan (Rivai dan Veithzal, 2008), yaitu: pemberian pembiayaan kepada seorang costumer agar dapat dipertimbangkan terlebih dahulu harus terpenuhi persyaratan yang dikenal dengan prinsip 6C, yaitu: 24

43 1. Character adalah keadaan watak/sifat dari costumer, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana itikad/kemauan costumer untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan. Pemberian pembiayaan harus atas dasar kepercayaan, sedangkan yang mendasari suatu kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank, bahwa si peminjam mempunyai moral, watak, dan sifat-sifat pribadi yang positif dan kooperatif. Disamping itu, memiliki rasa tanggungjawab, baik dalam kehidupan pribadi sebagai manusia, kehidupannya sebagai anggota masyarakat, maupun dalam melakukan kegiatan usahanya. 2. Capital adalah jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon mudharib. Makin besar modal sendiri yang dimiliki, tentu semakin tinggi kesungguhan calon mudharib menjalankan usahanya (karena ikut menanggung risiko terhadap gagalnya usaha) dan bank akan merasa lebih yakin memberikan pembiayaan. Penilaian atas besarnya modal sendiri adalah penting, mengingat pembiayaan bank hanya sebagai tambahan pembiayaan dan bukan untuk membiayai seluruh modal yang diperlukan. Dalam prakteknya, kemampuan capital ini dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban untuk menyediakan self financial, yang sebaiknya memiliki jumlah yang lebih besar dari pembiayaan yang diminta kepada bank. Bentuk dari self financial ini tidak harus berupa uang tunai, bisa saja dalam bentuk barang modal seperti tanah, bangunan, dan mesin-mesin. Besar kecilnya capital ini dapat dilihat dari neraca perusahaan, yaitu pada owner equity, laba yang ditahan, dan lain-lain. Untuk perorangan, dapat dilihat dari daftar kekayaan yang bersangkutan setelah dikurangi utangutangnya. 3. Capacity adalah kemampuan yang dimiliki calon mudharib dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk mengetahui/mengukur sampai sejauh mana calon mudharib mampu mengembalikan atau melunasi utang-utangnya (ability to pay) secara tepat waktu, dari hasil usaha yang diperolehnya. 25

44 Pengukuran capacity dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, antara lain: a. Pendekatan historis, yaitu menilai past performance, apakah menunjukkan perkembangan dari waktu ke waktu. b. Pendekatan finansial, yaitu menilai latar belakang pendidikan para pengurus. Hal ini sangat penting untuk perusahaan-perusahaan yang mengandalkan keahlian teknologi tinggi atau perusahaan yang memerlukan profesionalitas tinggi, seperti rumah sakit dan biro konsultan. c. Pendekatan yuridis, yaitu secara yuridis apakah calon mudharib mempunyai kapasitas untuk mewakili badan usaha untuk mengadakan perjanjian pembiayaan dengan bank. d. Pendekatan manajerial, yaitu menilai sejauh mana kemampuan dan keterampilan costumer melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam memimpin perusahaan. e. Pendekatan teknis, yaitu untuk menilai sejauh mana kemampuan calon mudharib mengelola faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja, sumber bahan baku, peralatan-peralatan/mesin-mesin, administrasi dan keuangan, industrial relation, sampai pada kemampuan merebut pasar. 4. Collateral adalah barang yang diserahkan mudharib sebagai agunan terhadap pembiayaan yang diterimanya. Collateral harus dinilai oleh bank untuk mengetahui sejauh mana risiko kewajiban finansial mudharib kepada bank. Penilaian terhadap agunan ini meliputi jenis, lokasi, bukti kepemilikan, dan status hukumnya. Pada hakikatnya bentuk collateral tidak hanya berbentuk kebendaan. Bisa juga collateral yang tidak berwujud seperti jaminan pribadi (borgtocht), letter of guarantee, letter of comfort, rekomendasi, dan avails. Penilaian terhadap collateral ini dapat ditinjau dari dua segi, yaitu: a. Segi ekonomis, yaitu nilai ekonomis dari barang-barang yang akan diagunkan. b. Segi yuridis, yaitu apakah agunan tersebut memenuhi syarat-syarat yuridis untuk dipakai sebagai agunan. 26

45 5. Conditions of Economy adalah situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, dan budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian yang kemungkinan pada suatu saat dapat mempengaruhi kelancaran usaha calon mudharib. Untuk mendapat gambaran mengenai hal tersebut, perlu diadakan penelitian mengenai beberapa hal, antara lain: a. Keadaan konjungtur. b. Peraturan-peraturan pemerintah. c. Situasi politik dan perekonomian dunia. d. Keadaan lain yang mempengaruhi pemasaran. Kondisi ekonomi yang perlu disoroti mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Pemasaran : Kebutuhan, daya beli masyarakat, luas pasar, perubahan mode, bentuk persaingan, peranan barang substitusi, dan lain-lain. b. Teknis Produksi : Perkembangan teknologi, tersedianya bahan baku, dan cara penjualan dengan sistem cash atau pembiayaan. c. Peraturan Pemerintah : Kemungkinan pengaruhnya terhadap produk yang dihasilkan. Misalnya, larangan peredaran jenis obat tertentu. 6. Constraints adalah batasan dan hambatan yang tidak memungkinkan suatu bisnis untuk dilaksanakan pada tempat tertentu, misalnya, pendirian usaha SPBU yang disekitarnya terdapat banyak bengkel-bengkel las atau pembakaran batu bata. Dari keenam prinsip di atas, yang paling perlu mendapatkan perhatian oleh Account Officer adalah character, dan apabila prinsip ini tidak terpenuhi, maka prinsip lainnya tidak berarti, atau dengan kata lain, permohonanya harus ditolak Efektivitas Pembiayaan Syariah Konsep Efektivitas Efektivitas adalah salah satu kunci keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Setiap kegiatan dalam organisasi yang dilakukan secara efektif akan membawa hasil yang baik dan memuaskan. Mengingat akan 27

46 pentingnya efektivitas tersebut maka setiap organisasi senantiasa dituntut agar dapat mengukur tingkat efektivitas dari setiap kegiatan yang dilaksanakan, hal ini dilakukan agar setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam organisasi tersebut dapat membawa hasil yang baik serta sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian efektivitas menurut Arens et al. diacu dalam Wicaksana (2007) adalah sebagai berikut: Effectiveness is the degree to wich the organization s objective are accomplished Dari pengertian tersebut jelas bahwa efektivitas menunjukkan derajat keberhasilan suatu organisasi dalam usahanya untuk mencapai apa yang menjadi tujuan organisasi tersebut. berikut: Pengertian efektivitas menurut Robbins dan Coulter (2002) adalah sebagai Efficient is doing things right, effective is doing the right things, Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa efektivitas dicapai ketika melakukan sesuatu yang tepat dimana bisa merupakan hal yang diprioritaskan oleh organisasi atau yang diperlukan oleh organisasi, sedangkan efisiensi dicapai ketika organisasi melakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, terlihat bahwa efektivitas lebih menitikberatkan pada tingkat keberhasilan organisasi dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian efektivitas didasarkan atas sejauh mana tujuan suatu organisasi dapat dicapai. Jadi efektivitas merupakan gambaran tingkat keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai target yang ditentukan. Dalam organisasi (LKMS) konsep efektivitas lebih tepat dengan efektivitas pembiayaan yang tepat dimana dapat memenuhi apa yang dibutuhkan oleh nasabah seperti tepat waktu, tepat jumlah dimana pemenuhan pembiayaan diharapkan sesuai dengan kebutuhan, dan tepat prosedur dimana prosedur pembiayaan yang ditetapkan tidak mempersulit nasabah dan mampu memberikan risiko yang kecil bagi organisasi dengan pemberian pembiayaan. 28

47 Efektivitas Pembiayaan Syariah Efektivitas penyaluran pembiayaan ditentukan oleh kemampuannya menjangkau sebanyak mungkin petani yang sungguh-sungguh memerlukan modal untuk usahanya (Arsyad, 2008). Jangkauan ini dipengaruhi oleh kemudahan memperoleh kredit yang dilihat dari persyaratan yang harus dipenuhi oleh nasabah, prosedur pengambilan dan pengembalian pembiayaan, jangka waktu pencairan dan pelunasan pembiayaan. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya. Penilaian keberhasilan penyaluran pembiayaan, menurut hasil wawancara dengan pihak bank dan tinjauan teoritis serta hasil-hasil penelitian sebelumnya, maka kriteria efektifitas pembiayaan syariah pada sektor agribisnis menurut kriteria bank, yaitu: 1. Target dan Realisasi (Jumlah Nasabah). Hal ini menunjukkan bahwa Bank tersebut mampu menyesuaikan keinginan nasabah dalam sistem pembiayaan. 2. Non Performing Loan (NPL). Hal ini menunjukkan tingkat pembayaran yang tidak lancar dari pihak nasabah atau nasabah. NPL merupakan perbandingan antara jumlah pinjaman dengan frekuensi tunggakkan. Hal ini menunjukkan jumlah tunggakan yang diderita oleh pihak kreditur. 3. Frekuensi pembiayaan, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam mengambil pembiayaan. 4. Jangkauan pembiayaan. Keragaman mata pencaharian nasabah yang menunjukan fleksibilitas prosedur pembiayaan yang dijalankan, dan 5. Pelayanan pembiayaan, sejauh mana tingkat pelayanan yang dilakukan, mulai dari pengajuan pembiayaan sampai realisasi pembiayaan. Sedangkan, untuk melihat efektif atau tidaknya suatu penyaluran pembiayaan dapat dinilai berdasarkan beberapa parameter, antara lain persyaratan peminjaman, prosedur peminjaman, realisasi pembiayaan, besar kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas bank, lokasi bank, jaminan/agunan, pengetahuan dan partisipasi nasabah/nasabah, serta dapat memberikan dampak positif. 29

48 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pembiayaan yang diterima nasabah adalah pendapatan bersih usaha, frekuensi pinjaman, besar tunggakan dan jangka waktu angsuran (Arsyad, 2008). Jumlah pembiayaan yang diambil sangat tergantung dari tingkat aksesibilitas nasabah yang dipengaruhi oleh dua faktor umum, yaitu faktor ekonomi dan non-ekonomi dengan penjabaran sebagai berikut: 1. Faktor ekonomi a. Jumlah tanggungan keluarga yaitu jumlah anggota keluarga yang harus dihidupi atau merasakan manfaat dari kredit yang bersangkutan b. Pendapatan usaha yaitu rasio pendapatan dari usaha yang dibiayai oleh kredit terhadap pendapatan total c. Biaya transportasi 2. Faktor non-ekonomi a. Umur yang berhubungan dengan kematangan berpikir atau kedewasaan seseorang dalam menentukan tindakan b. Tingkat pendidikan c. Pengalaman mengambil kredit bersangkutan yang berpengaruh pada pemahaman prosedur pengambilan d. Pengalaman usaha e. Jarak Lokasi f. Tingkat pengenalan pengurus Tujuan, Fungsi dan Peran Pembiayaan Dalam praktiknya, tujuan pemberian pembiayaan adalah sebagai berikut: 1. Mencari Keuntungan Tujuan utama pemberian pembiayaan adalah untuk memperoleh keuntungan. Hasil keuntungan ini diperoleh dalam bentuk nisbah bagi hasil/margin yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi pembiayaan yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank, disamping itu keuntungan juga dapat membesarkan usaha bank. Bagi bank yang terus-menerus menderita kerugian, maka besar kemungkinan bank tersebut akan dilikuidasi. Oleh karena itu, 30

49 sangat penting bagi bank untuk memperbesar keuntungannya mengingat biaya operasional bank juga relatif cukup besar. 2. Membantu Usaha Nasabah Tujuan selanjutnya yaitu membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak nasabah akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya. Dalam hal ini baik bank maupun nasabah sama-sama diuntungkan. 3. Membantu Pemerintah Tujuan lainnya adalah membantu pemerintah dalam berbagai bidang. Bagi pemerintah semakin banyak pembiayaan yang disalurkan oleh pihak perbankan maka semakin baik, mengingat banyak pembiayaan berarti adanya kucuran dana dalam rangka peningkatan pembangunan di berbagai sektor terutama sektor riil. Pemberian suatu fasilitas pembiayaan juga memiliki suatu fungsi yang sangat luas. Fungsi pembiayaan yang secara luas tersebut antara lain (Rivai & Veithzal, 2008): 1. Meningkatkan utility (daya guna) dari modal/uang Para penabung menyimpan uangnya di lembaga keuangan. Uang tersebut dalam persentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh lembaga keuangan. Para pengusaha menikmati pembiayaan dari bank untuk memperluas/memperbesar usahanya, baik untuk peningkatan produksi, perdagangan, untuk usaha-usaha rehabilitasi, ataupun usaha peningkatan produktivitas secara menyeluruh. 2. Meningkatkan utility (daya guna) suatu barang Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat memproduksi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut menjadi meningkat, misalnya peningkatan utility kelapa menjadi kopra dan selanjutnya menjadi minyak kelapa/minyak goreng, peningkatan utility padi menjadi beras, benang menjadi tekstil, dan sebagainya. Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat memindahkan barang dari suatu tempat yang kegunaannya kurang ke tempat yang lebih bermanfaat. Pemindahan barang-barang tersebut tidaklah dapat di atasi oleh 31

50 keuangan pada distributor saja dan oleh karenanya mereka memerlukan bantuan permodalan berupa pembiayaan. 3. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang Pembiayaan yang disalurkan melalui rekening-rekening koran, pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cheque, giro bilyet, wesel, promes, dan sebagainya melalui pembiayaan. Peredaran uang kartal maupun uang giral akan lebih berkembang oleh karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. 4. Menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat Kegiatan usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat. Akan tetapi, peningkatan usaha tidaklah selalu diimbangi dengan peningkatan kemampuan. Ditinjau dari sisi hukum penawaran dan permintaan terhadap segala macam dan ragamnya usaha. Permintaan akan terus bertambah bilaman masyarakat telah memulai melakukan penawaran. Timbullah kemudian efek kumulatif oleh semakin besarnya permintaan sehingga secara berantai kemudian menmbulkan kegairahan yang meluas di kalangan masyarakat untuk sedemikian rupa sehingga meningkatkan produktivitas. Secara otomatis kemudian timbul pula kesan bahwa setiap usaha peningkatan produktivitas, masyarakat tidak perlu khawatir kekurangan karena masalahnya dapat di atasi oleh bank dengan pembiayaannya. 5. Sebagai alat stabilitas ekonomi Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat langkah-langkah stabilitasi pada dasarnya diarahkan kepada usaha-usaha antara lain: a. Pengendalian inflasi b. Peningkatan ekspor c. Rehabilitasi sarana d. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat Untuk menekan arus inflasi maka pembiayaan bank memegang peranan yang penting. Arah pembiayaan harus berpedoman pada segi-segi pembatasan kualitatif, yaitu pengarahan ke sektor-sektor produktif dan sektor-sektor prioritas yang secara langsung berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat. 32

51 Misalnya di Indonesia sudah barang tentu diarahkan kepada sektor-sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, produksi yang menunjang sektor pertanian, industri alat-alat pertanian, industri-industri yang berpengaruh bagi kehidupan masyarakat (sandang pangan), produksi barangbarang untuk ekspor dan sebagainya. Dengan kata lain, setiap pembiayaan harus benar-benar diarahkan untuk menambah flow of goods serta memperlancar distribusi barang-barang tersebut agar merata ke seluruh lapisan masyarakat. Pembiayaan disalurkan secara selektif untuk menutup kemungkinan-kemungkinan usaha yang bersifat spekulatif. 6. Jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional Pengusaha yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit. Bila keuntungan ini secara kumulatif dikebangkan lagi dalam arti kata dikembalikan ke dalam struktur permodalan, maka peningkatan akan berlangsung secara terus menerus. Dengan pendapatan yang terus meningkat berarti pajak perusahaan pun akan terus bertambah. Di lain pihak, pembiayaan yang disalurkan untuk merangsang pertambahan kegiatan ekspor akan menghasilkan pertambahan devisa bagi negara. Di samping itu, dengan semakin efektifnya kegiatan swasebada kebutuhan-kebutuhan pokok, berarti akan terhemat devisa keuangan negara dan akan dapat diarahkan pada usahausaha kesejahteraan ataupun ke sektor-sektor lain yang lebih bermanfaat. Apabila rata-rata pengusaha, pemilik tanah, pemilik modal, dan buruh/karyawan mengalami peningkatan pendapatan, maka pendapatan negara via pajak akan bertambah, penghasilan devisa bertambah dan penggunaan devisa untuk urusan konsumsi berkurang sehingga langsung atau tidak, melalui pembiayaan, pendapatan nasionel akan bertambah. 7. Alat hubungan ekonomi internasional Lembaga pembiayaan tidak saja bergerak di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Beberapa negara kaya minyak yang telah sedemikian maju organisasi dan sistem perbankannya telah melebarkan sayap perbankannya ke seluruh pelosok dunia. Demikian pula berbagai negara maju lainnya. Negara-negara kaya atau yang kuat ekonominya, demi persahabatan antar negara, banyak 33

52 memberikan bantuan kepada negara-negara berkembang atau sedang membangun. Bantuan-bantuan tersebut tercermin dalam bentuk bantuan pembiayaan dengan syarat-syarat yang ringan yaitu, bagi hasil/margin yang relatif lebih murah dan jangka waktu yang panjang Dampak Pembiayaan Terhadap Pendapatan Pendapatan adalah selisih dari penerimaan dan penjualan produk, yang didapat dari hasil perkalian harga dan kuantitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan output. Pendapatan terdiri dari penerimaan total (TR) dan pengeluaran total (TC). Penerimaan total (TR) adalah jumlah seluruh penerimaan perusahaan dari hasil penjualan sejumlah produk (barang yang dihasilkan). Cara untuk menghitung penerimaan total dapat dilakukan dengan mengalikan jumlah produk dengan harga jual produk per unit. Kita ketahui bahwa proses produksi yang dilakukan oleh seorang produsen akan menghasilkan sejumlah barang atau produk. Produk inilah yang merupakan jumlah barang yang akan dijual dan hasilnya merupakan penerimaan bagi seorang produsen. Jadi, pengertian penerimaan adalah sejumlah uang yang diterima oleh perusahaan atas penjualan produk yang dihasilkan. Dalam ilmu ekonomi, penerimaan diistilahkan dengan revenue. Sedangkan pengeluaran total (TC) adalah total biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya, bagi perusahaan yang kegiatannya memproduksi barang, adalah nilai input yang digunakan untuk memproduksi outputnya (Lipsey dan Chrystal, 2007). Produksi berlangsung dengan jalan mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output). masukan merupakan pengorbanan biaya yang tidak dapat dihindarkan untuk melakukan kegiatan produksi. Setiap pengusaha harus dapat menghitung biaya produksi agar dapat menetapkan harga pokok barang yang dihasilkan. Untuk menghitung biaya produksi, terlebih dahulu harus dipahami pengertiannya. Biaya produksi adalah sejumlah pengorbanan ekonomis yang harus dikorbankan untuk memproduksi suatu barang. Menetapkan biaya produksi berdasarkan pengertian tersebut memerlukan kecermatan karena ada yang mudah diidentifikasikan, tetapi ada juga 34

53 yang sulit diidentifikasikan dan hitungannya. Biaya Produksi meliputi unsur-unsur sebagai berikut: a. Bahan baku atau bahan dasar termasuk bahan setengah jadi b. Bahan-bahan pembantu atau penolong c. Upah tenaga kerja dari tenaga kerja pembantu hingga direktur d. Penyusutan peralatan produksi e. Uang modal, sewa f. Biaya penunjang seperti biaya angkut, biaya administrasi, pemeliharaan, biaya listrik, biaya keamanan dan asuransi g. Biaya pemasaran seperti biaya iklan h. Pajak Dengan adanya pembiayaan yang diberikan kepada nasabah, maka akan membantu nasabah dalam menambah modal yang diperlukan untuk melakukan kegiatan usahanya. Pembiayaan juga dapat digunakan untuk membeli input seperti bahan baku maupun teknologi (mesin atau alat-alat yang dapat membantu kegiatan usaha) yang dapat meningkatkan dan memperlancar kegiatan produksi yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap pendapatan. Selain itu, pembiayaan juga dapat meningkatkan aset perusahaan Kerangka Pemikiran Operasional Sistem agribisnis yang kompleks dan integratif mengakibatkan perlu dilakukannya pengembangan sistem agribisnis yang dapat memajukan sektor pertanian secara lebih luas. Lemahnya permodalan dalam pembiayaan sektor agribisnis menjadi salah satu faktor utama yang menghambat pengembangan pada sektor ini. Salah satu cara yang dapat dilakukan ialah dengan mengembangkan sub-sistem penunjang agribisnis melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). LKMS dianggap dapat memberikan pembiayaan dengan sistem administrasi yang lebih sederhana dan akses terhadap pembiayaan yang lebih mudah. Salah satu LKMS kategori bank adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). BPRS merupakan salah satu alternatif lembaga keuangan mikro yang dapat memperkuat permodalan bagi usaha kecil dan mikro dalam sektor 35

54 agribisnis. Ruang lingkup dalam penelitian ini hanya terbatas pada BPRS. Kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian ini akan mengkaji mengenai pembiayaan sistem syariah pada sektor agribisnis. Tahapan awal penelitian ini penyaluran dan pemanfaatan dana pembiayaan. Mekanisme yang ada akan dikaji berdasarkan realisasi pembiayaan kepada nasabah. Pembiayaan syariah terhadap nasabah akan dilihat melalui dua sisi. Pertama, melakukan analisis efektivitas penyaluran dan pemanfaatan pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Pengukuran ini dilakukan pada dua pihak, yaitu pihak BPRS dan pihak nasabah BPRS. Efektivitas penyaluran menurut kriteria bank akan ditunjukkan melalui persentase jumlah penyaluran pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Persentase tersebut akan menunjukkan secara kuantitatif jumlah nominal pembiayaan yang mampu dicapai. Hal tesebut dilihat dari perbedaan antara target dan realisasi pembiayaan yang ada pada BPRS Amanah Ummah. Selain itu akan dilihat pula persentase tunggakan pembiayaan (yang akan membandingkan perbedaan antara jumlah pembiayaan yang dikeluarkan dan tunggakan pembiayaan yang terjadi), frekuensi pinjaman, jangkauan pembiayaan dan pelayanan pembiayaan. Sedangkan, untuk menganalisis efektivitas penyaluran pembiayaan dilihat berdasarkan keragaan pembiayaan yang terjadi pada nasabah melalui persyaratan awal, prosedur pembiayaan, realisasi pembiayaan, biaya administrasi, nisbah bagi hasil/margin, serta pelayanan dan pembinaan petugas bank. Efektivitas penyaluran pembiayaan berdasarkan keragaan pembiayaan syariah pada nasabah dilakukan secara deskriptif yang dilihat dari mekanisme penyaluran yang dijalankan oleh nasabah dibandingkan dengan ketentuan yang diterapkan pada BPRS Amanah Ummah. Adapun, efektivitas pemanfaatan akan ditunjukkan secara kualitatif dengan dideskripsikan pemanfaatan pembiayaan yang terjadi di lapangan. Pembiayaan yang dialokasikan akan dilihat kesesuaian dengan akadnya. Apakah terdapat penyimpangan dalam penggunaannya. Selain itu, akan dilihat pula seberapa besar pengaruh pembiayaan syariah terhadap kinerja usaha nasabah. Hal tersebut dilakukan untuk melihat tingkat efektivitas penyaluran dan pemanfaatan 36

55 pembiayaan untuk sektor agribisnis. Untuk melihat pengaruh pembiayaan terhadap kinerja usaha dilakukan uji beda T-tes dua sampel berpasangan untuk melihat kondisi keuntungan usaha nasabah sebelum dan sesudah menerima pembiayaan. Kedua, setelah mengetahui efektivitas penyaluran dan pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis maka dicari faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Faktor-faktor yang diduga tersebut antara lain jumlah tanggungan keluarga, keuntungan usaha, frekuensi pembiayaan, nisbah bagi hasil, tahun pendidikan, komposisi modal usaha, pengetahuan mengenai akad pembiayaan dan sektor usaha nasabah sebagai variabel boneka (dummy). Variabel yang diukur tersebut didapatkan berdasarkan kajian literatur sesuai dengan 6C. Namun, dalam penelitian ini variabel yang digunakan hanya mencakup 4C. Variabel Collateral dan Constraints tidak dimasukkan dalam analisis faktor. Variabel frekuensi pembiayaan, dan pengetahuan mengenai akad pembiayaan dapat menjadi bagian dari karakter (Character) nasabah karena menunjukkan kondisi pengetahuan dan pengalaman pembiayaan tersebut dapat menjadi dasar untuk melihat karakteristik calon mitra. Jumlah tanggungan keluarga, nisbah bagi hasil/margin, dan tahun pendidikan dipilih karena memiliki hubungan dengan kapasitas (Capacity) calon mitra untuk melihat kemampuannya dalam mengangsur pembiayaan. Keuntungan usaha, dan sektor usaha dipilih karena berhubungan dengan kondisi ekonomi (Condition of Economy) usaha yang dimiliki oleh nasabah untuk menentukan apakah seorang nasabah mampu dan layak untuk mendapatkan pembiayaan syariah. Sedangkan untuk variabel komposisi modal akan menunjukkan modal (Capital) yang dimiliki oleh nasabah, seberapa besar modal yang dimiliki oleh nasabah sehingga BPRS dapat mengetahui apakah modal yang dimiliki merupakan modal sendiri atau modal orang lain (hutang). Penentuan faktor-faktor ini menggunakan alat analisis regresi berganda dengan menggunakan software Minitab 15. Setelah output regresi berganda 37

56 didapatkan, maka akan diinterpretasikan untuk menunjukkan faktor apa saja yang signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Dua sisi analisis ini akan menjadi bahan evaluasi pembiayaan agribisnis syariah dalam hal skema usaha. Hasil evaluasi ini akan berpengaruh besar untuk kemajuan dan masukan pengembangan sistem agribisnis. 38

57 Sistem Agribisnis Lemahnya Permodalan dalam Pembiayaan Sektor Agribisnis Sub-Sistem Penunjang Agribisnis : Lembaga Keuangan Mikro Syariah (BPRS) BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor Pembiayaan Sistem Syariah Sektor Agribisnis Mekanisme Pembiayaan Meliputi Penyaluran, dan Pemanfaatan Pembiayaan Syariah Terhadap Nasabah Efektivitas Penyaluran dan Pemanfaatan Pembiayaan Syariah Pada Sektor Agribisnis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah Pada Sektor Agribisnis Kriteria BPRS Penyaluran Keragaan pada Nasabah Pemanfaatan Pengaruh Terhadap Kinerja 1. Jumlah tanggungan keluarga 2. Keuntungan usaha 3. Frekuensi pembiayaan 4. Nisbah bagi hasil 5. Tahun pendidikan 6. Komposisi modal 7. Pengetahuan mengenai akad 8. Sektor usaha nasabah Mengetahui Tingkat Efektivitas Penyaluran dan Pemanfaatan Pembiayaan Syariah Evaluasi Pembiayaan Syariah Pada Sektor Agribisnis Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Keterangan:.. = Lingkup Penelitian 39

58 IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di BPRS Amanah Ummah, Leuwiliamg, Bogor. Pemilihan BPRS dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa BPRS Amanah Ummah memiliki nasabah untuk pembiayaan syariah sektor agribisnis baik on-farm dan off-farm. Selain itu, BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor, dipilih karena merupakan salah satu bank yang bergerak di bidang pembiayaan usaha kecil menengah yang sesuai dengan skala usaha petani dan pedagang sektor agribisnis yang ada di wilayah Bogor. Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan pada akhir bulan Januari hingga April Metode Penentuan Sampel Pengambilan sampel dilakukan kepada orang-orang yang ahli di bidangnya terutama yang terkait dengan sistem pembiayaan syariah pada sektor agribisnis di BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor. Alasan fokus penelitian hanya pada pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis ialah karena jenis pembiayaan tersebut termasuk pembiayaan modal kerja dan investasi sehingga semua nasabah peminjam pembiayaan merupakan nasabah yang memiliki kegiatan usaha produktif dalam bidang agribisnis baik on-farm maupun off-farm. Oleh karena itu, responden yang dipilih dalam survei ini adalah pihakpihak yang terlibat dalam pembiayaan sistem syariah berbasis syirkah ini yaitu antara lembaga keuangan syariah dalam hal ini BPRS sebagai pemilik dana dari nasabah (shahibul mal) dan pihak nasabah sebagai pengelola dana (mudhorib). Pemilihan sampel pihak internal diperoleh dengan metode judgement sampling. Pengambilan responden dari nasabah dipilih dengan menggunakan metode sensus untuk nasabah sektor on-farm dan metode sampel acak terstratifikasi (stratified random sampling) untuk nasabah sektor off-farm yang ditentukan berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari BPRS. Stratified random sampling merupakan sampel yang ditarik dengan memisahkan elemen-elemen populasi dalam kelompok-kelompok yang tidak melewati batasan yang disebut strata, dan kemudian memilih sebuah sampel secara random dari tiap stratum. Sampel diambil secara acak dan distratifikasikan terlebih dahulu berdasarkan plafon 40

59 pembiayaan dari populasi nasabah agribisnis yang telah mengakses pembiayaan di BPRS Amanah Ummah. Dalam hal ini, nasabah BPRS Amanah Ummah memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel khususnya untuk nasabah yang memiliki unit usaha agribisnis. Hal tersebut digunakan untuk mempermudah dalam melihat karakteristik yang terjadi pada pola pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Stratifikasi yang dibuat dilakukan untuk memenuhi keterwakilan jumlah responden pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Adapun kriteria pemilihan responden didasari oleh responden yang dipilih masih menjadi nasabah pembiayaan di BPRS Amanah Ummah yang masih aktif, sedang dan masih menjalankan usaha sesuai dengan usaha pada saat pengajuan pembiayaan, dan telah mendapatkan hasil usaha dari pembiayaan yang didapatkan. Jumlah responden yang diambil sebagai sampel sebanyak 38 responden, yang terdiri dari delapan orang responden sektor on-farm dan 30 orang responden sektor off-farm. Adapun responden sektor on-farm diambil dengan metode sensus, terdapat 12 orang responden on-farm tetapi yang memenuhi kriteria hanya berjumlah delapan orang. Sedangkan, pemilihan responden untuk sektor off-farm menggunakan metode Stratified Random Sampling. Responden pada sektor offfarm yang sesuai kriteria berjumlah 295 orang. Kemudian distratifikasikan berdasarkan plafon pembiayaan yang didapat. Adapun stratum yang ada adalah plafon pembiayaan hingga Rp. 5 juta berjumlah 86 orang, plafon pembiayaan antara Rp. 5 juta hingga Rp. 25 juta berjumlah 127 orang, dan plafon pembiayaan antara Rp. 25 juta hingga Rp. 250 juta berjumlah 82 orang. Kemudian dari setiap stratum yang ada diambil responden dengan proporsi sebesar 10 persen. Jumlah tersebut sudah memenuhi syarat jumlah sampel minimal untuk penelitian karena menurut Guilford dalam Supranto (2001), jumlah sampel minimal untuk penelitian adalah 30 orang. Selain itu, menurut Siagian dalam Simaremare (2006) menyebutkan bahwa syarat minimal sampel data terdistribusi normal dalam statistik adalah 30 sampel, sehingga 38 sudah memenuhi syarat minimal. Sampel tersebut terbagi menjadi delapan orang nasabah sektor on-farm dan 30 orang nasabah sektor off-farm. Nasabah pada sektor off-farm kemudian ditentukan berdasarkan proporsi sesuai dengan plafon pembiayaan yang diberikan. 41

60 4.3. Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang berkaitan dengan penelitian ini. Data primer diperoleh melalui observasi lapangan, penyebaran kuisioner, dan wawancara langsung dengan pihak terkait baik pihak internal maupun eksternal. Pihak internal yaitu pihak BPRS yang berkompeten dan dapat memberikan informasi yang akurat mengenai penyaluran pembiayaan di sektor pertanian. Sedangkan pihak eksternal yaitu responden dari pihak petani dan pedagang yang memiliki usaha agribisnis serta modal usahanya diperoleh dari pembiayaan sistem syariah BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor. Sedangkan, data sekunder diperoleh dari berbagai arsip dan administrasi BPRS Amanah Ummah, Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Masyarakat Ekonomi Syariah, Pusat Ekonomi Syariah serta studi literatur terkait di IPB dan melalui internet yang diperlukan untuk menunjang pembuatan laporan penelitian ini Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, data diambil dengan menggunakan studi kasus (case study). Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan metode pengamatan (observasi), penelusuran literatur, penggunaan kuisioner, dan wawancara (interview). Dalam hal ini, informasi atau keterangan diperoleh melalui data primer dari responden dan pihak BPRS Amanah Ummah dengan cara tatap muka atau bercakap-cakap dan alat yang digunakan berupa kuisioner. Sedangkan, data-data sekunder didapatkan dari berbagai macam sumber terkait, baik dari pihak BPRS Amanah Ummah maupun dari berbagai macam literatur Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Sebelum diolah dan dianalisis, dilakukan beberapa prosedur pendahulan terhadap data yang diperoleh yaitu mengedit data, membuat pengkodean, dan penggolongan beberapa kategori jawaban. Data akan disajikan dalam bentuk uraian, bagan/gambar, dan tabel. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui keragaan pembiayaan pada responden yang dibandingkan dengan ketentuan penyaluran pembiayaan yang 42

61 diterapkan pada BPRS Amanah Ummah dan melihat tingkat efektivitas pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Sedangkan, analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis pengaruh pembiayaan syariah terhadap kinerja usaha dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Data serta informasi yang berhasil dikumpulkan diolah dengan menggunakan alat bantu kalkulator dan komputer dengan program Excell dan Minitab 15. Analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian dilakukan dengan dua metode. Metode-metode tersebut dapat dijelaskan berikut ini: Analisis Deskriptif Analisis deskriptif ini digunakan untuk mengetahui efektivitas pembiayaan yang telah disalurkan BPRS kepada nasabah yang diukur melalui pengelolaan pembiayaan dan ketepatan pemanfaatan pembiayaan. Berdasarkan jawaban dari nasabah responden kemudian dilihat keragaan pembiayaan yang ada untuk menentukan apakah pembiayaan yang disalurkan BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang Bogor, sudah tergolong efektif atau tidak. Keefektifan pembiayaan dilihat dari mekanisme penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah. Sedangkan, faktor-faktor yang berpengaruh pada realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis diuraikan secara deskriptif. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis dilakukan secara deskriptif, yang sebelumnya dianalisa terlebih dahulu melalui model persamaan regresi linier berganda, yang digunakan untuk melihat faktorfaktor yang berhubungan nyata dan tidak berpengaruh nyata serta mempengaruhi secara signifikan Metode Analisis Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Untuk menganalisis efektivitas penyaluran pembiayaan digunakan beberapa kriteria penilaian, baik menurut kriteria bank maupun keragaan pembiayaan yang terjadi pada nasabah. Penentuan kriteria efektivitas untuk pihak 43

62 bank dan nasabah didapat berdasarkan literatur-literatur yang ada dan juga wawancara dengan pihak yang bersangkutan. A. Menurut Kriteria Bank Analisis akan dilakukan secara kualitatif. Data kualitatif didapat dari hasil wawancara dengan pihak bank dan juga data-data sekunder yang didapat dari bank yang bersangkutan. Data-data yang didapatkan dianalisa dan diuraikan secara deskriptif. Untuk penilaian efektivitas menurut kriteria bank digunakan lima kriteria, antara lain: 1. Target dan Realisasi Realisasi disebut efektif apabila : - Realisasi tersebut masih relatif sesuai dengan target yang ditentukan. - Realisasi dari tahun ke tahun meningkat. Realisasi disebut tidak efektif apabila : Realisasi tidak sesuai dengan target dan ketidaksesuaian itu jauh dari target yang diharapkan. Realisasi rata-rata dari tahun ke tahun mengalami penurunan. 2. Frekuensi Pembiayaan Untuk frekuensi pembiayaan, jika dari tahun ke tahun frekuensi pembiayaan terus bertambah, maka hal ini mengindikasikan bahwa kriteria frekuensi tersebut efektif. Namun jika frekuensi dari tahun ke tahun menurun maka jawaban tersebut menunjukkan bahwa untuk kriteria frekuensi tidak efektif. 3. Jangkauan Pembiayaan Jangkauan pembiayaan disebut efektif jika menjangkau banyak nasabah dan menjangkau berbagai kegiatan usaha. Jika jangkauan pembiayaan tersebut terbatas, maka kriteria jangkauan pembiayaan tidak efektif. 4. Tunggakan Pembiayaan Jika tidak ada tunggakan dari nasabahnya, maka kriteria tunggakan tersebut efektif. Sebaliknya jika dalam pengembalian pembiayaan banyak sekali terdapat tunggakan dari nasabahnya, maka kriteria ini tidak efektif. 44

63 5. Pelayanan Pembiayaan Sejauh mana tingkat pelayanan yang dilakukan, mulai dari pengajuan pembiayaan sampai realisasi pembiayaan Jika pelayanan pembiayaan yang dilakukan sudah dinilai baik, maka kriteria ini efektif. Sebaliknya, jika pelayanan pembiayaan yang dilakukan masih terdapat banyak kekurangan, maka kriteria ini tidak efektif. Penilaian keefektifan dari pihak bank dapat disesuaikan dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Penentuan keefektifan dilihat dari jawaban dan data yang didapat. Jika seluruh kriteria mendukung kriteria efektif maka penyaluran dari sisi bank dapat disebut sangat efektif. Jika antara tiga atau empat dari lima kriteria mendukung kriteria efektif maka penyaluran dari sisi bank dapat disebut efektif. Jika hanya ada dua kriteria merupakan kriteria yang efektif, maka penyaluran pembiayaan ini dapat dikatakan kurang efektif. Namun, jika hanya ada satu kriteria yang memenuhi, maka penyaluran pembiayaan dari sisi bank disebut tidak efektif. B. Keragaan Pembiayaan Syariah pada Nasabah Penyaluran pembiayaan syariah pada nasabah dapat ditentukan apakah telah efektif atau tidak melalui keragaan pembiayaan syariah yang terjadi pada nasabah dibandingkan dengan ketentuan yang telah ditetapkan BPRS Amanah Ummah. Untuk menentukan efektivitas dari keragaan pembiayaan syariah tersebut digunakan enam kriteria, yakni: 1. Persyaratan Awal Kriteria ini disebut efektif jika persyaratan awal yang diberikan mampu dipenuhi oleh nasabah. Persyaratan awal yang efektif adalah apabila nasabah mampu mengikuti persyaratan yang memang harus ia penuhi. Sedangkan jika persyaratan awal yang diminta tidak mampu dipenuhi oleh nasabah, maka kriteria ini menjadi tidak efektif. 2. Prosedur Pembiayaan Prosedur yang efektif adalah prosedur yang dapat dipenuhi oleh nasabah. Dalam kriteria ini, paling tidak nasabah telah melalui tahapan yang memang harus dilewatinya dalam prosedur pembiayaan. Sedangkan, 45

64 kriteria ini menjadi tidak efektif apabila tahapan yang dilewati oleh nasabah tidak mengikuti aturan yang ada. 3. Realisasi Pembiayaan Kriteria ini disebut efektif jika realisasi pembiayaan yang diberikan cepat. Realisasi yang cepat adalah jika nasabahnya tidak perlu menunggu waktu yang lama untuk mendapatkan pembiayaan dimana maksimal yaitu dua minggu dari pengajuan pembiayaan. Sedangkan, kriteria ini menjadi tidak efektif apabila nasabah menunggu realisasi pembiayaan di atas dua minggu. 4. Biaya Administrasi Jika biaya administrasi yang harus ditanggung sesuai dengan biaya riil yang dikeluarkan. Sebaliknya, jika biaya administrasinya lebih besar, maka kriteria tersebut tidak efektif. 5. Nisbah Bagi Hasil/Margin Kriteria ini disebut efektif jika nisbah bagi hasil/margin yang dibebankan kepada nasabah kecil. Nisbah bagi hasil/margin yang kecil adalah jika nasabah dibebankan nisbah bagi hasil/margin sampai dengan 18 persen pertahun. Sedangkan, kriteria ini menjadi tidak efektif apabila nasabah dibebankan nisbah bagi hasil/margin lebih dari 18 persen pertahun. 6. Pelayanan dan Pembinaan Petugas Bank Kriteria ini disebut efektif jika pelayanan dan pembinaan yang diberikan kepada nasabah telah lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ketentuan yang lengkap dalam memberikan pelayanan dan pembinaan kepada nasabah adalah jika nasabah mendapatkan seluruh ketentuan pelayanan dan pembinaan dari petugas bank. Sedangkan, kriteria ini menjadi tidak efektif apabila nasabah mendapatkan pelayanan dan pembinaan dari petugas bank yang tidak lengkap. Penilaian keefektifan dilihat dari keragaan pembiayaan syaria yang ditujukan kepada nasabah pada sektor agribisnis dapat disesuaikan dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Penentuan keefektifan dilihat dari jawaban dan ketentuan BPRS Amanah Ummah. Jika seluruh kriteria yang ada mendukung kriteria efektif maka penyaluran pembiayaan kepada nasabah 46

65 dapat disebut sangat efektif. Jika antara empat dan lima kriteria mendukung kriteria efektif maka penyaluran pembiayaan kepada nasabah dapat disebut efektif. Jika antara dua dan tiga kriteria merupakan kriteria yang efektif, maka penyaluran pembiayaan kepada nasabah dapat dikatakan kurang efektif. Namun, jika hanya ada satu kriteria yang memenuhi, maka penyaluran pembiayaan kepada nasabah dapat disebut tidak efektif Metode Analisis Pengaruh Pembiayaan Syariah Terhadap Kinerja Usaha pada Sektor Agribisnis Pada penelitian ini, untuk melihat perbandingan laba dan aset nasabah satu tahun sebelum dan satu tahun sesudah mendapatkan pembiayaan syariah menggunakan uji beda T-tes dua sampel berpasangan. Agar mempermudah pengolahan data untuk analisis uji beda t-tes dua sampel berpasangan digunakan software Minitab 15. Analisis t-tes dua sampel berpasangan digunakan untuk menguji hipotesis nol yang menyatakan tidak ada perbedaan rata-rata hitung antara dua sampel untuk data berpasangan (Sulaiman, 2002) yaitu sebelum dan sesudah mendapatkan pembiayaan syariah, misalnya (X 11, X 21 ), (X 12, X 22 ),..., (X 1n, X 2n ) dimana X 11 adalah pengamatan pertama dari sampel pertama, X 21 adalah pengamatan pertama dari sampel kedua dan begitu seterusnya. Maka hipotesis di atas dapat diuji dengan menggunakan perbedaan antara nilai-nilai data berpasangan: D 1 = X 11 X 21 D 2 = X 12 X 22. D n = X 1n X 2n Maka statistik yang digunakan adalah: dimana: D : rata-rata hitung dari nilai-nilai D i S D : standar deviasi dari nilai-nilai D i n : banyaknya pasangan t : distribusi sampling t dengan derajat bebas n-1 47

66 Hipotesa: H 0 : tidak ada perbedaan rata-rata keuntungan usaha yang didapat antara sebelum dan sesudah mendapat pembiayaan syariah H 1 : ada perbedaan rata-rata keuntungan usaha yang didapat antara sebelum dan sesudah mendapat pembiayaan syariah Kriteria uji: H 0 ditolak apabila H 0 diterima apabila : t hitung > t tabel, derajat bebas tertentu : t hitung < t tabel, derajat bebas tertentu Metode Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis Pada penelitian ini, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis dilakukan melalui analisis statistik. Dalam hal ini akan dikaji bagaimana variabel independen yang ada dapat mempengaruhi variabel dependen dalam suatu fenomena yang kompleks. Jika X 1, X 2, X 3... Xk adalah variabel dependen, maka terdapat hubungan fungsional antara variabel X dan Y, dimana perubahan dari variabel X akan diiringi pula oleh perubahan dari variabel Y. Secara Matematika, hubungan ini dapat dijabarkan sebagai berikut, Nazir (2005): Y = f (X 1, X 2, X 3... Xk,e) Dimana: Y X e = Variabel Dependen = Variabel Independen = Disturbance Term Dengan kata lain, perubahan yang terjadi pada variabel Y disebabkan oleh adanya perubahan dari variabel independen X dan oleh perubahan variabel random lainnya yang tidak dapat diketahui secara pasti. Diperlukan perhitungan yang lebih detil untuk mengetahui apa yang menjadi variabel Y dan apa saja yng menjadi variabel X. Analisis Regresi yang digunakan ialah analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda adalah persamaan regresi dengan lebih dari satu variabel dependen (Y) dengan lebih dari satu variabel Independen (X 1, X 2, X 3... Xk) (Wallpole, 1992). Oleh karena itu, untuk mengetahui faktor-faktor yang 48

67 mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis menggunakan analisis regresi berganda untuk mengukur faktor-faktor penduga yang signifikan mempengaruhi variabel dependen. Analisis regresi berganda (multiple regression) memiliki kaidah yang sama seperti analisis regresi sederhana. Rumus-rumus yang digunakan pun tidak lain adalah pengembangan dari rumus-rumus yang digunakan pada regresi sederhana. Teknik regresi untuk melihat hubungan antara variabel yang memiliki lebih dari dua variabel independen dapat dikembangkan dari prosedur di atas. Misalnya, untuk analisis regresi dari persamaan stokhastik. Y = Dalam penelitian ini, hipotesis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis adalah sebagai berikut: 1. Jumlah tanggungan keluarga, meliputi jumlah anggota keluarga yang harus ditanggung. Faktor ini diduga berimplikasi pada pengeluaran keluarga. Besarnya pengeluaran keluarga merupakan pertimbangan pihak BPRS dalam pemberian pembiayaan untuk melihat kemampuan dalam mengangsur pembiayaan. Hal ini akan berhubungan negatif dengan jumlah pembiayaan. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang akan digunakan adalah: H 0 = Koefisien jumlah tanggungan keluarga tidak signifikan H 1 = Koefisien jumlah tanggungan keluarga signifikan 2. Keuntungan usaha merupakan salah satu indikator kemampuan dalam membayar angsuran pembiayaan. Semakin besar keuntungan yang diperoleh diasumsikan akan semakin besar pula kemampuan membayar angsuran dari bagian keuntungan yang didapat. Sehingga, keuntungan usaha dengan jumlah pembiayaan yang diberikan akan berhubungan positif. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang akan digunakan adalah: H 0 = Koefisien pendapatan usaha tidak signifikan H 1 = Koefisien pendapatan usaha signifikan 3. Frekuensi pembiayaan merupakan pengalaman mengambil pembiayaan. Semakin tinggi frekuensi pengambilan pembiayaan diduga akan menimbulkan kepercayaan antara BPRS dengan nasabah. Sehingga, peluang 49

68 nasabah untuk meningkatkan pembiayaan akan lebih besar dari pembiayaan sebelumnya Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang akan digunakan adalah: H 0 = Koefisien frekuensi pembiayaan tidak signifikan H 1 = Koefisien frekuensi pembiayaan signifikan 4. Nisbah bagi hasil/margin merupakan bagian dari profit sharing dan risk sharing dalam pengambilan pembiayaan. Semakin besar nisbah yang dibebankan kepada nasabah, maka bank akan semakin tertarik memberikan pembiayaan pada usaha yang dilakukan nasabah. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang akan digunakan adalah: H 0 = Koefisien nisbah bagi hasil tidak signifikan H 1 = Koefisien nisbah bagi hasil signifikan 5. Tahun pendidikan merupakan tingkatan pendidikan formal yang telah dilalui nasabah. Faktor ini diduga akan berimplikasi pada pengetahuan nasabah terhadap pembiayaan. Semakin tinggi tahun pendidikannya maka peluang untuk mendapatkan pembiayaan lebih besar karena adanaya pengetahuan. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang akan digunakan adalah: H 0 = Koefisien tahun pendidikan tidak signifikan H 1 = Koefisien tahun pendidikan signifikan 6. Komposisi modal usaha merupakan bagian yang harus diketahui pada awal pembiayaan. Faktor ini diduga berpengaruh kepada pengambilan keputusan BPRS untuk memberikan pembiayaan kepada nasabah. Semakin tinggi kompoisisi modal yang dimiliki, maka semakin berpeluang untuk mendapatkan pembiayaan dari BPRS. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang akan digunakan adalah: H 0 = Koefisien komposisi modal tidak signifikan H 1 = Koefisien komposisi modal signifikan 7. Pengetahuan mengenai akad pembiayaan merupakan ukuran pengetahuan nasabah terhadap skim pembiayaan yang diambil. Hal ini diduga jika nasabah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai sistem pembiayaan, maka semakin mudah nasabah dalam perhitungan pembiayaan yang diduga akan mempengaruhi realisasi pembiayaan secara positif. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang akan digunakan adalah: 50

69 H 0 = Koefisien pengetahuan mengenai akad tidak signifikan H 1 = Koefisien pengetahuan mengenai akad signifikan 8. Sektor usaha merupakan ukuran apakah nasabah melakukan usaha agribisnis pada sistem on-farm atau off-farm (usaha perdagangan input ataupun hasil pertanian dan pengolahan produk pertanian). Hal ini diduga bahwa sektor usaha off-farm akan lebih besar mendapatkan pembiayaan karena risiko yang ada lebih sedikit serta siklus usaha yang lebih cepat daripada sektor usaha onfarm. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang akan digunakan adalah: H 0 = Koefisien sektor usaha tidak signifikan H 1 = Koefisien sektor usaha signifikan Berdasarkan uraian sebelumnya, maka persamaan mengenai faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis adalah sebagai berikut: Y = Dugaan nilai parameter: dan adalah koefisien untuk setiap faktor Dimana: Y = Jumlah pembiayaan yang disalurkan (rupiah) X 1 = Jumlah tanggungan keluarga (orang) X 2 = Keuntungan usaha (rupiah/tahun) X 3 = Frekuensi pembiayaan (kali) X 4 = Nisbah bagi hasil/margin (rupiah/tahun) X 5 = Tahun pendidikan (tahun) X 6 = Komposisi modal usaha (persen) D 1 = Pengetahuan mengenai akad pembiayaan (dummy) bernilai 1 jika tahu dan 0 jika tidak tahu D 2 = Sektor usaha (dummy) D 2 bernilai 1 jika sektor usaha on-farm secara luas dan 0 untuk yang lain Koefisien determinasi dihitung dengan rumus: 51

70 Untuk menentukan faktor yang berpengaruh nyata dan tidak berpengaruh nyata digunakan uji sebagai berikut: 1. Pengujian parsial terhadap parameter dugaan (uji-t) Statistik uji: Dimana: a i S(a i) = parameter penduga = standar deviasi parameter a i Hipotesa: H 0 = a i = 0 H 1 = a i 0 Kriteria uji: H 0 ditolak apabila H 0 diterima apabila : t hitung > t tabel, derajat bebas tertentu : t hitung < t tabel, derajat bebas tertentu Uji t digunakan untuk melihat apakah koefisien berbeda signifikansi dari nol atau tidak untuk menentukan faktor yang berpengaruh nyata dan tidak berpengaruh nyata. 2. Pengujian serentak seluruh parameter dugaan (uji-f) Statistik uji: Dimana: ESS RSS k n = jumlah kuadrat yang dijelaskan = jumlah kuadrat residual = banyaknya parameter dugaan termasuk intersep = jumlah sampel Hipotesa: H 0 = a i = 0 H 1 = a i 0 Kriteria uji: H 0 ditolak apabila H 0 diterima apabila : F hitung > F tabel, derajat bebas tertentu : F hitung < F tabel, derajat bebas tertentu 52

71 3. Pengujian terhadap adanya masalah multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas Pengujian masalah multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factors) pada setiap variabel bebas, jika nilai VIF lebih besar dari sepuluh menunjukkan adanya masalah multikolinearitas. Pengujian masalah autokorelasi digunakan uji Durbin-Watson, jika nilai d yang berkisar pada angka 2 menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengandung autokorelasi. Sedangkan, pengujian masalah heteroskedastisitas digunakan uji White Heteroskedasticity. Jika nilai obs*r-square > X 2 df = 2 atau probability (P-value) < α, maka model tersebut tidak mengandung heteroskedastisitas. Analisis dilakukan dengan menggunakan Minitab 15 untuk mengetahui hasil-hasil analisisnya Pendugaan Nilai Elastisitas software Elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan suatu peubah endogen pada suatu persamaan terhadap perubahan dari peubah penjelas (Pitaningrum dalam Farida, 2007). Pada penelitian ini elastisitas digunakan untuk melihat kepekaan variabel yang ada terhadap realisasi pembiayaan syariah. Elastisitas yang digunakan memiliki persamaan, sebagai berikut: Dimana: E(X i ) = elasitisitas peubah X i = koefisien regresi dari peubah X i (peubah eksogen) = rata-rata peubah X i (peubah eksogen) = rata-rata peubah Y i (peubah endogen) Jika elastisitas lebih besar dari satu (> 1) maka peubah endogen memiliki tingkat kepekaan yang tinggi atau responsif terhadap perubahan dari peubah eksogen. Jika elastisitas kurang dari satu (< 1) maka peubah endogen memiliki tingkat kepekaan yang rendah atau tidak reponsif terhadap perubahan dari peubah eksogen (Lipsey dkk, 1995). 53

72 V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Sejarah Berdirinya PT. BPRS Amanah Ummah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Ummah atau disingkat dengan PT. BPRS Amanah Ummah adalah salah satu Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang tumbuh di Indonesia khususnya wilayah Bogor Barat yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam yang bertujuan diantaranya menumbuhkan ekonomi masyarakat atas dasar syariah Islam sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang ketentuan pelaksanaan di bidang perbankan. Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka kehadiran Bank Syariah di Indonesia yang diyakini prinsip-prinsip dan operasionalnya sesuai dengan syariah Islamiyah adalah suatu kebutuhan sekaligus suatu keharusan. Hal ini didasarkan pada suatu keyakinan ummat yang kuat bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang tidak hanya mengatur masalah akidah dan akhlak, namun juga mengatur ibadah dan muamalah dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk kehidupan sosial-ekonomi. Akan tetapi dilihat dari realitas kehidupan bermasyarakat yang serba tertinggal baik dilihat dari sisi ekonomi maupun yang lainnya tidak mencerminkan nilai-nilai syariah. Kedaan ini menimbulkan keprihatinan seornag ulama dan cendekiawan muslim Bogor, yaitu Bapak KH. Soleh Iskandar (Alm), yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren (BKSPP) Jawa Barat, beliau mulai merintis pembentukan sebuah lembaga keuangan yang mampu menyentuh sekaligus menolong masyarakat muslim yang hidup di bawah garis kemiskinan. Dalam berbagai kesempatan beliau melontarkan gagasannya dihadapan sejumlah ulama dan cendekiawan muslim dan ternyata mendapatkan tanggapan dan dukungan yang positif. Selanjutnya, pada awal Januari 1991 secara resmi beliau mengundan sejumlah ulama, cendekiawan dan pengusaha muslim untuk membicarakan pendirian lembaga keuangan yang beroperasi atas dasar Syariah Islam. Dalam pertemuan itu tercapai kesepakatan bahwa sudah saatnya dibentuk lembaga keuangan yang beroperasi atas dasar syariah Islam yang nantinya dapat membantu masyarakat muslim khususnya pengusaha muslim yang berekonomi 54

73 lemah. Mengingat saat itu belum ada peraturan resmi tentang lembaga keuangan Islam, maka dibentuk Lembaga Swadaya Masyarakat yang berupa gerakan simpan pinjam yang diberi nama Ikhwanul Muslimin. Bersamaan dengan hasil evaluasi tersebut, pada pertengahan Januari 1991, pemrakarsa mendapatkan informasi bahwa di Indonesia khususnya di Jawa Barat telah hadir BPR yang beroperasi berdasarkan syariah Islam. Pada awal Februari 1991 dibentuk tim untuk menyusun proposal pendirian Bank Syariah, pada bulan Juli 1991 proposal diajukan ke Departemen Keuangan Republik Indonesia. Kemudian pada tanggal 16 Desember 1991 terbit izin prinsip dari Departemen Kuangan Republik Indonesia dan pada tanggal 18 Mei 1992 bertepatan dengan tanggal 2 Muharram 1413 H terbit izin operasional usaha bank, akhirnya pada tanggal 11 Juli 1992 diadakan soft opening sekaligus mulai melakukan operasionalnya. Sedangkan peresmiannya dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus 1992 oleh Bapak Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Bogor. Dengan demikian, BPRS Amanah Ummah lahir dan beroperasi dengat semangat (ghirah) keagamaan dan keinginan yang kuat untuk memperbaiki kehidupan ekonomi ummat Islam Visi, Misi, Motto, dan Budaya Perusahaan Perusahaan memiliki visi, misi, motto dan budaya kerja tersendiri untuk menggambarkan kinerja usahanya, yaitu: Visi: Menjadi BPR Syariah Pilihan Ummat Menjadi BPR Syariah yang Amanah dan Profesional Misi: Membangun Kualitas Kehidupan Ummat Melalui Perbankan Syariah Motto: Meraih Laba-Menepis Riba-Mengundang Berkah Budaya Perusahaan: Pelayanan Cepat-Amanah dan Ramah 55

74 5.3. Struktur Organisasi PT. BPRS Amanah Ummah Struktur organisasi pada PT. BPRS Amanah merupakan aspek yang paling menentukan untuk perkembangan perusahaan yang memperlihatkan kejelasan hubungan dan tugas masing-masing bagian struktural, seperti yang terlihat pada Gambar 2. Struktur Organisasi BPRS Amanah Ummah tahun 2009, Dewan Pengawas Syariah memiliki wewenang untuk memberikan nasihat dan saran syariah khususnya yang berhubungan dengan produk-produk perbankan syariah. Dewan Direksi membawahi satu kepala kantor cabang dan tiga kepala bidang yaitu Kepala Bidang Operasional, Kepala Bidang Marketing, dan Kepala Bidang Umum dan Personalia. Kepala Bidang Operasional membawahi Kepala Bagian Sistem Informasi Manajemen (SIM), Kepala kantor kas, bagian pembukuan, Head Teller, bagian deposito dan Costumer Service (CS). Head Teller akan membawahi Teller. Kepala Bidang Marketing membawahi Supervisor, Legal Officer, bagian Gadai Emas, Kepala Bagian ADMP, dan Funding Officer. Supervisor akan membawahi Account Officer dan bagian Remedial. Kepala Bidang Umum dan Personalia langsung membawahi bagian Umum dan Inventaris, Personalia dan Keuangan, dan Sekretariat. Bagian umum dan inventaris akan membawahi Office Boy, Satpam, dan Sopir. Sedangkan Kepala Kantor Cabang akan membawahi Wakil Kepala Kantor Cabang. Pembagian kerja terfokus pada masing-masing bagian, Bidang Operasional mempunyai tugas melakukan supervisi dan koordinasi terhadap pelaksanaan tugas-tugas di bidang operasional untuk menjamin tidak terjadinya penyimpangan, kekeliruan/kesalahan dalam pelaksanaannya. Bidang Marketing melakukan supervisi terhadap kegiatan penghimpunan dana oleh Funding Officer, melakukan evaluasi kelayakan pembiayaan yang diajukan oleh Account Officer dan bertanggung jawab terhadap operasional pembiayaan hingga penanganan pembiayaan bermasalah. Bidang Umum dan Personalia mengkoordinir dan mensupervisi pelaksanaan pembayaran gaji karyawan dan penghitungan pajak penghasilannya atau memastikan pembayaran gaji karyawan tersebut dibayar secara tepat waktu dan akurat, menyelesaikan permasalahan kepegawaian; memonitor serta mengkoordinir pengelolaan, pemeliharaan, serta penyediaan 56

75 barang inventaris kantor dan peralatan operasional kantor lainnya; dan mengkoordinir arsip surat dan administrasi kantor lainnya. Setiap Kepala Bidang memiliki kewajiban untuk melakukan pembinaan kepada karyawan di bawah supervisinya untuk memastikan karyawan memahami tugas dan tanggung jawabnya serta memiliki tingkat produktivitas yang tinggi. Setiap bagian yang ada alam struktur organisasi bertanggung jawab atas segala tugas dan pekerjaannya kepada lini yang ada di atasnya, sehingga hubungan manajemen yang terjadi dalam BPRS Amanah Ummah adalah topdown, timbal balik antara atasan dan bawahan. Bagian dari struktur organisasi ini yang langsung bertanggung jawab pada pelaksanaan pembiayaan adalah semua bagian di bawah Kepala Bidang Marketing. Kepala Bidang Marketing sendiri membawahi supervisor, account officer, remedial, legal officer, funding officer, Gadai Emas dan ADMP (administrasi pembiayaan). Adapun tugas dari masing-masing bagian adalah sebagai berikut: 1. Kepala Bidang Marketing Tugas utamanya adalah melakukan pembinaan, mengawasi serta mengarahkan aktvitas kerja staf-staf yang berada di bawahnya, agar dapat memastikan kualitas pembiayaan yang sehat serta meraih keuntungan yang maksimal dan sesuai dengan target yang diharapkan. 2. Supervisor Tugas utamanya adalah melakukan supervisi dan evaluasi kelayakan pembiayaan yang diajukan oleh Account Officer serta melakukan supervisi dan pengawasan terhadap angsuran pembiayaan dari Remedial. 3. Account Officer Kegiatannya adalah melakukan program pembiayaan yang meliputi analisa kelayakan usaha, pengajuan kepada komite pembiayaan, serta melakukan pengawasan agar dapat memastikan tercapainya target pembiayaan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. 57

76 4. Remedial Tugas utamanya adalah melakukan penjemputan atas setoran tabungan maupun angsuran pembiayaan dan menyetorkannya kepada teller dan memastikan angsuran yang ditagih telah sesuai dengan waktunya. 5. Legal Officer Tugasnya adalah menerima permohonan survei dan taksasi jaminan, memeriksa kelengkapan legalitas data jaminan nasabah, melakukan survei dan taksasi ke lapangan kemudian menyampaikannya kepada Account Officer/komite pembiayaan, melakukan perjanjian pembiayaan dan menyimpan dokumen pembiayaan dan jaminan asli nasabah dalam brankas jaminan, serta mempertanggungjawabkan tugas-tugasnya kepada Kepala Bidang Marketing. 6. Funding Officer Tugas utamanya adalah melakukan kegiatan pemasaran dalam rangka menghimpun dana masyarakat dan memastikan tercapainya pelayanan kepada nasabah dan target penghimpunan dana yang telah ditetapkan. 7. Gadai Emas Tugas utamanya adalah melakukan analisis terhadap keaslian dan kadar emas yang terkandung pada perhiasan yang akan digadaikan, sekaligus melakukan penaksiran harga perhiasan yang akan digadaikan. 8. ADMP Tugas utamanya adalah melakukan administrasi data nasabah, melakukan proses pencairan pembiayaan dan membukukan angsuran pembiayaan nasabah guna menjamin data dan angsuran yang teradministrasi secara lengkap dan akurat. 58

77 59

78 5.4. Produk Produk PT. BPRS Amanah Ummah Produk PT. BPRS Amanah Ummah terdiri dari dua kategori yaitu produk penghimpunan dan produk penyaluran dana Produk Penghimpunan Dana A. Tabungan Wadiah Tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada bank, yang penarikannya hanya dilakukan menurut syarat-syarat dan cara tertentu. Produk tabungan yang ada di BPRS Amanah Ummah adalah tabungan Wadiah dengan akad wadiah yadhomanah, berupa titipan nasabah kepada bank. Bank diberi wewenang untuk mengelola uang dari nasabah tersebut, bila bank mendapatkan keuntungan maka nasabah akan mendapatkan athoya/bonus dari keuntungan yang langsung dibukukan pada rekening tabungan nasabah setiap bulan. Adapun besarnya bonus dibagi berdasarkan keuntungan yang didapat dan kebijakan bank. Alat penarikan dana tabungan melalui buku atau ATM. 1. Tabungan Ummah Tabungan yang diperuntukkan bagi masyarakat umum, berbentuk tabungan biasa dengan setoran awal minimal Rp dan untuk setoran selanjutnya minimal Rp Sedangkan untuk tabungan perusahaan/badan usaha, setoran awal minimal Rp dan setoran selanjutnya minimal Rp Tabungan ini dapat diambil kapan saja pada setiap jam kerja. 2. Tabungan Pendidikan Tabungan yang diperuntukkan bagi pelajar dan santri dengan setoran awal minimal Rp dan setoran selanjutnya minimal Rp Pengambilan dan penyetoran tabungan dapat dilakukan kapan saja pada setiap jam kerja. B. Tabungan Mudharabah Berupa Tabungan Haji dan Umroh (TAHAROH) yang berfungsi untuk investasi dana bagi masyarakat yang akan melaksanakan ibadah haji dan umroh. Setoran awal tabungan haji dan umroh minimal Rp dan setoran selanjutnya minimal sebesar Rp tabungan ini dapat diambil pada saat nasabah hendak membayar Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) atau sesuai kesepakatan antara bank dengan nasabah. Nasabah akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan dengan bank. 60

79 C. Deposito Mudharabah Deposito adalah simpanan berupa investasi tidak terikat pihak ketiga pada bank yang hanya dapat ditarik oleh yang bersangkutan setelah jangka waktu tertentu sesuai perjanjian dengan bank, jangka waktu tersebut adalah satu, tiga, enam, dan 12 bulan. Deposito Mudharabah adalah bank menerima deposito berjangka baik pribadi maupun lembaga. Akad penerimaan deposito adalah mudharabah, dimana bank menerima dana dari masyarakat untuk diikutkan sebagai penyertaan sementara pada usaha bank, sehingga menghasilkan keuntungan yang maksimal. Pada deposito Mudharabah antara pihak bank dan nasabah ada kesepakatan terlebih dahulu mengenai nisbah bagi hasilnya Produk Penyaluran Dana A. Murabahah (MBA) Akad jual beli antara bank dengan nasabah. Bank membiayai (membelikan) kebutuhan investasi atau modal kerja nasabah yang dijual dengan harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang diketahui dan disepakati bersama. Pembayaran dilakukan dengan cara angsur/cicil dalam jangka waktu yang ditentukan. B. Istishna (IST) Akad jual beli barang atas dasar pesanan antara nasabah dan bank dengan spesifikasi tertentu yang diminta nasabah. Bank akan meminta produsen untuk membuatkan barang pesanan sesuai permintaan nasabah dan setelah selesai nasabah akan membeli barang tersebut dari bank dengan harga yang telah disepakati bersama. C. Ijarah (IJR) Akad sewa menyewa atas manfaat suatu barang dan/atau jasa antara pemilik obyek sewa (Bank) dengan penyewa (nasabah) untuk mendapatkan imbalan berupa sewa atau upah bagi pemilik obyek sewa. D. Mudharabah (MDA) Pembiayaan kerjasama antara bank sebagai shahibul maal/pemilik dana dengan nasabah sebagai pelaksana usaha (mudharib). Proyek/usaha tersebut adalah suatu usaha yang produktif lagi halal. Pembagian hasil keuntungan dari 61

80 proyek/usaha dilakukan sesuai nisbah yang telah disepakati bersama. Sedangkan kerugian ditanggung pemilik dana/modal. E. Musyarakah (MSA) Perjanjian antara bank dengan nasabah sebagai pengusaha, dimana pihak bank maupun pengusaha secara bersama-sama membiayai usaha yang dikelola secara bersama maupun salah satu pemilik dana atau pihak yang disepakati bersama, sedangkan apabila mengalami kerugian ditanggung sesuai dengan porsi modal penyertaan masing-masing. Dalam pembiayaan ini, pemilik dana boleh melakukan intervensi manajemen dalam usaha tersebut. F. Rahn (Gadai Emas Syariah) Akad penyerahan barang (emas) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan untuk mendapatkan hutang. G. Qardhul Hasan (QH) dan Qard (QR) Perjanjian pemberian pinjaman bank kepada pihak kedua atau nasabah dan pinjaman tersebut dikembalikan dengan jumlah yang sama (sebesar yang dipinjam). Pengembalian ditentukan dalam jangka waktu tertentu (sesuai dengan kesepakatan bersama) dan pembayarannya bisa dilakukan secara angsuran maupun tunai. Qardhul Hasan dananya bersumber dari infaq dan shadaqah, sedangkan Qard bersumber dari modal atau laba bank Teknis Operasional Pembiayaan PT. BPRS Amanah Ummah Penyaluran dana dalam perbankan syariah biasa disebut dengan pembiayaan. Pada PT. BPRS Amanah Ummah terdapat unsur-unsur pembiayaan yaitu: a. Unsur Kepercayaan, yaitu mempercayakan sejumlah dana atau uang untuk dikelola nasabah. b. Unsur Waktu, yaitu adanya jangka waktu pengembalian pembiayaan. c. Unsur Risiko, yaitu akibat yang dapat timbul karena adanya jangka waktu antara pemberian pembiayaan dengan pelunasannya. d. Unsur Penyerahan, yaitu nilai ekonomi uang atau dana yang sikembalikan pada saat pelunasan nilai sama dengan nilai ekonomi uang pada saat pemberian pembiayaan. 62

81 Dasar Pertimbangan Pemberian Pembiayaan Dalam memberikan pembiayaan BPRS Amanah Ummah sangat selektif untuk memilih nasabah, adapun yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan bank dalam memberikan pembiayaan adalah: a. Bank hanya melakukan hubungan usaha dengan perorangan, perusahaan atau kelompok usaha yang mempunyai karakter yang baik, jujur dan memiliki rasa tanggungjawab secara moral terhadap kewajibannya. b. Bank tidak mengorbankan kualitas pembiayaan yang semata-mata hanya karena mengejar pangsa pasar yang besar, margin keuntungan yang tinggi, prestise (gengsi), persaudaraan, pertemanan maupun alasan lainnya. c. Tidak dibenarkan adanya pembiayaan yang disetujui tanpa analisa pembiayaan secara menyeluruh yang dilakukan oleh pejabat pemberi pembiayaan atas dasar integritas tinggi dengan menggunakan seluruh keahlian yang dimiliki. d. Pembiayaan yang telah distetujui tidak boleh dicairkan tanpa adanya surat perjanjian pembiayaan yang lengkap serta menyatakan kewajiban-kewajiban nasabah kepada bank. e. Bank tidak akan memberikan pembiayaan kepada jenis usaha yang tidak mampu menghasilkan proft margin minimal bagi hasil yang menjadi porsi bank untuk bisa menutupi biaya bank dan memberikan keuntungan baik kepada bank maupun kepada shahibul maal. f. Bank tetap berupaya menjaga tingkat pembiayaan diklasifikasikan (diragukan dan macet) tidak melebihi ambang batas yang ditentukan oleh Bank Indonesia (BI). g. Dalam pemberian pembiayaan wajib mempertimbangkan batasan-batasan yang berlaku mengenai BPMK, CAR, dan FDR sebagaimana yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Tidak semua pengajuan permohonan pembiayaan dapat mempertimbangkan oleh bank untuk diterima, tetapi ada juga pengajuan pembiayaan yang tidak bisa dipertimbangkan atau ditolak yaitu: a. Pembiayaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah (mengandung unsur judi, Gharar, dan riba). 63

82 b. Pembiayaan untuk spekulasi. c. Pembiayaan yang diajukan tanpa didukung dengan informasi keuangan yang memadai, kecuali untuk pembiayaan yang jumlahnya relatif kecil dapat disesuaikan seperlunya. d. Pembiayaan kepada nasabah yang bermasalah kepada bank lain. e. Pembiayaan yang memerlukan keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh Sumber Daya Insani (SDI) bank f. Pembiayaan jangka panjang yang pelunasannya tidak bertahap (pelunasan sekaligus). g. Pembiayaan yang lebih banyak mendatangkan mudharat daripada manfaat. h. Pembiayaan yang menurut analisa termasuk berisiko tinggi yang pada waktunya dapat menjadi pembiayaan bermasalah Alur Proses Pengajuan Pembiayaan Langkah pertama yang harus dilakukan oleh setiap nasabah yang akan melakukan proses pengajuan pembiayaan di BPRS Amanah Ummah adalah menemui Customer Service, diberitahukan persyaratan administrai umum yang harus dipenuhi oleh nasabah. Selanjutnya nasabah membawa seluruh persyaratan ke bagian Account Officer untuk diproses. Adapun administrasi umum pembiayaan yang harus dibawa oleh nasabah adalah: 1. 4 lembar Photo Copy KTP pemohon yang masih berlaku 2. 2 lembar Photo Copy KTP suami/istri pemohon 3. 2 lembar Photo Copy Kartu Keluarga 4. 2 lembar Pas Photo berwarna 4 x 6 suami dan istri pemohon 5. 2 lembar Photo tempat usaha 6. Photo Copy jaminan: a. Kendaraan (BPKB, STNK, faktur, trayek, kwitansi, KIR) b. Rumah/tanah (Sertifikat Hak Milik/SHM, SPPT) 7. Photo jaminan (kendaraan/rumah/tanah): a. 3 lembar untuk kendaraan (belakang, depan, dalam/interior) b. 2 lembar untuk rumah (terlihat utuh) c. 2 lembar untuk tanah/sawah 8. Photo Copy rekening listrik, telepon dan air 3 (tiga) bulan terakhir 64

83 9. Buka rekening di BPRS Amanah Ummah 10. Photo Copy mutasi rekening di BPRS Amanah Ummah atau bank lain Kemudian Account Officer melakukan analisa pembiayaan yang diperlukan agar bank memperoleh keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan dapat dikembalikan oleh nasabah. Pada dasarnya ada 2 (dua) aspek yang dianalisa yaitu analisa kualitatif dan analisa kuantitatif. Analisa kualitatif yang disebut juga analisa terhadap kemampuan bayar adalah analisa terhadap aspek yang mencakup karakter dan komitmen nasabah dengan mencari informasi data nasabah melalui: 1. Wawancara, mencari informasi nasabah melalui nasabah sendiri. 2. On the spot, yaitu mencari kebenaran/pembuktian melalui kunjungan ke lapangan/obyek yang akan dibiayai, dan keberadaan nasabah. 3. Analisa usaha dan keuangan, dengan meneliti dan menghitung kekuatan nasabah meliputi bahan baku, pemasaran, proses produksi, persaingan, permodalan, neraca, R/L, dan lain-lain. 4. Checking, dengan melakukan personal checking yaitu mencari informasi tentang nasabah melalui tokoh masyarakat atau orang-orang tertentu yang mengetahui nasabah tersebut, meliputi karakter, hubungan dengan tetangga, piutang, dan lain-lain. Kemudian melakukan trade checking yaitu mencari informasi melalui pelanggan/perusahaan yang berhubungan dengan nasabah, meliputi kualitas hubungan bisnis, utang piutang, reputasi bisnis dan manajemen. Selanjutnya melakukan market checking yaitu mencari informasi tentang pemasaran produk nasabah, meliputi posisi produk di pasar, volume penjualan, pangsa pasar dan pesaing. Tahapan terakhir adalah melakukan bank checking yaitu mencari informasi melalui Bank Umum/BPR/BPRS meliputi kualitas hubungan dengan bank, fasilitas yang diperoleh dan kolektibilitas. Sedangkan, analisa kuantitatif yang disebut juga dengan analisa terhadap kemampuan membayar adalah untuk menentukan kemampuan membayar dan perhitungan kebutuhan modal usaha nasabah dengan pendekatan pendapatan bersih. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam analisa kuantitatif adalah: 65

84 a. Analisa rugi laba masa lalu (wawancara dan data) b. Hitung semua penerimaan di luar usaha c. Hitung semua biaya di luar kegiatan usaha, seperti keluarga, pendidikan d. Hitung pendapatan bersih.. (a + b) c e. Tentukan perbandingan antara angsuran dengan pendapatan bersih (rasio ansuran) f. Besarnya angsuran maksimal adalah 50% - 70% dari pendapatan bersihnya g. Besarnya pembiayaan yang dapat diberikan adalah: rasio angsuran x pendapatan bersih x jangka waktu Setelah melalui analisa yang akurat dengan survei langsung ke lapangan oleh Account Officer tahapan selanjutnya adalah penilaian permohonan proposal pembiayaan yang dibahas dalam komite awal bidang marketing. Penilaian ini melalui beberapa tahapan, yaitu melakukan penilaian data nasabah; memperhatikan tujuan pembiayaan; memperhatikan latar belakang nasabah, dengan menilai identitas, karakter, kualitas manajemen nasabah dan kegiatan usaha; melakukan penilaian keuangan atas dasar realisasi pembukuan (neraca, rugi/laba, penjualan dan pembelian) dan atas dasar proyeksi keuangan adanya rencana peningkatan kapasitas, omset penjualan, dan lain-lain; penilaian agunan; kesimpulan dan rekomendasi. Selanjutnya keputusan yang paling menentukan adalah pada komite akhir direksi yang membahas pengajuan pembiayaan nasabah dengan melakukan pertimbangan dari hasil penilaian permohonan proposal pembiayaan, jika disetujui maka nasabah dan Account Officer bermusyawarah untuk menentukan akad pembiayaan, apakah itu akad bagi hasil, akad jual beli atau akad qardul hasan. Apabila telah disepakati akad yang dipilih, maka akan diambil keputusan mengenai proporsi bagi hasil, harga jual barang, menentukan jangka waktu pengembalian dan besaran angsuran per bulan serta penandatanganan akad sebagai ijab kabul antara nasabah dengan pihak bank. Setelah semua kesepakatan disetujui oleh nasabah, selanjutnya untuk urusan administrasi pembiayaan akan diproses oleh ADMP dan dilakukan Droping (pencairan). Alur proses pengajuan pembiayaan secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3. 66

85 Nasabah Costumer Service Ditolak Diterima Account Officer Ditolak Diterima Proses Analisa Kualitatif Analisa Kuantitatif Komite Awal Kabid Marketing Ditolak Diterima Komite Akhir Direksi Ditolak Disetujui ADMP Droping Gambar 3. Alur Proses Pengajuan Pembiayaan PT. BPRS Amanah Ummah Sumber: Laporan Tahunan BPRS Amanah Ummah (2009) 67

86 Dalam proses pengajuan pembiayaan, Komite awal bidang marketing akan menilai pembiayaan sampai dengan plafon Rp. 5 juta. Sedangkan, untuk plafon di atas Rp. 5 Juta akan ditentukan oleh Komite akhir Direksi yang terbagi menjadi Direktur (menilai pembiayaan Rp. 5 Juta Rp. 25 Juta), Direktur Utama (menilai pembiayaan Rp. 25 Juta Rp. 250 Juta), dan Komisaris (menilai pembiayaan lebih dari Rp. 250 Juta) Mekanisme Pembiayaan Murabahah di PT. BPRS Amanah Ummah Murabahah secara teknis perbankannya adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Dari transaksi tersebut bank mendapatkan keuntungan jual beli yang disepakati bersama. Murabahah merupakan kontrak penjualan dengan basis penangguhan pembayaran (deffered payment) dan harga yang ditentukan berdasarkan fixed mark-up profit. Harga mark-up ini bukan dihubungkan dengan penundaan pembayaran, karena jika pihak yang didanai mengalami default pada saat jatuh tempo maka jumlah yang harus dibayar tetap sama. Mark-up sebagai tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik dana berkaitan dengan jasanya dalam memperoleh barang dan risiko yang dihadapi dalam upaya perolehan tersebut. Dalam pelaksanaan akad Murabahah ada beberapa rukun yang harus dipenuhi yaitu harus ada penjual (ba i) dan pembeli (musytari), ada barang yang menjadi obyek jual beli (mabi ), adanya harga yang ditetapkan (tsaman), dan adanya ijab qabul (sighat) atau akad perjanjian. Setelah pengajuan pembiayaan Murabahah disetujui oleh pihak BPRS Amanah Ummah maka dalam pencairan pembiayaan, nasabah harus memenuhi persyaratan administrasi pembiayaan murabahah yang terdiri dari biaya administrasi bank, bon/invoice/faktur pembelian (paling lambat harus diserahkan oleh nasabah stu minggu setelah barang dibeli) karena pembiayaan yang diterima nasabah dapat berupa uang dengan memberikan surat kuasa pembelian barang kepada nasabah, agunan yang dinotariskan (biaya notaris oleh nasabah) dengan memperhitungkan kemungkinan kegagalan pembiayaan karena faktor-faktor diluar dugaan (berfungsi untuk menghindari risiko kerugian bagi bank), dan pertanggungan asuransi syariah (biaya asuransi oleh nasabah). 68

87 Jaminan terdiri dari dua hal yaitu jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan pokok adalah jaminan yang proporsi nilai ekonomisnya lebih tinggi dari seluruh kebutuhan jaminan yang diminta oleh bank, yang dapat diterima sebagai jaminan adalah: 1. Barang tidak bergerak, yaitu antara lain berupa tanah dan bangunan dengan prioritas utama milik pemohon pembiayaan. Apabila jaminannya bukan milik pemohon, maka yang perlu diperhatikan adalah sejauh mana hubungan antara pemilik dengan pemohon pembiayaan menyangkut hubungan bisnis dan hubungan-hubungan lainnya. Sejauh mana kemungkinan adanya penggunaan pembiayaan baik untuk sebagian maupun keseluruhan oleh pemilik jaminan. 2. Barang bergerak, antara lain dapat berupa: a. Kendaraan bermotor, dengan memperhatikan umur kendaraan, kondisi fisik kendaraan, rasionya dengan plefon pembiayaan perlu diperhitungkan penyusutan kendaraan tersebut dengan jumlah pembiayaan yang kemudian diperhitungkan untuk adanya jaminan pengganti. b. Logam mulia atau emas, dapat diterima sebagai jaminan sepanjang nilainya lebih besar dari plafon pembiayaannya. c. Surat berharga, dapat diterima sebagai jaminan sepanjang nilainya cukup dan mudah dalam penguasaan dan pencairannya. Seperti saham, warkat deposito dan lain-lain. d. Tagihan, dapat diterima sebagai jaminan sepanjang adanya kepastian pembayarannya dan syarat administrasi serta yuridis yang menjamin kelancaran pembayaran tagihan tersebut kepada atau melalui bank dapat dipenuhi. Jaminan tambahan adalah jaminan yang diterima oleh bank untuk menambah kekurangan nilai ekonomi jaminan pokok, seperti jaminan dalam bentuk avalist. Pada prinsipnya bank tidak menerima jaminan perorangan (personal guarantie). Namun dalam hal-hal tertentu jenis jaminan ini dapat diterima dan hanya bersifat jaminan tambahan (supporting collateral). 69

88 Ketentuan Pembiayaan Murabahah 1. Ketentuan Umum Pembiayaan Murabahah a. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam dan akad bebas dari riba. b. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. c. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. d. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. e. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. f. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. g. Jika Bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang pada dari pihak ketiga (dengan memakai surat kuasa kepada nasabah), akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank. 2. Ketentuan Pembiayaan Murabahah Kepada Nasabah a. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank. b. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang. c. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus membelinya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat (kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli). d. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka (Urbun/DP) saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 70

89 e. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. f. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta sisa kerugiannya kepada nasabah. g. Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang muka maka: Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya Hutang dan Penundaan Pembiayaan Murabahah Secara prinsip penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut, jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan/kerugian maka nasabah tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir maka nasabah tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya, dan jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal maka nasabah tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan. Dalam pembiayaan murabahah, nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya, jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja maka pihak bank boleh melakukan denda atas pembiayaan tersebut atau melakukan eksekusi atas agunan. Untuk pembiayaan murabahah dengan sistem jatuh tempo, jika margin keuntungan sudah dilunasi oleh nasabah sedangkan pokoknya belum bisa dilunasi maka pihak bank boleh mengakadkan kembali pembiayaan tersebut tanpa margin baru (hanya modal pokok). Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya 71

90 maka bank harus menunda tagihan hutang sampai nasabah sanggup kembali atau berdasarkan kesepakatan Manfaat Pembiayaan Murabahah 1. Adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. 2. Secara administrasi bai al-murabahah sangat sederhana, sehingga memudahkan penanganan administrasi di bank Risiko Pembiayaan Murabahah 1. Default atau kelalaian, yaitu nasabah sengaja tidak membayar angsuran. 2. Fluktuasi harga komparatif, ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah, bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut. 3. Penolakan nasabah, barang yang dikirim ditolak oleh nasabah karena rusak atau tidak sesuai dengan spesifikasi barang dengan yang ia pesan. 4. Dijual, karena bai al-murabahah bersifat jual beli dengan hutang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya, jika terjadi demikian, risiko untuk default akan besar. 72

91 VI ANALISIS EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SYARIAH PADA SEKTOR AGRIBISNIS 6.1. Analisis Efektivitas Pembiayaan Syariah Efektivitas pembiayaan syariah dapat dilihat berdasarkan dua sistem yaitu melalui prosedur pembiayaan dan pengaruh pembiayaan terhadap kinerja usaha nasabah. Efektivitas pada sistem prosedur pembiayaan dapat dilihat melalui tiga mekanisme, yaitu pengajuan, penyaluran, maupun pengembalian pembiayaan. Sedangkan efektivitas pada pengaruh pembiayaan terhadap kinerja usaha nasabah dapat dilihat melalui pemanfaatan pembiayaan oleh nasabah. Pada penelitian ini penulis melihat efektivitas pembiayaan syariah dari kedua sistem tersebut. Namun, efektivitas dari sisi prosedur akan dilihat melalui mekanisme penyaluran yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah Analisis Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah atau BPRS adalah salah satu bank yang menerapkan pola syariah dalam sistem perbankannya. Melihat hal tersebut, ada hal berbeda yang ditunjukkan dalam hal penyaluran dana. Penyaluran dana dapat dilakukan dalam dua jenis, pertama, pembiayaan dengan sistem bagi hasil sebagai alternatif pengganti bunga. Kedua, adalah jual beli dengan pembiayaan ditangguhkan, yaitu penjualan barang dari pihak BPRS kepada nasabah, dengan harga yang telah disepakati sebesar biaya perolehan barang dan ditambahkan dengan margin keuntungan yang akan menjadi keuntungan BPRS. Pada penelitian ini efektivitas penyaluran akan dilihat menurut kriteria dari pihak bank dan keragaan pembiayaan syariah yang terjadi pada nasabah. Kriteria dari pihak bank akan mencakup target dan realisasi, frekuensi pembiayaan, jangkauan pembiayaan, tunggakan pembiayaan dan pelayanan pembiayaan. Sedangkan keragaan pembiayaan syariah yang terjadi pada nasabah antara lain persyaratan awal, prosedur pembiayaan, realisasi pembiayaan, biaya administrasi, nisbah bagi hasil/margin, dan pelayanan serta pembinaan dari petugas bank. 73

92 Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Menurut Kriteria Bank Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ingin diketahui seberapa besar tingkat efektivitas penyaluran pembiayaan yang telah dilakukan pada PT. BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor. Adapun efektivitas penyaluran pembiayaan menurut kriteria bank antara lain target dan realisasi, frekuensi pembiayaan, jangkauan pembiayaan, tunggakan pembiayaan, dan pelayanan pembiayaan. Pada penelitian yang telah dilakukan penulis pada PT. BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor ditemukan bahwa: 1. Target dan Realisasi PT. BPRS Amanah Ummah menentukan target pembiayaan atau penyaluran dana yang telah dikeluarkan berdasarkan tiga kriteria yaitu sektor usaha, pangsa (alokasi pembiayaan), dan akad pembiayaan yang dilakukan. Pembagian tersebut menunjukkan seberapa besar pencapaian efektivitas apabila tersegmentasi dalam beberapa bagian. Sehingga, dapat dilihat secara jelas seberapa besar efektivitas pembiayaan syariah yang diterapkan oleh BPRS Amanah Ummah. Adapun penentuan target yang ditetapkan oleh pihak BPRS Amanah Ummah adalah berdasarkan proyeksi realisasi pembiayaan yang terjadi pada tahun sebelumnya dan perkiraan peningkatan permintaan pembiayaan pada tahun berikutnya. Penentuan target dilakukan satu tahun sebelum pelaksanaan target, sedangkan penghitungan realisasi target dilakukan satu tahun setelah pelaksanaan target (pada saat audit tahunan). Data yang diperoleh adalah dari tahun 2006 hingga tahun Hal ini dilakukan untuk melihat perkembangan pembiayaan yang disalurkan dari tahun ke tahun sebagai salah satu faktor penentu keefektifan pembiayaan yang disalurkan. Penentuan keefektifan secara umun dilihat dari seberapa besar target tersebut dapat terealisasi dan apakah terjadi peningkatan target dan realisasi dari tahun ke tahun. Selain itu, untuk menentukan keefektifan target dan realisasi pada masing-masing komponen dalam kriteria sektor usaha, alokasi pembiayaan, dan jenis akad adalah dengan menggunakan kriteria sangat efektif (target terealisasi lebih dari 100 persen), efektif (target terealisasi antara persen), kurang efektif (target terealisasi antara persen), dan tidak efektif (target terealisasi kurang dari 70 persen). 74

93 Berdasarkan target dan realisasi pembiayaan yang terjadi pada tahun 2006 dikatakan kurang efektif karena persentase target yang terrealisasi pada tahun ini kurang dari 85 persen. Sedangkan pada tahun 2007 dan 2008 target dan realisasi pembiayaan dapat dikatakan sangat efektif karena persentase target yang terrealisasi mencapai lebih dari 100 persen. Tahun 2009 target dan realisasi pembiayaan dapat dikatakan telah efektif karena persentase target yang terrealisasi hampir mencapai 100 persen. Berikut adalah target dan realisasi yang terjadi pada BPRS Amanah Ummah berdasarkan: a) Target dan realisasi berdasarkan sektor usaha Pembiayaan yang ada pada BPRS Amanah Ummah disalurkan kedalam lima jenis sektor usaha, yaitu sektor pertanian, sektor perindustrian, sektor perdagangan, sektor jasa, dan sektor lain-lain. Pada penyaluran pembiayaan berdasarkan sektor usaha maka BPRS Amanah Ummah melakukan target pasar, agar dana yang bergulir mudah diserap oleh nasabah. Target yang ingin dicapai diurutkan mulai dari yang paling besar hingga yang terkecil adalah pembiayaan untuk sektor perdagangan, sektor lain-lain, sektor jasa, sektor perindustrian, dan sektor pertanian. Namun, pada tahun 2007 dan 2008 terjadi perubahan urutan target yang ingin dicapai oleh pihak BPRS menjadi sektor perdagangan, sektor jasa, sektor lain-lain, sektor perindustrian, dan sektor pertanian. Tabel 8. Target dan Realisasi PT. BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Sektor Usaha Tahun (Dalam ribuan Rp) Sektor Usaha Tahun 2006 Tahun 2007 Target Realisasi % Target Realisasi % Pertanian , ,55 Perindustrian , ,39 Perdagangan , ,24 Jasa , ,59 Lain-lain , ,25 Total , ,29 Tahun 2008 Tahun 2009 Target Realisasi % Target Realisasi % Sektor Usaha Pertanian , ,58 Perindustrian , ,52 Perdagangan , ,32 Jasa , ,95 Lain-lain , ,21 Total , ,66 Sumber: Laporan Keuangan Tahunan dan Target BPRS Amanah Ummah ( ) 75

94 Berdasarkan data yang ada pada Tabel 8, diketahui bahwa secara total pembiayaan yang disalurkan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Peningkatan pembiayaan paling besar terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 39,03 persen. Sedangkan, peningkatan pembiayaan paling kecil terjadi pada tahun 2009 sebesar 18,33 persen. Adapun rata-rata peningkatan pembiayaan yang terjadi setiap tahunnya adalah sebesar 28,68 persen. Target yang paling ingin dicapai oleh BPRS Amanah Ummah adalah pada penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor perdagangan. Hal tersebut sudah sesuai jika melihat komposisi tiap sektor usaha yang ada di Kabupaten Bogor. Menurut data Sensus Daerah Kabupaten Bogor pada tahun 2007 diketahui bahwa jumlah usaha yang ada di Kabupaten Bogor adalah usaha dengan perincian sebagai berikut: usaha perdagangan, usaha pertanian, usaha jasa, dan usaha pada sektor lainnya. Adapun proporsi usaha tersebut adalah 72,65 persen untuk sektor perdagangan, 14,52 persen untuk sektor pertanian, 11,33 persen untuk sektor jasa, dan 1,5 persen untuk sektor usaha lainnya. BPRS Amanah Ummah memiliki lokasi di Kecamatan Leuwiliang Bogor, oleh karena itu perlu juga mengetahui komposisi usaha yang ada di Kecamatan Leuwiliang. Komposisi usaha di Kecamatan Leuwiliang menurut data Sensus Daerah Kabupaten Bogor tahun 2007 adalah usaha dengan perincian sebagai berikut: usaha perdagangan, usaha pertanian, usaha jasa, dan 137 usaha lainnya. Adapun proporsi usaha tersebut adalah 78,86 persen untuk sektor perdagangan, 13,08 persen untuk sektor pertanian, 7,16 persen untuk usaha jasa, dan 0,9 persen untuk sektor usaha lainnya. Pembiayaan yang ada pada BPRS Amanah Ummah sebenarnya belum mencapai kata efektif jika dilihat dari proporsi realisasi pembiayaan dan dibandingkan dengan proporsi usaha yang ada. Walaupun proporsi realisasi pembiayaan sudah relatif sesuai dengan proporsi sektor usaha yang ada, namun pada sektor pertanian proposri realisasi pembiayaan masih sangat kecil dibandingkan dengan proporsi usaha yang ada pada kecamatan Leuwiliang. Sedangkan, pada kenyataannya jumlah usaha pada sektor 76

95 pertanian menempati posisi kedua setelah sektor perdagangan. Hal tersebut menjadi suatu tantangan bagi pihak BPRS Amanah Ummah agar dapat meningkatkan proporsi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor pertanian sehingga realisasi pembiayaan syariah dapat berjalan dengan efektif dalam hal menjangkau target yang ada secara luas dan tepat sesuai dengan proporsi usaha yang ada. Persentase Proporsi Pertanian Perindustrian Perdagangan Jasa Lain-lain Proporsi Realisasi Pembiayaan Gambar 4. Proporsi Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Sektor Usaha padaa PT. BPRS Amanah Ummah Tahun Berdasarkan Gambar 4 ditunjukkan bahwa proporsi realisasi untuk pembiayaan pada sektor perindustrian mengalami penurunan dari tahun ke tahun dan pada tahun 2009 hanya mampu mencapai sebesar 1,89 persen. Proporsi realisasi untuk pembiayaan pada sektor jasa juga mengalami penurunan dari tahun ke tahun dan mulai mengalami peningkatan pada tahun 2009 dengan mampu mencapai sebesar 9,96 persen. Sedangkan, proporsi realisasi untuk pembiayaan pada sektor pertanian cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan pada tahun 2009 mampu mencapai sebesar 2,48 persen. Proporsi realisasi pembiayaan pada sektor perdagangan cenderumng mengalami fluktuasi setiap tahunnya dan mampu mencapai 47,97 persen pada tahun Sedangkan, proporsi realisasi untuk pembiayaan sektor lain-lain selalu mengalami peningkatann dari tahun ke tahun dan mampu mencapai 37,70 persen pada tahun

96 Persentase Realisasi Rata-rata Persentase Pencapaian Target yang Terealisasi Pertanian Perindustrian Perdagangan Jasa Lain-lain Total Gambar 5. Persentase Pencapaian Target Pembiayaan yang Terealisasi Berdasarkan Sektor Usaha pada PT. BPRS Amanah Ummah Tahun Berdasarkan sektor usaha pada Gambar 5, persentase rata-rata pencapaian target yang terealisasi terbesar ada pada sektor pertanian yaitu sebesar 192,09 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan yang ada pada BPRS Amanah Ummah telah menunjukkan tingkat efektivitas yang tinggi atau sangat efektif pada sektor usaha di bidang pertanian. Selain itu, sektor perdagangan, dan sektor lain-lain memiliki persentase pencapaian target yang terealisasi di atas 85 persen. Sehingga penyaluran pembiayaan untuk kedua sektor tersebut dapat dikatakan efektif. Pada sektor perindustrian dan sektor jasa memiliki persentase pencapaian target yang terealisasi kurang dari 85 persen. Pada sektor perindustrian, rata-rata pencapaian target yang terealisasi menunjukkan angka 53,45 persen. Sehingga penyaluran pembiayaan pada sektor perindustrian dapat dikatakan tidak efektif. Sedangkan, pada sektor jasa rata-rata pencapaian target yang terealisasi menunjukkan angka 71,65 persen. Sehingga penyaluran pembiayaan pada sektor jasa dapat dikatakan kurang efektif. Secara total pembiayaan yang diberikan memiliki persentase pencapaian target yang terealisasi sebesar 97,88 persen atau lebih dari 85 persen, sehingga dapat dikatakan telah efektif. 78

97 Pada tahun 2008, secara umum memang terjadi penurunan persentase pencapaian target yang terealisasi hampir di semua sektor usaha kecuali pada sektor perdagangan. Meskipun terjadi penurunan dalam persentase pencapaian target, umumnya nilai nominal pembiayaan yang dikeluarkan mengalami peningkatan kecuali pada sektor perindustrian dan jasa. Kenyataannya hanya pada sektor perindustrian dan jasa yang terjadi penurunan secara menyeluruh baik penurunan nominal pembiayaan yang disalurkan maupun penurunan persentase realisasi penyaluran pembiayaan terhadap target pembiayaan yang telah ditetapkan. Persentase pencapaian target yang terealisasi pada sektor perindustrian mengalami penurunan dari 48,39 persen pada tahun 2007 menjadi 27,05 persen pada tahun Sedangkan, pada sektor jasa mengalami penurunan dari 62,59 persen pada tahun 2007 menjadi 43,54 persen pada tahun Secara umum, pada tahun 2009 terjadi peningkatan nominal pembiayaan yang disalurkan pada setiap sektor. Namun, peningkatan nominal pembiayaan tersebut tidak berbanding lurus dengan pencapaian target yang terealisasi pada setiap sektor. Pada tahun ini terjadi penurunan persentase pencapaian target yang terealisasi pada sektor pertanian, perdagangan dan sektor lain-lain. Sektor pertanian mengalami penurunan persentase pencapaian target yang terealisasi yang cukup tinggi yaitu 264,60 persen pada tahun 2008 menjadi 105,58 persen pada tahun Pada sektor perdagangan terjadi penurunan persentase pencapaian target yang terealisasi yang cukup tinggi yaitu 116,18 persen pada tahun 2008 menjadi 73,32 persen pada tahun Pada sektor lain-lain juga terjadi penurunan persentase pencapaian target yang terealisasi yang cukup tinggi 209,07 persen pada tahun 2008 menjadi 145,21 persen pada tahun Sedangkan, pada sektor perindustrian dan jasa justru mengalami peningkatan persentase pencapaian target yang terealisasi. Sektor perindustrian mengalami peningkatan persentase pencapaian target yang terealisasi yang cukup tinggi yaitu 27,05 persen pada tahun 2008 menjadi 75,52 persen pada tahun Pada sektor jasa juga mengalami peningkatan 79

98 persentase pencapaian target yang terealisasi yang cukup tinggi yaitu 43,54 persen pada tahun 2008 menjadi 105,95 persen pada tahun Secara keseluruhan, dari tahun 2006 hingga tahun 2009 nominal pembiayaan yang disalurkan selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Selain itu, persentase pencapaian target yang terealisasi juga mengalami peningkatan setiap tahunnya, kecuali pada tahun Namun, pada sektor perindustrian dan jasa cenderung mengalami penurunan baik dalam nominal pembiayaan yang disalurkan maupun persentase pencapaian target yang terealisasi. Hal ini menunjukkan penyaluran dana kepada dua sektor ini kurang efektif sehingga cenderung mengalami penurunan yang cukup besar dari tahun ke tahun. Baru pada tahun 2009, kedua sektor ini mengalami peningkatan dalam nominal pembiayaan yang disalurkan dan persentase pencapaian target yang terealisasi. Hal ini justru berbanding terbalik dengan kondisi sektor lain yang mengalami penurunan pada tahun b) Target dan realisasi berdasarkan alokasi pembiayaan Pembiayaan yang ada pada BPRS Amanah Ummah terbagi menjadi tiga jenis, yaitu modal kerja, investasi, dan konsumsi. Pada penyaluran pembiayaan berdasarkan alokasi pembiayaan maka BPRS Amanah Ummah melakukan target pasar, agar dana yang bergulir mudah diserap oleh nasabah. Target yang ingin dicapai diurutkan mulai dari yang paling besar hingga yang terkecil adalah alokasi pembiayaan untuk modal kerja, investasi dan konsumtif. Namun, pada tahun 2009 terjadi perubahan urutan target yang ingin dicapai oleh pihak BPRS menjadi modal kerja, konsumtif, dan investasi. Hal ini terjadi karena pihak bank mempertimbangkan krisis global yang terjadi pada tahun 2008, sehingga target yang ditetapkan berubah untuk menyesuaikan dengan estimasi kondisi kebutuhan nasabah. 80

99 Tabel 9. Target dan Realisasi Pembiayaan PT. BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Alokasi Pembiayaan Tahun (Dalam ribuan Rp) Alokasi Tahun 2006 Tahun 2007 Pembiayaan Target Realisasi % Target Realisasi % Modal Kerja , ,44 Investasi , ,84 Konsumtif , ,52 Total , ,29 Alokasi Tahun 2008 Tahun 2009 Pembiayaan Target Realisasi % Target Realisasi % Modal Kerja , ,68 Investasi , ,07 Konsumtif , ,21 Total , ,66 Sumber: Laporan Keuangan Tahunan dan Target BPRS Amanah Ummah ( ) Target yang ingin dicapai paling besar adalah alokasi pembiayaan untuk modal kerja. Hal tersebut telah sesuai dengan tujuan BPRS yaitu untuk membantu usaha a mikro, kecil, dan menengah yang ada di perdesaan. BPRS juga menetapkan n target tersebut sesuai dengan jumlah usaha yang ada di Kabupaten Bogor or yang berjumlah usaha. Melihat hal tersebut, BPRS beranggapan usaha yang ada membutuhkan modal yang salah satunya dapat diterima melalui pembiayaan syariah pada BPRS Amanah Ummah. Persntase Proporsi Modal Kerja Investasi Konsumtif Proporsi Realisasi Pembiayaan Gambar 6. Proporsi Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Alokasi Pembiayaan pada PT. BPRS Amanah Ummah Tahun

100 Berdasarkan Gambar 6, ditunjukkan bahwa proporsi realisasi untuk alokasi pembiayaan modal kerja mengalami penurunan dari tahun ke tahun dan pada tahun 2009 hanya mampu mencapai sebesar 51,28 persen. Proporsi realisasi untuk alokasi pembiayaan untuk investasi juga mengalami penurunan dari tahun ke tahun dan pada tahun 2009 hanya mampu mencapai sebesar 11,01 persen. Sedangkan, proporsi realisasi untuk alokasi pembiayaan konsumtif mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan pada tahun 2009 mampu mencapai sebesar persen. Pembiayaan yang dialokasikan untuk konsumsi menunjukkan bahwa pemanfaatan pembiayaan syariah cukup banyak yang dialokasikan untuk tujuan diluar usaha dan bersifat pribadi, hal in dapat dijadikan peluang untuk terus dikembangkan. Namun, pembiayaan syariah yang tepat digunakan untuk sektor agribisnis adalah pembiayaan yang alokasinya ditujukan untuk modal kerja dan investasi. Karena, selain membiayai kebutuhan modal kerja, pembiayaan syariah juga diperlukan untuk pendirian proyek baru, rehabilitasi usaha, modernisasi, ekspansi, dan relokasi proyek yang sudah ada. Sehingga hal tersebut dapat mendukung terciptanya iklim usaha yang baik karena mampu memanfaatkan pembiayaan syariah terutama untuk menopang Usaha Mikro Kecil dan Menengah sehingga dapat terwujud pemberdayaan masyarakat, terutama masyarakat Bogor. Persentase Realisasi Modal Kerja Investasi Konsumtif Rata-rata Total Persentase Pencapaian Target Pembiayaan yang Terealisasi Gambar 7. Persentase Pencapaian Target Pembiayaan yang Terealisasi Berdasarkan Alokasi Pembiayaan pada PT. BPRS Amanah Ummah Tahun

101 Berdasarkan alokasi pembiayaan pada Gambar 7, persentase rata-rata pencapaian target yang terealisasi terbesar ada pada alokasi pembiayaan konsumtif yaitu sebesar 162,78 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan yang ada pada BPRS Amanah Ummah telah menunjukkan tingkat efektivitas yang tinggi atau sangat efektif pada alokasi pembiayaan konsumtif. Selain itu, alokasi pembiayaan modal kerja memiliki persentase pencapaian target yang terealisasi di atas 85 persen yaitu sebesar 89,16 persen. Sehingga penyaluran pembiayaan untuk alokasi pembiayaan modal kerja tersebut dapat dikatakan efektif. Sedangkan, pada alokasi pembiayaan investasi memiliki persentase pencapaian target yang terealisasi kurang dari 85 persen yaitu sebesar 69,00 persen. Sehingga penyaluran pembiayaan pada alokasi pembiayaan investasi dapat dikatakan tidak efektif. Secara total pembiayaan yang diberikan memiliki persentase pencapaian target yang terealisasi sebesar 97,88 persen atau lebih dari 85 persen, sehingga dapat dikatakan telah efektif. c) Target dan realisasi berdasarkan jenis akad Pembiayaan pada BPRS Amanah Ummah memiliki target berdasarkan akad yang disepakati bersama nasabah. Akad-akad yang ada terdiri dari akad Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Ijarah, Al Qard, Qard Rahn, dan Istishna. Namun, berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ternyata rata-rata 89,76 persen pembiayaan yang diberikan oleh BPRS Amanah Ummah menggunakan akad Murabahah (Tabel 10). Berdasarkan Tabel 10, terlihat bahwa akad Murabahah mendominasi jumlah realisasi pembiayaan syariah sebesar Rp pada tahun 2006, Rp pada tahun 2007, Rp pada tahun 2008, dan Rp pada tahun Hal tersebut menunjukkan bahwa akad Murabahah secara teknis merupakan akad jual beli antara BPRS sebagai penyedia barang dengan mitra yang memesan untuk membeli barang.berdasarkan transaksi tersebut BPRS mendapatkan keuntungan jual beli yang disepakati bersama. Berdasarkan hal tersebut BPRS mampu mencapai target penyaluran pembiayaan berdasarkan akad Murabahah sebesar 81,37 persen pada tahun 2006, 100,79 persen pada tahun 2007, 83

102 103,56 persen pada tahun 2008, dan 98,73 persen pada tahun Melihat angka-angka tersebut dapat dikatakan bahwa penyaluran pembiayaan syariah dengan akad Murabahah telah efektif. Tabel 10. Target dan Realisasi Pembiayaan PT. BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Jenis Akad Tahun (Dalam ribuan Rp) Jenis Akad Tahun 2006 Tahun 2007 Target Realisasi % Target Realisasi % Mudharabah , ,00 Musyarakah , ,99 Murabahah , ,79 Ijarah , ,91 Al-Qard , ,41 Qard Rahn Istishna Total , ,29 Tahun 2008 Tahun 2009 Target Realisasi % Target Realisasi % Jenis Akad Mudharabah , ,70 Musyarakah , ,38 Murabahah , ,73 Ijarah , ,75 Al-Qard , ,46 Qard Rahn , ,71 Istishna ,66 Total , ,66 Sumber: Laporan Keuangan Tahunan dan Target BPRS Amanah Ummah ( ) Pembiayaan syariah dengan akad Mudharabah memiliki nilai realisasi pembiayaan sebesar Rp pada tahun 2006, Rp. 0 pada tahun 2007, Rp. 0 pada tahun 2008, dan Rp pada tahun Berdasarkan hal tersebut BPRS mampu mencapai target penyaluran pembiayaan berdasarkan akad Mudharabah sebesar 29,97 persen pada tahun 2006, 0 persen pada tahun 2007, 0 persen pada tahun 2008, dan 66,70 persen pada tahun Melihat angka-angka tersebut dapat dikatakan bahwa penyaluran pembiayaan syariah dengan akad Mudharabah tidak efektif. Pembiayaan dengan menggunakan akad Mudharabah tidak efektif dalam penyalurannya disebabkan pihak BPRS Amanah Ummah terlalu berhati-hati dalam memberikan pembiayaan dengan jenis ini, meskipun pada akhirnya target yang ditetapkan menjadi tidak terpenuhi. Hal tersebut disebabkan oleh ketidaksiapan nasabah untuk memenuhi persyaratan utama pada akad ini yaitu pencatatan dan pelaporan 84

103 keuangan pada usaha yang dijalankan. Oleh karena itu, pihak BPRS menjadi lebih berhati-hati dalam menganalisa kelayakan usaha yang akan dibiayai karena dapat berdampak kepada tingkat kualitas pembiayaan dalam hal kolektibilitas pembiayaan yang diberikan oleh BPRS Amanah Ummah. Pembiayaan syariah dengan akad Musyarakah memiliki nilai realisasi pembiayaan sebesar Rp pada tahun 2006, Rp pada tahun 2007, Rp. 0 pada tahun 2008, dan Rp pada tahun Berdasarkan hal tersebut BPRS mampu mencapai target penyaluran pembiayaan berdasarkan akad Musyarakah sebesar 255,52 persen pada tahun 2006, 37,99 persen pada tahun 2007, 0 persen pada tahun 2008, dan 115,38 persen pada tahun Melihat angka-angka tersebut dapat dikatakan bahwa penyaluran pembiayaan syariah dengan akad Musyarakah telah efektif. Pembiayaan syariah dengan akad Ijarah memiliki nilai realisasi pembiayaan sebesar Rp pada tahun 2006, Rp pada tahun 2007, Rp pada tahun 2008, dan Rp pada tahun Berdasarkan hal tersebut BPRS mampu mencapai target penyaluran pembiayaan berdasarkan akad Ijarah sebesar 276,12 persen pada tahun 2006, 77,91 persen pada tahun 2007, 118,82 persen pada tahun 2008, dan 57,75 persen pada tahun Melihat angka-angka tersebut dapat dikatakan bahwa penyaluran pembiayaan syariah dengan akad Ijarah telah efektif. Pembiayaan syariah dengan akad Al Qard memiliki nilai realisasi pembiayaan sebesar Rp pada tahun 2006, Rp pada tahun 2007, Rp pada tahun 2008, dan Rp pada tahun Berdasarkan hal tersebut BPRS mampu mencapai target penyaluran pembiayaan berdasarkan akad Al Qard sebesar 151,79 persen pada tahun 2006, 95,41 persen pada tahun 2007, 13,33 persen pada tahun 2008, dan 29,46 persen pada tahun Melihat angka-angka tersebut dapat dikatakan bahwa penyaluran pembiayaan syariah dengan akad Al Qard kurang efektif. Akad-akad lain pada pembiayaan syariah proporsinya berbeda jauh dari akad Murabahah. Hal tersebut harus menjadi tanda tanya besar, mengapa 85

104 akad yang paling besar proporsinya adalah akad Murabahah. Berdasarkan hasil wawancara dikatakan bahwa masyarakat yang menjadi nasabah lebih banyak melakukan pinjaman pembiayaan kepada BPRS bukan atas dasar pemahaman terkait akad-akad syariah yang ada. Namun, aspek kemudahan, kepastian angsuran, dan tidak adanya campur tangan pihak bank dalam manajemenlah yang kemudian digunakan dalam melakukan pemilihan akad sehingga dapat dikatakan walaupun efektif dalam penyalurannya tetapi secara normatif masyarakat belum banyak paham atas akad-akad pembiayaan syariah yang diterapkan oleh pihak BPRS Amanah Ummah. Oleh karena itu, pihak BPRS perlu mensosialisasikan dengan lebih gencar terkait akad-akad syariah yang lainnya. Walaupun jumlahnya tidak ditargetkan, penggunaan akad selain akad Murabahah telah ada sejak lama. Sebagai contoh, akad Qard Rahn dan Istishna. Akad Qard Rahn telah ada sejak tahun 2007 dan akad Istishna telah ada setahun setelahnya yaitu tahun Pembiayaan syariah dengan akad Qard Rahn memiliki nilai realisasi pembiayaan sebesar Rp pada tahun 2007, Rp pada tahun 2008, dan Rp pada tahun Berdasarkan hal tersebut BPRS mampu mencapai target penyaluran pembiayaan berdasarkan akad Qard Rahn sebesar 169,08 persen pada tahun 2008, dan 75,71 persen pada tahun Melihat angka-angka tersebut dapat dikatakan bahwa penyaluran pembiayaan syariah dengan akad Qard Rahn telah efektif. Pembiayaan syariah dengan akad Istishna memiliki nilai realisasi pembiayaan sebesar Rp pada tahun 2008, dan Rp pada tahun Berdasarkan hal tersebut BPRS mampu mencapai target penyaluran pembiayaan berdasarkan akad Istishna sebesar 95,66 persen pada tahun Melihat angka-angka tersebut dapat dikatakan bahwa penyaluran pembiayaan syariah dengan akad Istishna telah efektif. Pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis dapat menggunakan berbagai macam akad sesuai dengan kesepakatan. Namun, sebenarnya ada akad yang khusus dilakukan untuk pembiayaan pada sektor pertanian yaitu Muzara ah, Musaqah, dan Salam (Rivai dan Veithzal, 2008). Muzara ah 86

105 diartikan sebagai kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan pengarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen. Muzara ah merupakan salah satu skema pembiayaan syariah yang khusus ditujukan untuk usaha pertanian deng sistem bagi hasil. Skema pembiayaan Muzara ah dapat dilihat pada Gambar 8. Pemilik Lahan Perjanjian Bagi Hasil Penggarap Lahan Lahan Bibit Pupuk Lahan Garapan Hasil Garapan Keahlian SDM Waktu Gambar 8. Mekanisme Pembiayaan Muzara ah Sumber: Rivai dan Veithzal (2008) Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari Muzara ah dimana penggarap tanah hanya bertanggungjawab atas penyiraman dan pemeliharaan dan sebagai kompensasi atau imbalannya, penggarap memperoleh nisbah tertentu dari hasil panen. Sedangkan, Salam adalah [embelian barang atau produk yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan dalam hal pembayarannya dilakukan dimuka. Transaksi ini sebagai solusi memenuhi kebutuhan costumer/petani (utamanya kebutuhan petani) untuk modal kerja. Dalam prakterknya, bank diposisikan sebagai pembeli poduk pertanian dan transaksi in dilakukan pada awal masa tanam, yaitu dengan cara lembaga keuangan memesan hasil pertanian dengan membayar lunas pesanan tersebut pada saat akad dilakukan (produsen ditunjuk oleh lembaga keuangan). Agar transaksi ini dapat berjalan secara adil, maka hasil pertanian yang dipesan oleh bank harus jelas kualitas dan kuantitasnya serta waktu penyelesaian maupun pemgirimannya. Jika pesanan tidak sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang ditentukan, petani harus mengganti karena lembaga keuangan sudah membeli (membayar dimuka) seperti yang disebutkan dalam akad. Dalam prakteknya, karena lembaga keuangan tidak memiliki gudang penyimpanan, maka lembaga keuangan mencari pembeli untuk hasil pertanian tersebut. Kenyataannya, petani menyerahkan hasil 87

106 langsung ke pembeli berikutnya dan bukan kepada lembaga keuangan. Pada prakteknya mekanisme pembiayaan Salam yang biasa diterapkan dalam perbankan adalah Salam Paralel seperti Gambar 9. Produsen Penjual Kirim Barang Bayar Costumer Kirim Dokumen Lembaga Keuangan Pemesanan Barang Costumer dan Bayar Gambar 9. Mekanisme Pembiayaan Salam Sumber: Rivai dan Veithzal (2008) Terima barang dan Dokumen Negosiasi Pesanan Dengan Kriteria ria Oleh karena itu, untuk meningkatkan pembiayaan pada sektor agribisnis, selain penyaluran pembiayaan, perlu dilakukan penguatan terkait dengan pemahaman akad-akad syariah khususnya untuk sektor pertanian. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas penyaluran pembiayaan syariah masih sangat efektif dengan menggunakan akad Murabahah dan perlu ditingkatkan pembiayaan dengan menggunakan akad- sistem bagi akad lainnya terutama akad yang benar-benar murni menerapkan hasil (proft sharing). Proporsi Realisasi Mudharabah Musyarakah Murabahah Ijarah Al-Qard Qard Rahn Istishna Proporsi Realisasi Pembiayaan Gambar 10. Proporsi Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad pada PT. BPRS Amanah Ummah Tahun

107 Berdasarkan Gambar 10, diketahui bahwa hampir seluruh pembiayaan yang dilakukan di BPRS Amanah Ummah menggunakan akad Murabahah atau jual beli. Proporsi realisasi pembiayaan menggunakan akad Murabahah pada tahun 2006 sebesar 93,74 persen, pada tahun 2007 sebesar 90,23 persen, pada tahun 2008 sebesar 83,35 persen, dan pada tahun 2009 sebesar 84,80 persen. Berdasarkan hal tersebut terlihat dengan jelas bahwa pembiayaan yang menggunakan akad jual beli masih mendominasi pembiayaan syariah di BPRS Amanah Ummah. Sedangkan, pembiayaan yang menggunakan jenis akad yang lain masih belum dimanfaatkan secara optimal. Persentase Realisasi Mudharabah Musyarakah Murabahah Ijarah Al-Qard Qard Rahn Istishna Total Rata-rata Persentase Pencapaian Target Pembiayaan yang Terealisasi Gambar 11. Persentase Pencapaian Target Pembiayaan yang Terealisasi Berdasarkan Jenis Akad pada PT. BPRS Amanah Ummah Tahun Berdasarkan jenis akad pada Gambar 11, persentase rata-rata pencapaian target yang terealisasi terbesar ada pada pembiayaan menggunakan akad Ijarah yaitu sebesar 132,65 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan yang ada pada BPRS Amanah Ummah telah menunjukkan tingkat efektivitas yang tinggi pada pembiayaan menggunakan akad Ijarah. Selain itu, pembiayaan menggunakan akad Musyarakah, Murabahah, Qard Rahn, dan Istishna memiliki nilai rata-rata persentase pencapaian target yang terealisasi di atas 85 persen. Pada pembiayaan 89

108 menggunakan akad Musyarakah memiliki nilai rata-rata persentase pencapaian target yang terealisasi sebesar 102,22 persen atau dapat dikatakan sangat efektif. Pembiayaan menggunakan akad Murabahah memiliki nilai rata-rata persentase pencapaian target yang terealisasi sebesar 96,11 persen atau dapat dikatakan efektif. Pembiayaan menggunakan akad Qard Rahn memiliki nilai rata-rata persentase pencapaian target yang terealisasi sebesar 122,40 persen atau dapat dikatakan sangat efektif. Pembiayaan menggunakan akad Istishna memiliki nilai rata-rata persentase pencapaian target yang terealisasi sebesar 95,66 persen atau dapat dikatakan efektif. Sehingga penyaluran pembiayaan menggunakan akad Musyarakah, Murabahah, Qard Rahn, dan Istishna tersebut dapat dikatakan telah memiliki tingkat efektivitas yang tinggi. Sedangkan, pada pembiayaan menggunakan akad Mudharabah dan Al Qard memiliki nilai rata-rata persentase pencapaian target yang terealisasi kurang dari 85 persen. Pembiayaan mengunakan akad Mudharabah memiliki nilai rata-rata peresentase pencapaian target yang terealisasi sebesar 24,17 persen. Sehingga penyaluran pembiayaan pada pembiayaan menggunakan akad Mudharabah dapat dikatakan tidak efektif. Pembiayaan menggunakan akad Al Qard memiliki nilai rata-rata persentase pencapaian target yang terealisasi sebesar 72,50 persen. Sehingga penyaluran pembiayaan pada pembiayaan menggunakan akad Al Qard dapat dikatakan kurang efektif. Secara total pembiayaan yang diberikan memiliki persentase pencapaian target yang terealisasi sebesar 97,88 persen atau lebih dari 85 persen, sehingga dapat dikatakan telah efektif. 2. Frekuensi dan Jangkauan Pembiayaan Penulis menilai frekuensi pembiayaan yang dimiliki oleh PT. BPRS Amanah Ummah berdasarkan jumlah nasabah pembiayaan pada bank tersebut. Sedangkan, untuk menilai jangkauan pembiayaan yang dilakukan penulis membagi menjadi dua kriteria yaitu berdasarkan wilayah dan sektor usaha yang dilakukan nasabah. Data yang digunakan adalah data dari tahun 2006 hingga tahun Hal ini bertujuan untuk melihat perkembangan pembiayaan yang terjadi dari tahun ke tahun. 90

109 a) Frekuensi Pembiayaan Tabel 11. Frekuensi Pembiayaan PT. BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Lokasi Nasabah Tahun (Dalam ribuan Rp) Lokasi Tahun 2006 Tahun 2007 Nominal Nasabah % Nominal Nasabah % Leuwiliang , ,11 Jasinga , ,79 Cigudeg , ,39 Nanggung , ,55 Rumpin , ,30 Cibungbulang dan Pamijahan , ,29 Ciomas , ,86 Parung , ,99 Dramaga , ,86 Ciampea , ,48 Kota Bogor , ,43 Lain-lain (luar Kota) , ,95 Jumlah Tahun 2008 Tahun 2009 Lokasi Nominal Nasabah % Nominal Nasabah % Leuwiliang , ,06 Jasinga , ,16 Cigudeg , ,97 Nanggung , ,02 Rumpin , ,05 Cibungbulang , ,41 dan Pamijahan Ciomas , ,63 Parung , ,59 Dramaga , ,80 Ciampea , ,20 Kota Bogor , ,98 Lain-lain (luar Kota) , ,12 Jumlah Sumber: Laporan Keuangan Tahunan BPRS Amanah Ummah ( ) Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa jumlah nasabah yang dimiliki oleh PT. BPRS Amanah Ummah mengalami peningkatan yang cukup besar dari tahun 2006 hingga tahun Pada tahun 2006 frekuensi pembiayaan yang terjadi sebesar nasabah dan meningkat sebesar 16,26 persen pada tahun 2007 menjadi nasabah. Jumlah ini terus meningkat menjadi nasabah pada tahun 2008 atau mengalami peningkatan sebesar 29,92 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan, pada tahun 2009 tetap terjadi 91

110 peningkatan jumlah nasabah sebesar 14,94 persen menjadi nasabah. Melihat data-data tersebut maka dapat disimpulkan frekuensi pembiayaan yang terjadi setiap tahunnya sudah cukup efektif, karena selalu terjadi peningkatan frekuensi pembiayaan dari tahun ke tahun dengan persentase yang juga selalu meningkat, kecuali pada tahun b) Jangkauan Pembiayaan Untuk menilai keefektifan jangkauan pembiayaan akan dilihat melalui beberapa kriteria yaitu wilayah pembiayaan dan sektor usaha nasabah. Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa pembiayaan PT. BPRS Amanah Ummah telah menjangkau 11 kecamatan dari sekitar 40 kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Bogor atau lebih dari 25 persen wilayah yang ada. Selain itu, PT. BPRS Amanah Ummah juga menjangkau nasabah yang ada di Kota Bogor dan wilayah atau kota di sektar Bogor seperti Depok, Karawang, Sukabumi, Bandung, Tasikmalaya dan sebagainya. Namun, sebagian besar nasabah yang dimiliki oleh BPRS Amanah Ummah adalah nasabah yang bertempat tinggal di sekitar lokasi PT. BPRS Amanah Ummah, yaitu di daerah Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pada tahun 2006 persentase jumlah pembiayaan yang diberikan pada daerah Leuwiliang adalah sebesar 37,84 persen, ini merupakan jumlah terbesar pada tahun tersebut. Sedangkan urutan kedua adalah Kota Bogor sebesar 29,27 persen, ketiga adalah Cibungbulang dan Pamijahan sebesar 11,50 persen, dan keempat adalah Ciampea sebesar 8,78 persen. Wilayah lain hanya memiliki nilai pembiayaan yang sangat kecil jika dibandingkan dengan keempat wilayah tersebut. Pada tahun 2007 persentase jumlah pembiayaan yang diberikan pada daerah Leuwiliang adalah sebesar 37,11 persen, ini merupakan jumlah terbesar pada tahun tersebut. Sedangkan urutan kedua adalah Kota Bogor sebesar 18,43 persen, ketiga adalah Ciampea sebesar 10,48 persen, dan keempat adalah Cibungbulang dan Pamijahan sebesar 10,29 persen. Wilayah lain hanya memiliki nilai pembiayaan yang sangat kecil jika dibandingkan dengan keempat wilayah tersebut. 92

111 Pada tahun 2008 persentase jumlah pembiayaan yang diberikan pada daerah Leuwiliang adalah sebesar 42,42 persen, ini merupakan jumlah terbesar pada tahun tersebut. Sedangkan urutan kedua adalah Kota Bogor sebesar 25,84 persen, ketiga adalah Cibungbulang dan Pamijahan sebesar 11,24 persen, dan keempat adalah Ciomas dan Ciampea yang memiliki persentase yang sama sebesar 5,30 persen. Wilayah lain hanya memiliki nilai pembiayaan yang sangat kecil jika dibandingkan dengan keempat wilayah tersebut. Pada tahun 2009 persentase jumlah pembiayaan yang diberikan pada daerah Leuwiliang adalah sebesar 42,06 persen, ini merupakan jumlah terbesar pada tahun tersebut. Sedangkan urutan kedua adalah Kota Bogor sebesar 19,98 persen, ketiga adalah Cibungbulang dan Pamijahan sebesar 12,41 persen, dan keempat adalah Ciampea yang memiliki persentase sebesar 6,20 persen. Wilayah lain hanya memiliki nilai pembiayaan yang sangat kecil jika dibandingkan dengan keempat wilayah tersebut. Melihat jangkauan pembiayaan berdasarkan wilayah pembiayaan tersebut, dapat dikatakan jangkauan pembiayaan telah efektif. Meskipun hampir setengah dari jumlah nasabah yang dimiliki oleh BPRS Amanah Ummah bertempat tinggal di Leuwiliang atau sekitar lokasi BPRS. Tetapi BPRS Amanah Ummah tetap dapat menjangkau nasabah yang bertempat tinggal jauh dari lokasi BPRS. Berdasarkan Tabel 12, diketahui bahwa pembiayaan syariah di BPRS Amanah Ummah telah menjangkau cukup banyak sektor usaha yang dilakukan nasabah. Tercatat ada lima sektor usaha yang telah diberikan pembiayaan syariah oleh BPRS Amanah Ummah yaitu sektor pertanian, sektor industri, sektor jasa, sektor perdagangan, dan sektor lain-lain. Sektor pertanian memiliki persentase jumlah nasabah sebesar 0,57 persen pada tahun 2006, 0,52 persen pada tahun 2007, 0,37 persen pada tahun 2008, dan 0,51 persen pada tahun

112 Tabel 12. Jangkauan Pembiayaan PT. BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Sektor Usaha Tahun (Dalam ribuan Rp) SEKTOR Tahun 2006 Tahun 2007 USAHA Nominal Nsbh % Nominal Nsbh % Pertanian , ,52 Industri , ,65 Jasa , ,34 Perdagangan , ,86 Lain-lain , ,62 JUMLAH , ,00 SEKTOR Tahun 2008 Tahun 2009 USAHA Nominal Nsbh % Nominal Nsbh % Pertanian , ,51 Industri , ,42 Jasa , ,22 Perdagangan ,115 59, ,49 Lain-lain , ,36 JUMLAH , ,00 Sumber: Laporan Keuangan Tahunan BPRS Amanah Ummah ( ) Sektor industri memiliki persentase jumlah nasabah sebesar 0,73 persen pada tahun 2006, 0,65 persen pada tahun 2007, 0,43 persen pada tahun 2008, dan 0,42 persen pada tahun Sektor jasa memiliki persentase jumlah nasabah sebesar 11,41 persen pada tahun 2006, 14,34 persen pada tahun 2007, 5,68 persen pada tahun 2008, dan 5,22 persen pada tahun Sektor perdagangan memiliki persentase jumlah nasabah sebesar 63,51 persen pada tahun 2006, 59,86 persen pada tahun 2007, 59,72 persen pada tahun 2008, dan 49,49 persen pada tahun Sedangkan, untuk sektor lainlain memiliki persentase jumlah nasabah sebesar 23,79 persen pada tahun 2006, 24,62 persen pada tahun 2007, 33,80 persen pada tahun 2008, dan 44,36 persen pada tahun Komposisi usaha di Kecamatan Leuwiliang menurut data Sensus Daerah Kabupaten Bogor tahun 2007 adalah usaha dengan perincian sebagai berikut: usaha perdagangan, usaha pertanian, usaha jasa, dan 137 usaha lainnya. Adapun proporsi usaha tersebut adalah 78,86 persen untuk sektor perdagangan, 13,08 persen untuk sektor pertanian, 7,16 persen untuk usaha jasa, dan 0,9 persen untuk sektor usaha lainnya. Melihat jangkauan pembiayaan berdasarkan sektor usaha tersebut, dapat dikatakan jangkauan pembiayaan telah efektif. Meskipun lebih dari 94

113 setengah jumlah nasabah yang dimiliki oleh BPRS Amanah Ummah memiliki usaha di sektor perdagangan. Tetapi BPRS Amanah Ummah tetap dapat menjangkau nasabah yang memiliki usaha di keempat sektor lainnya meskipun dengan jumlah yang lebih sedikit. Sektor usaha nasabah yang dimiliki oleh BPRS Amanah Ummah telah menjangkau banyak sektor usaha. Pada sektor pertanian, nasabah BPRS Amanah Ummah terdiri dari nasabah sektor pertanian, peternakan, dan perikanan. Pada sektor perdagangan, nasabah BPRS Amanah Ummah terdiri dari nasabah pedagang eceran, retail, grosir, pedagang pakaian, makanan, sembako, hewan ternak, emas, dan sebagainya. Namun, pembiayaan syariah yang disalurkan oleh BPRS Amanah Ummah pada sektor pertanian masih belum sesuai dengan proporsi sektor usaha yang berada pada wilayah Leuwiliang. Seharusnya pihak BPRS Amanah Ummah memberikan perhatian yang lebih kepada sektor ini agar dapat menjangkau sektor agribisnis secara keseluruhan tidak hanya berfokus pada sektor Off-farm-nya saja. 3. Tunggakan Pembiayaan Untuk melakukan penilaian atas tunggakan pembiayaan sebagai salah satu indikator keefektifan pembiayaan dengan ketentuan dari Bank Indonesia (BI) yang menyatakan standar terbaik NPL (Non Performing Loan) yang terbagi menjadi pembiayaan kurang lancar, diragukan, dan macet.adalah di bawah 5 persen. Total pembiayaan yang tidak lancar pada PT. BPRS Amanah Ummah tahun 2006 hingga tahun Pada tahun 2006 pembiayaan yang lancar berjumlah Rp atau sebesar 92,96 persen dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan yang kurang lancar berjumlah Rp atau 2,18 persen dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan yang diragukan berjumlah Rp atau 3,29 persen dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan yang macet berjumlah Rp atau 1,56 persen dari total pembiayaan yang disalurkan. Melihat nilai Non Performing Loan (NPL) yang terdiri dari pembiayaan yang kurang lancar, pembiayaan yang diragukan, dan pembiayaan yang macet memiliki nilai yang 95

114 lebih besar dari 5 persen atau sebesar 7,04 persen. Dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2006 pembiayaan yang disalurkan dinilai kurang efektif karena memiliki nilai NPL lebih dari 5 persen. Pada tahun 2007 pembiayaan yang lancar berjumlah Rp atau sebesar 96,10 persen dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan yang kurang lancar berjumlah Rp atau 0,17 persen dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan yang diragukan berjumlah Rp atau 1,68 persen dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan yang macet berjumlah Rp atau 2,05 persen dari total pembiayaan yang disalurkan. Melihat nilai Non Performing Loan (NPL) yang terdiri dari pembiayaan yang kurang lancar, pembiayaan yang diragukan, dan pembiayaan yang macet memiliki nilai yang lebih kecil dari 5 persen atau sebesar 3,90 persen. Dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2006 pembiayaan yang disalurkan dinilai sudah efektif karena memiliki nilai NPL kurang dari 5 persen. Pada tahun 2008 pembiayaan yang lancar berjumlah Rp atau sebesar 96,92 persen dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan yang kurang lancar berjumlah Rp atau 1,37 persen dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan yang diragukan berjumlah Rp atau 0,04 persen dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan yang macet berjumlah Rp atau 1,66 persen dari total pembiayaan yang disalurkan. Melihat nilai Non Performing Loan (NPL) yang terdiri dari pembiayaan yang kurang lancar, pembiayaan yang diragukan, dan pembiayaan yang macet memiliki nilai yang lebih kecil dari 5 persen atau sebesar 3,08 persen. Dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2006 pembiayaan yang disalurkan dinilai sudah efektif karena memiliki nilai NPL kurang dari 5 persen. Pada tahun 2009 pembiayaan yang lancar berjumlah Rp atau sebesar 97,45 persen dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan yang kurang lancar berjumlah Rp atau 0,64 persen dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan yang diragukan berjumlah Rp atau 0,14 persen dari total pembiayaan 96

115 yang disalurkan. Pembiayaan yang macet berjumlah Rp atau 1,76 persen dari total pembiayaan yang disalurkan. Melihat nilai Non Performing Loan (NPL) yang terdiri dari pembiayaan yang kurang lancar, pembiayaan yang diragukan, dan pembiayaan yang macet memiliki nilai yang lebih kecil dari 5 persen atau sebesar 2,55 persen. Dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2006 pembiayaan yang disalurkan dinilai sudah efektif karena memiliki nilai NPL kurang dari 5 persen. Tabel 13. Tunggakan Pembiayaan BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Jenis Akad Tahun (Dalam Rp) Jenis Akad Lancar Tahun 2006 Kurang Total Pembiayaan Diragukan Macet Lancar Murabahah Istishna Musyarakah Mudharabah Ijarah Qardh Qardh Rhan - Jumlah Persentase 92,96 2,18 3,29 1,56 100,00 Tahun 2007 Jenis Akad Kurang Total Pembiayaan Lancar Diragukan Macet Lancar Murabahah Istishna Musyarakah Mudharabah Ijarah Qardh Qardh Rhan Jumlah Persentase 96,10 0,17 1,68 2,05 100,00 Tahun 2008 Jenis Akad Kurang Total Pembiayaan Lancar Diragukan Macet Lancar Murabahah Istishna Musyarakah Mudharabah Ijarah Qardh Qardh Rhan Jumlah Persentase 96,92 1,37 0,04 1,66 100,00 Tahun 2009 Jenis Akad Kurang Total Pembiayaan Lancar Diragukan Macet Lancar Murabahah Istishna Musyarakah Mudharabah Ijarah Qardh Qardh Rhan Jumlah Persentase 97,45 0,64 0,14 1,76 100,00 Sumber: Laporan Keuangan Tahunan BPRS Amanah Ummah ( ) 97

116 Secara keseluruhan, pembiayaan syariah yang disalurkan oleh BPRS Amanah Ummah sudah efektif jika dilihat dari nilai tunggakan pembiayaan atau NPL yang memiliki kecenderungan semakin menurun dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa BPRS Amanah Ummah dapat mengoptimalkan pengembalian pembiayaan syariah yang mereka berikan kepada nasabah sehingga nilai kualitas pembiayaan yang lancar semakin meningkat. Produk pembiayaan yang dimiliki oleh BPRS Amanah Ummah juga memiliki nilai kualitas pembiayaan yang baik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai pembiayaan yang lancar yang memiliki nilai rata-rata persentase lebih dari 95 persen. 4. Pelayanan Pembiayaan BPRS Amanah Ummah memiliki pelayanan kepada nasabah berupa pelayanan di kantor atau pun kunjungan langsung kepada nasabah yang ingin mengetahui informasi lebih banyak mengenai pembiayaan syariah. Nasabah akan diberikan informasi secara langsung oleh petugas Account Officer yang ada di BPRS Amanah Ummah. Petugas Account officer ini pula yang akan melakukan analisa kualitatif dan analisa kuantitatif mengenai usaha nasabah (untuk lebih jelasnya dapat dibaca pada bab gambaran umum perusahaan). Selain itu, BPRS Amanah Ummah juga melakukan pembinaan kepada nasabah mereka. Pembinaan tersebut dilakukan pada saat awal pengajuan pembiayaan maupun penagihan pembayaran angsuran. Pembinaan ini berupa konsultasi bisnis terkait dengan administrasi keuangan maupun rencana usaha yang dilakukan nasabah. Pembinaan ini dilakukan langsung oleh Account Officer, agar pembiayaan yang disalurkan tidak mengalami kemacetan pada saat pembayarannya. Ada satu pelayanan yang khas pada BPRS Amanah Ummah dan tidak ada pada bank lainnya yaitu proses penagihan dilakukan setiap hari dan tidak memberatkan bagi nasabah pada sektor perdagangan. Petugas BPRS Amanah Ummah akan mendatangi nasabah pada sektor perdagangan setiap hari untuk mengambil tabungan dari nasabah, lalu setelah saatnya pembayaran angsuran maka petugas akan mengambil buku tabungan nasabah untuk melakukan pendebetan pembiayaan. 98

117 Berdasarkan data yang didapat, prosedur penyaluran pembiayaan dilihat dari kriteria pelayanan pembiayaan dapat dikatakan sudah efektif. Hal ini disebabkan pihak bank memiliki berbagai macam pelayanan yang diberikan kepada nasabah yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan nasabah Keragaan Pembiayaan Syariah yang Terjadi pada Nasabah BPRS Amanah Ummah Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui tingkat efektivitas penyaluran pembiayaan yang telah dilakukan pada PT. BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor. Adapun efektivitas penyaluran pembiayaan tersebut dapat dilihat melalui keragaan pembiayaan syariah yang terjadi pada nasabah antara lain persyaratan awal, prosedur pembiayaan, realisasi pembiayaan, biaya administrasi, nisbah bagi hasil/margin, dan pelayanan serta pembinaan dari petugas bank. Efektivitas akan dilihat dari sejauh mana pihak BPRS Amanah Ummah mampu menjalankan proses penyaluran pembiayaan sesuai dengan ketentuan yang telah mereka tetapkan. Kriteria ini akan diurutkan dari tingkatan sangat efektif, efektif, kurang efektif, dan tidak efektif. Tingkat keefektifan sendiri berbeda-beda tergantung dengan kriteria yang ada. Pada penelitian yang telah dilakukan penulis pada responden yang menjadi nasabah pada PT. BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor ditemukan bahwa: 1. Persyaratan Awal Pembiayaan Salah satu bentuk pelayanan pembiayaan yang dilakukan oleh lembaga keuangan mikro adalah prosedur dan syarat aplikasi pembiayaan yang tidak berbelit-belit yang diharapkan dapat berdampak pada kemudahan akses pelaku usaha terhadap sumber pembiayaan. Persyaratan awal yang diterapkan oleh BPRS dalam proses pengajuan pembiayaan, antara lain fotokopi KTP pemohon, fotokopi KTP suami/istri pemohon, fotokopi KK, pas foto berwarna ukuran 4 x 6 suami istri pemohon, foto tempat usaha, melampirkan fotokopi jaminan berupa rumah/tanah (Sertifikat Hak Milik/SHM, SPPT), kendaraan (BPKB, STNK, faktur, trayek, kwitansi, KIR), foto jaminan (kendaraan/rumah/tanah), fotokopi rekening listrik 3 99

118 bulan terakhir, buka rekening di BPRS Amanah Ummah, fotokopi mutasi rekening di BPRS Amanah Ummah atau bank lain. Evaluasi efektivitas yang dilakukan untuk persyaratan awal pembiayaan adalah dengan cara membandingkan persyaratan yang telah dipenuhi responden dengan ketentuan yang diterapkan oleh BPRS. Hasil evaluasi efektivitas dapat dilihat pada Gambar 12. Persentase Pemenuhan Persyaratan 100% 85-99% 70-84% < 70% Gambar 12. Sebaran Persentase Responden Menurut Persyaratan Awal Pembiayaan pada PT. BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Gambar 12, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden nasabah BPRS Amanah Ummah menyatakan dapat memenuhi 100 persen syarat yang ditentukan oleh BPRS Amanah Ummah. Sebanyak 25 orang respondenn atau 65,78 persen dari total keseluruhan responden menyatakan bahwa mereka mampu memenuhi 100 persen syarat yang ditentukan oleh BPRS. Sebanyak sembilan orang responden atau 23,69 persen dari total keseluruhan responden menyatakan mereka mampu memenuhi persen syarat yang ditentukan oleh BPRS. Sebanyak tiga responden atau 7,9 persen dari total keseluruhan responden menyatakan mereka mampu memenuhi persen syarat yang ada. Sedangkan, satu responden atau 2,63 persen dari total keseluruhan responden menyatakan mereka hanya mampu memenuhi kurang dari 70 persen syarat yang ada. 100

119 Berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan, dapat disimpulkan bahwa persyaratan awal pembiayaan sangat efektif diterapkan kepada nasabah dari BPRS Amanah Ummah. Pihak BPRS menyatakan bahwa persyaratan yang harus dipenuhi nasabah adalah berjumlah sepuluh syarat yang ada. Namun, hal ini bersifat kondisional tergantung dari situasi dan kondisi dari nasabah tersebut. Sehingga, jumlah syarat yang wajib dipenuhi oleh nasabah menjadi berbeda-beda tergantung dari kondisi nasabah. Persyaratan yang bersifat kondisional antara lain, fotokopi KTP suami/istri pemohon, pas foto berwarna ukuran 4 x 6 suami istri pemohon, dan fotokopi mutasi rekening di BPRS Amanah Ummah atau bank lain. Pihak BPRS menyatakan apabila nasabah tidak memiliki persyaratan ini dsebabkan memang belum menikahdan tidak melakukan mutasi rekening maka persyaratan ini tidak perlu dipenuhi. 2. Prosedur Pembiayaan Pada proses pengajuan pembiayaan terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui oleh nasabah. Sistem dan prosedur yang dirancang oleh pihak BPRS bertujuan untuk mengurangi terjadinya pembiayaan bermasalah, namun tetap sederhana dan tidak memakan waktu lama. Tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh nasabah antara lain menemui Customer Service (diberitahukan persyaratan administrasi umum yang harus dipenuhi oleh nasabah), membawa seluruh persyaratan ke bagian Account Officer untuk diproses, Account Officer melakukan analisa pembiayaan (ada dua aspek yang dianalisa yaitu analisa kualitatif dan analisa kuantitatif), penilaian permohonan proposal pembiayaan yang dibahas dalam komite awal bidang marketing, komite akhir direksi yang membahas pengajuan pembiayaan nasabah dengan melakukan pertimbangan dari hasil penilaian permohonan proposal pembiayaan, nasabah dan Account Officer bermusyawarah untuk menentukan akad pembiayaan, menentukan keputusan mengenai proporsi bagi hasil, harga jual barang, menentukan jangka waktu pengembalian dan besaran angsuran perbulan serta penandatanganan akad sebagai ijab kabul antara nasabah dengan pihak bank, administrasi pembiayaan akan diproses 101

120 oleh ADMP, droping (pencairan). Semua tahapan tersebut berlaku untuk semua nasabah baik itu nasabah lama dan nasabah baru. Evaluasi efektivitas yang dilakukan untuk prosedur pembiayaan adalah dengan cara membandingkan prosedur yang telah dilewati responden dengan ketentuan yang diterapkan oleh BPRS. Hasil evaluasi efektivitas dapat dilihat pada Gambar Persentase Pemenuhan Prosedur 100% 85-99% 70-84% < 70% Gambar 13. Sebaran Persentase Responden Menurut Prosedur Pembiayaan pada PT. BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Gambar 13, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden nasabah BPRS Amanah Ummah menyatakan telah melewati 100 persen tahapan yang wajib dilewati oleh nasabah. Sebanyak 17 responden atau 44,74 persen responden dari total keseluruhan responden menyatakan mereka telah melewati 100 persen tahapan yang telah ditentukan. Sebanyak 12 responden atau 31,58 persen responden dari total keseluruhan responden menyatakan mereka melewati persen tahapan dari seluruh tahapan yang telah ditentukan. Sebanyak delapan responden atau 21,05 persen responden dari total keseluruhan responden menyatakan mereka mampu melewati persen tahapan dari seluruh tahapan yang telah ditentukan. Sedangkan, sebanyak satu responden atau 2,63 persen responden dari total 102

121 keseluruhan responden menyatakan mereka hanya mampu melewati kurang dari 70 persen tahapan yang telah ditentukan. Berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan, dapat disimpulkan bahwa prosedur pembiayaan telah efektif diterapkan kepada nasabah dari BPRS Amanah Ummah. Pihak BPRS menyatakan bahwa prosedur yang harus dilalui nasabah adalah berjumlah delapan tahapan dari sembilan tahapan yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan tahapan kelima yang harus dilalui nasabah bersifat kondisional, tergantung dari situasi dan kondisi dari nasabah tersebut. Pembahasan pengajuan pembiayaan yang dilakukan oleh komite akhir direksi hanya dilakukan jika pengajuan pembiayaan yang dilakukan oleh nasabah lebih dari lima juta rupiah. Oleh karena itu, mereka menyatakan apabila nasabah tidak mengajukan pembiayaan di atas lima juta rupiah tahapan kelima ini tidak perlu dipenuhi. 3. Realisasi Pembiayaan Karakteristik nasabah pada umumnya mengajukan pembiayaan pada saat membutuhkan tambahan modal bagi usahanya. Sehingga mereka sangat membutuhkan dana pembiayaan dalam waktu yang cepat untuk keberlansungan usahanya. Pihak BPRS mengusahakan sesingkat mungkin waktu pencairan atau realisasi pembiayaan. Rata-rata waktu yang diperlukan dari proses pengajuan persyaratan sampai dengan pencairan dana lebih kurang dua minggu. Jika realisasi pembiayaan melebihi dua minggu maka dapat dikatakan kurang efektif. Evaluasi efektivitas yang dilakukan untuk realisasi pembiayaan adalah dengan cara membandingkan waktu hingga pencairan dana yang telah dilewati responden dengan ketentuan yang diterapkan oleh BPRS. Hasil evaluasi efektivitas dapat dilihat pada Gambar

122 Persentase Realisasi Pembiayaan 7 Hari 8-14 Hari Hari Hari Gambar 14. Sebaran Persentase Responden Menurut Realisasi Pembiayaan pada PT. BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Gambar 14, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden nasabah BPRS Amanah Ummah menyatakan memerlukan waktu hingga satu minggu (tujuh hari) dalam realisasi pembiayaan. Sebanyak 22 responden atau 57,89 persen responden dari total keseluruhan responden menyatakan bahwa mereka hanya memerlukan waktu hingga satu minggu (tujuh hari) dalamam realisasi pembiayaan. Sebanyak 13 responden atau 34,21 persen respondenn dari total keseluruhan responden yang menyatakan bahwa mereka memerlukan waktu hingga dua minggu (14 hari) dalam realisasi pembiayaan. Sebanyak satu responden atau 2,63 persen responden dari total keseluruhan responden yang menyatakan bahwa ia memerlukan waktu hingga tiga minggu (21 hari) dalam realisasi pembiayaan. Sedangkan, sebanyak dua responden atau 5,26 persen responden dari total keseluruhan responden yang menyatakan mereka memerlukan waktu hingga satu bulan (30 hari) dalam realisasi pembiayaan. Berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan, dapat disimpulkan bahwa realisasi pembiayaan sangat efektif diterapkan kepada nasabah dari BPRS Amanah Ummah. Hal ini disebabkan waktu yang dibutuhkan nasabah dalam realisasi pembiayaan jauh lebih cepat dari ketentuan yang ditetapkan oleh pihak BPRS yaitu dua minggu (14 hari). 104

123 4. Biaya Administrasi Pembiayaan Secara mum biaya administrasi adalah biaya yang dikeluarkan oleh nasabah selama proses permohonan pengajuan pembiayaan sampai dengan realisasi pembiayaan. Biaya tersebut diperlukan untuk materai, buku tabungan, ZIS (zakat, infak, dan sedekah), biaya asuransi, biaya notaris, serta biaya administrasi lainnya. Pihak BPRS menyatakan biaya administrasi yang dibebankan kepada nasabah adalah biaya riil yang dikeluarkan selama proses pengajuan pembiayaan hingga realisasi pembiayaan. Evaluasi efektivitas yang dilakukan untuk biaya administrasi pembiayaan adalah dengan cara membandingkan jumlah uang yang dikeluarkan responden dengan ketentuan yang diterapkan oleh BPRS. Namun, karena biaya riil juga mencakup biaya notaris, ZIS (zakat, infak, dan sedekah), dan biaya asuransi yang besarnya berbeda-beda tergantung dari besarnya pembiayaan yang diberikan, maka biaya administrasi yang dihitung hanyalah biaya riil mencakup biaya materai, buku tabungan, dan biaya survei yang dikeluarkan dalam melakukan analisis pembiayaan. Hasil evaluasi efektivitas dapat dilihat pada Gambar 15. Persentase Rp Rp Rp Rp Rp > Rp Biaya Administrasi Pembiayaan Gambar 15. Sebaran Persentase Responden Menurut Biaya Administrasi Pembiayaan pada PT. BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Gambar 15, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden nasabah BPRS Amanah Ummah menyatakan mengeluarkan uang 105

124 lebih dari Rp hingga Rp sebagai biaya administrasi pembiayaan. Sebanyak 17 responden atau 44,73 persen responden dari total keseluruhan reponden menyatakan mereka mengeluarkan uang lebih dari Rp hingga Rp sebagai biaya administrasi pembiayaan. Sebanyak enam responden atau 15,79 persen responden dari total keseluruhan responden menyatakan mereka mengeluarkan uang hingga Rp sebagai biaya administrasi pembiayaan. Sebanyak enam responden atau 15,79 persen responden dari total keseluruhan responden yang menyatakan mereka mengeluarkan uang lebih dari Rp hingga Rp sebagai biaya administrasi pembiayaan. Sedangkan, sebanyak sembilan responden atau 23,69 persen responden dari total keseluruhan responden menyatakan mereka mengeluarkan uang lebih dari Rp sebagai biaya administrasi pembiayaan. Berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan, dapat disimpulkan bahwa biaya administrasi pembiayaan telah efektif diterapkan kepada nasabah dari BPRS Amanah Ummah. Hal ini disebabkan biaya yang dikeluarkan oleh nasabah masih sesuai dengan ketentuan biaya administrasi pembiayaan yang ditetapkan dengan ketentuan pihak BPRS yaitu sesuai dengan biaya riil yang dikeluarkan dalam tahap pengajuan pembiayaan hingga realisasi pembiayaan. Untuk melihat apakah besar biaya administrasi atau dalam hal ini biaya riil yang dikeluarkan nasabah sudah sesuai dengan jarak antara BPRS Amanah Ummah dengan lokasi usaha nasabah. Untuk mengetahui hubungan tersebut digunakan analisis korelasi pearson untuk melihat sejauh mana lokasi usaha nasabah berpengaruh terhadap biaya riil yang dikeluarkan nasabah. Tabel 14. Hasil Uji Korelasi Variabel Lokasi Usaha Terhadap Biaya Riil Hasil Korelasi Pearson Koefisien Korelasi Nilai P Lokasi Usaha 0,322 0,048 Berdasarkan analisis korelasi pearson tersebut, diketahui bahwa korelasi antara lokasi usaha nasabah dengan biaya riil memiliki derajat 106

125 hubungan yang rendah dengan taraf signifikansi sebesar 0,048 atau kurang dari α lima persen. Sehingga dapat dikatakan bahwa lokasi usaha nasabah secara signifikann mempengaruhi biaya riil yang harus dikeluarkan, meskipun derajat hubungann yang dimiliki kurang erat. Dapat dikatakan bahwa biaya riil yang dibebankann kepada nasabah sudah efektif karena sesuai dengan biaya transportasi untuk melakukan survei lapang pada lokasi usahaa nasabah. 5. Nisbah Bagi Hasil/Margin Nisbah bagi hasil/margin adalah besar bagi hasil/margin yang diterima oleh BPRS atas pembiayaan yang telah diberikan. Pihak BPRS menyatakan bahwa nisbah bagi hasil/margin yang dibebankan kepada nasabah berkisarr antara 1,00 persen hingga 1,5 persen perbulan atau 10,00 persen hingga 18,00 persen pertahun. Evaluasi efektivitas yang dilakukan untuk nisbah bagi hasil/margin adalah dengan cara membandingkan nisbah bagi hasil/margin yang dikeluarkan responden dengan ketentuan yang diterapkan oleh BPRS. Hasil evaluasi efektivitas dapat dilihat pada Gambar Persentase ,01-14,00 14,01-18,00 18,01-22,00 22,01-26,00 0 Nisbah Bagi Hasil/Margin (%/Tahun) Gambar 16. Sebaran Persentase Responden Menurut Nisbah Bagi Hasil/Margin pada PT. BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Gambar 16, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden nasabah BPRS Amanah Ummah menyatakan mereka mengeluarkan nisbah bagi hasil/margin antara 14,01 persen hingga 18,00 107

126 persen pertahun. Sebanyak 14 responden atau 36,84 persen responden dari total keseluruhan responden menyatakan mereka mengeluarkan nisbah bagi hasil/margin antara 14,01 persen hingga 18,00 persen pertahun. Sebanyak enam responden atau 15,79 persen responden dari total keseluruhan responden menyatakan mereka mengeluarkan nisbah bagi hasil/margin antara 10,01 persen hingga 14,00 persen pertahun. Sebanyak 12 responden atau 31,58 persen responden dari total keseluruhan responden menyatakan mereka mengeluarkan nisbah bagi hasil/margin antara 18,01 persen hingga 22,00 persen pertahun. Sedangkan, sebanyak enam responden atau 15,79 persen responden dari total keseluruhan responden menyatakan mereka mengeluarkan nisbah bagi hasil/margin antara 22,01 persen hingga 26,00 persen pertahun. Berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan, dapat disimpulkan bahwa nisbah bagi hasil/margin telah efektif diterapkan kepada nasabah dari BPRS Amanah Ummah. Hal ini disebabkan besar nisbah bagi hasil/margin yang dibebankan kepada nasabah masih sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh BPRS. Sebagian besar nasabah tidak melakukan proses negosiasi mengenai jumlah nisbah bagi hasil/margin yang dibebankan kepada mereka. Padahal, BPRS Amanah Ummah menyediakan proses negosiasi yang bisa dipergunakan nasabah untuk menawar besar nisbah bagi hasil yang harus dibayar kepada pihak BPRS Amanah Ummah. Diketahui pula bahwa nasabah pada sektor on-farm ternyata mengeluarkan nisbah bagi hasil/margin yang lebih kecil dibandingkan nasabah pada sektor off-farm. Nasabah pada sektor on-farm hanya dibebankan nisbah bagi hasil/margin sebesar 11 persen sampai dengan 19,20 persen pertahun. Sedangkan, nasabah pada sektor off-farm dibebankan nisbah bagi hasil/margin yang lebih besar yaitu sebesar 12 persen sampai dengan 22,80 persen pertahun. Hal tersebut menunjukkan pihak BPRS Amanah Ummah telah menyadari tingkat risiko usaha yang lebih besar pada sektor on-farm, sehingga mereka membebankan nisbah bagi hasil/margin yang relatif lebih kecil dibandingkan sektor off-farm. 108

127 6. Pelayanan serta Pembinaan Petugas Bank Dalam hal pelayanan, BPRS menggunakan Account Officer (AO) dan Funding Officer (FO) sebagai pendamping bagi nasabah. Pada umumnya antara AO dan FO dengan nasabah memiliki hubungan yang cukup dekat. Kedekatan hubungan ini dikarenakan baik AO maupun FO secara rutin secara rutin mengunjungi nasabah, terutama mitra yang mempunyai pembiayaan yang bermasalah dalam pembayaranya. Hubungan yang dibangun antara AO dan FO dengan nasabah dilandaskan pada asas kekeluargaan. Pelayanan dan pembinaan yang dilakukan oleh petugas bank antara lain memberikan penjelasan mengenai syarat awal dan penjelasan mengenai jenis pembiayaan yang tersedia, melakukan peninjauan usaha nasabah, serta memberikan penjelasan mengenai angsuran dan bagi hasil/margin. Pihak BPRS juga menyediakan pilihan pelayanan kepada nasabah yaitu pelayanan di kantor BPRS Amanah Ummah maupun pelayanan secara langsung di tempat usaha nasabah. Pembinaan ini berupa konsultasi bisnis terkait dengan administrasi keuangan maupun rencana usaha yang dilakukan nasabah. Pembinaan ini dilakukan langsung oleh Account Officer, agar pembiayaan yang disalurkan tidak mengalami kemacetan pada saat pembayarannya. Evaluasi efektivitas yang dilakukan untuk pelayanan dan pembinaan petugas bank adalah dengan cara membandingkan pelayanan dan pembinaan yang diterima responden dengan ketentuan yang diterapkan oleh BPRS. Hasil evaluasi efektivitas dapat dilihat pada Gambar

128 Persentase Pelayanan dan Pembinaan Petugas Bank Lengkap Kurang Lengkap Tidak Lengkap Tidak Ada Gambar 17. Sebaran Persentase Responden Menurut Pelayanan dan Pembinaan Petugas pada PT. BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Gambar 17, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden nasabah BPRS Amanah Ummah menyatakann mereka tidak mendapatkan pelayanan maupun pembinaan dari petugas bank. Sebanyak 18 responden atau 47,37 persen responden dari total keseluruhan responden menyatakan mereka tidak mendapatkan pelayanan dan pembinaan dari petugas bank dalam pembiayaan yang diberikan. Sebanyak tiga responden atau 7,89 persen responden dari total keseluruhan responden yang menyatakan mereka mendapatkan pelayanan dan pembinaan yang lengkap berupa penjelasan syarat awal dan jenis pembiayaan, peninjauan usaha, serta penjelasan angsuran dan bagi hasil/margin. Sebanyak empat responden atau 10,53 persen responden dari total keseluruhan responden yang menyatakan mereka mendapatkan pelayanan dan pembinaan yang kurang lengkap berupa penjelasan syarat awal dan jenis pembiayaan, serta penjelasan angsuran dan bagi hasil/margin. Sedangkan, sebanyak 13 responden atau 34,21 persen responden dari total keseluruhan responden yang menyatakan mereka mendapatkan pelayanan dan pembinaan yang tidak lengkap yaitu hanya berupa penjelasan syarat awal dan penjelasan angsuran dan bagi hasil/margin. Berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan, dapat disimpulkan bahwa pelayanan dan pembinaan petugas bank tidak efektif diterapkan 110

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perbedaan Syariah dengan Konvensional 2.1.1. Perbandingan Kinerja Bank Syariah dengan Bank Konvensional Kusafarida (2003) dalam skripsinya meneliti tentang perbandingan kinerja

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA SKRIPSI EKO HIDAYANTO H34076058 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) SKRIPSI VIRGITHA ISANDA AGUSTANIA H34050921 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS 7.1. Karakteristik Responden Responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 38 responden yang menjadi mitra

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI ROBBI FEBRIO H34076133 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di BPRS Amanah Ummah, Leuwiliamg, Bogor. Pemilihan BPRS dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa BPRS

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK UMKM AGRIBISNIS PADA KBMT WIHDATUL UMMAH KOTA BOGOR

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK UMKM AGRIBISNIS PADA KBMT WIHDATUL UMMAH KOTA BOGOR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK UMKM AGRIBISNIS PADA KBMT WIHDATUL UMMAH KOTA BOGOR SKRIPSI MASTUTY HANDOYO H 34066079 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR

KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR Disusun Oleh : SEVIA FITRIANINGSIH A 14104133 PROGRAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN KREDIT MIKRO PT BPD JABAR BANTEN KCP DRAMAGA OLEH FRANSISCUS HALOHO H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN KREDIT MIKRO PT BPD JABAR BANTEN KCP DRAMAGA OLEH FRANSISCUS HALOHO H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN KREDIT MIKRO PT BPD JABAR BANTEN KCP DRAMAGA OLEH FRANSISCUS HALOHO H14053267 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERCOBAAN EKONOMI UNTUK MENGKAJI KINERJA SISTEM PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL OLEH IKA SARI WIDAYANTI H

PERCOBAAN EKONOMI UNTUK MENGKAJI KINERJA SISTEM PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL OLEH IKA SARI WIDAYANTI H PERCOBAAN EKONOMI UNTUK MENGKAJI KINERJA SISTEM PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL OLEH IKA SARI WIDAYANTI H14103029 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian di Indonesia secara nasional menunjukkan bahwa kegiatan usaha mikro merupakan salah satu bidang usaha yang konsisten dan berkembang. Bahkan sejarah telah

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SOCIAL CAPITAL TERHADAP REPAYMENT RATE PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (Studi Kasus KBMT Wihdatul Ummah, Bogor) Oleh

ANALISIS PENGARUH SOCIAL CAPITAL TERHADAP REPAYMENT RATE PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (Studi Kasus KBMT Wihdatul Ummah, Bogor) Oleh 1 ANALISIS PENGARUH SOCIAL CAPITAL TERHADAP REPAYMENT RATE PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (Studi Kasus KBMT Wihdatul Ummah, Bogor) Oleh WAWAN KURNIA H14103116 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tumpuan perekonomian Indonesia. Hingga tahun 2011, tercatat sekitar 99,99 persen usaha di Indonesia adalah

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (U MKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

RINGKASAN ANGGIT GUMILAR. Pengaruh Suku Bunga Terhadap Penyaluran Berbagai Jenis Kredit UMKM di Indonesia. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS. Peran UMKM

RINGKASAN ANGGIT GUMILAR. Pengaruh Suku Bunga Terhadap Penyaluran Berbagai Jenis Kredit UMKM di Indonesia. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS. Peran UMKM PENGARUH SUKU BUNGA TERHADAP PENYALURAN BERBAGAI JENIS KREDIT UMKM DI INDONESIA Oleh: ANGGIT GUMILAR H 14104103 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kab. Bogor, Jawa Barat) Oleh : Amir Mutaqin A08400033 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan perbankan syariah di Indonesia terus berkembang pesat. Dalam waktu yang relatif singkat, perbankan syariah telah mampu memperlihatkan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output. Pertumbuhan ekonomi mutlak

BAB I PENDAHULUAN. faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output. Pertumbuhan ekonomi mutlak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang disebabkan oleh barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat mengalami kenaikan. Pertumbuhan

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H14101089 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyaluran Kredit Perbankan Tahun (Rp Miliar).

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyaluran Kredit Perbankan Tahun (Rp Miliar). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian penduduknya bekerja di sektor pertanian. Saat ini keberpihakan pihak-pihak pemodal atau Bank baik pemerintah maupun

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A14104105 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia ditandai dengan perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan lembaga kuangan syariah di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menegah (UMKM) di Indonesia mengalami pertumbuhan yang menggembirakan. Keberadaan UMKM di Indonesia pada tahun 2010 sangat besar jumlahnya

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BESARNYA PENGAMBILAN PEMBIAYAAN DAN PEMBIAYAAN MACET PADA KBMT MADANI PULO EMPANG BOGOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BESARNYA PENGAMBILAN PEMBIAYAAN DAN PEMBIAYAAN MACET PADA KBMT MADANI PULO EMPANG BOGOR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BESARNYA PENGAMBILAN PEMBIAYAAN DAN PEMBIAYAAN MACET PADA KBMT MADANI PULO EMPANG BOGOR Oleh : A LAA HIMMATI H14052961 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

SKRIPSI ARDIANSYAH H

SKRIPSI ARDIANSYAH H FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI KEBUN PLASMA KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kebun Plasma PTP. Mitra Ogan, Kecamatan Peninjauan, Sumatra Selatan) SKRIPSI ARDIANSYAH H34066019

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undang undang Nomor 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. 1 Peri Umar Farouk, Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia,

A. Latar Belakang. 1 Peri Umar Farouk, Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perbankan syariah sudah dimulai sejak tahun 1992, dengan didirikannya bank Muamalat sebagai bank syariah pertama di Indonesia. Pada tahun itu juga dikeluarkan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) semakin mendapatkan perhatian terutama dari pelaku agribisnis. Perhatian ini didasari karena sektor UMKM mampu bertahan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A14103125 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH ANGGI DESTRIA H

ANALISIS PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH ANGGI DESTRIA H ANALISIS PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH ANGGI DESTRIA H14050283 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

ANALISIS PORTOFOLIO KREDIT (KONSUMTIF DAN PRODUKTIF) DAN PENGARUHNYA TERHADAP LABA (STUDI KASUS PT BANK X Tbk) Oleh DIAH RISMAYANTI H

ANALISIS PORTOFOLIO KREDIT (KONSUMTIF DAN PRODUKTIF) DAN PENGARUHNYA TERHADAP LABA (STUDI KASUS PT BANK X Tbk) Oleh DIAH RISMAYANTI H 1 ANALISIS PORTOFOLIO KREDIT (KONSUMTIF DAN PRODUKTIF) DAN PENGARUHNYA TERHADAP LABA (STUDI KASUS PT BANK X Tbk) Oleh DIAH RISMAYANTI H24051975 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR Oleh : DIKUD JATUALRIYANTI A14105531 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Oleh: HARDY SUHARDIMAN H

Oleh: HARDY SUHARDIMAN H KINERJA KEUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN PEMBIAYAAN BPR SYARIAH (Kasus pembiayaan usaha produktif pada PT. BPRS Al-Salaam Amal Salman, Kel. Cinere, Depok) Oleh: HARDY SUHARDIMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem keuangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia berbasiskan perbankan (bank based). Hal ini tercermin pada besarnya pembiayaan sektor riil yang bersumber

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA LIRA MAI LENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2 0 0 7 ABSTRAK Lira Mai Lena. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Sedangkan bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan multidimensi, pertumbuhan ekonomi nasional relatif masih

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H14050184 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan perekonomian Indonesia tidak terlepas dari peran perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediate atau lembaga yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Abdul Ghafur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), hlm. 31.

BAB 1 PENDAHULUAN. Abdul Ghafur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), hlm. 31. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai sebuah Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia baru pada akhir abad XX ini memiliki bank-bank yang mendasarkan pengelolaannya pada prinsip

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH MIMI MARYADI H14103117 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI Sampul Depan... i Sampul Dalam... ii Prasyarat Gelar... ii iii Persetujuan... iv Penetapan Panitia Penguji... v Ucapan Terima Kasih... vi Ringkasan... ix Summary... xi Abstrak... xv Abstract...

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ

KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ Oleh : Raden Luthfi Rochmatika A14102089 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANALISIS RENCANA KEMITRAAN ANTARA PETANI KACANG TANAH DENGAN CV MITRA PRIANGAN (Kasus pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur) SKRIPSI TIARA ASRI SATRIA H34052169 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A14104038 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kredit adalah salah satu faktor yang berperan penting di dalam pengembangan usaha. Pada umumnya ada dua jenis kredit, yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi. Kredit

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah merupakan organisasi profit oriented business yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah merupakan organisasi profit oriented business yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank syariah merupakan organisasi profit oriented business yang tidak hanya diperuntukkan bagi umat Islam saja, tetapi untuk semua kalangan masyarakat. Bank

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H 14104017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terwujud.

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terwujud. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu negara dapat dilihat dari kinerja dan tingkat perekonomian yang dihasilkan, dimana salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor perbankan. Berdasarkan sistem operasionalnya, perbankan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sektor perbankan. Berdasarkan sistem operasionalnya, perbankan Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian suatu negara dibangun atas dua sektor, yaitu sektor riil dan sektor moneter. Sektor riil adalah sektor ekonomi yang ditumpukan pada sektor manufaktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang dibentuk terutama untuk melayani kebutuhan pelayanan jasa-jasa perbankan bagi masyarakat ekonomi lemah terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan peningkatan total output dalam suatu perekonomian. Struktur. perekonomian Indonesia didominasi oleh Pulau Jawa.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan peningkatan total output dalam suatu perekonomian. Struktur. perekonomian Indonesia didominasi oleh Pulau Jawa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Case dan Fair (2007:326) pertumbuhan ekonomi ditandai dengan peningkatan total output dalam suatu perekonomian. Struktur perekonomian Indonesia didominasi oleh

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA OLEH M. FAJRI FIRMAWAN H14104120 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang cukup pesat dan memberikan pengaruh yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang cukup pesat dan memberikan pengaruh yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia saat ini sudah mengalami peningkatan yang cukup pesat dan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam

Lebih terperinci

ALASAN MASYARAKAT DALAM MEMILIH PRODUK BANK SYARIAH SKRIPSI

ALASAN MASYARAKAT DALAM MEMILIH PRODUK BANK SYARIAH SKRIPSI ALASAN MASYARAKAT DALAM MEMILIH PRODUK BANK SYARIAH (STUDI KASUS BANK BNI SYARIAH CABANG DARMO KOTA SURABAYA) SKRIPSI Diajukan Oleh : ARDIK KRISTIAWAN 0811010030/ FE/ IE Kepada FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Hasil analisis deksriptif (Wangi SP, 2008) memperlihatkan bahwa semakin besar nilai pengajuan dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ACHMAD

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FREKUENSI PENGAJUAN PEMBIAYAAN UMKM (PT. BPRS Amanah Ummah Leuwiliang, Bogor) Oleh YUNIA INDRIYANI H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FREKUENSI PENGAJUAN PEMBIAYAAN UMKM (PT. BPRS Amanah Ummah Leuwiliang, Bogor) Oleh YUNIA INDRIYANI H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FREKUENSI PENGAJUAN PEMBIAYAAN UMKM (PT. BPRS Amanah Ummah Leuwiliang, Bogor) Oleh YUNIA INDRIYANI H24103011 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga perantara keuangan antara masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga perantara keuangan antara masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank merupakan lembaga perantara keuangan antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana. Pada dasarnya bank syariah sebagaimana

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (Studi Kasus di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)

ANALISIS PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (Studi Kasus di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor) ANALISIS PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (Studi Kasus di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor) SKRIPSI AJEN MUKAROM H34066008 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KREDIT PERUM PEGADAIAN OLEH YUSTIANA RATNA NURAINI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KREDIT PERUM PEGADAIAN OLEH YUSTIANA RATNA NURAINI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KREDIT PERUM PEGADAIAN OLEH YUSTIANA RATNA NURAINI H14104059 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional. Sebagai sektor yang menyerap 80 90% tenaga kerja, usaha Mikro Kecil dan Menengah

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP VOLATILITAS RETURN DI PASAR SAHAM BURSA EFEK INDONESIA OLEH : MARIO DWI PUTRA H

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP VOLATILITAS RETURN DI PASAR SAHAM BURSA EFEK INDONESIA OLEH : MARIO DWI PUTRA H ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP VOLATILITAS RETURN DI PASAR SAHAM BURSA EFEK INDONESIA OLEH : MARIO DWI PUTRA H14050206 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sebelum krisis tahun 1998 sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak dilirik oleh perbankan karena mereka menilai sektor ini tidak layak untuk dibiayai,

Lebih terperinci