Final Report Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyarakat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Final Report Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyarakat"

Transkripsi

1 Biodiversity and Climate Change Project (BIOCLIME) Final Report Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyarakat (Public consultation result of study on economic value and mapping of selected NTFP and FMU related inventory of forest resources) Muhammad Yazid, Jun Harbi, Mohammad Sidiq dan Berthold Haasler

2 Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyaraat i Kata Pengantar Laporan ini disusun sebagai dokumen verifikasi untuk Tujuan Spesifik/Output-5 (Working Package 5): Sumber-sumber pendapatan alternatif untuk masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar kawasan-kawasan yang dilindungi teridentifikasi dan dikembangkan, dan sebagai laporan capaian Kegiatan Utama 5.1: Pengidentifikasian usaha-usaha yang menghasilkan pendapatan untuk masyarakat, Sub Kegiatan Konsultasi publik tentang hasil-hasil studi mengenai nilai ekonomi dan pemetaan HHBK dan KPH Terkait dengan Inventarisasi Sumberdaya Hutan. Dokumen laporan ini disusun melalui tiga tahapan. Tahap pertama adalah penyusunan dokumen pendahuluan yang beriisi tentang kerangka isi dari materi konsultasi publik, yang telah diselesaikan pada tahun Tahap kedua adalah kompilasi data dan informasi baik kuantitatf maupun kualitatif dari hasil desk study dan survey lapangan, yang telah diselesaikan pada tahun 2016 sampai awal tahun Sedangkan tahap ketiga adalah memformulasikan rencana tindak lanjut untuk implementasi bisnis pasca project Bioclime, peluang untuk penguatan modal usaha masyarakat, dan inisiatif kemitraan dengan KPH untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat desa melalui Konsultasi Publik. Beberapa hasil studi yang dijadikan referensi dalam laporan ini adalah studi mengenai penilaian kerentanan sosial-ekonomi dan studi baseline; studi penilaian sumber penghidupan masyarakat dan penyaringan produk HHBK (CLAPS); studi tentang rantai nilai dan analisis pasar untuk produk-produk HHBK perioritas di 5 wilayah desa pilot project, studi kelayakan dan penyusunan bisnis plan untuk unit bisnis masyarakat di 5 wilayah desa pilot project, dan studi tentang akses terhadap keuangan dan pembiayaan (mikro kredit) untuk unit usaha masyarakat dengan studi kasus di 5 wilayah desa pilot project. Pendapat, pandangan dan rekomendasi yang disampaikan pada laporan ini adalah pendapat, pandangan dan rekomendasi dari penulis dan tidak mencerminkan pendapat resmi dari BMUB dan/atau GIZ. Palembang, Mei 2017 Tim Penyusun Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 A514: Konsultasi public tentang hasil-hasil studi mengenai nilai ekonomi dan pemetaan HHBK dan KPH Terkait dengan Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

3 Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyaraat ii Singkatan/Akronim BIOCLIME CBFM CLAPS FAO HHBK KK KPHL KPHP KTH MA&D Biodiversity and Climate Change Project Proyek Biodiversitas dan Perubahan Iklim Community Based Forest Management Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Penilaian Sumber Penghidupan Masyarakat dan Penyaringan Produk Food and Agriculture Organization Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Pangan dan Pertanian Non-Timber Forest Products Hasil Hutan Bukan Kayu Househould Kepala Keluarga Protection Forest Management Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Production Forest Management Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Forest Farmer Group Kelompok Tani Hutan Market Analysis and Development Analisa Pasar dan Pengembangan Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 A514: Konsultasi public tentang hasil-hasil studi mengenai nilai ekonomi dan pemetaan HHBK dan KPH Terkait dengan Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

4 Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyaraat iii Daftar Isi Kata Pengantar... i Singkatan/Akronim... ii Daftar Isi... iii Daftar Tabel... iv 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan METODOLOGI Kerangka Pendekatan Tempat dan Waktu Peserta Konsultasi Publik Agenda Konsultasi Publik HASIL PELAKSANAAN Gambaran Umum Program untuk Masyarakat Rencana Tindak Lanjut: Program Peningkatan Kapasitas KTH Exit Strategy: Pasca Project BIOCLIME KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 A514: Konsultasi public tentang hasil-hasil studi mengenai nilai ekonomi dan pemetaan HHBK dan KPH Terkait dengan Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

5 Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyaraat iv Daftar Tabel Tabel 1 Daftar peserta Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyarakat... 3 Tabel 2 Agenda Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyarakat... 4 Tabel 3 Produk prioritas di 5 desa Pilot Project... 6 Tabel 4 Gambaran umum perkembangan usaha masyarakat di 5 desa Pilot Project... 6 Tabel 5 Sumberdaya HHBK prioritas di tiap desa pilot project... 7 Daftar Gambar Gambar 1 Alur proses Konsultasi Publik... 2 Gambar 2 Roadmap Pembentukan Usaha Masyarakat Berbasis HHBK... 5 Gambar 3 Konsep utama untuk program peningkatan kapasitas KTH... 8 Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 A514: Konsultasi public tentang hasil-hasil studi mengenai nilai ekonomi dan pemetaan HHBK dan KPH Terkait dengan Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

6 Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyaraat Latar Belakang 1 PENDAHULUAN BIOCLIME menerapkan progran kegiatan Community Base Forest Management (CBFM) dan Agroforestry di Sumatera Selatan. Program kegiatan tersebut diterapkan di 5 desa pilot project, yakni di Desa Muara Sungsang (KPHL Banyuasin), Desa Pangkalan Bulian (KPHP Meranti), Desa Kepayang (KPHP Lalan), Desa Karang Panggung (KPHP Lakitan), dan Desa Napal Licin (KPHP Rawas). Kegiatannya berupa pembangunan model Kewirausahaan Masyarakat (Community-based Enterprises) melalui pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), serta penguatan Kelompok Tani Hutan (KTH). Model Kewirausahaan Masyarakat dibangun dengan menggunakan kajian empiris hasil studi di lapangan. Beberapa kajian empiris yang telah dilakukan adalah studi baseline sosial ekonomi di 20 desa yang berada di wilayah kabupaten prioritas. Survey untuk identifikasi produk-produk hasil hutan dan HHBK di 5 wilayah desa yang berada di dalam dan di sekitar areal KPH dengan menggunakan kerangka analisis penilaian sumber penghidupan masyarakat dan penyaringan produk (Community Livelihoods Appraisal and Product Scanning, CLAPS). Analisis pengembangan pasar melalui identifikasi gagasan usaha dengan menggunakan instrumen Market Analysis and Development (MA&D) untuk HHBK dan produk-produk agroforestry. Untuk HHBK yang teridentifikasi sebagai komoditas unggulan/prioritas desa, dikaji lebih lanjut dengan kerangka penilaian rantai nilai dan pemasaran. Kajian penting lainnya adalah kajian kelayakan usaha dan peluang akses terhadap keuangan dan permodalan untuk setiap komoditi yang diusahakan. Dalam kurun waktu 1 3 tahun, KTH mengembangkan beberapa usaha skala kecil, yakni (1) usaha budidaya tanaman nilam dan penyulingan nilam (minyak atsiri) (Desa Napal Licin); (2) industri pengolahan Kopi Bubuk Selangit dan Kopi Luwak Liar (Desa Karang Panggung); (3) usaha pengolahan rotan untuk produk mebel dan produk kerajinan rotan (Desa Pangkalan Bulian); (4) usaha produk perikanan dan persemaian desa (Desa Kepayang); dan (5) usaha pemanfaatan air kelapa untuk Nata De Coco dan pembuatan asap cair dari tempurung kelapa (Desa Muara Sungsang). Berkaitan dengan hal tersebut, Konsultasi Publik adalah bagian dari proses penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang diformulasikan bersama para pihak, terutama Pemerintah Desa, KPH, dan SKPD yang bergerak dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat desa. Dalam pelaksanaanya, materi yang digunakan dalam proses Konsultasi Publik adalah mengacu pada hasil-hasil kajian empiris hasil studi di lapangan Tujuan Tujuan dari Konsultasi Publik ini adalah untuk: 1. Mensosialisasikan hasil-hasil kajian mengenai nilai ekonomi dan pemetaan Hasil Hutan BUkan Kayu (HHBK). 2. Memformulasikan Rencana Tindak Lanjut pengembangan unit Kewirausahaan Masyarakat melalui pemanfaatan HHBK secara lestari, yang diimplementasikan melalui kerja sama antara Kelompok Tani Hutan (KTH) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 A514: Konsultasi public tentang hasil-hasil studi mengenai nilai ekonomi dan pemetaan HHBK dan KPH Terkait dengan Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

7 Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyaraat Kerangka Pendekatan 2 METODOLOGI Untuk kajian data sosial ekonomi ini menggunakan kerangka pendekatan penghidupan lestari/sla (Sustainable Livelihood Appraisal), yang digali melalui data survey lapangan dan data sekunder, meliputi data kependudukan dan deksripsi kerentanan dari masing-masing desa. Pendekatan ini dipilih berdasarkan pertimbangan, bahwa informasi yang dikonsultasikan adalah berasal dari temuan-temuan di lapangan (situasi masalah empiris), dan dianalisis untuk memahami substansi dari pengembangan model unit usaha (kewirausahaan) masyarakat dengan komoditas HHBK. Selanjutnya pada batasan waktu untuk penggalian informasi yang lebih mendalam tentang Rencana Tindak Lanjut untuk keberlangsungan bisnis masyarakat pasca project BIOCLIME. Alur dari kegiatan Konsultasi Publik ini (Gambar 1) dinarasikan sebagai berikut. Untuk mengenali fenomena implementasi usaha masyarakat, digali dengan cara memahami pengalamna KTH selama 1 2 tahun kegiatan di desa. Lebih lanjut, paparan dari para ahli/peneliti disajikan dalam rangka untuk mengkaji situasi di lapangan mengenai gap yang terjadi dalam proses implementasi bisnis pada masing-masing usaha di desa. Dengan menggunakan informasi baik dari KTH maupun tenaga-tenaga ahli/peneliti, proses formulasi Rencana Tindak Lanjut diidentifikasi dengan menggunakan variabel-variabel yang mempengaruhi pembangunan unit bisnis untuk jangka panjang. Gambar 1 Alur proses Konsultasi Publik Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 A514: Konsultasi public tentang hasil-hasil studi mengenai nilai ekonomi dan pemetaan HHBK dan KPH Terkait dengan Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

8 Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyaraat Tempat dan Waktu Kegiatan Konsultasi Publik ini diselenggarakan di Hotel Grand Zury Palembang Sumatera Selatan pada hari kamis 27 April Peserta Konsultasi Publik Peserta Konsultasi Publik ini adalah tokoh kunci perwakilan dari berbagai institusi terutama yang berkaitan langsung dengan program pengembangan usaha masyarakat berbasis HHBK. Adapun daftar peserta yang mengikuti pelatihan ini sebanyak 26 orang seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Daftar peserta Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyarakat No Nama Institusi Keterangan 1 Merie Yulita UPTD KPH Wil. III Palembang-Banyuasin Perwakilan KPH 2 Hotman P. Siregar UPTD KPH Wil. I Meranti 3 Angger Sunarto UPTD KPH Wil. II Lalan Mendis 4 Berti Manurung UPTD KPH Wilayah XII Benakat 5 Roby A. Mangunsong UPTD KPH Wilayah XIII Bukit Cogong Lakitan 6 Isman Prabujaya Penyuluh Kehutanan Perwakilan 7 Andri Abbas Penyuluh Kehutanan Penyuluh Kehutanan 8 Panji Cahyanto Dinas Kehuanan Prov. SumSel Pewakilan 9 Agus Wibowo BPHP Wil V Palembang Instansi 10 Amirullah KTH Muara Sungsang Mandiri (M Sungsang, Banyuasin) Perwakilan Masyarakat 11 Junaini KTH Bulian Alam Mulia (Desa Pangkalan Bulian, Musi Banyuasin) 12 Fatkhur Rozi KTH Tunas Harapan (K.Panggung, Mura) 13 Bastari KTH Citra Lestari (Napal Licin, Muaratara) 14 Zahir Fahmi KTH Kepayang Lestari (Kepayang, Muba) 15 Irkhamiawan Maruf Plasma Nutfah Lestari (Plantari) Perwakilan NGO 16 Berlian Pratama Hutan Kita Institute (HaKI) dan Forum 17 Fakhrizal FP Hutan Kita Institute (HaKI) 18 A. Junaedy Forum Das Sumsel 19 Sasua Hustati UMP Perwakilan PT 20 Boby Muslimin UMP 21 Prof. Andi Mulyana Unsri 22 Iwan Setiawan APHI Perwakilan 23 Harry GAPKI asosiasi 24 Jun Harbi UMP Penyelenggara 25 M. Sidiq GIZ-Bioclime 2.4. Agenda Konsultasi Publik Kegiatan Konsultasi Publik ini dilaksanakan dengan agenda sebagai berikut pada Tabel 2. Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 A514: Konsultasi public tentang hasil-hasil studi mengenai nilai ekonomi dan pemetaan HHBK dan KPH Terkait dengan Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

9 Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyaraat 4 Tabel 2 Agenda Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyarakat No Waktu Materi Pelaksana Rabu, 26 April Seluruh peserta cek/in BIOCLIME Kamis, 27 April Pendaftaran BIOCLIME Pembukaan - GIZ BIOCLIME - Dinas Kehutanan Sumsel Mr. Berthold Haasler (Team Leader GIZ Bioclime) Kepala Dishut Sumsel Coffee Break Bioclime Pengantar mengenai Proses M. Sidiq (Senior Konsultasi Publik Advisor GIZ Paparan: Gambaran Umum Program CBFM dan Agroforestry: Pendekatan CLAPS untuk pembangunan model bisnis masyarakat Kajian Kelayakan Usaha Masyarakat untuk Penyusunan Business Plan dan Kajian Akses Pembiayaan untuk Usaha Masyarakat Kajian Rantai Nilai serta Penilaian Pasar untuk Komoditi HHBK Bioclime) Mohammad Sidiq, M.Si (GIZ) Dr.Ir. Muhammad Yazid, M.Sc (UNSRI) Prof. Dr. Ir. Andy Mulyana, MSc (UNSRI) Jun Harbi Tanya Jawab (Diskusi) Tim Narasumber dan Moderator Ishoma FGD: Formulasi RTL dan Exit Strategic. Tim Narasumber dan Fasilitator Simpulan Tim Narasumber dan Fasilitator Penutupan dan Coffee Break Bioclime Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 A514: Konsultasi public tentang hasil-hasil studi mengenai nilai ekonomi dan pemetaan HHBK dan KPH Terkait dengan Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

10 Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyaraat 5 3 HASIL PELAKSANAAN 3.1. Gambaran Umum Program untuk Masyarakat Pada sesi ini disampaikan oleh M. sidiq selaku Senior Advisor GIZ Bioclime dan Jun Harbi (mitra dari Universitas Muhammadiyah Palembang. Pada sesi ini narasumber menjelaskan proses pelaksanaan program dari awal perencanaan sampai dengan perkembangan saat ini. Penyampaian materi ini dianggap perlu mengingat peserta pada acara ini bukan aktor-aktor yang terlibat secara langsung dalam prosesnya sehingga peserta dapat terbayang bagaiamana tahap-demi tahap pelaksanaan program. Pada paparannya, acuan pelaksanaan program seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1 tersebut dan evaluasi bersama antara masyarakat, penyelenggara dan fasilitator, tahapan proses pengembangan usaha masyarakat di Sumatera Selatan telah masuk pada tahap pembuatan business plan/rencana bisnis. Harusnya masih ada 3 tahapan lagi yang mesti dilakukan yaitu melihat berkembangnya usaha, monitoring dan evaluasi serta corrective action yang dapat menganalisis penyebab dan memberikan solusi dan strategi lanjutan. Berkembang atau tidaknya usaha dapat dipengaruhi oleh beberapa salah/benarnya pelaksanaan tahapan sebelumnya seperti studi Claps, studi value chain dan rencana bisnis. Gambar 2 Roadmap Pembentukan Usaha Masyarakat Berbasis HHBK Berdasarkan studi Claps, terdapat 5 produk utama dan prioritas untuk dikembangkan di 5 desa seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 A514: Konsultasi public tentang hasil-hasil studi mengenai nilai ekonomi dan pemetaan HHBK dan KPH Terkait dengan Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

11 Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyaraat 6 Tabel 3 Produk prioritas di 5 desa Pilot Project No. Komoditas (K)/Produk (P) Lokasi 1 Nilam (K)/Minyak Nilam (P) Desa Napalicin [Muratara] 2 Kopi Organik (P) Desa Karang Panggung [Musi Rawas] 3 Furniture Rotan (P) Desa Pangkalan Bulian [Muba] 4 Singkong (K) Desa Kepayang [Muba] 5 Nata de Coco (P) Desa Muara Sungsang [Banyuasin] Gambaran umum terkait perkembangan desa dan produk prioritas ini dihasilkan dari beberapa unsur seperti dokumen laporan, paparan dari narasumber yang merupakan peneliti langsung dilokasi projek serta gambaran langsung dari masyarakat dan KPH yang berada di 5 desa projek yang disampaikan langsung saat kegiatan diskusi publik. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat dijelaskan perkembangan desa dan produk prioritas pada penjelasan di bawah ini. Tabel 4 Gambaran umum perkembangan usaha masyarakat di 5 desa Pilot Project Nama Desa Desa Pangkalan Bulian [PRODUK MEBEL ROTAN] Desa Muara Sungsang [PRODUK NATA DE COCO dan ASAP CAIR] Desa Karang Panggung [PRODUK KOPI BUBUK] Desa Kepayang [PRODUK IKAN ASIN] Desa Napal Licin [PRODUK MINYAK NILAM] Perkembangan Usaha dan Produk Pioritas KTH telah dibantu GIZ-Bioclime berupa miniworkshop tempat pengolahan rotan. Saat ini mini workshop tersebut dalam proses penyelesaian yang terhambat karena bahan sulit masuk akibat akses jalan yang kurang baik (adanya musim hujan). Usaha pengolahan rotan belum dilakukan. Pengolahan air kelapa menjadi Nata de coco terus dilakukan pada skala pemasaran local. Teknologi dan kondisi ruang produksi yang belum sesuai standar menyebabkan seringnya terjadi kegagalan produksi sehingga bakteri yang diekmbangkan mati. Saat ini varian produk telah berkembang menjadi 3 vvarian dengan pembeda pada warna kemasan. Varian ini masih berbasis berat produk. Pemilihan produk utama mengalami beberapa kali pergantian, hal ini disebabkan karena kondisi alam dan sosial masyarakat. Pada 2015, kemenyan merupakan salah satu produk pilihan, namun kondisi kebakran hutan membuat kemenyan dan bibitnya habis terbakar sehingga produk diganti menjadi ubi kayu (tepung). Kondisi lahan yang mengalami kebajiran, membuat tanaman ubi kayu tidak tumbuh sehingga saat ini alternative produk yang dikembangkan adalah ikan asin. Saat ini produk telah dikemas dan dipasarkan pada pasar local (kalangan). Usaha telah mengalami perkembangan dengan adanya produksi yang kontinu. Pasar sudah mulai terbuka. Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 A514: Konsultasi public tentang hasil-hasil studi mengenai nilai ekonomi dan pemetaan HHBK dan KPH Terkait dengan Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

12 Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyaraat Rencana Tindak Lanjut: Program Peningkatan Kapasitas KTH Pada sesi terakhir dilakukan fokus diskusi dari para peserta. Berdasarkan proses diskusi tersebut, secara keseluruhan Rencana Tindak Lanjut disusun dalam bentuk kajian program pengembangan kapasitas dikelompokkan menjadi pengembangn individu, organisasi kelembagaan dan kebijakan. Hal ini berkaitan dengan kondisi eksisting dan kondisi masa depan yang diharapkan oleh berbagai pihak. Memberikan peluang adanya kerjasama antar aktor sehingga dapat memajukan usaha kemasayrakat HHBK tersebut. Berdasarkan hasil diskusi para pihak yang hadir pada kegiatan tersebut, masing-masing komponen dapat dijabarkan pada tabel 5. Tabel 5 Sumberdaya HHBK prioritas di tiap desa pilot project Individu 1. Penguatan kapasitas SDM (kemauan dan kemampuan) dengan pelatihan dan pembinaan teknis dan teknologi (produksi), pasar dan pemasaran, keuangan, permodalan dan perubahan pola pikir 2. Pembentukan kelompok usaha bersama (KUBE) sebagai sarana diskusi, sharing informasi, kerjasama usaha, peningkatan jejaring, 3. Adanya pendamping yang kompeten dan pendampingan yang intensif dari para mitra (NGO/KPH/Perguruan Tinggi) 4. Peningkatan bantuan permodalan dengan sistem kredit lunak (bukan hibah) 5. Peningkatan sarana-prasarana dan teknologi (produksi, pengemasan, transportasi) Kelompok/organisasi 1. Peningkatan kapasitas pengurus dan penguatan kelembagaan (sistem manajemen, kepemimpinan, teknis dan teknologi) 2. Adanya komunikasi intensif antar KTH, penyuluh dan instansi/mitra terkait. 3. Adanya kepastian hukum sistem keorganisisan dan tata kerja serta tata laksana organisasi dan usaha (AD ART) 4. Tertibnya administrasi dalam kelompok 5. Inovasi tanpa henti (peningkatan kapasitas produksi produk utama, efisiensi dan pengolahan lanjutan pada produk samping) Sistem Kerjasama 1. Adanya kesepakatan dan kesepemahaman bersama antar para pihak (KTH, perbankan, BUMD, swasta) sehingga bisa sinergi. 2. Adanya sistem kerjasama yang saling menguntungkan dan tidak terlalu rumit. Kebijakan 1. Adanya dasar/payung hukum dan sosialisasi terkait kemitraan masyarakat dengan KPH yang bermuara pada adanya MoU. 2. Adanya sistem kebijakan yang mempermudah perizinan, pasar dan pemasaran serta permodalan 3. Sinkronisasi antara program kerja pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dan dimasukkan ke dalam RPJP, RPJMD, RKP, RKPD, Renstra dan Renja. 4. Orientasi kebijakan diarahkan kepada pemanfaatan lahan, pengolahan HHBK, peningkatan penghasilan masyarakat. 5. Adanya kebijakan yang menyesuaikan dengan lokasi masing-masing Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 A514: Konsultasi public tentang hasil-hasil studi mengenai nilai ekonomi dan pemetaan HHBK dan KPH Terkait dengan Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

13 Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyaraat 8 Berdasarkan Tabel 5, teridentifikasi 4 (empat) konsep utama dalam peningkatan kapasitas KTH sebagai berikut: 1. Peningkatan kapasitas berupa pelatihan dan bimbingan teknis kepada anggota dan kelompok pelaku usaha masyarakat pada aspek manajemen, teknis dan teknologi, pasar dan pemasaran, keuangan, permodalan, dan perubahan pola pikir. 2. Adanya pendamping yang kompeten dan pendampingan yang intensif dari para mitra (NGO/KPH/Perguruan Tinggi). 3. Adanya sistem kerjasama yang saling menguntungkan dan tidak terlalu rumit. 4. Adanya dukungan sistem kebijakan yang mempermudah perizinan, pasar dan pemasaran serta permodalan. Gambar 3 Konsep utama untuk program peningkatan kapasitas KTH 3.3. Exit Strategy: Pasca Project BIOCLIME Pada masing-masing Kelompok Tani Hutan di desa telah menetapkan Exit Strategy Pengembangan Unit Usaha Masyarakat berkelanjutan. Seluruh peserta memberikan input untuk keberlajutan usaha masyarakat. Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 A514: Konsultasi public tentang hasil-hasil studi mengenai nilai ekonomi dan pemetaan HHBK dan KPH Terkait dengan Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

14 Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyaraat 9 KELOMPOK TANI HUTAN CITRA LESTARI, DESA NAPALICIN No Kegiatan Hasil yang diharapkan 1 Peningkatan Ketersediaan Bibit (Pembibitan Nilam) 2 Perluasan area tanaman nilam 3 Peningkatan produktivitas Tanaman Nilam (panen) 4 Peningkatan Hasil Olahan (Proses Penyulingan) polybag bibit yang baik Lahan seluas 5 Ha (8000 tanaman) Dihasilkan Kg daun nilam kerin Dihasilkan 250 Kg minyak nilam 5 Pelatihan Petani Pendidikan dan pembentukan petani baru Kegiatan Usaha pembibitan nilam melalui persemaian desa Kegiatan penanaman pengayaan dan permudaan Pelatihan teknik pemanenan yang berkelanjutan Pelatihan teknik penyulingan nilam Pendampingan dan pembinaan manajemen SDM dan Kewirausahaan Dukungan Pendamping KPH, TNKS, dan Dana Desa KPH, TNKS, dan Dana Desa KPH, BP2LHK Palembang, LSM Pendamping KPH, BP2LHK Palembang, LSM Pendamping KPH, LSM Pendamping, Dinas Pemberdayaan Masyarakat KELOMPOK TANI HUTAN TUNAS HARAPAN, DESA KARANG PANGGUNG No Kegiatan Hasil yang diharapkan Dukungan Kegiatan Pendamping 1 Peningkatan 15% dari produksi awal Bimtek KPH, Litbang, NGO/ Produktivitas Permodalan Mitra, BLU, Tanaman Kopi BUMDes 2 Peningkatan Kualitas Teknologi Adanya mesih roaster otomatis/grinder/pedal Pengadaan barang KPH, NGO, Mitra, Diskop perindag (Alsin) sealer 3 Packaging Kemasan menarik, menambah nilai jual Pengadaan kemasan KPH 4 Peningkatan Promosi dan Perluasan Pasar 5 Pemanfaatan dan Peningkatan Hasil Samping (Madu Bunga Kopi) Peningkatan pasar antar kota dan pulau seluruh kalangan/segmentasi Koloni lebah pada bunga kopi dapat dimanfaatkan Pameran, iklan online (Web/ sosmed) Penyuuhan dan pelatihan KPH, NGO, Mitra, Kominfo KemenLHK, Litbangm NGO KELOMPOK TANI HUTAN BULIAN ALAM MULIAN, DESA PANGKALAN BULIAN No Kegiatan Hasil yang diharapkan 1 Pelatihan desain produk Masyarakat mampu membuat produk unggulan yang mudah diterima pasar 2 Permodalan Adanya modal usaha dalam bentuk hibah dan/atau modal usaha kredit mikro 3 Pendampingan produksi dan pemasaran Adanya control manajemen untuk capaian tercapai Kegiatan Pelatihan lanjutan dan studi banding Pengajuan bantuan dan proposal bisnis Bimtek produksi mebel rotan Dukungan Pendamping KPH Meranti; Pemkab MUBA Swasta (Conoco Philip) BUMDes BRI Bank Sumsel Babe KPH Meranti; UPT KLHK; Universitas Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 A514: Konsultasi public tentang hasil-hasil studi mengenai nilai ekonomi dan pemetaan HHBK dan KPH Terkait dengan Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

15 Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyaraat 10 KELOMPOK TANI HUTAN KEPAYANG LESTARI, DESA KEPAYANG No Kegiatan Hasil yang diharapkan 1 Blocking Canal di Hutan Desa untuk pengaturan tata air yang mendukung areal penanaman rehabilitasi dengan Jelutung 2 Pelatihan pembuatan ikan asin dan asap 3 Bimbingan teknis pengembangan persemaian desa Sepanjang 2 Km Diikuti 30 orang Tersedia tenaga teknis persemaian desa di Hutan Desa Kegiatan Penyediaan pancang dan bibit jelutung Tenaga pengajar luar desa Bimbingan Teknis Dukungan Pendamping KPH, Swasta, Donor KPH, UPT KLHK, Donor, Swasta KELOMPOK TANI HUTAN MUARA SUNGSANG MANDIRI, DESA MUARA SUNGSANG No Kegiatan Hasil yang diharapkan 1 Peningkatan daya Tahan/Awet Produk 2 Pengurusan Legalitas Produk dan Usaha 3 Peningkatan Kapasitas (kualitas dan kuantitas) Pasca Produksi 4 Pemanfaatan Produk Hasil Samping Produk tahan Lama SIUP, SITU, TDP, HO, BPPOM, PIRT Peningkatan kualitas SDM Adanya SDM Pengolah usaha asap cair Kegiatan Pengenalan teknologi pengawetan Permohonan Perizinan Pelatihan Pelatihan Dukungan Pendamping UNSRI Pemkab Disperindag-IKM NGO, Universitas, Donor Projek. Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 A514: Konsultasi public tentang hasil-hasil studi mengenai nilai ekonomi dan pemetaan HHBK dan KPH Terkait dengan Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

16 Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyaraat Kesimpulan 4.2. Saran 4 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Semua desa lokasi projek GIZ-Bioclime telah memiliki produk unggulan/prioritas dan telah terbentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) dan semua produk yang dikembangkan tergolong layak pada aspek rantai nilai, finansial, ekonomi, dan teknik. 2. Perlu adanya pembinaan tambahan terkait peningkatan permodalan usaha masyarakat sehingga dapat masuk katergori bankable. 3. Telah tersusun beberapa usul utama dalam upaya peningkatan kapasitas usaha masyarakat diantaranya adanya pelatihan dan bimbingan teknis, pendamping dan pendampingan, sistem kerjasama, dan dukungan sistem kebijakan. Kondisi usaha masyarakat yang telah terbentuk baik secara kelembagaan maupun teknis sangat disayangkan bila harus berhenti karena selesainya program Bioclime yang di dukung oleh GIZ. Kebutuhan akan tindaklanjut berupa bimbingan/pendampingan secara intensif perlu diperhatikan oleh semua pihak terkait/mitra sehingga usaha tersebut dapat terus berlanjut dan berkembang. Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 A514: Konsultasi public tentang hasil-hasil studi mengenai nilai ekonomi dan pemetaan HHBK dan KPH Terkait dengan Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

17 Konsultasi Publik tentang Nilai Ekonomi dan Pemetaan HHBK untuk Pengembangan Usaha Masyaraat 12 MATERI KONSULTASI PUBLIK Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 A514: Konsultasi public tentang hasil-hasil studi mengenai nilai ekonomi dan pemetaan HHBK dan KPH Terkait dengan Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

18 Biodiversity and Climate Change Project (BIOCLIME) Materi Konsultasi Publik Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

19 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ii Singkatan/Akronim BIOCLIME CBFM CLAPS FAO HHBK KK KPHL KPHP KTH MA&D Biodiversity and Climate Change Project Proyek Biodiversitas dan Perubahan Iklim Community Based Forest Management Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Penilaian Sumber Penghidupan Masyarakat dan Penyaringan Produk Food and Agriculture Organization Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Pangan dan Pertanian Non-Timber Forest Products Hasil Hutan Bukan Kayu Househould Kepala Keluarga Protection Forest Management Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Production Forest Management Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Forest Farmer Group Kelompok Tani Hutan Market Analysis and Development Analisa Pasar dan Pengembangan

20 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) iii Daftar Isi Kata Pengantar... i Singkatan/Akronim... ii Daftar Isi... iii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan METODOLOGI Konsep Pemberdayaan Masyarakat Persoalan Kronis Masyarakat Desa Hutan Community-Based Enterprise Lokasi Pilot Project Pengumpulan Data Analisis untuk Penguatan Kapasitas Masyarakat Desa DESA PILOT PROJECT Pemilihan Desa Pilot Project Kondisi Umum Desa Pilot Project Kondisi Geografis Kondisi Sumber Daya Alam Sarana dan Prasarana Kelembagaan Sosial Ekonomi Kependudukan PEMBENTUKAN KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) SURVEY CLAPS DAN MA&D ANALISIS RANTAI NILAI HHBK PEMBANGUNAN UNIT INDUSTRI KECIL Unit Industri Kecil Penyulingan Nilam di Desa Napalicin Sekilas tentang Pendirian Industri Bangunan Unit Industri Penyulingan Nilam Komponen Bangunan dan Biaya Tahapan Pembangunan Industri Unit Industri Kecil Kopi Bubuk Selangit Desa Karang Panggung Sekilas tentang Pendirian Industri Bangunan Unit Industri Kopi Bubuk Selangit Komponen Bangunan dan Biaya Tahapan Pembangunan Industri Unit Industri Kecil Mebel Rotan Desa Pangkalan Bulian Sekilas tentang Pendirian Industri Bangunan Unit Industri Mebel Rotan Komponen Bangunan dan Biaya Tahapan Pembangunan Industri Unit Rumah Usaha Masyarakat di Desa Kepayang Sekilas tentang Pendirian Rumah Usaha Masyarakat Bangunan Unit Rumah Usaha Masyarakat dan Persemaian Desa Komponen Bangunan dan Biaya Tahapan Pembangunan Rumah Usaha Masyarakat Unit Industri Kecil Nata De Coco dan Asap Cair di Desa Muara Sungsang Sekilas tentang Pendirian Industri Bangunan Unit Industri Nata de Coco dan Asap Cair Komponen Bangunan dan Biaya Tahapan Pembangunan Industri... 53

21 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) iv 8 STUDI KELAYAKAN USAHA UNTUK RENCANA BISNIS AKSES TERHADAP PEMBIAYAAN Kondisi Eksisting Permodalan Masyarakat Alternatif Model Pembiayaan dan Akses Permodalan Skema Mekanisme Mikro Kredit Skema Kredit Pemerintah yang sudah Berjalan Skema Kredit Pemerintah Baru Skema Kredit Lain: Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) atau Corporate Social Responsibility (CSR) Pola Kemitraan... 66

22 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) v Daftar Tabel Tabel 1 Tingkat kedekatan dan ancaman desa ke kawasan biodiversitas penting... 6 Tabel 2 Rata-rata pendapatan batas garis kemiskinan di tiap desa... 7 Tabel 3 Profil Desa di 5 Desa Pilot Proyek Bioclime... 8 Tabel 4 Batas-batas Desa... 8 Tabel 5 Waktu Tempuh dan Jarak dari Ibukota Kabupaten Terdekat... 8 Tabel 6 Bentuk Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Lahan... 9 Tabel 7 Sumber Penghidupan Masyarakat Desa... 9 Tabel 8 Fasilitas Publik di Desa ( = miliki public) Tabel 9 Fasilitas Pendidikan di Desa Tabel 10 Fasilitas Kesehatan di Desa Tabel 11 Kelembagaan Sosial Ekonomi Desa ( = miliki public dan = milik pribadi) Tabel 12 Kegiatan Layanan Umum Lainnya yang ada di Desa Tabel 13 Jumlah Penduduk di 5 Desa Pilot Proyek Tabel 14 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Tabel 15 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kesukuan Tabel 16 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 17 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Tabel 18 Jumlah Rumah Tangga Penerima Subsidi Pemerintah Tabel 19 Data Kelompok Tani Hutan (KTH) di 5 desa pilot project BIOCLIME Tabel 20 Rencana program KTH di 5 desa pilot project BIOCLIME Tabel 21 Sumberdaya HHBK prioritas di tiap desa pilot project Tabel 22 Produk HHBK yang menjanjikan untuk dijual di tiap desa pilot project Tabel 23 Tantangan dan peluang pengembangan usaha Nilam (Minyak Nilam, Atsiri) Tabel 24 Tantangan dan peluang pengembangan usaha Kopi (Kopi Bubuk) Tabel 25 Tantangan dan peluang pengembangan usaha Rotan Tabel 26 Tantangan dan peluang pengembangan usaha Ubi Kayu (Ubi Racun) Tabel 27 Tantangan dan peluang pengembangan usaha Nata de Coco Tabel 28 Komponen bangunan dan biaya untuk 1 unit industri kecil penyulingan nilam di Desa Napalicin Kec. Ulu Rawas Kab. Musi Rawas Utara Tabel 29 Komponen bangunan dan biaya untuk 1 unit industri kecil pembuatan Kopi Selangit di Desa Karang Panggung Kec. Selagit Kab. Musi Rawas Tabel 30 Komponen bangunan dan biaya untuk 1 unit industri kecil mebel dan kerajinan rotan di Desa Pangkalan Bulian Kec. Batanghari Leko Kab. Musi Banyuasin Tabel 31 Komponen bangunan dan biaya untuk 1 unit Rumah Usaha Masyarakat di Desa Kepayang Kec. Bayung Lencir Kab. Musi Banyuasin Tabel 32 Komponen biaya penanaman rehabilitasi Hutan Rawa Gambut di Hutan Desa Kepayang Kec. Bayung Lencir Kab. Musi Banyuasin Tabel 33 Komponen bangunan dan biaya untuk 1 unit industri pembuatan Nata de Coco dan Asap Cair di Desa Muara Sungsang Kec. Banyuasin II Kab. Banyuasin Tabel 34 Sumber permodalan usaha Kelompok Tani di desa-desa pilot BIOCLIME Tabel 35 Pengalaman masyarakat desa mengajukan kredit ke Bank Tabel 36 Sebaran dan variasi pinjaman modal yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha oleh Kelompok Tani Tabel 37 Kemampuan masyarakat membayar cicilan per bulan... 59

23 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) vi Tabel 38 Sumber dana pembiayaan usaha besar dan UMKM/IKM... 60

24 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) vii Daftar Gambar Gambar 1 Konsep pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kewirausahaan masyarakat (community-based enterprise) berbasis HHBK... 3 Gambar 2 Kerangka analisisa penguatan kapasitas masyarakat desa dalam pembangunan kewirausahaan masyarakat di 5 desa pilot project BIOCLIME... 5 Gambar 3 Unit industri penyulingan nilam di Desa Napalicin Gambar 4 Outline peralatan tungku penyulingan nilam dan instalasi komponen kincir air sebagai pengangkut air dari sisi sungai untuk distilasi alat penyulingan nilam Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Lokasi pembibitan nilam yang dikelola oleh anggota Kelompok Tani Hutan Citra Lestari Desa Napalicin Anggota KTH Citra Lestari Desa Napalicin sedang mengikuti proses pembinaan pembangunan persemaian Nilam melalui kegiatan On the Job Training di Desa Napalicin Kec. Ulu Rawas Kab. Musi Rawas Utara. Kegiatan pembinaan ini bentuk kerjasama antara project BIOCLIME dengan BP2LHK Palembang, dan KPH Rawas Deklarasi komitmen KPH Lakitan Bukit Cogong kepada Kelompok Tani Hutan Tunas Harapan untuk program pendampingan pengembangan usaha Kopi Bubuk Selangit disaksikan oleh Kepala Desa Karang Panggung dan project BIOCLIME Gambar 8 Unit industri pembuatan Kopi Bubuk Selangit di Desa Karang Panggung Gambar 9 Anggota KTH Tunas Mandiri Desa Karang Panggung sedang melakukan On the Job Training pada salah satu industri kopi di Kota Lubuk Linggau Gambar 10 Varian Kopi Bubuk Selangit dari Desa Karang Panggung hasil kerjasama KTH Tunas Mandiri, KPH Lakitan Bukit Cogong dan project BIOCLIME Gambar 11 Peresmian produk Kopi Bubuk Selangit mesuk Minimarket Indomret di Kota Lubuk Linggau merupakan kerjasama antara KTH Tunas Harapan, KPH Lakitan Bukit Cogong, dan Pemerintah Daerah Kab. Musi Rawas. Peresmian dilakukan oleh Bupati Musi Rawas dihadiri oleh Unsur Pimpinan Daerah, Kejari, Kapolres, Kalapas, Kepala KPH Lakitan, dan Manajer Indomaret di Lubuk Linggau pada tanggal 11 April Gambar 12 Bangunan industri mebel rotan KTH Bulian Alam Mulia bantuan dari project BIOCLIME dibangun terintegrasi dengan balai desa di Dusun I Desa Pangkalan Bulian Kec. Batanghari Leko Kab. Musi Banyuasin Gambar 13 Dukungan project BIOCLIME kepada KTH Bulian Alam Mulia Desa Pangkalan Bulian untuk kegiatan On the Job Training di industri mebel di Kota Palembang pada tanggal Maret 2016 untuk mempersiapkan SSDM pelaku usaha mebel di Desa Pangkalan Bulian Gambar 14 Produk mebel buatan KTH Bulian Alam Mulia Desa Pangkalan Bulian yang dipamerkan pada Konferensi Tingkat TInggi BONN CHALLENGE 2017 PALEMBANG, pada tanggal 8 10 Mei Gambar 15 Model produk mebel buatan KTH Bulian Alam Mulia Desa Pangkalan Bulian Gambar 16 Mobilisasi bibit Ubi Kayu (Ubi Racun) dari pusat pembibitan di Desa Pemakaran Kec. Bayung Lencir ke lokasi penanaman di Dusun Talang Nuaran Hutan Desa Kepayang

25 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) viii Gambar 17 Lokasi penanaman Ubi Kayu (Ubi Racun) dan lokasi Bangunan Rumah Usaha Masyarakat dan Persemaian Desa di Dusun Talang Nuaran Hutan Desa Kepayang Kec. Bayung Lencir Kab. Musi Banyuasin Gambar 18 Produk ikan asin gabus sebagai usaha alternatif lain yang diolah dan dikemas oleh Kelompok Tani untuk dijual kepada konsumen di perusahaan-perusahaan sawit yang berada di sekitar Desa Kepayang Kec. Bayung Lencir Kab. Musi Banyuasin Gambar 19 Produk ikan asin gabus sebagai usaha alternatif lain yang diolah dan dikemas oleh Kelompok Tani untuk dijual kepada konsumen di perusahaan-perusahaan sawit yang berada di sekitar Desa Kepayang Kec. Bayung Lencir Kab. Musi Banyuasin Gambar 20 Bangunan Rumah Kelompok Tani bantuan dari project BIOCLIME dibangun di Hutan Desa Kepayang di Talang Nuaran Desa Kepayang Kec. Bayung Lencir Kab. Musi Banyuasin Gambar 21 Bangunan persemaian desa Kelompok Tani Hutan Kepayang Lestari Gambar 22 Bangunan Unit Usaha Nata de Coco dan Asap Cair... 53

26 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Sejak tahun , telah dilakukan pembentukan kelompok-kelompok tani di 5 desa pilot project BIOCLIME, kegiatan studi dan survey lapangan dalam rangka mengidentifikasi usaha-usaha yang menghasilkan pendapatan untuk masyarakat. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari lapangan, Proyek BIOCLIME mendorong kelompok-kelompok tani dan KPH mengembangkan usaha yang menghasilkan pendapatan untuk masyarakat melalui program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (CBFM) dan Agroforestry, yakni membangun Kewirausahaan Masyarakat melalui pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) secara lestari. Lebih lanjut, unit-unit Kewirausahaan Masyarakat tersebut direncanakan dan diimplementasikan melalui kerja sama dengan kelompokkelompok tani hutan dan bersinergi dengan rencana bisnis KPH. Salah satu strategi dalam mengembangkan unit-unit Kewirausahaan Masyarakat Berbasis HHBK adalah menempatkan kelompok-kelompok tani sebagai subyek; dan menempatkan KPH terkait sebagai mitra usaha dalam jangka panjang untuk melanjutkan hasil yang sudah ada sekaligus mengembangkan komoditaskomoditas baru. Strategi tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip: partisipasi penuh dari anggota kelompok tani dan pemberdayaan masyarakat dalam pengambilan keputusan bisnis; koordinasi efektif antara masyarakat dan KPH ataupun dunia usaha; dan komitmen untuk menciptakan dan memperkuat kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia untuk pengelolaan unit-unit usaha secara berkelanjutan. Di Sumatera Selatan, fokus awal kegiatan CBFM dilakukan di 5 desa pilot project, yakni di Desa Muara Sungsang (KPHL Banyuasin), Desa Pangkalan Bulian (KPHP Meranti), Desa Kepayang (KPHP Lalan), Desa Karang Panggung (KPHP Lakitan), dan Desa Napal Licin (KPHP Rawas). Kegiatannya difokuskan pada pembangunan unit-unit Kewirausahaan Masyarakat Berbasis HHBK, termasuk kegiatan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, yakni meliputi pembangunan unit-unit usaha untuk komoditas yang paling menjanjikan di tiap desa sebagai berikut: (1) usaha budidaya tanaman nilam dan penyulingan minyak atsiri/patchouli Oil (Desa Napal Licin); (2) industri pengolahan Kopi Organik dan Kopi Luwak Liar (Desa Karang Panggung); (3) usaha pengolahan rotan untuk furnitur atau produkproduk kerajinan tangan rotan (Desa Pangkalan Bulian); (4) usaha budidaya tanaman Ubi Racun untuk memasok bahan baku tepung tapioka (Desa Kepayang); dan (5) usaha pemanfaatan air kelapa untuk Nata De Coco/proudk makanan (Desa Muara Sungsang).. Sebagai langkah untuk melembagakan unit-unit bisnis tersebut, Proyek BIOCLIME lebih lanjut memfasilitasi dalam proses menyinergikan dengan Rencana Bisnis KPH dalam kerangka kerja kemitraan dengan masyarakat Tujuan Tujuan dari kegiatan pembangunan model unit bisnis masyarakat berbasis HHBK adalah untuk membangun model unit bisnis masyarakat di 5 desa pilot project sebagai upaya mengembangankan pendapatan alternatif bagi masyarakat di sekitar hutan melalui pemanfaatan hasil hutan secara berkelanjutan. Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 A522: Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

27 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Konsep Pemberdayaan Masyarakat 2 METODOLOGI Persoalan Kronis Masyarakat Desa Hutan Fakta bahwa masyarakat sekitar hutan yang sebagian besar merupakan keluarga miskin, hidupnya tergantung dengan sumberdaya hutan yang ada di sekitarnya, baik itu di Hutan Produksi, Hutan Lindung, maupun di kawasan-kawasan konservasi. Dalam sektor kehutanan, keterlibatan masyarakat tidak lebih hanya sebatas buruh kerja, disamping pekerjaan sehari-harinya sebagai penyadap karet dan buruh kerja pembalakan liar (illegal logging). Pada umumnya, kegiatan tersebut dilakukan untuk bertahan hidup karena sulitnya mendapatkan pekerjaan tetap atau alternatif perolehan pendapatan yang layak. Pada konteks wilayah proyek BIOCLIME, animo kelompok-kelompok masyarakat tinggi terhadap upaya menciptakan pendapatan alternatif mereka. Faktanya, msyarakat desa merasakan bahwa harga getah karet terus merosot. Pada tahun harga getah karet di tingkat pengumpul di desa adalah Rp 4.000/Kg, dibandingkan dengan harga pada tahun-tahun sebelumnya yang mencapai Rp 7.000/Kg. Warga tani di desa juga merasakan bahwa sudah beberapa kali musim tanam terakhir ini, kondisi tanaman padi, seringkali mengalami kegagalan panen. Selain itu, sekelompok warga desa yang dalam musim tertentu bekerja illegal logging, kini merasakan bahwa pengorbanan dan perolehan hasil tidak mendapatkan hasil sebanding, karena lokasi sumber kayu-kayu komersil sudah sangat jauh untuk ditempuh. Fakta di atas merupakan fenomena yang menyimpan persoalan-persoalan kronis yang seharusnya dapat dijawab oleh pemerintah melalui program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (CBFM). Sebut saja tiga persoalan kronis itu adalah kemiskinan masyarakat desa hutan, kebutuhan masyarakat akan akses sumberdaya hutan (lahan dan sumberdaya hayati di atasnya), dan konflik tenurial yang sudah mengakar kuat di tengah masyarakat Community-Based Enterprise Pada konteks persoalan kronis di tengah masyarakat desa hutan, Proyek BIOCLIME mengimplementasikan konsep pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan pembangunan model Kewirausahaan Masyarakat (Community-Based Enterprise) yang berbasis pada pemanfatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) (Gambar 1). Implementasi Community-Based Enterprise dibangun menggunakan tiga aspek sebagai pendekatan yakni penguatan kelembagaan Kelompok Tani Hutan (KTH) sebagai pelaku usaha; mendorong proses ke arah kemitraan yang memposisikan pelaku usaha dari masyarakat pada posisi yang sejajar sebagai mitra, misalnya dengan KPH ataupun pihak swasta dalam payung kerjasama CBFM (Perhutanan Sosial); dan mendorong kemampuan KTH sebagai pelaku usaha untuk dapat mengakses ke sumber-sumber pembiayaan.

28 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 3 Gambar 1 Konsep pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kewirausahaan masyarakat (community-based enterprise) berbasis HHBK Mengapa HHBK? Hasil hutan kayu dari ekosistem hutan hanya sebesar 10% sedangkan sekitar 90% hasil lain berupa HHBK yang sejauh ini belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Litbanghut 2010). Lebih lanjut, hasil studi BIOCLIME di 5 desa pilot project menunjukkan bahwa terdapat berbagai jenis HHBK sangat terkait dengan mata pencaharian masyarakat di desa-desa hutan. HHBK masih memiliki nilai penting untuk keperluan rumah tangga (subsisten) dan sumber pendapatan. Dengan kata lain, pendapatan dari menjual HHBK masih memungkinkan penduduk desa untuk mendapatkan sesuatu dari pasar terdekat. Selain itu, ada potensi sumber daya alam yang terkait dengan pembayaran jasa lingkungan, seperti bisnis pembibitan bibit masyarakat (kebun bibit 'masyarakat desa); rehabilitasi lahan terdegradasi dan konservasi keanekaragaman hayati untuk penyimpanan dan penyerapan karbon. Survei ini menunjukkan bahwa memiliki nilai ekonomi HHBK karena HHBK menghasilkan pendapatan alternatif dan kesempatan kerja.

29 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Lokasi Pilot Project Lokasi pilot project di fokuskan di 5 desa yang meliputi 4 wilayah kabupaten dan 5 wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Provinsi Sumatera Selatan, yaitu Desa Napalicin Kecamatan Ulu Rawas Kabupaten Muratara yang terletak di sekitar zona inti Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan berdekatan dengan KPH Rawas; Desa Karang Kecamatan Selangit Kabupaten Musi Rawas yang berada di sekitar zona penyangga TNKS dan berdekatan dengan KPH Lakitan Bukit Cogong; Desa Pangkalan Bulian Kecamatan Batanghari Leko Kabupaten Musi Banyuasin yang berada di dalam wilayah KPH Meranti dan berdekatan dengan Kawasan Konservasi Dangku Bentayan; Desa Kepayang Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin yang berada di wilayah KPH Lalan Mendis; dan Desa Muara Sungsang Kecamatan Banyuasin II yang berada di wilayah KPHL Banyuasin Pengumpulan Data Data yang diperlukan untuk kegiatan pembangunan model unit bisnis masyarakat ini meliputi data primer dan data sekunder. Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan tahapan kegiatan sebagai berikut: (1) Data sosial ekonomi desa dikumpulkan melalui kegiatan survey data dasar sosial ekonomi dan tingkat kerentanan di 20 desa yang masuk dalam wilayah kerja project BIOCLIME, dan beberapa kegiatan survey di desa melalui kegiatan CLAPS, MA&D, dan study rantai nilai HHBK; (2) Data kelompok diperoleh melalui kegiatan pembentukan Kelompok Tani Hutan (KTH) yang dilakukan oleh project bekerjasama dengan Yayasan Kesejahteraan Masyarakat Desa (KEMASDA) Sumetara Selatan; (3) Data HHBK dikumpulkan melalui kegiatan survey identifikasi/pemetaan sumber penghidupan masyarakat dan penyaringan produk HHBK (CLAPS) yang dilakukan oleh project bekerjasama dengan lembaga NTFP-EP Indonesia; (4) Data penilaian produk-produk HHBK untuk bisnis dan pemilihan wirausaha diperoleh melalui kegiatan pengembangan kewirausahaan masyarakat dan kerangka analisis pasar (Market Anaysis and Development, MA&D) yang dilakukan oleh project bekerjasama dengan RECOFTC dan Pusdiklat Kehutanan Bogor; (5) Data terkait aktor dan pasar dalam rantai nilai HHBK dikumpulkan melalui kegiatan studi rantai nilai dan penilaian pasar untuk HHBK yang dilakukan oleh project bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Palembang; (6) Data ekonomi, finansial dan sumber-sumber keuangan diperoleh dari kegiatan kajian kelayakan usaha dan akses terhadap keuangan dan pembiayaan (mikro kredit) bagi usaha masyarakat, yang dilakukan oleh project bekerjasama dengan Universitas Sriwijaya Palembang; dan (7) Data primer dan sekunder lainnya yang diperoleh melalui kegiatanaan pembinaan masyarakat di tingkat desa, yang diperoleh melalui bekerjasama dengan KTH dan KPH terkait, yakni bekerjasama dengan KTH Citra Lestari di Desa Napalicin bekerjasama dan KPH Rawas serta Balai Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS); KTH Tunas Mandiri di Desa Karang Panggung bekerjasama dengan KPH Lakitan Bukit Cogong; KTH Bulian Alam Mulia di Desa Pangkalan Bulian bekerjasama dengan KPH Meranti; KTH Kepayang Lestari di Desa Kepayang bekerjasama dengan KPH Lalan Mendis; dan KTH Muara Sungsang Mandiri bekerjasama dengan KPHL Banyuasin.

30 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Analisis untuk Penguatan Kapasitas Masyarakat Desa Kewirausahaan (entrepreneurship) merupakan entitas untuk model pembangunan unit bisnis masyarakat yang dikembangkan di 5 desa Pilot Project BIOCLIME. Awal mulanya penggunaan istilah ini mengadopsi dari kerangka konsep Market Analysis Development (MA&D) yang dikembangkan oleh FAO (2011). Pengertiannya menekankan pada usaha-usaha yang berbasiskan pada kreatifitas, keterampilan dan bakat individu pelaku usaha (KTH) yang memiliki potensi bagi penciptaan alternatif pendapatan dan lapangan kerja melalui pemanfaatan sumberdaya hutan (HHBK) secara lestari. Dalam konteks pembangunan model unit bisnis masyarakat, kerangka analisis ditekankan pada analisis penguatan kapasitas Kewirausahaan Masyarakat untuk tingkat anggota KTH (pelaku usaha), organisasi KTH, jaringan usahanya, dan penguatan sistem usaha dalam rangka mencapai tujuan secara lebih efektif dan efisien. Pertanyaan-pertanyaan penting yang dimunculkan pada setiap tahapan pemberdayaan masyarakat adalah bagaimana penguatan kapasitas dilakukan pada level individu, organisasi, sistem, dan level jaringan (Gambar 2). Gambar 2 Kerangka analisisa penguatan kapasitas masyarakat desa dalam pembangunan kewirausahaan masyarakat di 5 desa pilot project BIOCLIME Dukungan-dukungan eksternal dijembatani melalui kerjasama dengan mitra-mitra proyek di bidang pemberdayaan masyarakat sejak dimulainya proyek ini pada tahun Sebagai contoh, kerjasama dalam pemberdayaan masyarakat bukan hanya di antara Proyek BIOCLIME dengan Kelompok Tani Hutan, melainkan juga melibatkan KPH, SKPD terkait di tingkat provinsi, dan organisasi nonpemerintah yang bergerak dalam isu pemberdayaan masyarakat dan perhutanan sosial.

31 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Pemilihan Desa Pilot Project 3 DESA PILOT PROJECT Studi baseline sosial ekonomi dilakukan di 20 desa yang berada di wilayah kabupaten prioritas. Terdapat 5 desa dari 20 desa tersebut sebagai desa pilot proyek. Desa-desa pilot proyek tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan pada faktor-faktor berikut: (1) keterwakilan tipe ekosistem; (2) keberadaan kawasankawasan penting bagi keanekaragaman hayati; (3) kedekatan desa terhadap kawasan keanekaragaman hayati bernilai tinggi; (4) tingkat ancaman yang ditimbulkan oleh desa ke/dari kawasan-kawasan keanekaragaman hayati bernilai tinggi atau kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan; (5) keterwakilan wilayah intervensi proyek di 4 kabupaten prioritas; (6) status desa miskin; dan (7) pertimbangan teknis pelaksanaan program kegiatan di lapangan. Desa-desa yang dipilih adalah mewakili kawasan yang memiliki biodiversitas penting yang mencakup kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan kawasan yang dilindungi; berdasarkan pada kedekatannya dengan kawasan biodiversitas penting yang berada di dalam wilayah 4 kabupaten; dan tingkat ancaman yang ditimbulkan oleh desa ke/atau dari konservasi biodiversitas dan kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan. Pemilihan desa berdasarkan keberadaan kawasan lindung diprioritaskan pada kawasan Taman Nasional, kawasan Suaka Alam/Margasatwa, kawasan Hutan Produksi bernilai konservasi tinggi, dan kawasan Hutan Lindung. Terdapat 17 desa dari 19 desa yang memiliki kedekatan dengan kawasan yang memiliki biodiversitas penting serta tingkatan ancaman tinggi terhadap pelestarian biodiversitas dan pengelolaan hutan dikarenakan adanya kegiatan perambahan kedalam kawasan hutan (Tabel 1) Tabel 1 Tingkat kedekatan dan ancaman desa ke kawasan biodiversitas penting TIPE EKOSISTEM KEDEKATAN KAWASAN DEKAT SANGAT DEKAT KEANEKARAGAMAN ANCAMAN HAYATI PENTING SEDANG TINGGI SEDANG TINGGI PEGUNUNGAN TNKS Tanjung Agung (Mura) Karang Panggung (Mura) Napalicin (Muratara) Muara Kuis (Muratara) DATARAN RENDAH SM DANGKU Pangkalan Bulian (Muba) Bukti Sejahtera (Muba) SM BENTAYAN Mangsang (Muba) HARAPAN RAIN FOREST Macang Sakti (Muba) Sako Suban (Muba) HUTAN PRODUKSI Pagar Desa (Muba) Marga Puspita (Mura) Kelumpang Jaya (Mura) Muara Medak (Muba) RAWA GAMBUT HRG. MERANG Kepayang (Muba) MANGROVE TNS Purwodadi (BA) Majuria (BA) Sungsang IV (BA) HL PANTAI Karang Anyar (BA) Muara Sungsang (BA) Timbul Jaya (BA) Sumber: Hasil penilaian kerentanan sosial ekonomi dan studi baseline untuk proyek BIOCLIME GIZ di Sumatera Selatan, Indonesia (2014).

32 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 7 Pemilihan desa berdasarkan status desa miskin ditetapkan dengan pertimbangan bahwa desa dengan status pendapatan rumah tangga berkisar pada garis rata-rata atau di bawah rata-rata pendapatan batas garis kemiskinan. Berdasarkan hal tersebut terpilih 10 desa dengan rata-rata pendapatan rumah tangga di bawah Rp ,- (Tabel 2). Tabel 2 Rata-rata pendapatan batas garis kemiskinan di tiap desa WILAYAH KABUPATEN TIPE EKOSISTEM KAWASAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DESA PENTING RUMAH TANGGA MISKIN (3X RATA-RATA SUMSEL) DI BAWAH DI ATAS RATA-RATA Musi Rawas Utara Pegunungan TNKS Napalicin Muara Kuis Musi Rawas Pegunungan dan TNKS Karang Panggung Dataran Rendah Tanjung Agung HUTAN PRODUKSI Marga Puspita Kelumpang Jaya Musi Banyuasin Dataran Rendah SM DANGKU Pangkalan Bulian SM BENTAYAN Mangsang HARAPAN RAIN FOREST Sako Suban Macang Sakti Pagar Desa HUTAN PRODUKSI Muara Medak Rawa Gambut HRG. MERANG Kepayang Banyuasin Mangrove TNS Sungsang IV Majuria HL PANTAI Muara Sungsang Timbul Jaya Sumber: Hasil penilaian kerentanan sosial ekonomi dan studi baseline untuk proyek BIOCLIME GIZ di Sumatera Selatan, Indonesia (2014). Fakta menunjukkan bahwa hutan bukanlah areal/kawasan yang kosong. Di dalam dan di sekitarnya ada berbagai hak dan kepentingan terhadap hutan termasuk masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan. Berdasarkan situasi ini, partisipasi para pihak menjadi kunci keberhasilan dalam pembinaan kehidupan masyarakat, terutama bagi para pihak yang memiliki kepentingan sama. Dengan demikian kebutuhan kerjasama antar pihak sebagai kerja tim perlu dipahami siapa yang dipengaruhi oleh keputusan dan tindakan yang mereka ambil, dan siapa yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi. Pada konteks tersebut, pemilihan desa diseleksi lagi dengan mempertimbangkan bahwa paling tidak ada satu KPH atau unit swasta di wilayah desa yang diasumsikan mampu meneruskan program melalui kebijakan kemitraan kehutanan. Bagian akhir adalah pertimbangan teknis, yakni pertimbangan terhadap akses, kesiapan dan dukungan dari masyarakat desa. Berdasarkan tahapan seleksi tersebut, maka setidaknya dipilih satu desa pilot proyek pada tiap tipe ekosistem, yakni Desa Napalicin dan Desa Karang Panggung (ekisistem hutan dataran tinggi), Desa Pangkalan Bulian (ekosistem hutan dataran rendah), Desa Kepayang (ekosistem, hutan rawa gambut), dan Desa Muara Sungsang (ekosistem hutan mangrove).

33 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Kondisi Umum Desa Pilot Project Kondisi Geografis Tabel 3 Profil Desa di 5 Desa Pilot Proyek Bioclime Nama Desa Napal Licin Karang Panggung Pangkalan Bulian Kepayang Muara Sungsang Kecamatan Kabupaten Tahun Terbentu k Jumlah KK Luas (ha) Jumlah Dusun Ulu Rawas Muratara Selangit Mura Batanghari Leko Bayung Lincir Banyuasin II Muba ,21 4 Muba Banyuasin , 5 5 Nama Dusun Dusun 1, Dusun 2, Dusun 3 Dusun 1, Dusun 2, Dusun 3 Dusun I, Dusun II, Dusun III, Dusun IV Dusun 1, Dusun 2, Dusun 3 Dusun 1, Dusun 2, Dusun 3, Dusun 4, Dusun 5 Tabel 4 Batas-batas Desa Nama Desa Batas Utara Batas Selatan Batas Timur Batas Barat Napal Licin Provinsi Jambi Provinsi Bengkulu Karang Panggung Sungai Bal Bukit Curup Pangkalan Bulian Kepayang Muara Sungsang Desa Tampang Baru Banyuasin Marga Sungsang Banyuasin II Desa Mangun Jaya Kecamatan Lalan Desa Telok Payo Desa Sosokan Desa Muara Nilam Desa Ulak Kembang Muara Kuang Sungai Air Telang Desa Kota Tanjung Sungai Gambir Desa Bintialo Muara Kuang Sungai Banyuasin Tabel 5 Waktu Tempuh dan Jarak dari Ibukota Kabupaten Terdekat Nama Desa Jarak dari Desa ke Kota Kab Terdekat (km) Waktu Tempuh ke Kota Kabupaten Terdekat Tipe Akses Jalan Napal Licin jam 45 menit Jalan beraspal dan tanah pengerasan Karang Panggung jam 50 menit Jalan aspal dan pengerasan batu Pangkalan Bulian jam 30 menit Jalan tanah Kepayang jam Jalan tanah Muara Sungsang jam 30 menit Jalan beraspal

34 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Kondisi Sumber Daya Alam Tabel 6 Bentuk Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Lahan Bentuk Pemanfaatan SDA dan Lahan Napalicin Karang Panggung Pangkalan Bulian Kepayang Muara Sungsang Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % (1) Padi sawah 27 1,4 5 0,12 11,08 2, , ,39 (2) Tanaman Semusim 167 8, , (3) Padang Rumput 48 2, (4) Karet (Perusahaan) ,5 95, (5) Sawit (Perusahaan) ,2 0 0 (6) Karet (Masyarakat) ,6 64 1, , ,15 (7) Sawit (Masyarakat) , (8) Hutan Masyarakat , (9) Hutan Produksi (10) Hutan Konservasi , , (11) Hutan Lindung , (12) APL ,1 16,6 3, ,5 Tabel 7 Sumber Penghidupan Masyarakat Desa Nama Desa Sumber Penghidupan Deskripsi Sistem Penghidupan Napal Licin Pertanian Subsisten Padi sawah Agroforestry Pertanian/Ternak Terpadu Kebun Rakyat Produk Berbasis Pasar Tanaman karet di ladang campuran Ternak kambing, ayam dan kerbau dipelihara secara tradisional 90 persen dari penduduk desa adalah petani karet, namun hampir 70 persen dari petani karet tersebut adalah petani kecil. Ada komoditas Minyak Nilam (Atsiri) (permintaan dari pengepul di Sarolangun, Jambi) Karang Panggung Pertanian Subsisten Padi sawah, hortikultura, tanaman palawija, dan buahbuahan yang ditanam hanya untuk memenuhi kebutuhan Rumah Tangga. Kemampuan bercocok tanam diperlukan secara turun temurun. Agroforestry Tanaman karet di ladang campuran Pertanian/Ternak Terpadu Kebun Rakyat Produk Berbasis Sistem pertanian terpadu dari tanaman karet dan kopi. Hanya ada satu Rumah Tangga yang memanfaatkan lahan pekarangannya untuk pembibitan dan budidaya tanaman pertanian. Tanaman sistem campuran antara karet dan kopi. Komoditas karet dan kopi (tergantung permintaan

35 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 10 Nama Desa Sumber Penghidupan Deskripsi Sistem Penghidupan Pasar pasar di Lubuk Linggau) Pangkalan Bulian Pertanian Subsisten Tanaman Padi Agroforestry Tanaman Karet Pertanian/Ternak Terpadu Ternak kerbau dan kambing yang dipelihara secara tradisional Kebun Rakyat Tanaman Karet Produk Berbasis Pasar Komoditas Getah Karet (yang dijual ke pengumpul lokal (Tauke). Kepayang Pertanian Subsisten Tanaman Padi Agroforestry Tanaman karet di ladang campuran Pertanian/Ternak Terpadu Ternak ayam broiler dan ternak kambing yang dipeliharan secara tradisional Kebun Rakyat Tanaman sawit, tanaman karet dan kebun jeruk Produk Berbasis Pasar Hasil komoditas dijual langsung ke pengumpul lokal (Tauke). Muara Sungsang Pertanian Subsisten Tanaman Padi dan kelapa Agroforestry - Pertanian/Ternak Terpadu Peternakan ikan bandeng dan udang tambak (dibudidyakan secara semi-terpadu) Kebun Rakyat Tanaman Karet dan Kelapa Produk Berbasis Pasar Sebagian besar hasil komoditas dijual ke ditributor (Tengkulak) Sarana dan Prasarana Tabel 8 Fasilitas Publik di Desa ( = miliki public) Jenis Fasilitas Publik Napalicin Karang Panggung Pangkalan Bulian Kepayang Muara Sungsang Σ Status Σ Status Σ Status Σ Status Σ Status (1) Masjid (2) Balai Desa (3) Aula Budaya (4) Lap Olahraga Tabel 9 Fasilitas Pendidikan di Desa Jenis Fasilitas Pendidikan Napalicin Σ Siswa /Guru Karang Panggung Siswa/ Σ Guru Pangkalan Bulian Siswa/ Σ Guru Σ Kepayang Siswa/ Guru Muara Sungsang Siswa/ Σ Guru (1) PAUD 1 26/ /4 (2) TK 1 18/ /2 (3) SD 1 76/ / /10 (4) SMP /10 (5) SMA /10 (6) Universitas

36 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 11 Tabel 10 Fasilitas Kesehatan di Desa Jenis Fasilitas Kesehatan Napalicin Karang Panggung Pangkalan Bulian Kepayang Muara Sungsang Staf/ Σ Σ Staf/ Staf/ Staf/ Staf/ Σ Σ Σ Kondisi Kondisi Kondisi Kondisi Kondisi (1) Puskesmas 1 6/Baik /Baik 1 4/Baik - - (2) Posyandu 1 3/Baik 1 2/Baik /Baik 1 4/Baik (3) Kader 14 Aktif Aktif Posyandu Sementartartara Semen- Semen- (4) Bidan 1 Sementara 1 3 Sementara 3 2 (5) Dokter (6) Lainnya 1 Mantri Mantri Kelembagaan Sosial Ekonomi Tabel 11 Kelembagaan Sosial Ekonomi Desa ( = miliki public dan = milik pribadi) Jenis Kelembagaan Sosial- Ekonomi Karang Panggung Napal Licin Pangkalan Bulian Kepayang Muara Sungsang Σ Status Σ Status Σ Status Σ Status Σ Status (1) Koperasi (2) Toko (3) Pasar (4) Penggilingan Padi (5) Bank/Kredit (6) Industri Rumah Tangga (7) Pengolahan Makanan (8) LPMD (9) Karang Taruna Tabel 12 Kegiatan Layanan Umum Lainnya yang ada di Desa Nama Desa Napalicin Karang Panggung Pangkalan Bulian Nama Program/ Lembaga Jenis Kegiatan Periode Capaian PNPM Pembangunan fasilitasi air bersih % PNPM Pembangunan jalan % P2KP Pelatihan dan bantuan input produksi tani % KBD/BP DAS Penghijauan % Proyek ZSL Konnservasi Harimau - 100% CSR PT. SBB (HTI) Pembangunan Masjid - 100% CSR PT. Conoco Philips Pembangunan Aula - 100%

37 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 12 Nama Desa Nama Program/ Lembaga Jenis Kegiatan Periode Capaian Program WBH Ternak Sapid dan Ayam 100% PNPM Kredit Mikro - 100% Kepayang Fasilitas air bersih; CSR PT. RHM (HTI) Sunat Massal - 60% CSR Indofood Dukungan kegiatan masyarakat desa - 100% Muara Sungsang Kependudukan Jumlah dan Komposisi Penduduk Tabel 13 Jumlah Penduduk di 5 Desa Pilot Proyek Nama Desa Jumlah Penduduk di Desa Laki-laki Perempuan Total Jumlah Kepala Keluarga Jumlah Penduduk di Dusun Karang Panggung * Napal Licin Pangkalan Bulian Kepayang Muara Sungsang Keterangan: *Dusun 2 Tabel 14 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Nama Desa Napalicin Karang Panggung Pangkalan Bulian Kepayang Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Nama Dusun Tahun <15 Tahun (Jiwa) (Jiwa) >55 Tahun (Jiwa) Dusun Dusun Dusun Total Dusun Dusun Dusun Total Dusun Dusun Dusun Dusun Total Dusun Dusun Dusun Total - - -

38 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 13 Nama Desa Muara Sungsang Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Nama Dusun Tahun <15 Tahun (Jiwa) (Jiwa) >55 Tahun (Jiwa) Dusun Dusun Dusun Dusun Dusun Total Tabel 15 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kesukuan Nama Desa Napalicin Karang Panggung Pangkalan Bulian Kepayang Muara Sungsang Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Nama Dusun Penduduk Asli Suku Lainnya Sumatera (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) Dusun Dusun Dusun Total Dusun Dusun Dusun Total Dusun Dusun Dusun Dusun Total Total Dusun Dusun Dusun Dusun Dusun Total Kualitas Sumberdaya Manusia Tabel 16 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Nama Desa Napalicin Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Nama Dusun Non Sekolah Formal Dasar SMP SMA PT Dusun Dusun Dusun

39 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 14 Nama Desa Karang Panggung Pangkalan Bulian Kepayang Muara Sungsang Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Nama Dusun Non Sekolah Formal Dasar SMP SMA PT Total Dusun Dusun Dusun Total Dusun Dusun Dusun Dusun Total Dusun Dusun Dusun Total Dusun Dusun Dusun Dusun Dusun Total Mata Pencaharian Tabel 17 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Jenis Mata Pencaharian Napalicin Karang Panggung Pangkalan Bulian Kepayang Muara Sungsang % % % % % (1) Petani (Ladang Berpindah) (2) Petani (Lahan Permanen) (3) Nelayan (4) Kebun Karet (5) Kebun Sawit (6) PNS (7) Buruh Harian (8) Karyawan Perusahaan (9) Pedagang (10) Jasa Tukang (11) Kehutanan

40 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 15 Jenis Mata Pencaharian Napalicin Karang Panggung Pangkalan Bulian Kepayang Muara Sungsang % % % % % (12) Sawmill (13) Transportasi (14) Lainnya Total Kesejahteraan Penduduk Tabel 18 Jumlah Rumah Tangga Penerima Subsidi Pemerintah Nama Desa Napalicin Nama Dusun Jumlah Rumah Tangga Miskin Dusun 1 42 Raskin Dusun 2 36 Raskin Dusun 3 51 Raskin Total 129 Program Subsidi Pemerintah Keterangan Akses jalan hanya bisa dilalui oleh kendaraan bermotor tertentu Ada gua yang berpotensi wisata (Goa Napal Licin); Penangkapan pelaku penebangan liar di TNKS pernah dilakukan oleh warga; Suku asli warga desa adalah Suku Rejang (Bengkulu) Karang Panggung Pangkalan Bulian Kepayang Muara Sungsang Dusun Dusun 2 45 Dusun 3 36 Total 183 Raskin dan BLT Raskin dan BLT Raskin dan BLT Dusun 1 - Raskin - Dusun 2 - Raskin Dusun 3 - Raskin Dusun 4 - Raskin Total - - Dusun BLT Dusun Rakin Dusun 3 3 KUBE Total 593 Dusun 1 83 BLT dan - Balsem Total 83 Masyarakat bersedia berpartisipasi dalam program pemberdayaan. Masyarakat siap menerima kegiatan pelatihan dan bantuan peningkatan keterampilan (misalnya home industry dalam pengolahan makanan;. dan kegiatan pertanian (biji bantuan), dikaitkan dengan program melestarikan hutan

41 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 16 4 PEMBENTUKAN KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) Pembentukan Kelompok Tani Hutan (KTH) ini dilaksanakan dalam rangka menetapkan kelompok masyarakat yang akan dibina oleh proyek BIOCLIME selama priode proyek berlangsung. Pelaksana dari kegiatan ini adalah proyek BIOCLIME bekerjasama dengan Yayasan Kemasda (Yayasan Kesejahteraan Masyarakat Desa). Sebuah LSM lokal di Sumatera Selatan yang memiliki pengalaman pada proses pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan. Proyek telah membentuk KTH di 5 desa yang telah terpilih sebagai desa pilot project, yakni Desa Napalicin (KPH Rawas dan TNKS), Desa Karang Panggung (KPH Lakitan), Desa Pangkalan Bulian (KPH Meranti), Desa Kepayang (KPH Lalan Mendis), dan Desa Muara Sungsang (KPHL Banyuasin). Tabel 19 Data Kelompok Tani Hutan (KTH) di 5 desa pilot project BIOCLIME Nama KTH Lokasi Desa Jumlah Anggota Laki laki Perempuan Total Pionir Pelaku Usaha KTH Citra Lestari Napalicin KTH Tunas Harapan Karang Panggung KTH Bulian Alam Mulia Pangkalan Bulian KTH Kepayang Lestari Kepayang KTH Muara Sungsang Muara Sungsang Mandiri KTH yang terbentuk didesain untuk pelaksanaan proyek di tingkat desa dengan pendekatan kolaboratif. Pendekatan ini dikembangkan secara terpadu dengan upaya peningkatan penghidupan masyarakat desa yang tinggal di sekitar kawasan-kawasan yang dilindungi, dengan mengedepankan aspek-aspek konservasi dan pemanfaatan sumber daya hutan secara berkelanjutan sebagai bagian dari sistem ekonomi masyarakat setempat. KTH dibentuk dalam rangka mendesain model pemberdayaan masyarakat untuk kegiatan peningkatan pendapatan dan peningkatan kapasitas masyarakat melalui Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (CBFM) dan kegiatan Agroforestry (Perhutanan Sosial), dengan tujuan meningkatnya kepedulian masyarakat dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan dan berkeadilan gender untuk kesejahteraanya. Rencana Program KTH telah disusun di setiap desa oleh pengurus dan anggota kelompok yang baru terbentuk. Secara garis besar, Rencana Program KTH dari kelima KTH adalah sebagai berikut: Tabel 20 Rencana program KTH di 5 desa pilot project BIOCLIME Program Kegiatan Tujuan Output yang Diharapkan Mitra Pendamping Usaha peternakan; Usaha budidaya Nilam dan produksi minyak atsiri; Usaha produksi kopi bubuk; usaha pembibitan; usaha pemasaran Peningkatan pendapatan masyarakat Terbentuknya unit-unit usaha masyarakat di tiap KTH ecara mandiri Donor (BIOCLIME), KPH, Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait, Perusahaan swasta, LSM

42 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 17 Program Kegiatan Tujuan Output yang Diharapkan Mitra Pendamping ikan asin; usaha bengkel rotan untuk mebel dan kerajinan. Pendamping Usaha simpan pinjam dan kegiatan dari bantuan kredit mikro Membangun jiwa kooperatif, Tersedianya modal usaha untuk anggota KTH Terbangunnya sistem tabungan dari anggota kelompok Mendapatkan bantuan modal usaha Donor (BIOCLIME), Pihak Perbankan, OPD terkait, LSM Pendamping Keberlangsungan organisasi KTH Terbangunnya sistem pembukuan yang jujur dan transparan. Pelatihan teknis dan kegiatan studi banding yang mendukung unit usaha masyarakat: teknis budidaya nilam, pembibitan karet, jelutung, rotan dan jenis buahbuahan, teknis produksi minyak atsiri, kerajinan rotan/mebel, bambu, pengolahan produk makanan. Peningkatan kapasitas SDM anggota KTH Penguasaan keterampilan teknis yang mendukung unit usaha masyarakat Anggota KTH mampu dan terampil dalam manajemen oragnisasi Peningkatan wawasan dan pengetahuan Terbentuk dinamika di dalam kelompok yang mengarah pada pengembangan organisasi KTH Meningkatnya keterampilan teknis dari para anggota untuk mendukung usaha kelompok dan para anggotanya Donor (BIOCLIME), KPH, Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait, Perusahaan swasta, LSM Pendamping Pengembangan usaha bercocok tanam dengan sistem pertanian campuran atau Agroforestri (perkebunan campuran dengan jenis durian, rambutan, duku, manggis, cempedak, mangga, karet, jambu dan sayuran Pemanfaatan lahan secara optimal dan mendukung kebutuhan subsisten Terbentuknya usaha di lahan-lahan pekarangan dari tiap anggota KTH Donor (BIOCLIME), KPH, Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait, Perusahaan swasta, LSM Pendamping Pelatihan dan pendampingan Manajemen Organisasi Keberlangsungan organisasi KPH secara profesional Terbentuknya pengurus KTH profesional dan memiliki kompetensi manajemen Donor (BIOCLIME), KPH, Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait, Perusahaan swasta, LSM Pendamping

43 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 18 5 SURVEY CLAPS DAN MA&D Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) jumlahnya berlimpah, namun kontribusi nyata dari jenis produk HHBK belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Dari hasil survey CLAPS (Community Livelihood Appraisal and Product Scaning) yang dilakukan dengan 5 studi kasus di desa pilot project menunjukkan bahwa HHBK prioritas yang sangat penting sebagai sumber penghidupan penduduk di pedesaan adalah jenis HHBK (hutan) meliputi rotan, madu sialang, durian, kemenyan, pakis dan jengkol; dan jenis HHBK (kebun/agroforestri) meliputi karet, kopi, nilam, durian, bambu, kelapa, jagung, nanas, dan pisang. Khususnya di ekosistem mangrove, HHBK berupa hasil tambak, yakni udang tambak dan bandeng. Sedangkan hasil studi di salah satu desa di wilayah pegunungan, menunjukkan bahwa HHBK tidak terbatas hanya rotan, madu sialang, dan durian saja, akan tetapi juga termasuk hasil-hasil produksi turunannya termasuk juga air pegunungan (Tabel 21). Tabel 21 Sumberdaya HHBK prioritas di tiap desa pilot project DESA PILOT PROJECT Napalicin (Pegunungan) SUMBERDAYA HHBK HHBK PRIORITAS HUTAN NON HUTAN Bambu Karet Nilam Air Pegunungan Nilam Karet Rotan/Manau Jengkol Bambu Air Pegunungan Karang Panggung Pakis Kopi Kopi (Pegunungan) Jengkol Durian Pakis Risi Pisang Pisang Jengkol Pangkalan Bulian Rotan Durian Rotan (Rawa Gambut) Madu Sialang Karet Madu Sialang Bambu Durian Karet Kepayang Kemenyan Nanas Kemenyan (Dataran Rendah) Durian Daun Pisang Ubi Racun Pandan Besar Ubi Racun Nanas Pisang Muara Sungsang Udang Tambak Kelapa Kelapa (Mangrove) Bandeng Tambak Jagung Udang Nipah Pisang Bandeng Jagung Sumber: Hasil survey CLAPS and MA&D (2015). Dari hasil studi di tiap desa menunjukkan bahwa diantara HHBK yang cukup berperan sebagai produk andalan serta nilai jual yang menjanjikan adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 22.

44 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 19 Tabel 22 Produk HHBK yang menjanjikan untuk dijual di tiap desa pilot project DESA PILOT PROJECT PRODUK YANG DIMANFAATKAN HARGA PENJUALAN (Rp) HHBK PRIORITAS JENIS PRODUK/PEMANFAATAN Napalicin Nilam Minyak Atsiri; Obat Tradisional; /Kg (Prgunungan) Karet Getah Beku (Lateks) 7.500/Kg Bambu Bakul; Tikar; Niru; Bahan Kerajinan /batang Air Pegunungan Air Mineral Dalam Kemasan /galon Karang Panggung Kopi Biji Kopi Kering; Kopi Bubuk Kemasan /Kg (biji) (Pegunungan) /Kg (bubuk) Pakis Daun Segar; Sayuran 1.000/ikat Pisang Keripik Pisang; Buah; Bahan olehan /tandan /Kg (Kripik) Jengkol Buah Segar; Bahan Makanan /Kg (Emping, Keripik dan Kerupuk) Pangkalan Bulian Rotan Kunju, ambung, Lekar, Sangke /unit (Dataran Rendah) Madu Sialang Madu galon /kg Durian Tempoyak, Lempok, Gula Durian /kg (tempoyak) /kg (lempok) Karet Keripik Pisang; Buah; Bahan olehan 4.500/kg Kepayang Kemenyan Obat tradisional, Dupa Belum ada pengalaman (Gambut) Ubi Racun Bahan bagu tepung tapioka 700/kg Nanas Buah segar, Selai, Pembibitan 5.000/buah /100 gr (selai) Pisang Keripik Pisang; Buah; Bahan olehan 1.000/bungkus Muara Sungsang Kelapa Bahan olah makanan 2.500/biji (Mangrove) Udang Bahan olah makanan /kg Bandeng Bahan olah makanan 9.000/kg Jagung Bahan olah makanan 2.800/kg Sumber: Hasil survey CLAPS and MA&D (2015) Napalicin: Hasil identifikasi produk yang dapat dihasilkan untuk setiap produk cukup banyak. Untuk bamboo produk yang dihasilkan lebih banyak berupa barang kerajinan, ada juga produk makanan dan bahan bangunan. Untuk air pegunungan produk yang dihasilkan dapat berupa air kemasan dan untuk pengairan sawah (irigasi). Rotan lebih ke produk kerajinan. Karet produk utamanya getah dan produk lainnya adalah bahan bagunan, bibit dan makanan. Nilam produk yang dihasilkan minyak asiri, obat dan pupuk organic. Jengkol produk yang dihasilkan makanan. HHBK tersebut terpilih karena memenuhi kriteria kelimpahan, kemudahan panen, dekat dari desa, dapat berkembang biak dengan mudah, dan berkaitan dengan pengelolaan hutan. Berdasarkan pendekatan Market Analysis and Development (MA&D), satu produk yang menjanjikan dan dapat dikembangkan oleh kelompok dalam waktu 2 3 tahun kedepan (selama periode ) dari Desa Napalicin adalah Minyak Nilam, yang diproses mulai dari penanaman nilam sampai pada proses penyulingannya. Ranting dan daun nilam dapat disuling menjadi minyak nilam dengan teknologi yang sederhana. Hasilnya berupa minyak atsiri yang dapat dipasarkan secara nasional dan global dengan harga jual yang relatif tinggi. Karang Panggung: Dari hasil skoring, HHBK prioritas desa Karang Panggung adalah Durian, Risi, Pakis dan jengkol untuk area hutan, sedangkan kopi, durian dan jahe merah untuk area di luar hutan. Durian mempunyai nilai tertinggi untuk indikator kelimpahan, tingkat kesulitan panen, kemampuan berkembang biak, hubungan dengan pengelolaan hutan. Untuk area non hutan kopi terpilih menjadi HHBK prioritas dengan nilai tertinggi untuk indikator kelimpahan, kesesuaian tanah dan biofisik, dan tingkat ketahanan terhadap kekeringan (tumbuh sepanjang tahun). Selain itu, masyarakat memiliki pengetahuan budidaya dan pemeliharaannya,

45 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 20 saprodi termasuk benih tersedia, cara panen mudah dan biaya pengelolaan dapat dijangkau oleh masyarakat. Dari kopi KTH dapat mengolahnya lebih lanjut menjadi produk kopi bubuk. Usaha produksi bubuk kopi dapat dijadikan produk prioritas karena telah mendapat dukungan dari KPH Lakitan dan OPD terkait di Kabupaten Musi Rawas, yakni Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi dan Kantor Camat Selangit. Untuk dikembangkan menjadi icon daerah. Pangkalan Bulian: Secara umum, hasil identifikasi HHBK di Desa Pangkalan Bulian meliputi 9 komoditi yang dapat dikelompokkan dalam HHBK penghasil bahan makanan, bahan kerajinan, obat-obatan, dan bahan mentah industri. Termasuk dalam kelompok HHBK bahan makanan adalah durian, baik yang dihasilkan dari pohon durian yang berada di dalam maupun di luar hutan. HHBK yang menjadi bahan kerajinan meliputi rotan, cikai, rumbai, pandan dan bambu. Sedangkan yang termasuk obat-obatan adalah madu dan pasak bumi. HHBK untuk bahan mentah industri adalah karet, baik yang ditanam di dalam maupun di luar areal hutan. Hasil skoring CLAPS menunjukkan bahwa HHBK prioritas Desa Pangkalan Bulian adalah rotan dan madu sialang untuk area hutan, sedangkan karet dan durian untuk area non hutan. Rotan mempunyai nilai tertinggi untuk semua indikator (kelimpahan & distribusi, tingkat kesulitan panen, jarak dari kampung, kemampuan berkembang biak, hubungan dengan pengelolaan hutan). Untuk area non hutan durian terpilih menjadi HHBK prioritas dengan nilai tertinggi untuk kesesuain tanah dan biofisik, tingkat ketahanan terhadapa kekeringan, ketersediaan saprodi, sumber benih dan cara panen. Hasil analisis MA&D menunjukkan bahwa HHBK prioritas yang memiliki potensi pasar (harga produk kerajinan rotan saja laku dijual dengan harga berkisar antara Rp per unit) di Desa Pangkalan Bulian adalah rotan. Produknya menjanjikan untuk bisnis, masyarakat mempertimbangkan bahwa dari rotan dapat dihasilkan berbagai produk kerajinan yang variatif, diantaranya kunju, ambung, lekar, sangke, pemukul kasur, dan bakul/sumpit. Dengan rotan, masyarakat bisa membangun industri kecil pengolahan rotan di tingkat desa dengan perlahan menjaminkan faktor kualitas. Selain itu, budidaya dan pemanfaatannya dapat dibina melalui KPH. Hal terpenting lainnya adalah ada 30 orang pengrajin rotan di Desa Pangkalan Bulian. Kepayang: HHBK prioritas hutan yang terpilih adalah kemenyan, durian daun dan pandan besar. Pandan besar memiliki score tertinggi dalam penilaian HHBK prioritas dengan keunggulan yaitu tersedia banyak dan terdistribusi luas serta mudah berkembang biak. Untuk HHBK prioritas non hutan terpilih pisang, karet, nenas dan ubi kayu. Nenas memiliki skor tertinggi dengan keunggulan yaitu sangat sesuai untuk hidup atau di tanam di desa Kepayang, tahan terhadap musim kering, pengetahuan & keterampilan masyarakat untuk merawatnya cukup tinggi, sumber benih berlimpah, cara panen mudah dan biaya pemeliharaan rendah. Wilayah Desa Kepayang adalah wilayah yang sangat rentan dengan kebakaran hutan dan lahan, berupa lahan gambut,. Berdasarkan kondisi tersebut, potensi HHBK di desa ini habis terbakar pada peristiwa kebakaran hutan dan lahan tahun Berdasarkan situasi tersebut, dengan mengacu pada kriteria produkproduk atau usaha yang menjanjikan untuk perolehan pendapatan (melalui analisis MA&D), maka Kelompok Tani Hutan (KTH) berusaha memilih beberapa usaha dan komoditas lainnya, yakni pengembangan usaha tanaman ubi kayu (ubi racun), usaha produk ikan kering yang diperoleh dari penebatan kanal, dan usaha pembibitan

46 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 21 desa. Ketiga jenis usaha ini dikelola oleh kelompok masyarakat di dalam wilayah Hutan Desa Kepayang. Muara Sungsang: Dari hasil skoring, HHBK prioritas desa Muara Sungsang adalah udang dan bandeng untuk area hutan (wilayah perairan mangrove), sedangkan jagung dan kelapa untuk area di luar hutan (wilayah daratan). Udang mempunyai nilai tertinggi untuk indikator tingkat kesulitan panen, jarak dari kampung, kemampuan berkembang biak, hubungan dengan pengelolaan hutan. Sedangkan jagung terpilih menjadi HHBK prioritas dengan nilai tertinggi untuk indikator kelimpahan, kesesuaian tanah dan biofisik, tingkat ketahanan terhadap kekeringan, pengetahuan budidaya dan pemeliharaan, ketersediaan saprodi, sumber benih dan cara panen. Dengan kerangka analisis MA&D, produk prioritas dari Desa Muara Sungsang yang dalam waktu 2 3 tahun kedepan bersifat menjanjikan untuk bisnis adalah kelapa. Sedangkan Udang dan Bandeng tidak menjadi prioritas dikarenakan terkendala dengan aspek legalitas kawasan. Pada umumnya Udang dan Bandeng adalah hasil tambak yang dikelola di dalam kawasan Hutan Lindung di KPH Banyuasin. Oleh karena itu, komoditi yang menjadi pilihan bagi masyarakat Muara Sungsang dan untuk dikembangkan menjadi usaha produktif adalah kelapa. Dari kelapa diambil sarinya untuk bahan makanan berupa nata de coco. Selain itu dari kelapa dapat dimanfaatkan sabut dan tempurungnya untuk bahan baku pembuatan asap cair.

47 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 22 6 ANALISIS RANTAI NILAI HHBK Pada umumnya produk-produk HHBK melewati jumlah rantai yang berbedabeda sebelum akhir berada di tangan para pengusaha lanjutan dan konsumen. Ada yang hanya melewati 1 2 rantai pemain, tetapi ada juga yang melewati lebih dari 5 rantai. Semakin banyak rantai yang harus dilewati oleh produk-produk olahan dari jenis HHBK, berarti semakin jauh tinggi pula harganya. Semakin panjang rantai pasok dan rantai nilai (melibatkan banyak aktor) maka harga suatu produk semakin tinggi. Terdapat margin keuntungan antar rantai aktor yaitu sebesar 25 30% (perhitungan menggunakan metode full costing). Nilai ini merupakan keuntungan bersih setelah adanya penambahan biaya produksi. Analisis rantai nilai produk HHBK dilakukan untuk membantu Kelmpok Tani memahami dan dapat mengambil keputusan usaha dan mengakses aktor dalam jejaring pengelolaan dan penjualan produk jadi mulai dari tingkat desa. Pada skala petani, prosesor/produser, belum ditemui adanya akses permodalan dari perbankan dan belum adanya investasi dari pengusaha. Berkaitan dengan hasil analisis Rantai Nilai dalam pemanfaatan HHBK untuk bisnis masyarakat, salah satu strategi dalam mengembangkan unit-unit Kewirausahaan Masyarakat adalah menempatkan kelompok-kelompok tani sebagai subyek; dan menempatkan KPH (sebagai aktor penting yang paling dekat dengan masyarakat desa) sebagai mitra usaha dalam jangka panjang untuk melanjutkan hasil yang sudah ada sekaligus mengembangkan komoditas-komoditas baru. Strategi tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip: partisipasi penuh dari anggota kelompok tani dan pemberdayaan mereka dalam pengambilan keputusan bisnis; koordinasi efektif antara masyarakat dan KPH ataupun dunia usaha; dan komitmen untuk menciptakan dan memperkuat kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia untuk pengelolaan unit-unit usaha secara berkelanjutan. Studi Kasus Pengembangan Usaha Nilam di Desa Napalicin: Dalam rantai nilai dan penilaian pasar Nilam (minyak atsiri), belum ada jaringan distributor eksportir di Sumatera Selatan, sehingga akses pasar sampai dengan crossborder market saja. Padahal komoditas nilam memiliki pangsa pasar ekspor yang menjanjikan. Faktanya, setiap produksi terjual dengan baik dan dengan harga yang baik. Minyak nilam masih diproses dengan peralatan sederhana serta belum ada uji lanjut dari minyak nilam, dan adanya jaminan mutu melalui uji laboratorium diperlukan untuk standar hasil yang sesuai dengan permintaan pasar pedagang domestik. Kelompok Tani masih sangat terbatas pengetahuannya tentang harga komoditas pada jaringan lebih luas sebagai pertimbangan penjualanan, dan peluang untuk kerjasama lebih lanjut dengan asisoasi produsen dan perdagangan nilam, seperti Asosiasi Minyak Atsiri Indonesia atau dewan atsiri Indonesia menjadi kebutuhan di masa depan.

48 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 23 Tabel 23 Tantangan dan peluang pengembangan usaha Nilam (Minyak Nilam, Atsiri) Studi Kasus Pengembangan Usaha Kopi di Desa Karang Panggung: Dalam rantai nilai dan penilaian pasar, Kelompok Tani sebagai kelompok wirausaha masyarakat dihadapi dengan tantangan untuk membangun struktur produksi dan pemasaran, menjelajahi akses permodalan, dan mengembangkan mutu produk melalui uji laboratorium secara berkelanjutan. Para pemangku kepentingan di dalam jaringan rantai nilai kopi, diantaranya adalah pedagang kopi dapat difungsikan sebagai mitra dapat memperluas kerjasama dan masuk sebagai mediator harga kopi. Sedangkan eksportir diperlukan perannya sebagai mitra usaha dalam hal mendukung peningkatan kapasitas produksi, dan penyediaan input. Peran pemerintah, OPD terkait dan/atau KPH dapat difungsikan sebagai fasilitator Kelompok Tani Wirausaha dalam upaya meningkatkan kapasitas produksi melalui dukungan sarana dan prasarana serta promosi produk unggulan setempat.

49 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 24 Tabel 24 Tantangan dan peluang pengembangan usaha Kopi (Kopi Bubuk) Studi Kasus Pengembangan Usaha Rotan di Desa Pangkalan Bulian: Alih teknologi dalam proses pengolahan dapat diberikan kepada masyarakat petani pemungut untuk meningkatkan mutu yang dihasilkan dan menghindari kerusakan yang lebih besar akibat serangan jamur, bintik hitam dan penggerek rotan. Untuk mencukupi kebutuhan rotan yang bermutu perlu introduksi jenisjenis yang kurang awet tetapi perlu diawetkan terlebih dahulu disertai teknologi pengolahan yang tepat. Campur tangan pihak instansi penelitian untuk mendukung penyuluhan dan alih teknologi perlu diperluas secara intensif. Pengkajian pola pengusahaan rotan di Desa Pangkalan Bulian perlu dilakukan agar pengusahaan rotan dapat meningkatkan pemberdayaan para petani rotan, terutama masyarakat sekitar hutan secara lestari. Disarankan agar arah pengusahaan rotan dilakukan dengan pola Hutan Tanaman Industri (HTI) secara komersial dan pola Hutan Tanaman Rakyat dengan menjadi tanaman sela/tumpang sari dengan perkebunan karet atau pola tumpang sari lainnya. Penetapan harga ditingkat petani hendaknya tidak ditentukan oleh pedagang besar atau industri besar tetapi dipertimbangkan terhadap pemeratan keuntungannya yang tidak terpusat di pengusaha besar saja. Untuk itu pengawasan penetapan harga dasar ditingkat petani harus pula dipantau oleh aparatur di tingkat kabupaten dengan tujuan untuk lebih memberdayakan fungsi otonomi daerah. Proses pengolahan rotan yang dilakukan di industri rotan pada umumnya sudah baku, yaitu penggorengan, penggosokan dan pencucian, pengeringan,

50 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 25 pengasapan dan pengawetan. Berbagai upaya penyempurnaan proses pengolahan perlu dilakukan agar kualitas produk rotan meningkat dan menambah efisiensi dan efektivitas produksi. Tabel 25 Tantangan dan peluang pengembangan usaha Rotan Studi Kasus Pengembangan Usaha Ubi Racun di Desa Kepayang: Secara teknis upaya mengembangkan budidaya ubi kayu harus diikuti dengan adanya upaya untuk mengubah/memperbaiki teknik budidaya yang selama ini masih konvensional menjadi teknik budidaya yang intensif. Hal ini dapat dicapai dengan lebih memantapkan penataan teknologi produksi mulai dari persiapan lahan, pengolahan lahan, penggunaan varietas unggul, pemeliharaan tanaman, Panen dan pasca panen serta distribusi pemasaran hasil. Para petani diharapkan dapat meningkatkan keterampilan teknis budidaya ini dengan adanya peran pembinaan yang diberikan. Berdasarkan keadaan posisi tawar petani terhadap harga jual, maka salah satu alternatif untuk mengantisipasi masalah tersebut adalah dengan upaya mengadakan kerjasama antara para petani produsen ubi kayu di satu pihak dengan pengguna/pemakai ubi kayu (baik dengan kapasitas pabrik yang cukup besar, maupun dengan kapasitas pabrik yang sedang) di pihak lain, sehingga dapat diciptakan bentuk kerjasama kemitraan dengan tata niaga yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Untuk mendukung kelancaran kemitraan ini, para petani memerlukan dukungan permodalan untuk keperluan penanaman ubi kayu, di mana bank pelaksana dapat berperan dengan memberikan kredit dengan skim kredit yang sesuai. Penetapan harga ditingkat petani hendaknya tidak ditentukan oleh pedagang besar atau industri besar tetapi dipertimbangkan terhadap pemeratan keuntungannya yang tidak terpusat di pengusaha besar saja. Untuk itu pengawasan penetapan harga dasar ditingkat petani harus pula dipantau oleh aparatur di tingkat kabupaten dengan tujuan untuk lebih memberdayakan fungsi otonomi daerah.

51 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 26 Apabila memungkinkan diperlukan pola kemitraan antara petani dengan pengumpul atau bahkan dengn perusahaan pengolah pengolah yang akan membeli hasil ubi kayu para petani. Perlu diadakan busness matching antar pihak sehingga dapat disepakati tingkat produksi dan harga yang sesuai. Hendaknya dibuat nota kesepakatan tertulis yang isinya mengatur kerjasama antara keduanya dengan berdasarkan kedudukan hukum dan kepentingan serta dapat memberikan saling keuntungan yang sama antara berbagai pihak. Tabel 26 Tantangan dan peluang pengembangan usaha Ubi Kayu (Ubi Racun) Studi Kasus Pengembangan Usaha Nata De Coco di Desa Muara Sungsang: Penguatan kelembagaan Kelompok Tani dan instansi pendukungnya, mencakup pendampingan Kelompok Tani, pertemuan dengan pembeli potensial, penyusunan data-data pasar kelapa baik itu local, regional, nasional maupun global termasuk pendampingan penyusunan data-data pasar kelapa baik itu local, regional, nasional maupun global, dan penyedia akses kepada lembagalembaga peminjaman modal. Penguatan Industri Produk Turunan Kelapa meliputi kegiatan pelatihan dan pendampingan penguatan kelompok arang dan kopra, pendampingan dalam legalitas suatu usaha, dan manajemen pemasaran, serta penyusunan dan pendampingan penyusunan data pasar lokal, regional, nasional dan global produk turunan kelapa. Implementasi budidaya dan pengolahan kelapa beserta turunannya, mencakup kebutuhan pelatihan budaya tanaman kelapa secara intensif, pelatihan dan pendampingan pemasaran dan manajemen pemasaran, dan sertifikasi produk.

52 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 27 Tabel 27 Tantangan dan peluang pengembangan usaha Nata de Coco

53 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 28 7 PEMBANGUNAN UNIT INDUSTRI KECIL 7.1. Unit Industri Kecil Penyulingan Nilam di Desa Napalicin Sekilas tentang Pendirian Industri Industri kecil penyulingan minyak nilam (atsiri) di Kabupaten Musi Rawas Utara hanya ada di Desa Napalicin. Di Desa Napalicin terdapat sebanyak tiga unit instalasi penyulingan nilam, milik warga desa. Modal awal yang digunakan oleh para pemilik instalasi penyulingan di Desa Napalicin berkisar antara Rp dengan perincian untuk pengadaan tungku pengukus daun nilam yang dibeli dari daerah Sarolangun, Bangko Jambi. Dengan modal awal tersebut diperoleh sebanyak 2 unit tungku pengukus rakitan yang terbuat dari drum galvanis ukuran 200 liter. Ketiga unit instalasi penyulingan nilam tersebut merupakan usaha milik perseorangan yang masih sekeluarga. Kegiatan mereka telah dilakukan sejak tahun 2012, yakni dua tahun lebih awal dari kegiatan project BIOCLIME di Desa Napalicin. Pada saat ini, sejak masuknya kegiatan proyek BIOCLIME, pelaku usaha penyulingan nilam di Desa Napalicin tergabung dalam kelompok tani dengan produksi minyak nilam yang dijual hasil penyulingan dari daun nilam yang diusahakan oleh anggota kelompok. Sejak kegiatan ini dikembangkan pada skala kelompok, anggota Kelompok Tani membangun visinya untuk menjadikan Desa Napalicin sebagai sentra tanaman nilam dan produk turunannya berupa minyak nilam (minyak atsiri) di wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara. Wujud dari usaha awal adalah berdirinya 1 unit industri penyulingan minyak nilam skala kecil terletak di lahan desa pada lahan seluas ¼ hektar, karena sarana dan prasarana tersedia di desa untuk memudahkan proses produksinya. Animo anggota Kelompok Tani Hutan dan warga desa di Napalicin tinggi terhadap upaya menciptakan alternatif pendapatan mereka. Faktanya, msyarakat desa merasakan bahwa harga getah karet terus merosot. Pada saat ini harga getah karet di tingkat pengumpul di desa adalah Rp 4.000/Kg, dibandingkan dengan harga pada tahun-tahun sebelumnya yang mencapai Rp 7.000/Kg. Warga tani di Desa Napalicin juga merasakan bahwa sudah beberapa kali musim tanam terakhir ini, kondisi tanaman padi, seringkali mengalami kegagalan panen. Selain itu, sekelompok warga desa yang dalam musim tertentu menjadi Pembalak Liar, kini merasakan bahwa pengorbanan dan perolehan hasil tidak mendapatkan hasil sebanding, karena lokasi sumber kayu-kayu komersil sudah sangat jauh untuk ditempuh. Berdasarkan kondisi tersebut di atas anggota Kelompok Tani membuat perencanaan usaha budidaya tanaman nilam dan memproduksi minyak atsiri dari bahan baku tanaman nilam yang mereka tanam di lahan-lahan kebun/ladang mereka. Kenapa Minyak Atsiri? Dari hasil study tentang CLAPS, Market Analysis and Development, and Value Chain Analysis yang dilakukan di Desa Napalicin, Minyak Atsiri (Patchouli Oil) adalah salah satu komoditi yang berpotensi dan memiliki nilai jual cukup tinggi. Untuk itu Usaha Penyulingan Minyak Atsiri sangat diperlukan untuk menunjang kehidupan yang lebih baik. Pada saat ini, KTH Citra Lestari sebagai pengelola unit bisnis budidaya dan penyulingan nilam membuat jaringan kerjasama dengan pemerintah daerah setempat dan KPH Rawas untuk penanaman nilam dan pengadaan peralatan penyulingan. Kerjasama ini bertujuan untuk program pemberdayaan ekonomi masyarakat sehingga dapat mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hutan di kawasan TNKS. Melalui kerjasama ini juga diharapkan dapat menurunkan tingkat illegal logging di dalam maupun di sekitar TNKS.

54 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Bangunan Unit Industri Penyulingan Nilam Unit industri penyulingan nilam dibagi menjadi dua bagian, pertama bangunan untuk alat penyulingan nilam dengan ukuran 5x6 meter persegi dan dirancang dengan bentuk bangunan terbuka yang berfungsi untuk mengeluarkan hawa panas yang dihasilkan dari alat penyulingan. Gambar 3 Unit industri penyulingan nilam di Desa Napalicin Gambar 4 Outline peralatan tungku penyulingan nilam dan instalasi komponen kincir air sebagai pengangkut air dari sisi sungai untuk distilasi alat penyulingan nilam Outline peralatan dirancang sedemikian rupa untuk memudahkan pekerjaan dan penyimpanan bahan baku (berupa gudang untuk penumpukan karung-karung ukuran 50 kg yang berisi daun nilam kering). Bahan baku nilam dapat digolongkan kedalam dua kondisi, yaitu kondisi ketika daun nilam kering yang kemudian

55 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 30 dicacah dan kondisi ketika daun nilam dicacah terlebih dahulu kemudian dikeringkan. Bagian kedua adalah komponen kincir air yang diletakkan dibagian sisi sungai untuk memanfaatkan gaya dorong dari arus sungai sebagai pengangkut air untuk distilasi alat penyulingan nilam secara berkala. Hasil akhir dari proses distilasi nilam dapat ditempatkan melalui saluran di depan alat penyulingan. Pembibitan nilam dibentuk bersebalahan dengan lokasi unit usaha penyulingan nilam untuk memudahkan perawatan dan pemyemaian nilam dari kebun menjadi bibit nilam yang siap tanam kembali. Pembibitan nilam harus menggunakan naungan berupa sungkup plastik atau menggunakan tandan daun kelapa. Hal ini bertujuan untuk menyaring cahaya matari langsung mengenai bibit nilam. Pembibitan dilakukan pada saat sebelum panen menggunakan teknik stek batang agar setelah nilam dipanen, maka bibitnya telah siap ditanam kembali. Gambar 5 Lokasi pembibitan nilam yang dikelola oleh anggota Kelompok Tani Hutan Citra Lestari Desa Napalicin Komponen Bangunan dan Biaya Komponen bangunan dan biaya untuk 1 unit industri kecil penyulingan nilam di Desa Napalicin dari bantuan project BIOCLIME disajikan pada Tabel 28.

56 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 31 Tabel 28 Komponen bangunan dan biaya untuk 1 unit industri kecil penyulingan nilam di Desa Napalicin Kec. Ulu Rawas Kab. Musi Rawas Utara Komponen Bangunan Satuan Biaya (Rp) A. Bangunan Pabrik 1. Kincir Air As Poros Kincir 1 buah 500,000 Jari-jari 60 batang 90,000 Kayu kerangka 1,5 m3 1,000,000 Kawat pengikat 17 kg 340,000 Tali/Tampar kecil 6 kg 240,000 Paku campur 15 kg 225,000 Tali/tampar balok 4 kg 160,000 Biaya pembuatan dan instalasi (borongan) paket 2,500,000 Total Kincir Air 5,055, Bangunan Pabrik Kayu kerangka 1,5 m3 1,500,000 Papan 1 m3 1,400,000 Seng 6 kodi 4,200,000 Kawat duri 4 rol 500,000 Paku campur 10 kg 150,000 Plank nama pabrik plat besi+galvanis 1 unit 2,500,000 Upah tukang (Borongan) paket 3,000,000 Total Bangunan Pabrik 13,250,000 B. Peralatan Penyulingan Alat suling untuk output 7 Ons 1,2 kg 2 unit 8,000,000 Total Peralatan Penyulingan 8,000,000 C. Pengadaan Bibit Nilam Bibit Nilam (siap panen) btg 30,000,000 Total Pengadaan Bibit 30,000,000 D. Grand Total Tahapan Pembangunan Industri Kegiatan pembangunan unit industri penyulingan nilam dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Pengajuan proposal pembangunan industri ke proyek BIOCLIME. Usulan tersebut dibuat oleh KTH Citra Lestari, dan proposal dipersiapkan dengan melampirkan daftar kebutuhan dan spesifikasinya disertai dengan rencana anggaran biaya (RAB). Pihak project BIOCLIME selanjutnya meninjau proposal tersebut. (2) Pengadaan barang dan jasa. Tahapan pengadaan barang dan jasa dilakukan sesuai dengan RAB yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, antara project dan Kelompok Tani. Pengadaan bahan bangunan dilakukan melalui proses penawaran (tender) dengan minimal 3 kontraktor atau toko suplier bahan bangunan yang bersedia melampirkan daftar barang sesuai dengan spesifikasi berikut harganya.

57 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 32 Kontraktor dan atau toko bangunan hanya dipilih salah satu dengan pertimbangan sesuai lokasi dan kondisi desa. (3) Pembangunan unit industri dilakukan melalui surat perjanjian kerja, untuk menjaminkan proses pekerjaan sesuai dengan spesifikasinya yang telah disepakati bersama. Tahapan pembangunan dilaporkan secara berkala kepada pihak yang ditunjuk sebagai pengawas kepada pihak project BIOCLIME. (4) Penyerahan bangunan industri kepada masyarakat oleh pihak project BIOCLIME untuk dioperasikan oleh Kelompok Tani di Desa Napalicin sebagai pengelola unit industri. Gambar 6 Anggota KTH Citra Lestari Desa Napalicin sedang mengikuti proses pembinaan pembangunan persemaian Nilam melalui kegiatan On the Job Training di Desa Napalicin Kec. Ulu Rawas Kab. Musi Rawas Utara. Kegiatan pembinaan ini bentuk kerjasama antara project BIOCLIME dengan BP2LHK Palembang, dan KPH Rawas.

58 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Unit Industri Kecil Kopi Bubuk Selangit Desa Karang Panggung Sekilas tentang Pendirian Industri Di Desa Karang Panggung, kopi merupakan komoditi yang sudah ada sejak lama, lebih dari 20 tahun. Kopi menjadi komoditi yang cukup penting setelah karet. Namun selama ini petani menjual biji kopi kering dan belum diolah secara maksimal. Pengembangan usaha kopi bubuk baru dilakukan oleh masyarakat, lebih kurang 5 tahun yang lalu. Umumnya, usaha pembuatan kopi bubuk diprakarsai oleh kegiatan industri skala rumah tangga. Industri kecil Kopi Bubuk di Desa Karang Panggung Kabupaten Musi Rawas pada mulanya dikembangkan melalui program-program pemerintah daerah melalui program bantuan dan binaan dari Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian Kabupaten Musi Rawas. Binaan dan bantuan tersebut bertambahan dengan adanya program bantuan dan binaan dari project BIOCLIME bekerjasama dengan KPH Lakitan, hingga menjadi Unit Usaha Masyarakat Produksi Kopi Selangit. Pemberian nama produk sebagai Kopi Selangit adalah mempertimbangkan bahwa pada saat ini belum ada pengusaha pembuat kopi bubuk di tingkat kecamatan yang memberi nama dengan entitas geografis, entitas daerah asal kopi. Nama Selangit berarti menunjukkan entitas asal kopi dari Kecamatan Selangit. Pada saat ini varian produk telah berkembang menjadi 3 varian dengan pembeda pada warna kemasan. Varian ini masih berbasis berat produk. Hampir sama dengan Desa Napalicin, sejak masuknya kegiatan proyek BIOCLIME, pelaku usaha pembuatan kopi bubuk di Desa Karang Panggung tergabung dalam kelompok tani dengan kopi bubuk yang dijual sekaligus sebagai hasil usaha oleh anggota kelompok. Sejak kegiatan ini dikembangkan pada skala kelompok, anggota Kelompok Tani membangun visinya untuk menjadikan Kopi Selangit mewakili kualitas kopi terbaik asal Kecamatan Selangit baik di wilayah Kabupaten Musi Rawas sampai ke tingkat nasional. Sejak industri berdiri dan memproduksi Kopi Bubuk Selangit, KPH Lakitan Bukti Cogong menjadi mitra utama yang mendukung proses pembinaan dan pemasaran produk Kopi Selangit. Unit usaha Kopi Selangit Kelompok Tani Hutan Tunas Harapan Desa Karang Panggung bermitra dengan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Lakitan Bukit Cogong untuk pengelolaan kebun kopi organik dan kopi luwak liar dalam wilayah kerja KPH Lakitan Bukit Cogong. Skema kemitraan antar KTH Tunas Harapan dan KPH Lakitan Bukit Cogong dapat memperbesar pasar dan distribusi kopi selangit di wilayah Suamtera Selatan, KPH dapat membina dan menampung hasil dari kelompok tani dan mempromosikannya ke berbagai daerah. Saat ini Kopi Selangit KTH Tunas Harapan sudah berhasil membuat MoU dengan minimarket nasional Indomart untuk memasarkan produknya di gerai Indomart regional Musi Rawas, MoU ini difasilitasi langsung oleh KPH Lakitan Bukit Cogong. Produk produk kopi dari KTH Tunas Harapan juga telah mendapat PIRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas. Pengajuan label organik juga sedang dilakukan pembicaraan antara KTH Tunas Harapan dengan KPH Lakitan Bukit Cogong.

59 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 34 Gambar 7 Deklarasi komitmen KPH Lakitan Bukit Cogong kepada Kelompok Tani Hutan Tunas Harapan untuk program pendampingan pengembangan usaha Kopi Bubuk Selangit disaksikan oleh Kepala Desa Karang Panggung dan project BIOCLIME Bangunan Unit Industri Kopi Bubuk Selangit Sejak pertengahan tahun 2016, Kelompok Tani Tunas Mandiri Desa Karang Panggung telah memiliki 1 unit industri pengolahan Kopi Bubuk Selangit skala kecil terletak di lahan milik salah satu anggota Kelompok Tani, dengan izin pemakaian untuk mengembangkan usaha pengolahan kopi bubuk. Unit industri pengolahan Kopi Bubuk Selangit yang dibangun di Desa Karang Panggung adalah berupa bangunan dengan perlengkapan peralatan produksi kopi bubuk, berukuran 6x6x4 meter dengan ventilasi yang cukup difungsikan sebagai cerobong asap. Bangunan dibagi menjadi enam ruangan utama yaitu, tempat penyimpanan bahan bakar, tempat penyimpanan bahan baku (biji kopi), tempat tungku roasting dan pendingin biji kopi, lemari penyimpanan, tempat penggilingan biji kopi hasil roasting, dan tempat pengemasan. Alat roasting biji kopi masih menggunakan sistem semi mekanis dengan menyesuaikan dengan kebutuhan anggota kelompok dan masyrakat sekitar Komponen Bangunan dan Biaya Komponen bangunan dan biaya untuk 1 unit industri kecil pembuatan Kopi Bubuk Selangit di Desa Karang Panggung dari bantuan project BIOCLIME disajikan pada Tabel 29.

60 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 35 Tabel 29 Komponen bangunan dan biaya untuk 1 unit industri kecil pembuatan Kopi Selangit di Desa Karang Panggung Kec. Selagit Kab. Musi Rawas Komponen Biaya Satuan Biaya (Rp) A. Bangunan Pabrik Kayu (5x7x4 cm3) 72 batang 2,592,000 kayu ( 5x12x4 cm3) 45 batang 2,340,000 Kayu (2x25x4 cm3) 150 batang 6,750,000 Batubata 3000 buah 2,100,000 Batu sungai 4 meter 440,000 Pasir 5 meter 500,000 Semen 35 sak 3,500,000 Paku 5 kg 100,000 Paku seng 1 kg 35,000 Atap seng (ukuran 6 kaki) 40 keping 3,200,000 Talang Air 7 meter 210,000 Plang nama industi+galvanis 1 unit 2,500,000 Upah selama 5 orang x 5 hari 25 HOK 1,250,000 Total Bangunan Pabrik 25,517,000 B. Peralatan Produksi Healer 1 unit 9,000,000 Mesin Diesel 1 unit 7,500,000 mesin sangrai 1 unit 3,200,000 Sealer 1 buah 500,000 kipas angin 4 unit 400,000 bak tempat kopi 5 buah 625,000 biji kopi untuk produksi pertama 200 kg 4,200,000 perizinan merk kopi ( IRT dan BPPOM) 1 paket 8,000,000 Timbangan 1 unit 300,000 Upah pemasangan alat selama 2 hari 10 HOK 500,000 Total Pengadaan Bahan Pengolahan Rotan 34,225,000 C. Grand Total 59,742, Tahapan Pembangunan Industri Kegiatan pembangunan unit industri pembuatan Kopi Bubuk Selangit dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Pengajuan proposal pembangunan industri ke proyek BIOCLIME. Usulan tersebut dibuat oleh KTH Tunas Mandiri, dan proposal dipersiapkan dengan melampirkan daftar kebutuhan dan spesifikasinya disertai dengan rencana anggaran biaya (RAB). Pihak project BIOCLIME selanjutnya meninjau proposal tersebut. (2) Pengadaan barang dan jasa. Tahapan pengadaan barang dan jasa dilakukan sesuai dengan RAB yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, antara project dan Kelompok Tani. Pengadaan bahan bangunan dilakukan melalui proses penawaran (tender) dengan minimal 3 kontraktor atau toko suplier bahan bangunan yang bersedia

61 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 36 melampirkan daftar barang sesuai dengan spesifikasi berikut harganya. Kontraktor dan atau toko bangunan hanya dipilih salah satu dengan pertimbangan sesuai lokasi dan kondisi desa. (3) Pembangunan unit industri dilakukan melalui surat perjanjian kerja, untuk menjaminkan proses pekerjaan sesuai dengan spesifikasinya yang telah disepakati bersama. Tahapan pembangunan dilaporkan secara berkala kepada pihak yang ditunjuk sebagai pengawas kepada pihak project BIOCLIME. (4) Penyerahan bangunan industri kepada masyarakat oleh pihak project BIOCLIME untuk dioperasikan oleh Kelompok Tani di Desa Karang Panggung sebagai pengelola unit industri. Gambar 8 Unit industri pembuatan Kopi Bubuk Selangit di Desa Karang Panggung Gambar 9 Anggota KTH Tunas Mandiri Desa Karang Panggung sedang melakukan On the Job Training pada salah satu industri kopi di Kota Lubuk Linggau

62 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 37 Gambar 10 Varian Kopi Bubuk Selangit dari Desa Karang Panggung hasil kerjasama KTH Tunas Mandiri, KPH Lakitan Bukit Cogong dan project BIOCLIME Gambar 11 Peresmian produk Kopi Bubuk Selangit mesuk Minimarket Indomret di Kota Lubuk Linggau merupakan kerjasama antara KTH Tunas Harapan, KPH Lakitan Bukit Cogong, dan Pemerintah Daerah Kab. Musi Rawas. Peresmian dilakukan oleh Bupati Musi Rawas dihadiri oleh Unsur Pimpinan Daerah, Kejari, Kapolres, Kalapas, Kepala KPH Lakitan, dan Manajer Indomaret di Lubuk Linggau pada tanggal 11 April 2017.

63 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Unit Industri Kecil Mebel Rotan Desa Pangkalan Bulian Sekilas tentang Pendirian Industri Warga Desa Pangkalan Bulian yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan Bulian Alam Mulia dan Kepala Desa Pangkalan Bulian menyatakan bahwa pokok tanaman rotan merupakan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang potensial. Ditinjau dari segi habitatnya, berdasar data dari survey CLAPS yang dilakukan project BIOCLIME pada tahun 2015, pokok-pokok tanaman rotan masih banyak tersebar di kanan-kiri sungai di sekitar desa sampai ke dalam kawasan hutan dan hutan lindung KPH Meranti. Potensi rotan di daerah ini dapat memberikan nilai tambah apabila diolah menjadi bentuk mebel dan kerjainan rotan. Nilai tambah yang didapat jika rotan diolah menjadi bentuk mebel dan barang kerajinan diantaranya adalah meningkatnya harga jual serta memunculkan entitas baru sebagai usaha milik desa. Keuntungan yang didapat dari usaha pengolahan rotan memberi peluang untuk didirikannya industri mebel rotan. Pada saat ini setidaknya 30 orang pengrajin rotan di Desa Pangkalan Bulian. Rotan di Desa Pangkalan Bulian merupakan rotan alam yang berasal dari hutan di kawasan Desa Pangkalan Bulian, diperkirakan cukup sampai 3 tahun ke depan, dan untuk kesinambungan akan dilakukan penanaman kembali/budidaya. Pendirian industri mebel rotan bagi anggota KTH Bulian Alam Mulia dan Desa Pangkalan Bulian merupakan salah satu langkah strategis untuk menggerakkan perekonomian desa serta pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dimana Desa Pangkalan Bulian adalah salah satu model pengembangan BUMDes di Kabupaten Musi Banyuasin. Dengan adanya industri berbasis bahan baku rotan, maka diharapkan adanya hubungan timbal balik menguntungkan antara pihak Kelompok Tani, Pemerintah Desa, dan Pemangku Wilayah Hutan (KPH). Hasil mebel rotan yang dihasilkan Kelompok Tani akan dipasarkan melalui bantuan BUMDes sehingga masyarakat/petani tetap terpacu untuk meningkatkan pembudidayaan rotan di dalam kawasan hutan KPH Meranti melalui kegiatan rehabilitasi hutan dengan tanaman campuran, termasuk tanaman rotan. Adanya industri mebel rotan di tingkat desa juga diharapkan dapat memperluas lapangan pekerjaan. Meskipun pada saat project BIOCLIME berakhir pada akhir Mei 2017, usaha rotan ini belum berjalan karena berbagai kendala, terutama transportasi darat sulit ditempuh karena selama musim hujan jalan rusak tidak bisa dilalui, akibatnya pasokan bahan bangunan industri tertunda pengirimannya. Keunggulan produk dari industri rotan KTH Bulian Alam Mulia ini adalah bahan baku rotan alami dengan kualitas bagus. Namun dari sisi desain, masih belum banyak modelnya. Langkah awal yang akan dilakukan oleh Kelompok Tani dan Pemerintahan Desa adalah mengembangkan usaha dengan cara promosi produk mebel rotan Desa Pangkalan Bulian masuk ke perusahaan-perusahaan di sekitar desa melalui program CSR ataupun pembelian langsung untuk menggunakan 1 set mebel rotan buatan Kelompok Tani di setiap ruang tamu (lobby) kantor. Selain itu juga dalam skala di tingkat kabupaten, Kepala Desa akan membantu promosi melalui BUMDes ke untuk membuat kerjasam dengan Pemerintah Daerah menghimbau penggunaan mebel rotan Desa Pangkalan Bulian pada setiap lobby (ruang tamu) hotel sebagai bagian dari promosi keunggulan daerah.

64 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Bangunan Unit Industri Mebel Rotan Pada kegiatan produksi, jenis dan jumlah peralatan yang dibutuhkan yang menjadi biaya investasi dalam melakukan usaha rotan sesuai dengan kapasitas produksi sudah tersedia yang dibantu oleh project BIOCLIME. Bangunan unit industri mebel rotan di Desa Pangkalan Bulian didirikan di atas lahan milik desa yang letaknya bersebelahan dengan gedung balai desa di dusun satu desa Pangkalan Bulian. Bangunan unit industri mebel itu dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama sebagai bengkel mebel rotan dan kantor kerja, bagian kedua sebagai tempat penggorengan dan pencucian rotan mentah menjadi bahan siap pakai. Proses pembangunan unit industri rotan ini sempat mengalami berbagai kendala, bahan kayu untuk bangunan yang langka dan kondisi jalan menuju lokasi unit usaha yang masih tergantung kondisi cuaca. Pembangunan saat unit usaha sampai saat ini bangunan sudah 80% dengan alat alat penunjang produksi. Pengadaan alat penggorengan dan pencucian rotan dilakukan oleh KTH Bulian Alam Mulia dengan pemerintah desa Pangkalan Bulian melalui program BUMDes dan CSR dari perusahaan. Gambar 12 Bangunan industri mebel rotan KTH Bulian Alam Mulia bantuan dari project BIOCLIME dibangun terintegrasi dengan balai desa di Dusun I Desa Pangkalan Bulian Kec. Batanghari Leko Kab. Musi Banyuasin Komponen Bangunan dan Biaya Komponen bangunan dan biaya untuk 1 unit industri kecil mebel dan kerajinan rotan di Desa Pangkalan Bulian dari bantuan project BIOCLIME seperti yang disajikan pada Tabel 30.

65 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 40 Tabel 30 Komponen bangunan dan biaya untuk 1 unit industri kecil mebel dan kerajinan rotan di Desa Pangkalan Bulian Kec. Batanghari Leko Kab. Musi Banyuasin Komponen Biaya Satuan Biaya (Rp) A. Bangunan Pabrik 3. Tempat penggorengan Rotan 1 unit 6,000, Bangunan Pabrik Batu bata 6,000 buah 4,800,000 Pasir 20 m3 6,000,000 Semen 50 sak 4,500,000 Papan 25cm 2cm 4m 5 m2 7,500,000 Seng 6 kaki 20 kodi 20,000,000 Kayu persegi berbagai ukuran 7 m3 10,500,000 Paku berbagai macam ukuran 75 kg 1,875,000 Paku seng 70 kg 2,100,000 Baut U (7 15) cm 70 buah 1,750,000 Engsel pintu besar 12 buah 420,000 Engsel pintu kecil 22 buah 220,000 Kunci pintu besar 2 buah 500,000 Kunci pintu kecil 4 buah 800,000 Kawar karang besar (2 3)m 6 m2 3,600,000 Cat minyak coklat 5 kaleng 300,000 Cat kg 3 galon 2,100,000 Gredel pintu 12 buah 120,000 Grendel jendela + tunjang 12 buah 120,000 Kusen jendela + daunnya 6 set 4,800,000 Kusen pintu + daunnya 4 set 5,200,000 Kusen pintu besar + daunnya 2 set 4,600,000 Lemari 1 set 2,000,000 Plank nama pabrik plat/besi galvanis 1 unit 2,500,000 Upah borongan 25,000,000 Total Bangunan Pabrik 111,305,000 B. Peralatan Bengkel Rotan Standing fan 3 unit 10,050,000 Mesin genset 10,000 watt 1 set 10,000,000 Corensor/dinamo 1 set 2,500,000 Bor listrik makita 2 set 1,400,000 Gerinda amplas listrik makita 2 set 1,400,000 Mesin steem 1 set 3,500,000 Kepala kompor gas pemanas rotan 5 buah 1,250,000 Pisau karet 10 buah 500,000 Gergaji pemotong rotan 5 buah 250,000 Martil kecil/besar 8 buah 200,000 Ragum tang kakak tua kecil 5 buah 125,000 Ragum tang kakak tua besar 5 buah 100,000 Sugu ketam 10 set 2,500,000

66 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 41 Komponen Biaya Satuan Biaya (Rp) Gunting jetuk kecil 5 buah 100,000 Gunting jetuk besar 5 buah 125,000 Pahat kayu/tata 5 buah 100,000 Tempat penjemuran rotan 10 unit 1,000,000 Rak penjemuran manau/semambu 10 unit 1,000,000 Alat Pembengkok manau/semambu 4 unit 1,000,000 Total Peralatan Pengolahan Rotan 29,600,000 C. Pengadaan Bahan Pengolahan Rotan Pipa 1.5 inchi 1 buah 300,000 Pipa ¾ inchi 1 buah 300,000 Pipa 1 inchi 1 buah 300,000 Rol selang steem warna kuning 1 set 600,000 Meteran 5 buah 50,000 Timbangan air kecil/waterpass 2 buah 40,000 Tabung 25 buah 4,500,000 Tedmon air 2 buah 2,500,000 Mata bor 15mm, 10mm, 12mm 5 set 500,000 Mata bor 20mm, 19mm, 25mm 5 set 500,000 6)m 2 buah 2,000,000 Cat 4 kaleng 500,000 Kepala kompor penggorengan 3 buah 750,000 Terpal penutup jemuran (4 6)m 10 lembar 3,500,000 Selang air 100 meter 1,200,000 Kloset mck 1 buah 2,500,000 Bak plastik mck 1 buah 2,500,000 Amplas kasar no rol 1,000,000 Amplas kasar no rol 1,000,000 Belerang 100 kg 5,000,000 Impra melamik herdener ½ liter 50 buah 2,500,000 Tiner 100 liter 2,500,000 Dempul kayu nipon kg 20 kaleng 1,100,000 Lem fox lem kayu/pelamor 20 kampil 1,000,000 Kuas plitur-impra 20 buah 200,000 Candi brown liter 50 kaleng 2,750,000 Cocoa bronw WS liter 50 kaleng 2,750,000 liter 10 propan 550,000 Paku 3 inchi 25 kg 625,000 Paku 2,5 inchi 25 kg 625,000 Paku 1,5 inchi 25 kg 625,000 Paku kecil 25 kg 625,000 Total Pengadaan Bahan Pengolahan Rotan 45,390,000 D. Grand Total 186,295,000

67 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 42 Gambar 13 Dukungan project BIOCLIME kepada KTH Bulian Alam Mulia Desa Pangkalan Bulian untuk kegiatan On the Job Training di industri mebel di Kota Palembang pada tanggal Maret 2016 untuk mempersiapkan SSDM pelaku usaha mebel di Desa Pangkalan Bulian. Gambar 14 Produk mebel buatan KTH Bulian Alam Mulia Desa Pangkalan Bulian yang dipamerkan pada Konferensi Tingkat TInggi BONN CHALLENGE 2017 PALEMBANG, pada tanggal 8 10 Mei 2017.

68 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Tahapan Pembangunan Industri Kegiatan pembangunan unit industri mebel dan kerajinan rotan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Pengajuan proposal pembangunan industri ke proyek BIOCLIME. Usulan tersebut dibuat oleh KTH Bulian Alam Mulia Desa Pangkalan Bulian, dan proposal dipersiapkan dengan melampirkan daftar kebutuhan dan spesifikasinya disertai dengan rencana anggaran biaya (RAB). Pihak project BIOCLIME selanjutnya meninjau proposal tersebut. (2) Pengadaan barang dan jasa. Tahapan pengadaan barang dan jasa dilakukan sesuai dengan RAB yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, antara project dan Kelompok Tani. Pengadaan bahan bangunan dilakukan melalui proses penawaran (tender) dengan minimal 3 kontraktor atau toko suplier bahan bangunan yang bersedia melampirkan daftar barang sesuai dengan spesifikasi berikut harganya. Kontraktor dan atau toko bangunan hanya dipilih salah satu dengan pertimbangan sesuai lokasi dan kondisi desa. (3) Pembangunan unit industri dilakukan melalui surat perjanjian kerja, untuk menjaminkan proses pekerjaan sesuai dengan spesifikasinya yang telah disepakati bersama. Tahapan pembangunan dilaporkan secara berkala kepada pihak yang ditunjuk sebagai pengawas kepada pihak project BIOCLIME. (4) Penyerahan bangunan industri kepada masyarakat oleh pihak project BIOCLIME untuk dioperasikan oleh Kelompok Tani di Desa Pangkalan Bulian sebagai pengelola unit industri. Gambar 15 Model produk mebel buatan KTH Bulian Alam Mulia Desa Pangkalan Bulian.

69 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Unit Rumah Usaha Masyarakat di Desa Kepayang Sekilas tentang Pendirian Rumah Usaha Masyarakat Ubi racun merupakan salah satu jenis usaha yang ada di Dusun Talang Nuaran Desa Kepayang Kecamatan Bayung Lincir Kabupaten Musi Banyuasin. Warga Desa Kepayang yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Kepayang Lestari sebagian besar adalah mereka yang tinggal di kebun/ladang mereka di dalam areal Hutan Desa Kepayang. KTH Kepayang Lestari merupakan kelompok tani yang melakukan usaha ubi racun tersebut dengan luas lahan usaha 15 Ha. Kelompok tani Kepayang Lestari memiliki 30 anggota kelompok dengan inisiator pendiri awal yaitu Bapak Husni Zahir Fahmi dan Bapak Sainur. Produk yang dihasilkan oleh usaha kelompok tani tersebut yaitu berupa Ubi Racun/Ubi Kayu. Bahan baku yang digunakan untuk usaha ubi racun tersebut yaitu bibit ubi racun yang bisa didapatkan di desa tetangga (Desa Pemakaran) dengan harga beli Rp ,- per truk. Pengiriman bibit ubi racun tersebut dilakukan dengan menggunakan perahu ketek untuk menuju lahan usaha karena jalur menuju lahan usaha melalui jalur sungai yang hanya bisa ditempuh dengan perahu ketek. Bahan baku tersebut tidak sulit diperoleh karena stok bibit yang selalu ada dalam memenuhi pesanan bibit ubi racun tersebut. Dari 30 Kepala Keluarga (KK) yang teragbung dalam Kelompok Tani, masing-masing dapat membudidayakan Ubi Racun seluas 0,5 hektar/kk. Gambar 16 Mobilisasi bibit Ubi Kayu (Ubi Racun) dari pusat pembibitan di Desa Pemakaran Kec. Bayung Lencir ke lokasi penanaman di Dusun Talang Nuaran Hutan Desa Kepayang. Kegiatan penanaman ubi racun dilakukan pada bulan November 2016 dan pada bulan Desember 2016 hingga bulan Januari 2017 banjir menggenangi lahan usaha kelompok tani. Tanaman ubi mengalami kegagalan karena lahan usaha tersebut sering terjadi banjir. Disamping kegagalan karena banjir, kondisi pasar juga mempengaruhi motivasi Kelompok Tani bahwa pada periode tahun

70 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 45 harga ubi racun berkisar Rp ,- per Kg. Akan tetapi saat memasuki awal tahun 2017 harga ubi racun jatuhm dan hanya dihargai Rp.50,- per Kg sehingga membuat petani sudah sangat malas dalam membudidaya ubi racun tersebut. Kelompok Tani Kepayang Lestari belum pernah memasarkan produksi ubi racun mereka dikarenakan lahan usaha yang mereka jalankan tergenang banjir yang mengakibatkan usaha tersebut gagal produksi. Hingga pada bulan April 2017 lahan usaha kelompok tani ini masih digenangi air sekitar cm. Gambar 17 Lokasi penanaman Ubi Kayu (Ubi Racun) dan lokasi Bangunan Rumah Usaha Masyarakat dan Persemaian Desa di Dusun Talang Nuaran Hutan Desa Kepayang Kec. Bayung Lencir Kab. Musi Banyuasin. Setelah kegagalan panen Uni Kayu, alternatif usaha potensial lain yang bisa menopang kegiatan masyarakat di desa adalah menjual ikan asin gabus dan usaha pembibitan tanaman rawa gambut. Namun usaha ikan asin yang ada pada saat ini bukan menjadi prioritas karena masyarakat lebih memilih menjual ikan hidup dibandingkan menjual ikan asin. Sumber ikan di Desa Kepayang sangat banyak akan meskipun pada musim kemarau ikan sangat sulit didapatkan. Melalui ketua kelompok tani, ikan dibeli dari para anggota tani di Talang Nuaran, dan diolah menjadi ikan asin. Saat ini pemasaran ikan asin masih di sekitaran Desa terutama dijual ke perusahaan-perusahaan sawit di sekitar desa. Harga jual ikan asin di Desa Kepayang berkisar Rp ,- per kg bahkan bisa dijual dengan harga sampai Rp ,- per kg. Selain menjual produk ikan asin gabus sebagai usaha alternatif, KTH Kepayang Lestari juga didukung untuk mengembangkan usaha persemaian desa. Usaha ini juga menjadi usaha potensial lainnya setelah mengalami kegagalan panen dari Ubi Kayu (Ubi Racun). Usaha persemaian desa sangat erat dikaitkan dengan program Restorasi Gambut.

71 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 46 Gambar 18 Produk ikan asin gabus sebagai usaha alternatif lain yang diolah dan dikemas oleh Kelompok Tani untuk dijual kepada konsumen di perusahaanperusahaan sawit yang berada di sekitar Desa Kepayang Kec. Bayung Lencir Kab. Musi Banyuasin. Restorasi gambut di Hutan Rawa Gambut Merang Kepayang menjadi topik utama dan erat kaitannya dengan kebakaran hutan dan lahan pada tahun Konsep restorasi gambut dikenal dengan 3R (Rewetting, Revegetation and Revitalization of Livelihood), kemitraan antara Kelompok Tani Hutan Kepayang Lestari dengan KPH Lalan merupakan salah satu strategi untuk menerapkan konsep 3R tersebut. Keanggotaan KTH Kepayang Lestari merupakan gabungan antara kelompok masyarakat yang berada di sekitar hutan/lahan gambut yang terbakar dan pengelola Hutan Desa. Skema kemitraan berjalan dengan dibentuknya persemaian kelompok yang berada dekat dengan hutan/lahan gambut dan dikelola oleh dusun anggota kelompok yang tinggal bersebalahan dengan lokasi persemaian, peran KPH Lalan adalah membuat rencana aksi dan sistem pendanaan serta proses restorasi dengan melibatkan KTH Kepayang Lestari dan mengelola secara bersama persemaian yang telah ada sebagai penyedia bibit dan semai untuk kegiatan restorasi gambut di wilayah kelola KPH Lalan. Skema ini juga dapat dikembangkan menjadi suatu kegiatan penelitian dan pengembangan terhadap pengelolaan lahan gambut habis terbakar dengan kolaborasi antara masyarakat serta pengelola Hutan Desa. Kegiatan restorasi telah dilakukan oleh project BIOCLIME dengan melibatkan Kelompok Tani dengan pendekatan sistem agroforestry. Plot restorasi telah ditanam seluas 6 Ha, terdiri dari 1 Ha dikerjakan pada tahap awal melalui kegiatan pelatihan untuk memberikan pembekalan kepada anggota Kelompok Tani tentang teklnis pelaksanaan penanaman; selenjutnya 5 Ha dikerjakan pasca pelatihan dengan lokasi tanaman melanjutkan pada lokasi 1 ha demplot pelatihan

72 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 47 mengikuti Master Plan Rehabilitasi yang telah dirancang untuk Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut di Hutan Desa Kepayang. Dengan demikian, Kelompok Tani telah melakukan usaha penanaman rehabilitasi seluas 6 Ha. Secara teknis, kegiatan dimulai dengan pengukuran tinggi muka air tanah/genangan air pada areal yang telah ditanam dan yang akan ditanam, dilanjutakan dengan menetukan jalur tanam dan jarak tanam secara manual pada proses pembersihan lahan. Bentuk plot penanaman mengikuti bentuk fisik sungai Nuaran dimulai dari arah muara Nuaran untuk memudahkan akses perawatan tanaman, jarak antar jalur tanam dibuat selebar 5 meter x 5 meter dan mengarah Utara Selatan. Penentuan arah Utara Selatan ini bertujuan untuk memaksimalkan cahaya matahari mengenai permudaan yang ditanam agar dapat tumbuh dan berkembang secara. Gambar 19 Produk ikan asin gabus sebagai usaha alternatif lain yang diolah dan dikemas oleh Kelompok Tani untuk dijual kepada konsumen di perusahaanperusahaan sawit yang berada di sekitar Desa Kepayang Kec. Bayung Lencir Kab. Musi Banyuasin Bangunan Unit Rumah Usaha Masyarakat dan Persemaian Desa Bangunan unit Rumah Usaha Masyarakat dan Persemaian Desa di Desa Kepayang didirikan di atas lahan milik anggota Kelompok Tani di dalam wilayah Hutan Desa. Bangunan unit Rumah Usaha tersebut berukuran 4x6 m persegi dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama sebagai ruang utama sebagai ruang kerja dan ruang pertemuan, bagian kedua adalah teras (lobby) yang juga akan dikembangkan sebagai dapur dan ruang toilet. Ide bangunan itu adalah sebagai pusat koordinasi usaha-usaha bisnis yang dikerjakan oleh Kelompok Tani. Selain itu, bangunan

73 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 48 pembibitan/persemaian desa juga dibangun pada areal Hutan Desa Kepayang, letaknya tepat dibelakang Rumah Usaha Masyarakat. Gambar 20 Bangunan Rumah Kelompok Tani bantuan dari project BIOCLIME dibangun di Hutan Desa Kepayang di Talang Nuaran Desa Kepayang Kec. Bayung Lencir Kab. Musi Banyuasin. Gambar 21 Bangunan persemaian desa Kelompok Tani Hutan Kepayang Lestari Komponen Bangunan dan Biaya Komponen bangunan dan biaya untuk 1 unit bangunan Rumah Usaha Masyarakat di Desa Kepayang dari bantuan project BIOCLIME (Tabel 31).

74 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 49 Tabel 31 Komponen bangunan dan biaya untuk 1 unit Rumah Usaha Masyarakat di Desa Kepayang Kec. Bayung Lencir Kab. Musi Banyuasin Komponen Biaya Satuan Biaya (Rp) A. Bangunan Posko (4 x 6)m Papan 7 m3 4,200,000 Seng 3 kodi 10 kaki 4,500,000 Papan persegi (Balok) 3 m3 2,700,000 Papan reng 3 m3 2,700,000 Plang nama 1 unit 2,500,000 Palu 20 buah 400,000 Cangkul 4 buah 500,000 Linggis 4 buah 200,000 Total Posko 17,700,000 B. Pengadaan Bibit Ubi Racun Bibit Ubi (siap panen) 4 truk 28,000,000 Pupuk Paket untuk 16 ha 4,500,000 Total Pengadaan Bibit 32,500,000 C. Upah Kerja Upah tukang bangunan Paket/Borongan Upah buka lahan 15 ha Upah penanaman 15 ha Total Upah Kerja D. Grand Total Tabel 32 Komponen biaya penanaman rehabilitasi Hutan Rawa Gambut di Hutan Desa Kepayang Kec. Bayung Lencir Kab. Musi Banyuasin Komponen Biaya Satuan Biaya (Rp) A. Tenaga Kerja Mandor tanam 15 2,250,000 Land clearing 75 5,625,000 Penyiangan gulma 75 5,625,000 Pemasangan ajir 30 2,250,000 Pembuatan gundukan 60 4,500,000 Penanaman 45 3,375,000 Pembuatan sekat bakar 90 6,750,000 Pembuatan embung air 30 2,250,000 Pengambilan sampel gambut 15 1,125,000 Pemasangan alat Piezometer 15 1,125,000 Total Upah Tenaga Kerja 34,875,000 B. Transportasi Kapal angkut bibit (PLM-KPY) 1 trip 5,000,000 Kapal angkut bibit (KPY-HD) 3 unit x 1 trip 1,200,000 Kapal ketek untuk penanaman 3 unit x 15 hari 9,000,000 Total Transportasi 15,200,000

75 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 50 Komponen Biaya Satuan Biaya (Rp) C. Pengadaan Bibit Jelutung 1,100 batang 27,500,000 Jenis lokal di gambut 1,100 batang 27,500,000 Jenis cabutan 1,000 batang 400,000 Total Pengadaan Bibit 55,400,000 D. Pengadaan Peralatan Tambahan Papan nama petak tanaman 2 unit 4,000,000 BBM untuk generator dll 15 2,250,000 Talang air 5 unit 500,000 Selang pemadam berbenang 50 m 1,250,000 Batang ajir bambu 2,200 batang 1,100,000 Parang 5 unit 500,000 Cangkul 3 unit 300,000 Skop 3 unit 300,000 Ember 5 unit 250,000 Pipa paralon untuk Piezometer 3 unit 750,000 Total Peralatan Tambahan 4,950,000 E. Grand Total 110,425, Tahapan Pembangunan Rumah Usaha Masyarakat Kegiatan pembangunan unit Rumah Usaha Masyarakat di Hutan Desa Kepayang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Pengajuan proposal pembangunan industri ke proyek BIOCLIME. Usulan tersebut dibuat oleh KTH Kepayang Lestari Desa Kepayang, dan proposal dipersiapkan dengan melampirkan daftar kebutuhan dan spesifikasinya disertai dengan rencana anggaran biaya (RAB). Pihak project BIOCLIME selanjutnya meninjau proposal tersebut. (2) Pengadaan barang dan jasa. Tahapan pengadaan barang dan jasa dilakukan sesuai dengan RAB yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, antara project dan Kelompok Tani. Pengadaan bahan bangunan dilakukan melalui proses penawaran (tender) dengan minimal 3 kontraktor atau toko suplier bahan bangunan yang bersedia melampirkan daftar barang sesuai dengan spesifikasi berikut harganya. Kontraktor dan atau toko bangunan hanya dipilih salah satu dengan pertimbangan sesuai lokasi dan kondisi desa. (3) Pembangunan unit Rumah Usaha Masyarakat selanjutnya dilakukan melalui surat perjanjian kerja, untuk menjaminkan proses pekerjaan sesuai dengan spesifikasinya yang telah disepakati bersama. Tahapan pembangunan dilaporkan secara berkala kepada pihak yang ditunjuk sebagai pengawas kepada pihak project BIOCLIME. (4) Penyerahan bangunan Rumah Usaha Masyarakat kepada masyarakat oleh pihak project BIOCLIME untuk dioperasikan oleh Kelompok Tani di Desa Kepayang sebagai pengelola.

76 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Unit Industri Kecil Nata De Coco dan Asap Cair di Desa Muara Sungsang Sekilas tentang Pendirian Industri Nata De Coco dan Asap Cair merupakan unit usaha yang ada di Desa Muara Sungsang, Kecamatan Banyuasin II Kabupaten Banyuasin. Warga Desa Muara Sungsang yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Muara Sungsang Mandiri merupakan warga yang berada di sekitar perkebunan dan pengolahan kelapa. KTH Muara Sungsang Mandiri menginisiasi pendirian unit usaha Nata De Coco dan Asap Cair bekerjasama dengan KPHL Banyuasin. KPHL Banyuasin sangat mendukung inisiasi kerjamasa ini sebagai program dalam memberdayakan masyarakat sekitar hutan mangrove untuk memperoleh pendapatan dan menurunkan tingkat perambahan dan penebangan wilayah mangrove di pesisir Banyuasin. Bahan baku kelapa sangat melimpah di Desa Muara Sungsang, bahkan cangkang kelapa sebagai bahan baku asap cair merupakan limbah dan tidak dimanfaatkan secara maksimal. Pemilihan dua produk dalam unit usaha agar olahan kelapa dan limbahnya dapat disimpan dan mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi sebagai alternatif pendapatan untuk warga Desa Muara Sungsang yang tergabung dalam KTH Muara Sungsang Mandiri Bangunan Unit Industri Nata de Coco dan Asap Cair Bangunan unit usaha kecil Nata De Coco dan Asap Cair di Desa Muara Sungsang didirikan di atas lahan milik KPHL Banyuasin kantor Resort Muara Sungsang. Pemilihan lahan merupakan kesepakatan bersama anatara anggota KTH Muara Sungsang Mandiri dengan KPHL Banyuasin, sebelumnya bangunan akan dibangun di atas lahan milik salah satu anggota KTH namun, karena lahan sering terkena pasang surut air laut dan kondisi air bersih yang kurang baik maka diputuskan untuk didirikan diatas lahan milik KPHL Banyuasin. Bangunan unit usaha terbagi kedalam tiga ruangan utama, pertama sebagai ruang etalse, kedua sebagai ruangan mesin pirolisi asap cair dan terakhir adalah ruangan kedap cahaya untuk proses fermentasi kelapa menjadi Nata De Coco Komponen Bangunan dan Biaya Komponen bangunan dan biaya untuk 1 unit bangunan industri Nata de Coco dan pembuatan Asap Cair di Desa Muara Sungsang dari bantuan project BIOCLIME dirinci sebagai berikut: Tabel 33 Komponen bangunan dan biaya untuk 1 unit industri pembuatan Nata de Coco dan Asap Cair di Desa Muara Sungsang Kec. Banyuasin II Kab. Banyuasin Komponen Biaya Satuan Biaya (Rp) A. Bangunan Unit Usaha Papan Ukuran 2,5 x25x4 2m 3 2,000,000 Seng 6 Kaki 2,5 kodi 1,950,000 Seng polos (lebar 40 cm) 7,5 m 187,500 Kayu Balok Ukuran 8x12x4 0,5m 3 750,000 Kayu Balok Ukuran 6x12x4 1 m 3 1,500,000 Kayu Balok Ukuran 5x7x4 0,4 m 3 600,000 Kayu Balok Ukuran 2x7x4 0.4 m 3 600,000 Plank nama Unit Usaha + Galvanis 1 unit 2,500,000 Paku 5 inchi 4 Kg 72,000

77 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 52 Komponen Biaya Satuan Biaya (Rp) Paku 4 inchi 2 Kg 36,000 Paku 2,5 inchi 3 Kg 54,000 Paku Seng (7cm) 4 kg 120,000 Pintu lengkap + Pemasangan 2 set 2,200,000 kg 13 zak 780,000 Pasir 1,5 m 3 300,000 Batu Krikil/koral 2 m 3 1,000,000 Besi batang 492,000 Besi 6 15 batang 615,000 Kawat Ikat 2 kg 36,000 Pipa 3/4 3 batang 90,000 Jendela lengkap + Pemasangan 2 set 2,000,000 Kait Angin jendela 2 set 40,000 Lampu pijar 40 watt putih 4 buah 340,000 Upah Pekerja dan Tukang (4 orang ) 1 x Borongan 4,200,000 Total Bangunan Unit Usaha 22,462,500 B. Peralatan 1. Nata De Coco Nampan 20 pcs 160,000 Alat cup plastic sealer 2 pcs 3,000,000 Kompor Gas 2 Batu 1 pcs 400,000 Tabung Gas isi 3 Kg 1 pcs 120,000 Showcase 1 pcs 3,500, Asap Cair (Liquid Smoke) - Alat Pirolisis Kapasitas 100 kg 1 Paket 30,000,000 - Botol Penyimpanan Asap Cair 100 pcs 500,000 - Tong Plastik Biru 120 Liter 2 pcs 500,000 - Sekop 2 pcs 100,000 - Polytank Volume 250 ml 1 pcs 500,000 Total Peralatan 38,780,000 C. Pengadaan Bahan 1. Nata De Coco (500 Cup) Air Kelapa 300 liter 300,000 Starter 10 botol 500,000 Asam Asetat 1 Liter 50,000 ZA 1 Kg 30,000 Gula 20 Kg 300,000 Air Bersih 250 Liter 100,000 Cup Minuman Plastik 14 oz 500 cup 100, Asap Cair (2 kali kg) Tempurung Kelapa 200 Kg 1,000,000 Air Bersih 100 Liter 40,000 Solar 100 Liter 565,000 Total Pengadaan Bahan 2,985,000 D. Grand Total 64,227,500

78 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 53 Gambar 22 Bangunan Unit Usaha Nata de Coco dan Asap Cair Tahapan Pembangunan Industri Kegiatan pembangunan unit industri pembuatan Nata de Coco dan Asap Cair dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Pengajuan proposal pembangunan industri ke proyek BIOCLIME. Usulan tersebut dibuat oleh KTH Muara Sungsang Mandiri melalui fasilitasi KPHL Banyuasin, dan proposal dipersiapkan dengan melampirkan daftar kebutuhan dan spesifikasinya disertai dengan rencana anggaran biaya (RAB). Pihak project BIOCLIME selanjutnya meninjau proposal tersebut. (2) Pengadaan barang dan jasa dilakukan sesuai dengan RAB yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, antara project dan Kelompok Tani. Pengadaan bahan bangunan dilakukan melalui proses penawaran (tender) dengan minimal 3 kontraktor/toko suplier bahan bangunan yang bersedia melampirkan daftar barang sesuai dengan spesifikasi berikut harganya. Selanjutnya dipilih satu supplier. (3) Pembangunan unit industri dilakukan melalui surat perjanjian kerja, untuk menjaminkan proses pekerjaan sesuai dengan spesifikasinya yang telah disepakati bersama. Tahapan pembangunan dilaporkan secara berkala kepada pengawas kepada pihak project BIOCLIME. (4) Penyerahan bangunan industri kepada masyarakat oleh pihak project BIOCLIME untuk dioperasikan oleh Kelompok Tani di Desa Muara Sungsang melalui KPHL Banyuasin sebagai pembina dan pendamping untuk pengelola unit industri.

79 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 54 8 STUDI KELAYAKAN USAHA UNTUK RENCANA BISNIS Dari hasil kajian kelayakan usaha pada tiap unit bisnis Kelompok Tani di 5 desa pilot project diperoleh gambaran sebagai berikut : #1 Status usaha pada masing-masing desa Jenis Usaha Produksi Minyak Nilam, Desa Napalicin Produksi Kopi Bubuk Selangit, Desa Karang Panggung Industri Mebel Rotan, Desa Pangkalan Bulian Usaha Pengolahan Produk Makanan, Nata De Coco Usaha Ubi Kayu (Ubi Racun), Ikan Asin, dan Pembibitan, Desa Kepayang Perkembangan Usaha dan Produk Pioritas Usaha telah mengalami perkembangan dengan adanya produksi yang kontinu. Pasar sudah mulai terbuka. Usaha telah mengalami perkembangan, dan pada saat ini varian produk telah berkembang menjadi 3 varian dengan pembeda pada warna kemasan. Varian ini masih berbasis berat produk. Kelompok Tani Hutan (KTH) telah dibantu GIZ-BIOCLIME berupa miniworkshop tempat pengolahan rotan. Saat ini mini workshop tersebut dalam proses penyelesaian yang terhambat karena bahan sulit masuk akibat akses jalan yang kurang baik (adanya musim hujan). Usaha pengolahan rotan belum dilakukan. Pengolahan air kelapa menjadi Nata de coco terus dilakukan pada skala pemasaran local. Teknologi dan kondisi ruang produksi yang belum sesuai standar menyebabkan seringnya terjadi kegagalan produksi sehingga bakteri yang diekmbangkan mati. Pemilihan produk utama mengalami beberapa kali pergantian, hal ini disebabkan karena kondisi alam dan sosial masyarakat. Pada 2015, kemenyan merupakan salah satu produk pilihan, namun kondisi kebakran hutan membuat kemenyan dan bibitnya habis terbakar sehingga produk diganti menjadi ubi kayu (tepung). Kondisi lahan yang mengalami kebajiran, membuat tanaman ubi kayu tidak tumbuh sehingga saat ini alternative produk yang dikembangkan adalah ikan asin. Saat ini produk telah dikemas dan dipasarkan pada pasar local (kalangan).

80 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 55 #2 Hasil perhitungan kelayakan finansial usahatani untuk masing-masing komoditi HHBK adalah sebagai berikut: Untuk komoditi Ubi Kayu (Ubi Racun) di Desa Kepayang tidak dapat dianalisis, dikarenakan faktor kegagalan usaha akibat sebagian besar tanaman terendam air pasang dari kanal gambut.

81 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 56 #3 Dari 5 bidang usaha oleh Kelompok Masyarakat teridentifikasi sebagai berikut: 2 bidang usaha pada saat ini berjalan sesuai dengan harapan meskipun belum ideal, yaitu unit bisnis minyak nilam di Desa Napalicin Kabupaten Muratara dan industri Kopi Bubuk Selangit yang berada di Desa Karang Agung Kabupaten Musi Rawas; Usaha industri kecil mebel berbahan baku rotan di Desa Pangkalan Bulian, baru mulai dirintis dan belum beroperasi sesuai jadwal dikarenakan keterlambatan penyelesaian outline industri yang diakibatkan oleh buruknya akses sarana transportasi yang menyulitkan pasokan bahan material ke desa. Meskipun industri mebel tersebut belum beroperasi normal sehingga belum bisa berproduksi seperti yang diharapkan, namun masih memiliki potensi untuk dikembangkan melalui fasilitasi kerjasama bahan baku dengan wilayah lain dan perbaikan sarana transportasi. Dalam pelaksanaannya, usaha nata de coco di Desa Muara Sugihan tidak berjalan sebagaimana harapan dikarenakan kurang cocoknya sumberdaya air yang tersedia untuk digunakan sebagai bahan penujang pembuatan nata de coco disamping sulitnya menembus pasar lokal maupun regional karena produk belum ada izin resmi sebagai badan usaha maupun sebagai produk konsumsi.. Usaha tani Ubi Kayu (Ubi Racun) di Desa Kepayang yang diharapkan dapat berkembang menjadi pemasok bahan baku industri tapioka di tingkat kecamatan Bayung Lencir menghadapi tantangan serius dikarenakan lahan penanaman mengalami kebanjiran, air yang menggenangi lahan menyebabkan semua tanaman ubi racun mati dan tidak ada keberlanjutan karena tidak ada modal dan terbatasnya lahan pengembangan yang lain. #4 Hasil analisa kelayakan ekonomi menunjukkan bahwa dari lima komoditi yang dikembangkan menjadi produk industri tersebut, dua diantaranya (nata de coco di Desa Muara Sugihan dan ubi racun di Desa Kepayang) berada pada ketegori tidak layak untuk dilanjutkan pengembangannya, karena tidak didukung dari ketersediaan bahan baku, persyaratan tumbuh dan pengembangan, pasar konsumen dan dukungan infrastruktur. Alternatif usaha sebagai pengganti usaha tersebut yang lebih memiliki potensi untuk dikembangkan adalah usaha perikanan tangkap dan industri hilir karet di Desa Kepayang, dan usaha arang dan asap cair berbahan baku tempurung kelapa di Desa Muara Sungsang. #5 Pengembangan tiga usaha lain yang masih tergolong layak untuk dikembangkan yaitu kopi di Desa Karang Panggung, minyak nilan di Desa Napal Licin, dan industri mebel rotan di Pangkalan Bulian, masih diperlukan bantuan pengembangan peralatan, input produksi, pembinaan pasca panen serta falisitasi kerjasama bahan baku dan pemasaran dari wilayah lain serta realisasi perizinan yang diperlukan sebagai produk konsumsi. #6 Kondisi eksisting pembiayaan dan permodalan usaha didominasi dari modal sendiri dan sebagian dari pinjaman dari lembaga non formal (keluarga, teman dan rentenir), dan untuk pengembangan ke depan, bantuan permodalan dari pemerintah maupun lembaga non pemerintah masih diharapkan masyarakat, mengingat rerata masyarakat belum memiliki akses ke lembaga permodalan formal dan kemampuan memenuhi persyaratan bank masih rendah.

82 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 57 9 AKSES TERHADAP PEMBIAYAAN 9.1. Kondisi Eksisting Permodalan Masyarakat Tabel 34 Hasil study menunjukkan masyarakat Kelompok Tani Hutan di desa-desa pilot project BIOCLIME pada umumnya tidak memiliki akses yang memadai terhadap permodalan. Modal usahanya sebesar 64% adalah bersumber dari modal sendiri, dan tidak ada sumber permodalan yang berasal dari lembaga permodalan. Sumber modal lain yang bukan modal sendiri umumnya berasal dari sumber pinjaman dari lembaga non formal (Tabel 34). Sumber permodalan usaha Kelompok Tani di desa-desa pilot BIOCLIME Sumber Permodalan No Desa Dana Sendiri Pinjaman Keluarga Pinjaman Mitra Usaha Koperasi Lainnya Total % % % % % % 1 Muara Sungsang Pangkalan Bulian Kepayang Napal Licin Karang Panggung Jumlah Tabel 35 Kondisi saat ini menunjukkan bahwa akses masyarakat terhadap lembagalembaga permodalan masih terbatas. Keterbatasan akses tersebut tidak hanya disebabkan oleh absennya lembaga-lembaga keuangan resmi di desa-desa, tetapi juga terbatasnya aset finansial masyarakat untuk dapat dikelola oleh lembaga keuangan. Lebih lanjut, jika diidentifikasi berdasarkan keseluruhan kegiatan masyarakat (Tabel 35), baik yang produktif maupun yang konsumtif, maka terdata bahwa sebenarnya terdapat 14% masyarakat yang telah memiliki pengalaman mengakses lembaga perbankan untuk pembiayaan, namun mayoritas kredit tersebut digunakan untuk pembiayaan konsumtif. Pengalaman masyarakat desa mengajukan kredit ke Bank Pengajuan Kredit Pengajuan Kredit Desa pernah tidak pernah diterima ditolak % % % % Muara Sungsang Pangkalan Bulian Kepayang Napal Licin Karang Panggung Jumlah

83 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 58 Mayoritas masyarakat di lima desa pilot project BIOCLIME (86%) tidak memiliki pengalaman/tidak pernah mengakses lembaga perbankan. Hanya 14% masyarakat yang pernah mengajukan kredit ke bank, dan mereka yang pernah berpengalaman hanya 50% yang diterima, dan selebignya ditolak oleh Bank dengan alasan tidak layak, ditinjau dari syarat administrasi perbankan. Pada kelompok masyarakat yang tidak pernah mengajukan kredit, dari hasil wawancara terungkap alasan utamanya adalah dikarenakan mereka keberatan dengan persyaratan agunan dan administrasi (birokrasi) yang menurut mereka tidak sederhana, serta suku bunga yang menurut mereka terlalu tinggi sehingga memberatkan mereka (dinyatakan oleh seluruh masyarakat yang belum pernah mengajukan pinjaman ke Bank). Secara umum masyarakat masih mengalami kesulitan untuk mengkases lembaga permodalan, namun mereka masih membutuhkan bantuan modal untuk pengembangan usaha ke depan. Kebutuhan modal yang mereka butuhkan untuk pengembangan usaha rerata bervariasi pada setiap desa (Tabel 36). Dari data tersebut, meskipun didapat variasi nilai pinjaman yang dibutuhkan masyarakat pada masing-masing desa, namun mayoritas (36%) membutuhkan modal pinjaman berada pada nilai kisaran juta rupiah per KK. Jika dilihat dari sebaran per desa, maka terlihat bahwa Desa Karang Panggung merupakan desa yang nilai kebutuhan pinjaman yang diinginkan masyarakatnya yang terkecil (mayoritas membutuhkan pinjaman dengan kisaran 5-10 juta rupiah). Tabel 36 Sebaran dan variasi pinjaman modal yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha oleh Kelompok Tani Desa Nilai Pinjaman yang Dibutuhkan (Juta Rupiah) (orang) >200 Jumlah % % % % % % % Muara Sungsang Pangkalan Bulian Kepayang Napal Licin Karang Panggung Jumlah Dari nilai pinjaman yang diharapkan dapat mereka peroleh dari lembaga perbankan tersebut masing-masing anggota masyarakat memiliki variasi kemampuan untuk membayar cicilan jika mendapatkan pinjaman dari bank (Tabel 37). Dari data tersebut mengindikasikan bahwa mayoritas kemampuan masyarakat untuk membayar cicilan pinjaman pada kisaran Rp Rp per bulan (58%). Selebihnya bervariasi antara kemampuan yang rendah (< per bulan) sampai dengan tingkat kemampuan membayar cicilan yang tergolong tinggi (1 2 juta per bulan). Jika dilihat dari lamanya pinjaman, dari hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat memiliki kemampuan membayar cicilan 1 5 tahun dengan pilihan lama waktu pinjaman terbanyak pada periode 3 tahun. Adapun

84 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 59 Tabel 37 tingkat bunga yang diharapkan mayoritas masyarakat (>80%) menginginkan tingkat bunga yang berada di bawah tingkat bunga komersial (<5%). Kemampuan masyarakat membayar cicilan per bulan Kemampuan Membayar Cicilan (Rp) 500 ribu -1 1 juta 2 Total < Desa juta juta % % % % % Muara Sungsang Pangkalan Bulian Kepayang Napal Licin Karang Panggung Jumlah Alternatif Model Pembiayaan dan Akses Permodalan Ada 5 alternatif dukungan dari pemerintah untuk pengembangan UMKM/IKM dengan skenario sebagai berikut : (1) Pembiayaan Penyediaan atau bantuan modal untuk bisnis baru (start-up) Kemudahan perpajakan untuk UMKM (2) Iklim bisnis Pengurangan birokrasi khususnya untuk UMKM misalnya melalui penggunaan IT untuk memangkas birokrasi (3) Teknologi Pengenalan teknologi bagi UMKM (quality control, inovasi, perubahan teknis dan organisasi, dsb) (4) Kemampuan Manajerial Training bagi pemilik atau manajer UMKM Memberikan akses jasa pendampingan dan konsultasi (5) Akses Pasar Membantu akses ke pasar internasional Membantu akses UMKM untuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah Daftar alternatif sumber dana yang dapat diakses oleh dunia usaha di Indonesa saat ini, termasuk oleh UMKM/IKM disajikan pada Tabel 38. Terkait dengan tahapan UMKM/IKM untuk menjadi bankable, pada tahap awal dapaat dipilih alternatif memperoleh dana pembiayaan usaha dari sumber non bank seperti PKBL atau CSR perusahaan, dana Kemenhut/KLH yang tentu tidak memerlukan jaminan pinjaman yang terlalu berat, lebih mudah prosesnya dan kalaupun ada beban bunga, biasanya relatif murah. Peran pembina dn pendamping bagi usahausaha baru yang akan lebih dikembangkan seperti ini sangat besar agar mereka dapat mengakses sumber pembiayaan dan memanfaatkannya dengan baik dan produktif.

85 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 60 Tabel 38 Sumber dana pembiayaan usaha besar dan UMKM/IKM Sumber : Kementerian Keuangan, 2016 Keterangan:: - KKP-E: Kredit Ketahanan Pangan dan Energi - KPEN-RP: Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan - KPP: Kredit Pemberdayaan Pengusaha - S-SRG: Skema Subsidi Resi Gudang - KUR: Kredit Urusan Rakyat - KUT: Kredit Usaha Tani - KIP: Kredit Investasi Pemerintah - KUMK: Kredit Usaha Mikro Kecil - PIR: Perkebunan Inti Rakyat - KLP: Kredit Listrik Pedesaan - PKBL : Program Kemitraan dan Bina Lingkungan - KUPS: Kredit Usaaha Peternakan Sapi

86 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Skema Mekanisme Mikro Kredit Skema Kredit Pemerintah yang sudah Berjalan Pada dasarnya dipahami bahwa untuk mencapai keberhasilan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) perlu dukungan dan peran pemerintah dalam mendorong penyaluran kredit kepada UMKM. Berbagai skim Kredit/pembiayaan UMKM diluncurkan oleh pemerintah dikaitkan dengan tugas dan program pembangunan ekonomi pada sektor-sektor usaha tertentu, misalnya ketahanan pangan, perternakan dan perkebunan. Peran pemerintah dalam skim-skim kredit UMKM selama ini adalah pada sisi penyediaan dana APBN untuk subsidi bunga skim kredit dimaksud, sementara dana kredit/pembiayaan seluruhnya (100%) berasal dari bank-bank yang ditunjuk pemerintah sebagai bank pelaksana. Selain itu pemerintah berperan dalam penyiapan UMKM agar dapat dibiayai dengan skim dimaksud, menetapkan kebijakan dan prioritas usaha yang akan menerima kredit, melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa kredit, dan memfasilitasi hubungan antara UMKM dengan pihak lain. Sejauh ini ini skim kredit yang sangat familiar di masyarakat adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang khusus diperuntukkan bagi UMKM dengan kategori usaha layak, namun tidak mempunyai agunan yang cukup dalam rangka persyaratan Perbankan. KUR adalah Kredit/pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi yang tidak sedang menerima Kredit/Pembiayaan dari Perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah pada saat permohonan Kredit/Pembiayaan diajukan. Tujuan akhir diluncurkan Program KUR adalah meningkatkan perekonomian, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Kedit Ketahanan Pangan dan Energi (KTPE) Definisi Usaha yang Dibiayai Jangka Waktu Proyek KKPE adalah Kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberikan dalam rangka mendukung program ketahanan pangan, dan diberikan melalui Kelompok Tani dan/atau Koperasi. 1. padi, jagung, kedelai, ubi jalar, tebu, ubi kayu, kacang tanah, sorgum. 2. hortikultura (cabe, bawang merah, jahe, kentang dan pisang), pengadaan pangan (gabah, jagung, kedelai). 3. peternakan sapi potong, sapi perah, pembibitan sapi, ayam ras petelur, ayam ras pedaging,ayam buras, itik dan burung puyuh, pengkapan 4. Penangkapan Ikan, Budidaya Udang, Nila, Gurame, Patin, Lele, Kerapu Macan, Ikan Mas dan pengembangan rumput Laut 5. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain untuk menunjang kegiatan di atas. Tidak Terbatas Sumber Dana Bank Pelaksana 100% Plafon Kredit 1. untuk petani, peternak, pekebun, nelayan, dan pembudidaya ikan paling tinggi sebesar Rp ,00 (lima puluh juta rupiah); 2. untuk koperasi dalam rangka pengadaan pangan (gabah, jagung, dan kedelai) paling tinggi sebesar

87 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 62 Kedit Ketahanan Pangan dan Energi (KTPE) Suku Bunga Kredit Suku Bunga Petani/Peternak Jangka Waktu Kredit Peran Pemerintah Target Realisasi Daerah Realisasi Bank Pelaksana Permasalahan : Rp ,00 (lima ratus juta rupiah); 3. untuk kelompok tani dalam rangka pengadaan/ peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain paling tinggi sebesar Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). 1. Tebu, maksimal sebesar suku bunga penjaminan Bank (LPS) + 5% 2. Komoditas lain, maksimal sebesar suku bunga penjaminan Bank (LPS) + 6% 1. Tebu : 7% p.a. 2. Komoditas lain : 6% p.a. (ditinjau setiap 6 bln, ditetapkan oleh Menkeu) Maksimal 5 tahun 1. Kementerian Keuangan: penyediaan dana APBN untuk subsidi bunga, menunjuk Bank Pelaksana, persetujuan plafon KKPE masing-masing Bank 2. Mentan : pembinaan dan pengendalian 3. Gubernur :pembinaan dan pengendalian 4. Bupati/Walikota : pembinaan dan pengendalian, monitoring dan evaluasi 5. Dinas Teknis : mengkoordinir,memonitor, mengevaluasi penyaluran dan pemanfaatan KKPE, menginventarisasi kelompok tani yang memerlukan KKPE, membimbing kelompok tani dalam menyusun RDKK, menandatangani dan bertanggungjawab atas kebenaran RDKK Kelompok Tani, membimbing dan memantau kelompok tani Komitmen pendanaan oleh Bank : Rp 37,8 triliun Sumut,Sumbar,Sumsel, Jabar, Jatim, Jateng, Bali, Sulsel, Kalsel, Papua, Riau BRI, BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, BCA, Bank Agroniaga, BII, Bank CIMB Niaga, Bank Artha Graha, BPD Sumut, BPD Sumbar, BPD Sumsel, BPD Jabar, BPD Jateng, BPD DIY, BPD Jatim, Bank Bali, BPD Sulsel, BPD Kalsel, BPD Papua, BPD Riau 1. Bank kesulitan memilih debitur yang layak 2. Debitur tidak dapat menyediakan agunan 3. Adanya batasan bahwa KKPE hanya disalurkan melalui Kelompok Tani dan/atau Koperasi.. 4. KKPE tidak dapat digunakan untuk membiayai peralatan/mesin untuk penangkapan dan budidaya ikan

88 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 63 Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan Definisi Usaha yang Dibiayai KPEN-RP adalah Kredit yang diberikan dalam rangka mendukung program pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati dan Program Revitalisasi Pertanian Perluasan, rehabilitasi, dan peremajaan tanaman kelapa sawit, karet dan kakao. Jangka Waktu Proyek 2010, diusulkan diperpanjang s.d 2014 Sumber Dana Bank Pelaksana 100% Plafon Kredit Suku Bunga Kredit Suku Bunga Petani/Peternak Jangka Waktu Kredit Ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan maksimal sebesar suku bunga penjaminan Bank (LPS) +5% 1. kelapa sawit dan kakao: 7% p.a., 2. karet 6% p.a. (ditinjau setiap 6 bln, atas dasar kesepakatan Pemerintah dan Bank Pelaksana) 1. kelapa sawit dan kakao 13 tahun, 2. karet 15 tahun Peran Pemerintah 1. Bupati/Walikota cq Kepala Dinas Perkebunan : menunjuk calon petani peserta, mengusulkan calon mitra usaha melalui Gubernur 2. Dirjen Perkebunan : penunjukan mitra usaha 3. Kementerian Keuangan: penyediaan dana APBN untuk subsidi bunga, menunjuk Bank Pelaksana Target Realisasi Daerah Realisasi Bank Pelaksana Permasalahan Komitmen pendanaan oleh Bank : Rp 38,60 triliun Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumsel,Babel, Lampung, Jabar, Kalbar, Kalteng,Kalsel,Kaltim,Sulut, Sulteng, Sulbar,Sulsel, Sultra, Maluku, Papua,Papua Barat BRI, BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, BCA, Bank Agroniaga, BII, Bank CIMB Niaga, Bank Artha Graha, BPD Sumut, BPD Sumbar, BPD Sumsel, BPD Jabar, BPD Jateng, BPD DIY, BPD Jatim, Bank Bali, BPD Sulsel, BPD Kalsel, BPD Papua, BPD Riau 1. Adanya isu-isu negatif tentang perkebunan kelapa sawit yang dianggap dapat merusak lingkungan sehingga berkembang pemboikotan produk kelapa sawit dari Indonesia 2. Permasalahan yang terkait dengan lahan, antara lain mengenai Rencana Tata Ruang dan Wilayah, kenaikan biaya sertifikasi lahan, lambatnya proses sertifikasi lahan, lahan sudah tumpang tindih dengan lahan masyarakat, lahan areal proyek dikuasai pihak lain. 3. Terbatasnya jumlah perusahaan yang layak menjadi mitra (perusahaan inti) 4. Petani Peserta dan Koperasi belum ada dan belum

89 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 64 Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan memiliki kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama dalam hal : pembagian luas lahan, pembangunan kebun, pemeliharaan dan mengolah TBS 5. Bank Pelaksana belum dapat menyalurkan KPEN-RP yang belum memenuhi kelengkapan administrasi : penetapan peserta oleh Bupati; Rekomendasi calon perusahaan mitra dari Bupati dan Gubernur; Perjanjian Kerjasama petani, koperasi, perusahaan Mitra; Perijinan,legalitas perusahaan, ijin lokasi lahan dan feasibility study. 6. Lambatnya proses penetapan daftar nominatif petani di tingkat Kabupaten 7. Kurangnya koordinasi dinas terkait dengan Bank Pelaksana 8. Masih kurangnya tenaga pendamping untuk membina kelompok Kredit Usaha Rakyat Definisi Usaha yang Dibiayai Jangka Waktu Proyek 2014 KUR adalah Kredit/pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi yang tidak sedang menerima Kredit/Pembiayaan dari Perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah, pada saat permohonan Kredit/Pembiayaan diajukan, yang dibuktikan dengan hasil Sistem Informasi Debitur dikecualikan untuk jenis KPR, KKB, Kartu Kredit dan Kredit Konsumtif lainnya. Usaha produktif Sumber Dana Bank Pelaksana 100% Plafon Kredit Suku Bunga Kredit Suku Bunga Petani/Peternak Jangka Waktu Kredit 1. KUR Mikro plafon maksimal Rp ,00 2. KUR Retail plafon maksimal Rp ,0 1. KUR Mikro : 22% p.a. 2. KUR Retail : 14% p.a KMK maksimal 3 tahun dan dapat diperpanjang menjadi 6 tahun 2. KI maksimal 5 tahun dan dapat diperpanjang sampai 10 tahun Peran Pemerintah 1. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian : menunjuk Bank Pelaksana 2. Kementerian Keuangan : menyediakan dana APBN dan membayar subsidi untuk IJP 3. Kementerian teknis : Mempersiapkan UMKM dan Koperasi untuk dapat dibiayai dengan KUR,

90 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 65 Kredit Usaha Rakyat Target Realisasi Daerah Realisasi Bank Pelaksana Permasalahan menetapkan kebijakan dan prioritas usaha yang akan menerima kredit, melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa kredit,memfasilitasi hubungan antara UMKM dengan pihak lain (misal :persh inti) Rp 20 triliun per tahun Seluruh provinsi BRI, Bank Mandiri, BNI, BTN, Bank Bukopin, Bank Syariah Mandiri,13 BPD (Bank DKI, Bank Nagari, Bank Jabar Banten, Bank Jateng, BPD DIY, Bank Jatim, Bank NTB, Bank Kalbar, BPD Kalsel, Bank Kalteng, Bank Sulut, Bank Maluku dan Bank Papua) 1. Sosialiasi kepada masyarakat masih kurang 2. Suku bunga KUR masih dirasakan cukup tinggi 3. Keterlambatan pembayaran klaim dari Lembaga Penjamin 4. Kesulitan mencari debitur yang sesuai dengan kriteria dan persyaratan 5. Terdapat dispute terhadap beberapa ketentuan KUR Skema Kredit Pemerintah Baru Selain itu telah pula dipersiapkan skim terbaru, yaitu mulai tahun 2016, Pemerintah memformulasi formula pembiayaan untuk sektor usaha kecil dan menengah dengan suku bunga pinjaman berkisar 12%-15% atau lebih rendah dibandingkan dengan suku bunga kredit usaha rakyat yang mencapai 21%. Guna menekan suku bunga hingga pada besaran yang diinginkan, pemerintah akan mengalokasikan dana hingga Rp7 triliun yang akan ditempatkan pada bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sumber dananya berasal dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Selain itu, apabila pemerintah mengalokasikan dana APBN, dititipkan ke bank dan dipinjamkan kepada UKM, maka bunganya diminta rendah. Pelaksanan pemberian kredit likuiditas tersebut diharapkan dapat dimulai pada 2016, dengan besar pinjaman yang diberikan akan menggunakan patokan KUR yaitu maksimal Rp25 juta untuk usaha kecil dan mikro kecil, sedangkan untuk ritel atau industri menengah di atas Rp25 juta Rp500 juta. Dikatakan bahwa skim ini akan memunculkan IKM baru selama lima tahun ke depan dan 50% dari target tersebut diharapkan lahir dari luar Jawa. Pertumbuhan UMM/IKM di Sumatra sudah ada sekitar 5% hingga 10%, dan selamaini merupakan industri yang tidak terpengaruh dengan adanya pelemahan ekonomi global karena memiliki strategi yang fleksibel untuk hidup melalui perubahan sesuai dengan merespons pasar. Agar pengembalian pinjaman berjalan lancar akan dilakukan pembinaan dan pemberdayaan terhadap pelaku UMKM/IKM dan fasilitasi pemasaran produk mereka sehingga pendapatan para pelaku usaha tersebut terus naik.

91 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Skema Kredit Lain: Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) atau Corporate Social Responsibility (CSR) PKBL adalah bentuk tanggung jawab Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada masyarakat. PKBL dilaksanakan dengan dasar UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN serta Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2007 yang menyatakan maksud dan tujuan pendirian BUMN tidak hanya mengejar keuntungan melainkan turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat. PKBL merupakan Program Pembinaan Usaha Kecil dan pemberdayaan kondisi lingkungan oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Jumlah penyisihan laba untuk pendanaan program maksimal sebesar 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Kemitraan dan maksimal 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Bina Lingkungan. Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, yaitu program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Tujuan program Kemitraan adalah untuk meningkatkan kemampuan para pengusaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri sekaligus pemberdayaan kondisi sosial masyarakat. Sedangkan Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL, yaitu program untuk membentuk calon Mitra Binaan baru dan pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Program BL ini bersifat bantuan (Korban Bencana Alam, Bantuan Pendidikan dan/atau Pelatihan, Bantuan Peningkatan Kesehatan, Bantuan Pengembangan Sarana dan/atau Prasarana dan Bantuan Sarana Ibadah). Semua BUMN telah menjalankan program tersebut, misalnya di Sumatera Selatan antara lain PT. Pusri, PT. Bukit Asam, PT. Semen Baturaja, PT. Pertamina, PT. Gas Negara, PT. KAI, PT. Garuda, PTPN VII, Bank-Bank Pemerintah dan lain-lain. Bukan hanya BUMN yang wajib melaksanakan CSR, melainkan juga BUMS milik pemodal nasional maupun pemodal asing wajib dan telah menjalankan program tersebut. Perusahaan yang sudah menjalankan program tersebut di sumatera Selatan cukup banyak antara lain yang bergerak di sektor perkebunan (PT. Hindoli, PT. Sampurna Agro,PT. Tania Selatan, PT. London Sumatera, dan lainlain), di sektor migas (PT. Medco, dan PT.Connoco Phillips) dan sektor lainnya Pola Kemitraan Usaha pengambilan dan pemanfaatan HHBK dapat dilakukan baik oleh KPH sebagai penerima amanat dan pengelola hutan maupun masyarakat yang tinggal berdampingan dalam wilayah KPH. Karena itu, agar terjalin hubungan yang sinergis antara kedua pihak yang memiliki kepentingan yang sama, maka perlu dijalin kemitraan bisnis antara keduanya. Salah satu prinsip penting dalam kemitraan adalah kesetaraan, yaitu kesamaan kedudukan dan peran antara pihak-pihak yang bermitra. Namun, selama ini posisi masyarakat (petani) yang bermitra dengan perusahaan (organisasi ekonomi) selalu dalam posisi yang lemah. Sehingga, manfaat yang diterima oleh petani cenderung lebih kecil daripada perusahaan (pemilik modal). Hal ini menyebabkan keberlanjutan usaha kemitraan menjadi sulit untuk diwujudkan. Persoalan lemahnya posisi masyarakat (petani) dalam kerjasama (kemitraan) telah disadari oleh Pemerintah. Karena itu, melalui pemberlakukan

92 Pembangunan Model Unit Bisnis Masyarakat Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 67 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2013 posisi masyarakat dicoba untuk diangkat, yaitu dengan mewujudkan badan usaha berbadan hukum yang dijalankan oleh masyarakat (petani). Untuk menyukseskan kemitraan usaha antara masyarakat yang menjalankan kegiatan produksi HHBK dan produk turunannya dan KPH sebagai pengelola kawasan, maka kelembagaan ekonomi yang dapat dibentuk di kalangan masyarakat adalah Badan Usaha Milik Petani (BUMP). Sebagai badan usaha, petani memiliki kedudukan hukum yang kuat untuk menjalankan kewajiban dan memperoleh haknya. Selain itu, kerjasama kemitraan dengan KPH, pemilik modal (investor) dan pasar dapat berkelanjutan. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)/Industri Kecil Menengah (IKM) umumnya masih memiliki modal dan jaringan bisnis yang sangat kecil. Selain itu UMKM/IKM semakin dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen yang sangat tinggi, untuk memenuhi permintaan barang dengan harga murah, kualitas tinggi dan jumlah ketersediaan yang harus selalu stabil. Tuntutan tersebut dapat membuat UMKM/IKM mengalami kesulitan memenuhi permintaan konsumen yang tinggi, sementara biaya operasional, biaya produksi, tariff listrik serta biaya lainnya juga semakin mahal yang berpotensi memicu kegagalan mengembangkan bisnisnya. bahkan dapat meyebabkan kebangkrutan. Namun, sekarang terdapa pola pengembangan UKM dan Kemitraan Usaha untuk membantu perkembangan UKM. Kemitraan adalah suatu sikap menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan hubungan jangka panjang, suatu kerjasama bertingkat tinggi, saling percaya, dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama. Keberadaan UKM di Indonesia sangat penting karena UKM mampu menyumbang 60% dari pendapatan serta dapat menampung banyak tenaga kerja. Tapi sayangnya UKM masih belum dapat berdiri sendiri tanpa bantuan dari pemerintah dan usaha-usaha besar lainnya. Sehingga perlulah adanya suatu kemitraan, yaitu hubungan antara UKM dengan Usaha Besar. Dengan demikian kemitraan merupakan strategi usaha yang dilakukan oleh dua pihak untuk mendapatkan keuntungan maksimal bagi masing-masing pihak.

93 Published by Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH Kantor Terdaftar Bonn dan Eshborn, Jerman BIOCLIME Biodiversity and Climate Change Kantor Jakarta: GIZ ICCTF/GE LAMA I Gedung Wisma Bakrie II. 5th Floor Ruang ICCTF Jl. HR. Rasuna Said Kavling B-2 Jakarta Selatan Telp: Fax: Kantor Palembang: Jl. Jend. Sudirman No KM. 3,5 Palembang Telp: Fax: Penulis: Muhammad Yazid, Jun Harbi, Mohammad Sidiq dan Berthold Haasler Photo Credits: BIOCLIME, Mohammad Sidiq (2017) I E BIOCLIME@giz.de FB BIOCLIME

Final Report Pelatihan tentang Rantai Nilai Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) untuk Rencana Bisnis Masyarakat dan KPH

Final Report Pelatihan tentang Rantai Nilai Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) untuk Rencana Bisnis Masyarakat dan KPH Biodiversity and Climate Change Project (BIOCLIME) Final Report Pelatihan tentang Rantai Nilai Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) untuk Rencana Bisnis Masyarakat dan KPH (Training on NTFP value chain for community

Lebih terperinci

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI Izin Usaha Pemanfaatan Penyerapan Karbon dan/atau Penyimpanan Karbon (PAN-RAP Karbon) Nomor: SK. 494/Menhut-II/2013 Hutan Rawa Gambut Tropis Merang-Kepayang Sumatera Selatan, Indonesia Oleh: PT. GLOBAL

Lebih terperinci

1 Halaman Judul Report Sub Kegiatan A Pembangunan Unit Industri Kecil untuk Usaha Masyarakat di 5 Desa Pilot Project Disusun Oleh : Tim Pendampi

1 Halaman Judul Report Sub Kegiatan A Pembangunan Unit Industri Kecil untuk Usaha Masyarakat di 5 Desa Pilot Project Disusun Oleh : Tim Pendampi 0 LAPORAN Memfasilitasi kelompok masyarakat di desa pilot project BIOCLIME untuk membangun unit usaha masyarakat berbasis pemanfaatan Hasil Hutan Bukan kayu (HHBK) PEMBANGUNAN UNIT INDUSTRI KECIL UNTUK

Lebih terperinci

Final Report Data Dasar Aspek Sosial dan Ekonomi Masyarakat Desa di 5 Desa Pilot Project BIOCLIME

Final Report Data Dasar Aspek Sosial dan Ekonomi Masyarakat Desa di 5 Desa Pilot Project BIOCLIME Biodiversity and Climate Change Project (BIOCLIME) Final Report Data Dasar Aspek Sosial dan Ekonomi Masyarakat Desa di 5 Desa Pilot Project BIOCLIME (In Depth Study Result on Social and Economic in Pilot

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

Final Report Analisis Kelayakan Usaha untuk Rencana Bisnis Masyarakat

Final Report Analisis Kelayakan Usaha untuk Rencana Bisnis Masyarakat Biodiversity and Climate Change Project (BIOCLIME) Final Report Analisis Kelayakan Usaha untuk Rencana Bisnis Masyarakat (Report on business models related to the development of community-based non timber

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan. BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

Final Report Akses terhadap Keuangan dan Pembiayaan untuk Unit Usaha Masyarakat

Final Report Akses terhadap Keuangan dan Pembiayaan untuk Unit Usaha Masyarakat Biodiversity and Climate Change Project (BIOCLIME) Final Report Akses terhadap Keuangan dan Pembiayaan untuk Unit Usaha Masyarakat (Report on identification of sustainable financing mechanism and micro

Lebih terperinci

Panduan Pelatihan untuk Fasilitator Analisis dan Pengembangan Pasar (Market Analysis and Development)

Panduan Pelatihan untuk Fasilitator Analisis dan Pengembangan Pasar (Market Analysis and Development) Panduan Pelatihan untuk Fasilitator Analisis dan Pengembangan Pasar (Market Analysis and Development) Pendahuluan: Pengenalan Pengembangan & Analisis Pasar (Market Analysis & Development) 2 Perbedaan Karakteristik

Lebih terperinci

Survei Karbon dan Biodiversitas Flora di TNKS

Survei Karbon dan Biodiversitas Flora di TNKS Newsletter : Edisi Juni 2016 Survei Karbon dan Biodiversitas Flora di TNKS 2-5 Mei 2016 Tim survey temukan pohon endemik Sumatra yang hampir punah Bekerjasama dengan BPLHK (Balai Penelitian Lingkungan

Lebih terperinci

Final Report Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Bekas Kebakaran di Hutan Desa Kepayang Kabupaten Muba Sumatera Selatan

Final Report Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Bekas Kebakaran di Hutan Desa Kepayang Kabupaten Muba Sumatera Selatan Biodiversity and Climate Change Project (BIOCLIME) Final Report Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Bekas Kebakaran di Hutan Desa Kepayang Kabupaten Muba Sumatera Selatan Bastoni Brata, Mohammad Sidiq, Robby

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 1 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) MODEL LALAN KABUPATEN MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN Tesis Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

A. Bidang. No Nama Bidang Nama Seksi. 1. Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan. - Seksi Perencanaan dan Penatagunaan Hutan

A. Bidang. No Nama Bidang Nama Seksi. 1. Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan. - Seksi Perencanaan dan Penatagunaan Hutan Lampiran Surat Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten Nomor : 522/ /Hutbun.1/2016 Tanggal : Nopember 2016 Perihal : Kajian Pembentukan UPTD Urusan Kehutanan pada Dinas Lingkungan Hidup dan

Lebih terperinci

Disajikan oleh: MRPP Team Seite 1

Disajikan oleh: MRPP Team Seite 1 20.12.2011 Seite 1 Merang REDD Pilot Project (MRPP) Pelajaran dalam MRV dan Masyarakat di Kawasan Hutan Produksi Rawa Gambut Merang Kepayang Kab Musi Banyuasin Prop Sumatera Selatan 2008-2011 Disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional. BAB XVII DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 334 Susunan organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS PERKEBUNAN KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2015 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... i ii BAB. I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Maksud..... 1 1.3. Tujuan....

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul : Jenis Kegiatan : Adaptasi dan Ketangguhan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB)

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB) KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB) Menimbang berbagai faktor utama yang menghambat pengelolaan hutan lindung secara efektif, maka pengelolaan hutan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 75 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 75 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 75 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH DINAS KEHUTANAN PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar Oleh : Ir. HENDRI OCTAVIA, M.Si KEPALA DINAS KEHUTANAN PROPINSI SUMATERA BARAT OUTLINE Latar Belakang kondisi kekinian kawasan

Lebih terperinci

MATRIKS RENCANA KERJA TA DINAS KEHUTANAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

MATRIKS RENCANA KERJA TA DINAS KEHUTANAN PROVINSI SULAWESI SELATAN MATRIKS RENCANA KERJA TA. 2015 DINAS KEHUTANAN PROVINSI SULAWESI SELATAN Tujuan Sasaran Indikator Sasaran Program dan Kegiatan Indikator Kinerja Program (outcome) dan Kegiatan (output) 2015 Mewujudkan

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1230, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Kelompok Tani Hutan. Pembinaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.57/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOK

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN PURWOREJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM.

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM. PERATURAN BUPATI KABUPATEN SIKKA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIKKA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Konservasi Hutan Berbasis Masyarakat dan Mitigasi Perubahan Iklim di Bentang Alam Kerinci Seblat Konsorsium Perkumpulan WALESTRA (WALESTRA, ICS &

Konservasi Hutan Berbasis Masyarakat dan Mitigasi Perubahan Iklim di Bentang Alam Kerinci Seblat Konsorsium Perkumpulan WALESTRA (WALESTRA, ICS & Judul Pelaksana Fokus Area Konservasi Hutan Berbasis Masyarakat dan Mitigasi Perubahan Iklim di Bentang Alam Kerinci Seblat Konsorsium Perkumpulan WALESTRA (WALESTRA, ICS & CFES) Mitigasi Berbasis Lahan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi kepada hasil, kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Ir. SITI NURIANTY, MM Jabatan : Kepala

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN

PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN Rencana Bisnis Minyak Kepayang KPHP Limau Unit VII Hulu Kabupaten Sarolangun PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN SAROLANGUN, AGUSTUS 2015 RENCANA OPERASIONAL CORE BUSINESS MINYAK KEPAYANG DI KAWASAN KPHP LIMAU

Lebih terperinci

Memperkuat Kapasitas Kelembagaan PemerintahDaerah untuk Mengintegrasikan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Rencana Pembangunan Daerah

Memperkuat Kapasitas Kelembagaan PemerintahDaerah untuk Mengintegrasikan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Rencana Pembangunan Daerah Memperkuat Kapasitas Kelembagaan PemerintahDaerah untuk Mengintegrasikan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Rencana Pembangunan Daerah Nazla Mariza, MA Media Fellowship ICCTF Jakarta, 24 Mei 2016 Pusat Transformasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Hutan Kemasyarakatan (HKm) WANA MANUNGGAL Desa Sukakarya STL Terawas Ulu Musi Rawas

Rencana Kerja Tahunan Hutan Kemasyarakatan (HKm) WANA MANUNGGAL Desa Sukakarya STL Terawas Ulu Musi Rawas Rencana Kerja Tahunan Hutan Kemasyarakatan (HKm) WANA MANUNGGAL Desa Sukakarya STL Terawas Ulu Musi Rawas Disusun oleh Tim Penyusun 2016 Page 1 of 6 Rencana Kerja Tahunan Hutan Kemasyarakatan (HKm) WANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) TAHUN 2016

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) TAHUN 2016 DINAS KEHUTANAN KABUPATEN MUSI RAWAS LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) TAHUN 2016 MUARA BELITI, JANUARI 2017 Dinas Kehutanan Jl. Sulaiman Amin Muara Beliti Sumsel Phone / Fax : (0733) 4540089

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur

Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur Program Skala Kecil ICCTF Tahun 2016 Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Mitigasi Berbasis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG, 1 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR P.7/PDASHL/SET/KUM.1/11/2016 TENTANG STANDAR OPERASIONALISASI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS BAB II PERENCANAAN STRATEGIS 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pemanfaatan lahan antara masyarakat adat dan pemerintah merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Salah satu kasus yang terjadi yakni penolakan Rancangan

Lebih terperinci

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI TATA KELOLA SUMBERDAYA ALAM DAN HUTAN ACEH MENUJU PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN DAN RENDAH EMISI VISI DAN MISI PEMERINTAH ACEH VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

Pusat Penelitian Perubahan Iklim dan Kebijakan

Pusat Penelitian Perubahan Iklim dan Kebijakan ANALISIS SOSIAL BUDAYA REDD+ 2011 Penyusunan Kriteria Indikator Pemilihan Lokasi dan Strategi Keberhasilan Implementasi REDD dari Perspektif Struktur Sosial Budaya Tim Peneliti PUSPIJAK Pusat Penelitian

Lebih terperinci

PERAN DINAS KEHUTANAN SEBAGAI MITRA UTAMA DDPI KALTIM

PERAN DINAS KEHUTANAN SEBAGAI MITRA UTAMA DDPI KALTIM PERAN DINAS KEHUTANAN SEBAGAI MITRA UTAMA DDPI KALTIM Oleh DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DALAM ACARA PELATIHAN GCF YANG BERJUDUL PENGUATAN KERANGKA KERJA KELEMBAGAAN PROVINSI MENGENAI PERUBAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

STRATEGI SANITASI KOTA KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI

STRATEGI SANITASI KOTA KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) Kabupaten Kepulauan Meranti adalah pembangunan sanitasi yang ditetapkan untuk memecahkan permasalahan sanitasi seperti yang tertera

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur 1. Visi dan Misi Provinsi Jawa Timur Visi Provinsi Jawa Timur : Terwujudnya Jawa Timur Makmur dan Berakhlak dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia Misi Provinsi

Lebih terperinci

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN Di sela-sela pertemuan tahunan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang ke-13 di Kuala Lumpur baru-baru ini,

Lebih terperinci

Final Report Pembentukan Kelompok Tani Hutan (KTH) di 5 Desa Pilot Project Bioclime

Final Report Pembentukan Kelompok Tani Hutan (KTH) di 5 Desa Pilot Project Bioclime Biodiversity and Climate Change Project (BIOCLIME) Final Report Pembentukan Kelompok Tani Hutan (KTH) di 5 Desa Pilot Project Bioclime (Establishment of the local community groups in 5 pilot villages)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumberdaya hutan yang tidak hanya memiliki keanekaragaman hayati tinggi namun juga memiliki peranan penting dalam perlindungan dan jasa lingkungan,

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

RECANA KERJA SATUAN KERJA PERANGAKAT DAERAH DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA TAHUN

RECANA KERJA SATUAN KERJA PERANGAKAT DAERAH DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA TAHUN RECANA KERJA SATUAN KERJA PERANGAKAT DAERAH DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS KATA PENGANTAR Kabupaten Musi Rawas memiliki luas baku lahan 635.717,15 Ha dengan

Lebih terperinci

REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM

REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM Provinsi Jambi mempunyai Luas Wilayah daratan 4.882.857 ha. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014

Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun 2014 STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK)

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG 133 PROSIDING Workshop Nasional 2006 134 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG PERTAMA KESIMPULAN 1. Ramin dan ekosistemnya saat ini terancam kelestariannya. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul : Jenis Kegiatan : Adaptasi dan Ketangguhan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 22 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Luas dan Lokasi Wilayah Merang Peat Dome Forest (MPDF) memiliki luas sekitar 150.000 ha yang terletak dalam kawasan Hutan Produksi (HP) Lalan di Kecamatan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA KEMITRAAN PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI

Lebih terperinci

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo Hutan Kemasyarakatan (HKm) menjadi salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan untuk menekan laju deforestasi di Indonesia dengan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS

RENCANA KERJA BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS RENCANA KERJA BADAN HIDUP DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS (RENJA SKPD) TAHUN 2015 HIDUP MUARA BELITI 2014 i DAFTAR ISI Kulit Muka Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii BAB. I PENDAHULUAN... 1 I.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN 5.1. TUGAS PEMBANTUAN YANG DITERIMA 5.1.1. Dasar Hukum Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Tugas Pembantuan

Lebih terperinci

DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 1

DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 1 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KUPANG Bagian Pertama Dinas Pasal 1 Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan Dan Kehutanan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 958, 2013 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kemitraan Kehutanan. Masyarakat. Pemberdayaan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.39/MENHUT-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

II. PANITIA PELAKSANA KEGIATAN, MODERARTOR DAN NARASUMBER

II. PANITIA PELAKSANA KEGIATAN, MODERARTOR DAN NARASUMBER LAPORAN KEGIATAN SOSIALISASI RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG (RPHJP) KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) GULARAYA TAHUN 2014-2023 DI KECAMATAN BUKE KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Multistakeholder Forum Rapat Koordinasi Proyek Kemakmuran Hijau di Propinsi Jambi Ruang Pertemuan Kantor Bappeda Jambi, 11 Juni 2015

Kerangka Acuan Multistakeholder Forum Rapat Koordinasi Proyek Kemakmuran Hijau di Propinsi Jambi Ruang Pertemuan Kantor Bappeda Jambi, 11 Juni 2015 Kerangka Acuan Multistakeholder Forum Rapat Koordinasi Proyek Kemakmuran Hijau di Propinsi Jambi Ruang Pertemuan Kantor Bappeda Jambi, 11 Juni 2015 I. Latar Belakang Proyek Kemakmuran HIjau (Green Prosperity

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT)

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT) DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT) DASAR HUKUM DAN ARAHAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI PROV. NTT UUD 1945; Pasal 33 BUMI, AIR DAN KEKAYAAN ALAM YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA

Lebih terperinci

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB 2 Perencanaan Kinerja BAB 2 Perencanaan Kinerja 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kean Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL / BADAN PERENCANAAN NASIONAL (BAPPENAS) SEKRETARIAT REFORMA AGRARIA NASIONAL

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul: Jenis Kegiatan: Mitigasi Berbasis Lahan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 59 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI

Lebih terperinci