FORMULASI BISKUIT DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG IKAN LELE DUMBO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FORMULASI BISKUIT DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG IKAN LELE DUMBO"

Transkripsi

1 FORMULASI BISKUIT DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus), ASAM FOLAT, VITAMIN A DAN ZAT BESI (Fe) UNTUK MENINGKATKAN KESEHATAN IBU HAMIL DAN MENYUSUI {Kajian Pendahuluan Menggunakan Uji In-Vivo pada Mencit (Mus mucuslus)} RASPIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 FORMULASI BISKUIT DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus), ASAM FOLAT, VITAMIN A DAN ZAT BESI (Fe) UNTUK MENINGKATKAN KESEHATAN IBU HAMIL DAN MENYUSUI {Kajian Pendahuluan Menggunakan Uji In-Vivo pada Mencit (Mus mucuslus)} RASPIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Formulasi Biskuit dengan Penambahan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus), Asam Folat, Vitamin A dan Zat Besi (Fe) untuk Meningkatkan Kesehatan Ibu Hamil dan Menyusui {Kajian Pendahuluan Menggunakan Uji In-Vivo pada Mencit (Mus mucuslus)} adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2011 Raspiana C

4 ABSTRACT RASPIANA. Biscuit Formulation with Fish Meal of King Catfish (Clarias gariepinus), Folic Acid, Vitamin A and Iron (Fe) to Improve the Women's Health During Pregnancy and Breast Feeding {Preliminary Study Used In-vivo Test to Mice (Mus mucuslus)}. Supervised by RUDDY SUWANDI and BAMBANG RIYANTO. Fish meal is a source of good and complete nutrition. In form of fish meal, it still could be used as a source of protein, either for food or feed utilization. Catfish is a species of freshwater fish consumed in Indonesia, it has a good taste and high nutritional content. Most of all consumed catfish in Indonesia are produced from aquaculture farm. To increase the utilization (beside being processed into several main products and its diversification), catfish could also be processed into fish meal, which used as substitutional material for wheat flour in this study. Biscuit were formulated with additional material of catfish meal (from body and head parts), folic acid, ferro sulphate and retinol A. The study was carried out through an in-vivo laboratory research using 75 mice (Mus mucuslus). The study indicated that fish meal from the head part as much as percentwhile from the body percent. The appearance is slightly brownish for head's fish meal and whiter for body's fish meal. Proximate chemical tests on samples of biscuit formula shows that the levels of fat and protein have met the fismeal s national standards, while the moisture content, ash and carbohydrates are still below the standards (SNI ). Growth in weight of mice witch fed biscuit samples were better than mice with control feed (F5). The F1-F4 formula larger percent compared with formula F5. The total serum test was carried out and showed that the biscuits formula fortified with folic acid, vitamin A and iron (Fe) significantly affected on the increase of mice's micronutrient status. Keywords : Catfish meal, Folic Acid, Infant Health, Iron (Fe), Vitamin A.

5 dan tekstur tepung lebih lembut dibandingkan dengan tepung badan yang relatif berwarna lebih pucat dan berserat. Hasil uji proksimat yang menggambarkan tepung telah memenuhi standar SNI diantaranya adalah: a) aktivitas air (a w ); b) kadar air kategori kualitas satu; c) kadar abu tepung kepala kualitas tiga sedangkan kadar abu tepung badan masuk kualitas satu; d) kadar lemak realtif tinggi dan masuk kualitas tiga; d) kadar protein relatif rendah masuk kualitas tiga. Kadar karbohidrat relatif rendah dan tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh LIPI untuk tepung ikan sebagai produk pangan. Kualitas formula sampel jika ditinjau dari Standar Nasional Indonesia SNI tentang standar nasional untuk produk biskuit. Kadar lemak dan protein telah memenuhi standar, sedangkan kadar air, abu dan karbohidrat masih dibawah standar yang ditetapkan. Produk yang difortifikasi dengan asam folat, vitamin A dan zat besi (Fe) yang diberikan terhadap hewan percobaan menunjukkan tidak berpengaruh terhadap berat badan anak mencit dari induk yang mengkonsumsi pakan. Penggunaan pakan berbahan dasar tepung ikan menunjukkan hasil yang lebih optimal terhadap berat badan lahir dan pertumbuhan berat badan anak selama perlakuan jika dibandingkan dengan pakan kontrol (F5). Fortifikasi asam folat, vitamin A dan zat besi (Fe) pada pakan berpengaruh nyata pada peningkatan dan perbaikan status gizi mikro dalam darah mencit. Kata kunci : Asam folat, Tepung ikan lele dumbo, Vitamin A, Wanita hamil, Zat besi (Fe)

6 RINGKASAN RASPIANA. Formulasi Biskuit dengan Penambahan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus), Asam Folat, Vitamin A dan Zat Besi (Fe) untuk Meningkatkan Kesehatan Ibu Hamil dan Menyusui {Kajian Pendahuluan Menggunakan Uji In-Vivo pada Mencit (Mus mucuslus)}. Dibimbing oleh RUDDY SUWANDI dan BAMBANG RIYANTO. Pangan hewani merupakan sumber gizi yang dapat diandalkan untuk mendukung perbaikan gizi masyarakat. Pangan hewani mempunyai keunikan yang menyebabkan kelompok pangan ini tergolong sebagai pangan bermutu tinggi. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang banyak diminati masyarakat sebagai ikan komsumsi, ikan jenis ini relatif mudah untuk dikembangbiakkan, pertumbuhannya cepat, memiliki kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, rasanya enak dan kandungan gizinya cukup tinggi, sehingga ikan lele terdistribusi secara merata di Indonesia. Peningkatan nilai mutu dan nilai ekonomis ikan lele dapat dilakukan dengan pengolahan ikan segar menjadi produk antara seperti tepung ikan, abon ikan, ikan asin dan beberapa jenis produk olahan lainnya. Dalam penelitian ini memanfaatkan tepung ikan lele sebagai bahan baku pengolahan pakan dengan menggunakan komposisi biskuit sebagai makanan bergizi yang difortifikasi dengan asam folat, zat besi dan vitamin A. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kontribusi zat gizi pada pakan dengan pemanfaatan tepung ikan lele sebagai alternatif sumber protein dan difortifikasi dengan asam folat, vitamin A serta zat besi (Fe) terhadap kebuntingan mencit. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : (1) Mencit yang bunting dan diberi pakan yang difortifikasi dengan asam folat, vitamin A, dan zat besi (Fe) mempunyai perubahan terhadap status gizinya dibandingkan dengan mencit yang tidak difortifikasi. (2) Konsumsi zat gizi dan fortifikan akan mempengaruhi kesehatan perubahan nutrisi selama kebuntingan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan lele dumbo segar varietas sangkuriang didominasi oleh kandungan kadar air sebesar 67,74 persen pada kepala dan 69,36 persen pada badan, dengan kadar abu kepala 11,58 dan kadar abu pada badan ikan segar sebesar 1,82. Rendemen kepala segar sebesar 24,19 persen dan rendemen badan 63,15 persen. Pada tahapan proses pembuatan tepung kepala dan tepung badan ikan lele ditemukan perbedaan tampilan fisik dan tekstur yang berbeda, tepung kepala ikan berwarna lebih gelap

7 Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

8 FORMULASI BISKUIT DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus), ASAM FOLAT, VITAMIN A DAN ZAT BESI (Fe) UNTUK MENINGKATKAN KESEHATAN IBU HAMIL DAN MENYUSUI {Kajian Pendahuluan Menggunakan Uji In-Vivo pada Mencit (Mus mucuslus)} RASPIANA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr.Ir. Sri Purwaningsih, M.Si

10 Judul Tesis Nama NIM : Formulasi Biskuit dengan Penambahan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus), Asam Folat, Vitamin A dan Zat Besi (Fe) untuk Meningkatkan Kesehatan Ibu Hamil dan Menyusui {Kajian Pendahuluan Menggunakan Uji In-vivo pada Mencit (Mus mucuslus)} : Raspiana : C Disetujui Komisi pembimbing Dr.Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil Ketua Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr.Tati Nurhayati,S.Pi, M.Si Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian : 14 Juli 2011 Tanggal Lulus:

11 PRAKATA Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwataala, atas segala karunianya sehingga penulisan dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Formulasi Biskuit dengan Penambahan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus), Asam Folat, Vitamin A dan Zat Besi (Fe) untuk Meningkatkan Kesehatan Ibu Hamil dan Menyusui {Kajian Pendahuluan Menggunakan Uji In-vivo pada Mencit (Mus mucuslus)}. Harapan dan doa, semoga penelitian ini dapat bermanfaat kepada masyarakat, terutama kepada para wanita yang sedang dalam masa kehamilan juga anak yang kelak akan dilahirkan. Penelitian ini dilatarbelakangi keprihatinan penulis terhadap kondisi kehamilan dan juga kelahiran anak yang mengalami kekurangan gizi mikro yang berperan penting dalam kesehatan ibu hamil juga perkembangan dan kesehatan anak yang kelak akan dilahirkan. Selain itu, penyusunan tesis ini juga merupakan syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada kedua orang tua yang telah mengantarkan penulis hingga sampai pada titik ini. Selanjutnya ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phil dan Bapak Bambang Riyanto, S.Pi. M.Si selaku komisi pembimbing yang telah banyak membantu dan mengarahkan penulis dari awal hingga akhir penelitian. Selanjutnya ucapan terima kasih juga diasampikan kepada Dr.Ir. Sri Purwaningsih, M.Si selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan saran. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr.Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku perwakilan dari Program Studi Teknologi Hasil Perairan. Ucapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada suami tercinta Zulyan Firdaus Afif, SP yang telah banyak memberikan semangat dan kasih sayangnya, dan putri tercinta Syadza Bunga F. Afif yang telah memberi warna dalam kehidupan ini, serta rekan-rekan mahasiswa yang telah bersama melalui masa pembelajaran di Program Studi Teknologi Hasil Perairan. Terimakasih juga disampaikan kepada Bapak/ibu yang telah membantu penulis selama menjalankan penelitian di laboratorium, serta semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam penyelesaian studi. Dalam lembaran ini pula penulis menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak atas segala kesalahan dan kehilafan baik dalam bentuk ucapan maupun tindakan. Bogor, Agustus 2011 Penulis

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada tanggal 02 Mei 1986 dari pasangan H.Syahrul Sengkon dan Hj.Masneng Masrun. Penulis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara. Tahun 1991 penulis memulai pendidikan formal di SDN Langkai 16 Palangkaraya. Enam tahun kemudian, tepatnya tahun 1997 penulis melanjutkan jenjang pendidikan menengah di SMPN 6 Palangkaraya. Pada tahun 2000, melanjutkan ke SMUN 2 Palangkaraya dan lulus pada tahun Setelah itu, pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi pada Program Studi Strata Satu Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan di Universitas Palangkaraya. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Pascasarjana pada Program Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun Tahun 2010 hingga sekarang penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotawaringin Timur, Sampit, Kalimantan Tengah. Pada tahun 2009, penulis menikah dengan Zulyan Firdaus Afif, SP dan dikaruniai seorang putri bernama Syadza Bunga F. Afif.

13 DAFTAR ISI Daftar Gambar... vii Daftar Tabel... viii Daftar Lampiran... ix 1. PENDAHULUAN Latar belakang Perumusan masalah Hipotesis Tujuan penelitian Manfaat penelitian TINJAUAN PUSTAKA Lele dumbo (Clarias gariepinus) Hewan percobaan (Mus mucuslus) Tepung ikan Protein Fortifikasi asam folat Fortifikasi zat besi (Fe) Fortifikasi vitamin A Biskuit Bahan baku Proses pembuatan biskuit Daya cerna protein METODE Waktu dan tempat Alat dan bahan Metode penelitian Penelitian pendahuluan Penelitian utama Metode analisis Analisis pada tepung dan formula biskuit ) Aktivitas air (a w ) (Wiyati 2004) ) Rendemen ) Analisis sifat kimia (uji proksimat AOAC 1995) ) Penghitungan jumlah energi Analisis pada hewan percobaan ) Pertumbuhan berat badan ) Evaluasi nilai mutu protein secara biologis (daya cerna protein) Analisis status metabolisme total serum induk mencit ) Status metabolisme asam folat serum ) Status metabolisme retinol serum ) Status metabolisme feritin serum... 38

14 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pembuatan tepung ikan Pemilihan bahan baku Pembuatan tepung ikan Analisis sifat fisik tepung ikan Aktivitas air (a w ) Rendemen Analisis sifat kimia tepung ikan Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein Kadar karbohidrat Proses pembuatan formula biskuit Tahap pengolahan formula biskuit Rendemen formula biskuit Analisis sifat kimia formula biskuit Analisis proksimat Kandungan energi formula biskuit Pengujian terhadap mencit Perubahan induk mencit Perubahan anak mencit Berat badan anak mencit saat lahir Pertumbuhan berat badan anak mencit Analisis daya cerna protein biskuit Analisis status metabolisme total serum induk mencit Status metabolisme asam folat serum Status metabolisme retinol serum Status metabolisme feritin serum SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran... 72

15 DAFTAR GAMBAR 1. Diagram alir kerangka pemikiran dan batasan penelitian Diagram alir proses pembuatan tepung ikan lele pada tahapan penelitian pendahuluan Diagram alir proses formulasi biskit dan proses in-vivo pada mencit dalam penelitian utama Ikan lele dumbo varietas sangkuriang Kepala dan badan ikan lele dumbo segar Kepala dan badan ikan setelah dikukus Tepung kepala dan tepung badan ikan lele Diagram uji aktivitas air (aw) Diagram analisis kadar air Diagram analisis kadar abu Diagram analisis kadar lemak Diagram analisis kadar protein Diagram analisis kadar karbohidrat Diagram alir proses pengolahan pakan formula F1 dan F Produk jadi pakan formulasi F1 dan F Diagram analisis kadar air pada pakan Diagram analisis kadar abu pada pakan Diagram analisis kadar lemak pada pakan Diagram analisis kadar protein pada pakan Diagram analisis kadar karbohidrat pada pakan Pertumbuhan berat badan induk mencit selama perlakuan Perubahan berat badan harian induk mencit Jumlah kematian anak mencit selama pengamatan Rata-rata berat badan anak mencit Perkembangan berat badan anak mencit Pertumbuhan berat badan anak mencit... 64

16 DAFTAR TABEL 1. Kandungan zat gizi pada ikan lele Rendemen ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) Komposisi gizi ikan lele Susunan asam amino esensial ikan lele Data biologis mencit (Mus musculus) Syarat mutu tepung ikan sebagai bahan pangan Pangan potensial untuk fortifikasi Syarat mutu biskuit menurut SNI Mutu cerna protein dalam bahan pangan Komposisi bahan baku pakan Angka Kecukupan Gizi (AKG yang dianjurkan untuk ibu hamil) Jumlah fortifikan yang ditambahkan pada 100 gram produk Formulasi yang digunakan dalam pengolahan formula biskuit Kandungan kimia formula biskuit F Pengelompokan standar folat serum Pengelompokan standar retinol serum Pengelompokan standar feritin serum Persentase bagian tubuh ikan lele dumbo varietas sangkuriang Hasil analisis proksimat ikan lele dumbo varietas sangkuriang Rendemen tepung Hasil uji proksimat pada tepung Standar mutu tepung ikan sebagai bahan pangan Hasil uji proksimat pada pakan Perubahan berat badan induk Selisih pertumbuhan berat badan induk Rata-rata berat badan anak mencit awal kelahiran(gr) Perubahan berat badan anak mencit (gr) Analisis Protein Efficiency Ratio (PER) Hasil analisis dan perubahan kadar asam folat serum (ng/ml) Hasil analisis dan perubahan kadar retinol serum (µg/dl) Hasil analisis dan perubahan kadar feritin serum (µg/liter)... 69

17 DAFTAR LAMPIRAN 1. a. Gambar alat presto b. Gambar alat oven c. Gambar alat timbangan analitik d. Gambar alat grinder Gambar kandang metabolik Gambar mencit (Mus mucuslus) dewasa Gambar anak mencit pada awal kelahiran Prosedur penetapan asam folat serum dengan metoda spektrofotometer elissa Prosedur penetapan retinol dengan metoda HPLC Waters Prosedur penetapan feritin serum dengan metode spektrofotometer elissa... 83

18 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang paling baik adalah pada masa menjelang dan saat prenatal, karena: (1) penelitian telah membuktikan bahwa perkembangan otak dimulai pada masa utero dan meningkat pesat pada trimester kedua dan ketiga kehamilan (Dhopeswarkar 1983); (2) bayi yang lahir dari ibu yang menderita defisiensi zat gizi mempunyai risiko yang lebih besar mengalami BBLR (berat badan lahir rendah). Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko yang lebih besar meninggal pada usia 1 tahun, dan kalaupun mampu bertahan mempunyai risiko yang lebih besar menderita penyakit degeneratif pada usia yang relatif muda dibandingkan bayi lahir dengan berat normal (Barker et al. 1993), oleh karena itu penanggulangan masalah gizi hanya pada anak balita dan usia sekolah dianggap terlambat dan kurang efisien. Pemenuhan kebutuhan gizi manusia dapat diperoleh melalui sumber hewani maupun nabati. Pangan hewani merupakan sumber gizi yang dapat diandalkan untuk mendukung perbaikan gizi masyarakat. Pangan hewani mempunyai keunikan yang menyebabkan kelompok pangan ini tergolong sebagai pangan bermutu tinggi. Keunikan tersebut dikarenakan pangan hewani memiliki kandungan asam amino esensial yang lengkap, mengandung zat besi yang mudah diserap, dan mempunyai nilai cerna protein yang tinggi. Wanita hamil dan menyusui membutuhkan asupan gizi tambahan dan energi yang cukup (kalori) untuk kebutuhan kesehatan tubuh dan pertumbuhan bayi. Pemenuhan kebutuhan gizi yang baik selama masa kehamilan dan menyusui dapat mendukung metabolisme tubuh ibu dalam memelihara berat badan, kadar gula darah, dan tekanan darah sehingga dapat menghindarkan pengaruh negatif terhadap ibu dan bayi. Pemenuhan kebutuhan gizi selama kehamilan dapat diperoleh dengan mengkonsumsi pangan hewani seperti ikan, salah satunya adalah ikan lele, karena ikan lele memiliki kandungan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti sumber energy, protein, lemak, kalsium (Ca), fosfor (P), zat besi (Fe), natrium tiamin (B1), riboflavin (B2) dan niasin.

19 2 Ikan sebagai bahan pangan hewani memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sumber protein lainnya diantaranya kandungan protein yang cukup tinggi, dalam tubuh ikan tersusun oleh asam amino yang berpola mendekati kebutuhan asam amino tubuh manusia, selain itu daging ikan mengandung sejumlah mineral dan vitamin yang diperlukan tubuh (Khomsan 2004). Ikan lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang paling banyak diminati serta dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan. Harganya yang terjangkau membuat ikan lele terdistribusi secara merata hampir di seluruh pelosok tanah air. Salah satu jenis ikan yang populer di masyarakat adalah lele. Lele memiliki berbagai kelebihan sehingga termasuk ikan yang paling mudah diterima masyarakat. Kelebihan tersebut diantaranya pertumbuhannya cepat, memiliki kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, rasanya enak dan kandungan gizinya cukup tinggi (Azhar et al. 2006). Tepung ikan merupakan salah satu produk pengolahan hasil sampingan ikan. Usaha pengolahan tepung tulang ikan memerlukan banyak bahan baku ikan segar karena rendemennya relatif kecil. Sampai saat ini penggunaan tepung ikan belum dilakukan secara maksimal. Kegunaan utama tepung ikan masih sebatas bahan campuran pakan ternak (Moeljanto 1982). Pembuatan tepung ikan berbahan dasar ikan lele dapat menjadi suatu bentuk alternatif bahan pangan. Selain memiliki daya simpan yang cukup lama dibandingkan dengan ikan segar, bentuk yang berupa tepung diharapkan menjadikan tepung ikan lebih fleksibel dalam pemanfaatannya, selain itu tepung ikan juga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan biskuit. Muchtadi (1989) mendefinisikan fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi ke dalam bahan pangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan dan meningkatkan status gizi populasi. Peran pokok dari fortifikasi pangan adalah mencegah defisiensi. Dengan demikian dapat menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderita Usaha untuk memperbaiki gizi buruk pada wanita hamil adalah melalui asupan nutrisi makanan yang kuat sebelum mereka tahu dirinya hamil, karena nutrisi yang cukup setelah kehamilan terjadi tidak dapat mengkompensasikan ketidakcukupan asupan nutrisi selama kehamilan. Meski dalam jumlah sekecil apapun kekurangan nutrisinya. Salah satu cara yang paling efektif untuk melakukan pemenuhan gizi terhadap wanita hamil adalah dengan menyediakan

20 3 makanan siap saji yang mempunyai kandungan nutrisi yang cukup selama kehamilan, mudah dalam penyajiannya dan mempunyai masa simpan yang cukup lama serta berdimensi tidak terlalu besar. Biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan (BSN 1992). Biskuit dipilih sebagai salah satu jenis makanan yang diformulasikan sebagai makanan berkalsium tinggi dengan penambahan satu atau lebih zat gizi untuk meningkatkan status gizi wanita hamil. Pemilihan produk biskuit didasarkan juga karena biskuit mudah dibuat dalam skala rumah tangga maupun industri dan dengan pertimbangan penerimaan bagi masyarakat dan dalam segala tingkatan ekonomi. 1.2 Perumusan masalah Masalah gizi mikro, terutama kurang energi protein, telah mendominasi perhatian para pakar gizi selama puluhan tahun. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi kurang akibat konsumsi makanan yang tidak cukup mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan. Sampai sekarang KEP merupakan masalah yang masih memprihatinkan (Soekirman 2000). Semakin tinggi pengetahuan seseorang, khususnya dalam bidang gizi dan kesehatan maka semakin mengerti pentingnya kesehatan, dan akibatnya semakin baik kesehatan serta status gizi wanita hamil. Permasalahan lainnya, pada wilayah pedesaan masih banyak wanita hamil yang kurang memiliki pengetahuan mengenai kesehatan pada masa kehamilann tersebut. Kehamilan selalu berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat pada peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein pengikat nutrisi dalam sirkulasi darah, begitu juga dengan penurunan nutrisi mikro seperti asam folat, vitamin A, dan zat besi (Fe). Pada kebanyakan negara berkembang, perubahan ini dapat diperburuk oleh kekurangan nutrisi dalam kehamilan yang berdampak pada defisiensi nutrisi mikro (seperti kasus-kasus gangguan penutupan jaringan saraf tulang belakang dan kondisi dimana otak janin tidak dapat terbentuk normal) yang dapat dikurangi hingga 50% dan 85% jika wanita hamil mendapat asupan cukup asam folat sebelum dan saat proses kehamilan (Soekirman 2000). Pemenuhan nutrisi mikro asam folat bisa ditemukan pada sayuran hijau (brokoli, bayam dan lobak cina), kacang-kacangan, gandum, susu, biji-bijian,

21 4 buah-buahan (jeruk, stroberi, alpukat, semangka, nenas), hati sapi dan telur. Sumber zat besi dapat diperoleh dari sumber nabati dan hewani. Sumber nabati seperti bayam, brokoli, tahu (kedelai), sereal, kentang, labu-labuan dan buahbuahan kering (kismis,prune, apricot), sedangkan sumber hewani dapat diperoleh dengan mengkonsumsi daging merah, daging unggas, hati (ayam/sapi), telur, ikan (tuna, sarden, salmon), dan kerang-kerangan. vitamin A adalah salah satu zat gizi esensial yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh manusia. untuk memperolehnya harus di ambil dari sumber diluar tubuh terutama dari sumber alam baik nabati maupun hewani. Sumber nabati dapat diperoleh melalui sereal (jagung kuning), umbi-umbian (ubi kuning, ubi jalar merah, ubi rambat merah), biji-bijian (kacang ercis dan kacang merah), sayuran (wortel, gandaria, kacang panjang, kankung, kol cina, labu kuning bakung, bayam, bunkil daun talas, genjer, daun jambu, daun jambu mete, daun kacang panjang), buahbuahan (apel, kesemek, mangga, pepaya, pisang, sowa serta sukun). Sumber hewani dapat diperoleh dengan mengkonsumsi daging ayam, bebek, ginjal domba, hati sapi, hati ayam, dan berbagai jenis ikan (baronang, cakalang, gabus, lele, rajungan, dan tongkol), dan telur. Wanita memerlukan asupan gizi tambahan untuk menjaga kesehatan selama masa kehamilan dan kesehatan bayi yang akan dilahirkan, mengkonsumsi pangan hewani seperti ikan dapat membantu memenuhi kebutuhan zat gizi tersebut. Ikan merupakan sumber energi, lemak protein dan zat besi yang baik bagi wanita hamil. Kandungan gizi ikan lele disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Kandungan zat gizi pada ikan lele. Jenis Zat Gizi Bagian ikan yang dapat dimakan Ikan segar utuh Kadar air (%) 78,5 47,1 Sumber Energi (cal) 90,0 54,0 Protein (g) 18,7 11,2 Lemak (g) 1,1 0,7 Kalsium (Ca) (mg) 15,0 9,0 Posfor (P) (mg) 260,0 156,0 Zat besi( Fe) (mg) 2,0 1,2 Natrium (mg) 150,0 90,0 Tiamin ( Vit B1) 0,1 0,06 Riboflavin (Vit B2) (mg) 0,05 0,03 NiaSin (mg) 2,0 1,2 Sumber : FAO (1972) diacu dalam Andi (2011)

22 5 Selain sumber alami, pemenuhan kebutuhan zat gizi mikro selama masa prenatal biasanya diperoleh dengan mengkonsumsi susu, obat-obatan dan suplemen kehamilan. Diantara beberapa kehamilan, terdapat ibu yang mengalami kendala dalam mengkonsumi obat-obatan dan suplemen secara rutin diantaranya disebabkan oleh alergi, kebiasaan/habit dan menurunnya selera makan yang dipengaruhi oleh emosi yang tidak stabil. Untuk mengatasi masalah tersebut, pada penelitian ini akan membuat formula biskuit dengan memfortifikasikan kebutuhan zat gizi mikro. Pada penelitian akan dilakukan dengan mengaplikasikan produk dalam bentuk pakan, kemudian dilakukan pengujian secara biologis (in vivo) dengan menggunakan mencit (Mus musculus) sebagai hewan percobaan. Adapun diagram alir kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1. Makanan pendamping dengan Fortifikan Kebutuhan asupan gizi : 1. Asam folat 2. Vitamin A 3. Zat besi, 1. Buah-buahan 2. Sayur mayur 3. Daging 4. Susu 5. Obat-obatan dan suplemen Kendala Penelitian 1. Jumlah sampel 2. Waktu dan biaya 3. Kepatuhan responden Formula dengan tepung ikan lele dumbo, Asam folat vitamin A, dan zat besi (Fe) Kendala pada masa prenatal : 1. Alergi 2. Habit (Ngidam) 3. Selera 4. Jenuh 5. Emosi Formula Biskuit F1 Tepung kepala dengan fortifikan asam folat vitamin A, dan zat besi (Fe) Formula Biskuit F2 Tepung kepala non fortifikan Formula Biskuit F3 Tepung badan dengan fortifikan asam folat vitamin A, dan zat besi (Fe) Formula Biskuit F4 Tepung badan non fortifikan Formula Biskuit F5 Pakan komersil ayam ras pedaging sebagai kontrol Hewan percobaan Mencit ( Mus mucuslus) Perubahan Biokimia Darah Mencit Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran dan batasan penelitian : batasan penelitian

23 6 1.3 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas dikemukakan hipotesis sebagai berikut : 1) Mencit yang bunting dan diberi pakan yang difortifikasi dengan asam folat, vitamin A, dan zat besi (Fe) mempunyai perubahan terhadap status gizinya dibandingkan dengan mencit yang tidak difortifikasi. 2) Tepung ikan lele merupakan sumber pangan hewani yang baik dalam pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil dan bayi yang dilahirkan. 3) Konsumsi formula biskuit yang difortifikasi akan mempengaruhi kesehatan selama kebuntingan. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kontribusi zat gizi pada formula sampel dengan pemanfaatan tepung ikan lele sebagai alternatif sumber protein dan difortifikasi dengan asam folat, vitamin A serta zat besi (Fe) terhadap kebuntingan mencit. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang pemanfaatan ikan lele dalam bentuk tepung kepala dan tepung badan yang diolah menjadi produk biskuit yang difortifikasi dengan asam folat, vitamin A, dan zat besi (Fe) terutama bagi pemenuhan kebutuhan zat gizi mikro bagi wanita pada masa kehamilan dan menyusui.

24 7 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan lele (Clarias gariepinus) Lele merupakan salah satu komoditas unggulan air tawar yang penting dalam rangka pemenuhan peningkatan gizi masyarakat. Komoditas ini mudah dibudidayakan dan harganya terjangkau. ikan lele yang banyak dibudidayakan dan dijumpai dipasaran saat ini adalah lele sangkuriang (Clarias sp). Pada tahun 2005, lele menjadi salah satu komoditi perikanan yang dijadikan komoditas unggulan pada Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Mahyuddin 2007). Lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah sejenis lele budidaya yang berasal dari Afrika. Dibandingkan dengan lele lokal (lele kampung Clarias batrachus, dan Clarias macrocephalus) lele dumbo berukuran lebih besar dan patilnya tidak tajam sehingga disukai konsumen. Kelemahannya adalah dagingnya lunak dan mudah hancur bila digoreng. Nama "dumbo" diberikan karena ukurannya yang lebih besar daripada rata-rata lele lokal Asia Tenggara. Secara alami ikan lele dumbo banyak ditemukan di berbagai tempat di Afrika dan Timur Tengah. Ikan jenis ini menyukai air tawar yang tenang serta kubangan buatan manusia, bahkan mampu bertahan hidup dalam saluran air buangan. Ikan ini sekarang dibudidayakan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) sebagai sumber pangan. Persilangannya dengan lele lokal Asia Tenggara telah dilakukan untuk memperbaiki kualitas daging dan telah dibudidayakan dengan nama sama. (Anonim 2011b) Lele termasuk ke dalam Kerajaan Animalia, Fillum Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Siluriformes, famili Clariidae, Genus Clarias dan spesies C.gariepinus. Ikan lele dumbo merupakan hasil perkawinan silang dua spesies berbeda, yaitu antara lele betina Clarias fuscus dari Taiwan dan lele jantan Clarias mossambicus dari Afrika. Lele dumbo memiliki ukuran yang besar, sehingga dikenal sebagai king catfish. Salah satu varietas unggulan lele dumbo adalah lele sangkuriang. Lele sangkuriang merupakan hasil rekayasa dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dan telah dilepas kepasaran melalui Keputusan Menteri No. KEP.26/MEN/2004 (Mahyuddin 2007). Ikan lele dumbo varietas sangkuriang memiliki bentuk tubuh memanjang, agak bulat, kepala gepeng, tidak bersisik, mulut besar, warna kelabu sampai

25 8 hitam. Di sekitar mulut terdapat bagian nasal, maksila, mandibula luar dan mandibula dalam, masing-masing terdapat sepasang kumis, hanya kumis bagian mandibula yang dapat digerakkan untuk meraba makanannya. Kulit lele berlendir tidak bersisik, berwarna hitam pada bagian punggung (dorsal) dan bagian samping (lateral). Sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur merupakan sirip tunggal, sedangkan sirip perut dan sirip dada merupakan sirip ganda. Pada sirip dada terdapat duri yang keras dan runcing yang disebut patil, patil lele ini tidak beracun (Suyanto dan Rachmatun 2007). Ikan lele termasuk jenis ikan karnivora dan karena menyukai makanan yang busuk maka digolongkan juga sebagai scavenger. Ikan lele bersifat nokturnal karena aktif mencari mangsa pada malam hari atau lebih menyukai tempat gelap. Pada siang hari ikan lele lebih suka diam dalam lubang-lubang atau tempattempat yang terlindungi (Suyanto dan Rachmatun 2007). Menurut Astawan (2008) lele banyak ditemukan di rawa-rawa dan sungai di Afrika, terutama di dataran rendah sampai sedikit payau. Ikan ini mempunyai alat pernafasan tambahan yang disebut arborescent, sehinga mampu hidup dalam air yang oksigennya rendah. Ikan lele dumbo memiliki perbedaan sifat jika dibandingkan dengan ikan lele lokal yang berasal dari Indonesia. Perbedaan terletak pada ukuran ikan lele dumbo lebih besar, pertumbuhannya lebih cepat, warna kulit lebih gelap dan relatif lebih hitam, gerakan ikan lele dumbo lebih agresif, serta ikan ini tidak memiliki racun pada patilnya (Suyanto 1990 diacu dalam Utama 2008). Terdapat sekitar spesies anggota marga Clarias, dari jumlah itu di Asia Tenggara kini diketahui sekitar 20 spesies lele, kebanyakan di antaranya baru dikenali dan dideskripsi dalam 10 tahun terakhir. Di Indonesia sendiri terdapat enam jenis ikan lele yang yang dikembangkan (Anonim 2011a) yaitu : 1) Clarias batrachus, dikenal sebagai ikan lele (Jawa), ikan kalang (Sumatera Barat), ikan maut (Sumatera Utara), dan ikan pintet (Kalimantan Selatan). 2) Clarias teysmani, dikenal dengan sebutan lele kembang (Jawa Barat), kalang putih (Sumatera Barat). 3) Clarias melanoderma, dikenal dengan sebutan lele wais (Jawa Tengah), ikan duri (Sumatera Selatan), dan ikan wiru (Jawa Barat). 4) Clarias nieuhofi, yang juga dikenal dengan ikan hindi (Jawa), limbat (Sumatera Barat) dan, Kaleh (kalimantan Timur).

26 9 5) Clarias loiacanthus, juga dikenal dengan istilah ikan keli (Sumatera Barat), ikan penang (Kalimantan Timur). 6) Clarias gariepinus, yang dikenal sebagai ikan lele dumbo (lele domba), king catfish yang berasal dari Afrika. Ikan lele dumbo memiliki rendemen daging sekitar 35% dari keseluruhan tubuhnya, ikan jenis ini memiliki bagian kepala dan tulang yang cukup besar yaitu kepala sekitar 27,49% dan tulang sebesar 14,61%, secara utuh, rendemen dari ikan lele dumbo dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Rendemen ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) Bagian ikan Kandungan (%) Daging merah 3,00 Daging putih 32,82 Tulang 14,61 Kepala 27,49 Kulit 6,06 Sirip 3,47 Insang 6,06 Jeroan 6,49 Total 100,00 Sumber : Erlangga (2009) Protein ikan adalah protein yang istimewa karena bukan hanya berfungsi sebagai penambahan jumlah protein yang dikonsumsi, tetapi juga sebagai pelengkap mutu protein dalam menu. Komposisi gizi daging ikan lele disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi gizi daging ikan lele Senyawa Jumlah (%) 1 2 Protein 17,80 17,71 Lemak 0,84 0,95 Abu 1,65 1,47 Air 79,45 79,73 Karbohidrat (by- different) 0,26 0,14 Sumber: 1. Erlangga (2009) 2. Utama (2008) Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kandungan air dan protein merupakan dua unsur penyusun utama dari tubuh ikan lele. Selain itu, protein ikan lele juga mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang cukup. Kandungan lemak pada daging ikan lele dumbo segar dibawah satu

27 10 persen. Hal ini dipengaruhi oleh proses pemisahan bagian daging badan yang dilakukan dengan proses fillet dan pemisahan bagian kulit. Ikan lele segar memiliki asam amino lengkap yang dibutuhkan dalam proses metabolisme tubuh. Susunan asam amino ikan lele disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Susunan asam amino esensial ikan lele Asam amino Kandungan protein (%) Arginin 6,3 Histidin 2,8 Asoleusin 4,3 Leusin 9,5 Lisin 10,5 Metionin 1,4 Fenilalanin 4,8 Treonin 4,8 Valin 4,7 Triptopan 0,8 Total esensial 49,9 Non esensial 50,1 Sumber: FAO (1997) diacu dalam Astawan (2008) 2.2 Hewan percobaan mencit (Mus mucuslus) Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium. Pemanfaatan hewan percobaan menurut pengertian secara umum ialah untuk penelitian yang mendasarkan pengamatan aktivitas biologi tergantung pada bidang ilmu yang dibina dan lingkungan apa suatu laboratorium bernaung sehingga pemanfaatan hewan percobaan ini akan mengarah ke suatu tujuan khusus. Kesamaan filogeni antara manusia dengan primata mendorong para ilmuwan memilih hewan primata sebagai model dalam percobaan laboratorium. Akan tetapi karena dari segi pengadaannya sulit dan pemeliharaannya juga memerlukan biaya yang besar maka mencit (Mus mucuslus) dapat dipilih sebagai alternatif (Malole dan Pramono 1989). Hewan percobaan digunakan untuk menguji keamanan atau efek samping dari suatu bahan kimia atau alami yang sering dibubuhkan pada bahan. Tujuan akhir dari pengujian adalah untuk keselamatan manusia maka hewan percobaan yang digunakan adalah hewan-hewan yang mempunyai sifat-sifat respon biologi dan adaptasi mendekati manusia. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyusun data biologis mencit seperti tertera pada Tabel 5.

28 11 Tabel 5 Data biologis mencit (Mus musculus) Hasil Pengamatan Lama hidup Lama produksi ekonomis Lama bunting Kawin sesudah beranak Umur sapih Umur dewasa kelamin Umur dikawinkan Siklus kelamin poliestrus (birahi) Lama estrus Saat perkawinan Berat lahir Berat dewasa jumlah anak perkelahiran Kecepatan pertumbuhan Sumber : Smith dan Mangkoewidjojo (1988) Parameter 1-2 tahun, bisa mencapai 3 tahun 9 bulan hari 1-24 jam 21 hari 35 hari 8 minggu (jantan dan betina) 4-5 hari jam Waktu estrus 0,5-1 g g jantan dan betina Rata-rata 6 ekor bisa sampai 15 ekor 1 gram/hari Mencit pada umumnya adalah binatang yang aktif pada malam hari (nocturnal). Mencit bila diperlakukan dengan halus akan mudah dikendalikan, sebaliknya bila diperlakukan dengan kasar mereka akan menggigit. Mencit dapat mencapai umur 1-3 tahun tetapi terdapat perbedaan besar usia maksimum dalam berbagai galur tikus putih terutama karena perbedaan dalam kepekaan terhadap penyakit (Malole dan Pramono 1989). Mencit yang digunakan di laboratium umumnya ditempatkan dalam kotak yang terbuat dari plastik dan diberi alas kandang secukupnya, kotak tersebut diberi tutup berupa kawat. Alas kandang yang baik, dapat berupa sekam padi atau serbuk gergaji, bila digunakan serbuk gergaji harus bebas debu, bila digunakan sekam padi harus diperhatikan kebersihannya agar tidak terkontaminasi urin dan feses (Smith dan Mangkoewijojo 1988). Mencit yang dipelihara sebagai hewan percobaan biasanya diberikan makanan berupa pelet dalam jumlah tanpa batas. Minuman harus selalu tersedia pada kandang tikus putih, tempat minum biasanya menggunakan botol yang terbuat dari kaca, dari botol tersebut tikus putih dapat minum melalui pipa gelas. Botol dan selang harus dibersihkan minimal satu atau dua kali dalam seminggu (Smith dan Mangkoewijojo 1988).

29 Tepung ikan Ilyas (2003) menyatakan, tepung ikan adalah produk padat yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar air dan sebagian atau seluruh lemak dalam ikan atau sisa ikan. Tepung ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan dalam bentuk kering untuk kemudian digiling menjadi tepung. Cara pengolahan yang paling mudah dan praktis adalah dengan mencincang ikan kemudian mengeringkannya dengan sinar matahari atau dengan pengeringan mekanis. Pembuatan tepung ikan didasarkan pada pengurangan kadar air pada daging ikan. Kadar air pada daging ikan merupakan faktor penentu daya simpan ikan, pengurangan kadar air pada ikan akan membantu menghambat proses pembusukan. Dengan proses pengeringan secara terus menerus, maka proses pembusukannya akan berhenti sehingga tepung akan lebih tahan terhadap bakteri, jamur, maupun enzim. Proses pengeringan ikan menjadi tepung ikan selain menggunakan metode pengeringan dapat didahului dengan pemanasan suhu tinggi (Moeljanto 1982). Tepung ikan merupakan sumber kalsium (Ca) dan phosphor (P) dengan kandungan vitamin B dan mineral yang tinggi. Disamping memiliki kandungan serat yang rendah, pada tepung ikan lele juga terdapat kandungan trace element seperti seng (Zn), yodium (I), besi (Fe), mangan (Mn) dan kobalt (Co) (Moeljanto 1982). Menurut Ilyas (1993), urutan pengolahan tepung ikan adalah pencincangan, pemasakan, pengepresan, pengeringan, dan penggilingan. Tepung ikan yang baru saja diolah biasanya berwarna abu-abu kehijauan. Setelah disimpan, terutama dalam suhu tinggi, warnanya berubah menjadi cokelat kekuningan. Akan tetapi perubahan ini tidak mempengaruhi nilai gizinya. Komposisi kimia yang ada dalam tepung ikan tidak jauh berbeda dengan komposisi kimia pada ikan segar, yaitu air, protein, lemak, mineral, dan vitamin serta senyawa-senyawa nitrogen lainnya. Setelah mengalami pengolahan, komposisi kimia tepung ikan menjadi berubah, terutama akibat terjadinya pengurangan kadar minyak, kadar air dan kerusakan (perubahan) senyawa kimia tertentu terutama dalam pemanasan (thermolprocessing) (Sunarya 1990). Komposisi kimia tepung ikan ditentukan oleh jenis ikan, mutu bahan baku yang digunakan dan cara pengolahannya. Sebagai pedoman, tepung ikan yang bermutu harus mempunyai komposisi seperti tercantum pada Tabel 6.

30 13 Tabel 6 Syarat mutu tepung ikan sebagai bahan pangan Zat gizi Kandungan (%) Air Lemak 8 12 Protein Abu Serat Calcium (Ca) Fosfor NaCl Sumber: BSN (1996) ,5-3 2,5-7,0 1,6-4,7 2-4 Menurut Moeljanto (1982), jarang dijumpai tepung ikan dengan kadar air kurang dari 6% sebab pada tingkat ini tepung ikan bersifat higroskopis. Kadar air tepung ikan rata-rata 18% dengan selang terendah 6 sampai 10%. jamur (mold) dapat tumbuh pada tepung ikan dengan kadar air seperti ini. Sejenis Tepung ikan dengan kadar protein tinggi menghasilkan kadar mineral sekitar 12% dan 33% untuk kadar protein yang rendah. Sebagian besar abu dan mineral dalam tepung ikan berasal dari tulang-tulang ikan. Kadar mineral tepung akan tinggi bila bahan mentahnya berasal dari sisa-sisa ikan berupa kepala dan tulang-tulang ikan. Sebagian besar abu berupa kalsium fosfat. Menurut Ilyas (2003) tepung akan lebih baik mutunya bila bahan mentah yang dipakai terdiri dari ikan yang tidak berlemak (lean fish). Jika bahan mentah berasal dari ikan yang berlemak, tepung yang dihasilkan akan banyak mengandung lemak. Kebanyakan tepung ikan mengandung lemak 5-10% dan protein sebesar 60 65%. 2.4 Protein Protein merupakan sumber asam-asam amino yang mengandung unsurunsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein juga mengandung fosfor, belerang, serta ada pula jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Kualitas protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang dikandungnya. Protein komplit atau protein dengan nilai biologi tinggi atau bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk keperluan pertumbuhan (Almatsier, 2001). Oleh karena itu, semakin lengkap kandungan asam amino esensial yang terkandung dalam protein suatu bahan makanan dan semakin tinggi nilai

31 14 biologinya, maka semakin tinggi kualitas protein yang terdapat dalam bahan makanan tersebut. Protein merupakan zat gizi makro yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh. Protein penting bagi kehidupan manusia, mulai dari masa anak-anak, remaja yang sedang tumbuh, pada masa hamil dan menyusui pada wanita dewasa, orang yang sakit dan dalam taraf penyembuhan serta orang dewasa dan lansia. Protein juga berfungsi sebagai pengatur kelangsungan proses di dalam tubuh, serta memberikan tenaga jika keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Suharjo dan Kusharto 1992). Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat hubungannya dengan proses kehidupan. Semua hayat hidup sel berhubungan dengan zat gizi protein. Nama protein berasal dari kata Yunani yaitu protebos yang artinya pertama atau terpenting (Almatsier 2001). Di dalam sel protein terdapat sebagai protein struktural maupun sebagai protein metabolik. Protein struktural merupakan bagian integral dari struktur sel dan tidak dapat diekstraksi tanpa menyebabkan disintegrasi sel tersebut. Protein metabolik ikut serta dalam reaksi-reaksi biokimiawi dan mengalami perubahan bahkan mungkin distruksi ataupun sintesis protein baru. Protein metabolik dapat diekstraksi tanpa merusak integritas struktur sel itu sendiri (Almatsier 2001). Di dalam tubuh protein juga mengalami siklus, yang artinya protein dipecah menjadi komponen-komponen yang lebih kecil yaitu asam amino dan atau peptida. Terjadi pula sintesa protein baru untuk mengganti yang lama. Praktis tidak ada sebuah molekul protein yang disintesa untuk dipakai seumur hidup. Semuanya akan dipecah dan diganti dengan yang baru dengan laju yang berbeda-beda tergantung jenis dan keperluannya dalam tubuh (Winarno 1997). Kandungan protein ikan erat kaitannya dengan kandungan lemak dan airnya. Ikan yang mengandung lemak rendah rata-rata memiliki protein dalam jumlah besar, sedangkan pada ikan gemuk sebaliknya. Kandungan protein ikan umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan hewan darat yang akan menghasilkan kalori lebih tinggi. Dalam tubuh manusia protein memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan. Kandungan asam amino esensial pada daging ikan dapat dikatakan sempurna, artinya semua jenis asam amino esensial terdapat pada daging ikan, tetapi perlu diperhatikan beberapa asam amino tidak mencukupi kebutuhan manusia diantaranya fenilalanin, triptofan, dan metionin. Kandungan protein pada daging ikan cukup tinggi dan berpola

32 15 mendekati pola kebutuhan asam amino di dalam tubuh manusia. Ikan mempunyai nilai biologis yang tinggi. 2.5 Fortifikasi asam folat Asam folat merupakan salah satu dari kelompok vitamin B, merupakan zat yang larut dalam air dan cepat rusak bila terpapar panas. Folat berasal dari Bahasa Latin folium (artinya daun) yang umumnya mengandung banyak zat folat. Asam folat dapat ditemukan secara alami pada sayuran hijau seperti bayam, brokoli, pok coy, asparagus. Kini asam folat dibuat secara sintetis sebagai suplemen atau ditambahkan sebagai fortifikasi makanan tambahan seperti sereal dan susu. Penelitian awal yang dilakukan Lucy Wills pada tahun 1931 menyatakan bahwa asam folat sebagai nutrisi penting untuk mencegah anemia selama kehamilan (Untoro 2002). Asam folat memiliki dua efek fisiologis utama yaitu sebagai kofaktor enzim sintesis deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA) yang berperan dalam replikasi sel. Disamping itu asam folat juga dibutuhkan untuk mengubah homosistein menjadi metionin yang berperan pada sintesa protein. Asam folat penting dalam pembentukan sel-sel baru dan pemeliharaan sel, khususnya dalam kehamilan, karena pada masa itu terjadi pertumbuhan sel-sel baru dengan sangat pesat. Asam folat sangat penting terutama pada masa-masa awal kehamilan yaitu dalam replikasi sel, karena pada masa itu sistem saraf bayi sedang terbentuk (Untoro 2002). Asam folat adalah turunan vitamin B kompleks (B-9) yang berguna untuk mengurangi risiko cacat bawaan pada bayi (neural tube defects-ntd), spina bifida dan anenchepaly. Ibu hamil atau perempuan yang tengah merencanakan kehamilan, dianjurkan mengonsumsi makanan mengandung folat. Sebab, neural tube defects terjadi pada masa kehamilan belum disadari, yaitu antara minggu kedua hingga keempat masa pertumbuhan janin (Anonim 2004) Sumber folat dapat diperoleh secara sintetik pada suplemen makanan atau makanan terfortifikasi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran dengan vitamin dan mineral lain. Dalam bentuk tunggal, khasiat kegunaan yang disetujui antara lain membantu memelihara kesehatan tubuh; suplementasi asam folat untuk wanita hamil berperan dalam pertumbuhan janin dan memelihara kesehatan tubuh. Sedangkan dalam bentuk campuran dengan vitamin, atau mineral lain khasiat kegunaannya antara lain membantu memenuhi kebutuhan vitamin, mineral, dan asam folat pada masa prenatal (Untoro 2002).

33 Fortifikasi zat besi (Fe) Menurut Husain et al, (1989) konsumsi zat gizi yang sangat rendah merupakan faktor utama yang menyebabkan keadaan kurang gizi. Hal tersebut dapat disebabkan karena konsumsi pangan yang rendah atau pangan yang dikonsumsi kurang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Salah satu cara peningkatan konsumsi zat-zat gizi adalah dengan peningkatan kosumsi zat gizi yang dapat dicapai dengan peningkatan mutu gizi pangan itu sendiri, seperti dengan cara fortifikasi pangan dengan zat gizi tertentu. Fortifikasi makanan bermanfaat sekali terutama dalam pemberian tambahan zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral. Zat besi yang ditambahkan harus cukup dapat diserap dan tidak mengubah rasa, warna, bau dan penampakan bahan pangan pembawa. Senyawa besi yang larut adalah yang paling mudah diserap, namun zat besi ini juga sangat mudah bereaksi sehingga sering menimbulkan efek yang tidak dikehendaki (Husaini et al. 1989). Beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih jenis zat besi sebagai fortifikan yaitu keamanannya, harganya terjangkau, stabil (sifat kimianya tidak berubah-ubah), nilai biologinya tinggi (bioavailability), reaksi terhadap senyawa lain dan efikasinya dalam meningkatkan kadar hemoglobin (Husaini et al. 1989). 2.7 Fortifikasi vitamin A Fortifikasi vitamin A adalah penambahan zat gizi mikro vitamin A ke dalam bahan pangan. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan mutu konsumsi vitamin A yang ditambahkan dalam rangka memperbaiki status gizi mikro dari masyarakat yang mengkonsumsinya. Secara umum fortifikasi vitamin A bertujuan untuk : (1) menjaga agar vitamin A tetap berada dalam jumlah yang signifikan dalam pangan; (2) mencegah defisiensi vitamin A dalam populasi yang besar atau kelompok berisiko defisiensi vitamin A (orang tua, ibu hamil, vegetarian, dan anak-anak); (3) meningkatkan kualitas gizi produk makanan; dan (4) sebagai sarana teknologi pangan sehingga dapat dihasilkan pangan yang bisa disubtitusi dengan pangan lain (Lotfi et al. 1996). Bentuk vitamin A komersial yang paling penting adalah vitamin A asetat dan vitamin A palmitat. Vitamin A dalam bentuk retinol atau karoten dapat dibuat secara komersial untuk ditambahkan dalam pangan. Ada beberapa pangan sebagai pembawa vitamin A seperti minyak dan lemak, gula, garam, teh, sereal, dan MSG (Lotfi et al. 1996). Beberapa pangan yang sudah difortifikasi disajikan pada Tabel 7.

34 17 Tabel 7 Pangan potensial untuk fortifikasi Pangan Potensial Garam Susu, margarin Gula, MSG, teh Makanan bayi dan cookies Campuran sayuran dan asam amino, protein Sereal siap saji Minuman diet Larutan enteral dan parenteral Sumber : Mejia (2002) Fortifikan Yodium, besi Vitamin B1, B2, niacin, besi Vitamin A dan D Zat Besi Vitamin dan mineral Vitamin dan mineral Vitamin dan mineral Vitamin dan mineral 2.8 Biskuit Biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain dengan proses pemanasan dan pencetakan (BSN 1992). Biskuit terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu biskuit keras, crackers, cookies dan wafer. Biskuit keras adalah jenis biskuit manis yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, jika dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat dan dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman. Bentuk crackers pipih, rasanya lebih mengarah ke rasa asin dan relatif renyah serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis. Biskuit yang berkualitas tinggi mempunyai lapisan kulit coklat keemasan tanpa noda-noda coklat. Biskuit simetris, lembut, bagian atas rata dan sisi-sisi lurus. Lapisan kulit renyah dan lembut, butiran halus dan lunak. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia , syarat mutu biskuit adalah seperti disajikan pada Tabel 8. Karakteristik Tabel 8 Syarat mutu biskuit menurut SNI Syarat Mutu Air Maksimum 5 % Protein Minimum 9 % Lemak Minimum 9,5 % Karbohidrat Minimum 70 % Abu Maksimum 1,5 % Logam berbahaya Negatif Serat kasar Maksimum 0,5 % Energi (Kal/100 g) Minimum 400 Jenis tepung Terigu Bau dan rasa Normal, tidak tengik Warna Normal Sumber : BSNI (1992)

35 Bahan Baku Bahan-bahan utama dalam pembuatan biskuit adalah gula, lemak, tepung, dan air. Bahan-bahan pembentuk biskuit dibagi menjadi dua bagian, yaitu bahan yang berfungsi sebagai pengikat dan bahan yang berfungsi sebagai pelembut tekstur yang akan mempengaruhi produk akhir. Bahan yang berfungsi sebagai pengikat atau pembentukan adonan yang kompak adalah terigu, susu, air dan putih telur. Sedangkan yang termasuk dalam bahan pelembut adalah gula, margarin, bahan pengembang dan kuning telur (Matz dan Matz 1978). 1) Tepung terigu Tepung berfungsi sebagai pembentuk tekstur, pengikat bahan-bahan lain dan pendistribusi bahan lain tersebut agar merata serta berperan sebagai pembentuk cita rasa dalam adonan kue (Matz dan Matz 1978). Tepung yang biasanya digunakan dalam pembuatan biskuit adalah tepung terigu. Tepung yang cocok untuk biskuit dan kue-kue kering adalah jenis tepung soft protein (8-9%), karena sifat gluten yang dimilikinya kurang baik sehingga cocok untuk biskuit, cake dan kue kering yang tidak menghendaki terbentuknya gluten (Labib 1997). Terigu mengandung protein sebesar 7-22%. Minimal terigu tersusun dari lima jenis protein, yaitu albumin yang larut dalam air, globulin dan protease yang larut dalam garam tetapi tidak atau sedikit larut dalam air, gliadin yang larut dalam alkohol 70-90% dan glutenin yang larut dalam asam atau basa tetapi tidak larut dalam air, garam maupun alkohol (Fennema 1996). Adanya air dalam adonan dapat menyebabkan pembentukan massa yang bersifat ekstensible dan elastis yang disebut sebagai gluten yang berasal dari gliadin dan glutenin. Karena sifat fisik dari glutenin elastis dan juga ekstensible maka adonan mempunyai kemampuan menahan gas pengembang yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya pengembangan adonan (Winarno 1997). Untuk membuat adonan suatu produk yang dapat mengembang maka dipilih tepung terigu berkadar gluten tinggi. Dengan adanya kadar gluten yang tinggi maka ada kecenderungan untuk menyerap air lebih banyak sehingga adonan yang dihasilkan mempunyai daya kembang yang baik, elastis tetapi lengket (Fennema 1996).

36 19 2) Gula Gula dalam pembuatan biskuit berfungsi sebagai pemberi rasa manis, pelunak gluten, membentuk flavor dan membentuk warna pada biskuit melalui reaksi pencoklatan non-enzimatis. Jumlah gula yang ditambahkan harus tepat, bila terlalu banyak maka adonan biskuit akan menjadi lengket dan menempel terus pada cetakan, biskuit menjdi keras, dan rasanya akan terlalu manis. Jenis gula yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah sukrosa. Gula yang digunakan biasanya berbentuk gula halus atau gula pasir (Matz dan Matz 1978). 3) Telur Telur dapat melembutkan tekstur biskuit dengan daya emulsi dan lesitin yang terdapat dalam kuning telur. Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur (Matz dan Matz 1978). Menurut Winarno (1997), senyawa yang berfungsi sebagai emulsifier adalah lesitin dan chepalin yang merupakan lemak telur, khususnya fosfolipida. 4) Mentega Mentega merupakan lemak hewani yang biasa digunakan untuk memberi efek shortening dengan memperbaiki struktur fungsi seperti volume pengembangan, tekstur dan kelembutan serta flavour (Matz dan Matz 1978). Mentega dan margarin merupakan emulsi air dalam minyak (W/O). margarin atau lemak nabati dapat memberikan volume biskuit yang rendah dan membentuk butiran yang kasar. 5) Susu Fungsi susu dalam pembuatan biskuit adalah dalam pembentukan warna, pembentukan flavor, bahan pengisi dan pengikat air. Susu bubuk lebih banyak digunakan karena lebih mudah penanganannya dan mempunyai daya simpan yang cukup lama. Susu dapat meningkatkan kandungan energi biskuit karena adanya lemak dan gula alami (laktosa) (Matz dan Matz 1978). 6) Bahan Pengembang Menurut Manley (1998), fungsi bahan pengembang (leaving agent) adalah untuk mengembangkan produk yang pada prinsipnya adalah menghasilkan gas karbondioksida. Bahan pengembang yang umumnya digunakan dalam pembuatan biskuit adalah baking powder dan ammonium bikarbonat (soda

37 20 kue). Menurut Wheat Associates (1981) diacu dalam Rieuwpassa (2005) fungsi baking powder adalah melepaskan gas hingga jenuh dengan gas CO 2 lalu dengan teratur melepaskan gas selama pemanggangan agar adonan mengembang sempurna, menjaga penyusutan, dan untuk menyeragamkan remah. Baking powder adalah bahan peragi hasil reaksi antara asam dan sodium bikarbonat. Asam yang biasanya digunakan adalah tartat, fosfat dan sulfat. Menurut Manley (2000), penggunaan amonium bikarbonat (baking powder) ditemukan dalam 93% resep biskuit, dimana rata-rata digunakan sebesar 0,47% dan dengan rentang antara 0,04% sampai dengan 1,77%. Sedangkan sodium bikarbonat (soda kue) ditemukan dalam resep biskuit, dan rata-rata digunakan antara 0,18% sampai dengan 1,92%. 7) Garam Garam digunakan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebagian besar formulasi biskuit menggunakan satu persen garam atau kurang dalam bentuk kristal-kristal kecil (halus) untuk mempermudah pelarutannya (Matz dan Matz 1978). Jumlah garam yang ditambahkan tergantung dari beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang relatif rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein. Faktor lain yang menentukan adalah formula yang dipakai. Formula yang lebih lengkap akan membutuhkan garam yang lebih banyak. 8) Air Dalam pengolahan produk, air digunakan sebagai media dan katalis reaksi yang terjadi dalam adonan, air juga berfungsi untuk membentuk adonan dan mempengaruhi tekstur produk Proses pembuatan biskuit Ada dua metode dasar pencampuran adonan biskuit, yaitu metode krim (creaming methode) dan all in methode. Pada metode krim bahan-bahan tidak dicampur secara langsung melainkan dicampur secara bertahap. Urutan pencampuran, yaitu lemak, telur dan gula, kemudian ditambah pewarna dan essence, dimasukkan susu, diikuti penambahan garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Pada metode all in, semua bahan dicampur secara langsung bersama tepung. Pencampuran ini dilakukan sampai adonan cukup mengembang (Whiteley 1971).

38 21 Umumnya pembuatan biskuit dimulai dengan pembentukan krim dari gula, lemak dan telur. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan food processor berkecepatan tinggi sampai mengembang, setelah mengembang ditambahkan secara perlahan-lahan bahan-bahan lain, tepung dan air sehingga terbentuk adonan biskuit. Selama pembentukan adonan, waktu pencampuran harus diperhatikan untuk mendapatkan adonan yang homogen dan dengan pengembangan gluten yang diinginkan. Pengadukan yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan gluten sehingga biskuit retak saat dipanggang. Namun sebaliknya, jika pengadukan kurang lama maka adonan kurang elastis dan mudah patah (Sunaryo 1985). Pengadonan merupakan proses pencampuran dari berbagai bahan dasar agar tercampur merata (homogen). Pengadonan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembuatan biskuit. Pengadonan akan menentukan tekstur biskuit yang dihasilkan. Mutu adonan antara lain dipengaruhi oleh jumlah air yang ditambahkan, lama pengadukan dan temperatur pengadukan. Jika jumlah air yang ditambahkan terlalu banyak, maka adonan akan menjadi basah dan lengket, sehingga menyulitkan dalam proses selanjutnya. Lama pengadukan yang baik biasanya antara menit. Jika waktunya kurang dari 15 menit atau lebih dari 15 menit, kondisi adonan akan menjadi rapuh, keras dan kering. Suhu yang baik selama pengadukan antara C (Manley 1998). Alat yang digunakan dalam pengadukan (pengadonan) sangat bervariasi. Alat pengaduk (mixer) sangat berperan terhadap sifat reologi dari adonan dan biskuit yang dihasilkan. Alat pengaduk yang dapat digunakan antara lain: vertical spindle mixers, high speed mixers, weigh mixers, cotinuous mixers, small batch mixers dan lain-lain. Spesifikasi masing-masing alat disesuaikan dengan jenis biskuit yang akan dibuat (Manley 1998). Adonan kemudian digiling menjadi lembaran (tebal ± 0,3 cm), dicetak sesuai keinginan dan disusun pada loyang, kemudian dipanggang dalam oven. Penggilingan (pelempengan) dan pencetakan adonan sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah adonan terbentuk. Penggilingan dilakukan berulang agar dihasilkan adonan yang halus dan kompak (Sunaryo1985). Tahap pemanggangan merupakan proses yang kritis dalam produksi biskuit. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pemanggangan, diantaranya adalah tipe oven, metode pemanasan dan tipe-tipe bahan yang digunakan. Kondisi

39 22 pemanggangan yang benar akan menghasilkan biskuit dengan penampakan dan tekstur yang diinginkan serta kandungan airnya minimal 1% (Whiteley 1971). Pemanggangan biskuit dapat dilakukan pada selang diantara 25 menit sampai 30 menit tergantung suhu, jenis oven, dan jenis biskuitnya. Makin sedikit kandungan gula dan lemak, biskuit dapat dipanggang pada suhu yang lebih tinggi ( C). Pemanggangan biskuit dapat dilakukan pada suhu C dalam waktu sekitar menit (Sultan 1983). Biskuit yang dihasilkan segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan pengerasan biskuit akibat memadatnya gula dan lemak (Sunaryo 1985). Setelah proses pemanggangan selesai, proses selanjutnya adalah pendinginan yang bertujuan untuk menurunkan suhu biskuit dengan cepat. Pendinginan juga dilakukan agar segera terjadi pengerasan biskuit karena sesaat setelah pemanggangan biskuit, lemak dan gula masih berbentuk cair sehingga tekstur biskuit agak lunak dan elastis. Jika sudah dingin lemak dan gula kembali menjadi padat dan tekstur mengeras (Manley 1998). 2.9 Daya cerna protein Penentuan nilai gizi suatu bahan pangan tidak hanya dilihat dari kandungan nutrisi di dalamnya saja, tetapi juga dapat dilihat sejauh mana nutrisi tersebut dapat digunakan oleh tubuh. Sifat fisik dan sifat kimia suatu produk dapat mempengaruhi daya cerna protein dalam tubuh. Secara fisik, semakin keras suatu bahan akan menyebabkan menurunnya daya cerna protein oleh tubuh, karena semakin kuat ikatan kompleks yang menyusun bahan tersebut. Secara kimia daya cerna protein biasanya dipengaruhi oleh adanya senyawa anti gizi seperti inhibitor dan fitat (Muchtadi 1989). Analisis daya cerna protein bisa dilakukan melaui dua cara, yaitu kimia (in vitro) dan biologis (in vivo). Salah satu metode biologis yang dapat digunakan adalah indikator Protein Efficiency Ratio (PER). PER adalah perbandingan anatara kenaikan berat badan dengan jumlah protein yang dimakan, penentuan ini biasanya dilakukan pada tikus yang masih tumbuh. Prinsip dari penentuan PER adalah menganggap bahwa semua protein yang dimakan digunakan untuk pertumbuhan. Beberapa jenis mutu cerna protein dalam bahan pangan disajikan pada Tabel 9.

40 23 Tabel 9 Mutu cerna protein dalam bahan pangan Sumber protein Mutu cerna (%) Telur 97 Daging, Ikan 94 Kacaang Tanah 94 Jagung, Sereal 70 Millet 79 Wheat Whole 86 Wheat Flour, White 96 Rice Cereal 75 Meize 85 Susu, keju 95 Rice (Polished) 88 Tepung Kedelai 86 Beans 78 Isolat Protein Kedelai 95 Oatmeal 86 Gluten Gandum 99 Wheat Cereal 77 Peas 88 Sumber : WNPG (1998)

41 24 3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September Pembuatan tepung ikan dan pengolahan formula biskuit bertempat di Laboratorium Pengolahan Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kimia dan fisik tepung ikan dilakukan bertempat di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, LPPM IPB. Pemeliharaan mencit menggunakan kandang metabolik dilakukan di Laboratorium Terpadu Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan bahan Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan lele dumbo dan formula biskuit diantaranya adalah ember dan baskom plastik sebagai penampung, timbangan untuk menakar kebutuhan bahan, panci presto (presto pan) bertenaga listrik dengan kapasitas 20 liter yang dipakai untuk pemasakan awal daging ikan segar agar menjadi lebih lumat, kain kasa dan hidrolik pres dengan kapasitas maksimum 6 kg yang digerakan dengan tenaga listrik yang digunakan untuk mengurangi kandungan air pada ikan lele sebelum dikeringkan, grinder listrik merk Nasional dengan diameter filter sebesar 3 mm yang digunakan untuk menghaluskan ikan sebelum dikeringkan, grinder juga digunakan untuk mencetak formula biskuit menjadi produk akhir dalam bentuk pelet, gambar produk pelet dan formula biskuit tepung dapat dilihat pada Lampiran 7. Blender listrik 3 speed merk Philips dengan kapasitas 2 liter yang digunakan untuk menghaluskan serpihan ikan kering agar menjadi tepung ikan. Oven dan loyang aluminium sebagai wadah pengeringan untuk pengeringan akhir, oven yang digunakan dalam penelitian adalah oven dengan merk Mammert dengan spesifikasi suhu antara C, dengan kapasitas pengeringan maksimal 3 lapisan, untuk setiap lapisan mampu menampung loyang ukuran 25x25 cm, gambar alat-alat yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada hewan percobaan, peralatan yang digunakan adalah kandang metabolik yang telah memenuhi syarat kesehatan dan keamanan dengan ukuran kandang 20x20x20 cm yang terbuat dari stainless stell dan dilengkapi dengan tempat penampungan feces dan urine, tempat makan/ransum dan tempat

42 25 minum. Peralatan lain yang digunakan adalah cawan, sendok/pengaduk dan timbangan analitik yang digunakan untuk menimbang berat badan mencit, kebutuhan ransum serta menimbang sisa urine dan feces. Gambar kandang metabolik yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2. Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan lele adalah ikan lele dumbo segar varietas sangkuriang yang diperoleh langsung dari peternak di Desa Cilubang, Darmaga Bogor. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan formula biskuit antara lain tepung ikan lele, tepung terigu, gula halus, kuning telur, susu skim, baking powder, margarin serta fortifikan. Bahan yang digunakan untuk perlakuan pada hewan percobaan adalah formula biskuit (pelet) yang diberikan secara terus menerus (ad libitum), begitu juga pemberian air minum pada hewan percobaan dilakukan secara ad libitum. (Malole dan Pramono 1989). Bahan yang digunakan untuk fortifikasi produk adalah Iron (II) Sulphate (F e SO 4 7H 2 O) produk Univar, Vitamin A Palmitate 1.7 m.iu/g produk Roche, dan asam folat (Folavit 400mg) produk Sanbe, ketiga produk fortifikan ini berbentuk serbuk. Bahan yang digunakan untuk analisis serum diantaranya metylumbelliferyl fosfat, glass fiber matrix, speciment diluents, reaction cell, enzyme labeled antibody, matrix, fluorescent, MEIA optical assembly, potasium hidroksida, alkalin fosfatase, albumin, asam askorbat, polyanion/protein, buffer borat, buffer asetat denaturant, dithiothreitol dalam, capture reagent, Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus mucuslus) dengan jenis Wistar yang berjumlah 75 ekor. Mencit yang digunakan adalah mencit dalam usia produktif antara hari dengan rata-rata bobot mencit 29 gram/ekor dengan spesifikasi mencit dalam keadaan bunting pertama. Mencit yang digunakan sebagai hewan percobaan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil budidaya pada Laboratorium Satwa Harapan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Gambar mencit yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3 dan anak mencit yang dilahirkan dapat dilihat pada Lampiran Metode penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan tahap penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan tepung badan ikan lele dan tepung kepala ikan. Tahapan ini meliputi pemilihan

43 26 ikan lele, pemisahan kepala dan badan, penghalusan, pemasakan dan pengeringan hingga menjadi tepung kepala dan tepung badan ikan lele. Pada penelitian pendahuluan ini, produk tepung yang dihasilkan kemudian diujikan secara fisik meliputi uji aktifitas air (a w ) dan uji rendemen, dan uji secara kimia proksimat (AOAC 1995) yang meliputi: (1) kadar air; (2) kadar lemak; (3) kadar abu; (4) kadar protein dan; (5) kadar karbohidrat. kimia ini Penelitian utama dilakukan dengan mengaplikasikan tepung badan ikan dan tepung kepala ikan lele dengan formulasi biskuit yang difortifikasi (vitamin A, asam folat, dan zat besi). Dari aplikasi ini akan dihasilkan empat macam formula biskuit yaitu formula biskuit dengan bahan baku tepung kepala yang difotifikan (F1), tepung kepala non fortifikan (F2), tepung badan dengan fortifikan (F3) dan tepung badan non fortifikan (F4) yang kemudian akan di ujikan secara in vivo kepada mencit (Mus mucuslus). Penelitian utama juga menggunakan satu jenis formula biskuit lain sebagai kontrol, formula biskuit yang digunakan sebagai kontrol adalah pakan ayam pedaging (pelet dengan diameter 3mm) yang diperjualbelikan dipasaran. Pada penelitian utama akan dilakukan uji terhadap formula biskuit yang meliputi uji rendemen, kandungan energi formula biskuit (Fennema 1996), analisis daya cerna protein (Anwar 1994), analisis metabolisme total serum yang meliputi metabolisme asam folat serum (Spektrofotometr ELISA), metabolisme retinol serum (HPLC) dan metabolisme feritin serum (Spektrofotometr ELISA). Uji kimia proksimat (AOAC1995) yang meliputi: (1) kadar air; (2) kadar lemak; (3) kadar abu; (4) kadar protein dan; (5) kadar karbohidrat Penelitian pendahuluan Tahapan pembuatan tepung badan dan tepung kepala ikan lele melalui beberapa tahapan yang meliputi pembersihan, pembuangan jeroan dan insang, pemisahan antara bagian kepala dengan badannya. Setelah itu badan ikan lele dan kepala ikan lele masing-masing dimasak secara terpisah dengan tekanan tinggi (presto) dengan autoklaf pada suhu C selama 2 jam untuk bagian kepala dan 1,5 jam untuk bagian badan ikan. Penggunaan autoklaf dimaksudkan untuk menghancurkan tulang ikan lele sehingga dapat dikeringkan dan digiling bersama daging ikan. Penggunaan autoklaf sangat penting dalam pembuatan tepung kepala ikan agar kepala ikan menjadi lebih lunak. Proses selanjutnya, badan ikan dan kepala ikan yang telah

44 27 matang masing-masing dibungkus dengan kain kasa dan dipress dengan hidrolik pres. Tujuan dari pengepresan adalah untuk menurunkan kandungan air dari ikan sehingga memudahkan dalam proses pengeringan. Ikan yang agak kering kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 80 0 C selama 12 jam. Lalu serpihan ikan yang telah kering digiling lagi dengan blender sehingga menghasilkan tepung badan dan tepung kepala ikan lele yang merupakan bahan baku pembuat formula biskuit. Diagram alir pembuatan tepung badan ikan dan tepung kepala ikan lele dapat dilihat pada Gambar 2. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Pembersihan dari jeroan dan insang Pemisahan bagian badan dengan kepalanya Kepala / Badan Pemasakan dengan presto pan pada suhu C selama 2 jam Kepala / Badan ikan matang Pengepresan dengan hidrolik pres Badan / kepala ikan agak kering Pengeringan dengan oven pada suhu 80 0 C selama 12 jam Badan / kepala ikan kering Penghalusan dengan Blender Tepung badan / kepala 1. Uji a w 2. Uji Rendemen 3. Uji proksimat Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan tepung ikan lele pada tahapan penelitian pendahuluan

45 28 Setelah selesai tahapan pembuatan tepung berbahan dasar kepala dan tepung berbahan dasar badan ikan lele ini, tahapan selanjutnya adalah melakukan uji terhadap kedua jenis tepung yang nantinya akan digunakan sebagai bahan baku dalam penelitian utama. Uji yang akan dilakukan meliputi uji sifat fisik dan uji sifat kimia terhadap tepung kepala dan tepung badan yang meliputi: (1) uji fisik : uji aktivitas air (a w ) dan rendemen; (2) analisis kimia tepung proksimat (AOAC 1995)badan ikan lele dan tepung kepala ikan lele yang terdiri dari: kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat Penelitian utama Pada penelitian utama akan dilakukan formulasi terhadap beberapa jenis bahan baku. Formulasi dimulai dengan mencampurkan bahan baku utama tepung badan ikan dan tepung kepala ikan lele dumbo dengan bahan-bahan penyusun lainnya seperti tepung terigu, tepung gula, margarin, pengembang, susu skim, dan kuning telur beserta bahan fortifikan zat besi, asam folat, dan vitamin A sehingga menjadi formula biskuit dalam bentuk pelet. Formula biskuit pakan mencit yang mengadopsi komposisi makanan ringan (biskuit). Adapun komposisi bahan baku yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Komposisi bahan baku formula bahan baku biskuit Bahan Baku Jumlah (gram) Tepung kepala / badan ikan lele 24,2 Tepung terigu 16,1 Tepung gula 20,2 Susu skim 6,0 Margarin 26,5 Kuning Telur 6,0 Baking powder 1,0 Total 100,0 Sumber : Ambarani (2004) Penambahan jumlah fortifikan didasarkan pada angka kecukupan gizi (AKG) untuk wanita hamil (WNPG 1998). Jenis fortifikan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas zat besi (fero sulfat), vitamin A (retinol A), dan asam folat (folic acid), ketiga fortifikan ini yang umum digunakan dalam pangan, bentuk

46 29 komersil ketiganya dalam bentuk serbuk (WNPG 1998). Jumlah yang dianjurkan dalam angka kecukupan gizi untuk ibu hamil dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Angka Kecukupan Gizi (AKG yang dianjurkan untuk ibu hamil) Jenis kandungan gizi Vitamin A Asam folat Zat besi Sumber : WNPG (1998) * : Retinol Ekuivalen Kebutuhan 700 g RE* 300 µg/hari mg/hari Komposisi dan jumlah pencampuran bahan fortifikan yang digunakan dalam pembuatan formula biskuit mengacu pada acuan standar yang dikeluarkan oleh Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998) seperti yang disajikan pada tabel 12. Tabel 12 Jumlah fortifikan yang ditambahkan pada 100 gram produk Jenis fortifikan Jumlah (mg) Vitamin A 11,2 Asam folat 1,1 Zat besi 43,3 Sumber: WNPG (1998) Formula biskuit yang dibuat terdiri dari 4 tipe, yaitu formula biskuit dengan bahan baku utama tepung kepala yang difotifikan (F1), tepung kepala non fortifikan (F2), tepung badan dengan fortifikan (F3) dan tepung badan non fortifikan (F4). Jenis formula biskuit yang difortifikasi akan ditambahkan bahan fortifikan yang terdiri atas asam folat (folic acid), vitamin A, dan zat besi. Formulasi pembuatan formula biskuit ikan lele dumbo dalam dapat dilihat pada Tabel 12. Diagram alir proses formulasi biskuit dan proses in-vivo pada mencit dalam penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 3.

47 30 Tepung kepala / badan Pencampuran tepung ikan dengan bahan tambahan dan fortifikan Pencetakan sampel menjadi pelet menggunakan grider Pengeringan menggunakan oven pada suhu 80 0 C selama 12 jam Tipe sampel : F1. Kepala dengan fortifikan F2. Kepala non fortifikan F3. Badan dengan fortifikan F4. Badan non fortifikan 1. Uji Rendemen 2. Uji proksimat 3. Kandungan energi sampel Pengujian pada Mencit Bunting 4. Pertumbuhan Berat Badan Mencit 5. Pertumbuhan Berat Badan Anak Mencit Pengumpulan data : 1. Feses 2. Urine 3. serum Hasil dan Pembahasan 6. Analisis Penilaian Kualitas Protein (Daya Cerna Protein) 7. Analisis Status Metabolisme Total Serum Status Metabolisme Asam Folat Status Metabolisme Zat Besi Status Metabolisme Vitamin A Gambar 3 Diagram alir proses formulasi biskuit dan proses in-vivo pada mencit dalam penelitian utama

48 31 Tabel 13 Formulasi yang digunakan dalam pengolahan formula biskuit Jenis Bahan F 1 F 2 F 3 F 4 F5 Tepung Kepala x x x Tepung Badan x x x Asam folat x x x Vitamin A x x x Zat besi x x x Keterangan : Formula 1 (F1) : Sampel dari tepung kepala dengan fortifikan Formula 2 (F2) : Sampel dari tepung kepala tanpa fortifikan Formula 3 (F3) : Sampel dari tepung badan dengan fortifikan Formula 4 (F4) : Sampel dari tepung badan tampa fortifikan Formula 5 (F5) : Sampel pakan komersil ayam ras pedaging Formula biskuit kontrol (F5) yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan komersil ayam ras pedaging dalam bentuk pelet dengan diameter 3 mm. Pemilihan formula ini didasarkan karena pada awal pemeliharaan induk mencit telah menggunakan pakan jenis ini. Adapun data kimia dari formula biskuit F5 disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Kandungan kimia formula biskuit F5 Kandungan Jumlah Kadar air 13,5 % Kadar protein kasar 20 % Lemak kasar 5 % Serat kasar 5,5 % Kadar abu 6,7 % Calsium (Ca) 0,9 % Phosphor (P) 0,8 % L-Lysine 0,7 % DL-Methionine 0,06 % Alfatoksin 60 ppb Sumber : Utama Jaya (2010) Pada formula biskuit dengan berbagai tipe perlakuan yang telah ditetukan, selanjutnya akan dilakukan analisis lebih lanjut terhadap formula biskuit. Analisis yang akan dilakukan meliputi analisis fisik dan analisis kimia terhadap empat jenis formula biskuit, adapun analisis yang dilakukan meliputi (1) sifat fisik : aktivitas air (a w ) dan rendemen (2) sifat kimia : analisis proksimat (AOAC 1995) dan analisis kandungan energi formula biskuit, analisis proksimat meliputi : kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidarat. Pada penelitian ini menggunakan mencit sebanyak 75 ekor, mencit yang digunakan yaitu mencit betina yang berusia produktif antara hari dengan spesifikasi mencit dalam keadaan bunting pertama. Penggunaan mencit

49 32 berjumlah 5 (lima) ekor untuk masing-masing perlakuan yang terdiri dari 5 (lima) perlakuan (F1-F2-F3-F4-F5) dengan 3 (tiga) kali proses ulangan. Dalam penelitian ini, disiapkan 10 ekor mencit tambahan yang terdiri dari 2 ekor untuk masing-masing perlakuan pakan, penambahan mencit ini digunakan sebagai penggganti jika dalam masa pengamatan terdapat mencit yang mati. Setelah diberikan perlakuan selama proses penelitian, selanjutnya dilakukan analisis terhadap hewan percobaan. Tahapan analisis yang akan dilakukan pada mencit setelah mendapatkan perlakuan pada ransum meliputi: 1) pertumbuhan berat badan mencit; 2) pertumbuhan berat badan anak mencit; 3) analisis daya cerna protein; 4)analisis status metabolisme total serum asam folat, zat besi dan vitamin A Metode analisis Tahapan selanjutnya dari penelitian ini adalah melakukan beberpa uji yang diharapkan dapat menjawab tujuan penelitian. Adapun uji yang akan dilakukan meliputi uji sifat fisik yang meliputi: (1) Uji aktivitas air (a w ), (2) Rendemen, (3)Tekstur. Analisis kimia tepung badan ikan lele dan tepung kepala ikan lele (4) Analisis proksimat (kadar air, kadar lemak, kadar abu, kadar protein dan kadar karbohidrat) (5) Pertumbuhan berat badan mencit (6) Pertumbuhan berat badan anak mencit (7) Analisis penilaian kualitas protein (daya cerna protein), (8) Analisis status metabolisme total serum (asam folat, zat besi dan vitamin A) Analisis pada tepung dan formula biskuit Analisis yang dilakukan pada tepung meliputi kedua jenis tepung ikan lele yang dihasilkan, yaitu tepung kepala dan tepung badan. Sedangkan pada formula biskuit meliputi keempat jenis formulasi biskuit, yaitu formula biskuit dengan bahan baku utama tepung kepala yang difotifikan (F1), tepung kepala non fortifikan (F2), tepung badan dengan fortifikan (F3) dan tepung badan non fortifikan (F4). Berikut ini adalah beberapa jenis analisa yang dilakukan terhadap formula biskuit tepung dan formula biskuit pakan ikan: 1) Aktivitas air (a w ) (Wiyati 2004) Aktivitas air (a w ) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap air solven murni pada suhu yang sama (a w = p/po). Ini merupakan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikrobia dalam

50 33 pangan dan bukan berarti jumlah total air yang terkandung dalam bahan makanan sebab adanya adsorpsi pada konstituen tak larut dan absorpsi oleh konstituen larut (gula, garam). Air murni mempunyai a w =1,0 dan bahan makanan yang sepenuhnya terdehidrasi memiliki a w = 0. Bakteri Gram negatif lebih sensitif terhadap penurunan a w dibandingkan bakteri lain. Batas a w minimum untuk multiplikasi sebagian besar bakteri adalah 0,90. Escherichia coli membutuhkan a w minimum sebesar 0,96, sedangkan penicillium 0,81 dan a w minimum staphylococcus aureus adalah 0,85. 2) Rendemen Rendemen dapat diartikan sebagai prosentase hasil bagi antara berat produk yang dihasilkan dibandingkan dengan berat produk awal. Penghitungan rendemen dilakukan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar produk akhir yang dihasilkan dari sejumlah bahan mentah yang digunakan. Rendemen Nyata = Bobot Tepung Ikan Bobot Ikan Segar x 100 % 3) Analisis sifat kimia (Uji proksimat AOAC 1995) Analisis sifat kimia dilakukan pada kedua jenis formula biskuit yang dihasilkan yaitu pada tepung dan jenis formula biskuit. Adapun analisis kimia proksimat yang dilakukan meliputi 1) Kadar Air, 2) Kadar Lemak, 3) Kadar Abu, 4) Kadar protein dan 5) Kadar Karbohidrat. a. Kadar air Sebanyak 1 gram sampel ditimbang dalam cawan, kemudian sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu C selama 8 jam lalu ditimbang. Kadar air di hitung dengan rumus : Kadar air = Bobot sampel (segar-kering) Bobot sampel segar x 100 % b. Kadar abu Sebanyak 1 gram sampel ditempatkan dalam cawan porselen lalu dibakar sampai tidak berasap, kemudian diabukan dalam tanur suhu 60 0 C selama 2 jam, lalu sampel timbang. Kadar abu di hitung dengan rumus : Kadar abu = Bobot abu Bobot sampel x 100 %

51 34 c. Kadar lemak Sebanyak 2 gram sampel disebar di atas kapas yang beralas kertas saring dan digulung membentuk thimble, lalu dimasukkan kedalam labu soxhlet. Kemudian sampel diekstraksi selama 6 jam dengan pelarut lemak berupa heksana sebanyak 150 ml. Lemak yang terekstrak dikeringkan dalam oven pada suhu C selama 1 jam. Kadar lemak di hitung dengan rumus : Kadar lemak = Bobot lemak terekstrak Bobot sampel x 100 % d. Kadar protein Sebanyak 0,25 gram sampel dimasukkan dalam labu kjeldahl 100 ml dan ditambahkan selenium 0,25 gram dan 3 ml H 2 SO 4 pekat. Kemudian lakukan destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam sampai larutan jernih, setelah dingin sampel ditambahkan dengan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Destilat ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H 3 BO 3 2% dan 2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan kemudian proses destilasi dihentikan dan destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Kadar protein diperoleh dengan mengalikan kadar nitrogen dengan faktor perkalian untuk berbagai bahan pangan sebesar 6,25. Dengan metode ini diperoleh kadar nitrogen total yang dihitung dengan rumus: % N = Keterangan : S : volume titran sampel (ml) B : volume titran blanko (ml) W : bobot sampel kering (mg) e. Kadar karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode karbohidrat by difference yaitu nilai keseluruhan dari bobot sampel dikurangi dengan bobot air, protein dan lemak. Kadar protein N free menunjukkan besarnya kandungan karbohidrat yang (S B) x N HCl x 14 W x 1000 x 100 % dicerna dari suatu bahan pangan.

52 35 Ditentukan dengan cara 100% - (kadar air + abu + lemak + protein + serat kasar). 4) Penghitungan jumlah energi (Fennema 1996) Penghitungan jumlah energi dapat dilakukan dengan mengkonversikan kandungan kimia (kadar karbohidrat, kadar lemak dan kadar protein) pada formula biskuit hasil pengolahan. Dalam metode ini, karbohidrat memiliki faktor konversi yang sama dengan kadar protein, yaitu sebesar 4 kkal/g, sedangkan faktor konversi pada kadar lemak sebesar 9 kkal/g. Secara matematis, penghitungan jumlah energi pada formula biskuit dapat disajikan kedalam rumus sebagai berikut : Jumlah Energi/100 gram = (4A + 4B + 9C) Jumlah Energi/100 gram = (4A + 4B + 9C) Dimana : A = Karbohidrat B = Protein C = Lemak Analisis pada hewan percobaan Analisis yang akan dilakukan pada hewan percobaan mencit meliputi pengamatan perubahan berat badan selama penelitian. Pengamatan terhadap perubahan berat badan akan dilakukan baik pada mencit dewasa maupun anak mencit yang dilahirkan. 1. Pertumbuhan berat badan Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran (misalnya bobot badan) yang dinyatakan dengan angka. Bobot badan dapat digunakan sebagai salah satu tolak ukur untuk menentukan tingkat kesehatan mahluk hidup. Pertumbuhan berat badan pada induk mencit diukur dengan metode penimbangan berat badan hewan percobaan yang dilakukan dua hari sekali selama masa bunting hingga melahirkan. Sedangkan pengukuran berat badan pada anak mencit dengan metode penimbangan hewan percobaan yang dilakukan setiap hari sejak hari pertama kelahiran hingga anak mencit siap lepas sapih dari induk mencit. 2. Evaluasi nilai mutu protein secara biologis (daya cerna protein) (Anwar 1994) Untuk mengetahui kualitas protein dalam suatu bahan pangan dapat dilakukan dengan menggunakan indikator Protein Efficiency Ratio (PER).

53 36 PER adalah perbandingan anatara kenaikan berat badan dengan jumlah protein yang dimakan. Penentuan ini biasanya dilakukan pada tikus yang masih tumbuh. Prinsip dari penentuan PER adalah menganggap bahwa semua protein yang dimakan digunakan untuk pertumbuhan. Determinasi dari PER yaitu mengukur pertumbuhan pada binatang yang diinformasikan dengan berat badan dengan protein yang dikonsumsi. Keuntungan dengan menggunakan metode ini adalah relatif mudah hanya dengan menggunakan alat/kandang, tempat makan/ransum, botol air minum, keseimbangan lingkungan, sehingga cara ini sangat sederhana, mudah, murah dan efektif dan efisien. Kelemahan metode ini yaitu hanya secara langsung menghitung secara total dan tidak bisa membedakan berat badan yang dicapai sebagai lemak atau tanpa lemak (lean body mass) (Sibrani, 1986). Evaluasi nilai gizi protein secara biologis (in-vivo) dilakukan dengan menggunakan tikus percobaan. Keuntungan menggunakan tikus putih adalah tikus mempunyai kemiripan dengan manusia dalam sistem metabolisme, siklus hidupnya relatif pendek, tidak memuntahkan kembali isi perutnya dan tidak pernah berhenti tumbuh, namun kecepatan pertumbuhannya akan menurun setelah berumur seratus hari (Muhtadi, 1993). PER = Kenaikan berat tikus (g) Jumlah protein yang dikonsumsi Analisis status metabolisme total serum induk mencit Status metabolisme total serum dalam penelitian ini menggunakan serum darah sebagai objek analisis, dimana serum awal diambil satu hari (H-1) sebelum hewan percobaan diberikan perlakuan formula biskuit, sedangkan serum akhir diambil pada hari ke-15 perlakuan formula biskuit. Adapun analisis total serum yang diujikan meliputi kadar asam folat serum, retinol serum dan feritin serum. Pengujian analisis metabolisme asam folat dan feritin serum menggunakan metode Spektrofotometer ELISA (Enzym- Linked Immuno Assays), sedangkan kadar retinol serum menggunakan metode HPLC (High Perpformence Liquid Cromatografi). Fungsi fortifikan asam folat adalah sebagai pembentukan sel darah merah dan sel darah putih dalam sumsum tulang dan untuk pendewasaannya. Fungsi fortifikan vitamin A memegang peranan aktif

54 37 dalam kegiatan inti sel, dengan demikian dalam pengaturan faktor penentu keturunan/gen yang berpengaruh terhadap sintesis protein, serta berperan dalam sel darah merah. Sedangkan fungsi fortifikan zat besi (Fe) dalam metabolisme energi berperan dalam langkah-langkah akhir metabolisme energi. (Almatsier 2001). 1) Status metabolisme asam folat serum (Spektrofotometer ELISA) Penghitungan analisis kadar folat pada serum dilakukan menggunakan metode spektrofotometer ELISA (Enzym-Linked Immuno Assays). Dengan standar pengelompokan kadar folat berdasarkan pada ketentuan WHO (1994) yaitu <3ng/ml didefinisikan sebagai defisiensi folat, anatar 3-6ng/ml di kategorikan marjianl, sedangkan kadar folat >6ng/ml adalah cukup. Asam folat (folic Acid) adalah sejenis vitamin B, yang penting dalam pembentukan sel-sel baru dan perawatan sel, khususnya dalam kehamilan karena pada masa itu terjadi pertumbuhan sel-sel baru dengan sangat pesat. Secara tabulasi dapat dilihat pada Tabel 15 dan prosedur penetapan folat serum dengan metode spektrofotometer elissa dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 15 Pengelompokan standar folat serum Status Jumlah (ng/ml) Defisiensi <3 Marjinal 3-6 Cukup > 6 Sumber : WHO (1994) Asam folat dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau dan buahbuahan berwarna jingga dan merah seperti semangka, jeruk, pisang, kiwi, nanas, alpukat, asparagus dan brokoli. Kebutuhan akan folat bisa dipenuhi dengan banyak mengkonsumsi sayur- sayuran hijau dan buahbuahan segar. Sangat dianjurkan bagi wanita hamil untuk mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, kaya asam folat, dan jika perlu minum pil suplemen asam folat secara teratur, bahkan semenjak sebelum hamil dalam masa persiapan kehamilannya. 2) Status metabolisme retinol serum (HPLC) Analisis vitamin A (retinol serum) pada penelitian dilakuan pada tahapan sebelum dan sesudah perlakuan formula biskuit. Metode pengujian kadar retinol serum menggunakan metode HPLC (High

55 38 Perpformence Liquid Cromatografi). Standarisasi pengelompokan retinol serum disajikan pada Tabel 16 dan prosedur penetapan retinol serum dengan metode HPLC Waters 501 dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 16 Pengelompokan standar retinol serum Status : Jumlah (µg/dl) Defisiensi <10 Marjinal Cukup Baik >30 Sumber : WHO (1994) Vitamin A merupakan zat gizi mikro mikro larut lemak yang berperan pada penglihatan, reproduksi, pertumbuhan dan pengaturan proliferasi sel. vitamin A esensial saat kehamilan akan sangat berpengaruh pada fetus serta bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dalam kondisi konsentrasi vitamin A rendah akan lebih beresiko sakit karena status imunnya lemah (Humphrey et al, 1992). 3) Status metabolisme feritin serum (Spektrofotometer ELISA) Pengujian kadar feritin serum dalam penelitian ini menggunakan metode spektrofotometer ELISA (Enzym-Linked Immuno Assays). Pengelompokan feritin berdasarkan pada ketentuan WHO (1994) yaitu 12µg/l didefinisikan sebagai defisiensi Fe, sedangkan kadar feritin >12µg/l di adalah normal. Secara tabulasi dapat dilihat pada Tabel 17 dan prosedur penetapan feritin serum dengan metode spektrofotometer elissa dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 17 Pengelompokan stadar feritin serum Status Jumlah (µg/liter) Defisiasi < 12 Normal 12 Kelebihan > 200 Sumber : WHO (1994) Zat besi dalam tubuh disimpan sebagai feratin atau hemosiderin dalam beberapa jaringan organ tubuh, terutama pada hati, limpa dan sumsum tulang belakang. Pada laki-laki dewasa, simpanan besi berkisar antara mg, sedangkan pada wanita lebih rendah dan jarang mencapai 500mg.

56 39 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses pembuatan tepung ikan Tahapan pertama dalam proses penelitian ini adalah pembuatan tepung kepala dan badan ikan yang merupakan bahan dasar dalam pembuatan formula biskuit. Tahapan yang dilakukan dalam proses pembuatan tepung ikan dimulai dengan pemilihan bahan baku ikan lele, dan dilanjutkan dengan proses pengolahan ikan lele hingga menjadi tepung kepala dan tepung badan yang terpisah Pemilihan bahan baku Bahan baku utama yang digunakan adalah ikan lele segar yang diambil langsung dari kolam pembesaran, jenis ikan yang digunakan adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) varietas sangkuriang. Pemilihan penggunaan varietas sangkuriang didasarkan karena lele dumbo jenis ini merupakan salah satu varietas unggulan yang memiliki nilai produktifitas tinggi. potret ikan lele jenis sangkuriang yang dipergunakan dalam penelitian dicantumkan dalam Gambar 4. Gambar 4 Ikan lele dumbo segar varietas sangkuriang. Ikan lele yang digunakan adalah ikan lele dengan kisaran 6-8 ekor per kilo gram, dengan umur panen 3-4 bulan dan berat rata-rata per ekor dengan panjang cm Pembuatan tepung ikan Tahapan pembuatan tepung ikan lele diawali dengan sortasi ikan, sortasi ukuran ikan dilakukan pada saat ikan diangkat dari kolam pembesaran. Ikan-ikan yang telah melalui tahapan sortasi kemudian dimatikan dan dibuang isi perut (jeroan) dan insang. Pembuatan tepung ikan yang biasa digunakan untuk bahan dasar pakan ternak seluruh bagian ikan digunakan (Anonim 2011a), tetapi dalam

57 40 penelitian ini tidak menggunakan jeroan dan insang karena produk akhir dari proses penelitian ini berupa makanan pendamping bagi wanita hamil dengan yang mengimplementasikan formula biskuit. Bagian-bagian dari ikan lele yang diolah menjadi tepung dicantumkan dalam Gambar 5. A B Setelah dibersihkan, lalu dipisahkan antara bagian kepala dan bagian badan (Gambar 5) bagian kepala yang digunakan adalah kepala utuh tanpa insang, dan bagian badan yang dipakai adalah badan utuh tanpa jeroan, tanpa pembuangan kulit, sirip, patil, ekor dan lain-lain. Presentase rendemen bagian tubuh ikan yang diperoleh dalam proses pemisahan bahan baku ikan segar dapat dilihat pada tabel 18. Gambar 5 Kepala dan badan ikan lele dumbo segar. Tabel 18 Persentase bagian tubuh ikan lele dumbo varietas sangkuriang Bagian Ikan Jumlah Berat (g) Persentase (%) Insang 9,03 6,10 Jeroan 9,71 6,56 Kepala 35,81 24,19 Badan 93,46 63,15 Total 148,00 100,00 Berdasarkan Tabel 19 di atas, diketahui bahwa rendemen ikan lele dumbo segar varietas sangkuriang adalah sebesar 87,34 persen. Hasil analisis kandungan kimia ikan lele dumbo segar varietas sangkuriang dengan menggunakan analisis proksimat disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Hasil analisis proksimat ikan lele dumbo varietas sangkuriang Bagian Ikan Air Abu Lemak Protein Karbohidrat Kepala 67,74 11,58 5,23 14,11 1,34 Badan 69,36 1,82 9,13 13,78 5,91 Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kandungan air mendominasi komposisi ikan lele yaitu sebesar 67,74 persen untuk kepala dan 69,36 persen untuk badan. Perbedaan signifikan juga dapat ditemui pada kadar abu ikan

58 41 segar, dimana kadar abu kepala 11,58 dan kadar abu pada badan ikan segar sebesar 1,82, hal ini dipengaruhi oleh komposisi penyusun kepala ikan yang dominan berbentuk tulang. Proses selanjutnya adalah lele segar yang telah dipisahkan antara kepala dan badan di masak. Ikan dikukus dengan tekanan tinggi (presto) menggunakan Autoklaf. Proses pengukusan menggunakan tekanan tinggi ditujukan untuk melunakkan tulang-tulang ikan sehingga mudah dihancurkan menjadi tepung dan dapat meningkatkan rendemen tepung, selain itu diharapkan juga tulang ikan dapat memberikan tambahan mineral pada tepung yang dihasilkan. Bentuk ikan lele setelah proses pengukusan dapat dilihat pada Gambar 6. A B Gambar 6 Kepala dan badan ikan setelah dikukus. Tujuan lain dari pemasakan adalah untuk menghentikan proses pembusukan, baik oleh bakteri, jamur maupun enzim sehingga dapat mencegah pembentukan off-flavour. Proses pembusukan dapat dihentikan sama sekali bila waktu dan suhu yang digunakan cukup, sehingga pada penelitian ini menggunakan pemanasan menggunakan suhu C selama 2 jam untuk kepala ikan dan 1,5 jam untuk badan ikan. Proses pemasakan antara kepala dan badan ikan dilakukan secara terpisah, agar keempukan ikan yang dihasilkan dapat seragam (Mervina 2009). Proses pemanasan juga memiliki beberapa efek yang menguntungkan (Fennema 1996): (1) in-aktifasi toksin dalam dalam bentuk protein, seperti toksin botulium yang dihasilkan oleh clostridium botulium dan enterotoksin yang dihasilkan oleh staphylococcus aureus; (2) denaturasi protein yang meningkatkan daya cerna pangan; (3) meng-inaktifkan beberapa enzim yang berperan dalam kerusakan produk pangan seperti protease, lipase, serta enzim yang bersifat oksidatif dan hidrolisis.

59 42 Inti dari pembuatan tepung yang berbahan dasar ikan adalah pengurangan kadar air. Kadar air yang tinggi dalam daging ikan merupakan faktor penentu dalam proses pembusukan ikan (Muljanto 1982). Bila kadar air dikurangi, maka akan menghambat pembusukan ikan. Pengurangan kadar air ikan adalah untuk mempersingkat waktu pengeringan daging basah menjadi daging kering. Oleh karena itu, setelah dilakukan pemasakan, badan dan kepala ikan matang kemudian dipres dengan alat hidrolik untuk mengurangi sebagian besar air dan minyak didalamnya. Tahapan berikutnya, badan dan kepala ikan dikeringkan lebih lanjut mengunakan oven dengan suhu 80 0 C selama 12 jam. Setelah menjalani pengeringan di oven selama 12 jam, maka daging ikan yang dihasilkan akan benar-benar kering dan garing. Selain menggunakan oven ada cara lain yang biasa digunakan dalam mengeringkan daging ikan dalam pembuatan tepung, yaitu menggunakan drum dryer. Penggunaan drum dryer memiliki beberapa kelebihan, diantaranya kecepatan pengeringan yang tinggi dan penggunaan panas yang ekonomis. Penggunaan drum dryer dinilai lebih efisien untuk pengeringan skala besar. Tahapan terakhir dalam membuat tepung kepala dan badan lele dalam penelitian ini adalah proses penghalusan. Proses penghalusan dilakukan menggunakan blender. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tepung yang berbahan dasar badan ikan relatif berwarna lebih putih dibandingkan dengan kepala ikan yang berwarna agak gelap seperti yang disajikan pada Gambar 7. A B Gambar 7 Tepung kepala dan tepung badan ikan lele. Perbedaan warna tepung ikan disebabkan komposisi daging ikan yang berwarna putih lebih dominan pada badan ikan, selain itu pada proses pengeringan juga mempengaruhi warna tepung yang dihasilkan, pengeringan yang dilakukan memnggunakan waktu yang sama antara badan dan kepala ikan,

60 43 sementara itu komposisi air didalam daging pada badan ikan lebih banyak, sehingga kecepatan mengeringnya juga berbeda, kepala ikan lebih cepat kering dan terjadi proses pencoklatan Analisis sifat fisik tepung ikan Sifat fisik tepung ikan yang dianalisis meliputi: uji aktivitas air (a w ); uji rendemen dari tepung kepala dan tepung badan ikan lele yang dihasilkan Aktivitas air (a w ) Aktivitas air (a w ) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap air solven murni pada temperatur yang sama (a w = p/po ). a w juga dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikrobia dalam pangan. Air murni mempunyai a w 1,0 dan bahan makanan yang sepenuhnya terdehidrasi memiliki a w = 0. Bakteri gram negatif lebih sensitif terhadap penurunan a w dibandingkan bakteri lain. Batas a w minimum untuk multiplikasi sebagian besar bakteri adalah 0,90. Escherichia coli membutuhkan a w minimum sebesar 0,96, sedangkan penicillium 0,81. a w minimum untuk staphylococcus aureus adalah 0,85. Mikroba mempunyai kebutuhan a w minimal yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Di bawah a w minimal mikroba tidak dapat tumbuh atau berkembang biak. Oleh karena itu salah satu cara untuk mengawetkan pangan adalah dengan menurunkan a w dari bahan. Beberapa cara pengawetan pangan yang menggunakan prinsip penurunan a w bahan misalnya pengeringan dan penambahan bahan pengikat air seperti gula, garam, pati serta gliserol. Analisis aktivitas air menunjukkan hasil tepung kepala ikan lele dumbo sebesar 0,428 ±0,0015 dan tepung badan ikan lele dumbo sebesar 0,408 ±0,0012 Angka ini menunjukkan bahwa kedua jenis tepung memiliki kualitas yang baik dan tidak rentan terhadap pertumbuhan berbagai macam bakteri, kamir maupun kapang. Dalam kondisi ini, tepung kepala dan badan ikan lele yang dihasilkan dapat bertahan dalam penyimpanan pada suhu ruangan. Secara diagram, perbandingan hasil uji aktivitas air (a w ) pada Gambar 8.

61 44 0,43 0,4283 0,425 0,42 0,415 0,41 0,4077 0,405 0,4 0,395 Gambar 8 Diagram uji aktivitas air (a w ) Kepala Badan. Kebutuhan a w untuk pertumbuhan mikroba umumnya adalah sebagai berikut: 1) bakteri pada umumnya membutuhkan a w sekitar 0,91 atau lebih untuk pertumbuhannya Akan tetapi beberapa bakteri tertentu dapat tumbuh sampai a w 0,75; 2) kebanyakan kamir tumbuh pada a w sekitar 0,88 dan beberapa dapat tumbuh pada a w sampai 0,6; 3) Kebanyakan kapang tumbuh pada minimal 0, Rendemen Penghitungan rendemen bertujuan untuk mengetahui berat produk yang dihasilkan dari sejumlah berat bahan baku yang digunakan untuk membuat suatu produk. Angka rendemen yang digunakan untuk menghitung hasil dari pembuatan tepung kepala dan badan ikan adalah ratio antara bobot tepung yang dihasilkan dengan bobot bahan baku yaitu ikan segar yang disebut rendemen nyata. Perhitungan rendemen dilakukan dengan rumus sebagai berikut: Rendemen nyata = Bobot tepung ikan Bobot ikan segar x 100 % Berdasarkan analisis rendemen yang dilakukan, dihasilkan nilai rendemen tepung kepala adalah sebesar 26,97 % dari berat bahan awal,artinya dari 1kg kepala ikan lele segar akan menghasilkan tepung kepala ikan lele sebanyak 269,7 gram. Nilai rendemen tepung badan adalah sebesar 15,70 % dari berat bahan awal, angka ini menunjukkan dari 1kg badan ikan lele segar akan menghasilkan 157 gram tepung badan ikan. Data perolehan hasil perhitungan rendemen dapat dilihat pada Tabel 20.

62 45 Tabel 20 Rendemen tepung Komponen Tepung Berat (g) Rendemen Ikan Tepung (%) Kepala ,70 26,97 Badan ,50 15,70 Total ,20 42,67 Hasil perbandingan antara rendemen tepung kepala dan tepung badan menunjukkan nilai rendemen tepung kepala lebih besar dibandingkan dengan rendemen tepung badan ikan, hal ini disebabkan karena komponen penyusun kepala ikan lebih didominasi oleh tulang Analisis sifat kimia tepung ikan Analisis sifat kimia pada tepung ikan dilakukan terhadap kedua jenis tepung yang dihasilkan, adapun analisis yang dilakukan meliputi: (1) kadar air; (2) kadar lemak; (3) kadar abu; (4) kadar protein dan; (5) kadar karbohidrat. Data analisis sifat kimia tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 21. dan standar mutu nasional Indonesia untuk tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 21 Hasil uji proksimat pada tepung Jenis Tepung Jumlah Kadar (%) Air Abu Lemak Protein Karbohidrat Kepala 5,07 26,99 21,66 40,09 6,19 Badan 5,72 6,58 26,23 43,29 18,18 Tabel 22 Standar mutu tepung ikan sebagai bahan pangan Kualitas Jumlah Kadar (%) Air Abu Lemak Protein Karbohidrat Mutu 1* Mutu 2* ** Mutu 3* Sumber : * DSNI (1996) ** LIPI (1999) Kadar air Tabel 21 menunjukkan hasil analisis kadar air dari tepung kepala dan badan ikan lele dumbo. Kadar air tepung kepala sebesar 5,07% sedangkan kadar air pada tepung badan sebesar 5,72%, perbedaan antara kedua jenis tepung menunjukkan bahwa kadar air dari tepung kepala lebih rendah, hal ini dipengaruhi oleh komposisi kepala ikan yang dominan tulang, sedangkan tepung badan ikan lebih tinggi, hal ini disebabkan karena komposisi badan ikan didominasi oleh daging yang mengandung kadar air yang relatif tinggi (70-80%).

63 46 Diagram analisis kadar air pada tepung ikan lele dumbo dapat dilihat pada Gambar 9. 5,8 5,72 persen 5,6 5,4 5,2 5 4,8 4,6 5,07 Gambar 9 Diagram analisis kadar air Kepala Badan. Kadar air pada kedua jenis tepung yang dihasilkan menunjukkan mutu yang baik dan sudah sesuai dengan SNI yang mensyaratkan standar maksimal kadar air pada tepung ikan maksimal 10%. Proses pengeringan pada tepung dapat mengurangi kadar air sampai batas tertentu hingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim penyebab kerusakan pada tepung dapat terhambat. Batas kadar air minimum dimana mikroba dapat tumbuh adalah 14-15%. Kadar air kedua jenis tepung yang dianalisis berada dibawah kisaran kadar air minimum untuk pertumbuhan mikroba, sehingga dapat dikatakan tepung yang dihasilkan berkualitas baik dan tidak mudah rusak Kadar abu Menurut Winarno (1997), abu merupakan unsur mineral atau zat anorganik yang terkandung dalam bahan pangan selain air dan zat organik. Data analisis yang diperoleh menunjukkan nilai kadar abu pada tepung kepala ikan adalah sebesar 26,99%, sedangkan nilai kadar abu pada tepung badan ikan adalah sebesar 6,58%. Kadar abu pada tepung ikan yang disyaratkan oleh SNI adalah minimum 20% untuk kualitas mutu 1, minimum 25% untuk kualitas mutu 2 hingga minimum 30% untuk kualitas mutu 3. Dari hasil analisis menunjukkan kadar abu pada tepung kepala ikan masuk kategori mutu 3, sedangkan kadar abu untuk tepung badan masuk kategori mutu 1.

64 , , Gambar 10 Diagram analisis kadar abu Kepala Badan. persen Persentase kadar abu pada tepung kepala ikan lebih tinggi jika dibandingkan dengan persentase kadar abu tepung badan ikan. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi kepala ikan yang didominasi oleh tulang. Karena sebagian besar abu dan mineral yang terdapat di dalam tepung ikan berasal dari tulang-tulang ikan, sedangkan pada tepung badan ikan tulang hanya berasal dari tulang tengah saja, sehingga kandungan abu pada tepung badan ikan lebih rendah (Moeljanto 1982) Kadar lemak Kadar lemak dalam suatu produk tepung yang berasal dari bahan baku ikan diharapkan bernilai rendah, karena semakin rendah kadar lemak suatu produk maka semakin kuat daya simpan produk tersebut. Menurut LIPI (1999) kadar lemak suatu produk pangan yang ideal berkisar antara 8-12 %. Hasil uji terhadap tepung ikan lele menunjukkan nilai kadar lemak yang tinggi berkisar antara 21,66 hingga 26,33 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa tepung ikan lele baik tepung kepala maupun tepung badan memiliki kualitas yang kurang baik terutama terhadap daya simpan, karena pada kadar lemak diatas 12% akan mudah ditumbuhi mikroba. Diagram hasil uji kadar lemak dapat dilihat pada Gambar 11. persen ,66 26,23 0 Gambar 11 Diagram analisis kadar lemak Kepala Badan.

65 48 Gambar 11 menunjukkan nilai kadar lemak pada tepung badan ikan lebih tinggi dibandingkan dengan tepung kepala ikan. Hal ini disebabkan badan ikan mengandung lebih banyak daging dibandingkan dengan kepala ikan. Selain itu, kandungan asam lemak tak jenuh pada ikan lebih tinggi sehingga tepung ikan yang dihasilkan dari bahan baku daging ikan akan menghasilkan kadar lemak yang lebih tinggi Kadar protein Hasil analisis kadar protein yang dilakukan pada tepung ikan menunjukkan bahwa kadar protein tepung kepala lebih besar daripada tepung badan. Tepung badan ikan lele memiliki kadar protein sebesar 43,29 %, sedangkan tepung kepala memiliki kadar protein sebesar 40,09%. Perbedaan kadar protein kedua bahan ini dipengaruhi oleh susunan bahan baku, dimana tepung yang dihasilkan dari daging ikan akan lebih besar kadar proteinnya. Hal ini disebabkan daging ikan sebagian besar tersusun oleh protein miofibrilar, yang merupakan 60-75% protein dalam otot yang digunakan untuk pergerakan ikan. Diagram uji kadar protein dapat dilahat pada Gambar ,09 43,29 persen Gambar 12 Grafik analisis kadar protein Kepala Badan. Perbedaan antara kadar protein pada tepung kepala dan tepung badan tidak signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh cara pemisahan antara kepala dan badan pada saat sortasi bahan baku tepung, dimana masih terdapat kandungan daging yang menempel pada kepala ikan yang tidak dibuang. Kadar protein tepung badan dan tepung kepala ikan lele yang dihasilkan berada dibawah nilai standar minimum yang ditetapkan oleh SNI yaitu minimal 45% hingga 65%. Kondisi ini dipengaruhi oleh metode pembuatan tepung yang dilakukan, dimana proses pemasakan menggunakan autoklaf pada suhu tinggi dan pengepresan menggunakan hidrolik mengakibatkan proses koagulasi pada bahan yang mengakibatkan protein dalam bahan terlarut.

66 Kadar karbohidrat Penghitungan kadar karbohidrat dalam penelitian ini menggunakan metode by-difference yang merupakan metode penghitungan kadar karbohidrat secara kasar. Menurut LIPI (1999) kadar karbohidrat pada tepung ikan yang baik maksimal sebesar 19 %. Kadar karbohidrat hasil analisis pada tepung kepala ikan sebesar 6,19% dan tepung badan ikan sebesar 18,18%. Kedua jenis tepung hasil pengolahan tersebut masih berada dibawah standar maksimum. Kondisi ini menunjukkan kualitas karbohidrat pada tepung kepala dan badan ikan lele belum memenuhi standar kualitas LIPI (1999). Diagram hasil uji kadar karbohidrat pada tepung dapat dilihat pada Gambar , , Gambar 13 Grafik analisis kadar karbohidrat Kepala Badan. persen Kandungan karbohidrat dalam daging ikan berupa polisakarida, yaitu karbohidrat yang terdapat dalam sarkoplasma diantara miofibril-miofibril. Kadar karbohidrat tepung ikan cukup tinggi jika dibandingkan dengan kadar karbohidrat pada ikan segar. Hal ini dikarenakan terjadi pengurangan sejumlah besar air dan lemak pada proses pengolahan (Adawyah 2007). 4.2 Proses pembuatan formula biskuit Proses pembuatan formula biskuit merupakan tahapan awal dalam penelitian utama. Produk akhir pada penelitian pendahuluan berupa tepung kepala dan tepung badan ikan lele (Gambar 10 dan 11) dicampur dengan bahan tambahan komposisi pembuat formula biskuit (Tabel 8) yang merupakan komposisi bahan baku pembuatan biskuit, pemilihan penggunaan komposisi ini didasarkan pada proses pembuatan yang mudah, daya simpan produk yang tahan lama, serta mudah dikonsumsi.

67 Tahap pengolahan formula biskuit Tahap pengolahan formula biskuit pada dasarnya dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu formula biskuit dengan bahan utama tepung kepala dan formula biskuit dengan bahan utama tepung badan. Kemudian dari kedua bagian ini dikembangkan masing-masing dengan penambahan fortifikan dan tanpa penambahan fortifikan. Proses pembuatan formula biskuit dimulai dengan mencampurkan bahan baku yang berbentuk serbuk (tepung). Tujuan dari proses ini adalah untuk memastikan agar semua bahan tercampur secara rata, karena beberapa jenis bahan baku bervolume sangat kecil. Pada pembuatan formula biskuit dengan bahan dasar tepung badan ikan lele diawali dengan mencampurkan tepung badan ikan lele sebanyak 242 gram, tepung terigu sebanyak 161 gram, tepung gula/gula bubuk sebanyak 202 gram, susu skim sebanyak 60 gram serta baking powder pengembang sebanyak 10 gram. Semua jenis bahan yang berupa serbuk ini diaduk menggunakan blender sampai seluruh bahan tercampur rata dan homogen. Bahan-bahan yang telah tercampur kemudian dibagi menjadi dua bagian sebanyak 337,5 gram. Proses pengolahan ini disajikan dalam bentuk diagram seperti pada Gambar 14. Tepung kepala 242 g Tepung terigu 161 g Tepung gula 202 g + Bahan serbuk 675 g Susu skim 60 g /2 Baking powder 10 g Bahan serbuk 337,5 g Bahan serbuk 337,5 g Bahan serbuk Margarin 338,056 g 265 g + Fort- Vit A Fort- Asam Folat Fort- Zat Besi 112 mg 11 mg 433 mg Margarin Kuning telur 265 g 60 g Kuning telur 60 g Formula 1 (F1) Formula 2 (F2) Tepung Kepala Dengan Fortifikan Tepung Kepala Tanpa Fortifikan Gambar 14 Diagram alir proses pengolahan pakan formula F1 dan F2.

68 51 Bahan baku tepung dengan berat 337,5 gram tersebut kemudian dicampur kembali dengan bahan fortifikan vitamin A, zat besi dan asam folat (ketiga jenis fortifikan ini dalam bentuk serbuk) menggunakan blender hingga tercampur rata. Tahapan selanjutnya adalah menggabungkan campuran tepung ini dengan margarin sebanyak 265 gram dan kuning telur sebanyak 60 gram hingga menjadi adonan yang kalis dengan menggunakan mixer, adonan kemudian dicetak menggunakan grinder sehingga terbentuklah formula biskuit jenis tepung kepala ikan dengan fortifikan (F1). Bagian lain dari bahan serbuk seberat 337,5 gram langsung dicampurkan dengan margarin sebanyak 265 gram dan kuning telur sebanyak 60 gram lalu bahan diaduk dengan menggunakan mixer hingga adonan menjadi kalis, sehingga terbentuklah formula formula biskuit F2 (tepung kepala tanpa fortifikan). Produk formula F1 dan F2 dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15 Produk jadi pakan formulasi F1 dan F2. Proses pengolahan formula biskuit tepung badan dengan fortifikan (F3) dan formulasi tepung badan tanpa fortifikan (F4) sama saja dengan proses pengolahan formula biskuit F1 dan F2 seperti Gambar 18 diatas. Perbedaan terletak pada bahan baku utamanya, dimana tepung kepala untuk formulasi F1 dan F2 sedangkan untuk formulasi formula biskuit F3 dan F4 menggunakan bahan baku tepung badan ikan lele Rendemen formula biskuit Penentuan rendemen formula biskuit pada penelitian ini menggunakan perbandingan berat produk hasil/ produk jadi dalam bentuk formula biskuit terhadap bahan dasar adonan awal. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan menunjukkan nilai rendeman formula biskuit adalah sebesar 87,95%

69 52 dari berat awal. angka ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan bahan adonan sebanyak 1000gr akan menghasilkan formula biskuit jadi seberat 8795 gram. Penurunan berat produk ini disebabkan karena terjadi proses penguapan pada saat pengeringan yang mengakibatkan hilangnya kadar air dari beberapa jenis bahan baku yang mengandung air seperti telur dan margarin Analisis sifat kimia formula biskuit Analisis sifat kimia pada formula biskuit dilakukan terhadap kedua jenis formula biskuit dari dua bahan baku utama yaitu tepung kepala dan tepung badan ikan lele. Proses pengukuran sifat kimia pada formula biskuit menggunakan metode : (1) Analisis proksimat dan (2) Analisis kandungan energi pada formula biskuit Analisis proksimat Analisis proksimat yang diuji dalam penelitian ini meliputi : (a) kadar air; (b) kadar lemak; (c) kadar abu; (d) kadar protein dan (e) kadar karbohidrat. Hasil uji proksimat pada formula biskuit dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Hasil uji proksimat pada formula biskuit Bahan Baku Biskuit Jumlah kadar (%) Air Abu Lemak Protein Karbohidrat Tepung Kepala 5,13 10,55 20,49 18,05 45,78 Tepung Badan 5,14 3,85 21,34 15,15 54,52 Standar Pakan Ikan* Standar Biskuit ** 5 1,6 9, Sumber : * BSNI (2006) ** BSNI (1992) Pada di atas menunjukkan hasil analisis proksimat dari kedua jenis formula biskuit dengan bahan baku tepung kepala dan tepung badan ikan lele. Pada Tabel 25 juga terdapat standar pembanding yang merupakan Standar Nasional Indonesia (SNI ) yang merupakan standar nasional untuk produk pakan ikan dengan pemeliharaan intensif, sedangkan Standar Nasional Indonesia (SNI ) merupakan standar nasional untuk produk biskuit. Dari kedua data SNI tersebut diharapkan dapat menggambarkan standar kualitas dari produk yang diolah dalam bentuk formula biskuit yang menggunakan komposisi produk biskuit.

70 53 1. Kadar air Proses pengurangan kadar air pada saat pengolahan formula biskuit terjadi pada tahapan pengeringan menggunakan oven pada suhu 80 0 C selama kurun waktu 12 jam. Kadar air pada produk pangan berpengaruh pada daya simpan dan kerenyahan produk, dimana semakin kecil kadar air maka produk tersebut memiliki daya simpan yang lebih baik, begitu juga terhadap kerenyahan produk tersebut. Kadar air yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan nilai 5,13 untuk formula biskuit dengan bahan dasar tepung kepala dan 5,14 untuk formula biskuit dengan bahan dasar tepung badan. Kedua jenis formula biskuit ini dapat dikatakan tidak memiliki perbedaan yang signifikan untuk nilai kadar air. Jika ditinjau dari standar yang ditetapkan SNI sebesar maksimal 12%, kedua jenis formula biskuit ini dapat dikategorikan memiliki kualitas yang baik. Diagram hasil analisis kadar air pada pakan dapat dilihat pada Gambar 16. persen 5,5 5,13 5,14 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 Gambar 16 Diagram analisis kadar air pada pakan Kepala Badan. Tetapi jika dibandingkan dengan SNI untuk produk biskuit, kedua produk ini telah melampaui batas maksimal yaitu 5 %. Biskuit relatif memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan formula biskuit dalam bentuk pelet, hal ini dipengaruhi oleh proses pengolahan biskuit melalui tahap pemanggangan dengan suhu yang sangat tinggi yang mencapai C (Mervina, 2009) sedangkan pengolahan formula biskuit ini menggunakan suhu 80 0 C. 2. Kadar abu Pada dasarnya, kadar abu merupakan unsur mineral yang merupakan sisa yang tertinggal setelah bahan dibakar sampai bahan bebas dari unsur karbon. Kadar abu juga dapat dikatakan sebagai komponen yang tetap

71 54 tinggal yang tidak mudah menguap dalam pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Data analisis yang diperoleh menunjukkan nilai kadar abu pada formula biskuit dengan bahan dasar tepung kepala ikan adalah sebesar 10,55%, sedangkan nilai kadar abu pada formula biskuit dengan bahan dasar tepung badan ikan adalah sebesar 3,85 %. Perbedaan yang cukup signifikan ini tidak terlepas dari kadar abu bahan dasar yang digunakan, dimana kadar abu tepung kepala sebesar 26,99 % sedangkan kadar abu tepung badan hanya sebesar 6,58 %. Diagram hasil analisis kadar abu pada pakan dapat dilihat pada Gambar ,55 persen ,85 0 Gambar 17 Diagram analisis kadar abu pada pakan Kepala Badan. Kadar abu pada formula biskuit ternak yang disyaratkan SNI 2006 adalah maksimal 15%, dengan demikian produk formula biskuit yang dihasilkan dalam penelitian ini masuk dalam kategori bermutu baik menurut standar SNI Tetapi jika dibandingkan dengan standar SNI 1992 untuk biskuit yang bernilai 1,6% produk yang dihasilkan masuk dalam kategori kurang baik, hal ini tentunya dipengaruhi oleh bahan baku tepung yang digunakan, dimana pada pembuatan biskuit dominan menggunakan tepung terigu, sedangkan proses pembuatan formula biskuit ini menggunakan bahan yang didominasi oleh tepung ikan yang pada dasarnya memiliki kadar abu tinggi terutama pada tepung kepala. 3. Kadar lemak Lemak merupakan salah satu unsur penting dalam proses pembuatan formula biskuit, fungsi utama lemak dalam pengolahan ini adalah sebagai pengemulsi, selain itu lemak juga berfungsi sebagai pembentuk rasa serta pembentuk tekstur. Lemak dalam formula biskuit dominan dihasilkan dari

72 55 bahan dasar tepung ikan dan margarin. Hasil analisis kadar lemak pada formula biskuit dicantumkan dalam Gambar 18. persen 21,6 21,34 21,4 21, ,8 20,6 20,49 20,4 20,2 20 Gambar 18 Diagram analisis Kadar lemak pada pakan Kepala Badan. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa kedua jenis formula biskuit memiliki kadar lemak diatas standar minimum yang ditetapkan dalam SNI 2006 yaitu sebesar minimum 5%. Sementara hasil yang diperoleh pada formula biskuit berbahan dasar tepung kepala ikan sebesar 20,49% dan formula biskuit dengan bahan dasar tepung badan ikan sebesar 21,43%. Menurut LIPI (1999) kadar lemak suatu produk pangan yang ideal berkisar antara maksimal 8-12 %. Hasil uji terhadap tepung ikan lele menunjukkan nilai diatas standar SNI 2006 maupun (LIPI 1999) Kondisi ini menunjukkan bahwa formula biskuit hasil olahan baik yang berbahan dasar tepung kepala maupun tepung badan memiliki kualitas yang kurang baik terutama terhadap daya simpan. 4. Kadar protein Protein merupakan zat gizi yang penting bagi tubuh, dimana zat ini selain berfungsi sebagai penghasil energi, juga berfungsi sebagai zat pengatur dan pembangun. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan baru dalam tubuh. Hasil analisis menunjukkan kadar protein yang diperoleh adalah sebesar 18,05% pada formula biskuit dengan bahan dasar tepung kepala ikan, dan 15,15% untuk formula biskuit dengan bahan tepung badan ikan, sedangkan stadar minimum yang ditetapkan oleh SNI 2006 sebagai syarat minimum produk pakan berkualitas baik memiliki kadar protein minimal 25%. Standar nasional untuk produk biskuit mensyaratkan minimal 9% produk biskuit dikategorikan berkualitas baik. Hasil analisis kadar protein dapat dilihat pada Gambar 19.

73 ,05 Persen ,15 13 Gambar 19 Diagram analisis kadar protein pada pakan Kepala Badan. 5. Kadar karbohidrat Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI SNI ) standar minimal untuk kadar karbohidrat suatu produk pakan adalah sebesar 43 persen. Menurut SNI , standar minimal kandungan karbohidrat untuk produk biskuit adalah sebesar minimal 70%. Berikut adalah hasil analisis kadar karbohidrat sebagaimana tercantum dalam Gambar 20. Persen 56 54, , Gambar 20 Diagram analisis kadar karbohidrat pada pakan Kepala Badan. Hasil analisis kadar karbohidrat pada formula biskuit dengan menggunakan metode by-difference menunjukkan kadar karbohidrat pada formula biskuit dengan bahan dasar tepung kepala adalah sebesar 45,78% dan kadar karbohidrat pada formula biskuit dengan bahan dasar tepung badan ikan sebesar 54,52%, angka ini menunjukkan bahwa formula biskuit telah memenuhi standar SNI 2006 untuk produk pakan. Untuk standar SNI 1992 biskuit yang mensyaratkan minimum 70%, jadi kadar protein formula biskuit masih dibawah standar yang ditetapkan. Kondisi ini dipengaruhi oleh bahan baku utama pada biskuit adalah tepung terigu yang memiliki kadar karbohidrat yang sangat tinggi, sedangkan pada pembuatan formula biskuit ini menggunakan bahan baku utama tepung ikan yang tinggi lemak dan protein.

74 Kandungan energi formula biskuit Proses penghitungan kandungan energi pada formula biskuit dengan bahan baku tepung ikan lele ini dilakukan dengan metode mengkonversi kandungan protein, lemak dan karbohidrat kedalam satuan energi. Lemak merupakan sumber enegi paling besar, dimana 1 gram lemak dikonversi menjadi 9 kkal, sedangkan protein dan karbohidrat memiliki porsi yang sama, yaitu 1 gram karbohidrat/protein dikonversi menjadi 4 kkal (fennema 1996). Standar nasional produk biskuit (SNI ), mensyaratkan kandungan energi minimum dalam 100 gram biskuit adalah sebesar 400 kkal. Sedangkan hasil yang diperoleh menunjukkan kandungan energi yang dihasilkan dari formula biskuit dengan bahan baku tepung kepala ikan adalah sebesar 439,73 kkal, dan formula biskuit dengan bahan baku utama tepung badan ikan memiliki kandungan kalori sebesar 470,74%. Jika ditinjau dari standar minimal yang ditetapkan, produk formula biskuit ini dapat dikatakan bermutu baik dalam pemenuhan kebutuhan energi. 4.3 Pengujian terhadap mencit Formula biskuit yang telah dihasilkan yang terdiri dari: Formula 1 (F1) yaitu formula biskuit dari tepung kepala dengan fortifikan; Formula 2 (F2) yaitu formula biskuit dari tepung kepala tanpa fortifikan; Formula 3 (F3) yaitu formula biskuit dari tepung badan dengan fortifikan; Formula 4 (F4) yaitu formula biskuit dari tepung badan tampa fortifikan dan; Formula 5 (F5) yang merupakan pakan komersil ayam ras pedaging, kemudian diaplikasikan terhadap hewan percobaan (mencit). Tahapan analisi yang dilakukan pada penelitian ini terbagi kedalam empat tahapan besar yaitu: (1) Perubahan berat badan pada induk; (2) Perubahan berat badan pada anak mencit yang dilahirkan oleh induk; (3) Analisis daya cerna protein dan (4) Analisis status metabolisme total serum Perubahan induk mencit Setelah memberi perlakuan pada mencit dengan pemberian ransum yang berbeda selama 15 hari maka didapatkan data perubahan berat badan pada induk mencit seperti yang terlihat pada Tabel 24.

75 58 Formula Tabel 24 Perubahan berat badan induk Hari ke Perubahan Berat Badan (gram) F1 30,73 32,52 34,39 36,24 38,17 39,90 42,06 11,33 F2 31,06 32,98 35,00 36,95 38,92 40,87 42,64 11,58 F3 31,53 33,39 35,13 36,82 38,65 40,24 41,80 10,27 F4 31,24 32,96 34,75 36,40 38,22 39,93 41,59 10,35 F5 30,62 32,10 33,52 34,96 36,31 37,75 39,09 8,47 Tabel 24 menunjukkan perubahan berat badan induk mencit selama periode waktu perlakuan pemberian formula biskuit. Berat badan pada hari ke-15 merupakan berat badan setelah induk mencit melahirkan, sehingga terlihat penurunan yang signifikan dari berat pada hari sebelumnya. Perubahan berat badan induk dengan perlakuan formula biskuit F1 sebesar 11,33 dan F2 sebesar 11,58. Kedua jenis formula ini adalah formula biskuit dengan bahan dasar tepung kepala ikan. Sedangkan F3 dan F4 yang merupakan formula biskuit dengan bahan dasar tepung kepala ikan secara berturut-turut memiliki perubahan berat badan sebesar 10,27 dan 10,35. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa perubahan berat badan pada mencit yang diberikan perlakuan formula biskuit dengan bahan dasar tepung kepala ikan lele memiliki perubahan peningkatan berat badan yang lebih besar dibandingkan dengan mencit dengan perlakuan formula biskuit berbahan dasar tepung badan. Secara grafis, perubahan berat badan mencit selama perlakuan formula biskuit dapat dilihat pada Gambar 21. Formula Tabel 25 Selisih pertumbuhan berat badan induk Hari ke Rata-rata pertumbuhan berat badan/hari F1 1,79 1,87 1,85 1,93 1,74 2,16 0,944 F2 1,92 2,02 1,95 1,97 1,95 1,77 0,965 F3 1,86 1,75 1,68 1,83 1,59 1,56 0,856 F4 1,72 1,79 1,65 1,82 1,71 1,66 0,862 F5 1,48 1,42 1,45 1,34 1,45 1,34 0,706 Tabel 25 menggambarkan selisih pertumbuhan berat badan induk mencit selama perlakuan. Rata-rata pertumbuhan formula F1 adalah sebesar 0,944 gram/haari, formula F2 sebesar 0,965 gram/hari, formula F3 sebesar 0,856 gram/hari dan pada formula F4 pertumbuhan rata-rata perhari sebesar 0,862 gram/hari, sedangkan formula F5 sebagai kontrol menunjukkan perubahan rata-

76 59 rata berat badan sebesar 0,706 gram/hari. Pertumbuhan berat badan harian pada induk mencit menunjukkan bahwa formula F1-F4 yang merupakan formula pakan dengan bahan dasar tepung ikan lele rata-rata sebesar 0,907 gram/hari, danformula F5 dengan pertumbuhan rata-rata harian sebesar 0,706 gram/hari. Selisih pertumbuhan berat badan induk mencit selama perlakuan formula pakan menunjukkan bahwa formula F1-F4 memeiliki perubahan pertumbuhan rata-rata harian lebih besar 22,13 persen dibandingkan dengan formula F5. Kurva pertumbuhan berat badan mencit selama perlakuan formula biskuit dapat dilihat pada Gambar 21, sedangkan kurva pertumbuhan berat badan harian anak mencit dapat dilihat pada Gambar ,50 41,00 39,50 38,00 36,50 35,00 33,50 32,00 30,50 29,00 27,50 26,00 24,50 Hari ke Gambar 21 Pertumbuhan berat badan induk mencit selama perlakuan 2,50 Berat badan (gram) 2,25 2,00 1,75 1,50 1,25 1,00 Hari ke Gambar 22 Perubahan berat badan harian induk mencit Perbedaan ratio peningkatan perubahan berat badan ini dipengaruhi oleh kandungan protein yang terdapat pada tepung kepala ikan yaitu sebesar 18,05%

77 60 sedangkan pada tepung badan sebesar 15,15%. Kandungan protein dalam tubuh selain sebagai penghasil energi, juga berfungsi sebagai zat pengatur dan pembangun yang membentuk jaringan baru dalam tubuh. Kriteria lain untuk perkembangan dan pertumbuhan mencit adalah kecukupan nutrisi dalam ransum sehingga berpengaruh positif pada pertambahan berat badan tikus. Selain tingginya kandungan protein dari bahan, faktor lain yang mempengaruhi adalah jumlah ransum yang dikonsumsi. Adanya perbedaan peningkatan berat badan mencit dipengaruhi juga oleh kesukaan terhadap ransum yang diberikan dan nafsu makan mencit. Dengan sedikitnya konsumsi ransum, akan mengakibatkan cadangan energi serta pembentukan sel-sel tubuh tikus cenderung lebih sedikit sehingga pertambahan berat badan tikus menjadi lebih rendah. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa daya konsumsi tikus terhadap formula biskuit yang berbahan dasar tepung kepala selama perlakuan (15 hari) adalah sebanyak gram, jumlah konsumsi ini lebih banyak dari jumlah konsumsi pada formula biskuit dengan bahan baku tepung badan yang sebesar 98 gram Perubahan anak mencit Proses penimbangan berat badan anak mencit dilakukan dua hari sekali pada sore hari, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya stres pada anak mencit. Jumlah anak mencit yang dihasilkan dari kelahiran dalam penelitian ini rata-rata berjumlah 9 ekor per kandang, sedangkan menurut Malole dan Pramono (1989) kelahiran anak mencit (Mus musculus) rata-rata 6 ekor bisa sampai 15 ekor setiap kali melahirkan. Jumlah total anak mencit yang dihasilkan dalam penelitian ini sebanyak 676 ekor. Dari total tersebut, sebanyak 492 ekor mati selama masa perlakuan (21 hari) sebelum anak mencit siap disapih dari induk. Higga akhir masa perlakuan pengamatan terhadap anak mencit, jumlah anak mencit yang mampu hidup sebanyak 184 ekor. Sebaran dan jumlah kematian anak mencit selama masa perlakuan dapat dilihat pada Gambar 23.

78 jumlah aak mencit Hari ke Gambar 23 Jumlah kematian anak mencit Berat badan anak mencit saat lahir Berat badan rata-rata kelahiran anak mencit yang ditimbang pada hari pertama penimbangan sebesar 0,852 gram untuk formula biskuit F1 F4 (formula biskuit berbahan dasar tepung ikan lele dumbo), sedangkan pada kontrol F5 (pakan komersil) seberat 0,673 gram per ekor. Data berat rata-rata kelahiran mencit dapat dilihat pada Tabel 26 dan Gambar 24. Tabel 26 Rata-rata berat badan mencit awal kelahiran (g) Formula biskuit Rata-rata F1 0,848 ± 0,02 F2 0,866 ± 0,05 F3 0,837 ± 0,03 F4 0,855 ± 0,02 F5 0,673 ± 0,02 0,900 0,850 0,848 0,866 0,837 0,855 Berat badan (gram) 0,800 0,750 0,700 0,650 0,600 0,550 0,673 0,500 TIPE FORMULASI PAKAN Gambar 24 Rata-rata berat badan anak mencit F1 F2 F3 F4 F5.

79 62 Nilai yang diperoleh antara formula biskuit F1-F4 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang mendasar terhadap berat badan lahir anak mencit terhadap formula biskuit yang difortifikasi (F1 dan F3) dengan formula biskuit yang tidak difortifikasi (F2 dan F4), begitu juga terhadap formula biskuit yang berbahan dasar tepung kepala ikan lele (F1 dan F2) dan formula biskuit dengan bahan baku utama tepung badan lele (F3 dan F4). Tetapi, perbedaan yang signifikan dapat dilihat antara formula biskuit dengan bahan baku utama tepung ikan lele dan formula biskuit kontrol (F5) yang memiliki bobot lahir rata-rata 0,673 gram. Jika dibandingkan, maka akan diperoleh persentase perbedaan sebesar 11,72%. Persentase ini menunjukkan bahwa jika dinilai dari segi kualitas berdasarkan bobot badan lahir, maka mencit yang diberi formula biskuit buatan dengan formulasi yang digunakan dalam penelitian ini lebih unggul sebesar 11,72% dibandingkan dengan formula biskuit kontrol Pertumbuhan berat badan anak mencit Dari hasil pengamatan pertumbuhan rambut pada sekujur tubuh anak mencit dimulai pada umur 3-4 hari, pada hari ke 5 sekujur tubuh sudah mulai dipenuhi rambut dan mencit sudah nampak berwarna putih, telinga mulai terbuka pada saat mencit usia 4 hari sedangkan mata mulai membuka pada usia 9-11hari. Anak-anak mencit mulai aktif berlarian dikandang pada umur 12 hari. Pada umur 11 hari selain masih mengkonsumsi susu induk, anak-anak mencit juga sudah mulai memakan makanan padat (pelet) dan belajar minum dari botol. Data pertumbuhan berat badan mencit selama 21 hari perlakuan formula biskuit dapat dilihat pada Tabel 27 berikut ini. Formula Tabel 27 Perubahan berat badan anak mencit (g) Hari ke Rata-rata pertumbuhan F1 0,86 2,00 3,31 4,74 6,40 8,24 10,14 12,06 13,94 15,71 17,47 0,71 F2 0,80 2,11 3,57 5,18 6,90 8,84 10,77 12,69 14,54 16,35 18,14 0,74 F3 0,77 1,94 3,46 5,06 6,85 8,68 10,62 12,51 14,38 16,25 18,04 0,74 F4 0,82 1,98 3,58 5,26 7,11 8,99 10,86 12,76 14,58 16,47 18,23 0,75 F5 0,67 1,68 2,74 3,76 4,83 5,98 7,35 8,78 10,12 11,39 12,76 0,51 Dari data pada di atas, menunjukkan peningkatan berat badan anak mencit selama 21 hari perlakuan. Rata-rata berat anak mencit pada awal kelahiran adalah 0,852 gram untuk formula biskuit F1 F4 (biskuit berbahan dasar

80 63 tepung ikan lele dumbo), sedangkan pada kontrol F5 (pakan komersil) seberat 0,673 gram per ekor. Berat badan anak mencit terus meningkat hingga hari ke 21 mencapai berat rata-rata 17,97 gram untuk mencit dengan perlakuan formula biskuit F1 F4 (formula biskuit berbahan dasar tepung ikan lele dumbo), sedangkan pada kontrol F5 (pakan komersil) sebesar 12,76 gram per ekor. Diagram perkembangan berat badan anak mencit selama perlakuan dapat dilihat pada Gambar ,00 18,00 16,00 Berat badan (gram) 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 - Hari ke Gambar 25 Perkembangan berat badan anak mencit Pertumbuhan rata-rata anak mencit dengan perlakuan formula biskuit F1-F4 berkisan antara 0,71-0,74gram/hari, sedangkan pada anak mencit dengan biskuit formula F5 (pakan komersil) pertumbuhan berat badan rata-rata sebesar 0,51gram/hari. Puncak produktivitas pertumbuhan anak mencit dimulai pada hari ke-11 masa perlakuan, pada umur ini pertumbuhan mencapai 0,90 gram/hari, peningkatan ini terus berlanjut hingga hari 19 perlakuan, dimana pertumbuhan pada hari ke 19 mencapai 0,96 gram/hari. Menurut LIPI, rata-rata perkembangan mencit bisa mencapai maksimall 1 gram/hari selama masa pertumbuhan. Adapun kurva pertumbuhan berat anak mencit dapat dilihat pada Gambar 26 berikut.

81 64 2,10 1,90 berat badan (gram) 1,70 1,50 1,30 1,10 0,90 Hari ke Gambar 26 Pertumbuhan berat badan anak mencit Dari hasil penelitian, menunjukkan produktivitas mencit dengan formula biskuit yang difortifikasi (F1 dan F3) dengan formula biskuit yang tidak difortifikasi (F2 dan F4) tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan berat badan anak mencit begitu juga terhadap formula biskuit yang berbahan dasar tepung kepala ikan lele (F1 dan F2) dan biskuit dengan bahan baku utama tepung badan lele (F3 dan F4). Tetapi, jika formula biskuit F1-F4 dibandingkan dengan formula biskuit F5 (pakan kontrol) perbedaan terlihat nyata Analisis daya cerna protein formula biskuit Fennema (1996) mendefinisikan daya cerna sebagai proporsi nitrogen yang dapat diserap setelah proses pencernaan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi daya cerna protein dalam tubuh, diantaranya: (1) konformasi protein; (2) faktor antinutrisi; (3) ikatan protein dengan senyawa lain seperti polipeptida dan serat, dan; (4) proses pengolahan. Analisis daya cerna protein bisa dilakukan melaui dua cara, yaitu kimia (in vitro) dan biologis (in vivo). Pada penelitian ini daya cerna protein dihitung menggunakan metode biologis dengan menggunakan indikator Protein Efficiency Ratio (PER). PER adalah perbandingan anatara kenaikan berat badan dengan jumlah protein yang dimakan, penentuan ini biasanya dilakukan pada tikus yang masih tumbuh. Prinsip dari penentuan PER adalah menganggap bahwa semua protein yang dimakan digunakan untuk pertumbuhan. Data hasil analisis PER dapat dilihat pada Tabel 28.

82 65 Formula Tabel 28 Analisis Protein Efficiency Ratio (PER) Perubahan Berat Badan Konsumsi Protein PER Rata-rata PER F1 11,33 18,05 0,628 F2 11,58 18,05 0,641 F3 10,27 15,15 0,678 0,635 F4 10,35 15,15 0,683 F5 8,47 20,00 0,424 0,424 Dari hasil analisis PER diatas diketahui bahwa nilai tertinggi terdapat pada formula F4 yaitu sebesar 0,683, dimana nilai ini diperoleh dari penghitungan konsumsi protein sebesar 15,15% berpengaruh pada peningkatan berat badan sebesar 10,35. Nilai ratio 0,683 menggambarkan bahwa setiap satuan protein yang dikonsumsi mencit berpengaruh pada peningkatan berat badan sebesar 0,683 gram selama masa perlakuan formula biskuit. Pada formula biskuit dengan bahan baku utama tepung kepala (F1 dan F2) diperoleh nilai rata-rata PER sebesar 0,635 sedangkan formula biskuit dengan bahan baku utama tepung badan (F3 dan F4) nilai rata-rata PER sebesar 0,681 dan formula biskuit komersil (F5) sebesar 0,424. Nilai ini menggambarkan bahwa daya serap protein pada pakan dengan bahan baku tepung badan lebih tinggi dibandingkan dengan daya serap protein pada formula biskuit dengan bahan baku tepung kepala dan formula biskuit komersil yang digunakan dalam penelitian Analisis status metabolisme total serum induk mencit Pengambilan serum darah pada mencit dilakukan sebanyak dua kali, pengambilan darah pertama dilakukan pada saat induk mencit belum diberikan perlakuan padan dan kedua setelah induk mencit melahirkan atau pada akhir perlakuan pemberian ransum. Proses pengambilan serum dilakukan dengan membius mencit dengan dietil eter, kemudian darah diambil melalui ekor. Darah diambil menggunakan jarum suntik bervolume spuit 3ml, kemudian dilakukan proses disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 1000 rpm pada suhu 4 0 C sehingga dihasilkan serum (cairan jernih) pada bagian atas dan bekuan darah terpisah dibagian bawah tabung. Serum darah dipisahkan kemudian dilakukan analisis kadar asam folat, vitamin A dan zat besi.

83 Status metabolisme asam folat serum Pada awal perlakuan formula biskuit menunjukkan kondisi hewan percobaan berada pada kelompok antara marjinal dan defisit. Nilai kadar folat pada awal penelitian ini bisa dikatakan rawan bagi kecukupan folat ibu hamil, karena asam folat sangat penting terutama pada masa-masa awal kehamilan, karena pada masa itu sistem saraf bayi sedang terbentuk. Asam folat akan mencegah terjadinya cacat bawaan seperti cacat tabung syaraf (Neural Tube Defects), spina bifida, anenchepaly. Kekurangan konsumsi asam folat bisa berdampak lahirnya bayi-bayi cacat yang sudah terbentuk sejak dua sampai empat minggu kehamilan. Cacat ini sudah muncul bahkan sebelum si ibu menyadari dirinya hamil. Standar pengelompokan status metabolisme asam folat menurut WHO dibedakan atas tiga kelompok, yaitu defisit asam folat (<3ng/ml), marjinal (3-6ng/ml) dan cukup (>6ng/ml). Gambaran hasil analisis asam folat pada serum darah mencit dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Hasil analisis dan perubahan kadar asam folat serum (ng/ml) Formula Asam Folat (ng/ml) Awal Akhir Perubahan F1 6,048 10,109 4,062 F2 6,117 6,326 0,208 F3 5,777 10,244 4,468 F4 6,360 6,619 0,259 F5 6,017 6,166 0,149 Pada akhir perlakuan hasil uji terhadap kadar folat serum pada formula biskuit yang ditambahkan fortifikan yaitu formula F1 menunjukkan peningkatan sebesar 4,062 ng/ml menjadi 10,109 ng/ml, pada formula F2 menunjukkan peningkatan sebesar 4,468 ng/ml menjadi 10,244 ng/ml. Sedangkan formula biskuit non fortifikan, formula F2 meningkat sebesar 0,208 ng/ml menjadi 6,326 ng/ml dan formula F4 meningkat sebesar 0,259 ng/ml menjadi 6,619. Formula kontrol meningkat sebesar 0,149 menjadi 6,166 ng/ml. Peningkatan signifikan terjadi pada formula biskuit yang difortifikasi dengan asam folat, hal ini menunjukkan bahwa penambahan fortifikan asam folat dalam biskuit memberikan pengaruh nyata dalam peningkatan kadar folat serum dalam darah. Pada formula non fortifikan dan formula kontrol kadar asam folat mendekati kelompok marjinal (3-6ng/ml). Kondisi ini masih rawan terjadi gangguan pada fisik bayi yang dilahirkan, karena kadar asam folat dalam darah

84 67 yang rendah dapat menyebabkan: (1) Kelainan Janin seperti rheumatoid arthritis, lupus, psoriasis, asthma, sarcoidosis, dan inflammatory bowel disease; (2) Mengurangi risiko neural tube defects (kelainan pada sumsum tulang belakang) pada bayi baru lahir; (3) kerusakan DNA dan dapat memicu kanker (Sapin 2000) Status metabolisme retinol serum Humphrey et al. (1992) diacu dalam Sayuti (2002) menyatakan bahwa Vitamin A merupakan zat gizi mikro mikro larut lemak yang berperan pada penglihatan, reproduksi, pertumbuhan dan pengaturan proliferasi sel. Oleh karena itu, vitamin A esensial saat kehamilan akan sangat berpengaruh pada fetus serta bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dalam kondisi konsentrasi vitamin A rendah akan lebih beresiko sakit karena status imunnya lemah. Ketidaknormalan kandungan retinol dalam darah pada saat kehamilan juga memberikan dampak pada gangguan penyakit kandungan (IUGR dan gangguan plasenta) Sapin et al. (2000). Menurut ketentuan yang ditetapkan oleh WHO (1994), klasifikasi kadar vitamin A (retinol serum) dalam darah dibedakan sebagai berikut: (1) retinol serum <10 µg/dl = defisiensi; (2) retinol serum antara µg/dl = marjinal; (3) antara µg/dl = cukup; dan (4) >30 µg/dl = baik. Analisis vitamin A (retinol serum) pada penelitian dilakuan pada tahapan sebelum intervensi (perlakuan biskuit) dan sesudah perlakuan. Hasil analisis retinol serum disajikan pada Tabel 30. Tabel 30 Hasil analisis dan perubahan kadar retinol serum (µg/dl) Formula retinol serum (µg/dl) Awal Akhir Perubahan F1 17,508 30,706 13,197 F2 20,441 22,203 1,762 F3 18,896 30,075 11,179 F4 18,124 21,690 3,566 F5 18,421 20,790 2,369 Dari hasil analisis yang dilakukan pada awal sebelum perlakuan formula biskuit, kondisi retinol serum hewan percobaan tidak berbeda signifikan antara satu dengan lainnya. Rata-tara kadar retinol serum masuk dalam kategori marjinal (10-20 µg/dl). Pada kadar retinol <20 µg/dl (status defisiensi dan marjinal) perbaikan dengan penambahan konsumsi vitamin A dapat membantu memperbaiki kadar retinol serum, tetapi dalam kondisi ini terdapat kemungkinan

85 68 kerusakan jaringan yang tidak dapat diperbaiki lagi. Sedangkan pada kadar µg/dl (cukup), penambahan konsumsi vitamin A dapat memperbaiki status retinol serum tanpa meninggalkan kerusakan fungsi jaringan, kecuali pada beberapa individu (Gibson, 1990). Analisis kadar retinol serum pada akhir perlakuan menunjukkan peningkatan. Peningkatan paling signifikan terjadi pada formula biskuit yang difortifikasi dengan vitamin A yaitu formula F1 yang meningkat sebesar 12,197 µg/dl menjadi 30,706 µg/dl, formula F3 yang meningkat sebesar 11,179 µg/dl menjadi 30,075 µg/dl, kedua formula ini termasuk dalam kategori baik. Pada formulasi biskuit non fortifikan yaitu formula F2 yang meningkat sebesar 1,762 µg/dl menjadi 22,203 µg/dl, formula F4 yang meningkat sebesar 3,566 µg/dl menjadi 21,690 µg/dl, dan formula kontrol juga meningkat sebesar 2,369 µg/dl menjadi sebesar 20,790 µg/dl. Pada formula biskuit non fortifikan dan formula kontrol juga mengalami peningkatan kadar retinol serum, tetapi nilai peningkatan keduanya formula tersebut tidak menunjukkan nilai nyata. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan fortifikan vitamin A dalam formulasi biskuit ini memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan status metabolisme retinol serum dalam tubuh Status metabolisme feritin serum Zat besi dalam tubuh disimpan sebagai feritin atau hemosiderin dalam beberapa jaringan organ tubuh, terutama pada hati, limpa dan sumsum tulang belakang. Pada laki-laki dewasa, simpanan besi berkisar antara mg, sedangkan pada wanita lebih rendah dan jarang mencapai 500mg. Banyak wanita di negara industri dan negara sedang berkembang tidak memiliki simpanan besi sama sekali (Hallberg 1988). Zat besi atau feritin dapat menggambarkan banyaknya simpanan besi (Fe) dalam darah. Gibson (1990) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kadar feritin serum dengan cadangan besi sebagai berikut: (1) Terdapat hubungan positif antara kadar feritin serum dengan cadangan besi sumsum tulang belakang; (2) turunnya kadar feritin serum, sejalan dengan perubahan cadangan besi dalam hati; (3) terapi zat besi dan transfusi dapat meningkatkan kadar feritin serum.

86 69 Pengelompokan feritin berdasarkan pada ketentuan WHO (1994) yaitu 12µg/l didefinisikan sebagai defisiensi Fe, sedangkan kadar feritin >12µg/l di adalah normal. Kekurangan feritin membawa resiko pada kehamilan, karena besi sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, selain itu zat besi juga diperlukan untuk mempertahankan kesehatan ibu hamil itu sendiri baik selama kehamilan maupun pasca melahirkan. Simpanan besi sangat diperlukan bagi ibu hamil dalam persiapan menghadapi persalinan, karena dalam proses persalinan kadang memerlukan ekstra tambahan darah guna mengganti kehilangan besi yang merupakan komponen sel darah merah yang hilang pada saat melahirkan. Hallberg (1988) menyatakan pada saat proses kelahiran, seorang ibu bisa kehilangan darah hingga 200 mg besi. Analisis zat besi (feritin serum) pada penelitian dilakuan pada tahapan sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan formula biskuit. Hasil analisis feritin serum disajikan pada Tabel 31. Tabel 31 Hasil analisis dan perubahan kadar feritin serum (µg/liter) Formula Feritin serum (µg/liter) Awal Akhir Perubahan F1 16,103 28,159 12,056 F2 15,877 23,118 7,241 F3 17,554 31,352 13,798 F4 19,146 21,232 2,086 F5 17,200 21,796 4,596 Data yang diperoleh pada Tabel 31 menunjukkan rata-rata nilai awal kandungan feritin serum pada formula fortifikan F1 adalah sebesar 16,103 µg/liter, formula F3 sebesar 17,554 µg/liter, sedangkan untuk non fortifikan sebesar 15,877 µg/liter dan formula F4 sebesar 19,146 µg/liter. Pada kontrol (F5) adalah sebesar 17,200 µg/liter. Dari formula yang diuji pada awal sebelum diberikan perlakuan formula biskuit, diperoleh gambaran kandungan feritin serum dari kelima perlakuan tidak ada perbedaan nyata. Hal ini dipengaruhi oleh pola pemeliharaan, jenis dan jumlah formula biskuit yang diberikan sebelum perlakuan, kondisi ruang perlakuan, dan asal indukan biskuit adalah seragam.

87 70 Pada akhir perlakuan, rata-rata nilai feritin serum pada kelompok formula biskuit fortifikan F1 meningkat sebesar 12,056 µg/liter, formula F3 meningkat sebesar 13,797 µg/liter. Sedangkan pada kelompok non fortifikan formula F2 meningkat sebesar 7,241 µg/liter dan formula F4 sebesar 2,086 µg/liter. Formula biskuit kontrol sebesar 4,596 µg/liter. Hasil analisis menggambarkan bahwa kadar feritin serum pada awal pengamatan dalam kondisi normal, dan pada akhir perlakuan kadar feritin serum juga dalam keadaan normal, tetapi terjadi peningkatan yang signifikan pada formula biskuit yang difortifikasi dengan zat besi (F1 dan F3) kondisi ini secara nyata menggambarkan bahwa ada pengaruh penambahan fortifikan zat besi (Fe) terhadap perubahan kadar feritin serum.

88 71 5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Ikan lele dumbo segar varietas sangkuriang didominasi oleh kandungan kadar air sebesar 67,74 persen pada kepala dan 69,36 persen pada badan, dengan kadar abu kepala hampir sepuluh kali kadar abu pada badan ikan segar. Rendemen kepala segar sebesar 24,19 persen dan rendemen badan 63,15 persen. Pada tahapan proses pembuatan tepung kepala dan tepung badan ikan lele ditemukan perbedaan tampilan fisik dan tekstur yang berbeda. Tepung kepala ikan berwarna lebih gelap dan tekstur tepung lebih lembut dibandingkan dengan tepung badan yang relatif berwarna lebih putih dan berserat. Standar penilian yang digunakan untuk mengukur kualitas tepung menggunakan standar SNI /Rev.92 dan karbohidrat menggunakan standar LIPI, Hasil uji proksimat yang menggambarkan tepung telah memenuhi standar SNI diantaranya untuk adalah: (a) aktifitas air (a w ); (b) kadar air kategori kualitas 1; (c) kadar abu tepung kepala kualitas 3 sedangkan kadar abu tepung badan masuk kualitas 1; (d) kadar lemak realtif tinggi dan masuk kualitas 3; (e) kadar protein relatif rendah masuk kualitas 3. Kadar karbohidrat relatif rendah dan tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh LIPI untuk tepung ikan sebagai produk pangan. Standar penilaian yang digunakan untuk mengukur kualitas formula sampel menggunakan SNI (pakan ikan dengan pemeliharaan intensif): Kadar air, kadar abu dan kadar lemak telah memenuhi standar, kadar protein dan karbohidrat masih dibawah standar produk pakan. Standar SNI (produk biskuit) menunjukkan bahwa kadar lemak dan protein telah memenuhi standar, tetapi kadar air, abu dan karbohidrat masih dibawah standar yang ditetapkan. Kandungan energi produk formula sampel yang dihasilkan telah memenuhi standar minimum. Tidak ada pengaruh terhadap berat badan lahir anak mencit dari induk yang mengkonsumsi formula sampel yang difortifikasi dengan non fortifikasi. Tidak ada perbedaan antara formula sampel yang dfortifikasi dan non fortifikasi terhadaap perkembangan berat badan mencit selama perlakuan. Penggunaan formula sampel berbahan dasar tepung ikan menunjukkan hasil yang lebih optimal terhadap berat badan kelahiran anak dan pertumbuhan berat badan anak selama perlakuan jika dibandingkan dengan formula sampel kontrol

89 72 (F5). Daya cerna protein pada formula sampel menunjukkan satiap satuan protein yang dikonsumsi berpengaruh pada penambahan 0,635 gram berat badan. Fortifikasi asam folat, vitamin A dan zat besi (Fe) pada formula sampel berpengaruh nyata pada peningkatan status metabolisme total serum feritin, retinol dan asam folat dalam tubuh hewan percobaan. Formula yang difortifikasi dengan asam folat, vitamin A dan zat besi (Fe) dapat memberikan manfaat terhadap perbaikan kebutuhan zat mikro yang dibutuhkan selama kehamilan Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan mengimplemntasikan formula fortifikan yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan bahan baku utama tepung dari jenis lain yang lebih murah dan mudah dalam produksinya. Produk dari penelitian ini dapat dikembangkan dalam skala rumah tangga dan industri kecil, sehingga disarankan agar dapat diproduksi guna mendukung peningkatan kesehatan, terutama pada keluarga dengan ekonomi menengah kebawah yang relatif lebih banyak mengalami problem kekurangan gizi pada wanita dalam masa kehamilan dan bayi yang akan dilahirkan. Perlunya penelitian lanjutan dengan mengaplikasikan formula yang digunakan dalam penelitian ini terhadap objek manusia (ibu hamil), sehingga didapat pengaruh nyata terhadap kesehatan selama kehamilan dan kesehatan bayi, untuk pengujian terhadap objek manusia sebelumnya harus telah melalui uji keamanan.

90 73 DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Virginia USA : Assosciation of Official Analytical Chemist Inc, Arlington. Abeleeh, MA et al Induction of Diabetes Melitus in Rat Using Intraperitoneal Streptozotocin: A Comparation Betwen 2 Strain of Rats. European J. of Sci. Researc, 32 (3): Adawyah R Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Adi CA Efikasi Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Biskuit Diperkaya Dengan Tepung Protein Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus), Isolat Protein kedelai dan Probiotik Enterococcus feacium IS yang Dimikroenkapsulasi pada Balita (2-5 Tahun) Berat Badan Rendah. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Almatsier S Prinsif Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Andi fish jogja Ikan Lele Memiliki Kandungan Gizi yang Baik. lele [2 agustus 2011]. Anonim Asam Folat Kurangi Resiko Cacat Bawaan. [18 september 2010] Pembenihan Ikan Lele Dumbo. dumbo/pembenihan_ikan_lele_dumbo [13 februari 2010] a. Klasifikasi Ikan Lele. [19 juli 2011] b. Klasifikasi Ikan Lele Dumbo. dumbo [19 juli 2011]. Anwar F Memepelajari Sifat Fisik, Organoleptik dan Nilai Gizi Protein Makanan Bayi dari Campur Tepung Beras Konsentrat Protein Jagung dan Tepung Tempe [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut pertaniaan Bogor. Anwar F, Sulaeman A,, Rimbawan, Marliati SA Metode Penetapan Zat Gizi. [Diktat] Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Asih, EK Retensi asam Folat dan Jumlah Mikroba Pada Cassava Flakes Untuk Ibu Hamil Selama Penyimpanan [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Astawan M. Lele Bantu Pertumbuhan Janin multiply.com/ journal/item/62/lele_bantu_pertumbuhan_janin [5 maret 2008].

91 74 Astuti T Pengembangan MP-ASI Berbasis Pupae-Mulberry (PURY): Efikasi Terhadap Pertumbuhan dan Motorik Bayi Kurang Gizi. [Disertasi] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Azhar TN, et al Rekayasa Kadar Omega-3 pada Ikan Lele Melalui Modifikasi Pakan. accounts/ information/clarias-gariepinus [2 april 2010]. Barker DJ, Osmonds PC, Wield GA The Relation of Small Head Circumference and Thinness At Birth To Deadt From Cardiovascular Desease in Aduld Life. Brit Med J 306. Bishcof JC, WF Wolkers, NM Tsuetkova, AE Oliver, JH Crowe Lipid and protein change due to freezing in duning AT-1 Cells. J cryobiol. 45: Bruno BD, Darton Hill I, Davidsson L, Fontaine O, and Hotz C Conclution of the joint WHO/UNICEF/IAEA/IZiNCG Interagency Meeting on Zinc Status Indicator. J Food Nutr Bull, 28. 3:S480-S486. [BSN] Badan Standarisasi Nasinal RI SNI Syarat Mutu Biskuit. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta SNI /Rev.92. Standar mutu tepung ikan sebagai bahan pangan. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta SNI Standar Pakan. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta. Collado CM, Suroso IS, Meriluoto J, Salminem S Indigenus Dadih Lactid Acid Bacteria: Cell-surface Properties and interaction with Phatogen. J of Food Science, 72 (3): Dhopeswarkar G. A Nutrition and Brain Development. Plenum Press. New York and London. Erlangga Kemunduran Mutu Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Pada Penyimpanan Suhu Chilling Dengan Perlakuan Cara Kematian [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Fennema OR Food Chemistry (3 rd ) Newyork: Marcel Dekker Inc. Gibson RS Principles of Nutritional Assessment. Edisi ke-2. Oxford: oxford University Press. Hadiwiyoto S Teknologi Hasil Perikanan. Yogyakarta : Liberty. Hallberg L Besi. Didalam: Olson RE et al., Mineral. Gramedia. Jakarta. Harianti R Pengaruh Pemberian Biskuit Tinggi Protein Berisi Krim Probiotik Fungsional Terhadap Profil Mikrobiota Fekal dan Berat Badan Tikus [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

92 75 Heslet L Kolesterol. Penerjemah Anton Adiwijoyo. Jakarta. PT.Kasaint Blanc indah. Husain MA, Husaini YK, Uhum LS, Susilo D Anemia Gizi : Suatu Studi Kompilasi Informasi dalam Menunjang Kebijaksanaan Nasional dan Pengembangan Program. Kerjasama Direktorat Bina Gizi Masyarakat dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Ilyas S Teknologi Refrigasi Hasil Perairan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta Kemungkinan Membuat Makanan Dengan Kadar Protein Ikan Tinggi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Khomsan A Peran Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta: PT Grasindo. Koletzko, B Pediatric Nutrition in Practice. Switzerland: Nestle Nutrition Institute. Krummel DA, Kris Etherton PM Nutrition in Women s Health. Aspen Publishers, Inc., Maryland. Labib M Mempelajari Pemanfaatan Bekatul Dalam Pembuatan Formula Roti Manis Dan Biskuit Berserat Tinggi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Tepung Ikan. Proyek Sistem Informasi Nasional Guna Menunjang Pembangunan. Departemen perindustrian. Jakarta.. Lopulalan CGC Kajian Formulasi Dan Ishothermis Sorpsi Air Bisskuit Jagung. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Lotfi, M, MGV Mannar, RJHM Merx, and PNV Heuvel Micronutrient Fortification of Foods : Current Practises, Research, and Opportunities. International Development Research Centre (IDRC)/ International Agricultur Centre (IAC). Ottawa, Ontario, Canada. Mahyuddin K Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta: Penebar Swadaya. Malole MBM, Pramono CSU Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Bogor. Manley D Technology of Biscuit, Crackers, and Cookies. Third Edition. Washington: CRC Press Biscuit, Crackers, and Cookies Recepies for Food Industry. Westport Connecticut: AVI Publishing Company Inc.

93 76 Matz SA, Matz TD Cookies and Crackers Technology. 2 nd ed. Westport Connecticut:AVI Publishing Company Inc. Mejia, L. A Fortification of Foods : Historical Development and Current Practises. [12 maret 2010]. Mervina Formulasi Biskuit Dengan Substitusi Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Dengan Isolat Protein kedelai (Glycine max) Sebagai Makanan Potensial Untuk Balita Kurang Gizi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Moeljanto. 1982a. Pengolahan Hasil-hasil Sampingan Ikan Penebar Swadaya. Jakarta b. Penanganan Ikan Segar. Penebar Swadaya. Jakarta. Moriwaki K, Shiroshi, Yonekawa H. Genetic in Wild Mice. Its Application to Biomedical Research. Japan Scientific Societies Press, Karger, Tokyo. Muchtadi D Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bogor: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Nurliana Prospek Makanan Tradisional Aceh Sebagai Makanan Kesehatan: Eksplorasi Senyawa Antimikrob dari Minyak Pliek dan Pliek U. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Panjaitan RGP et al Pengaruh Pemberian Karbontetraklorida Terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus. Makara kesehatan, 11(1): Purnamasari, T Fortifikasi Mikro kapsul Besi pada Permen Cokelat untuk Mengatasi Defisiensi besi pada Remaja Putri. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Rieuwpassa F Biskuit Konsentrat Protein Ikan Dan Prebiotik Sebagai Makanan Tambahan Untuk Meningkatkan Antibody IgA dan Status Gizi Anak Balita. [Disertasi] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rimbawan Evaluasi Nilai Gizi [Diktat]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sapin V, et al Effect of Vitamin A Status at The End Of Pregnancy On The Saturation Of Retinol Binding Protein With Retinol. Am J Clin Nutr 71; Sayuti, K Profil Biokimia Darah Ibu Hamil yang diberi Cookies Difortifikasi Asam folat, Zat besi, Vitamin A, Vitamin C, Zat Seng dan Zat iodium [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Semba RD, Bloem BW nutrition and health in developing countries. Totawa USA. Humana Press.

94 77 Shetty B V, et al Effect of Extract Benencaa Hispida On Oxidative Stress In Rats With Indometacin Induced Gastrics Ulcers. India J. Phisiol Pharmacol 52(2): Sikorski ZE, A Kalakowski and B Pan The Nutritive Composition of The Major Groups of Marine Food Organism. Di dalam Z. E. Sikorski (ed.). Seafood : Resources, Nutritional Composition and Preservation. Florida: CRC Press Inc. Singh Jaspret, Narpinder singh, TR Sharma, SK saxena Physicochemical, Rheological and Cookie Making Properties of Corn and Potato Flours. J Food Chemistry 83; Smith JB, Mangkoewidjojo S Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Soekirman Ilmu Gizi dan Aplikasinya Untuk Keluarga dan Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Bogor: Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Antar Universitas, IPB. Steel RGD dan Torrie JH Prinsif dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sulaeman A, Anwar F, Rimbawan, Kustiyah L Pengolahan Pangan Nabati dan Hewani. [Diktat] Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sultan, W.J Modern Pastry Chef. Vol I. The AVI Publishing Company Inc. Connecticut. Sunaryo E Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suyanto dan Rachmatun Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. Torbet HC The Effect Of Fasting On The Serum Protein Concentration Of The Rat. J.Nutr. 102; Untoro R Masalah Gizi Mikro di Indonesia dan Potensi Penanggulangannya. Bogor. Di dalam Hardiansyah, Amalia L, setiawan B. Editor. Fortifikasi Tepung Terigu dan Minyak Goreng. Bogor. PSKPG, Institut Pertanian Bogor. Halaman Utama, R.H Kemunduran Mutu Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Penyimpana Suhu Chilling dengan Perlakuan Cara Kematian [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Utama Jaya Pakan ayam ras pedaging dengan pemeliharaan intensif. ng _menjelang_lebaran_dengan_produk_utama_jaya [5 november 2009].

95 78 Whiteley PR Biscuit Manufacture Fundamental of in-live Production. Applied Science Publisher. London. [WHO] World Health Organization Guidelines of Formulated Uplementary Food For Older Infants and Young Children. Roma : FAO/WHO Iron Deficiency Anemia Assesment, Prevention and Control. A Guide for Programe Manager. Widayati, S Efikasi dan Preferensi Biskuit yang Difortifikasi Vitamin A dan Zat Besi (Fe) dan Kaitannya dengan Konsumsi, Status Gizi dan Respons Imun Anak Balita. [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Winarno FG Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wiyati D Pengaruh Penambahan Konsentrat Protein Ikan Teri (Stolephorus sp) terhadap karakteristik dan daya terima biskuit untuk anak balita. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam Almatsier Jakarta. Yanuar V Pemanfaatan Cangkang Rajungan (Portunus pelagicus) Sebagai Kalsium dan Fosfor Dalam Pembuatan Crackers. [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

96 79 Lampiran 1a Gambar alat presto Lampiran 1b Gambar alat oven Lampiran 1c Gambar alat timbangan analitik

97 80 Lampiran 1d Gambar alat grinder Lampiran 2 Gambar kandang metabolik Lampiran 3 Gambar mencit (Mus mucuslus) dewasa Lampiran 4 Gambar anak mencit pada awal kelahiran

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang paling baik adalah pada masa menjelang dan saat prenatal, karena: (1) penelitian

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan lele ( Clarias gariepinus

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan lele ( Clarias gariepinus 7 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan lele (Clarias gariepinus) Lele merupakan salah satu komoditas unggulan air tawar yang penting dalam rangka pemenuhan peningkatan gizi masyarakat. Komoditas ini mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumber zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya program

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

LOGO VITAMIN DAN MINERAL

LOGO VITAMIN DAN MINERAL LOGO VITAMIN DAN MINERAL Widelia Ika Putri, S.T.P., M.Sc Vitamin - Zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil - Pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh - Zat pengatur pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Lele Dumbo (Clarias gariepenus)

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Lele Dumbo (Clarias gariepenus) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lele Dumbo (Clarias gariepenus) Lele merupakan salah satu komoditas unggulan air tawar yang penting dalam rangka pemenuhan peningkatan gizi masyarakat. Komoditas ini mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

Lebih terperinci

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7 GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7 METABOLISME MINERAL PADA WANITA HAMIL : KALSIUM DAN FOSFOR Selama kehamilan metabolisme kalsium dan fosfor mengalami perubahan. ABSORBSI kalsium dalam darah menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelor merupakan salah satu tanaman sayuran yang multiguna. Hampir semua bagian dari tanaman kelor ini dapat dijadikan sumber makanan karena mengandung senyawa aktif

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 39 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses pembuatan tepung ikan Tahapan pertama dalam proses penelitian ini adalah pembuatan tepung kepala dan badan ikan yang merupakan bahan dasar dalam pembuatan formula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI

BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Status gizi yang baik pada masa bayi dapat dipenuhi dengan pemberian ASI secara eksklusif

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi kebiasaan yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai golongan apapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur pembangunan. Peningkatan kemajuan teknologi menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis yang kaya akan hasil sumber daya alam. Salah satu hasilnya adalah sayuran. Seperti yang kita ketahui sayuran dan buahbuahan merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani siklus hidupnya membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Kebutuhan zat gizi bagi tubuh meliputi kebutuhan akan zat gizi makro dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi bukan tanaman asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh dan menyebar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kesumba mempunyai biji yang biasa digunakan anak-anak untuk

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kesumba mempunyai biji yang biasa digunakan anak-anak untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kesumba (Bixa orellana) merupakan salah satu tanaman yang berupa pohon, tanaman tersebut biasa ditanam di pekarangan rumah atau di pinggiran jalan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes

PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id DKBM: 2 Daftar Komposisi Bahan Makanan dimulai tahun 1964 dengan beberapa penerbit. Digabung tahun 2005

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

Folat untuk kesehatan

Folat untuk kesehatan Folat untuk kesehatan Oleh: Elvira Syamsir (artikel dalam Kulinologi Indonesia, 04/2011) Apa itu folat? Nama folat berasal dari bahasa latin folium yang berarti daun. Kenapa daun? Karena daun umumnya mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada balita dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit,

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui 1 / 11 Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Perubahan Berat Badan - IMT normal 18,25-25 tambah : 11, 5-16 kg - IMT underweight < 18,5 tambah : 12,5-18 kg - IMT

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan setiap orang akan makanan tidak sama, karena kebutuhan akan berbagai zat gizi juga berbeda. Umur, Jenis kelamin, macam pekerjaan dan faktorfaktor lain menentukan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang pangan telah menjadi aspek yang penting karena berkaitan erat dengan kebutuhan pokok masyarakat. Pada umumnya, masalah yang berkaitan dengan pangan dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan what, misalnya apa air, apa alam, dan sebagainya, yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan yang dapat dipakai untuk mengukur keberhasilan suatu bangsa dalam membangun sumberdaya manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan I. PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan tentang : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian rakyat Indonesia, namun dilain pihak dampak

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian rakyat Indonesia, namun dilain pihak dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu dan teknologi menimbulkan dampak positif bagi perkembangan perekonomian rakyat Indonesia, namun dilain pihak dampak negatifnya berupa makin banyaknya limbah

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3.

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3. BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3. Ikan baik untuk tambahan diet karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah lele dumbo ( Clarias gariepinus). Lele dumbo merupakan hasil

BAB I PENDAHULUAN. adalah lele dumbo ( Clarias gariepinus). Lele dumbo merupakan hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu komoditas perikanan yang cukup populer di masyarakat adalah lele dumbo ( Clarias gariepinus). Lele dumbo merupakan hasil persilangan antara lele asli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak negara di dunia termasuk Indonesia. Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan salah satu masalah gizi

Lebih terperinci

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pelatihan dan Pendidikan Baby Sitter Rabu 4 November 2009 Pengertian Gizi Kata gizi berasal dari bahasa Arab Ghidza yang berarti makanan Ilmu gizi adalah ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura 66 67 Lampiran 2. Kisi-kisi instrumen perilaku KISI-KISI INSTRUMEN Kisi-kisi instrumen pengetahuan asupan nutrisi primigravida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

Eko Winarti, SST.,M.Kes

Eko Winarti, SST.,M.Kes (SATUAN ACARA PENYULUHAN) Nutrisi Ibu Hamil Disusun oleh : Eko Winarti, SST.,M.Kes PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK (D.IV) FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KADIRI SATUAN ACARA PENYULUHAN 1 Tema : Nutrisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa folat berperan sebagai koenzyme pada berbagai metabolisme asam amino

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa folat berperan sebagai koenzyme pada berbagai metabolisme asam amino BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Folat merupakan golongan vitamin larut air yang berperan penting dalam sistem metabolisme tubuh. Beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa folat berperan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada 2013 menunjukan bahwa prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 37% (terdiri dari 18% sangat pendek dan 19,2% pendek)

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) menurut Lukito (2002), adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Pisces

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di Indonesia. Asupan zat gizi yang mempunyai peran penting dalam masalah pangan dan gizi adalah kalsium.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bakso merupakan salah satu olahan daging secara tradisional, yang sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki rasa yang khas, enak,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang,

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja)

NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja) NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja) dr. Maria Ulfa, MMR Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar jenis tanaman menyebabkan tanaman ini tersisih dan jarang ditanam dalam

BAB I PENDAHULUAN. antar jenis tanaman menyebabkan tanaman ini tersisih dan jarang ditanam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Tanaman koro pedang telah lama dikenal di Indonesia, namun kompetisi antar jenis tanaman menyebabkan tanaman ini tersisih dan jarang ditanam dalam skala luas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asupan Gizi Ibu Hamil 1. Kebutuhan Gizi Gizi adalah suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh suatu organisme melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia belum optimal dilakukan sampai dengan memanfaatkan limbah hasil pengolahan, padahal limbah tersebut dapat diolah lebih lanjut

Lebih terperinci

Obat Herbal Diabetes dan Diet Makanan, Pasangan Serasi Untuk Diabetesi

Obat Herbal Diabetes dan Diet Makanan, Pasangan Serasi Untuk Diabetesi Obat Herbal Diabetes dan Diet Makanan, Pasangan Serasi Untuk Diabetesi Banyak yang bilang bahwa penggunaan obat herbal diabetes jauh lebih aman daripada penggunaan obat kimia Menanggapi kutipan yang tertera

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah suatu proses pembuahan dalam rangka melanjutkan keturunan sehingga menghasilkan janin yang tumbuh di dalam rahim seorang wanita (1). Di mana dalam

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik yang dibudidayakan maupun yang hidup liar di hutan. Umbi merupakan tanaman yang banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Sekitar 250.000-500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahun karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT KARYA ILMIAH BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS Nama : Asmorojati Kridatmaja NIM : 10.11.3641 Kelas : SI-TI 2B SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. juta penduduk Indonesia (Siagian, 2003). Asupan yang cukup serta ketersediaan

I PENDAHULUAN. juta penduduk Indonesia (Siagian, 2003). Asupan yang cukup serta ketersediaan I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi berupa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lele dumbo yang bernama ilmiah Clarias geriepinus, masuk di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Lele dumbo yang bernama ilmiah Clarias geriepinus, masuk di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lele dumbo yang bernama ilmiah Clarias geriepinus, masuk di Indonesia sekitar bulan November 1986 dari negara Taiwan. Beberapa tahun yang lalu orang tidak pernah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

GIZI. Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan

GIZI. Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan GIZI Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan Lanjutan Gizi : Arab gizzah : zat makanan sehat Makanan : segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan vitamin A dalam tubuh berkurang dengan gejala awal kurang dapat melihat pada malam hari (rabun senja).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi dan Morfologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burchell)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi dan Morfologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burchell) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi dan Morfologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burchell) Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus Burchell) berasal dari Benua Afrika dan pertama kali didatangkan ke Indonesia

Lebih terperinci