JOURNAL OF MECHANICAL ENGINEERING JURNAL TEKNIK MESIN ISSN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JOURNAL OF MECHANICAL ENGINEERING JURNAL TEKNIK MESIN ISSN"

Transkripsi

1 JTM JOURNAL OF MECHANICAL ENGINEERING JTM JURNAL TEKNIK MESIN ISSN Volume 04, Nomor 1, Februari 2015

2 J T M JURNAL TEKNIK MESIN Jurnal Penelitian, Karsa Cipta, Penerapan dan Kebijakan Teknologi Volume 04, Nomor 1, Februari ALAT PENYANGGA TENGAH OTOMATIS PADA SEPEDA MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM HIDROLIK Pathul Wadi 2 ANALISA STIFFENER RING DAN KONSTRUKSI VESSEL HP FLARE KO DRUM PADA PROYEK PUPUK KALTIM-5 MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPRESS 6258 Fadhlika Ridha 3 ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT Sigit Mulyanto 4 ANALISA OPTIMALISASI KEBUTUHAN DAYA KOIL PENDINGIN SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA RANGKAIAN RUANG KELAS LANTAI 4 GEDUNG D UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA Fikry Zulfikar 5 ANALISA KINERJA REFRIGERASI WATER CHILLER PADA PT GMF AEROASIA Ali Nugroho 6 ANALISA PERBANDINGAN MATERIAL JIS SCM 415 DAN JIS SCM 420 PADA PROSES HEAT TREATMENT Riyanto

3 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 KATA PENGANTAR Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT karena dengan karunia dan hidayah-nya, maka jurnal JTM, Volume 04, Nomor 1 Tahun 2015, dapat diterbitkan. Edisi jurnal kali ini menyajikan enam makalah hasil kerja Tugas Akhir mahasiswa Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana. Dalam makalahnya, beberapa mahasiwa mempresentasikan judul yang erat kaitannya dengan desain dan analisis proses. Antara judul yang disajikan adalah analisis kinerja refrigerasi pada water chiller, Analisis tegangan pipa uap dan analisis perbandingan material pada proses perlakuan panas. Kami mengucapkan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada seluruh anggota Dewan Redaksi, Redaktur Pelaksana serta semua pihak yang telah memberikan kontribusinya selama proses penyiapan, penyusunan sampai penerbitan. Semoga keberadaan Jurnal Teknik Mesin ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh civitas akademika secara umum dan semua kolega di Universitas Mercu Buana secara khususnya. Jakarta, Februari 2015 Prof. (Em.) Dr.-Ing. Ir. Darwin Sebayang Pemimpin Redaksi

4 J T M JURNAL TEKNIK MESIN Jurnal Penelitian, Karsa Cipta, Penerapan dan Kebijakan Teknologi Pemimpin Redaksi Dewan Redaksi Redaktur Pelaksana Alamat Redaksi : Prof. (Em.) Dr.-Ing. Ir. Darwin Sebayang (UMB) : Prof. Dr. Ir. Chandrasa Soekardi (UMB) : Dr. Kontan Tarigan (UMB) : Dr. Nurdin Ali (UMB) : Dr. Poempida Hidayatullah (UMB) : Prof. Dr. Bambang Suharno (Universitas Indonesia) : Dr. Nasrudin (Universitas Indonesia) : Dr. Ing.Puji Untoro (Universitas Surya) : Dr. Ing Kusnanto (Universitas Gajah Mada) : Dr. Sagir Alva (UMB) : Ir. Yuriadi Kusuma (UMB) : Dr. Sulistyo (Universitas Diponegoro) : Dr. Abdul Hamid (UMB) : Haris Wahyudi (UMB) : Nurato (UMB) : Edijon Nopian (UMB) : Fakultas Teknik, Kampus Menara Bhakti, Universitas Mercu Buana Jl. Meruya Selatan No. 01, Kembangan, Jakarta Barat 11650, Indonesia ft@mercubuana.ac.id Telp/Fax: Jurnal ilmiah JTM diterbitkan 3 (tiga) kali dalam setahun pada bulan Februari, Juni dan Oktober. Redaksi menerima tulisan ilmiah tentang hasil penelitian, karsa cipta, penerapan dan kebijakan teknologi yang berkaitan dengan Teknik Mesin.

5 J T M JURNAL TEKNIK MESIN Jurnal Penelitian, Karsa Cipta, Penerapan dan Kebijakan Teknologi Volume 04, Nomor 1, Februari 2015 DAFTAR ISI 1 ALAT PENYANGGA TENGAH OTOMATIS PADA SEPEDA MOTOR DENGAN 1-8 MENGGUNAKAN SISTEM HIDROLIK Pathul Wadi 2 ANALISA STIFFENER RING DAN KONSTRUKSI VESSEL HP FLARE KO DRUM 9-13 PADA PROYEK PUPUK KALTIM-5 MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPRESS 6258 Fadhlika Ridha 3 ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT Sigit Mulyanto 4 ANALISA OPTIMALISASI KEBUTUHAN DAYA KOIL PENDINGIN SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA RANGKAIAN RUANG KELAS LANTAI 4 GEDUNG D UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA Fikry Zulfikar 5 ANALISA KINERJA REFRIGERASI WATER CHILLER PADA PT GMF AEROASIA Ali Nugroho 6 ANALISA PERBANDINGAN MATERIAL JIS SCM 415 DAN JIS SCM 420 PADA PROSES HEAT TREATMENT Riyanto

6 1 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 ALAT PENYANGGA TENGAH OTOMATIS PADA SEPEDA MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM HIDROLIK Pathul Wadi Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana Abstrak - Alat penyangga tengah otomatis pada sepeda motor ini merupakan alat yang beroperasi dengan menerapkan prinsip-prinsip hidrolik dimana sistem hidrolik dapat menghasilkan tekanan yang besar dengan ukuran komponen yang relatif kecil. Pengoperasian alat ini cukup hanya dengan menggerakan switch control yang telah dipasangkan. Pembuatan alat penyangga tengah otomatis ini dilakukan untuk mencoba membuat suatu inovasi baru pada sepeda motor yang bertujuan untuk memudahkan penggunaannya dan praktis. Metode pembuatan alat ini menggunakan metode Pahl dan Beitz yang merupakan metode yang sering digunakan dalam merancang suatu produk. Penggunaan metode tersebut membantu perancang berpikir secara sistematis dalam mengolah suatu ide yang dikembangkan menjadi konsep dan akhirnya pada perwujudan konsep. Hasil pembuatan alat ini menunjukkan bahwa sistem yang dibuat telah mampu beroperasi dan mampu mengangkat beban sepeda motor dan 2 orang penumpang pada kondisi putaran mesin 7000 rpm, pada kondisi putaran mesin tersebut daya mesin yang dapat dihasilkan 0,058 kw, tekanan yang dapat dihasilkan pompa hidrolik sebesar 17 kgf/cm2 dan kapasitas output pompa 2,057 l/menit. Analisa terhadap alat ini telah dilakukan dan dihasilkan: kecepatan operasi silinder 0,026 m/s, Head Pompa 20,59 m dan daya pompa 0,215 kw. Masih banyak kekurangan-kekurangan pada alat ini salah satunya adalah biaya yang relatif mahal dalam pembuatannya. Kata kunci: prinsip hidrolik dan operasi otomatis Abstract - This automatic centre standard device for motorcycle is a device that operates by applying the principles of hydraulic where the hydraulic system can produce high pressure whith a small component size. Operation of this device is quite simple by moving the control switch that has been installed. Making of this automatic central standard is done to try create a new innovation on motorcycle that aims to facilitate and practical in use. The Method of Device Making is use Pahl and Beitz Method, this method is often use to designing a products. That Methods helps designer to think systematically to process an idea then develop into the concept and finally to realize the concept. The result of the device making shown that the device can operate and lift the load motorcycle and 2 passenger in engine range condition 7000 rpm, in said condition the engine power can be generated kw,hydraulic pump pressure can reached 17 kgf/cm 2 and output pump capacity: l/minute. Analysis of this device has been done and the results show that the operation speed of cylinder is m/s, Head Pump: m and the pump power: kw. There are still many deficiencies of this device, one of them is high cost for manufacturing. Keywords: hydraulic principles and automatic operation 1. PENDAHULUAN Semakin berkembangnya teknologi membuktikan bahwa manusia mampu untuk selalu menciptakan hal-hal baru yang tak pernah kita bayangkan menjadi sebuah terobosan yang membantu banyak hal dalam kehidupan manusia. Teknologi akan terus berkembang memenuhi kebutuhan manusia, dan kebutuhan tersebut adalah kemudahan bagi penggunanya. Kebutuhan akan kemudahan tersebut salah satunya mengubah sesuatu yang masih manual menjadi otomatis. Sepeda motor termasuk alat transportasi yang masih paling banyak digunakan di Indonesia, penggunanya pun dari berbagai kalangan pria, wanita, anak muda maupun orang tua. Sepeda motor masih dianggap kendaraan paling murah dan fleksibel. Ada satu komponen pada sepeda motor yang dioperasikan secara manual menggunakan tenaga manusia dan kadang menimbulkan kesulitan dalam pengoperasiannya terutama untuk pengguna wanita dan orang tua, komponen tersebut adalah penyangga tengah. Alat penyangga tengah adalah komponen pada sepeda motor yang berfungsi menyangga sepeda motor pada saat motor tersebut berhenti atau parkir. Selain alat penyangga tengah, sepeda motor juga memiliki alat penyangga samping bisa juga menyangga

7 JTM Vol. 04, No. 1, Februari sepeda motor dalam keadaan diam atau parkir. Alat penyangga tengah lebih kokoh dibandingkan dengan alat penyangga samping serta lebih aman digunakan karena sepeda motor tidak mudah roboh/jatuh. Untuk penggunaan keduanya biasanya tergantung dari kebutuhan, kondisi tanah (rata atau tidak) dan luasnya area parkir. Untuk pengoperasian penyangga tengah lebih dibutuhkan tenaga dibandingkan pengoperasian penyangga samping. Untuk sepeda motor jenis matik dan bebek yang mempunyai berat di bawah 150 kg masih mudah untuk mengoperasikan panyangga tengahnya itupun terkadang bagi pengguna wanita dan orang tua masih sulit untuk menggunakannya, dan untuk sepeda motor yang mempunyai bobot lebih berat akan lebih sulit untuk menggunakan penyangga tengah karena dibutuhkan tenaga yang lebih besar. Berdasarkan permasalahan di atas alangkah baiknya jika penyangga tengah pada sepeda motor dapat dioperasikan secara otomatis untuk memudahkan kaum wanita dan orang tua menggunakan penyangga tengah sepeda motor yang mereka miliki. Sesuai dengan tujuan dibuatnya alat tersebut maka untuk menggunakan alat tersebut harus lebih mudah, tidak dibutuhkan tenaga, praktis dan aman. 2. METODOLOGI RANCANG BANGUN Alat penyangga tengah otomatis sepeda motor ini akan dioperasikan dengan mekanisme hidrolik, dipilih mekanisme hidrolik karena dapat menghasilkan tekanan yang besar yang mampu mengangkat sepeda motor dengan perangkat yang ukurannya kecil. Dalam pembuatannya akan digunakan metode Pahl dan Beitz, Cara merancang Pahl dan Beitz tersebut terdiri dari empat fase. Keempat fase tersebut adalah: 1. Perencanaan dan penjelasan tugas 2. Perancangan konsep produk 3. Perancangan bentuk produk 4. Perancangan detail A. Tuntutan Alat Penyangga Tengah Otomatis Tabel di bawah adalah gambaran tentang tuntutan-tuntutan dalam pembuatan alat penyangga tengah otomatis pada sepeda motor: Keterangan Tabel adalah: 1. Keharusan (Demands) disingkat D, yaitu syarat mutlak yang harus dimiliki alat, jika tidak terpenuhi maka alat tidak diterima. 2. Keinginan (Wishes) disingkat W, yaitu syarat yang masih bisa dipertimbangkan keberadaannya, agar jika mungkin dapat dimiliki oleh alat yang dibuat. Flowchart Mulai Merencanakan Alat Penyangga Tengah otomatis Mengembangkan daftar persyaratan Menjabarkan spesifikasi Spesifikasi Alat Penyangga Tengah Sepeda Motor Otomatis Mengindentifikasi masalah-masalah utama Membuat struktur-struktur fungsi Mencari prinsip-prinsip solusi Membuat variasi konsep Melakukan evaluasi terhadap kriteria teknis dan ekonomis Memilih konsep yang terbaik Konsep Alat Penyangga Tengah Otomatis Mengembangkan konsep Alat Penyangga Tengah otomatisyang telah dipilih Membuat sirkuit hidrolik dan cara kerjanya Lay out awal Melakukan perhitungan untuk menentukan spesifikasi komponen hidrolik yang akan dibeli dan dibuat Memeriksa dan memperbaiki jika terjadi kesalahan Memepersiapkan daftar komponen awal Mempersiapkan dokumen pembelian dan pembuatan komponen Lay out akhir Melakukan pembelian komponen yang diperlukan Membuat komponen-komponen yang dibuat Merangkai komponen-komponen hidrolik yang telah dibeli dan dibuat menjadi suatu rangkaian hidrolik pada sepeda motor Melakukan uji coba Menganalisa hasil pembuatan Doumentasi Selesai Gambar 1. Flowchart proses pembuatan alat

8 3 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 Tabel 1. Tuntutan alat penyangga tengah otomatis No. Tuntutan Tingkat Persyaratan Perancangan Kebutuhan 1 Energi a. Menggunakan mesin sepeda motor itu sendiri D b. Tidak mengganggu kinerja mesin sepeda motor D c. Penyaluran tenaga putar dapat menggunakan W poros, gear atau rantai 2 Kinematika a. Operasi silinder pengangkat naik dan turun D b. Mekanismenya mudah beroperasi D 3 Material a. Mudah didapat dan murah harganya D b. Mempunyai sifat mekanis yang baik D c. Sesuai standar umum D d. Umur pemakaian yang panjang D e. Mempunyai kualitas yang baik W 4 Ergonomi a. Konstruksi sederhana D b. Mudah dioperasikan D 5 Sinyal a. Dapat mengangkat sepeda motor dalam interval D waktu yang disesuaikan b. Dapat mengangkat beban sepeda motor dan 2 W orang penumpang c. Petunjuk pengoperasian mudah dimengerti D 6 Keselamatan a. Konstruksi harus kokoh D b. Konstruksi aman dalam pengoperasian W 7 Produksi a. Dapat diproduksi di bengkel umum W b. Komponen mudah didapat D c. Biaya produksi relatif murah W 8 Perawatan a. Pemeliharan dan perbaikan mudah W b. Mudah untuk dibongkar dan dipasang D 7. Diperlukan semacam alat pemghubung putaran dari mesin ke pompa hidrolik, alat penghubung putaran tersebut harus dibuat sendiri karena menyesuaikan dengan mesin dan pompa. Tabel 2. Prinsip Solusi B. Menetapkan Komponen-Komponen Yang Akan Digunakan Dari analisis morfologi perancangan yang telah dilakukan telah ditetapkan karakteristik komponen-komponen yang akan digunakan, sesuai dengan kebutuhan yang meliputi ukuran, kemampuan dan biaya. Komponenkomponen tersebut adalah: 1. Tenaga Penggerak, untuk mengoperasikan pompa hidrolik biasa digunakan motor listrik namun dalam hal ini bisa juga dimanfaatkan mesin sepeda motor itu sendiri sebagai tenaga penggerak. 2. Pompa hidrolik, untuk pompa hidrolik yang akan digunakan dalam pembuatan alat penyangga tengah otomatis ini akan dipilih pompa hidrolik tipe roda gigi. 3. Katup pengatur aliran fluida, katup pengatur aliran fluida ini menggunakan katup 4/3 yang dimana katup tersebut mempunyai 4 lubang dan tiga posisi kerja. 4. Silinder hidrolik, dalam pembuatan alat penyangga tengah ini akan menggunakan 3 silinder hidrolik. Jenis silinder hidrolik rencanaya akan menggunakan silinder aksi ganda atau Doubel Action Cylinder. 5. Flow Conttrol Valve digunakan pada desain sirkuit hidrolik yang menggunakan 3 silinder hidrolik, dimana flow control valve tersebut akan membuat silinder satu dengan yang lainnya akan bekerja secara berurutan. 6. Untuk sirkuit hidrolik yang menggunakan 3 silinder hanya menggunakan selang karena pertimbangan fleksibel.

9 UP DO WN M AX MIN JTM Vol. 04, No. 1, Februari A B P T Gambar 5. Pada saat katup kontrol arah diputar ke arah kanan Gambar 2. Desain yang telah dipilih Motor Penggerak 8. Check Valve 2. Pompa Hidrolik 9. Check Valve dengan tekanan 3. Tangki Penampung 10. Silinder Hidrolik Pengangkat 1 4. Relief Valve 11. Silinder Hidrolik Pengangkat 2 5. Saringan 12. Check Valve 6. Selang Hidrolik 13. Check Valve dengan tekanan 7. Katup Kontrol Arah 14. Silinder Hidrolik Pengungkit Pada saat katup kontrol arah diputar ke arah kanan aliran fluida mengalir dari lubang P ke lubang A pada katup kontrol arah, kemudian fluida mengalir ke silinder pengungkit dan silinder pengungkit bekerja. Dikarenakan ruang di bawah piston silinder pengungkit menyempit hal ini mengakibatkan fluida yang ada di bawah piston tertekan keluar dan mengalir ke check valve nomor 13, lubang B dan T kemudian ke tangki penampung yang terlebih dahulu melaui filter. Pada saat tekanan dalam system mencapai tekanan kerja check valve nomor 9, check valve nomor 9 akan terbuka dan fluida mengalir ke silinder hidrolik nomor 10 dan 11 dan mengakibatkan piston terdorong dan rod memanjang. Gambar 3. Desain sirkuit hidrolik 3. ANALISIS A. Cara Kerja Sirkuit Hidrolik A B Gambar 6. Pada saat katup kontrol arah diputar ke arah kiri P T A B P T Gambar 4. Posisi netral pada katup kontrol arah Pada saat katup kontrol arah diposisi netral tidak ada fluida yang mengalir ke sililnder hidrolik dan sistem valve. Pada kondisi ini pompa tetap berputar karena terhubung langsung dengan putaran mesin, fluida yang mengalir dialirkan ke katup kontrol arah dan kembali ke tangki penampung. Ketika katup kontrol arah diputar ke kiri fluida mengalir dari pompa hidrolik ke lubang P lalu ke lubang B, kemudian fluida mengalir ke silinder hidrolik nomor 10 dan nomor 11, menekan piston dan membuat rod bergerak ke arah memendek. Fluida yang berada di atas piston akan tertekan keluar dan mengalir ke check valve nomor 8, lubang A lalu ke lubang T pada kontrol arah kemudian mengalir ke tangki penampung. Ketika tekanan dalam system mencapai tekanan kerja check valve nomor 12, check valve nomor 12 akan terbuka fluida akan mengalir melalui check valve ke dalam ruangan di bawah piston silinder hidrolik nomor 14 dan akan menggerakkan piston dan rod ke arah memendek, dikarenakan ruangan di atas piston

10 5 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 menyempit fluida tertekan dan keluar mengalir ke lubang A dan T pada katup kontrol arah kemudian fluida mengalir ke tangki penampung. B. Fluida yang digunakan Fluida yang digunakan pada sistem hidrolik ini adalah oli dengan SAE 10 yang biasa digunakan untuk power steering kendaraan dan sistem hidrolik lainnya. Temperatur fluida telah diukur dan mencapai 60 o C karena pengaruh panas mesin. Dari Grafik Viskositas Dinamik di bawah ini maka Massa jenis (ρ), berat jenis (γ), viskositas dinamik (μ) dan viskositas kinematik (ν) dari fluida dapat diketahui dan diperlukan untuk dilakukannya analisa terhadap kerja sistem. Gambar 7. Grafik viskositas dinamik Dari grafik di atas maka: 1. Viskositas dinamik (μ) = 1,55 x 10-2 N.s/m Viskositas kinematik (ν) = 1,7 x 10-5 m 2 /s. 3. Massa jenis (ρ) = 912 kg/m 3 4. Berat jenis (γ) = 8937,6 N/m 3 C. Perhitungan Hidrostatis Diketahui: F (beban) = 250 kgf D (diameter) = 2,6 cm 1 A (Luas Penampang) = πd 2 4 = 1. 3,14. (2,6 cm) 2 4 = 5,31 cm 2 P (Tekanan) = = D. Pengujian dan Pengukuran Kemampuan Pompa Dari hasil uji dan pengukuran didapat data sebagai berikut: 1. Kapasitas Pompa Tabel 3. Hasil pengukuran kapasitas pompa 2. Tekanan Pompa F A 182 kgf 5,31 cm 2 = 34,27 kgf/cm 2 Tes RPM Mesin RPM Pompa Kapasitas Pompa Waktu Yang Yang Diukur (cc) Dibutuhkan (s) , , , , , , ,29 Tabel 4. Hasil pengukuran tekanan pompa Tes RPM Mesin RPM Pompa Tekanan Yang Dihasilkan (kgf/cm 2) , , E. Menghitung Daya Mesin Sepeda Motor Diketahui: Laju aliran pada rpm 7000 = 2,057 l/menit. Tekanan = 17 kgf/cm 2 Maka daya pada mesin sepeda motor adalah: Daya = 2,057 x = 0,058 kw F. Kecepatan Seluruh Operasi Silinder 1. Saat silinder bekerja mengangkat Diketahui: Q = 2,057 l/menit = 0, m 3 /s A total = A pengungkit + A pengangkat = 0, , = 0, m 2 kecepatan seluruh operasi silinder saat mengangkat adalah;

11 JTM Vol. 04, No. 1, Februari v = 2. Saat silinder hidrolik bekerja turun = Diketahui: Q = 2,057 l/menit = 0, m 3 /s A total = A pengungkit + A pengangkat = 0, , = 0, kecepatan seluruh operasi silinder saat mengangkat adalah; v = 0, , ,026 m/s 0, , = ((2 x 1,8) + 4,5 + (2 x 4)) = (3,6 + 4,5 + 8)( 0,040) = 0,644 m (0,89) 2 (2 x 9,8) Tabel 5. Tabel Koofisien Gesek Untuk Katup dan Fitting = 0,076 m/s G. Perhitungan Head Loss Major, Head Loss Minor, Head Loss Total dan Head Pompa 1. Head loss Major Head loss major dapat dicari dengan persamaan darcy, yaitu: H L = λ x L x v 2 D x 2g Diketahui: Koofisien gesekan (λ) : 0,17 Panjang pipa atau selang (L) : 90 cm atau 0,9 m Diameter selang (D) : 7 mm atau 0,007 m Kecepatan aliran fluida (v) : 0,89 m/s Maka: 2. Head Loss Minor Kerugian perpipaan akibat penggunaan aksesoris pipa dan terbagi menjadi diantaranya: Akibat sambungan tee 2 buah Akibat gate valve Check valve 2 buah Maka: H lminor = H L = = (0,17)(0,9)(0,89) 2 = 0,088 m k (0,07)(2 x 9,8) 0,121 1,372 v 2 2g = (2tee + gate valve + 2check valve) v 2 2g 3. Head Loss Total 4. Head Pompa H loss major H loss Total = + = 0, ,644 = 0,732 m Head pompa dapat dihitung dengan menggunakan rumus; P v 2 H P = + + Z+H loss total γ g Diketahui: P = N/m 2 γ = 8937,6 N/m 3 v = 0,89 m/s g = 9,8 m/s2 z = 60 cm atau 0,6 m Hloss total = 0,732 m Maka Head pompa yang dibutuhkan adalah: H (0,89) 2 P = ,6 9,8 = 19,18 + 0,081 = 20,593 m H. Menghitung Daya Pompa Daya pompa dapat dihitung dengan rumus: W = Hp.γ.Qs Dimana : Hp = Head Pompa γ = Berat Jenis Fluida Qs = Kapasitas Silinder Diketahui: Hp = 20,57 m γ = 8937,6 N/m3 Q s = v.(asil1 + Asil2 + Asil3) H lminor

12 7 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 Q s = (0,89)(0, , ,000531) = (0,89)(0,001316) = 0,00117 m 3 /s Maka Daya Pompa yang dibutuhkan adalah: W = H p.γ.q s = (20,593)( 8937,6)(0,00117) = 215,34 Watt = 0,215 kw Tabel 6. Hasil perhitungan dan pengukuran Perhitungan dan Pengukuran Lambang Hasil Temperatur Fluida T 60 o C Viskositas Dinamik Oli SAE 10 pada T=60 o C μ 1,55 x 10-2 N.s/m2 Viskositas Kinematik Oli SAE 10 pada T=60 o C ν 1,7 x 10-5 m 2 /s Massa Jenis Oli SAE 10 pada T= 60 o C ρ 912 kg/m 3 Berat Jenis Oli SAE 10 pada T= 60 o C γ 8937,6 N/m 3 Kapasitas output pompa pada 3500 rpm Q 2,057 liter/menit Tekanan Pompa pada 3500 rpm P pompa 17 kgf/cm 2 atau 1,7 x 10 6 N/m 2 Daya mesin sepeda motor pada 7000 rpm P 0,058 kw Tekanan check valve 1 P check valve1 4 kgf/cm 2 atau 4 x 10 5 N/m 2 Tekanan check valve 2 P check valve2 7 kgf/cm 2 atau 7 x 10 5 N/m 2 Kecepatan aliran fluida v 0,89 m/s Koofisien Gesek λ 0,17 Head loss major H major 0,088 m Head loss minor H minor 0,644 m Head loss total H total 0,732 m Head pompa yang dibutuhkan H pompa 20,593 m Daya Pompa P pompa 0,22 kw 5. Jika ada yang ingin mengembangkan peralatan ini mungkin sebaiknya putaran pompa bisa langsung dihubungkan ke putaran poros engkol sehingga bisa didapat perbandingan putaran 1:1, untuk pengoperasiannya sebaiknya dioperasikan secara elektrikal namun memang pembuatan solenoid valvenya membutuhkan biaya yang mahal. Gambar hasil perancangan dapat ditampilkan sebagai berikut: Gambar 8. Hasil rancangan 3 dimensi 4. KESIMPULAN Selama proses pembuatan, pengujian dan pengukuran terhadap Alat Penyangga Tengah Sepeda Motor Otomatis ini didapat, diantaranya: 1. Diperlukan rpm mesin yang tinggi untuk mengoperasikan alat penyangga tengah otomatis yang menggunakan prinsip hidrolik ini untuk mendapatkan tekanan yang dibutuhkan hal ini disebabkan putaran pompa adalah ½ dari putaran mesin karena diputar oleh sprocket camshaft. 2. Tekanan yang dibutuhkan untuk mengoperasikan alat penyangga tengah otomatis ini sebenarnya tidak besar yaitu 17,14 kg/cm2 karena menggunakan 2 silinder hidrolik untuk mengangkat. 3. Proses operasi memang lebih lama dari pada pengoperasian alat penyangga tengah manual, namun keuntungannya pengoperasian lebih halus dan tidak membutuhkan tenaga. 4. Perangkat ini sebenarnya bisa dipasang pada semua jenis sepeda motor namun memang membutuhkan ruang dalam pemasangannya, sehingga diperlukan perubaha-perubahan pada rangka sepeda motor. Gambar 9. Dimensi rumah pompa hidrolik Tampak Depan 5 R R 9 Tampak Atas Gambar 10. Panampang silinder hidrolik pengungkit 121 R Tampak Samping

13 JTM Vol. 04, No. 1, Februari R 9 R 5 R13 R9 T a m p a k A ta s Tampak Atas Gambar 11. Penampang silinder hidrolik pengangkat DAFTAR PUSTAKA 1. Munson, B.R., Young, D.F., & Okiishi, T.H. (2002). Mekanika Fluida (Edisi Keempat Jilid 1). Jakarta: Erlangga. 2. Parr, Andrew. (2003). Hidraulika dan Pneumatika Pedoman Untuk Teknisi dan Insinyur. Jakarta: Erlangga. 3. Gilles, V.R. (1984). Mekanika Fluida dan Hidrolika. Jakarta: Erlangga. T a m p a k D e p a n Tampak Depan Gambar 12. Penampang poros silinder hidrolik 4. Ginting, Rosnani. (2009). Perancangan Produk. Medan: Graha Ilmu. 5. Sularso., & Tahara, Haruo. (1987). Pompa Dan Kompresor. Jakarta: Pradnya Paramita. 6. Victor, L. Steeter., & E, Benjamin, Wylie. (1988). Mekanika Fluida (Edisi Delapan Jilid 1). Jakarta: Erlangga. 7. Young, Hugh. D., & Freedman. (2002). Fisika Universitas (Edisi Kesepuluh Jilid 1). Jakarta: Erlangga.

14 9 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 ANALISA STIFFENER RING DAN KONSTRUKSI VESSEL HP FLARE KO DRUM PADA PROYEK PUPUK KALTIM-5 MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPRESS 6258 Fadhlika Ridha Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta Abstrak - Pada proses pembuatan pupuk di PKT-5, berbagai gas limbah berbahaya dimusnahkan dengan cara membakarnya melalui Flare, sebelum terbakar di Flare gas-gas tersebut dialirkan dan ditampung pada sebuah Vessel bertekanan atau biasa disebut Vessel High Pressure Flare Knock Out Drum. Dalam perancangan konstruksinya perlu dilakukan analisis sehingga desain dari vessel tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan aman untuk dioperasikan. Penelitian ini dilakukan dengan mensimulasikan desain dari Vessel KO Drum menggunakan perhitungan manual sesuai 2007 ASME BPVC Section VIII Division 1 dan Software Compress Perhitungan dilakukan pada desain head, shell, saddle, nozzle, stiffener ring secara manual dan menggunakan software untuk mengetahui tegangan-tegangan yang terjadi. Selanjutnya dari kedua metode tersebut akan dibandingan hasil perhitungan manual & software. Kata Kunci : Vessel, Pressure, Stress, Flare, Software,Nozzle, Stiffener ring, Head, Saddle, Shell. 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris dimana perekonomiannya banyak ditunjang dari sektor pertanian dan perkebunan. Perkembangan dari sektor tersebut akan meningkat dan berkembang jika ditunjang dengan tersedianya pupuk yang berkualitas. Untuk mencapai hal tersebut PT. Pupuk Kalimantan Timur kembali membangun sebuah site pabrik dengan nama PKT-5 (Pupuk KALTIM-5) guna menggantikan eksistensi dari unit pabrik KALTIM-1 yang kemungkinan akan ditutup karena sudah tua dan kurang efisien. Untuk mendukung operasional Kaltim-5, Pupuk Kaltim juga akan membangun pabrik amoniak berkapasitas sekitar ton per tahun. Pembuatan pupuk di pabrik PKT-5 ini terdiri dari berbagai macam proses reaksi kimia, sehingga menghasilkan pupuk dan juga berbagai macam gas berbahaya yang harus dimusnahkan sehingga tidak membahayakan lingkungan. Gas berbahaya tersebut dimusnahkan dengan cara membakarnya melalui Flare, sebelum terbakar di Flare gas-gas tersebut dialirkan dan ditampung pada sebuah Vessel bertekanan tinggi atau biasa disebut VesselHigh Pressure Flare Knock out Drum. Kalau berbicara mengenai bejana bertekanan, pasti melibatkan tekanan (Pressure), baik itu internal pressure maupun eksternal pressure, Sehingga dibutuhkan ketelitian dalammerancangnya untuk mengatasi pressure tersebut.ada beberapa macam contoh dari bejana tekan tersebut, misalnya : Vessel (Separator), Heat Exchanger, Filter,Column, Air Cooler, dan Storage Tank.Dimana masing-masing dari bejana tekantersebut tentu memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda-beda. Dalam tugas akhir ini penulis akan membahas mengenai Vessel High Pressure Flare Knock out Drum yang digunakan pada Proyek PKT- 5.HP Flare KO drumsendiri didesain untuk menangani kapasitas dari Flaresystem dan menampung Liquid yang dikeluarkan oleh safety valve karena tekanan berlebih dan dalam keadaan darurat. Dalam perancangan sistem dan konstruksinya perlu dilakukan analisis sehingga sistem dan konstruksi dari vessel tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan aman untuk dioperasikan. Seperti umumnya bahwa Vessel merupakan salah satu bejana bertekanan yang terdiri dari Head dan Shell.Ada dua macam Vessel yaitu Horizontal Vessel dan Vertical Vessel.Perbedaannya terletak pada penumpunya, dimana horizontal Vessel ditumpu oleh yang namanya Saddle, sedangkan pada vertical Vessel ditumpu oleh leg. Namun dalam analisa ini akan dibahas juga tentang kebutuhan penggunaan stiffener ring. Merancang Vessel ini tidak boleh sembarangan karena sudah diatur di dalam ASME Section VIII.Dalam era globalisasi ini sangat diperlukan metode untuk merancang ataumendesain suatu Vessel dengan cepat dan mudah, sehingga tidak perlu menghitungsecara manual karena sangat membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Oleh karena itu selain menggunakan perhitungan secara manual penulis juga menggunakan perangkat lunak (Software) guna mempercepat dan mempermudah dalam proses perancangan Vessel tersebut. Salah satu software yang akan penulis gunakan disini adalah Software Compress 6258.

15 JTM Vol. 04, No. 1, Februari Cara penggunaan Software ini sangat sederhana, hanya tinggal memasukkan data yang ada pada datasheet, maka software ini akan menghitungnya secara otomatis dan outputnya telah disesuaikan dengan ASME Section VIII. Vesselbiasanya banyak menggunakan ellipsoidal head 2:1. Perumusan thickness dan pressure pada spherical head yaitu : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vessel Vessel merupakan salah satu contoh dari bejana bertekanan (Pressure Vessel) yang paling sederhana, hal ini dikarenakan bagian utama dari suatu Vessel hanya terdiri dari head dan shell. Pada industri Oil and Gas, Vessel berfungsi sebagai alat penampung dan pemisah fluida Vessel sendiri ada 2 jenis yaitu: Horizontal Vessel dan Vertical Vessel. Dimana perbedaan tersebut terletak pada penumpunya. a. Horizontal Vessel Seperti namanya, maka Horizontal Vesseltentunya posisinya horizontal. Perbedaannya dengan Vertical Vessel, yaitu horizontal Vessel menggunakan saddlesebagai alat penumpunya (support). Keunggulan horizontal Vessel dibanding dengan vertical Vessel yaitu external pressureyang diterima tidak terlalu besar, tetapi horizontal Vesselmembutuhkan tempat (space) yang luas jika ukuran Vesselnya besar karena posisinya yang horizontal. b. Vertical Vesselposisinya vertical (berdiri) Jika pada horizontal Vesselpenumpunya adalah saddle, maka pada vertical Vesselalat penumpunya adalah kaki (Leg). Perbandingan maksimum antara panjang kaki dengan diameter Vesselbiasanya 2:1. Jumlah kaki, ukuran dan detail tambahan tergantung besar beban yang diterima Vesseltersebut. Keunggulan vertical Vesseldibanding dengan horizontal Vesselyaitu vertical Vesseltidak perlu membutuhkan tempat (space) yang luas, karena posisinya yang vertical (berdiri), tetapi external pressureyang diterima cukup besar. Semakin tinggi Vessel, maka semakin besar pula external pressureyang diterima, misal seperti tekanan angin. 2.2 Head Head (kepala) merupakan salah satu komponen utama penyusun suatu Vesselyang letaknya dipasang pada kedua ujung dari shellsekaligus sebagai penutup shelltersebut. Ada beberapa macam head yang digunakan dalam proses perancangan sebuah Vessel, misalnya : Sphere and Hemispherical head, Ellipsoidal head, Torispherical head, dan Flat head. Akan tetapi dalam perancangan sebuah Dimana : t = Thickness required (inches) P = DesignPressure (Psi) L = Inside spherical or crown radius (inches) S = Stress value of material (Psi) E = Joint Efficiency 2.3 Ellipsoidal Head Perumusan thickness dan pressurepada Ellipsoidal head yaitu: Dimana D = Inside diameter head (inches) 2.4 Shell Sama seperti dengan head, shelljuga merupakan komponen utama dari sebuah Vessel. Pada proses perancangan sebuah Vesselyang cukup besar, diperlukan lebih dari satu plat baja yang kemudian disambung dengan cara pengelasan. Lalu setelah itu dilakukan proses pengerolan sehingga terbentuk suatu shell. 2.5 Nozzle Nozzle merupakan Inlet/masukan dan Outlet/keluaran suatu fluida pada suatu Vessel.Nozzlebiasanya dipasang pada shellatau head, yang nantinya sebagai tempat sambungan (connection) dengan pipa. 2.6 Saddle Saddle merupakan alat penumpu (support) pada horizontal Vessel.Saddle sering dipakai pada horizontal Vesselkarena konstruksinya sederhana dan cukup kuat untuk menahan beban, bahkan untuk Vessel yang berukuran sangat besar sekalipun. Sebagian besar Vessel horisontal ditumpu oleh dua buah saddle dengan sudut kontak 120º. 2.7 Reinforcement pad Reinforcement pad merupakan penguat yang dilekatkan di sekeliling nozzledan di atas shellatau head, sebagai kompensasi atas

16 11 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 daerah yang hilang karena adanya lubang yang dipakai untuk penyambungan suatu nozzle. 2.8 Lifting Lug Lifting lug adalah bagian dari Vessel yang berfungsi sebagai tempat untuk mengaitkan alat pemindah yang biasanya berupa crane. Perhitungan lifting lug didasarkan pada 3 macam kekuatan yaitu : kekuatan lubang lug, kekuatan kaki lug, dan kekuatan las lug. Lifting lug harus dapat menahan berat vesel dalam keadaan kosong ditambah dengan berat saddle. Carbon Steel, atau untuk korosif menggunakan Stainless steel. Kontrol saluran otomatis dapat dimasukkan untuk mencegah akumulasi cairan pada seal. Untuk mengeringkan dan membersihkan vessel digunakan 2 Flanged Drain connection. 3. METODOLOGI PENELITIAN 2.9 Software Compress 6258 Software Compress 6258 merupakan software khusus yang dapat digunakan untuk proses merancang dan menganalisa Pressure Vessel, seperti :Vessel, Heat Exchanger, Filter, dan Column. Input data yang akan dimasukkan ke dalam software ini berasal dari datasheet yang telah dibuat, lalu data tersebut diolah berdasarkan standard ASME 2007 Section VIII div. 1 yang telah tersedia dalam software ini. Jadi, pada intinya software ini sangat memudahkan dalam proses menganalisa pressurevessel Sistem Flare KO Drum Knock out Drum Vessel digunakan untuk memperlambat gas dan memisahkan cairan dari aliran gas. Knock out drum dapat diinstal baik di header gaslimbah ataupun di flare itu sendiri. Knock out Drum dapat dikonfigurasi baik horisontal, atau vertikal. Ketika horisontal, knock out drum yang akan dibangun dengan satu gas inlet aliran, dan dua outlet, yang kemudian dapat bergabung dengan m anifold. Konfigurasilain yang dapat digunakan adalah salah satu inlet dengan outlet yang jauh lebih besar. Sebuah liquid level gauge atau indikator harus selalu disertakan, karena vessel ini harus tetap kering dan bebas dari kelebihan cairan. Dalam pengaturannya vertikal KO drum dapat memiliki inlet sisi dengan keluaranyang lebih besar yang akan memperlambat gas. Metode lain untuk menggunakan drum vertikal adalah dengan menggunakan inlet tangensial. Dengan tangensial KO drum, gas akan masuk dan berputar di sekitar dinding vessel. Selama memutar fluidic gas di sepanjang dinding akan mengikis banyak cairan endapan. Baffle juga digunakan dalam drum vertikal untuk menghalangi dan memperlambat gas sebelum keluar. Drum ini harus dilengkapi dengan liquid level gauge atau indikator sehingga mereka dapat dikeringkan. Knock out drum, apakah dipasang di header gas limbah atau di dasar flare dapat diberikan dengan pilihan berikut: Vessel yang berukuran sesuai dengan kebutuhan proses klien. Konstruksi dapat dari 4. ANALISIS

17 JTM Vol. 04, No. 1, Februari A. Circumferential Stress (S 4) Stress at the horn of saddle (S 4) Karena L (395.67)<8R (712), A(78.74)>R/2(89/2), maka rumus yang digunakan : = 4 ( A/R = 78.74/88.97 = 0.88 ; K 6 = (lihat grafik 2.1.) ; b = = ( ) = = = S 4 melebihi batas tegangan dari shell material yang dikalikan 1.5 yakni : psix1.5= psi< S 4 B. Tegangan pada bagian bawah shell (S 5). = ( ) = 0.47( ) = = psi S5 tidak melebihi tekanan pada yield point yang dikalikan dengan 0.5 yakni : x 0.5 = psi> S 5 Karena tegangan Circumferential lebih besar daripada tegangan shell material yang diijinkan maka pada daerah saddle diberi stiffener atau penguat dengan rumusan sebagai berikut: = /7.41 = = psi S 6 tidak melebihi tegangan yang diijinkan pada shell material yakni : psi > S 6 S 6 tidak melebihi tegangan pada yield point yang dikalikan dengan 0.5 yakni : x 0.5 = psi > S 6 Tabel berikut hasil perhitungan tegangantegangan yang terjadi pada saddle dengan menggunakan Codeware Compress 6258 : Tabel 4.4.tabel tegangan yang terjadi pada saddle 401-FA Tabel 4.3.Values of Constant, K Cont act Angl e Ɵ K K C. Tegangan pada ring diluar shell (S 6) = / K 9= 0.34, K 10= (lihat table 4.1.) ; c = Ay / A 7.41/7.67 = Mark of Area Area A y a x y TOTAL A = AY = 7.41

18 13 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 Hasil yang diperoleh dari penggunaan metode software juga menunjukkan bahwa tidak terjadi tegangan yang berlebih pada desain saddle. Dengan demikian saddle aman menurut metode perhitungan manual dan metode perhitungan software. 5. KESIMPULAN Setelah dilakukan analisa dan pembahasan mengenai konstruksi VesselKnockoutDrum dengan menggunakan metode perhitungan manual sesuai dengan PressureVessel Code Section VIII Rules for Construction of PressureVessel, Division 1 dan metode simulasi menggunakan software Compress 6258, diperoleh beberepa kesimpulan diantaranya sebagai berikut : 1. Desain vendor memenuhi kriteria keamanan desain. 2. Penambahan stiffener diperlukan dikarenakan tegangan circumferential stress yang terjadi pada horn saddle melebihi tegangan yang diijinkan pada material saddle tersebut. Selain itu reinforcement pad dibutuhkan pada Nozzle untuk mengurangi tegangan berlebih akibat area opening pada sisi shell yang besar. DAFTAR PUSTAKA 1. B.F. Forman, 1981, Local Stresses in Vessels Computer Programs for HP-67 or 97, Pressure Vessel Handbook Publishing, Inc., Tulsa, OK. 2. Eugene F, Megyesy, 1986, Pressure Vessel Handbook Seventh Edition, PUBLISHING INC., Tulsa, OK. 3. H.H. Bednar, Pressure Vessel Design Handbook, 1981, Van Nostrand Reinhold Co., New York. 4. K.K. Mahajan, Design of Process Equipment-2nd Ed. 1985, Pressure Vessel Handbook Publishing Inc., Tulsa, OK. 5. M.H. Jawad & J.R. Farr, Structural Analysis and Design og Process Equipment, 1984, John Wiley & Sons, New York 6. Tri J, Mulato, 2012, Analisa Over Stress Pada Pipa Cooling Water PT.CHEVRON PACIFIC INDONESIA dengan bantuan software CAESAR II, Universitas Mercubuana, Jakarta.

19 JTM Vol. 04, No. 1, Februari ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT Sigit Mulyanto Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Mercubuana sigit_mulyanto@yahoo.co.id Abstrak - Sistem perpipaan adalah suatu sistem yang kompleks, pada saat perancangannya banyak aspek-aspek yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan sehingga diperoleh suatu rancangan sistem perpipaan yang baik dan efisien. Untuk membangun sebuah sistem perpipaan dibutuhkan pengetahuan tentang hal-hal yang menyangkut masalah perpipaan itu sendiri. Dalam tugas akhir ini akan dibahas mengenai analisa tegangan pipa steam low condensate ukuran 6 inchi pada plant sebuah pabrik yang perancangannya dilaksanakan oleh PT. IKPT dengan nama 6SLC ASA2. Analisis sistem perpipaan ini meliputi analisa tegangan yang bertujuan untuk memperoleh kondisi sistem perpipaan yang aman beroperasi. Sistem perpipaan pada kondisi awal dinyatakan aman beroperasi karena pada analisa tegangan pipa tidak terjadi over stress yang pada kondisi desain sistem perpipaan menunjukkan tegangan maksimum terdapat pada node 30 sebesar kg/cm 2 = N/mm 2.Jalur perencanaan perpipaan tidak terjadi overstress dan aman bagi manusia dan fasilitas migas di sekitarnya. Kata kunci : tegangan, steam low condensate, sistem perpipaan 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan kekayaan sumber daya alam yang sangat berlimpah. Salah satunya yang ada didalam perut bumi yaitu minyak dan gas bumi. Untuk memperoleh bahan bakar yang diinginkan, baik eksplorasi maupun proses pengolahan lanjut diperlukan adanya sistem perpipaan untuk mendistribusi fluida didalamnya. Sistem perpipaan adalah suatu sistem yang kompleks, pada saat perancangannya banyak aspek-aspek yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan sehingga diperoleh suatu rancangan sistem perpipaan yang baik dan efisien. Untuk membangun sebuah sistem perpipaan dibutuhkan pengetahuan tentang halhal yang menyangkut masalah perpipaan itu sendiri. Dalam tugas akhir ini akan dibahas mengenai analisa tegangan pipa steam low condensate ukuran 6 inchi pada plant sebuah pabrik yang perancangannya dilaksanakan oleh PT. IKPT dengan nama 6SLC ASA2. Analisis sistem perpipaan ini meliputi analisa tegangan yang bertujuan untuk memperoleh kondisi sistem perpipaan yang aman beroperasi. Dengan memperhatikan aspek teknis dan ekonomi, merubah support pada sistem perpipaan lebih mudah dan lebih murah dibanding dengan membuat routing sistem perpipaan baru. A. Klasifikasi Beban Beban-beban pada sistem pemipaan diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya, yaitu: 1. Beban Statik (sustain, expansi dan operating) pada dasarnya adalah suatu beban yang disebabkan oleh pengaruh internal yakni tekanan, temperature dan berat material pipa serta semua komponen dalam sistem. Selain dari itu beban statik dapat juga disebabkan oleh adanya beban external, yakni gempa, thrust load dari relief valve, wind dan wave dan beban ultimate tanah bila pipa berada dalam tanah (under ground). Beban statik selain akibat beban ultimate tanah sering disebut dengan beban static occational atau lebih dikenal dengan beban quasi dynamic, dikatakan demikian karena beban dianggap seolah-olah sebagai beban dinamik tetapi bukan fungsi waktu. 2. Beban Dinamika (occasional) mempertimbangkan adanya beban external sebagai fungsi waktu [W = f(t)], antara lain gempa (seismic), operasi safety valve, vibrasi (pulsation) dan water hammer. 3. Beban termal / ekspansi (Sexp), yaitu beban yang timbul akibat ekspansi panas. Beban termal dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan sumber penyebabnya, yaitu : Beban termal akibat pembatasan gerak oleh tumpuan, beban ini (gaya dan momen) timbul jika ekspansi atau konstraksi bebas perpipaan akibat termal terhalang oleh tumpuan. Beban termal akibat perbedaan temperatur, beban ini terjadi akibat perubahan temperatur yang besar dan cepat, termasuk juga akibat distribusi temperatur yang tidak seragam karena adanya aliran kalor yang tinggi melalui dinding pipa. Beban termal akibat perbedaan koefisien ekspansi, beban ini terjadi pada sistem pipa yang materialnya mempunyai koefisien ekspansi yang berbeda.

20 15 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 B. Teori tegangan pipa persamaan berikut dan dijelsakan pada gambar 3. S H Gambar 1. Arah tegangan yang terjadi 1. Tegangan utama longitudinal (Longitudinal principal stress) yaitu tegangan yang bekerja sepanjang garis sumbu pipa, tegangan ini disebabkan oleh pembengkokan, beban gaya aksial atau tekanan. Dan tegangan ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Akibat gaya aksial F L L Gambar 2. Tegangan utama longitudinal akibat gaya aksial S = F Am b. Tegangan longitudinal akibat tekukan S = M R I = M Z c. Tegangan longitudinal akibat tekanan dalam S = Pd 4t Jadi total dari tegangan longitudinal adalah sebagai berikut: S = F A + Pd 4t + M Z 2. Tegangan utama radial (Radial principal stress) yaitu tegangan yang bekerja pada satu garis mulai dari pusat pipa secara radial sampai ke dinding pipa, tegangan ini bersifat tegangan tekan bila disebabkan oleh tekanan dalam pipa dan tegangan ini bersifat tegangan tarik bila tekanan dalam pipa hampa (vacuum pressure). P(r r.r ) S = r (r r ) 3. Tegangan utama circumferential (Circumferential principal stress) atau disebut juga sebagai Hoop stress, tegangan ini bekerja tegak lurus terhadap tegangan longitudinal dan tegangan radial, tegangan ini bertendensi membelah dinding pipa dalam arah melingkar pipa dan tegangan ini disebabkan tekanan dari dalam pipa, besarnya bervariasi sesuai dengan tebal dinding pipa. Rumus untuk tegangan tangensial dapat didekati dengan memakai FA x x S H Gambar 3 Tegangan utama longitudinal S P = P(r + r x r ) r (r r ) Secara konservatif untuk pipa yang lebih tipis dapa dilakukan penyederhanaan rumus tegangan pipa tangensial ini dengan mengasumsikan gaya akibat tekanan dalam bekerja sepanjang pipa. Didasarkan oleh F=P.d i.i ditahan oleh dinding pipa seluas A m=2 t.l sehingga rumus untuk tegangan tangensial ini dapat dituliskan sebagai berikut: S = P.d 2t Nozzle displacement Didalam melakukan perhitungan analisis tegangan pada sistem pemipaan, terutama pada pipa yang tersambung ke equipment, baik static maupun rotating equipment, maka salah satu hal yang paling penting yang harus disiapkan adalah menghitung besarnya pergerakkan nozzle akibat temperature pada equipment tersebut. Secara umum untuk mengetahui apakah sebuah sistem pemipaan akan mengalami kelebihan tegangan (overstress) pada kondisi paling ekstrim, maka digunakan temperature yang paling tinggi (design temperature), yang mungkin terjadi pada suatu sistem pemipaan. Dengan temperature tertinggi yang mungkin terjadi pada suatu sistem, maka kita akan bisa tahu dan yakin bahwa pada saat itu sistem pemipaan yang telah dihitung akan mampu bertahan tanpa mengalami overstress. Displacement pada nozzle pompa dapat dihitung dengan: dy = Y.e.(T1 T2) Kondisi pembebanan Sistem pemipaan yang dirancang, direncanakan dapat menahan bermacam-macam pembebanan yaitu: 1. Pada keadaan hydrostatic test a. Beban akibat material dan gaya luar. b. Beban akibat fluida yang digunakan untuk pengetesan. 2. Pada keadaan operasi

21 JTM Vol. 04, No. 1, Februari a. Beban akibat material, berat fluida, temperature dan gaya luar. b. Beban akibat material, berat fluida, temperature (desain / operasi), gaya luar, dan tekanan (desain / operasi) c. Beban akibat berat material, berat fluida, temperature (desain / operasi), tekanan (desain / operasi), berat konstruksi (settlement) dan gempa bumi. Teori-teori kegagalan 1. Teori kegagalan tegangan utama maksimum (maximum principal stress failure theories) menyatakan bila salah satu dari tiga tegangan utama yang saling tegak lurus melebihi dari kekuatan luluh (yield strength) material pada temperature yang sama maka kegagalan atau kerusakan akan terjadi pada material tersebut. Hal ini dapat dirumuskan : Tegangan utama longitudinal (LPS) : LPS = P x Do 4t Tegangan utama circumferential (CPS) : CPS = P x Do 2t 2. METODOLOGI PENELITIAN Didalam suatu penelitian diperlukan adanya datadata pendukung penelitian yang akan digunakan untuk input baik untuk perhitunngan manual maupun perhitungan analisa dengan bantuan software CAESAR II. Untuk menyimpulkan data digunakan metode penelitian dengan studi literatur atau pustaka, dan metode wawancara. Diagram alir Analisa overstress sistem perpipaan adalah sebagai berikut: Gambar 4, Diagram alir perencanaan Analisa sistem perpipaan dilakukan dengan menggunakan software Caesar II 5.0 Data-data design: Temp. Design (DT) : C Temp. Operasi (OT) : C Pressure Design (DP) : KPa Pressure Operasi (OP) : KPa Diameter luar pipa (D) : mm Tegangan yang diijinkan (S): N/mm 2 Faktor kualitas (E) : 0.9 Koefisien Bahan (Y) : 0.4 Faktor korosi ( c ) : 1.7mm 3. ANALISIS DAN HASIL Maka,. = + C t = ( ) ([. ] [.. ]) t = t = 2.17 mm Ketebalan minimum yang dibutuhkan adalah 2.17 mm. Jadi schedule yang cocok untuk ketebalan pipa seperti hasil diatas adalah schedule 10S, akan tetapi perusahaan mempunyai standard proyek untuk pipa diameter mm (6 inch) menggunakan schedule 40. Data pipa DN 150 SCH 40 : Diameter Luar (D) = mm Ketebalan dinding pipa = 7.11 mm 2. Perhitungan displacement Nozzle. Perubahan panjang ataupun pergerakan titik nozzle pada suatu equipment dapat memberikan beban tambahan baik pada pipa maupun pada equipment itu sendiri. Sehingga perlu diperhitungkan pada analisa flexibilitas. Perhitungannya didapat dengan mengalikan koefisien thermal ekspansi pada temperatur operasi dengan dimensi dari ujung nozzzle ke titik pusat anchor equipment itu sendiri. berikut adalah perhitungannya : T 2 = 155 o C = 311 o F α = 1.82 in/100 ft (lihat table 3.2) = mm/30480mm = mm Ln = 280 mm T = T 1 T 2 = = 45 o C Maka, L = α.ln. T L = x 280 x 45 L = 9.45 mm Akibat perubahan suhu, nozzle pada equipment mengalami perubahan panjang 9.45 mm. Nilai ini menjadi data input pada software Caesar II pada parameter displacement.

22 17 JTM Vol. 04, No. 1, Februari Perhitungan jarak penyangga pipa Pipe support adalah salah satu bagian yang penting dalam sistem perpipaan di suatu plant atau pabrik. Sebuah pipa yang menumpu pada suatu support akan memberikan gaya berupa berat pipa beserta isinya ataupun gaya-gaya lain yang terjadi pada support tersebut. Karena tujuan pipe support adalah mampu menahan beban dalam jangka waktu yang lama, maka masingmasing bagian yang bersentuhan haruslah kuat dan mampu menerima beban tersebut. Untuk mengetahui jarak maksimum antara support, berikut adalah perhitungannya: L=.. Dimana, Z = (d 4 o d 4 i / d o) = ( / ) = mm 3 W p = berat pipa per satuan panjang = /4. (d o2 -d i2 ). (density of steel) = /4. ( ). (7.85 x 10-6 ) = x 10-2 kg/mm = N/mm W c = Berat pipa persatuan panjang (N/mm) = /4. (d i2 ). (density of fluida) = /4. ( ). (9.12 x 10-7 ) = x 10-2 kg/mm = N/mm W i = Berat pipa persatuan panjang (N/mm) = /4. (d o insul2 -d o2 ). (density of insulation) = /4. ( ). (2.4 x 10 7 ) = x10-3 kg/mm = N/mm Jadi total berat per satuan panjang (W), W = = N/mm L=.. =. (. )... = 3580 mm Hasil output data Caesar dan analisa Sebagai langkah awal perhitungan analisa tegangan pipa dengan menggunakan software Caesar, kita perlu memodelkannya terlebih dahulu. Adapun parameter-parameter yang menjadi data masukan (di input) kedalam program Caesar II sebagai data yang akan diproses adalah sebagai berikut : Node Node yaitu titik awal perencanaan yang akan disediakan oleh Caesar II dalam dialog box. Biasanya nilai 10 akan menjadi titik awal dari perencanaan jalur perpipaan yang akan dilakukan dan akan diikuti dengan angkaangka selanjutnya sesuai dengan keperluannya. Name of first point: 10 Apabila identitas pipa yang akan dimodelkan pada tiap segmen belum didefinisikan pada tahapan sebelumnya, secara otomatis program akan meminta input definisi pipa yang akan menggunakan identitas tersebut. Data yang harus dimasukkan antara lain adalah diameter luar, schedule pipa, corrosion allowance, tebal isolasi, jenis material, temperature, pressure, dan properties dari material tersebut. Gambar 4.1. Input diameter pipa Referensi : Program CAESAR II 5.0 Gambar 4.2. Input Desain Pressure dan Operating Pressure, input Desain Temperature dan Operating Temperature. Gambar 4.3. Input material Referensi : Program CAESAR II 5.0

23 JTM Vol. 04, No. 1, Februari Caesar II memiliki 9 kondisi temperature dan tekanan serta tekanan hydrotest yang dapat diberikan untuk masing-masing elemen pipa. Caesar II mempergunakan data temperature tersebut untuk mendapatkan thermal strain/regangan akibat temperature dan allowable stress/tegangan yang diijinkan dari suatu elemen dari material data base. Input temperature dan takanan ini juga berfungsi untuk mensimulasikan kondisi pembebanan ketika kita akan melakukan analysis. Caesar II membutuhkan spesifikasi material pipa, elastic modulus,poisons ratio, density,dll. Sebagai parameter dasar yang akandigunakan untuk perhitungan. Caesar II telah memiliki berbagaidata base tentang material dimana kita dapat memilih sesuai dengan spesisifasi yang dikehendaki, dan atau kita dapatmerubah/membuat material data base sendiri dengan menggunakan Caesar II material data base editor. Nilai Elastic Modulus dalam CAESAR II 5.1 akan diberikan dengan 4 nilai dimana nilainya akan diberikan secara otomatis oleh CAESAR II. Gambar 4.6. Pemodelan pipa dengan expansi pipa LOAD CASE DEFINITION KEY Penjelasan Allowable Stress Type dan Load Case: 1. (OPE) Operating: Stress yang terjadi akibat beban kombinasi antara sustain load dan expansion load dimana biasa terjadi pada kondisi operational. 2. (OCC) Occassional: Stress yang terjadi hanya dalam waktu relative singkat akibat beban sustain load + occassional loading (seperti angin,wave, dll.) 3. (SUS) Sustained: Stress yang terjadi secara terus menerus selama umur operasi akibat tekanan dan berat pipa & fluida. 4. (EXP) Expansion: Stress yang terjadi akibat adanya perubahan temperature 5. (HYD) Hydrotest : Stress akibat tekanan air saat dilakukan hydrotest. Gambar 4.4. Input density Referensi : Program CAESAR II 5.0 Pemodelan pada software Caesar disini mengikuti desain routing isometrik yang ada pada projek dan input didalamnya diharapkan dapat mendekati kebenaran hasilnya. Gambar 4.7. Pemodelan pipa dan Node Referensi : Program CAESAR II 5.0 Gambar 4.5. Pemodelan pipa Kemudian run dijalankan untuk menganalisis tegangan yang terjadi pada pemodelan yang telah dibuat. Berikut ini adalah hasil analisa program Caesar II Case I diatas memberikan data-data stress yang terjadi akibat beban kombinasi antara sustain load dan expansion load dimana biasa terjadi pada kondisi operational, dengan menggunakan value data temperatur1 dan pressure1. Case II diatas memberikan data-data stress yang terjadi akibat beban kombinasi antara sustain load dan expansion load dimana biasa terjadi pada kondisi operational, dengan menggunakan value data temperatur2 dan pressure2. Pada Case III diatas memberikan data-data Stress yang terjadi secara terus menerus selama umur operasi akibat tekanan dan berat pipa & fluida, yaitu W dan P1.

24 19 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 Sama halnya yang terjadi pada Case III, pada Case IV ini merupakan data Stress yang terjadi secara terus menerus selama umur operasi akibat tekanan dan berat pipa & fluida tetapi pada W dan P2. Pada Case V dan VI adalah merupakan data stress yang terjadi akibat adanya perubahan temperature. Dari hasil diatas ditunjukkan bahwa sistem perpipaan tersebut telah memenuhi standar karena beban dan tegangan yang terjadi tidak melebihi batasan yang diizinkan yaitu tegangan maksimum pada kasus pembebanan sustained load (SUS) adalah kg/cm 2 = N/mm 2. Sedangkan yang terjadi pada sistem tersebut adalah kg/cm 2 = N/mm KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis pada perencanaan jalur perpipaan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Sistem perpipaan pada kondisi awal dinyatakan aman beroperasi karena pada analisa tegangan pipa tidak terjadi over stress yang pada kondisi desain sistem perpipaan menunjukkan tegangan maksimum terdapat pada node 30 sebesar kg/cm 2 = N/mm Jalur perencanaan perpipaan tidak terjadi overstress dan aman bagi manusia dan fasilitas migas di sekitarnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Chamsudi, Diklat Pipe Stress Analisis, Jakarta: PT. Rekayasa Industri, Diklat, Pelatihan Dasar Analisa Tegangan Pipa. Jakarta: PT. Tijara Pratama, Hertanto, Teguh. P, Buku Pegangan Peserta Pelatihan. Jakarta, Klass, Dua K.S.Y, Desain Jaringan Pipa, Prinsip Dasar dan Aplikasi. Bandung: CV. Mandar Maju, Raswari, Teknologi dan Perancangan Sistem Perpipaan, Jakarta: Bagian Penerbitan Universitas Indonesia (UI-Press), Rekayasa Engineering Designing School, Jakarta The American Society of Mechanical Engineers, ASME B Piping Proses, NewYork 8. Tungga BK, Dasar-dasar Getaran Mekanis, Yogyakarta: CV Andi Offset

25 JTM Vol. 04, No. 1, Februari ANALISA OPTIMALISASI KEBUTUHAN DAYA KOIL PENDINGIN SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA RANGKAIAN RUANG KELAS LANTAI 4 GEDUNG D UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA Fikry Zulfikar Program Studi Teknik Mesin, Universitas Mercubuana Jakarta Abstrak - Sistem pengkondisian udara sangat banyak manfaatnya dalam kehidupan sehari-sehari terutama dalam kenyamanan bekerja dan belajar dalam ruangan. Besarnya daya yang dibutuhkan koil pendingin dalam sebuah sistem pengkondisian udara adalah salah satu faktor dalam mengukur tingkat prestasi sebuah mesin pengkondisian udara. Oleh karena itu diperlukan sebuah analisis dalam mencari optimalisasi besarnya daya yang dibutuhkan koil pendingin untuk mengukur tingkat performansi sebuah mesin pendingin. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dalam mencari kebutuhan daya koil pendingin yang optimal dalam sistem pengkondisian udara di Gedung D lantai 4 Universitas Mercubuana berdasarkan faktor-faktor penelitian tertentu. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan data-data primer dan sekunder yang diolah melalui analisis. Kemudian hasil analisis tersebut dibahas untuk ditarik sebuah kesimpulan dan terdapat saran pada bagian akhir. Pada hasil analisis berdasarkan faktor-faktor penelitian dipilihlah kondisi nomor 2 dari seluruh variasi kondisi sebagai kondisi dengan kebutuhan daya koil pendingin paling optimal karena kebutuhan energinya paling hemat yakni W. Kata kunci: sistem pengkondisian udara, koil pendingin, kebutuhan daya. 1. PENDAHULUAN Dalam kehidupan kita sehari-hari, tentu kita menginginkan kenyamanan dalam beraktivitas. Begitu pula dengan kegiatan belajar-mengajar dalam lingkungan kampus, kita menginginkan lingkungan yang kondusif dalam belajar. Salah satu faktor kenyamanan dalam kegiatan belajar mengajar adalah faktor pengkondisian udara dalam ruang kelas. Udara yang panas dalam ruang kelas membuat kita kurang nyaman dalam belajar. Oleh karena itu dibutuhkan alat pengkondisian udara (Air Conditoning/AC) untuk membantu mengatur pengkondisian udara dalam ruang kelas agar nyaman. Besarnya daya yang dibutuhkan koil pendingin dalam sebuah sistem pengkondisian udara adalah salah satu faktor dalam mengukur tingkat prestasi sebuah mesin pengkondisian udara. Oleh karena itu diperlukan sebuah analisis dalam mencari optimalisasi besarnya daya yang dibutuhkan koil pendingin untuk mengukur tingkat performansi sebuah mesin pendingin. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dalam mencari kebutuhan daya koil pendingin yang optimal dalam sistem pengkondisian udara di Gedung D lantai 4 Universitas Mercubuana berdasarkan faktor-faktor penelitian tertentu. Adapun faktor-faktor penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu dan kelembapan yang kita inginkan, dan laju aliran massa udara udara. Objek dalam penelitian ini adalah gedung D lantai 4 Universitas Mercubuana Jakarta. Gedung ini terletak di Jakarta Barat, daerah ini terletak di Jl.Meruya Selatan, Kebon Jeruk Jakarta Barat yang terletak pada 6 lintang selatan dan 106 bujur timur. Rumusan masalah pada penelitian ini tidak lepas dari tema yang sudah ditentukan yaitu bagaimana cara menentukan sebuah kebutuhan daya koil pendingin yang optimal dari sistem pengkondisian udara terbaik berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh. Melihat luasnya ruang lingkup permasalahan yang ada, maka penulis membatasi penelitian agar dapat mempermudah proses perhitungan tanpa mengurangi keakuratan hasil penelitian, oleh karena itu penulis membatasi masalah sebagai berikut: 1. Variasi temperatur ruangan yang diinginkan adalah 23 C, 24 C, dan 25 C. 2. Variasi kelembapan ruangan yang diinginkan adalah 50% dan 60%. 3. Perhitungan beban pendinginan difokuskan pada beban internal load (manusia, lampu, dan peralatan) dan beban kalor matahari yang nanti dijumlahkan menjadi beban pendinginan total. 4. Ruangan kelas yang digunakan dalam perhitungan dan analisis adalah D-402, D- 403, D-404, dan D Hasil penelitian bersifat rekomendasi. 6. Saluran ducting menggunakan sistem zona tunggal. 7. Aliran udara dalam saluran ducting tidak mengalami divergensi. 2. TINJAUAN PUSTAKA Tujuan pokok perhitungan perancangan sistem pengkondisian udara adalah untuk menentukan seberapa besar laju aliran udara dingin dan kapasitas mesin pendingin yang diperlukan bagi sistem pengkondisian udara untuk kondisi tertentu

26 21 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 temperatur dan kelembaban udara nyaman, karakteristik beban termal, jumlah penghuni, serta kondisi temperatur dan kelembaban udara atmosfir yang berada di luar ruangan. Pada tahap pertama, berangkat dari kondisi udara nyaman yang diinginkan terjadi di dalam ruangan yang akan dikondisikan udaranya kita tentukan besarnya temperatur udara dingin yang masuk ke dalam ruangan atau yang berasal dari hasil pendinginan di coil pendingin. Setelah itu, dengan menerapkan prinsip kesetimbangan energi pada aliran udara yang bersirkulasi di dalam ruangan kita tentukan besarnya laju aliran massa udara dingin yang diperlukan untuk mengatasi beban termal yang bekerja ke dalam ruangan. Selanjutnya, berangkat dari data tingkat keadaan udara atmosfir yang akan disalurkan masuk ke dalam sistem pendingin kita tentukan besarnya laju kebutuhan udara segar dari luar ruangan. Setelah itu, dengan menerapkan prinsip kesetimbangan massa aliran dan kesetimbangan energi pada daerah pencampuran antara aliran udara atmosfir dari luar ruangan dengan aliran udara hangat yang datang dari keluaran ruangan yang dikondisikan maka kita tetapkan besarnya laju aliran massa udara hangat tersebut (laju aliran massa udara by-pass). Setelah itu, kita tetapkan juga besarnya enthalpi aliran refrigeran masuk ke coil pendingin. Pada tahap akhir kita dapat menentukan besarnya kapasitas mesin pendingin yang diperlukan. 2.2 Memperkirakan Laju Aliran Udara Dingin yang Diperlukan Masuk ke Dalam Ruangan Apabila pada aliran udara di dalam ruangan yang diperlihatkan pada gambar kita terapkan prinsip kesetimbangan energi, dengan menganggap aliran udara adalah stasioner, maka kita memiliki persamaan : Beban panas yang masuk ke ruangan (Q) = kenaikan energi panas (E 2 E 1) Selanjutnya apabila beda energi kinetik dan beda energi potensial di antara aliran udara di (1) dan di (2) kita abaikan karena bisa dianggap kecil, maka persamaan di atas menjadi: Beban panas yang masuk ke ruangan (Q) = kenaikan energi enthalpi udara (h 2 h 1) (2.35) Atau : Q = m ud (h 2 h 1) (J/s) Atau, besarnya laju aliran massa udara yang diperlukan bagi ruangan tersebut adalah : m ud = Q / (h 2 h 1) (kg udara kering /s) Di mana : Q : beban panas yang masuk ke ruangan (J/s) h 2 adalah enthalpi udara saat akan meninggalkan ruangan (J/kg udara kering) h 1 adalah adalah enthalpi udara dingin saat masuk ke dalam ruangan (J/kg udara kering) 2.3 Memperkirakan Besarnya Enthalpi Udara Dingin di Tingkat Keadaan (1) Untuk memperkirakan besarnya enthalpi udara dingin di tingkat keadaan (1) Terlebih dahulu kita tentukan besarnya SHF (Sensibel Heat Factor) bagi sistem aliran udara di dalam ruangan: SHF = Q total / Q sensibel Gambar Skema Sederhana Pengkondisian Udara Ruanga 2.1 Memperkirakan Besarnya Temperatur Udara Dingin yang Masuk ke Dalam Ruangan atau yang Berasal dari Hasil Pendinginan di Koil Pendingin (T 1) Para perancang sistem pengkondisian udara menyarankan bahwa pada umumnya besarnya beda temperatur antara temperatur udara nyaman di dalam ruangan dengan temperatur udara dingin yang keluar dari cooling coil (T 2 T 1) dapat dipilih di sekitar harga 7 o C sampai dengan 8 o C. Tingkat keadaan (1) atau titik (1) pada diagram psikrometrik dapat ditentukan dengan menarik garis temperatur T 1 vertikal ke atas, dan kemudian mensuperposisikan dengan garis SHF pada diagram psikrometrik. Setelah Tingkat keadaan (1) atau titik (1) pada diagram psikrometrik dapat ditentukan letaknya maka dengan mudah kita dapat menentukan harga enthalpi h 1 dan volume jenisnya ν 1 (m 3 /kg udara kering) Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan : m ud = Qtotal / (h 2 h 1) (kg udara kering /s) kita dapat menghitung besarnya laju aliran massa udara kering per detik. Kemudian, debit aliran atau kapasitas aliran udara (Q v) dapat dihitung menggunakan persamaan: Q v = m ud. ν 1 (m 3 /s) 2.4 Memperkirakan besarnya laju aliran massa udara by-pass (m 3) Laju aliran massa udara by-pass (m 3) adalah laju aliran udara yang meninggalkan ruangan tetapi kemudian dibelokkan kembali ke arah hulu intake sistem pengkondisian udara untuk bercampur

27 JTM Vol. 04, No. 1, Februari dengan aliran udara atmosfir dari luar ruangan yang akan masuk ke dalam sistem. Tinjau daerah pencampuran antara aliran udara atmosfir yang masuk dari tk (0) dengan aliran udara dari dalam ruangan yang masuk dari tk (3), kemudian keduanya bergabung menjadi tk (5) (lihat gambar 2.25). Penerapan prinsip kesetimbangan massa aliran udara pada titik pencampuran tersebut memberikan persamaan: m o + m 3 = m 5 Sementara itu, laju aliran massa udara yang kemudian melewati tk (5) selanjutnya akan mengalir melewati coil pendingin dan masuk ke dalam ruangan dengan laju aliran massa m 1. Oleh karena itu: m 5 = m 1 Oleh karena itu, besarnya Laju aliran massa udara by-pass (m 3) dapat dihitung menggunakan persamaan: m 3 = m 5 m o 2.5 Memperkirakan Besarnya Enthalpi Refrigeran Saat Masuk ke Koil Pendingin (h 5) Untuk menentukan besarnya enthalpi refrigeran saat mengalir masuk ke dalam koil pendingin maka kita Tinjau daerah pencampuran antara aliran udara atmosfir yang masuk dari tk (0) dengan aliran udara dari dalam ruangan yang masuk dari tk (3), kemudian keduanya bergabung menjadi tk (5) (lihat gambar 2.25). Penerapan prinsip kesetimbangan energi pada aliran udara pada titik pencampuran tersebut memberikan persamaan: m o h o + m 3 h 3 = m 5 h 5 Laju aliran massa udara di tk (0), m o pada prinsipnya telah dapat ditentukan besarnya dari perhitungan sebelum ini. Begitu pula dengan Laju aliran massa udara di tk (3), m 3 dan m 5 = m 1. Kemudian enthalpi di tk (0) h o juga telah diketahui. Sementara itu enthalpi di tk (3) h 3 adalah sama dengan enthalpi di tk (2) h 2. Oleh karena itu, melalui persamaan di atas, kita dapat dengan mudah menghitung besarnya h METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah-Langkah Penelitian 1. Observasi tentang objek penelitisn 2. Mengidentifikasi tujuan dan manfaat penelitian 3. Memperdalam landasan teori yang berhubungan dengan kebutuhan koil pendingin 4. Menghimpun data dari objek penelitian yang berpotensi mengeluarkan energi kalor (beban kalor pendinginan) 5. Melakukan perhitungan-perhitungan dari data yang didapat terutama dalam hal beban kalor pendinginan total, laju aliran massa udara, kebutuhan udara segar, dan kebutuhan daya koil pendingin. 6. Menganalisis hasil perhitungan kapasitas pendinginan dan perhitungan kebutuhan daya koil pendingin yang diakhiri dengan kesimpulan dan rekomendasi. 7. Mendokumentasikan hasil penelitian 3.2. Objek Penelitian Objek penelitian adalah ruang-ruang kelas lantai 4 gedung D Universitas Mercubuana. Gedung ini terletak di Jakarta Barat, daerah ini terletak di Jl.Meruya Selatan, Kebon Jeruk Jakarta Barat yang terletak pada 6 lintang selatan dan 106 bujur timur Alat Bantu Pengukuran 1. Termometer untuk mengukur suhu dari objek penelitian 2. Higrometer untuk mengukur kelembapan dari objek penelitian 3. Meteran gulung untuk mengukur dimensi objek penelitian (panjang, lebar, dan tinggi ruangan objek penelitian) 4. ANALISIS 4.1. Beban Kalor Pendinginan Total Berikut adalah tabel hasil perhitungan beban kalor pendinginan total: 2.6. Memperkirakan besarnya kapasitas mesin pendingin Kapasitas mesin pendingin adalah kemampuan mesin pendingin menyerap energi panas yang diangkut oleh aliran udara hangat yang melewatinya. Besarnya laju Energi panas yang diserap oleh mesin pendingin dari aliran udara, dan kemudian dibuang ke lingkungan udara luar sehingga udara saat masuk ke dalam ruangan memiliki temperatur yang lebih rendah (lihat gambar 2.25) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: Q p = m 5 ( h 5 h 1 )

28 23 JTM Vol. 04, No. 1, Februari Perhitungan Laju Aliran Massa Udara Pada Sistem Tata Udara Dalam mencari besarnya kapasitas aliran udara dalam tata udara, terlebih dahulu kita harus menentukan variasi kenyamanan kondisi udara yang kita inginkan. Pada penjelasan sebelumnya kita menentukan perkiraan suhu udara yang dapat membuat kita nyaman belajar yakni C dengan kelembapan relatif 50-60%. Maka tabel kondisi desain untuk mencari kapasitas aliran udara adalah sebagai berikut: 4.3. Perhitungan Kebutuhan Udara Segar Pada saat penelitian ini, suhu udara diluar gedung D Universitas Mercubuana adalah 33 C dengan kelembapan 90%. Jumlah penghuni 61 orang di tiap ruang kelasnya. Asumsikan 1 orang penghuni ruangan kelas membutuhkan 40 /jam udara segar (0,11 /detik udara segar). Maka perhitungannya adalah: ( ) = = 2440 = 0,678 udara segar 4.4 Perhitungan Daya Yang Dibutuhkan Koil Pendingin (Cooling Coil) Misalkan pada kondisi 1, daya yang dibutuhkan koil pendingin dapat dihitung dengan rumus berikut: = (h h ) Dari data kondisi yang ada di tabel, maka kita dapat mencari kapasitas aliran udaranya dalam perhitungan sebagai berikut: A. Kondisi 1 = = 23 C = 296 K ΔT menurut saran desainer adalah 7 8 C, bila dipilih 7 C maka, ΔT = 23 C - 7 C = 16 C Laju aliran udara yang masuk ke dalam ruangan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: = ρxq = = h h = (h h ) = ( ) Menggunakan tabel psychrometric chart didapat nilai entalpi sebagai berikut: h = 46 KJ/Kg SHF = = h = 35 KJ/Kg = 0,83 /Kg =., /.. /., /., / = 0,731 = 8,13 Kg/s Selanjutnya dengan cara perhitungan yang sama di dapat data perhitungan pada tabel sebagai berikut: Dari perhitungan kebutuhan udara segar ( ) bisa kita tentukan nilai entalpi udara segar (h ) menggunakan tabel psychrometric chart (T= 33 C, Ø = 90%) sebesar 110 KJ/Kg dengan volume jenis udara ( ) sebesar 0,918 /Kg. Entalpi pada saluran ducting sebelum bercampur dengan saluran udara segar (mixing zone) (h ) dianggap sama dengan entalpi udara saat meninggalkan ruangan (h ) h = h Massa udara saat keluar dari koil pendingin ( ) sama dengan massa udara masuk ruangan ( ) = Massa udara sebelum bercampur udara segar (mixing zone) ( ) dapat dihitung dengan cara berikut: = Dimana, = =,, / = 0,739 Kg/s = 8,13 Kg/s - 0,739 Kg/s = 7,391 Kg/s Setelah ditemukan maka h (h ) dapat dicari dengan cara berikut: h = = (, ) (, )[ ][ ], [ ] 51,82 KJ/Kg Maka, daya yang dibutuhkan koil pada kondisi 1 adalah: = (h h ) = (h h ) = 8,13(51,82 35) [Kg/s] [KJ/Kg] = 136,7466 KJ/s = ,6 W = Selanjutnya dengan cara perhitungan yang sama di dapat data perhitungan pada tabel sebagai berikut:

29 JTM Vol. 04, No. 1, Februari Analisis Daya Yang Dibutuhkan Koil Pendingin Hasil perhitungan keseluruhan mengenai daya yang dibutuhkan koil pendingin pada sistem tata udara Gedung D lantai 4 Universitas Mercubuana Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut ini: 4.6. Pemilihan Kebutuhan Daya Koil Pendingin Yang Paling Optimal Banyak faktor yang menentukan dalam memilih kebutuhan daya koil pendingin yang optimal pada sistem pengkondisian udara ruang-ruang kelas gedung D lantai 4 Universitas Mercubuana Jakarta. Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi dari sebuah sistem pengkondisian udara adalah temperatur yang kita inginkan, kelembapan yang kita inginkan, dan laju aliran massa udara yang keluar masuk. Dari semua variasi kondisi yang dianalisis, maka kebutuhan daya koil pendingin yang besarnya paling kecil adalah yang paling optimal. Hal ini disebabkan karena semakin kecil daya yang dibutuhkan koil pendingin maka semakin hemat besarnya energi yang dibutuhkan, sehingga menyebabkan performansi kerja mesin pengkondisian udara semakin baik. Jadi, dari ke enam variasi kondisi yang dianalisis maka kondisi nomor 2 memiliki kebutuhan daya koil pendingin yang paling optimal untuk sistem pengkondisian udara Gedung D lantai 4 Universitas Mercubuana Jakarta. 5. KESIMPULAN Dari data yang diperoleh, kondisi nomor 2 memiliki besar nilai daya yang dibutuhkan koil pendingin paling rendah yakni Watt, sedangkan pada kondisi desain 1 memiliki besar nilai daya yang dibutuhkan koil pendingin paling tinggi yakni Watt. Ternyata dari hasil perhitungan mengenai besar nilai daya yang dibutuhkan koil pendingin tergantung pada besarnya nilai temperatur, prosentase kelembapan, dan laju aliran massanya. Pada suhu temperatur yang semakin rendah dengan prosentase kelembapan yang semakin tinggi dan nilai laju aliran massa semakin besar, maka daya yang dibutuhkan koil pendingin akan semakin kecil. Berikut adalah grafik hasil perhitungan daya yang dibutuhkan koil pendingin di setiap variasi kondisi: Ada banyak sekali faktor dalam menentukan kondisi kebutuhan daya koil pendingin yang optimal pada sistem pengkondisian udara diantaranya adalah temperatur yang kita inginkan, kelembapan yang kita inginkan, dan laju aliran massa udara. Dalam penelitian ini menggunakan 6 kondisi yang berbeda. 2. Kondisi nomor 1 (dari 6 variasi) kondisi memiliki laju aliran massa udara paling rendah yakni 8,13 kg/s sedangkan pada kondisi nomor 6 memiliki laju aliran udara paling tinggi yakni 11,18 kg/s 3. Kondisi nomor 2 (dari 6 variasi) memiliki besar nilai daya yang dibutuhkan koil pendingin paling rendah yakni Watt, sedangkan pada kondisi nomor 1 memiliki besar nilai daya yang dibutuhkan koil pendingin paling tinggi yakni Watt. 4. Kebutuhan daya koil pendingin yang paling optimal dari sistem pengkondisian udara yang paling optimal adalah kondisi nomor 2 karena daya yang dibutuhkan koil pendingin paling rendah dibandingkan variasi kondisi lainnya sehingga bisa lebih menghemat energi dibandingkan variasi kondisi yang lain agar memperkuat akurasi dalam analisis perhitungan. DAFTAR PUSTAKA 1. ASHRAE Research ASHRAE Handbook: Refrigeration. Inch Pound Edition.

30 25 JTM Vol. 04, No. 1, Februari G. Pita, Edward Air Conditioning Principles and Systems. USA. John Wily and Sons. Inc. 3. Stoecker, Wilbert F., Jones, Jerold W., dan Supratman Hara Refrigerasi dan. Pengkondisian Udara. Edisi kedua. Jakarta: PT. Erlangga. 4. Wiranto Arismunandar, Heizo Saito Penyegaran Udara. Cetakan keempat. Jakarta: PT. Pradnya Paramitha.

31 26 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 ANALISA KINERJA REFRIGERASI WATER CHILLER PADA PT GMF AEROASIA Ali Nugroho Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana, Jakarta Abstrak - Pengkondisian udara merupakan salah satu hal yang paling penting dalam suatu industri atau gedung, khusunya pada suatu gedung perkantoran. Karena dengan sistem pengkondisian udara yang baik akan menghasilkan uadara segar yang akan memperoleh kenyamanan bagi manusia, mesin, maupun lingkungan yang berada disekitar. Karena dengan tingkat kenyamanan yang baik akan meningkatkan kinerja dari mesin yang digunakan. Ketidak sesuaian pola pengoperasian sistem refrigerai pada saat perancangan dengan keadaan aktual merupakan salah satu penyebab tingginya konsumsi energi listrik, oleh karena itu perlu dilakukan analisa performansi pada sistem refrigerasi di sana agar dapat diketahui apakah energi yang digunakan sudah efisien. Untuk menganalisia kinerja mesin water chiller ini dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap panel control water chiller selama empat jam sekali secara continue selama lima hari. Dan dilakukan perhitungan dari data tersebut untuk mengetahui nilai effisiensinya yaitu: COP, laju aliran refrigerant, kalor yang diserap evaporator dan kondensor, kerja yang dilakukan kompresor, daya yang dibutuhkan kompresor, dan laju aliran volume air cooling water. Kinerja chiller yang baik mempunyai efisiensi yang dapat dipengaruhi antara lain oleh: temperatur air keluar evaporator, dan temperaturr air masuk kondensor. Hasil penelitian hari sabtu diperoleh nilai COP = 8,04, P ref = 0,44 kw/tr, TR = 112,961 TR, dan laju massa refrigerant evaporator = 2,415 kg/s, kerja yang dilakukan kompresor = 49,395kW, laju aliran volume cooling tower = 94,613 m 3 /jam, dan laju aliran volume make-up water = 0,567 m 3 /jam. Maka di simpulkan semakin rendah temperatur refrigerant di kondensor maka akan semakin bagus juga nilai COP yang dihasilkan(kw/tr semakin rendah), karena kerja kompresor yang dibutuhkan akan lebih rendah. Kata kunci: beban pendinginan, unjuk kerja, COP, water chiller. 1. PENDAHULUAN Efisiensi konsumsi Untuk menghemat penggunaan energy terutama pada sitem tata udara, perlu adanya penghitungan efisiensi energi pada sistem refrigerasi. PT GMF AEROASIA merupakan salah satu gedung yang menggunakan sebagian besar energi listrik untuk menjalankan sistem refrigerasi sehingga diperlukan suatu analisa energi untuk mengetahui tingkat efektifitas dan energinya. Dengan melakukan analisa energi pada Water Chiller yang digunakan dalam sistem refrigerasi pada gedung tersebut, dapat diketahui sumber pemborosan energi yang mungkin terjadi. Efisiensi energi pada sistem refrigerasi, sebelumnya telah dibahas oleh beberapa peneliti. Menurut Retno Hamidah (2010), melakukan penelitian pada Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya dengan melakukan audit dan konservasi pada system tata udara dan sistem refrigerasi. Dari pembahasan Rianto (2007), dapat disimpulkan bahwa sistem refrigerasi pada bangunan besar memang membutuhkan efisiensi energi. Pengoprasian pengkondisian udara yang benar (sesuai dengan spesifikasinya), perawatan yang teratur, perhitungan yang benar pada cooling load dapat menentukan spesifikasi pengkondisian udara yang akan digunakan sehingga merupakan salah satu cara untuk melakukan efisiensi energi. Pemakaian energi yang semakin efisien akan mendukung upaya pemerintah untuk melakukan penghematan energi. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk memperdalam dan mengetahui efisiensi Chiller tipe water cooler yang digunakan pada PT GMF AEROASIA agar dapat dilakukan penghematan energy secara efisien tanpa mengurangi kenyamanan. Permasalahan yang akan dibahas diantaranya: 1. Apakah efisiensi aktual mesin refrigerasi pada PT GMF AEROASIA sama dengan efisiensi desainya. 2. Bagaimanakah perbedaan COP chiller sebelum maupun sesudah dilakukannya maintenance. Effisiensi energi merupakan lingkup yang sangat luas untuk diteliti, beberapa batasanbatasan yang meliputi: 1. Pengukuran dan penganalisaan data yang dilakukan adalah pada Sistem Refrigerasi saja (mesin chiller, Pompa distribusi dan pompa sirkulasi). 2. Sistem Refrigerasi yang diukur dan diananalisa hanya pada water chiller yang berjenis centrifugal chiller hitachi type HC- FS20EC40M201G.

32 27 JTM Vol. 04, No. 1, Februari Pompa dianggap bekerja sesuai dengan rancangannya sehingga data yang diambil hanya data idealnya saja. 4. Data yang digunakan berdasarkan pengambilan data selama 5 hari untuk satu mesin chiller. Tujuan penelitian tugas akhir ini adalah melakukan perhitungan pada kinerja mesin pada sistem refrigerasi water chiller yang berjenis centrifugal chiller Hitachi type HC- FS20EC40M201G pada PT GMF AEROASIA dan mengetahui perbedaan COP chiller sebelum sampai sesudah dilakukannya maintenance. Berikut ini diagram alir yang menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui performance chiller berpendingin air. Mulai Pengumpulan data: - pengambilan data secara berkala setiap 1 jam pada control chiller Analisa: - COP - Daya refrigrasi - Laju aliran massa refrigeran - kerja yang dilakukan kompresor - Daya yang dibutuhkan kompresor - Laju aliran cooling tower Hasil perhitungan dibandingkan Desain Diperoleh hasil dari grafik, Pengambilan kesimpulan dan saran Selesai 2. METODOLOGI PENELITIAN Ya Tidak Dari penelitian yang dilakukan, ada sumbersumber data yang diperoleh dan dibawah ini adalah data yang diperoleh dari spesifikasi PT GMF AEROASIA, yaitu: 1. Data Gedung - Jenis bangunan : Perkantoran umum - Lokasi : PT GMF AEROASIA - Bahan dinding : Building Board - Jam operasi : 24 jam - Luas bangunan : Tabel 1 luas dan beban gedung Tabel 2 Schedule water cooled chiller Data Beban Pendinginan Gedung Hanggar 1, Hanggar 2 & Hanggar 3 No. Lokasi Luas Beban (TR) (M2) Office Terpasang Remark 1 Hanggar , Hanggar , Hanggar General Store WS , WS , GSE , Utility ,75 75 Jumlah , Tabel 3 Schedule cooling tower SCHEDULE COOLING TOWER CH1 CH2 Type CounterFlow CounterFlow Teknikal CW in (ᵒCDB) Data CW out (ᵒCDB) Ambient Wbtempa (ᵒCDB) Flowrate (L/S) 45,5 45,5 Max. Driff Loses (%) 0,0002 0,0002 Fan Motor Motor KW/Phase Jumlah Fan 1 1 Max. RPM Type TEFC TEFC Volt/Phase 380/3 380/3 Enclosure Rating P56 P56 Spesifikasi Konstruksi UPVC UPVC Basin FRP FRP Fan Blade Aluminium Aluminium Jumlah Cell 1 1 Hasil Pengamatan Dari pengamatan yang dilakukan setiap pukul s/d 13.00WIB dari tanggal 1 s/d 5 November 2014 pengamatan tersebut didapati data pada panel control chiller, sebagai berikut: Tabel 4 Data pengukuran Tanggal 1November 2014 LOGSHEET CHILLER PT GMF AEROASIA DESCRIPTION 01/11/2014 NO ITEM UNIT EVAPORATOR SCREEN 1 Leaving water temp. ᵒF 44, Return water temp. ᵒF 49, Small temp. diffr. ᵒF Pressure Psig Saturation ᵒF Refrigerant temp. ᵒF Water pressure in kgf/cm² 0,8 0,8 0,76 0,78 8 Water pressure out kgf/cm² 0,11 0,11 0,11 0,13 9 Delta P kgf/cm² 0,69 0,69 0,65 0,65 CONDENSER SCREEN 10 Return water temp. ᵒF 84, Leaving water temp. ᵒF 91, Saturation ᵒF Small temp. diffr. ᵒF Pressure Psig Water pressure in kgf/cm² 0,69 0,71 0,73 0,73 16 Water pressure out kgf/cm² 0,29 0,29 0,29 0,29 17 Delta P kgf/cm² 0,4 0,42 0,44 0,44 COMPRESSOR SCREEN 18 Discharge temp. ᵒF Discharge super heat ᵒF , Slide valve position % A A A A OIL SUMP SCREEN 21 Oil pressure Psig Diff. oil pressure Psid Filter pressure 24 Diff. filter pressure Psid Oil temperature ᵒF 26 Delta P Psid MOTOR SCREEN 27 Full Load Ampere %

33 JTM Vol. 04, No. 1, Februari ANALISIS DATA Dari pengambilan data didapat data-data sebagai berikut: (Sabtu, 01/11/2014) Tekanan evaporator: Pevap = 38,4 Psig = 38,4+14,7 = 53,1 Psia Laju aliaran evaporator desain : Qevap = 36 l/s = 570,61 GPM Penurunan Tek. Evaporator desain : Pdesain = 80 kpa = 26,76 ft Penurunan Tek. Evaporator aktual : Paktual = 0,69 kgf/cm2 = 22,63 ft Temperatur evaporator : Tevap = 279,65 K Temperatur in. Evaporator : Tin = 283,05 K Temperatur out. Evaporator : Tout = 280,15 K Tekanan kondensor : Pcond = 117,5 Psig = 117,5+14,7 = 132,2 Psia Laju aliran kondensor desain : Qcond = 45,5 l/s = 721,189 GPM Penurunan Tek. Kondensor desain : Pdesain = 75 kpa = 25,091 ft Penurunan Tek. Kondensor aktual : Paktual = 0,4 kgf/cm2 = 13,12 ft Temperatur kondensor : Tcond = 308,87 K Temperatur in. kondensor : Tin = 306,15 K Temperatur out. Kondensor : Tout = 302,15 K Berdasarkan diagram tekanan-entalphi (P-H Diagram) Referigerant HFC-134a (R134a) diperoleh data sebagai berikut: Enthalpi uap jenuh Tevap : h1 = 412,05 kj/kg Enthalpi uap jenuh Tcond : h2 = 432,503 kj/kg Enthalpi cair jenuh Tcond : h3 = 247,574 kj/kg Maka dari data diatas didapat besarnya nilai: 1. Coefficient of performance (COP) atau koefisiensi prestasi siklus keseluruhan adalah: efek refrigrasi cop = daya kompresor = h h h h = (412,05 247,574)kJ/kg (432, ,05)kJ/kg = 164,476 20,453 = 8, Daya refrigerasi siklusnya adalah: P = 3,516 COP = 3,516 8,041 = kw/tr 3. Laju aliran massa refrigerant untuk setiap 1 ton refrigerasi adalah: Q = k x PD Dimana Q = laju aliran desain (GPM ) PD = penurunantekanan(ft) k = konstanta Untuk evaporator : k = Q PD = 570,61 26,764 = 110,305 Q = k x PD = 47,45 x 22,63 = 523,37 GPM Kalor yang dilepas air pada evaporator : = 49,095 TR x 3,516 TR x 24 GPM = T GPM x T TR = = ,37 x 5,2 24 = 49,095 TR = 112,96 kw Dengan mengasumsikan kalor yang dilepas air pada evaporator sama dengan kalor yang diberikan refrigerant maka laju aliran massa refrigerant adalah : Q. = Q. 397,27 = mr x (h h ) 397,297 kj/s mr = (412,05 247,574)kJ/kg = 2,415 kg/s Untuk kondensor : k = Q = PD 25,0914 = 143,97 Q = k x PD = 143,97 x 13,12 = 521,57 GPM Kalor yang dilepas air pada kondensor: Qcond x 30 GPM = T GPM x T 521,57 x 7,2 Qcond = = = 125,155TR x 3,516 = 440,22 kw kj/s Dengan mengasumsikan kalor yang dilepas pada kondensor sama dengan kalor yang diserap refrigerant maka laju aliran massa refrigerant adalah: Q. = Q. 440,22 = mr x (h h ) mr = 440,047 kj/s (432, ,574)kJ/kg = 2,385 kg/s 4. Kerja yang dilakukan kompresor dengan proses kompresi isentropik: 5. W. = h h = (432, ,05)kJ/kg = 20,451 kj/kg

34 29 JTM Vol. 04, No. 1, Februari Daya yang dibutuhkan kompresor untuk siklus refrigerasi : P.= mr x (h h ) = 2,385 kg/s x 20,451 kj/kg = 48,77 kj/s 7. Laju aliran volume air pengkondensasi (condensing/cooling water) : V Q. = 1(kkal/lt C) x T ; dimana 1kW = 859,68kkal/jam = x 859,68kkal/jam 1(kkal/lt C) x (33 29) C = 94612,082 liter /jam ; dimana 1 liter = 10 m3 = 94,612 m /jam 8. Laju aliran volume air penambah untuk cooling tower (make-up water). Jika di asumsikan pada sistem terjadi losses water pada sirkulasi air di unit cooling tower yang dikarenakan losses akibat penguapan (evaporation) sebesar 1%, arus lepas air (drift) sebesar 0,2% dan akibat kebocoran (bleed off) sebesar 0,3% untuk tiap selisih temperatur inlet dan outlet cooling water sebesar 10⁰C maka sistem membutuhkan air penambah untuk cooling tower (make up water). Jika diketahui = (33 29) = 4 dan apabila dianggap perbedaan temperatur tersebut nilainya sebanding dengan besarnya losses yang terjadi maka total losses water pada sistem adalah: loses = 4 C 10 C x (lossesevaporator + losses drift + losses bleedoff) = 0,4 (1% + 0,2% + 0,3%) = 0,6% Maka laju aliran penambah untuk cooling tower (make-up water) adalah: V = losses totalx V = 0,006 x 94,612 m /jam = 0,5677 / Pre ssure ( Bar) 3,4667 2,7900 1,3534 0, GPM GPM 0 (h3 / h4 ) 247,57 (h1) 412,05 Enthalpi (h2) 434,503 Gambar 1 Diagram p-h hari sabtu jam Gambar 2. Grafik Condenser Q Desain vs Q Actual before after Condenser Q Desain vs Q Actual before after Evaporator Q Desain vs Q Actual before after DESAIN Sabtu after DESAIN Sabtu after Gambar 3. Grafik Evaporator Q Desain vs Q Actual before after 24/1/2015

35 JTM Vol. 04, No. 1, Februari COP BEFORE VS AFTER MAINTENANCE Before After desain Gambar 4. Grafik COP before after maintenance 24/1/ KESIMPULAN Dari hasil perhitungan dan analisa dapat ditarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut: 1. Semakin tinggi temperatur refrigerant di evaporator maka akan semakin bagus juga nilai COP yang dihasilkan, karena efek refrigerasi yang dihasilkan lebih besar, sementara kerja kompresor yang dibutuhkan lebih rendah. 2. Semakin rendah temperatur refrigerant di kondensor maka akan semakin bagus juga nilai COP yang dihasilkan, karena kerja kompresor yang dibutuhkan akan lebih rendah. 3. Apabila temperatur air masuk kondensor semakin rendah (temperatur air yang disuplai oleh cooling tower) maka effisiensi (COP) akan semakin tinggi (KW/TR semakin rendah). Hal ini disebabkan oleh condensing temperatur yang semakin rendah. 4. Jika temperatur air keluar evaporator lebih tinggi maka effisiensi (COP) akan semakin tinggi (KW/TR semakin rendah). Hal ini disebabkan oleh evaporating temperatur yang makin tinggi. 5. Apabila laju aliran air di kondensor semakin tinggi maka effisiensi (COP) akan semakin tinggi (KW/TR semakin rendah). 6. Perbandingan COP antara sebelum maupun sesudah maintenance dapat dilihat dari performance, hanya saja tidak signifikan perubahan yang didapatkan. 4. DAFTAR PUSTAKA 1. Agus, R. (2007). Audit Energi dan Analisis Peluang Penghematan Konsumsi Energi pada Sistem Pengkondisian Udara di Hotel Santika Premiere Semarang. Semarang: Universitas Negeri semarang. 2. ASHRAE. (I ). Fundamentals Handbook. ASHRAE Inc. 3. Effendy, Marwan. (2005). Pengaruh Kecepatan Putar Poros Kompresor Terhadap Prestasi Kerja Mesin Pendingin AC. Kartosuro: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 4. Hamidah,Retno(2010). Efisiensi Energi pada Sistem Refrigerasi Studi Kasus Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember 5. Margoyungan, Mahdi. (2008). Perencanaan Unit Mesin Pendingin Untuk Kebutuhan Pengkondisian Udara Kantor ADPEL di Medan. Medan: Universitas Sumatra Utara. 6. Moran, M.J and Shapiro, H.N. (1996). Fundamental of Engineering Thermodynamics Third Edition. New York: John Willey and Sons inc. 7. Stoecker, Wilbert. F. (1989). Refrigerasi dan Pengkondisian Udara. Jakarta: Erlangga.

36 31 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 ANALISA PERBANDINGAN MATERIAL JIS SCM 415 DAN JIS SCM 420 PADA PROSES HEAT TREATMENT Riyanto Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana, Jakarta Abstrak - Perlakuan panas atau heat treatment pada material SCM 415 dan SCM 420 terbukti terjadi peningkatan kekerasan dan penambahan kedalaman karbon. Tingkat kekerasan pada masing-masing bagian berbeda antara kedua material. Dengan melakukan pengujian pada dua sample material sesudah diberikan perlakuan panas menggunakan metode carburizing dengan T: 900 ºC t: 170 menit, kemudian quenching T:130 ºC t: 15 menit dan tempering T: 170 ºC t: 90 menit didapatkan hasil material SCM 415 inside hardness kg/mm 2, surface hardness 745 kg/mm 2, rata-rata kekerasan area pitch circle jarak 0.1 mm = kg/mm 2, jarak 0.9 mm = kg/mm 2 dan rata-rata kedalaman karbon = 0.67 mm. Kekerasan rata-rata pada area teeth root jarak 0.1 = 708 kg/mm 2, jarak 0.8 = 368 kg/mm 2, rata-rata kedalaman karbon = 0.55 mm. Material SCM 420 memiliki inside hardness 387 kg/mm 2, surface hardness 725 kg/mm 2, rata-rata kekerasan area pitch circle jarak 0.1 mm = kg/mm 2, jarak 0.9 mm = kg/mm 2 dan rata-rata kedalaman karbon = 0.61 mm. Kekerasan rata-rata pada area teeth root jarak 0.1 = 727 kg/mm 2, jarak 0.8 = 447 kg/mm 2, rata-rata kedalaman karbon = 0.53 mm. Surface hardness material SCM 415 lebih tinggi dari material SCM 420, namun inside hardnessnya lebih rendah. 1. PENDAHULUAN Roda gigi adalah salah satu komponen mesin yang sangat penting pada sistem pemindahan daya sebuah kendaraan. Fungsi utama dari roda gigi adalah meneruskan putaran dan gaya dari sumber gaya ke bagian yang akan digerakkan. Selama menjalankan fungsinya tersebut roda gigi akan saling bersinggungan dan bergesekan antar roda gigi satu dengan roda gigi yang lain. Dengan beban kerja yang berat maka roda gigi dituntut memiliki sifat tidak mudah aus dan tidak mudah patah atau rusak, sehingga roda gigi harus memiliki kekerasan dan keuletan yang memadai. Baja sebagai bahan roda gigi memiliki kekuatan dan keuletan yang lebih baik jika dibandingkan dengan bahan-bahan lain. Namun kekerasan dan keuletan tersebut masih belum memadai, maka roda gigi harus ditingkatkan kekerasan dan keuletannya dengan perlakuan panas. Perlakuan panas atau heat treatment diberikan dengan tujuan untuk merubah sifat-sifat mekanis material antara lain kekerasan dan keuletan. Dengan perlakuan panas tersebut diharapkan ketahanan aus pada baja meningkat karena adanya peningkatan kekerasan. Carburizing adalah salah satu perlakuan panas dengan cara penambahan karbon dengan difusi ke dalam permukaan baja karbon rendah pada temperatur sekitar 900 ºC dan terjadi pada fasa Austenite sehingga kadar karbon pada baja meningkat dan terjadi perubahan struktur mikro pada baja. Dengan meningkatnya kadar karbon tersebut maka permukaan baja akan memiliki kekerasan yang tinggi, pencelupan cepat atau quenching akan memberikan kekuatan paling tinggi meskipun permukaan kulitnya agak getas. Selanjutnya proses tempering diberikan untuk menstabilkan tegangan sisa yang disebabkan proses sebelum. Hasil kekerasan pada setiap jenis material setelah perlakuan panas akan berbeda antara material satu dengan material lain, tergantung pada unsur dan komposisi campurannya. Penambahan unsur Mn, Mo, Ni, dan Si pada material baja campuran dapat meningkatkan sifat mampu keras, namun penambahan unsur Ti, V, Zr, W dan U yang berlebihan akan menurunkan sifat mampu keras. Setiap perusahaan biasanya mempunyai standar yang dikeluarkan untuk menjamin kualitas setiap produk yang dihasilkan atau yang akan dipesankan ke supplier sehingga produk-produk tersebut mampu tukar khususnya produk yang akan diassy. Sebagai contoh Honda memiliki HAS (Honda Engineering Standard) dan Suzuki memiliki SES (Suzuki Engineering Standard). Dengan adanya standar tersebut semua produk yang dihasilkan harus sesuai dan berada dalam standar. Jika produk keluar dari standar yang telah ditetapkan, maka produk tersebut menjadi reject dan tidak dapat digunakan karena akan menimbulkan masalah pada proses selanjutnya atau bahkan pada produk jadi. Dengan pengujian kekerasan, kedalaman karbon dan struktur mikro pada material SCM 415 dan SCM 420 diharapkan dapat diketahui seberapa besar pengaruh perlakuan panas pada kedua material sehingga dapat mengetahui sifatsifat mekanisnya. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standarisasi dan Pengkodean baja karbon Standarisasi adalah proses merumuskan, merevisi, menetapkan dan menerapkan standar, dilaksanakan secara tertib dan kerja sama dengan semua pihak. SNI atau Standar Nasional Indonesia adalah standar yang ditetapkan oleh instansi teknis setelah mendapat persetujuan dari dewan standarisasi nasional, dan berlaku secara

37 JTM Vol. 04, No. 1, Februari nasional di Indonesia. Struktur penomoran SNI terdiri atas serangkaian kode dengan arti tertentu yaitu berupa kode SNI, nomor unik, nomor bagian dan nomor seksi, serta tahun penetapan. Kode SNI menyatakan bahwa dokumen tersebut adalah Standar Nasional Indonesia. Nomor unik adalah identifikasi dari suatu standar tertentu yang jumlah digitnya sesuai kebutuhan, minimal empat angka dan diawali dengan angka 0. Nomor bagian merupakan identifikasi yang menunjukkan nomor urut bagian dari suatu standar yang mempunyai bagian. Nomor seksi adalah identifikasi yang menunjukkan nomor seksi dari suatu standar bagian tertentu 2.2 Perlakuan panas Perlakuan panas adalah suatu proses dimana bahan diberikan suhu yang tinggi untuk mengubah sifat-sifatnya. Tujuan perlakuan panas pada baja ialah untuk memperbaiki sifat-sifat fisis dan mekanisnya, yaitu stuktur, keuletan, dan kekerasan. Dengan adanya perlakuan panas pada bahan ini diharapkan akan diperoleh material yang kuat, liat, dan tahan aus. Perlakuan panas yang sering diaplikasikan dalam dunia industri antara lain: penganilan (annealing), normalisasi (normalizing), quenching-tempering dan pengerasan kulit. 2.3 Normalizing Normalisasi dilakukan dengan cara yang sama seperti penganilan tetapi dengan suhu yang lebih tinggi, diatas daerah transformasi dimana austenit telah terbentuk yaitu sekitar 870 ºC. Dengan normalisai didapatkan struktur internal yang seragam dalam baja dan kekuatan yang lebih tinggi dari pada yang dihasilkan melalui penganilan. 2.4 Pengerasan menyeluruh, pencelupan dan penemperan Pengerasan menyeluruh dicapai dengan memanaskan baja di atas daerah transformasi di mana austenit telah terbentuk dan kemudian didinginkan dengan cepat dalam media pencelupan (quenching). Pendinginan yang cepat menyebabkan pembentukan martensit, struktur kristal baja yang kuat dan keras. Tinggi rendah suhu mulai terbentuknya martensit bergantung pada komposisi unsur paduan, jika paduan yang strukturnya mengandung 80% martensit pada keseluruhan penampang, maka memiliki sifat mampu keras yang tinggi. Media yang sering digunakan dalam pencelupan adalah minyak high temperatur dan air. Tempering adalah proses pemanasan ulang baja dengan suhu antara 200 ºC hingga 700 ºC setelah mengalami pencelupan dan kemudian mendinginkan secara perlahan pada udara sampai kembali ke suhu ruang dengan tujuan merubah sifat-sifat baja. Melalui proses penemperan ini kekuatan tarik dan titik luluh akan menurun seiring bertambahnya suhu penemperan tetapi keuletannya meningkat. 2.5 Pengerasan kulit Dalam beberapa komponen mesin kadang diperlukan tingkat kekuatan sedang meskipun permukaannya harus memiliki kekerasan yang tinggi, seperti roda gigi dibutuhkan kekerasan permukaan yang tinggi untuk menahan keausan akibat bersinggungan antar gigi selama berputar. Keuntungan dari pengerasan kulit adalah bahwa saat permukaan dituntut memiliki kekerasan yang tahan aus, inti dari komponen ini masih dalam keadaan ulet, tahan terhadap impak dan kelelahan. Proses yang sering digunakan dalam pengerasan kulit antara lain : pengerasan nyala api (flame hardening), pengerasan induksi (induction hardening), karburisasi (carburizing), nitridasi (nitriding), sianidasi (cyaniding), dan karbonitriding. 2.6 Carburizing Carburing adalah proses penambahan karbon kedalam permukaan baja karbon rendah pada temperatur antara 850 ºC hingga 950 ºC dan terjadi pada fasa austenite sehingga kadar karbon pada baja meningkat. Pengerasan permukaan dicapai saat lapisan permukaan yang mengandung karbon tinggi dan jenuh didinginkan cepat (quench) sehingga membentuk martensite. Dengan terbentuknya martensite pada permukaan ini akan meningkatkan ketahanan aus, fatigue dan ketangguhan pada baja karbon rendah. Sumber atom karbon yang digunakan pada proses carburizing adalah dalam bentuk gas, liquid atau ion. Perbedaan sumber karbon ini menyebabkan perbedaan nilai kekerasan dan kedalaman permukaan yang dikeraskan. Pada gas carburizing sumber karbon berbentuk gas pada temperatur 815 ºC hingga 980 ºC, biasanya untuk proses secara terus-menerus karena tebal kekerasan permukaan dapat diatur. Logam dasar yang dikeraskan dengan cara ini adalah baja karbon rendah dan baja paduan karbon rendah. Pada liquid carburizing sumber pengerasan karbon berasal dari difusi karbon dengan sumber karbon berbentuk liquid pada temperatur 815 ºC hingga 980 ºC. Proses liquid carburizing lebih cepat dari pada proses gas carburizing dan memerlukan penggantian larutan secara berkala. 2.7 Pendinginan Jika suatu baja didinginkan dari suhu yang lebih tinggi dan kemudian ditahan pada suhu yang lebih rendah selama waktu tertentu, maka akan menghasilkan struktur mikro yang berbeda. Seperti pada diagram dibawah:

38 33 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 diagonal. Pengujian metode Vikers dapat diaplikasikan pada bahan keras, bahan yang sangat tipis dan tingkat pengukuranya lebih teliti. Secara matematis dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : HV =. ( ) ( ) = kg/mm 2 Gambar 2.2 Diagram temperature time trasnsformation (TTT diagram) Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari 0,83% yang ditahan suhunya dititik tertentu yang letaknya di atas dari kurva C, maka akan menghasilkan struktur perlit dan ferit. Bila ditahan pada titik tertentu bagian bawah kurva C tetapi masih di sisi sebelah atas garis horizontal, maka akan menghasilkan struktur mikro bainit yang sifatnya lebih keras dari pada perlit. Dan jika suhunya ditahan pada titik tertentu dibawah garis horizontal, maka akan terbentuk struktur martensite dengan sifat sangat keras dan getas. Dalam diagram di atas semakin tinggi kadar karbon, maka kedua buah kurva C tersebut juga akan bergeser ke kanan. Ukuran butir struktur yang terbentuk pada proses perlakuan panas tergantung tinggi rendahnya temperatur dan waktu pemanasan, semakin lama pemanasannya maka struktur yang terbentuk semakin besar, dan semakin cepat pendinginan semakin kecil struktur yang terbentuk. 2.8 Kekerasan Pengujian kekerasan metode Brinell merupakan pengujian standar secara industri, tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja maka benda keras sekali atau lunak sekali tidak dapat dilakukan pengujian. Metode ini adalah dengan menjatuhkan bola dengan ukuran tertentu dan ketinggian tertentu di atas benda uji dan diperoleh pantulannya. Pengujian dengan metode Rockwell merupakan pengujian yang cocok untuk semua jenis material keras dan lunak. Prinsipnya adalah melakukan penekanan dengan penekan bola baja atau intan dengan beban tertentu kemudian mengukur bekas atau jejak dari penekanan tersebut. Pengujian kekerasan dengan metode Vikers prinsipnya adalah sama dengan pengujian Rockwell, prinsip pengujian ini adalah memberikan beban dengan menekan benda uji. Penekanan benda uji ini dengan menggunakan indentor intan yang berbentuk piramid dengan sudut puncak sebesar 136 º dan dasar berbentuk segi empat. Kekerasan vikers (HV) didefinikan sebagai beban sebesar 1000 gram. Luas jejakan dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang 3. METODOLOGI PENELITIAN Mulai Data Awal: Kekerasan Kedalaman karbon Mikro struktur Persiapan proses 5 pcs T: 900 ºC t : 170 menit 5 pcs T: 130 ºC t : 15 menit 5 pcs T: 170 ºC t : 90 Pengujian: Kekerasan, struktur mikro & kedalaman karbon Analisa Hasil VS standard Selesai Ya Tidak 3.1 Proses carburizing Sebelum sample dimasukkan ke mesin furnace ada langkah-langkah yang harus dilakukan, yaitu: a. Sample diberi nomor dan kode untuk memudahkan idenfifikasi. b. Sample diberi tanda kawat untuk membedakan dengan part masspro. c. Sample diletakkan sesuai dengan nomornya pada jig yang telah disiapkan. d. Parameter carburizing T : 900 ºC t : 170 menit, quenching T: 130 ºC t: 15 menit, tempering T :170 ºC t : 90 menit.

39 JTM Vol. 04, No. 1, Februari e. Udara : 1 L/menit, CH4 : 0 15 L/menit, CO 2: 0,02 0,25 %. f. Setelah semua proses selesai sample dibiarkan dalam udara normal selanjutnya diambil untuk proses persiapan pengujian. 3.2 Pengujian kekerasan dan struktur mikro Uji struktur dilakukan untuk melihat, mengamati dan menganalisa jenis dan bentuk mikro struktur yang terbentuk pada sample baik sebelum maupun setelah melalui beberapa tahap proses perlakuan panas. Sebelum dilakukan uji kekerasan dan uji mikro struktur, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah: a. Memotong sample pada area gigi. b. Mounting, yaitu mengepress sample dengan tujuan untuk lebih mudah penanganan sample pada saat pengujian. c. Menghaluskan permukaan sample dengan amplas (dari grit 60, 120 sampai 600 ). d. Memoles atau etsa sample, mencelupkan pada campuran asam nitrat dan alkohol sampai terlihat garis kadalaman karbon. e. Melakukan uji kekerasan dan uji mikro struktur. Hasil pengujian surface hardness KEKERASAN KEKERASAN BEFORE HEAT AFTER HEAT TREATMENT HV TREATMENT NO (kg/mm²) HV (kg/mm²) SAMPL E SCM 415 BEFOR E SCM 420 BEFOR E SCM 415 AFTE R SCM 420 AFTE R RATA- RATA ANALISIS 4.1 Hasil pengujian Hasil pengujian inside hardness KEKERASAN KEKERASAN BEFORE AFTER HEAT HEATTREATMENT TREATMENT HV NO HV (kg/mm²) (kg/mm²) SAMPLE SCM 415 BEFORE SCM 420 BEFORE SCM 415 AFTER SCM 420 AFTER RATA- RATA Grafik perbandingan surface hardness Hasil pengujian pitch circle MAT ERIA L SCM 415 AFT ER JAR AK PEN JEJA GAN (mm) SAMPLE HV (kg/ mm²) HV (kg/ mm²) HV (kg/ mm²) HV (kg/ mm²) HV (kg/m m²) RATA- RATA (kg/mm ²) SCM 420 AFT ER Grafik perbandingan inside hardness

40 35 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 Grafik perbandingan kekerasan area pith circle Hasil pengujian teeth root SAMPLE MA TER IAL JARAK PENJE JAGAN (mm) HV (kg/mm ²) HV (kg/m m²) HV (kg/m m²) HV (kg/m m²) HV (kg/m m²) RATA- RATA (kg/mm ²) SC M 415 AFT ER SC M 420 AFT ER Grafik perbandingan kedalaman karbon area pitch circle Kadalaman karbon teeth root NO SAMP LE TITIK PENGU JIAN SCM 415 SCM 420 KEDALA MAN KARBO N (mm ) RATA - RATA (mm) KEDALA MAN KARBO N (mm ) RATA - RATA (mm) Grafik perbandingan kekerasan area teeth root Kedalaman karbon pitch circle NO SAMP LE AWAL 1 2 TITIK PEN GUJI AN SCM 415 SCM 420 KEDAL KEDALAMA RATA- AMAN N KARBON RATA KARBO (mm ) (mm) N (mm ) RATA- RATA (mm) AWAL

41 JTM Vol. 04, No. 1, Februari Pembahasan pengamatan struktur mikro Pada sample awal material SCM 415 maupun SCM 420 belum mengalami perlakuan panas terlihat martensite dengan bentuk dan ukuran struktur bervariasi, setelah mengalami perlakuan panas terjadi perubahan struktur martensite dan austenite dengan bentuk ukuran yang lebih kecil dan seragam. 5. KESIMPULAN Grafik perbandingan kedalaman karbon area teeth root 4.2 Pembahasan Hasil Penelitian Pembahasan uji kekerasan Berdasarkan tabel dan gambar dari hasil pengujian material awal dan material yang sudah mengalami perlakuan panas, carburizing 900 ºC selama 170 menit, quenching 130 ºC selama 15 menit dan tempering 170 ºC selama 90 menit, diperoleh : a. Material SCM 415 awal memiliki inside hardness kg/mm2, surface hardness 145 kg/mm 2, kekerasan rata-rata area pitch circle jarak 0.1 mm = kg/mm 2 dan jarak 0.9 mm = kg/mm 2 pada area teeth root jarak 0.1 = 177 kg/mm 2 jarak 0.8 = 173 kg/mm 2 serta kedalaman karbon total 0 mm karena belum ada penambahan karbon. b. Material SCM 420 awal memiliki inside hardness kg/mm 2, surface hardness kg/mm 2, kekerasan rata-rata area pitch circle jarak 0.1 mm = kg/mm 2 dan jarak 0.9 mm = 186 kg/mm 2 pada area teeth root jarak 0.1 mm = 215 kg/mm 2 dan jarak 0.8 mm = 197 kg/mm 2 serta kedalaman karbon total 0 mm karena belum ada penambahan karbon. c. Material SCM 415 setelah mengalami perlakuan panas memiliki inside hardness kg/mm 2, surface hardness 745 kg/mm 2, rata-rata kekerasan area pitch circle jarak 0.1 mm = kg/mm 2, jarak 0.9 mm = kg/mm 2 dan rata-rata kedalaman karbon = 0.67 mm. Kekerasan rata-rata pada area teeth root jarak 0.1 = 708 kg/mm 2, jarak 0.8 = 368 kg/mm 2, rata-rata kedalaman karbon = 0.55 mm. d. Material SCM 420 setelah mengalami perlakuan panas memiliki inside hardness 387 kg/mm 2, surface hardness 725 kg/mm 2, rata-rata kekerasan area pitch circle jarak 0.1 mm = kg/mm 2, jarak 0.9 mm = kg/mm 2 dan rata-rata kedalaman karbon = 0.61 mm. Kekerasan rata-rata pada area teeth root jarak 0.1 = 727 kg/mm 2, jarak 0.8 = 447 kg/mm 2, rata-rata kedalaman karbon = 0.53 mm. Dari hasil pengujian material setelah mengalami perlakuan panas dan dibandingkan dengan standar customer dapat diambil kesimpulan: a. inside herdness pada material SCM 415 ratarata kg/mm 2 dan SCM 420 rata-rata 387 kg/mm 2 sesuai dengan standar (standar SES : 266 kg/mm 2 ~ 392 kg/mm 2 ). b. Surface hardness pada material SCM 415 rata-rata 745 kg/mm 2 dan SCM 420 rata-rata 725 kg/mm 2 sesuai dengan standar (standar SES : 613 kg/mm 2 ~827 kg/mm 2 ). c. Kedalaman karbon pada material SCM 415 rata-rata area pitch circle 0.67 mm dan 0.55 mm area teeth root masih masuk standar (standar area pitch circle : 0.3 ~ 0.8 mm, area teeth root :0.3 ~ 0.6 mm). d. Kedalaman karbon pada material SCM 420 rata-rata area pitch circle 0.61 mm dan 0.53 mm area teeth root masih masuk standar (standar area pitch circle : 0.3 ~ 0.8 mm, area teeth root :0.3 ~ 0.6 mm). e. Struktur mikro sesuai dengan standart yaitu tidak timbul ferrit dan cementite serta austenite tidak lebih dari 30%. f. Sehingga kedua material bisa diaplikasikan untuk bahan pembuatan roda gigi Primary Driven 25G sesuai dengan SES (Suzuki Engineering Standard). DAFTAR PUSTAKA 1. Mott,L Robert.(2004). Elemen-elemen mesin dalam perancangan mekanis. Yogyakarta: Andi. 2. Sularso dan Suga, kiyokatsu. (2004). Dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin (11). Jakarta : Pradnya Paramita. 3. Surdia, Tata & Shinroku Saito. (1999). Pengetahuan bahan teknik (6). Jakarta: Pradnya Paramita. 4. Samosir, Ganda.Ir. M. Sc (2008 ). Materi kuliah:teknik Manufaktur.Teknik Mesin UMB 5. Detail SNI. : /detail_sni/ Mech-Art-Science >> Time, Temperature,& Transformation (TTT) Diagram. dibuka pada tanggal 21September 2014.

42 37 JTM Vol. 04, No. 1, Februari Osteel Group. asp 8. Panthron Gonna a Chemical EngineeringDaily Report:Bahan Konstruksi Teknik Kimia : Phase Transformation /05/bahan-konstruksi-teknik-kimiaphase.html dibuka pada tanggal 22September Pengaruh Temperatur Quenching Terhadap Kekerasan Dan Struktur MIkro Baja I arda.biz. -quenchingterhadap-kekerasan-dan-struktur-mikro-baja/ dibuka pada tanggal 21September Practical Maintenance>>Blog Archive>>I-T Diagram and Cooling Curves dibuka pada tanggal 22September SES (Suzuki Enginering Standard), Gear Primari Driven.

43 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 PANDUAN PENULISAN JURNAL ILMIAH TEKNIK MESIN Penulis01, Penulis02, dan Penulis03 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana Jakarta Penulis Abstrak -- (intisari) memuat inti permasalahan, metodologi pemecahannya dan hasil yang diperoleh. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, disertai kata kunci (keyword) di bawahnya. Tulisan asli berupa softcopy yang dikirim penulis akan langsung dicetak sebagai isi JURNAL TEKNIK MESIN apabila telah memenuhi panduan penulisan. Untuk menjamin keseragaman dan kelancaran proses pencetakan, serta format tulisan maka dibuat panduan penulisan. Panduan ini sebagai acuan yang diperlukan untuk penulisan dan pengiriman tulisan JURNAL TEKNIK MESIN. Panduan ini ditulis sebagai format baku JURNAL TEKNIK MESIN dan untuk kemudahan panduan dalam bentuk softcopy ini dapat langsung dijadikan template bagi penulis. Kata kunci: panduan, tulisan, format, judul Abstract -- contains the core of the problem, the solution methodology and the results obtained. Abstract written in Indonesian and English, accompanied by keywords (keywords) below. The original text in the form of soft copy sent direct writer will be printed as JURNAL TEKNIK MESIN contents if it has met the writing guide. To ensure uniformity and smoothness of the printing process, as well as the format of the writing made the posting. This guide as a reference is required for the writing and delivery of writings JURNAL TEKNIK MESIN This guide is written as a standard format for ease JURNAL TEKNIK MESIN and guidelines in softcopy format can be directly used as a template for writers. Keywords: guidance, writing, format, title 1. PENGIRIMAN TULISAN Tulisan asli yang dikirim ke Redaksi JURNAL TEKNIK MESIN harus dalam bentuk softcopy siap cetak yang dicopy-kan langsung kepada Redaksi atau dikirimkan via dalam format *.doc atau *.docx dengan dilampiri pernyataan bahwa tulisan tersebut belum diterbitkan dan tidak sedang menunggu untuk diterbitkan di media mana pun. Penulis juga diminta untuk melampirkan biografi ringkas, afisiliasi dan alamat lengkap, termasuk alamat TULISAN Tulisan akan dicetak dengan tinta hitam pada satu muka kertas HVS putih ukuran A4. Setiap halaman diberi nomor dan panjang tulisan maksimal 8 (delapan) halaman. Untuk menjamin keseragaman format, tulisan hendaknya mempunyai marjin minimum sebagai berikut: a. Marjin atas, bawah, inside, 3 cm, sedangkan batas outside 2.0 cm dengan Pages Mirror Margin. b. Badan tulisan ditulis pada dua kolom dengan jarak antar kolom 0.5 cm. 2.1 Huruf dan Spasi Tulisan menggunakan huruf Arial 10 dengan jarak antar baris satu spasi, kecuali judul. Judul menggunakan huruf besar Arial 12 yang dicetak tebal (bold), dan abstrak ditulis miring (Italic) dengan huruf Arial Judul Judul Tulisan: Judul tulisan dicetak tebal dengan huruf besar (14) dan diletakkan di tengah halaman. Judul tulisan diikuti nama dan afisiliasi penulis serta abstrak, seperti pada panduan ini. Judul Bagian: Judul bagian dicetak tebal (bold) dengan huruf besar, diberi nomor. Judul Subbagian: judul sub-bagian dicetak tebal, dengan gabungan huruf besar dan kecil, dimulai dari sisi kiri kolom. 2.3 Bahasa, Satuan dan Persamaan Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Penggunaan bahasa dan istilah asing sedapat mungkin dihindari, kecuali untuk abstrak. Penggunaan singkatan dan tanda-tanda diusahakan untuk mengikuti aturan nasional atau internasional. Satuan yang digunakan hendaknya mengikuti system satuan internasional (SI). Persamaan atau hubungan matematik harus dicetak dan diberi nomor seperti ini: (1) Di dalam teks, persamaan 1 dinyatakan dengan Pers. (1) atau Persamaan (1).

44 JTM Vol. 04, No. 1, Februari Tabel Tabel yang rapi dan jelas disertakan dalam teks serta harus dirujuk pada teks. Keterangan tabel ditulis di atas tabel sebagai berikut: Tabel 1. Di dalam teks, tabel 1 dinyatakan dengan Tabel 1. Tabel 1. Contoh penulisan nomor dan judul tabel Conversion from Symbol Quantity Gaussian and CGS EMU to SI a magnetic flux 1 Mx 10 8 Wb = 10 8 V s 4 M magnetization 1 G 10 3 /(4 ) A/m m magnetic moment 1 erg/g = 1 emu 10 3 A m 2 = 10 3 J/T m magnetic moment 1 erg/g = 1 emu 10 3 A m 2 = 10 3 J/T B magnetic flux 1 G 10 4 T = 10 4 density, Wb/m 2 magnetic induction H magnetic field 1 Oe 10 3 /(4 ) A/m strength 4 M magnetization 1 G 10 3 /(4 ) A/m m magnetic moment 1 erg/g = 1 emu 10 3 A m 2 = 10 3 J/T M magnetization 1 erg/(g cm 3 ) = 1 emu/cm A/m 4 M magnetization 1 G 10 3 /(4 ) A/m 4 M magnetization 1 G 10 3 /(4 ) A/m 4 M magnetization 1 G 10 3 /(4 ) A/m specific magnetization 1 erg/(g g) = 1 emu/g 1 A m 2 /kg m magnetic moment 1 erg/g = 1 emu 10 3 A m 2 = 10 3 J/T 4 M magnetization 1 G 10 3 /(4 ) A/m j magnetic dipole moment 2.5 Nomenclature 1 erg/g = 1 emu Wb m Simbol dan Definisi kosa kata sebaiknya dikumpulkan dan di tulis disini (sebelum Daftar Pustaka). Sebagai contoh: APT = Available Production Time C max = Maximum Consumption DT = Design Time KD = Design Coefficient Di dalam teks, persamaan 1 dinyatakan dengan Pers. (1) atau Persamaan (1). 2.6 Gambar Gambar dituliskan menggunakan format rata tengah. Setiap gambar haruslah diberi nomor dan judul serta diacu pada tulisan. Nomor dan judul gambar diletakkan di bawah gambar, seperti terlihat pada Gambar 1. Gambar 1. Penulisan nomor dan judul gambar 3. DAFTAR PUSTAKA Penyitiran pustaka dilakukan dengan menyebutkan sumber penulis dan tahun, contoh: (Chapman, 2008). Daftar Pustaka hanya memuat pustaka yang secara langsung menjadi sumber kutipan. Penulisan Daftar Pustaka dilakukan dengan pengurutan berdasarkan nama belakang penulis, dicantumkan pada bagian akhir tulisan. Berikut adalah beberapa contoh penulisan daftar pustaka. [1]. Casadei D, Serra G, Tani K. Implementation of a Direct Control Algorithm on Discrete Space Vector Modulation. IEEE Transactions on Power Electronics. 2007; 15(4): [2]. Calero C, Piatiini M, Pascual C, Serrano MA. Towards Data Warehouse Quality Metrics. Proceedings of the 3rd Int l. Workshop on Design and Management. Interlaken. 2009; 39: [3]. Ward J, Peppard J. Strategic planning for Information Systems. Fourth Edition. West Susse: John Willey & Sons Ltd. 2007:

45 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA Jl. Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta Barat Telp: (Hunting), Pesawat: 5200 Fax:

ANALISA STIFFENER RING DAN KONSTRUKSI VESSEL HP FLARE KO DRUM PADA PROYEK PUPUK KALTIM-5 MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPRESS 6258

ANALISA STIFFENER RING DAN KONSTRUKSI VESSEL HP FLARE KO DRUM PADA PROYEK PUPUK KALTIM-5 MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPRESS 6258 9 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 ANALISA STIFFENER RING DAN KONSTRUKSI VESSEL HP FLARE KO DRUM PADA PROYEK PUPUK KALTIM-5 MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPRESS 6258 Fadhlika Ridha Program Studi Teknik Mesin,

Lebih terperinci

ALAT PENYANGGA TENGAH OTOMATIS PADA SEPEDA MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM HIDROLIK

ALAT PENYANGGA TENGAH OTOMATIS PADA SEPEDA MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM HIDROLIK 1 JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 ALAT PENYANGGA TENGAH OTOMATIS PADA SEPEDA MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM HIDROLIK Pathul Wadi Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana

Lebih terperinci

ALAT PENYANGGA TENGAH OTOMATIS PADA SEPEDA MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM HIDROLIK

ALAT PENYANGGA TENGAH OTOMATIS PADA SEPEDA MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM HIDROLIK JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 1 ALAT PENYANGGA TENGAH OTOMATIS PADA SEPEDA MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM HIDROLIK Pathul Wadi Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Vessel 1. Vessel merupakan salah satu contoh dari bejana bertekanan (Pressure Vessel) yang paling sederhana, hal ini dikarenakan bagian utama dari suatu Vessel hanya terdiri dari

Lebih terperinci

ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT

ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 14 ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT Sigit Mulyanto Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Mercubuana Email: sigit_mulyanto@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT

ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 14 ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT Sigit Mulyanto Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Mercubuana Email :sigit_mulyanto@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Sejak dahulu manusia sudah mengenal sistem perpipaan, namun penggunaan sistem dan bahannya masih sangat sederhana, untuk memenuhi kebutuhan mereka secara pribadi ataupun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN PROSES PEMBUATAN ALAT PENYANGGA TENGAH OTOMATIS PADA SEPEDA MOTOR YANG MENGGUNAKAN SISTEM HIDROLIK

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN PROSES PEMBUATAN ALAT PENYANGGA TENGAH OTOMATIS PADA SEPEDA MOTOR YANG MENGGUNAKAN SISTEM HIDROLIK BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN PROSES PEMBUATAN ALAT PENYANGGA TENGAH OTOMATIS PADA SEPEDA MOTOR YANG MENGGUNAKAN SISTEM HIDROLIK 4.1 Membuat Desain Sirkuit Sistem Hidrolik Penyangga Tengah dan Cara Kerjanya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Ribuan tahun yang lalu, sistem pipa sudah dikenal dan digunakan oleh manusia untuk mengalirkan air sebagai kebutuhan air minum dan irigasi. Jadi pada dasarnya sistem

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Perhitungan Ketebalan Pipa (Thickness) Penentuan ketebalan pipa (thickness) adalah suatu proses dimana akan ditentukan schedule pipa yang akan digunakan. Diameter pipa

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

ANALISA OVER STRESS PADA PIPA COOLING WATER SYSTEM MILIK PT. XXX DENGAN BANTUAN SOFTWARE CAESAR II

ANALISA OVER STRESS PADA PIPA COOLING WATER SYSTEM MILIK PT. XXX DENGAN BANTUAN SOFTWARE CAESAR II ANALISA OVER STRESS PADA PIPA COOLING WATER SYSTEM MILIK PT. XXX DENGAN BANTUAN SOFTWARE CAESAR II TUGAS AKHIR Disusun guna memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam tugas akhir ini akan dilakukan perancangan bejana tekan vertikal dan simulasi pembebanan eksentrik pada nozzle dengan studi kasus pada separator kluster 4 Fluid

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV PERHITUNGAN ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan Bejana Tekan Seperti yang diuraikan pada BAB II, bahwa bejana tekan yang dimaksud dalam penyusunan tugas akhir ini adalah suatu tabung tertutup

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus

TUGAS AKHIR. Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus TUGAS AKHIR Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Di dunia industri terutama dibidang petrokimia dan perminyakan banyak proses perubahan satu fluida ke fluida yang lain yang lain baik secara kimia maupun non kimia.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 4, Oktober 2013

Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 4, Oktober 2013 Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 4, Oktober 013 PERANCANGAN BEJANA TEKAN (PRESSURE VESSEL) UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH KELAPA SAWIT DENGAN VARIABEL KAPASITAS PRODUKSI 10.000 TON/BULAN Meylia Rodiawati 1) A. Yudi

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA *Hendri Hafid Firdaus 1, Djoeli Satrijo 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro 2

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II

ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II Asvin B. Saputra 2710 100 105 Dosen Pembimbing: Budi Agung Kurniawan,

Lebih terperinci

Proses Desain dan Perancangan Bejana Tekan Jenis Torispherical Head Cylindrical Vessel di PT. Asia Karsa Indah.

Proses Desain dan Perancangan Bejana Tekan Jenis Torispherical Head Cylindrical Vessel di PT. Asia Karsa Indah. Proses Desain dan Perancangan Bejana Tekan Jenis Torispherical Head Cylindrical Vessel di PT. Asia Karsa Indah. Dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat, telah diciptakan suatu alat yang bisa menampung,

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-Data Awal Analisa Tegangan Berikut ini data-data awal yang menjadi dasar dalam analisa tegangan ini baik untuk perhitungan secara manual maupun untuk data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam tugas akhir ini akan dilakukan analisis kekuatan bejana tekan vertikal berbasis code ASME VIII Div 1 terhadap variasi tekanan dan beban eksentris. Definisi bejana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Perpipaan Dalam pembuatan suatu sistem sirkulasi harus memiliki sistem perpipaan yang baik. Sistem perpipaan yang dipakai mulai dari sistem pipa tunggal yang sederhana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan dan Analisa Tegangan 4.1.1 Perhitungan Ketebalan Minimum Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. Perbedaan ketebalan pipa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak perangkat-perangkat atau alat-alat yang dioperasikan secara otomatis,

BAB I PENDAHULUAN. banyak perangkat-perangkat atau alat-alat yang dioperasikan secara otomatis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin hari terus berkembang dan semakin canggih yang terjadi pada semua bidang kehidupan, membuat apa yang manusia butuhkan dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dari hasil perancangan dan analisis tegangan sistem perpipaan sistem perpipaan berdasarkan standar ASME B 31.4 (studi kasus jalur perpipaan LPG dermaga Unit 68 ke tangki

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-data Awal ( input ) untuk Caesar II Adapun parameter-parameter yang menjadi data masukan (di input) ke dalam program Caesar II sebagai data yang akan diproses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir ( Flow Chart ) Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out (FWKO) ke pump suction diberikan pada Gambar 3.1 Mulai Perumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari tower DA-501 ke tower DA-401 dijelaskan seperti diagram alir dibawah ini: Mulai Memasukan Sistem Perpipaan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Mirtha Angga S.R

TUGAS AKHIR. Mirtha Angga S.R TUGAS AKHIR Oleh : Mirtha Angga S.R 6607 040 006 PERANCANGAN VESSEL HP FLARE KO DRUM PADA PROYEK PT SAIPEM MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPRESS 6258 DAN ANALISA KEKUATANNYA BERDASAR SOFTWARE MSC NASTRAN LATAR

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN HIDRAULIK

BAB IV PERHITUNGAN HIDRAULIK BAB IV PERHITUNGAN HIDRAULIK.1. Perhitungan Silinder-silinder Hidraulik.1.1. Kecepatan Rata-rata Menurut Audel Pumps dan Compressor Hand Book by Frank D. Graha dan Tara Poreula, kecepatan piston dipilih

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13 BAB II DASAR TEORI 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa 4th failure February 13 1st failure March 07 5th failure July 13 2nd failure Oct 09 3rd failure Jan 11 Gambar 2.1 Riwayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak dan gas bumi merupakan suatu fluida yang komposisinya

BAB I PENDAHULUAN. Minyak dan gas bumi merupakan suatu fluida yang komposisinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Minyak dan gas bumi merupakan suatu fluida yang komposisinya tergantung pada sumbernya di dalam bumi, yang pada umumnya merupakan campuran senyawa kimia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa industri dapat ditemukan aplikasi sains yakni merubah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa industri dapat ditemukan aplikasi sains yakni merubah suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Dalam beberapa industri dapat ditemukan aplikasi sains yakni merubah suatu material dari satu bentuk ke bentuk yang lainnya baik secara kimia maupun secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam tugas akhir ini akan dilakukan analisis kekuatan bejana tekan vertikal berbasis code ASME VIII Div I terhadap variasi tekanan. Definisi bejana tekan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN SISTEM HIDRAULIK

BAB IV PERHITUNGAN SISTEM HIDRAULIK BAB IV PERHITUNGAN SISTEM HIDRAULIK 4.1 Perhitungan Beban Operasi System Gaya yang dibutuhkan untuk mengangkat movable bridge kapasitas 100 ton yang akan diangkat oleh dua buah silinder hidraulik kanan

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

ANALISA TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PERPIPAAN HEAVY FUEL OIL DARI DAILY TANK UNIT 1 DAN UNIT 2 MENUJU HEAT EXCHANGERDI PLTU BELAWAN

ANALISA TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PERPIPAAN HEAVY FUEL OIL DARI DAILY TANK UNIT 1 DAN UNIT 2 MENUJU HEAT EXCHANGERDI PLTU BELAWAN ANALISA TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PERPIPAAN HEAVY FUEL OIL DARI DAILY TANK UNIT 1 DAN UNIT MENUJU HEAT EXCHANGERDI PLTU BELAWAN 1, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara, Jln.Almamater Kampus

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA INSTALASI PEMIPAAN DAN PENGGUNAAN POMPA PADA GEDUNG ASRAMA HAJI DKI JAKARTA

TUGAS AKHIR ANALISA INSTALASI PEMIPAAN DAN PENGGUNAAN POMPA PADA GEDUNG ASRAMA HAJI DKI JAKARTA TUGAS AKHIR ANALISA INSTALASI PEMIPAAN DAN PENGGUNAAN POMPA PADA GEDUNG ASRAMA HAJI DKI JAKARTA Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Mesin Universitas Mercu Buana Disusun

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah :

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah : BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN 3. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipakai dalam perancangan ini adalah metode penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan Produk Dengan Metode Pahl Dan Beitz Perancangan merupakan kegiatan awal dari usaha untuk merealisasikan suatu produk untuk memenuhi kebutuhan. Setelah perancangan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN SYSTEM HYDROLIK PADA MOVABLE BRIDGE DERMAGA KAPASITAS 100 TON

TUGAS AKHIR PERENCANAAN SYSTEM HYDROLIK PADA MOVABLE BRIDGE DERMAGA KAPASITAS 100 TON TUGAS AKHIR PERENCANAAN SYSTEM HYDROLIK PADA MOVABLE BRIDGE DERMAGA KAPASITAS 100 TON Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam sejarah kehidupan umat manusia yang sudah berjalan selama puluhan ribu tahun lamanya, seni mendisain dan membangun jaringan Pemipaan sudah dikenal berabad-abad lalu. Awal mulanya,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv vi v vii

DAFTAR ISI. i ii iii iv vi v vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... NASKAH SOAL... HALAMAN PERSEMBAHAN... INTISARI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Prinsip Dasar Alat uji Bending 2.1.1. Definisi Alat Uji Bending Alat uji bending adalah alat yang digunakan untuk melakukan pengujian kekuatan lengkung (bending)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1. MESIN-MESIN FLUIDA Mesin fluida adalah mesin yang berfungsi untuk mengubah energi mekanis poros menjadi energi potensial atau sebaliknya mengubah energi fluida (energi potensial

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN JALUR PIPA UAP PADA PROYEK PILOT PLANT

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN JALUR PIPA UAP PADA PROYEK PILOT PLANT TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN JALUR PIPA UAP PADA PROYEK PILOT PLANT Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Starta Satu (S1) Disusun Oleh : Nama : Abdul Latif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Fluida Mesin fluida adalah mesin yang berfungsi untuk mengubah energi mekanis poros menjadi energi potensial fluida, atau sebaliknya mengubah energi fluida (energi potensial

Lebih terperinci

Sistem Hidrolik. Trainer Agri Group Tier-2

Sistem Hidrolik. Trainer Agri Group Tier-2 Sistem Hidrolik No HP : 082183802878 Tujuan Training Peserta dapat : Mengerti komponen utama dari sistem hidrolik Menguji system hidrolik Melakukan perawatan pada sistem hidrolik Hidrolik hydro = air &

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data dan Sistem Pemodelan Sumber (referensi) data-data yang diperlukan yang akan digunakan untuk melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar

Lebih terperinci

PENGUJIAN PENGARUH VARIASI HEAD SUPPLY DAN PANJANG LANGKAH KATUP LIMBAH TERHADAP UNJUK KERJA POMPA HIDRAM

PENGUJIAN PENGARUH VARIASI HEAD SUPPLY DAN PANJANG LANGKAH KATUP LIMBAH TERHADAP UNJUK KERJA POMPA HIDRAM PENGUJIAN PENGARUH VARIASI HEAD SUPPLY DAN PANJANG LANGKAH KATUP LIMBAH TERHADAP UNJUK KERJA POMPA HIDRAM Franciscus Manuel Sitompul 1,Mulfi Hazwi 2 Email:manuel_fransiskus@yahoo.co.id 1,2, Departemen

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP Perancangan bejana tekan vertikal separator

BAB VII PENUTUP Perancangan bejana tekan vertikal separator BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dari hasil perancangan bejana tekan vertikal dan simulasi pembebanan eksentrik pada nozzle (studi kasus separator unit karaha PT. Pertamina Geothermal Energy), secara garis

Lebih terperinci

Sumber : Brownell & Young Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : Abdul Wahid Surhim

Sumber : Brownell & Young Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : Abdul Wahid Surhim Sumber : Brownell & Young. 1959. Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : 36-57 3 Abdul Wahid Surhim *Vessel merupakan perlengkapan paling dasar dari industri kimia dan petrokimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di. Offshore, semuanya mempunyai dan membutuhkan Piping.

BAB I PENDAHULUAN. Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di. Offshore, semuanya mempunyai dan membutuhkan Piping. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Didalam sebuah Plant, entah itu LNG Plant, Petrochemical Plant, Fertilizer Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di Offshore,

Lebih terperinci

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO www.designfreebies.org PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN 130-150 kn Latar Belakang Kestabilan batuan Tolok ukur keselamatan kerja di pertambangan bawah tanah Perencanaan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PRESSURE VESSEL KAPASITAS 0,017 M 3 TEKANAN 1 MPa UNTUK MENAMPUNG AIR KONDENSASI BOGE SCREW COMPRESSOR ABSTRAK

PERANCANGAN PRESSURE VESSEL KAPASITAS 0,017 M 3 TEKANAN 1 MPa UNTUK MENAMPUNG AIR KONDENSASI BOGE SCREW COMPRESSOR ABSTRAK PERANCANGAN PRESSURE VESSEL KAPASITAS 0,017 M 3 TEKANAN 1 MPa UNTUK MENAMPUNG AIR KONDENSASI BOGE SCREW COMPRESSOR Cahya Sutowo 1.,ST.MT. Hantawan 2 Lecture 1,College student 2,Departement of machine,

Lebih terperinci

BAB III DATA PEMODELAN SISTEM PERPIPAAN

BAB III DATA PEMODELAN SISTEM PERPIPAAN BAB III DATA PEMODELAN SISTEM PERPIPAAN Dalam pemodelan sistem perpipaan diperlukan data-data pendukung sebagai input perangkat lunak dalam analisis. Data yang diperlukan untuk pemodelan suatu sistem perpipaan

Lebih terperinci

BAB III. Analisa Dan Perhitungan

BAB III. Analisa Dan Perhitungan Laporan Tugas Akhir 60 BAB III Analisa Dan Perhitungan 3.1. Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan pada tanggal 14 mei 014 di gedung tower universitas mercubuana dengan data sebagai berikut : Gambar

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN SISTEM HYDRANT

BAB III PERENCANAAN SISTEM HYDRANT BAB III PERENCANAAN SISTEM HYDRANT 3.1. Metode Pengambilan Data Penganbilan data ini dilakukan di gedung VLC (Vehicle Logistic Center) PT. X berdasarlan data dan kegiatan yang ada di gedung tersebut. Dengan

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER

PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER TUGAS SARJANA MESIN FLUIDA PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER OLEH NAMA : ERWIN JUNAISIR NIM : 020401047 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

NAJA HIMAWAN

NAJA HIMAWAN NAJA HIMAWAN 4306 100 093 Ir. Imam Rochani, M.Sc. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc. ANALISIS PERBANDINGAN PERANCANGAN PADA ONSHORE PIPELINE MENGGUNAKAN MATERIAL GLASS-REINFORCED POLYMER (GRP) DAN CARBON STEEL BERBASIS

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN SISTEM HIDRAULIK PADA BACKHOE LOADER TYPE 428E

TUGAS AKHIR PERENCANAAN SISTEM HIDRAULIK PADA BACKHOE LOADER TYPE 428E TUGAS AKHIR PERENCANAAN SISTEM HIDRAULIK PADA BACKHOE LOADER TYPE 428E Disusun oleh Nama : Wiwi Widodo Nim : 41305010007 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

Lebih terperinci

Jurnal e-dinamis, Volume 3, No.3 Desember 2012 ISSN

Jurnal e-dinamis, Volume 3, No.3 Desember 2012 ISSN SIMULASI NUMERIK ALIRAN FLUIDA DI DALAM RUMAH POMPA SENTRIFUGAL YANG DIOPERASIKAN SEBAGAI TURBIN PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH)MENGGUNAKAN CFD DENGAN HEAD (H) 9,29 M DAN 5,18 M RIDHO

Lebih terperinci

ANALISIS STATIK TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR KARTINI YOGYAKARTA

ANALISIS STATIK TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR KARTINI YOGYAKARTA ANALISIS STATIK TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR KARTINI YOGYAKARTA Edy Karyanta, Budi Santoso, Hana Subhiyah PRPN BATAN, Kawasan PUSPIPTEK, Gedung 71, Tangerang Selatan, 15310 ABSTRAK

Lebih terperinci

STEAM TURBINE. POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai

STEAM TURBINE. POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai STEAM TURBINE POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai PENDAHULUAN Asal kata turbin: turbinis (bahasa Latin) : vortex, whirling Claude Burdin, 1828, dalam kompetisi teknik tentang sumber daya air

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI JARAK DAN SUDUT KONTAK SADDLE TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA BEJANA TEKAN HORIZONTAL

PENGARUH VARIASI JARAK DAN SUDUT KONTAK SADDLE TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA BEJANA TEKAN HORIZONTAL ISSN : 2338-0284 Seminar Nasional Pendidikan Teknik Otomotif Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan - Universitas Muhammadiyah Purworejo PENGARUH VARIASI JARAK DAN SUDUT KONTAK SADDLE TERHADAP DISTRIBUSI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR BAGAN DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR BAGAN DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR BAGAN... vii DAFTAR NOTASI... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I PENDAHULUAN... 1

Lebih terperinci

BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK

BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK Dalam ilmu hidraulik berlaku hukum-hukum dalam hidrostatik dan hidrodinamik, termasuk untuk sistem hidraulik. Dimana untuk kendaraan forklift ini hidraulik berperan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fluida yang dimaksud berupa cair, gas dan uap. yaitu mesin fluida yang berfungsi mengubah energi fluida (energi potensial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fluida yang dimaksud berupa cair, gas dan uap. yaitu mesin fluida yang berfungsi mengubah energi fluida (energi potensial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin-Mesin Fluida Mesin fluida adalah mesin yang berfungsi untuk mengubah energi mekanis poros menjadi energi potensial atau sebaliknya mengubah energi fluida (energi potensial

Lebih terperinci

PEMBANGKIT LISTRIK METODE PUMP AS TURBINES (PATs)

PEMBANGKIT LISTRIK METODE PUMP AS TURBINES (PATs) PEMBANGKIT LISTRIK METODE PUMP AS TURBINES (PATs) Asep Rachmat, Ali Hamdani Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Majalengka Email: asep18rachmat75@gmail.com ABSTRACK Pump As Turbines (PATs) merupakan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN ANALISIS

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN ANALISIS 19 BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN ANALISIS 3.1 Kawasan Perumahan Batununggal Indah Kawasan perumahan Batununggal Indah merupakan salah satu kawasan hunian yang banyak digunakan sebagai rumah tinggal dan

Lebih terperinci

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut : SISTEM PNEUMATIK SISTEM PNEUMATIK Pneumatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti udara atau angin. Semua sistem yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yang dimampatkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN BLOWER

BAB IV ANALISA PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN BLOWER BAB IV ANALISA PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN BLOWER 4.1 Perhitungan Blower Untuk mengetahui jenis blower yang digunakan dapat dihitung pada penjelasan dibawah ini : Parameter yang diketahui : Q = Kapasitas

Lebih terperinci

LAMPIRAN A GRAFIK DAN TABEL. 1. Grafik untuk menentukan dimensi optimal bejana tekan. [Ref.5 hal 273]

LAMPIRAN A GRAFIK DAN TABEL. 1. Grafik untuk menentukan dimensi optimal bejana tekan. [Ref.5 hal 273] DAFTAR PUSTAKA 1. Bednar, H. Henry.P.E. 1986. Pressure Vessel Design Handbook. Krieger Publishing Company. Florida. 2. Brownell, E. Llyod. dan Edwin, H. Young. 1959. Process Equipment Design. John Willey

Lebih terperinci

Perancangan Mesin Pengangkut Produk Bertenaga Listrik (Electric Low Loader) PT. Bakrie Building Industries BAB III

Perancangan Mesin Pengangkut Produk Bertenaga Listrik (Electric Low Loader) PT. Bakrie Building Industries BAB III BAB III PERANCANGAN MESIN PENGANGKUT PRODUK BERTENAGA LISTRIK (ELECTRIC LOW LOADER) PT. BAKRIE BUILDING INDUSTRIES 3.1 Latar Belakang Perancangan Mesin Dalam rangka menunjang peningkatan efisiensi produksi

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 PELAKSANAAN Kerja praktek dilaksanakan pada tanggal 01 Februari 28 februari 2017 pada unit boiler PPSDM MIGAS Cepu Kabupaten Blora, Jawa tengah. 4.1.1 Tahapan kegiatan

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Mulai

BAB V METODOLOGI. Mulai BAB V METODOLOGI 5.1. Diagram Alir Pemodelan dan Pemeriksaan Tegangan, Defleksi, Kebocoran pada Flange, dan Perbandingan Gaya dan Momen Langkah-langkah proses pemodelan sampai pemeriksaan tegangan pada

Lebih terperinci

PERENCANAAN POWER PACK MESIN PRESS HIDROLIK

PERENCANAAN POWER PACK MESIN PRESS HIDROLIK PERENCANAAN POWER PACK MESIN PRESS HIDROLIK SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S.T) Pada Program Studi TEKNIK MESIN UN PGRI Kediri

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN PERANCANGAN

BAB IV PERHITUNGAN PERANCANGAN BAB IV PERHITUNGAN PERANCANGAN Pada tahap perancangan mesin Fitting valve spindle pada bab sebelumnya telah dihasilkan rancangan yang sesuai dengan daftar kehendak. Yang dijabarkan menjadi beberapa varian

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pompa Pompa adalah peralatan mekanis yang digunakan untuk menaikkan cairan dari dataran rendah ke dataran tinggi atau untuk mengalirkan cairan dari daerah bertekanan

Lebih terperinci

PERALATAN INDUSTRI KIMIA (MATERIAL HANDLING)

PERALATAN INDUSTRI KIMIA (MATERIAL HANDLING) PERALATAN INDUSTRI KIMIA (MATERIAL HANDLING) Kimia Industri (TIN 4206) PERALATAN INDUSTRI KIMIA YANG DIBAHAS : I Material Handling II Size Reduction III Storage IV Reaktor V Crystallization VI Heat treatment

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP FLUIDA PADA MESIN PERKAKAS

PENERAPAN KONSEP FLUIDA PADA MESIN PERKAKAS PENERAPAN KONSEP FLUIDA PADA MESIN PERKAKAS 1. Dongkrak Hidrolik Dongkrak hidrolik merupakan salah satu aplikasi sederhana dari Hukum Pascal. Berikut ini prinsip kerja dongkrak hidrolik. Saat pengisap

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN, PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT PEMBUKA BALL BEARING DENGAN HYDRAULIC JACK 4 TON

TUGAS AKHIR PERANCANGAN, PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT PEMBUKA BALL BEARING DENGAN HYDRAULIC JACK 4 TON TUGAS AKHIR PERANCANGAN, PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT PEMBUKA BALL BEARING DENGAN HYDRAULIC JACK 4 TON Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II

Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II 1 Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II Andis Dian Saputro dan Budi Agung Kurniawan Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Data Perancangan. Tekanan kerja / Po Temperatur kerja / To. : 0,9 MPa (130,53 psi) : 43ºC (109,4ºF)

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Data Perancangan. Tekanan kerja / Po Temperatur kerja / To. : 0,9 MPa (130,53 psi) : 43ºC (109,4ºF) 35 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Data Perancangan Jenis bejana tekan Tekanan kerja / Po Temperatur kerja / To Panjang silinder Diameter dalam silinder / Di Panjang bejana tekan (head to head) / z Joint efisiensi

Lebih terperinci

Review Desain Condensate Piping System pada North Geragai Processing Plant Facilities 2 di Jambi Merang

Review Desain Condensate Piping System pada North Geragai Processing Plant Facilities 2 di Jambi Merang Review Desain Condensate Piping System pada North Geragai Processing Plant Facilities 2 di Jambi Merang Aulia Havidz 1, Warjito 2 1&2 Teknik Mesin, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flowchart Perencanaan Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Proses Perancangan mesin pemotong umbi seperti yang terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai mm Studi Literatur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Peralatan 3.1.1 Instalasi Alat Uji Alat uji head statis pompa terdiri 1 buah pompa, tangki bertekanan, katup katup beserta alat ukur seperti skema pada gambar 3.1 : Gambar

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH DINGIN DARI TANGKI ATAS MENUJU HOTEL PADA THE ARYA DUTA HOTEL MEDAN

PERANCANGAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH DINGIN DARI TANGKI ATAS MENUJU HOTEL PADA THE ARYA DUTA HOTEL MEDAN PERANCANGAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH DINGIN DARI TANGKI ATAS MENUJU HOTEL PADA THE ARYA DUTA HOTEL MEDAN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik HATOP

Lebih terperinci

Menguak Prinsip Kerja Dongkrak Hidrolik

Menguak Prinsip Kerja Dongkrak Hidrolik Menguak Prinsip Kerja Dongkrak Hidrolik Pernahkah kalian memperhatikan orang yang mengganti ban mobil yang bocor dengan ban yang baru? Orang tersebut cukup menggunakan dongkrak hidrolik untuk mengangkat

Lebih terperinci

Elektro Hidrolik Aplikasi sitem hidraulik sangat luas diberbagai bidang indutri saat ini. Kemampuannya untuk menghasilkan gaya yang besar, keakuratan

Elektro Hidrolik Aplikasi sitem hidraulik sangat luas diberbagai bidang indutri saat ini. Kemampuannya untuk menghasilkan gaya yang besar, keakuratan Elektro Hidrolik Aplikasi sitem hidraulik sangat luas diberbagai bidang indutri saat ini. Kemampuannya untuk menghasilkan gaya yang besar, keakuratan dalam pengontrolan dan kemudahan dalam pengoperasian

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III PERANCANGAN PROSES BAB III PERANCANGAN PROSES 3.1. Uraian Proses Proses pembuatan natrium nitrat dengan menggunakan bahan baku natrium klorida dan asam nitrat telah peroleh dari dengan cara studi pustaka dan melalui pertimbangan

Lebih terperinci

PERANCANGAN BEJANA TEKAN (PRESSURE VESSEL) UNTUK SEPARASI 3 FASA

PERANCANGAN BEJANA TEKAN (PRESSURE VESSEL) UNTUK SEPARASI 3 FASA ISSN: 1410-2331 PERANCANGAN BEJANA TEKAN (PRESSURE VESSEL) UNTUK SEPARASI 3 FASA Abdul Aziz, Abdul Hamid dan Imam Hidayat Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana Email : abdul.aza@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Dasar-dasar Pompa Sentrifugal Pada industri minyak bumi, sebagian besar pompa yang digunakan ialah pompa bertipe sentrifugal. Gaya sentrifugal ialah sebuah gaya yang timbul akibat

Lebih terperinci