BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Regulasi Emosi Definisi Regulasi Emosi Regulasi emosi adalah, kemampuan dalam menstrategikan bagaimana menyesuaikan intensitas atau durasi dari reaksi emosional ke tahap yang lebih menyenangkan untuk mencapai tujuan (Berk,2004). Sedangkan menurut Thompson (Snyder, 2006) regulasi emosi dapat diartikan sebagai seluruh proses ekstrinsik dan intrisik yang bertanggung jawab untuk memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi untuk mencapai tujuan tertentu (Snyder,2006). Proses intrinsik adalah bagaimana seorang mengelola emosi yang muncul dari dalam dirinya sendiri, sedangkan proses ekstrinsik adalah bagaimana cara seseorang dalam mempengaruhi emosi yang datang dari luar (Gross, 2007). Regulasi emosi juga bisa diartikan sebagai usaha yang dilakukan seorang individu untuk mempengaruhi emosi yang sedang dirasakan,dan bagaimana emosi ini dirasakan dan diekspresikan. Usaha yang diperlukan untuk dapat meregulasi emosi dapat bersifat otomatis ataupun dikontrol, sadar ataupun tidak sadar (Snyder, 2006). Regulasi emosi termasuk didalamnya melakukan perubahan pada dinamika emosi (Thompson, dalam Snyder, 2006). Terdapat beberapa fitur yang terdapat pada proses regulasi emosi. Pertama adalah, terdapat kemungkinan bahwa orang meregulasi baik emosi positif ataupun negatif dengan mengurangi atau meningkatkannya. Pada Studi wawancara 8

2 ditemukan bahwa pada individu pada tahap dewasa awal menurunkan emosi negatif seperti kemarahan, kesedihan, dan kecemasan. Dan bahwa individu juga melakukan regulasi pada emosi positif juga seperti meningkatkan rasa bahagia agar dapat diterima pada lingkungan sosial. Kedua, regulasi pada emosi juga dapat terjadi tanpa kesadaran akan lingkungan sekitar, atau secara otomatis. Sebagai contoh, ketika seorang individu menyembunyikan rasa marah saat ditolak oleh Teman sebaya dan secara cepat mengalihkan perhatian dari hal yang berpotensi dapat memancing rasa marah. Ketiga, tidak memberikan asumsi bahwa tidak ada bentuk regulasi emosi yang baik atau buruk. Hal ini penting untuk menghindari kebingungan, regulasi emosi adalah sebuah proses yang digunakan untuk membuat perasaan menjadi lebih baik atau lebih buruk tergantung pada kondisi dan situasinya (Snyder, 2006) Tahap perkembangan Regulasi Emosi Perbadaan individu dalam kemampuannya dalam mengontrol emosi dimulai dari tahap infancy dan early childhood yang sangat memegang peran penting dalam penyesuaian anak (Berk, 2004). Berikut adalah perkembangan regulasi emosi: 1. Infancy Infant hanya memiliki kapasitas yang terbatas dalam meregulasikan tahap emosional mereka walaupun mereka dapat menghindar dari stimulus yang kurang nyaman dan dapat menghisap saat perasaan mereka mulai menjadi intens, mereka akan merasa kewalahan. Mereka bergantung pada intervensi 9

3 yang lembut dari Pengasuh, saat mereka digendong di bahu, diguncang, dan secara lembut dibelai dan mendengar suara yang halus (Berk, 2004). 2. Early Childhood Setelah usia 2 tahun, anak mulai mengeskpresikan tentang apa yang mereka rasakan dan secara aktif mencoba untuk mengontrolnya. Di usia 3 atau 4 tahun, anak secara verbal menunjukan variasi strategi regulasi emosi-nya. Anak pada usia ini dapat membagi atensinya untuk menjauhkan diri dari pangkal penyebab frustasi yang secara berlanjut menjadi strategi yang efektif pada anak usia Prasekolah untuk mengatur emosinya. Orang tua yang hangat dan penyabar dan menggunakan petunjuk secara verbal untuk membantu anak dalam memahami dan mengontrol perasaan mereka termasuk menunjukkan dan menjelaskan cara juga memperkuat kapasitas anak dalam menangani Stress. Percakapan antara Preschoolers dengan orang dewasa dapat membantu perkembangan regulasi emosi menurut Thompson (dalam Berk, 2004). 3. Middle childhood dan Adolescense Perkembangan regulasi emosi berkembang pesat pada tahap ini terutama saat anak mulai masuk ke sekolah, dan bentuknya mulai bermacam-macam, mulai cerdik dalam menggunakannya dan juga fleksibel (Berk, 2004). Reaksi remaja dalam menghadapi situasi yang stress mempengaruhi derajat regulasi emosi-nya, yang kemudian membedakan kerentanan remaja dalam menghadapi stress. Saat situasi yang stress menimbulkan amarah pada remaja, ada lima pilihan yang dapat dipilih remaja untuk menanggulanginya, yaitu (1) Suppression, dipilih karena rasa takut diasosiasikan pada figur yang 10

4 memiliki otoritas untuk meredam emosi yang dirasakan. (2) Open Aggression, bentuknya adalah pengekspresian dari emosi seperti kritik, sarkasme, bertengkar, berdebat, yang dilakukan sebagai bentuk kepuasan diri tanpa memikirkan orang lain. (3) Passive Aggression, dimana indvididu melakukan sabotase karena individu merasa marah tetapi terlalu berbahaya jika diketahui oleh orang lain hal ini terjadi karena individu tersebut memiliki kontrol. (4) Assertiveness, dengan cara ini dapat membantu mengembangkan hubungan antar individu, karena terdapat proses diskusi antar individu mengenai hal yang tidak menyenangkan dan diselesaikan bersama. Hal ini merupakan tanda dari kedewasaan dan stabilitas. (5) Dropping Anger, remaja menyadari batasan diri dan menerima kekurangan sehingga dapat mengontrol situasi (Israel, 2009) Faktor-faktor yang mempengaruhi Regulasi Emosi Diperlukan keinginan sendiri dan usaha untuk dapat mengatur emosi agar dapat mengembangkan regulasi emosi. Usaha ini akan berkembang secara bertahap sebagai hasil dari perkembangan otak dan kehadiran pengasuh yang membantu anak untuk mengatur intensitas emosi dan mengajarkan mereka tentang strateginya. a. Faktor instrinsik Salah satu asumsi penelitian, yang teruji dengan baik. Mengenai Faktor instrinsik dan regulasi emosi awal adalah perbedaan individu dalam emosionalitas, atau reaktifitas temperamental yang memainkan peranan penting dalam keterampilan regulasi emosi dalam menunjukkan emosi 11

5 tersebut. Dari persepektif ini, diasumsikan bahwa kecenderungan infant untuk terpengaruh secara emosional, secara langsung maupun tidak langsung merupakan bagian dari keterampilan regulasi emosi dan strategi yang dikembangkan anak. Faktor intrinsik lainnya termasuk proses fisiologis dan fungsinya yang berperan dalam perilaku regulasi awal. Mengasumsikan bahwa, teori regulasi emosi yang berfokus pada komponen biologis dari regulasi emosi, jika kematangan dari dukungan sistem biologis menjadi sarana peningkatan fungsi regulasi emosi dan regulasi perilaku yang semakin baik (Fox, 1994; Fox & Carld, 1999; Porges, dalam Gross, 2007). b. Faktor Ekstrinsik Faktor ekstrinsik pembentuk regulasi emosi meliputi peran dari pengasuh dalam memberikan dukungan dan respon yang fleksibel. Interaksi dengan orang tua mengajarkan anak dalam penggunaan strategi tertentu yang berguna untuk mengurangi gangguan emosional. (Sroufe, dalam Gross, 2007). Penyimpangan dari pengasuh yang suportif berkontribusi dalam regulasi emosi yang menjadi dasar perkembangan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan di masa depan. (Cassidy, dalam Gross 2007) Strategi Regulasi Emosi Proses dari regulasi emosi melalui lima tahap, (1) Situation selection, adalah ketika seorang individu merubah aksinya dengan tujuan mendapatkan situasi yang diinginkan (2) Situation modification, termasuk didalamnya proses verbal seperti penyelesaian masalah dan konfirmasi akan legitimasi dari respon 12

6 emosi. Dalam proses ini dibutuhkan kehadiran dari orang lain sebagai orang yang mengintervensi (3) attentional deployment, dalam proses ini tidak diperlukan perubahan lingkungan, cukup dengan mengalihkan perhatian individu dari situasi yang kurang menyenangkan yang bertujuan untuk mempengaruhi emosi (4) Cognitive change, ketika individu merubah pemikiran terhadap sebuah situasi dan (5) Response modulation adalah keadaan dimana individu mempengaruhi kondisi fisiologis, dan perilaku secepat mungkin, dalam strategi ini dimungkinkan penggunaan obat yang berpengaruh pada kontraksi otot. (Gross, 2007) Mengacu pada proses tersebut, terdapat dua model strategi didalam proses untuk meregulasi emosi: a. Pertama, Cognitive Reapraisal yaitu sebuah bentuk perubahan kognitif yang termasuk didalamnya menginterpretasikan situasi yang berpotensi memunculkan emosi dengan cara merubah dampak emosional. b. Kedua, Suppression adalah bentuk dari modulasi respon yang berbentuk mengganti kondisi fisiologis, pengalaman dan perilaku secara langsung. Makanan, Obat, dan alkohol biasa digunakan untuk meregulasi kondisi fisiologis (Gross &John dalam Zhao, 2012) Komunikasi Definisi Komunikasi Komunikasi adalah proses sosial dimana individunya menggunakan simbol untuk menentukan dan menginterpretasi arti dari lingkungan mereka. Komunikasi adalah interaksi tatap muka dan komunikasi yang dengan menggunakan media. Komunikasi adalah sebuah proses sosial, maka diyakini 13

7 terdapat interaksi dan keterlibatan antar dua manusia yang bertindak sebagai penerima pesan dan pengirim pesan. Keduanya memainkan peran dalam peran proses komunikasi (West, 2007). Definisi lain menyatakan bahwa komunikasi adalah proses penciptaan, negosiasi, dan membagi arti secara verbal maupun non verbal (Arnold, 2008). Maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses yang melibatkan dua manusia atau lebih Berikut adalah bagian-bagian dalam komunikasi, (Arnold, 2008): a. Komunikasi merupakan sebuah proses, terjadi secara terus menerus dan membuat perubahan dalam pendeketan antar individu dalam mengetahui apa sebenarnya makna dibalik suatu konten, bukan hanya bertukar kontennya saja. b. Komunikasi membentuk sebuah arti, saat kita berinteraksi dengan orang lain kita mengembangkan arti dan pengertian. c. Komunikasi mencakup proses negosiasi akan sebuah arti, proses komunikasi memerlukan Usaha. Beberapa individu dan grup memiliki pemikiran yang berbeda akan arti dari sebuah konsep, objek dan lainnya. d. Komunikasi sebagai sebuah cara untuk membagi arti, dengan berkomunikasi dengan orang lain maka kita membagi kepercayaan dan pengertiaan akan sebuah arti kepada orang lain. Tidak hanya semudah membagi arti akan sebuah konten, namun juga mempengaruhi orang lain ketika berbagi. e. Komunikasi mencakup elemen verbal dan non-verbal, elemen verbal berbentuk bahasa baik tulisan maupun secara lisan keduanya sama penting 14

8 dalam proses komunikasi. Namun non verbal elemen juga penting seperti bahasa tubuh, mimik wajah, bahkan kondisi sekeliling Komunikasi Keluarga Komunikasi membentuk keluarga, dan keluarga membentuk komunikasi. Ketika berkomunikasi dengan keluarga maka tercipta dan tergambarkan pengertian kepada anggota keluarga, harapan yang muncul pada fungsi dari keluarga, peraturan dan standar akan perilaku pada keluarga akan siapa individu sebenarnya. Dengan begitu komunikasi menghasilkan pengertian dan juga pengalaman positif dan negatif yang terdapat di keluarga. Ketika komunikasi menciptakan keluarga, keluarga juga menciptakan sebuah pola komunikasi. Di dalam keluarga, individu belajar bagaimana cara berkomunikasi kepada orang yang dekat. Anggota keluarga mengajarkan bicara di tahun pertama kehidupan seorang anak. Pola komunikasi yang dipelajari dikeluarga kemudian berubah seiring dengan interaksi yang dilakukan individu didunia luar. Maka, keluarga adalah sebuah produk dari komunikasi, dan komunikasi merupakan produk dari keluarga (Arnold, 2008). Hasil dari komunikasi keluarga tidak terbatas pada keadaan individu dalam keluarga atau kepada orang yang memiliki hubungan dekat di kehidupan individu. Keluarga juga berkaitan dengan bagimana individu berhubungan dengan struktur sosial yang lebih luas. Di dalam keluarga, individu belajar tentang dunia, bagaimana dunia dan apa yang kita harapkan pada dunia dan apa harapan yang dunia milikki untuk individu. Keluarga mengajari posisi kita di kultur yang lebih luas. Keluarga adalah institusi pertama dalam hidup individu, orang tua atau 15

9 pengasuh mengajari individu perilaku yang dapat diterima dan begitu juga sebaliknya (Arnold, 2008) Tipe Keluarga Berdasarkan Komunikasi Komunikasi adalah proses sosial dimana individunya menggunakan simbol untuk menentukan dan menginterpretasi arti dari lingkungan mereka. Nuclear family merupakan keluarga yang memiliki ayah maupun ibu yang menikah atau tinggal bersama dengan anak kandung ataupun anak yang diadopsi. Nuclear family dipelajari dalam ilmu komunikasi keluarga karena dianggap sebagai sebuah bentuk keluarga yang normal. Banyak ilmu komunikasi yang dipelajari dalam tipe keluarga tersebut (Koerner & Fitzpatrick, dalam Arnold, 2008). Sebuah pendekatan dalam mempelajari komunikasi dalam keluarga memberi pengaruh dalam membedakan mana keluarga yang berorientasi konformitas dan mana yang memiliki orientasi percakapan (Arnold, 2008). Keluarga dengan orientasi konformitas merujuk pada seberapa sering anggota keluarga mengkomunikasikan kepercayaan dan nilai yang sama. Keluarga dengan orientasi konformitas yang tinggi jarang menemukan konflik dan anak pada tipe orientasi ini cenderung mengabaikan orang tua mereka. Anak pada keluarga dengan orientasi konformitas rendah memberi kelonggaran dalam menentukan pilihan mereka. Sedangkan keluarga dengan orientasi percakapan merujuk pada iklim dari keluarga yang mendorong atau menjauhkan anggota keluarga dalam berkomunikasi tentang berbagai macam topik. Keluarga dengan orientasi percakapan yang tinggi memiliki interaksi dan diskusi secara individual maupun kegiatan keluarga dan juga pembuatan keputusan. Keluarga dengan 16

10 orientasi percakapan yang rendah lebih rendah dalam berkomunikasi dan pengambilan keputusan dibuat tanpa banyak campur tangan dari anggota keluarga lainnya (Arnold, 2008). Adanya dua skala orientasi yang terdiri dari orientasi konformitas dan orientasi percakapan diatas, maka keluarga dapat dibedakan menjadi 4 kategori, yaitu: 1. Consensual families, memiliki orientasi akan konformitas dan percakapan yang tinggi. Keluarga ini mampu mempertahankan harmoni dan kesepakatan dan memiliki pola komunikasi terbuka. 2. Pluralistic families, memiliki orientasi percakapan yang tinggi namun orientasi pada konformitasnya rendah. Keluarga ini melakukan banyak diskusi namun tidak banyak kesepakatan yang terjadi dan orang tua tidak memberikan kontrol berlebih pada anak-anak. 3. Protective families, memiliki orientasi percakapan yang rendah namun tinggi dalam orientasi konformitas. Keluarga ini menganut nilai ketaatan yang tinggi, dan orang tua tidak beranggapan menjelaskan pada anak tentang tindakan yang mereka lakukan adalah perlu. 4. Laissez-faire families, memiliki orientasi percakapan yang rendah begitu juga orientasi dalam konformitasnya. Keluarga ini menjaga privasi diantara sesama anggota keluarga sehingga komunikasi tidak terjadi dalam frekuensi yang tinggi tentang topik apapun. Dan pengambilan keputusan dapat bebas dilakukan sendiri baik pada orang tua maupun anak. 17

11 Aspek komunikasi Ibu dan Anak Terdapat lima aspek komunikasi yang terjadi pada komunikasi ibu dan anak (De Vito, dalam Widuri, 2011): 1. Keterbukaan Keterbukaan yang ada memberikan ruang bagi anak untuk menyampaikan isi dari pikiran dan perasaan yang dirasakan sehingga komunikasi bisa dilakukan secara jujur dan bertanggung jawab. Keterbukaan anak akan membuat ibu lebih memahami dinamika yang dihadapi anak terutama ketika anak memasuki usia remaja. 2. Empati Kemampuan dalam merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Dalam hal ini adalah ibu yang mencoba memahami apa yang dirasakan oleh anaknya. Begitu pula pada anak yang memahami apa yang dirasakan oleh ibunya. Tanpa anak maupun ibu menghilangkan perannya masing-masing. Sehingga tumbuh perasaan nyaman dan peduli dalam diri ibu dan anak. Rasa nyaman dan peduli yang dirasakan oleh anak akan membuat anak mampu menghadapi tekanan dalam perkembangannya. Empati yang mampu dirasakan oleh ibu terhadap anak dan begitu pula sebaliknya akan mengakrabkan hubungan ibu dan anak juga menumbuhkan anak yang memiliki sifat peduli. 3. Dukungan Komunikasi ibu dan anak bersifat deskriptif daripada evaluative hingga dalam mengemukakan pemikirannya dan perasaannya anak tidak perlu merasa takut. Ibu yang melakukan komunikasi dengan evaluative akan lebih 18

12 menyalahkan segala yang menjadi pikiran dan perasaan anak apabila tidak sesuai dengan keinginan ibu maka anak akan merasa tidak dihargai dan tidak mendapatkan toleransi. Keadaan seperti ini yang membuat anak enggan untuk mencurahkan segala perasaan dan pikirannya (Widuri, 2011). 4. Sifat Positif Komunikasi ibu dan anak baiknya mengandung nilai-nilai penghargaan dan pujian apa yang disampaikan anak kepada ibunya. Pujian dapat meningkatkan rasa percaya diri anak dalam mengemukakan pendapat yang dirasakan dan dipikirkan anak dan membuat anak lebih menghargai dirinya, dan anak akan merasa hidupnya lebih bermakna. Komunikasi yang dilakukan tanpa adanya sifat positif yang didapat dari ibunya membuat anak memiliki pikiran bahwa hidup yang dijalaninya tidak bermakna. 5. Kesetaraan Anak tidak harus selalu menyetujui dan menerima perkataan dan perilaku dari ibu. Umumnya, permintaan anak harus disampaikan secara sopan sehingga ibu dapat memahami sesuai dengan kebutuhan bukan dengan cara menuntut. Bagi ibu dengan tidak menampakkan superioritasnya sebagai orang tua, yang berhak mengatur anak dan anak selalu harus mengikuti orang tua. Kesetaraan yang dibentuk ibu saat berkomunikasi pada anak membuat anak memiliki teman yang baik dalam berbagi tentang masalah yang dialami selain teman di sekolah maupun teman diluar rumah. Anak akan mendapatkan kebahagiaan dan mampu menjalin relasi yang baik dengan siapa saja sehingga anak tidak merasa sendiri atau terabaikan 19

13 Komunikasi Keluarga dengan Remaja Komunikasi didalam keluarga sangat penting bagi para remaja. komunikasi dalam keluarga mempengaruhi formasi identitas dan kemampuan memilih peran bagi remaja. (Cooper et al, dalam Barnes 1985). Dinyatakan jika remaja yang mendapatkan dukungan dari keluarga lebih bebas dalam menyelami permasalahan identitasnya. Holstein dan Stanley (dalam Barnes, 1985) menemukan bahwa diskusi yang dilakukan antara anak dengan orang tua secara signifikan memfasilitasi perkembangan moral pada remaja. Grotevant dan Cooper (dalam Barnes, 1985) mempelajari peran dari komunikasi sebagai proses pemisahan diri remaja dari lingkungan keluarga. Mereka menggaris bawahi pentingnya komunikasi dalam membantu anggota keluarga untuk menciptakan keseimbangan antara keterpisahan dengan keterhubungan antara anggota keluarga satu sama lainnya (Barnes, 1985) Model Circumplex Model Circumplex merupakan sebuah teori yang dikembangkan oleh Olson, et al (1989) untuk melihat Pernikahan dan Sistem Keluarga (West, 2007). Model Circumplex digunakan untuk mendiagnosa hubungan karena sistemnya berfokus pada integrasi antar dimensi yang menurut pertimbangan sangat relevan dengan berbagai macam teori model keluarga dan pendekatan dalam terapi keluarga. Model ini secara spesifik didesain untuk assessment klinis, rancangan perawatan, hasil efektif dari pernikahan dan terapi keluarga (Olson, 1999). Terdapat tiga dimensi dalam Model Circumplex. Pertama adalah kesesuaian, yaitu kapasitas keluarga dalam mengatur sistem keluarga itu sendiri, 20

14 terlebih pada pertumbuhan keluarga dan perubahan. Terdapat empat level kesusaian, (1) adalah Rigid, merupakan keluarga yang secara ekstrim membuat keputusan dengan negosiasi yang dibatasi dan peraturan serta peran masingmasing anggota keluarga yang dijelaskan dan dipatuhi. (2) Structured, sistem kepemimpinan yang bercampur antara authoritarian -equalitarian sehingga menciptakan peraturan dan peran yang stabil. (3) fleksibel, keluarga ini menggunakan kepemimpian Equalitarian dimana persetujuan berdasarkan negosiasi dibuat sehingga mudah dalam mengganti peran dan peraturan. (4) Chaotic, memiliki kepemimpinan yang tidak efektif dan tidak menentu yang menghasilkan keputusan impulsif, peraturan yang tidak konsisten, dan peran yang dapat berubah. (Olson, 1999) Dimensi kedua adalah kohesi, merupakan ikatan emosi antar anggota keluarga yang dimiliki antar anggota keluarga. Di dalam Model Circumplex konsep yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi ini adalah ikatan emosional, batasan, koalisi, waktu, teman, ruang, pembuatan keputusan, ketertarikan, dan rekreasi. Fokus dalam kohesi adalah bagaimana sistem keluarga menyeimbangkan antara keterpisahan dan kebersamaan. (Olson, 1999). Dimensi ketiga adalah komunikasi, yang berfokus pada keluarga sebagai sebuah grup yang memiliki kecakapan mendengar, kecakapan bertutur kata, kejelasan, dan sikap menghargai (Olson, 1999). Penulis dari model circumplex menyatakan jika komunikasi merupakan mekanisme keluarga, dimana setiap anggotanya dapat mengkomunikasian mengenai perubahan preferensi, kebutuhan, dan perasaan. Komunikasi dianggap memfasilitasi dimensi dari model 21

15 circumplex, karena dinamikanya dapat menunjukan dua dimensi lainnya (Olson, 1985) Remaja Definisi Remaja Batasan remaja yang digunakan untuk masyarakat Indonesia, yaitu mereka yang berusia tahun dan belum menikah (Sarlito, dalam Gunarsa, 2006). Bagi mereka yang berusia tahun tetapi sudah menikah tidak lagi disebut remaja. Sementara mereka yang berusia 24 tahun keatas tapi belum menikah dan masih menggantungkan hidupnya kepada orang tua, masih disebut remaja (Gunarsa, 2006) Perkembangan Fisik Pubertas merupakan perubahan cepat pada kematangan fisik yang meliputi perubahan tubuh dan hormonal yang terjadi pada masa remaja awal. Faktor yang mempengaruhi pubertas meliputi mutu makanan, kesehatan, bawaan dan masa tubuh. Menentukan kapan saat tepatnya pubertas dimulai dan berakhir amat sulit, selain menstruasi pada remaja putri dan kumis atau mimpi basah pada anak lakilaki (Santrock, 2003) Perubahan Hormon Kumis yang muncul dari anak laki-laki dan melebarnya pinggul anak perempuan disebabkan oleh pembentukan hormon. Hormon adalah substansi kimiawi berkekuatan besar yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin dan dialirkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Peran sistem endokrin 22

16 pada masa pubertas melibatkan interaksi hipotalamus, kelenjar pituitary dan kelenjar gonad. Hipotalamus adalah sebuah struktur yang terletak di bagian atas otak yang memantau kegiatan makan, minum dan hubungan seks. Kelenjar pituitary merupakan kelenjar endokrin penting yang mengendalikan pertumbuhan dan mengatur kelenjar lainnya. Gonad merupakan kelenjar kelamin, buah zakar pada laki-laki dan indung telur pada perempuan (Santrock, 2003) Perubahan Fisik Meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan seksual merupakan perubahan yang tampak paling nyata saat pubertas. Meningkatnya pertumbuhan terjadi 2 tahun lebih awal pada anak perempuan yang dimulai dari usia 10,5 tahun dan berlangsung selama 2.5 tahun. Sepanjang masa tersebut anak perempuan bertambah tinggi badannya sekitar 3,5 inch setiap tahun. Pada anak laki-laki, meningkatnya pertumbuhan dimulai dari usia 12.5 tahun dan berlangsung selama 2 tahun. Anak laki-laki pada umumnya bertambah tinggi sekitar 4 inch selama setahun (Santrock, 2003) Kematangan Seksual Karaktertik pubertas pada laki-laki bermula dari bertambahnya ukuran penis dan testikel, pertumbuhan rambut yang masih lurus di daerah kemaluan, sedikit perubahan suara, ejakulasi pertama (karena mimpi basah atau masturbasi), rambut kemaluan tumbuh menjadi ikal, mulai masa pertumbuhan 23

17 maksimum, pertumbuhan rambut ketika, perubahan suara semakin jelas dan mulai tumbuh rambut di bagian wajah (Santrock, 2003). Pada remaja putri berawal dari payudara membesar, rambut kemaluan mulai tumbuh, lalu muncul rambut di ketiak. Seiring dengan perubahan tersebut, tinggi badan bertambah, pinggul menjadi lebih lebar daripada bahu. Menstruasi pertama datang agak lambat di akhir siklus pubertas. Menstruasi awalnya tidak teratur dan mungkin juga tidak terjadi ovulasi pada setiap mesntruasi selama beberapa tahun pertama sesudah menstruasi pertama. Perubahan suara tidak terjadi dalam pubertas remaja putri (Santrock, 2003) Perkembangan Kognitif Mengacu pada teori milik Piaget, remaja berusia 11 hingga 15 tahun berada pada tahap operasional formal. Pada tahap ini, individu bergerak melebihi dunia pengalaman yang aktual dan konkrit, serta berpikir secara abstrak dan logis. Sebagai bagian dari kemampuan berpikir abstrak, remaja mengembangkan citra tentang hal yang ideal. Remaja mulai berpikir mengenai kemungkinan tentang masa depan dan terpesona dengan apa yang mungkin mereka capai. Dalam memecahkan masalah, pemikiran operasional formal lebih sistematis, mengembangkan hipotesis tentang bagaimana satu hal dapat terjadi (Santrock, 2003) Perkembangan Sosial Pada Teori Erikson, usia remaja yang berada antara 10 sampai 20 tahun berada pada tahap identity versus identity confusion. Remaja dihadapkan pada pertanyaan siapakah diri mereka sebenarnya, apakah mereka, dan hendak kemana 24

18 mereka menuju dalam hidupnya. Remaja dihadapkan pada peran baru dan status dewasa yang berkaitan dengan pekerjaan dan asmara. Orang tua sebaiknya memberi kesempatan pada remaja untuk mengeksplorasi peran yang berbeda dan jalan yang berbeda dalam peran tertentu. Bila remaja mengeksplorasi peran tersebut dalam cara yang baik dan mendapatkan jalan yang positif untuk diikuti dalam hidupnya, identitas positif akan terbentuk. Jika remaja kurang mengeksplorasi peran yang berda dan jalan ke masa depan yang positif tidak ditentukan maka kekacauan identitas akan terjadi (Santrock, 2003). Banyak remaja memandang teman sebaya adalah aspek terpenting dalam kehidupan mereka. Beberapa remaja akan melakukan apapun supaya menjadi anggota dalam sebuah kelompok. Bagi remaja, dikucilkan berarti stress, frustasi, dan kesedihan. Sullivan (dalam Santrock, 2003) alasan remaja memilih teman adalah mereka yang memiliki kesensitifan terhadap hubungan yang lebih akrab dan menciptakan presahabatan dengan teman sebaya yang dipilih (Santrock, 2003) Kerangka Pemikiran Salah satu Faktor yang mempengaruhi Regulasi Emosi adalah Hubungan anak dan Orang tua Didalam Hubungan Anak dan Orang Tua terdapat Komunikasi Maka dari Itu peneliti hendak melihat Hubungan antara Komunikasi Orang tua Remaja dengan Regulasi Emosi 25

19 Regulasi emosi adalah sebuah strategi yang digunakan oleh individu untuk mengatur emosi yang dirasakan agar sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi. Pada masa remaja, fluktuasi emosi merupakan hal yang biasa dialami. Terkadang remaja merasa sangat bahagia, namun seketika bisa merasa amat sangat terpuruk. Kondisi ini bisa membuat remaja merasakan stress, dan stress bisa menimbulkan amarah bagi remaja. Remaja yang kurang memiliki kemampuan meregulasi emosi cenderung lebih mudah untuk mengekspresikan kemarahannya yang biasanya menghasilkan gejala lebih lanjut, seperti agresi, depresi dan penggunaan obatobatan (Israel, 2009). Remaja yang kurang mampu meregulasi emosinya bisa jadi terjerumus dalam kenakalan remaja. Regulasi Emosi dipengaruhi oleh tiga faktor, jenis kelamin, usia dan hubungan anak dengan orang tua, dalam hal ini orang tua dengan Remaja. Hal tersebut bisa dicegah apabila komunikasi yang tercipta antara orang tua dengan remaja memadai. Anak yang yang dapat mengekspresikan perasaan dan opini secara efektif, mengurangi stress yang dialami remaja. Ketika Remaja mengetahui bahwa mereka memiliki dukungan dari keluarga maka perasaan bahwa remaja kesepian dan menderita ketika menghadapi dunia luar akan berkurang. Komunikasi adalah proses sosial dimana individunya menggunakan simbol untuk menentukan dan menginterpretasi arti dari lingkungan mereka. Komunikasi membentuk keluarga, dan keluarga membentuk komunikasi. Ketika berkomunikasi dengan keluarga maka tercipta dan tergambarkan pengertian kepada anggota keluarga, harapan yang muncul pada fungsi dari keluarga, peraturan dan standar akan perilaku pada keluarga akan siapa individu 26

20 sebenarnya. Dengan begitu komunikasi menghasilkan pengertian dan juga pengalaman positif dan negatif yang terdapat di keluarga. 27

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola Asuh Orang Tua dan Persepsi Definisi Menurut Kastutik & Setyowati (2014) orang tua memiliki kecenderungan untuk

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola Asuh Orang Tua dan Persepsi Definisi Menurut Kastutik & Setyowati (2014) orang tua memiliki kecenderungan untuk Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola Asuh Orang Tua dan Persepsi 2.1.1 Definisi Menurut Kastutik & Setyowati (2014) orang tua memiliki kecenderungan untuk membentuk karakteristik-karakteristik tertentu dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Fisik dan Kognitif Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya banyak perubahan. Remaja haus akan kebebasan dalam memutuskan dan menentukan pilihan hidupnya secara mandiri. Erikson (dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, dan dapat menjadi landasan teoritis untuk mendukung penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Regulasi Emosi 2.1.1 Definisi Regulasi Emosi Regulasi emosi mempunyai beberapa definisi dari para ahli. Menurut Shaffer, (2005), regulasi emosi ialah kapasitas untuk mengontrol

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai landasan teori variabel yang akan diteliti beserta dimensi, landasan teori mengenai dewasa muda, kerangka berpikir dan asusmsi penelitian. 2.1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis, tetapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini kenakalan pada remaja semakin meningkat. Kapolda

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini kenakalan pada remaja semakin meningkat. Kapolda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akhir-akhir ini kenakalan pada remaja semakin meningkat. Kapolda Metro Jaya Irjen Putut Bayu Ajiseno mengatakan bahwa terjadi peningkatan kenakalan remaja sebanyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Definisi Pola Asuh Orang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 15 BAB II LANDASAN TEORI A. Emosi 1. Definisi Emosi Emosi berasal dari bahasa latin yaitu emovere yang berarti luar dan movere dengan arti bergerak. Menurut Lahey (2007), emosi merupakan suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak

TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak Dalam kehidupan berkeluarga, ayah biasanya diidentikkan sebagai orang tua yang banyak meninggalkan rumah, menghukum, mempunyai pengetahuan yang lebih luas, berkedudukan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MASA REMAJA (ADOLESENCE) PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir logis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi

Lebih terperinci

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN II

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN II PSIKOLOGI PERKEMBANGAN II Juliani Prasetyaningrum, MSi, Psi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta 2008 PSIKOLOGI PERKEMBANGAN PSIKOLOGI PERK I PSIKOLOGI PERK II -MASA PRA LAHIR -MASA LAHIR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Berdasarkan data yang dihimpun Komnas Perlindungan Anak pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Berdasarkan data yang dihimpun Komnas Perlindungan Anak pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku kekerasan terhadap anak saat ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang dihimpun Komnas Perlindungan Anak pada tahun 2007, kasus

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pembahasan mengenai Hubungan Antara Komunikasi Orangtua Dengan Regulasi Emosi Pada Remaja di Sekolah Menengah Atas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS REMAJA. Nanang E.G. 15 Juli 2008

PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS REMAJA. Nanang E.G. 15 Juli 2008 PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS REMAJA Nanang E.G. 15 Juli 2008 Siapakah remaja? Masa puber, Adolesensi atau akil baliq Secara biologis 12-21 tahun Banyak mengalami perubahan psikis dan fisik Anak-anak bukan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan manusia karena banyak perubahan-perubahan yang dialami di dalam dirinya. Seperti yang diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Kesehatan Reproduksi Menurut WHO (1992), sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu pasti mengalami kesulitan karena individu tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam kehidupannya. Kesulitan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan bahwa anak harus berpisah dari keluarganya karena sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.4

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.4 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.4 1. Apabila seorang telah berpikir kritis dan menetapkan pendirian dalam mengambil keputusan, dia berada dalam tahap perkembangan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka. 1. Pengetahuan. Menurut Notoatmojo (2007), pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. A. Latar Belakang Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari masa anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Setiap peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari masa anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Setiap peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami suatu tahap perkembangan dalam kehidupannya, dimulai dari masa anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Setiap peristiwa dalam tahap-tahap

Lebih terperinci

4.3 Relasi Sosial yg Primitif

4.3 Relasi Sosial yg Primitif 4.3 Relasi Sosial yg Primitif Maksudnya adalah anak pada masa ini hanya bersosialisasi dalam ruang lingkup sosial yg kecil, ia hanya dekat dengan keluarga inti atau orang yang serumah dengannya, kebanyakan

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI. Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

KESEHATAN REPRODUKSI. Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KESEHATAN REPRODUKSI by Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Pubertas adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis dan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.3

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.3 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.3 1. Berikut adalah salah satu ciri perubahan fisik wanita pada masa puber, kecuali.. Membesarnya payudara Melebarnya bagian pinggul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan seseorang tentang dirinya sendiri dan yang mempengaruhi hubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan seseorang tentang dirinya sendiri dan yang mempengaruhi hubungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep diri Willoughby, King & polatajko (1996, dalam Wong,et al 2009, hlm 121) mengemukakan bahwa konsep diri adalah bagaimana individu menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik

BAB II LANDASAN TEORI. arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja atau istilah lainnya adolescene berasal dari kata adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah ini mempunyai arti yang

Lebih terperinci

Standar Kompetensi 1. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Kompetensi Dasar 1.2. Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia

Standar Kompetensi 1. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Kompetensi Dasar 1.2. Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Jenjang Sekolah : SMP 3 Pajangan Mata Pelajaran : IPA Terpadu Kelas / Semester : VIII / I Alokasi waktu : 1 X 40 (1 x Pertemuan) Standar Kompetensi 1. Memahami

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola asuh 2.1.1 Definisi pola asuh Dalam keluarga terdapat pola pengasuhan anak, Wahyuning,et al.( (2005) mendefinisikan pola asuh sebagai cara atau perlakuan orang tua yang

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran. 1. Pengertian Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran. 1. Pengertian Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran 1. Pengertian Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran Menurut Jantz & McMurray (2003) emotional abuse sulit ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Casmini (2004) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah (2008), remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berpacaran merupakan hal yang lazim dilakukan oleh manusia di dalam kehidupan sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang menikah dini. Bab ini adalah penutup dari seluruh naskah penelitian,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Materialisme 2.1.1. Pengertian Materialisme Menurut (Richins& Dawson, 1992) yang dimaksud dengan materialisme ialah sekumpulan keyakinan tentang pentingnya kepemilikan di dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Pria di Provinsi Bengkulu Rendah

Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Pria di Provinsi Bengkulu Rendah Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Pria di Provinsi Bengkulu Rendah Oleh: Drs. Agus Supardi, Yusran Fauzi S.Si, M.Kes, Chandra, S.Sos HO mendefinisikan masa remaja sebagai masa peralihan dari masa

Lebih terperinci

SEKSUALITAS. endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN

SEKSUALITAS. endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN SEKSUALITAS endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN - 2012 KOMPETENSI DASAR Setelah mempelajari materi ini peserta diharapkan dapat memahami seksualitas sebagai bagian

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH MEDIA BOOKLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SANTRI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI PESANTREN DARUL HIKMAH TAHUN 2010

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH MEDIA BOOKLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SANTRI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI PESANTREN DARUL HIKMAH TAHUN 2010 KUESIONER PENELITIAN Nomor Responden : PENGARUH MEDIA BOOKLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SANTRI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI PESANTREN DARUL HIKMAH TAHUN 2010 IDENTITAS RESPONDEN : 1. NAMA : 2.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY 1. Definisi Permasalahan Perkembangan Perilaku Permasalahan perilaku anak adalah perilaku anak yang tidak adaptif, mengganggu, bersifat stabil yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja dengan perubahan yang mengacu pada perkembangan kognitif, biologis, dan sosioemosional (Santrock, 2012).

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi 7 TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan suatu cara untuk memengaruhi individu agar si pemberi pesan (sender) dan si penerima pesan (receiver) saling mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama, hal ini yang memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku, ras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar belakang Masa remaja merupakan periode peralihan perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional (Santrok,

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1. Kesimpulan Bab ini berusaha menjawab permasalahan penelitian yang telah disebutkan di bab pendahuluan yaitu melihat gambaran faktor-faktor yang mendukung pemulihan pada

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: menjadi dua ketegori pada tingkat kedalaman self disclosure yaitu, 4 siswa

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: menjadi dua ketegori pada tingkat kedalaman self disclosure yaitu, 4 siswa BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: 1. Berdasarkan analisis data yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa tingkat self disclosure siswa-siswi SMP Maarif NU Pandaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon diri sendiri, terutama untuk membawa diri mereka kepada standar yang sudah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fase kehidupan manusia secara umum ialah menikah. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fase kehidupan manusia secara umum ialah menikah. Setelah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Salah satu fase kehidupan manusia secara umum ialah menikah. Setelah menikah, masing-masing individu memiliki tugas baru sebagai pasangan dalam membina perkawinannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk karakteristik seseorang agar menjadi lebih baik. Melalui jalur pendidikan formal, warga negara juga diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Periode ini dianggap sebagai masa penting karena memiliki dampak

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Periode ini dianggap sebagai masa penting karena memiliki dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan periode seseorang bertransformasi dari anak-anak menuju dewasa. Periode ini dianggap sebagai masa penting karena memiliki dampak langsung dan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih banyak daripada anak yang tidak mengalaminya, tetapi mereka memiliki gejala yang lebih sedikit dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penjabaran teori-teori, konsep-konsep, serta hasil-hasil, penelitian yang terkait mencakup

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penjabaran teori-teori, konsep-konsep, serta hasil-hasil, penelitian yang terkait mencakup BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penjabaran teori-teori, konsep-konsep, serta hasil-hasil, penelitian yang terkait mencakup perilaku, remaja, pubertas dan keluarga. 1. Konsep Perubahan 1.1 Definisi Perubahan Menurut

Lebih terperinci

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM SEX EDUCATION Editor : Nurul Misbah, SKM ISU-ISU SEKSUALITAS : Pembicaraan mengenai seksualitas seringkali dianggap sebagai hal yang tabu tidak pantas dibicarakan dalam komunitas umum bersifat pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi antara masa anak-anak dan dewasa, di mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya fertilitas, dan terjadi

Lebih terperinci