BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tugas utama anak usia dini adalah mengembangkan kemandirian, yaitu

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas utama anak usia dini adalah mengembangkan kemandirian, yaitu mereka menantang dirinya untuk menjadi lebih independen dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Charlesworth, 2014). Kemandirian adalah kemampuan untuk membuat keputusan secara independen dan mengelola tugas sehari-hari tanpa terlalu bergantung kepada orang lain (Sigelman & Rider, 2009). Sehingga dapat dikatakan bahwa kemandirian merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa bantuan orang lain dan memiliki kuasa atas tindakan serta pikirannya. Menurut teori perkembangan Erikson (1995) anak usia dini sedang berada pada tahap kedua, yaitu kemandirian (autonomy) vs ragu-ragu/rasa malu (doubt/shame). Pada tahapan ini anak dihadapkan kepada krisis kemandirian vs ragu-ragu/rasa malu. Jika pada tahap ini anak tidak dapat mengembangkan kemandirian secara maksimal, maka anak akan mengembangkan ragu-ragu atau rasa malu yang akan dibawa ke masa-masa perkembangan selanjutnya. Kemandirian anak usia dini mulai berkembang pada usia 2-3 tahun (Erikson, 1995). Kebutuhan untuk mengembangkan kemandirian pada usia tersebut yang tidak tercapai dapat menghambat perkembangan kemandirian yang maksimal pada tahap perkembangan selanjutnya. Pada tahap tersebut anak sudah mulai mengembangkan kemandirian dengan melakukan pekerjaan yang sederhana tanpa bantuan dari orang lain. Misalnya seorang anak usia tiga tahun mencoba menaiki sepeda roda tiga dan belajar untuk mengkoordinasikan gerakan tubuhnya agar pedal dapat dikayuh dan sepeda berjalan maju. Keinginan melakukan hal tersebut berasal dari dirinya sendiri dan merupakan gagasannya sendiri (Sigelman & Rider, 2009). Ragu-ragu atau rasa malu pada anak adalah bentuk dari ketidakmampuan anak dalam mengembangkan kemandirian pada usia 2-3 tahun (Erikson, 1995). Christofer Sumner, pakar Asosiasi Bola Basket Nasional Amerika Serikat (NBA), pada acara jr. NBA Indonesia 1

2 All Stars mengatakan bahwa anak Indonesia memiliki bakat yang kuat dalam bermain basket, namun terhalang oleh rasa malu yang dimilikinya (Ant & Mad, 2016). Rasa malu yang dimiliki oleh anak akan menghambat anak dalam mencapai kompetensi yang lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Muna & Nunung (2009) menemukan bahwa terdapat korelasi positif antara kemandirian dan motif berkompetisi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa semakin tinggi kemandirian, semakin tinggi pula motif untuk berkompetisi. Perkembangan kemandirian merupakan proses belajar yang berlangsung secara terus menerus. Anak-anak sudah memiliki potensi untuk mandiri sejak kecil yang terlihat pada saat anak masih bayi mereka mencoba mengeksporasi lingkungan sekitarnya dan akan terus berkembang pada usia dini, remaja, hingga dewasa (Santrock, 2011). Kemandirian yang tidak dibiasakan atau tidak dilatih sejak dini akan membuat individu yang tergantung kepada orang lain sampai remaja atau sampai dewasa nanti. Jika dibiarkan hal ini akan berlanjut dan akan merugikan anak saat dewasa nanti. Penelitian yang dilakukan oleh Froilan & Worrell (2016) menemukan bahwa dukungan orang tua dalam mengembangkan kemandirian pada anak akan berpengaruh pada tujuan hidup dan pencapaian anak saat dewasa. Dengan demikian mengembangkan kemandirian sedini mungkin sangatlah penting karena dapat mempengaruhi pencapaian anak saat dewasa. Penelitian yang dilakukan oleh Rahma, Utami, & Hapidin (2016) mengungkapkan bahwa salah satu yang membentuk kemandirian pada anak usia dini adalah sikap orang tua dan lingkungan. Orang tua memiliki peran yang besar untuk memberikan ruang bagi anak dalam mengembangkan kemandirian. Memberikan ruang untuk mengembangkan kemandirian pada anak merupakan salah satu bentuk dukungan orang tua dalam memaksimalkan kemandiriannya. Selain anak sudah memiliki potensi untuk mandiri, lingkungan berpengaruh dalam perkembangan kemandirian. Lingkungan yang mendukung terbentuknya kemandirian pada anak akan membentuk anak untuk bersikap mandiri, dapat mengambil keputusan sendiri, bebas dan bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya, dan begitu pula sebaliknya anak akan menjadi individu yang bergantung pada orang lain, ragu-ragu, pemalu dalam bertindak. Orang tua dapat memberi kesempatan anak

3 3 melakukan tugas sederhana sehari-hari tanpa bantuan dari orang lain yang disesuaikan dengan kemampuan anak dan tahapan perkembangannya. Misalnya anak diberikan kesempatan untuk makan sendiri tanpa disuapi. Meskipun anak akan makan dengan lama dan mungkin berantakan, jika orang tua tidak gemas untuk membantu, anak akan mulai mengembangkan kemandirian dalam hal makan. Penelitian yang dilakukan oleh Cote-Lecaldare, Joussemet, & Dufour (2016) menemukan bahwa pola pengasuhan memberikan pengaruh positif pada perkembangan kemandirian pada anak usia dini. Penelitian studi kasus yang dilakukan oleh Afifah & Rustini (2015) tentang kemandirian anak usia dini di panti asuhan menemukan bahwa pola asuh yang diterapkan kepada anak oleh pengasuh positif merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemandirian pada anak usia dini. Pola asuh yang diterapkan oleh pengasuh adalah dengan menjadi role model untuk anak. Dan dari hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar anak termasuk dalam kategori mandiri. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dipaparkan tersebut, dapat dilihat bahwa peran pengasuh atau orang tua dalam pengasuhan anak memberikan pengaruh yang kuat dalam perkembangan kemandirian. Menurut Psikolog Anak Tika Bisono anak Indonesia terkenal minder, kurang percaya diri, serta mudah takut. Tika Bisono mengungkapkan bahwa anak Indonesia yang cenderung pemalu ini disebabkan oleh orang tua yang kurang mendukung anak untuk percaya diri dan mandiri. Bahkan orang tua secara tidak langsung meruntuhkan kepercayaan diri anak dengan melarang anak melakukan suatu hal. Kata Awas, Jangan, dan Tidak Boleh membuat anak ragu dalam melakukan suatu hal dan takut mencoba hal yang baru. Hal ini membuat anak Indonesia menjadi kurang berkembang cara berpikirnya, kurang inisiatif dalam melakukan hal baru, kurang berani menghadapi tantangan dan akan senang berada di zona nyaman (Esy, 2016). Pada kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari masih banyak orang tua yang belum memberi anak kesempatan untuk mengembangkan kemandiriannya sejak dini. Pernyataan yang diungkapkan oleh Tika Bisono mengindikasikan bahwa banyak orang tua cenderung terlalu melindungi (overprotective) anak sehingga membatasi ruang geraknya. Sikap orang

4 4 tua yang overprotective seperti ini membuat ruang eksplorasi anak-anak semakin berkurang dan membuat anak-anak tidak dapat mengembangkan diri secara maksimal. Orang tua yang overprotective kepada anak akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang tua yang overprotective akan menyebabkan kemandirian anak pada usia dini tidak berkembang secara maksimal. Penelitian yang dilakukan oleh Coplan, Reichel, & Rowan (2009) menemukan bahwa orang tua yang overprotective membuat anak-anak menjadi pemalu. Orang tua yang overprotective juga dapat membuat kemandirian anak menjadi rendah (Hidayati, 2014). Hal ini menujukkan bahwa sikap orang tua yang overprotective membuat anak tidak dapat mengembangkan kemandirian dan akan mengembangkan rasa malu/shame. Orang tua yang overprotective mengindikasikan bahwa tidak ada kepercayaan antara orang tua dan anak sehingga memunculkan rasa khawatir yang berlebihan. Hal ini menunjukkan bahwa kelekatan antara orang tua khususnya ibu dengan anak kurang. Dasar dari kelekatan adalah adanya kepercayaan antara anak dengan figur lekatnya (Bowlby, 1988). Sehingga jika tidak ada kepercayaan maka kelekatan tidak dapat berkembang menjadi kelekatan yang aman. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi berkembangnya kemandirian pada seseorang. Kecerdasan emosi, pola asuh yang diterapkan orang tua, lingkungan, interaksi teman sebaya, sikap sosial, budaya, dan kelekatan merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian (Hidayati, 2014; Mussen, Conger, Kagan, & Houston, 1984; Dewi & Valentina, 2013). Kelekatan (attachment) anak dengan orang tua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemandirian (Mussen, Conger, Kagan, & Houston, 1984). Kelekatan adalah ikatan emosional yang kuat antara anak dengan figur lekatnya (Bowlby, 1969). Bowlby menekankan pentingnya kelekatan pada tahun pertama kehidupan (Bowlby, 1969). Kelekatan merupakan bagian dari pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua, khususnya

5 5 ibu. Kelekatan antara ibu dan anak merupakan ikatan emosional yang kuat karena ibu merupakan sosok utama yang berinteraksi dengan anak saat anak lahir. Ada beberapa tipe kelekatan antara anak dan ibu. Tipe kelekatan yang dianggap paling sehat adalah kelekatan aman (secure attachment) (Ainsworth, Blehar, Waters, & Wall, 2015; Bowlby, 1969). Ainsworth (1979) mengungkapkan bahwa secure attachment pada tahun pertama kehidupan memberikan landasan yang penting bagi perkembangan psikologis anak di tahapan selanjutnya. Anak yang memiliki hubungan kelekatan aman dengan ibunya, menggunakan ibunya sebagai dasar aman untuk mengeksplorasi lingkungan disekitarnya secara independen. Braddley, Pennar, Iida (2015) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa perilaku orang tua terutama ibu pada usia anak-anak awal dan anak-anak pertengahan akan berpengaruh pada kemandirian anak. Jika ada rasa percaya dan ikatan yang kuat antara ibu dan anak akan meminimalisir rasa khawatir dan percaya bahwa anak-anak akan terhindar dari kejahatan yang mengancam. Orang tua memiliki peran kunci dalam perkembangan kemandirian, namun ibu memiliki peran yang lebih utama dalam perkembangan kemandirian karena ibu adalah figur kunci bagi anak. Ibu dapat berkomunikasi dengan anak apa yang harus dilakukan jika terancam bahaya agar anak dapat menyelamatkan diri. Hal ini juga akan dapat memaksimalkan kemandirian anak usia dini. Berdasarkan uraian dan beberapa penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kemandirian pada anak usia dini merupakan hal yang penting untuk dikembangkan secara maksimal karena akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak pada tahap selanjutnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah kelekatan. Kelekatan merupakan ikatan yang kuat antara anak dan ibunya. Kelekatan aman pada ibu dan anak merupakan dasar bagi kehidupan selanjutnya. Sehingga penelitian ini akan menguji secara empirik apakah ada hubungan antara kelekatan aman ibu-anak dan kemandirian anak usia dini? B. Tujuan

6 6 Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menguji secara empirik hubungan antara kelekatan aman (secure attachment) ibu-anak dengan kemandirian anak usia dini. C. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan manfaat secara teoritis maupun praktis. a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan data empirik dan tambahan pengetahuan pada ilmu psikologi khususnya pada bidang psikologi perkembangan anak. b. Manfaat Praktis Jika hipotesis dalam penelitian ini diterima, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi orang tua untuk mengembangkan kelekatan aman dengan anak pada awal kehidupan anak agar dapat tercapai kemandirian yang maksimal pada usia dini dan tahap perkembangan selanjutnya.