PERAN PEMBANGUNAN MANUSIA/SOSIAL DAN INTERAKSI SPASIAL DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN : KASUS KABUPATEN BOGOR ARMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN PEMBANGUNAN MANUSIA/SOSIAL DAN INTERAKSI SPASIAL DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN : KASUS KABUPATEN BOGOR ARMAN"

Transkripsi

1 PERAN PEMBANGUNAN MANUSIA/SOSIAL DAN INTERAKSI SPASIAL DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN : KASUS KABUPATEN BOGOR ARMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 23 April 1979 sebagai anak pertama dari dua bersaudara buah pernikahan Bapak H. Amir, BA dan Ibu (Alm) H. Ramasiah. Pendidikan dasar sampai menegah atas diselesaikan penulid di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Tahun 1998, penulis mulai menempuh pendidikan tinggi di Kota Makassar pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin dan lulus tahun Pendidikan S2 penulis, dimulai pada tahun 2005 pada Program Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah S2 penulis aktif di Lembaga Swadaya Masyarakat Lembaga Pengembangan Teknologi Tepat Guna) yang bergerak di bidang kemasyarakatan dan teknologi tepat guna hingga sekarang. Penulis juga banyak aktif diberbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat.

3 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.... DAFTAR GAMBAR... iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Rumusan Masalah... 7 Tujuan Penelitian... 8 TINJAUAN PUSTAKA Ilmu Wilayah... 9 Faktor Lokasi Pola Spasial yang Memberikan Keuntungan Berbeda pada Berbagai Faktor Lokasi Interaksi Wilayah Pembangunan Wilayah Kemiskinan dan Pengangguran Strategi Pembangunan Wilayah Pembangunan Manusia Social Capital Pengalaman Jepang dan Social Capital METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kerangka Pendekatan Studi Lokasi dan Waktu Metode Pengambilan dan Sumber Data Jenis Data Metode Analisis Gambaran Umum PCA untuk Menjawab Peran Pembangunan Manusia Prinsip Prinsip Prosedural PCA Gambaran Metode K_Means Clustering dan Discriminant Function.. 48 Analisis Multiple Regression (MREG) Variabel Pengukur Kemiskinan dan Pengangguran Analisis Spasial Auto Regression (SAR) Pengukur Pembangunan Manusia dan Sosial Menguji Model Hubungan antara Pembangunan Manusia dan Sosial serta Interaksi Spasial Kemiskinan dan Pengangguran Alat Analisis Prinsip Interpretasi Parameter Koefisien Regresi... 52

4 GAMBARAN UMUM LOKASI Gambaran Umum Kabapaten Bogor Laju Pertumbuhan Ekonomi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bogor Pendidikan Kesehatan Daya Beli Kondisi Infrastruktur dan Suprastruktur Sosial Budaya Pengangguran dan Kemiskinan HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial Sumberdaya Manusia Aktifitas Ekonomi Sumberdaya Sosial Penganggaran Belanja Infrastruktur Pola Spasial Kemiskinan dan Pengangguran Kemiskinan dan Pengangguran Pola Spasial Penunjang Sumberdaya Alam Pengendalian Ruang Pola Asosiasi Variabel Indikator Pembangunan Manusia Sumberdaya Manusia Aktifitas Ekonomi Sumberdaya Sosial Penganggaran Belanja Infrastruktur Pola Asosiasi Variabel Indikator Kemiskinan dan Pengangguran Kemiskinan dan Pengangguran Pola Asosiasi Variabel Indikator Penunjang Sumberdaya Alam Pengendalian Ruang Model Spasio Struktural Kinerja Pembangunan Dimensi Kemiskinan Dimensi Pengangguran Pembahasan Umum dan Implikasi Kebijakan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

5 DAFTAR TABEL Halaman 1. Data Variabel yang digunakan dan sumber diperoleh untuk dianalisis Desain Tabel yang digunakan untuk melakukan PCA Nilai beta penciri tipologi (score) sumberdaya manusia Penciri wilayah pada tipologi (score) Sumberdaya Manusia Pola spasial tipologi sumberdaya manusia di Kabupaten Bogor Nilai beta penciri tipologi (score) aktifitas ekonomi Penciri wilayah pada tipologi (score) Aktifitas Ekonomi Pola spasial tipologi aktifitas ekonomi di Kabupaten Bogor Penciri wilayah pada tipologi (score) sumberdaya sosial Pola spasial tipologi sumberdaya sosial di Kabupaten Bogor Penciri wilayah pada tipologi (score) Penganggaran Pola spasial tipologi penganggaran belanja di Kabupaten Bogor Nilai beta penciri tipologi (score) infrastruktur Penciri wilayah pada tipologi (Score) infrastruktur Pola spasial tipologi infrastruktur di Kabupaten Bogor Penciri wilayah pada tipologi (score) kemiskinan dan pengangguran Pola spasial tipologi kemiskinan dan pengangguran di Kabupaten Bogor Nilai beta penciri tipologi (score) sumberdaya alam Penciri wilayah pada tipologi (score) sumberdaya alam Pola spasial tipologi sumberdaya alam di Kabupaten Bogor Penciri wilayah pada tipologi (score) pengendalian ruang Pola spasial tipologi pengendalian ruang di Kabupaten Bogor Analisis faktor/komponen utama variabel sumberdaya manusia pangsa lokal tingkat pendidikan guru mengajar SMU, SMK dan MA Analisis faktor/komponen utama variabel indikator sumberdaya manusia pangsa lokal tingkat pendidikan guru mengajar SD dan MI Analisis faktor/komponen utama variabel sumberdaya manusia pangsa lokal tingkat pendidikan guru mengajar SMP dan MTs Analisis faktor/komponen utama variabel sumberdaya manusia pangsa lokal usia produktif dan tingkat partisipasi pendidikan

6 27. Analisis faktor/komponen utama variabel indikator aktifitas ekonomi pangsa lokal dan rasio industri kecil kerajinan Analisis faktor/komponen utama variabel indikator aktifitas ekonomi intensitas perikanan dan peternakan Analisis faktor/komponen utama variabel indikator aktitfitas ekonomi pangsa lokal alat pertanian Analisis faktor/komponen utama variabel indikator sumberdaya sosial pangsa lokal institusi sosial permukiman kumuh dan intensitas konflik Analisis faktor/komponen utama variabel indikator sumberdaya sosial pangsa lokal kegiatan institusi sosial formal dan pemerintahan Analisis faktor/komponen utama variabel indikator pangsa lokal pola penganggaran Analisis faktor/komponen utama variabel indikator infrastruktur rasio sarana ekonomi Analisis faktor/komponen utama variabel indikator infrastruktur pangsa lokal lembaga keterampilan Analisis faktor/komponen utama variabel indikator infrastruktur pangsa lokal dan rasio sarana kesehatan dan tenaga medis Analisis faktor/komponen utama variabel indikator infrastruktur rataan pendidikan aparatur pemerintahan dan rasio pendidikan Analisis faktor/komponen utama variabel indikator infrastruktur pangsa lokal sarana peribadatan Analisis faktor/komponen utama variabel kemiskinan dan pengangguran Analisis faktor/komponen utama variabel indikator sumberdaya alam pangsa lokal lahan fisik dan bencana alam Analisis faktor/komponen utama variabel indikator sumberdaya alam pangsa lokal peternakan dan indeks diversitas Analisis faktor/komponen utama variabel sumberdaya alam pangsa lokal luas panen tanaman pangan Analisis faktor/komponen utama variabel sumberdaya alam pangsa lokal kehutanan dan perkebunan Analisis faktor/komponen utama variabel indikator variabel pengendalian ruang pangsa lokal alih guna lahan Nilai duga parameter model spasial kinerja pembangunan dimensi kemiskianan Nilai duga parameter model spasial kinerja pembangunan dimensi pengangguran

7 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran Alur pemikiran Prinsip Ilustrasi PCA Peta Kabupaten Bogor Kurva produksi slope positif Kurva produksi jarak slope negatif Grafik nilai tengah (euclidean distance) variabel tipologi aktifitas sumberdaya manusia Peta pola spasial tipologi sumberdaya manusia Grafik nilai tengah (euclidean distance) Variabel tipologi aktifitas ekonomi Peta pola spasial tipologi aktifitas ekonomi Grafik nilai tengah (euclidean distance) Variabel tipologi Aktifitas Sumberdaya Sosial Peta pola spasial tipologi sumberdaya sosial Grafik nilai tengah (euclidean distance) variabel tipologi Penganggaran Peta pola spasial tipologi penganggaran belanja Grafik nilai tengah (euclidean distance) variabel tipologi infrastruktur Peta pola spasial tipologi infrastruktur Grafik nilai tengah (euclidean distance) variabel tipologi kemiskinan dan pengangguran Peta pola spasial kemiskinan dan pengangguran Grafik nilai tengah (euclidean distance) variabel tipologi aktifitas sumberdaya alam Peta pola spasial tipologi sumberdaya alam Grafik nilai tengah (euclidean distance) variabel tipologi pengendalian ruang Peta pola spasial tipologi pengendalian ruang Diagram model kinerja kemiskinan Diagram model kinerja pengangguran

8 25. Peta konfigurasi spasial keluarga miskin dan penduduk menganggur Peta konfigurasi spasial ketersediaan lembaga perbankan Peta konfigurasi diversitas jenis ikan dan produksi ikan mas Peta konfigurasi unit lokasi permukiman kumuh Peta konfigurasi spasial alih guna sawah ke lahan bangunan perusahaan /perkantoran Peta konfigurasi spasial rataan pendidikan aparatur desa

9 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 46. Data dasar variabel indikator sumberdaya manusia tingkat pendidikan Guru SMU, SMK dan MI Data Dasar variabel indikator sumberdaya manusia tingkat pendidikan Guru SMP dan MTs Data dasar tingkat partisipasi pendidikan dan usia produktif Data dasar variabel indikator sumberdaya manusiatingkat pendidikan Guru SD dan MI Data dasar variabel indikator aktifitas ekonomi alat pertanian Data dasar variabel indikator aktifitas ekonomi industri kerajinan Data variabel indikator aktifitas ekonomi peternakan dan perikanan Data dasar variabel indikator sumberdaya sosial aktifitas institusi sosial, permukiman kumuh dan intensitas konflik Data dasar variabel indikator sumberdaya sosial kegiatan institusi sosial Data dasar variabel indikator kinerja penganggaran Data dasar partisipasi pendidikan dan rataan pendidikan aparatur dan unit polisi Data dasar variabel indikator infrastruktur bank dan pasar Data dasar variabel indikator infrastruktur lembaga keterampilan Data dasar variabel indikator infrastruktur kesehatan Data dasar variabel indikator infrastruktur rumah peribadatan Data dasar variabel indikator kemiskinan dan pengangguran Data dasar variabel indikator sumberdaya alam fisik lahan dan rawan bencana alam Data dasar variabel indikator sumberdaya alam jumlah hewan peliharaan Data dasar variabel indikator sumberdaya alam perikanan Data dasar variabel indikator sumberdaya alam luas tanaman tangan Data dasar variabel indikator sumberdaya alam luas hutan dan perkebuanan Data dasar variabel indikator pengendalian ruang

10 68. Analisis variabel indikator sumberdaya manusia pangsa lokal Guru SD dan MI berdasarkan tingkat pendidikan di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor Analisis variabel indikator sumberdaya manusia pangsa lokal Guru SMP dan MTs berdasarkan tingkat pendidikan di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor` Analisis Variabel Indikator sumberdaya manusia pangsa lokal Guru SMU, MA dan SMK Berdasarkan tingkat Pendidikan di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor.` Analisis variabel indikator sumberdaya manusia pangsa lokal usia produktif dan tingkat partisipasi pendidikan di Seluruh Kecamatan di Kabupaten Bogor Analisis variabel indikator aktifitas ekonomi pangsa lokal Industri kecil memuat tenaga kerja (5-19) dan industri Rumah tangga (1-4) orang di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor Analisis variabel indikator aktifitas ekonomi intensitas ekonomi peternakan dan perikanan di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor Analisis variabel indikator aktifitas ekonomi pangsa lokal berbagai alat pertanian di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor Analisis indikator sumberdaya sosial pangsa lokal aktifitas institusi sosial, permukiman kumuh dan intensitas konflik di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor Analisis variabel indikator sumberdaya sosial pangsa lokal institusi sosial, pangsa lokal kegiatan sosial dan indeks diversitas di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor Analisis variabel indikator pangsa lokal penganggaran belanja di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor Analisis variabel indikator fasilitas infrastruktur rasio bank dan pasar di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor Analisis variabel indikator fasilitas infrastruktur rasio sarana kesehatan dan tenaga medis di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor Analisis variabel indikator fasilitas infrastruktur rasio dan pangsa lokal lembaga keterampilan dan indekx diversitas lembaga keterampilan di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor Analisis variabel indikator fasilitas infrastruktur pangsa lokal sarana dan indeks diversitas sarana peribadatan di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor Analisis variabel indikator fasilitas infrastruktur dan pelayanan publik rasio usia sekolah, unit polisi dan pns serta rataan persentase pendidikan aparatur desa sarana dan indeks diversitas sarana peribadatan di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor

11 83. Analisis variabel indikator keluarga miskin dan angkatan kerja di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor Analisis variabel indikator sumberdaya alam pangsa lokal jenis ternak, unggas dan indeks diversitas jenis ternak dan unggas di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor Analisis variabel indikator sumberdaya alam pangsa lokal luas tanam tanaman pangan dan indeks diversitas luas tanam tanaman pangan di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor Analisis variabel indikator sumberdaya alam pangsa lokal luas jenis hutan dan perkebunan dan indeks diversitas luas jenis hutan di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor Analisis variabel indikator sumberdaya alam pangsa lokal jumlah produksi ton perikanan dan indeks diversitas di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor Analisis variabel indikator sumberdaya alam pangsa lokal persentase fisik lahan dan rawan bencana alam di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor Analisis variabel indikator pengendalian ruang pangsa lokal lahan sawah dan pangsa laju alih guna lahan dan rataan kepemilikan lahan pangan di Seluruh Kecamatan Kabupaten Bogor

12 90. Faktor Score/komponen utama variabel indikator pangsa lokal sumberdaya sosial organisasi sosial Faktor Score/komponen utama variabel indikator sumberdaya manusia pangsa lokal Guru SD berijazah Faktor Score/Komponen Utama Variabel Indikator Sumberdaya Manusia Pangsa Lokal Guru SMP dan MTs Berijazah Faktor Score/Komponen Utama Variabel Indikator Sumberdaya Manusia Pangsa Lokal Guru SMP dan MTs Berijazah Faktor Score/Komponen Utama Variabel Indikator Sumberdaya Sosial Pangsa Lokal Fenomena Sosial Faktor Score/Komponen Utama Variabel Indikator Sumberdaya Manusia Pangsa Lokal Usia pendidikan dan Umur Produktif Faktor Score/Komponen Utama Variabel Sumberdaya Alam Pangsa Lokal Lahan Fisik dan Bencana Alam Serta Indeks Diversitas Faktor Score/Komponen Utama Variabel Indikator Sumberdaya Alam Pangsa Lokal Peternakan dan Indeks Diversitas Faktor Score/Komponen Utama Variabel Indikator Sumberdaya Alam Pangsa Lokal Perikanan dan Indeks Diversitas Faktor Score/Komponen Utama Variabel Sumberdaya Alam Pangsa Lokal Kehutanan dan Perkebunan Faktor Score/Komponen Utama Variabel Sumberdaya Alam Pangsa Lokal Luas Panen Tanaman Pangan Faktor Score/Komponen Utama Variabel Indikator Rasio Level Pendidikan, Fasilitas Publik dan Rataan Pendidikan Aparatur Desa Faktor Score/Komponen Utama Variabel Indikator Rasio Bank dan Pasar Faktor Score/Komponen Utama Variabel Indikator Pangsa Lokal Lembaga Keterampilan Faktor Score/Komponen Utama Variabel Indikator Sarana Rasio Kesehatan dan Tenaga Medis Faktor Score/Komponen Utama Variabel Indikator Pangsa Lokal Sarana Peribadatan Faktor Score/Komponen Utama Variabel Indikator Aktitfitas Ekonomi Pangsa dan Indeks Diversitas Alat Pertanian Faktor Score/Komponen Utama Variabel Indikator Aktifitas Ekonomi Pangsa Lokal dan Rasio Industri Kecil Kerajinan Faktor Score/Komponen Utama Variabel Indikator Pangsa Lokal Aktifitas Ekonomi Intensitas Perikanan dan Peteranakan

13 109. Faktor Score/Komponen Utama Variabel Indikator Pangsa Lokal Alih Guna Lahan Konfigurasi Ruang Faktor Score/Komponen Utama Variabel Indikator Pangsa Lokal Kinerja Penganggaran

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Fenomena kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi seluruh negara, baik negara yang telah maju dan negara berkembang. Kemiskinan merupakan gejala patologi sosial yang kronis dan merupakan ancaman terjadi kekacauan sosial (social disorder). Gejala kemiskinan ditandai dengan tingginya ketimpangan. Gejala ketimpangan meliputi sumberdaya manusia, akifitas ekonomi, pengelolahan sumberdaya alam (kekhasan), struktur pasar yang monopoli, penataan ruang yang tidak konsisten dan penganggaran yang tidak sesuai. Singkatnya kemiskinan lebih disebabkan karena ketimpangan. Titik awal kemiskinan di era modern dimulai Sekitar 1980-an dan awal 1990-an. Di tahun tersebut ketimpangan pendapatan (income gap) antara negara kaya dan miskin semakin melebar. Tidak hanya ketimpangan ekonomi yang terjadi tetapi kualitas sumberdaya manusia, struktur ekonomi, pembangunan infrastruktur, yang bekerja dan tidak/belum bekerja mengalami ketimpangan dan yang paling parah timpangnya kepercayaan (trust) antara masyarakan dan pemerintah (Todaro, 2000; Saefulhakim, 2005; Fukuyama, 1999; Putnam, 2001). Di Indonesia perkembangan jumlah penduduk miskin menurut data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) mengalami fluktuasi. Tahun 1990 jumlah penduduk miskin sebesar 27,2 juta (15,1% dari jumlah penduduk), tahun 1999 angka kemiskinan berjumlah sekitar 47,97 juta (23,43% dari jumlah penduduk) dan tahun 2004 jumlah penduduk miskin sebesar 36,15 juta (16,66% dari jumlah penduduk yang ada) angka kematian bayi masih sangat tinggi yaitu 35 per 1000 sekitar tahun Angka kematian ibu melahirkan sebesar 307 per pada tahun 1998 dan kematian ibu hamil pertahun sebesar , partisipasi pendidikan di daerah pedesaan khusus di daerah Papua dan NTT (Nusa Tenggara Timur) nilainya di bawah 40% berbeda di daerah Jakarta dan Yogyakarta yang mencapai 80% (BPS, 2004). Di Kabupaten Bogor berdasarkan indikator indeks pembangunan manusia telah menyentuh angka 68,41 poin, walaupun angka ini relatif tinggi jika dibandingkan dengan wilayah lain tapi masih rendah dari indeks pembangunan Provinsi Jawa Barat sebesar 69,36. Berdasarkan klasifikasi United Nation

15 2 Devolopment Programme (UNDP), angka pencapaian Indeks Pembangunan Manusai (IPM) sebesar 68,41 poin berada pada kategori masyarakat sejahtera menengah dan belum mencapai masyarakat sejahtera tinggi. Nilai yang mencapai 80 dikategorikan sebagai masyarakat sejahtera tinggi. Kemampuan daya beli (Purchasing Power Parity) masyarakat Kabupaten Bogor tahun 2005 menurut tingkat konsumsi riil sebesar Rp ,- /kapita/tahun, yang terdiri konsumsi bahan makanan dan yang bukan makanan. Sementara renstra Kabupaten Bogor menetapkan Rp ,-/kapita/tahun. Keluarga pra sejahtera dan sejahtera I berjumlah dari jumlah keluarga, jumlah pengangguran sekitar (BPS, 2005). Pendapatan Kabupaten Bogor meningkat dari Rp 991 milyar (2004) menjadi 1,08 triliun (2005), namun pada periode yang sama tingkat kemiskinan meningkat. Nilai PDRB harga berlaku meningkat dari 28,6 trilliun (2004) menjadi Rp.34,625 triliun (2005). Laju pertumbuhan ekonomi meningkat dari 5,51 % (2004) menjadi 5,82 % (2005). Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Kabupaten Bogor pada tahun 2005 sekitar 50,07%, lebih rendah dari tahun 2004 yang mencapai 51,68% dan tahun 2003 mencapai sekitar 53,99%. Fakta ini kontradiktif dengan meningkatnya penerimaan daerah dan laju pertumbuhan yang naik tetapi kemiskinan dan pengangguran terbuka meningkat (BPS, 2005). Kebijakan yang bertumpu pada pusat atau yang sering kita dengar dengan istilah sentralistik tidak memberikan korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan di tiap wilayah. Gejala ini dapat dilihat di Provinsi Irian Jaya (sekarang bernama Papua) dan Provinsi Maluku, Nusa Tenggara Timur sebagian daerah Sulawesi dan Sumatera tingkat pembangunan manusia masih relatif rendah dibanding Pulau Jawa. Nilai pembangunan manusia Provinsi luar Jawa hanya menyentuh angka di bawah 63, sementara sebagian besar Pulau Jawa nilai pembangunan manusia menyentuh angka 66 dan lebih pada tahun Demikian halnya pembangunan yang mengejar laju pertumbuhan ekonomi tidak mencerminkan distribusi pendapatan yang membaik, justru yang terjadi ketimpangan pembangunan dan pendapatan. Indonesia yang pernah mendapat gelar negara yang memiliki keajaiban ekonomi (east asian miracle) oleh Bank Dunia, pada saat laju pertumbuhan ekonomi rata rata mencapai 7% per tahun

16 3 dan pendapatan rata rata 4% per tahun di tahun Pada saat yang sama jumlah penduduk miskin sebesar 34,5 juta (17,5% dari jumlah penduduk) (Saefulhakim, 2005; BPS, 2004). Pembangunan yang mengejar laju pertumbuhan ekonomi dan sentralistik (aktifitas ekonomi hanya berpusat di Jawa) justru menimbulkan ketimpangan ekonomi dan kemiskinan di beberapa wilayah. Saefulhakim (2005) mengatakan pembangunan yang menekankan pertumbuhan ekonomi makro (agregat ekonomi) tanpa memperhatikan keterkaitan antara wilayah dan interaksi justru akan menciptakan kesenjangan ekonomi. Wilayah yang memiliki kemajuan pesat justru melemahkan wilayah lain. Struktur ekonomi juga ikut andil dalam menciptakan ketimpangan. Ekonomi yang menekankan pasar monopoli (penguasaan ekonomi hanya segelintir orang) sangat berdampak dengan aktifitas ekonomi. Sistem pasar monopoli memberi kekuasaan besar terhadap pemiliki modal untuk memainkan harga karena mereka tidak memiliki pesaing sementara konsumen tidak memiliki nilai tawar tinggi. Sebagai ilustrasi, kebutuhan pupuk petani umumnya dikuasai beberapa perusahaan, akibatnya harga pupuk sangat mudah dimainkan. Sementara struktur pasar petani berlaku pasar monopsoni (penjual banyak tapi pembeli terbatas). Produk hasil pertanian dibatasi aksesnya oleh para pedagang pengumpul (bermodal tinggi) yang mudah memainkan harga. Marginalisasi produk pertanian terhadap produk industri sangat tinggi. Produk pertanian memiliki harga yang rendah sementara produk industri harganya relatif tinggi. Situasi seperti ini akan mengakibatkan ketimpangan yang tinggi. Akibatnya pekerja di bidang industri jauh lebih mapan dibanding pekerja pertanian, artinya pertumbuhan industri jauh lebih besar dibanding pertanian. Pembangunan ekonomi sentralistik berimbas pada pembangunan infrastruktur dan sumberdaya manusia juga terpusat. Pembangunan infrastruktur dan sumberdaya manusia yang terpusat tidak lain untuk memudahkan penyediaan tenaga kerja industri di perkotaan. Hal ini memicu laju pergerakan manusia dari desa ke kota untuk memperoleh pendidikan dan perbaikan nasib hidup. Arus manusia ke kota yang tinggi mengakibatkan aktifitas ekonomi dan aliran uang lebih banyak di kota. Akhirnya ketimpangan sumberdaya manusia, infrastruktur

17 4 dan ekonomi antara kota dan desa semakin meningkat (nama kota dan desa dibedakan hanya berdasarkan fungsi dan tidak bermaksud mendikotomikan). Sebagai ilustrasi hasil postulasi, sekitar lebih 50% investasi berada di Jawa hanya mencakup sekitar 7% wilayah Indonesia, dalam hal output produk domestik regional bruto (PDRB) jawa mencapai lebih dari 60%. Berdasarkan survei industri nilai produksi (nilai tambah bruto) sektor industri besar dan menengah di Jawa pada tahun 1975 mencapai 90%, menurun pada tahun 1984 hingga menyentuh angka 83%. Dilihat dari banyaknya industri, tercatat lebih 80% industri berada di Jawa. Tentu penggunaan indikator makro semacam ini dapat mengandung resiko generalisasi yang berlebihan. Penyebaran aktifitas ekonomi belum terjadi melainkan hanya penyebaran penduduk melalui transmigrasi yang terjadi di luar Pulau Jawa (Aziz, 1994). Di beberapa negara yang hanya menekankan produk domestik bruto sebagai indikator pembangunan dan kemajuan suatu negara (kebijakan makro) justru tidak terwakilkan dengan kondisi penduduk. Kenaikan produk domestik bruto justru semakin melebarkan antar masyarakat kaya dengan miskin serta pengangguran dan kemiskinan meningkat (Todaro, 2000). Pembangunan yang tidak memperhatikan interaksi antara wilayah atau interaksi antara wilayah lemah akan menjadi awal munculnya ketimpangan. Ketimpangan yang terus berlanjut akan mengancam kemiskinan semakin besar. Ilmu wilayah memperhatikan interaksi dalam rangka menciptakan keterkaitan pembangunan antara wilayah. Banyak studi yang diperoleh menunjukkan bahwa pada saat pertumbuhan ekonomi nasional tinggi (robust) masalah pemerataan antara daerah tidak begitu menonjol. Tiap daerah mengalami pertumbuhan ekonomi, baik karena kekuatan sendiri maupun dari subsidi pemerintah pusat. Sebaliknya, pada saat laju pertumbuhan ekonomi nasional rendah, dapat berlangsung keadaan yang menunjukkan terjadinya pertumbuhan ekonomi di beberapa daerah dengan mengorbankan pertumbuhan di daerah lain. Perekonomian dalam kondisi ini terjebak dalam zero sum (Aziz, 1994). Atas dasar itu unsur ruang (space), interaksi dan keterkaitan antar wilayah merupakan bagian penting untuk menjawab berbagai masalah kemiskinan,

18 5 pengangguran dan ketimpangan. Unsur jarak yang terkait dengan harga serta konsentrasi aktifitas berdasarkan kekhasan wilayah merupakan indikator analisis spasial. Dimensi ruang membantu menganalisis keterkaitan dalam rangka menciptakan hubungan antara wilayah secara komplmentatif (saling mengisi) bukan bersifat kompetitif (bersaing). Fenomena pembangunan industri Liquid Natural Gas (LNG) di Provinsi Aceh, memungkinkan menciptakan percabangan (ramifikasi) di seluruh Pulau Sumatera, demikian pula Industri Petrokimia di daerah Palembang (Aziz, 1994; Hoover dan Giarratni, 1999). Secara etimologis akar kata wilayah dalam bahasa arab terdiri dari wala, waliy yang berarti saling tolong menolong. Istilah tolong menolong dapat diartikan saling memperkuat, dengan kata lain terjadi proses pendauran dan siklus. Proses pendauran atau siklus bisa terjadi jika ada interaksi antar wilayah. Istilah Daerah diambil dari akar kata Dairah dan Idarah (bahasa Arab). Idarah berarti manajemen atau administratif. Istilah daerah terkait dengan pemerintahan dan pengaturan yang dibuat oleh pemimpin dalam satu daerah yang dibatasi oleh sistem administrasi. Kawasan berasal dari kata Khash (bahasa arab), secara etimologi berarti kekhasan atau memiliki karakteristik (Saefulhakim 2005). Berdasarkan etimologi bahasa arab maka sikap saling tolong menolong antara wilayah adalah komponen yang penting. Tentu saja peran individu atau masyarakat menjadi sangat penting. Sifat dasar tolong menolong dibangun dari daya pengetahuan (knowledge base) sebagai modal dasar untuk mengkalkulasi keterukuran, sistem informasi (information sytsem) sebagai cara untuk mengetahui keunikan tiap individu dan kekhasan wilayah, keterpaduan (cohessiveness) sebagai dasar memadukan ilmu dan informasi, keterkaitan (link) untuk mengaitkan antar wilayah, norma (norm) pedoman dan aturan yang dibangun secara bersama untuk melakukan kerjasama dan saling percaya (mutual trust). Ilmu ekonomi memperhatikan dimensi apa (what) terkait efisiensi tanpa memperhatikan dimana (where), demikian pula ilmu geografi tanpa memperhatikan aktifitas manusia di tempat mereka berada. Regional science merupakan kombinasi aktifitas ekonomi dan tempat (dalam hal ini jarak), artinya ekonomi (spaceless world) dan ilmu wilayah memperhatikan dimensi spasial (Aziz, 1994; Hoover dan Giarratni, 1999).

19 6 Kebijakan pembangunan yang menekankan pertumbuhan ekonomi dan sentralistik perlu direformasi dengan kebijakan pemerataan dan keterkaitan pembangunan yang menekankan interaksi wilayah antara berbagai aktifitas. Pemberian otonomi daerah tidak cukup jika pemerintah daerah tidak memperhatikan keterkaitan antara wilayah. Pembangunan tambang emas di Papua dan industri LNG di Aceh harus memberi pengaruh (ramifikasi) di wilayah lain. Penekanan interaksi wilayah adalah mengurangi ketimpangan antara wilayah atau menghilangkan garis batas ketimpangan. Reformasi kebijakan harus memperhatikan rantai aktifitas sumberdaya alam, manusia dan ekonomi. Rantai itu dimulai dengan sumberdaya hayati yang menghasilkan output primer (kebutuhan pokok) yang terkait dengan lingkungan hidup dan pengetahuan teknologi kemudian berlanjut pada proses diversifikasi produk melalui agroindustri sampai menghasilkan output sekunder dan tersier (barang mewah dan barang hasil olahan). Produk sekunder maupun tersier akan dipasarkan untuk dikonsumsi oleh masyarakat (Saefulhakim, 2005). Atas dasar itu pemerintah perlu mereformasi kebijakan melalui penganggaran tiap aktifitas yang tepat dan sesuai. Penganggaran belanja dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah, meningkatkan kualitas hidup manusia, penataan ruang yang konsisten dan menciptakan struktur dan aktifitas ekonomi yang sejajar dan adil. Penganggaran harus sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan wilayah (Perimbangan keuangan Daerah dan Pusat). Penataan ruang harus sesuai dengan karakteristik lahan. Pengelolahan lahan yang cendrung dipaksakan justru akan menciptakan biaya ekonomi yang tinggi sehingga nilai manfaat lingkungan juga harus diperhatikan (FAO, 1976; Fauzi, 2002). Berdasarkan analisis diatas mengisyaratkan perlunya pendekatan pembangunan manusia dan sosial dan interkasi wilayah untuk menjawab masalah ketimpangan, kemiskinan dan pengangguran. Pendekatan ini diharapkan dapat menjawab sebab kemiskinan dan pengangguran semakin bertambah (sementara nilai PDRB meningkat di Kabupaten Bogor. Peluang tersebut sangat besar mengingat lokasi Kabupaten Bogor yang dekat dengan Ibu Kota Negara.

20 7 Perumusan Masalah Aktifitas ekonomi di Kabupaten Bogor meningkat pada tahun Peningkatan aktifitas ini ditandai dengan meningkatnya nilai produk domestik regional bruto (PDRB). PDRB harga konstan Kabupaten Bogor mengalami peningkatan 5 % dari Rp 22,25 triliun (2004) menjadi Rp. 23,55 triliun (2005). Keadaan ini tidak diikuti oleh penurunan jumlah kelurga miskin. Jumlah keluarga pra-sejahtera dan sejahtera I mengalami peningkatan 11,2 % dari kepala keluarga (KK) menjadi KK. Jumlah penduduk menganggur mengalami peningkatan 5,1 % dari orang menjadi orang. Jumlah balita gizi buruk mengalami peningkatan 31,01 %, sebanyak kasus (2001), meningkat menjadi kasus (2005) (BPS,2005). Uraian tersebut mengindikasikan terjadi ketimpangan pembangunan. PDRB mengalami peningkatan tetapi jumlah angka kemiskinan, penduduk menganggur dan gizi buruk mengalami peningkatan. Ketimpangan seperti ini akan berpotensi menciptakan instabilatas pembangunan dan mengancam keberlanjutan pembangunan. Situasi seperti ini juga akan mengahambat interaksi antar berbagai elemen karena tidak terjadi keberimbangan. Interaksi antara 2 titik sangat dipengaruhi oleh massa (M) masing masing obyek (massa wilayah dan sosial). Jika massa tidak berimbang akan berpotensi menciptakan ketimpangan pembangunan. Sebagai ilustrasi M 1 = 1, dan M 2 = ½. Situasi ini akan menimbulkan ketimpangan wilayah dan sosial, tetapi jika M 1 = 1, dan M 2 = 1, maka situasi ini akan menciptakan keberimbangan dan menurut analisis Input Output akan menjadi faktor penting pendorong kinerja pembangunan. Berdasarkan uraian di atas maka akan dirumuskan permasalahan yang akan dianalisis sebagai berikut : (1) Bagaimana pola spasial pembangunan manusia dan sosial? (2) Apa yang menyebabkan pengangguran dan kemiskinan semakin bertambah? (3) Bagaimana peran pembangunan manusia, sosial dan interaksi spasial dalam mengatasi kemiskinan dan pengangguran? dan (4) Bagaimana merumuskan kebijakan untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran?

21 8 Tujuan Penelitian (1) Menganalisis dan memetakan pola spasial pembangunan manusia dan sosial ; (2) Menganalisis dan memetakan pola spasial kemiskinan dan pengangguran ; (3) Menganalisis peran pembangunan manusia, sosial dan interaksi spasial untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran ; dan (4) Merumuskan kebijakan untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran.

22 TINJAUAN PUSTAKA Ilmu Wilayah Perencanaan dalam istilah bahasa inggris disebut dengan Plan. Kata plan dapat diartikan sebagai pengaturan untuk melakukan sesuatu, pertimbangan terhadap hal yang penting, pemetaan yang detail untuk membangun kota atau desa, menggambarkan secara detail bagaimana proses berjalannya mesin dan memperlihatkan diagram dalam suatu aktifitas, kemudian bagaimana manusia atau individu menyusun langkah langkah untuk mengatasi dan memperbaiki kearah yang lebih baik (Oxford Dictionary, 2005). Wilayah diambil dari bahasa arab (etimologis), akar kata terdiri dari wala, waliy yang berarti saling tolong menolong. Istilah tolong menolong dapat diartikan saling memperkuat, dengan kata lain terjadi proses pendauran dan siklus. Proses pendauran atau siklus bisa terjadi jika ada interaksi antar wilayah. Istilah daerah diambil dari akar kata dairah dan idarah (bahasa Arab). Idarah berarti manajemen atau administratif. Istilah daerah terkait dengan pemerintahan dan pengaturan yang dibuat oleh pemimpin dalam satu daerah yang dibatas oleh sistem administrasi. Kawasan berasal dari kata khash (bahasa arab), secara etimologi berarti kekhasan atau dengan kata lain memiliki karakteristik tertentu. (Saefulhakim, 2005). Wilayah dalam istilah bahasa inggris diambil dari 3 bahasa yaitu region yang berarti daerah urban (perkotaan) dan rural (perdesaan), kedua diambil dari kata spatial yang terkait dengan segala entitas yang terdapat dalam ruang (space) dan yang ketiga adalah lokasi (locality) yang berarti aktifitas tertentu dalam lokasi. Perdesaan adalah suatu wilayah dengan aktifitas utama adalah pertanian dan pengelolahan sumberdaya alam. Perkotaan adalah aktifitas utamanya adalah jasa. Ilmu wilayah menekankan 3 aspek ilmu yaitu ilmu ekonomi dan sosial, ilmu ruang (geografi) dan teknik kuantitatif sebagai pendekatan utama dan pendekatan kualitatif sebagai pendekatan pendukung. Ada 4 pendekatan penting dalam rangka membangun falsafah Ilmu wilayah (regional science). Keempat pendekatan dimulai dengan pertanyaan what (apa), where dan why (mengapa) dan so what (jadi mengapa), pertama what yang menyangkut untuk setiap tipe aktivitas ekonomi, tidak hanya hasil produksi

23 10 yang hanya terbatas dalam pabrik perusahaan, farm (Pertanian) tetapi berbagai macam bisnis, household (rumah tangga) dan private serta institusi publik. Where menyangkut lokasi dalam menghubungkan aktifitas ekonomi lain, melibatkan pertanyaan berdasarkan kedekatan, konsentrasi tempat, dispersion dan kemiripan atau disparitas pada pola spasial (Hoover dan Giarratni, 1999). Penyebaran dan kemiripan atau disparitas pada pola spasial adalah bagian yang didiskusikan dalam ilmu wilayah. Cakupannya meliputi wilayah itu sendiri atau microgeographically, dalam terms of zona, ketetanggan dan lokasi. Why dan so what mengarah untuk menginterpretasikan bagaimana elastic limit terhadap kompotensi ekonomi dan tantangannya. Berdasarkan cakupan diskusi tersebut maka ilmu wilayah mampu membangun aktifitas yang bersifat (1) Konsentrasi seluruh aktifitas dalam satu spot, (2) penyebaran keseragaman pada seluruh aktifitas terhadap seluruh atau (3) pola yang sistematik seluruhnya, tetapi penyebaran secara sembarang pada aktifitas. Losch hanya ada dua hambatan ekonomi yang berpengaruh di lokasi (1) Konsentrasi spasial ekonomi dan (2) Biaya transportasi dan unit lokasi (Hoover dan Giarratni, 1999). Ilmu ekonomi tradisional cenderung mengabaikan where question (di mana). Ilmu ekonomi yang mengabaikan dimensi spasial dijawab dalam ilmu wilayah sebagai bagian yang penting dalam rangka menyusun perencanaan wilayah. Dimensi spasial sangat terkait dengan segala aktifitas antar wilayah. Ilmu (paham) tradisional geographers, meskipun secara langsung concern dengan what (apa) dan where (dimana), tetapi ilmu ini lebih cendrung tidak mempertimbangkan prilaku manusia dan institusi untuk memenuhi the why, dan tempat aktivitas hanya mendeskripsikan dan pemetaan belaka. Perencanaan kota tradisional dalam membuat perencanaan cendrung membatasi aspek fisik dan aspek estetika terhadap susunan urban yang ideal. Pertimbangan terhadap daerah yang cenderung dianggap kosong merupakan bagian dari proses perencanaan tata kota. Pertimbangan sosial tidak dilakukan dalam perencanaan tata kota. Secara menyeluruh, ilmu wilayah memahami masalah spasial dan ekonomi regional dapat dibangun dari 3 faktor kehidupan (1) natural resource advantages, terkait dengan lokasi (2) economies concentration terkait skala ekonomi dan (3) costs of transportasion and comunication, terkait dengan efisiensi dalam bahasa teknik

24 11 lain dasar fondasi ini dapat diidentifikasi sebagai (1) imperfect factor mobility (2) imperfect divisibility, dan (3) imperfect mobility of good and service (Hoover dan Giarratni, 1999). Berdasarkan penjelasan di atas maka penentuan lokasi perlu mempertimbangkan hubungan wilayah dengan wilayah tetangga, menganalisis prilaku individu, kelompok tenaga kerja dan industri. Prilaku individu penting untuk diketahui sebagai dasar untuk mempertimbangkan secara rasional jika aktifitas akan bergabung dengan kelompok yang lebih besar dalam suatu lokasi yang memiliki beragam aktifitas ekonomi. Lokasi biasanya terpola, demikian juga dalam produksi manufaktor terdapat pola aktifitas pengelolahan seperti tempat mesin tulis, pres dan mesin pengelola (Hoover dan Giarratni, 1999). Keputusan menentukan lokasi terkait dengan (1) kediaman, (2) pelayanan publik dan (3) bisnis atau industri. Individu dalam menentukan kediaman sering mempertimbangkan aksesibilitas yang jauh dari kebisingan dan pertimbangan jarak tempat tinggal pegawai/pekerja, transportasi dan commuting. Berdasarkan dengan hal tersebut maka penentuan lokasi sangat terkait dengan biaya dan resiko yang akan ditanggung oleh individu hingga prospek lokasi dalam rangka memperoleh kentungan. Menjadi relevan situasi seperti ini untuk selalu dievaluasi agar keputusan dalam penentuan lokasi tidak menimbulkan resiko yang lebih besar (Hoover dan Giarratni, 1999). Evaluasi sebagai dasar pengambilan keputusan karena lokasi dianggap sebagai barang inertia-even ( sulit merubah atau pindah). Disisi lain perubahan lokasi dapat terjadi akibat terjadinya perubahan skala operasi, proses produksi komposisi pada output, pasar, ketersediaan sumberdaya, alat alat transportasi, atau mungkin kombinasi berbagai macam perubahan (Hoover dan Giarratni, 1999). Von Thunen (dalam Adisasmita, 2005) telah mengembangkan hubungan perbedaan lokasi pada tata ruang dan pola penggunaan lahan. Thunen mengatakan, jenis pemanfaatan lahan dipengaruhi oleh tingkat sewa lahan dan didasarkan pula tingkat aksesibilitas relatif. Alfred Weber (dalam Adisasmita, 2005 ) menekankan pentingnya biaya transportasi sebagai faktor pertimbangan lokasi.

25 12 Lebih jauh proses evaluasi menyebabkan orang menginginkan lokasi alternatif seperti fasilitas publik kesehatan dan industri lain. Situasi ini karena estimasi ekonomi dan posisi lokasi yang dapat memberikan keuntungan yang lebih besar. Situasi ini akan sulit diestimasi jika otoritas publik lebih cenderung menentukan lokasi akibat pertimbangan politik dalam rangka memperoleh suara dominan pada saat pemilu nantinya (keputusan politik terkait dengan jumlah pemilih pada pemilihan umum berikutnya) (Hoover dan Giarratni, 1999). Akhirnya, mengharuskan kita mempertimbangkan lokasi hunian pada keluarga. Lagi lagi, biaya adalah elemen penting relatif menyebabkan orang senang pada lokasi. Elemen biaya tersebut adalah tambahan perawatan dan manfaat biaya, pajak, biaya untuk mengakses kerja, shopping, sekolah, sosial dan tujuan perjalanan anggota keluarga. Faktor materi bukanlah satu satunya hal yang penting dalam menentukan lokasi tetapi faktor sosial dan kedekatan dalam berinterkasi serta kenyamanan merupakan bagian penting. Faktor tersebut akan menjadi sulit diukur dalam berbagai cara (Hoover dan Giarratni, 1999). Seiring dengan pergeseran waktu situasi lokasi akan mengalami perubahan akibat pengaruh eksternal baik yang terkait dengan politik, sosial dan ekonomi. Sebagai ilustrasi perubahan area hunian akibat masuknya kekuatan tenaga kerja, pernikahan, kedatangan anak pertama, masuknya anak di sekolah pada tingkat pertama, anak yang sedang meninggalkan rumahnya, keadaan hidup sebagai janda, pemencilan diri-dalam keluarga inti atau pemindahan individu dapat juga dipicu oleh kenaikan gaji, kesempatan dalam pekerjaan baru, atau projek pengembangan kembali urban atau lainnya perubahan tiba tiba dalam karakteristik lingkungan tempat tinggal (Hoover dan Giarratni, 1999). Berbagai ketidakpastian semakin memperkuat bahwa lokasi adalah elemen kuat dari inertia. Rasa aman dan dekat aksesibilatas yang mudah menjadi pilihan sebagain besar orang. Pertimbangan individu (personal considerations) dalam memilih lokasi terkait dengan pekerjaanya dan kondisi rumah yang menyenangkan, komunitas yang menyenangkan dan dengan akses yang sesuai dengan urban dan kultur amenities. Individu yang relatif mapan lebih cendrung memperhatikan faktor kenyaman yang bersifat tangible dari pada materi (Hoover dan Giarratni, 1999).

26 13 Faktor Lokasi Lokasi pada dasarnya memiliki karakateristik. Faktor penentuan lokasi berdasarkan faktor input lokal dan output, tranferable inputs and outputs. Input lokal adalah meterial, persediaan dan pelayanan yang terdapat pada lokasi dan mungkin sulit dibawa ke tempat lain. Iklim, kualitas air lokal dan hujan dalam beberapa kategori, seperti topografi dan struktur fisik tanah sejauh ini mempengaruhi biaya konstruksi dikategorikan sebagai input lokal. Input lokal yang tidak dapat dipindahkan (nontransferable inputs) adalah lokasi yang menghasilkan beberapa output yang sifat alamnya harus diatur/ditentukan secara lokal (Hoover dan Giarratni, 1999). Secara lokalitas penyediaan pelayanan publik seperti kebijakan dan proteksi juga bagian dari input lokal. Tenaga kerja adalah merupakan tambahan lain. Input lokal dapat dikatakan bersifat konstan atau cenderung bertambah atau berkurang jumlahnya sangat terkait dengan lokasi dan aktifitas. Dikatakan tetap jika input yang digunakan tersedia di lokasi berdasarkan karakteristik dan sulit ditemukan di lokasi lain. Sedangkan berkurang jika input yang digunakan barang yang tidak dapat diperbaharui (Hoover dan Giarratni, 1999). Tambahan yang diperlukan beberapa input lokal, pilihan unit lokasi menghasilkan beberapa output yang sifat alamnya harus diatur secara lokal, ini disebut dengan nontransferable outputs. Kebutuhan tenaga kerja biasanya dalam kondisi demikian diambil pada lokasi aktifitas sehingga pergerakan tenaga kerja dibatasi oleh masyarakat setempat (cummuting) (Hoover dan Giarratni, 1999). Guna mengurangi produk yang tidak bermanfaat dan merusak lingkungan (negative value), sebaiknya produk tersebut diolah agara dapat lebih bermanfaat dan mengurangi polusi serta tidak mengambil lokasi yang besar. Hal ini sangat terkait jika terjadi kelangkaan lahan (Hoover dan Giarratni, 1999). Beberapa persoalan yang dapat mengakibatkan negative value dalam penggunaan input lokal, sebagai contoh disekitar sungai mahoning di timur laut Ohio. Akibat penggunaan air yang relatif sering dalam waktu yang panjang oleh sebagian industri pada daerah tersebut mengakibatkan air tersebut suhunya meningkat. Air yang suhunya panas akan menjadi penghambat bagi industri baja. Air yang panas tidak dapat digunakan oleh stasion alat elektrik uap air dan besi

27 14 dan pekerja baja (membutuhkan air dingin). Kelebihan panas akan membuang sia sia produk satasion elektrik uap. Polusi thermal inilah yang mengurangi penyedian input (air dingin) untuk industri baja atau mengakibatkan biaya tinggi untuk membuang output lokal (kelebihan panas) (Hoover dan Giarratni, 1999). Pemerintah sering mengabaikan tanggungjawab terhadap biaya polusi lingkungan. Harga barang perlu mencerminkan asosiasi biaya sosial dan lingkungan terhadap barang yang dipasarkan dan akan dikonsumsi. Asosiasi biaya ini bertujuan untuk pembersihan dan penilaian lingkungan. Hal ini penting untuk dicatat bahwa asosiasi ini dapat dipertahankan tidak hanya sebagai dasar keadilan tetapi lebih penting sebagai dasar efesiensi dan keberlanjutan lingkungan (Hoover dan Giarratni, 1999). Berbeda dengan produk yang dapat dipindahkan keberbagai lokasi seperti bahan bakar material, informasi dan berbagai macam pelayanan (transferable inputs). Keberadaan suatu produk yang dapat dipindahkan bergantung pada aksesibilitas penyedia produk ke lokasi penerima produk. Beberapa macam aktifitas (perkumpulan pabrik mobil dan departement store) menggunakan banyak variasi memindahkan input dari berbagai macam sumberdaya. Sejalan, di mana transferable outputs di produksi, ada faktor lokasi untuk mengakses tempat dimana output permintaan. Faktor lokasi tersebut meliputi : 1. local input : tersedianya nontransferable inputs dilokasi yang diinginkan 2. local demand : jumlah penjual nontransferable outputs pada lokasi yang dinginkan 3. transferred input : tersedianya tranferable inputs adalah input yang dibawah dari luar ke lokasi sumberdaya akan mencerminkan proses pemindahan biaya ke lokasi sumberdaya yang dinginkan 4. out side demand : jumlah penjual pada transferable outputs keberbagai pasar akan mencerminkan jumlah uang yang masuk dari jumlah penjual terhadap pemindahan biaya ke market (Hoover dan Giarratni, 1999). Klasifikasi sangat ditentukan oleh karakteristik lokasi. Karaktersitik tersebut dapat dilihat melalui usaha rumaha tangga, pendirian kawasan bisnis dan fasilitas publik. Berbagai aktifitas tersebut perlu dilokasikan sesuai dengan karakteristik ruang dalam wilayah. Berbagai perusahaan telah mencoba

28 15 menganalisis dari aspek biaya tenaga kerja, ketersedian air, akses terhadap pasar, pajak dan berbagai biaya untuk menentukan lokasi yang sesuai tata ruang (Hoover dan Giarratni, 1999). Pendekatan untuk menentukan lokasi dengan pendekatan kualitatif melalu cara hirarki tidak cukup baik. Perlu pendekatan kuantitatif untuk mengestimasi kekuatan berbagai variasi lokasi dalam memindahkan input dan output. Perhitungan kuantitatif akan memberikan hasil yang lebih nyata untuk memutuskan pilihan lokasi. Penentuan lokasi perlu mempertimbangkan tingkatan hubungan spatial variability of the input prices (Hoover dan Giarratni, 1999). Pola Spasial yang Memberikan Keuntungan Berbeda pada Berbagai Faktor Lokasi Penentuan lokasi sangat ditentukan oleh biaya tenaga kerja, karakteristik lahan, jalur transportasi dan pajak. Lokasi alternatif menjadi perhatian pada lokasi yang tidak mengumpul (disaggregation). Pertama penentuan lokasi mempertimbangkan jarak, air, energi listrik, sampah, pembuangan yang melalui air seluruh ditransfer untuk atau dari lokasi sepesifik hingga tenaga kerja dan akses transportasi (Hoover dan Giarratni, 1999). Beberapa cara yang dilakukan untuk memilih lokasi melalui prinsip keseragaman (uniformity). Lokasi yang dipilih dinilai lebih seragam pelayanannya dan lebih baik dibanding wilayah lain, gaji relatif seragam dalam satu wilayah, pajak yang seragam berdasarkan ketentuan hukum dan produk yang dijual relatif sama (Hoover dan Giarratni, 1999). Aksesibilitas jalan untuk sampai kekonsumen dan produsen merupakan pertimbangan yang paling ditekankan. Sebagai ilustrasi kantor pos, walaupun jauh tetapi sistem kilat yang digunakan kantor pos dapat menyebabkan pengiriman menjadi cepat. Kasus ini menandakan bahwa kedekatan konsumen tidak berpengaruh karena tidak ada perbedaan yang siginifikan tambahan biaya terhadap tujuan pengiriman (tambahan biaya transportasi). Tetapi sebagai pembeda jika biaya pengiriman sudah bertambah akibat perbedaaan jarak. Akhirnya diantara banyak perbedaan pola keuntungan pada faktor lokasi perlu mempertimbangkan pemindahan biaya, ditentukan oleh ukuran kota atau pasar lokal dan terkait dengan biaya tenaga kerja (Hoover dan Giarratni, 1999).

29 16 Interaksi Wilayah Perbedaan pokok ilmu regional dengan ilmu ekonomi konvensional terletak pada dimensi spasial. Ilmu ekonomi dimensi waktu mempunyai posisi sentral dan harga (waktu yang dicerminkan melalui tingkat bunga). Dimensi spasial hanya diperlukan secara implisit. Dimensi spasial atau jarak memegang posisi kunci sehingga biaya pengangkutan merupakan harga untuk diperhitungkan secara eksplisit dalam ilmu wilayah (Azis, 1994). Ilmu wilayah seperti yang telah diuraikan menekankan jarak dan lokasi, menyangkut biaya pengangkutan sangat pokok. Keuntungan ekonomi yang berasal dari gejala spasial seperti penghematan karena aglomerasi (agglomeration economies) karena urbanisasi dan karena lokasi (localization economies) merupakan variabel yang diperhitungkan secara eksplisit (Azis, 1994). Perhatian wilayah pada dimensi jarak dapat menciptakan daya tarik antara daerah. Proses daya tarik antara daerah dapat dituangkan melalui keuntungan yang diperoleh dari gejala spasial (spatial juxtaposition). Proses itu akan diukur sebagai dasar untuk merumuskan kebijakan antara daerah (Azis, 1994). Ilmu wilayah memiliki dimensi utama (core) interaksi fungsional (spasial), kedekatan/kemiripan antar bagian (variasi spasial) atau biasa disebut dengan spatial disparity, siklus tertentu perputaran kehidupan (life cycle) (ekologis dan ekonomi) atau dengan kata lain dinamika spasial dan kekhasan lokal (uniqeness) atau (spatial specificacy). 1 Ilmu wilayah tidak hanya melihat indikator pertumbuhan dan agregat ekonomi sebagai faktor utama kemajuan dalam lingkup negara. Prinsip keterkaitan dan keterpaduan menjadi hal penting dalam wilayah. Pertumbuhan ekonomi wilayah tidak menyebabkan ketimpangan antara wilayah tetapi justru memberi pengaruh positif terhadap pertumbuhan wilayah lain. Dalam hal ini interaksi antara wilayah harus terkait dan terpadu. Wilayah yang tidak merasakan dampak terhadap kemajuan wilayah lain mengindikasikan interaksi wilayah tidak saling memperkuat melainkan saling memperlemah (Azis, 1994). Kerja sama antara daerah merupakan instrumen yang penting untuk membangun kesetaraan antara wilayah. Kerjasama bisa dilakukan bersifat massal, 1 Diskusi Jumat Kajian Ilmu Wilayah Berdasarkan perpektif Alquran Aqwati Center 2007

30 17 kedekatan antara daerah dan kerjasama antara daerah yang tidak berdekatan berdasarkan karakteristik. Beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan adalah sumberdaya manusia, sumberdaya alam, aktifitas ekonomi, tata ruang dan sumberdaya sosial 2. Pembangunan Wilayah Pembangunan wilayah issu yang menguat akibat terjadinya disparitas antar wilayah di Indonensia. Disparitas antara desa dan kota, disparitas antara sikaya dan simiskin, disparitas antara jawa dan luar jawa, disparitas antara pendapatan dan berbagai macam disparitas semakin menguatkan pentingnya pembangunan wilayah guna mengurangi disparitas. Alasan aksesibilitas, produk pertanian rendah, pengangguran, modal, ekonomi tidak stabil, pendidikan dan kesehatan rendah semakin menguatkan sebab terjadinya disparitas antara wilayah. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya tentang ilmu wilayah, bahwa dalam rangka menciptakan keberimbangan dan keterkaitan antara wilayah maka interaksi menjadi keharusan yang perlu dilakukan pengambil kebijakan. Keterkaitan antara wilayah dalam rangka menciptakan kerjasama agar mereka mampu melihat sisi kelemahan masing masing wilayah. Pembangunan wilayah tidak hanya melihat PDRB sebagai indikator dikatakan pembangunan wilayah berhasil, tetapi harus memperhatikan keberlanjutan pembangunan. wilayah. PDRB yang tinggi tidak secara langsung mencerminkan pendapatan masyarakat tinggi, tetapi justru yang terjadi adalah disparitas pendapatan. PDRB yang tinggi, tetapi indeks pembangunan yang rendah, indeks korupsi yang tinggi, indeks peran gender yang rendah, kerusakan lingkungan yang tinggi dan pengangguran semakin bertambah, jelas mencerminkan pembangunan wilayah yang belum berhasil. Tolak ukur pembangunan wilayah dikatakan berhasil jika mampu mengurangi kemiskinan dan pengangguran dan berbagai macam indeks yang telah disebutkan berhasil dilaksanakan dengan baik. Indikator pembangunan dalam tesis ini lebih menekankan kemiskinan dan pengangguran, namun masih banyak indikator lain yang penting tetapi belum dimasukkan dalam analisis tesis ini. 2 Diskusi dan Dialog jumat tentang Ilmu Wilayah dikaji berdasarkan Alquran dan Hadits di Aqwati Center bersama Dr.Ir H.R Sunsun Saefulhakim, M.Agr

31 18 Kemiskinan dan Pengangguran Kemiskinan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi serta lemahnya perlindugan pemerintah terhadap mereka yang berjuang dalam hidup. Kemiskinan terdiri dari pengangguran (fuqoro), dalam kata lain mereka yang sama sekali tidak memiliki pekerjaan, tidak dapat mengakses sumberdaya. Mereka yang bekerja tetapi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan (masakin), dalam kata lain mereka dapat mengakses tetapi tidak optimal. Orang yang terlilit utang karena resesi ekonomi, sehingga mereka terancam dalam kebangkrutan (gharimin). Mereka yang terkungkung, terbatas, tidak merdeka dan terancam menjadi budak di negeri sendiri (firriqab). Mereka yang dalam suatu komunitas mengalami krisis kepercayaan dan rasa persaudaraan (muallafati qulubuhum). Mereka yang memiliki semangat untuk memperbaiki diri untuk menuntut ilmu tetapi belum mendapat dukungan bantuan pendidikan (ibnu sabil). Mereka yang meninggalkan kepentingan pribadi untuk menjalankan tugas publik (sabilillah). Mereka yang meninggalkan penghasilan utama demi kepentingan publik (amilin) 3 Menurut Anwar (2005), beberapa hal yang menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah yang dapat menyebabkan kemiskinan yaitu perbedaan karakteristik limpahan sumberdaya alam (resource endowment), demografi, sumberdaya manusia (human capital), potensi lokasi dan pasar, perbedaan aspek aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan, perbedaan dari aspek. Wilayah dapat dicirikan menjadi wilayah maju, sedang, belum berkembang dan tidak berkembang. Wilayah maju adalah wilayah yang telah berkembang yang biasanya dicirikan sebagai pusat pertumbuhan. Di wilayah ini terdapat pemusatan penduduk, industri, pemerintahan, dan sekaligus pasar yang potensial. Ciri lain adalah tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan kualitas sumberdaya manusia yang tinggi serta struktur ekonomi yang secara relatif didominasi oleh sektor industri, jasa dan komersil (Anwar, 2005). Wilayah yang sedang berkembang dicirikan oleh pertumbuhan yang cepat dan biasanya merupakan wilayah penyangga dari wilayah maju, karena itu mempunyai aksesibilitas yang sangat baik terhadap wilayah maju. Wilayah belum 3 Diskusi jumat Ilmu wilayah di Aqwati Center dengan Bapak Sunsun Saefulhakim, 2007

32 19 berkembang dicirikan oleh tingkat pertumbuhan yang masih rendah, baik secara absolut maupun secara relatif namun memiliki potensi sumberdaya alam yang belum dikelola atau dimanfaatkan. Wilayah ini masih didiami oleh tingkat pendidikan dan kepadatan penduduk yang masih rendah (Anwar, 2005). Wilayah yang tidak berkembang dicirikan oleh dua yaitu wilayah yang tidak memiliki potensi sehingga sulit untuk berkembang dan wilayah yang kaya sumberdaya tetapi tidak mendapat akses sehingga cendrung dieksploitasi. Wilayah ini dicirikan oleh tingkat kepadatan penduduk yang jarang dan kualitas sumberdaya manusia yang rendah, pendapatan yang rendah, tidak memiliki infrastruktur yang lengkap dan aksesibilitas yang rendah (Anwar, 2005). UNDP telah mempelopori program pembangunan manusia. Program ini merupakan sebuah program internasional dengan pelaporan tahunan yang mencakup lebih dari 170 anggota PBB, termasuk Indonesia. Indikator pembangunan manusia terdiri dari tingkat kesehatan (harapan hidup), pendidikan dan daya beli. Ketiga hal ini harus dimiliki sebagai syarat untuk tidak masuk dalam kategori wilayah yang miskin (tidak maju) BAPPENAS (dalam Sahdan, 2007) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Guna mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin, BAPPENAS menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective. Menurut (Stepanek dalam Sahdan, 2007) indikator utama kemiskinan dapat dilihat dari (1) kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang tidak layak, (2) terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif, (3) kuranya kemampuan membaca dan menulis, (4) kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup, (5)

33 20 kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi, (6) ketakberdayaan atau daya tawar yang rendah, (7) akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas. Terkait dengan pengangguran terbuka (open unemployment) yakni mereka yang benar benar tidak bekerja, baik secara sukarela (dalam kontek ini bisa dikaitkan terhadap orang yang sudah tidak melakukan pekerjaan karena kehidupan ekonominya sudah relatif tinggi atau orang yang sudah bersusah paya untuk mencari kerja tapi belum mendapatkan pekerjaan). Pengangguran terselubung (underemployment) yakni para pekerja yang jumlah jam kerjanya lebih sedikit dari yang sebenarnya mereka inginkan (sebagian bekerja hanya harian, seminggu atau musiman). Mereka yang kurang produktif disebut dengan (the visibyactive but underutilized) mereka yang tidak digolongkan pengangguran terbuka dan terselubung namun bekerja di bawah standar produktifitas optimal yaitu : - Pengangguran terselubung yang terlindungi (disguised underemployment), banyak orang bekerja dalam setiap harinya, tetapi orang tersebut tidak penuh bekerja sepanjang hari tersebut - Pengangguran yang tersembunyi (hidden unemployment) mereka yang bekerja karena bukan pilihan utama, namun karena keterdesakan ekonomi orang akan melakukan pekerjaan tersebut - Pensiun terlalu dini (premature retirement), batas usia diturunkan untuk pensiun, upaya untuk menaikkan pangkat eslon bawah Pengangguran yang tidak mampu bekerja secara penuh (the impaired) dikarenakan kondisi fisik yang menyebabkan tidak dapat bekerja penuh. Tidak produktif (the unproductive) mereka dapat bekerja dengan baik tetapi tidak memiliki sumberdaya yang cukup memadai untuk mendukung hal tersebut. Strategi Pembangunan Wilayah Strategi dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Jika sasaran berhasil maka strategi yang digunakan dianggap berhasil, jika tidak maka perlu untuk memperbaiki strategi yang digunakan. Strategi dan sasaran adalah upaya untuk melaksanakan tujuan

34 21 pembangunan. Tahapan tujuan pembangunan adalah rangkain dalam mencapai visi. Adapun landasan aktifitas akan tertuang dalam misi. Salah satu cara untuk menduga strategi masa akan datang dengan membuat perencanaan (plan), prediksi (prediction) dan peramalan (forcasting). Ada kecendrungan dalam membuat perencanaan didasari atas keinginan yang berlebihan karena tuntutan terhadap hal yang lebih besar atau karena ingin mempertahankan kekuasaan. Akhirnya perencanaan dibuat seindah mungkin agar keinginan tercapai, tetapi perencanaan yang dilakukan sangat jauh dari hasil peramalan dengan menggunakan model. Idealnya perencanaan yang dilakukan mendekati ramalan (forcasting), sehingga kita dapat menyusun skenario dalam rangka mencapai sasaran guna mewujudkan pembangunan wilayah. Melalui cara ini sasaran yang menggebu gebu (wishful thinking) dapat dihindari (Azis, 1994). Instrumen pembangunan wilayah lain adalah keterkaitan dan interaksi antara wilayah sebagai dasar ilmu wilayah. Interaksi membantu penyusunan strategi jika nilai kepercayaan (trust), kejujuran (honest) dan kuatnya basis pengetahuan dan informasi. Social capital menjadi instrumen untuk mewujudkan pembangunan. Berdasarkan ulasan tersebut maka dalam rangka mencapai sasaran strategi pembangunan manusia dan social capital untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran penting untuk membangun basis pengetahuan. Pembangunan Manusia Pembangunan manusia telah didefinisikan sebagai proses untuk mempeluas pilihan setiap orang (people choices) terhadap apa yang ingin dicapai (Todaro, 2000, Ranis et al., 2006 dan Noorbakhsh, 2000). Usaha untuk memperluas pilihan manusia melalui peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, pendapatan, kebebasan politik, perluasan lapang pekerjaan, kesejajaran dan perbaikan kualitas lingkungan dan membuka akses bagi simiskin. Gross National Product (GNP) merupakan alat analisis pioner laporan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) yang secara spesifik menyarankan penggunaannya sebagai indikator untuk mengukur standar hidup sudah tidak lagi mencerminkan ukuran pembangunan manusia. GNP telah digunakan sejak tahun 1970-an, dalam upaya mendukung dalam mengukur indikator ekonomi untuk mengukur pembangunan (Noorbakhsh, 2000).

35 22 Pertengahan tahun 1980-an indikator pembangunan ekonomi dengan menggunakan GNP tidak lagi sesuai dengan model sekarang (unfashionable). Ditahun 1980-an, GNP sudah tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya alat analisis untuk menegaskan kesejahteraan sosial (social walfare). Gelombang literatur pada tahun 1970-an yang menyediakan berbagai data dari berbagai negara (crossnational) sangat bermanfaat untuk menguji dan menganalisis tingkat kesejahteraan masyarakat di masa yang akan datang. Tahun 1990-an, UNDP menggunakan HDI (human development index) sebagai indikator untuk menganalisis kesejahteraan sosial yang menggunakan tiga indikator pembangunan yang terdiri pendidikan, kesehatan dan daya beli (Noorbakhsh, 2000). Ukuran pembangunan manusia hingga kini tidak hanya mengukur 3 indikator saja (pendidikan, kesehatan dan daya beli). Ranis, et al., (2006) mengatakan ukuran pembangunan manusia harus meliputi HDI sebagai variabel yang tidak berubah, mental manusia (mental well-being), empowerment (pemberdayaan), kebebasan berpolitik (Political freedom), hubungan sosial (social relations), kumunitas masyarakat (community well-being), ketidaksamarataan (inequalities), kondisi pekerjaan (work condition), kondisi yang terluang (leisure conditions) keamanan politik (political security), jaminan ekonomi (economic security) dan kondisi lingkungan (environmental conditions). Variabel di atas merefleksikan dua pendekatan untuk mencapai kehidupan yang sukses (constitutive elements) yaitu pendekatan yang kurang menekankan aspek materi (constitutive requirements) dan yang menekankan aspek materi (necessery requirements) (Ranis et al., 2006). Ranis et al., (2006) dalam jurnal human devolopment : beyond the human devolopment index mengutip beberapa definisi yang terkait dengan pembangunan manusia. (Finnis et al dan Nussbaum (dalam Ranis et al, 2006) adalah lebih sedikit perhatiannya pada aspek material, tetapi menekankan aspek non-material seperti hubungan pertemanan dan emosional, sementara yang lainnya kurang ditekankan. Issu lingkungan kelihatan secara eksplisit dalam Nussbaum, sementara mereka mengabaikan atau kurang berdiskusi dengan aspek lain. Nussbaum penulis yang merekam respek terhadap spesies lain: sebagai dimensi yang signifikan.

36 23 Rawls (dalam Ranis et al., 2006) mengidentifikasi barang barang pokok melalui deliberative rationality. Menurut The Theory of Justice, barang barang pokok adalah keperluan umum untuk penyusunan dan pembuatan perencanaan rasional hidup. Doyal dan Goughs (dalam Ranis et al., 2006) mendefinisikan kebutuhan dasar didasarkan pada prinsip the avoidance of serious harm dimana Individu berusaha untuk menghindari kerugian guna memudahkan mereka merencanakan masa depan hidup mereka (Doyal dan Gough, 1991). Nussabaum (dalam Ranis et al., 2006) mengumpulkan daftar bahwa pembangunan tergantung pada basis apa yang disebut dengan isitilah overlapping consensus (konsep pembangunan oleh Rawls sebagai dasar untuk keadilan masyarakat plural) ditambah dengan intuisi sebagai apa yang dibutuhkan truly human. Overlapping consensus adalah pandangan yang mengatakan bagaimana pemahaman bersama orang perbedaan filosofis secara menyeluruh dan agama. Analisis the voices of the poor Narayan-Parker (dalam Ranis et al., 2006). menggambarkan bagaimana mengenal kemiskinan sebagai dasar untuk mengetahui apa kebutuhan mereka, berdasarkan pada fokus kelompok terhadap orang miskin dalam upaya mengantar dalam mengembangkan dunia. Pemberian definisi full life telah menjadi tema sentral dari filosofis dan politik. Paham aristotels tentang etika (Aristotle s Ethics) dicurahkan untuk mengidentifikasi kebutuhan untuk mencapai eudaimonia, secara umum dienterpretasikan sebagai The best life Bostock (dalam Ranis et al., 2006). Berdasarkan analisis di atas maka pembangunan manusia seutuhnya ditekankan pada kemerdekaan individu untuk menentukan nasib dan arah hidupnya seperti akses, pengakuan hak, fasilitas dari pemerintah dan perlindungan dari undang undang untuk mencapai hidup yang disebut eudaimonia. Pembangunan manusia tidak hanya menekankan kebutuhan materi terpenuhi oleh individu atau kelompok, namun aspek non-materi seperti sikap toleransi, pendidikan, kehidupan sosial dan penghargaan terhadap nilai nilai yang dianut dalam satu kelompok masyarakat. Tentu saja keberagaman dan pluralitas harus didorong. Diperlukan pemimpin yang memiliki sanse of belonging yang tinggi dalam merespon kebutuhan masyarakat. Pemimpin yang mampu menjembatani berbagai kepentingan, menyelaraskan program yang telah

37 24 disepakati bersama, tegas terhadap keputusan yang sudah diambil dan mampu menjembatani kepentingan dalam lingkup satu daerah, kepentingan dalam lingkup antar daeah lain hingga antar negara. Social Capital Social capital bukanlah apa yang kamu ketahui tetapi siapa yang kamu ketahui. Tidak ada peperangan yang baik atau perdamaian buruk (Aphorism) merupakan nilai yang terkandung dalam social capital. Social capital adalah kebijaksanaan yang lahir melalui pengalaman pertemanan guna membangun koneksi malalui penciptaan kompetisi yang baik bagi pekerja dan hubungan (koneksi) yang memberi kemenangan pihak yang terlibat dalam kelompok sebagai friends high places. Kata lain bahwa social capital harus menciptakan hubungan yang selaras antara pelaku guna menjaga hubungan antara pelaku atau jaringan (safety net) (Woolcock, 2001). Secara intuitif ide dasar social capital bersumber dari keluarga, teman dan associates constitute. Ide dasar ini dalam realitas salah satunya dapat digunakan disaat kita mengalami krisis. Social capital membantu komunitas melalui rich stock (ide dasar yang kaya dan sikap saling percaya serta jaringan yang kuat) dengan adanya social networks dan civic associations akan memberikan posisi kuat untuk mengurangi kemiskinan dan perangkap kemiskinan dan dapat mengambil keuntungan dari berbagai kesempatan. Ikatan sosial (social ties) yang lemah akan memberikan dampak yang besar pada pekerja. Seperti pekerja kantor yang memiliki rasa takut dalam lingkaran kerja. Guna mengurangi resiko pekerja maka perlu networking dan social connections (Woolcock, 2001). Ikatan sosial (Social ties) merupakan akses kunci sumberdaya yang menjadi kekuatan tetapi bisa menjadi lemah jika tidak diimbangi dengan sikap ketegasan dan rasional serta cendrung didominasi sikap emosional. Social capital merupakan penemuan yang komprehensif yang mampu menciptakan social ties dalam rangka menciptakan urban study, kesehatan publik dan corporate life. Awal social capital muncul disaat paham ekonomi klasik (mengidentifikasi lahan, tenaga kerja dan financial capital sebagai tiga faktor dasar perkembangan ekonomi) berkembang pada tahun 1950-an. Ada keinginan untuk memasukkan social capital ke dalam bagian ekonomi. Sebelumnya

38 25 ekonomi klasik hanya memasukkan satu unsur tambahan oleh Robert Solow yaitu unsur teknologi (Physical capital). Tahun 1960-an ekonomi klasik mengalami perkembangan dengan memperkenalkan gagasan human capital (perbaikan pendidikan, pelatihan dan kesehatan pekerja menentukan produktifitas). Gagasan ini diperkenalkan oleh Schultz dan Becker sekitar tahun 1960-an. Esensi human capital terletak pada individu, social capital terletak pada hubungan relasi. Human capital dan social capital saling melengkapi. Sebagian besar perhatian social capital antar berbagai paham ekonomi tidak hanya mengingkludkan structure of networks dan social relation, tetapi juga watak prilaku (behavioral disposition) seperti kepercayaan (trust), pertukaran (reciprocity) dan kejujuran (honesty) dan kualitas institusi seperti aturan hukum (rule of law) kontrak kerjasama sesuai dengan hukum (contract enforceability) dan kebebasan (civil liberties). Heintzman (2001) mengatakan kekuatan dari dialog yang dilakukan dengan dasar kejujuran tidak hanya fundamental pada pendekatan diri sendiri tetapi sangat fundamental untuk pelayan publik. Artinya masyarakat memainkan peran penting dalam meningkatkan lebih luas lagi nilai pelayanan publik. Sebagai ilustrasi nilai kejujuran, sikap saling menghormati, keramah tamahan, tolong menolong, saling percaya dan tanggung jawab dapat menjadi pendorong bagi pelaku untuk memberikan yang terbaik terhadap berbagai kebutuhan masyarakat. Masyarakat secara sadar mengakui kebutuhan dan kelemahan yang dimiliki dan pelayanan publik memberi berdasarkan kebutuhan dan memberitahu kekurangan berdasarkan tanggung jawab mereka. Artinya situasi seperti ini mampu menciptakan stabilitas yang didasari atas nilai bukan karena kekuasaan dan sikap paksaan dari otoritas. Putnam (2001) berdasarkan hasil penelitianya di Amerika serikat (seluruh Negara bagian Amerika) mengatakan bahwa social capital yang tinggi (high social capital) memberi pengaruh terhadap menurunnya tingkat kejahatan dan perkelahian, kesehatan masyarakat makin membaik, kesadaran masyarakat untuk membayar pajak semakin tinggi (masyarakat tidak lagi menghindari pajak melainkan menyadari pentingnya pajak untuk pembangunan), tingkat toleransi

39 26 yang tinggi, penghargaan terhadap kesejajaran dalam masyarakat dan keseimbangan ekonomi. Veenstra (2001) menemukan hubungan yang signifikan antara social capital, kerjasama partisipasi dalam asosiasi dan aktifitas pemungutan suara serta rata-rata tingkat kematian antara kesehatan di dearah Saskatchewan. Berbeda dengan Kawachi et al (dalam Veenstra, 2001) menemukan antara berbagai negara bagian Amerika pengukuran antara social capital dengan ketidakseimbangan pendapatan memiliki hubungan yang tidak siginifikan dengan lainnya. Konsep social capital juga serius memperhatikan relasi sosial dengan kesehatan. Orang yang memiliki kekayaan cendrung akan menjadi lebih sehat tetapi negara yang memiliki GDP yang lebih tinggi tidak menandakan negara itu sehat. Kawachi dan Kennedy menyarankan ketidakmerataan yang lebih besar akan membawa turunnya tingkat partisipasi ruang publik (public space) dan akan menciptakan lebih besar lagi ketidakpercayaan (mistrust) kemudian akan mempengaruhi kesehatan. Hubungan kepercayaan antara interpersonal akan membawa pola egaliter dan akan menciptakan sistem politik yang mendukung kebijakan (Veenstra, 2001). Hal yang penting diperhatikan pada social capital adalah pertama, social capital mengarah pada norms dan networks yang memfasilitasi kegiatan kolektif. Kedua, social capital fokus pada sumberdaya daripada konsekuensi. Trust adalah pasti secara vital penting tetapi tujuan keseharian kita lebih secara akurat dipahami sebagai dampak.(kredibilitas institusi). Ketiga social capital dipahami sebagai variabel relasi (sociological) daripada psychological atau political. Keempat, social capital memiliki istilah bonding dan bridging. Bonding (pertalian, pengikat) dimulai dari dua orang terhadap relasi antar berbagai anggota keluarga, teman dekat dan tetangga hingga jauh, asosiasi dan kolega. Bridging adalah secara esensi untuk menjelaskan horizontal, melalui hubungan antara orang yang memiliki kemiripan karakteristik demografik (Woolcock, 2001). Fox dan Heller (dalam Woolcock, 2001) telah menekankan social capital juga merupakan dimensi vertikal. Dikatakan demikaian karena akses terhadap sumberdaya cendrung didominasi pihak tertentu dan pihak lain tidak. Penyebabnya adalah akibat keberpihakan pengatur kebijakan terhadap golongan

40 27 tertentu yang berakibat terbatasnya akses sumberdaya yang menimbulkan kemiskinan akibat hubungan vertikal. Kemiskinan dalam kondisi ini merupakan ketakberdayaan akibat hubungan vertikal. Sebagai kunci tugas pelaksana pembangunan dan pengambilan kebijakan harus mampu memastikan bahwa aktifitas tidak hanya reach out melainkan juga scale up. Komponen penting dari strategi ini memerlukan aliansi antar individual yang simpatik. Aliansi individual datang dengan pendekatan Hirscman wryly yang menyebutkan sebagai pendekatan reform by stealth (perubahan secara tersembunyi) yang cakupanya lebih luas daripada dimensi vertikal ini, dalam pendekatan ini dapat disebut lingkages. Pendekatan ini dimulai dari kesadaran nilai oleh kelompok yang tidak masuk dalam hubungun vertikal secara formal melainkan hubungan vertikal yang didasari atas nilai dan hubungan hirozontal berdasarkan prinsip egaliter dan sikap saling memayongi antara berbagai individu. Pendekatan ini mampu mengungkap berbagai sumberdaya, ide dan informasi dari institusi formal melalui komunitas yang muncul atas dasar nilai dan merupakan kunci dari fungsi linking social capital. Kelima adalah penting untuk menekankan bahwa masih sedikit definisi social capital dalam sosiologi. Ada banyak hal yang harus diperhatikan menyangkut institusi formal. Banyak paham ekonomi dan antropolgi telah mencatat ketiadaan atau kelemahan institusi formal sering dikompensasikan dengan menciptakan organisasi formal. Ada banyak hal, jika terjadi kelemahan dalam institusi ekonomi maupun institusi sosial sering dilakukan kompensasi melalui rekomendasi untuk mendirikan institusi pendukung atau merubah institusi. Perubahan atau penambahan institusi tanpa melihat nilai masyarakat dan perbaikan sistem serta prinsip prinsip yang kuat dalam nilai cendrung menjadikan institusi yang dirubah atau penambahan institusi menjadi tidak efektif. Sehingga dalam hal ini perlu untuk memahami betul arti dan makna social capital dalam mengaitkan (link) antara individu, kelompok, organisasi dan institusi. Borduie (dalam Winter, 2000) mendefinisikan social capital sebagai agregat berbagai sumberdaya aktual dan potensial yang memiliki link dengan anggota dalam kelompok sebagai sandaran kepemilikan modal kolektif.

41 28 Penekanan social networks adalah penyedian akses berbagai sumberdaya kelompoknya. Dampak social capital adalah memperoleh keuntungan ekonomi melalui partisipasi secara terus menerus dalam networks yang saling menguntungkan. Bourdieu memberikan alasan bahwa economic capital sebagai sumberdaya yang fundamental dan culture capital dan social capital menjadi instrumen dalam meningkatkan economic capital individu. Coleman (dalam Winter, 2000) mendefinisikan social capital, tidak hanya dengan what it is, tetapi what it does, atau fungsi dan manfaat. Fungsi mengidentifikasi konsep social capital adalah merupakan value dari berbagai aspek struktur sosial terhadap berbagai pelaku sebagai sumberdaya yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan mereka. Penekanan pada Coleman adalah struktur sosial sementara Borduie tantang burdieu s connection atau anggota kelompok. Social capital adalah stock, store, basis dari berbagai kegiatan bersama yang saling menguntungkan (mutual interest), lebih singkatnya Bourdieu peduli pada social capital sebagai sumberdaya untuk ekonomi kapital terhadap individu dalam rana social settings sementara Coleman tertarik bagaimana social capital dalam jaringan keluarga dan komunitas. Aspek struktur sosial yang dimaksud Coleman adalah mengenai kewajiban, ekspektasi, information channels, norm dan sanksi sebagai dasar relasi antara berbagai orang. Jika A melakukan sesuatu untuk B dan B percaya untuk saling bertukar (reciprocite) di masa akan datang. Ini menentukan ekspektasi A dan berkewajiban terhadap bagian B. Keistimewaan social structur dibanding social relation untuk menciptakan social capital secara permanen, Coleman bermaksud mencukupkan ikatan antara berbagai anggota pada kelompok untuk menjamin ketaatan terhadap hukum kelompok. Putnam (dalam Winter, 2000) mendefinisikan social capital sebagai trust, norm dan networks yang memfasilitasi kerjasama yang saling menguntungkan dan berdampak pada social inheren. Putnam menerapkan social capital pada skala lebih luas yaitu region dan nasional. Putnam mengindentifikasi private regarding dan public regarding. Dia mengidentifikasi 6 dimensi social capital yaitu (1) formality ada dua tipe formal dan informal dari perjanjian kerjasama, (2) purpose yaitu public regarding dan private regarding, (3) bridging ikatan/pertalian

42 29 kepercayaan dan reciprocity, (4) perpecahan dalam masyarakat seperti etnik untuk membentuk individuals together, (5) immediacy trust menjadi cara yang cepat untuk melakukan face to face connection, (6) intensity, bagaimana orang dapat saling mengetahui satu sama lain malalui overlapping networks. Social relation ikatan antar tetangga merupakan dasar social capital. Putnam mengatakan bahwa yang paling fundamental dari social capital adalah keluarga. Bourdieu melihat keluarga sebagai tempat utama (main site) untuk mengakumulasi dan mentransmisikan social capital. Fukuyama, (1999) menegaskan bahwa keluarga sumber penting dari social capital. Newton (dalam Winter, 2000) berpendapat keluarga sumber fundamental dari social capital. Norton (dalam Winter, 2000) memberi alasan bahwa jika kita ingin menciptakan teori yang komprehensif relasi antara civil society dan social capital kita tidak dapat mengabaikan institusi yang partisipasinya jauh lebih besar dibandingkan dengan asosiasi sukarela (keluarga, sekolah dan perusahaan). Seluruh kemungkinan berbagai institusi ini merupakan prinsip untuk menciptakan social networks. Putnam mengatakan hubungan skala kecil yang dilakukan secara informal, intensitas dan saling mengunjungi dalam rumah tangga dapat menghasilkan private regarding, sementara dalam skala yang lebih luas dalam membangun netwoork dimana family based social capaital yang dilakukan secara formal maupun informal terhadap ekonomi, politik dan komunitas sebagai bentuk kepedulian (Public regarding). Schuller, (2001) mencoba memisahkan human capital dan social capital. Human capital fokus pada individu (individual agent), pengukurannya terkait dengan kapasitas dan produktifitas individu. Social capital fokus pada relasi (relationship), mengukur masyarakat dengan sikap (attitude), nilai (value), partisipasi (participation). Berbagai definisi dari social capital menguatkan pada kita bahwa social capital merupakan bagian instrumen yang penting dalam rangka mewujudkan pembangunan manusia dan penciptaan kesejahteraan. Secara umum social capital menurut penulis berdasarkan defenisi di atas maka social capital sangat memperhatikan institusi yang bersumber dari nilai nilai masyarakat dalam

43 30 rangka penciptaan economic capital (terkait dengan modal ekonomi), human capital (terkait dengan kapasitas sumberdaya manusia), physichal capital (terkait dengan perkembangan teknologi, social ties (terkait dengan ikatan sosial), social stuctur (terkait hubungan antara struktur sosial masyarakat), social relation (terkait dengan hubungan yang sederajat), social network (terkait jaringan kerja) yang dibungkus dengan nilai trust yang tinggi. Walaupun telah melalui diskusi tetapi perkembangan dan kemajuan social capital mendapat respon dan kritik terhadap berbagai sudut pandang, tetapi Wolcock dengan kemampuan analisisnya dan kebijaksanaan mampu merespon berbagai kritik tersebut. Wolcock, (2001) menjawab kritik yang menganggap social capital hanya membungkus ide-ide tua dan lebih memperhatikan model (style) daripada substansi (subtance). Wolcock menjawab bahwa social capital diandaikan sebagai product yang telah mengalami kolaps beberapa tahun lalu, jika tidak cukup teliti terhadap perkembangannya dan tidak secara luas dikenal maka orang tidak akan membeli produk itu. Ide social capital terletak pada hati kita, keindahan yang sederhana dan intuitif serta membicakan berbagai perbedaan. Kritik yang mengatakan bahwa social capital hanya ilmu yang iseng semata. Wolcock mengatakan bahwa penting untuk dicatat bahwa ada komponen demand-side social capital yang sedang dipopulerkan. Komponen itu sangat memuaskan terhadap kekosongan mainstream teori pembangungan sosial dan ekonomi tentang bagiamana secara serius menyepakati dimensi sosial. Sepanjang tidak meniadakan keberadaan dan sepanjang ide social capital dapat secara meyakinkan memenuhi komponen berbagai desas desus akan disambut tetapi tidak akan memandang rendah. Secara luas social capital telah membedakan secara teoritikal antara contender (pesaing) dan pretender (penuntut). Kritik yang mengatkan social capital membesarkan hati dan menghargai imprealisme ekonomi. Wolcock menjawab bahwa Ide social capital telah dikembangkan secara mendasar oleh ahli sosiologi ekonomi dan banyak memberikan kesempatan pada sociologist imperialism membuka kran bagi ahli ekonomi (economist) dan pahan economism (atau paham ekonomi rasionalisme). Pada akhirnya bagaimanpun saya tidak diyakinkan bahwa berbagai macam imperealisme sungguh jelek dalam satu hal. Disiplin ilmu sebaiknya memiliki

44 31 kepercayaan diri terhadap pendirian mereka. Pembicaraan relasi sosial seperti capital bukanlah larangan bagi paham sociology dan ahli ekonomi. Relasi sosial sangat sederhana mencerminkan kenyataan bahwa social relationship kita merupakan salah satu cara kita mengatasi ketidakpastian (kembali kekeluarga jika kita kehilangan pekerjaan), memperluas menggunakan alumni networks untuk menjamin pekerjaan yang baik dan jika kita tidak dapat mencapai sendiri. Kritik yang mengatakan social capital mengabaikan pertimbangan kekuatan, khususnya terhadap berbagai ketakberdayaan. Wolcock menjawab bahwa perpektif social capital tidak hanya bergerak pada relasi kekuasaan tetapi hadir untuk memperbaiki relasi kekuasaan. Sebagai contoh kemiskinan disebabkan oleh sifat ekslusif yang memarginalisasi kelompok dari publik, private dan institusi negara. Teori Marxis memprediksikan dan mempromosikan revolusi sebagai dasar asumsi pembagian kepentingan berbagai kekuasan monopoli kelompok, Teori Neo Clasical mengasumsikan pasar (formal dan informal) akan memunculkan keserasian pasar untuk mencapai efisiensi ekuilibrum. Teori Modernisasi mengadvokasi secara besar besaran transformasi seluruh social relationship tradisional jika kesejahteraan dapat tercapai. Sifat exclusion dari berbagai institusi diciptakan dan dijaga oleh kepentingan kekuasaan, tetapi kelompok yang termarginalisasi memiliki sumberdaya sosial yang unik yang dapat digunakan sebagai basis untuk mengatasi exclusion dan sebagai mekanisme untuk membantu akses tempat masyarakat. Pengalaman Jepang dan Social Capital Human dan Social capital sangat membantu Jepang dalam recovery (memperbaiki kembali) perekonomian setelah terjadi perang dunia II. Masa perang dunia dan beberapa tahun setelahnya Jepang kehilangan secara subtansial rasa kebangsaan dan produktifitas yang rendah disertai dengan sumberdaya alam sedikit. Social capital; sebagai aset yang membangun kembali kekuatan disaat Jepang mendapat sanksi. Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi yang lamban pada tahun an. Pertumbuhan ekonomi hanya 1,4 % bertolak belakang pada tahun 1980 an yang menyentuh angka 4 %. Masa 1990-an terjadi titik jenuh perekonomian yang bersumber dari teori pertumbuhan pusat (Growth convergence theory) yang

45 32 disertai dengan masalah aset, politik fiskal dan moneter. Pertumbuhan ekonomi yang lamban terjadi karena masalah human capital dan social capital. Langkah yang diambil oleh manajemen bank melalui sistem monitor perusahaan yang mengalami masalah peminjaman dan ada jaminan pekerja yang telah lama mengabdi pada perusahaan. Pengalaman Jepang menyarankan mutual trust dapat memburuk dengan cepat jika social capital dieksploitasi. Social capital dibangun atas dasar nilai kepercayaan tinggi yang menekankan interpersonal relationship sehingga berdampak pada efisiensi ekonomi. Usaha dilakukan adalah (1) berkoordinasi, (2) tingkat mempercayai orang, (3) pekerja bekerjasama antar beberapa perusahaan, (4) pengalokasian tenaga kerja sesuai ahlinya, (5) manajeman keterampilan pekerja, (6) sikap saling percaya antara pelaku bisnis, pemerintah dan masyarakat dan (7) infrastruktur. Perusahaan Jepang mengalami perkembangan dengan efisiensi ekonomi dan sikap percaya. Perusahaan di Amerika menurut Haruo dalam (pekerja ingin sekali sukses secara individu dan tidak mengatakan apa yang dia ketahui terhadap koleganya. Di Jepang setiap orang menginginkan untuk mengatakan apa yang dia ketahui sebanyak mungkin kepada koleganya. Sebab orang Jepang percaya bahwa sukses dalam tim kerja tidak dapat berhasil hanya sendiri saja. Negara dimana pekerja dapat berlangsung lama dengan mengedepankan norma sebagai dasar terciptanya saling percaya dalam satu tim dapat mencapai kesuksesan. Usaha Jepang membangun ekonomi dengan membentuk Dewan Ekonomi yang ditunjuk untuk memperbaiki perekonomian negara tidak hanya berasal dari birokrasi dan politisi yang bekerja merancang draft perencanaan ekonomi melalui persetujuan kabinet. Anggota dari dewan ekonomi dinominasi prime minister untuk mewakili kelompok various social dan ekonomi. Kelompok ini meliputi bisnis eksekutif, akademisi, mantan birokrasi, anggota organisasi buruh, konsumen, perbankan, kalangan pers dan ahli keuangan. Dewan ini tidak besar dan pertemuan tidaklah rutin tetapi sering melakukan diskusi. Jepang mengambil dua langkah untuk merencanakan perekonomian. Pertama mengambil sebanyak mungkin pandangan kalangan partisipan untuk komposisi dewan ekonomi, kemudian proses perencanaan diperhatikan sebagai wadah negoisasi social partners, issu makro ekonomi dan untuk penukaran

46 33 informasi. Jepang membuka pasar domestik menjadi pasar internasional dan sepakat untuk melakukan liberalisasi ekonomi dengan mengurangi regulasi. Situasi seperti ini akan dihadapkan pada skenario dalam skala besar, sehingga dibutuhkan ruang diskusi yang matang untuk mengatasi berbagai ketidakpastian pasar internasional. Jepang mengembangkan sistem pendidikan dan keterampilan guna mendukung berbagai aktifitas ekonomi. Sistem pendidikan menggabungkan prinsip homogenety dan heterogenety bebasis teamwork. Sistem financial market Jepang perlu untuk memperlihatkan status financial perusahaan lebih transparansi dan secara internasional mudah dimengerti, namun masalah financial market tidak dapat secara benar menaksir resiko individu perusahaan. Oleh karena internasional menyarankan bahwa beberapa aspek social capital (non market) seperti secara ekplisit kontrak jangka panjang, jaminan pemerintah dan mutual trust di tempatkan sebagai kontrak. Knack dan Keefer (dalam Omori, 2001) mengatakan tingginya investment rasio tidak diikuti tingginya growth rate terhadap dampak macro economic menjadi salah satu bukti berkembangnya stok social capital. Hipotesis alternatif bahwa social capital mendorong saving rate daripada investment rate ada beberapa alasan yang menyebabkan kasus ini. Pertama, trust pada ekonomi memungkinkan time discount rate menjadi lebih rendah. Kedua, secara social minded orang lebih memperhatikan anak cucu masih dianggap perlu sampai sekarang dan cendrung menyediakan lebih warisan. Ketiga ada beberapa faktor budaya atau agama yang jadi pemicu kepercayaan sehingga higher saving. Korelasi positif yang ditemukan Knack dan Keefer ada 2 yaitu korelasi antara social capital dan savings serta korelasi antara savings dan investments. Meskipun korelasi ini akan memperlemah capital market internasional, korelasi ini masih signifikan khususnya negara yang mata uangnya fluktuasinya besar. Social capital memiliki dampak yang beda, tergantung pada taraf pembangunan negara. Untuk perkembangan negara, social capital yang baik mungkin dibutuhkan peningkatan domestic savings untuk finance investment. Hal ini sangat penting jika negara kesulitan menarik capital dari luar negeri terhadap resiko ketidakpastian masa depan exchange rates. Disisi lain, untuk pembangunan negara yang negative population growth lebih rendah dari potensial

47 34 growth rate, tak banyak investasi yang diperlukan, dan pembangunan lebih mudah untuk dibiayai. Akibat social capital tinggi maka ada kencendrungan permintaan domestik akan berkurang (domestic private demand) akibat besarnya jumlah uang yang ada dibank (large current account surpluses) atau besarnya defisit fiskal (large fiscal deficits). Social capital dapat mengakibatkan descreased savings akibat tingginya ikatan keluarga, ritual acara keagamaan dan belum berkembangan insurance public. Negera berharap savings, jika bagian penting dari saving adalah mengurangi resiko dari pada berhubungan life cycles, ada kemungkinan lebih sedikit dibutuhkan untuk menghindari resiko savings, meskipun jika sistem insurance public belum berkembang, dalam ekonomi ikatan keluarga cukup kuat untuk mengumpulkan uang akan membawa sakitnya masalah finansial. Oleh karena itu social capital sebenarnya menghasilkan decreased savings. Meskipun beberapa aspek social capital Jepang tidak lebih lamah mendatangkan situasi ekonomi yang baik. Hal ini tidak berarti bahwa langsung menghubungkan social capital dan kesejahteraan telah berubah. Jepang relatif memiliki disparitas pendapatan rendah (low income disparities), ini ideal untuk maximize economic growth. Keseimbangan economic implication dan manfaat keuntungan human dan social capital mungkin berbeda antara beberapa negara, tergantung pada budaya dan sejarah. Inilah yang menyebabkan dasar tingginya komplementer institusional terhadap dinamisasi human dan social capital. Meskipun preferensi merupakan sifat universal dari setiap bangsa, dampak ini akan berbeda tergantung pada institutional setting dan kondisi sosial. Kondisi sosial akan berdampak pada aktifitas individu. Preferensi individu secara dasar ditingkatkan oleh karakteristik masyarakat dimana mereka lahir. Ada beberapa hal yang dapat menciptakan multiple equilibrium. Kemungkinan pertama adalah orang dan perusahaan memiliki tingkat kepercayaan dalam waktu panjang, biaya informasi yang rendah, tetapi kompetisi harga dan kompetisi internasional tekanannya sedikit. Kemungkinan lain memasukkan kontrak dan hukum yang transparan dan kompetitif serta menentukan ide yang terbaik.

48 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Instrumen spasial menjadi tema baru pendekatan pembangunan dalam rangka mengatasi kemiskinan dan pengangguran. Analisis spasial yang menekankan keterkaitan dan interaksi antara wilayah merupakan pendekatan untuk meminimalkan ketimpangan antara wilayah. Entitas ilmu wilayah tidak hanya melihat wilayah sebagai satuan administrasi yang dipimpin oleh kepala daerah tetapi menjelaskan berbagai fenomena (fenomenum) yang saling terkait. Upaya untuk memaksimalkan pendekatan ilmu wilayah dengan mengamati segala aktifitas di darat, di laut sampai ke dalaman tertentu hingga udara sampai batas tertentu. Segala aktifitas tersebut dianalisis guna menghasilkan rekomendasi kebijakan untuk mengatasi berbagai persoalan. Karakteristik wilayah menjadi modal awal untuk mengetahui bagaimana wilayah dapat dikembangkan dan bagaimana wilayah dapat menyebabkan kemiskinan. Karakteristik wilayah terdiri dari karakteristik struktur dan aktifitas ekonomi, karakterstik ruang, infrastruktur, penganggaran, sumberdaya alam, sumberdaya manusia hingga pendapatan asli dan produk domestik bruto. Berbagai karakteristik tersebut akan membantu menjelaskan sebab sebab terjadi kemiskinan sehingga memudahkan untuk malakukan evaluasi, monitoring, pengendalian dan pengawasan, perencanaan hingga perumusan dan reformasi kebijakan. Karakteritik menjadi dasar untuk membuat rumusan kebijakan penanggulangan kemiskinan dan pengangguran. Rumusan kebijakan tersebut tentu saja sudah mempertimbangkan hubungan antara wilayah lain, baik yang terkait dengan jarak antara daerah, aliran barang daerah, kemiripan antara wilayah berdasarkan karakteristik tiap wilayah. Kemiskinan sangat terkait dengan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Sumberdaya manusia yang baik tidak menjamin akan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat jika sumberdaya alam miskin. Kesejahteraan bisa saja tercipta jika potensi sumberdaya manusia mampu membangun interaksi dengan wilayah yang memiliki kekayaan sumberdaya alam.

49 36 Wilayah yang memiliki kekayaan sumberdaya alam tidak akan menjamin kesejahteraan jika sumberdaya manusia rendah dan tidak mencoba berinteraksi antar wilayah yang memiliki kualitas sumberdaya manusia. Sumberdaya alam yang melimpah juga tidak menciptakan kesejahteraan jika limpahan sumberdaya alam tidak diolah dan dipasarkan terhadap wilayah yang membutuhkannya. Sumberdaya manusia sebagai dasar untuk mengembangkan social capital. Kekuatan sumberdaya manusia minimal mampu membangun kekuatan dalam skala komunitas yang memiliki kemiripan budaya (bonding), antar berbagai komunitas (bridging), hingga hubungan yang lebih tinggi (lingkages). Bagaimanapun, sumberdaya manusia, karakateristik wilayah dan interaksi antara wilayah menjadi faktor kunci mensejahterakan masyarakat. Wilayah yang aktifitas ekonominya tidak memperhatikan hulu dan hilir, memusat, tidak ada keterkaitan dan interaksi berpotensi menciptakan ketimpangan ekonomi. Sumberdaya alam yang diproduksi oleh daerah tertentu, kemudian diolah secara massal oleh perusahaan besar (pemilik modal besar) tanpa melibatkan usaha dalam skala kecil berpotensi menciptakan ketimpangan ekonomi. Situasi seperti ini akan menciptakan struktur pasar monopoli dan monopsoni. Pasar monopoli memiliki kekuasaan relatif besar dalam menentukan harga. Pasar monopoli memiliki skala industri besar dan modal besar mengakibatkan usaha kecil sulit untuk bersaing. Konsumen tidak memiliki nilai tawar karena tidak punya pilihan produk. Umumnya pasar monopoli sulit menciptakan inovasi teknologi dan sumberdaya. Faktor pendorong dan pesaing yang tidak ada menyebabkan pasar monopoli relatif jarang menciptakan inovasi baru. Walaupun ada keinginan untuk melakukan efisiensi biaya guna menciptakan produk yang lebih massal, aktifitas ekonomi relatif akan berjalan lambat karena aktifitas ekonomi bergerak satu arah (yaitu satu pemilik dengan banyak pengguna). Dalam situasi seperti ini dinamika pasar harus dikendalikan oleh pemerintah. Kebijakan pemerintah harus menciptakan pasar dua arah melalui pengembangan industri kecil. Pengembangan dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (human capital) dan bantuan modal (economic capital). Tentu saja social capital diharapkan mampu hadir sebagai

50 37 jembatan untuk memperkuat basis sumberdaya manusia dan modal. Reciprocity dan sikap saling percaya harus ditumbuhkan untuk menciptakan pasar yang adil dan menghilangkan konflik yang sudah melekat pada masyarakat (social embedded). Pengembangan dapat diimplementasikan dengan menciptakan pasar dua arah. Penciptaan pasar dua arah (industri kecil sebagai penyedia ditunjang dengan teknologi dan industri besar sebagai penerima berbagai industri skala kecil) relatif mengurangi ketimpangan struktur ekonomi. Kerjasama antara industri ini tidak lain untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan mengurangi angka kemiskinan. Pasar juga relatif terbuka untuk memberi peluang industri besar lain yang memiliki produk yang sama. Industri besar yang relatif banyak dapat merangsang perkembangan industri skala kecil dan menengah sebagai pemasok. Industri yang mulai berkembang tentu memerlukan sumber energi dan pengelolahan sumberdaya alam yang tepat. Industri yang menggunakan sumberdaya alam yang tidak terbaharukan sebagai sumber energi lambat laun akan mengalami penyusutan. Disaat sumberdaya tak terbaharukan semakin kecil atau mengalami kelangkaan maka biaya ekonomi relatif akan besar. Industri yang menggunakan sumberdaya alam yang terbaharukan menjadi alternatif untuk menjaga terjadinya kelangkaan sumberdaya alam tak terbaharukan. Ketersedian air tanah memberi pengaruh bagi industri guna mengurangi biaya ekonomi, demikian halnya issu penggunaan energi sumber bio sel menjadi alternatif bagi industri dan bahan bakar minyak. Apapun itu, kelestarian sumberdaya alam menjadi faktor kunci untuk menjamin ketersedian sumberdaya alam terbaharukan. Ketersediaan cadangan air dan kedalaman air tanah sangat terkait dengan luas areal hutan yang dapat dipertahankan. Menjaga hutan berarti kita menjaga aktifitas ekonomi dapat menjadi lebih efisien dan keseimbangan ekologis. Perlu penataan ruang (space) yang terpola sesuai dengan fungsi tiap wilayah untuk menunjang aktifitas tersebut. Pola penataan ruang akan memperjelas distribusi fungsi tiap kawasan dalam satu wilayah atau sebaliknya. Kawasan ditentukan berdasarkan karakteristik wilayah. Kawasan industri semen

51 38 ( bahan baku yang sulit dipindahkan ) harus diolah terlebih dahulu kemudian dipindahkan. Kawasan tambak merupakan tempat yang relatif dekat dengan pantai dan produk bisa dipindahkan dengan cara apapun tetapi lokasinya sulit dipindahkan atau tidak sama sekali. Kawasan industri menjadi tempat pemasok atau pengelolah bahan baku. Kawasan hutan sebagai tempat penyedia cadangan air, aktifitas organisme dan penjaga keseimbangan ekologi. Kawasan pertanian merupakan tempat untuk bercocok tanam guna memenuhi kebutuhan primer dan sekunder masyarakat, perumahan menjadi lingkungan sosial dalam bermasyarakat dan sebagainya. Pola penataan ruang tetap berpijak pada penggunaan lahan yang tepat. Lahan peruntukkan bagi pertanian musiman lebih sesuai untuk tanah yang proses geologinya berbentuk geologi kuarter. Jenis tanah seperti ini sangat sesuai untuk pertanian musiman, sehingga perlu pertimbangan untuk mengubah fungsi lahan. Tanah yang terbentuk melalui proses geologi tersier lebih sesuai peruntukannya bagi tanaman tahunan. Tanah tersier mengandung banyak nilai tambang. Ketersedian infrastruktur menjadi penunjang untuk aktifitas tersebut. Pengelolahan sumberdaya alam, perbaikan struktur dan aktifitas ekonomi, pola tata ruang, fasilitas peningkatan kualitas sumberdaya manusia harus ditunjang dengan kesediaan infrastruktur. Tanpa ketersediaan infrastruktur yang memadai relatif akan menghambat hubungan berbagai aktifitas. Infrastruktur jalan, sarana teknologi, bangunan permanen, fasilitas transportasi dan berbagai jenis infrastruktur lainnya menjadi modal untuk mengembangkan berbagai karakteristik dalam wilayah. Ketersedian infrastruktur di daerah pedesaan yang relatif kurang tersedia mengakibatkan perkembangan pedesaan relatif lambat dibanding dengan perkotaan. Kebijakan penganggaran yang lebih memprioritaskan perkotaan mengakibatkan kesenjangan antara kota dan desa menjadi lebih tinggi. Penduduk sebagian besar di pedesaan justru keluar dari wilayahnya guna mengenyam kemajuan yang terjadi di kota. Pengelolahan produk pertanian relatif kurang berkembang karena tidak ditunjang dengan penyediaan infrastruktur. Penyediaan infrastruktur di desa tidak berarti mematikan unsur budaya lokal masyarakat setempat terhadap silaunya modernisasi teknologi. Penyedian

52 39 infrastruktur di desa untuk memudahkan aktifitas masyarakat setempat. Keberadaan infrastruktur memudahkan masyarakat desa untuk mengelolah produk pertanian mereka agar lebih memiliki nilai tambah ekonomi dan dapat menunjang kehidupannya. Penyediaan infrastruktur tetap menjamin kekhasan masyarakat melalui serapan teknologi yang baik dan bimbingan masyarakat tentang teknologi yang tidak merusak sumberdaya alam dan sifat kekhasan masyarakat. Pola penganggaran yang selama ini memusat harus dapat menjamin ketersedian infrastruktur di tiap wilayah. Era otonomi yang mulia dilakukan sejak reformasi harus mampu menyesuaikan alokasi anggaran terhadap karakteristik wilayah. Pola penganggaran yang tidak memperhatikan karaktersitik dan kebutuhan masyarakat tidak banyak memberikan hasil yang bermanfaat guna meningkatkan kualitas manusia dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Tidak berlebihan bahwa sumberdaya manusia sebagai pelaku pembangunan sangat menentukan arah pembangunan guna mengatasi kemiskinan dan pengangguran. Pelaku pembangunan harus menjamin keseimbangan alam sebagai wadah penyeimbang ekologis, struktur ekonomi, pola peganggaran, infrastruktur dan tata ruang guna mengurangi ketimpangan dan pengangguran. Atas dasar itu ilmu pengetahuan sebagai jembatan (bridge) menjadi kunci untuk membuka pintu analisis mengembangkan wilayah. Ilmu pengetahuan menjadi instrumen penting untuk menelaah segala karakteristik wilayah. Pedoman hidup masyarakat yang tertuang dalam tata aturan atau adat istiadat atau norma sebagai pengikat yang kuat dalam berhubungan antara sesama masyarakat bisa dijadikan sebagai modal awal untuk membangun wilayah. Pedoman ini menjadi awal menciptakan sikap saling percaya. Kesadaran akan pentingnya sikap saling percaya menjadi dasar untuk menciptakan interaksi antara wilayah. Prinsip kesejajaran antara wilayah menempatkan wilayah sebagai entitas yang memiliki kekhasan yang dibutuhkan wilayah lain. Hubungan pertukaran antara kekhasan yang dimiliki wilayah lain memberikan pesan keterkaitan antara wilayah perlu diperkuat. Instrumen kebijakan harus mampu mengarahkan pemerintah untuk membuka jaringan antara wilayah (network) keterkaitan antara wilayah (lingkage) dan keterpaduan (cohessivenss). Instrumen seperti ini akan mengurangi fenomena

53 40 pemusatan aktifitas di wilayah tertentu. Aktifitas pembangunan relatif akan merata melalui aktifitas yang berlangsung ditiap wilayah berdasarkan kekhasan. Produk yang dihasilkan wilayah akan diimpor (dalam bentuk produk) ke wilayah lain yang membutuhkannya. Aktifitas seperti ini diharapkan berlangsung terus menerus antara wilayah. Akhirnya kita akan sepakat bahwa wilayah dalam terminologi arab, yang berarti sikap saling tolong menolong melalui reformasi kebijakan dan dikontrol dengan cara monitoring, evaluasi, pengendalian dan perencanaan adalah suatu keniscayaan. Berikut ini akan ditampilkan gambar kerangka pemikiran penelitian Gambar 1 Kerangka pemikiran.

54 41 Kerangka Pendekatan Studi Kerangka pendekatan ini bertujuan memperjelas tahap tahap penelitian agar variabel dan indikator penelitian terukur dan dianalisis secara sistematis. Adapun tahap tahap tersebut meliputi penentuan variabel tujuan, variabel keadaan dan variabel terikat. Kemiskinan dalam hal ini dianggap sebagai variabel tujuan. Tahap ini menganalisis variabel tipologi wilayah yang menyebabkan kemiskinan dan pengangguran. Pemetaan ini bertujuan untuk mengetahui secara umum gambaran wilayah. Kemisikinan akan dicari faktor penyebabnya, dugaan sementara kemiskinan disebabkan karena pendapatan masyarakat yang rendah dan timbulnya masalah pengangguran. Berbagai karakteristik akan diamati sebagai faktor pendorong yang dapat menyebabkan kemiskinan. Karakteristik tersebut meliputi penganggaran, aktifitas ekonomi, sumberdaya manusia dan sosial, penataan ruang, sumberdaya alam, infrastruktur dan pendapatan asli daerah. Tiap karakteristik akan dijelaskan akibat yang dapat ditimbulkan. Tahap kedua, setelah berbagai karakteristik telah dianalisis, maka kita akan menentukan karakteristik utama. Karakteristik utama ini akan menjadi variabel keadaan. Gambaran dari variabel keadaan adalah realitas aktifitas yang dapat mendorong terciptanya kemiskinan dan pengangguran. Variabel tujuan akan dispesifikasikan dengan menentukan beberapa indikator indikator yang mungkin mewakili tiap karakteristik variabel keadaan. Penentuan indikator harus sesuai dengan variabel keadaan. Dapat dikatakan bahwa variabel tujuan adalah merupakan fungsi dari variabel keadaan. Setiap variabel keadaan akan dianalisis untuk melihat variabel yang memberikan pengaruh signifikan terhadap munculnya fenomena kemiskinan pada kecamatan tertentu. Analisis yang digunakan adalah Multiple Regression. Setelah menggunakan analisis ini, maka kita dapat menduga dan menentukan variabel yang menyebabkan kemiskinan di kecamatan. Tahap ketiga menelaah pembangunan manusia dan sosial. Ditahap ini lebih banyak menggunakan kajian literatur logika verbal dan hasil penelitian yang dapat menunjang analisis. Faktor pendorong dalam sosial akan ditelaah faktor yang dapat menyebabkan norma kolektifitas dan gotong royang (silaturahim) pada wilayah. Norma yang terbentuk dalam wilayah dianalisis secara deskritif dengan

55 42 melihat social ties (ikatan sosial). Selanjutnya akan dieksplorasi secara logika verbal manfaat social capital bagi masyarakat. Pendekatan yang dilakukan yaitu mengamati karya yang diciptakan masyarakat (swadaya) seperti pembuatan jalan dan beberapa bangunan lainnya yang memberikan manfaat sosial dan ekonomi. Telaah juga dilakukan terhadap hal hal yang dapat menyebabkan social capital tidak tercipta. Telaah itu berupa kerjasama dan silaturahim yang semakin menipis sehingga menyebabkan ikatan sosial lemah dan sifat individualisme bisa muncul. Tahap keempat menguji model hubungan antara pembangunan manusia dan sosial, interaksi spasial serta kemiskinan dan pengangguran. Analisis ini menggunankan jarak antara kecamatan (cakupan penelitian). Analisis ini bertujuan mengetahui keterkaitan antar wilayah. Sebagai ilustrasi pelayanan yang digunakan secara bersama seperti rumah sakit atau sekoloh yang berada pada kecamatan tertentu digunakan juga oleh kecamatan lain. Artinya aktifitas disuatu wilayah akan memberikan pengaruh wilayah lainnya. Analisis yang digunakan pada tahap ini adalah Spatial Durbin Model. Tahap lain adalah membuat karakteristik dominan di suatu wilayah. Karakteristik menjadi ciri yang dimiliki suatu wilayah. Ciri wilayah membantu untuk membuat tipologi wilayah. Tipologi wilayah dapat diketahui setelah ciri tiap wilayah dipetakan. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu wilayah yang memiliki indeks pembangunan 68,41 dan berupaya untuk mencapai angka 80. Penelitian ini dimulai bulan November 2006 Maret Metode Pengambilan dan Sumber Data Pengambilan data dilakukan dengan cara mengumpulkan semaksimal mungkin data sekunder yang berhubungan dengan penelitian. Sumber data diperoleh dari BAPPEDA, Dinas Pendidikan, P4W, BPS dan instansi lain. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam 8 bagian yaitu data kinerja pembangunan wilayah, sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sosial, aktifitas ekonomi, pengendalian ruang, infrastruktur dan fasilitas publik, penganggaran belanja daerah dan jarak antar kecamatan

56 43 Berikut ditampilkan data yang digunakan dalam mengerjakan PCA. Tabel 1 Data variabel yang digunakan dan sumber diperoleh untuk dianalisis No Variabel Indikator Sumber data 1 Kinerja pembangunan 2 Sumberdaya Alam Pangsa lokal keluarga pra dan sejahtera I, pangsa angkatan kerja menganggur Pangsa lokal luas tanaman pangan & indeks diversitas, pangsa lokal jenis hutan, perkebunan & indeks diversitas, pangsa lokal jumlah produksi ton ikan & indeks diversitas, & pangsa lokal jumlah produksi ton ikan & indeks diversitas BPS 2006 Bogor PODES 2003 dan Sumberdaya manusia dan sosial Pangsa lokal guru SD & MI, pangsa lokal guru SMP & MTs, Pangsa Lokal guru SMU, MA, SMK, pangsa lokal usia produktif, pangsa lokal aktifitas sosial, permukiman kumuh & intensitas konflik, pangsa lokal institusi sosial, & indeks diversitas. BPS, 2006 dan BAPPEDA 4 Aktifitas ekonomi 5 Pengendalian ruang Infrastruktur dan Fasilitas publik Pangsa lokal industri kecil & rumah tangga, intensitas ekonomi peternakan & perikanan, pangsa lokal alat pertanian Pangsa lokal lahan sawah & pangsa laju alih guna lahan Rasio bank dan pasar, rasio sarana kesehatan & tenaga medis, pangsa lokal lembaga keterampilan & indeks diversitas, pangsa lokal & indeks diversitas sarana pendidikan, rasio usia sekolah, unit polisi dan PNS BPS, 2006 BAPPEDA dan BPS, 2006 BPS, 2006 dan BAPPEDA Penganggaran belanja Pangsa lokal penganggaran belanja BAPPEDA Keterkaitan antara daerah dan ketetanggan Jarak antara kecamatan dan kebalikan jarak Kabupaten Bogor dalam Angka Catatan : lihal penjelasan di lampiran

57 44 Metode Analisis Data yang telah diperoleh akan dianalisis berdasarkan tujuan penelitian. Analisis data sebagai dasar menginterpretasi hasil yang diperoleh. Data terlebih dahulu diolah dengan software Excel. Data diolah dengan membagi masing masing variabel data. Pembagian data dilakukan dengan cara merasiokan data, mencari pangsa data, intensitas aktifitas, dan indeks diversitas masing masing data (lihat Gambar 3). Persamaan yang digunakan sebagai berikut : Persamaan matematis untuk menghitung pangsa : P it AT ait = a JTAit... (1) Persamaan matematis indeks diversitas IDZ it 1 = exp P N a a it ln P it... (2) Persamaan matematis intensitas : IA = JAT A... (3) kit it it Keterangan : P it auit = Pangsa di daerah ke-i pada tahun ke-t P = Jumlah aktifitas tertentu tipe ke-a di daerah ke-i pada tahun ke-t JTA = Jumlah total aktifitas di daerah ke-i pada tahun ke-t it IA kit = Intensitas aktifitas kegiatan di daerah ke-i analisis pada tahun ke-t JAT it = Jumlah aktitifitas kegiatan tertentu di daerah ke-i pada tahun ke-t A it = Total aktitifitas pada daerah ke-i tahun ke-t Setelah diolah dengan menggunakan persamaan matematis, data kemudian diolah dengan software Statistica 6 dengan menggunakan prinsip PCA. Hasil dari PCA kemudian diinterpretasi. Data olahan hasil PCA disimulasikan untuk memperolah hasil Multiple Regression (MREG), Spatial Auto-regression (SAR) dan Spatial Durbin Model. Data kemudian dikonfersi melalui Arc View untuk mengamati konfigurasi spasial tiap variabel. Adapun Prosesnya dapat dilihat pada Gambar 2 berikut :

58 45 Keterangan : Gambar 2 Alur pemikiran. DD SDA PR IF Ind : Data Dasar : Sumberdaya Alam : Pengendalian Ruang : Infrastruktur : Indikator PB : Penganggaran Belanja AE : Aktifitas Ekonomi SDM : Sumberdaya Manusia SDS : Sumberdaya Sosial STDEV: Standar Baku MREG : Multiple Regression P : Variabel Penunjang KP : Kemiskina & Pengangguran PM : Pembangunan Manusia Var : Variabel IdxKom : Indeks komposit DF : Discriminant Function Gambaran umum PCA untuk Menjawab Peran Pembangunan Manusia Principal Component Analysis (PCA) merupakan salah satu teknik analisis yang bertujuan untuk mentransformasikan data dengan cara linear pada suatu variabel variabel yang saling berkorelasi menjadi struktur data baru dengan variabel variabel baru (disebut sebagai komponen utama) yang tidak saling berkorelasi (Ortogonalisasi variable). Variabel baru yang dihasilkan jauh lebih sedikit dari pada variabel asalnya, tetapi total kandungan informasi (total ragamnya) relatif tidak berubah, proses ini disebut penyederhanaan variabel (Saefulhakim, 2004).

59 46 Manfaat yang dapat diperoleh terhadap tujuan PCA adalah membolehkan analisis regresi berganda (pendugaan parameter struktur hubungan linear antar satu variabel tujuan dengan lebih dari satu variabel penjelas) atau analisis discriminant function (pendugaan parameter struktur hubungan linear antara satu variabel pengelompokan dengan lebih dari satu variabel penjelas perbedaan antar kelompok). Multicollinearity tidak terjadi dalam analisis tersebut (fenomena saling berkorelasi antara variabel penjelas). Masalah multicollinearity dapat dihilangkan dengan menggunakan PCA dan FA (Saefulhakim, 2004). Penyajian data pada struktur jauh lebih sederhana tanpa kehilangan esensi informasi yang terkandung di dalamnya dapat lebih mudah dipahami, dikomunikasikan dan ditetapkan prioritas penanganan terhadap hal - hal yang lebih pokok dari struktur permasalahan yang dihadapi. Struktur sederhana ini merupakan manfaat yang kedua dari PCA. Berikut ini akan ditampilkan gambar analisis dan desain tabel yang digunakan untuk mengerjakan PCA (Saefulhakim, 2004) ; Y1 c 21 c 12 Y2 c 11 C 22 F1 F2 Hubungan korelasi Arah Transformasi Gambar 3 Prinsip ilustrasi PCA. Tabel 2 Desain tabel yang digunakan untuk melakukan PCA Kecamat an 1 2 Kinerja pembangun an ekonomi Sumbe rdaya alam Sumberdaya manusia& sosial Aktifitas ekonomi Pengendali an ruang Infarastruktur & fasilitas publik Penganggaran belanja daerah Durbin model (jarak) Persamaan umum PCA adalah: Yk = ak 1 X 1 + ak 2 X 2 + ak 3 X ak p X p

60 47 PCA memiliki format data sebagai dasar untuk menyusun matriks berukuran n dikalikan dengan p, dimana n : unit sample (jumlah desa) p : jumlah peubah (kolom). Analisis komponen utama dilakukan sampai diperoleh nilai PC Score terbaik, yaitu: - PC Score dengan nilai akar ciri (eigenvalues) diatas 70% - Jumlah faktor-faktor baru pada tabel factor loading di bawah lima - Korelasi antar variabel-variabel asal dengan faktor-faktor baru pada factor loading dapat diinterpretasikan secara logis. Prinsip Prinsip Prosedural PCA Prosedural perhitungan untuk mengerjakan PCA dijelaskan di bawah ini : - Penyiapan data ke dalam format tabulasi tertentu (dalam tulisan ini disebut format data asal) dimana baris menyatakan kasus (sample, individu responden, lokasi dsb) kolom menyatakan variabel variabel yang diukur. - Standarisasi data asal sehingga diperoleh struktur data pada variabel baku yaitu setiap variabel memiliki angka rataan sama dengan nol dan simpangan baku (serta ragam) sama dengan satu. - Ortogonalisasi variabel baku sehingga diperoleh variabel ortogonal yaitu antar variabel tersebut menjadi tidak saling berkorelasi, atau koefisien korelasi antara variabel tersebut menjadi sama dengan nol - Standarisasi variabel ortogonal sehingga diperoleh variabel baru (disebut faktor atau komponen utama) yang tidak saling berkorelasi satu sama lain, angka rataan masing masing sama dengan nol dan simpangan baku serta ragam masing masing sama dengan satu;dan - Seleksi faktor (atau komponen utama) sehingga diperoleh beberapa faktor atau komponen utama terpilih yang mengandung bobot informasi memadai untuk digunakan analisis lebih lanjut (Saefulhakim, 2004). Setelah dilakukan prosedural dengan menggunakan persamaan matematis PCA maka hasil yang akan diperoleh dari PCA antara lain: Akar ciri (eigen value) adalah nilai yang menunjukkan keragaman dari peubah komponen utama dihasilkan dari analisis, semakin besar nilai

61 48 eigen value, maka semakin besar pula keragaman data awal yang mampu dijelaskan oleh data baru. Proporsi dan komulatif akar ciri, nilai pembobot (eigen vector) merupakan parameter yang menggambarkan hubungan setiap peubah dengan komponen utama ke-i. Component score adalah nilai yang menggambarkan besarnya titik-titik data baru dari hasil komponen utama dan digunakan setelah PCA. PC loading menggambarkan besarnya korelasi antar variable pertama dengan komponen ke-i. PC scores ini yang digunakan jika terjadi analisis lanjutan setelah PCA. Factor Loadings (L α ) adalah sama dengan Factor Score Coefficients (C α ) kali Eigenvalue Faktor atau Komponen Utamanya (λ α ) (Saefulhakim, 2004). Indeks komposit diperoleh dari PCA setelah diperoleh Indeks komposit kinerja pembangunan ekonomi Indeks komposit sumberdaya alam Indeks komposit sumberdaya manusia dan sosial Indeks komposit aktifitas ekonomi Indeks komposit pengendalian ruang Indeks komposit infrastruktur dan fasilitas publik Gambaran Metode K_Means Clustering dan Discriminant Function K_means Clustering adalah metode analisis untuk membuat konfigurasi masing masing variabel indikator berdasarkan hasil klasifikasi atau tipologi wilayah. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui faktor penciri dari masing masing variabel indikator yang diperoleh dari indeks komposit masing masing faktor. Sebelum membagi tipologi berdasarkan kelas tinggi, sedang dan rendah, maka di lakukan tahap Tree Clustering. Metode ini dilakukan untuk menentukan berapa banyak pembagian tipologi. Nilai nyata yang diperoleh dari K_means clustering selanjutnya dilakukan discriminant function berdasarkan pembagian tipologi. Tujuan untuk memperoleh score atau tipologi. Ketentuan yang harus dalam metode ini adalah data observasi dengan data sesungguhnya harus sama. Hasil yang digunakan adalah klasifikasi untuk menentukan score (tipologi). Analisis terakhir adalah menggunakan

62 49 multiple regression sebagai dasar untuk mengetahui faktor determinan terhadap score (tipologi) wilayah. Analisis Multiple Regression (MREG) Variabel Pengukur Kemiskinan dan Pengangguran Multiple Regression merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh kemiskikan yang terjadi di dearah sendiri tanpa melihat pengaruh daerah lain. Analisis ini dilakukan setelah ditemukan nilai Ln dari hasil indeks komposit yang diambil dari nilai Factor Score. Seluruh variabel hasil indeks komposit yang di Ln-kan pada variabel keadaan untuk melihat pengaruh terhadap kemiskinan dan pengangguran. Hasilnya bisa berkorelasi positif dan elastis atau tidak elastis serta berkorelasi negatif. Hasil yang diperoleh adalah parameter yang menyebabkan kemiskinan di daerah sendiri. Terkait dengan tujuan penelitian maka analisis dengan menggunakan Multiple Regression dapat mengetahui parameter yang dapat menyebabkan pengaruh kuat atau lemah masalah kemiskinan dan pengangguran. Analisis ini belum terkait dengan daerah sekitar atau tetangga. Kemiskinan merupakan variabel tujuan yang terpilih pada penelitian ini, variabel pengontrol (dependent variable) adalah kebijakan yang harus direformasi dan variabel keadaan adalah sumberdaya manusia, infrastruktur, sumberdaya alam, penataan ruang, aktifitas ekonomi dan kinerja pembangunan. Seluruh variabel (pengontrol, tujuan dan keadaan) tidak terjadi lagi hubungan multicollianirity sebagaimana syarat dalam mengerjakan PCA. Variabel yang memiliki pengaruh signifikan dan bersifat nyata akan dijadikan rekomendasi kepada pemerintah (dalam hal ini yang terkait dengan pembuat kebijakan) untuk mempertimbangkan variabel tersebut agar menjadi perhatian dalam menyusun rancangan strategis kedepan. Analisis Spatial Auto-Regression (SAR) Pengukur Pembangunan Manusia dan Sosial Ilmu perencanaan wilayah sangat terkait dengan sifat kekhasan (spesialisasi), interaksi wilayah dan keterwakilan kelembagaan. Sifat dasar yang terkait tersebut menjadikan ilmu wilayah identik dengan ruang atau biasa disebut

63 50 spasial. Sifat kekhasan bisa terjadi dalam satu wilayah maupun wilayah lain. Sifat kekhasan akan menjadi dasar terciptanya interaksi antara wilayah Wilayah yang memiliki kekhasan yang sama, sulit untuk terjadi interaksi, kecuali terjadi kekurang stok dalam wilayah tertentu, demikian pula dengan wilayah yang memiliki jarak yang jauh dengan wilayah lain akan sulit berinteraksi karena akan dipengaruhi banyak faktor ( ekonomi, feasibility, shipment, tax dan cost). Wilayah yang berdekatan (bertetangga) akan berinteraksi secara kuat apabila sifat kekhasan wilayah berbeda dan adanya akses jalan yang mudah. Analisis Spatial Auto-regression bertujuan menganalisis pengaruh wilayah terhadap wilayah yang lain. Analisis ini berusaha menjelaskan berapa besar pengaruh wilayah lain yang dapat menyebabkan kemiskinan dan pengangguran, demikian pula keberhasilan wilayah apakah dipengaruhi wilayah lain. Terkait dengan tujuan penelitian maka analisis ini, bagaimana peran pembangunan dan social capital dalam suatu wilayah. Jika dalam analisis memperlihatkan bahwa kemiskinan dan pengangguran terjadi dipengaruhi oleh daerah sekitar maka peran pembangunan dan social capital harus mampu hadir dalam rangka menciptakan saling memperkuat antar wilayah. Backwash effect dapat terjadi akibat ketimpangan antara daerah yang menyebabkan terjadi aliran penduduk ke daerah lain atau akibat daerah lain cendrung sentralistik yang berakibat terjadi ketidakberimbangan. Situasi ini dapat dikatakan sebagai pengaruh daerah lain. Hasil ini menjadi rekomendasi bagi pembuat kebijakan agar mampu menciptakan hubungan kerja sama antara daerah lain terkait pembangunan manusia dan social capital. Menguji Model Hubungan antara Pembangunan Manusia dan Sosial serta Interaksi Spasial Kemiskinan dan Pengangguran Hasil pemetaan tipologi wilayah akan diuji hubungannya antara pembangunan manusia dengan social capital. Uji ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh pembangunan manusia yang tinggi dan rendah terhadap social capital, kemiskinan dan pengangguran. Uji interaksi spasial dengan mengamati pola interaksi yang terjadi antar kecamatan.

64 51 Teknik dengan tujuan ketiga penelitian, alat analisisnya menggunakan Spatial Durbin Model. Teknik ini menggunakan hasil PCA untuk menduga parameter model hubungan antara pembangunan manusia dengan konfigurasi ruang (spasial) wilayah Prinsip dasar Spatial Durbin Model hampir sama dengan regresi berbobot (weighted regression). Variabel yang menjadi pembobot pada Spatial Durbin Model adalah faktor lokasi. Kedekatan dan keterkaitan antar lokasi ini menyebabkan munculnya fenomena autokorelasi spasial, dengan ketentuan terjadi spesialisasi (kekhasan) yang berbeda pada wilayah tersebut. Spatial Durbin Model merupakan pengembangan dari regresi sederhana, yang digunakan untuk data spasial. Misalnya untuk mengetahui tingkat perkembangan di suatu wilayah selain dipengaruhi veriabel bebas (hasil olah PCA) juga dipengaruhi oleh variabel lain, yaitu hubungan spasial. Data yang digunakan untuk variabel bebas (x) berasal dari komponen utama hasil pengolahan PCA. Representasi faktor lokasi pada Spatial Durbin Model dalam bentuk matriks jarak. Berdasarkan analisis di atas maka fenomena saling berkorelasi (auto corelation) yang menyebabkan kemiskinan dan pengangguran sangat dipengaruhi oleh daerah yang berdekatan dan memiliki keterkaitan. Jika hasil olah penelitian menghasilkan pengaruh jarak maka kemiskinan dan pengangguran di daerah sekitar dipengaruhi oleh parameter keadaan di daerah lain. Adapun besar kecilnya sangat terkait dengan tingkat nyata dan sifat elastisitas. Persamaan Matematis : Lny = a + b j LnX j c. k w k Lny d. jk W. k LnX j ε l K j k j k Lny = Indeks kemiskinan dan pengangguran tipe ke l X j b j LnΧ = Indeks pembangunan manusia dan social capital tipe ke - i = Multiple Regression Model j j c. k W k Lny = Spatial Auto - Regression Spatial Model k k j k d jk W k LnX j = Spatial Durbin Model

65 52 Unit analisis : unit analisis yang digunakan adalah kecamatan Variabel peubah independen : sumberdaya alam, sosial, manusia, infrastruktur, aktifitas ekonomi, dan pengendalian ruang Variabel peubah dependen Variabel spasial spasial : kinerja pembanguan : jarak antar kecamatan Alat Analisis Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Software excel Arc view GIS versi 3.3 dan Statistika 6. Berikut ini peta lokasi penelitian di Kabupaten Bogor. Gambar 4 Wilayah analisis peta Kabupaten Bogor Prinsip Interpretasi Parameter Koefisien Regresi Parameter yang telah diperoleh hasilnya melalui analisis Multiple Regression dibaca dengan mengenal tanda negatif dan positif (arah) pada parameter koefisien. Parameter yang memiliki pengaruh elastis nilainya lebih besar dari 1 dan tidak elastis kurang dari 1. Nilai negatif tidak menandakan kecil dari satu tetapi hanya menjelaskan model kurva yang slope (arah) negatif. Nilai elastisitas diperoleh dari persamaan dan digambarkan dalam kurva : Y = ax + b... 1

66 53 a Grafik di atas menunjukkan nilai koefisien dari X adalah a. Jika persamaan pertama diturunkan secara parsial terhadap X maka persamaan matematis diperoleh sebagai berikut δυ = a δχ... 2 atau dapat ditulis dengan rasio perubahan Y terhadap X ΔΥ ΔΧ = a... 3 Nilai dari perubahan Y dapat ditulis dengan persamaan Y 1 Y 0 ΔΥ =... 4 Nilai perubahan Y ditulis dengan persentase maka persamaannya adalah Y 1 Y Y 0 0 ΔΥ =... 5 Berdasarkan persamaan tersebut maka diperoleh nilai perubahan Y berdasarkan persentase. Nilai perubahan X dilakukan dengan prinsip di atas X 1 X 0 ΔΧ =... 6 Nilai perubahan X ditulis dengan persentase maka persamaannya adalah X 1 X X 0 0 ΔΧ =... 7 Berdasarkan persamaan tersebut maka diperoleh nilai perubahan X berdasarkan persentase dengan menggambungkaan persamaan a dan b maka ditemukan persamaan elastisitas yang disimbolkan dengan E. Rasio perubahan Y terhadap X adalah merupakan hasil turunan parsial dengan tanpa menurunkan variabel lain. Persamaan tersebut adalah X Y ΔΥ 0 E = x... 8 ΔΧ 0 Karena nilai a merupakan rasio perubahan Y terhadap X maka persamaan matematis untuk memperoleh nilai elastisitas di tuliskan pada persamaan berikut :

67 54 X Y 1 E = a Nilai a adalah nilai tengah Bersadarkan persamaan di atas maka elastisitas suatu hasil parameter indikator sangat terkait dengan berapa besar pengaruh nilai rasio perubahan Y terhadap X berdasarkan persentase. Jika nilai perubahan semakin besar maka tingkat elastisitas parameter semakin besar pengaruhnya terhadap nilai elastis, dalam hal ini besar dari 1. Situasi ini menandakan parameter memiliki pengaruh elastis. Jika hasil parameter memiliki nilai kurang dari 1 maka dikategorikan sebagai parameter yang tidak berpengaruh signifikan. Jika nilai elastis membentuk kurva maka persamaan matematis secara otomatis menggunakan Ln sebagai pengali variabel. Persamaan matematis dapat ditulis sebagai berikut LnY = alnx + b Y Y 3 Y 2 Y 1 X 1 X 2 X 3 X Gambar 21 Kurva produksi slope positif. Kurva di atas mengilustrasikan perubahan produksi. Mula mula produksi bergerak pada Y1 dan X1. Pada periode ini aktifitas produksi belum menghasilkan banyak produksi atau cendrung relatif konstan. Aktifitas belum mampu memberikan keuntungan bagi perusahaan. Posisi kurva tersebut masih bersifat tidak elastis dengan nilai elastisitas kurang dari 1. Pada periode berikutnya produksi mulai bergerak sebesar Y 1 Y 2 dengan periode tahun bergerak sebesar X 1 X 2. Pada periode ini aktifitas produksi sudah mampu meningkat 2 kali lebih besar bahkan lebih. Produksi sudah mampu memberikan keuntungan lebih, posisi kurva ini menunjukkan nilai yang elastisitasnyan lebih besar dari 1. Posisi kurva antar Y 3 Y 2 dalam periode waktu X 3 X 2 produksi cendrung konstan atau akan mengalami titik balik (menurun). Posisi seperti ini di kategorikan produksi sudah tidak mampu lagi melebihi Y 2 Y 1. Jika produksi terus dilakukan maka hasilnya akan cendrung menurun, posisi kurva seperti ini

68 55 bersifat tidak elastis. Diperlukan diversifikasi produksi atau perlakuan khusus untuk menjaga kurva tersebut tidak turun (produksi menurun). Y Y 3 Y 2 Y 1 X 3 X 2 X 1 Gambar 22 Kurva produksi jarak slope negatif. Jika pada gambar kurva di atas ber slope positif maka pada kurva berikut ber slope negatif. Sebagai ilustrasi jarak tanam tanaman. Jika jarak tanam hanya berkisar X 1 maka hasil produksi tidak maksimal, demikian pula pada jarak X 3. jarak tanam yang bersifat elastis adalah pada jarak X 2. Pada jarak tanam ini akan menghasilkan produksi yang maksimal. Nilai elastis atau tidak elastis tidak berarti hasil parameternya semua bersifat nyata. Nilai nyata ini sangat terkait terhadap nilai x 1 (variabel) dikurang nilai tengah atau nilai rata rata serta besar nilai standar deviasi. Stdev = 1 i 1 ( χ ) χ i 2 D. bebas Persamaan di atas menunjukkan jika nilai x 1 mendekati atau mirip nilai tengah maka respon parameter cendrung homogen. Posisi ini relatif pasti dan dapat diduga serta memiliki faktor dominan. Hasil parameter ini bersifat nyata. Jika tingkat heterogenitas pada x 1 tinggi maka nilai tersebut bersifat tidak pasti sehingga parameter tersebut tidak nyata. Tinggi taraf nyata sangat dipengaruhi berapa besar standar deviasi. Persamaan matematis dari taraf nyata ; T student x = Stdev Semakin besar nilai yang diperoleh (mendekati 1) semakin besar nilai hasil parameter yang dapat dijelaskan. Parameter yang bersifat elastis adalah parameter yang menjelaskan respon yang kuat jika terjadi perubahan dalam aktifitas. Pengaruh itu bisa disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, biaya X

69 56 produksi dan respon konsumen terhadap perubahan. Jika terjadi respon perubahan yang kuat akibat perubahan yang terjadi dan nilai elastisitas lebih 1 maka situasi ini dikategorikan elastis. Parameter yang tidak elastis adalah parameter yang menjelaskan respon perubahan yang tidak siginifikan mengalami perubahan. Jika terjadi kenaikan harga akibat perubahan biaya produksi maka selera masyarakat untuk mengkonsumsi produk tersebut tidak mengalami penurunan yang signifikan atau jika biaya produksi tinggi, jumlah produksi tidak serta turun akibat perusahaan berusaha untuk mengejar keuntungan guna merespon permintaan. Nilai nyata sangat dipengaruhi oleh nilai x 1, jika nilai x 1 mendekati nilai tengah serta respon parameter cendrung homogen maka hasil parameter bersifat nyata. Tetapi jika respon parameter nilai variabel x 1 terhadap nilai tengah cendrung menjauh atau respon keragaman atau bersifat heterogenitas maka parameter akan bersifat tidak nyata. Besarnya nilai parameter dalam menjelaskan parameter sangat terkait dengan nilai T student. Jika standart error semakin kecil nilainya maka taraf nyata akan semakin tinggi. Artinya model mampu menjelaskan fenomena dengan tingkat keakuratan yang tinggi terhadap permasalahan yang dihadapi. Jika taraf nyata rendah maka model hanya mampu menjelaskan sebagian kecil dari keadaan.

70 GAMBARAN UMUM LOKASI Gambaran Umum Kabapaten Bogor Kabupaten Bogor boleh dikatakan sebagai daerah yang istimewa. Berbagai keistimewaan Kabupaten Bogor berada pada posisi yang dekat dengan Ibu kota yaitu Jakarta. Kabupaten Bogor juga merupakan tempat persinggahan dan pertemuan pejabat tinggi negara karena berdekatan Istana Presiden di Kota Bogor. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah 2.612,84 km 2. Secara topografi wilayah Kabupaten Bogor memiliki ketinggian antara 15 m di atas permukaan laut (m dpl) pada dataran bagian utara sampai dengan m dpl pada puncakpuncak gunung bagian selatan. Topografi wilayah dari bagian utara hingga ke selatan meliputi dataran rendah ( m dpl) ± 29,28%, dataran bergelombang ( m dpl) ± 42,62%, perbukitan ( m dpl) ± 19,34%, pegunungan tinggi ( m dpl) ± 8,35% dan puncak-puncak gunung ( m dpl) ± 0,22% dari luas wilayah. Secara geografis Kabupaten Bogor berbatasan dengan : - Kabupaten Tangerang, Kabupaten/Kota Bekasi dan Kota Depok di sebelah utara - Kabupaten Cianjur dan Karawang di sebelah timur - Kabupaten Sukabumi dan Cianjur disebelah selatan - Kabupaten Lebak Provinsi Banten di sebelah barat - Di tengah-tengah terletak Kota Bogor Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson, Kabupaten Bogor memiliki iklim tropis tipe A (sangat basah) di bagian Selatan dan tipe B (basah) di bagian Utara. Suhu rata-rata berkisar antara 20º C hingga 30º C, dengan suhu ratarata tahunan 25º C. Curah hujan rata-rata di Kabupaten Bogor termasuk yang tertinggi di Indonesia, antara 2000 s/d 5000 mm/tahun. Curah hujan tertinggi (4000 s/d 5000 mm/tahun) umumnya terjadi di bagian selatan, yakni Kecamatan Caringin, Cijeruk, Tamansari, Pamijahan, Leuwiliang, Nanggung dan Sukajaya. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor hingga akhir tahun 2005 berdasarkan data sementara dari BPS adalah sebanyak jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar 1.394,03 jiwa per km 2.

71 58 Penyebaran penduduk dan luas tidak tersebar secara merata terdapat wilayah kecamatan yang luas wilayah kecil tetapi kepadatan penduduk yang tinggi, demikian pula sebaliknya. Luas wilayah Kecamatan Cibinong dan Bojong Gede relatif kecil dibanding wilayah lain dan memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya penyebaran penduduk, salah satu diantaranya disebabkan adanya urbanisasi Whynne Hammond (dalam Rustiadi, et al., 2005) beberapa faktor yang mendorong urbanisasi adalah (1) kemajuan dibidang pertanian, (2) industrialisasi (3) potensi pasaran, (4) peningkatan kegiatan pelayanan, (5) kemajuan transportasi, (6) tarikan sosial dan kultur, (7) kemajuan pendidikan dan (8) pertumbuhan penduduk alami Migrasi yang terjadi di Kabupaten Bogor berdasarkan data dari tahun memiliki tingkat perpindahan yang cukup signifikan. Tahun 2001 jumlah pendatang sebanyak orang, sedangkan jumlah yang melakukan migrasi keluar sebanyak orang. Tahun 2002 jumlah pendatang sebanyak orang, sedangkan jumlah penduduk yang migrasi keluar sebanyak orang. Tahun 2003 jumlah pendatang sebanyak orang dan jumlah migrasi sebanyak orang. Tahun 2004 jumlah pendatang adalah orang sedangkan jumlah penduduk yang migrasi keluar adalah orang. Tahun 2005 jumlah penduduk yang datang sebanyak orang sedangkan penduduk yang migrasi keluar sebanyak orang. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Bogor semakin bertambah setiap tahunnya. Wilayah Kabupaten Bogor terbagi dalam 6 (enam) Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Cidurian, DAS Cimanceuri, DAS Cisadane, DAS Ciliwung, Sub DAS Kali Bekasi serta Sub Das Cipamingkis dan Cibeet. Sungai-sungai DAS mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis sebagai sumber air untuk irigasi yang jumlahnya ha, rumah tangga dan industri serta berfungsi sebagai drainase utama wilayah. Kabupaten Bogor terdapat danau atau situ-situ sebanyak 93 buah dengan total luas 510,16 ha serta sejumlah mata air. Situ-situ dimaksud berfungsi sebagai reservoar atau tempat resapan air dan beberapa diantaranya dimanfaatkan sebagai obyek wisata atau tempat rekreasi dan budidaya perikanan. Sedangkan sumber air dari situ di Kabupaten Bogor yang berjumlah

72 59 93 buah mengairi 496,28 ha areal pertanian, dengan kondisi berfungsi 41,94%, kurang berfungsi 43,01%, tidak berfungsi 8,60% dan yang alih fungsi 6,45%. Air merupakan sumber kehidupan. Air mengalir yang diserap oleh pepohonan menyababkan pohon tumbuh menghiasi bumi dengan indah. Pohon memberikan asupan oksigen bagi kehidupan manusia dan hewan, digunakan untuk keperluan rumah tangga dan industri yang dapat menghemat biaya. Pentingnya air ini dibuktikan dalam buku the power of water oleh Masaru Emoto. Hasil penelitian memperlihatkan perubahan molekul air yang diterima dengan ucapan cinta dan terima kasih menjadikan struktur molekul air membentuk kristal yang indah dan sehat untuk dikonsumsi, tetapi jika air diterima dengan luapan rasa benci akan menghasilkan susunan molekul yang tidak baik. Demikian pula jika kita tidak mengindahkan lingkungan sebagai penyeimbang ekologis. Penebangan hutan yang massif akan mengancam kerusakan lingkungan dan bencana sebagaimana yang terjadi dibeberapa kota besar di Indonesia tahun Air menjelma menjadi iblis yang memporandak porandakan infrastruktur dan memutus rantai kehidupan. Kita berharap strategi yang dibuat Pemerintah Kabupaten Bogor berupa peningkatan pengendalian pemanfaatan air bawah tanah, agar tetap terjaga ketersediaan dan keberlangsungannya (sustainabilty) bagi keperluan masyarakat. Laju Pertumbuhan Ekonomi Nilai Produk Domestik Bruto Regional (PDRB) atas dasar harga berlaku mengindikasikan kemampuan perekonomian Kabupaten Bogor secara keseluruhan. Jumlah PDRB atas dasar harga berlaku telah mencapai jumlah sebesar Rp 34,625 triliun lebih tinggi dari tahun 2003 dan Jumlah PDRB atas dasar harga konstan (dengan meniadakan pengaruh inflasi dan dihitung berdasarkan tahun dasar 2000), maka jumlahnya hanya mencapai Rp triliun, lebih tinggi dari tahun 2003 dan 2004 berdasarkan harga konstan. Kontribusi sektor lapangan usaha sektor primer (pertanian dalam arti luas serta pertambangan dan penggalian) anggaran tahun 2005 mengalami kenaikan dibanding dengan tahun 2003 dan 2004, demikian juga dengan sektor sekunder dan tersier mengalami kenaikan konstribusi dibanding dengan tahun sebelumnya.

73 60 Jumlah PDRB per kapita penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2005, yang dihitung berdasarkan jumlah PDRB atas dasar harga berlaku dibagi jumlah penduduk adalah mencapai sebesar Rp juta, lebih tinggi dari tahun 2004 dan Kondisi ini menunjukkan nilai rata rata, tetapi kemungkinan ada yang mempunyai pendapatan jauh di atas rata-rata dan berada di bawah rata-rata. Bahkan penduduk miskin jauh lebih rendah dari rata-rata tersebut. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Bogor pada tahun 2005 adalah sebesar 5,82% lebih tinggi dibandingkan dengan LPE pada tahun 2003 dan Sektor lapangan usaha yang memberikan kontribusi terbesar terhadap LPE, yaitu sektor sekunder 59 61%, kemudian diikuti oleh sektor tersier dan sektor primer. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tambah seluruh faktor produksi, baik barang maupun jasa yang dihasilkan di wilayah Kabupaten Bogor, sebagian besar dikontribusikan oleh sektor sekunder tersebut. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bogor Angka IPM Kabupaten Bogor hingga akhir tahun 2005 adalah 68,41 poin, merupakan agregasi dari indeks pendidikan sebesar 76,62 poin, indeks kesehatan sebesar 69,99 poin serta indeks daya beli sebesar 58,61 poin. Berdasarkan klasifikasi United Nation Devolopment Program (UNDP), angka pencapaian IPM sebesar 68,41 poin dimaksud masih berada pada kategori masyarakat sejahtera menengah atas dan belum mencapai masyarakat sejahtera tinggi, karena nilai IPM-nya belum mencapai angka 80. Pendidikan Angka Melek Huruf (AMH) penduduk Kabupaten Bogor baru mencapai 93,87% pada tahun Hal ini mengungkapkan bahwa sekitar 6,13% penduduk Kabupaten Bogor masih ada yang belum belum bebas dari kemampuan baca tulis huruf latin, Bahasa Indonesia maupun pengetahuan dasar. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2005 mencapai 6,32 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pendidikan yang telah ditamatkan oleh penduduk yang berumur 15 tahun ke atas hanya mencapai 6 tahun atau baru tamat pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan masih jauh dari harapan Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) 9 Tahun.

74 61 Angka Partisipasi Murni (APM) untuk SD/MI baru mencapai 98,80%. Sedangkan APM untuk kelompok penduduk usia (SMP/MTs) masih rendah, yakni baru mencapai 65,93%. Hal yang sama terjadi juga untuk kelompok penduduk usia (SMA/SMK/MA), yakni baru mencapai 26,93%. Hal ini terjadi karena masih banyak siswa lulusan SD/MI, SMP/MTs yang tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang berikutnya karena alasan biaya. Jumlah siswa SD/MI yang drop out (DO) sebanyak orang dan SMP/MTs sebanyak 88 orang sedangkan SMA/SMK/MA sebanyak 26 orang. Kesehatan Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2005 telah mencapai 66,99 tahun, lebih tinggi dari tahun 2003 dan Hal ini menunjukkan bahwa peluang hidup (life expectation) penduduk akan mencapai umur hingga ulang tahun ke Meskipun demikian angka tersebut masih berada di bawah target yang ditetapkan oleh Provinsi Jawa Barat dalam rangka akselerasi pencapaian IPM 80 sebesar 67,66 point. Hal ini disebabkan, antara lain : (1) masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 309 per kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 43,55 per kelahiran hidup; (2) masih terdapat balita dengan gizi kurang dan balita dengan gizi buruk; (3) pencapaian angka Linakes (Persalinan oleh Tenaga Kesehatan) masih rendah, yaitu baru mencapai 60,00%; (4) cakupan imunisasi campak pada tahun 2005 sebesar 80,60% dari balita yang ada yakni sebanyak bayi; dan (5) kurangnya pemahaman masyarakat terhadap perilaku hidup sehat, yang ditunjukkan dengan masih rendahnya cakupan Sarana Air Bersih (SAB) baru mencapai 56,26% dan cakupan Jamban Keluarga (JAGA) 38,54%. Daya Beli Kemampuan Daya Beli (Purchasing Power Parity) pada tahun 2005 menurut Tingkat Konsumsi Riil Kabupaten Bogor sebesar Rp ,- /kapita/tahun, lebih tinggi dari realisasi tahun 2003 dan Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi riil setiap satu orang penduduk, baik konsumsi bahan makanan maupun bahan non-makanan rata-rata sebesar Rp ,-

75 62 /kapita/tahun. Jika dikaitkan dengan target Renstra yang telah ditetapkan sebesar Rp ,-/kapita/tahun, maka pencapaian daya beli masih di bawah target. Namun peningkatan daya beli masyarakat belum terdistribusi secara merata yang ditunjukkan oleh indeks gini sebesar pada tahun 2004 (BPS, 2005). Kondisi Infrastruktur dan Suprastruktur Suprastruktur dan infrastruktur, dalam hal ini tenaga pengajar dan pelayanan kesehatan merupakan bagian yang terpenting untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan. Dalam banyak hal infrastruktur sangat membantu masyarakat untuk memudahkan mereka mengakses pelayanan publik dan kepentingan individu. Infrastruktur juga berfungsi memberikan pelayanan bagi banyak masyarakat. Di Kabupaten Bogor terdapat guru yang mengajar untuk tingkat sekolah dasar, termasuk untuk sekolah Madrasah. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama termasuk Madrasah Tsanawiyah guru yang mengajar sebesar guru. Sekolah kejuruan, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah guru yang mengajar hanya berkisar guru. Sementara partisipasi masyarakat dalam pendidikan tahun 2005 sebesar untuk Sekolah Dasar, dengan jumlah penduduk yang berumur 7 12 tahun , untuk tingkat Sekolah Lanjutan sebesar yang bersekolah, dengan jumlah penduduk yang berumur tahun sebesar dan untuk tingkat Sekolah Menengah Atas jumlah penduduk yang berumur tahun sebesar , yang bersekolah hanya orang. Jumlah siswa yang tidak melanjutkan pendidikan pada tahun 2005 untuk tingkat Sekolah Dasar dan Iftidayah masing masing sebesar dan 269 orang, siswa yang tidak menyelesaikan pendidikan untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan madrasah masing masing sebesar 65 dan 23 orang dan tingkat lanjutan, Sekolah Kejuruan dan Madrasah masing masing sebesar 18 dan 4 orang. Fasilitas pendidikan untuk tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan Sekolah Menengah Atas masing masing sebesar 2.157, 471 dan 265. Fasilitas pendidikan formal tersebut ada yang mengalami rusak berat dan ringan. Sama halnya dengan pendidikan, kesahatan juga merupakan bagian yang sangat penting menyangkut ketersediaan suprastruktur dan infrastruktur.

76 63 Kabupaten Bogor hingga tahun 2005 memiliki dokter umum 216 dengan rasio 1 : , dokter gigi 63 dengan rasio 1 : , perawat 645 dengan rasio 1 : 6.271, bidan : 882 dengan rasio 1 : 4.650, sementara dari fasilitas infrastruktur pelayanan kesehatan terdapat 101 puskesmas, 77 puskemas pembantu,31 puskesmas keliling, Posyandu dan rumah sakit 8 dengan rasio 1 : Jika dilihat jumlah dokter dan dibandingkan dengan fasilitas kesehatan serta dengan jumlah penduduk, belum dikategorikan baik, karena rasionya tinggi. Kenyataan tersebut menjadi bahan refleksi bagi Pemerintah Kabupaten Bogor untuk segera berbenah diri. Pemerintah menyusun berbagai strategi untuk mengatasi masalah itu dengan cara (1) meningkatkan partisipasi pendidikan masyarakat, (2) meningkatkan kualitas sarana pendidikan dasar dan menengah, (3) meningkatkan mutu guru yang layak mengajar beserta pemerataan penyebarannya di sekolah, (4) mewujudkan link and match antara dunia pendidikan dengan dunia kerja, (5) meningkatkan kondisi hidup sehat masyarakat, (6) meningkatkan status gizi masyarakat khususnya status gizi ibu dan balita, (7) meningkatkan upaya pencegahan penyakit dan peningkatan cakupan lingkungan sehat, (8) meningkatkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan rujukan, (9) meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. Strategi tersebut ditransformasikan peningkatan pendidikan masyarakat melalui peningkatan Angka Melek Huruf (AMH) dan rata-rata Lama Sekolah (RLS) mencapai 9 tahun, peningkatan dan perluasan kesempatan untuk memperoleh pelayanan pendidikan dasar dan menengah, pengembangan bahasa dan nilai-nilai luhur budaya daerah. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari peningkatan Angka Harapan Hidup (AHH) atau Umur Harapan Hidup (UHH) penduduk Kabupaten Bogor, dilakukan melalui peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, peningkatan kesehatan lingkungan, perbaikan status gizi masyarakat, utamanya untuk ibu dan anak serta peningkatan efektifitas manajemen dan pencapaian status akreditasi 12 jenis pelayanan rumah sakit atau pemenuhan standar pelayanan untuk mencapai rumah sakit tipe B.

77 64 Sosial Budaya Kehidupan masyarakat Kabupaten Bogor sebagian besar masih bersifat agraris. Sumber mata pencaharian mereka umumnya masih mengandalkan pertanian dan perkebunan. Faktor kedekatan dengan Ibu Kota Negara menjadikan Kabupaten Bogor kini sudah memasuki daerah industrialisasi dan pelayanan jasa, walaupun demikian ciri masyarakat agraris masih jelas terlihat. Faktor yang dapat dijadikan alasan Kabupaten Bogor sebagai masyarakat agraris adalah masyarakat yang masih bersifat homogen di beberapa kecamatan yang belum tersentuh, sifat kegotong royongan yang tinggi (podes, 2006). Dibalik masyarakat agraris yang ramah dan memiliki sifat kegotongroyongan, bogor kini mengalami transformasi moral yang rendah. Moral yang rendah ini ditandai dengan semakin meningkatnya pencurian dan bermunculannya penyalahgunaan narkoba, disamping itu Kabupaten Bogor juga terjadi pembunuhan, perkelahian massal dan perkosaan. Walaupun kasus tersebut relatif jarang ditemukan di beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor, namun hal tersebut mengindikasikan telah terjadi perubahan struktur sosial dan budaya masyarakat. Perubahan struktur budaya salah satunya ditandai dengan meningkatnya pencurian dari tahun 2000 ke Tahun 2000 penyalagunaan narkoba belum masuk hitungan dalam laporan potensi desa, tetapi tahun 2006 telah banyak kejadian. Dampak lain adalah sikap gotong royong upaya menjaga keamanan dengan mendirikan pos keamanan belum dilakukan oleh sebagian desa. Fukuyama (1999) Masyarakat memiliki norma cara untuk mengendalikan kejahatan, bentuk pengendalian yang terbaik bukanlah tenaga polisi yang represif dan yang kuat, melainkan masyarakat yang menempa kaum remajanya untuk mematuhi hukum dan menggiring pelanggaran norma kembali ke jalan yang benar melalui tekanan informal dari masyarakat. Park (dalam Fukuyama, 2006) dan aliran Chicago mengatakan kenakalan remaja ditimbulkan oleh proses urbanisasi yang begitu tinggi sehingga perlu dilekatkan kembali dalam struktur sosial, seperti ibadah di mesjid. Walaupun angka statistiknya rendah tetapi ini dapat merusak tatanan sosial (social order) dan sangat menetukan modal sosial yang mengarah pada social trust. Oleh karena itu perlu dibangun kepedulian komunitas (Community care)

78 65 Lewis (dalam Rustiadi dkk, 2005) berpendapat pembangunan ekonomi dengan perpindahan tenaga kerja ke kota dari desa akibat berkembangnya industri serta iming iming gaji yang tinggi dibanding di desa. Hal ini ditandai adanya realokasi secara bertahap melalui migrasi. Akhirnya terjadi lonjakan ekonomi skala besar. Richard Jolly mengatakan laju pergerakan penduduk bisa tidak terjadi jika Lewis tidak menonjolkan manfaat permintaan tenaga kerja. Berdasarkan pernyataan di atas, penulis mensitesakan bahwa kejahatan, pencurian dan sejenisnya disebabkan pergesaran budaya dan struktur sosial masyarakat dari tradisional ke modern dan polarisasi yang tinggi menjadi penyebab timbulnya kejahatan, disamping itu desakan ekonomi yang kuat dan tingginya tekanan hidup akibat arus migrasi menyebabkan persaingan hidup yang tinggi. Persaingan hidup yang tinggi ditandai dengan adanya persaingan tenaga kerja yang berprofesi dan terampil sehingga memaksa tenaga kerja dari desa yang dulunya ingin mencari perbaikan nasib, kini hanya berusaha untuk bertahan hidup. Pengangguran dan Kemiskinan Pengangguran menjadi masalah bagi tiap negara, khusus negara berkembang lonjakan penganggurannya relatif tinggi. Tingginya angka kelahiran serta calon angkatan kerja yang tidak disertai dengan kemajuan ekonomi dan industri menyebabkan pengangguran semakin menjadi sahabat. Pengangguran diperparah akibat penduduk menganggur bukan saja yang berpendidikan rendah, melainkan juga masyarakat yang berstatus sarjana dan yang memiliki skill. Realitas ini biasanya akan mendorong tingginya berbagai macam bentuk model kerja yang sifatnya individu maupum yang berlembaga formal sebagai alat untuk menjawab persoalan hidup ini (Todaro, 2000). Di Kabupaten Bogor jumlah pengangguran cendrung meningkat. Salah satu fakta yang menyebabkan kinerja pembangunan terhambat yaitu meningkatnya pengangguran terbuka penduduk Kabupaten Bogor. Pada tahun 2005 penduduk menganggur sebesar orang, lebih tinggi dari tahun 2004 yang mencapai sebanyak orang, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2003 yang berjumlah sebanyak orang. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2005 menurut data BPS Kabupaten Bogor yang digunakan sebagai dasar pemberian bantuan langsung tunai/subsidi

79 66 langsung tunai sebanyak kk. Jumlah ini bilamana dikonversi ke dalam satuan jiwa berarti terdapat sebanyak jiwa. Proporsi yang bekerja dibandingkan dengan total angkatan kerja atau diistilahkan dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Kabupaten Bogor pada tahun 2005, yaitu sekitar 50,07%, lebih rendah dari tahun 2004 yang mencapai 51,68% maupun dengan tahun 2003 yang mencapai sekitar 53,99%. Uraian dan fakta di atas kita berasumsi bahwa apa artinya pendidikan tinggi dan kesehatan masyarakat membaik yang pada akhirnya hanya menciptakan pengangguran, seakan akan mejelaskan pendidikan tidak ada artinya. Namun yang perlu kita sadari adalah mengapa pendidikan tidak dapat melahirkan individu yang kreatif dan daya kreasi tinggi untuk hadir sebagai sosok yang dapat mengatasi masalah pengangguran, kemiskinan dan menciptakan industri sebagai salah satu solusi untuk mengatasi pengangguran bukan menambah beban pemerintah, yang masuk dalam hitungan statistik sebagai calon penganggur baru. Saefulhakim (2005) mengatakan salah satu penyebab terpuruknya suatu bangsa (disertai dengan pengangguran dan kemiskinan) adalah karena lemahnya basis pengetahuan dan social capital. Lebih lanjut Putnam (2001); Woolcock (2001); Fukuyama (1995) berkata untuk mengatasi kemiskinan dan mengembangkan perekonomian maka perlu dibangun modal sosial sebagai dasar social capital dengan harapan nantinya terlahir social trust, sehingga nantinya mampu menjaga economic capital, human capital dan demokrasi yang efektif. Saefulhakim (2005); Fukuyama (1995) lemahnya social trust dan social capital mengakibatkan transaksi dan biaya ekonomi tidak efisien serta menimbulkan misleading antar berbagai sektor industri. Akibatnya perekonomian tidak berjalan dengan baik dan berpotensi mengancam eksistensi industri. Implikasi lain pasokan tenaga kerja akan bertambah, justru yang ada adalah pemutusan hubungan kerja. Sehingga yang diperoleh angka pengangguran meningkat, dan pada akhirnya menambah angka statistik jumlah kemiskinan. Uraian tersebut dapat dijadikan sebagai bahan menyusun kebijakan guna mengatasi masalah kebijakan sebagaimana yang telah dibuat visi dan misi Kabupaten Bogor yang telah tertuang di dalam perencanaan wilayah oleh Badan Perencanaan pembangunan Daerah (BAPPEDA).

80 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial Sumberdaya Manusia Data yang diperoleh dari Factor Score sebanyak 11 data. Ada 3 faktor yang terkait dengan tingkat pendidikan guru mengajar di SD. Ada 2 faktor yang terkait dengan tingkat pendidikan guru mengajar di SMP. 4 faktor yang terkait dengan tingkat pendidikan guru mengajar di SMU. 2 faktor yang terkait dengan usia produktif dan partisipatif sekolah. Data distandarisasi sebelum dilakukan pewilayahan dan tipologi (score) pewilayahaan. Metode analisis yang digunakan adalah Tree Clustering dan K-Means Clustering. Kriteria yang digunakan untuk pembagian tipologi wilayah adalah pendekatan jarak terkecil/terdekat (Euclidean Distance) (0,9). Berdasarkan jarak ini dapat dikategorikan ke dalam : (1) 0,9 dianggap tipologi (score) yang tinggi, (2) (0,9) jarak (-0,9) dianggap sedang dan (3) (-0,9) dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel penciri. Berikut adalah gambar nilai tengah Plot of Means for Each Cluster IdxSDM_SDf1BK IdxSDM_SMPf1BK IdxSDM_SMAf1BK Variables IdxSDM_usiaf1BK IdxSDM_usiaf2BK IdxSDM_SMAf4BK Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Gambar 7 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) variabel tipologi aktifitas sumberdaya manusia.

81 68 Gambar 7 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara variabel di kecamatan pada tipologi wilayah. Tipologi I adalah Kecamatan Cibinong. Tipologi wilayah dicirikan usia produktif relatif tinggi dan pangsa guru yang SMK berijazah sekolah menengah relatif rendah dan pangsa guru berijazah sarjana muda rendah. Tipologi II meliputi Kecamatan Leuwiliang, Pamijahan, Cibungbulang, Dramaga, Ciomas, Caringin, Megamendung, Sukaraja, Jonggol, Ciluengsi, Gunung Putri, Cituerup, Bojong Gede, Kemang, Parung, Rumpin, Cigudeg dan Parung Panjang. Tipologi wilayah ini dicirikan dengan usia produktif yang relatif sedang dan guru SMK berijazah setara sekolah menengah dan sarjana muda relatif tinggi. Nilai R dan R 2 masing masing sebesar 96% dan 93%. Tipologi III meliputi Kecamatan Nanggung Leuwisadeng, Tenjolaya, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Ciawi, Cisarua, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Kelapa Nunggal, Tajurhalang, Ranca Bungur, Ciseeng, Gunung Sindur, Sukajaya, Jasinga dan Tenjo. Tipologi wilayah dicirikan usia produktif relatif rendah dan pangsa guru SMK berijazah sekolah menengah dan sarjana muda yang relatif sedang. Nilai R dan R 2 masing masing sebesar 97% dan 95%. Berikut ini tabel penciri tipologi Tabel 3 Nilai beta penciri tipologi (score) sumberdaya manusia Score Faktor penciri Beta Score 2 IdxSDM_usiaf1BK 0.63 Score 2 IdxSDM_SMAf4BK 0.50 score 3 IdxSDM_usiaf1BK score 3 IdxSDM_SMAf4BK Berdasarkan hasil Discriminant Function dan Multiple Regression Analysis dapat tentukan penciri variabel wilayah. Penentuan penciri wilayah berdasarkan nilai tertinggi, sedang dan terendah. Berikut ini tabel penciri wilayah. Tabel 4 Penciri wilayah pada tipologi (Score) sumberdaya manusia Kode Score 1* Score 2 Score 3 IdxSDM_usiaf1BK Tinggi Sedang Rendah IdxSDM_SMAf4BK Rendah Tinggi Sedang Keterangan : * Tidak dilakukan analisis Discrimant Function IdxSDM_usiaf1BK = Usia produktif

82 69 IdxSDM_SMAf4BK = pangsa guru SMK berijazah SM = pangsa guru SMK berijazah SARMUD KEG Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat peta pola spasial sumberdaya manusia dari tiga kelompok tipologi setelah dilakukan Discriminant Function Analysis. Gambar 8 Peta konfigurasi spasial tipologi sumberdaya manusia. Berdasarkan hasil pemetaan pada Gambar 8, pola spasial sumberdaya manusia di Kabupaten Bogor di bagi ke dalam 3 tipologi. Hasil pemetaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 berikut : Tabel 5 Pola spasial tipologi sumberdaya manusia di Kabupaten Bogor Tipologi Kecamatan Penciri Karakteristik Cibinong Usia produktif Tinggi Guru SMK berijazah Sedang Tipologi sekolah menengah I Guru SMK berijazah Sedang sarjana Leuwiliang, Pamijahan, Cibungbulang, Dramaga, Usia produktif Sedang Ciomas, Caringin, Megamendung, Sukaraja, Guru SMK berijazah Tinggi Tipologi Jonggol, Cileungsi, Gunung Putri, Citeurup, sekolah menengah II Bojong Gede, Kemang, Parung, Rumpin, Cigudeg Guru SMK berijazah Tinggi dan Parung Panjang sarjana Nanggung Leuwisadeng, Tenjolaya, Tamansari, Usia produktif Rendah Cijeruk, Cigombang, Ciawi, Cisarua, Babakan Guru SMK berijazah Sedang Tipologi Madang, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Kelapa sekolah menengah III Nunggal, Tajurhalang, Rancabungur, Ciseeng, Guru SMK berijazah Sedang Gunung Sindur, Sukajaya, Jasinga dan Tenjo sarjana Aktifitas Ekonomi

83 70 Data diperoleh dari Factor Score sebanyak 12 data. Ada 2 faktor yang terkait dengan aktifitas ekonomi industri, 2 faktor peternakan dan perikanan serta 8 faktor alat pertanian sebagai penunjang aktifitas ekonomi. Data tersebut distandarisasi sebelum dilakukan pewilayahan dan tipologi (score) pewilayahan. Metode analisis yang digunakan adalah Tree Clustering dan K-Means Clustering. Kriteria yang digunakan untuk pembagian tipologi wilayah adalah melalui pendekatan jarak terkecil/terdekat (Euclidean Distance) (1,8). Berdasarkan jarak ini dapat dikategorikan ke dalam : (1) 1,8 dianggap tipologi (score) yang tinggi, (2) (1,8) jarak (-1,8) dianggap sedang dan (3) (-1,8) dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel penciri. Berikut ini akan ditampilkan grafik nilai tengah aktifitas ekonomi pada Gambar Plot of Means for Each Cluster IdxAe_Apf1bk IdxAe_Apf6bk idxae_ppf1bk IdxAe_Apf5nbk IdxAe_Krf1bk Variables Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Gambar 9 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) variabel tipologi aktifitas ekonomi. Gambar 9 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara variabel di kecamatan pada tipolgi wilayah. Tipologi I meliputi Kecamatan Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Cibungbulang, Tenjolaya, Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Cileungsi, Kelapa Nunggal, Gunung putri, Cieterup, Cibinong, Bojong Gede, Tajurhalang, Kemang, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg,

84 71 Sukajaya, Jasinga dan Tenjo. Tipologi wilayah dicirikan alat pertanian dan industri kerajinan rendah. Nilai duga parameter adalah R dan R 2 adalah 95 % dan 90 %. Tipologi (score) II meliputi Kecamatan Parung Panjang dan Pamijahan. Tipologi wilayah dicirikan alat pertanian tinggi, khususnya alat pertanian pascapanen. Pangsa lokal industri kerajinan kayu dan gerabah pada wilayah ini relatif tinggi. Nilai duga parameter adalah R dan R 2 sebesar 98 % dan 97 %. Tipologi (score III) meliputi Kecamatan Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari dan Jonggol. Tipologi wilayah dicirikan alat pertanian penggiling padi dan pembuat karet remah relatif tinggi jika dibanding tipologi lainnya. Di wilayah ini industri kerajinan kayu dan gerabah relatif sedang. Nilai duga parameter tipologi (score) III adalah R dan R 2 sebesar 95 % dan 91 %. Berikut ini tabel penciri tipologi. Tabel 6 Nilai beta penciri tipologi (score) aktifitas ekonomi Score Faktor Penciri Beta Score 1 IdxAe_Krf1bk Score 1 IdxAe_Apf1bk Score 1 IdxAe_Apf6bk Score 1 IdxAe_Apf5nbk Score 2 IdxAe_Krf1bk 0.75 Score 2 IdxAe_Apf1bk 0.54 Score 2 IdxAe_Apf6bk Score 2 IdxAe_Apf5nbk 0.01 Score 3 IdxAe_Krf1bk Score 3 IdxAe_Apf1bk Score 3 IdxAe_Apf6bk 0.68 Score 3 IdxAe_Apf5nbk 0.51 Berdasarkan hasil Discriminant Function penciri variabel wilayah. Penentuan penciri wilayah berdasarkan nilai tertinggi, sedang dan terendah pada beta. Berikut ini tabel penciri wilayah. Keterangan : Kode IdxAe_Krf1bk Tabel 7 Penciri wilayah pada tipologi (score) aktifitas ekonomi Kode Score I Score II Score III IdxAe_Krf1bk Rendah Tinggi Sedang IdxAe_Apf1bk Rendah Tinggi Sedang IdxAe_Apf5nbk Rendah Sedang Tinggi IdxAe_Apf6bk Rendah Sedang Tinggi Keterangan = Pangsa lokal industri kerajinan kayu

85 72 IdxAe_Apf1bk IdxAe_Apf5nbk IdxAe_Apf6bk = Pangsa lokal industri kerajinan gerabah/keramik = Pangsa lokal emposan tikus = Pangsa lokal alat pertanian lainnya = Pangsa lokal pengering padi = Pangsa lokal pembersih gabah = Pangsa lokal penyosoh beras = Pangsa lokal penggiling padi kecil = Pangsa lokal RMU = Pangsa lokal penggiling padi besar = Pangsa lokal pembuat chip = Pangsa lokal Huller Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat peta pola spasial aktifitas ekonomi dari tiga kelompok setelah dilakukan Discriminant Funtion. Gambar 10 Peta konfigurasi spasial tipologi aktifitas ekonomi. Berdasarkan hasil pemetaan pada Gambar 10, pola spasial aktifitas ekonomi di Kabupaten Bogor dibagi ke dalam 3 tipologi. Hasil pemetaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Tabel 8 Pola spasial tipologi aktifitas ekonomi di Kabupaten Bogor

86 -6 73 Tipologi Kecamatan Penciri Karakteristik Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Industri kerajinan kayu dan Rendah Cibungbulang, Tenjolaya, Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, gerabah/keramik Pengering padi, pembersih Rendah Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Tipologi gabah, penyosoh beras dan Babakan Madang, Cileungsi, Kelapa Nunggal, I penggiling padi kecil Gunung Putri, Citereup, Cibinong, Bojong Huller & pembuat karet remah Rendah Gede, Tajurhalang, Kemang, Parung, Ciseeng, Penggiling padi besar Rendah Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga dan Tenjo Pamijahan dan Parung Panjang Industri kerajinan kayu dan Tinggi Tipologi II Tipologi III Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari dan Jonggol gerabah/keramik Pengering padi, pembersih gabah, penyosoh beras dan penggiling padi kecil Huller & pembuat karet remah Penggiling padi besar Industri kerajinan kayu dan gerabah/keramik Pengering padi, pembersih gabah, penyosoh beras dan penggiling padi kecil Huller & pembuat karet remah Penggiling padi besar Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Sumberdaya Sosial Data yang diperoleh dari Factor Score sebanyak 11 data. Ada 6 faktor yang terkait dengan organisasi sosial dan 5 faktor fenomena sosial. Data tersebut distandarisasi sebelum dilakukan pewilayahan dan tipologi (score) pewilayahan. Metode analisis yang digunakan adalah Tree Clustering dan K-Means Clustering. Kriteria yang digunakan pembagian tipologi wilayah adalah pendekatan jarak terkecil/terdekat (Euclidean Distance) (2,0). Berdasarkan jarak dapat dikategorikan ke dalam : (1) 2,0 dianggap tipologi (score) yang tinggi, (2) (2,0) jarak (-2,0) dianggap sedang dan (3) (-2,0) dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel penciri. Berikut ini akan ditampilkan grafik nilai tengah. 10 Plot of Means for Each Cluster

87 74 Gambar 11 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) variabel aktifitas tipologi sumberdaya sosial. Gambar 11 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara variabel di kecamatan pada tipolgi wilayah. Tipologi I adalah Kecamatan Tenjo. Tipologi wilayah dicirikan dengan pangsa LSM sedang dan intensitas perkelahian rendah. Tipologi II meliputi Kecamatan Parung Panjang. Tipologi wilayah ini dicirikan dengan pangsa lokal LSM tinggi dan intensitas perkelahian yang sedang. Tipologi III Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Cibungbulang, Tenjolaya, Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Cileungsi, Kelapa Nunggal, Gunung Putri, Citeureup, Cibinong, Bojong Gede, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya dan Jasinga. Tipologi wilayah ini dicirikan pangsa lokal LSM yang sedang dan intensitas perkelahian sedang. Tabel 9 Penciri wilayah pada tipologi (Score) sumberdaya sosial Kode score 1 Score 2 score 3 IdxSDS_OsF5bk Rendah Tinggi Sedang IdxSDS_FsF4bk Rendah Sedang Tinggi Keterangan : IdxSDS_OsF5bk = Pangsa lokal LSM IdxSDS_FsF4bk = Pangsa daerah lebih dari 1 etnis, Intensitas perkelahian Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat peta pola spasial sumberdaya sosial dari tiga kelompok pada Gambar 12 berikut ini :

88 75 Gambar 12 Peta konfigurasi spasial tipologi sumberdaya sosial. Berdasarkan hasil pemetaan pada Gambar 10, pola spasial sumberday sosial di Kabupaten Bogor dibagi ke dalam 3 tipologi. Hasil pemetaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 berikut : Tabel 10 Pola spasial tipologi sumberdaya sosial di Kabupaten Bogor Tipologi Kecamatan Penciri Karakteristik Sukajaya Persentase lembaga Sedang Tipologi swadaya masyarakat I Intensitas perkelahian Rendah Jasinga Persentase lembaga Tinggi Tipologi swadaya masyarakat II Intensitas perkelahian Sedang Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, Tenjolaya, Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Persentase lembaga swadaya masyarakat Intensitas perkelahian Sedang Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Tipologi Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Cileungsi, III Kelapa Nunggal, Gunung Putri, Citeureup, Cibinong, Sedang Bojong Gede, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin dan Cigudeg Penganggaran Belanja

89 76 Data diperoleh dari Factor Score sebanyak 4. Data distandarisasi sebelum dilakukan pewilayahan dan tipologi (score) pewilayahaan. Hasil yang diperoleh dari analisis tipologi wilayah dengan menggunakan metode K_Means Clustering dari data indeks komposit yang distandarisasi secara umum menghasilkan 3 cluster berdasarkan proses pengelompokan yang dilakukan pada metode Tree Clustering. Kriteria yang digunakan untuk pembagian tipologi wilayah adalah melalui pendekatan jarak terkecil/terdekat (Euclidean Distance) (1,2). Berdasarkan jarak ini dapat dikategorikan ke dalam : (1) 1,2 dianggap tipologi (score) yang tinggi, (2) (1,2) jarak (-1,2) dianggap sedang dan (3) (-1,2) dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel penciri. Data yang nyata dilihat dari analysis of variance. Berikut ini akan ditampilkan grafik nilai tengah. 5 Plot of Means for Each Cluster Idx_KpF1bk Variables Idx_KpF4nbk Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Gambar 13 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) variabel tipologi penganggaran belanja

90 77 Gambar 13 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara variabel di kecamatan pada tipologi wilayah. Tipologi (score) I meliputi Kecamatan Leuwiliang dan Sukamakmur. Faktor penciri variabel adalah, Penerimaan daerah/pengeluaran rutin terhadap penduduk yang sedang tetapi lebih rendah dari pada tipologi II, pangsa bantuan pemerintah pusat/provinsi terhadap penduduk yang tinggi. Dibandingkan dengan tipologi II dan III, pendapatan/pengeluaran anggaran rutin terhadap penduduk pada tipologi I secara umum sedang. Tipologi (score) II meliputi Kecamatan Nanggung, Dramaga, Ciomas, Cijeruk, Cigombang, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Cariu, Tanjungsari, Kelapa Nunggal, Bojong Gede, Kemang, Parung, Ciseeng dan Tenjo. Karakteristik wilayah adalah bantuan pemerintah pusat/provinsi sedang dan pangsa penerimaan/pengeluaran rutin terhadap penduduk berkarakteristik sedang. Tipologi III meliputi Kecamatan Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, Tenjolaya, Tamansari, Caringin, Sukaraja, Babakan Madang, Jonggol, Cileungsi, Gunung Putri, Citereup, Cibinong, Tajurhalang, Rancabungur, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga dan Parung Panjang. Karakteristik wilayah pada tipologi III adalah bantuan pemerintah pusat/provinsi terhadap jumlah penduduk sedang tetapi lebih rendah jika dibandingkan wilayah yang ada di tipologi II. Pangsa penerimaan/pengeluaran terhadap penduduk pada tipologi III berkarakteristik sedang. Tabel 11 Penciri wilayah pada tipologi (Score) penganggaran belanja Keterangan : Idx_KPF1bk Idx_KPF4bk Penciri Score 1 Score 2 Score 3 Idx_KPF1bk Sedang Sedang Sedang Idx_KPF4bk Tinggi Sedang Sedang = Penerimaan rutin daerah terhadap luas lahan mines hutan = Pengeluaran rutin daerah terhadap penduduk = Pengeluaran anggaran Pembangunan terhadap penduduk = Bantuan Pemerintah Pusat trhdp penduduk = Bantuan Pemerintah Provinsi trdp penduduk Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat peta pola spasial penganggaran belanja tiga kelompok setelah dilakukan Tree Clustering dan K-Means Clustering.

91 78 Gambar 14 Peta konfigurasi spasial tipologi penganggaran belanja. Berdasarkan hasil pemetaan pada Gambar 14, pola spasial penganggaran belanja di Kabupaten Bogor dibagi ke dalam 3 tipologi. Hasil pemetaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 12 berikut : Tabel 12 Pola spasial tipologi penganggaran belanja di Kabupaten Bogor. Tipologi Kecamatan Penciri Karakteristik Leuwiliang dan Sukamakmur Penerimaan/pengeluaran rutin Sedang terhadap jumlah penduduk dan Tipologi pengeluaran anggaran belanja I Bantuan pemerintah Tinggi Tipologi II Tipologi III Nanggung, Dramaga, Ciomas, Cijeruk, Cigombang, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Cariu, Tanjungsari, Kelapa Nunggal, Bojong Gede, Kemang, Parung, Ciseeng dan Tenjo Leuwisadeng, Pamijahan, Tenjolaya, Tamansari, Caringin, Sukaraja, Babakan Madang, Jonggol, Cileungsi, Gunung Putri, Citereup, Cibinong, Tajurhalang, Rancabungur, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga dan Parung Panjang pusat/provinsi terhadap provinsi Penerimaan/pengeluaran rutin terhadap jumlah penduduk dan pengeluaran anggaran belanja Bantuan pemerintah pusat/provinsi terhadap provinsi Penerimaan/pengeluaran rutin terhadap jumlah penduduk dan pengeluaran anggaran belanja Bantuan pemerintah pusat/provinsi terhadap provinsi Tinggi Sedang Sedang Sedang

92 79 Infrastruktur Data yang diperoleh dari Factor Score sebanyak 11 data. Ada 5 faktor yang terkait dengan infrastruktur pendidikan dan rataan pendidikan aparatur pemerintah desa. Ada 5 faktor yang terkait dengan infrastruktur perbankan dan pasar. 2 faktor yang terkait dengan lembaga keterampilan. 2 faktor yang terkait dengan infrastruktur kesehatan termasuk dalam hal tenaga medis dan infrastruktur rumah ibadah terdiri dari 2 faktor. Data tersebut distandarisasi sebelum dilakukan pewilayahan dan tipologi (score) pewilayahaan. Metode analisis yang digunakan adalah Tree Clustering dan K-Means Clustering. Kriteria yang digunakan untuk pembagian tipologi wilayah adalah melalui pendekatan jarak terkecil/terdekat (Euclidean Distance) (1,3). Berdasarkan jarak ini dapat dikategorikan ke dalam : (1) 1,3 dianggap tipologi (score) yang tinggi, (2) (1,3) jarak (-1,3) dianggap sedang dan (3) (-1,3) dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel penciri. Berikut ini akan ditampilkan grafik nilai tengah IdxInf_ppf1bk IdxInf_ppf2nbk Plot of Means for Each Cluster IdxInf_ppf5bk IdxInf_bpf2bk IdxInf_Lkf1bk IdxInf_Lkf2bk Variables IdxInf_Kshf1bk IdxInf_Kshf2bk Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Gambar 15 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) tipologi infrastruktur.

93 80 Dari Gambar 15 di atas wilayah yang termasuk tipologi (score) I meliputi Kecamatan Ciomas, Cileungsi, Gunung Putri, Citeurup, Cibinong dan Bojong Gede. Faktor penciri variabel adalah dicirikan dengan infrastruktur lembaga keterampilan dan bahasa dan kursus menjahit relatif tinggi, sedangkan Infrastruktu yang terkait dengan sarana kesehatan dan tenaga medis relatif rendah. Rasio PNS yang relatif rendah terhadap penduduk. Nilai R dan R 2 masing masing sebesar 98% dan 96%. Wilayah ini sangat dekat dengan Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota Bogor. Perkembangan lembaga keterampilan dan rasio PNS terhadap penduduk relatif tinggi di wilayah ini. Faktor dekatnya dengan berbagai kota menyebabkan lembaga pendidikan keterampilan dan PNS lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah lain. Rasio tempat praktek dokter, dokter dan apotik relatif sedang mendekati tinggi. Tipologi (score) II meliputi Kecamatan Leuwiliang. Tipologi II tidak dilakukan Discriminant Function Analysis dan Multiple Regression karena hanya 1 kecamatan. Jika dibandingkan berdasarkan K-Means Clustering, wilayah ini dicirikan dengan infrastruktur kesehatan dan tenaga medis relatif tinggi. Ketersedian lembaga pendidikan keterampilan relatif sedang. Rasio PNS terhadap jumlah penduduk dan luas wilayah juga relatif sedang. Tipologi III meliputi Kecamatan Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, Tenjolaya dan Dramaga, Tamansarai, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Cisarua Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari dan Jonggol, Kelapa Nunggal, Tajurhalang, Kemang, Ranca Bungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga, Tenjo dan Parung Panjang. Wilayah ini dicirikan dengan infrastruktur kesehatan dan tenaga medis relatif rendah. Infrastruktur lembaga keterampilan dan rasio PNS terhadap penduduk rekatif rendah. Wilayah ini ketersedian infrastruktur lembaga keterampilan, PNS dan fasilitas kesehatan rendah berdasarkan Multiple Regression Analysis. Faktor jauh dari pusat aktifitas dan pembangunan yang belum berkembang dibandingkan dengan wilayah tipologi I diduga infrastruktur wilayah ini rendah. Nilai R dan R 2 antara tipologi I dan III masing masing sebesar 98% dan 97%.

94 81 Tabel 13 Nilai beta penciri tipologi (score) infrastruktur Score Faktor Penciri Beta Score 1 IdxInf_Lkf1bk 0.71 Score 1 IdxInf_ppf2nbk 0.31 Score 1 IdxInf_Kshf2bk 0.21 Score 2 IdxInf_Lkf1bk Score 2 IdxInf_Kshf2bk Score 2 IdxInf_ppf2nbk Berdasarkan hasil Discriminant Function dan Multiple Regression Analysis dapat tentukan penciri variabel wilayah. Penentuan penciri wilayah berdasarkan nilai tertinggi, sedang dan terendah. Berikut ini tabel penciri wilayah. Keterangan : Tabel 14 Penciri wilayah pada tipologi (Score) infrastruktur Kode Score 1 Score 2* Score 3 IdxInf_Lkf1bk Tinggi Sedang Rendah IdxInf_ppf2nbk Tinggi Sedang Rendah IdxInf_Kshf2bk Sedang Tinggi Rendah * Tidak dilakukan analisis Discrimant Function dan Multiple regression IdxInf_Lkf1bk IdxInf_ppf2nbk IdxInf_Kshf2bk = pangsa keterampilan bahasa = pangsa keterampilan Komputer = pangsa keterampilan Menjahit/tata busana = pangsa keterampilan Kecantikan = pangsa agregat lokal = rasio PNS terhadp pddk = Rasio PNS trhdp luas wilayah = rasio Tempat Praktek Dokter (unit) trhdp jmlh pddk = rasio Apotik (Unit) trhdp jmlh pddk = rasio dokter trhdp jmlh pddk = pangsa tenaga medis Berdasarkan uraian dari tipologi di atas maka dapat dibuat peta pola spasial infrastruktur dari tiga tipologi masing masing parameter indikator yang diperoleh setelah dilakukan Discriminant Function Analysis dan Multiple Regression.

95 82 Gambar 16 Peta konfigurasi pola spasial tipologi infrastruktur. Berdasarkan hasil pemetaan pada Gambar 16, infrastruktur di Kabupaten Bogor dibagi 3 tipologi. Hasil pemetaan dapat dilihat pada Tabel 15 berikut : Tabel 15 Pola Spasial tipologi infrastruktur di Kabupaten Bogor Tipologi Kecamatan Penciri Karakteristik Ciomas, Cileungsi, Gunung Putri, Citeureup, Cibinong, Bojong Gede Rasio praktek dokter, rasio dokter terhadap jumlah penduduk dan Sedang pangsa tenaga medis Tipologi Rasio PNS terhadap jumlah I penduduk/luas wilayah Tinggi Pangsa keterampilan bahasa, Tinggi komputer, menjahit dan kecantikan Leuwiliang Rasio praktek dokter, rasio dokter terhadap jumlah penduduk dan Tinggi pangsa tenaga medis Tipologi Rasio PNS terhadap jumlah II Sedang penduduk/luas wilayah Pangsa keterampilan bahasa, Sedang Tipologi III Nanggung, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, tenjolaya, Dramaga, Tamanssari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Kelapa Nunggal, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga, Tenjo dan Parung Panjang komputer, menjahit dan kecantikan Rasio praktek dokter, rasio dokter terhadap jumlah penduduk dan pangsa tenaga medis Rasio PNS terhadap jumlah penduduk/luas wilayah Pangsa keterampilan bahasa, komputer, menjahit dan kecantikan Rendah Rendah Rendah

96 83 Pola Spasial Kemiskinan dan Pengangguran Kemiskinan dan Pengangguran Ada 2 parameter kemiskinan dan pengangguran yaitu pangsa lokal jumlah kemiskinan dan pangsa lokal angka pengangguran. Hasil analisis dengan menggunakan metode Tree Clustering dan K_Means Clustering pada parameter tersebut diperoleh 3 tipologi (cluster). Antar tipologi memiliki keragaman tinggi tetapi dalam 1 tipologi memiliki keragaman yang rendah. Kriteria yang digunakan untuk membagi tipologi wilayah adalah melalui pendekatan jarak terkecil/terdekat (euclidean distance) (1,3). Berdasarkan jarak ini dapat dikategorikan ke dalam : (1) 1,3 dianggap tipologi (score) yang tinggi, (2) (1,3) jarak (-1,3) dianggap sedang dan (3) (-1,3) dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel penciri. Data yang nyata dilihat dari Analysis of Variance. Berikut ini akan ditampilkan grafik nilai tengah. 3 Plot of Means for Each Cluster Idx Kpem 1bk Variables Idx Kpem 2bk Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Gambar 17 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) variabel tipologi kemiskinan dan pengangguran.

97 84 Gambar 17 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara variabel di kecamatan pada tipologi wilayah. Tipologi I adalah Kecamatan Nanggung dan Parung Panjang. Faktor penciri pada tipologi ini adalah pangsa jumlah angka keluarga miskin sedang sedangkan pangsa jumlah angka pengangguran rendah. Tipologi II meliputi Leuwiliang, Pamijahan, Cibungbulang, Tenjolaya, Dramaga, Ciomas, Caringin, Citeureup, Cibinong, Bojong Gede, Rumpin dan Jasinga. Faktor penciri tipologi ini adalah pangsa jumlah keluarga miskin tinggi sedangkan pangsa jumlah angka pengangguran sedang (lebih tinggi dari pada tipologi I dan III). Tipologi III meliputi Leuwisadeng, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Cileungsi, Kelapa Nunggal, Gunung Putri, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Cigudeg, Sukajaya dan Tenjo. Faktor Penciri pada tipologi ini adalah pangsa jumlah angka keluarga miskin sedang sedangkan pangsa jumlah angka pengangguran sedang. Tabel 16 Penciri wilayah pada tipologi (Score) kemiskinan dan pengangguran Keterangan : Idx_KpemF1bk Idx_KpemF2nbk Kode Score I Score II Score III Idx_KpemF1bk Sedang Tinggi Sedang Idx_KpemF2bk Rendah Sedang Sedang Pangsa lokal jumlah keluarga miskin Pangsa lokal jumlah pengangguran Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat peta karaktereristik pola spasial kemiskinan dan pengangguran pada tiga tipologi. Pola spasial ini akan lebih memudahkan untuk melihat karakteristik wilayah.

98 85 Gambar 18 Peta konfigurasi spasial kemiskinan dan pengangguran. Berdasarkan hasil pemetaan pada Gambar 18, pola spasial sumberdaya alam di Kabupaten Bogor dibagi ke dalam 3 tipologi. Hasil pemetaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 17 berikut : Tabel 17 Pola spasial tipologi kemiskinan dan pengangguran di Kabupaten Bogor Tipologi Kecamatan Penciri Karakteristik Tipologi Nanggung dan Parung Panjang Angka pengangguran Sedang I Angka keluarga miskin Rendah Leuwiliang, Pamijahan, Cibungbulang, Tenjolaya, Angka pengangguran Sedang Tipologi Dramaga, Ciomas, Caringin, Citeureup, Cibinong, II Angka keluarga miskin Sedang Tipologi III Bojong Gede, Rupin dan Jasinga Leuwisadeng, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Cileungsi, Kelapa Nunggal, Gunung Putri, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Cigudeg, Sukajaya dan Tenjo Angka pengangguran Angka keluarga miskin Tinggi Sedang

99 86 Pola Spasial Penunjang Sumberdaya Alam Data yang diperoleh dari factor score sebanyak 18 buah data. Ada 5 faktor yang terkait dengan sumberdaya alam fisik, 4 faktor sumberdaya alam peternakan peternakan, 2 faktor sumberdaya alam perikanan, 2 faktor sumberdaya alam perkebunan dan kehuatanan serta 4 faktor sumberdaya alam luas panen tanaman pangan. Data tersebut distandarisasi sebelum dilakukan pewilayahan dan tipologi (score) pewilayahaan. Metode analisis yang digunakan adalah Tree Clustering dan K-Means Clustering. Kriteria yang digunakan untuk membagi tipologi wilayah adalah melalui pendekatan jarak terkecil/terdekat (euclidean distance) (1,1). Berdasarkan jarak ini dapat dikategorikan ke dalam : (1) 1,1 dianggap tipologi (score) yang tinggi, (2) (1,1) jarak (-1,1) dianggap sedang dan (3) (-1,1) dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel penciri. Berikut ini akan ditampilkan grafik nilai tengah. 10 Plot of Means for Each Cluster IdxSDA-lhf4bk IdxSDA_pkf1nbk IdxSDA_Prkf1bk IdxSDA_pkf4bk idxsda_phof1bk Variables idxsda_tpnf1nbk idxsda_tpnf3bk idxsda_tpnf3nbk Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Gambar 19 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) variabel tipologi aktifitas sumberdaya alam.

100 87 Gambar 19 di atas wilayah yang termasuk tipologi I adalah Tanjungsari. Karakteristik wilayah ini adalah mudah terjadi bencana alam karena longsor. Wilayah ini memiliki kemiringan yang relatif tinggi jika dibandingkan wilayah yang berada pada tipologi II dan III. Keragaman ternak kerbau dan unggas tinggi di wilayah ini. Ternak di wilayah ini relatif banyak tetapi luas tanam padi gogo rendah. Tipologi (score) II meliputi Kecamatan Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang dan Tenjolaya. Karakteristik wilayah adalah indeks diversitas rawan bencana alam dan potensi keluarga bertempat pada rawan bencana alam yang sedang, aktifitas keragaman ternak dan pemusatan ternak kerbau relatif sedang. Nilai duga parameter tipologi II adalah R dan R 2 sebesar 99 % dan 98 % Tipologi (score) III meliputi Kecamatan Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Jonggol, Cileungsi, Kelapa Nunggal, Gunung putri, Citeurup, Cibinong, Bojong Gede, Tajurhalang, Kemang, Ranca Bungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga, Tenjo dan Parung Panjang. Wilayah ini dicirikan aktifitas ternak dan rawan terkena bencana alam khususnya longsor relatif rendah. Aktifitas di wilayah ini adalah tanaman padi gogo dan ubi kayu yang tinggi. Tingginya aktifitas ini karena wilayah ini relatif datar jika dibandingkan wilayah di tipologi I dan II. Nilai duga parameter hasil multiple regression pada tipologi (score) III nilai R dan R 2 sebesar 99 % dan 98 %. Tabel 18 Nilai beta penciri tipologi (score) sumberdaya alam Score Faktor penciri Beta Score 2 IdxSDA-lhf4bk 0.48 Score 2 IdxSDA_pkf1nbk 0.48 Score 2 idxsda_tpnf3bk Score 3 IdxSDA-lhf4bk Score 3 IdxSDA_pkf1nbk Score 3 idxsda_tpnf3bk 0.13 Berdasarkan hasil Discriminant Function dan Multiple Regression Analysis dapat tentukan penciri variabel wilayah. Penentuan penciri wilayah berdasarkan nilai tertinggi, sedang dan terendah. Berikut ini tabel penciri wilayah

101 88 Keterangan : Tabel 19 Penciri wilayah pada tipologi (Score) sumberdaya alam Kode Score 1* Score 2 Score 3 IdxSDA-lhf4bk Tinggi Sedang Rendah IdxSDA_pkf1nbk Tinggi Sedang Rendah IdxSDA_Tpnf3bk Rendah Sedang Tinggi * tidak melalui proses Discriminant Analysis dan Multiple Regression IdxSDA-lhf4bk IdxSDA_pkf1nbk idxsda_tpnf3bk = Indeks diversitas Keluarga bertempat rawan bencana alam = indeks diversitas bencana alam = Indeks diversitas ternak besar = Indeks diversitas peternak unggas = pangsa Kerbau = pangsa padi gogo = pangsa ubi jalar Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat peta pola spasial sumberdaya alam dari tiga kelompok setelah dilakukan Discriminant Funtion. Berikut ini Gambar 20 peta pola spasial sumberdaya alam. Gambar 20 Peta pola spasial tipologi sumberdaya alam. Berdasarkan hasil pemetaan pada Gambar 20, pola spasial sumberdaya alam di Kabupaten Bogor dibagi ke dalam 3 tipologi dapat dilihat pada Tabel 20 berikut.

102 89 Tabel 20 Pola spasial tipologi sumberdaya alam di Kabupaten Bogor Tipologi Kecamatan Penciri Karakteristik Tanjungsari Indeks diversitas tempat keluarga rawan bencana dan Sedang indeks diversitas bencana alam Tipologi Indeks diversitas ternak besar, I indeks diversitas ternak unggas Sedang dang pangsa kerbau Tipologi II Tipologi III Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang dan Tenjolaya Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Jonggol, Cileungsi, Kelapa Nunggal, Gunung Putri, Citereup, Cibinong, Bojong Gede, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga, Tenjo dan Parung Panjang Pangsa padi gogo/ubi jalar Indeks diversitas tempat keluarga rawan bencana dan indeks diversitas bencana alam Indeks diversitas ternak besar, indeks diversitas ternak unggas dang pangsa kerbau Pangsa padi gogo/ubi jalar Indeks diversitas tempat keluarga rawan bencana dan indeks diversitas bencana alam Indeks diversitas ternak besar, indeks diversitas ternak unggas dang pangsa kerbau Pangsa padi gogo/ubi jalar Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Sedang Pengendalian Ruang Data yang diperoleh dari factor score sebanyak 6. Data distandarisasi sebelum dilakukan pewilayahan dan tipologi (score) pewilayahaan. Hasil analisis dengan menggunakan metode Tree Clustering dan K_Means Clustering diperoleh 3 tipologi (cluster). Antar tipologi memiliki keragaman tinggi tetapi dalam 1 tipologi memiliki keragaman yang rendah. Kriteria yang digunakan untuk membagi tipologi wilayah adalah melalui pendekatan jarak terkecil/terdekat (euclidean distance) (3,1). Berdasarkan jarak ini dapat dikategorikan ke dalam : (1) 3,1 dianggap tipologi (score) yang tinggi, (2) (3,1) jarak (-3,1) dianggap sedang dan (3) (-3,1) dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel penciri. Berikut ini akan ditampilkan grafik nilai tengah.

103 90 8 Plot of Means for Each Cluster IdxPrlhn_F1bk Variables IdxPrlhn_F4nbk Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Gambar 21 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) variabel tipologi pengendalian ruang. Gambar 21 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara variabel di kecamatan pada tipologi wilayah. Tipologi (score) I adalah Kecamatan Citeureup. Faktor penciri dari tipologi I adalah pangsa laju alih guna lahan sawah ke perumahan, pangsa laju alih guna lahan tegalan, ladang perkebunan ke sawah/perumahan tinggi, pangsa laju alih hutan ke sawah/perumahan/bukan sawah tinggi. Pangsa alih guna lahan tambak, kolam empang ke sawah/perumahan tinggi. Alih guna hutan yang tinggi pada daerah ini harus dihambat karena dapat mengancam kerusakan lingkungan di daerah hulu dan mengancam daerah hilir. Pertimbangan keterkaitan antara wilayah mengharuskan kerja sama antara daerah perlu dilakukan, demikian pula regulasi pemerintah harus di implementasikan terkait perubahan lahan hutan. Tipologi (score) II adalah Kecamatan Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang,, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Cileungsi, Kelapa Nunggal, Gunung Putri, Cibinong, Bojong Gede,, Kemang, Ranca Bungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Tenjolaya, Sukajaya, Jasinga, Tenjo dan Parung Panjang. Faktor penciri dari tipologi II adalah pangsa laju alih guna lahan sawah ke perumahan, pangsa laju alih guna

104 91 lahan tegalan, ladang perkebunan ke sawah/perumahan, pangsa laju alih hutan ke sawah/perumahan/bukan sawah dan Pangsa alih guna lahan tambak, kolam empang ke sawah/perumahan juga sedang. Tipologi III adalah Kecamatan Dramaga dan Tajurhalang. Faktor penciri wilayah tipologi III adalah pangsa lokal laju alih guna lahan sawah ke perumahan, pangsa laju alih guna lahan tegalan, ladang perkebunan ke sawah/perumahan sedang, pangsa laju alih hutan ke sawah/perumahan/bukan sawah sedang. Pangsa alih guna lahan tambak, kolam empang ke sawah/perumahan tinggi. Keterangan : Idx_PrlhnF1bk Tabel 21 Penciri wilayah pada tipologi (Score) pengendalian ruang Kode Score I Score II Score III Idx_PrlhnF1bk Tinggi Sedang Sedang Idx_PrlhnF4nbk Sedang Sedang Tinggi = Pangsa laju alih guna lahan sawah ke perumahan = Pangsa laju alih guna tegalan, ladang, perkebunan ke sawah/perumahan = Pangsa laju alih guna hutan ke sawah/perumahan/bukan sawah = Pangsa alih guna, tambak, kolam, empang ke sawah/perumahan Idx_PrlhnF4nbk Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat peta pola spasial aktifitas ekonomi dari tiga kelompok setelah dilakukan Tree Clustering dan K-Means Clustering sebagai berikut. Gambar 22 Peta konfigurasi spasial tipologi pengendalian ruang.

105 92 Berdasarkan hasil pemetaan pada Gambar 22, pola spasial penganggaran belanja dapat dilihat pada Tabel 22 berikut. Tabel 22 Pola spasial tipologi pengendalian ruang di Kabupaten Bogor Tipologi Kecamatan Penciri Karakteristik Citeureup, Alih lahan sawah ke perumahan. Alih lahan tegalan, Tinggi ladang perkebunan ke Tipologi sawah/perumahan. Alih hutan I sawah/perumahan/bukan sawah Alih guna tambak, kolam ke Sedang Tipologi II Tipologi III Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, Tenjolaya, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombang, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Jonggol, Cileungsi, Kelapa Nunggal, Gunung Putri, Citereup, Cibinong, Bojong Gede, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga, Tenjo dan Parung Panjang Dramaga dan Tajurhalang sawah/perumahan Alih lahan sawah ke perumahan. Alih lahan tegalan, ladang perkebunan ke sawah/perumahan. Alih hutan sawah/perumahan/bukan sawah Alih guna tambak, kolam ke sawah/perumahan Alih lahan sawah ke perumahan. Alih lahan tegalan, ladang perkebunan ke sawah/perumahan. Alih hutan sawah/perumahan/bukan sawah Alih guna tambak, kolam ke sawah/perumahan Sedang Sedang Sedang Tinggi

106 Pola Asosiasi Variabel Indikator Pembangunan Manusia Sumberdaya Manusia Data dasar sumberdaya manusia sebanyak 69 variabel. Jumlah variabel dibagi dalam 4 bagian, yaitu tingkat pendidikan Guru SMU, SMK dan MA sebanyak 23 variabel dasar. Tingkat pendidikan guru SMP dan MTs sebanyak 18 variabel dasar. Tingkat pendidikan guru SD dan MI sebanyak 17 variabel. Partisipasi pendidikan dan usia produktif sebanyak 11 variabel. Setelah dilakukan Principle Component Analysis (PCA) akan menghasilkan bobot faktor (Factor Loading). Tingkat pendidikan Guru SMU, SMK dan MA menghasilkan 4 faktor utama dan 11 variabel indikator. Tingkat pendidikan Guru SMP dan MTs menghasilkan 2 faktor utama dan 7 variabel indikator. Tingkat pendidikan Guru SD dan MI menghasilkan 3 faktor utama dan 6 variabel indikator. Tingkat partisipasi pendidikan dan usia produktif menghasilkan 2 faktor utama dan 10 variabel indikator. Berikut ini akan ditampilkan tabel pola hubungan antar beberapa variabel indikator. Tabel 23 Analisis faktor/komponen utama variabel sumberdaya manusia pangsa lokal tingkat pendidikan Guru SMU, SMK dan MA Faktor F1 F2 F3 F4 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa lokal guru SMU berijazah SARMUD N KEG X188 (+) Pangsa lokal guru SMU berijazah S1 KEG X189 (+) Pangsa lokal guru SMU berijazah Pascasarjana X191 (+) Pangsa lokal guru MA berijazah S1 KEG X208 (+) Pangsa lokal guru SMK berijazahdiii KEG X213 (+) Pangsa lokal guru MA berijazah DII X203 (+) Pangsa lokal guru MA berijazah SARMUD N KEG X207 (+) Pangsa lokal guru MA berijazah PGSLP/D1 X202 (+) Pangsa lokal guru SMK berijazah Pascasarjana X217 (+) Pangsa lokal guru SMK berijazah SM X211 (+) Pangsa lokal guru SMK berijazah SARMUD KEG X215 (+) Ilustrasi tabel di atas mencirikan 4 faktor komponen utama. Masing masing faktor berkorelasi positif, antar faktor tidak memiliki hubungan. Hubungan antar variabel positif mencirikan hubungan yang cenderung meningkat antar variabel. Secara umum keempat faktor mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 84 % terhadap seluruh kecamatan yang dikaji.

107 94 Sebagai ilustrasi pangsa tingkat pendidikan Guru SMU berijazah sarjana muda, strata satu dan pascasarjana, pangsa lokal Guru MA strata satu serta pangsa lokal Guru SMK berijazah DIII berokerasi positif. Jika salah satu pada pada faktor 1 mengalami peningkatan maka pangsa lainnya dalam faktor ini akan mengalami peningkatan. Faktor pembobot masing masing adalah 0,89, 0,79, 0,89, 0,81 dan 0,90. Faktor ini merepresentasikan 35 % keragaman data. Faktor 2 merepresentasikan pangsa lokal Guru MA yang berijazah DII dan sarjana mudah dan menjelaskan keragaman data 16 %. Variabel berkorelasi positif, dimana pangsa Guru MA berijazah DII akan semakin meningkat disertai dengan peningkatan Guru MA berijazah sarjana muda. Dengan nilai pembobot faktor masing masing 0,79 dan 0,90. Faktor 3 terdapat 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal Guru MA berijazah DI dan SMK berijazah pascasarjana. Variabel penciri berkorelasi positif dengan nilai faktor pembobot 0,83 dan 0,84, keragaman data sebesar 14 %. Faktor 4 merepresentasikan 18 % keragaman data. Variabel penciri utama adalah pangsa lokal Guru lokal SMK berijazah sekolah menengah dan berijazah sarjana mudah. Variabel penciri berkorelasi positif. Semakin tinggi Guru SMK berijazah sekolah menengah maka Guru SMK berijazah sarjana muda meningkat. Ilustrasi dari faktor 4 menandakan bahwa kualifikasi tingkat pendidikan untuk mengajar pada tingkat sekolah menengah masih bisa dilakukan. Ada dugaan pengajar lebih ditekankan pada keterampilan yang mereka miliki. Kualifikasi yang mereka miliki adalah ijazah lanjutan lembaga keterampilan. Berbeda dengan tingkat pendidikan Guru pada SD dan MI. Tingkat pendidikan Guru mengajar pada Sekolah Dasar relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan Guru SMU yang sederajat. Ukuran pendidikan yang berasal dari data dasar hingga penentuan faktor pembobot (Factor Loading) dapat dirinci pada tabel berikut :

108 95 Tabel 24 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator sumberdaya manusia pangsa lokal tingkat pendidikan Guru mengajar SD dan MI Faktor F1 F2 F3 Penciri Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa lokal guru SD berijazah DII X164 (+) Pangsa lokal guru MI berijazah DII X182 (+) Pangsa lokal guru SD berijazah <SLTA X168 (+) Pangsa lokal guru MI berijazah <SLTA X178 (+) Pangsa lokal guru MI berijazah DIII X183 (+) Pangsa lokal guru MI berijazah S2 X185 (+) Hasil analisis dari tabel di atas secara umum mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 71 % terhadap variasi karaktersitik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 tediri dari 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal Guru SD berijazah DII dan Guru MI berijazah DII. Kedua faktor ini berkorelasi secara positif, yaitu jika Guru SD berijazah DII meningkat akan mempengaruhi Guru MI berijazah DII menjadi meningkat. Faktor ini merepresentasikan 27% keragaman data dengan masing masing faktor pembobot sebesar 0,87 dan 0,90. Faktor 2 terdiri dari 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal Guru SD dan MI berijazah SLTA, faktor ini berkorelasi positif. Apabila pangsa lokal Guru SD berijazah sekolah menengah meningkat maka pangsa lokal Guru MI berijazah sekolah menengah meningkat. Faktor 2 merepresentasikan 24 % keragaman data dengan nilai faktor pembobot masing masing sebesar 0,83 dan 0,84. Faktor 3 terdiri dari 2 variabel penciri utama. Variabel tesebut terdiri dari pangsa lokal Guru MI berijazah DIII dan MI berijazah pascasarjana, faktor ini saling berkorelasi positif. Semakin tinggi pangsa lokal Guru MI berijazah DIII maka Guru berijazah pascasarjana tinggi. Faktor 3 merepresentasikan 19 % keragaman data, nilai faktor pembobot masing masing sebesar 0,71 dan 0,79. Analisis selanjutnya pendidikan Guru SMP atau sederajat di Kabupaten Bogor. Berikut ini tabel pola asosiasi pendidikan Guru SMP atau yang sederajat.

109 96 Tabel 25 Analisis faktor/komponen utama variabel sumberdaya manusia pangsa lokal tingkat pendidikan Guru mengajar SMP dan Mts Faktor F1 F2 Penciri Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa lokal guru SMP berijazah DII NKEG X172 (+) Pangsa lokal guru Mts berijazah PGSLP/D1 X192 (+) Pangsa lokal guru MTs berijazah DIII KEG X194 (+) Pangsa lokal guru MTs berijazah DIII NKEG X195 (+) Pangsa lokal guru MTs berijazah S1 N KEG X199 (+) Pangsa lokal guru SMP berijazah DII X170 (+) Pangsa lokal guru MTs berijazah SARMUD N KEG X197 (+) Hasil analisis tabel di atas secara umum mampu menjelaskan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 79 % terhadap karaktersitik seluruh kecamatan yang dikaji yang dibagi ke dalam 2 faktor. Faktor 1 terdiri dari 5 variabel penciri utama. Variabel itu meliputi pangsa Guru SMP berijazah DII, pangsa lokal guru MTs berijazah DI, DII, DIII dan strata satu, antar variabel saling berkorelasi positif. Semakin meningkat pangsa lokal Guru SMP berijazah DII negeri maka pangsa Guru MTs berijazah DI, DII, DIII negeri dan strata satu mengalami peningkatan. Keragaman data pada faktor 1 sebesar 55% dengan nilai faktor pembobot masing masing berturut turut adalah 0,85, 0,78, 0,95, 0,95 dan 0,84. Faktor 2 terdiri dari 2 variabel indikator penciri utama. Variabel tersebut terdiri dari pangsa lokal Guru SMP berijazah dan DII dan Guru MTs berijazah sarjana muda, antar variabel berkorelasi positif. Semakin meningkat pangsa Guru berijazah DII maka pangsa Guru MTs berijazah sarjana muda juga akan mengalami peningkatan. Faktor 2 merepresentasikan keragaman data sebesar 23 %, dengan nilai faktor pembobot masing masing sebesar 0,85 dan 0,87. Analisis selanjutnya adalah terkait dengan tingkat partisipasi pendidikan dan usia produktif. Data dasar yang digunakan sebanyak 11 variabel dasar, dianalisis dengan menggunakan 11 variabel indikator. Setelah diolah menghasilkan faktor pembobot sebanyak 10 variabel penciri faktor dibagi dalam 2 faktor utama (Factor Score). Berikut ini akan ditampilkan pangsa usia produktif dan tingkat partisipasi pendidikan.

110 97 Tabel 26 Analisis faktor/komponen utama variabel sumberdaya manusia pangsa lokal usia produktif dan tingkat partisipasi pendidikan Faktor F1 F2 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa usia tahun X117 (+) Pangsa usia (20-24)tahun X118 (+) Pangsa usia (25-29) tahun X119 (+) Pangsa usia (30-34) tahun X120 (+) Pangsa usia (35-39)tahun X121 (+) Pangsa usia (40-44) X122 (+) Pangsa usia (45-49) X123 (+) Pangsa usia(50-54) X124 (+) Tingkat partisipasi pendidikan SD umur 7-12 thn X221 (+) Tingkat partisipasi pendidikan SMP umur X222 (+) Hasil analisis tabel di atas secara umum mampu menjelaskan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 91 % terhadap karaktersitik seluruh kecamatan yang dikaji yang dibagi ke dalam 2 faktor. Faktor 1 memiliki 8 variabel indikator penciri. Struktur hubungan antar variabel saling berkorelasi positif. Faktor 1 merepresentasikan 75% keragaman data, dengan nilai pembobot variabel penciri adalah 0,98, 0,97, 0,96, 0,98 0,97 dan 0,91. Faktor 2 terdiri 2 variabel indikator, variabel tersebut tingkat partisipasi pendidikan SD dan SMP. Struktur hubungan antar variabel saling berkorelasi positif. Tingkat partisipasi pendidikan tingkat SD akan meningkat disertai tingkat partisipasi pendidikan tingkat SMP. Faktor 2 merepresentasikan 15,6% keragaman data, nilai faktor pembobot variabel penciri sebesar 0,87 dan 0,88. Aktifitas Ekonomi Aktifitas ekonomi dibagi ke dalam intensitas perikanan, industri kecil, dan nilai ekonomi alat alat pertanian. Aktifitas ekonomi industri kecil kerajinan bersumber dari data dasar yang berjumlah 9 variabel dasar, kemudian diolah menjadi 10 variabel indikator. Setelah dilakukan Principle Component Analysis (PCA) menghasilkan 4 variabel indikator yang dibagi ke dalam 2 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut ini akan ditampilkan tabel hasil analisis aktifitas ekonomi industri kecil kerajinan.

111 98 Tabel 27 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator aktifitas ekonomi pangsa lokal dan rasio industri kecil kerajinan Faktor F1 F2 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa lokal industri kerajinan kayu X291 (+) Pangsa lokal industri kerajinan gerabah/keramik X297 (+) Pangsa lokal industri kerajinan anyaman X295 (+) Rasio industri terhadap angkatan kerja X281 (+) Secara umum aktifitas ekonomi industri kerajinan mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 93,9% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 memiliki 2 variabel penciri. Variabel tersebut adalah pangsa lokal industri kerajinan kayu dan pangsa lokal industri kerajinan gabah. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika pangsa industri kerajinan kayu meningkat maka pangsa industri kerajinan gerabah akan mengalami peningkatan. Faktor 1 merepresentasikan 49,4% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,95 dan 0,95. Faktor 2 memiliki 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah pangsa lokal industri kerajinan anyaman dan rasio industri terhadap angkatan kerja. Struktur hubungan antar variabel penciri berkorelasi positif. Jika pangsa industri kerajinan anyaman meningkat maka rasio industri terhadap angkatan kerja juga akan meningkat. Faktor 2 merepresentasikan 44,6% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,97 dan 0,89. Analisis lanjutan yang dilakukan adalah dengan intensitas berbagai aktifitas ekonomi peternakan dan perikanan. Data dasar yang digunakan dalam analisis ini sebanyak 3 data dasar. Setelah diolah menjadi 5 variabel indikator. Hasil analisis yang diperoleh setelah dilakukan Principle Component Analysis (PCA) menghasilkan variabel penciri sebanyak 5, dibagi ke dalam 2 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut akan ditampilkan tabel hasil analisis.

112 99 Tabel 28 Analisis Faktor/Komponen Utama Variabel Indikator Aktifitas Ekonomi Intensitas Perikanan dan Peternakan Faktor F1 F2 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loadings Intensitas ternak ayam X278 (+) Intensitas perikanan X280 (+) Intensitas ternak besar X276 (+) Intensitas ternak kecil X277 (+) Intensitas ternak unggas X279 (+) Secara umum intensitas perikakan dan peternakan mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 87,5% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 memiliki 3 variabel penciri faktor, variabel tersebut adalah intensitas ternak ayam, perikanan dan ternak besar. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika intensitas ternak ayam meningkat maka intensitas perikanan dan intensitas ternak besar akan meningkat. Faktor 1 merepresentasikan 87,5% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,97, 0,96 dan 0,88. Faktor 2 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah intensitas ternak kecil dan intensitas ternak unggas. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila intensitas ternak kecil mengalami peningkatan maka intensitas ternak unggas juga akan mengalami peningkatan. Faktor 2 merepresentasikan 34,3% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri r sebesar 0,92 dan 0,90. Aktifitas ekonomi lain yang menunjang nilai produksi khususnya dibidang pertanian adalah ketersedian alat untuk memproduksi hasil pertanian menjadi bahan jadi atau bahan yang siap dikonsumsi atau untuk didivesifikasi produk. Alat ini untuk memudahkan pengolahan dan menambah nilai ekonomi. Data dasar yang digunakan aktifitas ekonomi penggunaan alat pertanian terdiri dari 25 data dasar, kemudian diolah menjadi 26 variabel indikator. Setelah dilakukan Principle Component Analysis (PCA) menghasilkan 21 variabel indikator yang dibagi ke dalam 8 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut ini akan ditampilkan tabel hasil analisis aktifitas ekonomi industri kecil kerajinan.

113 100 Tabel 29 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator aktitfitas ekonomi pangsa lokal alat pertanian Faktor Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa lokal Banyaknya Emposan Tikus X309 (+) Pangsa lokal Banyaknya Alat Pertanian Lainnya X310 (+) Pangsa lokal Banyaknya Pengering Padi X312 (+) F1 Pangsa lokal Banyaknya Pembersih Gabah X313 (+) Pangsa lokal Banyaknya Penyosoh Beras X315 (+) Pangsa lokal Banyaknya Penggiling Padi Kecil X316 (+) Pangsa lokal Banyaknya RMU X317 (+) Pangsa lokal Banyaknya Pemipil Jagung X319 (+) F2 Pangsa lokal Banyaknya Pemarut/Penyawut Ubi Kayu X322 (+) Pangsa lokal Banyaknya Penggilingan Tapioka X325 (+) Pangsa lokal Banyaknya Pemberas Jagung X320 (+) F3 Pangsa lokal Banyaknya Pembuat Tepung Jagung X321 (+) Pangsa lokal Banyaknya Pembuat Pellet X324 (+) F4 Pangsa lokal Banyaknya Penggiling Karet Tanpa Asap X326 (-) Pangsa lokal Banyaknya Rumah Asap X327 (-) F5 Pangsa lokal Banyaknya Penggiling Padi Besar/Pabrik X318 (-) Pangsa lokal Banyaknya Pembuat Chip X323 (-) F6 Pangsa lokal Banyaknya Huller X314 (+) Pangsa lokal Banyaknya Pembuat Crumb Rubber/Karet Remah X329 (+) F7 Indeks diversitas alat alat pertanian X329a(+) F8 Pangsa lokal Banyaknya Perontok Padi X311 (+) Secara umum alat pertanian mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 88,2% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 memiliki 7 variabel penciri. Variabel tersebut adalah pangsa lokal emposan tikus, alat pertanian lainnya, penggiring padi, pembersih gabah, penyosoh beras, penggiling padi kecil dan RMU. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila salah satu variabel penciri pada faktor 1 mengalami peningkatan maka semua variabel penciri pada faktor 1 akan mengalami peningkatan. Faktor 1 merepresentasikan 25,1% keragaman data, dengan nilai pembobot masing - masing variabel penciri secara berturut turut sebesar 0,77, 0,88, 0,81, 0,77, 0,95, 0,80 dan 0,95. Berdasarkan tabel analisis di atas maka pada faktor 1 memperlihatkan hubungan positif. Alat pertanian pada faktor memiliki keterkaitan fungsi dan manfaat serta kegunaan. Jika salah satu diantarnya tidak ada maka fungsi produksi bisa terganggu. Sebagai ilustrasi emposan tikus digunakan mengurangi hama tikus guna menghasilkan produksi yang maksimal pada tanaman padi. Hasil

114 101 panen dikeringkan dengan alat pengering padi, setelah proses ini dilakukan pembersihan gabah dengan alat pembersih gabah hingga penggilingan padi. Faktor 2 memiliki 3 variabel indikator penciri faktor. Variabel tersebut adalah pangsa lokal pemupil jagung, pemarut ubi kayu dan penggiling tapioka. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika alat pemupil jagung meningkat jumlahnya maka alat pemarut ubi kayu dan penggiling tapioka akan meningkat. Faktor 2 merepresentasikan 13,1% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing sebesar 0,85, 0,96 dan 0,92. Faktor 3 terdiri dari variabel indikator penciri faktor. Variabel tersebut adalah pangsa lokal pemberas jagung, tepung jagung dan pellet. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika pangsa lokal pemberas jagung meningkat maka pangsa pembuat tepung tapioka dan pembuat pellet meningkat. Faktor 3 merepresentasikan 12,8% keragaman data, nilai pembobot masing masing sebesar 0,86, 0,97 dan 0,91. Faktor 4 terdiri dari 2 variabel indikator penciri faktor. Variabel tersebut adalah pangsa penggiling karet tanpa asap dan pangsa rumah asap. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila pangsa lokal penggiling karet tanpa asap mengalami penurunan maka pangsa rumah asap juga akan mengalami penurunan. Faktor 4 merepresentasikan 9,5% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing faktor sebesar -0,99 dan -0,98. Faktor 5 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabel penciri tersebut pangsa lokal penggiling padi besar dan pangsa lokal pembuat chip. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila pangsa penggiling padi mengalami penurunan maka pangsa pembuat chip juga akan mengalami penurunan. Faktor 5 merepresentasikan 8,8 % keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar -0,91 dan -0,95. Faktor 6 memiliki 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah pangsa lokal huller dan pangsa lokal pembuat crumb rubber. Struktur hubungan antar variabel penciri berkorelasi positif. Apabila pangsa lokal huller mengalami peningkatan maka pangsa lokal pembuat crumb rubber dan chip akan mengalami peningkatan. Faktor 6 merepresentasikan 7,5% keragaman data dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,83 dan 0,91.

115 102 Faktor 7 hanya satu variabel penciri faktor. Variabel tersebut indeks diversitas peralatan pertanian dan merepresentasikan 5,5% keragaman data. Nilai pembobot variabel penciri sebesar -0,94. Faktor 8 hanya 1 variabel penciri faktor. Variabel tersebut pangsa lokal perontok padi dan merepresentasikan 5,9% keragaman data, dengan nilai pembobot variabel sebesar 0,89. Sumberdaya Sosial Mengukur masalah sosial dalam penelitian ini tidak hanya terfokus pada indikator majelis ta lim melainkan berbagai macam fenomena sosial yang nampak pada sosial kemasyarakatan. Ukuran variabel indikator terdiri dari 13 data dasar, kemudian dianalisis menjadi 15 variabel indikator. Menghasilkan 10 variabel indikator yang nyata dan menghasilkan 5 faktor komponen utama. Berikut ini akan ditampilkan hasil analisis faktor pembobot. Tabel 30 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator sumberdaya sosial pangsa lokal aktifitas institusi, permukiman kumuh dan intensitas konflik Faktor F1 F2 F3 F4 F5 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa lokal Jumlah bangunan rumah permukiman kumuh X230 (+) Pangsa lokal Jumlah keluarga di permukiman kumuh X230a (+) Pangsa Persentase kegiatan Ma.ta'lim X108 (+) Intensitas warga luka akibat perkelahian X113 (-) Pangsa lokal surat miskin dikeluarkan X227 (+) Pangsa lokal Jumlah lokasi permukiman kumuh X229 (+) Intensitas kerugian material akibat perkelahian X114 (-) Pangsa persentase keberagaman etnis X224 (+) Pangsa lokal penduduk meninggal akibat penyakit X218 (+) Pangsa lokal wabah penyakit X219 (+) Secara umum sumberdaya sosial menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 85 % terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Tabel di atas memperlihatkan struktur hubungan antar variabel relatif beragam. Faktor 1 menjelaskan bahwa semakin meningkat permukiman kumuh dalam lokal wilayah akan menyebabkan peningkatan jumlah keluarga di permukiman kumuh. Faktor 1 merepresentasikan 20 % keragaman data dengan faktor pembobot masing masing sebesar 0,97 dan 0,97.

116 103 Faktor 2 menjelaskan bahwa semakin meningkat persentase kegiatan majelis ta lim akan menurunkan intensitas warga yang luka akibat perkelahian. Kedua variabel penciri ini berkorelasi negatif. Faktor 2 merepresentasikan keragaman data sebesar 16, dengan nilai pembobot faktor masing masing sebesar 0,92 dan -0,87. Institusi kemasyarakatan majelis ta lim yang memuat pesan agama dan sosial budaya tentang nilai nilai kemanusian serta moralitas berperan dalam menurunkan potensi konflik. Peran institusi sosial majelis ta lim sangat penting dalam menjaga sumberdaya sosial guna menghindari konflik. Intensitas kerugian material juga dapat diminimalkan dengan semakin tingginya keberagaman etnis. Korelasi negatif antar intensitas kerugian material dengan keberagaman etnis berada pada faktor 4. Keragaman data pada faktor ini sebesar 15%, dengan nilai faktor pembobot masing masing -0,87 dan 0,79. Walaupun faktor 2 dan faktor 4 terpisah tetapi kedua faktor ini dapat mengurangi potensi konflik sosial. Ada kecendrungan majelis ta lim berada pada jalur kelompok tertentu dalam kemasyarakatan sehingga institusi tersebut terpisah dengan faktor keberagaman etnis. Institusi majelis ta lim menjaga nilai nilai yang dianut sementara keberagaman etnis menjaga toleransi etnis akibat ragamnya etnis dan nilai kebudayaan dan sosial. Institusi majelis ta lim hadir dalam kelompok yang lebih homogen sementara keberagaman etnis hadir dalam kelompok yang beragam. Kedua faktor ini sangat penting untuk dikembangkan dalam rangka mengurangi konflik. Faktor 3 terdiri dari 2 penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal surat miskin yang dikeluarkan dengan jumlah lokasi permukiman kumuh. Kedua faktor berkorelasi positif. Semakin tinggi surat miskin yang dikeluarkan sangat terkait dengan jumlah lokasi permukiman kumuh. Faktor 3 menjelaskan keragaman data sebesar 15%, dengan masing masing pembobot faktor sebesar 0,85 dan 0,84. Lokasi pemukiman kumuh adalah lokasi yang paling mudah untuk di akses oleh orang miskin. Lokasi yang sudah tertata dengan baik seperti perumahan tidak mungkin di akses karena dari segi biaya dan pendapatan tidak cukup bagi mereka untuk hidup. Lokasi pemukiman kumuh menjadi tempat bagi kaum miskin untuk hidup dan mempertahankan hidup.

117 104 Lokasi pemukiman kumuh tidak berarti hanya tempat tersebut yang mudah terserang wabah penyakit, tetapi segala tempat bisa menyebabkan wabah penyakit, oleh karena itu wajar jika faktor 3 dan 5 terpisah. Penyebaran penyakit bisa terjadi pada lokasi apapun. Wabah penyakit bisa menyerang siapa saja tanpa melihat mereka berada pada lokasi apa. Faktor 5 terdiri dari 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal penduduk meninggal akibat wabah penyakit dengan pangsa wabah penyakit. Antar variabel saling berkorelasi positif. Semakin meningkat penduduk meninggal akibat wabah penyakit maka pangsa wabah penyakit akan mengalami peningkatan. Faktor 5 menjelaskan keragaman data sebesar 17%, dengan faktor nilai pembobot masing masing sebesar 0,90 dan 0,91. Apa yang telah dibahas di atas mengilustrasikan fenomena kehidupan kemasyarakatan. Ilustrasi tersebut memperlihatkan sisi lain kehidupan sosial akibat dampak pembangunan dan respon masyarakat terhadap kehidupan sosial itu sendiri. Realitas sosial menggambarkan bahwa masyarakat dapat merespon keadaan sosial atas dasar kesadarannya sendiri dalam rangka menciptakan stabilitas sosial. Di sisi lain mereka juga perlu bantuan atau aksesibilatas dalam rangka memperbaiki kualitas hidup mereka. Bantuan tersebut tidak lain berasal dari penentu kebijakan atau kelompok sosial yang kehidupannya lebih mapan. Pemerintah dalam merespon masalah tersebut salah satunya mendirikan lembaga yang dapat menjembatani kepentingan berbagai stakeholders. Lembaga yang dibentuk tersebut berdasarkan kelompok yang dapat menjembatani masalah masalah sosial. Seperti lembaga penyuluhan pertanian, konservasi dan organisasi kewanitaan. Data dasar yang diambil dari institusi formal terdiri dari 10 variabel indikator dasar, kemudian dianalisis menjadi 12 variabel indikator, kemudian menghasilkan 9 faktor pembobot (Factor Loadings) dibagi dalam 5 faktor skor komponen utama (Factor Score). Berikut ini akan ditampilkan tabel hasil analisis institusi formal dan kegiataanya.

118 105 Tabel 31 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator sumberdaya sosial pangsa institusi sosial formal dan pemerintahan Faktor Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading F1 Indeks diversitas organisasi X138 (+) Indeks diversitas kelompok tani X152 (+) F2 Pangsa lokal kader kepemimpinan sosial wanita X129 (+) Pangsa lokal organisasi sosial X131 (+) F3 Pangsa lokal perintis kemerdekaan X137 (+) Pangsa lokal kelompok tani binaan penyuluh (pemula) X147 (+) F4 Pangsa lokal karang taruna X133 (+) Pangsa lokal kelompok tani binaan penyuluh (lanjut) X149 (+) F5 Pangsa lokal LSM X125 (-) Tabel di atas memperlihatkan terdiri dari 5 faktor, masing masing faktor mencirikan struktur variabel berbeda dengan variabel yang lain. Secara umum institusi formal mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 87 %. Faktor 1 terdiri dari 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah indeks diversitas organisasi dan indeks diversitas kelompok tani. Semakin meningkat indeks diversitas organisasi maka akan meningkatkan indeks diversitas kelompok tani. Faktor 1 menjelaskan keragaman data sebesar 22 %, dengan nilai faktor pembobot masing masing faktor sebesar 0,99, dan 0,98. Faktor 2 terdiri dari 3 variabel penciri utama. Variabel tersebut terdiri dari pangsa lokal kader kepemimpinan sosial wanita dan pangsa lokal organisasi sosial. Kedua variabel berkorelasi positif, semakin meningkat pangsa lokal kader kepemimpinan sosial wanita maka pangsa lokal organisasi sosial akan meningkat. Faktor 2 merepresentasikan keragaman data sebesar 20%, dengan nilai pembobot faktor masing masing secara berturut turut adalah 0,87 dan 0,83. Faktor 3 terdiri dari 2 variabel penciri utama. Kedua variabel tersebut adalah pangsa lokal perintis kemerdekaan dan pangsa lokal kelompok tani binaan penyuluh pemula. Antar variabel berkorelasi positif. Semakin meningkat organisasi perintis kemerdekaan maka kelompok tani binaan tingkat pemula akan mengalami peningkatan. Faktor merepresentasikan keragaman data sebesar 18%, dengan nilai pembobot masing masing sebesar 0,92 dan 0,87. Faktor 4 terdiri dari 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal karang taruna dan pangsa lokal kelompok tani penyuluh (lanjut). Antar variabel berkorelasi positif. Semakin meningkat pangsa lokal karang taruna

119 106 maka pangsa lokal kelompok tani penyuluh (lanjut) akan meningkat. Faktor ini merepresentasikan keragaman data sebesar 15%, dengan nialai faktor pembobot masing masing faktor sebesar 0,74 dan 0,91. Faktor 5 terdapat 1 variabel penciri utama, variabel tersebut pangsa lokal LSM. Variabel ini bernilai negatif. Faktor ini merepresentasikan keberagaman data sebesar 11,6%, dengan nilai faktor pembobot sebesar - 0,98. Penganggaran Belanja Penganggaran merupakan instrumen kebijakan dalam pengalokasian program. Anggaran bisa diperoleh dari masyarakat melalui pajak atau sumbangan dan bantuan Pemerintah Provinsi maupun Pusat. Data dasar yang digunakan dalam analisis ini sebanyak 17, dianalisis menjadi variabel indikator sebanyak 18. Hasil yang diperoleh setelah dilakukan Principle Component Analysis (PCA) memiliki variabel penciri sebanyak 9 yang dibagi ke dalam 4 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut ditampilkan tabel hasil analisis pola penganggaran. Tabel 32 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator pangsa lokal pola penganggaran Faktor F1 F2 F3 F4 Variabel indikator penciri faktor Factor Loading Pangsa lokal penerimaan rutin terhdp jumlah penduduk X465 (+) Pangsa lokal pengeluaran rutin terhdp jumlah penduduk X467 (+) Pangsa lokal pengeluaran anggaran pembangunan X469 (+) Pangsa penerimaan daeah trdp pad pungutan desa X474 (+) Pangsa Bantuan Pemerintah daerah trdp pddk X480 (+) Pangsa penerimaan rutin trdp luas lahan sawah X464 (+) Pangsa pengeluaran rutin trdp luas lahan sawah X466 (+) Pangsa Bantuan Pemerintah Pusat trhdp pddk X478 (-) Pangsa Bantuan Pemerintah Provinsi trdp pddk X479 (-) Secara umum pembentuk pola penganggaran mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 82,7% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 memiliki variabel penciri sebanyak 3. Variabel tersebut pangsa lokal penerimaan rutin terhadap jumlah penduduk, pangsa pengeluaran rutin terhadap jumlah penduduk dan pangsa lokal pengeluaran anggaran pembangunan. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi secara positif. Faktor 1 merepresentasikan 29% keragaman data, dengan nilai pembobot variabel penciri masing masing sebesar 0,95, 0,82, dan 0,94.

120 107 Faktor 2 memiliki variabel penciri faktor, variabel tersebut adalah pangsa penerimaan daerah terhadap PAD pungutan desa dan pangsa bantuan pemerintah terhadap penduduk. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila pangsa penerimaan daearah terhadap PAD pungutan desa meningkat maka pangsa bantuan pemerintah terhadap penduduk akan mengalami peningkatan. Faktor 2 merepresentasikan 16,6% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,86 dan -0,84. Faktor 3 memiliki 2 variabel penciri faktor, pangsa penerimaan rutin terhadap luas lahan sawah dan pangsa pengeluaran rutin terhadap luas lahan sawah. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila pangsa penerimaan rutin terhadap luas lahan sawah mengalami peningkatan maka pangsa pengeluaran rutin terhadap luas lahan sawah akan meningkat. Faktor 3 merepresentasikan 22,1% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel sebesar 0,94 dan 0,96. Faktor 4 memiliki 2 variabel penciri faktor, variabel tersebut pangsa bantuan Pemerintah Pusat terhadap penduduk dan pangsa bantuan Pemerintah Provinsi terhadap penduduk. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila bantuan Pemerintah Pusat mengalami peningkatan maka bantuan Pemerintah Provinsi juga akan mengalami peningkatan. Faktor 4 merepresentasikan 15% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing sebesar -0,79 dan -0,83. Infrastruktur Variabel infrastruktur dibagi ke dalam 5 bagian yaitu infrastruktur prasarana ekonomi, infrastruktur lembaga keterampilan, infrastruktur rumah peribadatan dan infrastruktur lembaga kesehatan serta rasio jumlah usia sekolah dengan lembaga pendidikan termasuk di dalamnya rasio siswa SD, SMP dan SMU dengan banyaknya sekolah dan jumlah unit polisi dan PNS. Data yang digunakan adalah 13 variabel dasar diolah menjadi 25 variabel indikator. Setelah diolah dengan Principle Componen Analysis (PCA) menghasilkan 16 faktor pembobot (Factor Loading) dan 5 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut ini tabel infrastruktur prasaran ekonomi.

121 108 Tabel 33 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator infrastruktur rasio ekonomi Faktor F1 F2 F3 F4 F5 Variabel Indikator Penciri Indikator Factor Loading Rasio koperasi trhdp jumlah peddk X419 (+) Rasio koperasi trhp luas wilayah X420 (+) Rasio KUD trhdp luas wilayah X422 (+) Rasio koperasi simpan pinjam trhdp luas wilayah X426 (+) Rasio koperasi lainnya trhdp luas wilayah X428 (+) Rasio bank terhadap pdk X414 (+) Rasio rasio bank terhdp luas wilayah X416 (+) Rasio bank umum terhdp BPR X418 (+) Rasio toko trhdp pddk X429 (+) Rasio toko trhdp luas wilayah X430 (+) Rasio warung kedai makanan/minuman trhdp jml pddk X437 (+) Rasio warung kedai mkanan/minuman trhp luas wilayah X438 (+) Rasio hotel trhdap pddk X435 (-) Rasio hotel trdp luas wilayah X436 (-) Rasio koperasi industri kecil trdp jmlh pddk X423 (+) Rasio koperasi industri kecil trhdp luas wilayah X424 (+) Secara umum infrastruktur ekonomi mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 87,4% terhadap variasi karakteristik seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 terdiri dari 5 variabel penciri faktor. Variabel tersebut terdiri dari rasio koperasi terhadap jumlah penduduk dan luas wilayah, rasio KUD terhadap luas wilayah, rasio koperasi simpan pinjam terhadap luas wilayah dan rasio koperasi lainnya terhadap luas wilayah. Kelima variabel berkorelasi positif. Jika ada salah satu diantara variabel pada faktor 1 mengalami peningkatan maka semua variabel pada faktor 1 akan mengalami peningkatan. Faktor 1 merepresentasikan 26,2% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing secara berturut turut adalah 0,77, 0,94, 0,80, 0,86 dan 0,85. Faktor 2 terdiri dari 3 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah rasio bank terhadap jumlah penduduk dan luas wilayah dan rasio bank umum terhadap BPR. Ketiga variabel berkorelasi positif. Jika ada salah satu variabel pada faktor 2 mengalami peningkatan maka semua variabel pada faktor 2 akan mengalami peningkatan. Faktor 2 merepresentasikan 17,6% keragaman data, nilai pembobot masing masing adalah 0,97, 0,90 dan 0,94. Keberadaan bank selain merespon permintaan penduduk sebagai tempat penyimpanan uang yang aman juga sangat terkait dengan aktifitas ekonomi dan persaingan antar bank.

122 109 Faktor 3 didominasi dengan sektor informal, seperti toko dan warung. Faktor ini terdiri dari 4 variabel penciri faktor. Keempat faktor tersebut adalah rasio toko terhadap jumlah penduduk dan luas wilayah dan rasio warung kedai makanan terhadap jumlah penduduk dan luas wilayah. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Struktur hubungan mengindikasikan bahwa jika ada variabel penciri pada faktor 3 meningkat maka semua variabel penciri pada faktor 3 akan mengalami peningkatan. Faktor 3 merepresentasikan 19,7% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing sebesar 0,96, 0,73, 0,96 dan 0,73.. Korelasi positif antar aktifitas ekonomi non formal merupakan respon terhadap kurangnya daya serap tenaga kerja sehingga masyarakat berusaha mencari usaha sendiri untuk menjamin pendapatan meraka. Faktor 4 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabel terdiri dari rasio hotel terhadap penduduk dan luas wilayah. Hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika rasio hotel terhadap penduduk menurun maka rasio hotel terhadap luas wilayah akan menurun. Faktor 4 merepresentasikan 11,2% keberagaman data, nilai faktor pembobot masing masing sebesar -0,93 dan -0,94. Faktor 5 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Faktor tersebut adalah rasio koperasi industri kecil terhadap jumlah penduduk dan luas wilayah. Struktur hubungan antar variabel saling berkorelasi positif. Rasio koperasi industri kecil terhadap jumlah penduduk meningkat disertai dengan peningkatan dengan rasio koperasi industri kecil terhadapa luas wilayah. Faktor 5 merepresentasikan 12,7% keragaman data, nilai pembobot masing masing sebesar 0,92 dan 0,89. Usaha untuk merespon aktifitas ekonomi dengan dasar penyediaan infrastruktur fasilitas ekonomi perlu ditunjang dengan keterampilan khusus lembaga keterampilan. Data dasar yang digunakan untuk menganalisis lembaga keterampilan berjumlah 8 variabel indikator dasar, kemudian dianalisis menjadi 10 variabel indikator. Setelah dilakukan Principle Component Analysis (PCA) menghasilkan 7 variabel penciri dibagi dalam 2 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut ditampilkan tabel hasil analisis

123 110 Tabel 34 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator infrastruktur pangsa lokal lembaga keterampilan Faktor F1 F2 Variabel Indikator penciri faktor Faktor Loading Pangsa lokal keterampilan bahasa X369 (+) Pangsa lokal keterampilan Komputer X371 (+) Pangsa lokal keterampilan Menjahit/tata busana X375 (+) Pangsa lokal keterampilan Kecantikan X377 (+) Pangsa agregat lokal X384a (+) Indeks Diversitas lembaga Keterampilan X384 (+) Pangsa lokal keterampilan Montir mobil/motor X379 (+) Secara umum variabel lembaga keterampilan mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 85,5% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 terdiri dari 5 variabel penciri faktor. Variabel tersebut terdiri dari pangsa keterampilan bahasa, komputer, menjahit, kecantikan dan pangsa agregat lokal. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Faktor 1 merepresentasikan 61,4% keragaman data, nilai pembobot masing masing sebesar 0,90, 0,89, 0,90, 0,80 dan 0,97. Faktor 2 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah indeks diversitas lembaga keterampilan dan pangsa lokal keterampilan montir. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif, jika indeks diversitas lembaga keterampilan meningkat maka pangsa lokal keterampilan montir meningkat. Faktor 2 merepresentasikan 24,2 keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing sebesar 0,76 dan 0,91. Bahasa inggris dan keterampilan komputer merupakan kebutuhan dasar yang perlu dikuasai oleh masyarakat guna menyongsong era pasar bebas dan era digital. Pangsa lokal keterampilan menjahit/tata busana dan kecantikan juga menjadi bagian dari faktor ini karena terkait dengan mode dan trend. Keberadaan infrastruktur tidak hanya terkait dengan aktifitas ekonomi dan keterampilan tetapi juga dibutuhkan fasilitas kesehatan untuk menjamin kehidupan yang sehat. Data dasar yang digunakan dalam analisis sebanyak 16 variabel dasar, kemudian dianalisis menjadi variabel indikator sebanyak 17. Setelah dilakukan Principle Component Analysis (PCA) menghasilkan faktor pembobot (Factor Loadings) dibagi dalam 2 faktor komponen utama (Factor Score). Tabel infrastruktur sarana kesehatan sebagai berikut :

124 111 Tabel 35 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator infrastruktur pangsa lokal dan rasio sarana kesehatan dan tenaga medis Faktor Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading F2 Rasio Rumah Sakit trhdp jmlh pddk X385 (+) Rasio Tempat Praktek Dokter trhdp jmlh pddk X390 (+) F1 Rasio Apotik trhdp jmlh pddk X394 (+) Rasio dokter trhdp jmlh pddk X397 (+) Pangsa lokal tenaga medis X401 (+) Secara umum infrastruktur kesehatan mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 87,3% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Hasil analisis pada tabel di atas menunjukkan faktor 1 terdiri dari 4 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah rasio tempat dokter terhadap penduduk, rasio apotik terhadap jumlah penduduk, rasio dokter terhadap jumlah penduduk dan pangsa tenaga medis. Struktur hubungan antar variabel penciri faktor berkorelasi positif, jika salah satu dari faktor 1 mengalami peningkatan maka seluruh faktor penciri pada faktor 1 akan meningkat. Faktor 1 merepresentasikan 62,8% keragaman data, dengan nilai pembobot variabel masing masing sebesar 0,77, 0,82, 0,96 dan 0,95. Faktor 2 hanya terdapat 1 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah rasio rumah sakit terhadap jumlah penduduk. Variabel ini bernilai positif. Kecendrungan penambahan keberadaan rumah sakit tidak dipengaruhi oleh beberapa penciri variabel indikator. Faktor 2 merepresentasikan 24,7% keberagaman data dengan nilai pembobot sebesar 0,97. Keberadaan tempat praktek dokter untuk memberikan dan memudahkan pelayanan bagi masyarakat. Umumnya keberadaan tempat praktek dokter sering disertai dengan apotik. Keberadaan apotik akan memberikan pelayanan yang lebih mudah bagi pasien yang berobat. Keberadaan apotik di tempat praktek dokter minimal dapat mengurangi biaya transportasi pasien untuk memperoleh obat. Berdasarkan analisis tersebut maka pola asosiasi antar dokter, tempat praktek dokter dan tenaga medis memiliki pengaruh yang kuat. Penunjang aktifitas lain untuk meningkatkan pelayanan tingkat desa, dalam hal ini pendidikan aparatur desa dan rasio pendidikan. Data dasar terdiri dari 14 variabel dasar, dianalisis menjadi 16 variabel indikator. Setelah dilakukan

125 112 Principle Component Analysis (PCA) menghasilkan variabel penciri sebanyak 11 dibagi dalam 5 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut ini tabel infrastruktur pendidikan aparatur pemerintah dan rasio pendidikan. Tabel 36 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator infrastruktur rataan pendidikan aparatur pemerintahan dan rasio pendidikan Faktor F1 F2 F3 F4 F5 Penciri Variabel Indikator Factor Loading Rasio SMU terahadap usia 16 s/d 18 thn X367 (+) Rataan pddkan apratur desa tingkat perguruan tinggi X452 (+) Rasio siswa smu terhadap sekolah SMU X455 (+) Rasio PNS terhadp pddk X445 (-) Rasio PNS trhdp luas wilayah X446 (-) Rataan pddkan apratur desa tamat SMP X449 (-) Rataan pddkan apratur desa tamat SMU X450 (-) Rasio unit polisi trdp pddk X439 (+) Rasio uni polisi trhdp luas wilayah X440 (+) Rasio SD terhadap usia 7 s/d 12 tahun X365 (-) Rasio siswa SD terhadap sekolah SD X453 (+) Secara umum variabel pendidikan aparatur desa dan rasio sarana pendidikan dengan jumlah penduduk mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 90,4% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 memiliki 3 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah rasio SMU terhadap level pendidikan usia tahun, rataan pendidikan aparatur desa tingkat perguruan tinggi dan rasio SMU terhadap siswa SMU. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Semakin meningkat rasio SMU terhadap usia tahun maka akan meningkatkan rataan pendidikan aparatur pemerintah desa tingkat perguruan tinggi dan rasio siswa SMU terhadap sekolah SMU. Faktor 1 merepresentasikan 21,6 keragaman data, pembobot masing masing variabel berturut turut sebesar 0,83, 0,82 dan 0,90. Ilustrasi antar variabel indikator di atas menunjukkan bahwa permintaan SMU tinggi akan menyebabkan penawaran dari sisi masyarakat juga mengalami peningkatan. Artinya respon pendidikan tinggi. Respon pendidikan yang tinggi bisa didasari atas permintaan angkatan kerja yang harus memiliki kualifikasi tertentu baik di pemerintahan dan swasta. Kecenderungan kedua adalah keinginan untuk melanjutkan tingkat pendidikan pada strata yang lebih tinggi. Penawaran pendidikan yang tinggi dari sisi masyarakat dapat mempertinggi tingkat pendidikan masyarakat.

126 113 Faktor 2 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah rasio PNS terhadap jumlah penduduk dan rasio PNS terhadap luas wilayah juga akan menurun. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi secara positif tetapi nilai faktor pembobot negarif. Semakin menurun rasio PNS terhadap jumlah penduduk maka akan menurunkan rasio PNS terhadap luas wilayah. Faktor 2 merepresentasikan 18,6 keberagaman data, nilai pembobot masing masing variabel penciri faktor sebesar -0,95 dan -0,97. Faktor 3 terdiri 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut rataan pendidikan aparatur pemerintah desa tingkat SMU dan rataan pendidikan aparatur desa tingkat SMP. Hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika rataan pendidikan aparatur desa tingkat SMU menurun maka rataan pendidikan aparatur desa tingkat SMP akan menurun. Faktor 3 merepresentasikan 17,7% keragaman data, nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar -0,97 dan -0,97. Faktor 4 memperlihatkan 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut pangsa PNS terhadap penduduk dan luas wilayah. Struktur hubungan antar faktor saling berkorelasi positif, jika rasio PNS terhadap jumlah penduduk menurun maka rasio PNS terhadap luas wilayah juga akan mengalami penurunan. Faktor 4 merepresentasikan 15,6% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,95 dan 0,85. Faktor 5 terdiri dari 2 variabel indikator penciri faktor. Variabel tersebut adalah rasio SD terhadap penduduk usia 7 12 tahun dan rasio siswa SD terhadap SD. Struktur hubungan antar variabel saling berkorelasi negatif, jika rasio SD terhadap jumlah penduduk usia 7 12 tahun meningkat maka rasio siswa SD terhadap SD akan meningkat. Faktor 5 merepresentasikan 16,9% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar -0,93 dan 0,93. Akhirnya dalam rangka menjamin terciptanya toleransi di dalam beragama utamanya yang terkait dengan kehidupan sosial kemasyarakatan maka infrastruktur peribadatan perlu untuk dibangun. Keberadaan infrastruktur dalam rangka melayani berbagai macam keyakinan masyarakat. Keberadaaan infrastruktur dapat memudahkan mereka untuk menjalankan keyakinan mereka, berkumpul sesama atau menjadi tempat sosialisasi bagi mereka untuk memberikan kesadaran tantang pentingnya toleransi.

127 114 Data dasar variabel yang digunakan dalam infrastruktur peribadatan sebanyak 6 data dasar, kemudian diolah menghasilkan 7 variabel indikator. Setelah menggunakan analisis principle component anlysis (PCA) menghasilkan variabel penciri sebanyak 4, dibagi ke dalam 2 faktor komponen utama (Factor Score). Tabel hasil analisis infrastruktur peribadatan. Tabel 37 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator infrastruktur pangsa lokal sarana peribadatan Faktor F1 F2 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa masjid X402 (+) Indeks diversitas rumah ibadah X413 (+) Pangsa gereja kristen X406 (+) Pangsa vihara X412 (+) Secara umum infrastruktur peribadatan mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 67,1% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 terdiri dari 2 variabel penciri faktor, variabel tersebut adalah pangsa lokal mesjid dan indeks diversitas rumah ibadah. Struktur hubungan antar variabel penciri berkorelasi positif. Jika pangsa lokal mesjid meningkat maka indeks diversitas rumah ibadah akan meningkat. Faktor merepresentasikan 35,1% keragaman data, dengan pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,80 dan 0,83. Faktor 2 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut pangsa gereja kristen dan pangsa lokal Vihara. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika pangsa lokal gereja kristen meningkat maka pangsa vihara juga akan meningkat. Faktor 2 merepresentaskan 32 % keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,78 dan 0,81. Pola Asosiasi Variabel Kemiskinan dan Pengangguran Kemiskinan dan Pengangguran Ukuran kinerja pembangunan daerah pada tahun tertentu merupakan gambaran kinerja pemerintah dan menjadi bahan evaluasi kinerja pembangunan pemerintah. Pemerintah daerah perlu menyusun projection (sasaran) dan forecasting (peramalan). Adanya sasaran dan ramalan diharapkan pemerintah mampu menghindari program atau sasaran yang dianggap tidak mampu untuk dicapai. Pemerintah perlu menentukan skenario dalam menyusun kinerja

128 115 pembangunan yang lebih mantap. Melalui proyeksi dan forecasting pemerintah dapat menentukan variabel determinan sasaran pembangunan ke depan. Data dasar yang digunakan pada kemiskinan dan pengangguran sebanyak 2 variabel. Variabel tersebut adalah angka keluarga miskin dan pengangguran. Hasil Principle Component Analysis (PCA) dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 38 Analisis faktor/komponen utama variabel kemiskinan dan pengangguran Faktor F1 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa keluarga miskin X11 (+) Pangsa Angkatan kerja menganggur X12 (+) Tabel di atas memperlihatkan bahwa kinerja pembangunan memiliki 1 faktor utama. Faktor mencirikan pangsa lokal keluarga miskin dan angkatan kerja yang menganggur. Faktor mengilustrasikan bahwa apabila pangsa kemiskinan meningkat maka pengangguran juga akan meningkat. Faktor di atas secara total menerangkan 72 % variasi karakteristik wilayah kecamatan sebesar 72 %. Untuk membangun parameter tujuan, angka kemiskinan dan pengangguran dibagi ke dalam 2 bagian yaitu (1) logaritma natural angka keluarga miskin dan (2) logaritma natural angka pengangguran tanpa PCA. Pola Asosiasi Variabel Penunjang Sumberdaya Alam Analisis variabel indikator dibagi menjadi 5 bagian yaitu sumberdaya alam lahan fisik, potensi peternakan, perikanan, luas tanam perkebuhan dan kehutanan hingga luas lahan tanaman pangan. Data dasar sumberdaya alam lahan fisik berjumlah 16 data dasar, dianalisis menjadi 17 indikator. Hasil analisis faktor pembobot (Factor Loadings) sebesar 12 variabel indikator terbagi dalam 5 faktor komponen utama (Factor Score).

129 116 Tabel 39 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator sumberdaya alam pangsa lokal lahan fisik dan bencana alam Faktor F1 F2 F3 F4 F5 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa lokal area fisiografi berbukit X19 (+) Pangsa lokal area fisiografi dataran X20 (-) Pangsa lokal keluarga rawan tanah longsor X29 (+) Pangsa lokal persentase kejadian longsor X23 (+) Pangsa lokal keluarga rawan banjir bandang X33 (-) Pangsa lokal persentase kejadian banjir bandang X27 (-) Pangsa lokal elevasi 0-100(m) X13 (-) Pangsa lokal keluarga rawan banjir X31 (-) Indeks ldiversitas Keluarga rawan bencana alam X34a (+) Indeks diversitas bencana alam X28a (+) Pangsa lokal keluarga rawan gempa bumi X34 (+) Pangsa lokal persentase kejadian gempa bumi X28 (+) Secara umum indikator sumberdaya alam fisik lahan merepresentasikan keragaman data sebesar 86% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 terdapat 4 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal area fisiografi berbukit, pangsa lokal area fisiografi dataran, pangsa keluarga rawan tanah longsor dan pangsa persentase kejadian tanah longsor. Antar variabel terdapat korelasi secara positif dan negatif. Struktur hubungan variabel tersebut adalah jika semakin meningkat pangsa lokal area berbukit dalam kecamatan maka pangsa lokal area fisiografi dataran rendah berkurang, tetapi akan berpotensi meningkatkan pangsa keluarga rawan bencana tanah longsor dan pangsa persentasi kejadian tanah longsor. Namun kejadian ini akan terbalik jika pangsa lokal area fisiografi dataran meningkat dalam kecamatan. Faktor merepresentasikan keberagaman data 23% dengan faktor pembobot masing masing berturut turut adalah 0,89, -0,78, 0,81 dan 0,80. Faktor 2 terdiri 2 variabel indikator penciri utama. Variabel tersebut pangsa lokal keluarga rawan banjir bandang dan pangsa persentase kejadian banjir bandang. Antar variabel berkorelasi positif. Semakin menurun pangsa keluarga rawan banjir bandang maka akan menurunkan pangsa persentase kejadian banjir bandang. Faktor ini merepresentasikan keragaman data sebesar 16% dengan faktor pembobot masing bernilai -0,96 dan -0,97.

130 117 Faktor 3 terdiri dari 2 variabel indikator penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa elevasi (m) dan pangsa keluarga rawan banjir. Kedua variabel berkorelasi positif tetapi faktor pembobot bernilai negatif. Semakin menurun pangsa elevasi (m) maka akan menurunkan pangsa keluarga rawan banjir. Faktor ini merepresentasikan keragaman data sebesar 16%, dengan nilai pembobot faktor masing masing sebesar -0,98 dan -0,98. Faktor 4 terdapat 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah indeks diversitas keluarga bertempat tinggal rawan bencana alam dan indeks diversitas bencana alam. Kedua variabel penciri berkorelasi positif. Semakin meningkat indeks diversitas keluarga bertempat tinggal rawan bencana alam maka semakin meningkat indeks diversitas bencana alam. Faktor ini merepresentasikan 16% keragaman data, nilai pembobot masing masing sebesar 0,97 dan 0,97. Faktor 5 terdiri dari 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa keluarga rawan bencana alam dan pangsa persentase kejadian gempa bumi. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif, semakin meningkat pangsa keluarga rawan bencana alam maka akan meningkatkan pangsa persentase kejadian gempa bumi. Faktor 5 merepresentasikan 13% keragaman data, dengan nila faktor pembobot masing masing sebesar 0,87 dan 0,84. Analisis berikutnya yang terkait dengan sumberdaya alam adalah potensi peternakan Kabupaten Bogor. Data dasar yang digunakan pada potensi peternakan sebanyak 11 variabel dasar, kemudian dianalisis menjadi 14 variabel indikator. Hasil analisis faktor pembobot (Factor Loadings) sebesar 7 variabel indikator penciri terbagi dalam 4 faktor komponen utama (Factor Score). Tabel 40 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator sumberdaya alam pangsa lokal peternakan dan indeks diversitas Faktor Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading F1 Indeks diversitas ternak besar X77 (-) Indeks diversitas peternak unggas X89 (-) F2 Pangsa lokal Kerbau X70 (-) Pangsa lokal Pembibit X82 (-) F3 Pangsa lokal Ayam Buras X84 (+) F4 Pangsa lokal Babi X76 (+) Pangsa lokal Pedaging X80 (+)

131 118 Secara umum sumberdaya alam potensi peternakan mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 86% terhadap variasi karakteristik seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 terdapat 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah indeks diversitas ternak besar dengan indeks diversitas peternak unggas. Kedua variebel penciri berkorelasi positif. Semakin menurun indeks ternak besar maka indeks diversitas peternak unggas menurun. Faktor 1 ini merepresentasikan 29% keragaman data, dengan nilai faktor pembobot masing masing sebesar -0,99 dan -0,98. Faktor 2 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut terdiri dari pangsa ikan mas dan indeks diversitas perikanan. Kedua faktor berkorelasi positif, dimana semakin meningkat pangsa ikan mas maka indeks diversitas ikan meningkat. Faktor 2 merepresentasikan 34,8% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing faktor sebesar 0,80 dan 0,83. Analisis sumberdaya alam terkait dengan potensi tanaman pangan terdiri dari 8 variabel dasar, dianalisis menjadi 9 indikator. Hasil analisis faktor pembobot (Factor Loadings) sebesar 6 variabel indikator terbagi dalam 3 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut ini ditampilakan sumberdaya alam potensi luas panen tanaman pangan. Tabel 41 Analisis faktor/komponen utama variabel sumberdaya alam pangsa lokal luas panen tanaman pangan Faktor F1 F2 F3 Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loading Pangsa lokal luas panen kacang hijau X50 (-) Indeks diversitas luas panen t. pangan X65 (-) Pangsa lokal luas panen jagung jagung X60 (+) Pangsa lokal luas panen kacang tanah X62 (+) Pangsa lokal luas panen padi gogo X54 (+) Pangsa lokal luas panen ubi jalar X58 (-) Secara umum sumberdaya alam luas panen tanaman pangan mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 77,6% terhadap variasi karakteristik seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 terdiri dari pangsa lokal luas panen kacang hijau dan indeks diversitas luas panen. Hubungan variabel berkorelasi positif. Jika pangsa lokal luas tanam kacang hijau menurun maka indeks diversitas luas panen tanaman pangan menurun. Faktor merepresentasikan 32,5% keragaman data, pembobot masing masing -0,97 dan -0,97.

132 119 Faktor 2 terdapat 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal luas panen jagung dan pangsa lokal luas panen kacang tanah. Kedua variabel ini berkorelasi positif, dengan semakin meningkat pangsa lokal luas panen jagung maka pangsa lokal luas panen kacang tanah juga akan meningkat. Faktor ini merepresentasikan 25% keragaman data, nilai pembobot masing masing sebesar 0,82 dan 0,86. Faktor 3 terdapat 2 variabel penciri utama. Variabel tersebut adalah pangsa lokal luas panen padi gogo dan pangsa lokal luas panen ubi jalar. Kedua variabel berkorelasi negatif. Semakin meningkat pangsa padi gogo maka pangsa ubi jalar akan mengalami penurunan. Faktor ini merepresentasikan 20,1% keragaman data, nilai pembobot masing masing sebesar 0,80 dan -0,74. Analisis berikut yang terkait dengan sumberdaya alam adalah potensi perkebunan dan kehutanan Kabupaten Bogor. Data dasar yang digunakan pada potensi perkebunan sebanyak 5 variabel dasar, kemudian dianalisis menjadi 5 variabel indikator. Hasil analisis faktor pembobot (Factor Loadings) sebesar 4 variabel indikator penciri faktor, terbagi dalam 2 faktor komponen utama (Factor Score). Berikut tabel sumberdaya alam potensi kehutanan dan perkebunan. Tabel 42 Analisis faktor/komponen utama variabel sumberdaya alam pangsa lokal kehutanan dan perkebunan Faktor F1 F2 Variabel Indikator Penciri Faktor Faktor Loading pangsa Luas Hutan Kayu Jenis II X98 (+) pangsa perkebunan buah buahan X102 (+) pangsa Luas Hutan Kayu Jenis III X100 (+) pangsa perkebunan obat obatan X104 (+) Secara umum faktor pembentuk tipologi sumberdaya alam potensi perkebunan dan kehutanan mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 81,8% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabel tersebut pangsa luas hutan kayu jenis II dan pangsa luas perkebunan buah buahan. Kedua faktor berkorelasi positif, semakin tinggi luas hutan kayu jenis II maka pangsa luas perkebunan buah buahan akan meningkat. Faktor 1 merepresentasikan 45,7% keragaman data, nilai pembobot masing masing sebesar 0,92 dan 0,91.

133 120 Faktor 2 terdiri dari 2 variabel penciri faktor. Variabelnya adalah pangsa lokal hutan kayu jenis III dan pangsa lokal perkebunan obat obatan. Kedua faktor berkorelasi positif. Semakin meningkat pangsa hutan kayu jenis III maka pangsa perkebunan obat obatan meningkat. Faktor 2 merepresentasikan 36,1% keragaman data, nilai faktor pembobot masing masing sebesar 0,79 dan 0,89. Pengendalian Ruang Ruang diartikan entitas yang ada dipermukaan bumi tempat dimana mahluk hidup tumbuh dan berkembang. Konfigurasi ruang mencerminkan pola asosiasi aktifitas mahluk hidup, baik yang ada di darat, laut dan udara yang satu sama lain saling membutuhkan. Pengendalian ruang untuk mengendalikan pola pemanfatan ruang sesuai dengan fungsinya serta menjaga dinamika perubahan ruang agar tidak menciptakan kerugian besar. Data dasar yang digunakan dalam variabel pengendalian ruang sebanyak 21 data dasar. Hasil yang diperoleh setelah dilakukan Principle Component Analysis (PCA) memiliki variabel penciri 16 variabel yang dibagi ke dalam 6 faktor komponen utama. Berikut ini tabel hasil analisis pengendalian ruang. Tabel 43 Analisis faktor/komponen utama variabel indikator variabel pengendalian ruang pangsa lokal alih guna lahan Faktor Variabel Indikator Penciri Faktor Factor Loadings Pangsa lokal laju alih Lahan sawah ke Perumahan X339 (+) Pangsa lokal laju alih guna lahan tegalan, ladang, perkebunan ke sawah X343 (+) F1 Pangsa lokal alih guna lahan tegalan, ladang, perkebunan ke perumahan X344 (+) Pangsa lokal alih hutan menjadi sawah X353 (+) Pangsa lokal alih hutan menjadi perumahan X354 (+) Pangsa lokal alih hutan menjadi lahan bukan sawah X355 (+) Pangsa lokal laju alih Lahan sawah ke Industri X340 (-) F2 Pangsa lokal laju alih guna lahan tegalan, ladang, perkebunan ke industri X345 (-) Pangsa lokal alih guna lahan tegalan, ladang, perkebunan ke perusahaan X346 (-) F3 Pangsa lokal lus lahan bukan sawah terlantar/luas ladang X335 (+) Pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi industri X350 (+) F4 Pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi sawah X348 (-) Pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi perumahan X349 (-) F5 Rasio ruang terbuka hijau X341 (-) Pangsa lokal laju alih Lahan sawah ke pertanian bukan sawah X342 (-) F6 Pangsa lokal laju alih lahan sawah ke perusahaan/perkantoran X337 (-)

134 121 Secara umum faktor pembentuk konfigurasi ruang mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 86% terhadap variasi karakteristik dari seluruh kecamatan yang dikaji. Faktor 1 memiliki variabel penciri sebanyak 6 variabel. Variabel tersebut adalah pangsa laju alih lahan sawah ke perumahan, laju alih guna lahan tegalan, ladang dan perkebunan ke sawah, laju alih guna lahan tegalan, ladang dan perkebunan ke perumahan, alih lahan kehutanan ke sawah alih hutan ke perumahan pangsa alih hutan ke lahan bukan sawah. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika salah satu diantara variabel penciri pada faktor 1 meningkat maka seluruh variabel penciri pada faktor 1 akan meningkat. Faktor 1 merepresentasikan 34,5% keragaman data, nilai pembobot masing masing variabel penciri sebesar 0,82, 0,99, 0,98, 0,99, 0,98 dan 93. Alih guna lahan sawah dan hutan menjadi perumahan dipengaruhi laju pertumbuhan penduduk meningkat. Peruntukkan lahan tentu saja akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan nilai ekonomi. Faktor 2 memiliki 3 variabel penciri faktor. Variabel tersebut adalah pangsa laju alih lahan sawah ke industri, pangsa laju alih guna lahan tegalan, ladang, perkebunan ke sawah dan perumahan. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika pangsa alih lahan sawah ke industri mengalami penuruan maka pangsa alih lahan tegalan, ladang dan perkebunan ke sawah dan perumahan akan turun. Faktor 2 merepresentasikan 14,1% keragaman data, nilai pembobot masing masing variabel sebesar -0,74, -0,88 dan -0,90. Faktor 3 memiliki 2 variabel penciri faktor, variabel tersebut adalah pangsa lokal luas lahan bukan sawah/luas ladang dan pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi perumahan. Hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila pangsa lokal luas lahan bukan sawah mengalami peningkatan maka pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi perumahan akan meningkat. Faktor 3 merepresentasikan 11,1% keragaman data, nilai pembobot masing masing sebesar -0,91 dan -0,93. Faktor 4 memiliki 2 variabel penciri faktor, variabel tersebut adalah pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi sawah dan pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi perumahan. Hubungan antar variabel berkorelasi positif. Jika pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi

135 122 sawah menurun maka pangsa lokal alih guna tambak, kolam empang menjadi perumahan menurun. Faktor 4 merepresentasikan 9,1% keragaman data, dengan nilai masing masing pembobot sebesar -0,84 dan -0,85. Faktor 5 memiliki 2 variabel penciri indikator, variabel tersebut adalah rasio ruang terbuka hijau dan pangsa lokal alih guna lahan sawah ke pertanian bukan sawah. Struktur hubungan antar variabel berkorelasi positif. Apabila rasio ruang terbuka hijau turun maka pangsa lokal alih guna lahan sawah ke pertanian bukan sawah mengalami penurunan. Faktor 5 merepresentasikan 8,4% keragaman data, dengan nilai pembobot masing masing sebesar -0,82 dan -0,80. Faktor 6 hanya 1 variabel penciri faktor, variabel tersebut adalah pangsa lokal alih guna lahan sawah ke perusahaan/perkantoran yang merepresentasikan 7,9% keragaman data, dengan nilai pembobot penciri -0,97. Model Spasio Struktural Determinan Kinerja Pembangunan Model spasio struktural adalah model yang memperlihatkan variabel penciri yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap kemiskinan dan pengangguran. Model ini mengidentifikasi kekuatan pengaruh masing masing variabel dan implikasinya. Model dapat memberikan implikasi yang negatif maupun positif terhadap variabel tujuan. Pengaruh model dapat bersifat elastis dan tidak elastis. Semakin elastis suatu model maka pengaruhnya sangat signifikan terhadap variabel tujuan. Dimensi Kemiskinan Model spasial kinerja pembangunan dimensi kemiskinan diperoleh setelah dilakukan Fordward Stepwise Regression dan Backward Stepwise Regression untuk memperoleh nilai duga parameter ( koefisien variabel ) instrumen daerah sendiri dan daerah terkait. Hasil analisis secara garis besar dapat dilihat pada Tabel 44.

136 123 Tabel 44 Nilai duga parameter model spasial kinerja pembangunan dimensi kemiskinan. Variabel penjelas model Kelompok Instrumen daerah sendiri Simbol LnIdx_KpF4n LnIdxPrlhn_F4n LnIdxInf_BpF1 LnidxInf_BpF2 LnIdxSDA_PrkF2 LnIdxSDA_PkF4 LnIdxSDM_UsF1 Keterangan Pangsa lokal bantuan pemerintah pusat Pangsa lokal bantuan pemerintah provinsi Pangsa lokal alih guna lahan tambak, kolam ke sawah Pangsa lokal alih guna lahan tambak, kolam ke perumahan Rasio koperasi terhadap jumlah penduduk Rasio koperasi terhadap jumlah wilayah Rasio bank terhadap penduduk Rasio jumlah bank terhadap luas wilayah Pangsa lokal jumlah ikan mas dalam ton indeks diversitas ikan Pangsa lokal jumlah babi Pangsa lokal jumlah pedaging Pangsa lokal usia produktif Parameter Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Arah pengaruh terhadap kemiskinan Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Menurun Meningkat Instrumen Pangsa lokal keluarga Pra sejahtera WLnIdx_Kpem 1 daerah dan sejahtera I Nyata elastis Menurun terkait Pangsa lokal bantuan pemerintah WLnIdx_KpF4n pusat Pangsa lokal bantuan pemerintah Nyata elastis Meningkat provinsi WLnIdxPrlhn_F6n Pangsa lokal alih guna lahan sawah ke perusahaan Pangsa lokal alih guna lahan sawah ke perkantoran Nyata elastis Menurun Rasio bank terhadap penduduk WLnIdxInf_BpF2 Rasio jumlah bank terhadap luas Nyata elastis Meningkat wilayah WLnIdxSDS_FsF3 Pangsa lokal surat miskin Pangsa lokasi permukiman kumuh Nyata elastis Meningkat WLnIdxSDA_PkF4 Pangsa lokal jumlah babi Pangsa lokal jumlah pedaging ayam Nyata elastis Menurun WLnIdxAe_ApF5n Pangsa lokal alat penggiling padi Nyata elastis Menurun Sumber : Hasil olah Spatial Durbin Model. Keterangan : * di duga dengan regresi berganda * Nyata P-Level kurang dari 0,01dan R = 0,967, R 2 = 0,936 dan Adjusted R 2 = 0,92 * Elastis : Parameter ( Koefisien variabel ) > 1,0 LnIdx_Kpem1 = 6,12 + 0,19 LnIdx_KpF4n + 0,23 LnIdxPrlhn_F4n + 0,17 LnIdxInf_BpF1 + 0,38 LnidxInf_BpF2 + 0,61 LnIdxSDA_PrkF2 0,53 LnIdxSDA_PkF4 + 0,13 LnIdxSDM_UsF1 7,03 WLnIdx_Kpem1 + 1,77 WLnIdx_KpF4n 3,11 WLnIdxPrlhn_F6n + 2,69 WLnIdxInf_BpF2 + 1,91WLnIdxSDS_FsF3 2,04 WLnIdxSDA_PkF4 3,94 WLnIdxAe_ApF5n Keterangan * Makna simbol variabel lihat Tabel 44

137 124 Berdasarkan hasil yang diperoleh berdasarkan model durbin yang digunakan maka dapat dijelaskan sebagai berikut : Tingkat kemiskinan nyata elastis mendorong penurunan angka kemiskinan di kecamatan tertentu yang dipengaruhi oleh daerah/kecamatan sekitar. Perubahan 1% di daerah/kecamatan yang berjarak radius tertentu akan menurunkan angka kemiskinan di kecamatan lain sebesar 7,03. Fenomena ini mengindikasikan bahwa kerjasama antar kecamatan harus dilakukan oleh pemerintah daerah. Pangsa lokal bantuan pemerintah pusat/provinsi nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan di daerah/kecamatan dan nyata elastis menghambat kinerja pembanguan ( kemiskinan meningkat ) daerah/kecamatan lain pada jarak tertentu. Alokasi bantuan pemerintah cenderung memusat di kecamatan tertentu diduga kecamatan lain tidak cukup memperoleh anggaran. Rasio bank terhadap penduduk/luas wilayah nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan di daerah/kecamatan dan nyata elastis menghambat kinerja pembangunan (kemiskinan meningkat) di daerah/kecamatan lain pada jarak tertentu. Umumnya infrastruktur perbankan cenderung berada pada pusat pemerintahan dan jumlah bank masih lebih rendah jika dibandingkan dengan porsi jumlah penduduk dan luas wilayah. Keadaan infrastruktur perbankan yang demikian menyebabkan kemiskinan secara tidak langsung di beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor. Pangsa lokal jumlah babi dan pedaging ayam nyata tidak elastis menurunkan angka kemiskinan di daerah/kecamatan dan nyata elastis mendorong penurunan angka kemiskinan kecamatan lain pada jarak tertentu. Aktifitas ini relatif memusat di kecamatan tertentu. Pemusatan pada aktifitas ini belum signifikan mendorong penurunan angka kemiskinan. Aktifitas ini dianjurkan untuk diempelmentasikan di kecamatan lain. metode penerapannya dapat dilakukan dengan mendirikan kawasan peternak ayam. Pangsa lokal alih guna lahan tambak dan kolam menjadi sawah nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan (kemiskinan meningkat) di daerah/kecamatan tertentu. Skala produksi yang tidak layak, harga input tinggi dan nilai jual hasil produksi rendah merupakan faktor penyebab aktifitas pertanian

138 125 sawah tidak menguntungkan. Pangsa lokal alih guna lahan tambak dan kolam ke perumahan nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan (kemiskinan meningkat) di daerah/kecamatan tertentu. Alih guna lahan ini dapat menyebabkan pemilik lahan kehilangan mata pencaharian. Mula mula pemilik lahan memperoleh materi dari hasil jual lahan, tetapi disisi lain mereka sudah tidak memiliki lahan. Situasi ini akan menjadi rumit jika penjual lahan sudah tidak memiliki pekerjaan lain. fenomena kemiskinan akan semakin meningkat jika alih lahan tidak dikendalikan. Rasio koperasi terhadap jumlah penduduk/luas wilayah nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan (kemiskinan meningkat) di daerah/kecamatan. Diduga karena keberadaan koperasi relatif memusat pada kecamatan tertentu dan rasio jumlah koperasi terhadap jumlah penduduk masih rendah. Rasio yang relatif rendah tidak mampu mendorong penurunan angka kemiskinan sehingga dibutuhkan penyebarluasan infrastruktur koperasi di beberapa kecamatan. Pangsa lokal jumlah ikan dalam ton dan indeks diversitas nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan (kemiskinan meningkat) di daerah/kecamatan. Aktifitas ini relatif memusat pada kecamatan tertentu. Untuk pengembangan kegiatan tersebut perlu dilakukan penyediaan input yang murah dan bantuan modal tanpa bunga. Pangsa lokal usia produktif berdasarkan tingkatan umur nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan (kemiskinan meningkat) di daerah/kecamatan. Aktifitas ekonomi yang lamban menyebabkan serapan tenaga kerja rendah. Pangsa lokal alih guna lahan sawah menjadi perusahaan/perkantoran nyata elastis mendorong kinerja pembangunan di daerah/kecamatan (kemiskinan menurun) sekitar pada jarak radius tertentu. Aktifitas perusahaan dan perkantoran memberikan manfaat ekonomi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan aktifitas pertanian sawah dan aktifitas ini mampu membuka lapangan pekerjaan. Pangsa lokal surat miskin/pangsa lokasi pemukiman kumuh nyata elastis menghambat kinerja pembangunan (kemiskinan meningkat) di daerah/kecamatan sekitar pada radius tertentu. Jumlah surat miskin yang meningkat akan mengganggu porsi anggaran aktifitas pembangunan. Anggaran pembangunan dapat dialokasian pada akitifitas yang memberikan nilai ekonomi tinggi dan

139 126 peningkatan sumberdaya manusia akan berkuruang porsinya akibat alokasi untuk orang miskin yang mendesak. Pangsa lokal alat penggiling padi nyata elastis menurunkan kemiskinan di daerah/kecamatan sekitar pada jarak tertentu. Kondisi ini menunjukkan alat penggiling memberikan manfaat yang tinggi bagi pengguna. Secara ringkas model dimensi kemiskinan digambarkan sebagai berikut : LnIdxSDM_UsF1 WLnIdx_Kpem 1 WLnIdxSDS_FsF3 0,13-7,03 1,91 WLnIdx_KpF4n 1,77 LnIdx_Kpem 1-3,11 WLnIdxPrlhn_F6n LnIdx_KpF4n 0,19-0,62 LnIdxSDA_PrkF2 LnIdxPrlhn_F4n 0,23-0,53 LnIdxSDA_PkF4 LnidxInf_BpF2 0,17 0,38 LnIdxInf_BpF2-3,94-2,04 2,69 WLnIdxAe_ApF5n WLnIdxSDA_PkF4 WLnIdxInf_BpF2 Keterangan : Makna simbol variabel dapat dilihat pada Tabel 44 Gambar 23 Diagram model dimensi kemiskinan. Berdasarkan hasil uji dimensi kemiskinan maka dapat disusun beberapa arahan yang dapat mendorong berkurangnya angka kemiskinan masyarakat, yaitu 1. Menyusun alokasi anggaran yang tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan kecamatan. Kuatnya keterkaitan kecamatan di Kabupaten Bogor mengharuskan pemerintah untuk mengatur distribusi anggaran yang merata antar kecamatan. Alokasi anggaran salah satunya dapat diperuntukkan untuk membantu industri kecil di kecamatan yang dianggap mampu untuk meningkatkan nilai tambah dan pembukaan lapangan pekerjaan. Juga dapat pula dialokasikan untuk membantu model pencarian nafkah pendidik (Livelihood) melalui bantuan pemerintah dan mendirikan lembaga keuangan (Micro finance).

140 Mengupayakan kerjasama antar kecamatan di Kabupaten Bogor dan daerah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bogor untuk mengurangi angka kemiskinan. Kerjasama ini minimal dapat mengurangi biaya atau anggaran. Program yang sama di beberapa kecamatan dapat dilakukan untuk mengefisiensikan biaya dan dapat lebih efektif karena dilakukan bersama sama. 3. Pembangunan infrastruktur ekonomi di Kabupaten Bogor harus merata di tiap kecamatan. Infrastruktur ekonomi relatif memusat di perkotaan dan di beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor. Keberadaan lembaga ekonomi yang merata dapat membantu menanggulangi angka kemiskinan. 4. membuka lapangan pekerjan bagi usia produktif dan memberikan pelatihan bagi mereka. Akibat laju penduduk yang lebih tinggi dari ketersedian lapangan pekerjaan mengakibatkan munculnya penduduk yang tidak memiliki lapangan pekerjaan. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan bagi mereka. Lapangan pekerjaan dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan dan bantuan modal bagi penduduk usia produktif. 5. Membatasi alih guna lahan dan meningkatkan nilai tambah lahan pertanian. Alih guna lahan dapat terjadi akibat nilai ekonomi lahan di bidang pertanian lebih rendah dari pada lahan tersebut dijual untuk peruntukkan aktifitas lain. Untuk mengurangi hal tersebut maka produktifitas dan nilai tambah aktifitas pertanian secara umum perlu untuk dilakukan. Peningkatan nilai tambah dapat dilakukan dengan menyediakan teknologi yang dapat menciptakan diversifikasi produk dan meningkatkan produktifitas lahan. Dimensi Pengangguran Model spasial kinerja pembangunan dimensi pengangguran diperoleh setelah dilakukan Fordward Stepwise Regression dan Backward Stepwise Regression untuk memperoleh nilai duga parameter ( koefisien variabel ) instrumen daerah sendiri dan daerah terkait. Hasil analisis secara garis besar dapat dilihat pada Tabel 45.

141 128 Tabel 45 Nilai duga parameter model spasial kinerja pembangunan dimensi pengangguran Variabel penjelas model Kelompok Parameter instrumen daerah sendiri Parameter instrumen daerah terkait Simbol LnIdxInf_LkF1 LnidxSDM_UsF1 LnIdxSDS_OsF1 LnIdxSDS_FsF5 LnIdx_PpF3n WLnIdxSDA_TpnF3 Keterangan Pangsa lokal keterampilan bahasa, komputer, menjahit, kecantikan Pangsa lokal usia produktif Sumber : Hasil olah Spatial Durbin Model. Keterangan : * di duga dengan regresi berganda * Nyata P-Level kurang dari 0,01 * Elastis : parameter ( koefisien variabel ) > 1,0 Indeks diversitas kelompok tani binaan Pangsa lokal wabah penyakit Pangsa meninggal akibat penyakit Rataan tingkat pendidikan aparatur desa tamat SMP/SMA Pangsa lokal luas panen tanaman pangan ubi jalar Pangsa lokal luas panen tanaman pangan padi gogo Parameter Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata tidak elastis Nyata elastis Nyata elastis Arah pengaruh terhadap pengangguran Meningkat Meningkat Menurun Menurun Menurun Menurun Meningkat Kpem 2 = 3,94 + 0,23 LnIdxInf_LkF1 + 0,25 LnIdxSDM_UsF1-0,41 LnIdxSDS_OsF1-0,14 LnIdxSDS_FsF5-1,98 WLnIdxSDA_TpnF3 + 1,98 WLnIdxSDA_TpnF3-0,33 LnIdx_PpF3n Keterangan : *Makna simbol variabel dapat dilihat pada Tabel 45 Berdasarkan hasil yang diperoleh berdasarkan model durbin yang digunakan maka dapat dijelaskan sebagai berikut : Pangsa lokal lembaga keterampilan nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan (pengangguran menurun) di daerah/kecamatan. Lembaga keterampilan yang cenderung memusat menyebabkan lembaga ini tidak mempu mengurangi jumlah pengangguran. Pangsa lokal usia produktif nyata tidak elastis mengahambat kinerja pembangunan (pengangguran menurun) di daerah/kecamatan. Laju pertumbuhan jumlah penduduk bergerak secara ekponensial sedangkan ketersedian lapangan pekerjaan (industri) bergerak secara aritmetik. Keadaan tersebut menyebabkan serapan tenaga kerja berkurang. Program efisiensi dan efektifitas penggunaan teknologi canggih juga dapat menjadi penyebab serapan tenaga kerja berkurang.

142 129 Indeks diversitas lokal petani binaan nyata tidak elastis mendorong kinerja pembangunan (pengangguran menurun) di daerah/kecamatan. Petani binaan yang masih relatif memusat pada kecamatan tertentu menjadi penyebab aktifitas ini belum signifikan menurunkan angka kemiskinan. Pangsa lokal wabah penyakit/pangsa lokal orang meninggal akibat wabah penyakit nyata tidak elastis mengurangi jumlah penduduk menganggur di daerah/kecamatan. Fenomena pengangguran yang berkurang akibat jumlah penduduk meninggal merupakan salah satu indikator keadaan ekonomi, sosial, lingkungan dan kesehatan penduduk yang kurang baik. Oleh karena itu, program penyediaan fasilitas kesehatan dan pengobatan gratis bagi penduduk miskin menjadi prioritas untuk mengurangi angka kematian akibat wabah penyakit. Pangsa lokal jumlah ton tanaman pangan ubi jalar nyata elastis mendorong kinerja pembangunan (pengangguran menurun) di daerah/kecamatan sekitar pada jarak radius tertentu sedangkan pangsa lokal padi gogo nyata elastis menghambat kinerja pembangunan di daerah/kecamatan. Rataan tingkat pendidikan aparatur desa SMU/SMK nyata tidak elastis mendorong kinerja pembangunan (pengangguran menurun) di daerah/kecamatan. Hal ini disebabkan karena serapan tenaga kerja sebagai aparatur desa sangat sedikit sehingga tidak signifikan mengurangi angka pengangguran. Secara ringkas model dimensi pengangguran digambarkan sebagai berikut : LnIdxSDM_UsF1-0,25 1,98 WLnIdxSDA_TpnF3 LnIdx_PpF3n -0,33-0,41 Kpem 2 LnIdxSDS_OsF1 LnIdxInf_LkF1 0,23-0,14 LnIdxSDS_FsF5 Keterangan : Makna simbol variabel dapat dilihat pada Tabel 45 Gambar 24 Diagram model kinerja pengangguran.

143 130 Berdasarkan hasil uji dimensi pengangguran maka dapat disusun arahan yang dapat mendorong berkurangnya angka pengangguran masyarakat, yaitu : 1. Pembangunan lembaga keterampilan di beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor perlu untuk dilakukan oleh pihak yang terkait. Keberadaan lembaga keterampilan masih relatif memusat di beberapa kecamatan. Lembaga keterampilan dapat membantu masyarakat untuk menigkatkan keterampilan mereka. Jenis lembaga keterampilan dapat diupayakan dengan melihat kecendrungan kebutuhan masyarakat. 2. Wabah penyakit yang dapat mengakibatkan orang meninggal dunia harus diatasi oleh pihak pemerintah. Untuk mengatasi hal tersebut maka pemerintah dan masyarakat harus mampu untuk menciptakan lingkungan bersih. Untuk mewujudkan lingkungan bersih maka perlu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan pemerintah. 3. Meningkatkan pendidikan aparatur pemerintah desa. Untuk meningkatkan pelayanan dan optimalisisi program pemerintah ketingkat lokal maka pendidikan apratur desa harus ditingkatkan. Program program pemerintah yang telah disusun untuk mengatasi pengangguran akan sulit untuk diimplementasikan oleh aparatur desa jika mereka tidak memiliki pendidikan dan pengetahuan yang cukup. 4. Mengatasi usia produktif untuk mengatasi pengangguran. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya akibat laju penduduk yang lebih tinggi dari ketersedian lapangan pekerjaan mengakibatkan munculnya penduduk yang tidak memiliki lapangan pekerjaan. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan bagi mereka. Lapangan pekerjaan dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan dan bantuan modal bagi penduduk usia produktif. 5. Meningkatkan keterampilan kelompok tani. Untuk menigkatkan hasil produksi dan nilai tambah bagi petani maka peningkatan keterampilan bagi kelompok tani harus dilakukan. Hasil dan harga produk yang tinggi dapat membuka lapangan pekerjaan bagi petani yang tidak memiliki lahan.

144 131 Pembahasan Umum dan Implikasi Kebijakan Pembangunan dan interaksi spasial menjadi salah satu faktor kunci untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran. Pembangunan manusia juga menjadi kunci dalam rangka mendukung dan menyusun arah pembangunan. Guna mencapai pembangunan manusia dan interaksi spasial dalam rangka mengatasi kemiskinan dan pengangguran maka berdasarkan hasil analisis maka dapat dikaitkan dengan implikasi kebijakan, sebagai berikut : 1. Masalah kemiskinan di Kabupaten Bogor sangat dipengaruhi oleh daerah/kecamatan sekitar pada radius tertentu. Pengaruh kecamatan sekitar sangat signifikan menurunkan angka kemiskinan. Fenomena ini mengindikasikan bahwa kerjasama antar kecamatan untuk menanggulangi kemiskinan merupakan kebijakan yang harus dilakukan daerah. Kerjasama melalui program bersama. Program dilakukan melalui pemberdayaan peningkatan kapasitas masyarakat, pengembangan individu dan industri ekonomi dan usaha kecil/menengah melalui bantuan modal ekonomi (economic capital), penyedian dan pengembangan teknologi untuk meningkat produktifitas (phisycal capital), peningkatan sumberdaya manusia terkait rataan tingkat pendidikan dan pelatihan (human capital) dan membangun kerjasama yang didasari kepercayaan tinggi dan saling membantu (reciprocity) untuk membangun sistem sosial yang kuat (social capital). Program bersama dapat efisien dalam hal biaya, efektif dalam hal waktu, produktif dalam hal capaian dan lebih sempurna karena dilakukan secara bersama sama. Karakteristik angka kemiskinan antar kecamatan memiliki keragaman. Ada kecamatan yang angka kemiskinan tinggi dan rendah. berdasarkan hasil penilitian BAPPEDA Bogor tahun 2005, angka kemiskinan yang terbesar di Kecamatan Pamijahan ( KK) dan Caringin ( KK). Temuan ini mirip dengan hasil penelitian (lihat tabel 15) sedangkan di beberapa kecamatan angka kemiskinan rendah. Temuan ini memperlihatkan bahwa kebijakan pemerintah belum optimal mengatasi kemiskinan saat ini. Faktor interaksi dan kerjasama antar kecamatan kelihatan belum dilakukan. Secara spasial kemiskinan dapat dilihat pada Gambar 25 berikut ini :

145 132 Gambar 25 Peta konfigurasi spasial keluarga miskin dan penduduk menganggur. 2. Pangsa bantuan pemerintah pusat/pemerintah provinsi nyata dan tidak elastis menghambat kinerja pembangunan di kecamatan tertentu dan nyata elastis menghambat kinerja pembangunan di kecamatan lain. Distribusi bantuan pemerintah yang cendrung memusat pada kecamatan tertentu diduga menjadi penyebab kecamatan lain tidak memperoleh anggaran yang cukup. Alasan ini diperkuat karena pengaruh kecamatan sekitar pada radius tertentu dapat mengakibatkan kemiskinan di kecamatan tertentu. Dengan kata lain pengelolahan anggaran kecamatan tertentu memperoleh porsi yang besar dibandingkan kecamatan lain. Dugaan ini memperkuat alasan pengalokasiaan anggaran yang tidak tepat sasaran dengan tanpa menganalisis lebih lanjut kecamatan yang perlu diprioritaskan untuk mengatasi kemiskinan. Berdasarkan argumentasi tersebut maka dalam rancangan penyusunan dan pengalokasian anggaran dibutuhkan analisis yang komprehensif. Dengan demikian pengalokasian anggaran yang tepat sasaran dapat memberikan manfaat langsung masyarakat seperti bantuan modal usaha produktif, bantuan modal petani serta bantuan biaya pendidikan. Dugaan lain karena alokasi anggaran 2006 lebih banyak diperuntukkan untuk belanja aparat. Anggaran untuk peningkatan kesejahteraan masih rendah. Untuk meningkatkan pengaruh alokasi anggaran belanja aparat harus dikurangi dan memfokuskan

146 133 pada pengembangan industri kecil. Pembukaan lapangan pekerjaan melalui lowongan pegawai negeri justru menambah beban anggaran belanja aparat. Jika pemerintah berupaya menghidupkan industri kecil melalui anggaran dengan harapan industri tersebut dapat berkembang, maka anggaran aparat dapat berkurang dan pembukaan lapangan pekerjaan lebih banyak dilakukan oleh industri kecil. 3. Alih guna lahan empang, tambak dan kolam menjadi sawah nyata dan tidak elastis menghambat kenerja pembangunan menurunkan kemiskinan di kecamatan. Skala produksi yang tidak layak, harga input tinggi dan nilai jual hasil produksi rendah merupakan faktor penyebab aktifitas pertanian sawah tidak menguntungkan. Guna mengatasi masalah tersebut dibutuhkan program diversivikasi produk untuk meningkatkan nilai tambah melalui pengembangan teknologi. Program ini diharapakan meningkatkan nilai tawar petani terkait dengan harga serta petani mampu menciptakan produk turunun. Terkait dengan alih guna lahan empang, kolam dan tambah ke perumahan nyata tidak elastis menghambat kinerja pembangunan di kecamatan. Alih guna lahan ini dapat menyebabkan pemilik lahan akan kehilangan mata pencaharian akibat konversi lahan menjadi lahan terbangun. Mula mula pemilik lahan memperoleh materi dari hasil jual lahan, tetapi lambat laun mereka akan terjerembat pada masalah kemiskinan akibat tidak lagi memiliki lahan yang dapat digunakan. Jika ada pembukaan lapangan pekerjaan bersifat sementara karena pembangunan perumahan hanya berlangsung dalam waktu tertentu. Berdasarkan dengan alasan tersebut maka alih guna lahan ke perumahan harus diatasi melalui peraturan pemerintah. Tentu saja aktifitas tambak maupun kolam ikan harus diperhatikan dengan menciptakan program bagi pemilik lahan agar tidak terjadi konversi. 4. Keberadaan infrastruktur terkait dengan koperasi nyata dan tidak elastis menghambat kinerja pembangunan di kecamatan tertentu. Diduga karena keberadaan koperasi relatif masih memusat pada daerah tertentu saja. Dugaan lain jumlah koperasi jauh lebih rendah terhadap penduduk. Jumlah koperasi yang relatif rendah tidak mampu untuk mendorong penurunan kemiskinan. Rasio koperasi terhadap penduduk harus lebih ditingkat melalui

147 134 penyebarluasan infrastruktur koperasi di beberapa kecamatan. Berdasarkan temuan BAPPEDA Kabupaten Bogor jumlah koperasi di Kabupaten Bogor hingga tahun 2006 sebesar 782 unit. Tetapi sebaran koperasi ini diduga masih memusat karena belum memberikan pengaruh yang elastis. Konsentrasi pembangunan di kecamatan tertentu akan memberikan ketimpangan antar kecamatan. Ketimpangan antar kecamatan akan berdampak pada ketimpangan ekonomi dan sosial. Konsentrasi aktifitas yang memusat akan mendorong migrasi penduduk dan mengurangi kesempatan kecamatan lain berkembang. 5. Demikian halnya dengan rasio perbankan terhadap penduduk/luas wilayah nyata dan tidak elastis menghambat kinerja pembangunan di kecamatan tertentu dan nyata elastis menghambat kinerja pembangunan di kecamatan lain. Umumnya infrastruktur perbankan cendrung berada pada pusat pemerintahan. Hal ini diduga mengapa infrastruktur perbankan dapat menyebabkan kemiskinan secara tidak langsung. Jumlah bank masih lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah diduga mengapa infrastruktur perbankan tidak mampu menurunkan angka kemiskinan. Jumlah infrastruktur yang relatif kurang dari jumlah penduduk menyebabkan serapan tenaga terbatas. Secara spasial karakteristik perbankan dapat dilihat pada Gambar 26 berikut ini : Gambar 26 Peta konfigurasi spasial ketersediaan lembaga perbankan

148 Aktifitas perikanan (jumlah ton ikan) dan diversitas ikan darat menghambat kinerja pembangunan kemiskinan. Pengaruh aktifitas ini tidak elastis menghambat kinerja pembangunan. Diduga resiko penyakit, modal usaha yang dan harga input pakan yang relatif tinggi menyebabkan aktifitas ini masih terbatas. Argumentatif lain adalah daya beli masyarakat yang rendah karena harga jual ikan lebih tinggi. Situasi seperti ini menyebabkan permintaan ikan lambat. Akhirnya dengan jumlah ikan yang tersedia tidak dapat menurunkan angka kemiskinan. Dugaan lain adalah aktifitas masih relatif memusat di beberapa kecamatan. Secara spasial jumlah ton ikan dapat dilihat pada Gambar 27 berikut ini : Gambar 27 Peta konfigurasi diversitas jenis ikan dan produksi ikan mas. 7. Pangsa lokal jumlah babi dan pedaging/daging nyata dan tidak elastis mendorong penurunan angka kemiskinan di kecamatan dan nyata elastis mendorong penurunan angka kemiskinan di kecamatan lain. Aktifitas ini relatif kuat keterkaitannya antar kecamatan mengatasi kemiskinan. Pengaruh kecamatan lain pada radius tertentu mampu menurunkan angka kemiskinan. Permintaan yang tinggi di kecamatan sekitar dapat memberikan respon positif terhadap aktifitas ini. Serapan tenaga kerja akan terbuka seiring dengan membaiknya ketersediaan daging dan jumlah babi. Olehnya itu ketersediaan daging harus senantiasa mencukupi permintaan dan memperbesar produksi

149 136 ternak untuk merespon permintaan yang meungkin bertambah. Pertimbangan melakukan kerjasama antar kecamtan harus diprioritaskan. Artinya kerjasama antar kecamatan perlu dilakukan untuk mengurangi angka kemiskinan. 8. Pangsa lokal usia produktif nyata dan tidak elastis menghambat kinerja pembangunan. Serapan tenaga kerja relatif lebih rendah dari laju jumlah penduduk dan aktifitas ekonomi cenderung tidak mampu menampung jumlah usia produktif menyebabkan pengangguran dan kemiskinan bertambah. Pun jika kemiskinan dan pengangguran berkurang lebih disebabkan karena sektor informal berkembang. Rendahnya serapan tenaga kerja disebabkan berkembangnya pasar dan industri monopoli dan usaha skala yang kebuh besar. Terus berkembngnya industri monopoli mengakibatkan industri skala kecil mengalami deplesi. Industri skala besar mampu menawarkan berbagai macam produk dan mampu melakukan promosi besar besaran. Industri skala besar lebih banyak menggunakan teknologi sebagai tenaga kerja dibandingkan dengan manusia. Dengan demikian industri besar menyerap tenga kerja relatif sedikit. Industri skala kecil mampu menarik tenaga kerja relatif besar jika lebih dikembangkan. Industri kecil juga dapat di tempatkan sebagai penyokong industri besar. Artinya industri besar dan kecil memiliki keterkaitan yang kuat. Dengan demikian Pemerintah Kabupaten Bogor melalui program pemberdayaan kemandirian dan bantuan modal serta membangkitkan jiwa wirausaha bagi masyarakat/individu atau usaha kecil menengah harus dilakukan. 9. Surat untuk orang miskin dan jumlah pemukiman kumuh nyata dan elastis menghambat kinerja pembangunan di kecamatan sekitar pada jarak radius tertentu. Fenemena spasial memberikan ilustrasi bahwa banyak surat miskin yang berada di kecamatan pemukiman kumuh. Kemiskian sudah menjadi umum menghambat kinerja pembangunan. masyarakat miskin sering disinonimkan sebagai penduduk yang malas dan pasrah (kemiskinan budaya) serta mereka yang tidak memiliki akses, pendidikan dan keterampilan (kemiskinan struktural). Dikatakan menghambat karena dibutuhkan formula untuk mendekati masyarakat dan mengajak masyarakat untuk berkembang. Dari sisi pemerintah dibutuhkan regulasi antara stakeholders agar mereka

150 137 tidak hanya mengeksploitasi masyarakat miskin melainkan perlu untuk melakukan kerjasama. Guna mengatasi masalah tersebut, maka harus dilakukan kerjasama antar kecamatan. Kerjasama dapat dilakukan dengan memberdayakan masyarakat di lingkungan kumuh. Kegiatan pemberdayaan bisa dilakukan dengan menciptakan aktifitas ekonomi mandiri. Pemerintah dan swasta sebagai mitra mereka diharapkan mampu meningkatkan taraf hidupnya. Bantuan uang tidak akan berarti apa apa jika masyarakat tidak diberikan keterampilan dan mitra. Secara spasial karakteristik surat miskin dan pemukiman yang kumuh dapat dilihat pada Gambar 28 berikut ini : Gambar 28 Peta konfigurasi spasial unit lokasi permukiman kumuh. 10. Alih guna lahan sawah menjadi perusahaan/perkantoran di kecamatan sekitar pada jarak radius tertentu memberikan pengaruh yang kuat/signifikan mendorong pengurangan kemiskinan. Alih guna lahan keperusahaan mampu membuka lapangan pekerjaan. Aktifitas ini relatif kontinyu dan berpotensi membuka lapangan pekerjaan. Aktifitas perusahaan dapat memberikan manfaat ekonomi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan lahan sawah. Walaupun skala ekonomi mampu menurunkan jumlah kemiskinan tetapi aspek lingkungan dan rasio lahan terbangun perlu untuk dipertimbangkan dalam rangka menjaga kualitas lingkungan. Menjaga keseimbangan lingkungan dibutuhkan sebagai dasar untuk menjaga kualitas udara sebagai barang publik

151 138 (public good). Regulasi alih guna lahan ke lahan terbangun dilakukan dengan mengukur manfaat lingkungan untuk menciptakan kondisi yang nyaman dan untuk mengurangi resiko bencana alam. Disisi lain perubahan alih guna lahan akan merubah budaya masyarakat yang dulunya bertani menjadi tidak lagi atau mengalami penurunan. Mentalitas akan mengalami gangguan jika tidak siap merespon perubanhan aktifitas di daerah tertentu. Perubahan mentalitas yang materialistis akan mengubah sendi sendi kebudayaan masyarakat. Secara spasial karakteristik alih guna lahan sawah menjadi perusahaan/perkantoran dapat dilihat pada Gambar 29 berikut ini: Gambar 29 Peta konfigurasi spasial alih guna sawah ke lahan bangunan perusahaan/perkantoran. 11. Pangsa lokal penggiling padi pada jarak radius tertentu dapat mendorong penurunan kemiskinan secara signifikan dan elastis. Manfaat dari teknologi penggiling padi untuk mengolah gabah menjadi beras. Pengolahaan ini meningkatkan kualitas produk dan lebih efektif untuk mengubah menjadi produk siap untuk dipasarkan. Pengaruh daerah sekitar mengindikasikan perlu kerjasama antar daearah. Teknologi perlu untuk disediakan di daerah sendiri. Program penyediaan teknologi untuk pengolahan produk padi. 12. Angka penduduk meninggal akibat wabah penyakit nyata dan tidak elastis dapat mendorong penduduk menganggur berkurang. Fenomena pengangguran yang berkurang akibat jumlah penduduk meninggal mengindikasikan kondisi

152 139 ekonomi, sosial, lingkungan dan kesehatan penduduk yang kurang baik. Sanitasi lingkungan yang buruk dan kondisi lingkungan yang kumuh tidak lain karena fenomena kemiskinan, angka penganguran penduduk tinggi dan lingkungan. Fenomena tersebut akan mengancam munculnya wabah penyakit dan tingkat strees tinggi di sekitar wilayah kumuh yang sebagian besar di tinggali oleh penduduk miskin dan menganggur. Penduduk miskin dan menganggur yang terkena wabah penyakit tidak cukup bagi mereka untuk berobat karena biaya pengobatan yang mahal. Akibatnya mereka meninggal karena ketidakmampuan. Program pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis bagi penduduk miskin harus menjadi prioritas untuk mengurangi angka kematian akibat wabah penyakit. Program sanitasi lingkungan, membangun kesadaran budaya sehat dan bersih untuk menjaga kebersihan lingkungan guna mencegah wabah penyakit muncul yang membahayakan harus disosialisasikan. Menciptakan tenaga kerja yang terampil dan mandiri serta bantuan modal bagi simiskin untuk berwirausa mandiri sangat penting untuk menambah pendapatan mereka. 13. Kelompok tani binaan mulai dari pemula hingga tingkat yang lebih terampil dan organisasi kemasyarakatan dan pemerintah dapat mendorong berkurangnya angka pengangguran dengan tingkat pengaruh tidak elastis. Keragaman organisasi sangat penting sebagai perpanjangan tangan pemerintah atau lembaga lain yang bersifat independen untuk melatih masyarakat menjadi terampil dan mandiri. Demikian pula kelompok tani yang dibina agar mampu mandiri dan terampil dalam mengolah produk menjadi produk turunan. Pengolahan produk menjadi produk turunan dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi sebagian penduduk yang menganggur. Olehnya itu pembinaan kelompok tani harus di sebarluaskan ke kecamatan yang tingkat kelompok tani binaan masih rendah. Pembinaan kelompok tani harus memperhatikan latar belakang budaya dan sosial. Dinamika sosial masyarakat harus menjadi perhatian untuk membuat rencana aksi kedepan. Pendekatan partisipasi merupakan cara yang paling tepat untuk meningkatkan kualitas organisasi petani. Pendekatan ini diharapkan dapat menggali permasalahan petani dan oraganisasi. Rumusan masalah yang ditemukan dirundingkan

153 140 secara bersama untuk memperoleh solusi. Temuan berasal dari petani dan kelompok tani. Dengan demikian gerakan partisipasi dapat memberikan perpektif bagi petani sendiri untuk menyusun program yang lebih baik kedepan. Program yang mereka susun di lakukan secara bersama sama. Keterlibatan sebagian besar komponen masyarakat dapat mengubah citra masyarakat tentang pentingnya bekerja sama dan mengurangi sikap individual masyarakat. Hal ini tentu sangat bermanfaat bagi masyarakat karena dapat mengurangi ketergantungan kepada pemerintah. 14. Pangsa lokal usia produktif nyata dan tidak elastis menghambat kinerja pembangunan mengurangi pengangguran. Laju pertumbuhan yang bergerak secara ekponensial sedangkan ketersedian lapangan pekerjaan (industri) yang bergerak secara aritmetik menyebabkan lembaga pemerintah maupun swasta tidak mampu menampung tenaga kerja. Penggunaan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas industri guna meningkatkan keuntungan dan pertimbangan kualitas sumberdaya manusia menjadi penyebab mengapa pengangguran dapat meningkat. Program usaha mandiri dan peningkatan sumberdaya dan pelatihan harus dilakukan secara sistematis. 15. Rataan pendidikan aparatur desa yang tamat SMP/SMU nyata dan tidak elastis mendorong pengurangan pengangguran. Pendidikan aparatur desa harus memiliki keahlian karena institusi ini sangat dekat dengan masyarakat dan merupakan institusi perpanjangan pemerintah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Aparatur desa harus mampu menurunkan program pemerintah kepada masyarakat dan memahami apa kebutuhan masyarakat. Secara umum aparatur desa yang tamat SMP/SMU sangat besar di Kabupaten Bogor. Pentingnya perangkat desa yang cerdas dan ditunjang dengan pendidikan dan keterampilan sangat penting untuk mendukung telaksananya program pemerintah hingga sampai menyentuh masyarakat. Program yang sampai pada masyarakat harus mampu dijelaskan oleh aparatur desa. Tanpa pendekatan yang komprehensif, program tersebut akan menjadi mubazir dan sia sia belaka. Peran aparatur desa juga sebagai jembatan antara pemerinta daerah dan pusat untuk mengkomunikasikan segala permasalahan dan kebutuhan masyarakat desa. Artinya aparatur desa harus cermat untuk

154 141 menelaah dan menggali segala permasalahan dan potensi desa. Jika komunikasi desa dengan daerah tidak optimal maka akan mengurangi nilai program yang layak dilakukan di desa. Secara spasial karakteristik rataan pendidikan aparatur desa dapat dilihat pada Gambar 30 berikut ini: Gambar 30 Peta konfigurasi spasial rataan pendidikan aparatur desa. 16. Lembaga keterampilan tidak elastis menghambat kinerja pembangunan untuk mengurangi kemiskinan. Lembaga keterampilan bukan lembaga yang bertujuan untuk membuka lapangan pekerjaan tetapi lembaga yang bertujuan untuk melatih individu untuk terampil untuk siap ditampung di pasar tenaga kerja. Dugaan lain adalah jumlah ketersediaan lembaga keterampilan relatif masih sedikit jika dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat. 17. Terkait dengan pangsa lokal jumlah ubi jalar di daerah sekitar pada jarak radius tertentu mampu mendorong mengurangi pengangguran dengan tingkat pengaruh yang elastis sedangkan pangsa lokal padi gogo menghambat penurunan pengangguran. Diduga aktifitas pertanian yang bergerak pada tanaman pangan ubi jalar relatif tinggi dan lebih menguntungkan sehingga petani lebih cendrung mengembangkan pertanian ubi jalar jika dibandingkan dengan tanaman padi gogo. Luas panen ubi jalar relatif tinggi jika dibandingkan dengan padi gogo. Faktor ini dipengaruhi oleh kecamatan sekitar sehingga direkomendasikan untuk bekerjasama antar kecamatan.

PERAN PEMBANGUNAN MANUSIA/SOSIAL DAN INTERAKSI SPASIAL DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN : KASUS KABUPATEN BOGOR ARMAN

PERAN PEMBANGUNAN MANUSIA/SOSIAL DAN INTERAKSI SPASIAL DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN : KASUS KABUPATEN BOGOR ARMAN PERAN PEMBANGUNAN MANUSIA/SOSIAL DAN INTERAKSI SPASIAL DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN : KASUS KABUPATEN BOGOR ARMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 RIWAYAT HIDUP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 9 Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9 Manfaat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 33 IV. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dan manfaat, penelitian ini dibangun atas dasar kerangka pemikiran bahwa kemiskinan merupakan masalah multidimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang ingin dijadikan kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung kegiatan industri serta

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

KONDISI EKONOMI KOTA TASIKMALAYA

KONDISI EKONOMI KOTA TASIKMALAYA KONDISI EKONOMI KOTA TASIKMALAYA KONDISI EKONOMI a. Potensi Unggulan Daerah Sebagian besar pusat bisnis, pusat perdagangan dan jasa, dan pusat industri di Priangan Timur berada di Kota Tasikmalaya. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional pada suatu wilayah yang telah disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial. Sumberdaya Manusia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial. Sumberdaya Manusia HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial Sumberdaya Manusia Data yang diperoleh dari Factor Score sebanyak 11 data. Ada 3 faktor yang terkait dengan tingkat pendidikan guru mengajar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Instrumen spasial menjadi tema baru pendekatan pembangunan dalam rangka mengatasi kemiskinan dan pengangguran. Analisis spasial yang menekankan keterkaitan dan interaksi

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menggariskan bahwa Visi Pembangunan 2010-2014 adalah Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 27/05/34/Th.XVI, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan wilayah memiliki konsep yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan masyarakat dalam aspek sosial, ekonomi, budaya, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa merupakan unit terkecil dalam sistem pemerintahan di Indonesia namun demikian peran, fungsi dan kontribusinya menempati posisi paling vital dari segi sosial dan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada pembangunan bangsa dan sosial ekonomis. Untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional, hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam V. GAMBARAN UMUM Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam penelitian ini dimaksudkan agar diketahui kondisi awal dan pola prilaku masingmasing variabel di provinsi yang berbeda maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Capaian Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan indikator dan faktor-faktor penyebab kemiskinan Mahasiswa mampu menyusun konsep penanggulangan masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya dalam jangka panjang akan berdampak terhadap perubahan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya dalam jangka panjang akan berdampak terhadap perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara yang sedang mengalami proses perkembangan perekonomiannya dalam jangka panjang akan berdampak terhadap perubahan struktur ekonomi pada hal yang paling mendasar.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Indeks Pembangunan Manusia Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kapasitas pemerintahan daerah agar tercipta suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembangunan Regional Pembangunan regional adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah beserta dengan perangkat kelengkapannya sejak penerbitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya upaya pembangunan Negara Sedang Berkembang (NSB) diidentikkan dengan upaya meningkatkan pendapatan perkapita. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita diharapkan

Lebih terperinci

Transformasi Desa Indonesia

Transformasi Desa Indonesia Transformasi Desa Indonesia 2003-2025 Dr. Ivanovich Agusta iagusta1970@gmail.com Relevansi Transformasi dari Pemerintah Sumber Penerimaan Total Penerimaan (Rp x 1.000) Persentase PAD 3.210.863 18,13 Bantuan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,

Lebih terperinci