III. BAHAN DAN METODE. Dairi, terletak sebelah Barat Daya Propinsi Sumatera Utara yang berada pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. BAHAN DAN METODE. Dairi, terletak sebelah Barat Daya Propinsi Sumatera Utara yang berada pada"

Transkripsi

1 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pengambilan sampel populasi yang akan diuji adalah Kabupaten Dairi, terletak sebelah Barat Daya Propinsi Sumatera Utara yang berada pada ketinggian 400 m m di atas permukaan laut, dan LU LU serta BT BT. Luasnya sekitar ha. Luas tanaman jagung pada tahun 2012 adalah ha atau 18,17% dari luas Kabupaten Dairi yang tersebar pada beberapa kecamatan (BPS, 2012). Penapisan sintrong resisten herbisida parakuat dan uji tingkat resistensi dilaksanakan di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang pada bulan Mei 2013 sampai dengan Pebruari Bahan dan Alat Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah: biji sintrong yang sudah sering dikendalikan dengan herbisida parakuat yang berasal dari lahan jagung, dan benih sintrong yang belum pernah ter-ekspos parakuat; tanah dan air secukupnya; herbisida yang berbahan aktif parakuat (1,1'- dimethyl -4, 4'- bipyridinium dichloride) seperti Primaxone plus 280SL; serta kuisioner. Kuisioner bermanfaat untuk mengetahui lama petani menggunakan parakuat, dosis yang digunakan dan frekuensi penggunaan parakuat dalam satu periode tanam. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : sprayer; polibeg dengan ukuran 40 cm x 40 cm; amplop tempat benih sintrong dari lapangan; cangkul; alat timbangan digital.

2 3.3 Metode Pengumpulan Data Data Responden Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei. Survei langsung ke lahan dan mewawancarai petani dengan kuesioner yang telah disediakan (Lampiran 1). Responden berasal dari enam kecamatan sentra produksi jagung berdasarkan luas tanam di Kabupaten Dairi (BPS, 2012). Keenam kecamatan tersebut meliputi: Kecamatan Parbuluan, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu, Tigalingga, Gunung Sitember dan Kecamatan Tanah Pinem. Setiap kecamatan diambil 5 (lima) petani jagung sebagai responden, sehingga total responden sebanyak 30 petani. Penentuan responden berdasarkan metode pertimbangan (purposive sampling method) (Singarimbun dan Effendi, 1995). Pertimbangan untuk menjadi responden meliputi, pertama tempat tinggal dan ladang petani berada pada sentra produksi jagung di Kabupaten Dairi, kedua, telah berulangulang menggunakan herbisida parakuat sebagai sarana untuk menyiangi gulma pada tanaman jagung dan ketiga, tingkat homegenitas alat/sampel yang digunakan cukup tinggi. Hanafiah (1991), mengatakan bahwa jika dalam suatu percobaan tingkat homegenitas suatu alat/sampel tinggi maka ulangan dalam percobaan itu semakin sedikit, sebaliknya jika homegenitasnya rendah membutuhkan ulangan yang lebih banyak Data Benih Sintrong Biji sintrong yang diduga resisten diambil dan dikumpulkan dari masingmasing lahan petani responden minimal dari 25 tumbuhan/populasi. Biji-biji

3 tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam amplop kertas, dan dikeringkan dengan cara menjemur di bawah sinar matahari. Biji-biji gulma sintrong yang tidak pernah disemprot dengan parakuat juga diambil sebagai populasi pembanding. Biji ini diambil dan dikumpulkan dari lokasi yang belum pernah disemprot dengan herbisida, yaitu dari jalan lintas perbatasan Kecamatan Merek di Tanah Karo dengan Kecamatan Sumbul di Kabupaten Dairi. 3.4 Metode Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama : penapisan benih sintrong yang diduga resisten dengan mengunakan herbisida berbahan aktif parakuat. Penapisan ini dilakukan dengan metode bioassay pot dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Polibeg berukuran 40 cmx 40 cm yang di isi dengan tanah gembur secukupnya yang berasal dari pinggiran hutan di daerah Tutungan. Kemudian disiram dengan air dengan maksud agar tanah lembab. b. Pot disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) ( Lampiran 2). c. Biji-biji sintrong yang dikumpulkan dari lahan petani, disebar kedalam polibeg dan ditutup dengan tanah secara merata dengan ketebalan 0,5 cm 1 cm. Banyaknya biji sintrong yang disebar sekitar biji/ polibeg. Benih yang telah tumbuh disiram setiap pagi dan sore. Untuk menghindari gangguan hama penggerek daun/batang seperti ulat tentara (Army worm) dilakukan penyemprotan insektisida d. Penapisan dilakukan pada umur 3 bulan setelah tanam. Sintrong yang tumbuh dalam polibeg tingginya bervariasi sehingga perlu diseleksi sebelum herbisida

4 diaplikasikan. Dipilih gulma sintrong yang memiliki tinggi antara cm dan pertumbuhannya yang baik. Jumlah populasi gulma sintrong dalam polibeg sebelum apilkasi herbisida antara batang/polibeg. e. Penapisan menggunakan berbisida berbahan aktif parakuat diklorida 280g/l setara dengan ion parakuat 203g/l dengan merek dagang Primaxone plus 280 SL. Dosis parakuat yang diaplikasikan adalah 304,5 gr.ba/ha (atau setara dengan 1,5 liter/ha primaxone plus 280 SL) f. Alat untuk menyemprot herbisida digunakan knapsack sprayer elektrik dengan nozzle T-jet warna kuning. Luas bidang semprot yang digunakan berukuran 1 x 17 m dengan waktu aplikasi sekitar 40 detik. Gulma diatur dalam luasan bidang semprot. Volume semprot sebesar 413,5 liter/ha, dengan demikian konsentrasi herbisidanya adalah 3,5 ml/liter air atau setara dengan bahan aktif ion parakuat 0,7105 g. g. Penghitungan populasi yang mati dilakukan 14 hari setelah aplikasi herbisida. h. Hasil penapisan popoulasi sintrong dibagi atas 3 (tiga) kategori yaitu: populasi gulma sintrong dengan mortalitas 81% -100% sebagai kategori K1 (populasi resisten antara 1% -19%), mortalitas populasi antara 11% - 80% sebagai kategori K2 (populasi resisten 20% -89%), mortalitas kurang dari 10% sebagai kategori K3 (populasi resisten > 90%) (Wals dan Powles 2004). Tahap kedua : Menilai tingkat resistensi populasi sintrong dari hasil penapisan. Untuk menilai tingkat resistensi populasi sintrong terhadap herbisida parakuat dipilih 3 (tiga) populasi sintrong hasil penapisan yang memilki persentase

5 hidup paling tinggi dan populasi yang sensitif sebagai kontrol. Pelaksanaan tahap kedua adalah sebagai berikut: a. Polibeg berukuran 40 cm x 40 cm di isi dengan tanah gembur sebanyak 4/5 bagian, kemudian disiram dengan air agar tanah lembab. b. Polibeg disusun sesuai dengan bagan penelitian Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) (Lampiran 3). c. Biji-biji sintrong di sebar ke dalam polibeg dan ditutup dengan tanah secara merata dengan ketebalan 0,5 cm - 1,0 cm (sama seperti poin c saat penapisan). d. Penyemprotan dilakukan setelah gulma sintrong berumur 3 bulan, dengan dosis 0 g/ha (P0), 76g/ha (P1), 152 g/ha (P2),304,5 g/ha (P3), 609 g/ha (P4), 1218 g/ha (P5), 2436 g/ha (P6). Penyemprotan dilakukan pagi hari dan tidak ada hujan. e. Alat untuk menyemprot herbisida digunakan knapsack sprayer elektrik dengan nozzle T-jet warna kuning. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. f. Penghitungan populasi yang mati dilakukan 2, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14 hari setelah aplikasi herbisida. g. Pengukuran jumlah klorofil daun dilakukan 21 hari setelah aplikasi herbisida. 3.5 Peubah Amatan Peubah amatan penelitian tahap pertama adalah persentase kematian gulma setelah aplikasi herbisida. Persentase kematian di hitung dengan rumus: jumlah populasi yang mati jumlah populasi seluruhnya x 100% (Triharso, 2007). Peubah amatan pada tahap kedua antara lain:

6 1. Persentase kematian gulma. 2. Nilai tingkat resistensi suatu gulma pada suatu daerah terhadap herbisida tertentu (FR = LD50 gulma uji LD50 gulma peka ) (Untung 2001). Rumus ini merupkan analog untuk menentukan Faktor Resistensi (FR) serangga resisten insektisida. 3. Lethal Dose (LD) 50%. Untuk menentukan nilai LD 50% digunakan persamaan regresi Y = ax + b. Persamaan regresi yang didapat selanjutnya digunakan untuk menentukan LD50% dari masing-masing perlakuan jenis herbisida. Kematian 50% yang diinginkan merupakan nilai Y dari persamaan regresi, yang ditransformasikan ke dalam nilai probits, yaitu 5. Nilai X adalah log dosis dari masing-masing perlakuan, sehingga untuk menentukan LD 50% log dosis harus dikembalikan ke dalam antilog (X) (Guntoro dan Trisnani, 2013). 4. Lethal Time (LT) 50%. LT 50% dihitung dengan suatu konsentrasi kimiawi yang mengakibatkan kematian 50% populasi percobaan. Penghitungan nilai lethal time didapat dengan menganalisa probit waktu kematian gulma yang telah diberi perlakuan. Lethal Time 50% merupakan nilai Y dari persamaan regresi yang ditransformasikan ke dalam nilai probits (Raharjo et al., 2014). 5. Jumlah klorofil daun. Kadar klorofil total daun dilakukan secara spektroskopi pada akhir penelitian yaitu pada 21 hari setelah aplikasi herbisida, pada daun nomor tiga. 3.6 Rancangan Penelitian

7 Model rancangan percobaan pada tahap pertama akan digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Herbisida parakuat pada dosis anjuran akan diaplikasikan terhadap 31 jenis populasi sintrong yang bersumber dari 6 (enam) daerah yang berbedadan 1 (satu) jenis yang belum pernah disemprot herbisida parakuat. Percobaan tahap pertama dibuat sebanyak 3 (tiga) ulangan. Secara matematis model ini dapat ditulis sebagai berikut: Y ij = µ + β i + τ j + ε ij (Sudjana, 1991) dengan : i = 1,2,3... b (banyak blok) j = 1,2,3...p (banyak perlakuan) Y ij = variabel yang diukur µ = rata-rata umum τ j = efek perlakuan ke j εij = efek unit eksperimen dalam blok ke i karena perlakuan ke-j. Untuk mempermudah perancangan dan pengacakan maka perlakuan tersebut diberi simbol. Untuk herbisida parakuat dinyatakan dengan P. Untuk sumber benih dinyatakan dengan C, dengan demikian dapat dinyatakan sebagai berikut. C0 = benih belum pernah disemprot dengan herbisida parakuat C1,C2,C3,C4, C5 = biji dari Kecamatan Parbuluan C6,C7,C8,C9,C10 = biji dari Kecamatan Siempat Nempu Hulu C11,C12,C13,C14,C15 = biji dari Kecamatan Siempat Nempu C16,C17,C18,C19,C20 = biji dari Kecamatan Gunung Sitember C21,C22,C23,C24, C25 = biji dari Kecamatan Tigalingga C26,C27,C28,C29,C30 = biji dari Kecamatan Tanah Pinem.

8 Model rancangan percobaan yang akan digunakan tahap kedua adalah model Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Secara matematis model ini dapat dituliskan sebagai berikut: Y ijk = µ +A i + B j + AB ij + Ɛ k ( dengan: µ = rata-rata yang sebenarnya (berharga konstan) Yijk Ai Bj Abij ε k(ij) ij) = variabel respon hasil observasi ke- k yang terjadi karena pengaruh bersama taraf ke faktor A dan taraf ke j faktor B = efek taraf ke-i faktor A = efek taraf ke-j faktor B = efek interaksi antara taraf ke i faktor A dan taraf ke j faktor B = efek unit eksperimen ke - k dalam kombinasi perlakuan (ij) (Hanafiah, 1991., Sudjana, 1991). 1 4, 1 2 Herbisida parakuat sebagai faktor B, dengan 7 (tujuh) taraf dosis yaitu: 0,, 1, 2, 4, 8 kali dosis anjuran. Simbol untuk herbisida parakuat dinyatakan dengan: P 0 P P P P P P = tanpa herbisida = dengan herbisida 1 x dosis anjuran (76g.b.a/ha) 4 = dengan herbisida 1 x dosis anjuran(152 g.b.a/ha) 2 = dengan herbisida dosis anjuran (304,5 g.b.a/ha) = dengan herbisida 2 x dosis anjuran(609 g.b.a/ha) = dengan herbisida 4 x dosis anjuran (1218 g.b.a/ha) = dengan herbisida 8 x dosis anjuran(2436 g.b.a/ha) Populasi gulma sintrong sebagai faktor A, dengan 4 (empat) jenis tingkat persentasi mortalitas. Simbol untuk populasi sintrong dinyatakan dengan: S R1 = populasi sensitif yaitu populasi sintrong yang belum pernah disemprot parakuat = populasi sintrong hasil penapisan yang memiliki persentasi hidupyang lebih rendah dari R 2

9 R2 R3 = populasi sintrong hasil penapisan yang memiliki persentasi hidup yang lebih rendah dari R3 = populasi sintrong hasil penapisan yang memiliki persentasi hidup yang lebih tinggi dari R1 dan R2 Berdasarkan banyaknya taraf faktor A dan faktor B dibuat kombinasi perlakuan sebagai berikut: P 0 S, P 0 R 1, P 0 R 2, P 0 R 3, P 1 S, P 1 R 1, P 1 R 2, P 1 R 3, P 2 S, P 2 R 1, P 2 R 2, P 2 R 3, P 3 S, P 3 R 1, P 3 R 2, P 3 R 3, P 4 S, P 4 R 1, P 4 R 2, P 4 R 3, P 5 S, P 5 R 1, P 5 R 2, P 5 R 3, P 6 S, P 6 R 1, P 6 R 2, P 6 R 3. Banyaknya perlakuan ada 28, dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

10 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data Hasil Survei Petani Responden Data hasil survei petani responden tentang lama dan frekuensi penggunaan parakuat, serta jumlah dosis yang digunakan untuk mengendalikan gulma pada lahan jagung berdasarkan sumber biji sintrong disajikan pada Tabel 1. Tabel 1.Data rata-rata lama pemakaian, frekuensi, dan dosis parakuat yang digunakan petani responden berdasarkan kecamatan No. Kecamatan Lama Penggunaan (Thn) Dosis (g.ba/ha) Frekuensi Selisih dosis 1 Parbuluan 13,6 456, ,3 2 Siempat Nempu Hulu 16,2 492, ,5 3 Siempat Nempu 13,0 456, ,3 4 Gunung Sitember 17,4 600, ,1 5 Tiga Lingga 18,8 609, ,5 6 Tanah Pinem 25,4 651, ,1 Total 104,4 3266,8 9 Rata-rata 17,4 544,47 1,5 Berdasarkan Tabel 1 rata-rata lama waktu penggunaan parakuat 17,4 tahun dengan dosis rata-rata 544,47 g.bahan aktif/ha (g.ba/ha) serta frekuensi 1,5 kali/ periode tanam. Selisih dosis anjuran (304,5 g.ba/ha) dengan dosis parakuat yang digunakan petani responden di Kecamatan Parbuluan dan Siempat Nempu sebesar 152,3 g.ba/ha, di Kecamatan Siempat Nempu Hulu sebesar 187,5 g.ba/ha, di

11 Gunung Sitember sebesar 296,1 g.ba/ha, di Tiga Lingga sebesar 304,5 g.ba/ha, di Tanah Pinem 347,1 g.ba/ha Hasil Penapisan Populasi Sintrong dengan Parakuat Hasil analisis dan uji beda jarak nyata penapisan populasi sintrong dengan parakuat pada dosis anjuran (304,5 g.ba/ha), disajikan pada Tabel 2. Tabel 2.Rata-rata mortalitas dan kategori sintrongpopulasi dari enam kecamatan hasil penapisan dengan parakuat pada dosis anjuran 14 HSA Kode Kecamatan Kategori Mortalitas (%) Populasi C0 Merek -Sumbul K1 95,65 m C1 Parbuluan K2 37,93 jkl C2 Parbuluan K2 39,51 kl C3 Parbuluan K2 14,85 fg C4 Parbuluan K2 10,84 bcde C5 Parbuluan K2 41,79 l C6 Siempat Nempu Hulu K2 17,74 cdefgh C7 Siempat Nempu Hulu K2 14,52 efg C8 Siempat Nempu Hulu K2 27,12 hij C9 Siempat Nempu Hulu K2 13,11 defg C10 Siempat Nempu Hulu K2 29,85 ij C11 Siempat Nempu K2 52,08 l C12 Siempat Nempu K2 42,27 l C13 Siempat Nempu K2 14,7 g C14 Siempat Nempu K2 19,18 cdefgh C15 Siempat Nempu K2 22,86 cdefghi C16 Gunung Sitember K2 18,84 cdefgh C17 Gunung Sitember K2 20,83 cdefghi C18 Gunung Sitember K3 7,14 a C19 Gunung Sitember K3 9,09 a C20 Gunung Sitember K2 11,94 cdef C21 Tiga Lingga K2 16,67 cdef C22 Tiga Lingga K3 9,21 a C23 Tiga Lingga K3 8,86 a C24 Tiga Lingga K3 6,38 a C25 Tiga Lingga K3 3,13 a C26 Tanah Pinem K3 5,88 a C27 Tanah Pinem K3 1,39 a

12 C28 Tanah Pinem K3 5,19 a C29 Tanah Pinem K3 0,00 a C30 Tanah Pinem K3 0,00 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kecil pada kolom yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% berdasarkan Uji Jarak Nyata Ganda Duncan K1 = mortalitas 81% -100%; K2 = mortalitas antara 11% -80%; K3 = mortalitas 10% Berdasarkan Tabel 2, Lampiran 5, 6, dan 7, mortalitas populasi C0 (95,65%) berbeda nyata dengan mortalitas populasi yang bersumber dari lahan jagung. Populasi sintrong yang terdapat di Kecamatan Parbuluan, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu semua tergolong kategori K2. Di Kecamatan Gunung Sitember dan Tiga Lingga terdapat K2 dan K3. Sedangkan di Kecamatan Tanah Pinem semua populasi tergolong kategori K3. Data mortalitas populasi sintrong yang terendah dan tertinggi pada masingmasing kecamatan ditampilkan pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3. Mortalitas tertinggi (52,08%) terdapat di Kecamatan Siempat Nempu dan terendah di Kecamatan Tanah Pinem (0%). Tabel 3. Data mortalitas tertinggidan terendah hasil penapisan dengan parakuat pada dosis anjuran Asal Populasi Mortalitas (%) (Kecamatan) Terendah Kode Tertinggi Kode populasi Populasi 1. Parbuluan 10,84 C4 41,79 C5 2. Siempat Nempu Hulu 13,11 C9 29,85 C10 3. Siempat Nempu 14,71 C13 52,08 C11 4. Gunung Sitember 7,14 C18 20,83 C17 5. Tiga Lingga 3,13 C25 16,67 C21 6. Tanah Pinem 0 C29,C30 5,88 C26 Berdasarkan Tabel 2, dapat dibuat data persentasi kategori dan perbedaan (selisih) mortalitas sintrong antara populasi C0 (sensitif) dengan populasi dari lahan jagung (populasi resisten) seperti padatabel 4. Berdasarkan Tabel 4.

13 Kategori populasi sintrong di Kecamatan Parbuluan, Siempat Nempu dan Siempat Nempu Hulu 100% termasuk kategori K2, sedangkan di Kecamatan Tanah Pinem 100% termasuk kategori K3. Selisih mortalitas antara populasi sensitif dengan populasi resisten terendah (44,57%) terdapat di Kecamatan Siempat Nempu dan tertinggi (95,65%) terdapat di Kecamatan Tanah Pinem Tabel 4. Data selisih mortalitas populasi sintrong CO dengan populasi sintrong dari lahan jagung di Kabupaten Dairi Kecamatan Kategori (%) Selisih Mortalitas (%) K1 K2 K3 Terendah Tertinggi Parbuluan ,86 84,80 Siempat Nempu Hulu ,80 83,54 Siempat Nempu ,57 80,94 Gunung Sitember ,82 88,51 Tiga Lingga ,98 92,52 Tanah Pinem ,77 95,65 Untuk mengetahui persentasi mortalitas, jumlah populasi yang tergolong kategori K2, dan K3 hasil penapisan disajikan data seperti pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5, Lampiran 5 dan 6, populasi sintrong yang berasal dari lahan jagung sebanyak 19 (63,33%) yang termasuk populasi sintrong kategori K2 dengan tingkat mortalitas berkisar antara 10,84% hingga 52,08%, sedangkan 11 (36,67%) termasuk populasi kategori K3 dengan tingkat mortalitas antara 0,0% - 9,09%. Rata-rata mortalitas kategori K2 sebesar 22,37%, dan populasi kategori K3 sebesar 4,15%. Populasi resisten di Kecamatan Parbuluan berkisar antara 58,21% s/d -89,16%; di Siempat Nempu Hulu 70,15% s/d 86,89%; di Siempat Nempu 57,92% s/d 85,29%; di Gunung Sitember 79,17% s/d 92,86%; di Tiga Lingga 83,33% s/d 96,87%; dan di Tanah Pinem 94,12 s/d 100%.

14 Tabel 5. Populasi awal, akhir, mortalitas, dan kategori populasi sintrong dari enam kecamatan hasil penapisan dengan parakuat dosis anjuran 14HSA Kode Populasi Mortalitas Kategori* Populasi Kecamatan Awal Akhir (%) C0 Sumbul-Merek 69 3 K1 95,65 Jumlah C1 Parbuluan K2 37,93 C2 Parbuluan K2 39,51 C3 Parbuluan K2 14,85 C4 Parbuluan K2 10,84 C5 Parbuluan K2 41,79 C6 SN Hulu** K2 17,74 C7 SN Hulu K2 14,52 C8 SN Hulu K2 27,12 C9 SN Hulu K2 13,11 C10 SN Hulu K2 29,85 C11 Siempat Nempu K2 52,08 C12 Siempat Nempu K2 47,27 C13 Siempat Nempu K2 14,71 C14 Siempat Nempu K2 19,18 C15 Siempat Nempu K2 22,86 C16 G. Sitember K2 18,84 C17 G. Sitember K2 20,83 C20 G.Sitember K2 11,94 C21 Tiga Lingga K2 16,67 Jumlah Rata-rata 24,82 C18 G. Sitember K3 7,14 C19 G.Sitember K3 9,09 C22 Tiga Lingga K3 9,21 C23 Tiga Lingga K3 8,86 C24 Tiga Lingga K3 6,38 C25 Tiga Lingga K3 3,13 C26 Tanah Pinem K3 5,88 C27 Tanah Pinem K3 1,39 C28 Tanah Pinem K3 5,19 C29 Tanah Pinem K3 0,00 C30 Tanah Pinem K3 0,00 Jumlah ,12

15 Rata-rata * K1= mortalitas 81% -100% ; K2 = mortalitas 11% - 80% ; K3 = mortalitas 10% ** SN Hulu = Siempat Nempu Hulu Untuk menunjukkan peta wilayah distribusi dan karakteristik populasi sintrong hasil penapisan di Kabupaten Dairi disajikan seperti Gambar 1. Populasi sintrong yang bertahan hidup 20% - 89% di beri simbol K2, dan yang 90% di beri simbol K3. K K3 13 K2 K K K2 9 K3 2 K2 K2 10 K K K2 K2 Gambar 1. Peta Kabupaten Dairi tempat sumber benih gulma sintrong Keterangan 1. Kec Sidikalang 6. Kec Silahisabungan 11. Kec Siempat Nempu Hilir 2. Kec berampu 7. Kec Silima Pungga-pungga 12. Kec Tigalingga 3. Kec Sitinjo 8.Kec Laeparira 13. Kec Gunung Sitember 4. Kec Parbuluan 9. Kec Siempat Nempu 14. Kec Pegagan Hilir 5. Kec Sumbul 10.Kec Siempat Nempu Hulu 15. Kec Tanah Pinem K1= mortalitas 81% -100% ; K2 = mortalitas 11% - 80% ; K3 = mortalitas 10% Batas Kecamatan

16 4.1.3 Uji Tingkat Resisten dari Tiga Populasi Mortalitas Terendah Dari hasil penapisan populasi sintrong (Tabel 2) dilanjutkan pengujian dosis respon terhadap 3 (tiga) populasi yang dipilih dengan tingkat mortalitas terendah yaitu C25 (3,13%), C27 (1,39%) dan C30 (0%) dibandingkan dengan populasi CO (95,65%). Untuk selanjutnya C0 disebut sebagai S, untuk C25 sebagai R-C25, C27 sebagai R-C27, dan C30 sebagai R-C30. a. Hubungan Waktu Mati dengan Dosis Parakuat dan Mortalitas Populasi S, R-C25, R-C27 dan R-C30 Analisis hubungan antara waktu mati dengan dosis parakuat dan mortalitas populasi S, R-C25, R-C27 dan R-C30 dapat dilihat pada Tabel 6, Lampiran8-14; Hasil analisis hubungan waktu mati populasi S (sensitif) berbeda nyata dengan populasi resisten (R-C25, R-C27 dan R-30) pada 2HSA sampai 14HSA. Pada pengamatan 4HSA sampai 14HSA mortalitas populasi R-C25, dan R-C27 berbeda nyata dengan populasi R-C30. Berdasarkan pengamatan 2HSA sampai 14HSA, level dosis yang tidak mematikan P1 (76 g.ba/ha) dan P2 (152 g.ba/ha) berbeda nyata dengan level dosis yang mematikan (304,5 g.ba/ha). Pada pengamatan 2HSA level dosis P3 (304,5 g.ba/ha) berbeda nyata dengan level dosis P5 (1218 g.ba/ha) dan P6 (2436 g.ba/ha). Pada pengamatan 4 HSA level dosis P3 berbeda nyata dengan level dosis P4 (609 g.ba parakuat/ha), P5 (1218 g.ba/ha) dan P6 (2436 g.ba/ha). Level dosis P4

17 berbeda nyata dengan level dosis P5 dan P6. Pada pengamatan 6 HSA sampai 10 HSA semua level dosis yang mematikan berbeda nyata. Tabel 6.Analisis hubungan mortalitas dengan populasi S, R-C25, R-C27, dan R- C30 dengan waktu pengamatan pada 2-14HSA Perlakuan Waktu pengamatan (Hari) * Sintrong (A) S** 30,46b 45,20c 55,86c 62,47c 71,22c R-C25 2,95a 11,90b 18,08b 29,06b 31,81b R-C27 1,04a 8,29b 17,10b 25,91b 28,76b R-C30 0,51a 1,59a 6,35a 9,14a 11,68a Parakuat (B) P0*** 0,00a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a P1 1,00a 2,5a 7,50b 8,8b 9,1b P2 3,3ab 5,3 a 11,26b 11,8b 3,3b P3 8,2bc 14,80b 19,9c 21,6 c 6,7c P4 13,6cde 25,9c 30,2d 41,7d 48,5d P5 16,2de 33,3de 44,9e 55,1e 56,4e P6 1,8e 38,1e 60,7f 69,6 f 72,1f Interaksi A x B P0S 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a P0R-C25 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a P0R-C27 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a P0R-C30 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a P1S 4,1abc 12,1a 30,1d 35,3efg 36,3cd P1R-C25 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a P1R-C27 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a P1R-C30 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a P2S 8,1c 19,8b 43,5f 45,9hi 51,8gh P2R-C25 1,0abc 1,3a 1,3ab 1,3a 1,3a P2R-C27 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a P2R-C30 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a P3S 29,58d 56,4f 71,4h 78,1 l 96,6j P3R-C25 1,7abc 1,7a 5,7ab 5,7ab 5,7a P3R-C27 1,3abc 1,3a 2,6ab 2,6ab 4,3a P3R-C30 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a P4S 47,4e 68,2g 73,7h 78,8 l 100,0j P4R-C25 5,0abc 20,0c 20,0d 43,4ghi 43,6defg P4R-C27 1,8abc 13,9b 19,6c 33,7 def 33,8c P4R-C30 0,0a 1,7a 7,2ab 10,7b 16,5b P5S 56,3f 81,3h 85,6i 97,5m 100,0j P5R-C25 5,0abc 27,4d 46,0f 55,9j 56,0h P5R-C27 1,7abc 20,7c 38,8ef 48,ij 48,3efgh P5R-C30 1,7abc 3,9a 9,3b 18,9c 21,1b P6S 67,.7g 83,2h 87,7i 100,0m 100,0j P6R-C25 8,0bc 38,9e 61,4g 69,9 k 72,4i P6R-C27 1,8abc 24,1c 60,9g 64.7k 64,7i P6R-C30 1,9abc 6,1a 32,8e 39,8fghi 51,3fgh

18 Keterangan: angka angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% berdasarkan Uji Jarak Nyata Ganda Duncan *Jumlah populasi sintrong dari 12 HSA -14 HSA adalah sama,sehingga analisis sidik ragam sama juga (Lampiran 6) ** S = pop sensitif mortalias 95,65%; R-C25 pop resisten mortalitas 3,13%,; R-C27 pop resisten mortalitas 1,39%; R-C30 pop resisten mortalitas 0% ***P0 = 0 gr.ba/ha; P1= 76 gr.ba/ha; P2 =152 gr.ba/ha; P3= 304,5 gr.ba/ha; P4= 609 gr.ba/ha; P5= 1218 gr.ba/ha; P6= 2436gr.ba/ha Interaksi antara faktor A dengan faktor B seperti pada Tabel 6 menunjukkan perbedaan mortalitas pada setiap pengamatan. Pada pengamatan 2 HSA sampai 14 HSA mortalitas populasi sensitif berbeda nyata padasetiap leveldosis yang digunakan, kecuali antara P1S dengan P2S. Pengamatan 2HSA mortalitas populasi sensitif berbeda nyata dengan mortalitas populasi resisten kecuali pada level dosis yang tidak mematikan (P1 dan P2). Pada pengamatan 4HSA mortalitas populasi sensitif berbeda nyata dengan mortalitas populasi resisten, kecuali pada level dosis P1. Mortalitas populasi R-25, R-C27, R-C30 berbeda nyata pada level dosis P4, P5, dan P6. Pada pengamatan 6HSA mortalitas populasi sensitif berbeda nyata dengan mortalitas populasi resisten pada level dosis P1, P2, P3, P4, P5 dan P6.Mortalitas populasi R- C25 berbeda nyata dengan R-C27 pada level dosis P4, sedangkan dengan R-C30 pada level dosis P6. Mortalitas populasi R-C27 berbeda nyata dengan populasi R- C30 pada level dosis P4, P5, dan P6. Pada pengamatan 8HSA s/d 10HSA mortalitas populasi sensitif berbeda nyata dengan mortalitas populasi resisten pada setiap level dosis yang digunakan. Mortalitas populasi R-C25 berbeda nyata dengan populasi R-C27 pada level dosis P4. Mortalitas populasi R-C30 berbeda nyata dengan populasi R-C25 dan R-C27 pada level dosis P4, P5, dan P6.

19 Berdasarkan Tabel 6, Lampiran 35-36, hubungan persentase mortalitas sintrong populasi S, R-C25, R-C27 dan R-C30 dengan waktu pengamatan ditampilkan pada Gambar 2. Mortalitas populasi sintrong mulai hari ke-2 HSA sampai 10 HSA terus bertambah, tetapi setelah hari ke-12 HSA hari ke-14 HSA mortalitas sintrong tidak ada yang bertambah. Mortalitas Sintrong (%) hari 4 hari 6 hari 8 hari 10 hari 12 hari 14 hari S R-C25 R-C27 R-C30 Waktu Pengamatan (HSA) Gambar 2. Hubungan persentase mortalitas sintrong populasi S, R-C25,R-C27, dan R-C30 dengan waktu pengamatan pada 2-14 HSA b. Lethal Time 50% Lethal Timea dalah lama waktu yang dapat menyebabkan kematian 50% suatu populasi dengan konsentrasi kimia tertentu. Nilai probit merupakan fungsi persamaan regresi yang dapat digunakan untuk menentukan nilai LT50, LT25% dan LT10% dari perlakuan herbisida yang diaplikasikan pada jenis populasi gulma. Hubungan persentase mortalitas sintrong populasi S, R-C25, R- C27, dan R-C30 dengan waktu pengamatan pada 2 HSA -14 HSA dapat diketahui melalui transformasi ke dalam nilai probit. Transformasi persentasi mortalitas dilakukan dengan bantuan tabel probit (Lampiran 35-36), demikian juga waktu

20 pengamatan (hari) ditransformasi dalam bentuk logaritmik. Data hasil transformasi logaritma waktu pengamatan (hari) dengan data transformasi nilai probit mortalitas populasi sintrong ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7. Data nilai log waktu pengamatan dengan transformasi nilai probits mortalitas sintrong populasi S, R-C25, R-C27 dan R-C30 Log hari 0,301 0,602 0,778 0,903 1,000 1,079 1,146 Nilai Probit S R-C25 R-C27 R-C30 4,450 2,985 2,670 1,335 4,876 3,820 3,613 2,710 5,182 4,080 4,050 3,478 5,286 4,450 4,357 3,667 5,556 4,520 4,444 3,805 5,556 4,520 4,444 3,805 5,560 4,520 4,444 3,805 Persamaan regresi yang didapat digunakan untuk menentukan nilai LT50%, LT25%, dan LT10% untuk untuk masing-masing populasi sintrong. Berdasarkan Tabel 7, Lampiran 35-36, diperoleh hasil persamaan regresi seperti Tabel 8. LT 50% untuk populasi S adalah 4,79 hari, sedangkan untuk populasi R- C25, R-C27, dan R-C30 belum tercapai. LT25% populasi S adalah 1,59 hari, lebih rendah bila dibandingkan dengan populasi R-C25 (8,58 hari), dan populasi R- C27 (9,6 hari), serta populasi R-C30 (9,8 hari). Tabel 8. Persamaan regresi, nilai LT 50; LT25 dan LT10 Populasi Persamaan Regresi R 2 (%) LT50% LT25% LT10% S y = 1,396x +4,050 0,977 4,79 1,59 - R-C25 y = 1,863x + 2,581 0,936-8,58 4,1 R-C27 y = 2,151x +2,217 0,930-9,6 5,0 R-C30 y = 2,945x + 0,785 0, ,85

21 Keterangan : LT50% = Lethal Time 50%%; LT25% = Lethal Time 25%;LT10% =Lethal Time 10%; R 2 = koefisien determinasi c. Hubungan Taraf Dosis Parakuat dengan Mortalitas Sintrong Populasi S, R-C25, R-C27 dan R-C30 Hubungan taraf dosis parakuat dengan rata-rata mortalitas disajikan pada Tabel 9, Lampiran 8, 28, 29, dan 30. Tabel 9. Mortalitas populasi sintrong S, R-C25, R-C27dan R-C30 pada 14HSA parakuat Dosis Mortalitas Populasi Sintrong Hasil Penapisan (%) (g.ba/ha) S R-C25 R-C27 R-C30 0,0 (P0) 0 a 0 a 0 a 0 a 76 (P1) 36 f 0 a 0 a 0 a 152 (P2) 52,9 ij 1,2 ab 0 a 0 a 304,5(P3) 96,8 m 5,7 c 4,2 bc 0 a 609 (P4) 100 m 43,3 g 34 f 16,98 d 1218 (P5) 100 m 55,7 j 48,2 h 20,75 e 2436 (P6) 100 m 70,9 l 64,8 k 50,98 hi Keterangan: angka angka yang diikuti oleh huruf kecil pada kolom dan baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% berdasarkan Uji Jarak Nyata Ganda Duncan Berdasarkan Tabel 9 aplikasi parakuat pada dosis 76 g.ba/ha tingkat mortalitas populasi S sebesar 36%, sedangkan pada populasi R-C25, R-C27 dan R-C30 masih 0%. Aplikasi parakuat 152 g.ba/ha mengakibatkan mortalitas pada populasi S meningkat menjadi 52,9%, mortalitas populasi R-C25 sebesar 1,2% sedangkan R-C27 dan R-C30 masih tetap 0%. Aplikasi parakuat pada dosis 304,5 g.ba/ha mortalitas populasi S telah mencapai 96,8%, mortalitas populasi R-C25 dan R-C27 masing-masing 5,7% dan 4,2%, sedangkan populasi R-C30 masih tetap 0%. Pada perlakuan 609 g.ba/ha mortalitas populasi S telah mencapai 100%,

22 sedangkan mortalitas populasi R-C30 masih 16,98%. Semakin tinggi dosis parakuat yang diaplikasikan semakin tinggi pula mortalitasnya. Mortalitas populasi sintrong sensitif berbeda nyata dengan mortalitas populasi resisten R-C25, R-C27 dan R-C30 pada setiap tingkatan dosis parakuat yang diaplikasikan. Mortalitas populasi sintrong antara R-C25 dengan R-C27 berbeda nyata kecuali pada taraf dosis 304,5 g.ba/ha. Mortalitas populasi R-C27 pada aplikasi parakuat 1218 g.ba/ha tidak berbeda nyata dengan mortalitas populasi sintrong R-C30 pada taraf dosis 2436 g.ba/ha Hubungan rata-rata mortalitas populasi sintrong S,R-C25, R-C27, dan R- C30 dengan taraf dosis parakuat yang diaplikasikan ditunjukkan pada Gambar 3. Rata-rata mortalitas Sintrong S R-C25 R-C27 R-C Dosis parakuat (g.ba/ha) Gambar 3.Hubungan rata-rata mortalitas (%) sintrong populasi S, R-C25, R-C27 dan R-C30 dengan dosis parakuat (g.ba/ha) Berdasarkan Gambar 3, rata-rata mortalitas populasi sintrong semakin meningkat seiring dengan peningkatan penggunaan dosis herbisida pada masingmasing perlakuan. Peningkatan rata-rata mortalitas populasi sensitif lebih besar 32

23 bila dibandingkan dengan populasi R-C25, R-C27 dan R-C30. Rata-rata pertambahan mortalitas sintrong populasi resisten masih terus meningkat sampai batas dosis yang belum diketahui, hal ini terlihat dari arah grafik yang masih naik. d. Lethal Dosis Lethal Dosis 50% merupakan batasan untuk mengetahui apakah dosis yang digunakan sudah cukup atau berlebih dalam mengendalikan populasi gulma, atau seberapa besar dosis herbisida yang diperlukan agar dapat mengendalikan populasi gulma sebanyak 50% dari populasi yang ada. Untuk mengetahui LD50% dari sintrong populasi S, R-C25, R-C27 dan R-C30 dilakukan analisis probits melalui suatu persamaan regresi. Transformasi persentasi mortalitas dilakukan dengan bantuan tabel probit (Lampiran 37 dan 38), demikian juga dosis ditransformasi dalam bentuk logaritmik. Tabel 10 menerangkan data hasil transformasi logaritma dosis (g.ba/ha) dengan data transformasi nilai probit mortalitas populasi S; R-C25, R-C27 dan R-C30 pada 14HSA. Tabel 10.Data nilai log dosis parakuat dengantransformasi nilai probits mortalitas sintrong populasi S, R-C25, R-C27 dan R-C30 Perlakuan Log Dosis Probit S R-C25 R-C27 R-C30 P0 0, P1 1,881 4,640 0,000 0,000 0,000 P2 2,182 5,080 2,706 0,000 0,000 P3 2,484 6,865 3,445 3,256 0,000 P4 2,785 8,100 4,829 4,59 4,050 P5 3,086 8,100 5,145 4,952 4,175 P6 3,387 8,100 5,545 5,384 5,030 Keterangan: S= sensitif; R-C25 mortalitas 3,13% ; R-C27 mortalitas 1,39%; R-C30 mortalitas 0%

24 Persamaan regresi yang didapat, maka nilai LD50% untuk masing-masing populasi sintrong seperti pada Tabel 11. LD 50% untuk populasi S adalah 88 g ba/ha parakuat, untuk populasi resisten R-C25 sebesar 1085 g.ba/ha, untuk populasi R-C72 sebesar 1308 g.ba/ha sedangkan populasi R-30 adalah 2185 g.ba/ha. Tabel 11.Persamaan regresi probit dan nilai LD50 terhadap herbisida parakuat Populasi Persamaan Regresi Nilai r 2 (%) LD 50% (gr.ba/ha) R/S S y = 2,617x + 0,081 0, R-C25 y = 3,455x 5,489 0, ,33 R-C27 y = 4,089x 7,742 0, ,86 R-C30 y = 3,957x 8,215 0, , Indeks Klorofil Daun Sintrong Populasi S, R-C25, R-C27 dan R-C30 setelah 21 HSA Parakuat Indeks klorofil daun adalah suatu angka rasio antara jumlah klorofil daun populasi kontrol (P0) yang dapat digunakan untuk melakukan perbandingan antara klorofil daun populasi sensitif (S) dengan populasi resisten (R-C25, R-C27, dan R- C30) sebelum dan sesudah aplikasi herbisida parakuat. Indeks klorofil daun pada masing-masing perlakuan ditampilkan pada Tabel 12. Jumlah klorofil daun sintrong untuk perlakuan P0 (0 g.ba/ha = kontrol) sebesar 100%, artinya jumlah klorofil daun populasi sintrong belum dipengaruhi oleh parakuat. Persentasi jumlah klorofil daun sintrong populasi S pada aplikasi parakuat 76 g.ba/ha berkurang menjadi 83,4%, dan selalu berkurang dengan bertambahnya dosis parakuat yang diaplikasikan. Pada dosis 609 g.ba/ha persentasi jumlah klorofil sintrong populasi S menjadi 0 (populasi sensitif telah mati semua).

25 Tabel 12.Indeks klorofil daun sintrong populasi R-C25, R-C27 dan R-C30 pada pengamatan 21 HSA parakuat Parakuat Indeks klorofil daun (%) (g.ba/ha) S R-25 R-27 R-30 0(P0) 100 lm 100 lm 100 lm 100 lm 76 (P1) 83,4 gh 97,4 kl 81,9 fg 103,6 lo 152 (P2) 72,8 c 105 po 80,2 ef 106,8 pqr 304,5 (P3) 27,6 b 95,6 kl 97,4 kl 108,7 qrs 609 (P4) 0 a 98,3 klm 101,3 mn 89,2 i 1218 (P5) 0 a 80,5 ef 105,4 poq 108,7 rs 2436 (P6) 0 a 85,3 h 110,3 h 78 de Keterangan: angka angka yang diikuti oleh huruf kecil yang samapada kolom dan baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% berdasarkan Uji Jarak Nyata Duncan S = sensitif; R = resisten; R-C25 =mortalitas 3,13% ; R-C27 = mortalitas 1,39%; R-C30 = mortalitas 0% Persentasi jumlah klorofil daun sintrong populasi R-C25 setelah aplikasi parakuat tidak berbeda nyata pada perlakuan P1, P3, dan P4, tetapi berbeda nyata pada perlakuan P2, P5 dan P6. Persentasi jumlah klorofil populasi R-C27 setelah aplikasi parakuat berbeda nyata pada perlakuan P1, P2, P5, dan P6, dan tidak berbeda dengan perlakuan P3 dan P4. Persentasi jumlah klorofil daun populasi R- C30 setelah aplikasi parakuat berbeda pada setiap tingkatan dosis, kecuali pada perlakuan P2, P3 dan P5. Secara umum persentasi jumlah klorofil daun sintrong populasi sensitif (P0S) sebelum aplikasi parakuat lebih tinggi (19,33 butir/mm 2 ) dari pada klorofil daun populasi resisten (POR-C25 = 12,84 butir/mm 2, P0R-C27 =12,21 butir/mm 2, dan P0R-C30 = 12,17 butir/mm 2 ) dan berbeda nyata. Pengurangan persentasi jumlah klorofil daun populasi S akibat adanya aplikasi parakuat tinggi bila dibandingkan dengan populasi R-C25, R-C27, dan R-C30. Jumlah klorofil daun

26 populasi S sangat dipengaruhi adanya perbedaan dosis parakuat yang diaplikasikan, berbeda dengan populasi resisten secara umum tidak dipengaruhi oleh adanya aplikasi parakuat. 4.1 Pembahasan Rata-rata lama penggunaan herbisida parakuat di Kabupaten Dairi berkisar 17,4 tahun, dengan dosis 544,47 g.ba/ha, dan rata-rata frekuensi penggunaan 1,5 kali periode tanam. Menurut Jasieniuk et al. (1996) salah satu faktor yang mengakibatkan terjadinya populasi resisten adalah penggunaan herbisida sejenis secara berulang - ulang dalam periode lama pada suatu areal, tindakan manusia terutama pengguna pestisida tanpa dilandasi oleh pengetahuan yang menyeluruh tentang sifat-sifat dasar pestisida kimia. Selanjutnya Purba (2009), mengatakan populasi resisten terbentuk akibat adanya tekanan seleksi akibat penggunaan herbisida sejenis secara berulang-ulang dalam periode yang lama pada suatu tempat tertentu. Konsekuensi dari pemakaian herbisida yang sama (sama jenis bahan aktif atau sama cara kerja) secara berulang ulang dalam periode yang lama pada suatu areal maka ada dua kemungkinan masalah yang timbul, yaitu terjadi dominansi populasi gulma resisten herbisida atau dominansi populasi gulma toleran herbisida. Persentasi mortalitas populasi sintrong kategori K1 (95,65%) berbeda nyata dengan K2 (10,84% - 52,08%) dan K3 (0% - 9,21%). Demikian antara K2 dengan K3 juga berbeda nyata (Tabel 2). Berdasarkan Tabel 4 dan Tabel 5 persentasi populasi resisten kategori K3 lebih banyak di jumpai di Kecamatan Tanah Pinem (100%), diikuti dengan Kecamatan Tiga Lingga (80%), dan Gunung Sitember

27 (40%0, Kecamatan Siempat Nempu Hulu, Parbuluan, dan Kecamatan Siempat Nempu (100%) kategori K2. Adanya perbedaan persentasi populasi resisten di duga akibat perbedaan dosis, lama, dan frekuensi penggunaan oleh para petani responden. Menurut Wals dan Powles (2007) populasi yang bertahan hidup 1% - 19% terhadap suatu jensi herbisida, tergolong populasi gulma dalam proses pengembangan resisten, dan jika 20% populasi bertahan hidup merupakan gulma resisten terhadap suatu jenis herbisida tertentu. Selanjutnya Baumgartner et al. (1999) mengatakan ketika mortalitas populasi gulma kurang 10% terhadap suatu jenis herbisida maka populasi itu dianggap telah resisten, dan mortalitas > 90% dianggap populasinya rentan, sedangkan apabila mortalitasnya antara 11%- 90% memiliki resisten menengah. Populasi resisten pada gulma dapat dihindari dengan cara tidak menggunakan satu jenis herbisida tunggal dalam waktu yang lama tetapi menggantinya secara berkala ataupun melakukan rotasi herbisida. Martani et al. (2000) mengatakan pertahanan terbaik terhadap resistensi herbisida dan akan membantu mengurangi tekanan seleksi adalah menggunakan bermacam-macam cara kerja herbisida yang berbeda selama tahun yang sama ataupun merotasi herbisida yang berbeda setiap tahun, rotasi tanaman, dan teknik budidaya Pengaruh Dosis Herbisida terhadap Mortalitas Sintrong Mortalitas populasi sensitif pada dosis herbisida 304,5 g.ba/ha (dosis anjuran, P3) mencapai 96,6% sedangkan populasi resisten (R-C-25, R-C27 dan R- C30) masing- masing sebesar 5,7%, 4,3%, dan 0% (Tabel 6). Ini berarti bahwa

28 dosis anjuran tidak lagi mampu untuk mengendalikan populasi sintrong pada lahan jagung petani di Kabupaten Dairi. Menurut Walsh dan Powles (2004) populasi gulma digolongkan sebagai resisten jika 20% dari individu-individu dalam populasi hidup (survival) setelah dikenai suatu jenis herbisida pada dosis tertentu. Apabila > 90% populasi bertahan hidup (survival) terhadap herbisida maka populasi itu sudah resisten pada semua jenis herbisida. Hall et al. (1999) mengatakan populasi gulma yang survival > 90%, dianggap memiliki resistensi ganda atau resisten silang terhadap herbisida lain. Berdasarkan hal ini populasi sintrong di Kabupaten Dairi dapat di kategorikan ke dalam 2 kategori (Tabel 2). Kategori pertama yaitu populasi sintrong yang mortalitasnya kurang dari 10% yaitu C18, C19 di Kecamatan Gunung Sitember, C22, C23, C24, C25 di Kecamatan Tiga Lingga, C26, C27, C28, C29, dan C30 di Kecamatan Tanah Pinem. Kategori kedua yaitu populasi sintrong dengan mortalitas antara 11% s/d 80% yaitu C1 - C5 di Kecamatan Parbuluan, C6 C10 di Kecamatan Siempat Nempu Hulu, C11 C15 di Kecamatan Siempat Nempu, C16, C17 dan C20 di Kecamatan Gunung Sitember, dan C21 di Kecamatan Tiga Lingga. Heping et al. (2011) mengatakan untuk mengetahui dosis respon dari suatu herbisida terhadap suatu jenis gulma adalah dengan mengukur persentase tingkat kematian gulma 50% pada dosis tertentu.ld 50%untuk populasi sintrong yang sensitif parakuat berdasarkan persamaan sidik regresi dan hasil analisis probit adalah 88 g.ba/ha lebih rendah dibandingkan LD50% untuk populasi resisten R-C25 sebesar 1085 g.ba/ha; R-C27 sebesar 1308 g.ba/ha;, dan R-C30 sebesar 2185 g.ba/ha. Ini menunjukkan bahwa hasil penapisan dalam penelitian ini

29 mampu membedakan antara populasi sintrong sensitif dengan populasi sintrong resisten parakuat. Hubungan dosis dengan mortalitas populasi sintrong, diketahui bahwa nilai tingkat resisten (resistence factor) untuk sintrong populasi R-C25 adalah 12,33 kali, untuk R-C27 adalah 14,86 kali dan untuk R-C30 adalah 24,83 kali (Tabel 8). Ini berarti populasi gulma sintrong R-C25 telah resisten terhadap parakuat sebesar 12,33 kali, populasi sintrong R-C27 resiten terhadap parakuat sebesar 14,86 kali dan populasi gulma sintrong R-C30 resisten terhadap parakuat sebesar 24,83 kali. Menurut Purba (2009) yang menyatakan bahwa konsekuensi dari pemakaian herbisida yang sama (jenis bahan aktif sama atau sama cara kerja) secara berulang-ulang dalam periode yang lama pada suatu areal kemungkinan akan menimbulkan masalah areal dominansi gulma resisten herbisida pada areal tersebut Pengaruh Dosis Herbisida terhadap Rata-rata Jumlah Klorofil Daun Sintrong Jumlah klorofil daun sintrong populasi S (P0S) (19,33 butir/mm 2 ) berbeda nyata dengan rata-rata jumlah klorofil daun populasi resisten (P0R-C25 = 12,84 butir/mm 2, P0R-C27= 12,21 butir/mm 2, dan P0R-C30 = 12,69 butir/mm 2 ). Rata- rata jumlah klorofil populasi gulma sintrong yang sensitif lebih tinggi dibandingkan dengan populasi gulma sintrong yang resisten parakuat. Hal ini senada dengan Hamza et al. (2011) yang menyatakan isi kandungan klorofil pada tanaman E.crusgalli yang sensitif lebih tinggi dibandingkan dengan isi kandungan klorofil yang resisten herbisida.

30 Secara umum pengaruh dosis herbisida terhadap angka indeks jumlah klorofil daun populasi gulma sintrong S berbeda nyata. Hal ini terlihat pada perlakuan P0S (100%) dengan P1S (83,4%), P2S (72,8%), P3S (27,6%) dan P4S (0%), setiap kenaikan dosis herbisida yang digunakan menurunkan jumlah klorofil daun populasi gulma sintrong S (sensitif) secara nyata. Berbeda dengan populasi gulma sintrong yang resisten parakuat (R-C25, R-C27, dan R-C30), pengaruh dosis terhadap rata-rata jumlah klorofil daun tidak berbeda nyatasebelum dan setelah aplikasi herbisida. Menururt Moenandir (1998), perbedaan rata-rata jumlah klorofil daun masing-masing populasi disebabkan karena adanya faktor dalam dari gulma yang dapat mempengaruhi daya meracun suatu jenis herbisida dan tingkat perkembangan kepekaan gulma terhadap herbisida. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hamza et al. (2011) terhadap gulma Echinochloa crusgalli yang diaplikasi dengan herbisida Fenoxaprop - p-etil. Gulma E.crusgalli yang rentan setelah disemprot dengan herbisida mengalami penurunan ketebalan lamina daun dan diameter pembuluh xilem yang nyata sedangkan pada gulma E. crusgalli yang resisten tampak normal dan tidak ada perbedaan yang nyata ketebalan lamina daun dan diameter pembuluh xilem. Para fisiologis dan anatomis menyatakan dengan adanya penurunan atau perbedaan pertambuhan diameter pembuluh xilem, ketebalan lamina daun dan perbedaan kandungan klorofil dalam suatu populasi gulma tertentu akibat perlakuan suatu jenis herbisida, hal ini menunjukkan bahwa populasi gulma tersebut terindikasi ada yang sensitif dan ada yang resisten.

31 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Hasil penapisan dari 30 populasi sintrong, sebanyak 19 populasi (63,33%) termasuk moderat resisten (K2) dengan mortalitas rata-rata 24,82%, dan 11 populasi (36,67%) termasuk kategori sangat resisten (K3) dengan mortalitas rata-rata 5,12%. 2. Populasi sintrong biotip resisten parakuat terdistribusi di Kecamatan Parbuluan, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Gunung Sitember, Tiga Lingga, dan Tanah Pinem, dengan jumlah populasi yang bertahan hidup terendah sebesar 47,92% (C11) terdapat di Kecamatan Siempat Nempu Hulu, sedangkan tertinggi 100% (C29, C30) terdapat di Kecamatan Tanah Pinem. 3. Lethal dose 50% populasi sintrong biotip S adalah 88 g.ba /ha lebih rendah dibandingkan lethal dose populasi R-C25 (1085 g.ba parakuat/ha), populasi R- C27 (1308 g.ba/ha), dan populasi R-C30 (2185 g.ba parakuat/ha). Lethal time 50% untuk biotip S adalah 4,79 hari, sedangkan populasi R-C25, R-C27, dan R-C30 tidak terdeteksi hingga 21 HSA. 4. Tingkat resistensi sintrong untuk populasi R-C25, R-C27, dan R-C30 masingmasing secara berturut-turut sebesar 12,33 kali, 14,86 kali, dan sebesar 24,83 kali dibandingkan dengan populasi S. 5. Jumlah klorofil daun sintrong populasi S (19,33 butir/mm 2 ) sebelum aplikasi parakuat lebih tinggi dibandingkan dengan populasi jumlah klorofil daun

32 populasi R-C25 (12,84 butir/mm 2 ), R-C27 (12,21 butir/mm 2 ), dan populasi R- C30 (12,17 butir/mm 2 ). Jumlah klorofil daun populasi sensitif berkurang setelah aplikasi parakuat, sedangkan populasi resisten sesudah dan sebelum aplikasi parakuat relatif tidak berkurang. 5.2 Saran Perlu dilakukan pengujian dengan herbisida lain untuk mengetahui herbisida yang dapat mengendalikan biotif sintrong resisten parakuat di Kabupaten Dairi.

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting, karena selain bertujuan menyediakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru,

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, I. BAHAN DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, pada bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah plastik Laboratorium Lapang Terpadu Natar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah plastik Laboratorium Lapang Terpadu Natar 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah plastik Laboratorium Lapang Terpadu Natar Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan 13 diinduksi toleransi stres dan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif karena berbagai tekanan (Sadak dan Mona, 2014). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang,

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang, III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau pada bulan Januari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, pada

III. BAHAN DAN METODE. Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, pada III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Kartini,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian dilaksanakan di lahan tanaman tebu PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang yang terletak di blok Cidangdeur, desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Dairi terletak di sebelah barat laut Provinsi Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Dairi terletak di sebelah barat laut Provinsi Sumatera Utara. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Dairi berada di Dataran Tinggi Bukit Barisan dengan ketinggian sekitar 400-1.700 meter diatas permukaan laut, Luas wilayah Kabupaten Dairi 192.780

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2013 di lahan

III. MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2013 di lahan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2013 di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Desa Moutong Kecamatan Tilong Kabila Kab. Bone Bolango dengan ketinggian tempat + 25 meter diatas permukaan laut. 3.2. Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. tempat ± 30 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Awal Juli sampai

BAHAN DAN METODE. tempat ± 30 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Awal Juli sampai BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di desa Telaga Sari, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara Medan dengan ketinggian tempat ± 30 m dpl.

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL 99 PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL Effect of Plant Spacing on Yield of Various Types of Rice Cultivars Abstrak Penelitian yang bertujuan mempelajari pengaruh jarak tanam terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai Oktober 2009. Suhu rata-rata harian pada siang hari di rumah kaca selama penelitian 41.67 C, dengan kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi yang terbanyak diperoleh dari biji S. mahagoni, diikuti daun T. vogelii, biji A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di UPT Balai Benih Induk (BBI) Palawija Dinas Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang Medan,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Universitas Lampung (Unila),

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Universitas Lampung (Unila), III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Universitas Lampung (Unila), Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Gulma Universitas

Lebih terperinci

Respons Dosis Biotip Rumput Belulang (Eleusine Indica L. Gaertn) Resisten-Glifosat Terhadap Glifosat, Parakuat Dan Indaziflam

Respons Dosis Biotip Rumput Belulang (Eleusine Indica L. Gaertn) Resisten-Glifosat Terhadap Glifosat, Parakuat Dan Indaziflam Respons Dosis Biotip Rumput Belulang (Eleusine Indica L. Gaertn) Resisten-Glifosat Terhadap Glifosat, Parakuat Dan Indaziflam Dose Response of Goosegrass (Eleusine indica L. Gaertn) Biotype Glyphosate-Resistance

Lebih terperinci

Jurnal Pertanian Tropik ISSN No : Vol.4, No.3. Desember (22) :

Jurnal Pertanian Tropik ISSN No : Vol.4, No.3. Desember (22) : PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays. L) PADA BERBAGAI PENGELOLAAN GULMA DI KABUPATEN DELI SERDANG Growth and Production of Maize (Zea mays L) in the Various of Weed Control in Distric Deli Serdang

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei

III. MATERI DAN METODE. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GULMA RESISTEN HERBISIDA PARAQUAT PADA LAHAN JAGUNG DI KECAMATANTIGABINANGA KABUPATEN KARO KRISTIAN ADINATA GINTING

IDENTIFIKASI GULMA RESISTEN HERBISIDA PARAQUAT PADA LAHAN JAGUNG DI KECAMATANTIGABINANGA KABUPATEN KARO KRISTIAN ADINATA GINTING IDENTIFIKASI GULMA RESISTEN HERBISIDA PARAQUAT PADA LAHAN JAGUNG DI KECAMATANTIGABINANGA KABUPATEN KARO KRISTIAN ADINATA GINTING 080301027 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanian Fakultas Pertanian Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditempuh dari setiap daerah maka akan cepat mengalami perkembangan,

BAB I PENDAHULUAN. ditempuh dari setiap daerah maka akan cepat mengalami perkembangan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang terus mengalami perubahanperubahan yang menuju pada perkembangan baik fisik maupun sosialnya. Aspek fisik seperti letak yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN MATODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Agustus 2013 di

III. BAHAN DAN MATODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Agustus 2013 di III. BAHAN DAN MATODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Agustus 2013 di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman caisim dilaksanakan di lahan kebun percobaan IPB Pasir Sarongge, Cipanas dengan ketinggian tempat 1 124 m dpl, jenis tanah Andosol. Penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Kelurahan

BAHAN DAN METODE. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Kelurahan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Kelurahan Simpang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lahan Penelitian Bataranila Lampung Selatan dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lahan Penelitian Bataranila Lampung Selatan dan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan Penelitian Bataranila Lampung Selatan dan Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung, yaitu pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempatdan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, JalanH.R. Soebrantas No.155

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan

BAHAN DAN METODE. Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Mutu dan Residu Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan Area

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Viabilitas yang tinggi ditunjukkan dengan tolok ukur persentase daya berkecambah yang tinggi mengindikasikan bahwa benih yang digunakan masih berkualitas baik. Benih kedelai

Lebih terperinci

METODELOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Hajimena, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

METODELOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Hajimena, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung III. METODELOGI PERCOBAAN 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Hajimena, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Gulma Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP),

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), kebun percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jalan H.R.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dimulai pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2013 di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dileksanakan dari bulan Juni sampai September 2013, lahan

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dileksanakan dari bulan Juni sampai September 2013, lahan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dileksanakan dari bulan Juni sampai September 2013, lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari 2013. Penanaman dilakukan di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung. Pengamatan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau selama 4 bulan di mulai dari

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri atas 3 taraf yaitu : 1. 1 bibit (B 1 ) 2. 2 bibit (B 2 ) 3.

BAHAN DAN METODE. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri atas 3 taraf yaitu : 1. 1 bibit (B 1 ) 2. 2 bibit (B 2 ) 3. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan pembenihan padi Balai Benih Induk Hortikultura Pekanbaru. Waktu penelitian dilakukan selama ± 4 bulan dimulai dari bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanaan di kebun percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga dengan jenis tanah latosol Dramaga. Percobaan dilaksanakan pada tanggal 26 September 2010 sampai dengan

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST. Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah

RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST. Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah Staf Pengajar fakultas pertanian Universitas Lancang kuning Jurusan Agroteknologi ABSTRAK Permintaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan 12 METODE PERCOBAAN Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan petani di Dusun Jepang, Krawangsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Lokasi berada pada ketinggian 90 m di

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau, jalan Binawidya km 12,5 Simpang Baru Panam, Kecamatan Tampan, Kota

Lebih terperinci

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG Moh. Saeri dan Suwono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Sampang merupakan salah satu

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian dilakukan pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. penelitian ini dilakukan di Gang Metcu, Desa Guru Singa, Kecamatan

BAHAN DAN METODE. penelitian ini dilakukan di Gang Metcu, Desa Guru Singa, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE 3.1.Tempat dan Waktu Penelitian penelitian ini dilakukan di Gang Metcu, Desa Guru Singa, Kecamatan Brastagi, Kabupaten Karo, dan jarak penelitian 15 km dari letak gunung sinabung

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di lahan kering daerah Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan September Oktober 2012. Tempat penelitian di Kebun Kartini Fakultas Pertanian dan Bisnis UKSW.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di 14 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian,, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Unversitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Kelurahan Simpang

Lebih terperinci

3.1. Nata Komersial Hasil pengujian nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1. merupakan nata yang difermentasikan menggunakan media air kelapa.

3.1. Nata Komersial Hasil pengujian nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1. merupakan nata yang difermentasikan menggunakan media air kelapa. 3. HASIL PENGAMATAN 3.1. Nata Komersial Hasil pengujian nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1. merupakan nata yang difermentasikan menggunakan media air kelapa. Tabel 1. Nata de Coco Sampel nata Tekstur

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai Mei. Baru Panam, Kecamatan Tampan, Kotamadya Pekanbaru.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai Mei. Baru Panam, Kecamatan Tampan, Kotamadya Pekanbaru. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai Mei 2013 di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Laboratorium Agronomi. Waktu penelitian dilakaukan selama ± 4 bulan dimulai

III. MATERI DAN METODE. Laboratorium Agronomi. Waktu penelitian dilakaukan selama ± 4 bulan dimulai III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Pekanbaru Riau Jl. H.R. Soebrantas No.155

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dikebun Percobaan Cikatas,Kampus IPB Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian tempat 250 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Latar Belakang Di antara pola tanam ganda (multiple cropping) yang sering digunakan adalah tumpang sari (intercropping) dan tanam sisip (relay

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan setelah panen dilanjutkan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kec. Natar Kab. Lampung Selatan dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau, Jalan Bina Widya Km 12,5 Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan Kota

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di lahan perkebunan PTPN VII Unit Usaha Way Galih

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di lahan perkebunan PTPN VII Unit Usaha Way Galih 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan perkebunan PTPN VII Unit Usaha Way Galih dan Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dilahan Pertanian, Fakultas Pertanian, Medan, dengan ketinggian tempat 25 meter di atas permukaan laut, yang di mulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perbanyakan tanaman cabai secara in vitro dapat dilakukan melalui organogenesis ataupun embriogenesis. Perbanyakan in vitro melalui organogenesis dilakukan dalam media MS dengan penambahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu 1.2. Bahan dan Alat 1.3. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu 1.2. Bahan dan Alat 1.3. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan dilahan percobaanfakultaspertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau,Jl.H.R. Soebrantas KM. 15 Panam, Pekanbaru.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini bertempat dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl. H.R. Soebrantas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di jalan Depag, Komplek Perumahan. Wengga 1 Blok B Nomor 54 Kelurahan Kasongan Lama, Kecamatan Katingan

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di jalan Depag, Komplek Perumahan. Wengga 1 Blok B Nomor 54 Kelurahan Kasongan Lama, Kecamatan Katingan 1717 III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di jalan Depag, Komplek Perumahan Wengga 1 Blok B Nomor 54 Kelurahan Kasongan Lama, Kecamatan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas Lampung pada letak 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT dengan ketinggian 146 m dpl (dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan

Lebih terperinci

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN Sumanto, L. Pramudiani dan M. Yasin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalinatan Selatan ABSTRAK Kegiatan dilaksanakan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang dihuni oleh

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang dihuni oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang dihuni oleh berbagai suku,golongan, dan lapisan masyarakat. Mengingat hal itu, sudah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Aplikasi Insektisida terhadap Populasi WBC dan Musuh Alaminya di Lapangan Nilaparvata lugens Populasi wereng batang cokelat (WBC) selama penelitian dipengaruhi oleh interaksi antara

Lebih terperinci

PROFIL WILAYAH KABUPATEN DAIRI

PROFIL WILAYAH KABUPATEN DAIRI PROFIL WILAYAH KABUPATEN DAIRI 1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Dairi 1.1 Letak Geografis Wilayah Kanupaten Dairi Kabupaten Dairi terletak di sebelah Barat Daya Provinsi Sumatera Utara dan merupakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit Desa Mujimulyo, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit Desa Mujimulyo, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit Desa Mujimulyo, Kecamatan Natar, Lampung Selatan dan di Laboratorium Gulma, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Jl. HR. Soebrantas KM 15

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. No. 155 KM. 15 Simpang Baru Panam Kecamatan Tampan Pekanbaru, dari bulan

III. MATERI DAN METODE. No. 155 KM. 15 Simpang Baru Panam Kecamatan Tampan Pekanbaru, dari bulan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Lahan Pertanian Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Jl. H.R Soebrantas

Lebih terperinci

VI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41

VI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41 VI. UBI KAYU 6.1. Perbaikan Genetik Sejatinya komoditas ubi kayu memiliki peran cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Pada level harga ubi kayu Rp750/kg, maka dengan produksi 25,5 juta ton (tahun

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci