TUGAS AKHIR TL PETER ANDREAS TIMOTIUS NRP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TUGAS AKHIR TL PETER ANDREAS TIMOTIUS NRP"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR TL PENGARUH VARIASI TEMPERATUR DAN WAKTU TAHAN SINTERING TERHADAP MORFOLOGI, SIFAT MEKANIK, DAN LAJU DEGRADASI MATERIAL BIODEGRADABLE Mg-Zn-Cu DENGAN METODE METALURGI SERBUK UNTUK APLIKASI ORTHOPEDIC DEVICES PETER ANDREAS TIMOTIUS NRP Dosen Pembimbing Dr. Ir. Agung Purniawan, S.T., M.Eng. Hariyati Purwaningsih, S.Si., M.Si. DEPARTEMEN TEKNIK MATERIAL Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

2

3 TUGAS AKHIR TL PENGARUH VARIASI TEMPERATUR DAN WAKTU TAHAN SINTERING TERHADAP MORFOLOGI, SIFAT MEKANIK, DAN LAJU DEGRADASI MATERIAL BIODEGRADABLE Mg- Zn-Cu DENGAN METODE METALURGI SERBUK UNTUK APLIKASI ORTHOPEDIC DEVICES Peter Andreas Timotius NRP Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Agung Purniawan, S.T., M.Eng. Hariyati Purwaningsih, S.Si., M.Si DEPARTEMEN TEKNIK MATERIAL FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017

4 (Halaman ini sengaja dikosongkan) ii

5 FINAL PROJECT TL EFFECT OF SINTERING TEMPERATURE AND HOLDING TIME VARIATION ON MORPHOLOGY, MECHANICAL PROPERTIES, AND DEGRADATION RATE OF BIODEGRADABLE MATERIAL Mg-Zn-Cu WITH POWDER METALLURGY METHOD FOR ORTHOPEDIC DEVICES APPLICATION Peter Andreas Timotius NRP Advisors: Dr. Ir. Agung Purniawan, S.T., M.Eng. Hariyati Purwaningsih, S.Si., M.Si. DEPARTMENT OF MATERIALS ENGINEERING FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 2017

6 (Halaman ini sengaja dikosongkan) iv

7

8 (Halaman ini sengaja dikosongkan) vi

9 PENGARUH VARIASI TEMPERATUR DAN WAKTU TAHAN SINTERING TERHADAP MORFOLOGI, SIFAT MEKANIK, DAN LAJU DEGRADASI MATERIAL BIODEGRADABLE Mg-Zn-Cu DENGAN METODE METALURGI SERBUK UNTUK APLIKASI ORTHOPEDIC DEVICES Nama Mahasiswa : Peter Andreas Timotius NRP : Departemen : Teknik Material Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Agung Purniawan, S.T., M.Eng Co-Pembimbing : Hariyati Purwaningsih, S.Si., M.Si. Abstrak Salah satu cara untuk mengatasi masalah patah tulang adalah dengan menggunakan material implan biodegradable yang mana akan menyambung tulang yang patah. Selain itu, material biodegradable akan luruh dalam tubuh seiring dengan proses osifikasi sehingga tidak perlu adanya operasi kedua. Disisi lain, telah banyak diteliti paduan Mg yang dibuat menggunakan metode pengecoran yang mana tidak dapat memberi banyak poros seperti dengan memakai metode metalurgi serbuk. Penelitian ini betujuan untuk mengembangkan material biodegradable berbasis Mg dengan metode metalurgi serbuk. Variasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah temperatur (500 o C, 550 o C, dan 600 o C) dan waktu tahan sintering (30, 60, dan 90 menit). Pengujian morfologi dan senyawa menggunakan XRD dan SEM-EDX, pengujian sifat mekanik menggunakan uji tekan dan kekerasan, pengujian laju degradasi menggunakan uji weight loss, pengujian porositas menggunakan uji apparent porosity. Dari penelitian yang telah dilakukan, berdasarkan sifat mekanik didapatkan bahwa material paduan Mg-Zn-Cu dengan variasi temperatur sintering 550 o C dan waktu tahan 90 menit merupakan spesimen yang paling sesuai untuk diaplikasikan untuk orthopedic devices, dengan nilai kekuatan tekannya sebesar 175,14 MPa dan nilai kekerasan sebesar 410,59 MPa Berdasarkan laju degradasinya, paduan Mg-Zn-Cu dengan variasi temperatur sintering dan laju degradasi sebesar 8,57 cm/tahun. Adapun semakin meningkatnya temperatur dan

10 waktu tahan sintering maka akan mengurangi laju degradasi paduan Mg- Zn-Cu. Kata kunci: biodegradable material, Mg, orthopedic device, metalurgi serbuk, sintering. viii

11 EFFECT OF SINTERING TEMPERATURE AND HOLDING TIME VARIATION ON MORPHOLOGY, MECHANICAL PROPERTIES, AND DEGRADATION RATE OF BIODEGRADABLE MATERIAL Mg-Zn-Cu WITH POWDER METALLURGY METHOD FOR ORTHOPEDIC DEVICES APPLICATION Name : Peter Andreas Timotius NRP : Department : Materials Engineering Advisor : Dr. Ir. Agung Purniawan, S.T., M.Eng. Co-Advisor : Hariyati Purwaningsih, S.Si., M.Si. Abstract One of the ways to solve broken bone problems is by using biodegradable material implant that would connect the broken bones. Besides, these biodegradable materials would degrade inside the body during the ossification so there would be no secondary surgeon. In the other hand, Mg alloy made from casting process has been researched which did not give many porous as in the process of powder metallurgy. This research was meant to analyze the effect of sintering temperature and holding time on properties of Mg alloy for orthopedic devices application. Variations used in this research was temperature (500 o C, 550 o C, dan 600 o C) and holding time of sintering (30, 60, and 90 minutes). Morphology and compound test were carried by XRD and SEM- EDX, mechanical properties test was carried by compressive and hardness test, degradation rate test was carried by weight loss test, and porosity test was carried by apparent porosity test. From the finished research, the results showed that Mg-Zn-Cu specimen with variation sintering of 550 o C and 90 minutes was the most appropriate specimen for the application of orthopedic devices. The compressive strength is 175,14 MPa, the hardness value is 410,59 MPa, and degradation rate of 8,57 cm/year. The other conclusion was that with increasing sintering temperature and

12 holding time would decrease the degradation rate of Mg-Zn-Cu alloy. Keywords: biodegradable material, Mg, orthopedic device, powder metallurgy, sintering. x

13 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Sintering Terhadap Morfologi, Sifat Mekanik, dan Laju Degradasi Material Biodegradable Mg-Zn-Cu dengan Metode Metalurgi Serbuk untuk Aplikasi Orthopedic Devices Laporan Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan kelulusan mata kuliah Tugas Akhir S1 Departemen Teknik Material FTI-ITS. Penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penelitian hingga tersusunnya laporan ini: 1. Bapak Dr. Ir. Agung Purniawan, S.T., M.Eng. selaku dosen pembimbing 1 sekaligus Ketua Departemen Teknik Material FTI-ITS yang telah memberi dukungan penuh baik dalam material maupun moral. 2. Ibu Hariyati Purwaningsih S.Si., M.Si. selaku dosen pembimbing 2 atas saran dan dukungan moral. 3. Ibu Dian Mughni Fellicia S.T., M.Sc selaku dosen wali yang sering memberikan motivasi pada penulis. 4. Tim dosen penguji seminar proposal dan sidang Tugas Akhir yang telah memberi masukan untuk perbaikan isi laporan Tugas Akhir penulis. 5. Petugas Laboratorium Fisika Material, Kimia Terapan, Metalurgi, dan Divisi Karakterisasi Material Departemen Teknik Material FTI-ITS atas bantuannya selama proses pengujian 6. Saudari Hana Mutialif Maulidiah, rekan kerja yang senantiasa menemani dan membantu selama proses penelitian. 7. Orang tua dan keluarga penulis yang senantiasa memberi dukungan baik moral maupun material.

14 Penulis menyadari bahwa dalam laporan Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan, tetapi besar harapan penulis agar laporan ini bermanfaat bagi semua pihak. Surabaya, Juli 2017 Penulis xii

15 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... v Abstrak... vii Abstract... ix KATA PENGANTAR... xi DAFTAR ISI... xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR TABEL... xix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Manusia Sifat Mekanik Tulang Kandungan Mineral dalam Tulang Fraktur Tulang Material Biodegradable Magnesium sebagai Material Biodegradable Metalurgi Serbuk Pemanasan (Sintering) Diagram Fasa Diagram Fasa Mg-Cu Diagram Fasa Mg-Zn Tinjauan Jurnal Penelitian Sebelumnya BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan Penelitian Alat Penelitian Prosedur Pelaksanaan Penelitian Pengujian... 29

16 3.4.1 X-Ray Diffraction (XRD) SEM (Scanning Electron Microscope) dan Energy Dispersive X-Ray (EDX) Pengujian Struktur Mikro dengan Mikroskop Optik Pengujian Area Poros dengan Software Image-J Pengujian Porositas dengan Perhitungan Apparent Porosity Pengujian Kekuatan Tekan Pengujian Kekerasan Pengujian Laju Degradasi BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Hasil Pengujian XRD Analisis Hasil Pengujian SEM-EDX Analisis Komposisi Unsur Analisis SEM Analisis Hasil Pengujian Struktur Mikro Analisis Pengujian Porositas dengan Software Image-J Analisis Hasil Pengujian Persentase Porositas Menggunakan Apparent Porosity Analisis Hasil Pengujian Kekuatan Tekan Analisis Hasil Pengujian Kekerasan Paduan Mg-Zn-Cu Hasil Pengujian Laju Degradasi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS UCAPAN TERIMA KASIH xiv

17 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Penampang Ujung Proksimal Tulang Paha... 6 Gambar 2.2 Sifat Mekanik yang Cocok antara Tulang Baru dan Implan Gambar 2.3 Pengaruh Waktu Sintering pada Beberapa Parameter Sintering Gambar 2.4 Perkembangan dari Ikatan Antar Partikel Selama Sintering Gambar 2.5 Diagram Fasa Biner Mg-Cu Gambar 2.6 Diagram Fasa Biner Mg-Zn Gambar 2.7 Grafik HV, UTS, dan UCS dari Mg Murni dan Berbagai Paduan Mg-Cu Gambar 2.8 Perbandingan Laju Korosi Paduan Mg-Cu dan Mg Murni Setelah 3 dan 7 Hari Gambar 2.9 Hasil XRD Paduan Mg-Fe-Ca Gambar 2.10 Hasil SEM Mg-0,2Fe-0,8Ca Perbesaran 2000x 22 Gambar 2.11 Laju Degradasi Paduan Mg-Fe-Ca Gambar 2.12 Laju Degradasi Paduan Mg-Fe-Zn yang dipengaruhi (A) Temperatur Sintering dan (B) Waktu Tahan Sintering Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Gambar 3.2 Mortar yang digunakan dalam Proses Mixing Gambar 3.3 Alat Kompaksi Gambar 3.4 Spesimen Hasil Kompaksi Gambar 3.5 Horizontal Tube Furnace yang digunakan untuk Proses Sintering Gambar 3.6 Mesin Uji XRD Gambar 3.7 Perangkat Uji SEM Gambar 3.8 Mesin Uji Struktur Mikro Gambar 3.9 Pengujian Apparent Porosity Gambar 3.10 Mesin Uji Tekan Gambar 3.11 Mesin Uji Microhardness Gambar 3.12 Perangkat Pengujian Weight Loss... 36

18 Gambar 4.1 Grafik XRD Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Temperatur Sintering Gambar 4.2 Grafik XRD Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Waktu Tahan Sintering Gambar 4.3 SEM Perbesaran 500x (A) Semua Unsur (B) Mg (C) Zn (D) Cu (E) O pada Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Temperatur 500 o C dengan Waktu Tahan 60 menit Gambar 4.4 SEM Perbesaran 500x (A) Semua Unsur (B) Mg (C) Zn (D) Cu (E) O pada Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Temperatur 550 o C dengan Waktu Tahan 60 menit Gambar 4.5 SEM Perbesaran 500x (A) Semua Unsur (B) Mg (C) Zn (D) Cu (E) O pada Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Temperatur 600 o C dengan Waktu Tahan 60 menit Gambar 4.6 SEM Perbesaran 500x (A) Semua Unsur (B) Mg (C) Zn (D) Cu (E) O pada Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Waktu Tahan 30 menit Temperatur 550 o C Gambar 4.7 SEM Perbesaran 500x (A) Semua Unsur (B) Mg (C) Zn (D) Cu (E) O pada Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Waktu Tahan 90 menit Temperatur 550 o C Gambar 4.8 Struktur Mikro Paduan Mg-Zn-Cu Variabel Temperatur (A) 500 o C (B) 550 o C dan (C) 600 o C Gambar 4.9 Struktur Mikro Paduan Mg-Zn-Cu Variabel Waktu Tahan Sintering (A) 30 menit (B) 60 menit dan (C) 90 menit Gambar 4.10 Area Poros Spesimen Mg-Zn-Cu dengan Waktu Tahan 60 menit dan Temperatur Sintering (A) 500 o C (B) 550 o C dan (C) 600 o C Gambar 4.11 Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Area Poros Paduan Mg-Zn-Cu xvi

19 Gambar 4.12 Area Poros Spesimen Mg-Zn-Cu dengan Temperatur Sintering 550 o C dan Waktu Tahan selama (A) 30 menit, (B) 60 menit, dan (C) 90 menit Gambar 4.13 Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Area Poros Padaun Mg-Zn-Cu Gambar 4.14 Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Porositas Paduan Mg-Zn-Cu Gambar 4.15 Pengaruh Waktu Tahan Sintering Terhadap Porositas Paduan Mg-Zn-Cu Gambar 4.16 Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Kekuatan Tekan Paduan Mg-Zn-Cu Gambar 4.17 Pengaruh Waktu Tahan Sintering Terhadap Kekuatan Tekan Paduan Mg-Zn-Cu Gambar 4.18 Pengaruh Temperatur Sintering terhadap Nilai Kekerasan Paduan Mg-Zn-Cu Gambar 4.19 Grafik Pengaruh Waktu Tahan Sintering terhadap Nilai Kekerasan Paduan Mg-Zn-Cu Gambar 4.20 Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Laju Degradasi Paduan Mg-Zn-Cu Gambar 4.21 Pengaruh Waktu Tahan Sintering Terhadap Laju Degradasi Paduan Mg-Zn-Cu xvii

20 (Halaman ini sengaja dikosongkan) xviii

21 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Analisis Statistika Kekuatan Tulang Paha (Femur) Manusia dari Berbagai Umur... 7 Tabel 2.2 Kecukupan Gizi Mineral dalam Tubuh Tabel 2.3 Ringkasan Sifat Fisik dan Mekanik Berbagai Material Implan dalam Perbandingan dengan Tulang Alami 13 Tabel 4.1 Hasil EDX Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Temperatur dan Waktu Tahan Sintering...44 Tabel 4.2 Nilai Laju Degradasi Paduan Mg-Cu-Zn Variasi Temperatur Sintering Tabel 4.3 Nilai Laju Degradasi Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Waktu Tahan Sintering... 68

22 (Halaman ini sengaja dikosongkan) xx

23 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan WHO menunjukkan bahwa 50% patah tulang adalah patah tulang paha atas yang dapat mengakibatkan kecacatan seumur hidup dan kematian. Adapun data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS, 2010) menunjukkan angka insiden patah tulang paha atas akibat osteoporosis adalah sekitar 200 dari kasus pada usia 40 tahun (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Hal ini membuktikan bahwa butuh adanya penanganan serius pada kasuskasus yang berurusan dengan tulang, yang mana menjadi fokus penelitian penulis kali ini. Sekitar 60% dari total magnesium tersimpan dalam tulang. Magnesium penting untuk seluruh sel termasuk osteoblas dan osteoklas. Magnesium penting untuk ATP, sumber utama dari energi dalam sel. Lebih dari itu, magnesium merupakan komponen pembentuk lipid, protein, dan asam nukleat. Karena bermuatan positif, magnesium turut menstabilkan membran sel. Adapun kekurangan magnesium dalam tubuh dapat menyebabkan osteoporosis (Castigliano dkk., 2013). Dapat disimpulkan bahwa magnesium dibutuhkan oleh tubuh karena merupakan komponen penting dalam metabolisme tubuh dan ditemukan secara alami dalam jaringan tulang (Staiger dkk., 2006). Disisi lain, bentuk penanganan untuk mengatasi masalah patah tulang yaitu dengan menggunakan material implan yang mana akan menyambung tulang yang patah. Berdasarkan pada kemampuan degradasinya, material pembantu perbaikan tulang dibedakan menjadi dua: material bio-inert dan biodegradable. Material ini memiliki masalah yang tidak mungkin dihindari, yaitu bahwa material bio-inert akan terus berada dalam tubuh hingga material itu mengalami malfungsi. (Yang dkk., 2013). Untuk mengeluarkan material itu tentu membutuhkan operasi berikutnya (Ding dkk., 2016) yang tak hanya memakan biaya namun juga memberi rasa sakit pada pasien. Karena itu, sekarang ini material

24 2 LAPORAN TUGAS AKHIR biodegradable tengah menarik perhatian karena karakter uniknya. Dengan terdegradasinya implan disertai dengan pengurangan sifat mekanik dari material implan, beban akan berangsur-angsur pindah dari material implan ke tulang manusia dan jaringan lunak untuk menghindari efek stress shield. Material biodegradable juga tidak perlu dikeluarkan dari dalam tubuh (Yang dkk., 2013), karena akan luruh dalam tubuh. Keunggulan magnesium dalam aplikasi teknik seperti ketahanan korosinya yang rendah, terlebih dalam lingkungan elektrolit, menjadi sifat yang menarik untuk aplikasi biomaterial, dimana korosi in vivo dari implan berbasis magnesium melibatkan susunan oksida non-toxic yang dapat larut dalam tubuh dan tereksresi dalam urin tanpa memberi dampak berbahaya. Bahkan, karena peran pentingnya dalam tulang seperti yang telah disebutkan diatas, magnesium dapat memberi dampak yang baik dalam pertumbuhan jaringan tulang (Staiger dkk., 2006). Oleh karena itu, magnesium dan paduannya diproyeksikan sebagai implan ortopedik bantalan beban yang ringan dan dapat terdegradasi (degradable), yang mana tetap berada dalam tubuh selama minggu sembari jaringan tulang mengalami proses penyembuhan, dan nantinya implan akan terganti dengan jaringan alami (Witte dkk., 2004). Untuk meningkatkan sifat morfologi dan sifat tambahan pada magnesium sebagai material biodegradable, ditambahkan unsur paduan karena dapat mengontrol laju degradasi paduan magnesium (Witte dkk., 2004). Pada penelitian sebelumnya, magnesium dipadukan dengan besi (Fe) dan kalsium (Ca) dengan metode pengecoran. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa laju degradasi paduan Mg-Fe-Ca jauh lebih rendah dibanding magnesium murni (Hernandha, 2016). Penelitian lainnya yaitu memadukan magnesium dengan besi dan seng (Zn) dengan metode metalurgi serbuk. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa laju degradasi paduan Mg-Fe-Zn juga lebih rendah dibanding magnesium murni. Adapun hasil lainnya dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin meningkatnya temperatur dan BAB I PENDAHULUAN

25 LAPORAN TUGAS AKHIR 3 lamanya waktu tahan proses sintering, paduan Mg-Fe-Zn memiliki laju degradasi yang lebih baik dibandingkan dengan magnesium murni (Nurrohman, 2017). Dari informasi-informasi diatas, maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai magnesium dan paduannya sebagai material biodegradable. Penelitian ini memadukan magnesium, seng, dan tembaga (Cu) dengan metode metalurgi serbuk. Seng dan tembaga ditambahkan karena kedua unsur tersebut merupakan material yang dapat diserap tubuh. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalahmasalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh variasi temperatur dan waktu tahan sintering terhadap morfologi dan sifat mekanik material biodegradable yang sesuai dengan aplikasinya pada tulang manusia? 2. Bagaimana pengaruh variasi temperatur dan waktu tahan sintering terhadap laju degradasi material biodegradable?. 1.3 Batasan Masalah Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang menjadi batasan masalah sebagai berikut: 1. Kondisi temperatur pada furnace saat dilakukan proses sintering bagian tahan (holding) dianggap konstan dan selalu vakum. 2. Pada pengujian in vitro menggunakan temperatur lingkungan o C dan diasumsikan konstan dari awal hingga akhir pengujian. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis pengaruh variasi temperatur dan waktu tahan sintering terhadap morfologi dan sifat mekanik material BAB I PENDAHULUAN

26 4 LAPORAN TUGAS AKHIR biodegradable yang sesuai dengan aplikasinya pada tulang manusia. 2. Menganalisis pengaruh variasi temperatur dan waktu tahan sintering terhadap laju degradasi material biodegradable. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini ditujukan kepada pemerintah, peneliti lain, industri, dan masyarakat yang dimaksudkan sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bukti bahwa riset material dibidang kesehatan, terutama dalam bidang ortopedi, sangatlah penting untuk dikaji lebih lanjut, bahkan direalisasikan. 2. Bagi peneliti lain (terutama mahasiswa), penelitian ini dapat dijadikan referensi dan tolok ukur penelitian selanjutnya, khususnya mengenai material biodegradable. Selain itu, penelitian ini dapat dimanfaatkan menjadi sumber belajar mengenai seputar biomaerial. 3. Bagi industri, terutama yang bergerak dibidang kesehatan, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk mewujudkan lapangan usaha yang potensial untuk produksi massal material implan biodegradable yang dapat diproduksi dalam negeri, agar teknologi kesehatan di Indonesia semakin baik. 4. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menjadi wawasan tambahan mengenai teknologi kesehatan yang dapat menunjang kesejahteraan masyarakat, agar pikiran masyarakat lebih terbuka dan dapat dimasa yang akan datang dapat memunculkan inovasi lainnya. BAB I PENDAHULUAN

27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Manusia Tulang manusia merupakan material komposit alami. Dari berat, tulang mengandung kurang lebih 60% mineral, 10% air, dan sekitar 30% matriks kolagen. Kolagen dan kristal mineral biasanya tersusun dalam arah longitudinal terhadap tulang. Oleh karena itu, kekuatan dan kekakuan dari tulang selalu lebih tinggi dalam sumbu panjang. Peran dari fase mineral dalam mengontrol sifat mekanik tulang telah dipelajari secara ekstensif dari dulu. (Athanasiou dkk., 2000). Fungsi utama dari jaringan tulang adalah untuk menyokong tubuh. Jaringan tulang diatur oleh aktifitas antara pembentukan tulang dan sel penyerap tulang. Serat kolagen memberikan tensile strength, dan garam mineral, dari bentukan kalsium fosfat (hydroxyapatite), meningkatkan ketangguhan dan kekerasan dari jaringan. Tulang manusia digambarkan padat (kortikal) atau sepon (cancellous) tergantung pada densitasnya. Jaringan tulang dianggap anisotropik karena tulang menanggapi beban yang dikenakan secara berbeda tergantung arah bebannya. Tulang padat terdiri dari kanal sentral dan kanal pelubang yang dikelilingi cincin-cincin matriks. Tulang spons lebih tidak padat (Park dkk., 2007), memiliki struktur kisi yang tidak beraturan dimana ruang itu diisi oleh sumsum tulang (Tortora dan Derrickson, 2012). Sebagai perbandingan, tulang padat memiliki densitas struktur kurang lebih 1.80 g/cm 3, sedangkan tulang spons memiliki densitas 0.20 g/cm 3 dengan porositas lebih dari 75%. Gambar 2.1 menunjukkan letak kedua tulang padat dan tulang spons. Tulang padat mencakup bagian eksternal dari tulang, dan menebal kebawah untuk menyusun bentukan tulang. Tulang spons ditemukan dalam ujungujung (Park dkk., 2007).

28 6 LAPORAN TUGAS AKHIR Gambar 2.1 Penampang Ujung Proksimal Tulang Paha (Bankoff, 2007) Sifat Mekanik Tulang Kekuatan dari tulang padat (paralel terhadap sumbu panjang dari tulang) antara 78.8 dan 151 MPa (tension), serta 131 dan 224 MPa (compression). Tulang padat lebih lemah dalam arah transversal (tegak lurus dengan sumbu panjang tulang), dengan kekuatan MPa (tension) dan MPa (compression). Kekuatan geser dari tulang padat, ketika diuji dengan torsi, sebesar antara GPa dalam arah longitudinal (baik tension maupun compression), dan 6-13 GPa dalam arah transversal. Modulus geser yang didapat sebesar 3.30 GPa (Yaszemski dkk., 1996). Tabel 2.1 menunjukkan sifat mekanik dari tulang, terutama tulang paha yang menjadi kandidat tempat implan beroperasi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

29 LAPORAN TUGAS AKHIR 7 Tabel 2.1 Analisis Statistika Kekuatan Tulang Paha (Femur) Manusia dari Berbagai Umur (Havaldar dkk., 2013) Uji Mekanik Kekuatan tarik (MPa) Kekuatan tekan (MPa) Kekuatan bending (MPa) Kekuatan torsi (MPa) Kekuatan geser (MPa) 43.44± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± Kandungan Mineral dalam Tulang Tulang merupakan material multifasa yang terbentuk dari matriks kolagen yang kuat serta bercampur dengan kristal mineral yang keras. Dari komponen-komponen pada tulang, fase mineral menempati 60% dari massa atau 40% dari volume tulang. Komposisi dari fase mineral ini kebanyakan kalsium dan fosfat dengan sebagian kecil karbonat. Matriks organik menempati sekitar 40% dari volume tulang. Matriks ini terbentuk dengan lebih dari 90% kolagen Tipe 1 dan protein non-kolagen seperti osteokalsin, osteonektin, osteopontin yang mana berjumlah sedikit, namun penting dalam struktur tulang dan metabolisme tulang. Air menempati hingga 25% volume tulang (Havaldar dkk., 2013). Mineral memberikan kekakuan pada tulang. Tanpa mineralisasi yang cukup, tulang akan berdeformasi plastis dalam. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

30 8 LAPORAN TUGAS AKHIR Kolagen menyediakan ketangguhan pada tulang yang membuatnya lebih tidak getas sehingga lebih tahan terhadap fraktur. Tulang menyesuaikan tegangan mekanik sebagian besar dengan merubah ukuran dan bentuknya, yang mana merupakan penentu dari tahanannya terhadap fraktur. Penelitian telah menunjukkan bahwa sedikit penambahan densitas mineral tulang yang diakibatkan beban mekanik dapat meningkatkan kekuatan tulang lebih dari 60% dan memperpanjang umur kelelahan. (Havaldar dkk., 2013) Mineral lain yang juga penting dalam tulang adalah tembaga, seng, selenium, dan besi florida (Castiglioni dkk., 2013). Pada tinjauan pustaka ini hanya akan dibahas mineral-mineral yang menjadi objek penelitian, yaitu magnesium, besi, dan tembaga Magnesium (Mg) Magnesium terlibat dalam sekitar 300 enzim dan berperan penting dalam metabolisme tubuh, termasuk ketegangan otot, regulasi dari tekanan darah dan fungsi sel tulang. Sekitar 50% dari magnesium berada dalam tulang, sehingga magnesium sangat penting dalam mineral dan homeostasis tulang, fungsi sel tulang, pertumbuhan dan pembentukan kristal hidroksiapatit (Havaldar dkk., 2013). Penelitian telah melaporkan kadar magnesium dari yang rendah hingga ketinggi dalam osteoporosis. Beberapa penelitian yang menilai status Mg dalam pasien osteoporosis telah dilakukan. Kadar serum yang rendah dari magnesium ditemukan dalam subjek yang terkena osteoporosis dibandingkan dengan wanita pascamenopause yang tidak terkena osteoporosis. Magnesium bersifat mitogenik untuk osteoblas dan penipisan magnesium menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sel. Oleh karena itu, kekurangan Mg dapat menyebabkan berkurangnya pembentukan tulang. Mg secara langsung memengaruhi proses mineralisasi. Mg dikenal menghambat pertumbuhan kristal hidroksiapatit dalam larutan. Mg juga mengikat permukaan kristal apatit dan memperlambat pembentukan dan pertumbuhannya. Wanita pascamenopause yang terkena osteoporosis dan terbukti kekurangan Mg BAB II TINJAUAN PUSTAKA

31 LAPORAN TUGAS AKHIR 9 ditemukan memiliki kristal yang lebih besar dalam tulang spons. Ukuran mineral kristal memengaruhi perilaku mekanik tulang. Ketika kristal terlalu besar, tulang dapat menjadi getas dan tidak dapat menerima beban normal. Kekurangan Mg juga diamati menunda permulaan mineralisasi dari matriks dan tulang kartilago yang baru terbentuk (Rude dkk., 2004). Magnesium turut memengaruhi substansi lainnya dalam tubuh. Kekurangan magnesium dapat menyebabkan hipokalsemia dan memengaruhi respon tubuh terhadap vitamin D (farmakologi). Kelebihan magnesium juga dapat menimbulkan diarrhea, muntah-muntah, dan keram perut (Institute of Medicine of The National Academies, 2006) Seng (Zn) Seng penting dalam pertumbuhan dan perkembangan. Seng menyediakan beberapa proses enzim yang berhubungan dengan metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak. Seng juga membantu pembentukan struktur porteion dan enzim, dan terlibat dalam regulasi pembentukan gen. Lebih dari 85 % dari total seng dalam tubuh tersimpan dalam otot dan tulang; hanya sekitar 0,1 persen dari total seng dalam tubuh ditemukan dalam plasma. Tidak terdapat bukti dari efek samping konsumsi berlebihan dari seng dalam makanan. Dosis mg seng telah diduga menyebabkan muntah. Kesulitan pencernaan dapat terjadi setelah konsumsi mg/day seng. Konsumsi 300 mg/day dalam enam minggu dapat menyebabkan gangguan fungsi kekebalan tubuh. Konsumsi seng dalam jumlah banyak juga dapat mengurangi penyerapan tembaga (Institute of Medicine of The National Academies, 2006) Tembaga (Cu) Tembaga berfungsi sebagai komponen dari beberapa metalloenzyme, yang mana bertindak sebagai pengoksidasi dalam reduksi molekul oksigen. Kenyataan kekurangan tembaga dalam tubuh manusia jarang terdengar. Gejala-gejala yang dikaitkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA

32 10 LAPORAN TUGAS AKHIR dengan kekurangan tembaga antara lain normokitis, anemia hipokromik, leukopenia, neutropenia, dan osteoporosis (pada bayi dan anak kecil). Keracunan tembaga umumnya jarang kecuali dalam individu yang secara genetik rentan terhadap resiko tambahan dari efek samping kelebihan asupan tembaga (Institute of Medicine of The National Academies, 2006). Konsentrasi tembaga tertinggi berada dalam otak dan hati; sistem syaraf pusat dan jantung juga memiliki konsentrasi tembaga yang tinggi. Sekitar 50 % kadar tembaga tersimpan dalam tulang dan otot, 15 % dalam kulit, 15 % dalam sumsum tulang, 8 hingga 15 % dalam hati dan 8 % dalam otak (Angelova dkk., 2011). Tabel 2.2 menunjukkan asupan gizi ketiga elemen yang telah dijelaskan diatas. Tabel 2.2 Kecukupan Gizi Mineral dalam Tubuh (Institute of Medicine of The National Academies, 2006) Tingkatan Hidup Pria Tembaga Seng (mg/d) Magnesium (mg/d) 9-13 tahun tahun tahun tahun tahun > 70 tahun Perempuan 9-13 tahun tahun tahun tahun tahun > 70 tahun BAB II TINJAUAN PUSTAKA

33 LAPORAN TUGAS AKHIR Fraktur Tulang Fraktur merupakan patahan apapun dalam sebuah tulang. Fraktur dinamakan mengacu pada tingkat kefatalannya, bentuk atau posisi dari garis fraktur, atau bahkan dari dokter yang pertama mendeskripsikannya (Tortora dan Derrickson, 2012). Laporan WHO menunjukkan bahwa 50% patah tulang adalah patah tulang paha atas yang dapat mengakibatkan kecacatan seumur hidup dan kematian. Adapun data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS, 2010) menunjukkan angka insiden patah tulang paha atas akibat osteoporosis adalah sekitar 200 dari kasus pada usia 40 tahun (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Hal ini membuktikan bahwa butuh adanya penanganan serius pada kasuskasus yang berurusan tulang, yang mana menjadi fokus penelitian penulis kali ini. 2.2 Material Biodegradable Berdasarkan pada kemampuan degradasinya, material pembantu perbaikan tulang dibedakan menjadi dua: material bioinert dan biodegradable. Material ini memiliki masalah yang tidak mungkin dihindari, yaitu bahwa material bio-inert akan terus berada dalam tubuh hingga material itu mengalami malfungsi. (Yang dkk., 2013). Untuk mengeluarkan material itu tentu membutuhkan operasi berikutnya yang tak hanya memakan biaya namun juga memberi rasa sakit pada pasien (Ding dkk., 2016). Dengan terdegradasinya implan disertai dengan pengurangan sifat mekanik dari material implan, beban akan berangsur-angsur pindah dari material implan ke tulang manusia dan jaringan lunak untuk menghindari efek stress shield. Material biodegradable juga tidak perlu dikeluarkan dari dalam tubuh (Yang dkk., 2013), karena akan luruh dalam tubuh seiring berjalannya waktu. Dalam mendesain implan ortopedi biodegradable, beberapa faktor penting perlu diperhatikan. Pertama yaitu biokompatibilitas dan biosafety. Unsur seperti aluminium yang mana tidak cocok untuk aplikasi biomedis karena dianggap racun, harus dihindari dari paduan. Kedua, kekuatan dan keuletan yang cocok. Material BAB II TINJAUAN PUSTAKA

34 12 LAPORAN TUGAS AKHIR implan ortopedi dibutuhkan memiliki kekuatan luluh > 200 MPa, elongasi > 10%, dan laju degradasi < 0,5 mm/a dalam fluida yang disimulasikan pada 37 o C, untuk memastikan penggunaan efektif selama hari. Ketiga, degradasi yang dapat dikontrol. Kebanyakan paduan Mg dikenal mudah terkena korosi lokal. Tak hanya itu, perilaku degradasi yang seragam dan dapat dikontrol adalah krusial untuk prediksi akurat dari lama penggunaan implan (Ding, 2016) Material harus terdegradasi dalam waktu yang sesuai, sehingga perancah (scaffold) berfungsi sebagai penyokong sementara, namun memberi ruang untuk jaringan yang baru tumbuh untuk menggantikan kerusakan (Temenoff dan Mikos, 2000). Material perancah (scaffold) harus memenuhi kebutuhankebutuhan penting sebelum digunakan dalam teknik jaringan ortopedi meliputi biokompatibilitas, biodegradibilitas, sifat biologis yang relevan, sifat mekanik yang sesuai, dan processability. (Park dkk., 2007). Gambar 2.2 menjelaskan sifat mekanik yang ideal dari calon implan. Gambar 2.2 Sifat Mekanik yang Cocok antara Tulang Baru dan Implan (Ding, 2016) Performa degradasi dari bahan-bahan biodegradable biasanya diukur dengan satuan tertentu. Satuan tersebut bisa berupa degradation rate (laju degradasi) yang merupakan rasio dari pengurangan dimensi dengan waktu tertentu. Contohnya adalah mm/tahun, cm/hari, dsb. (Salahshoor dan Guo, 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA

35 LAPORAN TUGAS AKHIR Magnesium sebagai Material Biodegradable Magnesium menunjukkan beberapa keuntungan pada aplikasi biomedis, khususnya untuk ortopedik penahan beban dan implan kardiovaskuler. Yang paling penting, magnesium memiliki kemampuan alami untuk biodegrade dikarenakan korosi dalam zat cair khususnya yang mengandung ion klorida. Kedua, Mg menunjukkan biosafety dan biokompatibilitas yang baik. Magnesium merupakan unsur penting dalam tubuh manusia, yakni mineral yang paling berlimpah keempat. Direkomendasi WHO, manusia dewasa membutuhkan sekitar asupan mg per hari akan Mg, sedangkan untuk anak-anak 250 mg dan untuk bayi sebesar 0 mg. Semua produk degradasi dari Mg dapat dimetabolismekan dan diserap oleh tubuh. Magnesium juga memiliki sifat mekanik yang sangat baik yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pembebanan untuk implan ortopedi dan dapat meminimalisir tingkat stress shielding (Ding, 2016). Tabel 2.3 membandingkan tulang asli dengan material implan dari sifat fisik dan mekaniknya. Tabel 2.3 Ringkasan Sifat Fisik dan Mekanik Berbagai Material Implan dalam Perbandingan dengan Tulang Alami (Farraro dkk., 2014) Karakteristik Densitas (g/cm3) Modulus Elastisitas (GPa) Kekuatan Luluh Tekan (MPa) Tulang kortikal Paduan Mg Paduan Ti 1,8-2,1 1,74-2,1 4,4-4,5 7, SS 316L 7,9-8, BAB II TINJAUAN PUSTAKA

36 14 LAPORAN TUGAS AKHIR 2.3 Metalurgi Serbuk Dari berbagai macam teknologi pembuatan logam, metalurgi serbuk merupakan teknik manufaktur yang paling berbeda. Satu hal yang menarik dari metalurgi serbuk adalah kemampuannya untuk membuat part yang berkualitas tinggi namun kompleks. Proses secara efektif beroperasi secara otomatis dengan konsumsi energi yang rendah, pemanfaatan material yang tinggi, dan biaya modal yang rendah (German, 1984). Langkah-langkah yang harus dilalui dalam metalurgi serbuk antara lain (Nayiroh, 2010): 1. Preparasi Material 2. Pencampuran (mixing) 3. Penekanan (compaction) 4. Pemanasan (sintering) Untuk mengaitkan tinjauan pustaka ini dengan penelitian, maka akan dijelaskan mengenai langkah pemanasan (sintering) Pemanasan (Sintering) Pemanasan pada temperatur dibawah titik leleh material komposit disebut dengan sintering. Diantara langkah-langkah untuk meningkatkan ikatan antar partikel setelah kompaksi adalah dengan di-sinter. Parameter sintering yaitu temperatur, waktu, kecepatan pendinginan, kecepatan pemanasan, atmosfer sintering, dan jenis material. Berdasarkan pola ikatan yang terjadi pada proses kompaksi, ada dua fenomena yang mungkin terjadi pada saat sintering, yaitu penyusutan dan keretakan. Gambar 2.3 menjelaskan pengaruh lama waktu sintering (pada dua temperatur yang berbeda) pada beberapa parameter sintering seperti rasio ukuran neck, reduksi luas permukaan, penyusutan, dan densifikasi. Gambar grafik tersebut menunjukkan bahwa semakin lamanya waktu sintering akan meningkatkan penyusutan dan densifikasi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

37 LAPORAN TUGAS AKHIR 15 Gambar 2.3 Pengaruh Waktu Sintering pada Beberapa Parameter Sintering (German, 1984) Tahapan dalam proses pengikatan partikel selama proses sintering dapat dilihat pada Gambar 2.4. Tahapan awal dari sintering (initial stage) dimaksudkan ketika rasio ukuran neck lebih kecil dari 0,3 untuk serbuk yang belum terkompaksi. Selama tahap ini, struktur pori terbuka dan terhubung satu sama lain, meskipun bentuk pori tidak terlalu halus. Dalam tahap menengah (intermediate stage), struktur pori lebih halus. Pori-pori telah terhubung, berstruktur silinder. Pada tahap ini perhatian berubah dari pertumbuhan neck menjadi struktur pori butir partikel. Batasbatas butir sangat penting untuk menjaga laju sintering yang tinggi. Oleh karena itu, pertumbuhan butir dan isolasi pori tidak diinginkan selama tahap ini. Munculnya bola tanpa pori menandakan mulainya tahap akhir dari sintering (final stage). Keberadaan gas dalam pori akan membatasi jumlah densifikasi dari tahap ini. Perbedaan antar tahap sintering ini tidak terlalu jelas terlihat. Pada umumnya, tahap awal memengaruhi struktur mikro. Rasio radius neck dan penyusutan sama-sama kecil dan ukuran butir lebih kecil dari ukuran partikel. Pada tahap menengah, pori lebih halus namun masih terhubung. Densitas kurang dari sekitar 92% dari densitas teoritis, dan pertumbuhan butir dapat terjadi diakhir tahap ini. Pada tahap akhir, pori berbentuk bulat dan tertutup. Densitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA

38 16 LAPORAN TUGAS AKHIR pada tahap akhir melebihi 92% dari densitas teoritis dan pertumbuhan butir cenderung jelas (German, 1984) Gambar 2.4 Perkembangan dari Ikatan Antar Partikel Selama Sintering (German, 1984) Proses sintering juga meliputi 3 tahap mekanisme pemanasan: 1. Pre-sintering Merupakan proses pemanasan yang bertujuan untuk: a. Mengurangi tegangan sisa akibat proses kompaksi b. Pengeluaran gas dari atmosfer atau pelumas padat yang terjebak dalam porositas bahan komposit (degassing) c. Menghindari perubahan temperatur yang terlalu cepat pada saat proses sintering. Temperatur pre-sintering biasanya dilakukan pada 1/3 Tm (titik leleh). 2. Difusi permukaan Pada proses pemanasan untuk terjadinya transportasi massa pada permukaan antar partikel serbuk yang saling berinteraksi, dilakukan pada temperatur sintering (2/3 Tm). Atom-atom pada permukaan partikel serbuk saling berdifusi antar permukaan sehingga meningkatkan gaya kohesifitas antar partikel. 3. Eliminasi porositas Tujuan akhir dari proses sintering pada bahan komposit berbasis metalurgi serbuk adalah bahan yang mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA

39 LAPORAN TUGAS AKHIR 17 kompaktibilitas tinggi. Hal tersebut terjadi akibat adanya difusi antar permukaan partikel serbuk (Nayiroh, 2010). 2.4 Diagram Fasa Diagram Fasa Mg-Cu Keberadaan dari 2 senyawa kongruen (Mg 2Cu dan MgCu 2) dan 3 titik eutektik dapat dilihat dari Gambar 2.5. Mg 2 Cu tidak memiliki kelarutan padat. Kelarutan padat maksimum pada temperatur eutektik pada kedua sisi MgCu 2 adalah 64,7 dan 69 at.% Cu. Kelarutan dari Cu dalam Mg meningkat sekitar 0,1 at.% Cu pada temperatur kamar, 0,2 at.% Cu pada 300 o C, 0,3 at.% Cu pada 400 o C, dan 0,55 at.% Cu pada 480 o C. Adapun kelarutan Mg dalam Cu meningkat dari 5,3 at.% Mg pada 500 o C hingga sekitar 6,3 at.% Mg pada 730 o C, dengan kelarutan maksimum dalam kisaran 6,94-7,5 at.% Mg (Mezbahul-Islam dkk., 2014). Gambar 2.5 Diagram Fasa Biner Mg-Cu (Ma dkk., 2009) BAB II TINJAUAN PUSTAKA

40 18 LAPORAN TUGAS AKHIR Diagram Fasa Mg-Zn Diagram fasa Mg-Zn yang ditampilkan Gambar 2.6 menunjukkan kumpulan data fasa dan temperatur dari paduan besi dan magnesium dalam bentuk kurva. Gambar 2.6 Diagram Fasa Biner Mg-Zn (Burke, 2011) Diagram fasa ini menunjukkan bahwa titik lebur Mg dan Zn sebesar 650 o C dan o C secara berurutan. Reaksi eutektik pada paduan ini terjadi dua kali yaitu ketika persen berat Zn 51,3% dan 97%. Batas kelarutan Zn dalam Mg sebesar 6,2 wt% (Burke, 2011). 2.5 Tinjauan Jurnal Penelitian Sebelumnya Li dkk. (2016) mengevaluasi struktur mikro, sifat mekanik, sifat korosi, dan lepasnya ion dari paduan in vitro, dan biokompatibilitas dan aktifitas antibakteri in vitro dan in vivo. Uji BAB II TINJAUAN PUSTAKA

41 LAPORAN TUGAS AKHIR 19 aktifitas antibakteri dari paduan Mg-Cu in vitro dilakukan dengan pengujian mikrobiologi, pengujian kelangsungan hidup bakteri, pengamatan pembentukan biofilm, dan bentukan biofilm. Paduan Mg-Cu dibuat dengan komposisi Cu 0,00, 0,05, 0,10, dan 0,25 wt.% (Mg0Cu, Mg0,05Cu, Mg0,1Cu, dan Mg0,25Cu secara berurutan) dan metode pengecoran. Biokompatibilitas dari paduan Mg-Cu didapati dari perkembangbiakan sel, vitalitas, dan morfologi logam in vitro. Paduan yang mengandung 0,25 wt.% Cu menunjukkan aktifitas antibakteri paling tinggi dibanding paduan lainnya, dengan biokompatibilitas yang memadai. Secara keseluruhan, pengujian tersebut memberi indikasi akan potensi dari paduan implan Mg-Cu dengan 0,25 wt.% Cu dalam mengobati infeksi ortopedi. Liu dkk. (2016) meninjau pengaruh tembaga dalam material biodegradable magnesium terhadap efek antibakterinya dengan juga melihat dari struktur mikro, sifat mekanik, sitotoksisitas, perkembangan biak sel, adhesi sel, perbedaan osteogenik, bentukan gen dan protein, migrasi sel, dan angiogenesis in vitro. Komposisi Cu divariasikan 0,00, 0,03, 0,19, dan 0,57 lewat metode pengecoran. Gambar 2.7 menunjukkan kekerasan Vicker (HV), kekuatan tekan maksimum (UCS) dan tarik maksimum (UTS) dari berbagai paduan Mg-Cu termasuk Mg murni. HV dari Mg-003Cu (31,94) lebih besar dari Mg murni (31,53) namun lebih kecil dari Mg- 019Cu (37,10) dan Mg-0,57Cu (38,12). Demikian pula dengan nilai UTS yang didapat dari Mg-0,57Cu (104,00 MPa) dan itu hampir dua kalinya dari Mg murni (63,33 MPa). Ini dapat dijelaskan dengan meningkatnya fasa MgCu 2 sepanjang batas butir dan menghasilkan penjepitan. Secara keseluruhan paduan Mg-Cu memiliki sifat mekanik yang lebih baik dari pada magnesium murni. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

42 20 LAPORAN TUGAS AKHIR Gambar 2.7 Grafik HV, UTS, dan UCS dari Mg Murni dan Berbagai Paduan Mg-Cu (Liu dkk., 2016) Gambar 2.8 menunjukkan laju korosi paduan Mg-Cu dan Mg murni setelah direndam dalam larutan Hank selama 3 dan 7 hari. Dibandingkan dengan Mg murni, laju korosi dari paduan Mg-Cu meningkat secara signifikan setelah 3 dan 7 hari dengan Mg- 0,57Cu memiliki konsentrasi Cu terbesar yang menunjukkan korosi paling parah. Setelah perendaman 3 hari, banyak bermunculan lubang korosi. Setelah 7 hari, pada paduan Mg-Cu dan Mg murni menunjukkan korosi lubang dan erosi pada paduan Mg-Cu berlanjut lebih besar, menandakan paduan Cu mempercepat korosi dari Mg. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

43 LAPORAN TUGAS AKHIR 21 Gambar 2.8 Perbandingan Laju Korosi Paduan Mg-Cu dan Mg Murni Setelah 3 dan 7 Hari (Liu dkk., 2016) Hernandha (2016) menganalisis paduan Mg-Fe-Ca sebagai kandidat material biodegradable dengan parameter komposisi penambahan besi. Adapun proses pembuatannya menggunakan teknik pengecoran. Penelitian tersebut menggunakan tiga variasi komposisi paduan, Mg-xFe-0,8Ca dengan nilai x senilai 0,1, 0,2, dan 0,3. Dari penelitian tersebut dihasilkan kesimpulan bahwa komposisi paduan yang paling optimal untuk menjadi kandidat material biodegradable yaitu Mg-0,2Fe-0,8Ca. Gambar 2.9 menunjukkan hasil pengujian senyawa menggunakan XRD. Dari Gambar 2.9 2Ca, dan Ca 2(Fe 2O 5 spesimen. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

44 22 LAPORAN TUGAS AKHIR Gambar 2.9 Hasil XRD Paduan Mg-Fe-Ca (Hernandha, 2016) Struktur mikro dari komposisi paduan yang paling optimal, Mg-0,2Fe-0,8Ca, dapat dilihat pada Gambar 2.10 dengan panah kuning menandakan senyawa Mg 2Ca. Butir Mg 2Ca nampak berwarna hitam dan tersebar merata pada matriks Mg. Gambar 2.10 Hasil SEM Mg-0,2Fe-0,8Ca Perbesaran 2000x (Hernandha, 2016) BAB II TINJAUAN PUSTAKA

45 LAPORAN TUGAS AKHIR 23 Gambar 2.11 menjelaskan laju degradasi ketiga variasi spesimen. Data laju degradasi ini didapat setelah sebelumnya menimbang berat spesimen sebelum dan setelah direndam dalam larutan SBF (Simulated Body Fluid) selama beberapa hari. Gambar 2.11 Laju Degradasi Paduan Mg-Fe-Ca (Hernandha, 2016) Yang terakhir dari Nurrohman (2017) yang melakukan penelitian terhadap paduan Mg-Fe-Zn. Pada penelitian tersebut digunakan paduan Mg-0,05Fe-10Zn yang dibuat dengan metode metalurgi serbuk dengan memvariasikan waktu tahan dan temperatur proses sintering. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa. Variasi temperatur sintering yaitu 200 o C, 250 o C, dan 300 o C. Sedangkan waktu tahan sintering secara berturut-turut selama 30, 60, dan 90 menit. Dari penelitian tersebut, paduan Mg- Fe-Zn yang sesuai dengan sifat mekanik dan morfologi tulang yaitu paduan dengan temperatur sintering 300 o C dan waktu tahan mencapai 90 menit. Semakin meningkat temperatur dan lamanya waktu tahan, paduan semakin sesuai dengan sifat mekanik dan morfologi tulang manusia dengan nilai kekerasan dan kekuatan tekan secara berturut-turut sebesar 135 MPa dan 205 MPa, serta nilai laju peluruhan sebesar 2,46 cm/tahun. Sifat morfologi BAB II TINJAUAN PUSTAKA

46 24 LAPORAN TUGAS AKHIR didapatkan dari struktur paduan yang berporos yang memudahkan tulang tumbuh pada saat proses osifikasi. Gambar 2.12 menampilkan pengaruh (a) temperatur sintering dan (b) waktu tahan sintering terhadap laju degradasi paduan Mg-Fe-Zn dalam kurun waktu 14 hari. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan temperatur sintering yang lebih tinggi maka akan mengurangi laju degradasi, dan dengan waktu tahan sintering yang lebih lama maka akan meningkatkan laju degradasi. A B Gambar 2.12 Laju Degradasi Paduan Mg-Fe-Zn yang dipengaruhi (A) Temperatur Sintering dan (B) Waktu Tahan Sintering (Nurrohman, 2017) BAB II TINJAUAN PUSTAKA

47 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Gambar 3.1 merupakan diagram alir untuk penelitian sintesis biodegradable material menggunakan paduan Mg-Zn-Cu untuk aplikasi orthopedic devices. Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

48 26 LAPORAN TUGAS AKHIR 3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitan ini antara lain: 1. Serbuk magnesium dengan kemurnian 99% produk Merck, ukuran µm 2. Serbuk seng dengan kemurnian 99% produk Merck, ukuran < 45 µm 3. Serbuk tembaga dengan kemurnian 99% produk Merck, ukuran < 63 µm 4. Zinc Stearate 5. Phosphate Buffer Saline sebagai Solution Body Fluid Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Horizontal Tube Furnace 2. Modification Planetary Milling 3. Mesin Kompaksi 4. Inkubator penjaga temperatur 5. XRD 6. SEM-EDX 7. Mesin Metal Polish 8. Mikroskop Optik 9. Software Image-J 10. Universal Mechanical Compressive Properties Test Machine 11. Micro-Vickers Hardness Tester 12. Timbangan digital 3.3 Prosedur Pelaksanaan Penelitian Berikut adalah prosedur pelaksanaan penelitian sintesis biodegradable material menggunakan paduan Mg-Zn-Cu untuk aplikasi orthopedic devices: 1. Pengumpulan sumber (buku, jurnal, diktat, dll) sebagai acuan penelitian. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

49 LAPORAN TUGAS AKHIR Alat dan bahan penelitian disiapkan dengan mempertimbangkan metode yang digunakan, yaitu sintering dengan atmosfer vakum. 3. Pembuatan spesimen diawali dengan proses mixing manual serbuk Mg, Zn, dan Cu menggunakan mortar yang tampak dalam Gambar 3.2 selama kurang lebih 30 menit. Gambar 3.2 Mortar yang digunakan dalam Proses Mixing 4. Hasil dari proses mixing dimasukkan ke dalam dies kemudian dilakukan proses kompaksi dengan tekanan 400 MPa dengan bentuk alat seperti yang terdapat dalam Gambar 3.3 Gambar 3.3 Alat Kompaksi BAB III METODOLOGI PENELITIAN

50 28 LAPORAN TUGAS AKHIR 5. Paduan yang terdiri dari campuran padatan magnesium (Mg), seng (Zn), dan tembaga (Cu) dibuat dengan komposisi Mg- 5Zn-1Cu dengan bentuk silinder dimensi 20 mm dan tinggi 10 mm. Gambar 3.4 menunjukkan bentuk spesimen setelah dikompaksi. Gambar 3.4 Spesimen Hasil Kompaksi 6. Paduan yang telah berbentuk silinder dimasukkan kedalam horizontal tube furnace untuk menjalani proses sintering, yang diukur dengan variasi temperatur 500, 550, dan 600 o C, serta variasi waktu tahan 30, 60, dan 90 menit. Spesimen kemudian dibiarkan mendingin didalam furnace. Alat yang digunakan tersusun seperti Gambar 3.5. Gambar 3.5 Horizontal Tube Furnace yang digunakan untuk Proses Sintering BAB III METODOLOGI PENELITIAN

51 LAPORAN TUGAS AKHIR Sampel dipreparasi untuk pengujian in vitro dengan membuat larutan Phosphate Buffer Saline (PBS) sebagai Simulated Body Fluid (PBS). 8. Sampel dipreparasi untuk pengujian senyawa, porositas dan sifat mekanik. 9. Pengujian sampel yang terdiri dari pengujian senyawa menggunakan XRD, pengujian morfologi menggunakan SEM-EDX, pengujian area poros dengan software Image-J, pengujian porositas dengan uji apparent porosity, pengujian sifat mekanik yaitu uji tekan dan uji kekerasan, dan pengujian laju degradasi menggunakan metode weight loss. 10. Sampel diuji porositasnya menggunakan pengujian apparent porosity. 11. Dilakukan analisis dan pembahasan terhadap hasil pengujian. 12. Kesimpulan dibuat dari hasil analisa. 3.4 Pengujian Sampel yang telah disintesis akan diuji dengan penjelasan seperti berikut: X-Ray Diffraction (XRD) Pengujian XRD dilakukan di ITS dengan tujuan mengidentifikasi senyawa yang terbentuk pada Mg akibat paduan unsur Zn dan Cu. Setelah mendapatkan grafik dari serangkaian pengujian menggunakan XRD maka selanjutnya spesimen akan diidentifikasi dengan bantuan software untuk mengetahui senyawa yang terbentuk pada material paduan. Prinsip dasar XRD adalah mendifraksi cahaya melalui celah kristal. Radiasi yang digunakan berupa radiasi sinar-x, elektron, dan neutron. Ketika berkas sinar-x berinteraksi dengan suatu material, maka sebagian berkas akan diabsorbsi, ditransmisikan, dan sebagian lagi dihamburkan terdifraksi. Hamburan terdifraksi inilah yang diditeksi oleh XRD. Berkas sinar X yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas BAB III METODOLOGI PENELITIAN

52 30 LAPORAN TUGAS AKHIR sinar X yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi. Ukuran kristal ditentukan berdasarkan pelebaran puncak difraksi sinar X yang muncul. Kristal yang berukuran besar dengan satu orientasi menghasilkan puncak difraksi yang mendekati sebuah garis vertikal. Kristal yang sangat kecil menghasilkan puncak difraksi yang sangat lebar. Lebar puncak difraksi tersebut yang memberikan informasi tentang ukuran kristal. Mesin uji XRD dapat dilihat pada Gambar 3.6. Gambar 3.6 Mesin Uji XRD SEM (Scanning Electron Microscope) dan Energy Dispersive X-Ray (EDX) Pengujian menggunakan SEM/EDX dilakukan di Departemen Teknik Material ITS menggunakan instrumen Scanning Electron Microscopy (SEM) tipe FEI INSPECT 550 dan dengan tujuan mengetahui topografi permukaan, unsur yang ada, dan senyawa yang terbentuk didalam paduan. Sebelum memulai uji SEM spesimen dipreparasi hingga berbentuk silinder dengan diameter 3 mm dan tinggi 10 mm. Spesimen kemudian dibersihkan dari segala macam air, larutan, dan material lain yang dapat menguap dalam vakum. Setelah dibersihkan, sampel dilekatkan dengan dudukan pada alat SEM. Selanjutnya instrumen harus divakumkan dahulu BAB III METODOLOGI PENELITIAN

53 LAPORAN TUGAS AKHIR 31 untuk menghilangkan molekul udara yang dapat menghambat elektron dari instrumen menuju spesimen. Prinsip kerja SEM adalah menembakkan permukaan benda dengan berkas elektron berenergi tinggi. Permukaan benda yang dikenai berkas akan memantulkan kembali berkas tersebut atau menghasilkan elektron sekunder ke segala arah. Tetapi ada satu arah dimana berkas dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detektor didalam SEM mendeteksi elektron yang dipantulkan dan menentukan lokasi berkas yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Arah tersebut memberi informasi profil permukaan benda seperti seberapa landai dan kemana arah kemiringannya. Awal kerja SEM yaitu elektron dihasilkan oleh pistol elektron dalam SEM dan dipercepat dengan anoda. Kemudian elektron difokuskan dengan lensa magnetik menuju sampel. Sinar elektron yang terfokus memindai keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (CRT). Dari SEM akan didapatkan dua sinyal yang berbeda, yaitu sinyal elektron sekunder dan sinyal elektron backscattered. Elektron sekunder menghasilkan topografi dari benda yang dianalisa, permukaan yang tingggi lebih cerah dari permukaan rendah. Sedangkan elektron backscattered memberikan perbedaan berat molekul dari atom-atom yang menyusun permukaan. Atom dengan berat molekul lebih tinggi akan berwarna lebih cerah daripada atom dengan berat molekul yang lebih rendah. Untuk mengenali jenis atom dipermukaan yang mengandung multi atom dapat menggunakan teknik EDX. Cara kerjanya dengan menembakkan sinar X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak-puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung. Dengan EDX dapat juga dibuat elemental mapping (pemetaan elemen) dengan memberikan warna berbeda-beda dari masing-masing elemen dipermukaan bahan. EDX digunakan untuk menganalisa secara kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN

54 32 LAPORAN TUGAS AKHIR persentase masing-masing elemen. Gambar 3.7 menampilkan perangkat-perangkat yang digunakan untuk pengujian SEM. Gambar 3.7 Perangkat Uji SEM Pengujian Struktur Mikro dengan Mikroskop Optik Pengujian struktur mikro dilakukan di Departemen Teknik Material ITS. Sebelum diuji, spesimen dipreparasi dengan cara diamplas hingga permukaanya halus, dan dilanjutkan pada tahap polishing. Pengujian struktur mikro dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik Olympus BX51M-RF, pengujian struktur mikro bertujuan untuk melihat struktur dalam paduan berbasis Mg. Bentuk mikroskop optik yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.8. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

55 LAPORAN TUGAS AKHIR 33 Gambar 3.8 Mesin Uji Struktur Mikro Pengujian Area Poros dengan Software Image-J Pengujian ini dilakukan dengan mengolah tampilan dari hasil mikroskop optik. Perangkat lunak ini bekerja dengan prinsip pembagian warna dari bagian berporos dan yang tidak berporos. Dari perbedaan warna ini, software Image-J dapat menghitung ukuran poros dengan menggunakan total luasan Pengujian Porositas dengan Perhitungan Apparent Porosity Pengujian ini mengikuti ASTM C20 dan dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik ITS, yang mana bertujuan untuk mengetahui apparent porosity dari spesimen. Pada pengujian ini spesimen ditimbang massa awal dari sampel. Kemudian sampel dikeringkan dan didinginkan. Setelah didinginkan sampel dipanaskan dalam air lalu didinginkan kembali. Berat basah dalam air kemudian ditimbang lalu sampel disaring dengan kertas saring dan dikeringkan. Pengujian ini diakhiri dengan menimbang sampel sebagai berat kering diudara. Gambar 3.9 menampilkan skema pengujian apparent porosity. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

56 34 LAPORAN TUGAS AKHIR Gambar 3.9 Pengujian Apparent Porosity Pengujian Kekuatan Tekan Pengujian sifat mekanik berupa uji tekan (compressive test) dilakukan di Laboratorium Metalurgi ITS dengan menggunakan instrumen model GOTECH GT LC50 dan dengan standard ASTM B Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan tekan (compressive strength) dari sampel material biodegradable Mg-Zn-Cu, untuk selanjutnya dianalisis dari perbandingan dengan kekuatan tekan cortical bone manusia, sehingga didapatkan data kuantitatif nilai kekuatan tekan dari material biodegradable Mg-Zn-Cu untuk aplikasi orthopedic devices. Gambar 3.10 menampilkan bentuk mesin uji tekan. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

57 LAPORAN TUGAS AKHIR 35 Gambar 3.10 Mesin Uji Tekan Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan pada sampel bertujuan untuk mengetahui sifat mekanik kekerasan dari material biodegradable yang dihasilkan dari proses penelitian ini. Pengujian yang bertempat di Laboratorium Metalurgi, ITS ini dilakukan sesuai dengan standard ASTM B 721 dengan microhardness test. Beban indentasi sebesar 500 kgf dan ditahan selama 10 detik Gambar 3.11 menunjukkan mesin uji microhardness. Gambar 3.11 Mesin Uji Microhardness BAB III METODOLOGI PENELITIAN

58 36 LAPORAN TUGAS AKHIR Pengujian Laju Degradasi Sebelum pengujian ini spesimen direndam terlebih dahulu dalam PBS yang terkondisikan menyerupai cairan tubuh selama delapan hari dimana temperatur inkubator o C, dengan setiap dua hari dilakukan penimbangan repetisi tiga kali sampling pada masing-masing paduan. Pengujian ini berfungsi untuk mengetahui massa paduan yang berkurang ketika perendaman, sehinggga dari data tersebut didapatkan laju degradasi dari spesimen. Perangkat yang dipakai untuk pengujian weight loss dapat dilihat pada Gambar Gambar 3.12 Perangkat Pengujian Weight Loss BAB III METODOLOGI PENELITIAN

59 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Dari seluruh rangkaian percobaan yang telah dilakukan, dihasilkan 40 spesimen biodegradable material dengan variasi temperatur sintering secara berturut-turut 500 o, 550 o, dan 600 o C, dan dengan waktu tahan sintering yang digunakan secara berturut-turut yaitu 30, 60, dan 90 menit. Berbagai pengujian kemudian diberikan pada spesimen-spesimen yang telah disintesis. Senyawa yang terbentuk pada unsur yang berikatan dengan Mg akibat paduan unsur Zn dan Cu diuji menggunakan uji XRD. Bentuk dan permukaan dan persebaran unsur dari hasil scanning dengan uji SEM dan EDX. Struktur mikro paduan Mg-Zn-Cu dengan memakai metode metalurgi serbuk diamati dengan menggunakan mikroskop optik. Besar presentase porositas didapat melalui pengujian apparent porosity. Besar compressive strength dari paduan didapatkan dari uji tekan. Yang terakhir yaitu nilai kekerasan paduan yang didapatkan dari pengujian microhardness. Nilai laju peluruhan paduan diukur menggunakan metode weight loss 4.1 Analisis Hasil Pengujian XRD Pengujian XRD pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui fasa yang ada dalam paduan Mg-Zn-Cu yang disintesis dengan metode metalurgi serbuk. Analisis XRD menggunakan bantuan perangkat lunak Highschore Plus dan pencocokkan dengan grafik berdasarkan kartu ICDD. Hasil pengujian XRD sampel dengan variasi temperatur sintering ditampilkan pada Gambar 4.1.

60 38 LAPORAN TUGAS AKHIR Gambar 4.1 Grafik XRD Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Temperatur Sintering Berdasarkan kartu ICDD nomor didapatkan tiga 36,647; 34,405; dan 32,213 dengan indeks bidang berturut-turut (101), (002), dan (100). Indeks-indeks bidang tersebut diindikasikan sebagai Mg hexagonal. Semua peak yang dihasilkan dari grafik XRD berbentuk ramping atau tajam, menandakan bahwa atom-atom dalam sampel membentuk struktur kristalin. Adapun peak tertinggi pada Gambar 4.1 adalah peak dari fasa Mg, menandakan bahwa dari sampel yang telah disintesis fasa Mg berbentuk kristalin dengan tingkat kristalinitas yang paling tinggi dibanding fasa lainnya (Anwar dan Solechan, 2014). Untuk temperatur sintering 500 o C terbentuk tiga peak tertinggi dari yang terbesar berturut-turut pada 34,44; dan 63,19. Bila dicocokkan dengan kartu ICDD maka menunjukkan fasa Mg yang terbentuk berbentuk kristal BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

61 LAPORAN TUGAS AKHIR 39 hexagonal. Ketiga puncak tertinggi secara berurutan memiliki indeks bidang (101), (002), dan (102). Untuk temperatur sintering 550 o C tiga peak 34,42; 36,64; dan 63,1689. Ketiga puncak tertinggi secara berurutan memiliki indeks bidang (002), (101), dan (102). Untuk temperatur sintering 600 o C tiga peak tertinggi berad sebesar 34,44; 36,59; dan 57,45. Indeks bidang masing-masing puncak tersebut secara berurutan adalah (002), (101), dan (110). Fasa lain yang muncul adalah fasa Zn setelah dicocokkan dengan kartu ICDD yang ditandai dengan satu peak yang sangat pendek. Sistem kristal menurut kartu ICDD ini adalah hexagonal dengan indeks bidang pada peak ini adalah (103). Pada spesimen variasi temperatur 500 o C peak sebesar 70,14 dengan sistem kristal indeks bidang (103). Pada spesimen variasi 550 o C peak dengan indeks bidang (103). Pada spesimen variasi 600 o C peak Zn Keberadaan peak Zn yang lebih kecil dibanding peak Mg ini didukung dengan perhitungan awal penelitian dimana komposisi Zn pada sampel yang disintesis hanya mencapai 5 %. Fasa terakhir yang teridentifikasi adalah fasa Cu berdasarkan kartu ICDD Sistem kristal menurut kartu ICDD ini adalah kubik dengan indeks bidang pada peak ini adalah (111). Pada spesimen variasi temperatur 500, 550, dan 600 o C, peak Cu secara berturut-turut 17; 43,21; dan 43,29. Indeks bidang pada ketiga titik adalah sama, yakni (111). Keberadaan peak Cu yang lebih kecil dibanding Mg didukung dengan perhitungan awal penelitian yang menempatkan Cu hanya memiliki 1 % berat keseluruhan paduan. Perubahan intensitas (ketinggian) peak dari satu grafik XRD ke grafik yang lain menandakan bahwa terjadi perubahan derajat kristalisasi tiap fasa yang muncul seiring dengan berubahnya temperatur sintering. Hal ini disebabkan karena ketika suatu material dipanaskan maka akan terjadi peningkatan energi yang memungkinkan atom-atom bergetar pada jarak antar atom yang BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

62 40 LAPORAN TUGAS AKHIR lebih besar. Semakin besar energi yang diberikan maka jarak antar atom akan semakin menjauh. Berubahnya jarak antar atom maka akan memengaruhi struktur dan fasa dari material. Apabila suatu atom memiliki cukup energi untuk mendobrak ikatannya, maka akan terjadi proses difusi, atom-atom melompat ke posisi yang baru (Raymond, 2002). Tidak terdapat senyawa baru seperti senyawa intermetalik MgZn 2 yang terbentuk dari spesimen yang telah di-sinter. Senyawa semacam itu sebenarnya dapat muncul karena dengan penggunaan serbuk Mg, Zn, dan Cu, maka luas permukaan unsur-unsur tersebut menjadi sangat luas sehingga luas permukaan kontak antara Mg dan Zn juga sangat besar. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Firdiyono, dkk (2011) pada penelitiannya menggunakan serbuk Nb dan Sn. Adapun temperatur pemanasan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pembentukan fasa intermetalik. Temperatur pemanasan dapat menambah kecepatan reaksi penetrasi Mg kedalam unsur Zn dan sebaliknya. Dengan tidak munculnya fasa senyawa baru pada ketiga jenis variasi temperatur, maka dapat disimpulkan bahwa metode metalurgi serbuk yang dipakai pada penelitian dengan ketiga variasi temperatur belum dapat memunculkan senyawa baru. Analisis XRD dari sampel dengan pengaruh variasi waktu tahan sintering dapat dilihat dari grafik XRD pada Gambar 4.2. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

63 LAPORAN TUGAS AKHIR 41 Gambar 4.2 Grafik XRD Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Waktu Tahan Sintering Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4.2, dapat dilihat bahwa ada tiga fasa juga yang terbentuk, yaitu Mg, Zn, dan Cu. Setelah dicocokkan dengan kartu ICDD , peak yang paling banyak muncul dan juga memiliki intensitas tertinggi adalah fasa Mg, menunjukkan bahwa fasa Mg merupakan fasa yang paling dominan pada sampel yang telah disintesis. Adapun fasa lainnya yaitu Zn dan Cu muncul dengan intensitasi peak yang relatif lebih rendah dari Mg. Pada spesimen variasi 30 menit, tiga peak tertinggi secara dan 68,64. Indeks bidang yang terbentuk dari ketiga peak ini berturut (002), (101), dan (102). Pada spesimen variasi 60 menit o C tiga peak rurutan sebesar 34,42; 36,64; dan 63,17. Ketiga puncak tertinggi secara berurutan memiliki indeks bidang (002), (101), dan (102). Pada spesimen BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

64 42 LAPORAN TUGAS AKHIR variasi 90 menit, tiga peak tertinggi secara berurutan dari yang an 34,46. Adapun indeks bidang masing-masing peak tersebut secara berurutan adalah (102), (101), dan (002). Peak intensitas yang signifikan dari waktu tahan sintering 60 menit ke 90 menit. Alasan dari terjadinya fenomena ini dapat dijelaskan melalui pernyataan Maisarah (2015) bahwa semakin lama waktu tahan sintering, maka susunan kristal dalam bahan semakin teratur dan semakin banyak kristal yang terbentuk sehingga persentase kristalinitas semakin tinggi. Du dkk. (2009) turut berpendapat bahwa dengan lamanya waktu tahan akan memberikan waktu yang cukup bagi butir-butir untuk berdifusi dan tumbuh. Fasa lain yang muncul adalah Zn yang telah dicocokkan dengan kartu ICDD Pada spesimen variasi 30 menit, peak Pada spesimen variasi 60 menit, peak 70,09 dengan indeks bidang (103). Pada spesimen variasi 90 menit, peak ng (103). Fasa terakhir yang teridentifikasi adalah fasa Cu yang telah dicocokkan dengan kartu ICDD Pada spesimen variasi 30, 60, dan 90 menit, peak Cu muncul secara berturut-turut tiga peak adalah (111) dengan sistem kristal berbentuk kubus. Senyawa baru seperti senyawa intermetalik tidak juga muncul pada hasil pengujian XRD untuk spesimen variasi waktu tahan sintering. Firdiyono, dkk (2011) yang pada penelitiannya yang melakukan sintesis serbuk Nb dan Sn menjelaskan faktor lainnya yang dapat memengaruhi terbentuknya senyawa intermetalik yaitu waktu pemanasan (sintering). Pada kasus ini, waktu tahan pemanasan juga menambah kecepatan reaksi penetrasi Mg kedalam unsur Zn maupun Cu dan sebaliknya. Namun pada kenyataannya tidak ada fasa intermetalik yang terbentuk. Tidak munculnya senyawa intermetalik apapun dalam proses sintering yang telah dilakukan memberi kesimpulan bahwa metode BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

65 LAPORAN TUGAS AKHIR 43 metalurgi serbuk yang dipakai dengan variasi waktu tahan 30, 60, maupun 90 menit belum dapat memunculkan senyawa baru. Tidak adanya senyawa yang terbentuk pada spesimen variasi temperatur maupun waktu tahan sintering dapat terjadi karena proses metode metalurgi serbuk yang digunakan sebatas mixing manual menggunakan mortar, yang mana dari segi homogenitas dan kemampuan mechanical alloying tentu secara umum tidak sebaik menggunakan alat mixing seperti planetary ball mill. Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan dalam penelitian Hariyati dkk. (2009) yang menggunakan serbuk Al/TiO 2. Belum terbentuknya senyawa intermetalik ini disebabkan oleh serbuk Al/TiO 2 belum mengalami perlakuan milling dimana mechanical milling ini berfungsi untuk mereduksi partikel yang nantinya akan memperluas kereaktifan interface Al-TiO 2. Kembali kedalam kasus penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa serbuk Mg, Zn, dan Cu yang belum mengalami perlakuan milling ini belum mengalami reduksi partikel sehingga kereaktifan interface Mg-Zn-Cu masih sangat kecil. 4.2 Analisis Hasil Pengujian SEM-EDX Pengujian ini bertujuan untuk menganalisis unsur dan persebaran unsur dalam paduan yang diuji. Pengujian ini dilakukan di FTI-ITS. Analisis komposisi unsur dalam paduan Mg-Zn-Cu dilakukan lewat pengujian EDX yang dibahas pada sub-bab 4.2.1, sedangkan gambar morfologi dan persebaran unsur penyusun paduan Mg-Zn-Cu didapatkan dari pengujian SEM dan mapping dari pengujian EDX yang dibahas pada sub-bab Analisis Komposisi Unsur Komposisi unsur pembentuk paduan Mg-Zn-Cu dapat dilihat pada Tabel 4.1 untuk pengaruh temperatur sintering terhadap spesimen Mg-Zn-Cu. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

66 44 LAPORAN TUGAS AKHIR Tabel 4.1 Hasil EDX Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Temperatur dan Waktu Tahan Sintering Temperatur Elemen Wt% O Mg Cu Zn Waktu Tahan Elemen Wt% 30 menit 60 menit 90 menit O Mg Cu Zn Dari Tabel 4.1 diatas, didapatkan unsur pembentuk spesimen Mg-Zn-Cu variasi temperatur dan waktu tahan sintering. Pada pengujian ini unsur yang dianalisis ada empat, yakni Mg, Zn, Cu, dan O. Dari tabel diatas, tampak bahwa unsur Mg merupakan unsur yang secara konsisten dominan dalam ketiga variasi paduan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa komposisi paduan telah sesuai dengan yang telah dirancang dimana Mg merupakan penyusun terbesar paduan ini. Setelah Mg, terdapat unsur Zn dan Cu dalam paduan Mg-Zn-Cu. Secara konsisten, unsur Cu merupakan unsur penyusun paduan dengan kadar terendah baik dalam spesimen variasi 500, 550, maupun 600 o C. Hal ini sesuai dengan rancangan penelitian yang menempatkan Cu sebagai unsur penyusun dengan kadar terkecil dengan batas persen berat yang dirancang sampai 1% saja. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

67 LAPORAN TUGAS AKHIR 45 Adapun O merupakan unsur yang tidak masuk dalam rancangan perhitungan sintesis spesimen namun memiliki kadar yang lebih banyak dari unsur awal spesimen yaitu Zn dan Cu. Keberadaan O ini dapat dijelaskan dengan pernyataan Juliansyah dkk. (2015) bahwa temperatur pemanasan (sintering) yang terus meningkat mengakibatkan semakin besar pula proses difusi dan oksidasi. Dalam penelitian ini, Mg mengalami proses oksidasi dan berdifusi dengan O seiring naiknya temperatur sintering. Adapun munculnya O dapat disebabkan kondisi vacuum furnace yang kurang rapat sehingga udara luar dapat masuk saat proses sintering berlangsung. Secara umum, proses sintering dari serbuk magnesium sangat kuat dihambat lapisan oksida yang stabil dan terbentuk begitu spesimen terkena paparan udara (Annur, 2016) sehingga analisis unsur O patut diperhitungkan. Keberadaan unsur O ini diasumsikan karena proses sintering yang kurang vakum sehingga masih terdapat oksigen yang masuk kedalam furnace dan masuk kedalam paduan Mg-Zn-Cu Analisis SEM Analisis SEM dilakukan dengan menganalisa gambar morfologi dan persebaran masing-masing unsur penyusun paduan Mg-Zn-Cu variasi temperatur dan waktu tahan sintering. Struktur mikro yang didapat dari mesin uji SEM beserta mapping unsurunsur pembentuk spesimen Mg-Zn-Cu variasi temperatur sintering terkecil, 500 o C, ditunjukkan Gambar 4.3. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

68 46 LAPORAN TUGAS AKHIR A B C D E Gambar 4.3 SEM Perbesaran 500x (A) Semua Unsur (B) Mg (C) Zn (D) Cu (E) O pada Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Temperatur 500 o C dengan Waktu Tahan 60 menit Gambar diatas menempatkan unsur Mg dengan warna hijau, Zn dengan warna kuning, Cu dengan warna biru, dan oksigen dengan warna merah. Tampak bahwa warna hijau sangat mendominasi yang menandakan unsur Mg merupakan unsur yang paling mendominasi. Hal ini sesuai hasil analisa kuantitatif dari pengujian EDX. Unsur Mg nampak membentuk susunan butir dengan batas butir berwarna abu-abu yang menandakan unsur lain seperti Zn dan Cu terkumpul di antara butir Mg. Unsur Zn tampak tersebar lumayan merata dalam butir magnesium namun tidak terlalu signifikan, begitu pula dengan BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

69 LAPORAN TUGAS AKHIR 47 unsur Cu. Unsur Zn dan Cu tampak terkonsentrasi dibatas-batas butir Mg. Adapun unsur O ditunjukkan warna merah yang sangat pekat dibatas-batas butir Mg yang menunjukkan unsur O terkonsentrasi dibatas butir yang mengisi kekosongan antar butir Mg yang tidak tertutup unsur Zn dan Cu. Gambar 4.4 menunjukkan persebaran unsur-unsur penyusun spesimen Mg-Zn-Cu untuk variasi temperatur sintering 550 o C. A B C D E Gambar 4.4 SEM Perbesaran 500x (A) Semua Unsur (B) Mg (C) Zn (D) Cu (E) O pada Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Temperatur 550 o C dengan Waktu Tahan 60 menit Seperti yang terlihat pada Gambar 4.4, unsur Mg mendominasi keseluruhan struktur mikro. Hal ini sejalan dengan hasil analisa kuantitatif spesimen variasi ini yang menggunakan BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

70 48 LAPORAN TUGAS AKHIR EDX. Unsur Zn, Cu, dan O berada dibatas-batas butir Mg dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Gambar 4.5 menunjukkan morfologi dan persebaran unsur-unsur yang terdapat dalam spesimen Mg-Zn-Cu variasi temperatur 600 o C. A B C D E Gambar 4.5 SEM Perbesaran 500x (A) Semua Unsur (B) Mg (C) Zn (D) Cu (E) O pada Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Temperatur 600 o C dengan Waktu Tahan 60 menit Pada Gambar 4.5 terlihat bahwa Mg tetap merupakan unsur yang paling dominan, dengan melihat dominasi warna hijau pada hasil mapping. Batas merupakan unsur-unsur penyusun lainnya, yakni Zn, Cu, dan O. Adapun unsur O memiliki spot yang pekat pada beberapa titik yang BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

71 LAPORAN TUGAS AKHIR 49 menandakan unsur oksigen banyak menutup kekosongan antar butir magnesium. Secara keseluruhan, pada ketiga variasi temperatur sintering persebaran unsur Zn dan Cu lebih terlihat dibatas-batas butir unsur Mg. Hal ini disebabkan karena kurang reaktifnya difusi antara Mg dengan Zn maupun Cu. Selain itu, dari hasil analisa XRD sebelumnya dijelaskan juga bahwa tidak menunjukkan senyawa baru yang terbentuk. Kadar Cu yang hanya sampai sekitar 1 % saja, kurang homogennya proses mixing, tidak adanya mechanical milling dari proses mixing yang menggunakan mortar, dan perbedaan ukuran serbuk Mg dengan Cu (300 µm berbanding 63µm) menyebabkan Cu kurang dapat berdifusi dengan Mg sehingga hanya menyelip diantara butir-butir Mg. Hal serupa juga dialami dengan unsur Zn pada paduan ini. Ikatan yang terjadi antar unsur dalam paduan ini sebatas ikatan mekanik (Akbar dan Widyastuti, 2011). Gambar 4.6 menunjukkan morfologi dan persebaran unsur Mg, Zn, Cu, dan O dalam spesimen Mg-Zn-Cu yang dipengaruhi waktu tahan sintering selama 30 menit. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

72 50 LAPORAN TUGAS AKHIR A B C D E Gambar 4.6 SEM Perbesaran 500x (A) Semua Unsur (B) Mg (C) Zn (D) Cu (E) O pada Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Waktu Tahan 30 menit Temperatur 550 o C Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa unsur Mg mendominasi paduan Mg-Zn-Cu yang mana sesuai dengan rancangan penelitian, ditandai dengan banyak dan penuhnya warna hijau pada mapping yang telah dilakukan. Unsur Zn dan Cu tampak terkonsentrasi dibatas-batas butir Mg. Unsur O yang diwakili warna merah tampak mengisi poros antar butir Mg. Gambar 4.7 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

73 LAPORAN TUGAS AKHIR 51 menunjukkan persebaran unsur-unsur pembentuk paduan Mg-Zn- Cu variasi waktu tahan sintering 90 menit. A B C D E Gambar 4.7 SEM Perbesaran 500x (A) Semua Unsur (B) Mg (C) Zn (D) Cu (E) O pada Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Waktu Tahan 90 menit Temperatur 550 o C Pada variasi waktu tahan sintering terlama ini, masih terlihat bahwa unsur Mg masih menjadi unsur yang paling mendominasi paduan dengan banyaknya warna hijau dalam tampilan gambar BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

74 52 LAPORAN TUGAS AKHIR hasil mapping tersebut. Unsur Zn dan Cu tampak lebih terkonsentrasi dibatas-batas butir Mg. Persebaran O terkonsentrasi pada celah-celah butir Mg juga, menandakan unsur O menutupi poros yang terbentuk selama proses sintering terjadi. Secara keseluruhan, persebaran unsur-unsur spesimen Mg- Zn-Cu variasi waktu tahan serupa dengan persebaran unsur-unsur pada variasi temperatur. Unsur Zn dan Cu lebih terkonsentrasi dalam batas-batas butir Mg. Persebaran seperti diatas disebabkan karena kurang reaktifnya difusi antara Mg dengan Zn maupun Cu. Selain itu, dari hasil analisa XRD spesimen variasi waktu tahan sebelumnya juga tidak teridentifikasi senyawa baru. Kadar Zn dan Cu yang relatif sedikit, kurang homogennya proses mixing, tidak adanya mechanical milling dari proses mixing yang menggunakan mortar, dan perbedaan ukuran serbuk Mg dengan Zn dan Cu Zn dan Cu kurang dapat berdifusi dengan Mg sehingga hanya menyelip diantara butir-butir Mg. Ikatan yang terjadi antar unsur dalam paduan ini sebatas ikatan mekanik dibanding ikatan intermetalik (Akbar dan Widyastuti, 2011). Munculnya oksigen yang terperangkap pada celah-celah spesimen disebabkan spesimen yang sempat bereaksi dengan udara selama proses preparasi sampel. Selain itu juga dapat disebabkan kurang vakumnya proses sintering sehingga selama proses pemanasan berlangsung, oksigen yang masuk dalam furnace dapat berdifusi kedalam spesimen. 4.3 Analisis Hasil Pengujian Struktur Mikro Untuk mengetahui general structure dan porositas yang terbentuk pada spesimen paduan Mg-Zn-Cu dilakukan pengujian struktur mikro. Gambar penampang struktur mikro perbesaran 100x spesimen paduan Mg-Zn-Cu dengan pengaruh temperatur dapat dilihat pada Gambar 4.8. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

75 LAPORAN TUGAS AKHIR 53 A B C Gambar 4.8 Struktur Mikro Paduan Mg-Zn-Cu Variabel Temperatur (A) 500 o C (B) 550 o C dan (C) 600 o C Pada tampilan struktur mikro diatas, nampak butir-butir berwarna putih dan titik-titik hitam besar yaitu poros. Annur dkk. (2016) dalam penelitiannya menyatakan porositas dapat terbentuk karena perbedaan ukuran serbuk dan titik lebur dari masing-masing unsur paduan. Dari ketiga gambar struktur mikro tersebut dapat dilihat bahwa pada spesimen pada variasi temperatur paling tinggi memiliki tidak memiliki poros sebesar spesimen sebelumnya. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan bahwa butir membesar sedangkan porositas berkurang seiring kenaikan temperatur. Dengan semakin besarnya butir, maka antar butir akan semakin berhimpitan dan celah-celah antar butir (poros) akan semakin berkurang. Gambar 4.9 menampilkan struktur mikro pengaruh waktu tahan sintering. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

76 54 LAPORAN TUGAS AKHIR A B C Gambar 4.9 Struktur Mikro Paduan Mg-Zn-Cu Variabel Waktu Tahan Sintering (A) 30 menit (B) 60 menit dan (C) 90 menit Dari Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa struktur mikro dengan variasi 90 menit memiliki kemiripan dengan spesimen variasi temperatur 600 o C, dimana poros yang dimiliki spesimen tersebut tampak lebih kecil dibanding poros pada struktur mikro variasi waktu lainnya. Dapat disimpulkan bahwa variabel waktu tahan memiliki pengaruh yang sama dengan variabel temperatur, dimana semakin besar atau lama waktu tahan sintering, poros pada paduan Mg-Zn-Cu akan semakin berkurang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Seprianto (2010). Dalam penelitiannya beliau menyatakan bahwa semakin lama waktu tahan sintering maka densitas akan naik. Hal ini disebabkan dengan lamanya waktu tahan akan memberikan waktu untuk terbentuknya ikatan antar partikel yang semakin kuat sehingga berengaruh terhadap berkurangnya porositas. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

77 LAPORAN TUGAS AKHIR Analisis Pengujian Porositas dengan Software Image-J Pengujian area poros menggunakan software Image-J yang dapat memberi persentase area poros pada permukaan yang tampak dalam hasil mikroskop optik analisis sebelumnya. Gambar 4.10 menampilkan perbedaan warna antara daerah poros dan daerah yang tidak berporos pada spesimen Mg-Zn-Cu variasi temperatur sintering. Warna merah mengindikasikan daerah berporos. A B C Gambar 4.10 Area Poros Spesimen Mg-Zn-Cu dengan Waktu Tahan 60 menit dan Temperatur Sintering (A) 500 o C (B) 550 o C dan (C) 600 o C Jumlah luasan berwarna merah dari masing-masing gambar diatas kemudian dihitung dan dinyatakan dalam persen. Grafik persentase area poros dari ketiga variasi temperatur diatas ditampilkan pada Gambar 4.9. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

78 56 LAPORAN TUGAS AKHIR Porositas (%) Temperatur ( o C) Gambar 4.11 Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Area Poros Paduan Mg-Zn-Cu Masing-masing persentase area poros pada variasi temperatur 500, 550, dan 600 o C berturut-turut adalah 15,70; 14,76; dan 17,21 %. Dari gambar diatas, tampak bahwa persentase area poros tidak menunjukkan sebuah tren naik ataupun turun. Seharusnya, peningkatan temperatur sintering akan menurunkan porositas dan meningkatkan densitas (Annur dkk., 2016) begitu juga dengan penurunan area poros. Tidak sejalannya hasil pengujian dengan teori disebabkan karena tidak meratanya poros pada spesimen. Hal ini dapat berasal dari teknik mixing yang hanya sebatas pengadukan manual menggunakan mortar, tidak menggunakan mesin seperti planetary ball mill yang mana dapat memberikan hasil yang lebih homogen. Pengaruh waktu tahan sintering terhadap area poros spesimen Mg-Zn-Cu ditampilkan pada Gambar BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

79 LAPORAN TUGAS AKHIR 57 A B C Gambar 4.12 Area Poros Spesimen Mg-Zn-Cu dengan Temperatur Sintering 550 o C dan Waktu Tahan selama (A) 30 menit, (B) 60 menit, dan (C) 90 menit Serupa dengan Gambar 4.10, pada Gambar 4.12 warna merah mewakili poros yang terbentuk. Jumlah luasan berwarna merah pada masing-masing struktur mikro kemudian dihitung kedalam persen area. Pengaruh waktu tahan sintering terhadap area poros ditampilkan pada Gambar BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

80 58 LAPORAN TUGAS AKHIR Porositas (%) Waktu Tahan (menit) Gambar 4.13 Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Area Poros Paduan Mg-Zn-Cu Persen area poros pada spesimen variabel waktu tahan sintering 30, 60, dan 90 menit berturut-turut senilai 12,0; 14,76; dan 7,663 %. Terdapat penurunan yang lebih signifikan ketika waktu tahan dari 60 menit menjadi 90 menit.. Hal ini sejalan dengan hasil analisa mikroskop optik sebelumnya, dimana dengan bertambahnya waktu tahan maka akan mengurangi porositas. Penurunan area poros ini juga dapat didukung dengan pernyataan Seprianto (2010) yang menyatakan bahwa semakin lama waktu tahan sintering maka densitas akan naik, dengan kata lain porositas akan menurun. Hal ini disebabkan dengan lamanya waktu tahan akan memberikan waktu untuk terbentuknya ikatan antar partikel yang semakin kuat sehingga berpengaruh terhadap berkurangnya porositas. 4.4 Analisis Hasil Pengujian Persentase Porositas Menggunakan Apparent Porosity Pengujian persentase porositas lainnya pada material paduan Mg-Zn-Cu menggunakan teknik penghitungan apparent porosity. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

81 LAPORAN TUGAS AKHIR 59 Pengaruh temperatur sintering terhadap apparent porosity ditampilkan dalam grafik pada Gambar Porositas (%) Temperatur ( o C) Gambar 4.14 Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Porositas Paduan Mg-Zn-Cu Pada Gambar 4.14 diatas, dapat dilihat nilai porositas paduan Mg-Zn-Cu pada temperatur sintering 500, 550, dan 600 o C secara berurutan sebesar 3,72, 3,81, dan 2,3 %. Terjadi penurunan porositas dari variasi temperatur 550 o C ke 600 o C. Dengan hasil ini, dapat disimpulkan bahwa seiring dengan bertambahnya temperatur sintering, maka porositas dari paduan Mg-Zn-Cu akan berkurang. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan Rezlescu dkk (2006). Wang dkk., (2016) turut yang menyatakan bahwa densitas akan semakin meningkatnya temperatur pemanasan yang dilakukan pada saat melakukan sintering. Adapun energi yang dihasilkan semakin besar dan hal itu memudahkan proses difusi yang terjadi antar partikel. Rodrigues dkk., (2011) turut berpendapat bahwa pada saat temperatur sintering semakin tinggi, maka ikatan yang ditandai dengan timbulnya leher (necking) diantara partikel juga akan semakin tinggi. Proses BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

82 60 LAPORAN TUGAS AKHIR pemanasan yang semakin tinggi memberikan energi untuk berikatan lebih besar dan berujung pada berkurangnya porositas. Namun, terdapat kenaikan nilai porositas dari variasi temperatur 500 ke 550 o C. Fenomena ini dapat dijelaskan Akbar dan Widyastuti (2011) bahwa tren yang kurang konsisten ini dapat disebabkan homogenitas campuran, karena hal ini pula yang akan memengaruhi tingkat porositas komposit. Homogenitas campuran dipengaruhi proses persiapan paduan tahap mixing. Pengaruh waktu tahan sintering terhadap nilai porositas dapat dijelaskan dari Gambar Porositas (%) Waktu Tahan (menit) Gambar 4.15 Pengaruh Waktu Tahan Sintering Terhadap Porositas Paduan Mg-Zn-Cu Dari Gambar 4.15, nilai porositas paduan Mg-Zn-Cu pada waktu tahan 30, 60, dan 90 menit secara berurutan sebesar 5,69, 3,81, dan 1,24 %. Dari hasil ini dapat bahwa dengan bertambahnya waktu tahan sintering, nilai porositas akan menurun. Hal ini kembali sejalan dengan pernyataan Akbar dan Widyastuti (2011) bahwa semakin lama waktu tahan sintering maka tingkat porositas akan menurun, karena akan meningkatkan energi aktivasi sehingga BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

83 LAPORAN TUGAS AKHIR 61 daya dorong pertumbuhan butir semakin tinggi pula. Adapun Zhou (2014) turut mengemukakan pengaruh waktu tahan sintering terhadap porositas. Beberapa waktu tahan sangat dibutuhkan dalam meningkatkan densifikasi dari paduan. Ketika sintering mulai, energi permukaan partikel besar dan akan cenderung berkurang, menghasilkan laju pengurangan porositas yang besar. Seiring dengan semakin lamanya waktu tahan, partikel-partikel akan menyatu membentuk butir-butir dan energi permukaan akan lebih rendah dari proses awal sintering. Sejalan dengan Zhou, (Nurmawati, 2008) (2008) turut menyatakan bahwa perlakuan waktu tahan akan mampu berperan untuk memberikan energi kepada partikel-partikel serbuk yang terdeformasi sepanjang proses kompaksi untuk melepaskan tegangan sisa dan meminimalkan porositas yang terjadi melalui penguapan gas atau pelumas selama masa tahan sinter diberikan. Dari nilai-nilai porositas yang telah didapat dari pengujian ini, nilai porositas yang paling mendekati porositas dari tulang manusia (cancellous) dengan kisaran 30-90% (Zioupos, 2008) adalah paduan Mg-Zn-Cu yang di-sinter dengan temperatur 550 o C dan waktu tahan selama 30 menit, yakni sebesar 5,69 %. Namun nilai ini relatif masih jauh dan turut dipertimbangkan juga mengenai sifat mekanik dari material ini, sebagaimana dideskripsikan pada hasil pengujian lainnya pada penelitian ini bahwa pada variasi ini, sifat mekaniknya juga tidak sebesar variasi-variasi lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mencapai nilai porositas yang lebih optimal. 4.5 Analisis Hasil Pengujian Kekuatan Tekan Nilai-nilai kekuatan tekan paduan Mg-Zn-Cu variasi temperatur sintering dapat dilihat pada Gambar BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

84 62 LAPORAN TUGAS AKHIR Kekuatan Tekan (MPa) Temperatur ( o C) Gambar 4.16 Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Kekuatan Tekan Paduan Mg-Zn-Cu Nilai kekuatan tekan spesimen variasi temperatur sintering 500, 550, dan 600 o C berturut-turut adalah 79,07; 153,05; dan 149,51 MPa. Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa nilai kekuatan tekan terbesar untuk variasi temperatur dimiliki spesimen variasi temperatur 550 o C sebesar 153,05 MPa. Terjadi kenaikan nilai kekuatan tekan dari variasi temperatur 500 o C ke 550 o C. Fenomena ini dapat dikaitkan dengan pengujian sebelumnya yakni pengujian porositas, dimana semakin besar temperatur sintering akan menurunkan porositas. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa dengan berkurangnya porositas, maka nilai kekuatan tekan dari paduan Mg-Zn-Cu akan meningkat. Pernyataan ini didukung dengan pernyataaan yang dikemukakan Buyong dkk. (2015) bahwa sifat mekanik terbesar dipengaruhi porositas terkecil dan densitas terbesar. Hal senada juga dinyatakan oleh Bi dkk (2015) yang menyatakan nilai kekuatan tekan meningkat dengan pengurangan porositas. Terdapat penurunan nilai kekuatan tekan dari variasi 550 ke 600 o C, yang mana melawan tren yang ada. Hal ini dapat dijawab dengan pernyataan dari Seyedraoufi (2013) bahwa efek dari BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

85 LAPORAN TUGAS AKHIR 63 pertumbuhan butir dapat menyebabkan berkurangnya sifat mekanik dari sebuah material. Disisi lain, seperti yang telah dilihat pada pengujian struktur mikro sebelumnya, semakin besarnya temperatur sintering turut membantu pertumbuhan butir. Pengaruh waktu tahan sintering terhadap nilai kekuatan tekan dapat dilihat pada Gambar Kekuatan Tekan (MPa) Waktu Tahan (menit) Gambar 4.17 Pengaruh Waktu Tahan Sintering Terhadap Kekuatan Tekan Paduan Mg-Zn-Cu Nilai kekuatan tekan spesimen variasi waktu tahan 30, 60, dan 90 menit berturut-turut adalah 134,16; 153,05; dan 175,14 MPa. Tren yang dihasilkan grafik pada Gambar 4.17 serupa dengan yang telah dijelaskan pada pengaruh temperatur sintering terhadap kekuatan tekan, bahwa dengan bertambahnya waktu tahan sintering akan meningkatkan kekuatan tekan. Bila disambungkan dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya, waktu tahan turut mengurangi porositas, yang mana bila porositas berkurang maka akan meningkatkan sifat mekanik, salah satunya yaitu kekuatan tekan. Dari semua nilai kekuatan tekan, spesimen dengan variasi proses sintering selama 90 menit dengan temperatur sinter sebesar BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

86 64 LAPORAN TUGAS AKHIR 550 o C memiliki nilai yang terbesar, yakni 175,14 MPa, yang mana sesuai dengan kekuatan tulang kortikal ( MPa) dan material implan SS 316L ( MPa). Hal ini menjadikan paduan Mg-Zn-Cu dengan variasi proses sintering ini nampak menjanjikan sebagai kandidat orthopedic devices. 4.6 Analisis Hasil Pengujian Kekerasan Paduan Mg-Zn-Cu Kekerasan spesimen paduan Mg-Zn-Cu yang dipengaruhi temperatur dapat dilihat pada Gambar 4.18: Nilai Kekerasan (HRV) Temperatur Sintering ( o C) Gambar 4.18 Pengaruh Temperatur Sintering terhadap Nilai Kekerasan Paduan Mg-Zn-Cu Dari hasil pengujian, nilai kekerasan sampel dengan waktu tahan sintering selama 60 menit dan dengan temperatur 500, 550, dan 600 o C secara berurutan adalah , , dan HRV. Grafik yang ditampilkan pada Gambar 4.18 menunjukkan kenaikan, yang mana mengindikasikan bahwa kekerasan paduan meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur sintering. Tren ini serupa dengan pernyataan dalam penelitian Wahi dkk. (2016) dan Yang dkk. (2015). BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

87 LAPORAN TUGAS AKHIR 65 Hasil pengujian kekerasan paduan Mg-Zn-Cu dengan variabel waktu tahan sintering ditampilkan dalam Gambar 4.19: Nilai Kekerasan (HRV) Waktu Tahan (menit) Gambar 4.19 Grafik Pengaruh Waktu Tahan Sintering terhadap Nilai Kekerasan Paduan Mg-Zn-Cu Dari hasil pengujian, nilai kekerasan sampel dengan temperatur 550 o C dengan waktu tahan sintering 30, 60, dan 90 menit secara berurutan adalah , , dan HRV. Dari uji microhardness yang dilakukan, dapat diketahui bahwasannya kekerasan paduan Mg-Zn-Cu meningkat bersamaan dengan semakin lamanya waktu tahan sintering. Pernyataan ini didukung oleh Toor (2016) yang menyatakan bahwa pada uji microhardness hubungan antara waktu tahan dengan nilai kekerasan adalah dengan semakin lamanya waktu tahan sintering akan meningkatkan nilai kekerasan. Dari fenomena peningkatan kekerasan pada dua jenis variabel yang diteliti, pada dasarnya peningkatan pada kekerasan dapat dipengaruhi penguatan larutan padat sebagaimana bagian yang mencair memulai difusi yang lebih cepat pada atom-atom melalui interfasa partikel-partikel (Dhokey dan Athavaley, 2012). Pada BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

88 66 LAPORAN TUGAS AKHIR pengujian kekerasan ini dapat diketahui bahwa paduan material biodegradable Mg-Zn-Cu tertinggi dimiliki paduan yang dikenakan proses sintering hingga mencapai temperatur 600 o C dengan waktu tahan sintering selama 60 menit yang memiliki nilai kekerasan sebesar HV. Bila nilai HV tersebut dikonversi kedalam nilai MPa, maka nilai kekerasan spesimen terpilih tersebut sebesar 516,5 MPa, yang mana sudah masuk cakupan nilai kekerasan tulang pada umumnya yakni MPa (Bustam dan Rauf, 2012). Adapun spesimen dengan kekuatan tekan terbesar, yakni spesimen variasi waktu tahan 90 menit, memiliki nilai kekerasan sebesar 410,599 MPa. Nilai ini pun masih masuk dalam cakupan nilai kekerasan tulang. Hal ini menegaskan spesimen dengan variasi temperatur sintering sebesar 550 o C dengan waktu tahan selama 90 menit tetap dapat menjadi kandidat material untuk orthopedic devices. 4.7 Hasil Pengujian Laju Degradasi Hasil pengujian dari laju degradasi spesimen Mg-Zn-Cu yang dipengaruhi temperatur sintering dapat dilihat pada Tabel 4.2. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

89 LAPORAN TUGAS AKHIR 67 Tabel 4.2 Nilai Laju Degradasi Paduan Mg-Cu-Zn Variasi Temperatur Sintering Variabel Hari ke- Degradasi (gr/hari) Degradasi (cm/tahun) Rata-rata Grafik yang diolah dari Tabel 4.2 dapat dilihat pada Gambar 4.20 untuk mengetahui pengaruh temperatur sintering terhadap laju degradasi spesimen. Laju Degradasi (cm/tahun) Temperatur ( o C) Gambar 4.20 Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Laju Degradasi Paduan Mg-Zn-Cu BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

90 68 LAPORAN TUGAS AKHIR Dari grafik pada Gambar 4.20 dapat dilihat nilai laju degradasi spesimen paduan Mg-Cu-Zn dengan standar deviasi pada masingmasing variasi temperatur. Nilai laju degradasi terkecil didapat pada variasi temperatur 600 o C dengan nilai rata-rata sebesar 8,17 cm/tahun. Sebaliknya, pada variasi temperatur terkecil yakni 500 o C, nilai laju degradasinya merupakan yang terbesar dengan nilai rata-rata 15,70 cm/tahun. Nilai laju degradasi spesimen Mg-Zn-Cu dengan variasi waktu tahan sintering dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Nilai Laju Degradasi Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Waktu Tahan Sintering Variabel Hari ke- Degradasi (gr/hari) Degradasi (cm/tahun) Ratarata Grafik yang diolah dari Tabel 4.3 dapat dilihat pada Gambar 4.21 untuk mengetahui pengaruh waktu tahan sintering terhadap laju degradasi spesimen. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

91 LAPORAN TUGAS AKHIR 69 Laju Degradasi (cm/tahun) Waktu Tahan (menit) Gambar 4.21 Pengaruh Waktu Tahan Sintering Terhadap Laju Degradasi Paduan Mg-Zn-Cu Serupa dengan grafik pada Gambar 4.20, pada Gambar 4.21 diatas dapat terlihat juga tren penurunan laju degradasi paduan Mg- Zn-Cu dengan semakin lamanya waktu tahan sintering. Laju degradasi terkecil dengan nilai 8,57 cm/tahun didapat pada spesimen dengan variasi waktu tahan paling lama, yakni 90 menit. Sedangkan laju degradasi terbesar dengan nilai 10,57 cm/tahun didapat pada spesimen dengan variasi temperatur 60 menit. Dari kedua variasi proses sintering ini, laju degradasi terkecil didapat pada spesimen variasi temperatur sintering 600 o C dengan waktu tahan 60 menit. Bila dibandingkan dengan nilai laju degradasi magnesium murni yang sebesar 40,7 cm/tahun, paduan Mg-Zn-Cu yang di-sinter pada temperatur 600 o C dengan waktu tahan selama 60 menit dapat memberi nilai laju degradasi yang optimal, meski masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Laju degradasi kedua terendah dimiliki spesimen variasi waktu tahan 90 menit, menandakan bahwa spesimen variasi waktu tahan ini masih dapat juga masuk sebagai kandidat material biodegradable untuk aplikasi orthopedic devices. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

92 70 LAPORAN TUGAS AKHIR (Halaman ini sengaja dikosongkan) BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

93 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan yang telah diuraikan, maka kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan temperatur dan waktu tahan sintering akan menaikkan sifat mekanik paduan Mg-Zn-Cu. Adapun variasi yang paling sesuai untuk diaplikasikan sebagai orthopedic device adalah paduan Mg-Zn-Cu yang mengalami proses sintering pada temperatur 550 o C dengan waktu tahan (holding) selama 90 menit. Kekuatan tekan yang dimiliki paduan ini sebesar 175,14 MPa, sesuai dengan kekuatan tulang kortikal ( MPa) dan setara dengan kekuatan material implan SS 316L ( MPa). Adapun nilai kekerasan dari paduan ini sebesar 410,59 MPa, yang mana juga sesuai dengan cakupan kekerasan tulang manusia pada umumnya yakni sekitar MPa. Morfologi spesimen paduan Mg-Zn-Cu yang berporos memudahkan tulang untuk tumbuh pada saat proses osifikasi. 2. Semakin meningkatnya temperatur sintering dan lamanya waktu tahan sintering akan menurunkan laju degradasi material biodegradable Mg-Zn-Cu. Adapun nilai laju degradasi terkecil dimiliki spesimen dengan variasi temperatur sintering 600 o C dan waktu tahan 60 menit, sebesar 8,17 cm/tahun. 5.2 Saran Dari penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang dapat dijadikan perhatian bagi peneliti-peneliti selanjutnya dalam mengembangkan paduan material biodegradable Mg-Zn- Cu yang diproses dengan metode metalurgi serbuk, yaitu:

94 72 LAPORAN TUGAS AKHIR 1. Kondisi gas argon dalam vacuum furnace selama proses sintering sangat perlu dijaga agar kondisi furnace terhindar dari oksida yang terbentuk dalam paduan lebih kecil. 2. Proses mixing sebaiknya menggunakan mesin mixing yang lebih baik dari mortar yang digunakan dalam penelitian ini. Contohnya seperti planetary ball mill agar menghasilkan serbuk-serbuk yang lebih homogen dan juga agar terjadinya proses mechanical milling, yang mana nantinya dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya senyawa intermetalik yang diharapkan. 3. Perlu adanya pengkajian mengenai jumlah unsur paduan yang luruh dalam pengujian weight loss agar mengetahui apakah komposisi yang dipakai tidak melebihi dosis harian yang dapat diserap tubuh agar tidak menjadi racun dalam tubuh. 4. Perlu adanya pengkajian mengenai pelapisan paduan Mg-Zn- Cu sebagai langkah pengembangan sifat mekanik paduan ini dan juga untuk mengurangi laju degradasi agar didapat laju degradasi yang lebih kecil. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

95 DAFTAR PUSTAKA Akbar, T. dan Widyastuti, "Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Sintering Terhadap Kekerasan dan Modulus Elastisitas MMCs Pb-Sn Menggunakan Proses Metalurgi Serbuk untuk Aplikasi Core Proyektil Peluru". Jurnal Teknik POMITS 2(1). Angelova, M., Asenova, S., Nedkova, V. and Koleva-Kolarova, R., "Copper in The Human Organism". Trakia Journal of Sciences 9(1), pp Annur, D. P. L. F., Erryani, A., Amal, M. I., Sitorus, L. S., and Kartika, I., "The synthesis and characterization of Mg- Zn-Ca alloy by powder metallurgy process". AIP Publishing, pp Anwar, S. A. and Solechan, "Analisa Karakteristik dan Sifat Mekanik Scaffold Rekonstruksi Mandibula dari Material Bhipasis Calsium Phospate dengan Penguat Cangkang Kerang Srimping dan Gelatin Menggunakan Metode Functionally Graded Material". Prosiding SNATIF Ke-1. Athanasiou, K. A., Zhu, C.-F., Lanctot, D. R., Agrawal, C. M., and Wang, X., "Fundamentals of Biomechanics in Tissue Engineering of Bone". Tissue Engineering 6(4), pp Bankoff, A. D. P., Biomechanical Characteristics of The Bone in Human Muskuloskeletal Biomechanics. Rijeka: Intech. Bi, Y., Zheng, Y. and Li, Y., "Microstructure and mechanical properties of sintered porous magnesium using polymethyl methacrylate as the space holder". Materials Letters 10 September, Volume 161, pp Burke, P., Investigation of The Sintering Fundamentals of Magnesium Powders. Nova Scotia: Paul Burke. Bustam, G. P. L., Rauf N., "Pengaruh Suhu Pemanasan Bahan Tulang Tiruan Terhadap Kuat Tekan". Jurnal Sains Materi Indonesia 15 (1):

96 Buyong. S.A., Jamaludin, S. B., Zaidi, N. H. A. and Malek, R. A., "Effect of Zn particles on properties and microstructure of the Mg-10 wt% bio-glass (45S5) composite". Indian Journal of Engineering & Materials Sciences 22 (August), pp Castiglioni, S., Cazzaniga, A., Albisetti, W. and Maier, J. A. M., "Magnesium and Osteoporosis: Current State of Knowledge and Future Research Directions". Nutrients Volume 5, pp Dhokey, N. B., Athavale, V. A., Narkhede, N. and Kamble, M., "Influence of mixing technique on sintering response of binary aluminium alloy powders". Advanced Materials Letters 4(2), pp Ding, W., "Opportunities and challenges for the biodegradable magnesium alloys as next-generation biomaterials". Regenerative Biomaterials pp Du, S., Xu, L., Zhang, X., Hu, P. and Han., W "Effect of sintering temperature and holding time on the microstructure and mechanical properties of ZrB 2-SiCw composites". Materials Chemistry and Physics 116 pp Farraro, K. F., Kim, K. E., Woo, S. L.-Y. and Flowers, J. R., "Revolutionizing orthopaedic biomaterials: The potential of biodegradable and bioresorbable magnesium-based materials for functional tissue engineering". Journal of Biomechanics pp Firdiyono, F., Pramono, A. W., Sebleku, P., Ciptasari, N. I., Suryantoro, A., "Percobaan Pembuatan Fasa Intermetalik Nb3Sn dengan Proses Sintering Logam Niobium (Nb) dan Timah (Sn)". Majalah Metalurgi 26 Maret, Volume V, pp German, R. M., Powder Metallurgy Science. New Jersey: Metal Powder Industries Federation Havaldar, R., Pilli, S. C. and B., P. B., "Effects of Magnesium on Mechanical Properties of Human Bone". xxii

97 IOSR Journal of Pharmacy and Biological Sciences (IOSR-JBPS) 7(3), pp Hernandha, R. F. H Pengembangan Biodegradable Material Mg-Fe-Ca untuk Aplikasi Orthopedic Devices: Variasi Rasio Penyusun Paduan. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember Institute of Medicine of The National Academies, Dietary Reference Intakes: The Essential Guide to Nutrient Requirements. Washington: National Academy of Sciences. Juliansyah, Ratnawulan and Ahmad, F., "Pengaruh Temperatur Kalsinasi Terhadap Struktur Mineral Granit yang Terdapat di Nagari Surian Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Solok". Pillar of Physics Oktober, Volume 6, pp Kementerian Kesehatan RI, Data & Kondisi Penyakit Osteoporosis di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Liu, C., Fu, X., Pan, H., Wan, P., Wang, L., Tan, L., Wang, K., Zhao, Y., Yang, K., and Chu, P. K., "Biodegradable Mg-Cu alloys with enhanced osteogenesis, angiogenesis, and long-lasting antibacterial effects". Scientific Reports 6: Li, Y., Liu, L., Wan, P., Zhai, Z., Mao, Z., Ouyang, Z., Yu, D., Sun, Q., Tan, L., Ren, L., Zhu, Z., Hao, Y., Qu, X., Yang, K., and Dai, K., "Biodegradable Mg-Cu alloy implants with antibacterial activitiy for the treatment of osteomyelitis: in vitro and in vivo evaluations". Biomaterials. Maisarah, Pengaruh Variasi Waktu Tahan Sintering Terhadap Karakteristik Coating Dental Implant Berbasis HAp dari Tulang Sapi, <URL: Ma, Z., Liu, Y., Shi, Q., Zhao, Q., Gao, Z., "The mechanism of accelerated phase formation of MgB2 by Cu-doping during low-temperature sintering". Materials Research Bulletin Volume 44, pp xxiii

98 Mezbahul-Islam, M., Mostafa, A. O. and Medraj, M., "Essential Magnesium Alloys Binary Phase Diagrams and Their Thermochemical Data". Journal of Materials pp Nabilla, M. S. S., Zuraidawani, C. D. and Derman, M. N., "Effect of Sintering Temperature on Different Ca Content in Mg-Ca Composite Using Powder Metallurgy Technique". Applied Mechanics and Materials Volume , pp Nayiroh, N., Metalurgi Serbuk. < rbuk.pdf> Nurmawati, Pengaruh Waktu Tahan Sinter dan Fraksi Volume Penguat Al 2 O 3 Terhadap Karakteristik Komposit Laminat Hibrid Al/SiC-Al/Al 2O 3 Produk Metalurgi Serbuk. Depok: Universitas Indonesia. Nurrohman, H., Pengaruh Variasi Temperatur dan Waktu Holding Sintering Terhadap Sifat Mekanik dan Morfologi Biodegradable Material Mg-Fe-Zn dengan Metode Metalurgi Serbuk dntuk Aplikasi Orthopedic Devices. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Park, H., Temenoff, J. S. and Mikos, A. G., Biodegradable Orthopedic Implants in Engineering of Functional Skeletal Tissues. Springer, pp Purwaningsih, H., Widyastuti and Mallombasi, M. R., "Pengaruh Variasi Waktu Penggilingan Terhadap Pembentukan Senyawa Intermetalik Al3Ti pada Metal Matrix Composite (MMC) Al/TiO2". Jurnal Laporan Tugas Akhir. Rezlescu, N., F., T., Rezlescu, E. and Popa, P. D., "The effect of the additives and sintering temperature on the structure and humidity sensitivity of a spinel ferrite". Journal of Optoelectronics and Advanced Materials September, 10(9), pp Rodrigues W. C., Broilo, L. R., Schaeffer, L., Knornschild, G., Espinoza, F. R. M., "Powder metallurgical processing of Co-28%Cr-6%Mo for dental implants; Physical, xxiv

99 mechanical and electrochemical properties". Powder Technology 206, pp Rude, R. K. and Gruber, H. E., "Magnesium deficiency and osteoporosis: animal and human observations". Journal of Nutritional Biochemistry Volume 15, pp Salahshoor, M. and Guo, Y., "Biodegradable Orthopedic Magnesium-Calcium (MgCa) Alloys, Processing, and Corrosion Performance". Materials Volume 5, pp Seprianto, D., "Pengaruh Kompaksi dan Holding Time Terhadap Densitas Paduan Aluminium/ Seyedraoufi, Z. S. and Mirdamadi, S., "Synthesis, microstructure and mechanical properties of porous Mg-Zn scaffolds". Journal of The Mechanical Behavior of Biomedical Materials pp Staiger, M. P., Pietak, A. M., Huadmai, J. and Dias, G., "Magnesium and its alloys as orthopedic biomaterials: A review". Biomaterials Volume 27, pp Temenoff, J. S. and Mikos, A. G., "Injectable biodegradable materials for orthopedic tissue engineering". Biomaterials pp Toor, I., Effect Sintering and Holding Time on the Corrosio Properties of Nano-Structured Fe-18Cr-2Si Alloy Prepared by SPS. Kang Fahd University of Proteleum and Mineral ; Saudi Arabia. Tortora, G. J. and Derrickson, B., A Principles of Anatomy and Physiology. Amerika Serikat: John Wiley & Sons, Inc.. Wahi, A., Muhamad, N., Sulong, A.B., and Ahmad, R. N., "Effect of Sintering Temperature on Density, Hardness and Strength OF MIM Co30Cr6Mo Biomedical Alloy". J. Jpn. Soc. Powder Powder Metallurgy Vol 63, No. 7. Wang, Z., Ma, Y., Wei, J., Chen, X., Cao, L., Weng, W., Li, Q., Guo, H., and Su, J., "Effects of sintering temperature on surface morphology/microstructure, in vitro degradability, mineralization and osteoblast response to magnesium phosphate as biomedical material". Scientific Reports 7:823. xxv

100 Witte, F., Kaese, V., Haferkamp, H., Switzer, E., Meyer- Lindenberg, A., Wirth, C. J., and Windhagen, H., "In vivo corrosion of four magnesium alloys and the associated bone response". Biomaterials pp Yang, C., Ni, S., Liu, Y., Song, M., "Effects of sintering parameters on the hardness and microstructures of bulk bimodal titanium". Materials Science and Engineering A 625. pp Yang, K., Tan, L., yu, X. Y. and Wan, P., "Biodegradable Materials for Bone Repairs: A Review". J. Mater. Sci. Technol. pp Yaszemski, M. J., Payne, R. G., Hayes, W. C., Langer, R., and Mikos, A.G., "Evolution of bone transplantation: molecular, cellular and tissue strategies to engineer human bone". Biomaterials 17(2), pp Zhou, Y., Characterization of The Porosity and Pore Behavior During The Sintering Process of 420 Stainless Steel Samples Produced with Gas- and Water-Atomized Powder Using Powder Based 3-D Printing, s.l.: Yu Zhou. Zioupos, P., Cook, Richard B., Hutchinson, Jhon R. Maret "Some basic relationships between density values in cancellous Journal of Biomechanics 41 (2008) xxvi

101 LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Perhitungan Massa Sampel Paduan Mg-Zn-Cu Perhitungan Massa Paduan (0,94 Mg 0,05 Zn 0,01 Cu) 1. Densitas Campuran campuran = = = 1,8236 gr/cm 3 2. Perhitungan Massa a. Magnesium V fraksi = x W Mg = x 0,94 = 0,9851 V Magnesium Massa Magnesium = V fraksi x V sampel = 0,9851 x 3,14 = 3,0962 cm 3 b. Zinc V fraksi = x W Zn = x 0,005 = 0,0127 Mg x V Mg = 1,74 x 3,0962 = 5,3875 gr V Zinc = V fraksi x V sampel

102 = 0,0127 x 3,14 = 0,0401 cm 3 Massa Zinc Zn x V Zn = 7,14 x 0,0401 = 0,2865 gr c. Copper V fraksi = x W Cu = x 0,05 = 0,0020 V Cu Massa Copper = V fraksi x V sampel = 0,0010 x 3,14 = 0,0064 cm 3 Cu x V Cu = 8,9 x 0,0032 = 0,0573 gr Massa Total Paduan 2 = M Mg + M Zn + M Cu = 5, , ,0573 = 5,7314 gr xxviii

103 LAMPIRAN 2 HASIL UJI XRD DAN ICDD CARD 1. Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Temperatur 500 o C dengan Waktu Tahan 60 menit xxix

104 2. Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Temperatur 550 o C dengan Waktu Tahan 60 menit xxx

105 3. Paduan Mg-Zn-Cu Variasi Temperatur 600 o C dengan Waktu Tahan 60 menit xxxi

106 4. Paduan Mg-Zn-Cu variasi waktu tahan 30 menit dengan temperatur 550 o C xxxii

107 5. Paduan Mg-Zn-Cu variasi waktu tahan 90 menit dengan temperatur 550 o C xxxiii

108 6. ICDD xxxiv

109 7. ICDD xxxv

110 xxxvi

111 xxxvii

112 (Halaman ini sengaja dikosongkan) xxxviii

113 BIOGRAFI PENULIS Peter Andreas Timotius, lahir di Jakarta 12 Maret Penulis merupakan putra dari pasangan Anthony P. Nasution dan Tiurmei R. Ritonga. Penulis telah menempuh pendidikan formal di SDK Ora et Labora Pamulang, SMPK Mater Dei Pamulang, SMAN 2 Tangerang Selatan, dan hingga saat ini menjalani kuliah pada tahun akhir di, Institut Teknologi Sepuluh Nopember di Surabaya. Sepanjang mengarungi dunia perkuliahan, penulis telah mengikuti berbagai organisasi dan menelurkan banyak prestasi terlebih dalam bidang minat bakat. Penulis menjadi staff Badan Semi Otonom Minat Bakat (BSO MB) HMMT FTI-ITS sekaligus sebagai ketua pelaksana program kerja terbesar BSO MB saat itu, METAL GEAR IX. Penulis juga sangat aktif dalam organisasi Paduan Suara Mahasiswa (PSM) ITS, dengan menjabat Ketua Departemen Pengembangan Sumber Daya Musik PSM ITS Penulis juga turut mengharumkan nama ITS baik dikancah regional, nasional, maupun internasional. Penulis menjadi pemimpin tim PSM ITS yang meraih juara dalam lomba tingkat se- Jawa Timur di UINSA Surabaya tahun 2016, serta menjadi penyanyi dalam tim PSM ITS dilomba tingkat nasional di ITB Bandung tahun 2015 dan UNAIR Surabaya tahun 2016, serta lomba tingkat internasional di Italia tahun 2016 dan di Wales (Britania Raya) tahun Dalam dunia akademik, penulis pernah menjalani kerja praktek di Pusat Teknologi Material (PTM) BPPT Serpong pada bagian riset material implan SS 316L. Adapun tugas akhir ini adalah sebagai kontribusi penulis didunia pendidikan terutama bidang biomaterial (material implan mampu luruh).

KERJ TUGAS AKHIR TL

KERJ TUGAS AKHIR TL KERJ TUGAS AKHIR TL 141584 PENGARUH VARIASI TEMPERATUR DAN WAKTU HOLDING SINTERING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MORFOLOGI BIODEGRADABLE MATERIAL Mg-Fe-Zn DENGAN METODE SERBUK UNTUK APLIKASI ORTHOPEDIC DEVICES

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI Oleh AHMAD EFFENDI 04 04 04 004 6 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh variasi..., Agung Prasetyo, FT UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh variasi..., Agung Prasetyo, FT UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan beberapa tahun terakhir dalam hal material bioaktif, polimer, material komposit dan keramik, serta kecenderungan masa depan kearah sistem

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK BAHAN Tabel 4.1 Perbandingan karakteristik bahan. BAHAN FASA BENTUK PARTIKEL UKURAN GAMBAR SEM Tembaga padat dendritic

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 10 bulan, yaitu pada bulan Februari 2015 hingga bulan Desember 2015. Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan data di Asia, Indonesia adalah negara dengan jumlah penderita patah tulang tertinggi. Pada tahun 2015 RS. Orthopedi Prof. Dr. Soeharso terdapat

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C Kharisma Permatasari 1108100021 Dosen Pembimbing : Dr. M. Zainuri, M.Si JURUSAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg SIDANG LAPORAN TUGAS AKHIR (MM091381) PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg Oleh : Rendy Pramana Putra 2706 100 037 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill I Wayan Yuda Semaradipta 2710100018 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING Kafi Kalam 1, Ika Kartika 2, Alfirano 3 [1,3] Teknik Metalurgi

Lebih terperinci

VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TEHADAP DENSITAS DAN KEKERASAN PADA KOMPOSIT

VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TEHADAP DENSITAS DAN KEKERASAN PADA KOMPOSIT PENGARUH KOMPOSISI DAN VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TEHADAP DENSITAS DAN KEKERASAN PADA KOMPOSIT - UNTUK PROYEKTIL PELURU DENGAN PROSES METALURGI SERBUK Oleh: Gita Novian Hermana 2710100077 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam, khusunya di dunia body automobiles.

Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam, khusunya di dunia body automobiles. JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi

Lebih terperinci

PENENTUAN FRAKSI FILLER SERBUK ALUMINIUM DALAM PEMBUATAN KOMPOSIT EPOKSI SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF BALING-BALING KINCIR ANGIN TUGAS AKHIR.

PENENTUAN FRAKSI FILLER SERBUK ALUMINIUM DALAM PEMBUATAN KOMPOSIT EPOKSI SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF BALING-BALING KINCIR ANGIN TUGAS AKHIR. PENENTUAN FRAKSI FILLER SERBUK ALUMINIUM DALAM PEMBUATAN KOMPOSIT EPOKSI SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF BALING-BALING KINCIR ANGIN TUGAS AKHIR Oleh : ARFAN WIJAYA NRP. 2401 100 066 Surabaya, Juni 2006 Mengetahui/Menyetujui

Lebih terperinci

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh METALURGI SERBUK By : Nurun Nayiroh Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara bersamaan dan

Lebih terperinci

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN BAB IV DATA HASIL PENELITIAN 4.1. PENGAMATAN VISUAL bab ini. Data hasil proses anodisasi dengan variabel pada penelitian ini terurai pada Gambar 4.1. Foto permukaan sampel sebelum dianodisasi (a) (b) (c)

Lebih terperinci

Analisis Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan Al-Mg Hasil Proses Metalurgi Serbuk

Analisis Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan Al-Mg Hasil Proses Metalurgi Serbuk JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (213) 1-5 1 Analisis Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan - Hasil Proses Metalurgi Serbuk M. Muzakki Sholihuddin, Hariyati Purwaningsih Jurusan Teknik Material dan

Lebih terperinci

Metode Uniaxial Pressing Proses Sintering...

Metode Uniaxial Pressing Proses Sintering... DAFTAR ISI SKRIPSI... i PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii NASKAH SOAL TUGAS AKHIR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v INTISARI... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN Laporan Tugas Akhir PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN Nama Mahasiswa : I Made Pasek Kimiartha NRP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI HASIL 4.1.1 Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam Pengujian untuk mengetahui densitas sampel pellet Abu vulkanik 9,5gr dan Al 2 O 3 5 gr dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN BAB III PROSEDUR PENELITIAN III.1 Umum Penelitian yang dilakukan adalah penelitian berskala laboratorium untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi aditif (additive) yang efektif dalam pembuatan keramik

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN No.06 / Tahun III Oktober 2010 ISSN 1979-2409 KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN Martoyo, Ahmad Paid, M.Suryadiman Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI CuCN DAN GELATIN DALAM ELEKTROLIT GEL CuCN TERHADAP KETEBALAN LAPISAN TEMBAGA PADA ELEKTROPLATING BAJA JIS G 3141

PENGARUH KONSENTRASI CuCN DAN GELATIN DALAM ELEKTROLIT GEL CuCN TERHADAP KETEBALAN LAPISAN TEMBAGA PADA ELEKTROPLATING BAJA JIS G 3141 PENGARUH KONSENTRASI CuCN DAN GELATIN DALAM ELEKTROLIT GEL CuCN TERHADAP KETEBALAN LAPISAN TEMBAGA PADA ELEKTROPLATING BAJA JIS G 3141 TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

Pengaruh Kecepatan Milling Terhadap Perubahan Struktur Mikro Komposit Mg/Al 3 Ti

Pengaruh Kecepatan Milling Terhadap Perubahan Struktur Mikro Komposit Mg/Al 3 Ti Pengaruh Kecepatan Milling Terhadap Perubahan Struktur Mikro Komposit Mg/Al 3 Ti Budi Amin Simanjuntak, Hariyati Purwaningsih, S.Si, M.Si Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut

Lebih terperinci

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI Oleh ARI MAULANA 04 04 04 010 Y SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

Sidang Tugas Akhir (TM091486) Sidang Tugas Akhir (TM091486) Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Soeharto, DEA Oleh : Budi Darmawan NRP 2105 100 160 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Penimbangan Serbuk Alumunium (Al), Grafit (C), dan Tembaga (Cu) Pencampuran Serbuk Al dengan 1%Vf C dan 0,5%Vf Cu Kompaksi 300 bar Green Compact

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! Bookmark not ABSTRACT... Error! Bookmark not KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR ISTILAH... v DAFTAR SINGKATAN

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA.319-T6 AKIBAT PENGARUH VARIASI TEMPERATUR AGING PADA PROSES PRECIPITATION HARDENING

KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA.319-T6 AKIBAT PENGARUH VARIASI TEMPERATUR AGING PADA PROSES PRECIPITATION HARDENING SIDANG TUGAS AKHIR KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA.319-T6 AKIBAT PENGARUH VARIASI TEMPERATUR AGING PADA PROSES PRECIPITATION HARDENING Oleh: Niska Alistikha (2707 100 002) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS PENGARUH TEKANAN KOMPAKSI DAN WAKTU PENAHANAN TEMPERATUR SINTERING TERHADAP SIFAT MAGNETIK DAN KEKERASAN PADA PEMBUATAN IRON SOFT MAGNETIC DARI SERBUK BESI Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal utama yang harus dimiliki seorang dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan restorasi yang sesuai

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KARBONDIOKSIDA SUPERKRITIS UNTUK PEMBUATAN KOMPOSIT OBAT KETOPROFEN POLIETILEN GLIKOL 6000

PENGGUNAAN KARBONDIOKSIDA SUPERKRITIS UNTUK PEMBUATAN KOMPOSIT OBAT KETOPROFEN POLIETILEN GLIKOL 6000 PENGGUNAAN KARBONDIOKSIDA SUPERKRITIS UNTUK PEMBUATAN KOMPOSIT OBAT KETOPROFEN POLIETILEN GLIKOL 6000 Disusun oleh : Meidiana Kusumawardani S. 2306 100 047 Belin Hardimas 2306 100 066 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADUAN AL-SI (SERI 4032) TERHADAP HASIL PENGECORAN Ir. Drs Budiyanto Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAK Proses produksi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah industri baja. Peningkatan jumlah industri di bidang ini berkaitan dengan tingginya kebutuhan

Lebih terperinci

Jl. Prof. Sudharto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp * Abstrak. Abstract

Jl. Prof. Sudharto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp *  Abstrak. Abstract PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS MATERIAL CHASSIS BERBAHAN DASAR LIMBAH ALUMINIUM HASIL PENGECORAN HPDC YANG DISERTAI PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) *Pandhu Madyantoro

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 FENOMENA FADING PADA KOMPOSISI PADUAN AC4B Pengujian komposisi dilakukan pada paduan AC4B tanpa penambahan Ti, dengan penambahan Ti di awal, dan dengan penambahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA LAPORAN PRAKTIKUM PENGUJIAN PENGERUSAK DAN MICROSTRUKTUR DISUSUN OLEH : IMAM FITRIADI NPM : 13.813.0023 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta BAB V DIAGRAM FASE Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu) komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat) : terdiri dari beberapa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2013, dilaksanakan di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2013, dilaksanakan di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2013, dilaksanakan di Laboratorium Material Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan jaringan karena penyakit keturunan, luka berat dan kecelakaan menempati posisi kedua penyebab kematian di dunia. Pengobatan konvensional yang umum dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini menggunakan 2 macam sampel paduan alumunium silikon dengan kadar penambahan Fe yang berbeda-beda. Yang pertama adalah sampel paduan alumunium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METOOLOGI PENELITIAN III.1 IAGRAM ALIR PENELITIAN Persiapan bahan baku serbuk Karakterisasi serbuk Penimbangan Al Penimbangan NaCl Penimbangan Zn(C 18 H 35 O 2 ) 2 Penimbangan Al 2 O 3 Pencampuran

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR SILIKON (Si) PADA ALUMINIUM PADUAN HASIL REMELTING VELG SEPEDA MOTOR TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR SILIKON (Si) PADA ALUMINIUM PADUAN HASIL REMELTING VELG SEPEDA MOTOR TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR SILIKON (Si) PADA ALUMINIUM PADUAN HASIL REMELTING VELG SEPEDA MOTOR TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 40% kerusakan jaringan keras tubuh karena tulang rapuh, kanker tulang atau kecelakaan banyak terjadi di Indonesia, sisanya karena cacat bawaan sejak

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 22 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Proses Penelitian Mulai Preparasi dan larutan Pengujian Polarisasi Potensiodinamik untuk mendapatkan kinetika korosi ( no. 1-7) Pengujian Exposure (Immersion) untuk

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam aktivitasnya banyak menghadapi permasalahan serius yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Tercatat kecelakaan lalu lintas (lakalantas)

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Mesin UMY 1

Jurnal Teknik Mesin UMY 1 PENGARUH PENAMBAHAN BLOWING AGENT CaCO 3 TERHADAP POROSITAS DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINUM FOAM DENGAN CARA MELT ROUTE PROCESS Dhani Setya Pambudi Nugroho 1, Aris Widyo Nugroho 2, Budi Nur Rahman 3 Program

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY TUGAS AKHIR PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY Oleh : Willy Chandra K. 2108 030 085 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemadaman listrik yang dialami hampir setiap daerah saat ini disebabkan kekurangan pasokan listrik. Bila hal ini tidak mendapat perhatian khusus dan penanganan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2

STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2 STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2 Meilinda Nurbanasari Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Nasional, Bandung Dani Gustaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecelakaan dan penyakit merupakan permasalahan serius yang dihadapi oleh manusia didalam menjalani aktivitas kesehariannya. Tercatat kecelakaan lalu lintas di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Diagram Alir Percobaan Gambar 3.1: Diagram Alir Percobaan Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 25 3.2 Bahan Percobaan Bahan percobaan yang dipakai dalam tugas akhir ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus

BAB I PENDAHULUAN. tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemakaian aluminium dalam dunia industri yang semakin tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus ditingkatkan. Aluminium dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN IV.1 Karakterisasi Serbuk Alumina Hasil Milling Menggunakan SEM Proses milling ditujukan untuk menghaluskan serbuk sehingga diperoleh gradasi ukuran partikel yang tinggi

Lebih terperinci

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA 28 Prihanto Trihutomo, Analisa Kekerasan pada Pisau Berbahan Baja Karbon Menengah.. ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Paduan Fe-Al merupakan material yang sangat baik untuk digunakan dalam berbagai aplikasi terutama untuk perlindungan korosi pada temperatur tinggi [1]. Paduan ini

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh ERFAN PRIYAMBODO NIM : 20506006

Lebih terperinci

KAJIAN TRANSFORMASI FASA SINTESIS PADUAN KOBALT SEBAGAI IMPLAN TULANG PROSTHESIS MELALUI METODE METALURGI SERBUK

KAJIAN TRANSFORMASI FASA SINTESIS PADUAN KOBALT SEBAGAI IMPLAN TULANG PROSTHESIS MELALUI METODE METALURGI SERBUK KAJIAN TRANSFORMASI FASA SINTESIS PADUAN KOBALT SEBAGAI IMPLAN TULANG PROSTHESIS MELALUI METODE METALURGI SERBUK Rivqotul Hasanah 1), Aminatun 1), Dyah Hikmawati 1) 1) Departemen Fisika, Fakultas Sains

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH TEMPERATUR DAN GETARAN MEKANIK VERTIKAL TERHADAP PEMBENTUKAN SEGREGASI MAKRO PADA PADUAN EUTEKTIK Sn Bi

STUDI PENGARUH TEMPERATUR DAN GETARAN MEKANIK VERTIKAL TERHADAP PEMBENTUKAN SEGREGASI MAKRO PADA PADUAN EUTEKTIK Sn Bi STUDI PENGARUH TEMPERATUR DAN GETARAN MEKANIK VERTIKAL TERHADAP PEMBENTUKAN SEGREGASI MAKRO PADA PADUAN EUTEKTIK Sn Bi Zaneta Zhafirah, Yeni Muriani Zulaida, ST., MT., Anistasia Milandia, ST., MT. Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F 196 Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN Mg DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP SIFAT FISIK MEKANIK KOMPOSIT MATRIKS ALUMINIUM REMELTING PISTON BERPENGUAT SiO 2

PENGARUH PENAMBAHAN Mg DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP SIFAT FISIK MEKANIK KOMPOSIT MATRIKS ALUMINIUM REMELTING PISTON BERPENGUAT SiO 2 PENGARUH PENAMBAHAN Mg DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP SIFAT FISIK MEKANIK KOMPOSIT MATRIKS ALUMINIUM REMELTING PISTON BERPENGUAT SiO 2 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN CU PADA MATRIKS KOMPOSIT ALUMINIUM REMELTING

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN CU PADA MATRIKS KOMPOSIT ALUMINIUM REMELTING ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN CU PADA MATRIKS KOMPOSIT ALUMINIUM REMELTING PISTON BERPENGUAT PASIR SILIKA TERHADAP KEKUATAN IMPAK DAN STUKTUR MIKRO PADA KOMPOSIT MATRIK ALUMINIUM DENGAN METODE STIR CASTING

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying -ب س م الله ال رح من ال رح يم - SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying Oleh : Febry Nugroho 2709 100 016 Dosen

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian adalah cara yang dipakai dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga mendapatkan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan ilmiah. Adapun

Lebih terperinci

Galuh Intan Permata Sari

Galuh Intan Permata Sari PENGARUH MILLING TIME PADA PROSES MECHANICAL ALLOYING DALAM PEMBENTUKAN FASA INTERMETALIK γ-tial DENGAN MENGGUNAKAN HIGH ENERGY MILLING Dosen Pembimbing: 1. Hariyati Purwaningsih, S.Si, M.Si 2. Ir. Rochman

Lebih terperinci

Diagram Fasa. Latar Belakang Taufiqurrahman 1 LOGAM. Pemaduan logam

Diagram Fasa. Latar Belakang Taufiqurrahman 1 LOGAM. Pemaduan logam Diagram Fasa Latar Belakang Umumnya logam tidak berdiri sendiri (tidak dalam keadaan murni Kemurnian Sifat Pemaduan logam akan memperbaiki sifat logam, a.l.: kekuatan, keuletan, kekerasan, ketahanan korosi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sambungan logam tak sejenis antara Baja SS400 dan Aluminium AA5083 menggunakan proses pengelasan difusi ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh ketebalan lapisan

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK 1) Luluk Indra Haryani, 2) Suminar Pratapa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi minuman maupun makanan asam secara global oleh masyarakat seluruh dunia telah banyak menimbulkan kasus erosi serta kerusakan lain pada gigi. 1 Masyarakat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vi ix xi xii BAB 1

Lebih terperinci

PROSES MANUFACTURING

PROSES MANUFACTURING PROSES MANUFACTURING Proses Pengerjaan Logam mengalami deformasi plastik dan perubahan bentuk pengerjaan panas, gaya deformasi yang diperlukan adalah lebih rendah dan perubahan sifat mekanik tidak seberapa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa negara-negara di dunia selalu membutuhkan dan harus memproduksi energi dalam jumlah yang

Lebih terperinci