KEBIJAKAN LUAR NEGERI SEKTOR ENERGI INDIA DALAM EKSPLORASI MINYAK DI WILAYAH LAUT CINA SELATAN ( )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBIJAKAN LUAR NEGERI SEKTOR ENERGI INDIA DALAM EKSPLORASI MINYAK DI WILAYAH LAUT CINA SELATAN ( )"

Transkripsi

1 KEBIJAKAN LUAR NEGERI SEKTOR ENERGI INDIA DALAM EKSPLORASI MINYAK DI WILAYAH LAUT CINA SELATAN ( ) Sely Charolina Sari Broto Wardoyo Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia ABSTRAK Judul :Kebijakan Luar Negeri Sektor Energi India dalam Eksplorasi Minyak di Wilayah Laut Cina Selatan ( ) Proyek eksplorasi dan eksploitasi minyak yang dilakukan India sebagai bentuk kerjasama dengan Vietnam di Laut Cina Selatan menimbulkan sikap oposisi dari Cina, hingga kemudian untuk menghargai sikap Cina tersebut, India memutuskan untuk menunda proses eksplorasi di tahun Kemudian di tahun 2012, setelah Vietnam melakukan renegosiasi India berkenan untuk melanjutkan eksplorasi kembali. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui motivasi yang India kejar lewat proyek eksplorasi dan eksploitasi minyak tersebut dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang mengacu pada paradigma struktural realisme dalam memfokuskan objek penelitian menurut kerangka pemikiran Foreign Policy Behaviour milik Frederic S. Pearson dan J. Martin Rochester. Hasil temuan yang penelitian yang penulis dapatkan adalah bahwa kebijakan India untuk melanjutkan eksplorasi dan eksploitasi minyak di wilayah sengketa Laut Cina Selatan adalah bentuk dari implementasi Look East Policy sekarang yang mendorong India untuk lebih proaktif dalam menanggapi isu yang berkembang di kawasan Asia Tenggara dan upaya India untuk dapat mengimbangi pengaruh Cina di kawasan. Kata Kunci: India, Look East Policy, kawasan Asia Tenggara, Cina, dan energi.

2 ABSTRACT Title : India s Foreign Policy in Energy Sector for Oil Exploration and Exploitation in the South China Sea Region ( ) Oil exploration and exploitation projects is one of cooperation between India and Vietnam in the South China Sea that raises opposition gesture from China. To show some respect with China s oposition toward the project, India halt the project in Then in 2012, Vietnam offered new proposal and new offering in this project, after some negotiation between two countries, India agreed to continue the exploration project. This thesis aimed to study the motivation of India s pursue through exploration and exploitation of oil projects by using a qualitative approach. Structural realism paradigm used to focus Foreign Policy Behaviour s Frederic S. Pearson and J. Martin Rochester as framework. The finding in this study shows that India s policy to continue the exploration and exploitation of oil in the contested area South China Sea as a form of new Look East Policy that encouraging India to be more proactive towards developing issue that raises in Southeast Asia Region and India s intention to balance China s influence in the region. Key Words: India, Look East Policy, Southeast Asia region, China, dan energy. 1.Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Telah dua dekade lebih Perang Dingin berakhir dan semenjak saat itu dunia internasional memulai proses berbenah diri dari dampak perang yang terjadi. Proses pembenahan masih tersebut berlangsung hingga sekarang. Kini negara tidak hanya disibukkan dengan permasalahan keamanan dan ancaman perang nuklir saja, namun permasalahan yang ada meliputi berbagai area yang lebih luas seperti masalah lingkungan, hak asasi manusia, kemiskinan, dan krisis energi. Akses terhadap energi secara berkelanjutan merupakan dambaan setiap negara untuk mengatasi masalah kebutuhan energi domestik mereka. Minyak masih menjadi penyokong kegiatan ekonomi dunia hingga saat ini. Kebutuhan akan energi memicu banyak negara untuk berlomba-lomba menemukan sumber energi baru di berbagai belahan dunia. Dalam isi pidato tahunan OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries) di tahun 2004 disebutkan bahwa minyak dan gas masih menjadi sumber energi komersial utama, dan kecenderungan ini diperkirakan masih akan tetap berlanjut hingga akhir abad ke 21, namun hal tersebut telah mengalami beberapa pergesaran aktor dalam kurun waktu terakhir. Jika pada awalnya kelompok negara-negara maju yang tergolong dalam negara OECD (Organization for Economic Co-operation and

3 Development) menjadi pihak dengan konsumsi energi minyak dan gas terbesar, kecenderungan ini berubah ketika negara berkembang non-oecd terutama, yang berasal dari Asia seperti Cina dan India muncul sebagai negara industri baru dimana mereka membutuhkan pasokan energi yang cukup besar untuk menyokong kegiatan ekonomi domestik. Dalam laporan U.S. EIA (United States of America Energy Information Administration) disebutkan bahwa India di tahun 2011 menjadi konsumen energi terbesar keempat di dunia. Menurut EIA, kebutuhan India akan energi merupakan hasil dari dinamika pertumbuhan ekonomi dan modernisasi yang diterapkan India beberapa dekade terakhir. Kegiatan industri merupakan salah satu sektor vital yang menyumbang pembangunan perekonomian India selain jasa dan agrikultur. 1 Energi diperlukan India untuk dapat menjalankan kegiatan industrinya, sehingga India perlu menjalin kerjasama dengan pihak lain untuk mendapatkan akses terhadap energi. Sebagai negara industri, India melihat energi sebagai unsur penting yang dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan kegiatan industrinya ke depan. Diantara negara-negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif, India muncul salah satu negara yang dalam dekade akhir ini sedang aktif mengembangkan industri negaranya. Hal ini berbuah peningkatan pertumbuhan ekonomi positif dan berhasil bertahan dari dampak krisis ekonomi global yang terjadi di tahun Sebagai negara berkembang dengan industri baru, India termasuk ke dalam kelompok negara-negara yang memiliki konsumsi energi yang cukup tinggi, kebutuhan akan energi dan keberlangsungan kegiatan ekonomi memiliki korelasi berkesinambungan. Kegiatan ekonomi India perlu mendapatkan dukungan ketersediaan energi yang mereka gunakan untuk menjalankan kegiatan produksi. Hal tersebut menjadi salah satu perhatian negara tersebut dalam menjalankan kebijakannya. Dalam fokus kebijakan luar negerinya yang terbaru India, pertumbuhan ekonomi dan sekuritas energi menduduki prioritas kedua dan ketiga. Terdapat beberapa hal yang diupayakan oleh pemerintah India, terkait pemenuhan kebutuhan akan energi yakni pertama, dapat dengan memaksimalkan produksi domestik. Gujarat, Rajasthan dan Nagaland merupakan tiga wilayah terbesar produksi minyak mentah domestik India, sebagian besar sisanya didominasi produksi minyak off-shore yang tersebar di berbagai wilayah perairan India. Selain upaya ke arah domestik, pemerintah India juga 1 Abjhit Daas, Rashmi Banga, dan Dinesh Kumar, Global Economic Crisis: Impact and Restructuring of The Service Sector in India, ADBI Working Paper Series No.311, (2011).

4 berusaha untuk mencari sumber energi di luar wilayahnya. Kepentingan akan keberlangsungan suplai minyak dan gas dari beberapa wilayah ke India mempengaruhi sikap kebijakan luar negeri India terhadap negara tersebut. Upaya diversifikasi sumber energi ditempuh India selanjutnya untuk mendapatkan keberagaman sumber energi, sehingga meskipun ketergantungan terhadap migas tak terhindarkan setidaknya mereka berusaha untuk tidak bergantung pada satu pihak atau satu negara saja. India berusaha untuk meluaskan wilayah sumber energi di luar wilayahnya dengan cara menjalin hubungan kerjasama dengan negara lain. Kasus yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kebijakan pemerintah India untuk melanjutkan eksplorasi minyak yang dilakukan di wilayah sengketa Vietnam-Cina di perairan Laut Cina Selatan (LCS). Sengketa Laut Cina Selatan sendiri merupakan perebutan klaim wilayah maritim yang dilakukan oleh Cina dan beberapa negara ASEAN, seperti Filipina, Vietnam, Brunei Darusalam, dan Malaysia. Persengketaan semakin meningkat beberapa tahun terakhir ini dikarenakan keinginan Cina untuk melakukan klaim keseluruhan atas wilayah tersebut menjadikan Cina menjadi lebih agresif di kawasan sekitar. Sikap agresif Cina ini menimbulkan respon dari negara-negara lain yang selama ini merasa memiliki hak atas wilayah-wilayah tersebut yang melihat agresifitas Cina sebagai upaya untuk melakukan klaim terhadap wilayah mereka. Cina menekankan klaim wilayahnya berdasarkan sejarah sedangkan beberapa negara tersebut memiliki dasar klaim yang berbeda. Contohnya, Vietnam yang mengacu klaim wilayah maritim di Laut Cina Selatan selain berdasarkan aturan yang tercantum di UNCLOS yang menjelaskan bahwa sebagian wilayah di LCS masih termasuk dalam wilayah ZEE Vietnam, juga mengacu pada bukti kontak yang dilakukan Vietnam ke wilayah tersebut sejak zaman Dinasti Nguyen dari abad ke Upaya klaim-klaim ini yang memberikan dampak ketegangan hubungan beberapa negara dan wilayah Laut Cina Selatan yang masih belum jelas kepemilikanya. Dalam kondisi wilayah yang masih diperdebatkan tersebut, Vietnam lewat salah satu perusahaan minyaknya (Petrovietnam) pada tahun 2009 meminta India untuk menjadi partner kerjasama joint exploration and exploitation (join eksplorasi dan eksploitasi) di wilayah perairan Vietnam di Laut Cina Selatan, tepatnya di wilayah yang bernama Phu Kanh Basin. Hal ini ditanggapi positif oleh India dengan sepakat melakukan eksplorasi dan eksploitasi minyak oleh ONGC Videsh Limited di wilayah Laut Cina Selatan yang telah dimulai sejak 2 Gerardo Valero M.C., Spratly Archipelago Dispute: Is The Question of Sovereignty still Relevant?, Marine Policy 18, no. 04 (1994) : 314.

5 tahun ONGC Videsh Limited sendiri merupakan perusahaan minyak negara milik India yang menangani berbagai kontrak internasional. Keberadaan perusahaan minyak negara milik India yang melakukan eksplorasi di wilayah sengketa ini menimbulkan respon dari Cina. Cina meminta kegiatan eksplorasi ini dihentikan, karena wilayah yang dieksplorasi masih dalam status sengketa, apalagi jika dilihat dari sudut pandang Cina, wilayah tersebut dianggap masuk wilayahnya, sehingga India dianggap telah melakukan pengeboran minyak di wilayah Cina tanpa ijin. Melihat tanggapan dari pihak Cina tersebut, India sempat menunda proses eksplorasi, sehingga eksekusi perjanjian antara Petrovietnam dan ONGC Videsh Limited mengalami stagnasi, kemudian setelah Vietnam melakukan renegosiasi dan permohonan untuk melanjutkan kembali aktivitas eksplorasi tersebut, India kemudian sepakat untuk melanjutkan aktivitas eksplorasi seperti sebelumnya. 3 Tulisan ini akan berusaha untuk menyoroti motivasi India yang melakukan eksplorasi di wilayah Laut Cina Selatan yang sampai saat ini masih menjadi wilayah yang dipersengketakan oleh Cina dan beberapa negara ASEAN. India memutuskan untuk melanjutkan kegiatan eksplorasi minyak yang merupakan hasil kerjasama dengan Vietnam, meski sebelumnya sempat terhenti sebagai bentuk respon menyikapi sikap Cina yang mengoposisi keputusan India yang melakukan eksplorasi di wilayah sengketa tersebut, namun setelah Vietnam melakukan negosiasi, India sepakat untuk melanjutkan proses eksplorasi tersebut. 4 Hal yang ingin dilihat adalah motivasi India dalam melakukan kegiatan eksplorasi tersebut dengan melihat faktor eksternal yang dapat mempengaruhi motivasi India tersebut. Hal ini dianggap unik karena melihat data sebelumnya bagaimana impor minyak dan gas terbesar India tetap berasal dari kawasan Timur Tengah, dan jika dilihat dari luas wilayah eksplorasi dan potensi yang terkandung didalamnya, hasil produksi eksplorasi di Laut Cina Selatan ini masih belum mendominasi impor dari Arab Saudi atau Iran, sehingga perilaku India yang memilih untuk mempertahankan kegiatan eksplorasi di Laut Cina Selatan tersebut dan mengindahkan peringatan Cina dianggap menarik untuk diteliti untuk mendapatkan jawaban sebenarnya dari keputusan India tersebut. 3 Raman Puri dan Arun Saghal, The South Cina Sea Dispute: Implications for India, India Foreign Affairs Journal 06, no.04 (2011): Salman Khursid, India Has Right to Explore Oil in Vietnam EEZ in South East Cina Sea; Binh Min, The Economic Times, diunggah 11 Juli 2013, 11/news/ _1_south-Cina-sea-oil-exploration-salman-khurshid (diakses pada 25 Maret 2014 pukul WIB).

6 1.2.Rumusan Masalah Pertanyaan permasalahan dalam makalah ini adalah Mengapa India memutuskan untuk melanjutkan eksplorasi dan eksploitasi minyak di Laut Cina Selatan?. Penelitian ini berusaha melihat motivasi India tetap melanjutkan eksplorasi minyak di wilayah sengketa tersebut, seperti melihat alasan India untuk bersikukuh melanjutkan eksplorasi meski tahu mendapatkan tentangan dari pihak Cina yang menganggap hal ini merupakan upaya India untuk masuk dalam percaturan sengketa Laut Cina Selatan. 1.3.Tinjauan Teoritis Perilaku Kebijakan Luar Negeri (Foreign Policy Behaviour) Kebijakan luar negeri yang dilakukan sebuah negara merupakan bentuk interaksi dengan lingkungan internasional, hal ini merupakan bentuk respon terhadap peristiwa dari luar lingkungannya yang dapat berpengaruh pada tataran domestik suatu negara. Hal tersebut menjelaskan bahwa terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri yang diambil suatu negara. Peristiwa yang terjadi di lingkungan internasional menjadi salah satu contoh faktor eksternal memberikan dampak terhadap aktifitas negara, kemudian dengan pertimbangan suatu peristiwa dapat mempengaruhi stabilitas politik domestik misalnya dapat menjadi salah satu bentuk faktor internal yang dapat mempengaruhi langkah seperti apa yang akan diambil oleh suatu negara. Analisis terhadap faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri menjadi salah satu topik bahasan dalam diskursus kebijakan luar negeri. Dalam kasus yang penulis angkat tentang kebijakan India untuk melanjutkan eksplorasi minyak di wilayah sengketa antara Vietnam dan Cina, analisis terhadap faktor diambil sebagai kerangka pemikiran untuk menjelaskan kebijakan India tersebut. Untuk menganalisis faktor eksternal dan internal berperan mempengaruhi negara dalam bersikap dan berperilaku terhadap negara lain dalam sistem internasional yang diwujudkan dalam kebijakan luar negeri, penulis memilih kerangka analisis yang dijelaskan oleh Frederic S. Pearson dan J. Martin Rochester. Pearson dan Rochester menggolongkan hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku suatu negara ke dalam tiga hal yakni (i) Systemic factors, (ii) National attribute factors, dan (iii) Idiosyncratic factors. 5 (i) Systemic Factor 5 Frederic S. Pearson dan J. Martin Rochester, Explaining Foreign Policy behavior: Why Do Nation-States Do What They Do?, International Relations The Global Condition in The Late Twentieth Century, (United States of America : McGraw-Hill, 1992),

7 Faktor ini lebih melihat hal-hal yang terjadi di luar otoritas suatu negara yang dapat mempengaruhi negara tersebut dalam membentuk kepentingan nasional dan perilakunya ke depan, sehingga dapat disebut sebagai faktor eksternal. Systemic factor dapat dikaitkan dengan konsep kepentingan nasional, hal ini dikarenakan pemimpin suatu negara memberikan definisi kepentingan negaranya berdasarkan masalah dan kesempatan yang muncul di lingkungan sekitar mereka, baik pada tataran regional atau internasional. Para pemimpin negara cenderung tidak memiliki kendali atas apa yang dapat terjadi di lingkungan eksternal sekitarnya, hal ini menyebabkan para pembuat keputusan khususnya di bidang kebijakan luar negeri sering menemukan diri mereka bereaksi terhadap kejadian tak terduga atau kondisi yang tidak terukur. Diantara banyak faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara, Pearson dan Rochester mengambil elemen yang dianggap paling mempengaruhi yakni (a) geografi, (b) interaksi internasional/regional, (c) struktur sistem internasional yang ada. (ii) National Attribute Factor National attribute factors adalah atribut atau elemen yang muncul dari kondisi domestik suatu negara yang dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku kebijakan luar negeri suatu negara. Perubahan dan perkembangan di berbagai sektor yang terjadi di dalam tubuh suatu negara akan membuat mereka beradaptasi untuk menyesuaikan dengan perubahan, dan hal tersebut dapat tercermin dari perilaku kebijakan yang ditempuh. Keberadaan atau ketidakadaan materi atribut nasional tertentu dapat mempengaruhi motivasi sebuah negara dalam penerapan kebijakan luar negerinya. Faktor atribut nasional akan mengekelompokan hal-hal internal yang dapat berpengaruh pada kebijakan luar negeri ke dalam empat kelompok yakni (a) demografi, (b) ekonomi, (c) militer dan (d) atribut pemerintah. (iii) Idiosyncratic Factor The Idiosyncratic Factors merupakan faktor tambahan dari dua faktor utama yang dijelaskan. Aspek ini hanya menjadi unsur penambah untuk melengkapi penjelasan yang diberikan Pearson dan Rochester. Faktor ini membahas bagaimana perubahan sikap dari sebuah kebijakan luar negeri yang dipengaruhi oleh faktor individu pembuat keputusan (individual decision maker). Faktor ini melihat bagaimana sosok pembuat keputusan yang

8 memiliki pengaruh tertentu sehinggga dapat mempengaruhi jalannnya kebijakan luar negeri yang dijalannkan oleh negaranya. 1.4.Model Analisis Geografi Systemic Factor Interaksi regional Struktur Sistem Internasional Kebijakan Luar Negeri Demografi National Atributte Factor Ekonomi Militer Pemerintah Gambar 1.1Konsep Awal dari Foreign Policy Behaviour Mengacu pada penjelasan kerangka pemikiran di atas, penulis berusaha untuk menghubungkan dengan kasus eksplorasi minyak yang dilakukan India di Laut Cina Selatan yang masih termasuk wilayah rawan konflik untuk dapat menghasilkan faktor-faktor yang dapat dikatakan mendorong India untuk tetap melanjutkan keputusannya melakukan eksplorasi di Laut Cina Selatan. Menurut pandangan penganut struktural realisme, tipikal budaya suatu negara, tipe rejim yang memimpin, dan ideologi yang dianut berpengaruh kecil terhadap bagaimana negara bertindak terhadap negara lain. Tidak mempedulikan siapa yang bergerak dibalik kebijakan luar negeri, struktural realis mengasumsikan setiap negara relatif sama, yang membedakan hanya kuat dan lemahnya power yang dimiliki. 6 Struktur dalam sistem internasional lah yang memaksa negara untuk mengejar power. Negara dipandang hidup dalam self-help system, dimana mereka bergantung pada power yang mereka miliki sebagai sarana untuk bertahan hidup dalam sistem internasional. Kenneth N. Waltz menjelaskan ketika kondisi eksternal menekan suatu negara cukup kuat, hal ini dapat membentuk perilaku 6 John J. Mearsheimer, Structural Realism dalam Tim Dunne dkk, International Relations Theories : Discipline and Diversity, ( New York : Oxford University Press Inc., 2007): 72.

9 negara tersebut. Perubahan struktur dalam sistem internasional/regional mempengaruhi perilaku suatu negara dan hasil interaksi yang mereka hasilkan. 7 Pendekatan struktur melihat apa yang terjadi di level sistem, bagaimana sikap satu negara (unit) akan berpengaruh pada negara lain dan memberikan perubahan dalam struktur. Pendekatan ini tidak melihat ke dalam terdiri dari apa unit tersebut. Paradigma ini yang akan digunakan untuk memfokuskan faktor yang mempengaruhi kebijakan India hanya pada aspek interaksi regional dan struktur internasional dan kaitannya dengan negara great power di kawasan. Faktor internal (national atributte factor) tidak dilihat sebagai faktor utama yang diteliti namun menjadi bagian yang menjelaskan potensi domestik yang dapat digunakan kebijakan luar negeri India yang dipengaruhi faktor eksternal. Aspek demografi dan pemerintah dilihat kurang relevant untuk dijadikan sebagai fokus penelitian karena mengacu pada paradigma struktural realisme, fokus yang dilihat tentang India dan kaitannya denganinteraksi yang terjadi di dalam sistem regional yang mampu mengarahkannya untuk tetap melanjutkan eksplorasi di wilayah yang masih disengketakan. Meski menjadi bagian dalam kategori faktor eksternal, aspek geografi dianggap juga kurang relevan untuk dijadikan fokus utama karena lokasi eksplorasi yang terletak di Laut China Selatan dilihat sebatas isu, tidak menjadi masalah utama yang dipermasalahkan. Eksplorasi di wilayah sengketa ini merupakan pintu untuk menjelaskan kebijakan luar negeri India yang lebih berfokus pada kawasan Asia Tenggara. Faktor Idiosyncratic tidak dimasukkan ke dalam faktor yang relevan karena menurut struktural realisme, manusia berpengaruh sedikit dalam sikap negara di dalam sistem internasional, struktur lah yang mempengaruhi negara bersikap. Faktor eksternal yang dilihat adalah konstelasi hubungan antara tiga negara yang terlibat dalam kasus yang diangkat sebagai turunan dari aspek interaksi regional, yakni hubungan India dengan Vietnam terkait kerjasama eksplorasi minyak. India memiliki akses eksplorasi di Laut Cina Selatan lewat kerjasama dua negara di bidang pengeboran minyak dan gas yang dilangsungkan di tahun 2011, wilayah yang masih dalam sengketa tersebut menimbulkan respon oposisi dari pihak Cina yang merasa hukum yang mengatur wilayah tersebut masih belum jelas sehingga diharapkan proses eksplorasi dihentikan. Namun, pihak India memutuskan untuk tetap melanjutkan eksplorasi dan mengindahkan peringatan dari Cina, hal ini mempengaruhi dinamika hubungan India-Cina. Aspek keberadaan Cina ini akan dielaborasi lebih lanjut dalam faktor eksternal selanjutnya. Keberadaan Cina sebagai great 7 Kenneth N. Waltz, Structural Realism after Cold War, International Security 25 no. 01, (The MIT Press Journal, 2000): 36.

10 power di kawasan dan jelas memiliki kepentingan di wilayah Laut Cina Selatan yang disengketakan tersebut dapat menjadi variabel yang menarik untuk diteliti. Hal ini dikarenakan sikap Cina yang oposisi dalam menanggapi situasi eksplorasi minyak yang dilakukan India di wilayah sengketa tersebut akan memberikan pengaruh bagaimana India bersikap di kawasan Asia Tenggara. Interaksi Regional diantara tiga negara di kawasan (India, Vietnam dan China) Pengaruh sikap Cina di kawasan Asia Tenggaramenimbulkan reaksi dari India Kebijakan Luar Negeri India di kawasan Asia Tenggara Gambar 1. 3 Kerangka Konsep Foreign Policy Behaviour dengan Pendekatan Struktural Realisme 1.5.Metodologi Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif yang kemudian untuk metode pengumpulan data akan dilakukan studi literatur seperti buku, jurnal yang berkaitan dengan keputusan India untuk melanjutkan eksplorasi minyak di wilayah sengketa antara Vietnam dan Cina, dan didukung pantauan perkembangan kasus yang diangkat. Selanjutnya metode penelitian yang akan digunakan adalah analisis pragmatis (pragmatic analysis). Analisis pragmatis merupakan metode analisis data kualitatif yang bertujuan untuk memahami sikap aktor (agent s actions) terhadap suatu objek dan melihat mengapa hal tersebut yang terjadi bukan hal yang lain. Metode ini berusaha meneliti makna dibalik interaksi yang aktor lakukan. 8 Penggunaan metode analisis data analisis pragmatis diharapkan dapat menguak motif dan kondisi yang dihadapi India, sehingga mengantarkanya pada keputusanya melanjutkan kegiatan eksplorasi di wilayah sengketa yang diketahui telah mendapatkan peringatan dari Cina, dimana hal tersebut dapat memicu pecahnya konflik antara India dan Cina. Konflik bersenjata merupakan hal yang biasanya tidak diinginkan oleh negara yang berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya, karena hal tersebut tidak sesuai dengan tujuan tersebut, karena negara-negara berkembang dengan industri baru ini masih membutuhkan dana untuk membangun perekonomianya. 2. Pembahasan 8 Gavan Duffy, Pragmatic Analysis, dalam Audie Klotz and Deepa Prakash (ed), Qualitative Methods in International Relations : A Pluralist Guide, (New York : Palgrave Macmillan, 2008): 168.

11 2.1. India dan Faktor Sistem di Kawasan Asia Tenggara Paradigma struktural realisme yang berfokus pada sistem dan struktur tidak terlalu mempertimbangkan interaksi yang terjadi di dalam unit. Hal-hal yang terjadi di sistem internasional/regional lah yang mepengaruhi perilaku suatu negara. Paradigma ini kemudian mengeliminasi faktor-faktor yang dijelaskan Pearson dan Rcohester sebelumnya, dimana sebelumnya terdapat faktor sistemik, atribut nasional dan karakter pemimpin. Ketika struktural realisme yang digunakan maka tinggal menyisakan dua faktor di tataran sistem yang dianggap relevan mempengaruhi kebijakan luar negeri India dalam kasus eksplorasi ini. Dua faktor tersebut adalah interakasi regional dan dinamika hubungan India dengan aktoraktor dalam kawasan Asia Tenggara seperti negara anggota ASEAN dan Cina selaku negara great power. Kerangka berpikir ini yang akan digunakan untuk mengelompokkan dan menganalisis hal-hal yang dapat mempengaruhi kebijakan India untuk melanjutkan eksplorasi dan eskploitasi di wilayah perairan Vietnam yang masih menjadi sengketa dengan pihak Cina Interaksi Regional India, Vietnam dan Cina Terkait Kasus Eksplorasi Minyak di Laut Cina Selatan Pearson dan Rochester menjelaskan hubungan dua negara yang bersifat kompetitif dapat membentuk sebuah hubungan yang spesifik dan intensif karena pada dasarnya mereka semacam terikat ke dalam satu sistem sosial tertentu. 9 Interaksi yang berkelanjutan dalam hubungan dua negara yang kompetitif memberikan pengaruh bagaimana kedua negara tersebut memberikan sebagian energinya untuk sistem tersebut. India saat ini berupaya untuk mendapatkan pengakuan sebagai major power dari anggota ASEAN, meski tidak pernah memberikan pernyataan secara resmi minat India untuk menjadi pesaing Cina, namun upaya India untuk memperkenalkan pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara dapat dilihat sebagai unsur kompetitif India terhadap Cina. Ketika kapabilitas ekonomi dan militer Cina meningkat, India mencoba untuk mengikuti hal yang sama. Peningkatan kapabilitas militer dan ekonomi India ditujukan untuk menjaga stabilitas pengaruh India di kawasan. Jika kapabilitas Cina naik dan India tetap maka gap perbedaan kapabilitas keduanya akan semakin jauh. Dan hal tersebut dapat membuat India tidak lagi dipandang sebagai potential major power di kawasan Asia Tenggara. 9 Frederic S. Pearson and J. Martin Rochester, Explaining Foreign Policy behavior: Why Do Nation-States Do What They Do?, International Relations The Global Condition in The Late Twentieth Century, (United States of America : McGraw-Hill, 1992) :

12 Vietnam memegang peran penting dalam implementasi LEP India. Vietnam dapat menjadi negara pembuka bagi India untuk menjalin hubungan bilateral dengan negara ASEAN lain. Kerjasama India-Vietnam di sektor energi misalnya dapat dijadikan media promosi bagi India untuk dapat dipandang sebagai negara yang potensial sebagai partner di mata negara ASEAN lain. Vietnam membantu India untuk memperkenalkan pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara. Hubungan baik yang terjalin diantara keduanya dapat menjadi langkah awal India untuk berperan lebih besar dalam landscape arsitektur keamanan di kawasan. Menguatnya hubungan India-Vietnam menguntungkan kedua belah pihak.hubungan ini penting bagi realisasi kepentingan strategis India untuk mulai memperkenalkan pengaruhnya di domain maritim. 10 Dan bagi Vietnam, India dapat dilihat sebagai international stakeholder di kawasan yang dapat diandalkan. Proyek eskplorasi minyak yang dilakukan India di perairan Vietnam tersebut membuka kesempatan diijinkannya armada kapal laut India untuk memasuki wilayah maritim Vietnam. Vietnam dan India sepakat bahwa hal tersebut diperlukan karena untuk memberikan penjagaan agar proses eksplorasi dan eksploitasi tidak mendapatkan gangguan dari pihak lain. Keberadaan armada laut India bertujuan untuk melindungi kepentingan strategis India yakni proses eksplorasi minyak dan gas tersebut. Keuntungan lain bagi India adalah hal ini menjadi kesempatan India untuk menujukkan kapabilitas militernya yang berkembang positif di mata negara ASEAN lain. Bentuk interaksi selanjutnya yang dijelaskan oleh Pearson dan Rochester adalah interaksi yang dinamakan two systems, dala interaksi ini terdapat dua hubungan yang saling berkesinambungan yang terjalin diantara tiga negara atau lebih. Konsep ini lebih mirip dengan konsep balancing yang dijelaskan oleh Stephen Walt, dimana negara dengan power lebih lemah mengajak negara lain untuk menghadapi negara dengan power yang lebih besar, yang dianggap menimbulkan ancaman bagi negara yang lebih lemah. Namun Pearson dan Rochester tidak menyebutkan bahwa negara dengan power lebih besar yang dapat menimbulkan ancaman, hubungan ini lebih menujukkan kerjasama dua negara untuk menghadapi negara lain yang lebih kuat. Cina menekankan penyelesaian masalah sengketa wilayah lewat jalur bilateral. Jika harus berhadapan secara bilateral langsung, hal yang ditakutkan Cina akan memiliki kesempatan untuk melakukan penekanan dalam pencapaian solusi bersama. Vietnam tidak memiliki kapabilitas yang cukup untuk dapat menghadapi 10 Dr. Rahul Mishra, India-Vietnam : New Waves of Strategic Engagement, Issue Brief (New Delhi : Indian Council of World Affairs, 20 Januari 2014): 8.

13 Cina. Oleh karena itu, Vietnam menawarkan kerjasama eksplorasi di wilayah LCS ini kepada India, dan India setuju untuk melakukan eksplorasi tersebut. Beberapa pendapat meyebutkan bahwa ini juga merupakan upaya Vietnam untuk menarik India dalam percaturan sengketa LCS untuk mengimbangi pengaruh Cina. Kenneth N. Waltz menjelaskan bahwa negara hidup di dalam self-help system. Selfhelp system adalah siapapun yang tidak mampu untuk menolong dirinya atau melakukannya dengan tidak efektif harus bersiap untuk mengalami kejatuhan atau kegagalan dalam bertahan di sistem internasional. Dalam sistem internasional tidak ada institusi yang lebih tinggi dari negara, sehingga jika ada suatu negara yang jatuh maka tidak akan ada pihak yang akan menjadi penolongnya. Pada dasarnya setiap negara mengalami ketekatutan tersebut dan berupaya untuk menghindari kemungkinan tersebut terjadi. Hal ini yang mendorong negara untuk cenderung mengarah pada perimbangan kekuatan. Terdapat tiga asumsi tentang perimbangan kekuatan yang dijelaskan oleh Waltz, yakni negara adalah unitary actor, yang pada dasarnya upaya mereka untuk bertahan dalam sistem internasional (self-preservation) merupakan hal yang paling minimum, kemudian meningkat hingga upaya untuk mendominasi negara lain. 11 Asumsi kedua, negara akan menggunakan segala kemungkinan cara untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan, kemungkinan cara tersebut terbagi ke dalam dua kelompok besar yakni upaya internal lewat penguatan militer, pertumbuhan ekonomi dan sebagainya dan upaya eksternal yakni dapat berupa menjalin aliansi dengan negara lain. Asumsi ketiga adalah terdapat dua atau lebih aktor negara dalam sistem, terdapat negara dengan power yang lemah, medium dan negara great power. Keberadaan negara-negara ini akan membentuk pola hubungan balancing dimana negara-negara dengan power yang lebih lemah akan beraliansi untuk menghadapi negara great power yang menjadi sumber ancaman dominasi di sistem tersebut. Asumsi-asumsi tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan interaksi India dan Vietnam terhadap Cina. Upaya paling dasar dari sebuah negara adalah bertahan hidup, ajakan kerjasama join eksplorasi minyak di LCS dapat dilihat sebagai salah satu cara Vietnam untuk mempertahankan dirinya di kawasan dari tekanan dan pengaruh Cina terkait sengketa LCS. Vietnam tidak mampu menghadapi agresifitas Cina di LCS oleh karena itu pihaknya meminta India sebagai negara partner. Ketakutan Vietnam atas agresifitas dan potensi dominasi Cina 11 Kenneth N. Waltz, Anarchic Structure and Balance of Power, dalam Theory of International Politics, (Masschusets : Addison-Wesley Publishing Company, 1979) : 118.

14 di LCS mendorongnya untuk beraliansi dengan negara lain agar dapat mengimbangi atau mengurangi pengaruh Cina di kawasan. Dua asumsi berikutnya akan dijelaskan di bagian selanjutnya India dan Dinamika Kawasan Asia Tenggara Setiap negara pasti menjadi bagian dalam sistem internasional dan regional yang saat ini sedang berlangsung di kawasannya. Mengacu pada pendapat Pearson dan Rochester yang menyatakan bahwa peran struktur sistem dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara dilihat pada tataran internasional atau regional. Pergerakan great power atau negara dengan power paling dominan akan mempengaruhi dinamika kawasan. Untuk kawasan Asia Tenggara, terdapat Cina sebagai great power di kawasan. Aktifitas Cina akan menarik reaksi dari India untuk mengimbangi pengaruh Cina di kawasan. Kebijakan India untuk melanjutkan eksplorasi di wilayah sengketa Vietnam-Cina menjadi bentuk upaya India untuk masuk ke dalam Asia Tenggara dan memainkan pengaruhnya lebih jauh lagi. Hal ini dilakukan India untuk mengimbangi persebaran pengaruh Cina di Asia Tenggara. Pihak pemerintah India berusaha memberikan pandangan kepada media India bahwa tidak ada keuntungannya dengan membicarakan hal buruk tentang Cina di media sebagai balasan apa yang dilakukan media Cina kepada hubungan kerjasama India-Vietnam. Opini media lebih diarahkan untuk mendukung keputusan pemerintah India dan keberadaan OVL di perairan Laut Cina Selatan untuk melanjutkan eksplorasi minyak. Salah satu alasan menurut Kepala AL India, Arun Prakash bahwa India memang perlu untuk menunjukkan pengaruhnya dengan menjaga proses eksplorasi dan eksploitasi minyak di Vietnam tidak mendapatkan gangguan namun di sisi lain, India juga perlu menjaga dialog dengan Cina, karena menurut Prakash, India kemungkinan tidak akan memiliki kapabilitas militer cukup untuk menghadapi Cina jika kegiatan eksplorasi tersebut berujung konflik diantara dua negara. Kebijakan Look East India saat ini telah memasuki dekade ketiga. Mantan Menteri Luar Negeri India, Yashwant Sinha menyebutkan bahwa masa sekarang ini India tengah menerapkan Look East Policy Fase II, hal ini berusaha menunjukkan perkembangan Look East Policy sekarang tidak lagi berfokus pada integrasi ekonomi India dengan negara lain di Asia Tenggara namun berusaha untuk meliputi kepentingan yang lebih luas misalkan India ikut aktif untuk menjaga perdamaian dan stabilitas perairan serta keamanan kawasan Asia Tenggara.

15 C. Raja Mohan berpendapat bahwa LEP Fase II menunjukkan upaya peningkatan kapabilitas ekonomi dan militer yang didukung penguatan hubungan dengan negara-negara ASEAN termasuk dengan institusi ASEAN sendiri bertujuan untuk membuat India diakui sebagai negara yang pantas untuk dijadikan mitra strategis dan menumbuhkan pengaruh di kawasan Asia Timur. 12 Strategi India untuk membangun hubungan kerjasama yang lebih kokoh dengan negara tetangga di kawasan timur khususnya dengan ASEAN dilakukan dalam dua dimensi yakni penguatan hubungan bilateral dengan negara anggota ASEAN dan mengintegrasi diri ke dalam kerjasama organisasi regional di Asia Tenggara. India telah mencoba banyak cara untuk dapat mendekatkan diri dengan negara tetangga di kawasan Asia Tenggara. Berbagai kunjungan politik dilakukan hingga tingkatan politik tertinggi, dimana Perdana Menteri dan Presiden India sendiri yang melakukan lawatan ke berbagai negara. Lewat lawatan tersebut, India berusaha menyampaikan pesan bahwa India saat ini telah menjadi negara yang kooperatif, modern dan mendukung perdamaian di kawasan. Dalam diskusi dan kunjungan bilateral yang dilakukan, India berupaya untuk meningkatkan pemahaman politik, memetakan kepentingan bersama kedua negara dan mengajak untuk mencapai kepentingan tersebut bersama-sama. India pada dasarnya membagi negara anggota ASEAN ke dalam dua kelompok untuk dibedakan cara dan fokus pendekatannya. Anggota ASEAN dibagi ke dalam kelompok negara ASEAN Baru yang meliputi Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam (Cambodia, Lao PDR, Myanmar, Vietnam/CLMV). India melihat kelompok ini yang baru bergabung dengan ASEAN memiliki perkembangan ekonomi yang masih tertingal dari dari anggota ASEAN lama dan memiliki perbedaan latar belakang strategis dan perspektif politik yang berbeda. Sedangkan kelompok berikutnya merupakan kelompok anggota ASEAN lama yang mayoritas terdiri dari negara pendiri ASEAN. Negara-negara ini telah menjadi fokus India untuk mengintegrasi ekonomi bersama sejak penerapan Look East Policy fase pertama Potensi India untuk Menjadi Major Power di Kawasan Asia Tenggara Dari keseluruhan tulisan yang mencakup hubungan bilateral antara India dan Cina dengan anggota ASEAN, dapat dilihat beberapa persamaan dan kecenderungan yang tampak dari dua kerjasama yang dijalin dengan dua negara tersebut. Persamaanya, semua kegiatan bilateral Cina dan India dengan ASEAN sama-sama diawali dengan hubungan dagang. Kegiatan perdagangan menjadi pintu pembuka terjalinnya hubungan yang lebih komprehensif 12 C. Raja Mohan, Look East Policy: Phase Two, The Hindu, 9 October 2003, diakses dari pada 2 Desember 2014, pukul WIB.

16 antara pihak-pihak tersebut, berawal dari perdagangan internasional kemudian ke depannya kedua negara bekerjasama di sektor lain yang dianggap memiliki kesamaan visi dengan negara anggota ASEAN. Beberapa hubungan bilateral negara anggota ASEAN dengan Cina dan India mengalami kemajuan dengan adanya pendalaman hubungan bilateral yang ditandai dengan adanya perjanjian atau joint statement. Yang menarik dari perbandiangan dua hubungan bilateral Cina dan India dengan ASEAN adalah terdapat pola dimana beberapa negara yang telah memperdalam hubungan bilateral hanya dengan satu pihak, Cina atau India. Kamboja, Laos, Brunei Darussalam, dan Thailand merupakan negara anggota ASEAN yang memiliki hubungan bilateral setingkat lebih tinggi baik berupa Comprehensive Partnership, Strategic Cooperation atau Strategic Partnership dengan Cina. Sedangkan Vietnam, Indonesia, Singapura merupakan negara yang memiliki hubungan bilateral berupa Strategic Dialogue, Joint Declaration on Comprehensive Cooperation atau masih sekedar MoU. Hal ini tidak dikatakan pola yang pasti hanya menunjukkan perbedaan. Masing-masing negara memiliki kepentingan dan konsiderasi tersendiri untuk memutuskan meningkatkan kualitas hubungan bilateral dengan Cina atau India. Misalnya Indonesia belum berani menggalang hubungan bilateral yang serius karena masih ada kekhawatiran pihaknya memiliki kecenderungan mendukung Cina, dan hal ini tidak sesuai dengan politik luar negeri bebas aktif yang Indonesia terapkan. Selanjutnya melihat aspek hubungan multilateral ASEAN dengan India dan Cina, keduanya memiliki jenis hubungan yang sama atau menjadi anggota organisasi cabang ASEAN yang sama. Keduanya sama-sama menjadi Dialogue Partner, bergabung di ARF atau EAS.Meskipun sepertinya kerjasama Cina dengan ASEAN lebih banyak, seperti ASEAN+3 dimana India tidak ikut bergabung. Kedua negara ini juga telah menciptakan Free Trade Agreement dengan ASEAN untuk mendorong kegiatan ekonomi kedua belah pihak menjadi lebih terintegrasi. Langkah legal yang ditempuh Cina dan India dalam hubungan multilateral relatif sama hanya perbedaan di selisih waktu saja. Kebangkitan Cina awalnya menimbulkan ketakutan bagi negara anggota ASEAN. Pertumbuhan positif ekonomi Cina yang tidak terlalu terpengaruhi dampak krisis ekonomi sedangkan pada saat itu mayoritas negara ASEAN sedang terpuruk karena dampak krisis. Negara anggota ASEAN takut bahwa kegiatan ekonomi di kawasan akan sepenuhnya berfokus ke Cina. Kemudian Cina menawarkan ACFTA yang menjadi kesempatan ASEAN

17 dapat mengakses pasar Cina.Kemudian ASEAN menyadari bahwa peningkatan kapabilitas ekonomi Cina merupakan salah satu unsur penting dalam kawasan Asia Tenggara. Pada kenyataanya, sulit bagi negara-negara anggota ASEAN untuk benar-benar menghilangkan ketakutan akan intensi Cina mendominasi kawasan Asia Tenggara. Meskipun Cina berusaha memperkenalkan konsep Peaceful Rising ke negara tetangga, namun banyak kebijakan Cina sendiri yang terlihat agresif di kawasan. Salah satu contohnya adalah perebutan klaim Laut Cina Selatan. Pembangunan pemukiman di the Mischief Reef di tahun 1999 dimana Cina membangun pemukiman untuk nelayan namun pemukiman tersebut terlihat lebih sebagai basis militer, hal ini menimbukan protes dari pihak Filipina. Peristiwa tersebut dipandang sebagai salah satu bentuk tindakan agresif Cina. Untuk mendukung upaya Cina dalam mengklaim wilayah di LCS, kebijakan LCS milik Cina dengan mengembangkan angkatan laut yang dapat berpatroli di sekitar LCS menjadi cerminan tumbuhnya kepentingan Cina untuk mendominasi LCS dan memperluas pengaruh di kawasan. Negara anggota ASEAN yang memandang adanya intensi Cina untuk mendominasi LCS menimbulkan ketakutan dominasi Cina di kawasan. Disini lah India memiliki peran. Dalam Pearson dan Rochester, dalam sistem multipolar beberapa negara cenderung akan melakukan perimbangan kekuatan terhadap great power sehingga menghindari fokus kekuatan di satu pihak. Disinilah asumsi ketiga Waltz digunakan, dimana di dalam sistem terdapat beberapa negara dengan variasi tingkat kapabilitas dan kekuatan, negara-negara yang lebih lemah akan beraliansi untuk dapat mengimbangi penguatan kapabilitas negara great power. Negara-negara anggota ASEAN seperti Vietnam memandang India sebagai salah satu negara yang dapat dijadikan aliansi untuk mengimbangi pengaruh Cina di Asia Tenggara. Keberadaan Cina dengan peningkatan kapabilitas yang dimiliki menimbulkan perasaan takut akan potensi dominasi mendorong negara-negara ASEAN untuk mendekatkan diri dengan India. India merupakan negara yang berpotensi menjadi major power di kawasan Asia Tenggara. Menurut penuturan Stephen Walt, balancing merupakan bentuk aliasi satu negara dengan negara lain untuk menghadapi sumber ancaman. 13 Pilihan balancing berkemungkinan keputusan yang diambil India untuk meningkatkan peranya di kawasan. India sampai detik ini belum menyebutkan secara resmi bahwa pihaknya akan menerapkan balancing terhadap 13 Stephen M. Walt, Alliances : Balancing and Bandwagoning, dalam The Origin of Alliances, (Ithaca : Cornel University Press, 1987) : 110.

18 Cina di kawasan Asia Tenggara. Namun jika dilihat dari kebijakannya, maka sedikit banyak India memiliki tendensi untuk mengimbangi pengaruh Cina di kawasan. Waltz menjelaskan bagaimana negara berupaya segala cara untuk mencapai tujuan, terdapat upaya internal dan upaya eksternal. Upaya India dalam meningkatkan kapabilitas militer dan performa ekonomi dapat dilihat sebagai upaya internal yang dijelaskan Waltz. Upaya eksternal dilakukan India melalui implementasi Look East Policy sekarang yang lebih proaktif. Kebijakan ini mendorong India untuk lebih banyak berperan aktif dalam isu-isu yang berkembang di Asia Tenggara. Kebijakan India untuk melanjutkan eksplorasi di LCS tidak lagi soal energi namun lebih sebagai bentuk mata rantai upaya India untuk lebih terlibat di Asia Tenggara sehingga India dapat mengembangkan pengaruhnya di kawasan. Karakter dan kapabilitas India sesuai dengan negara potensial yang dijelaskan oleh Walt, dimana terdapat sebuah negara yang memiliki banyak potensial dan hal yang ditawarkan dan dipandang sebagai negara aliansi oleh negara-negara yang lebih lemah dan menginginkan balancing. Beberapa negara ASEAN dapat dikatakan memiliki minat untuk menjadikan India sebagai major power untuk mengimbangi Cina. Kapabilitas India di sektor ekonomi dan militer saat ini sedang mengalami peningkatan perlahan namun pasti, namun peningkatan tersebut tidak akan cukup untuk membuat India berkeinginan mendominasi negara-negara ASEAN. Hal ini didukung dengan upaya India untuk memanfaatkan kapabilitas militernya sebagai diplomasi ke negara-negara ASEAN.Peningkatan kapabilitas militer India tidak dilihat sebagai bentuk ancaman oleh negara ASEAN. Dari sisi India, hal ini dapat dikatakan merupakan sesuatu yang juga dikehendaki oleh India. Look East Policy Fase II yang dilakukan India sekarang mendorong India untuk lebih proaktif terhadap isu-isu yang berkembang di kawasan. India merasa sudah siap untuk menerima peran yang lebih kompleks di kawasan Asia Tenggara. Minat negara ASEAN untuk membidik India sebagai major power untuk mengimbangi Cina senada dengan tujuan Look East Policy India sekarang. Oleh karena itu, proyek eksplorasi India di Vietnam ini merupakan salah satu media yang digunakan India untuk melibatkan dirinya di kawasan. India juga tidak menginginkan Cina sukses mendominasi kawasan Asia Tenggara karena hal tersebut dapat berpengaruh pada kepentingan India di kawasan seperti misalnya jalur perdagangan, keleluasaan untuk berinteraksi dengan negara lain dan sebagainya. Jika Cina semakin menunjukkan agresifitasnya di kawasan, hal ini dapat mendorong negara ASEAN untuk mendekatkan diri dengan India. Negara-negara ASEAN juga tidak menginginkan Cina

19 mendominasi kawasan. Persamaan pandangan ini dapat mendorong terbentuknya aliansi antara India dengan negara anggota ASEAN yang bertujuan untuk meredam agresivitas Cina. 3. Penutup 3.1.Kesimpulan Proyek kerjasama eksplorasi dan eksploitasi India-Vietnam merupakan salah satu isu yang dimanfaatkan India untuk dapat menerapkan Look East Policy di kawasan Asia Tenggara. Jika berdasarkan pada perhitungan ekonomis, hasil produksi blok 127 tidak terlalu menghasilkan banyak untuk dan sulitnya medan eksplorasi di blok 128 tidak akan sebanding dengan upaya yang dilakukan OVL. Namun India sepakat untuk melanjutkan eksplorasi setelah Vietnam mengajukan renegosiasi. Hasil kesepakatan baru berbuah kontrak kerjasama eksplorasi baru yang didapatkan tanpa bidding di tujuh lokasi tersebar di Vietnam. Hal ini menguntungkan bagi India namun keberadaan aspek kontrak baru tidak cukup untuk menjelaskan kebijakan India tersebut. Energi juga bukan menjadi jawaban. India jelas mendapatkan minyak mentah dari hasil eksplorasi namun kuota tersebut masih tidak akan berpengaruh banyak dalam pasokan minyak India. Penulis menggunakan kerangka berpikir milih Pearson dan Rochester yang melihat terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara, faktor-faktor tersebut dibagi ke dalam tiga kelompok besar yakni, faktor sistem, faktor atribut nasional dan faktor idiosyncratic. Faktor sistem adalah faktor yang terjadi di lingkungan sekitar negara tersebut berada, perubahan pada level struktur dalam sistem dapat memberikan pengaruh terhadap bagaimana negara bersikap. Faktor atribut nasional mengacu pada kapabilitas domestik yang dimiliki negara yang dapat menjadi sumber pertimbangan bagi suatu negara untuk mengambil keputusan. Dan terakhir faktor idiosyncratic adalah faktor keberadaan peimpin besar yang mampu merubah arah kebijakan luar negeri suatu negara. Untuk memfokuskan kerangka berpikir milik Pearson dan Rochester, penulis menggunakan paradigma struktural realisme untuk mempersempit fokus analisis. Struktural realisme melihat bahwa perubahan pada level struktur akan mempengaruhi perilaku suatu negara. Struktural Realisme yang mementingkan hal-hal yang terjadi di level sistem mengerecutkan kerangka berpikir milik Pearson dan Rochester ke dalam dua aspek besar

20 yakni interaksi regional antara aktor yang berkepentingan (India, Vietnam dan Cina), dan interaksi India dengan dinamika yang terjadi di kawasan Asia Tenggara. Paradigma struktural realisme mencoba menjelaskan kondisi ini dengan melihat hal yang terjadi tataran sistem, maka yang ditemukan adalah proyek eksplorasi ini merupakan salah satu cara India untuk memiliki akses di Laut Cina Selatan sehingga dapat memantau lebih dekat atas perkembangan yang terjadi antara negara ASEAN dan Cina terkait kasus sengketa tersebut, memperluas relasi dengan ASEAN dan anggotanya sebagai bentuk implementasi Look East Policy yang lebih proaktif dan menunjukkan keinginan India untuk mulai dianggap sebagai negara mitra yang siap menerima porsi peran dalam kerjasama lebih besar ke depannya, serta meski belum ada ungkapan secara formal dari pemerintah India, namun penulis melihat bahwa terdapat intensi India mengimbangi pengaruh Cina di kawasan Asia Tenggara. 3.2.Rekomendasi Penulis melihat bahwa kasus eksplorasi minyak ini dimanfaatkan India untuk tetap memiliki akses langsung di Laut Cina Selatan, sehingga pihak India bisa memantau perkembangan dalam dinamika kawasan Asia Tenggara di wilayah yang masih sering diperdebatkan. Perubahan Look East Policy menjadi lebih proaktif dan mulai diperkenalkan dengan nama Act East mendorong India untuk lebih terlibat dalam isu-isu yang terjadi di kawasan Asia Tenggara. India merasa siap untuk mendapatkan pengakuan dari negara-negara di Asia Tenggara sebagai major power baru. Tindakan India untuk menunjukkan keberadaanya di kawasan lewat eksplorasi minyak dengan Vietnam yang mengundang respon negatif dari Cina perlu mendapatkan perhatian dari India. India meskipun mengalami peningkatan kapabilitas militer, pihaknya masih belum siap jika harus berkonflik dengan Cina, oleh karena itu tindakan yang dapat memicu konflik dengan Cina seharusnya dihindari oleh India. India dapat mempromosikan dirinya sebagai new power di kawasan Asia Tenggara dengan tidak memicu potensi konflik dengan negara lain. Daftar Referensi Daas, Abjhit, Rashmi Banga, and Dinesh Kumar. Global Economic Crisis : Impact and Restructuring of The Service Sector in India. ADBI Working Paper Series, no.311 (2011):

21 Duffy, Gavan. Pragmatic Analysis, dalam Audie Klotz and Deepa Prakash (ed), Qualitative Methods in International Relations : A Pluralist Guide. New York : Palgrave Macmillan, Khursid, Salman. India Has Right to Explore Oil in Vietnam EEZ in South East Cina Sea, Binh Min. The Economic Times. Diunggah pada 11 Juli diakses pada 25 Maret 2014 pukul WIB. 11/news/ _1_south-Cina-sea-oil-exploration-salman-khurshid. Mishra, Dr. Rahul. India-Vietnam : New Waves of Strategic Engagement. Issue Brief. New Delhi : Indian Council of World Affairs. (2014): Mohan, C. Raja. Look East Policy: Phase Two. The Hindu. Diunggah pada 9 Oktober Diakes pada 2 Desember 2014, pukul WIB. Pearson, Frederic S. dan J. Martin Rochester. Explaining Foreign Policy behaviour : Why Do Nation-States Do What They Do? dalam International Relations The Global Condition in The Late Twentieth Century. United States of America : McGraw-Hill, Puri, Raman dan Arun Saghal. The South Cina Sea Dispute : Implications for India. India Foreign Affairs Journal 06, no.04 (2011): Walt, Stephen M. Alliances : Balancing and Bandwagoning. dalam The Origin of Alliances. Ithaca : Cornel University Press, Waltz, Kenneth N. Anarchic Structure and Balance of Power. dalam Theory of International Politics. Masschusets : Addison-Wesley Publishing Company, Waltz, Kenneth N. Structural Realism after Cold War. International Security 25, no. 1.The MIT Press Journal.( 2000): 1-41.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi Laut Cina Selatan sebagai jalur perairan utama dalam kebanyakan ekspedisi laut, yang juga berada diantara negara-negara destinasi perdagangan, dan terlebih lagi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar 80% merupakan wilayah lautan. Hal ini menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai jalur alur

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

Realisme dan Neorealisme I. Summary

Realisme dan Neorealisme I. Summary Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin BAB IV KESIMPULAN Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin memiliki implikasi bagi kebijakan luar negeri India. Perubahan tersebut memiliki implikasi bagi India baik pada

Lebih terperinci

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang Bab V KESIMPULAN Dalam analisis politik perdagangan internasional, peran politik dalam negeri sering menjadi pendekatan tunggal untuk memahami motif suatu negara menjajaki perjanjian perdagangan. Jiro

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui penelitian mengenai peran ASEAN dalam menangani konflik di Laut China Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Sengketa di Laut China Selatan merupakan sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang semakin maju ini ada banyak isu-isu yang berkembang. Bukan hanya isu mengenai hard power yang menjadi perhatian dunia, tetapi isu soft

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai kerja sama keamanan antara pemerintah Jepang dan pemerintah Australia. Hal ini menjadi menarik mengetahui kedua negara memiliki

Lebih terperinci

mereka. Seperti telah diketahui misalnya KPI telah melakukan kerjasama sebelumnya dengan pihak Jepang dan Vietnam dalam downstream business di Vietnam

mereka. Seperti telah diketahui misalnya KPI telah melakukan kerjasama sebelumnya dengan pihak Jepang dan Vietnam dalam downstream business di Vietnam BAB IV KESIMPULAN Harapan akan adanya kerjasama yang menguntungkan dari masing-masing pihak menjadi fondasi terjadinya negosiasi antara kedua belah pihak seperti pembahasan sebelumnya. Ketersediaan minyak

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika Perang Dunia Pertama terjadi, tren utama kebijakan luar negeri Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua terjadi Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

SINGKATAN DAN ISTILAH...

SINGKATAN DAN ISTILAH... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GRAFIK... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR SINGKATAN

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) www.appf.org.pe LATAR BELAKANG APPF dibentuk atas gagasan Yasuhiro Nakasone (Mantan Perdana Menteri Jepang dan Anggota Parlemen Jepang) dan beberapa orang diplomat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010. 100 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Rusia adalah salah satu negara produksi energi paling utama di dunia, dan negara paling penting bagi tujuan-tujuan pengamanan suplai energi Eropa. Eropa juga merupakan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI]

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 2015 1 HISTORICAL BACKGROUND 2 Secara geografis kawasan Laut Cina Selatan dikelilingi sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional, tidak terlepas dari munculnya berbagai organisasi internasional pasca Perang Dunia ke II. Terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara-negara dalam melakukan hubungan-hubungan yang sesuai kaidah hukum internasional tidak terlepas dari sengketa. Seperti halnya manusia sebagai makhluk individu,

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008 BAB IV PENUTUP A.Kesimpulan Sangat jelas terlihat bahwa Asia Tengah memerankan peran penting dalam strategi China di masa depan. Disamping oleh karena alasan alasan ekonomi, namun juga meluas menjadi aspek

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya BAB V KESIMPULAN Keamanan energi erat hubungannya dengan kelangkaan energi yang saat ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya industrialisasi dan kepentingan militer. Kelangsungan

Lebih terperinci

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI Introduksi Perbedaan Latar belakang sejarah, status ekonomi, kepentingan nasional,

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun tidak, komunikasi telah menjadi bagian dan kebutuhan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. ataupun tidak, komunikasi telah menjadi bagian dan kebutuhan hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai makhluk sosial, baik sebagai individu ataupun kelompok akan selalu berkomunikasi. Sehingga disadari ataupun tidak,

Lebih terperinci

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Senin, 14 Februari 2011 PIDATO DR. R.M MARTY M. NATALEGAWA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, Cina menawarkan sebuah proposal ASEAN-China

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Topik tentang energi saat ini menjadi perhatian besar bagi seluruh dunia. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu hingga sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme.

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pada akhir abad ke 20 hingga awal abad ke 21 telah ditandai dengan adanya suatu proses penyatuan dunia yang menjadi sebuah ruang tanpa batasan tertentu. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat berlangsungnya Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur, Vietnam ikut terlibat dalam Perang Vietnam melawan Amerika Serikat (AS). Blok barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010 Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENGENAI DINAMIKA HUBUNGAN indonesia - MALAYSIA DI MABES

Lebih terperinci

menjadi katalisator berbagai agenda ekonomi Cina dengan negara kawasan Indocina yang semuanya masuk dalam agenda kerja sama Cina-ASEAN.

menjadi katalisator berbagai agenda ekonomi Cina dengan negara kawasan Indocina yang semuanya masuk dalam agenda kerja sama Cina-ASEAN. BAB V KESIMPULAN Kebangkitan ekonomi Cina secara signifikan menguatkan kemampuan domestik yang mendorong kepercayaan diri Cina dalam kerangka kerja sama internasional. Manuver Cina dalam politik global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada KTT ASEAN ke-20 yang dihadiri oleh seluruh anggota yaitu: Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, Laos, Myanmar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. para pemimpin yang mampu membawa China hingga masa dimana sektor

BAB V KESIMPULAN. para pemimpin yang mampu membawa China hingga masa dimana sektor BAB V KESIMPULAN China beberapa kali mengalami revolusi yang panjang pasca runtuhnya masa Dinasti Ching. Masa revolusi yang panjang dengan sendirinya melahirkan para pemimpin yang mampu membawa China hingga

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diatur oleh hukum internasional yakni okupasi terhadap suatu wilayah harus

BAB V PENUTUP. diatur oleh hukum internasional yakni okupasi terhadap suatu wilayah harus BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Bedasarkan pembahasan dari bab-bab sebelumnya, maka penulis mencoba menarik kesimpulan, yaitu: Pertama, telah terjadinya pelanggaran klaim kedaulatan wilayah yang dilakukan

Lebih terperinci

"Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia"

Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia H T T P : / / U S. A N A L I S I S. V I V A N E W S. C O M / N E W S / R E A D / 2 8 4 0 2 5 - I N D O N E S I A - B I S A - J A D I - M A S A L A H - B A R U - B A G I - A S I A "Indonesia Bisa Jadi Masalah

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3 KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama

BAB V. Kesimpulan. Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama BAB V Kesimpulan Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama ekonomi melalui perjanjian perdagangan bebas dengan beberapa negara secara bilateral, seperti perjanjian perdagangan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang BAB V KESIMPULAN Fenomena hubungan internasional pada abad ke-20 telah diwarnai dengan beberapa konflik. Terutama di Kawasan Asia Pasifik atau lebih tepatnya kawasan Laut China Selatan. Laut China Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME Dinamika politik internasional pasca berakhirnya Perang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia No.92, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A.

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. Pertemuan 5 Dinamika Organisasi Internasional Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. STTKD Yogyakarta Jl.Parangtritis Km.4,5 Yogyakarta, http://www.sttkd.ac.id info@sttkd.ac.id, sttkdyogyakarta@yahoo.com

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI... HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... HALAMAN MOTTO...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI... HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... HALAMAN MOTTO... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI... HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... HALAMAN MOTTO... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia SIARAN PERS Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia Pada Dialog Bisnis Uni Eropa - Indonesia (EIBD) keempat yang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian skripsi peneliti yang berjudul Peran New Zealand dalam Pakta ANZUS (Australia, New Zealand, United States) Tahun 1951-.

Lebih terperinci

Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi.

Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi. 1 HARMONISASI KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Oleh I Gusti Ayu Agung Ratih Maha Iswari Dwija Putri Ida Bagus Wyasa Putra Ida Bagus Erwin Ranawijaya Program Kekhususan Hukum Internasional,

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia dan Thailand merupakan dua negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yang sedang berusaha mengembangkan sektor industri otomotif negerinya. Kenyataan bahwa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh BAB V KESIMPULAN Laut memiliki peranan penting baik itu dari sudut pandang politik, keamanan maupun ekonomi bagi setiap negara. Segala ketentuan mengenai batas wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Peran Indonesia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Thailand dan Kamboja merupakan dua negara yang memiliki letak geografis berdekatan dan terletak dalam satu kawasan yakni di kawasan Asia Tenggara. Kedua negara ini

Lebih terperinci

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut. BAB V KESIMPULAN Sampai saat ini kelima negara pemilik nuklir belum juga bersedia menandatangani Protokol SEANWFZ. Dan dilihat dari usaha ASEAN dalam berbagai jalur diplomasi tersebut masih belum cukup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

Adapun penulis menyadari beberapa kekurangan dari penelitian ini yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian mendatang :

Adapun penulis menyadari beberapa kekurangan dari penelitian ini yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian mendatang : BAB 5 PENUTUP Berkembangnya regionalisme yang dipicu dari terbentuknya pasar Uni Eropa (UE) yang merupakan salah satu contoh integrasi ekonomi regional yang paling sukses, telah menarik negara-negara lain

Lebih terperinci

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL PENDAHULUAN Kajian tentang strategi keamanan juga melandaskan diri pada perkembangan teori-teori keamanan terutama teori-teori yang berkembang pada masa perang dingin

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Laut Cina Selatan merupakan sengketa laut yang menjadi prioritas utama negara - negara dikawasan Asia Tenggara dan Association of South East Asia Nations (ASEAN) saat

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG dan UPAYA DIPLOMATIK CINA MENDORONG CHINA-ASEAN FREE TRADE AGREEMENT

LATAR BELAKANG dan UPAYA DIPLOMATIK CINA MENDORONG CHINA-ASEAN FREE TRADE AGREEMENT PENELITIAN LABORATOTIUM DIPLOMASI LATAR BELAKANG dan UPAYA DIPLOMATIK CINA MENDORONG CHINA-ASEAN FREE TRADE AGREEMENT Nama Jurusan Fakultas : Iva Rachmawati, M.Si : Ilmu Hubungan Internasional : Ilmu Sosial

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal manusia berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka modal manusia merupakan faktor

Lebih terperinci

Kursus pelatihan untuk pembuat kebijakan tentang produktivitas dan kondisi kerja UKM RENCANA AKSI STRATEGIS ASEAN UNTUK PENGEMBANGAN UKM

Kursus pelatihan untuk pembuat kebijakan tentang produktivitas dan kondisi kerja UKM RENCANA AKSI STRATEGIS ASEAN UNTUK PENGEMBANGAN UKM Kursus pelatihan untuk pembuat kebijakan tentang produktivitas dan kondisi kerja UKM RENCANA AKSI STRATEGIS ASEAN UNTUK PENGEMBANGAN UKM 2016-2025 RENCANA AKSI STRATEGIS ASEAN UNTUK PENGEMBANGAN UKM 2016-2025

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri BAB V KESIMPULAN Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap Pembentukan Negara Federasi Malaysia dan Dampaknya bagi Hubungan Indonesia-Amerika Serikat Tahun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal BAB V KESIMPULAN Malaysia merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan salah satu pendiri organisasi di kawasan Asia Tenggara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan terkait dengan kelangsungan berjalannya sebuah negara.

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan terkait dengan kelangsungan berjalannya sebuah negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keamanan energi saat ini menjadi isu yang sangat penting untuk dibicarakan terkait dengan kelangsungan berjalannya sebuah negara. Pentingnya ketersediaan sumber

Lebih terperinci