BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Problem-Based Learning a. Pengertian Problem-Based Learning Problem-Based Learning merupakan model pembelajaran yang menjadikan masalah keseharian sebagai titik awal dari proses pembelajaran. Jenis masalah yang digunakan berbeda-beda sesuai tingkat kemampuan dan kebutuhan siswa. Masalah yang biasa digunakan merupakan permasalahan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari yang telah dipilih dan disesuaikan dengan objek pembelajaran. Arah proses pembelajaran lebih ditujukan pada proses merumuskan pertanyaan daripada merumuskan jawaban, sehingga pengadaan masalah sebagai dasar proses pembelajaran merupakan hal yang sangat penting pada Problem-Based Learning. Pembelajaran yang menekankan pada proses memungkinkan terciptanya hubungan antara muatan pembelajaran (konten) dengan konteks pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa (Graaff dan Kolmos, 2003: 658). Menurut Boud dan Felleti yang dikutip oleh Muchsini (2004: 17), Problem-Based Learning is an approach to structuring the curriculum involves confronting students with problems from practice with provide a stimulus from learning. (Problem-Based Learning adalah sebuah pendekatan untuk menyusun kurikulum yang melibatkan peserta didik dalam menghadapi masalah-masalah dari kehidupan nyata dengan memberikan stimulus dari pembelajaran). White HB dan Richlin dalam Purwito (2006: 17-18) mengemukakan bahwa, Di dalam Problem-Based Learning siswa bekerja dalam suatu kelompok kecil untuk membahas suatu masalah yang tidak dimengerti dan penting, apa yang tidak mereka ketahui, dan berusaha belajar untuk memecahkan permasalahan tersebut.. 6

2 7 Problem-Based Learning merupakan pembelajaran di mana authentic assesment (penilaian yang nyata) dapat diterapkan secara komprehensif (Hamzah dalam Purwito, 2006: 17). Penilaian otentik tidak bisa hanya didasarkan pada penilaian aspek kognitif yang terfokus pada hasil belajar berupa nilai. Hasil belajar itu sendiri dapat dipengaruhi berbagai faktor internal maupun eksternal peserta didik, sehingga tidak bisa menjadi tolok ukur objektif keberhasilan proses belajar siswa. Penilaian otentik dilakukan terhadap keseluruhan kegiatan belajar, termasuk kesesuaian antara hasil belajar dengan tujuan belajar yang ingin dicapai. Penilaian otentik juga mencakup aspek afektif dan psikomotorik siswa sehingga dapat memenuhi upaya evaluasi terhadap ketercapaian tujuan belajar, yaitu mengubah perilaku siswa. Kegiatan belajar mengajar tidak sekedar bersifat menyampaikan dan menerima informasi, tetapi bersifat mengolah informasi sebagai masukan pada upaya peningkatan kemampuan atau pencapaian tujuan belajar untuk mencapai kompetensi dasar yang optimal baik dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara simultan. Penerapan Problem-Based Learning dapat mengakomodasi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Aspek kognitif siswa dapat dinilai dari kemampuan siswa untuk mengajukan masalah dan memecahkan masalah secara tepat dan cepat; seseorang dikatakan mempunyai masalah jika pihak yang bersangkutan menyadari keberadaan suatu situasi memerlukan tindakan dan tidak dengan segera dapat menemukan pemecahannya. Aspek afektif siswa dapat dinilai dari sejauh mana mereka mampu menerima dan menghargai masalah yang diajukan oleh siswa lain. Aspek psikomotor dapat dilihat dari bobot masalah yang dikemukakan melalui hubungan semantik dan sintaksis. b. Pembagian Problem-Based Learning Menurut Hamzah yang dikutip oleh Purwito (2006: 22) Problem- Based Learning (PBL) dibagi menjadi dua yaitu:

3 8 1) Problem Posing Problem Posing merupakan suatu proses memunculkan masalah dan juga suatu langkah untuk memecahkan masalah yang lebih rumit dari yang sebelumnya. Proses ini dimunculkan dari situasi siswa atau juga guru. 2) Problem Solving Problem Solving merupakan bentuk pemecahan masalah yang meliputi dua aspek yaitu masalah untuk menemukan (problem to find) dan masalah untuk membuktikan (problem to prove) c. Karakteristik Problem-Based Learning Problem-Based Learning merupakan pembelajaran di mana siswa dihadapkan dengan sebuah permasalahan yang dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Masalah tersebut kemudian dianalisis dan diupayakan pemecahannya. Savoi dan Hughes dalam Wena (2009: 17) mengemukakan beberapa karakteristik Problem-Based Learning, sebagai berikut: 1) Belajar diawali dengan mengajukan sebuah permasalahan, 2) Permasalahan yang diberikan dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari siswa, 3) Mengorganisasikan pembelajaran di seputar permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu, 4) Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa untuk melakukan pembelajaran mandiri, 5) Memberdayakan kelompok kecil, 6) Menuntut siswa untuk menuangkan hasil kerja mereka dalam sebuah produk dan kinerja. Model Problem-Based Learning tidak memberi penekanan pada penyampaian informasi karena organisasi pembelajaran dengan model ini mengacu kepada permasalahan. Suatu permasalahan kompleks melibatkan banyak disiplin ilmu dalam upaya penyelesaiannya. Siswa tidak dituntut untuk mencari dan menyerap informasi sebanyak mungkin dari kegiatan belajar.

4 9 Siswa diharapkan mampu mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya dengan mengacu kepada permasalahan untuk mengatasi permasalahan yang sama pada situasi yang berbeda, atau mengatasi permasalahan berbeda dengan melibatkan banyak disiplin ilmu. d. Tahap Pembelajaran dengan Problem-Based Learning Pembelajaran dengan Problem-Based Learning meliputi beberapa tahap tertentu sebagai berikut: 1) Menemukan masalah, 2) Mendefinisikan masalah, 3) Mengumpulkan fakta, 4) Menyusun hipotesis, 5) Melakukan penelitian, 6) Menyempurnakan masalah yang telah didefinisikan, 7) Menyimpulkan alternatif pemecahan masalah secara kolaboratif, 8) Melakukan pengujian hasil (solusi) pemecahan masalah. Penggunaan Problem Based Learning dalam pembelajaran dapat melatih kemandirian dan percaya diri siswa, karena siswa diminta melakukan penilaian pribadi terhadap suatu masalah. Merumuskan masalah menjadikan siswa bertanggung jawab dalam menemukan penyelesaian masalah tersebut sehingga kebermaknaan belajar dapat diraih siswa. e. Kekuatan Problem Based Learning Menurut Muchsini (2004: 21), penerapan Problem Based Learning memiliki beberapa kekuatan, antara lain: 1) Fokus kebermaknaan, bukan fakta Pembelajaran tradisional mengharuskan siswa mengingat banyak informasi kemudian mengeluarkan apa yang diingatnya ketika ujian. Informasi yang cukup banyak tersebut harus diingat siswa sementara kondisi siswa tidak memungkinkan hal tersebut, sehingga akhirnya hanya sedikit informasi yang dapat diserap oleh siswa. Problem-Based Learning

5 10 tidak hanya menyajikan informasi untuk dihafalkan, tetapi juga memanfaatkan informasi dalam pemecahan masalah sehingga terjadi proses pemaknaan informasi. 2) Meningkatkan kemampuan siswa untuk berinisiatif Problem-Based Learning mengkondisikan siswa untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah, di mana inisiatif sangat diperlukan. Penerapan Problem-Based Learning melatih siswa untuk berinisiatif sehingga dalam prosesnya, kemampuan tersebut dapat meningkat. 3) Pengembangan keterampilan dan pengetahuan Problem-Based Learning memberikan makna lebih pada kegiatan belajar, contoh nyata penerapan dan manfaat yang jelas dari materi yang dipelajari (fakta, konsep, prinsip, dan prosedur). Tingkat kompleksitas suatu masalah yang semakin tinggi, membutuhkan keterampilan dan pengetahuan siswa yang lebih tinggi untuk mampu menyelesaikan masalah tersebut. 4) Pengembangan keterampilan interpersonal dan dinamika kelompok Problem-Based Learning memiliki karakteristik kerjasama yang melibatkkan siswa dalam interaksi sosial yang dibutuhkan dalam belajar maupun dalam kehidupan siswa sehari-hari. Pendidikan tradisional yang lebih memfokuskan pada penguasaan informasi seringkali mengabaikan keterampilan ini, sedangkan PBL dapat mengakomodasi baik penyerapan informasi maupun keterampilan interaksi sosial. 5) Pengembangan sikap self-motivated Problem-Based Learning memberi siswa kesempatan untuk merumuskan masalah yang ditemuinya, disertai alternatif solusi yang memungkinkan untuk diterapkan. Kerjasama dalam kelompok yang terdapat di dalamnya menuntut peran aktif setiap anggota kelompok. Hal

6 11 ini menumbuhkan sikap percaya diri dalam diri siswa yang dapat memunculkan motivasi internal dalam belajar. 6) Tumbuhnya hubungan siswa-fasilitator Problem-Based Learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri sesuai tingkat pemahaman yang dimilikinya. Guru berperan sebagai pembimbing yang diperlukan untuk membingkai kegiatan siswa agar tidak menyimpang dalam memahami suatu konsep dan agar aktivitas dalam belajarnya terstruktur dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. 7) Jenjang penyampaian pembelajaran dapat ditingkatkan Pencapaian yang diharapkan dalam proses pembelajaran dengan Problem-Based Learning memiliki persamaan dengan pembelajaran tradisional yaitu membuat siswa menguasai materi secara luas dan mendalam. Perbedaan capaian antara proses pembelajaran dengan Problem-Based Learning dan pendidikan tradisional adalah pencapaian beberapa keterampilan dan kebermaknaan belajar yang tidak diperoleh dalam pendidikan tradisional. f. Kelemahan Pembelajaran dengan Problem-Based Learning Pembelajaran dengan Problem-Based Learning juga memiliki kelemahan sebagai berikut: 1) Pencapaian akademik dari individu siswa Problem-Based Learning berfokus pada satu masalah spesifik, namun seringkali tidak memiliki ruang lingkup yang memadai. Penerapan PBL dalam pembelajaran dapat menyebabkan pencapaian nilai akademik yang tinggi dalam hal keterampilan siswa memecahkan masalah dalam kehidupan nyata. PBL kurang memungkinkan untuk diterapkan jika penjabaran materi dalam pembelajaran dan kuantias materi yang diserap siswa lebih diutamakan daripada peningkatan keterampilan belajar dan berpikir.

7 12 2) Waktu yang diperlukan untuk implementasi Waktu yang dibutuhkan oleh siswa dan guru dalam mengimplementasikan PBL cenderung lebih banyak daripada pembelajaran tradisional. Penerapan PBL pada siswa yang belum pernah melaksanakan kegiatan belajar mengajar menggunakan model PBL memerlukan pendampingan dan arahan guru. 3) Perubahan peran siswa dalam proses pembelajaran dengan PBL Pembelajaran tradisional yang selama ini berlangsung di sekolahsekolah menjadikan siswa terbiasa berada dalam kultur pembelajaran pasif. Kegiatan siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan menyalin informasi dalam buku-buku teks untuk memenuhi tuntutan pembelajaran aspek kognitif. Pembelajaran yang menerapkan PBL menuntut siswa berperan aktif dan mandiri. Siswa mengorganisasikan sendiri sumber belajarnya dan bertanggung jawab merekonstruksi pengetahuannya sesuai tingkat emahaman dan kebutuhannya. Perubahan model pembelajaran dari ekspositori menjadi PBL dapat menjadi kendala bagi siswa maupun guru yang baru memulai pembelajaran dengan PBL. Proses transisi dan pembimbingan intensif dalam tahap awal sangat diperlukan agar kegiatan pembelajaran dengan PBL sejalan dengan sintaks PBL yang telah ditetapkan dan siswa dapat mengalami pembelajaran konstruktif yang bermakna. 4) Perubahan peran guru dalam proses pembelajaran dengan PBL Guru berperan sebagai sumber informasi dalam pembelajaran tradisional. Guru terbiasa dengan metode ceramah yang relatif lebih mudah karena hanya bermodalkan pengetahuan yang telah dimiliki ditambah bantuan dari beberapa media pendukung. Pembelajaran dengan model PBL menuntut guru untuk berperan sebagai pembimbing dan fasilitator yang membutuhkan waktu ekstra dan sumber informasi yang

8 13 lebih luas untuk membantu siswa memecahkan masalah yang mengandung unsur lintas disiplin ilmu. 5) Perumusan masalah yang baik Perumusan masalah merupakan kegiatan mendasar dalam pembelajaran dengan model PBL. Kegiatan merumuskan masalah yang baik tidak mudah dilakukan oleh guru maupun siswa. Pembelajaran dengan model PBL tidak hanya mengajukan permasalahan yang bersifat holistik melainkan juga berfokus mikro dan mendalam. Siswa seringkali kesulitan mengidentifikasi dan merumuskan permasalahan dengan karakter yang kompleks tanpa adanya pemberian informasi oleh guru atau pencarian informasi dari sumber belajar yang ada. g. Langkah Pelaksanaan PBL Menurut White H.B dan Richlin yang dikutip oleh Purwito (2006: 24), langkah-langkah dalam PBL dijelaskan sebagai berikut: 1) Tahap Persiapan Guru melakukan studi pendahuluan baik terhadap materi yang akan disampaikan maupun studi untuk penerapan metode yang akan diterapkan, apakah materi sesuai dengan metode atau tidak. Tindakan berikutnya adalah menentukan tujuan instruksional dari penyampaian materi tersebut, sehingga jelas acuan atau indikatornya yang akan diraih. Dan tahap berikutnya adalah membentuk kelompok, dalam teknik pengelompokan ini siswa yang berkemampuan dan jenis kelaminnya berbeda disatukan dalam satu tim kecil yang terdiri dari tiga sampai delapan orang. Kemudian setelah guru menyajikan teori utama atau topik kompetensi dasar, siswa diharapkan memunculkan permasalahan. 2) Tahap Pemunculan Masalah Permasalahan dapat dimunculkan dari diri siswa maupun dari guru atau dapat juga dari kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini sangat

9 14 mungkin bahwa permasalahan sehari-hari banyak menimbulkan permasalahan yang dapat diambil. 3) Tahap Investigasi dan Inquiri Masalah Siswa diharapkan dapat berinvestigasi atau inquiri dalam kehidupan nyata terkait dengan topik yang dibahas. Setelah menemukan masalah, siswa bekerja dalam kelompok untuk merencanakan strategi maupun pelaksanaan untuk memecahkan masalah tersebut. 4) Presentasi Hasil Presentasi hasil merupakan tahap terakhir untuk mengecek hasil karya atau produk dari investigasi dan inquiri dalam rangka memecahkan masalah yang timbul dalam kelompok masing-masing. Presentasi dilakukan di depan kelas sehingga kelompok lain dapat ikut mengevaluasi permasalahan yang disampaikan. Di sisi lain presentasi ini bagi guru adalah merupakan sarana untuk penilaian afektif dan psikomotorik dengan memantau aktivitas siswa dalam berkomunikasi antar kelompok maupun dalam kelompok baik lisan maupun tulisan. Peran guru dalam pelaksanaan model Problem-Based Learning diuraikan pada Tabel 2.1.

10 15 Tabel 2.1. Perilaku Guru pada Model Problem-Based Learning Tahapan PBL Tahap 1 Orientasi siswa pada masalah Tahap 2 Mengorganisasikan siswa Tahap 3 Membimbing penyelidikan individu dan kelompok Tahap 4 Mengembangkan& menyajikan hasil karya Tahap 5 Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Perilaku Guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagai tugas dengan teman Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. (Sumber: Ibrahim dan Nur (dalam Trianto 2007 : 72)) h. Tujuan dan Hasil Belajar PBL Tujuan dan hasil belajar PBL adalah untuk mengembangkan kemampuan keterampilan berpikir, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan memecahkan masalah dan keterampilan intelektual, mengembangkan keterampilan belajar mandiri secara efektif. Penilaian dilakukan terhadap konteks permasalahan yang dipelajari siswa, yang terdiri dari penilaian diri sendiri (self assesment) dan penilaian oleh teman (peer assesment). Penilaian dan pemberian umpan balik oleh guru dilakukan terus menerus selama proses pembelajaran berlangsung. 2. Keterampilan Proses Sains a. Klasifikasi Keterampilan Proses Sains

11 16 Keterampilan Proses Sains (Science Process Skill) dapat diartikan sebagai satu set keterampilan yang dapat ditransfer dan menggambarkan kebiasaan seorang peneliti. Istilah keterampilan proses sains dipopulerkan melalui proyek kurikulum Science-A Process Approach (SAPA) oleh Commission on Science Education of American Association of Science (AAAS) pada tahun SAPA mengelompokkan keterampilan proses sains menjadi dua kelompok yaitu keterampilan proses sains dasar (Basic Science Process Skill) dan keterampilan proses sains terintegrasi (Integrated Science Process Skill). Pengelompokan tersebut tidak mutlak diberlakukan oleh berbagai kalangan. SAPA merumuskan 12 keterampilan proses sains, yang selanjutnya dispesifikkan lagi menjadi enam keterampilan dasar dan enam keterampilan terintegrasi. SAPA merumuskan 14 keterampilan proses sains yang dibagi menjadi delapan keterampilan proses dasar dan enam keterampilan proses terintegrasi pada perkembangan selanjutnya. Longfield (1999: 1) mengelompokkan keterampilan proses sains menjadi tiga kelompok, yaitu basic, intermediet, dan advance. Rustaman tidak mengelompokkan keterampilan proses sains dalam spesifikasi tertentu (dasar, terintegrasi, dll). Berbagai perbedaan dalam pengelompokan keterampilan proses sains tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan standar pendidikan sains lokal, daerah ataupun nasional. b. Jenis dan Indikator Keterampilan Proses Sains Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa terdapat perbedaan pengelompokan keterampilan proses sains, di sini secara khusus dipaparkan pengelompokan keterampilan proses sains oleh Rustaman et al (2005: 86-87) seperti pada Tabel 2.1.

12 17 Tabel 2.2 Jenis Keterampilan Proses Sains dan Indikator Masing-masing Jenis Keterampilan Proses Sains Indikator 1. Mengamati (observasi) a. Menggunakan sebanyak mungkin indera b. Mengumpulkan atau menggunakan fakta yang relevan 2. Mengelompokkan (klasifikasi) a. Mencatat setiap pengamatan secara terpisah b. Mencari perbedaan dan persamaan c. Mengontraskan ciri-ciri d. Membandingkan e. Mencari dasar pengelompokan f. Menghubungkan hasil pengamatan 3. Menafsirkan (interpretasi) a. Menghubungkan hasil-hasil pengamatan b. Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan c. Menyimpulkan 4. Meramalkan (prediksi) a. Menggunakan pola-pola hasil pengamatan b. Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati 5. Mengajukan pertanyaan a. Bertanya apa, bagaimana dan mengapa b. Bertanya untuk meminta penjelasan c. Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis 6. Berhipotesis a. Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dari satu kejadian b. Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya dalam memperoleh lebih banyak bukti atau menerapkan prosedur pemecahan masalah 7. Merencanakan percobaan a. Menentukan alat/ bahan/ sumber yang akan digunakan b. Menentukan variabel atau faktor penentu c. Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dicatat

13 18 Jenis Keterampilan Proses Sains Indikator d. Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja 8. Menggunakan alat/ bahan a. Memakai alat dan bahan b. Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/ bahan c. Mengetahui bagaimana menggunakan alat dan bahan 9. Menerapkan konsep a. Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru b. Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi 10. Berkomunikasi a. Memberikan/ menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik/ tabel/ diagram b. Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis c. Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian d. Membaca grafik/ tabel/ diagram e. Mendiskusikan hasil kegiatan f. Mengubah bentuk penyajian data 11. Melaksanakan percobaan/ eksperimentasi (Sumber: Rustaman, 2005: 86-87)

14 19 c. Pembelajaran Keterampilan Proses Sains Pembelajaran yang mengakomodasi keterampilan proses sains dapat dikaji dari berbagai aspek, misalnya hubungan antara keterampilan proses sains dengan aspek hasil belajar yang lain seperti kemampuan berpikir operasional formal, atau hubungan antara prinsip dan metode serta peran guru dalam pembelajaran yang melibatkan keterampilan proses sains. Berikut hanya akan dijabarkan penjelasan mengenai hubungan antara prinsip dan metode serta peran guru dalam pembelajaran yang melibatkan keterampilan proses sains. Radford (2002: 3) mengungkapkan ada tiga kondisi yang harus dipenuhi sebuah pembelajaran agar siswa dapat mengakomodasi keterampilan proses sains, yaitu: 1) Siswa memahami apa itu keterampilan proses sains serta pentingnya dalam pembelajaran, 2) Siswa harus diberi kesempatan untuk mempraktikkan keterampilan proses sains yang dimilikinya, 3) Adanya evaluasi terhadap perkembangan keterampilan proses sains yang dimiliki siswa. Ketiga kondisi di atas dapat dipenuhi oleh metode pemecahan masalah (Keil, 2009). Guru memiliki peran penting dalam memberikan gain yang signifikan bagi penguasaan keterampilan proses sains siswa. Harleen (dalam Rustaman, 2005) mengungkapkan bahwa guru memiliki peran penting dalam pembelajaran keterampilan proses sains, yang dikelompokkan dalam peran umum dan peran khusus. Peran umum guru dijabarkan sebagai berikut: 1) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan proses sains dalam melakukan eksplorasi materi dan fenomena.

15 20 2) Memberi kesempatan siswa untuk berdiskusi dalam kelompok kecil ataupun kelas. 3) Mendengarkan pembicaraan dan mempelajari produk siswa untuk menemukan proses yang diperlukan untuk membentuk gagasan siswa tersebut. 4) Mendorong siswa untuk mengulas secara kritis terutama tentang kegiatan yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran. 5) Memberikan teknik atau strategi untuk meningkatkan keterampilan proses sains yang dimiliki oleh siswa. 3. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian tentang penggunaan model Problem-Based Learning telah banyak dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan model tersebut dapat meningkatkan sikap positif terhadap belajar, perbaikan miskonsepsi, pemahaman konsep, pemecahan masalah, dan keterampilan menggunakan pengetahuan secara praktis dalam kehidupan nyata. Menurut Hasnunidah (2008: 25-26), model Problem-Based Learning dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa meliputi keterampilan mengamati, interpretasi, memprediksi dan mengkomunikasikan. Hasil penelitian Najiullah (2010: 75) menunjukkan bahwa penerapan model Problem-Based Learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan ketuntasan hasil belajar klasikal siswa sebesar 29,63% yakni dari 55,55% menjadi 85, 18%. Hasil penelitian Fathoni (2009: 95) menyimpulkan bahwa model Problem-Based Learning efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa secara mandiri, mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan inovatif dalam menghubungkan antara konsep pembelajaran yang diterima dengan pengalaman serta kenyataan yang ditemui di lingkungan sekitar. Hasil penelitian Shalihah (2008: 108) menyimpulkan bahwa model Problem-Based Learning dapat meningkatkan kemampuan afeksi siswa dalam kehidupan sehari-hari.

16 21 B. Kerangka Berpikir Pembelajaran konvensional yang bersifat teacher-centered tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk mengakomodasi keterampilan proses sains yang dibutuhkan dalam belajar sains. Belajar sains tanpa mengakomodasi keterampilan proses sains membuat siswa belajar hanya dengan menghafal. Belajar dengan menghafal membuat siswa menyerap informasi yang bersifat jangka pendek. Siswa kurang memahami pengetahuan yang diperolehnya dan tidak kreatif dalam menerapkan pengetahuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Belajar sains di dalam kelas idealnya dapat mempermudah keseharian siswa karena fenomena sains tidak lepas dari peristiwa alam sehari-hari (Mahabbati, 2007: 1). Model Problem-Based Learning (PBL) merupakan salah satu model yang menghubungkan antara pengetahuan sehari-hari dan konsep yang benar secara ilmiah. Belajar sains dengan menerapkan model PBL membuat siswa melakukan aktivitas observasi, interpretasi, mengajukan pertanyaan dan berhipotesis untuk menganalisis suatu masalah. Siswa bekerjasama dalam kelompok untuk memecahkan masalah yang kompleks dan mengaplikassikan pemecahan masalah dalam dunia nyata. Mereka mengembangkan keterampilanketerampilan dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan mensintesis sumbersumber yang telah mereka cari sebelumnya dan kemudian mengemukakan sebuah solusi atau lebih untuk masalah tersebut. Siswa yang dapat mengembangkan keterampilan proses sains dalam belajar, akan dapat memahami konsep pembelajaran sains dan mampu menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan nyata. Keterampilan proses sains tersebut akan dapat ditingkatkan dengan melakukan inovasi pembelajaran berupa penerapan model Problem-Based Learning (PBL). C. Hipotesis Tindakan Hipotesis merupakan jawaban sementara dari masalah yang telah dirumuskan dan belum diuji kebenarannya sehingga dapat dipertegas atau ditolak

17 22 secara empiris. Berdasarkan landasan teori yang mencakup tinjauan pustaka, hasil penelitian yang relevan serta kerangka bepikir, maka peneliti merumuskan hipotesis berikut: Penerapan Problem-Based Learning dalam pembelajaran Biologi siswa kelas X-1 SMA Islam 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014 dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

Penerapan Problem-Based Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X-1 Sma Islam I Surakarta Tahun Ajaran 2013/ 2014

Penerapan Problem-Based Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X-1 Sma Islam I Surakarta Tahun Ajaran 2013/ 2014 Penerapan Problem-Based Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X-1 Sma Islam I Surakarta Tahun Ajaran 2013/ 2014 TITIS YUNIARTI, BOWO SUGIHARTO, PUGUH KARYANTO ABSTRACT This

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang IPA merupakan pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen (Carin dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Pembelajaran dianggap dapat berhasil apabila proses dan hasil belajarnya baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3c MODEL PROBLEM BASED LEARNING 2 Model Problem Based Learning 3 Definisi Problem Based Learning : model pembelajaran yang dirancang agar peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi pengetahuan, sikap dan keterampilan dengan melibatkan aktivitas fisik dan mental siswa. Keterlibatan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Proses pembelajaran merupakan salah satu tahap yang sangat menentukan terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Guru sebagai agen pembelajaran merasa terpanggil untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut adalah mengoptimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pendidikan sains di Indonesia mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pemahaman tentang sains dan teknologi melalui pengembangan keterampilan berpikir, dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua dengan pembelajaran berbasis

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) Definisi/Konsep Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang

Lebih terperinci

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Definisi/Konsep

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang dapat melatih keterampilan siswa dalam melaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan, baik diperoleh sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Belajar dapat dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) PBL merupakan model pembelajaran yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK 1. Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) pertama kali dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980) pada akhir abad ke 20 (Sanjaya, 2007). Pada awalnya, PBL dikembangkan

Lebih terperinci

IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN BIOLOGI KELAS VII-A SMP NEGERI 1 GESI TAHUN AJARAN 2007/2008 SKRIPSI OLEH : NANIK SISWIDYAWATI X4304016 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu dasar yang menjadi alat untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Oleh karena itu penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini pendidikan masih belum lepas dari berbagai permasalahan. Salah satu masalah yang dihadapi di dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata pelajaran fisika pada umumnya dikenal sebagai mata pelajaran yang ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang berhubungan dengan variabel dalam penelitian ini. Teori-teori tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) 7 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global sekarang ini menuntut individu untuk berkembang menjadi manusia berkualitas yang memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Praktikum Pratikum berasal dari kata praktik yang artinya pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori. Sedangkan pratikum adalah bagian dari pengajaran yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan IPA (Sains) adalah salah satu aspek pendidikan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan khususnya pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa. Pembelajaran menurut Siregar dan Nara (2010) merupakan interaksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun 1970-an. Model Problem Based Learning berfokus pada penyajian suatu permasalahan

Lebih terperinci

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional mengharapkan siswa tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan semata, namun memberikan pengalaman belajar kepada siswa agar dapat menjadikan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDEKATAN SAVI

PENGARUH PENDEKATAN SAVI PENGARUH PENDEKATAN SAVI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 14 SURAKARTA SKRIPSI Oleh: FATKHU ROKHMA DIANA K4308088 PROGRAM

Lebih terperinci

Pendekatan Problem Based Learning untuk Pembelajaran Optimal

Pendekatan Problem Based Learning untuk Pembelajaran Optimal Pendekatan Problem Based Learning untuk Pembelajaran Optimal Oleh : Aini Mahabbati *) Pendahuluan Proses pembelajaran selalu berorientasi untuk menjawab pertanyaan mengenai efektivitas pencapaian tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Learning Model pembelajaran PBL merupakan model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun

Lebih terperinci

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang timbul akibat adanya Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sains (IPTEKS) dimana semakin pesat yaitu bagaimana kita bisa memunculkan Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia yang cerdas, kreatif, dan kritis menjadi faktor dominan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi era persaingan global. Sementara itu proses pendidikan

Lebih terperinci

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DENGAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Peradapan manusia yang terus berkembang menyebabkan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) juga terus mengalami kemajuan yang pesat. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail dinyatakan bahwa siswa yang masuk pendidikan menengah, hampir 40 persen putus sekolah. Bahkan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Masalah Matematis Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran berbasis masalah, sebelumnya harus dipahami dahulu kata masalah. Menurut Woolfolk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kurikulum Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya tempat berpacu. Istilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan informasi yang cepat dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam bidang pendidikan, merupakan satu upaya untuk menjembatani masa sekarang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN Efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil, tepat atau manjur. Efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Inquiri Terbimbing Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran adalah suatu proses sistematis yang setiap komponennya menentukan keberhasilan anak didik. Sebagai suatu system, komponen-komponen proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Audio-Visual Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pengantar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wawasan, ketrampilan dan keahlian tertentu kepada individu guna. diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk

BAB I PENDAHULUAN. wawasan, ketrampilan dan keahlian tertentu kepada individu guna. diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia dan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, ketrampilan dan keahlian

Lebih terperinci

PROFIL KETUNTASAN BELAJAR DITINJAU DARI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING

PROFIL KETUNTASAN BELAJAR DITINJAU DARI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING PROFIL KETUNTASAN BELAJAR DITINJAU DARI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP PENCAPAIAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM) BIOLOGI SISWA KELAS VIIA DI SMP NEGERI 2 KARTASURA TAHUN AJARAN 2008/2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Negeri 4

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Negeri 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Negeri 4 Cimahi, berdasarkan hasil wawancara dan observasi pada pra penelitian diperoleh keterangan bahwa belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi sangat diperlukan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi sangat diperlukan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi sangat diperlukan dalam menghadapi persaingan di berbagai bidang kehidupan, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran, latihan, proses,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan memilih menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bidang studi yang diajarkan pada sekolah dasar yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pengajaran IPA di sekolah dasar ditujukan untuk memajukan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan berupa fakta, konsep,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum pendidikan di Indonesia terus mengalami perubahan demi tercapainya tujuan pendidikan nasional. Saat ini, kurikulum yang baru saja diterapkan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakekat pendidikan adalah suatu usaha untuk mencerdaskan dan membudayakan manusia serta mengembangkannya menjadi sumber daya yang berkualitas. Berdasarkan UU

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Komunikasi Matematis Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan dimana individu atau beberapa orang atau kelompok menciptakan dan menggunakan

Lebih terperinci

PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENDEKATAN LINGKUNGAN DALAM PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR MATERI PENGHEMATAN ENERGI

PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENDEKATAN LINGKUNGAN DALAM PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR MATERI PENGHEMATAN ENERGI PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENDEKATAN LINGKUNGAN DALAM PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR MATERI PENGHEMATAN ENERGI OLEH REZIANA AMALIA MARIA 201591005 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang harus diperoleh sejak dini. Dengan memperoleh pendidikan, manusia dapat meningkatkan dirinya

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN ASESMEN AUTENTIK UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN SISTEM EKSKRESI

2015 PENGEMBANGAN ASESMEN AUTENTIK UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN SISTEM EKSKRESI A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sains dianggap menduduki posisi penting dalam pembangunan karakter masyarakat dan bangsa karena kemajuan pengeta huannya yang sangat pesat, keampuhan prosesnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum dapat dipahami bahwa rendahnya mutu Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia saat ini adalah akibat rendahnya mutu pendidikan (Tjalla, 2007).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu guru dapat di katakan sebagai sentral pembelajaran. dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. itu guru dapat di katakan sebagai sentral pembelajaran. dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pendidikan. Guru sebagai salah satu komponen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga ilmu kimia bukan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan dasar dan memberikan andil yang sangat besar dalam kemajuan bangsa. Pernyataan ini juga didukung oleh Kline (Suherman,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri atau dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan, pemeriksaan, atau penyelidikan. Inkuiri adalah suatu proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang membahas tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan untuk menemukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bersifat sangat penting demi terwujudnya kehidupan pribadi yang mandiri dengan taraf hidup yang lebih baik. Sebagaimana pengertiannya menurut Undang-undang

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING MELALUI PENDEKATAN BERBASIS PROBLEM (PROBLEMS BASED APPROACH) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X2 SMA AL ISLAM I SURAKARTA TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih

Lebih terperinci

Esty Setyarsih Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRAK

Esty Setyarsih Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRAK PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS XI IPS 2 SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016 Esty Setyarsih Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia akan mampu mengembangkan potensi diri sehingga akan mampu mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita adalah lemahnya proses

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita adalah lemahnya proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita adalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa didorong untuk mengembangkan kemampuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu fondasi yang menentukan ketangguhan dan kemajuan suatu bangsa. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dituntut untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka menyiapkan manusia agar mampu memiliki daya saing, pendidikan merupakan suatu hal penting yang harus diperhatikan dan dikaji secara penuh. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengajar (Pembelajaran). Nilai yang baik menunjukkan bahwa proses

BAB I PENDAHULUAN. mengajar (Pembelajaran). Nilai yang baik menunjukkan bahwa proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai merupakan suatu indikasi keberhasilan suatu proses belajar mengajar (Pembelajaran). Nilai yang baik menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang berlangsung

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVII/Mei 2013 PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES MELALUI STRATEGI INQUIRI DALAM PEMBELAJARAN IPA SMP

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVII/Mei 2013 PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES MELALUI STRATEGI INQUIRI DALAM PEMBELAJARAN IPA SMP PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES MELALUI STRATEGI INQUIRI DALAM PEMBELAJARAN IPA SMP Anita Fitriyanti Guru Mata Pelajaran IPA di SMP 1 Paliyan, Kab. Gunungkidul ABSTRAK Keberhasilan dalam pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa yang akan datang. IPA berkaitan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam atau biasa yang disebut dengan IPA membutuhkan sebuah pengalaman langsung, agar tujuan dari pembelajaran IPA tersebut dapat tercapai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keberhasilan Keberhasilan adalah hasil serangkaian keputusan kecil yang memuncak dalam sebuah tujuan besar dalam sebuah tujuan besar atau pencapaian. keberhasilan adalah lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi manusia dan berperanguh besar terhadap kemajuan suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi manusia dan berperanguh besar terhadap kemajuan suatu bangsa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi manusia dan berperanguh besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Kualitas dan sistem pendidikan yang dijalankan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting dalam kehidupan manusia karena ilmu pengetahuan ini telah memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu krisis terhadap masalah, sehingga peserta didik (mahasiswa) mampu merasakan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu krisis terhadap masalah, sehingga peserta didik (mahasiswa) mampu merasakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Lingkungan sebagai salah satu sains merupakan sebuah proses dan produk. Proses yang dimaksud disini adalah proses melalui kerja ilmiah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Proses pembelajaran adalah suatu proses komunikasi edukatif antara pendidik dan peserta didik. Peran pendidik membantu dan membimbing peserta didik untuk mencapai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seseorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Muhamad Nurachim, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Muhamad Nurachim, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah sebagai salah satu lembaga formal memiliki tugas dan wewenang menyelenggarakan proses pendidikan. Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang selalu menemani perjalanan kehidupan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensinya. Seperti yang dijelaskan

Lebih terperinci