BAB I PENDAHULUAN. Pada Desember 2013, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada Desember 2013, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menghadiri dan melakukan upacara peresmian sebuah pabrik yang berada kawasan industri Cilegon, Banten. Pabrik tersebut adalah Krakatau POSCO, sebuah pabrik hasil kerjasama PT Krakatau Steel dengan perusahaan Korea Selatan, POSCO yang berbentuk JVCo (Joint Venture Corporation) (Tempo.co, 2013). Kerjasama ini diprediksikan akan menambah kuota dari kebutuhan baja nasional yang dibutuhkan Indonesia sebesar 6 juta ton, yang sebelum hanya dapat dipenuhi oleh KS sebesar 3 juta ton per tahun (Pengembangan Krakatau Steel Group, 2011). POSCO adalah Multinational Corporation (MNC) yang bergerak di sektor pengolahan sumber daya alam sebagai pabrik pengolahan baja untuk menghasilkan produk dengan bahan baku baja. Dengan adanya kebutuhan akan bahan baku untuk memproduksi komoditi yang berasal dari baja dan juga sebagai langkah untuk meningkatkan produksinya, POSCO melakukan kerjasama dengan PT Krakatau Steel yang merupakan perusahaan baja terbesar milik Indonesia. PT. KS memiliki sumber daya alam yang tidak sedikit untuk diproduksi. Namun PT. KS masih perlu untuk meningkatkan kualitas teknologi dan hasil produksinya untuk mengembangkan perusahaannya serta memenuhi kuota kebutuhan baja nasional Indonesia. Kebutuhan kedua perusahaan ini pada akhirnya menghasilkan 1

2 kerjasama berbentuk Joint-Venture Corporation antara kedua persusahaan dimana POSCO menyediakan teknologi dan tenaga ahli, sedangan PT KS menyediakan lokasi, bahan baku serta tenaga kerja. Kerjasama ini menjadi salah satu kerjasama yang memiliki prospek cerah bagi kedua perusahaan. Pada dasarnya kerjasama ini sebenarnya adalah kerjasama yang dibuat oleh kedua negara asal perusahaan tersebut, dimana Korea Selatan sebagai negara yang menaungi POSCO dan Indonesia sebagai negara yang memiliki PT KS. Kerjasama ini diinisiasi oleh Indonesia, karena kebutuhan Indonesia atas produksi baja nasional untuk kebutuhan baja nasional Indonesia yang saat ini belum bisa dipenuhi oleh PT KS karena masih terbatasnya kemampuan PT. KS. Indonesia juga memerlukan kerjasama ini untuk mengurangi impor baja yang cukup menghabiskan devisa negara karena PT KS belum mampu untuk memenuhi kuota kebutuhan baja nasional dan juga sebagai usaha untuk peningkatan kualitas industri baja di Indonesia untuk dapat bersaing di level internasional. Di lain pihak, kerjasama ini nilai yang cukup besar bagi POSCO dan juga Korea Selatan. POSCO yang saat ini merupakan salah satu perusahaan baja terbesar di dunia akan melakukan kerjasama dengan PT. KS yang merupakan produsen baja terbesar di Indonesia mempunyai nilai produksi baja tidak sedikit, dan juga Korea Selatan yang melakukan kerjasama dengan Indonesia setelah kerjasama-kerjasama strategis lainnya seperti AKFTA dan IK-CEPA. Namun apa saja motif utama dari POSCO untuk melakukan investasi luar negeri di Indonesia, mengingat bahwa kerjasama ini merupakan kerjasama antar negara. Selain itu apa 2

3 kepentingan dari Korea Selatan dalam kerjasama ini, dilihat dari upaya Korea Selatan menggunakan POSCO sebagai instrumen dalam kerjasama ini. B. Rumusan Masalah Tema utama dari penulisan skripsi ini adalah mengenai kerjasama yang dilakukan Korea Selatan dan Indonesia. Dalam pembahasan awal, penulisan ini akan membahas tentang jalannya kerjasama ini hingga terealisasinya Joint- Venture ini. Penulis juga akan membahas bagaimana kondisi hubungan antar Korea Selatan dengan Indonesia. Kemudian fokus penelitian akan diarahkan pada pembahasan mengapa POSCO menerima kerjasama ini. Penulis juga akan membahas apa bentuk kepentingan dari Korea Selatan sebagai negara asal dari POSCO untuk menaungi POSCO yang merupakan sebuah MNC dalam kerjasama ini. Untuk memudahkan proses analisis, pertanyaan yang akan diangkat adalah :Mengapa POSCO bersedia bekerjasama dengan PT KS dan apa kepentingan Korea Selatan dalam kerjasama Joint-Venture KS-POSCO? C. Landasan Konseptual Skripsi ini akan menggunakan beberapa pendekatan dan konsep yang memiliki relevansi terhadap studi kasus yang sedang dibahas. Skripsi ini akan melihat kasus dari 2 sudut pandang, yaitu POSCO sebagai sebuah MNC dan Korea Selatan sebagai sebuah negara dan akan melihat hubungan antara Korea Selatan dengan POSCO dalam kerjasama ini berdasarkan poin-poin yang ada dalam studi ekonomi internasional. Selain itu, penulis juga akan menggunakan konsep-konsep yang ada didalam ilmu hubungan internasional terkait studi kasus 3

4 yang dibahas untuk menjawab pertanyaannya. Konsep-konsep yang digunakan adalah strategic corporate alliance dan juga konsep national interest. 1. Definisi Multinational Corporation MNC dapat didefinisikan sebagai sebuah firma dari suatu negara yang memiliki cabang, yang setidaknya berada di satu atau dua perekonomian negara lainnya, baik dengan setengah kepemilikan ataupun keseluruhan kepemilikan cabang tersebut. Dalam bukunya, Kegley dan Wittkopf (2006) juga mendefinisikan MNC sebagai perusahaan bisnis yang terorganisir didalam sebuah komunitas yang memiliki pergerakan diluar komunitas tersebut dalam bentuk investasi luar negeri langsung. Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa MNC harus memiliki setidaknya 2 hal : yaitu aktifitas yang berkaitan dengan investasi langsung, dan juga memiliki operasional di lebih dari satu negara. Ada satu hal yang dapat ditarik sebagai poin penting tentang definisi MNC, hal tersebut adalah perusahaan yang tidak melakukan investasi luar negeri langsung (FDI), tidak dapat dikategorikan sebagai sebuah MNC, karena investasi luar negeri langsung (Foreign Direct Investment) memiliki definisi seperti yang dijelaskan oleh Spero dan Hart (2010) 1. Winanti (2012) menjelaskan bahwa dalam hubungannya, pemerintah dan MNC memiliki 2 aspek penting. Aspek pertama adalah, perselisihan antar 1 Definisi FDI oleh Spero dan Hart (2010) adalah.financial transfers by a multinational corporation from the country of the parent firm to the country of the host firm to finance a portion of the overseas operations. Foreign direct investment occurs when a corporation headquartered in one nation invests in a corporation located in another nation, either by purchasing an existing enterprise or by providing capital to start a new one (Winanti, 2012) 4

5 pemerintah asal MNC dan MNC tersebut tidak dapat dihindari, karena kedua pihak memiliki tujuan dan keinginan yang berbeda sehingga dapat menjadi konflik diantara keduanya. Aspek lainnya adalah adanya terkait negara merupakan salah satu bentuk kepentingan dari MNC, atau sebaliknya, dimana pada dasarnya MNC dipertimbangkan untuk melayani politik global dan kepentingan ekonomi dari negara asal mereka. Meskipun MNC memiliki basis utama di negara asalnya, namun tidak berarti MNC memiliki tujuan yang sama dengan negara itu. Hal itu disebabkan tidak samanya tujuan dasar dari MNC dan negara. Meskipun sebuah MNC tersebut awalnya merupakan sebuah perusahaan bentukan negara, namun dengan terjadinya privatisasi akan merubah tujuan MNC tersebut yang pada awalnya untuk menjalankan kepentingan negaranya, dan berubah menjadi kepentingan untuk mengincar profit perusahaan tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi MNC untuk melakukan investasi di luar negeri. Mas oed (2008) mejelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi adalah adanya keunggulan kompetitif yang khas yang dimiliki perusahaan tersebut. Dengan adanya keunggulan kompetitif yang khas, suatu perusahaan daptat mengatasi kekurangan dan kelemahan akibat menjalankan bisnis di negara lain yang kemungkinan besar akan ditemui seperti persaingan dari perusahaan-perusahaan asing lainnya yang lebih mengenal lingkungan setempat. Selain itu, bentuk keunggulan kompetitif yang khas adalah bila sebuah MNC yang menjadi pioneer dalam produk yang dipasarkannya, yang membuat sebuah MNC dapat bersaing di luar negeri. 5

6 Selain itu, faktor lain yang membuat suatu perusahaan melakukan investasi di luar negeri adalah location-specific advantage (Mas oed, 2008). Faktor ini memiliki definisi bila suatu perusahaan melakukan produksi di lokasi tempat produk dipasarkan, perusahaan tersebut akan mendapatkan informasi yang berguna terkait perubahan selera konsumen dan dapat melakukan antisipasi lebih cepat. Selain itu juga perusahaan tersebut dapat menghindari pajak impor yang dimiliki negara tempat perusahaan tersebut membuka pabrik produksi, sehingga keuntungan yang didapat tidak akan terhambat oleh besarnya biaya impor masuk yang dimiliki negara tersebut. 2. Strategic Corporate Alliances Penulis juga menggunakan konsep strategic corporate alliances (Kegley, 2006), yang memiliki definisi kerjasama antar MNC dan perusahaan asing dalam industri yang sama, didorong oleh tujuan ekspansi MNC tersebut. Strategic Corporate Alliances berdasarkan definisi yang dijelaskan oleh Grant dan Baden- Fuller (2004) adalah sebuah kerjasama yang diijalankan berdasarkan keragaman bentuk kolaborasi, yaitu aktifitas yang termasuk kerjasama berbentuk supplierbuyer, outsourcing agreement, kolaborasi teknikal, joint research project, pengembangan produk baru yang disharing, pengaturan manufaktur, perjanjian distribusi umum. pengaturan penjualan silang, dan waralaba. Sedangkan definisi dalam pemerintahan lebih berbentuk kontrak hubungan informal, yang mencakup perjanjian berkontrak, dan hubungan terkait ownership. 6

7 Selain itu, definisi dari strategic corporate alliances juga memiliki makna yang ditujukan sebagai sebuah partnership yang menawarkan para pelaku bisnis kesempatan untuk menggabungkan kekuatan untuk kesempatan yang menguntungkan secara mutual dan keuntungan kompetitif yang berkesinambungan (Isoraite, 2009). Definisi dari strategic corporate alliances juga dijelaskan oleh Dean dan Yunus (2001) dalam jurnalnya yang berjudul An Overview of Strategic Alliances, yaitu adalah sebuah perjanjian antara kedua perusahaan untuk melakukan bisnis bersama untuk melewati batas perjanjian antar perusahaan pada umumnya, namun tidak bisa melakukan merger atau full partnership. Mereka juga menjelaskan bahwa strategic alliances sangat efektif untuk mengembangkan teknologi secara cepat, sebagai instrument untuk memasuki pasar yang baru dan juga dapat digunakan sebagai bypass terhadap peraturan-peraturan yang dimiliki pemerintahan secara efisien. Strategic corporate alliances bertujuan untuk membuat virtual corporations yang bersifat sementara, yang dapat menjelaskan bahwa MNC tersebut mencari control kekuasaan (Kegley, 2006). Virtual corporations memiliki definisi sebuah bentuk perusahaan yang bersifat sementara yang dibuat untuk mendanai penelitian atau perkembangan dari sebuah produk, yang hanya akan dihilangkan saat mereka mencapai targetnya (Boyer, 1996). Namun, definisi virtual disini tidak merujuk pada struktur yang spesifik, melainkan sebuah bentuk penggambaran dari ke-virtual-an sebagai karakteristik strategis yang dapat digunakan setiap organisasi (Scholz, 2000). 7

8 Perlu dipahami bahwa konsep strategic alliances yang dijabarkan Dean dan Yunus memiliki definisi yang cukup berbeda dengan apa yang dijelaskan oleh Kegley. Strategic alliances yang dijelaskan Dean dan Yunus lebih menjelaskan kerjasama antar dua perusahaan yang memiliki batasan pada hal full partnership dan mergering. Sedangkan yang strategic alliances yang dijelaskan oleh Kegley adalah adanya motif dari suatu perusahaan untuk melakukan kerjasama yang didorong oleh keinginan untuk ekspansi dan mendapatkan kontrol terhadap perusahaan lainnya. Tetapi bila dilihat dalam kasus yang sama, kedua definisi tersebut memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Dimana definisi Kegley merujuk pada motif perusahaan untuk melakukan ekspansi dan kontrol kekuasaan dalam kerjasama yang dilakukan. Dalam definisi yang dijabarkan Dean dan Yunus, strategic alliances dapat menjadi suatu jalan bagi perusahaan untuk mendapatkan kontrol dan kesempatan untuk ekspansi. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, konsep ini dapat menjadi instrumen bagi perusahaan untuk melewati batasan-batasan yang diberikan oleh suatu negara tempat kerjasama dilakukan. 3. National Interest Kepentingan nasional sering tolok ukur atau kriteria pokok bagi para pengambil keputusan (decision makers) sebuah negara sebelum merumuskan dan menetapkan sikap atau tindakan. Bahkan setiap langkah kebijakan luar negeri (Foreign Policy) perlu dilandaskan kepada kepentingan nasional dan diarahkan untuk mencapai serta melindungi apa yang dikategorikan atau ditetapkan sebagai Kepentingan Nasional (Rudy, 2002). 8

9 H.J.Morgenthau (1951) menjelaskan bahwa kepentingan nasional berjalan lurus dengan usaha negara untuk mengejar power. Tujuan mendapatkan power adalah untuk bisa mengembangkan dan memelihara kontrol suatu negara terhadap negara lain. Dengan diperolehnya power terhadap negara lainnya, suatu negara dapat memperoleh kepentingan yang diinginkannya, baik dalam kepentingan ekonomi, politik, maupun kepentingan lainnya yang bisa didapatkan dengan melakukan kerjasama dengan negara tersebut. Pemikiran Morgenthau terhadap national interest didasarkan pada premis bahwa strategi diplomasi harus didasarkan pada kepentingan nasional, bukan pada alasan-alasan moral, legal dan ideologi yang dianggapnya utopis dan bahkan berbahaya. Kepentingan nasional setiap negara adalah mengejar kekuasaan, yaitu apa saja yang bisa membentuk dan mempertahankan pengendalian suatu negara atas negara lain. Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini bisa diciptakan melalui teknik-teknik paksaan maupun kerjasama. Morgenthau membangun konsep abstrak yang artinya tidak mudah di definisikan, yaitu kekuasaan (power) dan kepentingan (interest), yang dianggapnya sebagai sarana dan sekaligus tujuan dari tindakan politik internasional. Morgenthau juga menyatakan bahwa Kepentingan nasional adalah kemampuan minimum negara untuk melindungi, dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur dari gangguan negara lain. Dari tinjauan ini para pemimpin negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya kerjasama atau konflik (Morgenthau, 1951). 9

10 Dengan menggunakan konsep-konsep yang telah dijelaskan diatas, penulis berusaha untuk menjawab pertanyaan yang menjadi dasar dari pembuatan skripsi ini, yaitu mengapa POSCO bersedia bekerjasama dengan Indonesia terkait Joint- Venture yang telah dilakukan dengan melihat dari beberapa perspektif. Selain itu juga penulis juga berusaha untuk menjawab pertanyaan terkait apa kepentingan yang dimiliki Korea Selatan sehingga menjadikan kerjasama ini terealisasi. D. Argumen Utama POSCO melakukan kerjasama JVCo dengan PT. KS didasarkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah kesempatan untuk membuat virtual corporation. Dalam konsep strategic corporate alliances, POSCO mendapatkan keuntungan lebih dengan adanya kerjasama ini, yaitu kontrol kekuasaan terhadap PT. KS, dengan melakukan investasi besar, POSCO berambisi untuk mendapatkan kontrol terhadap virtual corporation yang dibentuk. Selain itu ekspansi pasar juga menjadi tujuan dasar dari sebuah MNC untuk berkembang dan dapat bersaing dengan perusahaan baja lainnya. Korea Selatan juga memiliki kepentingan yang tidak kalah kuatnya bila dibandingkan dengan POSCO. Korea Selatan akan mendapatkan keuntungan lebih bila kerjasama ini dapat terlaksana dan berkelanjutan. Dengan melihat dari national interest, Korea Selatan berharap Indonesia bisa membuka jalan bagi Korea Selatan untuk memperlancar negosiasi dari kerjasama-kerjasama lainnya yang tengah berjalan. Dengan menggunakan POSCO sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut, tujuan Korea Selatan dapat tercapai. 10

11 E. Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi tentang apa saja faktor pemicu kerjasama ini, penulis akan menggunakan sistematika penelitian yang terdiri dari jenis penelitian yang akan menjelaskan bagaimana JVCo Krakatau POSCO dapat terjadi dan juga kepentingan yang dimiliki POSCO dan Korea Selatan dalam melakukan kerjasama ini dengan melihat dan membandingkan data dengan konsep yang dipilih untuk menarik relevensi yang ada dan menjelaskan analisa kasus secara deskriptif, teknik pengumpulan data terkait studi kasus yang dianalisa dengan menggunakan metode library research (penelitian kepustakaan), dimana pengumpulan data diambil dari buku-buku literatur, jurnal penelitian, artikel, maupun berita-berita yang dimuat dalam berbagai media massa maupun media elektronik yang sesuai dan relevan dengan penelitian ini, serta teknik analisis data dengan menggunakan deskriptif analisis yang akan menggambarkan situasi yang relevan atas fakta dan data-data untuk dihubungkan antar variabel, menginterpretasikannya dan untuk selanjutnya ditarik kesimpulan. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan berupa susunan bab dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: Bab I, merupakan bagian pendahuluan yang berisi latar belakang dari alasan penulis mengambil tema ini, rumusan masalah yang akan dianalisa, landasan teori dan konseptual yang digunakan untuk menganalisa masalah, serta kerangka 11

12 berpikir berupa hipotesa atau argumen utama sebagai jawaban sementara dari pertanyaan penelitian, metode penelitian dan sistem penulisan. Bab II, akan membahas POSCO sebagai sebuah MNC untuk menegaskan posisinya dalam skripsi ini, dan juga posisi POSCO dalam pemerintahan Korea Selatan. POSCO merupakan salah satu perusahaan yang dibuat oleh Korea Selatan pada masa kepemimpinan Park Chung Hee dengan menggunakan Chaebol sebagai sumber modal. Namun dengan dilakukannya privatisasi serta dibukanya cabang di negara selain negara asal perusahaan, menjadikan POSCO sebagai sebuah bentuk perusahaan yang berdiri sendiri dan juga sebagai sebuah MNC. Bab ini juga akan membahas penjelasan singkat tentang jalannya kerjasama Joint-Venture POSCO - PT. KS untuk memberikan gambaran bagaimana kelancaran serta dapat menunjukkan seberapa pentingnya kerjasama ini. Hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu apa yang membuat POSCO mau melakukan kerjasama karena kerjasama ini adalah kerjasama yang dibuat oleh Korea Selatan dan Indonesia dengan menggunakan konsep strategic corporate alliances. Bab III, akan menjelaskan bagaimana kerjasama antar Korea Selatan dengan Indonesia terbentuk sampai saat ini sehingga Indonesia berminat untuk menawarkan investasi di negaranya terhadap Korea Selatan. Sejarah kerjasama ini yang akan menjadi gambaran bagaimana hubungan Korea Selatan dengan Indonesia terjalin hingga terbentuk beberapa kerjasama strategis antar Indonesia dan Korea Selatan yang sedang berjalan hingga saat ini. Bab ini akhirnya akan menganalisa apa kepentingan dari Korea Selatan dalam kerjasama ini dengan 12

13 melihat kasus yang dibahas berdasarkan level analisa sebuah negara dan menggunakan konsep national interest, dimana Korea Selatan ingin memberikan nilai tambah terkait kerjasama IK-CEPA dengan Indonesia. Bab IV, merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Kesimpulan sementara yang dapat diambil adalah POSCO menerima kerjasama ini untuk tujuan ekspansi perusahaannya, Kerjasama ini juga memunculkan motif dari kepentingan Korea Selatan dalam kerjasama ini. Dimana Korea Selatan dapat mempererat hubungan dengan Indonesia, sehingga memperkuat hubungan Korea Selatan dengan Indonesia, dan juga adanya kepentingan Korea Selatan dalam melanjutkan kerjasama IK-CEPA yang akan menguntungkan Korea Selatan dalam melakukan perdagangan di kawasan ASEAN. 13