BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdiri atas manfaat nyata yang terukur (tangible) berupa hasil hutan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan (SDH) Indonesia menghasilkan berbagai manfaat yang dapat dirasakan pada tingkatan lokal, nasional, maupun global. Manfaat tersebut terdiri atas manfaat nyata yang terukur (tangible) berupa hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu seperti rotan, bambu, damar dan lain-lain, serta manfaat tidak terukur (intangible) berupa manfaat perlindungan lingkungan, keragaman genetik dan lain-lain (Nurfatriani, 2006). Hasil hutan yang dapat memberikan manfaat tangible dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK). HHBK di Indonesia selama ini belum mendapatkan perhatian yang penuh, dimana pengusahaan hutan yang selama ini banyak dilakukan terlalu memperhatikan kayu sebagai hasil utamanya. Padahal jika HHBK dikelola dengan baik akan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dibanding nilai produksi kayu sendiri. Seiring meningkatnya jumlah penduduk, permintaan HHBK juga terus mengalami peningkatan. Menurut catatan Kemenperin tahun 2015, salah satu HHBK yang mulai mengalami peningkatan permintaan oleh berbagai industri adalah gondorukem. Industri gondorukem dewasa ini mempunyai prospek yang cukup baik, karena kebutuhan akan gondorukem selalu menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Gondorukem lebih banyak digunakan untuk

2 bahan penyampur lilin batik pada industri batik dan sampai saat ini IKM batik sudah mencapai unit usaha. Gondorukem sendiri menurut Badan Standarisasi Nasional (2001) merupakan padatan hasil penyulingan getah pinus (Pinus spp.). Semakin meningkatnya jumlah permintaan terhadap gondorukem, maka produksi getah pinus pun juga harus ditingkatkan. Nurkhairani (2008) menyatakan bahwa salah satu teknik penyadapan yang dapat meningkatkan produksi getah pinus adalah dengan memberikan rangsangan terhadap proses metabolisme dalam sel dan struktur jaringan lainnya, zat demikian disebut stimulansia. Selain itu juga harus dilakukan identifikasi ciri-ciri pohon pinus yang banyak menghasilkan getah. Bahan utama yang terkandung dalam stimulansia adalah H 2 SO 4 dan HNO 3. Disisi lain diketahui bahwa H 2 SO 4 dan HNO 3 yang terkandung dalam stimulansia merupakan zat berbahaya. Efek jangka panjang dari menghirup uap asam menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan serta mengganggu paru-paru. Cairan asam dapat menimbulkan luka yang parah dan dapat menimbulkan kebutaan jika terkena mata. Selain stimulansia, kondisi areal kerja yang pada umumnya berada di ketinggian mdpl dan bergelombang dengan medan yang licin juga sangat berbahaya bagi keselamatan penyadap. Jika para penyadap bekerja tanpa suatu pelindung apapun dan pemahaman pekerja akan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) masih minim karena tingkat pendidikan sebagian besar penyadap pada umumnya tergolong masih rendah maka resiko kecelakaan kerja juga semakin besar.

3 Salah satu instansi yang juga memproduksi getah pinus adalah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Barat, dimana dalam pelaksanaan penyadapan getah pinus telah menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) pada penyadap getah pinus. Mengingat bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan stimulansia dan kondisi lapangan yang berat maka dalam pelaksanaan penyadapan getah pinus diperlukan alat pelindung diri (APD) yang merupakan kelengkapan wajib yang digunakan saat bekerja sesuai kebutuhan untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri. Terdapat berbagai bentuk APD, diantaranya adalah sarung tangan, masker (respirator), helm, sepatu boot dan lain sebagainya. Alat-alat tersebut diperlukan karena banyak potensi bahaya yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan pada pekerja. Secara keseluruhan APD dapat memberikan pengaruh nyata terhadap keselamatan penyadap. Sebagaimana diketahui bahwa KPH Banyumas Barat sudah menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada kegiatan penyadapan getah pinus sehingga diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui sejauh mana implementasi/ penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada kegiatan penyadapan getah pinus. 1.2 Perumusan Masalah Salah satu HHBK yang mulai mengalami peningkatan permintaan oleh berbagai industri adalah gondorukem. Dengan semakin meningkatnya jumlah

4 permintaan terhadap gondorukem, maka produksi getah pinus pun juga harus ditingkatkan. Salah satu yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi getah pinus adalah dengan penggunaan zat stimulansia. Adapun bahan yang terkandung dalam stimulansia berupa larutan asam, dimana larutan tersebut dapat memberikan dampak negatif terhadap keselamatan dan kesehatan penyadap. Selain stimulansia, kondisi areal kerja yang berat juga berbahaya bagi keselamatan penyadap. Jika para penyadap bekerja tanpa suatu pelindung apapun dan pemahaman pekerja akan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) masih minim maka akan menimbulkan resiko kecelakaan kerja yang besar. Sebagaimana diketahui bahwa KPH Banyumas Barat sudah menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) pada kegiatan penyadapan getah pinus sehingga diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui bagaimana gambaran SMK3 di KPH Banyumas Barat, bagaimana tingkat pemahaman pekerja terhadap K3 dan sejauh mana implementasi / penerapan K3 pada kegiatan penyadapan getah pinus. 1.3 Tujuan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui deskripsi/gambaran Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di KPH Banyumas Barat. 2. Mengetahui tingkat pemahaman pekerja terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam kegiatan penyadapan getah pinus.

5 3. Mengetahui penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada kegiatan penyadapan getah pinus. 1.4 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan informasi, baik dari pihak Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Barat dan pihak peneliti. Bagi pengelola Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Barat, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mendapatkan informasi dan bahan pertimbangan bagi KPH Banyumas Barat untuk melakukan evaluasi penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Bagi peneliti hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai acuan dan informasi untuk dapat mencari solusi bagi permasalahan yang timbul di dunia nyata yang berkaitan dengan penerapan K3.