RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG
|
|
- Hendri Kusumo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT RANCANGAN UNDANG UNDANG NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan asas negara hukum yang demokratis semua tindakan hukum dan tindakan faktual Administrasi Pemerintahan yang dilakukan pejabat pemerintahan harus berdasarkan kepada ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik; b. bahwa penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan yang transparan, mudah, cepat, tepat, pasti, efisien, efektif, dan partisipatif memerlukan undang-undang yang memberikan perlindungan hukum kepada warga masyarakat secara adil dan tidak berpihak; c. bahwa untuk menciptakan kepemerintahan yang baik dibutuhkan ketentuan hukum yang mengatur penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c maka perlu dibentuk Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan; RANCANGAN UNDANG UNDANG NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan asas negara hukum yang demokratis semua tindakan hukum dan tindakan faktual Administrasi Pemerintahan yang dilakukan pejabat pemerintahan harus berdasarkan kepada ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik; b. bahwa penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan yang transparan, mudah, cepat, tepat, pasti, efisien, efektif, dan partisipatif memerlukan undang-undang yang memberikan perlindungan hukum kepada warga masyarakat dan aparatur pemerintah secara adil dan tidak berpihak; c. bahwa untuk menciptakan kepemerintahan yang baik dibutuhkan ketentuan hukum yang mengatur penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c maka perlu dibentuk Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan; 1
2 RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (3), Pasal 28 F, dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan: UNDANG UNDANG TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (3), Pasal 28 F, dan Pasal 28 I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan perubahannya; Dengan Persetujuan Bersama: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan: UNDANG UNDANG TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN 2
3 PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN I. PENJELASAN UMUM 1. Dasar Pemikiran Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini berarti bahwa sistem penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia harus berdasarkan atas prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip negara hukum. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka segala bentuk keputusan dan tindakan aparatur penyelenggara pemerintahan dengan demikian harus berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan hukum, dan tidak berdasarkan kekuasaan yang melekat pada kedudukan aparatur penyelenggara pemerintahan itu sendiri. PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN I. PENJELASAN UMUM 1. Dasar Pemikiran Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebagaimana telah diamandemen pada perubahan pertama), kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini berarti bahwa sistem penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia harus berdasarkan atas prinsip negara hukum dan prinsip kedaulatan rakyat. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka segala bentuk keputusan dan tindakan faktual penyelenggara pemerintahan dengan demikian harus berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan hukum, dan tidak berdasarkan kekuasaan yang melekat pada kedudukan aparatur penyelenggara pemerintahan itu sendiri. 3
4 Penggunaan kekuasaan negara terhadap individu dan warga negara bukanlah tanpa persyaratan. Individu dan warga negara tidak dapat diperlakukan secara sewenangwenang sebagai obyek. Tindakan dan intervensi negara terhadap individu harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh legislatif dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Pengawasan terhadap Keputusan Pemerintahan merupakan pengujian apakah setiap individu yang terlibat telah diperlakukan sesuai dengan hukum dan memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan hukum yang secara efektif dapat dilakukan oleh lembaga negara dan peradilan administrasi yang independen. Karena itu, sistem, proses dan prosedur penyelenggaraan negara dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan negara dan pembangunan harus diatur oleh produk hukum. Tugas pemerintahan adalah untuk mewujudkan tujuan negara sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 dan tugas tersebut merupakan tugas yang sangat luas. Begitu luasnya cakupan tugastugas administrasi negara dan pemerintahan, sehingga diperlukan peraturan yang dapat mengarahkan penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan menjadi lebih sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat (citizen friendly), membatasi kekuasaan administrasi negara dalam menjalankan tugas pemerintahan, pelayanan dan pembangunan. Ketentuan penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan tersebut diatur dalam sebuah Undang-Undang yang disebut Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Penggunaan kekuasaan negara terhadap individu dan warga negara bukanlah tanpa persyaratan. Individu dan warga negara tidak dapat diperlakukan secara sewenang-wenang sebagai obyek. Tindakan dan intervensi negara terhadap individu harus sesuai dengan peraturan perundangundangan yang telah dibuat oleh legislatif dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Pengawasan terhadap Keputusan Pemerintahan merupakan pengujian apakah setiap individu yang terlibat telah diperlakukan sesuai dengan hukum dan memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan hukum yang secara efektif dapat dilakukan oleh lembaga negara dan peradilan administrasi yang independen. Karena itu, sistem, proses dan prosedur penyelenggaraan negara dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan negara dan pembangunan harus diatur oleh produk hukum. Tugas pemerintahan adalah untuk mewujudkan tujuan negara sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 dan tugas tersebut merupakan tugas yang sangat luas. Begitu luasnya cakupan tugas-tugas administrasi negara dan pemerintahan, sehingga diperlukan peraturan yang dapat mengarahkan penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan menjadi lebih sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat (citizen friendly), membatasi kekuasaan administrasi negara dalam menjalankan tugas pemerintahan, pelayanan dan pembangunan. Ketentuan penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan tersebut diatur dalam sebuah Undang-Undang yang disebut Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. 4
5 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan ini menjamin hak-hak dasar warga negara dan untuk menjamin penyelenggaraan tugas-tugas negara sebagaimana dituntut oleh suatu negara hukum sesuai dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (3), Pasal 28 F, dan Pasal 28 I ayat (2) UUD Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut, warga negara tidak menjadi objek, melainkan subjek yang aktif terlibat dalam penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan. Untuk memberikan jaminan perlindungan kepada setiap warga negara, maka Undang- Undang ini memungkinkan warga negara mengajukan keberatan, kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan yang bersangkutan atau melalui Komisi Ombudsman Nasional atau melalui lembaga lainnya. Warga negara juga dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan dan tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara. Undang-Undang Administrasi Pemerintahan menggambarkan secara khusus konkritisasi norma konstitusi dalam hubungan antara negara dan warga negara yang dikuasainya. Pengaturan Administrasi Pemerintahan dalam sebuah Undang-Undang adalah elemen penting dari sebuah negara yang memiliki budaya hukum yang berkembang tinggi, terutama jika Keputusan Pemerintahan yang dibuat oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dapat diuji melalui Peradilan Tata Usaha Negara. Hal inilah yang merupakan nilai-nilai ideal dari sebuah negara hukum. Penyelenggaraan kekuasaan negara harus selalu berpihak kepada warganya dan bukan sebaliknya. Undang-Undang Administrasi Pemerintahan ini menjamin hak-hak dasar warga negara dan untuk menjamin penyelenggaraan tugas-tugas negara sebagaimana dituntut oleh suatu negara hukum sesuai dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (3), Pasal 28 F, dan Pasal 28 I ayat (2) UUD Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut, warga negara tidak menjadi objek, melainkan subjek yang aktif terlibat dalam penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan. Untuk memberikan jaminan perlindungan kepada setiap warga negara, maka Undang- Undang ini memungkinkan warga negara mengajukan keberatan, kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang bersangkutan atau melalui Komisi Ombudsman Nasional atau melalui lembaga lainnya. Warga negara juga dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan dan tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya kepada Pengadilan Tata Usaha Negara. Undang-Undang Administrasi Pemerintahan menggambarkan secara khusus konkritisasi norma konstitusi dalam hubungan antara negara dan warga negara yang dikuasainya. Pengaturan Administrasi Pemerintahan dalam sebuah Undang-Undang adalah elemen penting dari sebuah negara yang memiliki budaya hukum yang berkembang tinggi, terutama jika Keputusan Pemerintahan yang dibuat oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dapat diuji melalui Peradilan Tata Usaha Negara. Hal inilah yang merupakan nilai-nilai ideal dari sebuah negara hukum. Penyelenggaraan kekuasaan negara harus selalu berpihak kepada warganya dan bukan sebaliknya. 5
6 Jaminan dan perwujudan warga negara sebagai subjek dalam sebuah negara hukum, yang merupakan bagian dari perwujudan kedaulatan rakyat, mensyaratkan Undang- Undang Administrasi Pemerintahan. Kedaulatan warga negara dalam sebuah negara tidak dapat dengan sendirinya baik secara keseluruhan maupun sebagian dapat terwujud. Pengaturan Administrasi Pemerintahan dalam sebuah Undang-Undang menjamin bahwa keputusan Badan atau Pejabat Pemerintahan terhadap warga negaranya tidak dapat dilakukan dengan semenamena. Tanpa ketentuan hukum yang sesuai dengan Undang-Undang ini maka warga negara (individu) maupun penduduk Indonesia akan mudah menjadi obyek kekuasaan negara. Disamping itu, Undang-Undang Administrasi Pemerintahan merupakan transformasi asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik (algemene beginseelen van behoorlijk bestuur) yang telah dipraktekkan selama berpuluh-puluh tahun dalam penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan. Undang- Undang ini adalah konkritisasi asas ke dalam norma hukum yang mengikat. Asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik akan terus berkembang, sesuai dengan perkembangan dan dinamika masyarakat dalam sebuah negara hukum. Karena itu konkritisasi asas ke dalam norma hukum dalam Undang-Undang ini berpijak pada asas-asas yang berkembang dan telah menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia selama ini. Jaminan dan perwujudan warga negara sebagai subjek dalam sebuah negara hukum, yang merupakan bagian dari perwujudan kedaulatan rakyat, mensyaratkan Undang- Undang Administrasi Pemerintahan. Kedaulatan warga negara dalam sebuah negara tidak dapat dengan sendirinya baik secara keseluruhan maupun sebagian dapat terwujud. Pengaturan Administrasi Pemerintahan dalam sebuah Undang-Undang menjamin bahwa keputusan Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya terhadap warga negaranya tidak dapat dilakukan dengan semena-mena. Tanpa ketentuan hukum yang sesuai dengan Undang-Undang ini maka warga negara (individu) maupun penduduk Indonesia akan mudah menjadi obyek kekuasaan negara. Disamping itu, Undang-Undang Administrasi Pemerintahan merupakan transformasi asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik (algemene beginseelen van behoorlijk bestuur) yang telah dipraktekkan selama berpuluh-puluh tahun dalam penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan. Undang- Undang ini adalah konkritisasi asas ke dalam norma hukum yang mengikat. Asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik akan terus berkembang, sesuai dengan perkembangan dan dinamika masyarakat dalam sebuah negara hukum. Karena itu konkritisasi asas ke dalam norma hukum dalam Undang-Undang ini berpijak pada asas-asas yang berkembang dan telah menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia selama ini. 6
7 Penambahan asas di dalam Undang-Undang dapat dilakukan sejalan dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Konkritisasi asas ke dalam norma merupakan upaya untuk mewujudkan penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan yang berdasarkan atas transparansi, akuntabilitas, kewajiban hukum dan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara. Ketentuan peraturan Administrasi Pemerintahan ini menjadi dasar penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan dalam upaya meningkatkan tata kepemerintahan yang baik (Good Governance) dan sebagai upaya untuk mengurangi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pendekatan untuk mengurangi korupsi, kolusi dan nepotisme lebih diarahkan sebagai tindakan preventif dalam penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan. Undang-undang ini dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan, yang dapat mempengaruhi secara proaktif proses dan prosedur Administrasi Pemerintahan sehingga mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. Disamping itu, Undang-undang Administrasi Pemerintahan harus mampu menciptakan birokrasi yang semakin baik, transparan dan efisien. Untuk itu diperlukan penerapan instrumen yang memperjuangkan secara aktif tidak saja sanksi-sanksi terhadap korupsi, tetapi juga instrumen hukum yang secara positif dapat memperkuat penegakan hukum, dan memperbaiki perlindungan hukum kepada warga negara melalui kontrol dan pemberian kesempatan pengaduan yang formal dan informal, serta pembatasan kekuasaan penyelenggara administrasi pemerintahan. Penambahan asas di dalam Undang-Undang dapat dilakukan sejalan dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Konkritisasi asas ke dalam norma merupakan upaya untuk mewujudkan penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan yang berdasarkan atas transparansi, akuntabilitas, kewajiban hukum dan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara. Ketentuan peraturan Administrasi Pemerintahan ini menjadi dasar penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan dalam upaya meningkatkan tata kepemerintahan yang baik (Good Governance) dan sebagai upaya untuk mengurangi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pendekatan untuk mengurangi korupsi, kolusi dan nepotisme lebih diarahkan sebagai tindakan preventif dalam penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan. Undang-undang ini dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan, yang dapat mempengaruhi secara proaktif proses dan prosedur Administrasi Pemerintahan sehingga mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. Disamping itu, Undang-undang Administrasi Pemerintahan harus mampu menciptakan birokrasi yang semakin baik, transparan dan efisien. Untuk itu diperlukan penerapan instrumen yang memperjuangkan secara aktif tidak saja sanksi-sanksi terhadap korupsi, tetapi juga instrumen hukum yang secara positif dapat memperkuat penegakan hukum, dan memperbaiki perlindungan hukum kepada warga negara melalui kontrol dan pemberian kesempatan pengaduan yang formal dan informal, serta pembatasan kekuasaan penyelenggara administrasi pemerintahan. 7
8 Pengaturan terhadap Administrasi Pemerintahan pada dasarnya adalah upaya untuk membangun prinsip-prinsip pokok, pola pikir, sikap, perilaku, budaya dan pola tindak administrasi yang demokratis, objektif, dan profesional dalam rangka menciptakan keadilan dan kepastian hukum. Undang-Undang Administrasi Pemerintahan merupakan keseluruhan upaya untuk mengatur kembali (reformasi) tindakan aparatur penyelenggara pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar, Falsafah dan asasasas hukum yang dihayati oleh masyarakat dan warga negara Indonesia; dan bukan hanya semata-mata pada peraturan perundang-undangan yang berlaku agar pelayanan pemerintahan kepada masyarakat dan pembangunan negara dan bangsa benar-benar tertuju pada peningkatan dan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat luas. Undang-Undang ini menjadi payung hukum bagi penyelenggaraan pemerintahan oleh semua Badan atau Pejabat Pemerintahan di Pusat dan Daerah. Pengaturan terhadap Administrasi Pemerintahan pada dasarnya adalah upaya untuk membangun prinsipprinsip pokok, pola pikir, sikap, perilaku, budaya dan pola tindak administrasi yang demokratis, objektif, dan profesional dalam rangka menciptakan keadilan dan kepastian hukum. Undang-Undang Administrasi Pemerintahan merupakan keseluruhan upaya untuk mengatur kembali (reformasi) tindakan faktual penyelenggara pemerintahan berdasarkan Undang- Undang Dasar, Falsafah dan asas-asas hukum yang dihayati oleh masyarakat dan warga negara Indonesia; dan bukan hanya semata-mata pada peraturan perundang-undangan yang berlaku agar pelayanan pemerintahan kepada masyarakat dan pembangunan negara dan bangsa benar-benar tertuju pada peningkatan dan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat luas. Undang-Undang ini menjadi payung hukum bagi penyelenggaraan pemerintahan oleh semua Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya di Pusat dan Daerah. 8
9 1 BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Pertama Pengertian Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Administrasi Pemerintahan adalah tatalaksana dalam mengambil tindakan hukum dan/atau tindakan faktual oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan. 2. Badan atau Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan berdasarkan wewenang pemerintahan. 3. Wewenang pemerintahan adalah wewenang diluar kekuasaan legislatif dan yudisiil yang diperoleh melalui atribusi, delegasi, mandat. 4. Keputusan Pemerintahan adalah keputusan tertulis dan/atau tidak tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dalam lapangan hukum administrasi negara. 5. Diskresi adalah wewenang Pejabat Pemerintahan yang memungkinkan untuk melakukan pilihan dalam mengambil tindakan hukum dan/atau tindakan faktual dalam administrasi pemerintahan. 6. Upaya Administratif adalah pengajuan keberatan terhadap Keputusan Pemerintahan dalam lingkungan pemerintahan. 7. Pengadilan adalah Pengadilan Tata Usaha Negara. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Pertama Pengertian Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Administrasi Pemerintahan adalah tatalaksana dalam mengambil tindakan hukum dan/atau tindakan faktual oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya. 2. Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum Lainnya adalah unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan berdasarkan wewenang pemerintahan. 3. Wewenang pemerintahan adalah wewenang diluar kekuasaan legislatif dan yudisiil yang diperoleh melalui atribusi atau delegasi. 4. Keputusan Pemerintahan adalah keputusan tertulis dan/atau tidak tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dalam lapangan hukum administrasi negara yang diberi kewenangan untuk membuat keputusan. 5. Diskresi adalah wewenang Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau badan hukum lainnya yang memungkinkan untuk melakukan pilihan dalam mengambil tindakan hukum dan/atau tindakan faktual dalam administrasi pemerintahan. 6. Upaya Administratif adalah pengajuan keberatan terhadap Keputusan Pemerintahan dalam lingkungan pemerintahan. 7. Pengadilan adalah Pengadilan Tata Usaha Negara. 9
10 1 8. Kewenangan atribusi adalah kewenangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan pada saat jabatan itu dibentuk. 9. Kewenangan delegasi adalah pelimpahan kewenangan untuk mengambil Keputusan Pemerintahan oleh suatu Badan kepada pihak lain untuk melaksanakan kewenangan atas tanggung jawab sendiri, dan tidak diberikan kepada bawahan. 10. Mandat adalah penugasan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang kepada badan atau pejabat pemerintahan lain untuk melaksanakan tugas pemerintahan atas nama pemberi mandat 10
11 Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 1 Cukup Jelas Penjelasan 11
12 2 Bagian Kedua Tujuan dan Asas Pasal 2 Undang-undang ini bertujuan: 1. menciptakan tertib penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan; 2. menciptakan kepastian hukum; 3. mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang; 4. menjamin akuntabilitas Badan atau Pejabat Pemerintahan; 5. memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat dan aparatur pemerintah; 6. menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik; 7. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat. Bagian Kedua Tujuan dan Asas Pasal 2 Undang-undang ini bertujuan: 1. menciptakan tertib penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan; 2. menciptakan kepastian hukum; 3. mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang; 4. menjamin akuntabilitas Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya; 5. memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat dan aparatur pemerintah; 6. menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik dan peraturan perundang-undangan; 7. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat. 12
13 Pasal 2 Cukup Jelas Pasal 2 Cukup Jelas Penjelasan 13
14 3 Pasal 3 (1) Badan atau Pejabat Pemerintahan dalam menjalankan hak, wewenang, kewajiban dan tanggung jawabnya wajib melaksanakan asas-asas umum pemerintahan yang baik. (2) Asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diantaranya: a.asas kepastian hukum; b.asas keseimbangan; c.asas ketidakberpihakan; d.asas kecermatan; e.asas tidak melampaui, tidak menyalahgunakan dan/atau mencampuradukkan kewenangan; f. Asas keterbukaan; g.asas profesionalitas; h.asas kepentingan umum. (3) Asas-asas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kebutuhan masyarakat dan yurisprudensi. Pasal 3 (1) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dalam menjalankan hak, wewenang, kewajiban dan tanggung jawabnya wajib melaksanakan : a.asas legalitas b.asas pengakuan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia c.asas umum pemerintahan yang baik. (2) Asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi : a. Asas kepastian hukum; b. Asas keseimbangan; c. Asas ketidakberpihakan; d. Asas kecermatan; e. Asas tidak melampaui, tidak menyalahgunakan dan/atau mencampuradukkan kewenangan; f. Asas keterbukaan; g. Asas profesionalitas; h. Asas kepentingan umum. (3) Asas-asas umum pemerintahan yang baik dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat 14
15 RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT Pasal 3 (1)Cukup Jelas (2) a. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan. b. Asas keseimbangan adalah asas yang mewajibkan Badan atau Pejabat Pemerintahan untuk menjaga, menjamin, paling tidak mengupayakan keseimbangan, antara: (1) kepentingan antar individu yang satu dengan kepentingan individu yang lain; (2) keseimbangan antar individu dengan masyarakat; (3) antar kepentingan warga negara dan masyarakat asing; (4) antar kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan kepentingan kelompok masyarakat yang lain; (5) keseimbangan kepentingan antara pemerintah dengan warga negara; (6) keseimbangan antara generasi yang sekarang dan kepentingan generasi mendatang; (7) keseimbangan antara manusia dan ekosistemnya; (8) antara kepentingan pria dan wanita. c. Asas ketidakberpihakan adalah asas yang mewajibkan Badan atau Pejabat Pemerintahan dalam mengambil keputusan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif. d. Asas kecermatan adalah asas yang mengandung arti bahwa suatu keputusan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas pengambilan keputusan sehingga keputusan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum keputusan tersebut diambil atau diucapkan. Pasal 3 (1)Cukup jelas (2) a. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundangundangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan. b. Asas keseimbangan adalah asas yang mewajibkan Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya untuk menjaga, menjamin, paling tidak mengupayakan keseimbangan, antara: (1) kepentingan antar individu yang satu dengan kepentingan individu yang lain; (2) keseimbangan antar individu dengan masyarakat; (3) antar kepentingan warga negara dan masyarakat asing; (4) antar kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan kepentingan kelompok masyarakat yang lain; (5) keseimbangan kepentingan antara pemerintah dengan warga negara; (6) keseimbangan antara generasi yang sekarang dan kepentingan generasi mendatang; (7) keseimbangan antara manusia dan ekosistemnya; (8) antara kepentingan pria dan wanita. c. Asas ketidakberpihakan adalah asas yang mewajibkan Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dalam mengambil keputusan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif. d. Asas kecermatan adalah asas yang mengandung arti bahwa suatu keputusan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas pengambilan keputusan sehingga keputusan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum keputusan tersebut diambil atau diucapkan. Penjelasan 15
16 e. Asas tidak melampaui, tidak menyalahgunakan dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan adalah asas yang mewajibkan setiap Badan atau Pejabat Pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut. f. Asas keterbukaan adalah asas yang melayani masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskrirninatif dalam penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. g. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang sesuai dengan tugas dan kode etik yang berlaku bagi Badan atau Pejabat Pemerintahan yang mengeluarkan Keputusan Pemerintahan yang bersangkutan. h. Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif dan tidak diskriminatif. (3) Penambahan asas-asas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan yurisprudensi atau peraturan perundang-undangan e. Asas tidak melampaui, tidak menyalahgunakan dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan adalah asas yang mewajibkan setiap Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut. f. Asas keterbukaan adalah asas yang melayani masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskrirninatif dalam penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. g. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang sesuai dengan tugas dan kode etik yang berlaku bagi Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang mengeluarkan Keputusan Pemerintahan yang bersangkutan. h. Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif dan tidak diskriminatif. (3) Penambahan asas-asas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan yurisprudensi atau peraturan perundang-undangan 16
17 4 BAB II RUANG LINGKUP Pasal 4 BAB II RUANG LINGKUP Pasal 4 Undang-undang ini berlaku bagi semua tindakan hukum Administrasi Pemerintahan yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan yang diberikan wewenang menyelenggarakan urusan pemerintahan. Undang-undang ini berlaku bagi semua keputusan dan atau tindakan faktual Administrasi Pemerintahan yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum Lainnya yang diberikan wewenang menyelenggarakan urusan pemerintahan. 17
18 Pasal 4 Badan Hukum Lainnya adalah Badan atau Pejabat yang menjalankan fungsi pemerintahan berdasarkan penugasan, pelimpahan kewenangan atau penyerahan kewenangan berdasarkan peraturan perundangundangan contoh antara lain otorita, lembaga pendidikan, pengelola kawasan, notaris, BUMN atau BUMD. Pasal 4 Badan Hukum Lainnya adalah Badan atau Pejabat yang menjalankan fungsi pemerintahan berdasarkan kewenangan delegatif atau pelimpahan kewenangan dan peraturan perundang-undangan, antara lain otorita, lembaga pendidikan, pengelola kawasan, notaris, BUMN atau BUMD yang menjalankan fungsi pemerintahan. Penjelasan 18
19 5 BAB III PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Bagian Kesatu Kewenangan Administrasi Pemerintahan Pasal 5 (1) Wewenang Badan atau Pejabat Pemerintahan dibatasi oleh substansi wewenang, wilayah, dan waktu (2) Substansi wewenang diatur berdasarkan ketentuan atribusi, delegasi dan mandat. (3) Keabsahan Keputusan Pemerintahan merupakan tanggung jawab jabatan. (4) Maladministrasi dalam pembuatan keputusan Pemerintahan merupakan tanggung jawab pribadi BAB III PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Bagian Kesatu Kewenangan Administrasi Pemerintahan Pasal 5 (1) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya memperoleh wewenang melalui atribusi dan atau delegasi (2) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dapat memberikan mandat kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan, kecuali ditentukan lain dengan peraturan perundang-undangan (3) Wewenang Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dibatasi oleh wilayah, materi dan waktu (4) Keabsahan Keputusan Pemerintahan merupakan tanggung jawab jabatan (5) Badan atau Pejabat Pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk membuat dan melaksanakan Keputusan Pemerintahan terdiri atas: a. Badan atau Pejabat Pemerintahan dalam wilayah hukum dimana UrusanAdministrasi Pemerintahan itu terjadi, atau; b. Badan atau Pejabat Pemerintahan dalam wilayah hukum dimana seorang individu atau sebuah organisasi berbadan hukum melakukan aktivitasnya, atau; (6) Badan atau Pejabat Pemerintahan dalam wilayah hukum dimana seorang individu atau organisasi berbadan hukum bertempat tinggal atau memiliki tempat tinggal (7) Kewenangan yang melibatkan lintas Badan atau Pejabat Pemerintahan dilaksanakan melalui kerjasama antar Badan atau Pejabat Pemerintahan yang terlibat. (5) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang memiliki kewenangan untuk membuat dan melaksanakan Keputusan Pemerintahan terdiri atas: a.badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dalam wilayah hukum dimana Urusan Administrasi Pemerintahan itu terjadi, atau; b.badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dalam wilayah hukum dimana seorang individu atau sebuah organisasi berbadan hukum melakukan aktivitasnya, atau; (6) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dalam wilayah hukum dimana seorang individu atau organisasi berbadan hukum bertempat tinggal atau memiliki tempat tinggal (7) Kewenangan yang melibatkan lintas Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dilaksanakan melalui kerjasama antar Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang terlibat. 19
20 (8) Badan atau Pejabat Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang mempunyai kewenangan untuk membuat dan melaksanakan keputusan ditetapkan dalam kerjasama tersebut, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundangundangan. (9) Apabila kewenangan yang dimiliki oleh suatu Badan atau Pejabat Pemerintahan telah berakhir, maka dalam keadaan darurat Badan atau Pejabat Pemerintahan tersebut hanya dapat membuat keputusan atau melakukan Tindakan Administrasi Pemerintahan yang bersifat sementara. (10) Keputusan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak boleh menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang terkait, serta instansi lain, yang menurut ketentuan perundang-undangan mengambil alih kewenangan tersebut. (8) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mempunyai kewenangan untuk membuat dan melaksanakan keputusan ditetapkan dalam kerjasama tersebut, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundangundangan. (9) Apabila kewenangan yang dimiliki oleh suatu Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya telah berakhir, maka dalam keadaan darurat Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya tersebut hanya dapat membuat keputusan atau melakukan Tindakan Administrasi Pemerintahan yang bersifat sementara. 20
21 RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT Pasal 5 (1) Apabila terdapat sengketa kewenangan maka Badan atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang adalah Badan atau Pejabat Pemerintahan yang pertama kali menangani Urusan Administrasi Pemerintahan tersebut. (2) Kewenangan atribusi adalah kewenangan yang diatur dalam undang-undang. Kewenangan delegasi adalah pelimpahan kewenangan untuk mengambil Keputusan Pemerintahan oleh suatu Badan kepada pihak lain yang melaksanakan kewenangan atas tanggung jawab sendiri, dan tidak diberikan kepada bawahan. (3) Yang dimaksud dengan keabsahan adalah legalitas (rechtmatigheid). (4) Yang dimaksud dengan maladministrasi adalah perbuatan tercela. (5) Cukup Jelas (6) Cukup Jelas (7) Kewenangan lintas Badan atau Pejabat Pemerintahan dimaksud adalah apabila terdapat keterlibatan beberapa Badan atau Pejabat Pemerintahan terhadap satu atau lebih Urusan Administrasi Pemerintahan. (8) Cukup Jelas (9) Untuk mengisi kekosongan yang disebabkan oleh berakhirnya masa kewenangan suatu Badan atau Pejabat Pemerintahan dan terjadi keadaan darurat, maka Badan atau Pejabat Pemerintahan dapat membuat dan melaksanakan Keputusan Pemerintahan yang bersifat sementara sampai terbentuknya kewenangan yang baru. Keadaan darurat dimaksud antara lain bencana alam, kerusuhan massa, force majeur, wabah penyakit, darurat militer dan hal lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan keadaan darurat lainnya. (10) Cukup Jelas Pasal 5 (1) Kewenangan atributif adalah kewenangan yang diperoleh dan diatur dalam Undang-undang. Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya tidak dapat lagi menggunakan kewenangan setelah didelegasikan kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya, kecuali pendelegasian itu telah dicabut. Sedang kewenangan delegasi hanya dapat diberikan jika hal itu ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan delegasi dalam pelaksanaannya menjadi tanggung jawab sendiri (delegator) dan delegasi tidak diberikan kembali kepada bawahan (2) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dapat memberikan mandat kepada Badan dan Pejabat Pemerintahan dan Badan Hukum lainnya, kecuali ditentukan lain dengan peraturan perundangundangan. Penerima mandat dalam melaksanakan mandatnya harus menyebut atas nama Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang memberi mandat tetap berwenang untuk menngunakan sendiri kewenangan yang telah diberikan melalui mandat (3) Apabila terdapat sengketa kewenangan maka Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang berwenang adalah Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang memiliki kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (4)) Cukup jelas (5) Cukup Jelas (6) Cukup Jelas (7) Kewenangan lintas Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dimaksud adalah apabila terdapat keterlibatan beberapa Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya terhadap satu atau lebih Urusan Administrasi Pemerintahan. (8) Cukup Jelas (9)) Untuk mengisi kekosongan yang disebabkan oleh berakhirnya masa kewenangan suatu Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dan terjadi keadaan darurat, maka Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dapat membuat dan melaksanakan Keputusan Pemerintahan yang bersifat sementara sampai terbentuknya kewenangan yang baru. Keadaan darurat dimaksud antara lain bencana alam, kerusuhan massa, force majeur, wabah penyakit, darurat militer dan hal lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan keadaan darurat lainnya. penjelasan 21
22 6 Bagian Kedua Diskresi Pasal 6 (1) Badan atau Pejabat Pemerintahan yang diberikan kewenangan diskresi dalam mengambil keputusan wajib mempertimbangkan tujuan diskresi, peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar diskresi, dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. (2) Badan atau Pejabat Pemerintahan yang menggunakan diskresi wajib mempertanggungjawabkan keputusannya kepada pejabat atasannya dan masyarakat yang dirugikan akibat keputusan diskresi yang telah diambil. (3) Keputusan dan/atau tindakan diskresi Badan atau Pejabat Pemerintahan dapat diuji melalui Upaya Administratif atau gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara. Bagian Kedua Penggunaan Diskresi Pasal 6 (1) Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang menggunakan diskresi dalam mengambil keputusan wajib mempertimbangkan tujuan diskresi, peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar diskresi, dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. (2) Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang menggunakan diskresi wajib mempertanggungjawabkan keputusannya kepada pejabat atasannya dan masyarakat yang dirugikan akibat keputusan diskresi yang telah diambil. (3) Keputusan dan/atau tindakan faktual Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diuji melalui Upaya Administratif atau gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang diskresi diatur dalam Peraturan Pemerintah. (4) Ketentuan tentang tata cara penggunaan diskresi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. 22
23 Pasal 6 (1) Diantara asas-asas umum pemerintahan yang baik yang paling mendasar adalah larangan penyalahgunaan wewenang dan larangan bertindak sewenang-wenang (2) Pertanggungjawaban kepada atasan dilaksanakan dalam bentuk tertulis dengan memberikan alasanalasan pengambilan keputusan diskresi. Sedangkan pertanggungjawaban kepada masyarakat diselesaikan melalui proses peradilan (3) Cukup Jelas (4) Cukup Jelas Pasal 6 (1) Diantara asas-asas umum pemerintahan yang baik yang paling mendasar adalah larangan penyalahgunaan wewenang dan larangan bertindak sewenang-wenang (2) Pertanggungjawaban kepada atasan dilaksanakan dalam bentuk tertulis dengan memberikan alasan-alasan pengambilan keputusan diskresi. Sedangkan pertanggungjawaban kepada masyarakat diselesaikan melalui proses peradilan (3) Cukup Jelas (4) Cukup Jelas Penjelasan 23
24 7 Bagian Ketiga Bagian Ketiga Bantuan Kedinasan Pasal 7 (1)Atas permintaan satu atau beberapa Badan atau Pejabat Pemerintahan, setiap Badan atau Pejabat Pemerintahan wajib memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan tersebut untuk melaksanakan Urusan Administrasi Pemerintahan tertentu. (2) Syarat-syarat Bantuan Kedinasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. adanya alasan hukum bahwa keputusan dan Tindakan Administrasi Pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan; b. kurangnya tenaga dan fasilitas yang dimiliki oleh suatu Badan atau Pejabat Pemerintahan, yang mengakibatkan suatu Urusan Administrasi Pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan tersebut; c. dalam hal melaksanakan suatu Urusan Administrasi Pemerintahan, suatu Badan atau Pejabat Pemerintahan tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melaksanakannya sendiri; d. apabila untuk membuat keputusan dan melakukan kegiatan pelayanan publik, suatu Badan atau Pejabat Pemerintahan membutuhkan surat keterangan dan berbagai dokumen yang diperlukan dari Badan atau Pejabat Pemerintahan lainnya; c. jika satu Urusan Administrasi Pemerintahan hanya dapat dilaksanakan dengan biaya, peralatan dan fasilitas yang besar dan tidak mampu ditanggung sendiri oleh suatu Badan atau Pejabat Pemerintahan. Bantuan Kedinasan Pasal 7 (1)Atas permintaan satu atau beberapa Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya, setiap Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya wajib memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang meminta bantuan tersebut untuk melaksanakan Urusan Administrasi Pemerintahan tertentu. (2) Syarat-syarat Bantuan Kedinasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. adanya alasan hukum bahwa keputusan dan Tindakan Administrasi Pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang meminta bantuan; b. kurangnya tenaga dan fasilitas yang dimiliki oleh suatu Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya, yang mengakibatkan suatu Urusan Administrasi Pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya tersebut; c. dalam hal melaksanakan suatu Urusan Administrasi Pemerintahan, suatu Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melaksanakannya sendiri; d. apabila untuk membuat keputusan dan melakukan kegiatan pelayanan publik, suatu Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya membutuhkan surat keterangan dan berbagai dokumen yang diperlukan dari Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya lainnya; e. jika satu Urusan Administrasi Pemerintahan hanya dapat dilaksanakan dengan biaya, peralatan dan fasilitas yang besar dan tidak mampu ditanggung sendiri oleh suatu Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya. 24
25 (3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal jika berdasarkan ketentuan perundang-undangan, Urusan Administrasi Pemerintahan tersebut wajib dilaksanakan sendiri oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan yang bersangkutan. (3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal jika berdasarkan ketentuan perundang-undangan, Urusan Administrasi Pemerintahan tersebut wajib dilaksanakan sendiri oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang bersangkutan. (4 Badan atau Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya oleh instansi yang memberikan bantuan, kecuali jika bantuan tersebut membutuhkan biaya yang besar. (4) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang meminta bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya oleh instansi yang memberikan bantuan, kecuali jika bantuan tersebut membutuhkan biaya yang besar. (5) Pengenaan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Bantuan Kedinasan berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan berdasarkan kesepakatan para pihak. (5) Pengenaan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang memberikan Bantuan Kedinasan berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan berdasarkan kesepakatan para pihak. 25
26 Pasal 7 (1) Yang dimaksud dengan Bantuan Kedinasan adalah bantuan yang diberikan dalam rangka pembuatan dan pelaksanaan Keputusan Pemerintahan (2) Cukup Jelas (3) Cukup Jelas (4) Cukup Jelas (5) Badan atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Bantuan Kedinasan sebelum mengenakan biaya Bantuan Kedinasan terlebih dahulu disepakati bersama dengan Badan atau Pejabat Pemerintahan yang mendapat Bantuan Kedinasan Pasal 7 (1) Yang dimaksud dengan Bantuan Kedinasan adalah bantuan yang diberikan dalam rangka pembuatan dan pelaksanaan Keputusan Pemerintahan (2) Cukup Jelas (3) Cukup Jelas (4) Cukup Jelas (5) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang memberikan Bantuan Kedinasan sebelum mengenakan biaya Bantuan Kedinasan terlebih dahulu disepakati bersama dengan Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang mendapat Bantuan Kedinasan Penjelasan 26
27 8 Pasal 8 (1) Badan atau Pejabat Pemerintahan dapat menolak memberikan Bantuan Kedinasan, jika: a. mengganggu pelaksanaan tugas Badan Pemerintahan tersebut; b. menyangkut dokumen Administrasi Pemerintahan yang bersifat rahasia sesuai peraturan perundang-undangan; atau c. menurut ketentuan peraturan perundangundangan Badan atau Pejabat Pemerintahan tidak diperbolehkan memberikan bantuan; (2) Badan atau Pejabat Pemerintahan yang menolak untuk memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan lainnya harus memberikan alasan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Jika suatu Bantuan Kedinasan mutlak dibutuhkan, keputusan atas kewajiban memberikan Bantuan Kedinasan ditetapkan oleh pejabat atasannya. Pasal 8 (1) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya dapat menolak memberikan Bantuan Kedinasan, jika: a. mengganggu pelaksanaan tugas Badan Pemerintahan tersebut; b. menyangkut dokumen Administrasi Pemerintahan yang bersifat rahasia sesuai peraturan perundang-undangan; atau c. menurut ketentuan peraturan perundangundangan Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya tidak diperbolehkan memberikan bantuan; (2) Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang menolak untuk memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya harus memberikan alasan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Jika suatu Bantuan Kedinasan mutlak dibutuhkan, keputusan atas kewajiban memberikan Bantuan Kedinasan ditetapkan oleh pejabat atasannya. 27
28 Pasal 8 (1) Yang dimaksud dengan dapat menolak memberikan Bantuan Kedinasan adalah apabila pemberian bantuan tersebut akan mengganggu pelaksanaan tugas Badan atau Pejabat Pemerintahan yang diminta bantuan, misalnya antara lain pelaksanaan Bantuan Kedinasan yang diminta dikhawatirkan akan melebihi anggaran yang dimiliki, keterbatasan sumber daya manusia, mengganggu pencapaian tujuan dan kinerja Badan atau Pejabat Pemerintahan. (2) Cukup Jelas (3) Cukup Jelas Pasal 8 (1) Yang dimaksud dengan dapat menolak memberikan Bantuan Kedinasan adalah apabila pemberian bantuan tersebut akan mengganggu pelaksanaan tugas Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang diminta bantuan, misalnya antara lain pelaksanaan Bantuan Kedinasan yang diminta dikhawatirkan akan melebihi anggaran yang dimiliki, keterbatasan sumber daya manusia, mengganggu pencapaian tujuan dan kinerja Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya. (2) Cukup Jelas (3) Cukup Jelas Penjelasan 28
29 9 Pasal 9 Pasal 9 Tanggung jawab terhadap Tindakan Administrasi Pemerintahan dalam Bantuan Kedinasan dibebankan kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan yang membutuhkan Bantuan Kedinasan, kecuali ditentukan lain berdasarkan kesepakatan tertulis kedua belah pihak. Tanggung jawab terhadap Tindakan Administrasi Pemerintahan dalam Bantuan Kedinasan dibebankan kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang membutuhkan Bantuan Kedinasan, kecuali ditentukan lain berdasarkan kesepakatan tertulis kedua belah pihak. 29
30 Pasal 9 Pemberian Bantuan Kedinasan kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan yang membutuhkan antara lain aspek sarana dan prasarana, tenaga profesional dan biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan Bantuan Kedinasan. Pasal 9 Pemberian Bantuan Kedinasan kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya yang membutuhkan antara lain aspek sarana dan prasarana, tenaga profesional dan biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan Bantuan Kedinasan. Penjelasan 30
31 10 Bagian Keempat Komunikasi Elektronis Pasal 10 Bagian Keempat Komunikasi Elektronis Pasal 10 (1) Pengiriman Keputusan Pemerintahan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan melalui media elektronis diperbolehkan jika anggota masyarakat dan Badan Hukum memiliki akses untuk menerima dan membuka secara elektronis keputusan tersebut. (2) Bentuk cetak tertulis sebuah Keputusan Pemerintahan dapat diganti dengan bentuk elektronis, jika tidak ada ketentuan perundang-undangan yang melarangnya atau mengatur lain. (3) Keputusan Pemerintahan yang berbentuk elektronis berkekuatan hukum sama dengan Keputusan Pemerintahan yang tertulis dan berlaku sejak diterimanya keputusan tersebut oleh pihak yang bersangkutan. (4) Keputusan Pemerintahan dalam bentuk elektronis diikuti dengan pengiriman keputusan asli baik dari Badan atau Pejabat Pemerintahan selambat-lambatnya 15 (limabelas) hari sejak tanggal pengiriman melalui media elektronik. (1) Keputusan Pemerintahan yang berbentuk elektronis berkekuatan hukum sama dengan Keputusan Pemerintahan yang tertulis dan berlaku sejak diterimanya keputusan tersebut oleh pihak yang bersangkutan. (2) Keputusan Pemerintahan dalam bentuk elektronis wajib diikuti dengan pengiriman keputusan asli baik dari Badan atau Pejabat Pemerintahan dan atau Badan Hukum lainnya selambat-lambatnya 15 (limabelas) hari sejak tanggal pengiriman melalui media elektronik. 31
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN I. UMUM Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
1 LAMPIRAN I: RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN RANCANGAN UNDANG UNDANG NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPdengan Persetujuan Bersama
info kebijakan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang ADMINISTRASI PEMERINTAHAN A. LATAR BELAKANG ada tanggal 17 Oktober 2014 Pdengan Persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN TATALAKSANA PERIZINAN DAN NON PERIZINAN
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN TATALAKSANA PERIZINAN DAN NON PERIZINAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa praktek perizinan
Lebih terperinciKEDUDUKAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM MENDORONG PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI
KEDUDUKAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM MENDORONG PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI POKOK-POKOK BAHASAN 2 1 REFORMASI BIROKRASI 2 KEDUDUKAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN 3 GAGASAN PENTING UU ADMINISTRASI
Lebih terperinciDiskresi dalam UU Administrasi Pemerintahan. Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.
Diskresi dalam UU Administrasi Pemerintahan Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Diundangkan 17 Oktober 2014, tiga
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP
TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57b510afc8b68/bahasa-hukum--diskresi-pejabatpemerintahan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.576, 2015 BKPM. Benturan Kepentingan. Pengendalian. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5943 ADMINISTRASI. Sanksi. Pejabat Pemerintahan. Administratif. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 230) PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinci- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK
Bagian Organisasi - 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK
Lebih terperinci2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg
No.1748, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DKPP. Kode Etik dan Pedoman Perilaku. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN
Lebih terperinciBUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat :
Lebih terperinciDISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05
MAKALAH ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK Menganalisis pelanggaran AAUPB terhadap Surat Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG
RANCANGAN PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA PELAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PADA BIRO ADMINISTRASI PENGADAAN DAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH SEKRETARIAT
Lebih terperinci2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
No.1494, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Pengawasan Internal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN INTERNAL PADA KEMENTERIAN AGAMA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MELAWI
PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 12 TAHUN 2011 T E N T A N G KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATEN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BELITUNG
PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP
PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SUMENEP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI SUMENEP
Lebih terperinciBERITA NEGARA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU ANGGOTA KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN
BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBUPATI POLEWALI MANDAR
BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN NGAWI
PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,
Lebih terperinci2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 t
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.70, 2017 BMKG. Pengaduan Masyarakat. Penanganan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN
Lebih terperinciBUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BONDOWOSO
BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelayanan kepada masyarakat
Lebih terperinciPERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA
DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU PENYELENGGARA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2015 PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1198, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Pengaduan Masyarakayt. Penanganan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinci2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.263, 2015 LIPI. Pegawai. Kode Etik. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, DAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2012 NOMOR 11 TAHUN 2012 NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 1 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang
Lebih terperinciKEPASTIAN HUKUM DAN TANGGUNG GUGAT ATAS DISKRESI
KEPASTIAN HUKUM DAN TANGGUNG GUGAT ATAS DISKRESI Publicadm.blogspot.com I. PENDAHULUAN Salah satu permasalahan pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pengelolaan keuangan
Lebih terperinciPOKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA SISTEMATIKA (JUMLAH BAB: 13 JUMLAH PASAL: 89 ) BAB I KETENTUAN UMUM BAB II JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN Bagian
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS
1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
LAMPIRAN II: Draft VIII Tgl.17-02-2005 Tgl.25-1-2005 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semangat para Penyelenggara Negara dan pemimpin pemerintahan. 1 Penyelenggara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan negara mempunyai peran penting dalam mewujudkan citacita perjuangan bangsa. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Penjelasan Undang- Undang Dasar Negara
Lebih terperinciBUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN DI KABUPATEN BANGKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinci2017, No Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun
No.729, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Konflik Kepentingan Pencegahan dan Penanganan. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 34 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 50 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PADA PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelayanan kepada masyarakat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Penyelenggara Negara
Lebih terperinciKODE ETIK PENYELENGGARA NEGARA SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN ETIKA BAGI PENYELENGGARA NEGARA
KODE ETIK PENYELENGGARA NEGARA SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN ETIKA BAGI PENYELENGGARA NEGARA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 01 November 2014; disetujui: 01 Desember 2014 Terselenggaranya tata pemerintahan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa pelayanan kepada
Lebih terperinciPADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI TANGGAL, 9 SEPTEMBER 2008
LAPORAN KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/ PENGAMBILAN KEPUTUSAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI TANGGAL,
Lebih terperinciBUPATI SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 51 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PENGADAAN BARANG DAN JASA
SALINAN BUPATI SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 51 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PENGADAAN BARANG DAN JASA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DALAM SISTEM ELEKTRONIK
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DALAM SISTEM ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.763, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Pokok-Pokok. Pengawasan. BNN. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG POKOK-POKOK PENGAWASAN DI LINGKUNGAN
Lebih terperincib. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, perlu
Lebih terperinci2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1189, 2014 LPSK. Dugaan Pelanggaran. System Whistleblowing. PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG WHISTLEBLOWING SYSTEM ATAS DUGAAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.906, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pemilu. Penyelenggara Kode Etik. PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, DAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMBERHENTIAN, DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU BADAN PENGAWAS
Lebih terperinciBUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA
BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT DAN WHISTLEBLOWING DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciBUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN
BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI TORAJA
Lebih terperinciMENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinci2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M
No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
Lebih terperinci2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N
No.87,2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengaduan Publik. Pengelolaan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PUBLIK DI LINGKUNGAN
Lebih terperinci2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1269,2014 KEMENHUT. Pengaduan. Penyalahgunaan Wewenang. Korupsi. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.63/MENHUT-II/2014 TENTANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN KONFLIK KEPENTINGAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN KONFLIK KEPENTINGAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG
1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK. A. Sejarah Kelahiran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
BAB III TINJAUAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK A. Sejarah Kelahiran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik Sejak dianutnya konsepsi welfare state, yang menempatkan pemerintah sebagai pihak yang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.143, 2016 KEUANGAN BPK. Kode Etik. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 5904) PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK I. UMUM Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,
PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemilihan umum
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1105, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Good Public Governance. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1647, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL. Kode Etik. PNS. Pembinaan. PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DENGAN
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI KUDUS,
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan,
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan
Lebih terperinciPERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
-1- PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DALAM SISTEM ELEKTRONIK
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DALAM SISTEM ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2006 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG : TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS
Lebih terperinci