BAHAN SIDANG TUGAS AKHIR O L E H RIFQI FIRDAUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAHAN SIDANG TUGAS AKHIR O L E H RIFQI FIRDAUS"

Transkripsi

1 BAHAN SIDANG TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA AWG ( ARRAYED WAVEGUIDE GRATINGS) PADA KOMUNIKASI SERAT OPTIK O L E H RIFQI FIRDAUS DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 ANALISIS KINERJA AWG ( ARRAYED WAVEGUIDE GRATINGS ) PADA KOMUNIKASI SERAT OPTIK Oleh : RIFQI FIRDAUS Disetujui oleh: Pembimbing, IR. M. ZULFIN, MT NIP Diketahui oleh: a.n Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU, Rahmad Fauzi ST, MT NIP DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

3 ABSTRAK Pertumbuhan aplikasi bandwidth yang beraneka ragam besarnya seperti ( video phone, teleconference, still image, dan lain lain ) dibutuhkan media transmisi yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Disamping memiliki bandwidth yang besar serat optik juga memiliki redaman yang kecil saat melewatkan sinyal. Oleh karena itu serat optik menjadi pilihan utama backbone jaringan telekomunikasi saat ini. Namun untuk dapat melakukan penggabungan kanal kanal komunikasi yang banyak dengan media serat optik tidaklah mudah. Disamping itu juga untuk mengurangi jumlah amplifier dijaringan dibutuhkan suatu cara yang kompleks, sehingga jaringan dapat melayani beban tanpa harus memasang banyak amplifier. Oleh karena itu, WDM menjadi suatu solusi karena dapat memultipleks sinyak ke dalam saluran serat optik tunggal dan dapat mengurangi amplifier. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa dengan menekan order difraksi yaitu dari 49 menjadi 33 maka spasi kanal juga akan meningkat dari 100 GHz menjadi 150 GHz. Penurunan order difraksi tersebut, akan dapat meningkatkan jumlah kanal transmisi. Bila spasi kanal dirubah ubah yaitu dari 100 GHz menjadi 150 GHz, maka selisih panjang waveguide yang dihubungkan ke kisi- kisi AWG akan memiliki besar yang tidak terpaut satu sama lainnya yaitu dari 0, menjadi 0, µ m. Nilai L harus tetap untuk pada arrayed waveguide yang bersesuaian[8]. µ m

4 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, yang berjudul ANALISIS KINERJA AWG ( ARRAYED WAVEGUIDE GRATINGS ) PADA KOMUNIKASI SERAT OPTIK. Adapun Tugas Akhir ini dibuat untuk memenuhi syarat kesarjanaan di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Selama penulisan Tugas Akhir ini hingga menyelesaikannya, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan serta masukan dalam penulisan Tugas Akhir dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Ayahanda Rustam Dahrul dan Ibunda Suwarni Aisyah yang telah membesarkan dan memberikan kasih sayang yang tulus kepada penulis. Kakak penulis Rahmah Ramadhani, ST dan abang penulis Aswad Mulya,Amd yang selalu menyayangi, adik tersayang penulis Ridha Fauzi yang selalu memberi bantuan dan doa kepada penulis. 2. Bapak Ir. M. Zulfin, MT dan Dosen Pembimbing penulis yang telah sangat banyak membantu dalam penulisan Tugas Akhir ini. 3. Bapak Soeharwinto, ST, MT sebagai Dosen Wali penulis yang telah memberikan dukungan moril sebagai wali penulis.

5 4. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT ( Alm ), dan Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 6. Teman-teman stambuk 2005, Ricky, Hary, Sujek, Rizky, Lutfi, Prindi, Andika, Rudi, Gifari, Harpen, Putra, Khairil, Azwar, Iqri, Umar, Diana, Ami, Tachi, Dewi, Toe (Yona), Zainul, Anisa, Chici, Aprik, Megi, Dedi, Muti, Daniel, Eternal, Mika, Samuel, Lemuel, Erisa, Once, Kristina dan temanteman yang belum disebut namanya yang selama ini menjadi teman diskusi di kampus. 7. Syarifah Anda Yani yang selalu memberi dukungan, perhatian, dan doanya kepada penulis selama penulisan Tugas Akhir ini. 8. Teman-teman seperjuangan, Alfi, Dadang, Fahri, dan Ardhi yang selalu mendukung, membantu, dan menghibur penulis. Berbagai usaha telah penulis lakukan demi terselesaikannya Tugas Akhir ini dengan baik, tetapi penulis menyadari akan kekurangan dan keterbatasan penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik dengan tujuan menyempurnakan dan mengembangkan kajian dalam bidang ini sangat penulis harapkan.

6 Akhir kata penulis berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis. Medan, 13 Juni 2009 Penulis, RIFQI FIRDAUS NIM:

7 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GRAFIK... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penulisan Batasan Masalah Metodologi Penulisan Sistematika Penulisan... 4 BAB II SISTEM WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING 2.1 Pendahuluan... 6

8 2.2 Perutean Panjang Gelombang Teknologi WDM Add Drop Multiplekser Interference Filter pada WDM SISTEM DWDM Prinsip Kerja DWDM Komponen penting pada DWDM Pemantulan dan Pentransmisian FBG Channel Spacing SISTEM CWDM Prinsip Kerja CWDM Perbedaan Antara CWDM dan DWDM WDM Sebagai Sistem Cross Connect Switching BAB III SISTEM ARRAYED WAVEGUIDE GRATINGS 3.1 Pendahuluan Maksimum Jumlah Kanal Panjang Gelombang Perbedaan Fasa dan Koherensi Fasa... 27

9 3.4 Percobaan Young Pola Interferensi dari Tiga atau Lebih Sumber Berjarak Sama Difraksi Cahaya Dampak Penambahan Jumlah Celah Maksima Utama Minima dan Maksima Kedua Susunan Spektrum Kisi Prinsip Kerja AWG Keunggulan Sistem AWG Parameter Kinerja AWG BAB IV ANALISIS PEHITUNGAN KINERJA AWG ( ARRAYED WAVEGUIDE GRATINGS ) PADA KOMUNIKASI SERAT OPTIK 4.1 Umum Perhitungan Kecepatan Grup ( V g ) Perhitungan Order Kisi Difraksi ( m ) Perhitungan Perbedaan Panjang antar Array ( L )... 50

10 4.5 Analisis Hasil Perhitungan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Sistem Wavelength Division Multiplexing... 7 Gambar 2.2 Interference Filter pada WDM Gambar 2.3 Demultiplekser 40 Kanal dengan Pemisahan ke Dalam Blok Blok Kanal Gambar 2.4 Star coupler Gambar 2.5 Fiber Bragg Gratings Gambar 2.6 Optical circulator dan FBG Gambar 2.7 Proses Pemantulan dan Pentransmisian gelombang Cahaya Pada FBG Gambar 2.8 Channel Spacing DWDM Fiber Bragg Grating Gambar 2.9 Jarak Antar Kanal Pada DWDM Gambar 2.10 Jarak Antar Kanal pada CWDM Gambar 2.11 Optical Cross Connect Gambar 3.1 Modul AWG ( Arrayed Waveguide Gratings ) Gambar 3.2 Percobaan Young... 28

12 Gambar 3.3 Celah Ganda Gambar 3.4 Pola Cahaya pada 2,3 dan 4 Celah Gambar 3.5 Pola Intensitas Untuk 2,3 dan 4 Celah Gambar 3.6 Dampak Pertambahan Jumlah Celah Gambar 3.7 Maksima Utama dan Kedua pada 3 Celah Gambar 3.8 Kisi Difraksi (a) Kisi Tanpa Lensa (b) Kisi Dengan Lensa Pemfokus Gambar 3.9 Maksima Utama, Minima dan Maksima Kedua Pada N = Gambar 3.10 Maksima Kedua pada N = Gambar 3.11 Pola Cahaya yang Dihasilkan Kisi Gambar 3.12 Prinsip Kerja AWG Gambar 3.13 Geometri output kopler pada AWG Gambar 3.14 Pentransmisian WDM

13 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perbedaan Antara DWDM dan CWDM Tabel 4.1 Rekapitulasi Perhitungan m, L, V g, dan λ = 1, 553 m C µ Tabel 4.2 Rekapitulasi Perhitungan m dan λch Tabel 4.3 Rekapitulasi Perhitungan L dan λch... 53

14 DAFTAR GRAFIK Tabel 4.1 m Vs λch Tabel 4.2 L Vs λch... 54

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin beragamnya layanan informasi, tuntutan kehandalan jaringan yang memadai, dan persaingan antar pemberi layanan telekomunikasi yang semakin ketat berakibat pada meningkatnya tuntutan sistem transmisi yang memiliki kapasitas bandwidth besar dan kualitas yang tinggi. Antisipasi kebutuhan bandwidth yang besar ini telah diupayakan dengan meningkatkan kualitas media transmisi yang digunakan, diantaranya dengan menggunakan serat optik. Serat optik digunakan sebagai media transmisi pilihan, karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain ; memiliki bandwidth yang besar, redaman transmisi kecil, ukuran kecil, dan tidak terpengaruh oleh gelombang elektromagnetik. Saat ini muncul teknologi untuk memanfaatkan bandwidth serat optik yang besar ini dengan metode penjamakan. Pada komunikasi serat optis terdapat beberapa metode penjamakan, yaitu TDM (Tim Division Multiplexing) dan WDM (Wavelength Division Multiplexing) yang selanjutnya berkembang menjadi DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing). Dalam sistem DWDM dikenal sebuah aplikasi sistem pembagi spektrum panjang gelombang pada pentransmisiannya. Sistem ini dikenal dengan nama arrayed waveguide gratings (AWG ). Sistem AWG

16 ini dapat melakukan multiplexing dan demultipleksing dengan jumlah kanal yang sangat besar dengan rugi yang relatif kecil. Aplikasi sistem AWG ini sangat krusial dalam pentransmisian sinyal melalui serat optik. Dengan pemanfaatan sistem AWG ini, maka perbaikan dalam pentransmisian sinyal menggunakan serat optik akan menjadi lebih baik. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, dirumuskan beberapa permasalahan antara lain: 1. Bagaimana prinsip kerja sistem DWDM dalam komunikasi melalui serat optik. 2. Bagaimana prinsip kerja dari sistem AWG pada aplikasi sistem DWDM. 3. Apa saja yang menjadi parameter kerja dari sistem AWG. 4. Bagaimana menghitung kinerja sistem AWG, yaitu menghitung order difraksi ( m ), dan selisih panjang array ( L ). 5. Apa saja pengaruh order difaksi dan selisih panjang array terhadap sistem AWG. 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini yaitu : 1. Melakukan studi pembahasan konsep dari Arrayed Waveguide Gratings

17 2. Melakukan analisis perhitungan kinerja AWG ( Arrayed Waveguide Gratings) yaitu : jumlah order difraksi ( m ) dan selisih panjang arrayed waveguide ( L). 1.4 Batasan Masalah Untuk membatasi materi yang akan dibicarakan pada tugas akhir ini, maka penulis perlu membuat batasan cakupan masalah yang akan dibahas. Hal ini diperbuat supaya isi dan pembahasan dari tugas akhir ini menjadi lebih terarah dan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Adapun batasan masalah pada penulisan Tugas Akhir ini adalah: 1. Hanya membahas pada sistem DWDM. 2. Tidak membahas jenis jenis material yang membangun AWG dan perbedaan karakteristiknya. 3. Tidak membahas rangkaian elektronik yang membangun sistem. 4. Hanya membahas untuk transmisi single mode fiber. 5. Hanya membahas sebagian kinerja pada sistem AWG, yaitu : menghitung selisih panjang array waveguide ( L ) dan order difraksi ( m ). 1.5 Metodologi Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah:

18 1. Studi literatur yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topik tugas akhir ini dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau di perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet dan lain-lain. 2. Studi bimbingan yaitu dengan melakukan diskusi tentang topik tugas akhir ini dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak departemen Teknik Elektro USU. 1.6 Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pemahaman terhadap Tugas Akhir ini maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : SISTEM WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING Bab ini menjelaskan tentang penjelasan dan paparan dari sistem WDM, serta prinsip kerja sistem WDM. BAB III : SISTEM ARRAYED WAVEGUIDE GRATINGS Bab ini menjelaskan tentang sistem AWG itu sendiri, memaparkan prinsip kerja dan keunggulan dari sistem AWG.

19 BAB IV : ANALISIS KINERJA AWG PADA KOMUNIKASI SERAT OPTIK Bab ini menjelaskan tentang penganalisaan kinerja sistem AWG pada aplikasi DWDM. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil analisis. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

20 BAB II SISTEM WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING 2.1 Pendahuluan Teknologi WDM ( Wavelength Division Multiplexing ) yang merupakan cikal bakal lahirnya DWDM ( Dense Wavelength Division Multiplexing ) berkembang dari keterbatasan yang ada pada sistem serat optik, dimana pertumbuhan trafik pada sejumlah jaringan backbone mengalami percepatan yang tinggi, sehingga kapasitas jaringan tersebut terpenuhi dengan cepatnya. Hal ini menjadi dasar pemikiran untuk memanfaatkan jaringan yang ada dibandingkan membangun jaringan baru. Teknologi WDM pada dasarnya adalah teknologi transportasi untuk menyalurkan berbagai jenis trafik (data, suara, dan video) secara transparan, dengan menggunakan panjang gelombang ( λ ) yang berbeda-beda dalam suatu fiber tunggal secara bersamaan. Implementasi WDM dapat diterapkan baik pada jaringan long haul (jarak jauh) maupun untuk aplikasi short haul (jarak dekat)[3]. Pada Gambar 2.1 ditunjukkan sebuah contoh sistem WDM. Delapan sinyal optik dengan panjang gelombang yang berbeda beda yang berasal dari kanal-kanal transmisi langsung dimultipleksing. Sinyal sinyal tersebut dibawa keluar dari multiplekser pada sebuah fiber tunggal. Di tengah pentransmisian terjadi sebuah adddrop multiplekser yang meruting 1 panjang gelombang λ 4 ke titik tujuan dan ditranmisikan kembali oleh transmitter lain pada panjang gelombang yang sama[9].

21 Gambar 2.1 Sistem Wavelength Division Multiplexing[9] Pada sisi kanan terdapat 8 sinyal yang dipisahkan dalam sebuah demultiplekser dan dirutekan ke setiap penerima masing masing. Receiver bersifat color-blind dalam merespon secara sama untuk semua panjang gelombang. Receiver dapat mendeteksi semua panjang gelombang yang masuk. Ini artinya, bahwa sinyal sinyal tersebut harus benar benar terpisah pada bagian multiplekser, karena jika terjadi perbedaan panjang gelombang antar 2 atau lebih yang masuk, maka pada keluaran receiver akan dianggap sebagai sebuah noise. Sebagai contoh, jika λ 5 masuk pada receiver 6, maka receiver secara bersamaan akan memasukkan λ 5 pada kanal 6 sebagai λ 6. Ini menyebabkan terjadinya interferensi dengan sinyal λ 6 yang asli[9].

22 Add - drop multiplekser ialah sebuah multiplekser yang berfungsi untuk mengeluarkan 1 atau lebih panjang gelombang dari gabungan transmisi sinyal optik. Add drop multiplekser dapat melakukan drop ke suatu lokasi tujuan. Ia juga dapat melakukan add sinyal tersebut, sehingga dapat ditransmisikan kembali pada mid point station. Pada Gambar 2.1 dapat kita lihat penambahan sinyal λ 4 setelah sinyal tersebut di-drop terlebih dahulu[9]. 2.2 Perutean Panjang Gelombang Fungsi lain dari sebuah demultiplekser ialah sebagai pengorganisir gelombang cahaya. Demultiplekser optik melakukan perutean gelombang cahaya dari panjang gelombang yang berbeda beda ke dalam setiap receiver tujuan masing masing[9]. Perutean gelombang cahaya ini dapat kita lihat pada Gambar 2.1, yaitu terdapat 1 8 gelombang cahaya menuju 1 8 kanal receiver masing masing. Receiver tersebut dapat berupa titik optic connection maupun cable connection[9]. 2.3 Teknologi WDM Interference filter dan teknologi lainnya dapat digunakan untuk memisahkan dan menggabungkan panjang gelombang dalam system WDM. Beberapa pendekatan sedang dilakukan untuk aplikasi WDM saat ini. Beberapa teknologi WDM muncul dengan keuntungan tersendiri, namun masih belum dipublikasikan. Walaupun teknologi tersebut bekerja dengan cara yang berbeda, namun pada proses multipleksing dan demultipleksing hasilnya cukup baik[9].

23 2.3.1 Add Drop Multiplekser Sebuah demultiplekser secara penuh melakukan pemisahan terhadap panjang gelombang ke dalam kanal fiber keluaran, tetapi perkembangan selanjutnya tentu kita ingin membagi hanya 1 atau 2 gelombang cahaya dari gabungan transmisi gelombang[9]. Cahaya yang ditransmisikan akan diteruskan menuju lokasi tujuan yang diinginkan. Tugas inilah yang dilakukan oleh sebuah add drop multiplekser, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1[9] Interference Filter pada WDM Penggunaan interference filter pada WDM membutuhkan cahaya input yang kemudian akan diteruskan ke dalam filter. Sebuah lensa memfokuskan cahaya yang berasal dari input dan kemudian meneruskan ke satu atau banyak filter. Beberapa interference filter dapat membagi sebanyak 6 gelombang seri seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 dibawah ini[9].

24 Gambar 2.2 Interference Filter pada WDM[9] Filter Pertama mentransmisikan gelombang λ 1 dan memantulkan gelombang lainnya. Sisa gelombang tersebut dilewatkan pada filter kedua, dimana gelombang λ 2 ditransmisikan dan memantulkan 4 gelombang lainnya. Pada paparan ini dapat kita lihat bahwa, kita membutuhkan sebanyak n 1 filter untuk menangani n kanal optik[9]. Konsep interference filter ialah simple and straight forward, namun filter ini tidak sempurna. Meskipun memantulkan gelombang, secara virtual terjadi tabrakan cahaya antar gelombang. Beberapa gelombang dapat hilang. Jika kita bekerja pada jumlah kanal 16, maka akan menghasilkan rugi rugi yang lebih besar dibandingkan untuk 8 kanal transmisi[9]. Untuk mengurangi rugi rugi tersebut, maka sinyal optik ini dibagi ke dalam beberapa grup, yang kemudian akan dibagi lagi secara individu. Gambar 2.3

25 menunjukkan sebuah pembangunan sistem dengan menggunakan high pass filter dan low pass filter. Pada Gambar 2.3 tersebut pertama tama cahaya masukkan dilewatkan ke sebuah high pass filter dan memantulkan gelombang cahaya lain yang lebih rendah dari λ 7. Gelombang yang terpendek tadi akan diteruskan ke sebuah low pass filter dan memantulkan cahaya yang lebih panjang dari λ 9. λ1 - λ 8 akan diteruskan ke sebuah demultiplekser 8 kanal[9]. Gambar 2.3 Demultiplekser 40 Kanal dengan Pemisahan ke Dalam Blok Blok Kanal[9] Panjang gelombang λ17 - λ 40 diteruskan ke low pass filter dan memantulkan gelombang cahaya yang lebih besar dari λ 24. Kanal λ17 - λ24 demultiplekser 8 kanal[9]. langsung diteruskan ke Sistem WDM dibagi menjadi 2 segmen : DWDM ( Dense Wavelength Division Multiplexing ) dan CWDM ( Coarse Wavelength Division Multiplexing). Teknologi CWDM dan DWDM didasarkan pada konsep yang sama yaitu

26 menggunakan beberapa panjang gelombang cahaya pada sebuah serat optik, tetapi kedua teknologi tersebut berbeda pada jarak antar pajang gelombang, jumlah kanal, dan kemampuan untuk memperkuat sinyal pada medium optik[3]. 2.4 Sistem DWDM DWDM merupakan suatu teknik transmisi yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda sebagai kanal-kanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses memultipleksi seluruh panjang gelombang tersebut dapat ditransmisikan melalui sebuah serat optik. Teknologi DWDM adalah teknologi dengan memanfaatkan sistem SDH (Synchoronous Digital Hierarchy) yang sudah ada dengan memultiplekskan sumbersumber sinyal yang ada. Menurut definisinya, teknologi DWDM dinyatakan sebagai suatu teknologi jaringan transportasi yang memiliki kemampuan untuk membawa sejumlah panjang gelombang (4, 8, 16, 32, dan seterusnya) dalam satu fiber tunggal. Artinya, apabila dalam satu fiber itu dipakai empat gelombang, maka kecepatan transmisinya menjadi 4x10 Gbs (kecepatan awal dengan menggunakan teknologi SDH)[3]. Jenis filter yang umum dipergunakan di dalam sistem DWDM ini antara lain Fiber Bragg Gratings (FBG) dan Array Waveguide Filters (AWG). Komponen berikutnya adalah serat optik dengan dispersi yang rendah, dimana karakteristik demikian sangat diperlukan mengingat dispersi secara langsung berkaitan dengan kapasitas transmisi suatu sistem. Sementara penguat optik yang banyak dipergunakan

27 untuk aplikasi tersebut adalah EDFA. Berikut ini adalah Gambar 2.4 tentang konsep star coupler. Gambar 2.4 Star coupler[14]. Peralatan WDM ada yang bersifat pasif dan ada yang bersifat aktif. Peralatan aktif yaitu filter, penguat dan sumber cahaya. Diantaranya peralatan WDM juga dapat berfungsi sebagai pembagi ( splitting ) dan penggabung (combining ) sinar optik. Pada dasarnya, sebagian besar peralatan WDM pasif seperti coupler, star coupler, dan lainnya adalah merupakan konsep star coupler yang dapat melakukan penggabungan dan pembagi cahaya. Pada Gambar 2.4 menunjukkan star coupler secara umum. Dalam aplikasi yang lebih luas star coupler dapat menggabungkan pancaran cahaya dari dua atau lebih masukan serat dan membaginya ke dalam bermacam macam keluaran serat. Pada umumnya pembagian dikerjakan secara sama pada semua panjang gelombang, maka tiap tiap N keluaran akan menerima 1/N daya masukan. Daya optik dari satu N port masukkan dibagi secara sama ke dalam N port keluaran [14] Prinsip Kerja DWDM Pada dasarnya, teknologi WDM (awal adanya teknologi DWDM) memiliki prinsip kerja yang sama dengan media transmisi yang lain dalam mengirimkan informasi dari suatu tempat ke tempat yang lain. Namun dalam teknologi ini pada

28 suatu kabel atau serat optik dapat dilakukan pengiriman banyak informasi secara bersamaan melalui kanal yang berbeda. Setiap kanal ini dibedakan dengan menggunakan prinsip perbedaan panjang gelombang (wavelength) yang dikirimkan oleh sumber informasi. Sinyal informasi yang dikirimkan awalnya diubah menjadi panjang gelombang yang sesuai dengan panjang gelombang yang tersedia pada kabel serat optik kemudian dimultipleksikan pada satu fiber. Dengan teknologi DWDM ini, pada satu serat optik dapat tersedia beberapa panjang gelombang yang berbeda sebagai media transmisi yang biasa disebut dengan kanal[3] Komponen penting pada DWDM Pada teknologi DWDM terdapat beberapa komponen utama yang harus ada untuk mengoperasikan DWDM dan agar sesuai dengan standar kanal ITU, sehingga teknologi ini dapat diaplikasikan pada beberapa jaringan optik seperti SONET dan yang lainnya. Komponen-komponennya adalah sebagai berikut[3]: 1. Transmitter yaitu komponen yang mengirimkan sinyal informasi dengan dimultipleksikan pada sistem DWDM. Sinyal dari transmitter ini akan dimultipleks untuk dapat ditansmisikan. 2. Receiver yaitu komponen yang menerima sinyal informasi dari demultiplekser untuk dapat dipisah berdasarkan informasi originalnya. 3. DWDM terminal multiplekser. Terminal Mux sebenarnya terdiri dari transponder converting wavelength untuk setiap sinyal panjang gelombang tertentu yang akan dibawa. Transponder converting wavelength menerima sinyal input optik (sebagai contoh dari sistem SONET atau yang lainnya), mengubah sinyal tersebut menjadi

29 sinyal optik dan mengirimkan kembali sinyal tersebut menggunakan pita laser 1550 nm. Terminal Mux juga terdiri dari multiplekser optic yang mengubah sinyal 1550 nm dan menempatkannya pada suatu fiber SMF( Single Mode Fibre) Intermediate optical terminal (amplifier). Komponen ini merupakan perangkat penguat jarak jauh yang menguatkan sinyal dengan banyak panjang gelombang yang dikirim sampai sejauh 140 km atau lebih. Diagnostic optical dan telemetry dimasukkan di sekitar daerah amplifier ini untuk mendeteksi adanya kerusakan dan pelemahan pada serat. Pada proses pengiriman sinyal informasi pasti terdapat atenuasi dan dispersi pada sinyal informasi yang dapat melemahkan sinyal. Oleh karena itu harus dikuatkan. Sistem yang biasa dipakai pada fiber amplifier ini adalah sistem EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier ), namun karena bandwidth dari EDFA ini sangat kecil yaitu 30 nm (1530 nm-1560 nm) dan minimum atenuasi terletak pada 1500 nm sampai 1600 nm. Kemudian digunakan DBFA (Dual Band Fiber Amplifier) dengan bandwidth 1528 nm hingga 1610 nm. Kedua jenis penguat ini termasuk jenis EBFA (Extended Band Filter Amplifier) dengan penguatan yang tinggi[16], saturasi yang lambat dan noise yang rendah. Teknologi amplifier optik yang lain adalah sistem Raman Amplifier yang merupakan pengembangan dari sistem EDFA. 5. DWDM terminal Demux. Terminal ini mengubah sinyal dengan banyak panjang gelombang menjadi sinyal dengan hanya 1 panjang gelombang dan mengeluarkannya ke dalam beberapa fiber yang berbeda untuk masing-masing client untuk dideteksi. Sebenarnya demultiplexing ini bertindak pasif, kecuali untuk beberapa telemetry seperti sistem yang dapat menerima sinyal 1550 nm. Teknologi terkini dari

30 demultiplekser ini yaitu terdapat couplers (penggabung dan pemisah power wavelength) berupa Fiber Bragg Grating. Berikut ini adalah Gambar 2.5 Menunjukkan Fiber Bragg Gratings. Gambar 2.5 Fiber Bragg Gratings[3]. Fiber bragg gratings ( FBG ) dapat dikelompokkan ke dalam interference filter, tetapi ia memiliki perbedaan fungsi yang signifikan. Secara umum FBG memantulkan sebuah gelombang yang dipilih dan melewatkan gelombang yang lainnya. Jika pada interference filter, ia melewatkan gelombang yang dipilih dan memantulkan gelombang lainnya[9]. Fiber bragg gratings juga merupakan sebuah serat optik yang dicampurkan kisi kisi ke dalamnya. Sebagai fiber, bragg gratings sangat mudah untuk digabungkan dengan serat optik lainnya. Pada Gambar 2.5 dan 2.6 dapat kita lihat funsi dan penggunaan optical circulator dalam diantara input, FBG dan port reflected ( output ). Terdapat 3 port yang mengizinkan pentransmisian cahaya dari port 1 ke port 2, dan dari port 2 ke port 3. Ini artinya bahwa, ada cahaya yang dipantulkan dari FBG namun tidak dapat kembali ke port 1 melainkan menuju port

31 3. Berikut ini adalah Gambar 2.6 yang menunjukkan proses pemantulan dan pentransmisian pada FBG denga bantuan optical ciculator[9]. Gambar 2.6 Optical circulator dan FBG[9]. Pada Gambar 2.6 pantulan gelombang cahaya λ 8 yang berasal dari FBG kemudian diteruskan pada port 3. Untuk gelombang λ 1 - λ 7 akan dilewatkan oleh FBG. Jika terdapat banyak port, maka optical circulator harus menjaga agar pentransmisian cahaya hanya satu jalur lintasan[9]. 6. Optikal supervisory channel( OSC ). Ini merupakan tambahan panjang gelombang yang selalu ada di antara 1310 nm-1510 nm. OSC membawa informasi optik multi wavelength sama halnya dengan kondisi jarak jauh pada terminal optik atau daerah EDFA[3].

32 2.4.3 Pemantulan dan Pentrasnmisian pada FBG Panjang gelombang memiliki peran yang penting dalam pentransmisian cahaya melalui serat optik. Masing - masing jalur memantulkan beberapa cahaya dari sekumpulan gelombang cahaya. Jika panjang gelombang adalah 2 kali spasi kisi pada serat, maka cahaya tersebut akan sefasa dan terjadi interfereni yang saling membangun. Panjang gelombang yang dipilih harus 2 kali spasi kisi dalam FBG, karena gelombang cahaya yang memasuki daerah tersebut akan mengalami 2 kali proses, yaitu saat memasuki FBG dan ketika mengalami pemantulan kembali. Berikut ini adalah Gambar 2.7 yang menunjukkan proses pemantulan dan pentranmisian gelombang cahaya pada FBG[9]. Gambar 2.7 Proses Pemantulan dan Pentransmisian gelombang Cahaya Pada FBG[9].

33 Cahaya yang melewati kisi dapat dihitung jika kita memasukkan indeks refraktif ke dalam persamaan. Jika D adalah spasi kisi, n adalah indeks refraktif pada kaca, maka panjang gelombang yang terpantulkan adalah[9] : λ gratings = 2nD... (2.1) Sebagai contoh, jika spasi kisi adalah 0,5 µ m dan indeks refraktif sebesar 1,47, maka panjang gelombang yang terpantulkan sebesar 1,47 µ m. Kita dapat menghitung panjang gelombang pantulan terhadap pengaruh spasi kisinya secara tepat. Dengan catatan kita harus mengetahui secara pasti nilai dari indeks refraktif dan spasi kanalnya[9]. 2.5 Channel Spacing Channel spacing menentukan sistem performansi dari DWDM. Standar channel spacing dari ITU adalah 50 GHz sampai 500 GHz (100 GHz akhir-akhir ini sering digunakan)[16]. Spacing (jarak) ini membuat kanal dapat dipakai dengan memperhatikan batasan-batasan fiber amplifier. Channel spacing bergantung pada sistem komponen yang dipakai. Channel spacing merupakan sistem frekuensi minimum yang memisahkan 2 sinyal yang dimultipleksikan. Atau biasa disebut sebagai perbedaan panjang gelombang diantara 2 sinyal yang ditransmisikan. Optical Amplifier dan kemampuan penerima untuk membedakan sinyal menjadi penentu dari spacing pada 2 gelombang yang berdekatan. Pada perkembangan selanjutnya sistem DWDM berusaha untuk menambah kanal yang sebanyak-banyaknya untuk memenuhi kebutuhan lalu lintas data

34 informasi. Salah satunya adalah dengan memperkecil channel spacing tanpa adanya suatu interferensi dari pada sinyal pada satu fiber optik tersebut. Dengan demikian, hal ini sangat bergantung pada sistem komponen yang digunakan. Salah satu contohnya adalah pada demultiplekser DWDM yang harus memenuhi beberapa kriterja di antaranya adalah bahwa Demux harus stabil pada setiap waktu dan pada berbagai suhu, harus memiliki penguatan yang relatif besar pada suatu daerah frekuensi tertentu dan dapat tetap memisahkan sinyal informasi, sehingga tidak terjadi interferensi antar sinyal. Sistem yang sebelumnya sudah dijelaskan yaitu FBG (Fiber Bragg Grating) mampu memberikan spacing channel tertentu seperti pada Gambar nm Channel Spacing DWDM Fiber Bragg Grating Gambar 2.8 Channel Spacing DWDM Fiber Bragg Grating[16]. 2.6 Sistem CWDM Konsep Coarse Wavelength Division Multiplexing (CDWM) ialah memanfaatkan kanal spasi yang tetap untuk dapat meningkatkan band frekuensinya.

35 Tujuan utama teknologi ini adalah menekan biaya investasi dan biaya operasi teknologi DWDM terutama untuk area metro[3]. DWDM memang berimbas pada biaya. Dengan pertimbangan utama tingginya biaya dan diikuti oleh alasan kebutuhan variasi layanan dan kebutuhan jarak tempuh yang pendek (terkait pada kebutuhan sumber laser) membuat implementasi DWDM membutuhkan biaya yang mahal. Solusi untuk permasalahan ini adalah konsep Coarse Wavelength Division Multiplexing (CDWM)[3] Prinsip CWDM Prinsip kerja dasar dari CDWM adalah sama dengan prinsip kerja umum teknologi DWDM yaitu mentransmisikan kombinasi sejumlah panjang gelombang yang berbeda dengan menggunakan perangkat multipleks panjang gelombang optik dalam satu fiber. Pada sisi penerima terjadi proses kebalikannya, dimana panjang gelombang tersebut dikembalikan ke sinyal asalnya[3] Perbedaan Antara CWDM dan DWDM Perbedaan yang paling mendasar antara CWDM dan DWDM terletak pada jarak antar kanal dan area operasi panjang gelombangnya (band frekuensi). CWDM memanfaatkan jarak antar kanal 0.2 nm yang lebih memberi ruang kepada sistem untuk toleran terhadap dispersi. Hal ini berkaitan langsung dengan teknologi perangkat multipleks ( terutama laser dan filter ) yang akan diimplementasikan dalam sistem, dimana untuk jarak antar kanal yang semakin presisi (DWDM = 0,2 nm s/d 1,2 nm) laser dan filter yang digunakan akan semakin mahal[3].

36 Tabel 2.1 Perbedaan Antara CWDM dan DWDM[3]. No Parameter CWDM DWDM 1 Channel Spacing 0,2 nm 0,2 s.d 1,2 nm 2 Band Frekuensi 1290 s.d 1610 nm 1470 s.d 1610 nm 3 Type Fibre Optimal ITU T G.652, G.653, G.655 ITU T G Aplikasi Point to point, chain, ring, mesh Point to point, chain, ring mesh 5 Area implementasi optimal Metro Jarak jauh 6 Ukuran perangkat Lebih kecil Lebih besar 7 OLA ( Regenerator ) Tidak ada Ada 8 Power Consumption Lebih rendah ( 15 % ) Lebih Tinggi 9 Laser Device Lebih murah Lebih mahal 10 Filter Lebih sedikit Lebih banyak Jarak antar kanal merupakan jarak antara dua panjang gelombang yang dialokasikan sebagai referensi. Semakin sempit jarak antar kanal, maka akan semakin besar jumlah panjang gelombang yang dapat ditampung. Jarak antar kanal yang paling umum digunakan oleh para pengguna DWDM saat ini adalah: 0,2 nm s/d 1,2 nm, sedangkan untuk CWDM tetap 0.2 nm. Deskripsi jarak antar kanal adalah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.9 dan Gambar 2.10[3]. Gambar 2.9 Jarak Antar Kanal Pada DWDM[3].

37 Gambar 2.10 Jarak Antar Kanal pada CWDM[3]. Pada DWDM dibutuhkan laser transmiter yang lebih stabil dan presisi daripada yang dibutuhkan pada CWDM. Artinya, DWDM menempati level teknologi yang lebih tinggi dari CWDM. Pada sistem DWDM laser yang digunakan adalah sistem DFB yang menggunakan teknologi tinggi dengan toleransi panjang gelombang sekitar 0,1 nm (presisi dan sangat sempit) dan mengakibatkan temperatur tinggi, sehingga membutuhan sistem pendingin. Sedangkan pada sistem CWDM sekitar ( 2-3 ) nm tanpa sistem pendingin dan membutuhkan konsumsi daya yang lebih kecil (hanya sekitar 15% dibanding DWDM). Demikian pula terjadi pada sistem filter diantara keduanya. Tentunya hal ini menimbulkan perbedaan biaya yang sangat signifikan[3]. 2.7 WDM Sebagai Sistem Cross Connect Switching WDM tidak hanya dapat melakukan proses multipleksing dan demultipleksing yang baik, tetapi WDM juga dapat melakukan optical cross connect switching. Gambar 2.11 menunjukkan proses optical cross connect switching. Sinyal dilewatkan pada N input ke M output yang mungkin. Proses switching ini disebut sebagai cross connect atau switching fabrics. Sistem cross connect ini mempunyai fungsi yang sama pada switching operator telepon.

38 Optical cross connect merupakan sistem baru dalam dunia telekomunikasi. Ia dapat melakukan transfer sinyal optik secara bersamaan dengan kecepatan tinggi pada input dan output-nya. Sistem ini hanya dapat mengatasi untuk jumlah switching yang terbatas yaitu 8 x 8 dengan 8 input dan 8 output. Sistem cross connect ini dalam pengembangannya sudah mampu melakukan switching dengan kapasitas 1000 input dan output, namun belum dipublikasikan dan masih dilakukan di laboratorium serta lembaga penelitian komersial. Berikut ini adalah Gambar 2.11 yang menunjukkan sistem optical cross connect. Gambar 2.11 Optical Cross Connect[9]

39 BAB III SISTEM ARRAYED WAVEGUIDE GRATINGS 3.1 Pendahuluan Pengenalan tentang sistem AWG sudah menjadi revolusi dari sistem telekomunikasi. AWG membuat blok - blok untuk penanganan sistem yang rumit seperti ; optical attenuator ( VOA ), thermo-optic switch, DWDM channel monitor, dynamic gain equalizer, dan lain - lain. Biasanya modul AWG ditunjukkan seperti Gambar 3.1. Heater Attach Fibre Chip-Coupling Electric Wiring Strains relieves Fan-out boxes Connectors Housing Module pre-test Gambar 3.1 Modul AWG ( Arrayed Waveguide Gratings )[16]. Sistem DWDM mampu untuk melakukan multiplexing dan demultiplexing yang terangkum dalam sistem AWG. Multiplekser AWG dikenal dengan nama wavelength division multiplexer ( WDM ) dan demultiplekser AWG dikenal dengan

40 sebutan wavelength division demultiplexer ( WDDM ). Sinyal optik dibangkitkan oleh dioda laser ( LDS ) menjadi panjang gelombang monokromatik yang serial λ 2, λ 2, λ N, ( tanpa sebuah standar rentang panjang gelombang ) dan keluar sebanyak N serat ke dalam sebuah WDM. Sinyal input dalam WDM dikombinasikan menjadi sebuah sinyal output polikromatik, proses ini dikenal dengan nama multiplexing. Fiber optik dapat melakukan multiplexing dengan bandwidth yang sangat besar. Pada saat multiplexing sinyal polikromatik dijadikan sebuah sinyal tunggal pada transmisi melalui fiber optik. Pada WDM sinyal polikromatik tersebut dipisahkan menjadi panjang gelombang tunggal yang bersesuaian, dan diidentifikasi sebagai serial pada kanal, proses ini dikenal dengan nama demultiplexing. Panjang gelombang tersebut distandarisasikan oleh International Telecommunications Union ( ITU ) untuk jaringan DWDM. Komponen WDM yang penting lainnya seperti ; optical add/drop multiplexers ( OADM ), optical cross connect switches ( OXC ), dan optical amplifier seperti erbium doped fiber amplifier ( EDFAs ). Sistem WDM harus dirancang sesuai dengan panjang gelombang dari kanal yang bersesuian dengan standar kanal ITU. Contohnya, 40 kanal AWG dengan band 100 GHz digunakan untuk aplikasi DWDM yang telah memiliki center wavelength sebesar 1553 nm. Operasi WDM dirancang pada ITU grid frequencies sama baiknya dengan melakukan multipleksing pada frekuensi ( 200 GHz, 500 GHz,...)[16]. Pada jaringan jarak jauh ( yaitu lebih dari ratusan kilometer ), penguatan optik menjadi sebuah keperluan. Ini dikarenakan penambahan rugi - rugi karena penambahan jarak transmisi. Bagaimanapun juga, penambahan penguatan optik dapat meningkatkan biaya jaringan secara signifikan, rancangan yang rumit, dan pada waktu yang sama

41 dapat mengurangi kanal. Pada transmisi jarak jauh selain rumit, faktor biaya juga harus diperhitungkan. Dalam jaringan optik metro ( tipe di atas 100 km ), ini seperti sebuah kanal trafik yang akan mentransmisikan banyak add/drop lokasi sebelum sampai ke tujuan. Oleh karena itu, penguatan peralatan relatif menjadi sebuah faktor kritis dalam jaringan DWDM. 3.2 Maksimum jumlah kanal panjang gelombang Maksimum jumlah kanal panjang gelombang N bergantung pada ΔλFSR, dimana ΔλFSR NΔλ untuk mencegah overlapping pada daerah spektral[8]. nc. λv N< ( 3.1 ) n. m. λ g dari persamaan di atas didapat parameter m, parameter ini diharapkan bernilai kecil yang digunakan untuk meningkatkan jumlah kanal panjang gelombang. 3.3 Perbedaan Fasa dan Koherensi Fasa Apabila dua gelombang atau lebih yang berfrekuensi dan memiliki panjang gelombang yang sama tetapi berbeda fasa bergabung, gelombang yang dihasilkan merupakan gelombang harmonik yang amplitudonya bergantung pada perbedaan fasenya. Jika perbedaan fasa 0 0 atau keliapatan 360 0, maka gelombang akan sefasa dan berintrferensi secara saling menguatkan. Amplitudo yang dihasilkan merupakan penjumlahan amplitudo masing masing, sehingga intensitasnya akan maksimum.(intensitas sebanding dengan kuadrat amplitude ). Jika perbedaan fasa

42 180 0 atau kelipatannyam, maka gelombangnya akan berbeda fasa dan berinterferensi saling melemahkan. Amplitudo yang dihasilkan merupakan perbedaan masing masing gelombang dan intensitasnya akan menjadi minimum [18]. 3.4 Percobaan Young Cahaya dari sumber yang berbeda sangat jauh dari sifat koheren, sehingga tidak dapat menghasilkan interferensi cahaya dengan pola yang teratur. Salah satu cara untuk memiliki dua sumber cahaya koheren dapat diperoleh dengan menggunakan satu sumber cahaya kemudian membagi sumber cahaya tersebut sesuai yang diinginkan. Prinsip ini digunakan oleh Thomas Young untuk memperoleh dua sumber cahaya koheren dengan pola interferensi dua celah [7], [18].Berikut ini adalah Gambar 3.2 tentang konsep percobaan Young. Gambar 3.2 Percobaan Young [8] Dalam percobaannya yang terkenalnya yaitu dua sumber cahaya yang koheren dihasilkan dengan menerangi dua celah sejajar dengan sumber cahaya tunggal dengan setiap celah sangat sempit. Gambar 3.3 tentang celah ganda.

43 Gambar 3.3 Celah Ganda [16] Pola interferensi dapat diamati pada layar yang jauh dari celah, yang dipisahkan dengan jarak d. Pada jarak yang sangat jauh dari celah, garis garis dari kedua celah ke satu titik P di layar hampir sejajar, dengan perbedaan lintasan kira kira d sinθ, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.3 dengan demikian interferensi maksimum ( maksima utama ) pada suatu sudut [7], [18] yaitu : d sinθ = m λ, m=0,1,2,..... ( 3.2) sedangkan interferensi minimum terjadi di [8], [16] : d sinθ = ( m + 1 ) λ, m=0,1,2,... ( 3.3 ) 2 perbedaan fase δ di titik P adalah 2πλ kali perbedaan lintasan d sinθ [8], [16] : 2π δ = d sinθ ( 3.4 ) λ Jarak y m yang diukur di sepanjang layar dari titik tengah ke titik terang ke-m seperti Gambar 3.3 dihubungkan oleh sudut θ. Karena sudut tersebut sangat kecil, jarak yang diukur di sepanjang layar titik terang ke-m yaitu[16] : dsinθ = dy m ( 3.5 ) L

44 Karena titik terang tersebut berjarak sama pada layar, maka jarak antara dua titik terang (maksima utama ) berurutan yaitu [18] : λ L y m = m......( 3.6 ) d 3.5 Pola Interferensi dari Tiga atau Lebih Sumber Berjarak Sama Jika kita memiliki tiga sumber atau lebih yang berjarak sama dan sefasa satu sama lain, pola intensitas pada layar yang jauh akan serupa dengan pola yang diberikan oleh dua sumber, tetapi ada beberapa perbedaan penting yaitu ; kedudukan mksima utama di layar adalah sama tanpa memandang berapa banyak sumber yang kita miliki, tetapi maksima ini memiliki intensitas yang lebih terang dan lebih tajam jika terdapat banyak sumber [1], [7], [18]. Beikut ini Gambar 3.4 tentang pola cahaya pada 2,3 dan 4 celah. Gambar 3.4 Pola cahaya pada 2,3 dan 4 celah [18]

45 Bila celah ditambah, maka maksima maksima utama yang dihasilkannya lebih kuat dan lebih sempit daripada maksima dua sumber. Maksima ini terjadi di titik titik perbedaan lintasan di antara sumber yang berdekatan nol atau sebesar bilangan bulat panjang gelombang. Jika kita memiliki empat sumber yang berjarak sama dan sefasa, maksima utama tetap diberikan oleh persamaan ( 3.2 ). Tetapi maksima ini lebih besar intensitasnya dan lebih sempit dan terdapat dua maksima sekunder diantara setiap maksima utama yang berdekatan [1], [18]. Gambar 3.4 menunjukkan pola intensitas untuk dua sumber, tiga sumber dan empat sumber. Di sini dapat dilihat pola penajaman maksima utama utama dan penyempitannya [1]. Gambar 3.5 menunjukkan pola intensitas untuk 2,3 dan 4 celah. Gambar 3.5 Pola intensitas untuk 2,3 dan 4 celah [18]. Pada Gambar 3.5 I 0 merupakan intensitas akibat setiap sumber yang bekerja sendiri sendiri. Untuk tiga sumber, maksima utama lebih tajam dan lebih besar intensitasnya dari pada dua sumber dan terdapat maksimum sekunder yang sangat kecil di antara setiap maksima utama. Untuk empat sumber, terdapat dua maksima

46 sekunder diantara setiap pasang maksima utama, bahkan maksima utama lebih sempit [1], [18]. Untuk N sumber, intensitas maksima utma sama dengan N 2 kali intensitas akibat sumbr tunggal. Minimum pertama terjadi pada sudut fase δ = / N, terdapat N-2 maksima sekunder diantara setiap pasang maksima utama [1], [18]. Maksima sekunder ini sangat lemah dibandingkan dengan maksima utama. Begitu jumlah sumber meningkat, maka maksima utama menjadi lebih tajam dan lebih besar intensitasnya dan intensitas maksima sekunder dapat diabaikan jika dibandingkan dengan intensitas maksima utama [18]. 3.6 Difraksi Cahaya Difraksi adalah pembelokan gelombang di sekitar sudut yang terjadi apabila sebagian muka gelombang dipotong oleh halangan atau rintangan [18]. Pada pembahasan tentang pola interferensi yang dihasilkan oleh dua celah atau lebih, dianggap celah tersebut sangat sempit, sehingga dapat dianggap celah tersebut sebagai sumber garis gelombang [1], [18]. Dengan demikian, intensitas akibat satu celah yang bekerja sendiri akan sama dengan ( I 0 ) pada sembarang titik layar P di layar yang tidak tergantung pada sudut θ yang dibuat antara sinar dengan titik P dan garis normal diantara celah dan layarnya. Apabila celah tidak sempit, intensitas pada layar akan bergantung pada sudutnya, biasanya intensitas menurun apabila sudutnya meningkat [18].

47 3.7 Dampak Penambahan Jumlah Celah Pada Gambar 3.6 terlihat pola yang dihasilkan satu, dua, tiga atau lebih celah yang mempunyai lebar sama. Gambar 3.6 Dampak pertambahan jumlah celah [1]. Perkembangan yang paling mencolok pada Gambar 3.6 ialah dengan bertambahnya jumlah celah, maka akan terjadi penyempitan pada maksima utama. Dengan pertambahan celah yang lebih banyak, maka ketajaman dari maksima utama bertambah dengan cepat dan polanya menjadi seperti garis sempit ( lihat Gambar 3.6 ( f ) ) [1], [18]. Berikut adalah Gambar 3.7 yang menunjukkan Maksima utama dan kedua dari 3 celah.

48 Gambar 3.7 Maksima utama dan kedua pada 3 celah [1]. Gambar 3.7 menunjukkan kurva intensitas pada kasus tiga celah. Intensitas maksima kedua 11,1 persen dari maksima utama [1]. 3.8 Maksima Utama Perhatikan gelombang cahaya datar yang dating secara normal pada kisi yang ditunjukkan pada Gambar 3.8 dan anggap bahwa lebar celah sangat sempit, sehingga setiap celah menghasilkan berkas yang terdifraksi meluas [18]. Fungsi lensa cembung untuk memfokuskan cahaya agar intensitasnya maksimum pada kisi [7]. Berikut ini adalah Gambar 3.8 tentang kisi difraksi. Gambar 3.8 Kisi Difraksi (a) Kisi Tanpa Lensa (b) Kisi dengan Lensa Pemfokus

49 Pola interferensi yang dihasilkan pada layer yang jauh dari kisi tersebut ialah pola akibat banyak sumber cahaya yang berjarak sama. Maksima interferensi yang berada pada sudut θ yaitu [1], [7], [18] : d sinθ = m λ, m=0,1,2,... ( 3.7 ) Dengan m merupakan bilangan orde difraksi. Kedudukan maksima utama tidak bergantung pada jumlah sumbernya, tetapi bergantung pada banyak sumber yang ada, sehingga semakin tajam dan semakin besar intensitas maksimumnya [18]. 3.9 Minima dan Maksima Kedua Di antara dua maksima utama yang berdekatan terdapat N-1 titik yang berintensitas nol ( minima ). Dua minima yang bersebelahan dengan maksima utama tersebar dengan jarak dua kali satu sama lain [1]. Di antara minima minima terdapat intensitas yang muncul kembali ( maksima ). Tetapi maksima kedua yang dihasilkan mempunyai intensitas lebih kecil dari pada maksima utama. Gambar 3.9 menunjukkan Maksima utama, minima dan maksima kedua pada N = 6. Gambar 3.9 Maksima utama, minima dan maksima kedua pada N = 6 [1]

50 Gambar 3.9 menunjukkan grafik enam celah dengan kuantitas 2 sin Nγ dan sin Nγ, serta juga hasil baginya yang memberikan sebaran intensitas di dalam pola interferensi [1], maka intensitas dari maksima utama N 2 bernilai 36. Maksima kedua terlihat juga dalam Gambar Gambar 3.10 Maksima kedua pada N = 20 [1] Jika jumlah celah bertambah, maka jumlah maksima kedua juga bertambah dengan persamaan N-2. Gambar 3.10 menunjukkan kurva interferensi pada N = 20, dalam kejadian ini terdapat 18 maksima kedua diantara tiap pasangan maksima utama, maksima kedua pada Gambar 3.12 tidak kelihatan karena intensitasnya tidak cukup kuat untuk ditunjukkan [1] Susunan Spektrum Kisi Maksima utama yang telah dibahas tersebut berupa garis spektrum, sebab ketika sumber cahaya melewati celah sempit, maka cahaya menjadi terang pada layar. Garis ini akan paralel menurut aturan kisi jika celah juga bersusunan paralel. Untuk cahaya monokromatik dengan panjang gelombang λ dan sudut θ yang

51 ditunjukkan pada persamaan 3.3 dan 3.8 [1], [18]. Gambar 3.11 menunjukkan pola cahaya yang dihasilkan kisi. Gambar 3.11 Pola cahaya yang dihasilkan kisi [1] Pada persamaan umum tersebut dimasukkan cahaya input pada kisi dengan sudut i,maka persamaan akan menjadi [1]: ( i + sinθ ) mλ d sin =......( 3.8) 3.11 Prinsip kerja AWG AWG dapat melakukan multipleksing dan demultipleksing pada jumlah panjang gelombang yang banyak. Prinsip kerjanya seperti pada Gambar Input Coupler Output Coupler Gambar 3.12 Prinsip Kerja AWG[17].

52 Cahaya propagasi pada masukkan waveguide didifraksikan pada slab pertama dan digabungkan dalam arrayed waveguide oleh FSZ. Array Waveguide dirancang untuk panjang optik yang berbeda - beda antara array waveguide yang berdekatan, oleh karena itu perubahan fasa akan terjadi di cabang arrayed. Selisih antara panjang array waveguide ( ΔL ) adalah seharusnya konstan pada array yang bersesuaian Jika masukkan panjang gelombang diatur dari pusat panjang gelombang, maka fasa akan berubah dalam cabang array. Hal ini dapat dilihat dari persamaan (3.9 )[8]: dθ k Ldλn = dλ kn λ d s c g = n n c g n m s d......( 3.9 ) Dimana : θ = Sudut difraksi L = Selisih panjang array waveguide m = Order difraksi n g = Indeks bias grup n c = indeks bias pada array waveguide n s = indeks bias pada slab k = Konstanta coupling Karena panjang gelombang berbeda pada waveguide yang berdekatan, fasa berubah meningkat secara linier dari masukan ke keluaran array waveguide, yang menyebabkan sorotan cahaya berlawanan dengan titik fokusnya pada slab kedua dari

53 slab pertama. Pada persamaan ( 3.11 ) menunjukkan pengaruh L terhadap perubahan fasa θ gelombang. Karena n c L m =, maka didapatkan persamaan ( 3.11 ) [8]:... ( 3.10 ) λ c dθ n g L =....( 3.11 ) dλ n dλ s c Letak titik fokus pada ujung keluaran waveguide bergantung pada panjang gelombang λ sinyal, sebab tergantung terhadap delay fasa pada tiap tiap arrayed waveguide, yang diberikan oleh persamaan : Delay fase = L...( 3.12 ) λ Letak keluaran waveguide pada image plane memperkenankan pemisahan ruang pada panjang gelombang yang berbeda [7], [8], [9]. Hal ini dapat kita lihat pada Gambar Gambar 3.13 Geometri output kopler pada AWG

54 Keterangan : L d x θ Lf = Perbedaan antara array waveguide yang bersesuaian = Jarak antar waveguide pada bagian input lensa cembung = Jarak antar waveguide pada bagian output FPR = Sudut saat difraksi berkas maksimum = Focus length Arrayed waveguide gratings terdiri dari arrayed waveguide yang dikopling dengan 2 slab. Perbedaan panajng waveguide yang berdekatan dinotasikan dengan L. Struktur ini menghasilkan perubahan fasa yang bergantung pada panjang gelombangnya. Arrayed waveguide bekerja sebagai kisi difraksi cembung [8]. Konstanta perbedaan panjang jalur antara waveguide yang berdekatan L dihubungkan ke orde m kisi difraksi. Pada slab masukkan, x adalah jarak antar waveguide masukan, d merupakan jarak antar waveguide keluaran dengan radius kelengkungan ( panjang fokus ) Lf yang bersesuaian dengan sudut difraksi θ i pada slab. Dalam daerah slab keluaran, x adalah jarak antar waveguide keluaran, d adalah jarak antar waveguide masukan dengan radius kelengkungan Lf yang sesuai terhadap sudut difraksi keluaran θ 0. Dari kondisi kesesuaian fasa, persamaan kisi yaitu[12] : β ( λ ) d sinθ β ( λ ) L + β ( λ ) d sinθ = 0 mπ ( 3.13 ) c c c 2 Dengan β adalah konstanta propagasi daerah slab dan arrayed waveguide, λ c adalah center wavelength. Karena θ = i. x Lf dan θ = j. x Lf......( 3.14 ) i / o /

55 Dengan mensubtitusi persamaan ( 3.13 ) dan ( 3.14 ), diperoleh [12]: β dx dx + c c ( 3.15 ) Lf Lf ( λ ) βλ L β ( λ ) = mπ c 2 βλ L = mπ ( 3.16 ) c 2 Atau [10], [11], [12]: n c L λ c =.... ( 3.17 ) m Dengan n c adalah indeks refraksi efektif pada arrayed waveguide ( n c = β / k, k adalah urutan gelombang dalam ruang hampa FPR ). Difraksi angular merupakan hubungan antara sudut difraksi dan frekuensi f, diperoleh dengan penurunan Persamaan ( 3.13 ). Dengan sudutnya θ θ = θ i = 0, hasilnya yaitu [11], [12] : 2 dθ mλc ng =...( 3.18 ) df n dcn s g n = n λdn dλ....( 3.19 ) g c c / Dimana : n s = indeks efektif slab n g = indeks bias grup dari waveguide c = Cepat rambat cahaya di ruang hampa Setiap jalur mempunyai frekuensi kerja yang priodik, jaraknya ditunjukkan sebagai FSR ( Free Spectral Range ), dimana : FSR= N f λ / c m ( 3.20 ) Walaupun FRS dirancang ke dalam Persamaan N f, pada orde ( m+1 ), maka :

56 c + n ) d i sinθ i + ( nc + nc ) L + ( ns + ns ) d sinθ o = ( m + 1)..( 3.21 ) f + FSR ( ns s Dimana : n s + ns & nc nc + = Indeks refraksi efektif pada slab dan kanal arrayed waveguide. Pada frekuensi f + FSR, indeks bias tersebut bisa diganti dengan Persamaan [11], [12] : dnc cdnc nc = FSR = FSR... ( 3.22 ) 2 df f dλ dns cdns ns = FSR = FSR... ( 3.23 ) 2 df f dλ Dengan demikian Persamaan FRS menjadi [11], [12] : FSR = n c dnc λ L + n dλ s c dns λ dλ ( d sin θ + d sinθ ) i o.....( 3.24 ) Pada persamaan ( 3.13 ), kita asumsikan bahwa FSR relatif lebih kecil dari f dan menganggap f( f + FSR ) sebagai f 2 karena L >> ( d sin θ + d sinθ ) λdn s / dλ dianggap n g, maka Persamaannya menjadi [11], [12] : i o, maka FSR = n g c ( L + d sin θ + d sinθ ) i o......( 3.25 ) Persamaan ( d θ d sinθ ) sin + menunjukkan bahwa FSR bergantung kepada port i masukkan dan keluaran, Karena θ θ = 0, maka : o i + o FSR = c [11] ( 3.26 ) n L g

57 Untuk memperoleh chromatic dispersion, penggabungan panjang gelombang pusat, jarak antar kanal ( channel spacing ), dan free spectral range dapat digunakan sebuah strategi rancangan sederhana. Rancangan awal dengan menentukan panjang penyebaran d dari keluaran waveguide pada image plane. Jarak ini secara total memberikan efek crosstalk,sehingga untuk mendapatkan crosstalk yang diinginkan, maka d harus diatur sedemikian rupa. Lebar waveguide dapat ditentukan sehingga antara input dan output adalah sebuah single mode. Besar frekuensi Lf pada keluaran FPR dapat diperkirakan sesuai dengan persamaan berikut[17]: Lf = d. x. n m. λ FPR ch......( 3.27 ) Dengan θ diperoleh dari persamaan[17] : m θ = λ 0 n n FPR d eff a L ( 3.28 ) Dimana m = V c λ FSR adalah order kisi difraksi. Spasi kanal λch harus besar sehingga dapat menampung rentang operasi waveguide yang diperlukan. Spasi waveguide d ditentukan sekecil mungkin untuk meminimalisir efesiensi coupling FPR pada AWG. Pentransmisian WDM melalui single mode fibre dapat dilihat pada gambar 3.14.

58 Gambar 3.14 Pentransmisian WDM[5]. Pada Gambar 3.14 dapat dilihat pentransmisian WDM melalui single mode fibre pada jaringan WAN, MAN, dan LAN. Sebagai contoh ; data informasi yang ditransmisikan ialah berupa gelombang cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda beda. Untuk pentransmisian jaringan WAN menuju MAN, AWG dapat melakukan Drop panjang gelombang yang diinginkan ke tujuan di jaringan MAN tanpa menganggu informasi yang lainnya. Jika informasi tersebut tidak ingin di-drop pada jaringan MAN, maka AWG cukup melewatkan informasi tersebut pada jaringan WAN dengan sistem cross connect Keunggulan Sistem AWG 1) AWG adalah salah satu dari sekian banyak perangkat yang diakui dan telah terbukti sebagai perangkat multipleks dan demultipleks pada komunikasi serat optik.

59 2) AWG telah terbukti secara tepat untuk melakukan demultipleksing sinyal optik dalam jumlah yang sangat besar dengan insertion loss yang rendah. 3) AWG memiliki stabilitas yang tinggi dan dengan biaya perancangan yang murah. 4) AWG juga merupakan salah satu perangkat yang digunakan sebagai demultipleksing panjang gelombang optik pada sisten OCDMA ( Optical Code Division Multiple Access), sebab AWG dapat digabungkan dengan komponen lain untuk membuat add/drop multiplexer agar dapat disalurkan menjadi panjang gelombang tunggal pada jaringan biasa dan hubungan silang (cross conection) pada router. 5) AWG juga bersifat fleksibel untuk memilih jumlah kanal dan spasi kanal yang dibutuhkan. 6) Biaya pemakaian sistem AWG tidak tergantung besaran harga panjang gelombang yang dihitung oleh filter dielektrik, sehingga sistem ini sangat tepat untuk aplikasi wilayah metropolitan Parameter kinerja AWG 1. Selisih Panjang Array ( L ) Perbedaan panjang gelombang yang berada pada arrayed waveguide yang bersebelahan. Parameter ini dapat dihitung dengan rumus :

60 λ m n c = atau L g m.λ C. Vg L = [15]......( 3.29 ) c Dimana : m = Order difraksi λ c = Panjang gelombang pusat n g = index grup c = Cepat rambat cahaya di ruang hampa 2. Order Difraksi ( m ) Integral multiple ( oder difraksi ) ini diharapkan dapat bernilai kecil, sehingga dapat meningkatkan jumlah kanal panjang gelombang. Integral multiple dapat dicari dengan rumus : m = V c λ FSR [15]..... ( 3.30 ) Dimana : V c = Frekuensi Koresponden ( Hz ) λ FSR = free spectral range

61 BAB IV ANALISIS KINERJA ARRAYED WAVEGUIDE GRATINGS PADA KOMUNIKASI SERAT OPTIK 4.3. Umum Tugas Akhir ini menganalisis kinerja AWG ( Arrayed Waveguide Gratings ) dalam aplikasi komunikasi serat optik. Kinerja yang dianalisis dalam Tugas Akhir ini adalah panjang dari array waveguide yang bersesuaian ( L ) dan order dari array (m ). Parameter yang tetap dalam perhitungan kinerja AWG ini adalah: 1. Panjang gelombang untuk bahan silika adalah λ = 1,276 µ m [15]. 2. Cepat rambat gelombang di ruang bebas adala c = 3 x 10 8 m. 2 π 2x3,14 3. Konstanta propagasi adalah β = [15], sehingga β = λ 6 1,276x10 β = 4,9216 x 10-6 m -1. Pada sistem AWG, harus diketahui kecepatan dari grup array ( V g ), dimana V g akan bernilai sama jika melalui sebuah medium tanpa dispersi. V p akan besifat bebas terhadap pengaruh kecepatan sudut ω, namun dalam sebuah medium yang berdispersi maka V p akan merupakan fungsi dari ω.

62 V p = β ω [15]...( 4.1 ) Dimana : V p = kecepatan phasa ω = kecepatan sudut β = konstanta propagasi Sesuai dengan standar ITU untuk 40 kanal, maka digunakan frekuensi kerja sebersar 100 GHz untuk aplikasi DWDM yang telah memiliki center wavelength λ c = 1,553 µ m[15]. 4.2 Perhitungan Kecepatan Grup Jika digunakan rentang frekuensi kerja dari GHz dengan increment 50 GHz, jumlah kanal 40 dan center wavelength λc sebesar 1,553, maka akan diperoleh sebanyak 9 buah kecepatan grup untuk masing masing spasi kanal. Contoh: Untuk Kecepatan Grup pertama pada kanal spasi 100 GHz diperoleh hasil : V g1 = 2πf 1 β 9 2x3,14x100x10 = 1, m/s = 127,601 km/s...( 4.2 ) 4,9216x10 = 6

63 4.3. Perhitungan Order Kisi Difraksi ( m ) Dengan mengacu pada spasi kanal dari 100 hingga 500 GHz pada increment (rentang naik ) 50 GHz, sehingga didapatkan sebanyak 9 order difraksi untuk masing masing spasi kanal. m = V c c ( V ) FSR [15],...( 4.3 ) dimana : V c = Frekuensi koresponden ( Hz ) ( Vc ) FSR = Jumlah kanal x frekuensi kerja V c = 8 c λ = 3.10 = 193, Hz...( 4.4 ) 6 1, c Sehingga untuk m 1 pada spasi kanal 100 GHz diperoleh : m 1 = V c 193,548x10 = 9 40xf 1 40x100x10 12 = 48, ( 4.5 ) 4.4 Perhitungan L nilai Dari data di atas sesuai dengan spasi kanal masing masing dapat diperoleh L. Nilai L untuk masing masing order array yaitu: L 1 = m x c xv 1 λ c g x1,553x10 x127,601x10 3x10 = 8 3 = 0, µ m...( 4.6 )

64 Tabel 4.1 Rekapitulasi Perhitungan m, L, V g, dan λ = 1, 553 meter C µ n L n m n λ c V gn ( µ m ) ( µ m ) ( km/s ) 1 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,005 Dari Tabel di atas diperoleh harga yang signifikan terhadap m, L, dan V g dengan penetapan terhadap center wavelength sebesar 1,553 µ m sesuai spasi kanal masing masing.

65 Tabel 4.2 Rekapitulasi Perhitungan m dan λch n m n Channel Spacing ( λch ) ( GHz ) Dari Tabel 4.2 di atas diperoleh penurunan terhadap nilai order difraksi seiring dengan kenaikan spasi kanalnya. Order difraksi diharapkan bernilai kecil guna meningkatkan jumlah kanal transmisi. Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat Grafik 4.1. Grafik 4.1 m Vs λch

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) 2.1 Umum Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang merupakan cikal bakal lahirnya Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM),

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR STUDI PERBANDINGAN DWDM (DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) DAN CWDM (COARSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING)

TUGAS AKHIR STUDI PERBANDINGAN DWDM (DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) DAN CWDM (COARSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) TUGAS AKHIR STUDI PERBANDINGAN DWDM (DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) DAN CWDM (COARSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK O L E H PUTRA ANDICA SIAGIAN 050402027

Lebih terperinci

BAB II SISTEM TRANSIMISI KABEL SERAT OPTIK. telekomunikasi yang cepat maka kemampuan sistem transmisi dengan menggunakan

BAB II SISTEM TRANSIMISI KABEL SERAT OPTIK. telekomunikasi yang cepat maka kemampuan sistem transmisi dengan menggunakan BAB II SISTEM TRANSIMISI KABEL SERAT OPTIK 2.1 Pendahuluan Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan sarana telekomunikasi dalam biaya relatif rendah, mutu pelayanan tinggi, cepat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan sangat cepat. Ini diakibatkan adanya permintaan dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan sangat cepat. Ini diakibatkan adanya permintaan dan peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi sekarang ini mengalami kemajuan sangat cepat. Ini diakibatkan adanya permintaan dan peningkatan kebutuhan akan informasi, yang

Lebih terperinci

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Umum Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan sarana telekomunikasi dengan biaya relatif rendah, mutu pelayanan tinggi, cepat, aman, dan juga

Lebih terperinci

TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA JARINGAN OPTIK. Yamato & Evyta Wismiana. Abstrak

TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA JARINGAN OPTIK. Yamato & Evyta Wismiana. Abstrak TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA JARINGAN OPTIK Oleh : Yamato & Evyta Wismiana Abstrak Perkembangan teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing ( DWDM ) p a da j ar in

Lebih terperinci

DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM )

DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM ) DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM ) Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga 50711 Email : andreas_ardian@yahoo.com INTISARI WDM (Wavelength Division

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS PERHITUNGAN LATENCY PADA DYNAMIC WAVELENGTH ROUTER SALURAN TRANSMISI OPTIK WILLY V.F.S

TUGAS AKHIR ANALISIS PERHITUNGAN LATENCY PADA DYNAMIC WAVELENGTH ROUTER SALURAN TRANSMISI OPTIK WILLY V.F.S TUGAS AKHIR ANALISIS PERHITUNGAN LATENCY PADA DYNAMIC WAVELENGTH ROUTER SALURAN TRANSMISI OPTIK O L E H WILLY V.F.S. 040402079 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-199

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-199 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-199 Perencanaan Arrayed Waveguide Grating (AWG) untuk Wavelength Division Multiplexing (WDM) pada C-Band Frezza Oktaviana Hariyadi,

Lebih terperinci

PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE

PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE RUAS SEMARANG-SOLO Dudik Hermanto (L2F 008 027) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ABSTRAK

Lebih terperinci

Teknologi WDM pada Serat Optik

Teknologi WDM pada Serat Optik Teknologi WDM pada Serat Optik Oleh : Gilang Andika 0404030407 Hendra Cahya Mustafa 0404037061 Kamal Hamzah 0404037096 Toha Kusuma 040403715Y DEPARTEMEN ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK

Lebih terperinci

ZTE ZXWM M900 SEBAGAI PERANGKAT DWDM BACKBONE

ZTE ZXWM M900 SEBAGAI PERANGKAT DWDM BACKBONE Makalah Seminar Kerja Praktek ZTE ZXWM M900 SEBAGAI PERANGKAT DWDM BACKBONE Frans Bertua YS (L2F 008 124) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ABSTRAK Pada 30 tahun belakangan

Lebih terperinci

Kontingensi Kabel Optik non-homogen Tipe G.652 dan G.655 Abstrak Kata Kunci PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

Kontingensi Kabel Optik non-homogen Tipe G.652 dan G.655 Abstrak Kata Kunci PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Makalah Seminar Kerja Praktek Kontingensi Kabel Optik non-homogen Tipe G652 dan G655 Oleh : Frans Scifo (L2F008125) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Abstrak Pada 30 tahun belakangan

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI DWDM PADA SERAT OPTIK DI PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA,Tbk NETWORK REGIONAL SEMARANG

Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI DWDM PADA SERAT OPTIK DI PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA,Tbk NETWORK REGIONAL SEMARANG Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI DWDM PADA SERAT OPTIK DI PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA,Tbk NETWORK REGIONAL SEMARANG Jayaningprang Kinantang (L2F009124) 1,Darjat, ST MT.(197206061999031001) 2 Teknik

Lebih terperinci

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data Endah Sudarmilah, DWDM sebagai Solusi Krisis Kapasitas Bandwidth pada Transmisi Data Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data Endah Sudarmilah

Lebih terperinci

Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14

Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14 Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14 Dewiani Djamaluddin #1, Andani Achmad #2, Fiqri Hidayat *3, Dhanang Bramatyo *4 #1,2 Departemen Teknik Elektro, Universitas

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek OPTIX BWS 1600G Sebagai Perangkat Transmisi di PT. Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java

Makalah Seminar Kerja Praktek OPTIX BWS 1600G Sebagai Perangkat Transmisi di PT. Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java Makalah Seminar Kerja Praktek OPTIX BWS 1600G Sebagai Perangkat Transmisi di PT Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java Oleh : Hanitya Triantono WP (L2F008129) Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA

Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA Widya Ningtiyas (21060111120024), Sukiswo, ST. MT. (196907141997021001) Jurusan

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T Multiplexing Multiplexing adalah suatu teknik mengirimkan lebih dari satu (banyak) informasi melalui satu saluran. Tujuan utamanya adalah untuk menghemat jumlah saluran fisik misalnya kabel, pemancar &

Lebih terperinci

Pengertian Multiplexing

Pengertian Multiplexing Pengertian Multiplexing Multiplexing adalah Teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi. Dimana perangkat yang melakukan Multiplexing disebut Multiplexer

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH CROSSTALK PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK TERHADAP JARINGAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)

ANALISIS PENGARUH CROSSTALK PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK TERHADAP JARINGAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) ANALISIS PENGARUH CROSSTALK PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK TERHADAP JARINGAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Yolanda Margareth Sitompul, M. Zulfin Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

ANALISIS RUGI-RUGI PADA SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK

ANALISIS RUGI-RUGI PADA SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK ANALISIS RUGI-RUGI PADA SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana (S-I) pada Departemen Teknik Elektro Oleh : FIRMAN PANE 080422047

Lebih terperinci

BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM. (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran

BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM. (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM 3.1 Umum terjadi pada panjang gelombang yang terpisah dan telah di filter (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran tertentu (

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN OPTICAL ADD-DROP MULTIPLEXER (OADM) MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING (FBG) PADA TEKNIK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)

ANALISIS PENERAPAN OPTICAL ADD-DROP MULTIPLEXER (OADM) MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING (FBG) PADA TEKNIK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) 1 ANALISIS PENERAPAN OPTICAL ADD-DROP MULTIPLEXER (OADM) MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING (FBG) PADA TEKNIK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Edita Rosana Widasari. 1, Dr. Ir. Sholeh Hadi Pramono,

Lebih terperinci

BAB II DASAR SYSTEM JARINGAN TRANSMISI METRO WDM

BAB II DASAR SYSTEM JARINGAN TRANSMISI METRO WDM BAB II DASAR SYSTEM JARINGAN TRANSMISI METRO WDM 2.1 Dasar Transmisi Serat Optik Pada komunikasi serat optik sinyal yang digunakan dalam bentuk sinyal digital, sedangkan penyaluran sinyal melalui serat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Informasi terbaru menunjukkan bahwa jaringan multimedia dan highcapacity Wavelength Division Multiplexing (WDM) membutuhkan bandwidth yang tinggi. Serat optik adalah

Lebih terperinci

(MAJALAH ILMIAH FAKULTAS TEKNIK - UNPAK)

(MAJALAH ILMIAH FAKULTAS TEKNIK - UNPAK) ISSN 1411-5972 (MAJALAH ILMIAH FAKULTAS TEKNIK - UNPAK) Volume I, Edisi 23, Periode Juli-Desember 2013 Hal.» Kata Pengantar i» Daftar Isi ii» Pemanfaatan Isotop Lingkungan Di Daerah Cekungan Airtanah Bandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terkait Arrayed Waveguide Grating (AWG) merupakan teknik multiplexer dan demultiplexer dengan jumlah kanal yang sangat besar dan rugi-rugi yang relatif kecil. AWG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan layanan transmisi data dengan kecepatan tinggi dan kapasitas besar semakin meningkat pada sistem komunikasi serat optik. Kondisi ini semakin didukung lagi

Lebih terperinci

SISTEM TRANSMISI DWDM PADA JARINGAN SDH (Studi Kasus : Penerapan Sistem DWDM dan SDH pada Jaringan Transmisi PT. XL Axiata tbk.)

SISTEM TRANSMISI DWDM PADA JARINGAN SDH (Studi Kasus : Penerapan Sistem DWDM dan SDH pada Jaringan Transmisi PT. XL Axiata tbk.) SISTEM TRANSMISI DWDM PADA JARINGAN SDH (Studi Kasus : Penerapan Sistem DWDM dan SDH pada Jaringan Transmisi PT. XL Axiata tbk.) Oleh : Medi Kartika Putri NIM : 612005020 Tugas Akhir Untuk melengkapi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tugas Akhir ini akan diselesaikan melalui beberapa tahapan yaitu mengidentifikasi masalah, pemodelan sistem, simulasi dan analisa hasil. Pemodelan dan simulasi jaringan di-design

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA SISTEM TRANSMISI FIBER OPTIK

Makalah Seminar Kerja Praktek DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA SISTEM TRANSMISI FIBER OPTIK Makalah eminar Kerja Praktek DENE WAVELENGTH DIVIION MULTIPLEXING (DWDM) PADA ITEM TRANMII FIBER OPTIK Oleh : Ahmad Fashiha Hastawan (L2F008003) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI Pada bab ini pembahasan yang akan dijelaskan meliputi simulasi pemodelan jaringan yang di-design menggunakan software optisystem. Langkah ini dilakukan dengan tujuan agar

Lebih terperinci

BAB III CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER

BAB III CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER BAB III CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER 3.1 Umum Optical Cross Connect (OXC) adalah elemen jaringan yang terpenting yang memungkinkan dapat dilakukannya rekonfigurasi

Lebih terperinci

BAB III WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEX

BAB III WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEX BAB III WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEX Di dalam komunikasi serat optik, Wavelength Division Multiplex (WDM) adalah teknologi multipleksing yang digunakan untuk membawa beberapa sinyal informasi (suara,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN OPTIK TRANSPARAN

IMPLEMENTASI JARINGAN OPTIK TRANSPARAN KARYA ILMIAH IMPLEMENTASI JARINGAN OPTIK TRANSPARAN OLEH : NAEMAH MUBARAKAH, ST NIP : 132 306 867 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK 200 7 Implementasi Jaringan Optik Transparan A. Pendahuluan

Lebih terperinci

Topologi Jaringan Transport Optik

Topologi Jaringan Transport Optik KARYA ILMIAH Topologi Jaringan Transport Optik OLEH : NAEMAH MUBARAKAH, ST UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK 2007 Topologi Jaringan Transport Optik A. Pendahuluan Perkembangan dan trend trafik

Lebih terperinci

HANDOUT FISIKA KELAS XII (UNTUK KALANGAN SENDIRI) GELOMBANG CAHAYA

HANDOUT FISIKA KELAS XII (UNTUK KALANGAN SENDIRI) GELOMBANG CAHAYA YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax. 022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id HANDOUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecepatan pengiriman dan bandwidth untuk jarak jauh dalam komunikasi sudah menjadi kebutuhan tersendiri. Masalah ini dapat diatasi dengan sebuah teknologi dengan

Lebih terperinci

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. baru ini adalah serat optik, serat optik menggunakan cahaya untuk mengirimkan

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. baru ini adalah serat optik, serat optik menggunakan cahaya untuk mengirimkan BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Pendahuluan Pada 30 tahun belakangan ini, telah dikembangkan sebuah teknologi baru yang menawarkan kecepatan data yang lebih besar sepanjang jarak yang lebih jauh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Sistem komunikasi kabel laut dengan repeater. akan menguatkan efek dispersi dan gangguan lainnya pada link.

BAB II LANDASAN TEORI Sistem komunikasi kabel laut dengan repeater. akan menguatkan efek dispersi dan gangguan lainnya pada link. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem komunikasi kabel laut 2.1.1 Sistem komunikasi kabel laut dengan repeater Untuk jarak link lebih dari 400 kilometer, efek dari attenuasi dan dispersi optik akan membuat

Lebih terperinci

TUGAS. : Fitrilina, M.T OLEH: NO. INDUK MAHASISWA :

TUGAS. : Fitrilina, M.T OLEH: NO. INDUK MAHASISWA : TUGAS NAMA MATA KULIAH DOSEN : Sistem Komunikasi Serat Optik : Fitrilina, M.T OLEH: NAMA MAHASISWA : Fadilla Zennifa NO. INDUK MAHASISWA : 0910951006 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Fiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

Fiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Fiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Bahan fiber optics (serat optik) Serat optik terbuat dari bahan dielektrik berbentuk seperti kaca (glass). Di dalam serat

Lebih terperinci

Abstrak. 30 DTE FT USU. sistem pembagian spektrum panjang gelombang pada pentransmisiannya.

Abstrak. 30 DTE FT USU. sistem pembagian spektrum panjang gelombang pada pentransmisiannya. ANALISIS KARAKTERISTIK SERAT OPTIK SINGLE MODE NDSF (NON DISPERSION SHIFTED FIBER) DAN NZDSF (NON ZERO DISPERSION SHIFTED FIBER) TERHADAP KINERJA SISTEM DWDM Waldi Saputra Harahap, M Zulfin Konsentrasi

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal Xpedia Fisika Optika Fisis - Soal Doc. Name: XPFIS0802 Version: 2016-05 halaman 1 01. Gelombang elektromagnetik dapat dihasilkan oleh. (1) muatan listrik yang diam (2) muatan listrik yang bergerak lurus

Lebih terperinci

ROMARIA NIM :

ROMARIA NIM : ANALISIS PENGARUH DISPERSI TERHADAP RUGI-RUGI DAYA TRANSMISI PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE REKOMENDASI ITU-T SERI G.655 Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana

Lebih terperinci

Analisis 1,28 Tbps Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) Menggunakan Modulasi Eksternal dan Deteksi Langsung

Analisis 1,28 Tbps Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) Menggunakan Modulasi Eksternal dan Deteksi Langsung Analisis 1,28 Tbps Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) Menggunakan Modulasi Eksternal dan Deteksi Langsung Unggul Riyadi 1, Fauza Khair 2, Dodi Zulherman 3 1,2,3 Fakultas Teknik Telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. elektronik menggunakan kabel tembaga, seperti kabel berpilin, kabel koaksial,

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. elektronik menggunakan kabel tembaga, seperti kabel berpilin, kabel koaksial, BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Pendahuluan Sekitar satu dekade yang lalu, keseluruhan dari sistem komunikasi elektronik menggunakan kabel tembaga, seperti kabel berpilin, kabel koaksial, dan

Lebih terperinci

ANALISA RUGI-RUGI PELENGKUNGAN PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE TERHADAP PELEMAHAN INTENSITAS CAHAYA

ANALISA RUGI-RUGI PELENGKUNGAN PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE TERHADAP PELEMAHAN INTENSITAS CAHAYA ANALISA RUGI-RUGI PELENGKUNGAN PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE TERHADAP PELEMAHAN INTENSITAS CAHAYA Yovi Hamdani, Ir. M. Zulfin, MT Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Data Komunikasi data merupakan transmisi data elektronik melalui sebuah media. Media tersebut dapat berupa kabel tembaga, fiber optik, radio frequency dan microwave

Lebih terperinci

ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN SERAT OPTIK DWDM (DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) UNTUK LINK MEDAN LANGSA (Studi Kasus di PT.

ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN SERAT OPTIK DWDM (DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) UNTUK LINK MEDAN LANGSA (Studi Kasus di PT. ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN SERAT OPTIK DWDM (DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) UNTUK LINK MEDAN LANGSA (Studi Kasus di PT. Telkom Medan) Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit BAB II PEMBAHASAN A. Difraksi Sesuai dengan teori Huygens, difraksi dapat dipandang sebagai interferensi gelombang cahaya yang berasal dari bagian-bagian suatu medan gelombang. Medan gelombang boleh jadi

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan CWDM Dengan Modulasi Eksternal Menggunakan Penguat EDFA dan Tanpa Penguat

Analisis Perbandingan CWDM Dengan Modulasi Eksternal Menggunakan Penguat EDFA dan Tanpa Penguat Analisis Perbandingan CWDM Dengan Modulasi Eksternal Menggunakan Penguat EDFA dan Tanpa Penguat Sri Utami 1, Dodi Zulherman 2, Fauza Khair 3 1,2,3 Fakultas Teknik Telekomunikasi dan Elektro, Institut Teknologi

Lebih terperinci

STUDI PROTEKSI GANGGUAN HUBUNG TANAH PADA STATOR GENERATOR MENGGUNAKAN METODE TEGANGAN HARMONISA KETIGA

STUDI PROTEKSI GANGGUAN HUBUNG TANAH PADA STATOR GENERATOR MENGGUNAKAN METODE TEGANGAN HARMONISA KETIGA STUDI PROTEKSI GANGGUAN HUBUNG TANAH PADA STATOR GENERATOR MENGGUNAKAN METODE TEGANGAN HARMONISA KETIGA Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun KATA PENGANTAR Puji syukur tim panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya tim bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Optika Fisis ini. Makalah ini diajukan guna memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan kecepatan dan bandwidth untuk komunikasi semakin meningkat secara signifikan. Salah satu teknologi yang menjadi solusi adalah sistem transmisi berbasis cahaya

Lebih terperinci

A. PENGERTIAN difraksi Difraksi

A. PENGERTIAN difraksi Difraksi 1 A. PENGERTIAN Jika muka gelombang bidang tiba pada suatu celah sempit (lebarnya lebih kecil dari panjang gelombang), maka gelombang ini akan mengalami lenturan sehingga terjadi gelombang-gelombang setengah

Lebih terperinci

BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA

BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA Tujuan Instruksional Umum Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perambatan gelombang, yang merupakan hal yang penting dalam sistem komunikasi serat optik. Pembahasan

Lebih terperinci

BAB 4 Difraksi. Difraksi celah tunggal

BAB 4 Difraksi. Difraksi celah tunggal BAB 4 Difraksi Jika muka gelombang bidang tiba pada suatu celah sempit (lebarnya lebih kecil dari panjang gelombang), maka gelombang ini akan meng-alami lenturan sehingga terjadi gelombanggelombang setengah

Lebih terperinci

KISI DIFRAKSI (2016) Kisi Difraksi

KISI DIFRAKSI (2016) Kisi Difraksi KISI DIFRAKSI (2016) 1-6 1 Kisi Difraksi Rizqi Ahmad Fauzan, Chi Chi Novianti, Alfian Putra S, dan Gontjang Prajitno Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman

Lebih terperinci

PENGARUH ALOKASI KANAL DAN KARAKTERISTIK SERAT OPTIS TERHADAP BESARNYA EFEK FOUR WAVE MIXING (FWM) DALAM KOMUNIKASI OPTIS

PENGARUH ALOKASI KANAL DAN KARAKTERISTIK SERAT OPTIS TERHADAP BESARNYA EFEK FOUR WAVE MIXING (FWM) DALAM KOMUNIKASI OPTIS PENGARUH ALOKASI KANAL DAN KARAKTERISTIK SERAT OPTIS TERHADAP BESARNYA EFEK FOUR WAVE MIXING (FWM) DALAM KOMUNIKASI OPTIS Dwi Widya Ardelina * LF09658 Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK APLIKASI DWDM PADA SERAT OPTIK

LAPORAN KERJA PRAKTEK APLIKASI DWDM PADA SERAT OPTIK LAPORAN KERJA PRAKTEK APLIKASI DWDM PADA SERAT OPTIK PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) Jl. Moch. Toha No. 77 Bandung 40253 Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Mata Kuliah

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FIBER BRAGG GRATING (FBG) TIPE UNIFORM DENGAN MODULASI AKUSTIK MENGGUNAKAN METODE TRANSFER MATRIK

KARAKTERISASI FIBER BRAGG GRATING (FBG) TIPE UNIFORM DENGAN MODULASI AKUSTIK MENGGUNAKAN METODE TRANSFER MATRIK KARAKTERISASI FIBER BRAGG GRATING (FBG) TIPE UNIFORM DENGAN MODULASI AKUSTIK MENGGUNAKAN METODE TRANSFER MATRIK Pipit Sri Wahyuni 1109201719 Pembimbing Prof. Dr. rer. nat. Agus Rubiyanto, M.Eng.Sc ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III. Perencanaan Upgrade Kapasitas. dengan Tuas (Singapura ) memiliki kapasitas trafik sebesar 8 X 2.5 Gbps yang

BAB III. Perencanaan Upgrade Kapasitas. dengan Tuas (Singapura ) memiliki kapasitas trafik sebesar 8 X 2.5 Gbps yang BAB III Perencanaan Upgrade Kapasitas 3.1 Konfigurasi Awal Sistem Skkl Sea-Me-We 3 Segmen 3 yang menghubungkan Jakarta (Indonesia) dengan Tuas (Singapura ) memiliki kapasitas trafik sebesar 8 X 2.5 Gbps

Lebih terperinci

MULTIPLEXING DE MULTIPLEXING

MULTIPLEXING DE MULTIPLEXING MULTIPLEXING DE MULTIPLEXING Adri Priadana ilkomadri.com MULTIPLEXING DAN DEMULTIPLEXING MULTIPLEXING Adalah teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi.

Lebih terperinci

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4755

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4755 ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4755 PERANCANGAN DAN SIMULASI FILTER PARALLEL CASCADE MICRORING RESONATOR SEBAGAI OPTICAL INTERLEAVER DESIGN AND SIMULATION

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara ANALISA KINERJA JARINGAN TULANG PANGGUNG (BACKBONE) MENGGUNAKAN SERAT OPTIK DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Oleh JOHANNES BARINGIN S. SIBARANI 080402084 Disetujui oleh: Pembimbing, Ir. M. ZULFIN, MT NIP.

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Optika Fisis - Latihan Soal Doc Name: AR12FIS0399 Version : 2012-02 halaman 1 01. Gelombang elektromagnetik dapat dihasilkan oleh. (1) Mauatan listrik yang diam (2) Muatan listrik

Lebih terperinci

± voice bandwidth)

± voice bandwidth) BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Kebutuhan user akan mutu, kualitas, dan jenis layanan telekomunikasi yang lebih baik serta perkembangan teknologi yang pesat memberikan dampak terhadap pemilihan media

Lebih terperinci

TRANSMISI DATA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Abstraksi

TRANSMISI DATA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Abstraksi TRANSMISI DATA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Surawan Adi Putra 1, Dwi Astharini 1, Syarifuddin Salmani 2 1 Departemen Teknik Elektro, Universitas Al Azhar Indonesia,

Lebih terperinci

11/9/2016. Jenis jenis Serat Optik. Secara umum blok diagram transmisi komunikasi fiber optik. 1. Single Mode Fiber Diameter core < Diameter cladding

11/9/2016. Jenis jenis Serat Optik. Secara umum blok diagram transmisi komunikasi fiber optik. 1. Single Mode Fiber Diameter core < Diameter cladding TT 1122 PENGANTAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI Information source Electrical Transmit Optical Source Optical Fiber Destination Receiver (demodulator) Optical Detector Secara umum blok diagram transmisi komunikasi

Lebih terperinci

Interferensi Cahaya. Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung

Interferensi Cahaya. Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung Interferensi Cahaya Agus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung Agus Suroso (FTETI-ITB) Interferensi Cahaya 1 / 39 Contoh gejala interferensi

Lebih terperinci

COARSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( CWDM ) Andreas Ardian Febrianto INTISARI

COARSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( CWDM ) Andreas Ardian Febrianto INTISARI COARSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( CWDM ) COARSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( CWDM ) Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada abad ini. Dengan adanya telekomunikasi, orang bisa saling bertukar

BAB I PENDAHULUAN. pada abad ini. Dengan adanya telekomunikasi, orang bisa saling bertukar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telekomunikasi adalah salah satu bidang yang memiliki peranan penting pada abad ini. Dengan adanya telekomunikasi, orang bisa saling bertukar informasi satu dengan

Lebih terperinci

Aplikasi In-line Amplifier EDFA Pada Sistem Transmisi Panjang Gelombang Tunggal dan Transmisi Berbasis WDM

Aplikasi In-line Amplifier EDFA Pada Sistem Transmisi Panjang Gelombang Tunggal dan Transmisi Berbasis WDM Aplikasi In-line EDFA Pada Sistem Transmisi Panjang Gelombang Tunggal dan Transmisi Berbasis WDM Octarina Nur Samijayani 2), Ary Syahriar 1)2) 1) Center of Information Technology and Communication, Agency

Lebih terperinci

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 0 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM Cahaya Cermin 0. EBTANAS-0-2 Bayangan yang terbentuk oleh cermin cekung dari sebuah benda setinggi h yang ditempatkan pada jarak lebih kecil

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR TERHADAP PELEMAHAN INTENSITAS CAHAYA YOVI HAMDANI

TUGAS AKHIR TERHADAP PELEMAHAN INTENSITAS CAHAYA YOVI HAMDANI TUGAS AKHIR ANALISA RUGI-RUGI PELENGKUNGAN PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE TERHADAP PELEMAHAN INTENSITAS CAHAYA Oleh : YOVI HAMDANI 070402099 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perangkat yang berfungsi sebagai transmitter dan receiver melalui suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. perangkat yang berfungsi sebagai transmitter dan receiver melalui suatu sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi informasi terjadi sedemikian pesatnya sehingga data dan informasi dapat disebarkan ke seluruh dunia dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini berarti

Lebih terperinci

INTERFERENSI DAN DIFRAKSI

INTERFERENSI DAN DIFRAKSI INTERFERENSI DAN DIFRAKSI Materi yang akan dibahas : 1. Interferensi Interferensi Young Interferensi Selaput Tipis 2. Difraksi Difraksi Celah Tunggal Difraksi Fresnel Difraksi Fraunhofer Difraksi Celah

Lebih terperinci

Oleh : Rionda Bramanta Kuntaraco NRP Pembimbing : Dr. Bambang Widiyatmoko M.Eng dan Dr. Ir. Sekartedjo M.Sc

Oleh : Rionda Bramanta Kuntaraco NRP Pembimbing : Dr. Bambang Widiyatmoko M.Eng dan Dr. Ir. Sekartedjo M.Sc Pengembangan Optical Component Analyzer (OCA) System Berbasis Broadband Amplified Spontaneous Emission (ASE) Source untuk Karakterisasi Komponen Optik Pasif Oleh : Rionda Bramanta Kuntaraco NRP. 2408 100

Lebih terperinci

Aplikasi Multiplexer -8-

Aplikasi Multiplexer -8- Sistem Digital Aplikasi Multiplexer -8- Missa Lamsani Hal 1 Multiplexer Teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi. Dimana perangkat yang melakukan

Lebih terperinci

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK I. SOAL PILIHAN GANDA Diketahui c = 0 8 m/s; µ 0 = 0-7 Wb A - m - ; ε 0 = 8,85 0 - C N - m -. 0. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut : () Di udara kecepatannya cenderung

Lebih terperinci

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT 4.1 Komunikasi Radio Komunikasi radio merupakan hubungan komunikasi yang mempergunakan media udara dan menggunakan gelombang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR SERAT OPTIIK DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING. Teknologi serat optik adalah suatu teknologi komunikasi yang

BAB II KONSEP DASAR SERAT OPTIIK DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING. Teknologi serat optik adalah suatu teknologi komunikasi yang BAB II KONSEP DASAR SERAT OPTIIK DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING 2.1 Umum Teknologi serat optik adalah suatu teknologi komunikasi yang menggunakan media cahaya sebagai penyalur informasi. Pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada permukaannya digoreskan garis-garis sejajar dengan jumlah sangat besar.

BAB II LANDASAN TEORI. pada permukaannya digoreskan garis-garis sejajar dengan jumlah sangat besar. 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kisi Difraksi Kisi difraksi adalah suatu alat yang terbuat dari pelat logam atau kaca yang pada permukaannya digoreskan garis-garis sejajar dengan jumlah sangat besar. Suatu

Lebih terperinci

STUDI TENTANG RADIO FREQUENCY PHASE SHIFTER PADA SMART ANTENNA

STUDI TENTANG RADIO FREQUENCY PHASE SHIFTER PADA SMART ANTENNA STUDI TENTANG RADIO FREQUENCY PHASE SHIFTER PADA SMART ANTENNA Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro Sub Konsentrasi

Lebih terperinci

SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK Submitted by Dadiek Pranindito ST, MT,. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM LOGO PURWOKERTO Topik Pembahasan Chapter 1 Overview SKSO Pertemuan Ke -2 SKSO dan Teori

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh : MUHAMMAD ARIF Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Elektro

TUGAS AKHIR. Oleh : MUHAMMAD ARIF Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Elektro STUDI IMPLEMENTASI TEKNOLOGI DWDM UNTUK MENDUKUNG PERENCANAAN SISTEM LAYANAN VOICE, DATA DAN INTERNET PADA JARINGAN TELEKOMUNIKASI STUDI KASUS PADA TELKOM RIAU DARATAN TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK CWDM JARINGAN UNIVERSITAS INDONESIA TERPADU (JUITA)

ANALISIS PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK CWDM JARINGAN UNIVERSITAS INDONESIA TERPADU (JUITA) ANALISIS PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK CWDM JARINGAN UNIVERSITAS INDONESIA TERPADU (JUITA) Irvan Hardiyana Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia Email: hardiyana.irvan@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANSI ARRAY WAVEGUIDE GRATING MENGGUNAKAN FILTER FIBER BRAGG GRATINGS PADA JARINGAN SCM/WDM RADIO OVER FIBER

ANALISIS PERFORMANSI ARRAY WAVEGUIDE GRATING MENGGUNAKAN FILTER FIBER BRAGG GRATINGS PADA JARINGAN SCM/WDM RADIO OVER FIBER ANALISIS PERFORMANSI ARRAY WAVEGUIDE GRATING MENGGUNAKAN FILTER FIBER BRAGG GRATINGS PADA JARINGAN SCM/WDM RADIO OVER FIBER Noval Efendi Musa dan Rika Susanti, ST., M.Eng, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

A. DISPERSI CAHAYA Dispersi Penguraian warna cahaya setelah melewati satu medium yang berbeda. Dispersi biasanya tejadi pada prisma.

A. DISPERSI CAHAYA Dispersi Penguraian warna cahaya setelah melewati satu medium yang berbeda. Dispersi biasanya tejadi pada prisma. Optika fisis khusus membahasa sifat-sifat fisik cahaya sebagai gelombang. Cahaya bersifat polikromatik artinya terdiri dari berbagai warna yang disebut spektrum warna yang terdiri dai panjang gelombang

Lebih terperinci

BAB 24. CAHAYA : OPTIK GEOMETRIK

BAB 24. CAHAYA : OPTIK GEOMETRIK DAFTAR ISI DAFTAR ISI...1 BAB 24. CAHAYA : OPTIK GEOMETRIK...2 24.1 Prinsip Huygen dan Difraksi...2 24.2 Hukum-Hukum Pembiasan...2 24.3 Interferensi Cahaya...3 24.4 Dispersi...5 24.5 Spektrometer...5 24.6

Lebih terperinci

DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI

DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Pendahuluan Telekomunikasi = Tele -- komunikasi Tele = jauh Komunikasi = proses pertukaran informasi Telekomunikasi = Proses pertukaran

Lebih terperinci

Difraksi. Dede Djuhana Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0

Difraksi. Dede Djuhana Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0 Difraksi Dede Djuhana E-mail:dede@fisika.ui.ac.id Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0 Difraksi Difraksi adalah pembelokan arah rambat gelombang yang melalui suatu penghalang yang kecil misal: tepi celah atau

Lebih terperinci

SISTEM TRANSMISI ULTRA-DENSE WAVE LENGTH DIVISION MULTIPLEXING

SISTEM TRANSMISI ULTRA-DENSE WAVE LENGTH DIVISION MULTIPLEXING SISTEM TRANSMISI ULTRA-DENSE WAVE LENGTH DIVISION MULTIPLEXING Harumi Yuniarti & Bambang Cholis Su udi Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti Jalan Kiai Tapa 1, Jakarta

Lebih terperinci

Multiplexing. Meningkatkan effisiensi penggunaan bandwidth / kapasitas saluran transmisi dengan cara berbagi akses bersama.

Multiplexing. Meningkatkan effisiensi penggunaan bandwidth / kapasitas saluran transmisi dengan cara berbagi akses bersama. Multiplexing Multiplexing adalah Teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi. Dimana perangkat yang melakukan Multiplexing disebut Multiplexer atau

Lebih terperinci

Analisis Directional Coupler Sebagai Pembagi Daya untuk Mode TE

Analisis Directional Coupler Sebagai Pembagi Daya untuk Mode TE JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 2, NOMOR 1 JANUARI 2006 Analisis Directional Coupler Sebagai Pembagi Daya untuk Mode TE Agus Rubiyanto, Agus Waluyo, Gontjang Prajitno, dan Ali Yunus Rohedi Jurusan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Pengukuran Panjang Gelombang Laser

LAPORAN PRAKTIKUM Pengukuran Panjang Gelombang Laser LAPORAN PRAKTIKUM Pengukuran Panjang Gelombang Laser Nama : Ari Kusumawardhani NPM : 1406572302 Fakultas : Teknik Departemen/Prodi : Teknik Sipil/Teknik Sipil Kelompok Praktikum : 9 Kode Praktikum : OR01

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya 1. EBTANAS-06-22 Berikut ini merupakan sifat-sifat gelombang cahaya, kecuali... A. Dapat mengalami pembiasan B. Dapat dipadukan C. Dapat dilenturkan D. Dapat dipolarisasikan E. Dapat menembus cermin cembung

Lebih terperinci

KONSEP DAN TERMINOLOGI ==Terminologi==

KONSEP DAN TERMINOLOGI ==Terminologi== TRANSMISI DATA KONSEP DAN TERMINOLOGI ==Terminologi== Direct link digunakan untuk menunjukkan jalur transmisi antara dua perangkat dimana sinyal dirambatkan secara langsung dari transmitter menuju receiver

Lebih terperinci