IMPLEMENTASI JARINGAN OPTIK TRANSPARAN
|
|
- Yenny Wibowo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KARYA ILMIAH IMPLEMENTASI JARINGAN OPTIK TRANSPARAN OLEH : NAEMAH MUBARAKAH, ST NIP : UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK 200 7
2 Implementasi Jaringan Optik Transparan A. Pendahuluan Perkembangan teknologi optik (DWDM) yang didorong oleh kebutuhan akan kapasitas transmisi yang sangat besar telah mengakibatkan perubahan yang cepat dalam penyediaan kapasitas bandwidth yang besar dalam jaringan. Sistem transport kanal dalam domain panjang gelombang ini memberikan fleksibilitas yang tinggi bagi penyelenggara jaringan dalam memenuhi kebutuhan yang ada baik masa kini maupun masa yang akan datang. Namun berkembangnya teknologi ini juga menyebabkan perubahan dalam sistem switching dan multiplexing dalam jaringan transmisi. Dimana kebutuhan akan konversi sinyal optik ke dalam sinyal elektrik dalam proses switching, multiplexing dan penguatan, kini mulai dipertimbangkan untuk digantikan oleh sistem full optic, karena kebutuhan dan efisiensi. Oleh karena itu, bagaimanakah kesiapan jaringan full optic ini dalam menciptakan suatu jaringan optik yang transparan, jika ditinjau dari kesiapan perangkat. Hal ini menjadi pokok utama dalam tulisan ini. Teknologi jaringan optik (DWDM) saat ini diyakini akan menjadi teknologi yang berperan di masa depan. Dimana banyak kajian dari berbagai lembaga riset menyatakan dan meyakini bahwa perkembangan teknologi di masa depan, yang akan didominasi oleh trafik paket switch, akan ditentukan oleh faktor perkembangan teknologi service node-nya saja (perangkat packet swicth), karena sudah tidak ada keraguan bahwa di sisi jaringan transport hanya DWDM yang merupakan kandidat utama untuk mendudukinya. Dan kemampuan dari service node akan dipengaruhi oleh kemampuan dari teknologi DWDM dalam menyediakan kapasitas besar dalam jaringan. Terbukti teknologi DWDM ini memang memiliki keunggulan dalam hal tersebut. Secara umum ada beberapa alternatif cara yang dapat ditempuh untuk memenuhi kebutuhan kapasitas akibat perkembangan trafik yang sangat cepat, yaitu : Menambah fiber Jika tidak ada core fiber yang tersisa, maka diperlukan upaya penanaman kabel yang berisi sejumlah core fiber, dengan memperhitungkan ketersediaan duct
3 yang ada (terutama untuk kabel jenis conduit). Cara ini selain agak rumit juga relatif mahal. Memperbesar kecepatan transmisi Penggantian perangkat/modul eksisting dengan sistem/kapasitas yang baru (Sistem SDH kapasitas STM-64) dengan kapasitas yang lebih besar. Cara ini menemui hambatan dengan keterbatasan kapasitas terbesar sistem SDH (STM-64). Mengimplementasikan WDM Cara lain yang jauh lebih ekonomis dan berorientasi ke masa depan adalah dengan menerapkan sistem WDM. Sistem WDM ini memanfaatkan sistem SDH yang sudah ada (solusi terintegrasi) dengan memultiplekskan sumber-sumber sinyal yang ada, pada domain l, pada komponen pasif WDM. Gambar 1. Sistem DWDM Dengan memperhatikan faktor ekonomis, fleksibilitas dan kebutuhan pemenuhan kapasitas jaringan jangka panjang, maka solusi untuk mengimplementasikan DWDM merupakan yang paling cocok, terutama jika dorongan pertumbuhan trafik dan proyeksi kebutuhan trafik masa depan terbukti sangat besar.
4 Secara umum ada beberapa faktor yang menjadi landasan pemilihan teknologi DWDM ini, yaitu: Menurunkan biaya instalasi awal, karena implementasi DWDM berarti kemungkinan besar tidak perlu menggelar fiber baru, cukup menggunakan fiber eksisting (sesuai ITU-T G.652 atau ITU-T G.655) dan mengintegrasikan perangkat SDH eksisting dengan perangkat DWDM Dapat dipakai untuk memenuhi demand yang berkembang, dimana teknologi DWDM mampu untuk melakukan penambahan kapasitas dengan orde n x 2,5 Gbps atau n x 10 Gbps (n= bilangan bulat). Dapat mengakomodasikan layanan baru (memungkinkan proses rekonfigurasi dan transparency). Hal ini dimungkinkan karena sifat dari operasi teknologi DWDM yang terbuka terhadap protokol dan format sinyal (mengakomodasi format frame SDH).
5 B. DWDM Menurut definisi teknologi DWDM dinyatakan sebagai suatu teknologi jaringan transport yang memiliki kemampuan untuk membawa sejumlah panjang gelombang (4, 8, 16, 32, dan seterusnya) dalam satu fiber tunggal. Jumlah panjang gelombang yang saat ini sudah distandarkan secara lengkap oleh ITU-T adalah 16 panjang gelombang (rekomendasi ITU-T seri G.692). Teknologi DWDM beroperasi dalam sinyal dan domain optik dan memberikan fleksibilitas yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan akan kapasitas transmisi yang besar dalam jaringan. Kemampuannya dalam hal ini diyakini banyak orang akan terus berkembang yang ditandai dengan semakin banyaknya jumlah panjang gelombang yang mampu untuk ditramsmisikan dalam satu fiber (saat ini ada yang sudah mampu hingga sekitar 400 panjang gelombang). Jumlah panjang gelombang yang dimungkinkan untuk ditransmisikan dalam jaringan ini terus berkembang karena disebabkan oleh beberapa hal yaitu: 1. Kemampuan core fiber yang mengacu kepada rekomendasi ITU-T seri G.655 Jenis fiber yang sesuai dengan rekomendasi ITU-T seri G.655 adalah jenis fiber yang memiliki karakteristik umum Non Zero Dispersion Shifted, yaitu jenis fiber yang memiliki perlakuan dispersi tidak nol namun juga tidak lebar. Dispersi adalah peristiwa pembelokan cahaya karena ketidaksempurnaan bahan optik. Dispersi yang terlalu besar akan menyebabkan kesalahan pada pembacaan signal, karena terlalu lebarnya signal. Sedang jika dispersi terlalu kecil juga akan menyebabkan kesalahan, karena "terlalu rampingnya" signal. Untuk mendapatkan fiber dengan dispersi optimal, dikembangkan jenis fiber NZDF. Disamping itu keunggulan dari jenis fiber ini adalah mengoptimalkan area yang dikenal dengan nama blue band sebagai daerah ekspansi untuk pengalokasian jumlah panjang gelombang (berada di area 1560 nm). Secara garis besar keuntungan pemanfaatan fiber NZDS adalah: Tidak ada kompensasi yang diperlukan untuk mengeleminasi efek dispersi pada kecepatan 10 Gbs Jarak yang lebih panjang dapat ditempuh pada kecepatan transmisi 10 Gbs Mampu mengakomodasikan perkembangan trafik untuk kecepatan 40 Gb/s
6 Area yang dioptimalkan pada sistem DWDM adalah seperti pada Gambar 2. Gambar 2. Spektrum fiber optik 2. Sistem DWDM mampu untuk mengakomodasi karakteristik fiber yang mengacu pada rekomendasi ITU-T seri G.652 dan G.653, yang umum digunakan pada jaringan eksisting. 3. Channel Spacing, pengembangan sistem DWDM oleh masing-masing pabrikan dilakukan dengan mempersempit jarak antar panjang gelombang yang berdekatan, atau yang lebih dikenal dengan istilah channel spacing. Dalam rekomendasi ITU-T seri G.692 telah dinyatakan bahwa channel spacing (Gambar 3) yang mungkin adalah 50 GHz, 100 GHz dan 200 GHz atau lebih. Gambar 3. Spektrum fiber optik
7 4. Kemampuan komponen transmitter dan receiver Kemampuan transmitter dan receiver dalam mengirimkan dan menerima panjang gelombang yang mungkin untuk ditransmisikan sangat mempengaruhi kemampuan dan performansi jaringan secara keseluruhan. Kedua komponen ini memiliki tingkat keakuratan yang tinggi dalam mengalokasikan kanal yang akan ditransmisikan dan diterima dalam bentuk panjang gelombang. Komponen ini sebaiknya mampu untuk meredam efek-efek return loss dan interferensi antar sinyal yang berdekatan yang umum terjadi dalam jaringan optik DWDM. 5. Kemampuan penguat optik (optical amplifier) Komponen penguat optik besar peranannya dalam perkembangan teknologi DWDM. Perangkat ini digunakan sebagai bagian dari sistem untuk memperbesar kemampuan jarak tempuh sinyal dengan melakukan proses penguatan sinyal dan proses 3R (reshaping, regenerating, dan retiming) dalam rangka menjaga kualitas sinyal di lokasi-lokasi titik antara (intermediate node). Kemampuan DWDM untuk meningkatkan kapasitas dengan menggunakan kabel eksisting (ITU-T G.652) adalah salah satu keunggulan utamanya. Dengan kemampuan tersebut, DWDM akan mengurangi kompleksitas dan biaya yang dibutuhkan dalam penambahan bandwitdh. DWDM memungkinkan penambahan kebutuhan bandwidth, yang dinyatakan dalam satuan panjang gelombang dalam jumlah besar secara cepat. Gambar 4. Penguat Multi dan Tunggal Salah satu jenis penguat optik yang diyakini akan memiliki peran yang besar di masa mendatang adalah optical amplifier EDFA (Erbium Dopped Fiber Amplifier). Penguat jenis ini melakukan proses penguatan sinyal optik, tanpa terlebih dahulu
8 melakukan proses konversi sinyal tersebut ke sinyal elektrik. Banyaknya panjang gelombang yang mampu dibawa oleh jaringan optik DWDM, terutama untuk long haul, akan dipengaruhi oleh kemampuan optical amplifier dalam melalukan seluruh panjang gelombang yang melewatinya dan melakukan proses penguatan yang setara untuk seluruh panjang gelombang tersebut. Oleh karena itu, perangkat ini harus memiliki kemampuan mendeteksi sinyal secara presisi dan memiliki tingkat keakuratan dan spacing yang sempit, akan lebih baik jika memiliki sifat tunable range dan tunable spacing. Perangkat ini merupakan salah satu perangkat yang berperan penting dalam rangka membangun jaringan optik transparan. Perkembangan teknologi DWDM selanjutnya akan diarahkan pada realisasi jaringan optik penuh atau jaringan optik transparan pada level jaringan backbone, dimana tidak ada lagi proses konversi sinyal elektrik dalam suatu mekanisme penyaluran sinyal dalam jaringan. Hal ini akan sangat mungkin terealisir jika kebutuhan dorongan pengolahan sinyal dalam kapasitas besar (optical signal) sudah sangat dibutuhkan dalam jaringan backbone. Beberapa keterangan berikut dibawah ini akan menjelaskan tentang jaringan optik transparan.
9 C. Pengertian Jaringan Optik Transparan Pengertian jaringan optik yang memiliki karakteristik transparan adalah suatu jaringan yang secara lengkap melakukan proses dalam domain optik di seluruh jaringan, dimulai dari saat sinyal optik tersebut dibentuk dan ditransformasikan ke dalam bentuk panjang gelombang, melewati jaringan dan tetap dijaga dalam domain optik, termasuk saat mengalami proses penguatan di titik antara (intermediate node), hingga mencapai tujuan akhir di bagian penerima. Gambar 5. Jaringan Optik Transparan dan Opague Seluruh proses tersebut dilakukan tanpa melakukan proses konversi sinyal ke dalam sinyal elektrik, diolah, dan kemudian dikonversikan lagi ke dalam sinyal optik (konversi OEO). Untuk jaringan optik yang mengalami proses konversi tersebut umum dikenal dengan nama jaringan optik opague. Diantara dua solusi yang ekstrim ini, terdapat juga solusi yang menggabungkan kedua jenis jaringan optik tersebut. Dimana perangkat jaringan optik yang bersifat transparan dan perangkat jaringan optik opague dipergunakan dalam jaringan yang sama, meskipun dipastikan akan ada beberapa perangkat mediasi untuk memberikan performansi yang terbaik.
10 D. Kebutuhan Transparan Kebutuhan akan jaringan optik transparan dapat diperlihatkan dari kebutuhan jaringan dengan kapasitas besar, terutama di sisi backbone untuk menyalurkan trafik dalam format optik, tanpa melakukan proses konversi OEO. Dengan implementasi jaringan optik transparan ada beberapa hal yang dapat diperoleh dan dipertimbangkan apakah jaringan tersebut memang dibutuhkan, yaitu: Jaringan optik transparan lebih murah dari jaringan opague. Pada jaringan opague diperlukan konversi OEO, dimana pada tiap node diperlukan sebuah penerima, sebuah transmitter dan perangkat elektronik yang sesuai seperti untuk kepentingan pass through sinyal. Dan kebutuhan untuk konversi tersebut dalam seluruh jaringan banyak jumlahnya, terutama untuk jaringan dengan jumlah node yang besar. Sedangkan pada jaringan transparan hal ini tidak dibutuhkan, sehingga perangkat yang dibutuhkan akan lebih rendah dari jaringan opague. Jaringan transparan berfungsi bebas dari kecepatan pengiriman data dan format sinyal yang melewati sistem. Jika ada kebutuhan untuk menambah kecepatan pengiriman data atau penambahan jenis format sinyal baru yang akan diintegrasikan, cukup dengan melakukan proses upgrade perangkat yang menjadi sumber atau terminasi sinyal yang baru tersebut. Tidak diperlukan perubahan pada perangkat yang lain untuk membuat sistem ini berjalan dengan baik. Pertimbangan-pertimbangan diatas dilihat dari sisi yang baik, namun perlu juga diperhatikan hal-hal berikut sebagai sisi lain dari kelemahan sistem jaringan optik transparan. Kelemahan-kelemahan itu antara lain adalah : Pada jaringan transparan proses penurunan kualitas sinyal akan terakumulasi dari tiap hop atau span yang dilintasi. Paramater-parameter kualitas sinyal seperti: S/N (optical signal to noise ratio), atau crosstalk sinyal optik akan terakumulasi sepanjang jaringan. Hal ini menunjukkan akan kebutuhan yang pasti dari kualitas sinyal sepanjang jaringan, sehingga perlu dilakukan proses disain dan engineering jaringan secara lengkap, sebelum tahapan implementasi dan penggelaran dimulai. Hal ini berbeda dengan jaringan opague yang dapat dilakukan pada tiap span, tergantung dari perkembangan jaringan. Bagi jaringan
11 transparan, hal diatas menunjukkan kompleksitas dari pengembangan jaringan transparan dan proses ugrade jaringan di masa depan, termasuk lebih mahalnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan hal tersebut dibandingkan dengan jaringan opague. Dalam jaringan transparan merupakan hal yang kompleks untuk melakukan pengamatan kualitas dan identifikasi tiap-tiap sinyal. Sehingga manajemen jaringan dan penentuan lokasi fault adalah hal yang kompleks dan mahal jika dibandingkan dalam jaringan opague, termasuk tambahan perangkat seperti perangkat monitor spektrum yang dibutuhkan. Dalam melakukan proses add dan drop merupakan hal yang tidak mudah dalam jaringan transparan dibandingkan dengan jaringan opague. Dalam jaringan transparan proses tersebut harus dilakukan dalam domain optik dan dibutuhkan perangkat tambahan untuk melakukan konversi ke sinyal optik, sedangkan dalam jaringan opague dengan mudah hal itu dilakukan dalam domain elektrik. Dari penjelasan diatas memang sulit untuk menentukan solusi apa yang harus dipilih antara transparan dan opague. Namun penjelasan yang dilakukan pada tiap perangkat pendukung jaringan transparan akan menunjukkan bagaimana dan di sisi mana implementasi jaringan transparan ini akan menguntungkan.
12 E. Perangkat Pendukung Jaringan Optik Transparan Dalam mengimplementasikan jaringan transparan diperlukan dukungan dari perangkat-perangkat yang mampu untuk melakukan operasi dalam domain optik. Beberapa perangkat yang penting untuk implementasi jaringan optik transparan adalah: Penguat (in line amplifier) Add drop Multiplexer Cross Connects Uraian dibawah ini akan menjelaskan ketiga perangkat diatas yang merupakan komponen pendukung implementasi jaringan optik transparan. 1. Penguat (in line amplifier) Struktur dasar dari suatu perangkat regenerator berjenis opague dan transparan adalah seperti yang diperlihatkan pada gambar 5. Pada regenerator opague, masukan sinyal yang berupa multi panjang gelombang dilalukan pada proses demultiplex untuk menjadi masing-masing sinyal asalnya. Pada tiap kanal dilakukan proses konversi OEO, dalam gambar 5 diindikasikan dengan perangkat Tr (Tranceiver). Dan sinyalsinyal tersebut dilalukan proses multiplex secara bersamaan untuk membentuk suatu sinyal output yang berupa sinyal multi panjang gelombang. Sedangkan perangkat penguat optik transparan akan melakukan proses penguatan semua kanal tanpa melakukan proses demultiplex dan multiplex sinyal tersebut untuk melakukan konversi OEO. Biaya untuk suatu pasangan demux/mux adalah setara dengan biaya sebuah perangkat penguat (optical amplifier). Sehingga perbedaan mendasar dari biaya kedua perangkat ini adalah terletak pada komponen transceiver. Hal ini menunjukkan bahwa solusi jaringan transparan akan memiliki biaya yang lebih murah, dengan perbedaan yang sangat significant, dibandingkan dengan solusi jaringan opague. Ditambah lagi adanya kemungkinan penambahan perangkat booster amplifier untuk menekan faktor optical losses pada multiplexer. Penambahan komponen ini akan menambah perbedaan biaya yang dibutuhkan untuk kedua jenis jaringan tersebut. Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, bahwa dalam jaringan optik transparan perlu dilakukan proses disain dan engineering jaringan secara total dan
13 tepat, sehingga kebutuhan akan level daya SNR pada sisi penerima dapat dijaga kualitas dan performansinya. Dampak dari hal ini adalah diperlukan jenis penguat yang mampu untuk melakukan penguatan spektrum secara merata dan presisi, walaupun untuk ini akan menaikkan biaya yang dibutuhkan untuk menyediakan jenis penguat yang dimaksud. Selain itu penguat optik memiliki keterbatasan dalam jumlah penguat maksimum yang dapat dioperasikan secara bersama (concatenated). Dalam sistem ini juga tidak dimungkinkan untuk melakukan monitor kualitas dari tiap kanal pada penguat, namun hal ini tidak menjadi masalah, jika faktor kemampuan penguat untuk memberikan penguatan yang sama pada tiap kanal dapat dipenuhi oleh komponen penguat optik. Dari uraian diatas, secara keseluruhan dapat dinyatakan bahwa jenis jaringan optik transparan menjadi solusi yang lebih menarik dari jaringan opague jika dilihat dari kemampuannya menggantikan komponen regenerator dengan penguat optik. 2. Add drop Multiplexer Perangkat selanjutnya yang potensial untuk mendukung konsep jaringan optik transparan adalah Add drop Multiplexer pada level optik. Proses yang akan didukung oleh perangkat ini dalam hal jaringan optik transparan adalah proses pass through trafik yang mungkin terjadi pada tiap node dalam jaringan. Proses pass through trafik dalam jaringan transparan, sekali lagi, dilakukan tanpa terlebih dahulu melalui proses konversi sinyal OEO. Kendala yang dihadapi adalah belum adanya teknik yang memadai untuk melakukan proses engineering dan operasi. Namun kendala ini akan dengan sendirinya berkurang, jika topologi ring diterapkan, karena teknologi ini akan melibatkan jumlah node yang tidak banyak, sehingga kompleksitas dalam proses engineering dan operasi dapat dibatasi. Jika ditinjau dari sisi harga (gambar 6) dapat pula ditunjukkan efisiensi dan lebih murahnya biaya yang dibutuhkan untuk menerapkan perangkat add/drop multiplexer yang transparan dibandingkan dengan solusi opague. Contoh pada gambar 6 adalah perbandingan dua sistem yaitu sistem 16 kanal dengan 4 kanal add/drop pada tiap node dan sistem 32 kanal dengan 8 kanal add/drop pada tiap node. Dua sistem ini disimulasikan untuk diterapkan pada tiap solusi jaringan (transparan dan opague).
14 Untuk solusi yang transparan diperkenalkan dua tipe, yaitu: dengan komponen add/drop yang bersifat fixed dan komponen add/drop bersifat reconfigurable. Hasilnya menunjukkan bahwa jaringan transparan lebih murah dari jaringan opgue dan jaringan transparan yang reconfigurable unit akan lebih mahal 30%-50% dari solusi fixed. Melihat keuntungan yang dapat diperoleh diatas solusi jaringan transparan dengan fixed unit, merupakan solusi yang menarik. Namun perlu menjadi perhatian tentang isu engineering dan isu operasi jaringan optik transparan. Gambar 6. Biaya perangkat add/drop untuk tiap solusi 3. Cross Connects Perangkat ketiga yang akan berperan dalam realisasi jaringan optik transparan adalah Cross Connects. Aplikasi yang umum diterapkan untuk cross connects adalah manage provisioning, protection, dan restorasi pada jaringan dalam skala besar. Karena volume dan nilai trafik yang dilewatkan pada cross connects, merupakan suatu hal yang penting bagi cross connects untuk : memiliki suatu sistem pengamatan yang aktif terhadap kualitas sinyal dan identitasnya dapat secara cepat mengidentifikasi, melokalisasi dan memperbaiki faults mencegah terjadinya akumulasi ketidaksempurnaan sinyal. memiliki fungsi add/drop dan continue untuk mendukung protokol restorasi ring. memiliki skalabilitas dalam hal ukuran.
15 Konfigurasi cross connect dapat dibagi dalam tiga kategori dasar, yaitu: transparan, transceiver dan opague. Gambar 7. Cross Connect Tipe Transparan Skema cross connect mempunyai tipe transparan adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. Perangkat ini melakukan proses switching sinyal optik tanpa terlebih dahulu melakukan proses konversi OEO. Karena teknologi ini masih dalam tahap pengembangan perlu dicari alternatif lainnya sebagai solusi saat ini. Oleh karena itu dilakukan suatu kombinasi dari optical switch fabric dengan perangkat transceiver pada ujung input dan outputnya. Proses upgrade dilakukan melalui komponen transceiver tanpa melakukan perubahan apapun pada optical switch fabric. Hal ini memungkinkan perangkat cross connect opague (Gambar 9) untuk dikombinasikan dengan perangkat optical switch fabric (Gambar 8). Gambar 8. Cross Connect dengan Transceivers
16 Gambar 9. Cross Connect tipe opague Salah satu keunggulan dari all optical cross connect (transparan) adalah kemampuannya untuk mengakomodasi berbagai kecepatan pemrosesan data dan format yang berbeda. Namun seperti pada perangkat yang lainnya, masalah pengamatan kualitas sinyal dan identifikasi sinyal menjadi kendala, disamping ketidakmudahan dalam menyediakan fungsi multicast dan drop & continue. Hingga saat ini solusi dengan menggunakan perangkat opague cross connects dengan electronic switch fabrics telah tersedia di pasaran, dan lebih murah. Jika pengembangannya sudah stabil, solusi dengan transceiver akan menjadi solusi yang menarik, terutama dilihat dari tingkat fleksibilitasnya dalam memenuhi kebutuhan kapasitas di masa depan.
17 Kesimpulan Jika ditinjau dari kesiapan perangkat-perangkat pendukung jaringan optik transparan, sesuai dengan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. In line Amplifier Untuk perangkat penguat, tidak ada keraguan lagi, sudah siap untuk turut serta mewujudkan jaringan optik yang transparan, dengan segala kemampuannya dalam melalukan sinyal optik tanpa melakukan konver OEO. 2. Add Drop Node Kemampuan perangkat add/drop walaupun secara significant mempunyai harga yang jauh lebih murah, namun masih memiliki berbagai kelemahan di sisi engineering dan operasi pada sinyal optik. Dan jika hal ini sudah terpecahkan maka implementasi perangkat jenis ini dalam jaringa optik transparan merupakan solusi yang menarik. 3. Cross Connect Realisasi full optik cross connect (transparan) tampaknya masih menunggu waktu, karena masih dilakukannya pengembangan proses yang transparan secara internal dalam perangkat cross connect. Jika optical switch dapat diwujudkan, tetap ada masalah yang harus diselesaikan, yaitu mengenai proses engineering dan operasi dalam menjaga kualitas sinyal dan identifikasi sinyal yang lewat di dalam perangkat cross connect. Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, solusi jaringan optik transparan dilihat dari sisi perangkat masih memerlukan waktu untuk dapat direalisasikan, apalagi jika dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan proses operasi antar perangkat dari pabrikan yang berbeda (interoperability). Dengan demikian solusi semi transparan, dimana hanya di sisi penguat proses transparan optik dilakukan, menjadi solusi yang paling mungkin pada saat ini. Di sisi switch dan add/drop dilakukan dengan sistem opague.
18 Daftar Pustaka 1. Fiber Optics, Technology and applications, Stewart D. Personicks, Plenum Press, New York and London, Transparent Optical Networks: where and when?, WJ Tomlinson, Lightwave, The New Economics of Optical Core Networks, CIENA, September 1999
BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang
BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) 2.1 Umum Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang merupakan cikal bakal lahirnya Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM),
Lebih terperinciTopologi Jaringan Transport Optik
KARYA ILMIAH Topologi Jaringan Transport Optik OLEH : NAEMAH MUBARAKAH, ST UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK 2007 Topologi Jaringan Transport Optik A. Pendahuluan Perkembangan dan trend trafik
Lebih terperinciTEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA JARINGAN OPTIK. Yamato & Evyta Wismiana. Abstrak
TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA JARINGAN OPTIK Oleh : Yamato & Evyta Wismiana Abstrak Perkembangan teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing ( DWDM ) p a da j ar in
Lebih terperinciTeknologi WDM pada Serat Optik
Teknologi WDM pada Serat Optik Oleh : Gilang Andika 0404030407 Hendra Cahya Mustafa 0404037061 Kamal Hamzah 0404037096 Toha Kusuma 040403715Y DEPARTEMEN ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK
Lebih terperinciZTE ZXWM M900 SEBAGAI PERANGKAT DWDM BACKBONE
Makalah Seminar Kerja Praktek ZTE ZXWM M900 SEBAGAI PERANGKAT DWDM BACKBONE Frans Bertua YS (L2F 008 124) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ABSTRAK Pada 30 tahun belakangan
Lebih terperinciPERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE
Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE RUAS SEMARANG-SOLO Dudik Hermanto (L2F 008 027) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ABSTRAK
Lebih terperinciBAB III IMPLEMENTASI PENERAPAN METRO WDM PADA JARINGAN TRANSMISI SERAT OPTIK
BAB III IMPLEMENTASI PENERAPAN METRO WDM PADA JARINGAN TRANSMISI SERAT OPTIK 3.1 Perencanaan dalam Penerapan Metro WDM 3.1.1 Prinsip Perencanaan Jaringan DWDM Dalam penerapan DWDM pada jaringan transmisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Informasi terbaru menunjukkan bahwa jaringan multimedia dan highcapacity Wavelength Division Multiplexing (WDM) membutuhkan bandwidth yang tinggi. Serat optik adalah
Lebih terperinci(MAJALAH ILMIAH FAKULTAS TEKNIK - UNPAK)
ISSN 1411-5972 (MAJALAH ILMIAH FAKULTAS TEKNIK - UNPAK) Volume I, Edisi 23, Periode Juli-Desember 2013 Hal.» Kata Pengantar i» Daftar Isi ii» Pemanfaatan Isotop Lingkungan Di Daerah Cekungan Airtanah Bandung
Lebih terperinciDENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM )
DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM ) Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga 50711 Email : andreas_ardian@yahoo.com INTISARI WDM (Wavelength Division
Lebih terperinciAnalisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14
Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14 Dewiani Djamaluddin #1, Andani Achmad #2, Fiqri Hidayat *3, Dhanang Bramatyo *4 #1,2 Departemen Teknik Elektro, Universitas
Lebih terperinciMakalah Seminar Kerja Praktek OPTIX BWS 1600G Sebagai Perangkat Transmisi di PT. Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java
Makalah Seminar Kerja Praktek OPTIX BWS 1600G Sebagai Perangkat Transmisi di PT Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java Oleh : Hanitya Triantono WP (L2F008129) Jurusan Teknik Elektro Fakultas
Lebih terperinciDense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data
Endah Sudarmilah, DWDM sebagai Solusi Krisis Kapasitas Bandwidth pada Transmisi Data Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data Endah Sudarmilah
Lebih terperinciMakalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI DWDM PADA SERAT OPTIK DI PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA,Tbk NETWORK REGIONAL SEMARANG
Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI DWDM PADA SERAT OPTIK DI PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA,Tbk NETWORK REGIONAL SEMARANG Jayaningprang Kinantang (L2F009124) 1,Darjat, ST MT.(197206061999031001) 2 Teknik
Lebih terperinci± voice bandwidth)
BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Kebutuhan user akan mutu, kualitas, dan jenis layanan telekomunikasi yang lebih baik serta perkembangan teknologi yang pesat memberikan dampak terhadap pemilihan media
Lebih terperinciSYNCRONOUS DIGITAL HIERARCHY
Tugas KK Tra 17 SYNCRONOUS DIGITAL HIERARCHY Disusun Oleh: Fikri Imam Muttaqin Kelas XIi Tel 1 2010026 PENGERTIAN Synchronous Digital Hierarchy (SDH) merupakan hirarki pemultiplekan yang berbasis pada
Lebih terperinciKontingensi Kabel Optik non-homogen Tipe G.652 dan G.655 Abstrak Kata Kunci PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan
Makalah Seminar Kerja Praktek Kontingensi Kabel Optik non-homogen Tipe G652 dan G655 Oleh : Frans Scifo (L2F008125) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Abstrak Pada 30 tahun belakangan
Lebih terperinciANALISIS PENGARUH CROSSTALK PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK TERHADAP JARINGAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)
ANALISIS PENGARUH CROSSTALK PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK TERHADAP JARINGAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Yolanda Margareth Sitompul, M. Zulfin Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen
Lebih terperinciMakalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA
Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA Widya Ningtiyas (21060111120024), Sukiswo, ST. MT. (196907141997021001) Jurusan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tugas Akhir ini akan diselesaikan melalui beberapa tahapan yaitu mengidentifikasi masalah, pemodelan sistem, simulasi dan analisa hasil. Pemodelan dan simulasi jaringan di-design
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perangkat yang berfungsi sebagai transmitter dan receiver melalui suatu sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi informasi terjadi sedemikian pesatnya sehingga data dan informasi dapat disebarkan ke seluruh dunia dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini berarti
Lebih terperinciBAB II. SDH (Synchronous Digital Hierarchy)
BAB II SDH (Synchronous Digital Hierarchy) 2.1 Tinjauan Umum SDH Dalam sistem transmisi, dikenal teknik multiplex. Multiplex adalah penggabungan beberapa sinyal informasi menjadi satu dan ditransmisikan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI Sistem komunikasi kabel laut dengan repeater. akan menguatkan efek dispersi dan gangguan lainnya pada link.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem komunikasi kabel laut 2.1.1 Sistem komunikasi kabel laut dengan repeater Untuk jarak link lebih dari 400 kilometer, efek dari attenuasi dan dispersi optik akan membuat
Lebih terperinciBAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan
BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Umum Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan sarana telekomunikasi dengan biaya relatif rendah, mutu pelayanan tinggi, cepat, aman, dan juga
Lebih terperinciBAB III WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEX
BAB III WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEX Di dalam komunikasi serat optik, Wavelength Division Multiplex (WDM) adalah teknologi multipleksing yang digunakan untuk membawa beberapa sinyal informasi (suara,
Lebih terperinciAnalisis 1,28 Tbps Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) Menggunakan Modulasi Eksternal dan Deteksi Langsung
Analisis 1,28 Tbps Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) Menggunakan Modulasi Eksternal dan Deteksi Langsung Unggul Riyadi 1, Fauza Khair 2, Dodi Zulherman 3 1,2,3 Fakultas Teknik Telekomunikasi
Lebih terperinciBAB II SISTEM TRANSIMISI KABEL SERAT OPTIK. telekomunikasi yang cepat maka kemampuan sistem transmisi dengan menggunakan
BAB II SISTEM TRANSIMISI KABEL SERAT OPTIK 2.1 Pendahuluan Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan sarana telekomunikasi dalam biaya relatif rendah, mutu pelayanan tinggi, cepat,
Lebih terperinciBAB II. SDH (Synchronous Digital Hierarchy)
BAB II SDH (Synchronous Digital Hierarchy) 2.1 Tinjauan Umum SDH Dalam sistem transmisi, dikenal teknik multiplex. Multiplex adalah penggabungan beberapa sinyal informasi menjadi satu dan ditransmisikan
Lebih terperinciBAB II SYNCHRONOUS DIGITAL HIERARCHY (SDH) DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)
BAB II SYNCHRONOUS DIGITAL HIERARCHY (SDH) DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) 2.1 Umum SDH merupakan suatu standar transmisi optik sinkron yang dapat digunakan sebagai interface untuk berbagai
Lebih terperinciPengertian Multiplexing
Pengertian Multiplexing Multiplexing adalah Teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi. Dimana perangkat yang melakukan Multiplexing disebut Multiplexer
Lebih terperinciTRANSMISI DATA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Abstraksi
TRANSMISI DATA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Surawan Adi Putra 1, Dwi Astharini 1, Syarifuddin Salmani 2 1 Departemen Teknik Elektro, Universitas Al Azhar Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan layanan transmisi data dengan kecepatan tinggi dan kapasitas besar semakin meningkat pada sistem komunikasi serat optik. Kondisi ini semakin didukung lagi
Lebih terperinciAplikasi In-line Amplifier EDFA Pada Sistem Transmisi Panjang Gelombang Tunggal dan Transmisi Berbasis WDM
Aplikasi In-line EDFA Pada Sistem Transmisi Panjang Gelombang Tunggal dan Transmisi Berbasis WDM Octarina Nur Samijayani 2), Ary Syahriar 1)2) 1) Center of Information Technology and Communication, Agency
Lebih terperinciIMPLEMENTASI DWDM PADA ERION TM
IMPLEMENTASI DWDM PADA ERION TM Harumi Yuniarti * & Bambang Cholis Su udi ** * harumiwo@yahoo.com, ** bcholis@yahoo.com Dosen-Dosen Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti Abstract WDM technology
Lebih terperinciABSTRAK. i UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
ABSTRAK Suatu hal yang paling menjanjikan untuk jaringan masa depan yaitu jaringan wavelength division multiplexing (WDM) terutama ketika diperlukan lebar pita yang cukup besar. Kapasitas transmisi dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan kecepatan dan bandwidth untuk komunikasi semakin meningkat secara signifikan. Salah satu teknologi yang menjadi solusi adalah sistem transmisi berbasis cahaya
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI 2.1 Dasar Teori Ethernet Over SDH SDH (Synchronous Digital Hierarchy) menjelaskan tentang transfer data dengan kapasitas yang besar menggunakan media transmisi serat opti, sistem detakan
Lebih terperinciBAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG
BAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG Seiring perkembangan zaman, sistem telekomunikasi membutuhkan kapasitas jaringan yang lebih besar dan kecepatan lebih cepat, sehingga
Lebih terperinciBAB III TEORI PENDUDUKUNG
BAB III TEORI PENDUDUKUNG Dalam Laporan kerja praktek ini didukung dengan beberapa teori diantaranya yaituteori tentang SDH (Syncronous digital Hierarchy). Pada bab ini menjelaskan tentang arsitektur dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Trafik internet telah mengalami pertumbuhan yang terus-menerus selama beberapa tahun yang lalu. Pertumbuhan trafik internet untuk masa depan diharapkan dengan kemunculan
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-199
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-199 Perencanaan Arrayed Waveguide Grating (AWG) untuk Wavelength Division Multiplexing (WDM) pada C-Band Frezza Oktaviana Hariyadi,
Lebih terperinciBAB III PEMODELAN DAN SIMULASI
BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI Pada bab ini pembahasan yang akan dijelaskan meliputi simulasi pemodelan jaringan yang di-design menggunakan software optisystem. Langkah ini dilakukan dengan tujuan agar
Lebih terperinciTRANSMISI ANALOG DAN TRANSMISI TRANSMI DIGIT SI AL DIGIT
TRANSMISI ANALOG DAN TRANSMISI DIGITAL Data and Sinyal Biasanya menggunakan sinyal digital untuk data digital dan sinyal analog untuk data analog Bisa menggunakan sinyal analog untuk membawa data digital
Lebih terperinciANALISIS PENERAPAN OPTICAL ADD-DROP MULTIPLEXER (OADM) MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING (FBG) PADA TEKNIK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)
1 ANALISIS PENERAPAN OPTICAL ADD-DROP MULTIPLEXER (OADM) MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING (FBG) PADA TEKNIK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Edita Rosana Widasari. 1, Dr. Ir. Sholeh Hadi Pramono,
Lebih terperinciTUGAS AKHIR ANALISIS PERHITUNGAN LATENCY PADA DYNAMIC WAVELENGTH ROUTER SALURAN TRANSMISI OPTIK WILLY V.F.S
TUGAS AKHIR ANALISIS PERHITUNGAN LATENCY PADA DYNAMIC WAVELENGTH ROUTER SALURAN TRANSMISI OPTIK O L E H WILLY V.F.S. 040402079 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Lebih terperinciGENERASI SELANJUTNYA NON-ZERO DISPERSION SHIFTED OPTICAL FIBER PURE METRO
1 GENERASI SELANJUTNYA NON-ZERO DISPERSION SHIFTED OPTICAL FIBER PURE METRO UNTUK DWDM DAN FULL SPECTRUM CWDM SYSTEMS Shinya TAKAOKA, Fumiyoshi OHKUBO, Kouichi UCHIYAMA, Kazuki KINUTAKE, Chonde TEI, Takatoshi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Data Komunikasi data merupakan transmisi data elektronik melalui sebuah media. Media tersebut dapat berupa kabel tembaga, fiber optik, radio frequency dan microwave
Lebih terperinciANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO AHMAD YANI KE APARTEMEN GATEWAY
ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO AHMAD YANI KE APARTEMEN GATEWAY Ridwan Pratama 1 1 Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom 1 ridwanpsatu@telkomuniversity.ac.id
Lebih terperinciBAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM. (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran
BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM 3.1 Umum terjadi pada panjang gelombang yang terpisah dan telah di filter (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran tertentu (
Lebih terperinciApplication of Radio-Over-Fiber (ROF) in mobile communication
Application of Radio-Over-Fiber (ROF) in mobile communication (Aplikasi dari Radio Over Fiber pada sistem komunikasi bergerak ) Abstrak Generasi masa depan ponsel sistem komunikasi harus mampu melayani
Lebih terperinciBAB II KONSEP DASAR SERAT OPTIIK DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING. Teknologi serat optik adalah suatu teknologi komunikasi yang
BAB II KONSEP DASAR SERAT OPTIIK DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING 2.1 Umum Teknologi serat optik adalah suatu teknologi komunikasi yang menggunakan media cahaya sebagai penyalur informasi. Pada
Lebih terperinciBAB II DASAR SYSTEM JARINGAN TRANSMISI METRO WDM
BAB II DASAR SYSTEM JARINGAN TRANSMISI METRO WDM 2.1 Dasar Transmisi Serat Optik Pada komunikasi serat optik sinyal yang digunakan dalam bentuk sinyal digital, sedangkan penyaluran sinyal melalui serat
Lebih terperinciANALISIS PERANCANGAN JARINGAN SERAT OPTIK DWDM (DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) UNTUK LINK MEDAN LANGSA (Studi Kasus di PT.
ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN SERAT OPTIK DWDM (DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) UNTUK LINK MEDAN LANGSA (Studi Kasus di PT. Telkom Medan) Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
Lebih terperinciMakalah Seminar Kerja Praktek DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA SISTEM TRANSMISI FIBER OPTIK
Makalah eminar Kerja Praktek DENE WAVELENGTH DIVIION MULTIPLEXING (DWDM) PADA ITEM TRANMII FIBER OPTIK Oleh : Ahmad Fashiha Hastawan (L2F008003) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Lebih terperinciBAB III LANDASAR TEORI
BAB III LANDASAR TEORI 3.1 Sistem Transmisi PDH Plesiochronous Digital Hierarchy (PDH) adalah teknologi yang digunakan dalam jaringan telekomunikasi untuk mengangkut data dalam jumlah besar melalui peralatan
Lebih terperinciBAB II TEORI DAN INFORMASI PENUNJANG
BAB II TEORI DAN INFORMASI PENUNJANG 2.1. Struktur Jaringan Jaringan telekomunikasi dibangun dengan tujuan menyediakan layanan komunikasi dan informasi bagi masyarakat, salah satunya adalah internet. Penyebaran
Lebih terperinciFiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)
Fiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Bahan fiber optics (serat optik) Serat optik terbuat dari bahan dielektrik berbentuk seperti kaca (glass). Di dalam serat
Lebih terperinciLAPORAN KERJA PRAKTEK APLIKASI DWDM PADA SERAT OPTIK
LAPORAN KERJA PRAKTEK APLIKASI DWDM PADA SERAT OPTIK PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) Jl. Moch. Toha No. 77 Bandung 40253 Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Mata Kuliah
Lebih terperinciBAB III PERANCANGAN MODEL JARINGAN
BAB III PERANCANGAN MODEL JARINGAN 3.1 Prosedur Kerja Tugas Akhir Gambar berikut memperlihatkan prosedur kerja Tugas Akhir yang berdasarkan pada multi methodological research di bawah ini. Theory Building
Lebih terperinciBAB III LANDASAR TEORI
BAB III LANDASAR TEORI 3.1 Jaringan Backbone Backbone adalah saluran atau koneksi berkecepatan tinggi yang menjadi lintasan utama dalam sebuah jaringan. Backbone juga dapat dikatakan sebagai jaringan telekomunikasi
Lebih terperinciMULTIPLEXING. Frequency-division Multiplexing (FDM)
MULTIPLEXING Multiplexing merupakan rangkaian yang memiliki banyak input tetapi hanya 1 output dan dengan menggunakan sinyal-sinyal kendali, kita dapat mengatur penyaluran input tertentu kepada outputnya,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Serat Optik Serat optik adalah media transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik, dengan media pembawa adalah cahaya. Serat optik adalah media transmisi yang mampu menghantarkan
Lebih terperinciBAB III. Perencanaan Upgrade Kapasitas. dengan Tuas (Singapura ) memiliki kapasitas trafik sebesar 8 X 2.5 Gbps yang
BAB III Perencanaan Upgrade Kapasitas 3.1 Konfigurasi Awal Sistem Skkl Sea-Me-We 3 Segmen 3 yang menghubungkan Jakarta (Indonesia) dengan Tuas (Singapura ) memiliki kapasitas trafik sebesar 8 X 2.5 Gbps
Lebih terperinciPada gambar 2.1, terdapat Customer Premises Equipment (CPE) adalah peralatan telepon atau penyedia layanan lain yang terletak di sisi user.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar-dasar GPON GPON atau Gigabit Passive Optical Network merupakan sebuah arsitektur point-to-multipoint yang menggunakan media transmisi berupa fiber optik. GPON mampu mendukung
Lebih terperinciAplikasi Multiplexer -8-
Sistem Digital Aplikasi Multiplexer -8- Missa Lamsani Hal 1 Multiplexer Teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi. Dimana perangkat yang melakukan
Lebih terperinciANALISIS PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK CWDM JARINGAN UNIVERSITAS INDONESIA TERPADU (JUITA)
ANALISIS PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK CWDM JARINGAN UNIVERSITAS INDONESIA TERPADU (JUITA) Irvan Hardiyana Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia Email: hardiyana.irvan@gmail.com
Lebih terperinciDAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... ii. LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN... iii. LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... ii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN... iii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PERSEMBAHAN... v HALAMAN MOTTO... vi KATA PENGANTAR...
Lebih terperinciBAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK
BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik Serat optik adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut,
Lebih terperinciKOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T
Multiplexing Multiplexing adalah suatu teknik mengirimkan lebih dari satu (banyak) informasi melalui satu saluran. Tujuan utamanya adalah untuk menghemat jumlah saluran fisik misalnya kabel, pemancar &
Lebih terperinciBAB III CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER
BAB III CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER 3.1 Umum Optical Cross Connect (OXC) adalah elemen jaringan yang terpenting yang memungkinkan dapat dilakukannya rekonfigurasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan trafik yang sangat cepat telah mendorong semakin berkembangnya teknologi jaringan transport optik yang mampu mengakomodasi kebutuhan bandwidth yang sangat
Lebih terperinciSISTEM TRANSMISI ULTRA-DENSE WAVE LENGTH DIVISION MULTIPLEXING
SISTEM TRANSMISI ULTRA-DENSE WAVE LENGTH DIVISION MULTIPLEXING Harumi Yuniarti & Bambang Cholis Su udi Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti Jalan Kiai Tapa 1, Jakarta
Lebih terperinciANALISIS DISPERSION POWER PENALTY PADA AREA RING-1 JARINGAN LOKAL AKSES FIBER STO GATOT SUBROTO
JETri, Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 25-36, ISSN 1412-0372 ANAISIS DISPERSION POWER PENATY PADA AREA RING-1 JARINGAN OKA AKSES FIBER STO GATOT SUBROTO Indra Surjati, Yuli Kurnia Ningsih, Sunarto
Lebih terperinciPERANCANGAN PENINGKATAN KAPASITAS LINK 10 GIGABIT PADA JARINGAN BACKBONE DWDM SUMATERA DI PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA
Makalah Seminar Kerja Praktek PERANCANGAN PENINGKATAN KAPASITAS LINK 10 GIGABIT PADA JARINGAN BACKBONE DWDM SUMATERA DI PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA Hana Ad ha Rodhiah (21060110120052) Jurusan Teknik Elektro
Lebih terperinciBAB II TEORI PENDUDUKUNG
BAB II TEORI PENDUDUKUNG Dalam penelitiannya tugas akhir ini didukung dengan beberapa teori teori diantaranya yaitu teori teori tentang SDH (Syncronous digital Hierarchy). Pada bab ini menjelaskan tentang
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGGUNAAN TEKNOLOGI DWDM PADA JARINGAN BACKBONE JAWA BARAT SKRIPSI TEGAR SATRIO DWIPUTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGGUNAAN TEKNOLOGI DWDM PADA JARINGAN BACKBONE JAWA BARAT SKRIPSI TEGAR SATRIO DWIPUTRO 0806331292 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO DEPOK JULI 2012 UNIVERSITAS
Lebih terperinciSTT Telematika Telkom Purwokerto
PENERAPAN JARINGAN MULTI SERVICE ACCESS NETWORK UNTUK MENDUKUNG NGN Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Besar pada mata kuliah Kinerja Telekomunikasi prodi S1 Teknik Telekomunikasi. Oleh : Lina Azhari
Lebih terperinciTeknik MULTIPLEXING. Rijal Fadilah S.Si Program Studi Teknik Informatika STMIK Balikpapan Semester Genap 2010/2011
Teknik MULTIPLEXING Rijal Fadilah S.Si http://rijalfadilah.net Program Studi Teknik Informatika STMIK Balikpapan Semester Genap 2010/2011 Multiplexing Proses penggabungan beberapa kanal Pembagian bandwith
Lebih terperinciMakalah Seminar Kerja Praktek OPTIX OSN 9500 Sebagai Perangkat Transmisi di PT. Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java
Makalah Seminar Kerja Praktek OPTIX OSN 9500 Sebagai Perangkat Transmisi di PT. Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java Oleh : Fandi Yusuf Nugroho (L2F008121) Jurusan Teknik Elektro Fakultas
Lebih terperinciROMARIA NIM :
ANALISIS PENGARUH DISPERSI TERHADAP RUGI-RUGI DAYA TRANSMISI PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE REKOMENDASI ITU-T SERI G.655 Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana
Lebih terperinciRENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN KOMUNIKASI BACKBONE BAWAH LAUT BERBASIS SERAT OPTIK JALUR 40G UNTUK JALUR SURABAYA BANJARMASIN
RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN KOMUNIKASI BACKBONE BAWAH LAUT BERBASIS SERAT OPTIK JALUR 40G UNTUK JALUR SURABAYA BANJARMASIN Christopher Gerson Batara, Arifin Djauhari Teknik Elektro, Universitas Indonesia,
Lebih terperinciSynchronous Optical Networking SONET
Synchronous Optical Networking SONET Pendahuluan Synchronous Optical Networking (SONET) dan Synchronous Digital Hierarchy (SDH) adalah protokol standar yang mentransfer beberapa bit stream digital melalui
Lebih terperinciBAB II WIDE AREA NETWORK
BAB II WIDE AREA NETWORK Wide Area Network adalah sebuah jaringan komunikasi data yang mencakup daerah geographi yang cukup besar dan menggunakan fasilitas transmisi yang disediakan oleh perusahaan telekomunikasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecepatan pengiriman dan bandwidth untuk jarak jauh dalam komunikasi sudah menjadi kebutuhan tersendiri. Masalah ini dapat diatasi dengan sebuah teknologi dengan
Lebih terperinciAnalisis Parameter Signal to Noise Ratio dan Bit Error Rate dalam Backbone Komunikasi Fiber Optik Segmen Lamongan-Kebalen
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A- 776 Analisis Parameter Signal to Noise Ratio dan Bit Error Rate dalam Backbone Komunikasi Fiber Optik Segmen Lamongan-Kebalen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus. dapat memberikan kualitas layanan dengan baik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaringan telekomunikasi dewasa ini mengalami kemajuan yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus dikembangkan agar user
Lebih terperinciSONET (Synchronous Optical Network)/SDH (Synchronous Digital Hierarchy)
Kelompok 13 Muhammad Asrawi (54410645) Khoirul Anwar (53410891) Steven (56410693 SONET (Synchronous Optical Network)/SDH (Synchronous Digital Hierarchy) Jaringan Komputer Lanjut 10/10/2013 1 SONET (Synchronous
Lebih terperinciSimulasi Performansi Fiber Delay Line Menggunakan Algoritma Penjadwalan Paket Pada Optical Buffer
Simulasi Performansi Fiber Delay Line Menggunakan Algoritma Penjadwalan Paket Pada Optical Buffer Reza Relen Indriyanto / 0222164 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha
Lebih terperinciPERENCANAAN PENAMBAHAN AUTOMATIC SWITCHING OPTICAL NETWORK (ASON) PLANNING ADDITION AUTOMATIC SWITCHING OPTICAL NETWORK(ASON)
PERENCANAAN PENAMBAHAN AUTOMATIC SWITCHING OPTICAL NETWORK (ASON) PLANNING ADDITION AUTOMATIC SWITCHING OPTICAL NETWORK(ASON) Novita Dwi Susanti, Samsu Ismail Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi
Lebih terperinciKOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T
KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER 3 GANJIL 2017/2018 DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T Sinyal Digital Selain diwakili oleh sinyal analog, informasi juga dapat diwakili oleh sinyal digital.
Lebih terperinciMultiplexing. Meningkatkan effisiensi penggunaan bandwidth / kapasitas saluran transmisi dengan cara berbagi akses bersama.
Multiplexing Multiplexing adalah Teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi. Dimana perangkat yang melakukan Multiplexing disebut Multiplexer atau
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam QoS terdapat salah satu mekanisme yang dapat menjamin kualitas layanan dalam jaringan yang disebut dengan Differentiated Service. DiffServ tidak memperhatikan
Lebih terperinciBAB III IMPLEMENTASI DAN PERENCANAAN
BAB III IMPLEMENTASI DAN PERENCANAAN 3.1 Tahapan Proses Penelitian Pada bab ini akan dijelaskan tentang proses penelitian yang dibagi dalam beberapa tahap seperti berikut: 1. Mempelajari konfigurasi layanan
Lebih terperinciBAB IV ANALISA SISTEM PROTEKSI MS-SP RING PADA RING 2
BAB IV ANALISA SISTEM PROTEKSI MS-SP RING PADA RING 2 4.1 Desain Jaringan Optik Prinsip kerja dari serat optic ini adalah sinyal awal/source yang berbentuk sinyal listrik ini pada transmitter diubah oleh
Lebih terperinciFrequency Division Multiplexing
Multiplexing 1 Multiplexing 2 Frequency Division Multiplexing FDM Sinyal yang dimodulasi memerlukan bandwidth tertentu yang dipusatkan di sekitar frekuensi pembawa disebut channel Setiap sinyal dimodulasi
Lebih terperinciDAHLAN ABDULLAH
DAHLAN ABDULLAH dahlan.unimal@gmail.com http://www.dahlan.web.id Ada dua hal yang harus dipenuhi supaya mendapatkan akses komunikasi. 1. Kesamaan dalam pemahaman antara pemancar dan penerima. Bagian pemancar
Lebih terperinciPerangkat Keras jaringan pengkabelan dan konektor. Untuk Kalangan sendiri SMK Muh 6 Donomulyo
Perangkat Keras jaringan pengkabelan dan konektor Perangkat Keras Jaringan Komputer 1. NIC (Network Interface Card) NIC (Network Interface Card) atau yang biasa disebut LAN card ini adalah sebuah kartu
Lebih terperinciPENGARUH KABEL DISPERSION COMPENSATING FIBER (DCF) PADA LINK SITEM KOMUNIKASI OPTIK LONG HAUL DENGAN SKEMA BERBEDA
ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.3 Desember 2017 Page 3758 PENGARUH KABEL DISPERSION COMPENSATING FIBER (DCF) PADA LINK SITEM KOMUNIKASI OPTIK LONG HAUL DENGAN SKEMA BERBEDA PERFORMANCE
Lebih terperinciAbstrak. 30 DTE FT USU. sistem pembagian spektrum panjang gelombang pada pentransmisiannya.
ANALISIS KARAKTERISTIK SERAT OPTIK SINGLE MODE NDSF (NON DISPERSION SHIFTED FIBER) DAN NZDSF (NON ZERO DISPERSION SHIFTED FIBER) TERHADAP KINERJA SISTEM DWDM Waldi Saputra Harahap, M Zulfin Konsentrasi
Lebih terperinciSTUDI PERANCANGAN SISTEM RoF-OFDM POLARISASI TIDAK SEIMBANG MENGGUNAKAN MODULASI QPSK DAN QAM
STUDI PERANCANGAN SISTEM RoF-OFDM POLARISASI TIDAK SEIMBANG MENGGUNAKAN MODULASI QPSK DAN QAM Teguh Wahyu Dianto 1), Dodi Zulherman 2), Fauza Khair 3) 1),2),3 ) Fakultas Teknik Telekomunikasi dan Elektro,
Lebih terperinci