BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi ISPA Istilah ISPA adalah singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut yang mulai diperkenalkan sejak tahun 1984 yang dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran pernafasan atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura (Depkes RI, 2002:4). Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak dengan episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali per tahun (Depkes RI, 2002: 9). Agent penyakit ISPA dapat berupa bakteri, virus, dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella, dan korinebakterium sedangkan virus penyebab ISPA antara lain dari golongan miksovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus, dan lain-lain (Depkes RI, 2002:5). 2.2 Definisi Pneumonia Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) yang pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkus yang disebut bronkopneumonia. Dalam pelaksanaan Pemberantasan 7

2 8 Penyakit ISPA semua bentuk pneumonia disebut Pneumonia saja (Depkes RI, 2002:4). Definisi operasional pneumonia adalah batuk dan atau kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas sesuai umur atau penarikan dinding dada bagian bawah (severe chest indrawing). Frekuensi nafas pada umur 2-11 bulan sebesar 60 kali per menit atau lebih, sedangkan pada umur 1-5 tahun sebesar 40 kali per menit atau lebih (Depkes RI, 2003:6). 2.3 Etiologi dan Cara Penularan Pneumonia Etiologi Pneumonia Di Indonesia etiologi pneumonia pada balita masih sukar ditetapkan karena pada umumnya dahak sulit diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri penyebab pneumonia. Hanya biakan dari aspirat paru serta pemeriksaan specimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu penetapan etiologi pneumonia. Meskipun pemeriksaan specimen aspirat paru merupakan cara yang sensitif untuk mendapatkan dan menentukan bakteri penyebab pneumonia pada balita akan tetapi pungsi paru merupakan prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika, terutama jika hanya dimaksudkan untuk penelitian. Oleh karena alasan di atas maka penetapan etiologi pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia (Depkes RI, 2002:6). Menurut Said dalam Depkes RI (2010) bahwa dari studi mikrobiologik ditemukan penyebab utama bakteriologik pneumonia anak-balita adalah Streptococcus pneumoniae/pneumococcus (30-50 % kasus) dan Hemo philus

3 9 influenzae type b/hib (10-30% kasus), diikuti Staphylococcus aureus dan Klebsiela pneumoniae pada kasus berat. Bakteri lain seperti Mycoplasma pneumonia, Chlamydia spp, Pseudomonas spp, Escherichia coli (E coli) juga menyebabkan pneumonia. Pneumonia pada neonatus banyak disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Klebsiella spp, E coli di samping bakteri Gram positif seperti S pneumoniae, grup b streptokokus dan S aureus. Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human metapneumovirus dan adenovirus. Di sisi lain menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang Streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari specimen darah (Depkes RI, 2002: 6) Cara Penularan Pneumonia Pneumonia merupakan salah satu penyakit pernafasan akut bagian bawah sehingga cara penularannya melalui medium udara, percikan ludah, kontak langsung lewat mulut, dan melalui kontak benda-benda yang digunakan bersama. Kepadatan hunian penduduk diperkirakan merupakan faktor risiko utama misalnya rumah padat penghuni, asrama, dan pengungsian (Achmadi, 2011:124). 2.4 Klasifikasi Pneumonia dan Bukan Pneumonia Klasifikasi penyakit pneumonia pada balita dibedakan menjadi dua kelompok umur yaitu kelompok umur 2 bulan - 5 tahun dan kelompok umur dibawah 2 bulan dengan kriteria sebagai berikut:

4 10 1. Klasifikasi pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan - 5 tahun. Sedangkan untuk kelompok umur di bawah 2 bulan, pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat (fast breathing). 2. Klasifikasi pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas cepat sesuai umur. 3. Klasifikasi batuk bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain di luar pneumonia seperti : batuk pilek bukan pneumonia (common cold, pharyngitis, tonsillitis, otitis). Kriteria nafas cepat pada balita ditampilkan pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Kriteria Nafas Cepat Balita Berdasarkan Kelompok Umur Umur Balita Kurang dari 2 bulan Hitungan Nafas Per Menit 60 kali per menit atau lebih 2 bulan sampai 12 bulan 50 kali per menit atau lebih 12 bulan sampai 5 tahun 40 kali per menit atau lebih Sumber : Dirjen P2PL Departemen Kesehatan RI, 2007.Pneumonia Balita Pedoman Kader 2.5 Diagnosa Pneumonia Balita Menurut WHO, diagnosa pneumonia pada balita umur 2 bulan - 5 tahun adalah penderita dengan gejala batuk atau kesulitan bernafas dan ditandai dengan adanya nafas cepat. Dikatakan nafas cepat bila nafas pada umur 2 bulan- 1 tahun

5 11 sebanyak 50 kali per menit atau lebih dan pada umur 1-5 tahun sebanyak 40 kali per menit atau lebih. Sedangkan diagnosa pneumonia berat pada balita jika muncul gejala batuk atau sulit bernafas, adanya nafas cepat, tarikan dada bagian bawah masuk ke dalam, atau stridor (UNICEF & WHO, 2006). Gejala umum yang muncul pada penderita pneumonia balita yaitu demam, batuk dengan nafas cepat, crackles (ronki) pada auskultasi, kepala terangguk-angguk, pernafasan cuping hidung, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, merintih, dan sianosis (WHO, 2009). 2.6 Faktor Risiko Pneumonia Faktor risiko kejadian pneumonia secara umum dapat dilihat dari faktor agent, faktor host, dan faktor lingkungan seperti dalam konsep segitiga epidemiologi. Agent adalah penyebab penyakit yang dapat berupa bakteri, virus, parasit, dan jamur. Faktor agent kejadian pneumonia adalah bakteri Streptococcus pneumoniae/pneumococcus, Hemo philus influenzae type b/hib, Staphylococcus aureus, dan Klebsiela pneumoniae. Bakteri lain seperti Mycoplasma pneumonia, Chlamydia spp, Pseudomonas spp, Escherichia coli (E coli) juga menyebabkan pneumonia. Sedangkan penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), virus influenza A dan B, parainfluenza, human metapneumovirus, dan adenovirus (Said, 2010). Faktor host atau penjamu untuk kejadian pneumonia pada balita antara lain umur kurang dari 2 bulan, berjenis kelamin laki-laki, status gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI memadai, imunisasi yang tidak memadai, perilaku menyelimuti anak yang berlebihan, defisiensi vitamin A, dan pemberian makanan tambahan terlalu dini (Depkes RI, 2002: 6). Faktor host di atas merupakan faktor

6 12 risiko meningkatnya angka kesakitan pneumonia pada balita. Beberapa penelitian mengenai variabel status gizi, pemberian ASI eksklusif, serta riwayat keluarga mendapatkan hasil yang signifikan. 1. ASI Eksklusif ASI diproduksi oleh seorang ibu untuk memenuhi kebutuhan hidup seorang bayi. Komposisi ASI berubah-ubah pada setiap periode menyusui dan disesuaikan dengan kebutuan bayi. ASI mengandung anti virus, anti bakteri serta memperkuat daya tahan tubuh bayi dan merupakan sumber vitamin A. ASI mengandung retinol dan carotenoid yang cukup baik (40-70 μg/dl retinol dan μg/dl) dan mampu memenuhi kebutuhan vitamin A seorang bayi (Sudiarti & Diah.M.U, 2008). Dengan demikian bayi atau anak yang mendapat ASI memiliki daya tahan tubuh yang lebih tinggi dan memiliki risiko infeksi yang rendah serta mampu mencegah penyakit alergi terhadap makanan dan alergi pernafasan pada anak (Pardede, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulianti, dkk (2000) menunjukkan adanya hubungan antara pemberian ASI yang tidak memadai dengan kejadian pneumonia pada balita (OR = 2,2) dimana berarti pada balita dengan riwayat ASI tidak memadai berisiko 2,2 kali terkena pneumonia dibandingkan dengan balita dengan ASI yang memadai. 2. Status Gizi Status gizi mencerminkan derajat kesehatan seseorang. Dukungan gizi sangat berarti karena gizi yang sesuai kebutuhan dan perkembangan dini ini membentuk dasar kehidupan yang sehat dan produktif (Kusharisupeni, 2008). Status gizi yang baik akan membangun ketahanan tubuh seseorang termasuk bayi dan anak balita. Penetapan status gizi dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu berat badan berdasarkan umur (BB/U), tinggi badan berdasarkan umur (TB/U), dan berat badan berdasarkan

7 13 tinggi badan (BB/TB). Status gizi bayi dan anak balita dapat diklasifikasikan berdasarkan berat badan berdasarkan umur. Berdasarkan WHO-NCHS diklasifikasikan menjadi gizi buruk (< -3 SD), gizi kurang (< -2 SD), gizi baik (-2 SD s.d 2SD), dan gizi lebih (> 2 SD) (Indrawani, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunyataningkamto, dkk (2000) menunjukkan adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita (OR = 2,6) dimana berarti pada balita dengan kondisi status gizi kurang berisiko 2,6 kali terkena pneumonia dibandingkan dengan balita dengan status gizi baik. Hasil di atas sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianti, dkk (2000) dengan nilai OR = 3,8. 3. Riwayat Keluarga Salah satu konsep sehat-sakit yang dikenal adalah model roda, di mana digambarkan roda yang terdiri dari manusia dengan substansi genetik sebagai inti dan komponen biologi, sosial, dan fisik yang mengelilingi host. Bila peranan inti genetik ukurannya lebih besar daripada yang lainnya maka penyakit atau masalah kesehatan yang memungkinkan adalah penyakit keturunan (Adnani, 2010). Pada penyakit infeksi faktor keturunan tidak berperan langsung, namun dapat berpengaruh terhadap ketahanan seseorang terhadap infeksi tertentu. Salah satu sifat biologis manusia adalah keadaan imunitas dan reaksi tubuh terhadap berbagai unsur dari luar maupun dari dalam tubuh sendiri (Noor, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunyataningkamto, dkk (2000) menunjukkan adanya hubungan antara riwayat wheezing dengan kejadian pneumonia pada balita (OR = 4,80) dimana berarti pada balita dengan riwayat wheezing berisiko 4,80 kali terkena pneumonia dibandingkan dengan balita tanpa riwayat penyakit asma.

8 14 Lingkungan adalah segala sesuatu yang mengelilingi dan juga kondisi luar manusia atau hewan yang menyebabkan atau memungkinkan penularan penyakit (Timmreck, 2004: 8). Sedangkan menurut Utomo (2006), ekosistem merupakan satuan fungsional dasar yang menyangkut proses interaksi organisme dengan lingkungan mereka (Achmadi, 2011:10). Organisme yang di lingkungan tersebut mencakup jasad renik atau mikroorganisme. Di antara mikroorganisme itu, terdapat plasmodium, virus avian flu, virus influenza, bakteri E.coli, dan lain-lain. Beberapa di antara mereka hidup dengan bergantung terhadap vektor maupun manusia untuk keperluan hidup ataupun hanya berganti jenis kelamin dalam sistem aliran darah manusia. Karena tubuh manusia dengan berbagai organ dan sistemnya bukan didesain untuk bereproduksi dan tempat mencari makan jasad renik tertentu, maka kedatangan tamu-tamu tersebut menimbulkan gangguan penyakit (Achamdi, 2011:11). Keberadaan mikroorganisme seperti virus, bakteri, dan parasit yang tidak sewajarnya ada dalam tubuh manusia ini yang akan menyebabkan suatu penyakit. Oleh karena itu komponen lingkungan dikatagorikan memiliki potensi untuk menimbulkan penyakit jika terdapat mikroorganisme patogen atau jasad renik yang berbahaya. Penyakit berbasis lingkungan memiliki pengertian sebagai ilmu yang mempelajari proses kejadian atau fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat yang berhubungan, berakar (bounded) atau memiliki keterkaitan erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah ruang sehingga masyarakat tersebut bertempat tinggal atau beraktivitas dalam jangka waktu tertentu. Penyakit tersebut bisa dicegah atau dikendalikan kalau kondisi lingkungan yang berhubungan atau diduga berhubungan dengan penyakit tersebut dihilangkan

9 15 (Achmadi, 2011:18-19). Salah satu ciri penyakit berbasis lingkungan yaitu penyakit yang diderita pada suatu waktu dalam sebuah komunitas yang hidup atau tinggal pada pemukiman padat berdesakan dengan sanitasi yang buruk. Salah satu media transmisi penyakit terutama penyakit pernafasan yaitu udara. Kondisi udara yang tercemar berpotensi untuk mengganggu kesehatan manusia yang menghirupnya. Beberapa jenis bahan pencemar yang dianggap berbahaya adalah PM-10 yang merupakan semua partikel yang berdiameter 10 mikron. Partikel ini mampu masuk ke dalam saluran pernafasan manusia. Namun partikel yang lebih kecil berukuran di bawah 2,5 mikron mampu masuk ke dalam alveoli paru-paru dan menimbulkan masalah serius yang termasuk di dalamnya adalah virus (Achmadi, 2011:70). Di negara tropis virus yang berada di udara dapat mati oleh sinar ultraviolet. Menurut Sabit et al (2009) dalam Achmadi (2011) PM 2,5 sering diasosiasikan dengan angka kematian bayi. Beberapa gangguan terhadap paruparu akibat pencemaran udara yaitu asthma, bronkhitis, pneumonia (infeksi akibat melemahnya sistem pertahanan tubuh lokal saluran nafas oleh bahan pencemar), dan COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) (Achmadi, 2011:71). Menurut Ranuh (1997) dalam Yusup dan Sulistyorini (2004), penyakit atau gangguan saluran pernafasan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang buruk yang dapat berupa kondisi fisik perumahan yang tidak mempunyai syarat seperti ventilasi, kepadatan penghuni, penerangan, dan pencemaran udara dalam rumah. Kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) dapat ditentukan secara sengaja atau tidak oleh penghuni ruangan tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan pengaturan suhu maupun frekuensi pertukaran udara dengan ventilasi khusus ataupun memanfaatkan cuaca alamiah. Kualitas udara di dalam ruangan juga dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban. Apabila terdapat udara yang tidak bebas dalam ruangan, maka

10 16 bahan pencemar udara dalam konsentrasi cukup memiliki kesempatan untuk masuk ke dalam tubuh (Keman, 2005). Menurut UU Republik Indonesia No.4 Tahun 1992, rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Kriteria untuk rumah sehat telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.829 Tahun Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun sebuah rumah adalah faktor lingkungan baik lingkungan fisik, lingkungan biologis, maupun lingkungan sosial (Notoatmodjo, 2007:167). Pada tahap perkembangan balita, sebagian besar waktu dihabiskan di rumah baik bersama keluarga maupun pengasuhnya. Oleh karena itu lingkungan fisik rumah berperan dalam kondisi kesehatan maupun kejadian sakit pada balita terutama penyakit infeksi. Beberapa penelitian yang pernah dilakukann menemukan beberapa faktor lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi kejadian pneumonia pada balita. 1. Pencahayaan Alami Rumah yang sehat adalah rumah dengan pencahayaan yang cukup. Pencahayaan yang kurang terutama dari sinar matahari dapat menimbulkan ketidaknyamanan serta merupakan tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit. Sebaliknya pencahayaan alami yang berlebihan dapat menyilaukan mata. Sebagian energi pancaran sinar matahari terdiri atas cahaya ultraviolet yang pendek tersaring di atmosfer bumi (lapisan ozon) dan polutan atmosfer, dengan demikian radiasi ultraviolet menjadi terbatas kisarannya yaitu nm. Jadi dapat disimpulkan bahwa sinar matahari pada keadaan tertentu memiliki kapasitas membunuh bakteri (Radji, M, 2010:60)

11 17 Pencahayaan alami sangat penting untuk membunuh bakteri-bakteri patogen dalam rumah seperti bakteri TBC. Selain itu bakteri streptococcus pneumoniae memiliki sifat mampu bertahan selama beberapa hari dalam pembenihan biasa dan mati oleh sinar matahari langsung (Radji, M, 2010:159). Idealnya proporsi jalan masuknya cahaya alami ke dalam rumah adalah 15-20% dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan (Notoatmodjo,2007: 171). Menurut Keputusan Menteri Republik Indonesia No.829/Menkes/SK/VII/ 1999 pencahayaan alami dan atau buatan langsung maupun tidak langsung menerangi seluruh ruangan dengan intensitas cahaya minimal 60 lux serta tidak menyilaukan mata (Keman, 2005 : 37). Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinaga, dkk (2008) di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kota Medan menunjukkan adanya hubungan antara pencahayaan alami dengan kejadian pneumonia pada balita (OR=2,9) dimana balita dengan tingkat pencahayaan alami yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 2,9 kali terkena pneumonia dibandingkan balita dengan tingkat pencahayaan alami yang memenuhi syarat. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Wijo Basuki (2004) dengan nilai OR =22 dan nilai p = 0, Luas Ventilasi Ventilasi memiliki fungsi yang penting terutama untuk menjaga agar aliran udara dalam rumah tetap segar dan keseimbangan O 2 yang dibutuhkan oleh penghuni tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O 2 dalam rumah yang berarti kadar CO 2 yang bersifat racun bagi para penghuninya menjadi meningkat (Notoatmodjo, 2007: 170). Selain itu kurangnya ventilasi berpengaruh terhadap peningkatan kelembaban dalam ruangan yang merupakan media yang baik untuk tempat hidup bakteri dan patogen. Fungsi lain ventilasi

12 18 adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri dan menjaga ruangan dalam kelembaban optimum (Notoatmodjo, 2007: 170). Ada dua macam ventilasi, yakni ventilasi alamiah dan ventilasi buatan. Prinsip kerja ventilasi alamiah adalah terjadinya pertukaran udara dalam ruangan secara alamiah melalui pintu, jendela, lubang angin, maupun lubang-lubang pada dinding. Sedangkan ventilasi buatan berupa pertukaran udara dengan bantuan alat-alat khusus seperti kipas angin atau mesin penghisap udara. Kelemahan ventilasi alamiah yaitu peluang masuknya vektor seperti lalat, nyamuk, dan lainnya lebih tinggi dibandingkan ventilasi buatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.829 Tahun 1999, luas lubang ventilasi alamiah yang permanen adalah minimal 10% luas lantai (Keman, 2005: 38). Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuwono (2008) di Wilayah Kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap menunjukkan adanya hubungan bermakna antara ventilasi rumah dengan kejadian pneumonia pada anak balita (OR=6,3) dimana anak balita dengan kondisi ventilasi yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 6,3 kali terkena pneumonia dibandingkan anak balita dengan ventilasi yang memenuhi syarat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinaga, dkk (2008) juga menunjukkan adanya hubungan bermakna antara ventilasi dengan kejadian pneumonia pada balita (OR=2,9) hal ini menunjukkan kondisi rumah balita yang memiliki ventilasi tidak memenuhi syarat memiliki risiko 2,9 kali terkena pneumonia dibandingkan balita dengan ventilasi rumah yang memenuhi syarat. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Siti Zuraidah (2002) di Kota Salatiga serta Nurjazali dan Retno Widyaningtyas (2008) kondisi ventilasi yang buruk memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian pneumonia pada balita yaitu masing-masing dengan OR = 21,208 dan OR = 33.

13 19 3. Jenis Lantai Lantai merupakan bagian dari suatu rumah yang berpotensi sebagai tempat tinggal bakteri penyebab penyakit. Syarat lantai yang baik adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan karena lantai yang basah dan berdebu menimbulkan sarang penyakit (Notoatmodjo, 2007: 169). Pada umumnya lantai tanah bersifat lembab karena tidak bisa memantulkan sinar. Oleh karena itu pemilihan jenis lantai yang tepat dan sesuai dengan lingkungan merupakan salah satu syarat rumah sehat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuwono (2008) di Wilayah Kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap menunjukkan adanya hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian pneumonia pada balita (OR uji bivariat= 3,9 dan OR uji multivariat = 6,19) dimana berarti pada uji bivariat balita dengan kondisi jenis lantai yang tidak memenuhi syarat berisiko 3,9 kali terkena pneumonia dibandingkan dengan balita dengan kondisi jenis lantai yang memenuhi syarat. Sedangkan pada uji multivariat balita dengan kondisi jenis lantai yang tidak memenuhi syarat berisiko 6,19 kali terkena pneumonia dibandingkan dengan balita dengan kondisi jenis lantai yang memenuhi syarat. 4. Kelembaban Kelembaban kandungan uap air yang dipengaruhi oleh sirkulasi udara dan pencahayaan yang masuk dalam rumah. Kelembaban udara dalam rumah yang meningkat berpotensi sebagai tempat hidup bakteri-bakteri penyebab penyakit (Notoatmodjo, 2007:170). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.829 Tahun 1999, tingkat kelembaban udara dalam rumah yang dianggap baik adalah sebesar 40-70% (Keman, 2005: 38).

14 20 Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuwono (2008) di Wilayah Kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap menunjukkan adanya hubungan antara tingkat kelembaban dengan kejadian pneumonia pada balita (OR=2,8) dimana balita dengan kondisi kelembaban yang tinggi berisiko 2,8 kali terkena pneumonia dibandingkan balita dengan kondisi kelembaban normal. Beberapa penelitian yang juga menunjukkan adanya hubungan antara tingkat kelembaban dengan kejadian pneumonia adalah penelitian yang dilakukan oleh Yulianti,dkk (2000) dengan OR=2,9 yang berarti balita dengan kondisi kelembaban tinggi berisiko 2,9 kali terkena pneumonia dibandingkan balita dengan kondisi kelembaban normal. 5. Kepadatan Hunian Proporsi antara luas bangunan dan jumlah penghuni juga merupakan salah satu syarat rumah sehat. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuni akan menimbulkan rasa sesak. Hal ini dapat mengganggu kesehatan sebagai akibat kurangnya konsumsi O 2 dalam ruangan dan meningkatkan risiko penularan penyakit bila ada salah satu penghuni yang menderita penyakit infeksi. Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3 m 2 untuk setiap orang (Notoatmodjo, 2007: 172). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.829 Tahun 1999 tentang kriteria rumah sehat bahwa kepadatan hunian yang dianggap baik yaitu luas tempat tidur minimal 8 m 2 untuk dua orang (Keman, 2005: 38). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulianti, dkk (2000) di Kota Banjarmasin menunjukkan adanya hubungan antara tingkat kepadatan hunian dengan kejadian pneumonia pada anak balita (OR=3,06) dimana anak balita dengan tingkat kepadatan tinggi berisiko 3,06 kali terkena pneumonia dibandingkan dengan anak

15 21 balita dengan tingkat kepadatan yang ideal. Hasil yang sama mengenai hubungan antara tingkat kepadatan hunian dengan kejadian pneumonia pada balita juga didapatkan dalam penelitian Sinaga, dkk (2008) yaitu dengan OR=6,9 dan Yuwono (2008) yaitu dengan OR= 2,7. 6. Paparan Asap Rokok Adanya anggota keluarga yang merokok di dalam ruangan dan di dekat balita tidak baik untuk kesehatan terutama kesehatan saluran pernafasan. Merokok pasif yang didapat balita dari kebiasaan orang tuanya dapat mengganggu pernafasan anak. Polusi udara yang diakibatkan paparan asap rokok secara terus menerus mengakibatkan peningkatan infeksi saluran pernafasan, asma, penurunan fungsi paru, dan infeksi telinga. Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunyataningkamto, dkk (2000) di beberapa Puskesmas di Wilayah Banjarnegara, Jepara, Kebumen, dan Pekalongan menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan anggota keluarga merokok dengan kejadian pneumonia pada balita (OR=1,63) yang berarti balita dengan paparan asap rokok memiliki risiko 1,63 kali terkena pneumonia dibandingkan dengan balita tanpa paparan asap rokok. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Yulianti, dkk (2000) yaitu dengan OR=3,81, Ratna Sulistyowati (2010) yaitu dengan OR= 4,4, dan Yuwono (2008) yaitu dengan OR=5,48.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran umum penyakit ISPA 1. Definisi ISPA Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yaitu infeksi, Saluran Pernafasan dan Akut. Pengertian atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut 2.1.1 Pengertian ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah istilah yang berasal dari bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Penyakit ISPA 1. Definisi ISPA Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Pengertian atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Pneumonia 1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balita 2.1.1 Definisi Balita Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian anak usia di bawah lima tahun (Muaris

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang menyerang saluran nafas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk organ di sekitarnya seperti sinus, rongga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama penyakit pada bayi usia 1-6 tahun. ISPA merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sehat 2.1.1. Defenisi Rumah Sehat Menurut Winslow dalam Chandra (2007), rumah sehat adalah suatu tempat untuk tinggal permanen, berfungsi sebagai tempat bermukim, beristirahat,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi ISPA Istilah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) mengandung 3 unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 1. Definisi ISPA Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran pernapasan Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1 Definisi ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia masih merupakan pembunuh utama balita di seluruh dunia, berdasarkan perkiraan WHO setiap tahun pneumonia membunuh balita sebanyak 1 juta sebelum ulang tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ) Infections disingkat ARI. Dalam lokakarya ISPA I tersebut ada dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ) Infections disingkat ARI. Dalam lokakarya ISPA I tersebut ada dua BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ) Istilah ISPA yang merupakan singkatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomi, pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang ISPA (Inspeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unsur, yaitu infeksi dan saluran pernapasan bagian atas. Pengertian infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unsur, yaitu infeksi dan saluran pernapasan bagian atas. Pengertian infeksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. ISPA a. Pengertian lspa ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Atas mengandung dua unsur, yaitu infeksi dan saluran pernapasan bagian atas. Pengertian infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit ISPA merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis akut,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis akut, 10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dibedakan menjadi dua, ISPA atas dan bawah, Infeksi saluran pernapasan atas adalah infeksi yang disebabkan oleh virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan Nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Sistem

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH PUSKESMAS DTP CIGASONG A. Pendahuluan Infeksi Saluran Pernapasan Akut () merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit yang menyerang pada balita yang terjadi di saluran napas dan kebanyakan merupakan infeksi virus.

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Anak Preschool dengan ISPA A. Definisi Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.ispa menyebabkan hampir 4 juta orang meninggal setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mempengaruhi atau mungkin dipengaruhi, sehingga merugikan perkembangan fisik,

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Telaah Pustaka 2.1.1. ISPA a. Definisi ISPA adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sehat 2.1.1. Defenisi Rumah Sehat Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping kebutuhan sandang, pangan dan kesehatan. Rumah berfungsi sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel bebas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ISPA 1. Pengertian ISPA ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di dunia. Pneumonia diperkirakan membunuh sekitar 1,2 juta anak usia dibawah lima tahun (balita) dalam setiap tahunnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia saat ini dan sering terjadi pada anak - anak. Insidens menurut kelompok umur

Lebih terperinci

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2) 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA merupakan Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) Puskesmas yang ada di Kabupeten Pohuwato, dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis dapat bersifat acute maupun chronic ( Manurung, 2008). Bronchitis adalah suatu peradangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. ISPA a. Definisi ISPA Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2014) Infeksi Saluran Pernafasan Akut sering disebut juga dengan Infeksi Respiratori Akut (IRA).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumonia 1. Pengertian Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paruparu (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan terjadinya

Lebih terperinci

Informasi penyakit ISPA

Informasi penyakit ISPA Informasi penyakit ISPA ISPA ISPA merupakan penyakit infeksi akut yang melibatkan salah satu atau lebih dari organ saluran pernapasan, hidung, sinus, faring dan laring. ISPA mencakup: tonsilitis (amandel),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. Saluran nafas yang dimaksud adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk, tersering adalah dalam bentuk Pneumonia. Pneumonia adalah proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk, tersering adalah dalam bentuk Pneumonia. Pneumonia adalah proses 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia 2.1.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Infeksi Saluran Pernapasan Akut dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk Pneumonia. Pneumonia adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana dalam UU No. 24 tahun 2007 didefinisikan sebagai peristiwa atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana dalam UU No. 24 tahun 2007 didefinisikan sebagai peristiwa atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana dalam UU No. 24 tahun 2007 didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).

Lebih terperinci

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH DAN FAKTOR ANAK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA WAY HUWI PUSKESMAS KARANG ANYAR KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2012 Ernawati 1 dan Achmad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak setiap orang. Masalah kesehatan sama pentingnya dengan masalah pendidikan, perekonomian, dan lain sebagainya. Usia balita dan anak-anak merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pneumonia adalah peradangan yang mengenai jaringan paru-paru yang bisa diklasifikasikan sebagai radang infeksi dan non-infeksi. Penyebab faktor infeksi bisa karena bakteri,

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. Tuberkulosis paru 1. Definisi TB Paru merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi ini diawali dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi ini diawali dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1 Definisi ISPA Infeksi saluran pernapasan akut yang lebih dikenal dengan ISPA biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia sehat 2010 (RPKMIS), masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan atas atau yang selanjutnya disingkat dengan ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) 1. Pengertian ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spectrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari

Lebih terperinci

selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah.

selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Balita Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun) (Sutomo dan Anggraeni, 2010). Sedangkan menurut Muaris (2009), anak balita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula

BAB 1 PENDAHULUAN. berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks, yang berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan masalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Candi Lama Kecamatan Candisari Kota Semarang) Esty Kurniasih, Suhartono, Nurjazuli Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang

Lebih terperinci

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar RUMAH SEHAT Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar Pengertian Rumah Rumah Adalah tempat untuk tinggal yang dibutuhkan oleh setiap manusia dimanapun dia berada. * Rumah adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian / lebih dari saluran nafas mulai hidung alveoli termasuk adneksanya

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) Topik : Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Sasaran : 1. Umum : Keluarga pasien ISPA 2. Khusus: Pasien ISPA Hari/Tanggal : Jumat, 24 Januari 2014 Waktu : Pukul 9.30 10.00

Lebih terperinci

Program Studi D III Kesehatan Lingkungan STIKes Muhammadiyah Palembang 2

Program Studi D III Kesehatan Lingkungan STIKes Muhammadiyah Palembang 2 ANALISIS FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SOSIAL KECAMATAN SUKARAME PALEMBANG Zairinayati 1, Ari Udiyono, Yusniar Hanani 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini paling sering menyerang organ paru dengan sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ISPA 1. Pengertian ISPA Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK Siprianus Singga, Albertus Ata Maran, PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA 348 PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 1. Defenisi ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut mengandung dua unsur, yaitu infeksi dan saluran pernafasan. Pengertian infeksi adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990). Udara dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru. Penyebaran penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa, Mycobacterium bovis serta Mycobacyerium avium, tetapi lebih sering disebabkan oleh

Lebih terperinci

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014 PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014 Oleh : Eti Rohayati ABSTRAK Angka kejadian pneumonia yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS Infeksi respirologi akut (IRA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada anak. Yang dimaksud infeksi respiratori adalah mulai dari infeksi infeksi respiratori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberculosis Pulmonal (TB Paru) 1. Definisi TB Paru Tuberculosis pulmonal atau biasa disebut TB paru adalah penyakit yang disebabkan infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis,

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan cara memelihara kesehatan.upaya kesehatan masyarakat meliputi : peningkatan

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan di Kecamatan Pancoran Mas pada bulan Oktober 2008 April 2009 dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut : 1.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) a. Definisi ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dibedakan menjadi dua, ISPA atas dan bawah menurut Nelson (2002:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam membangun unsur manusia agar memiliki kualitas baik seperti yang diharapkan, dan dapat memberikan pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Depkes RI (2007) Infeksi Saluran Pernafasan Akut sering disingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Depkes RI (2007) Infeksi Saluran Pernafasan Akut sering disingkat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ISPA 2.1.1 Definisi ISPA Menurut Depkes RI (2007) Infeksi Saluran Pernafasan Akut sering disingkat dengan ISPA, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis bersifat tahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TB paru merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang erat kaitannya dengan keadaan lingkungan dan prilaku masyarakat. Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian ISPA Gejala batuk, pilek dan panas adalah tanda-tanda pertama dari suatu penyakit yang digolongkan dalam golongan penyakit "infeksi saluran pernafasan akut", disingkat

Lebih terperinci

I. PENENTUAN AREA MASALAH

I. PENENTUAN AREA MASALAH I. PENENTUAN AREA MASALAH Dalam menentukan area masalah, langkah awal yang dilakukan peneliti adalah melakukan observasi dan wawancara dengan tenaga kesehatan di daerah keluarga binaan, berdasarkan data

Lebih terperinci

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan RI tahun 2005 2025 atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 1. Defenisi Istilah ISPA yang merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut diperkenalkan pada tahun 1984. Istilah ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pemberantasan penyakit ISPA di Indonesia dimulai pada tahun 1984, bersamaan dilancarkannya Pemberantasan Penyakit ISPA di tingkat global

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius. 5 Tb paru ini bersifat menahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius. 5 Tb paru ini bersifat menahun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tuberculosis Paru 2.1.1.1 Definisi Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius. 5 Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh

Lebih terperinci