Analisis Kinerja Jaringan Berbasis DWDM 1 Gbps dengan Menggunakan Multiplexer Photonic Service Switch

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Kinerja Jaringan Berbasis DWDM 1 Gbps dengan Menggunakan Multiplexer Photonic Service Switch"

Transkripsi

1 Analisis Kinerja Jaringan Berbasis DWDM 1 Gbps dengan Menggunakan Multiplexer Photonic Service Switch Irfan Irawan Program Studi Teknologi Industri, Institut Sains dan Teknologi Nasional Jl Moh Kahfi II, Jagakarsa, Jakarta 12640, Indonesia irfan.irawan88@gmail.com Abstrak Salah satu teknologi dari teknik transmisi menggunakan serat optik adalah DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda sebagai kanal-kanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses multiplexing seluruh panjang gelombang tersebut dapat ditransmisikan melalui sehelai serat optik. Teknologi DWDM adalah teknologi yang memanfaatkan sistem SDH (Synchronous Digital Hierarchy) yang sudah ada dengan memultipleksikan sumber-sumber sinyal yang ada. Provider telekomunikasi mengadopsi teknologi terbaru dari DWDM yang bisa mentransmisikan data sampai dengan kecepatan 100 Gbps atau yang dikenal generasi 100G berbasis Alcatel-Lucent 1830 Photonic Service Switch. Diimplementasikan pada jaringan Cross-Site Bank Asing di Jakarta dari Sudirman ke German Center sejauh kurang lebih 13 Km, bandwidth yang disewa sebesar 1 Gbps, sisi provider menggunakan Alcatel Lucent PSS-32 dan sisi pelanggan menggunakan Alcatel Lucent PSS-1. Hasil yang didapatkan adalah kinerja jaringan yang maksimal dengan parameter latency sebesar 1.3 ms, throughput sebesar 1Gbps, frame loss 0%, back-to-back rata-rata sebesar frame/burst dan utilitas bandwidth sebesar % yang terlihat pada aplikasi EXFO, SecureCRT dan MRTG. Hasil pengujian jaringan DWDM PSS menunjukan kinerja yang sesuai dengan SLA (Service Level Agreement) yang maksimal untuk pelanggan. Kata Kunci: DWDM, Serat Optik, Alcatel Lucent, Photonic Service Switch Abstract One of the technologies of technique transmission is using DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) which used different wavelength of light as channels information. After multiplexing phase already done all wavelengths transmitted into a single fiber optic. DWDM adopt system SDH (Synchronous Digital Hierarchy) which already exist by multiplexed source of signal at channel. Nowadays telecommunication provider used DWDM that can transmit more than 100 Gbps data in time, as popular heard Generation 100G based Alcatel-Lucent 1830 Photonic Service Switch. This network implemented at Cross-Site customer banking in Jakarta, from Sudirman to German Center for about 13 KM, with capacity bandwidth 1 Gbps. Provider using Alcatel Lucent PSS-32 and customer side using Alcatel Lucent PSS-1. After analyze the result of performance DWDM network maximal such as; latency 1.3 ms, throughput 1 Gbps, frame loss 0%, back-to-back frame/burst and utility of bandwidth %. All result above tested using EXFO, SecureCRT and MRTG. All performance result of DWDM PSS is matched as SLA (Service Level Agreement) given by provider and matched with RFC Keywords: DWDM, Fiber Optic, Alcatel Lucent, Photonic Service Switch. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kapasitas kebutuhan bandwidth semakin hari semakin bertambah, sebagian besar digunakan untuk keperluan data transfer, video steaming, koneksi mobile, dan perkembangan teknologi informasi dan sistem cloud computing. DWDM (Dense Wavelenght Division Multiplexing) berkapasitas 100 Gbps menjadi solusi sepuluh tahun kedepan untuk negara yang terus berkembang pertumbuhan telekomunikasi, khususnya di Indonesia. Sebagai operator telekomunikasi nasional dan global, teknologi terbaru DWDM 100G berbasis Alcatel-Lucent Photonic Service Switch (PSS) ditawarkan kepada 1

2 pelanggan sebagai solusi pengganti teknologi Metro Ethertnet yang semakin banyak penggunaanya sehingga kebutuhan bandwidth semakin bertambah. Metro Ethernet mempunyai beberapa keterbatasan pada saat jam sibuk dan trafik data penuh, sering kali didapatkan packet loss pada sistem pelanggan. Sedangkan DWDM mempunyai beberapa keuntungan yang didapatkan baik dari sisi operator maupun pengguna layanan, diantaranya kemudahan penambahan kapasitas yang terintegrasi dengan teknologi terbaru dibandingkan pendahulunya jaringan berbasis Metro Ethernet. Oleh karena itu, pada tugas akhir dilakukan analisa teknis kinerja jaringan berbasis DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) 1Gbps Alcatel- Lucent 1830 Photonic Service Switch dengan parameter throughput, latency, frame loss, dan back to back harus sesuai standar rekomendasi ITU-T dan RFC2544 untuk memastikan Service Level Aggreement (SLA) sesuai yang dijanjikan kepada pelanggan 1.2 Pokok Permasalahan Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas pada tugas akhir ini adalah: 1. Bagaimana infrastruktur dan cara kerja teknologi berbasis DWDM Photonic Service Switch. 2. Bagaimana menganalisa kinerja jaringan berbasis teknologi DWDM Photonic Service Switch berdasarkan parameter SLA RFC Bagaimana menganalisa perbandingkan hasil pengukuran kinerja jaringan DWDM dengan jaringan Metro Ethernet. 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah yang perlu ditentukan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Perangkat multiplexer yang digunakan adalah Alcatel Lucent 1830 dengan teknologi terbaru Photonic Service Switch (PSS) 2. Alcatel Lucent yang digunakan di sisi provider adalah seri PSS-32, sedangkan untuk sisi pelanggan adalah seri PSS Pengujian kinerja jaringan DWDM Alcatel Lucent PSS menggunakan aplikasi SecureCRT dan EXFO untuk menampilkan data teknis seperti, latency, throughput, frame loss, back-to-back menggunakan standar RFC2554 dan efesiensi bandwidth. 4. Sedangkan untuk menampilkan pemakaian dan efesiensi bandwidth menggunakan MRTG (Multi Router Traffic Grapher). 5. Untuk mengetahui perbedaan kinerja digunakan pembanding dengan jaringan berbasis Metro Ethernet dengan besaran bandwidth yang sama (alokasi 1 Gbps). 2. STUDI PUSTAKA 2.1 Dasar DWDM DWDM merupakan salah satu teknologi yang dikembangkan saat ini untuk memenuhi kebutuhan kapasitas, biaya, quality of service, dan service convergence pada jaringan dari service ke core. Dengan cara menggabungkan sinyal-sinyal optik dengan panjang gelombang operasi yang berbeda-beda yang ditransmisikan ke dalam sebuah serat optik tunggal dengan memperkecil spasi antar kanal sehingga terjadi peningkatan jumlah kanal yang mampu dimultiplekskan. Gambar 2.1. Dasar DWDM Perbaikan teknologi ini dipicu dengan adanya perkembangan teknologi fotonik, seperti penemuan EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier) sebagai penguat optis, dan laser dengan presisi yang lebih tinggi. Penemuan EDFA memungkinkan DWDM beroperasi pada daerah 1550 nm yang memiliki attenuasi rendah. Secara sederhana sebuah jaringan yang menggunakan DWDM dapat digambarkan pada gambar di bawah ini [1] Spasi Kanal Spasi kanal merupakan jarak minimum antar panjang gelombang agar tidak terjadi interferensi. Standarisasi spasi perlu dilakukan agar sistem DWDM dari berbagai vendor yang berbeda dapat saling berkomunikasi. Saat ini terdapat dua pilihan untuk melakukan standarisasi kanal, yaitu menggunakan spasi lamda atau spasi frekuensi. Hubungan antara spasi lamda dan spasi frekuensi adalah [3]: f - λ Dimana: λλc f = Spasi Frekuensi (GHz) λ = Spasi Lamda (nm) λ = Panjang Gelombang Daerah Operasi (nm) c = 3x108 m/s Kelebihan Teknologi DWDM - Kapasitas serat optik yang dipakai lebih optimal. Dikarenakan DWDM dapat mengakomodir banyak cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda dalam sehelai serat optik, sedangkan teknologi serat 2

3 optik konvensional hanya dapat mentransmisikan satu panjang gelombang dalam sehelai serat optic. - Instalasi jaringan lebih sederhana - Penggunaan penguat lebih efisien. Penguat optik yang digunakan dalam teknologi DWDM adalah EDFA. EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier) merupakan serat optik dari bahan silica (SiO2) dengan intinya (core) telah dikotori dengan bahan Erbium (Er3+), termasuk ke dalam golongan Rare-Earth Doped Fiber Amplifier (EDFA) - Bandwidth lebar, Noise Figure EDFA sangat kecil, dan daya output yang besar - Biaya pemasangan, pemeliharaan dan pengembangan lebih efisien Elemem Jaringan DWDM Dalam aplikasi DWDM terdapat beberapa elemen yang memiliki spesifikasi khusus disesuaikan dengan kebutuhan sistem. Elemen tersebut adalah [4]: 1. Wavelength Multiplexer/Demultiplexer Berfungsi untuk memultiplikasi kanal-kanal panjang gelombang optik yang akan ditransmisikan dalam serat optik. Sedangkan wavelength demultiplexer berfungsi untuk mendemultiplikasi kembali kanal panjang gelombang yang ditransmisikan menjadi kanal kanal panjang gelombang menjadi seperti semula. 2. OADM (Optical Add/Drop Multiplexer) OADM (Optical Add/Drop Multiplexer) berfungsi untuk melewatkan sinyal dan melakukan fungsi add and drop yang bekerja pada level optik. 3. OXC (Optical Cross Connect) Perangkat OXC digunakan untuk proses switching tanpa terlebih dahulu melakukan proses konversi OEO (Optik-Elektrooptic) dan berfungsi untuk 3. merutekan kanal panjang gelombang. 4. OA (Optical Amplifier) Merupakan penguat optik yang bekerja di level optik, yang dapat berfungsi sebagai pre-amplifier, in line-amplifier dan post-amplifier Tipe DWDM dan Alokasi ITU-T Band di DWDM Dilihat dari jarak bentangan serat optik dari satu node DWDM ke node lainya bisa dibagi menjadi tiga jenis yaitu [6]: 1. LH (Long Haul) sampai dengan 80 Km dan mempunyai 22 db loss (0.28 x 80 = 22.4 db) 2. VLH (Very Long Haul) sampai dengan 120 Km dan mempunyai 33 db loss 3. ULH (Ultra Long Haul) sampai dengan 160 Km dan mempunyai 44 db loss Sedangkan alokasi ITU-T Band untuk DWDM diatur pada range wavelength berikut: 1. C band (Blue) ŋm 2. C band (Red) ŋm 3. L band ŋm 4. Optical Supervisory band ŋm Gambar 2.2 Alokasi Wavelenght Optic Band 2.2 Teknologi Photonic Service Switch Teknologi Photonic Service Switching pertama dikembangkan tahun 2001 dengan melakukan pendekatan peerbased intelligent optical core network yaitu mekanisme penggabungan power, multiplexing, switching data yang ada pada jaringan digabungkan dalam satu layanan transport (DWDM) sehingga semua elemen jaringan terhubung semua elemen jaringan lainnya [7]. Traditional Overley IP ATM SONET DWDM Emerging Optical to Lambda Switching Model IP ATM SONET Service Layer Optical Transport Layer OXC (Lambda Management) DWDM Service Switched Core PSS DWDM Gambar 2.3 Perbandingan Sistem DWDM konvensional dengan PSS Pada teknologi awal perkembangan DWDM untuk mencapai IP based harus melalui standard lainya seperti pada gambar 2.5 yaitu melalui SONET, ATM dan baru bisa diimplementasikan ke perangkat pelanggan seperti router. Kemudian memasuki era penggabungan lambda dalam sehelai core optik yang ter-switching mempermudah pemaksimalan DWDM dengan bantuan OXC (Optical Cross Connect) sehingga optical transport layer dan service layer bisa di implementasikan lebih beragam. Sedangkan perkembangan paling baru era PSS (Photonic Service Switch) kesemuanya baik OXC, IP, ATM, SONET, atau SDH bisa beroperasi langsung ke pelanggan dalam satu alat, tentunya proses multiplelxing, switching dan lainnya terpusat pada alat tersebut (PSS-32 dan PSS-1) Teknologi Photonic Service Switch Inovasi teknologi Zero Touch Photonic merubah semua paradigma yang telah disebutkan sebelumnya, secara spesifik fokus kepada kemudahan teknologi terbaru dan Services Transmission 3

4 dari segi pembiayaaan yang dengan perincian sebagai berikut [8]: a. Phtonic Switching adalah perancangan Multi Degree Tunable and Reconfigurable Optical Add-Drop Multiplexing (T/ROADM) yang menawarkan fleksibilitas penuh jaringan dimana semua client bisa di tansportasikan ke semua panjang gelombang dari arah manapun b. Photonic Operation, Administration and Maintenance (OA&M) adalah teknologi Wavelenght Tracker atau pelacakan panjang gelombang sehingga pengguna bisa memanfaatkan pengaturan power endto-end, memonitor, melacak dan melokalisir gangguan dari masing - masing panjang gelombang per kanal. c. Flesibel dengan dukungan jaringan dengan densitas tinggi dari interface pengguna atau kita kenal dengan Coarse-WDM (CWDM) dan Dense-WDM (DWDM) untuk bisa mengkases cakupan area metro/regional/long-haul sampai dengan 2200 km d. Mendukunng teknologi koheren 100G Polarization Division Multiplexed Quadrature Phase-Shift Keying (PDM-QPSK) dimana pada saat ini merupakan utilisasi bandwidth tertinggi Alcatel Lucent 1830 PSS-1 Alcatel Lucent 1830 PSS-1 digunakan untuk terminasi pelanggan, keluaran interface nya bisa bervariasi seperti Ethernet, Gigabit Ethernet, Pacth Cord. Berikut fungsi dari perangkat ini: a. Memperluas keluarga Alcatel Lucent 1830 PSS ke perangkat jaringan lainya b. Mendukung range penuh dari topologi jaraingan termasuk ring mesh dan point to point c. Menawarkan keluarga interface jaringan dan fungsinya tergantung dari penggunaanya termasuk mendukung skalabel konfigurasi melalui pengalamatan jaringan tuggal d. PSS 1830 memungkinkan reliabel, fleksibel dan pengaturan penuh terhadap penggunaan bandwidth e. Mempercepat Time to Service dikarenakan jaringan yang terintegrasi dan manajemen layer photonic memudahkan pengguna untuk mengaktifkan layanan ke NOC (Network Operation Center) untuk menyalurkan layanan secara cepat f. Memudahkan perencanaan, komisioning dan pengoperasian sistem. g. Optimasi jaringan yang prima, artinya PSS 1830 menyediakan dukungan kamampuan colourless dan directionless add/drop yang memungkinkan restorsi pada layer photonic h. Meningkatkan kinerja jaringan, kemampuan optik dengan sifat colorless dan directionless nya bisa menghasilkan utilisasi sumber yang lebih baik a. Mendukung persyaratan dan rekonfigurasi panjang gelombang secara remote, sambil menambahkan panjang gelombang tertentu fleksibel kepada infrastruktur jaringan berteknologi T/ROADM b. Menyediakan Optical Path Tracing dan pengawasan penggunaan power, mengurangi kompleksitas jaringan berbasis panjang gelombang, manajemenya hampir sama dengan pengaturan trafik SONET/SDH, memudahkan kepada teknisi ketika mengimplementasikan dan memelihara jaringan c. Menggunakan Wavelenght Tracker untuk mengawasi dan melacak setiap panjang gelombang dari titik manapunn dalam jaringan untuk memastikan kestabilan jaringan d. Menawarkan Cost Effective Gain Equalization dari masing masing panjang gelombang dan meneruskan teknologi Forward Error Correction (FEC) agar bisa meningkatkan kinerja sistem dan meminimalisir kebutuhan biaya ketika ada peningkatan di aplikasi metro, memudahkan pengoperasian dan meningkatkan Time to Service 2.3 Cara Kerja Teknologi Photonic Service Switch Implementasi pada jaringan DWDM ini yaitu, panjang gelombang backbone provider sebesar 1550 nm sedangkan panjang gelombang dari kanal-kanal masukan sisi pelanggan 1471 nm untuk λ1, 1471,13 nm untuk λ2, 1471,31 nm untuk λ3, 1471,37 nm untuk λ4. Spasi kanal untuk frekuensi 100 GHz yang dikirim sebesar 0.8 nm. Sama seperti definisi DWDM pada umumnya yaitu teknologi jaringan transport yang mampun membawa sejumlah panjang gelombang (4, 8, 16, 32 dan seterusnya), dalam satu serat optik tunggal ini dipakai empat panjang gelombang. Teknologi Photonic Service Switch adalah solusi yang terbaru untuk mengoperasikan dan mendistribusikan teknologi ini sampai ke pelanggan, tentunya dibutuhkan sistem yang terintegrasi dengan jaringan DWDM. PSS- 32 sisi provider umumnya dikonfigurasikan dengan dengan jaringan optik sistem ring. Output interface dari node PSS-32 adalah modul XFP (10-Gigabit Small Form Factor Pluggable) yang kemudian di teruskan ke node sisi pelanggan PSS-1 dengan interface modul SFP (small form-factor pluggable) baru bisa di sesuaikan dengan interface input dari Customer Ende (router) pelanggan seperti Gigabit Ethernet atau Fiber Chanel. Jalur proteksi nya sendiri berada dalam jalur yang berbeda dengan system yang system utama (working). Sehingga jika terjadi gangguan pada jalur utama, layanan akan terus aktif dengan jalur proteksinya, seperti gambar di bawah ini [9] Alcatel Lucent 1830 PSS-32 PSS-32 berada di gedung sentral operator penyedia layanan, adapun fungsi dari perangkat ini adalah sebagai berikut: 4

5 Tes dimulai dengan throughput 100% dengan mengirimkan frame dengan jumlah yang telah ditentukan. Bila ada frame yang hilang, tes akan dilanjutkan dengan throughput lebih rendah. Proses ini akan diteruskan hingga didapat throughput maksimum. Alat ukur EXFFO dapat diketahui troughput maksimum dengan menggunakan frame size 64, 128, 256, 512, 1024, 1280 dan Gambar 2.4 Konfigurasi Dasar Teknologi PSS 2.4 Alat Uji Kinerja DWDM Alat uji pengukuran kinerja DWDM adalah sebagai berikut: a. SecureCRT SecureCRT adalah telnet klien SSH dan emulator terminal berbasis GUI untuk menampilkan daftar informasi host gabungan yang mendukung protokol yang luas dukungan (SSH1, SSH2, Telnet, Telnet melalui SSL, rlogin, Serial, TAPI) b. MRTG (Multi Router Traffic Grapher) MRTG (Multi Router Traffic Grapher) adalah aplikasi yang digunakan untuk memantau beban trafik pada link jaringan. MRTG akan membuat halaman HTML yang berisi gambar GIF yang mengambarkan trafik melalui jaringan secara harian, mingguan, bulanan dan tahunan c. EXFO EXFO adalah perusahaan yang memperuntukan produksi alat instrumen pengujian jaringan telekomunikasi, produk nya beragam mulai dari optik, transport, datacom, 3G, LTE, xdsl, IMS dan tester untuk platform VoIP. 2.5 Parameter Kinerja Jaringan DWDM Parameter pengujian DWDM sesuai dengan RFC 2544 yaitu: a. Throughput Throughput merupakan jumlah total kedatangan paket yang sukses yang diamati pada destination selama interval waktu tertentu dibagi oleh durasi interval waktu tersebut, kemampuan sebenarnya suatu jaringan dalam melakukan pengiriman data. Biasanya throughput selalu dikaitkan dengan bandwidth. Karena throughput memang bisa disebut juga dengan bandwidth dalam kondisi yang sebenarnya. Rumus penghitungan manual throughput Metro Ethernet adalah sebagai berikut [10]. T= (p x 8 x Np)/t bps (2.2) Keterangan T = Throughput p = Panjang frame yang datang Np = Rata-rata jumlah frame yang datang t = Delay (s) b. Back to Back Back-to-back frame testing dilakukan dengan mengirim frame burst dengan minimal inter-frame gaps dan menghitung jumlah frame yang dapat diteruskan oleh DUT (Device Under Test) c. Frame Loss Frame loss diartikan persentasi dari frame-frame yang harusnya di teruskan oleh perangkat jaringan dalam keadaan load yang tetap, dan tidak bisa diterukan ketika sumber daya nya kurang d. Latency Latency adalah interval waktu antara frame input dan output yang dimulai saat bit terahir pada frame input mencapai input port, dan mengakhirinya ketika bit pertama dari output frame terlihat pada output port e. Utilitas Bandwidth Bandwidth adalah suatu ukuran dari banyaknya informasi yang dapat mengalir dari suatu tempat ke tempat lain dalam suatu waktu tertentu. Semakin maksimum utilitas bandwidth yang didapat jaringan DWDM maka semakin maksimal kinerja nya 2 METODOLOGI PENELITIAN Metode yang dipakai dalam penyusunan tugas akhir ini adalah dengan melakukan: 1. Studi literatur dengan mempelajari buku referensi dan mencari data yang berkaitan dengan pembahasan tugas akhir 2. Studi lapangan (observasi), yaitu secara langsung melihat infrastruktur jaringan provider di pelanggan, kemudian menganalisa data teknis yang ada secara remote agar sesuai dengan standar ITU-T, RFC 2544 dan Service Level Agreement yang diberikan provider kepada pelanggan. 5

6 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pengolahan data berdasarkan EXFO Untuk analisa ini didapat dalam beberapa sumber diantaranya hasil bertest EXFO, aplikasi SecureCRT, MRTG, webui Perangkat PSS-1 digunakan untuk menganalisa performasi DWDM Photonic Service Switch memenuhi standarisasi ITU-T dan SLA (Service Lever Agreement) Tabel 4.1 Tabel Konsumsi ower DWDM MetroE Semanggi Karet Sigma Protection Teknologi (Working (ANZ-T (Working ANZ-GC ANZ Protection) ANZ- Tower) GC) DWDM 17,90 17,02 17,08 17,26 MetroE 16,51 11,73 20,81 17, Pengambilan Data Berdasarkan SecureCRT Ada beberapa data teknis yang sangat berbeda dengan jaringan DWDM diantaranya TX Laser Wavelength yang digunakan Metro Ethernet adalah 1310 nm, sedangkan DWDM PSS menggunakan TX Laser Wavelength 1471 nm. Gambar 3.1 Hasil BERTES selama 2 hari 23 jam 17 menit 27 detik Tanpa Error 3.4 Pengambilan Data EXFO Hasil pengukuran EXFO didapatkan nilai parameter kinerja jaringan DWDM sebagai berikut Latency Metro sisi lawan berada di German Center dengan rincian hampir sama dengan sisi ANZ Tower yaitu TX Laser Wavelength: 1310 nm, Rx Optical Power (avg dbm): Pengambilan Data BERTest Pada Gigabit Ethernet yang disalurkan melalui jaringan DWDM, crosstalk panjang gelombang dan pengurangan rate pada transponder akan mengurangi nilai throughput dari jaringan tersebut. Sehingga untuk mengetahuinya diperlukan Ethernet BERT yang fungsinya memvalidasi tidak adanya error pada jaringan ring DWDM yang hasilnya adalah zero bit error seperti tertera pada gambar 4.4. Gambar 3.2 Hasil Pengukuran Latency Standar RFC

7 3.4.2 Back to Back Frame Loss Gambar 3.3 Hasil Pengukuran Back-to-back Throughput Gambar 3.5 Frame Loss ANZ Tower (Catuan Working Semanggi) RFC Utilitas Bandwidth Gambar 3.4 Hasil Pengukuran Throughput DWDM Standar RFC 2544 Gambar 4.6 Pengukuran Utilitas Bandwidth 4 PENGUJIAN HIPOTESA Efesiensi pemakain bandwidth ketika aktifitas trafik padat menjadi salah satu pertimbangan mengapa dilakukan migrasi layanan Metro Ethernet ke layanan DWDM berbasis Photonic Service Switch. Pada layanan DWDM lebih terfokuskan sampai layer kemudian berinteraksi dengan perangkat pelanggan di layer 3 yaitu router. Dengan hal ini, tentunya besarnya latency ataupun throughput secara teoritis bisa lebih maksimal, seperti standar komunikasi serat optik semakin kecil latency semakin baik jaringan, dan semakin besar nilai throughput semakin maksimal pula jaringan tersebut. 7

8 5 ANALISIS Dari pengujian dan perhitungan didapatkan hasil berikut ini sesuai parameter yang diujikan. Terlihat kinerja DWDM lebih efektif dan efisien mentransmisikan data sesuai bandwidth yang disewa pelanggan sebesar 1Gbps. Jika di berikan contoh frame size 1518KB, nilai throughput dari DWDM murni di transmisikan 1Gbps sedangkan MetroE hanya maksimal didapatkan 986Mbps. Nilai latency DWDM sebesar 1.37 ms sedangkan Metro Ethernet sebesar 3.7 ms. Nilai Frame Loss DWDM adalah 0% sama dengan nilai packet loss di DWDM sebesar 0%. Sedangkan nilai back-to-back dari DWDM sebesar fps. 5.2 Analisis Back to back Hasil pengukuran rata-rata Back-to-back sebesar frame/burst dilakukan dengan mengirim frame burst dengan minimal inter-frame gaps dan menghitung jumlah frame yang dapat diteruskan oleh DUT (Device Under Test). Semakin kecil jumlah frame size yang dikirim jumlah frame count yang diteruskan dari perangkat aktif (node PSS-1 ANZ Tower sampai ke node PSS-1 ANZ German Center) nilainya akan semakin besar, begitu juga sebaliknya. Dari hasil ini didapatkan kualitas transmisi yang maksimal. Artinya jika jumlah frame yang di forward lebih sedikit dari jumlah yang ditransmisikan. Nilai dari pengujian back-to-back adalah sejumlah frame yang mempunyai burst terpanjang yang diteruskan tanpa adanya frame yang hilang. Gambar 4.1Perbandingan Kinerja DWDM dengan Metro Ethernet 5.1 Analisis Latency Latency jaringan DWDM PSS didapatkan dari pngujian alat ukur EXFO didapatkan nilai rata-rata sebesar ms sedangkan penghitungan manual latency jaringan metro ethernet yang didapatkan sebesar ms. Latency jaringan DWDM lebih sedikit dikarenakan efesiensi infrastruktur dan frame rate perangkat aktif di pelanggan (PSS-1) dan perangkat aktif di sisi provider (PSS-32) langsung ke interface pelaggan, lain halnya dengan perangkat Metro Ethernet yang harus melalui switch HP procurve terlebih dahulu sebelum masuk ke interface pelanggan tentunya akan menambah latency persekian ms. Gambar 4.3 Grafik Pengukuran Back-to-Back per Satuan Unit Frame/Burst 5.3 Analisis Throughput Throughput dari jaringan DWDM PSS sangat maksimal, yaitu sebesar 1Gbps dari jumlah pengujian pengiriman frame size yang beragam. Ini artinya jaringan DWDM dapat merepresentasikan aktual pengiriman data sebesar 1Gbps dikirim langsung, jaringan secara teoritis tidak terganggu, namun tentunya jarang sekali hal tersebut terjadi dikarenakan pada prakiknya file sebesar apapun harus dipecah ke dalam bentuk frame agar bisa diterima oleh perangkat end user. Sedangkan rata-rata throughput jaringan Metro Etheret terdahulu sebesar Mbps maksimal diambil berdasarkan pengiriman sempel frame size 64, 128, 256, 512, 1024, 1280, 1518 KB yang mengindikasikan kondisi jaringan 1Gbps sangat layak untuk mengirim jumlah frame yang sangat besar secara simultan persatuan detik nya. Secara umum Jaringan Metro Ethernet 1Gbps yang diimplementasikan di pelanggan sangat layak baik dari avaiability, recovery, dan performance jaringan nya. Gambar 4.2 Grafik Pengukuran Latency DWDM standar RFC 2544 dan Metro Ethernet 8

9 Gambar 4.7 Pemakaian Bandwidth per Bulan Juli sisi ANZ Tower Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Throughput DWDM dengan Metro Ethernet (dalam satuan Mbps) 5.4 Analisis Frame Loss Seperti pada tes throughput pengujian frame loss dimulai dengan 100% frame rate dengan jumlah frame tertentu dan dicatat jumlah frame yang hilang. Pada pengetesan tidak ada frame yang hilang disebut zero frame loss. Gambar 4.5 Perbandingan Frame Loss DWDM MetroEthernet 5.5 Analisis Utilitas Bandwidth Dari pengujian alat ukur EXFO jaringan DWDM PSS mempunyai utilisasi sebesar % dengan dengan kecepatan sampel frame rate fps dan throughput bandwidth sebesar Mbps untuk kondisi bandwidth yang disewa sebesar 1Gbps. Hal ini membuktikan bahwa jika pelanggan membutuhkan utilitas bandwidth yang besar mencapai 1Gbps (seperti laporan bulanan), jaringan DWDM PSS tidak mengalami kendala. Sedangkan utilitas penggunaan bandwidth pelanggan terhitung masih bisa dicover oleh Metro Ethernet 1Gbps, adapun maksimal utilitas nya berkisar Mbps pada real pemakain bulan Juli Gambar 4.6 Pemakaian Bandwidth per bulan Juli sisi German Center 6 SIMPULAN Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Dari pengukuran nilai throughput DWDM dapat didaptkan secara maksimal yaitu 1Gbps lain dengan hasil througput Metro Ethernet yang hanya mendekati maksimal Mbps, menunjukkan througput DWDM lebih baik dibandingkan Metro Ethernet. 2. Dari pengukuran Frame loss DWDM yang didapatakan adalah 0% atau Zero Frame Loss yang menandakan tidak ada frame loss yang terjadi 3. Dari pengukuran latency DWDM sebesar 1,38 ms, sedangkan latancy Metro Ethernet sebesar 3,7144 ms, menunjukkan latency DWDM lebih baik dibandingkan Metro Ethernet. 4. Hasil pengukuran back to back pada ukuran frame percobaan 1518 sebesar fps, menunjukkan frame ditransmisikan utuh pada jaringan DWDM. 5. Efisiensi utilitas bandwidth % mendukung SLA % yang dijanjikan Telkom, sesuai rekomendasi standar ITU-T dan SFC Dari hasil pengukuran kinerja di atas diperoleh bahwa jaringan DWDM Phononic Service Switch lebih unggul dibandingkan jaringan lama yang menggunakan teknologi Metro Ethernet. DAFTAR PUSTAKA Saydam, Gauzali. Prinsip Dasar Teknologi Jaringan Telekomunikasi. Angkasa: Bandung Kazi, Khurram. Optical Networking Standard: A Comprehensive Guide. Spring Street: New York Sri, Widodo. Komunikasi Optik. Andi Offset: Yogyakarta Brunn, Ines. Dense Wavelength Digital Multiplexing Pocket Guide. JDSU Postfach: Germany Stern, T, and Bala, K. Multi Wavelenght Optical Network: A Layered Approach, Addison Weasley: New York Anonimous. Introduction to DWDM Technology. Cisco Press: San Jose Rao, Janardhana. Optical Communication. UBICC Press: India

10 Anonimous. Alcatel-Lucent 1830 Photonic Service Switch Metro/Regional/Long-Haul WDM Platform. Paris, Perancis Anonimous. Alcatel-Lucent 1830 Photonic Service Switch 1 (PSS-1) Release MD4H Edge Device User Guide. Paris, Perancis Santoso, Harry. Model Pengukuran dan Perhitungan Kinerja Layanan SMDS. Jurnal Teknik Elektro ITB Vol.2 No.1, hal Halabi, Sam. Metro Ethernet. Cisco Press: Indianapolis. 10

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data Endah Sudarmilah, DWDM sebagai Solusi Krisis Kapasitas Bandwidth pada Transmisi Data Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data Endah Sudarmilah

Lebih terperinci

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) 2.1 Umum Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang merupakan cikal bakal lahirnya Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM),

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG

BAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG BAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG Seiring perkembangan zaman, sistem telekomunikasi membutuhkan kapasitas jaringan yang lebih besar dan kecepatan lebih cepat, sehingga

Lebih terperinci

Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14

Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14 Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14 Dewiani Djamaluddin #1, Andani Achmad #2, Fiqri Hidayat *3, Dhanang Bramatyo *4 #1,2 Departemen Teknik Elektro, Universitas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Dasar Teori Ethernet Over SDH SDH (Synchronous Digital Hierarchy) menjelaskan tentang transfer data dengan kapasitas yang besar menggunakan media transmisi serat opti, sistem detakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Informasi terbaru menunjukkan bahwa jaringan multimedia dan highcapacity Wavelength Division Multiplexing (WDM) membutuhkan bandwidth yang tinggi. Serat optik adalah

Lebih terperinci

ZTE ZXWM M900 SEBAGAI PERANGKAT DWDM BACKBONE

ZTE ZXWM M900 SEBAGAI PERANGKAT DWDM BACKBONE Makalah Seminar Kerja Praktek ZTE ZXWM M900 SEBAGAI PERANGKAT DWDM BACKBONE Frans Bertua YS (L2F 008 124) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ABSTRAK Pada 30 tahun belakangan

Lebih terperinci

PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE

PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE RUAS SEMARANG-SOLO Dudik Hermanto (L2F 008 027) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ABSTRAK

Lebih terperinci

Topologi Jaringan Transport Optik

Topologi Jaringan Transport Optik KARYA ILMIAH Topologi Jaringan Transport Optik OLEH : NAEMAH MUBARAKAH, ST UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK 2007 Topologi Jaringan Transport Optik A. Pendahuluan Perkembangan dan trend trafik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan layanan transmisi data dengan kecepatan tinggi dan kapasitas besar semakin meningkat pada sistem komunikasi serat optik. Kondisi ini semakin didukung lagi

Lebih terperinci

BAB III TEORI PENDUDUKUNG

BAB III TEORI PENDUDUKUNG BAB III TEORI PENDUDUKUNG Dalam Laporan kerja praktek ini didukung dengan beberapa teori diantaranya yaituteori tentang SDH (Syncronous digital Hierarchy). Pada bab ini menjelaskan tentang arsitektur dari

Lebih terperinci

TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA JARINGAN OPTIK. Yamato & Evyta Wismiana. Abstrak

TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA JARINGAN OPTIK. Yamato & Evyta Wismiana. Abstrak TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA JARINGAN OPTIK Oleh : Yamato & Evyta Wismiana Abstrak Perkembangan teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing ( DWDM ) p a da j ar in

Lebih terperinci

B A B IV A N A L I S A

B A B IV A N A L I S A 76 B A B IV A N A L I S A 4.1 Analisa Utilisasi Pada sisi akses, parameter yang berkaitan dengan transfer data selain bandwidth juga dikenal dengan parameter throughput. Throughput adalah jumlah bit-bit

Lebih terperinci

Pada gambar 2.1, terdapat Customer Premises Equipment (CPE) adalah peralatan telepon atau penyedia layanan lain yang terletak di sisi user.

Pada gambar 2.1, terdapat Customer Premises Equipment (CPE) adalah peralatan telepon atau penyedia layanan lain yang terletak di sisi user. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar-dasar GPON GPON atau Gigabit Passive Optical Network merupakan sebuah arsitektur point-to-multipoint yang menggunakan media transmisi berupa fiber optik. GPON mampu mendukung

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN OPTIK TRANSPARAN

IMPLEMENTASI JARINGAN OPTIK TRANSPARAN KARYA ILMIAH IMPLEMENTASI JARINGAN OPTIK TRANSPARAN OLEH : NAEMAH MUBARAKAH, ST NIP : 132 306 867 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK 200 7 Implementasi Jaringan Optik Transparan A. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perangkat yang berfungsi sebagai transmitter dan receiver melalui suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. perangkat yang berfungsi sebagai transmitter dan receiver melalui suatu sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi informasi terjadi sedemikian pesatnya sehingga data dan informasi dapat disebarkan ke seluruh dunia dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini berarti

Lebih terperinci

TRANSMISI DATA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Abstraksi

TRANSMISI DATA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Abstraksi TRANSMISI DATA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Surawan Adi Putra 1, Dwi Astharini 1, Syarifuddin Salmani 2 1 Departemen Teknik Elektro, Universitas Al Azhar Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaringan telekomunikasi dewasa ini mengalami kemajuan yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus dikembangkan agar user

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA KONFIGURASI, JARAK KEMAMPUAN, DAN INTERFACE

BAB IV ANALISA KONFIGURASI, JARAK KEMAMPUAN, DAN INTERFACE BAB IV ANALISA KONFIGURASI, JARAK KEMAMPUAN, DAN INTERFACE 4.1 Analisa Konfigurasi Konfigurasi pada Gigabit Passive Optical Network (GPON) terbagi menjadi 2, yaitu Konfigurasi Logic dan Konfigurasi Fisik

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek OPTIX BWS 1600G Sebagai Perangkat Transmisi di PT. Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java

Makalah Seminar Kerja Praktek OPTIX BWS 1600G Sebagai Perangkat Transmisi di PT. Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java Makalah Seminar Kerja Praktek OPTIX BWS 1600G Sebagai Perangkat Transmisi di PT Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java Oleh : Hanitya Triantono WP (L2F008129) Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI METRO ETHERNET NETWORK

BAB IV IMPLEMENTASI METRO ETHERNET NETWORK 54 BAB IV IMPLEMENTASI METRO ETHERNET NETWORK 4.1. Pendahuluan Teknologi telekomunikasi saat ini membutuhkan sebuah jaringan yang dapat dilewati data dalam jumlah yang sangat besar, dapat melakukan transfer

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH CROSSTALK PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK TERHADAP JARINGAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)

ANALISIS PENGARUH CROSSTALK PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK TERHADAP JARINGAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) ANALISIS PENGARUH CROSSTALK PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK TERHADAP JARINGAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Yolanda Margareth Sitompul, M. Zulfin Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

Pengertian Multiplexing

Pengertian Multiplexing Pengertian Multiplexing Multiplexing adalah Teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi. Dimana perangkat yang melakukan Multiplexing disebut Multiplexer

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK PERUMAHAN PERMATA BUAH BATU I BANDUNG

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK PERUMAHAN PERMATA BUAH BATU I BANDUNG PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK PERUMAHAN PERMATA BUAH BATU I BANDUNG DESIGN AND ANALYSIS OF FIBER TO THE HOME (FTTH) NETWORK WITH OPTISYSTEM FOR PERMATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus. dapat memberikan kualitas layanan dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus. dapat memberikan kualitas layanan dengan baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaringan telekomunikasi dewasa ini mengalami kemajuan yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus dikembangkan agar user

Lebih terperinci

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Umum Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan sarana telekomunikasi dengan biaya relatif rendah, mutu pelayanan tinggi, cepat, aman, dan juga

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI DAN PERENCANAAN

BAB III IMPLEMENTASI DAN PERENCANAAN BAB III IMPLEMENTASI DAN PERENCANAAN 3.1 Tahapan Proses Penelitian Pada bab ini akan dijelaskan tentang proses penelitian yang dibagi dalam beberapa tahap seperti berikut: 1. Mempelajari konfigurasi layanan

Lebih terperinci

DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM )

DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM ) DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM ) Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga 50711 Email : andreas_ardian@yahoo.com INTISARI WDM (Wavelength Division

Lebih terperinci

A I S Y A T U L K A R I M A

A I S Y A T U L K A R I M A A I S Y A T U L K A R I M A STANDAR KOMPETENSI Pada akhir semester, mahasiswa mampu merancang, mengimplementasikan dan menganalisa sistem jaringan komputer Menguasai konsep networking (LAN &WAN) Megnuasai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DIHARAPKAN

BAB IV HASIL YANG DIHARAPKAN 34 BAB IV HASIL YANG DIHARAPKAN 4.1 PERFORMANSI LINK BACKHAUL Dalam studi kasus ini, link backhaul dari jaringan MPLS VPN IP mempunyai 2 link backhaul yaitu main link backhaul dan backup link backhaul.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Multi Protocol Label Switching (MPLS) Multi Protocol Label Switching (MPLS) menurut Internet Engineering Task Force (IETF), didefinisikan sebagai arsitektur jaringan yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB II WIDE AREA NETWORK

BAB II WIDE AREA NETWORK BAB II WIDE AREA NETWORK Wide Area Network adalah sebuah jaringan komunikasi data yang mencakup daerah geographi yang cukup besar dan menggunakan fasilitas transmisi yang disediakan oleh perusahaan telekomunikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Layanan data kini menjadi sumber keuntungan terbesar penyedia layanan komunikasi di Indonesia. Hal ini ditandai dengan tingginya pengguna internet menurut Kementerian

Lebih terperinci

TUGAS BESAR KINERJA TELEKOMUNIKASI NEXT GENERATION NETWORK PERFORMANCE (NGN) QoS ( Quality Of Service ) Dosen Pengampu : Imam MPB, S.T.,M.T.

TUGAS BESAR KINERJA TELEKOMUNIKASI NEXT GENERATION NETWORK PERFORMANCE (NGN) QoS ( Quality Of Service ) Dosen Pengampu : Imam MPB, S.T.,M.T. TUGAS BESAR KINERJA TELEKOMUNIKASI NEXT GENERATION NETWORK PERFORMANCE (NGN) QoS ( Quality Of Service ) Dosen Pengampu : Imam MPB, S.T.,M.T. Disusun oleh : Nurul Haiziah Nugraha (14101025) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DATA. Gambar 4.1 Tampilan pada Wireshark ketika user melakukan register. 34 Universitas Indonesia

BAB 4 ANALISA DATA. Gambar 4.1 Tampilan pada Wireshark ketika user melakukan register. 34 Universitas Indonesia BAB 4 ANALISA DATA Pada bab ini akan dibahas hasil pengukuran data dari layanan IMS pada platform IPTV baik pada saat pelanggan (user) di home network maupun pada saat melakukan roaming atau berada pada

Lebih terperinci

BAB III. Perencanaan Upgrade Kapasitas. dengan Tuas (Singapura ) memiliki kapasitas trafik sebesar 8 X 2.5 Gbps yang

BAB III. Perencanaan Upgrade Kapasitas. dengan Tuas (Singapura ) memiliki kapasitas trafik sebesar 8 X 2.5 Gbps yang BAB III Perencanaan Upgrade Kapasitas 3.1 Konfigurasi Awal Sistem Skkl Sea-Me-We 3 Segmen 3 yang menghubungkan Jakarta (Indonesia) dengan Tuas (Singapura ) memiliki kapasitas trafik sebesar 8 X 2.5 Gbps

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T Multiplexing Multiplexing adalah suatu teknik mengirimkan lebih dari satu (banyak) informasi melalui satu saluran. Tujuan utamanya adalah untuk menghemat jumlah saluran fisik misalnya kabel, pemancar &

Lebih terperinci

BAB II. SDH (Synchronous Digital Hierarchy)

BAB II. SDH (Synchronous Digital Hierarchy) BAB II SDH (Synchronous Digital Hierarchy) 2.1 Tinjauan Umum SDH Dalam sistem transmisi, dikenal teknik multiplex. Multiplex adalah penggabungan beberapa sinyal informasi menjadi satu dan ditransmisikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Data Komunikasi data merupakan transmisi data elektronik melalui sebuah media. Media tersebut dapat berupa kabel tembaga, fiber optik, radio frequency dan microwave

Lebih terperinci

BAB 4 PERANCANGAN JARINGAN DAN EVALUASI. Perancangan jaringan pada PT. EP TEC Solutions Indonesia menggunakan

BAB 4 PERANCANGAN JARINGAN DAN EVALUASI. Perancangan jaringan pada PT. EP TEC Solutions Indonesia menggunakan BAB 4 PERANCANGAN JARINGAN DAN EVALUASI 4.1 Perancangan Jaringan 4.1.1 Usulan Perancangan Jaringan Perancangan jaringan pada PT. EP TEC Solutions Indonesia menggunakan teknologi Frame Relay. Daripada menghubungkan

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA

Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA Widya Ningtiyas (21060111120024), Sukiswo, ST. MT. (196907141997021001) Jurusan

Lebih terperinci

SIMULASI PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DI PERUMAHAN LEGOK INDAH MENGGUNAKAN SIMULASI OPTISYSTEM

SIMULASI PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DI PERUMAHAN LEGOK INDAH MENGGUNAKAN SIMULASI OPTISYSTEM SIMULASI PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DI PERUMAHAN LEGOK INDAH MENGGUNAKAN SIMULASI OPTISYSTEM Dian Ratna Kumala Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom kumaladianratna@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB 4 PERANCANGAN JARINGAN DAN EVALUASI. untuk membuat WAN menggunakan teknologi Frame Relay sebagai pemecahan

BAB 4 PERANCANGAN JARINGAN DAN EVALUASI. untuk membuat WAN menggunakan teknologi Frame Relay sebagai pemecahan BAB 4 PERANCANGAN JARINGAN DAN EVALUASI 4.1 Perancangan Jaringan Berdasarkan usulan pemecahan masalah yang telah diajukan, telah diputuskan untuk membuat WAN menggunakan teknologi Frame Relay sebagai pemecahan

Lebih terperinci

SYNCRONOUS DIGITAL HIERARCHY

SYNCRONOUS DIGITAL HIERARCHY Tugas KK Tra 17 SYNCRONOUS DIGITAL HIERARCHY Disusun Oleh: Fikri Imam Muttaqin Kelas XIi Tel 1 2010026 PENGERTIAN Synchronous Digital Hierarchy (SDH) merupakan hirarki pemultiplekan yang berbasis pada

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENAMBAHAN AUTOMATIC SWITCHING OPTICAL NETWORK (ASON) PLANNING ADDITION AUTOMATIC SWITCHING OPTICAL NETWORK(ASON)

PERENCANAAN PENAMBAHAN AUTOMATIC SWITCHING OPTICAL NETWORK (ASON) PLANNING ADDITION AUTOMATIC SWITCHING OPTICAL NETWORK(ASON) PERENCANAAN PENAMBAHAN AUTOMATIC SWITCHING OPTICAL NETWORK (ASON) PLANNING ADDITION AUTOMATIC SWITCHING OPTICAL NETWORK(ASON) Novita Dwi Susanti, Samsu Ismail Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi

Lebih terperinci

WIDE AREA NETWORK & ROUTER. Budhi Irawan, S.Si, M.T, IPP

WIDE AREA NETWORK & ROUTER. Budhi Irawan, S.Si, M.T, IPP WIDE AREA NETWORK & ROUTER Budhi Irawan, S.Si, M.T, IPP WIDE AREA NETWORK Pengertian WAN atau Wide Area Network adalah kumpulan komputer dan sumber daya jaringan yang terhubung melalui jaringan wilayah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Topologi Jaringan. Topologi jaringan adalah susunan berbagai elemen jaringan (link, node, dan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Topologi Jaringan. Topologi jaringan adalah susunan berbagai elemen jaringan (link, node, dan BAB II DASAR TEORI 2.1 Topologi Jaringan Topologi jaringan adalah susunan berbagai elemen jaringan (link, node, dan lainnya) yang menggambarkan bagaimana berbagai elemen jaringan saling terhubung satu

Lebih terperinci

ABSTRAK. i UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

ABSTRAK. i UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA ABSTRAK Suatu hal yang paling menjanjikan untuk jaringan masa depan yaitu jaringan wavelength division multiplexing (WDM) terutama ketika diperlukan lebar pita yang cukup besar. Kapasitas transmisi dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Semua bidang usaha di dunia ini menerapkan teknologi informasi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Semua bidang usaha di dunia ini menerapkan teknologi informasi dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Semua bidang usaha di dunia ini menerapkan teknologi informasi dalam kegiatannya. Peranan teknologi informasi akan semakin vital bagi perusahaan besar dan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia teknologi komunikasi dan informasi yang semakin cepat dan pesat mengakibatkan bertambahnya kebutuhan masyrakat akan layanan akses komunikasi yang

Lebih terperinci

BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM. (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran

BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM. (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM 3.1 Umum terjadi pada panjang gelombang yang terpisah dan telah di filter (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran tertentu (

Lebih terperinci

ANALISA PERFORMANSI APLIKASI VIDEO CONFERENCE PADA JARINGAN MULTI PROTOCOL LABEL SWITCHING [MPLS] ANITA SUSANTI

ANALISA PERFORMANSI APLIKASI VIDEO CONFERENCE PADA JARINGAN MULTI PROTOCOL LABEL SWITCHING [MPLS] ANITA SUSANTI ANALISA PERFORMANSI APLIKASI VIDEO CONFERENCE PADA JARINGAN MULTI PROTOCOL LABEL SWITCHING [MPLS] ANITA SUSANTI 2206100535 MPLS (Multi Protocol Label Switching) Penggabungan antara IP dan ATM Mengoptimalkan

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan CWDM Dengan Modulasi Eksternal Menggunakan Penguat EDFA dan Tanpa Penguat

Analisis Perbandingan CWDM Dengan Modulasi Eksternal Menggunakan Penguat EDFA dan Tanpa Penguat Analisis Perbandingan CWDM Dengan Modulasi Eksternal Menggunakan Penguat EDFA dan Tanpa Penguat Sri Utami 1, Dodi Zulherman 2, Fauza Khair 3 1,2,3 Fakultas Teknik Telekomunikasi dan Elektro, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I ANALISA PENGARUH TIPIKAL SISTEM PROTEKSI ASON TERHADAP OCUPANCY KAPASITAS PADA PERANGKAT OSN 9500 HUAWEI DI PT. INDOSAT

BAB I ANALISA PENGARUH TIPIKAL SISTEM PROTEKSI ASON TERHADAP OCUPANCY KAPASITAS PADA PERANGKAT OSN 9500 HUAWEI DI PT. INDOSAT BAB I ANALISA PENGARUH TIPIKAL SISTEM PROTEKSI ASON TERHADAP OCUPANCY KAPASITAS PADA PERANGKAT OSN 9500 HUAWEI DI PT. INDOSAT 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi backbone network merupakan teknologi yang

Lebih terperinci

STT Telematika Telkom Purwokerto

STT Telematika Telkom Purwokerto PENERAPAN JARINGAN MULTI SERVICE ACCESS NETWORK UNTUK MENDUKUNG NGN Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Besar pada mata kuliah Kinerja Telekomunikasi prodi S1 Teknik Telekomunikasi. Oleh : Lina Azhari

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Resource Reservation Protocol (RSVP) merupakan protokol pada layer

BAB II TEORI DASAR. Resource Reservation Protocol (RSVP) merupakan protokol pada layer BAB II TEORI DASAR 2.1 Pendahuluan Resource Reservation Protocol (RSVP) merupakan protokol pada layer transport yang digunakan untuk meminta kualitas layanan QoS tinggi transportasi data, untuk sebuah

Lebih terperinci

BAB III TOPOLOGI JARINGAN FRAME RELAY DAN VPN IP PT. TELKOM INDONESIA

BAB III TOPOLOGI JARINGAN FRAME RELAY DAN VPN IP PT. TELKOM INDONESIA 36 BAB III TOPOLOGI JARINGAN FRAME RELAY DAN VPN IP PT. TELKOM INDONESIA Sebagai penyedia layanan komunikasi data, PT. Telkom Indonesia menawarkan berbagai macam pilihan teknologi komunikasi data terutama

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan perancangan system yang digunakan, beserta metode pengambilan data untuk kemudian dilakukan analisa. 3.1 Perancangan

Lebih terperinci

7.1 Karakterisasi Trafik IP

7.1 Karakterisasi Trafik IP BAB VIII TRAFIK IP Trafik IP (Internet Protocol), secara fundamental sangat berbeda dibanding dengan trafik telepon suara (klasik). Karenanya, untuk melakukan desain dan perencanaan suatu jaringan IP mobile,

Lebih terperinci

Kontingensi Kabel Optik non-homogen Tipe G.652 dan G.655 Abstrak Kata Kunci PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

Kontingensi Kabel Optik non-homogen Tipe G.652 dan G.655 Abstrak Kata Kunci PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Makalah Seminar Kerja Praktek Kontingensi Kabel Optik non-homogen Tipe G652 dan G655 Oleh : Frans Scifo (L2F008125) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Abstrak Pada 30 tahun belakangan

Lebih terperinci

Quality of Service. Sistem Telekomunikasi Prodi S1 Informatika ST3 Telkom Purwokerto

Quality of Service. Sistem Telekomunikasi Prodi S1 Informatika ST3 Telkom Purwokerto Quality of Service Sistem Telekomunikasi Prodi S1 Informatika ST3 Telkom Purwokerto QoS (Quality of Service) mengukur tingkat kepuasan pelanggan (user) terhadap pelayanan jaringan berdasarkan efek yang

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA JARINGAN RSVP MENGGUNAKAN SIMULATOR OPNET

ANALISIS KINERJA JARINGAN RSVP MENGGUNAKAN SIMULATOR OPNET ANALISIS KINERJA JARINGAN RSVP MENGGUNAKAN SIMULATOR OPNET Panji Firmansyah, Naemah Mubarakah Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Jl. Almamater, Kampus USU Medan 20155

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI SISTEM

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI SISTEM BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI SISTEM 4.1 Spesifikasi Sistem Berikut adalah spesifikasi perangkat keras yang akan digunakan dalam rancangan jaringan sesuai acuan topologi external network perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ethernet merupakan sebuah protokol pada layer Data-link yang banyak digunakan. Ethernet pada awalnya dikembangkan pada tahun 1970, oleh para peneliti di Xerox Palo

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN INFORMASI PENUNJANG

BAB II TEORI DAN INFORMASI PENUNJANG BAB II TEORI DAN INFORMASI PENUNJANG 2.1. Struktur Jaringan Jaringan telekomunikasi dibangun dengan tujuan menyediakan layanan komunikasi dan informasi bagi masyarakat, salah satunya adalah internet. Penyebaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini, para operator telekomunikasi dihadapkan pada situasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini, para operator telekomunikasi dihadapkan pada situasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, para operator telekomunikasi dihadapkan pada situasi meningkatnya trafik jaringan. Perkembangan teknologi, jumlah pengguna, maraknya aplikasi-aplikasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. : perkumpulan dari ethernet service switch yang. Ethernet. interface yang berupa ethernet.

DAFTAR ISTILAH. : perkumpulan dari ethernet service switch yang. Ethernet. interface yang berupa ethernet. DAFTAR ISTILAH Aggregator : perkumpulan dari ethernet service switch yang terhubung dengan service router pada jaringan Metro Ethernet. Carrier Ethernet : media pembawa informasi pada jaringan dengan interface

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SISTEM SETELAH UPGRADE. optik yang dikirim atau yang diterima oleh SLTE Alcatel Dari pengukuran

BAB IV ANALISA SISTEM SETELAH UPGRADE. optik yang dikirim atau yang diterima oleh SLTE Alcatel Dari pengukuran BAB IV ANALISA SISTEM SETELAH UPGRADE 4.1 Pengukuran Spektrum Sinyal Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui bentuk spektrum dari sinyal optik yang dikirim atau yang diterima oleh SLTE Alcatel 1620.

Lebih terperinci

ANALISA APLIKASI VOIP PADA JARINGAN BERBASIS MPLS

ANALISA APLIKASI VOIP PADA JARINGAN BERBASIS MPLS ANALISA APLIKASI VOIP PADA JARINGAN BERBASIS Dwi Ayu Rahmadita 1,M.Zen Samsono Hadi 2 1 Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Jurusan Teknik Telekomunikasi 2 Dosen Politeknik Elektronika Negeri

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. topologi yang akan dibuat berdasarkan skematik gambar 3.1 berikut:

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. topologi yang akan dibuat berdasarkan skematik gambar 3.1 berikut: BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1. TOPOLOGI SISTEM JARINGAN Dalam penelitian ini dilakukan pengembangan dan implementasi teknologi MIPv4 dengan diperhatikannya faktor kualitas layanan dan kehandalan. Adapun

Lebih terperinci

Peralatan yang terhubung ke segmen jaringan terdefinisi sebagai networking devices

Peralatan yang terhubung ke segmen jaringan terdefinisi sebagai networking devices 1 Networking Devices Peralatan yang terhubung ke segmen jaringan terdefinisi sebagai networking devices Device ini terbagi menjadi dua yaitu: end user device: komputer, printer, scanner dan device yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN B USULAN TUGAS AKHIR

LAMPIRAN B USULAN TUGAS AKHIR LAMPIRAN B USULAN TUGAS AKHIR 73 A. JUDUL TUGAS AKHIR Analisa Performansi Jaringan Multi Protocol Label Switching Pada Aplikasi Videoconference. B. RUANG LINGKUP 1. Jaringan Komputer 2. Aplikasi Videoconference

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA BASIC RATE ACCESS (BRA) DAN PRIMARY RATE ACCESS (PRA) PADA JARINGAN ISDN

ANALISIS KINERJA BASIC RATE ACCESS (BRA) DAN PRIMARY RATE ACCESS (PRA) PADA JARINGAN ISDN Widya Teknika Vol.18 No.1; Maret 2010 ISSN 1411 0660 : 1-5 ANALISIS KINERJA BASIC RATE ACCESS (BRA) DAN PRIMARY RATE ACCESS (PRA) PADA JARINGAN ISDN Anis Qustoniah 1), Dewi Mashitah 2) Abstrak ISDN (Integrated

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. beragam menyebabkan network administrator perlu melakukan perancangan. suatu jaringan dapat membantu meningkatkan hal tersebut.

BAB III METODOLOGI. beragam menyebabkan network administrator perlu melakukan perancangan. suatu jaringan dapat membantu meningkatkan hal tersebut. BAB III METODOLOGI 3.1 Introduksi Kondisi jaringan yang semakin kompleks dan penggunaan aplikasi yang beragam menyebabkan network administrator perlu melakukan perancangan jaringan dengan performa yang

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENDUDUKUNG

BAB II TEORI PENDUDUKUNG BAB II TEORI PENDUDUKUNG Dalam penelitiannya tugas akhir ini didukung dengan beberapa teori teori diantaranya yaitu teori teori tentang SDH (Syncronous digital Hierarchy). Pada bab ini menjelaskan tentang

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS HASIL IMPLEMENTASI

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS HASIL IMPLEMENTASI BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS HASIL IMPLEMENTASI Pada bab ini akan membahas mengenai skenario pengujian dan hasil analisis dari tugas akhir ini. Sebelum masuk ke tahap pengujian akan dijelaskan terlebih

Lebih terperinci

Pertemuan 3. Dedy Hermanto/Jaringan Komputer/2010

Pertemuan 3. Dedy Hermanto/Jaringan Komputer/2010 Pertemuan 3 Local Area Network (LAN) Metropolitan Area Network (MAN) Wide Area Network (WAN) Jaringan Tanpa Kabel (Wireless) LAN Adalah : Suatu jaringan komputer yang terbatas dalam jarak atau area setempat

Lebih terperinci

BAB III JARINGAN AKSES SERAT OPTIK DI PT TELKOM STO JATINEGARA SERTA APLIKASI SDH DAN MODUL SDT1

BAB III JARINGAN AKSES SERAT OPTIK DI PT TELKOM STO JATINEGARA SERTA APLIKASI SDH DAN MODUL SDT1 BAB III JARINGAN AKSES SERAT OPTIK DI PT TELKOM STO JATINEGARA SERTA APLIKASI SDH DAN MODUL SDT1 3.4 Jaringan Akses STO Jatinegara PT TELKOM Indonesia sebagai salah satu penyelenggara telekomunikasi terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada media konduktor terbilang cukup cepat, yaitu 2.25x10 8 m/s, atau 75% dari. sangat sering dipergunakan sampai sekarang.

BAB I PENDAHULUAN. pada media konduktor terbilang cukup cepat, yaitu 2.25x10 8 m/s, atau 75% dari. sangat sering dipergunakan sampai sekarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Secara konvensional, data dikirimkam melalui partikel elektron yang merambat pada medium yang bersifat konduktor. Kecepatan rambat elektron pada media konduktor terbilang

Lebih terperinci

Synchronous Optical Networking SONET

Synchronous Optical Networking SONET Synchronous Optical Networking SONET Pendahuluan Synchronous Optical Networking (SONET) dan Synchronous Digital Hierarchy (SDH) adalah protokol standar yang mentransfer beberapa bit stream digital melalui

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT SANGATTA-TOWALE

PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT SANGATTA-TOWALE Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2018 ISSN 2085-4218 PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT SANGATTA-TOWALE Adinda Maulida 1), Ayudya Tri Lestari 2), Gandaria 3), Nurfitriani

Lebih terperinci

BAB 4. Setelah melakukan perancangan topologi untuk merancang sistem simulasi pada

BAB 4. Setelah melakukan perancangan topologi untuk merancang sistem simulasi pada BAB 4 PENGUJIAN SISTEM DAN HASIL PENGUJIAN 4.1 Skenario Pengujian Setelah melakukan perancangan topologi untuk merancang sistem simulasi pada layanan VoIP, maka langkah selanjutnya adalah penulis mensimulasikan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. menggunakan media gelombang mikro, serat optik, hingga ke model wireless.

BAB II DASAR TEORI. menggunakan media gelombang mikro, serat optik, hingga ke model wireless. BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Jaringan Komputer Kecepatan perkembangan teknologi menjadikan proses transformasi informasi sebagai kebutuhan utama manusia yang akan semakin mudah didapatkan dengan cakupan

Lebih terperinci

~ By : Aprilia Sulistyohati, S.Kom ~

~ By : Aprilia Sulistyohati, S.Kom ~ ~ By : Aprilia Sulistyohati, S.Kom ~ Teknologi WAN Wide area network (WAN) digunakan untuk saling menghubungkan jaringan-jaringan yang secara fisik tidak saling berdekatan terpisah antar kota, propinsi

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) UNTUK PERUMAHAN PESONA CIWASTRA VILLAGE BANDUNG MENGGUNAKAN SOFTWARE SIMULASI OPTISYSTEM

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) UNTUK PERUMAHAN PESONA CIWASTRA VILLAGE BANDUNG MENGGUNAKAN SOFTWARE SIMULASI OPTISYSTEM PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) UNTUK PERUMAHAN PESONA CIWASTRA VILLAGE BANDUNG MENGGUNAKAN SOFTWARE SIMULASI OPTISYSTEM ANALYSIS IMPLEMENTATION OF FIBER TO THE HOME (FTTH) NETWORK

Lebih terperinci

Perancangan dan Analisis Redistribution Routing Protocol OSPF dan EIGRP

Perancangan dan Analisis Redistribution Routing Protocol OSPF dan EIGRP Jurnal ELKOMIKA Teknik Elektro Itenas No.2 Vol. 2 Institut Teknologi Nasional Bandung Juli - Desember 2014 Perancangan dan Analisis Redistribution Routing Protocol OSPF dan EIGRP DWI ARYANTA, BAYU AGUNG

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI DWDM PADA SERAT OPTIK DI PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA,Tbk NETWORK REGIONAL SEMARANG

Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI DWDM PADA SERAT OPTIK DI PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA,Tbk NETWORK REGIONAL SEMARANG Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI DWDM PADA SERAT OPTIK DI PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA,Tbk NETWORK REGIONAL SEMARANG Jayaningprang Kinantang (L2F009124) 1,Darjat, ST MT.(197206061999031001) 2 Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENILITIAN

BAB III METODOLOGI PENILITIAN BAB III METODOLOGI PENILITIAN 3.1 Rancangan Penilitian Penilitian ini meliputi dari pengamatan dilapangan pada jaringan Kantor Pajak Jakarta Pusat yang terhubung dengan Kantor Pusat PT Indosat dengan kapasitas

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SIMULASI EFEK NON LINIER THREE WAVE MIXING PADA LINK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

ANALISIS DAN SIMULASI EFEK NON LINIER THREE WAVE MIXING PADA LINK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 1839 ANALISIS DAN SIMULASI EFEK NON LINIER THREE WAVE MIXING PADA LINK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) SISTEM

Lebih terperinci

BAB III MEKANISME KERJA

BAB III MEKANISME KERJA BAB III MEKANISME KERJA 3.1 Jaringan Fiber Optik MSC Taman Rasuna PT. Bakrie Telecom sebagai salah satu operator penyedia layanan telekomunikasi di Indonesia telah menggunakan jaringan fiber optic untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Trafik internet telah mengalami pertumbuhan yang terus-menerus selama beberapa tahun yang lalu. Pertumbuhan trafik internet untuk masa depan diharapkan dengan kemunculan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tugas Akhir ini akan diselesaikan melalui beberapa tahapan yaitu mengidentifikasi masalah, pemodelan sistem, simulasi dan analisa hasil. Pemodelan dan simulasi jaringan di-design

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DWDM PADA ERION TM

IMPLEMENTASI DWDM PADA ERION TM IMPLEMENTASI DWDM PADA ERION TM Harumi Yuniarti * & Bambang Cholis Su udi ** * harumiwo@yahoo.com, ** bcholis@yahoo.com Dosen-Dosen Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti Abstract WDM technology

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL IMPLEMENTASI Analisa ini dilakukan dengan tujuan membandingkan hasil perancangan yang dijelaskan pada bab sebelumnya dimana parameter yang diukur adalah throughput dan delay. 5.1 Hasil

Lebih terperinci

Pertemuan 3 Dedy hermanto/jaringan Komputer/2010

Pertemuan 3 Dedy hermanto/jaringan Komputer/2010 Pertemuan 3 Adalah : Suatu hubungan antara unsur-unsur penyusun jaringan komputer yaitu node, link dan station Atau Yang memperlihatkan hubungan jaringan atau sambungan antar komputer. Node : Titik suatu

Lebih terperinci

SOAL-SOAL UTS JARINGAN KOMPUTER

SOAL-SOAL UTS JARINGAN KOMPUTER SOAL-SOAL UTS JARINGAN KOMPUTER Soal No.1 a. Rancang sebuah MAN dengan criteria sebagai berikut : - Topologi jaringan yang digunakan - Protokol yang dipakai - Alamat IP tiap host dan server - Operating

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS PERFORMANSI DAN TRAFFIK JARINGAN HFC (HYBRID FIBER COAXIAL) UNTUK LAYANAN TRIPLE PLAY

TUGAS AKHIR ANALISIS PERFORMANSI DAN TRAFFIK JARINGAN HFC (HYBRID FIBER COAXIAL) UNTUK LAYANAN TRIPLE PLAY TUGAS AKHIR ANALISIS PERFORMANSI DAN TRAFFIK JARINGAN HFC (HYBRID FIBER COAXIAL) UNTUK LAYANAN TRIPLE PLAY Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun

Lebih terperinci

BAB III WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEX

BAB III WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEX BAB III WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEX Di dalam komunikasi serat optik, Wavelength Division Multiplex (WDM) adalah teknologi multipleksing yang digunakan untuk membawa beberapa sinyal informasi (suara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah congestion sering ditemukan dalam proses jalur data pada internet, yang pada umumnya diartikan sebagai proses terjadinya perlambatan atau kemacetan. Perlambatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI TEKNOLOGI CWDM DALAM JARINGAN MULTI-SERVICE PT INDOSAT

BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI TEKNOLOGI CWDM DALAM JARINGAN MULTI-SERVICE PT INDOSAT BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI TEKNOLOGI CWDM DALAM JARINGAN MULTI-SERVICE PT INDOSAT Dalam pembahasan ini akan dijelaskan mengenai implementasi teknologi Coarse Wavelength Division Multiplex

Lebih terperinci