RESPON GENOTIPE JAGUNG TERHADAP PERIODE CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE MENJELANG PEMBUNGAAN SAMPAI PENGISIAN BIJI ATAU MASAK FISIOLOGI ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RESPON GENOTIPE JAGUNG TERHADAP PERIODE CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE MENJELANG PEMBUNGAAN SAMPAI PENGISIAN BIJI ATAU MASAK FISIOLOGI ABSTRAK"

Transkripsi

1 94 BB VI RESPON GENOTIPE JGUNG TERHDP PERIODE CEKMN KEKERINGN PD FSE MENJELNG PEMBUNGN SMPI PENGISIN BIJI TU MSK FISIOLOGI BSTRK Percobaan yang dilakukan bertujuan mempelajari respon genotipe jagung pada kondisi periode cekaman kekeringan fase menjelang berbunga sampai fase pengisian biji atau sampai panen dan menentukan karakter seleksi yang dapat digunakan untuk menduga toleransi jagung pada kondisi cekaman kekeringan. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kelompok genotipe medium toleran dan peka hasil seleksi di lapang. Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan cak Kelompok dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah enam genotipe jagung yang mewakili genotipe medium toleran dan peka cekaman kekeringan. Faktor kedua adalah periode cekaman kekeringan: (a) pada fase menjelang berbunga sampai pengisian biji, (b) fase menjelang berbunga sampai panen, dan (c) kondisi optimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi cekaman kekeringan genotipe jagung medium toleran mampu mempertahankan produksi biomas tajuk yang tinggi, intensitas kerusakan daun yang lebih kecil, perluasan akar yang besar (bobot kering akar besar) dan efisiensi penggunaan air lebih tinggi dibanding genotipe peka. Jumlah stomata pada genotipe peka lebih besar dibanding genotipe medium toleran. Genotipe yang peka menunjukkan persentase penurunan bobot biji/tanaman yang lebih besar dibanding genotipe medium toleran, bahkan pada periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai panen menunjukkan bahwa genotipe peka tidak mampu menghasilkan biji. Kata kunci: bobot kering akar, bobot kering tajuk, efisiensi penggunaan air, evapotranspirasi, indeks kerusakan daun, stomata.

2 95 RESPONSE OF MIZE GENOTYPES GINST DROUGHT STRESS DURING NTHESIS TO GRIN FILLING OR MTURE BSTRCT The objectives of this experiment were to study response of maize genotypes against during anthesis to grain filling or mature and determine characters of selection as drought tolerance indicator. This experiment used randomize complete block design with two factors. The first factor was six genotypes that medium tolerant and sensitive to drought and the second was three condition: (a) drought at athesis until grain filling stages (b) drought at anthesis until mature stages and (c) optimum condition. The results showed that medium tolerant genotypes have availability to keep high biomass of shoot, low leaf damage, high dry weight of root, and high level of use water efficiency than sensitive genotypes. Stomata density of sensitive genotypes greater than medium genotypes, also more decrease of grain weight per plant, moreover drought period during anthesis to mature cause the sensitive genotypes have not filled grain. Key words: leaf damage index, root dry weight, shoot biomass, stomata, use water efficiency.

3 96 PENDHULUN ir merupakan komponen penting bagi berlangsungnya berbagai proses fisiologi seperti serapan hara, fotosintesis dan reaksi biokimia sehingga penurunan absorbsi air mengakibatkan hambatan pertumbuhan dan penurunan hasil. Periode masa kekeringan dapat terjadi pada setiap fase pertumbuhan jagung, namun tanaman jagung sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan pada fase pembungaan sampai pengisian biji (Grant et al. 1989). Hasil penelitian Banziger et al. (2000) menunjukkan bahwa cekaman kekeringan yang terjadi pada waktu tanaman berbunga atau fase pengisian biji, hasilnya hanya 30 60% dari kondisi optimum dan jika tanaman mengalami kekeringan pada fase berbunga sampai panen, hasilnya menurun 65 70% dari kondisi optimum. Seleksi terhadap varietas dan galur-galur jagung yang telah ada merupakan langkah awal untuk mengetahui genotipe jagung yang memiliki kemampuan beradapatasi pada kondisi cekaman kekeringan. Untuk mendukung kegiatan seleksi tersebut diperlukan informasi yang mendasar mengenai mekanisme ketahanan tanaman jagung terhadap cekaman kekeringan sehingga proses seleksi dapat berjalan secara efisien dan efektif. Seleksi berdasarkan sifat-sifat morfologi dan fisiologi yang berkaitan dengan ketahanan terhadap cekaman kekeringan akan memberikan harapan untuk merakit varietas jagung yang toleran cekaman kekeringan. Karakter morofologi dan fisiologi yang dilaporkan terkait dengan sifat toleran terhadap cekaman kekeringan antara lain pertumbuhan dan perkembangan akar (Bohn et al. 2006; Vadez et al. 2007), efisiensi penggunaan air (water use effeciency, WUE), laju kehilangan air melalui transpirasi, densitas stomata (Blum 2005), dan kemapuan melindungi aparatus kloroplas dari kerusakan yang diakibatkan oleh spesifik oksigen reaktif (reactive oxygen spesies, ROS), dimana ROS diproduksi di dalam jaringan tanaman pada kondisi cekaman kekeringan (Prochazkova et al. 2001; Mittler 2002). Tanaman yang toleran cekaman kekeringan dilaporkan mempunyai perakaran yang lebih ekstensif, lebih efisien dalam penggunaan air, memiliki densitas stomata yang rendah, dan mampu menekan kerusakan (Banziger et al. 2000; Blum 2005; Bohn et al. 2006; Vadez et al. 2007). Dengan demikian, berbagai respon morfologis

4 97 dan fisiologis tanaman dapat digunakan untuk menduga secara tidak langsung toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Percobaan dilakukan bertujuan mempelajari respon genotipe jagung pada kondisi periode cekaman kekeringan fase menjelang berbunga sampai fase pengisian biji atau sampai panen dan menentukan karakter seleksi yang dapat digunakan untuk menduga toleransi jagung pada kondisi cekaman kekeringan. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kelopompok genotipe medium toleran dan peka hasil seleksi di lapang (BB V). BHN DN METODE Percobaan dilaksanakan di rumah kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Tanaman (BB-Biogen) pada bulan Maret Juni Percobaan menggunakan Rancangan cak Kelompok dengan dua faktor perlakuan dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah enam genotipe jagung yaitu noman, DTPY-F nB, MR 14, dan PT-BC9 mewakili genotipe medium toleran dan G 180 dan G 193 yang mewakili genotipe peka cekaman kekeringan. Faktor kedua adalah periode cekaman kekeringan. Periode cekaman kekeringan yang dilakukan berdasarkan cekaman kekeringan yang diterapkan CIMMYT (Bänziger et al. 2000) yaitu: a. Periode cekaman kekeringan pada fase menjelang berbunga sampai pengisian biji (S1). Cekaman tersebut dilakukan dengan cara menghentikan pemberian air pada saat tanaman berumur 42 hari setelah tanam (HST) sampai setelah 12 hari munculnya bunga betina, kemudian dilakukan pemberian air secara optimum sampai masak fisilogis. b. Periode cekaman kekeringan pada fase menjelang berbunga sampai panen (S2). Cekaman tersebut dilakukan dengan cara menghentikan pemberian air pada saat tanaman berumur 42 HST sampai panen. c. Sebagai pembanding adalah kondisi optimum (S0) yaitu frekuensi pemberian air secara optimum saat tanam sampai masak fisiologis atau panen.

5 98 Pelaksanaan Percobaan Tanah untuk percobaan diambil dari Kebun Percobaan (KP) BB-Biogen, Cikeumeh, Bogor. Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 5:1. Lesimeter sederhana yang digunakan adalah polybag berukuran 40 x 45 cm yang bagaian dalamnya dilapisi plastik serta terdapat satu lobang pada bagian dasar polybag untuk perkolasi air. Tiap polybag diisi dengan 10 kg media yang telah dikering anginkan selama tiga mingu, kemudian ditambahkan kapur 10 g kapur. Benih jagung yang ditanam diberi perlakuan metalaksil untuk mencegah penyakit bulai, kemudian ditanam dalam polybag (tiap polybag ditanam dua benih jagung). Takaran pemberian pupuk tiap polybag adalah 11,25 g urea, 7,5 g SP36 dan 3,6 g KCl atau setara dengan 300 kg urea, 200 kg SP36 dan 100 kg KCl/ha. plikasi pupuk pada saat tanaman berumur 7 HST dengan takaran sepertiga urea dan seluruh SP36 dan KCl, sedangkan sisanya diaplikasikan pada saat umur 21 HST. Penjarangan tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 15 HST sehingga tiap polybag terdapat satu tanaman. Penyiraman dilakukan sampai kapasitas lapang dan frekuensi penyiraman dua atau tiga hari sekali sampai tanaman berumur 42 HST, setalah itu cekaman kekeringan dilakukan sesuai dengan perlakuan. Perlakuan cekaman kekeringan dilakukan per genotipe dengan membiarkan suatu tanaman tidak disiram sampai menunjukkan kelayuan yang ditandai dengan penggulungan daun mencapai skor 4, kemudian penyiraman dilakukan kembali sampai kapasitas lapang, selanjutnya perlakuan cekaman kembali dilakukan dan seterusnya. Dengan perlakuan demikian diharapkan tidak ada tanaman yang escaped atau terhindar dari cekaman kekeringan. Perlakuan kontrol diberikan dengan menyiram air sampai kondisi kapasitas lapang dengan periode penyiraman dua atau tiga hari sekali hingga fase masak fisiologis. Pengamatan Data yang dikumpulkan adalah : 1. Evapotranspirasi (ET). Untuk mengetahui ET pertanaman, setiap penyiraman air perkolasinya ditampung, kemudian diukur jumlah air perkolasi dengan gelas ukur. ET hari pertama diketahui dengan perhitungan selisih antara volume air tanah dalam polybag yang diberikan pada penyiraman pertama dengan volume

6 99 air yang diberikan pada penyirman kedua. ET hari berikutnya adalah adalah selisih volume penyiraman kedua dengan volume penyiraman ketiga, dan seterusnya sehinga didapat ET total sampai panen. 2. Efiseinsi penggunaan air (water use efficiency, WUE), dihitung dengan rumus EP = ET Y (Gupta, 1995) Keterangan : ET = evapotranspirasi per tanaman (ml) dan Y = bobot biji per tanaman (g) 3. Tinggi tanaman (cm) diukur dari permukaan tanah sampai buku daun bendera 4. Diameter batang (mm) 5. Luas daun tongkol (cm 2 ) 6. Intensitas kerusakan daun (IKD), diukur pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan 30, 40, 50 dan 60 hari. IKD ditentukan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Townsend dan Heuberger dalam Sudarsono et al. (2004) sebagai berikut: (nxv) P = x100 ZxN Keterangan: P = intensitas kerusakan daun, n = jumlah daun tiap kategori gejala, V = nilai skor tiap kategori gejala, N = jumlah daun yang diamati, Z = nilai skor kerusakan tertinggi. Skor kerusakan daun, diukur berdasarkan luas daun yang mengalami klorosis dan nekrosis yaitu: Skor 1 = <10 % dari luas daun Skor 2 = % dari luas daun Skor 3 = 31-50% dari luas daun Skor 4 = 51-70% dari luas daun Skor 5 = >70% dari luas daun 7. Jumlah stomata daun bendera. Perhitungan stomata dilakukan secara tidak langsung dengan teknik imprint yaitu mencetak stomata daun menggunakan kuteks (cat kuku). Hasil imprint diletakan pada plat kaca objek haemocytometer dengan pembesaran 100 kali dilakukan pada proyeksi bidang obyek mikroskop. 8. Komponen hasil yaitu: panjang tongkol, diameter tongkol, bobot 100 biji, dan bobot biji per tanaman.

7 100 HSIL Pengaruh Periode Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Vegetatif Periode cekaman kekeringan pada saat menjelang berbunga sampai pengisian biji (S1) atau sampai panen (S2) berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan luas daun, namun tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang. Tinggi tanaman pada kondisi cekaman kekeringan berbeda nyata lebih rendah dibanding tinggi tanaman pada kondisi optimum (S0). Tabel 44 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, luas daun dan diameter batang pada genotipe medium toleran dan peka Peubah dan genotipe Tinggi tanaman (cm) Tole rans i noman MT DTPY-F nB MT MR 14 MT PT-BC9 MT G 180 PK G 193 PK Rataan 3a Penurunan Cekaman kekeringan (%) S0 S1 S2 Rataan S1 S b b B B B B C Luas daun (cm2): noman MT DTPY-F nB MT MR 14 MT PT-BC9 MT G 180 PK G 193 PK D BC B BC D 1 C

8 101 Rataan Diameter batang (mm) noman MT B DTPY-F nB MT B MR 14 MT PT-BC9 MT B G 180 PK C G 193 PK B Rataan Keterangan: ngka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5%, S0 = kondisi optimum, S1 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai fase pengisian biji, dan S2 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai panen, MT = medium toleran, PK = peka. Pada kondisi cekaman kekeringan genotipe peka (G 180 dan G 193) mengalami persentase penurunan tinggi tanaman paling besar yaitu % pada kondisi S1 dan % pada kondisi S2, sedangkan genotipe medium toleran (noman, DTPY-F nB, MR 14 dan PT-BC9) hanya mengalami penurunan sebesar % pada kondisi S1 dan % pada kondisi S2 (Tabel 44). Kondisi cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap penurunan bobot kering akar (BK) dan bobot kering tajuk (BKT) serta peningkatan rasio bobot kering akar/tajuk, namun tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan panjang akar (P). Penurunan BK, BKT dan P semakin besar bila periode cekaman kekeringan lebih lama (S2) (Tabel 45). Persentase penurunan atau peningkatan P tidak dapat mencirikan atau mengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan, namun bila dilihat berdasarkan besarnya BK pada kondisi cekaman kekeringan terlihat bahwa genotipe medium toleran memiliki BK lebih besar dibanding genotipe peka. Pada genotipe medium toleran BK berkisar g pada kondisi S1 dan g pada kondisi S2 sedangkan genotipe peka memiliki BK hanya berkisar g pada kondisi S1 dan g pada kondisi S2 (Tabel 45). Pada kondisi cekaman kekeringan BKT pada genotipe peka mengalami persentase penurunan yang lebih besar dibanding dengan genotipe medium toleran.

9 102 Persentase penurunan BKT pada genotipe peka menunjukkan penurunan yang lebih besar yaitu sekitar % dibanding genotipe medium toleran yang hanya mengalami penurunan sekitar %. Berdasarkan besarnya BKT genotipe medium toleran memiliki BKT sekitar g lebih besar dibanding genotipe peka yang memiliki BKT hanya sekitar g (Tabel 45). Rasio bobot kering akar/tajuk (RBKT) semakin meningkat seiring dengan makin lamanya periode cekaman kekeringan. Peningkatan RBKT pada genotipe peka mengalami persentase peningkatan yang lebih besar dibanding genotipe medium toleran. Pada kondisi S1 genotipe peka mengalami persentase peningkatan RBKT sekitar % dan % pada kondisi S2, sedangkan genotipe medium toleran mengalami peningkatan hanya sekitar % pada kondisi S1 dan % pada kondisi S2 (Tabel 45). Tabel 45 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap bobot kering akar, panjang akar, bobot kering tajuk dan rasio bobot kering akar/tajuk Peubah dan genotipe Toleransi Penurunan atau Cekaman kekeringan penigkatan(%) S0 S1 S2 Rataan S1 S2 Bobot kering akar (g) noman MT B DTPY-F nB MT BC MR 14 MT PT-BC9 MT DC G 180 PK D G 193 PK DC Rataan a b c Panjang akar (cm) noman MT DTPY-F nB MT MR 14 MT PT-BC9 MT B G 180 PK B G 193 PK Rataan Bobot kering tajuk (g) noman MT DTPY-F nB MT B MR 14 MT B PT-BC9 MT B G 180 PK C G 193 PK C Rataan a b c Rasio bobot kering akar/tajuk noman MT BC

10 103 DTPY-F nB MT BC MR 14 MT PT-BC9 MT C G 180 PK BC G 193 PK B Rataan 0.14 b 0.16 a 0.18 a Keterangan: ngka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5%, S0 = kondisi optimum, S1 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai fase pengisian biji, dan S2 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai panen, MT = medium toleran, PK = peka.

11 104 Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Intensitas Kerusakan Daun (IKD) Cekaman kekeringan memicu terjadinya kerusakan daun seperti nekrosis dan klorosis yang lebih cepat. Semakin panjang periode cekaman kekeringan semakin besar kerusakan daun yang dialami tanaman jagung. Setelah mengalami cekaman kekeringan selama 30 hari genotipe peka (G 180 dan G 193) mengalami intensitas kerusakan daun (IKD) yang lebih parah dibanding genotipe toleran (noman, MR 14, PT-BC9 dan DTPY-F nB). Genotipe peka mengalami IKD lebih besar sekitar , sedangkan genotipe medium hanya sekitar (Gambar 13). Setelah mengalami cekaman kekeringan selama 40, 50 dan 60 hari, genotipe yang peka khususnya genotipe G 180 mengalami peningkatan IKD yang besar yaitu berkisar pada kondisi S1 dan pada kondisi S2, IKD tersebut tidak berebada nyata dengan genotipe G 193 yang peka. Genotipe medium toleran seperti DTPY-F nB mampu menekan IKD lebih kecil yaitu 33.28, pada kondisi S1 dan pada kondisi S2. IKD tersebut tidak berbeda nyata dengan genotipe medium toleran lainnnya (Gambar 13). Efesiensi Penggunaan ir dan Evapotranspirasi pada kondisi cekaman kekeringan Pada kondisi cekaman kekeringan seluruh genotipe medium toleran (noman, MR 14, PT-BC9 dan DTPY-F nB) menunjukkan peningkatan efesiensi penggunaan air (water use effeciency, WUE), sedangkan genotipe peka (G 180 dan G 193) menunjukkan penurunan WUE (Gambar 14). Pada kondisi cekaman kekeringan seluruh genotipe mampu menekan evapotranspirasi (ET) secara nyata, namun genotipe medium toleran menunjukkan ET yang lebih besar dibanding genotipe peka. Pada genotipe medium toleran ET berkisar ml pada kondisi S1 dan ml pada kondisi S2, sedangkan ET pada genotipe peka lebih kecil yaitu berkisar ml pada kondisi S1 dan ml pada kondisi S2 (Tabel 46).

12 105 Intensitas kerusakan daun G 180 G 193 MR 14 nom an PT-BC9 DTPY-F nB I B B BC C B B BC C Intensitas kerusakan daun S0 S1 S2 G 180 G 193 MR 14 noman PT_BC9 DTPY-F nB Cekam an kekeringan II B B B C B 30 Intensitas kerusakan daun S0 S1 Cekaman kekeringan III G 180 G 193 MR 14 noman PT-BC9 DTPY-F nB B B B S2 B B BC C Intensitas kerusakan daun S0 S1 S2 Cekaman kekeringan IV G 180 G 193 MR 14 noman PT-BC9 D TP Y-F nB B B B C B BC 30 S0 S1 S2 Cekaman kekeringan Keterangan : Huruf kapital yang sama pada genotipe tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%, S0 = kondisi optimum, S1 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai fase pengisian biji, dan S2 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai panen, I = tanaman mengalami 30 hari cekaman kekeringan (hck), II= 40 hck, III = 50 hck dan IV = 60 sck Gambar 13. Pengaruh periode cekaman kekeringan terhadap indeks kerusakan daun.

13 106 Efisiensi penggunaan air (g g -1 ) b a ab a b S0 S1 S2 a ab b a a a b b a ab a a b F1 F2 F3 F4 F5 F6 Genotipe Keterangan : Huruf kecil yang sama pada suatu genotipe tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%, genotipe medium toleran (F1 = noman, F3 = MR 14, F4 = DTPY-F nB, dan F5 = PT-BC9), genotipe peka ( F2 = G 180,dan F6 = G 193) Gambar 14 Efesiensi penggunaan air pada 6 genotipe jagung pada kondisi optimum (S0), periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai fase pengisian biji (S1) dan periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai panen (S2). Berdasarkan densitas stomata daun menunjukkan bahwa genotipe peka memiliki densitas stomata nyata lebih besar ( stomata) dibandingkan genotipe medium toleran ( stomata) (Tabel 46). Tabel 46 Densitas stomata dan evapotranspirasi enam genotipe jagung pada kondisi optimum dan kondisi cekaman kekeringan Genotipe Tole Evapotranspirasi (ml) Stomata Ransi S0 S1 S2 noman MT B a b B c B DTPY-F nB MT CB a B b BCD c BC MR 14 MT C a B b BC c PT-BC9 MT B a b c B G 180 PK a B b D c BC G 193 PK a B b CD c C Keterangan : ngka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5%, MT = medium toleran, PK = peka, S0 = kondisi optimum, S1 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai fase pengisian biji, dan S2 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai panen.

14 107 Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Hasil Pada Tabel 47 menunjukkan bahwa pada kondisi cekaman kekeringan mempengaruhi penurunan nyata terhadap panjang dan diameter tongkol, jumlah biji/tongkol, bobot 100 biji dan bobot biji/tanaman. Tabel 47 Komponen hasil pada kondisi optimum dan cekaman kekeringan Peubah dan genotipe Tole Cekaman kekeringan Penurunan (%) ransi S0 S1 S2 S1 S2 Bobot biji/tanaman* (g) noman MT a b c DTPY-F nB MT a B b BC c BC MR 14 MT a C b CD c C PT-BC9 MT a B b B c B G 180 PK a C 5.48 b E 0.00 b D G 193 PK a C b D 4.32 c D Jumlah biji/tongkol noman MT a b c DTPY-F nB MT a B b B b MR 14 MT a CD b C b B PT-BC9 MT a a B b G 180 PK a D b D 0.00 b C G 193 PK a CD b C c BC Bobot 100 biji* noman MT a B b B b B DTPY-F nB MT a BC a B b C MR 14 MT a BC a a PT-BC9 MT a C a B a B G 180 PK a b C 0.00 c D G 193 PK a BC ab B b B Diameter tongkol (mm) noman MT a b b DTPY-F nB MT a B b b MR 14 MT a C a b B PT-BC9 MT a BC a b B G 180 PK a C b B 0.00 c D G 193 PK a C b B c C Panjang tongkol (cm) noman MT a B b b DTPY-F nB MT a BC a B b MR 14 MT a b B c PT-BC9 MT a BC ab b G 180 PK a BC b C 0.00 c C G 193 PK a C a BC b B Keterangan: ngka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5%, *kadar air biji 14%, S0 = kondisi optimum, S1 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai fase pengisian biji, dan S2 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai panen, MT = medium toleran, dan PK = peka.

15 108 Penurunan panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah biji/tongkol, bobot 100 biji dan bobot biji/tanaman semakin besar bila mengalami cekaman kekeringan dengan periode yang lebih lama (S2). Penurunan tersebut pada genotipe peka lebih besar dibanding genotipe medium toleran (Tabel 47). Berdasarkan persentase penurunan bobot biji/tanaman genotipe peka pada kondisi cekaman kekeringan S1 menunjukkan penurunan yang besar sekitar %, sedangkan pada genotipe medium toleran menunjukkan penurunan yang lebih kecil yaitu sekitar %. Pada periode kondisi cekaman kekeringan yang lebih lama (S2) penurunan hasil genotipe peka menjadi % sedangkan genotipe medium toleran yang berkisar hanya % (Tabel 47). Korelasi antar Peubah dan Hubungannya dengan Evapotranspirasi dan Efisiensi Pengunaan ir dengan Hasil pada Kondisi Cekaman Kekeringan Pada kondisi cekaman kekeringan S1 dan S2, BK berkorelasi nyata dengan IKD dan BKT (Tabel 48 dan 49). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar BK semakin kecil IKD sedangkan BKT semakin besar (Gambar 15). 160 Bobot kering tajuk (g) atau intensitas kerusakan daun BK vs BKT pada S1 BK vs IKD pada S2 y = 2.885x R2 = 0.57**, n=18 y = x R2 = 0.42*, n= Bobot kering akar (g) Gambar 15. Hubungan bobot kering akar dengan bobot kering tajuk dan intensitas kerusakan daun

16 109 Besarnya ET dan WUE berkorelasi nyata dengan bobot kering tajuk pada kondisi cekaman (Tabel 48 dan 47). Korelasi tersebut menunjukkan bahwa semakin besar BKT tanaman semakin besar ET dan WUE yang terjadi pada tanaman (Gambar 16) S0 S1 S2 y = x R2 = 0.51** Evapotranspirasi (ml) y = x R 2 = 0.32* 2000 y = x R2 = 0.60** Bobot kering tajuk (g) Efisiensi penggunaan air (g g -1 ) y = x R2 = 0.5**, n = Bobot kering tajuk (g) Keterangan : S0 = kondisi optimum, S1 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai fase pengisian biji, dan S2 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai panen. Gambar 16. Hubungan regeresi liner antara evapotranspirasi dengan bobot kering tajuk

17 110 Berdasarkan analisis korelasi antar peubah menunjukkan bahwa pada kondisi cekaman kekeringan S1 dan S2 peubah IKD, BKT, ET dan WUE berkorelasi sangat nyata negatif dan positif dengan hasil (bobot biji/tanaman), sedangkan peubah luas daun (LD), BK, dan P tidak berkorelasi dengan hasil baik pada kondisi S1 dan S2. Peubah yang berkorelasi nyata positif dan negatif dengan hasil pada kondisi cekaman yang lebih panjang (S2) terdapat pada peubah tinggi tanaman (TT), densitas stomata dan RBKT, namun peubah tersebut tidak berkorelasi nyata pada kondisi cekaman yang lebih pendek (S1). Tabel 48 Koefisien korelasi antar peubah pada kondisi cekaman kekeringan pada saat menjelang berbunga sampai pengisian biji (S1) LD IKD Stomata P BK BKT RBKT ET WUE BBj_T TT 0.50* * LD * IKD * * -0.53* ** -0.60** Stomata * P BK ** 0.72** BKT * 0.72** 0.74** RBKT ET ** 0.75** WUE ** Keterangan: *berkorlasi nyata pada ά=0.05, dan ** berkorlasi sangat nyata pada ά=0.01, TT = tinggi tanaman, LD = luas dan, IKD = intensitas kerusakan daun setelah mengalami cekaman selama 30 hari, P = panjang akar, BK = bobot kering akar, BKT = bobot kering tajuk, RBKT = rasio bobot kering akar/tajuk, ET = evapotranspirasi, WUE = efisiensi penggunaan air. Tabel 49 Koefisien korelasi antar peubah pada kondisi cekaman kekeringan fase menjelang berbunga sampai panen (S2) Ls_Dn IKD_30 Stomata P BK BKT RBKT ET WUE BBj_T TT * ** * Ls_Dn IKD_ ** -0.71** * -0.63** Stomata * * * P * ** BK ** * BKT ** 0.51* 0.77** RBKT * -0.53* ET ** WUE ** Keterangan: *berkorlasi nyata pada ά=0.05, dan ** berkorlasi sangat nyata pada ά=0.01, TT = tinggi tanaman, LD = luas dan, IKD = intensitas kerusakan daun setelah mengalami cekaman selama 30 hari, P = panjang akar, BK = bobot kering akar, BKT = bobot kering tajuk, RBKT = rasio bobot kering akar/tajuk, ET = evapotranspirasi, WUE = efisiensi penggunaan air.

18 111 PEMBHSN Pengaruh cekaman kekeringan pada genotipe jagung medium toleran (noman, DTPY-F nB, MR 14, dan PT-BC9) dan peka cekaman kekeringan (G 180 dan G 193) mempunyai tanggapan yang berbeda. Pada kondisi cekaman kekeringan genotipe peka mengalami penurunan pertumbuhan vegetatif yang lebih besar dibanding genotipe medium toleran. Kemampuan genotipe medium toleran mempertahankan biomas tajuk dan tinggi tanaman pada kondisi cekaman kekeringan berkorelasi nyata positif dengan hasil (Tabel 48 dan 49). Hal ini menunjukkan kemampuan mempertahankan tinggi tanaman pada kondisi cekaman kekeringan merupakan indikator tanaman mampu menjaga pertumbuhan generatif dan daya hasil. Kemampuan genotipe medium toleran mempertahankan pertumbuhan tinggi tanaman atau bobot biomas tajuk pada kondisi cekaman kekeringan berhubungan dengan perluasan akar yang besar (bobot kering dan panjang akar yang besar). Perluasan akar kearah vertikal untuk mencapai lapisan tanah yang lebih dalam akan memperbesar kesempatan akar mengabsorbsi air pada lapisan tanah yang memiliki kadar air tanah yang lebih tinggi, sehingga mampu menyuplai air dalam jumlah yang cukup ke tajuk untuk proses pertumbuhan. Mekanisme tersebut tidak dimiliki oleh genotipe peka yang memiliki bobot kering akar yang rendah (perluasan akar yang kecil). Hal ini dapat dilihat dari peningkatan persentase rasio bobot kering akar/tajuk pada kondisi cekaman kekeringan, pada genotipe peka menunjukkan peningkatan persentase yang lebih besar dibanding genotipe medium toleran. Hal ini menunjukkan bahwa panjang dan luasan perakaran (bobot kering akar) pada genotipe peka belum dapat mengabsorbsi air dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pertumbuhan, sehingga genotipe tersebut lebih memacu pertumbuhan akar dibanding tajuk yang bertujuan untuk memperbesar peluang akar absorbsi air tanah pada lapisan tanah yang lebih dalam. Kondisi cekaman air akan memicu peningkatan produksi oksigen reaktif (reactive oxygen spesies, ROS) yang dapat merusak enzim, pigment kloroplas, membran lipid dan protein. Namun demikian kloroplas merupakan tujuan utama terhadap kerusakan yang diakibatkan ROS (Mittler 2002), sehingga daun akan cepat mengalami klorosis dan senensence. Setelah mengalami cekaman kekeringan selama

19 hari, genotipe medium toleran menunjukkan intensitas kerusakan daun yang lebih kecil dibanding dengan genotipe peka. Berdasarkan analisis korelasi antar peubah menunjukkan bahwa intensitas kerusakan daun berkorelasi nyata negatif dengan bobot kering akar (Tabel 48 dan 49). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar bobot kering akar tanaman semakin kecil intensitas kerusakan daun yang dialami tanaman tersebut. Menurut Rajcan dan Toollenaar (1999) karakater genotipe jagung yang mampu memperkecil kerusakan daun atau mampu mempertahankan kehijauan daun sampai panen (staygreen) berhubungan dengan kemampuan akar mengabsorbsi air dan nitrogen yang cukup tinggi. Kemampuan tersebut mendukung dalam mempertahankan kehijaun daun dan memperlambat kerusakan daun, sehingga dalam seleksi toleransi genotipe jagung toleran cekaman kekeringan perlu memperhitungan kemampuan tanaman dalam memperlambat senescence dan klorosis atau kerusakan daun (Edmeades et al. 1999; Banziger et al. 2000). Ketersediaan air dalam tubuh tanaman diperoleh melalui proses fisiologis namun hilangnya air dari bagian tanaman melalui proses fisiologi dan evapotranspirasi (ET). Bila tanaman meyuplai air dalam jumlah yang lebih kecil dibanding kehilangan air dari proses ET maka terjadi kekurangan air dalam jaringan tanaman. Pada genotipe medium toleran yang memiliki rata-rata biomas tajuk yang besar kecenderungan mengalami kehilangan air (ET) yang besar dibanding dengan genotipe peka yang memiliki bobot biomas tajuk yang rendah, namun demikian genotipe medium toleran dapat mengimbangi kehilangan air dengan absorbsi air yang cukup dengan dukungan perluasan akar yang lebih besar dan menekan laju kehilangan air. Besarnya kehilangan air melalui transpirasi dipengaruhi jumlah dan ukuran stomata daun, semakin besar densitas stomata semakin besar kehilangan air melalui transpirasi (Banziger et al. 2000). Genotipe medium toleran memiliki densitas stomata yang lebih kecil dibanding genotipe peka, sehingga mampu menekan laju kehilangan air melalui stomata. Berdasarkan analisis kerelasi antar peubah menunjukkan bahwa pada periode cekaman kekeringan yang lebih lama (S2) ET berkorelasi nyata positif dengan densitas stomata daun (Tabel 48 dan 49). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar densitas stomata maka kecenderungan kehilangan air melalui transpirasi semakin tinggi, hal ini dapat difahami karena lebih

20 113 dari 90% air yang ditranspirasikan oleh tanaman melalui stomata (Salisbury & Ross 1995). Pada kondisi cekaman kekeringan tanaman melakukan mekanisme menekan transpirasi dengan cara menekan pertumbuhan tajuk (mengurangi luas daun) dan meningkatkan efisien pengunaan air (water use effeciency, WUE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi cekaman kekeringan, genotipe medium toleran lebih efisien dalam penggunaan air dibanding genotipe peka. Berdasarkan analisis korelasi antar peubah menunjukkan WEU berkorelasi positif sangat nyata dengan pertumbuhan tajuk (bobot kering tajuk) dan daya hasil (bobot biji/tanaman) (Tabel 48 dan 49). Hal ini menunjukkan bahwa tingginya efesiensi penggunaan air pada genotipe medium toleran menyebabkan genotipe tersebut mampu mepertahankan pertumbuhan tajuk dan menghasil bobot biji yang lebih tinggi dibanding genotipe peka. Hal ini mengindikasikan bahwa WUE dapat mencirikan atau mengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Menurut Monneveux et al. (2005) kebutuhan air paling banyak pada tanaman jagung adalah periode taselling (keluarnya bunga jantan) sampai dua minggu setelah silking (keluarnya bunga betina). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan air pada saat tasseling dan sesudah silking menyebabkan penurunan produksi yang besar. Genotipe peka cekaman kekeringan menunjukkan persentase penuruan bobot biji/tanaman yang lebih besar dibanding genotipe medium toleran, bahkan pada periode cekaman yang lebih lama (S2) menunjukkan genotipe peka tidak mampu menghasilkan biji (Tabel 47). Menurut Edmeades et al. (1993); Earl dan Davis (2003) menyatakan bahwa kondisi cekaman kekeringan menyebabkan polen atau sel induk tepung sari menjadi mandul atau ovari akan menjadi sink yang lemah sehingga kesuburan bunga betina menjadi menurun yang mengakibatkan penurunan hasil bahkan kegagalan berproduksi. Penurunan hasil ditandai dengan penurunan bobot 100 biji, jumlah biji/tongkol, diameter dan panjang tongkol (Tabel 47). Hal tersebut disebabkan penurunan net fotosintesis kanopi dan degradasi kloroplas daun serta hambatan umpan balik transport fotosintat ke organ sink menjadi sangat terbatas (Jones & Corllet 1992). Penurunan net fotosintesis pada kondisi cekaman kekeringan dapat melalui penurunan luas daun, penggulungan daun, dan kerusakan daun. Pada kondisi

21 114 cekaman kekeringan dimana pertumbuhan tajuk lebih terhambat sedangkan peningkatan biomas akar lebih besar, menyebabkan rasio bobot kering akar/tajuk meningkat (Tabel 45). Dari hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi cekaman kekeringan sangat berpengaruh terhadap daya hasil melalui reduksi source dan sink dimana produksi asimilat lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan akar atau memproduksi osmotic adjusment seperti prolin. KESIMPULN Pada kondisi cekaman kekeringan genotipe jagung medium toleran cekaman kekeringan (noman, DTPY-F nB, MR 14, dan PT-BC9) mampu mempertahankan produksi biomas tajuk yang tinggi, intesitas kerusakan daun yang lebih kecil, perluasan akar yang besar (bobot kering akar besar) dan efsiensi penggunaan air lebih tinggi di banding genotipe peka (G 180 dan G 193). Genotipe medium toleran memiliki densitas stomata daun yang lebih kecil dibanding genotipe peka. Karakter tersebut merupakan karakter konstitutif sehingga dapat diamati pada kondisi optimum. Genotipe yang peka menunjukkan persentase penuruan bobot biji/tanaman yang lebih besar dibanding genotipe medium toleran, bahkan pada periode cekaman kekeringan yang lebih lama yaitu saat menjelang berbunga sampai panen menunjukkan genotipe peka tidak mampu menghasilkan biji.

22 115 S0 S1 S2 S0 S1 S2 Genotipe medium toleran: noman Genotipe peka: G 180 Gambar 17. Penampilan akar jagung genotipe medium toleran dan peka pada kondidi optimum (S0), cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan pengisian biji (S1) dan cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan panen (S2) S0 S1 S2 S0 S1 S2 Genotipe medium toleran: DTPY-F nB Genotipe peka: G 180 Gambar 18. Penampilan tanaman jagung genotipe medium toleran dan peka pada kondidi optimum (S0), cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan pengisian biji (S1) dan cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan panen (S2)

23 116 (a) Genotipe medium toleran noman DTPY-F nB MR 14 PT-BC9 (b) Genotipe medium toleran G 180 G 193 Gambar 19. Penampilan tongkol jagung (a) genotipe medium toleran dan (b) genotipe peka pada kondidi optimum (S0), cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan pengisian biji (S1) dan cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan panen (S2).

24 117 noman MR 14 DTPY-F46-3-nB PT-BC9 G 180 G 193 Gambar 20. Densitas stomata daun jagung dengan pembesaran 400 kali.

METODE DAN KARAKTER SELEKSI TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN

METODE DAN KARAKTER SELEKSI TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN i METODE DAN KARAKTER SELEKSI TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN ROY EFENDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

METODE DAN KARAKTER SELEKSI TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN

METODE DAN KARAKTER SELEKSI TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN i METODE DAN KARAKTER SELEKSI TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN ROY EFENDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 009 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. satuan waktu rata-rata selama periode tertentu. Pengukuran laju pengisian biji

II. TINJAUAN PUSTAKA. satuan waktu rata-rata selama periode tertentu. Pengukuran laju pengisian biji II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laju Pengisian Biji Laju pengisian biji merupakan laju pertambahan bobot biji tanaman jagung per satuan waktu rata-rata selama periode tertentu. Pengukuran laju pengisian biji

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dua bulan yaitu dari bulan Maret sampai bulan Mei Tanah, Pasir dan pupuk kandang sebagai media tanam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dua bulan yaitu dari bulan Maret sampai bulan Mei Tanah, Pasir dan pupuk kandang sebagai media tanam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Serealia (BALITSEREAL), Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan dan dilaksanakan selama dua

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP HASIL GENOTIPE JAGUNG

PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP HASIL GENOTIPE JAGUNG PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP HASIL GENOTIPE JAGUNG Suwardi dan M. Azrai Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Pengembangan jagung toleran kekeringan merupakan salah cara dalam meningkatkan

Lebih terperinci

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

Metode dan Penentuan Karakter Seleksi Genotipe Jagung terhadap Cekaman Kekeringan pada Fase Awal Vegetatif

Metode dan Penentuan Karakter Seleksi Genotipe Jagung terhadap Cekaman Kekeringan pada Fase Awal Vegetatif Metode dan Penentuan Karakter Seleksi Genotipe Jagung terhadap Cekaman Kekeringan pada Fase Awal Vegetatif Roy Efendi, Suwardi dan Musdalifah Isnaini Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi

Lebih terperinci

PENGARUH INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL EMPAT KULTIVAR JAGUNG (Zea mays L.)

PENGARUH INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL EMPAT KULTIVAR JAGUNG (Zea mays L.) PENGARUH INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL EMPAT KULTIVAR JAGUNG (Zea mays L.) Danti Sukmawati Ciptaningtyas 1, Didik Indradewa 2, dan Tohari 2 ABSTRACT In Indonesia, maize mostly planted

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman tomat memiliki daerah penyebaran yang cukup luas, mulai dataran tinggi sampai dataran rendah. Data dari BPS menunjukkan rata-rata pertumbuhan luas panen, produktivitas,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN HASIL BERBAGAI VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek) PADA KADAR AIR YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN HASIL BERBAGAI VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek) PADA KADAR AIR YANG BERBEDA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN DEPAN... i HALAMAN JUDUL... ii LEMBAR PERSETUJUAN. iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT v UCAPAN TERIMA KASIH vi ABSTRAK viii ABSTRACT. ix RINGKASAN..

Lebih terperinci

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Tinggi Tanaman Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh rata-rata tinggi tanaman jagung vareitas bisi-2 pada pengamatan minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-8 disajikan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul 147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Vegetatif Parameter pertumbuhan tanaman terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman. 1. Tinggi tanaman (cm) Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan hasil sidik ragam

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan hasil sidik ragam IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Pendahuluan Pengujian pendahuluan dengan tujuan mencari metode yang dapat membedakan antara genotipe toleran dan peka yang diamati secara visual menunjukkan bahwa dari 65

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Panjang Tongkol Berkelobot Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur panen memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang tongkol berkelobot. Berikut

Lebih terperinci

KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P

KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P Zubir et al.: Keragaan Pertumbuhan Jagung Dengan. KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P Zubir Marsuni 1), St. Subaedah 1), dan Fauziah Koes 2) 1) Universitas

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

SUTORO: SELEKSI TANAMAN JAGUNG PADA LINGKUNGAN PEMUPUKAN BERBEDA

SUTORO: SELEKSI TANAMAN JAGUNG PADA LINGKUNGAN PEMUPUKAN BERBEDA Respon Terkorelasi Karakter Sekunder Tanaman Jagung pada Seleksi di Lingkungan Pemupukan Berbeda Sutoro Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Jalan Tentara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manis dapat mencapai ton/ha (BPS, 2014). Hal ini menandakan bahwa

I. PENDAHULUAN. manis dapat mencapai ton/ha (BPS, 2014). Hal ini menandakan bahwa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) atau sweet corn ialah salah satu tanaman pangan yang mempunyai prospek penting di Indonesia. Hal ini disebabkan jagung

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

V. KACANG HIJAU. 36 Laporan Tahun 2015 Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

V. KACANG HIJAU. 36 Laporan Tahun 2015 Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi V. KACANG HIJAU 5.1. Perbaikan Genetik Kacang hijau banyak diusahakan pada musim kemarau baik di lahan sawah irigasi maupun tadah hujan. Pada musim kemarau ketersediaan air biasanya sangat terbatas dan

Lebih terperinci

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. 2 memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. Analisis Root re-growth (RRG) Pengukuran Root Regrowth (RRG) dilakukan dengan cara mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK HIJAU Calopogonium mucunoides DAN FOSFOR TERHADAP SIFAT AGRONOMIS DAN KOMPONEN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt)

PENGARUH PUPUK HIJAU Calopogonium mucunoides DAN FOSFOR TERHADAP SIFAT AGRONOMIS DAN KOMPONEN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt) PENGARUH PUPUK HIJAU Calopogonium mucunoides DAN FOSFOR TERHADAP SIFAT AGRONOMIS DAN KOMPONEN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt) By Muhamad Kalyubi Under supervisied Ir. Jurnawaty Sjofjan,

Lebih terperinci

124 tinggi yaitu sebesar 2.73 me/100 g (Tabel 1.1). Perbedaan kondisi cekaman ini menyebabkan perbedaan tingkat toleransi untuk genotipe ZH ,

124 tinggi yaitu sebesar 2.73 me/100 g (Tabel 1.1). Perbedaan kondisi cekaman ini menyebabkan perbedaan tingkat toleransi untuk genotipe ZH , PEMBAHASAN UMUM Di Indonesia, kondisi lahan untuk pengembangan tanaman sebagian besar merupakan lahan marjinal yang kering dan bersifat masam. Kendala utama pengembangan tanaman pada tanah masam adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang ekstrim yang disertai peningkatan temperatur dunia yang mengakibatkan

Lebih terperinci

METODE DAN KARAKTER SELEKSI TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN

METODE DAN KARAKTER SELEKSI TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN i METODE DAN KARAKTER SELEKSI TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN ROY EFENDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA

PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA Fauziah Koes dan Oom Komalasari Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT Baiq Tri Ratna Erawati 1), Awaludin Hipi 1) dan Andi Takdir M. 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih BAHAN DAN METODE Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang penapisan galur-galur padi (Oryza sativa L.) populasi RIL F7 hasil persilangan varietas IR64 dan Hawara Bunar terhadap cekaman besi ini dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27 J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 50 Jurnal Agrotek Tropika 1(1):50-54, 2013 Vol. 1, No. 1: 50 54, Januari 2013 PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG

Lebih terperinci

TOLERANSI VARIETAS PADI HITAM (Oryza sativa L.) PADA BERBAGAI TINGKAT CEKAMAN KEKERINGAN. Tesis Program Studi Agronomi

TOLERANSI VARIETAS PADI HITAM (Oryza sativa L.) PADA BERBAGAI TINGKAT CEKAMAN KEKERINGAN. Tesis Program Studi Agronomi TOLERANSI VARIETAS PADI HITAM (Oryza sativa L.) PADA BERBAGAI TINGKAT CEKAMAN KEKERINGAN Tesis Program Studi Agronomi Oleh Samyuni S611308012 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penentuan Karakter Morfologi Penciri Ketahanan Kekeringan Pada Beberapa Varietas Kedelai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penentuan Karakter Morfologi Penciri Ketahanan Kekeringan Pada Beberapa Varietas Kedelai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Karakter Morfologi Penciri Ketahanan Kekeringan Pada Beberapa Varietas Kedelai Hasil pengamatan morfologi pada beberapa varietas kedelai yang selanjutnya diuji

Lebih terperinci

A. Waktu dan tempat penelitian. B. Bahan dan Alat. C. Metode Penelitian

A. Waktu dan tempat penelitian. B. Bahan dan Alat. C. Metode Penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah dan Green House, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1

LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian Blok I Blok II Blok III TS 1 K TS 2 J TS 3 K TS 2 TS 1 J K J TS 3 TS 3 TS 2 TS 1 Keterangan : J : Jagung monokultur K : Kacang tanah monokultur TS 1 :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan Laboratorium Penelitian pada bulan Januari sampai April 2016. B. Bahan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan Percobaan dilakukan di dusun Dukuh Asem, Kelurahan Sindang Kasih, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka. Pada percobaan ini, digunakan dua varietas bersari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia sebagai sumber utama

Lebih terperinci

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN Sumanto, L. Pramudiani dan M. Yasin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalinatan Selatan ABSTRAK Kegiatan dilaksanakan di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya 55 5 DISKUSI UMUM Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang menghambat aktivitas fotosintesis dan translokasi fotosintat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Tinggi Tanaman Tinggi tanaman caisin dilakukan dalam 5 kali pengamatan, yaitu (2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, dan 6 MST). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember Maret 2012,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember Maret 2012, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011- Maret 2012, bertempat di Green house Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei s/d September 2012 di lahan kering Kabupaten Bone Bolango dan bulan Oktober 2012 di Laboratorium Balai Karantina

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, serta di kebun percobaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan

Lebih terperinci

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif). PEMBAHASAN UMUM Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap kekeringan sehingga berpotensi untuk dikembangkan di lahan kering masam di Indonesia. Tantangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi

Lebih terperinci

KACANG HIJAU. 16 Hasil Utama Penelitian Tahun 2013 PERBAIKAN GENETIK

KACANG HIJAU. 16 Hasil Utama Penelitian Tahun 2013 PERBAIKAN GENETIK KACANG HIJAU PERBAIKAN GENETIK Kacang hijau semakin menjadi pilihan untuk dibudi dayakan, karena secara teknis agronomis efisien terhadap air dibanding padi atau tanaman palawija lain. Masalah utama budi

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Amir dan M. Basir Nappu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA

PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA (Role The Number of Seeds/Pod to Yield Potential of F6 Phenotype Soybean

Lebih terperinci

4 PRODUKSI JAGUNG ORGANIK MELALUI APLIKASI BEBERAPA DOSIS PUPUK KANDANG SAPI PADA MUSIM TANAM II

4 PRODUKSI JAGUNG ORGANIK MELALUI APLIKASI BEBERAPA DOSIS PUPUK KANDANG SAPI PADA MUSIM TANAM II 40 4 PRODUKSI JAGUNG ORGANIK MELALUI APLIKASI BEBERAPA DOSIS PUPUK KANDANG SAPI PADA MUSIM TANAM II Organic Corn Production with Different Rates of Cow Manure Application in the Second Cropping Season

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman Kekeringan

Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman Kekeringan Media Peternakan, Agustus 24, hlm. 63-68 ISSN 126-472 Vol. 27 N. 2 Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG AYAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL MENTIMUN

PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG AYAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL MENTIMUN PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG AYAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL MENTIMUN (Cucumis sativus L.) PADA TANAH ULTISOL (The Effect of Chiken Manure on Growth and Yield of Cucumber (Cucumis sativus L.) at Ultisols)

Lebih terperinci

Jl. Raya Kendalpayak Km.8 Malang Jl. Merdeka 147, Bogor

Jl. Raya Kendalpayak Km.8 Malang Jl. Merdeka 147, Bogor PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN AIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL UBI JALAR Effect Of Water Frequency On The Growth And Yield Of Sweet Potato Ratri Tri Hapsari 1 dan I Made Jana Mejaya 2 1 Balai Penelitian

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tinggi Tanaman Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia pertumbuhan yang berbeda memberikan pengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua sesudah padi yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Selain dikonsumsi, jagung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL

KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL 35 KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL Morphological and Agronomy Characters Of Various Types of Rice Cultivars Abstrak Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari karakter morfologi dan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan menunjukkan tidak ada beda nyata antar

Lebih terperinci

Gambar 5. Pertumbuhan Paspalum notatum Fluegge Setelah Ditanam

Gambar 5. Pertumbuhan Paspalum notatum Fluegge Setelah Ditanam HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Suhu rumah kaca berkisar antara C hingga 37 C, kondisi yang cukup baik bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Sarief (1985) kisaran maksimum pertumbuhan tanaman antara 15 C

Lebih terperinci

Jurnal Agrotek Indonesia 1 (1) : (2016) ISSN :

Jurnal Agrotek Indonesia 1 (1) : (2016) ISSN : Jurnal Agrotek Indonesia 1 (1) : 29 36 (2016) ISSN : 2477-8494 Pengaruh Ketersediaan Hara terhadap Pertumbuhan dan Produksi 9 Genotip Padi dalam Kondisi Kekeringan Effect of Nutrient Availability on Growth

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013- Januari 2014 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan 13 diinduksi toleransi stres dan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif karena berbagai tekanan (Sadak dan Mona, 2014). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap jenis makhluk hidup termasuk tanaman. Proses ini berlangsung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan kemajuan ini belum bias penulis selesaikan dengan sempurna. Adapun beberapa hasil dan pembahasan yang berhasil

Lebih terperinci

RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN

RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN Sumarni T., S. Fajriani, dan O. W. Effendi Fakultas Pertanian Universitas BrawijayaJalan Veteran Malang Email: sifa_03@yahoo.com

Lebih terperinci