124 tinggi yaitu sebesar 2.73 me/100 g (Tabel 1.1). Perbedaan kondisi cekaman ini menyebabkan perbedaan tingkat toleransi untuk genotipe ZH ,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "124 tinggi yaitu sebesar 2.73 me/100 g (Tabel 1.1). Perbedaan kondisi cekaman ini menyebabkan perbedaan tingkat toleransi untuk genotipe ZH ,"

Transkripsi

1 PEMBAHASAN UMUM Di Indonesia, kondisi lahan untuk pengembangan tanaman sebagian besar merupakan lahan marjinal yang kering dan bersifat masam. Kendala utama pengembangan tanaman pada tanah masam adalah cekaman aluminium dan kurangnya unsur hara makro terutama fosfor (Ma, 2000). Usaha untuk mengurangi masalah tersebut adalah penggunaan tanaman yang toleran terhadap cekaman Al dan efisiensi hara, baik efisiensi serapan (sensitive) maupun efisiensi penggunaan (tolerance). Serangkaian percobaan yang telah dilakukan berhasil mengungkap beberapa informasi yang dapat dimanfaatkan dalam perbaikan genotipe sorgum untuk toleransi terhadap toksisitas Al dan defisiensi P di tanah masam. Berdasarkan hasil pengujian di lapangan, terdapat perbedaan toleransi tanaman sorgum terhadap cekaman Al dan defisiensi P di tanah masam yang ditunjukkan oleh kemampuan menghasilkan bahan kering, produksi biji, maupun kadar gula total yang berpotensi untuk diolah menjadi bahan baku bioetanol. Kemampuan menghasilkan bahan kering dan produksi biji genotipe sorgum dapat meningkat hingga dua kali lipat saat ditumbuhkan pada tanah masam dengan kondisi kejenuhan Al rendah dan P cukup dibandingkan dengan kondisi Al tinggi dan tanpa P (Tabel 1.3 dan 1.8). Hal ini menunjukkan respon yang tinggi pada karakter agronomis sorgum apabila dilakukan perbaikan lingkungan tumbuh. Peningkatan bobot kering tajuk dan komponen hasil genotipe toleran pada kondisi Al rendah tidak memerlukan pemupukan P dosis tinggi di tanah masam. Peningkatan dosis pupuk P diperlukan untuk meningkatkan nilai padatan terlarut total genotipe sorgum baik pada tanah masam dengan kejenuhan Al tinggi maupun rendah. Pada penelitian ini didapatkan perbedaan tingkat toleransi genotipe ZH di tanah masam Lampung dan tanah masam Tenjo Jawa Barat. Hal ini diduga akibat perbedaan kondisi cekaman lingkungan pada saat seleksi untuk menetapkan pengelompokan genotipe ZH di tanah masam Lampung. Kandungan Al dd tanah masam tempat seleksi di Lampung hanya 1.35 me/100 g (Sungkono, 2010), sedangkan Al dd di tanah masam Tenjo lebih

2 124 tinggi yaitu sebesar 2.73 me/100 g (Tabel 1.1). Perbedaan kondisi cekaman ini menyebabkan perbedaan tingkat toleransi untuk genotipe ZH , tetapi hal ini tidak terjadi pada Numbu serta genotipe peka B-69 dan B-75. Diduga ketiga genotipe tersebut sudah memiliki kestabilan genetik yang lebih baik dibandingkan genotipe ZH Untuk memperjelas hasil penelitian di lapangan dilakukan serangkaian percobaan di rumah kaca menggunakan rhizotron serta percobaan pada larutan hara, dan analisis di laboratorium. Hasil penelitian di larutan hara dan laboratorium dapat mengungkapkan komponen-komponen yang berperan dalam mekanisme eksternal dan internal terhadap toksisitas Al dan peningkatan penyerapan serta penggunan P pada genotipe sorgum. Percobaan menggunakan rhizotron mengungkapkan kemampuan sorgum beradaptasi pada kondisi bercekaman Al dan defisiensi P di tanah masam. Diameter sebaran akar dan jumlah akar primer yang dapat dilihat melalui percobaan ini menunjukkan terjadi penurunan pada kondisi Al tinggi dan defisiensi P. Genotipe toleran tetap memiliki kondisi perakaran dan tajuk yang lebih baik dibandingkan genotipe peka (Tabel 3.5, Gambar 3.1 dan Gambar 3.3). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perakaran yang baik mampu menunjang pertumbuhan tajuk tanaman. Pertumbuhan akar genotipe toleran di tanah masam tidak dibatasi oleh tingginya Al dan defisiensi P. Hasil analisis kandungan P total jaringan dan efisiensi penggunaan hara P menunjukkan bahwa sorgum memiliki mekanisme internal (toleransi) dalam menghadapi cekaman P rendah di tanah masam dengan meningkatkan efisiensi penggunaan P internal (interrelated), sebaliknya genotipe peka memiliki mekanisme eksternal (penghindaran) melalui peningkatan kadar P total jaringan. Pada percobaan laju serapan spesifik didapatkan informasi bahwa sorgum toleran memiliki mekanisme peningkatan efisiensi penggunaan P yang terjadi pada kondisi Al tinggi dan defisiensi P. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan sorgum toleran membentuk bahan kering akar yang tinggi pada kondisi Al tinggi dan P rendah. Bobot kering akar yang tinggi menunjukkan akar lebih panjang dan rambut akar yang lebih banyak. Kondisi ini akan meningkatkan kontak akar

3 125 dengan tanah. Menurut Junk et al (1993) faktor kontak akar dengan tanah sangat penting dalam penyerapan hara P yang memiliki mobilitas rendah. Mekanisme toleransi terhadap toksisitas Al dapat ditunjukkan dari percobaan pada larutan hara, uji pewarnaan hematoksilin dan analisis root regrowth. Hasil-hasil percobaan ini menunjukkan bahwa genotipe sorgum toleran Al mampu membentuk bahan kering lebih tinggi, serta memiliki akar dan tajuk lebih panjang daripada genotipe peka pada kondisi bercekaman Al. Nilai panjang akar relatif (PAR) genotipe toleran juga lebih tinggi daripada genotipe peka. Hal ini berkaitan dengan kemampuan genotipe toleran dalam menghadapi cekaman toksisitas Al. Genotipe toleran mampu mencegah Al masuk ke bagian tajuk tanaman dan hanya mengakumulasikan Al pada epidermis akar. Hal ini ditunjukkan dari hasil percobaan pada uji pewarnaan hematoksilin. Distibusi Al yang diamati melalui potongan mikroskopis ujung akar menunjukkan bahwa pada genotipe toleran Al hanya di distribusikan pada jaringan epidermis akar dengan nilai kuantitatif rendah yang menunjukkan akumulasi Al rendah, dan sebaliknya pada genotipe peka (Gambar 5.1 sampai 5.12). Kemampuan mencegah masuknya Al ke dalam jaringan tanaman tersebut dapat meningkatkan kemampuan sorgum dalam menumbuhkan kembali akar sekunder setelah tercekam Al. Hal ini dapat dilihat pada percobaan root regrowth yang menunjukkan kemampuan Numbu menumbuhkan kembali akar setelah terkena cekaman Al hingga konsentrasi 148 µm (Gambar 6.1). Pada kondisi bercekaman Al dan pemberian P kurang terjadi penurunan bobot kering total, laju serapan spesifik, kadar P jaringan, dan efisiensi penggunaan P (Tabel 4.2, 4.6, 4.9 dan 4.11). Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh Al dan rendahnya ketersediaan P pada kondisi bercekaman Al. Menurut Rao et al. (1999) keberadaan Al tidak hanya menghambat ketersediaan P tetapi juga menghambat transpor dan penggunaannya, Ion Al bermuatan positif dapat berasosiasi dengan gugus fosfat dari ATP atau fosfolipid membran sehingga mempengaruhi efektivitas transportasi proton. Hasil percobaan laju serapan spesifik ini menjelaskan pula bahwa laju serapan sangat tergantung pada genotipe. Setiap genotipe diduga memiliki transpor fosfat tersendiri. Transpor fosfat merupakan protein-protein yang

4 126 berasosiasi dengan membran yang terlibat dalam penyerapan P. Menurut Marschner (1995) terdapat dua mekanisme transpor fosfat yaitu yang memiliki afinitas tinggi (high affinity system) yang umumnya bekerja pada P rendah dan yang memiliki afinitas rendah (low affinity system) yang bekerja ketika P cukup. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi penurunan laju serapan spesifik P pada kondisi bercekaman Al (Tabel 4.6). Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi bercekaman Al terjadi penekanan baik pada high affinity system maupun low affinity system. Genotipe toleran Numbu memiliki laju serapan spesifik P sebesar 4.09 mg/g bobot kering akar/hari (Tabel 4.8). Nilai LSS ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata genotipe sorgum pada kondisi tanpa cekaman dan P kurang (Tabel 4.6). Hal ini menunjukkan aktivitas high affinity system yang dimiliki Numbu masih aktif bekerja pada kondisi P kurang. Serangkaian hasil percobaan yang telah diuraikan di atas baik di lapangan, rumah kaca maupun laboratorium secara keseluruhan menunjukkan bahwa sorgum memiliki mekanisme dalam menghadapi cekaman toksisitas Al dan defisiensi P berupa kemampuan menghasilkan bahan kering pada saat tercekam Al dan defisiensi P, peningkatan penyerapan hara, peningkatan efisiensi penggunaan hara P, kemampuan menahan distribusi Al pada jaringan akar dan kemampuan menumbuhkan akar setelah tercekam Al. Pemahaman terhadap mekanisme toleransi ini dapat digunakan untuk seleksi terhadap toksisitas Al dan defisiensi P di tanah masam. Seleksi adalah prosedur dalam program pemuliaan tanaman yang memilih sejumlah individu atau galur yang memenuhi kriteria seleksi untuk suatu karakter dari suatu populasi yang beragam atau populasi bersegregasi (Stoskopf et al, 1993) Berdasarkan serangkaian hasil percobaan yang telah di lakukan seleksi untuk toleransi terhadap toksisitas Al pada populasi segregan dapat menggunakan parameter panjang akar relatif (PAR) dan metode root regrowth karena tidak bersifat destruktif, sementara uji pewarnaan hematoksilin yang bersifat destruktif dapat digunakan untuk seleksi terhadap toksisitas Al untuk generasi lanjut. Kelebihan metode root regrowth selain tidak destruktif adalah tidak memerlukan kondisi lingkungan yang berbeda dan tidak memerlukan kontrol, sehingga dapat diaplikasikan pada populasi bersegregasi. Kelemahannya adalah

5 127 tidak dapat menghilangkan pengaruh perbedaan kondisi awal bahan genetik. Untuk mengatasi perbedaan kondisi awal perbedaan bahan genetik antara genotipe toleran dan peka seleksi dapat menggunakan parameter PAR. Kelebihan menggunakan nilai PAR adalah dapat menghilangkan pengaruh perbedaan kondisi awal bahan genetik genotipe toleran dan peka, sedangkan kelemahannya adalah memerlukan perlakuan kontrol. Penggunaan kontrol dapat menyulitkan pada populasi segregan karena kondisi bahan genetik yang masih terus bersegregasi. Seleksi terhadap toleransi defisiensi hara P pada generasi lanjut dapat menggunakan nilai laju serapan spesifik dan efisiensi penggunaan P yang bersifat destruktif. Kadar P jaringan dan efisiensi penggunaan P juga berkorelasi terhadap kemampuan membentuk bahan kering dalam keadaan tercekam Al (Tabel 3.9). El Bassam (1998) melaporkan bahwa karakter efisiensi penggunaan hara N, P dan K telah digunakan dalam pemuliaan gandum untuk lahan-lahan bermasukan rendah. Kelebihan menggunakan parameter ini adalah ketepatan nilai yang didapatkan karena melalui percobaan di rumah kaca dengan kondisi yang lebih terkontrol dibandingkan percobaan di lapangan, serta menggunakan ketepatan hasil analisis kandungan hara jaringan tanaman yang lebih menggambarkan aktivitas fisiologi dan biokimia tanaman. Kelemahan menggunakan parameter ini adalah biaya analisis di laboratorium yang mahal dan tahapan pekerjaan analisis yang sangat komplek. Berdasarkan efisiensi penggunaan P dan bobot kering pada keadaan P rendah, maka didapatkan pengelompokan genotipe sorgum menurut Metode Baligar et al (1997), yaitu: 1. Efisien dan responsif terhadap P yaitu, genotipe yang mempunyai berat kering yang lebih tinggi dibanding rata-rata bobot kering seluruh genotipe dan mempunyai EPP lebih tinggi dibanding rata-rata seluruh genotipe. Genotipe tersebut adala Numbu 2. Efisien dan tidak responsif terhadap P yaitu, genotipe yang mempunyai bobot kering yang lebih tinggi dibanding rata-rata bobot kering seluruh genotipe, tetapi mempunyai EPP lebih rendah dibanding rata-rata seluruh genotipe 3. Tidak efisien dan responsif terhadap P yaitu, genotipe yang mempunyai bobot kering yang lebih rendah dibanding rata-rata bobot kering seluruh genotipe, tetapi mempunyai EPP lebih tinggi dibanding rata-rata seluruh genotipe

6 Tidak efisien dan tidak responsif terhadap P yaitu, genotipe yang mempunyai bobot kering yang lebih rendah dibanding rata-rata bobot kering seluruh genotipe, tetapi mempunyai EPP lebih rendah dibanding rata-rata seluruh genotipe. Kelompok genotipe ini adalah ZH , B-69 dan B-75. Pengelompokan ini dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat adaptasi genotipe sorgum terhadap defisiensi hara P yang dapat digunakan untuk menunjukkan kesesuaian lingkungan target pengembangan sorgum. Genotipe Numbu (toleran) dalam penelitian ini termasuk kelompok sorgum efisien dan responsif terhadap hara P, sedangkan ZH , B-69 dan B-75 termasuk dalam kelompok sorgum tidak efisien dan tidak responsif terhadap hara P di larutan hara (Gambar 7). Pengelompokan ke dalam efisien dan responsif pada Numbu menunjukkan bahwa Numbu memiliki adaptasi luas terhadap cekaman di tanah masam. Tingkat adaptasi luas ini menyebabkan Numbu mampu berproduksi tinggi pada lingkungan bercekaman Al dan defisiensi P. Jadi Numbu cocok dikembangkan baik pada tanah masam maupun tanah-tanah non marjinal rata-rata bobot kering efisien & tidak responsif efisien & responsif numbu numbu numbu 2.0 EPP b75 b75 b75 b69 b69 b zh zh tidak efisien & tidak responsif 0.2 zh tidak efisien & responsif BK rata-rata EPP 0.5 Gambar 7. Pengelompokan empat genotipe sorgum berdasarkan efisiensi penggunaan P dan bobot kering pada kondisi bercekaman Al dan P rendah di larutan hara

7 129 Untuk mendapatkan genotipe sorgum yang efisien dan responsif terhadap hara P dapat menggunakan metode pemuliaan Shuttle Breeding. Menurut Ortiz et al (2011), Shuttle Breeding adalah salah satu prosedur dalam pemuliaan tanaman yang melakukan seleksi tanaman pada dua kondisi lingkungan berbeda yaitu kondisi optimum dan kondisi lingkungan bercekaman secara bergantian. Tujuan menggunakan metode ini adalah untuk mengakumulasikan gen-gen produktivitas yang berperan dalam peningkatan produksi pada kondisi optimum, dan meningkatkan akumulasi gen-gen toleransi yang mengendalikan toleransi tanaman pada seleksi di lingkungan bercekaman. Hubungan antara toleransi Al dan defisiensi P dari data lapangan dan percobaan menggunakan rhizotron menunjukkan bahwa pada Al tinggi genotipe sorgum toleran tidak responsif terhadap penambahan pupuk P. Hal ini menunjukkan sifat efisiensi terhadap penggunaan hara P sangat tergantung terhadap cekaman Al, sehingga seleksi diarahkan terlebih dahulu terhadap toleransi Al kemudian dilanjutkan terhadap toleransi defisiensi hara P. Artinya karakter-karakter yang menunjukkan toleransi sorgum terhadap cekaman Al seperti panjang akar, kemampuan menghasilkan bahan kering, kemampuan menahan distribusi Al pada ujung akar dan kemampuan menumbuhkan kembali akar setelah terkena cekaman dapat digunakan lebih awal pada kegiatan seleksi. Data dari penelitian ini memberi gambaran bahwa mekanisme toleransi Al pada tanaman sorgum berbeda-beda. Dalam kaitan dengan hara P, mekanisme toleransi ada yang dipengaruhi dan ada yang tidak dipengaruhi oleh efisiensi P. Baligar et al (1997) melaporkan bahwa genotipe jagung dan sorgum yang toleran Al tidak selalu efisien dalam menggunakan hara P. Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa sorgum Numbu (toleran) memiliki beberapa mekanisme adaptasi terhadap toksisitas Al dan defisiensi P di tanah masam yaitu: 1) memiliki diameter sebaran akar dan jumlah akar primer yang lebih banyak daripada genotipe peka 2) memiliki akar lebih panjang, 3) memiliki laju serapan spesifik P tinggi, 4) meningkatkan efisiensi penggunaan P pada saat bercekaman Al dan defisiensi P, 5) mampu menahan distribusi Al ke bagian tengah akar, dan 6) memiliki kemampuan menumbuhkan kembali akar yang rusak akibat terkena cekaman Al.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 71 PENDAHULUAN Latar Belakang Sorgum manis [Sorghum bicolor (L.) Moench] merupakan salah satu tanaman pangan utama dunia. Hal ini ditunjukkan oleh data mengenai luas areal tanam, produksi dan kegunaan

Lebih terperinci

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif). PEMBAHASAN UMUM Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap kekeringan sehingga berpotensi untuk dikembangkan di lahan kering masam di Indonesia. Tantangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Fosfat adalah unsur hara makro yang sangat dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan. Dalam sel fosfat berada d

PENDAHULUAN Latar Belakang Fosfat adalah unsur hara makro yang sangat dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan. Dalam sel fosfat berada d LAJU SERAPAN SPESIFIK FOSFOR PADA SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) DALAM KONDISI BERCEKAMAN ALUMINIUM DAN DEFISIENSI FOSFOR DI LARUTAN HARA Abstrak Fosfor merupakan faktor penting yang dapat membatasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Keracunan Al merupakan salah satu faktor utama yang membatasi pertumbuhan tanaman pada tanah-tanah masam. Pengaruh yang pen

PENDAHULUAN Latar Belakang Keracunan Al merupakan salah satu faktor utama yang membatasi pertumbuhan tanaman pada tanah-tanah masam. Pengaruh yang pen TANGGAP MORFO-FISIOLOGIS AKAR SORGUM (Sorghum Bicolor L. Moench) TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM DAN DEFISIENSI FOSFOR DI DALAM RHIZOTRON Abstrak Penelitian mengenai tanggap morfologi dan fisiologi sorgum terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L) merupakan salah satu komoditas sayuran yang bernilai ekonomi tinggi. Hal ini terlihat dari areal pertanaman cabai yang menempati areal terluas diantara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan dan krisis energi sampai saat ini masih menjadi salah satu

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan dan krisis energi sampai saat ini masih menjadi salah satu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan dan krisis energi sampai saat ini masih menjadi salah satu perhatian utama dalam pembangunan nasional. Usaha peningkatan produksi bahan

Lebih terperinci

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi 87 PEMBAHASAN UMUM Pemanfaatan lahan yang ada di bawah tegakan tanaman perkebunan dapat memperluas areal tanam kedelai sehingga memacu peningkatan produksi kedelai nasional. Kendala yang dihadapi dalam

Lebih terperinci

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x 144 PEMBAHASAN UMUM Penelitian introgresi segmen Pup1 ke dalam tetua Situ Bagendit dan Batur ini memiliki keunikan tersendiri. Kasalath dan NIL-C443 yang sebagai tetua sumber segmen Pup1 memiliki karakteristik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengaruh cekaman Al terhadap pertumbuhan tanaman, paling nyata terlihat pada perpanjangan dan pertumbuhan akar. Tingkat ker

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengaruh cekaman Al terhadap pertumbuhan tanaman, paling nyata terlihat pada perpanjangan dan pertumbuhan akar. Tingkat ker ANALISIS ROOT REGROWTH AKAR SORGUM [Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM DI LARUTAN HARA Abstrak Penelitian dilaksanakan di rumah kaca kebun percobaan University Farm IPB, Cikabayan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman tomat memiliki daerah penyebaran yang cukup luas, mulai dataran tinggi sampai dataran rendah. Data dari BPS menunjukkan rata-rata pertumbuhan luas panen, produktivitas,

Lebih terperinci

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh PEMBAHASAN UMUM Kebutuhan pangan berupa beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Akan tetapi di masa datang kemampuan pertanian di Indonesia untuk menyediakan beras

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN 5.1 Pertumbuhan di Lokasi Penanaman

V. PEMBAHASAN 5.1 Pertumbuhan di Lokasi Penanaman V. PEMBAHASAN 5.1 Pertumbuhan di Lokasi Penanaman a. Faktor pembatas Sesuai dengan hasil survei dan wawancara, kondisi lahan penelitian awalnya merupakan lahan perkebunan yang ditanami pohon karet dan

Lebih terperinci

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. 2 memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. Analisis Root re-growth (RRG) Pengukuran Root Regrowth (RRG) dilakukan dengan cara mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong komoditi sayuran buah dan sangat potensial untuk dikembangkan. Tomat memiliki banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitan Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitan Bahan dan Alat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitan Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan UPTD Lahan Kering, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Tenjo, Kabupaten Bogor. Pengujian laboratorium dan rumah kaca dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam peningkatan gizi masyarakat Indonesia. Hal tersebut didasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam Secara teoritis lahan kering di Indonesia dibedakan menjadi dua kategori, yaitu lahan kering beriklim kering, yang banyak dijumpai di kawasan timur Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang relatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung di Indonesia merupakan bahan pangan penting sumber karbohidrat kedua setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku industri.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Umumnya lahan kering di Indonesia didominasi oleh tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol). Masalah utama yang dihadapi pada t

PENDAHULUAN Latar Belakang Umumnya lahan kering di Indonesia didominasi oleh tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol). Masalah utama yang dihadapi pada t TOLERANSI SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM DI LARUTAN HARA Abstrak Percobaan mengenai tanggap toleransi sorgum terhadap cekaman aluminium di larutan hara telah dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pertanaman padi seperti lahan gogo, sawah tadah hujan, hingga sistem irigasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pertanaman padi seperti lahan gogo, sawah tadah hujan, hingga sistem irigasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekeringan yang terjadi akibat pemanasan global berdampak pada lahan pertanaman padi seperti lahan gogo, sawah tadah hujan, hingga sistem irigasi yang mempengaruhi turunnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman, baik untuk pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Unsur hara P pada

I. PENDAHULUAN. tanaman, baik untuk pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Unsur hara P pada 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Unsur fosfor (P) merupakan unsur hara yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, baik untuk pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Unsur hara P pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas Benih 2.1.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Salah satu tantangan terbesar yang dimiliki oleh Indonesia adalah ketahanan pangan nasional. Ketahanan pangan nasional adalah masalah sensitif yang selalu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Menurut Cock (1985), ubikayu merupakan salah satu tanaman penghasil

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Menurut Cock (1985), ubikayu merupakan salah satu tanaman penghasil PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Cock (1985), ubikayu merupakan salah satu tanaman penghasil kalori penting di daerah tropik. Tanaman ubikayu ini dapat membentuk karbohidrat dengan efisien. Dalam Widodo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk terus meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan 1,34%

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk terus meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan 1,34% BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LatarBelakang Pertambahan jumlah penduduk terus meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan 1,34% (BPS, 2013), sementara itu sebagian besar penduduk Indonesia (± 90%) masih menjadikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat hasil. Penggunaan benih bermutu tinggi dalam budidaya akan menghasilkan panen tanaman yang tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Pendahuluan Pengujian pendahuluan dengan tujuan mencari metode yang dapat membedakan antara genotipe toleran dan peka yang diamati secara visual menunjukkan bahwa dari 65

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai sumber daya alam sangat penting dalam meyediakan sebahagian besar kebutuhan hidup manusia, terutama pangan. Pada saat ini kebutuhan akan pangan tidak

Lebih terperinci

Analisis stomata Analisis stomata dilakukan dengan cara mengambil sampel daun nilam yang diambil dari masing-masing nomor somaklon yang dikategorikan peka dan toleran. Daun yang diambil adalah daun ketiga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih. Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih. Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh tingginya vigor awal yang merupakan hasil dari faktor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penentuan Karakter Morfologi Penciri Ketahanan Kekeringan Pada Beberapa Varietas Kedelai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penentuan Karakter Morfologi Penciri Ketahanan Kekeringan Pada Beberapa Varietas Kedelai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Karakter Morfologi Penciri Ketahanan Kekeringan Pada Beberapa Varietas Kedelai Hasil pengamatan morfologi pada beberapa varietas kedelai yang selanjutnya diuji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak bumi pun menurun. Krisis energi pun terjadi pada saat ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. minyak bumi pun menurun. Krisis energi pun terjadi pada saat ini, untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan sumber energi semakin meningkat seiring dengan perkembangan zaman. Namun hal tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan sumber energi yang ada. Manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi yang dikenal sebagai sumber utama protein nabati yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. mempunyai nilai gizi cukup tinggi (Simatupang et al., 2005). Di antara jenis

BAB I. PENDAHULUAN. mempunyai nilai gizi cukup tinggi (Simatupang et al., 2005). Di antara jenis 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas pangan utama ketiga setelah padi dan jagung. Komoditas kedelai saat ini tidak hanya diposisikan sebagai bahan pangan dan bahan baku

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

Tanggap Fisiologi Akar Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) terhadap Cekaman Aluminium dan Defisiensi Fosfor di dalam Rhizotron

Tanggap Fisiologi Akar Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) terhadap Cekaman Aluminium dan Defisiensi Fosfor di dalam Rhizotron Tanggap Fisiologi Akar Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) terhadap Cekaman Aluminium dan Defisiensi Fosfor di dalam Rhizotron Roots Physiological Response of Sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) to Aluminum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merill.), merupakan salah satu sumber protein penting di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman kedelai

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang juga meningkat. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkat. Sementara lahan pertanian khususnya lahan sawah, yang luas

I. PENDAHULUAN. meningkat. Sementara lahan pertanian khususnya lahan sawah, yang luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan pertumbuhan sekitar 1,6 % tahun -1, sehingga mendorong pemintaan pangan yang terus meningkat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Peningkatan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan kebutuhan makanan yang bernilai gizi tinggi. Bahan makanan yang bernilai gizi tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga diperlukan untuk mencukupi kebutuhan setiap penduduk. Di Indonesia, masalah ketahanan pangan

Lebih terperinci

FISIOLOGI ADAPTASI SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) TERHADAP TOKSISITAS ALUMINIUM DAN DEFISIENSI FOSFOR DI TANAH MASAM KARLIN AGUSTINA

FISIOLOGI ADAPTASI SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) TERHADAP TOKSISITAS ALUMINIUM DAN DEFISIENSI FOSFOR DI TANAH MASAM KARLIN AGUSTINA FISIOLOGI ADAPTASI SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) TERHADAP TOKSISITAS ALUMINIUM DAN DEFISIENSI FOSFOR DI TANAH MASAM KARLIN AGUSTINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap tanaman dalam jumlah banyak. Pada tanaman jagung hara Kdiserap lebih banyak daripada hara N dan P. Lei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Tanaman tomat diduga berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan terutama Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke Italia, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya. Berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merill) merupakan salah satu tanaman pangan penting

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merill) merupakan salah satu tanaman pangan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merill) merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah padi dan jagung. Menurut Irwan (2006), kandungan gizi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul 147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDHULUAN. pertanian dalam pembangun suatu perekonomian adalah menghasilkan bahan pangan

I. PENDHULUAN. pertanian dalam pembangun suatu perekonomian adalah menghasilkan bahan pangan I. PENDHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, apabila tidak disertai dengan kenaikan produksi pangan, maka akan berpeluang menghadapi persoalan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1.Tinggi Tanaman Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida pada umur 28 dan 45 HST (lampiran 1), bahwa F-hitung lebih besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan yang sudah lama dikenal oleh

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan yang sudah lama dikenal oleh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan yang sudah lama dikenal oleh petani Indonesia khususnya di daerah Jawa, NTB dan NTT. Pada setiap daerah tanaman

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN AKUMULASI ALUMINIUM PADA AKAR SORGUM (Sorghum bicolor (L) Moench) MELALUI UJI PEWARNAAN HEMATOKSILIN

DISTRIBUSI DAN AKUMULASI ALUMINIUM PADA AKAR SORGUM (Sorghum bicolor (L) Moench) MELALUI UJI PEWARNAAN HEMATOKSILIN DISTRIBUSI DAN AKUMULASI ALUMINIUM PADA AKAR SORGUM (Sorghum bicolor (L) Moench) MELALUI UJI PEWARNAAN HEMATOKSILIN Karlin Agustina 1, *, Didy Sopandie 2, Trikoesoemaningtyas 2, Desta Wirnas 2 dan Wiwik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Gula tebu merupakan komoditi penting yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia sehari-hari. Pada akhir dua dekade ini kebutuhan gula nasional maupun per kapita dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus

I. PENDAHULUAN. keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peranan sektor pertanian tanaman pangan di Indonesia sangat penting karena keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L) Merrill) merupakan sumber protein terpenting di Indonesia. Kandungan protein kedelai sangat tinggi, sekitar 35%-40%, persentase tertinggi dari seluruh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia. Hampir 90 % masyarakat Indonesia mengonsumsi beras yang merupakan hasil olahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia pada saat ini sedang menghadapi beberapa masalah dalam menjaga ketahanan pangan untuk masa yang akan datang. Seperti negara-negara lain di dunia, Indonesia sedang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas terpenting di dunia. Sebagai tanaman kacang-kacangan sumber protein dan lemak nabati,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di dunia. Hal itu dikarenakan jagung memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di dunia. Hal itu dikarenakan jagung memiliki nilai gizi yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di dunia. Hal itu dikarenakan jagung memiliki nilai gizi yang baik serta kegunaan yang cukup beragam. Nilai gizi jagung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. satuan waktu rata-rata selama periode tertentu. Pengukuran laju pengisian biji

II. TINJAUAN PUSTAKA. satuan waktu rata-rata selama periode tertentu. Pengukuran laju pengisian biji II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laju Pengisian Biji Laju pengisian biji merupakan laju pertambahan bobot biji tanaman jagung per satuan waktu rata-rata selama periode tertentu. Pengukuran laju pengisian biji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung merupakan tanaman serealia yang menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600- 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-700 ribu ton per tahun dengan kebutuhan kedelai nasional mencapai 2 juta ton

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber

Lebih terperinci

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Hubungan air tanah dan Tanaman Fungsi air bagi tanaman Menjaga tekanan sel Menjaga keseimbangan suhu Pelarut unsur hara Bahan fotosintesis

Lebih terperinci

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya 55 5 DISKUSI UMUM Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang menghambat aktivitas fotosintesis dan translokasi fotosintat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan 49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit menjadi pemimpin dalam penghasil minyak nabati dunia (2006), dengan produksi 37,1 juta ton dari buah kelapa sawit dan lebih dari 4,3 juta ton dari kernel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol TINJAUAN PUSTAKA Tanah Inceptisol Tanah Inceptisol (inceptum = mulai berkembang) berdasarkan Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2003) menunjukkan bahwa tanah ini mempunyai horizon penciri berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Permintaan akan komoditas ini dari tahun ke tahun mengalami lonjakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produktivitas padi pada tahun 2015 hanya mencapai 5,28 t/ha (Badan Pusat

I. PENDAHULUAN. Produktivitas padi pada tahun 2015 hanya mencapai 5,28 t/ha (Badan Pusat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produktivitas padi pada tahun 2015 hanya mencapai 5,28 t/ha (Badan Pusat Statistik, 2015). Padahal potensi produksi padi misalnya Varietas Mekongga berdasarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,

Lebih terperinci