BAB III METODOLOGI. Membuat daftar persyaratan kebutuhan teknis (technical specification) Study lapangan di PT INKA Madiun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODOLOGI. Membuat daftar persyaratan kebutuhan teknis (technical specification) Study lapangan di PT INKA Madiun"

Transkripsi

1 BAB III METODOLOGI 3.1 Bagan Pemodelan Perancangan Gerbong Berikut adalah diagram alir perancangan produk, pembentukan geometri, pemodelan, dan analisa gerbong. Mulai Membuat daftar persyaratan kebutuhan teknis (technical specification) Study lapangan di PT INKA Madiun Menetukan standar baku yang akan digunakan dalam perancangan gerbong tangki Pemilihan tipe Element Menentukan fungsi struktur gerbong tangki dan membuat beberapa alternatif desain Pendeskripsian Real Constant Mendefinisikan beban yang akan ditimbulkan atau yang akan diterima oleh gerbong tangki Perhitungan dan penentuan geometri awal gerbong tangki Pendeskripsian Material Properties Pendefinisian Elemen (Mehing) Pendefinisian Beban Muatan Pemodelan desain gerbong tangki dengan modeler Ansys atau software CAD Analisa Finite Element (Finite Element Analysis) dan pembebanan statik dengan Ansys Mechanical 12 TIDAK YA Solution Pengambilan Hasil Analisa : 1. Von Misses 2. Defleksi sumbu Y Mengkaji tegangan yang terjadi pada struktur model gerbong tangki Pengambilan data Dokumentasi teknik Selesai Gambar 3. 1 Diagram alir perancangan dan analisa gerbong 43

2 44 Dari Gambar 3.1, dapat diketahui bahwa terdapat tiga tahapan dalam perancangan gerbong yaitu, perancangan gerbong dan pembentukan geometri, pemodelan gerbong, dan analisa tegangan pada gerbong. Untuk pemodelan gerbong, software yang digunakan yaitu Ansys Mechanial APDL Penentuan Geometri Gerbong Penentuan geometri gerbong dilakukan dengan menentukan jumlah kebutuhan angkut awal dan dimensi jalur rel yang akan dilalui. Geometri gerbong dapat ditentukan mulai dari wadah tangki hingga komponen lainnya. Penentuan geometri tersebut didasarkan pada pertimbangan gaya dan desain kebutuhan awal gerbong itu sendiri, sedangkan kapasitas muatan dari gerbong akan menentukan panjang dan lebar dari gerbong Penentuan Dimensi Awal Wadah Muatan Penetuan dimensi wadah muatan gerbong ditentukan dari volume yang dibutuhkan ditambah faktor kelebihan desain sebesar 1.3 dan dikombinasikan dengan batas ruang bebas material yang berlaku di Indonesia. Perhitungan wadah gerbong ditentukan sebagai berikut: Volume spesifikasi awal tangki ditentukan dari kebutuhan awal yang kita inginkan. Kebutuhan wadah angkut yang di inginkan adalah liter liter = 38 m 3 Volume yang dibutuhkan dalam pemodelan merupakan volume spesifikasi awal dikalikan dengan faktor pengali dalam pemodelan wadah muatan yang telah ditentukan dalam standar yaitu sebesar 1,3 kali dari volume awal. 1,3 x 38 m 3 = 49,4 m 3 Lebar awal desin bejana ditentukan dengan melihat ketentuan lebar lintasan dan alat penunjang lalu lintas yang ada di Indonesia. Untuk lebar gerbong yang diijinkan di indonesia adalah 3,08 meter, dari ketentuan tersebut berarti lebar gerbong tidak lebih dari 3,08 meter. Lebar yang diijinkan dikurangi dengan lebar peralatan penunjang gerbong tangki seperti tangga dan alat bongkar muat muatan sehaingga lebar untuk wadah muatan sekitar 2,4 2,5 meter.

3 45 Gambar 3. 2 Lebar lintasan standar di Indonesia 3,08 lebar peralatan penunjang = 2,4 m Panjang tabung awal merupakan perkiraan panjang awal dari wadah muatan yang diinginkan. Gambar 3. 3 Panjang perkiraan awal tabung (3-1) ( )

4 46 Tutup bejana elipsoidal dipilih untuk menentukan bentuk awal karena bentuk ini lebih efektif dan termasuk sudah aman untuk tangki yang bergerak dengan muatan cair di dalamnya. Gambar 3. 4 Diameter dan tinggi awal tutup tangki t = 0,25 m (ketentuan untuk tempat alat penunjang gerbong) D = 2,4 m (sesuai dengan diameter tabung awal yang digunakan) (3-2) Volume tabung akhir didapat dari selisih antara volume tabung awal dengan volume elipsoidal yang didapat. ( ) Panjang tabung akhir didapatkan dari volume akhir. (3-3) ( )

5 47 Total panjang bejana merupakan panjang keseluruhan dari wadah. Gambar 3. 5 Panjang total desain wadah muatan ( ) ( ) + 0,158 (3-4) Penentuan Tebal Plat Tangki Perhitungan tebal plat tangki dilakukan dengan memperhitungkan tegangan maksimal akibat tekanan yang dapat diterima oleh tangki tersebut. Tekanan kerja yang diperhitungkan adalah tekanan hidrostatik dan tekanan internal atau tekanan uap dari fluida. Tegangan maksimal terjadi pada membran shell berbentuk silinder pada wadah bejana yang digunakan. Tegangan membran akan diperhitungkan untuk menentukan tebal awal plat yang digunakan dalam desain awal. Untuk perhitungan digunakan silinder biasa dengan tutup berupa bidang datar untuk mempermudah hitungan awal. Sedangkan untuk tutup bejana yang berbentuk elipsoidal 3:1 dapat digunakan faktor pengali sesuai dengan standar keamanan yang ada. Untuk faktor pengali pada standar DOT Part 179 Specifications for Tank Car adalah sebesar 1,83 kali tebal shell yang ada. Gambar 3. 6 Arah tegangan meridional dan tegangan aksial

6 48 Untuk tegangan aksial besarnya sehingga : (3-5) Jika (3-6) Sehingga didapat tegangan aksial : (3-7) Untuk tegangan meridional besarnya sehingga : (3-8) Jika (3-9) Sehingga didapat tegangan meridional : (3-10) (3-11) Rumus diatas digunakan untuk menghitung tegangan hanya berdasarkan tekanan internal, namun untuk kasus yang dihadapi terdapat juga tekanan hidrostatik.

7 49 Sehingga kita harus menggunakan penurunan rumus tegangan membran berdasarkan tekanan hirostatik dan tekanan internal. Untuk mempermudah penghitungan kita menggunakan circular segment atau potongan melintang dari silinder yang berupa lingkaran. Keterangan : Gambar 3. 7 Potongan melintang silinder (3-12) ( ) (3-13) ( ) ( ) (3-14) ( ) ( ) (3-15) ( ) (3-16) ( ) (3-17) ( ) (3-18)

8 50 ( ) ( ) ( ) (3-19) Tegangan meridional ( m ) Tegangan meridional merupakan tegangan yang terjadi pada dinding bejana pada arah melingkar. Berikut diagram benda bebas dari tegangan meridional yang terjadi : Gambar 3. 8 DBB tegangan meridional ( ) ( ) ( ) [ ( )] {[ ( )] } ( ) [ ( )] {[ ( )] } ( ) (3-20)

9 51 Tegangan aksial ( a ) Tegangan aksial merupakan tegangan yang terjadi pada membran yang sejajar dengan arah memanjang dari bejana tersebut. Tegangan aksial dihitung seragam tanpa perbedaan pada setiap ketinggiannya. Hal ini dilakukan untuk menyerdahanakan proses perhitungan. Gambar 3. 9 DBB tegangan aksial (3-21) Dari rumus diatas tegangan yang berfariasi hanya untuk tegangan meridional sedangkan tegangan aksial dianggap seragam. Pada setiap ketinggian tegangan meridional akan berbeda perhitungan dilakukan pada sudut kritis yang ada. Sudut kritis bisa terdapat pada titik terendah, titik tertinggi atau tepat pada titik perbedaan tebal yang ada, misalnya pada dudukan tangki.

10 52 Gambar Sudut kritis perhitungan Dari Gambar 3.10 kita dapat mengambil titik ritis pada sudut theta 1 0, 20 0, 130 0, 180 0, Dan untuk sudut alfa besarnya tetap yaitu Untuk data yang lain digunakan asumsi awal sesuai data yang didapat saat study lapangan di PT INKA. Asumsi awal seperti tebal plat yang digunakan adalah 10 mm. Data tersebut digunakan dalam perhitungan tegangan aksial dan tegangan meridional maka akan didapat besar tegangan sebagai berikut : Tabel 3. 1 Hasil perhitungan tegangan meridional dan tegangan aksial No Sudut theta Sudut alfa Tegangan meridional Tegangan aksial (MPa) (MPa) ,320 4, ,315 4, ,141 4, ,084 4, ,665 4,270

11 53 Dari Tabel 3.1 di atas tegangan terbesar terjadi pada sudut 270 0, namun perbedaan tegangan yang terjadi tidak terlalu besar sehingga dapat diambil tegangan terbesar sebagai acuan awal yaitu untuk tegangan meridional sebesar 9,665 MPa dan tegangan aksial sebesar 4,270 MPa. Dari tegangan meridional dan tegangan aksial kita dapat memperhitungkan tegangan ekuivalen yang terjadi. Tegangan ekuivalen dapat dihitung dengan perhitungan persamaan tegangan ekuivalen kriteria Von Misses. Persamaan tegangan ekuivalen sebagai berikut : (3-22) Dari tabel 3. 1 didapat besar tegangan : Maka tegangan ekuivalen dapat dihitung sebagai berikut : ( ) Setelah didapat tegangan ekuivalen kita dapat mencari faktor keamanan dari tebal plat asumsi. Besarnya faktor keamanan untuk tebal plat 10 mm adalah sebagai berikut : (3-23)

12 54 Dari bilangan faktor keamanan yang didapat maka tebal 10 mm masih dapat diperkecil untuk mendapatkan efisiensi dalam produksi. Kita dapat menentukan tebal plat yang digunakan dengan mengolah kembali rumus tegangan meridional dan tegangan aksial. ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) * ( ) ( ) + * ( ) ( ) + * ( ) ( ) + * ( ) ( ) + Dengan : (3-24) [ ( ) ] (3-25)

13 55 [ ( )] (3-26) (3-27) (3-28) Dari rumus (3-24) kita dapat menghitung tebal shell dari faktor keamanan yang diinginkan dengan bantuan Ms Exel. Sedangkan untuk tebal head didapat dari pengalian tebal shell dengan faktor pengali sebesar 1,83. Tabel 3.2 berikut ini memberikan hasil perhitungan yang telah dilakukan : Tabel 3. 2 Tebal shell dengan variasi faktor keamanan No SF Tebal Shell (mm) Tebal Head (mm) 1 1 0,342 0, ,685 1, ,027 1, ,370 2, ,712 3, ,055 3, ,397 4, ,739 5, ,082 5, ,424 6, ,767 6, ,109 7, ,451 8, ,794 8, ,136 9, ,479 10, ,821 10, ,164 11, ,506 11, ,848 12,533 Perhitungan yang telah dilakukan diatas hanya menggunakan beban tekanan internal dan tekanan hidrostatik muatan fluida yang diangkut. Oleh karena itu kita

14 56 perlu menetapkan faktor keamanan yang tinggi. Untuk tebal awal ditetapkan faktor keamanan sebesar 10 dengan tebal shell 3,424 mm dan tebal head 6,266 mm Penentuan Dimensi Rangka Dasar (Underframe) Pada penentuan dimensi rangka dasar (underframe), dilakukan dengan penyesuaian dengan wadah bejana yang telah ditentukan. Jarak dudukan bogie (center pivot) dengan end beam harus disesuaikan dengan jenis bogie agar presisi. Begitu juga dengan jarak center pivot dengan bagian bawah wadah. Tebal masingmasing beam dipilih yang sesuai, artinya menyamakan dengan bentuk yang ada dipasaran, nantinya akan di analsia terlebih dahulu dengan metode trial and error. Akibat penyesuaian wadah dengan bagian rangka dasar akan didapatkan jenis dan tebal awal sebagai berikut: Tabel 3. 3 Bagian rangka dasar No Nama bagian Jenis beam Jumlah Tebal (mm) 1 Center sill Rectangular hollow beam Side sill C beam End beam C beam Cross beam C beam Bolster Rectangular hollow beam 2 9 Sehingga akan didapatkan dimensi: Jarak antar center pivot Jarak center pivot dengan end beam Jarak center pivot dengan dudukan coupler Lebar total wadah Panjang total = 8000 mm = 2000 mm = 1085 mm = 2430 mm = mm

15 57 Gambar Sketsa underframe Rancangan Gerbong Setelah ketebalan dinding dari wadah gerbong tersebut ditentukan, komponen lainnya dalam gerbong dapat ditentukan. Dengan pertimbangan gaya muatan desain dari gerbong itu sendiri, dari pemilihan komponen komponen tersebut maka diperoleh spesifikasi teknis gerbong sebagai berikut : Spesifikasi Gerbong - Kapasitas = 29,64 ton - Volume = 38 m 3 - Tinggi gerbong dari kepala rel = 2639,5 mm - Lebar maksimum = 2600 mm - Jarak antar center pivot = 8000 mm - Panjang antar end sill = mm 3.3 Perhitungan Pembebanan Pembebanan dilakukan pada saat analisa. Analisa dilakukan dalam dua tahap yaitu analisa off the road (dilakukan saat di workshop) dan analisa on the road (dilakukan saat di lapangan). Dalam analisa off the road pembebanan dilakukan terhadap struktur gerbong sesuai dengan standar yang berlaku (JIS, UIC, ORE, FRA, atau DOT) sedangkan untuk analisa on the road, pembebanan diberikan kepada gerbong yang telah jadi sesuai dengan keadaan sebenarnya saat dilakukan test run.

16 58 1. Pembebanan off the road Terdapat 4 jenis pembebanan disini yaitu, pembebanan struktur, pembebanan muatan, pembebanan tekan, dan pembebanan muatan dan tekan. a. Pembebanan struktur dilakukan untuk menguji struktur gerbong saat kondisi kosong dan diam apakah tegangan dan defleksi yang terjadi masih memenuhi ambang batas. Caranya dengan menumpu bagian center pivot sebagai pengganti bogie (sebagai constraint) dan dengan memberikan gaya gravitasi pada gerbong sehingga diketahui tegangan dan defleksi pada gerbong. b. Pembebanan muatan dilakukan untuk menguji stuktur gerbong pada muatan penuh apakah struktur gerbong mampu menahan massa muatan yang telah ditentukan atau tidak. Caranya dengan memberikan tumpuan pada bagian center pivot dan diberi pembebanan maksimum yaitu sebesar muatan yang telah ditentukan dikali gaya gravitasi serta dikali factor kelebihan desain sebesar 1.3. c. Pembebanan tekan dilakukan sama hanya dengan pembebanan struktur, namun ditambah dengan gaya tekan pada dudukan coupler maksimum sebesar 150 ton. Penekanan yang dilakukan secara bertahap mulai dari 30 ton, 60 ton, 90 ton, 120 ton sampai 150 ton pada salah satu dudukan coupler arah horizontal sedangkan dudukan coupler yang lain diberikan constraint. d. Pembebanan kombinasi merupakan kombinasi dari pembebanan muatan dengan pembebanan tekan. Gerbong dengan muatan penuh ditekan secara bertahap sebesar 30 ton, 60 ton, 90 ton, 120 ton sampai 150 ton sama halnya dengan pembebanan tekan. Tabel 3. 4 Pembebanan analisa off the road Pembebanan Jenis Analisa Gravitasi Beban Muatan Gaya Tekan DBB Beban Struktur 9,81 m/s 2 - -

17 59 Beban Muatan 9,81 m/s 2 3G, 4G dan 1G, 2G, 5G - Beban Tekan 9,81 m/s 2-30, 60, 90, 120, 150 ton Beban Kombinasi 9,81 m/s 2 1G, 2G, 3G, 4G dan 5G 30, 60, 90, 120, 150 ton Keterangan : 1G = Mm x 1g ; 2G = Mm x 2g ; 3G = Mm x 3g ; 4G = Mm x 4g ; 5G = Mm x 5g 2. Pembebanan on the road Untuk pembebanan on the road dilakukan dengan memperhitungkan gaya yang terjadi pada rangkaian kereta api. Saat kereta api berjalan terdapat tahanan-tahanan yang terjadi. Ada 3 jenis lintasan yang diperhitungkan disini yaitu datar, tikungan dan tanjakan. Selain itu juga terdapat tahanan saat gerbong diberi percapatan dan kombinasi dari keseluruhan tahanan-tahanan tersebut. Asumsi awal diberikan sesuai standar yang berlaku di Indonesia dan juga berdasarkan kejadian di lapangan : Lokomotif jenis CC201 Gerbong tangki berjumlah 15 Kecepatan bervariasi km/jam Tanjakan sebesar 10 meter per 1000 meter Kelengkungan jalur rel sejauh 80 meter Percepatan sebesar 0,01 m/s 2 Berikut rumus yang digunakan dalam perhitungan tahanan yang terjadi pada suatu rangkaian gerbong :

18 60 a. Tahanan Lokomotif Tahanan lokomotif diesel di Indonesia dihitung dengan rumus berikut : dimana: m l = massa total lokomotif [ton] A = luas penampang lokomotif [m 2 ] V a b = kecepatan [km/jam] ( ) (3-29) = konstanta yang tergantung pada mekanisme dan susunan gandar = konstanta yang tergantung pada bentuk lokomotif Beberapa angka praktis : Tabel 3. 5 Angka praktis dan konstanta pada jenis-jenis lokomotif di Indonesia Besaran Jenis Lokomotif CC 201 BB 201 BB 301 BB 303 ml [ton] A [m2] a 2,86 2,65 3,5 3,5 b 0,69 0,54 0,55 0,55 [ Rangkaian menggunakan lok CC 201 karena mayoritas lokomotif yang beredar saat ini adalah lokomotif tersebut. b. Tahanan Rolling Tahanan rolling spesifik untuk kereta penumpang empat gandar dan gerbong empat gandar : (3-30) Tahanan rolling spesifik untuk gerbong dua gandar : (3-31) dimana : V = kecepatan [km/jam] Tahanan rolling: (3-32)

19 61 Gerbong yang di analisa memiliki 4 gandar. Sehingga rumus yang dipakai adalah. [ c. Tahanan Tanjakan Tahanan tanjakan pada suatu rangkaian yang terdiri dari lokomotif yang menarik beban rangkaian adalah sebagai berikut : (3-33) dimana : m l = berat lokomotif [ton] m w = berat rangkaian [ton] S = besarnya tanjakan atau lereng [ ] Untuk analisa ini digunakan gradient sebesar 10. [ d. Tahanan Lengkung Tahanan lengkung spesifik untuk lebar sepur 1067 mm adalah sebagai berikut : (3-34) Tahanan lengkung : ( ) (3-35) Untuk kasus ini dipakai tikungan terkecil minimal sebesar 80 m dengan peninggian rel bagian luar sebesar α = 5 0. [ e. Tahanan Percepatan Tahanan percepatan spesifik pada rangkaian adalah sebagai berikut: ( ) (3-36) Sehingga tahanan total akibat percapatan adalah: ( ) (3-37) dimana: α = percepatan [m/s2] c = 0,06 (untuk rangkaian lokomotif dan gerbong)

20 62 Untuk kasus ini dipakai percepatan gravitasi g = 9.81 dan percepatan lokomotif sebesar 0,01 m/s 2. [ Pembagian analisa on the road dilakukan dengan penggabungan antara tahanan yang terjadi dengan daya lokomotif yang ada dan semuanya disesuaikan dengan kejadian sesungguhnya di lapangan. Perhitungan dilakukan dengan variasi jumlah gerbong dan variasi kecepatan. Untuk hasil perhitungan atau data base perhitungan keseluruhan akan dibantu dengan program Ms Excel. Gambar Rangkaian kereta api pengangkut bahan bakar premium Berikut beberapa analisa on the road yang dilakukan : a. Analisa lintas datar Pada lintas datar tahanan yang terjadi berupa tahanan rolling, baik tahanan rolling lokomotif maupun tahanan rolling gerbong. Sebelum mengetahui gaya tahanan yang diberikan oleh gerbong, terlebih dahulu menghitung selisih antara gaya tarik lokomotif dengan tahanan lokomotif pada kecepatan tertentu untuk mengetahui gaya tarik sebenarnya yang dapat dilakukan oleh lokomotif. Diketahui kekuatan lokomotif jenis CC 201 sebesar 1945 HP atau sebesar Untuk gaya tarik lokomotif sebenarnya dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut : [ ( ( ) ) ] (3-38) dimana: F L P m l = gaya tarik lokomotif = daya lokomotif = massa total lokomotif [ton]

21 63 A = luas penampang lokomotif [m 2 ] V = kecepatan [km/jam] a = konstanta pada mekanisme dan susunan gandar b = konstanta yang tergantung pada bentuk lokomotif g = percepatan gravitasi [m/s 2 ] Setelah diketahui gaya tarik lokomotif (untuk jumlah gerbong 15) lalu dicari tahanan gerbongnya dengan rumus : * ( )+ (3-39) dimana : m w n = massa total gerbong [ton] = jumlah gerbong Rangkaian kereta api dapat berjalan apabila. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai efektif untuk kasus ini yaitu : Kecepatan yang efektif untuk kasus ini adalah 60 km/jam Besar gaya tarik lokomotif pada kecepatan 60 km/jam (F L ) adalah 23695,187 N Besar gaya tahanan rangkaian kereta pada kecepatan 60 km/jam (F W ) adalah 23584,613 N b. Analisa lintas tanjakan Pada lintas tanjakan tahanan yang terjadi berupa tahanan rolling, baik tahanan rolling lokomotif maupun tahanan rolling gerbong serta tahanan tanjakan. Gaya tarik lokomotif yang sebenarnya dihitung dari selisih antara gaya tarik lokomotif pada kecepatan tertentu dengan tahanan lokomotif : [ ( ( ) ) ] (3-40) Setelah diketahui kecepatan untuk gaya tarik untuk 15 buah gerbong kemudian dicari gaya tahanan gerbongnya dengan rumus : * ( ) ( )+ (3-41)

22 64 Dimana S adalah besar gradient tanjakan 10, artinya setiap jarak 1000 m (x) ketinggiannya sebesar 10 m (y). Dari hasil perhitungan didapatkan nilai efektif untuk kasus ini yaitu : Kecepatan yang efektif untuk kasus ini adalah 40 km/jam Besar gaya tarik lokomotif pada kecepatan 40 km/jam (F L ) adalah 35916,520 N Besar gaya tahanan rangkaian kereta pada kecepatan 40 km/jam (F W ) adalah 32981,122 N c. Analisa lintas tikungan Pada lintas tikungan tahanan yang terjadi berupa tahanan rolling, baik tahanan rolling lokomotif maupun tahanan rolling gerbong serta tahanan tikungan. Gaya tarik lokomotif yang sebenarnya dihitung dari selisih antara gaya tarik lokomotif pada kecepatan tertentu dengan tahanan lokomotif : [ ( ( ) ) ] (3-42) Setelah diketahui kecepatan untuk gaya tarik untuk 15 buah gerbong kemudian dicari gaya tahanan gerbongnya dengan rumus : * ( ) ( ) ( )+ (3-43) Dimana R adalah besar radius tikungan yang dilewati yaitu 80 meter. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai efektif untuk kasus ini yaitu : Kecepatan yang efektif untuk kasus ini adalah 45 km/jam Besar gaya tarik lokomotif pada kecepatan 45 km/jam (F L ) adalah 31859,417 N Besar gaya tahanan rangkaian kereta pada kecepatan 45 km/jam (F W ) adalah 29429,866 N d. Analisa rangkaian dengan pemberian percepatan Pada analisa rangkaian dengan pemberian percepatan tahanan yang terjadi berupa tahanan rolling, baik tahanan rolling lokomotif maupun tahanan rolling gerbong serta tahanan akibat percepatan. Gaya tarik lokomotif yang sebenarnya

23 65 dihitung dari selisih antara gaya tarik lokomotif pada kecepatan tertentu dengan tahanan lokomotif : [ ( ( ) ) ] (3-44) Setelah diketahui kecepatan untuk gaya tarik untuk 15 buah gerbong kemudian dicari gaya tahanan gerbongnya dengan rumus : * ( ) ( ) ( ( ))+ (3-45) Dimana α adalah percepatan rangkaian dan c adalah konstanta untuk rangkaian lokomotif dan gerbong. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai efektif untuk kasus ini yaitu : Kecepatan yang efektif untuk kasus ini adalah 55 km/jam Besar gaya tarik lokomotif pada kecepatan 55 km/jam (F L ) adalah 25931,831 N Besar gaya tahanan rangkaian kereta pada kecepatan 55 km/jam (F W ) adalah 23977,557 N e. Analisa rangkaian dengan kombinasi tahanan total Pada pembebanan ini tahanan yang terjadi berupa kombinasi tahanan yang telah dibahas sebelumnya yaitu tahanan rolling, tahanan tanjakan, tahanan tikungan dan tahanan percepatan. Gaya tarik lokomotif yang sebenarnya dihitung dari selisih antara gaya tarik lokomotif pada kecepatan tertentu dengan tahanan lokomotif : [ ( ( ) ) ] (3-46) Setelah diketahui kecepatan untuk gaya tarik untuk 15 buah gerbong kemudian dicari gaya tahanan gerbongnya dengan rumus : * ( ) ( ) ( ( )) ( ) ( ) ( )+ (3-47) Dari hasil perhitungan didapatkan nilai efektif untuk kasus ini yaitu : Kecepatan yang efektif untuk kasus ini adalah 35 km/jam

24 66 Besar gaya tarik lokomotif pada kecepatan 35 km/jam (F L ) adalah 41252,851 N Besar gaya tahanan rangkaian kereta pada kecepatan 35 km/jam (F W ) adalah 41120,966 N Tabel 3. 6 Pembebanan analisa on the road Jenis Analisa Tahanan Besar Tahanan Normal (N) DBB Keterangan Lintas Datar Rolling ,613 Konstan, lurus, datar. Lintas Tanjakan Rolling, Tanjakan , Lintas Tikungan Rolling, Tikungan , meter Percepatan Rolling, Percepatan ,557 0,01 m/s 2 Kombinasi Rolling, Tanjakan, Tikungan, Percepatan ,966 Kombinasi Variasi : 1G = BT x 1 ; 2G = BT x 2 ; 3G = BT x 3 ; 4G = BT x 4 ; 5G = BT x Proses Pemodelan Konstruksi Gerbong Tangki Dalam menganalisa suatu konstruksi melalui software terlebih dulu dibuat bentuk 3 dimensi agar dapat mendekati bentuk aslinya. Dengan kesepakatan sebagai berikut: Sistem sumbu yang digunakan : X = sumbu lateral Y = sumbu vertikal Z = sumbu longitudinal

25 67 Tipe elemen : Shell 4 node dengan 6 derajat kebebasan pada tiap node (shell 63) untuk memodelkan konstruksi gerbong dari struktur Sistem satuan : Milimeter (mm) untuk jarak Newton (N) untuk beban Mega Pascal (MPa) untuk tegangan Karakteristik material : SS 400 : digunakan pada wadah. SM 490A : digunakan pada underframe dan penguat. Dalam proses ini langkah-langkah yang dilakukan adalah : Persiapan Program Sebelum memulai pemodelan, untuk memudahkan dan kerapian dalam penyimpanan data hasil analisa, dibuat direktori khusus untuk setiap produk yang berbeda. Perintah yang diberikan adalah : Start > Program > ANSYS 12.0 > ANSYS Produk Launcher. Kemudian isikan kolom Job Directory dan Jobname sesuai desain produk yang akan dianalisa yaitu KKW. Setelah langkah tersebut dilakukan, klik tab Run. Setelah masuk ke jendela utama, masukkan judul pekerjaan yang dilakukan. Perintah yang diberikan adalah : Utility Menu > File > Change Title. Judul yang dimasukkan adalah KKW. Perlu diketahui sebelumnya bahwa pada software ANSYS ini tidak ada fasilitas Undo atau Redo. Karena itulah, untuk keamanan dalam proses analisa ini, file database analisa perlu disimpan secara berkala untuk mencegah terjadinya kesalahan fatal. Untuk melakukannya, klik tab SAVE_DB pada ANSYS Toolbar, dan untuk kembali ke tahapa pada saat di-save, klik RESUM_DB.

26 68 Gambar ANSYS Produk Launcher Gambar Jendela utama Ansys Mechanical APDL Preprocessing Pada tahap ini dilakukan pemodelan, pendefinisian material, dan meshing. A. Pemodelan Perintah : Preprocessor > Modelling Basis pemodelan dari software ini adalah keypoint yang dipisahkan dalam jarak koordinat (X,Y, dan Z).

27 69 Perintah : Preprocessor > Modelling > Create > Keypoint > In Active CS Perintah tersebut digunakan untuk membuat keypoint menggunakan koordinat pada coordinate system (CS). Gambar Membuat keypoint menggunakan sistem koordinat Untuk awal proses pemodelan, dibuat nomor keypoint 1 pada koordinat system dengan posisi (0,0,0) Preprocessor > Modelling > Create > Keypoint > On Line Perintah tersebut digunakan untuk membuat keypoint pada sepanjang garis yang telah dibuat sebelumnya. Preprocessor > Modelling > Create > Keypoint > KP between KPs Perintah tersebut digunakan untuk membuat keypoint ditengah-tengah antara dua buah keypoint. Dari keypoint yang dibuat, dapat digunakan untuk membuat garis (line) atau suatu luasan (area). Perintah : Preprocessor > Modelling > Create > Lines > Lines > Straight Lines Digunakan untuk membuat sebuah atau beberapa garis berdasarkan keypoint yang telah dibuat, minimal terdapat dua buah keypoint untuk membuat suatu garis.

28 70 Gambar Membuat garis awal pemodelan Preprocessor > Modelling > Create > Areas > Arbitrary > Through KPs Perintah tersebut digunakan untuk membuat area dari minimal tiga buah lines yang saling bersambung. Gambar Membuat area melalui garis Pada pemodelan awal dibuat seperempat bagian dari keseluruhan gerbong agar menyingkat waktu dan tenaga dengan catatan titik koordinat (0,0,0)

29 71 terdapat dipusat geometri gerbong, untuk membuat pemodelan secara keseluruhan akan digunakan menu reflect dengan perintah: Preprocessor > Modelling >Reflect>Area Perintah tersebut digunakan untuk merefleksikan keypoint, line, area, volume, node, elemen atau keseluruhan komponen yang terdapat pada pemodelan melalui salah satu dari tiga sumbu yakni sumbu x, sumbu y, maupun sumbu z. Seperti ditunjukan pada gambar berikut : Gambar Perintah reflect pada pemodelan Sebelum menginjak tahapan selanjutnya diwajibkan menyatukan area pemodelan satu sama lain, karena akan berpengaruh pada hasil mesh dan analisa. Ciri area yang belum menyatu adalah garis (lines) pada area yang belum terhubung masih berupa garis putus-putus. Ada tiga cara membuat area pada pemodelan menyatu, yaitu: Preprocessor>Modeling>Operate>Booleans>Glue Perintah ini digunakan pada area yang belum menyatu pada ujung-ujungnya Preprocessor>Modeling>Operate>Booleans>Overlap Perintah ini digunakan pada area yang terpotong dengan area yang lain sehingga belum bisa dikatakan menyatu. Preprocessor>Modeling>Operate>Booleans>Devide Perintah ini banyak pilihannya antara lain, area by area, area by lines, lines

30 72 by keypoints, dan sebagainya. Fungsinya untuk membagi area agar dapat di glue Pastikan keseluruhan model menyatu dengan baik agar hasil mesh dan analisa benar. B. Material Model Digunakan untuk mendefinisikan material yang sesuai dengan simmulasi yang diinginkan. Jika diinginkan kekakuan elastisnya saja yang ditinjau, maka dipilih sifat material Linear Elastic, dan untuk melihat kekakuan hingga deformasi plastisnya, dipilih Nonlinear Inelastic. Untuk mendefinisikan sifat plastis dari suatu material, terlebih dahulu didefinisikan sifat elastisnya. Kemudian dimasukkan data-data material yang digunakan pada model. Perintah : Preprocessor > Material Props > Material Models Gambar Penentuan jenis material pada model Pada material mode dibuat tiga macam model material yaitu: a. Material model 1 (SM 490A) : Structural>Linear>Elastic>Isotropic Modulus Elastisitas (EX) = 210 GPa Poisson Ratio (PRXY) = 0.3 Structural>Density Massa Jenis (DENS) = 7850 kg/m 3

31 73 b. Material model 2 (SS 400) : Structural>Linear>Elastic>Isotropic Modulus Elastisitas (EX) = 207 GPa Poisson Ratio (PRXY) = 0.3 Structural>Density Massa Jenis (DENS) = 7860 kg/m 3 c. Material Model 3 (Penampang Bolster) Structural>Linear>Elastic>Isotropic Modulus Elastisitas (EX) = 210 GPa Poisson Ratio (PRXY) = 0.3 C. Pendefinisian Tipe Elemen ANSYS memiliki lebih dari 150 tipe elemen yang berbeda. Setiap elemen memiliki penomoran dan prefix khusus yang mencirikannya berdasarkan kategori. Untuk penggunaan pada pemodelan produk PT. INKA (persero), maka pemilihan elemen harus sesuai dengan jenis pembebanan dan hasil keluaran yang diharapkan. Perintahnya yaitu: Preprocessor > Element Types > Add/Edit/Delete > Add Gambar Macam-macam elemen pada ANSYS

32 74 Untuk pemodelan pelat, digunakan tipe elemen SHELL. Jika pelat yang akan didefinisikan tidak berlapis, maka digunakanlah SHELL 63. Untuk pelat berlapis, gunakan SHELL 99. Untuk pemodelan rangka-rangka atau batang berprofil, digunakan elemen BEAM. Jika batang yang akan dimodelkan hanya untuk ditinjau hasil ratarata saja, digunakan BEAM5. Untk batang yang ditinjau hasil permukaan atau spesifik pada suatu lokasi, digunakan BEAM188. Untuk pemodelan struktur yang cukup kecil dan tebal, digunakan elemen SOLID. Pada umumnya, analisis benda yang menggunakan elemen SOLID akan menggunakan elemen SOLID 95. Elemen SHELL dan BEAM membutuhkan pendefinisian tebal dan penampang. Kedua parameter tersebut didefinisikan dalam Real Constant. Dalam kotak dialognya, diisikan semua parameter yang dibutuhkan dalam bagian yang akan didefinisikan tersebut. Perintahnya yaitu: Preprocessor > Real Constant > Add/Edit/Delete Gambar Pemberian jenis tebal pada elemen shell dan beam Mendefinisikan bentuk penampang batang dengan perintah Section yaitu: Preprocessor > Sections > Beam> Common Sections Dalam pemodelan ini menu section hanya digunakan pada tumpuan penahan

33 75 bawah yang terdapat pada dua buah bolster yang hanya mempunyai garis (lines), karena hanya sebagai pengganti tumpuan bogie yang tidak mempunyai tebal plat, dalam menu ini terdapat beberapa jenis penampang antara lain: silinder pejal, persegi pejal, I beam, C beam, O Beam, dan lain lain. Dapat dilihat pada gambar Gambar Section beam pada tumpuan bolster D. Meshing Pertama kali yang dilakukan adalah memberikan atribut pada elemen, yaitu dengan perintah Mesh Attributes. Sesuaikan elemen dengan Real Constant dan penampang yang dibutuhkan pada bagian yang akan di-mesh. Preprocessor >Meshing>Mesh Attributes>Picked Area

34 76 Gambar Pemberian atribut pada plat perintah Setelah diberi atribut plat, untuk membedakan atribut plat digunakan PlotCtrls>Numbering Gambar Plot numbering control Pilih real constant number pada element/attribute numbering dan pilih colors only pada numbering shown with jika hanya ingin menampilkan warna saja

35 77 Kemudian diberikan ukuran elemen sesuai kebutuhan. Bila diperlukan hasil analisis yang detail pada bagian tertentu, maka ukuran elemen di bagian tersebut harus diperkecil. Konsekuensi dalam pemberian ukuran elemen ini adalah makin kecil elemennya, makin lama waktu yang diperlukan untuk running pada software ini. Perintah : Preprocessor > MeshTool Untuk langkah pertama proses meshing dilakukan penentuan besar elemen sebesar 75 dengan klik pada lines set dan pada pilihan mesh pilih lines lalu Mesh>PickAll jika ingin satu pemodelan seragam bentuk mesh-nya. Gambar Penentuan besar elemen melalui garis Untuk memastikan hasil besaran ukuran mesh klik Plot>Lines Gambar Besaran elemen pada lines

36 78 Dilakukan meshing pada model. Diusahakan pola mesh serapi mungkin karena akan berpengaruh pada hasil akhir nanti. Bila perlu digunakan Mapped Meshing. Jika tidak bisa menggunakan Mapped Meshing, maka diatur agar ukuran elemen dapat dibuat mesh yang rapi. Terdapat dua macam shaped pada proses meshing yaitu Quad dan Tri yang berarti bentuk pada mesh apakah persegi atau segi tiga, di pemodelan ini dipilih quad karena hasil perhitungan lebih akurat. Perintah : Preprocessor > MeshTool pada pilihan mesh pilih Mesh>PickAll Gambar Hasil pemodelan setelah dimesh sebesar 75 mm Untuk mengecek berat total pemodelan dapat diketahui melalui Preprocessor>Modeling>Operate>Calc Geom Items Dari pemodelan ini didapat massa total kg, hasil ini masih dibawah batas maksimum massa yang diperbolehkan yaitu kg

LAMPIRAN A. Tabel A-1 Angka Praktis Plat Datar

LAMPIRAN A. Tabel A-1 Angka Praktis Plat Datar LAMPIRAN A Tabel A-1 Angka Praktis Plat Datar LAMPIRAN B Tabel B-1 Analisa Rangkaian Lintas Datar 80 70 60 50 40 30 20 10 F lokomotif F gerbong v = 60 v = 60 1 8825.959 12462.954 16764.636 22223.702 29825.540

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak abad ke 18 kereta api sudah digunakan untuk mengangkut berbagai jenis barang. Perkembangan paling pesat terjadi pada saat Revolusi Industri abad ke 19. Kereta

Lebih terperinci

III. METODELOGI. satunya adalah menggunakan metode elemen hingga (Finite Elemen Methods,

III. METODELOGI. satunya adalah menggunakan metode elemen hingga (Finite Elemen Methods, III. METODELOGI Terdapat banyak metode untuk melakukan analisis tegangan yang terjadi, salah satunya adalah menggunakan metode elemen hingga (Finite Elemen Methods, FEM). Metode elemen hingga adalah prosedur

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh III. METODE PENELITIAN Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh rumah tangga yaitu tabung gas 3 kg, dengan data: Tabung 3 kg 1. Temperature -40 sd 60 o C 2. Volume 7.3

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. baseplate berdasarkan metode AISC- LRFD dan simulasi program ANSYS. Adapun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. baseplate berdasarkan metode AISC- LRFD dan simulasi program ANSYS. Adapun BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tugas akhir ini merupakan studi literatur untuk menghitung dimensi baseplate berdasarkan metode AISC- LRFD dan simulasi program ANSYS. Adapun langkah-langkah untuknya dijelaskan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lab. Mekanika Struktur Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung untuk mensimulasikan kemampuan tangki toroidal penampang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO DESAIN DAN ANALISA GERBONG KERETA API PENGANGKUT BATU BALLAST DENGAN METODE ELEMEN HINGGA TUGAS AKHIR

UNIVERSITAS DIPONEGORO DESAIN DAN ANALISA GERBONG KERETA API PENGANGKUT BATU BALLAST DENGAN METODE ELEMEN HINGGA TUGAS AKHIR UNIVERSITAS DIPONEGORO DESAIN DAN ANALISA GERBONG KERETA API PENGANGKUT BATU BALLAST DENGAN METODE ELEMEN HINGGA TUGAS AKHIR ENRICKO LUTHFAN PRADITHA L2E 007 031 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN SEMARANG

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mekanika Struktur Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 33 III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian, sehingga pelaksanaan dan hasil penelitian bisa untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Dalam bab ini akan dijabarkan langkah langkah yang diambil dalam melaksanakan penelitian. Berikut adalah tahapan tahapan yang dijalankan dalam penelitian

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISA GERBONG KERETA API PENGANGKUT BATU BALLAST DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

DESAIN DAN ANALISA GERBONG KERETA API PENGANGKUT BATU BALLAST DENGAN METODE ELEMEN HINGGA DESAIN DAN ANALISA GERBONG KERETA API PENGANGKUT BATU BALLAST DENGAN METODE ELEMEN HINGGA Djoeli Satrijo 1) Enricko Luthfan Praditha 2) 1) Dosen Teknik Mesin UNDIP 2) Mahasiswa S-1 Teknik Mesin UNDIP Jurusan

Lebih terperinci

A. Penelitian Lapangan

A. Penelitian Lapangan BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian adalah usaha yang secara sadar diarahkan untuk mengetahui atau mempelajari fakta-fakta baru dan juga sebagai penyaluran hasrat ingin tahu manusia (Suparmoko, 1991).

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010 MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR SPESIFIKASI TEKNIS GERBONG a. bahwa dalam Pasal 197 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen, Penelitian ini menggunakan baja sebagai bahan utama dalam penelitian. Dalam penelitian ini profil baja

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemodelan Benda Uji pada Program AutoCAD 1. Penamaan Benda Uji Variasi yang terdapat pada benda uji meliputi diameter lubang,jarak antar lubang, dan panjang bentang.

Lebih terperinci

ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR. Anton Wijaya

ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR. Anton Wijaya ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana teknik sipil Anton Wijaya 060404116 BIDANG

Lebih terperinci

Analisis Kekuatan Konstruksi Underframe Pada Prototype Light Rail Transit (LRT)

Analisis Kekuatan Konstruksi Underframe Pada Prototype Light Rail Transit (LRT) Analisis Kekuatan Konstruksi Underframe Pada Prototype Light Rail Transit (LRT) Roby Tri Hardianto 1*, Wahyudi 2, dan Dhika Aditya P. 3 ¹Program Studi Teknik Desain dan Manufaktur, Jurusan Teknik Permesinan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemodelan Benda Uji pada Program AutoCAD 1. Penamaan Benda Uji Variasi yang terdapat pada benda uji meliputi diameter lubang, sudut lubang, jarak antar lubang, dan panjang

Lebih terperinci

Jurnal Teknika Atw 1

Jurnal Teknika Atw 1 PENGARUH BENTUK PENAMPANG BATANG STRUKTUR TERHADAP TEGANGAN DAN DEFLEKSI OLEH BEBAN BENDING Agung Supriyanto, Joko Yunianto P Program Studi Teknik Mesin,Akademi Teknologi Warga Surakarta ABSTRAK Dalam

Lebih terperinci

Jl. Banyumas Wonosobo

Jl. Banyumas Wonosobo Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-Gorong Jl. Banyumas Wonosobo Oleh : Nasyiin Faqih, ST. MT. Engineering CIVIL Design Juli 2016 Juli 2016 Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-gorong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Sengkang merupakan elemen penting pada kolom untuk menahan beban gempa. Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan tulangan utama dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran: BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API 3.1. Kerangka Berpikir Dalam melakukan penelitian dalam rangka penyusunan tugas akhir, penulis melakukan penelitian berdasarkan pemikiran: LATAR

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Materi Penelitian Penelitian ini meneliti tentang perilaku sambungan interior balok-kolom pracetak, dengan benda uji balok T dan kolom persegi, serta balok persegi dan kolom

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN SISTEM POROS-ROTOR

BAB III PEMODELAN SISTEM POROS-ROTOR BAB III PEMODELAN SISTEM POROS-ROTOR 3.1 Pendahuluan Pemodelan sistem poros-rotor telah dikembangkan oleh beberapa peneliti. Adam [2] telah menggunakan formulasi Jeffcot rotor dalam pemodelan sistem poros-rotor,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini, analisis yang dilakukan menggunakan metode elemen

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini, analisis yang dilakukan menggunakan metode elemen IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Dalam penelitian ini, analisis yang dilakukan menggunakan metode elemen hingga atau Finite Element Method (FEM) dengan software ANSYS 10. Tabung 3 kg yang dimodelkan

Lebih terperinci

Analisis Kekuatan Konstruksi Sekat Melintang Kapal Tanker dengan Metode Elemen Hingga

Analisis Kekuatan Konstruksi Sekat Melintang Kapal Tanker dengan Metode Elemen Hingga JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-183 Analisis Kekuatan Konstruksi Sekat Melintang Kapal Tanker dengan Metode Elemen Hingga Ardianus, Septia Hardy Sujiatanti,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Bagan Alir Perancangan Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur sistematika perancangan struktur Kubah, yaitu dengan cara sebagai berikut: START

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Personal Computer,

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Personal Computer, BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Personal Computer, Sofware ANSYS dan perangkat lunak lainnya. Bahan yang digunakan adalah data Concrete

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data-data Umum Jembatan Beton Prategang-I Bentang 21,95 Meter Gambar 4.1 Spesifikasi jembatan beton prategang-i bentang 21,95 m a. Spesifikasi umum Tebal lantai jembatan

Lebih terperinci

BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS

BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR: ANALISA STRUKTUR RANGKA SEPEDA FIXIE DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Andra Berlianto ( )

SIDANG TUGAS AKHIR: ANALISA STRUKTUR RANGKA SEPEDA FIXIE DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Andra Berlianto ( ) SIDANG TUGAS AKHIR: ANALISA STRUKTUR RANGKA SEPEDA FIXIE DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Andra Berlianto (2107 100 161) Abstrak Kekuatan rangka merupakan hal utama yang harus diperhatikan dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB IV ANALISA STRUKTUR BAB IV ANALISA STRUKTUR 4.1 Data-data Struktur Pada bab ini akan membahas tentang analisa struktur dari struktur bangunan yang direncanakan serta spesifikasi dan material yang digunakan. 1. Bangunan direncanakan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN PENYERAPAN ENERGI CRASH BOX MULTI SEGMEN MENGGUNAKAN SIMULASI KOMPUTER

KEMAMPUAN PENYERAPAN ENERGI CRASH BOX MULTI SEGMEN MENGGUNAKAN SIMULASI KOMPUTER KEMAMPUAN PENYERAPAN ENERGI CRASH BOX MULTI SEGMEN MENGGUNAKAN SIMULASI KOMPUTER Halman 1, Moch. Agus Choiron 2, Djarot B. Darmadi 3 1-3 Program Magister Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen dengan menggunakan program AutoCAD, FreeCAD, dan LISA FEA. Penelitian ini menggunakan profil

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : ANALISIS SIMULASI PENGARUH SUDUT CETAKAN TERHADAP GAYA DAN TEGANGAN PADA PROSES PENARIKAN KAWAT TEMBAGA MENGGUNAKAN PROGRAM ANSYS 8.0 I Komang Astana Widi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan komponen struktur jalan rel dan kualitas rel yang baik berdasarkan standar yang berlaku di

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN Data-data yang telah didapatkan melalui studi literatur dan pencarian data di lokasi penambangan emas pongkor adalah : 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukaan

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS PEMODELAN BENDA UJI BALOK BETON UNTUK MENENTUKAN KUAT LENTUR DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE KOMPUTER

STUDI ANALISIS PEMODELAN BENDA UJI BALOK BETON UNTUK MENENTUKAN KUAT LENTUR DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE KOMPUTER STUDI ANALISIS PEMODELAN BENDA UJI BALOK BETON UNTUK MENENTUKAN KUAT LENTUR DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE KOMPUTER KOMARA SETIAWAN NRP. 0421042 Pembimbing : Anang Kristanto, ST., MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO Oleh, RIFCHI SULISTIA ROSADI 3109100066 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN MODEL

BAB IV PEMBUATAN MODEL BAB IV PEMBUATAN MODEL 4.1. Pembuatan Model Geometri Untuk menganalisa dengan menggunakan metode elemen hingga hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat model geometri dari vessel tersebut terlebih

Lebih terperinci

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS BAB III STUDI KASUS Pada bagian ini dilakukan 2 pemodelan yakni : pemodelan struktur dan juga pemodelan beban lateral sebagai beban gempa yang bekerja. Pada dasarnya struktur yang ditinjau adalah struktur

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. Modul 2 : GERAK DINAMIK JALAN REL PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. Modul 2 : GERAK DINAMIK JALAN REL PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL Modul 2 : GERAK DINAMIK JALAN REL OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik pergerakan lokomotif Mahasiswa dapat menjelaskan keterkaitan gaya tarik lokomotif dengan kelandaian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 HASIL PERHITUNGAN DENGAN SUDUT KEMIRINGAN KEARAH DEPAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 HASIL PERHITUNGAN DENGAN SUDUT KEMIRINGAN KEARAH DEPAN 30 BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 HASIL PERHITUNGAN DENGAN SUDUT KEMIRINGAN KEARAH DEPAN Tabel 4.2 Kapasitas beban angkat dengan variasi kemiringan sudut ke arah depan. Kemiringan Linde H25D No Sudut ke

Lebih terperinci

BAB IV PEMBEBANAN PADA STRUKTUR JALAN REL

BAB IV PEMBEBANAN PADA STRUKTUR JALAN REL BAB IV PEMBEBANAN PADA STRUKTUR JALAN REL 1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Mengetahui prinsip pembebanan yang bekerja pada struktur jalan

Lebih terperinci

B. Peralatan penelitian

B. Peralatan penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN METODELOGI PENELITIAN A. Materi penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sistem struktur portal rangka baja yang pada awalnya tanpa menggunakan pengikat

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 8 ketentuan umum jalan rel OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan persyaratan umum dalam desain jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa pengertian kecepatan kereta api terkait

Lebih terperinci

PUNTIRAN. A. pengertian

PUNTIRAN. A. pengertian PUNTIRAN A. pengertian Puntiran adalah suatu pembebanan yang penting. Sebagai contoh, kekuatan puntir menjadi permasalahan pada poros-poros, karena elemen deformasi plastik secara teori adalah slip (geseran)

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Penopang 3.1.1. Batas Kelangsingan Batas kelangsingan untuk batang yang direncanakan terhadap tekan dan tarik dicari dengan persamaan dari Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

ANALISIS KEKUATAN UNDER FRAME KERETA BARANG MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISIS KEKUATAN UNDER FRAME KERETA BARANG MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA NLISIS KEKUTN UNDER FRME KERET BRNG MENGGUNKN METODE ELEMEN HINGG Djoeli Satrijo 1), Tony Prahasto 2) bstrak Kereta merupakan salah satu modal transportasi massal untuk barang dan penumpang yang penting.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Struktur Bangunan Suatu sistem struktur kerangka terdiri dari rakitan elemen struktur. Dalam sistem struktur konstruksi beton bertulang, elemen balok, kolom, atau dinding

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PROSEDUR ANALISA UMUM Tulisan ini merupakan sebuah penelitian yang menggunakan bantuan program ANSYS v8.0 sebagai program simulasi. Proses simulasi itu sendiri dilakukan

Lebih terperinci

PENENTUAN PERBANDINGAN DIAMETER NOZZLE TERHADAP DIAMETER SHELL MAKSIMUM PADA AIR RECEIVER TANK HORISONTAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

PENENTUAN PERBANDINGAN DIAMETER NOZZLE TERHADAP DIAMETER SHELL MAKSIMUM PADA AIR RECEIVER TANK HORISONTAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA PENENTUAN PERBANDINGAN DIAMETER NOZZLE TERHADAP DIAMETER SHELL MAKSIMUM PADA AIR RECEIVER TANK HORISONTAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Willyanto Anggono 1), Hariyanto Gunawan 2), Ian Hardianto

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2] BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Elemen Hingga Analisa kekuatan sebuah struktur telah menjadi bagian penting dalam alur kerja pengembangan desain dan produk. Pada awalnya analisa kekuatan dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skema Dan Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja mesin pemotong krupuk rambak kulit ini adalah sumber tenaga motor listrik ditransmisikan kepulley 2 dan memutar pulley 3 dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Interaksi Sistem Kegiatan Dan Jaringan Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para perencana transportasi adalah sebagai berikut: 1. Memahami cara kerja

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Bagian-bagian mesin press BTPTP [9]

Gambar 2.1 Bagian-bagian mesin press BTPTP [9] BAB II DASAR TEORI MESIN PRESS BTPTP, KARAKTERISTIK BTPTP DAN METODE ELEMEN HINGGA 2.1 Mesin press BTPTP Pada dasarnya prinsip kerja mesin press BTPTP sama dengan mesin press batako pada umumnya dipasaran

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Struktur Jalan Rel Struktur Atas Struktur Bawah Struktur jalan rel adalah struktur elastis dengan pola distribusi beban yang rumit

Lebih terperinci

MODIFIKASI DESAIN RANGKA SANDARAN KURSI PADA PERANGKAT RENOGRAF TERPADU

MODIFIKASI DESAIN RANGKA SANDARAN KURSI PADA PERANGKAT RENOGRAF TERPADU MODIFIKASI DESAIN RANGKA SANDARAN KURSI PADA PERANGKAT RENOGRAF TERPADU Muhammad Awwaluddin, Tri Hardjanto, Sanda, Joko Sumanto, Benar Bukit PRFN BATAN, Kawasan Puspiptek Gd 71, Tangerang Selatan - 15310

Lebih terperinci

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BALOK BERLUBANG

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BALOK BERLUBANG PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BALOK BERLUBANG TUGAS AKHIR Oleh : Komang Haria Satriawan NIM : 1104105053 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015 NPERNYATAAN Yang bertanda

Lebih terperinci

Perhitungan Struktur Bab IV

Perhitungan Struktur Bab IV Permodelan Struktur Bored pile Perhitungan bore pile dibuat dengan bantuan software SAP2000, dimensi yang diinput sesuai dengan rencana dimensi bore pile yaitu diameter 100 cm dan panjang 20 m. Beban yang

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR FRAME-SHEAR WALL

ANALISIS STRUKTUR FRAME-SHEAR WALL ANALISIS STRUKTUR FRAME-SHEAR WALL Suatu model struktur portal dengan dinding geser ( shear wall ) bangunan gedung 6 lantai dari beton bertulang dengan konfigurasi seperti pada gambar. Atap Lantai 5 3,5m

Lebih terperinci

Pertemuan 8 KUBAH TRUSS BAJA

Pertemuan 8 KUBAH TRUSS BAJA Halaman 1 dari Pertemuan 8 Pertemuan 8 KUBAH TRUSS BAJA Gambar di bawah ini adalah DENAH ATAP dan TAMPAK TRUSS B yang simetri dari struktur atap konstruksi baja berbentuk kubah yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS TEKAN PROFIL-C BAJA CANAI DINGIN MENGGUNAKAN SNI 7971:2013 DAN AISI 2002

ANALISIS KAPASITAS TEKAN PROFIL-C BAJA CANAI DINGIN MENGGUNAKAN SNI 7971:2013 DAN AISI 2002 Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 ANALISIS KAPASITAS TEKAN PROFIL-C BAJA CANAI DINGIN MENGGUNAKAN SNI 7971:2013 DAN AISI 2002 Tania Windariana Gunarto 1 dan

Lebih terperinci

BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV

BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV 3.1 Metodologi Optimasi Desain Tabung COPV Pada tahap proses mengoptimasi desain tabung COPV kita perlu mengidentifikasi masalah terlebih dahulu, setelah itu melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Umum Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral dan aksial. Suatu batang yang menerima gaya aksial desak dan lateral secara bersamaan disebut balok

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA 104+000- STA 147+200 PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU Vicho Pebiandi 3106 100 052 Dosen Pembimbing Ir. Wahyu Herijanto,

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) dalam Perencanaan Jembatan Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan mengumpulkan data dan informasi

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH David Bambang H NRP : 0321059 Pembimbing : Daud Rachmat W., Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

ANALISA KONSTRUKSI DAN PERECANAAN MULTIPLE FIXTURE

ANALISA KONSTRUKSI DAN PERECANAAN MULTIPLE FIXTURE ANALISA KONSTRUKSI DAN PERECANAAN MULTIPLE FIXTURE Richy Dwi Very Sandy 2106.100.085 Dosen Pembimbing: Ir. Sampurno, MT Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI LEMBAR PERYATAAN ORIGINALITAS LAPORAN LEMBAR PERSEMBAHAN INTISARI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III MODELISASI STRUKTUR

BAB III MODELISASI STRUKTUR BAB III MODELISASI STRUKTUR III.1 Prosedur Analisis dan Perancangan Start Investigasi Material Selection Preliminary Structural System Height,Story,spam, Loading Soil cond Alternative Design Criteria Economic

Lebih terperinci

ELEMEN-ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN

ELEMEN-ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN ELEMEN-ELEMEN BANGUNAN Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan di atas tanah. Fungsi struktur dapat disimpulkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG TUGAS AKHIR 1 HALAMAN JUDUL PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Fakultas Teknik Program

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Prosedur Penelitian Untuk mengetahui penelitian mengenai pengaruh tingkat redundansi pada sendi plastis perlu dipersiapkan tahapan-tahapan untuk memulai proses perancangan,

Lebih terperinci

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran Bab 5 Puntiran 5.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas mengenai kekuatan dan kekakuan batang lurus yang dibebani puntiran (torsi). Puntiran dapat terjadi secara murni atau bersamaan dengan beban aksial,

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) 1 PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai S-1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

PERANCANGAN MEKANISME ALAT ANGKUT KAPASITAS 10 TON TESIS

PERANCANGAN MEKANISME ALAT ANGKUT KAPASITAS 10 TON TESIS PERANCANGAN MEKANISME ALAT ANGKUT KAPASITAS 10 TON TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Universitas Pasundan Bandung AGUS SALEH NPM :128712004 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Khusus Pembangunan jalur dan stasiun Light Rail Transit akan dilaksanakan menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan jalur layang (Elevated) dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Penggunaan program PLAXIS untuk simulasi Low Strain Integrity Testing pada dinding penahan tanah akan dijelaskan pada bab ini, tentunya dengan acuan tahap

Lebih terperinci

Prosiding SENTIA 2016 Politeknik Negeri Malang Volume 8 ISSN:

Prosiding SENTIA 2016 Politeknik Negeri Malang Volume 8 ISSN: ANALISIS KEKUATAN KOSTUM TIKUS PADA KONSTRUKSI SALURAN KABEL UDARA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH SECARA PEMODELAN MENGGUNAKAN CATIA V5 Akhmad Faizin, Dipl.Ing.HTL, M.T. Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN ANALISIS PROFIL CFS (COLD FORMED STEEL) DALAM PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN Torkista Suadamara NRP : 0521014 Pembimbing : Ir. GINARDY HUSADA, MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Pendahuluan POKOK BAHASAN 1 PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A TABEL. 1. Tabel Dimensi Class 300 Flanges Drilling

LAMPIRAN A TABEL. 1. Tabel Dimensi Class 300 Flanges Drilling DAFTAR PUSTAKA [1]. Bednar,H. Henry. P.E. 1986. Pressure Vessel Design Handbook. Krieger Publishing Company. Florida [2]. Budynas, Richard. G. dan J. Keith Nisbeth. 2011. Shigley s Mechanical Engineering

Lebih terperinci

SAP Pemodelan Struktur Balok Lengkung menggunakan CAD

SAP Pemodelan Struktur Balok Lengkung menggunakan CAD SAP2000 - Pemodelan Struktur Balok Lengkung menggunakan CAD Pemodelan struktur untuk jenis yang agak rumit seperti balok lengkung dengan cara langsung pada SAP2000 mungkin sulit karena perlu mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari pelat baja vertikal (infill plate) yang tersambung pada balok dan kolom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari pelat baja vertikal (infill plate) yang tersambung pada balok dan kolom BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Steel Plate Shear Walls Steel Plate Shear Walls adalah sistem penahan beban lateral yang terdiri dari pelat baja vertikal (infill plate) yang tersambung pada balok dan kolom

Lebih terperinci

BAB 4 STUDI KASUS. Sandi Nurjaman ( ) 4-1 Delta R Putra ( )

BAB 4 STUDI KASUS. Sandi Nurjaman ( ) 4-1 Delta R Putra ( ) BAB 4 STUDI KASUS Struktur rangka baja ringan yang akan dianalisis berupa model standard yang biasa digunakan oleh perusahaan konstruksi rangka baja ringan. Model tersebut dianggap memiliki performa yang

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER BAB I EALUASI KINERJA DINDING GESER 4.1 Analisis Elemen Dinding Geser Berdasarkan konsep gaya dalam yang dianut dalam SNI Beton 2847-2002, elemen struktur dinding geser tidak dicek terhadap kegagalan gesernya.

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang I-1

I.1 Latar Belakang I-1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Berbagai jenis struktur, seperti terowongan, struktur atap stadion, struktur lepas pantai, maupun jembatan banyak dibentuk dengan menggunakan struktur shell silindris.

Lebih terperinci

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM 109+635 SAMPAI DENGAN KM 116+871 ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA DOUBLE TRACK GEOMETRIC INVESTIGATION FROM KM 109+635 UNTIL KM 116+870 BETWEEN CIGANEA

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2012 di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. 3.1 Diagram Alir Perancangan Struktur Atas Bangunan. Skematik struktur

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. 3.1 Diagram Alir Perancangan Struktur Atas Bangunan. Skematik struktur BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Diagram Alir Perancangan Struktur Atas Bangunan MULAI Skematik struktur 1. Penentuan spesifikasi material Input : 1. Beban Mati 2. Beban Hidup 3. Beban Angin 4. Beban

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Estika 1 dan Bernardinus Herbudiman 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci