PROPOSAL TUGAS AKHIR. PERENCANAAN SITE NODAL TRANSMISI PADA SISTEM SELULER STUDI KASUS: PT INDOSAT Tbk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROPOSAL TUGAS AKHIR. PERENCANAAN SITE NODAL TRANSMISI PADA SISTEM SELULER STUDI KASUS: PT INDOSAT Tbk"

Transkripsi

1 PROPOSAL TUGAS AKHIR PERENCANAAN SITE NODAL TRANSMISI PADA SISTEM SELULER STUDI KASUS: PT INDOSAT Tbk Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama : Ilham Perdana NIM : Jurusan : Teknik Elektro Peminatan : Telekomunikasi Pembimbing : PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009

2 LEMBAR PENGESAHAN PERENCANAAN SITE NODAL TRANSMISI PADA SISTEM SELULER STUDI KASUS: PT INDOSAT Tbk Disusun Oleh : Nama : Ilham Perdana NIM : Program Studi : Teknik Elektro Peminatan : Telekomunikasi Mengetahui, Pembimbing Koordinator TA ( ) (.) Mengetahui, Ketua Program Studi Teknik Elektro ( )

3 I LATAR BELAKANG MASALAH Sistem komunikasi semakin berkembang dengan banyaknya orang yang menghendaki terjaminnya kontinuitas hubungan telekomunikasi, tidak terbatas saat pemakai dalam keadaan diam ditempat juga ketika mereka dalam keadaan bergerak. Untuk itu lahirnya komunikasi bergerak seluler dimana pengguna komunikasi tidak lagi terbatas oleh ruang gerak merupakan solusi yang baik untuk menjamin kontinuitas hubungan komunikasi yang saat ini sangat penting. Kelebihan dari sistem komunikasi bergerak seluler adalah mobilitas dan kontinuitas komunikasi. Mobile station dapat menggunakan layanan dari operator selama masih dalam area cakupan BTS dimana MS berada, pergerakan MS diakomodasi oleh BTS-BTS yang dihubungkan satu sama lainnya dalam satu jaringan. BTS-BTS ini dihubungkan oleh suatu jaringan transmisi menggunakan media fiber optik maupun microwave sebagai media transmisinya. Dalam implementasi di lapangan, media transmisi microwave lebih banyak digunakan karena keunggulannya dalam hal kecepatan instalasi dan harga yang relatif lebih murah. Pada perkembangannya, pengguna telepon selular saat ini bukan hanya berada di kota-kota besar namun juga menjangkau hingga ke pelosok daerah di seluruh Indonesia. Tingginya demand ini tentunya harus diakomodasi dengan tersedianya jaringan yang handal dan cakupan luas untuk meminimalisir blankspot dan menjangkau hingga ke pelosok daerah. Guna memenuhi tuntutan tersebut, perluasan jaringan hingga ke pelosok daerah yang diawali dengan perencanaan yang matang mutlak diperlukan. Adakalanya operator harus membangun BTS di daerah dimana mustahil untuk menghubungkan antara BTS A dengan BTS B dalam 1 hop microwave, walaupun dari perspektif lintasan propagasi memungkinkan. Hal ini dapat disebabkan oleh obstacle yang menghalangi lintasan propagasi antara BTS A dan BTS B sehingga keadaan LOS tidak terjadi.

4 Solusi untuk masalah ini adalah membangun site nodal pada posisi diantara kedua BTS tersebut. Fungsi dari site nodal tersebut adalah untuk menghubungkan link transmisi dari BTS A ke BTS B. Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai pembangunan site nodal dari sisi perencanaan link transmisi, mulai dari penentuan titik koordinat, optimasi dan desain untuk kemungkinan ekspansi menjadi coverage base station. II PERMASALAHAN 2.1 RUMUSAN MASALAH Permasalahan yang diamati dalam pengerjaan skripsi ini adalah : 1. Penentuan lokasi site nodal Pule milik PT Indosat pada area Jawa Timur 2. Bagaimana membuat suatu desain perencanaan link nodal seefisien mungkin dan mencakup permasalahan manajemen proyek, dan proyeksi perluasan jaringan ke depan sesuai dengan demand pelanggan yang meningkat. 2.2 BATASAN MASALAH Dalam menganalisis perencanaan link transmisi ini, penulis akan membatasi masalah yang mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Penelitian dilakukan pada site nodal milik PT Indosat, Tbk di Jawa Timur 2. Pembahasan dibatasi hanya pada perencanaan link microwave khususnya proses penentuan lokasi site nodal dan link transmisinya. 3. Pembahasan tidak mencakup perencanaan kapasitas kanal dalam perencanaan jaringan transmisi seluler. III TUJUAN DAN MANFAAT

5 Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah: 1. Menganalisis langkah-langkah penentuan site nodal pada transmisi sistem seluler dan keterkaitannya antar departemen pada PT Indosat, Tbk 2. Menganalisis hal-hal yang menjadi kendala dalam perencanaan dan implementasi di lapangan. 3. Menganalisis proses pembangunan site nodal di PT Indosat dari sisi teknis, proyek dan proyeksi perluasan jaringan ke depan Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah mengetahui langkahlangkah dan proses perencanaan site nodal dalam lingkungan PT Indosat Tbk IV METODE PENELITIAN 4.1 METODOLOGI Pengerjaan tugas akhir ini menggunakan metode Studi literatur dan Observasi. Studi literatur bertujuan mempelajari dasar teori dan literaturliteratur mengenai konsep perencanaan jaringan transmisi microwave pada jaringan komunikasi seluler. Studi observasi bertujuan untuk pengamatan data yang diperlukan sebagai alat bantu untuk menganalisa permasalahan dalam tugas akhir. 4.2 SISTEMATIKA PENULISAN

6 Sistematika penulisan tugas akhir ini mengikuti pola sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang pembuatan Tugas Akhir, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini membahas teori teori dan konsep dasar perencanaan transmisi microwave pada jaringan seluler BAB III OBSERVASI DAN STUDI KASUS BAB IV Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis terhadap data lapangan yang diperoleh mulai dari hasil survey, analisis tool Pathloss dan plotting koordinat site. Akan dibahas juga mengenai proyeksi ke depan demand di daerah tersebut yang mempengaruhi perencanaan dan implementasi proyek PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI PROYEK Bab ini menampilkan proses perencanaan dan implementasi proyek yang telah direncanakan, dilihat dari sisi proyek dan teknis BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan berisi kesimpulan dari Tugas Akhir ini secara keseluruhan dan saran untuk perbaikan dan pengembangan pada penelitian berikutnya.

7 V LANDASAN TEORI 5.1 PERENCANAAN LINK MICROWAVE Saluran (link) microwave beroperasi antara frekuensi 2 58 GHz. Sistem yang dipakai sekarang adalah sistem digital microwave dimana memunyai keuntungan dibandingkan dengan sistem analogue microwave, yaitu : 1. Lebih tahan terhadap interferensi 2. Lebih tahan terhadap deep fading 3. Kapasitas tinggi antara Mbps 4. Mudah, cepat dan murah diinstalasi Semakin tinggi frekuensi, semakin pendek pula jarak link transmisi. Karena rentang frekuensi yang lebar, saluran microwave dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori utama : 1. Long Haul Frekuensi kerja dari link ini adalah 2-10 GHz. Pada kondisi iklim dan frekuensi kerja optimal, jarak yang bisa ditempuh mencapai rentang 80 km hingga 45 km. Link ini terpengaruh oleh multipath fading. Frekuensi yang biasa dipergunakan adalah 2, 7 dan 10 GHz. 2. Medium Haul Frekuensi kerja dari link ini adalah dari GHz. Panjang hop bervariasi antara 40 km dan 20 km, tergantung dari kondisi iklim dan frekuensi yang dipergunakan. Multipath fading dan redaman hujan berpengaruh pada performansi link ini. Frekuensi yang biasa dipergunakan adalah 13, 15 dan 18 GHz. 3. Short Haul Beroperasi pada range frekuensi tinggi (23-58 GHz) dan menjangkau jarak paling pendek. Pada penggunaannya, untuk frekuensi yang lebih rendah dalam rentang frekuensi ini terpengaruh oleh multipath fading dan redaman hujan sekaligus. Pada rentang frekuensi yang lebih tinggi dan panjang hop hanya beberapa kilometer, multipath tidak begitu berpengaruh, namun redaman hujan mengakibatkan atenuasi yang cukup mengganggu sebesar 3 7 db/km

8 pada curah hujan 20 mm/h. Frekuensi kerja yang dipergunakan adalah 23, 26, 27, 38, 55, dan 58 GHz Microwave Link Komponen utama dari sebuah link microwave adalah: 1. Indoor Unit (IDU) 2. Outdoor Unit (ODU) 3. Antena 4. Waveguide 5. Menara Microwave Penjelasan dari masing-masing komponen microwave link tersebut adalah: 1. Indoor Unit (IDU) Selain berfungsi sebagai modulator-demodulator sinyal. IDU juga berfungsi sebagai forward error correction (FEC), multiplexing user data, control unit (monitoring dan controlling radio unit melalui NMS) dan berfungsi sebagai kanal komunikasi antara NMS dan ODU. Daya ke perangkat radio microwave dicatu melalui IDU. Indoor unit biasanya ditempatkan di kabinet atau gedung yang tertutup agar tidak terpapar kondisi luar ruangan seperti ODU. 2. Outdoor Unit (ODU) Berfungsi mengkonversi sinyal digital termodulasi yang mempunyai frekuensi rendah ke frekuensi tinggi. Terdiri atas pengirim (transmitter) dan penerima (receiver), karena itu disebut juga radio transceiver. Sinyal yang diterima didemodulasi menjadi sinyal intermediate frequency (IF) atau base band (BB) sebelum diteruskan ke IDU. Daya ODU dicatu dari IDU melalui kabel koaksial. 3. Antena Antena merupakan struktur yang mentransfer energi elektromagnetik dari ruang bebas menuju saluran transmisi dan sebaliknya. 4. Waveguide Meminimalisir redaman (loss) merupakan salah satu kunci dari perancangan link microwave. Kabel dan waveguides berpengaruh terhadap redaman yang

9 terjadi. Di bawah frekuensi 2 GHz, digunakan kabel koaksial karena alasan ekonomis. Untuk frekuensi diatas 2 GHz digunakan waveguide. Dielektrik yang digunakan pada kabel koaksial adalah foam dielectric dengan diameter ½, 7/8, dan 5/8 inci. Semakin kecil diameternya, maka atenuasinya akan meningkat. Jika feeder loss yang diinginkan sangat rendah, maka yang digunakan adalah dielektrik udara karena mempunya atenuasi yang lebih rendah dibanding foam dielectric. 5. Menara Terdapat beberapa macam tipe menara yang digunakan untuk menempatkan antena microwave (MW). Untuk antena yang berukuran lebih kecil dapat ditempatkan di atas gedung menggunakan pole dengan panjang 5 meter. Untuk penempatan dengan jumlah antena yang banyak digunakan menara dengan struktur berpenguat sendiri (self-supporting tower). Jumlah antena dan beban total harus benar-benar diperhitungkan agar tidak melampaui kapasitas beban (load bearing capacity) dari menara Microwave Link Design Tujuan utama dari perencanaan link microwave adalah untuk memastikan bahwa jaringan microwave dapat beroperasi dengan kinerja yang tinggi pada segala tipe kondisi atmosfir. Perencanaan link microwave mencakup 4 langkah penting : Perhitungan lintasan (path calculations) Perhitungan tinggi antena Perencanaan frekuensi dan perhitungan interferensi Perhitungan kinerja (performance calculations) Perencanaan link microwave sangat tidak terduga, segala faktor yang memungkinkan terjadinya redaman harus diperhitungkan dengan teliti. Untuk itu dalam merencanakannya memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat atmosfir

10 5.1.3 Line Of Sight (LOS) Pada teknik gelombang mikro, suatu hubungan komunikasi disebut Line of Sight (LOS), jika antara antena pengirim dan penerima dapat saling melihat tanpa adanya penghalang pada lintasan pada batas-batas tertentu. Parameter - parameter dalam popagasi line of sight antara lain: panjang lintasan, faktor k, tinggi tonjolan bumi, daerah Fresnel, tinggi penghalang dan tinggi penghalang tambahan. Dimana: Ta1 = tinggi antena stasiun pemancar (m) Ta2 = tinggi antena stasiun penerima (m) Ap1 = altitude stasiun pemancar (m) Ap2 = altitude stasiun penerima (m) C = clearance (m) P1 = tinggi penghalang (m) k = faktor kelengkungan bumi d1 = jarak penghalang ke pemancar (m) d2 = jarak penghalang ke penerima (m) a. Panjang lintasan Panjang lintasan merupakan jarak antara antenna pemancar dengan antenna penerima yang dapat ditentukan dengan pengukuran pada peta topografi.

11 b. Faktor k Dalam propagasi, sebuah sinyal dari pengirim ke penerima tidak selamanya merupakan suatu lintasan yang lurus. Pada kondisi atmosfer tertentu kurva sinyal dapat mengalami refraksi melengkung menjauhi atau mendekati permukaan bumi, maka hal itu perlu diantisipasi dengan mengunakan suatu factor pengali jari-jari bumi yang disebut faktor k. Untuk kondisi atmosfer seperti di Indonesia, digunakan faktor k sebesar 4/3 atau 1,33. c. Daerah Fresnel Daerah Fresnel atau Fresnel zone adalah tempat kedudukan titik sinyal tidak langsung yang berbentuk ellips dalam lintasan propagasi gelombang radio dimana daerah tersebut dibatasi oleh gelombang tak langsung (indirect signal) dan mempunyai beda panjang lintasan dengan sinyal langsung sebesar kelipatan ½λ atau 2 kali ½λ. Jika sinyal langsung dan tak langsung berbeda panjang lintasan sebesar ½λ, maka kedua sinyal tersebut akan berbeda fasa 180º, artinya kedua sinyal tersebut akan saling melemahkan. Fresnel pertama merupakan daerah yang mempunyai fading multipath terbesar, sehingga diusahakan untuk daerah Fresnel pertama dijaga agar tidak dihalangi oleh obstacle. Secara matematis daerah Fresnel didekati dengan rumus sebagai berikut: dimana: Fn = jarak lintasan tertentu terhadap lintasan LOS (m) n = daerah Fresnel ke n d1 = jarak ujung lintasan (pemancar/penerima) ke penghalang (km) d2 = jarak ujung lintasan lain (pemancar.penerima ke penghalang (km) f = frekuensi (Ghz) D = d1 + d2 (km)

12 d. Faktor Koreksi Kelengkungan Bumi Pada analisis daerah Fresnel, jari-jari dihitung pada kondisi bumi datar, oleh sebab itu untuk analisa bumi bula (kondisi nyata/riil) perlu ditambahkan perhitungan faktor koreksi terhadap kelengkungan bumi pada titik obstacle. Faktor koreksi dapat dituliskan sebagai berikut: h correction = menyatakan perbedaan tinggi permukaan bumi pada kurva permukaan datar dan kurva permukaan bumi melengkung pada titik obstacle d1 = jarak ujung lintasan (Tx/Rx) ke penghalang (km). d2 = jarak ujung lintasan lain (Tx/Rx) ke penghalang (km) k = faktor kelengkungan bumi Lintasan sinyal yang ditransmisikan dalam system LOS harus mempunyai daera h bebas hambatan, minimum 0,6 x F1, belum termasuk koreksi terhadap kelengkungan bumi.

13 5.1.4 Perhitungan Link Budget Perhitungan link budget merupakan perhitungan level daya yang dilakukan untuk memastikan bahwa level daya penerimaan lebih besar atau sama dengan level daya threshold (RSL Rth). Tujuannya untuk menjaga keseimbangan gain dan loss guna mencapai SNR yang diinginkan di receiver. Sehingga jarak maksimum antara transmitter dan receiver dapat bekerja dengan baik dapat ditentukan. Parameter-parameter yang mempengaruhi kondisi propagasi suatu kanal wireless adalah sebagai berikut : a. Lingkungan propagasi Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi gelombang radio. Gelombang radio dapat diredam, dipantulkan, atau dipengaruhi oleh noise dan interferensi. Tingkat peredaman tergantung frekuensi, dimana semakin tinggi frekuensi redaman juga semakin besar. Parameter yang mempengaruhi kondisi propagasi yaitu rugi-rugi propagasi, fading, delay spread, noise, dan interferensi. b. Rugi-rugi Propagasi Perambatan gelombang radio di ruang bebas dari stasiun pemancar ke stasiun penerima akan mengalami penyebaran energi di sepanjang lintasannya, yang mengakibatkan kehilangan energi yang disebut rugi (redaman) propagasi. Rugi propagasi adalah akumulasi dari redaman saluran transmisi, redaman ruang bebas(free space loss), redaman oleh gas (atmosfer), dan redaman hujan. 1) Redaman saluran transmisi Redaman saluran transmisi ditentukan oleh loss feeder dan branching. Redaman feeder terjadi karena hilangnya daya sinyal sepanjang feeder, sehingga redaman feeder identik dengan panjang dari feeder tersebut. Sedangkan redaman branching terjadi pada percabangan antara perangkat transmisi radio Tx/Rx.

14 2) Redaman ruang bebas (free space loss) Redaman ruang bebas merupakan redaman sinyal yang terjadi akibat dari media udara yang dilalui oleh gelombang radio antara pemancar dan penerima Perambatan gelombang radio di ruang bebas akan menghalangi penyebaran energi di sepanjang lintasannya sehingga terjadi kehilangan energi. Untuk mengetahui kondisi point to point dengan saluran transmisi, maka perhitungan redaman ruang bebasnya menggunakan rumus model propagasi umum (Free Space Loss) sebagai berikut: Dimana: f = frekuensi kerja (GHz) d = panjang lintasan propagasi (Km) 3) Redaman oleh gas (atmosfer) Pada prinsipnya gas-gas di atmosfer akan menyerap sebagian dari energi gelombang radio, dimana pengaruhnya tergantung pada frekuensi gelombang, tekanan udara dan temperatur udara. Pengaruh redaman paling besar berasal dari penyerapan energi oleh O2 dan H2O, sedangkan pengaruh penyerapan gelombang radio oleh gas-gas seperti CO, NO, N2O, NO2, SO3, O3 dan gas lainnya dapat diabaikan. Untuk sistem transmisi yang beroperasi pada frekuensi kerja di bawah 10 GHz, redama gas atmosfer dapat diabaikan karena kecil pengaruhnya, akan tetapi untuk frekuensi di atas 10 GHz, redaman gas atmosfer perlu diperhitungkan. 4) Redaman hujan Tetes-tetes hujan menyebabkan penghamburan dan penyerapan energi gelombang radio yang akan menghasilkan redaman yang disebut redaman hujan. Besarnya redaman tergantung pada besarnya curah hujan. Redaman hujan tidak dapat ditentukan secara pasti tetapi ditentukan secara statistik. Untuk menentukan redaman yang diakibatkan oleh hujan pada suatu site dapat digunakan rumus sebagai berikut:

15 Redaman Spesifik Redaman spesifik didefinisikan sebagai besarnya redaman oleh hujan per satuan panjang lintasan efektif (db/km), dan dirumuskan sebagai berikut: Dimana: γ = redaman hujan spesifik (db/km) R = banyaknya curah hujan untuk daerah tertentu (mm/jam) Besarnya a dan b merupakan fungsi dari frekuensi, polarisasi dan suhu curah hujan. Redaman efektif Pada lintasan propagasi gelombang radio tidak selamanya terjadi hujan, sehingga redaman hujan efektif dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Dimana: A = redaman hujan efektif (db) L eff γ = panjang lintasan efektif (km) = redaman hujan spesifik (db/km) c. Fading Fading adalah fluktuasi level daya sinyal yang diterima oleh penerima. Fluktuasi level daya terima ini disebabkan oleh adanya pengaruh multipath fading, ducting, dan karakteristik dari lintasan propagasi. Hal ini dapat mengakibatkan sinyal daya terima menjadi saling menguatkan atau saling melemahkan. Fading margin adalah level daya yang harus dicadangkan yang besarnya merupakan selisih antara daya rata-rata yang sampai di penerima dan level sensitivitas penerima. Nilai fading margin biasanya sama dengan peluang level fading yang terjadi., yang nilainya tergantung pada kondisi

16 lingkungan dan sistem yang digunakan. Nilai fading margin minimum agar sistem bekerja dengan baik sebesar 15 dbm.. 1) Flat Fading Margin Di penerima harus menyediakan cadangan daya yang disebut Flat Fading Margin untuk mengantisipasi pengaruh fading yang disebabkan oleh thermal noise. MF = RSL - P th Dimana : RSL = level daya terima (dbm atau dbw) P th = level daya ambang atas (threshold) (db) 2) Selective Fading Margin Selective Fading Margin untuk mengatasi kesalahan bit yang disebabkan oleh amplitude distortion dan group delay yang terjadi pada seluruh pita frekuensi. MS = log d - 10log S Dimana : d = jarak link radio S = Equipment Signature (Spesifikasi dari masing-masing pabrik) 3) Effective Fading Margin Effective fading Margin dinyatakan sebagai berikut : d. Noise Noise dalam pengertian umumnya adalah sinyal yang tidak diinginkan dalam sistem komunikasi. Noise dapat dihasilkan dari proses alami seperti petir, noise thermal pada sistem penerima. Disisi lain sinyal transmisi yang mengganggu dan tidak diinginkan dikelompokkan sebagai interferensi.

17 5.1.5 Site Nodal Adakalanya operator harus membangun BTS di daerah dimana mustahil untuk menghubungkan antara BTS eksisting A dengan BTS B yang akan dibangun dalam 1 hop microwave, walaupun dari perspektif lintasan propagasi memungkinkan. Hal ini dapat disebabkan oleh obstacle yang menghalangi lintasan propagasi antara BTS A dan BTS B sehingga keadaan LOS tidak terjadi. Solusi untuk masalah ini adalah membangun site nodal pada posisi diantara kedua BTS tersebut. Fungsi dari site nodal tersebut adalah untuk menghubungkan link transmisi dari BTS A ke BTS B. Site nodal ini nampak dari luar seperti BTS biasa, hanya saja perangkat yang terpasang hanya perangkat transmisi yang berfungsi sebagai penghubung antara 2 link yang NLOS tanpa dilengkapi perangkat BTS.

18 5.2 PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI JARINGAN TRANSMISI Dari sisi implementasi proyek, sistem perencanaan yang digunakan untuk membuat desain jaringan transmisi radio. Secara umum, jaringan transmisi disediakan untuk mengakomodasi bisnis seluler yang mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Memperoleh pelanggan baru 2. Memperluas jaringan pelayanan 3. Memperbaiki kualitas sinyal di suatu daerah yang masih lemah Pekerjaan yang dilakukan dalam perancangan jaringan seluler dibagi menjadi beberapa bagian yang akan melakukan tugasnya masing-masing. Secara singkat dijelaskan pekerjaan desain diawali oleh bagian marketing dan sales yang mensurvei keadaan di daerah yang menjadi target pasar kemudian diteruskan ke bagian perencanaan radio dan transmisi (Planning) dan terakhir ke bagian pembangunan proyek (Project Development). Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada penjelasan di bawah ini : 1. Bagian Marketing dan Sales Bagian ini mengusulkan daerah yang berpotensi secara ekonomi untuk dibangun BTS. Perencanaan ini bertujuan untuk mendapatkan pelangganpelanggan baru yang sebelumnya belum terjangkau oleh lingkup area sinyal atau untuk memperbaiki penerimaan sinyal yang buruk. Kegiatan yang dilakukan oleh bagian marketing antara lain melakukan pengambilan data-data statistik di suatu daerah. Parameter yang bisa dijadikan ukuran adalah seperti: a. Tingkat Konsumsi di Suatu Daerah Tingginya tingkat konsumsi penduduk di suatu daerah menunjukkan daya beli masyarakat di daerah tersebut, dan menunjukkan bahwa daerah tersebut berpotensi untuk pengembangan pasar telepon seluler.

19 b. Tingkat Kepadatan dan Penyebaran Penduduk Kepadatan penduduk yang rapat menunjukkan tingkat perkembangan daerah tersebut, semakin padat penduduknya maka semakin potensial daerah tersebut untuk dibangun BTS. Data mengenai penyebaran penduduk diperlukan untuk keperluan desain lebih mendetail. Lokasi pusat bisnis atau keramaian juga perlu diperhatikan, misalnya pasar, sekolah, kompleks perumahan maupun kompleks perkantoran. c. Tingkat Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk suatu daerah maka kemungkinan semakin luas pula pasar penggunaan telepon seluler di daerah tersebut. d. Tingkat Pemakaian Telepon Hal ini terutama bisa dilihat dari trafik beban pemakaian jaringan eksisting. Jika secara statistik terlihat terjadi peningkatan, maka perlu segera dilakukan peningkatan kapasitas jaringan agar tidak terjadi kepadatan trafik jaringan dan kualitas pelayanan tetap terjaga. e. Jumlah Penggunaan Kendaraan Bermotor Meskipun bukan hal utama, namun faktor bisa dijadikan gambaran kasar untuk menunjukkan daya beli dari masyarakat di daerah tersebut. Semakin tinggi penggunaan kendaraan bermotor di daerah tersebut maka daerah tesebut berpotensi sebagai pasar telepon selular. 2. Bagian Network Planning Bagian ini menangani pengolahan data kandidat area coverage yang diusulkan oleh bagian Marketing dan Sales. Proses desain awal ini disebut sebagai Initial Network Design (IND). IND ini akan mendapatkan data koordinat dari wilayah yang akan dibangun (disebut juga sebagai kandidat nominal). Data kandidat nominal ini masih berupa data yang belum pasti. Oleh karena itu, perlu adanya pengambilan data di lapangan untuk menghasilkan data koordinat yang benar. Data lokasi calon BTS yang akan dibangun sering disebut sebagai site list. Nama Site list ini biasanya diambil dari nama

20 kelurahan atau nama tempat dari wilayah tersebut. Daftar koordinat dari daftar site list di atas masih sketsa kasar yang disebut sebagai IND (Initial Network Design) atau site kandidat. Data koordinat ini masih tentatif, artinya masih ada kemungkinan untuk berubah dalam pelaksanaannya. Karena itu diperlukan survey langsung ke lapangan untuk mendapatkan data mengenai parameter dari area tersebut yang belum secara spesifik ditentukan. Antena perlu diatur ketinggiannya agar mencapai jangkauan yang maksimal. Network Planning juga bertanggung jawab untuk memberikan data ketinggian antena yang direncanakan. Ketinggian antena ini juga didasari atas kepentingan perencanaan seberapa luas jangkuan area jaringan (network area coverage) dengan bentuk geografis lingkungannya. Selain radio, Network Planning juga mendesain perencanaan jalur transmisi antar BTS, BSC, dan DCS. Data yang telah dihasilkan, selanjutnya akan diolah lebih detail lagi untuk mendapatkan data perencanaan jaringan telekomunikasi yang lebih spesifik. Secara garis besar, tahap-tahap yang dilakukan dalam merencakan sistem transmisi meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Coordinate Mapping b. Menentukan LOS (Line of Sight) dan link budget c. Menentukan kapasitas kanal d. Penentuan tipe dari peralatan e. Penentuan pembagian kanal frekuensi Data yang telah dihasilkan oleh Network Planning akan diolah oleh bagian lain. Bagian tersebut adalah bagian Project Development yang akan dibahas secara singkat berikutnya. 3. Bagian Project Development Bagian ini bertanggungjawab atas implementasi proyek secara keseluruhan. Setelah menerima PO dari Procurement dan site name dari bagian Network Planning maka proses implementasi yang dimulai dari survey

21 hingga site selesai proses uji terima (ATP) menjadi tanggungjawab bagian Project Development. Untuk membantu pelaksanaan proyek, PT Indosat menunjuk beberapa kontraktor CME untuk melakukan proses pembangunan CME mulai dari survey LOS hingga site tersebut siap diinstal atau berstatus RFI (Ready For Install), dan vendor perangkat untuk melaksanakan instalasi perangkat seperti transmisi, BTS maupun BSC di site yang telah RFI. Output dari proses instalasi ini ialah status RFOA (Ready For On Air). Kontraktor inilah yang langsung turun ke lapangan mewakili PT Indosat untuk melakukan pembangunan BTS atau BSC di suatu daerah yang menjadi target. Kontraktor CME akan bekerjasama dengan Network Planning untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam melakukan pembangunan. Tugas dari kontraktror CME lebih kepada membangun sarana fisik dari BTS tersebut. Seluruh hal ini dilakukan setelah perencanaan dari sistem jaringan oleh Planning selesai dilakukan. Tugas-tugas yang dilakukan oleh kontraktor antara lain pembuatan menara, pengadaan listrik, dan lain-lain. Masalah yang kadang dihadapi adalah letak BTS yang akan dibangun berada pada wilayah yang sulit untuk dibangun. Sehingga kadang suatu daerah yang telah direncanakan dengan baik oleh Network Planning perlu direlokasi kembali daerahnya. Pada saat berjalannya implementasi proyek, pihak Project Development selalu berkonsultasi dengan Planning jika ada perubahan desain baru yang harus dilakukan. 5.2 TAHAP-TAHAP PERENCANAAN LINK MICROWAVE Network Planning menyiapkan infrastruktur untuk mengakomodasi permintaan sambungan telekomunikasi dari suatu daerah ke daerah lainnya (yang lokasi-lokasinya telah diberikan oleh Network Planning sebelumnya), dengan cara merencanakan segala kebutuhan yang akan diterapkan di lapangan (site).

22 Beberapa tahapan atau langkah yang dilakukan oleh akan dijabarkan secara keseluruhan sebagai berikut: 1. Coordinate Mapping Proses ini dilakukan dengan cara memetakan data koordinat wilayah BTS (kandidat nominal) yang diperoleh dari Network Planning. Data tersebut masih berbentuk data angka-angka koordinat berupa garis lintang dan garis bujur. Kemudian menggunakan simulasi komputer, maka didapat bentuk visual lokasi area secara simulasi. Dari data simulasi maka tampak BTS yang masuk daerah jangkauan BSC tertentu. Agar BTS kandidat baru tersebut dapat terhubung dengan jaringan telekomunikasi setempat, maka BTS baru tersebut harus terintegrasi dengan BTS atau BSC yang lainnya. Dalam merancang suatu sistem transmisi BTS, maka Network Planning menentukan tiga kandidat BTS lainnya sebagai far-end-nya (tujuannya). Dengan menggunakan bantuan perangkat lunak, jarak antara calon BTS dengan BTS yang dituju akan dapat diperoleh dengan mudah meskipun masih belum akurat dan memerlukan survey lebih lanjut di lapangan. 2. Menentukan LOS (Line of Sight) dan Perhitungan Link Budget LOS (Line of Sight) adalah pertimbangan utama dalam penentuan letak site. Dalam sistem komunikasi, LOS adalah jarak yang memungkinkan terjadinya sistem komunikasi antara antena pengirim maupun antena penerima tanpa ada penghalang (obstacle) diantara kedua antena pengirim dan penerima. Dalam memperhitungkan apakah bisa terjalin hubungan antara BTS sesuai dengan kriteria LOS, dapat menggunakan bantuan tools komputer yang direkomendasikan oleh ITU/ETSI. Pathloss merupakan program simulasi komputer yang sering dipergunakan dalam menentukan LOS tidaknya suatu site. Program ini membutuhkan data-data seperti koordinat letak BTS, kontur ketinggian area,

23 serta ketinggian antena yang dipakai BTS-BTS tersebut. Program ini akan secara otomatis menentukan apakah hubungan (link) yang direncanakan sebelumnya bisa terhubung secara LOS atau tidak. Dari sini, Network Planning dapat memilih mana alternatif link yang lebih cocok dari ketiga alternatif link BTS yang telah direncanakan sebelumnya. Dalam menentukan alternatif yang akan dipilih, kita perlu menetapkan tujuan awal dari BTS/BSC yang akan kita hubungkan. Setelah itu baru kita memerhatikan faktor-faktor lain yang diantaranya adalah LOS. Data hasil dari simulasi Pathloss ini, perlu dilakukan survei ke lapangan untuk proses validasi. Proses validasi ini akan menegaskan letak koordinat sebenarnya dari rencana BTS yang akan dibangun. Proses ini memerlukan perhatian, karena harus memastikan apakah letak area yang akan yang dibangun BTS tersebut bermasalah atau tidak. Masalah yang muncul biasanya masalah perizinan tanah, sehingga memerlukan negosiasi lebih lanjut kepada pemerintah setempat maupun warga sekitar. Pengecekan kembali kandidat site BTS yang bisa terhubung secara LOS juga dilakukan. Semua data kandidat BTS yang akan dihubungkan sesuai LOS, diujikan kembali satu per satu, termasuk data kandidat BTS yang tidak bisa terhubung secara LOS yang diperoleh dari program Pathloss. Setelah validasi di lapangan selesai diujikan atau diujikan satu per satu, maka diharapkan data yang digunakan untuk membangun sistem jaringan transmisi BTS yang baru tersebut akurat. Penentuan dari alternatif yang diambil selain melihat faktor LOS adalah melihat jumlah hop yang terhubung ke BTS. Semakin sedikit jumlah hop yang dilewati oleh saluran transmisi maka semakin baik. Yang perlu dibedakan adalah antara jarak dengan rute. Jarak yang dekat belum tentu baik. Contohnya, untuk jarak antar BTS adalah 5 km tetapi melewati 7 hop dengan jarak antar BTS adalah 7 km tetapi melewati 4 hop, maka akan lebih baik mengambil pilihan kedua yaitu jarak 7 km dengan

24 melewati hanya 4 hop. Hal ini dikarenakan rute hopping yang dilalui lebih sedikit, sehingga saat jaringan transmisi tersebut mengalami gangguan maka tidak hanya ada tiga hop yang putus. Sehingga memperkecil gangguan agar tidak meluas. Hal ini juga berpengaruh pada efisiensi kerja BTS. Untuk mencapai LOS yang baik maka antena pemancar perlu diusahakan agar terarah kepada site yang akan ditembak. Arah tembak yang terhalang oleh obstacle akan berpengaruh pada transmisi dan menimbulkan fading. Jenis fading dapat dibedakan menjadi dua yaitu Lognormal fading dan Rayleigh fading. Lognormal fading terjadi karena adanya penghalang antara BTS dengan telepon selular. Sementara Rayleigh fading terjadi karena adanya berbagai lintasan propagasi akibat pantulan-pantulan yang terjadi di sekitar telepon selular. Jika harus melewati daerah-daerah penghalang maka perlu dilakukan perhitungan yang baik terhadap daya transmisi, berapa besar loss yang terjadi. Jika tidak bisa ditoleransi maka dimungkinkan perubahan arah antenna 3. Menentukan Kapasitas Kanal Langkah selanjutnya adalah penentuan kapasitas kanal (channel capacity planning). Kapasitas suatu kanal bisa dibuat berdasarkan besarnya kebutuhan pada suatu daerah yang dijangkau oleh suatu BTS. Besarnya tidak sama satu sama lain. Penentuan kapasitas kanal berpengaruh pada penentuan alternatif dari tempat BTS/BSC. Kapasitas kanal yang besar akan memudahkan dalam pengiriman data. Semakin besar kapasitas kanal maka bisa diibaratkan sebagai jalan tol yang lebar. Semakin lebar jalan tol yang akan dibangun maka semakin mahal pula biaya yang yang harus dikeluarkan untuk membangunnya, dan sebaliknya. Sehingga, perencanaan kapasistas kanal ini harus mendapatkan perhatian ekstra karena menyangkut alokasi biaya yang tidak murah.

25 4. Penentuan Spesifikasi Dari Perangkat Transmisi Penentuan spesifikasi perangkat transmisi tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Sehingga kemungkinan terdapat perbedaan antara jenis peralatan di suatu daerah dengan daerah lainnya. Biasanya parameter yang berubah adalah frekuensi bandwidth dan diameter dari antena. Sementara besar kapasitas saluran dan proteksi yang digunakan pada peralatan adalah tetap. Misalkan spesifikasi perangkat yang digunakan adalah 7GHz; 1+1HSB; 1.2m; 16x2. Beberapa parameter yang menentukan spesifikasi dari peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Frekuensi dari gelombang yang dipancarkan Nilai 7 GHz merupakan rentang frekuensi kerja yang bisa digunakan dalam transmisi data. Frekuensi kerja adalah batas-batas mana frekuensi yang bisa digunakan oleh perangkat microwave untuk bisa mengirimkan data pada kanal-kanal frekuensi tertentu. Semakin besar frekuensi kerja yang dimiliki oleh suatu perangkat, maka pilihan kanal frekuensi yang dimilikinya akan semakin banyak. Sehingga, proses perubahan frekuensi pun semakin mudah apabila terjadi interferensi dari gelombang lain yang tak diinginkan. Setiap frekuensi kerja dari perangkat PDH atau SDH memilki beberapa kanal-kanal frekuensi yang tersedia. Kanal-kanal ini berfungsi sebagai jalur informasi yang akan diisi oleh sinyal-sinyal berisi panggilan telepon yang dikirim dari pelanggan. Sehingga kanal-kanal tersebut perlu diatur lebar frekuensinya satu sama lain agar tidak terjadi interferensi. Jika terjadi interferensi maka bisa mengganggu jalannya pengiriman sinyal. Kendala yang dihadapi antara lain adalah masalah lokasi daerah yang tidak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan sebelumnya. Contohnya adalah kesulitan dalam mengatur frekuensi agar jangan sampai terjadi

26 interferensi dengan frekuensi dari operator atau pengguna lain. Bisa terjadi suatu frekuensi yang telah ditetapkan sebelumnya dan dicek di lapangan tidak mengalami masalah tetapi pada kenyataannya bisa terjadi gangguan. Bisa juga terjadi interferensi dari saluran transmisi oleh operator GSM lain yang kadang tidak diduga sebelumnya. Untuk itu perlu dilakukan pengaturan ulang frekuensi sehingga diperoleh frekuensi yang aman. b. Proteksi Perangkat Dalam satu sistem BTS, terdapat tiga bagian utama untuk melakukan proses pengriman maupun proses penangkapan sinyal, yaitu IDU (indoor units), ODU (outdoor units), dan antena. Antena microwave bekerja untuk melakukan komunikasi antara BTS satu dengan BTS yang lain atau antara BTS dengan BSC. Selain itu bisa juga antara sesama MSC. Pada antena microwave terdapat suatu perangkat ODU (outdoor units) yang berfungsi sebagai waveguide yang berguna untuk mentransmisikan sinyal data dari IDU(Indoor Units). Pada ODU sendiri terdapat sistem proteksi yang digunakan untuk peralatan seperti HSB (Hot Standby) dan FD (Frequency Diversity) + SD (Space Diversity). Hal ini berguna untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan pada perangkat radio, sehingga proses pengiriman maupun penerimaan data tidak terganggu. Sistem proteksi FD melakukan perlindungan terhadap jalur frekeunsi radio yang digunakan, sementara sistem SD melakukan proteksi dari sisi perangkat radio yang digunakan. Informasi 1+1 HSB menunjukkan proteksi pada perangkat radio transmitter sinyal. Proteksi jenis ini menandakan adanya satu sistem jaringan cadangan yang melindungi perangkat radio. Pengoperasian dari peralatan cadangan ini bekerja dengan sistem HSB (Hot Standby). 1+1

27 HSB menandakan bahwa radio yang beroperasi pada satu waktu berjumlah satu buah, dan radio yang manjadi cadangan (standby) berjumlah satu buah. Artinya, ketika pada suatu saat radio yang sedang beroperasi tiba-tiba mengalami kerusakan, maka perangkat PDH atau SDH akan secara otomatis mengganti (switch) ke radio yang merupakan cadangannya. Sehingga walaupun terjadi gangguan teknis, sambungan telekomunikasi tetap bisa berlangsung secara normal. Semakin besar proteksi yang diberikan maka sistem akan menjadi lebih aman. Dimana untuk 1+1, maka ada 1 perangkat radio yang bekerja dan 1 perangkat radio yang menjadi cadangannya. Jika terjadi kerusakan pada sistem radio utama maka perangkat radio cadangan akan segera beroperasi menggantikan tugas dari perangkat radio utama yang mengalami gangguan tersebut. Sehingga sistem jaringan radio akan tetap dapat bekerja. Lalu untuk 1+0, perangkat radio tersebut tidak memiliki cadangan sebagai proteksi jika perangkat radio utama rusak, sehingga rawan terjadi putusnya jaringan komunikasi. Penggunaan sistem proteksi ini sekali lagi tergantung pada kebutuhan sistem. Tidak selamanya perangkat tersebut dibutuhkan proteksi yang banyak. c. Kemampuan jangkauan antena Sementara itu angka sebesar 1,2 m menunjukkan diameter antena PDH atau SDH. Semakin besar nilainya maka jangkauan dari radio akan bertambah jauh pula. Hal ini terjadi karena daya yang diberikan antena lebih besar. Langkah penting lainnya adalah masalah penentuan jenis antena yang digunakan agar bisa mengakomodasi pengiriman sinyal baik untuk jarak dekat maupun jarak jauh. Penentuan jenis antena ini juga melibatkan parameter spesifikasi yang dibutuhkan agar bisa menyokong jalur transmisi sesuai dengan wilayah yang dilaluinya serta parameter biaya yang dibutuhkannya. Penentuan jenis antena ini diharapkan dapat memperkecil biaya yang diperlukan.

28 Selain itu faktor kemudahan akses untuk merawat peralatan BTS perlu diperhitungkan pula. Jika terdapat di daerah yang sulit maka penanganannya akan lebih sulit. Sehingga perlu diupayakan untuk membangun BTS yang letaknya cukup strategis, aman, serta jangkauannya luas. d. Kapasitas antena Informasi 16x2 menunjukkan besaran 16 E1 (16 x 2 Mbit/s) yang berkaitan dengan besar kapasitas maksimum yang dapat direalisasikan oleh antena tersebut. Perangkat PDH atau SDH yang akan dibangun biasanya mempunyai kapasitas yang besar melampui kebutuhan pada saat ini. Hal ini berkaitan dengan rencana upgrade ke depan. Jika suatu saat akan dibangun jaringan transmisi lain yang melewati perangkat tadi, maka tidak perlu melakukan setting ulang jaringan PDH atau SDH yang sudah ada sebelumnya, karena kelebihan kapasitas di awal tadi bisa menyokong jalur transmisi yang baru.

29 VI DAFTAR PUSTAKA 1. Freeman, Roger L., Telecommunication Transmission Handbook, John Wiley & Sons, Ltd Telecommunication System Engineering, John Wiley & Sons, Ltd Lehpamer, Hrvoj., Transmission System Design Handbook for Wireless Networks, Artech House Inc Mishra, Ajay R., Advanced Cellular Network Planning and Optimisation, John Wiley & Sons, Ltd , Fundamentals of Cellular Network Planning and Optimisation, John Wiley & Sons, Ltd Telecourse., Materi Pelatihan Transmission Network Design, Indosat Training & Conference Center Jatiluhur

30 VII JADWAL WAKTU Untuk memperlancar dan mempermudah penyelesaian Tugas Akhir ini, maka dilakukanlah pengalokasian dan pembagian waktu sebagai berikut : KEGIATAN 1. Tahap Persiapan - Pengumpulan bahan dan ide - Pengumpulan data - Studi litelature - Pembuatan Proposal - Pengajuan Proposal Februari Maret April Mei II. Tahap Perencanaan - Penentuan Tahap- Tahap Pengerjaan Skripsi III Tahap Pengerjaan - Pengerjaan Skripsi - Penulisan BAB II - Penulisan BAB III - Penulisan BAB IV - Penulisan BAB V dan Revisi IV Tahap Akhir - Evaluasi dan Revisi - Pembuatan Buku Skripsi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PERENCANAAN LINK MICROWAVE Tujuan utama dari perencanaan link microwave adalah untuk memastikan bahwa jaringan microwave dapat beroperasi dengan kinerja yang tinggi pada segala

Lebih terperinci

BAB III METODE PERENCANAAN

BAB III METODE PERENCANAAN BAB III METODE PERENCANAAN 3.1 PRINSIP PERANCANGAN MICROWAVE LINK Kondisi iklim tidak dapat diprediksi secara akurat, namun jika telah dilakukan pengamatan terhadap perubahan iklim selama beberapa tahun,

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON Tujuan utama dari perancangan Minilink Ericsson ini khususnya pada BTS Micro Cell adalah merencanakan jaringan Microwave untuk mengaktifkan BTS BTS Micro baru agar

Lebih terperinci

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM Kevin Kristian Pinem, Naemah Mubarakah Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departement Teknik Elektro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transmisi merupakan suatu pergerakan informasi melalui sebuah media jaringan telekomunikasi. Transmisi memperhatikan pembuatan saluran yang dipakai untuk mengirim

Lebih terperinci

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL) Makalah Seminar Kerja Praktek ANALISIS KEKUATAN DAYA RECEIVE SIGNAL LEVEL(RSL) MENGGUNAKAN PIRANTI SAGEM LINK TERMINAL DI PT PERTAMINA EP REGION JAWA Oleh : Hanief Tegar Pambudhi L2F006045 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel BAB II PEMODELAN PROPAGASI 2.1 Umum Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Point to Point Komunikasi point to point (titik ke titik ) adalah suatu sistem komunikasi antara dua perangkat untuk membentuk sebuah jaringan. Sehingga dalam

Lebih terperinci

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO LINK BUDGET Ref : Freeman 1 LINK BUDGET Yang mempengaruhi perhitungan Link Budget adalah Frekuensi operasi (operating frequency) Spektrum yang dialokasikan Keandalan (link reliability) Komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER

BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER 3.1 Struktur Jaringan Transmisi pada Seluler 3.1.1 Base Station Subsystem (BSS) Base Station Subsystem (BSS) terdiri dari

Lebih terperinci

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL 21 BAB III IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL 3. 1 Sejarah Singkat Wireless Fidelity Wireless fidelity (Wi-Fi) merupakan teknologi jaringan wireless yang sedang berkembang pesat dengan menggunakan standar

Lebih terperinci

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang) Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang) Subuh Pramono Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Semarang E-mail : subuhpramono@gmail.com

Lebih terperinci

Radio dan Medan Elektromagnetik

Radio dan Medan Elektromagnetik Radio dan Medan Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat, Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

BAB IV PERENCANAAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING BAB IV PERENCANAAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING 4.1 Analisa Profil Lintasan Transmisi Yang di Rencanakan Jaringan Transmisi Gelombang mikro yang

Lebih terperinci

Sistem Transmisi KONSEP PERENCANAAN LINK RADIO DIGITAL

Sistem Transmisi KONSEP PERENCANAAN LINK RADIO DIGITAL Sistem Transmisi KONSEP PERENCANAAN LINK RADIO DIGITAL PERENCANAAN SISTEM KOMUNIKASI RADIO, MELIPUTI : * Perencanaan Link Radio (radio( link design) * Perencanaan Sub-sistem Radio (equipment( design) *

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN MICROWAVE

BAB II JARINGAN MICROWAVE BAB II JARINGAN MICROWAVE 2.1. Transmisi Radio Microwave Minilink berfungsi sebagai perangkat untuk menghubungkan BSC (Base Station Controller) ke BTS (Base Transceiver Station) ataupun menghubungkan BTS

Lebih terperinci

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN 2.1 Perencanaan Cakupan. Perencanaan cakupan adalah kegiatan dalam mendesain jaringan mobile WiMAX. Faktor utama yang dipertimbangkan dalam menentukan perencanaan jaringan berdasarkan

Lebih terperinci

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI Zulkha Sarjudin, Imam Santoso, Ajub A. Zahra Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) 802.11b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE Dontri Gerlin Manurung, Naemah Mubarakah Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 3.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya laju perkembangan teknologi telah memberikan dampak yang sangat besar pada kehidupan manusia, tidak terkecuali di bidang komunikasi jarak jauh atau

Lebih terperinci

Sistem Transmisi Telekomunikasi. Kuliah 6 Jalur Gelombang Mikro

Sistem Transmisi Telekomunikasi. Kuliah 6 Jalur Gelombang Mikro TKE 8329W Sistem Transmisi Telekomunikasi Kuliah 6 Jalur Gelombang Mikro Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Elektro Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI

BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI IV.1 Analisa Planning Pada pekerjaan planning akan kami analisa beberapa plan yang sudah kami hitung pada bab sebelumnya yaitu path profile, RSL (Received

Lebih terperinci

PENGARUH SPACE DIVERSITY TERHADAP PENINGKATAN AVAILABILITY PADA JARINGAN MICROWAVE LINTAS LAUT DAN LINTAS PEGUNUNGAN

PENGARUH SPACE DIVERSITY TERHADAP PENINGKATAN AVAILABILITY PADA JARINGAN MICROWAVE LINTAS LAUT DAN LINTAS PEGUNUNGAN PENGARUH SPACE DIVERSITY TERHADAP PENINGKATAN AVAILABILITY PADA JARINGAN MICROWAVE LINTAS LAUT DAN LINTAS PEGUNUNGAN THE INFLUENCE OF SPACE DIVERSITY ON INCREASING AVAILABILITY IN ACROSS THE SEA AND MOUNTAINS

Lebih terperinci

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

Materi II TEORI DASAR ANTENNA Materi II TEORI DASAR ANTENNA 2.1 Radiasi Gelombang Elektromagnetik Antena (antenna atau areal) adalah perangkat yang berfungsi untuk memindahkan energi gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Perancangan dan Analisa 1. Perancangan Ideal Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget FSL (db) 101,687 Absorption Loss (db) 0,006 Total Loss 101,693 Tx Power (dbm) 28 Received

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Widya Teknika Vol.19 No. 1 Maret 2011 ISSN 1411 0660 : 34 39 PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Dedi Usman Effendy 1) Abstrak Dalam

Lebih terperinci

PERANCANGAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

PERANCANGAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING PERANCANGAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING Said Attamimi 1,Rachman 2 1,2 Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana, Jakarta,

Lebih terperinci

ATMOSPHERIC EFFECTS ON PROPAGATION

ATMOSPHERIC EFFECTS ON PROPAGATION ATMOSPHERIC EFFECTS ON PROPAGATION Introduction Jika pancaran radio di propagasikan di ruang bebas yang tidak terdapat Atmosphere maka pancaran akan berupa garis lurus. Gas Atmosphere akan menyerap dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh adanya penempatan BTS (Base Tranceiver Station) untuk

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh adanya penempatan BTS (Base Tranceiver Station) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi selular terus mengalami perkembangan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dorongan bagi berkembangnya komunikasi bergerak terkait

Lebih terperinci

SURVEI TOPOGRAFI UNTUK MENENTUKAN GARIS TAMPAK PANDANG BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)

SURVEI TOPOGRAFI UNTUK MENENTUKAN GARIS TAMPAK PANDANG BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) SURVEI TOPOGRAFI UNTUK MENENTUKAN GARIS TAMPAK PANDANG BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) Arief Laila Nugraha, Bambang Sudarsono *) Abstract Base Transceiver Station (BTS) representation one of appliance of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Power control pada sistem CDMA adalah mekanisme yang dilakukan untuk mengatur daya pancar mobile station (MS) pada kanal uplink, maupun daya pancar base station

Lebih terperinci

Survei Topografi dalam Penentuan Line of Sight (LoS) BTS (Base Transceiver Station)

Survei Topografi dalam Penentuan Line of Sight (LoS) BTS (Base Transceiver Station) Survei Topografi dalam Penentuan Line of Sight (LoS) BTS (Base Transceiver Station) Arief Laila Nugraha, Bambang Sudarsono *) Abstract Base Transceiver Station (BTS) represent one of appliance of supporter

Lebih terperinci

TEKNIK DIVERSITAS. Sistem Transmisi

TEKNIK DIVERSITAS. Sistem Transmisi TEKNIK DIVERSITAS Sistem Transmisi MENGAPA PERLU DIPASANG SISTEM DIVERSITAS PARAMETER YANG MEMPENGARUHI : AVAILABILITY Merupakan salah satu ukuran kehandalan suatu Sistem Komunikasi radio, yaitu kemampuan

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH KOMUNIKASI SATELIT. Teknologi Very Small Aperture Terminal (VSAT)

TUGAS MAKALAH KOMUNIKASI SATELIT. Teknologi Very Small Aperture Terminal (VSAT) TUGAS MAKALAH KOMUNIKASI SATELIT Teknologi Very Small Aperture Terminal (VSAT) Disusun Oleh : Tommy Hidayat 13101110 S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2017

Lebih terperinci

PERENCANAAN RADIO LINK TRANSMISI MICROWAVE UNTUK JARINGAN KOMUNIKASI KEPOLISIAN DAERAH RIAU

PERENCANAAN RADIO LINK TRANSMISI MICROWAVE UNTUK JARINGAN KOMUNIKASI KEPOLISIAN DAERAH RIAU PERENCANAAN RADIO LINK TRANSMISI MICROWAVE UNTUK JARINGAN KOMUNIKASI KEPOLISIAN DAERAH RIAU Riyadh Nur Mughni¹, Sofia Naning Hertiana², Rina Pudji Auti³ ¹Teknik Telekomunikasi,, Universitas Telkom Abstrak

Lebih terperinci

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto Perencanaan Transmisi Pengajar Muhammad Febrianto Agenda : PATH LOSS (attenuation & propagation model) FADING NOISE & INTERFERENCE G Tx REDAMAN PROPAGASI (komunikasi point to point) SKEMA DASAR PENGARUH

Lebih terperinci

Dasar Sistem Transmisi

Dasar Sistem Transmisi Dasar Sistem Transmisi Dasar Sistem Transmisi Sistem transmisi merupakan usaha untuk mengirimkan suatu bentuk informasi dari suatu tempat yang merupakan sumber ke tempat lain yang menjadi tujuan. Pada

Lebih terperinci

PERANCANGAN JALUR GELOMBANG MIKRO 13 GHz TITIK KE TITIK AREA PRAWOTO UNDAAN KUDUS Al Anwar [1], Imam Santoso. [2] Ajub Ajulian Zahra [2]

PERANCANGAN JALUR GELOMBANG MIKRO 13 GHz TITIK KE TITIK AREA PRAWOTO UNDAAN KUDUS Al Anwar [1], Imam Santoso. [2] Ajub Ajulian Zahra [2] PERANCANGAN JALUR GELOMBANG MIKRO 13 GHz TITIK KE TITIK AREA PRAWOTO UNDAAN KUDUS Al Anwar [1], Imam Santoso. [2] Ajub Ajulian Zahra [2] Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 18 BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Konsep Perencanaan Sistem Seluler Implementasi suatu jaringan telekomunikasi di suatu wilayah disamping berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Microwave base transceiver station (BTS microwave) merupakan jaringan

BAB I PENDAHULUAN. Microwave base transceiver station (BTS microwave) merupakan jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Microwave base transceiver station (BTS microwave) merupakan jaringan umum yang dipakai oleh Operator telepon selular di Indonesia, tetapi seringkali terjadi

Lebih terperinci

BAB III RADIO MICROWAVE

BAB III RADIO MICROWAVE 26 BAB III RADIO MICROWAVE 3.1. Sistem Telekomunikasi Gelombang Mikro Pancaran Radio Bumi, menggunakan frekuensi tertentu yang dipancarkan melalui antena sehingga dapat diterima oleh receiver pada area

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA. radio IP menggunakan perangkat Huawei radio transmisi microwave seri 950 A.

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA. radio IP menggunakan perangkat Huawei radio transmisi microwave seri 950 A. 76 BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA Pada Bab IV ini akan disajikan hasil penelitian analisa performansi kinerja radio IP menggunakan perangkat Huawei radio transmisi microwave seri 950 A. Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS.1 Karakteristik Kanal Nirkabel Perambatan sinyal pada kanal yang dipakai dalam komunikasi terjadi di atmosfer dan dekat dengan permukaan tanah, sehingga model perambatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih menuntut adanya komunikasi yang tidak hanya berupa voice, tetapi juga berupa data bahkan multimedia. Dengan munculnya

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Konsep Seluler Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi bergerak adalah sistem komunikasi tanpa kabel (wireless) yaitu sistem komunikasi radio lengkap dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi telekomunikasi di Indonesia menyebabkan semakin banyaknya fasilitas yang ditawarkan seperti video conference, streaming, dan game

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Dua unit komputer 2. Path Profile 3. Kalkulator 4. GPS 5. Software D-ITG

Lebih terperinci

Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel)

Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel) Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel) Merupakan satuan perbedaan (atau Rasio) antara kekuatan daya pancar signal. Penamaannya juga untuk mengenang Alexander Graham Bell (makanya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Trafik Secara umum trafik dapat diartikan sebagai perpindahan informasi dari satu tempat ke tempat lain melalui jaringan telekomunikasi. Besaran dari suatu trafik telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM Perkembangan sistem komunikasi GSM (Global System for Mobile communication) dimulai pada awal tahun 1980 di Eropa, dimana saat itu banyak negara di Eropa menggunakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

PERANCANGAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING PERANCANGAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING Said Attamimi 1,Rachman 2 1,2 Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana, Jakarta,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

BAB IV ANALISIS PERENCANAAN MINILINK ERICSSON BAB IV ANALISIS PERENCANAAN MINILINK ERICSSON 4.1. Analisis Unjuk Kerja Sistem Analisis perencanaan minilink Ericsson ini didapat dari perbandingan antara perhitungan link menggunakan rumus yang ada dengan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT Putri Kusuma Ningtyas 2206100144 1) 1) Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-6011

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS

ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA SEMARANG

ANALISA PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA SEMARANG Makalah Seminar Tugas Akhir ANALISA PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA SEMARANG Oleh : YULIE WIRASATI Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

Lebih terperinci

MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 2, Desember 2009

MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 2, Desember 2009 MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 2, Desember 29 Sirmayanti, Pemodelan End-to End SNR pada Dual-Hop Transmisi dengan MMFC PEMODELAN END-TO-END SNR PADA DUAL-HOP TRANSMISI DENGAN MIXED MULTIPATH FADING CHANNEL

Lebih terperinci

TRANSMISI ANALOG DAN TRANSMISI TRANSMI DIGIT SI AL DIGIT

TRANSMISI ANALOG DAN TRANSMISI TRANSMI DIGIT SI AL DIGIT TRANSMISI ANALOG DAN TRANSMISI DIGITAL Data and Sinyal Biasanya menggunakan sinyal digital untuk data digital dan sinyal analog untuk data analog Bisa menggunakan sinyal analog untuk membawa data digital

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Pada tahap ini akan dibahas tahap dan parameter perencanaan frekuensi dan hasil analisa pada frekuensi mana yang layak diimplemantasikan di wilayah Jakarta. 4.1 Parameter

Lebih terperinci

BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM PERENCANAAN JARINGAN SISTEM SELULAR

BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM PERENCANAAN JARINGAN SISTEM SELULAR BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM PERENCANAAN JARINGAN SISTEM SELULAR 2.1 Propagasi Gelombang Radio Propagasi gelombang radio merupakan sesuatu yang penting untuk mengetahui dan mengerti rintangan

Lebih terperinci

BAB III PERFORMANSI AKSES BWA

BAB III PERFORMANSI AKSES BWA BAB III PERFORMANSI AKSES BWA 3.1 Pengertian BWA BWA (Broadband Wireless Access) mentransmisikan informasi dengan menggunakan gelombang radio antara pelanggan dengan perusahaan penyedia jasa layanan BWA.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini telepon selular sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Penggunaan telepon selular sudah melingkupi masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. digunakan adalah dengan melakukan pengukuran interference test yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. digunakan adalah dengan melakukan pengukuran interference test yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.. Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat pengamatan aktual. Metoda penelitian yang digunakan adalah dengan melakukan pengukuran interference test yaitu scan frekuensi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 3.1 Jaringan 3G UMTS dan HSDPA Jaringan HSDPA diimplementasikan pada beberapa wilayah. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada sistem CDMA pengendalian daya baik pada Mobile Station (MS) maupun Base Station (BS) harus dilakukan dengan baik mengingat semua user pada CDMA mengggunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Pengertian sistem jaringan komunikasi Radio Gelombang Mikro yang paling sederhana adalah saling berkomunikasinya antara titik A dan titik B dengan menggunakan perangkat

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini jumlah pelanggan seluler dan trafik pengggunaan data seluler meningkat secara eksponensial terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan,

Lebih terperinci

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT 4.1 Komunikasi Radio Komunikasi radio merupakan hubungan komunikasi yang mempergunakan media udara dan menggunakan gelombang

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European BAB II JARINGAN GSM 2.1 Sejarah Teknologi GSM GSM muncul pada pertengahan 1991 dan akhirnya dijadikan standar telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European Telecomunication Standard Institute).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan BTS (Base Transceiver Station) untuk jaringan WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access) atau jaringan generasi ketiga (3G) dari GSM (Global System

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Komunikasi Radio Microwave Antara Onshore Dan Offshore Design of Microwave Radio Communication System Between Onshore and Offshore

Perancangan Sistem Komunikasi Radio Microwave Antara Onshore Dan Offshore Design of Microwave Radio Communication System Between Onshore and Offshore Perancangan Sistem Komunikasi Radio Microwave Antara Onshore Dan Offshore Design of Microwave Radio Communication System Between Onshore and Offshore Pompom Jubaedah* dan Heru Abrianto** *Design Engineer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Antena merupakan suatu bagian yang mutlak diperlukan dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Antena merupakan suatu bagian yang mutlak diperlukan dalam sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Antena merupakan suatu bagian yang mutlak diperlukan dalam sistem komunikasi radio. Dalam dunia telekomunikasi antena didefinisikan sebagai struktur yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SFN

BAB III PERANCANGAN SFN BAB III PERANCANGAN SFN 3.1 KARAKTERISTIK DASAR SFN Kemampuan dari COFDM untuk mengatasi interferensi multipath, memungkinkan teknologi DVB-T untuk mendistribusikan program ke seluruh transmitter dalam

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN JARINGAN SELULER INDOOR

STUDI PERENCANAAN JARINGAN SELULER INDOOR STUDI PERENCANAAN JARINGAN SELULER INDOOR Silpina Abmi Siregar, Maksum Pinem Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU) Jl. Almamater,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perangkat yang berfungsi sebagai transmitter dan receiver melalui suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. perangkat yang berfungsi sebagai transmitter dan receiver melalui suatu sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi informasi terjadi sedemikian pesatnya sehingga data dan informasi dapat disebarkan ke seluruh dunia dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 10 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi VSAT VSAT merupakan singkatan dari Very Small Aperture Terminal, awalnya merupakan suatu trademark untuk stasiun bumi kecil yang dipasarkan sekitar tahun 1980 oleh

Lebih terperinci

ANALISIS UNJUK KERJA RADIO IP DALAM PENANGANAN JARINGAN AKSES MENGGUNAKAN PERANGKAT HARDWARE ALCATEL-LUCENT 9500 MICROWAVE PACKET RADIO (MPR)

ANALISIS UNJUK KERJA RADIO IP DALAM PENANGANAN JARINGAN AKSES MENGGUNAKAN PERANGKAT HARDWARE ALCATEL-LUCENT 9500 MICROWAVE PACKET RADIO (MPR) ANALISIS UNJUK KERJA RADIO IP DALAM PENANGANAN JARINGAN AKSES MENGGUNAKAN PERANGKAT HARDWARE ALCATEL-LUCENT 9500 MICROWAVE PACKET RADIO (MPR) Syarifah Riny Rahmaniah 1), Fitri Imansyah 2), Dasril 3) Program

Lebih terperinci

PERANCANGAN (lanjutan)

PERANCANGAN (lanjutan) PERANCANGAN (lanjutan) Ref : Lehpamer 1 Composite Fade Margin TFM : Thermal (flat) Fading Margin, selisih antara RSL normal dengan BER = 10 3 DS1 loss of frame point DFM : Dispersive Fade Margin, ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya sistem komunikasi bergerak seluler, yang terwujud seiring dengan munculnya berbagai metode akses jamak (FDMA, TDMA, serta CDMA dan turunan-turunannya)

Lebih terperinci

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) 2.1 Pengenalan CDMA CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik akses jamak (multiple access) yang memisahkan percakapan dalam domain

Lebih terperinci

Perencanaan Dan Analisa Kapasitas Jaringan Transport Operator X Dengan Menggunakan Metode Overbooking Area Jombang Rawa

Perencanaan Dan Analisa Kapasitas Jaringan Transport Operator X Dengan Menggunakan Metode Overbooking Area Jombang Rawa TECHNO Vol.19, No.1, April 2018, Hal. 029~036 PISSN: 14108607, EISSN: 25799096 29 Perencanaan Dan Analisa Kapasitas Jaringan Transport Operator X Dengan Menggunakan Metode Overbooking Area Jombang Rawa

Lebih terperinci

BAB II PROPAGASI SINYAL. kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading.

BAB II PROPAGASI SINYAL. kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading. BAB II PROPAGASI SINYAL 2.1 Umum Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari komunikasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO No Percobaan : 01 Judul Percobaan Nama Praktikan : Perambatan Gelombang Mikro : Arien Maharani NIM : TEKNIK TELEKOMUNIKASI D3 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

2.1. KONSEP PENGUATAN DAYA (LOSS DAN DECIBELL)

2.1. KONSEP PENGUATAN DAYA (LOSS DAN DECIBELL) 2.1. KONSEP PENGUATAN DAYA (LOSS DAN DECIBELL) BAB II PEMBAHASAN 2.1. KONSEP PENGUATAN DAYA (LOSS DAN DECIBELL) a. Macam-macam daya Ada berbagai macam jenis daya berdasarkan penggunaannya, salah satunya

Lebih terperinci

ANALISIS PENANGANAN GANGGUAN RADIO PASOLINK BERBASIS CDMA MENGGUNAKAN APLIKASI HYPERTERMINAL

ANALISIS PENANGANAN GANGGUAN RADIO PASOLINK BERBASIS CDMA MENGGUNAKAN APLIKASI HYPERTERMINAL ANALISIS PENANGANAN GANGGUAN RADIO PASOLINK BERBASIS CDMA MENGGUNAKAN APLIKASI HYPERTERMINAL Fransisco Mardonus Program Studi Teknik Elektro Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN FRESNEL ZONE WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

ANALISIS PERHITUNGAN FRESNEL ZONE WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE ANALISIS PERHITUNGAN FRESNEL ZONE WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE Agita Korinta Tarigan, Naemah Mubarakah Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM STUDI KASUS PT TELKOMSEL

SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM STUDI KASUS PT TELKOMSEL SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM STUDI KASUS PT TELKOMSEL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Telkom BANDUNG, 2012

Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Telkom BANDUNG, 2012 PENGENALAN TEKNIK TELEKOMUNIKASI Modul : 06 Media Transmisi Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Telkom BANDUNG, 2012 1 2 3 Konfigurasi Sistem Transmisi Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi baik dari manusia maupun dunia maya semakin

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi baik dari manusia maupun dunia maya semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Komunikasi merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. untuk memperoleh informasi baik dari manusia maupun dunia maya semakin meningkat, sehingga manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi saat ini sangat signifikan seiring dengan meningkatnya kebutuhan pengguna layanan sistem informasi

Lebih terperinci

Perancangan Jalur Gelombang Mikro 13 Ghz Titik Ke Titik Area Prawoto Undaan Kudus

Perancangan Jalur Gelombang Mikro 13 Ghz Titik Ke Titik Area Prawoto Undaan Kudus Perancangan Jalur Gelombang Mikro 13 Ghz Titik Ke Titik Area Prawoto Undaan Kudus Imam Santoso Ajub Ajulian Zahra Al Anwar Abstract: In communication systems, transmission lines have the important role

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA JARINGAN VERY SMALL APERTURE TERMINAL BERDASARKAN DIAMETER ANTENA PELANGGAN DI PASIFIK SATELIT NUSANTARA MEDAN

PERBANDINGAN KINERJA JARINGAN VERY SMALL APERTURE TERMINAL BERDASARKAN DIAMETER ANTENA PELANGGAN DI PASIFIK SATELIT NUSANTARA MEDAN PERBANDINGAN KINERJA JARINGAN VERY SMALL APERTURE TERMINAL BERDASARKAN DIAMETER ANTENA PELANGGAN DI PASIFIK SATELIT NUSANTARA MEDAN Akbar Parlin, Ali Hanafiah Rambe Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

BAB II KOMUNIKASI SELULER INDOOR. dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel

BAB II KOMUNIKASI SELULER INDOOR. dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel BAB II KOMUNIKASI SELULER INDOOR 2.1 Umum Komunikasi jaringan indoor merupakan suatu sistem yang diterapkan dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel outdoor) dalam memenuhi

Lebih terperinci

[Type the document title]

[Type the document title] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem perangkat pemancar dan penerima saat ini memiliki kendala yaitu banyaknya multipath fading. Multipath fading adalah suatu fluktuasi daya atau naik turun nya

Lebih terperinci

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK 2.1 Umum elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik seperti yang diilustrasikan pada

Lebih terperinci

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima (Receiver / Rx ) pada komunikasi radio bergerak adalah merupakan line of sight dan dalam beberapa

Lebih terperinci

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014 ANALISIS PERBANDINGAN SISTEM MICROWAVE BASE TRANSCEIVER STATION DENGAN MACRO OUTDOOR FIBER OPTIC BASE TRANSCEIVER STATION DI DAERAH BATAM Nicholas (1), Naemah Mubarakah (2) (1), (2) Konsentrasi Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi sudah menjadi kebutuhan pokok saat ini. Dengan demikian, sudah selayaknya setiap personal saling terhubung satu dengan yang lain dimana pun berada, guna memenuhi

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRODUK TERAPAN OPTIMALISASI KINERJA JARINGAN TELEKOMUNIKASI UNTUK PENCAPAIAN JAKARTA SEBAGAI KOTA RAMAH LINGKUNGAN PENGUSUL

LAPORAN PENELITIAN PRODUK TERAPAN OPTIMALISASI KINERJA JARINGAN TELEKOMUNIKASI UNTUK PENCAPAIAN JAKARTA SEBAGAI KOTA RAMAH LINGKUNGAN PENGUSUL LAPORAN PENELITIAN PRODUK TERAPAN OPTIMALISASI KINERJA JARINGAN TELEKOMUNIKASI UNTUK PENCAPAIAN JAKARTA SEBAGAI KOTA RAMAH LINGKUNGAN PENGUSUL Dr. Setiyo Budiyanto, ST. MT. NIDN : 0312118206 Yudhi Gunardi,

Lebih terperinci

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center)

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center) Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE 802.11n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center) Silmina Farhani Komalin 1,*, Uke Kurniawan Usman 1, Akhmad Hambali 1 1 Prodi S1 Teknik Telekomunikasi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Dasar Komunikasi Radio.1.1 Frekuensi Frekuensi adalah jumlah siklus per detik dari sebuah arus bolak balik. Satuan frekuensi adalah Hertz disingkat Hz. Satu (1) Hz adalah frekuensi

Lebih terperinci