PENGELOLAAN LINGKUNGAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT TELUK BANTEN BERKELANJUTAN SJAIFUDDIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGELOLAAN LINGKUNGAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT TELUK BANTEN BERKELANJUTAN SJAIFUDDIN"

Transkripsi

1 PENGELOLAAN LINGKUNGAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT TELUK BANTEN BERKELANJUTAN SJAIFUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 27

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengelolaan Lingkungan Wilayah Pesisir dan Laut Teluk Banten Berkelanjutan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, 12 November 27 Sjaifuddin NRP P62421

3 ABSTRACT SJAIFUDDIN. Sustainable Environmental Management of Banten Bay Coastal and Marine Zone. Under direction of M. SYAMSUL MA'ARIF, ETTY RIANI and SETIA HADI Banten bay coastal and marine zone is a unique ecosystem which has a variety potencies and problems of using some natural resources, especially in the trade off between economic growth and ecological preservation. Based on these conditions, this research aimed: first, to design an environmental management scenario ensuring a profitable synergy of all stakeholders without neglecting the principles of environmental conservation; second, to design an interaction model among variables in the bio-physic, economy and social subsystems in order to increase sources of earning and sustainable used of natural resources. Using a dynamic system, the main inputs of the designed model were the policy of environmental management as an output of analytical hierarchy process (AHP), the feasibility of natural resources management as a product of extended costbenefit analysis (ECBA), the suitable option of natural resources management as an output of comparative performance index (CPI), the suitable land-use planning through geographic information system (GIS) and the prospect of environmental management through prospective analysis. The results of this research showed that the policy of environmental management was mainly the development of environmentally friendly industry (.538) and then followed by marine ecotourism (.471). The feasibility study indicated that all of natural resources management options were feasible to be developed. It also indicated that sustainable management (195.1), sustainable harvest (347.1) and beach protected areas (17.) were the most feasible management options. Optimization model indicated that an increasing industrial and settlement zone at the west coast of Banten bay could be reduced on 5,415 ha and 9,297 ha at the end of management period (227) (an average reduction of 62.18% and 3.35% per year were compared with existing condition). Excessive extraction of sea sand in Banten bay mining area, which was biophysically, economically and socially judged to suffer a loss, became the main reason to keep this area back to the initial importance (as a natural area and a conditional utilization zone). Prospective analysis indicated that new urbanism (55%) was the most suitable scenario to be implemented. It could increase performance of investment and other sector simultaneously. The optimized performance of industrial sector (828 industrial structures) was just followed by a minimized pollutant production (312,118,75.34 m 3 ). The stopping of sea sand mining total activities decreased the level of habitat deterioration. The optimized carrying capacity (45,975 fish/1,m 2 ) gave a positive contribution on fishery production, so the fisherman's revenue increased significantly (till USD 9,285.4). The management of conflict of interest decreased the conflict frequency (zero conflict starting from 224). The model which was designed in accurate policy integration through industrial development, incentives of investment, physically habitat protection, source of impact management and social empowerment, was the most suitable model that could be implemented in order to increase sources of earning and sustainable used of natural resources. Keywords: sustainable environmental management, coastal and marine zone, dynamic system.

4 RINGKASAN SJAIFUDDIN. Pengelolaan Lingkungan Wilayah Pesisir dan Laut Teluk Banten Berkelanjutan. Dibimbing oleh M. SYAMSUL MA'ARIF, ETTY RIANI dan SETIA HADI. Wilayah pesisir dan laut Teluk Banten merupakan ekosistem unik yang menyimpan berbagai potensi dan permasalahan pemanfaatan sumberdaya alam, terutama menyangkut trade off antara kepentingan ekonomi dan preservasi ekologi. Dalam konteks pengelolaan lingkungan, permasalahan yang muncul di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten pada dasarnya berkaitan dengan aspek biofisik, ekonomi dan sosial. Dari aspek biofisik, permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah semakin tingginya ancaman terhadap ekosistem alami Teluk Banten, pemanfaatan ruang yang semakin tidak terkendali, penambangan pasir laut yang semakin tidak terkontrol dan semakin tingginya tingkat pencemaran (baik oleh limbah industri maupun domestik) yang masuk ke Teluk Banten. Dari aspek ekonomi, permasalahan yang muncul adalah pertumbuhan industri yang tinggi yang kurang bersinergi dengan berbagai kepentingan stakeholders dan tingginya tingkat degradasi sumberdaya alam hayati yang berdampak pada menurunnya pendapatan masyarakat pesisir. Dari aspek sosial, permasalahan yang muncul adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi dan frekuensi konflik yang makin sering terjadi. Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian ini bertujuan untuk merancang skenario pengelolaan lingkungan yang menjamin terjadinya sinergi yang menguntungkan semua stakeholders dengan tanpa mengabaikan prinsip konservasi. Selain itu juga untuk merancang model interaksi di antara berbagai variabel dalam subsistem biofisik, ekonomi dan sosial dalam kaitannya dengan upaya peningkatan pendapatan masyarakat dan pemanfaatan sumberdaya alam berkelanjutan. Model pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten dirancang menggunakan sistem dinamik berdasarkan diagram simpal kausal yang ditetapkan sebelumnya. Input utama model terdiri dari kebijakan pengelolaan lingkungan yang diperoleh melalui analytical hierarchy process (AHP), kelayakan pengelolaan sumberdaya yang ditetapkan melalui extended cost-benefit analysis (ECBA), opsi pengelolaan sumberdaya yang ditetapkan melalui comparative performance index (CPI), kesesuaian pemanfaatan ruang melalui geographic information system (GIS) dan prospek pengelolaan lingkungan melalui prospective analysis. Hasil analisis menggunakan AHP menunjukkan, bahwa alternatif kebijakan yang memperoleh prioritas utama untuk diimplementasikan adalah mengelola lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten sebagai kawasan industri ramah lingkungan dengan tetap berbasis pada potensi dan sumberdaya daerah (,538). Prioritas berikutnya adalah mengelola lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten sebagai kawasan eco-industrial tourism yang berbasis pada keunggulan industri yang ramah lingkungan dan pesona keindahan alam wilayah tropika (,471). Hasil analisis kelayakan pengelolaan sumberdaya menunjukkan, bahwa semua opsi pengelolaan sumberdaya alam di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten dinilai layak untuk dikembangkan. Untuk sumberdaya mangrove, nilai NPV dan BCR pada opsi sustainable management mencapai USD ,85

5 dan 5,96. Nilai NPV dan BCR pada opsi milkfish sylvofishery mencapai USD ,88 dan 2,74. Nilai NPV dan BCR pada opsi polyculture sylvofishery mencapai USD ,91 dan 2,76. Nilai NPV dan BCR pada opsi shrimp sylvofishery mencapai USD ,88 dan 2,8. Untuk shallow water resources, nilai NPV dan BCR pada opsi coral reef protected areas mencapai USD ,64 dan 1,35; sedangkan nilai NPV dan BCR pada opsi sustainable harvest mencapai USD ,52 dan 3,97. Untuk beach resources, nilai NPV dan BCR pada opsi beach protected areas mencapai USD ,48 dan 7,3; sedangkan nilai NPV dan BCR pada opsi set back zone mencapai USD ,75 dan 6,54. Hasil penilaian terhadap opsi pengelolaan sumberdaya alam dengan menggunakan metode CPI menunjukkan, bahwa untuk sumberdaya mangrove, sustainable management merupakan opsi terbaik dengan nilai mencapai 195,1. Untuk shallow water resources, sustainable harvest merupakan opsi terbaik dengan nilai mencapai 347,1. Untuk beach resources, beach protected areas merupakan opsi terbaik dengan nilai mencapai 17,. Hasil analisis kebijakan pemanfaatan ruang menunjukkan, bahwa berdasarkan kondisi pemanfaatan ruang yang ada saat ini (existing condition), kepentingan pengembangan zona industri, serta dengan tetap memperhatikan esensi beberapa koridor ekologi penting, maka kebijakan pemanfaatan ruang darat di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten akan mengalami perubahan mendasar terutama di pesisir barat. Hasil optimasi menunjukkan, bahwa laju peningkatan lahan industri terbangun dan lahan permukiman terbangun di pesisir barat Teluk Banten masih dapat ditekan rata-rata 62,18% dan 3,35% per tahun dari kondisi saat ini, hingga pada akhir periode pengelolaan (tahun 227) total luas kawasan industri terbangun dan kawasan permukiman terbangun mencapai ha dan ha. Untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih luas, penghentian total (moratorium) aktivitas penambangan pasir laut di perairan Teluk Banten mutlak dilakukan, mengingat dampak negatif aktivitas tersebut baik secara biofisik, ekonomi maupun sosial. Zona penambangan pasir laut yang ada direkomendasikan untuk dikembalikan pada peruntukan semula, yaitu sebagai zona penangkapan ikan tradisional dan pemanfaatan bersyarat. Hasil analisis prospektif menunjukkan, bahwa terdapat 5 faktor kunci (key factors) yang sangat menentukan keberhasilan pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten, yaitu pengelolaan sumber dampak, insentif investasi, pengembangan industri, perlindungan fisik habitat dan pemberdayaan masyarakat. Expert judgment menunjukkan, bahwa skenario new urbanism yang berorientasi pada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan preservasi ekologi merupakan skenario yang paling implementatif (hasil penilaian mencapai 55%) pada pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan. Hasil optimasi menunjukkan, bahwa implementasi kebijakan insentif investasi mampu meningkatkan kinerja investasi rata-rata 6,37% per tahun hingga mencapai USD ,37. Tingginya investasi yang didukung oleh kebijakan pengembangan industri mampu meningkatkan pertumbuhan industri rata-rata,95% per tahun hingga mencapai jumlah 827 perusahaan. Peningkatan industri dan jumlah penduduk mendorong peningkatan produksi limbah secara eksponensial. Implementasi kebijakan pengelolaan sumber

6 dampak mampu menekan produksi limbah rata-rata 5,75% per tahun dari kondisi saat ini hingga mencapai ,34 m 3. Sebagai bagian dari kebijakan pengelolaan sumber dampak, regulasi pertambangan yang diberlakukan secara ketat mampu mempertahankan kandungan pasir laut pada posisi mendekati kondisi pada awal periode pengelolaan ( ,68 m 3 ). Implementasi kebijakan pemberdayaan masyarakat memberikan akses yang lebih besar kepada masyarakat pesisir untuk meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan. Hasil optimasi menunjukkan, bahwa pendapatan masyarakat pesisir dapat ditingkatkan rata-rata 123,42% per tahun dari kondisi saat ini hingga mencapai USD 9.285,4. Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir didukung oleh peningkatan produksi ikan laut, ikan tambak dan rumput laut secara optimal (rata-rata mencapai 5,41%; 2,19% dan 2,46% per tahun). Peningkatan produksi terjadi seiring dengan peningkatan dayadukung rata-rata 63,7% dari kondisi saat ini hingga mencapai fish/1. m 3. Keberhasilan mempertahankan penutupan karang dan lamun pada luasan semula (yakni 25 ha dan 37 ha) dan kemampuan meningkatkan penutupan mangrove rata-rata 1,19% per tahun hingga mencapai 292 ha dinilai sebagai faktor penting bagi peningkatan dayadukung. Pada sisi lain, hasil optimasi meningkatkan lapangan kerja rata-rata 21,93% per tahun dari kondisi saat ini hingga dapat menampung pekerja. Peranan pesisir pada perekonomian wilayah meningkat rata-rata,26% per tahun hingga mencapai 84,16%. Frekuensi konflik menurun rata-rata 63,2% per tahun hingga proses menuju zero conflict dapat berlangsung lebih cepat (tidak tersisa lagi konflik mulai tahun 224). Kata kunci: pengelolaan lingkungan berkelanjutan, wilayah pesisir dan laut, sistem dinamik.

7 @ Hak cipta milik IPB, tahun 27 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar di IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

8 PENGELOLAAN LINGKUNGAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT TELUK BANTEN BERKELANJUTAN SJAIFUDDIN Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 27

9 Judul Disertasi Nama : Pengelolaan Lingkungan Wilayah Pesisir dan Laut Teluk Banten Berkelanjutan : Sjaifuddin NRP : P Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Ma'arif, M.Eng. Ketua Dr.Ir. Etty Riani, M.S. Anggota Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si. Anggota Diketahui Plh. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Etty Riani, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

10 kepada umi kaltsum, ibuku

11 RIWAYAT HIDUP Peneliti dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Maret 1968 sebagai anak pertama dari pasangan Umi Kaltsum Abdul Fatah dan Abdurrahman Sastrodihardjo. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IKIP Yogyakarta, lulus pada tahun Pada tahun 1999, peneliti mendapat kesempatan melanjutkan studi S2 di Program Studi Ilmu Lingkungan pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) dan menamatkannya pada tahun 22. Kesempatan untuk melanjutkan studi S3 di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) diperoleh pada tahun 24. Selama studi S2 dan S3, peneliti memperoleh beasiswa pendidikan pascasarjana dari Departemen Pendidikan Nasional RI. Peneliti bekerja sebagai dosen di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa di Serang Banten pada Program Studi Pendidikan Biologi. Matakuliah yang menjadi tanggungjawab peneliti adalah Ekologi, Pengantar Ilmu Lingkungan dan Biologi Konservasi. Sebuah artikel berjudul Pengelolaan Lingkungan Wilayah Pesisir dan Laut Teluk Banten Berkelanjutan telah diterima untuk dipublikasikan di Jurnal Ilmu-ilmu Perikanan dan Budidaya Perairan Volume 4, No. 1 tahun 27. Artikel lain berjudul Cost-Benefit Analysis Pengelolaan Sumberdaya Alam Wilayah Pesisir dan Laut Teluk Banten Berkelanjutan juga telah diterima untuk dipublikasikan di Biodidaktika, Jurnal Biologi dan Pembelajarannya Volume 3 No. 1, Januari 28. Kedua karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari disertasi peneliti.

12 PRAKATA Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-nya, disertasi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, pembawa cahaya kehidupan. Disertasi ini disusun dalam rangka merancang model pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten yang menjamin terjadinya sinergi yang menguntungkan semua stakeholders dengan tanpa mengabaikan prinsip konservasi lingkungan. Alternatif kebijakan yang diimplementasikan dirancang untuk mendukung kinerja sektor industri dan investasi dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan fungsi ekosistem dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Produk yang dihasilkan diharapkan berguna baik bagi Pemerintah Kabupaten Serang, Pemerintah Provinsi Banten, para pelaku industri dan jasa maupun bagi masyarakat pada umumnya. Terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Ma'arif, M.Eng; Ibu Dr. Ir. Etty Riani, M.S. dan Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si. selaku pembimbing; serta Bapak Dr. Ir. Muladno, Bapak Dr. Ir. Manuwoto, Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc., Bapak Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc., Ibu Dr. Ir. Erliza Noor, Bapak Prof. Dr. Ir. Rahman Abdullah, M.Sc., Bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Drajat Martianto, MS yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, penghargaan juga disampaikan kepada Bapak Drs. Yuyu Yuhana, M.Si, Bapak Ir. Budi Mulyono, M.Si, Bapak Ir. Yani Setyamaulida, Bapak Drs. Nana Prayatna Rahadian, Bapak Agus Halim Lasmana, S.Pi., Bapak Ir. Suroso Mukti Leksono, M.Si, Bapak Ir. Muhammad Farhan, M.Si., Bapak Iwan Herawan, S.T., Ibu Dra. Hj. Reni Indrayanti, M.Si., Bapak Drs. H. Syadeli Hanafi, M.Pd., Bapak Drs. H. Nandang Faturohman, M.Pd. dan Bapak Pawit Sugiarto. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Umi Kaltsum Abdurrahman, Chusniah, Aris Prabowo, Ahsan Ahmad Nibras, Muhammad Miftah Thaha, Habiburrahman Prabowo dan Muafiqurrahman Prabowo. Semoga disertasi ini bermanfaat. Bogor, 12 November 27 Sjaifuddin NRP P62421

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xiii xvi I II III IV PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran Manfaat Penelitian Kebaruan Penelitian 9 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Wilayah Pesisir dan Laut Potensi dan Permasalahan Wilayah Pesisir dan Laut Sumberdaya Dapat Pulih (Renewable Resources) Sumberdaya Tak Dapat Pulih (Non-renewable Resources) Pencemaran Degradasi dan Deplesi Sumberdaya Alam Pengembangan Wilayah Pesisir dan Laut Dasar Pengembangan Wilayah Perencanaan Penggunaan Lahan Kecenderungan Pergeseran Basis Pemanfaatan Sumberdaya 22 Alam. 2.5 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu Pembangunan Berkelanjutan Kebijakan Publik di Bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sistem Dinamik METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Rancangan Penelitian Pendekatan Sistem Teknik Pengumpulan dan Jenis Data Teknik Pengambilan Sampel Teknik Analisis Data.. 36 KAJIAN WILAYAH STUDI 4.1 Letak Administratif dan Geografis Kondisi Biofisik Karakteristik Pantai Karakteristik Oseanografi. 47

14 4.2.3 Kualitas Air Biota Perairan Ekosistem Alami Kondisi Sosial Ekonomi Kependudukan Perekonomian Wilayah Sumberdaya Perikanan Pertanian dan Perkebunan Pariwisata 74 V VI MODEL PENGELOLAAN LINGKUNGAN 5.1 Masukan Utama Model (Main Input) Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Kelayakan Pengelolaan Sumberdaya Opsi Pengelolaan Sumberdaya Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Prospek Pengelolaan Lingkungan Model Pengelolaan Lingkungan Wilayah Pesisir dan Laut Teluk Banten Berkelanjutan Analisis Kebutuhan Formulasi Permasalahan Identifikasi Sistem Permodelan Sistem Simulasi dan Optimasi Model Validasi Model Analisis Sensitivitas Rekomendasi Kebijakan KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA. 164 LAMPIRAN. 17

15 DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian Skala penilaian perbandingan berpasangan Opsi pengelolaan sumberdaya alam di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten Pengaruh langsung antar faktor pada sistem pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Nilai parameter kualitas air Teluk Banten Volume limbah domestik dan industri per kecamatan dan persentase limbah yang mengalir ke Teluk Banten Jenis, kepadatan (sel/m 3 ) dan beberapa indeks ekologi komunitas phytoplankton di perairan Teluk Banten Jenis, kepadatan (sel/m 3 ) dan beberapa indeks ekologi komunitas zooplankton di perairan Teluk Banten Komposisi dan kepadatan benthos (sel/m 3 ) di perairan Teluk Banten Distribusi padang lamun di perairan Teluk Banten Berbagai jenis karang di perairan Teluk Banten Berbagai jenis ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang di perairan Teluk Banten Tekanan antropogenik dan relevansinya dengan kerusakan ekosistem pesisir dan laut Teluk Banten Peningkatan jumlah penduduk Kabupaten Serang tahun Jumlah penduduk Kabupaten Serang tahun 24 menurut kelompok umur Jumlah penduduk dan kepadatannya di kecamatan-kecamatan pesisir Teluk Banten tahun IPM Kabupaten Serang tahun

16 18. PDRB Kabupaten Serang tahun 24 atas dasar harga berlaku (dalam jutaan rupiah) dan persentasenya Peranan wilayah pesisir pada perekonomian Kabupaten Serang (diukur melalui kontribusi terhadap PDRB (dalam jutaan rupiah) tahun Densitas ikan di perairan Teluk Banten Tingkat eksploitasi kerapu di perairan Teluk Banten Status beberapa jenis kerapu Produksi dan nilai produksi perikanan kecamatan-kecamatan pesisir Teluk Banten tahun Luas areal tambak di pesisir Teluk Banten Struktur PDRB sektor perikanan di Kabupaten Serang Luas lahan pertanian (ha) di wilayah pesisir Teluk Banten tahun Produksi tanaman pangan penting di wilayah pesisir Teluk Banten tahun Pentingnya peranan stakeholders pada pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Hirarki faktor pendukung pada pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan menurut stakeholders Hirarki tujuan pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan berdasarkan faktor pendukung Hirarki alternatif kebijakan pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan berdasarkan tujuan Beberapa kriteria penentuan kebijakan sesuai dengan tahapan waktu pelaksanaan Estimasi benefit dan cost pengelolaan hutan mangrove pada opsi sustainable management Benefit dan cost pengelolaan hutan mangrove di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten pada opsi sustainable management.. 84

17 35. Estimasi benefit dan cost pengelolaan hutan mangrove pada opsi sylvofishery (milkfish) 1, (polyculture) 2 dan (shrimp) 3 management Benefit dan cost pengelolaan hutan mangrove di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten pada opsi sylvofishery (milkfish) 1, (polyculture) 2 dan (shrimp) 3 management Hasil analisis kelayakan dari beberapa opsi pengelolaan hutan mangrove di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten Estimasi benefit dan cost pengelolaan shallow water resources pada opsi coral reef protected areas Benefit dan cost pengelolaan shallow water resources di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten pada opsi coral reef protected areas Estimasi benefit dan cost pengelolaan shallow water resources pada opsi sustainable harvest Benefit dan cost pengelolaan shallow water resources di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten pada opsi sustainable harvest Hasil analisis kelayakan dari dua opsi pengelolaan shallow water resources di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten Estimasi benefit dan cost pengelolaan beach resources pada opsi beach protected areas Benefit dan cost pengelolaan beach resources di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten pada opsi beach protected areas Estimasi benefit dan cost pengelolaan beach resources pada opsi set back zone Benefit dan cost pengelolaan beach resources di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten pada opsi set back zone Hasil analisis kelayakan dari dua opsi pengelolaan beach resources di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten Matriks awal penilaian opsi pengelolaan sumberdaya/habitat mangrove di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten Matriks hasil transformasi dan hasil penilaian opsi pengelolaan sumberdaya/habitat mangrove di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten 96

18 5. Matriks awal penilaian opsi pengelolaan shallow water resources di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten Matriks hasil transformasi dan hasil penilaian opsi pengelolaan shallow water resources di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten Matriks awal penilaian opsi pengelolaan beach resources di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten Matriks hasil transformasi dan hasil penilaian opsi pengelolaan beach resources di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten Luas dan volume kandungan pasir laut dari beberapa KP di wilayah perairan Teluk Banten Prospek pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten di masa yang akan datang (tahun 227) Skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten di masa yang akan dating Peringkat skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten di masa yang akan dating Kebutuhan stakeholders pada pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten

19 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Sistem pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Hirarki pengambilan keputusan pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Metode pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Peta administratif kecamatan pesisir Teluk Banten Kabupaten Serang Peta lokasi ekosistem alami pesisir Teluk Banten Kabupaten Serang Distribusi NPV dari beberapa opsi pengelolaan hutan mangrove di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten Distribusi NPV dari dua opsi pengelolaan shallow water resources di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten Distribusi NPV dari dua opsi pengelolaan beach resources di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten Peta pemanfaatan ruang darat kecamatan pesisir Teluk Banten Kabupaten Serang Pergeseran garis pantai pesisir barat Teluk Banten Kabupaten Serang Pergeseran garis pantai pesisir timur Teluk Banten Kabupaten Serang Peta arahan pemanfaatan ruang darat kecamatan pesisir Teluk Banten Kabupaten Serang Zona penangkapan ikan perairan Teluk Banten Kabupaten Serang Zona penambangan pasir laut perairan Teluk Banten Kabupaten Serang

20 16. Peta arahan pemanfaatan ruang laut perairan Teluk Banten Kabupaten Serang Tingkat kepentingan faktor-faktor penentu keberhasilan pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten di masa yang akan datang Hubungan antar variabel dalam subsistem biofisik, ekonomi, dan sosial pada pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Diagram input-output sistem pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Struktur model pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Pola pertumbuhan investasi pada skenario konvensional (hitam), new urbanism (biru), konservasi (hijau) dan optimasi (merah) Pola pertumbuhan industri pada skenario konvensional (hitam), new urbanism (biru), konservasi (hijau) dan optimasi (merah) Pola pertumbuhan lahan industri terbangun pada skenario konvensional (hitam), new urbanism (biru), konservasi (hijau) dan optimasi (merah) Pola pertumbuhan lahan permukiman terbangun pada tiga skenario (biru) dan optimasi (merah) Pola peningkatan volume limbah pada skenario konvensional (hitam), new urbanism (biru), konservasi (hijau) dan optimasi (merah) Pola pertumbuhan pendapatan masyarakat pesisir pada skenario konvensional (hitam), new urbanism (biru), konservasi (hijau) dan optimasi (merah) Pola produksi ikan laut (coklat), ikan tambak (hijau) dan rumput laut (ungu) pada skenario konvensional, new urbanism, konservasi dan optimasi Pola daya dukung perikanan pada skenario konvensional (hitam), new urbanism (biru), konservasi (hijau) dan optimasi (merah)

21 29. Pola penutupan mangrove (merah), karang (hitam) dan lamun (hijau) pada skenario konvensional, new urbanism, konservasi dan optimasi Pola kandungan pasir laut pada skenario konvensional (merah), new urbanism (biru), konservasi dan optimasi (hijau) Pola pertumbuhan lapangan kerja pada skenario konvensional (hitam), new urbanism (biru), konservasi (hijau) dan optimasi (merah) Pola pertumbuhan peranan pesisir pada skenario konvensional (hitam), new urbanism (biru), konservasi (hijau) dan optimasi (merah) Pola frekuensi konflik pada skenario konvensional (hitam), new urbanism (biru), konservasi (hijau) dan optimasi (merah) Keserupaan kinerja daya dukung perikanan pada main model dengan pendapatan masyarakat pesisir dan jumlah penduduk pada co-model Keserupaan kinerja model (biru) dengan kinerja sistem (merah) pada level jumlah penduduk Perubahan perilaku level jumlah industri sebagai efek dari pemanfaatan fasilitas PULSE dalam intervensi kebijakan pengembangan industri

22 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil akhir perhitungan bobot kriteria pada penentuan konsep pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Cost-benefit analysis pengelolaan hutan mangrove di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten pada opsi sustainable management (USD) Cost-benefit analysis pengelolaan hutan mangrove di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten pada opsi sylvofishery (milkfish) management (USD) Cost-benefit analysis pengelolaan hutan mangrove di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten pada opsi sylvofishery (polyculture) management (USD) Cost-benefit analysis pengelolaan hutan mangrove di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten pada opsi sylvofishery (shrimp) management (USD) Cost-benefit analysis pengelolaan shallow water resources di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten pada opsi coral reef protected areas (USD) Cost-benefit analysis pengelolaan shallow water resources di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten pada opsi sustainable harvest (USD) Cost-benefit analysis pengelolaan beach resources di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten pada opsi beach protected areas (USD) Cost-benefit analysis pengelolaan beach resources di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten pada opsi set back zone (USD) Persamaan powersim (equations) Analisis variabel untuk optimasi model Simulasi kinerja investasi (USD) pada beberapa skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan

23 13. Simulasi jumlah industri (perusahaan) pada beberapa skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Simulasi luas lahan industri terbangun (km 2 ) pada beberapa skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Simulasi luas lahan permukiman terbangun (km 2 ) pada beberapa skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Simulasi luas lahan sawah dan tambak (km 2 ) pada beberapa skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Simulasi volume limbah (m 3 ) pada beberapa skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Simulasi pendapatan masyarakat pesisir (USD) pada beberapa skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Simulasi produksi ikan laut, ikan tambak dan rumput laut (ton) pada beberapa skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Simulasi dayadukung perikanan (fish/1.m 3 ) pada beberapa skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Simulasi penutupan ekosistem mangrove, karang dan lamun (km 2 ) pada beberapa skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Simulasi kandungan pasir laut (m 3 ) pada beberapa skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Simulasi lapangan kerja (jiwa) pada beberapa skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan Simulasi peranan pesisir (%) pada beberapa skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan.. 235

24 25. Simulasi frekuensi konflik (konflik) pada beberapa skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berkelanjutan.. 236

25 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir (coastal zone) merupakan wilayah tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut MacDonald (25), sekitar 7% penduduk dunia tinggal di wilayah pesisir. Ada berbagai alasan yang dikemukakan, mengapa manusia menyukai tinggal di wilayah pesisir. Beberapa di antaranya adalah kemudahan transportasi yang disediakan oleh laut, ketersediaan protein dari ikan laut dan kemudahan untuk membuang limbah. Pesisir juga merupakan wilayah yang menjadi prioritas utama untuk melakukan berbagai aktivitas seperti permukiman, perdagangan, pariwisata, militer dan berbagai jenis aktivitas industri (Clark, 1998; Joseph dan Balchand, 2; MacDonald, 25). Begitu beragamnya fasilitas dan kemudahan yang disediakan oleh wilayah pesisir hingga seringkali menimbulkan konflik kepentingan di antara para stakeholders. Berbagai tipe pemanfaatan wilayah pesisir lengkap dengan konflik kepentingan yang sering terjadi, dapat ditemukan di Teluk Banten. Teluk ini terletak di sebelah barat laut Pulau Jawa; menghadap ke Laut Jawa, Teluk Banten mengawali posisi Selat Sunda dari arah utara. Teluk Banten berdiameter ±15 km dan memiliki sebuah pulau besar (Pulau Panjang) yang dikelilingi oleh terumbu karang yang indah. Perairan Teluk Banten cukup dangkal (kedalaman rata-tara 7 m) dengan tingkat kekeruhan air yang relatif tinggi. Luas total permukaan air Teluk Banten mencapai 15 km 2. Douven (1999) melaporkan, bahwa Teluk Banten memiliki ekosistem laut yang bernilai tinggi seperti padang lamun yang berlokasi di pantai timur Bojonegara (di sekitar pulau-pulau kecil seperti Tanjungbatu, Cikantung dan Kamanisan); terumbu karang yang berlokasi di pantai Pulau Panjang dan pulau-pulau kecil seperti Pulau Kubur dan Pulau Kambing; mangrove yang berlokasi di pantai selatan dan timur Pulau Panjang dan di sepanjang pantai di wilayah Kecamatan Pontang dan Tirtayasa; serta cagar alam Pulau Dua dan Pulau Pamujan Besar yang dihuni oleh burung-burung endemik. Luas total area padang lamun di Teluk Banten diperkirakan mencapai 2,7 km 2. Area padang lamun terluas (±1 km 2 ) terletak di sepanjang pantai barat dekat

26 Bojonegara. Saat ini keberadaan ekosistem padang lamun di Teluk Banten sangat terancam oleh tingginya aktivitas reklamasi pantai. Padahal padang lamun berperan penting dalam menyediakan habitat dan makanan bagi berbagai jenis ikan yang masih muda dan melindungi garis pantai dari berbagai kerusakan, baik fisik maupun kimia. Terumbu karang di Teluk Banten menempati area seluas ±2,3 km 2 dengan estimasi luas penutupan karang hidup 22%. Seperti halnya ekosistem padang lamun, ekosistem terumbu karang juga sangat terancam keberadaannya, karena tingginya tingkat kekeruhan air laut, adanya cara-cara penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, serta terdapatnya penambangan batu karang yang merusak. Pada waktu-waktu mendatang, semakin menurunnya kualitas air laut yang terjadi akibat berbagai aktivitas manusia, diperkirakan akan menjadi faktor terpenting yang mengancam keberadaan terumbu karang di Teluk Banten. Terumbu karang memiliki fungsi penting untuk melindungi garis pantai dan menjadi habitat yang menyediakan nutrisi bagi berbagai jenis ikan. Terumbu karang dan padang lamun merupakan habitat penting yang menyediakan nutrisi dan tempat pengasuhan (nursery ground) bagi berbagai jenis ikan yang masih muda. Jenis ikan utama yang dihasilkan oleh Teluk Banten adalah berbagai jenis ikan kerapu (Epinephelus spp.) (Glimmerveen, 21). Populasi ikan kerapu di Teluk Banten cenderung terus menurun dari waktu ke waktu, disebabkan oleh menurunnya kualitas ekosistem dan penangkapan ikan berlebih (overfishing). Selain memainkan peran produksi yang penting, ikan kerapu berperan secara biologis di dalam mengontrol pertumbuhan lamun dan organisme terumbu karang. Pulau Dua, yang merupakan sebuah semenanjung kecil di dekat Kota Banten, memiliki hutan mangrove yang menjadi habitat penting bagi sekitar 45 ribu burung. Pulau Dua kini juga sangat terancam keberadaannya karena terjadinya pergeseran garis pantai dan semakin me nciutnya lahan basah (wetlands) seperti sawah dan lahan budidaya biota air (aquaculture); padahal lahan tersebut merupakan tempat burung-burung biasa mencari makan. Burung-burung di Pulau Dua memiliki peran penting dalam fungsi ekologi, pendidikan dan rekreasi.

27 Menurut Douven (1999) terdapat sejumlah besar aktivitas manusia yang mengancam keberlanjutan ekosistem laut Teluk Banten. Beberapa di antaranya adalah: a. Pembangunan wilayah pantai: ekspansi besar-besaran kawasan permukiman, industri dan transportasi (masterplan Kabupaten Serang, 25) berdampak pada perubahan pemanfaatan lahan dan pergeseran garis pantai yang disebabkan oleh aktivitas reklamasi dan konversi hutan mangrove. b. Pencemaran dari daratan dan erosi: permukiman dan industri yang berkembang di sepanjang kaki Gunung Karang (Kota Serang dan sekitarnya), aliran permukaan (run-off) dari lahan pertanian serta penambangan pasir dan batu dari kawasan Gunung Karang dan di dataran pantai dengan limbah yang dibuang langsung ke sungai, berdampak pada pengurangan kapasitas asimilasi dan menurunkan derajat kesehatan penduduk. c. Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut secara berlebih (overexploitation) (misalnya penambangan karang dan pasir laut, perusakan hutan mangrove dan penggunaan cara-cara penangkapan ikan yang merusak) berdampak pada terjadinya degradasi dan deplesi sumberdaya alam, baik yang dapat pulih (renewable) maupun tidak dapat pulih (non-renewable). Skala dan intensitas kegiatan di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten meningkat dengan sangat cepat seiring dengan perkembangan kependudukan dan perekonomian baik lokal, nasional maupun internasional. Proses-proses ini berpotensi menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem teluk sedemikian rupa, sehingga memberikan dampak yang besar bagi masyarakat yang bergantung baik secara langsung maupun tidak langsung pada sumberdaya pesisir dan laut. Dengan demikian diperlukan adanya koordinasi yang baik di antara pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten. Pada tahun 24, jumlah total penduduk Kabupaten Serang jiwa dengan kepadatan 1.57,91 jiwa/km 2 dan pertumbuhan mencapai 2,46% (BPS Kabupaten Serang, 25). Kepadatan penduduk di kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan Teluk Banten (1.74,83 jiwa/km 2 ) sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan penduduk Kabupaten Serang pada umumnya (1.57,91 jiwa/km 2 ). Bila dilihat dari distribusi umur, pertumbuhan penduduk

28 Kabupaten Serang tergolong cepat untuk masa-masa yang akan datang, karena 47,9% dari total penduduk berumur di bawah 2 tahun (usia produktif) dan hanya 9,7% saja yang berumur di atas 5 tahun. Aksis pertumbuhan penduduk terdapat di sepanjang koridor jalan tol Jakarta-Merak dengan pusat pertumbuhan utama adalah Kota Serang dan Cilegon. Aksis pertumbuhan penduduk lainnya terdapat di sepanjang koridor Sungai Cibanten, Cilengkong dan di sebelah timur Sungai Ciujung. Nilai produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Serang atas dasar harga berlaku meningkat 11,1% yaitu dari Rp , pada tahun 23 menjadi Rp , pada tahun 24. Di Kabupaten Serang, sektor industri menempati posisi yang sangat penting (mencapai 48,9% dari total PDRB). Hal ini semakin menguatkan posisi Kabupaten Serang sebagai daerah industri. Sektor-sektor lain yang juga mengalami peningkatan produksi adalah perdagangan, hotel dan restoran. Sesuai dengan besarnya kontribusi pada PDRB, sektor industri memberi peluang kerja cukup besar ( pekerja) dengan total perusahaan industri yang bekerja mencapai 245 buah (BPS Kabupaten Serang, 25). Pertumbuhan penduduk dan perkembangan perekonomian Kabupaten Serang seperti diuraikan di atas direfleksikan pada pola penggunaan lahan yang ada. Serang sebagai kota utama berlokasi di kaki Gunung Karang (1.7 m) di sepanjang Sungai Cibanten pada koridor tol Jakarta-Merak. Karena posisinya yang sangat strategis, daerah ini diperkirakan akan menjadi subyek utama perubahan di masa yang akan datang. Di sekeliling Kota Serang, aktivitas industri berlokasi dengan Cilegon sebagai pusatnya. Di antara dua kota utama ini juga berlokasi permukiman penduduk di sepanjang sungai dan jalan utama kota. Wilayah pantai di sebelah selatan dan timur Teluk Banten merupakan daerah perdesaan dengan lokasi permukiman penduduk yang tersebar dan produksi utamanya padi dan perikanan tambak. Wilayah perlindungan alam berlokasi di daerah pegunungan: Gunung Karang dan Gunung Gede. Dari keseluruhan pulau yang tersebar di Teluk Banten, hanya Pulau Panjang yang dihuni oleh sekitar 2.5 penduduk. Penggunaan lahan utama Pulau Panjang adalah sebagai lokasi

29 untuk melakukan aktivitas pertanian, sedangkan pulau-pulau lainnya merupakan wilayah perlindungan alam. Kepadatan penduduk yang tinggi dan aktivitas industri yang pesat tidak hanya berdampak pada perubahan penggunaan lahan di wilayah pantai, tetapi juga berdampak pada peningkatan penggunaan sumberdaya alam dan volume limbah. Analisis volume limbah, daerah asal limbah (kecamatan) dan persentase limbah yang masuk ke Teluk Banten dilaporkan oleh Heun dan Yap (1996) seperti dijelaskan oleh Douven (1999) menunjukkan bahwa Kecamatan Serang, Kasemen, Cilegon dan Bojonegara menghasilkan paling banyak limbah. Limbah industri terutama terkonsentrasi di Cilegon dan Bojonegara. Hal yang menarik dari laporan tersebut adalah total volume limbah domestik Kecamatan Serang yang mencapai 6 kali lebih besar dari volume limbah industri; dan total volume limbah industri Kecamatan Cilegon yang mencapai 4 kali lebih besar dari volume limbah domestik. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten dihadapkan pada permasalahan kompleks yang saling terkait satu sama lain. Dari aspek biofisik, permasalahan yang muncul adalah tingginya ancaman terhadap keberadaan ekosistem penting Teluk Banten, pola penggunaan lahan wilayah pesisir dan laut yang semakin tidak terkendali, penambangan pasir laut yang semakin tidak terkontrol dan tingginya volume bahan pencemar yang masuk ke teluk. Dari aspek ekonomi, permasalahan yang muncul adalah tingginya pertumbuhan industri yang kurang bersinergi dengan berbagai kepentingan stakeholders dan terjadinya degradasi sumberdaya alam hayati di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten. Dari aspek sosial, permasalahan yang muncul adalah tingginya pertumbuhan penduduk dan frekuensi konflik yang meningkat terutama berkaitan dengan alokasi pemanfaatan sumberdaya yang dirasakan kurang adil oleh masyarakat. Kompleksitas permasalahan dalam pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten juga semakin diperparah oleh adanya beberapa faktor penghambat seperti diuraikan oleh Douven et al. (2) sebagai berikut: a. Perencanaan wilayah pesisir yang masih bersifat sektoral. b. Perencanaan dan pengelolaan wilayah darat dan laut yang masih terpisah.

30 c. Masih kurangnya staf dan pendanaan untuk implementasi dan kontrol kebijakan. d. Masih kurangnya informasi tentang masalah-masalah lingkungan. e. Masih kurangnya kesadaran para stakeholders pada masalah-masalah lingkungan. Pemberlakuan Undang-Undang (UU) No. 27 tahun 27 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, diharapkan mampu memperbaiki mekanisme serta memperkuat kapasitas kelembagaan pemerintah dan masyarakat dalam mengelola sumberdaya pesisir dan laut secara adil, berimbang dan berkelanjutan. Dengan UU No. 32 tahun 24 tentang pemerintahan daerah, diharapkan akan semakin membawa perubahan institusional di bidang pengelolaan sumberdaya alam milik daerah, sehingga berbagai hambatan seperti disebutkan di atas akan dapat segera diatasi. Melalui UU tersebut, kabupaten/kota mendapatkan otonomi yang lebih besar dalam perencanaan dan pembangunan daerah dengan posisi sentral ada pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah dan sesuai dengan UU No. 26 tahun 27 tentang penataan ruang, pemerintah daerah juga memiliki kewenangan yang semakin besar dalam penyelenggaraan penataan ruang. Melalui UU tersebut, kualitas keberlanjutan ruang wilayah diharapkan dapat lebih ditingkatkan. Melalui UU No. 33 tahun 24 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan pemerintah daerah, kabupaten/kota memperoleh peluang yang lebih besar untuk mendapatkan sumberdaya finansial secara lebih berimbang dalam rangka pembiayaan prosesproses pembangunan seperti diamanatkan dalam UU No. 32 tahun Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan sebagai berikut: a. Merancang skenario pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten yang menjamin terjadinya sinergi yang menguntungkan semua stakeholders tanpa mengabaikan prinsip konservasi lingkungan. b. Merancang model interaksi di antara berbagai variabel dalam subsistem biofisik, ekonomi dan sosial di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten dalam

31 kaitannya dengan upaya peningkatan pendapatan masyarakat dan pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan. 1.3 Kerangka Pemikiran Kompleksitas permasalahan yang terjadi di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten perlu dikelola secara baik. Untuk itu dibutuhkan pemahaman mendalam tentang berbagai proses yang saling terkait antar berbagai sub-sistem: biotikabiotik dan interaksi antar kedua sistem tersebut dengan berbagai aktivitas manusia. Pemahaman terhadap proses-proses tersebut secara baik merupakan dasar bagi upaya pemecahan permasalahan yang seringkali terjadi. Hal tersebut merupakan esensi dari berbagai research programme yang dikembangkan oleh Indonesian-Dutch Teluk Banten Research Programme on Integrated Coastal Zone Management. Lembaga kerja sama Indonesia-Belanda ini mengembangkan research programme yang berbasis pada empat bidang utama, yaitu bidang abiotik, bidang biotik, bidang remote sensing dan sistem informasi geografi (GIS) serta bidang pengelolaan. Di bidang abiotik, dikembangkan research programme yang meliputi 3 bagian yaitu sedimentasi, perubahan morfologi pantai dan water transport. Di bidang biotik, research programme yang dikembangkan meliputi 4 bagian yaitu terumbu karang, padang lamun, perikanan dan burung-burung endemik (Douven et al., 2). Di bidang remote sensing dan GIS, research programme yang dikembangkan biasanya terkait dengan bidang pengelolaan dengan penekanan pada dimensi spasial. Berdasarkan lingkup permasalahan di atas, penelitian ini termasuk dalam bidang pengelolaan. Menurut Douven (1999), penelitian di bidang pengelolaan berperan sebagai integrator bagi penelitian-penelitian di bidang lain. Potensi dan permasalahan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten dapat dicermati baik dari aspek biofisik, ekonomi maupun sosial. Dari aspek biofisik, potensi dan permasalahan yang muncul erat kaitannya dengan dinamika ekosistem alami, pola penggunaan lahan, kandungan pasir laut yang besar dan volume bahan pencemar yang masuk ke Teluk Banten.

32 Dari aspek ekonomi, wilayah pesisir dan laut Teluk Banten memiliki tingkat pertumbuhan industri yang mampu memberikan sumbangan yang signifikan bagi perekonomian wilayah. Meskipun demikian, dalam perkembangannya, pertumbuhan industri yang tinggi ternyata kurang bersinergi dengan berbagai kepentingan stakeholders. Eksploitasi sumberdaya alam hayati secara berlebih di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten berdampak pada semakin rendahnya cadangan sumberdaya ikan dan sumberdaya hayati lain. Dari aspek sosial, jumlah penduduk yang besar memang bisa dianggap sebagai modal pembangunan; tetapi dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah, jumlah penduduk yang besar justru menjadi permasalahan pembangunan yang serius. Seiring dengan semangat otonomi daerah, tingginya antusiasme untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) ternyata sering menimbulkan gejala feeding frenzy terhadap sumberdaya alam milik daerah. Gejala ini berdampak pada terjadinya bahaya lingkungan dan berakibat pada biaya sosial yang mahal. Di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten, biaya sosial yang harus dibayar adalah frekuensi konflik yang makin sering terjadi yang melibatkan berbagai stakeholders di wilayah tersebut. Potensi dan permasalahan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten perlu dikelola secara baik melalui mekanisme pengelolaan terpadu. Dalam konteks ini, keterpaduan bermakna tiga dimensi: intersectoral integration, interdisciplinary approaches dan ecological linkages. Intersectoral integration diperlukan mengingat koordinasi tugas, wewenang dan tanggung jawab antar sektor pada level pemerintahan tertentu dan antar level pemerintahan merupakan kunci bagi keberhasilan pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten. Tingginya kompleksitas dan dinamika wilayah pesisir dan laut Teluk Banten memerlukan keterlibatan berbagai disiplin ilmu (interdisciplinary approaches) untuk mengantisipasi perubahan yang berlangsung begitu cepat. Pertimbangan ecological linkages perlu diperhatikan, mengingat wilayah pesisir dan laut Teluk Banten tersusun dari berbagai macam ekosistem yang saling berhubungan satu sama lain serta dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan manusia dan prosesproses alamiah, baik yang terdapat di daerah hulu maupun di laut lepas.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir (coastal zone) merupakan wilayah tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut MacDonald (2005), sekitar 70% penduduk dunia tinggal di

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LINGKUNGAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT TELUK BANTEN BERKELANJUTAN SJAIFUDDIN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT TELUK BANTEN BERKELANJUTAN SJAIFUDDIN PENGELOLAAN LINGKUNGAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT TELUK BANTEN BERKELANJUTAN SJAIFUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

COST-BENEFIT ANALYSIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR TELUK BANTEN BERKELANJUTAN

COST-BENEFIT ANALYSIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR TELUK BANTEN BERKELANJUTAN COST-BENEFIT ANALYSIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR TELUK BANTEN BERKELANJUTAN Cost-Benefit Analysis of Sustainable Management Of Banten Bay Coastal Resources Sjaifuddin 1 1 Staf pengajar pada Program

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembangunan pulau kecil menjadi kasus khusus disebabkan keterbatasan yang dimilikinya seperti sumberdaya alam, ekonomi dan kebudayaannya. Hal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P.

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan 5 Tantangan Ke Depan Pemahaman ilmiah kita terhadap ekosistem secara umum, khususnya pada ekosistem laut, mengalami kemajuan pesat dalam beberapa dekade terakhir. Informasi tentang pengelolaan ekosistem

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di Indonesia. Deposit batubara di Kalimantan Timur mencapai sekitar 19,5 miliar ton

Lebih terperinci

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL , Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana UNDIP JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume, Issue : () ISSN ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL Dzati Utomo

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan kurang lebih 17.508 buah pulau dan mempunyai panjang garis pantai 81.791 km (Supriharyono, 2002).

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting dan memiliki peran strategis bagi pembangunan Indonesia saat ini dan dimasa mendatang. Indonesia

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang paling padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan pantai. Dua pertiga dari kota-kota

Lebih terperinci

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN 2016 Pembangunan Perikanan dan Kelautan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional Bandar Lampung, 17 Mei 2016 DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di dunia. Wilayah kepulauan Indonesia sangat luas, luas daratannya adalah 1,92 Juta Km 2, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 5 TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km 2 dan 75 persen

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**) PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**) Abtrak Perairan Segara Anakan yang merupakan pertemuan

Lebih terperinci

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Madura merupakan wilayah dengan luas 15.250 km 2 yang secara geografis terpisah dari Pulau Jawa dan dikelilingi oleh selat Madura dan laut Jawa. Sebagai kawasan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar belakang

I. PENDAHULUAN Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pengalaman paradigma pembangunan bangsa Indonesia selama kurun waktu pembangunan jangka panjang I yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan aspek penting

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA

DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA Oleh : BOBY REYNOLD HUTAGALUNG L2D 098 415 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN Mata Kuliah : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kode MK : M10B.111 SKS : 3 (2-1) DOSEN : Syawaludin Alisyahbana Harahap, S.Pi.,., MSc. DASAR-DASAR PENGELOLAAN PESISIR UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari Kesejahteraan masyarakat pesisir secara langsung terkait dengan kondisi habitat alami seperti pantai, terumbu karang, muara, hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pendekatan Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa meningkatnya persepsi masyarakat yang melihat adanya hubungan tidak searah antara keberhasilan

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK PENATAAN RUANG

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK PENATAAN RUANG DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK PENATAAN RUANG Setyo S. Moersidik Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Indonesia (smoersidik@yahoo.com) DDL Adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: TAUFIQURROHMAN L2D 004 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 KESESUAIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ii ABSTRACT MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepedulian masyarakat dunia terhadap kerusakan lingkungan baik global maupun regional akibat adanya pembangunan ditandai dengan diselenggarakannya Konferensi Stockholm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah termasuk permasalahan lingkungan seperti kebersihan lingkungan. Hal ini disebabkan meningkatnya

Lebih terperinci