PEMANFAATAN BELUT (Monoptherus albus Zuieuw) DALAM PEMBUATAN BAKSO LUSI ANINDIA RAHMAWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN BELUT (Monoptherus albus Zuieuw) DALAM PEMBUATAN BAKSO LUSI ANINDIA RAHMAWATI"

Transkripsi

1 PEMANFAATAN BELUT (Monoptherus albus Zuieuw) DALAM PEMBUATAN BAKSO LUSI ANINDIA RAHMAWATI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

2 ABSTRACT LUSI ANINDIA RAHMAWATI. Utilization of Eel (Monoptherus albus Zuieuw) in Fishball Production. Supervised by Sri Anna Marliyati and Dodik Briawan. The objective of this research was to utilize eel in fishball production. The experimental design used in this research was a Complete Randomized Factorial Design. Factors used in this experimental design was A-factor which is type of flour (tapioca and sago flour) and B-factor which is amount of flour (10%, 20%, 30%, 40%). The organoleptic test showed eel fishball selected formula was A1B1 with the addition of tapioca flour 10% of the weight of the eel. Every 100 grams formula contains 84 kcal energy, 7.7 g carbohydrate, 0.9 g fat, 11.5 g protein, 185 mg phosphorus, and 490 mg calcium. Recommendation of fishball consumption per serving size was 80 g to met 15.4% protein, 24.6% phosphorus, and 49.0% calcium of Indonesian s Daily References Value. Therefore, this formula can be considered as a good source of protein, and rich of phosphorus and calcium. Keywords: fishball, eel, calcium, tapioca, sago flour

3 RINGKASAN Lusi Anindia Rahmawati. Pemanfaatan Belut (Monoptherus albus Zuieuw) dalam Pembuatan Bakso. (Dibimbing oleh Sri Anna Marliyati dan Dodik Briawan) Bakso ikan adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging ikan tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan (BSN 1995). Menurut Park (2004), bakso ikan adalah produk yang paling populer di Asia Tenggara yang berasal dari surimi. Pemanfaatan daging belut dalam pembuatan bakso diharapkan mampu menjadi alternatif produk olahan pangan hewani yang memiliki nilai gizi yang baik dan dapat diterima oleh konsumen. Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan belut (Monoptherus albus Zuieuw) dalam pembuatan bakso. Selain itu, tujuan khusus pada penelitian ini adalah: 1) menganalisis sifat fisik, kandungan gizi, dan daya cerna protein belut, 2) menentukan formula yang tepat dalam pembuatan bakso belut, 3) mengkaji pengaruh dari penambahan jenis tepung dan konsentrasi penambahan tepung yang berbeda serta interaksi antar faktor terhadap sifat organoleptik bakso belut, 4) menganalisis sifat fisik, kandungan gizi, dan daya cerna bakso belut terpilih, 5) menilai kontribusi zat gizi bakso belut formula terpilih terhadap Acuan Label Gizi (ALG) serta menghitung biaya pembuatan bakso belut formula terpilih. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dua, yaitu alat untuk pembuatan bakso belut serta analisis fisik dan kandungan gizi. Pembuatan bakso memerlukan alat, antara lain food processor dan panci. Alat-alat yang digunakan dalam analisis fisik dan kimia adalah timbangan analitik, cawan, oven vakum, desikator, cawan alumunium, cawan porselin, tanur, gelas ukur, labu kjeldahl, buret, labu soxhlet, dan alat bantu lainnya. Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama, bahan pendukung, dan bahan kimia. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging belut yang diperoleh dari Pasar Anyar Kota Bogor. Bahan pendukung yang digunakan adalah tepung tapioka, tepung sagu, bawang putih, lada, garam dapur, dan es batu. Bahan kimia yang digunakan adalah aquades, air bebas ion, HCl, NaOH, H 2 SO 4, Na 2 SO 3, HNO 3, buffer fosfat ph 6, enzim termamyl, pepsin, dan pankreatin. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor yang digunakan dalam rancangan percobaan ini adalah faktor A yaitu jenis tepung (tepung tapioka dan tepung sagu) dan faktor B yaitu taraf penambahan tepung (10%, 20%, 30%, 40%). Unit percobaan pada penelitian ini adalah daging belut. Derajat keasaman (ph) belut adalah 6,1, sedangkan persentase air terikat (% mg H2O) belut adalah 63,1%. Kandungan gizi belut terdiri dari kadar air 80,1%, abu 0,9% (bb), lemak 0,6% (bb), protein 15,3% (bb), karbohidrat 3,1% (bb), kadar kalsium 387 mg/100g, kadar besi 109,7 mg/100g, kadar fosfor 217 mg/100g, dan daya cerna protein belut 84,9%. Pembuatan bakso belut diawali dengan pembersihan daging belut dari kotoran, tulang, serta ekor dan kepalanya. Rendemen akhir dari daging belut yang diperoleh ± 42,7%. Tahap selanjutnya adalah proses penggilingan daging belut dengan penambahan bahan-bahan lain yang terdiri dari garam sebanyak 3,5% dari berat total adonan dan es sebanyak 20% dari berat daging. Penggilingan kemudian dilanjutkan dengan menambahkan bahan pengisi, bawang putih, dan lada. Adonan yang sudah homogen selanjutnya dibentuk bulatan-bulatan dan dimasukkan ke dalam panci yang berisi air panas (80 C)

4 hingga mengapung. Bulatan bakso yang sudah mengapung kemudian dimasukkan ke dalam air es. Bulatan bakso kemudian direbus di dalam air mendidih hingga matang. Faktor jenis tepung yang berbeda memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap mutu kecerahan warna. Faktor taraf penambahan tepung yang berbeda memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap mutu kecerahan warna, aroma belut, tekstur, dan rasa belut, sedangkan interaksi antar kedua faktor hanya memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap mutu kecerahan warna. Selain itu, faktor taraf penambahan tepung yang berbeda juga memberikan pengaruh nyata (p<0,05) untuk tingkat kesukaan panelis terhadap atribut rasa dan keseluruhan. Faktor jenis tepung yang berbeda dan interaksi antar kedua faktor tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis. Berdasarkan hasil uji organoleptik tersebut, formula bakso belut terpilih adalah bakso dengan penambahan tepung tapioka 10% (A1B1). Nilai rata-rata A w bakso belut terpilih adalah 0,97. Hsu & chung (1998) menyatakan bahwa tekstur adalah karakteristik terpenting dari bakso dan konsumen lebih menyukai tekstur yang keras. Tingkat kekerasan (tekstur) bakso terpilih adalah 554,8 gf. Tingkat kekenyalan bakso belut terpilih adalah 40,7%. Kandungan gizi bakso belut terpilih terdiri dari kadar air 77,6%, kadar abu 2,4% (bb), kadar lemak 0,9% (bb), kadar protein 11,5% (bb), kadar karbohidrat 7,7% (bb), kadar kalsium 490 mg/100 g,p kadar besi 93,7 mg/100 g, kadar fosfor 185 mg/100 g, dan daya cerna protein belut 83,9 %. Anjuran konsumsi bakso belut per takaran saji adalah 80 g atau setara dengan 8 buah bakso dengan berat per buahnya ± 10 gram. Satu takaran saji bakso belut formula terpilih telah memenuhi 15,4% dari ALG protein, 24,6% dari ALG fosfor, dan 49,0% dari ALG kalsium. Harga jual untuk bakso belut formula terpilih yaitu Rp ,- per 100 gram. Rata-rata harga bakso ikan komersial yaitu Rp ,- per 100 gram. Bakso belut formula terpilih memiliki harga lebih mahal dibandingkan dengan harga bakso ikan komersial. Akan tetapi dengan mempertimbangkan zat gizi mikro yang terdapat dalam bakso formula terpilih, maka bakso belut direkomendasikan sebagai kudapan bergizi.

5 PEMANFAATAN BELUT (Monoptherus albus Zuieuw) DALAM PEMBUATAN BAKSO LUSI ANINDIA RAHMAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi :Pemanfaatan Belut (Monoptherus albus Zuieuw) dalam Pembuatan Bakso Nama : Lusi Anindia Rahmawati NIM : I Menyetujui : Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN NIP: NIP: Mengetahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP: Tanggal Lulus :

7 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pemanfaatan Belut (Monoptherus albus Zuieuw) dalam Pembuatan Bakso ini dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. 1. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi dan Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan saran dan kritik dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji yang telah memberikan saran dalam perbaikan skripsi ini. 3. Bapak Muryanto atas bantuan dana penelitiannya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. 4. Orangtua, Ayahanda Wahyudi, Spd dan Ibunda Sumini, Spd yang selalu bersedia mendengar keluh kesah penulis. Skripsi ini saya persembahkan untuk Bapak dan Ibu. 5. Oki Kurniawan Nur Cahyo yang telah membantu selama proses penelitian dan skripsi. 6. Bapak Mashudi dan seluruh laboran atas bantuannya selama proses penelitian ini berlangsung. 7. Ambar, Winda, Elok, Duti, Anggun, Indah, Dheanni, Ibnu, Agus, Anti, Rohadi, Yusti, Ai, Ade, Fani, Rahayu, Ayu Sekar, Leman. Terima kasih atas semangat dan bantuan yang telah diberikan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Bogor, Januari 2013 Lusi Anindia R.

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Magetan, jawa Timur pada tanggal 27 Oktober 1989 dari Ayahanda Wahyudi dan Ibunda Sumini. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis mengawali pendidikan di SDN Magetan 1 pada tahun Pada tahun , penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Magetan dan pada tahun melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Magetan. Pada tahun 2008, penulis diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA) kabinet Pejuang Ekologi sebagai staf divisi Sosial dan Lingkungan (SOSLING). Penulis juga aktif sebagai panitia dalam kegiatan Bazar TPB, SAMISAENA, Fema Care and Share (FRESH), Kemah Riset (KERIS), dll. Tahun 2011 penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang penelitian dan melaksanakan penelitian mengenai Fortifikasi Mikrokapsul Besi pada Permen Rasa Strawberry sebagai Salah Satu Upaya Mengatasi Anemia Gizi Besi pada Anak-Anak. Selain itu, pada tahun yang sama penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Donowangun, Kecamatan Talun, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Pada tahun 2012, penulis melaksanakan Internship Dietetik di RSUD Cibinong, Bogor. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Analisis Zat Gizi Mikro tahun ajaran 2011/2012 dan Analisis Zat Gizi Makro tahun ajaran 2012/2013.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR LAMPIRAN... xii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Kegunaan... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Belut (Monoptherus albus Zuieuw)... 5 Bakso Ikan... 7 Bahan Pembuatan Bakso Ikan... 8 Proses Pengolahan Uji Organoleptik Uji Hedonik Uji Mutu Hedonik METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Rancangan Percobaan Pengolahan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik dan Kandungan Gizi Belut Pembuatan Bakso Belut Karakteristik Organoleptik Bakso Belut Sifat Fisik Bakso Belut Terpilih Kandungan Gizi Bakso Belut Terpilih Kontribusi Zat Gizi Bakso Belut terhadap Acuan Label Gizi (ALG) Analisis Biaya Pembuatan Bakso Belut Terpilih KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN IX

10 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi zat gizi belut, telur ayam dan daging sapi Kandungan gizi belut dan beberapa jenis ikan lain Syarat mutu produk bakso ikan menurut SNI (1995) Komposisi kimia tepung tapioka dan sagu Formulasi bakso belut pada berbagai taraf penambahan es Formula bahan dalam pembuatan bakso belut Kandungan gizi dan daya cerna protein fillet belut Hasil uji mutu hedonik dan hedonik warna bakso Hasil uji mutu hedonik dan hedonik aroma bakso Hasil uji mutu hedonik dan hedonik tekstur bakso Hasil uji mutu hedonik dan hedonik rasa Hasil uji hedonik bakso secara keseluruhan Persentase penerimaan panelis untuk masing-masing formula Kandungan zat gizi dan daya cerna protein bakso belut formula terpilih Kandungan zat gizi bakso belut dan kontribusinya terhadap ALG per takaran saji Perhitungan biaya pembuatan bakso belut formula terpilih X

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Belut (Monoptherus albus Zuieuw) Bakso ikan Diagram alir pembuatan bakso belut Pemisahan tulang belut Daging belut tanpa tulang Proses pengulitan daging belut Daging fillet belut Bakso dengan bahan pengisi tepung tapioka Bakso dengan bahan pengisi tepung sagu XI

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Prosedur analisis fisik Prosedur analisis kandungan gizi dan daya cerna protein Formulir organoleptik bakso belut Hasil sidik ragam dan uji Duncan data uji organoleptik XII

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia. Makanan sehari-hari sebaiknya dipilih dengan baik agar dapat memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Makanan yang tidak dipilih dengan baik dapat mengakibatkan tubuh kekurangan zat-zat gizi tertentu yang hanya dapat diperoleh dari makanan (Almatsier 2004). Status gizi seseorang dipengaruhi oleh konsumsi makanan. Status gizi baik akan tercapai apabila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan perkembangan otak, pertumbuhan fisik, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum yang baik. Status gizi kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial (Almatsier 2004). Salah satu zat gizi yang penting namun masih dikonsumsi dalam jumlah yang kurang untuk sebagian besar orang adalah protein. Protein mempunyai fungsi yang khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan hidup. Selain itu protein juga berfungsi untuk membentuk ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut zat-zat gizi, serta sumber energi (Almatsier 2004). Protein dapat diperoleh dari pangan hewani maupun nabati. Protein hewani lebih dianjurkan dibandingkan protein nabati. Hal ini dikarenakan protein hewani mangandung asam-asam amino esensial yang lebih lengkap dan lebih banyak yang sangat dibutuhkan manusia jika dibandingkan dengan protein nabati (Winarno 1997). Menurut Muchtadi (2010), protein hewani pada umumnya memiliki kandungan asam amino yang cukup serta daya cerna yang baik. Selain itu protein hewani mempunyai nilai biologis yang lebih baik dibanding protein nabati. Siagian (2008) menyatakan konsumsi protein hewani di Indonesia relatif rendah, yaitu 4,7 g/orang/hari. Konsumsi ini jauh dari target 6 g/orang/hari. Padahal konsumsi protein hewani di Malaysia, Thailand, dan Filipina, rata-rata 10 g/orang/hari. Salah satu bahan pangan sumber protein adalah belut. Belut (Monoptherus albus Zuieuw) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sampai saat ini potensinya belum dimanfaatkan secara maksimal. Belut tergolong ikan yang memiliki kandungan protein sangat baik. Selain itu, 1

14 kandungan mineral seperti kalsium pada belut lebih tinggi dibandingkan pada beberapa jenis ikan lainnya (Persagi 2009). Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang penting untuk pembentukan tulang dan gigi yang normal. Kalsium juga berperan dalam proses pembekuan darah, reaksi biologik, dan kontraksi otot (Almatsier 2004). Salah satu akibat dari kekurangan kalsium adalah osteoporosis. Hasil studi pada tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi osteoporosis di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 53,6% (wanita) dan 38% (pria) di atas usia 70 tahun, sedangkan untuk usia di bawah 70 tahun sebesar 18-36% (wanita) dan 20-27% (pria) (Rachman & Setiyohadi 2007 diacu dalam Ferazuma et al. 2011) Sejauh ini pemenuhan kebutuhan kalsium telah dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya adalah konsumsi suplemen tinggi kalsium. Namun, upaya tersebut dianggap kurang efektif karena hanya menitikberatkan pada pemenuhan salah satu zat gizi tanpa berkontribusi pada pemenuhan zat gizi lainnya. Salah satu alternatif yang dianggap efektif adalah penganekaragaman pangan. Usaha penganekaragaman pangan dapat dilakukan dengan mencari bahan pangan yang baru atau pemilihan bahan pangan yang sudah ada dengan kandungan gizi yang baik, kemudian dikembangkan menjadi produk pangan olahan yang beranekaragam. Diantara bahan pangan yang sudah ada, bahan pangan yang memiliki kandungan kalsium dan protein cukup baik adalah belut. Penelitian tentang pengolahan belut telah dilakukan sebelumnya seperti penelitian Dewi (2002) menjadi sosis, dan Sulistyarini (2007) menjadi produk keripik. Pembuatan belut menjadi bakso merupakan alternatif lain yang dapat dilakukan untuk menambah keanekaragaman produk dan meningkatkan daya tarik untuk mengkonsumsi belut. Menurut Wibowo (2006), bakso merupakan produk yang banyak dikonsumsi orang, mulai dari anak-anak, dewasa, hingga manula. Bakso adalah suatu produk dari daging yang dihaluskan, dibentuk bulatan-bulatan, kemudian direbus (Tarwotjo et al. 1971). Bakso yang beredar di pasaran antara lain bakso sapi, bakso udang, dan bakso ayam. Meskipun bakso ikan juga sudah banyak beredar di masyarakat, tapi masih jarang bakso yang memanfaatkan belut sebagai bahan utamanya. Menurut Park (2004), bakso ikan adalah produk yang paling populer di Asia Tenggara yang berasal dari surimi. Selain itu, menurut Wibowo (2006), permintaan masyarakat Indonesia untuk produk bakso sangat tinggi yaitu mencapai ton bakso per tahun. 2

15 Salah satu bahan yang diperlukan dalam pembuatan bakso adalah bahan pengisi. Bahan pengisi merupakan bahan bukan daging yang biasa ditambahkan dalam pembuatan bakso. Menurut Pandisurya (1983) diacu dalam Afrianty (2002), bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan bakso mempunyai kadar karbohidrat tinggi, sedangkan kadar proteinnya rendah. Bahan pengisi yang umum digunakan dalam pembuatan bakso adalah tepung tapioka dan tepung sagu. Penggunaan bahan pengisi sangat berperan penting dalam memperbaiki elastisitas produk akhir, kemampuan mengikat air, warna, dan tekstur secara keseluruhan (Sekarwiyati 2000). Oleh karena itu, penggunaan bahan pengisi yang tepat sangat menentukan kualitas bakso yang dihasilkan. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk bakso dari belut. Bakso belut ini diharapkan mampu menjadi alternatif produk olahan pangan hewani yang memiliki nilai gizi yang baik dan dapat diterima oleh konsumen. Tujuan Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan belut (Monoptherus albus Zuieuw) dalam pembuatan bakso. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisis sifat fisik, kandungan gizi, dan daya cerna protein belut (Monoptherus albus Zuieuw). 2. Menentukan formula yang tepat dalam pembuatan bakso belut. 3. Mengkaji pengaruh dari penambahan jenis tepung dan konsentrasi penambahan tepung yang berbeda serta interaksi antar faktor terhadap sifat organoleptik bakso belut. 4. Menganalisis sifat fisik, kandungan gizi, dan daya cerna bakso belut formula terpilih. 5. Menilai kontribusi zat gizi bakso belut formula terpilih terhadap Acuan Label Gizi (ALG) serta menghitung biaya pembuatan bakso belut formula terpilih. 3

16 Kegunaan Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan bakso yang dapat diterima oleh konsumen. Bakso yang dihasilkan diharapkan juga dapat dijadikan sebagai alternatif pangan hewani yang kaya zat gizi dan mampu meningkatkan nilai ekonomis belut. 4

17 TINJAUAN PUSTAKA Belut (Monoptherus albus Zuieuw) Sarwono (2003) mengemukakan bahwa klasifikasi perikanan yang berlaku di Indonesia untuk belut (Monoptherus albus Zuieuw) adalah belut termasuk ke dalam kelas pisces, subkelas Teleostomi, ordo Synbranchidae, genus Monopterus, dan spesies albus Zuieuw. Belut memiliki ciri-ciri antara lain tidak memiliki sirip (sirip dada, sirip punggung, dan sirip dubur pada belut berubah menjadi sembulan kulit yang tidak berjari-jari), tubuhnya tidak bersisik (Sarwono 2003). Kulit belut juga licin karena mengeluarkan lendir (Djajadireja et al 1977). Mata belut kecil lengkung, memiliki tiga pasang insang, bibirnya berupa lipatan kulit yang lebar di sekeliling mulutnya. Gigi belut runcing berbentuk kerucut, punggungnya berwarna kehijauan, dan perut kekuning-kuningan. Bagian badannya lebih panjang dari bagian ekornya yang pendek. Tinggi badannya kurang lebih 1/20 kali panjang tubuhnya, sedangkan panjang tubuhnya antara cm (Djajadireja et al 1977). Gambar 1 menunjukkan bentuk tubuh dan warna dari belut. Gambar 1 Belut (Monoptherus albus Zuieuw) (Leo 2012) Belut adalah salah satu jenis ikan yang sudah berhasil dibudidayakan dan pemeliharaannya relatif lebih mudah dibandingkan dengan ikan darat lainnya (Peranginangin & Yunizal 1992). Di Indonesia terdapat tiga jenis belut, yaitu belut sawah (Monoptherus albus Zuieuw), belut rawa (Synbranchus bengalensis Mc. Clell), dan belut bermata sangat kecil (Macrotema caligans Cant). Belut sawah merupakan jenis belut yang paling dikenal orang Indonesia karena seringnya belut ini terdapat di sawah-sawah, sedangkan belut rawa jumlahnya terbatas sehingga kurang begitu dikenal (Sarwono 2003). Belut hidupnya di lumpur, sehingga bau lumpur akan mempengaruhi produk olahan ikan ini. Untuk menghilangkan bau lumpur, maka perut ikan belut harus dikosongkan dengan membiarkan berada dalam air bersih yang mengalir selama satu hari (Peranginangin & Yunizal 1992). 5

18 Belut yang dimatikan dengan cara dipukul bagian kepalanya akan memiliki keadaan daging yang kenyal daripada dimatikan dengan penambahan konsentrasi garam 3%. Belut dapat dibersihkan dengan melumuri abu gosok ke seluruh permukaan tubuhnya sampai lendir hilang. Abu gosok memiliki daya serap tinggi dan bentuknya yang kasar mudah menyerap lendir selama tiga kali pemakaian (Rusiana 1988 diacu dalam Dewi 2002). Pengkulitan daging belut menurut Sarwono (2003) dapat dilakukan bagi yang sudah ahli. Namun, menurut Rusiana (1988) diacu dalam Dewi (2002), pengkulitan sulit dilakukan karena ikatan antara kulit dan daging sangat kuat sehingga apabila ditarik daging pun ikut tertarik. Di Indonesia, belut mulai dikenal dan digemari sejak tahun Hingga saat ini, belut banyak dibudidayakan dan menjadi salah satu komoditas ekspor. Belut termasuk ikan yang bercita rasa lezat. Belut umumnya dipasarkan dalam bentuk segar dan dapat bertahan hidup dalam waktu relatif lama asalkan kulitnya tetap lembab. Permintaan konsumen akan keberadaan belut semakin meningkat karena belut merupakan sumber protein hewani yang baik (Gaffar 2007). Komposisi zat gizi belut dibandingkan dengan komposisi telur ayam dan daging sapi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi zat gizi belut, telur ayam, dan daging sapi Zat Gizi Belut Daging Sapi Telur Ayam Protein (g) 14,6 18,8 12,4 Lemak (g) 0,8 14,0 10,8 Karbohidrat (g) 1 0 0,7 Energi (kkal) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) 1,5 2,8 3 Vitamin A (SI) Kadar Air (g) 81,5 66,0 74,3 Sumber: Persagi (2009) Apabila dibandingkan dengan ikan-ikan lain, belut memiliki kandungan kalsium yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan kalsium pada jenis ikan lainnya. Kandungan gizi belut dan beberapa jenis ikan lain dapat dilihat pada Tabel 2. 6

19 Tabel 2 Kandungan gizi belut dan beberapa jenis ikan lain Zat Gizi Belut Bandeng Ikan Mas Kakap Layur Protein (g) 14, Lemak (g) 0,8 4,8 2 0,7 1 Karbohidrat (g) ,1 Energi (kkal) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) 1,5 0, ,2 Vitamin A (SI) ,1 4 Kadar Air (g) 81, ,1 Sumber: Persagi (2009) Bakso Ikan Bakso adalah suatu produk dari daging yang dihaluskan, dibentuk bulatan-bulatan, kemudian direbus (Tarwotjo et al. 1971). Bakso diduga berasal dari daerah Cina, dan telah lama dikenal masyarakat Indonesia sebagai makanan jajanan yang dianggap murah (Sunarlim 1992). Dalam bahasa Cina, nama bakso atau baso berasal dari kata baki atau ba yang merupakan singkatan dari kata babi. Namun bakso yang populer di Indonesia dibuat dari daging sapi (Soekarto 1990). Bakso pada mulanya hanya dikenal dibuat dan dijual di daerah pemukiman orang Cina dan dijual di restoranrestoran Cina. Namun setelah tahun 1960-an, bakso mulai populer di masyarakat, selain di kota besar juga di kota kecil, terutama di pelosok dan daerah wisata. Konsumen bakso berasal dari golongan ekonomi atas sampai golongan berpenghasilan rendah sehingga bakso dapat dijumpai di restoran mewah, hotel berbintang, warung makan, pedagang kaki lima, dan pedagang keliling (Sunarlim 1992). Bakso merupakan produk emulsi daging. Bakso dibuat dari daging yang digiling halus, ditambah bahan pengisi pati atau tepung terigu, dan bumbubumbu. Daging yang baik untuk membuat bakso adalah daging yang segar dan belum mengalami rigor mortis, karena daya ikat air pada ikan segar lebih tinggi dibandingkan daging rigor mortis maupun pasca rigor (Buckle et al. 2010). Fase rigor mortis pada ikan berlangsung 1 7 jam setelah ikan mengalami kematian atau jam setelah kematian pada ikan beku (Forrest et al. 1975). Berdasarkan bahan utama yang digunakan, bakso dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu bakso ikan, bakso sapi, dan bakso babi (Tarwotjo et al. 1971). Menurut BSN (1995), bakso ikan adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging ikan tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa pemberian 7

20 bahan tambahan pangan yang diizinkan. Gambar 2 menunjukkan bakso ikan yang umum beredar di masyarakat. Gambar 2 Bakso ikan (Direktorat Pemasaran Dalam Negeri 2012) Adapun syarat mutu produk bakso ikan berdasarkan SNI (1995) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Syarat mutu produk bakso ikan menurut SNI (1995) No. Kriteria uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan 1.1 Bau - Normal, khas ikan 1.2 Rasa - Gurih 1.3 Warna - Normal 1.4 Tekstur - Kenyal 2 Air % b/b Maks 80,0 3 Abu % b/b Maks 3,0 4 Protein % b/b Min 9,0 5 Lemak % b/b Maks 1,0 6 Boraks - Tidak boleh ada 7 Bahan tambahan makanan Sesuai dengan SNI Cemaran logam : 8.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks 2,0 8.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 20,0 8.3 Seng (Zn) mg/kg Maks 100,0 8.4 Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0 8.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,5 9 Cemaran arsen (As) mg/kg Maks 1,0 10 Cemaran mikroba : 10.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks 1 x Bakteri bentuk koli APM/g Maks 4 x Salmonella - Negatif 10.4 Staphylococcus aureus Koloni/g Maks 5 x Vibrio cholerae - Negatif Sumber: BSN (1995) Bahan Utama Bahan Pembuatan Bakso Ikan Bahan utama untuk bakso ikan adalah daging ikan adalah daging ikan dari satu jenis ikan atau campuran daging beberapa jenis ikan (Wibowo 2006). Daging yang digunakan untuk membuat bakso adalah daging yang masih dalam keadaan segar tanpa melalui proses penyimpanan atau pengawetan sehingga dapat menghasilkan mutu bakso yang lebih baik (Buckle et al. 2010). Adapun 8

21 bahan utama dalam penelitian pembuatan bakso ikan ini adalah daging ikan belut. Bahan Tambahan Bahan tambahan adalah bahan yang diperlukan untuk melengkapi bahan utama dalam proses produksi (Wibowo 2006). Adapun bahan tambahan dalam proses pembuatan bakso meliputi bahan pengisi, garam dapur, es, dan bumbubumbu. Bahan pengisi Bahan pengisi merupakan bahan bukan daging yang biasa ditambahkan dalam pembuatan bakso. Adapun penambahan pengisi bertujuan untuk mengurangi biaya produksi, meningkatkan cita rasa, dan memperkecil penyusutan selama proses pemasakan (Kramlich 1971). Bahan pengisi yang umumnya digunakan pada pembuatan bakso adalah tepung tapioka atau sagu aren. Bahan tersebut memiliki kadar karbohidrat yang tinggi, namun kadar proteinnya rendah (Pandisurya 1983 diacu dalam Afrianty 2002). Perbedaan kandungan gizi yang terdapat pada tepung tapioka dan tepung sagu dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi kimia tepung tapioka dan sagu Komponen Tapioka Sagu aren Air (%) 13,12 17,82 Protein (%) 0,13 0,11 Lemak (%) 0,04 0,04 Abu (%) 0,16 0,26 Karbohidrat (%) 86,55 81,77 Sumber : Pandisurya (1983) diacu dalam Afrianty (2002) Bahan pengisi dapat meningkatkan daya ikat air, karena mempunyai kemampuan menahan air selama proses pengolahan dan pemasakan. Bahan pengisi pati dapat mengabsorpsi air sampai dua kali lipat dari berat semula dan dapat menahannya. Pada proses pemanasan sampai 70 C, adonan daging akan membentuk gel, dan setelah dingin akan membentuk padatan (Ockerman 1983). Tapioka merupakan pati yang berasal dari ekstraksi umbi ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.) yang telah mengalami pencucian dan pengeringan. Tapioka mengandung amilosa 17% dan 83% amilopektin (Haryanto & Pangloli 1991). Pati sagu mengandung amilosa 27% dan amilopektin 73%. Perbandingan amilosa dan amilopektin ini mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin besar kandungan amilosa, maka pati semakin bersifat kering dan kurang lengket (Wiranatakusumah et al diacu dalam Sekarwiyati 2000). 9

22 Garam dapur (NaCl) Komponen lain yang penting dalam pembuatan bakso adalah garam. Garam sering digunakan sebagai bahan tambahan agar mutu bakso menjadi lebih baik. Penambahan garam dapur atau NaCl mempunyai fungsi untuk meningkatkan cita rasa bakso, sebagai pelarut protein sehingga dapat menstabilkan emulsi daging, sebagai pengawet karena dapat mencegah pertumbuhan mikroba sehingga memperlambat kebusukan, serta meningkatkan daya ikat air yang biasa dipadukan dengan sodium tripolifosfat (Lawrie 2003). Es Komponen berikutnya yang berperan penting adalah es. Es berfungsi untuk mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama proses penggilingan daging serta pembuatan adonan, serta agar produk tidak kering. Air dan es yang ditambahkan akan meningkatkan keempukan dan berperan sebagai fase pendispersi (Forrest et al. 1975). Suhu daging yang lebih tinggi dari 15 C - 20 C dapat menyebabkan kerusakan emulsi (Wilson et al. 1981). Bumbu-bumbu Pembuatan bakso pada umumnya selalu perlu penambahan bumbubumbu. Tujuan penambahan bumbu yaitu untuk meningkatkan cita rasa yang disukai dari produk yang dihasilkan. Bumbu yang digunakan dalam pembuatan bakso ikan adalah bawang putih, dan lada. Bawang putih (Allium sativum) merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan ke dalam bahan pangan sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera (Hitokoto et al. 1990). SNI menyatakan bahwa merica atau lada putih bubuk adalah lada putih (Piper ningrumlin) yang dihaluskan, mempunyai aroma dan rasa khusus lada. Manfaat penambahan lada yaitu untuk menguatkan rasa yang terdapat pada makanan terutama rasa pedas. Proses Pengolahan Menurut Pandisurya (1983) diacu dalam Nurhayati (2009), pembuatan bakso pada prinsipnya terdiri dari empat tahap. Tahap pertama adalah penghancuran daging dengan menggunakan alat atau tangan. Tahap kedua adalah penambahan bahan-bahan lainnya seperti tepung atau bumbu-bumbu lainnya. Tahap ketiga adalah pencetakan adonan menjadi bulat, dan yang terakhir adalah tahap pemasakan dengan cara merebus di dalam air mendidih. 10

23 Pengahancuran daging dilakukan dengan cara mencacah (mincing), menggiling (grinding), atau mencincang sampai lumat atau halus (chopping) (Wilson et al. 1981). Pembentukan adonan menjadi bakso umumnya dilakukan dengan cara membuat adonan menjadi bola-bola kecil berdiameter 2-7 cm dengan tangan, kemudian memasaknya dalam air bersuhu 60 C - 80 C (Elviera 1988). Pemasakan pada suhu yang terlalu tinggi tidak disarankan, karena dapat mengakibatkan lemak terpisah dari emulsi. Hal ini disebabkan lemak mengembang dan protein mengkerut secara mendadak sehingga matriks protein pecah dan lemak keluar dari campuran (Sugiyono 1991 diacu dalam Putri 2001). Uji Organoleptik Menurut Soekarto (1985), penilaian dengan indera disebut juga penilaian organoleptik atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian dengan indera ini banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberi hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif. Sistem penilaian organoleptik telah dapat dibakukan dan dijadikan alat penilaian dalam laboratorium, dunia usaha, dan perdagangan. Penilaian organoleptik telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan. Dalam hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisis data (Soekarto 1985). Uji Hedonik Uji hedonik disebut juga uji kesukaan. Dalam uji hedonik panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Di samping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka, atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkattingkat kesukaan ini disebut skala hedonik (Setyaningsih et al. 2010). Uji Mutu Hedonik Berbeda dengan uji hedonik, uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau tidak suka, melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk. Kesan baik-buruk ini disebut kesan mutu hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik 11

24 daripada sekedar kesan suka atau tidak suka. Mutu hedonik dapat bersifat umum yaitu baik-buruk dan bersifat spesifik seperti empuk-keras untuk daging, pulenkeras untuk nasi, serta renyah-lembek untuk mentimun. Rentangan skala hedonik berkisar dari ekstrim baik sampai ke ekstrim jelek (Setyaningsih et al. 2010). 12

25 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan 1, Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan 2, Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan 3, dan Laboratorium Organoleptik Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dua, yaitu alat untuk pembuatan bakso belut dan analisis fisik dan kandungan gizi. Pembuatan bakso memerlukan alat, antara lain food processor dan panci. Alat-alat yang digunakan dalam analisis fisik dan kimia adalah timbangan analitik, cawan, oven vakum, desikator, cawan alumunium, cawan porselin, tanur, gelas ukur, labu kjeldahl, buret, labu soxhlet, dan alat bantu lainnya. Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama, bahan pendukung, dan bahan kimia. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging belut yang diperoleh dari Pasar Anyar Kota Bogor. Bahan pendukung yang digunakan adalah tepung tapioka, tepung sagu, bawang putih, lada, garam dapur, dan es batu. Bahan kimia yang digunakan adalah aquades, air bebas ion, HCl, NaOH, H 2 SO 4, Na 2 SO 3, HNO 3, buffer fosfat ph 6, enzim termamyl, pepsin, dan pankreatin. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi penelitian untuk menentukan persentase es yang paling tepat, sedangkan penelitian utama terdiri dari dua tahap. Tahap pertama terdiri dari analisis fisik dan kimia daging belut, penentuan formula bakso, dan pembuatan bakso. Tahap kedua terdiri dari uji organoleptik bakso yang dihasilkan serta analisis fisik dan kimia formula bakso terpilih. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan persentase es yang akan ditambahkan ke dalam adonan. Persentase penambahan es yang 13

26 digunakan pada penelitian pendahuluan ini adalah 10% (F1), 15% (F2), dan 20% (F3) dari berat daging. Penentuan jumlah es yang ditambahkan didasarkan pada penambahan es pada adonan bakso domba hasil penelitian Nurhayati (2009) dengan mempertimbangkan daya mengikat air pada masing-masing daging yang digunakan. Nilai daya mengikat air ditentukan melalui pengukuran kandungan air daging yang dinyatakan dalam persen air yang terikat (% mg H 2 O). Semakin besar persentase mg H 2 O, semakin rendah kemampuan daging untuk mengikat air (Soeparno 2005). Berdasarkan hasil penelitian Nurhayati (2009), untuk daging domba dengan persentase mg H 2 O sebesar 38,66 ± 2,95% dibutuhkan penambahan es sebanyak 30% dari berat daging yang digunakan. Oleh karena itu, untuk daging belut dengan persentase mg H 2 O sebesar 63,11% atau hampir dua kali lipat daging domba, maka dibutuhkan es sebanyak setengah dari penambahan es pada daging domba atau kurang lebih 15%. Formula bakso belut dengan persentase penambahan es yang berbeda kemudian diuji secara organoleptik terhadap parameter tekstur. Formula yang menghasilkan bakso dengan tekstur yang paling disukai panelis dinyatakan sebagai komposisi terbaik, kemudian digunakan dalam penelitian selanjutnya. Formulasi awal bakso belut dengan taraf penambahan es yang berbeda disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Formulasi bakso belut pada berbagai taraf penambahan es Persentase es yang Bahan ditambahkan 10% 15% 20% Daging belut Tepung tapioka Es batu Garam dapur 5 5 0,5 Bawang putih Lada 0,5 0,5 0,5 Penelitian Utama Penelitian utama terdiri dari dua tahap. Tahap pertama terdiri dari analisis fisik dan kandungan gizi serta daya cerna daging belut, penentuan formula bakso, dan pembuatan bakso. Tahap kedua terdiri dari uji organoleptik bakso yang dihasilkan dan analisis fisik, kandungan gizi, serta daya cerna protein formula bakso terpilih. Penelitian tahap pertama Pada penelitian tahap pertama dilakukan analisis fisik dan kandungan gizi serta daya cerna protein belut. Analisis fisik meliputi ph dan Daya Mengikat Air 14

27 (DMA). Nilai ph suatu makanan menunjukkan derajat keasaman makanan. Nilai ph dapat dijadikan sebagai indikator kualitas daging karena berkaitan dengan warna, keempukan, cita rasa, daya ikat air, dan masa simpan (Lukman et al. 2007). Menurut Aberle et al. (2001), ph daging akan mempengaruhi daya mengikat air yang dihasilkan. Daya mengikat air diartikan sebagai kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan, penggilingan, pemanasan, dan pengolahan (Soeparno 2005). Daya mengikat air pada daging merupakan faktor yang berperan terhadap kualitas bakso yang dibuat (Buckle et al. 1987). Analisis kandungan gizi, meliputi analisis proksimat, analisis kadar kalsium, besi, dan fosfor daging belut. Selain itu juga dilakukan analisis daya cerna protein dari daging belut. Prosedur analisis fisik dan kandungan gizi secara lengkap disajikan pada Lampiran 1 dan 2. Setelah dilakukan analisis fisik dan kandungan gizi belut, kemudian dilakukan penentuan formula bakso. Formula bakso tersebut diperoleh secara trial and error, yaitu untuk mencari perbandingan komposisi yang optimal dari adonan. Perlakuan yang diberikan pada masing-masing formula adalah penambahan jenis tepung yang berbeda dan taraf penambahan tepung. Terdapat dua jenis tepung yang digunakan pada penelitian ini yaitu tepung tapioka dan tepung sagu. Penambahan masing-masing tepung terdiri dari empat taraf, yaitu 10%, 20%, dan 30%, dan 40% dari berat daging belut pada masingmasing formula. Berikut adalah formula bahan dalam pembuatan bakso secara lengkap (Tabel 6). Tabel 6 Formula bahan dalam pembuatan bakso belut Formula Daging belut (g) Tapioka (g) Sagu (g) Es batu (g) Garam (g) Bawang putih (g) Lada (g) A1B ,85 1,1 0,44 A1B ,2 1,2 0,48 A1B ,55 1,3 0,52 A1B ,9 1,4 0,56 A2B ,85 1,1 0,44 A2B ,2 1,2 0,48 A2B ,55 1,3 0,52 A2B ,9 1,4 0,56 Setelah diperoleh formula bakso belut yang tepat, kemudian dilakukan pembuatan bakso. Pembuatan bakso ini menggunakan proses pengolahan bakso modifikasi Nurhayati (2009). Modifikasi yang dilakukan adalah mengganti penggunaan daging domba sebagai bahan utama dengan daging belut, komposisi bahan-bahan dan es, tahap perendaman bakso setangah matang di 15

28 dalam air es, serta lamanya waktu yang dibutuhkan pada masing-masing tahapan. Pembuatan bakso diawali dengan penentuan jenis belut yang akan digunakan. Belut yang digunakan dalam penelitian ini adalah belut segar dengan ukuran kurang lebih cm dengan berat antara gram. Pemilihan ukuran belut ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam proses pengulitan. Belut segar ini kemudian dimatikan dengan cara membungkus belut didalam kantong plastik dan membantingnya kuat-kuat ke lantai. Belut yang sudah mati kemudian dibersihkan isi perutnya dengan cara memotong belut pada bagian leher. Apabila leher belut sudah setengah terbuka, maka isi perut dikeluarkan dengan membuka tubuh belut mengikuti bentuk tubuh belut dari leher hingga ekornya. Setelah semua isi perut terlihat, isi perut belut kemudian dikeluarkan. Untuk memisahkan daging belut dengan tulangnya, pengirisan dilanjutkan dengan cara mengikuti tulang belakang pada belut. Kepala dan ekor sebaiknya tidak dibuang terlebih dahulu untuk memudahkan dalam memisahkan daging dan tulang belakang. Apabila tulang belakang belut sudah terpisah dari dagingnya, ekor dan kepala kemudian dipotong bersamaan dengan tulang belakang. Pemisahan daging dan tulang dengan cara menghancurkan tulangnya terlebih dahulu sebaiknya dihindari karena selain menghasilkan rendemen yang lebih sedikit, akan terdapat sisa hancuran tulang belakang yang menempel di daging dan sulit dipisahkan. Daging belut yang sudah terlepas dari tulang, kepala, dan ekor kemudian dikuliti dengan cara membentangkannya secara vertikal disebuah papan, kemudian menyayat dagingnya dengan pisau tajam. Cara ini akan menghasilkan rendemen yang lebih banyak dibandingkan apabila menarik kulitnya. Selain itu, daging fillet belut yang dihasilkan dengan cara ini juga lebih utuh dan rapi. Daging fillet belut yang diperoleh kemudian dibersihkan dengan air mengalir dari kotoran yang melekat. Agar bau amis dari belut berkurang, fillet belut kemudian direndam dalam air jeruk nipis selama 15 menit. Perendaman sebaiknya tidak dilakukan terlalu lama karena dapat menyebabkan rasa daging sedikit asam. Tahap berikutnya yaitu penggilingan belut yang telah difillet dan ditambahkan es serta garam dapur. Penggilingan daging belut dilakukan dengan menggunakan food processor selama 3 menit. Daging yang sudah halus kemudian ditambah tepung dan bumbu-bumbu lainnya dan digiling selama 5 menit. Adonan yang terbentuk kemudian didiamkan selama 3 menit dan dicetak 16

29 berbentuk bulatan-bulatan. Bulatan-bulatan bakso tersebut kemudian dimasukkan ke dalam panci yang berisi air panas (80 C) hingga melayang di permukaan air. Bakso yang sudah melayang kemudian diambil dan direndam di dalam air es selama 3 menit. Bakso yang telah mengeras selanjutnya dimasak dalam air mendidih (100 C) selama 3 menit. Setelah masak, bakso diangkat dan ditiriskan selama 15 menit selanjutnya siap diuji. Berikut adalah diagram proses pembuatan bakso belut secara lengkap (Gambar 3). 100 g daging belut yang telah difillet dimasukkan ke dalam penggilingan daging * Ditambahkan 20% es, 3,5% NaCl* Digiling halus selama 3 menit* Ditambahkan 0,4% lada, 10,20,30, 40% tepung, 1% bawang putih* Digiling kembali selama 5 menit* Adonan yang terbentuk didiamkan selama 3 menit* Adonan dicetak berbentuk bulatan-bulatan bakso kemudian dimasukkan ke dalam panci yang berisi air panas (80 C) hingga mengapung* Bulatan-bulatan bakso dimasukkan ke dalam air es selama 3 menit* Bulatan-bulatan bakso dimasak dalam air mendidih (100 C) selama 3 menit* Bakso diangkat dan ditiriskan selama 15 menit Keterangan : * yang modifikasi Gambar 3 Diagram alir pembuatan bakso belut (Nurhayati 2009 dengan beberapa modifikasi) Penelitian tahap kedua Bakso siap diuji organoleptik serta dianalisa Penelitian tahap kedua diawali dengan uji organoleptik. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik (kesukaan) dan mutu hedonik. Panelis yang 17

30 digunakan sebanyak 30 orang dengan dua kali ulangan. Parameter yang diuji meliputi rasa, aroma, warna, tekstur, dan keseluruhan. Pada uji hedonik, panelis diminta untuk menyatakan tingkat kesukaannya terhadap bakso yang diberikan. Penilaian uji hedonik menggunakan tujuh skala. Skala yang diberikan untuk parameter yang diuji, yaitu (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) suka, (4) biasa, (5) agak suka, (6) suka, (7) sangat suka. Penilaian uji mutu hedonik menggunakan tujuh skala. Skala untuk kecerahan warna, yaitu (1) sangat gelap, (2) gelap (3) agak gelap, (4) biasa, (5) agak cerah, (6) cerah, (7) sangat cerah. Skala untuk aroma belut, yaitu (1) sangat kuat, (2) kuat, (3) agak kuat, (4) biasa, (5) agak lemah, (6) lemah, (7) sangat lemah. Skala untuk aroma bumbu, yaitu (1) sangat lemah, (2) lemah, (3) agak lemah, (4) biasa, (5) agak kuat, (6) kuat, (7), sangat kuat. Skala untuk tekstur, yaitu (1) sangat alot, (2) alot, (3) agak alot, (4) biasa, (5) agak kenyal dan renyah, (6) kenyal dan renyah, (7) sangat kenyal dan renyah. Skala untuk rasa belut, yaitu (1) sangat kuat, (2) kuat, (3) agak kuat, (4) sedang, (5) agak lemah, (6) lemah, (7) sangat lemah. Setelah diperoleh formula bakso terpilih berdasarkan uji organoleptik, penelitian tahap kedua dilanjutkan dengan melakukan analisis sifat fisik dan kandungan gizi serta daya cerna protein dari formula bakso yang terpilih tersebut. Analisis sifat fisik meliputi tekstur (kekerasan dan kekenyalan), A w, dan ph. Analisis kandungan gizi meliputi analisis proksimat, kadar kalsium, besi, dan fosfor, serta daya cerna protein bakso belut terpilih. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor yang digunakan dalam rancangan percobaan ini adalah faktor A yaitu jenis tepung (tepung tapioka dan tepung sagu) dan faktor B yaitu taraf penambahan tepung (10%, 20%, 30%, 40%). Unit percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah daging belut yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan jenis tepung dan taraf penambahan tepung yang berbeda terhadap sifat organoleptik bakso belut. Model matematika dari rancangan percobaan tersebut adalah sebagai berikut: Yijk = μ + Ai + Bj + ABij + ŋijk Keterangan : Yijk = Peubah respon akibat pengaruh faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke-j pada ulangan ke-k 18

31 μ = nilai rata-rata umum Ai = pengaruh faktor A (jenis tepung) pada taraf ke-i Bj = pengaruh fator B (taraf penambahan tepung) pada taraf ke-j ABij = interaksi antara faktor A dan faktor B pada taraf ke-i dan ke-j ŋijk = galat dari setiap perlakuan pada taraf ke-i, ke-j dan ulangan ke-k Pengolahan dan Analisis Data Data hasil uji organoleptik baik hedonik maupun mutu hedonik diolah menggunakan Microsoft Excel Data selanjutnya dianalisis dengan SPSS 16.0 for Windows melalui uji one way ANOVA untuk mengetahui produk terbaik. Apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan (Andi 2010). Untuk mengetahui pengaruh faktor A dan faktor B serta interaksinya, digunakan uji General Linear Model. 19

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik dan Kandungan Gizi Belut Sifat fisik belut yang dianalisis adalah derajat keasaman (ph), dan daya mengikat air (WHC). Kandungan gizi belut yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat (metode by difference), kadar kalsium, kadar besi, dan kadar fosfor, serta daya cerna protein. Sifat Fisik Belut Derajat keasaman (ph). Derajat keasaman atau ph merupakan salah satu faktor penting yang menentukan daya tahan bahan pangan terhadap kontaminasi mikroorganisme (Silvia 2002). Pada ph rendah, sifat fungsional protein sebagai emulsifier sangat dibutuhkan dalam pembuatan bakso. Protein dapat mengikat air pada sisi luar yang bersifat hidrofil dan mengikat lemak pada sisi dalam yang bersifat hidrofob (Soeparno 2005). Derajat keasaman fillet belut hasil analisis adalah 6,1. Menurut Buckle et al (2010), sebagian besar mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran ph 6,0-8,0 dan nilai ph di luar kisaran 2,0-10,0 biasanya bersifat merusak. Beberapa mikroorganisme dalam bahan pangan tertentu, seperti khamir dan bakteri asam laktat tumbuh dengan baik pada kisaran nilai ph 3,0-6,0 dan sering disebut sebagai asidofil. Daya mengikat air (WHC). Menurut Aberle et al. (2001), beberapa sifat fisik daging seperti warna, tekstur, dan kekerasan daging mentah serta sari minyak (juiceness) dan keempukan daging masak dipengaruhi oleh daya mengikat air. Hampir semua prosedur penyimpanan dan pengolahan daging dipengaruhi oleh daya mengikat air jaringan. Nilai daya mengikat air ditentukan melalui pengukuran kandungan air daging yang dinyatakan dalam persen air yang terikat (% mg H 2 O). Persentase mg H 2 O fillet belut hasil analisis adalah 63,1%. Menurut Soeparno (2005), semakin besar persentase mg H 2 O yang terikat, semakin rendah kemampuan daging untuk mengikat air. Kandungan Gizi dan Daya Cerna Protein Belut Analisis kandungan gizi belut meliputi kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat (by difference), kalsium, besi, dan fosfor. Selain itu juga dilakukan analisis daya cerna protein belut. Data hasil analisis sifat kimia belut disajikan pada Tabel 7. 20

33 Tabel 7 Kandungan gizi dan daya cerna protein fillet belut Atribut Belut bb bk Air (%) 80,1 - Abu (%) 0,9 4,7 Lemak (%) 0,6 2,8 Protein (%) 15,3 76,7 Karbohidrat (%) 3,1 15,8 Kalsium (mg/100 gr) Besi (mg/ 100 gr) 109,7 - Fosfor (mg/ 100 gr) Daya cerna protein (%) 84,9 - Kadar air. Kadar air dalam suatu bahan pangan akan menentukan penerimaan dan daya tahan bahan tersebut (Winarno 1997). Hasil analisis menunjukkan kadar air fillet belut sebesar 80,1% (bb). Kandungan air pada daging ikan berkisar antara 60-84% (Afrianto & Liviawati 1993 diacu dalam Suhartini & Hidayat 2005). Kadar air belut berdasarkan hasil penelitian Vishwanath et al. (1998) adalah sebesar 77,00 ± 0,08 %. Hasil analisis kadar air belut tidak berbeda jauh dengan literatur dan masih berada dalam rentang yang normal untuk daging ikan. Kadar air belut hasil analisis sedikit lebih tinggi daripada literatur. Perbedaan komposisi pada daging dapat terjadi dan dipengaruhi oleh proses pemotongan, perbedaan spesies, keturunan, usia, jenis kelamin, tipe pemberian makanan, dan lain-lain (Colmenero et al. 2001). Kadar air memegang peranan penting pada pertumbuhan bakteri. Kadar air yang rendah dapat memperlambat kerusakan ikan (Stansby 1963 diacu dalam Vishwanath et al. 1998). Kadar abu. Abu merupakan bahan anorganik yang tidak terbakar pada proses pembakaran. Abu menunjukkan elemen mineral suatu bahan pangan (Winarno 2008). Kadar abu fillet belut adalah sebesar 0,9% (bb) atau 4,7% (bk). Kadar abu belut menurut Vishwanath et al. (1998) adalah sebesar 7,00 ± 0,57 % (bk). Kadar abu belut hasil analisis lebih kecil dibandingkan literatur. Menurut Govindan (1985), kandungan abu pada ikan dapat digunakan untuk mengetahui komponen mineral dalam daging ikan seperti kalsium, sodium, dan potassium. Selain itu, ada komponen yang lebih kecil kandungannya seperti besi, tembaga, dan magnesium. Kadar lemak. Lemak merupakan bahan yang tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan (Buckle et al 2010). Kadar lemak fillet belut sebesar 0,6% (bb) atau 2,8% (bk). Menurut Persagi (2009), kadar lemak belut adalah 0,8 g/100 g atau 0,8% (bb). Kadar lemak belut hasil analisis sedikit 21

34 lebih kecil dibandingkan literatur. Perbedaan komposisi pada daging dapat terjadi dan dipengaruhi oleh proses pemotongan, perbedaan spesies, keturunan, usia, jenis kelamin, tipe pemberian makanan, dan lain-lain (Colmenero et al. 2001). Kadar protein. Kandungan protein dalam bahan pangan bervariasi baik dalam jumlah maupun jenisnya. Bahan pangan hewani (seperti telur, daging, susu, dan ikan), leguminose (seperti kacang-kacangan), dan serealia (seperti beras, gandum, dan jagung) umumnya mengandung protein yang tinggi (Andarwulan et al. 2011). Kadar protein fillet belut hasil analisis sebesar 15,3% (bb) atau 76,7% (bk). Menurut Vishwanath et al. (1998), kadar protein kasar pada belut sebesar 79,00 ± 0,20% (bk). Kadar protein belut hasil analisis tidak berbeda jauh dengan literatur dan cederung lebih kecil. Hampir semua asam amino yang terdapat pada protein hewan juga terdapat pada protein daging ikan dan di antara asam-asam amino tersebut terdapat asam amino esensial, yaitu valin, histidin, isoleusin, lisin, leusin, methionin, threonin, triptofan, dan fenilalanin (Irianto & Giyatmi 2009). Kadar karbohidrat. Kadar karbohidrat fillet belut sebesar 3,1% (bb) atau 15,8% (bk). Menurut USDA (2002), belut tidak mengandung karbohidrat. Kadar karbohidrat hasil analisis menunjukkan adanya karbohidrat pada daging belut dalam jumlah yang tidak terlalu tinggi. Menurut Irianto dan Giyatmi (2009), ikan mengandung karbohidrat dalam jumlah yang sangat rendah dibandingkan dengan tanaman. Karena kandungannya yang sangat kecil, maka dapat diabaikan. Kadar kalsium. Kalsium adalah salah satu mineral makro yang penting bagi tubuh. Kalsium dibutuhkan di semua jaringan tubuh, khususnya tulang (Arisman 2004). Kadar kalsium fillet belut sebesar 387 mg/100 g. Menurut Ruiter (1995), kadar kalsium belut berkisar mg/100 g. Berdasarkan hasil analisis, kadar kalsium belut jauh lebih tinggi dibandingkan literatur. Namun demikian, kadar kalsium hasil analisis masih dalam rentang normal kadar kalsium ikan menurut FAO/WHO (2002) diacu dalam James (2006), yaitu berkisar antara mg/100 g. Menurut Ruiter (1995), perbedaan kadar kalsium yang jauh dapat terjadi disebabkan perbedaan jumlah tulang dan cangkang. Kadar besi. Besi dalam makanan dapat berada dalam bentuk besi hem dan besi non-heme. Besi hem terutama berasal dari hemoglobin dan mioglobin dan banyak ditemukan pada pangan hewani (Almatsier 2004). 22

35 Kadar besi fillet belut berdasarkan hasil analisis adalah sebesar 109,7 mg/100g. Menurut Ruiter (1995), kadar besi pada belut berkisar antara 0,5 5,44 mg/ 100 g. Menurut FAO/WHO (2002) diacu dalam James (2006), kadar besi ikan berkisar antara 0,6 9,2 mg/ 100 g. Kadar besi belut hasil analisis menunjukkan hasil yang jauh lebih tinggi dibandingkan literatur. Menurut Ruiter (1995), perbedaan kadar besi yang besar dapat terjadi dikarenakan kontaminasi logam serta perbedaan dalam metode analisis. Selain itu kondisi belut yang hidup di lumpur juga diduga dapat mempengaruhi kadar besinya. Kadar fosfor. Fosfor terdapat di dalam semua makanan, terutama makanan kaya protein seperti daging, ayam, ikan, telur, susu dan hasilnya, kacang-kacangan dan hasilnya, serta serealia (Almatsier 2004). Kadar fosfor fillet belut berdasarkan hasil analisis adalah sebesar 217 mg/100 g. Menurut Ruiter (1995), kadar fosfor belut berkisar antara mg/ 100 g. Kadar fosfor belut hasil analisis menunjukkan hasil yang sesuai dengan literatur. Kalsium dan fosfor adalah mineral yang paling banyak terdapat pada ikan, manusia, dan organisme hidup lainnya. Kurang lebih 99% kalsium dan 80 85% fosfor terdapat pada tulang dalam bentuk kalsium fosfat (Ruiter 1995). Daya Cerna Protein. Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino oleh enzim-enzim pencernaan dikenal dengan istilah daya cerna protein (Muchtadi 1989). Latar belakang penilaian mutu protein ialah karena tidak semua protein yang dikonsumsi dapat dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh. Berdasarkan hasil analisis, daya cerna protein fillet belut adalah 84,9%. Daya cerna fillet belut lebih rendah apabila dibandingkan dengan daya cerna protein ikan mas. Menurut Layly (2002), daya cerna protein ikan mas berkisar antara 96,9% - 97,8%. Perbedaan daya cerna protein ini dapat terjadi karena jenis bahan pangan yang berbeda. Selain itu, menurut Bender (2002), ada faktorfaktor yang mempengaruhi aktivitas enzim dalam mencerna protein, yaitu ph saat inkubasi atau lingkungan, suhu, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, dan adanya inhibitor atau aktivator yang akan mempengaruhi daya cerna protein. 23

36 Pembuatan Bakso Belut Pembersihan daging belut Pembuatan bakso diawali dengan pembersihan daging belut dari kotoran, tulang, serta ekor dan kepalanya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan daging belut yang diinginkan. Belut yang digunakan pada penelitian ini merupakan belut segar yang diperoleh dari pasar Anyar. Belut yang sudah dimatikan kemudian dibersihkan dari kotoran yang ada di dalam perutnya. Dalam penanganan ikan, menurut Wibowo (2006), ikan disiangi bertujuan agar isi perut yang menjadi sumber enzim dan bakteri tidak merusak daging ikan. Setelah semua isi perut dibersihkan, pengirisan dilanjutkan mengikuti tulang belakang belut hingga tulang belakang terpisah dari dagingnya. Apabila tulang belakang sudah terpisah, kepala dan ekor dipotong sehingga hanya diperoleh daging belut tanpa tulang. Daging belut yang sudah terlepas dari tulang, kepala, dan ekor kemudian dikuliti dengan cara membentangkannya secara vertikal disebuah papan, lalu menyayat dagingnya dengan pisau tajam. Rendemen akhir dari daging belut yang diperoleh ± 42,8%. Dalam penanganan ikan, menurut Wibowo (2006), rendemen yang diperoleh dari proses fillet dan pelumatan berkisar antara 40 60% dari berat ikan, tergantung jenis ikannya. Daging belut kemudian dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan kotoran dan darah yang menempel pada daging. Daging belut yang sudah bersih kemudian direndam di dalam air perasan jeruk nipis selama 15 menit. Setelah perendaman selesai, daging dicuci kembali untuk menghilangkan rasa asam dari air jeruk nipis yang masih menempel pada daging. Selanjutnya daging belut dipotong kecil-kecil untuk mempermudah proses penggilingan. Penghancuran daging ini bertujuan untuk memecah serabut daging, sehingga protein yang larut dalam garam akan mudah keluar. Berikut ini disajikan beberapa gambar proses pembersihan daging belut (Gambar 4-7). Gambar 4 Pemisahan tulang belut Gambar 5 Daging belut tanpa tulang 24

37 Gambar 6 Proses pengulitan daging belut Gambar 7 Daging fillet belut Pembuatan Bakso Tahap pembuatan bakso diawali dengan proses penggilingan daging belut dengan penambahan garam dan es. Penambahan garam dalam pembuatan produk seperti bakso berfungsi untuk merenggangkan protein-protein miofibril serta untuk meningkatkan kemampuan mengemulsi (Lawrie 2003). Persentase garam yang ditambahkan adalah sebesar 3,5% dari berat total daging dan tepung yang digunakan. Persentase ini diperoleh melalui trial and error, sedangkan persentase penambahan es didasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil uji organoleptik terhadap tekstur bakso pada penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa penambahan es sebanyak 20% dari berat daging menghasilkan tekstur yang terbaik. Oleh karena itu, pada proses pembuatan bakso selanjutnya digunakan persentase penambahan es sebanyak 20% dari berat daging. Menurut Hsu dan Yu (1999), penambahan lebih dari 2,2% garam dan air kurang dari 22% dapat menghasilkan bakso yang dapat diterima. Pada tahap pembuatan bakso, selain menggunakan daging juga ditambahkan bahan lain berupa bahan pengisi dan bumbu-bumbu yang terdiri dari bawang putih dan lada. Bahan pengisi adalah fraksi bukan daging yang ditambahkan dalam pembuatan bakso. Bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan bakso ini adalah tepung tapioka untuk formula pertama dan tepung sagu untuk formula kedua. Masing-masing formula terdiri dari empat taraf penambahan, yaitu 10%, 20%, 30%, dan 40%. Menurut Standar Nasional Indonesia mengenai baso ikan, baso ikan adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran daging ikan dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan. Kadar daging ikan yang digunakan tidak kurang dari 50% (BSN 1995). Persentase bawang putih 25

38 dan lada yang ditambahkan diperoleh melalui trial and eror untuk menghasilkan rasa bakso yang terbaik. Setelah daging belut halus, penggilingan dilanjutkan kembali dengan menambahkan bahan pengisi dan bumbu. Adonan yang sudah homogen didiamkan selama 3 menit lalu dicetak berbentuk bulatan-bulatan dan dimasukkan ke dalam panci yang berisi air panas (80 C) hingga mengapung. Pemanasan lebih dari suhu 80 C akan menyebabkan emulsi rusak yang ditandai dengan rusaknya elastisitas produk dan keluarnya lemak dari produk (Tanikawa 1971). Bulatan bakso yang sudah mengapung kemudian dimasukkan ke dalam air es. Air es ini berfungsi untuk menghasilkan tekstur yang lebih kompak dan kenyal. Bulatan bakso kemudian direbus di dalam air mendidih. Perebusan kembali ini perlu dilakukan karena menurut Dewi (2002), proses pemanasan yang suhunya kurang dari 100 C tidak dapat membunuh semua bakteri pembusuk, terutama bakteri yang bersifat tahan pada suhu tinggi. Setelah bakso matang, bakso diangkat dan ditiriskan. Berikut adalah gambar bakso yang dihasilkan (Gambar 8 dan 9). A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 Gambar 8 Bakso dengan bahan pengisi tepung tapioka A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 Gambar 9 Bakso dengan bahan pengisi tepung sagu 26

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Belut ( Monoptherus albus Zuieuw)

TINJAUAN PUSTAKA Belut ( Monoptherus albus Zuieuw) TINJAUAN PUSTAKA Belut (Monoptherus albus Zuieuw) Sarwono (2003) mengemukakan bahwa klasifikasi perikanan yang berlaku di Indonesia untuk belut (Monoptherus albus Zuieuw) adalah belut termasuk ke dalam

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digiling halus ditambah bahan pengisi pati atau tepung topioka dan bumbubumbu.

II. TINJAUAN PUSTAKA. digiling halus ditambah bahan pengisi pati atau tepung topioka dan bumbubumbu. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan produk emulsi daging bakso dibuat dari daging yang digiling halus ditambah bahan pengisi pati atau tepung topioka dan bumbubumbu. Daging yang baik untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Bakar Bakso merupakan produk daging olahan yang berasal dari daging sapi. Menurut SNI 01 3818 1995 definisi dari bakso daging yaitu produk makanan yang berbentuk bulat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi 1 I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1,6.) Hipotesis

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu mulai april 2011 sampai dengan juni 2011 di Kampus IPB Dramaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dengan pengujian organoleptik dan uji lipat dilakukan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Indonesia ternyata sampai sekarang konsumsi protein kita masih bisa dikatakan kurang, terutama bagi masyarakat yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging kelinci, daging

BAB III MATERI DAN METODE. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging kelinci, daging 1 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2011 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang. 3.1. Materi Materi yang digunakan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium III. MATERI DAN METODE 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium Teknologi Pascapanen Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. 3.2.Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah Indonesia atau sekitar 5.8 juta km² berupa laut.garis pantai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Syarat Mutu Sosis Daging Menurut SNI

Lampiran 1. Syarat Mutu Sosis Daging Menurut SNI LAMPIRAN 69 70 Lampiran 1. Syarat Mutu Sosis Daging Menurut SNI 01-3820-1995 No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan 1.1 Bau - Normal 1.2 Rasa - Normal 1.3 Warna - Normal 1.4 Tekstur - Bulat Panjang

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu penyedia sumber bahan pangan memiliki banyak macam produk yang dihasilkan. Salah satu produk pangan yang berasal dari peternakan yaitu

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 13 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Analisis makanan, Laboratorium pengolahan pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur analisis fisik

Lampiran 1 Prosedur analisis fisik LAMPIRA 50 Lampiran 1 Prosedur analisis fisik 1. Analisis Tekstur (kekerasan dan kekenyalan) Kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2014, bertempat di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2014, bertempat di III. MATERI DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2014, bertempat di Laboratorium Teknologi Pasca Panen Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau. 3.2.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Penelitian, Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C34103013 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

MODUL 1 BAKSO IKAN. A. Deskripsi Bakso Ikan

MODUL 1 BAKSO IKAN. A. Deskripsi Bakso Ikan MODUL 1 BAKSO IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah bakso ikan yang bertekstur kenyal dan lembut serta bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu bakso

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

I. PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan ataupun minuman bagi

Lebih terperinci

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan. MODUL 2 NUGGET IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah nugget ikan yang bertekstur kenyal, lembut dan bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia ~akanan Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 12 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan yaitu pada Bulan April sampai Juli 2014. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Che-Mix Pratama,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah. dihaluskan dan dicampurkan dengan bumbu-bumbu, tepung

TINJAUAN PUSTAKA. Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah. dihaluskan dan dicampurkan dengan bumbu-bumbu, tepung TINJAUAN PUSTAKA Bakso Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah dihaluskan dan dicampurkan dengan bumbu-bumbu, tepung dan dibentuk menjadi bola-bola kecil lalu direbus dalam air

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2013 di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan telah banyak dikenal, karena boleh dikatakan semua orang pernah menggunakan ikan sebagai bahan pangan dengan dimasak terlebih dahulu, misalnya sebagai lauk pauk,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daging dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daging dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang berupa bola-bola yang terbuat dari daging dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie. Bahan-bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak serta zat yang lain yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Usaha untuk meningkatkan konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang dilumatkan, dicampur dengan bahan lainnya, dibentuk bulat-bulatan, dan selanjutnya direbus (Usmiati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, sementara pengujian mutu gizi dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. food menurut Food and Agriculture Organization didefinisikan sebagai makanan

BAB I PENDAHULUAN. food menurut Food and Agriculture Organization didefinisikan sebagai makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang

Lebih terperinci

Pembuatan Sosis Ikan

Pembuatan Sosis Ikan Pembuatan Sosis Ikan Sosis ikan adalah salah satu olahan yang dibuat dari pasta ikan yang ditambah dengan bumbu-bumbu, kemudian dibungkus/dikemas dengan usus kambing atau pengemas lainnya yang biasa disebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat 33 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian KKP3T (Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) yang berjudul Pengembangan Produk Pangan Fungsional

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING PEMPEK

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING PEMPEK LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING PEMPEK Oleh : Nama : Arini Purnamawati Nrp : 133020051 No.Meja : 4 (Empat) Kelompok : B Tanggal Percobaan : 22 April 2016 Asisten

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen laboratorium. Faktor perlakuan meliputi penambahan pengembang dan pengenyal pada pembuatan kerupuk puli menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi diantaranya mengandung mineral, vitamin dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan Penelitian

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2011. Tempat pelaksanaan penelitian di enam laboratorium, yaitu Laboratorium Terpadu IPB, Nutrisi Ikan IPB, Biokimia Giz,

Lebih terperinci

KERUPUK UDANG ATAU IKAN

KERUPUK UDANG ATAU IKAN KERUPUK UDANG ATAU IKAN 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

Siomay ikan SNI 7756:2013

Siomay ikan SNI 7756:2013 Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 11 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2012 dan bertempat di beberapa laboratorium, yaitu Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belalang kayu adalah serangga herbivora berwarna coklat yang termasuk ordo Orthoptera. Belalang kayu banyak ditemui pada pohon turi, ketela, jati, dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. nugget yang relatif mahal. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif nugget yang

I PENDAHULUAN. nugget yang relatif mahal. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif nugget yang I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAGING BAKSO. Materi 3b TATAP MUKA ke 3 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK

PENGOLAHAN DAGING BAKSO. Materi 3b TATAP MUKA ke 3 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK PENGOLAHAN DAGING BAKSO Materi 3b TATAP MUKA ke 3 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman REFERENSI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TELUR ITIK DENGAN KONSENTRASI BERBEDA TERHADAP MUTU BAKSO BELUT (Monopterus albus) ELITA

PENGARUH PEMBERIAN TELUR ITIK DENGAN KONSENTRASI BERBEDA TERHADAP MUTU BAKSO BELUT (Monopterus albus) ELITA PENGARUH PEMBERIAN TELUR ITIK DENGAN KONSENTRASI BERBEDA TERHADAP MUTU BAKSO BELUT (Monopterus albus) ELITA Dosen pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerupuk Kerupuk merupakan jenis makanan kering dengan bahan baku tepung tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa misalnya, kerupuk udang, kerupuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi kebiasaan yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai golongan apapun

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai dengan empat varietas yaitu: Kedelai A, kedelai komersial yang diperoleh dari Koperasi Pengrajin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Seafast, Pusat

Lebih terperinci

ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR

ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR Ridawati Marpaung 1 Asmaida Abstract Penelitian ini bertujuan melakukan analisis organoleptik dari hasil olahan sosis ikan air

Lebih terperinci

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: DIAN WIJAYANTI A 420 100 074 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci