SKRIPSI UJI PERFORMANSI MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR PADA. PENGERINGAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI UJI PERFORMANSI MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR PADA. PENGERINGAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)"

Transkripsi

1 SKRIPSI UJI PERFORMANSI MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR PADA PENGERINGAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) Oleh : GALUH FEKAWATI RUSTAM. M. F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 UJI PERFORMANSI MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR PADA PENGERINGAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : GALUH FEKAWATI RUSTAM M. F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

3 Judul Skripsi : Uji Performansi Model Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)- Hybrid Tipe Rak Berputar Pada Pengeringan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Nama : Galuh Fekawati Rustam M. NIM : F Menyetujui, Pembimbing, ( Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si ) NIP: Mengetahui, Ketua Departemen, ( Dr. Ir. Desrial, M.Eng ) NIP: Tanggal Lulus :

4 Galuh Fekawati Rustam M. F Uji Performansi Model Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid tipe Rak Berputar pada Pengeringan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Dibawah bimbingan: Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si. RINGKASAN Produk hasil pertanian pada umumnya tidak tahan lama jika disimpan, oleh karena itu membutuhkan penanganan pasca panen untuk memperpanjang umur simpan. Pengeringan merupakan salah satu penanganan pasca panen untuk mengawetkan produk pertanian tersebut. Pengeringan dapat dilakukan secara langsung dengan bantuan sinar matahari atau dengan menggunakan alat pengering. Kelemahan dari proses pengeringan secara langsung dengan menggunakan bantuan sinar matahari adalah ketergantungan terhadap cuaca, kontaminasi dengan debu, binatang pengganggu, kadar air akhir produk hasil pengeringan yang tidak seragam, dan lain-lain. Oleh karena itu digunakan alat pengering ERK Hybrid untuk mengatasi permasalahan tersebut. Kelebihan dari alat pengering ini adalah adanya rak yang dapat diputar sehingga dpat menyeragamkan kadar air pada proses pengeringan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data performansi alat pengering tipe rak berputar untuk mengeringkan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), yang meliputi : keseragaman kadar air bahan (sebaran suhu dan kadar air), laju pengeringan yang tinggi, konsumsi energi yang rendah, dan mutu produk. Pada penelitian ini terdapat 5 percobaan, yaitu : (1). pengeringan dengan kapasitas 1.8 kg jamur pada pagi hingga sore hari (pukul 08:00 WIB-16:00 WIB). Setiap 1 jam, rak digeser sebesar 45º dan tanpa diputar. (2). pengeringan dengan kapasitas 1.8 kg jamur pada pagi hingga sore hari ( pukul 08:00 WIB-16:00 WIB). Setiap 1 jam, rak digeser sebesar 45º dan diputar selama 10 menit di awal dan di akhir jam. (3). pengeringan dengan kapasitas 1.8 kg jamur pada pagi hingga sore hari (pukul 08:00 WIB-16:00 WIB). Setiap 1 jam, rak digeser sebesar 45º dan diputar selama 5 menit di awal dan di akhir jam. (4) pengeringan dengan kapasitas 4 kg jamur pada pagi hingga malam hari (pukul 08:00 WIB-20:00 WIB). Setiap 1 jam, rak digeser sebesar 45º dan diputar selama 10 menit di awal dan di akhir jam. (5). pengeringan dengan kapasitas 4 kg jamur pada pagi hingga sore hari (pukul 08:00 WIB-16:00 WIB). Setiap 1 jam, rak digeser sebesar 45º dan diputar selama 10 menit di awal dan di akhir jam. Performansi mesin pengering ERK hybrid tipe rak berputar untuk pengeringan jamur tiram adalah sebagai berikut : (a) Rata-rata suhu outlet > rata-rata suhu ruang pengering > rata-rata suhu lingkungan pada setiap percobaan. Suhu ruang pengering berkisar antara 30 O C-49 O C pada percobaan I, dan RH ruang pengering berkisar antara 34.1%-93.5%. Pada percobaan II suhu ruang pengeringnya berkisar antara 28 O C-44 O C, dan RH ruang pengering berkisar antara 50.9%-80.8%. Pada percobaan III suhu ruang pengeringnya berkisar antara 28.5 O C-45.5 O C, dan RH ruang pengering berkisar antara 34.1%-96.3%. Pada percobaan IV suhu ruang pengering berkisar antara 26 O C-44 O C, dan RH ruang pengering berkisar antara 45.3%-100%. Sedangkan pada percobaan V suhu ruang pengering berkisar antara 29 O C-47 O C, dan

5 RH ruang pengering berkisar antara 49.3%-100%. (b) Laju pengeringan pada percobaan dengan pemutaran rak lebih besar daripada percobaan tanpa pemutaran rak pada tingkat kadar air awal yang hampir sama, yaitu berkisar antara 18.91%bk/jam %bk/jam. (c) Lama pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan jamur tiram sampai kadar air <12%bb berkisar antara 9-12 jam. (d) Efisiensi pengeringan yang dicapai pada percobaan pemutaran rak selama 10 di awal dan diakhir setiap 60 menit sekali cenderung lebih besar daripda percobaan tanpa pemutaran rak dengan efisiensi sebesar 54.35%. Dan efisiensi ini lebih besar daripada efisiensi pemutaran rak 5 menit di awal dan di akhir setiap 60 menit sekali. (e) Kebutuhan energi pengeringan pada pemutaran rak 10 menit di awal dan di akhir setiap 60 menit sekali lebih kecil dari pada percobaan tanpa pemutaran dan daripada percobaan dengan pemutaran rak selama 5 menit di awal dan di akhir setiap 60 menit sekali, yaitu sebesar kj/kg uap. (f) Setelah dilakukan analisis protein dengan menggunakan metode AOAC , protein yang terkandung oleh jamur tiram kering adalah 21.18% dan 26.79% per berat kering untuk 2 sampel uji, dibandingkan dengan kandungan protein jamur tiram basah yaitu 30% per berat kering (Chang et al., 1993), maka jamur tiram kering ini masih layak untuk dikonsumsi karena kandungan protein yang dibutuhkan masih cukup. (g) Berdasarkan hasil tersebut pecobaan yang memberikan hasil terbaik adalah percobaan dengan pemutaran rak sebesar 10 menit di awal dan di akhir setiap 60 menitnya. Analisis teknis menunjukkan bahwa mesin pengering ini layak untuk digunakan untuk pengeringan jamur tiram.

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 14 Februari 1987, adalah putri kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Rustam Mujiono dan Ibu Subiyani. Penulis menyelesaiakan TK(aman Kanak-kanak) di TK Pertiwi 1 (tahun lulus 1993), Sekolah Dasar di SD N Kuwiran 2 (tahun lulus 1999), Sekolah Menengah Pertama di SMP N 1 Banyudono (tahun lulus 2002), dan Sekolah Menengah Atas di SMA N 1 Boyolali (tahun lulus 2005). Pada tahun 2005 peniulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Pada semester 6 penulis memilih bagian Energi dan Elektrifikasi Pertanian (EEP). Selama menjalani kuliah di IPB, penulis aktif dalam Himpunan Profesi Mahasiswa HIMATETA. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan praktek lapang di Pusat Penelitian Teh dan Kina, Gambung, Ciwidey, Jawa Barat dengan laporan praktek lapang yang berjudul Aspek Keteknikan dan Konsumsi Energi pada Proses Pengolahan Teh dan Kina di Pusat Penelitian Teh dan Kina, Gambung, Ciwidey, Jawa Barat. Sebagaisalah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Uji Performansi Model Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid Tipe Rak Berputar Pada Pengeringan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus).

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT penulis panjatkan, karena atas rahmat, taufik, hidayah, serta inayah- Nya penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan skripsi dengan judul Uji Performansi Model Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid Tipe Rak Berputar Pada Pengeringan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) sesuai dengan rencana yang diharapkan. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian serta penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Sri Endah Agustina, M.S dan Ir. Agus Sutejo, M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk perbaikan tugas akhir penulis. 3. Kedua orang tua (Bapak dan Ibu), kakakku tercinta, yang selalu memberikan dorongan, semangat dan doa hingga selesainya laporan skripsi ini. 4. Seluruh staf Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian ( Pak Harto dan Mas Firman ) yang telah memberikan bantuan dalam proses peminjaman alat. 5. Staf Laboratorium Lingkungan dan Bangunan Pertanian yang telah memberikan bantuan peminjaman alat. 6. Teman-teman satu penelitian (Dewi Larasati, Evy Yustina Putri). 7. Teman-teman TEP 42 khususnya Rinaldi Ari Prabowo, Lovita, Yolivia Astrianiez Seesar, Oktafil Ulya, Achmad Zaini, Soleh Kurniawan R.A.C, Ismail Hadi Tambunan, Arief Imansyah, Annisa Nur Ichniarsyah, Ikhsan Prasetya, Sofi Maryani, Tri Yuda Hartanto, Nur Dia Triono, Syarief Ubaydillah, Astiti Puriwigati, dan Agusti Irri Susanti, yang telah ikut membantu selama penelitian berlangsung dan penulisan skripsi. 8. Ibu Ros, Ibu Mar, Pak Nandang, Bu Edah yang telah membantu dalam hal administrasi. i

8 9. Teman-teman kos Wisma Agung 2 yang setia dalam suka dan duka. Jika dalam penulisan skripsi ini terdapat kekurangan, maka kritik dan saran dari pembaca sangat membantu dalam penyempurnaan penulisan. Penulis berharap semoga laporan skripsi ini dapat mendatangkan manfaat bagi pihak yang membutuhkan. Bogor, Mei 2010 Penulis ii

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii v vi x I.... PENDAH ULUAN... 1 A.... Latar Belakang... 1 B.... Tujuan... 3 II.... TINJAUA N PUSTAKA... 4 A.... Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)... 4 B. Nilai Gizi Jamur Tiram... 6 C. Pengeringan... 7 D. Pengeringan Jamur E. Energi Surya F. Bangunan Tembus Cahaya G. Pengering Tipe Rak H. Heater I. Pengeringan Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid Tipe Rak Berputar J. Hasil Hail Penelitian Tentang Pengeringan Tipe Efek iii

10 Rumaha Kaca III.... METODO LOGI A. Waktu dan Tempat B.... Bahan dan Alat C.... Parameter yang Diukur D.... Percobaan Pengeringan Bahan E.... Metode Pengambilan Data F.... Prosedur Penelitian IV.... HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet A.2. Sebaran Suhu Bahan pada Tiap Rak Pengering B. Laju Pengeringan B.1. Kadar Air B.2. Kelembaban Relatif (RH) B.3. Kecepatan Udara B.4. Laju Pengeringan C. Kebutuhan Energi Pengeringan dan Efisiensi Energi Pengeringan C.1. Energi Surya C.2. Energi Listrik C.3. Energi Total C.4. Efisiensi Penggunaan Energi C.5. Kebutuhan Energi untuk Pengeringan Jamur Tiram D. Analisis Mutu iv

11 V. KESIMPULAN DAN SARAN A.... Kesimpula n B.... Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi zat gizi jamur tiram segar... 6 Tabel 2. Kandungan asam amino esensial jamur tiram... 7 Tabel 3. Transmisi cahaya dan panas beberapa transparan Tabel 4. Kisaran suhu ruang pengering, suhu lingkungan, dan suhu outlet pada masing-masing percobaan Tabel 5. Komposisi jamur tiram dan air yang diuapkan Tabel 6. Nilai iradiasi maksimum, iradiasi minimum, iradiasi rata-rata, lama penyinaran, dan energi iradiasi surya Tabel 7. Kebutuhan energi untuk pengeringan jamur tiram v

12 Tabel 8. Hasil analisis mutu jamur tiram hasil penelitian per satuan berat kering DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Jamur tiram dan bagian-bagiannya... 6 Gambar 2. Kurva penurunan laju pengeringan terhadap waktu... 9 Gambar 3. Model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar tampak depan Gambar 4. Model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar tampak samping Gambar 5. Titik-titik pengukuran Gambar 6. Psychometric chart Gambar 7. Diagram alir kegiatan penelitian vi

13 Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I Gambar 9. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan II Gambar 10. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan III Gambar 11. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan IV Gambar 12. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan V Gambar 13. Rata-rata suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I, II, III, IV, dan V Gambar 14. Profil suhu bahan pada percobaan I Gambar 15. Profil suhu bahan pada percobaan II Gambar 16. Profil suhu bahan pada percobaan III Gambar 17. Profil suhu bahan pada percobaan IV Gambar 18. Profil suhu bahan pada percobaan V Gambar 19. Sebaran suhu rata-rata bahan pada proses pengeringan pada tiap percobaan Gambar 20. Penurunan kadar air bahan pada percobaan I Gambar 21. Penurunan kadar air bahan pada percobaan II Gambar 22. Penurunan kadar air bahan pada percobaan III vii

14 Gambar 23. Penurunan kadar air bahan pada percobaan IV Gambar 24. Penurunan kadar air bahan pada percobaan V Gambar 25. Rata-rata Kadar Air pada percobaan I, II, III, IV, dan V Gambar 26. RH lingkungan, ruang pegering, dan outlet pada percobaan I Gambar 27. RH lingkungan, ruang pegering, dan outlet pada percobaan II Gambar 28. RH lingkungan, ruang pegering, dan outlet pada percobaan III Gambar 29. RH lingkungan, ruang pegering, dan outlet pada percobaan IV Gambar 30. RH lingkungan, ruang pegering, dan outlet pada percobaan V Gambar 31. Rata-rata RH lingkungan, ruang pegering, dan outlet pada percobaan I, II, III, IV, dan V Gambar 32. Laju pengeringan pada percobaan I Gambar 33. Laju pengeringan pada percobaan II Gambar 34. Laju pengeringan pada percobaan III Gambar 35. Laju pengeringan pada percobaan IV Gambar 36. Laju pengeringan pada percobaan V Gambar 37. Rata-rata laju pengeringan pada viii

15 percobaan I, II, III, IV, dan V Gambar 38. Iradiasi surya percobaan pada percobaan I, II, III, IV, dan V Gambar 39. Lama penyinaran, total, dan rata-rata iradiasi selama pengeringan berlangsung untuk tiap percobaan Gambar 40. Komposisi penggunaan energi pada pengeringan jamur tiram pada percobaan I Gambar 41. Komposisi penggunaan energi pada pengeringan jamur tiram pada percobaan II Gambar 42. Komposisi penggunaan energi pada pengeringan jamur tiram pada percobaan III Gambar 43. Komposisi penggunaan energi pada pengeringan jamur tiram pada percobaan IV Gambar 44. Komposisi penggunaan energi pada pengeringan jamur tiram pada percobaan V Gambar 45. Besarnya energi total pada tiap percobaan Gambar 46. Jamur tiram kering JA1 (kiri) dan JA2 (kanan) ix

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data iradiasi surya Lampiran 2. Data suhu serta RH lingkungan, outlet, dan ruang pengering Lampiran 3. Data suhu bahan Lampiran 4. Data kecepatan udara inlet dan outlet Lampiran 5. Data kadar air Lampiran 6. Data laju pengeringan Lampiran 7. Proses pengeringan Lampiran 8. Data dan performansi pengeringan pada model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar untuk x

17 pengeringan jamur tiram Lampiran 9. Gambar teknik mesin pengering ERK-Hybrid xi

18 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) atau jamur tiram putih atau jamur mutiara adalah jamur pangan dengan tudung berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung dan berwarna putih hingga krem. Budidaya jamur tiram memiliki prospek ekonomi yang baik. Jamur tiram merupakan salah satu produk komersial dan dapat dikembangkan dengan teknik yang sederhana. Selain itu, konsumsi masyarakat akan jamur tiram cukup tinggi, sehingga produksi jamur tiram mutlak diperlukan dalam skala besar. Pasar jamur tiram yang telah jelas dan permintaan pasar yang selalu tinggi ini memudahkan para pembudidaya memasarkan hasil produksi jamur tiram. Bahan baku yang dibutuhkan tergolong bahan yang murah dan mudah diperoleh seperti serbuk gergaji, dedak dan kapur, sementara proses budidaya sendiri tidak membutuhkan berbagai pestisida atau bahan kimia lainnya (Adityarial, 2009). Para peneliti dari Ujagar Group (India) menyampaikan, bahwa jamur tiram memiliki nilai nutrisi yang sangat bagus dengan alasan: 100% sayuran dan bersih; mengandung protein tinggi dan kaya vitamin-mineral; rendah karbohidrat, lemak dan kalori; bagus untuk liver, pasien diabetes, dan menurunkan berat badan; berserat tinggi membantu pencernaan; antiviral dan antikanker; mudah memasaknya dan mudah dicerna; dan jamur tiram merupakan jamur yang paling enak rasanya dibanding jamur pangan lainnya. Cho et al., (1982) menyatakan bahwa bentuk kerusakan jamur mutiara setelah pemetikan atau panen adalah terjadinya kelayuan, perubahan warna menjadi coklat, perubahan tekstur menjadi lunak, perubahan flavor, dan aroma. Perubahan ini disebabkan oleh kecepatan respirasi yang meningkat setelah panen. 1

19 Cho et al., (1982) menerangkan bahwa daya simpan jamur dapat diperpanjang dengan berbagai perlakuan, misalnya dengan pengeringan, pengalengan, penyimpanan suhu rendah, dan dibuat pikel. Jamur merupakan salah satu jenis sayuran yang memiliki bentuk, warna sangat beragam, dan rasa yang lezat ketika dimasak. Jamur tiram merupakan salah satu tumbuhan yang hidupnya saprofit. Jamur tiram ini mudah rusak jika terlalu lama disimpan di udara terbuka, walaupun dalam lemari pendingin. Jamur akan lebih lama jika disimpan dalam keadaan kering (Sumoprastowo, 2000). Jamur yang disimpan dalam keadaan kering tahan sampai 1 tahun. Jamur tiram segar biasanya digunakan sebagai campuran dalam masakan sup, capcay, pepes jamur tiram dan lain-lain. Olahan jamur tiram seperti kerupuk jamur tiram, abon jamur tiram, keripik jamur tiram, dan lainlain. Bahkan disajikan dalam bentuk saus instan aneka rasa. Semua jenis sayuran memiliki aktivitas enzim yang dapat menyebabkan sayuran tersebut mudah rusak, demikian juga pada jamur tiram, peran enzim sangat berpengaruh pada proses percepatan kerusakan pada jamur tiram. Sehingga jamur ini akan lebih cocok disimpan dalam keadaan kering apabila akan disimpan dalam waktu yang lama (Sumoprastowo, 2000). Proses pengeringan jamur tiram berlangsung lambat dan dapat dilakukan dengan pemanas buatan yang mempunyai suhu udara panas sekitar 60 O C-70 O C. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dalam pengeringan, maka kadar air diturunkan sampai 12% (Desrosier, 1988). Menurut Syah, I (1993) jamur yang akan dikeringkan dengan menggunakan oven akan baik jika menggunakan suhu di atas 50 O C. Menurut Fatimah, Yumi (2006) microwave oven dengan daya 160 Watt, suhu bahan tinggi hampir mencapai suhu 70 O C, suhu tersebut kurang baik untuk pengeringan karena akan mengganggu susunan kandungan yang terdapat dalam jamur seperti kandungan lemak, protein, dan karbohidrat. Protein yang terdapat pada jamur tiram diduga adalah protein globuler, di mana sebagian besar protein globuler mudah mengalami denaturasi. Protein ini mudah 2

20 terdenaturasi oleh pengaruh suhu panas, konsentrasi garam, serta pelarut asam dan basa ( Winarno, 1992). Pengeringan jamur tiram perlu dilakukan jika jamur tersebut digunakan untuk pembuatan sayur seduh instan. Jamur kering juga terdapat dalam bumbu mie instan berbagai merk. Pengeringan jamur tiram yang sudah dilakukan sebelumnya adalah dengan pengeringan beku dan metode oven. Pengeringan jamur tiram menggunakan Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) tipe rak berputar belum pernah dilakukan. Dengan rak berputar maka keseragaman kadar air produk diharapkan dapat tercapai tanpa melalui pengadukan. Pengering ERK adalah bangunan berbentuk segi empat, silinder, atau kerucut terpancung, berdinding transparn untuk mengeringkan produkproduk pertanian. Sumber energi panas untuk proses pengeringan diperoleh dari iradiasi surya dan energi biomassa. Dinding plastik transparan berfungsi untuk memerangkap gelombang panjang yang terjadi di dalam ruang pengering, sehingga terjadi akumulasi panas yang berguna untuk mengeringkan produk. Kipas berfungsi untuk mengalirkan udara untuk proses pengeringan dan mengeluarkan uap air hasil pengeringan dari ruang pengering. Sedangkan tambahan energi dari biomassa digunakan untuk membantu pemanasan jika energi surya tidak mencukupi. Melalui penelitian ini dapat diketahui aspek teknik pengering ERK untuk pengeringan jamur tiram dan data yang diperoleh dapat digunakan sebagai acuan dalam tahap penyempurnaan pengering. B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data performansi alat pengering tipe rak berputar untuk mengeringkan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), yang meliputi : keseragaman kadar air bahan ( sebaran suhu dan kadar air ), laju pengeringan,konsumsi energi, dan mutu produk. 3

21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu golongan jamur yang dapat dimakan, yang dikenal dengan nama white log mushroom. Beberapa nama lain jamur tiram adalah jamur mutiara, jamur kayu atau jamur shimeji (Suriawiria, 1999). Klasifikasi jamur tiram adalah sebagai berikut (Dwidjoseputro, 1978). Kerajaan : Tumbuhan (Regnum plantae) Sub kerajaan : Thallophyta Divisi : Mycota Sub divisi : Eumycotina Kelas : Basidiomycetes Sub kelas : Homobasidiomycetes Ordo : Agaricales Famili : Agaricaceae Genus : Pleurotus Spesies : Pleurotus ostreatus Jamur tiram bersifat saprofit dan tumbuh menyebar sesuai iklim pertumbuhannya. Kecepatan tumbuh miselium dipengaruhi oleh suhu. Suhu pertumbuhan jamur tiram pada saat inkubasi lebih tinggi jika dibandingkan suhu pada saat pertumbuhan (pertumbuhan tubuh buah jamur). Jamur memiliki suhu inkubasi antara 25ºC-28ºC dengan kelembaban 80%-90%. Suhu pada pembentukan tubuh buah (fruiting body) 16ºC-22ºC dengan kelembaban 80%-90%. Apabila suhu terlalu tinggi dan kelembaban terlalu rendah maka bakal jamur akan kering dan mati. ( Cahyana et al.,1997). Jamur tiram putih tumbuh membentuk rumpun dalam media. Setiap rumpun mempunyai percabangan yang cukup banyak. Daya simpannya lebih lama dibandingkan dengan jamur tiram abu-abu, walaupun jamur tiram putih mempunyai tudung yang lebih tipis dibandingkan jamur tiram abu-abu. Tubuh jamur tiram relatif lebih besar dan daging buahnya lebih tebal bila dibandingkan dengan jamur merang serta media produksinya tidak perlu dikomposkan seperti media produksi jamur champignon. Pertumbuhan jamur 4

22 tiram putih lebih cepat dan mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan (Cahyana et al,. 1997). Pada proses budidaya jamur tiram, nutrisi bahan baku atau bahan yang ditambahkan harus sesuai dengan kebutuhan hidup jamur tiram. Bahan baku yang digunakan dapat berupa batang kayu yang sudah kering, jerami, serbuk kayu, atau campuran antara serbuk kayu dan jerami. Jamur termasuk ke dalam organisme heterotrofik, yaitu tidak dapat memenuhi sendiri kebutuhannya. Oleh karena itu pada bahan baku perlu ditambahkan bahan makanan berupa bekatul sebagai sumber karbohidrat, lemak, dan protein; kapur sebagai sumber mineral dan pengatur ph; serta gips sebagai penambah mineral dan bahan yang mengokohkan media. Kadar air media dijaga hingga 50% - 65% dengan ph media diatur antara ph 6 7 (Cahyana et al., 1993). Jamur tiram tumbuh sepanjang tahun di berbagai iklim, dan merupakan tumbuhan hasil pertanian organik yang tidak mengandung kolesterol. Budidaya jamur tiram bisa dilakukan di dalam rumah jamur atau kumbung. Syarat rumah jamur suhu ruangan tidak lebih dari 28 o C kelembaban ruangan 80%-90%. Jamur tiram yang tumbuh mula-mula kecil-kecil putih pipih. Pada saat jamur masih muda ujungnya melengkung ke bawah membentuk lengkungan. Jika sudah tua dan siap panen yaitu sekitar umur hari, jamur bagian tengan dan ujung tangkai berada di bawah dan ujungnya naik. Panen kedua dilakukan setelah umur jamur antara hari setelah panen pertama. Usia produktif dari jamur tiram ini adala 4-6 bulan dengan produksi tiap log media antara kg. Jamur melebar hingga diameter 20 cm dan tubuhnya tebal. Konsumsi jamur tiram selama tiga minggu dapat menurunkan kadar kolesterol hingga 40 %. Jamur tiram putih dapat diolah menjadi berbagai masakan untuk sayur, lauk, dan makanan ringan. Jamur tiram mempunyai bagian-bagian tubuh buah seperti tangkai (stipa), lamella (gill), tudung (pileus), dan margin (Zadrazil dan Kurtzman, 1978 ). Bagian-bagian jamur tiram ditunjukkan dalam Gambar 1 di bawah. Pertumbuhan tubuh buah jamur tiram pada substrat ditandai dengan adanya bentuk seperti kancing yang sangat kecil, kemudian berkembang menjadi pipih. Tubuh buah jamur ini menyerupai cangkang kerang, diameter tudung 5

23 3cm-15cm, mula-mula berwarna kebiru-biruan/kecoklatan, bagian pinggir tudung tidak berlekuk, lamella mempunyai warna keputihan (Dicknison dan Lucas, 1983). Pada akhirnya jamur tiram akan berwarna putih setelah dewasa. lamella (gill) tangkai (stipa) tudung (pileus) Gambar 1. Jamur tiram dan bagian-bagiannya B. Nilai Gizi Jamur Tiram Jamur tiram memiliki kandungan gizi yang cukup baik, terutama kandungan proteinnya yang cukup tinggi. Komposisi zat gizi pada jamur tiram segar dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi zat gizi jamur tiram segar * KOMPOSISI BOBOT KERING (%) Kadar air ** Protein kasar (NX4.38) Lemak Karbohidrat Serat kasar Abu Energi (kalor) * Chang et al. (1993) ** Bobot basah Hampir semua jenis jamur segar memiliki kandungan air sebanyak 85% -95% sedangkan pada jamur yang sudah dikeringkan hanya mengandung 5%-20%. Kandungan air pada jamur yang bervariasi dipengaruhi oleh jenis jamur, suhu, dan kelembaban selama pertumbuhan (Crisan dan Sands, 1978). Kandungan lemak jamur tiram antara 1.08%-9.4% bobot kering, terdiri dari asam lemak bebas, monogliserida, digliserida, sterol, sterol ester, dan 6

24 fosfolipid. Asam lemak utama adalah asam oleat (79.4%), asam palmitat (14.3%), asam linoleat (6.3%). Lemak netral utama pada jamur tiram adalah trigliserida, yaitu sekitar 29% (Bano dan Rajaratnam, 1989). Karbohidrat merupakan unsur utama pada jamur, yaitu berkisar 57.6%-81.8% dan mengandung serat kasar 7.5% - 8.7% (Chang et al., 1993). Komposisi karbohidrat adalah 4.22% karbohidrat terlarut, 1.66% pentosan, dan 32.6% heksosan. Jamur tiram tidak memiliki pati. Karbohidrat disimpan dalam glikogen dan kitin yang merupakan unsur utama serat jamur (Crisan dan Sand, 1978). Jamur tiram memiliki kadar protein antara 10.5% % bobot kering dengan daya cerna protein sekitar 60%-70%. Kandungan asam amino esensial jamur tiram cukup lengkap yang baik bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. Kandungan asam amino esensial jamur tiram dapat dilihat dalam Tabel 2 (Chang et al., 1993). Tabel 2. Kandungan asam amino esensial jamur tiram KOMPOSISI KANDUNGAN (mg/g) Isoleusin Leusin Lisin Metionin Fenilalanin Treonin Triptofan Valin Arginin Total asam amino esensial Total asam amino * Chang et al., (1993) * Dinyatakan dalam mg asam amino per gram nitrogen protein kasar C. Pengeringan Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan 7

25 produk akibat aktivitas biologi dan kimia (Brooker et al., 1974). Pengeringan pada dasarnya merupakan proses pemindahan energi yang digunakan untuk menguapkan air yang ada dalam bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat diperlambat. Ada 3 hal yang mempengaruhi proses pengeringan yaitu (1) kecepatan udara, (2) suhu udara, dan (3) kelembaban udara ( Brooker et al., 1992 ). Dasar proses pengeringan adalah terjadinya proses penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Selama proses pengeringan terjadi dua proses yaitu proses pindah panas dan pindah massa air yang terjadi secara simultan. Panas dibutuhkan untuk menguapkan air bahan yang akan dikeringkan. Penguapan terjadi karena suhu bahan lebih rendah dari pada suhu udara di sekelilingnya. Proses pindah panas diperlukan untuk memindahkan massa uap air dari permukaan ke udara. Pindah panas terjadi karena tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi dari pada di udara. Mekanisme pengeringan diterangkan melalui teori tekanan uap, air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas berada di permukaan bahan dan pertama kali mengalami penguapan. Bila air permukaan telah habis, maka terjadi migrasi air karena perbedaan tekanan pada bagian dalam dan bagian luar (Henderson dan Perry, 1976). Kadar air suatu bahan menunjukkan jumlah air yang dikandung dalam bahan tersebut, baik berupa air bebas maupun air terikat (Henderson dan Perry, 1981). Pada proses pengeringan yang pertama kali mengalami penguapan adalah air bebas dan setelah air bebas maka penguapan air selanjutnya terjadi pada air terikat. Pada proses pengeringan terdapat dua laju pengeringan, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan terjadi karena gaya perpindahan air internal lebih kecil dari perpindahan air pada permukaan bahan (Brooker et al., 1974). Laju pengeringan konstan terjadi pada awal proses pengeringan yang kemudian diikuti oleh laju pengeringan 8

26 menurun. Periode ini dibatasi oleh kadar air kritis (critical moisture content) (Henderson dan Perry, 1981). Laju pengeringan semakin lama akan semakin menurun (Gambar 2). Buckle, et al., 1987 dalam Suherman, 2005 menyatakan bahwa laju pengeringan suatu bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1. Sifat fisik dan kimia bahan (bentuk, ukuran, komposisi, dan kadar air). 2. Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pindah panas. 3. Sifat-sifat lingkungan dari alat pengering (suhu, kelembaban, dan laju udara). 4. Karakteristik alat pengering (efisiensi perpindahan panas). Gambar 2. Kurva penurunan laju pengeringan terhadap waktu Kadar air kritis adalah kadar air terendah dimana laju air bebas dari dalam bahan ke permukaan tidak terjadi lagi. Pada biji-bijian umumnya kadar air ketika pengeringan dimulai lebih kecil dari kadar air kritis, sehingga pengeringan yang terjadi adalah proses pengeringan menurun. Pemanfaatan radiasi surya untuk pengeringan bahan pangan atau hasil pertanian dilakuakn dengan tiga cara, yaitu secara langsung, tidak langsung, dan kombinasi keduanya. Pada cara langsung, di mana bahan pertanian 9

27 langsung menerima radiasi matahari, contoh pengeringan ini adalah penjemuran dengan lamporan. Pada cara tidak langsung, panas dari radiasi matahari tidak langsung memanaskan bahan, tetapi melalui perantara fluida (udara atau air) sehingga ruang pengering dan kolektor tidak pada satu sistem yang sama, contohnya pada pengeringan sistem kolektor datar. Bangunan tembus cahaya yang dilengkapi dengan absorber merupakan kombinasi keduanya. Salah satu cara meningkatkan panas dalam ruang pengering adalah dengan dilengkapi dengan plat hitam (absorber) yang berfungsi untuk meningkatkan penyerapan radiasi surya yang jatuh ke permukaan bangunan tembus cahaya. D. Pengeringan Jamur Pengeringan jamur tiram dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dioven, pengeringan beku, dan dengan iradiasi gamma dari Co-60. Proses termal yang diterapkan dalam pengolahan pangan dan pengawetan dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis seperti aktivitas mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak dan menguraikan komponen-komponen nutrisi produk pangan. Fatimah (2006), mengeringkan jamur tiram dengan menggunakan oven gelombang mikro, di mana dihasilkan rendemen tertinggi pada penggunaan daya sebesar 80 Watt dengan suhu rata-rata o C. Total waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan jamur tiram dari kadar air 90% bb menjadi di bawah 12% bb adalah 200 menit hingga 240 menit. E. Energi Surya Energi surya merupakan radiasi elektromagnetik yang memancar dari permukaan matahari secara terus menerus. Bumi dengan jarak rata-rata dari matahari sebesar 1.5 x meter hanya menerima sebagian kecil dari radiasi tersebut. Dari proses fusi yang mengubah 4 ton hidrogen menjadi helium tiap detiknya dan mengeluarkan panas dengan laju kwh/dt, radiasi yang jatuh di wilayah Indonesia mencapai 9x10 17 kj/thn atau setara dengan 28.35x10 18 MW energi listrik (Abdullah et. al., 1990). 10

28 Energi panas matahari dialirkan ke bumi dalam bentuk energi radiasi gelombang pendek. Ciri khas radiasi surya adalah sifat keberadaannya yang selalu berubah-ubah, sehingga meskipun hari cerah dan sinar surya tersedia banyak, nilainya sepanjang hari berubah-ubah dengan titik maksimum pada tengah hari karena bertepatan dengan jarak lintasan terpendek sinar surya menembus atmosfer (Abdullah et. al., 1990). Menurut Kadir (1989) efektifitas pemanfaatan energi surya dapat ditingkatkan dengan menggunakan kolektor panas. Sinar matahari dikonsentrasikan pada suatu tempat sehingga diperoleh suhu yang tinggi. Kolektor digunakan untuk mengumpulkan radiasi surya dan mengubahnya menjadi panas. Pada umumnya bahan yang digunakan sebagai penyerap adalah pelat logam yang dicat hitam. Jumlah iradiasi surya yang jatuh pada permukaan bumi dipengaruhi oleh deklinasi surya, yang merupakan perubahan posisi planet bumi dengan sudut kemiringan O terhadap orbitnya atau sudut antara garis matahari dengan bumi dengan bidang ekuator. F. Bangunan Tembus Cahaya Bangunan tembus cahaya sering dikenal dengan nama green house. Panas yang terjadi di dalam green house sebagai akibat dari energi gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari, diserap benda yang ada di dalamnya dan diubah menjadi gelombang panjang yang tak tembus penutup transparan. Lapisan penutup transparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari masuk dan menyekat radiasi gelombang panjang (Abdullah et. al., 1990). Suhu pada ruang pengering dipengaruhi oleh besarnya iradiasi matahari yang diterima alat, penyerapan iradiasi matahari serta transmisivitas lapisan penutup yang digunakan. Oleh karena itu lapisan penutup transparan memerlukan bahan yang memiliki nilai transmisivitas yang tinggi dengan absorbsivitas dan refleksivitas yang rendah (Abdullah. et al., 1990). Tabel 3 berikut menyajikan beberapa bahan tembus cahaya. 11

29 Tabel 3. Transmisi cahaya dan panas beberapa transparan (Nelson, 1978) Jenis Bahan Transmisi Cahaya (%) Transmisi Panas (%) Udara Kaca (double strength) FRP (fiberglass reinforced plastic) Polyetylene : a. 1 lapisan 88 - b. 2 lapisan 81 - c. Dengan (3/16) ruang 85 - udara Fiberglass : - a. Bening (clear) b. Warna jade c. Kuning d. Putih salju e. Hijau f. Merah kekuningan g. Jernih (canary) G. Pengering Tipe Rak Mesin pengering tipe rak dapat digunakan untuk mengeringkan bahan atau produk yang berbentuk granula, biji atau powder. Pengering tipe rak memiliki kapasitas yang besar dan mudah dalam pengoperasiannya. Secara umum, pengering tipe rak terdiri dari sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat rak-rak tempat meletakkan bahan yang akan dikeringkan, sedangkan udara panas dialirkan melalui rak-rak tersebut. H. Pemanas Menurut Kamaruddin et al. (1994), umumnya kawat-kawat dengan penampang (strip) atau berbentuk pita (ribbon) banyak dipakai sebagai elemen pemanas. Pemanas listrik digunakan secara luas dan ekstensif untuk aplikasi domestik dan industri. Dalam bidang agroindustri, pemanas listrik digunakan untuk proses pengeringan dan pemanasan. Sesuai dengan penggunaan mesin maka transfer energi panas dapat dilakukan secara radiasi, konveksi atau konduksi. Dalam mesin tertentu 12

30 kadang-kadang diperlukan sirkulasi udara untuk memperoleh pemanasan yang merata karena itu dalam mesin diperlukan kipas atau blower. Untuk mengatur suhu dapat dilakukan dengan menggunakan thermostat. Thermostat adalah suatu alat yang bisa mengatur sendiri untuk membuka dan menutup hantaran dan aliran listrik berdasarkan perubahan suhu. Thermostat yang dipakai untuk mengatur suhu ada yang memakai komponen bimetal, thermokopel atau bellow unit sensing bulb. Selain itu, pengaturan suhu dapat juga menggunakan rangkaian elektronik dengan menggunakan sensor suhu (Kamaruddin et al., 1994). I. Hasil Hasil Penelitian Tentang Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca Perkembangan penelitian mengenai pengering berenergi surya di Indonesia telah dilakukan dengan berbagai bentuk desain untuk komoditas yang bermacam-macam. Abdullah et al., (1994) mengenalkan pengering berenergi surya dengan nama pengering Efek Rumah Kaca atau dikenal dengan nama pengering ERK. Pengering bangunan segi empat berdinding transparan, dilengkapi dengan plat absorber dan rak atau bak sebagai wadah produk yang dikeringkan. Wulandani (1997), pada percobaan pengering kopi berkapasitas 1.1 ton, dalam bangunan berdinding transparan UV stabilized plastic tipe bak, menghasilkan efisiensi pengeringan 57.7% dan efisiensi energi sebesar 6 MJ/kg uap air. Kopi dapat dikeringkan selama 72 jam (efektif pada siang hari) pada suhu 37ºC, dari kadar air kopi dari 68 %bb hingga kadar air akhir 13 %bb. Nelwan (1997) menggunakan pengering ERK tipe rak untuk pengeringan kakao. Plat hitam sebagai absorber diletakkan di atas rak pengering, dilengkapi dengan kisi-kisi pengatur aliran udara pada setiap rak. Efisiensi pengeringan yang dihasilkan adalah 18.4% dan efisiensi energi sebesar 12.9 MJ/kg air yang diuapkan. Dengan beban 228 kg kakao yang telah difermentasi, lama pengeringan untuk menurunkan kadar air dari 60% bb hingga 7% bb adalah 40 jam. Energi tambahan yang digunakan selain energi surya adalah kerosene. 13

31 Madani (2002) melakukan uji kinerja alat pengering efek rumah kaca tipe rak dengan energi surya untuk pengering kerupuk udang. Berdasarkan hasil pengujiannya, alat ini mampu menghasilkan suhu pengeringan berkisar 35ºC - 45 ºC dengan RH optimum berkisar 50%-60%. Pengaturan exhaust fan dapat meningkatkan suhu dalam ruang pengering baik siang hari maupun pada malam hari dengan peningkatan suhu sebesar 3ºC-5ºC. Efisiensi sistem pengeringan terbaik pada siang hari tanpa pemanas tambahan sebesar 38.64% pada kondisi waktu pengering pukul 07:00 WIB sampai 16:40 WIB, dan beban optimum kg, serta pada kondisi 4 jendela untuk udara masuk dibuka, dan exhaust fan hidup selama 9.66 jam. Efisiensi terbaik dengan pemanas tambahan atau pada malam hari sebesar 9.23% dengan beban optimum kg, waktu pengeringan 19:00 WIB sampai 12:00 WIB, serta jendela untuk udara masuk dibuka, dan exhaust fan hidup selama 9.66 jam. Sedangkan efisiensi terbaik dengan pemanas tambahan atau pada malam hari sebesar 9.23% dengan kondisi beban optimum kg, waktu pengeringan 19:00 WIB sampai 12:40 WIB, serta jendela ditutup sampai pukul 06:00 WIB, dan exhaust fan hidup. Agriana (2006) melakukan uji kinerja alat pengering surya hybrid tipe efek rumah kaca unuk pengeringan dendeng jantung pisang dan mendapatkan suhu rata-rata ruang pengering mencapai 41.6ºC dengan RH mencapai 54.85% dan radiasi surya sebesar sampai W/m 2 dapat menurunkan kadar air dari sekitar 78%-81% menjadi 22%-28% serta efisiensi sistem sebesar 19.31%. J. Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid Tipe Rak Berputar Pengering efek rumah kaca (ERK) hybrid tipe rak berputar adalah pengering berenergi surya dan biomassa dengan dinding transparan untuk pemerangkapan panas dari surya. Wadah produk berupa rak yang dapat diputar secara horizontal, sehingga setiap rak dapat menerima panas secara merata. Performansi alat pengering tipe ini telah dilakukan untuk pengujian berbagai produk pertanian. Triwahyudi (2009) menggunakan alat ini untuk 14

32 mengeringkan kapulaga lokal (Amomum cardamomum Wild). Pada suhu ruang pengering rata-rata 41.3 O C-48.1 O C kapulaga dapat dikeringkan dari kadar air awal 80.3%bb-82.7%bb menjadi 9.9%bb-10.6%bb dalam waktu jam, laju penurunan kadar air 1.5%bb/jam-2.4%bb/jam. Kebutuhan energi untuk menguapkan air dari produk adalah 21.1MJ/kg-29.6MJ/kg dan efisiensi total sistem berkisar antara 11.4%-16.1%. Pergeseran rak 45 O memberikan hasil terbaik dengan nilai ragam suhu sebesar 1.2% dan nilai ragam kadar air sebesar 1.1%. Konsumsi energi untuk pemutaran rak relative kecil yaitu sebesar kwh kwh. Widodo (2009), melakukan kajian pola sebaran aliran udara panas pada model pengering efek rumah kaca hybrid tipe rak berputar menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) dan dihasilkan disain pengering dengan aliran udara optimal. Simulasi suhu dan kecepatan aliran udara menunjukkan bahwa suhu rata-rata ruang pengering 53.6 O C dengan deviasi standar 1.3 O C, dan kecepatan aliran udara rata-rata 0.29 m/dt dengan deviasi standar 0.19m/dt. Larasati (2010) melakukan uji performansi pengering tipe ini untuk pengeringan rosella (Hibiscus sabdariffa L) dan dihasilkan percobaan terbaik pada perlakuan pemutaran rak selama 5 menit setiap setengah jam dan pergeseran posisi rak 45 O setiap 60 menit. Suhu yang dihasilkan pengeringan berkisar antara 26.7 O C-46.4 O C. Laju pengeringan sebesar 46.09%bk/jam dan lama pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan rosella dari kadar air 90% bb menjadi 10% bb berkisar antara jam, efisiensi pengeringan tertinggi adalah 9.39%, serta kebutuhan energi untuk menguapkan air rata-rata sebesar MJ/kg produk. Mutu rosella yang dikeringkan dengan mesin pengering ERK lebih baik jika dibandingkan dengan dijemur. Putri (2010), menguji performansi pengering ini untuk cengkeh. Dengan suhu pengeringan sebesar O C, cengkeh dapat dikeringkan dari kadar air awal 69.58% bb % bb hingga kadar air akhir 1.13% bb % bb selama jam jam. Laju pengeringan rata-rata berkisar antara 5.89 % bk/jam % dan konsumsi energi untuk menguapkan produk berkisar antara kj/kg kj/kg, serta efisiensi total 15

33 sistem pengeringan berkisar antara 8.95% %. Perlakuan yang memiliki tingkat kematangan cengkeh berwarna kuning kemerahan tertinggi memiliki nilai rendemen cengkeh tertinggi sedangkan yang memiliki tingkat kematangan cengkeh yang berwarna hijau tertinggi memiliki nilai rendemen cengkeh terendah. 16

34 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian berlangsung dari bulan Juli 2009 hingga bulan Agustus tahun 2009 B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) yang diperoleh dari petani jamur di Ciampea. Mesin yang diuji yaitu mesin pengering efek rumah kaca (ERK)-hybrid tipe rak berputar. Pengering ini terdiri dari bagian-bagian dengan spesifikasi sebagai berikut (Gambar 3 dan Gambar 4) : a. Bangunan berbentuk trapesium dengan atap melengkung agar memudahkan aliran air hujan turun ke bawah. Atap dan dinding dengan tebal m terbuat dari bahan polikarbonat transparan agar dapat meneruskan radiasi matahari yang menjadi sumber energi pengeringan ini. Ukuran dari bangunan dengan panjang x lebar x tinggi adalah : 1100 mm x 860 mm x 1300 mm. b. Penyerap (absorber) yang berupa plat hitam yang sekaligus sebagai lantai pengering terbuat dari plat besi dengan tebal 1 mm. c. Inlet berfungsi untuk memasukkan udara yang akan dipanaskan sebagai media pengeringan dan pembawa uap air hasil pengeringan. d. Outlet dan kipas penghisap dengan daya 60 Watt berfungsi untuk mengeluarkan uap air hasil pengeringan. e. Silinder pengering yang digerakkan oleh motor listrik 40 Watt memiliki kecepatan putaran 1 rpm. f. Rak berputar sebagai wadah produk sekaligus sarana untuk menyeragamkan aliran udara. Rak berputar ini masing-masing 17

35 berukuran 600 mm x 200 mm x 30 mm. Tray yang sudah berisi bahan yang akan dikeringkan diletakkan di rak tersebut. g. Radiator digunakan untuk memindahkan panas dari air panas ke udara pengeringan. h. Pemanas tambahan yang terdiri dari tangki air dengan elemen pemanas 1000 W, pompa air 125 W untuk sirkulasi. i. Sistem transmisi terdiri dari sprocket and chain. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah: 1. Timbangan digital AND Model EK-1200 A. 2. Termokopel tipe T (C-C). 3. Anemometer Kanomax Model Pyranometer Tipe MS Termometer alcohol. 6. Drying oven tipe SS-204D. 7. Hybrid recorder HR-2500E. 8. Cawan petri. 9. Desikator. Prinsip kerja dari mesin pengering adalah sebagai berikut : Energi matahari berupa gelombang pendek ditransmisikan melalui atap dan dinding diserap oleh absorber dan sebagian dipantulkan. Pantulan dalam bentuk gelombang panjang ini terperangkap dalam ruangan karena tidak dapat menembus dinding transparan sehingga terjadi akumulasi panas yang menyebabkan peningkatan suhu di dalam rumah kaca yang sekaligus sebagai ruang plenum. Energi panas ini dengan bantuan kipas dipakai untuk mengeringkan bahan yang ada dalam rak pengering. Penggunaan rak pengering yang dapat diputar kea arah vertikal dimaksudkan agar bahan yang dikeringkan mendapatkan panas secara merata sehingga hasil pengeringan lebih seragam dan waktunya lebih cepat bila dibandingkan dengan rak yang statis (Wahyudi, 2009). Model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar tampak depan dan tampak samping masing-masing dapat dilihat pada Gambar 18

36 3 dan 4. Gambar teknik alat pengering efek rumah kaca (ERK)-hybrid tipe rak berputar beserta komponen-komponennya dapat dilihat dalam Lampiran 9. f c h b g Gambar 3. Model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar tampak depan. d e Gambar 4. Model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar tampak samping. 19

37 C. Parameter yang Diukur Parameter-parameter yang diukur untuk menentukan performansi alat adalah suhu ruang pengering dan sebarannya, laju pengeringan, lama pengeringan, efisiensi penggunaan energi, dan mutu produk yang dikeringkan. 1. Sebaran suhu Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer dan termokopel. Suhu yang diukur adalah suhu bola kering dan bola basah lingkungan, suhu bola kering dan bola basah ruang pengering, suhu bola kering dan bola basah di outlet, dan suhu bahan. 2. Laju pengeringan Laju pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan persatuan waktu atau perubahan kadar air bahan dalam satuan waktu (persamaan 3). Data terkait yang dibutuhkan adalah massa awal produk dan kadar air awal produk sebelum dikeringkan, massa akhir dan kadar air akhir produk setelah dikeringkan, kadar air selama proses pengeringan, dan waktu pengeringan. Selain itu juga dilakukan pengukuran terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan yaitu kecepatan udara pengering dan kelembaban udara (RH). Kadar air bahan dihitung dengan persamaan berikut ini : ma Ka (% bb) = x 100%... (1) m + m a p ma Ka (% bk) = x 100% (2) m Keterangan : Ka = kadar air (%) m a = massa air (gram) m = massa padatan (gram) p p Laju pengeringan dapat diketahui dengan persamaan berikut ini : 20

38 dw dt = w t w t Δ t + Δt... (3) Keterangan : dw dt w t = laju pengeringan (% bk/jam) = kadar air pada waktu ke t (% bk/jam) wt Δ t + = kadar air pada waktu ke t + t (% bk/jam) t = selang waktu (jam) 3. Efisiensi penggunaan energi Efisiensi energi pada proses pengeringan adalah perbandingan antara total output energi yang terpakai oleh produk yang dikeringkan dengan input energi pada sistem pengering ERK tersebut. Data-data input energi yang diperlukan meliputi data iradiasi surya dan jumlah energi listrik yang digunakan. Sedangkan data output energi berupa massa air yang diuapkan dari bahan (selisih berat akhir dan berat awal bahan), suhu bahan, suhu udara pengering, RH, dan kecepatan volumetrik udara pengering. Efisiensi termal adalah perbandingan antara panas yang diterima udara dalam mesin pengering dengan total input energi yang digunakan oleh mesin pengering. Kebutuhan energi spesifik merupakan jumlah energi yang diterima (masuk) dibandingkan dengan satu satuan massa air yang diuapkan dari produk. a. Iradiasi surya dihitung dengan : 1000 I = I P... (4) 7 Keterangan : I = iradiasi surya (W/m 2 ) I P = data iradiasi surya keluaran dari pyranometer (mv) b. Energi surya yang diterima model pengering Q1 = 3.6 I R AP ( τα ) P t (5) 21

39 Keterangan : Q 1 = energi surya yang diterima model pengering (kj) I R = iradiasi surya (W/m 2 ) A P = luas permukaan model pengering (m 2 ) τ = transmisivitas bahan model pengering (-) α = absorpsivitas bahan penyerap (-) t = lamanya penyinaran matahari (jam) c. Panas yang digunakan untuk menguapkan air produk H fgw = ( T ) (6) Keterangan : T = suhu (K) Q = 2 m u H ap fgw... (7) Keterangan : Q 2 = panas yang digunakan untuk menguapkan air produk (kj) m u = massa air yang diuapkan (kg) ap H fgw = panas laten penguapan air bebas (kj/kg) d. Panas yang digunakan untuk menaikkan suhu produk Nilai Cp ditentukan dengan persamaan Siebel (Heldman dan Singh, 1989) sebagai berikut : C pb = ,034 M... (8) 0 Q = m C ( T ) pb (9) T Keterangan : C = panas jenis produk (kj/kgºc) pb M 0= kadar air awal produk (% bb) Q 3 = panas yang digunakan untuk menaikkan suhu produk (kj) m 0 = massa awal produk (kg) T 1 = suhu produk sebelum dipanaskan (ºC) 22

40 T 2 = suhu produk setelah dipanaskan (ºC) e. Panas yang diterima udara model pengering Q m = mud Cud ( TR Tl ) 3600 t... (10) 4 ud qu = (11) v Keterangan : Q 4 = panas yang diterima udara model pengering (kj) m ud = laju aliran massa udara (kg/s) C ud = kalor jenis udara (kj/kgºc) T l = suhu udara lingkungan (ºC) T R = suhu udara pengering (ºC) t = lama pengeringan (jam) q u = debit udara (m 3 /s) v = volume jenis udara (m 3 /kg) f. Energi untuk menguapkan air produk dan menaikkan suhu produk Q = (12) 5 Q2 Q3 Keterangan : Q 5 = energi untuk menguapkan air produk dan menaikkan suhu produk (kj) Q 2 = panas yang digunakan untuk menguapkan air produk (kj) Q 3 = panas yang digunakan untuk menaikkan suhu produk (kj) g. Energi listrik yang digunakan untuk heater, menggerakkan kipas outlet, menggerakkan kipas pada penukar panas, motor listrik untuk menggerakkan rak, dan untuk pompa air Q = +... (13) 11 Q6 + Q7 + Q8 + Q9 Q10 Q 11 = ( 3.6 P6 t6 ) + (3.6 P7 t7 ) + (3.6 P8 t8 ) + (3.6 P9 t9 ) + (3.6 P10 t10 )... (14) 23

41 Keterangan : Q 11 = energi listrik yang digunakan untuk heater, menggerakkan kipas outlet, menggerakkan kipas pada penukar panas, motor listrik untuk menggerakkan rak, dan untuk pompa air (kj) Q 6 = energi listrik yang digunakan untuk heater (kj) Q 7 = energi listrik yang digunakan untuk menggerakkan kipas outlet (kj) Q 8 = energi listrik yang digunakan untuk menggerakkan kipas pada penukar panas (kj) Q 9 = energi listrik yang digunakan motor listrik untuk menggerakkan rak (kj) Q 10 = energi listrik yang digunakan untuk pompa air (kj) P = daya (watt) t = lama pemakaian (jam) h. Energi total yang masuk ke sistem Q T = Q 1 + Q (15) Keterangan : Q T = energi total yang masuk ke sistem (kj) Q 1 = energi surya yang diterima model pengering (kj) Q 11 = energi listrik yang digunakan untuk heater, menggerakkan kipas outlet, menggerakkan kipas pada penukar panas, motor listrik untuk menggerakkan rak, dan untuk pompa (kj) i. Efisiensi Total Sistem Pengeringan Q η = 5 T x 100%... (16) Q T Keterangan : η T = efisiensi total sistem pengeringan (%) Q 5 = energi untuk menguapkan air produk dan menaikkan suhu produk (kj) Q T = energi total yang masuk ke sistem (kj) 24

42 4. Mutu Produk Sangat penting jika suatu pengolahan atau proses yang mengubah suatu bahan adalah mempertahankan kualitas produk itu sendiri. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sayuran jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) yang mengandung cukup protein. Jamur tiram segar mengandung protein sebesar 30.4% per berat kering dengan kadar air 90.8% (Rismunandar, 1982). Pengujian terhadap mutu produk jamur tiram putih dilakukan terhadap kadar protein yang dilakukan dengan menggunakan metode AOAC , kadar air awal, dan kadar air akhir dengan menggunakan metode oven. D. Percobaan Pengeringan Bahan Pada penelitian ini unjuk kerja mesin pengering ERK tipe rak berputar dilihat dari keefektifan mesin dalam mengeringkan jamur tiram sesuai dengan tujuan penelitian. Salah satu parameter keberhasilan mesin pengering ini dapat dilihat dari mutu jamur tiram kering yang dihasilkan. Mutu jamur tiram kering tersebut dapat dinilai di antaranya dari kadar protein dan keseragaman kadar air akhir jamur tiram. Tingkat keseragaman kadar air dapat dicapai dengan memutar rak pada selang waktu tertentu. Hasilnya akan dibandingkan dengan penjemuran biasa (kontrol) dan tanpa pemutaran rak. Dalam penelitian ini dikondisikan dalam lima percobaan sebagai berikut : 1. Percobaan I : pengeringan dengan kapasitas 1.8 kg jamur pada pagi hingga sore hari (pukul 08:00 WIB-16:00 WIB). Setiap 1 jam, rak digeser sebesar 45º dan tanpa diputar. Perlakuan ini digunakan sebagai pembanding percobaan berikutnya yaitu dengan pemutaran terhadap rak. 2. Percobaan II : pengeringan dengan kapasitas 1.8 kg jamur pada pagi hingga sore hari (pukul 08:00 WIB-16:00 WIB). Setiap 1 jam, rak digeser sebesar 45º dan diputar selama 5 menit di awal dan di akhir jam. Adanya pemutaran rak dimaksudkan untuk meratakan suhu udara di dalam ruang pengering sehingga penurunan kadar air lebih cepat dan lebih seragam. 25

43 3. Percobaan III : pengeringan dengan kapasitas 1.8 kg jamur pada pagi hingga sore hari (pukul 08:00 WIB-16:00 WIB). Setiap 1 jam, rak digeser sebesar 45º dan diputar selama 10 menit di awal dan di akhir jam. Percobaan ini untuk membandingkan dengan percobaan II ditinjau dari keseragaman kadar air. 4. Percobaan IV : pengeringan dengan kapasitas 4 kg jamur pada pagi hingga malam hari (pukul 08:00 WIB-20:00 WIB). Setiap 1 jam, rak digeser sebesar 45º dan diputar selama 10 menit di awal dan di akhir jam. Pengeringan yang dilakukan hingga malam hari ini dimaksudkan untuk membandingkan nilai efisiensi penggunaan energi jika dilakukan pengeringan dengan kapasitas pengeringan yang lebih banyak daripada percobaan sebelumnya. 5. Pengeringan dengan kapasitas 4 kg jamur pada pagi hingga sore hari (pukul 08:00 WIB-16:00 WIB). Setiap 1 jam, rak digeser sebesar 45º dan diputar selama 10 menit di awal dan di akhir jam. Percobaan ini dimaksudkan untuk membandingkan nilai efisiensi penggunaan energi jika dilakuan pengeringan sampai sore hari dengan pengeringan yang dilakukan sampai malam hari. E. Metode Pengambilan Data Proses pengeringan dilakukan secara kontinyu sampai kadar air bahan konstan. Metode pengambilan data untuk masing-masing parameter kinerja mesin adalah sebagai berikut : 1. Suhu Pengukuran suhu dilakukan untuk mengetahui profil suhu dan sebarannya di dalam ruang pengering. Alat yang digunakan antara lain termokopel tipe CC, Chino recorder Yokogawa, dan thermometer alcohol. Waktu pengukuran suhu dilakukan secara periodik setiap satu jam sekali. Titik pengamatan suhu dan kecepatan udara dapat dilihat pada Gambar 5. 26

44 Gambar 5. Titik-titik pengukuran Keterangan : T1-T8 : Suhu bahan rak 1- rak 8, T9 : suhu bola basah lingkungan, T10 : suhu bola kering lingkungan, T11 : Suhu bola basah di outlet, T12 : suhu bola kering di outlet, T13 : suhu bola basah ruang pengering, T14 : suhu bola kering ruang pengering, TA-TB : Suhu bahan kontrol, T15 : Iradiasi surya, V1 : Kecepatan udara masuk, V2 : Kecepatan udara keluar. 2. Iradiasi surya Iraduiasi surya merupakan laju energi per satuan luas (W/m 2 ) di suatu lokasi (Abdullah et all, 1998). Pengukuran radiasi surya dilakukan dengan menggunkan alat pyranometer. Pyranometer ini akan ditempatkan di sekitar alat pengering yang tidak terhalang sinar matahari. Data keluarannya berupa tegangan (mv) yang terlihat pada digital multimeter. Nilai 1 mv keluaran pyranometer setara dengan 1000/7 W/m 2. Pengambilan data dilakukan setiap satu jam sekali. 3. Kadar air bahan Kadar air bahan yang diukur merupakan kadar air awal, kadar air akhir, dan kadar air bahan pada suatu waktu selama proses pengeringan. 27

45 Metode yang digunakan untuk mengukur kadar air awal bahan adalah metode oven. Sampel produk awal dikeringkan di dalam oven selama 24 jam dalam suhu 100 o C-105 o C. Penentuan kadar air bahan selama proses pengeringan didasarkan pada metode penurunan massa produk selama proses pengeringeringan. Pengambilan data massa sampel dilakukan setiap satu jam sekali. Sampel bahan yang akan diambil berjumlah 10 buah yaitu sampel control (TA & TB), sampel pada rak 1-8 (T1-T8). Peralatan yang digunakan antara lain timbangan digital, timbangan duduk, dan oven. 4. Kelembaban udara Pengukuran kelembaban udara relative (RH) dilakukan mengikuti pengukuran suhu. Nilai RH yang diukur meliputi RH ruang pengering, RH outlet, dan RH lingkungan. Nilai RH diperoleh dengan cara memplotkan data suhu bola basah (Tbb) dan suhu bola kering (Tbk) pada psychometric chart (Gambar 6). Gambar 6. Psychometric chart 28

46 5. Kecepatan Udara Kecepatan udara diukur dengan menggunakan anemometer. Kecepatan udara yang diukur meliputi kecepatan udara inlet dan kecepatan udara outlet. Pengambilan data dilakukan setiap satu jam sekali mengikuti pengambilan data suhu dan radiasi. 6. Lama pengeringan Lama pengeringan merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan produk sampai kadar akhir konstan. Lama pengeringan dihitung saat alat mulai dioperasikan sampai massa bahan konstan. 7. Kebutuhan energi listrik Energi listrik digunakan untuk menggerakka kipas, motor penggerak rak, kipas radiator, dan untuk menyalakan heater. Kebutuhan diukur berdasarkan daya dan waktu efektif selama proses pengeringan. 8. Mutu produk Analisis mutu dilakukan terhadap kadar protein jamur tiram hasil pengeringan dan kadar air akhir dari jamur tiram kering. F. Prosedur Penelitian Diagram alir kegiatan penelitian dapat dilihat pada Gambar 7. Tahap pengeringan jamur dapat dilihat pada Lampiran 7. 29

47 Persiapan bahan Persiapan alat Pengukuran massa bahan sebelum pengeringan Pengukuran kadar air awal bahan Pengeringan bahan Pengukuran massa bahan setelah pengeringan Pengukuran kadar air akhir bahan Gambar 7. Diagram alir kegiatan penelitian. 30

48 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian dipanaskan oleh radiasi surya termanfaatkan oleh bangunan. Pada saat malam hari digunakan pemanas tambahan agar pengeringan tetap berlangsung. Panas berasal dari air yang dipanaskan dengan menggunakan heater dan disirkulasikan dengan pompa dengan radiator sebagai penukar panas dan disebarkan ke dalam ruang pengering dengan bantuan kipas radiator. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada setiap percobaan dapat dilihat pada Gambar 8, 9, 10, 11, dan 12. Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. 31

49 Gambar 9. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan II. Gambar 10. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan III. Gambar 11. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan IV. 32

50 Gambar 12. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan V. Dari grafik terlihat bahwa untuk setiap percobaan, suhu ruang pengering lebih tinggi daripada suhu lingkungan. Hal ini dikarenakan pantulan dalam bentuk gelombang panjang terperangkap dalam ruangan pengering yang tidak dapat menembus dinding transparan, sehingga terjadi peningkatan suhu di dalam ruang pengering. Suhu ruang pengering yang lebih besar dapat mempercepat pengeringan. Kisaran suhu ruang pengering suhu lingkungan dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah. Tabel 4. Kisaran Suhu Ruang Pengering, Suhu Lingkungan, dan Suhu Outlet pada Masing-masing Percobaan. Parameter Percobaan I II III IV V Suhu ruang pengering ( o C) Suhu lingkungan ( o C) Suhu outlet ( o C) Pada percobaan IV yang dilakukan sampai malam hari (pukul 20.00) diberikan pemanas tambahan karena sudah tidak adanya radiasi matahari yang digunakan untuk menguapkan air produk yang mengakibatkan suhu di dalam ruang pengering terlalu rendah. Panas yang dihasilkan dari pemanas tambahan berasal dari air yang dipanaskan dengan menggunakan heater kemudian disirkulasikan dengan menggunakan pompa, HE untuk 33

51 pembangkit panas, serta kipas penukar panas, udara panas disalurkan ke dalam ruang pengering. Suhu outlet pada masing-masing percobaan terlihat lebih tinggi dari suhu ruang pengering, hal ini disebabkan oleh aliran udara pengering yang terlalu besar sehingga daya kipas outlet perlu dikurangi. Laju aliran udara pengering yang terlalu besar mengakibatkan terbawanya udara panas ke luar yang digunakan untuk menguapka air produk sebelum digunakan. Pada percobaan I, II, III, dan V, udara panas ruang pengering hanya bersumber dari radiasi matahari, sedangkan pada percobaan IV selain berasal dari radiasi matahari juga berasal dari pemanas tambahan. Hal ini dikarenakan pada percobaan IV dilakukan proses pengeringan sampai pukul yang mulai pukul sudah tidak terapat radiasi surya. Rata-rata suhu lingkungan pada tiap-tiap percobaan adalah 30.8 O C, 30.8 O C, 29.6 O C, 29.4 O C, dan 30.9 O C. Suhu lingkungan untuk semua percobaan terlihat seragam satu sama lain, hal ini dikarenakan iradiasi ratarata untuk setiap percobaan hampir seragam. Rata-rata suhu ruang pengering adalah O C, O C, O C, O C, dan 38.4 O C. Rata-rata suhu ruang pengering terendah pada percobaan IV, hal ini dikarenakan terjadi hujan gerimis pada waktu tersebut. Rata-rata suhu outlet pada masingmasing percobaan yaitu 40.0 O C, 39.8 O C, 39.3 O C, 37.5 O C, dan 39.9 O C. Rata-rata suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah. Rata-rata suhu lingkungan < rata-rata suhu ruang < rata-rata suhu outlet. Hal ini berarti rata-rata udara panas yang terbuang ke luar ruang pengering sebelum digunakan untuk menguapakan air produk lebih besar daripada rata-rata udara panas yang terpakai untuk menguapkan air produk. Keadaan ini terjadi karena laju aliran udara pengering yang terlalu besar sehingga daya kipas outlet perlu dikurangi. 34

52 Gambar 13. Rata-rata suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I, II, III, IV, dan V. A.2 Sebaran Suhu Bahan Pada Tiap Rak Pengering Profil suhu bahan pada percobaan I, II, III, IV, dan V dapat dilihat pada Gambar 14, 15, 16, 17, dan 18. Suhu bahan pada awal proses lebih tinggi jika dibandingkan dengan suhu bahan di akhir proses, hal ini disebabkan karena pada awal proses kadar air bahan masih tinggi sedangkan pada akhir proses kadar air sudah rendah. Data suhu bahan secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran 3. Gambar 14. Profil suhu bahan pada percobaan I. 35

53 Gambar 15. Profil suhu bahan pada percobaan II. Gambar 16. Profil suhu bahan pada percobaan III. Gambar 17. Profil suhu bahan pada percobaan IV. 36

54 Gambar 18. Profil suhu bahan pada percobaan V. Perlakuan yang memiliki rata-rata suhu bahan pada setiap rak yang paling seragam yaitu percobaan 2. Standar deviasi suhu bahan pada percobaan I yaitu 0.74 O C, pada percobaan II yaitu 0.59 O C 1, pada percobaan IIII yaitu 1.01 O C, pada percobaan IV yaitu 0.76 O C, dan pada percobaan V yaitu 0.81 O C. Sebaran suhu rata-rata bahan pada proses pengeringan pada tiap percobaan dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19. Sebaran suhu rata-rata bahan pada proses pengeringan pada tiap percobaan B. Laju Pengeringan Laju pengeringan memberikan pengertian banyaknya air yang diuapkan dalam satuan berat persatuan waktu tertentu. Brooker et al. (1974) mengatakan bahwa laju pengeringan dipengaruhi oleh faktor internal bahan 37

55 seperti bentuk, ukuran, dan susunan bahan saat dikeringkan. Selain faktor internal bahan, laju pengeringan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti suhu, kelembaban udara, dan kecepatan aliran udara pengeringan. Suhu udara yang lebih besar dapat mempercepat laju penguapan air pada prmukaan bahan. Pada proses pengeringan, perubahan kondisi cuaca sangat berpengaruh. Pada tingkat kelembaban udara yang lebih rendah, laju penguapan air pada permukaan bahan juga menurun dan sebaliknya. Kecepatan angin yang lebih besar dapat mempercepat laju penguapan air pada permukaan bahan. B.1. Kadar Air Jamur tiram segar memiliki kadar air cukup tinggi, dalam penelitian ini berkisar antara 87.61% % bb, yang mengakibatkan produk tersebut memiliki daya simpan yang rendah. Banyaknya air yang diuapkan pada jamur tiram dan rendemen akhir jamur tiram, serta waktu pengeringan disajikan secara lengkap dalam Tabel 5. Data kadar air bahan secara lengkap disajikan dalam Lampiran 5. Tabel 5. Komposisi Jamur Tiram dan Air yang Diuapkan. Parameter Percobaan I II III IV V Berat awal (kg) Berat akhir (kg) Berat air yang diuapkan (kg) Rendemen (%) Kadar air awal (%bb) Kadar air akhir (%bb) Kadar air akhir kontrol (%bb) Waktu pengeringan (jam) Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa jumlah air yang diuapkan dari bahan sangat besar. Pada saat awal pengeringan kadar air jamur tiram berkurang sangat cepat seiring dengan peningkatan suhu pengeringan. Kemudian proses penurunan kadar air berjalan lambat sampai 38

56 akhir proses pengeringan. Proses pengeringan dihentikan ketika bahan telah mencapai kadar air jamur yang aman untuk disimpan. Grafik penurunan kadar air bahan pada percobaan I, II, III, IV, dan V dapat dilihat pada Gambar 20,21, 22, 23 dan 24. Gambar 20. Penurunan kadar air bahan pada percobaan I. Gambar 21. Penurunan kadar air bahan pada percobaan II. 39

57 Gambar 22 Penurunan kadar air bahan pada percobaan III. Gambar 23. Penurunan kadar air bahan pada percobaan IV. Gambar 24. Penurunan kadar air bahan pada percobaan V. 40

58 Gambar 25. Rata-rata kadar air pada percobaan I, II, III, IV, dan V. Standar deviasi untuk kadar air pada masing-masing percobaan adalah sebagai berikut 5.97 pada percobaan I, 5.33 pada percobaan II, 5.35 pada percobaan III, 4.12 pada percobaan IV, dan 2.16 pada percobaan V. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air akhir bahan pada setiap rak percobaan V memiliki nilai yang hampir sama. Percobaan V merupakan perlakuan yang memiliki kadar air akhir bahan pada setiap rak hampir seragam dibandingkan keempat percobaan lainnya. Percobaan I memiliki kadar air akhir bahan pada setiap rak paling seragam sedangkan percobaan II dan III memiliki kadar air akhir bahan pada setiap rak kurang seragam. B.2. Kelembaban Relatif (RH) Profil RH selama proses pengeringan mengalami fluktuasi seiring dengan fluktuasi yang terjadi pada iradiasi surya. Besarnya nilai RH sangat dipengaruhi oleh suhu. Hubungan suhu dengan RH adalah berbanding terbalik, yaitu peningkatan suhu akan mengakibatkan penurunan RH. Kelembaban udara berpengaruh terhadap proses penguapan dari dalam bahan ke permukaan, serta menentukan tingkat kemampuan udara menampung uap air. Semakin kecil RH, maka akan semakin baik untuk pengeringan karena kemampuan udara menampung uap air dari bahan semakin banyak, sedangkan semakin besar nilai RH maka kurang baik untuk proses pengeringan karena kemampuan udara pengering untuk menarik uap air dari bahan yang dikeringkan menjadi lebih kecil. RH 41

59 lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada masing-masing percobaan dapat dilihat pada Gambar 26, 27, 28, 29, dan 30. Gambar 26. RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. Gambar 27. RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan II. Gambar 28. RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan III. 42

60 Gambar 29. RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan IV. Gambar 30. RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan V. Rata-rata RH lingkungan > rata-rata RH ruang pengering. Rata-rata RH ruang pengering > rata-rata RH outlet. Rata-rata RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I, II, III, IV dan V dapat dilihat pada Gambar

61 Gambar 31. Rata-rata RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I, II, III, IV, dan V. Rata-rata RH lingkungan pada percobaan I, II, III, IV, dan V masingmasing yaitu 94.89%, 97.17%, 93.55%, 87.60%,dan 89.09%. Rata-rata RH ruang pengering pada percobaan I, II, III, IV, dan V masing-masing yaitu 69.44%, 61.19%, 64.52%, 60.79%, dan 66.43%. Rata-rata RH outlet pada percobaan I, II, III, IV, dan V masing-masing yaitu 49.84%, 49.97%, 52.22%, 48.40%, dan 58.08%. Data suhu serta RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet secara lengkap disajikan dalam Lampiran 2. Rata-rata RH ruang pengering jauh lebih rendah dibandingkan ratarata RH lingkungan. Oleh karena itu, kemampuan udara ruang pengering untuk menyerap air yang diuapkan dari bahan yang dikeringkan lebih besar dibandingkan dengan kemampuan udara lingkungan. B.3. Kecepatan Udara Kecepatan udara diukur dengan menggunakan anemometer Kanomax Model Kecepatan udara yang diukur meliputi kecepatan udara inlet dan outlet. Udara dari luar ruang pengering dihisap oleh kipas outlet ke dalam ruang pengering kemudian keluar ruang pengering. Udara ini membawa panas yang akan digunakan untuk mengeringkan bahan. Laju aliran udara merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap laju pengeringan. Laju udara tinggi akan mempercepat proses pengeringan pada bahan yang memiliki kadar air tinggi seperti jamur tiram. 44

62 Namun bila laju udara terlalu tinggi panas yang seharusnya digunakan untuk mengeringkan bahan di dalam mesin pengering menjadi terdorong ke luar. Oleh karena itu perlu diketahui kecepatan angin yang optimal untuk pengeringan. Rata-rata kecepatan udara outlet pada percobaan I, II, III, IV, dan V adalah 2.37 m/s, 2.89 m/s, 2.58 m/s, 2.27 m/s, 1.86 m/s, sedangkan kecepatan udara pada inlet adalah 0.66 m/s, 1.03 m/s, 0.81 m/s, 0.96 m/s, 0.60 m/s. Nilai ragam rata-rata kecepatan udara outlet dan inlet dan masingmasing yaitu 0.55 m/dt dan 0.07 m/dt. Data kecepatan udara inlet dan outlet secara lengkap disajikan dalam Lampiran 4. B.4. Laju Pengeringan Laju pengeringan dipengaruhi oleh suhu dan RH lingkungan. Laju pengeringan yang tinggi pada awal pengeringan disebabkan oleh adanya air bebas yang terkandung di dalam produk, sehingga jumlah air yang diuapkan pun besar. Setelah air bebas teruapkan, terjadi laju pengeringan yang menurun. Pada periode ini terjadi migrasi uap air dari bagian dalam ke permukaan produk secara difusi karena adanya perbedaan konsentrasi atau tekanan uap bagian dalam ke luar. Beda tekanan uap antara bahan dengan udara pengering semakin kecil dengan semakin rendah kadar air karena air yang tersisa adalah air terikat dalam bahan. Periode ini disebut dengan periode pengeringan dengan laju pengeringan menurun. Gambar 32, 33, 34, 35, dan 36 memperlihatkan laju pengeringan rata-rata pada setiap percobaan. Gambar 32. Laju pengeringan pada percobaan I. 45

63 Gambar 33. Laju pengeringan pada percobaan II Gambar 34. Laju pengeringan pada percobaan III Gambar 35. Laju pengeringan pada percobaan IV 46

64 Gambar 36. Laju pengeringan pada percobaan V Dari gambar terlihat bahwa pada semua percobaan terjadi laju pengeringan menurun. Rata-rata laju pengeringan pada percobaan I, II, III, IV, dan V dapat dilihat pada Gambar 37. Gambar 37. Rata-rata laju pengeringan pada percobaan I, II, III, IV, dan V Berdasarkan hasil penelitian Triwahyudi (2009) diketahui bahwa pergeseran posisi rak sebesar 45 O menyebabkan sebaran untuk kadar air untuk pengeringan kapulaga tiap rak lebih seragam. Rata-rata laju pengeringan pada percobaan I, II, III, IV, dan V masing-masing yaitu 20.27% bk/jam, 22.96% bk/jam, 19.75% bk/jam, 15.48% bk/jam, dan 19.49% bk/jam. Hal ini menunjukkan bahwa laju pengeringan pun dipengaruhi oleh massa bahan yang dikeringkan dan jumlah energi yang dikeringkan. Pada supplai energi yang tidak terlalu berbeda, massa bahan yang dikeringkan pada percobaan IV dan V yaitu 4.8 kg (dua kali massa bahan yang dikeringkan pada percobaan I, II, dan III), oleh karena itu laju pengeringan bahan pada percobaan I, II, dan III lebih besar dibandingkan 47

65 laju pengeringan bahan pada percobaan IV dan V. Percobaan II memiliki laju pengeringan tertinggi dibandingkan laju pengeringan ketiga percobaan lainnya. Data laju pengeringan bahan secara lengkap disajikan dalam Lampiran 6. C. Kebutuhan Energi Pengeringan dan Efisiensi Energi Pengeringan Konsumsi energi pada pengering ERK-Hybrid berasal dari iradiasi surya dan listrik. Energi listrik selain dipergunakan untuk pemanas tambahan juga dipergunakan untuk tenaga penggerak untuk memutar rak pengering, pompa serta kipas penghembus. Energi surya dan energi listrik merupakan sumber energi thermal yang utama. Selain konsumsi energi thermal, dalam pengeringan dengan mesin pengering ini juga mengkonsumsi energi mekanik yang bersumber dari energi listrik. Menurut Abdullah (2007) kedua bentuk energi harus tersedia dalam jumlah yang memadai agar pengeringan dapat berlangsung dengan baik. Penggunaan energi pada pengeringan bahan pertanian merupakan 60% dari seluruh energi yang dipergunakan untuk proses produksi suatu bahan pertanian (Brooker et al, 1992 dalam Triwahyudi, 2009). C.1. Energi Surya Energi surya merupakan energi utama yang digunakan dalam proses pengeringan dengan mesin pengering ERK. Besarnya masukan energi surya bergantung pada lamanyta penyinaran dan kondisi cuaca selama pengeringan berlangsung. Penerimaan iradiasi surya selama penelitian berasal dari sinar matahari yang diukur mulai dari ± pukul WIB sampai dengan pukul WIB dasajikan pada Gambar 38. Dari gambar terlihat bahwa iradiasi yang diterima sangat berfluktuatif. Intensitas radiasi surya diukur dengan menggunakan pyranometer dengan nilai keluaran berupa nilai tegangan (dalam mv) kemudian dikonversi menjadi W/m 2. Data pengukuran iradiasi surya dapat dilihat dalam Lampiran 1. Berikut ini merupakan grafik iradiasi surya yang diterima mesin pengering pada masing-masing percobaan. 48

66 Gambar 38. Iradiasi surya percobaan I, II, III, IV, dan V Pada percobaan IV, nilai iradiasi minimum adalah sebesar 0 W/m 2, hal ini dikarenakan pengeringan dilakukan sampai pukul Pada waktu tersebut sudah tidak terdapat sinar matahari. Dari data yang diperoleh, iradiasi 0 W/m 2 dimulai dari pukul sesuai cuaca pada saat itu. Nilai iradiasi yang berfluktuasi dikarenakan waktu pengambilan data yang berbeda. Nilai iradiasi maksimum terjadi pada pukul WIB. Dibandingkan dengan percobaan lainnya, percobaan IV memberikan fluktuasi radiasi matahari tertinggi. Lama penyinaran pada tiap percobaan adalah berbeda-beda. Begitu pula dengan total iradiasi surya pada tiap percobaan. Data nilai iradiasi maksimum, iradiasi minimum, iradiasi rata-rata, lama penyinaran, dan enrgi radiasi surya disajikan dalam Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6. Nilai iradiasi maksimum, iradiasi minimum, iradiasi rata-rata, lama penyinaran, dan energi radiasi surya I ratarata I max I min Lama penyinaran Energi Radiasi Percobaan (Jam) Surya (kwh/m 2 ) W/m

67 Lama penyinaran yang diterima saat berlangsungnya pengeringan sangat berpengaruh terhadap total iradiasi yang diterima (Gambar 39). Penerimaan iradiasi rata-rata selama pengeringan berlangsung lebih rendah dibandingkan dengan peneimaan rata-rata iradiasi surya di Indonesia W/m 2. Hal ini dikarenakan sebagian sinar matahari terhalang oleh awan selama pengeringan berlangsung. Gambar 39. Lama penyinaran, total, dan rata-rata iradiasi selama pengeringan berlangsung untuk tiap-tiap percobaan Data dan performansi pengeringan pada model pengering ERKhybrid tipe rak berputar untuk pengeringan jamur tiram dapat dilihat pada Tabel 6. Energi surya terbesar yang diterima model pengering terdapat pada percobaan IV dengan nilai total energi sebesar kj. C.2. Energi Listrik Alat-alat yang terdapat pada mesin pengering ini yang menggunakan energi listrik yaitu kipas outlet (60 W), pompa (125 W), heater (1000 W), kipas radiator (60 W), dan motor penggerak rak (40 W). Energi listrik yang digunakan merupakan suplai dari listrik PLN. Energi listrik digunakan untuk menghailkan energi termal dan energi mekanik. Penggunaan energi listrik sebagai energi thermal dilakukan dengan menggunakan heater dengan daya sebesar 1000 W. Suhu air yang dipanaskan oleh heater berkisar antara 65 O C- 80 O C. Sedangkan penggunaan energi listrik untuk menghasilkan energi mekanik antara lain motor 50

68 penggerak rak, kipas outlet, kipas radiator dan pompa. Kebutuhn energi listrik dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu kebutuhan energi listrik untuk unit pemanas, energi listrik untuk penggerak rak, dan energi listrik untuk sirkulasi udara. Energi listrik untuk unit pemanas terdiri dari heater, pompa, dan kipas radiator. Adapun komposisi penggunaan energi pada pengeringan jamur tiram dapat dilihat pada Gambar 40, 41, 42, 43, dan 44 di bawah ini. Gambar 40. Komposisi penggunaan energi pada pengeringan jamur tiram pada percobaan I Gambar 41. Komposisi penggunaan energi pada pengeringan jamur tiram pada percobaan II 51

69 Gambar 42. Komposisi penggunaan energi pada pengeringan jamur tiram pada percobaan III Gambar 43. Komposisi penggunaan energi pada pengeringan jamur tiram pada percobaan IV Gambar 44. Komposisi penggunaan energi pada pengeringan jamur tiram pada percobaan V 52

70 Pada percobaan I, II, dan III, persentase penggunaan energi terbesar pada energi surya. Hal ini dikarenakan percobaan tidak dilakukan sampai malam energi yang membutuhkan pemanas tambahan berupa heater. Sedangkan pada percobaan IV dan V persentase penggunaan energi terbesar adalah energi listrik untuk heater, hal ini dikarenakan pengeringan dilakukan sampai malam hari. Konsumsi energi listrik yang besar ini dapat mengakibatkan peningkatan biaya pengeringan. Penggunaan heater sebagai pemanas tambahan ini dapat digantikan dengan tungku yang berbahan dasar biomassa untuk mengurangi biaya pengeringan. Beberapa pengering Efek Rumah Kaca-Hybrid yang menggunakan pemanas tambahan berupa biomasa yang menggunakan tungku sebagai media pembentukan panasnya adalah sebagai berikut : a. Pengering Efek Rumah Kaca-Hybrid Tipe Terowongan ERK-Hybrid tipe terowongan menggunakan energi surya dan energi biomassa sebagai sumber energi termal dan photovoltaic sebagai penghasil energi listrik untuk menggerakkan kipas. Komponenkomponen utama dari sistem pengering ini mencakup bangunan terowongan transparan, rak sebagai wadah, penukar panas, tungku, dan kipas. Suhu ruang pengering tipe ini dapat mencapai 60 O C pada kondisi cerah tanpa menggunkan pemanas tambahan. Untuk pengeringan ikan ukuran kecil sebagai pakan ternak waktu pengeringan yang dibutuhkan adalah 5 jam. b. Pengering Efek Rumah Kaca-Hybrid Tipe Kabinet Pengering cabinet sangat sesuai digunakan untuk bahan yang membutuhkan pengeringan tanpa ditumpuk. Komponen-komponen utama dari sistem pengering ini mencakup bangunan transparan, rak sebagai wadah, penukar panas, tungku, dan kipas. Waktu pengeringan bergantung dari jenis produk yang dikeringkan. Efisiensi penggunaan energi pada mesin pengering sebesar 6.73%-8.06%. c. Pengering Efek Rumah Kaca-Hybrid dengan Wadah Silinder Berputar Pengering ini menggunakan energi surya dan biomassa sebagai sumber energi termal dan energi listrik untuk menggerakkan kipas dan 53

71 memutar silinder. Komponen-komponen utama dari sistem pengering ini mencakup bangunan transparan, dua buah drum silinder, penukar panas, tungku, kipas, dan motor pemutar drum. Produk yang dapat dikeringkan mencakup jagung, gabah, kakao, kopi, dan produk lain yang berbentuk biji-bijian atau produk lain yang tahan terhadap benturan. C.3. Energi Total Energi total yang masuk ke sistem adalah gabungan antara energi surya yang diterima model pengering dan energi listrik yang digunakan untuk heater, menggerakkan kipas outlet, menggerakkan kipas pada penukar panas, motor listrik untuk menggerakkan rak, serta untuk pompa. Besarnya energi total pada tiap percobaan dapat dilihat dalam Gambar 45 di bawah ini. Gambar 45. Besarnya Energi Total pada Tiap Percobaan C.4. Efisiensi Penggunaan Energi Efisiensi energi pada proses pengeringan adalah perbandingan antara total input energi pada sistem pengering ERK tersebut dengan output energi yang terpakai oleh produk yang dikeringkan. Input energi yang digunakan berupa energi panas dari matahari dan energi listrik. Sedangkan outputnya berupa energi yang yang digunakan utuk menaikkan suhu bahan dan menguapkan air pada bahan. Semakin tinggi efisiensi, maka akan semakin kecil energi yang yang dibutuhkan untuk mengeringkan tiap kg bahan. 54

72 Efisiensi ini menunjukkan baik tidaknya performansi alat untuk pengeringan atau efektif tidaknya energi panas yang termanfaatkan. Performansi mesin pengering ERK secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. Besarnya efisiensi total sistem pengering tiap percobaan berturut-turut adalah sebagai berikut 52.94%, 54.35%, 43.24%, 37.79%, dan 41.37%. Efisiensi terbesar dicapai pada percobaan II, dan efisiensi terkecil dicapai pada percobaan IV. Nilai efisiensi mesin pengering ERK-hybrid tipe rak berputar untuk mengeringkan jamur tiram lebih besar daripada efisiensi mesin pengering tersebut untuk mengeringkan kapulaga, rosela, dan cengkeh. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi alat pengering adalah kehilangn panas dari alat, jumlah bahan yang dikeringkan, kadar air awal, iradiasi surya, suhu, dan RH lingkungan. C.5. Kebutuhan Energi Untuk Menguapkan Air dari Produk Besarnya kebutuhan energi untuk menguapkan air dari produk pada tiap percobaan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut : Tabel 7. Kebutuhan energi untuk menguapkan air dari jamur tiram Percobaan Keterangan Satuan I II III IV V Energi surya kj Energi listrik untuk heater kj Energi listrik untuk kipas kj outlet Energi listrik untuk kipas kj pada penukar panas Energi listrik untuk kj menggerakkan rak Energi listrik untuk pompa kj air Energi total kj Massa uap dari produk kg Kebutuhan energi MJ/kg uap

73 Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa kebutuhan energi pengeringan terkecil didapatkan pada percobaan II, dan kebutuhan energi terbesar terdapat pada percobaan IV. Hal ini disebabkan karena digunakannya pemanas tambahan pada pecobaan IV. Triwahyudi (2009) menyampaikan bahwa kebutuhan energi untuk mengapkan air dari produk berkisar antara MJ/kg uap. Data dan performansi pengeringan pada model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar untuk pengeringan Jamur Tiram secara lengkap disajikan dalam Lampiran 8. D. Analisis Mutu Jamur tiram segar mengandung protein sebesar 30.4% dan karbohidrat sebesar 57.6% per berat kering dengan kadar air 90.8% (Rismunandar, 1982 dalam Rachmat, E.A., 1997). Setelah mengalami beberapa proses dalam pengeringan, kandungan protein yang terkandung dalam jamur tiram kering ini pun akan berkurang karena terurai selama proses pengeringan. Setelah dilakukan analisis protein dengan menggunakan metode AOAC , protein yang terkandung oleh jamur tiram kering 21.18% untuk JA1 dan 26.79% untuk JA2 per berat kering. Tabel 8 menunjukkan hasil analisis mutu protein pada jamur tiram kering. Tabel 8. Hasil Analisa Mutu Jamur Tiram Hasil Penelitian Per Satuan Berat Kering. No Parameter Satuan Hasil Pemeriksaan Metoda JA1 (Lama) JA2 (Baru) 1 Protein %bb AOAC Ket : Lama (bulan Juli, tahun 2009) Baru (bulan Maret, tahun 2010) Penurunan kandungan protein setelah dilakukan proses pengeringan ini adalah disebabkan oleh adanya panas pada proses pengeringan yang dapat menyebabkan protein yang dikandung jamur tiram menjadi rusak dan mengalami penggumpalan yang mengakibatkan protein kehilangan fungsi 56

74 dan aktivitas biologisnya (Yuliati, 2002). Gambar 46 menunjukkan hasil pengeringan jamur tiram. Gambar 46. Jamur tiram kering JA1 (kiri) dan JA2 (kanan) Kandungan protein JA1 berbeda dengan kandungan protein pada JA2. Hal ini terjadi karena selama penyimpanan terjadi reaksi pencoklatan dan non enzimatis, yaitu reaksi Maillard. Reaksi tersebut mudah terjadi pada kadar air rendah dan waktu penyimpanan yang lama. Reaksi Maillard dapat terjadi antara gula pereduksi dengan asam amino primer, yaitu lisin. Salah satu akibat dari reaksi tersebut adalah kehilangan asam amino esensial, yaitu lisin, sistein, dan metionin (Yuliati, 2002). Kadar air akhir bahan pada percobaan I, II, III, IV, dan V adalah berkisar antara 7.43%bb-11.55%bb (Tabel 4) dengan rata-rata %bb. Sedangkan nilai kadar air akhir control percobaan I, II, III, IV, dan V berkisar antara 5.65%bb-35.49%bb (Tabel 4) dengan rata-rata %bb. Hasil tersebut menunjukan bahwa jamur tiram yang dikeringkan dengan menggunakan mesin pengering ERK memiliki kadar air akhir yang lebih rendah bila dibandingkan dengan dijemur. Nilai kadar air yang rendah ini dapat menghambat aktivitas mikroorganisme sehingga dapat memperpanjang umur simpan jamur tiram. 57

75 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Performansi mesin pengering ERK hybrid tipe rak berputar untuk pengeringan jamur tiram adalah sebagai berikut : a. Suhu ruang pengering berkisar antara 30 O C-49 O C pada percobaan I, dan RH ruang pengering berkisar antara 34.1%-93.5%. Pada percobaan II suhu ruang pengeringnya berkisar antara 28 O C-44 O C, dan RH ruang pengering berkisar antara 50.9%-80.8%. Pada percobaan III suhu ruang pengeringnya berkisar antara 28.5 O C O C, dan RH ruang pengering berkisar antara 34.1%-96.3%. Pada percobaan IV suhu ruang pengering berkisar antara 26 O C-44 O C, dan RH ruang pengering berkisar antara 45.3%-100%. Sedangkan pada percobaan V suhu ruang pengering berkisar antara 29 O C-47 O C, dan RH ruang pengering berkisar antara 49.3%-100%. b. Laju pengeringan pada percobaan dengan pemutaran rak lebih besar daripada percobaan tanpa pemutaran rak pada tingkat kadar air awal yang hampir sama, yaitu berkisar antara 18.91%bk/jam %bk/jam. c. Lama pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan jamur tiram sampai kadar air <12%bb berkisar antara 9-12 jam. d. Efisiensi pengeringan yang dicapai pada percobaan pemutaran rak selama 10 di awal dan diakhir setiap 60 menit sekali adalah 54.35%, nilai ini cenderung lebih besar dari pada efisiensi pada percobaan tanpa pemutaran rak. Nilai efisiensi ini juga lebih besar dari pada efisiensi pada percobaan pemutaran rak 5 menit di awal dan di akhir setiap 60 menit sekali. e. Kebutuhan energi pengeringan pada pemutaran rak 10 menit di awal dan di akhir setiap 60 menit sekali adalah sebesar 4.48 MkJ/kg uap. Nilai ini lebih kecil dari pada energy pada percobaan tanpa pemutaran dan daripada energy pada percobaan dengan pemutaran rak selama 5 menit di awal dan di akhir setiap 60 menit sekali. 58

76 f. Protein yang terkandung oleh jamur tiram kering adalah 21.18% untuk JA1 dan 26.79% untuk JA2 per berat kering sesuai dengan Chang et al., (1993), yaitu kandungan protein jamur tiram kering sebesar 10.5%-30.4%. Sehingga jamur tiram kering ini masih layak untuk dikonsumsi. Karena kandungan protein yang dibutuhkan masih tinggi. g. Percobaan yang memberikan hasil terbaik adalah percobaan dengan pemutaran rak sebesar 10 menit di awal dan di akhir setiap 60 menitnya karena terdapat keseragaman kadar air ketika proses pengeringan berlangsung. B. Saran Atas dasar fakta bahwa suhu udara outlet masih lebih tinggi dari pada suhu udara pengering, maka dalam rangka penghematan energi, perlu adanya kajian lebih dalam untuk mendapatkan data laju aliran udara optimal. Untuk mengurangi biaya listrik sebagai penghasil panas tambahan dapat digunakan tungku pemanas dengan bahan bakar biomassa yang harganya relatif lebih murah, sebagaimana telah digunakan dalam pengering pada penelitian-penelitian sebelumnya yaitu pada pengering Efek Rumah Kaca-Hybrid tipe terowongan, pengering Efek Rumah Kaca-Hybrid tipe cabinet, dan pengering Efek Rumah Kaca-Hybrid dengan wadah silinder berputar. 59

77 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, K. et al Energi dan Listrik Pertanian. Bogor. Abdullah, K Energi Terbarukan untuk Mendukung Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. IPB Press. Bogor. Adawiyah, D. R Uji Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Tipe Rak dengan Pemanas Tambahan pada Pengeringan Kerupuk Uyel. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Adityarial Peluang Pengembangan Usaha Budidaya Jamur Tiram. Diakses pada 4 Oktober 2009 Agriana, D Kinerja Lapang Alat Pengering Surya Hybrid Tipe Efek Rumaha Kaca untuk Pengeringan Dendeng Jantung Pisang. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Bano, Z dan S. Rajarathnam Pleurotus Mushrooms as A Nutritious Food. Di dalam: Tropical Mushrooms: Biological Nature and Cultivation Methods. Chang, s.t., dan T.H. Quimio (eds) pp The Chinese University Press, Hongkong. Brooker, D.B., Barker-Arkema, F.W., dan Hall, C.W Drying Cereal Grain. The A VI Publishing Co, Inc., Westport., Connecticut. Brooker, D.B., Barker-Arkema, F.W., dan Hall, C.W Drying and Storage of Grain and OilSeed. Van Nostrand Reinhold, Inc., New York. Cahyana, M. dan Bakrun Pembibitan, Pembudidayaan dan Analisis Usaha Jamur Tiram. Penebar Swadaya Jakarta. Chang, S.T., J.A. Buswell and P.G. Miles Genetic and Breeding of Edible Mushroom. Gordon and Breach Science Publishers. USA. 60

78 Cho, K.Y., K.H. Young and S.T. Chang Preservation of Cultivated Tropical Mushroom. Di dalam S.T. Chat and T.H. Quimo (eds.) Tropical Mushroom, Biological Nature and Cultivation Methods. The Chinese University Press. Hongkong. Crisan, E.V. dan A. Sand Nutritional Value. In The Biology and Cultivation of Edible Mushrooms, pp Edited by S.T. Chang and W.A. Hsyes. Academic Press. New York. Desrosier, N.W Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan. UI Press. Jakarta. Dwidjoseputro, D Pengantar Mikrobiologi. Alumni. Bandung. Fatimah, Y Pengeringan Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) Menggunakan Oven Gelombang Mikro. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor Henderson, SM dan Perry, R.L Agricultural Process Engineering. The A VI Publishing Co. Inc., Wesport, Connecticut, USA. Henderson, S.M., and Perry, R.L Agricultural Process Engineering. Terjemahan. Pratomo, M. Jakarta: Departemen P&K. Larasati, D Uji Performansi Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid Tipe Rak Berputar Secara Vertikal Untuk Pengeringan Rosela (Hibiscus sabdariffa L). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Nelwan, L.O Pengeringan Kakao Dengan Menggunakan Rak Pengering Dengan Kolektor Tipe Efek Rumah Kaca. Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Putri, E.Y., Uji Performansi Model Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Tipe Rak Berputar pada Pengeringan Cengkeh. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Rachmat, E.A Kultivasi Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) Pada Substrat Serbuk Gergaji Kayu Jeunjing (Albazzia falcataria) Yang Disinari Sinar Gamma. Skripsi. Fateta. IPB. Bogor. 61

79 Suherman Kinerja Pengering Efek Rumah Kaca Bentuk Kerucut untuk Pengeringan Rumput Laut. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Sumoprastowo, R.M., CDA Memilih dan Menyimpan Sayur-Mayur, Buahbuahan dan Bahan Makanan Bumi Aksara. Jakarta. Suriawiria, U Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu. Penebar Swadaya, Jakarta. Syah, I Mempelajari Karakteristik Pengeringan Jamur Merang (Volvariella volvaceae). Skripsi. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Triwahyudi, Sigit Kajian Pengering Surya Efek Rumah Kaca (ERK)- Hybrid dengan Rak Berputar secara Vertikal untuk Pengeringan Kapulaga Lokal (Amomum cardamomum Wild). Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor Widodo, Puji Kajian Pola Sebaran Aliran Udara Panas pada Model Pengering Efek Rumah Kaca Hibrid Tipe Rak Berputar Menggunakan Computational Fluid Dynamics. Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Winarno, F.G Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Witi Karakteristik Pengeringan dan Mutu Produk Kering Jamur Merang. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor Wulandani, D., Analisis Pengeringan pada Alat Pengering Kopi (coffea sp.) Efek Rumah Kaca Berenergi Surya. Tesis. Program Studi Keteknikan Pertanian. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Yulianti, N Kajian Sifat Fisiko-Kimia Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) Kering Beku. Skripsi. Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Zadrazil, F Cultivation of Pleurotus. Dalam S.T. Chang and W.A. Hayess. (eds.). The Biology Nature and Cultivation of Edible Mushroom. Academic Press. New York 62

80

81 Lampiran 1. Data Iradiasi Surya Data iradiasi surya pada perlakuan 1. Data Iradiasi Surya Pada Perlakuan 2 No Jam I (W/m2) 1 09: : : : : : : : : : : No Jam I (W/m2) 1 09: : : : : : : : : : : Data iradiasi surya pada perlakuan 3. Data Iradiasi Surya Pada Perlakuan 5 No Jam I (W/m2) 1 09: : : : : : : : : : : : : No Jam I (W/m2) 1 09: : : : : : : : : : : : :

82 Lampiran 1. Data iradiasi surya (lanjutan). Data Iradiasi Surya Pada Perlakuan 4 No Jam I (W/m2) No Jam I (W/m2) 1 09: : : : : : : : : : : : : : : : : :

83 Lampiran 2. Data suhu serta RH lingkungan, outlet dan ruang pengering. Data suhu serta RH lingkungan, outlet dan ruang pengering pada perlakuan 1. Lingkungan Ruang Pengering Outlet No. Jam T bb (ºC) T bk (ºC) RH (%) T bb (ºC) T bk (ºC) RH (%) T bb (ºC) T bk (ºC) RH (%) 1 09: : : : : : : : : : : Data suhu serta RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada perlakuan 2. No. Jam T bb (ºC) Lingkungan Ruang Pengering Outlet T bk (ºC) RH (%) T bb (ºC) T bk (ºC) RH (%) T bb (ºC) T bk (ºC) RH (%) 1 09: : : : : : : : : : :

84 Lampiran 2. Data suhu serta RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet (lanjutan). Data suhu serta RH lingkungan, outlet dan ruang pengering pada perlakuan 3. No. Jam T bb (ºC) Lingkungan Ruang Pengering Outlet T bk (ºC) RH (%) T bb (ºC) T bk (ºC) RH (%) T bb (ºC) T bk (ºC) RH (%) 1 09: : : : : : : : : : : : : Data suhu serta RH lingkungan, outlet dan ruang pengering pada perlakuan 4. No. Jam T bb (ºC) Lingkungan Ruang Pengering Outlet T bk (ºC) RH (%) T bb (ºC) T bk (ºC) RH (%) T bb (ºC) T bk (ºC) RH (%) 1 09: : : : : : : : : :

85 Lampiran 2. Data suhu serta RH lingkungan, outlet dan ruang pengering (lanjutan). Data suhu serta RH lingkungan, outlet dan ruang pengering pada perlakuan 4 (lanjutan). No. Jam T bb (ºC) Lingkungan Ruang Pengering Outlet T bk (ºC) RH (%) T bb (ºC) T bk (ºC) RH (%) T bb (ºC) T bk (ºC) RH (%) 11 10: : : : : : : : Data suhu serta RH lingkungan, outlet dan ruang pengering pada perlakuan 5. No. Jam T bb (ºC) Lingkungan Ruang Pengering Outlet T bk (ºC) RH (%) T bb (ºC) T bk (ºC) RH (%) T bb (ºC) T bk (ºC) RH (%) 1 09: : : : : : : : : : : : :

86 Lampiran 3. Data suhu bahan. Data Suhu Bahan pada Perlakuan 1. No. Jam T1 ( C) T2 ( C) T3 ( C) T4 ( C) T5 ( C) T6 ( C) T7 ( C) T8 ( C) 1 09: : : : : : : : : : : Data Suhu Bahan pada Perlakuan 2. No. Jam T1 ( C) T2 ( C) T3 ( C) T4 ( C) T5 ( C) T6 ( C) T7 ( C) T8 ( C) 1 09: : : : : : : : : : :

87 Lampiran 3. Data suhu bahan (Lanjutan). Data Suhu Bahan pada Perlakuan 3. No. Jam T1 ( C) T2 ( C) T3 ( C) T4 ( C) T5 ( C) T6 ( C) T7 ( C) T8 ( C) 1 09: : : : : : : : : : : : : Data Suhu Bahan pada Perlakuan 4. No. Jam T1 ( C) T2 ( C) T3 ( C) T4 ( C) T5 ( C) T6 ( C) T7 ( C) T8 ( C) 1 09: : : : : : : : : : : : :

88 Lampiran 3. Data suhu bahan (Lanjutan). Data Suhu Bahan pada Perlakuan 4 (Lanjutan). No. Jam T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 ( C) ( C) ( C) ( C) ( C) ( C) ( C) ( C) 14 09: : : : : Data Suhu Bahan pada Perlakuan 5. No. Jam T1 ( C) T2 ( C) T3 ( C) T4 ( C) T5 ( C) T6 ( C) T7 ( C) T8 ( C) 1 09: : : : : : : : : : : : :

89 Lampiran 4. Data kecepatan udara inlet dan outlet. Data kecepatan udara inlet dan outlet pada perlakuan 1. No. Jam v (m/s) Inlet Outlet 1 09: : : : : : : : : : : Data kecepatan udara inlet dan outlet pada perlakuan 2. No. Jam v (m/s) Inlet Outlet 1 09: : : : : : : : : : :

90 Lampiran 4. Data kecepatan udara inlet dan outlet (Lanjutan). Data kecepatan udara inlet dan outlet pada perlakuan 3. No. Jam v (m/s) Inlet Outlet 1 09: : : : : : : : : : : : : Data kecepatan udara inlet dan outlet pada perlakuan 4. v (m/s) No. Jam Inlet Outlet 1 09: : : : : : : : : : : :

91 Lampiran 4. Data kecepatan udara inlet dan outlet (Lanjutan). Data kecepatan udara inlet dan outlet pada perlakuan 4. No. Jam v (m/s) Inlet Outlet 13 12: : : : : : Data kecepatan udara inlet dan outlet pada perlakuan 5. No. Jam v (m/s) Inlet Outlet 1 09: : : : : : : : : : : : :

92 Lampiran 5. Data kadar air. Data kadar air pada perlakuan 1. No. Jam Kadar Air Bahan Rak (% bb) A B 1 09: : : : : : : : : : : Data kadar air pada perlakuan 2. No. Jam Kadar Air Bahan Rak (% bb) A B 1 09: : : : : : : : : : :

93 Lampiran 5. Data kadar air (Lanjutan). Data kadar air pada perlakuan 3. Kadar Air Bahan Rak (% bb) No. Jam A B 1 09: : : : : : : : : : : : : Data kadar air pada perlakuan 4. No. Jam Kadar Air Bahan Rak (% bb) A B 1 09: : : : : : : : : : :

94 Lampiran 5. Data kadar air (Lanjutan). Data kadar air pada perlakuan 4 (Lanjutan). No. Jam Kadar Air Bahan Rak (% bb) A B 12 11: : : : : : : Data kadar air pada perlakuan 5. No. Jam Kadar Air Bahan Rak (% bb) A B 1 09: : : : : : : : : : : : :

95 Lampiran 6. Data laju pengeringan. Data laju pengeringan pada perlakuan 1. No. Jam Laju Pengeringan (% bk/jam) A B 1 09: : : : : : : : : : : Data laju pengeringan pada perlakuan 2. No. Jam Laju Pengeringan (% bk/jam) A B 1 09: : : : : : : : : : :

96 Lampiran 6. Data laju pengeringan (Lanjutan) Data laju pengeringan pada perlakuan 3. No. Jam Laju Pengeringan (% bk/jam) A B 1 09: : : : : : : : : : : : : Data laju pengeringan pada perlakuan 4. No. Jam Laju Pengeringan (% bk/jam) A B 1 09: : : : : : : : : : : : : :

97 Lampiran 6. Data laju pengeringan (Lanjutan) Data laju pengeringan pada perlakuan 4 (Lanjutan). No. Jam Laju Pengeringan (% bk/jam) A B 15 14: : Data laju pengeringan pada perlakuan 5. No. Jam Laju Pengeringan (% bk/jam) A B 1 09: : : : : : : : : : : : :

98 Lampiran 7. Proses pengeringan Jamur tiram segar Pemisahan tangkai Penimbangan berat awal Penimbangan berat akhir pengeringan Pengaturan di dalam rak Analisis mutu pengemasan 80

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu golongan jamur yang dapat dimakan, yang dikenal dengan nama white log mushroom. Beberapa

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL Oleh : DEWI RUBAEATUL ADAWIYAH F14103089 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Simulasi Model Pengering dengan Gambit 5.1.1. Bentuk domain 3D model pengering Bentuk domain 3D ruang pengering diperoleh dari proses pembentukan geometri ruang pengering

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PHPT, Muara Angke, Jakarta Utara. Waktu penelitian berlangsung dari bulan April sampai September 2007. B. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN ( )

TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN ( ) TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN (10712002) JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN PROGRAM STUDY HORTIKULTURA POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG 2012 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW Oleh : Ai Rukmini F14101071 2006 DEPATEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERANCANGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil.

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah I. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah dibudidayakan. Jamur tiram termasuk familia Agaricaceae atau Tricholomataceae

Lebih terperinci

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai BAB V PERCOBAAN V. PERCOBAAN 5.1. Bahan dan alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari model alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan jenis jamur pangan dari kelompok Basidiomycota. Jamur ini dapat ditemui di alam bebas sepanjang tahun. Jamur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gram jamur kering juga mengandung protein 10,5-30,4%, lemak 1,7-2,2%, kalsium 314 mg, dan kalori 367 (Suwito, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. gram jamur kering juga mengandung protein 10,5-30,4%, lemak 1,7-2,2%, kalsium 314 mg, dan kalori 367 (Suwito, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) saat ini cukup populer dan banyak digemari oleh masyarakat karena rasanya yang lezat dan juga penuh kandungan nutrisi, tinggi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

KARYA ILMIAH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH BUDIDAYA JAMUR TIRAM Disusun oleh: Nama : JASMADI Nim : Kelas : S1 TI-2A STMIK AMIKOM YOGYAKARTA JL. Ring road utara, condongcatur, sleman yogyakarta ABSTRAK Budidaya jamur tiram memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. fotosintesis. Oleh karena itu, didalam pertumbuhannya jamur memerlukan zat-zat

I. PENDAHULUAN. fotosintesis. Oleh karena itu, didalam pertumbuhannya jamur memerlukan zat-zat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil, sehingga tidak dapat memanfaatkan cahaya matahari untuk mensintesis karbohidrat dengan cara fotosintesis. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Desain Termal 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Alat Pengering Surya Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada perancangan dan pembuatan alat pengering surya (solar dryer) adalah : Desain Termal 1.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Kepok Pisang kepok merupakan salah satu buah pisang yang enak dimakan setelah diolah terlebih dahulu. Pisang kepok memiliki buah yang sedikit pipih dan kulit yang tebal,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai September 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan di Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dinamakan demikian karena bentuknya seperti tiram atau ovster mushroom. Jamur tiram adalah jamur kayu yang tumbuh berderet menyamping

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada III. METODOLOGI PENELITIAN Alat pengering ini menggunakan sistem hibrida yang mempunyai dua sumber panas yaitu kolektor surya dan radiator. Saat cuaca cerah pengeringan menggunakan sumber panas dari kolektor

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONVERSI RANGKAIAN PENGUKUR SUHU Rangkaian pengukur suhu ini keluarannya adalah tegangan sehingga dibutuhkan pengambilan data konversi untuk mengetahui bentuk persamaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, mengingat. pentingnya kebutuhan pangan untuk mencapai angka kecukupan gizi.

BAB I PENDAHULUAN. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, mengingat. pentingnya kebutuhan pangan untuk mencapai angka kecukupan gizi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, mengingat pentingnya kebutuhan pangan untuk mencapai angka kecukupan gizi. Setiap manusia tidak hanya didapat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Pemanfaatan energi surya memakai teknologi kolektor adalah usaha yang paling banyak dilakukan. Kolektor berfungsi sebagai pengkonversi energi surya untuk menaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia memperoleh sinar matahari sepanjang tahun. Kondisi ini memberi peluang dan tantangan dalam usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan Laboratorium Rekayasa Bioproses

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Cengkeh termasuk ke dalam famili Myrtaceae yang berasal dari Maluku. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan yang cukup potensial dalam upaya memberikan kesempatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang akan digunakan selama melakukan penelitian ini adalah di Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Perancangan 4.1.1. Identifikasi Kebutuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Singkong atau ketela pohon pada umumnya dijual dalam bentuk umbi segar oleh petani. Petani jarang mengeringkan singkongnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur tiram putih yaitu protein

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur tiram putih yaitu protein BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih merupakan salah satu produk pertanianyang mempunyai kandungan gizi tinggi dibandingkan dengan jamur lain. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

JENIS-JENIS PENGERINGAN

JENIS-JENIS PENGERINGAN JENIS-JENIS PENGERINGAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat membedakan jenis-jenis pengeringan Sub Pokok Bahasan pengeringan mengunakan sinar matahari pengeringan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae)

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) Oleh : PERI PERMANA F14102083 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari) BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama satu bulan penanaman jamur tiram putih terhadap produktivitas (lama penyebaran miselium, jumlah badan buah dua kali

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI

PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : LUCKY WILANDARI A 420 100 123 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

Peluang Bisnis Budidaya Jamur Tiram

Peluang Bisnis Budidaya Jamur Tiram Nama : Enggar Abdillah N NIM : 11.12.5875 Kelas : 11-S1SI-08 ABSTRAK TUGAS AKHIR KULIAH LINGKUNGAN BISNIS SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2011/2012 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Peluang Bisnis Budidaya Jamur Tiram

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung. Permukaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung. Permukaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Tiram Putih Jamur tiram putih (Pleurutus ostreatus) termasuk dalam kategori tanaman konsumsi. Jamur ini dinamakan jamur tiram karena tudungnya berbentuk setengah lingkaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga tidak bisa melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur digolongkan sebagai

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. MEODOLOGI PENELIIAN A. EMPA DAN WAKU PENELIIAN Penelitian ini dilakukan di Lab. E, Lab. Egrotronika dan Lab. Surya Departemen eknik Mesin dan Biosistem IPB, Bogor. Waktu penelitian dimulai pada bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM

KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM disusun oleh : Nama : Fandi Hidayat Kelas : SI TI-6C NIM : 08.11.2051 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO Oleh M. Yahya Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Padang Abstrak Indonesia merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya jamur merang (Volvariella volvacea), jamur kayu seperti jamur

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya jamur merang (Volvariella volvacea), jamur kayu seperti jamur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur merupakan organisme yang mudah dijumpai, hal ini dikarenakan jamur dapat tumbuh disemua habitat (alam terbuka) sesuai dengan lingkungan hidupnya. Seiring

Lebih terperinci

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur. KALOR Tujuan Pembelajaran: 1. Menjelaskan wujud-wujud zat 2. Menjelaskan susunan partikel pada masing-masing wujud zat 3. Menjelaskan sifat fisika dan sifat kimia zat 4. Mengklasifikasikan benda-benda

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung B. Alat dan Bahan Alat yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006). 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Surya Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama pengering surya

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Ikan Pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi kadar air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika kandungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. setiap unit penelitian (baglog). Berat segar tubuh buah dan jumlah tubuh buah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. setiap unit penelitian (baglog). Berat segar tubuh buah dan jumlah tubuh buah 46 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Data diambil dari semua unit penelitian, berupa hasil pengukuran berat segar tubuh buah (dengan satuan gram) dan jumlah tubuh buah pada setiap

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini

Lebih terperinci

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Jl. Samarinda Paal Lima Kota Baru Jambi 30128

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jenis jamur itu antara lain jamur kuping, jamur tiram, jamur shitake.

BAB I PENDAHULUAN. Jenis jamur itu antara lain jamur kuping, jamur tiram, jamur shitake. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur, biasanya orang menyebut jamur tiram sebagai jamur kayu karena jamur ini banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TEMPERATUR DAN ALIRAN LARUTAN NUTRISI TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) PADA SISTEM HIDROPONIK NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT)

KARAKTERISTIK TEMPERATUR DAN ALIRAN LARUTAN NUTRISI TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) PADA SISTEM HIDROPONIK NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) KARAKTERISTIK TEMPERATUR DAN ALIRAN LARUTAN NUTRISI TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) PADA SISTEM HIDROPONIK NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) OLEH : DEWI NURNA WAHYUNININGSIH F14103055 2007 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman

BAB I PENDAHULUAN. kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jamur tiram merupakan komoditas hortikultura yang kaya akan protein dan saat ini masyarakat lebih memilihnya sebagai sumber nutrisi. Siswono (2003) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan organisme multiselular yang banyak tumbuh di alam bebas. Organisme ini berbeda dengan organisme lain yaitu dari struktur tubuh, habitat, cara makan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Biakan murni merupakan tahapan awal di dalam pembuatan bibit jamur. Pembuatan biakan murni diperlukan ketelitian, kebersihan, dan keterampilan. Pertumbuhan miselium

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB No. 31 Vol. Thn. XVI April 9 ISSN: 854-8471 PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB Endri Yani Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi Diajukan oleh :

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia mampu mengolah limbah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Limbah merupakan sisa dari bahan yang telah mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai jenis sumber daya energi dalam jumlah yang cukup melimpah. Letak Indonesia yang berada pada daerah khatulistiwa, maka

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci