Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 keseluruhan. Semakin lama usia sabun natural maka kualitasnya akan semakin baik karena telah melewati proses cure (pematangan) yang lama, sabun menjadi padat sempurna dan manfaat dari sabun natural akan lebih baik. Sabun dapat bertahan sampai lebih dari tiga tahun dengan cara penyimpanan yang tepat, yaitu dibiarkan dalam ruang terbuka (agar proses curing tetap berjalan), tidak disimpan dalam suhu lembab, dan tidak tekena sinar matahari langsung. Sabun yang dibuat dengan proses dingin membutuhkan waktu 4-6 minggu untuk dapat digunakan, karena selama masa ini akan terjadi reaksi kimia antara soda api, minyak, dan air yang nantinya akan menghasilkan sabun. Selain itu kandungan air dalam sabun juga akan menguap sehingga sabun lebih keras sewaktu digunakan. 2. Proses Panas Untuk memproduksi sabun secara massal, pabrik sabun komersial menggunakan proses panas. Proses panas lebih mudah dibanding dengan process dingin. Berbeda dengan sabun natural, dalam Proses panas waktu yang dibutuhkan sangat singkat karena sabun dipaksa untuk matang dengan cepat. Cara ini efektif untuk menekan biaya produksi sehingga sabun dapat dijual dengan harga murah, tapi sifatnya kurang baik terhadap kulit dan juga lingkungan. Kandungan zat alam dalam sabun yang bermanfaat bagi kulit pun mudah rusak karena proses panas ini. Pembuatan sabun dengan metode ini lebih rumit dari proses dingin, Tetapi dengan metode hot process, waktu tunggu hanya 7-10 hari agar sabun mengeras untuk dapat digunakan. Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus diperhatikan pada penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk menghasilkan sabun. Untuk membuat proses yang lebih sempurna dan merata maka pengadukan harus lebih baik, penambahan panas dan pengadukan yang cepat cenderung mempercepat proses saponifikasi. 10

2 2.1.7 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Penyabunan Faktor-faktor yang memeperngaruhi reaksi penyabunan [25] [27]: 1. Konsentrasi larutan Alkali Konsentrasi alakali yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri reaksi, dimana penambahan minyak harus sedikir berlebih agar sabun yang terbentuk tidak memiliki nilai alkali bebas berlebih. Alkali terlalu pekat akan menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen, sedangkan jika alkali yang digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama. 2. Suhu Ditinjau dari segi termodinamikan, kenaikan suhu akan menurunkan rendemen sabun, hal ini dapat dilihat dari persamaan Van`t Hoff : d ln K dt = ΔH RT Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka dengan kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K (konstanta keseimbangan), tetapi jika ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi. Hal ini dapat dilihat dari persamaan Arhenius berikut ini: k = Ae E RT Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor tumbukan, E adalah energi aktivasi (cal/gr mol), T adalah suhu (ºK), dan R adalah tetapan gas ideal (cal/gr mol.k). Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya kenaikan suhu berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi pada kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya menaikan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan reaksi K akan bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata lain hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan reaksi oleh naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan yang bersifat eksotermis. 11

3 3. Pengadukan Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probobalitas interaksi molekulmolekul reaktan yang bereaksi. Jika interaksi antar molekul reaktan semakin besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi k akan semakin besar dengan semakin sering terjadinya interaksi yang disimbolkan dengan konstanta A. 4. Waktu Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah mencapai kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan jumlah minyak yang tersabunkan 2.2 MINYAK DAN LEMAK Minyak merupakan bahan baku utama dalam pebuatan sabun, asam lemak dari minyak akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun yang terbentuk. Sifat-sifat sabun berdasarkan kandungan asam lemak dapat dilihar pada tabel 2.5 Tabel 2.5 Jenis Asam Lemak Terhadap Sifat Sabun yang Dihasilkan [28] Asam Lemak Sifat Sabun yang Ditimbulkan pada Sabun Asam Laurat Mengeraskan, membersihkan, menghasilkan busa lembut Asam Palmitat Mengeraskan, menstabilkan busa Asam Asam Stearat Mengeraskan, menstabilkan busa, melembabkan Asam Oleat Melembabkan Asam Linoleat Melembabkan Minyak dalam pembuatan sabun dapat berasal dari berbagai jenis minyak seperti minyak hewani dan nabati. Berikut merupakan minyak berdasarkan sumbernya dapat dikelompokan: Minyak Hewani Minyak hewani adalah minyak yang berasal dari lemak hewan, beberapa contoh minyak hewani [3]: 12

4 1. Lemak Sapi (Tallow) Lemak sapi atau domba (Tallow) dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titier (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan strearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar 0,75 7,0 %. Titer pada tallow umumnya diatas 40 C. Tallow dengan titer dibawah 40 C dikenal dengan grease. 2. Lemak Babi (Lard) Minyak babi (lard) yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti strearat (35-40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidak jenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa Minyak Nabati Minyak nabati adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan, beberapa contoh minyak nabati [3]: 1. Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. 2. Minyak Kelapa Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan 13

5 asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat. 3. Minyak Zaitun Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. Adapun penelitian ini menggunakan minyak kelapa sebagai sumber asam lemak dalam pembuatan sabun Minyak Kelapa (Cocos nucifera) Indonesia memiliki garis pantai terpanjang ke-4 dengan panjang garis pantai seluas kilometer persegi, menurut data yang dikeluarkan Dewan Kelautan Indonesia (2015), sebagian besar dari pesisir pantai tersebut ditumbuhi oleh tanaman kelapa dan dapat dioleh menjadi minyak kelapa. Penggunaan minyak kelapa di Indonesia nomor dua terbanyak setelah minyak sawit [12]. Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua sebanyak 34,7%. Minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku industri atau sebagai minyak goreng. Minyak kelapa dapat diekstrak dari daging kelapa segar atau diekstrak dari daging kelapa yang telah dikeringkan atau yang biasa disebut kopra. Pengolahan minyak kelapa dapat dilakukan dengan cara kering dan basah. Cara kering dilakukan dengan pengepresan kopra, sedangkan cara kering biasanya dilakukan di pabrik pengolahan minyak kelapa karena memerlukan investasi yang cukup besar untuk pembelian alat dan mesin-mesin. Cara basah dilakukan dengan cara membuat santan dari daging kelapa dan dipanaskan untuk memisahkan minyak dari bagian yang mengemulsinya. Cara lain untuk mendapatkan minyak kelapa secara basah adalah secara fermentasi. Fermentasi dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme sebagai inokulum seperti bakteri dan khamir. Pembuatan minyak kelapa secara fermentasi ini dapat dilakukan dengan skala besar maupun rumah tangga. Cara fermentasi memiliki beberapa keuntungan pokok yaitu efektifitas tenaga, waktu relatif singkat dan biayatidak terlalu tinggi. Minyak kelapa yang dihasilkan lebih banyak dan warnanya lebih jernih. 14

6 Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan ke dalam minyak asam laurat karena kandungan asam lauratnya paling tinggi jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan tingkat ketidak jenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan iod (iodine value), minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan non drying oils karena bilangan iod minyak tersebut berkisar antara 7,5-10,5. Woodroof (1979) menyebutkan bahwa kandungan asam-asam lemak utama di dalam minyak kelapa dapat dilihat pada tabel 2.6. Tabel 2.6 Komposisi Asam Lemak Pada Minyak Kelapa [29] Asam Lemak Rumus Kimia Jumlah (%) Asam Kaproat C 5 H 11 COOH 0,4 Asam Kaprat C 9 H 19 COOH 4,5 Asam Laurat C 11 H 23 COOH 53 Asam Miristat C 13 H 27 COOH 12 Asam Palmitat C 15 H 31 COOH 7,5 Asam Kaprilat C 7 H 15 COOH 5 Asam Oleat C 16 H 32 COOH 4,6 Asam Palmioleat C 14 H 28 COOH ALKALI Alkali akan bereaksi dengan minyak yang telah dihidrolisa dan akan menghasilkan sabun dan gliserol. Alkali dapat diekstrak dari tumbuhan yang mengandung kalium dan natrium, sabun yang terbentuk merupakan sabun natural dengan proses tradisional [30]. Berikut adalah hal yang mempengaruhi proses ekstraksi alkali dari kulit coklat: Kulit Coklat Kulit buah Coklat merupakan limbah utama dari pengolahan biji coklat. Sekitar 70% dari keseluruhan buah coklat adalah kulit buah yang menjadi limbahnya. Kulit coklat mengandung air sekitar 65%, serat kasar 27%, dan protein 8% [31]. Keberadaan limbah tersebut sering kali tidak dimanfaatkan secara baik dan kadang dibiarkan begitu saja menjadi sampah pertanian. Limbah kulit buah coklat yang 15

7 dihasilkan dalam jumlah banyak akan menjadi masalah jika tidak ditangani dengan baik [32]. Akumulasi limbah kulit coklat dalam pertanian dapat menyebabkan tanah tercemar oleh garam mineral dan juga mendorong pertumbuhan jamur proliferasi karena mereka menggunakan kulit coklat sebagai substratnya terutama spesies Phytophthora yang dapat menyebabkan penyakit busuk buah[33]. Beberapa teknologi telah dikembangkan untuk mengolah kulit buah cokalat menjadi pakan ternak, kompos, dan produk lain, tetapi masih diperlukan teknologi lain untuk dapat memanfaatkannya lebih optimal [34].Contoh dari kulit coklat dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut : (a) (b) Gambar 2.2 Kulit Buah Coklat (a) Basah dan (b) Setelah di Keringan Salah satu teknologi yang efektif untuk menanggulangi limbah kulit coklat adalah dengan memanfaatkannya sebagai sumber alkali dengan cara mengekstrak garam kalium dari kulit coklat. Kulit coklat memiliki kandungan kalium sekitar 40 % dari abunya. Garam kalium tersebut kemudian dapat dimanfaatkan untuk pembuatan sabun [35] Kandungan Kulit Coklat Kulit buah coklat memiliki kandungan bahan organik yang tinggi dan cukup bervariasi[29]. Adapun kandungan bahan organik dalam kulit buah coklat kering adalah bahan kering 90,4%, abu 16,4%, protein mentah 6,0%, fiber mentah 31,5%, lemak mentah 1,5%, ekstrak N-bebas 4,52%, ekstrak eter 0,9%, Ca 0,67%, P 0,10%, Mg 0,64%, energi 3,51kkal/g, energi metabolisme 2,10 kkal/g [28]. Sedangkan kandungan organik pada kulit coklat dapat dilihat pada tabel

8 Tabel 2.7 Komponen Organik Pada Kulit Coklat [11] Parameter Komposisi Persentase (% kering) (%) Moisture 84,20 86,90 85,70 Protein kasar 5,70 7,60 6,25 Serat kasar 28,75 34,50 33,40 Abu Natrium Kalium Calsium Magnesium Besi 7,73 8,33 0,014 0,031 3,43 4,27 0,42 0,52 0,21 0,33 0,002 0,005 8,00 0,016 3,77 0,46 0,25 0, Kalium (Potasium) Kalium merupakan unsur yang tergolong kedalam logam alkali. Struktur kalium merupakan kation monovalen (K + ) yang dapat ditemukan pada cairan sel tanaman yang tidak terikat secara kuat dan bukan merupakan bagian dari jaringan tua ke titik perhubungan akar dan tajak. Unsur kalium merupakan unsur yang paling mudah melakukan persenyawaan dengan unsur atau zat lainnya, seperti klor dan magnesium. Kalium memiliki sifat mudah larut, mudah terbawa hanyut dan mudah terfiksasi dalam tanah. Kalium dapat diperoleh dari beberapa jenis mineral, sisa-sisa tanaman dan jasad renik, air irigasi, larutan dalam tanah, abu tanaman dan pupuk anorganik [36]. Untuk memperoleh alkali kalium, abu tanaman yang telah diperoleh dari hasil dekarbonasi diekstraksi dengan menggunakan pelarut airmenghasilkan alkali dalam bentuk KOH [37]. Kalium hidroksida merupakan alakali kuat yang banyak digunakan dalam industri kimia. Kalium hidroksida juga berfungsi sebagai bahan baku pembantu pada industri pupuk, fosfat, kimia agro (agro chemical), baterai alkaline, dan pada industri tekstil. Kalium hidroksida juga digunakan pada industri sabun. Proyeksi kebutuhan kalium hidroksida dalam negeri semakin meningkat seiring dengan peningkatan industri-industri yang menggunakannya [38] Proses Pembuatan Abu Pembakaran adalah sebuah fenomena kompleks antara hubungan simultan perpindahan panas dan perpindahan massa dengan reaksi kimia dan aliran fluida [39]. Biomassa merupakan salah satu pendukung energi yang menjanjikan dan memainkan 17

9 peran penting dalam pendayagunaan energi ramah lingkungan [40]. Biomassa terdiri atas beberapa komponen yaitu kandungan air (moisture content), zat mudah menguap (volatile matter), karbon terikat (fixed carbon), dan abu (ash). Pembakaran akan menyisakan material berupa abu [41]. Sebelum proses pembakaran bahan yaitu kulit coklat dikeringkan terlebih dahulu yang bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam bahan dengan menguapkan air dalam dan dari permukaan bahan. Adanya sisa kandungan air dalam bahan dapat menghalangi proses difusi komponen komponen kimia yang terkandung dalam bahan pada saat dipanaskan, sehingga berpengaruh pada kemurnian bahan [42]. Abu merupakan bahan anorganik yang tidak dapat dibakar dari sumber bahan bakar yang tersisa setelah melalui pembakaran sempurna dan mengandung fraksi mineral dari biomassa tersebut [43]. Produk dasar biomassa menghasilkan residu abu, yang melibatkan proses termokimia yang meliputi pembakaran, pirolisis dan insinerasi dari biomassa tersebut [44]. Menurut Khan et al. [43], potensial pemanfaatan abu dipengaruhi oleh adanya kehadiran logam-logam berat yang tergantung dari sumber biomassa. Pirolisis adalah proses dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa melibatkan oksigen. Produk yang dihasilkan dari proses pirolisis berupa arang (karbon padat), tar (minyak), dan gas permanen yang meliputi metana, hidrogen, karbon monoksida dan karbon dioksida [34]. Pirolisis merupakan salah satu metode CVD (Chemical Vapor Deposition) dimana bahan-bahan organik akan terurai pada temperatur tinggi dibawah kondisi non-oksidatif (tidak ada oksigen yang masuk) [35]. Pirolisis dapat menghasilkan biofuel sebagai gas, bio-minyak dan biochar. Proporsi produk tergantung pada proses yang dibagi menjadi 3 yaitu pirolisis lambat, pirolisis cepat dan pirolisis intermediet [36]. Pirolisis atau devolatilisasi adalah proses fraksinasi material oleh suhu. Proses pirolisis dimulai pada temperatur sekitar 230 C, ketika komponen yang tidak stabil secara termal, dan volatile matters pada bahan akan pecah dan menguap bersamaan dengan komponen lainnya. Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas (H 2, CO, CO 2, H 2 O, dan CH 4 ), tar (pyrolitic oil), dan arang. Parameter yang berpengaruh pada kecepatan reaksi pirolisis mempunyai hubungan yang sangat kompleks, sehingga model matematis persamaan kecepatan reaksi pirolisis yang 18

10 diformulasikan oleh setiap peneliti selalu menunjukkan rumusan empiris yang berbeda [37] Proses Pengambilan Kalium (K) dari Abu Kulit Coklat Ekstraksi adalah suatu metoda operasi yang digunakan dalam proses pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah massa bahan (solven) sebagai tenaga pemisah [40]. Ekstraksi dilakukan dengan pertimbangan beberapa faktor seperti kemudahan dan kecepatan proses, kemurnian produk yang tinggi, rendah polusi dan efektifitas dan selektifitas yang tinggi. Prinsip metode ekstraksi adalah berdasarkan perbedaan koefisien distribusi zat terlarut dalam dua larutan yang berbeda fasa dan tidak saling bercampur [41]. Metode serta pelarut yang digunakan untuk memperoleh ekstrak menjadi faktor pentingdalam optimasi proses ekstraksi komponenbioaktif dari alam [42]. Metode ekstraksi terdiri dari ekstraksi cair cair dan ekstraksi padat cair. Apabila komponen yang akan dipisahkan (solute) berada dalam fase padat, maka proses tersebut dinamakan pelindihan atau leaching [40]. Ekstraksi cair cair adalah sistem pemisahan secara kimia fisika dimana zat yang akan diekstraksi dipisahkan dari fasa cairnya denagn menggunakan pelarut organik yang tidak larut dalam fasa cair secara kontak langsung baik kontinyu maupun diskontinyu [43]. Ekstraksi padat-cair atau leaching adalah transfer difusikomponen terlarut dari padatan inert kedalam pelarutnya. Proses inimerupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi keadaan semula tanpa mengalamiperubahan kimiawi. Ekstrak dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam pelarut pengekstraksi. Terdapat beberapa metode dalam ekstraksi padat cair seperti metode maserasi, soklet, tekanan tinggi, fluida super kritis dan gelombang mikro. Metode yang paling konvensional adalah maserasi. Pada metode maserasi bahan padat direndam dalam pelarut selama waktu tertentu yang biasanya disertai dengan pengadukan [41]. 19

11 Proses ekstraksi dapat dipengaruhi oleh faktor faktor seperti berikut [44]: 1. Preparasi dari padatan Preparasi padatan yang perlu dipertimbangkan adalah dengan menggiling padatan yang akan diekstraksi. Penggilingan sebelum ekstraksi padat cair akan meningkatan luas area kontak antara pelarut dan padatan. 2. Suhu Suhu yang lebih tinggi akan meningkatkan solubilitas zat yang ingin diperoleh dalam pelarut, meningkatnya laju difusi dari solute ke dalam pelarut akan meningkatkan laju transfer massa. 3. Pemilihan pelarut Pemilihan pelarut didasarkan pada sifat fisiokimia dan toksisitas. Pemilihan pelarut juga harus mempertimbangkan selektivitas dan kemampuannya untuk melarutkan zat yang diinginkan. 4. Kelembapan padatan Keberadaan air dalam bahan padatan dapat menyaingi keberadaan pelarut dalam melarutkan zat yang diinginkan, yang akan berefek pada perpindahan massa. Kelembapan juga merupakan hal yang penting untuk memperbolehkan perpindahan dari zat yang diinginkan. 20

12 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik dan Laboratorium Kimia Dasar, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam,, Medan. Penelitian ini dilakukan lebih kurang 6 bulan. 3.2 BAHAN DAN PERALATAN BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Alkali dari Abu Kulit Coklat 2. Minyak Kelapa 3. Phenoftalein 4. Asam Klorida 5. Aquades 6. Kalium Hidroksida 7. Etanol PERALATAN Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Neraca Elektrik 2. Peralatan kaca seperti Beaker glass, Erlenmeyer dan lain-lain. 3. Termometer 4. Hot Plate (Branstead Termolyne, CIMAREX) 5. Cawan 6. Alumunium foil 7. Magnetic Stirrer 8. Gelas Ukur 9. Stopwatch 10. Spatula 21

13 11. Piknometer 12. Pipet Tetes 13. Buret 14. Statif dan klem 15. ph meter 16. Kertas saring 3.3 RANCANGAN PERCOBAAN Penelitian ini menggunakan rancangan pola faktorial, dengan variable sebagai berikut: Volume minyak = 40 gram Temperatur reaksi = 50 C, 65 C dan 80 C [45]. Waktu reaksi = 4 jam, 12 jam dan 24 jam. Waktu pengadukan = 2 jam, 3 jam dan 4 jam [45]. Kecepatan pengaduk = 250 rpm [4] 3.4 PROSEDUR UTAMA PERCOBAAN Prosedur Reaksi Saponifikasi Adapun prosedur reaksi saponifikasi sebagai berikut [46]: 1. Minyak dimasukkan ke dalam beaker glass dan dipanaskan diatas hot plate dengan suhu 50, 65, dan 80 o C 2. Larutan alakali juga dipanaskan dengan suhu 80 o C lalu ditambahkan dengan massa (4:3) terhadap minyak ke dalam beaker glass sambil diaduk selama (2 jam, 3 jam dan 4 jam). 3. Suhu dijaga pada suhu reaksi selama reaksi saponifikasi 4. Waktu reaksi saponifikasi dilakukan salama (waktu pengadukan, 6 dan 24 jam) 3.5 PROSEDUR ANALISA Analisa Densitas Adapun prosedur analisa densitas sabun sebagai berikut: 1. Ditimbang piknometer kosong yang kering dan dicatat massanya. 2. Diisi piknometer 10 ml dengan air hingga penuh. 22

14 3. Ditimbang piknometer yang berisi air dan dicatat massanya. Selisih antara massa piknometer kosong dan piknometer yang berisi air merupakan massa air yang diisi ke dalam piknometer. 4. Dihitung volume air dengan rumus: V = m ρ 5. Diisi piknometer dengan sampel hasil destilasi sebanyak volume air. 6. Ditimbang piknometer yang berisi sampel dan dicatat massanya. Selisih antara piknometer kosong dan piknometer yang berisi sampel merupakan massa sampel. 7. Dihitung densitas ester dengan persamaan: ρ sampel = m sampel m air x ρair Analisa Keasaman (ph) Adapun prosedur analisa keasaman, sebagai berikut [4]: 1. Disiapkan 5 gram sampel yang akan dianalisa ph-nya. 2. Dilarutkan sampel dalam 10 ml aquadest 3. Dicuci ph meter dengan aquadest, dan dilakukan kalibrasi menggunakan larutan buffer. 4. Dimasukkan ph meter dalam sampel 5. Dicatat ph yang tampil Analisa Bilangan Saponifikasi Adapun prosedur analisa bilangan saponifikasi sabun sebagai berikut [47]: 1. Ditimbang 2 gram sampel sabun dan dicampurkan dengan 25 ml potassium Hydroxide Etanol 0,5 mol/l. 2. Campuran direfluks selama 30 menit. 3. Didinginkan dan ditambahkan phenolptalein 4. Dititrasi dengan HCl 0,5 mol/l dan dicatat volume HCl yang terpakai 5. Dilakukan titrasi blangko 23

15 6. Dihitung bilangan saponifikasi dengan rumus : V2 = Titrasi Blanko (ml) V1 = Volume Titrasi (ml) bilangan saponifikasi = Cl (v 2 v 1 ) TF W Cl = Konsentrasi Konversi Koefesien (28,05) (Pottasium Hyroxide ex. 56,11 0,5) TF = Faktor Reagen (1,006) W = Berat Sampel (gr) Analisa Alkali Bebas Adapun prosedur analisa alkali bebas sabun sebagai berikut [17]: 1. Siapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 ml alkohol, tambahkan 0,5 ml indikator phenolphtalein dan dinginkan sampai suhu 70 C 2. Timbang 5 g sampel sabun dan masukkan ke dalam alkohol netral, pasang refluk kondensor dan didihkan selama 30 menit. Larutan bersifat alakali (penunju phenolphtalein berwarna merah). 3. Lakukan uji alkali bebas dengan menitarnya menggunakan HCl 0,1 N dalam alkohol dari buret, sampai warna merah tepat hilang. 4. Dihitung kadar alkali bebas dengan rumus : Keterangan: alkali bebas = V = volume (ml) HCl yang digunakan N = Normalitas HCl yang digunakan v 0,056 N 100% W 24

16 3.5 FLOWCHART PENELITIAN Percobaan Reaksi Safonifikasi Berikut merupakan flowchart percobaan reaksi saponifikasi: Mulai Dimasukkan 40 gram minyak kelapa ke dalam beaker glass Dipanaskan hingga suhu 50, 65 dan 80 C Ditambahkan 30 ml larutan alkali Diaduk selama 2, 3 dan 4 jam Dilakukan analisa sabun pada 0, 12 dan 24 jam. Selesai Gambar 3.1 Flowchart Percobaan Reaksi Saponifikasi 25

17 3.5.2 Flowchart Analisa Densitas Berikut merupaka Flowchart Analisa Densitas Sabun: Mulai Ditimbang piknometer kosong yang kering dan dicatat masssanya Diisi piknometer dengan air hingga penuh Ditimbang piknometer yang berisi air dan dicatat massanya Dihitung volume air Piknometer diisi dengan sampel hasil sabun sebanyak volume air Piknometer yang berisi sampel ditimbang dan dicatat massanya Dihitung densitas sampel Selesai Gambar 3.2 Flowchart Analisa Densitas 26

18 3.5.3 Flowchart Analisa Keasaman (ph) Berikut merupakan flowchart analisa keasaman sabun: Mulai Dimasukan 5 gram sampel dilarutkan dalam 10 ml aquades Dicuci ph meter dengan aquades dan dilakukan kalibrasi menggunakan larutan buffer. Dimasukan ph meter kedalam sampel Dicatat ph yang tampil Selesai Gambar 3.3 Flowchart Analisa Keasaman 27

19 3.5.4 Flowchart Analisa Bilagan Saponifikasi Berikut merupakan flowchart analisa bilangan saponifikasi: Mulai Ditimbang 2 gram sampel sabun dan dicampurkan dengan 25 ml potassium hydroxide Etanol 0,5 mol/l. Campuran di refluks selama 30 menit Didinginkan dan ditambahkan phenolptalein Dititrasi menggunakan HCl 0,5 mol/l Apakah larutan sudah tidak berwarna? TIDAK YA DIlakukan titrasi blanko Dihitung bilangan saponifikasi Selesai Gambar 3.5 Flowchart Analisa Bilangan Saponifikasi 28

20 3.5.5 Flowchart Analisa Kadar Alkali Bebas Berikut merupakan flowchar analisa kadar alkali bebas: Mulai Didihkan 100 ml alkohol, tambahkan 0,5 ml indikator phenolphtalein Dinginkan larutan sampai suhu 70 C Dimasukkan 5 g sampel sabun ke dalam alkohol netral Dipasang refluk kondensor dan didihkan selama 30 menit Larutan berwarna merah rosa? TIDAK Analisa ALB YA Dititrasi menggunakan HCl alkoholik 0,1 N sampai larutan tidak berwana Dihitung nilai kadar alkali bebas Selesai Gambar 3.6 Flowchart Analisa Kadar Alkali Bebas 29

21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL KARAKTERISASI ALKALI DARI ABU KULIT COKLAT (THEOBROMA CACAO L.) Kulit coklat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit coklat yang diperoleh dari petani coklat pada perkebunan di Padang Panjang, Provinsi Sumatra Barat. Kulit coklat memiliki presentasi berat 70% atau dari 100 kg buah coklat 70 kg merupakan kulit coklat [48], kulit coklat dikeringkan sampai kadar air < 15% lalu di perkecil menggunakan ballmill sampai berbentuk bubuk dan berukuran 50 mesh. Bubuk kulit coklat diabukan menggunakan tanur dengan suhu 600 C selama 6 jam [49]. Pembakaran pada suhu tinggi menyebabkan teroksidasinya logam pada bahan membentuk oksida logam. Karbon dioksida yang dihasilkan selama pembakaran akan bereaksi dengan kalium oksida membentuk kalium karbonat [50]. Berikut gambar bubuk kulit coklat yang telah dihaluskan, sebelum dan sesudah diakukan penanuran: (a) (b) Gambar 4.1 Gambar Bubuk Kulit Coklat (a) Sebelum ditanur (b) Hasil Penanuran bubuk kulit coklat Hasil pembakaran diperoleh berupa abu kulit coklat berwana putih keabu-abuan, proses penanuran menurunkan berat bubuk kulit coklat hingga 11,5% dari berat awal, atau dari 130 gram bubuk kulit coklat didapatkan abu kulit coklat sebanyak 15 gram. 30

22 Abu kulit coklat sebanyak 10 gram diektraksi menggunakan aquades sebanyak 50 ml sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 90 menit [49], hasil ektraksi disaring menggunakan kertas saring dan dikumpulkan hasilnya. Hasil ekstraksi yang telah dikumpulkan akan dipekatkan dengan menguapkan setengah dari volume awalnya Hasil Uji Konsentrasi Alkali dari Kulit Coklat Tujuan dari analisa konsentrasi alkali dari kulit coklat adalah menetapkan presentasi kandungan alkali didalam sampel. Uji konsentrasi alkali dilakukan dengan cara mentitrasi alkali dari kulit coklat menggunakan HCl 0,1 N. Kandungan alkali pada sampel 1,01 N, konsentrasi alkali digunakan sebagai acuan penentuan volume alkali dalam pembuatan sabun Hasil Uji Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) Alkali dari Kulit Coklat Karakteristik AAS alkali dari kulit coklat (Theobroma Cacao L.) dilakukan untuk mengidentifikasi presentasi kandungan kalium didalam alkali dari kulit coklat. Dari hasil analisa AAS didapatkan kandungan kalium pada alkali dari kulit coklat sebesar 39,912% dan konsentrasi kandungan natrium pada alkali dari kulit coklat sebesar 13 %. Gambar 4.2 Gambar Hasil Sabun Cair 31

23 4.2 PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGADUKAN TERHADAP ph SABUN CAIR Berikut grafik yang menunjukkan pengaruh variasi suhu dan waktu pengadukan terhadap kadar keasaman (ph) sabun cair pada berbagai waktu analisa: Kadar Keasaman (ph) Kadar Keasaman (ph) Waktu Analisa 0 Jam Waktu Analisa 12 Jam Waktu Analisa 24 Jam Waktu Pengadukan: 2 jam 3 jam 4 jam Suhu ( C) Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Pengadukan Terhadap Kadar Keasaman (ph) Sabun Cair pada Berbagai Waktu Analisa Sabun Gambar 4.3 menunjukan hubungan suhu reaksi dan waktu pengadukan terhadap kadar keasaman (ph) sabun cair yang dihasilkan. Dari ketiga gambar diatas dapat dilihat nilai ph sabun tertinggi pada masing-masing waktu analisa 0, 12 dan 24 jam, adalah pada waktu pengadukan 2 jam pada suhu reaksi 80 C, yaitu berturut turut 10,2; 9,9 dan 9,5. Sedangakan nilai ph terendah untuk masing-masing waktu analisa adalah 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lemak dan minyak adalah trigliserida yang berarti triester (dari) gliserol. Perbedaan antara suatu lemak adalah pada temperatur kamar, lemak akan berbentuk padat dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan BAB V METODOLOGI 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan 5.1.1 Alat yang Digunakan Tabel 5. Alat yang Digunakan No. Nama Alat Ukuran Jumlah 1. Baskom - 3 2. Nampan - 4 3. Timbangan - 1 4. Beaker glass 100ml,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB V METODELOGI. 5.1 Pengujian Kinerja Alat. Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi:

BAB V METODELOGI. 5.1 Pengujian Kinerja Alat. Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi: BAB V METODELOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi: 1. Analisa Fisik: A. Volume B. Warna C. Kadar Air D. Rendemen E. Densitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat alat 1. Neraca Analitik Metter Toledo 2. Oven pengering Celcius 3. Botol Timbang Iwaki 4. Desikator 5. Erlenmayer Iwaki 6. Buret Iwaki 7. Pipet Tetes 8. Erlenmayer Tutup

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Medan. Bahan Penelitian Bahan utama yang

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen 18 BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Wijen Biji Wijen Pembersihan Biji Wijen Pengovenan Pengepresan Pemisahan Minyak biji wijen Bungkil biji wijen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Keadaan Lokasi Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan adalah sampel bermerek dan tidak bermerek yang diambil dibeberapa tempat pasar

Lebih terperinci

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen klorida encer, natrium tiosulfat 0,01 N, dan indikator amilum. Kalium hidroksida 0,1 N dibuat dengan melarutkan 6,8 g kalium hidroksida

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Kedelai Proses pendahuluan Blanching Pengeringan Pembuangan sisa kulit ari pengepresan 5.1.2 Alat yang Digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga, 24 BAB III METODA PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Lebih terperinci

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan BAB III METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar, Unit Pelayanan Terpadu Pengunjian dan Sertifikasi Mutu Barang (UPT. PSMB) Medan yang bertempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian 14 BAB V METODOLOGI 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian No. Nama Alat Jumlah 1. Oven 1 2. Hydraulic Press 1 3. Kain saring 4 4. Wadah kacang kenari ketika di oven 1 5.

Lebih terperinci

Penentuan Sifat Minyak dan Lemak. Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias

Penentuan Sifat Minyak dan Lemak. Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias ANALISA L I P I D A Penentuan Sifat Minyak dan Lemak Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias Penentuan angka penyabunan - Banyaknya (mg) KOH

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Dalam pelaksanaan percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

BAB V METODOLOGI. Dalam pelaksanaan percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: BAB V METODOLOGI 5. Tahap Pelaksanaan Dalam pelaksanaan percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:. Tahap Perlakuan Awal (Pretreatment) Tahap perlakuan awal ini daging kelapa dikeringkan dengan

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian BAB V METODOLOGI Penelitian ini akan dilakukan 2 tahap, yaitu : Tahap I : Tahap perlakuan awal (pretreatment step) Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas BABHI METODA PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas yang diperoleh dari salah satu rumah makan di Pekanbaru,

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas BAB III METODE PENELITIAN Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas minyak belut yang dihasilkan dari ekstraksi belut, dilakukan penelitian di Laboratorium Riset Kimia Makanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Tahap pelaksanaan percobaan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu : memanaskannya pada oven berdasarkan suhu dan waktu sesuai variabel.

BAB V METODOLOGI. Tahap pelaksanaan percobaan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu : memanaskannya pada oven berdasarkan suhu dan waktu sesuai variabel. BAB V METODOLOGI 5. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan percobaan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu :. Tahap Perlakuan Awal (Pretreatment) Tahap perlakuan awal ini daging kelapa dikeringkan dengan cara

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

Desikator Neraca analitik 4 desimal

Desikator Neraca analitik 4 desimal Lampiran 1. Prosedur Uji Kadar Air A. Prosedur Uji Kadar Air Bahan Anorganik (Horwitz, 2000) Haluskan sejumlah bahan sebanyak yang diperlukan agar cukup untuk analisis, atau giling sebanyak lebih dari

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 6, No. 3 (September 2017) PEMBUATAN SABUN DENGAN MENGGUNAKAN KULIT BUAH KAPUK (Ceiba petandra) SEBAGAI SUMBER ALKALI

Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 6, No. 3 (September 2017) PEMBUATAN SABUN DENGAN MENGGUNAKAN KULIT BUAH KAPUK (Ceiba petandra) SEBAGAI SUMBER ALKALI PEMBUATAN SABUN DENGAN MENGGUNAKAN KULIT BUAH KAPUK (Ceiba petandra) SEBAGAI SUMBER ALKALI SOAP MAKING BY USING KAPUK FRUIT PEEL (Ceiba petandra) AS A SOURCE OF ALKALI Lilis Sukeksi, Andy Junianto Sidabutar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Pisang adalah salah satu buah yang paling luas dikonsumsi di dunia dan mewakili 40% dari perdagangan dunia dalam buah-buahan [11]. Pisang merupakan buah terbesar kedua

Lebih terperinci

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa A. Pengertian Sabun Sabun adalah garam alkali dari asam-asam lemak telah dikenal secara umum oleh masyarakat karena merupakan keperluan penting di dalam rumah tangga sebagai alat pembersih dan pencuci.

Lebih terperinci

Ekstraksi Biji Karet

Ekstraksi Biji Karet Ekstraksi Biji Karet Firdaus Susanto 13096501 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2001 TK-480 PENELITIAN 1 dari 9 BAB I PENDAHULUAN Biji karet berpotensi menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Preparasi Awal Bahan Dasar Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dan Batu Bara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Preparasi Awal Bahan Dasar Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dan Batu Bara 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab hasil dan pembahasan ini akan diuraikan mengenai hasil preparasi bahan dasar karbon aktif dari tempurung kelapa dan batu bara, serta hasil karakterisasi luas permukaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium kimia mineral Puslit Geoteknologi LIPI Bandung. Analisis proksimat dan bilangan organik dilaksanakan di laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan April 2013 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN SABUN CAIR DARI CAMPURAN MINYAK GORENG BEKAS DAN MINYAK KELAPA

PROSES PEMBUATAN SABUN CAIR DARI CAMPURAN MINYAK GORENG BEKAS DAN MINYAK KELAPA PROSES PEMBUATAN SABUN CAIR DARI CAMPURAN MINYAK GORENG BEKAS DAN MINYAK KELAPA A. Rasyidi Fachry *, Anggi Wahyuningsi, Yuni Eka Susanti *Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Diambil 1 kg tepung onggok singkong yang telah lebih dulu dimasukkan dalam plastik transparan lalu dikukus selama 30 menit Disiapkan 1 liter

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERCOBAAN. - Heating mantle - - Neraca Analitik Kern. - Erlenmeyer 250 ml pyrex. - Beaker glass 50 ml, 250 ml pyrex. - Statif dan klem -

BAB 3 METODE PERCOBAAN. - Heating mantle - - Neraca Analitik Kern. - Erlenmeyer 250 ml pyrex. - Beaker glass 50 ml, 250 ml pyrex. - Statif dan klem - 21 BAB 3 METODE PERCOBAAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat alat - Heating mantle - - Neraca Analitik Kern - Erlenmeyer 250 ml pyrex - Pipet volume 25 ml, 50 ml pyrex - Beaker glass 50 ml, 250 ml pyrex -

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di empat lokasi digester biogas skala rumah tangga yang aktif beroperasi di Provinsi

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: BAB V METODOLOGI Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: Tahap : Tahap Perlakuan Awal ( Pretreatment ) Pada tahap ini, biji pepaya dibersihkan dan dioven pada suhu dan waktu sesuai variabel.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian peralatan proses pembuatan faktis yang terdiri dari kompor listrik,panci, termometer, gelas

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) ABSTRAK

KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) ABSTRAK KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) Hesti Meilina 1, Asmawati 2, Ryan Moulana 2 1 Staf Pengajar Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium kimia mineral / laboratorium geoteknologi, analisis proksimat dilakukan di laboratorium instrumen Pusat Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit LAMPIRAN Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit 46 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Olein Gas SO 3 7% Sulfonasi Laju alir ME 100 ml/menit,

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: BAB V METODOLOGI Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: Tahap : Tahap Perlakuan Awal ( Pretreatment ) Pada tahap ini, kacang tanah dibersihkan dihancurkan dan dipanggang pada oven berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN

BAB V PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN BAB V PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN 5.1. Tujuan Percobaan Memahami reaksi penyabunan 5.2. Tinjauan Pustaka Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserida, kedua istilah ini berarti triester dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa Rosita Idrus, Boni Pahlanop Lapanporo, Yoga Satria Putra Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan Maret 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas. labu takar 250 ml x 0,056 = 14 gram maka

LAMPIRAN A. Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas. labu takar 250 ml x 0,056 = 14 gram maka LAMPIRAN A PROSEDUR PEMBUATAN LARUTAN Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas menjadi sabun cuci piring cair yaitu: 1. Pembuatan Larutan KOH 10% BM KOH = 56, -- 56 /

Lebih terperinci

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5.

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5. BAB 3 ALAT DAN BAHAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat- alat 1. Gelas ukur 25mL Pyrex 2. Gelas ukur 100mL Pyrex 3. Pipet volume 10mL Pyrex 4. Pipet volume 5mL Pyrex 5. Buret 25mL Pyrex 6. Erlenmeyer 250mL

Lebih terperinci

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP)

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP) A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP) DASAR TEORI Penggolongan lipida, dibagi golongan besar : 1. Lipid sederhana : lemak/ gliserida,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

Penelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap, yaitu : Tahap I: Tahap perlakuan awal (pretreatment step)

Penelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap, yaitu : Tahap I: Tahap perlakuan awal (pretreatment step) BAB V METODOLOGI 5.1. Pengujian Kinerja Alat yang digunakan Penelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap, yaitu : Tahap I: Tahap perlakuan awal (pretreatment step) 1. Menimbang Variabel 1 s.d 5 masing-masing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] Disusun oleh: Lia Priscilla Dr. Tirto Prakoso Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK 090324 Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP. 19530226 198502 2 001 INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 I.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu :

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu : BAB V METODOLOGI Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu : Tahap I : Tahap perlakuan awal (pretreatment step) Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji nyamplung dari cangkangnya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. 3.2 Alat Alat

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA H.Abdullah Saleh,, Meilina M. D. Pakpahan, Nowra Angelina Jurusan

Lebih terperinci

PEMBUATAN SABUN PADAT DAN SABUN CAIR DARI MINYAK JARAK

PEMBUATAN SABUN PADAT DAN SABUN CAIR DARI MINYAK JARAK PEMBUATAN SABUN PADAT DAN SABUN CAIR DARI MINYAK JARAK Tuti Indah Sari, Julianti Perdana Kasih, Tri Jayanti Nanda Sari Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Abstrak Minyak jarak merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian eksperimental. Sepuluh sampel mie basah diuji secara kualitatif untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembutan sabun transparan ialah : III.1.1 ALAT DAN BAHAN A. Alat : a. Kompor Pemanas b. Termometer 100 o C c.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN LA.1 Tahap Penelitian Fermentasi Dihentikan Penambahan NaHCO 3 Mulai Dilakukan prosedur loading up hingga HRT 6 hari Selama loading up, dilakukan penambahan NaHCO 3 2,5 g/l

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu :

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu : 9 BAB V METODOLOGI Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu : Tahap I : Tahap perlakuan awal (pretreatment step) Pada tahap ini, dilakukan pembersihan kelapa sawit, kemudian dipanaskan

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. digester, kertas ph secukupnya, cawan porselin 3 buah, kurs porselen 3 buah,

BAB V METODOLOGI. digester, kertas ph secukupnya, cawan porselin 3 buah, kurs porselen 3 buah, BAB V METODOLOGI 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan 5.1.1 Alat yang Digunakan Alat utama yang digunakan dalam penelitian pembuatan pulp ini adalah digester, kertas ph secukupnya, cawan porselin 3 buah,

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Peternakan, proses produksi biogas di Laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Pengaruh Variabel Terhadap Warna Minyak Biji Nyamplung Tabel 9. Tabel hasil analisa warna minyak biji nyamplung Variabel Suhu (C o ) Warna 1 60 Hijau gelap 2 60 Hijau gelap

Lebih terperinci