BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Pengendalian Infeksi Definisi Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno yang artinya seni dalam melaksanakan dan mengatur. Proses manajemen adalah rangkaian kegiatan input, proses, dan output yang dibagi dalam empat tahap yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan yang merupakan siklus yang berkaitan satu sama lain (Huber, 2010). Perencanaan merupakan fungsi untuk menyusun langkah dan strategi dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Gillis, 1999). Pengorganisasian adalah pengidentifikasian kebutuhan organisasi dari pernyataan misi kerja yang dilakukan, dan menyesuaikan desain organisasi dan struktur untuk memenuhi kebutuhan (Swansburg RC, 2000). Prinsip pengarahan meliputi membina kepercayaan, mengidentifikasi motivasi, potensi dan tujuan memberikan dukungan, delegasi dan otonom (Marquis dan Huston, 2012). Sedangkan prinsip pengawasan adalah memastikan pelaksanaan pekerjaan sesuai rencana sehingga harus ada perencanaan tertentu dan instruksi serta wewenang kepada bawahan dengan demikian manajer diharapkan mampu merefleksikan sifat-sifat dan kebutuhan dari aktifitas yang harus dievaluasi dan dapat dengan segera melaporkan penyimpangan-penyimpangan (Huber, 2010).

2 Pengendalian infeksi adalah mengendalikan penyebaran agen penyebab penyakit dengan melakukan prosedur tertentu. Pengendalian infeksi adalah seperangkat kebijakan dan prosedur yang digunakan untuk meminimalkan resiko penyebaran infeksi, terutama di luar kesehatan, melainkan juga harus menjadi bagian penting dari kehidupan pribadi kita, terutama di rumah kita (Miller dan Palenik, 2003). Depkes RI (2007) menyatakan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah program yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit dan yang bertanggungjawab terhadap tugas tersebut adalah komite/panitia pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit yang dibentuk oleh kepala rumah sakit. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian Infeksi Rumah Sakit (IRS) pada pasien atau petugas rumah sakit dan mengamankan lingkungan rumah sakit dari resiko transmisi infeksi yang dilaksanakan melalui manajemen resiko, tata laksana klinik yang baik dan pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja RS (Kebijakan RSUD Kota Yogyakarta, 2015). Hal ini didukung dengan adanya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 270/Menkes/III/2007 tentang pedoman manajerial pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas kesehatan serta Keputusan Menkes Nomor 381/Menkes/III/2007 mengenai pedoman

3 pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas kesehatan. Dan kebijakan direktur utama RSUP H. Adam Malik Medan nomor : LB.02.01/ I / 2136 / 2009 tentang Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (Pedoman PPIRS RSUP HAM, 2012) Tujuan pengendalian infeksi Program pencegahan dan pengendalian infeksi bertujuan untuk melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan lain - lain di dalam lingkungan rumah sakit serta penghematan biaya dan meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya dan yang paling penting adalah menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial (Scheckler et al. 1998) Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi Menurut Depkes RI (2008) strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari: 1) Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh, 2) Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi, 3) Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang

4 telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu Isolation Precautions (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu Standard Precaution (Kewaspadaan Standar) dan Transmission-based Precautions (Kewaspadaan Berdasarkan Cara Penularan), 4) Tindakan pencegahan paska pajanan (Post Exposure Prophylaxis/ PEP) terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya Kewaspadaan standar (Standard precautions) Berdasarkan WHO (2004) kewaspadaan standar adalah prinsip kewaspadaan sebagai bagian manajemen resiko pada pengendalian infeksi RS yang dilaksanakan secara menyeluruh oleh setiap petugas berdasarkan perhitungan besar resiko transmisi infeksi yang dihadapi pada setiap pelayanan rawat jalan maupun rawat inap untuk melindungi pasien, petugas, pengunjung maupun lingkungan RS. Prinsip kewaspadaan standar meliputi : Kebersihan tangan, APD, Perawatan peralatan pasien, Pengendalian lingkungan, Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen, Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan, Penempatan pasien, Hygiene respirasi/etika batuk, Praktek menyuntik yang aman, Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi.

5 1) Kebersihan tangan Menurut WHO (2004) kebersihan tangan yang tepat dapat meminimalkan mikro-organisme yang diperoleh dari tangan selama tugas sehari-hari dan ketika ada kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan peralatan yang terkontaminasi dikenal dan tidak dikenal. Ada enam langkah dalam kebersihan tangan sebagai berikut : 1) Gosokkan kedua telapak tangan, 2) Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan, lakukan sebaliknya, 3) Gosokkan kedua telapak tangan dengan jari-jari tangan saling menyilang, 4) Gosok ruas jari tangan kiri dengan ibu jari tangan kanan, lakukan sebaliknya, 5) Gosok ibu jari tangan kiri dengan telapak tangan kanan secara memutar, lakukan sebaliknya, 6) Gosokkan semua ujung jari tangan kanan di atas telapak tangan kiri, lakukan sebaliknya. Berdasarkan pedoman PPIRS RSUP HAM (2012) ada lima momen untuk kebersihan tangan yaitu : 1) Sebelum menyentuh pasien, 2) Sebelum prosedur bersih/aseptik, 3) Setelah terpapar cairan tubuh, 4) Setelah menyentuh pasien, 5) Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien. Sedangkan menurut Depkes RI (2008) penggunaan handrub antiseptik untuk tangan yang bersih lebih efektif membunuh flora residen dan flora transien. Antiseptik ini cepat dan mudah digunakan serta menghasilkan penurunan jumlah flora tangan awal yang lebih. Teknik untuk rnenggosok tangan dengan antiseptik : 1) Tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mencakup seluruh permukaan tangan dan jari (kira-kira satu sendok teh), 2) Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada

6 kedua belah tangan, khususnya diantara jari-jemari dan di bawah kuku hingga kering. 2) Alat Pelindung Diri Menurut WHO (2004) penggunaan alat pelindung diri memberikan penghalang fisik antara mikro - organisme dan pemakainya. Alat pelindung diri meliputi sarung tangan, masker, alat pelindung mata (pelindung wajah dan kaca mata), topi, gaun, apron, sepatu dan pelindung lainnya. Alat pelindung diri harus digunakan oleh : 1) Petugas kesehatan yang memberikan perawatan langsung kepada pasien dan yang bekerja dalam situasi di mana mereka mungkin memiliki kontak dengan cairan darah, tubuh, ekskresi atau sekresi, 2) Staf dukungan termasuk pembantu medis, pembersih, dan staf laundry di situasi di mana mereka mungkin memiliki kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi, 3) Staf laboratorium yang menangani spesimen pasien dan 4) Anggota keluarga yang memberikan perawatan kepada pasien dan berada dalam situasi di mana mereka mungkin memiliki kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi. Berdasarkan Depkes RI (2008) pedoman umum alat pelindung diri sebagai berikut : 1) Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakan APD, 2) Lepas dan ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan kembali yang sudah rusak atau sobek segera setelah anda mengetahui APD tersebut tidak berfungsi optimal, 3) Lepaskan semua APD sesegara mungkin setelah selesai memberikan pelayanan dan hindari kontaminasi terhadap : a) Lingkungan di luar ruang isolasi, b) Para pasien atau pekerja lain, c) Diri anda

7 sendiri, 4) Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera membersihkan tangan : a) Perkirakan risiko terpajan cairan tubuh sesuai atau area terkontaminasi sebelum melakukan kegiatan perawatan kesehatan, b) Pilih APD dengan perkiraan risiko terjadi pajanan, c) Menyediakan sarana APD bila emergensi dibutuhkan untuk dipakai. Pedoman PPIRS RSUP HAM (2012) menyatakan prinsip-prinsip PPI yang perlu diperhatikan pada pemakaian APD yaitu : 1) Gaun pelindung, tutupi badan sepenuhnya dan leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung, ikat di bagian belakang leher dan pinggang, 2) Masker, eratkan tali atau karet elastis pada bagian tengah kepala dan leher, paskan klip hidung dan logam fleksibel pada batang hidung, paskan dengan erat pada wajah dan di bawah dagu sehingga melekat dengan baik, periksa ulang pengepasan masker, 3) Kacamata atau pelindung wajah, pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas, 4) Sarung tangan ditarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi. Masloman et al. (2015) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi petugas kesehatan menggunakan APD dalam menjamin keselamatannya sebelum bersentuhan dengan pasien dan melakukan tindakan yaitu motivasi, perilaku, kebiasaan maupun ketersediaan APD tersebut. Sedangkan menurut Green (1990) menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan dan termasuk faktor pemungkin adanya ketersediaan fasilitas.

8 3) Sterilisasi alat Menurut Depkes (2003) pengelolaan alat-alat kesehatan bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau untuk menjamin alat tersebut dalam keadaan steril dan siap pakai. WHO (2004) bahwa pengolahan ulang instrumen dan peralatan, berisiko infeksi mentransfer dari instrumen dan peralatan tergantung pada faktor-faktor berikut : 1) Adanya mikro-organisme, jumlah dan virulensi organisme, 2) Jenis prosedur yang akan dilakukan (invasif atau non-invasif), 3) Bagian tubuh mana instrumen atau peralatan yang akan digunakan (menembus jaringan mukosa atau kulit atau digunakan pada kulit utuh). Pengolahan ulang instrumen dan peralatan dengan cara yang efektif meliputi: 1) Pembersihan instrumen dan peralatan segera setelah digunakan untuk menghapus semua bahan organik, bahan kimia, 2) Disinfeksi (oleh panas dan air atau disinfektan kimia), 3) Sterilisasi. Sterilisasi alat/instrumen kesehatan pasca pakai di RS dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisika atau kimia, melalui tahapan pencucian (termasuk perendaman dan pembilasan), pengeringan, pengemasan, labeling, indikatorisasi, sterilisasi, penyimpanan, distribusi diikuti dengan pemantauan dan evaluasi proses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi secara terpusat melalui lnstalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi/Central Sterile Supply Department (CSSD). Pemrosesan alat instrumen pasca pakai dipilih berdasarkan kriteria alat, dilakukan dengan sterilisasi untuk alat kritikal, sterilisasi atau Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) untuk alat semi kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk non kritikal. Kriteria

9 pemilihan desinfektan didasari secara cermat terkait kriteria memiliki spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas rendah, waktu disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak merusak bahan dan efisien. CSSD bertanggungjawab menyusun panduan dan prosedur tetap, mengkoordinasikan, serta melakukan monitoring dan evaluasi proses serta kualitas hasil sterilisasi dengan persetujuan Komite PPI RS. Alur kerja penyediaan barang steril sebagai berikut : 1) Pengumpulan dan serah terima/pencatatan alat/bahan non steril, 2) Pengumpulan linen kotor dan di distribusikan ke laundry, 3) Dekontaminasi, 4) Perendaman/Desinfeksi yang merupakan proses fisik atau kimia untuk membersihkan benda-benda yang terkontaminasi oleh mikroba dengan melakukan perendaman sesuai label dan instruksi produsen, 5) Pencucian semua alat-alat pakai ulang harus dicuci hingga benar-benar bersih sebelum disterilkan, 6) Pengeringan, sebelum dilakukan setting alat dan packing alat terlebih dahulu alat-alat dikeringkan yang dilakukan dengan secara manual atau secara mekanikal, 7) Packing alat/bahan, semua material yang tersedia untuk fasilitas kesehatan yang didesain untuk membungkus mengemas dan menampung alat - alat yang dipakai ulang untuk sterilisasi, penyimpanan dan pemakaian, 8) Labelling, proses identifikasi alat/instrumen sebulum dilakukan proses sterilisasi (Pedoman PPIRS RSUP HAM, 2012). 4) Pengendalian lingkungan Menurut WHO (2004) sebuah lingkungan yang bersih memainkan peranan penting dalam pencegahan dari Hospital Associated Infeksi (HAI). Pengendalian

10 lingkungan RS meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan binatang pengganggu, penyehatan ruang dan bangunan, pemantauan hygiene sanitasi makanan, pemantauan penyehatan linen, disinfeksi permukaan udara, lantai, pengelolaan limbah cair, limbah B3 limbah padat medis, non medis dikelola oleh lnstalasi Kesehatan Lingkungan dan Sub Bagian Rumah Tangga bekerjasama dengan pihak ketiga, berkoordinasi dengan komite PPI RS, sehingga aman bagi lingkungan. Pengelolaan limbah padat medis dipisahkan dan dikelola khusus sampai dengan pemusnahannya sesuai persyaratan Kementerian Lingkungan Hidup sebagai limbah infeksius (ditempatkan dalam kantong plastik berwarna kuning berlogo infeksius), limbah padat tajam (ditempatkan dalam wadah tahan tusuk, tidak tembus basah dan tertutup). Pengelolaan limbah padat non medis ditempatkan dalam kantong plastik berwarna hitam. Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan bahan desinfektan, cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan berdasarkan telaah Komite PPI RS untuk mencapai efektivitas yang tinggi. Pernbersihan lingkungan ruang perawatan diutamakan dengan metode usap seluruh permukaan lingkungan menggunakan bahan desinfektan yang efektif, Pelaksanaan Panduan PPI RS dan standar prosedur operasional tentang pengendalian lingkungan, monitoring dan evaluasinya dilaksanakan oleh Instalasi Kesehatan Lingkungan bersama sub Bagian Rumah Tangga berkoordinasi dengan komite PPI. Baku mutu berbagai parameter pengendalian lingkungan dievaluasi periodik dengan pemeriksaan parameter kimia, biologi surveilans angka dan pola kuman lingkungan berdasarkan standar Kepmenkes Rl No.416/MenKes/Per/ x1990

11 tentang persyaratan Kualitas Air Bersih dan Air Minum, Kepmenkes Rl No. 492lMenKes/sKA/ll/2010 tentang persyaratan Kualitas Air Minum, Kepmenkes Rl No, l204/menkes/x/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan RS. Tahap Pengelolaan Limbah sebagai berikut : 1) Identifikasi Limbah : padat, cair, tajam, infeksius, non infeksius, 2) Pemisahan : pemisahan dimulai dari awal penghasil limbah, pisahkan limbah sesuai dengan jenis limbah, tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya, limbah cair segera dibuang ke wastafel di spoelhok, 3) Labeling : limbah padat infeksius, plastik kantong kuning yang diberi symbol biohazard, limbah padat non infeksius, plastik kantong warna hitam, limbah benda tajam, wadah tahan tusuk dan air /jerigen yang diberi symbol biohazard, 4) Packing : tempatkan dalam wadah limbah tertutup, tutup mudah dibuka, kontainer dalam keadaan bersih, kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat, 5) Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak meter, ikat limbah jika sudah terisi 3/4 penuh, kontainer limbah harus dicuci setiap hari, 6) Penyimpanan : simpan limbah di tempat penampungan sementara khusus, tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat, beri label pada kantong plastik limbah, setiap hari limbah diangkat dari tempat penampungan sementara, 7) Pengangkutan : mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus, kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup, tidak boleh ada yang tercecer, sebaiknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien, gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah, tempat penampungan sementara harus di area terbuka, terjangkau (oleh kendaraan), aman dan selalu dijaga kebersihannya dan kondisi kering, 8)

12 Treatment : limbah infeksius dimasukkan dalam incenerator, limbah non infeksius dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), limbah benda tajam dimasukkan dalam incenerator, limbah cair dalam wastafel di ruang spoelhok, limbah feces dan urine ke dalam WC yang langsung dialirkan ke IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), 9) Penanganan Limbah Benda Tajam : jangan menekuk atau mematahkan benda tajam, jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat, segera buang limbah benda tajam ke kontainer yang tersedia tahan tusuk dan tahan air dan tidak bisa dibuka lagi, selalu buang sendiri oleh si pemakai, tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai, kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan, 10) Penanganan Limbah Pecahan Kaca : gunakan sarung tangan rumah tangga, gunakan kertas koran untuk mengumpulkan pecahan benda tajam tersebut, kemudian bungkus dengan kertas, masukkan dalam kontainer tahan tusukan beri label, 11) Unit Pengelolaan Limbah Cair : pengolahan limbah cair dengan sistim bakteri Aerob di IPAL (Pedoman PPIRS RSUP HAM, 2012). Pruss (2005) menyatakan proses pengelolaan limbah medis pada tahap pemilahan dilakukan oleh perawat dan tahap pengangkutan oleh petugas kebersihan. 5) Pengelolaan linen Manajemen linen yang baik merupakan salah satu upaya untuk menekan kejadian infeksi nosokomial. Selain itu pengetahuan dan perilaku petugas kesehatan juga mempunyai peran yang sangat penting. Pengelolaan linen bertujuan mencegah kontaminasi linen kotor atau infeksius kepada petugas, pasien

13 dan lingkungan, meliputi proses pengumpulan, pemilahan, pengangkutan linen kotor, pemilahan dan teknik pencucian sampai dengan pengangkutan dan distribusi linen bersih. Pengelolaan linen kotor dan bersih secara terpisah untuk mengurangi risiko infeksi pada pasien, petugas dan lingkungan dilakukan menyeluruh dan sistematis agar mencegah kontaminasi, di bawah tanggung jawab lnstalasi Laundry berkoordinasi dengan Komite PPI RS. Jenis linen di RS diklasifikasikan menjadi linen bersih, linen steril, linen kotor infeksius, linen kotor non infeksius (linen kotor berat dan linen kotor ringan). Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan disinfeksi kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai, implementasi praktik kebersihan tangan, penggunaan APD sesuai potensi risiko selama bekerja (Pedoman PPIRS RSUP HAM, 2012). Prinsip-prinsip dasar pengelolaan linen adalah sebagai berikut: linen yang sudah digunakan tempatkan di tas yang tepat, linen kotor dengan cairan tubuh atau cairan lain tempatkan dalam tas kedap air yang cocok dan aman untuk transportasi untuk menghindari tumpahan atau menetes darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi. Jangan membilas atau memilah linen di daerah perawatan pasien. Handle semua linen dengan agitasi minimum untuk menghindari aerosolisation dari patogen mikro-organisme. Separate bersih dari linen kotor dan transportasi secara terpisah. Pencucian linen (seprai, selimut kapas) dalam air panas (70 C hingga 80 C) dan deterjen, bilas dan keringkan sebaiknya dalam pengeringan atau di bawah sinar matahari. Autoclave linen sebelum dipasok ke kamar operasi. Pencucian selimut wol dalam air hangat dan keringkan di bawah

14 sinar matahari, di pengering pada suhu dingin atau kering-bersih (WHO, 2004). 6) Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) petugas di RS Kesehatan dan keselarnatan kerja petugas di RS terkait risiko penularan infeksi karena merawat pasien maupun identifikasi risiko petugas yang mengidap penyakit menular dilaksanakan oleh Unit K3RS berkoordinasi dengan Komite PPI RS. Pencegahan penularan infeksi pada dan dari petugas dilakukan dengan pengendalian administratif untuk petugas yang rentan tertular infeksi ataupun berisiko menularkan infeksi dikoordinasikan Unit K3 RS bersama Komite PPI RS dan Bagian Sumber Daya Manusia (SDM) berupa penataan penempatan SDM, pemberian imunisasi, dan sosialisasi PPI berkala khususnya di tempat risiko tinggi infeksi. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kondisi kesehatan petugas dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan prakarya dan berkala sesuai faktor risiko di tempat kerja. Perencanaan, pengadaan dan pengawasan penggunaan alat pelindung diri petugas dari risiko infeksi yang berupa alat/ bahan tidak habis pakai dikelola Unit K3 RS berkoordinasi dengan Komite PPI RS. Unit K3RS berkoordinasi dengan Komite PPI RS mengembangkan panduan dan menyusun standar pelaporan dan penanganan kejadian kecelakaan kerja terkait pajanan infeksi, mensosialisasikan, memonitor pelaksanaan, serta melakukan evaluasi kasus dan menyusun rekomendasi tindaklanjutnya. Surveilans pada petugas dan pelaporannya dilakukan secara teratur, berkesinambungan, periodik oleh unit K3RS berkoordinasi dengan PPI RS.

15 Petugas kesehatan berada pada risiko tertular infeksi melalui karyawan Rumah Sakit. Ketika bekerja juga dapat menularkan infeksi ke pasien dan karyawan lainnya. Dengan demikian, program kesehatan karyawan harus berada di tempat untuk mencegah dan mengelola infeksi pada staf rumah sakit. kesehatan karyawan harus ditinjau pada perekrutan, termasuk riwayat imunisasi dan penyakit menular sebelumnya (Misal TBC) dan status kekebalan. Beberapa infeksi sebelumnya seperti virus varicella-zoster dapat dinilai dengan uji serologis. Imunisasi dianjurkan untuk staf meliputi: hepatitis A dan B, influenza, campak, gondok, rubella, tetanus, dan difteri. Imunisasi terhadap varicella, rabies dapat dipertimbangkan dalam kasus-kasus tertentu. Mantoux tes kulit akan mendokumentasikan tuberkulosis sebelumnya (TB). Kebijakan pasca-paparan spesifik harus dikembangkan, dan kepatuhan dipastikan untuk sejumlah penyakit menular misalnya : Human Immunodeficiency Virus (HIV), virus hepatitis, sindrom pernapasan akut parah (SARS), varicella, rubella dan TBC. Pekerja perawatan kesehatan dengan infeksi harus melaporkan penyakit mereka/insiden untuk staf klinik untuk evaluasi dan pengelolaan selanjutnya (WHO, 2004). Bolyard EA, et al. (1998) mengatakan fasilitas kesehatan harus memiliki program pencegahan dan pengendalian infeksi bagi petugas kesehatan. Depkes RI, (2007) menyatakan bahwa petugas kesehatan saat menjadi karyawan baru harus diperiksa riwayat pernah infeksi apa dan status imunisasinya. Imunisasi yang dianjurkan untuk petugas kesehatan adalah Hepatitis B, dan bila memungkinkan A, influenza, campak, tetanus, difteri, dan rubella.

16 7) Penempatan pasien/kewaspadaan pasien Penanganan pasien dengan penyakit menular/suspek sebagai berikut : 1) Terapkan dan lakukan pengawasan terhadap kewaspadaan standar. Untuk kasus/dugaan kasus penyakit menular melalui udara, 2) Letakkan pasien di dalam satu ruangan tersendiri. Jika ruangan tersendiri tidak tersedia, kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah di dalam ruangan atau bangsal dengan beberapa tempat tidur dari kasus yang belum dikonfirmasi atau sedang didiagnosis (kohorting). Bila ditempatkan dalam 1 ruangan, jarak antar tempat tidur harus lebih dari 2 meter dan diantara tempat tidur harus ditempatkan penghalang fisik seperti tirai atau sekat, 3) Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan negatif yang di monitor (ruangan bertekanan negatif) dengan 6-12 pergantian udara per jam dan sistem pembuangan udara keluar atau menggunakan saringan udara partikufasi efisiensi tinggi (filter HEPA) yang termonitor sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di rumah sakit, 4) Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem penyaringan udara partikulasi efisiensi tinggi, buat tekanan negatif di dalam ruangan pasien dengan memasang pendingin ruangan atau kipas angin di jendela sedemikian rupa agar aliran udara ke luar gedung melalui jendela. Jendela harus membuka keluar dan tidak mengarah ke daerah publik. Uji untuk tekanan negatif dapat dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak tabur dibawah pintu dan amati apakah terhisap ke dalam ruangan. Jika diperlukan kipas angin tambahan di dalam ruangan dapat meningkatkan aliran udara, 5) Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya tindakan- tindakan pencegahan ini, 6)

17 Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai, masker (bila memungkinkan masker efisiensi tinggi harus digunakan, bila tidak, gunakan masker bedah sebagai alternatif), gaun, pelindung wajah atau pelindung mata dan sarung tangan, 7) Pakai sarung tangan bersih, non-steril ketika masuk ruangan, 8) Pakai gaun yang bersih, non-steril ketika masuk ruangan jika akan berhubungan dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau barang-barang di dalam ruangan. Pertimbangan pada saat penempatan pasien antara lain : 1) Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap lingkungan, misal: luka lebar dengan cairan keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol, 2) Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui udara ke kontak, misal: luka dengan infeksi kuman gram positif, 3) Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust ke area tidak ada orang lalu lalang, misal : TBC, 4) Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas, misal: varicella, 5) Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak, gangguan mental), 6) Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat kohorting. Bila pasien terinfeksi dicampur dengan non infeksi maka pasien, petugas dan pengunjung menjaga kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi (Pedoman PPIRS RSUP HAM, 2012). 8) Hygiene respirasi/etika batuk Etika batuk merupakan suatu teknik yang dirancang untuk meminimalkan penularan patogen pernapasan melalui rute droplet atau udara

18 (CDC, 2012). Kebersihan pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernafasan untuk mencegah sekresi pernafasan. Ada beberapa hal yang harus dilakukan saat batuk atau bersin yaitu : 1) Tutup hidung dan mulut dengan tisu, 2) Buang jaringan yang digunakan dalam wadah limbah terdekat, 3) Lakukan kebersihan tangan dengan sabun dan air atau larutan antiseptik (Depkes RI, 2008). 9) Praktek menyuntik yang aman Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam praktek menyuntik yang aman berdasarkan WHO (2004) sebagai berikut : 1) Berhati-hati untuk mencegah cedera saat menggunakan jarum, pisau bedah dan instrumen atau peralatan tajam lainnya, 2) Gunakan jarum suntik sekali pakai, pisau bedah dan benda tajam lainnya, 3) Tempatkan item benda tajam dalam wadah tahan tusukan dengan tutup yang menutup dan terletak dekat dengan daerah di mana item tersebut digunakan, 4) Berhati-hati ketika membersihkan instrumen atau peralatan tajam yang dapat digunakan kembali, 6) Benda tajam harus tepat desinfeksi dan dimusnahkan sesuai pedoman atau standar nasional. Sedangkan untuk penanganan benda tajam menurut Tietjen (2004) yaitu: 1) Tidak disarankan untuk menyarungkan kembali atau melepaskan spuit, 2) Memasukkan benda- benda tajam tersebut ke dalam wadah sebelum diinsersi. Daley & Karen (2004) menjelaskan Center for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi kejadian luka

19 akibat benda tajam yang terkontaminasi darah pada tenaga kesehatan di rumah sakit di Amerika. Pekerja kesehatan beresiko terpapar darah dan cairan tubuh yang terinfeksi (bloodborne pathogen) yang dapat menimbulkan infeksi HBV (Hepatitis B Virus), HCV (Hepatitis C Virus) dan HIV (Human Imunodefisiensi Virus) melalui berbagai cara, salah satunya melalui luka tusuk jarum atau yang dikenal dengan istilah Needle Stick Injury (NSI). 10) Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi. Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat kedalam area spinal epidural melalui prosedur lumbal punksi misal saat melakukan anastesi spinal dan epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring (WHO, 2004). Schulz-Stubnerr (2008) dalam Masloman (2015) menyatakan infeksi yang terjadi akibat pemberian anestesi spinal di kamar operasi sangat berbahaya dari prosedur anestesi spinal didapatkan angka kejadian meningitis yang berhubungan dengan pemberian anestesi spinal sebesar 3,7-7,2. Sedangkan kejadian epidural abses berkisar antara 0,2 sampai 83/ prosedur anestesi spinal. Kebersihan tangan dan pemakaian alat pelindung diri sebelum melakukan pemberian anestesi spinal merupakan salah satu cara yang penting untuk menekan angka kejadian infeksi saat pemberian anestesi spinal.

20 2.1.5 Kewaspadaan berdasarkan cara penularan WHO (2004) bahwa kewaspadaan tambahan (berdasarkan transmisi) tindakan pencegahan yang diambil sambil memastikan tindakan pencegahan standar dipertahankan adalah tindakan pencegahan tambahan meliputi: pencegahan airborne, pencegahan droplet dan pencegahan kontak. Tindakan pencegahan airborne berikut harus diambil : tempatkan pasien di satu ruangan yang memiliki aliran udara tekanan negatif dan dipantau, udara harus dibuang ke luar rumah atau khusus disaring sebelum diedarkan ke area lain dari fasilitas pelayanan kesehatan, pintu harus ditutup, setiap yang memasuki ruangan harus memakai pakaian khusus, filtrasi tinggi, memakai masker, batasi gerakan dan transportasi pasien dari kamar untuk tujuan penting saja. Jika transportasi diperlukan, meminimalkan penyebaran droplet nuklei dengan penggunaan masker pada pasien dengan masker bedah. Tindakan pencegahan droplet berikut harus diambil : tempatkan di satu ruangan (di sebuah ruangan dengan pasien lain dengan pasien terinfeksi oleh patogen yang sama), gunakan masker bedah ketika bekerja dalam waktu 1-2 meter dari pasien, gunakan masker bedah pada pasien jika transportasi diperlukan, penanganan udara dan ventilasi tidak diperlukan untuk mencegah droplet penularan infeksi. Tindakan pencegahan kontak berikut harus diambil : tempatkan di satu ruangan (di sebuah ruangan dengan pasien lain dengan pasien terinfeksi oleh

21 patogen yang sama), Pertimbangkan epidemiologi dari penyakit dan populasi pasien saat menentukan penempatan pasien, pakaian bersih, sarung tangan non - steril ketika memasuki ruangan, gunakan gaun non - steril bersih ketika memasuki ruangan jika kontak dengan pasien, permukaan lingkungan atau item dalam kamar pasien diantisipasi, batasi gerakan dan transportasi pasien dari ruangan, pasien harus dipindahkan untuk tujuan penting saja. Jika transportasi diperlukan gunakan tindakan pencegahan untuk meminimalkan risiko penularan Surveilans Surveilans lnfeksi RS (lrs) menurut Haley (1992); Pearl (1993); Depkes, (2001), dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN yaitu perawat pengendali infeksi purna waktu dan IPCLN yaitu perawat penghubung pengendali infeksi, untuk menggambarkan tingkat kejadian berbagai penyakit infeksi target sesuai pedoman surveilans IRS Kemenkes dan penyakit infeksi endemis di RS, target surveilans yaitu : lsk terkait kateterisasi, infeksi luka operasi, plebitis lrs, dan dekubitus, Ventilator Associated Pneumonia (VAP) & Hospital Associated Pneumonia (HAP), Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) dan diare. Menurut Haley (1992); Pearl (1993); Depkes (2001) bahwa unsur-unsur kegiatan surveilans meliputi : 1) Merumuskan kejadian yang akan diamati yaitu kriteria jenis infeksi nosokomial, 2) Mengumpulkan data yang relevan secara sistematik, 3) Mengolah dan menganalisa data sehingga mempunyai makna, 4) Menyebarkan informasi dari analisa data yang diperoleh kepada seluruh

22 anggota rumah sakit dalam rangka program pencegahan dan pengendalian infeksi. 2.2 Tugas IPCLN Menurut Depkes RI & PERDALIN (2008) bahwa tugas IPCLN adalah mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di unit rawat inap masing-masing, kemudian menyerahkan nya kepada IPCN. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan di unit rawatnya masing-masing. Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya infeksi nosokomial pada pasien. Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum faham. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan standar isolasi. 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya infeksi nosokomial yang dikemukakan Darmadi (2008) adalah: 1) Faktor-faktor luar (extrinsic factor) yang berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi nosokomial seperti petugas pelayanan medis (dokter, perawat, bidan, tenaga laboratorium, dan sebagainya), peralatan, dan dan material medis (jarum, kateter, instrumen, respirator, kain/doek, kassa, dan lain-lain), lingkungan seperti lingkungan internal seperti ruangan /bangsal perawatan, kamar bersalin, dan kamar bedah, sedangkan lingkungan eksternal adalah halaman rumah sakit dan tempat pembuangan

23 sampah/pengelolahan limbah, makanan/minuman (hidangan yang disajikan setiap saat kepada penderita, penderita lain (keberadaan penderita lain dalam satu kamar/ruangan/bangsal perawatan dapat merupakan sumber penularan), pengunjung/keluarga (keberadaan tamu/keluarga dapat merupakan sumber penularan), 2) Faktor-faktor yang ada dalam diri penderita (instrinsic factors) seperti umur, jenis kelamin, kondisi umum penderita, risiko terapi, atau adanya penyakit lain yang menyertai (multipatologi) beserta komplikasinya 3). Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan (length of stay), menurunnya standar pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam satu ruangan, 4) Faktor mikroba seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat kemampuan merusak jaringan, lamanya paparan (length of exposure) antara sumber penularan (reservoir) dengan penderita. Green (1990) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah pengetahuan. CDC (2012) memperkirakan sekitar 36% infeksi nosokomial dapat dicegah bila semua petugas kesehatan diberikan pedoman khusus dalam pengkontrolan infeksi ketika merawat pasien dan lingkungan rumah sakit. Menurut Rubin R. (2006) bekerja dengan sumber daya manusia dan peralatan yang terbatas mempunyai risiko 10 kali terjadi infeksi nosokomial. Ketersediaan fasilitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan dan termasuk faktor pemungkin (Green,1990). Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan untuk pengendalian infeksi nosokomial adalah bagian dari peran perawat (WHO, 2002). Perawat sangat berperan dalam pengendalian infeksi sebab perawat merupakan praktisi

24 kesehatan yang berhubungan langsung dengan klien dan bahan infeksius di ruang rawat. Perawat juga bertanggung jawab menjaga keselamatan klien di RS melalui pencegahan kecelakaan, cidera, atau trauma lain, dan melalui pencegahan penyebaran infeksi (Abdellah 1960). Kepala ruangan (karu) perlu terus menerus membina stafnya agar program pengendalian infeksi nosokomial (IN) berjalan sesuai kesepakatan. Namun, tampaknya belum semua karu memahami upaya tersebut secara tepat. Ini tercermin dari belum optimalnya upaya karu dalam meningkatkan upaya pengendalian IN di ruangannya, khususnya dalam menjalankan peran dan fungsi karu sebagai bagian dari tim PPIRS. Hal inilah yang mendorong perlu adanya telaah lebih lanjut terhadap upaya karu dalam pengendalian IN, (Handiyani et al. 2004). 2.4 Konsep Fenomenologi Fenomenologi berasal dari kata fenomena dan logos. Fenomena berasal dari kata kerja Yunani phainesthai yang berarti menampak, dan terbentuk dari akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya sinar atau cahaya. Dari kata itu terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena bercahaya. Dalam bahasa kita berarti cahaya. Secara harfiah fenomena diartikan sebagai gejala atau sesuatu yang menampakkan. Fenomena dapat dipandang dari dua sudut. Pertama, fenomena selalu menunjuk ke luar atau berhubungan dengan realitas di luar pikiran. Kedua, fenomena dari sudut kesadaran kita, karena fenomenologi selalu berada dalam kesadaran kita. Oleh karena itu dalam memandang fenomena harus terlebih

25 dahulu melihat penyaringan (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran yang murni (Moeryadi, 2009). Menurut Donny (2005) fenomenologi adalah ilmu tentang esensi-esensi kesadaran dan esensi ideal dari obyek-obyek sebagai korelasi dengan kesadaran. Fenomenologi juga merupakan sebuah pendekatan filosofis untuk menyelidiki pengalaman manusia. Fenomenologi bermakna metode pemikiran untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang ada dengan langkah-langkah logis, sistematis kritis, tidak berdasarkan apriori/prasangka, dan tidak dogmatis. Fenomenologi sebagai metode tidak hanya digunakan dalam filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu sosial dan pendidikan. Smith et al. (2009) melakukan penelitian fenomenologi, melibatkan pengujian yang teliti dan seksama pada kesadaran pengalaman manusia. Konsep utama dalam fenomenologi adalah makna. Makna merupakan isi penting yang muncul dari pengalaman kesadaran manusia. Untuk mengidentifikasi kualitas yang essensial dari pengalaman kesadaran dilakukan dengan mendalam dan teliti. Ada dua jenis penelitian fenomenologi yaitu fenomenologi deskriptif dan fenomenologi interpretif (Polit dan Beck, 2008). Pertama, fenomenologi deskriptif dikembangkan oleh Husserl pada tahun Jenis penelitian ini menekankan pada deskripsi pengalaman yang dialami oleh manusia berdasarkan apa yang didengar, dilihat, diyakini, dirasakan, diingat, dievaluasi, dilakukan, dan seterusnya. Fokus utama fenomenologi deskriptif

26 adalah knowing. Penelitian ini memiliki empat langkah, yaitu bracketing, intuiting, analyzing, dan describing. Bracketing merupakan proses mengidentifikasi dan membebaskan diri dari teori-teori yang diketahuinya serta menghindari perkiraan-perkiraan dalam upaya memperoleh data yang murni. Intuting merupakan langkah kedua dimana peneliti tetap terbuka terhadap makna yang dikaitkan dengan fenomena yang dialami oleh partisipan. Analyzing merupakan proses analisa data yang dilakukan melalui beberapa fase seperti; mencari pernyataan-pernyataan signifikan kemudian mengkategorikan dan menemukan makna esensial dari fenomena yang dialami. Describing merupakan tahap terakhir dalam fenomenologi deskriptif. Langkah ini peneliti membuat narasi yang luas dan mendalam tentang fenomena yang diteliti. Fenomenologist dalam proses analisis data untuk fenomenologi deskriptif adalah Collaizi (1978a), Giorgi (1985), dan Van Kaam (1959). Ketiga fenomenologis tersebut berpedoman pada Filosofi Husserl yang mana fokus utamanya adalah mengetahui gambaran sebuah fenomena. Kedua, Interpretive Phenomenology dengan mempunyai pemahaman dan interpretif (penafsiran), tidak sekedar deskripsi pengalaman manusia. Pengalaman hidup manusia merupakan suatu proses interpretif dan pemahaman yang merupakan ciri dasar keberadaan manusia. Penelitian interpretif bertujuan untuk menemukan pemahaman dari makna pengalaman hidup dengan cara masuk ke dalam dunia partisipan. Pemahaman yang dimaksud adalah pemahaman setiap bagian dan bagian-bagian secara keseluruhan.

27 Polit & Beck ( 2008) menyatakan Van Manen adalah ahli fenomonelogi interpretif yang berpedoman pada filosofi Heiddegrian. Metode analisis datanya menggunakan kombinasi karakteristik pendekatan fenomenologi deskriptif dan interpretif. Van Manen (2006) dalam Polit dan Beck (2008) menekankan bahwa pendekatan metode fenomenologi tidak terpisahkan dari praktik menulis. Penulisan hasil analisa kualitatif merupakan suatu upaya aktif untuk memahami dan mengenali makna hidup dari fenomena yang diteliti yang dituangkan dalam bentuk teks tertulis. Teks tertulis yang dibuat oleh peneliti harus dapat mengarahkan pemahaman pembaca dalam memahami fenomena tersebut. Van Manen juga mengatakan identifikasi tema dari deskripsi partisipan tidak hanya diperoleh dari teks tertulis hasil transkrip wawancara, tetapi juga dapat diperoleh dari sumber artistik lain seperti literatur, musik, lukisan, dan seni lainnya yang dapat menyediakan wawasan bagi peneliti dalam melakukan interpretasi dan pencarian makna dari suatu fenomena. Lincoln dan Guba (1985) mengemukakan penelitian kualitatif termasuk fenomenologi perlu ditingkatkan kualitas dan integritas dalam proses penelitiannya. Oleh karena itu, perlu diperiksa bagaimana tingkat keabsahan data pada penelitian kualitatif termasuk fenomenologi. Tingkat keabsahan data dikenal dengan istilah Trustworthiness of Data.

28 Guba & Lincoln (1994) menyatakan bahwa tingkat keabsahan data hasil penelitian dapat dipercaya dengan memvalidasi data menurut beberapa kriteria, yaitu credibility, transferability, dependability, confirmability dan authenticity. Credibility mengacu pada keyakinan kebenaran data dan interpretasi data. Peneliti kualitatif harus berusaha untuk membangun kepercayaan dalam kebenaran temuan bagi peserta dan konteks penelitian. Kredibilitas melibatkan dua aspek: pertama, melakukan penelitian dengan cara yang dapat meningkatkan kepercayaan dari temuan, dan kedua, mengambil langkah-langkah untuk menunjukkan kredibilitas dalam laporan penelitian. Beberapa teknik yang dapat dilakukan peneliti untuk mempertahankan credibility antara lain teknik prolonged engagement dan member check. Transferability mengacu pada sejauh mana hasil temuan dapat ditransfer atau diterapkan pada kelompok atau populasi yang lain. Hal ini bergantung pada pengetahuan seorang peneliti tentang konteks pengirim dan konteks penerima. Peneliti akan menguraikan secara rinci tentang data terkait dengan latar belakang dan fenomena yang terjadi serta temuan di tempat penelitian untuk memungkinkan perbandingan yang akan dibuat tentang temuan yang akan didapat. Semua data tersebut dibuat dalam satu deskripsi tebal (thick description) untuk memungkinkan seseorang tertarik dalam membuat transfer untuk mencapai kesimpulan apakah transfer dapat dipikirkan sebagai kemungkinan. Dependability mengacu pada stabilitas (reliability) data dari waktu ke waktu dan kondisi. Artinya bahwa jika pekerjaan itu diulang dalam konteks yang sama, dengan metode yang sama dan dengan peserta yang sama maka hasil yang

29 sama akan diperoleh. Peneliti melaporkan secara detail setiap proses penelitian kepada pembimbing untuk menilai apakah proses dan hasil yang diperoleh sudah sesuai sehingga data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat lebih objektif. Confirmability mengacu pada objektifitas atau netralitas data, dimana tercapai persetujuan antara dua orang atau lebih tentang relevansi dan arti data. Kriteria ini berkaitan dengan penetapan bahwa data merupakan informasi yang disediakan partisipan, dan interpretasi data tersebut tidak diciptakan oleh peneliti. Temuan penelitian harus mencerminkan suara peserta dan kondisi sebenarnya, bukan bias peneliti, motivasi atau perspektif. Confirmability tercapai jika peneliti dapat meyakinkan orang lain bahwa data yang dikumpulkan adalah data yang objektif, seperti apa adanya di lapangan. Authenticity mengacu pada sejauh mana peneliti dengan adil dan dengan tepat menunjukkan kenyataan yang terjadi. Keaslian muncul dalam laporan ketika laporan tersebut dapat menyampaikan perasaan partisipan sebagaimana mereka hidup. Sebuah teks memiliki keaslian jika dapat mengajak pembaca merasakan sebuah pengalaman kehidupan yang digambarkan, dan memungkinkan pembaca untuk mengembangkan kepekaan yang meningkat dengan masalah yang digambarkan. Ketika teks mencapai keaslian, pembaca lebih mampu memahami kehidupan yang digambarkan in the round dengan berbagai suasana hati, perasaan, pengalaman, bahasa dan konteks hidup.

30 2.5 Kerangka Teori Penerapan Manajemen Pengendalian Infeksi Dengan Kewaspadaan Standar, Kewaspadaan Berdasarkan Cara Penularan dan Surveilans. Adapun kerangka teori penerapan manajemen pengendalian infeksi yang akan diteliti yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan (Huber, 2010), terkait dengan kewaspadaan standar meliputi kebersihan tangan, APD, perawatan peralatan pasien, pengendalian lingkungan, pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen, kesehatan karyawan, Penempatan pasien, etika batuk, praktek menyuntik yang aman, praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi, kemudian kewaspadaan berdasarkan cara penularan meliputi pencegahan airborne, droplet dan kontak (WHO, 2004) dan surveilans meliputi merumuskan kejadian, mengumpulkan data, menganalisa data, dan menyebarkan informasi (Haley, 1992; Pearl, 1993; Depkes, 2001) yang merupakan bagian dari program pengendalian infeksi yang sudah diterapkan di RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan fenomenologi deskriptif untuk mengekplorasi pengalaman perawat dalam menerapkan manajemen pengendalian infeksi di RSUP H. Adam Malik Medan. Dari pengertian diatas dapat digambarkan melalui kerangka teori sebagai berikut :

31 Manajemen pengendalian infeksi : perencanaan, pengorganisasi an, pengarahan dan pengawasan Berdasarkan kewaspadaan standar (WHO, 2004) terdiri dari : Kebersihan tangan, APD, Perawatan peralatan pasien, Pengendalian lingkungan, Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen, Kesehatan karyawan, Penempatan pasien, Etika batuk, Praktek menyuntik yang aman, Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi. Pengalaman perawat Kewaspadaan Berdasarkan Cara Penularan : Pencegahan airborne, droplet dan kontak (WHO, 2004) Surveilans Meliputi : Merumuskan kejadian, Mengumpulkan data, Menganalisa data, Menyebarkan informasi. (Haley, 1992; Pearl, 1993; Depkes, 2001) Skema 2.1 Kerangka Teori Manajemen Pengendalian Infeksi Dengan Kewaspadaan Standar, Kewaspadaan Berdasarkan Cara Penularan dan Surveilans.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kewaspadaan Umum/Universal Precaution 2.1.1. Defenisi Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri.

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri. BAB I DEFINISI APD adalah Alat Pelindung Diri. Pelindung yang baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pasien, petugas kesehatan, pengunjung dalam lingkungan rumah sakit serta

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pasien, petugas kesehatan, pengunjung dalam lingkungan rumah sakit serta BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Program pencegahan dan pengendalian infeksi bertujuan untuk melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dalam lingkungan rumah sakit

Lebih terperinci

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 PENDAHULUAN KEWASPADAAN ISOLASI PELAKSANAAN PPI DI RS & FASILITAS PETUNJUK PPI UNTUK

Lebih terperinci

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM KEWASPADAAN ISOLASI Oleh : KOMITE PPIRS RSCM POKOK BAHASAN Pendahuluan Definisi Kewaspadaan Transmisi Etika batuk Menyuntik yang aman Prosedur lumbal pungsi Kelalaian - kelalaian Tujuan Setelah pelatihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibentuk oleh Kepala Rumah Sakit (Depkes RI, 2007). Menurut WHO (World

BAB 1 PENDAHULUAN. dibentuk oleh Kepala Rumah Sakit (Depkes RI, 2007). Menurut WHO (World BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi manajemen terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan (Huber, 2010). Pencegahan pengendalian infeksi nosokomial adalah program yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum

Lebih terperinci

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi Pendahuluan Sejak AIDS dikenal; kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal atau universal precaution dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap

Lebih terperinci

Pengendalian infeksi

Pengendalian infeksi Pengendalian infeksi Medis asepsis atau teknik bersih Bedah asepsis atau teknik steril tindakan pencegahan standar Transmisi Berbasis tindakan pencegahan - tindakan pencegahan airborne - tindakan pencegahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial 1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator, salah satunya adalah melalui penilaian terhadap

Lebih terperinci

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat BAB 1 PENDAHULUAN Setiap kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan atau meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi dokter gigi tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien. Penyebaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. Seperti halnya di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari perawat selalu berinteraksi dengan pasien dan bahaya-bahaya di rumah sakit, hal tersebut membuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai masa depan dimana bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan sehat, penduduknya berperilaku hidup bersih dan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HYGIENE PERAWAT DAN FASILITAS SANITASI DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 1. DATA UMUM A.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5 DAFTAR ISI 1.1 Latar belakang...1 1.2 Definisi...4 1.3 Pengelolaan Linen...5 i PEMROSESAN PERALATAN PASIEN DAN PENATALAKSANAAN LINEN Deskripsi : Konsep penting yang akan dipelajari dalam bab ini meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi 385.000 kejadian luka akibat benda tajam yang terkontaminasi darah pada tenaga kesehatan di rumah

Lebih terperinci

pola kuman 1. Program penerapan Kewaspadaan Isolasi 2. Program kegiatan surveilans PPI dan peta 4. Program penggunaan antimikroba rasional

pola kuman 1. Program penerapan Kewaspadaan Isolasi 2. Program kegiatan surveilans PPI dan peta 4. Program penggunaan antimikroba rasional 1. Program penerapan Kewaspadaan Isolasi 2. Program kegiatan surveilans PPI dan peta pola kuman 3. Program pendidikan dan pelatihan PPI 4. Program penggunaan antimikroba rasional N0 KEGIATAN MONITORING

Lebih terperinci

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu 1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping yang menyediakan berbagai macam jenis pelayanan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO DINAS KESEHATAN PUSKESMAS PONOROGO UTARA. KEPUTUSAN KEPALA PUKESMAS PONOROGO UTARA Nomor :188.4/... / /...

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO DINAS KESEHATAN PUSKESMAS PONOROGO UTARA. KEPUTUSAN KEPALA PUKESMAS PONOROGO UTARA Nomor :188.4/... / /... PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO DINAS KESEHATAN PUSKESMAS PONOROGO UTARA KECAMATAN PONOROGO Jl. Pahlawan No. 30 Telp (0352) 485446 Ponorogo Kode 63419 Kode Pos 63455 KEPUTUSAN KEPALA PUKESMAS PONOROGO UTARA

Lebih terperinci

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Rahmawati Minhajat Dimas Bayu Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2014 KETERAMPILAN SANITASI

Lebih terperinci

STERILISASI & DESINFEKSI

STERILISASI & DESINFEKSI STERILISASI & DESINFEKSI Baskoro Setioputro 6-1 Cara penularan infeksi : 1. Kontak Langsung, tidak langsung, droplet 2. Udara Debu, kulit lepas 3. Alat Darah, makanan, cairan intra vena 4. Vektor / serangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perkembangan zaman yang semakin kompleks membawa banyak perubahan di berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa ini, bidang

Lebih terperinci

PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 4.3 ELEKTIF Topik 2.A KESEHATAN INTERNASIONAL DAN KARANTINA

PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 4.3 ELEKTIF Topik 2.A KESEHATAN INTERNASIONAL DAN KARANTINA PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 4.3 ELEKTIF Topik 2.A KESEHATAN INTERNASIONAL DAN KARANTINA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2016 1. PANDUAN KESELAMATAN UNTUK PETUGAS KESEHATAN I. Pengantar Panduan

Lebih terperinci

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar.

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar. Penggunaan APD perlu pengawasan karena dengan penggunaan APD yang tidak tepat akan menambah cost TUJUAN PENGGUNAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh petugas medis untuk kesehatan masyarakat bisa dilakukan di poliklinik maupun di rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RSU AULIA BLITAR

PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RSU AULIA BLITAR PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RSU AULIA BLITAR Disusun oleh : Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RUMAH SAKIT UMUM AULIA LODOYO BLITAR JL. RAYA UTARA LODOYO KEMBANGARUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perawat profesional dalam melaksanakan peran dan fungsinya sehari hari, selalu beresiko tertular terhadap berbagai penyakit. Penularan penyakit dapat terjadi secara kontak

Lebih terperinci

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN DI LAHAN PRAKTIK

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN DI LAHAN PRAKTIK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN DI LAHAN PRAKTIK A. Pendahuluan Health-care Associated Infections (HAIs) merupakan komplikasi yang paling sering terjadi di pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5)

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5) issue penting yang terkait dengan keselamatan (safety) rumah sakit,

Lebih terperinci

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI Jl. Raya Serang Km. 5, Kec. Cadasari Kab. Pandeglang Banten DAFTAR ISI BAB I MANAJEMEN

Lebih terperinci

Management Healthcare Associated Infections (HAIs)

Management Healthcare Associated Infections (HAIs) Management Healthcare Associated Infections (HAIs) MAKALAH Diajukan guna memenuhi tugas akademik dalam Mata Kuliah Management Patient Safety Disusun Oleh : Firman Dwi Cahyo, S.Tr.Kep KEMENTERIAN KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Petugas kesehatan yang paling sering berinteraksi dan paling lama kontak dengan pasien dalam memberikan asuhan salah satunya adalah perawat (Nursalam, 2011). Perawat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit merupakan tempat berkumpulnya segala macam penyakit, baik menular maupun tidak menular. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas

Lebih terperinci

PANDUAN RUANG ISOLASI DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

PANDUAN RUANG ISOLASI DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG PANDUAN RUANG ISOLASI DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG BAB I DEFINISI RUANG ISOLASI A. Definisi Ruang Isolasi Ruang isolasi adalah

Lebih terperinci

STANDAR PPI 1 PPI 1.1 PPI 2 PPI 3 PPI 4 PPI 5 PPI 6 PPI 6.1

STANDAR PPI 1 PPI 1.1 PPI 2 PPI 3 PPI 4 PPI 5 PPI 6 PPI 6.1 D NO 1 2 3 4 STANDAR PPI 1 PPI 1.1 5 6 PPI 2 7 8 9 PPI 3 10 11 12 PPI 4 13 14 15 PPI 5 16 17 18 19 20 PPI 6 21 22 23 PPI 6.1 24 25 26 PPI 6.2 27 28 29 PPI 7 30 31 32 33 PPI 7.1 34 35 36 37 38 PPI 7.2 39

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi di rumah sakit merupakan masalah yang cukup besar pada pelayanan kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN APD DI RS AT TUROTS AL ISLAMY YOGYAKARTA

PANDUAN PENGGUNAAN APD DI RS AT TUROTS AL ISLAMY YOGYAKARTA PANDUAN PENGGUNAAN APD DI RS AT TUROTS AL ISLAMY YOGYAKARTA A. LATAR BELAKANG Petugas pelayanan kesehatan setiap hari dihadapkan kepada tugas yang berat untuk bekerja dengan aman dalam lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia dengan 9% (variasi 3-

BAB I PENDAHULUAN. utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia dengan 9% (variasi 3- 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO, infeksi nosokomial merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia dengan 9% (variasi 3-21%) atau lebih dari 1,4 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Universal precautions merupakan pedoman pengendalian infeksi yang dilaksanakan oleh seluruh petugas pelayanan kesehatan terhadap semua pasien, pada setiap tindakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. ini mempunyai konsekuensi perlunya pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian

BAB 1 : PENDAHULUAN. ini mempunyai konsekuensi perlunya pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit sebagai sarana upaya perbaikan kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan sekaligus sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen yang bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama oleh negara-negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Menurut Paren (2006) pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rumah sakit termasuk pelayanan laboratorium didalamnya oleh WHO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rumah sakit termasuk pelayanan laboratorium didalamnya oleh WHO BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit termasuk pelayanan laboratorium didalamnya oleh WHO (World Health Organisation) tahun 1957 diberikan batasan yaitu suatu bagian menyeluruh, integrasi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalankan tugasnya bagi dokter Aegroti Salus Lex Suprema, yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir, 2009).Keselamatan pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan sebuah institusi perawatan kesehatan profesional, pusat terapi dan diagnosis yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli

Lebih terperinci

BAB II PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

BAB II PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) BAB II PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) Nama Rumah Sakit Alamat Rumah Sakit Nama Pembimbing Tanggal Bimbingan : : : : STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN PROGRAM KEPEMIMPINAN DAN KOORDINASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu tempat pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama untuk masyarakat yang sedang sakit. Tujuan utama rumah sakit

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan. Untuk mencapai kondisi masyarakat yang sehat diperlukan lingkungan yang baik pula. Dalam hal ini

Lebih terperinci

PEDOMAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS MONCEK

PEDOMAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS MONCEK PEDOMAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS MONCEK PEMERINTAHAN KABUPATEN SUMENEP DINAS KESEHATAN PUSKESMAS MONCEK KECAMATAN LENTENG SUMENEP 0 DAFTAR ISI BAB I MANAJEMEN RISIKO LINGKUNGAN... A DEFINISI... 2 B RUANG

Lebih terperinci

PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU

PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU BAB I DEFINISI Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bila upaya pencegahan infeksi tidak dikelola dengan baik. 2. berkembang menjadi sirosis hati maupun kanker hati primer.

BAB I PENDAHULUAN. bila upaya pencegahan infeksi tidak dikelola dengan baik. 2. berkembang menjadi sirosis hati maupun kanker hati primer. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia tentang kesehatan No. 23 tahun 1992 pasal 10 menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH 1. Pengertian Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Semakin pesatnya ilmu dan teknologi di bidang medis masa kini, maka semakin kompleks pula pelayanan kesehatan di rumah sakit, ditandai dengan meningkatnya prosedur-posedur invasive baik

Lebih terperinci

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS MENCUCI INSTRUMEN BEDAH L KEPERAWATA N Agar instrumen bedah yang dipakai dapat dibersihkan dari bahan berbahaya pasien 1. Siapkan larutan chlorine 0.5% secukupnya. 2. Selesai melakukan operasi, prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan kerja adalah merupakan aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor, dan sebagainya) dan yang menjadi pasien dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MEURAXA KOTA BANDA ACEH NOMOR : /TU.K/ / /2015

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MEURAXA KOTA BANDA ACEH NOMOR : /TU.K/ / /2015 PEMERINTAH KOTA BANDA ACEH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MEURAXA Jl. Soekarno-Hatta, Banda Raya, Banda Aceh (23238) Telp./Faks. (0651) 43097/ 43095 Email: rsum@bandaacehkota.go.id Website: http://rsum.bandaacehkota.go.id

Lebih terperinci

A. Informasi Fasilitas Kesehatan

A. Informasi Fasilitas Kesehatan LAMPIRAN 73 74 A. Informasi Fasilitas Kesehatan MODUL 1. INFORMASI FASILITAS KESEHATAN Modul ini harus dijawab oleh Kepala fasilitas kesehatan atau perawat. Untuk setiap item, tandai jawaban paling tepat

Lebih terperinci

PEDOMAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS SAMBALIUNG

PEDOMAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS SAMBALIUNG PEDOMAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS SAMBALIUNG PEMERINTAH KABUPATEN BERAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS SAMBALIUNG JL.Mangkubumi II Rt. VII Sambaliung DAFTAR ISI 0 BAB I MANAJEMEN RISIKO LINGKUNGAN... A DEFINISI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan membahas tentang: latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. A. Latar Belakang Di jaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegiatan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan menghasilkan bermacam-macam buangan limbah yang dapat mempengaruhi kesehatan. Rumah sakit sebagai salah

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI RSIA ANUGRAH KUBURAYA

KERANGKA ACUAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI RSIA ANUGRAH KUBURAYA KERANGKA ACUAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI RSIA ANUGRAH KUBURAYA A. PENDAHULUAN Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada

Lebih terperinci

LAPORAN KOMITE PPI TRIWULAN PERTAMA RUMAH SAKIT UMUM HAMBA KABUPATEN BATANG HARI BULAN APRIL S.D JUNI 2016

LAPORAN KOMITE PPI TRIWULAN PERTAMA RUMAH SAKIT UMUM HAMBA KABUPATEN BATANG HARI BULAN APRIL S.D JUNI 2016 LAPORAN KOMITE PPI TRIWULAN PERTAMA RUMAH SAKIT UMUM HAMBA KABUPATEN BATANG HARI BULAN APRIL S.D JUNI 216 KOMITE PPI 216 LAPORAN KOMITE PPI TRIWULAN PERTAMA RUMAH SAKIT UMUM HAMBA KABUPATEN BATANG HARI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian Rumah sakit Islam Kendal adalah rumah sakit swasta yang dikelola oleh amal usaha muhammadiyah. Rumah sakit tipe C yang sudah terakreditasi

Lebih terperinci

INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN

INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN 1 INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN PENGERTIAN Infeksi adalah proses ketika seseorang rentan (susceptible) terkena invasi agen patogen/infeksius dan menyebabkan sakit. Nosokomial berasal

Lebih terperinci

Laporan bulanan PPI Bulan September

Laporan bulanan PPI Bulan September Laporan bulanan PPI Bulan September EVALUASI PROGRAM 1. Rancangan program PPI Program rancangan PPI mengacu kepada standar program PPI yang terdiri atas pencegahan infeksi, kewaspadaan isolasi, surveilan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat penting pada saat sekarang ini, karena akan menambah masa perawatan pasien di rumah sakit sekaligus akan memperberat

Lebih terperinci

Prosedur pengelolaan limbah ini ditujukan agar petugas laboratorium dapat menjaga dirinya sendiri dan

Prosedur pengelolaan limbah ini ditujukan agar petugas laboratorium dapat menjaga dirinya sendiri dan SOP PENGELOLAAN LIMBAH No : CSU/STI/05 Tanggal pembuatan : 10 FebruarI 2007 Tanggal peninjauan kembali : 10 FebruarI 2008 TUJUAN : Prosedur pengelolaan limbah ini ditujukan agar petugas laboratorium dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kewaspadaan umum (universal precaution) merupakan salah satu upaya pengendalian infeksi di rumah sakit yang oleh Departemen Kesehatan telah dikembangkan sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju bahkan telah menggeser paradigma quality kearah paradigma quality

BAB I PENDAHULUAN. maju bahkan telah menggeser paradigma quality kearah paradigma quality BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya meningkatkan mutu pelayanan dan meningkatkan upaya keselamatan pasien sudah merupakan gerakan universal. Berbagai negara maju bahkan telah menggeser paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat

Lebih terperinci

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA DISUSUN OLEH TIM PPI RS SYAFIRA Jl. JenderalSudirman No. 134 Pekanbaru Telp. (0761) 3061000 Fax : (0761) 41887 Email :cso@rssyafira.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini tidak hanya berkaitan dengan rumah sakit sebagai tempat pelayanan medis namun juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien, keselamatan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN. Perbedaan Sanitasi Lingkungan dan Perilaku Petugas Kesehatan terhadap Angka

KUESIONER PENELITIAN. Perbedaan Sanitasi Lingkungan dan Perilaku Petugas Kesehatan terhadap Angka KUESIONER PENELITIAN Perbedaan Sanitasi Lingkungan dan Perilaku Petugas Kesehatan terhadap Angka Kuman dan Pada Ruangan ICU di RSUD Dr. Pirngadi dan Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan Tahun 200

Lebih terperinci

PPI TELUSUR SKO R 1 MATERI Pembentukan Tim PPI, pengorganisasian, operasional, program kerja, pelaksanaannya

PPI TELUSUR SKO R 1 MATERI Pembentukan Tim PPI, pengorganisasian, operasional, program kerja, pelaksanaannya TELUSUR POKJA PPI PPI TELUSUR SKO R 1 MATERI Pembentukan Tim PPI, pengorganisasian, operasional, program kerja, pelaksanaannya Kualifikasi ketua dan anggota Tim PPI Uraian tugas ketua dan anggota Tim PPI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya xvii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Petugas di bidang pelayanan kesehatan umum maupun gigi, baik dokter gigi, perawat gigi maupun pembantu rawat gigi, telah lama disadari merupakan kelompok yang

Lebih terperinci

Lampiran 1 INSTRUMEN INFECTION CONTROL SELF ASSESSMENT TOOL (ICAT)

Lampiran 1 INSTRUMEN INFECTION CONTROL SELF ASSESSMENT TOOL (ICAT) LAMPIRAN Lampiran 1 INSTRUMEN INFECTION CONTROL SELF ASSESSMENT TOOL (ICAT) MODUL PENGELOLAAN LIMBAH Pertanyaan-pertanyaan ini harus dilengkapi oleh staf yang akrab dengan praktek-praktek pengelolaan limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya pencegahan infeksi

Lebih terperinci

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi Pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan Pedoman Ringkas Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari tujuan dan upaya pemerintah dalam memberikan arah pembangunan ke depan bagi bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kesehatan berisiko tinggi terinfeksi penyakit yang dapat mengancam keselamatannya saat bekerja. Menurut catatan World Health Organization (WHO) tahun 2004 didapatkan

Lebih terperinci

Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Prosedur Khusus di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Prosedur Khusus di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Prosedur Khusus di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi Pedoman Acuan Ringkas Ucapan

Lebih terperinci

TENTANG PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI UNIT CSSD DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN BANYUWANGI

TENTANG PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI UNIT CSSD DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN BANYUWANGI KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN BANYUWANGI NOMOR : /SK/DIR/ /2016 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI UNIT CSSD DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Universal precaution (kewaspadaan standar) merupakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa semua orang mempunyai hak yang sama dalam. berhak mendapatkan lingkungan sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa semua orang mempunyai hak yang sama dalam. berhak mendapatkan lingkungan sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa semua orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

berbahaya disuatu ruangan tersendiri, terpisah dari pasien yang lain, dan memiliki aturan khusus dalam prosedur pelayanannya.

berbahaya disuatu ruangan tersendiri, terpisah dari pasien yang lain, dan memiliki aturan khusus dalam prosedur pelayanannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyalkit yang dapat ditularkan, yang ditandai dengan adanya agen atau penyebab penyakit yang hiduo dan dapat berpindah. penularan ini disebabkan

Lebih terperinci

Kebijakan-kebijakan CSSD:

Kebijakan-kebijakan CSSD: Kebijakan-kebijakan CSSD: 1. Pofesionalisme di dalam pelayanan sterilisasi: Kecepatan pelayanan pemprosesan, penyediaan barang-barang steril dengan mutu yang dapat dipertanggungjawabkan dan dikerjakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawat adalah tenaga medis yang selama 24 jam bersama dengan pasien yang dirawat di rumah sakit. Peran perawat sangat besar dalam proses penyembuhan pasien. Perawat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alat kesehatan meliputi barang, instrumen atau alat lain yang termasuk tiap komponen, bagian atau perlengkapannya yang diproduksi, dijual atau dimaksudkan untuk digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda

BAB I PENDAHULUAN. serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan suatu organisasi melalui tenaga medis professional yang teroganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran,

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat Dalam Mencuci Tangan Cara Biasa Sesuai SOP

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INFEKSI DI YANKESGILUT. Harum Sasanti Pelatihan Dokter Gigi Keluarga

PENGENDALIAN INFEKSI DI YANKESGILUT. Harum Sasanti Pelatihan Dokter Gigi Keluarga PENGENDALIAN INFEKSI DI YANKESGILUT Harum Sasanti Pelatihan Dokter Gigi Keluarga PENDAHULUAN Pengendalian infeksi (PI) merupakan upaya yang wajib dilakukan oleh setiap dr/drg/nakes yang memberikan pelayanan

Lebih terperinci