OPTIMALISASI DISTRIBUSI BUAH PEPAYA DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS RANCAMAYA KOTA BOGOR JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMALISASI DISTRIBUSI BUAH PEPAYA DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS RANCAMAYA KOTA BOGOR JAWA BARAT"

Transkripsi

1 OPTIMALISASI DISTRIBUSI BUAH PEPAYA DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS RANCAMAYA KOTA BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI ANINDHA PARAMASTRI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i

2 RINGKASAN ANINDHA PARAMASTRI. Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya di Sub Terminal Agribisnis Rancamaya Kota Bogor Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan BURHANUDDIN). Buah-buahan merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan untuk keseimbangan gizi tubuh, sehingga harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan buah-buahan dapat disalurkan melalui pasar-pasar yang tersebar di Indonesia. Masyarakat akan lebih mudah mengakses kebutuhan melalui pasar dibandingkan jika harus datang membeli langsung pada petani. Pasar-pasar tersebut, terutama pasar modern dalam menjalankan usahanya tentu membutuhkan pasokan buah-buahan dengan kuantitas yang cukup, kualitas yang baik dan kontinyuitas. Sejauh ini kebutuhan pasokan buah-buahan pada pasar modern tidak dapat dipenuhi oleh petani secara individu. Petani harus membentuk suatu kelompok tani dan menjual produk yang mereka hasilkan ke pasar melalui berbagai perantara seperti pengumpul maupun pedagang besar. Atas dasar itulah didirikan Sub Terminal Agribisnis (STA) Rancamaya yang berfungsi sebagai pemasok hasil pertanian. Salah satu permasalahan yang dihadapi STA dalam melakukan proses distribusi, adalah mengenai persentase biaya transportasi produk yang cukup tinggi. Permasalahan lainnya adalah pelaksanaan kegiatan distribusi bukanlah hal yang mudah, mengingat bahwa karakteristik dari buah-buahan itu sendiri memiliki sifat yang mudah rusak dan cepat busuk. Risiko rusaknya buah-buahan saat proses distribusi bisa saja terjadi dan berakibat pada retur produk. Oleh karena itu yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah (1) mengetahui pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya, (2) menganalisis struktur biaya distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya, dan (3) menganalisis komposisi distribusi optimal buah pepaya pada STA Rancamaya. Penelitian ini dilaksanakan di STA Rancamaya yang berlokasi di JL. Raya Rancamaya, Kota Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan STA Rancamaya sebagai salah satu lembaga yang didirikan oleh Departemen Pertanian untuk mengatasi permasalahan pertanian terutama dalam hal pemasaran. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juli Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi sejarah dan gambaran umum STA, pola pengadaan buah buah pepaya, proses penanganan hingga pendistribusian yang dilakukan. Data primer diperoleh dari observasi kegiatan pengadaan hingga distribusi secara langsung, serta wawancara dengan pihak pengelola STA Rancamaya, petani pemasok dan konsumen. Data sekunder dikumpulkan untuk mendukung penelitian, didapatkan dari berbagai studi kepustakaan, seperti BPS (Badan Pusat Statistik), internet, buku, dan literatur-literatur lain yang relevan terkait dengan topik penelitian. Pengolahan data penelitian dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dibutuhkan untuk menggambarkan keadaan umum lokasi penelitian dan ii

3 mendeskripsikan pola distribusi buah pepaya, jumlah pasokan serta jumlah order setiap harinya. Pengolahan data secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui komposisi distribusi yang optimal sehingga didapatkan biaya minimum pada pola distribusi perusahaan dari setiap sumber pasokan ke konsumen STA. Data yang diperoleh kemudian ditabulasikan dan dimasukkan dalam program linear yang dirumuskan menjadi model transportasi. Penggunaan program linear karena kondisi dan keadaan STA yang memiliki beberapa kendala dengan tujuan meminimalisasi biaya. Setelah itu data diolah dengan menggunakan software LINDO (Linear Interactive Discrete Optimizer) yang merupakan salah satu program komputer yang dapat membantu pemecahan optimal dengan metode simpleks. Pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya diawali dengan diterimanya order dari masing-masing konsumen dan dilanjutkan dengan pemesanan buah pepaya pada petani. Kemudian dilakukan pengumpulan buah pepaya yang selanjutnya akan dilakukan tahap penimbangan, penyortiran, pengkelasan menjadi pepaya grade A atau grade B. Setelah dipisahkan menurut kelasnya, buah pepaya dikemas dan diberi label. Buah pepaya yang telah dikemas dan diberi label kemudian akan didistribusikan kepada masing-masing konsumen. Dilihat dari proporsi masing-masing komponen biaya terhadap total biaya distribusi, biaya pembelian buah mengambil proporsi terbesar yakni sebesar 82,00 persen yang selanjutnya di posisi kedua adalah proporsi biaya transportasi sebesar 7,31 persen. Kemudian jika dilihat proporsi biaya transportasi terhadap laba kotor yang diperoleh adalah sebesar 26 persen. Hal tersebut merupakan nilai yang cukup tinggi, karena biaya transportasi mengambil seperempat bagian dari laba kotor STA yang berakibat pada kecilnya laba bersih yang diperoleh STA. Hasil optimalisasi menunjukkan bahwa alokasi buah pepaya yang dilakukan STA sudah baik, tercermin dari perbedaan total biaya distribusi yang tidak besar. Namun dalam hal penerimaan, nilai penjualan yang dihasilkan cukup berbeda jauh sehingga berdampak pada kecilnya laba yang diperoleh. Nilai penjualan yang kecil tersebut terjadi akibat banyaknya buah pepaya yang diretur atau dikembalikan. Oleh karena itu STA sebaiknya terus berupaya untuk mengurangi produk yang tidak diterima karena besarnya jumlah produk yang tidak diterima sangat berpengaruh pada ketidakefisienan distribusi optimal. Upaya mengurangi produk yang ditolak dapat dilakukan dengan cara penyuluhan terhadap petani pemasok agar dapat menghasilkan buah pepaya dengan kualitas yang sesuai dengan pasar. Hal tersebut juga mencerminkan peran STA sebagai wadah yang dapat mengkoordinasikan berbagai kepentingan pelaku agribisnis serta tempat berkomunikasi dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang dihadapi. Selain itu, petugas STA sebaiknya lebih berhati-hati dalam melakukan proses transportasi buah pepaya karena terkait dengan karakteristik buah pepaya yang mudah rusak, dan lebih jeli dalam melakukan penyortiran produk, terutama untuk buah pepaya yang akan dikirim menuju PT. Hero Supermarket agar jumlah produk yang diretur dapat diminimalisir. iii

4 OPTIMALISASI DISTRIBUSI BUAH PEPAYA DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS RANCAMAYA KOTA BOGOR JAWA BARAT ANINDHA PARAMASTRI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribsinis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 iv

5 Judul Skripsi : Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya di Sub Terminal Agribisnis Rancamaya Kota Bogor Jawa Barat Nama NIM : Anindha Paramastri : H Disetujui, Pembimbing Ir. Burhanuddin, MM NIP Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus : v

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya di Sub Terminal Agribisnis Rancamaya Kota Bogor Jawa Barat adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2011 Anindha Paramastri H vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 28 Agustus Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Gasa Sutrisna dan Ibunda Endang E. Sudjiati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Pengadilan 3 Bogor pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP Negeri 4 Bogor. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 5 Bogor diselesaikan pada tahun Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2007 sebagai angkatan 44. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat aktif sebagai pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor periode tahun dan periode tahun di divisi D Prime (Department of Public Relation and Information Media). vii

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya di Sub Terminal Agribisnis Rancamaya Kota Bogor Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan menganalisis pola distribusi serta biaya distribusi buah pepaya di STA Rancamaya dan menganalisis komposisi distribusi buah pepaya yang optimal pada STA Rancamaya Bogor. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Agustus 2011 Anindha Paramastri viii

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada: 1. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si dan Suprehatin, SP. MAB selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Eva Yolynda Aviny, SP. MM yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis. 4. Bapak Wawan, Bapak Wardoyo, Teh Lisa Mayasari, dan seluruh pihak STA Rancamaya atas waktu, informasi dan dukungan yang diberikan. 5. Petani pemasok, Bapak Baban, Bapak Acu, Bapak Zaenudin dan Bapak Karmita serta konsumen, Bapak Dulloh, Bapak Ibeng, Bapak Wiliam, dan Ibu Lala atas waktu, kesempatan dan informasi yang diberikan. 6. Bapak dan ibuku tersayang, untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Terima kasih selalu menemaniku belajar dan berlatih untuk seminar dan sidang skripsiku. 7. Mas Ardi tercinta untuk setiap doa dan dukungan dalam berbagai bentuk. Terima kasih telah menjadi kakak yang dapat menginspirasiku. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. Terima kasih juga untuk anggita, adikku tersayang. 8. Rizki Andini, partner sekaligus sahabat dalam segala hal, begitu pula dalam proses penyelesaian penelitian ini. 9. Hasanudin untuk setiap bantuan serta dukungan doanya. 10. Try Asrini dan Nova Meliora, teman satu PS yang selalu mendukung dan siap membantu, serta Irwan Irsyadi yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar hasil penelitian ini. 11. Fauzia Trianastiti, Ulpah J, Nurani S, Rizki A. dan Muhdiar Bahril untuk pembelajaran dan petualangan yang tak terlupakan saat gladikarya di Tegal. ix

10 12. Ichyl, Dewi, Nancy, Ana, Tiara, Yoshinta, Tya, Vero, Dimit, Ike untuk kebersamaan yang sangat menyenangkan, berawal dari gazelle dan rusunawa. 13. Teme: pito, donat dan ardi, terima kasih untuk kebersamaan selama ini, tetap saling mendukung dan memotivasi. 14. Teman-teman seperjuangan agrbisnis, khususnya angkatan 44 atas semangat dan sharing selama ini dan tak lupa terima kasih pada kakak-kakak angkatan 43 dan 42, serta adik-adik angkatan 45 dan Serta kepada semua pihak yang membantu dan memberikan motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Bogor, Agustus 2011 Anindha Paramastri x

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA Pepaya (Carica papaya) Sistem Distribusi Pemasaran Buah-Buahan Sub Terminal Agribisnis Definisi Sub Terminal Agribisnis Konsep Dasar Sub Terminal Agribisnis Manfaat Sub Terminal Agribisnis III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Optimalisasi Distribusi Pemrograman Linier Model Transportasi Analisis Optimalisasi Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Data dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Penentuan Biaya Distribusi Perumusan Model Transportasi Buah Pepaya pada STA Rancamaya Penyelesaian Model Transportasi Analisis Optimalisasi Analisis Penyimpangan Definisi Operasional V. GAMBARAN UMUM STA RANCAMAYA BOGOR Perkembangan STA Rancamaya Bogor Aktivitas pada STA Rancamaya Bogor Struktur Organisasi STA Rancamaya Bogor xiii xv xvi xi

12 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Buah Pepaya pada STA Rancamaya Struktur Biaya Distribusi Buah Pepaya pada STA Rancamaya Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya pada STA Rancamaya Komposisi Distribusi Optimal Analisis Model Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya Bangkok Analisis Model Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya California Analisis Penyimpangan Biaya Distribusi Buah Pepaya pada Kondisi Aktual dan Optimal VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Distribusi Persentase PDB Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku menurut Subsektor Lapangan Usaha Pertanian di Indonesia pada Tahun Nilai PDB Hortikultur Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia pada Tahun Perkembangan Produksi Komoditas Hortikultura di Indonesia pada Tahun Perkembangan Luas Panen Komoditas Hortikultura di Indonesia pada Tahun Ketersediaan dan Konsumsi Buah-buahan di Indonesia pada Tahun Matriks Model Transportasi Matriks Awal Model Transportasi Tidak Seimbang Jumlah Pasokan Buah Pepaya dari Setiap Daerah Sumber pada Bulan April Jumlah Permintaan Buah Pepaya dari Setiap Daerah Tujuan pada bulan April Biaya Transportasi Buah Pepaya (Rp/kg) dari Daerah Sumber ke Daerah Tujuan pada Bulan April Matriks Model Transportasi Buah Pepaya Bangkok di STA Rancamaya Bogor Matriks Model Transportasi Buah Pepaya California di STA Rancamaya Bogor Daftar Petani yang Tergabung dengan STA Rancamaya Bogor Daftar Nama Pemasok dan Konsumen Buah Pepaya di STA Rincian Biaya Pembelian Buah Pepaya pada Bulan April Proporsi Masing-Masing Komponen Biaya Distribusi Buah Pepaya pada Bulan April Rincian Nilai Penjualan Buah Pepaya pada Bulan April Analisis Laba Rugi Distribusi Buah Pepaya Bulan April Komposisi Distribusi Optimal Buah Pepaya pada STA Rancamaya Alokasi Distribusi Optimal Buah Pepaya Bangkok di STA Rancamaya Bogor xiii

14 21. Nilai Reduce Cost pada Komposisi Distribusi Optimal Buah Pepaya Bangkok Analisis Dual Terhadap Komposisi Distribusi Optimal Buah Pepaya Bangkok Analisis Sensitivitas Biaya Transportasi Buah Pepaya Bangkok Analisis Sensitivitas Kendala Penawaran dan Permintaan Buah Pepaya Bangkok Alokasi Distribusi Optimal Buah Pepaya California di STA Rancamaya Bogor Nilai Reduce Cost pada Komposisi Distribusi Optimal Buah Pepaya California Analisis Dual Terhadap Komposisi Distribusi Optimal Buah Pepaya California Analisis Sensitivitas Biaya Transportasi Buah Pepaya California Analisis Sensitivitas Kendala Penawaran dan Permintaan Buah Pepaya California Alokasi dan Biaya Transportasi Buah Pepaya pada Komposisi Aktual Bulan April Alokasi dan Biaya Transportasi Buah Pepaya pada Komposisi Optimal Nilai Penjualan Buah Pepaya pada Kondisi Optimal Analisis Laba Rugi Distribusi Buah Pepaya pada Kondisi Optimal xiv

15 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Penggunaan Perantara untuk Meningkatkan Efisiensi Struktur Pemasaran Buah-Buahan Nasional Peranan Terminal Agribisnis dan Sub Terminal Agribisnis Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya di Sub Terminal Agribisnis Rancamaya Kota Bogor Jawa Barat Bagan Struktur Organisasi STA Rancamaya Bogor xv

16 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Produksi Buah-Buahan di Indonesia Tahun Laporan Laba Rugi STA Rancamaya Bogor Tahun Daftar Gapoktan yang Bermitra dengan STA Rancamaya Keterangan Masing-Masing Variabel pada Model Transportasi Hasil Olahan Software LINDO untuk Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya Bangkok Hasil Olahan Software LINDO untuk Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya California Dokumentasi Penelitian xvi

17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk ke dalam subsektor tanaman bahan pangan menyumbang kontribusi terbesar pada PDB sektor pertanian dibandingkan dengan subsektor lainnya. Kontribusi subsektor tanaman bahan pangan mengalami kenaikan dari tahun 2006 sampai tahun Sumbangan subsektor tanaman bahan pangan, yaitu tanaman pangan dan hortikultura terhadap PDB sektor pertanian berkisar 6-7 persen. Angka tersebut memberikan sumbangan hampir 50 persen dari kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional. Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku menurut Subsektor Lapangan Usaha Pertanian di Indonesia pada Tahun Lapangan Usaha Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan usaha Sektor Pertanian 13,0 13,7 14,5 15,3 a. Tanaman Bahan Makanan 6,4 6,7 7,1 7,5 b. Tanaman Perkebunan 1,9 2,1 2,1 2,0 c. Peternakan 1,5 1,6 1,7 1,9 d. Kehutanan 0,9 0,9 0,8 0,8 e. Perikanan 2,2 2,5 2,8 3,2 Keterangan : *) Data sementara **) Data sangat sementara Sumber : Badan Pusat Statistik (2010), diolah Produk hortikultura terdiri dari beberapa kelompok komoditas diantaranya adalah buah-buahan, sayuran, tanaman biofarmaka dan tanaman hias. Penelitian ini berfokus pada komoditi hortikultura buah-buahan yakni buah pepaya. Jika dilihat dari sisi ekonomi, buah-buahan merupakan produk hortikultura yang memberikan sumbangan terbesar terhadap nilai PDB hortikultura dibandingkan dengan produk hortikultura lainnya. Pada tahun 2008 nilai PDB produk buahbuahan mencapai nilai milyar (Tabel 2). 1

18 Tabel 2. Nilai PDB Hortikultur Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia pada Tahun Kelompok komoditas PDB (Milyar) Tahun 2007 tahun 2008 peningkatan (%) Buah-buahan Sayuran Tanaman Biofarmaka ,32 Tanaman Hias ,48 Total ,55 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (2009) Jumlah produksi berbagai macam buah-buahan yang dihasilkan di Indonesia masih berfluktuasi, namun cenderung mengalami peningkatan produksi dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1 yang menyajikan data produksi buah-buahan di Indonesia pada tahun Jika dilihat secara agregat, jumlah produksi buah-buahan dibandingkan dengan komoditi hortikultura lainnya memiliki nilai yang tertinggi, yakni ton pada tahun Terjadi peningkatan produksi pada tahun 2008 menjadi ton, atau meningkat sebesar 7,15 persen. (Tabel 3). Tabel 3. Perkembangan Produksi Komoditas Hortikultura di Indonesia pada Tahun No Kelompok komoditas Produksi Tahun 2007 tahun 2008 peningkatan (%) 1 Buah-buahan (Ton) ,15 2 Sayuran (Ton) ,92 3 Tanaman Hias : Tan. Hias Potong (Tangkai) ,89 Dracaena (Batang) ,10 Melati (Kg) ,00 Palem (Pohon) ,20 4 Tanaman Biofarmaka (Kg) ,11 Rata-rata 7,43 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (2009) Peningkatan jumlah produksi buah-buahan sejalan dengan pertambahan luas areal panen untuk komoditi buah-buahan. Terlihat pada Tabel 4, luas areal panen komoditi buah-buahan pada tahun 2007 adalah hektar. Terjadi peningkatan sebesar 7,22 persen menjadi hektar di tahun Peningkatan luas areal panen buah-buahan menempati urutan kedua setelah komoditi sayuran yang meningkat sebesar 8,06 persen. Peningkatan luas areal 2

19 panen ini harus terus dikembangkan karena hortikultura memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat akan bahan pangan. Buahbuahan merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan untuk keseimbangan gizi tubuh, sehingga harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Tabel 4. Perkembangan Luas Panen Komoditas Hortikultura di Indonesia pada Tahun Kelompok komoditas Luas Panen Tahun 2007 tahun 2008 peningkatan (%) Buah-buahan (Ha) ,22 Sayuran (Ha) ,06 Tanaman Hias (Ha) ,01 Tanaman Biofarmaka (Ha) ,16 Rata-rata 6,15 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (2009), diolah Masyarakat sebagai konsumen dari produk buah-buahan yang dihasilkan petani, merupakan pasar yang sangat potensial. Konsumsi masyarakat akan buahbuahan dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Hal tersebut diikuti pula dengan peningkatan ketersediaan buahbuahan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Dapat dilihat pada Tabel 5, konsumsi masyarakat akan buah-buahan meningkat sebesar 4,29 persen dari tahun 2007 ke tahun 2008, yang diikuti oleh peningkatan ketersediaan buah-buahan senilai 3,47 persen. Tabel 5. Ketersedian dan Konsumsi Buah-buahan di Indonesia Tahun Tahun Ketersediaan (kg/th/kapita) konsumsi (kg/th/kapita) ,93 34, ,46 35,52 peningkatan (%) 3,47 4,29 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (2009), diolah Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan buah-buahan dapat disalurkan melalui pasar yang tersebar di Indonesia, baik pasar tradisional maupun pasar modern. Masyarakat akan lebih mudah mengakses kebutuhan melalui pasar dibandingkan jika harus datang membeli langsung pada petani. Pasar-pasar 3

20 tersebut, terutama pasar modern dalam menjalankan usahanya tentu membutuhkan pasokan buah-buahan dengan kuantitas yang cukup, kualitas yang baik dan kontinyuitas. Sejauh ini kebutuhan pasokan buah-buahan pada pasar modern tidak dapat dipenuhi oleh petani secara individu. Petani harus membentuk suatu kelompok tani dan menjual produk yang mereka hasilkan ke pasar melalui berbagai perantara seperti pengumpul maupun pedagang besar. Berdasarkan hal tersebut, Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Pemkab Bogor bersama Dinas Pertanian (Distan) Pemkot Bogor berencana memaksimalkan Sub Terminal Agribisnis (STA) Rancamaya, yang berfungsi sebagai pemasok hasil-hasil pertanian. 1 Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan jawaban atas fenomena yang selama ini berkembang dalam tatanan pemasaran komoditas pertanian. Pemasaran komoditas pertanian mempunyai mata rantai panjang, mulai dari petani, produsen, pedagang, pengumpul, pedagang besar yang mengakibatkan kerugian. Adanya STA Rancamaya di Kota Bogor yang merupakan infrastruktur pemasaran dapat menjadi tempat transaksi jual beli, serta sebagai wadah yang dapat mengkoordinasikan berbagai kepentingan pelaku agribisnis. Hal tersebut didukung dengan adanya sarana prasarana pengemasan, sortasi, grading, penyimpanan, ruang pameran (operation room), transportasi, pelatihan serta merupakan tempat saling berkomunikasi bagi para pelaku agribisnis dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang dihadapi. 2 Produk yang menjadi fokus dalam pengembangan STA Rancamaya saat ini adalah produk hortikultura buah-buahan. Dalam menjalankan fungsinya, STA Rancamaya bekerjasama dengan para petani dan pasar-pasar yang menampung buah-buahan yang dihasilkan oleh petani. Saat ini petani yang tergabung dengan STA Rancamaya berjumlah sembilan belas petani yang beralamat di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor, namun hanya beberapa petani yang dapat memasok buahbuahan secara kontinyu. Buah-buahan yang dipasok oleh petani cukup beragam, 1 Koran Bogor Distanhut Akan Maksimalkan STA Rancamaya. [13 Maret 2011] 2 STA Rancamaya Bogor Profil STA Rancamaya Bogor. [13 Maret 2011] 4

21 antara lain adalah pepaya california, pepaya bangkok, bengkuang, jambu klutuk merah, manggis, alpukat, dan sirsak. Konsumen yang menjadi mitra STA Rancamaya adalah pasar tradisional dan pasar modern, diantaranya PT. Hero Supermarket, toko buah, dan pedagang kecil. Bentuk kerjasama yang terjalin antara STA dengan para konsumennya berbeda-beda tergantung pada kesepakatan. Kerjasama dengan pasar modern membutuhkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan pasar tradisional. Pasar modern memberlakukan aturan yang lebih ketat mengenai kualitas, kuantitas serta kontinyuitas pasokan buah. Perlu dijalin kerjasama yang baik antara STA dengan para mitranya untuk mengoptimalkan fungsi STA Rancamaya sebagai distributor produk buah-buahan dari petani menuju pasar. Kegiatan distribusi yang dilakukan oleh STA harus dikelola dengan baik agar berjalan dengan optimal. Terlebih lagi distribusi yang dilkakukan untuk pasar modern. Berdasarkan hal tersebut, penting untuk mengetahui bagaimana komposisi distribusi produk buah pepaya secara optimal agar fungsi dari STA dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan keuntungan maksimal Perumusan Masalah Salah satu manfaat STA yang merupakan infrastruktur pemasaran adalah memperlancar kegiatan dan meningkatkan efisiensi pemasaran komoditas agribisnis. Hal tersebut antara lain meliputi, STA sebagai pusat transaksi hasilhasil agribisnis, memperbaiki infrastruktur pasar, cara dan jaringan pemasaran, sebagai pusat informasi pertanian serta sebagai sarana promosi produk pertanian (Setiajie, 2004a). Begitu pula dengan STA Rancamaya Bogor yang berupaya untuk memperpendek jalur pemasaran produk pertanian dari petani langsung menuju pasar. Kegiatan yang dilakukan oleh STA Rancamaya berkaitan dengan fungsinya sebagai infrastruktur pemasaran adalah mendistribusikan buah-buahan yang diproduksi oleh petani yang telah bergabung dengan STA langsung menuju pasar. Proses pengumpulan buah pepaya dari petani yang beralamat di wilayah Bogor menuju STA Rancamaya dibedakan menjadi dua cara, yaitu buah pepaya diantar oleh petani menuju STA atau diambil oleh petugas STA. Petani yang 5

22 memiliki kendaraan memilih untuk mengantarkan sendiri buah pepaya yang mereka produksi menuju STA, namun bagi petani yang tidak memiliki kendaraan maka pihak STA yang akan mengambil buah-buahan tersebut ke tempat petani. Buah pepaya yang telah terkumpul tersebut kemudian akan didistribusikan menuju pasar sesuai dengan jumlah permintaan pasar. Salah satu permasalahan yang dihadapi STA dalam melakukan proses distribusi adalah persentase biaya transportasi produk yang cukup tinggi. Berdasarkan data laporan laba rugi STA yang dapat dilihat pada Lampiran 2, biaya transportasi buah-buahan pada tahun 2009 mencapai Rp ,00 yakni sekitar 38,4 persen dari laba kotor yang dihasilkan sebesar Rp ,00. Besarnya biaya transportasi, dikarenakan jauhnya jarak pendistribusian produk dan frekuensi pengiriman produk. Permasalahan lain yang perlu disoroti adalah terkait dengan kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk yang diinginkan oleh pasar. Berdasarkan hal tersebut maka pihak STA harus melakukan proses distribusi produk yang baik agar permintaan dapat dipenuhi sesuai dengan keinginan pasar. Pelaksanaan kegiatan distribusi bukanlah hal yang mudah, mengingat bahwa karakteristik dari buah pepaya yang mudah rusak dan cepat busuk. Risiko rusaknya buah pepaya saat proses distribusi mungkin saja terjadi, seperti yang belum lama ini dialami oleh STA. Pada bulan Februari 2011, sebanyak 60 kilogram buah pepaya dikembalikan oleh konsumen dikarenakan buah pepaya tersebut berjamur dan busuk. Berjamurnya buah pepaya diduga karena proses penanganan buah yang kurang berhati-hati. Terjadinya benturan pada buah pepaya saat proses distribusi menyebabkan rusaknya buah pepaya dan akhirnya produk menjadi cepat busuk dan berjamur sebelum sempat dipasarkan. Dikembalikannya produk oleh konsumen dapat menimbulkan kerugian, hal tersebut juga dapat dikatakan biaya yang harus ditanggung oleh pihak STA. Seperti yang tampak pula pada Lampiran 2, retur penjualan pada tahun 2009 mencapai Rp ,00 atau sekitar 4,47 persen dari laba kotor. Jika sering terjadi pengembalian produk oleh konsumen, maka hal tersebut akan berdampak pada ketidakpercayaan pihak konsumen serta penurunan permintaan. 6

23 Pada penelitian ini akan difokuskan pada distribusi buah pepaya. Hal tersebut dikarenakan buah pepaya merupakan komoditas utama yang dikelola oleh STA Rancamaya pada saat ini, dan tercermin dari lebih banyaknya jumlah buah pepaya yang disalurkan dibandingkan dengan jenis buah lainnya. Selain itu jumlah pasar yang dituju dalam distribusi buah pepaya ini berjumlah empat pasar, lain halnya dengan jenis buah lainnya yang hanya dipasarkan pada satu pasar. Oleh sebab itu perlu dikaji mengenai distribusi buah pepaya secara optimal. Proses pendistribusian buah pepaya pada masing-masing konsumen dilakukan dengan menggunakan satu kendaraan. Hal tersebut menyebabkan manajemen distribusi buah pepaya harus dilakukan dengan cermat, agar tidak terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang. Terlebih lagi pasar utama dari produk buah pepaya ini adalah pasar modern, yaitu PT. Hero Supermarket. Maksud dari pasar utama disini adalah, sebagian besar produk petani yang didistribusikan oleh STA akan disalurkan menuju pasar modern tersebut. Oleh karena itu STA harus dapat mengoptimalkan fungsi kendaraan yang dimiliki agar distribusi produk berjalan dengan optimal. Sub Terminal Agribisnis perlu memiliki informasi yang tepat tentang jumlah total buah pepaya yang dikirim dan besarnya permintaan yang diinginkan oleh pasar agar efisiensi biaya distribusi dapat dilaksanakan. Selain itu, STA juga harus mengetahui besarnya biaya angkut dari daerah pemasok ke berbagai daerah tujuan pemasaran, sehingga STA dapat mengetahui bagaimana jumlah alokasi distribusi buah pepaya yang paling optimum ke berbagai daerah tujuan pemasaran dengan biaya yang paling rendah. Atas dasar hal tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya? 2. Bagaimana struktur biaya distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya? 3. Bagaimana komposisi distribusi optimal buah pepaya pada STA Rancamaya? 7

24 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya. 2. Menganalisis struktur biaya distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya. 3. Menganalisis komposisi distribusi optimal buah pepaya pada STA Rancamaya Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini diharapkan berguna untuk STA Rancamaya, sebagai pertimbangan dalam mengambil kebijakan dan penentuan komposisi distribusi buah pepaya yang optimal dalam upaya menjalankan fungsinya sebagai infrastruktur pemasaran produk agribisnis. 2. Bagi penulis, berguna untuk menambah pengetahuan dan sebagai media untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama di bangku kuliah. 3. Bagi pembaca, penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi hanya menganalisis optimalisasi distribusi, yakni distribusi buah pepaya dari pemasok yang berhubungan langsung dengan STA menuju ke pasar yang berhubungan langsung dengan STA. Dalam penelitian ini tidak dianalisis proses sebelum pemasok mendapatkan produk ataupun setelah pasar memperoleh produk dari STA. Penelitian ini menganalisis optimalisasi dari faktor biaya saja, sedangkan faktor lainnya dianggap cateris paribus. 8

25 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pepaya (Carica papaya) Buah pepaya bersifat mudah rusak (perishable) dan tidak tahan lama. Kerusakan buah pepaya ditandai dengan bau busuk, daging buah lembek, dan rasanya menjadi sedikit asam dan manis. Setelah dipetik, buah pepaya masih tetap melakukan proses fisiologis seperti pernafasan, proses biokimia, perubahan warna dan sebagainya, yang diakhiri dengan perombakan fungsional karena pembusukan yang disebabkan oleh jasad renik. Proses tersebut mengakibatkan buah pepaya tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama. Dengan kata lain buah pepaya harus dipasarkan dalam jangka waktu yang relatif singkat (Warisno 2007). Dalam sistematika taksonomi tumbuh-tumbuhan, tanaman pepaya diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisio : Angiospermae (berbiji tertutup) Class : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Caricales Familia : Caricaceae Genus : Carica Species : Carica papaya L. Masalah utama pepaya produksi Indonesia adalah ukuran yang terlalu besar dan warna kurang menarik. Buah pepaya bukanlah buah asli Indonesia tetapi berasal dari Amerika Tengah dan daerah Karibia, namun di Indonesia pepaya menjadi buah yang tersedia sepanjang tahun. Ini menjadikan budidaya pepaya tidak mengenal musim seperti komoditas buah pada umumnya. Terdapat berbagai macam varietas buah pepaya diantaranya adalah paris, jinggo, dampit, dan bangkok. Kemudian muncul beberapa varietas unggulan hasil introduksi yaitu pepaya california dan hawaii. Varietas yang saat ini banyak dipasarkan adalah bangkok, california dan hawaii. 3 3 Agrina Yang Kecil Yang Naik Daun. [28 Agustus 2011] 9

26 Pepaya california merupakan nama dagang dari varietas pepaya IPB 9. Bobot pepaya california sekitar 0,6 2,0 kilogram. Bentuk buah silindris dengan pangkal buah yang agak menjorok ke dalam. Kulit buah berwarna hijau terang bertekstur halus. Daging buah berwarna jingga kemerahan dan bertekstur keras dengan rasa yang cukup manis. Pepaya california berbunga pada umur empat bulan setelah bibit dipindahkan ke lahan, sedangkan buahnya dapat dipanen pada umur 180 hari setelah berbunga. Penampilan tekstur kulit buahnya yang halus sangat menggugah selera dan tergolong pepaya favorit konsumen di kelasnya (Sobir 2009). Pepaya bangkok bukan tanaman asli Indonesia. Jenis pepaya ini didatangkan dari Thailand sekitar tahun 70-an. Pepaya bangkok diunggulkan karena ukurannya paling besar dibanding jenis pepaya lainnya. Beratnya dapat mencapai 3,5 kilogram per buahnya. Selain ukuran, keunggulan lainnya ialah rasa dan ketahanan buah. Daging buahnya berwarna jingga kemerahan, rasanya manis segar dan teksturnya keras sehingga tahan dalam pengangkutan (Suprapti 2009). Pepaya hawaii adalah pepaya yang berasal dari Kepulauan Hawaii. Pepaya tersebut merupakan suatu jenis pepaya solo. Pepaya solo berarti pepaya yang habis dimakan oleh satu orang. Sifat khas varietas ini adalah ukuran buahnya kecil dan bentuknya mirip buah alpukat berleher. Berat buah antara 0,4 1 kilogram per buah. Konsumen lebih menyukai buah pepaya jenis ini dengan berat 0,5 kilogram. Daging buah berwarna kuning, namun ada pula yang berwarna merah. Varietas pepaya ini termasuk varietas pepaya yang tahan angkut (Kalie 2008) Sistem Distribusi Faktor yang menyebabkan sistem distribusi di Indonesia kurang efisien adalah belum memadainya sarana dan prasarana transportasi. Jaringan distribusi yang belum mapan selama ini menyebabkan tersendatnya aliran produk, sehingga sering terjadi kelangkaan penyediaan barang di beberapa pasar. Belum mapannya jaringan distribusi, ditambah dengan rentannya sektor jasa transportasi dari pengaruh ekonomi makro serta iklim seperti harga bahan bakar atau bencana alam, secara tidak langsung akan berdampak pada kegiatan distribusi (Rizki 2005). 10

27 Sebagian besar produsen memanfaatkan pedagang perantara untuk memasarkan produk mereka. Pada umumnya alasan utama dalam penggunaan perantara tersebut adalah karena perantara dapat membantu meningkatkan efisiensi distribusi (Swastha 2005). Salah satu cara untuk menunjukkan efisiensi tersebut adalah dengan diagram saluran seperti yang terlihat pada Gambar 1. Produsen Perantara Pembeli Akhir A Gambar 1. Penggunaan Perantara untuk Meningkatkan Efisiensi Sumber: Swastha (2005) B Pada bagian A, produsen tidak menggunakan perantara sebagai penyalur. Dalam hal ini produsen harus melakukan kontak penjualan lebih banyak, yaitu sebanyak empat puluh hubungan, ini terjadi antara empat produsen dengan sepuluh pembeli (jumlah transaksi dari produsen ke pembeli = 4x10 = 40). Sementara itu pada bagian B, dengan jumlah produsen dan pembeli sama seperti pada kondisi A, terlihat bahwa penggunaan perantara dapat meningkatkan efisiensi ditribusi. Keberadaan perantara membuat kontak penjualan yang terjadi antara produsen dengan pembeli akhir hanya sebanyak empat belas transaksi (jumlah transaksi = dari produsen ke perantara + dari perantara ke pembeli = 4+10 = 14). Jadi dengan memasukkan perantara ke dalam saluran distribusi akan mengurangi jumlah pekerjaan yang harus dilakukan. Beberapa perusahaan mendistribusikan produknya secara langsung tanpa perantara, namun lebih banyak perusahaan yang menggunakan perantara dalam mendistribusikan produknya. Sejumlah biaya diperlukan dalam melaksanakan kegiatan pendistribusian produk. Oleh karena itu dalam melakukan proses distribusi perlu adanya pemilihan pola distribusi yang optimal agar biaya yang dikeluarkan tidak membengkak. Beberapa penelitian mengenai optimalisasi distribusi pada suatu perusahaan berkesimpulan bahwa ada perusahaan yang telah 11

28 dapat mengoptimalkan distribusi produknya, namun ada pula perusahaan yang belum optimal dalam menjalankan kegiatan distribusi. Faktor yang mendukung dapat dijalankannya distribusi secara optimal adalah dapat terpenuhinya permintaan serta tidak ada kelebihan penawaran maupun permintaan (Pranata 2007). Tidak semua perusahaan dapat melakukan kegiatan distribusi secara optimal. Terjadi penyimpangan antara distribusi aktual dan komposisi distribusi optimal sebesar 16,6 persen pada kegiatan distribusi produk sarimi oleh PT. Sari Indo Prakarsa di wilayah Bogor dan Depok. Penyimpangan tersebut mencerminkan biaya yang dapat dihemat yakni sebesar Rp ,00 (Rustiani 2006). Sementara itu, terjadi inefisiensi biaya distribusi sebesar Rp ,00 pada distribusi pemasaran ikan mas hidup dari waduk Cirata (Handiyani 2007) Pemasaran Buah-buahan Subsektor hortikultura memegang peranan penting dalam pertanian Indonesia secara umum. Komoditas hortikultura, khususnya buah-buahan dan sayuran merupakan bahan pangan sumber vitamin dan protein nabati yang esensial bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Dalam hal perolehan devisa negara, subsektor ini sudah menunjukkan prestasinya. Peluang pasar domestik hortikultura masih sangat terbuka. Jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 230 juta jiwa merupakan potensi pasar domestik yang sangat terbuka lebar. Prospek pasar yang cukup bagus tersebut perlu didukung dengan berbagai sarana yang memadai, termasuk dalam kegiatan transportasi atau pendistribusian yang efisien dan efektif. Struktur pemasaran buah-buahan nasional dapat ditunjukkan melalui bagan pada Gambar 2. Keberadaan lokasi usahatani buah-buahan yang terpencar dan umumnya petani berusaha dengan skala kecil, serta karakteristik produk yang membutuhkan penanganan pasca panen yang lebih intensif, menyebabkan pemasaran selama ini belum efisien. Perlu adanya terobosan agar terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam hal sarana transportasi pedesaan yang tepat untuk mengumpulkan dan mengangkut buah-buahan di sentra produksi. Lokasi pasar yang sulit dijangkau dari tempat produksi, menyebabkan permintaan konsumen tidak dapat terpenuhi. 12

29 Di samping itu posisi tawar petani yang lemah terhadap harga dikarenakan sifat produk buah-buahan yang mudah rusak, akibatnya buah terpaksa dijual berapapun sesuai harga yang berlaku. Hal tersebut akan berdampak pula pada pendapatan usahatani para petani buah (Laksmana 2010). SUMBERDAYA (Lahan, Tenaga Kerja, Modal) PASAR INTERNASIONAL (Buah-buahan Segar dan Olahan) KEGIATAN EKSPOR (mangga, nenas, jeruk, sawo, pepaya, durian, salak, dsb) PRODUKSI PRIMER (mangga, nenas, jeruk, sawo, pepaya, durian, salak, dsb) KEGIATAN PENGOLAHAN (mangga, nenas, jeruk, sawo, pepaya, durian, dsb) KEGIATAN IMPOR (Anggur, Pear, Kiwi, Apel, Leci, dsb) (segar dan olahan) PERMINTAAN DOMESTIK (Buah-buahan segar dan olahan ) (domestik dan impor) Gambar 2. Struktur Pemasaran Buah-buahan Nasional Sumber: Gonarsyah (1998) Pada pemasaran buah-buahan, terkadang tercipta jumlah saluran pemasaran yang cukup banyak, dengan banyak pula pelaku yang terlibat di dalamnya. Oleh karena itu perlu dicermati saluran mana yang paling efisien untuk menyalurkan produk pada konsumen. Saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran yang menghasilkan rasio B/C dan farmer share yang paling besar dibandingkan saluran yang lain. Selain itu efisiensi sebuah saluran pemasaran juga dapat dilihat dari jumlah produk yang melalui saluran pemasaran tersebut (Sumardi 2009). Fenomena pemasaran antara satu jenis buah dengan jenis buah yang lain tentu berbeda-beda. Pemasaran buah mangga di daerah Indramayu dilakukan dengan dua cara yakni sistem tebasan dan non tebasan. Berdasarkan analisis R/C rasio, petani non tebasan lebih menguntungkan dibandingkan petani tebasan. Panen dengan tebasan ini dilakukan sepenuhnya oleh tengkulak dan tidak melibatkan petani, dengan demikian penjualan secara tebasan umumnya 13

30 merugikan petani karena sering terjadi kuantitas panen lebih tinggi dari pada kuantitas taksiran. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sistem tebasan adalah dikarenakan petani membutuhkan uang dengan cepat, adanya risiko pencurian, dan dirasa merepotkan jika petani menjual sendiri produknya (Yulizarman 1999) Sub Terminal Agribisnis Definisi Sub Terminal Agribisnis Menurut Badan Agribisnis Departemen Pertanian (2000) dalam Setiajie (2004b), STA merupakan infrastruktur pemasaran untuk transaksi jual beli hasilhasil pertanian, baik untuk transaksi fisik (lelang, langganan, pasar spot) maupun non fisik (kontrak, pesanan, future market). STA diharapkan berfungsi pula untuk pembinaan peningkatan mutu produksi sesuai dengan permintaan pasar, pusat informasi, promosi dan tempat latihan atau magang dalam upaya pengembangan peningkatan sumberdaya manusia Konsep Dasar Sub Terminal Agribisnis Menurut konsep yang dibakukan oleh Badan Agribisnis Departemen Pertanian (2000) dalam Setiajie (2004b), STA merupakan perwujudan atas fenomena yang selama ini berkembang dalam pemasaran komoditas pertanian sekaligus sebagai bagian dari rangkaian kegiatan agribisnis. Pemasaran komoditas pertanian selama ini, pada umumnya mempunyai mata rantai yang panjang, mulai dari petani produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar hingga ke konsumen, sehingga mengakibatkan kecilnya keuntungan yang diperoleh petani. Konsumen membayar lebih mahal dari harga yang selayaknya ditawarkan sehingga biaya pemasaran dari produsen ke konsumen menjadi tinggi. Sub Terminal Agribisnis sebagai suatu infrastruktur pasar, tidak saja merupakan tempat transaksi jual beli, namun juga merupakan wadah yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan pelaku agribisnis, seperti sarana dan prasarana pengemasan, sortasi, grading, penyimpanan, opration room, trasportasi, dan pelatihan. Selain itu, STA sekaligus merupakan tempat berkomunikasi dan saling bertukar informasi bagi para pelaku agribisnis. 14

31 Secara umum konsep STA yang dikemukakan oleh perencana kebijakan belum dapat terlaksana dengan baik. Sebagai contoh adalah tidak aktifnya STA tanaman pangan dan hortikultura yang berada di Desa Benda Kecamatan Cicurug Sukabumi beberapa waktu yang lalu. Hal tersebut disebabkan karena adanya permasalahan dalam penanganan pemasaran komoditas jagung serta letak keberadaan STA itu sendiri yang menimbulkan tambahan biaya ongkos angkut yang harus ditanggung oleh petani dari lokasi produksi ke lokasi STA berada. Kondisi tersebut mengakibatkan sebagian petani lebih banyak menjual hasil panennya langsung ke Pasar Induk Ramayana Bogor maupun Pasar Induk Kramat Jati dengan harga yang lebih kompetitif dibandingkan dengan penerimaan harga di STA. Kasus lainnya adalah rancangan pembangunan konsep STA di Kabupaten Ciamis juga terbentur dengan permasalahan mengenai bagaimana menetapkan lokasi STA yang dapat mengakomodasikan sebagian besar produksi komoditas unggulan daerah Ciamis yang cukup menyebar di berbagai wilayah Kabupaten Ciamis, dengan geografis yang cukup beragam serta akses pasar yang berbeda, seperti yang selama ini telah dijalankan para pelaku agribisnis. Hal yang sama juga terjadi pada STA terpadu di Kabupaten Sumedang, yang hanya dapat mengakomodasi beberapa komoditas pertanian tanaman semusim dalam jumlah produksi yang fluktuatif (Setiajie 2004a) Manfaat Sub Terminal Agribisnis Setiajie (2004a) menguraikan beberapa manfaat STA yang merupakan infrastruktur pemasaran, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Memperlancar kegiatan dan meningkatkan efisiensi pemasaran komoditas agribisnis, yang meliputi: a) Sebagai pusat transaksi hasil-hasil agribisnis. b) Memperbaiki struktur pasar, cara dan jaringan pemasaran. c) Sebagai pusat informasi pertanian. d) Sebagai sarana promosi produk pertanian. 2) Mempermudah pembinaan mutu hasil-hasil produk agribisnis yang meliputi: a) Penyediaan air bersih, es, gudang, cool room dan cold strorage. b) Melatih para petani dan pedagang dalam proses penanganan dan pengemasan hasil-hasil pertanian. 15

32 3) Sebagai wadah bagi pelaku agribisnis untuk pengembangan kegiatan agribisnis, mengsinkronkan kebutuhan atau permintaan pasar dengan manajemen lahan, pola tanam, kebutuhan saprodi dan dan permodalan serta peningkatan administrasi pemasaran. 4) Peningkatan pendapatan daerah melalui jasa pelayanan pemasaran. 5) Pengembangan agribisnis dan wilayah. Peranan STA mendukung pula terlaksananya fungsi Terminal Agribisnis (TA) yaitu menjamin kualitas dari suatu komoditas yang akan dijual ke para konsumen, mengembalikan kestabilan harga, menjaga produksi dari dalam negeri, meningkatkan pendapatan produsen dan membangun sistem informasi. Peranan TA dan STA ditunjukkan oleh hasil penelitian Alifah (2005) pada Gambar 3. Pada praktiknya terdapat STA ataupun TA yang telah dioperasikan namun belum dapat memberikan manfaat yang optimal bagi para pelaku agribisnis. Contohnya adalah saluran pemasaran ikan hias melalui TA Rancamaya belum efisien bila dibandingkan dengan saluran pemasaran yang tidak melaui TA. Walaupun demikian namun secara fungsi fasilitas TA Rancamaya adalah lembaga pemasaran yang sangat memuaskan (Dalimunthe 2006). Sementara itu, efisiensi saluran tataniaga untuk pasar tradisional dan pasar modern melalui STA Cigombong Kabupaten Cianjur terlihat bahwa saluran tataniaga paling efisien berada pada pola saluran pemasaran dari STA Cigombong menuju pasar modern. Hal tersebut dikarenakan pola saluran yang pendek, nilai rasio B/C yang merata, dan pasar yang terpadu untuk jangka panjang (Wulandari 2008). Berdasarkan uraian pada bab tinjauan pustaka, belum ada penelitian mengenai yang mengkaji tentang optimalisasi distribusi di STA. Penelitian sebelumnya mengenai TA atau STA biasanya mengkaji mengenai efisiensi saluran tataniaga seperti yang dilakukan oleh Dalimunthe (2006) dan Wulandari (2008). Sementara itu, topik penelitian mengenai optimalisasi memang telah banyak dilakukan baik optimalisasi produksi, pengadaan dan distribusi. Penelitian ini mengkaji tentang optimalisasi distribusi buah pepaya di Sub Terminal Agribisnis Rancamaya. Sama halnya dengan penelitian sebelumnya mengenai optimalisasi distribusi, pada penelitian ini optimalisasi dianalisis menggunakan linear programming dengan model transportasi. Pengolahan analisis tersebut 16

33 dibantu dengan penggunaan software LINDO (Linear Interactive Discrete Optimier). Pemakaian alat analisis tersebut untuk menganalisis optimalisasi distribusi merupakan hal yang tepat. Sentra Produksi Produsen Produsen Produsen STA STA STA Terminal Agribisnis Pasar Retail Pasar Retail Pasar Retail Konsumen Konsumen Konsumen Sentra Pasar Gambar 3. Peranan Terminal Agribisnis dan Sub Terminal Agribisnis Sumber : Alifah (2005) 17

34 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Optimalisasi Distribusi Sistem distribusi adalah cara yang ditempuh atau digunakan untuk menyalurkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Menurut Pujiastuti (2006), sistem distribusi dibedakan atas sistem distribusi langsung, sistem distribusi semi langsung, dan sistem distribusi tidak langsung. Sistem distribusi langsung, yaitu sistem distribusi barang yang disampaikan langsung pada konsumen tanpa melalui perantara. Sistem distribusi semi langsung adalah distribusi barang yang disampaikan pada konsumen melalui pedagang eceran. Sementara itu sistem distribusi tidak langsung adalah distribusi barang yang disampaikan dari produsen pada konsumen melalui perantara (agen atau grosir). Saluran distribusi terdiri dari sekumpulan organisasi yang saling bergantung yang terlibat dalam proses pembuatan produk atau jasa hingga siap digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen (Kotler 2004). Beberapa hal yang harus diketahui agar dapat mengoptimalkan kegiatan distribusi menurut Heizer dan Render (2005) adalah biaya transportasi, jumlah permintaan dan jumlah penawaran. Di dalam mengevaluasi kesempatan pemasaran, pada umumnya dimulai dengan melihat permintaan dan penawaran. Definisi dari permintaan pasar bagi suatu produk menurut Kotler (2005) adalah volume total yang akan dibeli oleh kelompok pembeli tertentu di daerah geografis tertentu, dalam lingkungan pemasaran tertentu, dan program pemasaran tertentu pula. Berdasarkan teori ekonomi mikro menurut Lipsey (1995), permintaan dapat dirumuskan sebagai berikut: Q D = D (T, Y, N, Y*, p, p j ), j=1,2,3,, dengan Q D adalah jumlah komoditi yang diminta, T adalah selera, Y adalah pendapatan rumah tangga, N adalah jumlah penduduk, Y* adalah disposible income, p adalah harga komoditi tersebut, dan p j adalah harga komoditi lain yang ke-j. Sementara itu menurut teori ekonomi mikro, fungsi penawaran suatu komoditas dapat dirumuskan sebagai berikut: Q S = S (G, X, p, w i ), i=1,2,3,, dengan Q S adalah jumlah komoditi yang ditawarkan, G adalah tujuan produsen, X adalah teknologi, p adalah harga komoditi itu sendiri, w i adalah harga input ke-i. 18

35 Pemrograman Linier Persoalan programming pada dasarnya berkenaan dengan penentuan alokasi yang optimal dari sumber-sumber yang langka untuk memenuhi suatu tujuan. Menurut Supranto (1981), Linear Programming (LP) ialah suatu metode untuk menentukan besarnya masing-masing nilai variabel fungsi tujuan yang linier menjadi optimum (maksimum atau minimum) dengan memperhatikan pambatasan-pembatasan yang ada yaitu pembatasan mengenai input-nya. Pembatasan-pembatasaan tersebut harus dinyatakan dalam ketidaksamaan yang linier. Metode LP dapat diaplikasikan dalam bidang pertanian, pengairan, transportasi, kesehatan, manajemen produksi, program transmigrasi, perencanaan pembangunan, dan sebagainya. Sebagai alat kuantitatif untuk melakukan pemrogaman, LP memiliki kelebihan maupun kelemahan. Soekartawi (1992) mengemukakan kelebihan LP adalah sebagai berikut: 1) Mudah diaplikasikan, terutama jika menggunakan alat bantu komputer. 2) Dapat menggunakan banyak variabel, sehingga berbagai kemungkinan untuk memperoleh pemanfaatan sumber daya yang optimum dapat dicapai. 3) Fungsi tujuan dapat difleksibelkan sesuai dengan tujuan penelitian atau berdasarkan data yang tersedia. Sedangkan, kelemahan dari metode LP adalah sebagai berikut: 1) Saat variabel yang digunakan banyak, akan sulit dianalisis jika tidak menggunakan alat bantu komputer. 2) Penggunaan asumsi linieritas dalam kenyataan yang sebenarnya terkadang tidak sesuai. Salah satu contoh permasalahan dalam manajemen operasi yang dapat diatasi dengan LP adalah menentukan sistem distribusi yang akan meminimalkan biaya persediaan dan biaya produksi total. Haizer dan Render (2005) menyatakan bahwa persoalan LP mempunyai empat sifat umum sebagai berikut: 1) Persoalan LP bertujuan untuk memaksimalkan atau meminimalkan kuantitas, pada umumnya berupa laba atau biaya. Sifat umum ini disebut fungsi tujuan (objective function) dari suatu persoalan LP. Tujuan perusahaan pada umumnya untuk memaksimalkan keuntungan pada jangka panjang. Dalam 19

36 kasus sistem distribusi suatu perusahaan angkutan atau penerbangan, tujuan pada umumnya berupa meminimalkan biaya. 2) Adanya batasan (constraints) atau kendala, yang membatasi tingkat dimana sasaran dapat dicapai. Dalam memaksimalkan dan meminimalkan suatu kuantitas akan bergantung kepada sumber daya yang jumlahnya terbatas. 3) Harus ada beberapa alternatif tindakan yang dapat diambil. Jika tidak ada alternatif yang dapat diambil, maka LP tidak diperlukan. 4) Tujuan dan batasan dalam permasalahan LP harus dinyatakan dalam hubungan dengan pertidaksamaan atau persamaan linier. Persoalan LP memiliki kondisi dasar atas ketersediaan sumberdaya yang terbatas dan persyaratan, dengan tujuan optimalisasi (Soekartawi 1992). Pernyataan tersebut dapat dituliskan secara sederhana dengan bantuan persamaan matematis sebagai berikut: Fungsi Tujuan: Memaksimumkan atau meminimumkan, Z = c 1 x 1 + c 2 x c n x n Fungsi Kendala: a 11 x 11 + a 21 x a n1 x n1 atau b 1 a 12 x 12 + a 22 x a n2 x n2 atau b 2 a 1m x 1m + a 2m x 2m + + a nm x nm atau b m Asumsi: x 1, x 2, x n 0 Dimana: Z = nilai optimal dari fungsi tujuan (maksimisasi atau minimisasi) c n x n = parameter yang dijadikan kriteria optimalisasi dan koefiien peubah pengambilan keputusan dalam fungsi tujuan = peubah pengambilan keputusan atau kegiatan yang ingin dicari a nm = jumlah sumber daya n untuk menghasilkan setiap unit kegiatan m b m = jumlah sumber daya m atau kendala ke-m 20

37 Dibutuhkan asumsi-asumsi dasar LP agar penggunaan model LP di atas memuaskan tanpa terbentur pada berbagai hal. Beberapa asumsi dasar pada LP menurut Aminudin (2005) adalah sebagai berikut: 1) Proportionality, asumsi ini berarti naik turunnya nilai Z dan penggunaan sumber atau fasilitas yang tersedia akan berubah secara sebanding dengan perubahan tingkat kegiatan. 2) Additivity, berarti nilai tujuan tiap kegiatan tidak saling mempengaruhi, atau dalam LP dianggap bahwa kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai Z yang diperoleh dari kegiatan lain. 3) Divisibility, berarti keluaran yang dihasilkan oleh setiap kegiatan dapat berupa bilangan pecahan. 4) Deterministic (certainty), berarti bahwa semua parameter yang terdapat pada LP dapat diperkirakan dengan pasti, meskipun dalam kenyataan tidak sama persis Model Transportasi Model transportasi adalah bagian dari operation research yang membahas tentang minimisasi biaya transportasi dari suatu tempat ke tempat lain. Istilah transportasi atau distribusi terkandung makna bahwa adanya perpindahan atau aliran barang dari satu tempat ke tempat lain, atau adanya pemindahan barang dari satu tempat ke tempat lain. Memindahkan barang dari suatu tempat ke tempat lain memerlukan alat dan sarana transportasi, dengan kata lain dalam mendistribusikan barang memerlukan biaya transportasi (Prawirosentono 2007). Menurut Heizer dan Render (2005) dalam bukunya yang berjudul Operations Management 7 th edition, dikemukakan bahwa pemodelan transportasi adalah suatu prosedur berulang untuk memecahkan permasalahan meminimisasi biaya pengiriman produk dari beberapa sumber ke beberapa tujuan. Beberapa hal yang harus diketahui agar model transportasi dapat digunakan, adalah sebagai berikut: 1) Titik asal dan kapasitas atau pasokan pada setiap periode. 2) Titik tujuan dan permintaan pada setiap periode. 3) Biaya pengiriman satu unit dari setiap titik asal ke setiap titik tujuan. 21

38 Matriks transportasi merupakan sebuah sarana untuk memberikan gambaran mengenai kasus distribusi (Siswanto 2007) yang memiliki m baris dan n kolom. Sumber-sumber berjajar pada baris ke-1 hingga ke-m, sedangkan tujuantujuan berbanjar pada kolom ke-1 hingga ke-n. Tabel 6 menunjukkan matriks transportasi. Tabel 6. Matriks Model Transportasi Sumber Tujuan ai T1 T2 T3... Tn S1 a11 X11 a12 X12 a13 X13 a1n X1n a1 S2 a21 X21 a22 X22 a23 X23 a2n X2n a2 S3 a32 X31 a32 a3.... Sm am1 Xm1 amn Xmn am bj b1 b2 b3... bn sehingga secara matematis, fungsi tujuan minimum dapat dirumuskan sebagai berikut: Dengan kendala, Dimana, Si = Tempat ke i daerah sumber Tj = Tempat ke j dearah tujuan 22

39 Xij = Jumlah barang yang akan didistribusikan dari Si ke Tj aij = Biaya distribusi 1 unit barang dari Si ke Tj ai = Jumlah seluruh barang dari Si bj = Kapasitas penerimaan barang di Tj m = Jumlah daerah sumber n = Jumlah daerah tujuan Terdapat permasalahan khusus dalam pemodelan transportasi yaitu jumlah permintaan tidak sama dengan pasokan. Sebuah situasi umum dalam permasalahan di dunia nyata adalah sebuah kasus dimana permintaan total tidak sama dengan pasokan total. Persoalan yang disebut sebagai ketidakseimbangan ini dapat diatasi dengan mudah, yakni menggunakan sumber kosong (dummy sources) atau tujuan kosong (dummy destination). Jika jumlah pasokan total lebih besar dibandingkan dengan permintaan total, maka dibuat permintaan yang jumlahnya sama dengan kelebihan tersebut dengan menciptakan tujuan kosong (Tabel 7). Sebaliknya, jika jumlah permintaan total lebih besar dibanding total pasokan, maka dibuat sumber kosong sesuai sejumlah permintaan yang ada. Unit ini sebenarnya tidak akan dikirimkan, maka biaya transportasi pada setiap kotak dummy adalah nol (Heizer dan Render 2005). Tabel 7. Matriks Awal Model Transportasi Tidak Seimbang (Penawaran > Permintaan) Sumber Tujuan Kapasitas T1 T2 T3 Dummy Penawaran S1 a11 X11 a12 X12 a13 X13 destination 0 X1n a1 S2 X21 a21 a22 X22 a23 X23 X2n 0 a2 S3 X31 a32 a32 X32 a33 X33 X3n 0 a3 Jumlah Permintaan b1 b2 b3 b dummy Penyelesaian persoalan transportasi pada dasarnya diawali dengan upaya untuk menentukan solusi awal dan kemudian dilanjutkan dengan perhitungan atau metode untuk menentukan nilai akhir. Artinya apapun metode awal yang 23

40 digunakan tidak akan mempengaruhi nilai akhir atau nilai optimal yang diharapkan dalam proses penyelesaian persoalan transportasi. Penentuan solusi awal biasanya menggunakan beberapa metode, diantaranya yaitu metode pojok kiri atas pojok kanan bawah (north west corner), metode ongkos terkecil (least cost), dan metode Vogel (Vogel s approximation method). Kemudian untuk penyelesaian akhir biasanya diselesaikan dengan metode stepping stone dan metode multiplier (Arifin 2007). Beberapa metode untuk mencari solusi layak dasar awal adalah: 1) Metode North-West Corner Metode ini adalah metode yang paling sederhana dan kurang efisien, karena tidak mempertimbangkan biaya transportasi per unit dalam membuat alokasi. Akibatnya, mungkin diperlukan beberapa iterasi solusi tambahan sebelum solusi optimum diperoleh. 2) Metode Least-Cost Metode Least-Cost berusaha mencapai tujuan minimalisasi biaya dengan alokasi sistematik kepada kotak-kotak sesuai dengan besarnya biaya transportasi per unit. Pada umumnya, metode Least-Cost akan memberikan solusi awal lebih baik yakni biaya yang lebih rendah dibanding metode North- West Corner. Hal tersebut disebabkan karena metode ini menggunakan biaya per unit sebagai kriteria alokasi, sementara metode North-West tidak. Banyaknya iterasi tambahan yang diperlukan untuk mencapai solusi optimum lebih sedikit, namun dapat juga terjadi meskipun jarang, dimana solusi awal yang dicapai melalui metode North-West lebih baik dibanding metode Least- Cost. 3) Metode Vogel s approximation (VAM) VAM selalu memberikan solusi awal yang lebih baik dibanding metode North-West Corner dan sering kali lebih baik daripada metode Least Cost. Kenyataannya pada beberapa kasus, solusi awal yang diperoleh melalui VAM akan menjadi optimum. VAM melakukan alokasi dalam satu cara yang akan meminimumkan penalty (oppotunity cost) dalam memilih kotak yang salah untuk suatu alokasi. 24

41 Analisis Optimalisasi Pada ilmu matematika, optimalisasi mengacu pada pemilihan elemen terbaik dari beberapa set alternatif yang tersedia. Dalam kasus yang sederhana, hal tersebut berarti memecahkan masalah-masalah yang ada dengan tujuan meminimalkan atau memaksimalkan fungsi dengan sistematis. Pada operations research, secara matematis penyelesaian optimal sebuah kasus LP selalu berhubungan dengan penyelesaian optimal sebuah kasus LP yang lain. Di samping itu, penyelesaian optimal kasus LP pada dasarnya mengandung informasi yang sangat berharga berkaitan dengan perubahan parameter-parameter dan variabel-variabel yang digunakan. Optimalisasi dapat ditelaah melalui beberapa analisis diantaranya adalah analisis primal, analisis dual, dan analisis sensitivitas Analisis Primal dan Dual Setiap persoalan linier selalu mempunyai dua macam analisis, yaitu analisis primal dan analisis dual. Masalah primal adalah permasalahan yang mulamula dikemukakan dalam program linear. Solusi optimal untuk masalah primal menunjukkan nilai dari variabel-variabel keputusan yang memaksimumkan atau meminimumkan nilai dan fungsi tujuan. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui jumlah kombinasi yang terbaik dalam mencapai tujuan Z dengan kendala keterbatasan sumberdaya yang tersedia. Analisis dual adalah prosedur yang digunakan dalam memecahkan masalah yang tidak memiliki pemecahan dasar awal (masalah dual) yang layak. Hal tersebut tercermin dari slack or surplus. Shadow price menunjukkan jumlah perbaikan pada fungsi tujuan optimal bila Right Hand Side (RHS) kendala tertentu ditingkatkan sebesar satu satuan dengan parameter-parameter lain konstan Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas, menurut Soekartawi (1992) penting untuk dilakukan karena dalam kegiatan sehari-hari faktor ketidakpastian itu selalu ada. Di dalam problem LP, pengertian sensitivitas adalah menggunakan parameter sumberdaya yang tersedia pada batas yang paling kecil (lower limit) dan batas yang paling besar (upper limit). 25

42 Saat suatu perubahan kecil dalam parameter menyebabkan perubahan drastis dalam solusi, maka dapat dikatakan bahwa solusi sangat sensitif terhadap nilai parameter tersebut. Sebaliknya, jika perubahan parameter tidak mempunyai pengaruh besar terhadap solusi, maka dikatakan solusi relatif insensitif terhadap nilai parameter itu (Hendri 2009). Dalam membicarakan analisis sensitivitas, perubahan-perubahan parameter dikelompokan menjadi perubahan koefisien fungsi tujuan, perubahan konstan sisi kanan, perubahan batasan atau kendala, penambahan variabel baru dan penambahan batasan atau kendala baru Kerangka Pemikiran Operasional Sub Terminal Agribisnis sebagai infrastruktur pemasaran memliki manfaat dalam memperlancar kegiatan dan meningkatkan efisiensi pemasaran komoditas agribisnis yang meliputi, sebagai pusat transaksi hasil-hasil agribisnis, memperbaiki infrastruktur pasar, cara dan jaringan pemasaran, sebagai pusat informasi pertanian serta sebagai sarana promosi produk pertanian (Setiajie 2004a). Hal tersebut pula yang dilakukan oleh STA Rancamaya, dengan sasarannya dalam meningkatkan peran sebagai sarana pemasaran produk pertanian baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui perannya sebagai sarana pemasaran produk pertanian, STA menjembatani hubungan antara pemasok produk buah-buahan yakni petani dengan pasar yang membutuhkan produk buah-buahan. Pasar akan meminta sejumlah produk melalui STA dan permintaan selanjutnya disampaikan pada petani. Kemudian petani akan menawarkan produknya melalui STA dan setelah itu dari STA produk akan dikirim ke pasar. Sub Terminal Agribisnis Rancamaya memiliki beberapa permasalahan dalam menjalankan kegiatan distribusi produk buah-buahan tersebut. Permasalahan yang terjadi adalah beberapa komponen biaya dalam kegiatan distribusi cukup tinggi, serta nilai retur yang cukup tinggi. Hal tersebut akan berdampak pada tingginya total biaya distribusi. Oleh karena itu, agar STA Rancamaya dapat menjalankan fungsinya secara berkelanjutan, maka perlu diperhatikan bagaimana komposisi distribusi yang optimal. Keadaan aktual dalam pola distribusi buah pepaya di STA akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif berupa mendeskripsikan pola 26

43 distribusi, jumlah penawaran buah pepaya dari petani, serta jumlah permintaan buah pepaya dari pasar. Sementara itu analisis kuantitatif dilakukan dengan memformulasikan model LP lalu diproses melalui metode transportasi yang akan dibantu oleh software LINDO (Linear Interactive Discrete Optimier). Hasilnya adalah akan muncul alokasi paling optimal dengan analisis primal, dual dan sensitivitasnya. Setelah diketahui alokasi distribusi optimal buah pepaya, maka keadaan optimal tersebut dapat dibandingkan dengan keadaan aktual yang selama ini terjadi. Perbandingan antara alokasi optimal dengan keadaan aktual memperlihatkan penyimpangan yang terjadi, sehingga dapat diketahui besarnya biaya distribusi yang dapat dihemat. Adapun alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini ditunjukkan melalui bagan kerangka pemikiran operasional pada Gambar 4. 27

44 Pemasok (Petani) PENAWARAN STA RANCAMAYA sebagai sarana pemasaran produk pertanian Konsumen (Pasar) PERMINTAAN Permasalahan Biaya transportasi tinggi Retur tinggi Sarana transportasi terbatas Keadaan Aktual Mendeskripsikan pola distribusi produk, jumlah pasokan (penawaran), dan order (permintaan) Analisis Penyimpangan Input : Pemodelan dengan LP Proses : Metode Transportasi Output : 1. Analisis Primal 2. Analisis Dual 3. Analisis Sensitivitas Keadaan Optimal Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya di Sub Terminal Agribisnis Rancamaya Kota Bogor Jawa Barat 28

45 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Sub Terminal Agribisnis (STA) Rancamaya yang berlokasi di Jl. Raya Rancamaya Rt 01/01, Kampung Rancamaya Kidul, Desa Rancamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan STA Rancamaya merupakan salah satu lembaga yang didirikan oleh Departemen Pertanian untuk mengatasi permasalahan pertanian terutama dalam hal pemasaran. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh STA Rancamaya adalah mendistribusikan produk buah pepaya yang dihasilkan oleh petani wilayah Bogor menuju pasar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juli Data dan Sumber Data Metode penelitian ini adalah studi kasus pada STA Rancamaya sebagai unit analisis dari sistem pendistribusian buah pepaya segar. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi sejarah dan gambaran umum STA, proses penanganan hingga pendistribusian buah pepaya yang dilakukan. Sementara itu data sekunder yang dikumpulkan untuk mendukung penelitian didapatkan dari berbagai studi kepustakaan, seperti BPS (Badan Pusat Statistik), internet, buku, dan literatur-literatur lain yang relevan terkait dengan topik penelitian. Instrumentasi atau alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan dan alat pencatat. Instrumen tersebut dibutuhkan dalam proses pengumpulan data, terutama untuk pengumpulan data primer. Daftar pertanyaan tersebut membantu ketika melakukan wawancara maupun observasi kegiatan di lapang Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer yang dibutuhkan dilakukan dengan tehnik pengamatan langsung terhadap aktivitas penanganan dan distribusi buah pepaya pada STA. Selain itu, data diperkuat dengan hasil wawancara terhadap pihak pengelola STA, petani pemasok dan pihak pasar tujuan STA. Wawancara 29

46 dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai sumber pasokan buah pepaya, jumlah buah pepaya yang dipasok, harga beli, biaya distribusi, besarnya jumlah permintaan buah oleh pasar, harga jual produk ke pasar. Waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan April-Juni Pengumpulan data dilaksanakan di lokasi tempat STA Rancamaya berada atau di tempat lainnya yang berhubungan dengan pemerolehan data penelitian Metode Pengolahan Data Pengolahan data penelitian dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dibutuhkan untuk menggambarkan keadaan umum STA Rancamaya dan mendeskripsikan pola distribusi buah pepaya yang dilakukan oleh STA, jumlah pasokan serta jumlah order buah pepaya. Analisis kualitatif berguna dalam menjelaskan data hasil olahan secara deskriptif. Pengolahan data secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui komposisi distribusi yang optimal sehingga didapatkan biaya minimum pada pola distribusi perusahaan dari setiap sumber pasokan ke konsumen STA. Data yang diperoleh kemudian ditabulasikan dan dimasukkan dalam program linier yang dirumuskan menjadi model transportasi. Penggunaan program linier dikarenakan kondisi dan keadaan STA yang memiliki beberapa kendala dalam mendistribusikan buah pepaya dengan tujuan meminimalisasi biaya. Setelah itu data diolah dengan menggunakan software LINDO (Linear Interactive Discrete Optimizer) yang merupakan salah satu program komputer yang dapat membantu pemecahan optimal dengan metode simpleks. Software LINDO terdiri atas input berupa fungsi tujuan dan beberapa fungsi kendala, dengan penyelesaian optimal sebagai output-nya. Output LINDO dapat diinterpretasikan untuk menggambarkan bagaimana keadaan optimal untuk suatu keadaan yang telah di-input sebelumnya. Input berupa fungsi tujuan dan kendala dimasukkan kedalam program linier. Setelah itu akan ditampilkan penyelesaian optimal yang terdiri dari beberapa bagian. Bagian pertama dari penyelesaian optimal adalah tabel simpleks yang berisi solusi optimal. Bagian kedua adalah nilai penyelesaian optimum jika variabel-variabel optimal dimasukkan ke dalam fungsi tujuan. Selanjutnya bagian ketiga adalah, nilai variabel dan kendala pada kondisi optimal. 30

47 Hasil output LINDO juga menampilkan beberapa istilah, salah satu diantaranya adalah reduce cost yang menunjukkan penurunan nilai koefisien fungsi tujuan yang harus dilakukan agar variabel bernilai positif. Pada saat nilai variabel keputusan positif, maka nilai reduce cost akan selalu nol, dan baru akan bernilai positif atau lebih dari nol bila variabel keputusan nol. Istilah lain yang ditampilkan dalam output LINDO adalah slack or surplus. Istilah tersebut menandakan sisa atau kelebihan kapasitas yang akan terjadi pada variabel optimal yang ditunjukkan oleh kolom variabel. Apabila slack or surplus bernilai nol berarti seluruh kapasitas pada kendala telah dipergunakan seluruhnya dengan kata lain sumberdaya tersebut jumlahnya langka (terbatas). Karena sumberdaya tersebut menentukan terbentuknya nilai optimal, maka dapat disebut sebagai kendala aktif. Ada pula istilah dual price yang menujukkan besarnya kenaikan koefisien nilai tujuan sebagai akibat dari kenaikan satu unit kapasitas kendala aktif. Interval perubahan kapasitas kendala aktif agar nilai dual price-nya tidak berubah dapat dilihat pada bagian right hand side rangers. Kemudian pada bagian objective coeficient ranges yang menunjukkan interval kenaikkan atau penurunan nilai koefisien fungsi tujuan agar nilai optimal variabel putusan tidak berubah, terdapat istilah allowable increase dan allowable decrease yaitu nilai interval kenaikan dan penurunan yang diizinkan Penentuan Biaya Distribusi Biaya distribusi adalah total biaya yang dikeluarkan mulai dari pembelian buah pepaya dari pemasok hingga buah selesai diangkut menuju pasar tujuan. Biaya distribusi terdiri dari biaya pembelian buah, biaya pengemasan, biaya penyusutan, biaya administrasi umum, biaya pemasaran dan biaya transportasi buah. Definisi dari masing-masing biaya tersebut adalah sebagai berikut: 1) Biaya pembelian buah adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pembelian buah pepaya yang besarnya sesuai dengan harga beli dari para pemasok. 2) Biaya pengemasan adalah biaya yang dikeluarkan untuk penanganan produk yakni pembungkusan buah dengan koran bekas dan pemberian label pada buah pepaya. 31

48 3) Biaya penyusutan adalah biaya yang timbul akibat penyusutan produk baik kualitas maupun kuantitas dalam kegiatan distribusi buah pepaya dari pemasok sampai pada konsumen. 4) Biaya administrasi umum adalah gaji karyawan dan biaya-biaya peralatan administrasi kantor lainnya. 5) Biaya pemasaran adalah biaya promosi yang harus dikeluarkan berdasarkan negosiasi dengan pihak konsumen supermarket. 6) Biaya transportasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut buah dari pemasok hingga ke pasar Perumusan Model Transportasi Buah Pepaya pada STA Rancamaya Pemodelan transportasi adalah suatu prosedur untuk memecahkan permasalahan meminimisasi biaya pengiriman produk dari beberapa sumber ke beberapa tujuan. Oleh karena itu, untuk menggunakan model transportasi diperlukan data tentang jumlah pasokan dari daerah sumber pada setiap periode, jumlah permintaan dari daerah tujuan pada setiap periode, dan biaya pengiriman satu unit produk dari setiap daerah sumber ke setiap daerah tujuan. Tabel 8. Jumlah Pasokan Buah Pepaya dari Setiap Daerah Sumber pada Bulan April 2011 Daerah Sumber Pepaya Bangkok Grade A Pepaya Bangkok Grade B Jumlah (kg) Pepaya California Grade A Pepaya California Grade B P P P P Total Pada distribusi buah pepaya di STA Rancamaya terdapat empat pemasok, diantaranya adalah Pak Baban (P1), Pak Acu (P2), Pak Zaenudin (P3) dan Pak Karmita (P4) yang merupakan daerah sumber. Terdapat pula empat konsumen yang terlibat dalam distribusi buah pepaya di STA Rancamaya, diantaranya adalah PT. Hero Supermarket (K1), Toko Buah Berkat (K2), Kios Buah Pak Ibeng (K3), dan Kios Buah Pak Dulloh (K4) yang merupakan daerah tujuan. Terdapat dua jenis buah pepaya yang didistribusikan yakni pepaya bangkok dan pepaya 32

49 california dengan grade A dan grade B. Jumlah pasokan buah pepaya terbanyak adalah pepaya california grade A sebanyak kilogram dan kemudian diikuti oleh pepaya Bangkok grade A sebanyak kilogram (Tabel 8). Hal tersebut dikarenakan jumlah permintaan buah pepaya dengan grade A lebih besar dibandingkan jumlah permintaan buah pepaya dengan grade B. Jumlah permintaan dari berbagai daerah tujuan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah Permintaan Buah Pepaya dari Setiap Daerah Tujuan pada Bulan April 2011 Jumlah (kg) Daerah Tujuan Pepaya Bangkok Grade A Pepaya Bangkok Grade B Pepaya California Grade A Pepaya California Grade B K K K K Total Tujuan dari model transportasi ini adalah meminimumkan biaya transportasi buah untuk mencapai optimalisasi dalam distribusi buah pepaya di STA Rancamaya. Adapun rincian besarnya rata-rata biaya transportasi per kilogram buah dari masing-masing daerah sumber menuju masing-masing daerah tujuan dapat dilihat pada Tabel 10. Rata-rata biaya transportasi dari P1 dan P4 lebih mahal dibandingkan dengan biaya transportasi dari P2 dan P3. Hal tersebut dikarenakan pemasok dari daerah P2 dan P3 mengantarkan sendiri buah pepaya menuju STA, sehingga STA tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi untuk mengambil buah. Sementara itu, biaya transportasi dari P1 dan P4 sama karena lokasi kedua pemasok tersebut berada dalam daerah yang sama yakni daerah Katulampa Bogor. Rata-rata biaya transportasi termahal adalah biaya transportasi buah menuju daerah K2, hal tersebut dikarenakan jumlah buah pepaya yang dikirim ke daerah K2 lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah buah yang dikirim ke daerah lainnya sehingga rata-rata biaya transportasi per kilogram buah menjadi lebih mahal. Terdapat persamaan biaya transportasi menuju daerah K3 dan K4, hal tersebut disebabkan karena alamat kedua konsumen tersebut berada pada lokasi yang sama yakni daerah Ciomas Bogor. 33

50 Tabel 10. Biaya Transportasi Buah Pepaya (Rp/kg) dari Daerah Sumber ke Daerah Tujuan pada Bulan April 2011 Daerah Sumber Daerah Tujuan K1 K2 K3 K4 P P P P Tujuan dari model transportasi ini adalah untuk meminimumkan biaya pengiriman produk dari daerah sumber ke daerah tujuan dengan memperhatikan berbagai kendala. Untuk mengetahui lebih rinci mengenai bagaimana alokasi distribusi optimal buah pepaya di STA Rancamaya maka model transportasi untuk setiap jenis buah pepaya akan dibedakan menjadi dua, yakni antara buah pepaya jenis bangkok dan california. Pada kasus distribusi ini terdapat perbedaan antara jumlah penawaran dan permintaan, dengan kata lain hal tersebut merupakan masalah transportasi yang tidak seimbang (unbalanced). Oleh karena itu diperlukan sebuah dummy untuk menyeimbangkan antara jumlah pasokan dan jumlah permintaan. Biaya transportasi untuk variabel dummy adalah nol. Pada kasus ini, perlu diperhatikan kendala-kendala sebagai berikut: 1. Jumlah buah pepaya yang dikirim ke daerah tujuan harus lebih kecil atau sama dengan jumlah penawaran dari daerah sumber. 2. Jumlah buah pepaya yang diterima di daerah tujuan harus lebih besar atau sama dengan jumlah permintaan di daerah tujuan. 3. Variabel-variabel harus non-negatif, karena baik jumlah buah pepaya yang diminta maupun dipasok tidak mungkin bernilai negatif. 34

51 Tabel 11. Matriks Model Transportasi Buah Pepaya Bangkok di STA Rancamaya Daerah Sumber P1 P2 P3 P4 Daerah Tujuan K1 K2 K3 K4 Dummy x11 x12 x13 x14 x x21 x22 x23 x24 x x31 x32 x33 x34 x x41 x42 x43 x44 x45 Supply Demand Jumlah penawaran buah pepaya bangkok lebih besar dibandingkan jumlah permintaannya. Oleh karena itu diperlukan sebuah dummy destination yang mengindikasikan adanya stok di gudang karena tidak adanya pasar yang dapat menampung. Berdasarkan matriks model transportasi pada Tabel 11, maka model transportasi buah pepaya bangkok pada STA Rancamaya yang terdiri dari fungsi tujuan dan fungsi kendala dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Fungsi Tujuan (minimalisasi biaya) minz=298x11+412x12+363x13+363x14+0x15+239x21+353x22+304x23+304x2 4+0x25+239x31+353x32+304x33+304x34+0x35+298x41+412x42+363x x44+0x45 2. Fungsi Kendala x11+x12+x13+x14+x x21+x22+x23+x24+x x31+x32+x33+x34+x x41+x42+x43+x44+x x11+x21+x31+x x12+x22+x32+x x13+x23+x33+x x14+x24+x34+x x15+x25+x35+x45=16 x (Kendala penawaran) (Kendala penawaran) (Kendala penawaran) (Kendala penawaran) (Kendala permintaan) (Kendala permintaan) (Kendala permintaan) (Kendala permintaan) (Kendala dummy destination) (Kendala grade buah) 35

52 x31=0 (Kendala grade buah) x11 0 x12 0 x13 0 x14 0 x15 0 x21 0 x22 0 x23 0 x24 0 x25 0 x32 0 x33 0 x34 0 x35 0 x41 0 x42 0 x43 0 x44 0 x45 0 Angka koefisien yang berada pada setiap variabel fungsi tujuan merupakan gambaran biaya transportasi yang harus dikeluarkan untuk pengiriman buah pepaya dari masing-masing daerah sumber ke berbagai daerah tujuan. Sebagai contoh, variabel x11 dengan angka koefisien sebesar 347 berarti untuk mengirimkan buah pepaya dari daerah sumber P1 menuju daerah tujuan K1 dibutuhkan biaya transportasi sebesar Rp 347,00 per kilogram buah pepaya. Keterangan mengenai simbol-simbol yang mewakili masing-masing variabel dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada model transportasi buah pepaya Bangkok terdapat empat jenis kendala yakni kendala penawaran, kendala permintaan, kendala dummy destination dan kendala grade buah. Kendala 1 sampai 4 merupakan kendala penawaran. Kendala penawaran ini memiliki arti bahwa jumlah buah pepaya bangkok yang dikirim ke daerah tujuan harus lebih kecil atau sama dengan jumlah penawaran dari daerah sumber. Contohnya kendala 1 dengan fungsi x11+x12+x13+x14+x berarti bahwa jumlah buah pepaya bangkok yang dikrim dari P1 ke semua daerah tujuan (K1, K2, K3, K4 dan dummy) sama dengan atau tidak boleh melebihi kilogram buah pepaya bangkok. Hal tersebut dikarenakan Pak Baban (P1) hanya memasok pepaya bangkok dengan jumlah kilogram. Kendala 5 sampai 8 adalah kendala permintaan yang berarti bahwa jumlah buah pepaya bangkok yang diterima di daerah tujuan harus lebih besar atau sama dengan jumlah permintaan di daerah tujuan. Contohnya kendala 8 dengan fungsi x14+x24+x34+x berarti jumlah buah pepaya bangkok yang diterima oleh konsumen K4 sama dengan atau lebih besar dari 432 kilogram buah pepaya bangkok. Tanda pertidaksamaan lebih besar tersebut digunakan agar seluruh permintaan buah pepaya dari daerah tujuan dapat terpenuhi, sehingga tidak terjadi kelangkaan di daerah tujuan. 36

53 Kendala 9 merupakan kendala dummy destination. Kendala tersebut muncul karena model transportasi pepaya bangkok merupakan model transportasi tidak seimbang dimana jumlah penawaran pepaya bangkok lebih besar dari jumlah permintaannya. Dummy destination ini mengindikasikan adanya stok pepaya bangkok yang tersisa di gudang. Selisih antara penawaran dan permintaan pepaya bangkok adalah 16 kilogram, maka harus ditambahkan kendala fungsi dummy destination menjadi x15+x25+x35+x45=16. Kendala 10 dan 11 merupakan kendala grade buah dimana terdapat dua jenis grade buah pepaya bangkok yang akan didistribusikan. Pepaya bangkok grade B tidak boleh dikrim ke konsumen K1 karena konsumen K1 hanya meminta buah pepaya dengan grade A. Sehingga ditambahkan dua buah kendala grade buah dengan fungsi x dan x31=0. Kendala grade buah dengan fungsi x berarti pepaya Bangkok yang dikirim dari pemasok P1 menuju konsumen K1 hanya boleh berjumlah sama dengan atau kurang dari kilogram. Hal tersebut dikarenakan pemasok P1 menawarkan dua grade pepaya dan pepaya bangkok ber-grade A yang ditawarkan oleh pemasok P1 hanya berjumlah kikogram. Kemudian untuk kendala grade buah dengan fungsi x31=0 berarti bahwa buah pepaya tidak boleh dikirim dari pemasok P3 menuju konsumen K1. Hal tersebut dikarenakan pemasok K3 hanya menawarkan pepaya bangkok dengan grade B sehingga tidak dapat dikirim ke konsumen K1. Tabel 12. Matrik Model Transportasi Buah Pepaya California di STA Rancamaya Daerah Sumber P1 P2 P3 P4 Dummy Daerah Tujuan K1 K2 K3 K x11 x12 x13 x x21 x22 x23 x x31 x32 x33 x x41 x42 x43 x x51 x52 x53 x54 Supply Demand

54 Pada model transportasi buah pepaya california, jumlah penawaran lebih sedikit dari jumlah permintaan. Oleh karena itu perlu adanya dummy sources yang merupakan daerah sumber palsu. Pada daerah sumber dummy ini akan dihasilkan sejumlah produk yang menjadi selisih antara jumlah permintaan dan jumlah penawaran, sehingga kekurangan permintaan seolah-olah dapat terpenuhi. Berdasarkan matriks model transportasi pada Tabel 12, maka model transportasi buah pepaya california pada STA Rancamaya yang terdiri dari fungsi tujuan dan fungsi kendala dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Fungsi Tujuan (minimalisasi biaya) minz=298x11+412x12+363x13+363x14+239x21+353x22+304x23+304x x31+353x32+304x33+304x34+298x41+412x42+363x43+363x44+0x51+0x52+0 x53+0x54 2. Fungsi kendala x11+x12+x13+x (Kendala penawaran) x21+x22+x23+x (Kendala penawaran) x31+x32+x33+x (Kendala penawaran) x41+x42+x43+x (Kendala penawaran) x11+x21+x31+x41+x (Kendala permintaan) x12+x22+x32+x42+x (Kendala permintaan) x13+x23+x33+x43+x (Kendala permintaan) x14+x24+x34+x44+x (Kendala permintaan) x51+x52+x53+x54=727 (Kendala dummy sources) x (Kendala grade buah) x31=0 (kendala grade buah) x11 0 x12 0 x13 0 x14 0 x21 0 x22 0 x23 0 x24 0 x32 0 x33 0 x34 0 x41 0 x42 0 x43 0 x44 0 x51 0 x52 0 x53 0 x54 0 Sama halnya dengan model transportasi buah pepaya bangkok, model transportasi buah pepaya california juga memiliki empat jenis kendala. Kendala tersebut diantaranya adalah kendala penawaran, kendala permintaan, kendala 38

55 dummy sources dan kendala grade buah. Kendala penawaran dan permintaan pada model transportasi pepaya california memiliki pengertian yang sama dengan kendala pada model transportasi buah pepaya bangkok. Kendala 9 merupakan kendala dummy sources. Kendala tersebut juga muncul akibat ketidakseimbangan model transportasi, namun berbeda dengan model transportasi pepaya bangkok, untuk pepaya california jumlah penawaran lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah permintaannya. Dummy sources tersebut mengindikasikan adanya sumber palsu, sehingga kekurangan permintaan seolah-olah dapat terpenuhi dan model transportasi menjadi seimbang. Selisih jumlah penawaran dan permintaan sebanyak 727 kilogram, sehingga harus ditambahkan kendala dummy sources dengan fungsi x51+x52+x53+x54=727. Kendala 10 dan 11 merupakan kendala grade buah. Sama halnya seperti dengan kendala buah pepaya bangkok, dimana fungsi kendala grade buah pada model transportasi pepaya california memiliki pengertian yang sama. Kendala grade buah dengan fungsi x berarti bahwa jumlah buah pepaya california yang boleh dipasok dari pemasok P1 menuju K1 sama dengan atau kurang dari kilogram. Hal tersebut dikarenakan pemasok P1 hanya menawarkan pepaya california grade A sebanyak kilogram. Sedangkan kendala dengan fungsi x31=0 berarti bahwa pemasok P3 tidak boleh memasok buah pepaya untuk konsumen K1 dikarenakan pemasok P3 tidak memproduksi pepaya dengan grade A seperti yang diminta oleh konsumen K Penyelesaian Model Transportasi Pada penelitian ini, setelah dilakukan pemodelan transportasi buah pepaya bangkok dan california maka akan dilakukan tahap selanjutnya yakni penyelesaian model transportasi. Penyelesaian model transportasi dilakukan dengan meng-input fungsi tujuan dan fungsi kendala dari model yang telah dibuat dan diproses menggunakan bantuan software LINDO (Linear Interactive Discrete Optimier). Hasilnya adalah akan muncul alokasi paling optimal dengan analisis primal, dual dan sensitivitasnya. 39

56 Analisis Optimalisasi Setelah model transportasi diselesaikan dengan bantuan software LINDO, maka akan dilanjutkan pada tahap analisis optimalisasi distribusi. Pada tahap analisis optimalisasi distribusi, seperti yang tertera pada bab kerangka pemikiran akan dilakukan analisis primal, analisis dual dan analisis sensitivitas Analisis Primal Analisis primal pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah kombinasi yang terbaik dalam pengalokasian buah pepaya dari masing-masing daerah sumber menuju masing-masing daerah tujuan untuk mencapai tujuan berupa minimisasi biaya transportasi dengan kendala keterbatasan sumberdaya yang tersedia. Nilai reduce cost yang ada pada analisis primal menggambarkan perubahan nilai pada fungsi tujuan apabila nilai variabel (jumlah alokasi buah pepaya dari daerah sumber ke daerah tujuan) mengalami perubahan Analisis Dual Pada penelitian ini selanjutnya dilakukan analisis dual dimana pada hasil olahan LINDO tercermin dari nilai slack or surplus dan nilai dual prices-nya. Nilai slack or surplus dan nilai dual prices menggambarkan besarnya penggunaan kapasitas atau sumberdaya. Jika nilai slack or surplus tersebut sama dengan nol berarti kapasitas tersebut habis terpakai atau langka. Sebaliknya jika nilai slacknya tidak sama dengan nol berarti sumberdaya tersebut tersedia dalam jumlah berlebih. Angka slack menunjukkan jumlah kelebihan (surplus) yang ada Analisis Sensitivitas Dalam dunia nyata, kondisi optimal dapat mengalami perubahan sebagai akibat dari adanya dinamika pasar dan lain hal yang ditandai dengan adanya perubahan nilai-nilai yang terdapat dalam model yang digunakan. Perubahan yang dimaksud dapat berupa kenaikan atau penurunan terhadap nilai ruas kanan suatu kendala maupun perubahan terhadap koefisien fungsi tujuan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui pengaruh dari perubahan tersebut terhadap kondisi optimal. Analisis sensitivitas menggambarkan mengenai selang kepekaan apabila terjadi perubahan pada kondisi optimal. 40

57 Pada penelitian ini, analisis sensitivitas yang merupakan hasil olahan dari program LINDO terbagi dalam dua bagian. Bagian pertama memuat analisis tentang sensitivitas pada nilai-nilai koefisien fungsi tujuan (Objective Coefficient Ranges) dan bagian kedua memuat analisis sensitivitas nilai ruas kanan kendalakendala (Righthand Side Ranges). Analisis sensitivitas dilakukan setelah solusi optimal tercapai untuk mengetahui sejauh mana perubahan pada koefisien dan ketersedian sumberdaya yang tidak akan mengubah solusi optimal. Pengaruh perubahan dapat dilihat dari selang kepekaan yang terdiri dari batas maksimum (allowable increase) dan batas minimum (allowable decrease). Batas maksimum merupakan batas kenaikan nilai kendala yang ditolerir agar kondisi optimal tidak mengalami perubahan, sedangkan batasan minimum adalah batas penurunan nilai kendala yang ditolerir agar tidak mengubah kondisi optimal. Semakin sempit selang kepekaan yang dimiliki maka akan semakin peka kendala tersebut dalam mengubah solusi optimal yang telah dicapai Analisis Penyimpangan Analisis penyimpangan dilakukan dengan membandingkan keadaan aktual dan keadaan optimal. Jika ada perbedaan antara keadaan aktual dan keadaan optimal, maka hal tersebut merupakan biaya yang dapat dihemat oleh STA dalam melakukan distribusi buah pepaya Definisi Operasional Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Distribusi adalah proses pemindahan produk dari petani pemasok menuju konsumen (pasar) yang membutuhkan. 2) Biaya distribusi adalah total biaya biaya yang dikeluarkan mulai dari pembelian buah pepaya dari pemasok hingga buah selesai diangkut menuju pasar, yang terdiri dari biaya pembelian buah, biaya pengemasan, biaya penyusutan, biaya administrasi umum, biaya pemasaran dan biaya transportasi buah. 3) Daerah sumber adalah daerah dimana terdapat pasokan buah pepaya yang siap dikirim ke STA Rancamaya untuk dipasarkan. 41

58 4) Daerah tujuan adalah daerah yang menerima pasokan buah pepaya dari STA Rancamaya. 5) Keadaan aktual adalah kegiatan distribusi buah pepaya yang sedang terjadi di STA Rancamaya. 6) Keadaan optimal adalah keadaan kegiatan distribusi buah pepaya yang terbaik yaitu pencapaian biaya transportasi minimum. 42

59 V. GAMBARAN UMUM STA RANCAMAYA BOGOR 5.1. Perkembangan STA Rancamaya Bogor Sub Terminal Agribisnis Rancamaya Bogor didirikan pada tahun 2003 berdasarkan dana dari pemerintah pusat dengan maksud membantu pemasaran produk pertanian. Fenomena pemasaran komoditas pertanian yang selama ini berkembang mempunyai mata rantai yang panjang mulai dari petani produsen, pedagang pengumpul, tengkulak, pedagang besar hingga kosumen. Hal tersebut mengakibatkan adanya kerugian, oleh karena itu dengan adanya STA di Kota Bogor yang merupakan infrastruktur pasar diharapkan tidak hanya sebagai tempat transaksi jual beli, namun juga sebagai wadah yang dapat mengkoordinasikan berbagai kepentingan pelaku agribisnis serta tempat berkomunikasi dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang dihadapi. Pada awal didirikan, kegiatan STA Rancamaya tidak berjalan dengan baik dikarenakan sarana dan prasarana yang belum lengkap. Di tahun 2008 pemerintah menambah perlengkapan untuk menunjang kegiatan operasional STA. Kegiatan STA baru berjalan mulai tahun 2008 dengan kegiatan pemasaran buah-buahan segar dan olahan kripik pisang dan keripik talas. Kemudian pada tahun 2009 STA mendapatkan dana untuk perbaikan sarana sehingga kegiatan operasional STA dapat berjalan dengan lancar. STA Rancamaya berlokasi di Jl. Raya Rancamaya RT.01/RW.01 Kampung Rancamaya Kidul, Desa Rancamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. STA Rancamaya berbagi areal dengan Terminal Agribisnis Rancamaya yang berfokus pada komoditi ikan hias. Lokasi STA tersebut berjarak sekitar enam kilometer dari pusat Kota Bogor. Batas-batas areal STA meliputi: 1) Sebelah Utara : Dusun Legokmuncang, Desa Rancamaya dan Jalan Rancamaya 2) Sebelah Selatan : Sungai Cikereteg 3) Sebelah Timur : Sungai Cikereteg 4) Sebelah Barat : Desa Bitungsari (Kabupaten Bogor) 43

60 5.2. Aktivitas pada STA Rancamaya Bogor Fokus kegiatan yang dilakukan oleh STA Rancamaya diantaranya adalah, memperpendek rantai pemasaran produk pertanian, serta mendorong meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui akses permodalan, keterampilan dan pengetahuan. Hingga saat ini STA telah melakukan pemasaran untuk produk buah-buahan segar yang diproduksi oleh petani di wilayah Bogor dan sekitarnya, serta melakukan kegiatan olahan yaitu produsi kripik pisang dan kripik talas. Buah-buahan segar yang dipasarkan STA diantaranya adalah jambu, pisang, alpukat, manggis, sirsak, bengkuang dan pepaya. STA Rancamaya berupaya membantu pemasaran produk yang dihasilkan oleh petani di wilayah Bogor dan sekitarnya. Sejumlah gapoktan telah terdaftar sebagai mitra STA (Lampiran 3), namun gapoktan-gapoktan tersebut belum dapat memasok produk yang mereka hasilkan secara rutin melalui STA. Sementara itu petani yang tergabung dengan STA berjumlah sembilan belas petani (Tabel 13), namun dari sembilan belas petani tersebut yang aktif dan kontinyu memasarkan produk berupa buah pepaya melalui STA hanya empat petani, yakni Pak Acu, Pak Baban, Pak Zaenudin, dan Pak Karmita. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani, STA juga memberikan keterampilan dan pengetahuan melalui kerjasama dengan Pusat Kajian Buah Tropika LPPM IPB. Produk yang dihasilkan oleh petani akan dipasarkan ke pasar tradisonal maupun pasar modern. Hingga saat ini produk dipasarkan menuju PT. Hero Supermarket, Pasar Induk Cibitung, Pasar Induk Kramat Jati dan toko-toko buah. Saat ini STA sedang berusaha memperluas pasar dengan mencoba membuka kerjasama dengan PT. Carrefour Surabaya. STA juga melakukan kegiatan promosi dengan mengikuti pameran-pameran diantaranya seperti Agrinex, Surabaya Expo, Batam Expo dan Penas Kalimantan. Sarana dan prasarana yang dimiliki STA dalam melaksanakan kegiatan operasional diantaranya adalah gedung STA, gudang dan cold storage yang saat ini dimanfaatkan untuk pengolahan aneka kripik, alat-alat pengolahan seperti vacuum fraying, slicer, molen dan oven, alat grading dan packaging. Melalui kegiatan yang dilaksanakan serta ditunjang dengan sarana dan prasarana yang dimiliki diharapkan STA akan 44

61 dikenal lebih luas sehingga produk yang dihasilkan petani dapat tersalurkan dengan lebih baik. Tabel 13. Daftar Petani yang Tergabung dengan STA Rancamaya Bogor No. Nama Komoditi Alamat 1 Acu Pepaya Bangkok, Pepaya California Pasir Gaok, Bogor 2 Baban Pepaya Bangkok, Pepaya California Katulampa, Bogor Setiawan 3 H. Soleh Pepaya Bangkok Cibungbulang, Bogor 4 Ifan Pisang Caringin, Bogor 5 Rahmat Beras Cisarua, Bogor 6 Badri Sayuran, Jambu Kristal Cisarua, Bogor 7 M. Nur Sobah Susu, Pupuk Organik Cisarua, Bogor 8 Ahmad Bastari Ubi Jalar Situ Gede, Bogor 9 M. Nasihin Jambu Kristal Mega Mendung, Bogor 10 H. Enjah Jamur Tiram Cikaret, Bogor 11 Pipi Pisang, Talas, Ubi Kayu Pamoyanan, Bogor 12 Udin Jambu klutuk, Jambu Merah, Nanas Mega Mendung, Bogor 13 Amin Beras Organik Mulya Harja, Bogor 14 Zaenudin Jambu Biji, Pepaya Bangkok, Pepaya California Suka Resmi, Cilebut, Bogor 15 Karmita Bengkuang, Pepaya Bangkok, Pepaya Katulampa, Bogor California 16 Agi Manggis Tasikmalaya 17 M. Sinar Manggis Leuwisadeng, Bogor 18 Wawan Pisang Raja, Pisang Kepok, pisang Cijeruk, Bogor Ambon 19 Enjang Manggis, Alpukat, Jambu Jamaika, Sirsak Leuwiliang, Bogor 5.3. Struktur Organisasi STA Rancamaya Bogor Sub Terminal Agribisnis Rancamaya Bogor memiliki visi membangun jejaring agribisnis, dan untuk mencapai visi tersebut, STA Rancamaya memiliki empat misi yaitu memperluas jaringan pasar, mengurangi mata rantai penjualan, mengembangkan produk pertanian dan memberikan nilai tambah untuk produk pertanian. Sementara itu tujuan didirikannya STA Rancamaya adalah menjadikan STA sebagai farmgate market tahun 2011, STA sebagai sarana tempat pemasaran bagi petani, kelompok tani, serta gabungan kelompok tani yang ada di Bogor dan sekitarnya, serta STA sebagai pusat informasi pasar dan teknologi. Terdapat empat sasaran yang ingin dicapai STA, yakni meningkatnya peran STA sebagai sarana pemasaran produk pertanian baik secara langsung maupun tidak langsung, terjadinya kemitraan yang saling menguntungkan antara pelaku pasar di STA 45

62 Rancamaya, terbangunnya kelembagaan pemasaran petani yang mandiri, dan meningkatnya pendapatan petani dan pelaku pasar anggota STA Rancamaya. STA Rancamaya berada di bawah tanggung jawab Dinas Pertanian Kota Bogor yang dipegang oleh Bapak Wawan Darwan. Struktur organisasi STA Rancamaya terdiri dari ketua yang dipegang oleh Bapak Wardoyo dan didampingi oleh satu orang sekretaris dan satu orang bendahara. Kegiatan operasional STA dilakukan oleh empat divisi yakni bidang perencanaan dan pengadaan produk, bidang promosi dan pemasaran, bidang sarana dan permodalan, bidang keamanan dan kebersihan. Penanggung Jawab Wawan Darwan, SP, MM. Ketua Wardoyo, SP. Sekretaris Dede Iskandar Bendahara Lisa Mayasari, SE. Bidang Perencanaan dan Pengadaan Produk Bidang Promosi dan Pemasaran Bidang Sarana dan Permodalan Bidang Keamanan dan Kebersihan Gambar 5. Bagan Struktur Organisasi Sub Terminal Agribisnis Rancamaya Bogor 46

63 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Pola Distribusi Buah Pepaya pada STA Rancamaya Salah satu kegiatan STA Rancamaya sebagai infrastruktur pemasaran adalah mendistribusikan produk yang dihasilkan oleh petani menuju pasar. Produk yang didistribusikan adalah berbagai macam buah-buahan segar. Penelitian ini berfokus pada distribusi buah pepaya yang dilakukan oleh STA Rancamaya Bogor. Petani pemasok buah pepaya yang secara kontinyu mengirimkan produknya berjumlah empat orang petani. Bentuk kerjasama antara petani pemasok dengan STA ditandai dengan adanya perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Pasar yang menjadi tujuan STA dalam menyalurkan produk pepaya berjumlah empat pasar atau konsumen. Perjanjian tertulis dengan konsumen hanya dilakukan dengan pihak PT. Hero Supermarket saja, sedangkan dengan konsumen lainnya tidak terdapat perjanjian secara tertulis. Daftar nama pemasok dan konsumen atau pasar yang terlibat dalam distribusi buah pepaya oleh STA Rancamaya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Daftar Nama Pemasok dan Konsumen Buah Pepaya STA Rancamaya No Pemasok Alamat 1 Bapak Baban (P1) Katulampa, Bogor 2 Bapak Acu (P2) Pasir Gaok, Bogor 3 Bapak Zaenudin (P3) Suke Resmi, Cilebut 4 Bapak Karmita (P4) Katulampa, Bogor Konsumen Alamat 1 PT. Hero Supermarket (K1) Cibitung, Jakarta 2 Toko Buah Berkat (K2) Sukasari, Bogor 3 Kios Buah Pak Ibeng (K3) Ciomas, Bogor 4 Kios Buah Pak Dulloh (K4) Ciomas, Bogor Petani pemasok buah pepaya tersebut sebagian besar adalah pengumpul buah dari para petani sekitar. Pemasok P1 yakni Pak Baban tergabung dalam poktan Sahabat Tani yang hanya memasok buah pepaya saja. Sementara itu pemasok P2 atau Bapak Acu merupakan pengumpul yang memasok buah pepaya saja pada STA. Pemasok P3 atau Bapak Zaenudin merupakan pengumpul yang memasok buah jambu biji dan pepaya pada STA, sedangkan pemasok P4 atau Pak Karmita merupakan petani yang memasok buah bengkuang dan pepaya pada STA. Penentuan harga produk dilakukan melalui cara negosiasi dengan pemasok maupun konsumen dan tidak menutup kemungkinan harga dapat berubah-ubah 47

64 dikarenakan harga produk yang terkadang berfluktuasi. Sistem pembayaran untuk seluruh pemasok dilakukan secara tunai setiap dua minggu sekali. Sementara itu PT. Hero Supermarket melakukan pembayaran pada STA dengan mentransfer melalui rekening setiap dua minggu sekali, sedangkan konsumen lainnya melakukan pembayaran secara tunai setiap kali produk dikirim. Petani memasok buah pepaya sesuai dengan standar dan jumlah yang diminta oleh pasar, namun terkadang pasokan dari petani tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Penyebab petani tidak dapat memenuhi permintaan adalah buah yang diproduksi tidak sesuai dengan standar pemintaan pasar, terutama untuk buah yang dikirim ke PT. Hero Supermarket. Jika pasokan dari petani tidak dapat mencukupi permintaan pasar, STA tidak mencari tambahan pasokan buah pepaya untuk memenuhi permintaan pasar. STA hanya mengirimkan barang sesuai dengan jumlah yang dipasok oleh petani. Jumlah permintaan pasar yang belum dapat terpenuhi dapat dikatakan sebagai peluang bagi para petani untuk meingkatkan kualitas dan kuantitas buah pepaya yang mereka produksi. Terdapat dua jenis produk pepaya yang didistribusikan yakni pepaya california dan pepaya bangkok. Pepaya dengan kualitas yang baik atau grade A dikirim untuk PT. Hero Supermarket, sedangkan pepaya dengan grade B dikirim untuk toko buah dan kios buah. Pola distribusi buah pepaya di STA Rancamaya Bogor diawali dengan diterimanya order dari masing-masing konsumen. Jumlah produk yang diorder biasanya dikirim lewat faximili atau telepon, kemudian dicatat oleh petugas STA. Setelah itu dilakukan tahap selanjutnya yakni pembelian produk dari para pemasok yang dilakukan dengan pemesanan via telepon. Pengumpulan buah pepaya menuju STA dikelompokkan dalam dua cara, yakni diantar atau dijemput sesuai dengan kesepakatan antara STA dengan petani pemasok. Dua pemasok yakni Pak Acu dan Pak Zaenudin memilih mengantarkan sendiri produk mereka menuju STA Rancamaya, sedangkan dua pemasok lainnya yakni Pak Baban dan Pak Karmita meminta pihak STA untuk mengambil buah pepaya yang akan dipasarkan. Buah pepaya yang telah terkumpul kemudian ditimbang, setelah itu dilakukan proses penyortiran dan grading. Proses sortasi dan grading yaitu 48

65 pemilihan dan pengkelasan buah pepaya menurut kualitasnya yang dibedakan menjadi pepaya grade A dan pepaya grade B. Pepaya grade A merupakan pepaya dengan kualitas sesuai dengan permintaan dari pihak PT. Hero Supermarket. Sedangkan pepaya grade B adalah pepaya yang akan dikirim menuju toko dan kios buah. Standar grade A untuk pepaya california adalah buah berbentuk lonjong dengan kulit mulus berwarna hijau dan bobot buah antara 0,8 kilogram sampai 1,7 kilogram. Sementara itu untuk kriteria pepaya bangkok dengan standar grade A adalah adanya tiga sampai empat colat pada kulit buah dan bobot buah antara 1 kilogram sampai 2 kilogram. Pepaya dengan kriteria di luar itu termasuk pada pepaya grade B. Menurut pihak STA, produk yang telah terkumpul di gudang STA sebagian besar sudah sesuai dengan standar karena sortasi dan grading juga sudah dilakukan oleh pihak pemasok. Produk yang tidak sesuai dengan standar setelah dilakukan sortasi akan dikembalikan pada pemasok. Tahap selanjutnya setelah buah pepaya disortir dan dikelaskan sesuai dengan kualitasnya adalah pengemasan produk. Tidak ada pengemasan yang khusus untuk buah pepaya. Pengemasan dilakukan secara sederhana yakni dengan membungkus buah pepaya menggunakan koran bekas. Setelah itu diberikan label pada buah pepaya yang telah dibungkus dengan koran dan pepaya siap dikirim pada konsumen. Pengiriman buah pepaya pada masing-masing konsumen dilakukan sesuai dengan permintaan konsumen. Buah pepaya yang dikirim menuju PT. Hero Supermarket dilakukan secara rutin setiap hari Senin, Rabu dan Sabtu, sedangkan untuk toko buah dan kios buah dilakukan di hari lain setiap dua atau tiga kali seminggu tergantung permintaan. Sebelum pengiriman dilakukan petugas harus memastikan terlebih dahulu produk yang akan dikirim telah sesuai dengan permintaan serta membawa faktur order. Setelah itu buah pepaya siap untuk diangkut dan diantar menggunakan armada yang dimiliki STA. Armada yang digunakan dalam proses distribusi buah pepaya di STA Rancamaya saat ini adalah satu unit mobil bak. Saat jumlah permintaan dari konsumen meningkat, STA pernah menggunakan armada tambahan dengan cara menyewa mobil tambahan. Setelah produk dikirim dan sampai di tangan konsumen, pihak konsumen akan melakukan pemeriksaan dengan menyortir apakah buah pepaya yang dikirim 49

66 telah sesuai dengan standar permintaan. Selama ini pihak toko dan kios buah tidak pernah mengembalikan produk yang telah dikirim. Pengembalian produk atau retur seringkali terjadi dari PT. Hero Supermarket, hal tersebut dikarenakan standar permintaan yang tinggi dari pihak PT. Hero Supermarket. Oleh karena itu produk yang dikirimkan ke PT. Hero Supermarket harus dipastikan bahwa kualitasnya telah sesuai standar. Jika tidak dipastikan dengan baik kualitas buah pepaya yang dikirim, maka jumlah produk yang diretur akan semakin meningkat dan mengakibatkan kerugian Struktur Biaya Distribusi Buah Pepaya pada STA Rancamaya Biaya distribusi buah pepaya dalam penelitian ini adalah biaya yang dikeluarkan mulai dari pembelian buah pepaya dari pemasok hingga buah selesai diangkut menuju pasar atau konsumen. Biaya distribusi terdiri dari biaya pembelian buah, biaya pengemasan, biaya penyusutan, biaya administrasi umum, biaya pemasaran dan biaya transportasi buah. Biaya pembelian buah dihitung berdasarkan harga beli dan jumlah buah yang dibeli dari petani pemasok. Harga beli buah pepaya dari masing-masing pemasok berbeda-beda. Pepaya bangkok grade A dihargai dengan kisaran harga rupiah per kilogram, sedangkan untuk grade B dihargai Rp 1.800,00 per kilogram. Pepaya california grade A dihargai dengan kisaran rupiah per kilogram dan seharga Rp 2.500,00 per kilogram untuk grade B. Rincian biaya pembelian dari masingmasing pemasok dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Rincian Biaya Pembelian Buah Pepaya pada Bulan April 2011 Pemasok Pepaya Bangkok Grade A Pepaya California Grade A Jumlah Pepaya Bangkok Grade B Pepaya California Grade B Biaya Pembelian P kg kg 130 kg 365 kg Rp ,00 P2 800 kg kg 0 kg 0 kg Rp ,00 P3 0 kg 0 kg 815 kg 174 kg Rp ,00 P4 342 kg 690 kg 0 kg 0 kg Rp ,00 Total Rp ,00 Biaya pengemasan buah pepaya dihitung berdasarkan jumlah koran dan stiker label yang dibutuhkan selama satu bulan. Pada bulan April 2011 terdapat 50

67 kilogram atau sekitar buah pepaya yang harus dikemas untuk dipasarkan. Harga koran bekas yang digunakan untuk membungkus buah pepaya adalah Rp 7.000,00 per kilogram sedangkan harga pembuatan stiker label adalah Rp 1000,00 per lembar. Koran yang dibutuhkan untuk mengemas buah pepaya pada bulan April sebanyak 538 kilogram koran bekas dan stiker label yang dibutuhkan sebanyak 194 lembar. Sehingga biaya yang dikeluarkan untuk membeli koran bekas adalah Rp ,00 dan biaya yang dikeluarkan untuk membuat stiker label adalah Rp ,00. Jadi total biaya pengemasan buah pepaya pada bulan April 2011 adalah sebesar Rp ,00. Besarnya biaya penyusutan dihitung berdasarkan jumlah barang yang susut karena proses pengangkutan atau penyortiran buah. Pada bulan April 2011 banyaknya penyusutan buah pepaya adalah sekitar 85 kilogram, sehingga besarnya biaya penyusutan adalah Rp ,00. Kemudian untuk biaya administrasi umum adalah biaya yang dikeluarkan untuk gaji karyawan dan biayabiaya peralatan administrasi kantor lainnya. Besarnya biaya administrasi umum pada bulan April 2011 adalah Rp ,00. Biaya pemasaran merupakan biaya yang harus dikeluarkan berdasarkan negosiasi dengan pihak konsumen. Konsumen yang dimaksud dalam biaya pemasaran ini adalah pihak PT. Hero Supermarket, dimana saat melakukan kerjasama dengan PT. Hero Supermarket ada biaya yang harus dikeluarkan oleh pemasok untuk kepentingan promosi produk yang dipasok pada PT. Hero Supermarket. Besarnya biaya pemasaran yang harus dikeluarkan pada bulan April 2011 adalah sebesar Rp ,00. Biaya transportasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut buah dari pemasok hingga ke pasar. Biaya transportasi yang dikeluarkan oleh STA antara lain adalah biaya pengumpulan buah pepaya dari petani pemasok yakni Pak Baban (P1) dan Pak Karmita (P4) yang meminta pihak STA untuk menjemput buah pepaya dari tempatnya dan biaya pengiriman dari STA menuju masingmasing pasar. Total biaya transportasi buah pepaya pada bulan April 2011 adalah Rp ,00. 51

68 Tabel 16. Proporsi Masing-Masing Komponen Biaya Distribusi Buah Pepaya pada Bulan April 2011 Struktur Biaya Distribusi Biaya Proporsi Biaya pembelian Rp ,00 82,00 % Biaya pengemasan Rp ,00 5,35 % Biaya penyusutan Rp ,00 0,22 % Biaya administrasi umum Rp ,00 4,72 % Biaya pemasaran Rp ,00 0,40 % Biaya transportasi Rp ,00 7,31 % Total biaya distribusi Rp ,00 100,00 % Total biaya distribusi buah pepaya pada bulan April sebesar Rp ,00. Komponen biaya distribusi buah pepaya dengan proporsi terbesar adalah biaya pembelian buah pepaya yang mencapai 82,00 persen dari total biaya distribusi. Kemudian proporsi komponen biaya terbesar kedua adalah biaya transportasi dengan proporsi sebesar 7,31 persen dari total biaya distribusi. Selanjutnya proporsi biaya pengemasan sebesar 5,35 persen, biaya administrasi umum sebesar 4,72 persen, serta biaya pemasaran sebesar 0,40 persen dan biaya penyusutan sebesar 0,22 persen (Tabel 16). Sementara itu jika melihat nilai penjualan buah pepaya di bulan April 2011, maka dapat dihitung laba yang diperoleh STA dalam kegiatan distribusi buah pepaya ini. Nilai penjualan dihitung berdasarkan harga jual dan jumlah buah pepaya yang dibeli oleh masing-masing konsumen. Konsumen utama dari kegiatan pemasaran buah pepaya adalah PT. Hero Supermarket (K1). Hal tersebut tampak dari volume penjualan buah pepaya yang cukup besar, mencapai kilogram buah pepaya bangkok dan kilogram buah pepaya california. Harga yang ditawarkan oleh masing-masing konsumen berbeda-beda. Harga tertinggi ditawarkan oleh PT. Hero Supermarket (K1) dikarenakan kualitas buah yang diminta berstandar tinggi. Harga yang ditawarkan oleh PT. Hero Supermarket (K1) untuk pepaya bangkok grade A adalah Rp 4.000,00 per kilogram dan Rp 6.000,00 per kilogram untuk buah pepaya california grade A. Sementara itu pepaya bangkok grade B dihargai Rp 3.000,00 per kilogram oleh Toko Buah Berkat (K2) dan Rp 2.800,00 per kilogram oleh Kios Buah Pak Ibeng (K3) serta harga yang sama dengan Kios Buah Pak Dulloh (K4). Lalu untuk pepaya california grade B, Toko Buah Berkat (K2) menawarkan harga Rp 4.000,00 per 52

69 kilogram, sedangkan Pak Ibeng (K3) dan Pak Dulloh (K4) menawarkan harga Rp 3.500,00 per kilogram. Rincian nilai penjualan buah pepaya pada bulan April 2011 dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Rincian Nilai Penjualan Buah Pepaya pada Bulan April 2011 Konsumen Pepaya Bangkok Grade A Jumlah penjualan Pepaya Pepaya California Bangkok Grade A Grade B Pepaya California Grade B Nilai Penjualan K kg kg 0 kg 0 kg Rp ,00 K2 0 kg 0 kg 225 kg 540 kg Rp ,00 K3 0 kg 0 kg 480 kg 200 kg Rp ,00 K4 0 kg 0 kg 400 kg 105 kg Rp ,00 Total Rp ,00 Total nilai penjualan buah pepaya pada bulan April 2011 mencapai Rp ,00. Dapat dihitung laba kotor yang diperoleh oleh STA melalui cara mengurangi nilai penjualan dengan biaya pembelian yakni sebesar Rp ,00 sedangkan laba bersih STA dapat diketahui dengan cara mengurangi nilai penjualan dengan total biaya distribusi. Laba bersih yang diperoleh STA pada bulan April 2011 adalah Rp ,00 (Tabel 18). Biaya transportasi merupakan biaya terbesar kedua setelah biaya pembelian buah. Proporsi biaya transportasi dibandingkan dengan laba kotor yang diperoleh adalah sebesar 26 persen. Hal tersebut merupakan nilai yang cukup tinggi, karena biaya transportasi mengambil seperempat bagian dari laba kotor STA yang berakibat pada kecilnya laba bersih yang diperoleh STA. Besarnya biaya transportasi tersebut tergantung pada bagaimana pengalokasian produk dari pemasok menuju konsumen. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana pengalokasian atau distribusi buah pepaya yang optimal agar biaya transportasi dapat diminimalisir. 53

70 Tabel 18. Analisis Laba Rugi Distribusi Buah Pepaya Bulan April 2011 Analisis Laba Rugi Distribusi Buah Pepaya Bulan April 2011 nilai penjualan Rp ,00 biaya pembelian Rp ,00 biaya pengemasan Rp ,00 biaya penyusutan Rp ,00 biaya administrasi umum Rp ,00 biaya pemasaran Rp ,00 biaya transportasi Rp ,00 total biaya Rp ,00 laba kotor (nilai penjualan-biaya pembelian) Rp ,00 laba bersih (nilai penjualan-total biaya distribusi) Rp , Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya pada STA Rancamaya Komposisi Distribusi Optimal Fungsi tujuan yang ingin dicapai adalah minimisasi biaya transportasi buah pepaya yang dapat tercapai melalui komposisi alokasi distribusi yang optimal. Komposisi distribusi optimal dapat dilihat dari hasil olahan model transportasi menggunakan software LINDO. Komposisi distribusi optimal buah pepaya bangkok dan california dapat dilihat pada Tabel 19. Komposisi distribusi optimal tersebut menunjukkan berapa jumlah alokasi buah pepaya dari masingmasing daerah sumber menuju masing-masing daerah tujuan. Hasil olahan software LINDO yang lebih lengkap untuk buah pepaya bangkok dapat dilihat pada Lampiran 5 dan untuk pepaya california dapat dilihat pada Lampiran 6. Biaya transportasi minimum yang dapat dicapai pada kondisi optimal adalah sebesar Rp ,00 untuk transportasi buah pepaya bangkok dan sebesar Rp ,00 untuk transportasi buah pepaya california. Sehingga total biaya transportasi buah pepaya pada kondisi optimal adalah sebesar Rp ,00. 54

71 Tabel 19. Komposisi Distribusi Optimal Buah Pepaya pada STA Rancamaya Variabel Pepaya Bangkok Pepaya California x kg kg x kg 215 kg x13 0 kg 42 kg x14 0 kg 108 kg x kg kg x22 0 kg 0 kg x kg 0 kg x24 0 kg 0 kg x31 0 kg 0 kg x kg 0 kg x kg 174 kg x kg 0 kg x kg 690 kg x42 0 kg 0 kg x43 0 kg 0 kg x44 0 kg 0 kg Total kg kg Dilihat dari komposisi distribusi buah pepaya yang optimal, tampak bahwa jalur pasokan yang diutamakan adalah pemenuhan permintaan dari konsumen K1 yang dapat dipasok terlebih dahulu dari pemasok P1 dan P4, kemudian barulah dari pemasok P2. Pemenuhan permintaan untuk konsumen K1 sebaiknya didahulukan karena volume permintaan dari konsumen K1 lebih besar dibandingkan dengan konsumen lainnya, dan permintaan buah pepaya dari konsumen ini merupakan permintaan dengan standar grade A sehingga harus lebih diperhatikan dari segi kualitas buah yang dipasok. Setelah itu barulah memenuhi permintaan untuk konsumen K3 dan K4 yang sebaiknya dipasok dari pemasok P2 dan P3 karena biaya transportasi yang lebih murah. Kemudian untuk yang terakhir barulah memenuhi permintaan dari konsumen K Analisis Model Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya Bangkok Analisis Primal Analisis primal dilakukan untuk mengetahui jumlah kombinasi yang terbaik dalam mencapai tujuan Z dengan kendala keterbatasan sumberdaya yang tersedia, sedangkan nilai reduce cost menggambarkan perubahan nilai pada fungsi 55

72 tujuan apabila nilai variabel (alokasi distribusi buah pepaya dari daerah sumber ke daerah tujuan) mengalami perubahan. Jumlah alokasi distribusi optimal buah pepaya bangkok dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Alokasi Distribusi Optimal Buah Pepaya Bangkok (Kilogram) di STA Rancamaya Bogor Daerah Sumber Derah Tujuan K1 K2 K3 K4 Dummy Supply P P P P Demand Hasil olahan model transportasi buah pepaya bangkok yang tampak pada Tabel 20, menggambarkan alokasi distribusi buah pepaya bangkok yang optimal dari masing-masing daerah sumber menuju masing-masing daerah tujuan. Alokasi buah pepaya bangkok yang optimal dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Buah pepaya bangkok yang berasal dari pemasok P1 yakni Pak Baban sebaiknya dialokasikan menuju konsumen K1 yakni PT. Hero Supermarket sebanyak kilogram dan kepada konsumen K2 yakni Toko Buah Berkat sebanyak 114 kilogram. 2) Sebaiknya buah pepaya bangkok yang ditawarkan oleh pemasok P2 yakni Pak Acu disalurkan menuju konsumen K1 atau PT. Hero Supermarket sebanyak 558 kilogram dan menuju konsumen K3 atau kios buah Pak Ibeng sebanyak 242 kilogram. 3) Pepaya bangkok dengan grade B yang dihasilkan oleh pemasok P3 atau Bapak Zaenudin lebih baik disalurkan sebanyak 121 kilogram menuju konsumen K2 atau Toko Buah Berkat, 262 kilogram menuju konsumen K3 atau kios buah Pak Ibeng dan sebanyak 432 kilogram disalurkan menuju konsumen K4 atau kios buah Pak Dulloh. 4) Petugas STA sebaiknya menyalurkan seluruh pasokan buah pepaya bangkok dari pemasok P4 yakni Bapak Karmita menuju PT. Hero supermarket sebanyak 342 kilogram. 5) Dummy destination sebanyak 16 kilogram yang berasal dari pemasok P1 berarti bahwa sebanyak 16 kilogram buah pepaya bangkok yang berasal dari pemasok P1 tidak dapat disalurkan kepada konsumen. Fakta di lapang, 56

73 sebenarnya jarang sekali terjadi penumpukkan stok buah pepaya di gudang. Saat di lapang, dummy destination dapat diartikan sebagai penyusutan yang terjadi atau buah yang dikembalikan oleh konsumen. Selain jumlah alokasi distribusi buah pepaya yang optimal, dalam hasil olahan LINDO juga terdapat nilai reduce cost. Reduce cost merupakan biaya yang muncul ketika variabel keputusan bernilai nol. Nilai reduce cost menggambarkan perubahan nilai pada fungsi tujuan saat variabel keputusan bernilai nol (berarti tidak masuk dalam solusi) dipaksakan untuk bernilai positif (berarti masuk dalam solusi). Reduce cost dapat bernilai positif maupun negatif. Pada kasus model transportasi dengan minimisasi fungsi tujuan, reduce cost yang bernilai positif berarti setiap panambahan jumlah alokasi akan meningkatkan total biaya distribusi. Reduce cost yang bernilai negatif memiliki arti bahwa adanya perbaikan nilai pada fungsi tujuan yang disebabkan adanya penambahan jumlah alokasi distribusi. Tabel 21. Nilai Reduce Cost pada Komposisi Distribusi Optimal Pepaya Bangkok Daerah Sumber Derah Tujuan K1 K2 K3 K4 Dummy P P P P Nilai reduce cost pada komposisi distribusi optimal buah pepaya bangkok dapat dilihat pada Tabel 21. Hasil output menunjukkan bahwa nilai reduce cost bernilai nol untuk seluruh variabel, hanya variabel dummy saja yang memiliki nilai 59 yang berasal dari pemasok P2 dan P3. Nilai reduce cost yang terdapat pada variabel dummy tidak perlu diperhatikan karena sebenarnya dummy destination yang merupakan daerah tujuan tersebut tidak ada Analisis Dual Pada model transportasi buah pepaya bangkok memiliki tiga puluh kendala. Jumlah kendala yang perlu dianalisis dari tiga puluh kendala tersebut hanyalah 9 kendala, yakni kendala yang berkaitan dengan jumlah kapasitas atau sumberdaya. Kendala yang lainnya tidak perlu dianalisi karena kendala ini merupakan kendala non negativitas dan bukan merupakan kendala sumberdaya. 57

74 Analisis dual terhadap komposisi distribusi optimal buah pepaya bangkok dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Analisis Dual terhadap Komposisi Distribusi Optimal Pepaya Bangkok No. Kendala Slack or Surplus Dual Prices 1 Penawaran P1 (Pak Baban) Penawaran P2 (Pak Acu) Penawaran P3 (Pak Zaenudin) Penawaran P4 (Pak Karmita) Permintaan K1 (PT. Hero Supermarket) Permintaan K2 (Toko Buah Berkat) Permintaan K3 (Kios Buah Pak Ibeng) Permintaan K4 (Kios Buah Pak Dulloh) Dummy Destination 0 0 Terlihat pada hasil olahan software LINDO yang ditunjukkan oleh Tabel 22, bahwa seluruh kendala baik kendala penawaran maupun kendala permintaan memiliki slack or surplus yang bernilai nol. Hal tersebut berarti bahwa tidak ada sumberdaya yang tersisa atau sumberdaya tersebut telah habis terpakai. Sementara itu untuk nilai dual prices pada kendala 1 sebesar nol berarti bahwa setiap penambahan penawaran buah pepaya bangkok yang dilakukan oleh Pak Baban tidak akan merubah total biaya transportasi pada kondisi optimum. Hal tersebut juga berlaku untuk kendala 4 dan kendala 9. Pada kendala 2 dan 3, dual price-nya bernilai 59 yang berarti bahwa jika pasokan buah pepaya dari pemasok P2 (Pak Acu) dan pemasok P3 (Pak Zaenudin) ditambah sebanyak 100 kilogram maka total biaya transportasi akan berkurang sebesar Rp 5.900,00. Sementara itu untuk kendala permintaan yang memiliki nilai dual price negatif berarti setiap penambahan permintaan akan berakibat pada bertambahnya total biaya transportasi. Sebagai contoh adalah pada kendala 5, apabila terjadi peningkatan permintaan buah pepaya bangkok sebanyak 100 kilogram dari PT. Hero Supermarket maka total biaya transportasi yang dikeluarkan akan meningkat sebesar Rp , Analisis Sensitivitas Pada penelitian ini, analisis sensitivitas yang merupakan hasil olahan dari program LINDO terbagi dalam dua bagian. Bagian pertama memuat analisis tentang sensitivitas pada nilai-nilai koefisien fungsi tujuan (objective coefficient ranges) yakni biaya transportasi buah dan bagian kedua memuat analisis 58

75 sensitivitas nilai ruas kanan kendala-kendala (righthand side ranges). Penjelasan mengenai analisis sensitivitas biaya transportasi dan kendala distribusi buah pepaya bangkok dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Analisis Sensitivitas Biaya Transportasi Buah Pepaya Bangkok Analisis sensitivitas biaya transportasi buah pepaya bangkok menjelaskan interval perubahan nilai-nilai koefisien fungsi tujuan yakni biaya transportasi buah pepaya bangkok yang diizinkan agar nilai optimal variabel keputusan tidak berubah. Hasil olahan software LINDO yang menunjukkan analisis sensitivitas biaya transportasi buah pepaya bangkok dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Analisis Sensitivitas Biaya Transportasi Buah Pepaya Bangkok Jarak Obj Coefficient Ranges Current Coef Allowable Increase Allowable Decrease Dari P1 menuju K INFINITY Dari P1 menuju K Dari P1 menuju K3 363 INFINITY 0 Dari P1 menuju K4 363 INFINITY 0 Dari P2 menuju K1 239 INFINITY 0 Dari P2 menuju K2 353 INFINITY 0 Dari P2 menuju K INFINITY Dari P2 menuju K4 304 INFINITY 0 Dari P3 menuju K1 239 INFINITY INFINITY Dari P3 menuju K Dari P3 menuju K Dari P3 menuju K Dari P4 menuju K INFINITY Dari P4 menuju K2 412 INFINITY 0 Dari P4 menuju K3 363 INFINITY 0 Dari P4 menuju K4 363 INFINITY 0 Pada Tabel 23, tampak bahwa selang kepekaan perubahan biaya transportasi buah pepaya bangkok cukup bervariasi. Terdapat enam belas koefisien fungsi tujuan yang mencerminkan biaya distribusi dari masing-masing pemasok menuju pasar. Sebagian besar selang kepekaan biaya distribusi relatif panjang, yang tercermin dari nilai allowable decrease dan allowable increase berupa infinity. Infinity tersebut berarti batasan kenaikan atau batasan penurunan biaya transportasi adalah tidak terbatas. Selang kepekaan terpanjang adalah biaya transportasi dari pemasok P3 menuju konsumen K1 dengan nilai allowable increase dan allowable decrease yang keduanya bernilai infinity, artinya baik kenaikan maupun penurunan biaya transportasi tidak terbatas. Hal tersebut terjadi karena memang tidak dilakukan 59

76 pengiriman buah pepaya dari pemasok P3 menuju konsumen K1, sehingga perubahan biaya transportasinya tidak akan berpengaruh terhadap solusi optimal yang telah tercapai. Sementara itu selang kepekaan terpendek ada pada beberapa koefisien fungsi tujuan, diantaranya adalah biaya transportasi dari pemasok P1 menuju konsumen K2, dari pemasok P3 menuju konsumen K2, dan dari pemasok P3 menuju konsumen K3, yang tercermin dari allowable increase dan allowable decrease bernilai nol. Hal tersebut berarti tidak diperbolehkan terjadi perubahan biaya transportasi pada ketiga koefisien tersebut untuk menjaga agar solusi tetap optimal. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa ketiga koefisien fungsi tersebut merupakan koefisien yang paling peka terhadap perubahan yang terjadi. 2) Analisis Sensitivitas Kendala Penawaran dan Permintaan pada Distribusi Buah Pepaya Bangkok Analisis sensitivitas kendala penawaran dan permintaan buah pepaya bangkok menjelaskan interval perubahan nilai-nilai koefisien ruas kanan kendala dalam distribusi buah pepaya bangkok yang diizinkan agar nilai dual prices-nya tidak berubah. Hasil olahan software LINDO yang menunjukkan analisis sensitivitas kendala penawaran dan permintaan buah pepaya bangkok dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Analisis Sensitivitas Kendala Penawaran dan Permintaan Buah Pepaya Bangkok Kendala Righthand Side Ranges Current Coef Allowable Increase Allowable Decrease Penawaran P INFINITY 0 Penawaran P Penawaran P Penawaran P Permintaan K Permintaan K Permintaan K Permintaan K Dummy Destination Terlihat pada Tabel 24, bahwa seluruh nilai allowable decrease pada kendala penawaran bernilai nol. Hal tersebut berarti bahwa tidak boleh terjadi penurunan jumlah penawaran buah pepaya bangkok dari para pemasok. Jika terjadi penurunan jumlah pasokan maka akan merubah nilai dual price dan kemungkinan jumlah permintaan dari konsumen tidak dapat terpenuhi. Selang 60

77 kepekaan terpanjang ada pada kendala penawaran dari pemasok P1, dengan kenaikan jumlah pasokan yang infinity atau tidak terbatas. Sehingga dapat dikatakan kendala tersebut tidak terlalu peka terhadap perubahan. Sementara itu kenaikan jumlah pasokan yang diperbolehkan dari pemasok lainnya adalah sebesar 114 kilogram. Jadi jumlah pasokan maksimal dari pemasok P2 adalah sebanyak 914 kilogram, dari pemasok P3 sebanyak 929 kilogram dan dari pemasok P4 sebanyak 456 kilogram. Pada seluruh kendala permintaan, nilai allowable increase dan allowable decrease bernilai sama. Allowable increase dengan nilai nol memiliki arti bahwa agar nilai dual price-nya tidak berubah maka tidak diperbolehkan adanya peningkatan jumlah permintaan. Sementara itu nilai allowable decrease sebesar 114 berarti penurunan jumlah permintaan yang diperbolehkan agar tidak mengubah nilai dual price-nya adalah sebanyak 114 kilogram. Jadi jumlah permintaan minimal yang diperbolehkan adalah sebayak kilogram dari konsumen K1, 121 kilogram dari konsumen K2, 390 kilogram dari konsumen K3, dan 318 kilogram dari konsumen K4. Selang kepekaan untuk kendala dummy destination merupakan selang kepekaan yang terpendek. Dummy destination tersebut menunjukkan adanya kelebihan pasokan yang harus disimpan di gudang. Allowable increase yang bernilai nol berarti bahwa tidak boleh terjadi penambahan jumlah stok buah pepaya bangkok di gudang agar tidak terjadi perubahan pada nilai dual price-nya. Sementara itu nilai allowable decrease sebesar 16 berarti bahwa jumlah minimal pepaya bangkok yang berada di gudang adalah nol kilogram atau tidak ada stok di gudang Analisis Model Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya California Analisis Primal Sama halnya dengan analisis model optimalisasi buah pepaya bangkok, pada model optimalisasi buah pepaya california juga akan dilakukan analisis primal yang menggambarkan jumlah alokasi distribusi buah pepaya california yang paling optimal beserta nilai reduce cost yang menyertainya. Alokasi distribusi optimal buah pepaya california dapat dilihat pada Tabel

78 Tabel 25. Alokasi Distribusi Optimal Buah Pepaya California (Kilogram) di STA Rancamaya Bogor Daerah Sumber Daerah Tujuan K1 K2 K3 K4 Supply P P P P Dummy Demand Hasil olahan model transportasi buah pepaya california yang tampak pada Tabel 25 menggambarkan alokasi distribusi buah pepaya california yang paling optimal dari masing-masing daerah sumber menuju masing-masing daerah tujuan. Alokasi buah pepaya california yang optimal dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Pepaya california yang dihasilkan oleh pemasok P1 atau Bapak Baban sebaiknya disalurkan kepada konsumen K1 yakni PT. Hero Supermarket sebanyak kilogram dan untuk pepaya california dengan grade B disalurkan pada konsumen K2 atau Toko Buah Berkat sebanyak 215 kilogram, untuk konsumen K3 atau kios buah Pak Ibeng sebanyak 42 kilogram dan menuju konsumen K4 atau kios buah Pak Dulloh sebanyak 108 kilogram. 2) Seluruh buah pepaya california yang dihasilkan oleh pemasok P2 atau Pak Acu sebaiknya disalurkan pada konsumen K1 atau PT. Hero Supermarket yakni sebanyak kilogram. 3) Sebanyak 174 kilogram pepaya california dengan grade B yang ditawarkan oleh pemasok P3 atau Bapak Zaenudin sebaiknya disalurkan menuju konsumen K3 atau Kios Buah Pak Ibeng. 4) Petugas STA sebaiknya menyalurkan seluruh buah pepaya california yang dipasok oleh pemasok P4 atau Pak Karmita menuju PT. Hero Supermarket yakni sebanyak 690 kilogram. 5) Sementara itu nilai dummy sources sebanyak 392 pada konsumen K1 atau PT. Hero Supermarket menunjukkan jumlah permintaan dari PT. Hero Supermarket yang tidak dapat dipenuhi oleh STA. Sama halnya dengan nilai dummy sources sebanyak 335 pada konsumen K2 atau Toko Buah Berkat, yang berarti bahwa sebanyak 335 kilogram permintaan buah pepaya california dari Toko Buah Berkat tidak dapat terpenuhi. 62

79 Tabel 26. Nilai Reduce Cost pada Komposisi Distribusi Optimal Buah Pepaya California Daerah Daerah Tujuan Sumber K1 K2 K3 K4 P P P P Dummy Nilai reduce cost pada komposisi distribusi optimal buah pepaya california dapat dilihat pada Tabel 26. Reduce cost dari pemasok P2 menuju daerah tujuan K2, K3 dan K4 bernilai 114, begitu juga dengan nilai reduce cost yang berasal dari pemasok P4 menuju derah tujuan K3 dan K4 bernilai 114. Hal tersebut berarti jika dipaksakan menyalurkan buah pepaya california dari daerah sumber P2 menuju daerah tujuan K2, K3, K4 maupun dari daerah sumber P4 menuju K3 dan K4 akan menambah total biaya distribusi sebanyak Rp 114,00 untuk setiap kilogram buah yang dikirim Analisis Dual Seperti analisis dual yang sebelumnya dilakukan pada model optimalisasi distribusi buah pepaya bangkok, pada analisis dual untuk model optimalisasi distribusi buah pepaya california juga tercermin dari nilai slack or surplus beserta nilai dual price pada masing-masing kendala sumberdaya atau kapasitas yang dimiliki. Analisis dual terhadap komposisi distribusi optimal buah pepaya california dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Analisis Dual Terhadap Komposisi Distribusi Optimal Buah Pepaya California No. Kendala Slack or Surplus Dual Prices 1 Penawaran P1 (Pak Baban) Penawaran P2 (Pak Acu) Penawaran P3 (Pak Zaenudin) Penawaran P4 (Pak Karmita) Permintaan K1 (PT. Hero Supermarket) Permintaan K2 (Toko Buah Berkat) Permintaan K3 (Kios Buah Pak Ibeng) Permintaan K4 (Kios Buah Pak Dulloh) Dummy Sources Tampak pada Tabel 27, nilai slack or surplus untuk seluruh kendala sumberdaya yang ada baik kendala permintaan maupun penawaran bernilai nol. 63

80 Hal tersebut berarti bahwa tidak ada sumberdaya yang tersisa atau sumberdaya tersebut telah habis terpakai. Nilai dual price pada kendala 1 bernilai nol, berarti bahwa setiap penambahan penawaran buah pepaya california yang dilakukan oleh pemasok P1 (Pak Baban) tidak akan merubah total biaya transportasi pada kondisi optimum. Sementara itu untuk nilai dual price pada kendala penawaran lainnya dan dummy sources bernilai positif. Hal tersebut berarti setiap ada tambahan pasokan dari pemasok P2, P3 dan P4 akan mengurangi total biaya distribusi. Contohnya pada kendala 4, jika pasokan buah pepaya california dari pemasok P4 yaitu Pak Karmita bertambah sebanyak 100 kilogram maka total biaya transportasi akan berkurang sebesar Rp ,00. Kemudian untuk nilai dual prices pada kendala permintaan seluruhnya bernilai negatif, berarti bahwa setiap ada tambahan permintaan dari para konsumen akan diikuti pula dengan penambahan total biaya transportasi. Sebagai contoh, jika konsumen K3 yakni kios buah Pak Ibeng menambah jumlah permintaan sebanyak 100 kilogram maka total biaya transportasi yang dikeluarkan akan meningkat sebesar Rp , Analisis Sensitivitas Sama halnya dengan analisis sensitivitas pada distribusi buah pepaya bangkok, analisis senisitivitas distribusi buah pepaya california juga terbagi dalam dua bagian. Bagian pertama memuat analisis tentang sensitivitas pada nilai-nilai koefisien fungsi tujuan (objective coefficient ranges) dan bagian kedua memuat analisis sensitivitas nilai ruas kanan kendala-kendala (righthand side ranges). Penjelasan mengenai analisis sensitivitas biaya transportasi dan kendala distribusi buah pepaya california dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Analisi Sensitivitas Biaya Transportasi Buah Pepaya California Sama halnya dengan analisis sensitivitas biaya transportasi buah pepaya bangkok, pada analisis biaya transportasi buah pepaya california juga dilihat dari sisi allowable increase dan allowable decrease yang mencerminkan interval perubahan biaya transportasi yang diperbolehkan. Hasil output pengolahan software LINDO untuk analisis sensitivitas biaya transportasi buah pepaya california dapat dilihat pada Tabel 28. Tampak pada Tabel 28 bahwa selang kepekaan perubahan biaya transportasi cukup bervariasi, namun sebagian besar memiliki selang kepekaan 64

81 yang relatif panjang. Sama dengan distribusi pada buah pepaya bangkok, pada distribusi buah pepaya california selang kepekaan terpanjang untuk biaya transpotasi juga terjadi pada jarak distribusi dari pemasok P3 menuju konsumen K1. Allowable increase dan allowable decrease menunjukkan nilai yang infinity berarti tidak ada batasan baik untuk kenaikan maupun penurunan biaya transportasi, sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan biaya transportasi pada koefisien tersebut tidak akan berpengaruh pada solusi optimal yang telah tercapai. Hal tersebut terjadi karena memang tidak dilakukan pengiriman produk dari pemasok P3 menuju konsumen K1. Tabel 28. Analisis Sensitivitas Biaya Transportasi Buah Pepaya California Jarak Obj Coefficient Ranges Current Coef Allowable Increase Allowable Decrease Dari P1 menuju K INFINITY Dari P1 menuju K Dari P1 menuju K Dari P1 menuju K Dari P2 menuju K INFINITY Dari P2 menuju K2 353 INFINITY 114 Dari P2 menuju K3 304 INFINITY 114 Dari P2 menuju K4 304 INFINITY 114 Dari P3 menuju K1 239 INFINITY INFINITY Dari P3 menuju K2 353 INFINITY 0 Dari P3 menuju K INFINITY Dari P3 menuju K4 304 INFINITY 0 Dari P4 menuju K INFINITY Dari P4 menuju K2 412 INFINITY 114 Dari P4 menuju K3 363 INFINITY 114 Dari P4 menuju K4 363 INFINITY 114 Sementara itu selang kepekaan terpendek ada pada biaya distribusi dari pemasok P1 menuju K2 dan dari pemasok P1 menuju K3. Perubahan biaya transportasi dari pemasok P1 menuju K2 yang diperbolehkan adalah penurunan maksimal biaya sebesar Rp 49,00. Jadi biaya transportasi maksimal tetap sebesar Rp 412,00 dan biaya minimal sebesar Rp 363,00. Sementara itu, untuk biaya transportasi dari pemasok P1 menuju K3, perubahan yang diperbolehkan adalah kenaikan biaya transportasi sebesar Rp 49,00 sehingga range biaya transportasi yang tidak mengubah solusi optimal adalah maksimal sebesar Rp 461,00 dan minimal tetap Rp 412,00. 65

82 2) Analisis Sensitivitas Kendala Penawaran dan Permintaan pada Distribusi Buah Pepaya California Analisis sensitivitas kendala penawaran dan permintaan buah pepaya california juga menjelaskan interval perubahan nilai-nilai koefisien ruas kanan kendala dalam distribusi buah pepaya california yang diizinkan agar nilai dual prices-nya tidak berubah. Hal tersebut tercermin dari nilai allowable increase dan allowable decrease. Hasil olahan software LINDO yang menunjukkan analisis sensitivitas kendala penawaran dan permintaan buah pepaya california dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Analisis Sensitivitas Kendala Penawaran dan Permintaan Buah Pepaya California Kendala Obj Coefficient Ranges Current Coef Allowable Increase Allowable Decrease Penawaran P INFINITY 0 Penawaran P Penawaran P Penawaran P Permintaan K Permintaan K Permintaan K Permintaan K Dummy Sources Pada Tabel 29, terlihat bahwa pada seluruh kendala penawaran, allowable decrease bernilai nol yang berarti bahwa tidak diperbolehkan terjadi penurunan pasokan buah pepaya california dari para pemasok. Untuk pemasok P1, allowable increase bernilai infinity yang berarti tidak ada batasan kenaikan jumlah pasokan. Kendala penawaran dari pemasok P1 tersebut juga merupakan kendala dengan selang kepekaan terpanjang, sehingga kenaikan jumlah pasokan dari P1 tidak akan merubah nilai dual price-nya. Nilai allowable increase untuk penawaran dari pemasok P2, P3 dan P4 masing adalah sebesar 215, 42 dan 215 kilogram. Jadi jumlah pasokan maksimal yang diperbolehkan agar nilai dual price tidak berubah adalah sebanyak kilogram dari pemasok P2, 216 kilogram dari pemasok P3 dan 905 kilogram dari pemasok P4. Allowable increase pada seluruh kendala permintaan adalah sebesar nol, yang berarti bahwa agar tidak terjadi perubahan pada nilai dual price-nya maka tidak diperbolehkan terjadi kenaikan permintaan. Sementara itu untuk nilai 66

83 allowable decrease pada masing-masing kendala permintaan dari konsumen K1, K2, K3 dan K4 masing-masing adalah 215, 215, 42 dan 108. Hal tersebut berarti jumlah permintaan minimal dari masing-masing konsumen yang diperbolehkan sehingga tidak merubah nilai dual price adalah sebanyak kilogram dari konsumen K1, 335 kilogram dari konsumen K2, 174 kilogram dari konsumen K3, dan nol kilogram atau tidak ada permintaan dari konsumen K4. Dummy sources menunjukkan jumlah permintaan buah pepaya california yang tidak dapat dipenuhi. Nilai allowable increase pada dummy suorces sebesar 215 dan allowable decrease sebesar nol, berarti bahwa kisaran jumlah kelebihan permintaan yang tidak merubah nilai dual price dari dummy sources adalah berkisar antara 727 kilogram sampai 942 kilogram. Terdapat dua kendala yang paling peka terhadap perubahan yakni kendala penawaran dari P3 dan kendala permintaan dari K3. Hal tersebut tercermin dari nilai selang kepekaannya yang kecil yakni senilai 42. Jadi range penawaran buah pepaya california dari pemasok P3 berkisar antara 174 kilogram sampai 216 kilogram, sedangkan range permintaan dari konsumen K3 juga berkisar antara 174 kilogram sampai 216 kilogram Analisis Penyimpangan Biaya Distribusi Buah Pepaya pada Kondisi Aktual dan Optimal Terdapat perbedaan atau penyimpangan antara jumlah alokasi buah pepaya secara aktual dengan alokasi buah pepaya yang optimal. Penyimpangan tersebut berdampak pada total biaya yang harus dikeluarkan. Seperti yang terlihat pada Tabel 30 dan Tabel 31, terdapat perbedaan jumlah alokasi buah pepaya dari masing-masing pemasok menuju masing-masing konsumen di antara distribusi aktual dan optimal. Pada komposisi distribusi aktual, total biaya transportasi adalah sebesar Rp ,00 sedangkan pada komposisi distribusi optimal, total biaya transportasi adalah sebesar ,00. Terdapat perbedaan biaya transportasi sebesar Rp ,00. Perbedaan total biaya transportasi ini terjadi karena adanya perbedaan alokasi buah pepaya saat kondisi optimal dengan kondisi aktual. Pada kondisi optimal, alokasi distribusi buah pepaya lebih diutamakan dahulu melalui jalur tranportasi dengan biaya transportasi yang lebih murah, sehingga biaya dapat 67

84 diminimalkan. Seperti yang terjadi pada alokasi distribusi optimal buah pepaya california, total biaya transportasinya lebih murah Rp ,00 dibandingkan dengan kondisi aktualnya. Sementara itu, total biaya transportasi buah pepaya bangkok pada kondisi optimal lebih mahal Rp ,00 dibandingkan pada saat kondisi aktual. Hal tersebut dikarenakan jumlah buah pepaya bangkok yang didistribusikan saat kondisi optimal lebih banyak dibandingkan saat kondisi aktual. Pada keadaan optimal, jumlah buah pepaya bangkok yang didistribusikan lebih banyak agar pemenuhan permintaan konsumen lebih optimal. Walaupun demikian, pada kondisi optimal total biaya transportasi buah pepaya secara keseluruhan lebih murah dibandingkan dengan kondisi aktual. Tabel 30. Alokasi dan Biaya Transportasi Buah Pepaya pada Komposisi Aktual, Bulan April 2011 Variabel Pepaya Bangkok Pepaya California Jumlah Biaya Jumlah Biaya x kg Rp , kg Rp ,00 x12 0 kg Rp kg Rp ,00 x13 0 kg Rp - 26 kg Rp 9.438,00 x14 65 kg Rp , kg Rp ,00 x kg Rp , kg Rp ,00 x22 0 kg Rp - 0 kg Rp - x23 0 kg Rp - 0 kg Rp - x24 0 kg Rp - 0 kg Rp - x31 0 kg Rp - 0 kg Rp - x32 0 kg Rp - 0 kg Rp - x kg Rp , kg Rp ,00 x kg Rp ,00 0 kg Rp - x kg Rp , kg Rp ,00 x kg Rp , kg Rp ,00 x43 0 kg Rp - 0 kg Rp - x44 0 kg Rp - 0 kg Rp - Total kg Rp , kg Rp ,00 Total biaya transportasi aktual Rp ,00 68

85 Tabel 31. Alokasi dan Biaya Transportasi Buah Pepaya pada Kondisi Optimal Variabel Pepaya Bangkok Pepaya California Jumlah Biaya Jumlah Biaya x kg Rp , kg Rp ,00 x kg Rp , kg Rp ,00 x13 0 kg Rp - 42 kg Rp ,00 x14 0 kg Rp kg Rp ,00 x kg Rp , kg Rp ,00 x22 0 kg Rp - 0 kg Rp - x kg Rp ,00 0 kg Rp - x24 0 kg Rp - 0 kg Rp - x31 0 kg Rp - 0 kg Rp - x kg Rp ,00 0 kg Rp - x kg Rp , kg Rp ,00 x kg Rp ,00 0 kg Rp - x kg Rp , kg Rp ,00 x42 0 kg Rp - 0 kg Rp - x43 0 kg Rp - 0 kg Rp - x44 0 kg Rp - 0 kg Rp - Total kg Rp , kg Rp ,00 Total biaya transportasi optimal Rp ,00 Perbedaan biaya transportasi sebesar Rp ,00 menandakan bahwa alokasi aktual buah pepaya dari masing-masing pemasok menuju masing-masing konsumen telah mendekati komposisi distribusi optimal, namun sebaiknya dalam melihat optimalisasi distribusi pada kasus ini juga dianalisis dari sisi nilai penjualan yang terjadi. Pada kasus ini terdapat pula perbedaan jumlah penerimaan yang diperoleh dari nilai penjualan buah pepaya antara kondisi aktual dengan kondisi optimal. Total nilai penjualan yang dapat diperoleh saat kondisi optimal adalah sebesar Rp ,00 (Tabel 32), sedangkan pada kondisi aktual, nilai penjualan hanya sebesar Rp ,00. Perbedaan jumlah nilai penjualan antara kondisi aktual dengan kondisi optimal adalah sebesar Rp ,00. Perbedaan yang cukup besar tersebut terjadi karena pada kondisi aktual seringkali terjadi retur atau pengembalian produk terutama pengembalian produk dari konsumen K1 yakni PT. Hero Supermarket. Pengembalian produk tersebut menyebabkan nilai penjualan aktual menjadi lebih kecil. Oleh karena itu agar nilai penjualan lebih optimal, kualitas produk harus lebih diperbaiki agar pengembalian produk dapat diminimalisir. 69

86 Tabel 32. Nilai Penjualan Buah Pepaya pada Kondisi Optimal Jumlah pemenuhan optimal Pepaya Pepaya Pepaya Pepaya Konsumen Bangkok California Bangkok California Grade A Grade A Grade B Grade B Nilai Penjualan optimal K kg kg 0 kg 0 kg Rp ,00 K2 0 kg 0 kg 235 kg 215 kg Rp ,00 K3 0 kg 0 kg 504 kg 216 kg Rp ,00 K4 0 kg 0 kg 432 kg 108 kg Rp ,00 Total Rp ,00 Adanya perbedaan total biaya transportasi dan nilai penjualan buah pepaya pada kondisi aktual dan pada kondisi optimal akan mempengaruhi struktur biaya distribusi buah pepaya. Total biaya distribusi pada kondisi optimal adalah sebesar Rp ,00. Jika dibandingkan antara total biaya distribusi pada keadaan aktual dan keadaan optimal terdapat perbedaan yang menunjukkan jumlah biaya yang dapat dihemat, yakni sebesar Rp ,00. Berdasarkan data mengenai total biaya dan nilai penujalan buah pepaya pada kondisi optimal, maka dapat pula dilakukan analisis laba rugi untuk mengetahui berapa besar keuntungan atau kerugian yang dialami setelah dilakukan optimalisasi distribusi. Analisis laba rugi distribusi buah pepaya pada kondisi optimal dapat dilihat pada Tabel 33. Pada kondisi optimal, dengan nilai penjualan yang lebih besar dan total biaya distribusi yang lebih kecil maka laba yang diperoleh baik laba kotor maupun laba bersih akan lebih besar dibandingkan saat kondisi aktual. Laba kotor pada kondisi optimal adalah sebesar Rp ,00 dan laba bersih pada kondisi optimal adalah sebesar Rp ,00. Dengan demikian maka pada kondisi optimal, proporsi biaya transportasi terhadap laba kotor menjadi 16 persen. Terjadi penurunan proporsi biaya distribusi dibandingkan saat kondisi aktual sebesar 10 persen. Adanya peningkatan keuntungan dan penurunan total biaya distribusi walaupun tidak banyak, menunjukkan bahwa STA harus lebih memperhatikan alokasi produk sebaik-baiknya dengan juga memperhatikan kualitas produk dan sumberdaya manusia yang menanganinya. Hal tersebut akan berpengaruh pada optimalisasi buah pepaya yang dilakukan oleh STA Rancamaya. 70

87 Tabel 33. Analisis Laba Rugi Distribusi Buah Pepaya pada Kondisi Optimal Analisis Laba Rugi Distribusi Buah Pepaya pada Kondisi Optimal nilai penjualan pada kondisi optimal Rp ,00 biaya pembelian Rp ,00 biaya pengemasan Rp ,00 biaya penyusutan Rp ,00 biaya administrasi umum Rp ,00 biaya pemasaran Rp ,00 biaya transportasi Rp ,00 total biaya distribusi Rp ,00 laba kotor (nilai penjualan-biaya pembelian) Rp ,00 laba bersih (nilai penjualan-total biaya distribusi) Rp ,00 71

88 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya sudah cukup tertata dengan baik. Diawali dengan diterimanya order dari masing-masing konsumen hingga buah pepaya didistribusikan kepada masing-masing konsumen, namun dalam kegiatan distribusi aktual, cukup sering terjadi retur atau tidak diterimanya produk oleh PT. Hero Supermarket. 2. Komponen biaya tertinggi dalam struktur biaya distribusi di luar biaya pembelian buah adalah biaya transportasi buah sebesar 7,31 persen. Kemudian jika dilihat proporsi biaya transportasi terhadap laba kotor yang diperoleh adalah sebesar 26 persen. 3. Perbedaan biaya transportasi yang tidak terlalu besar menandakan bahwa alokasi aktual buah pepaya dari masing-masing pemasok menuju masingmasing konsumen telah mendekati komposisi distribusi optimal Saran Beberapa saran yang dapat menjadi pertimbangan untuk mencapai distribusi buah pepaya yang optimal pada STA Rancamaya, antara lain: 1. Petugas STA sebaiknya lebih berhati-hati dalam melakukan proses transportasi buah pepaya karena terkait dengan karakteristik buah pepaya yang mudah rusak, dan lebih jeli dalam melakukan penyortiran produk, terutama untuk buah pepaya yang akan dikirim menuju PT. Hero Supermarket agar jumlah produk yang diretur dapat diminimalisir. Upaya mengurangi produk yang ditolak dapat juga dilakukan dengan cara penyuluhan terhadap petani pemasok agar dapat menghasilkan buah pepaya dengan kualitas yang sesuai dengan pasar. 2. Sebaiknya penggunaan kapasitas kendaraan lebih dioptimalkan, agar biaya transportasi per kilogram buah pepaya dapat lebih diminimalkan. Pengoptimalan kapasitas kendaraan dapat diusahakan melalui pencarian pasar baru yang tentunya diimbangi dengan penambahan pasokan buah dari para petani. 72

89 DAFTAR PUSTAKA Alifah H Analisis penentuan lokasi optimal dan peranan Terminal Agribisnis (studi kasus lima kecamatan di DKI Jakarta) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Aminudin Prinsip-Prinsip Riset Operasi. Jakarta: Erlangga. Arifin J Aplikasi Excel dalam Solver Bisnis Terapan. Jakarta: Elex Media Komputindo. Dalimunthe S Analisis integrasi pasar dan sistem pemasaran ikan hias yang melalui dan yang tidak melalui Terminal Agribisnis Rancamaya [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gonarsyah I Upaya kearah peningkatan pemasaran dan perdagangan buahbuahan. Jurnal IPB 4. Handiyani R Optimalisasi distribusi pemasaran ikan mas hidup dari waduk Cirata Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Heizer J, Render B Operation Management. 7 th edition. Jakarta: Salemba Empat. Hendri J Riset Operasional. Jakarta: Universitas Gunadarma. Kalie B Bertanam Pepaya. Jakarta: Penebar Swadaya. Kotler P Dasar-Dasar Pemasaran. Jakarta: PT Indeks. Laksmana E Analisis pendapatan usahatani dan pemasaran nenas bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Nachrowi D Teknik Pengambilan Keputusan. Jakarta: PT Grasindo. Pranata B Optimalisasi distribusi buku bertemakan Islam dan pengaruh biaya distribusi optimal terhadap margin pemasaran [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Prawirosentono S Manajemen Operasi. Jakarta: Bumi Aksara. Pujiastuti S Sosial Terpadu. Jakarta: Erlangga. Rizki Transportasi agribisnis antara efektivitas distribusi dan efek domino pasar. Tabloid Hortikultura Rujukan Profesional Agribisnis. Setiajie. 2004a. Menjadikan Sub Terminal Agribisnis (STA) sebagai kelembagaan pemasaran di sentra produksi. Sinar Tani b. Pengembangan Sub Terminal Agribisnis (STA) dan pasar lelang komoditas pertanian dan permasalahannya. Forum Penelitian Agro Ekonomi 22:

90 Siswanto Operations Research. Jakarta: Erlangga. Sobir Sukses Bertanam Pepaya Unggul Kualitas Supermarket. Jakarta: PT Agro Media Pustaka. Soekartawi Linear Programming Teori dan Aplikasinya Khususnya dalam Bidang Pertanian. Jakarta: CV Rajawali. Sumardi D Analisis efisiensi pemasaran jambu biji (studi kasus di Desa Cilebut Barat, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Supranto Linear Programming. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Suprapti L Aneka Olahan Pepaya Mentah dan Mengkal. Yogyakarta: Kanisius. Swastha Menejemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. Warisno Budi Daya Pepaya. Yogyakarta: Kanisius. Wulandari F Efisiensi sistem tataniaga sayuran untuk pasar tradisional dan pasar modern melalui STA Cigombong Kabupaten Cianjur Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Yulizarman Kajian sistem tebasan dan analisis pemasaran mangga di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 74

91 LAMPIRAN 75

92 Lampiran 1. Produksi Buah-Buahan di Indonesia Tahun Tahun Mangga (Ton) Jeruk (Ton) Pepaya (Ton) Pisang (Ton) Nanas (Ton) Durian (Ton) Manggis (Ton) , , ,207 3,746, , ,794 26, , , ,571 4,300, , ,118 25, ,402, , ,194 4,384, , ,064 62, ,526,474 1,529, ,745 4,177, , ,831 79, ,437,665 2,071, ,611 4,874, , ,902 62, ,412,884 2,214, ,657 5,177, , ,205 64, ,621,997 2,565, ,451 5,037,472 1,427, ,848 72, ,818,619 2,625, ,524 5,454,226 2,237, , , ,013,121 2,311, ,276 5,741,351 1,272, ,694 65, ,243,440 2,131, ,844 6,373,533 1,558, , ,558 Tahun Alpukat (Ton) Belimbing (Ton) Duku/ Langsat (Ton) Jambu Biji (Ton) Jambu Air (Ton) Nangka/ Cempedak (Ton) Salak (Ton) ,795 48, , ,621 63, , , ,703 53, , ,598 73, , , ,182 56, , ,120 97, , , ,959 67, , , , , , ,774 78, , , , , , ,577 65, , , , , , ,463 70, , , , , , ,635 59, , ,474 94, , , ,180 66, , , , , , ,642 72, , , , , ,014 Tahun Rambutan (Ton) Sawo (Ton) Sirsak (Ton) Markisa (Ton) Sukun (Ton) Belinjo (Ton) ,103 53,275 40,115 35, , ,875 63,011 46,951 41, , ,941 69,479 52,974 47, , ,438 83,877 68,426 71,899 62, , ,857 88,031 82,338 59,435 66, , ,579 83,787 75,767 82,892 73, , , ,169 84, ,683 88, , , ,263 55, ,788 92, , , ,772 49, , , , , ,876 65, , , ,097 Sumber : Badan Pusat Statistik (2010) 76

93 Lampiran 2. Laporan Laba Rugi STA Rancamaya Bogor Tahun 2009 LAPORAN RUGI LABA PER 31 DESEMBER 2009 Penjualan 317,075,000 Retur Penjualan 8,409,870 Penjualan bersih 308,665,130 BEBAN USAHA Pembelian Buahbuahan 120,488,500 Beban Pengangkutan Buah 72,265,000 Beban penalti atau pembagian keuntungan 4,016,225 Beban Pemasaran 5,000,000 Beban Umum 39,000,000 Beban penyusutan 1,700,000 Beban lain-lain 12,000,000 Total Beban Usaha 254,469,725 Laba bersih 54,195,405 Sumber : STA Rancamaya (2011) 77

94 Lampiran 3. Daftar Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang Bermitra dengan Sub Terminal Agribisnis Rancamaya No. Nama No. Nama 1 Usaha Bersama 17 Kerta Mukti 2 Harjasari Mukti 18 Citra Kenanga 3 Pandawa 19 Kujang 4 Harapan Maju 20 Sarinah 5 Genta Pakuan 21 Puspa Tani 6 Batara Mina Sejahtera 22 Komunitas Tumbuh Bersama 7 Karya Tani Kencana 23 Tani Mulya 8 Lodaya 24 Harapan Warga 9 Madani 25 Semboja 10 Situ Gede 26 Maju Tani Cimahpar 11 Bayon Tress 27 Bina Sejahtera 12 Seruni 28 Mekar Sari 13 Mekar Bersama 29 Sukajaya 14 Tani Sukses 30 Bina Bahagia 15 Sahabat Tani 31 Belimbing Dewi 16 Maju Bersama 78

95 Lampiran 4. Keterangan Masing-Masing Variabel pada Model Transportasi x11 = jumlah alokasi buah pepaya dari pemasok P1 menuju konsumen K1 x12 = jumlah alokasi buah pepaya dari pemasok P1 menuju konsumen K2 x13 = jumlah alokasi buah pepaya dari pemasok P1 menuju konsumen K3 x14 = jumlah alokasi buah pepaya dari pemasok P1 menuju konsumen K4 x15 = dummy destination x21 = jumlah alokasi buah pepaya dari pemasok P2 menuju konsumen K1 x22 = jumlah alokasi buah pepaya dari pemasok P2 menuju konsumen K2 x23 = jumlah alokasi buah pepaya dari pemasok P2 menuju konsumen K3 x24 = jumlah alokasi buah pepaya dari pemasok P2 menuju konsumen K4 x25 = dummy destination 31 = jumlah alokasi buah pepaya dari pemasok P3menuju konsumen K1 x32 = jumlah alokasi buah pepaya dari pemasok P3 menuju konsumen K2 x33 = jumlah alokasi buah pepaya dari pemasok P3 menuju konsumen K3 x34 = jumlah alokasi buah pepaya dari pemasok P3 menuju konsumen K4 x35 = dummy destination x41 = jumlah alokasi buah pepaya dari pemasok P4 menuju konsumen K1 x42 = jumlah alokasi buah pepaya dari pemasok P4 menuju konsumen K2 x43 = jumlah alokasi buah pepaya dari pemasok P4 menuju konsumen K3 x44 = jumlah alokasi buah pepaya dari pemasok P4 menuju konsumen K4 x45 = dummy destination x51 = dummy sources x52 = dummy sources x53 = dummy sources x54 = dummy sources 79

96 Lampiran 5. Hasil Olahan Software LINDO untuk Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya Bangkok 80

97 81

98 82

99 Lampiran 6. Hasil Olahan Software LINDO untuk Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya California 83

100 84

101 85

102 Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian 86

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Sub Terminal Agribisnis (STA) Rancamaya yang berlokasi di Jl. Raya Rancamaya Rt 01/01, Kampung Rancamaya Kidul, Desa Rancamaya,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Optimalisasi Distribusi Sistem distribusi adalah cara yang ditempuh atau digunakan untuk menyalurkan barang dan jasa dari produsen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan sarana pusat informasi dan komoditi produksi unggulan pertanian dan tempat untuk mempertemukan pengusaha/pedagang dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) dimana sektor pertanian menduduki posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI OKTIARACHMI BUDININGRUM H34070027 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR STRATEGIS. kelemahan PKPBDD merupakan hasil identifikasi dari faktor-faktor internal dan

VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR STRATEGIS. kelemahan PKPBDD merupakan hasil identifikasi dari faktor-faktor internal dan VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR STRATEGIS Faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman serta kekuatan dan kelemahan PKPBDD merupakan hasil identifikasi dari faktor-faktor internal dan eksternal yang telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg) I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, PDB komoditi

Lebih terperinci

4. STA RANCAMAYA KOTA BOGOR

4. STA RANCAMAYA KOTA BOGOR 4. STA RANCAMAYA KOTA BOGOR a. Sejarah berdirinya STA Rancamaya, Kota Bogor Sub terminal agribisnis (STA) Rancamaya Kota Bogor didirikan pada tanggal 20 Agustus 2003 dengan sumber dana dari Pusat dan ditetapkan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hortikultura tergolong sebagai komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi (high value commodity). Kontribusi sub sektor hortikultura pada nilai Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya buah tropis yang melimpah yang bisa diandalkan sebagai kekuatan daya saing nasional secara global dan sangat menjanjikan. Buah tropis adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: DAVID ERICK HASIAN A 14105524 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia terdiri dari enam sub sektor, yaitu sub sektor

PENDAHULUAN. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia terdiri dari enam sub sektor, yaitu sub sektor I 1.1. PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia terdiri dari enam sub sektor, yaitu sub sektor tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan, dan perikanan. Hortikultura sebagai salah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis, oleh karena itu Indonesia memiliki keanekaragaman buah-buahan tropis. Banyak buah yang dapat tumbuh di Indonesia namun tidak dapat tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia akan terlindas oleh era globalisasi dan perdagangan bebas.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia akan terlindas oleh era globalisasi dan perdagangan bebas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia agribisnis di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia umumnya merupakan suatu sistem pertanian rakyat dan hanya sedikit saja yang berupa sistem perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI PEPAYA (Carica papaya) DENGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING PADA PT. CIPTA DAYA AGRI JAYA DI BOGOR JAWA BARAT

ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI PEPAYA (Carica papaya) DENGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING PADA PT. CIPTA DAYA AGRI JAYA DI BOGOR JAWA BARAT ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI PEPAYA (Carica papaya) DENGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING PADA PT. CIPTA DAYA AGRI JAYA DI BOGOR JAWA BARAT OLEH : EDWIN HAPOSAN A14102671 POGRAM EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah dari famili caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat. Tanaman pepaya banyak ditanam baik di daerah

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGADAAN DAN DISTRIBUSI SAYURAN SEGAR DI CV X, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : RIFA ATUL AMALIA HELMY A

OPTIMALISASI PENGADAAN DAN DISTRIBUSI SAYURAN SEGAR DI CV X, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : RIFA ATUL AMALIA HELMY A OPTIMALISASI PENGADAAN DAN DISTRIBUSI SAYURAN SEGAR DI CV X, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : RIFA ATUL AMALIA HELMY A14104030 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Di Indonesia, dikenal cukup banyak ragam varietas belimbing. Diantaranya varietas Sembiring, Siwalan, Dewi, Demak kapur, Demak kunir,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) SKRIPSI TEGUH PURWADI H34050065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS VOLATILITAS HARGA BUAH-BUAHAN INDONESIA (KASUS PASAR INDUK KRAMAT JATI JAKARTA) OLEH BAYU SASONO AJI H

ANALISIS VOLATILITAS HARGA BUAH-BUAHAN INDONESIA (KASUS PASAR INDUK KRAMAT JATI JAKARTA) OLEH BAYU SASONO AJI H ANALISIS VOLATILITAS HARGA BUAH-BUAHAN INDONESIA (KASUS PASAR INDUK KRAMAT JATI JAKARTA) OLEH BAYU SASONO AJI H14052004 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT 1 OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : NUR HAYATI ZAENAL A14104112 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang peranan penting bagi pembangunan pertanian di Indonesia. Fungsi buah-buahan sangat penting bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Hal tersebut tentunya membuka peluang bagi Indonesia untuk

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR PISANG INDONESIA SKRIPSI. Oleh : DEVI KUNTARI NPM :

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR PISANG INDONESIA SKRIPSI. Oleh : DEVI KUNTARI NPM : ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR PISANG INDONESIA SKRIPSI Oleh : DEVI KUNTARI NPM : 0824010021 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JATIM

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan dan lautan yang sangat luas sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk berada di sektor pertanian. Sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) Oleh : TANTRI MAHARANI A14104624 PROGAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berusaha di pedesaan (Abdurrahman et al, 1999). Hampir sebagian besar. dalam arti sebagai sumber pendapatan (Sumaryanto, 2002).

I. PENDAHULUAN. berusaha di pedesaan (Abdurrahman et al, 1999). Hampir sebagian besar. dalam arti sebagai sumber pendapatan (Sumaryanto, 2002). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Pertanian tanaman pangan dan hortikultura merupakan bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan bagi keluarga petani.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dikenal berkembang luas di Indonesia, merupakan tanaman monodioecious

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dikenal berkembang luas di Indonesia, merupakan tanaman monodioecious II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pepaya Pepaya (Carica papaya L.), salah satu buah introduksi yang telah lama dikenal berkembang luas di Indonesia, merupakan tanaman monodioecious (berumah

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) Oleh : SIESKA RIDYAWATI A14103047 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN EKSPOR BUAH-BUAHAN PADA PT. AGROINDO USAHA JAYA. Oleh : YAYAN MUHAMAD AHYANI A

STRATEGI PEMASARAN EKSPOR BUAH-BUAHAN PADA PT. AGROINDO USAHA JAYA. Oleh : YAYAN MUHAMAD AHYANI A STRATEGI PEMASARAN EKSPOR BUAH-BUAHAN PADA PT. AGROINDO USAHA JAYA Oleh : YAYAN MUHAMAD AHYANI A 14104631 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Berdasarkan Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Berdasarkan Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor non migas merupakan salah satu sumber pendapatan yang sangat dibutuhkan Indonesia dalam mendukung perekonomian nasional. Selama beberapa tahun terakhir, sektor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia adalah buah-buahan yaitu buah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat Ekonomi ASEAN yang telah diberlakukan pada akhir 2015 lalu tidak hanya menghadirkan peluang yang sangat luas untuk memperbesar cakupan bisnis bagi para pelaku dunia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mayoritas penduduk di negara berkembang adalah petani. Oleh karena itu, pembangunan pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Menurut Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (1990) menyatakan

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Menurut Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (1990) menyatakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang penting di Indonesia. Sektor ini memegang peranan penting dalam perekonomian, seperti kontribusi terhadap peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT KALIMANTAN TENGAH

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT KALIMANTAN TENGAH STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI NOPE GROMIKORA H34076111 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN NOPE

Lebih terperinci

SKRIPSI ARDIANSYAH H

SKRIPSI ARDIANSYAH H FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI KEBUN PLASMA KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kebun Plasma PTP. Mitra Ogan, Kecamatan Peninjauan, Sumatra Selatan) SKRIPSI ARDIANSYAH H34066019

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan kondisi alam yang subur untuk pertanian. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR SKRIPSI FELIX BOB SANFRI SIREGAR H 34076064 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci