BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki berbagai fungsi dalam penggunaannya. Salah satu di

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki berbagai fungsi dalam penggunaannya. Salah satu di"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki berbagai fungsi dalam penggunaannya. Salah satu di antaranya adalah sebagai alat interaksi sosial atau alat komunikasi manusia. Budaya kita mencakup kumpulan konsep yang kaya untuk menggolong-golongkan bagianbagian interaksi sosial, yang menggambarkan pentingnya interaksi sosial dalam masyarakat. Percakapan tidak dapat terlepas dari unit-unit aktivitas sosial. Dalam aktivitas sosial tersebut, keterlibatan penutur dan mitra petutur dalam sebuah percakapan akan dipengaruhi oleh nilai dan norma yang berlaku. Nilai dan norma itu diperoleh melalui proses pelembagaan yang dilakukan oleh lingkungan tempat penutur dan petutur melakukan aktivitas percakapan. Nilai dan norma itu membawa konsekuensi bagi penutur dan petutur untuk melakukan proses-proses produksi linguistik yang diwujudkan dalam performansi bahasa tertentu. Dalam berinteraksi seseorang biasanya mengungkapkan nilai budayanya melalui bahasa dan atau tindak verbal. Ketika interaksi terjadi dalam konteks sosial dengan menggunakan bahasa lisan, orang-orang yang terlibat dalam interaksi itu memiliki ketrampilan linguistik untuk berbicara atau memiliki keterampilan lisan. Masyarakat Batak Toba tidak terlepas dari kehidupan upacara adatnya dan salah satu hal yang paling penting dalam upacara adat adalah acara marhata yang dikendalikan oleh juru bicara. Dalam masyarakat Batak Toba, seseorang akan

2 sungguh-sungguh dihargai dan dituakan apabila dapat berkomunikasi lisan dengan baik, khususnya dalam marhata berbicara adat dalam acara-acara adat yang biasanya dikendalikan oleh raja parhata juru bicara. Keberhasilan suatu acara marhata dalam upacara adat Batak Toba dominan ditentukan oleh seorang juru bicara. Menjadi seorang juru bicara yang berhasil dan dihargai dalam upacara adat khususnya dalam acara marhata memiliki beberapa kriteria. Pertama, seorang juru bicara harus memiliki kompetensi atau pandai berbicara. Itulah sebabnya, raja parhata itu dilukiskan sebagai panjaha di bibir, parpustaha di tolonan. Secara harafiah raja parhata artinya adalah pembaca di bibir, pemilik perpustakaan di kerongkongan. Jadi, seorang juru bicara adat itu harus profesional (berpengetahuan luas), bahkan harus pandai pula menangkis serta menerangkan apa saja yang ditanyakan kepadanya. Kedua, seorang juru bicara adat harus memahami nilai-nilai marhata dengan berbagai nilai-nilai sosial budaya di dalamnya. Raja parhata dalam acara adat memegang peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan acara adat. Seorang raja parhata harus memahami hukum adat serta penerapannya. Seorang raja parhata harus memahami segala seluk-beluk adat Batak pada umumnya dan adat yang berlaku bagi rumpun semarganya pada khususnya. Ini tentu menyangkut sejarah suku bangsa Batak itu sendiri, termasuk pemahaman tentang budayanya yang mencakup sistem kekerabatan Dalihan Natolu (DNT), adat-istiadat, silsilah marga, bahasa tutur, penggunaan ulos, pembagian jambar baik jambar hata dan jambar juhut, dan lain-lain yang patut diketahuinya. Untuk menjadi juru bicara

3 maka seseorang harus membedakan bahasa tuturnya ketika bertutur dengan lawan tuturnya. Seseorang dapat menjadi pihak hula-hula dan di sisi lain dia dapat menjadi boru, atau dongan sabutuha. Dalam suatu ulaon (acara adat) sangat penting mengetahui posisi kita ketika marhata apakah sebagai dongan tubu, hulahula, boru, raja naginokhon, raja panungkun (panise), dan raja pangalusi. Dengan demikian kedudukan seseorang yang dapat berubah dari hula-hula menjadi boru atau sebaliknya membuat seseorang harus mampu marhata dalam acara adat perkawinan Batak Toba. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Batak, bahasa tutur yang digunakan seseorang dalam bertutur dengan orang lain merupakan filsafat kehidupan dan juga menunjukkan bagaimana hubungan kekeluargaannya dan bersikap dengan orang lain. Bahasa tutur marhata yang dipakai pada upacara adat Batak Toba mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu adanya penggunaan umpama dan umpasa yang disampaikan oleh orang tertentu dan dengan acara adat tertentu. Yang layak menyampaikan umpasa berkat adalah pihak hula-hula (juru bicara pihak perempuan), orang tua kepada anaknya, dan kakak kepada adik. Pihak boru tidak dapat menyampaikan umpasa berkat kepada hula-hula, Sihombing (1997:12). Keputusan untuk bersedia menjadi raja parhata dengan posisi yang berbeda ke acara adat tertentu sangat berat karena aplikasi langsung ke acara adat yang berbeda dengan yang berlaku umum. Dalam praktiknya, selaku juru bicara adat yang mewakili kelompok marganya, ia harus menguasai hukum adatistiadat. Lebih dari itu ia harus mampu mencari solusi jika terjadi perselisihan mengenai penerapan adat dari suku Batak Toba dan Batak Toba lainnya, misalnya adat antara Batak Toba dari Samosir dan adat Batak Toba dari Humbang. Ketika

4 terjadi perbedaan penerapan adat antara adat Batak Toba Samosir dan adat Batak Toba Humbang, juru bicara harus mampu mengkomunikasikan adat mana yang akan dipakai. Ketiga, seorang juru bicara adat harus memiliki kesediaan apabila ditunjuk oleh pihak keluarga dari keturunan marga sendiri, dari kelompok marganya maupun dari kelompok marga yang lain. Keputusan untuk bersedia menjadi raja parhata kepada kelompok marga sendiri adalah hal yang biasa, sedangkan keputusan menjadi raja parhata kepada kelompok marga yang lain membutuhkan persiapan yang matang. Keempat adalah faktor keinginan atau motivasi. Tidak banyak orang Batak Toba yang memiliki keinginan atau motivasi berinteraksi sosial dalam bahasa Batak. Di kalangan generasi muda, hata Batak atau bahasa Batak, sama halnya dengan bahasa daerah lainnya tidak begitu populer. Bahasa pengantar di rumah keluarga masing-masing sudah didominasi bahasa Indonesia, bahkan ada yang telah menerapkan bahasa asing, misalnya bahasa Inggeris yang digunakan dalam acara adat ketika orang tuanya memberikan kata-kata nasehat kepada kedua mempelai ketika orang tuanya hendak memberi ulos. Alasannya supaya sejak kecil anak-anaknya memiliki keunggulan dibanding teman-temannya sebaya atau teman sekolah dan karena anaknya sudah lama tinggal di luar negeri sehingga bukan hanya tidak bisa berbahasa Batak bahkan mengerti pasifpun tidak. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Hudson (1996:113) yang mengatakan bahwa usaha yang dilakukan orang dalam berbicara tergantung pada motivasi, yang pada gilirannya tergantung sebagiannya pada hubungan dengan orang lain

5 yang terkait. Tidak sedikit juga orangtua, generasi tua Batak menasihatkan agar putra-putrinya sedikit demi sedikit berbahasa Batak, namun nasehat anjuran orangtua dalam hal ini kurang mendapat perhatian kalangan orang muda. Mungkin dianggap kuno, bahasa daerah tidak ada gunanya untuk kelulusan di sekolah. Namun begitu, karena tetap banyak orang Batak menggunakan bahasa Batak sebagai bahasa pengantar atau bahasa komunikasi sehari-hari di rumah, khususnya antara suami-istri, maka pada umumnya anak-anak orang Batak bisa mengerti tetapi tidak bisa mengucapkan. Faktor yang kelima adalah juru bicara dari keturunan marga yang dekat. Dalam semua acara adat Batak Toba yang besar seperti marhata sinamot, marunjuk, mangadati, mangopoi jabu, mamestahon tambak ni ompu, dan sebagainya, selalu ada pande hata/raja parhata juru bicara/protokol dari yang punya acara (hasuhutan). Raja parhata biasanya dipilih oleh barisan semarganya. Sebelum suatu acaradimulai selalu ada pertemuan atau rapat singkat dengan sabutuhanya semarga yang dilakukan oleh kedua belah pihak mempelai, baik pihak mempelai laki-laki maupun pihak mempelai perempuan untuk menetapkan siapa di antara mereka yang memimpin acara (raja parhata), baik raja parhata dari pengantin pihak mempelai laki-laki maupun raja parhata dari pihak wanita. Dalam upacara adat perkawinan, yang mempunyai acara (hasuhutan) baik dari pihak mempelai laki-laki maupun perempuan, tidak dapat banyak berbicara. Segala sesuatu yang berhubungan dengan acara adat itu sudah diserahkan kepada juru bicara yang dipilih pada saat rapat keluarga. Biasanya juru bicara ini adalah orang yang lebih tinggi atau lebih rendah urutan marganya. Misalnya, yang masuk

6 ke dalam rumpun marga Napitupulu urutan tingkatannya adalah Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, dan Pardede. Rumpun ini dikatakan dengan sonak malela. Apabila salah satu dari marga ini melangsungkan upacara adat pernikahan, misalnya marga Napitupulu, maka yang menjadi parsinabung (juru bicara) dalam acara marhata adalah marga Pardede/Simangunsong/Marpaung atau bahkan marga Napitupulu itu sendiri. Namun, kadang-kadang sering terjadi bahwa dalam rumpun marga itu sendiri tidak ada yang mampu untuk menjadi juru bicara atau tidak bersedia menjadi juru bicara, maka pihak yang berpesta meminjam juru bicara atau meminta tolong kepada orang lain yang bukan masuk dalam satu turunan atau bukan masuk dalam rumpun marga dekat untuk bertindak sebagai juru bicara dalam acara adat. Juru bicara pada acara marhata pada marga tertentu, misalnya A marga Panjaitan, adalah orang yang sama bila ada pesta marga Panjaitan yang masih turunan marganya (keluarga dekat) dan pesta marga Panjaitan yang merupakan keluarga jauh lainnya. Disamping kelima faktor di atas, faktor yang tidak kalah pentingnya adalah faktor yang keenam yaitu ketersediaan waktu yang penuh. Seorang juru bicara adat harus memiliki waktu yang cukup banyak karena juru bicara adat adalah orang yang memulai dan menyelesaikan acara adat sampai selesai hingga tujuan tercapai dengan berhasil yang biasanya menghabiskan waktu hingga seharian penuh. Seorang juru bicara tidak dapat meninggalkan tempat ketika acara upacara adat sedang berlangsung Sudah banyak orang Batak kehilangan keterampilan marhata. Sumber daya manusia yang berperan sebagai juru bicara dalam acara marhata dapat

7 dikatakan sangat sedikit dibandingkan dengan banyaknya masyarakat tutur yang ada dalam satu turunan atau marga yang masuk dalam rumpun suatu marga atau kelompok marga (semarga) tersebut. Bahkan penutur Batak Toba yang begitu banyak tidak seimbang dengan penutur Batak Toba yang mampu sebagai juru bicara pada acara marhata dalam upacara adat Batak Toba. Masih banyak generasi tua Batak yang tidak mampu marhata dalam Bahasa Batak Toba (BBT) bahkan sebagai juru bicarapun masih banyak yang belum professional menguasi marhata dalam acara adat. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah jika generasi muda sebagai penerus tidak lagi sanggup bertutur dalam bahasa Batak, dan generasi tua tidak banyak yang mampu marhata pada acara-acara adat, apakah kultur atau budaya marhata dalam upacara adat itu akan punah dengan sendirinya? Enam kriteria menjadi juru bicara adat di atas sangat potensial menjadi sumber masalah. Masalah-masalah tersebut sangat perlu diatasi secara ilmiah melalui penelitian sebab bukan hanya profesi sebagai juru bicara yang wajib mengetahui marhata dalam acara adat tetapi juga seluruh masyarakat Batak Toba wajib mengetahuinya kalau mau mempertahankan budaya marhata dalam upacara adat perkawinan BatakToba itu sendiri. Hal ini sangat perlu diperhatikan dan perlu diatasi agar budaya marhata dalam upacara adat Batak Toba tetap dilestarikan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menganalisis acara marhata khususnya pada marhata pada upacara adat Perkawinan Batak Toba sebagai suatu upacara adat yang terbesar dalam masyarakat Batak Toba. Walaupun satu upacara adat perkawinan Batak Toba namun ada beberapa rangkaian peristiwa di dalamnya. Prosesi (rentetan peristiwa) adat tersebut dimulai dari mangaririt

8 (manjalo tanda), marhori-hori dinding, marhusip, martumpol, marpudunsaut, tonggo raja, dan marunjuk. Dalam setiap peristiwa tersebut ada acara marhata, namun marhata dalam penelitian ini adalah marhata yang telah dipimpin oleh juru bicara yaitu pada peristiwa marhusip, marpudunsaut, dan marunjuk. Dalam acara marhata ada beberapa aspek yang terjadi, misalnya aspek peralihan topik, gilir bicara, dan pasangan berdekatan atas respon yang diberikan. Aspek pertama ini adalah tentang isi percakapan, yaitu aspek yang memperlihatkan hal-hal seperti topik apa yang didiskusikan, topik apa yang mengarah pada topik lain; apa alasan yang melatarbelakangi hal semacam itu terjadi, dan bagaimana topik-topik tersebut disampaikan. Selain itu, fokus lain dari aspek ini adalah organisasi topik dalam percakapan dan bagaimana topik dikelola, baik disampaikan dengan cara terbuka maupun dengan manipulasi secara tertutup; biasanya dalam bentuk tindak ujar tak langsung. Berbagai macam topik percakapan menjadi bahan percakapan. Bahkan dalam satu peristiwa percakapan bisa muncul dua atau lebih topik percakapan seperti yang terjadi dalam acara marhata pada upacara adat perkawinan Batak Toba. Dalam acara marhata pada setiap situasi tutur, baik situasi tutur marhusip, marpudunsaut, maupun marunjuk terdapat beberapa topik yang dibicarakan. Peralihan topik percakapan antara satu topik ke topik lainnya ditandai dengan beberapa indikator seperti indikator pengulangan, penilaian, kesimpulan, dan sebagainya. Pemilihan topik yang dikembangkan dalam percakapan dapat dipengaruhi oleh norma/budaya yang berlaku dalam masyarakat. Selain ditentukan oleh

9 norma/budaya, topik percakapan yang dipilih juga ditentukan oleh faktor situasional. Situasi yang terjadi di sekitar terjadinya percakapan itu mempunyai peranan penting dalam pemilihan topik. Misalnya, marhata dalam situasi marhusip, biasanya pemilihan topik untuk manise dilakukan oleh dongan sahuta. Kebiasaan di adat Toba, manise (bertanya) itu dilakukan oleh dongan sahuta (penatua kampung). Pihak perempuan menanyakan kesediaan dongan sahuta untuk menanyakan kedatangan pihak laki-laki. Namun dalam topik manise ini sering terjadi ketidakteraturan mengenalkan topik tersebut. Kadangkala pada saat dongan sahuta tidak menguasai materi/tidak pintar bicara untuk manise pihak laki-laki, pengenalan topik manise akhirnya diambil alih oleh juru bicara pihak perempuan dengan mengajukan bentuk pertanyaan, misalnya seperti berikut: Amangboru, dia ma laklak na, diama unokna, dia ma hatana, dia ma na nidokna sibegeon dohot sipeopon ni roha. Sebenarnya pengenalan topik ini adalah tugas utama dongan sahuta untuk menanyakan kedatangan pihak laki-laki. Dongan sahuta penatua kampung bukanlah parsinabung (juru bicara) yang sudah biasa atau mapan untuk marhata di dalam upacara adat. Tidak seluruhnya dongan sahuta pandai bicara (marhata). Namun tugas ini harus dilakukan oleh dongan sahuta, sehingga ketika diminta untuk menanyakan kedatangan pihak laki-laki, dongan sahuta menyerahkan topik manise ini ke juru bicara pihak perempuan. Kadangkala juru bicara yang sudah pernah marhata pun tidak profesional, pintar bicara tetapi tidak menguasai materi. Belum ada konsep acara atau urutan topik marhata yang baku dalam acara marhata upacara perkawinan Batak Toba. Juru bicara yang mengenalkan topik

10 percakapan dari suatu situasi tutur (marhusip atau marpudunsaut) ke situasi tutur lainnya (marunjuk) dapat berganti sehingga sering terjadi penambahan waktu karena juru bicara yang baru tidak menguasai materi sebelumnya. Kedua adalah aspek formal percakapan. Fokus utama dalam aspek ini adalah bagaimana gilir bicara bekerja; aturan-aturan apa yang dipatuhi; dan bagaimana sequencing keberurutan dapat dicapai (memberikan dan memperoleh giliran atau mekanisme turn-taking, interupsi, overlap, dan sebagainya) dan. Tidak ada tuturan yang dilaksanakan secara terpisah. Begitu pula, tidak ada tuturan yang mengikuti satu sama lain dalam urutan yang arbitrer. Ketika seorang partisipan berbicara atau membuat kontribusi dalam percakapan dikatakan dia mengambil giliran (taking turn). Giliran tersebut bisa terdiri dari ujaran, dan juga bisa tumpang tindih (overlap). Tuturan cukup penting bagi masyarakat sehingga perlu diberi perlakuan khusus dalam budayanya, sebagai suatu objek yang harus digolong-golongkan dan dibahas. Menurut Carbaugh (2005:1) setiap percakapan budaya memiliki fungsi. Tata cara bertutur itu berbeda dari satu budaya ke budaya yang lain, bahkan yang paling mendasar sekalipun. Misalnya, di kalangan orang-orang kulit putih Amerika dari kelas menengah terdapat kaidah tanpa kesenjangan, tanpa tumpang tindih dalam giliran bertutur (turn-taking). Jika dua orang atau lebih terlibat dalam percakapan dan jika dua orang mulai berbicara dalam waktu yang sama (tanpa disengaja), dengan cepat yang satu memberi kesempatan kepada yang lain sehingga tidak terjadi tumpang tindih (overlap). Sebaliknya, jika terjadi kemacetan beberapa detik saja, para partisipan menjadi begitu merasa tidak

11 enak, kemudian seseorang akan mulai berbicara tentang hal-hal yang tidak penting sekadar untuk mengisi kesenjangan. Namun menurut penelitian Reisman (1974), penduduk desa Antiguan (Swedia) biasa melakukan pembicaraan dengan lebih dari satu orang dengan berbicara sekaligus. Dalam komunitas Lapp di Swedia utara, kesenjangan dianggap sebagai bagian dari kebiasaan dalam percakapan. Saville-Troike (1982) mengemukakan, beberapa kelompok Indian Amerika yang menunggu beberapa menit berdiam diri sebelum menjawab pertanyaan atau mengambil giliran berbicara adalah hal yang biasa. Hal ini berbeda dengan tradisi di dalam lingkungan keluarga Jawa, anak-anak muda yang terlibat dalam pembicaraan dengan orang tua mereka, tidak boleh begitu saja menyela tutur orang tua tanpa seizin si orang tua, tanpa diminta untuk berbicara. Kalau pun si anak mempunyai kesempatan karena ada waktu, dia biasanya memulai ujarannya, yang bernada minta izin dengan mengucapkan nuwun sewue,. (minta beribu maaf). Dalam budaya Batak Toba, khususnya pada acara marhata upacara adat perkawinan Batak Toba selalu ada dua pihak, yaitu pihat suhut dan pihak unsur DNT serta unsur lainnya. Disamping itu selalu ada raja panise (penanya) dan raja pangalusi (penjawab). Setelah hadirin memahami tujuan yang sesungguhnya, raja panise mempersilahkan tiap unsur berbicara secara bergiliran sesuai dengan urutan kebiasaan DNT. Gilir bicara antara raja panise dan raja pangalusi dalam marhata pada acara adat sudah ditentukan sebelumnya (pre-allocated) sesuai dengan tradisi budaya adat Batak Toba. Artinya bahwa biasanya percakapan (marhata) dimulai oleh raja panise dan diikuti oleh raja pangalusi. Hal ini

12 berbeda dengan percakapan bahasa Batak Toba sehari-hari (casual conversation) dimana gilir bicara tidak ditentukan sebelumnya (not pre-allocated). Sacks, Schegloff dan Jefferson tertarik mengkaji sistem gilir bicara dalam percakapan sehari-hari karena anggapan bahwa percakapan sehari-hari merupakan bentuk dasar dari seluruh percakapan. Jika gilir bicara tidak ditentukan sebelumnya, bagaimanakah penutur menentukan penutur berikutnya. Akhirnya mereka menentukan komponen alokasi sistem gilir bicara yang menjadi aturan penentuan pembicara. Struktur percakapan didasarkan pada kenyataan bahwa dalam kebanyakan interaksi, orang berbicara secara bergantian/bergiliran. Dalam acara adat Batak Toba, khususnya marhata dalam acara perkawinan Batak Toba, juru bicara mempersilahkan tiap unsur DNT berbicara secara bergiliran. Percakapan biasanya bergiliran dari unsur-unsur DNT yaitu dongan sabutuha/ suhut (pihak keluarga dari keturunan bapak), boru (keluarga pengambil perempuan) dan hula-hula (keluarga pihak perempuan), serta unsur-unsur lainnya. Masyarakat Batak Toba mempunyai sistem adat istiadat tertentu yang berazaskan DNT tungku yang berkaki tiga disingkat tungku nan tiga. DNT merupakan dasar hidup masyarakat Batak Toba. Setiap anggota masyarakat Batak Toba wajib bertutur dan bertindak menurut aturan adat istiadat yang berazaskan DNT. Tindak tutur pada acara adat Batak Toba dalam marhata sangat berbeda dengan tindak tutur marhata seharihari dalam masyarakat Batak Toba. Dalam upacara adat, kedudukan unsur DNT sangat penting. Dalam kehidupan sehari-hari, falsafah DNT manat mardongan

13 tubu, elek marboru, somba marhula-hula harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam suatu percakapan, terdapat juga suatu kecenderungan adanya pembicaraan yang hanya didominansi oleh satu pihak pembicara pada saat tertentu. Dalam acara marhata pada acara adat perkawinan Batak Toba kecenderungan didominasi oleh satu pihak pembicara biasanya terdapat pada acara pembukaan yaitu marsirenggetan (menentukan juru bicara) dimana para penuturnya adalah penutur dari pihak yang sama yaitu pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Ketika terjadi pergantian topik-topik percakapan, terdapat struktur pertukaran percakapan yang harus diperhatikan. Dalam setiap pertukaran percakapan akan diawali oleh pemicu atau inisiasi yang berfungsi sebagai pembuka interaksi. Kemudian, inisiasi tersebut akan diikuti oleh sebuah tanggapan. Tanggapan tersebut merupakan respons dari mitra tutur dalam percakapan. Tanggapan itu akan diikuti juga oleh sebuah balikan yang bersifat manasuka. Misalnya, ketika acara adat Batak hendak selesai juru bicara akan menuturkan umpasa: Sahat-sahat ni solu, sahat ma tu bontean, sai leleng hita mangolu, sahat ma tu panggabean. Kemudian pemicu ini direspon dengan memberikan pasangan berdekatan yang relevan (pasangan yang disukai) dengan mengucapkan Emma tutu yang artinya demikianlah hendaknya. Emma tutu adalah ungkapan yang diucapkan secara serempak oleh hadirin sebagai sambutan terhadap setiap pembicaraan yang selesai menggunakan umpasa. Ada juga

14 penutur yang memberikan umpasa dan penutur lainnya merespon ujaran tersebut dengan memberikan umpasa juga. Pasangan tuturan yang berdekatan mempertegas langkah-langkah pembuktian terhadap cara-cara partisipan memahami dan membuat pengertian tentang tuturan yang ada, misalnya bentuk pasangan berdekatan (adjacency pairs), salam salam (greeting greeting) yang sangat sederhana dan ringkas dalam suku Batak Toba dengan istilah Horas Horas, yaitu salam khas orang Batak yang berarti selamat, salam sejahtera, yang kerap diucapkan dalam kehidupan sehari-hari bila dua orang atau lebih bertemu. Horas bisa juga berarti selamat jalan/datang, selamat pagi/siang/malam dan lain lain yang maknanya baik. Karena populernya kata horas, orang-orang non Batak juga sering mengucapkan kata tersebut jika bertemu dengan orang Batak. Padanan kata horas adalah Mejuahjuah (Batak Karo, Batak Pakpak), Yahobu dari daerah Nias, sedangkan Ahoiii! adalah salam khas daerah pesisir Melayu di Sumatera Utara. Dalam suatu percakapan (komunikasi) yang wajar, proses interaksi biasanya berlangsung secara wajar dan lancar. Antara pembicara dan pendengar melakukan interaksi sesuai dengan struktur gilir-bicara, yakni terciptanya proses percakapan yang dimulai dengan pertanyaan dan jawaban secara wajar dari pendengar. Dalam kenyataannya, tidak semua proses interaksi berjalan seperti yang dikehendaki itu. Kadang-kadang suatu pertanyaan (stimulus) tidak diikuti oleh jawaban (respons) yang wajar. Schegloff (2007) menyatakan bahwa struktur interaksi itu dapat diganggu oleh rangkaian sisipan. Dalam hal ini, suatu pertanyaan biasanya tidak diikuti oleh jawaban, yakni jawabannya ditangguhkan

15 (delay). Dalam kasus seperti ini, pendengar tidak langsung menjawab pertanyaan, tetapi memberikan pertanyaan yang berbeda, misalnya: A : Mau penerbangan pertama? B : Pukul berapa? A B : Tujuh : Baik. Saya ambil itu. Dalam bagian percakapan tersebut terjadi sela (insertion). Pertanyaan pertama yang diajukan si pembicara tidak langsung dijawab oleh si pendengar, namun si pendengar memberikan pertanyaan yang berbeda. Jawabannya ditangguhkan dengan memberikan pertanyaan yang lain. Percakapan yang dilakukan sehari-hari baik formal atau informal mengikuti aturan atau pola percakapan yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak untuk mencapai tujuan. Marhata dalam upacara adat Batak Toba adalah membicarakan serta mewujudkan tujuan suatu upacara adat perkawinan Batak Toba dengan menggunakan bahasa tutur parhataan yang mempunyai struktur percakapan yaitu adanya peralihan topik, pola gilir bicara dan adanya pasangan berdekatan yang bervariasi. Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa dengan peralihan topik yang satu ke topik lainnya terjadi pergantian gilir bicara. Ketika terjadi peralihan topik-topik tersebut terdapat struktur atau pola percakapan. Penggalian akan struktur atau penetapan pola marhata dalam upacara adat perkawinan Batak menjadi pemicu termotivasinya penulis untuk melakukan penelitian agar pemicu sedikitnya sumber daya manusia sebagai juru bicara dalam berbicara adat seperti dikemukakan di atas dapat diatasi.

16 1.2 Batasan Masalah Pelaksanaan upacara adat perkawinan pada setiap kelompok etnis memiliki ciri khas tersendiri. Ada beberapa acara adat dalam upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba yaitu acara menerima kedatangan suhut, penyerahan tanda makanan adat, penyerahan ikan, makan bersama, membagi tanda makanan adat, menerima sumbangan tanda kasih, dan acara marhata. Penelitian ini berfokus pada membicarakan bahasa tutur acara marhata yang digunakan dalam acara adat perkawinan Batak Toba. Dalam kajian ini, ada dua fokus masalah yang dibahas, yaitu (1) pola struktur topik percakapan acara marhata pada acara adat perkawinan Batak Toba dan (2) mekanisme gilir bicara yang mencakup pasangan berdekatan. 1.3 Rumusan Masalah Penelitian Masalah penelitian ini adalah acara marhata dalam upacara perkawinan Batak Toba dalam peralihan topik, gilir bicara, dan pasangan berdekatan. Tiga permasalahan ini dirumuskan dalam rumusan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah realisasi fungsi bentuk kalimat dalam pengenalan topik marhata pada situasi tutur marhusip, marpudunsaut, dan marunjuk upacara adat perkawinan Batak Toba? 2. Bagaimanakah pola gilir bicara acara marhata pada situasi tutur marhusip, marpudunsaut, dan marunjuk upacara adat perkawinan Batak Toba diaplikasikan?

17 3. Bagaimanakah pola pasangan berdekatan yang muncul dalam acara marhata pada situasi tutur marhusip, marpudunsaut, dan marunjuk upacara adat perkawinan Batak Toba? 1.4 Tujuan Penelitian Sekaitan dengan masalah penelitian di atas, tujuan penelitian ini adalah 1. mendeskripsikan realisasi bentuk kalimat dari peralihan topik dalam acara marhata pada situasi tutur marhusip, marpudunsaut, dan marunjuk upacara adat perkawinan Batak Toba upacara adat perkawinan Batak Toba, 2. merumuskan pola gilir bicara acara marhata pada situasi tutur marhusip, marpudunsaut, dan marunjuk upacara adat perkawinan Batak Toba, dan 3. merumuskan pola pasangan berdekatan acara marhata pada situasi tutur marhusip, marpudunsaut, dan marunjuk upacara adat perkawinan Batak Toba. 1.5 Manfaat Penelitian Temuan penelitian diharapkan memberikan kontribusi keilmuan dan praktis. 1. Manfaat teoretis : Temuan penelitian ini diharapkan untuk memberi sumbangan pada bidang pragmatik secara umum dan khususnya pada bidang analisis percakapan

18 yakni untuk memperkaya kajian bahasa daerah tentang bahasa tutur yang berkaitan dengan karakteristik percakapan dilihat dari aspek struktur ujaran berdasarkan topik dan gilir bicara (turn taking) yang menggambarkan keteraturan proses percakapan yang direpresentasikan dalam pasangan berdekatan (adjacency pairs). 2. Manfaat praktis: Temuan penelitian ini diharapkan sebagai masukan/wawasan bagi masyarakat penutur BBT khususnya generasi muda untuk dapat menjadi raja parhata dalam acara marhata upacara adat perkawinan Batak Toba dengan menggunakan pola-pola bahasa dalam bertutur pada acara marhata. 1.6 Klarifikasi Istilah Beberapa istilah yang dipakai dalam penelitian ini perlu dijelaskan, seperti Batak Toba, marhata, marhusip, marpudunsaut, marunjuk, peralihan topik, pasangan berdekatan, dan gilir bicara. 1. Batak Toba Secara administratif wilayah tempat tinggal Batak Toba terdiri dari suku bangsa Batak Toba yang meliputi 4 kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir Batak Toba. Masyarakat Batak Toba yang melakukan acara marhata dalam penelitian ini adalah masyarakat Batak Toba yang menggunakan Bahasa Batak di daerah Medan dan Pematangsiantar yang juru bicaranya berasal dari Humbang Hasundutan (pihak perempuan) dan Tapanuli Utara (pihak laki-laki).

19 2. Gilir bicara Gilir bicara adalah suatu proses berinteraksi untuk melakukan hak dan kewajibannya untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang interaktif (Sacks, Schegloff, dan Jefferson: 1974). 3. Marhata Marhata ialah dialog secara resmi diantara dua pihak yaitu pihak orangtua mempelai wanita dan pihak orangtua mempelai pria yang biasanya didahului dengan acara makan bersama. Marhata ialah membicarakan serta mewujudkan tujuan setiap upacara adat dengan menggunakan bahasa tutur parhataan, (Pardede, T. Bertha, 1981:7). 4. Marhusip Marhusip adalah situasi tutur yang membicarakan secara resmi oleh utusan kedua belah pihak menyangkut kelanjutan rencana pernikahan yang dilakukan sebelumnya secara tidak resmi (marhori-hori dinding) yang dilakukan setelah ada negosiasi awal dengan kedua belah pihak. 5. Marpudunsaut Marpudunsaut yaitu situasi tutur yang membicarakan masalah uang (mahar) atau besarnya uang perkawinan sebagai pengesahan atau penguatan hasil perundingan pada saat acara marhusip yang dihadiri oleh pihak kerabat pria dalam jumlah yang terbatas datang kepada kerabat wanita secara resmi. 6. Marunjuk Marunjuk adalah peristiwa puncak dari seluruh rentetan peristiwa (marhusip dan marpudunsaut) yang harus dilalui dan dilaksanakan dalam pesta perkawinan.

20 7. Pasangan berdekatan Pasangan berdekatan adalah sebuah urutan dari dua ujaran yang berdekatan, yang dihasilkan oleh penutur yang berbeda, berurutan dari bagian pertama dan kedua, sehingga bagian pertama membutuhkan bagian kedua atau serangkaian bagian kedua (Sacks dan Schegloff pada Schiffrin :1994:236). 8. Peralihan topik adalah penutupun ujaran topik lama atau adanya transisi yang jelas dari satu topik ke topik lainnya. Topik merupakan suatu ide atau hal yang dibicarakan dan dikembangkan sehingga membentuk sebuah wacana. Howe (1991:5) mengatakan bahwa topik merupakan syarat terbentuknya wacana percakapan. Berbagai macam topik percakapan menjadi bahan percakapan dalam suatu wacana, bahkan topik dapat berganti-ganti sesuai dengan keinginan para penuturnya.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA Adat bagi masyarakat Batak Toba merupakan hukum yang harus dipelihara sepanjang hidupnya. Adat yang diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memahami wacana dengan baik dan tepat diperlukan bekal pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. memahami wacana dengan baik dan tepat diperlukan bekal pengetahuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Sebagaimana telah kita ketahui, Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari berbagai-bagai pulau dari Sabang sampai Merauke, dan didiami oleh berbagai-bagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki kebudayaan sendiri yang menjadi ciri khas bagi setiap suku tersebut. Salah satu suku yang terdapat di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku

BAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suku Batak Toba merupakan salah satu suku besar di Indonesia. Suku Batak merupakan bagian dari enam ( 6) sub suku yakni: Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba sangat mengapresasi nilai-nilai budaya yang mereka

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba sangat mengapresasi nilai-nilai budaya yang mereka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Batak Toba sangat mengapresasi nilai-nilai budaya yang mereka miliki. Salah satu nilai yang masih bertahan hingga saat ini yaitu umpasa. Dalam upacara adat

Lebih terperinci

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA. Oleh MIKAWATI INDRYANI HUTABARAT

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA. Oleh MIKAWATI INDRYANI HUTABARAT KESANTUNAN BERBAHASA DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA Oleh MIKAWATI INDRYANI HUTABARAT ABSTRAK Upacara adat Batak Toba adalah upacara yang dihadiri oleh ketiga unsur Dalihan Na Tolu yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku memiliki bahasa daerah tersendiri yang membedakan bahasa suku yang satu dengan bahasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau, beragam suku bangsa, kaya akan nilai budaya maupun kearifan lokal. Negara mengakui perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi sebagai proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim dan penerima untuk merubah tingkah laku kini melingkupi proses yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hula - hula dalam adat Batak Toba adalah keluarga laki-laki dari pihak istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak. Hula - hula merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. Tujuh unsur kebudayaan universal tersebut dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku bangsa. Unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk komunikasi dan situasi. Kehidupan semacam inilah terjadi interaksi, dari hasil interaksi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang memiliki kebiasaan, aturan, serta norma yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, dan Batak Angkola Mandailing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Adat istiadat merupakan konsepsi pemikiran yang lahir sebagai rangkaian pemikiran manusia yang bersumber dari hakikat kemajuan akalnya. Sebelumnya disebut bahwa adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam adat Batak Toba, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat melalui perkawinan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan kelompok masyarakat bersangkutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Makna Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap masyarakat dalam kelompok masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Batak terdiri dari beberapa etnik yaitu Toba, Simalungun, Karo, Angkola/Mandailing dan Pakpak Dairi. Namun sekarang ini sebutan Batak hanya ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia (budi-daya manusia). Kata kebudayaan berasal

BAB I PENDAHULUAN. dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia (budi-daya manusia). Kata kebudayaan berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keragaman suku. Pada setiap suku memmpunyai hasil kebudayaan masing-masing. Kebudayaan hadir dari

Lebih terperinci

Gambar 2. Silsilah si Raja Batak. c. Posisi duduk dalam ritual Batak

Gambar 2. Silsilah si Raja Batak. c. Posisi duduk dalam ritual Batak b. Tarombo Tarombo adalah silsilah, asal usul menurut garis keturunan ayah atau patrilineal dalam suku Batak. Sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat suku bangsa Batak untuk mengetahui silsilahnya agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi sumatera utara dewasa ini mencatat adanya suku Batak dan Suku Melayu sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batak Toba mempunyai bahasa Batak Toba sebagai lambang identitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Batak Toba mempunyai bahasa Batak Toba sebagai lambang identitas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Batak Toba merupakan salah satu sub-etnik Batak yang ada di Indonesia di samping Batak Simalungun, Karo, Pakpak, dan Mandailing. Tidak jauh berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan kebahagiaan, kebanggaan, penerus keturunan, serta harta kekayaan pada sebuah keluarga. namun tidak semua keluarga dapat memperoleh keturunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri atas berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Salah satunya adalah etnis Batak. Etnis

Lebih terperinci

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: ) 11. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Upacara Adat Upacara adalah sistem aktifitas atau rangkaian atau tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa seseorang dapat mengungkapkan ide-ide di dalam pikirannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembeda antara sub-etnis di atas adalah bahasa dan letak geografis.

BAB I PENDAHULUAN. pembeda antara sub-etnis di atas adalah bahasa dan letak geografis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Batak Pakpak merupakan salah satu sub-etnis dari masyarakat Batak Toba, Simalungun, Karo, dan Mandailing. Salah satu yang menjadi cirri pembeda antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Angkola sampai saat ini masih menjalankan upacara adat untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi masyarakat Angkola. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batak merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia yang mana sebagian besar bermukim di Sumatera Utara. Suku yang dikategorikan sebagai Batak yaitu Batak Toba, Batak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Hartomo, H (1997)

BAB I PENDAHULUAN. maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Hartomo, H (1997) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup di suatu wilayah tertentu dan saling berinteraksi satu sama lain. Masyarakat yang saling berhubungan satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman budaya, suku dan kesenian yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Salah satu suku yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini berisi pendahuluan yang membahas latar belakang penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan masalah dan rumusan masalah. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki acara adat yang berbeda-beda dalam upacara adat perkawinan, kematian dan memasuki rumah baru.dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Budaya merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu kabupaten yang tekstur wilayahnya bergunung-gunung. Tapanuli Utara berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu hal yang suci, karena itu selalu diusahakan agar dapat berjalan

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu hal yang suci, karena itu selalu diusahakan agar dapat berjalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat Batak Toba pesta perkawinan menurut adat sebenarnya adalah suatu hal yang suci, karena itu selalu diusahakan agar dapat berjalan menurut semestinya,

Lebih terperinci

UMPASA (RHYME) IN TRADITIONAL CEREMONIES MARRIAGE THE COMMUNITY BATAK TOBA IN DISTRICTS SILIMA PUNGGA-PUNGGA DISTRICT DAIRI.

UMPASA (RHYME) IN TRADITIONAL CEREMONIES MARRIAGE THE COMMUNITY BATAK TOBA IN DISTRICTS SILIMA PUNGGA-PUNGGA DISTRICT DAIRI. UMPASA (RHYME) IN TRADITIONAL CEREMONIES MARRIAGE THE COMMUNITY BATAK TOBA IN DISTRICTS SILIMA PUNGGA-PUNGGA DISTRICT DAIRI. Elister Siagian*, Drs. Marwoto Saiman, M.Pd**, Drs. Kamaruddin, M.Si*** Elistersiagian@yahoo.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan (Sumarsono, 2004: 21).Selanjutnya, dengan bahasa orang-orang dapat berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. perasaan (Sumarsono, 2004: 21).Selanjutnya, dengan bahasa orang-orang dapat berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan buah pikiran dan perasaan (Sumarsono, 2004: 21).Selanjutnya, dengan bahasa orang-orang dapat berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan tidak hanya penting bagi suku-suku bangsa tertentu tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan tidak hanya penting bagi suku-suku bangsa tertentu tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan tidak hanya penting bagi suku-suku bangsa tertentu tetapi negarapun menganggap penting untuk mengatur dan mengesahkan tahapan perkawinan. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Sumatera Utara memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah. Semua etnis memiliki budaya yang

Lebih terperinci

WAWASAN BUDAYA NUSANTARA SUKU BATAK

WAWASAN BUDAYA NUSANTARA SUKU BATAK WAWASAN BUDAYA NUSANTARA SUKU BATAK Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Wawasan Budaya Nusantara Dosen Pengampu : Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn FERI JULLIANTO Disusun oleh : GREGORIAN ANJAR P NIM 14148107

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari berbagai perbedaan kehidupan manusia, satu bentuk variasi kehidupan mereka yang menonjol adalah fenomena stratifikasi (tingkat-tingkat) sosial. Perbedaan itu tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, khususnya daerah di sekitar Danau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI 1. Definisi Harga Diri Coopersmith (1967, h.4) menyatakan bahwa self esteem refer to the evaluation which the individual makes and customarily maintains with regard

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan 82 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada Bab IV telah dibahas mengenai jenis dan fungsi tindak tutur yang digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan dan pembahasan penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara ini memiliki beragam adat budanya dan hukum adatnya. Suku-suku

I. PENDAHULUAN. negara ini memiliki beragam adat budanya dan hukum adatnya. Suku-suku I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keaneka ragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara ini memiliki

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2007:482) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, perkawinan, tindak tutur, dan konteks situasi. Keempat konsep ini perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Umpasa merupakan salah satu ragam sastra lisan yang dimiliki masyarakat Batak Toba. Sebagai ragam sastra lisan, umpasa awalnya berkembang di masyarakat tradisional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan 1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan menjadi identitasnya masing-masing. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki beragam kebudayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri satu dengan yang lainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai suku yang tersebar dari sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai suku yang tersebar dari sabang sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia memiliki berbagai suku yang tersebar dari sabang sampai merauke, masing-masing suku kaya akan adat istiadat, budaya yang berbeda-beda, tergantung pada letak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya.

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Permasalahan Suku Batak memiliki lima sub suku, yaitu suku Toba, Simalungun, Karo, Pak-Pak atau Dairi, dan Angkola-Mandailing. Setiap sub suku tersebut memiliki ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut. BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang multikultural, hal ini terbukti dengan banyaknya suku bangsa di Indonesia yang mempunyai budaya berbedabeda. Perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian pustaka.kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak dan Batak Mandailing,

BAB I PENDAHULUAN. Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak dan Batak Mandailing, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Batak merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia yang mana sebagian besar bermukim di Sumatera Utara. Suku yang dikategorikan sebagai Batak yaitu Batak Toba, Batak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas selama manusia itu ada dalam berbagai interaksi sosialnya, baik itu konflik perorangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wacana.ahimsa (dalam Sobur, 2001:23) mengemukakan, bahwabahasa

BAB I PENDAHULUAN. wacana.ahimsa (dalam Sobur, 2001:23) mengemukakan, bahwabahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari berbagai etnik (suku) yang memiliki budaya yang berbeda-beda. Perbedaan itu dapat dilihat dari kondisi letak geografis suatu suku dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Makna Pekerjaan Dalam Masyarakat Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Chaer (2011: 1) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi, bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap suku-suku pasti memiliki berbagai jenis upacara adat sebagai perwujudan

Lebih terperinci

TAHAPAN ADAT PERNIKAHAN ORANG BATAK TOBA

TAHAPAN ADAT PERNIKAHAN ORANG BATAK TOBA 1 TAHAPAN ADAT PERNIKAHAN ORANG BATAK TOBA 1. Marhori-hori Dinding. Pada tahap "Marhori-hori dinding" merupakan tahap pendekatan pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan untuk memberitahukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tata kalimat, dan tata makna. Ciri-ciri merupakan hakikat bahasa, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. tata kalimat, dan tata makna. Ciri-ciri merupakan hakikat bahasa, antara lain: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai rangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu yang dikenal sebagai kata, melambangkan suatu konsep. Setiap bahasa sebenarnya mempunyai ketetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari masyarakat karena mencakup aktivitas masyarakat dari tiap tiap

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari masyarakat karena mencakup aktivitas masyarakat dari tiap tiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian merupakan unsur kebudayaan yang dalam kehidupannya tidak lepas dari masyarakat karena mencakup aktivitas masyarakat dari tiap tiap daerah tempat kesenian itu

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku, bangsa, adat istiadat, agama, bahasa, budaya, dan golongan atas dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya): I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keragaman suku juga disertai dengan keragaman budaya. Itulah yang membuat suku budaya Indonesia sangat dikenal bangsa lain karena budayanya yang unik. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan serta memiliki beraneka ragam budaya. Kekayaan budaya tersebut tumbuh karena banyaknya suku ataupun etnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang dimiliki oleh manusia. Pada dasarnya bahasa digunakan sebagai sarana komunikasi dalam kehidupan manusia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki ciri khas dengan berbagai macam bentuk keberagaman. Keberagaman tersebut terlihat dari adanya perbedaan budaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Nilai Batasan nilai bisa mengacu pada berbagai hal, seperti minat, kesukaan, pilihan, tugas, kewajiban agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya tarik, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

THE ROLE OF THE TOBA BATAK UNITS IN BEQUEATH TEMPLE OF TOBA COMMUNITY MARRIAGE IN THE DURI SEBANGA

THE ROLE OF THE TOBA BATAK UNITS IN BEQUEATH TEMPLE OF TOBA COMMUNITY MARRIAGE IN THE DURI SEBANGA 1 THE ROLE OF THE TOBA BATAK UNITS IN BEQUEATH TEMPLE OF TOBA COMMUNITY MARRIAGE IN THE DURI SEBANGA Rinaldi Afriadi Siregar *, Prof.Dr.Isjoni, M.Si **, Bunari, S.Pd, M.Si *** Email: rinaldiafriadi4@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Buruh TKBM di Pelabuhan Belawan didominasi oleh suku Toba. penggunaan marga, penggunaan bahasa, berkumpul di Lapo Tuak,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Buruh TKBM di Pelabuhan Belawan didominasi oleh suku Toba. penggunaan marga, penggunaan bahasa, berkumpul di Lapo Tuak, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Buruh TKBM di Pelabuhan Belawan didominasi oleh suku Toba karena semangat migran yang mereka jiwai. Mereka bekerja keras di daerah perantauannya yaitu Medan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia adalah Negara majemuk dimana kemajemukan tersebut mengantarkan Negara ini kedalam berbagai macam suku bangsa yang terdapat didalamnya. Keaneka ragaman suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah adat Batak Toba atau yang disebut (Jabu) juga sangat sangat banyak ditemukan.

BAB I PENDAHULUAN. Rumah adat Batak Toba atau yang disebut (Jabu) juga sangat sangat banyak ditemukan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Samosir merupakan sebuah pulau yang terletak ditengah-tengah Danau Toba. Daerah ini merupakan pusat kebudayaan masyarakat Batak Toba. Di pulau inilah lahir si

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Perkawinan adalah Anugrah dari pemberian Allah Tuhan kita yang terwujud/terbentuk dalam suatu ikatan lahir batin dari hubungan antara Suami dan Isteri (kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian itu, karena orang-orang Batak kota pun tetap berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian itu, karena orang-orang Batak kota pun tetap berpedoman pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suku Batak sebagai salah satu golongan ethnis di Sumatera sejak dahulu sampai kini menempuh kebudayaannya menurut kepribadian sendiri. Tampaknya moderenisasi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari yang terendah: Mate di Bortian (meninggal dalam kandungan), Mate Posoposo

BAB I PENDAHULUAN. Dari yang terendah: Mate di Bortian (meninggal dalam kandungan), Mate Posoposo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera Utara. Nama Batak merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA ADAT PANJAITAN JABODETABEK( NELSON PANJAITAN)

HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA ADAT PANJAITAN JABODETABEK( NELSON PANJAITAN) HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA ADAT PANJAITAN JABODETABEK( NELSON PANJAITAN) X : Selamat siang pak N : Iya, siang X : Saya ingin bertanya-tanya tentang perkawinan semarga pak, kenapa perkawinan semarga itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Setiap suku biasanya memiliki tradisi yang menjadi keunikan tersendiri yang menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera merupakan pulau keenam terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang lain, baik itu komunikasi Verbal maupun Non verbal. Dimana tanpa adanya komunikasi maka

Lebih terperinci