HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Temperatur tanah Temperatur tanah harian pada kedalaman 15 cm selama solarisasi berlangsung, yaitu dari 23 Oktober hingga 3 Desember 2001 tertera pada Gambar 2. Temperatur tanah pada perlakuan solarisasi tanah pembibitan baik dengan pupuk kandang ayam (N3) atau solarisasi tanah pembibitan tanpa pupuk kandang (N 1) lebih tinggi dibanding dengan perlakuan tanah pembibitan hanya dengan pupuk kandang (N2) atau kontrol (tanpa pupuk kandang dan tanpa solarisasi tanah pembibitan /NO). Temperatur tertinggi 30,32"C terjadi pada pukul 12 siang dicapai dengan perlakuan tanah pembibitan yang diberi pupuk kandang ayam dan diberi solarisasi yaitu rata-rata 4,82"C lebih tinggi dibanding dengan kontrol dan temperatur terendah pada perlakuan tersebut yaitu 23,69"C pada pukul6 pagi atau rata-rata 3,8OC lebih tinggi dibanding dengan kontrol (Tabel Lampiran 2). Gambar 2. Rata-rata temperatur tanah pada kedalaman 15 cm selama solarisasi berlangsung (23 Oktober - 3 Desember 2001) pada berbagai perlakuan tanah pembibitan, NO = tanpa perlakuan solarisasi dan pupuk kandang, N1 = perlakuan hanya dengan solarisasi, N2 = perlakuan hanya dengan pupuk kandang, dan N3 = perlakuan solarisasi dan pupuk kandang.

2 24 Kejadian penyakit, indeks penyakit akar gada dan produksi kubis Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa tidak terjadi pengaruh interaksi antara kedua faktor yaitu frekuensi tanam tanaman perangkap dan perlakuan tanah pembibitan terhadap kejadian penyakit, indeks penyakit dan produksi kubis, tetapi masing-masing faktor menunjukkan pengaruh yang nyata (Tabel Lampiran 3). Kejadian penyakit akar gada terendah ditemui pada perlakuan satu kali tanam tanaman perangkap (Fl) berbeda nyata dengan perlakuan tiga kali tanam tanaman perangkap (F3) dan cenderung lebih baik dari pada perlakuan dua kali tanam tanaman perangkap (F2) atau tanpa tanaman perangkap (FO) (Tabel 1). Perlakuan satu kali tanam tanaman perangkap juga menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap indeks penyakit akar gada yaitu lebih rendah dibanding dengan perlakuan lainnya. Walaupun antara perlakuan tanpa tanaman perangkap, satu kali tanam tanaman perangkap dan dua kali tanam tanaman perangkap tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap produksi kubis, tetapi perlakuan satu kali tanam tanaman perangkap cenderung lebih baik dan produksi kubis nyata lebih tinggi dibanding dengan perlakuan tiga kali tanam tanaman perangkap. Pengaruh perlakuan tanah pembibitan terhadap kejadian penyakit, indeks penyakit akar gada dan produksi kubis bervariasi tergantung jenis perlakuan (Tabel 2). Walaupun antara ketiga perlakuan tanah pembibitan kubis dan tanpa perlakuan tanah pembibitan kubis tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kejadian penyakit akar gada, tetapi indeks penyakit akar gada nyata lebih rendah ditemui pada perlakuan tanah pembibitan (Nl, N2, N3) dibanding dengan tanpa perlakuan tanah pembibitan (NO). Produksi tertinggi (29,5 1 kglplot) dicapai

3 Tabel 1. Pengaruh frekuensi tanam tanaman perangkap terhadap kejadian penyakit, indeks penyakit akar gada (P. brassicae) dan produksi kubis Perlakuan Kejadian Penyakit Indeks Penyakit Produksi (%) (kg19 m2) Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada a = 0,05. FO = tanpa tanaman perangkap, F1 = satu kali tanam tanaman perangkap, F2 = dua kali tanam tanaman perangkap, dan F3 = tiga kali tanam tanaman perangkap. Tabel 2. Pengaruh perlakuan tanah pembibitan terhadap kejadian penyakit, indeks penyakit akar gada (P. brassicae) dan produksi kubis Perlakuan Kejadian Penyakit Indeks Penyakit Produksi (%) (kg19 m2) Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada a = 0,05. NO = tanah pembibitan tanpa perlakuan solarisasi dan pupuk kandang, N1 = perlakuan tanah pembibitan hanya dengan solarisasi, N2 = perlakuan tanah pembibitan hanya dengan pupuk kandang, dan N3 = perlakuan tanah pembibitan dengan solarisasi dan pupuk kandang. oleh perlakuan tanah pembibitan dengan hanya pupuk kandang ayam (N2) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanah pembibitan dengan solarisasi dan pupuk kandang ayam (N3), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan tanah pembibitan dengan hanya solarisasi (Nl) dan kontrol (NO).

4 26 Populasi mikrob rizosfer bibit kubis Populasi mikrob rizosfer bibit kubis meningkat pada tanah pembibitan yang diberi perlakuan (Tabel 3). Perlakuan tanah pembibitan (Nl, N2 dan N3) dengan nyata meningkatkan populasi cendawan dibanding dengan kontrol dan populasi aktinomisetes nyata lebih tinggi diperoleh dari perlakuan tanah pembibitan hanya dengan pupuk kandang ayam (N2) dan perlakuan tanah pembibitan dengan solarisasi dan pupuk kandang ayam (N3) dibanding dengan perlakuan tanah pembibitan hanya dengan solarisasi (Nl). Populasi mikrob rizosfer (bkteri total, bakteri tahan panas, aktinomisetes, dan cendawan) bibit kubis pada berbagai perlakuan tanah pembibitan ditunjukkan pada Gambar 3 dan total populasi cendawan rizosfer bibit kubis pada berbagai perlakuan tanah pembibitan pada Tabel 4. Tabel 3. Pengaruh perlakuan tanah pembibitan terhadap total populasi mikrob rizosfer bibit kubis Perlakuan Total Total populasi (log cfulg akar) Bakteri Aktinomisetes Tahan panas Cendawan Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada a = 0,05. NO = tanah pembibitan tanpa perlakuan solarisasi dan pupuk kandang, N1 = perlakuan tanah pembibitan hanya dengan solarisasi, N2 = perlakuan tanah pembibitan hanya dengan pupuk kandang, dan N3 = perlakuan tanah pembibitan dengan solarisasi dan pupuk kandang.

5 Populasi bakteri total (A), bakteri tahan panas (B), aktinomisetes (C) dan cendawan (D) rizosfer bibit kubis pada berbagai perlakuan tanah pembibitan: NO = tanpa perlakuan solarisasi dan pupuk kandang, N1 = perlakuan hanya dengan solarisai, N2 = perlakuan hanya dengan pupuk kandang, dan N3 = perlakuan solarisasi dan pupuk kandang.

6 Tabel 4. Total populasi cendawan rizosfer bibit kubis pada berbagai perlakuan tanah pembibitan Cendawan Perlakuan NO N1 N2 N populasi (log cfulg akar) Gliomastix 0,000 3,456 4,109 4,109 Aspergillus dan Cladosporium 0,000 3,757 0,000 3,631 Chalaropsis 3,933 4,058 4,301 4,234 * = tidak teridentifikasi NO = tanah pembibitan tanpa perlakuan solarisasi dan pupuk kandang, N1 = perlakuan tanah pembibitan hanya dengan solarisasi, N2 = perlakuan tanah pembibitan hanya dengan pupuk kandang, dan N3 = perlakuan tanah pembibitan dengan solarisasi dan pupuk kandang.

7 29 Pembahasan Sistem pertanian intensif dengan penanaman tanaman yang sama secara berulang-ulang dapat menyebabkan peningkatan jumlah inokulum patogen tular tanah yang tinggi, yang dapat mengancam produktivitas tanaman. Salah satu faktor yang sangat penting dalam pengelolaan penyakit yang disebabkan oleh patogen-patogen tular tanah adalah mengurangi tingkat inokulum patogen tersebut hingga tingkat di bawah ambang kritis sebelum suatu tanaman yang peka ditanam. Dalam ha1 ini, sterilisasi tanah dengan bahan kimia umumnya sering digunakan, bagaimanapun cara ini tidak mendukung pertanian berkelanjutan karena berbahaya terhadap lingkungan. Solarisasi tanah adalah suatu disinfestasi tanah alternatif, merupakan proses pemanasan tanah di bawah mulsa plastik transparan dengan temperatur yang merugikan patogen-patogen tular tanah, telah berhasil mengendalikan berbagai penyakit tanaman ( Stapleton dan DeVay 1986), tennasuk penyakit akar gada (clubroot) pada tanaman cruciferae (Horiuchi 1984; Horiuchi et al. 1982; Widodo dan Suheri 1995). Solarisasi tanah baik secara tunggal atau kombinasi dengan penambahan bahan organik adalah efektif mengendalikan patogenpatogen tular tanah (Gamliel dan Stapleton 1993; Katan 1981). Pada penelitian ini penggunaan tanaman perangkap yang ditujukan untuk mengurangi populasi awal P.brassicae di dalam tanah yang dikombinasikan dengan perlakuan tanah pembibitan ternyata tidak memberikan pengaruh interaksi terhadap kejadian penyakit, indeks penyakit akar gada ataupun produksi tanaman kubis. Walaupun demikian masing-masing perlakuan secara tunggal menunjukkan pengaruh yang nyata (Tabel Lampiran 3).

8 Penggunaan tanaman perangkap caisin dengan perlakuan satu kali tanam (Fl) secara nyata dapat menurunkan indeks penyakit akar gada dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1). Hal ini berarti tanaman caisin dapat digunakan untuk memerangkap P. brassicae di dalam tanah sebelum tanaman kubis ditanam. Inokulum P. brassicae di dalam tanah diduga sudah berkurang karena sebagian telah menginfeksi tanaman caisin atau sudah terperangkap sehingga inokulum yang dapat menginfeksi tanaman kubis juga menurun dan dengan demikian keparahan penyakit akar gada pada tanaman kubis menurun. Inokulum yang tidak terperangkap diduga tidak terjangkau dengan akar tanaman perangkap yang ditanam dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Chupp dalam Karling (1968) melaporkan bahwa pada percobaan rumah kaca, zoospora dan amuba jarang berpindah lebih dari 5 inc secara horisontal selama satu musim dengan adanya inang yang peka. Frekuensi tanam tanaman perangkap dengan perlakuan dua kali tanam (F2) dan tiga kali tanam (F3) secara nyata meningkatkan indeks penyakit akar gada pada kubis dibanding dengan perlakuan satu kali tanam (Fl). Hal ini diduga 30 populasi P. brassicae di dalam lahan yang digunakan sifat genetik atau patogenitasnya berbeda karena dapat menginfeksi inang yang berbeda. Menurut Tinggal dan Webster 1981; Jones et al. (1982a) dalam Voorrips (1995) bahwa isolat-isolat lahan adalah memiliki sifat genetik yang tidak seragam, sehingga isolat yang berasal dari suatu lahan yang memiliki populasi patogen yang tidak seragam sifat genetiknya dapat menginfeksi inang yang berbeda. Sedangkan Djatnika (1989) melaporkan bahwa sebahagian besar populasi P. brassicae dari beberapa daerah di Jawa Barat mempunyai kesamaan yaitu dapat menyerang

9 3 1 Brassica oleracea, Brassica campestris dan Brassica napus. Selain itu penanaman tanaman perangkap lebih dari satu kali diduga meningkatkan populasi inokulum P. brassicae di dalam tanah. Spora rehat patogen yang kemungkinan terlepas dari akar tanaman perangkap pada saat panen menambah populasi lahan sebelum tanaman utama ditanam sehingga menyebabkan keparahan penyakit meningkat pada perlakuan tanaman perangkap lebih dari satu kali tanam. Naumov (1928) dalanz Karling (1968) menunjukkan bahwa keberhasilan infeksi P. brassicae tergantung pada jumlah spora di dalam tanah dan infeksi tidak akan terjadi kecuali jika terdapat spora yang relatif tinggi dan jumlah spora yang lebih tinggi menyebabkan infeksi yang lebih parah. Persentase tanaman yang terserang meningkat dengan cepat dengan meningkatnya konsentrasi spora, dan menyebabkan proporsi tanaman yang terinfeksi juga meningkat (MacFarlane dalam Karling 1968). Colhoun (1957) melaporkan bahwa spora rehat P. brassicae (kurang dari 10 spora per gram tanah) menghasilkan "clubroot" yang maksimum apabila kondisi tanah mendukung, tetapi apabila kondisi tanah tidak mendukung, ' sporalg tanah kadang-kadang tidak cukup clntuk menghasilkan clubroot. Pada penelitian ini, populasi spora rehat P. brassicae di dalam tanah tidak dapat dideteksi dengan menggunakan metode Takahashi dan Yamaguchi (1987). Pada pengamatan di bawah mikroskop flooresens, spora tidak dapat dihitung karena garis skala haemositometer tidak kelihatan. Hal ini mungkin karena kesalahan teknik. Peningkatan produksi kubis pada perlakuan satu kali tanam tanaman perangkap berkaitan dengan penurunan indeks penyakit, walaupun produksi tersebut tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini kemungkinan karena adanya

10 serangan ulat Crocidolomia binotalis Zeller yang cukup tinggi menjelang panen. Keadaan pertanaman kubis di lapang pada awal pembentukan krop yaitu umur 7 minggu setelah tanam belum menunjukkan adanya serangan ulat C. binotalis, tetapi setelah crop tanaman kubis terbentuk hingga tanaman dipanen terserang dengan ulat tersebut. C. binotalis tidak dapat diatasi dengan penyemprotan insektisida 2 kali seminggu karena dalam periode waktu tersebut curah hujan cukup tinggi sehingga insektisida yang diaplikasikan kemungkinan tercuci. Selain itu pengendalian mekanik yang dilakukan sekali seminggu dengan cara mengambil ulat dari crop tanaman juga belum mampu mengatasi serangan karena ulat yang berada di dalam crop sulit diambil. Keadaan pertanaman dari berbagai perlakuan masing-masing ditunjukkan pada Gambar 4a, 4b, 4c, dan 4d. Perlakuan tanah pembibitan hanya dengan solarisasi (Nl), hanya dengan pupuk kandang ayam (N2), atau dengan solarisasi dan pupuk kandang ayam (N3) dengan nyata dapat mengurangi keparahan penyakit akar gada dibandingkan dengan tanpa perlakuan (Tabel 2). Pada penelitian ini, solarisasi tanah secara konsisten menyebabkan peningkatan temperatur tanah (Gambar 2), walaupun peningkatan tersebut hanya 3,80 C dan 4,82"C lebih tinggi dibanding tanpa perlakuan solarisasi. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Widodo dan Suheri (1995) dimana peningkatan temperatur tanah pada kedalaman yang sama (15 cm) mencapai 2OC dan 8,5"C lebih tinggi dari pada tanah yang tidak disolarisasi. Perbedaan ini karena waktu solarisasi yang berbeda sehingga 32 menghasilkan panas yang berbeda. Pada kedalaman 15 cm, temperatur tanah maksimum yang dicapai adalah rata-rata 30,32'C kemungkinan tidak berpengaruh langsung terhadap patogen, karena ambang temperatur yang dapat mematikan

11 Umw 7 minggu setelah tanam Umw 10 minggu setelah tanam Gambar 4a. Keadaan tanaman kubis di lapangan dengan tanpa perlakuan tanaman perangkap dari berbagai perlakuan tanah pembibitan. Pada urnur 7 minggu setelah tanam, beberapa tanaman memperlihatkan gejala layu (L) dan harnpir tidak ada tanam yang mati (M). Pada umur 10 minggu setelah tanam atau menjelang panen, beberapa tanaman tidak membentuk krop (TK) clan mati (M), dan semua tanamani terserang berat Crocidolornia binotalis Zeller (C), FONO = tanpa tanamn perangkap dan tanpa perlakuan tanah pembibitan, FONl = tanpa tanaman perangkap dan perlakuan tanah pembibitan dengan solarisasi, FON2 = tanpa tanaman perangkap dan perlakuan tanah pembibitan dengan pupuk kandang, dan FON3 = tanpa tanaman perangkap dan perlakuan tanah pembibitan dengan solarisasi dan pupuk kandang.

12 Umur 7 minggu setelah tanam Umur 10 minggu setelah tanam Gambar 4b. Keadaan tanaman kubis di lapangan pada perlakuan satu kali tanam tanaman perangkap dengan kombinasi berbagai perlakuan tanah pembibitan. Pada wnur 7 minggu setelah tanam, beberapa tanaman memperlihatkan gejala layu (L) dan hampir tidak ada tanaman yang mati (M). Pada umur 10 minggu setelah tanam atau menjelang panen, hampir tidak ada tanaman yang tidak membentuk krop (TK) dan mati (M), dan sebagian besar tanaman terserang berat Crocidolomia binotalis Zeller, FlNO = satu kali tanam tanaman perangkap dan tanpa perlakuan tanah pembibitan, FIN1 = satu kali tanam tanaman perangkap dan perlakuan tanah pembibitan dengan solarisasi, FIN2 = satu kali tanam tanaman perangkap dan perlakuan tanah pembibitan dengan pupuk kandang, dan FIN3 = satu kali tanam tanaman perangkap dan perlakuan tanah pembibitan dengan solarisasi dan pupuk kandang.

13 Umur 7 minggu setelah tanam Umur 10 minggu setelah tanam Gambar 4c. Keadaan tanaman kubis di lapangan pada perlakuan dua kali tanam tanaman perangkap dengan kombinasi berbagai perlakuan tanah pembibitan. Pada umur 7 minggu setelah tanam, sebahagian tanaman memperlihatkan gejala layu (L) dan beberapa tanaman mati (M). Pada umur 10 minggu setelah tanam atau menjelang panen, beberapa tanaman tidak membentuk hop (TK) dan mati (M), dan sebagian besar tanaman terserang Crocidolomia binotalis Zeller, F2NO = dua kali tanam tanamn perangkap dan tanpa perlakuan tanah pembibitan, F2N1 = dua kali tanam tanaman perangkap dan perlakuan tanah pembibitan dengan solarisasi, F2N2 = dua kali tanam tanaman perangkap dan perlakuan tanah pembibitan dengan pupuk kandang, dan F2N3 = dua kali tanam tanaman perangkap dan perlakuan tanah pembibitan dengan solarisasi dan pupuk kandang.

14 Umur 7 minggu setelah tanam Umur 10 minggu setelah tanam Gambar 4d. Keadan tanaman kubis di lapangan pada perlakuan tiga kali tanam tanaman perangkap dengan kombinasi berbagai perlakuan tanah pembibitan. Pada umur 7 minggu setelah tanam, sebagian besar tanaman memperlihatkan gejala layu (L) clan beberapa tanaman mati (M). Pada umur 10 minggu setelah tanam atau menjelang panen, sebagian tanaman tidak dapat membentuk krop (TK) dan sebagian besar tanaman terserang berat Crocidolomia binotalis Zeller, F3NO = tiga kali tanam tanamn perangkap dan tanpa perlakuan tanah pembibitan, F3N1 = tiga kali tanam tanaman perangkap dan perlakuan tanah pembibitan dengan solarisasi, F3N2 = tiga kali tanam tanaman perangkap dan perlakuan tanah pembibitan dengan pupuk kandang, dan F3N3 = tiga kali tanam tanaman perangkap dan perlakuan tanah pembibitan dengan solarisasi dan pupuk kandang.

15 37 beberapa cendawan mesofilik adalah 37OC selama 2-4 jam secara terus menerus (DeVay dan Katan 1991). Takahashi dan Yamaguchi (1989) melaporkan bahwa penyakit akar gada (clubroot) menurun apabila tanah terinfestasi diberi panas minimal 40 C selama 10 hari dan penurunan penyakit lebih besar dan lebih cepat pada temperatur yang lebih tinggi. Penurunan indeks penyakit akar gada pada penelitian ini diduga karena efek kumulatif dari temperatur tanah harian yang dihasilkan oleh solarisasi yang secara tidak langsung mematikan patogen, tetapi hanya dapat melemahkannya. Disamping itu efek tersebut juga dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah dan aktivitasnya yang diduga secara langsung dapat mempengaruhi P. brassicae di dalam tanah. Pemanasan tanah karena solarisasi secara langsung dapat mempengaruhi propagul-propagul patogen dan juga dapat menyebabkan peningkatan aktivitas mikrob antagonis di dalam tanah (Greenberger et al. 1987; Katan et al. 1976; Stapleton dan DeVay 1984; Tjamos dan Paplomatas 1988). Bahkan Stapleton dan DeVay (1984) telah mengamati adanya peningkatan pertumbuhan tanaman dan penurunan keparahan penyakit pada plot yang diberi solarisasi tanpa peningkatan temperatur. Walaupun produksi yang diperoleh pada perlakuan tanah pembibitan dengan solarisasi tidak berbeda nyata dengan kontrol (karena adanya serangan Crocidolomia binotalis Zeller yang tidak dapat dikontrol), tetapi dengan solarisasi produksi kubis cenderung lebih baik (Tabel 2). Peningkatan produksi kubis karena solarisasi pada penelitian ini kemungkinan berhabungan dengan peningkatan populasi mikrob rizosfer bibit kubis yang lebih tinggi dari pada kontrol (Tabel 3). Organisme tersebut mengkolonisasi akar bibit kubis sebelum

16 ditanam di lapangan. Hal ini dapat mengurangi kontak antara tanaman kubis dengan P. brassicae di dalam tanah sehingga dapat mengurangi keparahan penyakit dan kemudian dapat meningkatkan produksi tanaman kubis. Efek kumulatif dari panas yang dihasilkan oleh solarisasi yang menyebabkan perubahan kepadatan populasi dari sejumlah spesies mikrob terjadi selama dan setelah solarisasi tanah sangat berpengaruh terhadap organisme yang bersifat patogenik terhadap tanaman dan juga bakteri rizosfer pada umumnya meningkatkan respon pertumbuhan tanaman atau "Increased Growth Response" (IGR) tanaman pada tanah yang disolarisasi (Stapleton et al. 1985). Perubahan lingkungan tanah yang mengikuti efek solarisasi tidak hanya komposisi biotik, tetapi juga struktur tanah dan bahan mineral yang dapat larut dalam air tersedia untuk tanaman dan untuk pertumbuhan mikrob (Stapleton dan DeVay 1986; Chen dan Katan 1980). Selanjutnya menurut Wood (1967) dalam Katan & DeVay (1991) bahwa solarisasi tanah meningkatkan konsentrasi ion dan kandungan bahan organik yang berperan sangat penting untuk stimulasi pertumbuhan tanaman dan resistensi tanaman terhadap berbagai patogen. Menurut Besri (1991) bahwa perubahan fisik dan kimia, dan juga multiplikasi mikroflora antagonis di dalam tanah pada plot yang diberi mulsa karena kondisi anaerob yang disebabkan oleh mulsa polietilen. Antagonisme meningkat setelah propagul-propagul patogen dilemahkan oleh panas sublethal dari solarisasi dan menjadi lebih sensitif terhadap aktivitas mikrob (Freeman dan Katan 1988). Fenomena IGR ditunjukkan dengan peningkatan pertumbuhan tanaman setelah disinfestasi karena bebas dari patogen. Hal ini juga ditunjukkan pada tanah yang disolarisasi (Chen et al. 1991; Gamliel dan Katan 1991). Mekanisme-mekanisme yang menunjukkan IGR adalah secara 38

17 39 kimia seperti pelepasan nutrisi mineral atau faktor-faktor pertumbuhan, melenyapkan toksin atau secara biologi seperti eleminasi patogen, stimulasi mikroorganisme yang berguna (Palti dan Katan 1997). Walaupun demikian pada penelitian ini, efek solarisasi tanah pembibitan terhadap peningkatan populasi mikrob rizosfer bibit kubis (aktinomisetes dan cendawan) nyata lebih tinggi dibanding tanpa perlakuan solarisasi (Tabel 3), tetapi nampaknya belum mampu mengatasi infeksi P. brassicae di lapangan yang diduga populasinya cukup tinggi. Penurunan indeks penyakit akar gada dan peningkatan produksi kubis pada perlakuan tanah pembibitan dengan pupuk kandang ayam (Tabel 2) juga berkaitan dengan peningkatan populasi mikroflora rizosfer akar kubis, terutama aktinomisetes nyata lebih tinggi dibanding dengan kontrol ataupun dengan perlakuan tanah pembibitan hanya dengan solarisasi (Tabel 3) yang diduga dapat berperan menekan patogen. Penekanan P. brassicae oleh mikrob terjadi secara alami kemungkinan melalui proteksi pada akar yang menyebabkan atau meningkatkan ketahanan tanaman inang terhadap infeksi patogen. Tanah dengan tingkat bahan organik yang tinggi memiliki mikroflora dan fauna yang lebih kompleks dan lebih aktif yang berhubungan dengan kemampuannya untuk menekan aktivitas patogen (Hoitink et al. 1996). Mikroflora pada substrat yang kondusif menyerupai "niche" pada tanah yang mengalami mineralisasi yang tinggi (Kanazawa dan Filip 1986). Penambahan bahan organik ke dalam tanah menstimulir pertumbuhan mikrob supersif endogenus dengan indikasi bahwa tidak hanya meningkatkan aktivitas biologi tetapi juga keragaman total mikrob yang memegang peranan penting dalam pengendalian biologi (Casale et al. 1995). Aryantha et al. (2000) melaporkan bahwa bahan organik merupakan kapasitas

18 J penyangga tanah secara biologi, dapat menurunkan jumlah patogen selama dekomposisi, mempengaruhi nitrifikasi dan bentuk nitrogen, dan melindungi inang dari serangan patogen. Pengendalian biologi yang efektif apabila suatu 40 pertahanan melawan patogen melalui lapisan organisme rizosfer yang ada sebelumnya untuk mencegah penetrasi (Baker dan Cook 1974). Menurut Beaumont dan Staniland (1933) dan Whitehead (1946) dalam Karling (1968) bahwa infeksi P. brassicae kurang berarti dan keparahan penyakit rendah pada tanaman yang dipupuk atau pada tanah yang diberi bahan organik. Peningkatan akar yang bengkak paling tinggi apabila nitrogen atau sulfur defisien, dan peningkatan akar yang bengkak relatif kecil apabila nitrogen atau kalium berlebih (Pryor 1940 dalam Karling 1968). Indeks penyakit akar gada pada tanaman yang disuplai dengan nitrogen lebih rendah dari pada tanaman yang tidak mendapat nitrogen yang cukup (Karling 1968). Pupuk kandang ayam adalah kotoran hewan yang mengandung nitrogen, fosfor, dan kalium yang cukup tinggi yang dapat larut dalam air (Casale et al. 1995), yang terdiri atas 2-3 % nitrogen, 1,5 % fosfor, dan 1,5 % kalium per berat kering (Gaskell et al. 2000). Tingkat amonia yang tinggi dari pupuk kandang ayam secara langsung bersifat toksik terhadap Phytopthora cinnamomi (Aryantha et al. 2000). Menurut Fellows dan Ficke (1934) dalam Baker dan Cook (1974) bahwa pupuk kandang ayam selalu memberikan pengendalian yang sempurna pada "take-all" karena pengaruhnya terhadap organisme penyebab dari pada terhadap tanaman gandum. Pada penelitian ini tidak diketahui dengan pasti apakah pupuk kandang ayam juga toksik terhadap P. brassicae atau tidak karena tidak diamati.

19 41 Perlakuan tanah pembibitan hanya dengan pupuk kandang ayam atau perlakuan tanah pembibitan dengan solarisasi dan pupuk kandang ayam tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata dalam menurunkan indeks penyakit akar gada atau dalam meningkatkan produksi kubis (Tabel 2). Hal ini berbeda dari beberapa laporan terdahulu yang menyatakan bahwa adanya peningkatan efek dari aplikasi ganda, seperti yang dilaporkan oleh Horiuchi (1991) bahwa penambahan bahan organik meningkatkan efek solarisasi walaupun bahan organik tersebut pada awalnya digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah dan keadaan fisik tanah. Ramirez dan Munnecke (1988) melaporkan bahwa solarisasi meningkatkan efek negatif gas fungitoksik dari residu tanaman cruciferae yang mengalami dekomposisi yang tertahan di bawah mulsa plastik terhadap Fusarium oxysporum f. sp. conglutinans sebagai penyebab penyakit layu pada kubis. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa tidak selalu aplikasi ganda dapat meningkatkan efek pengendalian patogen, kemungkinan tergantung pada organisme yang dikendalikan atau bahan organik yang digunakan. Penurunan populasi bakteri total dan aktinomisetes pada perlakuan tanah pembibitan dengan solarisasi dan pupuk kandang dibanding dengan perlakuan tanah pembibitan hanya dengan pupuk kandang ayam (Tabel 3) diduga karena pertukaran gas seperti O2 lebih rendah pada tanah solarisasi menyebabkan populasi bakteri dan aktinomisetes sedikit menurun. Blok et al. (2000) menunjukkan bahwa kondisi anaerob meningkat dengan cepat pada plot yang ditutup dengan plastik. Selanjutnya dikatakan bahwa konsentrasi oksigen atmosfir tanah ditentukan oleh difusi dari tanah yang berdekatan (tanpa penutup) yang menembus plastik, dan oleh konsumsi mikroflora tanah dan proses oksidatif lainnya. Menurut Stolzy dan

20 42 VanGundy (1968) bahwa efek negatif dari aerasi yang buruk terhadap pertumbuhan dan sporulasi cendawan sering karena C02 yang berlebihan dibanding bila kekurangan oksigen. Perlakuan tanah pembibitan apakah hanya dengan solarisasi, hanya dengan pupuk kandang ayam, atau dengan solarisasi dan pupuk kandang ayam dapat meningkatkan populasi mikroflora rizosfer bibit kubis dibanding dengan kontrol, terutama aktinomisetes. Aktinomisetes dilaporkan dapat mendegradasi material yang mengandung kitin (Broadbent et al. 1971; Lin et al dalam Widodo dan Suheri 1995), sedangkan komponen utama dinding sel P. brassicae adalah kitin (Karling 1968) sehingga diduga bahwa aktinomisetes berperan secara langsung menyerang P. brassicae. Selain itu mikrob rizosfer bibit kubis seperti cendawan (teridentifikasi) lebih beragam diperoleh dari perlakuan tanah pembibitan dibanding dengan tanpa perlakuan tanah pembibitan (Tabel 4) yang juga diduga berperan penting dalam pengendalian patogen tersebut. Keragaman total mikrob berperan penting dalam pengendalian biologi (Baker dan Cook 1974; Casale et al. 1995). Pengendalian biologi patogen tular tanah dengan menggunakan cendawan antagonis telah banyak dilaporkan. Namun demikian untuk P. brassicae masih sedikit. Djatnika (1989) melaporkan bahwa Mortierella dapat menurunkan intensitas serangan P. brassicae walaupun tidak menyebabkan peningkatan bobot daun kubis yang nyata. Narisawa et al. (1998) menemukan 16 dari 322 isolat cendawan pengkolonisasi akar yang dapat menurunkan kejadian penyakit akar gada pada caisin yafig ditanam pada tanah steril. Selanjutnya dikatakan bahwa dari isolat tersebut, 2 isolat Heteroconiurn chaetospira (Hyphomycetes) dapat menekan penyakit akar gada pada tanah yang

21 tidak steril (Narisawa et al. 1998). H. chaetospira dapat menurunkan kejadian penyakit akar gada hingga 97 % dan layu Verticillium 67 % pada tanaman sawi putih dan kemungkinan berpotensi untuk mengendalikan penyakit-penyakit tular 43 tanah yang penting lainnya seperti yang disebabkan oleh Fusarium dan Rhizoctonia (Narisawa et al. 2000). Cendawan-cendawan rizosfer bibit kubis yang ditemukan pada penelitian ini kemungkinan juga berpotensi untuk pengendalian P. brassicae.

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Akar Gada

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Akar Gada TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Akar Gada Gejala Gejala yang nampak di atas perrnukaan tanah adalah daun-daun tanaman yang terinfeksi P. brassicae layu pada hari panas dan kering, pulih kembali selama malam

Lebih terperinci

Efektifitas Solarisasi Tanah Terhadap Penekanan Perkembangan Jamur Fusarium Pada Lahan Tanaman Pisang Yang Terinfeksi

Efektifitas Solarisasi Tanah Terhadap Penekanan Perkembangan Jamur Fusarium Pada Lahan Tanaman Pisang Yang Terinfeksi Efektifitas Solarisasi Tanah Terhadap Penekanan Perkembangan Jamur Fusarium Pada Lahan Tanaman Pisang Yang Terinfeksi Anis Shofiyani 1*, Gayuh Prasetyo Budi 1 1 Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kubis Kubis (Brassicae oleraceae L.) termasuk family cruciferae, Klas dicotyledoneae, Subdivisi angiospermae dan Divisi embriophyta. Kubis sebagai sayuran mempunyai peran penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae) 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Sidik Ragam Hasil analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae)

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis

II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis rumputan (graminae) yang mempunyai batang tunggal dan kemungkinan dapat memunculkan cabang anakan

Lebih terperinci

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT ISSN 1411939 PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT Trias Novita Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp. 4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan diusahakan secara komersial baik dalam skala besar maupun skala kecil (Mukarlina et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pisang adalah tanaman penghasil buah yang paling banyak dikonsumsi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pisang adalah tanaman penghasil buah yang paling banyak dikonsumsi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang adalah tanaman penghasil buah yang paling banyak dikonsumsi dan ditanam luas di Indonesia. Produksi pisang adalah yang paling tinggi di antara semua tanaman buah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gayatri Anggi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gayatri Anggi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sayuran dalam kehidupan manusia sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan peningkatan gizi, karena sayuran merupakan salah satu sumber mineral dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS Eva L. Baideng Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Sam Ratulangi Email : eva.baideng@yahoo.co.id;eva.baideng@unsrat.ac.id

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Tanah Kacang tanah berasal dari Amerika Selatan, namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Cina dan India merupakan penghasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Tanaman tomat diduga berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan terutama Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke Italia, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya. Berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Isolasi Cendawan Rizosfer

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Isolasi Cendawan Rizosfer 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Lokasi pengambilan sampel berada di dua tempat yang berbeda : lokasi pertama, Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor memiliki ketinggian + 400 m dpl (diatas permukaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek.

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

Cicu: Penekanan penyakit akar gada pada tan. kubis melalui perlakuan tanah pembibitan memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas penyakit dan

Cicu: Penekanan penyakit akar gada pada tan. kubis melalui perlakuan tanah pembibitan memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas penyakit dan Penekanan Penyakit Akar Gada pada Tanaman Kubis melalui Perlakuan Tanah Pembibitan Cicu Kebun Percobaan Jeneponto, BPTP Sulawesi Selatan Jl. Hortikultura Bontoparang-Tolo, Kelara, Kotak Pos 1 Jeneponto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran sangat erat hubungannya dengan kesehatan, sebab sayuran banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama adanya kandungan karotin,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang 5 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang Fusarium oxysporum f. sp. cubense (Foc) merupakan cendawan tular tanah (soil borne), penghuni akar (root inhabitant), memiliki ras fisiologi yang berbeda,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman pangan. Pengolahan tanah adalah tindakan mekanis untuk menciptakan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI Disusun Oleh : WASIS BUDI HARTONO PENYULUH PERTANIAN LAPANGAN BP3K SANANKULON Penyakit Blas Pyricularia oryzae Penyakit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat menguntungkan jika dibudayakan secara berkelanjutan. Khususnya kopi Lampung memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces)

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi. Simbiosis mikoriza melibatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007). TINJAUAN PUSTAKA Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jamur dan akar tanaman (Brundrett, 1991). Hampir pada semua jenis tanaman terdapat bentuk simbiosis ini. Umumya mikoriza dibedakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu buah pisang. Buah pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang dimulai pada bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kubis (Brasica oleraceae L.) adalah salah satu tanaman sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman kubis (Brasica oleraceae L.) adalah salah satu tanaman sayuran yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kubis (Brasica oleraceae L.) adalah salah satu tanaman sayuran yang mempunyai nilai ekonomi tinggi ditinjau dari segi nilai gizinya dan potensinya sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di Indonesia masih banyak mengandalkan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang tanaman pertanian termasuk tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 ) PEMBAHASAN UMUM Dari kajian pengaruh pupuk N terhadap fluks CO 2 hasil respirasi bahan gambut menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan P. fluorescens pada Beberapa Formulasi Limbah Organik Populasi P. fluorescens pada beberapa limbah organik menunjukkan adanya peningkatan populasi. Pengaruh komposisi limbah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri Kejadian penyakit adalah angka yang menunjukkan jumlah tanaman sakit dibandingkan dengan jumlah tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang berpotensi untuk dikembangkan secara intensif. Permintaan kacang hijau dalam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2016.

METODE PENELITIAN. 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2016. 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di laboratorium Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan di Desa Dukuwaluh, Kecamatan Kembaran pada ketinggian tempat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman mentimun berasal dari kaki pegunungan Himalaya. Domestikasi dari tanaman liar ini berasal dari India utara dan mencapai Mediterania pada 600 SM. Tanaman ini dapat tumbuh

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM DAN PUPUK N (ZA) TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica juncea L)

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM DAN PUPUK N (ZA) TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) Jurnal Penelitian Pertanian BERNAS, Volume 9, No 1 : 1-6 PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM DAN PUPUK N (ZA) TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) Sri Susanti Ningsih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu kegiatan budidaya pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami serta meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat merusak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di III. TATA CARA PENELITIAN A. Rencana Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di Laboratorium Penelitian, Lahan Percobaan fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pupuk organik cair adalah ekstrak dari hasil pembusukan bahan-bahan organik. Bahan-bahan organik ini bisa berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

Cultural Control. Dr. Akhmad Rizali. Pengendalian OPT melalui Teknik Budidaya. Mengubah paradigma pengendalian OPT:

Cultural Control. Dr. Akhmad Rizali. Pengendalian OPT melalui Teknik Budidaya. Mengubah paradigma pengendalian OPT: Cultural Control Dr. Akhmad Rizali Pengendalian OPT melalui Teknik Budidaya Mengubah paradigma pengendalian OPT: Dari: mengendalikan setelah terjadi serangan OPT, Menjadi: merencanakan agroekosistem sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT

TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT NAMA INSTANSI FASILITATOR : MU ADDIN, S.TP : SMK NEGERI 1 SIMPANG PEMATANG : Ir. SETIA PURNOMO, M.P. Perencanaan pemeliharaan merupakan tahapan awal yang sangat

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Penelitian, lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 5 II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 2.1. Karakteristik tanah tropika basah Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas di kawasan tropika basah, tetapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE A.

III. BAHAN DAN METODE A. III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga September 2014 di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA untuk identifikasi senyawa ekstrak, Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya burung puyuh (Coturnix coturnix) betina dengan tujuan utama menghasilkan telur konsumsi dan atau pemeliharaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biotani Sistimatika Sawi Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah. Sawi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Era perdagangan bebas diawali di tahun 2003 Asean Free Trade Area (AFTA), dilanjutkan tahun 2010 Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), tahun 2015 Masyarakat Ekonomi

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah Oleh : Juwariyah BP3K garum 1. Syarat Tumbuh Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat tumbuh yang sesuai tanaman ini. Syarat tumbuh tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Program Studi Entomologi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:

Program Studi Entomologi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi: Efektivitas Cendawan Isolat Lokal Metarhizium sp. terhadap Hama Plutella xylostella Linn. pada Tanaman Kubis di Kota Tomohon (The effects of Local Isolates of the Fungus Metarhizium sp. against Pests Plutella

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 kilogram sayuran per kapita per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dari angka konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kehilangan karbon di sektor pertanian disebabkan oleh cara praktik budidaya yang tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT Pemanfaatan kompos sampah plus Trichoderma harzianum sebagai media tanam dan agen pengendali penyakit rebah kecambah (Rhizoctonia oryzae) pada tanaman padi Hersanti/hersanti@plasa.com Jurusan Hama dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi. Tanaman ini dapat mulai berbuah pada umur 2-3 tahun. Di Lampung, komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang dilakukan perlu berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam yang efektif penggunaannya, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang juga meningkat. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar. Jagung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman primadona di Lampung. Salah satu perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation (GMP). Pengolahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah hutan di Indonesia pada umumnya berjenis ultisol. Menurut Buckman dan Brady (1982), di ultisol kesuburan tanah rendah, pertumbuhan tanaman dibatasi oleh faktor-faktor yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kabupaten Karo, Desa Kuta Gadung dengan ketinggian tempat m diatas

BAHAN DAN METODE. Kabupaten Karo, Desa Kuta Gadung dengan ketinggian tempat m diatas BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Karo, Desa Kuta Gadung dengan ketinggian tempat 1.250 m diatas permukaan laut.

Lebih terperinci