HASIL. Penapisan Kapang yang Berpotensi dalam Produksi AIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL. Penapisan Kapang yang Berpotensi dalam Produksi AIA"

Transkripsi

1 17 HASIL Penapisan Kapang yang Berpotensi dalam Produksi AIA Sebanyak 51 kapang asal serasah tanaman hutan yaitu 19 dari Katingan (Tabel 1) dan 32 dari Tarakan (Tabel 2) telah diuji potensinya dalam memproduksi AIA. Kapang-kapang yang berasal dari dua daerah ini seluruhnya mampu menghasilkan AIA dengan kadar yang sangat bervariasi (Lampiran 3). Secara umum, kapangkapang asal Katingan memproduksi AIA (1,92±0,26 ppm) lebih tinggi dibanding kapang-kapang asal Tarakan (1,08±0,14 ppm) (Gambar 3a). Isolat kapang asal Katingan merupakan isolat kapang terpilih dalam memproduksi AIA. Produksi AIA dengan cara inkubasi statis (2,72±0,89 ppm) lebih tinggi dibandingkan dengan cara digoyang (1,92±0,26 ppm) (Gambar 3b). Cara inkubasi statis merupakan cara inkubasi yang dipilih dalam produksi AIA. Kadar AIA (ppm) 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Katingan Asal Isolat Tarakan (a) (b) Gambar 3 (a)rataan kadar AIA yang dihasilkan oleh isolat kapang asal Katingan dan Tarakan dengan inkubasi digoyang;(b) Rataan kadar AIA yang dihasilkan oleh isolat kapang asal Katingan dengan inkubasi statis dan digoyang. Pengaruh penyimpanan terhadap produksi AIA dari 19 isolat kapang asal Katingan bervariasi tergantung kepada jenis kapangnya. Sebesar 36,84% isolat kapang asal Katingan dipengaruhi oleh proses penyimpanan dalam produksi AIA. Produksi AIA pada kapang yang lainnya (63,16%) tidak dipengaruhi oleh proses penyimpanan. Jika produksi AIA dipengaruhi oleh proses penyimpanan, maka sebanyak 31,58% mengalami penurunan produksi AIA secara nyata dan sebaliknya sebanyak 5,26% mengalami kenaikan produksi AIA secara nyata (Tabel 3). Kadar AIA (ppm) 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Statis digoyang Cara Inkubasi

2 18 Tabel 3 Produksi AIA dari isolat asal Katingan sebelum dan setelah proses penyimpanan selama tiga bulan pada suhu 10 C Kadar AIA (ppm) Nama Kapang No. Aksesi Sebelum penyimpanan Setelah penyimpanan Acremonium sp. IPBCC ,83±0,16 b 3,52±0,46 a Aspergillus ornatus IPBCC ,85±0,09 a 4,50±0,92 b Gliocladium deliquescens IPBCC ,96±2,18 b 2,23±0,38 a Paecylomyces sp. IPBCC ,94±0,71 a 1,33±0,08 a Penicillium herqueii IPBCC ,38±0,18 a 1,46±0,05 a Penicillium janthinellum IPBCC ,88±1,24 a 1,23±0,05 a Penicillium miczynskii IPBCC ,33±0,15 a 1,12±0,00 a Penicillium notatum IPBCC ,20±0,11 b 5,06±0,46 a Penicillium sp. IPBCC ,48±2,80 b 1,25±0,52 a Penicillium sp. IPBCC ,75±2,64 b 2,21±0,57 a Penicillium sp. IPBCC ,82±1,15 a 1,00±0,16 a Penicillium sp. IPBCC ,82±1,15 a 0,77±0,11 a Penicillium velutenum IPBCC ,57±0,09 a 0,88±0,38 a Trichoderma harzianum IPBCC ,50±0,71 a 0,71±0,08 a T. harzianum IPBCC ,13±0,88 a 0,46±0,05 a T. harzianum IPBCC ,39±0,51 a 0,81±0,05 a Trichoderma koningii IPBCC ,07±0,62 a 1,54±0,33 a Trichoderma longibranchiatum IPBCC ,13±0,18 a 1,29±0,46 a Trichoderma viridae IPBCC ,75±0,35 b 0,75±0,03 a Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT). (a) (b) (c) (d) Gambar 4 Koloni kapang pada media PDA dan ciri mikroskopis dari (a) Acremonium sp.ipbcc , (b) A. ornatusipbcc , (c) G. deliquescensipbcc , dan (d) P. notatumipbcc

3 19 Empat isolat kapang yang menghasilkan AIA tertinggi dijadikan sebagai sumber inokulum pada uji selanjutnya. Empat isolat kapang tersebut diambil dari hasil uji produksi AIA setelah penyimpanan ialah Acremonium sp.ipbcc (Gambar 4a) memproduksi AIA sebesar 3,52±0,46 ppm, A. ornatusipbcc (Gambar 4b)memproduksi AIA sebesar 4,50±0,92 ppm, G. deliquescensipbcc (Gambar 4c)memproduksi AIA sebesar 2,23±0,38 ppm, dan P. notatumipbcc (Gambar 4d) memproduksi AIA sebesar 5,06±0,46 ppm. Toleransi Kapang terhadap ph Asam Produksi AIA dari keempat kapang terpilih dipengaruhi oleh ph medium. ph optimum untuk produksi AIA bervariasi tergantung kepada jenis kapangnya (Gambar 5a). Namun secara umum, produksi AIA mencapai maksimum pada ph 5,5. ph medium pada akhir masa produksi AIA berubah (meningkat atau menurun) dari ph awalnya (Tabel 4). Kadar AIA (ppm) 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 4,5 5,0 5,5 7,3 Bobot Kering Biomasa (mg) 700,00 600,00 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 0,00 4,5 5,0 5,5 7,3 ph Awal ph Awal (a) (b) Gambar 5 (a) Kadar AIA dan (b) bobot kering biomasa dari ( ) Acremonium sp.ipbcc , ( ) A. ornatusipbcc , ( ) G. deliquescensipbcc , dan ( ) P. notatumipbcc

4 20 Bobot kering biomasa tidak berkorelasi nyata terhadap produksi AIA pada berbagai ph awal medium.pertumbuhan miselium (bobot kering biomasa)menunjukkan pertumbuhan yang baik pada ph asam. Bobot kering biomasa miselium A. ornatus IPBCC , G. deliquescens IPBCC ,dan P. notatum IPBCC cenderung menurun dengan kenaikan ph media kultur. Sebaliknya, bobot kering biomasa miselium Acremonium sp.ipbcc cenderung meningkat(gambar 5b). Tabel 4 ph awal dan ph akhir dalam produksi AIA pada kapang terpilih ph akhir ph awal Acremonium A. ornatus G. deliquescens P. notatum IPBCC sp.ipbcc IPBCC IPBCC ,5 4,70±0,00 c 3,05±0,07 a 4,50±0,00 b 4,65±0,07 c 5,0 5,20±0,28 bc 3,15±0,07 a 5,45±0,21 c 4,85±0,07 b 5,5 5,40±0,00 bc 3,55±0,07 a 5,45±0,07 c 5,30±0,00 b 7,3 5,85±0,07 c 2,30±0,14 a 7,25±0,07 d 3,65±0,07 b Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT). Produksi AIA oleh Acremonium sp.ipbcc optimum pada ph 5,5 (Gambar 5a), tumbuh optimum pada ph 7,3 (Gambar 5b), dan ph awal medium cenderung tidak berubah kecuali pada ph awal medium 7,3menurun menjadi 5,85±0,07(Tabel 4).A. ornatus IPBCC sangat menurunkan ph mediumawalnya (Tabel 4). A. ornatus IPBCC menunjukkan toleransi yang kuat terhadap asam karena A. ornatus IPBCC tumbuh baik di ph asam dan tumbuh optimum pada ph 5,0 (Gambar 5b). Namun demikian, produksi AIA dari A. ornatus IPBCC sangat rendah pada ph asam tetapi optimum pada ph 7,3 (Gambar 5a), padahal pada ph 7,3 tumbuhnya relatif terhambat (Gambar 5b).Pada akhir produksi AIA, ph akhir medium G. deliquescens IPBCC relatif tidak berubah dari ph awalnya (Tabel 4). Produksi AIA oleh G. deliquescens IPBCC mencapai maksimum pada ph 5,5 dan tumbuh optimum pada ph 4,5 (Gambar 5b), tetapi pada ph ini produksi AIA relatif rendah (Gambar 5a). ph akhir medium P. notatum IPBCC cenderung menurun (Tabel 4) dan menunjukkan toleransi terhadap kondisi asam. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhannya yang baik di ph asam dan optimum pada ph 4,5 (Gambar 5b).P. notatum IPBCC selain menunjukkan pertumbuhan yang baik di ph asam juga mampu memproduksi AIA dengan kadar yang cukup tinggi pada ph

5 21 asam (Gambar 5a). Produksi AIA dari P. notatum IPBCC optimum pada ph 5,0 dan 5,5 (Gambar 5a). Sifat Antagonistik Uji antagonistik menunjukkan bahwa isolat-isolat kapang terpilih tidak bersifat antagonis. Hal ini ditunjukkan oleh nilai persentase hambatan dari setiap kapang yang diuji sangat rendah yaitu berkisar antara 0,00-0,65% (Tabel 5). Dengan demikian, semua isolat kapang terpilih digunakan dalam uji produksi AIA dalam bentuk konsorsium. Tabel 5 Interaksi penghambatan pertumbuhan antara dua isolat kapang terpilih Isolat Persentase (%) penghambatan isolat kapang terhadap Acremonium sp. A. ornatus G. deliquescens P. notatum Acremonium sp. - 0,00±0,00 0,00±0,00 0,13±0,14 A. ornatus 0,08±0,04-0,00±0,00 0,39±0,18 G. deliquescens 0,53±0,12 0,65±0,09-0,57±0,13 P. notatum 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 - Produksi AIApada Beberapa Konsorsium Kapang Secara umum, produksi AIA pada beberapa konsorsium kapang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk kultur tunggal. Produksi AIAP. notatum IPBCC dalam bentuk kultur tunggal menghasilkan AIA tertinggi. Kehadiran P. notatum IPBCC pada bentuk konsorsium apapun selalu menghasilkan kadar AIA yang tinggi (Gambar 6). Kadar AIA (ppm) 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 A B C D E F G H I J K L M N O Konsorsium Gambar 6 Produksi AIA dari kultur tunggal dan beberapa konsorsiumkapang. Keterangan: (A)Acremonium sp.ipbcc , (B)A. ornatusipbcc , (C) G. deliquescensipbcc , (D)P. notatumipbcc , (E)IPBCC , (F)IPBCC ,(G) IPBCC , (H)IPBCC

6 , (I)IPBCC , (J)IPBCC , (K)IPBCC , (L)IPBCC , (M)IPBCC , (N)IPBCC , (O)IPBCC Kemampuan kapang dalam produksi AIA bervariasi menurut bentuk konsorsiumnya, yaitu berkisar 3,28±0,07 ppm hingga 10,51±1,25 ppm. Produksi AIA tertinggi diperoleh oleh konsorsium G yaitu antara G. deliquescens IPBCC denganp. notatum IPBCC yang diikuti oleh konsorsium M, L, dan O (Gambar 6). Produksi AIA tertinggi dari setiap bentuk konsorsium dikultur ulang untuk uji konfirmasi produksi AIA dengan menggunakan HPLC. Konfirmasi Produksi AIA Uji konfirmasi produksi AIA dengan menggunakan HPLC dari konsorsium terpilih (G, L, M dan O) menunjukkan bahwa produksi AIAtertinggi diperoleh oleh konsorsium M yaitu sebesar 38,66 ppm diikuti oleh konsorsium O (23,58 ppm), G (23,13 ppm), dan L (21,57 ppm) (Tabel 6). Tabel 6 Konfirmasi produksi AIA dari konsorsium terpilih dengan menggunakan HPLC Kode Sampel Kadar AIA (ppm) kontrol 0,00 G 23,13 L 21,57 M 38,66 O 23,58 Kromatogram HPLC untuk produksi AIA dari setiap bentuk konsorsium terpilih menunjukkan profil puncak dengan waktu retensi 7,1 (Gambar7). Waktu retensi ini sama dengan waktu retensi pada kromatogram standar AIA dengan konsentrasi 1 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, dan 20 ppm (Lampiran 4). Profil puncak dengan waktu retensi selain 7,1 (Gambar 7) diduga sebagai profil puncak untuk asamasam organik yang lain selain AIA.

7 23 (a) (b) (b) (d) Gambar 7 Kromatogram HPLC untuk produksi AIA dari (a) konsorsium G, (b) konsorsium L, (c) konsorsium M, dan (d) konsorsium O.

8 24 PEMBAHASAN Penapisan Kapang yang Berpotensi dalam Produksi AIA Sebanyak 19 kapang asal serasah tanaman hutan dari Katingan dan 32 dari Tarakan seluruhnya berpotensi menghasilkan AIA dengan kadar yang sangat bervariasi. Secara umum, potensi produksi AIA oleh kapang-kapang asal Katingan (1,92±0,26 ppm) lebih tinggi dibanding kapang-kapang asal Tarakan (1,08±0,14 ppm). Hal ini menunjukkan bahwa AIA selain disintesis oleh tumbuhan tinggi, tetapi dapat juga disintesis oleh cendawan berfilamen AIA(Yurekliet al. 2003). Medium kultur pada produksi AIA dari kapang asal kedua daerah tersebut ditambahkan pepton 1%sebagai sumber nitrogen eksogen (Hasan 2002). Yurekliet al. (2003) mengemukakan bahwa produksi AIApada L. sajor-caju menurun jika medium kultur tidak mengandung sumber nitrogen eksogen. Namun, penambahan 0,015 ppm triptofan relatif tidak memberikan peningkatan produksi AIA pada Penicillium sp. IPBCC , tetapi produksi AIAmeningkat hingga 27,78 kali dari kontrol setelah penambahan pepton 1%ke dalam medium kultur (Imaningsih 2010). Hasil penelitian pendahuluan terhadap beberapa kapang simpanan IPBCC menunjukkan bahwa penambahan triptofan 0,0015-0,015 ppm ke dalam medium kultur tidak menunjukkan adanya produksi AIA (data tidak dipublikasikan). Penambahan triptofan eksogen pada konsentrasi tertentu menyebabkan kejenuhan dan hambatan balik pada biosintesis AIA (Zhao et al. 2001). Kapang-kapang asal Katingan dan Tarakan diduga mampu mensintesis triptofan endogen sebagai prekursor AIA dengan menggunakan sumber N dari pepton. Produksi AIA dipengaruhi oleh suhu, cahaya, waktu inkubasi, maupun sumber karbon yang tepat. Sumber karbon yang digunakan ialah sukrosa3%. Sukrosa digunakan selain sebagai komponen standar dari media Czapek dox, juga merupakan disakarida yang seringdigunakanuntukproduksi metabolitsekunder (Adrio & Demain 2003). Glukosamerupakansumberkarbonyang pertama kali digunakanuntuk memproduksisel dalam pertumbuhan somatis,sehingga berpengaruh terhadap sedikitatau tidak adanyametabolitsekunderyangdibentuk (Adrio & Demain 2003).

9 25 Produksi AIA juga dipengaruhi oleh cara inkubasi. Kapang yang diinkubasi dalam keadaan statis (2,72±0,89 ppm) menghasilkan AIA dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara digoyang (1,92±0,26 ppm). Hal ini berbeda dengan laporanyurekliet al. (2003) yang mengemukakan bahwa produksi AIAmenjadi meningkat jika kapang diinkubasi pada mesin penggoyang. Pada inkubasi statis, miselium kapang tumbuh di permukaan medium dan bersporulasi, sedangkan pada inkubasi digoyangkapang tumbuh membentuk butiran (pelet) dan tidak bersporulasi. Miselium yang berbentuk pelet dan tidak bersporulasi diduga berhubungan dengan pembentukan metabolit sekunder pada fase stasioner. Fase stasioner berhubungan dengan diferensiasi, sporulasi, dan produksi metabolit sekunder yang memiliki aktivitas biologi (Kavanagh 2005). Cara inkubasi digoyang dapat menyebabkan struktur AIA rusak oleh oksigen karena proses dekarboksilasi yang mengakibatkan hilangnya gugus karboksil (Taiz & Zeiger 2002). Inkubasi kapang dalam produksi AIA dilakukan dalam kondisi gelap selama 9 hari. Kondisi gelap diharapkan dapat meningkatkan produksi AIA karena menurut Yurekliet al. (2003) bahwa produksi AIApada L. sajor-caju meningkat jika kultur diinkubasi dalam keadaan gelap. Inkubasi selama 9 hari dilakukan untuk meyakinkan bahwa fase pertumbuhan kapang benar-benar sudah berada pada fase stasioner. Pada umumnya kapang mulai memasuki fase stasioner pada hari ketujuh (Griffin 1994). Selain itu, waktu inkubasi dalam produksi AIA yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya berkisar antara 5-15 hari (Bau 1981; Tuomi et al. 1995; Hasan 2002; Chung & Tzeng 2004; Bilkay 2010; Subbarayanetal. 2010; Imaningsih 2010). Berdasarkan hasil penapisan di atas, maka isolat asal Katingan dan cara inkubasi statis dipilih untuk uji pengaruh proses penyimpanan terhadap produksi AIA. Sebagian besar (63,16%) isolat kapang asal Katingan tidak dipengaruhi oleh proses penyimpanan dalam memproduksi AIA. Jika dipengaruhi oleh penyimpanan, hanya sebanyak 31,58% mengalami penurunan dan 5,26% mengalami kenaikan dalam produksi AIA. Penurunan produksi AIA oleh sebagian kecil kapang asal Katingan ini diduga disebabkan oleh subkultur berulang (Hall 1980;Qu et al.2006). Subkultur berulang pada media agar-agaryang berbeda mengakibatkan (1) perubahan

10 26 karakteristik morfologi dan fisiologi dari kultur murni sebelumnya; (2)ketidakstabilanbiosintesismetabolitsekunder, hasil metabolitberfluktuasi,danmenurunsecara drastisselamasiklussubkultur; dan (3)ukuraninokulummemilikidampakbesarterhadap stabilitasbiosintesis metabolit sekunder (Hall 1980; Qu et al.2006). Penurunan aktivitas biosintesis AIA sebagai metabolit sekunder oleh kapang asal serasah tanaman hutan diduga tidak ada hubungannya dengan proses penyimpanan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya ketidakkonsistenan produksi AIA dari setiap kapang yang diuji. Ketidakkonsistenan respon ini setidaknya untuk beberapa jenis tidak menunjukkan hubungan secara langsung terhadap lama penyimpanan (Hwang 1976). Arabiet al. (2007) melaporkanbahwapenyimpanan dan pengawetancochliobolussativus menimbulkan masalah,yaitu kelangsungan hidup yang rendah danakibat kontaminasiketika cendawan disimpandimedia PDA. Toleransi Kapang terhadap ph Asam Kemampuan produksi AIA dari keempat kapang terpilih dipengaruhi oleh ph medium. ph optimum untuk produksi AIA bervariasi tergantung pada jenis kapang. Namun secara umum, produksi AIA mencapai maksimum pada ph 5,5. Walaupun medium kultur dalam kondisi ekstrem masam (ph 4,5), masam sangat kuat(ph 5,0), dan sangat masam (ph 5,5) (Sparks 2003)setiap kapang terpilih masihmampu memproduksi AIA. Hal ini membuktikan bahwa kapang-kapang tersebut toleran terhadap kondisi asam. Organisme toleran asam adalah organisme yangsecara genetik toleran atau organisme yang telah mengalami prosesadaptasi fisiologi sehingga menjadi toleran terhadap kondisi asam (Keyser & Munns 1979). Selain itu, Bau (1981) menyatakan bahwa S.cerevisiae dan A. niger mampu memproduksi AIA pada ph ekstrem asam yaitu pada ph<4,5. Produksi AIA pada berbagai ph awal medium tidak berkorelasi nyata terhadap bobot kering biomasa miselium. Pertumbuhan miselium (bobot kering biomasa) menunjukkan pertumbuhan yang baik pada ph asam. Bobot kering biomasa miselium A. ornatus IPBCC , G. deliquescens IPBCC , dan P. notatum

11 27 IPBCC cenderung menurun dengan kenaikan ph medium kultur. Sebaliknya, bobot kering biomasa miselium Acremonium sp.ipbcc cenderung meningkat. Rousk et al. (2009) mengemukakan bahwa pengaruh ph terhadap pertumbuhan kapang dapat meningkat hingga lima kali jika kapang ditumbuhkan pada ph yang lebih rendah (4,5-5,5). Produksi AIA oleh Acremonium sp.ipbcc optimum pada ph 5,5. Acremonium sp.ipbcc tumbuh optimum pada ph 7,3 dengan produksi AIA relatif tinggi walaupun ph awal 7,3 menurun menjadi 5,85±0,07 pada akhir masa inkubasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Yunasfi (2008) yang menyatakan bahwa pada umumnya Acremonium sp. tumbuh optimum pada ph 6 atau yang mendekati ph netral walaupun belum ada laporanacremonium sp. mampu memproduksi AIA. Kemampuan Acremonium sp.ipbcc memproduksi AIA pada ph sangat masam (5,5) menunjukkan bahwa kapang ini toleran terhadap kondisi asam. Selain itu, produksi AIA oleh Acremonium sp. IPBCC pada ph awal 7,3 menurun menjadi 5,85±0,07 mendekati ph optimum dalam produksi AIA. Kecilnya bobot kering biomasa Acremonium sp. IPBCC diduga disebabkan oleh kecepatan pertumbuhan Acremonium sp. yanglambat(yunasfi 2008). Aspergillus ornatus IPBCC menunjukkan toleransi yang kuat terhadap kondisi asam karenaa. ornatus IPBCC tumbuh baik di ph asam dan optimum pada ph 5,0 serta sangat menurunkan ph awal medium. Namun demikian, produksi AIA dari A. ornatus IPBCC tergolong sangat rendah pada ph asam tetapi optimum pada ph 7,3, padahal pada ph 7,3 tumbuh relatif terhambat. ph akhir yang sangat rendah ini diduga disebabkan banyaknya asam-asam organik yang lain selain AIA seperti asam oksalat, asam sitrat, dan asam glukonat yang dapat menurunkan ph medium kultur (Santi et al. 2000). Pada akhir masa inkubasi produksi AIA, ph akhir medium G. deliquescens IPBCC relatif tidak berubah dari ph awalnya. Produksi AIA oleh G. deliquescens IPBCC mencapai maksimum pada ph 5,5, tumbuh optimum pada ph 4,5 dan cenderung menurun dengan meningkatnya ph medium kultur, tetapi pada ph 4,5 produksi AIA relatif rendah. Pertumbuhan optimum pada ph 4,5

12 28 menunjukkan toleran terhadap kondisi asam. Selain itu, G. deliquescens IPBCC mengindikasikan memiliki kemampuan tumbuh pada kisaran ph yang cukup luas. Hal ini berbeda dengan G. roseum yang tumbuh optimum pada kisaran 6,4-8,0 (Isaac 1954). Penicillium notatum IPBCC selain menunjukkan pertumbuhan yang baik di ph asam juga mampu memproduksi AIA dengan kadar yang cukup tinggi pada ph asam. Produksi AIA dari P. notatum IPBCC optimum pada ph 5,0 dan 5,5. ph akhir medium P. notatum IPBCC cenderung menurun dan menunjukkan toleran terhadap kondisi asam. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan yang baik di ph asam dan optimum pada ph 4,5. Kapang P. notatum IPBCC menunjukkan produksi AIA, pertumbuhan, dan toleran terhadap kondisi asam yang lebih baik dibandingkan dengan kapang terpilih lainnya. Imaningsih (2010) menyatakan bahwa Penicilliumsp asal serasah tanaman hutan meranti dapat memproduksi AIA hingga 27,78 kali lipat dari kontrol setelah penambahan pepton 1%. Sifat Antagonistik Interaksi antagonistik pada isolat kapang terpilih tidak menunjukkan sifat antagonis. Nilai persentase hambatan pertumbuhan dari setiap kapang yang diuji sangat rendah yaitu berkisar antara 0,00-0,65%. Nilai penghambatan ini sangat kecil jika dibandingkan dengan penghambatan oleh A. nigerterhadapfusarium solani yaitu sebesar 75% (Madhanraj2010) danpleospora herbarum yaitu sebesar 55,4% (Abdel- Sater 2001). Gliocladium deliquescens IPBCC sama sekali tidak menunjukkan adanya respon penghambatan dalam pertumbuhan dari setiap lawan antagonis kapang terpilih. G. deliquescens dikenal sebagai kapang antagonis yang dapat menghambat pertumbuhan kapang patogen (Abou-Zeid et al. 2008).G.deliquescens secara signifikan menghambat pertumbuhan radial dari semua koloni patogen yang diuji bila dibandingkan dengan kontrol. Sebesar 63,33% G. deliquescens menghambat

13 29 pertumbuhan P. chrysogenum dan 29,75% terhadap Cephalosporiummadurae( Abou- Zeidet al. 2008). Produksi AIApada Beberapa Konsorsium Kapang Produksi AIA pada beberapa konsorsium kapang secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk kultur tunggal. AIA yang diproduksi bervariasi tergantung kepada bentuk konsorsiumnya, yaitu berkisar 3,28±0,07 ppm hingga 10,51±1,25 ppm. Mittal et al. (2008) melaporkan bahwa kadar AIA yang dihasilkan oleh dua galura.awamori dan empat galurp.citrinum dalam bentuk konsorsium yaitu sebesar 2,5 ppm sampai dengan 9,8 ppm. Dengan demikian, kadar AIA yang dihasilkan oleh kapang terpilih asal Katingan dalam bentuk konsorsium tersebut tidak jauh berbeda dengan kadar AIA yang dilaporkan oleh Mittal et al. (2008), bahkan sedikit lebih tinggi. Produksi AIAP. notatum IPBCC dalam bentuk kultur tunggal menghasilkan AIA tertinggi. Kehadiran P. notatum IPBCC pada bentuk konsorsium cenderung selalu menghasilkan kadar AIA yang tinggi. Produksi AIA tertinggi didapat oleh konsorsium G. deliquescens IPBCC dengan P. notatum IPBCC Pandya dan Saraf (2010)mengemukakan bahwa Gliocladium dan Penicilliummerupakan cendawan yang toleran terhadap cekaman dan mampu membentuk asosiasi mutualistik yang mengakibatkan peningkatan biomasa. Konfirmasi Produksi AIA Hasil uji konfirmasi produksi AIA dengan menggunakan HPLC menunjukkan bahwa kapang-kapang dari konsorsium terpilih (G, L, M dan O) memproduksi AIA. Hal ini ditunjukkan oleh profil puncak waktu retensi yang sama dengan waktu retensi pada standar AIA komersial yaitu 7,1. Dengan demikian, senyawa indol yang dihasilkan oleh konsorsium terpilih merupakan jenis AIA.Produksi AIAtertinggi didapat oleh konsorsium M yaitu sebesar 38,66 ppm diikuti oleh konsorsium O (23,58 ppm), G (23,13 ppm), dan L (21,57 ppm). Hasil uji kadar AIA pada konsorsium kapang terpilih dengan menggunakan HPLC lebih tinggi dibanding hasil pengujian dengan menggunakan pereaksi Salkowski. Hal ini menunjukkan

14 30 sensitivitas dan akurasi HPLC jauh lebih tinggi dibanding pengukuran dengan menggunakan pereaksi Salkowski (Guinn et al. 1986). HPLC memiliki sensitivitas yang tinggi pada jalur detektor sehingga memungkinkan selektivitas yang tinggi terhadap fraksi-fraksi yang diuji (Guinn et al. 1986). Pengujian AIA dengan menggunakan HPLC biasanya tidak menggunakan panjang gelombang 530 nm tetapi pada panjang gelombang 254 nm (Guinn et al. 1986). Panjang gelombang yang digunakan untuk uji konfirmasi AIA dengan HPLC dari konsorsium kapang terpilih ialah sama dengan panjang gelombang pada uji AIA dengan menggunakan pereaksi Salkowski yaitu 530 nm. Dengan menggunakan panjang gelombang 530 nm ini, dihasilkan kromatogram dengan satu profil puncak pada waktu retensi 7,1. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa panjang gelombang 530 nm lebih spesifik untuk mendeteksi AIA. Menurut Guinn et al. (1986), pengujian AIA dengan menggunakan panjang gelombang 254 nm kurang spesifik untuk AIA, tetapi panjang gelombang ini dapat digunakan untuk uji AIA jika sampel sudah dimurnikan dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian di atas, pengkajian lebih lanjut dari isolat-isolat terpilih dalam penggunaan sumber glukosa, sumber nitrogen, suhu, dan waktu inkubasi yang tepat untuk produksi AIA secara optimum perlu dilakukan. Selain itu, pengkajian tentang aplikasi isolat terpilih baik pada skala laboratorium (bioasai) maupun pada skala lapangan dalam kondisi asam, serta potensi isolat dalam produksi AIA melalui rekayasa genetika (bioteknologi molekuler) perlu juga dilakukan.

POTENSI KAPANG ASAL SERASAH TANAMAN HUTAN SEBAGAI PENGHASIL ASAM INDOL ASETAT DAN TOLERANSINYA TERHADAP KONDISI ASAM YOSI KUSTIAN

POTENSI KAPANG ASAL SERASAH TANAMAN HUTAN SEBAGAI PENGHASIL ASAM INDOL ASETAT DAN TOLERANSINYA TERHADAP KONDISI ASAM YOSI KUSTIAN POTENSI KAPANG ASAL SERASAH TANAMAN HUTAN SEBAGAI PENGHASIL ASAM INDOL ASETAT DAN TOLERANSINYA TERHADAP KONDISI ASAM YOSI KUSTIAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin berkembang dengan pesat, terutama perkembangan antibiotik yang dihasilkan oleh mikrobia. Penisilin

Lebih terperinci

UJI ANTIMIKROBA ISOLAT KAPANG TANAH WONOREJO SURABAYA

UJI ANTIMIKROBA ISOLAT KAPANG TANAH WONOREJO SURABAYA TUGAS AKHIR UJI ANTIMIKROBA ISOLAT KAPANG TANAH WONOREJO SURABAYA Septia Arisanti (1507 100 021) Dosen Pembimbing: 1. Nengah Dwianita Kuswytasari, S.Si, M.Si 2. Dr.rer.nat. Ir. Maya Shovitri, M.Si 1 1.1

Lebih terperinci

POTENSI ISOLAT KAPANG KOLEKSI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN BIOTEKNOLOGI BIOLOGI ITS DALAM MENDEGRADASI PEWARNA AZO ORANGE II

POTENSI ISOLAT KAPANG KOLEKSI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN BIOTEKNOLOGI BIOLOGI ITS DALAM MENDEGRADASI PEWARNA AZO ORANGE II SIDANG TUGAS AKHIR POTENSI ISOLAT KAPANG KOLEKSI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN BIOTEKNOLOGI BIOLOGI ITS DALAM MENDEGRADASI PEWARNA AZO ORANGE II APRILIA FITRIANA NRP. 1509 100 025 Dosen Pembimbing: Nengah

Lebih terperinci

Metode Penelitian terdiri dari beberapa tahapan kerja (Gambar 2).

Metode Penelitian terdiri dari beberapa tahapan kerja (Gambar 2). METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2010 hingga Juni 2011 di Laboratorium Mikologi, Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Pusat Penelitian

Lebih terperinci

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp. 4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan

Lebih terperinci

Pendahuluan PRODUKSI ASAM SITRAT SECARA FERMENTASI. Sejarah Asam sitrat. Kegunaan asam sitrat

Pendahuluan PRODUKSI ASAM SITRAT SECARA FERMENTASI. Sejarah Asam sitrat. Kegunaan asam sitrat Pendahuluan PRODUKSI ASAM SITRAT SECARA FERMENTASI Asam sitrat merupakan asam organik Berguna dalam industri makanan, farmasi dan tambahan dalam makanan ternak Dapat diproduksi secara kimiawi, atau secara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi. a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi. a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10 Setelah dilakukan peremajaan pada agar miring

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bradyrhizobium japonicum Penambat Nitrogen

TINJAUAN PUSTAKA Bradyrhizobium japonicum Penambat Nitrogen 4 TINJAUAN PUSTAKA Bradyrhizobium japonicum Penambat Nitrogen Bradyrhizobium japonicum merupakan salah satu bakteri bintil akar yang bersimbiosis dengan tanaman kedelai. Bakteri ini termasuk Gram negatif

Lebih terperinci

HASIL. Karakteristik, Morfologi dan Fisiologi Bakteri Nitrat Amonifikasi Disimilatif

HASIL. Karakteristik, Morfologi dan Fisiologi Bakteri Nitrat Amonifikasi Disimilatif HASIL Karakteristik, Morfologi dan Fisiologi Bakteri Nitrat Amonifikasi Disimilatif Hasil konfirmasi kemurnian dari keempat isolat dengan metoda cawan gores, morfologi koloninya berbentuk bulat, elevasi

Lebih terperinci

SELEKSI ISOLAT KAPANG TANAH WONOREJO PENGHASIL ENZIM LIPASE

SELEKSI ISOLAT KAPANG TANAH WONOREJO PENGHASIL ENZIM LIPASE TUGAS AKHIR (SB-091358) SELEKSI ISOLAT KAPANG TANAH WONOREJO PENGHASIL ENZIM LIPASE NOVERA DIKMA PRAMITASARI NRP. 1507.100.029 Dosen Pembimbing Nengah Dwianita Kuswytasari, S.Si., M.Si. Dr.rer.nat Ir.

Lebih terperinci

LOGO. Dosen Pembimbing: Nengah Dwianita Kuswytasari, S.Si, M.Si Dr.rer.nat.Ir. Maya Shovitri, M.Si

LOGO. Dosen Pembimbing: Nengah Dwianita Kuswytasari, S.Si, M.Si Dr.rer.nat.Ir. Maya Shovitri, M.Si LOGO Dosen Pembimbing: Nengah Dwianita Kuswytasari, S.Si, M.Si Dr.rer.nat.Ir. Maya Shovitri, M.Si LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG Dipercepat dengan PERMASALAHAN 1. Apakah isolat kapang tanah Wonorejo Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sebagai obat. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sebagai obat. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keanekaragaman hayati seperti tanaman, mikroba, serta hewan merupakan sumber dari senyawa bioaktif yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990).

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990). BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Enzim menjadi primadona industri bioteknologi karena penggunaanya dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk yang mempunyai nilai ekonomis

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN VARIASI PERBANDINGAN KONSENTRASI MOLASE : AMONIUM NITRAT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN MINYAK

SKRIPSI HUBUNGAN VARIASI PERBANDINGAN KONSENTRASI MOLASE : AMONIUM NITRAT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN MINYAK SKRIPSI HUBUNGAN VARIASI PERBANDINGAN KONSENTRASI MOLASE : AMONIUM NITRAT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN MINYAK Aspergillus terreus DAN Penicillium pinophilum Disusun oleh: Victoria Nindya Kirana NPM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kimia yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat membunuh atau

I. PENDAHULUAN. kimia yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat membunuh atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengobatan saat ini, perkembangan antibiotik untuk mengontrol pertumbuhan mikroorganisme patogen juga semakin berkembang. Menurut Madigan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA

TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA MATERI KULIAH BIOLOGI TANAH UPNVY TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA Oleh: Ir. Sri Sumarsih, MP. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Jl. Ring Road Utara, Condongcatur,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl,

Lebih terperinci

molase sebagai medium pertumbuhan Penicillium chrysogenum. Menurut

molase sebagai medium pertumbuhan Penicillium chrysogenum. Menurut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awal abad 20-an, telah muncul gagasan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang bersifat patogen, dengan dihasilkannya metabolit sekunder yang mampu menghambat

Lebih terperinci

4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN PIGMEN

4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN PIGMEN 4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN PIGMEN 4.1 Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Hasil identifikasi dari sampel bakteri yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2016. Uji potensi mikroba pelarut fosfat dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas

Lebih terperinci

SKRIPSI. AKTIVITAS PENISILIN DARI Penicillium chrysogenum PADA SUBSTRAT AIR LINDI DENGAN VARIASI KADAR MOLASE DAN WAKTU INKUBASI

SKRIPSI. AKTIVITAS PENISILIN DARI Penicillium chrysogenum PADA SUBSTRAT AIR LINDI DENGAN VARIASI KADAR MOLASE DAN WAKTU INKUBASI SKRIPSI AKTIVITAS PENISILIN DARI Penicillium chrysogenum PADA SUBSTRAT AIR LINDI DENGAN VARIASI KADAR MOLASE DAN WAKTU INKUBASI Disusun oleh: Andreas Saputra NPM : 070801023 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Padatan ZnO dan CuO/ZnO Pada penelitian ini telah disintesis padatan ZnO dan padatan ZnO yang di-doped dengan logam Cu. Doping dengan logam Cu diharapkan mampu

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

HASIL. Tekstur dan komposisi tanah Hasil analisis tekstur dan komposisi bahan organik pada tabel 1 menunjukkan bahwa

HASIL. Tekstur dan komposisi tanah Hasil analisis tekstur dan komposisi bahan organik pada tabel 1 menunjukkan bahwa Analisa Reduksi Asetilen (ARA : Acetylene Reduction Assay). Sebanyak,5 ml inokulum bakteri pertama pertama dan,5 ml inokulum bakteri kedua diinokulasikan kedalam campuran 2 ml NMS cair bebas nitrogen yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis Aktivitas Enzim Selulase (U/ml) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Selulase Berdasarkan penelitian yang dilakukan, data pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase dari

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Lipase merupakan enzim yang berperan sebagai katalis dalam proses

BAB I PENGANTAR. Lipase merupakan enzim yang berperan sebagai katalis dalam proses BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Lipase merupakan enzim yang berperan sebagai katalis dalam proses hidrolisis triasilgliserol menjadi di- dan mono-asilgliserol, asam lemak dan gliserol pada interfase

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami II. TINJAUAN PUSTAKA Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami (organik) maupun kimia (anorganik) yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman. Menurut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri dan pengobatan (Moon dan Parulekar, 1993). merupakan satu dari tiga kelompok enzim terbesar dari industri enzim dan

BAB I PENDAHULUAN. industri dan pengobatan (Moon dan Parulekar, 1993). merupakan satu dari tiga kelompok enzim terbesar dari industri enzim dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dampak pencemaran dan pemborosan energi dapat dikurangi dengan penerapan di bidang bioteknologi, misalnya dengan aplikasi enzim (Aunstrup, 1993). Hal ini disebabkan,

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIUM LIMBAH ORGANIK TERHADAP AKTIVITAS ENZIM PROTEASE DARI ISOLAT KAPANG TANAH WONOREJO

PENGARUH MEDIUM LIMBAH ORGANIK TERHADAP AKTIVITAS ENZIM PROTEASE DARI ISOLAT KAPANG TANAH WONOREJO TUGAS AKHIR SB091358 PENGARUH MEDIUM LIMBAH ORGANIK TERHADAP AKTIVITAS ENZIM PROTEASE DARI ISOLAT KAPANG TANAH WONOREJO Dosen Penguji: Ni Wayan Nanik Santika Dewi 1510 100 021 Tutik Nurhidayati, S.Si.,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seiring dengan meningkatnya konsumsi di masyarakat. Semakin pesatnya

I. PENDAHULUAN. seiring dengan meningkatnya konsumsi di masyarakat. Semakin pesatnya I. PENDAHULUAN Budidaya jamur pangan (edible mushroom) di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi di masyarakat. Semakin pesatnya perkembangan budidaya jamur ini, akan menghasilkan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA

TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA MATERI KULIAH BIOTEKNOLOGI TANAH UPNVY TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA Oleh: Ir. Sri Sumarsih, MP. Jurusan Manajemen Sumber Daya Lahan UPN Veteran Yogyakarta Jl. Ring Road Utara, Condongcatur,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA. 2. Pemilihan mikroba pelarut fosfat CONTOH ISOLAT DARI TANAH VERTISOL GADING GUNUNG KIDUL

TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA. 2. Pemilihan mikroba pelarut fosfat CONTOH ISOLAT DARI TANAH VERTISOL GADING GUNUNG KIDUL MATERI KULIAH BIOTEKNOLOGI PERTANIAN UPNVY TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA Oleh: Ir. Sri Sumarsih, MP. FP UPN Veteran Yogyakarta Jl. Ring Road Utara, Condongcatur, Sleman, Yogyakarta Telp:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber pangan terutama pada tumbuhan. Berbagai macam tumbuhan mampu menghasilkan cadangan makanan yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

`BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang `BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikrobiologi adalah ilmu pengetahuan mengenai organisme hidup yang berukuran mikroskopis dikenal dengan mikroorganisme atau jasad renik yang hanya dapat dilihat dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.11. Hasil pengamatan peremajaan jamur Kultur mumi hasil isolasi laboratorium Biokimia FMIPA Universitas Riau yaitu jamur Gliocladium sp. TNC73 dan Gliocladium sp.

Lebih terperinci

PERNYATAAN SKRIPSI...

PERNYATAAN SKRIPSI... DAFTAR ISI PERNYATAAN SKRIPSI... i LEMBAR PENGESAHAN... ii MOTTO... iii PERSEMBAHAN... iv RIWAYAT HIDUP... v ABSTRAK... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Produksi Aflatoksin Metode Davis et al. (1966) Penelitian yang dilakukan oleh N. D. Davis, U. L. Diener, dan D. W. Eldridge di Alabama bertujuan untuk melihat bagaimana kondisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) inkubasi D75 D92 D110a 0 0,078 0,073

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut : 1. Jumlah total bakteri pada berbagai perlakuan variasi konsorsium bakteri dan waktu inkubasi. 2. Nilai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan dan Produksi Padi pada Berbagai Dosis Pemberian Terak Baja Dengan dan Tanpa Penambahan Bahan Humat Parameter yang digunakan dalam mengamati pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content NAMA : FATMALIKA FIKRIA H KELAS : THP-B NIM : 121710101049 Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content 1. Jenis dan sifat Mikroba Dalam fermentasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur Trichoderma sp. Jamur tanah merupakan salah satu golongan yang penting dari golongangolongan populasi tanah yang tersebar secara luas. Bentuk-bentuk tertentu merupakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang

I. PENDAHULUAN. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang telah dikembangkan menjadi salah satu bioinseksitisida yang patogenik terhadap larva nyamuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada bidang akuakultur, mikroalga umumnya telah dikenal sebagai pakan alami untuk pembenihan ikan karena dan memiliki peran sebagai produsen primer di perairan dan telah

Lebih terperinci

Kurva standar HPLC analitik untuk penentuan konsentrasi siklo(tirosil-prolil).

Kurva standar HPLC analitik untuk penentuan konsentrasi siklo(tirosil-prolil). Lampiran 1 Kurva standar HPLC analitik untuk penentuan konsentrasi siklo(tirosil-prolil). Kurva Standar HPLC siklo(tirosil-prolil) Luas area (kromatogram HPLC) 60000000.00 50000000.00 40000000.00 30000000.00

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Sulfahri ( ) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si.

Disusun Oleh : Sulfahri ( ) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si. SIDANG TUGAS AKHIR (SB 091385) Disusun Oleh : Sulfahri (1507100022) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan Jumlah jamur yang terdapat pada dendeng daging sapi giling dengan perlakuan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun oleh : Dwi Aryanti NPM :

SKRIPSI. Disusun oleh : Dwi Aryanti NPM : PENGARUH KADAR MOLASE DAN NH 4 NO 3 TERHADAP AKTIVITAS PENISILIN DARI KULTUR SEKALI UNDUH Penicillium chrysogenum SKRIPSI Diajukan kepada Program Studi Biologi Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya

Lebih terperinci

Gambar 5. Tekstur dan Struktur Bumbu Penyedap Blok Spirulina Perlakuan Kontrol (A) dan Maltodekstrin 10% (B).

Gambar 5. Tekstur dan Struktur Bumbu Penyedap Blok Spirulina Perlakuan Kontrol (A) dan Maltodekstrin 10% (B). 3. HASIL PENGAMATAN 3.1. Penampakan Fisik Penampakan fisik bumbu penyedap blok Spirulina yang diamati meliputi struktur, tekstur dan perbedaan intensitas warna yang dihasilkan. Perbandingan penampakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara tropis yang dikelilingi oleh perairan dengan luas lebih dari 60% dari wilayah teritorialnya. Perairan Indonesia memiliki sumberdaya hayati

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Masa Inkubasi ( hari) masa inkubasi (hari) setelah dianalisis ragam menimjukkan tidak berpengaruh nyata (Lampiran 7a). Hasil rata-rata masa inkubasi F. oxysporum di pembibitan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Cendawan Rhizosfer Hasil eksplorasi cendawan yang dilakukan pada tanah rhizosfer yang berasal dari areal tanaman karet di PT Perkebunan Nusantara VIII, Jalupang, Subang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4,

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4, 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Magnetit Pembentukan magnetit diawali dengan reaksi reduksi oleh natrium sitrat terhadap FeCl 3 (Gambar 1). Ketika FeCl 3 ditambahkan air dan urea, larutan berwarna jingga.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Metabolit Sekunder yang Dihasilkan oleh Kapang Biosintesis dan Fungsi Asam Indol Asetat

TINJAUAN PUSTAKA Metabolit Sekunder yang Dihasilkan oleh Kapang Biosintesis dan Fungsi Asam Indol Asetat 4 TINJAUAN PUSTAKA Metabolit Sekunder yang Dihasilkan oleh Kapang Beberapa cendawan berfilamen menghasilkan metabolit sekunder (Calvoet al. 2002). Cendawan hanya disaingi oleh Actinomycetes dan tanaman

Lebih terperinci

Asam laktat (%)= V1 N BE FP 100% V2 1000

Asam laktat (%)= V1 N BE FP 100% V2 1000 7 Sebanyak 1 ml supernatan hasil fermentasi dilarutkan dengan akuades menjadi 25 ml di dalam labu Erlenmeyer. Larutan ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolftalein lalu dititrasi dengan larutan NaOH.1131

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase Abstrak Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Desember di Laboratorium Biomasa Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Desember di Laboratorium Biomasa Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Biomasa Universitas Lampung. B. Alat dan Bahan Alat-alat yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Perkembangan Koloni Bakteri Aktivator pada NA dengan Penambahan Asam Humat Pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa pada bagian tanaman tomat

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik Tahap I BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik Hasil pengukuran sampel tanah yang digunakan pada percobaan 1 meliputi ph tanah, kadar

Lebih terperinci

PENICILLIUM CHRYSOGENUM

PENICILLIUM CHRYSOGENUM PENICILLIUM CHRYSOGENUM Oleh : Andriani Diah I. B1J012011 Istiqomah B1J012019 Yenita Riani B1J012102 TUGAS TERSTRUKTUR MIKOLOGI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

Gambar 5. Penampakan Fisik dan Struktur Granul Bumbu Penyedap Rasa Spirulina pada berbagai Konsentrasi Natrium Alginat

Gambar 5. Penampakan Fisik dan Struktur Granul Bumbu Penyedap Rasa Spirulina pada berbagai Konsentrasi Natrium Alginat 3. HASIL PENGAMATAN 3.1. Penampakan Fisik Penampakan fisik dan struktur granul bumbu penyedap rasa Spirulina dalam berbagai perlakuan konsentrasi natrium alginat dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5.

Lebih terperinci

5 SINTESIS OBAT SECARA BIOLOGI

5 SINTESIS OBAT SECARA BIOLOGI 5 SINTESIS OBAT SECARA BIOLOGI 5.1 PENDAHULUAN Bioteknologi adalah pemanfaatan mikroorganisme untuk memproduksi produk-produk penting dan bermanfaat seperti protein dan enzim tertentu. Rekayasa genetika

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan P. fluorescens pada Beberapa Formulasi Limbah Organik Populasi P. fluorescens pada beberapa limbah organik menunjukkan adanya peningkatan populasi. Pengaruh komposisi limbah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimia sebagai katalis suatu reaksi. Enzim sangat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil pengamatan peremajaan jamur Kultvir mumi hasil isolasi laboratorium Biokimia FMIPA Universitas Riau yaitu jamur Trichoderma asperellum TNC52 dan TNJ63.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. D. Alat dan bahan Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

BAB III METODE PENELITIAN. D. Alat dan bahan Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian dasar dengan menggunakan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan sampel Populasi yang digunakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selulase merupakan salah satu enzim yang dapat dihasilkan oleh beberapa kelompok hewan yang mengandung bakteri selulolitik, tumbuhan dan beberapa jenis fungi.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat, mengisolasi dan mengkarakterisasi derivat akrilamida. Penelitian diawali dengan mereaksikan akrilamida dengan anilin sulfat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Perubahan kandungan nutrisi daun mata lele Azolla sp. sebelum dan sesudah fermentasi dapat disajikan pada Gambar 1. Gambar1 Kandungan nutrisi daun mata lele Azolla

Lebih terperinci

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C HASIL Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro Pertumbuhan Koloni S. rolfsii dengan Inokulum Sklerotia Pada 5 HSI diameter koloni cendawan pada semua perlakuan seduhan

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. Sistematika dari jamur Trichoderma sp. (Rejeki, 2007)

KAJIAN PUSTAKA. Sistematika dari jamur Trichoderma sp. (Rejeki, 2007) KAJIAN PUSTAKA Jamur Trichoderma sp. Jamur Trichoderma sp. Mempunyai morfolog/' sebagai berikut kadidiofora, hylin (bening), tegak lurus, bercabang, bersepta, phialida tunggal atau kelompok, konidia hylin,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah variasi jenis kapang yaitu Penicillium sp. dan Trichoderma sp. dan

BAB III METODE PENELITIAN. adalah variasi jenis kapang yaitu Penicillium sp. dan Trichoderma sp. dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci