JARINGAN KOMUNIKASI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PRODUKSI UBI KAYU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JARINGAN KOMUNIKASI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PRODUKSI UBI KAYU"

Transkripsi

1 JARINGAN KOMUNIKASI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PRODUKSI UBI KAYU (Kasus Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung) AGENG RARA CINDOSWARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 32

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Jaringan Komunikasi dalam Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2012 Ageng Rara Cindoswari NRP. I

4 32

5 ABSTRACT CINDOSWARI, A.R Communication Network in The Implementation of Cassava Production Technology (Case in Cassava Farmers In The Village of Suko Binangun, Sub Way-Seputih, District of Centeral Lampung, Lampung Province). Under Supervision DJUARA P. LUBIS and RICHARD W.E. LUMINTANG In order to increase cassava production, farmers need an adequate and trusted information to gain their purpose. Fulfilling their information requirement of cassava production technology, farmers establish a communication network among farmers. The objectives of this research were: (1) to describe communication network among farmers (2) to analyze the relationship between personal characteristics of farmer and the communication network (3) to analyze the relationship between communication network and the implementation of cassava production technology. The unit of analysis were cassavas farmer. A hundred farmers were taken as sample by using sampling intact system.this research resulted several outputs i.e : (1) communication network about seeds, fertilizer, pets and diseases were radial personal network and communication network about harvest was interlocking personal network (2) there was a significant relationship between income, group involvement, mass media ownership, arable land area with local centrality. There was also a significant correlation between educational level, revenue, group involvement, mass media ownership with global centrality. (3) there was a significant relationship between local centrality, global centrality and the implementation of cassavas production technology. Keywords: communication network, cassava farmers, implementation of cassava production technology

6 32

7 RINGKASAN CINDOSWARI, A.R Jaringan Komunikasi Dalam Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu (Kasus Pada Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung). Dibimbing oleh DJUARA P. LUBIS Sebagai Ketua dan RICHARD W.E. LUMINTANG Sebagai Anggota. Beberapa program pertanian seperti ketahanan pangan, diversifikasi pangan, desa mandiri pangan merupakan salah satu contoh program yang mengedepankan pengembangan pangan alternatif selain tanaman padi. Di antara sekian tanaman pangan yang dikembangkan selain padi, komoditas utama yang kerap kali di kembangkan menjadi pangan alternatif adalah tanaman pangan ubi kayu (Manihot utilisima). Tingginya permintaan akan produksi ubi kayu mengakibatkan tuntutan pada para petani untuk dapat meningkatkan produksi mereka agar mampu memasok keseluruhan kebutuhan semua sektor. Peningkatan produksi bagi petani ubi kayu memerlukan suplai informasi-informasi yang memadai dan dipercaya dalam mencapai tujuannya. Penelitian jaringan komunikasi dalam penerapan teknologi produksi ubi kayu ini mengacu pada konsep model komunikasi konvergensi oleh Rogers dan Kincaid (1981). Model komunikasi konvergensi mendefinisikan komunikasi sebagai proses dimana partisipan-partisipan komunikasi menciptakan dan membagi informasi satu sama lain untuk mencapai kesamaan makna. Menurut Kincaid (1979) dalam Rogers dan Kincaid (1981) komponen utama pada model ini adalah informasi, ketidakpastian, konvergen, pengertian bersama, persetujuan bersama, aksi kolektif dan keterhubungan jaringan. Dalam penelitian ini, aspek kajian jaringan komunikasi meliputi peranan individu dan indikator jaringan komunikasi. Peranan individu di tunjukkan dengan peranannya sebagai bintang, jembatan, penghubung, atau pencilan dalam sistem sosial. Indikator jaringan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pengukuran menurut Freeman (1979) dalam Scott (2000) yang terdiri sentralitas lokal dan sentralitas global. Penelitian ini bertujuan untuk (1). mendeskripsikan jaringan komunikasi yang terbentuk diantara petani ubi kayu, (2). mengetahui hubungan antara karakteristik personal petani ubi kayu dengan jaringan komunikasi, dan (3). mengetahui hubungan jaringan komunikasi dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif dan korelasional. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu petani ubi kayu. Responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang petani ubi kayu yang ditentukan dengan menggunakan metode sampling intact system (sensus). Lokasi penelitian ini adalah di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung yang ditentukan secara purposive. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus Pengolahan dan analisis data menggunakan analisis sosiometri, analisis mengenai indikator jaringan dengan software UCINET VI serta analisis korelasi Pearson dan korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan jaringan komunikasi petani ubi kayu yang merupakan jaringan personal menyebar (radial personal network) adalah jaringan komunikasi mengenai bibit, jaringan komunikasi mengenai pupuk dan jaringan komunikasi mengenai panen, sedangkan jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit merupakan jaringan personal yang memusat (interlocking personal network). Petani ubikayu berkomunikasi dengan intens pada orang-orang yang memiliki kesamaan tempat tinggal dalam sebuah wilayah tertentu. Individu yang memiliki nilai sentralitas lokal tertinggi atau yang berperan menjadi star pada jaringan komunikasi mengenai bibit, hama dan penyakit adalah petani berpengaruh yang memiliki sikap

8 terbuka tentang informasi teknologi produksi kepada petani ubi kayu lainnya. Star dalam jaringan komunikasi mengenai pupuk adalah Ketua Gapoktan dan penjual saprotan di desa tersebut. Star dalam jaringan komunikasi megenai panen adalah petani yang merupakan penyedia jasa tenaga kerja untuk memanen dan transportasi pengangkut hasil panen ke pabrik ubi kayu. Individu yang memiliki nilai sentralitas global terendah atau yang berperan sebagai kunci penyebar informasi pada jaringan komunikasi mengenai bibit dan pupuk adalah Ketua Gapoktan dan penjual saprotan di desa tersebut dan pada jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit serta panen adalah petani berpengaruh yang memiliki sikap terbuka tentang informasi teknologi produksi kepada petani ubi kayu lainnya. Penelitian ini juga menunjukkan terdapat hubungan antara karakteristik personal petani ubi kayu dengan jaringan komunikasi. Karakteristik personal petani ubi kayu yang berhubungan sangat nyata dengan sentralitas lokal adalah pendapatan, keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa; sedangkan yang berhubungan nyata adalah luas lahan. Karakteristik personal petani ubi kayu yang berhubungan sangat nyata dengan sentralitas global adalah pendidikan, pendapatan, keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa. Penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang sangat nyata antara jaringan komunikasi dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu. Indikator jaringan yang berhubungan sangat nyata dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu adalah sentralitas lokal dan sentralitas global.

9 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

10 32

11 JARINGAN KOMUNIKASI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PRODUKSI UBI KAYU (Kasus Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung) AGENG RARA CINDOSWARI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

12 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Sarwititi Sarwoprasodjo Agung, M.S

13 Judul Tesis Nama : Jaringan Komunikasi Dalam Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu (Kasus Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung) : Ageng Rara Cindoswari NRP : I Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S Ketua Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA Anggota Diketahui Koordinator Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian : 25 Januari 2012 Tanggal Lulus :

14 32

15 PRAKATA Segala puji bagi Allah SWT, hanya karena kehendak dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Jaringan Komunikasi dalam Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu (Kasus Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung). Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Komunikasi Pembangunan dan Pedesaan (KMP) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada : 1. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S selaku ketua komisi pembimbing serta Ir. Richard W.E Lumintang, MSEA selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam proses penyelesaian tesis ini. 2. Dr. Ir. Sarwititi S. Agung, M.S dan Dr. Ir. Amiruddin Saleh, M.S selaku penguji luar komisi dalam ujian tesis yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. 3. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S sebagai Koordinator Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan dan beserta seluruh staf pengajar yang telah memberikan limpahan ilmu dan pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. 4. Kedua orang tua penulis Ir. R. Sudjioto dan Ir. Begem Viantimala, M.Si yang tak henti-hentinya memberikan cinta, kasih sayang, dukungan, semangat, dan doa yang tulus. Adik-ku Muhammad Gilang Bhagaskoro dan Btari Rara Cindo Mazaya serta Kakak-ku Elly Sustiana yang telah memberikan doa dan motivasi dalam penyelesaian tesis ini. 5. Kepala Desa dan seluruh staf pemerintahan Desa Suko Binangun yang telah memberikan izin serta membantu peneliti dalam melakukan penelitian di desa tersebut. 6. Bapak I Gusti Made selaku penyuluh pertanian dan Bapak Suparyanto selaku Ketua Kelompok Tani Berkah Jaya serta masyarakat Desa Suko Binangun yang telah membantu dan memfasilitasi peneliti dalam mengumpulkan data dan informasi selama proses penelitian berlangsung.

16 7. Sahabat-ku Verlianita, SP dan Freddy Agusta, S.Pi yang selalu siap membantu dalam pengumpulan informasi dan data yang berkaitan dengan penelitian serta semangat dan dorongan kepada penulis dalam penyelesaian tesis. 8. Saudara sepupu-ku Aditya Nugroho, SE, MSc Eng yang telah membantu mendapatkan literatur terkait dengan kepentingan penelitian dan seluruh keluarga besar-ku yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas perhatian, doa dan dorongan pada penulis. 9. Teman-Teman KMP 2009 (Enno, Yoga, Rahmah, Kak Uci, Kak Asma, Teh Dini, Leonard, Mbak Ofi, Imani, Mas Sardi, Mas Sigit, Mas Denta) atas segala bantuan, kerjasama dan dukungannya terhadap penulis dalam menyelesaikan penelitian dan menjalankan studi di Institut Pertanian Bogor. 10. Rekan-Rekan KMP S2 2007, 2008, 2010 dan S3 2009, 2010 (Mbak Dewi, Bu Dian, Bu Retno, Bu Siti, Mbk Serly, Bu Rita, Bu Riko, Pak Edi, Pak Zul, Pak Iwan dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu) atas semangat dan doronganya kepada penulis. 11. Semua pihak yang telah memotivasi dan memberikan bantuan baik moril maupun materil dan spirituil kepada peneliti yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Bogor, Januari 2012 Ageng Rara Cindoswari

17 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 September 1985 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari ayah Ir. Sudjioto dan ibu Ir. Begem Viantimala, M.Si. Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak PTPN VII Bandar Lampung pada tahun 1991 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke SDN 09 Pulo Gadung Jakarta Timur dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 4 Bandar Lampung dan lulus pada tahun Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMUN 9 Bandar-Lampung dan lulus pada tahun Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, penulis pernah menjadi pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa ASPECT (Association For Agricultural Studies and Community Empowerment) Penulis juga aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah KEMALA (Keluarga Mahasiswa Lampung) Selanjutnya, Penulis juga aktif dalam organisasi Forum Komunikasi Rohis Jurusan sebagai anggota pada Departemen Fikom. Penulis pernah menjadi asisten dosen dalam Mata Kuliah Sosiologi Umum tahun Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan di sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiwa S2 pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP).

18 32

19 DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang Penelitian... 1 Rumusan Masalah Penelitian... 5 Tujuan Penelitian... 6 Kegunaan Penelitian... 6 TINJAUAN PUSTAKA... 7 Pengertian dan Perkembangan Komunikasi Pembangunan... 7 Pembangunan Pertanian dan Komunikasi Pembangunan Pengertian dan Konsep Jaringan Komunikasi Analisis Jaringan Komunikasi Adopsi (Penerapan) Inovasi dan Jaringan Komunikasi Produksi dan Teknologi Budidaya Ubi Kayu Karakteristik Personal Petani Ubi Kayu KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Hipotesis METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi Penelitian Metode Pengumpulan Data Validitas dan Reliabilitas Instrumen Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Suko Binangun Keadaan Geografi dan Topografi Desa Suko Binangun Tata Guna Lahan di Desa Suko Binangun Keadaan Sarana dan Prasarana Desa Suko Binangun Keadaan Demografi Desa Suko Binangun Keadaan Ekonomi Desa Suko Binangun Keadaan Budaya Desa Suko Binangun Keadaan Pertanian di Desa Suko Binangun Profil Petani Ubi Kayu Desa Suko Binangun Usia Tingkat Pendidikan Tingkat Pendapatan Luas Lahan Pengalaman Berusahatani Keikutsertaan Dalam Kelompok Kepemilikan Media Massa Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu Penyiapan Lahan Pembibitan Penanaman Pemeliharaan Panen... 72

20 Jaringan Komunikasi Petani Ubi Kayu Jaringan Komunikasi Mengenai Bibit Jaringan Komunikasi Mengenai Pupuk Jaringan Komunikasi Mengenai Hama dan Penyakit Jaringan Komunikasi Mengenai Panen Analisis Jaringan Komunikasi Di Tingkat Individu Sentralitas Lokal Sentralitas Global Deskripsi Jaringan Komunikasi Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun Hubungan Karakteristik Personal Petani Ubi Kayu dengan Jaringan Komunikasi Hubungan Jaringan Komunikasi dengan Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

21 DAFTAR TABEL Halaman 1. Produktivitas tanaman ubi kayu menurut kabupaten/kota, Luas areal dan persentase tata guna lahan, Desa Suko Binangun, tahun Jumlah dan jenis sarana dan prasarana di Desa Suko Binangun, tahun Jumlah ruang kelas, murid dan guru berdasarkan tingkat sarana pendidikan di Desa Suko Binangun, tahun Jumlah penduduk dan persentase berdasarkan jenis kelamin dan tempat tinggal, Desa Suko Binangun, tahun Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan usia, Desa Suko Binangun, tahun Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan, Desa Suko Binangun, tahun Jumlah dan presentasi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan, Desa Suko Binangun, tahun Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan tahapan keluarga sejahtera, Desa Suko Binangun, tahun Persentase petani berdasarkan kategori karakteristik personal di Desa Suko Binangun Distribusi skor petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi ubi kayu berdasarkan kategori Jumlah dan persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun berdasarkan tingkat penerapan teknologi produksi Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator penyiapan lahan berdasarkan kategori Pengaruh macam (bagian) setek terhadap daya tumbuh dan hasil produksi ubi kayu Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator pembibitan berdasarkan kategori Pengaruh cara penanaman setek terhadap hasil ubi kayu (ton/ha ubi kupas) Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator penanaman berdasarkan kategori Tabel 18. Komponen PHPT pada tanaman ubi kayu Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator pemeliharaan berdasarkan kategori

22 20. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator panen berdasarkan kategori Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai bibit Karakteristik peran star pada setiap klik dalam jaringan komunikasi mengenai bibit Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai pupuk Karakteristik peran star pada setiap klik dalam jaringan komunikasi mengenai pupuk Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai pengendalian hama dan penyakit Karakteristik peran isolate pada setiap klik dalam jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai panen Nilai rata-rata, maksimum dan minimum sentralitas lokal dan sentralitas global petani ubi kayu di Desa Suko Binangun berdasarkan topik jaringan komunikasi mengenai bibit, pupuk, hama & penyakit dan panen Deskripsi jaringan komunikasi petani ubi kayu di Desa Suko Binangun Hubungan antara karakteristik personal dengan sentralitas lokal Hubungan antara karakteristik personal dengan sentralitas global Hubungan antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan tingkat penerapan teknologi produksi Hubungan antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen Daftar responden yang berperan sebagai star dalam lingkungan terdekat dan rata-rata skor total penerapan teknologi produksi ubi kayu yang diperoleh

23 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Komponen dasar model komunikasi konvergensi Kerangka pemikiran Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai bibit Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai pupuk Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai hama dan penyakit Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai panen... 93

24 32

25 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kuesioner penelitian Hasil uji reliabilitas kuesioner Hasil uji korelasi Pearson hubungan antara karakteristik personal dengan sentralitas lokal dan global Hasil uji korelasi Rank Spearman hubungan antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan penerapan teknologi produksi Hasil uji korelasi Rank Spearman hubungan antara sentralitas lokal dan global dengan pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen Nama responden berdasarkan nilai sentralitas lokal dan sentralitas global Gambar lokasi penelitian

26 32

27 PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan nasional. Pertanian memberikan kontribusi besar dalam ekonomi bangsa Indonesia terutama pada saat terjadi krisis moneter di tahun Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia karena mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan nasional. Beberapa peranan strategis tersebut adalah sebagai: (1) pemasok bahan makanan pokok penduduk, (2) pemasok bahan baku industri, (3) penyedia lapangan kerja terbesar penduduk, (4) pencipta nilai tambah atau produk domestik buto (PDB) dan (5) penghasil atau sumber devisa. Sektor pertanian juga berperan dalam mengentaskan kemiskinan karena penduduk miskin dominan ada di pedesaan (Kusnandi dkk, 2009). Berbagai kebijakan di bidang pertanian terus diciptakan guna meningkatkan kesejahteraan hidup petani. Sejak masa reformasi hingga saat ini, telah sering kali mendengar program-program pengembangan pangan untuk meningkatkan produksi pangan. Beberapa program pertanian seperti ketahanan pangan, diversifikasi pangan, desa mandiri pangan merupakan salah satu contoh program yang mengedepankan pengembangan pangan alternatif selain tanaman padi. Di antara sekian nama tanaman pangan yang dikembangkan selain padi, komoditas utama yang kerap kali di kembangkan menjadi pangan alternatif adalah tanaman pangan ubi kayu (Manihot utilisima). Menurut BPS (2005) produksi ubi kayu nasional sekitar 19,5 juta ton ubi segar. Di sisi lain, komoditas pangan alternatif seperti ubi kayu dalam berbagai program pangan yang di inisiasi oleh pemerintah menyebabkan permintaan yang tinggi akan produksi tanaman pangan ubi kayu. Terlebih lagi, sejak tahun 2006 komoditas ubi kayu dinobatkan menjadi salah satu bahan baku pembuatan bioetanol. Bioetanol merupakan salah satu produk keluaran dari program bahan bakar nabati yang digalakkan oleh pemerintah Indonesia sebagai program nasional. Melihat kondisi di atas, tidak mengherankan terjadi lonjakan yang besar akan kebutuhan ubi kayu untuk memenuhi kebutuhan di berbagai sekor seperti pertanian, industri, dan energi. Menurut BPS (2005) untuk keperluan pangan, pakan, industri non-bioetanol, dan industri bioetanol dibutuhkan pasokan ubi kayu masing-masing 12,5 juta ton, 0,34 juta ton, 2,01 juta ton, dan 8,93 juta ton ubi kayu segar dengan demikian, total kebutuhan ubi kayu sekitar

28 2 23,78 juta ton. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka terjadi defisit suplai ubi kayu sekitar 4,28 juta ton. Tingginya permintaan akan produksi ubi kayu mengakibatkan tuntutan pada para petani untuk dapat meningkatkan produksi mereka agar mampu memasok keseluruhan kebutuhan semua sektor tersebut. Permasalahan utama dalam pengembangan ubi kayu di Indonesia adalah rendahnya produktivitas, meskipun dari tahun ke tahun terdapat tendensi peningkatan. Menurut BPS (2005) produksi ubi kayu nasional pada sebesar 19,5 juta ton. Jumlah ini relatif kecil dibandingkan dengan penelitian berbagai lembaga penelitian yang menyatakan bahwa produktivitas ubi kayu dapat mencapai 30 sampai 40 ton per ha. Meskipun di lahan kering produktivitas ubi kayu tahun 2011 di tingkat petani 15 sampai 19 ton per ha, penanaman ubi kayu dilaporkan memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan padi gogo dan palawija lain. Menurut Wargiono (2006) dalam Prihandana dkk (2008) menyatakan bahwa agar menguntungkan, produkivitas ubi kayu sebesar 20 sampai 25 ton per ha, dengan B/C rasio lebih dari 1,0 dengan harga ubi di tingkat petani Rp.250 sampai Rp.300 per kg. Provinsi Lampung adalah daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia (24 persen), diikuti Jawa Timur (20 persen), Jawa Tengah (19 persen), Jawa Barat (11 persen), Nusa Tenggara Timur (4,5 persen), dan DI Yogyakarta (4,2 persen) (Prihandana, dkk, 2008). Sejak tahun 2003, produksi ubi kayu di Provinsi Lampung meningkat dari sekitar ton pada tahun 2003 dan terus meningkat hingga pada tahun 2010 produksinya mencapai (BPS, 2010). Salah satu pemasok produksi ubi kayu terbesar di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Lampung Tengah. Petani di Kabupaten Lampung Tengah, khususnya Desa Suko Binangun, merupakan petani-petani transmigran yang menggeluti usaha ini belasan bahkan puluhan tahun yang lalu. Kondisi lahan yang luas dan subur mengakibatkan wilayah ini cocok untuk ditanami berbagai komoditas pertanian dan perkebunan seperti padi, ubi kayu, tebu hingga karet. Diversifikasi pekerjaan yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Lampung Tengah terjadi sejak masuknya pabrik-pabrik tebu, tapioka, nanas dan bioetanol ke wilayah mereka. Selain sebagai petani ubi kayu mereka juga bekerja sebagai buruh pada sejumlah pabrik-pabrik di atas. Pekerjaan mereka sebagai buruh pabrik ternyata bersifat musiman. Salah satu alasan mereka bekerja sebagai buruh pabrik dikarenakan tidak memiliki atau kurang memiliki lahan yang cukup untuk dapat mengusahakan ubi kayu. Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu penghasil ubi kayu tertinggi di Provinsi Lampung. Menurut statistik daerah Kabupaten Lampung Tengah (2010)

29 3 menyatakan bahwa produksi ubi kayu terbesar di Provinsi Lampung pada tahun 2009 adalah Kabupaten Tulang Bawang dengan produksi ton per tahun, kabupaten Lampung Tengah dengan produksi ton per tahun dan kabupaten lampug utara dengan produksi ton per tahun. Selanjutnya, data produksi ubi kayu di Provinsi Lampung dapat di lihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produktivitas tanaman ubi kayu menurut kabupaten/kota, Kabupaten/Kota 2005 (Ton) 2006 (Ton) 2007 (Ton) 2008 (Ton) 2009 (Ton) Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Pesawaran Bandar Lampung Metro Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010 Meski Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten pemasok ubi kayu terbesar di Indonesia, pada praktiknya kondisi ini sangat bertolak belakang dengan kesejahteraan petani ubi kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Wayseputih, Kabupaten Lampung Tengah. Petani ubi kayu di daerah tersebut hanya dapat memproduksi ubi kayu sekitar 16 sampai 20 ton per ha, selain itu mereka mengeluhkan kurangnya informasi yang memadai terkait dengan teknologi budidaya yang berguna untuk meningkatkan produksi usahatani mereka. Di samping itu, mereka juga mengeluhkan akses pasar secara langsung dan harga jual yang tidak stabil sehingga pendapatan petani relatif sedikit. Peningkatan produksi bagi petani ubi kayu memerlukan suplai informasiinformasi yang memadai dan dipercaya dalam mencapai tujuannya. Merujuk pada Kaniki (1992) yang dikutip oleh Ihsaniyati (2010) informasi dirumuskan sebagai ide, fakta, karya imajinatif pikiran, data yang berpotensi untuk pengambilan keputusan, pemecahan masalah serta jawaban atas pertanyaan yang dapat mengurangi ketidakpastian. Peningkatan produksi tanaman pangan ubi kayu memerlukan informasi yang mengurangi ketidakpastian dan membangun struktur komunikasi di antara petanipetani ubi kayu tersebut. Informasi diperlukan untuk menghindari entropi. Menggunakan pendekatan sistem umum dan teori informasi, semakin besar ketidakpastian, semakin banyak informasi yang diperlukan (Littlejohn, 1992). Informasi akan memberikan pilihan atau alternatif untuk komponen-komponen dari sistem.

30 4 Komponen sistem akan mencari informasi untuk mengatasi kesulitan mereka atau memecahkan masalah mereka. Dengan kata lain, mereka memerlukan informasi sebagai negentropi untuk mengatasi situasi entropi mereka (Flor dan Matulac, 1994 yang dikutip oleh Lubis, 2000). Petani ubi kayu di Desa Suko Binangun mengeluhkan minimnya informasi mengenai bibit unggul, penanganan hama dan penyakit serta dosis pupuk yang tepat. Di samping itu, mereka juga mengeluhkan harga ubi kayu yang tidak stabil di pasar yang selama ini mereka akses. Kondisi ini merupakan salah satu kendala bagi petani untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ubi kayu di Desa Suko Binangun. Permintaan akan pasokan ubi kayu segar terus meningkat guna memenuhi kebutuhan berbagai sektor pembangunan. Kondisi di atas mendesak petani untuk bertindak kreatif untuk memenuhi kebutuhan informasi sehingga, dapat meningkatkan produksi usahatani ubi kayu mereka. Dalam rangka mencapai produktivitas yang tinggi diperlukan suplai informasi yang memadai dan terpercaya. Hal ini, memotivasi peneliti untuk menelaah bagaimana upaya mereka dalam memperoleh informasi yang petani ubi kayu butuhkan didekati dengan pendekatan jaringan komunikasi. Hal ini bertujuan untuk melihat bagaimana upaya petani dalam mencari, mendapatkan dan membagi informasi yang berkaitan dengan aspek produksi usahatani ubi kayu. Menelaah arus informasi dengan menggunakan jaringan komunikasi bertujuan untuk mengetahui gambaran struktur komunikasi yang di bangun oleh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun. Masyarakat membutuhkan informasi sebagai bahan masukan untuk menghadapi ketidakpastian yang mereka hadapi (Flor and Matulac,1994 yang dikutip oleh Lubis, 2000). Berdasarkan teori jaringan komunikasi, dalam pencarian informasi petani harus membangun strukur jaringan dengan tetangga dan sumber informasi lainnya (Littlejohn,1992). Jaringan komunikasi menurut Rogers and Kincaid (1981) adalah suatu jaringan yang terdiri atas individu-individu yang saling berhubungan, yang dihubungkan oleh arus komunikasi yang terpola. Struktur komunikasi dapat dipelajari melalui analisis jaringan komunikasi. Analisis jaringan komunikasi merupakan metode penelitian untuk mengidentifikasi struktur komunikasi dalam suatu sistem, dimana data hubungan mengenai arus komunikasi dianalisis dengan menggunakan beberapa tipe hubungan interpersonal sebagai unit analisis. Lebih lanjut, salah satu tujuan penelitian komunikasi dengan menggunakan analisis jaringan komunikasi adalah untuk memahami gambaran umum mengenai interaksi manusia dalam suatu sistem. Struktur

31 5 komunikasi adalah susunan dari unsur-unsur komunikasi yang berbeda yang dapat dikenali melalui pola arus komuniksi dalam suatu sistem (Rogers and Kincaid, 1981). Menurut Rogers (2003) hakekat dari suatu jaringan komunikasi adalah hubungan-hubungan yang bersifat homofili (homophilus), yakni kecenderungan manusia untuk melakukan hubungan atau kontak sosial dengan orang-orang yang memiliki atribut sama atau yang lebih tinggi sedikit dari posisi dirinya. Tetapi dapat juga terjadi antar orang-orang yang memiliki atribut yang tidak sama. Setiap jenis jaringan komunikasi mempunyai kecepatan perkembangan yang berbeda-beda. Semakin penting suatu jenis informasi bagi suatu anggota sistem sosial, makin cepat perkembangan dan luas jangkauan jaringan komunikasinya. Jaringan komunikasi yang berhubungan dengan informasi tentang kebutuhan primer akan mempunyai jangkauan yang tercepat dan terjauh (Rogers, 2003). Beberapa pondasi kuat yang menyokong kemajuan peningkatan produksi hasil pertanian diantaranya adalah ketersediaan teknologi dan pemasaran yang memadai. Hal ini merujuk pada apa yang dikatakan Mosher (1970) mengenai syarat utama dan syarat pelancar yang diperlukan jika menginginkan pembangunan pertanian yang terus berjalan. Dengan demikian ketersediaan teknologi yang memadai dapat meningkatkan produksi dan juga meningkatkan pendapatan petani ubi kayu. Konteks meningkatkan produksi terkait dengan ketersediaan informasi teknologi produksi dan juga terkait dengan penerapan teknologi produksi. Informasi yang tersedia dengan baik akan memudahkan petani ubi kayu untuk menerapkan teknologi produksi dengan baik dan optimal. Sehingga, ketersediaan informasi yang baik mengenai teknologi produksi akan berhubungan dengan penerapan yang dilakukan oleh para petani terhadap teknologi produksi. Pada konteks lain, petani ubi kayu di Desa Suko Binangun mengakses informasi teknologi produksi dengan membentuk jaringan komunikasi. jaringan komunikasi yang terbentuk diasumsikan sebagai sumber informasi yang dimanfaatkan oleh petani ubi kayu tersebut. Melihat keterhubungan antara ketersediaan informasi dalam mengakses jaringan komunikasi dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu sehingga dalam penelitian ini juga perlu untuk melihat keterhubungan antara jaringan komunikasi dengan tingakat penerapan teknologi produksi ubi kayu.

32 6 Rumusan Masalah Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah jaringan komunikasi petani ubi kayu yang terbentuk di Desa Suko Binangun?. 2. Bagaimanakah hubungan karakterisrik personal petani ubi kayu dengan jaringan komunikasi di Desa Suko Binangun?. 3. Bagaimanakah hubungan antara jaringan komunikasi petani ubi kayu dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu di Desa Suko Binangun?. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan jaringan komunikasi yang terbentuk di antara petani ubi kayu di Desa Suko Binangun 2. Mengetahui hubungan antara karakteristik personal petani ubi kayu dengan jaringan komunikasi di Desa Suko Binangun. 3. Mengetahui hubungan jaringan komunikasi petani ubi kayu dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu Desa Suko Binangun. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Memberi masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya disiplin Ilmu Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. 2. Diharapkan dapat dipakai sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut bagi pihak yang tertarik untuk meneliti masalah yang berkaitan dengan jaringan komunikasi secara umum dan jaringan komunikasi pada penerapan teknologi budidaya ubi kayu secara khusus. 3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu perumus kebijakan dan pelaksana program pembangunan pertanian dengan memberikan informasi tentang pola atau struktur jaringan komunikasi yang dapat digunakan dalam diseminasi informasi di kalangan petani ubi kayu.

33 7 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Perkembangan Komunikasi Pembangunan Komunikasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971) adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku. Menurut William I. Gorden, Judy C.Pearson dan Pail E. Nelson yang dikutip oleh Tubbs dan Moss (2009) menyatakan bahwa komunikasi sebagai kegiatan yang selalu ditandai dengan tindakan, pertukaran, perubahan dan perpindahan terhadap pemaknaan isi pesan dengan implikasi terbangunnya hubungan-hubungan. Menurut Tubbs dan Moss (2009) sendiri menganggap komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih. Menurut Mulyana (2000) terdapat tiga kerangka pemahaman mengenai komunikasi, yakni komunikasi sebagai tindakan, komunikasi sebagai interaksi dan komunikasi sebagai transaksi, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi dimaknai sebagai sebuah proses, peristiwa dan tindakan mempengaruhi melalui pesan atau makna secara sengaja. Pengertian komunikasi yang sederhana ialah suatu proses untuk mengurangi ketidakpastian dengan jalan berbagi tanda-tanda informasi (Shannon dan Weaver, 1949; Schramm, 1973 dalam Jahi, 1988). Pembangunan menurut Inayatullah (1976) yang dikutip oleh Dilla (2007) merupakan perubahan menuju pola-pola masyarakat yang lebih baik dengan nilai-nilai kemanusiaan yang memungkinkan suatu masyarakat mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap lingkungan dan tujuan politiknya, juga memungkinkan warganya memperoleh kontrol yang lebih terhadap diri mereka sendiri. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) pembangunan sebagai suatu jenis perubahan sosial, di mana ideide baru diperkenalkan pada suatu sistem sosial untuk menghasilkan pendapatan per kapita dan tingkat kehidupan yang lebih tinggi melalui metode produksi yang lebih modern dan organisasi sosial yang lebih baik. Artinya, pembangunan adalah modernisasi pada tingkat sistem sosial. Selanjutnya, Dissaynake (1984) yang dikutip oleh Dilla (2007) mendefinisikan pembangunan sebagai proses perubahan sosial yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dari seluruh atau mayoritas masyarakat tanpa merusak lingkungan alam dan kultural tempat mereka berada dan berusaha melibatkan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam usaha ini dan menjadikan mereka penentu dari tujuan mereka sendiri. Pembangunan dalam arti yang sangat sederhana diungkapkan oleh Haryadi (2001) yang dikutip oleh Dilla (2007) sebagai perubahan yang terencana dari kondisi tidak baik menuju kondisi baik.

34 8 Komunikasi pembangunan dalam arti sempit adalah segala upaya, cara dan teknik penyampaian gagasan dan keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan kepada masyarakat yang menjadi sasaran, agar dapat memahami, menerima dan berpartisipasi dalam pembangunan. Komunikasi pembangunan dalam arti luas yakni meliputi peran dan fungsi komunikasi sebagai suatu akivitas pertukaran pesan secara timbal balik di antara masyarakat dan pemerintah, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan (Dilla, 2007). Komunikasi pembangunan merupakan proses penyebaran informasi, penerangan, pendidikan, keterampilan, rekayasa sosial dan perubahan perilaku. Sebagai proses perubahan perilaku, komunikasi pembangunan dipandang sebagai proses psikologis, proses sebagai tindakan komunikasi yang berkesinambungan, terarah dan bertujuan. Proses ini berhubungan dengan aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap mental dalam melakukan perubahan. Kredibilitas sumber, isi pesan, dan saluran komunikasi sangat berpengaruh dan menentukan perubahan perilaku. Selain itu, manfaat dari ide, gagasan atau inovasi pun ikut mempengaruhi perubahan perilaku (Dilla, 2007). Pada tataran konseptual komunikasi pembangunan bersumber dari teori komunikasi dan teori pembangunan yang saling menopang. Teori komunikasi digunakan untuk menjembatani arus informasi (ide dan gagasan) baru dari pemerintah kepada masyarakat atau sebaliknya. Artinya, melalui proses komunikasi pesan-pesan pembangunan dapat diteruskan dan diterima khalayak untuk tujuan perubahan. Sementara teori pembangunan digunakan sebagai karakteristik bentuk perubahan yang diinginkan secara terarah, dan progresif, dari satu kondisi ke kondisi yang lain, atau dari satu keadaan menuju keadaan yang lebih baik. Komunikasi dan pembangunan memang dua konsep yang berbeda namun penggabungan keduanya menjadikan mereka sebagai pendekatan yang sangat penting dalam proses perubahan sosial. Pembangunan didefinisikan sebagai perubahan yang terencana dan komunikasi merupakan media yang digunakan untuk merubah sikap, keterampilan, dan perilaku baik individu, kelompok maupun massa. Menurut Jahi (1988) dalam praktek komunikasi pembangunan dimana aliran informasi di setiap negeri yang sering dipersoalkan orang, sesungguhnya diatur oleh ideologi pembangunan negeri tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa cara berkomunikasi yang digunakan dalam suatu sistem sosial ialah fungsi struktur sosial dan kepercayaan yang ada dalam sistem tersebut.

35 9 Teori modernisasi yang merupakan ideologi pembangunan yang dominan, kemudian dijabarkan dengan lebih jelas dalam model tetesan-ke bawah. Menurut pandangan ini, manfaat program-program intervensi di negara-negara Dunia Ketiga akan menetes ke bawah kepada setiap orang. Mulai dari mereka yang berada dalam kelompok-kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi, dan selanjutnya diteruskan kepada mereka yang berada dalam kelompok-kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah. Komunikasi pembangunan juga menggunakan pendekatan tetesan ke bawah ini (cf. Lerner, 1958; Pye, 1963; Schramm,1964 dalam Jahi, 1988). Menurut model ini, informasi dan pengaruh mengalir dalam satu arah, dari pengirim ke penerima. Sifat ini menyebabkan pendekatan ini disebut juga sebagai pendekatan dari atas ke bawah, pipa, atau pusat dan daerah (Fett dan Schneider, 1973; Galtung, 1971; Thiesenhusen, 1978 dalam Jahi, 1988). Pada era orde baru, pemerintahan Indonesia menerapkan kebijakan pembangunan yang berdasarkan teori modernisasi. Penerapan kebijakan ini dipengaruhi oleh aliran pemikiran ekonom klasik dan neoklasik. Menurut teori modernisasi pemupukan modal dan sistem kapitalis begitu kental terasa sebagai motor penggerak perubahan sosial yang terjadi di masyarakat Indonesia melalui pembangunan. Dalam konteks ini komunikasi dalam pembangunan dianggap sebagai suatu prasarana (infrastructure) dalam proses pembangunan. Artinya, komunikasi dipandang sebagai suatu prakondisi untuk pertumbuhan ekonomi. Model pemikiran ini menganggap arus informasi yang bebas dan komunikasi diantara penjual dan pembeli sebagai suatu syarat mutlak bagi persaingan yang sempurna. Penggunaan media secara besar-besar dianggap mampu untuk mentransfer informasi satu arah dari pemerintah ke masyarakat. Dalam konteks seperti ini komunikasi dianggap sebagai proses pertukaran satu arah yang semata-mata hanya berjalan dari sumber source (pemerintah) ke penerima receiver (masyarakat) tanpa adanya proses umpan balik sehingga bentuk komunikasi menjadi monolog. Seiring dengan berjalannya waktu penerapan teori modernisasi banyak menuai kritik dan sebagai gantinya, banyak ahli mengusulkan pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat people centered development yang menekankan pendekatan partisipatif. Artinya, proses pembangunan tidak saja menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomis, tetapi juga nilai tambah sosial secara adil (equity), setara (equality) dan partisipatif sebagai upaya pengembangan kapasitas manusia baik individu dan kelompok sebagai kekuatan civil society. Dalam hal komunikasi, kegagalan banyak proyek pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga

36 10 yang menggunakan model satu arah, dalam batas tertentu, memberikan kontribusi pada evolusi tumbuhnya suatu model komunikasi interaktif dua arah (cf. McAnany, 1980, 1981; Schramm dan Lerner, 1976 dalam Jahi 1988). Dalam perspektif ini, komunikasi dianggap sebagai suatu proses, yang partisipan-partisipannya bertukar tanda-tanda informasi untuk mengurangi ketidakpastian (Schramm, 1971; Rogers and Kincaid, 1981). Pendekatan ini menunjukkan bahwa dalam komunikasi terdapat transaksi atau saling tukar informasi di antara para partisipan, yang dengan caranya sendiri telah memberikan kontribusi pada proses tumbuhnya pengertian yang dapat disebut sebagai komunikasi model konvergen (Rogers and Kincaid, 1981). Pembangunan Pertanian dan Komunikasi Pembangunan Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk mengembangkan kapasitas masyarakat pertanian, khususnya memberdayakan petani, peternak dan nelayan, agar mampu melaksanakan kegiatan ekonomi produktif secara mandiri dan selanjutnya mampu memperbaiki kehidupannya sendiri. Pelaku utama pembangunan adalah petani, peternak dan nelayan yang jumlahnya berjuta-juta dengan penguasaan sumberdaya yang relatif terbatas. Peran mereka dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional sangat vital, terutama dalam pencapaian ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, kebijakan, strategi, dan program pembangunan dirancang dengan pendekatan pemberdayaan mereka agar mampu mandiri dalam melaksanakan usaha pertaniannya serta dijiwai oleh keberpihakan pada kepentingan petani. Dengan demikian, tujuan akhir dari pembangunan pertanian adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para petani, peternak dan nelayan. Pencapaian akhir tujuan tersebut, yaitu meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani, dapat dilakukan melalui : (a) peningkatan produksi dan produktivitas dan (b) mengkondisikan pasar agar dapat menentukan harga yang wajar bagi produk-produk pertanian. Upaya peningkatan produksi dan produktivitas dilaksanakan dengan meningkatkan efisiensi usaha melalui penerapan teknologi petani tepat guna dan spesifik lokasi (Solahuddin, 2009). Komunikasi pembangunan dalam konteks pembangunan pertanian dapat berperan sebagai katalisator perubahan sosial bagi masyarakat luas yang meliputi perubahan pada tahap pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Jika dikaitkan dengan tujuan pembangunan pertanian, sehingga konteks perubahan yang dapat dilakukan melalui komunikasi dapat mengarah pada perubahan budidaya produksi usaha pertanian. Perubahan budidaya

37 11 merupakan perubahan perilaku pada pelaku pembangunan (baca : petani) dalam menggunakan teknologi tepat guna dan spesifik lokasi. Berbagai peran komunikasi pembangunan yang dikemukakan oleh Hedebro (1979) dalam Nasution (2007) yakni : 1. Komunikasi dapat menciptakan iklim bagi perubahan dengan membujukkan nilai-nilai, sikap mental dan bentuk perilaku yang menunjang modernisasi. 2. Komunikasi dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan baru, mulai dari baca tulis ke pertanian, keberhasilan lingkungan, hingga reparasi mobil. 3. Media massa dapat bertindak sebagai pengganda sumber-sumber daya pengetahuan. 4. Media massa dapat mengantarkan pengalaman-pengalaman yang seolah-olah dialami sendiri, sehingga mengurangi biaya psikis dan ekonomis untuk menciptakan kepribadian yang mobile. 5. Komunikasi dapat meningkatkan aspirasi yang merupakan perangsang guna bertindak nyata. 6. Komunikasi dapat membantu masyarakat menemukan norma-norma baru dan keharmonisan dari masa transisi. 7. Komunikasi dapat membuat orang lebih condong untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di tengah kehidupan masyarakat. 8. Komunikasi dapat mengubah struktur kekuasaan pada masyarakat yang bercirikan tradisional, dengan membawakan pengetahuan kepada massa. Mereka memperoleh informasi akan menjadi orang yang berarti, dan para pemimpin tradisional akan tertantang oleh kenyataan bahwa ada orang-orang lain yang juga mempunyai kelebihan dalam hal memiliki informasi. 9. Komunikasi dapat menciptakan rasa kebangsaan sebagai sesuatu yang mengatasi kesetiaan-kesetiaan lokal. 10. Komunikasi dapat membantu mayoritas populasi menyadaari pentingnya arti mereka sebagai warga negara, sehingga dapat membantu meningkatkan aktivitas politik. 11. Komunikasi memudahkan perencanaan dan implementasi program-program pembangunan yang berkaitan dengan kebutuhan penduduk. 12. Komunikasi dapat membantu pembangunan ekonomi, sosial dan politik menjadi suatu proses yang berlangsung sendiri (self-pertuating). Penerapan komunikasi pembangunan sudah sejak lama dilaksanakan pada sektor pertanian. Bahkan dapat dikatakan bahwa penerapan yang pertama kali sekali

38 12 justru pada sektor ini, meskipun pada masa itu belum dikenal istilah komunikasi pembangunan. Proyek Masagana 99 merupakan salah satu contoh penerapan komunikasi pembangunan untuk sektor pertanian, dimana tujuan proyek ini untuk meningkatkan produksi beras dengan memberikan kredit, pinjaman, sarana pertanian dan informasi mutakhir mengenai konsep dan praktek pertanian di Filipina pada tahun Media yang digunakan dalam proyek ini adalah televisi, radio, komik, brosur, selebaran, bulletin, majalah berbahasa lokal, surat kabar dan komunikasi antar pribadi (Nasution, 2007) Menurut Dilla (2007) di Indonesia komunikasi pembangunan diterapkan pada program swasembada pangan melalui proyek BIMAS, INMAS, dll di tahun sekitar 1980-an. Tujuan dari program tersebut adalah meningkatkan produksi beras setinggitingginya sehingga mampu menyediakan cadangan makanan yang cukup bagi seluruh penduduk Indonesia. Dalam hal ini, infrastruktur komunikasi dibangun sebaik mungkin yakni dengan dibuatnya Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia yang memuat acara mengenai program ini. Mengikuti konsep ini, maka lahirlah program atau siaran seperti koran masuk desa, siaran pedesaan (RRI), dari desa ke desa (TVRI) yang bertujuan untuk mempromosikan, menyebarkan, membujuk, mendukung dan meyakinkan masyarakat terhadap rencana program pembangunan. Selain itu, penyuluhan pertanian sebagai saluran komunikasi personal juga diperkuat dengan meningkatkan intensitas penyuluhan secara terarah dan sistematis. Menurut Soekartawi (2005) komunikasi di bidang pertanian haruslah memuat pesan mengenai: (a) bagaimana menigkatkan produksi pertanian, (b) bagaimana memelihara lahan agar kondisi lahan tetap subur dan terhindar dari bahaya erosi, (c) bagaimana perlakuan pascapanen yang baik, (d) bagaimana adopsi teknologi baru harus di lakukan, (e) bagaimana melaksanakan kerjasama kelompok, (f) bagaimana meningkatkan pendapatan rumahtangga tani, (g) bagaimana berpartisipasi dalam kegiatan pedesaan, dan sebagainya. Berbicara mengenai komunikasi dengan pembangunan sudah pasti kajiannya tidak lepas dari usaha penyebaran pesan-pesan (ide, gagasan dan inovasi) kepada sejumlah besar orang. Bagaimana suatu ide, gagasan atau inovasi pembangunan diperkenalkan, dijelaskan hingga menimbulkan efek tertentu sebagai sesuatu yang bermanfaat. Secara sederhana, penyebaran pesan-pesan (ide, gagasan dan inovasi) dapat diartikan sebagai difusi inovasi. Difusi merupakan suatu bentuk khusus komunikasi. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) seperti dikutip Nasution (2007), studi difusi mengkaji pesan-pesan yang berupa ide-ide ataupun gagasan-gagasan

39 13 baru. Berdasarkan pada pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwasanya terdapat kaitan yang erat antara komunikasi pembangunan dengan difusi inovasi yang pada umumnya dipraktekan di bidang pertanian dan hal ini merupakan salah satu dari strategi pembangunan pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pelaku pembangunan (petani, peternak dan nelayan). Pengertian dan Konsep Jaringan Komunikasi Jahi (1988) menyatakan bahwa perubahan sosial atau pembangunan sedikit banyak bergantung pada keefektifan komunikasi dalam jaringan-jaringan sosial. Untuk mendeteksi keberadaan suatu jaringan komunikasi dalam masyarakat digunakan metode penelitian dengan model konvergen yang menjadikan hubungan interpersonal sebagai unit analisis. Model komunikasi konvergen mengarah kepada suatu perspektif hubungan komunikasi antar manusia yang bersifat interpersonal. Oleh karena itu hubungan-hubungan yang terbentuk merupakan suatu rangkaian jalinan yang interaktif. Model komunikasi konvergensi mendefinisikan komunikasi sebagai proses dimana partisipan-partisipan komunikasi menciptakan dan membagi informasi satu sama lain untuk mencapai kesamaan makna. Menurut Kincaid (1979) dalam Rogers and Kincaid (1981) komponen utama pada model ini adalah informasi, ketidakpastian, konvergen, pengertian bersama, persetujuan bersama, aksi kolektif dan keterhubungan jaringan. Untuk lebih jelas, komponen dasar komunikasi konvergen dapat diilustrasikan pada Gambar 1. Rogers and Kincaid (1981) membedakan struktur jaringan komunikasi ke dalam jaringan personal jari-jari (Radial Person Network) dan jaringan personal saling mengunci (Interlocking Personal Network). Jaringan personal yang memusat (interlocking) mempunya derajat integrasi yang tinggi. Jaringan personal yang menyebar (radial) mempunyai derajat integrasi yang rendah, namun mempunyai sifat keterbukaan terhadap lingkungannya. Rogers dan Kincaid menegaskan, individu yang terlibat dalam jaringan komunikasi interlocking terdiri dari individu-individu yang homopili, namun kurang terbuka terhadap lingkungannya. Jaringan personal radial memiliki kepadatan yang sedikit dan lebih terbuka terhadap pertukaran informasi pada lingkungan dan memungkinkan individu fokal untuk bertukar informasi dengan lingkungan yang lebih luas. Jaringan radial berisikan orang-orang yg memiliki kenalan berjarak jauh (ikatan lemah) yang berguna sebagai saluran untuk memperoleh informasi. Ikatan yang lemah memiliki banyak bridge yang menghubungkan dua atau lebih klik. Ikatan yg lemah memiliki peran yang sangat

40 14 penting karena mengantarkan informasi-informasi baru. Jaringan personal radial sangat penting dalam difusi inovasi karena link-link yang ada mencapai seluruh sistem, sementara jaringan mengunci (interlocking) lebih tumbuh ke arah dalam secara alamiah. Sistem yang tumbuh ke arah dalam merupakan jaringan yang sangat miskin untuk menangkap informasi baru dari suatu lingkungan (Rogers, 2003). PSYCHOLOGICAL REALITY A PHYSICAL REALITY PSYCHOLOGICAL REALITY B interpreting perceiving information perceiving interpreting Action Action understanding believing Collective Action believing understanding Mutual Agreement MUTUAL UNDERSTANDING SOCIAL REALITY A & B Gambar 1. Komponen dasar model komunikasi konvergen (sumber : Kincaid, 1979 dalam Rogers dan Kincaid 1981). Penelitian jaringan komunikasi merupakan penelitian komunikasi yang menggunakan model komunikasi konvergen. Karena, dalam penelitian jaringan komunikasi menginvestigasi dua aspek yang mengimplikasikan model konvergen yakni (1) kealamiahan dinamika komunikasi manusia sepanjang waktu, (2) pertukaran konten informasi. Tujuan penelitian komunikasi yang menggunakan analisis jaringan komunikasi adalah (1) untuk memahami gambaran umum mengenai interaksi manusia di dalam sistem sosial, (2) untuk mengidentifikasi struktur komunikasi yang ada di dalam sistem sosial (Rogers and Kincaid, 1981). Menurut Rogers (2003) hakekat dari suatu jaringan komunikasi adalah hubungan-hubungan yang bersifat homofili (homophilus), yakni kecenderungan manusia untuk melakukan hubungan atau kontak sosial dengan orang-orang yang memiliki atribut sama atau yang lebih tinggi sedikit dari posisi dirinya. Tetapi dapat juga

41 15 terjadi antar orang-orang yang memiliki atribut yang tidak sama. Setiap jenis jaringan komunikasi mempunyai kecepatan perkembangan yang berbeda-beda. Semakin penting suatu jenis informasi bagi suatu anggota sistem sosial, makin cepat perkembangan dan luas jangkauan jaringan komunikasinya. Jaringan komunikasi yang berhubungan dengan informasi tentang kebutuhan primer akan mempunyai jangkauan yang tercepat dan terjauh (Rogers, 2003). Jaringan adalah struktur sosial yang diciptakan oleh komunikasi antara individu dan kelompok (Littlejohn, 1992). Rogers and Kincaid (1981) menambahkan bahwa analisis jaringan komunikasi merupakan metode penelitian untuk mengidentifikasi struktur komunikasi, Di mana data relasional mengenai arus komunikasi dianalisis dengan menggunakan beberapa tipe hubungan interpersonal sebagai unit analisis. Baginya, sistem sosial adalah satu set unit yang saling terkait yang terlibat dalam pemecahan masalah bersama untuk mencapai tujuan. Pengertian ini menunjukkan jaringan komunikasi hanyalah alat, bukan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu penelitian jaringan. Hasil yang diperoleh dalam analisis jaringan komunikasi berupa struktur dan pola komunikasi dalam suatu sistem. Masyarakat membutuhkan informasi sebagai bahan masukan untuk menghadapi ketidakpastian yang mereka hadapi (Flor and Matulac,1994 yang dikutip oleh Lubis, 2000). Jaringan komunikasi menurut Rogers and Kincaid (1981) adalah suatu jaringan yang terdiri atas individu-individu yang saling berhubungan, yang dihubungkan oleh arus komunikasi yang terpola. Begitu pula Hanneman and McEver yang dikutip oleh Djamali (1999) menyatakan bahwa jaringan komunikasi adalah pertukaran informasi yang terjadi secara teratur antara dua orang atau lebih. Knoke dan Kuklinski (1982) yang dikutip oleh Setyanto (1993) melihat jaringan komunikasi sebagai suatu jenis hubungan yang secara khusus merangkai individu-individu, obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa. Jaringan komunikasi adalah aspek struktural dari sebuah kelompok, jaringan tersebut menjelaskan kepada kita bagaimana kelompok tetap bersatu atau terikat satu sama lain (Leavitt, 1992). Cara pengumpulan data dalam jaringan komunikasi adalah dengan mengajukan pertanyaan sosiometri, yaitu pertanyaan dari siapa seseorang mendapatkan informasi tertentu. Berdasarkan pengalaman agar jaringan dapat dibuat sosiogramnya sebaiknya orang tersebut diminta untuk menunjuk paling sedikit tiga orang sumber informasinya. Hasil yang diperoleh berupa sosiogram yang merupakan ilustrasi hubungan siapa berinteraksi dengan siapa atau menggambarkan interaksi dalam suatu jaringan sosial, sangat berguna untuk menelusuri aliran informasi ataupun difusi suatu inovasi. Rogers

42 16 and Kincaid (1981) pun menyatakan bahwa sosiogram merupakan hasil dari analisis data kuantitatif tentang pola komunikasi di antara orang-orang dalam sebuah sistem. Analisis jaringan komunikasi dengan menggunakan sosiogram juga dapat memperihatkan peran-peran individu dalam berinteraksi dengan sesamanya melalui jaringan komunikasi. Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam menggambarkan peran-peran individu yang terlibat dalam jaringan komunikasi yaitu: 1. Opinion leader adalah pimpinan informal dalam organisasi. Mereka ini tidaklah selalu orang-orang yang mempunyai otoritas formal dalam organisasi tetapi membimbing tingkah laku anggota organisasi dan mempengaruhi keputusan mereka. 2. Gate keepers adalah individu yang mengontrol arus informasi diantara anggota organisasi. Mereka berada di tengah suatu jaringan dan menyampaikan pesan dari satu orang kepada orang lain atau tidak memberikan informasi. Gate keepers dapat menolong anggota penting dari organisasi seperti pimpinan untuk menghindarkan informasi yang terlampau banyak dengan jalan hanya memberikan informasi yang penting-penting saja terhadap mereka. Dalam hal ini gate keepers mempunyai kekuasaan dalam memutuskan apakah suatu informasi penting atau tidak. 3. Cosmopolite adalah individu yang menghubungkan organisasi dengan lingkungannya. Mereka ini mengumpulkan informasi dari sumber-sumber yang ada dalam lingkungan dan memberikan informasi mengenai organisasi kepada orangorang tertentu dalam lingkungannya. 4. Bridge adalah anggota kelompok atau klik dalam suatu organisasi yang menghubungkan kelompok itu dengan anggota kelompok lain. Individu ini membantu saling memberi informasi di antara kelompok-kelompok dan mengkoordinasi kelompok. 5. Liaison adalah sama peranannya dengan bridge tetapi individu itu sendiri bukanlah anggota dari satu kelompok tetapi dia merupakan penghubung di antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Individu ini juga membantu dalam membagi informasi yang relevan di antara kelompok-kelompok organisasi. 6. Isolate adalah anggota organisasi yang mempunyai kontak minimal dengan orang lain dalam organisasi. Orang-orang ini menyembunyikan diri dalam organisasi atau diasingkan oleh teman-temannya.

43 17 Analisis Jaringan Komunikasi Analisis jaringan komunikasi dalam organisasi terdapat prosedur-prosedur yang harus dijalankan, yaitu : (a) mengidentifikasi klik-klik yang ada dalam suatu sistem secara keseluruhan dan menentukan bagaimana sub-sub struktural ini mempengaruhi komunikasi individu di dalam organisasi, (b) mengidentifikasi peranan-peranan komunikasi khusus yang dimainkan oleh opinion leader, cosmopolite, gate keepers, liaisons, bridges, dan isolates, (c) mengukur berbagai indeks struktural (seperti keterpaduan dan keterhubungan komunikasi dengan keterbukaan sistem) bagi individu hingga sistem secara keseluruhan (Rogers and Kinkaid, 1981). Sementara itu yang dimaksud dengan klik adalah bagian dari sistem (sub sistem) dimana anggota-anggotanya relatif lebih sering berinteraksi satu sama lain dibandingkan dengan anggota-anggota lainnya dalam sistem komunikasi. Sebagai dasar untuk mengetahui apakah individu-individu itu dapat dimasukkan ke dalam suatu klik, ada tiga kriteria yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi klik, yaitu : (1) setiap klik minimal harus terdiri dari tiga anggota, (2) setiap klik minimal harus mempunyai derajat keterhubungan 50 persen dari hubungan-hubungan di dalam klik, dan (3) seluruh anggota klik baik secara langsung maupun tidak langsung harus saling berhubungan melalui satu rantai hubungan dyadic yang berlangsung secara kontinyu dan menyeluruh di dalam klik (Rogers and Kincaid, 1981). Scott (2000) menyatakan indikator terhadap jaringan dapat dilihat dari beberapa derajat pengukuran yakni : 1. Koneksi (connectedness) Connectedness adalah derajat di mana anggota-anggota sistem berhubungan dengan anggota-anggota lain dalam sistem. Nilai connectedness diukur dengan membandingkan semua ikatan yang sedang terbentuk dengan kemungkinan hubungan yang mungkin terjadi. Sementara itu, Hanneman and Riddle (2005) menyatakan bahwa konektivitas menghitung banyaknya node yang harus dihilangkan agar satu individu dapat mencapai individu lainnya. Jika ada berbagai jalur yang berbeda yang menghubungkan dua individu maka, mereka memiliki konektivitas yang tinggi dalam arti bahwa ada beberapa cara untuk mencapai dari satu individu ke individu yang lain. Konektivitas dapat menjadi ukuran yang berguna untuk mendapatkan pengertian tentang ketergantungan dan kerentanan individu.

44 18 2. Keterjangkauan (reachability) Reachability adalah jumlah hubungan yang menghubungkan seorang individu dengan individu lain dalam jaringan. Sementara itu, Hanneman and Riddle (2005) menyatakan bahwa seorang individu dapat dikatakan tejangkau jika terdapat seperangkat hubungan untuknya yang dapat dilacak dari sumber ke individu yang menjadi target. Reachability memberitahu kita apakah dua individu dihubungkan atau tidak dengan cara baik langsung atau tidak langsung melalui jalur dari setiap length. 3. Resiprositas (reciprocity) Reciprocity adalah persetujuan dua orang tentang eksistensi hubungan mereka. Sementara itu, Hanneman and Riddle (2005) melihat hal penting dalam sebuah hubungan dyad yang langsung adalah melihat sejauhmana sebuah hubungan saling berbalasan. Pengukuran resiprositas pada jaringan biasanya merupakan pendekatan yang difokuskan pada analisis dyad dengan mempertanyakan proporsi pasangan yang memiliki ikatan yang timbal-balik diantara mereka. Tetapi dalam struktur jaringan yang besar dengan populasi yang banyak biasanya kebanyakan individu tidak memiliki ikatan yang langsung pada sebagian besar individu lainnya, sehingga lebih bijak jika pengukuran difokuskan pada derajat resiprositas diantara pasangan yang memiliki ikatan. Selain menganalisis ikatan yang berumpan balik di level individu, juga dapat melihat seberapa banyak ikatan yang terlibat dalam struktur yang memiliki umpan-balik (ber-resiprositas) dan ini disebut dengan dyad method. 4. Kepadatan (density) Konsep kepadatan atau konsep density menggambarkan level umum keterhubungan individu dalam sebuah sosiogram. Analisis kepadatan dapat dianggap sama dengan hubungan di sekitar individu tertentu. Density adalah keseluruhan jaringan tetapi bukan sesederhana personal network dari node agen. Untuk mengukur kepadatan dapat digunakan dua rumus yakni untuk kepadatan yang memuat hubungan tidak langsung dan kepadatan yang memuat hubungan langsung. Kepadatan juga dapat diukur pada jenis data biner dan data yang bernilai atau multiply. Kepadatan pada jaringan yang biner adalah proporsi sederhana dari kemungkinan semua ikatan yang benar-benar hadir. Untuk jaringan bernilai kepadatan didefinisikan sebagai jumlah dari ikatan yang ada dibagi dengan banyaknya ikatan yang mungkin terjadi. Kepadatan jaringan dapat memberi kita wawasan dalam fenomena seperti kecepatan dimana informasi berdifusi antara individu, dan sejauhmana pelaku memiliki tingkat modal sosial atau kendala sosial (Hanneman and Riddle, 2005).

45 19 5. Sentralitas (centrality) Sentralitas merupakan pengukuran terhadap jaringan komunikasi yang ditemukan dalam konsep sosiometric sebagai star yakni orang yang populer dalam kelompoknya atau yang berdiri di pusat perhatian. Individu yang menjadi star berlokasi pada pusat jika memiliki sejumlah hubungan yang besar dengan individu lainnya dalam lingkungan yang dekat. Derajat pengukuran sentralitas terdiri dari derajat beragam individu dalam sosiogram yang dapat menunjukkan seberapa baik terhubungnya individu tertentu dengan lingkungan lokal mereka, sehingga sentralitas juga dapat digunakan untuk mengukur keterungulan seseorang dalam sistem. Sentralitas dibagi menjadi dua, sentralitas lokal (local centrality) dan sentralitas global (global centrality). Sentralitas lokal adalah derajat dimana seorang individu berhubungan dengan individu lain dalam sistem. Sentralitas lokal menunjukkan jumlah hubungan yang dapat dibuat individu dengan individu lain dalam sistem. Menurut Freeman (1979) yang dikutip oleh Scott (2000), sentralitas lokal dapat bersifat relatif. Hal ini akan menjadi sangat penting jika ukuran kelompok tidak sama. Local centrality atau sentralitas lokal memperhatikan keunggulan relatif dari individu fokus dalam hubungan pertetanggaan. Freeman (1979) yang dikutip oleh Scott (2000) telah mengusulkan pengukuran sentralitas global berdasarkan pada istilah seputar closeness atau kedekatan dari individu. Pengukuran sentralitas global Freeman diekspresikan dalam istilah distance diantara beragam individu. Global centrality atau sentralitas global memperhatikan keunggulan individu dengan keseluruhan jaringan. Nilai sentralitas global menunjukkan jumlah ikatan yang seseorang butuhkan untuk menghubungi semua individu dalam jaringan. Semakin kecil nilai sentralitas global menujukkan semakin mudah bagi seseorang untuk menghubungi semua individu dalam jaringan. 6. Kebersamaan (betweeness) Freeman (1979) yang dikutip oleh Scott (2000) mengusulkan konsep betweenness. Konsep ini mengukur sejauh mana individu tertentu terletak diantara individu-individu lain pada sosiogram. Betweenness dari individu mengukur keberadaan agen yang dapat memainkan bagian potensial sebagai broker atau gatekeeper untuk mengukur semua titik lainnya. Pendekatan Freeman mengenai betweenness dibangun sekitar konsep local depedency atau konsep ketergantungan lokal. Seorang individu akan tergantung dengan lainnya jika path yang menghubunginya pada individu lain melewati individu tersebut. Keseluruhan betweenness dihitung sebagai sebagian jumlah dari nilai dalam kolom matrik.

46 20 Penggunaan beberapa pengukuran jaringan di atas telah dilakukan oleh beberapa peneliti jaringan seperti Levine and Kuraban (2006) yang dikutip oleh Danowski et al., (2008) yang menteorikan bahwa kepadatan menderaskan keuntungan-keuntungan moral termasuk memperbesar kepercayaan, mengurangi kecurangan, dan pengawasan yang lebih efektif. Kepadatan jaringan dapat merespon cepat untuk perubahan dalam produtivitas atau gaya kerja. Selanjutnya, Danowski et al., (2008) juga mengatakan bahwa kepadatan sangat penting untuk produktivitas organisasi. Selanjutnya Hiltz (1982) yang dikutip oleh Danowski et al., (2008) melaporkan bahwa ukuran jaringan dan kepadatan berhubungan dengan meningkatnya peneliti yang melaporkan produktivitas yang ditandakan dengan meningkatnya variabel ketersediaan ide, ketersediaan acuan dan informasi lain yang digunakan dalam organisasi mereka. Penelitian Lubis (2000) mengenai kemampuan adaptasi secara fisik dan sosial dari para transmigran di Indonesia didekati dengan analisis faktor komunikasi dan sosial-budaya. Faktor komunikasi yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah sentralitas lokal, sentralitas global, betweenness, kepemilikan media. Perubahan kondisi ekonomi para transmigran lima tahun kedepan ditentukan oleh sentralitas lokal dan kondisi sosial saat ini serta lima tahun mendatang juga ditentukan oleh sentralitas lokal dan sentralitas global. Penelitian Wunawarsih (2005) mengenai faktor komunikasi dan sosial ekonomi yang berhubungan dengan adaptasi nelayan menggunakan indikator jaringan komunikasi sentralitas lokal, sentrlitas global dan kebersamaan, dari penelitiannya, membuktikan bahwa nelayan dengan sentralitas lokal dan kebersamaan yang tinggi lebih mudah untuk beradaptasi. Demikian pula halnya dengan nelayan yang memiliki sentralitas global rendah relatif lebih mudah untuk melakukan adaptasi, dengan asumsi bahwa semakin rendah nilai sentralitas global yang dimiliki nelayan maka semakin besar kemampuan nelayan tersebut untuk menghubungi semua individu dalam sistem. Hasil penelitian Mislini (2006) mengenai jaringan komunikasi dalam dinamika kelompok Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata positif antara jaringan komunikasi dengan dinamika kelompok. Anggota KSM yang memiliki sentralitas lokal dan kebersamaan yang tinggi lebih aktif melakukan interaksi dengan anggota KSM dan warga masyarakat lainnya sehingga dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan kegiatan KSM.

47 21 Adopsi (Penerapan) Inovasi dan Jaringan Komunikasi Adopsi inovasi di bidang pertanian adalah merupakan hasil dari kegiatan suatu komunikasi pertanian dan karena komunikasi itu melibatkan interaksi sosial di antara masyarakat, maka proses adopsi inovasi terkait dengan pengaruh interaksi antar individu, antar kelompok, anggota masyarakat atau kelompok masyarakat, juga dipengaruhi oleh interaksi antar kelompok dalam masyarakat. Proses adopsi inovasi yang terjadi pada kelompok tani pada prinsipnya adalah kumulatif dari adopsi individual, sehingga tahapan-tahapan adopsi inovasi individual juga berlaku bagi tahapan adopsi inovasi kelompok (Soekartawi, 2005). Inovasi adalah suatu gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang sejauh dihubungkan dengan tingkah laku manusia (Rogers, 2003). Kebaruan suatu inovasi disini mempunyai pengertian yang sangat relatif. Sepanjang suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ide tersebut dianggap sebagai inovasi. Pengertian baru disini, mengandung makna bukan sekedar baru diketahui oleh pikiran tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh warga masyarakat dalam arti sikap dan juga baru dalam pengertian belum diterima dan dilaksanakan atau diterapkan oleh seluruh warga masyarakat setempat. Pengertian inovasi tidak hanya terbatas benda atau barang hasil produksi saja, tetapi mencakup ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perlakuan atau gerakan-gerakan menuju proses perubahan di dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat. Adopsi merupakan suatu keputusan untuk menggunakan sepenuhnya inovasi sebagai cara bertindak yang paling baik. Pada tahap keputusan, seseorang dihadapkan pada pilihan untuk menerima atau menolak inovasi. Penerimaan atau penolakan terhadap inovasi adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang sebagai proses mental sejak seseorang mengetahui inovasi sampai keputusan menerima atau menolaknya, kemudian mengukuhkannya (Rogers, 2003). Mardikanto (1993), menyatakan bahwa adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan sesuatu ide atau alat teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi. Manifestasi dari bentuk adopsi ini dapat dilihat atau diamati melalui tingkah laku, metode, maupun peralatan atau teknologi yang dipergunakan oleh para petani atau penerima pesan. Soekartawi (2005) menyatakan bahwa sumber informasi sangat berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi. Sumber informasi dapat berasal dari media massa, tetangga, petugas lapangan, pedagang, pejabat desa dan lain-lain. Pada tahap kesadaran, sumber informasi terpenting adalah media massa dan tetangga yang

48 22 tinggal disektiarnya dan teman. Pada tahap minat, diperlukan kemudahan untuk berkomunikasi dengan sumber informasi, maka sumber informasi terpenting adalah media massa dan tetangga yang tinggal disektiarnya dan teman. Pada tahap evaluasi, petani memerlukan alasan yang kuat untuk melakukan adopsi, maka sumber informasi terpenting adalah teman atau tetangga dan agen pertanian untuk membantu meyakinkan bahwa adopsi inovasi diperlukan. Pada tahap mencoba, informasi mengenai adopsi inovasi lebih banyak berasal dari teman atau tetangga dan agen pertanian calon adopter. Pada tahap adopsi, mendemonstrasikan inovasi yang telah dicoba adalah sangat penting maka sumber informasi terpenting adalah teman atau tetangga, pengamatan pribadi, agen pertanian, media massa dan pedagang atau salesman. Berlo (1960) menyatakan bahwa karakteristik personal seperti pendidikan, pengalaman, status sosial ekonomi, keanggotaan dalam suatu organisasi dan kekosmopolitan merupakan peubah yang menentukan persepsi dan sikap terhadap penerapan suatu teknologi. Havelock et al. (1971) menyatakan bahwa peubah-peubah individual yang mempengaruhi penerapan informasi antara lain adalah kompetensi dan penghargaan, kepribadian, nilai-nilai kebutuhan, pengalaman masa lalu, ancaman dan pengaruh, pemenuhan harapan, distorsi informasi baru, proses perubahan sikap dan pola perilaku serta perolehan informasi dan efek komunikasi. Beberapa penelitian yang membuktikan bahwa ada hubungan positif antara keterlibatan seseorang dalam jaringan komunikasi dengan tingkat adopsi (penerapan) inovasi mereka. Penelitian Guimaraes (1972) yang dikutip oleh Rogers dan Kincaid (1981) menyatakan bahwa pada 20 desa di Brasil menunjukkan bukti bahwa keterlibatan seseorang di dalam jaringan komunikas berhubungan dengan keinovatifan mereka di dalam pertanian. Kemudian, hasil penelitian Yadav yang dikutip oleh Rogers dan Kincaid (1981) menemukan bahwa desa-desa yang mempunyai tingkat inovasi tinggi di bidang pertanian, ternyata tingkat keterhubungan dalam struktur komunikasi juga tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Syafril (2002) mengenai hubungan karakteristik petani dan jaringan komunikasi dengan adopsi inovasi teknologi sistem usaha pertanian jagung menyatakan bahwa jaringan komunikasi berkorelasi nyata dengan adopsi teknologi. Selanjutnya, penelitian Siswanto (2002) menyatakan bahwa terdapat hubunngan nyata antara jaringan komunikasi dengan tingkat penerapan teknologi flushing. Dengan demikian, semakin tinggi peranan individu dalam jaringan komunikasi maka penerapan teknologi flushing menjadi semakin baik.

49 23 Produksi dan Teknologi Budidaya Ubi Kayu Produksi dapat dinyatakan sebagai perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam penciptaan komoditas berupa kegiatan usahatani maupun usaha lainnnya (penangkapan dan beternak). Selanjutnya, sebelum dilakukan proses produksi di lahan, terlebih dahulu dilakukan proses pengadaan saprodi (sarana produksi) pertanian berupa industri agro-kimia (pupuk dan pestisida), industri agro-otomotif (mesin dan peralatan pertanian), dan industri pembenihan dan pembibitan. Untuk proses produksi di lahan, dapat digunakan faktor-faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida, teknologi, serta manajemen. Sehingga, produksi pertanian merupakan hasil proses dari lahan pertanian dalam arti luas berupa komoditas pertanian (pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan) dengan berbagai pengaruh faktor-faktor produksi dan faktor-faktor hasil produksi (Rahim dan Hastuti, 2008). Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apa pun tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi. Revolusi pertanian di dorong oleh penemuan mesin-mesin dan cara-cara baru dalam bidang pertanian. Demikian pula revolusi hijau mulai tahun 1969/1970 disebabkan oleh penemuan teknologi baru dalam bibit padi dan gandum yang lebih unggul dibanding bibit-bibit yang dikenal sebelumnya. Mosher dalam bukunya yang berjudul getting agricultural moving telah disebutkan di atas menganggap teknologi yang senantiasa berubah itu sebagai syarat mutlak adanya pembangunan pertanian. Apabila tidak ada perubahan dalam teknologi maka pembangunan pertanian pun terhenti kenaikannya, bahkan dapat menurun karena merosotnya kesuburan tanah atau karena kerusakan yang makin meningkat oleh hama penyakit yang makin merajalela (Mubyarto, 1995). Teknologi dalam hal ini diartikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan keterampilan di bidang industri. Tetapi mosher mengartikan teknologi pertanian sebagai cara-cara bertani. Sebenarnya yang lebih perlu disadari adalah pengaruh teknologi baru pada produktivitas pertanian. Teknologi baru yang diterapkan dalam bidang pertanian selalu dimaksudkan untuk menaikkan produktivitas apakah ia produktivitas tanah, modal atau tenaga kerja. Traktor lebih produktif daripada cangkul. Pupuk buatan lebih produktif daripada pupuk hijau dan pupuk kandang, menanam padi dengan baris lebih produktif daripada menanamnya dengan tidak teratur. Demikianlah masih banyak lagi cara-cara bertani baru dimana petani setiap waktu dapat meningkatkan produktivitas pertanian (Mubyarto, 1995).

50 24 Menurut Prihandana dkk (2008) budidaya tanaman pangan ubi kayu memiliki beberapa langkah yang perlu dilewati. Yakni pembibitan, pengolahan lahan, penanaman (pola tanam dan jarak tanam), penyulaman, pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit dan panen. Prihandana dkk (2008) juga lebih lanjut menyatakan bahwa berbagai permasalahan yang melanda petani ubi kayu di Indonesia akibat (a) minimnya pengetahuan petani mengenai bibit unggul dan petani belum menerapkan varietas bibit unggul, (b) panen yang dilakukan tidak tepat waktu, (c) dosis pupuk yang direkomendasikan tidak diterapkan, (d) kurangnya sosialisasi perbaikan teknik budidaya dalam rangka peningkatan produktivitas, (e) terbatasnya persediaan bibit dari kebun-kebun pemerintah dan swasta (f) pihak pemerintah dan swasta kurang melakukan sosialisasi penggunaan bibit unggul ubi kayu nasional. Karakteristik Personal Petani Ubi Kayu Karakteristik personal, yang sebagian peneliti menyebutnya sebagai karakteristik individu (individual characteristic) merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Kotler yang dikutip oleh Zahid (1997) mengemukakan bahwa karakteristik individu dapat diklasifikasikan kedalam karakteristik demografik dan karakteristik psikografik. Karakteristik demografik mencakup umur, jenis kelamin, ukuran keluarga, daur kehidupan keluarga, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, ras, kebangsaan dan tingkat sosial. Sedangkan karakteristik psikografik meliputi gaya hidup dan kepribadian. Menurut Lionberger (1960), karakteristik individu merupakan aspek personal seseorang yang meliputi umur, tingkat pendidikan dan ciri psikologisnya. Petani kecil menurut soekartawi dkk, (1986) yang dikutip oleh Soekartawi (2005) memiliki karakteristik diantaranya adalah (a) pendapatan rendah yakni kurang dari 240 kg beras per kapita per tahun, (b) berlahan sempit yakni kurang dari 0,25 ha sawah di Jawa atau 0,5 ha di luar Jawa dan berlahan sempit kurang dari 0,5 ha lahan tegal di Jawa atau 1 ha di luar Jawa, (c) kekurangan modal dan memiliki tabungan terbatas; (d) berpengetahuan terbatas dan kurang dinamis. Beberapa penelitian menyatakan bahwa profil petani yakni umur, pendapatan, luas lahan yang dimiliki, jumlah tanggungan keluarga, partisipasi dalam kelompok dan jarak ke sumber informasi berhubungan dengan upaya memperoleh informasi melalui saluran komunikasi interpersonal maupun media massa (Wardhani, 1994; Istina 1998, dalam Aziz, 2002). Hasil penelitian Shiddeqy (2001) menyimpulkan bahwa karakteristik individu seperti umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah tanggungan

51 25 keluarga, tingkat pendapatan dan luas lahan garapan berhubungan nyata dengan perilaku komunikasinya. Penelitian Djamali (1999) memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan antara karakteristik individu dengan keikutsertaan dalam jaringan komunikasi agribisnis sarang burung walet. Kecenderungan yang terjadi pada seorang pewalet bahwa semakin muda, semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pengalaman maka seorang pewalet cenderung ikut serta dalam jaringan komunikasi. Disamping itu terpaan media memperlihatkan ada hubungan yang signifikan dengan keikutsertaan individu dalam jaringan komunikasi. Hal ini diperkuat oleh penelitian Sopiana (2002) yang menunjukkan terdapat hubungan antara umur, pendidikan, luas lahan garapan dan terpaan media terhadap perilaku (pengetahuan dan pelaksanaan) usahatani tebu. Ciri khas masyarakat desa adalah lemahnya perkembangan kelembagaan. Dalam rangka pembangunan masyarakat desa, pemerintah berupaya untuk membentuk lembaga-lembaga yang berada di desa yang anggota-anggotanya dari masyarakat itu sendiri seperti kelompok tani, kelompok nelaya maupun KUD yang merupakan unsur pelancar modernisasi pertanian. Selanjutnya, menurut Walgito (2007) motivasi seseorang masuk dalam kelompok dapat bervariasi, diantaranya adalah (a) ingin mencapai tujuan yang secara individu tidak dapat atau sulit dicapai, (b) kelompok dapat memberikan, baik kebutuhan fisiologis (walau tidak langsung) maupun kebutuhan psikologis, (c) kelompok dapat mendorong pengembangan konsep diri dan mengembangkan harga diri seseorang, (d) kelompok dapat pula memberikan pengetahuan dan informasi, (e) kelompok dapat memberikan keuntungan ekonomis, misalnya masuk dalam koperasi seperti yang telah ditemukan. Pada konteks dinamika kelompok dapat dianalisis berdasarkan pendekatan psikologi sosial maupun sosiologis. Analisis dinamika kelompok berdasarkan pendekatan psikologi sosial, Cartwright menyebutkan tujuh aspek dan Beal menambahkan aspek ke-delapan (Soedijanto,1980), yang antara lain mencakup (1) tugas kelompok, adalah tugas yang berorientasi pada tujuan kelompok, yaitu mempertahankan diri sebagai kebulatan untuk mencapai tujuan. Tugas kelompok meliputi : a) satisfaction, yaitu memberikan kepuasan kepada para anggotanya sehingga mereka masih memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan, b) information, yaitu mencari dan memberikan keterangan sebanyak mungkin kepada anggota mengenai apa yang sedang dan ingin dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan, c) coordination, yaitu adanya pengaturan tugas dan koordinasi yang jelas untuk mencapai tujuan, d) initiation (inisiatif), yaitu adanya inisiatif di dalam kelompok baik

52 26 yang berasal dari para pemimpin atau anggota untuk mencapai tujuan, e) desiminasi, yaitu penyebaran ide atau gagasan kepada seluruh anggota adalah usahha untuk mencapai tujuan, dan f) klarifikasi, yaitu kemampuan menjelaskan semua hal atau persoalan yang timbul kepada seluruh anggota, sehingga hal atau persoalan tersebut menjadi jelas, (2) mengembangkan dan membina kelompok. Dapat disimpulkan bahwa keikutsertaan petani dalam kelembagaan atau kelompok sosial dapat menggambarkan informasi yang petani butuhkan dan petani miliki, pola hubungan yang dimiliki (kosmopolit atau lokalit), keluasan hubungan. Dengan demikian, dapat dilihat keterhubungan antara keikutsertaan seseorang ke dalam kelompok dengn jaringan komunikasi dalam konteks pemenuhan kebutuhan informasi. Media massa merupakan salah satu sumber informasi yang penggunaannya tergantung pada tujuan komunikasi. Penelitian komunikasi mengenai media massa di negara-negara berkembang menunjukkan, media massa berperan secara efektif dalam merubah pendapat dan menambah pengetahuan khalayaknya. Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak (Cangara, 2000). Media komunikasi yang dimaksud adalah media massa yang terdiri dari media elektronik dan media cetak. Media elektronik diantaranya adalah radio dan televisi, sedangkan media cetak diantaranya adalah surat kabar, majalah, buku, brosur, leaflet, dan lain-lain. Media elektronik seperti radio dan televisi adalah media komunikasi moderen yang paling berhasil mensiarkan hasil pembangunan ke seluruh penjuru negeri, dimana media tersebut mempunyai kemampuan meliputi wilayah yang luas dan dapat melangkahi batas-batas literasi (Jahi,1988). Pemilikan media massa oleh petani, dimaksudkan dengan berapa macam media massa yang mereka miliki dan bagaimana pemanfaatannya sebagai sumber informasi pertanian. Bagi mereka yang memiliki berbagai macam media massa dan lebih banyak memanfaatkannya sebagai sumber informasi, tentu akan lebih banyak mendapatkan pengetahuan tentang pertanian. Kepemilikan media massa merupakan salah satu bentuk dari akses seseorang terhadap media massa, dengan memiliki akses terhadap beberapa media massa juga dapat dikatakan mengadakan kontak dengan media massa. Kontak media massa adalah bagian dari usaha mencari dan menyebarkan informasi di mana individu sebagai tokoh masyarakat atau masyarakat mendapatkan informasi melalui media massa baik media cetak, maupun media elektronik.

53 27 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Persoalan mengenai kesejahteraan, peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan serta kemandirian pangan masih menjadi persoalan yang penting di Indonesia. Persoalan-persoalan tersebut hingga kini masih belum dapat diselesaikan dengan baik, sehingga persoalan ini masih menjadi topik kajian yang menarik. Petani sebagai aktor penting dalam menggerakkan pembangunan pertanian pada kenyataannya masih belum dapat memaksimalkan perannya sebagai produsen pangan. Hal ini disebabkan oleh berbagai keterbatasan yang dialami petani, mulai dari sulitnya mengakses bibit, kelangkaan pupuk, serangan hama dan penyakit, harga panen yang fluktuatif, ancaman kerusakan lingkungan sampai pada teknik budidaya yang masih konvensional. Berbagai hambatan di atas sebagian besar dapat diatasi dengan tersedianya sistem informasi yang terpadu serta sumber-sumber informasi yang kredibel. Hal ini akan membantu petani dalam memberikan pilihan dalam pengambilan keputusan yang berguna untuk mengantisipasi kerugian bagi usahataninya. Namun, pada praktiknya, petani kesulitan untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu pemasok produksi ubi kayu tertinggi di Provinsi Lampung. Namun, Petani ubi kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah mengeluhkan kurangnya informasi yang memadai terkait dengan peningkatan produksi usahatani ubi kayu. Peningkatan produksi pertanian tidak pernah lepas dari pembaharuan teknologi sebagai inovasi dalam perubahan ke arah yang lebih baik. Teknologi merupakan syarat mutlak dalam perkembangan usahatani agar lebih maju dan produktif. Teknologi yang kerap diterapkan oleh petani adalah teknologi budidaya yang merupakan aspek hulu dalam sistem agribisnis (Mosher, 1970; Mubyarto, 1995; Prihandana dkk, 2008). Oleh karena itu, dalam meningkatkan produksi petani ubi kayu membutuhkan suplai informasi yang tepat dan dapat dipercaya. Informasi yang diperlukan dalam konteks ini adalah informasi mengenai teknologi produksi ubi kayu yang akan berimplikasi pada penerapan budidaya usahatani ubi kayu. Di samping itu, suplai informasi yang mereka butuhkan diduga dapat diperoleh dari jaringan komunikasi yang terbentuk diantara petani tersebut, dengan demikian analisis jaringan komunikasi dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan arus informasi dan struktur komunikasi yang

54 28 terbentuk sebagai upaya petani ubi kayu dalam mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Penelitian jaringan komunikasi dalam penerapan teknologi produksi ubi kayu ini mengacu pada konsep model komunikasi konvergensi oleh Rogers and Kincaid (1981). Model komunikasi konvergensi mendefinisikan komunikasi sebagai proses dimana partisipan-partisipan komunikasi menciptakan dan membagi informasi satu sama lain untuk mencapai kesamaan makna. Menurut Kincaid (1979) di dalam Rogers and Kincaid (1981) Komponen utama pada model ini adalah informasi, ketidakpastian, konvergen, pengertian bersama, persetujuan bersama, aksi kolektif dan keterhubungan jaringan. Model komunikasi konvergensi mengarah kepada suatu perspektif hubungan komunikasi antar manusia yang bersifat interpersonal. Oleh karenanya hubungan-hubungan yang terbentuk merupakan suatu rangkaian jalinan yang interaktif. Penelitian jaringan komunikasi merupakan penelitian komunikasi yang menggunakan model komunikasi konvergen karena, dalam penelitian jaringan komunikasi menginvestigasi dua aspek yang mengimplikasikan model konvergen yakni (1) kealamiahan dinamika komunikasi manusia sepanjang waktu, (2) pertukaran konten informasi. Tujuan penelitian komunikasi yang menggunakan analisis jaringan komunikasi adalah (1) untuk memahami gambaran umum mengenai interaksi manusia di dalam sistem sosial, (2) untuk mengidentifikasi struktur komunikasi yang ada di dalam sistem sosial (Rogers and Kincaid, 1981). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan individu petani ubi kayu dalam mengakses individu lain dan sumber informasi dalam sebuah jaringan. Faktor tersebut dapat berasal dari dalam maupun dari luar individu yang berkomunikasi. Pada penelitian ini diduga terdapat faktor yang berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam menciptakan jaringan komunikasinya. Faktor tersebut dalam penelitian ini adalah karakteristik personal petani ubi kayu yang terdiri dari usia, pendidikan, pendapatan, luas lahan, pengalaman berusahatani, keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa. Menurut Rogers (2003) hakekat dari suatu jaringan komunikasi adalah hubungan-hubungan yang bersifat homofili (homophilus), yakni kecenderungan manusia untuk melakukan hubungan atau kontak sosial dengan orang-orang yang memiliki atribut sama atau yang lebih tinggi sedikit dari posisi dirinya. Sehingga diduga terciptanya jaringan komunikasi diantara petani ubi kayu dipengaruhi oleh karakteristik personal atau atribut yang dimiliki masing-masing petani ubi kayu. Dengan demikian, penelitian ini bermaksud untuk melihat hubungan antara

55 29 karakteristik personal petani ubi kayu dengan kemampuan mereka dalam menciptakan jaringan komunikasi baik dengan individu lain maupun dengan sumber-sumber informasi lainnya. Jaringan komunikasi yang dibentuk oleh petani ubi kayu dianggap sebagai upaya petani dalam mendapatkan informasi mengenai teknologi produksi ubi kayu dengan jalan mencari, menerima dan menyebarkan informasi guna meningkatkan penerapan teknologi budidaya yang dapat meningkatkan produksi ubi kayu. Sehingga, dalam penelitian ini jaringan komunikasi juga diasumsikan menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan penerapan teknologi produksi yang dilakukan oleh petani ubi kayu. Diduga semakin tinggi kemampuan individu dalam mengakses individu lain dan berbagai sumber informasi dalam sebuah jaringan maka semakin tinggi pula tingkat penerapan teknologi produksi yang dilakukan. Keterhubungan antara jaringan komunikasi dengan penerapan teknologi sangat penting untuk dilihat mengingat, informasi dalam jaringan komunikasi berfungsi untuk mengurangi penyebaran informasi yang tidak merata yang nantinya akan terjadi kekosongan informasi (lack of information) mengenai teknologi produksi sehingga berdampak pada penerapan teknologi produksi yang lebih baik. Penerapan teknologi produksi dalam penelitian ini dilihat dalam hal penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen. Aspek kajian jaringan komunikasi meliputi peranan individu dan indikator jaringan komunikasi. Peranan individu ditunjukkan dengan peranannya sebagai bintang, jembatan, penghubung, atau pencilan dalam sistem sosial. Indikator jaringan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pengukuran menurut Freeman (1979) dalam Scott (2000) yang terdiri sentralitas lokal dan sentralitas global. Sentralitas lokal dipilih karena dapat memberikan gambaran tentang kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan dengan individu lain dalam sistem sosial di lingkungan sekitar dirinya sendiri (sistem pertetanggaan). Dipilihnya sentralitas global dipilih karena dapat menggambarkan kemampuan seseorang dalam mengakses semua individu anggota sistem secara keseluruhan. Diduga semakin tinggi tingkat kemampuan petani ubi kayu dalam menghubungi individu lain atau sumber informasi lainnya baik dalam sistem pertetanggaan maupun sistem keseluruhannya maka semakin tinggi pula tingkat penerapan teknologi produksi ubi kayu yang dilakukan oleh petani tersebut. Secara sederhana simpulan dari kerangka pemikiran tentang keterhubungan antara karakteristik personal dengan jaringan komunikasi petani dan penerapan teknologi produksi ubi kayu dapat di lihat pada Gambar 2 berikut ini :

56 30 KARAKTERISTIK PERSONAL PETANI (X) (X1) Usia (X2) Pendidikan (X3) Pendapatan (X4) Luas Lahan (X5) Pengalaman Berusahatani (X6) Keikutsertaan Dlm Kelompok JARINGAN KOMUNIKASI PETANI (Y1) Sentralitas Lokal Sentralitas Global PENERAPANTEKNOLOGI PRODUKSI UBI KAYU (Y2) Penyiapan Lahan Pembibitan Penanaman Pemeliharaan Panen (X7) Kepemilikan Media Massa Keterangan : Hubungan yang di uji dalam penelitian Gambar 2. Keterhubungan antara karakteristik personal dengan jaringan komunikasi petani dan penerapan teknologi produksi ubi kayu

57 31 Hipotesis 1. Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik personal petani ubi kayu yaitu usia, pendidikan, pendapatan, luas lahan, pengalaman berusahatani, keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa dengan jaringan komunikasi yaitu sentralitas lokal dan sentralitas global. 2. Terdapat hubungan yang nyata antara jaringan komunikasi petani ubi kayu yaitu sentralitas lokal dan sentralitas global dengan tingkat penerapan teknologi produksi ubi kayu.

58 32

59 33 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat deskriptif dan korelasional. Pemilihan pendekatan kuantitatif digunakan untuk lebih memahami fakta sosial yang menjadi fokus penelitian (Singarimbun dan Effendi, 2008). Selain itu, pendekatan kuantitatif dipilih oleh peneliti karena mampu menjelaskan hubungan antar variabel melalui hitungan data yang dikuantifisir sehingga dapat memperlihatkan hubungan yang jelas antar variabel tersebut. Terdapat tiga variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu karakteristik personal, jaringan komunikasi dan penerapan teknologi produksi. Tujuan penelitian ini yakni mendeskripsikan jaringan komunikasi yang terbentuk di antara petani ubi kayu sebagai upaya untuk mendapatkan informasi guna meningkatkan produksi ubi kayu. Jaringan komunikasi dalam penelitian ini ditelaah berdasarkan informasi teknologi produksi ubi kayu yang terdiri dari informasi mengenai bibit, pupuk, hama dan penyakit serta panen. Penelitian ini juga melihat hubungan antara karakteristik personal petani ubi kayu dengan jaringan komunikasi dan hubungan antara jaringan komunikasi dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu. Fokus penelitian ini adalah mendeskripsikan peubah jaringan komunikasi yang ditekankan pada struktur komunikasinya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah pada tingkat individu. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani ubi kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan sejak bulan Juni 2011 sampai bulan Agustus Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan mempertimbangkan bahwa desa ini merupakan salah satu kawasan sentra produksi ubi kayu yang memerlukan suplai informasi mengenai teknologi produksi ubi kayu. Populasi Penelitian Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu petani ubi kayu. Penentuan responden dalam penelitian ini menggunakan metode sampling intact system (sensus) dimana responden penelitian diambil dari keseluruhan populasi. Metode ini diambil karena mengingat merupakan penelitian jaringan komunikasi yang menekankan pada penggambaran struktur komunikasi secara keseluruhan. Hal ini mengacu dari pendapat Rogers and Kincaid (1981) bahwa:

60 34 Sampling intact system is particularry advantageous for sociometric measurement : data about the characteristic of both the respondents and the respondent s dyadic contacs are thus available because every one is interviewed. Populasi penelitian ini adalah keseluruhan petani ubi kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung yang berjumlah 100 orang petani ubi kayu sehingga, responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang petani ubi kayu. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara kepada responden menggunakan kuisioner dan juga wawancara terbuka dengan beberapa informan seperti penyuluh pertanian, kepala desa dan tokoh masyarakat setempat sebagai narasumber. Wawancara dengan informan dapat memberikan keterangan terkait dengan kondisi setempat dan juga memberikan keterangan yang melengkapi data penelitian sesuai dengan tujuan penelitian. Data sekunder diperoleh dari studi literatur, buku-buku dan laporan-laporan dari Kantor Desa Suko Binangun, Kantor Badan Pusat Statisik Provinsi Lampung, Kantor Badan Pusat Statistik Lampung Tengah, Kantor Dinas Pertanian Provinsi Lampung dan Kantor Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Lampung. Instrumen adalah alat pada waktu peneliti menggunakan metode penelitian (Arikunto, 1998). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk meperoleh informasi dari responden yang berkaitan dengan topik penelitian. Wawancara menggunakan kuesioner dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar karakteristik personal individu petani, jaringan komunikasi serta penerapan teknologi produksi usahatani ubi kayu. Pertanyaan mengenai karakteristik personal individu terdiri dari usia, pendidikan, pendapatan, luas lahan, pengalaman berusahatani, keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa. Pengumpulan data mengenai keterlibatan responden dalam jaringan komunikasi dilakukan dengan mengajukan pertanyaan sosiometri, yaitu pertanyaan dari siapa seseorang mendapatkan informasi tertentu dan kepada siapa seseorang membicarakan informasi tertentu. Melalui jawaban atas pertanyaan sosiometri yang telah ada dapat dibentuk sosiogram untuk melihat pola komunikasi, arus pertukaran informasi serta peran-peran individu yang terlibat dalam jaringan komunikasi (Rogers and Kincaid 1981).

61 35 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Ujicoba terhadap instrumen (kuesioner) dilakukan kepada responden yang memiliki ciri-ciri relatif sama dengan ciri-ciri obyek pada penelitian. Uji coba dilakukan terhadap 10 orang petani di Dusun Teluk Dalam, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah dan diperoleh nilai kritis dari tabel product moment pearson sebesar 0,632. Dengan nilai kritis tersebut, terdapat dua butir pertanyaan yang tidak valid sehingga dibuang dan terdapat 15 butir pertanyaan yang nilai kritisnya tidak jauh di bawah 0,632 yang dimodifikasi tata bahasanya agar dapat lebih dipahami secara lebih rinci oleh responden, sehingga kuesioner yang digunakan dianggap valid sebagai instrumen penelitian. Pengujian validitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Uji validitas instrumen yang dilakukan adalah bangun pengertian construct validity yang berkenaan dengan kesanggupan alat ukur untuk mengukur pengertian-pengertian yang terkandung dalam materi yang diukur. Validitas menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur itu telah mengukur apa yang akan diukur. Titik berat dari ujicoba validitas instrumen adalah pada validitas isi yang dapat dilihat dari : (1) apakah instrumen tersebut telah mampu mengukur apa yang diukur, (2) apakah informasi yang dikumpulkan telah sesuai dengan konsep yang telah digunakan. Kuesioner akan memiliki validitas yang tinggi, jika daftar pertanyaan disusun dengan cara : (1) mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur, (2) menyesuaikan isi pertanyaan dengan keadaan responden, (3) berpedoman pada teori-teori dan kenyataan yang telah diungkapkan pada berbagai pustaka empiris, (4) mempertimbangkan pengalaman dan hasil penelitian terdahulu dalam kasus yang relevan, (5) memperhatikan nasehat dan pendapat dari para ahli, terutama dari komisi pembimbing. Reliabilitas instrumen adalah suatu istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauhmana hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi untuk kedua kalinya atau lebih (Singarimbun dan Effendi, 2008). Reliabilitas (keterandalan) instrumen dilakukan dengan cara uji coba kuesioner. Upaya untuk memperkuat keterandalan instrumen tersebut dilakukan dengan cara mengoptimalkan keragaman kesalahan dengan mengungkapkan pertanyaan secara tepat, memberikan pertanyaan pendukung dengan satu pertanyaan yang sama macam dan kualitasnya serta memberikan petunjuk pengisian kuisioner secara tepat dan jelas. Uji coba kuesioner dilakukan pada 10 orang. Pengujian reliabilitas dilakukan terhadap anggota kelompok

62 36 tani yang bukan responden. Uji coba dilakukan untuk melihat sejauhmana pertanyaan dan atau pernyataan dalam kuesioner dapat dipahami sehingga tidak menimbulkan bias jawaban. Metode yang digunakan dalam pengujian reliabilitas ini adalah menggunakan metode alpha cronbach dengan program SPSS 17.0 for Windows. Hasil perhitungan alpha cronbach memperoleh nilai realibilitas keseluruhan sebesar 0,901 sehingga kuesioner yang digunakan dianggap handal sebagai instrumen penelitian. Pengolahan dan Analisis Data Data penelitian dikumpulkan, dikategorisasikan, dianalisis dan disajikan secara deskriptif dalam bentuk rataan, persentase, dan tabel distribusi frekuensi. Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis berdasarkan kepentingan penelitian. Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah: 1. Analisis Sosiometri Analisis sosiometri digunakan untuk melihat jaringan komunikasi yang terjadi di antara petani ubi kayu. Cara yang digunakan adalah dengan membuat matriks yang memuat data hubungan terlebih dahulu. Data hubungan diperoleh dari pertanyaan sosiometris dalam kuesioner yang diajukan kepada responden. Pertanyaan sosiometris dalam penelitian ini mencakup empat isu atau topik pembicaraan yang dikomunikasikan di dalam jaringan komunikasi. Empat topik tersebut adalah mengenai bibit, pupuk, hama dan penyakit serta panen. Selanjutnya data hubungan tersebut dibuat ke dalam bentuk sosiogram. Sosiogram ini kemudian digunakan untuk melihat peranan individu petani ubi kayu dalam jaringan komunikasi. 2. Analisis Struktur Jaringan Komunikasi Analisis struktur jaringan komunikasi dianalisis dengan menggunakan UCINET VI. UCINET VI adalah software yang dikembangkan Borgatti, et al (2002) yang dirancang khusus untuk analisis jaringan komunikasi. UCINET VI dipilih karena mudah digunakan dan menghasilkan estimasi optimum setelah tiga ulangan perhitungan (Borgatti dan Everett yang di kutip oleh Scott, 2000). Penggunaan software UCINET VI dalam penelitian ini untuk menghitung nilai sentralitas lokal dan nilai sentralitas global. 3. Analisis Statistik Untuk mengetahui hubungan antara variabel karakteristik personal individu petani ubi kayu dengan variabel jaringan komunikasi petani ubi kayu dilakukan dengan analisis hubungan korelasi Pearson. Sedangkan Untuk mengetahui hubungan variabel jaringan komunikasi petani ubi kayu dengan variabel penerapan teknologi produksi ubi

63 37 kayu dilakukan dengan analisis Rank Spearman. Analisis korelasi Pearson dan rank Spearman menggunakan program SPSS 17.0 for windows. Untuk menganalisis penerapan teknologi produksi ubi kayu, digunakan indikator yang terdiri dari penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen. Kelima indikator tersebut menggunakan tiga jumlah kelas yaitu tinggi, sedang, dan rendah. dan diberi skor tertinggi 3 dan skor terendah 1. Rumus yang digunakan untuk mengukur tingkat penerapan teknologi produksi ubi kayu adalah : NR = NST - NSR PI = NR : JIK Dimana : NR : Nilai Range NST : Nilai Skor Tertinggi NSR : Nilai Skor Terendah JIK : Jumlah Interval Kelas PI : Panjang Interval

64 38 Definisi Operasional 1. Karakteristik personal individu petani merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya yang meliputi : a. Usia adalah lamanya hidup responden dihitung sejak yang bersangkutan lahir sampai wawancara penelitian dilakukan. Data yang diperoleh merupakan data skala rasio dalam satuan tahun. b. Tingkat pendidikan adalah lama belajar secara formal yang pernah ditempuh responden. Data yang diperoleh merupakan data skala rasio dalam satuan tahun. c. Tingkat pendapatan adalah hasil pengurangan total penerimaan dengan total biaya produksi usahatani ubi kayu selama satu musim tanam terakhir. Penerimaan adalah hasil perkalian antara produksi usahatani ubi kayu dengan harga jual. Data yang diperoleh merupakan data skala rasio dan perhitungan pendapatan usahatani ubi kayu dilakukan dengan rumus soekartawi (1995) : Pd = TR-TC Pd TR TC : Pendapatan Usahatani : Total Revenue (total penerimaan) : Total Cost (total biaya) d. Luas lahan garapan adalah luas lahan pertanian yang digarap untuk usahatani komoditas ubi kayu dalam satuan hektar. Data yang diperoleh merupakan data skala rasio dalam satuan hektar. e. Pengalaman berusahatani adalah lamanya responden menjadi petani ubi kayu, sejak pertama kali menjadi petani ubi kayu sampai dengan wawancara penelitian dilakukan. Data yang diperoleh merupakan data skala rasio dalam satuan tahun. f. Keikutsertaan dalam kelompok adalah keikutsertaan responden pada suatu kelompok sosial seperti kelompok petani, kelompok koperasi kelompok keagamaan dan lainnya yang diukur dalam banyaknya kelompok yang diikuti oleh responden. Data yang diperoleh merupakan data skala rasio. g. Kepemilikan media massa adalah macam media massa (radio, televisi, surat kabar, majalah, poster/pamflet, booklet, leaflet, brosur, folders) yang dimiliki responden saat penelitian dilakukan. Data diukur dalam banyaknya media

65 39 massa yang dimiliki responden. Data yang diperoleh merupakan data skala rasio. 2. Jaringan komunikasi, menggambarkan interaksi antara satu petani dengan petani lain yang berkaitan dengan upaya memperoleh dan memberikan dan menyebarkan informasi mengenai teknologi produksi. Dari data jaringan yang diperoleh dapat dilihat derajat sentralitas lokal (local centrality) dan derajat sentralitas global (global centrality) a. Sentralitas lokal adalah derajat yang menunjukkan seberapa baik terhubungnya individu tertentu dalam lingkungan terdekat atau pertetanggaan mereka. Derajat ini menunjukkan jumlah hubungan maksimal yang mampu dibuat individu tertentu dengan individu lain yang berada dalam lingkungan terdekatnya, dengan mengunakan UCINET VI, derajat sentralitas lokal diperoleh melalui normalized degree centrality atau centrality degree. Nilai sentralitas lokal diperoleh melalui network>centrality>degree. Data yang diperoleh merupakan data skala rasio. b. Sentralitas global adalah derajat yang menunjukkan berapa jarak yang harus dilalui oleh individu tertentu untuk menghubungi semua individu di dalam sistem. Derajat ini menunjukkan kemampuan individu untuk dapat menghubungi semua individu dalam sistem, dengan menggunakan software UCINET VI, nilai sentralitas global diperoleh melalui centrality closeness. Nilai sentralitas global diperoleh melalui network>centrality>closeness. Data yang diperoleh merupakan data skala rasio. 3. Penerapan teknologi produksi adalah tindakan untuk menggunakan sesuatu baik itu ide atau alat teknologi baru yang dilakukan dengan cara bertindak yang paling baik (Rogers, 2003). Penerapan teknologi produksi ubi kayu yang dilakukan petani diamati dalam indikator penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan panen. Penerapan teknologi produksi ubi kayu diukur dengan skor 1 sampai 3 melalui 30 pertanyaan dan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah untuk skor (1,00-1,66), sedang untuk skor (1,67-2,33), dan tinggi untuk skor (2,34-3,00). Secara rinci untuk setiap aspek penerapan teknologi produksi ubi kayu yang diterapkan oleh petani dijelaskan sebagai berikut: a. Penyiapan lahan adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman ubi kayu dengan cara mempersiapkan lahan melalui pengolahan tanah untuk budidaya tanaman ubi kayu. Diukur dengan skor tertinggi 3 dan terendah 1, melalui 3 pertanyaan dan dikategorisasikan menjadi rendah untuk

66 40 skor (1,00-1,66), sedang untuk skor (1,67-2,33), dan tinggi untuk skor (2,34-3,00). b. Pembibitan adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman ubi kayu yang berfungsi sebagai tahapan penyediaan bibit untuk pelaksanaan penanaman. Diukur dengan skor tertinggi 3 dan terendah 1, melalui 8 pertanyaan dan dikategorisasikan menjadi tiga kategori rendah untuk skor (1,00-1,66), sedang untuk skor (1,67-2,33), dan tinggi untuk skor (2,34-3,00). c. Penanaman adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya ubi kayu dengan cara menempatkan bibit ubi kayu di daerah dan musim yang sesuai untuk ditanami ubi kayu serta dengan teknik yang dianjurkan dalam membudidayakan tanaman ubi kayu. Diukur dengan skor tertinggi 3 dan terendah 1, melalui 3 pertanyaan dan dikategorisasikan menjadi tiga kategori yaitu rendah untuk skor (1,00-1,66), sedang untuk skor (1,67-2,33), dan tinggi untuk skor (2,34-3,00). d. Pemeliharaan adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman ubi kayu dengan cara pengontrolan, memelihara tanaman ubi kayu sehingga budidaya dapat berlangsung optimal. Kegiatan pemeliharaan dapat dilakukan dengan penyulaman, pengairan, penyiangan, pemupukan susulan, pembumbunan, pembuangan tunas dan perlindungan (proteksi tanaman). Diukur dengan skor tertinggi 3 dan terendah 1, melalui 12 pertanyaan dan dikategorisasikan menjadi tiga kategori rendah untuk skor (1,00-1,66), sedang untuk skor (1,67-2,33), dan tinggi untuk skor (2,34-3,00). e. Panen adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman ubi kayu dengan cara pengambilan hasil produksi. Diukur dengan skor tertinggi 3 dan terendah 1, melalui 14 pertanyaan dan dikategorisasikan menjadi tiga kategori yaitu rendah untuk skor (1,00-1,66), sedang untuk skor (1,67-2,33), dan tinggi untuk skor (2,34-3,00).

67 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Suko Binangun Keadaan Geografi dan Topografi Desa Suko Binangun merupakan salah satu dari enam desa di Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Desa ini terletak di ketinggian dua sampai tiga meter di atas permukaan laut. Desa ini memiliki topografi yang relatif datar. Desa ini juga terletak pada koordinat 105 0,47 sampai 105 0,58 BT dan 04 0,36 sampai 04 0,47 LS. Curah hujan Desa Suko Binangun rata-rata 20,05 mm per tahun. Curah hujan terendah nol milimeter pada bulan Juni dan September. Desa ini memiliki temperatur udara rata-rata berkisar antara 26 0 C sampai 28 0 C dan kelembaban udara sekitar 80 sampai 88 persen. Secara administratif Desa Suko Binangun memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Seputih Mataram Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Seputih Banyak Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Rumbia Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sri Budaya Desa Suko Binangun terdiri dari empat dusun, tujuh rukun warga dan 17 rukun tetangga. Keempat dusun tersebut yaitu Dusun Besuki, Dusun Tugu, Dusun Sumbersari dan Dusun Wates. Desa dengan penduduk 2329 jiwa atau 690 KK ini, memiliki kepadatan 295 jiwa per kilometer persegi. Kecamatan Way Seputih terletak di Desa Suko Binangun, sehingga tidak memerlukan waktu yang lama untuk menuju pusat pemerintahan Way Seputih. Jarak Desa Suko Binangun ke Kabupaten Lampung Tengah adalah 56 kilometer, ke kabupaten lain 58 kilometer dan jarak ke Provinsi Lampung adalah 111 kilometer. Jarak dengan pasar terdekat yaitu pasar di Kecamatan Seputih Banyak adalah tiga kilometer yakni selama 30 menit dengan penggunakan kendaraan bermotor atau ojek dengan ongkos sebesar Rp Jarak dengan pabrik penampungan dan pengolahan ubi kayu terdekat yakni ITTARA adalah tiga kilometer dengan waktu tempuh 30 menit dengan kendaraan bermotor atau ojek dengan ongkos Rp Tata Guna Lahan di Desa Suko Binangun Desa Suko Binangun merupakan salah satu dari enam desa yang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Way Seputih yang memiliki luas ± hektar. Desa Suko

68 42 Binangun sendiri, memiliki luas 770 hektar. Hampir keseluruhan kepemilikan lahan di desa ini merupakan milik pribadi warga setempat. Hanya beberapa petani ubi kayu saja yang memiliki lahan dengan cara menyewa. Kepemilikan lahan oleh petani ubi kayu di desa ini sebagian besar bermula dari pemberian pemerintah pada saat sedang berlangsung program transmigrasi nasional yakni pada tahun Pada saat pemberian lahan oleh pemerintah, lahan-lahan tersebut masih merupakan kawasan hutan yang subur dan padat ditumbuhi oleh tanaman perkebunan. Lahan-lahan tersebut dikelola secara perorangan maupun secara komunal sebagai lahan pertanian. Masyarakat mulai menanam padi, ubi kayu, jagung, kacang tanah dan lain-lain. Untuk lebih jelas mengenai penggunaan lahan di desa ini dapat di lihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas areal dan persentase tata guna lahan, Desa Suko Binangun, tahun 2010 Tata guna lahan Luas areal Persentase (%) (Ha) Sawah 259 Ha 33,63 Ladang 347 Ha 38,96 Rawa 5 Ha 6,75 Pemukiman/perkarangan/industri lainnya 148 Ha 19,22 Lainnya 11 Ha 1,42 Total 770 Ha 100% Sumber : BPS Kabupaten Lampung Tengah, Hingga saat ini lahan yang ada di Desa Suko Binangun sebagian besar milik warga setempat. Untuk kepemilikan lahan sewa di desa ini tidaklah terlalu terlihat, karena kepemilikan secara pribadi diwariskan secara turun-temurun. Lain halnya dengan pengelolaan lahan, jika pada lahan-lahan sempit yakni kurang satu hektar banyak dikerjakan atau digarap sendiri oleh petani pemilik, namun pada lahan yang sedang yakni berkisar satu sampai tiga hektar dan lahan luas yakni lebih tiga hektar dikerjakan oleh petani pemilik dan juga dengan tenaga kerja buruh tani. Sebagian besar lahan yang tersedia di Desa Suka Binangun dipergunakan untuk ladang dan sawah. Keadaan Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana sosial mutlak dibutuhkan demi menunjang pembangunan desa. Selain untuk menunjang pembangunan desa, sarana dan prasarana juga berguna untuk memfasilitasi masyarakat sehingga dapat memperoleh kehidupan yang layak. Desa Suko Binangun merupakan salah satu desa yang memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai dalam menunjang aktivitas kehidupan masyarakatnya. Hal ini dapat dilihat dari tersedianya sarana pendidikan untuk taman kanak-kanak,

69 43 sekolah dasar, dan sekolah menengah pertama. Untuk sarana transportasi masih kurang memadai, karena jalan-jalan di desa tersebut masih berupa jalan tanah yang berbatu. Hanya sedikit saja jalan yang sudah diaspal, yakni jalan yang berada di sekeliling kantor desa, kecamatan dan jalan menuju Dusun Besuki. Untuk lebih jelas, rincian sarana dan prasarana dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah dan jenis sarana dan prasarana di Desa Suko Binangun, tahun 2010 Sarana Dan Prasarana Jenis Jumlah/Satuan Transportasi Jalan aspal 1 km Jalan berbatu onderlagh 4,1 km Jalan hotmix 2 km Jalan tanah 42 km Olah Raga Lapangan sepak bola 1 bh Lapangan volly 1 bh Tenis meja 1 bh Kesehatan Puskesmas 1 bh Klinik bidan 1 bh Klinik KB 1 bh Pos KB 1 bh Posyandu 3 bh Pendidikan Taman kanak-kanak (Al-Hidayah) 1 bh Sekolah dasar (SDN 1, SDN 2) 2 bh Sekolah Menengah Pertama 1 bh (SMPN1) Peribadatan Masjid 4 bh Musholah 9 bh Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, Desa Suko Binangun terdiri dari empat dusun. Masing-masing dusun memiliki kondisi sarana dan prasarana yang berbeda. Jika dilihat dari sarana yang umum yakni sarana transportasi Dusun Besuki memiliki sebagian jalan yang sudah diaspal. Berdasarkan tabel di atas, jalan yang sudah diaspal di Dusun Besuki sepanjang satu kilometer. Dusun Tugu dan Dusun Sumbersari sebagian memiliki jalan berbatu onderlagh dan hotmix, sedangkan pada Dusun Wates jalan yang dimiliki keseluruhannya masih berupa jalan tanah. Sarana olahraga yang tersedia di Desa Suko Binangun hanyalah lapangan bola, lapangan volly dan tenis meja. Meski sarana olah raga yang tersedia tidak begitu banyak, aktivitas berolahraga di desa ini berlangsung dengan dinamis dan bekelanjutan. Hal ini terlihat dari lapangan bola dan volly yang tidak pernah sepi dari kegiatan olahraga setiap harinya. Para pecinta volly selalu berlatih setiap sore hari

70 44 mulai pukul WIB. Untuk pecinta bola, setiap harinya bermain dan berlatih bola dengan mendatangkan khusus pelatih bola. Pecinta bola tidak hanya dari kalangan dewasa tetapi juga dari kalangan anak-anak yang berlatih dengan giat mengikuti instruktur dari pelatih bola mereka. Beberapa penghargaan yang pernah diraih oleh Desa Suko Binangun diantaranya adalah sepak bola juara pertama dan volli juara pertama selama dua kali berturut-turut. Penghargaan diberikan oleh organisasi pemuda bola voli dan sepak bola Kecamatan Way Seputih. Sarana Pendidikan Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Suko Binangun ini dapat dikatakan cukup memadai. Hal ini terlihat dari sejumlah sekolah yang sudah dimanfaatkan dengan optimal oleh masyarakat Desa Suko Binangun. Terdapat satu buah taman kanak-kanak, dua buah sekolah dasar dan satu buah sekolah menengah tingkat pertama. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, terlihat bahwa masyarakat Desa Suko Binangun memiliki minat yang tinggi dalam pendidikan. Sebagian besar warga desa ini menamatkan sekolahnya pada jenjang sekolah dasar dan pada jenjang sekolah menengah pertama. Tidak sedikit masyarakat desa ini yang meneruskan pendidikannya hingga jenjang sekolah menengah umum dan bahkan hingga perguruan tinggi meski harus bersekolah hingga ke luar wilayah Desa Suko Binangun. Tabel di bawah ini menyajikan rincian ketersedian fasilitas dalam sarana pendidikan yang berada di Desa Suko Binangun. Tabel 4. Jumlah ruang kelas, murid dan guru berdasarkan tingkat sarana pendidikan di Desa Suko Binangun, tahun 2010 Tingkat Sarana Ruang Kelas Murid Guru Pendidikan Tetap Tidak Tetap TK SD SMPN Total Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, Sarana Komunikasi Sarana komunikasi merupakan salah satu sarana yang paling penting dalam menunjang kehidupan bermasayarakat bagi masyarakat di Desa Suko Binangun. Selain itu, ketersediaan sarana komunikasi merupakan keharusan dalam menciptakan perubahan sosial pada masyarakat. Beberapa sarana komunikasi yang tersedia di Desa Suko Binangun diantaranya adalah warung telekomunikasi (wartel). Terdapat dua buah lokasi warung telekomunikasi (wartel) di desa ini yang dapat dikatakan cukup

71 45 memadai untuk memenuhi kebutuhan komunikasi masyarakat desa. Namun, sangat disayangkan di desa ini tidak terdapat kantor pos sebagai media dalam surat-menyurat dalam berkomunikasi. Sebagian besar masyarakat di desa ini kerap menggunakan handphone untuk melakukan komunikasi dengan keluarga, teman, kerabat yang berada jauh maupun dekat dengan tempat tinggal mereka. Untuk memenuhi kebutuhan akan hiburan dan informasi lainnya, masyarakat di desa ini sering mengakses radio dan televisi. Beberapa siaran radio yang mampu ditangkap disini untuk Fm adalah radio pramudia (lampung timur), radio kartika (lampung tengah), radio ramayana (metro). Sedangkan untuk Am adalah siaran radio elshinta dan radio omega. Untuk siaran televisi yang mampu ditangkap di Desa Suko Binangun adalah TV LAMPUNG, TV ONE, TRANS 7, TPI, TRANS TV, INDOSIAR, ANTV, RCTI, SCTV, GLOBAL TV, METRO TV, TVRI, LAMPUNG TV, TEGAR TV, KROS TV (TV lampung tengah) dan RADAR TV. Meski hampir semua keluarga di desa ini memiliki televisi, namun penggunaan radio tidak secara nyata ditinggalkan. Sebagian besar masyarakat di desa ini masih seringkali mendengarkan radio untuk mencari informasi atau sekedar mencari hiburan. Kebiasaan masyarakat yang masih sering mendengarkan tembang lagu berbahasa jawa merupakan salah satu alasan yang membuat masyarakat di Desa Suko Binangun masih sering mendengarkan radio. Waktu yang mereka gunakan untuk mendengarkan siaran radio seringkali dipilih malam hari, karena waktu malam hari merupakan waktu senggang masyarakat Desa Suko Binangun. Di waktu malam hari mereka yang mendengarkan tembang lagu jawa bahkan seringkali didengarkan dengan alasan untuk menemani mereka melakukan ronda ataupun untuk menemani tamu yang datang untuk mengobrol santai. Dalam konteks pertanian, sarana komunikasi juga merupakan alat pendukung dalam meningkatkan usaha-usaha pertanian. Sarana komunikasi yang kerap kali digunakan oleh petani ubi kayu adalah handphone. Penggunaan handphone di Desa Suko Binangun telah menyebar dengan merata. Sebagian besar petani ubi kayu memiliki dan menggunakan handphone untuk mengakses informasi mengenai harga jual ubi kayu yang diterima oleh pabrik ubi kayu. Tidak hanya itu, mereka menggunakan handphone untuk membantu memutuskan ke pabrik mana mereka akan menjual hasil panen. Selain itu, petani ubi kayu menggunakan handphone untuk mengakses tenaga kerja yang akan memanen dan juga untuk mengakses transportasi pengangkutan untuk hasil panen.

72 46 Sarana Peribadatan Mayoritas penduduk Desa Suko Binangun memeluk agama islam, sehingga tempat peribadatan merupakan sarana yang sangat dibutuhkan untuk mendukung kehidupan bermasayarakat. Terdapat empat masjid dan 9 surau atau langgar yang mendukung kebutuhan peribadatan masyarakat desa tersebut. Bagi pemeluk agama kristen katolik, protestan dan hindu dapat melaksanakan ibadahnya di tempat peribadatan yang tersedia di kecamatan lain seperti Kecamatan Seputih Raman yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama hindu dan kristen. Keadaan Demografi Berdasarkan tata guna lahan yang ada di Desa Suko Binangun, terlihat bahwa seluas 148 ha lahan dipergunakan untuk pemukiman, dimana pemukiman yang didirikan terbagi menjadi pemukiman permanen dan semi permanen. Pemukiman permanen sebanyak 287 buah dan pemukiman semi permanen sebanyak 365 buah. Dengan kepadatan penduduk 295 jiwa per km 2 penduduk Desa Suko Binangun tersebar dengan berbagai kategori, yakni berdasarkan jenis kelamin, usia, mata pencaharian, tingkat pendidikan dan tingkat kesejahteraan. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Penduduk di Desa Suko Binangun berjumlah 2329 jiwa dan 690 KK. Jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1178 orang atau sebesar 50,57 persen dan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak 1151 orang atau sebesar 49,42 persen. Untuk lebih lengkap dapat di lihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah penduduk dan persentase berdasarkan jenis kelamin dan tempat tinggal, Desa Suko Binangun, tahun 2010 Tempat Tinggal Laki-Laki Perempuan Jumlah Persentase (%) Dusun 1 Besuki ,99 Dusun 2 Tugu ,28 Dusun 3 Sumbersari ,48 Dusun 4 Wates ,22 Total % Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 652 orang atau sebesar 27,99 persen penduduk Desa Suko Binangun bertempat tinggal di dusun 1 yaitu Dusun Besuki. Hal ini dapat dimengerti bahwa di Dusun Besuki merupakan pusat pemerintahan desa dan pemerintahan kecamatan. Selain itu, sarana jalan beraspal

73 47 dan sarana pendidikan pun sebagian besar berada di tempat tersebut. Di dusun tersebut juga terletak lapangan sepak bola dan masjid agung. Keseluruhan sarana tersebut tentunya akan sangat membantu masyarakat Desa Suko Binangun untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga menjadi hal yang sangat wajar jika Dusun Besuki memiliki kepadatan penduduk yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan dusun-dusun yang lain. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Penduduk Desa Suko Binangun dapat dikategorikan berdasarkan usia. Usia merupakan identitas perorangan yang melekat pada seseorang yang dapat menunjukkan tingkat produktivitas kerja seseorang. Untuk lebih jelas, penduduk Desa Suko Binangun berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan usia, Desa Suko Binangun, tahun 2010 Usia (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%) , , , , , , , , , , , , ,83 Total % Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, Tabel di atas menunjukan bahwa 77,28 persen dari jumlah penduduk Desa Suko Binangun atau berjumlah 1800 jiwa termasuk dalam usia produktif dalam angkatan kerja (15-64 tahun). Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk Desa Suko Binangun terdiri atas berbagai macam kegiatan pekerjaan. Namun demikian, mata pencaharian penduduk Desa Suko Binangun yang paling dominan adalah mata pencaharian sebagai petani dan sebagai buruh. Secara rinci sebaran jumlah penduduk Desa Suko Binangun berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 7.

74 48 Tabel 7. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan, Desa Suko Binangun, tahun 2010 Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%) Petani ,65 Pegawai swasta 5 0,28 Buruh ,13 Pedagang 121 7,01 Guru 42 2,43 Kontraktor 5 0,28 Penambang pasir 3 0,17 Jasa Elektronik 2 0,11 Pengrajin/industri pengolahan 47 2,72 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) 5 0,28 Transportasi dan komunikasi 25 1,44 Dukun Bayi 2 0,11 Dokter 1 0,05 Lainnya 39 2,26 Total % Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 71,65 persen atau sejumlah orang penduduk desa Suko Binangun bekerja sebagai petani. Banyaknya penduduk desa yang bekerja sebagai petani pada tabel di atas mencakup petani pemilik, petani penggarap dan buruh tani. Banyaknya penduduk Desa Suko Binangun yang bekerja sebagai buruh sebanyak 11,13 persen dan pedagang sebanyak 7,01 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Desa Suko Binangun merupakan desa agraris, dimana desa ini mengandalkan sektor pertanian untuk menunjang kebutuhan ekonomi desa. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Suko Binangun jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan formal memiliki pendidikan yang beragam. Mulai dari sekolah dasar, sekolah lanjut tingkat pertama, sekolah lanjut tingkat atas, dan perguruan tinggi. Secara rinci, jumlah penduduk Desa Suko Binangun berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 8.

75 49 Tabel 8. Jumlah dan presentasi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan, Desa Suko Binangun, tahun 2010 Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Tidak pernah sekolah ,75 Belum sekolah 190 8,15 Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat 179 7,68 Tamat SD/sederajat ,93 Tamat SLTP/sederajat ,34 Tamat SMU/sederajat ,43 D1 2 0,08 D2 2 0,08 D3 1 0,04 Perguruan Tinggi 11 0,47 Total % Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan Desa Suko Binangun relatif rendah. Jenjang pendidikan terbanyak berada pada sekolah dasar dengan persentase 42,93 persen dan sekolah lanjut tingkat pertama dengan persentase 14,34 persen. Kondisi ini dapat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan desa. Salah satu penyebab rendahnya tingkat pendidikan di Desa Suko Binangun disebabkan oleh kurangnya kesadaran penduduk desa ini dalam pendidikan, yang menjadi prioritas mereka adalah pendidikan untuk baca tulis saja sehingga dapat mencari pekerjaan. Oleh karena itu, pendidikan harus lebih ditingkatkan, karena pendidikan merupakan dasar dari terciptanya potensi sumberdaya manusia yang berkualitas dan juga untuk menciptakan kesejahteraan yang lebih baik. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan Keadaan penduduk berdasarkan kesejahteraan dapat diklasifikasikan sebagai keluarga pra sejahtera, keluarga sejahtera I, keluarga sejahtera II, keluarga sejahtera III dan keluarga sejahtera III plus. Berikut di bawah ini adalah jumlah penduduk di Desa Suko Binangun berdasarkan tahapan keluarga sejahtera disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan tahapan keluarga sejahtera, Desa Suko Binangun, tahun 2010 Tahapan Keluarga Sejahtera Jumlah Persentase (%) Keluarga Pra Sejahtera ,97 Keluarga Sejahtera I ,73 Keluarga Sejahtera II 47 6,81 Keluarga Sejahtera III 24 3,47 Keluarga Sejahtera III Plus - - Total % Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010.

76 50 Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa 51,73 persen atau 357 keluarga penduduk Desa Suko Binangun merupakan keluarga sejahtera I. Hal ini menunjukkan bahwa matapencaharian sebagai petani yang merupakan mata pencaharian yang masih dapat diandalkan untuk memberikan kesejahteraan bagi keluarga petani, sedangkan sebesar 37,97 persen atau 262 keluarga penduduk Desa Suko Binangun merupakan keluarga Pra sejahtera. Meskipun jumlah ini tidak terlalu mengkhawatirkan, tetapi ini menggambarkan bahwa masih terdapat keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Oleh karena itu, diperlukan bantuan dari pemerintah untuk terus melanjutkan adanya program pengentasan kemiskinan dan program pengembangan masyarakat (community development) di desa ini. Keadaan Ekonomi Desa Suko Binangun memiliki potensi ekonomi yang beragam. Beberapa potensi ekonomi yang ada bersumber dari sektor pertanian, perkebunan, peternakan perikanan, industri kecil serta usaha di sektor ekonomi. Potensi ekonomi desa di sektor pertanian memiliki dua komoditas besar yang diandalkan oleh desa ini, yaitu ubi kayu dan padi. Ubi kayu dan padi masing-masing mampu menghasilkan 3.771,50 ton per tahun dan 2.446,50 ton per tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa Suko Binangun, bagi petani yang mengandalkan kehidupannya dengan bertani ubi kayu mereka juga tetap mengusahakan menanem padi untuk di konsumsi sendiri. Untuk sektor perkebunan terdapat komoditas kelapa dalam, coklat dan kopi. Masingmasing komoditas tersebut mampu menghasilkan 1,2 ton per tahun, 1,6 ton per tahun dan 2,4 ton per tahun. Pada sektor peternakan, ternak yang dapat diternakan adalah ayam buras, sapi dan kambing. Dimana, saat ini terdapat ekor ayam buras, 554 ekor sapi serta 254 ekor kambing. Sektor perikanan yang dapat di usahakan di desa ini adalah perikanan sungai dan rawa. Perikanan sungai mampu menghasilkan 146 ton per tahun, sedangkan pada perikanan rawa mampu menghasilkan 18 ton per tahun. Industri kecil yang sangat potensial di desa ini adalah industri kecil makanan, sedangkan untuk usaha di sektor ekonomi yang sangat potensial adalah toko atau warung kelontong dan warung atau kedai makan. Untuk industri kecil makanan, terdapat enam buah industri di desa ini. Industri kecil makanan ini memproduksi sejumlah makananan ringan dan kue kering. Untuk usaha di sektor ekonomi, terdapat empat buah toko/warung kelontong dan tiga buah warung atau kedai makan. Warung kelontong dan warung makan ini sangat potensial untuk dikembangkan karena dapat

77 51 menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit. Selain itu, keberadaannya pun kurang menyebar dengan baik. Sebahagian besar keberadaan warung makan dan warung kelontong terpusat pada Dusun Besuki dan Dusun Tugu dimana kedua dusun tersebut merupakan dusun pusat pemerintahan kecamatan dan desa sekaligus. Akan tetapi, bagi mereka yang ingin mengusahakan warung kelontong diperlukan modal yang tidak sedikit. Oleh karena itu, hingga saat ini keberadaan warung kelontong masih terbatas. Budaya Desa Suko Binangun Penduduk Desa Suko Binangun sebagian besar berasal dari Pulau Jawa khususnya daerah Madiun, Ponorogo, Banyuwangi, Tulung Agung dan Trenggalek. Desa Suko Binangun merupakan salah satu di antara desa di Provinsi Lampung yang dijadikan sebagai daerah sasaran program transmigrasi pada tahun Program transmgrasi merupakan suatu program pemerintah dalam pemerataan penduduk dan meningkatkan taraf hidup penduduk Indonesia. Penduduk yang ditransmigrasikan ini mendapatkan binaan dari jawatan transmigrasi selama dua tahun, selanjutnya pembinaan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Penduduk yang dipindahkan dipimpin oleh seorang ketua rombongan yakni Bapak Sastro Suwiryo yang selanjutnya diangkat sebagai kepala Desa Suko Binangun pertama di tahun Kemudian, penduduk pendatang membuka hutan untuk dijadikan daerah pertanian dengan mendapatkan bimbingan dan binaan dari pemerintah menangani cara bercocok tanam yang memakai pola teknis modern. Daerah pembukaan baru ini diberi nama Desa Suko Binangun yang mempunyai arti suko yang artinya senang dan binangun artinya pembangunan, sehingga nama suko binangun secara keseluruhan dapat diartikan dengan senang terhadap pembangunan. Oleh karena itu, sampai sekarang masyarakat Desa Suko Binangun masih terus-menerus melaksanakan pembangunan terhadap desa-nya. Kelembagaan lokal di Desa Suko Binagun memiliki fungsi masing-masing. Kelembagaan kematian berfungsi yaitu membantu atau meringankan keluarga yang sedang terkena musibah. Kelembagaan ini akan segera turut membantu baik dalam hal pendanaan maupun bantuan tenaga dalam proses pemakaman dan pengajian. Struktur kepengurusan terdiri dari ketua, sekrataris, bendahara. Proses terbentuknya dilakukan melalui musyawarah anggota yasinan lingkungan RT setempat. Kelembagaan sinoman berfungsi sebagai penyedia kostum atau pakaian seragam untuk berbagai hajatan. Hajatan dapat seperti pernikahan, syukuran ataupun khitanan.

78 52 Kelembagaan ini juga memiliki ketua, wakil dan bendahara. Ketua dari kelembagaan ini bertanggung jawab untuk menyediakan kostum atau pakaian melalui konveksi. Untuk biaya pembuatan kostum atau pakaian diperoleh dari uang dari sumbangan dari anggota kelembagaan serta pemilik hajat. Kelembagaan seni seperti reog merupakan kelembagaan yang memenuhi kebutuhan rekreasi masyarakat desa ini. Kelembagaan ini juga terdiri dari ketua, wakil, bendahara dan beberapa seksi kelengkapan alat. Kesenian reog ini biasanya kerap tampil pada acara-acara di tingkat kabupaten dan propinsi. Seperti perayaan hari jadi Kabupaten Lampung Tengah dan hari jadi Provinsi Lampung. Secara rutin anggota kelembagaan ini melakukan latihan setiap seminggu sekali. Latihan kerap kali dilakukan pada malam hari karena pada waktu tersebut merupakan waktu luang dari anggota-anggota kesenian reog ini. Untuk kerorganisasian yang terdapat di Desa Suko Binangun diantaranya adalah kelompok tani, organisasi kepemudaan seperti sepak bola dan bola volly, risma (remaja islam masjid), karang taruna. Adat istiadat yang masih berlaku di kalangan masyarakat Desa Suko Binangun ini diantaranya adalah (a) upacara tujuh bulanan usia bayi di dalam kandungan, (b) upacara kelahiran bayi, (c) upacara perkawinan, (d) upacara kematian. Beberapa kebiasaan yang ada di desa ini adalah mengadakan syukuran hasil panen, suran upacara malam suro saat ini mulai luntur karena digantikan dengan kegiatan agama mengaji yasin di masjid. Kehidupan bermasyarakat di desa tersebut tidak adanya pantangan atau aturan adat istiadat yang mengikat, hanya saja terdapat beberapa kebiasaan buruk masyarakat yang dianggap tabu. Beberapa kebiasaaan masyarakat yang dianggap tabu yakni minum-minuman keras, perjudian, perzinahan dan perselingkuhan. Hal ini menunjukkan ciri budaya yang masih diwarnai aturan keagamaan, dimana mayoritas agama yang dianut merupakan agama islam yang melarang perbuatan-perbuatan tersebut. Keadaan Pertanian di Desa Suko Binangun Keadaan Tanah Desa Suko Binangun terletak di sebelah utara Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Tengah, dengan keadaan tanah merupakan dataran rendah yang tidak berbukit-bukit. Karakteristik tanah di desa ini yakni berjenis pot solide, dengan warna merah kuning/bercampur pasir. Tanah tersebut memiliki sifat menyerap air dan pada lapisan top soil kurang subur. Produktivitas tanah Desa Suko Binangun termasuk tanah yang kurang subur, para petani menggunakan pupuk kandang untuk bercocok tanam.

79 53 Masing-masing komoditas yang ditanam oleh petani memiliki kemampuan panen yang berbeda-beda. Panen padi dilakukan satu kali dalam setahun, panen jagung dua kali dalam setahun, panen kedelai dua kali dalam setahun serta panen ubi kayu satu kali untuk varietas dalam dan dua kali untuk varietas genjah dalam setahun. Dewasa ini, permasalahan yang menimpa petani ubi kayu adalah tanah yang memiliki ph basa sehingga mengakibatkan tanah rentan mengandung bakteri. Kondisi seperti ini dapat menurunkan hasil panen para petani. Kondisi tanah seperti ini mengakibatkan penyakit busuk akar pada tanaman ubi kayu. Ubi kayu yang sudah terserang penyakit busuk akan habis tak bersisa, sehingga ini berdampak pada rendahnya hasil panen petani. Kondisi seperti ini pada dasarnya dapat dikendalikan dengan menambahkan kapur atau dolomit kedalam tanah agar tanah tidak terlalu basa. Namun, petani sebagian besar petani ubi kayu merasa tidak mampu untuk menambahkan kapur tersebut dikarenakan harga kapur tersebut tergolong mahal. Lembaga Pertanian Sebagian besar mata pencaharian Desa Suko Binangun adalah petani, dimana mayoritas menanam komoditas ubi kayu. Dari 690 KK yang berada di Desa ini, terdapat 71,65 persen yang bermatapencaharian sebagai petani. Guna mendukung keberhasilan dan kemajuan serta kesejahteraan petani maka dibentuk dan disusun sebuah lembaga yang bertujuan untuk mengorganisasikan kegiatan kelompok. Salah satu lembaga pertanian yang terdapat di Desa Suko Binangun adalah kelompok tani. Kelompok tani di Desa Suko Binangun terdiri dari 100 anggota petani ubi kayu yang menggantungkan ekonominya terhadap usahatani ubi kayu. Secara keorganisasian, kelompok ini memiliki struktur kepengurusan yang sederhana yaitu terdiri dari ketua, wakil ketua, seketaris dan bendahara. Kelompok tani yang berada di desa ini didirikan dengan tujuan untuk memfasilitasi petani dalam mengembangkan usahataninya. Selain itu, kelompok tani di desa ini juga sebagai wadah atau media komunikasi sesama anggota petani ubi kayu. Di desa ini, kelompok tani dapat berperan sekaligus sebagai koperasi dimana, setiap anggota berhak mendapatkan pinjaman berbagai macam input produksi usahatani seperti bibit, pupuk, pestisida. Dalam kondisi kelangkaan pupuk, kelompok tani cukup berperan dalam penyediaan pasokan pupuk bagi anggota-anggotanya. Aktivitas kelompok ini diantaranya adalah pertemuan rutin kelompok sebanyak satu bulan sekali. Pertemuan kelompok rutin dilakukan untuk menjalin komunikasi dan silaturahmi sesama anggota, selain itu juga untuk membahas berbagai masalah yang dihadapi oleh petani ubi kayu. Selanjutnya,

80 54 juga terdapat pertemuan kelompok yang sifatnya situasional yakni ketika ada program atau bantuan dari pemerintah dan juga ketika ada sosialisasi inovasi baru input produksi (bibit, pupuk, dan obat-obatan) baik dari penyuluh pertanian, dinas pertanian atau pun dari distributor dan agen pupuk dan obat-obatan perusahaan tertentu. Program pembangunan yang pernah masuk Desa Suko Binangun adalah BJW (Beguai Jejamo Wawai) yakni dengan aktivitas pembangunan jalan senilai Rp ,-00. Selanjutnya, Program yang pernah masuk di desa tersebut diantaranya adalah PNPM dan RIS. Saat ini berbagai program pemerintah di bidang pertanian yang sudah terselenggara di desa ini diantaranya adalah program bantuan pemberian bibit padi dan jagung seperti BLBU dan SLPTT dari dinas pertanian, dimana untuk SLPTT pemberian bibit padi dan jagung diberikan beserta dengan demplot seluas satu hektar. Selanjutnya juga terdapat CBN yaitu singkatan dari cadangan bibit nasional yang merupakan bantuan pemberian bibit dari pemerintah saat terjadi banjir atau bencana alam atau kondisi darurat lainnya yang menyulitkan petani untuk mendapatkan bibit. Program ini mulai digalakkan mulai tahun 2008 yang selanjutnya berjalan setiap tahun. untuk program pembangunan yang bersifat umum. Saat ini ketua kelompok sedang mengajukan permohonan bantuan kepada pemerintah untuk memberikan bantuan dalam bentuk alat-alat pertanian seperti traktor, pompa air dsb. Namun, permintaan tersebut belum diakomodir oleh pemerintah. Kendala yang sering dialami oleh kelompok tani tersebut adalah ketidak-konsistenan dari pemerintah dalam menyelenggarakan program-program tersebut. Hal ini terlihat dari sering terjadinya keterlambatan dalam pemberian bantuan yang biasanya sudah terjadwal. Selain itu, program-program yang diperuntukkan bagi petani penyebarannya tidak merata, untuk program-program tingkat nasional hanya sampai pada tingkat kecamatan saja dan tidak menyentuh petani di tingkat desa. Produktivitas Komoditas Pertanian Beberapa komoditas pertanian yang diusahakan di desa ini diantaranya adalah padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai. Diantara komoditas pertnian tersebut, ubi kayu merupakan komoditas yang paling banyak dibudidayakan dan juga memiliki nilai produksi yang paling besar. Ubi kayu yang dihasilkan di desa ini mencapai 3.771,50 ton per tahun, disusul oleh padi sebesar 2.446,50 ton per tahun, jagung 191,10 ton per tahun dan kacang tanah serta kedelai yang masing-masing sebesar dua ton per tahun. Selanjutnya, ketersediaan sarana dan alat-alat pertanian tentunya sangat mendukung produktivitas hasil usaha tani. Beberapa alat pertanian

81 55 yang dimiliki oleh petani di desa ini diantaranya adalah huller, traktor, mesin bajak, bajak tradisional, sprayer, pompa air. Beberapa alat pertanian yang kerap di gunakan oleh petani ubi kayu di desa ini sebagian besar adalah alat pertanian yang sederhana dan manual. Diantaranya masih sering menggunakan, cangkul, linggis (alat pengumpil), parang, spayer, bajak dengan menggunakan tenaga sapi atau kerbau. Profil Petani Ubi Kayu Desa Suko Binangun Petani ubi kayu Desa Suko Binangun merupakan petani yang memiliki karakteristik personal yang beragam, baik karakteristik material maupun non-material. Karakteristik petani pada penelitian ini meliputi (1) usia, (2) tingkat Pendidikan, (3) pendapatan, (4) luas lahan, (5) pengalaman berusahatani, (6) keikutsertaan dalam kelompok dan (7) kepemilikan media massa. Usia mempengaruhi kekuatan fisik petani untuk menjalankan usaha pertaniannya. Padmowihardjo (1994) menyatakan bahwa umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Usia petani ubi kayu di kategorikan menjadi usia tua, dewasa dan muda. Pendidikan merupakan karakteristik seseorang yang dapat menunjukkan sejauhmana kemampuan kognitif seseorang secara formal. Menurut Soekartawi (2005) pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk berpikir lebih baik dan rasional, memilih alternatif dan cepat untuk menerima dan melaksanakan suatu inovasi. Pendapatan merupakan karakteristik seseorang yang menunjukkan kemampuan dalam aspek ekonomi. Pendapatan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap skala usaha seorang petani. Tingkat pendapatan juga berhubungan dengan kemampuan adopsi seseorang terhadap suatu inovasi. Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam pengembangan usaha tani. Lahan yang cukup luas memudahkan petani ubi kayu menerapkan teknologi yang ada, sementara itu kepemilikan lahan yang sempit relatif menjadikan petani enggan menerapkan teknologi yang ada disebabkan tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam menerapkan suatu teknologi. Pengalaman berusahatani menggambarkan tingkat kepiawaian seorang petani dalam menjalankan usahataninya. Semakin lama pengalaman seorang petani semakin matang pola berfikir dalam pengambilan keputusan serta semakin tajam penglihatannya dalam mengantisipasi keadaan yang dapat merugikan usahataninya. Kelompok merupakan salah satu wadah atau alat dalam memenuhi kebutuhan hidup setiap orang. Umumnya, petani yang banyak melibatkan diri ke dalam beberapa kelompok akan semakin mudah untuk mengadopsi sebuah inovasi. Hal ini terjadi

82 56 karena proses sosialisasi sebuah inovasi secara berkelompok akan jauh lebih efektif dari pada sosialiasi secara personal. Kepemilikan media massa menggambarkan sejauhmana seseorang dapat mengakses berbagai media massa. Informasi yang diperoleh dari media massa dapat digunakan untuk menambah wawasan, terlebih lagi jika informasi tersebut menyakut budidaya ubi kayu sehingga dapat dimanfaatkan untuk memajukan usahatani ubi kayu mereka. Berdasarkan pemaparan di atas, secara lebih rinci karakteristik personal petani ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Persentase petani berdasarkan kategori karakteristik personal di Desa Suko Binangun Karakteristik Personal Kategori Persentase (%) Usia Tua 18 Dewasa 44 Muda 38 Pendidikan Tidak Sekolah 14 Tidak Tamat SD 10 Tamat SD 33 Tidak Tamat SMP 3 Tamat SMP 23 Tidak Tamat SMA 1 Tamat SMA 16 Pendapatan Tinggi 2 Sedang 4 Rendah 94 Luas Lahan Luas 2 Cukup luas 6 Sempit 92 Pengalaman Berusahatani Lama 16 Cukup lama 43 Baru 41 Keikutsertaan dalam Kelompok Ikutserta dalam kelompok 68 Tidak ikutserta dalam kelompok 32 Kepemilikan Media Massa Memiliki media massa 97 Tidak memiliki media massa 3 Usia Usia tua berkisar antara 58,6 sampai 76 tahun, usia dewasa berkisar antara 40,8 sampai 58,5 tahun dan usia muda berkisar antara usia sampai 23 sampai 40,7 tahun. Berdasarkan Tabel 10, terdapat 44 persen petani ubi kayu yang tergolong usia dewasa dan sebanyak 38 persen petani ubi kayu tergolong usia muda. Sedangkan petani ubi kayu yang berusia tua hanya sebanyak 18 persen. Jumlah petani ubi kayu yang tergolong usia tua cenderung sedikit jika dibandingkan dengan jumlah petani ubi kayu yang tergolong usia muda dan dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi kayu

83 57 cukup menyediakan lapangan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat desa. Ketersediaan lahan yang cukup untuk berusahatani menjadi salah satu alasan petani muda mau berusahatani komoditas ini. Di samping itu, desa ini masuk ke dalam wilayah produsen ubi kayu terbesar di Provinsi Lampung, sehingga pekerjaan sebagai petani ubi kayu diwariskan secara turun-temurun pada generasi berikutnya. Usia yang muda menunjukkan bahwa seseorang itu masih memiliki semangat yang besar, kemauan yang keras dan kemampuan produksi yang masih tinggi untuk memajukan usahataninya, sehingga mereka cenderung lebih mudah menerima informasi baru dan mengadopsi sebuah inovasi. Petani yang berusia tua lebih lamban dalam proses belajar sehingga akan lebih sulit untuk merubah perilakunya, kemampuan mereka dalam bekerja juga tidak sekuat petani berusia muda. Petani berusia tua cenderung tidak berani mengambil resiko dalam menerapkan teknologi baru, sehingga usahatani mereka masih menggunakan teknologi konvensional. Petani berusia tua hanya menyukai aktivitas bertani yang sudah biasa mereka lakukan, mereka juga enggan meminta saran dan masukan kepada petani lain yang lebih muda. Mereka lebih mempercayakan informasi mengenai penerapan yang berasal dari penyuluh atau ketua kelompok tani. Tingkat Pendidikan Pendidikan petani ubi kayu di bedakan menjadi tujuh kategori yakni tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tidak tamat SMP, tamat SMP, tidak tamat SMA dan tamat SMA. Rata-rata petani ubi kayu mengenyam pendidikan selama tujuh tahun (tamat Sekolah Dasar). Berdasarkan Tabel 10 di atas sebanyak 33 persen petani ubi kayu masuk dalam kategori tamat SD dan 23 persen masuk dalam kategori tamat SMP. Hal ini menunjukkan bahwa petani ubi kayu di Desa Suko Binangun memiliki kesadaran yang cukup tinggi untuk mengenyam pendidikan. Hal ini juga didukung oleh keberadaan fasilitas pendidikan yang memadai di desa tersebut. Berdasarkan hasil wawancara, terlihat bahwa petani yang berpendidikan tinggi biasanya lebih berani dalam mengambil resiko dalam mengadopsi sebuah inovasi, mereka juga memiliki akses yang lebih dekat dengan sumber-sumber informasi sehingga cenderung aktif mencari dan menyebarkan informasi-informasi pertanian yang baru. Dalam penerapan sejumlah teknologi produksi sebagian besar mereka melakukannya sesuai anjuran yang diberikan oleh penyuluh, dinas pertanian, dan ketua kelompok tani. Meskipun pengetahuan dan cara bertani mereka banyak diperoleh dari pengetahuan secara

84 58 turun-temurun, namun mereka tetap mau mencoba menerapkan teknik budidaya yang baru. Tingkat Pendapatan Pendapatan petani ubi kayu di Desa Suko Binangun digolongkan menjadi tiga kategori yakni tinggi, sedang dan rendah. Pendapatan tinggi berkisar antara Rp sampai Rp , pendapatan sedang berkisar antara Rp sampai Rp , pendapatan rendah berkisar antara Rp sampai Rp Pendapatan petani ubi kayu dihitung berdasarkan satu kali panen terakhir yang dilakukan. Berdasarkan Tabel 10 di atas sebanyak 94 persen pendapatan petani ubi kayu di desa tersebut masuk ke dalam kategori rendah dan 4 persen masuk dalam kategori sedang, sedangkan hanya terdapat dua persen saja yang masuk ke dalam kategori berpendapatan tinggi. Berdasarkan kategori yang ada, rata-rata pendapatan petani ubi kayu masuk ke dalam kategori rendah. Perbedaan pendapatan petani yang mencolok seperti ini disebabkan adanya perbedaan kepemilikan luas lahan yang dimiliki. Menurut hasil penelitian Hermawanto (1993), variasi pendapatan keluarga petani tergantung oleh beberapa faktor antara lain (a) faktor yang berhubungan dengan luas penguasaan lahan garapan, (b) status kepemilikan lahan pertanian, (c) jenis usaha atau cabang usahat tani yang dikerjakan, (d) macam pekerjaan tambahan, baik di sektor pertanian maupun non pertanian. Pada umumnya, perbedaan pendapatan yang diperoleh oleh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun diantaranya adalah luas lahan dan keragaman serta biaya input produksi usahatani mereka. Luas Lahan Lahan merupakan modal alam bagi petani dalam menjalankan usahataninya. Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam pengembangan usaha tani. Ketersediaan lahan yang terbatas berdampak pada perkembangan usahatani dan juga pada pendapatan petani. Sehingga, dapat dikatakan bahwa lahan merupakan aset utama petani untuk menggerakan moda produksi usahataninya. Kepemilikan luas lahan petani ubi kayu dibedakan menjadi tiga kategori yaitu luas, cukup luas dan sempit. Kategori luas berkisar antara 3,43 sampai 5 hektar, kategori cukup luas berkisar antara 1,84 sampai 3,42 hektar dan kategori sempit berkisar antara 0,25 sampai 1,83 hektar. Berdasarkan Tabel 10 di atas sebanyak 92 persen petani ubi kayu memiliki luas lahan yang sempit dan hanya sebesar enam persen yang memiliki lahan cukup luas. Sedangkan kepemilikan lahan

85 59 yang luas hanya sebanyak dua persen. Rata-rata kepemilikan luas lahan petani ubi kayu berada pada kategori sempit. Kondisi ini yang menjadikan sebagian besar petani ubi kayu enggan menerapkan beberapa teknologi baru. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, salah satu kondisi ini terlihat dalam penerapan inovasi berupa pengaturan jarak tanam. Jarak tanam yang dianjurkan oleh penyuluh pertanian setempat adalah 100 sentimeter X 50 sentimeter untuk penanaman monokultur. Namun karena aspek keterbatasan lahan dan keinginan yang besar agar memproduksi ubi kayu dalam jumlah banyak, mereka tidak menerapkan jarak tanam yang sesuai, bahkan mereka menanam dengan jarak tanam hanya 50 sentimeter X 40 sentimeter. Pengalaman Berusahatani Secara umum petani ubi kayu ini melakukan budidaya komoditas ubi kayu secara turun-temurun. Berdasarkan Tabel 10 pengalaman berusahatani ubi kayu dikategorikan menjadi tiga kategori yakni lama, cukup lama dan baru. Pengalaman berusahatani lama berkisar antara 31,8 sampai 45 tahun, pengalaman usahatani cukup lama berkisar antara 18,4 sampai 31,7 tahun dan pengalaman berusahatani baru berkisar antara 5 sampai 18,3 tahun. Sebanyak 43 persen petani ubi kayu masuk ke dalam kategori memiliki pengalaman berusahatani cukup lama dan 41 persen petani ubi kayu masuk ke dalam kategori baru memiliki pengalaman berusahatani ubi kayu, sedangkan terdapat 16 persen petani ubi kayu yang masuk ke dalam kategori memiliki pengalaman berusahatani yang lama. Hal ini memperlihatkan pengelompokkan pada kategori berpengalaman cukup lama, hal ini mengindikasikan bahwa petani-petani di desa tersebut pada dasarnya sudah memiliki cadangan pengetahuan yang cukup memadai dalam berusahatani ubi kayu, dengan bekal pengalaman tersebut maka segala inovasi dan sesuatu hal yang baru berkaitan dengan budidaya ubi kayu, petani selalu membandingkan dengan pengalaman yang dialaminya. Petani yang memiliki pengalaman yang relatif lama cenderung bersifat kritis terhadap suatu inovasi. Keikutsertaan dalam Kelompok Kelompok merupakan salah satu wadah atau alat dalam memenuhi kebutuhan hidup setiap orang. Berbagai jenis dan macam kelompok terdapat dalam kehidupan sebuah sistem sosial, dimana setiap individu menjadi bagiannya. Umumnya kelompok yang terbentuk di wilyah pedesaan adalah kelompok yang menyangkut kebutuhan bersama (bersifat sosial). Berdasarkan Tabel 10, keikutsertaan petani dalam kelompok

86 60 di bedakan menjadi dua kategori yakni ikutserta dalam kelompok dan tidak ikutserta dalam kelompok.berdasarkan Tabel 10, sebanyak 68 persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun berpartisipasi dalam kelompok dan hanya 32 persen saja yang tidak ikut serta dalam kelompok yang terdapat di lingkungan tempat tinggal mereka Hampir seluruh petani memilih menjadi anggota kelompok tani yang merupakan kelompok sosial terbesar di desa ini. Keikutsertaan seorang petani dalam kelompok tentunya akan meningkatkan kemungkinan petani terdedah oleh berbagai informasi. Umumnya, petani yang banyak melibatkan diri ke dalam beberapa kelompok akan semakin mudah untuk mengadopsi sebuah inovasi. Hal ini terjadi karena proses sosialisasi sebuah inovasi secara berkelompok akan jauh lebih efektif dari pada sosialiasi secara personal. Petani umumnya menjadikan rekan-rekan dalam satu kelompoknya sebagai salah satu acuan dalam memutuskan untuk mengadopsi sebuah inovasi. Kepemilikan Media Massa Kepemilikan media massa dalam penelitian ini dibedakan menjadi media massa elektronik dan media massa cetak. Media massa elektronik meliputi radio dan televisi. Sedangkan media massa cetak meliputi surat kabar, majalah, poster, booklet, leaflet, brosur dan folders. Melalui televisi dan radio, petani ubi kayu memperoleh berbagai informasi dan berita serta hiburan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan televisi dan radio banyak digunakan untuk menonton dan mendengarkan acara-acara hiburan dan berita. Media ini dimanfaatkan petani untuk mengisi waktu luang dan waktu santai saat melakukan istirahat atau pun saat menjelang tidur pada waktu malam hari. Kepemilikan media massa dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yakni memiliki media massa dan tidak memiliki media massa. Berdasarkan Tabel 10 di atas sebanyak 97 persen petani ubi kayu yang memiliki banyak media massa dan hanya terdapat tiga persen yang tidak memiliki media massa. Media massa yang paling banyak dimiliki oleh petani ubi kayu adalah televisi dan radio. Meskipun tidak semua petani memiliki radio tetapi, masih banyak petani yang memiliki televisi. Pada dasarnya televisi merupakan media massa yang paling digemari oleh petani ubi kayu untuk menonton acara hiburan dan berita, namun untuk informasi dan berita mengenai keadaan atau kondisi di daerah mereka, petani lebih menyukai mendengarkan radio. Petani ubi kayu yang memiliki media massa yang sedikit umumnya merupakan petani yang memiliki tingkat ekonomi menengah kebawah. Meskipun untuk memiliki koran, majalah, leaflet atau brosur tidak membutuhkan dana sebanyak untuk memiliki televisi dan radio, tetapi untuk mengakses media cetak tersebut harus mendapatkannya di luar

87 61 desa tersebut, karena pemasaran koran dan majalah tidak didistribusikan ke desa tersebut. Selain aspek ekonomi, aspek keluasan pergaulan sosial dan mobilitas seseorang juga ikut mempengaruhi kepemilikan media cetak tersebut karena, beberapa media cetak seperti leaflet, booklet, brosur, dan poster didapatkan dari agen pupuk, agen obat, agen bibit, dinas pertanian, penyuluh pertanian dan pasar lokal di daerah tertentu. Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu Ubi kayu atau ketela pohon atau singkong merupakan bahan pangan potensial masa depan dalam tatanan pengembangan agribisnis dan agroindustri. Sejak awal pelita I, hingga sekarang ubi kayu berperan cukup besar dalam mencukupi bahan pangan nasional dan dibutuhkan sebagai bahan pakan (ransum) ternak serta bahan baku berbagai industri makanan. Di dataran rendah, tanaman ubi kayu jarang berbuah. Biji ubi kayu dapat digunakan sebagai bahan penyerbukan generatif, terutama dalam skala penelitian atau pemuliaan tanaman. Ubi mengandung asam sianida berkadar rendah sampai tinggi. Berdasarkan kandungan racun asam sianida dapat dibedakan empat kelompok jenis ubi kayu yaitu (1) jenis ubi kayu yang tidak berbahaya, ditandai dengan kandungan HCN kurang dari 50 mg per kg ubi yang diparut, (2) jenis ubi kayu yang sedikit beracun, ditandai dengan kandungan HCN berkadar 50 sampai 80 mg per kg ubi yang diparut, (3) Jenis ubi kayu yang beracun, ditandai dengan kandungan HCN berkadar 80 sampai 100 mg per kg ubi yang diparut, (4) jenis ubi kayu yang amat beracun, ditandai dengan kandungan HCN lebih dari 100 mg per kg ubi yang diparut (Rukmana, 1997). Hampir semua jenis tanah pertanian cocok ditanami ubi kayu karena tanaman ini toleran terhadap berbagai jenis dan tipe tanah. Jenis tanah yang paling ideal adalah jenis aluvial, latosol, podsolik merah kuning, meditetan, grumosol, dan andosol. Keadaan tanah yang paling baik untuk tanaman ubi kayu adalah tanah berstruktur remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan drainase baik, serta mempunyai ph tanah minimum 5. Tanaman ubi kayu toleran pada ph 4,5 sampai 8,0 tetapi yang paling baik adalah pada ph 5,8. Praktek budidaya ubi kayu yang dilakukan oleh sebagian besar petani ubi kayu di Desa Suko Binangun dilakukan dengan masa dua kali panen dalam setahun. Sedikit sekali petani yang memanen ubi kayu mereka di atas usia enam atau tujuh bulan. Dari aspek teknologi produksi, sebagian besar masih menggunakan teknologi yang konvensional dan tradisional, sehingga, tingkat penerapan teknologi produksi

88 62 cenderung rendah. Penerapan teknologi produksi adalah tindakan untuk menggunakan sesuatu baik itu ide atau alat teknologi baru yang dilakukan dengan cara bertindak yang paling baik (Rogers, 2003). Penerapan teknologi produksi meliputi teknologi budidaya yang sudah ditentukan dan dianjurkan baik secara teoritis maupun praktek oleh dinas pertanian atau penyuluh. Dalam penelitian ini, pengukuran tingkat penerapan teknologi produksi ubi kayu terhadap sejumlah petani ubi kayu di Desa Suko Binangun merujuk pada pedoman teknis budidaya ubi kayu yang dikeluarkan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Lampung dan anjuran dari dinas pertanian setempat melalui petugas PPL yang bertugas di desa tersebut. Pada penelitian ini, penerapan teknologi produksi yang diteliti meliputi aspek penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen. Berikut ini disajikan skor rata-rata petani berdasarkan indikator penerapan teknologi produksi ubi kayu. Tabel 11. Distribusi skor petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi ubi kayu berdasarkan kategori No Penerapan Teknologi Produksi Total Skor Rata-Rata Kriteria 1 Penyiapan Lahan 2,80 Tinggi 2 Pembibitan 2,58 Tinggi 3 Penanaman 1,88 Sedang 4 Pemeliharaan 1,97 Sedang 5 Panen 2,69 Tinggi Jumlah Total Skor Rata-Rata 2,30 Sedang Keterangan : Rentang Skor : Rendah = 1,00-1,66; Sedang = 1,67-2,33; Tinggi = 2,34-3,00 Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan penerapan teknologi produksi ubi kayu di Desa Suko Binangun masuk ke dalam kategori sedang. Berdasarkan tabel tersebut juga terlihat bahwa terdapat tiga indikator yang masuk ke dalam kategori tinggi yakni penyiapan lahan, pembibitan dan panen namun, terdapat dua indikator penerapan teknologi produksi yang masuk ke dalam kategori sedang, yakni penanaman dan pemeliharaan. Tabel 12 di bawah ini menyajikan persentase petani ubi kayu berdasarkan kategori penerapan teknologi produksi ubi kayu untuk semua indikator. Tabel 12. Jumlah dan persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun berdasarkan tingkat penerapan teknologi produksi Kategori Interval Penerapan Teknologi Produksi Jumlah Persen (%) Tinggi 2,34-3, Sedang 1,67-2, Rendah 1,00-1,66 0 0

89 63 Berdasarkan Tabel 12 di atas separuh seluruh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun masuk dalam kategori sedang dalam menerapkan teknologi produksi. Selain itu, tidak ada satupun petani ubi kayu yang menerapkan teknologi produksi ubi kayu yang masuk ke dalam kategori rendah. Sebanyak 66 persen petani ubi kayu memiliki skor rata-rata penerapan teknologi antara 1,67 sampai 2,33 dimana skor rata-rata yang paling sering muncul adalah 2,30, sedangkan untuk kategori penerapan teknologi produksi yang tinggi sebesar 34 persen. Kondisi ini menggambarkan bahwa meski penerapan teknologi yang dilakukan oleh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun tidak tergolong tinggi, akan tetapi terlihat masih terdapat usaha dari petani-petani tersebut untuk memajukan usahatani mereka dengan meningkatkan produksi melalui penerapan sejumlah teknologi produksi yang telah dianjurkan. Dalam hal ini, kondisi pertanian bagi petani ubi kayu berada pada masa transisi menuju pertanian yang modern dan kontemporer. Penyiapan Lahan Penyiapan lahan adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman ubi kayu dengan cara mempersiapkan lahan melalui pengolahan tanah untuk budidaya tanaman ubi kayu. Penyiapan lahan untuk penanaman ubi kayu amat berbeda dengan penyiapan lahan yang akan ditanami tanaman pangan atau palawija yang lain. Hasil yang di pungut dari tanaman ubi kayu berada di dalam tanah sehingga pengolahan tanah amat menentukan terhadap hasil yang diperoleh. Penyiapan lahan dapat dilakukan dengan tiga cara pengolahan tanah sebagai berikut : 1. Guludan yakni dengan membuat guludan-guludan, terutama untuk daerah-daerah yang sistem drainasenya kurang baik atau untuk penanaman pada musim hujan. 2. Hamparan yakni dengan dibajak atau dicangkul satu sampai dua kali, kemudian tanah tersebut di rotor (dicampur dan diratakan) pada seluruh hamparan lahan yang tersedia. Pengolahan tanah cara hamparan cocok dipraktikan di daerahdaerah kering atau daerah yang sistem drainasenya baik. 3. Bajang yakni dengan membuat lubang tanam, misalnya ukuran 100 cm X 100 cm X 50 cm, kemudian tiap lubang tanam diisi dengan pupuk organik (kotoran ternak, kompos). Pengolahan tanah cara bajang disebut sistem mukibat. Tanaman ubi kayu membutuhkan struktur tanah yang gembur agar perkembangan ubi dapat tumbuh dengan leluasa. Tanah berat atau miskin hara perlu diperbaiki dengan cara pengolahan tanah yang baik dan menambahkan pupuk organik. Pengolahan tanah di lahan kering biasanya dilakukan pada akhir musim kemarau agar

90 64 nantinya waktu tanam bertepatan dengan saat mulai turun hujan. Hal yang harus diperhatikan pada saat penyiapan lahan (pengolahan tanah) adalah menghindari pengerjaan tanah saat masih becek atau berair. Penyiapan lahan dengan cara guludan merupakan teknologi yang paling sering di terapkan oleh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun. Sebanyak 94 persen petani ubi kayu menerapkan teknologi penyiapan lahan dengan cara ini. Petani ubi kayu tersebut melakukan pengolahan tanah pada akhir musim kemarau dimana, saat musim hujan tiba mereka sudah siap untuk mulai menanam bibit ubi kayu. Tingkat penerapan teknologi produksi dalam penyiapan lahan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator penyiapan lahan berdasarkan kategori Kategori Interval Skor Persentase (%) Tinggi 2,34-3,00 88 Sedang 1,67-2,33 10 Rendah 1,00-1,66 2 Berdasarkan Tabel 13 di atas sebanyak 88 persen petani ubi kayu masuk ke dalam kategori tinggi untuk menerapkan teknologi produksi dalam penyiapan lahan. Artinya, sebanyak 88 petani memiliki skor rata-rata antara 2,34 sampai 3,00 dimana skor rata-rata 3,00 adalah skor yang paling sering muncul. Petani ubi kayu yang masuk ke dalam kategori rendah hanya dua persen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam aspek penyiapan lahan, petani-petani ubi kayu di Desa Suko Binangun telah menerapkan teknologi produksi dengan baik. Produksi usahatani yang baik dimulai dari tahapan penyiapan lahan yang baik pula, sehingga penyiapan lahan yang tepat dan sesuai dengan anjuran yang telah diberikan oleh penyuluh lapang setempat membantu dalam menghasilkan produksi yang tinggi pula. Pembibitan Pembibitan adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman ubi kayu yang berfungsi sebagai tahapan penyediaan bibit untuk pelaksanaan penanaman. Perbanyakan tanaman ubi kayu dapat dilakukan dengn cara generatif (biji) dan vegetatif (stek batang). Perbanyakan secara generatif (biji) biasanya dilakukan pada skala penelitian (pemuliaan tanaman) untuk menghasilkan varietas baru. Untuk tujuan usahatani pada tingkat petani, biasanya dipraktikkan teknik perbanyakan vegetatif lain yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanaman pada skala kecil. Penyiapan bibit ubi kayu dapat dilakukan dengan cara

91 65 sambungan (okulasi) antara batang bawah jenis ubi kayu dengan batang atas jenis ubi kayu karet. Ukuran panjang stek batang ubi kayu yang baik adalah 20 sampai 25 cm. Bagian batang yang paling baik sebagai bibt adalah bagian pangkal. Alternatif lain bahan bibit (setek) adalah bagian tengah. Hasil penelitian para pakar pertanian menunjukkan bahwa penggunaan setek pangkal dan tengah batang memberikan hasil lebih tinggi daripada setek ujung batang, seperti dapat disimak pada Tabel 14. Tabel 14. Pengaruh macam (bagian) setek terhadap daya tumbuh dan hasil produksi ubi kayu No Macam (bagian) setek Jumlah yang tumbuh (%) Hasil ubi (ton/ha) Hasil tepung (ton/ha) 1. Pangkal batang 82,7 19,7 2,11 2. Tengah batang 77,8 19,0 2,13 3. Ujung batang 41,4 13,2 1,54 Sumber: Wargiono (1979) dalam Rukmana (1997) Setek yang terlalu pendek atau kurang dari 20 cm tidak baik dijadikan bibit karena akan mudah kering. Sebaliknya, setek yang terlalu panjang merupakan pemborosan bahan tanaman, dan menyebabkan pertumbuhan akar-akar lebih diarahkan untuk pertumbuhan tunas daripada akar sehingga bibit tumbuh tidak seimbang. 99 persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun menggunakan bibit unggul UJ-3 atau disebut sebagai singkong thailand dan bibit unggul UJ-5 atau disebut sebagai cassesart oleh masyarakat setempat. Tetapi dapat dipastikan penanaman bibit thailand jauh lebih tinggi karena masa tanam yang singkat dan produksi yang cukup menguntungkan. Seluruh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun menggunakan cara vegetatif untuk melakukan perbanyakan tanaman ubi kayu. Dimana, sebanyak 97 persen petani menggunakan setek dengan panjang 20 sampai 25 cm dan 70 persen petani memilih bagian tengah pangkal sebagai bibit ubi kayu, serta 94 persen petani memilih bibit dengan diameter setek dua sampai tiga cm. Selanjutnya, sebanyak 100 persen petani ubi kayu tidak lakukan penyimpanan terhadap bibit ubi kayu dan 81 persen petani ubi kayu mendapatkan bibit dengan melakukan pembibitan sendiri, serta 51 persen petani ubi kayu menanamkan sampai batang per ha bibit ubi kayu. Selanjutnya, tingkat penerapan teknologi produksi dalam pembibitan dapat dilihat pada Tabel 15.

92 66 Tabel 15. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator pembibitan berdasarkan kategori Kategori Interval Skor Persentase (%) Tinggi 2,34-3,00 97 Sedang 1,67-2,33 3 Rendah 1,00-1,66 0 Berdasarkan Tabel 15 di atas, sebanyak 97 persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun masuk ke dalam kategori tinggi untuk menerapkan teknologi produksi dalam pembibitan. Skor 2,63 adalah skor rata-rata yang paling sering muncul. Terdapat tiga persen petani ubi kayu yang masuk ke dalam kategori sedang untuk menerapkan teknologi produksi dalam pembibitan. Selain itu, pada tabel tersebut juga memperlihatkan bahwa tidak terdapat petani ubi kayu yang menerapkan teknologi produksi pembibitan yang tergolong dalam kategori rendah. Hal ini menggambarkan dalam hal pembibitan, petani ubi kayu sudah menerapkan dengan baik beberapa inovasi yang dapat meningkatkan hasil produksi ubi kayu mereka. Kondisi seperti ini merupakan potensi dimana pertanian tanaman ubi kayu masih dapat terus berkembang, sehingga perhatian dan pendampingan yang menyeluruh dari berbagai pihak pemerintahan yang terkait harus tetap diteruskan guna mendukung kesadaran petani untuk melakukan usaha tani yang maju, inovatif dan berkelanjutan Penanaman Penanaman adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya ubi kayu dengan cara menempatkan bibit kayu di daerah dan musim yang sesuai untuk ditanami ubi kayu serta dengan teknik yang dianjurkan dalam membudidayakan tanaman ubi kayu. Waktu tanam ubi kayu harus mempertimbangkan musim atau curah hujan. Tanaman ubi kayu membutuhkan air yang memadai pada stadium (fase) awal tanam hingga fase pertumbuhan vegetatif umur empat sampai lima bulan. Penanaman setek ubi kayu dapat dilakukan secara tegak lurus (vertikal), miring (condong) dan mendatar (ditidurkan). Hasil penelitian para pakar pertanian menunjukkan bahwa penanaman tegak cenderung memberikan produksi lebih tinggi daripada penanaman miring dan mendatar, seperti disajikan pada Tabel 16.

93 67 Tabel 16. Pengaruh cara penanaman setek terhadap hasil ubi kayu (ton/ha ubi kupas) No Cara Penanaman Hasil Panen Pada Umur 10 Bulan 13,5 Bulan 1. Tegak lurus 26,16 33,98 2. Miring ,91 32,45 3. Mendatar 26,32 33,50 Sumber: Wargiono (1979) dalam Rukmana (1997). Jarak tanam berpengaruh terhadap produksi ubi kayu. Tingkat kesuburan tanah berpengaruh terhadap penentuan jarak tanam. Pada tanah yang kurus (kurang subur), jarak tanam ubi kayu cenderung harus rapat. Sebaliknya, tanah subur dan gembur menggunakan jarak tanam lebar, biasanya 100 cm x 100 cm. Menurut Sundari (2010) jarak tanam yang digunakan dalam pola monokultur ada beberapa macam, diantaranya adalah : 1. 1 meter x 1 meter ( tanaman per hektar) meter x 0,8 meter ( tanaman per hektar) meter x 0,75 meter ( tanaman per hektar) meter x 0,5 meter ( tanaman per hektar). 5. 0,8 meter x 0,7 meter ( tanaman per hektar) meter x 0,7 meter ( tanaman per hektar). Pemilihan jarak tanam ini tergantung dari jenis varietas yang digunakan dan tingkat kesuburan tanah. Untuk tanah-tanah yang subur digunakan jarak tanam 1 m x 1 m; 1 m x 0,8 m; 1 m x 0,75 m maupun 1 m x 0,7 m. Sedangkan untuk tanah-tanah miskin digunakan jarak tanam rapat yaitu 1 m x 0,5 m, 0,8 m x 0,7 m (Sundari, 2010). Bersamaan waktu tanam juga dilakukan pemupukan dasar. Jenis dan dosis pupuk yang tepat untuk tanaman ubi kayu harus didasarkan pada hasil analisis tanah di daerah setempat. Penggunaan pupuk yang dianjurkan oleh dinas pertanian dan penyuluh setempat untuk Desa Suko Binangun dengan dosis urea 100 kg per ha, SP kg per ha, dan KCL 50 kg per ha serta pupuk kandang dua ton per ha. Petani ubi kayu di Desa Suko Binangun melakukan usahatani budidaya ubi kayu dengan sistem monokultur yakni sebanyak 87 persen petani. Sebanyak 98 persen petani ubi kayu melakukan penanaman setek ubi kayu dengan posisi tegak lurus (vertikal). Sebanyak 72 persen petani ubi kayu menggunakan jarak tanam yang tidak sesuai dengan anjuran dan juga 43 persen petani ubi kayu tidak melakukan pemupukan dasar. Tingkat penerapan teknologi produksi dalam penanaman dapat dilihat pada Tabel 17.

94 68 Tabel 17. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator penanaman berdasarkan kategori Kategori Interval Skor Persentase (%) Tinggi 2,34-3,00 8 Sedang 1,67-2,33 22 Rendah 1,00-1,66 70 Berdasarkan Tabel 17 di atas, sebanyak 70 persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun masuk ke dalam kategori rendah untuk menerapkan teknologi produksi dalam penanaman. Skor 1,67 adalah skor rata-rata yang paling sering muncul. Terdapat delapan persen petani ubi kayu yang masuk ke dalam kategori tinggi untuk menerapkan teknologi produksi dalam penanaman. Hal ini menunjukkan dalam aspek penanaman petani ubi kayu di desa tersebut sedikit sekali yang melakukan sesuai dengan anjuran oleh dinas pertanian atau penyuluh pertanian setempat. Hal ini terlihat jelas terutama dalam hal pengaturan jarak tanam dan pemupukan dasar. Sebagian besar petani menggunakan jarak tanam yang sangat rapat, dimana jarak tanam terapat hampir mencapai 45 cm X 50 cm dan jarak tanam terjarang adalah 80 cm X 70 cm. Pemupukan dasar yang dilakukan oleh sebagian besar petani ubi kayu hanya menggunakan pupuk kandang saja dan dalam situasi tertentu penggunaaan pupuk kandang pun berlebihan sehingga tidak sesuai dengan dosis yang telah dianjurkan. Kondisi seperti ini yang dapat mengurangi hasil produksi ubi kayu. Oleh karena itu, dalam aspek penanaman ini perlu mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai instansi guna meningkatkan kesadaran petani untuk melakukan penanaman sesuai dengan anjuran yang telah diberikan. Pemeliharaan Pemeliharaan adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman ubi kayu dengan cara pengontrolan, memelihara tanaman ubi kayu sehingga budidaya dapat berlangsung optimal. Kegiatan pemeliharaan dalam penelitian ini meliputi kegiatan penyulaman, pengairan, penyiangan, pemupukan susulan dan perlindungan (proteksi tanaman). Waktu penyulaman sebaiknya dilakukan seawal mungkin, yaitu pada umur satu sampai empat minggu setelah tanam. Bila keadaan cuaca kering atau pada musim kemarau keadaan tanah kering, seusai menyulam sebaiknya dilakukan pengairan. Tanaman ubi kayu tidak membutuhkan air banyak, tetapi untuk pertumbuhan dan produksi yang optimal tanah harus cukup lembab (basah). Periode cukup air adalah awal pertumbuhan hingga umur empat sampai lima bulan setelah tanam.

95 69 Penyiangan sebaiknya dilakukan paling sedikit dua kali selama pertumbuhan tanaman ubi kayu, yaitu pada umur tiga sampai empat minggu dan dua sampai tiga bulan setelah tanam. Tanaman ubi kayu amat tanggap (respons) terhadap pemupukan. Jenis dan dosis pupuk susulan yang tepat untuk tanaman ubi kayu harus didasarkan pada hasil analisis tanah di daerah setempat. Pupuk yang dianjurkan oleh dinas pertanian dan penyuluh setempat untuk Desa Suko Binangun terdiri dari pemupukan susulan I dan pemupukan susulan II. Pupuk susulan I pada waktu tanaman ubi kayu berumur 1 bulan dengan dosis urea 100 kg per ha, KCL 50 kg per ha. Pupuk susulan II dilakukan pada waktu tanaman ubi kayu berumur 3 bulan dengan pupuk urea 100 kg per ha. Organisme pengganggu (OP) tanaman ubi kayu biasanya berupa hama dan penyakit. Strategi perlindungan (proteksi) tanaman yang dianjurkan adalah Pengendalian Hama Dan Penyakit Terpadu (PHPT). PHPT merupakan perpaduan teknik pengendalian hama dan penyakit, dengan memperhitungkan dampaknya yang bersifat ekologis, ekonomis, dan sosiologis, sehingga secara keseluruhan diperoleh hasil yang terbaik. Komponen PHPT pada tanaman ubi kayu yang dapat disimak pada Tabel 18. Tabel 18. Komponen PHPT pada tanaman ubi kayu. No Komponen PHPT Teknik Pengendalian 1. Kultur teknis a. Pergiliran (rotasi) tanaman b. Sanitasi (kebersihan) c. Penghancuran inang d. Pengerjaan tanah e. Pengelolaan air f. Pemberaan (pemberoan) lahan g. Penanaman serentak h. Penetapan jarak tanam i. Pemupukan berimbang j. Penanaman varietas tahan 2. Biologi (hayati) a. Jasa paradit (parasitoid) b. Predator c. Bakteri atau virus yang mematikan hama dan penyakit 3. Fisik a. Perlakuan panas b. Penggunaan lampu perangkap c. Penghalang (barrier) 4. Mekanik a. Gropyokan b. Memasang perangkap c. Pengusiran 5. Kimiawi a. Insektisida b. Bakterisida c. Herbisida d. Nematisida Sumber : Rukmana (1997) Petani di Desa Suko Binangun melakukan penyulaman sesuai dengan anjuran sebanyak 81 persen petani ubi kayu melakukan penyulaman pada umur tanaman satu

96 70 sampai empat minggu setelah tanam. Namun, hampir seluruh petani ubi kayu tidak melakukan pengairan pada tanaman ubi kayu mereka. Sebanyak 98 persen petani ubi kayu tidak mengairi lahan mereka, karena sulitnya memperoleh air dan ketiadaan sistem irigasi. Pada aspek penyiangan 45 persen petani ubi kayu melakukan penyiangan pada waktu yang kurang sesuai dengan anjuran. Penyiangan yang dilakukan oleh petani ubi kayu di desa tersebut tidak secara mekanik melainkan secara kimiawi, yakni dengan memberikan obat pembasmi atau obat pembeku rumput sehingga rumput-rumput liar (gulma) tidak tumbuh di sekitar tanaman ubi kayu. Penggunaan herbisida kurang sesuai dengan waktu yang dianjurkan dimana, 69 persen petani ubi kayu menggunakan herbisida kurang dari umur tanaman tiga bulan. Pemupukan susulan yang dilakukan oleh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun adalah pemukupan susulan I dan susulan II. Pada pemupukan susulan I sebanyak 78 persen petani ubi kayu melakukan pemupukan namun tidak sesuai dengan anjuran. Biasanya petani ubi kayu hanya menambahkan pupuk urea saja tanpa menambahkan pupuk KCL, hal ini disebabkan harga pupuk kcl yang sulit terjangkau oleh petani ubi kayu pada umumnya di desa tersebut. Untuk pemupukan susulan II sebanyak 35 persen petani ubi kayu melakukan pemupukan sesuai dengan ajuran yakni menggunakan pupuk urea dan diberikan pada saat umur tanaman 3 bulan, namun 34 persen petani tidak melakukan pemupukan susulan II. Hal ini juga disebabkan oleh perbedaan kemampuan ekonomi petani masing-masing dalam menyediakan input produksi usahtani mereka. Petani yang tidak memiliki cukup biaya produksi umumnya hanya melakukan pemupukan hingga sampai pemupukan susulan I saja. Perlindungan (proteksi tanaman) yang dilakukan oleh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun dapat dilakukan dengan cara mekanik dan kimiawi. Sebanyak 66 persen petani ubi kayu melakukan proteksi tanaman dengan mengkombinasikan kedua cara tersebut. Perlindungan dengan mekanik dilakukan dengan cara memetik serta membuang daun-daun pada tanaman ubi yang mulai terserang penyakit. Selain itu perlindungan juga dilakukan dengan menggunakan arit untuk membersihkan rumputan atau tanaman lain yang mengganggu pertumbuhan tanaman ubi kayu. Terdapat 48 persen petani ubi kayu yang melakukan perlindungan tanaman dengan cara kimiawi. Penggunaan berbagai obat-obatan kimiawi terutama digunakan untuk membasmi gulma atau membekukan rumput sehingga tidak mengganggu perkembangan tanaman ubi kayu. Berbagai obat-obatan yang dipergunakan oleh petani untuk membasmi gulma diantaranya adalah brish, paratox, gramason, sistemik, klinuk yang diberikan setelah umur tanaman tiga bulan, sedangkan untuk membekukan rumput petani

97 71 menggunakan sidaron atau karmex yang diberikan saat umur tanaman tiga hari. Petani ubi kayu juga sesekali menggunakan skor yaitu obat yang dapat memperbesar umbi dan DMA sebagai bahan tambahan dalam campuran obat-obat pembasmi rumput atau gulma Sangat jarang sekali ditemukan obat-obatan kimiawi yang diperuntukkan untuk membasmi penyakit. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan petani mengenai obat yng mengobati penyakit leles atau busuk akar yang hampir dialami oleh semua petani ubi kayu umumnya di Desa Suko Binangun. Sebanyak 64 persen petani ubi kayu mendapatkan pengetahuan dalam memilih berbagai jenis obat-obatan yang akan mereka pergunakan diperoleh dari penjual atau pedagang obat-obatan dan teman-teman sesama petani ubi kayu lainnya. Untuk dosis dan cara penggunaan obat-obatan tersebut, sebanyak 39 persen petani ubi kayu memberikannya berdasarkan petunjuk yang tertera pada label kemasan. Sebanyak 37 persen petani ubi kayu memberikannya berdasarkan petunjuk yang tertera pada label kemasan serta menyesuaikan dengan saran atau anjuran yang dari penyuluh setempat. Waktu penyemprotan obat-obatan dilakukan oleh 64 persen petani ubi kayu saat setiap kali tanaman terserang dan tidak sesuai anjuran. Tingkat penerapan teknologi produksi dalam pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator pemeliharaan berdasarkan kategori Kategori Interval Skor Persentase (%) Tinggi 2,34-3,00 12 Sedang 1,67-2,33 68 Rendah 1,00-1,66 20 Berdasarkan Tabel 19 di atas 68 persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun masuk ke dalam kategori sedang untuk menerapkan teknologi produksi dalam pemeliharaan. Skor 2,08 adalah skor rata-rata yang paling sering muncul. Terdapat 12 persen petani ubi kayu yang masuk ke dalam kategori tinggi untuk menerapkan teknologi produksi dalam pemeliharaan. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa penerapan produksi dalam aspek pemeliharaan cukup baik, dimana hampir separuh dari petani ubi kayu di desa tersebut melakukan berbagai kegiatan perlindungan tanaman ubi kayu dengan cukup baik. Aspek pemeliharaan merupakan tahapan yang sangat penting dalam budidaya usahatani ubi kayu dimana, semakin baik pemeliharaan yang dilakukan akan semakin baik produksi ubi kayu. Adapun yang menjadi kendala adalah kurangnya kesadaran diantara petani ubi kayu dalam melakukan pemeliharaan secara mekanik, pemberian pupuk susulan I dan susulan II

98 72 sesuai dengan anjuran, dan penggunaan obat-obatan atau herbisida dengan tepat serta dosis dan cara penggunaan yang sesuai dengan anjuran penyuluh setempat. Panen Panen adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman ubi kayu dengan cara pengambilan hasil produksi. Waktu panen ubi kayu yang paling tepat adalah saat karbohidrat per satuan luas tanah (hektar) mencapai kadar maksimal dimana, umur tanaman telah mencapai enam sampai delapan bulan (varietas genjah) atau 9 sampai 12 bulan (varietas dalam). Penundaan panen ubi kayu sampai umur lebih dari 12 bulan dapat menurunkan kualitas ubi. Makin tua umur tanaman ubi kayu, makin meningkat kadar air, tetapi kadar protein, tepung dan HCN-nya turun secara drastis pada umur 13 bulan. Saat panen ubi kayu yang tepat amat dipengaruhi oleh iklim, varietas, jarak tanam, dan kesuburan tanah. Ubi kayu dipanen dengan dicabut, menggunkaan tangan, terutama pada tanah ringan dan gembur. Ubi yang tertinggal di dalam tanah dapat segera diambil dengan cangkul atau garpu. Panen ubi kayu pada tanah yang berat perlu dibantu dengan alat pengungkit berupa bambu atau kayu, yang diikat dengan tali melingkari pangkal batang. Ujung kayu atau bambu diletakkan pada tanah dan pangkal kayu diangkat ke atas dengan tangan hingga terkuak ubi ke permukaan tanah. Hal yang penting diperhatikan pada waktu panen ubi kayu adalah panen dilakukan pada waktu cuaca cerah (kering) dan secara hati-hati, jangan sampai ubi memar dan hasil panen harus segera dikonsumsi atau diolah. Sebanyak 84 persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun melakukan tata cara panen sesuai dengan anjuran. Petani ubi kayu di desa tersebut melakukan panen pada saat tanaman ubi kayu berumur enam sampai delapan bulan (varietas genjah) atau 9 sampai 12 bulan (varietas dalam). Pada saat panen sebanyak 91 persen petani ubi kayu memperhatikan tanaman ubi kayu yang dipanen tidak terlalu tua, pemanenan dilakukan pada waktu cuaca cerah/kering dan secara hati-hati, jangan sampai ubi memar, dicabut menggunakan tangan terutama pada tanah ringan dan gembur, dan pada tanah yang berat perlu dibantu alat pengungkit berupa bambu atau kayu yang diikat dengan tali melingkari pangkal batang. Pemanenan oleh 75 persen petani ubi kayu tidak dilakukan secara serentak dengan petani ubi kayu lainnya. Hal ini dikarenakan transportasi pengangkutan dari lokasi panen ke pabrik pengolahan sedikit terbatas, namun justru keadaan seperti ini ikut membantu dalam perolehan produksi yang lebih tinggi karena, ubi kayu yang sudah dipanen jika tidak langsung diolah ke

99 73 pabrik maka akan menurunkan kualitas ubi kayu dalam aspek berat dan kadar pati. Sehingga sistem panen secara bergiliran merupakan upaya yang tepat dalam mencegah hal seperti ini. Pemanenan oleh 58 persen petani ubi kayu terkadang tidak sesuai dengan waktu yang seharusnya. Umumnya mereka memanen tanaman ubi kayu mereka tidak sesuai dengan varietas bibit dikarenakan perbedaan status ekonomi petani ubi kayu masingmasing. Mereka yang terdesak oleh kebutuhan dan memiliki status ekonomi yang rendah akan cenderung lebih cepat memangkas masa tanam yang seharusnya dan langsung memanen tanaman ubi kayu mereka, sebaliknya mereka yang masih dapat memenuhi kebutuhan mereka dan memiliki status ekonomi yang lebih tinggi cenderung dapat menunda panen dan menyesuaikan pemanenan dengan usia tanam tanaman ubi kayu yang seharusnya. Tingkat penerapan teknologi produksi dalam pemanenan dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator panen berdasarkan kategori Kategori Interval Skor Persentase (%) Tinggi 2,34-3,00 87 Sedang 1,67-2,33 13 Rendah 1,00-1,66 0 Berdasarkan Tabel 20 di atas 87 persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun masuk ke dalam kategori tinggi untuk menerapkan teknologi produksi dalam pemanenan. Skor 2,75 adalah skor yang paling sering muncul.terdapat 13 persen petani ubi kayu yang masuk ke dalam kategori sedang untuk menerapkan teknologi produksi dalam pemanenan, sedangkan tidak terdapat petani ubi kayu yang tergolong pada kategori rendah untuk menerapkan teknologi produksi ubi kayu dalam aspek panen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani ubi kayu di desa tersebut telah menerapkan teknologi dalam aspek pemanenan dengan sangat baik. Berbagai detail aspek panen diiterapkan sesuai dengan anjuran yang telah diberikan oleh penyuluh pertanian setempat. Aspek panen merupakan hal yang sangat menentukan dalam besaran produksi yang dihasilkan sehingga, semakin tinggi penerapan teknologi dalam panen semakin tinggi produksi yang dihasilkan. Resume Praktek budidaya ubi kayu yang dilakukan oleh sebagian besar petani ubi kayu di Desa Suko Binangun dilakukan dengan masa dua kali panen dalam setahun. Sedikit sekali petani yang memanen ubi kayu mereka di atas usia enam atau tujuh bulan.

100 74 Kondisi ini disebabkan oleh desakan ekonomi yang dialami oleh sebagaian besar petani ubi kayu di desa tersebut, sehingga memaksa mereka untuk melakukan panen lebih cepat dari seharusnya. Pada aspek teknologi produksi sebagian besar masih menggunakan teknologi yang tradisional dan kurang sesuai dengan anjuran yang telah diberikan oleh penyuluh setempat. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata yang diperoleh untuk masing-masing indikator penerapan teknologi produksi yang terdiri atas penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen. Untuk indikator penyiapan lahan, pembibitan dan panen skor rata-rata yang diperoleh masuk dalam kategori tinggi. Namun, untuk indikator penanaman dan pemeliharaan skor ratarata yang diterima masuk dalam kategori rendah. Untuk indikator penanaman, kendala yang dihadapi oleh petani ubi kayu adalah menyesuaikan jarak tanam yang harus dipergunakan baik untuk penanaman monokultur maupun tumpang sari, selanjutnya pemilihan posisi penanaman stek ubi kayu masih banyak yang dilakukan dengan cara condong. Untuk indikator pemeliharaan petani ubi kayu sulit untuk menyesuaikan anjuran penyuluh dalam hal pengairan, pemberian pupuk sesuai dengan dosis dan waktu, pemberantasan gulma dan penyakit tanaman. Berdasarkan pemaparan di atas memperlihatkan bahwa perlu adanya proses pendampingan dan penyuluhan yang lebih intens kepada petani, dan ini dapat memanfaatan petani ubi kayu yang berperan sebagai star atau opinion leader (pemimpin pendapat) dan bridge (jembatan) pada setiap klik yang berada dalam jaringan komunikasi mengenai pupuk dan jaringan komunikasi mengenai panen untuk menguatkan sesama rekan dan tetangganya untuk dapat melakukan praktek budidaya sesuai dengan anjuran penyuluh. Implikasi terhadap dunia pertanian atas kondisi ini adalah perlu adanya penyesuaian hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di bidang pertanian khususnya tanaman pangan terhadap kendala yang menghambat petani ubi kayu menerapkan teknologi produksi yang sesuai dengan anjuran. Peneliti perlu untuk mengembangkan inovasi yang berkaitan dengan indikator penanaman dan pemeliharaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi pertanian yang tepat guna dan spesifik lokasi. Jaringan Komunikasi Petani Ubi Kayu Penyebaran informasi teknologi produksi pertanian diantara petani ubi kayu di Desa Suko Binangun terdistribusi tidak merata pada semua petani ubi kayu. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya kelangkaan informasi yang dikeluhkan oleh petani ubi kayu di desa tersebut. Peneliti menduga praktek penyebaran informasi yang tidak merata

101 75 disebabkan oleh perbedaan kemampuan petani ubi kayu untuk mengakses sumberdaya informasi sehingga menyebabkan perbedaan posisi dan peranan petani ubi kayu dalam struktur jaringan komunikasi. Untuk mengatasi masalah penyebaran informasi yang tidak merata ini maka digunakan analisis struktur jaringan komunikasi yang dalam penelitian ini dikaitkan dengan isu teknologi produksi. Identifikasi terhadap struktur jaringan komunikasi membantu dalam melacak kepada siapa iformasi tersebut berpusat sehingga mengakibatkan distribusi informasi tidak berjalan lancar. Dalam konteks ini analisa terhadap beberapa peran yang muncul dalam sebuah jaringan komunikasi menjadi penting sebagai penjelasan dari penyebaran informasi teknologi produksi yang tidak merata. Petani ubi kayu di Desa Suko Binangun membentuk jaringan komunikasi sebagai upaya dalam mengatasi kelangkaan informasi mengenai teknologi produksi ubi kayu. Jaringan komunikasi yang mereka bentuk bertujuan untuk membantu mereka dalam memenuhi berbagai kebutuhan informasi mereka. Jaringan komunikasi yang terbentuk diantara petani ubi kayu merupakan bentuk interaksi petani ubi kayu yang menunjukkan perilaku komunikasi mereka dalam memberi, menerima dan menyebarluaskan sebuah informasi. Analisis terhadap jaringan komunikasi menghasilkan sosiogram yang menggambarkan struktur komunikasi yang terjalin diantara petani ubi kayu. Sosiogram tersebut dapat menggambarkan siapa berhubungan dengan siapa, bagaimana informasi terdistribusi ke semua anggota sistem dan juga menggambarkan peran-peran dari petani ubi kayu dalam struktur jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi yang dianalisis berdasarkan informasi mengenai pembibitan, pemupukan, hama dan penyakit serta panen. Jaringan Komunikasi Mengenai Bibit Sosiogram yang menggambarkan struktur jaringan komunikasi diantara petani ubi kayu mengenai bibit dapat dilihat pada Gambar 3. Struktur jaringan komunikasi mengenai bibit cenderung lebih terbuka dengan lingkungannya. Hal ini terlihat dari masih terdapat celah pada klik-klik tertentu yang memungkinkan adanya pertukaran informasi sesama partisipan yang berkomunikasi. Struktur komunikasi diantara sesama partisipan yang berkomunikasi seperti ini disebut oleh Rogers and Kinkaid (1981) sebagai jaringan personal yang menyebar (radial personal network). Jaringan personal yang menyebar (radial personal network) mempunyai derajat integrasi yang rendah, namun mempunyai sifat keterbukaan terhadap lingkungannya. Identifikasi terhadap sosiogram jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai bibit menunjukkan terdapat

102 76 enam klik dalam jaringan tersebut. Masing-masing klik memiliki jumlah point (node) yang berbeda. Keterangan selanjutnya mengenai identifikasi klik dalam jaringan komunikasi mengenai pembibitan dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai bibit Klik Anggota Klik Jumlah Anggota Klik I 13,10,1,6,11,7,8,12 8 II 28,35,83,56,23 5 III 34,59,92,94,79,64,63,29,78,60,38,86,82,31, 18 90,27,91,50 IV 2,3,93,97,95 5 V 20,5,21,49,37,33,47,75,46,36,24,58,15 13 VI 66,40,26,32,69,54,68 7 Di luar Klik 19,57,44,4,14,9,25,17,53,76,65,52,100,77,4,7 2,41,88,87,74,80,61,30,98,81,42,43 27 Masing-masing klik dalam jaringan komunikasi dapat terhubung satu sama lainnya melalui peran individu dalam jaringan komunikasi sebagai bridge (jembatan). Individu yang berperan sebagai bridge merupakan individu yang menghubungkan satu klik dengan klik yang lainnya, dimana ia merupakan anggota dari salah satu klik yang dihubungkan tersebut. Dalam sosiogram peran sebagai bridge dapat ditunjukkan oleh node yang berbeda-beda untuk setiap klik yang dihubungkannya. Klik I berhubungan dengan klik III melalui node 1 dan 13. Klik I berhubungan dengan klik IV melalui node 13. Klik I berhubungan dengan klik V melalui node 11, 7, 6 dan 13. Klik II berhubungan dengan klik III melalui node 23 dan 28. Klik II berhubungan dengan klik V melalui node 28 dan klik II berhubungan dengan klik VI melalui node 35. Klik III berhubungan dengan klik V melalui node 50, 79 dan 94. Klik III berhubungan dengan klik VI melalui node 29 dan 34. Klik IV berhubungan dengan klik VI melalui node 93 dan 95. Klik V berhubungan dengan klik VI melalui node 20 dan 46.

103 Gambar 3.Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai bibit 77

104 78 Peran-peran lain yang dapat diidentifikasi dalam sebuah sosiogram diantaranya adalah peran sebagai liaison (penghubung), cosmopolite, gatekeeper (penjaga gawang), star (bintang) dan isolate (pencilan). Peran sebagai liaison pada dasarnya adalah sama peranannya dengan bridge, tetapi individu itu sendiri bukanlah anggota dari satu klik tetapi dia merupakan penghubung di antara satu klik dengan klik lainnya. Individu ini juga membantu dalam membagi informasi yang relevan di antara klik-klik dalam sebuah sistem. Individu yang berperan sebagai liaison dalam sosiometri jaringan komunikasi pembibitan pada Gambar 3 ditunjukkan oleh node 73, 62, 16, 67, 18, 51, 96, 48, 70. Node 73 merupakan liaison yang berperan dalam menghubungkan klik I dan klik V, sedangkan node 62 menghubungkan klik I, III dan V. Node 16 merupakan liaison yang berperan menghubungkan kllik I dan klik II, sedangkan node 67 dan 18 menghubungkan klik III dan klik V. Selanjutnya, node 51 merupakan liaison yang berperan menghubungkan klik II dan klik VI sedangkan, node 96 menghubungkan klik IV, V dan VI. Node 48 menghubungkan klik V dan VI, sedangkan node 70 merupakan penghubung antara klik III, IV dan VI. Peran individu sebagai cosmopolite ditunjukkan dari perilaku individu yang menghubungkan klik atau sistem dengan lingkungannya. Ia mengumpulkan informasi mengenai sistem dari sumber-sumber dan juga menyebarkan informasi kepada individu-individu lain atau klik lain yang ada dalam lingkungannya. Peran individu sebagai gatekeeper ditunjukkan dalam perilaku individu yang membatasi keluar dan masuknya informasi ke dalam sebuah sistem. Dalam hal ini, gatekeeper berhak untuk menseleksi, menyaring dan kemudian meyebarluaskan informasi mana saja yang layak untuk diteruskan atau dihentikan. Gatekeeper berfungsi dalam mengontrol arus informasi yang terjadi dalam sebuah sistem. Selain itu, gatekeeper memiliki kekuasaan untuk menilai apakah sebuah informasi itu penting atau tidak bagi anggota-anggota sistem. Peran gatekeeper mencegah terhadinya overloading information (informasi berlebih) yang dialami oleh anggota-anggota dalam sistem. Pada sosiogram jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai pembibitan di Gambar 3 teridentifikasi bahwa Individu yang berperan sebagai sebagai cosmopolite maupun gatekeeper ditunjukkan oleh node 13. Node 13 merupakan individu yang berperan menjadi cosmopolite dan gatekeeper. Hal ini terlihat bahwa individu tersebut memiliki konektivitas yang tinggi terhadap sumber-sumber informasi mengenai pembibitan. Selain itu, individu 13 juga merupakan individu yang memiliki konektivitas yang cukup tinggi terhadap sejumlah anggota klik dan anggota sistem. Dalam perbincangan mengenai bibit baru, bantuan

105 79 bibit dan perlakuan terhadap bibit individu 13 memiliki kewenangan dalam menyampaikan maupun tidak meneruskan informasi tersebut. Keadaan ini disebabkan posisi strategis individu 13 sebagai ketua kelompok tani petani ubi kayu yang memungkinkan ia mengakses sejumlah informasi dan juga memiliki kekuasaan untuk mengontrol arus informasi dalam sistem jaringan komunikasinya. Individu petani ubi kayu yang memiliki peran sebagai star dalam sosiogram jaringan komunikasi ditunjukkan oleh node yang memiliki derajat konektivitas tertinggi. Artinya, individu-individu tertentu yang paling banyak terhubung dengan individu lain merupakan individu yang dapat memainkan peran sebagai star. Umumnya star merupakan pimpinan informal dalam sebuah sistem. Mereka bukan selalu orang-orang yang mempunyai otoritas formal dalam sistem, tetapi membimbing tingkah laku anggota sistem dan mempengaruhi keputusan mereka. Dalam sosiogram jaringan komunikasi pembibitan di Gambar 3, menunjukkan pada setiap klik memiliki star atau tokoh sentral masing-masing. Peran sebagai star pada klik I adalah node 13, star pada klik II adalah node 28, star pada klik III adalah node 34, star pada klik IV adalah node 2, star pada klik V adalah node 20, star pada klik VI adalah node 66. Selanjutnya, karateristik star dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Karakteristik peran star pada setiap klik dalam jaringan komunikasi mengenai bibit Klik Star Pendidikan (Th) Pengalaman (Th) Keikutsertaan Kelompok Kepemilikan Media (Bh) (Bh) I II III IV V VI Node 13, 28, 34, 2, 20, 66 merupakan individu-individu yang menjadi star dalam sistem jaringan komunikasi mengenai bibit. Node 13 adalah Pak Sugito yang berprofesi sebagai petani ubi kayu sekaligus sebagai penjual pupuk di Desa Suko Binangun. Pupuk yang ia jual didapatkan dari distributor pupuk. Berbagai jenis pupuk yang ia jual diantaranya adalah Urea, TSP, Ponska, KCL dan lain-lain. Dalam kehidupan bermasyarakat, Pak Sugito memiliki posisi sosial sebagai ketua Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Selain itu, Pak Sugito juga merupakan orang yang aktif dengan berbagai kelompok dan organisasi sosial baik di dalam lingkungan tempat tinggalnya maupun di luar tempat tinggal, salah satunya ia menjadi partisipan partai politik. Node 28 adalah Pak Wiji yang berprofesi sebagai petani ubi kayu. Pak Wiji

106 80 merupakan salah satu anggota dari Kelompok Tani Berkah Jaya, dimana kelompok tersebut merupakan kelompok yang menaungi petani ubi kayu yang berada di Dusun Wates. Selain sebagai angota, Pak Wiji juga berperan sebagai sekretaris Kelompok Tani Berkah Jaya. Sebagai orang yang memiliki posisi sosial cukup strategis, Pak Wiji cukup aktif berhubungan dengan petani ubi kayu lainnya. Node 34 merupakan individu petani yang menunjukkan identitas Pak Saryo. Pak Saryo merupakan ketua kelompok tani surya tani. Ia dianggap sebagai petani senior yang cukup dihormati oleh petani ubi kayu lainnya, sebagai petani ubi kayu, beliau memiliki pengalaman yang lama. Kelompok Tani Surya Tani yang dipimpin oleh Pak Saryo merupakan kelompok petani ubi kayu yang pertama kali terbentuk sehingga memiliki pola komunikasi yang cukup intens dengan sesama anggotanya. Node 20 merupakan individu petani yang menunjukkan identitas Pak Suparyanto. Pak Suparyanto berprofesi sebagai petani ubi kayu yang juga memiliki usaha sampingan reparasi televisi dan radio. Pak Suparyanto adalah ketua Kelompok Tani Berkah Jaya. Kelompok ini masih terhitung baru terbentuk pada tahun Sebagai ketua kelompok, Pak Suparyanto merupakan individu yang sangat aktif, ia memiliki pergaulan yang luas yang sangat dikenal baik oleh seluruh petani ubi kayu yang ada di Desa Suko Binangun. Dalam berinteraksi, Pak Suparyanto berkomunikasi tidak hanya pada rekan, teman, tetangga yang berada dalam satu teritorial tempat tinggalnya, namun ia juga berkomunikasi dengan lainnya yang bertempat tinggal di daerah lainnya. Pak Suparyato terhubung dengan beberapa sumber informasi yang berasal dari dalam lingkungan seperti ketua gapoktan dan ketua kelompok tani lainnya sedangkan, untuk sumber informasi yang berasal dari luar lingkungan Pak Suparyanto terhubung sangat baik dengan penyuluh lapang setempat. Pak Suparyanto memiliki hubungan yang dekat dengan penyuluh setempat, beberapa informasi seperti bantuan, bibit, bantuan pupuk, sosialisasi inovasi baru yang datang dari penyuluh dan dinas pertanian dapat diketahui melalui Pak Suparyanto. Individu-individu yang memiliki peran sebagai star yang sebagian besar memiliki kesamaan ciri atau karakteristik. Kesamaan ciri dan karaktiristik yang dimiliki oleh individu-individu tertentu menciptakan sebuah hubungan yang disebut sebagai hubungan homofili (homophillus). Rogers (2003) hakekat dari suatu jaringan komunikasi adalah hubungan-hubungan yang bersifat homofili (homophilus), yakni kecenderungan manusia untuk melakukan hubungan atau kontak sosial dengan orangorang yang memiliki atribut sama atau yang lebih tinggi sedikit dari posisi dirinya. Tetapi dapat juga terjadi antar orang-orang yang memiliki atribut yang tidak sama.

107 81 Sebagian besar individu yang menjadi star dalam jaringan komunikasi mengenai pembibitan merupakan individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Terlihat pada Tabel 22 bahwa sebanyak empat individu dari enam individu yang berperan sebagai star memiliki pendidikan 9 tahun hingga 12 tahun atau sekitar tamat SMP dan tamat SMU individu tersebut ditunjukkan oleh node 13, 2, 20 dan 66. Pengalaman berusahatani ubi kayu cukup lama. Minimal pengalaman yang mereka miliki adalah lima tahun. Pada pengalaman lima tahun tersebut, petani telah banyak merasakan bagaimana menjadi petani ubi kayu dengan semua masalah, hambatan, tantangan yang mereka alami beserta berbagai solusi yang mereka lakukan untuk mengatasi hal tersebut. Selain itu, tiga dari enam individu yang berperan sebagai star merupakan individu-individu yang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi pada kelompok atau organisasi sosial di lingkungan mereka. Individu tersebut ditunjukkan oleh node 13, 34 dan 20. Dapat disimpulkan bahwa individu-individu yang berperan sebagai star merupakan individu yang berpendidikan tinggi, memiliki pengalaman berusahatani yang cukup lama dan memiliki tingkat keikutsertaan yang tinggi dalam berbagai kelompok atau organisasi sosial di lingkungan mereka. Artinya, semakin tinggi pendidikan, semakin lama pengalaman usahatani dan semakin tinggi tingkat partisipasi dalam kelompok maka semakin tinggi pula tingkat kemampuan seseorang itu dalam mempengaruhi perilaku orang-orang yang berhubungan dengan dirinya. Peran sebagai Isolate adalah individu yang tidak memiliki hubungan dengan siapapun dalam sebuah sistem jaringan komunikasi. Ia tidak menerima ataupun memberi dan menyebarkan informasi yang ada di lingkunganya. Individu-individu ini menyembunyikan diri dalam sebuah sistem atau diasingkan oleh anggota-anggota lain dalam sistem. Pada jaringan komunikasi mengenai pembibitan terdapat delapan individu yang dianggap sebagai isolate. Individu yang berperan sebagai isolate dalam sosiogram di Gambar 3 ditunjukkan oleh node 99, 85, 22, 55, 84, 89, 71 dan 39. Jaringan Komunikasi Mengenai Pupuk Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai aspek pupuk dapat diamati pada Gambar 4 yang terlihat bahwa jaringan komunikasi yang terbentuk diantara petani ubi kayu memiliki struktur jaringan personal menyebar (radial persoal network). Meskipun celah yang ada tidak sebanyak jaringan komunikasi mengenai bibit, tetapi pada jaringan komunikasi ini juga terlihat celah pada masing-masing klik dimana, diantara partisipannya dapat berkomunikasi dengan partisipan klik lainnya. Struktur komunikasi seperti ini sangat tepat digunakan pada saat terjadinya kelangkaan pupuk, dengan

108 82 struktur seperti ini masing-masing anggota klik dalam sistem dapat mengetahui dengan cepat terjadinya isu kelangkaan pupuk serta informasi ketersediaan stok pupuk berapa banyak dan dimana tempat untuk mendapatkannya. Pada sosiogram jaringan komunikasi mengenai pupuk pada Gambar 4 dapat diidentifikasi adanya sembilan klik. Selanjutnya, karakteristik klik dapat diamati pada Tabel 23. Tabel 23. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai pupuk Klik Anggota Klik Jumlah Anggota Klik I 20,50,62,36,21,49,22,15,98,72,1,53 12 II 28,27,24,23,83,33 6 III 73,76,44,61,30,75,87 7 IV 82,29,67,85,60 5 V 13,2,7,12,6,8,5,10,9 9 VI 93,96,3,18,97,40 9 VII 69,68,17,11,70 5 VIII 34,48,31,38,54,55 6 IX 46,89,52,77 4 Di luar Klik 74,51,32,92,26,78,41,88,99,45,80,37,14,4, 100,63,16,19,39 21 Individu petani ubi kayu yang berperan sebagai liaison dalam jaringan komunikasi pupuk pada sosiogram di Gambar 4 ditunjukkan oleh node 66, 95, 25, 47 dan 94. Node 66 merupakan penghubung bagi klik II, IV, VI dan VIII. Node 95 juga berperan sebagai liaison yang menghubungkan klik V, VI dan VII. Selanjutnya node 25 menghubungkan klik II dan klik VI, sedangkan node 47 menghubungkan klik I dan klik III. Klik I, III, V, VI, VII dihubungkan oleh node 94. Pada jaringan komunikasi mengenai pupuk ini terlihat semua klik terhubung satu sama lain. Masing-masing liaison berperan sekali dalam menghubungkan klik-klik dalam sistem. Sehingga, klik yang satu dengan klik yang lainnya saling berinteraksi dalam sebuah sistem. Individu petani ubi kayu yang berperan sebagai bridge dapat dilihat pada nodenode yang berbeda yang menghubungkan berbagai klik dalam sosiogram jaringan komunikasi di Gambar 4. Klik I berhubungan dengan klik II melalui node 20 dan 49. Klik I berhubungan dengan klik III melalui node 49, 50, 62 dan 15. Klik I berhubungan dengan klik V melalui node 20. Klik I berhubungan dengan klik VI melalui node 62.

109 Gambar 4. Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai pupuk 83

110 84 Klik I berhubungan dengan klik VII melalui node 20. Klik I berhubungan dengan klik VIII melalui node 50, 15 dan 20. Klik I berhubungan dengan klik IX melalui node 21, 20 dan 62. Klik II berhubungan dengan klik IV melalui node 23. Klik II berhubungan dengan klik VI melalui node 24 dan 23. Klik II berhubungan dengan klik VIII melalui node 27 dan 28. Klik III berhubungan dengan klik V melalui node 73 dan 87. Klik III berhubungan dengan klik VIII melalui node 76. Klik IV berhubungan dengan klik VIII melalui node 29 dan 67. Klik V berhubungan dengan node VI melalui Node 12 dan 2. Klik V berhubungan dengan klik VII melalui node 2, 5, dan 12. Klik VI berhubungan dengan klik VII melalui node 3 dan 93. Individu yang berperan sebagai star dalam jaringan komunikasi merupakan individu yang memiliki hubungan total maksimal kepada seluruh anggota sistem. Individu yang berperan sebagai star dalam jaringan komunikasi mengenai pupuk ditunjukkan oleh node-node yang berbeda. Partisipan jaringan komunikasi yang berperan sebagai star pada klik I yaitu node 20. Star pada klik II ditunjukkan oleh node 28 dan star pada klik III ditunjukkan oleh node 73. Individu lain yang berperan sebagai star pada klik IV ditunjukkan oleh node 82 dan star pada klik V yaitu node 13. Pada klik VI yang partisipan yang berperan sebagai star yaitu node 93, pada klik VII yaitu node 69, pada klik VIII yaitu node 34 dan pada klik IX yaitu node 46. Tabel 24. Karakteristik peran star pada setiap klik dalam jaringan komunikasi mengenai pupuk Klik Star Pendidikan (Th) Pengalaman (Th) Keikutsertaan Kelompok Kepemilikan Media Massa (Bh) (Bh) I II III IV V VI VII VIII IX Individu yang ditunjukkan oleh node 93 adalah Pak Cipto. Pak Cipto adalah petani ubi kayu yang dianggap sebagai petani yang berhasil dengan tingkat pendapatan yang tinggi serta kepemilikan lahan garapan ubi kayu yang luas. Luas lahan yang diusahakan oleh Pak Cipto adalah lima hektar yang terbilang sangat luas untuk ukuran petani ubi kayu di Desa Suko Binangun. Keberhasilan Pak Cipto dalam berusahatani ubi kayu tidak hanya karena faktor luas lahan tetapi juga dari kondisi lahan yang menguntungkan serta input produksi yang mencukupi dan memadai yang

111 85 sesuai dengan anjuran. Selain sebagai petani ubi kayu, Pak Cipto merupakan wirausaha yang membuka kios pertanian di rumahnya. Tersedia berbagai input pertanian seperti bibit, pupuk urea, TSP, SP-36 ponska, KCL dan berbagai obatobatan yang dipergunakan oleh petani untuk membasmi gulma dan rumput. Individu yang ditunjukkan oleh node 46 adalah Pak Rahmat. Pak Rahmat merupakan petani ubi kayu yang tergolong masih muda dan dianggap sebagai panutan bagi pemuda tani di Desa tersebut. Sebagai tokoh pemuda yang menjadi panutan, Pak Rahmat sering kali aktif dalam kelompok dan organisasi kepemudaan sehingga, beliau terkenal sebagai pribadi yang ramah, mudah bergaul, dekat dengan pemuda desa sehingga dapat mengayomi dan mengarahkan mereka kegiatan yang positif. Selain berprofesi sebagai petani ubi kayu, Pak rahmat juga memiliki usaha sampingan sebagai agen pupuk dan obat-obatan untuk tanaman ubi kayu. berbeda dengan Pak Cipto, Pak Rahmat tidak memuka kios sebagai sarana berusaha, ia cukup memiliki gudang kecil di rumahnya untuk meletakkan dan menyimpan produk-produk yang ia jual. Umumnya mereka-mereka yang menjadi star dalam jaringan komunikasi merupakan individu yang memiliki karakteristik yang sama. Dari sembilan individu yang menjadi star, terdapat empat individu yang berpendidikan tinggi yang ditunjukkan oleh node 20, 13, 69 dan 46 serta terdapat pula empat individu yang berpendidikan cukup tinggi yang ditunjukkan oleh node 73, 82, 93 dan 34. Dari sembilan individu yang menjadi star terdapat 3 individu yang memiliki pengalaman usahatani terlama yakni individu 73, 69 dan 34 dan terdapat dua orang individu yang berpengalaman cukup lama yang ditunjukkan oleh node 28 dan 93. Selain itu, terdapat empat individu dari sembilan individu yang menjadi star yang memiliki tingkat keikutsertaan dalam kelompok sosial yang cukup tinggi. Individu ini ditunjukkan oleh node 20, 13, 93 dan 34. Dapat disimpulkan bahwa individu-individu yang berperan sebagai star merupakan individu yang berpendidikan tinggi, memiliki pengalaman berusahatani yang cukup lama dan memiliki tingkat keikutsertaan yang tinggi dalam berbagai kelompok atau organisasi sosial di lingkungan mereka. Dengan karakteristik seperti itu, mereka memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang yang berhubungan dengan dirinya, sehingga informasi mengenai teknologi produksi budidaya ubi kayu akan cepat tersebar jika menghubungi individu yang menjadi star pada klik dalam sistem jaringan komunikasi. Pada analisis jaringan komunikasi yang menggunakan sosiometri, selain identifikasi peran-peran individu sebagai liaison, bridge, dan star juga terdapat identifikasi peran individu sebagai gatekeeper, cosmopolite dan isolate. Individu yang

112 86 berperan sebagai gatekeeper merupakan individu yang memiliki kekuasaan untuk mengontrol arus informasi dalam sistem jaringan komunikasi. Ia memiliki kemampuan untuk dapat menentukan apakah sebuah informasi tersebut dianggap penting atau tidak untuk diteruskan kepada anggota sistem atau tidak. Umumnya, individu yang berperan sebagai gatekeeper merupakan pemimpin informal atau pemimpin kedua selain pemimpin utama yang juga memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku individu-individu lain yang terhubung dengan dirinya. Individu petani ubi kayu yang berperan sebagai gatekeeper dalam sosiogram jaringan komunikasi mengenai pupuk ditunjukkan oleh node 13 dan 94. Node 94 merupakan individu yang memiliki hubungan maksimal dengan sejumlah klik yang terdapat dalam sistem, kondisi ini memungkinkan mereka menempati posisi yang strategis sebagai gatekeeper. Kondisi seperti ini menggambarkan node 94 menjadi frame of reference oleh sejumlah klik sehingga dapat mempengaruhi perilaku sejumlah anggota yang terhubung dengan dirinya. Node 13 bukan saja merupakan individu yang juga memiliki hubungan maksimal pada beberapa klik, tetapi node 13 juga merupakan individu yang paling sering bersentuhan dengan individu di luar sistem. Individu ini memiliki kemampuan untuk mengakses sejumlah informasi dari sumber-sumber informasi di luar klik dan juga menyebarkannya kepada individu anggota klik lainnya dalam sistem. Dengan kondisi seperti ini, node 13 merupakan individu yang bukan hanya berperan sebagai gatekeeper tetapi juga berperan sebagai cosmopolite. Individu yang memiliki jumlah hubungan paling sedikit dengan anggota sistem lainnya merupakan individu yang berperan sebagai isolate (pencilan). Individu ini merupakan individu yang tidak terlibat dalam pertukaran informasi yang terjadi di lingkungannya. Mereka tidak menerima dan juga tidak menyebarkan informasi yang beredar di lingkungannya. Pada sosiogram jaringan komunikasi mengenai pupuk di Gambar 4, individu ini ditunjukkan oleh node 86, 84, 35, 58, 59, 71, 90, 64, 65, 79, 91, 81, 56 dan 57. Jaringan Komunikasi Mengenai Hama dan Penyakit Jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit petani ubi kayu merupakan jaringan komunikasi yang penting untuk digambarkan. Hal ini disebabkan oleh penyebaran informasi yang dialami tidak merata di antara petani ubi kayu dalam menanggulangi penyakit leles. Penyakit ini merupakan sejenis penyakit busuk akar yang menimpa hampir semua petani ubi kayu. Dampak dari penyakit ini adalah

113 87 penurunan hasil panen yang cukup signifikan. Pada beberapa varietas tertentu, penyakit ini tidak terdeteksi pada usia tanaman dini namun, ketika hendak melakukan panen barulah terlihat umbi-umbi telah habis akibat membusuk hingga ke akar batang umbi. Dalam mengatasi permasalahan ini, petani ubi kayu membutuhkan sejumlah informasi penanganan penyakit ini dengan membentuk jaringan komunikasinya sendiri secara alamiah. Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai hama dan penyakit digambarkan dalam sosiogram pada Gambar 5. Pada gambar tersebut terlihat struktur jaringan komunikasi mereka merupakan struktur jaringan personal memusat (interlocking personal network). Menurut Rogers dan Kincaid (1981) jaringan personal yang memusat (interlocking) mempunyai derajat integrasi yang tinggi. Selanjutnya Rogers dan Kincaid menegaskan, individu yang terlibat dalam jaringan komunikasi interlocking terdiri dari individu-individu yang homopili, namun kurang terbuka terhadap lingkungannya. Kondisi ini terlihat pada sosiogram di Gambar 5, dimana terjadi pemusatan arus informasi pada satu individu yang memiliki hubungan total maksimal pada semua individu yang menjadi anggota di dalam sistem. Pemusatan juga terjadi di setiap klik dimana, individu anggota klik cenderung berkomunikasi pada satu individu. Individu ini merupakan individu yang dianggap memiliki berbagai informasi yang berguna untuk mengatasi masalah hama dan penyakit yang menyerang tanaman ubi kayu. Strukur jaringan komunikasi yang memusat inilah yang menyebabkan sulitnya petani ubi kayu untuk mendapatkan informasi mengenai penanganan penyakit leles yang diderita oleh usahatani mereka. Mereka cenderung tertutup dengan informasi baru akibat minimnya jumlah ikatan lemah, sehingga tidak ada yang dapat menjembatani petani ubi kayu yang minim informasi dengan lingkungan di luar sistem Oleh karena itu, dalam jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit jumlah petani ubi kayu yang berperan sebagai isolate lebih banyak dibandingkan dengan jumlah jaringan komunikasi mengenai topik lainnya. Identifikasi terhadap klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai hama dan penyakit menghasilkan empat klik yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 25.

114 88 Gambar 5. Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai hama dan penyakit

115 89 Tabel 25. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai pengendalian hama dan penyakit Klik Anggota Klik Jumlah Anggota Klik I 34,60,27,59,48,86,29,83,35,23,28,88,82,31,92 27,63,64,73,38,85,94,91,30,77,1,99,84 II 20,15,22,5,21,32,26,24 8 III 2,96,3,93,17,97,16,18,25,70,95,68,69 13 IV 46,8,87,75,77,54 6 Di luar Klik 51,56,36,90,80,61,44,78,4,49,100,72,41,45,67,58,98,39,62,47,7,12,6,55,11,42,43 28 Pada jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai aspek penanganan hama dan penyakit di Gambar 5 terdapat sejumlah individu yang memilki peran-peran yang berbeda. Peran individu petani ubi kayu dalam jaringan komunikasi mengenai penanganan hama dan penyakit sebagai bridge digambarkan dari kemampuan ia menghubungkan antara klik yang menjadikan ia sebagai anggotanya dengan satu klik yang lainnya. Individu yang berperan sebagai bridge pada sosiogram di Gambar 5 ditunjukkan oleh node 94, 28 dan 73 yang menghubungkan klik I dan klik II. Node 23 dan juga 94 merupakan bridge yang menghubungkan klik I dengan klik III. Node 35, 48, 73 dan juga node 88 menghubungkan klik I dengan klik IV. Klik II berhubungan dengan klik III melalui bridge yang ditunjukkan oleh node 24, sedangkan klik II berhubungan dengan klik IV melalui bridge yang ditunjukkan oleh node 21. Node 19, 13, 66 merupakan liaison yang menghubungkan beberapa klik dalam sistem jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai hama dan penyakit. Node 19 merupakan liaison yang menghubungkan klik I dan III, sedangkan node 13 merupakan penghubung bagi klik I dan klik II. Klik II dan klik III dihubungkan oleh liaison yang ditunjukkan oleh node 66. Jaringan komunikasi mengenai penanganan hama dan penyakit memiliki partisipan yang berperan sebagai gatekeeper dan cosmopolite. Individu petani ubi kayu pada sosiogram di Gambar 5 yang berperan sebagai gatekeeper sekaligus berperan sebagai cosmopolite ditunjukkan oleh node 20. Node 20 adalah Pak Suparyanto yang merupakan individu yang memiliki hubungan dengan sejumlah sumber informasi di luar sistem. Sumber informasi yang berhubungan dengan node 20 ditunjukkan oleh node 101, 102 dan 105. Node 101 menunjukkan PPL (Penyuluh Pertanian Lapang), node 102 adalah UPTD dan node 106 merupakan distributor pupuk. Selain itu, node 20 juga merupakan individu yang paling banyak dihubungi oleh anggota sistem lainnya dalam pembicaraan mengenai hama dan penyakit. Node 20 merupakan individu yang aktif dalam menyebarkan berbagai informasi yang dianggap

116 90 penting terkait dengan kemajuan usahatani anggota sistem lainnya. Selain dikenal sebagai orang cukup berhasil dalam usahatani ubi kayu, individu ini pun dikenal sebagai orang yang ramah dan aktif pada beberapa kelompok sosial yang terdapat di lingkungannya. Oleh karena itu, node 20 merupakan individu yang memiliki peran sebagai gatekeeper dan juga sebagai cosmopolite sekaligus. Individu yang memiliki peran gatekeeper dan cosmopolite yang ditunjukkan oleh node 20 juga menjadikan dirinya sebagai star pada klik II dalam sistem jaringan komunikasi. Pada setiap klik memiliki tokoh sentral masing-masing. Pada klik I yang berperan sebagai star ditunjukkan oleh node 34, dan pada klik II yang berperan sebagai star ditunjukkan oleh node 20. Pada klik III peran sebagai star ditunjukkan oleh node 2 dan pada klik IV ditunjukkan oleh node 46. Pada dasarnya terdapat berbagai hal yang menyebabkan individu tertentu berperan sebagai star. Salah satunya adalah perbedaan karakteristik tiap individu. Individu yang menjadi star dalam sebuah klik umumnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, pengalaman berusahatani yang terbilang lama, serta memiliki tingkat partisipasi terhadap kelompok sosial dan kepemilikan media massa yang tinggi. Node 20 merupakan individu yang berperan sebagai star dimana, ia merupakan individu yang memiliki tingkat pendidikan, tingkat keikutsertaan dalam kelompok sosial dan akses terhadap media massa yang tinggi. Node 34 juga merupakan individu yang memiliki tingkat pengalaman berusahatani dan keikutsertaan dalam kelompok sosial yang tinggi. Individu star yang ditunjukkan oleh node 2 merupakan individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi serta pengalaman berusahatani yang lama. Jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit memiliki jumlah individu yang berperan sebagai isolate lebih banyak dari pada jenis jaringan komunikasi lainnya. Berbeda dengan star, individu yang berperan sebagai isolate merupakan individu yang memiliki kontak minimal dengan anggota lainnya dalam sistem. Umumnya individu ini menyendiri dan tidak terlibat dalam interaksi sesama anggota dalam sistem. Individu yang berperan sebagai isolate pada sosiogram di Gambar 5 ditunjukkan oleh node 50, 74, 10, 40, 76, 53, 71, 57, 65, 79, 33, 81, 89, 9 dan 52. Suatu jaringan komunikasi tidak akan efektif menjalankan fungsinya jika terdapat isolate berada dalam jumlah yang banyak. Namun, keberadaan isolate dalam sebuah jaringan komunikasi tidak sepenuhnya merupakan kegagalan dari jaringan komunikasi yang terbentuk. Hal ini terjadi karena beberapa hal yang menyebabkan seseorang tidak terlibat dalam jaringan komunikasi. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya tingkat partisipasi mereka dalam kelompok sosial yang tersedia di lingkungan mereka sehingga, mereka sulit

117 91 untuk terjangkau dari pergaulan sosial dan arus pertukaran informasi. Rendahnya kondisi ekonomi dan keberhasilan usaha menyebabkan rasa minder untuk dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman pada sesama anggota sistem. Selain itu, kurangnya rasa kebersamaan dalam diri individu tertentu untuk menanggulangi berbagai masalah yang menimpa sesama sehingga, mereka cenderung bersikap apatis terhadap anggota sistem yang lainnya. Karakteristik lain dari individu yang menjadi isolate dalam jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit dapat di lihat pada Tabel 26. Tabel 26. Karakteristik peran isolate pada setiap klik dalam jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit Isolate Pendidikan (Th) Luas Lahan (Ha) Keikutsertaan Kelompok (Bh) Kepemilikan Media Massa (Bh) Pendapatan Per musim (Rp) , , , , , , , , , , , Berdasarkan Tabel 26 sebanyak 11 orang dari 14 orang yang menjadi isolate memiliki pendidikan tidak sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD. Pada karakteristik individu mengenai kepemilikan luas lahan terlihat keseluruhan individu yang menjadi isolate memiliki lahan yang tergolong sempit. Pada karakteristik yang lain, seperti tingkat keikutsertaan dalam kelompok, tingkat kepemilikan media massa dan tingkat pendapatan menunjukkan keseluruhan individu petani yang berperan sebagai isolate tergolong pada tingkat yang rendah. Dapat disimpulkan bahwa individu yang berperan sebagai isolate sebagian besar merupakan individu yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, luas lahan yang sempit, keikutsertaan dalam kelompok yang rendah, kepemilikan media massa yang sedikit serta pendapatan per musim yang rendah jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata petani ubi kayu.

118 92 Jaringan Komunikasi Mengenai Panen Jaringan komunikasi dalam aspek panen merupakan jaringan komunikasi yang essensial dalam arus pertukaran informasi petani ubi kayu. Dalam budidaya komoditas ubi kayu, panen juga merupakan komponen terpenting usahatani ubi kayu. Selain itu, informasi mengenai panen merupakan topik pembicaraan yang tidak pernah dilewatkan oleh seluruh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun. Pada jaringan komunikasi ini, berputar beragam informasi mengenai panen seperti informasi mengenai harga jual, lokasi pabrik ubi kayu, permintaan pasar, dan lain-lain. Pada sosiogram jaringan komunikasi mengenai panen yang dibentuk oleh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun terlihat terpusatnya setiap individu yang menjadi anggota klik pada satu individu yang menjadi tokoh sentral. Setiap klik dalam sistem memiliki pola komunikasi yang sama, dimana setiap anggotanya berkomunikasi pada satu individu yang menjadi starnya. Proses panen di desa tersebut memerlukan koordinasi sesama petani ubi kayu dengan baik. Pada saat akan melakukan panen diperlukan jasa pembongkaran dan jasa pengangkutan ubi kayu untuk dipasarkan ke pabrik ubi kayu. Jasa pembongkaran dalam hal ini memerlukan tenaga kerja untuk memanen ubi kayu dan jasa pengangkutan membutuhkan sarana transportasi seperti truk pengangkut dengan kapasitas besar. Umumnya, penyedia jasa pembongkaran dan jasa pengangkutan merupakan satu orang yang sama. Ia menyediakan buruh pembongkar sekaligus truk pengangkut ubi kayu menuju pabrik terdekat. Kondisi yang ada adalah keterbatasan orang-orang yang menyediakan jasa seperti ini di desa tersebut. Penyedia jasa seperti ini merupakan orang yang menguasai informasi mengenai panen seperti waktu yang tepat untuk melakukan panen membongkar dan mengangkut tanaman ubi kayu serta informasi mengenai harga yang diterima oleh pabrik ubi kayu. Oleh karena itu, para petani ubi kayu sangat menggantungkan pertukaran informasi dalam sistem jaringan komunikasi terhadap orang tersebut. Sehingga, konteks seperti ini yang mengakibatkan pola komunikasi yang petani ubi kayu memusat pada satu individu yang berperan sebagai pemimpin. Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai panen digambarkan dalam sosiogram pada Gambar 6. Pada gambar tersebut terihat struktur jaringan komunikasi mereka merupakan struktur personal yang menyebar (radial personal network). Struktur seperti ini juga dibentuk petani ubi kayu dalam perbincangan mengenai bibit dan juga pupuk. Dalam struktur radial seperti ini, memungkinkan setiap anggota dalam klik dan individu lainnya dalam sistem untuk berinteraksi satu sama lainnya.

119 Gambar 6. Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai panen 93

120 94 Pada jaringan komunikasi ini dapat membantu petani dalam mengatasi kelangkaan informasi. Informasi mengenai panen tidak menjadi suatu masalah bagi petani ubi kayu di Desa Suko Binangun, hal ini disebabakan setiap petani mampu untuk mengakses sumber informasi baik yang berada di dalam sistem maupun di luar sistem. Selain itu, adanya rasa saling percaya antara sesama petani ubi kayu dan orang yang menyediakan jasa panen dan transportasi juga menjadikan proses komunikasi yang lancar sehingga petani ubi kayu mudah untuk mengetahui perkembangan informasi panen terkini. Identifikasi terhadap jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai aspek panen dilakukan dengan menggunakan sosiogram. Sosiogram yang ditampilkan pada Gambar 6 menunjukkan terdapat lima klik yang menyusun jaringan komunikasi mengenai panen. Adapun identifikasi lebih lanjut mengenai klik dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai panen Klik Anggota Klik Jumlah Anggota Klik I 62,59,77,66,81,54,26,25,29,47,75,65,48,74,76 38,72,64,27,28,53,63,78,52,61,73,31,51,60,87,8 9,49,50,55,15,46,79,33,30 II 8,9,68,6,7,11,3,4,5,58,95,2,97,12,96,18,10 17 III 37,35,57,39,56,41,67,99,88,100,98,83,80 13 IV 34,85,92,91,86,82,38,23 8 V 20,22,32,21,24 5 Di luar Klik 70,42,43,40,69,16,17,90,14,19,13,94,71,93 14 Pada sosiogram di Gambar 6 berbagai individu anggota sistem jaringan komunikasi mengenai panen memiliki beberapa peran yang dapat diidentifikasi. Individu petani ubi kayu yang berperan sebagai liaison dalam jaringan komunikasi mengenai aspek panen di Gambar 6 ditunjukkan oleh node 84 dan node 44. Node 84 merupakan liaison yang menghubungkan klik III dan klik IV, sedangkan node 44 merupakan liaison yang menghubungkan klik I dan IV. Liaison merupakan individu yang menghubungkan klik yang satu dengan klik lainnya dimana dirinya bukanlah anggota dari salah satu klik yang ia hubungkan. Berbeda dengan liaison, bridge merupakan individu yang menghubungkan klik yang satu dengan klik dimana ia merupakan anggota salah satu klik yang ia hubungkan. Pada jaringan komunikasi ini, individu yang berperan sebagai bridge ditunjukkan oleh node 66, 78, 87, 29, 59, 62, 46, 6, 5,100.

121 95 Node 66, 78 dan 87 menghubungkan klik I dengan klik II sedangkan node 72 dan 48 menghubungkan klik I dan III. Klik I berhubungan dengan klik IV melalui node 29, 62 dan 59 dan Klik I berhubungan dengan klik V melalui node 62 dan node 46. Pada klik II yang berhubungan dengan klik III individu yang berperan sebagai bridge ditunjukkan oleh titk 6 dan klik II yang berhubungan dengan klik V ditunjukkan oleh node 5. Klik III berhubungan dengan kllik IV melalui individu yang berperan sebagai bridge yang ditunjukkan oleh node 100. Pada jaringan komunikasi mengenai panen berbeda dengan jaringan komunikasi lainnya yang membicarakan topik tertentu. Pada jaringan komunikasi ini terdapat satu individu yang berperan sebagai gatekeeper sekaligus sebagai cosmopolite. Individu yang berperan menjadi gatekeeper dan cosmopilte pada sosiogram di Gambar 6 ditunjukkan oleh node 62. Node 62 adalah Pak Sunarto yang menyediakan jasa tenaga kerja untuk melakukan panen dan juga menyediakan jasa transportasi untuk mengangkut hasil panen menuju pabrik ubi kayu. Pak Sunarto merupakan individu yang memiliki kemampuan untuk mengakses sejumlah sumber informasi penting yang berada di luar sistem. Node 62 berhubungan dengan node 101, 111, dan 112. Node 101 merupakan PPL (Penyuluh Pertanian Lapang), node 111 adalah pabrik ubi kayu yang berada di Desa SB 9 yang sering disebut sebagai Pabrik ITTARA dan node 112 merupakan pabrik ubi kayu yang berada di Dusun Teluk Dalam. Pabrik ITTARA merupakan pabrik yang memiliki kapasitas penampungan ubi kayu 100 ton ubi kayu per hari dan pabrik di Dusun Teluk Dalam memiliki kapasitas 50 ton ubi kayu per haari. Semua ubi kayu yang diterima di pabrik tersebut diproses mulai dari pencucian, pemotongan, pengambilan pati hingga pengeringan menjadi tepung tapioka. Selain berhubungan dengan sumber informasi diluar sistem, Pak Sunarto juga menyebarkan informasi tersebut kepada individu-individu lain yang terhubung dengannya. Informasi yang terpenting yang disebarkan adalah terkait dengan harga yang diterima di pabrik setempat. Oleh karena itu, Pak Sunarto memiliki kemampuan untuk mengontrol arus informasi yang terjadi di lingkungannya. Ia memiliki kekuasaan untuk menentukan apakah informasi tersebut penting atau tidak untuk diteruskan pada semua individu anggota sistem Pak Sunarto juga mampu menghubungi semua klik yang ada pada sistem lewat perannya sebagai bridge yang menghubungkan klik I dengan klik II dan IV. Oleh karena itu, Pak Sunarto dapat berperan sebagai gatekeeper juga merangkap sebagai cosmopolite dalam sistem jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai panen. Pada sosiogram di Gambar 6 dapat diidentifikasi beberapa node yang memerankan sebagai star. Pada klik I individu yang berperan sebagai star ditunjukkan

122 96 oleh node 62. Pada klik II individu yang berperan sebagai star ditunjukkan oleh node 8. Pada klik III individu yang berperan sebagai star ditunjukkan oleh node 37. Star pada klik IV ditunjukkan oleh node 34 dan pada klik V ditunjukkan oleh node 20. Individuindividu yang berperan menjadi star pada jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai panen merupakan individu yang memiliki jumlah total hubungan maksimal dengan individu-individu lain dalam sistem. Node 8 adalah Pak Sudaryanto dan node 37 adalah Pak Mujio. Baik Pak Sudaryanto maupun Pak Mujio merupakan orang-orang yang memiliki akses terhadap sumber informasi mengenai panen. Mereka adalah orang-orang yang menyediakan jasa tenaga kerja untuk melakukan panen dan memiliki alat transportasi untuk mengangkut hasil panen. Pak Sudaryanto umumnya dihubungi oleh petani ubi kayu yang ingin memakai jasanya yang berada satu wilayah tempat tinggal dengan dirinya yaitu di Dusun Besuki, Pak Sudaryanto juga termasuk orang yang aktif dalam kegiatan kelompok, ia merupakan anggota dari Kelompok Tani Suka Maju. Pak Mujio umumnya dihubungi oleh petani ubi kayu yang ingin memakai jasanya yang berada satu wilayah tempat tinggal dengan dirinya yaitu di Dusun Sumbersari. Pak mujio juga termasuk orang yang aktif dalam kelompok, ia merupakan anggota dari Kelompok Tani Sido Makmur. Seperti penjelasan sebelumnya node 20 adalah Pak Suparyanto dan node 34 adalah Pak Saryo. Kedua orang ini memang bukanlah orang yang menyediakan jasa tenaga kerja dan pengangkutan hasil panen, namun kedua orang ini memiliki informasi dan pergaulan yang cukup luas sehingga dapat diajak berbicara mengenai topik atau isu-isu yang berkaitan dengan panen. Informasi yang diperbincangkan bukan hanya sekedar informasi harga jual yang berlaku tetapi juga terkait informasi teknik pemanenan, perlakuan ubi kayu setelah panen, dan juga pemilihan batang umbi untuk dijadikan bibit pada penanaman selanjutnya. Terdapat beberapa penyebab yang mengakibatkan individu tertentu menjadi star dalam jaringan komunikasi panen. Pada aspek pendidikan pengalaman usahatani, keikutsertan dalam kelompok sosial, kepemilikan media massa, luas lahan dan pendapatan bukan merupakan penyebab yang signifikan, akan tetapi kempemilikan moda transportasi dan kemampuan menyediakan jasa tenaga kerja merupakan salah satu penyebab utama dalam menjadikan individu tertentu menjadi star. Selain itu, kemampuan mengakses sejumlah sumber-sumber informasi di luar sistem jaringan komunikasi, juga merupakan faktor lainnya yang menyebabkan seseorang dapat berperan sebagai star. Analisis terhadap jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai aspek panen di Desa Suko Binangun menunjukkan terdapat individu tertentu

123 97 yang menjadi isolate. Individu yang berperan sebagai isolate ditunjukkan oleh node 1, 45, dan 36. Keberadaan peran isolate dalam jarigan komunikasi mengenai aspek panen kali ini hanya sedikit saja. Pada dasarnya seluruh petani ubi kayu akan menjual hasil usahtaninya ke pabrik dengan mengandalkan kemampuan individu yang berperan sebagai star, sehingga kecil sekali kemungkinan individu anggota sistem untuk tidak berkomunikasi dengan individu lainnya mengenai aspek panen. Kondisi seperti ini dilandasi oleh pentingnya informasi panen untuk mempermudah petani ubi kayu dalam menjalankan usahataninya dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Resume Terbentuknya klik-klik pada setiap jenis jaringan komunikasi yang memuat informasi mengenai teknologi produksi merupakan hasil dari interaksi dalam proses komunikasi dengan basis teritorial tempat tinggal. Dalam berkomunikasi baik dalam konteks mencari, menerima dan menyebarkan informasi petani ubi kayu cenderung berkomunikasi dengan intens pada orang-orang yang memiliki kesamaan tempat tinggal dalam sebuah wilayah tertentu. Orang-orang yang tergabung didalam sebuah klik adalah individu yang memiliki kesamaan tempat tinggal sebagai batasan dalam berkomunikasi dan memiliki derajat keterhubungan yang tinggi dengan anggota klik yang lainnya. Perbedaan jumlah klik dalam sebuah jaringan komunikasi yang memuat informasi produksi seperti bibit, pupuk, hama dan penyakit serta panen berimplikasi pada perbedaan struktur jaringan personal pada setiap isu jaringan komunikasi. Semakin banyak jumlah klik yang dimiliki oleh sebuah jaringan komunikasi semakin menggambarkan bahwa distribusi informasi tidak memusat pada individu fokal tertentu, melainkan informasi tersebut tersebar dengan merata. Distribusi informasi yang merata pada setiap anggota sistem jaringan komunikasi dibahas dalam konsep struktur radial personal network (menyebar) sedangkan, distribusi informasi yang memusat hanya pada individu fokal tertentu dibahas dalam konsep interlock personal network (memusat). Jaringan komunikasi yang cenderung radial ditunjukkan dengan banyaknya jumlah klik dan bridge sosiogram jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi yang memiliki struktur radial personal network adalah jaringan komunikasi mengenai bibit, pupuk dan panen sedangkan yang memiliki struktur radial personal network adalah jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit. Kesimpulan yang dapat diambil adalah untuk jenis informasi yang bersifat umum dan tidak menemukan kesulitan dalam mengaksesnya seperti bibit, pupuk dan panen, jaringan komunikasi yang terbentuk cenderung terbuka dengan lingkungan sehingga memungkinkan

124 98 anggota sistemnya untuk menerima input berupa sumberdaya seperti materi, energi, informasi dan ide ke dalam sistem jaringan komunikasi mereka. Untuk jenis informasi yang bersifat spesifik dan memerlukan upaya yang besar dalam mengaksesnya seperti informasi hama dan penyakit jaringan komunikasi yang terbentuk cenderung tertutup dan memusat pada satu individu fokal. Keberadaan berbagai peran yang dimainkan oleh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun yang digambarkan dalam sosiogram membuktikan kebenaran asumsi dari teori jaringan yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengakses sumberdaya yang ada. Hal ini terlihat dalam analisa jaringan komunikasi yang menunjukkan perbedaan kemampuan dalam mengakses sumberdaya terlihat dari munculnya berbagai posisi dan peran yang berbeda pada sistem jaringan komunikasi sehingga memperlihatkan kemampuan yang berbeda dalam mengakses sumberdaya informasi. Selain munculnya peran yang berbeda dalam jaringan komunikasi juga faktanya orang-orang yang memiliki peran-peran tertentu akan memiliki peran yang berbeda pada jaringan komunikasi yang lain, contohnya node 13 yaitu Pak Sugito yang menjadi star di suatu klik dalam jaringan komunikasi mengenai bibit, pada jaringan komunikasi mengenai pupuk dapat berperan sebagai cosmopolite dan gatekeeper. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keberadaan peran yang paling penting dalam sebuah jaringan komunikasi mengenai informasi teknologi produksi ubi kayu di Desa Suko Binangun adalah peran sebagai star, bridge dan kunci penyebar informasi. Keberadaan petani ubi kayu yang berperan seperti ini membantu dalam mengatasi kelangkaan iinformasi mengenai teknologi produksi ubi kayu akibat terjadinya penyebaran informasi yang tidak merata dari sumber informasi hingga ke semua anggota sistem jaringan komunikasi. Distribusi informasi akan berjalan dengan baik jika petani ubi kayu yang memiliki peran-peran tersebut dapat menjalankan peran mereka disertai dengan sikap terbuka dengan petani ubi kayu anggota sistem jaringan komunikasi lainnya. Penelitian ini merupakan penelitian mengenai struktur komunikasi yang dianalisis dengan jaringan komunikasi dan dikaitkan dengan empat isu teknologi produksi ubi kayu menghasilkan perbedaan basis kecenderungan komunikasi dalam pembicaraan mengenai informasi bibit, pupuk, hama dan penyakit serta panen. Dalam pembicaraan mengenai bibit, pupuk dan panen petani ubi kayu cenderung berkomunikasi dengan orang yang dianggap memiliki informasi yang mereka butuhkan, mudah untuk diakses secara fisik dan memiliki sikap terbuka dengan sesama. Untuk pembicaraan mengenai hama dan penyakit petani ubi kayu cenderung berkomunikasi dengan orang yang

125 99 memiliki selain dapat mudah dijangkau secara fisik dan memiliki informasi yang dibutuhkan tetapi juga pada orang yang dapat dipercaya sebagai sumber informasi yang kredibel. Rasa kepercayaan ini timbul seiring dengan lamanya seorang sumber informasi menjalani usahatani ubi kayu seperti node 34 yaitu Pak Saryo yang dianggap sebagai petani ubi kayu senior dan pemimpin pendapat dalam hal budidaya ubi kayu. Pada pengorganisasian petani ubi kayu dalam konteks pelaksanaan program pembangunan harus dilakukan dalam basis teritorial tempat tinggal agar memudahkan petani ubi kayu untuk berpartisipasi ke dalam program pembangunan, selanjutnya untuk penyebaran informasi yang bersifat bersifat spesifik dan memerlukan upaya yang besar dalam mengaksesnya seperti informasi hama dan penyakit perumus kebijakan atau penggagas program pembangunan perlu mendekati petani ubi kayu yang tidak hanya menjadi star atau opinion leader dalam sistem komunikasinya tetapi juga petani ubi kayu yang dianggap sebagai sumber informasi terpercaya yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka. Pemanfaatan sumber informasi yang berada di luar sistem jaringan komunikasi oleh petani ubi kayu diakses secara berbeda untuk setiap jenis jaringan komunikasi. Pada jaringan komunikasi mengenai bibit sumber informasi yang paling banyak diakses oleh petani ubi kayu adalah penyuluh pertanian, pada jaringan komunikasi mengenai pupuk sumber informasi yang paling sering diakses adalah penyuluh dan distributor pupuk, pada jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit sumber informasi yang paling sering diakses adalah penyuluh pertanian, UPTD dan distributor pupuk, pada jaringan komunikasi mengenai panen yang sumber informasi yang paling sering diakses adalah pabrik ubi kayu di Desa Teluk Dalam dan pabrik ubi kayu di Desa SB 9 yaitu pabrik ubi kayu ITTARA. Sifat yang melekat pada petani ubi kayu yang berperan sebagai star umumnya orang-orang yang memiliki derajat keterhubungan yang paling tinggi dengan individu lainnya. Petani ubi kayu yang berperan sebagai star dalam jaringan komunikasi mengenai bibit dan pupuk umumnya memiliki karakteristik personal berpendidikan tinggi, memiliki pengalaman berusahatani yang cukup lama dan memiliki tingkat keikutsertaan yang tinggi dalam berbagai kelompok. Pada jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit petani ubi kayu yang berperan sebagai star adalah orang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, pengalaman berusahatani yang terbilang lama, serta memiliki tingkat keikutsertaan yang tinggi dalam kelompok dan kepemilikan media massa yang tinggi. Petani ubi kayu yang berperan sebagai star dalam jaringan komunikasi mengenai panen adalah orang yang memiliki moda

126 100 transportasi dan kemampuan menyediakan jasa tenaga kerja, sedangkan karakteristik personal seperti pendidikan, pengalaman usahatani, keikutsertan dalam kelompok sosial, kepemilikan media massa, luas lahan dan pendapatan bukan merupakan landasan utama seseorang dapat berperan sebagai star dalam pembicaraan mengenai panen. Sifat yang melekat pada petani ubi kayu yang berperan sebagai isolate merupakan orang yang memiliki kontak paling minmal dengan individu lainnya dalam sistem jaringan komunikasi. Peran isolate juga diberikan pada petani ubi kayu yang tidak mampu mengakses sumber informasi baik yang berada dalam sistem maupun di luar sistem jaringan komunikasi. Karakteristik personal yang dimiliki isolate sebagian besar merupakan individu yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, luas lahan yang sempit, keikutsertaan dalam kelompok yang rendah, kepemilikan media massa yang sedikit serta pendapatan per musim yang rendah jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata petani ubi kayu di Desa Suko Binangun. Analisis Jaringan Komunikasi di Tingkat Individu Analisis jaringan komunikasi di tingkat individu dalam penelitian ini untuk melihat ukuran sentralitas lokal dan sentralitas global individu petani ubi kayu di Desa Suko Binangun. Menurut Scott (2000), Derajat pengukuran sentralitas terdiri dari derajat beragam individu dalam sosiogram yang dapat menunjukkan seberapa baik terhubungnya individu tertentu dengan lingkungan mereka. Sentralitas juga dapat digunakan untuk mengukur keterungulan seseorang dalam sistem. Nilai rata-rata, maksimum, minimum sentralitas lokal dan sentralitas global responden berdasarkan topik pembicaraan dalam jaringan komunikasi secara jelas dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Nilai rata-rata, maksimum dan minimum sentralitas lokal dan sentralitas global petani ubi kayu di Desa Suko Binangun berdasarkan topik jaringan komunikasi mengenai bibit, pupuk, hama & penyakit dan panen Indeks Jaringan Komunikasi Isu atau Topik Jaringan Komunikasi Bibit Pupuk Hama dan Panen Penyakit Seluruh Isu/Topik Sentralitas Lokal Rata-Rata 3,4 2, ,7 6,4 Maksimum Minimum Sentralitas Global Rata-Rata Maksimum Minimum

127 101 Sentralitas Lokal Sentralitas lokal adalah derajat dimana seorang individu berhubungan dengan individu lain dalam sistem. Sentralitas lokal menunjukkan jumlah hubungan yang dapat dibuat individu dengan individu lain dalam sistem. Menurut Freeman (1979) yang dikutip oleh Scott (2000), sentralitas lokal dapat bersifat relatif. Hal ini akan menjadi sangat penting jika ukuran kelompok tidak sama. Local centrality atau sentralitas lokal memperhatikan keunggulan relatif individu yang menjadi star dalam hubungan lingkungan terdekat (pertetangaan). Nilai sentralitas lokal menunjukkan jumlah hubungan yang mampu dibuat individu dalam lingkungan terdekatnya. Individu yang memiliki nilai sentralitas lokal terbesar dibahas dalam konsep star (bintang) dan individu yang memiliki nilai sentralitas lokal terkecil dibahas dalam konsep isolate (pencilan). Berdasarkan Tabel 28 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata sentralitas lokal petani ubi kayu untuk seluruh topik menunjukkan angka 6,4. Artinya, petani ubi kayu rata-rata mampu menghubungi 6 orang mengenai teknologi produksi ubi kayu baik mengenai aspek bibit, pupuk, hama dan penyakit serta mengenai panen. Secara lebih rinci untuk rata-rata petani ubi kayu mampu menghubungi tiga orang mengenai bibit, tiga orang mengenai pupuk, dua orang mengenai hama & penyakit dan tiga orang mengenai panen. Nilai maksimum sentralitas lokal keseluruhan isu/topik jaringan komunikasi menunjukkan 45 dan minimum 1. Berarti petani ubi kayu paling banyak mampu menghubungi 45 orang dan paling sedikit mampu menghubungi satu orang petani dalam sebuah sistem. Nilai maksimal sentralitas lokal petani ubi kayu untuk setiap topik yang berbeda. Untuk topik mengenai bibit, petani ubi kayu mampu menghubungi petani lainnya dalam lingkungan terdekatnya paling banyak berjumlah 21 orang, sedangkan untuk topik mengenai pupuk, hama & penyakit dan panen masing-masing berjumlah 14, 18, 38 orang. Nilai sentralitas lokal tertinggi untuk semua topik pembicaraan dalam jaringan komunikasi dimiliki oleh node 62, sedangkan nilai sentralitas lokal tertinggi untuk topik mengenai bibit, pupuk, hama dan penyakit tanaman serta panen berturut-turut dimiliki oleh node 34, 13, 34 dan 62. Individu yang memiliki nilai sentralitas lokal terendah merupakan individu yang memiliki kontak minimal dengan individu lain dalam lingkungan terdekatnya. Individu ini disebut sebagai pencilan atau isolate. Dalam interaksi sesama anggota kliknya, individu ini tidak terjangkau atau tersentuh oleh pertukaran informasi. Pada jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai bibit, pupuk, hama dan penyaki serta panen terdapat lima individu yang menjadi isolate yang ditunjukkan oleh node 22, 42, 43, 45

128 102 dan 71. Node 22, 42, 43 dan 45 merupakan individu petani ubi kayu yang memiliki pendapatan bersih per musim tanam dibawah rata-rata, yakni berkisar Rp hingga Rp Selain itu, mereka juga memiliki tingkat pendidikan, tingkat keikutsertaan dalam kelompok serta kepemilikan media massa yang rendah. Lahan pertanian yang mereka garap merupakan lahan milik pribadi yang tergolong sempit yakni berkisar antara 0,25 sampai 0,5 ha. Kondisi seperti ini yang menyebabkan mereka tidak percaya diri untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan individu lainnya. Akibatnya mereka tidak terlibat jaringan komunikasi dan tidak tersentuh oleh pertukaran informasi yang berada di lingkungan mereka. Hal ini juga yang menyebabkan mereka enggan dijadikan sebagai sumber informasi atau pusat perhatian dalam interaksi sesama petani ubi kayu di lingkungan mereka. Sentralitas Global Pengukuran sentralitas global diekspresikan dalam istilah distance diantara beragam individu. Global centrality atau sentralitas global memperhatikan keunggulan aktor dengan keseluruhan jaringan. Nilai sentralitas global menunjukkan jumlah ikatan yang seseorang butuhkan untuk menghubungi semua individu dalam jaringan. Sentralitas global dapat memberikan gambaran kemampuan akses individu didalam sistem. Sentralitas global diperlukan sebagai bahan pertimbangan untuk memilih orang yang tepat sebagai kunci penyebar informasi. Semakin kecil nilai sentralitas global yang dimiliki individu maka semakin besar kemampuan individu tersebut untuk menghubungi semua orang dalam sistem (Scott, 2000). Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan software UCINET VI pada Tabel 28, diperoleh nilai maksimum sentralitas global menunjukkan 9900 dan nilai minimum sentralitas global 387 sedangkan, nilai rata-rata sentralitas global adalah 4431 untuk semua topik jaringan komunikasi yakni bibit, pupuk, hama dan penyakit serta panen. Individu yang memiliki nilai sentralitas global terbesar untuk seluruh topik jaringan komunikasi adalah individu yang ditunjukkan oleh node 1, 4, 21, 22, 25, 26, 30, 31, 35, 44, 45, 50, 57, 59, 63, 64, 65, 71, 77, 81, 83, 84, 86, 89, 92 dan 99. Artinya untuk seluruh topik pembicaraan mengenai teknologi produksi dalam jaringan komunikasi, terdapat sebanyak 26 node yang merupakan individu yang paling sulit untuk menghubungi seluruh individu yang menjadi anggota dalam sistem jaringan komunikasi. Individu yang memiliki nilai sentralitas global yang rendah masih merupakan individu yang sama yang memiliki nilai sentralitas lokal yang tinggi. Artinya nilai

129 103 sentralitas global yang rendah menunjukkan sedikitnya distance yang harus ditempuh atau dilalui oleh seseorang untuk menghubungi semua individu lain dalam sebuah sistem. Dalam arti lain, seseorang yang hanya memerlukan distance yang pendek untuk menghubungi individu lainnya adalah seseorang yang memiliki kemampuan yang besar untuk dapat menjangkau semua individu dalam sistem jaringan komunikasinya. Oleh karena itu, orang tersebut dapat berperan sebagai kunci penyebar informasi. Melalui orang-orang inilah informasi-informasi baru dapat diterima dan disebarluaskan kepada seluruh anggota sistem. Pada setiap jenis informasi dapat muncul individu yang berbeda untuk berperan sebagai kunci informasi, untuk informasi yang menyangkut teknologi produksi seperti bibit dan pupuk individu yang berperan sebagai kunci penyebar informasi adalah node 13 dan untuk informasi teknologi produksi seperti hama dan penyakit serta panen yang berfungsi sebagai kunci penyebar informasi adalah node 34. Untuk jenis informasi mengenai teknologi produksi secara keseluruhan yaitu bibit, pupuk, hama dan penyakit serta panen individu yang berperan sebagai kunci penyebar informasi adalah node 34. Perbedaan aktor yang berperan untuk setiap jenis informasi yang berbeda menandakan adanya perbedaan karakteristik informasi dan juga karakteristik aktor tersebut. Resume Petani ubi kayu yang memiliki nilai sentralitas lokal untuk seluruh topik adalah node 62 yaitu Pak Sunarto sedangkan petani ubi kayu yang memiliki nilai sentralitas global terendah adalah node 34 yaitu Pak Saryo. Node 34 bukan merupakan individu yang berperan sebagai star dalam penerapan teknologi produksi usahatani ubi kayu, hal ini menunjukkan bahwa tidak selalu star mempunyai nilai sentralitas global terendah. Artinya individu yang menjadi star tidak selamanya mampu mengakses seluruh indvidu dalam sistem. Hal ini terjadi karena perbedaan karakter informasi yang dipertukarkan dalam sistem jaringan komunikasi. Pada jenis informasi mengenai panen individu dengan node 62 menjadi star dalam lingkungan terdekatnya, namun pembicaraan mengenai aspek penerapan teknologi yang lainnya yaitu jenis informasi mengenai bibit, pupuk serta hama dan penyakit node 34 merupakan orang yang paling banyak dicari dan dijadikan sumber informasi oleh individu anggota sistem. Selain itu, node 34 memiliki pengalaman berusahatani ubi kayu yang lebih lama, luas lahan garapan yang lebih luas dan tingkat keikutsertaan dalam kelompok sosial yang lebih tinggi dari node 62. Hal ini yang menjadikan node 34 mudah dalam mengakses seluruh individu anggota sistem.

130 104 Deskripsi Jaringan Komunikasi Petani Ubi kayu di Desa Suko Binangun Pada dasarnya proses komunikasi yang terjalin diantara petani ubi kayu di Desa Suko Binangun dilandasi atas kedekatan teritorial tempat tinggal dan kedekatan letak ladang mereka. Meskipun terdapat hal-hal lain yang mempengaruhi petani ubi kayu dalam memilih pasangan komunikasinya dalam membicarakan informasi tertentu, namun unsur kedekatan tempat tinggal dan letak ladang adalah hal yang paling utama. Untuk memilih sumber informasi di dalam sistem jaringan komunikasi yang akan mereka akses dilakukan atas dasar kedekatan jarak tempat tinggal, kepercayaan dan kenyamanan dalam berkomunikasi. Mereka cenderung berkomunikasi dengan orang yang dianggap memiliki informasi yang mereka butuhkan, mudah untuk diakses secara fisik dan memiliki keterbukaan dengan sesama. Selain itu, mereka juga cenderung berkomunikasi dengan orang yang memiliki permasalahan yang sama dengan yang mereka alami, proses komunikasi seperti ini terjadi dalam bentuk sharing dengan tujuan untuk menghibur sesama. Pemilihan sumber informasi yang berada di luar sistem jaringan komunikasi dipilih berdasarkan kemudahan akses sumber informasi dengan masing-masing sumber informasi, selain itu pemilihan juga didasarkan atas dasar kepercayaan dan kemampuan sumber informasi dalam memberikan informasi yang akurat dan relevan. Kecenderungan yang terjadi pada petani ubi kayu untuk mencari, menerima dan menyebarluaskan informasi melalui proses komunikasi menimbulkan struktur jaringan komunikasi yang berbeda-beda pada setiap topik teknologi produksi yang dibicarakan dalam jaringan komunikasi. Pada jaringan komunikasi yang membicarakan mengenai bibit, pupuk dan panen struktur komunikasi adalah jaringan personal yang menyebar (radial personal network) sedangkan, pada jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit tanaman struktur komunikasi adalah jaringan personal yang memusat (interlock personal network). Pada setiap jaringan komunikasi yang berbeda terdapat perbedaan individu yang berperan sebagai star dalam lingkungan terdekat dan sebagai kunci penyebar informasi dalam sistem jaringan komunikasi. Selain peran-peran tersebut, juga terdapat peran sebagai cosmopolite dan gatekeeper yang berperan penting dalam sebuah sistem jaringan komunikasi agar dapat terus bertahan dan merespon segala perubahan yang menjadikan sistem jaringan komunikasi menjadi dinamis. Uraian lebih rinci mengenai jaringan komunikasi petani ubi kayu berdasarkan masing-masing topik penerpan teknologi dapat di lihat pada Tabel 29.

131 105 Tabel 29. Deskripsi jaringan komunikasi petani ubi kayu di Desa Suko Binangun Analisis Jaringan Komunikasi Isu/Topik Jaringan Komunikasi Bibit Pupuk Hama dan Panen Penyakit Struktur Komunikasi Radial Radial Interlock Radial Jumlah Klik Node Sentralitas Lokal Tertinggi Node Sentralitas Global Terendah Node Cosmopolite Node Gatekeeper 13 13, Jumlah Node Bridge Perbedaan struktur jaringan yang terjadi pada setiap jaringan menunjukkan bahwa petani ubi kayu di Desa Suko Binangun memiliki pola komunikasi yang berbeda pada informasi yang berbeda. Hal ini juga menggambarkan bagaimana bentuk distribusi informasi yang terjadi pada proses pertukaran informasi mengenai teknologi produksi. Jaringan personal yang menyebar (radial) terdiri dari sekumpulan individuindividu yang terhubung pada individu fokal tetapi tidak berinteraksi dengan satu sama lainnya. Jaringan personal radial memiliki kepadatan yang sedikit dan lebih terbuka terhadap pertukaran informasi pada lingkungan dan memungkinkan individu fokal untuk bertukar informasi dengan lingkungan yang lebih luas. Jaringan radial berisikan orang-orang yg memiliki kenalan berjarak jauh (ikatan lemah) yang berguna sebagai saluran untuk memperoleh informasi. Ikatan yang lemah memiliki banyak bridge yg menghubungkan 2 atau lebih klik. Ikatan yg lemah memiliki peran yang sangat penting karena mengantarkan informasi-informasi baru. Jaringan personal radial sangat penting dalam difusi inovasi karena link-link yang ada mencapai seluruh sistem, sementara jaringan mengunci (interlocking) lebih tumbuh ke arah dalam secara alamiah. Sistem yang tumbuh ke arah dalam merupakan jaringan yang sangat miskin untuk menangkap informasi baru dari suatu lingkungan (Rogers, 2003). Pada pembicaraan mengenai hama dan penyakit tanaman struktur komunikasi merupakan jaringan personal yang memusat, dimana orang-orang cenderung berkomunikasi dengan orang-orang yang memiliki jarak komunikasi yang dekat sehingga ikatan yang ada menjadi kuat. Kondisi ini yang menyebabkan sulitnya pendistribusian informasi mengenai penanganan penyakit leles sehingga, kelangkaan informasi yang terjadi di tingkat petani sulit untuk diatasi. Berdasarkan Tabel 29 dapat terlihat bahwa masing-masing jaringan komunikasi teknologi produksi memiliki individu yang berperan sebagai star yang berbeda. Pada pembicaraan mengenai bibit, pupuk, hama dan penyakit serta panen individu yang memiliki nilai sentralitas lokal tertinggi dan berperan menjadi star berturut-turut adalah

132 106 34, 13, 34 dan 62. Individu yang memiliki nilai sentralitas global terendah dan berperan sebagai kunci penyebar informasi bibit dan pupuk adalah node 13 dan individu yang berperan sebagai unci penyebar informasi hama dan penyakit serta panen adalah node 34. Node 34 merupakan individu petani yang menunjukkan identitas Pak Saryo. Pak Saryo merupakan ketua Kelompok Tani Surya Tani. Ia dianggap sebagai petani senior yang cukup dihormati oleh petani ubi kayu lainnya, sebagai petani ubi kayu, beliau memiliki pengalaman yang lama. Kelompok surya tani yang dipimpin oleh Pak Saryo merupakan kelompok petani ubi kayu yang pertama kali terbentuk sehingga memiliki pola komunikasi yang cukup intens dengan sesama anggotanya. Pak saryo merupakan orang yang populer dalam perbincangan mengenai informasi bibit serta informasi mengenai hama dan penyakit. Untuk informasi mengenai bibit, Pak Saryo adalah salah satu orang yang pertama kali memperkenalkan dan mempopulerkan bibit ubi kayu UJ-3 atau yang sering disebut sebagai singkong thailand. Penerapan teknologi produksi dalam hal bibit yang dilakukan hingga saat ini merupakan salah satu pengaruh dari peran Pak Saryo sebagai petani ubi kayu senior di lingkungannya. Bibit ubi kayu UJ-3 masih diadopsi hingga sekarang oleh petani ubi kayu lainnya di Desa Suko Binangun, bahkan ketika ada inovasi baru mengenai bibit ubi kayu yakni bibit UJ- 5 atau sering disebut sebagai singkong kasesa, petani ubi kayu yang mengadopsinya masih kalah jumlah dengan petani ubi kayu yang mengadopsi bibit UJ-3. Mengenai hama dan penyakit yang menyerang tanaman ubi kayu mereka, Pak Saryo juga salah satu orang yang ikut mempopulerkan pertama kali obat penghambat pertumbuhan rumput dan pembeku rumput (gulma). Pak Saryo merupakan orang yang pertama kali menerapkan inovasi mengenai bibit UJ-3 dan obat penghambat gulma. Konteks seperti ini dapat dikatakan bahwa Pak Saryo merupakan opinion leader dan star yang menjadi pusat perhatian bagi petani ubi kayu yang lain dan mampu mempengaruhi tindakan atau perilaku petani ubi kayu lainnnya dalam menerapkan teknologi produksi. Peran sebagai opinion leader dan star tidak lepas dari gambaran karakteristik yang melekat pada diri Pak saryo. Pak Saryo memilik usia yang masuk dalam kategori tua yakni 60 tahun, pendidikan yang ia tempuh lamanya 6 tahun dan masuk ke dalam kategori sedang, luas lahan yang dimiliki tergolong sempit yakni 1,5 ha dan pendapatan yang masuk ke dalam kategori rendah yakni Rp untuk satu kali panen dengan masa tanam 6 sampai 8 bulan untuk varietas genjah namun, Pak Saryo memiliki pengalaman berusahatani yang paling lama diantara petani ubi kayu lainnya yakni selama 40 tahun. Selain itu, ia memiliki akses yang cukup baik dengan sejumlah

133 107 media massa seperti televisi, leaflet dan koran. Karakteristik personal seperti inilah yang menjadikan Pak Saryo sebagai star dalam jaringan komunikasi mengenai bibit dan mengenai hama dan penyakit dalam lingkungan terdekatnya. Node 20 adalah Pak Suparyanto yang memiliki peran sebagai cosmopolite dan sekaligus gatekeeper dalam jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit. Pak Suparyanto yang merupakan individu yang memiliki hubungan dengan sejumlah sumber informasi di luar sistem. Sumber informasi yang berhubungan dengan Pak Suparyanto ditunjukkan oleh node 101, 102 dan 105. Node 101 menunjukkan PPL (Penyuluh Pertanian Lapang), node 102 adalah UPTD dan node 106 merupakan distributor pupuk. Sebagai individu yang memiliki dua peran penting sekaligus, Pak Suparyanto memiliki keunikan karakteristik personal. Usia Pak Suparyanto cukup tua yakni berusia 41 tahun, pendidikan yang dimiliki masuk dalam kategori tinggi dimana ia menempuh pendidikan selama 11 tahun, pengalaman berusahatani yang ia miliki masih tergolong baru yaitu selama 15 tahun, luas kepemilikan lahan tergolong sempit yaitu hanya sekitar 1,25 hekar, kepemilikan media massa masuk ke dalam kategori sedang dengan memiliki empat jenis media massa yaitu televisi, radio, leaflet dan brosur. Keikutsertaan dalam kelompok juga masuk kedalam kategori sedang dengan mengikutsertai tiga jenis kelompok yaitu kelompok tani, kelompok yasinan, dan kelompok kesenian yaitu reog ponorogo. Selanjutnya, pendapatan yang diperoleh oleh Pak Suparyanto tergolong rendah jika dibandingkan dengan rata-rata pendapatan petani ubi kayu lainnya, namun nominal ini juga tidak terlalu rendah jika diandingkan dengan pendapatan petani ubi kayu di lingkungan terdekatnya, yaitu sebesar Rp berdasarkan uraian tersebut, dapat diakatakan bahwa pendidikan, keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa merupakan karakteristik personal yang menonjol yang nelekat di diri Pak Suparyanto. Selain itu, Pak Suparyanto merupakan individu yang aktif dalam menyebarkan berbagai informasi yang dianggap penting terkait dengan kemajuan usahatani anggota sistem lainnya. Selain dikenal sebagai orang cukup berhasil dalam usahatani ubi kayu, individu ini pun dikenal sebagai orang yang ramah dan aktif pada beberapa kelompok sosial yang terdapat di lingkungannya. Oleh karena itu, Pak Suparyanto merupakan individu yang memiliki peran sebagai gatekeeper dan juga sebagai cosmopolite sekaligus. Node 94 adalah Pak Edi yakni petani ubi kayu yang dianggap sebagai petani yang berhasil dengan tingkat pendapatan yang tinggi serta kepemilikan lahan garapan ubi kayu yang luas. Luas lahan yang diusahakan oleh Pak Edi adalah lima hektar yang terbilang sangat luas untuk ukuran petani ubi kayu di Desa Suko Binangun.

134 108 Keberhasilan Pak Edi dalam berusahatani ubi kayu tidak hanya karena faktor luas lahan tetapi juga dari kondisi lahan yang menguntungkan serta input produksi yang mencukupi dan memadai yang sesuai dengan anjuran. Selain sebagai petani ubi kayu, Pak Edi merupakan wirausaha yang membuka kios pertanian di rumahnya. Tersedia berbagai input pertanian seperti bibit, pupuk urea, TSP, SP-36 ponska, KCL dan berbagai obat-obatan yang dipergunakan oleh petani untuk membasmi gulma dan rumput. Selain itu, Pak Edi juga merupakan salah satu petani ubi kayu yang memiliki truk sebagai alat transportasi untuk mengangkut hasil panen usahatani ke pabrik ubi kayu terdekat. Bagi petani ubi kayu yang bertempat tinggal satu wilayah dengan Pak Edi cenderung untuk berkomunikasi dengan dirinya agar dapat mengakses alat transportasinya untuk mengangkut hasil panen mereka. Penggunaan truk milik Pak Edi tidak cuma-cuma, petani ubi kayu membayarkan sejumlah uang untuk mengakses kendaraannya yakni Rp per ton ubi kayu yang diangkut. Pak Edi berama dengan Pak Sugito memiliki peran sebagai gatekeeper dalam jaringan komunikasi mengenai pupuk. Pak Edi memiliki kemampuan untuk mengontrol informasi mengenai pupuk yang akan disebarluaskan atau tidak pada petani ubi kayu di desa tersebut. Kemampuan ini tidak terlepas dari karakteristik personal dan keterlibatannya dalam jaringan komunikasi. Karakteristik personal yang menonjol dari diri Pak Edi diantaranya adalah pendidikan yang tinggi yakni selama 12 tahun menempuh pendidikan formal, kepemilikan luas lahan yaitu lima hektar, kepemilikan media massa sebanyak enam buah seperti televisi, radio, leaflet, koran, majalah dan poster serta tingkat pendapatan yang dicapai sangat tinggi yaitu Rp Sebagai orang yang berperan sebagai gatekeeper, Pak Edi memiliki nilai sentralitas lokal 10, artinya terdapat 10 orang petani ubi kayu yang berhubungan dengan Pak Edi dalam pembicaraan mengenai pupuk di lingkungan terdekatnya. Pak Edi memiliki akses terhadap sumber informasi yang berada di luar ssitem jaringan komunikasi yakni dengan node 105 yang merupakan distributor pupuk dari perusahaan pupuk tertentu. Node 13 adalah Pak Sugito yang berprofesi sebagai petani ubi kayu sekaligus sebagai penjual pupuk di Desa Suko Binangun. Pupuk yang ia jual didapatkan dari distributor pupuk. Berbagai jenis pupuk yang ia jual diantaranya adalah Urea, TSP, Ponska, KCL dan lain-lain. Dalam kehidupan bermasyarakat, Pak Sugito memiliki posisi sosial sebagai ketua Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Selain itu, Pak Sugito juga merupakan orang yang aktif dengan berbagai kelompok dan organisasi sosial baik di dalam lingkungan tempat tinggalnya maupun di luar tempat tinggal, salah satunya ia menjadi partisipan partai politik. Sebagai orang yang paling populer di

135 109 lingkungan terdekatnya yang membicarakan soal pupuk, Pak Sugito juga merupakan sumber informasi yang sering di akses oleh petani ubi kayu sekitar. Dirinya kerap menjadi penghubung dan penyebar informasi-informasi baru yang tidak hanya berkisar mengenai pupuk tetapi juga pada informasi yang berkaitan dengan program pembangunan, bantuan pemerintah dan sosialisasi dan pelatihan-pelatihan yang datang dari instansi dinas-dinas terkait. Oleh karena itu, Pak Sugito juga berperan sebagai gatekeeper dan juga cosmopolite dalam sistem jaringan komunikasi mengenai bibit dan pupuk. Sebagai individu yang memiliki banyak peran penting, Pak Sugito memiliki karakteristik personal yang cukup berbeda dengan petani ubi kayu lainnya. Usia Pak Sugito tergolong muda, memiliki pengalaman berusahtani ubi kayu yang tergolong baru dan Luas lahan yang dimiliki tergolong sempit yaitu 1,5 ha, namun keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa masuk dalam kategori tinggi, dimana Pak Sugito masuk ke dalam kelompok sosial seperti kelompok tani, kelompok yasinan, kelompok pemuda, kelompok sinoman, kelompok karang taruna dan partai politik. Media massa yang dimiliki adalah televisi, radio, leaflet, koran, majalah dan poster. Selanjutnya, tingkat pendapatan yang dimiliki oleh Pak Sugito terbilang cukup tinggi jika dibandingkan dengan pendapatan petani ubi kayu lainnya. Pendapatan yang diperoleh oleh Pak Sugito adalah Rp ,-00 untuk satu kali panen dalam masa tanam enam sampai delapan bulan untuk ubi kayu dengan varietas genjah (singkong thailand). Individu yang memiliki nilai sentralitas lokal tertinggi merupakan individu yang memiliki hubungan total maksimal dengan individu lainnya dalam lingkungan terdekatnya. Individu ini dapat disebut sebagai star dalam konsep sosiogram dan merupakan individu yang paling populer pada lingkungan terdekatnya seperti lingkungan pertetanggaan. Star yang ditunjukkan oleh node 62 adalah Pak Sunarto yang menyediakan jasa tenaga kerja untuk melakukan panen dan juga menyediakan jasa transportasi untuk pengangkutan hasil panen ke pabrik ubi kayu setempat. Pak Sunarto merupakan orang yang memiliki jumlah hubungan total paling banyak dengan petani ubi kayu yang lain dalam pembicaraan mengenai teknologi produksi ubi kayu yang menyangkut panen. Pada aspek pendidikan, Pak Sunarto tidak tergolong dalam individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, dalam menjalankan usahatani ia pun masih terbilang baru, adapun luas lahan garapan yakni 1,25 hektar, namun pendapatan yang ia peroleh selama satu musim tanam lebih tinggi dibandingkan dengan petani ubi kayu pada umumnya di lingkungan terdekatnya yakni Rp dan kepemilikan media massa yang dimilki adalah radio dan televisi, namun yang

136 110 menjadikan individu ini sebagai star adalah tingkat keikutsertaan ia kedalam tiga kelompok sosial yang terdapat di lingkungannya. Kelompok sosial yang diakses oleh Pak Sunarto adalah kelompok tani, kelmpok pemuda dan keloahragaan, serta kelompok yasinan atau pengajian. Keikutsertaan seseorang ke dalam kelompok sosial tertentu mendukung seseorang untuk mengakses berbagai sumber informasi baik itu yang berada di dalam sistem maupun di luar sistem jaringan komunikasi melalui pergaulan sosial yang tercipta dalam kelompok sosial. Hal ini mengakibatkan seseorang memiliki keterbukaan dengan informasi baru dan terhubung oleh individu lainnya sehingga, menjadikan individu tersebut sebagai pusat perhatian di lingkungan terdekatnya. Selain berperan sebagai star dalam jaringan komunikasi mengenai panen, Pak Sunarto juga memiliki peran sebagai cosmopilite sekaligus sebagai gatekeeper. Sama halnya dengan Pak Sugito yang juga berperan sebagai cosmopolite dan gatekeeper, Pak Sunarto juga memiliki indikator keterlibatan dalam jaringan komunikasi dimana ia memliki nilai sentralitas lokal sebesar 38 yang artinya, terdapat 38 oang petani ubi kayu yang berhubungan dengan dirinya untuk membicarakan persoalan panen dalam lingkungan terdekatnya. selain itu juga, sebagai perannya sebagai cosmopolite, Pak Sunarto memiliki akses yang cukup luas dengan sejumlah sumber informasi di luar sistem yaitu pabrik ubi kayu yang ditunjukkan leh node 111 dan 112. Node 111 menunjukkan pabrik ubi kayu yang berada di Desa SB 9 yakni Pabrik Ubi kayu ITTARA dan node 112 menunjukkan pabrik ubi kayu yang berada di Dusun Teluk Dalam yang berlokasi dekat dengan Desa Suko Binangun. Pada umumnya karakteristik personal seperti pendapatan, pendidikan, luas lahan menjadi tolak ukur tingginya posisi atau status sosial seseorang. Dalam penelitian mengenai jaringan komunikasi, justru orang-orang yang memiliki karakter kosmopolit merupakan orang-orang yang yang menempati posisi sebagai opinion leader. Hal ini terjadi karena tidak selalu seseorang yang memiliki akses terhadap sumberdaya fisik berperan sebagai opinion leader melainkan orang-orang yang memiliki sumberdaya informasi adalah orang-orang yang menjadi pusat perhatian dengan memiliki jumlah kontak maksimum dengan sejumlah orang lain atau sumber informasi sehingga mampu mempengaruhi tindakan orang lain lewat perannya sebagai star dan opinion leader. Seseorang yang memiliki kekayaan sumberdaya fisik tidak selalu memiliki kekayaan sumberdaya informasi, begitu pula sebaliknya seseorang yang memiliki akses yang besar terhadap informasi tidak selalu adalah orang yang memiliki kekayaan sumberdaya fisik seperti pendapatan yang tinggi, luas lahan garapan yang luas dan pendidikan formal yang tinggi. Dalam konteks penelitian jaringan komunikasi,

137 111 orang-orang yang memiliki pergaulan sosial yang luas serta didukung dengan sikap atau karakter pribadi yang terbuka, mau belajar sesuatu yang baru dan giat dalam berusaha adalah salah satu aspek yang berpengaruh terhadap posisi atau peran seseorang dalam jaringan komunikasi. Penelitian ini menemukan bahwa karakteristik personal yang menunjukkan kekayaan sumberdaya informasi seperti keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa menentukan peran seseorang dalam jaringan komunikasi. Seseorang yang memiliki keikutsertaan yang tinggi dalam kelompok dan banyak memiliki media merupakan seseorang yang memiliki keterlibatan yang tinggi dalam jaringan komunikasi dan memiliki kontak hubungan yang maksimal petani individu lainnya baik dalam lingkungan terdekat atau lingkungan sistem. Orang-orang-orang yang memiliki kontak hubungan yang maskimal dengan individu lainnya memiliki peran sebagai star, opinion leader atau kunci penyebar informasi. Berdasarkan hasil penelitian node 34 merupakan individu yang berperan sebagai kunci penyebar informasi. Node 34 adalah Pak Saryo yang merupakan ketua dari salah satu kelompok tani yang ada di Desa Suko Binangun. Dari karakteristik personal yang menunjukkan kekayaan sumberdaya fisik seperti pendapatan, luas lahan dan pendidikan memperlihatkan bahwa Pak Saryo memiliki pendapatan, luas lahan dan pendidikan yang tidak lebih tinggi atau lebih luas dari pada rata-rata petani ubi kayu yang lain, namun atas dasar kepiawaiaan dalam berusahatani dan kekayaan informasi merupakan salah satu hal yang menjadikan Pak Saryo sebagai sumber informasi yang terhubung dengan banyak petani ubi kayu yang lain. Kekayaan informasi yang diperoleh oleh Pak Saryo didapatkan dari keikutsertaan dirinya di berbagai kelompok serta akses media massa yang dimiliki sehingga dirinya memilki pergaulan sosial yang luas. Pergaulan sosial yang luas tersebut menjadikan dirinya sebagai kerangka acuan dalam bertindak dan mampu mempengaruhi tindakan orang lain lewat perannya sebagai opinion leader dan star baik dalam lingkungan terekat maupun sistem jaringan komunikasi. Telah disebutkan bahwa node 34 dan node 13 merupakan salah satu tokoh penting pada arus pertukaran informasi dalam hal teknologi produksi kepada petani ubi kayu lainnya. Node 13 dan 34 juga merupakan individu yang memiliki nilai sentralitas lokal tertinggi, artinya kedua individu tersebut juga merupakan star dalam lingkungan terdekatnya. Pada sisi yang lain, kedua individu ini juga merupakan kunci penyebar informasi yang memiliki akses yang tinggi pada semua individu anggota sistem jaringan komunikasi sesuai dengan jenis informasi yang diperbincangkan. Node 13

138 112 adalah Pak Sugito yang berperan sebagai kunci penyebar informasi mengenai bibit dan pupuk, sedangkan node 34 adalah Pak Saryo yang berperan sebagai kunci penyebar informasi mengenai hama dan penyakit serta panen. Berdasarkan karakteristik personal yang melekat pada diri kedua individu ini terdapat beberapa perbedaan, diantaranya adalah dari usia, pendidikan, pendapatan, pengalaman berusahatani dan keikutsertaan dalam kelompok. Usia Pak Sugito masih tergolong muda yakni berusia 33 tahun dan Pak Saryo berusia 60 tahun, pendidikan Pak Sugito tergolong tinggi dimana ia menempuh pendidikan formal selama 12 tahun dan Pak Saryo selama enam tahun, pendapatan Pak Sugito tergolong tinggi jika dibandingkan dengan pendapatan petani ubi kayu lainnya yakni Rp dan Pak Saryo memiliki pendapatan yang relatif rendah dan berada dibawah rata-rata pendapatan petani ubi kayu di Desa Suko Binangun yakni sebesar Rp Pengalaman berusahatani Pak Saryo lebih lama dari pada Pak Sugito yakni selama 40 tahun dan Pak Sugito baru selama 15 tahun, tingkat keikutsertaan dalam kelompok terlihat Pak Sugito lebih tinggi daripada Pak Saryo dimana Pak Sugito ikut serta ke dalam enam kelompok dan Pak Saryo hanya ikut serta pada satu kelompok, kepemilikan media massa yang ditunjukkan oleh kedua tokoh tersebut sama-sama dalam kategori tinggi dimana Pak Sugito memiliki enam buah media massa dan Pak Saryo memiliki tiga buah media massa. Kondisi ini menggambarkan bahwa kedua tokoh ini terdedah cukup baik dengan informasi-informasi yang berasal dari luar sistem komunikasi mereka. Pak Sugito merupakan orang yang paling mudah untuk mengakses seluruh petani ubi kayu lainnya dalam sistem jaringan komunikasi dalam pembicaraan mengenai bibit dan pupuk. Artinya, Pak Sugito memiliki kemampuan untuk dapat menjangkau dan mengakses seluruh petani ubi kayu dalam pembicaraan mengenai bibit dan pupuk dalam usahtani ubi kayu. Oleh karena itu, dengan mendekati individu ini sebagai media atau saluran komunikasi interpersonal merupakan cara yang efektif dalam menyebarluaskan informasi-informasi atau inovasi terkait dengan penerapan teknnologi produksi seperti bibit dan pupuk kepada petani ubi kayu di Desa Suko Binangun. Dengan melakukan penyebaran (difusi) informasi melalui Pak Sugito, informasi akan tersebar secara merata dan tidak terjadi kesenjangan informasi diantara sesama petani ubi kayu. Banyaknya petani ubi kayu yang terhubung dengan Pak Sugito terkait informasi bibit dan pupuk terkait dengan posisi sosial, peran dalam jaringan komunikasi serta karakterisik personal yang melekat pada diri Pak Sugito. Dalam perbincangan mengenai bibit kerap kali informasi yang diperbincangkan

139 113 menyangkut sosialisasi bibit baru, pemberitahuan bantuan bibit dari pemerinntah serta program pembangunan lainnya. Dalam proses penyampaian informasi ini kerap disampaikan oleh Pak Sugito yang berperan sebagai ketua Gapoktan di Desa Suko Binangun, ini juga terkait dengan perannya sebagai kunci penyebar informasi dalam pembicaraan mengenai bibit. Sebagai kunci penyebar informasi, Pak Sugito memiliki akses yang cukup luas dengan sumber informasi yang berasal di luar sistem jaringan komunikasi. Berdasarkan Gambar 3, Pak Sugito mampu mengakses node 101, 102, 103 untuk informasi mengenai bibit. Node 101 adalah penyuluh, node 102 adalah UPTD dan node 103 adalah dinas pertanian. Informasi mengenai bibit yang disampaikan juga terkait dengan karakteristik personal Pak Sugito yang memiliki tingkat pendidikan, tingkat keikutsertaan dalam kelompok dan tingkat kepemilikan media massa yang tinggi. Dengan karakteristik personal yang seperti itu memudahkan Pak Sugito untuk mendapatkan atau mengakes informasi yang dibutuhkan serta dengan mudah mendistribusikan informasi tersebut dengan petani ubi kayu lainnya. Mengenai permbicaraan tentang informasi pupuk, informasi yang kerap di sebarluaskan terkait dengan jenis pupuk yang baru, dosis dan cara pakai pupuk sesuai dengan jenisnya, bantuan pupuk dari pemerintah dan harga jual yang berlaku di pasar lokal atau di agen-agen setempat. Sama halnya dengan penjelasan pembicaraan mengenai bibit, dalam proses penyampaian informasi mengenai pupuk yang disampaikan oleh Pak Sugito terkait dengan perannya sebagai ketua Gapoktan di Desa Suko Binangun dan memiliki karakteristik personal yang masuk ke dalam kategori tinggi, ditambah lagi ia memiliki pekerjaan sampingan sebagai penjual pupuk yang mendapatkan pasokan pupuk langsung dari distributor pupuk yang berasal dari perusahaan pupuk. Berdasarkan Gambar 4 Pak Sugito sebagai kunci penyebar informasi mampu mengakses node 105 yaitu distributor puuk dari perusahaan pupuk tertentu. Oleh karena itu, Pak Sugito memiliki informasi yang penting mengenai pupuk sehingga menjadi kunci penyebar informasi dalam jaringan komunikasi mengenai pupuk. Dalam pembicaraan mengenai hama dan penyakit serta panen Pak Saryo merupakan orang yang paling mudah untuk mengakses seluruh petani ubi kayu lainnya dalam sistem jaringan komunikasi. Artinya, Pak Saryo memiliki kemampuan untuk dapat menjangkau dan mengakses seluruh petani ubi kayu dalam pembicaraan mengenai hama dan penyakit serta panen dalam usahtani ubi kayu. Pendekatan difusi informasi melalui Pak Saryo sangat tepat dilakukan dalam konteks tujuan sosialisasi atau penyuluhan yang berkaitan dengan penanganan hama dan penyakit yang

140 114 menyerang tanaman ubi kayu serta proses panen yang baik dan benar. Umumnya, pembicaraan mengenai hama dan penyakit adalah seputar hama dan penyait apa yang saat ini menyerang tanaman ubi kayu, bagaimana cara untuk mengatasi hama dan penyakit dan bagaimana cara untuk mendapatkan obat atau sejenisnya agar dapat menangani hama dan penyakit. Pak Saryo sebagai petani ubi kayu yang memiliki pengalaman berusahatani cukup lama memiliki nilai tersendiri dimata petani ubi kayu lainnya sebagai salah satu sumber informasi yang berada di dalam sistem jaringan komunikasi. Berdasarkan analisis sosiometri pada sosiogram di Gambar 5, terlihat bahwa Pak Saryo memiliki akses terhadap sumber informasi di luar sistem yaitu UPTD. UPTD merupakan unit pelaksana teknis daerah yang berfungsi untuk mengawasi dan mengontrol kondisi pertanian di wilayah binaannya, dengan akses terhadap sumber informasi tersebut sudah dapat menjadikan Pak Saryo menjadi orang yang paling banyak dihubungi oleh semua petani ubi kayu di desa tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa petani ubi kayu cenderung lebih percaya terhadap informasi yang dibawakan oleh Pak Saryo sebagai sumber informasi yang berada di dalam sistem jaringan komunikasi dari pada oleh sumber informasi di luar sistem seperti penyuluh. Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa petani ubi kayu yang menghubungi penyuluh hanya enam orang dan yang menghubungi Pak Saryo sebanyak 20 orang petani ubi kayu. Hal ini disebabkan oleh posisi sosial Pak Saryo sebagai ketua kelompok tani tertua di Desa Suko Binangun dan juga karena Pak Saryo salah satu orang yang ikut mempopulerkan beberapa inovasi pertanian dengan ikut menerapkan juga inovasi tersebut. Hal tersebut menggambarkan tingkat kredibilitas Pak Saryo sebagai sumber informasi. Pembicaraan mengenai panen yang digambarkan oleh sosiogram pada Gambar 6 memperlihatkan hasil analisis bahwa Pak Saryo merupakan kunci penyebar informasi mengenai panen. Hal ini tentunya menjadi suatu tanda tanya mengapa seseorang yang menjadi star dalam lingkungan terdekatnya atau yang memiliki nilai sentralitas lokal yang tinggi seperti ditunjukkan oleh node 62 yaitu Pak Sunarto tidak juga merangkap sebagai kunci penyebar informasi dalam pembicaraan mengenai panen. Berbeda dengan jenis informasi yang diperbincangkan dalam jaringan komunikasi mengenai panen, informasi yang kerap diakses oleh petani ubi kayu ke Pak Sunarto lebih bersifat aspek ekonomis seperti harga jual yang diberlakukan oleh beberapa pabrik setempat, harga ubi kayu yang berlaku di pasar lokal dan pasar nasonal, kebutuhan produksi ubi kayu di tingkat lokal dan nasional serta isu-isu berkaitan dengan pendirian pabrik bioetanol yang berkaitan dengan meningkatnya

141 115 suplay ubi kayu dan perubahan harga jual ubi kayu yang menyertai pembangunan pabrik tersebut. Jenis informasi yang kerap diakses oleh petani ubi kayu ke Pak Saryo terkait pada informasi domestik seperti tata cara panen yang baik dan benar, pemilihan stek ubi kayu hasil panen untuk dijadikan bibit kembali, kuantitas produksi panen saat ini, waktu pemanenan yang tepat sesuai varietas yang di tanam. Umumnya petani ubi kayu yang berkomunikasi dengan Pak Saryo dilakukan pada saat yang tidak formal, proses komunikasi terjadi dalam konteks santai dan berlokasi di ladang, rumah, pengajian atau pertemuan kelompok tani yang sifatnya tidak formal. Kondisi seperti ini yang menjadikan perbedaan antara Pak Saryo dan Pak Sunarto sebagai sumber informasi yang diakses oleh petani ubi kayu dalam pembicaraan mengenai panen. Oleh karena itu, untuk sosialisasi yang sifatnya ke aspek teknis dapat memanfaatkan peran Pak Saryo sebagai kunci penyebar informasi, sedangkan untuk penyebaran informasi yang bersifat ekonomis dapat memanfaatkan peran Pak Sunarto sebagai star dalam lingkungan terdekatnya. Hubungan Karakteristik Personal Petani Ubi Kayu dengan Jaringan Komunikasi Penelitian ini menguji hubungan antara karakteristik personal petani ubi kayu dengan jaringan komunikasi menggunakan uji korelasi Pearson. Penggunaan uji korelasi Pearson disebabkan variabel karakteristik personal merupkan data rasio dan variabel jaringan komunikasi merupakan data rasio. Adapun, karakteristik personal yang diuji adalah usia, pendidikan, pendapatan, luas lahan, pengalaman berusahatani, keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa sedangkan, pada variabel jaringan komunikasi yang diuji adalah sentralitas lokal dan sentralitas global. Sentralitas Lokal Sentralitas lokal adalah derajat yang menunjukkan seberapa baik terhubungnya individu tertentu dalam lingkungan terdekat atau pertetanggaan mereka. Derajat ini menunjukkan jumlah hubungan maksimal yang mampu dibuat individu tertentu dengan individu lain yang berada dalam lingkungan terdekatnya. Menurut Freeman (1979) yang dikutip oleh Scott (2000) Local centrality atau sentralitas lokal memperhatikan keunggulan relatif individu yang menjadi star dalam hubungan pertetanggaan. Penelitian ini melihat bagaimana hubungan antara karakteristik personal individu petani ubi kayu dengan sentralitas lokal. Hasil uji korelasi pearson terhadap kedua variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 30.

142 116 Tabel 30. Hubungan antara karakteristik personal dengan sentralitas lokal Karakteristik Personal Sentralitas Lokal Usia - 0,139 Pendidikan 0,181 Pendapatan 0,286 ** Luas Lahan 0,231 * Pengalaman Berusahatani -0,125 Keikutsertaan Dalam Kelompok 0,347 ** Kepemilikan Media Massa 0,407 ** Keterangan : ** Korelasi sangat nyata pada taraf 0,01 (uji dua arah) * Korelasi taraf nyata pada taraf 0,05 (uji dua arah) Pendapatan Berdasarkan Tabel 30 hasil uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat pendapatan dengan jaringan komunikasi. Tingkat pendapatan berhubungan sangat nyata dan positif dengan nilai sentralitas lokal dimana, r=0,286 **. Artinya, semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka semakin tinggi kemampuan orang tersebut untuk menghubungi orang lain dalam lingkungan terdekat. Tingkat pendapatan seseorang menjadikan acuan bagi orang lain sebagai sumber untuk mencari informasi dari dirinya, sehingga memungkinkan banyaknya individu lain yang terhubung dengan dirinya. Semakin tinggi tingkat pendapatan petani ubi kayu semakin memungkinkan dirinya memiliki hubungan yang maksimal dengan petani ubi kayu lainnya sehingga dapat berperan sebagi star dalam lingkungan terdekatnya. Hal ini disebabkan karena individu petani yang memiliki pendapatan yang besar cenderung memiliki kemandirian terhadap informasi yang jauh lebih luas, sumber informasi yang dapat mereka akses tidak terbatas pada sumber informasi yang ada di sekitar lingkungan mereka. Oleh karena itu mereka dapat memperoleh informasi yang lebih beragam dan lebih banyak sesuai dengan apa yang mereka butuhkan selain informasi yang tersedia di lingkungan mereka. Kondisi inilah yang menjadikan petani ubi kayu berpendapatan tinggi memiliki kecukupan informasi mengenai teknologi produksi ubi kayu sehingga menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian dalam arus komunikasi sesama petani ubi kayu di lingkungan terdekatnya. Luas Lahan Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam pengembangan usaha tani. Ketersediaan lahan yang terbatas berdampak pada perkembangan usahatani dan juga pada pendapatan petani. Tabel 30 menunjukkan luas lahan berhubungan nyata dan positif dengan nilai sentralitas lokal dimana, r=0,231 *. Artinya, semakin luas lahan garapan petani ubi kayu maka semakin banyak

143 117 dirinya terhubung dengan individu lain dalam lingkungan terdekatnya. Semakin luas lahan garapan yang dimiliki petani ubi kayu semakin memungkinkan petani tersebut untuk berperan sebagai star atau pusat perhatian dalam lingkungan terdekatnya. Hal ini berkaitan dengan luasnya lahan garapan petani ubi kayu yang memungkinkan untuk melakukan ujicoba berbagai teknologi produksi baru pada lahannya, sehingga mendorong individu tersebut untuk aktif berinteraksi dengan sesama dalam mencari, memberi dan meyebarkan sebuah informasi. Kondisi seperti ini yang juga memungkinkan petani ubi kayu untuk lebih aktif terlibat dalam aktifitas sosial dan berkomunikasi dengan sumber informasi yang tersedia di lingkungannya. Selain itu, individu yang berlahan luas dijadikan sebagai tempat petani ubi kayu lainnya untuk bertanya mengenai informasi teknologi baru yang sedang diujicobakan. Hal inilah yang menjadikan petani ubi kayu yang berlahan luas dapat dijadikan sebagai sumber informasi atau pusat perhatian atau berperan sebagai star dalam lingkungan lokalnya. Keikutsertaan dalam Kelompok Karakteristik personal petani ubi kayu lainnya yang diuji hubungannya dengan variabel jaringan komunikasi lainnya adalah keikutsertaan dalam kelompok. Keikutsertaan dalam kelompok menunjukkan tingkat partisipasi petani ubi kayu dalam aktifitas sosial yang berada di lingkungannya. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson dinyatakan bahwa terdapat hubungan sangat nyata dan positif antara tingkat keikutsertaan seseorang ke dalam kelompok dengan nilai sentralitas, dimana r=0,347 **. Artinya tingkat keikutsertaan petani ubi kayu ke dalam kelompok berhubungan sangat nyata dengan banyaknya individu lain yang terhubung dengan dirinya dalam lingkungan terdekatnya. Tinggi atau rendahnya keikutsertaan petani ubi kayu ke dalam kelompok yang ada sangat berhubungan dengan kemampuan dirinya dalam menghubungi petani lain di lingkungan terdekatnya. Semakin tinggi keikutsertaan petani dalam kelompok maka semakin banyak terhubung dengan individu lain dalam lingkungan terdekat/lokalnya. Semakin tinggi tingkat keikutsertaan petani ubi kayu ke dalam kelompok semakin memungkinkan dirinya berperan sebagai star dalam lingkungan terdekatnya. Peran sebagai star merupakan peran yang dijalankan oleh individu tertentu yang memiliki jumlah hubungan maksimal dengan individu lainnya dalam lingkungan terdekatnya. Individu yang berperan sebagai star dalam lingkungan terdekatnya merupakan orang yang menjadi pusat perhatian dalam interaksi sesamanya, mereka juga merupakan sumber informasi yang paling sering diajak berkomunikasi dengan individu lain yang berada di lingkungan terdekat mereka. Ikut

144 118 serta pada banyak kelompok menjadikan petani ubi kayu terdedah oleh berbagai informasi yang dipertukarkan oleh sesama anggota dalam kelompok tersebut, selain itu hal tersebut juga dapat menjadikan petani ubi kayu bersosialisasi sehingga memiliki pergaulan yang luas. Hal ini menjadikan mereka banyak terhubung dengan petani ubi kayu lainnya. Oleh karena itu, semakin tinggi keikutsertaan petani ubi kayu ke dalam kelompok-kelompok yang tersedia di lingkungan mereka semakin besar kemungkinan mereka menjadi sumber informasi bagi petani ubi kayu yang lain di lingkungan terdekat mereka. Kepemilikan Media Massa Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson menyatakan bahwa terdapat hubungan positif sangat nyata antara kepemilikan media massa dengan jaringan komunikasi. Dengan kata lain, terdapat hubungan sangat nyata dan positif antara jumlah media massa yang dimiliki petani ubi kayu dengan nilai sentralitas, dimana r=0,407 **. Artinya semakin banyak jumlah media massa yang dimiliki petani ubi kayu maka semakin mampu petani ubi kayu tersebut mmenghubungi petani lainnya dalam lingkungan terdekatnya sehingga, semakin besar kemungkinan petani tersebut menjadi sumber informasi dan berperan sebagai star dalam lingkungan terdekatnya. Banyaknya kepemilikan terhadap sejumlah media massa memungkinkan petani ubi kayu memiliki informasi yang cukup banyak mengenai hal-hal baru termasuk teknologi produksi ubi kayu, sehingga petani lainnya cenderung mencari informasi dengan berkomunikasi dengan dirinya. Kepemilikan media massa menunjukkan seberapa banyak media massa yang dapat diakses oleh seseorang. Kepemilikan media massa petani ubi kayu menunjukkan sejauhmana petani ubi kayu tersebut terdedah dengan informasi dari luar. Kepemilikan media massa pada petani ubi kayu juga menunjukkan seberapa besar kemampuan mereka dalam mencari informasi yang berkaitan dengan usahatani ubi kayu yang mereka jalani. Informasi yang diperoleh dari media massa dapat digunakan untuk menambah wawasan yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan usahatani ubi kayu. Semakin banyak media massa yang dimiliki petani ubi kayu maka semakin banyak petani ubi kayu terhubung dengan petani ubi kayu yang lain dalam lingkungan terdekat/lokalnya. Sentralitas Global Sentralitas global merupakan derajat yang menunjukkan berapa jarak yang harus dilalui oleh individu tertentu untuk menghubungi semua individu di dalam sistem. Derajat ini menunjukkan kemampuan individu untuk dapat menghubungi semua

145 119 individu dalam sistem. Derajat sentralitas global dapt memberikan petunjuk mengenai siapa-siapa saja di dalam sebuah sistem yang dapat menjadi kunci penyebar informasi. Selanjutnya, Hubungan antara karakteristik personal individu petani ubi kayu dengan sentralitas global dapat dilihat pada Tabel 31 di bawah ini. Tabel 31. Hubungan antara karakteristik personal dengan sentralitas global. Karakteristik Personal Sentralitas Global Usia 0,102 Pendidikan -0,280 ** Pendapatan -0,226 ** Luas Lahan -0,157 Pengalaman Berusahatani 0,145 Keikutsertaan Dalam Kelompok -0,263 ** Kepemilikan Media Massa -0,272 ** Keterangan : ** Korelasi sangat nyata pada taraf 0,01 (uji dua arah) Pendidikan Pada Tabel 31 terdapat hubungan yang sangat nyata dan negatif antara pendidikan dengan nilai sentralitas global dimana r= -0,280 **. Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin rendah nilai sentralitas global orang tersebut. Semakin rendah nilai sentralitas global menunjukkan semakin pendek distance yang harus dilalui untuk menghubungi semua individu dalam sistem sebaliknya, semakin tinggi nilai sentralitas global menunjukkan semakin panjang distance yang harus dilalui untuk menghubungi semua individu dalam sistem (Scott, 2000). Sehingga, semakin tinggi pendidikan petani ubi kayu, maka semakin pendek distance yang harus dilalui oleh petani ubi kayu tersebut untuk menghubungi seluruh individu dalam sistem. Dalam arti lain, semakin tinggi pendidikan petani ubi kayu, maka semakin besar kemampuan petani ubi kayu tersebut untuk menghubungi seluruh petani ubi kayu lainnya dalam sistem. Petani ubi kayu yang memiliki pendidikan yang tinggi cenderung menjadi pimpinan dalam sebuah kelompok sosial atau organisasi tertentu di lingkungan mereka sehingga memudahkan diri mereka dalam menghubungi seluruh individu dalam sebuah sistem. Selain itu, pendidikan yang tinggi juga memungkinkan untuk mengakses sumber informasi melebihi petani ubi kayu dengan pendidikan pada umumnya. Dengan akses yang lebih tinggi pada beragam sumber informasi lainnya memungkinkan untuk terhubung dengan banyak individu tidak hanya yang berada dalam lingkungan terdekatnya namun juga pada lingkungan yang lebih luas seperti pada batasan sebuah sistem.

146 120 Pendapatan Berdasarkan uji korelasi Pearson yang disajikan pada Tabel 31 di atas, terlihat bahwa pendapatan berhubungan sangat nyata dan negatif dengan nilai sentralitas global dimana r= -0,226 **. Artinya, semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka semakin pendek distance yang harus dilalui untuk menghubungi semua individu dalam sistem. Semakin tinggi pendapatan petani ubi kayu, maka semakin pendek jarak atau distance yang harus dilalui oleh petani ubi kayu tersebut untuk menghubungi seluruh individu dalam sistem. Dalam arti lain, semakin tinggi pendapatan petani ubi kayu, maka semakin besar kemampuan petani ubi kayu tersebut untuk menghubungi seluruh petani ubi kayu lainnya dalam sistem. Hal ini terjadi karena, petani ubi kayu yang memiliki pendapatan lebih tinggi memilik kemandirian dalam mengakses sumber informasi yang dibutuhkan. Mereka mampu mengakses informasi apa saja yang mereka butuhkan baik yang berada di dalam lingkungan terdekatnya maupun di lingkungan yang lebih luas atau di luar sistem sekalipun. Dengan kondisi seperti ini memungkinkan mereka memiliki distance atau jarak yang singkat untuk menghubungi petani ubi kayu lainnya dan sekaligus juga mempermudah petani ubi kayu tersebut menghubungi seluruh individu yang berada dalam sistem. Keikutsertaan dalam Kelompok Keikutsertaan dalam kelompok meggambarkan sejauhmana keluasan individu dalam bergaul dengan sesamanya. Melalui indikator ini dapat ditunjukkan sejauhmana individu tersebut mampu mengakses berbagai sumber informasi yang tersedia dan sejauhmana individu tersebut dapat terjangkau oleh informasi yang beredar. Indikator ini juga menggambarkan bagaimana inidividu tertentu dapat terhubung dengan berhubungan dengan individu lainnya baik dalam lingkungan terdekat maupun dalam lingkungan yang jauh lebih luas yaitu sebuah sistem. Berdasarkan hasil uji Pearson terdapat hubungan antara keikutsertaan petani dalam kelompok dengan jaringan komunikasi. Keikutsertaan petani ubi kayu dalam kelompok sosial berhubungan sangat nyata dan negatif dengan nilai sentralitas global dimana r= -0,263 **. Artinya, semakin tinggi tingkat keikutsertaan petani ubi kayu dalam kelompok maka semakin pendek distance yang harus dilalui untuk menghubungi semua individu dalam sistem. Sehingga, semakin tinggi tingkat keikutsertaan petani ubi kayu dalam kelompok, maka semakin pendek distance yang harus dilalui oleh petani ubi kayu tersebut untuk menghubungi seluruh individu dalam sistem.

147 121 Hal ini terjadi karena dengan mengikuti sejumlah kelompok yang ada tentunya memberikan peluang petani ubi kayu untuk berhubungan dengan banyak individu. Oleh karena itu, semakin banyak petani ubi kayu mengikuti kelompok yang ada di lingkungannya semakin mudah bagi dirinya untuk menghubungi seluruh petani ubi kayu lainnya dalam sistem jaringan komunikasi. Keikutsertaan petani ubi kayu ke dalam sejumlah kelompok yang ada akan membuat mereka terdedah terhadap berbagai informasi dan juga beragam sumber informasi yang ada, sehingga semakin memudahkan petani ubi kayu tersebut dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan produksi usahataninya. Kepemilikan Media Massa Berdasarkan uji korelasi pearson pada Tabel 31 di atas menunjukkan terdapat hubungan antara kepemilikan media massa dengan nilai sentralitas global. Kepemilikan media massa berhubungan sangat nyata dan negatif dengan nilai sentralitas global dimana r= -0,272 **. Artinya, semakin banyak media massa yang dimiliki petani ubi kayu maka semakin pendek distance yang harus dilalui oleh petani ubi kayu tersebut untuk menghubungi seluruh individu dalam sistem. Semakin banyak media massa yang dimiliki petani ubi kayu maka semakin mampu petani ubi kayu tersebut untuk menghubungi seluruh individu dalam sistem jaringan komunikasi. Kepemilikan media massa menunjukkan seberapa banyak media massa yang dapat diakses oleh seseorang. Kepemilikan media massa petani ubi kayu menunjukkan sejauhmana petani ubi kayu tersebut terdedah dengan informasi dari luar. Mengakses sejumlah media massa dapat menigkatkan wawasan dan pengetahuan yang jauh lebih luas dari pada hanya mengakses sedikit media massa. Petani ubi kayu yang memiliki wawasan dan pengetahuan yang lebih luas akan sangat dengan mudah dihubungi oleh petani lainnya untuk dijadikan sumber informasi. Karena wawasan dan pengetahuan yang dimiliki oleh individu tersebut dapat bersifat umum, maka tidak menutup kemungkinan seluruh petani ubi kayu dalam sistem menjadikan petani tersebut sebagai sumber informasi mereka. Kondisi seperti ini juga menunjukkan semakin banyak individu yang berhubungan dengan petani ubi kayu tersebut sehingga, semakin pendek distance yang harus dilalui sehingga semakin mudah bagi petani ubi kayu tersebut untuk menghubungi seluruh individu yang berada dalam sistem jaringan komunikasi.

148 122 Resume Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keterlibatan petani ubi kayu dalam jaringan komunikasi mengenai teknologi produksi berhubungan dengan beberapa karakteristik personal yang melekat pada diri petani ubi kayu. Karakteristik personal seperti pendapatan, luas lahan, keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa berhubungan positif nyata dengan kemampuan petani ubi kayu dalam menghubungi petani ubi kayu lainnya dalam lingkungan terdekatnya. Karakteristik personal petani seperti pendidikan, pendapatan, keikutsertaan petani dalam kelompok dan kepemilikan media massa berhubungan negatif dengan jarak yang harus dilalui oleh petani ubi kayu dalam menghubungi seluruh petani ubi kayu lainnya dalam sistem. Artinya, karakteristik personal berhubungan positif dengan kemampuan petani ubi kayu dalam menghubungi seluruh petani lain dalam sistem jaringan komunikasi. Hubungan Jaringan Komunikasi dengan Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu Petani ubi kayu di Desa Suko Binangun membentuk jaringan komunikasi dengan sesamanya agar dapat memenuhi kebutuhan informasinya dalam meningkatkan produksi usahatani mereka. Peningkatan produksi ubi kayu merupakan salah satu kondisi yang dapat dicapai dengan menerapkan teknologi produksi yang telah dianjurkan oleh lembaga yang berkewajiban atau berwenang. Dalam penelitian ini acuan penerapan teknologi produksi berdasarkan teknik atau cara budidaya ubi kayu berdasarkan pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen yang dianjurkan oleh Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Lampung dan juga oleh penyuluh pertanian yang diinstruksikan oleh dinas pertanian setempat. Petani ubi kayu yang menerapkan teknologi produksi dengan tepat dan sesuai anjuran maka dapat meningkatkan produksi usahatani ubi kayu. Pada sisi lain, penerapan teknologi produksi yang tepat dan sesuai dengan anjuran tentunya memerlukan suplai informasi yang baik dari aspek kuantitas maupun kualitasnya, dan juga diperlukan ketersediaan sumber informasi mengenai teknologi produksi yang memadai agar petani ubi kayu mampu mencapai tujuannya. Pembentukan jaringan komunikasi yang dilakukan oleh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun akan membantu anggota jaringan dalam memenuhi kebutuhan informasi mengenai penerapan teknologi produksi. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan adanya hubungan antara jaringan komunikasi petani ubi kayu dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu. Semakin luas jaringan komunikasi yang dimiliki

149 123 oleh petani ubi kayu maka semakin tinggi tingkat penerapan teknologi produksi yang dilakukan. Pengukuran jaringan komunikasi dalam penelitian ini menggunakan dua jenis pengukuran yaitu sentralitas lokal dan sentralitas global. Pengujian hubungan antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan penerapan teknologi produksi menggunakan korelasi Rank Spearman. Pemilihan analisis korelasi Rank Spearman dikarenakan variabel data penerapan teknologi merupakan data skala ordinal sedangkan data variabel jaringan komunikasi merupakan data skala rasio. Selanjutnya, hasil uji korelasi Rank Spearman terhadap kedua variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Hubungan antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan tingkat penerapan teknologi produksi Jaringan Komunikasi Penerapan Teknologi Produksi Sentralitas Lokal 0,280 ** Sentralitas Global -0,292 ** Keterangan : ** Korelasi sangat nyata pada taraf 0,01 (uji 2 arah) Pengujian lebih rinci mengenai hubungan antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan tingkat penerapan produksi dalam hal pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen dapat dilihat pada Tabel 33 berikut ini. Tabel 33. Hubungan antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen Jaringan Penerapan Teknologi Produksi (rs) Komunikasi Peng. Pembibitan Penanaman Pemeliharaan Panen Lahan Sentralitas Lokal 0,191 0,088 0,216 * 0,207 * -0,092 Sentralitas Global -0,226 * -0,050-0,195-0,275 ** 0,135 Keterangan: * Korelasi nyata pada taraf 0.05 (uji dua arah). ** Korelasi sangat nyata pada taraf 0.01 (uji dua arah). Sentralitas Lokal Berdasarkan Tabel 32, pengukuran sentralitas lokal dan sentralitas global berhubungan sangat nyata dengan penerapan teknologi produksi. Artinya, keterlibatan petani ubi kayu dalam jaringan komunikasi yang terbentuk diantara sesama mereka berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi produksi secara keseluruhan yang mereka lakukan. Berdasarkan hasil uji korelasi peringkat Spearman pada Tabel 32 di atas terlihat bahwa nilai sentralitas lokal berhubungan sangat nyata dan positif dengan tingkat penerapan teknologi produksi ubi kayu, dimana rs=0,280 **. Artinya, semakin banyak petani ubi kayu terhubung dengan individu lain dalam lingkungan terdekat/lokalnya maka, semakin tinggi tingkat penerapan teknologi produksi yang

150 124 dilakukan oleh petani ubi kayu tersebut. Petani yang memiliki nilai sentralitas lokal yang tinggi akan berperan sebagai star di lingkungan terdekat/lokalnya. Petani ubi kayu yang berperan sebagai star merupakan individu yang memiliki kontak maksimal dengan individu yang lain dalam lingkungan terdekatnya. Petani ubi kayu yang berperan sebagai star merupakan individu yang mampu terlibat lebih sering dalam arus pertukaran informasi sehingga kerap dijadikan sebagai sumber informasi bagi petani ubi kayu lainnya dalam lingkungan terdekatnya. Individu ini memiliki kemudahan dalam mengakses berbagai informasi teknologi produksi melalui interaksi dengan sesama petani ataupun dengan sumber informasi lainnya. Oleh karena itu, individu ini dapat memenuhi kebutuhan informasinya dalam menerapkan teknologi produksi, sehingga ia akan menerapkan teknologi produksi lebih banyak dan lebih baik, tepat dan sesuai dengan anjuran yang telah diberikan. Beberapa individu petani ubi kayu yang menjadi star dalam lingkungan terdekatnya memiliki nilai skor penerapan teknologi produksi yang relatif lebih tinggi. Selanjutnya, daftar node yang berperan sebagai star dan rata-rata skor total penerapan teknologi dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Daftar responden yang berperan sebagai star dalam lingkungan terdekat dan rata-rata skor total penerapan teknologi produksi ubi kayu yang diperoleh Node Star Rata-Rata Skor Penerapan Teknologi Produksi Kategori 13 2,80 Tinggi 34 2,47 Tinggi 62 2,70 Tinggi Keterangan : Rendah = 1,00-1,66. Sedang = 1,67-2,33. Tinggi = 2,34-3,00 Berdasarkan Tabel 34, seluruh individu petani ubi kayu yang berperan sebagai star dalam lingkungan terdekatnya memiliki nilai skor total penerapan teknologi produksi yang tinggi, sehingga mereka pun masuk kedalam kategori tinggi dalam menerapkan teknologi produksi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa petani ubi kayu yang memiliki nilai sentralitas lokal yang tinggi atau yang menjadi star dalam lingkungan terdekatnya cenderung untuk menerapkan teknologi produksi ubi kayu dengan baik, tepat dan sesuai dengan anjuran, sehingga mereka masuk kedalam kategori tinggi untuk menerapkan teknologi produksi ubi kayu. Kondisi inilah yang menyebabkan adanya hubungan yang sangat nyata antara sentralitas lokal dengan penerapan teknologi produksi. Berdasarkan Tabel 33 mengenai hubungan antara sentralitas lokal dengan tingkat penerapan produksi berdasarkan tahapan teknologi produksi, terlihat bahwa nilai sentralitas lokal berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi produksi dalam penanaman dan pemeliharaan.terdapat hubungan nyata dan positif antara nilai

151 125 sentralitas lokal dengan tingkat penerapan teknologi produksi dalam penanaman dimana, rs=0,216 *. Artinya, semakin tinggi nilai sentralitas lokal atau semakin populer petani ubi kayu dalam lingkungan terdekat semakin tinggi menerapkan teknolgi produksi dalam penanaman. Menerapkan teknologi produksi ubi kayu dalam penanaman adalahi serangkaian aktivitas atau kegiatan yang dilakukan dalam budidaya ubi kayu yang sesuai dengan anjuran sehingga dapat meningkatkan hasil produksi ubi kayu. Pada tahap penanaman macam penerapan teknologi produksi berkisar sistem pertanian monokultur atau tumpang sari, posisi penanaman setek ubi kayu, penggunaan jarak tanam, dan pemupukan dasar. Petani ubi kayu yang memiliki nilai sentralitas lokal yang tinggi atau yang berperan sebagai star dalam lingkungan terdekatnya akan menerapkan teknologi produksi dalam hal penanaman sesuai dengan anjuran. Hal ini terjadi karena petani ubi kayu yang terdedah dengan informasi dan sering terlibat dalam pertukaran informasi di dalam lingkungan terdekat, cenderung memiliki pasokan informasi budidaya lebih baik daripada petani ubi kayu yang sedikit terlibat dalam jaringan komunikasi. Oleh karena itu, dalam menerapkan teknologi produksi, mereka tidak menemukan hambatan dalam bentuk kelangkaan informasi sehingga memperlancar proses penerapan teknologi yang nantinya akan meningkatkan hasil produksi usahatani mereka. Berdasarkan Tabel 33, nilai sentralitas lokal berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi produksi dalam pemeliharaan. Terdapat hubungan nyata dan positif antara nilai sentralitas lokal dengan tingkat penerapan teknologi produksi dalam penanaman dimana, rs=0,207 *. Artinya, semakin tinggi nilai sentralitas lokal atau semakin populer petani ubi kayu dalam lingkungan terdekat semakin tinggi menerapkan teknologi produksi dalam pemeliharaan. Penerapan teknologi produksi ubi kayu dalam pemeliharaan adalah melakukan aktivitas atau kegiatan budidaya tanaman ubi kayu dengan cara pengontrolan, memelihara tanaman ubi kayu sehingga budidaya dapat berlangsung optimal yang sesuai dengan anjuran sehingga dapat meningkatkan hasil produksi ubi kayu. Kegiatan pemeliharaan dalam penelitian ini meliputi kegiatan penyulaman, pengairan, penyiangan, pemupukan susulan dan perlindungan (proteksi tanaman). Petani ubi kayu yang memiliki nilai sentralitas lokal yang tinggi atau yang berperan sebagai star dalam lingkungan terdekatnya akan menerapkan teknologi produksi dalam hal pemeliharaan sesuai dengan anjuran. Hal ini terjadi karena kebutuhan informasi mengenai penerapan teknologi produksi tersedia dengan baik pada petani ubi kayu yang memiliki keterhubungan dengan petani ubi kayu lainnya yang berada pada lingkungan terdekat. Selain itu, keterlibatan petani ubi kayu dalam

152 126 sebuah jaringan komunikasi dapat mempengaruhi tindakan atau penerapan teknologi produksi karena terdpat petani ubi kayu yang berperan sebagai opinion leader atau star. Keberadaan peran sebagai opinion leader atau star dalam sebuah jaringan komunikasi dapat mengarahkan atau mempengaruhi tindakan seseorang sebagai hasil dari proses komunikasi yang terpola di dalam jaringan komunikasi. Sentralitas Global Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman pada Tabel 32 di atas, terdapat hubungan antara nilai sentralitas global dengan penerapan teknologi produksi. Terdapat hubungan yang sangat nyata dan negatif antara nilai sentralitas global dengan tingkat penerapan teknologi produksi ubi kayu dimana, rs= -0,292 **. Artinya, semakin rendah nilai sentralitas global petani ubi kayu maka semakin tinggi tingkat penerapan teknologi produksi yang dilakukan oleh petani ubi kayu tersebut. Semakin rendah nilai sentralitas global menunjukkan semakin pendek distance yang harus dilalui untuk menghubungi semua individu dalam sistem sebaliknya, semakin tinggi nilai sentralitas global menunjukkan semakin panjang distance yang harus dilalui untuk menghubungi semua individu dalam sistem (Scott, 2000). Semakin pendek distance yang harus dilalui oleh petani ubi kayu untuk menghubungi seluruh individu dalam sistem, semakin tinggi tingkat penerapan teknologi produksi yang dilakukan oleh petani ubi kayu tersebut. Dalam arti lain, semakin besar kemampuan petani ubi kayu tersebut untuk menghubungi seluruh petani ubi kayu lainnya dalam sistem maka, semakin tinggi tingkat penerapan teknologi produksi yang dilakukan oleh petani ubi kayu. Sentralitas global menunjukkan kemampuan konektivitas individu dengan individu lain dalam satuan sistem tertentu sehingga dapat berperan sebagai kunci penyebar informasi. Individu yang berperan sebagai kunci informasi adalah orang yang memiliki keberdayaan informasi yang dapat disebarluaskan kepada individu lain. Kekayaan informasi ini menggambarkan bahwa ia sering terlibat dalam arus pertukaran informasi yang terjadi dalam sistem jaringan komunikasi. Berdasarkan hasil uji Rank Spearman pada Tabel 32, semakin banyak petani ubi kayu berhubungan dengan individu lain dalam sistem, maka petani ubi kayu tersebut akan menerapkan teknologi produksi jauh lebih tinggi daripada petani ubi kayu lain yang terhubung dengan sedikit individu. Hal ini disebabkan karena tingkat keterhubungan seseorang dengan banyak individu lain memungkinkan terjadinya proses pertukaran informasi dalam peristiwa komunikasi yang jauh lebih sering dibandingkan dengan orang yang hanya berhubungan dengan sedikit individu. Frekuensi pertukaran informasi yang

153 127 dialami oleh seseorang dalam proses komunikasi menjadikan seseorang memiliki pengetahuan dan cadangan wawasan yang memadai dalam menerapkan teknologi produksi ubi kayu. Semakin sering petani ubi kayu melakukan pertukaran informasi dengan petani ubi kayu lainnya di dalam sistem maka semakin banyak informasi yang ia terima sehingga, semakin tinggi ia menerapkan teknologi produksi ubi kayu. Selain itu juga, semakin tinggi keterhubungan petani ubi kayu dengan semua petani ubi kayu lainnya dalam sebuah sistem memudahkan dirinya untuk terhubung dengan sumber informasi yang berasal di luar sistem. Node 13 dan node 34 merupakan individu yang memiliki peran sangat penting dalam proses pertukaran dan penyebaran informasi mengenai teknologi produksi. Node 13 adalah Pak Sugito yang merupakan ketua Gapoktan di Desa Suko Binangun. Pak Sugito merupakan kunci penyebar informasi teknologi produksi ubi kayu untuk informasi bibit dan pupuk. Node 34 adalah Pak Saryo yang merupakan ketua kelompok tani untuk petani ubi kayu yang berdomisili di Dusun Wates. Kedua aktor ini merupakan petanii ubi kayu yang memiliki jarak atau distance terpendek untuk dapat berhubungan dengan petani lainnya dalam sistem jaringan komunikasi. Selain memiliki karakteristik personal, sumberdaya informasi dan kepribadian yang kosmopolit, kedua aktor ini juga memiliki akses yang cukup luas dengan sumber informasi di luar sistem. Kemampuan untuk mengakses berbagai sumber informasi inilah yang menyediakan informasi apa saja yang mereka butuhkan untuk menerapkan teknologi produksi yang nantinya dapat meningkatkan produksi usahatani mereka. Ketersediaan informasi yang cukup pada kenyataannya dapat mebimbing, mengarahkan dan membantu mereka dalam menerapkan taknologi produksi sesuai dengan anjuran. Berdasarkan Tabel 34, node Pak Sugito (node 13) dan Pak Saryo (node 34) memiliki rata-rata skor totol penerapan teknologi ubi kayu yang masuk ke dalam kategori tinggi. Mereka menerapkan banyak jenis teknologi produksi yang dianjurkan dan melakukan penerapan tersebut sesuai dengan apa yang sudah dianjurkan oleh penyuluh pertanian setempat. Berdasarkan Tabel 33 mengenai hubungan antara sentralitas lokal dengan tingkat penerapan produksi berdasarkan tahapan teknologi produksi, terlihat bahwa nilai sentralitas global berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi produksi dalam aspek pengolahan lahan dan pemeliharaan. Terdapat hubungan nyata dan negatif antara nilai sentralitas global dengan tingkat penerapan teknologi produksi dalam pengolahan tanah dimana, rs= -0,226 *. Artinya, semakin rendah nilai sentralitas global atau semakin mampu petani ubi kayu untuk menghubungi petani ubi kayu yang

154 128 lain dalam sebuah sistem jaringan komunikasi maka, semakin tinggi menerapkan teknolgi produksi dalam aspek pengolahan tanah. Pengolahan lahan adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman ubi kayu dengan cara mempersiapkan lahan untuk budidaya tanaman ubi kayu. Tanaman ubi kayu membutuhkan struktur tanah yang gembur agar perkembangan ubi dapat tumbuh dengan leluasa. Adapun cara penyiapan lahan terdiri atas guludan, hamparan, bajang tergantung pada jenis tanah yang akan ditanami tanaman ubi kayu. Petani ubi kayu yang memiliki kemampuan dalam mengakses seluruh individu dalam sistem jaringan komunikasi memiliki frekuensi pertukaran informasi yang lebih sering daripada petani ubi kayu yang hanya terhubung dengan sedikit individu dalam sistem. Dengan melakukan pertukaran informasi kedua partisipan komunikasi akan memiliki banyak alternatif tindakan untuk memutuskan jenis teknologi yang akan diterapkan dan juga memiliki kecukupan informasi yang dibutuhkan untuk menerapkan teknologi produksi sesuai dengan yang telah dianjurkan. Berdasarkan Tabel 33, nilai sentralitas global berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi produksi dalam pemeliharaan. Terdapat hubungan sangat nyata dan negatif antara nilai sentralitas global dengan tingkat penerapan teknologi produksi dalam penanaman dimana, rs= -0,275 **. Artinya, semakin rendah nilai sentralitas global atau semakin mampu petani ubi kayu untuk menghubungi petani ubi kayu yang lain dalam sebuah sistem jaringan komunikasi maka, semakin tinggi menerapkan teknolgi produksi dalam aspek pemeliharaan. Dalam arti lain, petani ubi kayu yang memiliki nilai sentralitas global terendah akan menerapkan banyak jenis teknologi produksi mengenai pemeliharaan dan melakukan penerapan teknologi produksi dalam aspek pengolahan lahan sesuai dengan apa yang telah dianjurkan oleh petugas penyuluhan setempat. Kemampuan petani ubi kayu yang memiliki nilai sentralitas global terendah berdampak pada pendeknya jarak yang harus ditempuh oleh individu untuk menjangkau petani ubi kayu lainnya dalam sistem. Kondisi ini berdampak pada kemudahan petani ubi kayu untuk memiliki kecukupan informasi dalam menerapkan teknologi produksi. Kecukupan informasi diperoleh dengan akses yang dimiliki baik kepada sumber informasi yang berada di dalam sistem maupun di luar sistem. Resume Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterlibatan petani ubi kayu di Desa Suko Binangun berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi produksi yang dilakukan. Kemampuan petani ubi kayu dalam menghubungi petani ubi kayu lainnya

155 129 dalam lingkungan terdekatnya berhubungan dengan penerapan teknologi produksi yang ia lakukan, demikian halnya dengan kemampuan petani ubi kayu dalam menghubungi seluruh petani ubi kayu dalam sistem jaringan komunikasi yang juga berhubungan dengan penerapan teknologi produksi yang ia lakuan. Pada pengujian lebih rinci, kemamapuan petani ubi kayu untuk menghubungi petani ubi kayu lainnya dalam lingkungan lokal berhubungan dengan penerapan teknologi produksi pada aspek penanaman dan pemeliharaan sedangkan, kemampuan petani ubi kayu dalam menghubungi seluruh petani ubi kayu lainnya dalam sebuah sistem berhubungan dengan aspek penyiapan lahan dan pemeliharaan.

156 32

157 130 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Struktur jaringan komunikasi diantara petani ubi kayu di Desa Suko Binangun terbentuk berdasarkan kedekatan tempat tinggal antar anggotanya. Struktur jaringan komunikasi mengenai informasi bibit, pupuk dan panen merupakan radial personal network (menyebar) sedangkan struktur jaringan komunikasi mengenai informasi hama dan penyakit merupakan interlock personal network (memusat). Ciri yang melekat pada petani ubi kayu yang berperan sebagai star umumnya orang-orang yang memiliki derajat keterhubungan yang paling tinggi dengan individu lainnya. Kecenderungan petani ubi kayu untuk berkomunikasi dengan star didasarkan pada pertimbangan kedekatan jarak tempat tinggal, kepercayaan dan kenyamanan dalam berkomunikasi. Individu yang memiliki nilai sentralitas lokal tertinggi atau yang berperan menjadi star pada jaringan komunikasi mengenai bibit, hama dan penyakit adalah petani berpengaruh yang memiliki sikap terbuka tentang informasi teknologi produksi kepada petani ubi kayu lainnya. Star dalam jaringan komunikasi mengenai pupuk adalah Ketua Gapoktan dan penjual saprotan di desa tersebut. Star dalam jaringan komunikasi megenai panen adalah petani yang merupakan penyedia jasa tenaga kerja untuk memanen dan transportasi pengangkut hasil panen ke pabrik ubi kayu. Individu yang memiliki nilai sentralitas global terendah atau yang berperan sebagai kunci penyebar informasi pada jaringan komunikasi mengenai bibit dan pupuk adalah Ketua Gapoktan dan penjual saprotan di desa tersebut dan pada jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit serta panen adalah petani berpengaruh yang memiliki sikap terbuka tentang informasi teknologi produksi kepada petani ubi kayu lainnya. 2. Petani ubi kayu yang terlibat dalam jaringan komunikasi dan memiliki kemampuan untuk menghubungi petani ubi kayu yang lain dalam lingkungan terdekatnya adalah orang-orang yang memiliki pendapatan tinggi, keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa yang tinggi serta memiliki lahan garapan yang luas. Petani ubi kayu yang terlibat dalam jaringan komunikasi dan memiliki kemampuan untuk menghubungi seluruh petani ubi kayu di dalam sistem jaringan komunikasi adalah orang-orang yang memiliki adalah pendidikan dan pendapatan yang tinggi serta keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa yang tinggi.

158 Petani ubi kayu yang terlibat dalam jaringan komunikasi dan memiliki kemampuan untuk menghubungi petani ubi kayu yang lain baik dalam lingkungan terdekat maupun dalam sistem jaringan komunikasi merupakan petani ubi kayu yang menerapkan teknologi produksi paling tinggi. Saran 1. Penyebaran informasi baru mengenai teknologi produksi ke petani ubi kayu di Desa Suko Binangun dapat dilakukan dengan mendekati petani ubi kayu yang memiliki kemampuan menghubungi seluruh petani ubi kayu dalam sistem jaringan komunikasi yang berperan sebagai kunci penyebar informasi sesuai dengan jenis informasi yang akan di sebarluaskan. Sosialisasi secara intensif dapat dilakukan dengan mendekati petani ubi kayu yang memiliki kemampuan menghubungi petani ubi kayu lainnya dalam lingkungan terdekat atau berperan sebagai star pada setiap klik dalam sistem jaringan komunikasi sesuai dengan jenis informasi yang akan disebarluaskan. Untuk jenis informasi yang spesifik dan sulit untuk diakses oleh banyak petani ubi kayu perlu mendekati orang-orang yang tidak hanya menjadi star tetapi juga memiliki nilai kepercayaan dari petani ubi kayu lainnya sebagai sumber informasi yang kredibel. 2. Agar dapat terlibat dalam jaringan komunikasi, petani ubi kayu yang berperan sebagai isolate atau pencilan perlu untuk meningkatkan akses mereka terhadap beragam media massa dan mengikutsertakan diri ke dalam kelompok di lingkungan mereka. 3. Petani ubi kayu yang masuk kedalam kategori rendah dan sedang dalam menerapkan teknologi produksi ubi kayu perlu untuk terlibat ke dalam jaringan komunikasi yang telah terbentuk agar dapat menerapkan teknologi ubi kayu dengan baik dan benar.

159 132 DAFTAR PUSTAKA Arikunto S Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktek. Cetakan ke-8. Rieneka Cipta. Yogyakarta Aziz, A Analisis jaringan komunikasi dalam masyarakat tradisional kampung naga (Kasus dalam usahatani padi). Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Berlo, D. K The process of communication. New York: Holt, Rinehart, & Winston. Boorgati, Everett and Freeman UCINET VI Version Reference Manual. Natric MA: Analitic Technologies. BPS Statistik Indonesia. Jakarta: Biro Pusat Statistik. BPS Statistik Indonesia. Jakarta: Biro Pusat Statistik. BPS Kabupaten Lampung Tengah way seputih dalam angka. Metro: BAPPEDA dan BPS Kabupaten Lampung Tengah. Cangara H Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Danowski, James., Riopelle, Ken., Gluesing, Julia., Blow, Scott., Ferencz, Mark., Hallway, Fred., Henry, Mark. and McClain, Shawn Communication Networks and Productivity: Rewiring Low Productivity Units' Networks to Match High Productivity Units' Networks. Paper presented at the annual meeting of the International Communication Association, TBA, Montreal, Quebec, Canada, May [Diakses tanggal 10 April 2011]. Djamali RA Analisis jaringan komunikasi dalam bisnis sarang burung walet di Kabupaten Jember Jawa Timur. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Dilla, Sumadi Komunikasi pembangunan: pendekatan terpadu. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Hanneman, Robert A. and Mark Riddle Introduction to social network methods. Riverside, CA: University of California, Riverside [Diakses tanggal 6 April 2011]. Havelock, R.G., A. Guskin, M. Frohman, M. Havelock, M. Hill, and J. Huber Planning for innovation: through dissemination and utilization of knowledge. Ann Arbor: The University of Michigan. Hermawanto, V.R Hubungan karakteristik petani yang menanam varietas padi unggul lokal dan persepsi mereka tentang varietas tesebut di Desa Gledek Kabupaten Klaten Jawa Tengah dan di Desa Jambudipa, Kabupaten Cianjur. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ihsaniyati, Hanifah Kebutuhan dan perilaku pencarian informasi petani gurem (Kasus Desa Rowo Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung). Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

160 133 Jahi A Komunikasi massa dan pembangunan pedesaan di negara-negara dunia ketiga: suatu pengantar. Jakarta: Gramedia. Kusnandi, N., Fariyanti, A., Rachmina, D., Jahroh, S Bunga rampai agribisnis seri pemasaran. Bogor: IPB Press. Leavitt, Harold Psikologi manajemen. Diterjemahkan Oleh Muslichah Zarkasi. Jakarta: Erlangga. Lionberger, Herbert.F., and Paul H Gwin Communication Strategis: A Guide For Agicultural Change Agents. USA : University of Missouri Columbia. Littlejohn, Stephen W Theories of human communication. California: Wadsworth Publishing Company. Lubis DP Communication and socio-cultural determinants of social and physical adaptability among indonesian transmigrant (Disertasi). Los Banos: University of The Philippines. Mardikanto, T Penyuluhan pembangunan pertanian. Cetakan Kedua. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Mislini, Laisa Analisis jaringan komunikasi pada kelompok swadaya masyarakat (Kasus KSM di Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor). Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Mosher, A.T Getting agricultural moving. New York: Prager. Mubyarto Pengantar ekonomi pertanian. Jakarta: LP3ES. Mulyana, Deddy Ilmu komunikasi: suatu pengantar. Bandung: Rosda. Nasution, Zulkarimen Komunikasi pembangunan: pengenalan teori dan penerapannya. (Edisi Revisi). Jakarta: RajaGrafindo Persada. Padmowihardjo S Psikologi belajar mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka. Prihandana, Rama.,dkk Bioetanol ubi kayu: bahan bakar masa depan. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Rahim dan Hastuti Pengantar, teori, dan kasus ekonomika pertanian. Depok: Penebar Swadaya. Rogers, E.M., and F.F Shoemaker Communication of innovations : a cross cultural approach. Second Edition. New York : The Free Press. Rogers, E.M and L. Kincaid Communication network: toward a new paradigm for research. London: Collier Macmillan Publisher. Rogers, E. M Diffusion of innovations. 5th ed. New York: Free Press. Rukmana, Rahmat Ubikayu: budi daya dan pascapanen. Yogyakarta: Kanisius. Scott Social network analysis: a hand book. Second Edition. California: SAGE Publications Inc. Setyanto E Hubungan karakteristik petani dan keterlibatannya dalam jaringan komunikasi dengan adopsi paket teknologi supra insus di Desa Pandeyan,

161 134 Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Shiddieqy M Perilaku komunikasi anggota kelompok tani penghijauan dalam berpartisipasi terhadap sistem pemberian dana langsung (Kasus penerapan SPKS di kabupaten Cianjur). Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Singarimbun M., dan S. Effendi Metode penelitian survai. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. Siswanto, T.J Hubungan karakteristik individu dan jaringan komunikasi peternak sapi perah dengan penerapan teknologi flushing (Kasus di Cangkringan Kabupaten Sleman. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Soedijianto Organisasi, kelompok dan kepemimpinan pendidikan guru pertanian. Bogor: Institut Pendidikan Latihan dan Penyuluhan pertanian Ciawi. Soekartawi Prinsip dasar komunikasi pertanian. Jakarta: UI Press. Solahuddin Pembangunan pertanian awal era reformasi. Jakarta: PP Mardi Mulyo. Sopiana Hubungan karakteristik petani dan jaringan komunikasi dengan perilaku usahatani tebu (Studi kasus di lokasi transmigrasi Desa Tanah Abang Kecamatan Bunga Mayang, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung). Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sundari, Titik Pengenalan varietas unggul dan teknik budidaya ubi kayu. Malang: Balai penelitian kacang kacangan dan umbi umbian. Syafril, D Hubungan karakteristik petani dan jaringan komunikasi dengan adopsi inovasi teknologi sistem usaha pertanian jagung (kasus di Kecamatan Rambah Hilir, Riau).Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Tubb, S.L dan Moss, S Human communication. prinsip-prinsip dasar. (Terjemahan). Bandung: Remaja Rosdakarya. Walgito, Bimo Psikologi kelompok. Yogyakarta: Penerbit Andi. Winawarsih, I.A Faktor komunikasi dan sosial ekonomi yang berhubungan dengan adaptasi nelayan (Kasus relokasi nelayan di Desa Bajo Indah, Kecamatan Soropia, Kabupaten Kendari). Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Zahid, A Hubungan karakteristik peternak sapi perah dengan sikap dan perilaku aktual dalam pengelolaan limbah peternakan. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

162 135

163 LAMPIRAN 136

164 135

165 136 Lampiran 1. Kuesioner penelitian No. Responden :... JARINGAN KOMUNIKASI DALAM PRODUKSI UBI KAYU ( Kasus Pada Petani Ubi Kayu Di Desa Suko Binangon, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung) Nama Responden :... Nama Kelompok Tani :... Alamat Responden :... Tanggal Wawancara :... Nama Enumerator :... MAYOR KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan nasional. Pertanian memberikan kontribusi besar dalam ekonomi bangsa Indonesia terutama pada saat terjadi krisis moneter di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Perkembangan Komunikasi Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Perkembangan Komunikasi Pembangunan 7 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Perkembangan Komunikasi Pembangunan Komunikasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971) adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran 27 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Persoalan mengenai kesejahteraan, peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan serta kemandirian pangan masih menjadi persoalan yang penting di

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain Penelitian 33 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat deskriptif dan korelasional. Pemilihan pendekatan kuantitatif digunakan untuk lebih memahami fakta

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI (Kasus di Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang NTT) IRIANUS REJEKI ROHI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

KOMPETENSI PETANI JAGUNG DALAM BERUSAHATANI DI LAHAN GAMBUT: KASUS PETANI JAGUNG DI LAHAN GAMBUT DI DESA LIMBUNG KABUPATEN PONTIANAK KALIMANTAN BARAT

KOMPETENSI PETANI JAGUNG DALAM BERUSAHATANI DI LAHAN GAMBUT: KASUS PETANI JAGUNG DI LAHAN GAMBUT DI DESA LIMBUNG KABUPATEN PONTIANAK KALIMANTAN BARAT KOMPETENSI PETANI JAGUNG DALAM BERUSAHATANI DI LAHAN GAMBUT: KASUS PETANI JAGUNG DI LAHAN GAMBUT DI DESA LIMBUNG KABUPATEN PONTIANAK KALIMANTAN BARAT M A L T A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR

MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH (Kasus Desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat) RISYAT ALBERTH FAR FAR SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat cocok sebagai media tanam untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi kayu merupakan komoditas

Lebih terperinci

PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN PEMANFAATAN MEDIA KOMUNIKASI PRIMA TANI DAN AKSESIBILITAS KELEMBAGAAN TANI DENGAN PERSEPSI PETANI TENTANG INTRODUKSI TEKNOLOGI AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN (Kasus di Jawa Barat dan Sulawesi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu,

I. PENDAHULUAN. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu, usahatani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan sumber daya alam

Lebih terperinci

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS KOMUNIKASI MODEL PRIMA TANI SEBAGAI DISEMINASI TEKNOLOGI PERTANIAN DI DESA CITARIK KABUPATEN KARAWANG JAWA BARAT

ANALISIS EFEKTIVITAS KOMUNIKASI MODEL PRIMA TANI SEBAGAI DISEMINASI TEKNOLOGI PERTANIAN DI DESA CITARIK KABUPATEN KARAWANG JAWA BARAT ANALISIS EFEKTIVITAS KOMUNIKASI MODEL PRIMA TANI SEBAGAI DISEMINASI TEKNOLOGI PERTANIAN DI DESA CITARIK KABUPATEN KARAWANG JAWA BARAT FIRMANTO NOVIAR SUWANDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai sektor primer memiliki kewajiban untuk memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga tani.

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sumber pendapatan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui perannya dalam pembentukan Produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT (Kasus: Program PHT Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon) LUKI SANDI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana strategis tahun 2010-2014 adalah terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN SIKAP KARYAWAN DALAM USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN SIKAP KARYAWAN DALAM USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN SIKAP KARYAWAN DALAM USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Kasus Perusahaan Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan) SKRIPSI EVA SUSANTI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL (Kasus di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) HENDRO ASMORO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KLINIK AGRIBISNIS PADA PRIMA TANI DI KECAMATAN LEUWI SADENG BOGOR NIA RACHMAWATI

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KLINIK AGRIBISNIS PADA PRIMA TANI DI KECAMATAN LEUWI SADENG BOGOR NIA RACHMAWATI EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KLINIK AGRIBISNIS PADA PRIMA TANI DI KECAMATAN LEUWI SADENG BOGOR NIA RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 2 No. 4, OKTOBER 2014

JIIA, VOLUME 2 No. 4, OKTOBER 2014 KINERJA PENYULUH PERTANIAN LAPANG (PPL) DALAM PENERAPAN PANCA USAHATANI JAGUNG SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KEMAJUAN USAHATANI JAGUNG DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN (Agricultural Extension

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menopang kehidupan masyarakat Indonesia karena berperan dalam pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari peranan

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS KOMUNIKASI DENGAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM MENGEMBANGKAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SITU BABAKAN JAKARTA SELATAN USMIZA ASTUTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR

KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR Disusun Oleh : SEVIA FITRIANINGSIH A 14104133 PROGRAM

Lebih terperinci

HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK SAPI POTONG

HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK SAPI POTONG HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK SAPI POTONG Kasus pada Kelompok Ternak Lembu Jaya dan Bumi Mulyo Kabupaten Banjarnegara SKRIPSI TAUFIK BUDI PRASETIYONO PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR Oleh : DIKUD JATUALRIYANTI A14105531 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI (PREPAID CARD) LOVITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK (Kasus: Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) OLEH: CORRY WASTU LINGGA PUTRA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. empiris, baik pada kondisi ekonomi normal maupun pada saat krisis. Peranan pokok

I. PENDAHULUAN. empiris, baik pada kondisi ekonomi normal maupun pada saat krisis. Peranan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peranan pertanian sebagai subsektor andalan dalam perekonomian telah terbukti secara empiris, baik pada kondisi ekonomi normal maupun pada saat krisis. Peranan

Lebih terperinci

PERSEPSI KONSUMEN TENTANG MUTU PELAYANAN DAN PRODUK STEAK DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENGKONSUMSI (Kasus di Restoran Obonk Steak & Ribs Bogor)

PERSEPSI KONSUMEN TENTANG MUTU PELAYANAN DAN PRODUK STEAK DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENGKONSUMSI (Kasus di Restoran Obonk Steak & Ribs Bogor) PERSEPSI KONSUMEN TENTANG MUTU PELAYANAN DAN PRODUK STEAK DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENGKONSUMSI (Kasus di Restoran Obonk Steak & Ribs Bogor) SKRIPSI DISTI LASTRIANI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ACHMAD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari sektor pertanian. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA KOMUNIKASI TERHADAP PEMBERDAYAAN PETANI PADA PROGRAM PRIMATANI LAHAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN KARAWANG DAROJAT PRAWIRANEGARA

PENGARUH MEDIA KOMUNIKASI TERHADAP PEMBERDAYAAN PETANI PADA PROGRAM PRIMATANI LAHAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN KARAWANG DAROJAT PRAWIRANEGARA PENGARUH MEDIA KOMUNIKASI TERHADAP PEMBERDAYAAN PETANI PADA PROGRAM PRIMATANI LAHAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN KARAWANG DAROJAT PRAWIRANEGARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI Oleh: Aladin Nasution*) - Abstrak Pada dasarnya pembangunan pertanian di daerah transmigrasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman padi merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam rangka ketahanan pangan penduduk Indonesia. Permintaan akan beras meningkat pesat seiring dengan

Lebih terperinci

Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah Ratnaningsih 1. ABSTRAK

Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah Ratnaningsih 1. ABSTRAK PERSEPSI PETANI TENTANG DETERMINAN SELEKSI SALURAN KOMUNIKASI DALAM PENERIMAAN INFORMASI USAHATANI PADI (KASUS PETANI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN) Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS VIDEO INSTRUKSIONAL DALAM DISEMINASI INFORMASI PERTANIAN

EFEKTIVITAS VIDEO INSTRUKSIONAL DALAM DISEMINASI INFORMASI PERTANIAN EFEKTIVITAS VIDEO INSTRUKSIONAL DALAM DISEMINASI INFORMASI PERTANIAN (Eksperimen Lapangan : Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) pada Petani Kakao di Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah) MUHAMMAD

Lebih terperinci

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pendekatan pembangunan yang saat ini diterapkan di Indonesia bersifat bottom up yang menggantikan pendekatan lama yang bersifat top down. Dalam konteks pembangunan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian Indonesia. Mengacu pada keadaan itu, maka mutlak diperlukannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN SUMBER DAN KEBUTUHAN INFORMASI UNTUK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN SUMBER DAN KEBUTUHAN INFORMASI UNTUK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN SUMBER DAN KEBUTUHAN INFORMASI UNTUK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS Studi Kasus Petani Padi di Desa Padahurip Kecamatan Banjarwangi Kabupaten Garut SKRIPSI CEP HILMAN A 14102027

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pertanian tersebut antara lain menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk,

I PENDAHULUAN. pertanian tersebut antara lain menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk, I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan di Indonesia secara umum akan berhasil jika didukung oleh keberhasilan pembangunan berbagai sektor. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

Bulkis Universitas Terbuka ABSTRACT ABSTRAK

Bulkis Universitas Terbuka ABSTRACT ABSTRAK ANALISIS JARINGAN KOMUNIKASI PETANI TANAMAN SAYURAN (KASUS PETANI SAYURAN DI DESA EGON, KECAMATAN WAIGETTE, KABUPATEN SIKKA, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR) Bulkis (bulkis@ut.ac.id) Universitas Terbuka ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa,

Lebih terperinci

HAMBATAN- HAMBATAN KOMUNIKASI YANG DIRASAKAN PETERNAK DALAM PEMBINAAN BUDIDAYA SAPI POTONG DI KABUPATEN OGAN ILIR ELLY ROSANA

HAMBATAN- HAMBATAN KOMUNIKASI YANG DIRASAKAN PETERNAK DALAM PEMBINAAN BUDIDAYA SAPI POTONG DI KABUPATEN OGAN ILIR ELLY ROSANA HAMBATAN- HAMBATAN KOMUNIKASI YANG DIRASAKAN PETERNAK DALAM PEMBINAAN BUDIDAYA SAPI POTONG DI KABUPATEN OGAN ILIR ELLY ROSANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

HUBUNGAN SEJUMLAH KARAKTERISTIK PETANI METE DENGAN PENGETAHUAN MEREKA DALAM USAHATANI METE DI KABUPATEN BOMBANA, SULAWESI TENGGARA

HUBUNGAN SEJUMLAH KARAKTERISTIK PETANI METE DENGAN PENGETAHUAN MEREKA DALAM USAHATANI METE DI KABUPATEN BOMBANA, SULAWESI TENGGARA JURNAL P ENYULUHAN ISSN: 1858-2664 Juni 2006, Vol. 2, No. 2 HUBUNGAN SEJUMLAH KARAKTERISTIK PETANI METE DENGAN PENGETAHUAN MEREKA DALAM USAHATANI METE DI KABUPATEN BOMBANA, SULAWESI TENGGARA (THE RELATIONSHIP

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan akan pangan, sehingga kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak asasi yang

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA LIRA MAI LENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2 0 0 7 ABSTRAK Lira Mai Lena. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR Oleh : Endang Pudji Astuti A14104065 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya,

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK INDRA GUMAY FEBRYANO

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK INDRA GUMAY FEBRYANO PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK Studi Kasus di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung INDRA GUMAY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor yang mempunyai peranan strategis bagi perekonomian Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis sebagai penyedia

Lebih terperinci

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK YUSNIDAR. Keefektivan Komunikasi Masyarakat

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR Oleh EVITA DWI PRANOVITANTY A 14203053 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian di Indonesia telah mengalami perubahan yang pesat. Berbagai terobosan yang inovatif di bidang pertanian telah dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kab. Bogor, Jawa Barat) Oleh : Amir Mutaqin A08400033 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR Oleh: MARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN Oleh : Sumaryanto Sugiarto Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KERJA KARYAWAN DIVISI PRODUKSI ( Studi Kasus di Divisi Produksi Susu Bubuk PT. Indomilk Jakarta )

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KERJA KARYAWAN DIVISI PRODUKSI ( Studi Kasus di Divisi Produksi Susu Bubuk PT. Indomilk Jakarta ) HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KERJA KARYAWAN DIVISI PRODUKSI ( Studi Kasus di Divisi Produksi Susu Bubuk PT. Indomilk Jakarta ) SKRIPSI SETYO UTOMO PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Pembangunan pertanian masih mendapatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2005 2009 didasarkan pada tujuan pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh : MUHAMMAD UBAYDILLAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci