KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU PERMUKIMAN DI BOGOR APRIYANTO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU PERMUKIMAN DI BOGOR APRIYANTO"

Transkripsi

1 KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU PERMUKIMAN DI BOGOR APRIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Jenis Semut Pengganggu Permukiman di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2016 Apriyanto B

4

5 RINGKASAN APRIYANTO. Keragaman Jenis Semut Pengganggu Permukiman di Bogor. Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan SUSI SOVIANA. Bogor memiliki perkembangan penduduk yang tinggi, disertai dengan pertumbuhan pemukiman, pasar dan restoran cukup pesat. Suhu udara rata-rata setiap bulannya 26 0 C dan kelembapan kurang lebih 70%, menjadikan Bogor sangat cocok untuk kawasan permukiman. Perkembangan permukiman yang tinggi saat ini membuat habitat asli bagi serangga khususnya semut menjadi terganggu, sehingga semut mencari habitat baru berdampingan dengan manusia. Penelitian mengenai keragaman jenis semut pengganggu di permukiman wilayah Bogor, ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar informasi tentang semut pengganggu dan potensinya sebagai serangga hama. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengindentifikasi ragam jenis semut di permukiman, mengetahui kelimpahan, dominasi, frekuensi dan mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan semut di permukiman Bogor. Penelitian ini dilakukan pada 10 pasar, 25 rumah makan, 30 rumah tinggal (indoor) dan 30 perimeter rumah pada wilayah permukiman di Kabupaten Bogor. Koleksi semut dilakukan dengan menggunakan bait trap yaitu perangkap dengan umpan cairan gula dan ikan tongkol, semut yang mendatangi umpan ditangkap secara manual. Penangkapan semut menggunakan hand collection yaitu menangkap secara langsung di perimeter rumah yang berjarak tiga meter di sekeliling rumah. Identifikasi menggunakan kunci identifikasi semut. Pengukuran faktor keberadaan semut berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang dan penghuni rumah. Hasil dari penelitian ini ditemukan 19 spesies dari 6 subfamily semut, yaitu Paratrechina longicornis, Anoplolepis gracilipes, Tapinoma melanocephalum, Monomorium pharaonis, Technomyrmex albipes, Camponotus barbatus, Polyrhachis ackterbergi, Prenolepis impairs, Pheidole sp., Monomorium floricola, Solenopsis geminate, Solenopsis invicta, Solenopsis molesta, Odontomachus haematodes, Odontoponera denticulate, Odontoponera transversa, Probolomyrmex sp., Tetraponera allaborans, Dolichoderus thoracicus. Jenis-jenis semut yang terbanyak ditemukan di pasar yaitu Paratrechina longicornis (60,4%), diikuti oleh Tapinoma melanocephalum (13,6%) dan Anoplolepis gracilipes (10,9%). Adapun jenis semut terbanyak di rumah makan yaitu Anoplolepis gracilipes (39,3%), diikuti oleh Paratrechina longicornis (23,1%) dan Tapinoma melanocephalum (13,4%). Selanjutnya jenis semut terbanyak ditemukan di dalam rumah yaitu Solenopsis sp. (35,4%), diikuti oleh Paratrechina longicornis (25,8%), dan Monomorium pharaonis (22%). Jenis semut terbanyak yang ditemukan di perimeter rumah yaitu Dolichoderus thoracicus (24,6%), diikuti Paratrechina longicornis (19,1%) dan Monomorium pharaonis (15,6%). Indeks keragaman pada keempat lokasi pengamatan masih tergolong sedang yaitu lokasi Pasar sebesar 1.3, rumah makan sebesar 1.6, dalam rumah sebesar 1.5 dan perimeter rumah sebesar 2.2. Hubungan infestasi semut terhadap biosekuriti personal, tempat/peralatan dan lingkungan di lokasi Pasar, Rumah Makan, Dalam Rumah dan Perimeter Rumah, tidak signifikan. Hasil penelitian menunjukkan semut di permukiman belum menjadi masalah besar yang mengganggu. Kata kunci: biosekuriti, indeks keragaman, permukiman, Semut

6

7 SUMARY APRIYANTO. Diversity of nuisance ants at settlement in Bogor. Guided by UPIK KESUMAWATI HADI and SUSI SOVIANA Bogor has a high population growth, coupled with the growth of settlements, traditional markets and restaurants quite rapidly. Average monthly temperatures 26 0 C and approximately of humidity 70%, making the Bogor very suitable for residential areas. The development of high current settlements create natural habitat for insects, especially ants become distracted. So the ant to look for new habitats that coexist with humans. Research on the species diversity of ants nuisance in residential areas of Bogor, was expected to be used as the basis of information about the ant bully and potential as insect pests. The purpose of the study was to identify the various types of ants in the settlement, knowing abundance, dominance, frequency and study the factors that influence the presence of ants in the settlement Bogor. This study was conducted in 10 traditional markets, 25 restaurants, 30 residential (indoor) and 30 houses on the perimeter of settlement area in Bogor regency. Ant collection is done by using bait traps is trap with liquid bait sugar and tuna fish, which come to bait ants arrested manually. The collection of ants was conducted by hand collection directly on the house perimeter within three meters. Identification of ant was done according to morphological keys. The interviews were done to measure the existence of ant in the settlement. The results of this study found 19 species of 6 subfamily of ants, namely Paratrechina longicornis, Anoplolepis gracilipes, Tapinoma melanocephalum, Monomorium pharaonis, Technomyrmex albipes, Camponotus barbatus, Polyrhachis ackterbergi, Prenolepis imparis, Pheidole sp., Monomorium floricola, Solenopsis geminata, Solenopsis invicta, Solenopsis molesta, Odontomachus haematodas, Odontoponera denticulata, Odontoponera transversa, Probolomyrmex sp., Tetraponera allaborans, Dolichoderus thoracicus. The species of ants mostly found in the traditional market were Paratrechina longicornis (60,4%), followed by Tapinoma melanocephalum (13,6%) and Anoplolepis gracilipes (10,9%). The ant species mostly found in the restaurants were Anoplolepis gracilipes (39,3%), followed by Paratrechina longicornis (23,1%) and Tapinoma melanocephalum (13,4%). Furthermore, the mostly species found in the houses namely Solenopsis sp.(35,4%), followed by Paratrechina longicornis (25,8%) and Monomorium pharaonis (22%). The mostly species found in the perimeter of the houses namely Dolichoderus thoracicus (24,6%), followed by Paratrechina longicornis (19,1%) and Monomorium pharaonis (15,6%). The diversity index relatively moderate at traditional markets (1.3), restaurants (1.6), in the houses (1.5) and at perimeter of the houses (2.2). The relationship between ant infestations and personal, place/equipment and environmental biosecurities at the traditional markets, restaurant, houses and the perimeter were not significant. The result showed that ants infestation in the settlements have not yet became a big problem in nuisance. Keywords: Ants, biosecurity, diversity index, settlement

8

9 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

10

11 KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU PERMUKIMAN DI BOGOR APRIYANTO Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

12 Penguji luar Komisi pada Sidang Tesis: Dr. Drh. Risa Tiuria MS

13

14

15 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari-Juni 2015 ini ialah semut permukiman, dengan judul Keragaman Jenis Semut Pengganggu Permukiman di Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Drh Upik Kesumawati Hadi, MS PhD dan Ibu Dr drh Susi Soviana, MSi selaku pembimbing, serta Bang Mul, Pak Nino, Ismail, Ikbal dan Dede yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dinas Pasar, bapak dan ibu selaku pemilik Perumahan dan Rumah makan yang berada di Bogor sebagai lokasi penelitian yang telah banyak membantu selama proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua tercinta, istri dan anak, kakak-kakak saya yang selalu mendukung, memberikan motivasi serta keluarga, kemudian seluruh pihak yang telah terlibat dalam proses penelitian sampai pada tahap penyelesaian tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2016 Apriyanto

16

17 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1 TINJAUAN PUSTAKA 2 Morfologi dan Taksonomi Semut 2 Biologi Semut 3 Distribusi Semut 4 Peranan Semut dalam Kesehatan 5 METODE 6 Lokasi dan Waktu Penelitian 6 Metode Penelitian 6 Analisis Data 7 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Keragaman Jenis Semut Pengganggu di Permukiman 8 Keragaman Jenis Semut yang diperoleh dengan BT dan HC 15 Kelimpahan Nisbi dan Indeks Keragaman Jenis 18 Korelasi Infestasi Semut terhadap Biosekuriti Personal, Tempat/Peralatan dan Lingkungan di Permukiman 21 Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan Semut dan Hama Pengganggu Lainnya 22 SIMPULAN 223 DAFTAR PUSTAKA 24 LAMPIRAN 27 RIWAYAT HIDUP 41 vi vi vi

18

19 DAFTAR TABEL 1 Tingkatan taksa jenis-jenis semut pengganggu permukiman yang dikoleksi dari keempat lokasi di permukiman Bogor (Februari-Juni 2015) 8 2 Jenis-jenis semut yang dikoleksi dengan bait trap pada tiga lokasi di permukiman Bogor (Februari-Juni 2015) 16 3 Jenis-jenis semut yang dikoleksi dengan hand collection pada lokasi perimeter rumah di permukiman Bogor (Februari-Juni 2015) 18 4 Kelimpahan, frekuensi, dominasi semut di permukiman Bogor (Februari-Juni 2015) 19 5 Hubungan infestasi semut dengan variabel biosekuriti (Februari-Juni 2015) 21 6 Pandangan masyarakat di lokasi pasar, rumah makan dan pemukiman terhadap keberadaan semut dan hama lainnya di Bogor (Februari-Juni 2015) 22 DAFTAR GAMBAR 1 Jenis semut yang diperoleh dari keempat lokasi di permukiman Bogor Dolichoderus thoracicus (a), Tapinoma melanochepalum (b), Technomyrmex albipes (c), Camponotus barbatus (d), Polyrhachis ackterbergi (e), Anoplolepis gracilipes (f), Paratrechina longicornis (g), Prenolepis impairs (h), Pheidole sp. (i), Monomorium floricola (j), Monomorium pharaohnis (k), Solenopsis geminata (l), Solenopsis molesta (m), Solenopsis invicta (n), Odontomachus haematodes (o), Odontoponera denticulata (p), Odontoponera transversa (q), Probolomyrmex sp. (r), Tetraponera allaborans (s) 11 DAFTAR LAMPIRAN 1 Penangkapan semut dengan bait trap (BT) cairan gula dan ikan di permukiman bogor (Februari-Juni 2015) 29 2 Penangkapan semut dengan hand collection (HC) pada perimeter rumah di permukiman bogor (Februari-Juni 2015) 29 3 Suhu dan kelembaban dari keempat lokasi di permukiman Bogor (Februari-Juni 2015) 29 4 Pengukuran infestasi semut pengganggu di permukiman bogor (Februari-Juni 2015) 31 5 Distribusi frekuensi jawaban responden berdasarkan variabel biosekuriti dengan infestasi semut permukiman di Bogor (Februari-Juni 2015) 33 6 Kuisioner semut pengganggu di permukiman Bogor (Februari-Juni 2015) 36

20

21 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Semut adalah serangga sosial yang tergolong famili Formicidae, ordo Hymenoptera terbagi lebih dari kelompok genus, dengan perbandingan jumlah yang besar di kawasan tropis. Semut dikenal dengan koloni dan sarangsarangnya yang teratur, terdiri atas ribuan semut per koloni. Koloni semut terdiri atas semut pekerja, semut pejantan, dan ratu semut. Semut tersebar di dunia dalam berbagai ekosistem kecuali daerah kutub (Ward 2007). Pada ekosistem tropika semut dapat mencapai lebih dari 30% total biomassa serangga dan memiliki beragam peran dalam ekosistem (Hashimoto 2003). Semut sangat peka terhadap perubahan struktur habitat dan lingkungan tempat hidupnya serta memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda-beda pada tiap tipe habitat (Borror et al. 1996). Semut dapat menjadi indikator terhadap kerusakan habitat dan kunci dalam mengukur fauna serangga (Wilson 2010). Penelitian dan publikasi mengenai semut pada permukiman di Indonesia di antaranya; Astuti et al. (2014) menemukan 11 jenis semut yang tergolong kedalam empat subfamili dan 11 genus dengan jenis semut terbanyak ditemukan yaitu Tapinoma melanochepalum di bangunan Kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang dan diantaranya enam jenis semut sebagai semut hama. Satria et al. (2010) melaporkan 30 jenis semut yang tergolong ke dalam 16 genera dan lima subfamili dengan spesies terbanyak adalah Tapinoma indicum (23.6%) ditemukan pada rumah tangga di kota Padang Sumatera Barat. Zulkarnain (2006) menemukan 8 genus dari 4 subfamili yang berada di pemukiman Dramaga Bogor. Rizali (2008) menemukan 94 jenis semut dari 7 subfamili dan 45 genus di permukiman Bogor. Kesumawati dan Sugiarto (2007) menemukan sebanyak 22 spesies semut yang tergolong ke dalam empat subfamili sebagai pengganggu permukiman di wilayah Bogor. Riyanto (2007) melaporkan jenis semut yang ditemukan pada tanaman di sekitar lingkungan tempat tinggal adalah Selonopsis sp., Dolichoderus sp., Ponera sp. Hasryanti et al. (2015) menemukan sebanyak 38 jenis semut pada keseluruhan habitat (perumahan, kebun, taman, semak, pertanian hingga pinggiran hutan) dan semut yang paling dominan ditemukan pada keseluruhan habitat adalah Anoplolepis gracilipes, Solenopsis geminata dan Paratrechina longicornis pada daerah urban di Palu, Sulawesi Tengah. Ketiga spesies semut ini merupakan spesies semut tramp yang biasa berasosiasi dengan manusia dan bersifat invasif yang berpengaruh negatif tidak hanya bagi keanekaragaman hayati tapi juga bagi manusia. Sementara itu, informasi mengenai semut pengganggu di wilayah permukiman khususnya pasar dan rumah makan belum banyak dipelajari. Informasi ilmiah tersebut sangat penting sebagai informasi dasar dalam upaya pengendalian hama permukiman secara spesifik di daerah tersebut. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan (1) mengindentifikasi karakteristik jenis-jenis semut permukiman, (2) mengetahui kelimpahan, dominasi, frekuensi, dan indeks keragaman jenis semut, (3) mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi

22 2 keberadaan semut permukiman di Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai fauna dan distribusi semut pengganggu di permukiman, dan menjadi bahan pertimbangan untuk penyusunan strategi pengendalian hama di permukiman. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Taksonomi Semut Semut secara khas, mempunyai empat bagian tubuh yang jelas, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Umumnya, ruas abdomen pertama atau dua ruas abdomen depan (yang berhubungan dengan toraks) lebih kecil dari pada yang lainnyasehingga tampak seperti pinggang. Ruas abdomen basal yang kecil ini disebut petiol, biasanya mempunyai satu atau dua tonjolan yang disebut node, sedang ruas bagian belakangnya disebut gaster. Bentuk node dan petiol sangat penting dalam identifikasi semut. Pada kepalanya terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena yang membentuk siku dan kadang-kadang mempunyai oseli. Semut dewasa yang reproduktif mempunyai sepasang sayap yang bening (membran), dan sayap depan lebih luas dan panjang dari pada sayap belakang. Semut mempunyai tiga pasang tungkai yang menempel pada bagian toraks (Hashimoto dan Yamane 2014). Tubuh semut dilapisi oleh lapisan kitin (kutikula) yang tebal dan warnanya berbeda dari satu jenis dengan jenis lainnya. Bentuk kepala semut bervariasi, bisa bulat, lonjong, segi empat atau segi tiga, dan semua bagian-bagiannya memperlihatkan keragaman yang luarbiasa. Mandibula adalah bagian mulut yang paling banyak berinteraksi dengan lingkungan, bentuknyapun sangat beragam. Selain mata majemuk yang terletak di bagian sisi kepala, juga terdapat empat buah mata tunggal yang letaknya ditengah. Antena dilengkapi dengan sel-sel sensoris yang memenuhi fungsinya untuk membaui dan menyentuh (Hadi 2006). Klasifikasi semut menurut Bolton (1994); Filum : Arthropoda Sub Filum : Mandibulata Kelas : Hexapoda (serangga) Ordo : Hymenoptera Subordo : Apocrita Superfamili : Vespoidea Famili Sub Famili Genus Spesies : Formicidae : Aenictinae, Aneuretinae, Apomyrminae, Cerapachyinae, Dolichoderinae, Dorylinae, Ecitoninae, Formicinae, Leptanillinae, Leptanilloidinae, Myrmeciinae, Myrmicinae, Nothomyrmeciinae, Ponerinae, Proceratiinae, Pseudomyrmecinae : Aenictus, Aneuretus, Apomyrma, Neivamyrmex, Cerapachys, Dolichoderus, Dorylus, Camponotus, Anomalomyrma, Strumigenys, Monomorium, Odontomachus, Probolomyrmex : Aenictus ambiguous, Neivamyrmex acamatus, Cerapachys

23 antennatus, Dolichoderus thoracicus, Vespa helvola, Camponotus barbatus, Anomalomyrma taylori, Strumigenys mandibularis, Monomorium pharaonis, Odontomachus haemotodes, Probolomyrmex sp., Tetraponera allaborans 3 Biologi Semut Semut digolongkan kedalam famili Formicidae, ordo Hymenoptera yaitu kelompok serangga yang anggotanya selain semut adalah tawon dan lebah (Borror et al. 1996). Keberadaannya di muka bumi ini diperkirakan sebanyak jenis telah dideskripsikan oleh para ahli dan diperkirakan dua kali lipatnya masih belum teridentifikasi. Di beberapa negara maju, semut merupakan pengganggu utama rumah tangga. Yap dan Lee (1994) melaporkan bahwa di Penang, Malaysia masyarakatnya juga melihat semut sebagai pengganggu setelah nyamuk dan lipas. Besarnya koloni semut sangat bervariasi dan kebanyakan lokasinya di dalam tanah, kayu, dan di antara batu-batuan (Southwood 1978). Perilaku makan semut berbeda beda, sebagai predator, pemakan bangkai, pengisap cairan tanaman, atau pemakan segala (omnivora). Oleh karena itu semut tergolong serangga yang paling sukses. Selain sebagai pengganggu (nuisance) di dalam dan di sekitar gedung, semut juga berpotensi menularkan penyakit pada manusia dan hewan. Kehadiran semut di sebuah rumah sakit dapat berakibat yang kurang baik bagi kesehatan manusia karena sifatnya sebagai pemakan segala macam, termasuk dahak yang mengandung berbagai kuman penyakit. Individu semut mengalami metamorfosis sempurna dalam perkembangan, terdiri atas telur, larva, pupa, dan dewasa. Telurnya sangat kecil (mikroskopis) dan berwarna putih seperti susu. Larva yang baru menetas berwarna putih, sangat halus seperti ulat tanpa tungkai dengan kepala menyempit kearah depan. Larva generasi pertama diberi makan oleh induknya, tetapi larva generasi berikutnya diberi makan oleh pekerja. Setelah cukup makan dan beberapa kali molting (menyilih) dan akan berubah menjadi pupa (Borror et al. 1996). Pupa semut berbentuk seperti dewasa tetapi lebih lunak, berwarna putih krem, dan tidak aktif. Beberapa jenis, pupanya terselubung oleh kokon sutera. Ketika seluruh organ pupa mencapai perkembangan sempurna, pekerja akan membuka dinding pupa, menarik keluar semut muda, melepas selongsong kutikula yang menutupi tubuh dan kaki-kakinya. Semut dewasa yang baru belum menunjukkan warna semut yang sempurna. Semut dewasa muncul dalam beberapa jam atau hari dan mengalami proses pengerasan serta penggelapan kutikula. Perkembagan dari stadium telur sampai menjadi dewasa berlangsung selama 6 minggu lebih, tergantung jenis, tersedianya makanan, suhu, musim, dan faktor lain (Kronauer et al. 2007). Koloni semut dewasa secara umum terdiri atas dua kasta utama yaitu individu reproduktif seperti ratu dan jantan dan individu tidak reproduktif yang terdiri atas pekerja. Semut jantan merupakan semut dewasa bersayap. Tugas utamanya adalah untuk kawin dengan yang betina (ratu). Proses kawin terjadi di dalam sarang atau di luar sarang di atas tanah, atau bahkan di udara. Perkawinan di luar sarang terjadi pada saat swarming (Menke et al. 2014). Semut betina (ratu) merupakan yang paling besar di dalam koloni. Betina ini memulai hidupnya sebagai serangga bersayap, tetapi sayap segera dijatuhkan setelah kawin. Secara normal betina

24 4 kawin hanya sekali, dan dia akan memulai merawat keturunannya, terutama pada generasi pertama. Tugas utamanya adalah bertelur membangun koloni baru. Setelah merawat anak pertamanya, tugas ratu adalah hanya bertelur layaknya mesin bertelur dan tidak berpartisipasi dalam tugas membangun sarang (Belshaw dan Bolton 1993). Oleh karena itu ratu dirawat dan diberi makan oleh pekerja keturunannya. Beberapa jenis hanya mempunyai satu betina reproduktif (ratu), adapun lainnya bisa memiliki banyak ratu dalam satu sarang. Biasanya betina bisa hidup lebih dari 15 tahun. Ratu baru dapat dibentuk melalui proses pemberian makan khusus pekerja dewasa atau larva. Semut pekerja merupakan kasta terbanyak. Kasta ini adalah betina steril atau anak ratu tanpa sayap. Tugasnya merawat dan membuat sarang, memberi makan larva dan kasta lain, merawat telur, mempertahankan koloni dari musuh dan lain-lain. Umur berperan dalam pembagian tugas di antara pekerja. Pekerja yang lebih muda diberi tugas lebih dekat dengan sarang sebagai perawat sedang yang lebih tua akan berkelana lebih jauh untuk mencari makanan. Hal ini biasanya terjadi pada kelompok semut yang monomorfik yaitu yang mempunyai ukuran seragam. Beberapa semut mempunyai bentuk pekerja yang berbeda (dimorfik) yaitu pekerja minor (ukuran kecil) dengan jumlah yang lebih banyak dan pekerja mayor (ukuran besar) dengan jumlah lebih sedikit (Hadi 2006). Pekerja minor mempunyai tugas lebih ringan daripada pekerja mayor, karena bertugas menjaga ratu dan anak-anaknya, sedang pekerja mayor bertugas mencari makan, memindahkan partikel lebih besar dari tanah atau kerikil. Kelompok minor lebih fleksibel, bisa bekerja di sekitar sarang, dan mencari makan bila diperlukan. Pekerja mayor dengan kepala yang berkembang dengan baik seringkali disebut prajurit. Pekerja kebanyakan hidup tidak lebih dari satu tahun. Semut betina (ratu) dapat mengatur perkembangan koloni. Setelah sekali kawin dengan jantan, betina akan menghasilkan telur, jantan biasanya mati setelah kawin. Telur yang dibuahi akan menjadi betina (kebanyakan pekerja), dan telur yang tidak dibuahi akan menjadi jantan. Pada waktu tertentu dalam satu tahun, akan dihasilkan sejumlah banyak jantan bersayap dan betina reproduktif. Mereka akan terbang berkerumun (swarming) kearah cahaya dan biasanya terjadi perkawinan. Setelah itu jantan akan mati segera. Betina bila sukses, akan melepaskan sayapnya dan mencari sarang yang sesuai untuk membentuk koloni baru. Beberapa Jenis semut tidak atau jarang melakukan swarming (Borror et al. 1996). Tetapi, mereka akan kawin di dalam sarang, setelah itu jantan akan diusir keluar, betina akan menghasilkan betina reproduktif. Beberapa betina, yang telah dibuahi di dalam sarang asal, bisa bersama pekerjanya keluar meninggalkannya dan membentuk koloni baru. Cara pembentukan koloni baru biasanya terjadi pada semut faraoh dan semut argentina. Distribusi Semut Semut ditemukan pada setiap daratan yang ditempati di muka bumi. Semut menghuni setiap iklim dari pegunungan, padang pasir, dataran pantai, pantai, kota, padang rumput, hutan hujan, dan lokasi lainnya (Wilson 2010; Ramadanu et al. 2013; Susanto et al. 2013). Serangga tersebut mampu beradaptasi dengan lingkungan karena bentuk atau ukuran yang sangat kecil, memiliki kemampuan

25 bereproduksi lebih besar dalam waktu singkat, mempunyai keragaman yang luar biasa, bentuk dan perilaku (Borror et al,1996). Myrmicinae merupakan subfamili yang memiliki jumlah jenis terbesar dalam famili Formicidae, genus Monomorium yang merupakan hama permukiman yang sangat dominan (Na dan Lee, 2001). Beberapa subfamili bersifat endemik pada suatu daerah, seperti Aneuritinae merupakan jenis semut yang endemik di Australia yang hanya memiliki satu genus, yaitu genus Aneuretus. Subfamili Ecitoninae yang terdiri dari lima genera dan hanya ditemukan di Amerika Selatan (kawasan Neartik). Subfamili Leptanilloindinae merupakan semut yang hanya ditemukan pada derah tropis (Southwood 1978). Da Silva et al. (2004) melaporkan di permukiman wilayah Brasil ditemukan jenis-jenis semut seperti Camponotus 27 jenis, Pheidole 13 jenis, Solenopsis 11 jenis, dan Crematogaster 8 jenis. Wilkie et al. (2007) melaporkan hasil temuannya di permukiman wilayah Ekuador bahwa, keragaman semut ditemukan 47 jenis semut dengan 19 genus, termasuk jenis baru dan langka. Rizali (2006) melaporkan keseluruhan spesies semut yang ditemukan di Kepulauan Seribu berjumlah 48 spesies yang termasuk dalam 5 subfamili dan 28 genus, beberapa spesies seperti Ponera sp., hanya ditemukan pada pulau-pulau yang lokasinya dekat dengan pulau Jawa, spesies semut eksotik berhasil ditemukan seperti Anoplolepis gracilipes, Solenopsis geminata dan Paratrechina longicornis yang dikenal bersifat invasif. Anoplolepis gracilipes dan Solenopsis geminata hanya ditemukan pada pulau-pulau yang memiliki dermaga saja. Rahim (2009) melaporkan keanekaragaman semut yang diperoleh dari tiga pulau (Bokor, Rambut, Untung Jawa) adalah individu yang terdiri dari 4 subfamili 21 genus dan 35 spesies. Spesies Iridomyrmex anceps, Anoplolepis gracilipes, Solenopsis geminata merupakan spesies yang memiliki jumlah individu tertinggi. Spesies invasif ditemukan yaitu Paratrechina longicornis, Solenopsis geminata dan Anoplolepis gracilipes. Astuti et al. (2014) individu yang paling banyak ditemukan di Bangunan Kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang adalah Tapinoma melanochepalum (273 individu), diikuti Solenopsis geminata (262 individu) dan Paratrechina longicornis (135 individu), diantaranya enam jenis semut merupakan hama. Peranan Semut Dalam Kesehatan Permasalahan yang ditimbulkan oleh adanya hama permukiman dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian. Pertama, berdasarkan tingkat bahaya, kerugian, atau gangguan yang kemungkinan dapat ditimbulkan oleh hama-hama tersebut. Kedua, berdasarkan tingkat populasi hama-hama tersebut di lingkungan permukiman. Ketiga, berdasarkan tingkat toleransi pemukim terhadap keberadaan hama di lingkungannya. Dalam hal ini terkait dengan nilai ambang toleransi pemukim terhadap keberadaan hama disekitarnya, yang artinya suatu keadaan dapat menjadi masalah bagi seseorang tetapi tidak untuk orang lain. Selain sebagai pengganggu di dalam dan di sekitar gedung, semut juga berpotensi menularkan panyakit pada manusia dan hewan. Sebagai contoh, semut secara mekanik dapat membawa berbagai agen penyakit yang menempel pada tubuhnya atau di saluran pencernaannya (Hadi 2006). Semut sering berkeliaran di dapur dan tempat-temat pengolahan makanan, tempat sampah dan kotoran sehingga peranan semut yang dalam dunia kesehatan 5

26 6 tidak bisa diabaikan. Semut juga dapat menjadi ancaman apabila infestasinya tinggi di rumah (Belshaw dan Bolton 1993). Semut juga mengganggu kesehatan manusia dan hewan karena sengatannya yang cukup menyakitkan, dan bagi orang yang mempunyai sifat alergi sengatan semut ini bisa menimbulkan gangguan kesehatan yang serius. Contoh semut yang sengatannya cukup menyakitkan adalah semut api Solenopsis germinata dan Solenopsis invicta (Wilson 2010). Kerugian yang diakibatkan oleh semut hama adalah menyebabkan kontaminasi pada makanan dan peralatan steril di rumah sakit dan laboratorium. Selain menyebabkan kontaminasi terhadap makanan dan peralatan laboratorium, semut dapat menyebabkan alergi dan menjadi vektor penyakit karena berasosiasi dengan beberapa mikroorganisme patogen (Lee 2002). METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari Februari-Juni Sampel semut diperoleh dari 10 pasar, 25 rumah makan, 30 di dalam rumah dan 30 perimeter rumah di bawa ke laboratorium. Identifikasi semut dilakukan di Laboratorium Entomologi bagian Parasitologi dan Entomolgi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Metode Penelitian Pengambilan sampel semut dilakukan pada empat titik setiap pasar, dua titik pada setiap rumah makan, tiga titik setiap rumah, dan satu titik pada setiap perimeter rumah. Penangkapan Semut dengan Bait Trap (BT). BT adalah perangkap berumpan yang berupa wadah piring plastik dan gelas plastik yang telah diberi lubang pada bagian bawah. Umpan yang digunakan dalam BT adalah cairan gula dan ikan. Umpan cairan gula dimasukkan ke dalam wadah piring plastik dan ikan dimasukkan ke dalam gelas plastik yang telah diberi lubang pada bagian bawah, kemudian diletakkan secara terpisah pada masing-masing spot (titik pengamatan). Perangkap tersebut disimpan selama 60 menit (Human and Gordon 1996; Mustafa et al. 2011), setelah itu semut yang berada dalam perangkap dipindahkan ke dalam botol sampel yang berisi alkohol 70% dengan menggunakan kuas dan diberi label. Selanjutnya koleksi semut di bawa ke laboratorium untuk diproses lebih lanjut. Penangkapan Semut dengan Tanpa Umpan. Penangkapan semut dilakukan secara manual pada lokasi perimeter rumah dengan jarak tiga meter dari rumah, menggunakan kuas, plastik dan botol sampel yang berisi alkohol 70%. Penangkapan semut dilakukan selama 30 menit (Watanasit et al. 2007). Selanjutnya semut yang dikoleksi kemudian diberi label dan dibawa ke laboratorium untuk diproses serta diidentifikasi.

27 Pengukuran Faktor Fisik Lingkungan. Suhu dan kelembaban udara diukur menggunakan alat Thermohygrometer digital pada lokasi pasar, rumah makan, dalam rumah dan perimeter rumah. Hasil yang diperoleh dari pengamatan dicatat dan disajikan dalam bentuk tabel. Pengukuran Korelasi Infestasi Semut terhadap Biosekuriti Personal, Tempat/Peralatan dan Lingkungan. Pengukuran korelasi infestasi semut, dilakukan dengan wawancara terhadap masyarakat secara langsung menggunakan kuesioner. Jumlah responden peserta kuesioner di pasar sebanyak 100 responden, rumah makan sebanyak 69 responden dan pemukiman sebanyak 100 responden. Adapun aspek yang diamati yaitu biosekuriti personal, biosekuriti tempat/peralatan, biosekuriti lingkungan sebagaimana tersaji pada Lampiran 6. Identifikasi Semut. Seluruh semut yang tertangkap dengan dan tanpa pengumpanan, diidentifikasi di bawah mikroskop stereo. Identifikasi dilakukan berdasarkan panduan Bolton (1994), Na dan Lee (2001), Hashimoto dan Rahman (2003). Analisis Data Data karakteristik habitat, jenis-jenis semut, dan data korelasi infestasi semut terhadap biosekuriti personal, biosekuriti tempat/peralatan, biosekuriti lingkungan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel. Untuk mengetahui fauna semut dianalisis dengan menggunakan beberapa parameter : Dihitung berdasarkan proporsi semut Jenis tertentu terhadap jumlah total semut tertangkap dikali 100%, dengan rumus : Kelimpahan Nisbi = individu Jenis tertentu yang tertangkap x 100% total seluruh individu Jenis yang tertangkap Dihitung berdasarkan jumlah minggu semut Jenis tertentu tertangkap dibagi dengan jumlah minggu penangkapan, dengan rumus : Frekuensi Jenis = minggu tertangkapnya semut Jenis tertentu minggu penangkapan Angka dominansi Jenis dihitung berdasarkan perkalian antara Kelimpahan dengan Frekwensi semut tertangkap setiap Jenis, dengan rumus : Dominasi Jenis = (Kelimpahan Nisbi x Frekuensi Jenis) Indeks Keragaman Jenis (H ) Shannon- Wiener (Southwood, 1978), yaitu: H = - Pi Ln(Pi); dengan Pi = Ni/N Keterangan : H : indeks Keragaman Jenis Pi : perbandingan jumlah individu suatu Jenis dengan keseluruhan Jenis Ni : jumlah individu ke-i N : jumlah total individu semua Jenis Kriteria indeks Keragaman Jenis dibagi menjadi empat: H <1(rendah); H 1-3(sedang); H >3 (tinggi) Pengukuran korelasi infestasi semut terhadap biosekuriti personal, biosekuriti tempat/peralatan, biosekuriti lingkungan dilakukan dengan mengukur 7

28 8 koefisien korelasi menggunakan software SPSS 17.0 dan kriteria angka koefisien korelasi yaitu : 0,00 0,199 = sangat rendah; 0,20 0,399 = rendah; 0,40 0,599 = sedang; 0,60 0,799 = kuat; 0,80 1,000 = sangat kuat (Sugiono 2010). Angka kepercayaan (α = 0,05) atau 95% HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Jenis Semut Pengganggu di permukiman Hasil penelitian menunjukkan jenis-jenis semut yg diperoleh dari lokasi pasar, rumah makan, dalam rumah dan perimeter rumah ditemukan 21 jenis semut dari 6 subfamili, dan 15 genus (Tabel 1). Jenis semut dari subfamili Dolichoderinae terdapat tiga jenis, subfamili Formicinae 6 jenis, subfamili Myrmicinae 7 jenis, subfamili Ponerinae tiga jenis, subfamili Proceratiinae dan Pseudomyrmecinae masing-masing satu jenis. Morfologi jenis-jenis semut pengganggu permukiman sebagai berikut; Tabel 1. Tingkatan taksa jenis-jenis semut pengganggu permukiman yang dikoleksi dari keempat lokasi di permukiman Bogor (Februari-Juni 2015) No Subfamili Tribe Genus Jenis 1 Dolichoderinae Dolichoderini Dolichoderus Dolichoderus thoracicus Tapinoma Tapinoma melanocephalum Tapinomini Technomyrmex Technomyrmex albipes 2 Formicinae Camponotini Camponotus Camponotus barbatus Polyrhachis Polyrhachis sp. Polyrhachis ackterbergi Lasiini Anoplolepis Anoplolepis gracilipes Plagiolepidini Paratrechina Paratrechina longicornis Prenolepis Prenolepis imparis 3 Myrmicinae Attini Pheidole Pheidole sp. Solenopsidini Monomorium Monomorium floricola Solenopsis Monomorium pharaonis Solenopsis geminata Solenopsis invicta Solenopsis molesta Solenopsis sp. 4 Ponerinae Ponerini Odontomachus Odontomachus haematodes Odontoponera Odontoponera denticulata Odontoponera transversa 5 Proceratiinae Probolomyrmecini Probolomyrmex Probolomyrmex sp. 6 Pseudomyrmecinae Pseudomyrmecini Tetraponera Tetraponera allaborans

29 9 a b c d e f g h

30 10 i j k l m n o p

31 11 q r s Gambar 1. Jenis semut yang diperoleh dari keempat lokasi di permukiman Bogor Dolichoderus thoracicus (a), Tapinoma melanochepalum (b), Technomyrmex albipes (c), Camponotus barbatus (d), Polyrhachis ackterbergi (e), Anoplolepis gracilipes (f), Paratrechina longicornis (g), Prenolepis impairs (h), Pheidole sp. (i), Monomorium floricola (j), Monomorium pharaohnis (k), Solenopsis geminata (l), Solenopsis molesta (m), Solenopsis invicta (n), Odontomachus haematodes (o), Odontoponera denticulata (p), Odontoponera transversa (q), Probolomyrmex sp. (r), Tetraponera allaborans (s) Subfamili Dolichoderinae. Semut subfamili ini tidak memiliki alat sengat, tangkai metasoma terdiri satu segmen dan tidak ada penyempitan antara dua segmen berikutnya. Pada umumnya berukuran agak kecil (Borror et al. 1996). Acidopore pada subfamili ini berbentuk seperti celah tanpa ada rambut disekelilingnya (Bolton 1994; Na dan Lee 2001; Hashimoto dan Rahman 2003). Ciri utama dari masing-masing jenis semut yaitu; Dolichoderus thoracicus (Gambar 1.a) mempunyai pedicel dengan satu node (petiole); biasanya tanpa penyengat. Ujung abdomen tanpa lingkaran rambut. Node memuncak tetapi tumpul (nodiform). Karakteristik lain: keras dan kulit berupa ukiran; bagian punggung toraks dengan satu penonjolan keatas; warna tubuh hitam. Tapinoma melanochepalum (Gambar 1.b) merupakan jenis yang termasuk monomorphic. Warna tubuh berbeda, kepala dan bagian lateral alitrunk berwarna coklat kehitam-hitaman, bagian dorsal alitrunk (kecuali propodeum), mandibula,

32 12 gaster dan kaki berwarna kuning pucat. Sedangkan gaster biasanya berwarna pucat dan kadang-kadang berwarna coklat. Mata berukuran besar. Mandibula dengan tiga buah gigi dan sekitar tujuh buah denticle. Clypeus tanpa longitudinal carinae, bagian anterior sedikit cekung. Alitrunk sedikit mengembung dengan bagian metasoma yang ramping. Propodeum tidak memiliki duri. Permukaan bagian atas alitrunk lebih pendek dibandingkan terhadap permukaan bagian bawah. Gaster dengan empat segmen. Terdapat rambut pada gaster dan setae yang tegak hanya pada clypeus dan ujung dari gaster. Technomyrmex albipes (Gambar 1.c) mempunyai petiole dengan satu node (node datar); biasanya tanpa penyengat. Ujung abdomen tanpa lingkaran rambut. Lima tergites gaster dapat terlihat. Kaki tidak sebanding dengan tubuh; atas tubuh ditutupi dengan beberapa rambut panjang berwarna coklat gelap dengan tubuh berwarna hitam; tarsi berwarna kuning atau putih. Subfamili Formicinae. Subfamili ini tidak memiliki alat sengat. Mata berkembang dengan baik, tetapi kadang-kadang tidak memiliki pada genus Acropyga. Terdapat ocelli. Ujung antena tidak berbentuk club. Petiole terdiri atas satu node. Segmen kedua gaster tidak berbentuk tubulate. Gaster terdiri atas lima buah segmen. Memiliki acidopore dan tidak memiliki sengat. Acidopore berbentuk circular atau semicircular dengan rambut yang pendek di sekitarnya (Bolton 1994; Borror 1996; Na dan Lee 2001; Hashimoto dan Rahman 2003). Pada subfamili ini didapatkan lima jenis yang tergolong lima genera semut pengganggu. Ciri utama dari masing-masing jenis semut yaitu; Camponotus barbatus (Gambar 1.d) memiliki petiole dengan satu node (node dengan puncak yang tajam squamiform); biasanya tanpa menyengat. Ujung abdomen dengan lingkaran rambut. Thorax terlihat bulat merata di sampingnya; pekerja polimorfik. Tubuh hitam, gaster berat ditutupi dengan rambut telentang keabu-abuan). Polyrhachis ackterbergi (Gambar 1.e) memiliki Clypeus di Kepala yang sangat luas, jelas lebih lebar memanjang. Pronotum di bagian punggung, gigi tumpul. Rahang sangat halus, mesosoma jelas dan teratur. Gaster sangat halus. Coxae dari kaki depan. Subpetiole coklat kemerahan, ujung kaki sangat terang berwarna oranye. Ujung proksimal tibiae dan tarsi berwarna coklat sangat gelap sampai hitam. Gaster berwarna sangat gelap coklat kemerahan. Anoplolepis gracilipes (Gambar 1.f) memiliki petiole dengan satu node (node dengan puncak yang tajam); biasanya tanpa menyengat. Ujung abdomen dengan lingkaran rambut. Toraks terlihat merata di sampingnya; pekerja monomorfik. Antena dengan 11 segmen; antena tanpa club; kepala dengan dua baris rambut menegang, tidak ada rambut yang menegang pada antena segmen pertama dan toraks; tubuh kurus dengan kaki yang sangat panjang; tubuh berwarna kuning. Paratrechina longicornis (Gambar 1.g) memiliki karakteristik; antena berjumlah 12 segmen. Mandibula dengan tipe subtriangular atau elongatetriangular. Antena socket sangat dekat dengan clypeus. Palpus panjang. Memiliki petiole dengan satu node. Tidak memiliki sengat. Bersifat monomorphisme dengan warna tubuh coklat tua atau kehitam-hitaman. Antena sangat panjang. Kepala berbentuk elongate. Mandibula terdiri dari lima buah gigi. Clypeus tanpa longitudinal carinae. Alitrunk ramping, propodeum tanpa duri, posterodorsal membulat dan terdapat spirakel propodeal. Propodeum tidak memiliki rambut yang tegak. Pada seluruh permukaan tubuh terdapat rambut-rambut halus. Prenolepis impairs (Gambar 1.h) memiliki petiol dengan satu node (node dengan

33 puncak yang tajam); biasanya tanpa penyengat. Ujung abdomen dengan lingkaran rambut. Thorax terlihat merata di bagian samping; pekerja monomorfik. Antena dengan 12 segmen. Kepala dan thoraks tidak ada ukiran. Scape meluas atas kepala; ocelli tidak ada. Panjang scape adalah satu setengah panjang kepala; scape dan tubuh ditutupi dengan rambut menegang, tetapi tidak diatur dan berbeda secara berpasangan; mandibula dengan enam gigi; berwarna kuning kecoklatan. Subfamili Myrmicinae. Myrmicinae merupakan subfamili yang memiliki jumlah jenis terbesar diantara semut lainnya, dicirikan dengan adanya metasoma yang memiliki dua segmen. Tidak mempunyai ocelli, antena berjumlah 4-12 segmen. Mandibula mempunyai bentuk yang bervariasi, pertumbuhan jumlah gigi merupakan karakter taksonomi yang penting untuk membedakan setiap jenisnya (Bolton 1994; Borror 1996; Na dan Lee 2001; Hashimoto dan Rahman 2003). Dari subfamili ini 6 jenis semut pengganggu yang tergolong kepada tiga genera. Ciri utama dari masing-masing jenis semut yaitu; Pheidole sp. (Gambar 1.i) memiliki Pedicel dengan dua node (petiol dan postpetiol); dengan alat penyengat. Belakang thorax dengan sepasang duri. 12-tersegmentasi antena yang berakhir pada club 3-tersegmentasi (karakteristik lain: tubuh coklat kemerahan; pedicel melekat pada tengah gaster; pekerja dimorfik - utama: kepala membesar dan sedikit beralur; minor: kepala tidak membesar, sedikit beralur dan mengadu). Monomorium floricola (Gambar 1.j) memiliki Pedicel dengan dua node (petiol dan postpetiol); dengan alat penyengat. Belakang thorax (propodeum) tanpa duri di atas tersegmentasi antena yang berakhir pada club 3- tersegmentasi. panjang tubuh 1,5-2,0 mm; tersegmentasi antenna. 12- tersegmentasi antena (karakteristik lain: kepala dan gaster berwarna gelap; sengatan terlihat). Monomorium pharaohnis (Gambar 1.k) memiliki karakteristik; Tubuh berwarna kuning kemerah-merahan dengan gaster berwarna hitam. Tubuh tidak tertutupi oleh rambut. Mesosoma biasanya berwarna pucat. Node petiole ramping dan membulat, sedangkan node postpetiole lebih besar dari petiole. Solenopsis geminata (Gambar 1.l) memiliki karateristik yang bersifat polymorphic. Tubuh berwarna coklat kemerah-merahan dengan kepala berwarna coklat, kepala berbentuk persegi empat, bagian margin posterior mencembung, mandibula besar dan tegap. Memiliki empat buah gigi. Clypeus dengan sepasang longitudinal carinae. Mata relatif kecil yang terdiri kurang lebih 20 ammatidia. Terdapat ocelli pada bagian anterior kepala. Scape pendek, antena club sama panjangnya dengan kombinasi segmen antena ke-3 sampai ke-9. Pada mesosoma dan gaster terdapat banyak rambut yang tegak. Mandibula terdiri dari empat buah gigi. Scape pada antena mencapai bagian posterior dari kepala. Clypeus dengan sepasang carinae. Carinae mencapai permukaan dorsal dari propodeum. Solenopsis molesta (Gambar 1.m) memiliki pedicel dengan dua node (petiol dan postpetiol); dengan alat penyengat. Belakang thorax (propodeum) tanpa duri di atas. 10-tersegmentasi antena yang berakhir pada club 2-tersegmentasi. ukuran tubuh yang kecil (sekitar 1,5 mm) (karakteristik lain: sengatan tidak terlihat, pekerja monomorfik; kekuningan warna tubuh coklat). Solenopsis invicta (Gambar 1.n) memiliki pedicel dengan dua node (petiol dan postpetiol); dengan alat penyengat. Belakang thorax (propodeum) tanpa duri di atas. 10-tersegmentasi antena yang berakhir pada club 2-tersegmentasi. Panjang tubuh dari > 3 mm (karakteristik lain: seluruh tubuh ditutupi dengan rambut panjang, pekerja polimorfik; warna tubuh coklat kemerahan). Mandibula dengan empat gigi yang 13

34 14 berbeda (gigi keempat pekerja utama adalah tidak berbeda); ukuran kepala relatif sama dengan tubuh. Subfamili Ponerinae. Subfamili ini tangkai metasoma hanya satu ruas, tetapi terdapat satu penyempitan yang jelas antara dua ruas berikutnya posterior terhadap tangkai. Panjangnya 2-4 mm (Borror et al. 1996). Ditemukan tiga jenis dengan dua genera. Jenis ini tidak termasuk sebagai semut pengganggu/hama, subfamili Ponerinae lebih dikenal sebagai semut prdator (Agosti et al, 2000). Ciri utama dari masing-masing jenis semut yaitu; Odontomachus haematodes (Gambar 1.o) memiliki satu petiole yang dapat memisahkan alitrunk dan gaster. Ujung gaster dengan sting yang terlihat jelas, pygidium dan hipopygidium tidak dilengkapi sisir atau susunan duri yang menebal. Kantung antena dengan ujung tepi posterior dan clypeus terpisah. Spirakel pada ruas gaster keempat dan kelima tersembuyi. Mandibula yang sama dengan Anochetus. Kepala bergabung dipertengahan membentuk huruf V, sedangkan puncak kepala membentuk garis mengalur dipertengahan. Odontoponera denticulate (Gambar 1.p) memiliki mandibula berbentuk triangular dengan lima gigi yang besar. Terdapat frontal lobes yang saling berdekatan dan hanya terpisah dengan garis tipis segitiga. Bila dilihat dari sisi anterior tubuh, metatibia tungkai belakang terdapat dua taji pectinate yang kecil. Cakar pretarsal sederhana tanpa adanya gigi. Tepi anterior clypeus dengan tujuh geligi kecil yang tumpul Pronotum dengan sepasang gigi triangular. Permukaan pronotum dan kepala yang kasar beralur dijadikan karakter yang khas. Memiliki scape antena (bagian pangkal antena yang tidak bersegmen) dan relatif lebih pendek. Ukuran mata relatif lebih besar. Bagian kepala (caput) memiliki bentuk cekungan yang sempit. warna lebih gelap (terkadang hitam) dengan kaki yang berwarna agak kemerahan. Berdasarkan habitatnya serta perilakunya, umumnya banyak ditemukan pada daerah-daerah terganggu atau daerah yang banyak aktivitas manusia. Juga lebih menyukai tempat yang lebih terbuka. Odontoponera transversa (Gambar 1.q) memiliki mandibula berbentuk triangular dengan lima gigi yang besar. Terdapat frontal lobes yang saling berdekatan dan hanya terpisah dengan garis tipis segitiga. Bila dilihat dari sisi anterior tubuh, metatibia tungkai belakang terdapat dua taji pectinate yang kecil. Cakar pretarsal sederhana tanpa adanya gigi. Tepi anterior clypeus dengan tujuh geligi kecil yang tumpul Pronotum dengan sepasang gigi triangular. Permukaan pronotum dan kepala yang kasar beralur dijadikan karakter yang khas. Memiliki scape antena (bagian pangkal antena yang tidak bersegmen) yang relatif lebih panjang. Ukuran mata relatif lebih kecil. Bagian kepala (caput) memiliki bentuk cekungan yang agak lebar. umumnya memiliki warna lebih cerah (cokelat kemerahan). Berdasarkan habitatnya serta perilakunya, umumnya banyak dijumpai di kawasan hutan atau daerah yang tidak banyak aktivitas dan gangguan manusianya dan hampir tidak pernah dijumpai di daerah yang banyak aktivitas manusia. Juga lebih menyukai tempat yang lebih gelap dan lembab. Subfamili Proceratiinae. Subfamili Proceratiinae ditemukan satu jenis dengan satu genera. Jenis semut yaitu Probolomyrmex sp. (Gambar 1.r) memiliki ciri satu petiol menyerupai gaster. Toraks rata tanpa ukiran. Pada ujung gaster terdapat lingkaran dan rambut-rambut. Jenis semut tersebut tidak termasuk sebagai semut pengganggu/hama, subfamili Proceratiinae lebih dikenal sebagai semut generalis (Agosti et al. 2000).

35 Subfamili Pseudomyrmicinae. Subfamili Pseudomyrmecinae memiliki tubuh yang ramping (Borror et al. 1996), ditemukan satu jenis dengan satu genus. Jenis semut yaitu Tetraponera allaborans (Gambar 1.s) memiliki ciri dua petiole. Pygidium melekuk tanpa adanya duri yang tersusun diujungnya. Tidak terdapat frontal lobes. Kantung antena terbuka tidak ditutupi frontal lobes. Tibia tungkai belakang dengan taji berbentuk pectinate. Tepi posterior dari pertengahan clypeus tidak melekuk. Jenis semut tersebut tidak termasuk sebagai semut pengganggu/hama, subfamili Pseudomyrmicinae lebih dikenal sebagai semut generalis (Agosti et al. 2000). Keragaman Jenis Semut yang diperoleh dengan Bait Trap dan Hand Collection Jenis semut yang diperoleh dengan bait trap, ditemukan 10 jenis semut dari tiga subfamili dengan jumlah sebanyak individu. Jenis semut dengan jumlah individu terbanyak ditemukan yaitu Paratrechina longicornis (27,8%), diikuti oleh Solenopsis sp. (23,9%), dan Monomorium pharaonis (16,7%) (Tabel 2). Jenis semut tersebut sering dijumpai pada tiga lokasi penelitian, dan ada beberapa jenis semut yang hanya ditemukan pada lokasi tertentu saja seperti Dolichoderus thoracicus dan Polyrhachis sp. yang hanya ditemukan di lokasi Pasar, dan Technomyrmex albipes yang hanya ditemukan pada lokasi Rumah Makan (Tabel 2). Sementara itu, dari dalam rumah suhu 30,5 0 C dan kelembaban 62,6% diperoleh 7 jenis semut dengan 11,439 individu. Pada lokasi pasar rata-rata suhu 30,7 0 C dan kelembaban 72,2% ditemukan 8 jenis semut dengan 1,327 individu. Selanjutnya di lokasi rumah makan dengan rata-rata suhu 31,4 0 C dan kelembaban 69,3% dapat ditemukan 9 jenis semut dengan 4,301 individu. (Lampiran 3). Sementara itu, Zulkarnain (2006) melaporkan bahwa semua jenis semut yang ditemukan aktif siang hari pada suhu suhu di bawah 30 0 C dan kelembaban udara di atas 60%. Persentase jenis semut terbanyak ditemukan pada lokasi pasar adalah Paratrechina longicornis (60,4%). Adapun, di lokasi rumah makan adalah Anoplolepis gracilipes (39,3%). Selanjutnya di lokasi dalam rumah Solenopsis sp. (35,4%). Pada tiga lokasi penangkapan menggunakan bait trap, jenis semut yang paling sering ditemukan adalah Paratrechina longicornis. Hal tersebut sama dengan yang dilakukan Rizali (2011) pada penelitian yang dilakukan di permukiman banyak ditemukan jenis semut Paratrechina longicornis. Menurut Zulkarnain (2006) semut di permukiman yang tertarik pada berbagai jenis umpan dan berhabitat di dalam rumah adalah Paratrechina sp., semut tersebut dijumpai pada kondisi sanitasi yang tidak baik. Dalam rumah jumlah total individu semut paling banyak yaitu individu, sedang lokasi pasar memiliki jumlah total individu semut paling sedikit yaitu 1327 individu tetapi untuk keanekaragaman jenis semut masih lebih stabil. Faktor suhu dan kelembaban udara mikro dalam ekosistem turut mempengaruhi keragaman jenis semut, karena titik optimum suhu dan kelembaban untuk masingmasing semut berbeda. Paratrechina longicornis dan Tapinoma melanocephalum merupakan semut rumah. Menurut Lee dan Tan (2004), Paratrechina longicornis 15

36 16 No Tabel 2. Jenis - jenis semut yang dikoleksi dengan Bait trap pada tiga lokasi di Permukiman Bogor (Februari Juni 2015). Subfamili Jumlah individu setiap lokasi Total Jenis Pasar Rumah makan Dalam Rumah % % % % Dolichoderinae Tapinoma 1 melanocephalum Dolichoderus thoracicus Technomyrmex albipes Formicinae 1 Paratrechina longicornis Anoplolepis gracilipes Camponotus barbatus Polyrhachis sp Myrmicinae 1 Monomorium pharaonis Pheidole sp Solenopsis sp Total merupakan semut yang mencari makan di dalam rumah. Paratrechina longicornis, mempunyai sarang utama di luar rumah. Jenis semut ini umumnya mencari makan secara berkelompok, apabila salah satu anggota koloni menemukan makanan maka anggota koloni tersebut akan berkomunikasi dengan anggota koloni lainnya, sehingga dalam beberapa menit semut akan banyak ditemukan pada makanan tersebut. Watanasit et al. (2007), mengatakan bahwa setiap jenis semut tidak mungkin terdapat disemua lokasi, hanya beberapa jenis semut tertentu yang memungkinkan keberadaannya dilokasi tersebut. Kemudian dipertegas oleh Robinson (1996), mengatakan bahwa semut banyak terlihat di luar ruangan saat kondisi cuaca cerah pada siang hari sehingga menyebabkan kehadiran semut di dalam ruangan jarang terjadi kecuali jika di tempat tersebut banyak terdapat makanan. Hal ini memyebabkan adanya risiko kesehatan karena semut memiliki kemampuan menyebarkan penyakit. Jenis-jenis semut yang diperoleh menggunakan hand collection di lokasi perimeter rumah ditemukan 20 jenis semut dari 6 subfamili dengan jumlah 6513 individu (Tabel 3). Dari 6 subfamili yang ditemukan, persentase terbanyak adalah Dolichoderus thoracicus 24,6%. Adapun paling sedikit jenis semut ditemukan adalah Probolomyrmex sp. dan Tetraponera allaborans 0.0%. Keberadaan semut pada lokasi pengamatan dipengaruhi oleh ketersediaan makanan dan kesesuaian kondisi lingkungan (Mustafa et al. 2011). Koleksi semut pada lokasi perimeter rumah diperoleh jenis semut dengan jumlah individu dan persentase yang mendominasi yaitu Dolichoderus thoracicus, diikuti Paratrechina longicornis dan Monomorium pharaonis. Selain itu subfamili dengan jenis semut terbanyak di koleksi yaitu Myrmicinae (Tabel 3). Astuti et al. (2014) menyatakan, setiap koloni

KEANEKARAGAMAN SEMUT (Hymenoptera: Formicidae) DI SEKITAR KAMPUS PINANG MASAK UNIVERSITAS JAMBI

KEANEKARAGAMAN SEMUT (Hymenoptera: Formicidae) DI SEKITAR KAMPUS PINANG MASAK UNIVERSITAS JAMBI KEANEKARAGAMAN SEMUT (Hymenoptera: Formicidae) DI SEKITAR KAMPUS PINANG MASAK UNIVERSITAS JAMBI SKRIPSI OLEH INAYATI AL RAHIM A1C410004 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI JULI, 2016

Lebih terperinci

Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 : ISSN : KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU DI PERMUKIMAN BOGOR

Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 : ISSN : KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU DI PERMUKIMAN BOGOR Desember 2015 Vol. 3 No. 2 : 213-223 ISSN : 2356-4113 KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU DI PERMUKIMAN BOGOR (Diversity Of Annoying Ants In Residential Areas In Bogor) Apriyanto 1*, Upik Kesumawati Hadi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah atau sarang-sarang lainnya. Terbangnya semut ini diikuti karena

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah atau sarang-sarang lainnya. Terbangnya semut ini diikuti karena I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Semut Semut memiliki tempat hidup dimana-mana disegala daratan dunia, kecuali diperairan. Semut sangat mempunyai banyak jenisnya, semut ini termasuk serangga sosial, prilaku

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea (Gambar 1).

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea (Gambar 1). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Tanaman Kopi Kopi robusta (Coffea robusta) adalah tanaman budidaya berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea (Gambar 1). Daunnya berbentuk bulat

Lebih terperinci

BAB IV POLA DISTRIBUSI DAN KEBERADAAN SPESIES SEMUT DI KEPULAUAN SERIBU

BAB IV POLA DISTRIBUSI DAN KEBERADAAN SPESIES SEMUT DI KEPULAUAN SERIBU BAB IV POLA DISTRIBUSI DAN KEBERADAAN SPESIES SEMUT DI KEPULAUAN SERIBU PENDAHULUAN Keberadaan spesies pada suatu habitat tidak terlepas dari kemampuan distribusi dan adaptasi spesies tersebut (Whittaker

Lebih terperinci

Inventarisasi Semut yang Ditemukan pada Perkebunan Buah Naga Lubuk Minturun, Kota Padang dan Ketaping, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat

Inventarisasi Semut yang Ditemukan pada Perkebunan Buah Naga Lubuk Minturun, Kota Padang dan Ketaping, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat 59 Inventarisasi Semut yang Ditemukan pada Perkebunan Buah Naga Lubuk Minturun, Kota Padang dan Ketaping, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat An Inventory of Ants from Dragon Fruit Plantation at

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam suku Poaceae, yaitu jenis

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam suku Poaceae, yaitu jenis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam suku Poaceae, yaitu jenis rumput-rumputan dan hanya tumbuh di daerah beriklim tropis termasuk Indonesia. Dalam marga Saccharum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

BAB III KERAGAMAN SPECIES SEMUT PADA EKOSISTEM TERGANGGU DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT

BAB III KERAGAMAN SPECIES SEMUT PADA EKOSISTEM TERGANGGU DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT BAB III KERAGAMAN SPECIES SEMUT PADA EKOSISTEM TERGANGGU DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT PENDAHULUAN Semut (Formicidae:Hymenoptera) merupakan hewan Avertebrata komponen terestrial yang melimpah

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Semut (Hymenoptera: Formicidae) di Bangunan Kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang

Jenis-Jenis Semut (Hymenoptera: Formicidae) di Bangunan Kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang Jenis-Jenis Semut (Hymenoptera: Formicidae) di Bangunan Kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang Ants (Hymenoptera: Formicidae) at Campus Building of Andalas University Limau Manis Padang Anna Febry

Lebih terperinci

Glosari Morfologi Semut

Glosari Morfologi Semut Glosari Morfologi Semut Oleh Upik Kesumawati Hadi PS Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Sekolah Pascasarjana IPB Abdomen: Abdomen pada semut pekerja terdiri atas 7 ruas yang terlihat (A1-7). Ruas abdomen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25- I. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

Menurut Borroret al (1992) serangga berperan sebagai detrivor ketika serangga memakan bahan organik yang membusuk dan penghancur sisa tumbuhan.

Menurut Borroret al (1992) serangga berperan sebagai detrivor ketika serangga memakan bahan organik yang membusuk dan penghancur sisa tumbuhan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangga masuk dalam filum Arthropoda dan kingdom Animalia yang memiliki keragaman Spesies terbesar dibandingkan dengan binatang yang lain yaitu hampir 75% dari total

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN (PKM-P) JENIS-JENIS SEMUT HAMA (FORMICIDAE) PADA RUMAH TANGGA DI KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN (PKM-P) JENIS-JENIS SEMUT HAMA (FORMICIDAE) PADA RUMAH TANGGA DI KOTA PADANG, SUMATERA BARAT LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN (PKM-P) JENIS-JENIS SEMUT HAMA (FORMICIDAE) PADA RUMAH TANGGA DI KOTA PADANG, SUMATERA BARAT Oleh: RIJAL SATRIA NIM. 05133030 (2005) VINA ZUBIR NIM.

Lebih terperinci

Oleh : Riski Ramadanu, Nurhadi, dan Elza Safitri

Oleh : Riski Ramadanu, Nurhadi, dan Elza Safitri KOMPOSISI SEMUT (HYMENOPTERA:FORMICIDAE) PERMUKAAN TANAH DI KEBUN GAMBIR DI KANAGARIAN SIGUNTUR MUDA KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN Oleh : Riski Ramadanu, Nurhadi, dan Elza Safitri

Lebih terperinci

C028 PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SEMUT DALAM HUTAN LINDUNG GUNUNG NONA-AMBON.

C028 PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SEMUT DALAM HUTAN LINDUNG GUNUNG NONA-AMBON. C028 PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SEMUT DALAM HUTAN LINDUNG GUNUNG NONA-AMBON Fransina S. Latumahina 1 dan Agus Ismanto 2 1 Mahasiswa Program Doktor Fak. Kehutanan UGM & Staf Pengajar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai bulan Februari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai bulan Februari 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai bulan Februari 2014 di perkebunan kopi rakyat yang menanam spesies Coffea robusta di Pekon Ngarip,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

Semut Subfamili Myrmicinae di Suaka Alam Maninjau Utara Selatan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat

Semut Subfamili Myrmicinae di Suaka Alam Maninjau Utara Selatan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat 248 Semut Subfamili Myrmicinae di Suaka Alam Maninjau Utara Selatan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Ant subfamily Myrmicinae at Maninjau Utara Selatan Nature Reserve, Agam District, West Sumatra Susan

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian, Deskripsi Lokasi 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut, alkohol 70% dan gliserin. b. Alat Alat-alat

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SEMUT ALAM HUTAN LINDUNG GUNUNG NONA-AMBON. Fransina S. Latumahina ABSTRACT

PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SEMUT ALAM HUTAN LINDUNG GUNUNG NONA-AMBON. Fransina S. Latumahina ABSTRACT PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SEMUT ALAM HUTAN LINDUNG GUNUNG NONA-AMBON Mahasiswa Program Doktor Fak. Kehutanan Univeritas Gadjah Mada - Yogyakarta ABSTRACT The aims of this study

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa

F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa MILLI-PEET, kunci identifikasi dan diagram alur, Page 1 F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa 1A Tubuh lunak, tergit mengandung rambut seperti kuas atau rambut sikat, sepasang kuas terdapat bagian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI

FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI Kata Arthropoda berasal dari bahasa Yunani yaitu Arthros berarti sendi (ruas) dan Podos berarti kaki. Jadi arthropoda adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

Jumlah Mei Juni Juli Total Ordo Famili Genus Individu H' 0,38 0,71 0,44 0,59 E 0,18 0,40 0,23 0,27

Jumlah Mei Juni Juli Total Ordo Famili Genus Individu H' 0,38 0,71 0,44 0,59 E 0,18 0,40 0,23 0,27 2 Juli 211. Selama pengamatan dicatat nama spesies dan jumlah individu serangga yang mengunjungi bunga jantan kelapa sawit. Dilakukan juga pengukuran unsur cuaca, yaitu suhu, kelembapan, dan intensitas

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 2 Jumlah imago lebah pekerja A. cerana yang keluar dari sel pupa. No. Hari ke- Koloni I Koloni II. (= kohort) Warna Σ mati Warna Σ Mati

HASIL. Tabel 2 Jumlah imago lebah pekerja A. cerana yang keluar dari sel pupa. No. Hari ke- Koloni I Koloni II. (= kohort) Warna Σ mati Warna Σ Mati HASIL Jumlah Imago Lebah Pekerja A. cerana Berdasarkan hasil pembuatan peta lokasi sel pupa, dapat dihitung jumlah imago lebah pekerja yang keluar dari sel pupa. Jumlah imago lebah pekerja A. cerana (yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

JENIS-JENIS SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI SEKITAR KAMPUS UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN

JENIS-JENIS SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI SEKITAR KAMPUS UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN JENIS-JENIS SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI SEKITAR KAMPUS UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN Riska Winda Sari*, Rofiza Yolanda 1), Arief anthonius Purnama 2) 1&2) Program Studi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik.

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik. 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap serangga

Lebih terperinci

Inventarisasi Semut Subfamili Formicinae di Kawasan Cagar Alam Lembah Anai, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat

Inventarisasi Semut Subfamili Formicinae di Kawasan Cagar Alam Lembah Anai, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat Inventarisasi Semut Subfamili Formicinae di Kawasan Cagar Alam Lembah Anai, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat An Inventory of Ants (Formicinae) at Lembah Anai Nature Reserve, West Sumatra Pradani Eka

Lebih terperinci

Gambar 1. Koloni Trigona sp

Gambar 1. Koloni Trigona sp BUDIDAYA LEBAH MADU TRIGONA SP Oleh : Victor Winarto *) Rusmalia *) I. PENDAHULUAN Madu adalah salah satu produk primadona HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) di Indonesia. Banyaknya manfaat madu bagi kesehatan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Capung

TINJAUAN PUSTAKA. Capung TINJAUAN PUSTAKA Capung Klasifikasi Capung termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, klas Insecta, dan ordo Odonata. Ordo Odonata dibagi ke dalam dua subordo yaitu Zygoptera dan Anisoptera. Kedua

Lebih terperinci

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id Parasitologi Kesehatan Masyarakat KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit Mapping KBM 8 2 Tujuan Pembelajaran Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa mampu menggunakan pemahaman tentang parasit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bunga Kelapa Sawit Tandan bunga jantan dibungkus oleh seludang bunga yang pecah jika akan anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki 100-250 spikelet (tangkai

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

PENYEBARAN SEMUT PADA HUTAN LINDUNG SIRIMAU KOTA AMBON

PENYEBARAN SEMUT PADA HUTAN LINDUNG SIRIMAU KOTA AMBON Fransina Sarah Latumahina, dkk. : Penyebaran Semut Pada Hutan Lindung Sirimau Kota Ambon PENYEBARAN SEMUT PADA HUTAN LINDUNG SIRIMAU KOTA AMBON Fransina Sarah Latumahina 1*, Musyafa 2, Sumardi 2, Nugroho

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki kekayaan alam melimpah berupa flora dan fauna. Indonesia juga memiliki potensi besar dalam pengembangan usaha peternakan lebah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bolton, B Identification Guide to the Ant Genera of the World. Harvard University Press. London. 222p.

DAFTAR PUSTAKA. Bolton, B Identification Guide to the Ant Genera of the World. Harvard University Press. London. 222p. DAFTAR PUSTAKA Bolton, B. 1994. Identification Guide to the Ant Genera of the World. Harvard University Press. London. 222p. Crossley, J.R., D.A, Mueller, & K.E Linsenmair. 1992. Biodiversity of Microarthropods

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Lebih terperinci

Musca domestica ( Lalat rumah)

Musca domestica ( Lalat rumah) PARASITOLOGI LALAT SEBAGAI VEKTOR PENYAKT Musca domestica ( Lalat rumah) Oleh : Ni Kadek Lulus Saraswati P07134013007 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN D-III

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian organik dan sistem pertanian intensif (Notarianto, 2011). Salah satu desa

I. PENDAHULUAN. pertanian organik dan sistem pertanian intensif (Notarianto, 2011). Salah satu desa 10 I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara agraris di mana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013) II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat lima famili kupu-kupu subordo Rhopalocera di Indonesia, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat lima famili kupu-kupu subordo Rhopalocera di Indonesia, yaitu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Kupu-kupu Pieridae Terdapat lima famili kupu-kupu subordo Rhopalocera di Indonesia, yaitu Pieridae, Papilionidae, Nymphalidae, Lycanidae dan Hesperiidae. Kupu-kupu famili

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) Serangga betina yang telah berkopulasi biasanya meletakkan telurnya setelah matahari terbenam pada alur kulit buah kakao.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Buah-buahan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Buah-buahan 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah-buahan Taksonomi Tanaman Buah-buahan Tanaman buah-buahan termasuk ke dalam divisi Spermatophyta atau tumbuhan biji. Biji berasal dari bakal biji yang biasa disebut makrosporangium,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat III. MATERI DAN METODE 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 di areal kampus Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Identifikasi serangga dilakukan

Lebih terperinci

Kelimpahan dan Keragaman Semut dalam Hutan Lindung Sirimau Ambon Abudance and diversity of ants at Sirimau Forest In Ambon

Kelimpahan dan Keragaman Semut dalam Hutan Lindung Sirimau Ambon Abudance and diversity of ants at Sirimau Forest In Ambon Biospecies Vol. 7 No.2, Juli 2014, hal.53-58. Kelimpahan dan Keragaman Semut dalam Hutan Lindung Sirimau Ambon Abudance and diversity of ants at Sirimau Forest In Ambon Fransina Sarah LATUMAHINA 1, MUSYAFA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Rotan adalah salah satu jenis tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) yang memiliki peranan ekonomi yang sangat penting (FAO 1997). Sampai saat ini rotan telah dimanfaatkan sebagai

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

MENGENAL KECOA, SEMUT DAN LABAH-LABAH

MENGENAL KECOA, SEMUT DAN LABAH-LABAH MENGENAL KECOA, SEMUT DAN LABAH-LABAH Oleh Upik Kesumawati Hadi, Bagian Parasitologi & Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan

Lebih terperinci

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu merupakan tanaman asli daerah tropika basah. Tanaman ini dapat tumbuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu merupakan tanaman asli daerah tropika basah. Tanaman ini dapat tumbuh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu merupakan tanaman asli daerah tropika basah. Tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah subtropika. Tanaman tebu dapat tumbuh pada berbagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

Oleh: Oki Kobayasi Susanto 1, Henny Herwina 2, Armein Lusi Z. 1

Oleh: Oki Kobayasi Susanto 1, Henny Herwina 2, Armein Lusi Z. 1 Spesies Semut (Hymenoptera: Formicidae) yang di Koleksi dengan Metode All Protocol pada Perkebunan Sawit (ElaeisguineensisJacq.) dan Hutan di Kanagarian Kunangan Parik Rantang Kabupaten Sijunjung Oleh:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013), metode penelitian kuanitatif merupakan metode penelitian yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Attacus atlas Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Chapman, 1969). Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kelas

Lebih terperinci

KOMPOSISI SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PULAU TANGAH KECAMATAN PARIAMAN TENGAH KOTA PARIAMAN

KOMPOSISI SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PULAU TANGAH KECAMATAN PARIAMAN TENGAH KOTA PARIAMAN KOMPOSISI SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PULAU TANGAH KECAMATAN PARIAMAN TENGAH KOTA PARIAMAN Syukri ( ), Armein Lusi Zeswita (1), Ismed Wahidi (2) Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi jamur yang didapat dari Resort Pematang Raman Taman

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi jamur yang didapat dari Resort Pematang Raman Taman 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil identifikasi jamur yang didapat dari Resort Pematang Raman Taman Nasional Berbak Kabupaten Muaro Jambi yang telah dilakukan di laboratoriun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode observasi. odorata dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda berdasarkan bentuk lahan,

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode observasi. odorata dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda berdasarkan bentuk lahan, BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dan dilakukan dengan menggunakan metode observasi. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penangkapan serangga malam dilakukan di Kawasan Pinggiran Hutan

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penangkapan serangga malam dilakukan di Kawasan Pinggiran Hutan 63 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Lokasi Penelitian Penangkapan serangga malam dilakukan di Kawasan Pinggiran Hutan Bumi Perkemahan Nyaru Menteng. Hutan Bumi Perkemahan Nyaru Menteng merupakan kawasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi yang diamati dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci