BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL

Transkripsi

1 BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL Berdasarkan hasil penelitian yang tertuang dalam bab III, peneliti ingin memberi paparan analisis terhadap perubahan minat melayani dari perspektif perubahan sosial Konsistensi Peran Pemuda Dalam Pelayanan Anak dan Remaja Sosial kemasyarakatan mempengaruhi dan membentuk jati diri serta kehidupan seseorang. Dari hasil penelitian yang dapat dilihat di bab III, menunjukan bahwa para pemuda memiliki kecenderungan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu teknologi dan kemampuan diri sendiri. Hal ini memungkinkan karena adanya perkembangan teknologi yang semakin cepat serta sistim yang dipakai dalam Gereja, sehingga mempengaruhi kualitas hidup serta peran para pemuda. Peran pemuda dalam perkembangan zaman adalah kunci utama. Tidak ada perubahan tanpa kehadiran pemuda, sehingga peran pemuda dalam berbagai bidang harus secara optimal. 1 Hadirnya pemuda bukan lagi sekedar menjadi wacana dalam sebuah perubahan, tetapi seharusnya mampu menjadi penggerak dalam menjalankan perubahan. Menurunnya peran serta pemuda dalam suatu aktifitas pelayanan merupakan salah satu ancaman besar bagi Gereja dan masyarakat. Sehingga sangat dibutuhkan peran aktif serta komitmen dari pemuda untuk menjadi pelayan anak dan remaja. 1 Ariefa Efianingrum,M,Si Jurnal ( Perubahan Sosial dan Pendidikan, 2011 )h19

2 Persoalan menurunnya minat pemuda dalam pelayanan anak dan remaja, menuntut agar sebagai pemuda harus sadar dan mampu berperan aktif serta memberi diri untuk menjadi seorang pelayan anak dan remaja. Pemuda harus dapat memberi kontribusi nyata bagi Gereja dan masyarakat. Untuk itu pemuda harus memiliki integritas diri agar tidak terjerumus pada hal-hal yang bersifat merugikan diri sendiri, masyarakat dan Gereja. Apabila pemuda dalam pelayanan ataupun dalam organisasi kepemudaan sudah tidak lagi menjunjung integritas,maka seluruh pelayanan yang ada akan menjadi tidak berguna. Peran aktif pemuda dalam pelayanan adalah sebagai kekuatan moral bagi generasi penerus. Peran aktif pemuda sebagai agen perubahan harus diwujudkan dengan mengembangkan kepedulian terhadap pelayanan, mengembangkan ilmu dan teknologi secara tepat guna. Pendidikan dan pembinaan-pembinaan membantu pemuda untuk menyesuaikan diri sehingga dapat mengikuti laju perubahan teknologi yang cepat akibat perkembangan. Pendidikan dan pembinaan berfungsi untuk menyampaikan, merumuskan dan memberikan kepada pemuda hal-hal yang harus dilakukan olehnya. Proses pembinaan kepada pemuda itu dilakukan untuk menghadapi dan menyesuaikan dengan situasi dan perkebangan yang baru dan selalu berubah. Berdasarkan sejarah, pemuda merupakan unsur yang menarik dan esensial dalam suatu gerakan perubahan. Karena didalam jiwa pemuda terdapat kerelaan berkorban demi cita-cita. Di dalam pemuda terdapat api idialisme yang tidak

3 menuntut balasan, baik berupa uang atau kedudukan. Di dalam pemuda terdapat semangat yang membara. 2 Para pemuda harus memiliki dedikasi, disiplin, jujur, inovatif, tekun, ulet dan rela berkorban. Para pemuda harus secara teru-menerus belajar untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Peran pemuda dalam pelayanan anak dan remaja bukanlah pelayanan tambahan, melainkan sebagai suatu cara pelayanan untuk hidup yang berkelanjutan Konsistensi Peran Gereja-Gereja di GMIT Terhadap Minat Pemuda Dalam Pelayanan Anak Dan Remaja Sesuai dengan Peraturan Pokok GMIT tahun 2010 pasal 58 tentang jabatan dan kekaryawanan mengatakan bahwa yang di sebut sebagai karyawan GMIT adalah pendeta, penatua, diaken dan pengajar. 4 Dan unsur-unsur ini memiliki fungsi yang berbeda namun berada dalam kedudukan yang setara. Dan dalam peraturan pokok GMIT tidak menyebutkan bagaimana posisi para guru sekolah minggu dalam Gereja. Yang tercantum dalam peraturan pokok GMIT yaitu tentang Unit Pembantu Pelayanan ( UPP ), dimana unit ini membawahi badan pengurus kategorial termasuk di dalamnya pelayanan anak dan remaja. Apakah karena guru sekolah minggu bukan termasuk unsur-unsur kekaryawanan dari peraturan yang ada dan oleh karena itu tidak di atur dalam peraturan pelaksana GMIT? Walaupun guru sekolah minggu bukan sebagai majelis atau presbiter mengapa kedudukan pelayan atau guru sekolah minggu tidak di atur dalam peraturan pelaksana GMIT? Apakah hanya yang disebut 2 Aloysius Bram Widyanto, Jurnal ( Pemuda Dalam Perubahan Sosial )h 4 3 Ronald W. Leigh, Melayani Dengan Efektif ( BPK Gunung mulia,jakarta,2002 )h,137 4 Peraturan Pokok GMIT tahun 2010 pasal 58

4 sebagai presbiter atau majelis saja yang di atur dalam peraturan pelaksana GMIT? Pertanyaan ini menjadi pertanyaan yang perlu di bahas lebih lanjut dan secara baik oleh Gereja-Gereja di GMIT saat ini. Pelayan atau guru sekolah minggu tidak di atur dalam peraturan pelaksana GMIT, Hal ini menyebabkan adanya kerancuan dalam pelaksanaan di lingkup jemaat-jemaat. Karena pada dasarnya posisi guru sekolah minggu dalam tiap Gereja di atur sendiri oleh Gereja masing-masing, sehingga tidak terdapat kesamaan dalam pelaksanaan peraturan tentang pelayanan anak dan remaja. Apalagi para pemuda yang menjadi guru sekolah minggu adalah sukarelawan yang memberi dirinya untuk mengemban tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh Gereja. Pertanyaannya adalah apakah para pemuda yang rela melayani pelayanan anak dan remaja mempunyai hak untuk mendapat kesejahteraan yang diatur dalam peraturan pokok perbendaharaan Gereja-Gereja di GMIT? Atau apakah karena guru sekolah minggu tidak termasuk dalam jabatan kekaryawanan GMIT dan oleh karena tenaga sukarelawan sehingga tidak mendapat perhatian dan pembinaan-pembinaan secara khusus dari Gereja-Gereja di GMIT? Dan apakah oleh karena guru sekolah minggu tidak termasuk dalam karyawan GMIT sehingga minat pemuda untuk menjadi seorang guru sekolah minggu semakin menurun? Pertanyaan-pertanyaan ini juga perlu di bahas lebih lanjut oleh Gereja-Gereja di wilayah GMIT. Karena seharusnya seorang guru sekolah minggu yang adalah pemimpin spiritual bagi anak-anak mampu memainkan peran sesuai dengan panggilannya agar dapat menumbuhkembangkan iman anak ke depan.

5 Hasil penelitian yang terlihat dalam bab III, bahwa para pemuda yang aktif dalam pelayanan anak dan remaja tidak memiliki kemampuan untuk menampilkan kreatifitasnya sebagai pelayan anak dan remaja, apalagi banyak dipengaruhi oleh kehidupan dan perkembangan teknologi yang berkembang pesat saat ini. Artinya bahwa pemuda memang mengekspresikan diri berdasarkan dari pengalamanpengalaman mereka, akan tetapi tidak diperkuat dengan pembinaan-pembinaan yang strategis atau buku-buku pedoman yang dapat menuntun mereka untuk dapat melaksanakan pelayanan secara baik dan evisien. Sehingga mereka sering terjebak dengan perubahan dan perkembangan teknologi saat ini. Misalkan perkembangan teknologi komunikasi (HP), banyak diantara para pemuda yang menjadi guru sekolah minggu terjebak dalam perkembangan teknologi ini, padahal teknologi ini sebenarnya jika dipergunakan secara baik maka akan membantu atau menolong agar dapat berkomunikasi secara baik, akan tetapi seperti yang dikatakan dalam bab sebelumnya tentang pendidikan guru sekolah minggu yang masih sangat rendah sehingga mereka belum mampu membedakan dan mengatur secara baik bagaimana seharusnya memainkan teknologi itu secara baik agar dapat membantu mereka. Menurut Robert H. Lauer pemuda sering membayangkan diri mereka sendiri sebagai pelopor perubahan dan mereka yakin bahwa perubahan itu malah lebih baik. Akan tetapi berdasarkan konteks yang ada, tindakan serta peran pemuda sebagai guru sekolah minggu sangat berbeda. Salah satu ciri kematangan seseorang juga dipengaruhi oleh pendidikan dan perkembangan teknologi, dalam penelitian ini peneliti melihat pendidikan dari pemuda serta perkembangan teknologi, apakah memiliki kaitannya dengan

6 konsistensi peran dan minat pemuda sebagai pelayan anak dan remaja? Dari hasil penelitian bahwa pendidikan dari para guru sekolah minggu masih sangat rendah, hal ini memberi penjelasan bahwa tingkat pendidikan sangat mempengaruhi pelayanan anak dan remaja. Hal ini sangat logis karena pendidikan seseorang dapat menentukan hasil pelayanan yang dicapai. Karena pendidikan memiliki dampak dalam kepemimpinan pelayanan sebagai guru sekolah minggu. Gereja sebagai lembaga pendidikan nonformal sering dianggap sebagai salah satu lembaga sosial yang mempunyai tanggung jawab terhadap perkembangan moral seseorang. Akan tetapi sebagai lembaga pendidikan nonformal Gereja sering kurang mampu mengikuti dan menanggapi arus perubahan apa yang terjadi di masyarakat. Gereja sebagai lembaga pendidikan nonformal seharusnya mampu membekali pemuda menghadapi tantangan hidupnya. Untuk itu Gereja perlu membuat sosialisasi dan pembinaan-pembinaan, tentang penggunaan teknologi, karena penggunaan teknologi lebih mudah digunakan, sementara itu perubahan kualitas pemuda tidak secepat teknologi. Sesuatu hal yang di lihat juga dalam penelitian yaitu bahwa menurunnya minat dari para pemuda untuk menjadi pelayan atau guru sekolah minggu disebabkan karena mereka cenderung dipengaruhi oleh tingkat perkembangan teknologi, khususnya teknologi komunikasi (HP). Teknologi dapat mempengaruhi loyalitas pelayanan seseorang. Para guru sekolah minggu sering meninggalkan pelayanan oleh karena kesejahteraan dalam memenuhi kebutuhan teknologi serta kesibukan pribadi. Sehingga sering terjadi konflik-konflik antara para guru sekolah minggu dan Gereja sebagai lembaga. Gereja sebagai lembaga tidak selalu memperhatikan

7 tentang kesejahteraan para guru sekolah minggu. Hal ini dikarenakan oleh sistim yang dianut oleh Gereja-Gereja di GMIT bahwa guru sekolah minggu tidak termasuk dalam karyawan GMIT sehingga kesejahteraan mereka pun masih belum secara baik diatur. Yang di atur dalam sistim Gereja yaitu kesejahteraan para pendeta, penatua, diaken dan pengajar, karena mereka semua disebut sebagai karyawan, sehingga ini sangat berpengaruh terhadap para pemuda sebagai guru sekolah minggu. Sering juga terjadi konflik antara para guru sekolah minggu dan Gereja sebagai lembaga disebabkan karena Gereja tidak konsisten dalam kebijakan serta pengambilan keputusan. Wibawa spiritual seorang guru sekolah minggu dalam komunitas Gereja menjadi hal penting karena kualitas spiritualnya menjadi faktor yang sangat vital. Karena guru sekolah minggu harus menjadi teladan bagi anak-anak yang diajarinya, sehingga di masa yang akan datang anak-anak menjadi seorang yang berguna bagi Gereja, bangsa, masyarakat serta mempunyai ketaatan kepada Tuhan. Gereja-Gereja di GMIT masih belum begitu peka melihat apa yang menjadi hal penting dalam pelayanan anak dan remaja dan masih belum menaruh perhatian secara baik terhadap guru sekolah minggu, khususnya membangun minat pemuda agar dapat menjadi seorang guru sekolah minggu. Akibatnya pribadi seseorang menjadi urusan pribadi yang tidak ada kaitannya dengan Gereja. Pada hal pribadi seseorang berkaitan dengan batin dan merupakan suatu rahasia pribadi yang idealnya tidak diperlihatkan kepada orang lain. Ini juga membutuhkan peran serta dari individu, karena Perubahan peran individu rupanya menjadi hal yang sangat penting

8 dalam pelayanan, karena hal ini turut menjaga etika panggilan para pemuda sebagai guru sekolah minggu. Melihat hasil penelitian tentang peran Gereja terhadap pelayanan anak dan remaja di Gereja-Gereja dalam wilayah pelayanan GMIT terkhusus klasis alor barat laut terlihat sangat baik, akan tetapi ada beberapa faktor yang perlu menjadi perhatian khusus dari Gereja-Gereja baik di klasis alor barat laut maupun Gereja- Gereja di GMIT secara umum, untuk menjadi bahan evaluasi agar pelayanan anak dan remaja tidak hanya menjadi pelayanan tambahan saja dari Gereja, akan tetapi Gereja juga turut memperhatikan secara serius tentang pelayanan anak dan remaja. Karena pelayanan anak dan remaja adalah tumpuan untuk meletakan dasar yang kuat bagi perkembangan anak-anak Gereja di masa yang akan datang. Faktor pertama adalah Gereja harus membuat pembinaan-pembinaan terhadap para pemuda baik tentang minat untuk menjadi seorang pelayan anak dan remaja maupun tentang perkembangan teknologi khususnya teknologi komunikasi (HP), agar para pemuda tidak terjebak dalam perkembangan zaman, yang kedua adalah Gereja harus mempersiapkan sebuah kurikulum serta bahan ajar atau buku pedoman yang memadai dan baik bagi guru sekolah minggu untuk di pergunakan dalam pelayanan anak dan remaja, yang ketiga yaitu Gereja perlu memperhatikan kembali peraturan pokok tentang jabatan dan kekaryawanan GMIT, dimana seorang guru sekolah minggu juga mendapat bagian yang di sebut sebagai karyawan GMIT sehingga dapat diatur dalam peraturan pelaksana di tiap-tiap Gereja dalam wilayah pelayanan GMIT agar supaya terjadi kesamaan dalam melaksanakan pelayanan.

9 Ketiga faktor tersebut harus di perkuat dengan adanya peraturan-peraturan yang mengikat agar supaya dapat memotifasi para pemuda untuk menjadi seorang guru sekolah minggu yang akhirnya mengubah perilaku individunya.hal ini di dukung oleh teori Robert H. Lauer yang mengatakan bahwa peranan individu seorang pemuda sangat menentukan gerakan perubahan. Karena sebuah pelayanan yang buruk dan kacau merupakan ancaman besar terhadap perkembangan pelayanan tersebut. Gereja-Gereja di GMIT sering tidak memiliki konsistensi diri dalam peran panggilan sebagai Gereja, akibatnya banyak terjadi konflik ketika Gereja tidak mampu lagi memainkan peran baik di depan maupun di belakang. Memainkan peran yang berubah-ubah mengakibatkan Gereja mengalami krisis dan memiliki dampak yang kurang baik terhadap komunikasi dengan jemaat dan lingkungannya. Selain hal itu, Gereja-Gereja di GMIT saat ini mengalami banyak perubahan, baik secara teknologi, pengetahuan maupun tingkat pelayanan yang membawa konsekuensi logis yaitu tuntutan terhadap para pemuda agar menjadi pelayan anak dan remaja. Masalah penerimaan seorang pemuda untuk menjadi pelayan anak dan remaja sering di anggap menjadi hal yang paling sulit bagi Gereja, karena Gereja tidak mampu memberikan kontribusi berupa kesejahteraan bagi guru sekolah minggu. Dinamika kehidupan yang demikian deras membuat banyak orang menjual prinsip pelayanan dan akhirnya larut serta hanyut dalam aliran kehidupannya sendiri. Contoh yang banyak ditemui sekarang ini adalah para pemuda yang dulunya mengambil bagian dalam pelayanan anak dan remaja hanyut dalam perkembangan

10 zaman, sehingga mereka yang dulunya bersuara tentang pengajaran dalam pelayanan anak dan remaja meninggalkan panggilannya karena tuntutan kehidupan pribadinya. Fakta ini menunjukan bahwa betapa mudahnya konsistensi dan prinsip hidup tergadaikan hanya karena tuntutan perkembangan zaman. Sehinga seorang pemuda yang dulunya dikenal sebagai seorang pemuda yang baik, taat beribadah serta rela melayani pelayanan anak dan remaja terlibat dalam hal-hal yang tidak pernah diduga oleh Gereja dan masyarakat. Demikian juga persoalan finansial membuat banyak orang kehilangan prinsip pelayanan yang teramat mulia. Gereja-Gereja serta para pemuda saat ini terus berproses menampilkan peran yang berbeda untuk mengimbangi tuntutan perkembangan zaman, sehingga identitas diri dan peran panggilan pelayanan semakin kabur. Perkembangan zaman dan perubahan teknologi yang begitu cepat saat ini, maka Gereja-Gereja, khususnya Gereja-Gereja di wilayah pelayanan GMIT perlu memiliki dan meningkatkan kinerja pelayanan, sebab tantangan yang akan di hadapi oleh Gereja-Gereja ke depan sangat mempengaruhi tingkat kualitas pelayanan Gereja. Peraturan Gereja, tata nilai, norma, pola hidup, budaya bahkan alam berpikir akan sangat mempengaruhi tingkat kualitas pelayanan Gereja. Sehingga setiap Gereja dan para pemuda sebagai pelayan anak dan remaja harus berusaha memelihara dan mempertahankan apa yang menjadi prioritas pelayanan khususnya dalam bidang pelayanan anak dan remaja Menurunnya Minat Pemuda Terhadap Pelayanan Anak dan Remaja Dikaitkan Dengan Teori Perubahan Sosial

11 Perubahan di dalam semua segi kehidupan manusia saat ini disebabkan karena kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terjadinya perubahan tersebut oleh karena sumber kekuatan dan kemakmuran suatu masyarakat tidak lagi ditentukan oleh sumber daya manusia. menggoyahkan sendi-sendi keberadaan manusia. Kemajuan teknologi telah Kemajuan teknologi telah mempercepat proses globalisasi dan menuntut penataan kembali kehidupan manusia dalam berbagai segi. 5 Memang tak dapat disangkal bahwa akhir-akhir ini teknologi telah mengalami perkembangan yang spektakuler. Namun perlu diingat bahwa dengan perkembangan ini terdapat kesulitan yang kian mencekam perikehidupan manusia. Oleh karena itu untuk menjaga keseimbangan antara teknologi dan lingkungan maka para pemuda saat ini jangan hanya memikirkan hasil-hasil untuk jangka pendek karena ini akan merugikan pemuda yang adalah pelaku perubahan. Pemuda memang cenderung untuk membuat sesuatu untuk membangun dan berubah,akan tetapi jangan sampai menghancurkan eksistensi diri. Lebih-lebih dalam gejolak perubahan sosial saat ini,jangan sampai pemuda mengalami krisis nilai. Pemuda tidak boleh menjadi alat ataupun korban dari perubahan sosial terkhusus perkembangan teknologi. Dalam penerapan perkembangan teknologi,pemuda harus senantiasa didampingi dan dipimpin oleh hati nurani. Karena hati nurani akan membawa pemuda untuk tetap sadar akan panggilannya terhadap pelayanan yang diembannya. Pemuda sering lebih tertarik dengan mainan elektronik berupa HP dari pada melakukan aktifitas dalam Gereja dan masyarakat, akibatnya pemuda sekarang 5 Prof Dr. H.A.R. Tilaar, M,Sc. Ed. Perubahan Sosial Dan Pendidikan ( Rineka cipta,jakarta,2012 )h,55

12 cenderung individualistik. Gaya hidup instan lebih menjadi bagian kehidupan pemuda saat ini. Akibat tidak langsung yang menonjol adalah perilaku pemuda sering berubah. Pemuda sering tidak sabar, tidak toleransi dan mengundurkan diri dari pelayanan. Mereka mau yang praktis dan cepat. Perubahan sosial yang terjadi saat ini sangat mempengaruhi para pemuda dalam aktifitas pelayanan Gereja. Peran pemuda dalam pelayanan Gereja sering terbengkalai akibat banyak pemuda yang lupa akan panggilannya. Dengan perkembangan dan proses perubahan sosial ini mengakibatkan menurunnya minat pemuda untuk menjadi pelayan anak dan remaja. Pemuda yang adalah pelayan anak dan remaja sering mementingkan apa yang di sebut sebagai teknologi komunikasi (HP). Padahal teknologi ini sangat membantu dan menolong untuk berkomunikasi dengan sesama. Peran teknologi ini membawa dampak bagi perikalu pemuda. Sehingga pemuda yang dulunya memberi diri dan rela untuk melayani pelayanan anak dan remaja sekarang dengan adanya teknologi ini maka pemuda juga mempunyai kebutuhan akan pulsa untuk menjangkau kebutuhan teknologi itu. Akibat dari perubahan sosial dan perkembangan teknologi mengakibatkan problem sosial dan problem individu. Dari problem sosial dan problem individu timbul berbedaan antara yang ideal dan yang real. Itu artinya kita punya problem. Problem itu bisa bertaraf sosial dan bisa juga individu, misalkan kita ingin melanjutkan studi, tetapi tidak punya uang. Kenyataan tidak bisa melanjutkan studi karena tidak mempunyai uang itu adalah problem individu, atau kita memiliki HP tetapi tidak mempunyai uang untuk membeli pulsa, itu adalah problem individu.

13 Akan tetapi kalau orang tidak punya pekerjaan jumlahnya banyak, itu sudah menjadi problem sosial. 6 6 H.Rochajat Harun,Ir.,M.Ed.,PHd & Dr.Elvinaro Ardianto,Drs.,M.Si, Komunikasi Pembangunan Perubahan Sodial ( Rajagrafindo Persada, Depok,2011 )h 283