E. TOPIK : REALITA SOSIAL AGAMA
|
|
- Suharto Sugiarto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 E. TOPIK : REALITA SOSIAL AGAMA 1. Realitas Sosial Agama Menurut Peter L Berger, masyarakat merupakan hasil dari suatu proses dialektika yang terdiri atas tiga momen yaitu : Ekternalisasi, Obyektivasi dan Internalisasi. Dialektika adalah suatu pemahaman dari sudut many suatu permasalahan tersebut dipandang. Dan pandangan tersebut merupakan suatu pemahaman dari suatu sisi mengenai suatu hal. Dialektika dipahami merupakan suatu hal yang sama keberadaannya tetapi dapat dijelaskan dengan berbagai cara tentang keberadaan tersebut. Pemahaman Berger mengenai masyarakat demikian juga, dan baiklah kita pahami ketiga istilah diatas satu persatu. Eksternalisasi adalah pencurahan diri manusia kedalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Sementara Obyektivitas adalah hasil yang telah dicapai (baik mental maupun fisik) dari kegiatan tersebut. Suatu hasil yang menghadapi penghasil itu sendiri, sebagai suatu faktifitas yang ada diluar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Dan Intemalisasi adalah penyerapan kembali realitas ini oleh manusia - suatu proses tranformasi struktur dunia obyektif ke dalam kesadaran subyektif. Lebih lanjut dialektika tersebut dijelaskan oleh Peter L Berger sebagai berikut Melalui eksternalisasi masyarakat menjadi produk manusia, melalui obyektivasi masyarakat menjadi realitas surgeneris dan melalui internalisasi manusia menjadi produk masyarakat. (1) Ekternalisasi Manusia sebagaimana kita kenal secara empiris, tak dapat dipahami lepas dari pencurahan diri terns menerus kedalam dunia dimana ia berada. Pemahaman kita mengenai manusia akan sangat terkait dengan keberadaannya dalam suatu lingkungan dan masyarakat dimana ia berada. Lewat kebudayaan kita akan memahami manusia secara empirik dan berkaitan dengan lingkungan social dan fisik dimana ia hidup. Manusia bukan sesuatu yang tinggal dalam dirinya sendiri, dalam lingkungan interioritas yang tertutup, dan baru kemudian mengambil langkah untuk mengungkapkan dirinya dalam dunia sekitarnya. Keberadaan manusia bukanlah eksis karena dirinya sendiri, dalam menapak pertama kali didunia ini bukan mereka
2 mengembangkan dirinya sendiri, setelah tumbuh dan berkembang baru mereka menampilkan diri pada pihak lain. Manusia pada hakekatnya adalah ekternalisasi dari awal mula. Fakta antropologis azasi ini erat hubungannya dengan konstitusi biologis manusia. Mereka lahir dalam kondisi hidup yang tidak mandiri melainkan membutuhkan bantuan orang lain. Berbeda dengan binatang bertulang belakang atau vertebrata, tetapi manusia memiliki relasi yang khusus dengan dunianya. Keberadaan manusia lebih lanjut akan ditentukan oleh "dunianya" dimana mereka berada dan bergaul. Berbeda dengan binatang-binatang menyusui lainnya, yang dilahirkan dengan organisme yang pada hakekatnya telah lengkap. Dengan instingnya binatang lahir dapat hidup atas kemauan dirinya sendiri. Misalnya anak sapi lahir, setelah selang beberapa waktu kemudian mereka dapat menyusu induknya dan sekaligus memakan rumput. Artinya seandainya anak sapi tersebut pisah dari induknya masih memiliki angka kemungkinan hidup yang tinggi. Sementara itu manusia pada saat lahir belum selesai. Untuk menjadi manusia masih dibutuhkan banyak hal. Yang jelas untuk dapat survive, manusia membutuhkan bantuan orang lain di awal kehidupan mereka. Sifat belum selesai dari organisme manusia pada saat kelahirannya erat terjalin dengan struktur kecenderungankecenderungan manusia secara relatif belum memperoleh kekhususan dan belum dengan ketat diarahkan. Pada binatang kecenderungan-kecenderungan sudah lebih ditentukan oleh struktur instingtifnya. Dunia hewan tertutup sesuai dengan kemungkinankemungkinan yang telah dibatasi oleh konstitusi hewan itu sendiri. Oleh karena itu setiap binatang hidup dalam lingkungan yang spesifik sesuai dengan jenisnya yang khusus dan khas. Dunia manusia sebaliknya, belum direncanakan dan ditentukan. Dunia manusia itu hams dibentuk oleh kegiatan manusia sendiri. Dibandingkan dengan binatang, manusia memiliki relasi rangkap dengan dunianya. Seperti halnya binatang, manusia suatu yang mendahului kelahirannya, tetapi berbeda dengan binatang dunia ini tidak merupakan data begitu saja. Manusia hams menciptakan dunia bagi dirinya sendiri. Tidak hanya relasi manusia dengan alam raya tidak tetap, tetapi relasi manusia dengan dirinya juga ditandai dengan instabilitas. Manusia tidak seimbang dengan dirinya sendiri. Munusia secara terns menerus berada dalam proses menangkap dirinya. la harus menemukan dirinya dengan membangun dunianya. Manusia tidak hanya menghasilkan dunianya, tetapi juga dirinya. Atau secara lebih tepat ia menghasilkan dirinya sendiri dalam suatu dunia.
3 (2) Obyektivasi Kebudayaan terdiri dari totalitas hasil manusia. Beberapa diantaranya adalah material dan beberapa bukan. Munusia menghasilkan alat-alat dalam aneka bentuk. Dengan alat itu ia mengubah lingkungan fisiknya dan menaklukkannya. Manusia juga menghasilkan bahasa dan dengan bahasa itu dan atas dasar bahasa itu ia membangun simbol yang melingkupi seluruh aspek kehidupannya. Produksi kebudayaan non material selalu berjalan bersama dengan kegiatan manusia mengubah lingkungannya. Masyarakat tidak lain adalah sebagian dari kebudayaan non material yang menstrukturil relasi dengan manusia dengan sesamanya sebagian salah satu unsur dari kebudayaan masyarakat juga merupakan hasil manusiawi. Kebudayaan itu memberikan suatu struktur bagi kehidupan manusia. Struktur hasil manusiawi ini tak pernah memiliki stabilitas seperti da lam struktur dunia hewan. Kebudayaan sering disebut sebagai kodrat kedua ini tetap berbeda dan kodrat (pertama) manusia sendiri, karena kebudayaan adalah hasil kegiatan manusia. Kebudayaan hams terus menerus dihasilkan mencapai taraf tertentu dan dihasilkan kembali oleh manusia. Jadi masyarakat adalah produk manusia, berakar dalam ektemalisasi manusia. Bila kita bicara mengenai hasil-hasil eksternalisasi ini berarti bahwa hasil itu mencapai suatu taraf perbedaan dengan penghasilnya, memiliki suatu otonomi. Hasil yang muncul itu dan yang berhadapan dengan manusia sebagai faktifitas diluar diri manusia disarikan dalam konsep obyektivasi. Dunia yang dihasilkan menjadi suatu yang dapat melawan kehendak penghasilnya. Dengan kata lain, dunia yang dihasilkan mencapai suatu sifat realitas obyektif. Bila dikatakan bahwa kebudayaan mempunyai status obyektif, ini mengandung dua pengertian kebudayaan obyektif artinya, kebudayaan menghadapi manusia sebagai kumpulan obyek dalam dunia real, berada diluar kesadaran manusia sendiri. Kebudayaan ada disana, Kebudayaan obyektif juga berarti bahwa kebudayaan dapat dialami dan ditangkap bersama. Kebudayaan ada disana bagi siapapun. Kebudayaan dapat dipartisipasikan oleh siapapun. Dunia budaya tidak hanya dihasilkan secara kolektif, tetapi kebudayaan tetap real berkat pengakuan kolektif. "To be in culture mean to share in aparticular world of obyektive with others" Kondisi yang sama berlaku pula bagi salah satu unsur kebudayaan, yang kita sebut masyarakat. Tidak cukup mengatakan bahwa masyarakat itu berakar dalam
4 kegiatan manusia yang diobyektivasi. Ini berarti bahwa masyarakat adalah produk yang telah mencapai status obyektif : Masyarakat dialami sebagai berada "disana", diluar kesadaran subyektif. Manusia tak dapat memahami masyarakat dengan "introspeksi", is hanya dapat mendekati obyeknya itu. dengan penyelidikan empiris. Sifat "obyektif" menjadi jelas dalam kekuatan yang memaksa (coersive power) dari masyarakat, memberi sanksi, mengendalikan tata kelakuan dan sebagainya. Masyarakat sebagai realitas obyektif memberikan suatu dunia tempat tinggal bagi manusia. Biografi manusia individual menjadi real secara obyektif sejauh ditangkap dalam struktur dunia sosial. Meskipun ada interpretasi obyektif dari biografi masing-masing individu, yang menempatkan itu dalam suatu kerangka referensi yang diakui secara kolektif. Obyektivitas masyarakat meliputi segala macam institusi, peranan dan identitas. Pada akhirnya obyektivitas kegiatan berarti; manusia dapat mengobyektivasi sebagian dari dirinya sendiri sesuai dengan gambaran-gambaran yang telah tersedia sebagai unsur obyektif dari dunia sosial. (3) Internalisasi Penangkapan dalam kesadaran dunia obyektivasi sosial sebagai faktisitas ekstern belum merupakan internalisasi. Internalisasi adalah penyerapan kembali ke dalam kesadaran dunia yang telah diobyektivasi, sedemikian rupa sehingga struktur dunia mendeterminasi struktur subyektif dari kesadaran. Ini berarti bahwa masyarakat sekarang berfungsi sebagai pembentuk kesadaran individu. Sejauh internalisasi telah terjadi, individu sekarang menangkap sebagai unsur dunia obyektif sebagai fenomena yang berada dalam kesadarannya dan sekaligus is menangkapnya sebagai fenomena diluar kesadarannya. Setiap masyarakat menghadapi persoalan bagaimana menyampaikan arti-arti (nilai-nilai) yang telah diobyektivasi dari satu generasi ke generasi lainnya. Persoalan ini diselesaikan dengan proses internalisasi, yaitu proses dengan mana generasi barn diajar untuk hidup sesuai dengan program-program institusional masyarakat. Sosialisasi dapat digambarkan sebagai suatu proses belajar. Generasi baru diperkenalkan dengan arti-arti barn dari kebudayaan, belajar untuk ambil bagian dalam tugas-tugas yang telah ditetapkan dan menerima peranan-peranan serta identitasidentitas, yang mewujudkan struktur sosial. Tetapi sosialisasi sebenarnya mempunyai dimensi yang dapat secara adekwat diterangkan sebagai proses belajar.
5 Individu tidak hanya mempelajari arti yang telah diobyektivasi tetapi mengidentifikasikan dirinya dengan dan dibentuk oleh arti-arti itu. Ia menaruh arti-arti itu kedalam dirinya dan menjadikan arti-arti itu arti-artinya (nilai-nilainya). Ia tidak hanya seorang yang menampilkan dan mengekspresikan arti-arti itu. Keberhasilan sosialisasi tergantung pada terbentuknya keselarasan antara dunia obyektif masyarakat dan dunia subyektif individu. Kegiatan membangun dunia manusia selalu merupakan usaha kolektif. Apropriasi suatu dunia juga terjadi dalam kolektivitas. Internalisasi dari suatu dunia tergantung pada masyarakat. Manusia tidak bisa mengerti pengalamannya secara berarti kalau pengertian itu tidak disampaikan kepadanya melalui proses sosial. Individu mengapropriasikan dunia dalam pergaulan dengan orang lain. Identitas dan dunia menjadi real baginya hanya sejauh is dapat melanjutkan pergaulan dengan orang lain. Suatu hal yang perlu diingatkan ialah bahwa sosialisasi tak pernah selesai. Kesulitan melangsungkan dunia itu secara psikologis terlateak dalam kesulitan membuat dunia itu diterima secara subyektif. Jadi internalisasi berarti bahwa faktisitas obyektif dari dunia sosial menjadi juga faktisitas subyektif. Proses internalisasi hams juga dimengerti satu momen saja dari proses dialektik yang lebih laus yang mencakup pula momen-momen eksternalisasi dan obyektivasi. Bila tidak demikian maka akan muncul suatu gambaran determinisme mekanistik, dimana individu dihasilkan oleh masyarakat sebagaimana sebab menghasilkan akibat dalam alam. (4) Nomos Dunia yang dibentuk secara sosial itu adalah suatu penertiban pengalaman (ordering of experience). Suatu tertib yang berarti atau nomos, dikenakan kepada pengalaman-pengalaman dan arti-arti yang tak terhubung yang terpisah-pisah. Presu posisi dalam hal ini seperti telah dikatakan terletak dalam konstitusi biologis manusia. Manusia secara biologis tidak memiliki mekanisme penertiban (pengalaman) dalam binatang mekanisme tersebut sudah dibawa sejak lahir. Maka manusia terpaksa hams menertibkan pengaamannya. Sosialisasi manusia mengandalkan sifat kolektif dari kegiatan menertibkan ini. Penertiban pengalaman selalu ada dalam segala macam interaksi sosial.
6 Setiap tindakan sosial mengimplikasikan bahwa suatu arti individu diarahkan kepada orang lain dan interaksi sosial yang berjalan terus mengimplikasikan bahwa beberapa arti diintegrasikan kedalam tertib arti yang umum. Namun kelirulah bila kita menganggap bahwa sebagai konsekuensi penertiban interaksi sosial, maka sejak permulaan dapat dihasilkan suatu nomos yang dapat mencakup segala pengalaman dan arti yang terpisah-pisah dari individu-individu yang ambil bagian. Bila kita membayangkan suatu masyarakat awal mula (sesuatu yang secara empiris tidak mungkin), kita dapat tabu bahwa lingkup nomos semakin berkembang karena interaksi sosial semakin mencakup lingkungan yang labih luas. Sebagaimana tidak ada sosialisasi total, demikian pula tidak ada nomos yang mencakup segala arti dan pengalaman yang bisa menertibkan segala pengalaman (arti-arti). Selalu ada pengalaman dan arti-arti yang ada diluar nomos (tertib) yang umum. Dunia sosial membentuk suatu nomos (tertib) baik secara obyektif maupun subyektif. Nomos obyektif terbentuk oleh proses obyektif. Fakta Bahasa dapat dipandang sebagai pemasangan tertib atas pengalaman. Bahasa menertibkan dengan memaksa defrensiasi dan struktur pada gerak pengalaman yang terns menerus. Bila suatu pengalaman diberinama IPSO FAKTO pengalaman ini ditarik dari aliran pengalaman dan menjadi stabil. Kemudian bahasa memberikan tertib hubungan yang asasi dengan menambahkan sintaxsis dan gramatika kepada pembendaharaan kata. Tidak mungkin menggunakan bahasa tanpa ambil bagian dalam tertib bahasa. Tindakan menertibkan mula-mula adalah mengatakan sesuatu butir adalah ini jadi bukan itu. Butir itu dipersatukan dalam tertib yang mencakup butir-butir lainnya. Butir itu diberi petunjuk linguistik yang lebih tajam lagi (butir ini laki-laki dan bukan perempuan, tunggal dan bukan jamak, kata Benda dan bukan kata kerja, dan sampai tercapai semua butir yang lebih komprehensif. Atas dasar bahasa dan dengan melalui bahasa dibentuk suatu tats susunan kognitif dan normatif. Tiap masyarakat memaksakan suatu tertib interpretasi atas pengalaman, ini menjadi pengertian /pengetahuan obyektif melalui proses obyektivasi seperti telah dibicarakan dimuka. Hanya sebagian saja terjadi dengan teori-teori, meskipun pengetahuan teoritis itu penting pula terutama karena memuat interpretasi atas realitas yang " resmi ".
7 Sebagian besar dari pengetahuan yang secara sosial diobyektivasi adalah pra teoritis ini terdiri dan skema-skema interpretatif, patokan moral dan kumpulan "kebijaksanaan " tradisional. Bagimana variasinya, tiap masyarakat menyediakan bagi anggota-anggotanya suatu kelompok "pengetahuan". Ambil bagian dalam masyarakat berarti ambil bagian dalam tertib masyarakat/ nomos. (5) Kosmisasi. Dimanakah letak fungsi sosial agama atau lebih tepatnya dimana agama menemukan maknanya dalam analisa tersebut. Berger mengatakan dunia sosial cenderung dipandang "granted". Sosialisasi berhasil sejauh sifat "granted" diinterioriasi. Tak cukup bahwa individu memandang prinsip tertib sosial sebagai suatu yang berguna, diinginkan dan benar. Lebih balk lagi (dalam arti stabilitas sosial) kal au tertib itu dipandang sebagai suatu yang tidak terelakkan sebagai cerminan cia ri suatu aspek atau bagian alam universal. Dengan kata lain institusi sosial diberi status ontologis; siapa yang menolak, menolak dirinya sendiri sebagai bagian dari tertib universal. Dalam taraf ini maka nomos dan kosmos nampak sebagai korekstensive. Jadi ada tendesi untuk memproyeksikan tertib yang dibangun manusia, kedalam tertib alam semesta. Kosmisasi dunia sosial (eliade) dalam masyarakat keno sangan kentara dan nomos merupakan refleksi mikrokosmis. Dalam masyarakat modern kosmisasi itu terwujud lebih dalam pernyataan ilmiah mengenai hakekat manusia dari pada hakekat alam universal. Dengan kosmisasi itu konstruksi nomos yang rapuh memperoleh stabilisasi; yaitu "diterima begitu saja" (granted), seperti bagian dari hakekat pemyataan dan kerap kali lebih kuat dari pada kekuatan historis manusia. Dalam proses itu agama memperoleh maknanya "religion is the human enterprize which sacred cosmos is estabilished" dengan kata lain, agama adalah kosmisasi dalam bentuk kosmos sakral dengan istilah sakral dimaksudkan, sifat dari suatu kekuatan misterius dan menakutkan. Berger disini mengacu pada dikotomi sakral profan seperti pada fenomenologi agama dari Otto van derlaeuw dan Ehall. Hal itu untuk menekankan sifat kelainan yang radikal dan sekaligus adanya hubungan manusia dengan yang sakral.
8 Oposisi antara yang sakral dan yang profan dan yang lebih mendalam lagi dengan Khaos (Eliade). Kosmos yang diciptakan oleh agama mengatasi dan mencakup manusia. Seluruh pembangunan nomos ditujukan untuk menjamin perlawanan terhadap Khaos. Konstruksi ini mencapai puncaknya dengan apotheosis. Dapat dikatakan bahwa agama memainkan peranan strategis dalam ussaha manusia membangun dunia. Religi merupakan jangkauan paling jauh dari eksternalisasi diri manusia, penyempurnaan realitas dengan makna-makna. Agama mengaplikasikan bahwa tertib manusiawi diproyeksikan dalam totalitas yang ada. Dengan kata lain, agama adalah usaha yang berani untuk memandang seluruh universum sebagai bermakna secara manusiawi.
BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat
BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus
Lebih terperinciBAB II TEORI KONSTRUKSI SOSIAL SEBAGAI ALAT ANALISIS. bukan hanya menjadi jaminan di perjalanan. Saat tidur atau saat-saat tertentu
BAB II TEORI KONSTRUKSI SOSIAL SEBAGAI ALAT ANALISIS A. Tradisi Nyikep Sekep kebanggaan yang kerap menjadi teman hidup bagi orang Madura. Sekep dalam pengertian umum ialah bentuk senjata yang biasa diselipkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Tato merupakan salah satu karya seni rupa dua dimensi yang layak untuk dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang merupakan
Lebih terperinciPusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI
hanyalah yang tidak mengandung nilai-nilai yang berlawanan dengan nilai-nilai partai. Biasanya dalam sistem komunikasi seperti itu, isi media massa juga ditandai dengan sejumlah slogan yang dimaksudkan
Lebih terperinciF. TOPIK : LEMBAGA AGAMA
F. TOPIK : LEMBAGA AGAMA 1. Pengertian Lembaga. Sosial. Lembaga sosial terbentuk dengan sengaja dan didasarkan pada tiga kebutuhan dasar manusia yaitu : Basic human drive, The human need dan The human
Lebih terperinciBAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN
BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah media audio visual yang memiliki peranan penting bagi perkembangan zaman di setiap negara. terlepas menjadi bahan propaganda atau tidak, terkadang sebuah
Lebih terperinciB. TOPIK PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP AGAMA
B. TOPIK PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP AGAMA 1. Pendekatan Sosiologi Terhadap Agama. Beberapa cara melihat agama; menurut Soedjito (1977) ada empat cara, yaitu: memahami atau melihat sejarah perkembangan
Lebih terperinciSOSIOLOGI PENDIDIKAN
SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KONSTRUKSIONIS TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. MAX WEBER 5. THOMAS LUCKMAN 2. EDMUND HUSSERL 6. ANTHONY GIDDENS 3. ALFRED SCHUTZ 7. PIERE BOURDIEU 4. PETER
Lebih terperinciFilsafat Manusia (PERKULIAHAN)
Filsafat Manusia (PERKULIAHAN) Modul ke: Pendahuluan Firman Alamsyah Ario Buntaran Fakultas Psikologi Program Studi S1 - Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Kontrak perkuliahan Tatap muka 14 x pertemuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi
128 BAB V KESIMPULAN Seksualitas merupakan bagian penting yang diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan biologis seorang napi. Berada dalam situasi dan kondisi penjara yang serba terbatas, dengan konsep pemisahan
Lebih terperinciADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RINGKASAN
RINGKASAN Masyarakat adalah produk manusia dan manusia adalah produk masyarakat. Dua hal yang saling berkaitan. Langen Tayub adalah produk masyarakat agraris, dan masyarakat agraris membentuk Langen Tayub
Lebih terperinciCONTOH BAHAN AJAR. A. TOPIK : PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP SOSIOLOGI AGAMA
CONTOH BAHAN AJAR A. TOPIK : PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP SOSIOLOGI AGAMA 1. Pengantar Pemahaman Sosiologi tentang masyarakat bagaimanapun juga dalamnya dan detailnya tidak akan lengkat tanpa mengikut
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi
219 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi Islam di Indonesia dapat disimpulkan sebagai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA Elemen dasar seluruh isi media massa, entah itu hasil liputan seperti berita, laporan pandangan mata, hasil analisis berupa artikel berupa artikel opinion adalah bahasa (verbal dan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP KESIMPULAN Konstruksi Gaya Hidup Vegetarian
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai Konstruksi Sosial Gaya Hidup Vegetarian (Studi Fenomenologi Tentang Konstruksi Sosial Gaya Hidup Vegetarian), dapat
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORI. fakta benar benar terjadi di panti asuhan darul mushthofa, desa gogor
BAB II KERANGKA TEORI A. Kajian Pustaka 1. Pemahaman Interaksi sosial anak Fenomena yang tergambar pada sebuah realitas sosial yang memang fakta benar benar terjadi di panti asuhan darul mushthofa, desa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan harus dapat menganalisis peluang dan tantangan pada masa yang akan datang. Dengan melihat tantangan tersebut, Perusahaan dituntut untuk mampu
Lebih terperinciBAB II PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT DAN TEORI KONSTRUKSI. karena semua faktor yang ada didalam maupun di luar masyarakat. Perubahan
BAB II PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT DAN TEORI KONSTRUKSI A. Konsep Perubahan Sosial Ilmu Sosiologi banyak dipengaruhi oleh beberapa ilmu pengetahuan lain baik itu biologi, geologi, dan banyak lagi. Oleh
Lebih terperinciFenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann
Kuliah ke-10 Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana, Ph.D. a.wardana@uny.ac.id Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann Eksternalisasi Objektivasi Internalisasi
Lebih terperinciNATURALISME (1) Naturalisme 'natura' Materialisme
NATURALISME (1) Naturalisme adalah teori yang menerima 'natura' (alam) sebagai keseluruhan realitas. Naturalisme adalah kebalikan dari dari istilah supernaturalisme yang mengandung pandangan dualistik
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan
BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Konstruksi sosial yang dibangun oleh warga RW 11 Kampung Badran mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan berlangsung secara dialektis yakni
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Transseksual merupakan permasalahan yang kompleks. Di satu sisi, di
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Transseksual merupakan permasalahan yang kompleks. Di satu sisi, di wilayah publik transseksual dipandang sebagai perbuatan yang melanggar hukum, tabu, dan dosa. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu kota yang dikenal sebagai kota kembang, Bandung menyediakan sarana pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, atas dan perguruan tinggi
Lebih terperinci09Ilmu. Analisis Framing. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom
Modul ke: Analisis Framing Memahami analisis framing dalam Pemberitaan Media. Jenis analisis framing, framing dan ideologi. Fakultas 09Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi dan bersosialisasi. Karena manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar
Lebih terperinciSMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN X (SEPULUH) SOSIOLOGI SOSIOLOGI: ILMU MASYARAKAT
JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA X (SEPULUH) SOSIOLOGI SOSIOLOGI: ILMU MASYARAKAT DEFINISI SOSIOLOGI: Studi sistematis tentang: Perilaku social individu-individu Cara kerja kelompok social,
Lebih terperinciSOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN
SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki
Lebih terperinciBAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN. A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial
BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial Teori konstruksi sosial merupakan kelanjutan dari pendekatan fenomenologi,
Lebih terperinciotaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada
KESIMPULAN UMUM 303 Setelah pembahasan dengan menggunakan metode tiga telaah, deskriptif-konseptual-normatif, pada bagian akhir ini, akan disampaikan kesimpulan akhir. Tujuannya adalah untuk menyajikan
Lebih terperinciVIII KESIMPULAN DAN SARAN
VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Empirik 8.1.1. Konstruksi Pengetahuan Zakat Konstruksi pengetahuan zakat LAZ Komunitas, BAZDA, dan LAZ Swasta, merupakan hasil dari bekerjanya rezim pengetahuan
Lebih terperinciDEFINISI & TERMINOLOGI ANALISIS GENDER
DEFINISI & TERMINOLOGI ANALISIS GENDER ISTILAH GENDER DIGUNAKAN UNTUK MENJELASKAN PERBEDAAN PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI YANG BERSIFAT BAWAAN SEBAGAI CIPTAAN TUHAN DAN PERBEDAAN PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat
Lebih terperinciPengertian/Definisi Politik Terkait dengan masalah Kekuasaan/Pengaruh Terkait pula dengan negara Menentukan tujuan, pengambilan keputusan, dan impleme
Ada tiga hal penting yang perlu kita tanyakan pada diri kita; Yakni: Apa yang perlu kita ketahui dan pahami tentang Sosiologi dan Politik? Mengapa kita perlu mengetahui dan memahami Sosiologi dan Politik?
Lebih terperinciBAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER. gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan pokok konstruktivisme
BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER A. Teori Konstruksi Sosial Realitas Asal usul konstruksi sosial dari filsafat konstruktivisme yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan
533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk
Lebih terperinciDASAR-DASAR MIKRO BAGI SOSIOLOGI MAKRO
DASAR-DASAR MIKRO BAGI SOSIOLOGI MAKRO by Stephen K. Sanderson KETERKAITAN antara sosiologi mikro dengan sosiologi makro akhir-akhir ini banyak menarik perhatian para sosiolog dari berbagai aliran. Untuk
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORI. Dalam teori konstruksi sosial Berger merubah perhatian pada. masyarakat adalah produk dari manusia, berakar dalam fenomena
34 BAB II KERANGKA TEORI A. KAJIAN PUSTAKA 1. Konsep Konstruksi Sosial Dalam teori konstruksi sosial Berger merubah perhatian pada masyarakat adalah produk dari manusia, berakar dalam fenomena ekternalisasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku individu berkaitan erat dengan yang namanya peran dalam kehidupan bermasyarakat. Peran mengandung hal dan kewajiban yang harus dijalani oleh seorang
Lebih terperinciMAKALAH PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU
MAKALAH PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU Oleh : Septy Indriyani (15105244006) Teknologi Pendidikan A A. PENDAHULUAN Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orang tua. Seorang anak merupakan potensi yang sangat penting, generasi penerus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan sebuah anugerah yang tidak ternilai bagi setiap orang tua. Kelahiran seorang anak menjadi hal yang paling ditunggu dalam sebuah keluarga. Setiap
Lebih terperinciSosiologi Pendidikan Sosiologi Politik Sosiologi Hukum Sosiologi Agama Sosiologi Komunikasi
Sosiologi Pendidikan Sosiologi Politik Sosiologi Hukum Sosiologi Agama Sosiologi Komunikasi Sosiologi Kesehatan Sosiologi Industri Sosiologi Desain Sosiologi Budaya Sosiologi Ekonomi 1 Kajian Sosiologi
Lebih terperinciDaftar Isi. Literature on Indonesia s Democratisation: Plenty of Empirical Details, Lack of Theories Ulla Fionna
Daftar Isi Literature on Indonesia s Democratisation: Plenty of Empirical Details, Lack of Theories Ulla Fionna... 203 211 How is Indonesia Possible? Anton Novenanto... 212 220 Memahami Teori Konstruksi
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Musik dangdut merupakan sebuah genre musik yang mengalami dinamika di setiap jamannya. Genre musik ini digemari oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Berkembangnya dangdut
Lebih terperinciTEORI KOMUNIKASI. Teori Berdasarkan Pendekatan Subyektif. SUGIHANTORO, S.Sos, M.IKom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI
Modul ke: TEORI KOMUNIKASI Teori Berdasarkan Pendekatan Subyektif Fakultas ILMU KOMUNIKASI SUGIHANTORO, S.Sos, M.IKom. Program Studi MARKETING COMMUNICATIONS & ADVERTISING www.mercubuana.ac.id Teori Pendekatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. biasanya seseorang menjadi mahasiswa pada kisaran usia tahun. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang mahasiswa dapat digolongkan kedalam kategori remaja, karena biasanya seseorang menjadi mahasiswa pada kisaran usia 18 23 tahun. Menurut Santrock, pada
Lebih terperinciPENGERTIAN FILSAFAT (1)
PENGERTIAN FILSAFAT (1) Jujun S. Suriasumantri, orang yang sedang tengadah memandang bintang-bintang di langit, dia ingin mengetahui hakekat dirinya dalam kesemestaan galaksi; atau orang yang berdiri di
Lebih terperinciPARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL
PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL Memahami Paradigma positivistik (fakta sosial) menganggap realitas itu sebagai sesuatu yang empiris atau benar-benar nyata dan dapat diobservasi. Dalam meneliti,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prostitusi merupakan persoalan klasik dan kuno tetapi karena kebutuhan untuk menyelesaikannya, maka selalu menjadi relevan dengan setiap perkembangan manusia dimanapun.
Lebih terperinciPENGERTIAN FILSAFAT (1)
PENGERTIAN FILSAFAT (1) Jujun S. Suriasumantri, orang yang sedang tengadah memandang bintang-bintang di langit, dia ingin mengetahui hakekat dirinya dalam kesemestaan galaksi; atau orang yang berdiri di
Lebih terperinciRingkasan Artikel Social Paradigm and Organizational Analysis Chapter 1-3
Ringkasan Artikel Social Paradigm and Organizational Analysis Chapter 1-3 Penulis : Gibson Burrel & Gareth Morgan Heinemann, London, 1979. Peringkas : M. Eka Suryana - 1203000641 Keyword : Assumptions,
Lebih terperinciSEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN
Modul ke: 14Fakultas Dr. PSIKOLOGI SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN BAB XIII Metode Penelitian KUALITATIF Antonius Dieben Robinson Manurung, MSi Program Studi PSIKOLOGI Menurut Banister, dkk (1994) penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap
Lebih terperinciPERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI
BAB 9 KESIMPULAN Dari apa yang telah diuraikan dan dibahas pada bab-bab sebelumnya, tergambarkan bahwa perdesaan di Tabola pada khususnya dan di Bali pada umumnya, adalah perdesaan yang berkembang dinamis.
Lebih terperinciB A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan
5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi saat ini telah banyak menimbulkan permasalahan sosial, terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas menggejala secara
Lebih terperinciSesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender
Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender 1 Tujuan belajar 1. Memahami arti stereotip dan stereotip gender 2. Mengidentifikasi karakter utama stereotip gender 3. Mengakui stereotip gender dalam media
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Negara yang menganut paham demokrasi, pemikiran yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Negara yang menganut paham demokrasi, pemikiran yang mendasari konsep partisipasi politik adalah bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang pelaksanaannya dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah perubahan yang terjadi pada perkembangan pribadi seseorang. Masuknya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi dunia mempengaruhi banyak bidang kehidupan, salah satunya adalah perubahan yang terjadi pada perkembangan pribadi seseorang. Masuknya media Eropa ke Asia
Lebih terperinciidealisme: suatu aliran filsafat yang cara pandangnya sama dengan rasionalisme.
Rasionalisme rasionalisme. Relativisme Falsifikanisme idealisme: suatu aliran filsafat yang cara pandangnya sama dengan pragmatisme realism Idealisme adalah: o Orang yang menerima standar estetik, moral,
Lebih terperinciSebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan
Subjudul Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan mengingat tentang sesuatu. Sesuatu yang didapat
Lebih terperinciRELIGION AND PERSONALITY (AGAMA DAN KEPRIBADIAN) SIGMUND FREUD
1 A. Pengantar RELIGION AND PERSONALITY (AGAMA DAN KEPRIBADIAN) SIGMUND FREUD Oleh: D. Tiala Berbicara mengenai Psikoanalisis, maka kita tidak akan terlepas dari nama seorang tokoh klasik terkenal, yaitu
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang
BAB IV KESIMPULAN Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang terjadi pada abad pertengahan, sampai saat ini masih menyisakan citra negatif yang melekat pada perempuan. Sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk makan. Dalam upayanya untuk mempertahankan hidup, manusia memerlukan makan. Makanan adalah sesuatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai persona pertama-tama karena ke-diri-annya (self). Artinya, self
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia tidak hanya dipahami sebagai individu, melainkan sebagai persona. 1 Sifat individual berarti ia sebagai ada yang dapat dibedakan dengan ada yang lain dari satu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi
Lebih terperinciKajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )
Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta ) OLEH : Aswin Yuki Helmiarto E 0003104 BAB I PENDAHULUAN A.
Lebih terperinciBAB VI REALISASI PANCASILA
BAB VI REALISASI PANCASILA Disusun Oleh: Nadya Athira C. 143020318 Heni Nurhaeni 143020336 Mirasitkha Virana P. 143020342 Asri Nur Fitriani 143020343 Azka Lithia Amanda 143020354 Raj ba Rohmatullah 143020371
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait dengan persoalan politik dalam arti luas. Masyarakat sebagai kumpulan individu-individu
Lebih terperinciHUBUNGAN MANUSIA DENGAN KEBUDAYAAN
HUBUNGAN MANUSIA DENGAN KEBUDAYAAN Kebudayaan atau pun yang disebut peradaban, mengandung pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang compleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan,
Lebih terperinciBAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ. akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil bidang ilmuilmu
37 BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ A. Teori Fenomenologi Alfred Schutz lahir di Wina pada tahun 1899 dan meninggal di New York pada tahun 1959. Ia menyukai musik, pernah bekerja di bank mulai berkenalan
Lebih terperinciSKALA PENGUKURAN GUTTMAN DAN RATING SCALE
SKALA PENGUKURAN GUTTMAN DAN RATING SCALE A. Pengertian Skala Pengukuran Skala merupakan prosedur pemberian angka-angka atau symbol lain kepada sejumlah ciri dari suatu objek Pengukuran adalah proses,
Lebih terperinciBAB VII PENUTUP. 1. Konstruksi pemahaman aktivis organisasi keagamaan Muhammadiyah,
277 BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konstruksi pemahaman aktivis organisasi keagamaan Muhammadiyah, NU dan HTI tentang hadis-hadis misoginis dapat diklasifikasikan menjadi empat model pemahaman, yaitu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. agama, ideologi, budaya, dan sejarahnya. Dalam Ilmu Tata Negara terdapat
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Nilai Kebangsaan Bangsa adalah sekumpulan manusia yang bersatu pada satu wilayah dan memepunyai keterikatan dengan wilayah tersebut. Sekumpulan manusia tersebut yang dianggap
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hakikat tubuh menurut Merleau-Ponty: Berangkat dari tradisi fenomenologi, Maurice Merleau-Ponty mengonstruksi pandangan tubuh-subjek yang secara serius menggugat berbagai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. daninformasi dengan bantuan bermacam - macam materi yang terdapat dalam
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang mengumpulkan data daninformasi dengan bantuan bermacam - macam materi yang terdapat dalam kepustakaan
Lebih terperinciBAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN
BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN Fakta-fakta dan analisis di dalam disertasi ini melahirkan satu kesimpulan umum yaitu bahwa keberadaan Jemaat Eli Salom Kele i adalah sebuah hasil konstruksi sosial dan
Lebih terperinciPENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF
PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF Adalah jenis-jenis rancangan penelitian yang menetapkan prosedur-prosedur khusus dalam penelitian Tugas individual Carilah penelitian kualitatif (bisa
Lebih terperinciPendekatan penelitian disebut juga dengan desain penelitian yakni rancangan, pedoman ataupun acuan penelitian yang akan dilaksanakan (Soemartono,
Pendekatan penelitian disebut juga dengan desain penelitian yakni rancangan, pedoman ataupun acuan penelitian yang akan dilaksanakan (Soemartono, 2003). Desain Penelitian ini harus memuat segala sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat cepat. Begitu pula dengan gaya hidup masyarakat yang juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaman yang semakin modern membuat arus globalisasi menjadi sangat cepat. Begitu pula dengan gaya hidup masyarakat yang juga mengikuti arus globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur
9 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia dalam kenyataannya lebih akrab dengan lingkungan alamnya daripada dengan lingkungan teknologi. Keadaan alam masih lebih menentukan sebagian
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan umum dan khusus, implikasi, dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kewajiban untuk mewujudkan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal mengemban tugas dan kewajiban untuk mewujudkan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam pasal 3 UU RI No.20, Tahun
Lebih terperinciALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS 1. PROGRESSIVISME a. Pandangan Ontologi Kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,
Lebih terperinciFilsafat Umum. Pengantar ke Alam Filsafat 2. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Filsafat Umum Modul ke: 02 Pengantar ke Alam Filsafat 2 Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Obyek Kajian Filsafat Obyek Materi: segala sesuatu yang ada atau yang mungkin
Lebih terperinciFILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )
FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE (1866-1952) Filsafat Sejarah Croce (1) Benedetto Croce (1866-1952), merupakan pemikir terkemuka dalam mazhab idealisme historis. Syafii Maarif mengidentifikasi empat doktrin
Lebih terperinciAGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim
AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Erna Karim DEFINISI AGAMA MENGUNDANG PERDEBATAN POLEMIK (Ilmu Filsafat Agama, Teologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Perbandingan Agama) TIDAK ADA DEFINISI AGAMA YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul sehingga nantinya akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan dan berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Pendidikan adalah suatu usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju dewasa, yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis (Hurlock, 1988:261).
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan
BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. timur dunia. Kebudayaan barat memang sudah tidak asing lagi dan sudah lebih
1 BAB I PENDAHULUAN 1 Latar belakang Banyak kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia dan dijadikan trend bagi masyarakat Indonesia. Kebudayaan yang masuk pun datang dari barat dan timur dunia. Kebudayaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perubahan zaman dan perkembangan teknologi telah membawa dampak yang begitu besar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman dan perkembangan teknologi telah membawa dampak yang begitu besar terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Khususnya bagi kehidupan remaja yang
Lebih terperinci