HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat-sifat Tanah Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Pedon Berbahan Induk Batuliat Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil berbahan induk batuliat disajikan pada Tabel 5. Adapun deskripsi profil tanah masingmasing pedon disajikan pada Lampiran 1, 2, dan 3. Pedon AM1. Susunan horison pedon ini terdiri dari horison Ap yang sangat tipis (10 cm), dan horison Bt pada kedalaman 10 cm sampai 130 cm, serta horison peralihan BC pada kedalaman cm. Hasil pengamatan terhadap warna tanah menunjukkan bahwa horison permukaan (Ap) memiliki warna kelabu kecoklatan (10YR 5/1), sama dengan warna horison Bt bagian atas. Sedangkan bagian bawah Bt, berwarna kelabu sampai kelabu terang kecoklatan (10YR 6/1 6/2), warna yang sama dijumpai sampai pada horison peralihan BC. Dapat dikatakan bahwa, warna horison Bt dan BC pedon ini, dipengaruhi oleh kondisi reduksi dengan dijumpainya air tanah yang dangkal pada kedalaman kurang dari 100 cm. Karatan berwarna coklat dan merah kekuningan ditemukan pada horison permukaan sampai di bagian tengah horison Bt. Hal tersebut menunjukkan adanya kondisi oksidasi dan reduksi pada bagian pedon tersebut, didukung oleh penggunaan lahannya sebagai sawah tadah hujan. Perbedaan warna yang tidak menonjol antara horison permukaan dan bagian atas horison Bt membuat batas horison terlihat berangsur, sedangkan batas horison jelas terlihat pada keseluruhan horison Bt. Adapun tekstur pada horison permukaan adalah lempung berliat (CL) dan pada horison Bt adalah liat (C), sedangkan tekstur pada horison peralihan adalah liat berdebu (SiC). Perubahan tekstur tanah yang jelas terlihat antara horison permukaan dan horison Bt.

2 Tabel 5. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Batuliat. Horison Kedalaman Warna Tekstur Karatan Struktur Batas Selaput Kerapatan Tekstur (%) Liat halus Kelas Tekstur (Cm) (lembab) liat Lindak (cc/g) Pasir Debu Liat Kasar Liat Halus Liat Total / liat total AM1 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik) Ap YR5/1 CL 2.5YR4/6, m f bs 2 m sbk gs ,83 3, Lempung berliat Bt YR5/1 C 5YR 5/8, m f bs 2 m/c abk cs ,73 27,58 9, Liat Bt YR6/1 C 7.5YR5/8, m f bs 2 m abk cs ada ,75 31,25 4, Liat Bt YR6/2 C 7.5YR5/6, m f bs 2m/c abk cs ada ,38 23,65 4, Liat Btg YR6/2 C - 2m/c abk gs ada ,22 35,90 11, Liat BCg YR6/2 SiC - 2m/c abk - ada ,47 42,70 14, Liat berdebu AM2 - Fluventic Dystrudept (perudik) Ap YR5/4 SiC - 2 f sbk gs ,09 44,12 14, Liat berdebu BA YR5/8 C - 2 f/m sbk cs ,56 37,85 16, Liat Bt YR5/8 C - 2 m sbk cs ada ,25 38,74 13, Liat Bt YR5/8 C 5YR5/6, m f bs 2 m/c sbk cs ada , Liat Bt YR5/6 C 10Y2/1, m m bs 1 f/m sbk cs ada ,30 28,75 21, Liat BC YR5/6 C 2,5YR4/8, m m bs 2 f /m sbk cs ada ,91 47,30 16, Liat berdebu AM3 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik) Ap YR4/6 C - 1 f sbk ,59 15, Liat berdebu Bt YR4/6 C - 1/2 f/m sbk ,53 44,12 16, Liat berdebu Bt YR5/2 C 5YR5/8 1 m sbk ada Liat berdebu Bt YR5/2 C 5YR5/8 2 m sbk ada Liat berdebu Btg YR5/1 C 2.5YR3/6 2 m sbk ada Liat berdebu Btg YR5/1 C 7.5YR5/8 2 m sbk ada Liat BC YR4/1 C - 2 m sbk ada ,53 47,44 18, Liat berdebu Keterangan : C=liat, CL=lempung berliat, SiC=liat berdebu; m=banyak, f=halus, m=medium, bs=bintik berganda; abk=gumpal bersudut, sbk=gumpal membulat; gs=berangsur rata, cs=jelas rata. 41

3 Adapun struktur tanah horison Bt adalah gumpal bersudut dengan konsi stensi teguh, sebaliknya struktur gembur dijumpai pada horison Ap yang berada di atasnya. Nilai kerapatan lindak horison Ap adalah relatif lebih rendah dibandingkan dengan kerapatan lindak horison Bt (bagian tengah sampai bawah) dan menurun pada horison BC. Peningkatan tersebut seiring dengan terjadinya peningkatan liat terutama kandungan liat halus pada horison Bt tersebut. Pedon AM2. Pedon dengan regim kelembaban tanah perudik ini tersusun oleh horison permukaan (Ap) dengan ketebalan 18 cm, yang diikuti dengan horison peralihan BA sampai kedalaman 37 cm. Horison Bt dijumpai dari 37 cm sampai pada kedalaman 130 cm, serta horison peralihan BC dijumpai pada kedalaman cm. Peralihan horison terjadi secara berangsur dan rata pada horison Ap ke horison BA, kemudian secara nyata dan rata pada horison Bt dan BC. Warna coklat kekuningan (10YR 5/4) terlihat pada horison Ap, dan warna coklat (7,5YR 5/8) sampai coklat kekuningan 10YR 5/6-5/8 dijumpai pada seluruh bagian horison Bt maupun horison BC di bawahnya. Warna tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi oksidatif pedon ini di mana air tanah tidak dijumpai sampai kedalaman pengamatan (200 cm). Namun demikian, karatan besi dan mangan, dijumpai pada bagian bawah pedon yang berkembang dari batuliat ini. Hal ini diduga bahwa pada bagian bawah pedon, ada saat, dimana air tertahan dan menjenuhi bagian-bagian tanahnya sehingga, terjadi kondisi reduktif, dan pada saat adanya udara, dapat memungkinkan terjadi oksidasi terhadap besi dan mangan. Tekstur dijumpai berbeda pada setiap horison. Pada horison Ap liat berdebu (SiC) dan pada Bt liat (C), sedangkan pada horison BC adalah liat berdebu (SiC). Struktur gumpal membulat dengan ukuran halus sampai medium terjadi pada seluruh horison, dengan tingkat perkembangannya sedang. Adapun konsistensi gembur dijumpai pada horison Ap, dan agak teguh sampai teguh pada horison Bt dan BC. Nilai kerapatan lindak horison Bt meningkat pada bagian tengah horison, dan relatif lebih 43

4 tinggi dari horison Ap. Sedangkan pada bagian atas dan bawah horison Bt cenderung lebih rendah dibanding dengan kerapatan lindak horison Ap. Pedon AM3. Susunan horison pedon ini adalah horison Ap yang berwarna coklat kekuningan (10YR 4/6) dengan ketebalan 15 cm, dan di bawahnya diikuti langsung oleh horison Bt sampai kedalaman 135 cm, yang bagian atasnya memiliki warna masih sama dengan horison Ap. Warna coklat kelabu sampai kelabu (10YR 5/1 5/2) dijumpai pada bagian tengah Bt sampai pada horison BCg. Warna horison Bt mendukung keadaan reduksi, dimana terdapat air tanah agak dangkal, yakni kurang dari 150 cm. Kondisi akuik jelas terlihat dengan adanya warna tanah berkroma rendah, 2 dan value yang tinggi 4. Pedon ini memiliki tekstur liat berdebu mulai horison Ap sampai pada bagian tengah Bt, dan liat pada bagian bawah horison Bt sampai dengan horison BCg. Struktur pada horison Ap adalah gumpal membulat berukuran halus, dengan perkembangan yang sedang. Struktur yang sama terdapat pada horison Bt maupun horison-horison BCg, namun ukuran lebih besar (medium) daripada struktur horison permukaan. Konsistensi gembur pada horison Ap dan teguh sampai sangat teguh di horison Bt dan BCg yang masif. Nilai kerapatan lindak pedon ini cenderung hampir sama dengan pedon AM1 di mana pada bagian atas Bt cenderung lebih rendah dari horison atas. Nilai kerapatan lindak terlihat meningkat pada bagian tengah horison Bt, dan cenderung menurun tidak teratur pada bagian bawah horison Bt sampai BCg. Dapat dikatakan bahwa pedon AM1 dan AM3 sama-sama memiliki regim kelembaban akuik, karena pada kedua pedon tersebut terdapat sifat morfologi yang sesuai dengan sifat akuik. Perbedaan terlihat pada penyebaran kroma yang rendah berbeda, pada pedon AM1 berada di bagian atas, sedangkan pada AM3 terjadi pada bagian bawah solum. Hal tersebut menunjukkan penyebaran zona reduksi terjadi pada kedalaman yang berbeda. Dibandingkan dengan pedon AM2, maka pedon AM1 dan 44

5 AM3 jelas lebih tereduksi, karena ditunjukkan oleh adanya air tanah yang dangkal, serta terlihat dari warna tanahnya. Perbedaan tekstur antara horison permukaan (Ap) dan horison Bt pada semua pedon pewakil berbahan induk batuliat ini, bukan merupakan perbedaan bahan (lithologic discontinuity). Hal tersebut didukung oleh hasil analisis mineralogi, baik mineral fraksi pasir (total) maupun mineral liat (dibahas kemudian) yang, membuktikan bahwa terjadi kesamaan jenis mineral yang menyusun tanah, baik horison Bt maupun Ap di atasnya. Peningkatan kerapatan lindak pada bagian tengah horison Bt terlihat pada ketiga pedon pewakil berbahan induk batuliat. Peningkatan tersebut seiring dengan terjadinya peningkatan liat, terutama kandungan liat halus pada horison Bt. Pada tanah yang memiliki regim kelembaban tanah akuik (AM1 dan AM3), nilai kerapatan lindak relatif lebih rendah, dibandingkan dengan pada tanah yang memiliki regim kelembaban perudik (AM2). Dengan demikian perbedaan regim kelembaban tanah pada pedonpedon yang berkembang dari bahan induk batuliat ini berpengaruh terhadap beberapa sifat tanah. Perbedaan tersebut terutama pada warna tanah dan kerapatan lindak, baik pada horison Bt maupun horison lainnya. Pedon Berbahan Induk Batukapur Data sifat morfologi dan fisika tanah pedon berbahan induk batukapur disajikan pada Tabel 6. Adapun deskripsi pedon-pedon pewakil diuraikan pada Lampiran 4, 5, dan 6. Pedon AM4. Pedon ini tersusun dari horison permukaan (A) dengan ketebalan agak tipis yaitu 15 cm, yang diikuti oleh horison peralihan AB sampai kedalaman 31 cm, 45

6 Tabel 6. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Batukapur. Horison Kedalaman Warna Tekstur Karatan Struktur Batas Selaput Kerapatan Tekstur (%) Liat halus Kelas Kelas Ukuran (Cm) (lembab) liat Lindak (cc/g) Pasir Debu Liat Kasar Liat Halus Liat Total / liat total Tekstur Butir AM4 Dystric Fluventic Dystrudept (perudik) A YR4/4 C - 1 f/m sbk gs - 0,97 13,6 22,3 11,94 52,1 64,1 0,81 Liat Sangat Halus AB YR5/4 C 7.5YR5/8, f f bs 1 f/m sbk cs - 1,03 8,6 29,24 12,83 49,3 62,2 0,79 Liat Sangat Halus Bt YR4/6 C 5 YR 5/8, m f bs 2 m/c sbk cs ada 1,06 8,0 18,0 7,8 65,2 73,0 0,89 Liat Sangat Halus Bt YR5/4 C 5 YR 5/8, m s bs 2 m/c sbk cs ada 1,23 4,3 16,3 9,3 70,0 79,3 0,88 Liat Sangat Halus Bt YR7/2 C 7.5YR 6/8, m s bs 2 m/c abk cs ada 1,25 5,4 19,7 11,0 64,0 75,0 0,85 Liat Sangat Halus BC YR7/2 C 7,5YR5/8, f f/m bs 2 m/c abk - - 1,00 5,3 19, ,6 74,0 0,86 Liat Sangat Halus AM5 Dystric Fluventic Dystrudept (perudik) A YR3/2 C - 1 f/m sbk cs - 1,32 8,8 29,7 4,3 57,3 61,5 0,93 Liat Sangat Halus Bt YR4/6 C 7.5YR5/8, m f bs 2 m/c sbk cs ada 1,25 5,91 21,1 8,8 64,3 73,0 0,88 Liat Sangat Halus Bt YR5/4 C 5 YR 5/8, m f bs 2 m/c sbk cs ada 1,18 4,52 28,8 6,1 60,6 66,7 0,91 Liat Sangat Halus Bt YR5/2 C 5 YR 5/8, m f bs 2 m/c sbk cs ada 0,91 0,52 21,7 4,2 73,6 77,8 0,95 Liat Sangat Halus BC Y6/4 C 2 m/c sbk cs - 0,91 0,7 31,4 17,9 50,0 67,9 0,74 Liat Sangat Halus AM6 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik) Ap YR3/2 C - 1 f/m sbk - 1,00 4,6 39,9 8,1 47,5 55,5 0,85 Liat Halus Bt Y4/0 C 2.5YR 4/6, m f bs 1 m sbk - 1,50 7,1 26,1 5,5 61,4 66,8 0,92 Liat Sangat halus Bt Y6/0 C 5 YR 5/8, m f bs 2 f/m sbk ada 0,99 6,5 23,7 8,9 61,0 69,9 0,87 Liat Sangat halus Bt Y5/0 C 10R 4/8, m f bs 2 m sbk ada 1,01 8,9 26,2 8,2 56,8 64,9 0,87 Liat Sangat halus Bt Y5/0 C 10R 4/8, m f bs 2 m sbk ada 1,02 5,5 29,7 6,0 58,9 64,8 0,91 Liat Sangat halus BC Y5/0 C ,97 6,8 19,0 7,4 66,8 74,2 0,92 Liat Sangat halus Keterangan : C=liat; m=banyak, f=halus, m=medium, bs=bintik berganda; abk=gumpal bersudut, sbk=gumpal membulat; gs=berangsur rata, cs=jelas rata. 46

7 dan horison Bt dari 31 cm sampai 130 cm, serta horison peralihan BC sampai kedalaman 200 cm. Warna horison permukaan adalah coklat gelap kekuningan (10YR 4/4), sedangkan warna horison Bt adalah coklat kekuningan sampai coklat gelap kekuningan 10YR 4-5/4-6. Warna kelabu terang (10YR 7/2) dijumpai pada bagian bawah horison Bt sampai horison BC. Warna tersebut tidak diiringi oleh adanya kondisi reduktif maupun air tanah dangkal, sehingga disimpulkan warna tersebut lebih dipengaruhi oleh warna bahan induk batukapur. Adanya sejumlah karatan pada keseluruhan horison Bt dan BC, menunjukkan bahwa ada saat dimana air pernah tertahan pada bagian horison tersebut. Tekstur tanah pada seluruh horison yang berkembang dari bahan induk batukapur ini adalah liat (C). Struktur gumpal membulat terdapat dari horison A sampai pada BC. Horison permukaan memiliki konsistensi gembur, sedangkan horison Bt dan BC berkonsistensi teguh dan sangat teguh. Nilai kerapatan lindak cenderung meningkat dengan bertambahnya kedalaman horison Bt, dan menurun pada horison BC. Pedon AM5. Pedon ini terdiri dari horison permukaan A yang agak tipis (16 cm), dan Bt yang berada langsung di bawahnya, sampai kedalaman 122 cm dan horison peralihan BC sampai kedalaman 200 cm. Warna coklat kelabu (10YR 4-5/2-6) dijumpai pada horison Bt, coklat sangat gelap keabuan (10YR 3/2) pada horison permukaan, dan coklat terang kekuningan (2,5Y 6/4) pada horison BC. Hal tersebut menunjukkan bahwa horison Bt dan horison di atasnya lebih bersifat oksidatif, sedangkan bagian bawahnya bersifat reduktif. Dijumpai karatan terutama pada horison Bt. Namun sama halnya dengan pedon AM4, pada pedon ini tidak dijumpai air tanah yang dangkal, sehingga rendahnya kroma dan atau warna tanah pucat cenderung lebih disebabkan oleh pengaruh dari warna bahan induk batukapur. 47

8 Tekstur masing-masing horison adalah liat (C). Struktur tanah horison permukaan gumpal membulat dengan ukuran sedang sampai kasar dengan konsistensi gembur. Struktur yang sama juga dijumpai pada horison Bt dan BC, tetapi konsistensinya teguh. Pada pedon ini nilai kerapatan lindak cenderung menurun dengan meningkatnya kedalaman. Adanya rekahan-rekahan yang cukup besar sampai kedalaman 100 cm, tapi secara morfologi tidak terlihat adanya struktur baji pada pedon ini. Hal ini menandakan bahwa pedon ini belum memenuhi kriteria sifat vertik. Pedon AM6. Susunan horisonnya terdiri dari Ap dengan ketebalan 18 cm, horison Bt langsung di bawahnya sampai pada kedalaman 136 cm, dan BC sampai kedalaman 200 cm. Warna horison Ap adalah coklat kelabu sangat gelap (10YR3/2), sedangkan keseluruhan horison Bt berwarna kelabu (2,5YR 5/0) dengan kroma sangat rendah dan value tinggi, yang menunjukkan ciri-ciri kondisi akuik. Hal ini didukung oleh adanya air tanah dangkal (77 cm) sehingga dikategorikan memiliki regim kelembaban tanah akuik. Karatan merah kekuningan dijumpai pula pada semua pedon yang terbentuk dari bahan induk batukapur, terutama pada horison Bt. Hal ini menunjukkan bahwa pada horison tersebut cenderung terjadi kondisi basah dan kering yang bergantian, atau ada kondisi di mana air sempat tertahan. Demikian pula antara Bt dan horison atasnya terdapat kecenderungan yang sama, yakni horison permukaan memiliki konsistensi gembur, dan horison Bt ke bawah berkonsistensi teguh dan sangat teguh. Tekstur tanah pada keseluruhan horison adalah liat (C). Pada pedon yang memiliki regim kelembaban akuik ini mempunyai nilai kerapatan lindak yang tinggi, yang dijumpai di bagian atas horison Bt. Penggunaan tanah pedon ini adalah disawahkan, sehingga dijumpai lapisan yang padat dan keras, yang mungkin sebagai lapisan tapak bajak, selain merupakan horison penimbunan liat. Perbedaan yang terlihat menonjol antara AM4 dan AM5, dan pedon AM6 adalah horison Bt pedon AM6 48

9 terdapat kroma rendah (yakni 0), sedangkan pada AM4 dan AM5 memiliki kroma 2-6. Hal tersebut menunjukkan pengaruh regim kelembaban tanah terhadap warna tanah. Kondisi akuik cenderung memiliki warna tanah yang pucat dibanding kondisi perudik. Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Andesitik Data sifat morfologi dan fisika tanah pedon pewakil disajikan pada Tabel 7. Sedangkan deskripsi profil diuraikan dalam Lampiran 7 dan 8. Pedon AM7. Pedon ini tersusun oleh horison A yang agak tipis (19 cm), horison Bt dari 19 cm sampai kedalaman 105 cm, dan horison BC sampai kedalaman 130 cm. Horison C dijumpai sampai kedalaman 200 cm. Warna tanah horison A adalah coklat kemerahan (5YR 3/2). Horison Bt bervariasi dari coklat kemerahan (2,5YR4/4) sampai coklat gelap (7,5YR 4-6/2-4). Sedangkan horison BC dan C warnanya sama, adalah Kelabu-merah muda (7,5YR 6/2). Karatan dijumpai pada bagian tengah horison Bt sampai bagian bawah. Adapun tekstur horison permukaan adalah liat berdebu (SiC), horison Bt adalah liat (C), horison BC dan C adalah liat berdebu (SiC). Struktur gumpal membulat terjadi pada horison Bt maupun horison lainnya. Konsitensi gembur pada horison permukaan dan agak teguh sampai teguh pada horison Bt, serta teguh pada bagian bawah pedon ini. Kerapatan lindak horison pada pedon ini terlihat relatif yang paling rendah di antara pedon-pedon lain dalam penelitian ini. Pedon AM8. Pedon ini tersusun oleh horison Ap dengan tebal 20 cm, yang berwarna coklat gelap kemerahan (5YR 3/3), horison Bt sampai pada kedalaman 145 cm berwarna coklat kemerahan (5YR 3-4/2-4), dan horison BC sampai kedalaman 200 cm. Pada bagian tengah horison Bt dijumpai adanya mangan dalam bentuk konkresi, menunjukkan adanya pengaruh air dimana pedon ini pernah disawahkan. 49

10 Tabel 7. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Andesitik. Horison Kedalaman Warna Tekstur Karatan Struktur Batas Selaput Kerapatan Tekstur (%) Rasio liat Kelas Tekstur Kelas Ukuran (Cm) (lembab) liat Lindak(g/cc) Pasir Debu Liat kasar Liat halus Liat total halus/total Butir AM7 - Andic Dystrudept (perudik) A YR3/2 C - 2 f sbk cs - 0,81 3,5, 43,0 39,64 13, ,26 Liat berdebu Halus Bt YR3/4 C - 2 m sbk gs ada 0,90 4,9 26,5 21,12 47, ,69 Liat Sangat Halus Bt YR4/4 C 7.5YR6/2, f f bs 2 m sbk gs ada 0,97 3,7 37,2 27,84 31, ,53 Liat Halus Bt YR4/4 C 7.5YR6/2, f f bs 2 m sbk gs ada 0,88 1,8 14,9 11,84 71, ,86 Liat Sangat Halus Bt YR6/2 SiC 2.5YR4/8, m c bs 1 f/m sbk gs ada 0,96 1,9 42,8 22,00 34, ,61 Liat berdebu Halus C YR6/2 SiC 7.5YR 5/8 dan ,96 1,8 52,6 23,68 21, ,48 Liat berdebu Halus AM8 - Typic Haplohumult (perudik) 10 YR 3/3 m c bs Ap YR3/3 SiC - 1/2 f sbk cs - 1,00 6,2 48,1 15,9 29,8 45,7 0,65 Liat berdebu Halus Bt YR4/4 C mangan 1 f/m sbk cs ada 1,07 5,9 38,8 19,4 35,9 55,2 0,65 Liat Halus Bt YR3/2 C mangan 2 f/m sbk cs ada 1,1 5,4 32,2 6,5 55,9 64,4 0,87 Liat Sangat Halus Bt YR4/3 C mangan 2 m sbk cs ada 1,08 3,9 19,3 6,0 70,8 76,8 0,92 Liat Sangat Halus Bt YR4/4 SiCL - 2 m sbk gs ada 0,97 3,6 28,5 15,8 52,3 68,1 0,77 Liat Halus Bt YR4/4 C - 2 m sbk ds ada 0,91 4,7 15,1 16,5 63,7 80,2 0,79 Liat Sangat Halus Bt YR4/4 C - 2 m sbk - ada 1,07 3,2 36,6 12,3 48,2 60,2 0,80 Liat Sangat Halus Keterangan : C=liat, SiC=liat berdebu, SiCL=Lempung liat berdebu; m=banyak, f=halus, m=medium, bs=bintik berganda; sbk=gumpal membulat; gs=berangsur rata, cs=jelas rata, ds=baur rata. 50

11 Pedon ini memiliki tekstur liat berdebu (SiC) pada horison permukaan, sedangkan pada horison Bt adalah liat (C) dan lempung liat berdebu (SiCL). Struktur tanah adalah gumpal membulat, baik pada horison Bt maupun horison di atas dan bawahnya. Konsistensi gembur pada horison permukaan dan teguh pada horison Bt, sedangkan pada horison di bawah Bt memiliki konsistensi yang agak teguh. Kerapatan lindak cenderung meningkat sampai bagian tengah dan menurun di bagian bawah horison Bt. Dengan demikian walaupun kedua pedon ini memiliki bahan induk dan regim kelembaban tanah yang sama (perudik), cenderung memiliki sifat morfologi dan fisika yang hampir sama. Perbedaan terlihat bahwa pedon AM7 memiliki kerapatan lindak yang relatif rendah dibanding AM8. Demikian pula adanya konkresi mangan pada pada horison Bt, dikarenakan bahwa tanah tersebut adalah lahan bekas sawah. Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Dasitik Data sifat morfologi dan fisika tanah pedon pewakil berbahan induk Volkanikdasitik disajikan pada Tabel 8. Adapun deskripsi profil disajikan pada Lampiran 9 dan 10. Pedon AM9. Susunan horison pedon ini adalah horison A dengan tebal 22 cm, Bt dari 22 cm sampai kedalaman 140 cm, dan BC sampai kedalaman 200 cm. Horison permukaan memiliki warna coklat gelap kemerahan (5YR 3/4), horison Bt coklat kemerahan sampai merah (2,5YR 3/6-4/6) dan horison peralihan BC merah (2,5YR4/6). Tekstur liat (C) terlihat dominan pada seluruh horison dari pedon ini. Struktur gumpal bersudut dijumpai hampir pada seluruh horisonnya. Konsistensi gembur pada horison permukaan dan agak teguh sampai sangat teguh pada horison Bt. Horison BC memiliki konsistensi yang sama, yakni sangat teguh, dengan bagian bawah horison Bt. Kenyataan ini diiringi dengan kandungan liat yang relatif tinggi. Nilai kerapatan lindak 51

12 Tabel 8. Beberapa Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Dasitik. Horison Kedalaman Warna Tekstur Karatan Struktur Batas Selaput Kerapatan Tekstur (%) Rasio liat Kelas Tekstur Kelas Ukuran (Cm) (lembab) liat Lindak(g/cc) Pasir Debu Liat kasar Liat halus Liat total halus/total Butir AM9 - Fluventic Dystrudept (ustik) A YR4/3 C - 2 f sbk cs - 0,98 15,5 28,6 12,6 43,3 55,9 0,77 Liat Halus AB YR3/6 C - 2 f/m sbk gs - 1,08 8,6 18,9 13,6 58,9 72,4 0,81 Liat Sangat Halus Bt YR3/6 C - 2 f/m sbk cs ada 1,22 6,5 17,2 9,2 67,0 76,3 0,88 Liat Sangat Halus Bt YR4/6 C - 2 m abk gs ada 1,19 4,0 11,9 9,9 74,2 84,1 0,88 Liat Sangat Halus Bt YR4/6 C mangan 2 f/m abk gs ada 1,16 2,8 8,2 8,4 80,6 89,0 0,91 Liat Sangat Halus Bt YR4/4 C mangan 2 m abk cs ada 1,06 6,0 11,0 7,1 75,9 83,0 0,91 Liat Sangat Halus BC YR4/6 C 10YR4/6, m f/m bs 1/2 m sbk - - 1,06 10,9 13,7 12,8 62,5 75,4 0,83 Liat Sangat Halus AM10 - Aeric Epiaqualf (akuik) A Y7/1 L - 1 f abk as - 1,13 37,4 42,4 1,4 18,8 20,2 0,93 Lempung Berlempung Halus Adir 20-Dec 10YR5/6 L - 2 f/m sbk cs - 1,44 42,6 38,7 1,0 17,7 18,7 0,95 Lempung Berlempung Halus BMn YR2/0,5/0 L - 2 f/m sbk cs - 1,53 31,7 48,2 1,1 19,1 20,2 0,95 Lempung Berlempung Halus Bt YR2/0,5/0 CL 7.5YR5/6 2 m abk ds ada 1,53 24,7 41,5 6,5 27,3 33,8 0,81 Lempung berliat Berlempung Halus Bt YR6/0 CL - ds ada 1,44 21,5 43,6 8,6 26,3 34,8 0,75 Lempung berliat Berlempung Halus Bt YR5/1 CL 5YR5/8,m m/c bs cs ada 1,45 28,8 33,4 9,8 28,1 37,8 0,74 Lempung berliat Halus Bt YR5/1 C 5YR5/8,m f/m bs cs ada 1,44 33,1 25,6 3,8 37,5 41,3 0,91 Liat Halus BCg YR5/1 SCL 5YR5/8,m f/m bs cs - 1,41 58,0 8,8 3,0 30,3 33,2 0,91 Lem.liat berpasir Berlempung Halus BCg YR5/1 SCL 5YR5/8,m f/m bs - - 1,41 60,2 18,0 3,0 18,8 21,8 0,86 Lem.liat berpasir Berlempung Halus Keterangan : C=liat, CL=lempung berliat, L=lempung;SCL=Lempung liat berpasir; m=banyak, f=halus, m=medium, bs=bintik berganda; sbk=gumpal membulat, abk=gumpal bersudut; as=sangat jelas dan rata, gs=berangsur rata, cs=jelas rata, ds=baur rata. 52

13 meningkat pada bagian tengah horison Bt dan kemudian menurun sampai ke bawah solum. Pedon AM10. Pedon ini memiliki susunan horison yang terdiri dari horison permukaan A dan A dir, dengan ketebalan 20 cm. Warna 5Y 7/1 terlihat pada horison A dan perubahan warna menonjol pada A dir yakni berwarna 10YR 5/6, di mana warna tersebut merupakan pengaruh dari adanya karatan besi. Di bawah horison A terdapat horison B mn yang berwarna kelabu (7,5YR 5/0) dan adanya massa terkonsentrasi berwarna hitam (7,5YR 2/0) yang diidentifikasi sebagai akumulasi karatan mangan. Horison berikutnya adalah Bt dengan hue 2,5-7,5YR dengan kroma yang rendah dan value tinggi, sedangkan horison BCg yang masif dengan warna yang tidak berbeda dengan horison di atasnya. Pada pedon ini dijumpai air tanah yang dangkal, pada kedalaman 130 cm. Karatan besi dijumpai pada horison Bt terutama pada bagian bawahnya sampai pada kedalaman 200 cm. Pada horison BC dijumpai adanya warna glei. Tekstur horison A adalah lempung (L), horison Bt memiliki tekstur lempung berliat (CL) seiring dengan peningkatan jumlah liatnya, dan pada bagian bawah horison Bt teksturnya adalah liat (C). Horison peralihan BC memiliki tekstur lempung liat berpasir (SCL). Perbedaan tekstur yang agak menonjol pada horison-horison tersebut, berdasarkan hasil analisis mineral liat pada fraksi pasir total dan fraksi liat, tidak terbukti oleh karena adanya perbedaan bahan sehingga dapat dikatakan tidak ada indikasi perbedaan bahan induk (lithologic discontinuity). Pedon ini memiliki struktur gumpal membulat hanya pada horison A dir dan B mn yang sangat tipis, sedangkan pada horison lainnya memiliki struktur gumpal bersudut. Pada bagian bawah horison BC dijumpai struktur yang masif dan konsistensi sangat teguh. Keadaan struktur gumpal bersudut ini didukung oleh kerapatan lindak yang relatif lebih tinggi (Tabel 8). Pedon AM10 yang bersifat akuik ini memiliki kerapatan 53

14 lindaknya relatif tertinggi, baik di antara pedon pewakil berbahan volkanik, maupun terhadap pedon-pedon dari bahan induk lainnya. Hal tersebut sangat didukung oleh hasil pengamatan di lapang, bahwa pedon ini memiliki konsistensi yang teguh sampai sangat teguh, dengan struktur tanah gumpal bersudut hampir di seluruh bagian horison Bt. Perbedaan tekstur tanah terjadi sangat menonjol pada dua pedon yang berkembang dari bahan induk volkanik dasitik (AM9 dan AM10). Pedon AM10 memiliki tekstur lempung (L) pada bagian atas solum atau horison Ap, sedangkan pada horison Bt adalah lempung berliat (CL), dan bagian bawah solum atau peralihan BC bertekstur lempung liat berpasir (SCL). Perbedaan tekstur yang sangat nyata ini (abrupt) tidak disertai bukti jenis mineral yang berbeda, sehingga dapat disimpulkan bahwa komposisi mineral memang relatif sama. Dengan demikian perbedaan tekstur tersebut, bukan sebagai perbedaan bahan induk (lithology discontinuity). Bila dibandingkan dengan AM10, lokasi pedon ini tidak terlalu jauh, tetapi secara topografi kedua pedon ini terletak pada kondisi yang sangat berbeda. Pedon AM9 dijumpai di bagian atas lereng dengan regim kelembaban tanah ustik, dan AM10 terletak pada bagian bawah lereng dengan regim kelembaban tanah akuik. Sehingga perbedaan kandungan liat yang sangat menonjol antara kedua pedon ini ditunjang oleh lingkungan pembentukan yang berbeda pula. Diduga pedon AM9 lebih terlapuk daripada AM10. Berdasarkan hasil pengamatan sifat-sifat fisik dan morfologi seluruh pedon dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan warna horison Bt ternyata berkaitan erat dengan kondisi regim kelembaban tanah. Regim kelembaban akuik cenderung memberi warna kelabu pada horison Bt dari semua jenis bahan induk. Jenis bahan induk terlihat menonjol, berpengaruh memberi warna berbeda pada horison Bt dari tanah-tanah dengan regim kelembaban perudik. Warna horison Bt pada pedon-pedon berbahan induk batuan sedimen (batuliat dan batukapur) adalah kekuningan, sedangkan pada tanah berbahan induk volkanik (baik dasitik maupun 54

15 andesitik) adalah kemerahan. Hal tersebut terlihat pada hue yang lebih merah pada tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkanik. Sedangkan pedon yang me miliki regim kelembaban akuik, cenderung menunjukkan warna pucat dengan pengaruh bahan induk tetap terlihat, yakni hue lebih merah pada tanah berbahan induk volkanik. Dengan demikian, jenis bahan induk yang berbeda memperlihatkan perbedaan yang menonjol. Antara lain, sifat-sifat morfologi tanah pada bahan induk batukapur yang cenderung lebih seragam dibanding sifat-sifat morfologi tanah yang berkembang dari batuliat. Konsistensi antara horison Bt dengan horison A di permukaan jelas sangat berbeda, yakni lebih teguh pada horison Bt dan yang gembur pada horison A atau Ap. Perbedaan tersebut cenderung sama pada semua pedon yang diteliti, dan digunakan sebagai dasar penamaan horison Bt pada semua subhorison yang diidentifikasi. Sifat Kimia Tanah Pedon Berbahan Induk Batuliat Analisis beberapa sifat kimia tanah masing-masing pedon pewakil dalam penelitian ini bertujuan antara lain, untuk mengetahui apakah sifat-sifat kimia tanah yang ada berkaitan dengan proses-proses pedogenesis pedon yang diamati. Selain itu untuk mengetahui sifat-sifat seperti distribusi C-organik dan Fe-bebas yang erat hubungannya dengan proses iluviasi liat. Hasil analisis terhadap sifat-sifat kimia tanah masing-masing horison disajikan pada Tabel 9. Pedon AM1 dengan regim kelembaban tanah akuik, memiliki nilai ph yang tergolong masam (4,2 4,6) pada keseluruhan horisonnya. Horison permukaan memiliki ph yang paling rendah (4,2) dan sedikit meningkat (4,5-4,6) pada horison Bt. Peningkatan nilai ph tersebut terlihat berkurang pada bagian bawah profil, yaitu pada horison Btg dan horison peralihan BC. Sebaliknya, nilai ph yang relatif tinggi (4,6) dijumpai di horison permukaan pada pedon 55

16 Tabel 9. Beberapa Sifat Kimia Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Batuliat. Pedon Kedalaman ph-tanah C-organik Basa-basa dapat tukar Jumlah Kemasaman Kemasaman dapat tukar Kapasitas Tukar Kation (KTK) Kejenuhan KTK-tanah/ Kejenuhan Basa (KB) Fe2O3 - Ca Mg K Na Basa-dd terekstrak Al H ph-7 Jum.Kat. KTK Ef. Liat Al (%) % liat total ph-7 Jum.Kation bebas (cm) Tabel 16 (%) cmol(+)/kg tanah cmol(+)/kg tanah (%) % AM1 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik) Ap ,2 1,14 4,0 2,1 0,2 0,5 6,8 41,0 4,0 0,3 21,3 49,0 11,1 68,1 37 0, ,19 Bt ,2 0,94 3,5 2,1 0,2 0,4 6,2 41,4 3,6 0,3 21,1 49,9 10,1 47,3 36 0, ,61 Bt ,5 1,02 3,9 1,3 0,2 0,3 5,7 41,8 4,9 0,5 23,8 48,8 11,0 49,5 46 0, ,31 Bt ,6 0,78 5,7 1,8 0,4 0,5 7,4 42,6 2,2 0,3 54,4 52,4 10,9 105,2 22 1, ,25 Btg ,5 0,63 0,7 0,3 0,1 0,2 1,3 50,9 13,4 0,8 51,0 53,7 15,4 95,2 91 0, ,60 BCg ,4 0,43 0,9 0,5 0,1 0,3 1,8 51,7 11,5 0,6 49,5 68,5 14,0 89,6 86 0, ,85 AM2 - Fluventic Dystrudept (perudik) Ap ,4 0,47 3,3 1,1 0,3 0,4 5,1 40,2 3,7 0,3 17,2 46,8 9,1 34,4 42 0, ,13 BA ,6 1,41 1,2 0,4 0,1 0,2 1,9 41,4 3,6 0,3 17,0 44,8 5,8 29,6 65 0, ,13 Bt ,7 1,14 1,0 0,3 0,1 0,2 1,6 40,5 3,9 0,4 15,1 43,5 5,9 25,8 70 0, ,22 Bt ,8 1,06 1,0 0,3 0,2 0,2 1,9 40,6 3,6 0,3 29,4 43,7 5,5 32,9 65 1, ,40 Bt ,7 0,43 1,0 0,5 0,2 0,3 2,0 40,2 3,2 0,2 21,1 43,6 5,4 32,9 61 0, ,67 BC ,7 0,55 1,5 0,5 0,2 0,3 2,5 40,6 2,4 0,3 17,5 44,3 5,1 34,7 48 0, ,39 AM3 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik) Ap ,6 1,22 5,2 2,9 0,2 0,4 6,7 36,6 3,0 0,2 22,8 46,7 11,9 46,2 30 0, ,97 Bt ,5 1,10 3,4 2,0 0,2 0,3 5,9 37,4 4,8 9,4 22,8 42,6 11,0 41,7 44 0, ,83 Bt ,4 0,90 3,2 1,1 0,2 0,3 4,8 34,6 7,0 0,5 22,6 40,6 12,3 42,6 59 0, ,03 Bt ,4 0,94 3,6 2,7 0,2 0,3 6,8 35,0 5,3 0,5 22,3 42,9 12,4 38,6 43 0, ,94 Btg ,5 1,25 3,6 2,4 0,2 0,4 6,6 35,4 4,0 0,3 21,6 43,1 10,8 40,2 37 0, ,41 Btg ,7 1,25 3,0 2,8 0,2 0,4 6,4 35,0 2,1 0,3 25,3 42,6 8,8 42,5 24 0, ,48 BCg ,5 1,29 4,1 3,3 0,2 0,4 8,0 35,8 2,6 0,2 27,2 44,9 10,7 55,9 24 0, ,18 56

17 AM3 yang sama-sama memiliki regim kelembaban tanah akuik. Nilai ph tergolong masam dijumpai pada seluruh horison, yakni berkisar antara 4,4 4,7. Terjadi penurunan ph pada horison Bt bagian atas, namun kemudian naik pada bagian bawah, dan menurun kembali pada horison terbawah (BC). Walaupun nilai ph cenderung sedikit lebih tinggi berkisar antara 4,4 4,8, pada pedon AM2 yang memiliki regim kelembaban perudik, namun sama halnya dengan kedua pedon sebelumnya, kemasaman tanahnya tergolong masam. Nilai ph horison Ap relatif paling rendah, dibanding ph horison Bt dan BC. Nilai tertinggi terlihat pada bagian tengah horison Bt, dan menurun kembali sampai pada horison terbawah (BC). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, nilai ph horison Bt pada ketiga pedon berbahan induk batuliat ini cenderung lebih tinggi dibanding, baik nilai ph horison A di atasnya maupun horison BC di bawahnya. Perbedaannya adalah bahwa, tanah-tanah dari bahan induk batuliat yang regim kelembabannya akuik (AM1 dan AM3) cenderung sedikit lebih masam dibanding tanah dengan regim kelembaban perudik (AM2). Dari data yang ada dapat dikatakan bahwa nilai ph tanah cenderung masam, karena asal bahan induk yang masam, terlihat dari kandungan Al-dd dan ion H yang relatif tinggi (Tabel 9). Kejenuhan basa (KB-jumlah kation) dari pedon pewakil yang berasal dari batuliat ini secara keseluruhan lebih kecil dari 35%. Namun demikian, jelas terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai KB antara pedon yang memiliki regim akuik dengan perudik. Pedon AM1 dan AM3 (akuik) memiliki nilai KB yang relatif lebih tinggi, masingmasing 2-31% (rata-rata = 17,7%) dan 21 38% (rata-rata = 26,8%) dibanding pedon AM2 (perudik) yaitu 4 11% (rata-rata = 13,6%). Terlihat pula (Tabel 9) bahwa jumlah basa-basa pedon AM2 lebih rendah dibanding jumlah basa-basa pedon AM1 dan AM3. Untuk melihat adanya kemungkinan terjadinya penimbunan C-organik bersamaan dengan penimbunan liat di horison Bt, maka dilakukan analisis di setiap horison (Tabel 9). Penyebaran C-organik, Fe-bebas, dan total liat menurut kedalaman di dalam pedon AM1, AM2, dan AM3 diilustrasikan pada Gambar 6. Secara 57

18 keseluruhan kandungan C-organik pada setiap horison di masing-masing pedon yang berkembang dari batuliat, cenderung memiliki pola yang tidak teratur. Pada pedon AM1 kandungan C-organik tertinggi dijumpai pada horison A dan menurun pada horison peralihan BA di bawahnya. Sedangkan pada horison Bt, kandungan C-organik terlihat meningkat dan selanjutnya menurun secara teratur sampai bagian bawah solum. Berbeda dengan pedon AM2, kandungan C-organik relatif rendah terdapat pada horison Ap, dan meningkat mulai pada horison peralihan BA sampai bagian tengah horison Bt. Selanjutnya secara tidak teratur dari bagian bawah Bt sampai pada horison peralihan BC. Pola sebaran C-organik pada pedon AM3 agak berbeda dengan kedua pedon sebelumnya, di mana kandungan C-organik relatif tinggi terdapat pada horison permukaan kemudian menurun sampai pada bagian atas Bt, dan selanjutnya meningkat terus dengan semakin meningkatnya kedalaman (Tabel 9). Kandungan C-organik yang tidak beraturan dengan meningkatnya kedalaman tersebut, merupakan ciri bahan sedimen, yang mana bahan-bahanya terbentuk akibat sedimentasi atau pengendapan. Penimbunan C-organik pada AM1, terjadi pada horison Bt1 pada kedalaman cm, sedangkan pada AM2 pada horison BA pada kedalaman cm dan cm. Penimbunan C-organik pada pedon AM3 terjadi pada bagian bawah profil, yakni pada kedalaman cm, cm, dan cm (Gambar 6). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terjadi penimbunan bahan organik, walaupun dalam jumlah relatif sedikit, seiring dengan meningkatnya kandungan liat pada horison Bt. Penimbunan tersebut dijumpai pada semua pedon, baik yang memiliki regim kelembaban tanah akuik, maupun perudik. Sama halnya dengan kandungan C-organik, maka dilakukan pula analisis kandungan Fe-bebas dalam tanah (Tabel 9, Gambar 6), untuk melihat apakah terjadi penimbunan besi seiring dengan penimbunan liat. Kandungan besi pada tanah-tanah yang berkembang dari bahan induk batuliat, cenderung meningkat dan menumpuk 58

19 Gambar 6. Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total Tanah pada Pedon AM1, AM2, dan AM3 yang Berkembang dari Bahan Induk Batuliat. 59

20 pada bagian bawah horison Bt. Pedon AM1 dan AM2 terlihat memiliki kecenderungan distribusi Fe-bebas yang sama, di mana kandungan besi bebas memiliki pola yang meningkat dari horison A sampai bagian bawah horison Bt, kemudian menurun pada horison peralihan BC. Berbeda dengan pedon AM3, peningkatan kandungan Febebas memiliki pola yang tidak teratur, yaitu peningkatan Fe-bebas terjadi pada bagian atas dan bawah Bt, sedangkan penurunan terlihat pada bagian tengah Bt dan juga pada horison BC. Dapat disimpulkan bahwa pada pedon-pedon dari batuliat penimbunan Fe-bebas yang cenderung terjadi, dan penimbunan tertinggi terdapat pada horison Bt. Penimbunan tersebut berturut-turut untuk pedon AM1, AM2, dan, AM3 (Gambar 9) terdapat sebesar 4,60% pada horison Btg ( cm); 3,67% pada horison Bt3 ( cm), dan 3,48% pada horison Btg2 ( cm). Nilai KTK liat pedon AM1 (Tabel 9) menunjukkan bahwa, KTK-liat horison A lebih rendah dibanding KTK-liat pada horison Bt2 yang cenderung tinggi mencapai 105,2 cmol (+) /kg liat, dan sedikit menurun pada bagian bawah solum. Sangat berbeda dengan AM1, secara keseluruhan horison-horison pada pedon AM2 memiliki nilai KTK liat cenderung lebih rendah, yakni sebesar 25,8-32,9 cmol (+) /kg liat. Pada pedon ini horison Bt bagian atas memiliki nilai KTK liat yang lebih rendah dibanding horison A di atasnya, namun kemudian meningkat sampai horison peralihan BC. Pada pedon AM3 dijumpai kisaran nilai KTK liat antara 38,6-42,62 cmol (+) /kg liat, dan horison Bt memiliki nilai relatif lebih rendah dibanding horison permukaan maupun horison peralihan BC. Terlihat bahwa nilai KTK liat pada ketiga pedon tersebut sangat berkaitan dengan jenis mineral liatnya (dibahas pada sifat mineralogi). Pedon Berbahan Induk Batukapur Data hasil analisis sifat-sifat kimia tanah masing-masing horison pada pedon pewakil tanah-tanah berbahan induk batukapur disajikan pada Tabel

21 Tabel 10. Beberapa Sifat Kimia Tanah Masing-Masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Batukapur. Pedon Kedalaman ph-tanah C-organik Basa-basa dapat tukar Jumlah Kemasaman Kemasaman dapat tukar Kapasitas Tukar Kation (KTK) Kejenuhan KTK-tanah/ Kejenuhan Basa (KB) Fe2O3- Ca Mg K Na basa-dd terekstrak Al H ph-7 Jum.Kat. KTK Ef. Liat Al (%) % liat total ph-7 Jum.Kation bebas (cm) (H2O) (%) cmol(+)/kg tanah cmol(+)/kg tanah (%) (%) AM4 - Dystric Fluventic Eutrudept (perudik) A ,0 0,94 24,7 5,6 0,4 0,6 31,3 39,8 0 0,2 42,2 72,2 31,5 64,5 0 0, ,29 AB ,1 0,63 20,7 4,2 0,4 0,5 25,8 38,5 0 0,2 44,4 65,6 26,0 70,5 0 0, ,59 Bt ,8 0,63 31,3 3,6 0,6 0,9 36,4 35,4 0 0,1 48,3 72,7 36,4 65,3 0 0, ,38 Bt ,4 0,63 42,4 5,0 0,4 0,7 48,45 24,6 0 0,2 51,2 73,7 48,6 63,9 0 0, ,48 Bt ,0 0,78 48,4 6,3 0,5 0,7 55,9 23,6 0 0,1 50,7 80,3 56,0 66,7 0 0, ,47 BC ,8 0,71 55,3 1,1 0,4 0,8 57,6 20,4 0 0,1 50,4 0 0, ,30 AM5 - Dystric Fluventic Eutrudept (perudik) A ,8 0,55 44,8 6,2 0,5 0,9 61,4 21,8 0 0,1 44,4 74,7 52,4 71,3 0 0, ,61 Bt ,5 0,71 52,7 6,5 0,6 1,0 61,0 21,4 0 0,1 56,6 82,9 60,9 76,5 0 0, ,27 Bt ,1 1,25 46,3 5,7 0,5 0,9 53,4 22,2 0 0,1 51,0 76,2 53,3 75,0 0 0, ,66 Bt ,9 1,18 70,4 8,2 0,6 1,1 80,3 23,0 0 0,1 49,8 104,0 80,3 63,0 0 0, ,76 BC ,3 0,55 65,6 7,6 0,5 1,1 74,9 24,0 0 0,1 54,6 99,5 74,7 80,0 0 0, ,85 AM6 - Fluvaquentic Epiaquent (akuik) Ap ,8 1,49 71,4 5,4 0,6 1,0 78,4 21,2 0 0,1 55,4 100,2 78,5 97,0 0 1, ,37 Bt ,2 1,02 50,6 5,0 0,4 0,5 56,5 21,8 0 0,1 44,4 78,9 56,5 65,1 0 0, ,59 Bt ,9 0,78 52,4 5,7 0,4 0,9 59,4 21,0 0 0,1 46,6 81,0 59,4 65,6 0 0, ,67 Bt ,4 0,86 50,0 5,3 0,4 0,8 56,5 22,0 0 0,1 48,1 79,1 56,6 72,7 0 0, ,81 Bt ,2 1,65 58,4 6,0 0,5 0,9 65,8 23,0 0 0,1 53,9 89,3 65,9 80,7 0 0, ,38 BC ,3 0,78 55,2 5,5 0,5 0,6 61,8 25,2 0 0,1 52,2 87,7 61,8 69,3 0 0, ,97 61

22 Nilai ph tanah pada pedon AM4, AM5, dan AM6 cenderung tergolong agak masam sampai netral (ph 4,8 6,5). Nilai ph pada pedon AM4 adalah agak masam, dan cenderung naik-turun secara tidak teratur di dalam pedon. Pada bagian tengah horison Bt, ph tanah terlihat lebih tinggi dibanding pada bagian atas maupun bawahnya, kemudian meningkat pada horison BC. Nilai ph pada pedon AM5 bervariasi antara 5,8-6,5. Nilai ph pada horison A lebih rendah dibanding horison Bt, yang kemudian menurun pada bagian bawahnya, tetapi kemudian meningkat lagi pada horison peralihan BC. Nilai ph tertinggi yaitu 6,5 dijumpai pada horison Bt1. Pedon AM6 dengan regim kelembaban akuik memiliki ph 5,2-6,2. Pada pedon ini terlihat penurunan nilai ph secara teratur dengan kedalaman dimulai dari bagian atas horison Bt sampai bagian bawahnya, namun terdapat sedikit peningkatan pada horison peralihan BC. Nilai ph tertinggi, yakni 6,2, dijumpai pada horison Bt bagian atas (Bt1). Gambar 7 menunjukkan distribusi kandungan C-organik, Fe-bebas, dan liat total dalam tanah pada pedon AM4, AM5, dan AM6 yang berkembang dari batukapur. Terlihat bahwa terjadi penimbunan C-organik pada setiap pedon, baik yang memiliki regim kelembaban akuik maupun perudik. Kandungan C-organik horison A pada pedon AM4, cenderung lebih tinggi daripada horison Bt, namun peningkatan yang relatif kecil terlihat pada bagian bawah horison Bt, dan menurun kembali pada horison peralihan (BC) paling bawah. Kandungan C-organik tertinggi sebesar 0,78%, terjadi pada horison Bt3 ( cm). Pada pedon AM5, kandungan C-organik pada horison permukaan (A) lebih rendah dari horison Bt secara menyeluruh. Nilai tertinggi sebesar 1,25% terjadi pada horison Bt2 (38 86 cm), sementara penurunan yang nyata terlihat pada horison peralihan BC. Sama halnya dengan pedon sebelumnya, maka pada pedon AM6 kandungan C-organik yang cukup tinggi ditemukan pada horison Ap dan Bt bagian atas, yang kemudian menurun dan meningkat kembali pada bagian bawah horison Bt. Penimbunan tertinggi dijumpai pada kedalaman cm (horison Bt4) sebesar 1,65%. Data di atas dapat disimpulkan bahwa penimbunan C-organik pada 62

23 Gambar 7. Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total Tanah pada Pedon AM4, AM5, dan AM6 yang Berkembang dari Bahan Induk Batukapur. 63

24 tanah berbahan induk kapur terjadi pada kedalaman yang berbeda-beda. Penimbunan pada kedalaman terdalam ditemukan pada pedon AM6 (akuik). Pada keadaan regim kelembaban tanah perudik penimbunan C-organik terjadi pada kedalaman yang lebih dangkal. Kandungan Fe-bebas pada pedon yang berkembang dari batukapur (AM4, AM5, dan AM6) (Tabel 10 dan Gambar 7) memperlihatkan bahwa penimbunan Febebas terjadi pada kedalaman yang berbeda-beda dan umumnya terjadi pada horison Bt. Kandungan Fe-bebas pada horison A atau Ap, cenderung rendah. Peningkatan kandungan Fe-bebas terjadi pada horison Bt bagian atas, kemudian menurun pada bagian tengahnya. Penimbunan Fe-bebas tertinggi pada pedon AM4, AM5, dan AM6 berturut-turut terjadi pada horison Bt3 ( cm) sebesar 3,47%, Bt1(16 38 cm) sebesar 3,27%, dan Bt3 ( cm) sebesar 2,81%. Nilai KTK-liat secara keseluruhan terlihat sangat berbeda, yakni relatif lebih tinggi dibanding dengan pedon berbahan induk lainnya. Kenyataan ini sangat didukung oleh diidentifikasi adanya jenis mineral liat 2:1 (smektit) yang mendominasi setiap horison Bt. Nilai KTK-liat horison Bt bervariasi antara 63,9-70,5 cmol (+) /kg liat pada pedon AM4, antara 63,0 80,0 cmol (+) /kg liat pedon AM5 dan antara 65,1 97,0 cmol (+) /kg liat pedon AM6. Tingginya nilai KTK-liat pada pedon-pedon ini terlihat relatif sama pada kondisi akuik maupun perudik, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh jenis bahan induk terhadap nilai KTK-liat lebih menonjol dibandingkan dengan pengaruh regim kelembaban tanah. Pedon Berbahan Induk Volkanik-Andesitik Data sifat-sifat kimia masing-masing horison pada pedon AM7 dan AM8 yang berkembang dari bahan Volkan-Andesitik disajikan pada Tabel 11. Pedon AM7 (perudik) memiliki reaksi tanah seluruh horison yang tergolong masam, yakni ph 4,7 5,1. Pada horison A dijumpai nilai ph yang paling rendah dan 64

25 Tabel 11. Beberapa Sifat Kimia Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Insuk Volkanik-Andesitik. Pedon Kedalaman ph-tanah C-organik Basa-basa dapat tukar Jumlah Kemasaman Kemasaman dapat tukar Kapasitas Tukar Kation (KTK) Kejenuhan KTK-tanah/ Kejenuhan Basa (KB) Fe2O3- Ca Mg K Na basa-dd terekstrak Al H ph-7 Jum.Kat. KTK Ef. Liat Al (%) % liat total ph-7 Jum.Kation bebas (cm) (H2O) (%) cmol(+)/kg tanah cmol(+)/kg tanah (%) (%) AM7 - Andic Dystrudept (perudik) A ,5 1,25 3,6 2,4 0,2 0,4 6,6 33,0 15,4 0,6 41,0 40,7 22,5 97,0 70 0, ,93 Bt ,8 1,10 3,8 1,4 0,2 0,3 5,7 33,0 20,1 0,8 40,8 39,8 26,6 65,0 78 0, ,47 Bt ,8 0,94 0,6 0,2 0,1 0,1 1,0 33,8 18,6 0,8 43,5 35,9 20,4 65,6 94 0, ,38 Bt ,7 1,73 1,1 0,5 0,1 0,2 1,9 29,0 28,7 0,9 45,2 31,9 31,4 72,7 94 0, ,99 BC ,7 0,78 0,7 0,3 0,1 0,2 1,3 31,8 30,0 1,0 47,6 34,2 32,3 80,7 96 0, ,82 C ,1 0,78 0,9 0,3 0,1 0,1 1,4 31,8 25,5 0,8 51,0 34,2 27,7 69,3 95 1, ,96 AM8 - Typic Haplohumult (perudik) Ap ,8 1,76 4,3 1,1 0,3 0,4 6,1 21, ,3 6,1 104,6 0 1, ,18 Bt ,5 1,65 6,0 1,1 0,2 0,3 7,6 21, ,5 7,7 24,7 0 0, ,69 Bt ,6 1,10 6,7 1,3 0,3 0,4 8,7 21, ,6 8,8 25,8 0 0, ,59 Bt ,7 0,78 8,3 2,0 0,3 0,4 11,0 22, ,3 11,1 20,8 0 0, ,40 Bt ,8 0,71 6,2 2,0 0,2 0,4 8,8 23, ,8 8,8 36,6 0 0, ,04 Bt ,8 0,63 6,3 2,0 0,3 0,4 9,0 18, ,9 9,1 20,1 0 0, ,96 BC ,8 0,55 5,5 2,1 0,3 0,5 8,4 18, ,4 8,5 22,9 0 0, ,69 65

26 meningkat dengan kedalaman. Hal yang sama juga dijumpai pada pedon AM8 (perudik), di mana nilai ph relatif rendah terdapat pada horison permukaan (Ap) dan meningkat dengan kedalaman. Nilai ph tergolong agak masam, baik pada horison Ap, Bt, maupun horison C, dengan kisaran 5,5-5,8. Nilai kejenuhan basa (KB-jumlah kation) pada pedon AM7 cenderung tinggi pada horison A, namun dengan meningkatnya kedalaman, nilainya menurun sangat rendah, yakni 3%. Sedangkan pada pedon AM8, nilai KB-jumlah kation masing-masing horison hampir tidak jauh berbeda, berkisar 22 32%. C-organik pada pedon AM7 terlihat relatif tinggi pada bagian atas permukaan yakni pada horison Ap dan sedikit menurun pada bagian atas horison Bt. Pada Gambar 8, terlihat bahwa penumpukan C-organik sebesar 1,73% terjadi pada Bt3 dengan kedalaman cm. Sedangkan pada AM8 tidak terlihat penimbunan seiring dengan menurunnya kandungan C-organik dengan meningkatnya kedalaman, yakni tertinggi dijumpai pada horison Ap dan sedikit menurun pada horison Bt sampai pada horison C. Kandungan Fe-bebas terlihat pola yang berbeda antara pedon AM7 dan AM8. Kandungan Fe-bebas pada pedon AM7 terlihat relatif rendah pada horison A, yang kemudian meningkat pada bagian atas horison Bt. Selanjutnya terjadi penurunan kembali pada horison Bt bagian bawah, dan meningkat pada horison peralihan BC sampai C. Berbeda dengan AM8 dimana pada bagian permukaan tanah besi bebas relatif tinggi dibanding dengan horison Bt bagian atas dan bawah, namun pada bagian tengah horison Bt terlihat meningkat. Dengan demikian terjadi penumpukan Fe-bebas sejumlah 3,47% pada Bt1 (19 47 cm) dan sebesar 4,40% pada Bt3 (65 90 cm) berturut-turut untuk pedon AM7 dan AM8. Jumlah penumpukan besi tersebut dapat dikatakan tertinggi di antara semua pedon yang diteliti. Hal ini 66

27 Gambar 8. Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total Tanah pada Pedon AM7 dan AM8 yang Berkembang dari Bahan Induk Volkanik-Andesitik. 67

28 dapat dikatakan bahwa pedon-pedon ini mengalami pelapukan yang menghasilkan besi relatif lebih banyak. Pengaruh perbedaan jenis mineral liat yang mendominasi horison permukaan A atau Ap dan horison Bt terhadap nilai KTK-liat dijumpai pula pada pedon-pedon yang berkembang dari bahan induk bahan volkanik andesitik ini. Pada pedon AM7 dijumpai nilai KTK-liat cenderung tinggi pada semua horisonnya. Tertinggi terjadi pada horison A kemudian menurun pada bagian atas horison Bt. Terjadi kenaikan KTK-liat di bagian bawah horison Bt dan pada horison BC dan menurun kembali pada horison C. Pada horison Bt dijumpai KTK liat sebesar 65,0-72,7 cmol (+) /kg liat dan pedon AM8 dijumpai lebih rendah yakni sebesar 20,1-36,6 cmol (+) /kg liat. Kedua pedon ini memiliki dominasi mineral liat yang berbeda yakni pada AM7 mineral liat campuran dan pada AM8 didominasi oleh kaolinit (1:1). Sehingga nilai KTK-liat pada kedua pedon ini didukung oleh jenis mineralnya (dibahas kemudian pada mineral liat). Pedon Berbahan Induk Volkanik-Dasitik Pada Tabel 12 disajikan data sifat-sifat kimia pedon AM9 dan AM10 yang berke mbang dari bahan induk volkanik dasitik. Pedon AM9 (ustik) nilai ph relatif tergolong agak masam dengan ph adalah 5,2-5,4. Nilai ph horison A relatif lebih tinggi dibanding pada horison Bt maupun BC. Perbedaan kemasaman tanah terlihat jelas pada pedon AM10 (akuik) yang memiliki nilai ph yang relatif tinggi dan tergolong netral yakni 5,7-6,1, dimana pada horison Ap nilai ph cenderung rendah dibanding dengan horison Bt dan horison BC. Jelas terlihat bahwa ph pada horison Bt relatif tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan regim kelembaban tanah mempengaruhi kemasaman horison Bt pada tanah berbahan induk bahan volkanik-dasitik di mana pengaruh yang sama kurang menonjol pada bahan induk batuan sedimen. Hubungan antara kemasaman tanah (ph) dengan horison Bt dapat terjadi dalam kaitannya dengan pencucian liat. Hal tersebut seperti dikemukakan oleh Buol et 68

29 Tabel 12. Beberapa Sifat Kimia Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Dasitik. Pedon Kedalaman ph tanah C-organik Basa-basa dapat tukar Jumlah Kemasaman Kemasaman dapat tukar Kapasitas Tukar Kation (KTK) Kejenuhan KTK-tanah/ Kejenuhan Basa (KB) Fe2O3- Ca Mg K Na basa-dd terekstrak Al H ph-7 Jum.Kat. KTK Ef. Liat Al (%) % liat total ph-7 Jum.Kation bebas (cm) (H2O) (%) cmol(+)/kg tanah cmol(+)/kg tanah (%) (%) AM9 - Fluventic Dystrudept(ustik) A ,5 1,02 4,0 1,7 0,3 0,4 6,4 18, ,1 16,0 25,2 6,5 26,8 0 0, ,41 Bt ,3 0,78 1,9 0,7 0,2 0,2 3,0 18,3 0,4 0,3 12,1 21,3 3,6 15,7 11 0, ,30 Bt ,4 0,71 1,4 0,6 0,1 0,2 2,3 15,9 1,0 0,4 13,1 18,1 3,6 16,3 30 0, ,64 Bt ,2 0,47 2,9 0,5 0,1 0,2 3,7 17,2 0,6 0,3 14,1 20,8 4,5 16,2 13 0, ,59 B ,4 0,39 2,4 0,9 0,2 0,3 3,8 16,3 9,9 0,9 15,5 19,9 14,4 17,0 72 0, ,57 Bt ,3 1,41 1,9 0,5 0,2 0,2 2,8 18,1 26,2 1,0 14,6 20,8 29,8 15,9 90 0, ,60 BC ,2 0,94 1,3 0,3 0,1 0,2 1,8 18,3 30,3 1,5 8,3 20,2 33,6 9,7 94 0, ,25 AM10 - Aeric Epiaqualf (akuik) Ap ,6 2,16 1,0 0,4 0,2 0,3 1,9 8,4 3,4 0,5 6,3 6,8 10,2 31,4 35 0, ,32 Adir ,5 1,68 2,9 0,8 0,3 0,4 4,4 6,1 1,8 0,3 7,1 7,3 10,4 37,8 29 0, ,26 Bmn ,1 2,03 5,2 2,0 0,4 0,5 8,1 7,4 0,5 0,2 9,2 9,3 11,8 45,4 6 0, ,34 Bt ,2 1,92 5,5 2,3 0,3 0,4 8,5 7,5 0,0 0,2 8,6 8,8 15,5 25,5 0 0, ,32 Bt ,0 1,60 5,4 2,4 0,3 0,4 8,5 8,8 0,0 0,1 9,4 9,5 17,3 27,0 0 0, ,49 Bt ,0 1,43 8,5 3,2 0,4 0,5 12,6 12,9 0,0 0,2 15,6 15,8 21,8 41,3 0 0, ,36 Bt ,7 2,00 9,5 4,1 0,4 0,5 14,5 12,9 0,4 0,2 18,6 18,9 25,4 45,1 0 0, ,36 BCg ,6 2,32 7,6 3,9 0,3 0,5 12,3 9,8 0,5 0,2 13,9 14,1 24,2 41,9 2 0, ,09 BCg ,7 1,54 5,4 2,8 0,3 0,4 8,9 7,3 1,0 0,3 15,5 15,9 19,6 71,1 11 0, ,35 69

30 al. (1973) bahwa terjadinya proses dispersi liat berkaitan dengan pencucian basa-basa yang mengikat partikel tanah. Pencucian basa-basa akan menurunkan nilai ph tanah dan memungkinkan terbentuknya proses penimbunan liat ke horison B. Kejenuhan Basa-jumlah kation pada pedon yang berkembang dari bahan induk volkanik-dasitik ini sangat berbeda. Pada pedon AM9 dijumpai nilai KB-jumlah kation yang sangat rendah terutama di bawah horison permukaan A. Sedikit peningkatan terjadi pada bagian bawah horison Bt, kemudian menurun pada horison BC. Sebaliknya pada pedon AM10 jelas terlihat bahwa, nilai KB-jumlah kation adalah rendah pada horison Ap, kemudian meningkat sampai pada horison Bt3. Penurunan terjadi pada bagian bawah horison Bt dan meningkat kembali pada horison BC. Hal ini menunjukkan bahwa pedon ini memenuhi KB- jumlah kation sebesar lebih atau sama dengan 35% pada kedalaman 180 cm sehingga dapat digolongkan pada tanah Alfisol. Perbedaan bahan induk jelas berpengaruh pada kemasaman horison Bt, dimana tanah yang berasal dari bahan induk masam (batuliat dan volkanik-dasitik) cenderung menghasilkan tanah dengan ph yang masam. Kecuali pada AM10 (akuik) dengan nilai ph 6,2 sampai 6,4. Sedangkan tanah yang berkembang dari bahan induk batukapur tergolong pada agak-masam sampai netral. Horison Bt pada pedon yang memiliki regim kelembaban tanah akuik memiliki KB relatif lebih tinggi dibanding dengan tanah yang memiliki regim kelembaban tanah perudik. Sebaliknya pengaruh regim kelembaban tanah cenderung mempengaruhi nilai KB horison Bt. Pada pedon dengan regim kelembaban tanah akuik nilai KB cenderung lebih tinggi daripada perudik. Kandungan C-organik pada pedon berbahan induk volkanik dasitik (Tabel 12 dan Gambar 9), terlihat bahwa pada horison A pedon AM9 (ustik) memiliki nilai yang tinggi dibanding horison Bt bagian atas dan tengah. Penurunan kandungan C-organik terjadi sampai pada bagian bawah horison Bt4. Sedangkan pada bagian bawah Bt terjadi penumpukan C-organik sebesar 1,41% pada horison Bt5 ( cm). Pada 70

31 pedon AM10 (akuik) kandungan C-organik relatif tinggi hampir di setiap horisonnya, yakni sebesar 2%, dan tertinggi dibanding dengan pedon-pedon lainnya. Penimbunan tersebut dijumpai pada horison Bt4 ( cm). Dengan demikian terlihat bahwa perbedaan regim kelembaban tanah berpengaruh pada kandungan C-organik terutama pada tanah yang berbahan induk bahan volkanik dasitik ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa penimbunan C-organik berbeda antara pedon yang berbahan induk bahan volkanik-dasitik maupun-andesitik (yang terjadi pada kedalaman yang lebih dangkal). Pada beberapa pedon terlihat terjadi penimbunan C-organik yang tidak teratur, yang pada ordo tanah Inceptisol dapat termasuk dalam kriteria fluventic yakni adanya pengaruh perbedaan penimbunan bahan oleh air. Pada tanah Ultisol, kandungan C- organik digunakan sebagai kriteria dalam mengklasifikasikan sub-ordonya. Disimpulkan bahwa penimbunan C-organik yang relatif sangat sedikit, terjadi seiring dengan terjadinya penimbunan liat. Hal tersebut terlihat pada pedon berbahan induk batuliat yang hanya terjadi pada pedon AM1 dan AM3 keduanya akuik, kemudian pada semua pedon berbahan batukapur (AM4, AM5, dan AM6), dan juga pada pedon yang berbahan induk volkanik-andesitik (AM7), serta berbahan induk volkanik-dasitik yakni AM9 dan AM10. Hasil analisis terhadap kandungan Fe-bebas pada pedon AM9 (Tabel 12 dan Gambar 9), menunjukkan bahwa kandungan besi bebas pada horison A cenderung lebih rendah dibanding dengan Bt dan BC. Terlihat bahwa penumpukan besi bebas terjadi pada horison Bt2 (35-57 cm) sebesar 3,64% dan pada Bt5 ( cm) maupun pada horison peralihan (BC) sebesar masing-masing 3,60% dan 4,25%. Hal yang sangat berbeda terlihat pada pedon AM10 yang berkembang dari bahan induk yang sama dengan AM9, tetapi memiliki regim kelembaban tanah akuik. Secara keseluruhan pedon ini memiliki kandungan Fe- bebas yang sangat rendah dibanding dengan semua pedon pewakil yang ada. 71

32 Gambar 9. Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total Tanah pada Pedon AM9 dan AM10 yang Berkembang dari Bahan Induk Volkanik-Dasitik. 72

33 Namun demikian terlihat bahwa horison Ap memiliki kandungan besi bebas yang lebih rendah dibanding dengan horison Bt, dan cenderung lebih tinggi dari horison peralihan BC. Penimbunan terlihat pada horison Bt2 (59 75 cm) sebesar 0,49%. Kandungan jumlah besi bebas yang relatif sangat sedikit pada AM10 diduga akibat jenis bahan induk yang mengandung sedikit besi (tufa Banten) seperti yang diungkapkan dalam Djunaedi (1976). Fe-bebas merupakan salah satu indikator ciri perkembangan tanah. Senyawa ini berkaitan erat dengan aktifitas air dalam tanah. Hasil analisis terhadap senyawa Fe 2 O 3 disimpulkan bahwa, terjadi akumulasi dengan jumlah yang berbeda-beda pada setiap pedon pewakil. Akumulasi dapat merupakan akibat dari perbedaan permeabilitas tanah yang dari cepat menjadi lambat pada daerah dimana kandungan liat tinggi. Dengan adanya perbedaan tekstur tersebut mengakibatkan air sering tertahan pada batas lapisan yang berbeda ini dan mengakibatkan tertumpuknya besi. Jumlah Fe-bebas yang relatif tinggi terlihat pada pedon-pedon yang berasal dari bahan induk volkanik kecuali pedon AM10, dan menunjukkan tanah tersebut lebih berkembang dibanding lainnya. Pedon yang berasal dari bahan dasitik terlihat memiliki nilai KTK-liat yang berbeda. Nilai KTK-liat pada pedon AM9 cenderung rendah, dan ditemukan relatif tinggi pada horison permukaan Ap, dan menurun sampai pertengahan Bt, juga pada BC. Sedangkan pada bagian bawah Bt terlihat adanya penumpukan sebesar 17,0 cmol (+) /kg liat pada Bt4. Pada horison Ap sebesar 26,8 cmol (+) /kg liat. Pada pedon AM10 dijumpai cenderung lebih tinggi dan bervariasi antara horisonnya, yakni sebesar 25,5-45,12 cmol (+) /kg liat. Nilai KTK-liat yang relatif lebih tinggi pada pedon AM10 dipengaruhi oleh mineral campuran antara liat 2:1 dan 1:1 dibanding dengan AM9 yang mineral liatnya didominasi oleh tipe 1:1 (kaolinit). Hubungan antara nilai KTK-liat dengan horison penimbunan liat lebih kepada jenis mineral liat yang mendominasi horison tersebut. Sedangkan nilai KTK-tanah (ph-7) digunakan untuk mendapatkan kelas KTK pada 73

34 klasifikasi tanah pedon pewakil yang dijumpai dominasi mineral liat campuran pada penelitian ini. Dari data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa perbedaan regim kelembaban tanah terlihat tidak langsung mempengaruhi sifat tanah ini, melainkan akibat pengaruh perbedaan jenis mineral liat yang dijumpai pada masing-masing pedon. Mineralogi Horison Eluviasi dan Iluviasi Mineral Fraksi Pasir Data hasil analisis mineral fraksi pasir total dengan menggunakan metode Line Counting pada contoh tanah yang mewakili horison pencucian liat dan penimbunan liat maksimum disajikan pada Tabel 13. Analisis mineral fraksi pasir total bertujuan, antara lain, untuk mengetahui komposisi dan cadangan mineral yang ada dalam tanah, juga untuk menduga jenis bahan induk tanah (Hendro, 1990). Pada penelitian ini, analisis mineral fraksi pasir total dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai komposisi dan cadangan mineral yang ada pada horison permukaan (A atau Ap) dan horison Bt, dan untuk menduga proses-proses pelapukannya. Secara keseluruhan dijumpai bahwa susunan mineral fraksi pasir pada horison Bt masing-masing pedon pewakil adalah sama dengan horison permukaan (A atau Ap), yakni horison pencucian yang berada di atas horison penimbunan liat tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa cadangan mineral, yaitu mineral mudah lapuk (weatherable mineral), yang dikandung masing-masing horison bervariasi satu sama lain. Mineral-mineral mudah lapuk yang dijumpai pada pedon-pedon pewakil, antara lain, adalah gelas volkan, oligoklas, andesine, labradorit, orthoklas, sanidin, hornblende, augit, dan hiperstin. 74

35 Tabel 13. Penyebaran Mineral Fraksi Pasir Total pada Horison Eluviasi dan Iluviasi. Pedon/Hor. Pedon AM1: OP ZI KK KB KF LI OS ZE WM WR VG OL AN LB OR SA HO AU HY TM Ap (0-10 cm) Bt2 (55-95 cm) Pedon AM2: Ap (0-18 cm) Bt3 ( cm) Pedon AM3: Ap (0-15 cm) Bt2 (30-50 cm) Pedon AM4: AB (15-31 cm) Bt2 (45-66 cm) Pedon AM5: A (0-16 cm) Bt3 ( cm) Pedon AM6: Ap (0-16 cm) Bt2 (50-77 cm) Pedon AM7: A (0-19 cm) Bt3 ( cm) Pedon AM8: A (0-20 cm) Bt3 (65-90 cm) Pedon AM9: A (0-10 cm) Bt3 (57-80 cm) Pedon AM10: Keterangan : OP=opak, Zi=sirkon, KK=kuarsa keruh, KB=kuarsa bening, KF= K-feldspar, LI=limonit, OS=organik silika, ZE=zeolit, WM= mineral lapuk, WR= batuan lapuk, VG=gelas volkan, OL=oligoklas, AN=anortit, LB=labradorit, OR=ortoklas, SA=sanidin, HO=hornblende, AU=augit, HY=hiperstin, dan TM=total mineral mudah lapuk. Pedon Berbahan Induk Batuliat Pada pedon yang berkembang dari batuliat (AM1, AM2, dan AM3), jumlah mineral mudah lapuk di horison Bt lebih sedikit ataupun berkurang, dibanding dengan horison eluviasi. Pada pedon AM1 penurunan tersebut sangat nyata dari 12% menjadi 2% dan pada pedon AM3 dari 30% menjadi 18%. Penurunan tersebut terlihat juga 75

36 pada pedon AM2 dari 9% menjadi 4%. Pedon AM1 didominasi oleh kuarsa bening, yang relatif lebih tinggi daripada AM2, yang lebih didominasi oleh kuasa keruh. Hal ini menunjukkan bahwa tanah-tanah ini sudah mengalami pelapukan yang intensif, karena kuarsa adalah mineral merupakan mineral yang tahan terhadap pelapukan. Jumlah kuarsa (bening dan keruh) meningkat pada horison Bt dibanding dengan horison di atasnya, terlihat sangat menonjol pada pedon AM3. Hal ini sejalan dengan pendapat Nettleton et al. (1975) yang mengatakan bahwa pelapukan yang cukup memadai untuk menghasilkan horison Bt adalah ditunjukkan oleh peningkatan kandungan kuarsa dalam fraksi non liat yang diiringi dengan berkurangnya jumlah mineral lapuk. Pedon Berbahan Induk Batukapur Kuarsa merupakan mineral fraksi pasir yang mendominasi pedon AM4 dengan jumlah kuarsa keruh hampir sama dengan horison pencucian di atasnya. Pedon AM5 terjadi penurunan jumlah mineral lapuk sangat nyata, yaitu dari 24% pada horison pencucian dan menjadi 8% pada horison Bt. Sedangkan pada pedon AM6, kuarsa bening terlihat relatif lebih tinggi sama halnya pada pedon AM5. Pada pedon-pedon dari bahan induk batukapur ini, memiliki kandungan batuan lapuk yang relatif tinggi dari pedon-pedon lainnya, baik pada horison Bt maupun horison di atasnya. Pedon Berbahan Induk Volkanik-Andesitik Pada tanah yang berkembang dari bahan induk volkanik-andesitik (pedon AM7 dan AM8), terlihat bahwa dominasi mineral opak sangat menonjol dibanding pedonpedon lainnya, yaitu melebihi 60%. Sebaliknya, kuarsa bening relatif lebih sedikit dibanding pada pedon yang berasal dari batuliat dan batukapur. Dengan dijumpainya mineral tahan lapuk dalam jumlah relatif lebih kecil, maka dapat disimpulkan bahwa, tanah-tanah ini relatif belum mengalami pelapukan lanjut dibanding pedon yang 76

37 berkembang dari batuan sedimen. Hal ini seiring dengan sifat bahan induk intermedier dengan kandungan Fe-bebas yang relatif tinggi dibanding pedon lainnya. Pedon Berbahan Induk Volkanik-Dasitik Kandungan kuarsa bening dijumpai relatif sangat tinggi pada pedon AM9, baik pada horison Bt maupun horison A. Dilihat dari regim kelembaban tanah yang tergolong ustik, seharusnya tanah relatif belum mengalami pencucian lanjut. Kandungan kuarsa yang tinggi diperkirakan lebih disebabkan oleh pengaruh bahan induk yang mengandung kuarsa tinggi, yaitu tufa Banten. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa susunan mineral fraksi pasir tanah-tanah yang diteliti lebih dipengaruhi bahan induknya, bukan pengaruh regim kelembaban tanah yang berbeda. Kesamaan susunan mineral pada horison Bt dan horison permukaan (A atau Ap) pada masing-masing pedon pewakil, mendukung pendapat bahwa bahan penyusun horisonhorison tersebut adalah sama. Hal ini berarti juga mendukung kesimpulan bahwa sumber liat sebagai bahan iluviasi pada horison Bt berasal dari horison pencucian di atasnya. Dominasi kuarsa bening tertinggi terdapat pada pedon yang berasal dari bahan volkanik-dasitik, kemudian batukapur, batuliat, dan paling rendah pada bahan volkanikandesitik. Dapat dikatakan bahwa tanah-tanah yang berasal dari bahan volkanik-dasitik telah mencapai tingkat hancuran iklim yang lanjut, sehingga mempengaruhi tingkat perkembangan horison Bt pada tanah tersebut. Namun demikian, banyak sedikitnya jumlah kandungan kuarsa tidak lepas daripada pengaruh jenis bahan induk itu sendiri. Adanya pengaruh bahan induk volkanik terlihat pada pedon-pedon yang berkembang dari batuan sedimen dengan melihat susunan mineral fraksi pasirnya yang tidak dijumpai lagi mineral-mineral penciri batuan sedimen. Mohr dan Van Baren (1972) mengatakan bahwa, mineral resisten seperti kuarsa banyak dijumpai pada batuan sedimen, selain zirkon, rutil, turmalin, dan magnetit yang tidak ditemukan pada 77

38 penelitian ini. Hal ini menyebabkan sulitnya menginterpretasi asal bahan induk yang sebenarnya. Sebagai dasar penentuan jenis bahan induk dalam penelitian ini adalah menggunakan informasi dalam peta geologi daerah Bogor dan Serang, Banten. Mineralogi Horison Eluviasi dan Iluviasi Data hasil analisis mineral liat pada horison pencucian (A atau Ap) dan horison penimbunan liat maksimum (Bt) setiap pedon pewakil disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Jenis Mineral Liat pada Horison Eluviasi dan Iluviasi Setiap Pedon Pewakil. Pedon Horison / Jenis Mineral Liat Kedalaman (cm) Smektit Illit Kaolinit Haloisit Kuarsa Kristobalit Gibsit Goethit Feldspar Batuliat : AM1 Ap (0-10 cm) (+) Bt3 (55-95 cm) AM2 Ap (0-18 cm) (+) (+) - Bt3 ( cm) AM3 Ap (0-15 cm) (+) + Bt3 (30-50 cm) + (+) (+) (+) Batukapur : AM4 AB (15-31 cm) (+) Bt2 (45-66 cm) AM5 A (0-16 cm) Bt3 ( cm) AM6 Ap (0-18 cm) ++++ (+) Bt2 (50-77 cm) ++++ (+) Volkanik-andesitik : AM7 A (0-19 cm) (+) Bt3 ( cm) AM8 Ap (0-20 cm) (+) - (+) (+) - Bt3 (65-90 cm) (+) - (+) (+) - Volkanik-dasitik : AM9 A (0-22 cm) Bt3 (57-80 cm) AM10 A (0-12 cm) Bt4 ( cm) Keterangan : ++++ = dominan; +++ = banyak; ++ = sedang; + = sedikit; (+) = sangat sedikit 78

39 Pedon Berbahan Induk Batuliat Difraktogram Sinar-X (X-ray Difactogram, XRD) fraksi liat dari horison A atau Ap dan horison argilik (Bt) masing-masing pedon disajikan pada Gambar 10 (AM1) sampai Gambar 19 (AM10). Perlakuan standar fraksi liat yang digunakan adalah dengan penjenuhan Mg 2+, Mg 2+ + gliserol, K +, dan K + plus C. Adapun identifikasi jenis mineral berdasarkan puncak difraksi sinar-x (X-ray Difraction peaks) seperti yang dikemukakan dalam Dixon et al. (1989). Horison Bt dan horison Ap pada tanah yang berkembang dari batuliat di daerah Cendali (AM1), yang mempunyai regim kelembaban akuik didominasi mineral liat smektit (2:1) dan sedikit kaolinit. Hal ini ditunjukkan oleh puncak 16 Å pada perlakuan dengan penjenuhan kation Mg 2+, yang berubah menjadi 18 Å pada penjenuhan kation Mg 2+ ditambah pemberian gliserol. Selanjutnya puncak smektit mengecil menjadi 12,5 Å pada perlakuan penjenuhan dengan kation K, dan menjadi 10 Å setelah dipanaskan pada 550 o C (Gambar 10). Kecuali itu, ditemukan juga sedikit kaolinit (1:1) di horison Ap, yang meningkat jumlahnya di horison Bt2. Adanya mineral liat kaolinit ditunjukkan oleh puncak 7,2 Å pada penjenuhan dengan Mg 2+, Mg 2+ - gliserol, dan penjenuhan dengan K +. Namun dengan perlakuan pemanasan 550 o C, puncak tersebut hilang. Dua pedon lain, AM2 dan AM3 yang juga berkembang dari batuliat, baik yang mempunyai regim kelembaban perudik maupun akuik, didominasi oleh mineral liat kaolinit (Gambar 11 dan 12). Puncak 7,2 Å sangat nyata terlihat pada perlakuan dengan Mg 2+, Mg 2+ - gliserol, maupun penjenuhan dengan K +. Adanya kaolinit diperkuat oleh intensitas kuat dari puncak ordo kedua kaolinit yakni 3,59 Å. Selain itu, mineral kuarsa (3,34 Å) terlihat sangat jelas. Juga pada pedon AM2 ditemukan gibsit (4,5 Å) dan goethite (4,21 Å) dalam jumlah sedikit. Hal lain yang menarik adalah ditemukannya sedikit mineral smektit di horison Bt pada pedon AM3 yang memiliki regim kelembaban akuik (AM3) dan sedikit kristobalit pada AM1. 79

40 Gambar 10a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM1 Berbahan Induk Batuliat. Gambar 10b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt2 Pedon AM1 Berbahan Induk Batuliat. 80

41 Gambar 11a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM2 Berbahan Induk Batuliat. Gambar 11b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM2 Berbahan Induk Batuliat. 81

42 Gambar 12a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison (Ap) Pedon AM3 Berbahan Induk Batuliat. Gambar 12b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt2 Pedon AM3 Berbahan Induk Batuliat. 82

43 Pedon Berbahan Induk Batukapur Tanah yang berkembang dari bahan induk kapur, AM4, AM5, dan AM6, dijumpai di daerah Pasircabe, Jonggol, memiliki regim kelembaban tanah perudik dan akuik. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa mineral liat smektit dan sedikit kaolinit mendominasi susunan fraksi liat, baik pada horison Bt maupun horison pencucian (A atau Ap), Tabel 14. Gambar 13 (AM4), 14 (AM5), dan 15 (AM6) menunjukkan bahwa pada perlakuan penjenuhan dengan kation Mg 2+, puncak difraksi sinar X yang didentifikasi adalah sebesar 15,3 16 Å, yang dengan penambahan gliserol meningkat menjadi 18 Å. Puncak tersebut bergeser menjadi 12 Å setelah diperlakukan dengan penjenuhan kation K +, dan kemudian menjadi 10 Å setelah pemanasan pada 550 o C. Puncak difraksi berikutnya yang teridentifikasi adalah kaolinit (7,26 Å) yang relatif stabil terlihat pada tiga perlakuan, terkecuali pada perlakuan penambahan kation K + plus pemanasan dengan 550 o C, puncak ini menghilang. Adanya orde kedua dari kaolinit yang ditunjukkan oleh puncak 3,58 Å memperkuat adanya mineral tersebut pada horison Bt dan horison A/Ap. Selain kedua mineral utama tersebut ditemukan pula dalam jumlah sedikit mineral illit (10 Å), kuarsa (3,34 Å) dan kristobalit (4,05 Å). kaolinit yakni 3,59 Å. Selain itu, mineral kuarsa (3,34 Å) terlihat sangat jelas. 83

44 Gambar 13a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (AB) Pedon AM4 Berbahan Induk Batukapur. Gambar 13b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt2 Pedon AM4 Berbahan Induk Batukapur. 84

45 Gambar 14a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (A) Pedon AM5 Berbahan Induk Batukapur. Gambar 14b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM5 Berbahan Induk Batukapur. 85

46 Gambar 15a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM6 Berbahan Induk Batukapur. Gambar 15b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt2 Pedon AM6 Berbahan Induk Batukapur. 86

47 Pedon Berbahan Induk Volkanik-Andesitik Hasil analisis mineral liat dengan XRD pada pedon yang berkembang dari bahan induk volkanik-andesitik, AM7 dan AM8, yang berasal dari daerah Jasinga dan Ciampea disajikan pada Tabel 14. Puncak-puncak difraksi sinar X-nya disajikan pada Gambar 16 (AM7) dan 17 (AM8). Pada pedon AM7 (Gambar 16) dengan perlakuan penjenuhan dengan kation Mg 2+, mineral liat yang diidentifikasi adalah smektit dengan puncak difraksi 15,8 Å, yang meningkat menjadi 18 Å dengan penambahan gliserol. Puncak tersebut bergeser menjadi 10 Å setelah penjenuhan dengan kation K + ditambah pemanasan pada 550 o C. Puncak berikutnya yang teridentifikasi adalah 7,26 Å yang relatif stabil pada tiga perlakuan, kecuali pada perlakuan penambahan kation K + plus pemanasan 550 o C puncak tersebut hilang. Mineral liat tersebut adalah kaolinit (1:1). Keberadaan mineral ini diperkuat dengan adanya puncak difraksi ordo kedua 3,6 Å, yang jelas terlihat pada horison Bt dan horison A. Analisis XRD pada pedon AM7 dengan demikian menunjukkan bahwa fraksi liat horison Bt dan A didominasi oleh smektit dan sedikit kaolinit. Pedon AM8 (Ciampea) menunjukkan XRD yang agak berbeda. Gambar 17 menunjukkan bahwa mineral liat yang diidentifikasi adalah haloisit (7,3 Å) sebagai mineral liat dominan. Di samping itu dalam jumlah yang sangat sedikit, dijumpai mineral kuarsa (3,34 Å), gibsit (4,5Å), dan goethit (4,12 Å), baik pada horison Bt maupun horison Ap. Fraksi liat horison Bt dan Ap dengan demikian (Tabel 21), didominasi oleh mineral haloisit dengan sedikit kuarsa, gibsit, dan goethit. 87

48 Gambar 16a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (A) Pedon AM7 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Andesitik. Gambar 16b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM7 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Andesitik. 88

49 Gambar 17a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM8 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Andesitik. Gambar 17b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM8 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Andesitik. 89

50 Pedon Berbahan induk Volkanik-Dasitik Hasil analisis XRD pada mineral liat pedon AM9 dan AM10 dari Cipocok, Serang yang berkembang dari bahan volkanik-dasitik, disajikan pada Gambar 18 (AM9) dan 19 (AM10). Pada kedua Gambar tersebut terlihat bahwa, puncak-puncak difraksi XRD cenderung sama antara horison Bt dan horison A/Ap di atasnya. Pada Gambar 18 (AM9) terlihat bahwa, pada perlakuan penjenuhan dengan kation Mg 2+, puncak difraksi yang teridentifikasi adalah haloisit (7,3 Å) yang relatif stabil pada tiga perlakuan, terkecuali pada perlakuan penambahan kation K + plus pemanasan 550 o C puncak tersebut menghilang. Adanya difraksi ordo kedua dari mineral tersebut pada 3,6 Å memperkuat keberadaan mineral haloisit pada horison Bt dan horison A. Mineral lainnya dalam jumlah lebih sedikit yang teridentifikasi adalah adalah kristobalit (4,05 Å) dan kuarsa (3,34 Å). Gambar 18a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (A) Pedon AM9 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik. 90

51 Gambar 18b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM9 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik. Pada pedon AM10 (Gambar 19) menunjukkan XRD yang agak berbeda. Gambar 19 menunjukkan bahwa mineral kaolinit (7,2 Å) terdapat dalam jumlah yang dominan, baik pada horison Bt maupun horison Ap di atasnya. Dalam jumlah yang agak banyak terdapat kristobalit (4,05 Å ), dan kuarsa (3,34 Å) dalam jumlah yang sedikit. 91

52 Gambar 19a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM10 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik. Gambar 19b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt4 Pedon AM10 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik. 92

53 Berdasarkan hasil analisis mineral liat dengan XRD seperti telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan jenis-jenis mineral liat yang dominan pada horison Bt dan horison A/Ap pada semua pedon yang diteliti, seperti tertera pada Tabel 15. Tabel 15. Mineral Liat yang Dominan pada Horison Penimbunan Liat dan Horison di Atasnya pada Masing-masing Pedon Pewakil. Pedon Jenis Mineral liat yang dominan Horison eluviasi Horison iluviasi Batuliat : AM1(akuik) AM2 (perudik) AM3 (akuik) Smektit dan kaolinit Kaolinit Kaolinit Smektit dan kaolinit Kaolinit Kaolinit dan smektit Batukapur: AM4 (perudik) AM5 (perudik) AM6 (akuik) Bahan Volkanik-Andesitik : AM7 (perudik) AM8 (perudik) Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Haloisit Haloisit Bahan Volkanik-Dasitik: AM9 (ustik) AM10 (akuik) Haloisit Kaolinit Haloisit Kaolinit Horison Permukaan Horison Diagnostik Dalam Soil Survey Staff (1999) dinyatakan bahwa, horison permukaan tanah dapat diklasifikasikan sebagai epipedon okrik, apabila horison tersebut tidak memenuhi syarat untuk tujuh epipedon lainnya. Sifat morfologi utama yang mempengaruhi adalah karena horison permukaan bersifat terlalu tipis, terlalu kering, warnanya memiliki value dan kroma terlalu tinggi, dan atau kandungan C-organiknya terlalu rendah. Dari kriteria ketebalan, warna tanah, dan lain-lain maka disimpulkan horison permukaan seluruh pedon pewakil adalah okrik. 93

54 Horison Bawah Permukaan Identifikasi horison Bt pada seluruh pedon dalam penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah horison tersebut adalah horison argilik. Kriteria yang digunakan sebagai dasar identifikasi ini adalah sifat-sifat argilik seperti yang disampaikan dalam Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999). Sifat-sifat tersebut adalah sifat morfologi dan fisika (kandungan liat dan ketebalan masing-masing horison), serta sifat mikromorfologi (selaput liat). Kandungan Liat Data tekstur tanah berupa kandungan liat halus dan liat total, serta rasio liat halus terhadap liat total masing-masing horison disajikan pada Tabel 5, 6, 7, dan 8. Banyaknya liat halus yang dipindahkan oleh proses iluviasi terlihat pada data rasio liat halus terhadap liat total dan merupakan indikasi intensitas proses iluviasi liat. Rasio liat ini merupakan salah satu hal yang penting dan perlu diperhatikan dalam identifikasi horison argilik (Cremeens et al., 1986). Menurut Smith dan Wilding (1972) rasio liat halus terhadap liat total merupakan salah satu kriteria pembanding yang dapat membedakan antara horison argilik dengan horison di atasnya. Bahan Induk Batuliat. Tabel 5 (halaman 38) menyajikan peningkatan kandungan liat halus dari horison Ap ke horison Bt1 pada pedon yang berbahan induk batuliat mencapai berturut-turut 6,9% dan 15,3% untuk pedon AM1 dan AM3 yang memiliki regim kelembaban tanah akuik, dan 9,3% pada pedon AM2 yang memiliki regim kelembaban tanah perudik. Dapat dikatakan bahwa proses iluviasi pada ketiga pedon tersebut hampir sama tingkat intesitasnya, yang didukung oleh rasio liat halus terhadap liat total yang tinggi. Peningkatan kandungan liat halus yang relatif paling rendah di antara ketiga pedon pewakil dari bahan induk batuliat dijumpai pada AM1, dan tertinggi pada pedon AM3. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan regim kelembaban tanah yang ada saat ini, tidak terlihat mempengaruhi perbedaan jumlah 94

55 liat yang teriluviasi, dimana pada kondisi regim kelembaban tanah yang sama memberikan peningkatan liat yang jumlahnya berbeda. Bahan induk Batukapur. Pada Tabel 6 (halaman 42) disajikan bahwa, pedonpedon berbahan induk batukapur memiliki peningkatan kandungan liat halus dari horison cenderung hampir sama antara pedon yang memiliki regim kelembaban tanah perudik dan akuik. Pedon AM4 (perudik) memiliki peningkatan kandungan liat halus dari horison A ke horison Bt1 yang lebih tinggi, yakni 15,9% dibanding pedon AM6 (dari horison Ap ke horison Bt1) yakni 13,9%. Pedon AM5 yang memiliki regim kelembaban perudik, peningkatan kandungan liat halus dari horison A ke horison Bt1 adalah 7,0%, paling rendah di antara ketiga pedon tersebut. Sehingga sama halnya pada pedonpedon berbahan induk batuliat, regim kelembaban tanah yang berbeda tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap jumlah perpindahan liat. Bahan induk Volkanik-Andesitik. Tabel 7 (halaman 46) menunjukkan bahwa, peningkatan kandungan liat halus pada pedon yang berasal dari bahan Volkanikandesitik sangat menonjol pada pedon AM7. Hal ini sangat didukung oleh data tekstur bahwa peningkatan kandungan liat halus dari horison A ke horison Bt1 sekitar 33,3% terjadi pada pedon AM7. Tingginya kandungan liat halus pada pedon AM7 ini menunjukkan telah terjadinya pelapukan yang intensif dan ekstensif yang menghasilkan penimbunan liat yang relatif tinggi. Pada pedon AM8 yang berbahan induk bahan volkanik andesitik, peningkatan kandungan liat halus dari horison Ap ke horison Bt1 sebesar 6,1% dan tidak terlalu menonjol seperti pada pedon pewakil lainnya. Bahan induk Volkanik-Dasitik. Tabel 8 (halaman 48) menyajikan, pedon berbahan induk volkanik dasitik AM9 dan AM10 yang memiliki regim kelembaban tanah ustik dan akuik, menunjukkan bahwa penimbunan liat pada horison Bt1 relatif lebih tinggi pada AM9 yaitu 15,6% dan pada AM10 relatif sedikit yakni 8,2%. Disimpulkan bahwa bahan induk volkanik yang berbeda memberi pengaruh yang 95

56 berbeda terhadap jumlah peningkatan liat. Bahan volkanik-dasitik cenderung memiliki peningkatan liat yang lebih banyak dibanding andesitik. Secara keseluruhan bahan volkanik memiliki peningkatan liat yang relatif tinggi dibanding bahan induk batukapur, dan batuliat. Rata-rata jumlah peningkatan liat paling rendah dimiliki oleh pedon-pedon berbahan induk Batuliat. Jumlah liat total pada horison iluviasi harus lebih banyak dibanding horison eluviasi di atasnya di dalam jarak kurang dari 30 cm (Soil Survey Staff, 2003). Dengan demikian, penentuan jumlah liat total yang harus dipenuhi sebagai horison argilik pada masing-masing pedon dapat ditentukan berdasarkan jumlah liat total pada horison A/Ap atau AB. Berdasarkan jarak kurang dari 30 cm dari horison eluviasi setiap pedon pewakil, maka horison Bt1 digunakan sebagai dasar pembandingan. Berdasarkan data tekstur tanah masing-masing pedon, maka diperoleh data kandungan liat total pada horison eluviasi yang berada di antara 15% - 40%, adalah pedon AM1 dan AM10. Untuk kedua pedon ini kandungan liat total sebagai horison argilik harus minimal 1,2 kali kandungan liat total pada horison eluviasinya. Pedon yang memiliki kandungan liat di atas 40%, adalah pedon AM2, AM3, AM4, AM5, AM6, AM7, AM8, dan AM9. Pada masing-masing pedon tersebut, kandungan liat total sebagai horison argilik harus minimal 8% (absolut) lebih banyak, dari kandungan liat total pada horison eluviasinya. Data jumlah liat total pada Tabel 16 menunjukkan bahwa, kandungan liat total pada horison Bt seluruh pedon yang diteliti, melebihi batas minimal kandungan liat total sebagai horison argilik. 96

57 Tabel 16. Jumlah Liat Total pada Horison Eluviasi dan Horison Iluviasi, Serta Jumlah Minimal Liat Total Sebagai Horison Argilik. Pedon Liat Total (%) Minimal Liat Total Hor. Eluviasi Hor.Iluviasi sebagai horison (A atau Ap) (Bt1) Argilik (%) Batuliat : AM1 (akuik) AM2 (perudik) AM3 (akuik) 29,7 45,8 40,8 42,7 54,0 52,0 35,6 53,8 48,8 Batukapur: AM4 (perudik) AM5 (perudik) AM6 (akuik) 64,1 61,5 55,5 73,0 73,0 66,8 72,1 69,5 63,5 Bahan Volkanik-andesitik : AM7(perudik) AM8(perudik) 53,5 45,7 68,6 55,2 61,5 53,9 Bahan Volkanik-dasitik : AM9(ustik) AM10 (akuik) 55,9 20,2 72,4 33,8 63,9 24,2 Ketebalan Horison Iluviasi Data pada Tabel 17 terlihat bahwa, pada tanah-tanah yang berkembang dari bahan induk batuliat dengan regim kelembaban tanah akuik (AM1 dan AM3) menunjukkan kedalaman horizon iluviasi yang relatif sama, yakni pada kedalaman 10 cm dan 15 cm dari permukaan tanah. Dijumpai pula bahwa, batas bawah horison iluviasi terletak pada kedalaman lebih dari 100 cm, yakni 135 cm (AM1) dan 135 cm (AM3). Masih pada bahan induk yang sama, tetapi regim kelembaban tanah perudik, pedon AM2 memiliki letak horison iluviasi terletak lebih dalam yakni 37 cm, dari permukaan. Sedangkan batas bawahnya dijumpai pada kedalaman 130 cm atau sama dengan AM1 dan relatif lebih dangkal dibandingkan pedon AM3. Dengan demikian terlihat bahwa ketebalan horison iluviasi pada tanah berbahan induk batuliat berbeda. Pada pedon dengan regim kelembaban tanah akuik memiliki ketebalan sama, yaitu cm = 120 cm dan cm = 120 cm, 97

58 Tabel 17. Batas Atas dan Bawah, serta Ketebalan Horison Penimbunan Liat pada Masing - masing Pedon Pewakil. Pedon Pewakil Batas atas dari permukaan tanah (cm) Batas bawah dari permukaan tanah (cm) Ketebalan horison penimbunan liat (cm) Batuliat : AM1 (akuik) AM2 (perudik) AM3 (akuik) Batukapur: AM4 (perudik) AM5 (perudik) AM6 (akuik) Bahan Volkanik: AM7 (andesitik-perudik) AM8 (andesitik-perudik) AM9 (dasitik-ustik) AM10 (dasitik-akuik) sedangkan dengan pedon yang memiliki regim kelembaban tanah perudik relatif lebih dangkal yaitu cm = 93 cm. Pada tanah-tanah yang berkembang dari bahan induk batukapur, batas atas horison iluviasi ditemukan pada kedalaman lebih bervariasi. Pada pedon yang memiliki regim kelembaban tanah perudik, batas atas horison iluviasi dijumpai pada kedalaman 31 cm (AM4) dan 16 cm (AM5) dengan batas bawah pada kedalaman 130 cm (AM4) dan 122 cm (AM5). Sedangkan pedon yang memiliki regim kelembaban tanah akuik (AM6), batas atas horison iluviasi berada pada kedalaman 18 cm, dengan batas bawah pada kedalaman 136 cm dari permukaan tanah. Sehingga dapat dikatakan bahwa horison iluviasi pada ketiga pedon yang berkembang dari bahan induk batukapur ini memiliki ketebalan yang berbeda satu sama lain. Pedon AM4 (perudik) memiliki tebal cm = 113 cm, pedon AM5 (perudik) adalah cm = 106 cm, sedangkan pedon AM6 (akuik) cm = 118 cm. 98

59 Batas atas horison iluviasi pada pedon-pedon yang berbahan induk bahan volkanik dijumpai berbeda satu sama lain. Pada pedon AM7 dan AM8 yang bersifat andesitik dengan regim kelembaban tanah perudik, batas atas horison iluviasi terdapat pada kedalaman 19 cm (AM7) dan 20 cm (AM8) dari permukaan tanah. Sedangkan batas bawahnya masing-masing pada kedalaman 105 cm dan 145cm. Tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkanik-dasitik, menunjukkan letak batas atas dan batas bawah horison iluviasi pada kedalaman 22 cm dan 140 cm untuk AM9. Ketebalan horison iluviasi pada pedon ini yakni relatif agak tipis, yakni 118 cm. Dibandingkan dengan pedon AM10 yang memiliki regim kelembaban tanah akuik, batas atas horison iluviasinya dijumpai pada kedalaman 26 cm dari permukaan tanah, atau lebih dalam dari AM9. Sedangkan batas bawah horison iluviasinya terletak pada kedalaman 143 cm dari permukaan tanah, se hingga ketebalan horison iluviasi adalah 114 cm. Selaput Liat (Clay Skin) Hasil analisis irisan tipis pada beberapa horison iluviasi yang teridentifikasi memiliki selaput liat (pedon AM8 dan AM10) disajikan pada Tabel 18. Menurut salah satu kriteria horison argilik (Soil Survey Staff, 2003), bahwa pada irisan tipis, memiliki bentukan liat terorientasi, yang secara mikromorfologi, berjumlah lebih dari 1%. Identifikasi irisan tipis pada penelitian ini dilakukan pada pedon AM8 (bahan Volkanik Andesitik), dan AM10 (bahan Volkanik-Dasitik). Karakterisasi horison iluviasi pada tanah berbahan induk batuan Volkanik- Andesitik dengan regim kelembaban perudik (AM-8), menunjukkan adanya selaput liat dengan jumlah sedikit sampai sedang, orientasi tidak kontinyu (Gambar 22). Dalam Brewer (1974) dikatakan bahwa, orientasi selaput liat yang tidak kontinyu tersebut mengindikasikan perkembangan yang lemah. Selanjutnya dikatakan bahwa, liat iluviasi (argilan) yang orientasinya tidak kontinu menunjukkan laminasi yang kurang jelas. 99

60 Tabel 18. Tebal, Jumlah, dan Perkembangan Selaput Liat pada Horison Penimbunan Liat Masing- masing Pedon Pewakil AM8 dan AM10. Pedon Tebal selaput (mikron) Jumlah selaput Perkembangan (laminasi) AM8 Bt2 Bt3 Bt4 Bt sedang -banyak sedikit banyak sedikit Tidak jelas Tidak jelas Tidak jelas Tidak jelas AM10 Bt2 Bt3 Bt sedikit-sedang sedang banyak Ada/jelas Ada/sangat jelas Ada/sangat jelas Keterangan: Kt=kuning terang, Kp=kuning, Ca=Coklat keabu-abuan. Sedikit = <5%, sedang= 5-10%, banyak= >10%. PPL=Plane Polarized Light, XPL=Cross Polarized Light. Sama halnya dengan pola perkembangan argilan yang diperoleh Cremeens dan Mokma (1986) yang menunjukkan adanya penurunan tingkat orientasi dari kuat pada tanah yang berdrainase baik (perudik), sampai lemah pada tanah yang berdrainase buruk (akuik). Hal demikian tidak tercermin pada pedon AM10, sehingga dapat disimpulkan bahwa regim kelembaban tanah yang ada sekarang tidak mempengaruhi perkembangan selaput liat pada tanah tersebut. Dengan kata lain, terbentuknya horison iluviasi liat pada pedon AM10 tidak terjadi pada lingkungan regim kelembaban tanah yang ada saat ini. 100

61 Gambar 20. Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon AM3 Berbahan Induk Batuliat. Gambar 21. Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon AM5 Berbahan Induk Batukapur. 101

62 Gambar 22. Selaput Liat pada Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon AM8 Berbahan Induk Volkanik-Andesitik (PPL = atas, XPL = bawah). 102

63 Gambar 23. Selaput Liat pada Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon AM10 Berbahan Induk Volkanik-Dasitik (PPL = atas, XPL = bawah). 103

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan terdahulu dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbedaan tekstur tanah dan elevasi, tidak menyebabkan perbedaan morfologi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V HSIL DN PEMHSN 5.1 Sebaran entuk Lahan erdasarkan pengamatan di lokasi penelitian dan pengkelasan lereng berdasarkan peta kontur, bentuk lahan di lokasi penelitian sangat bervariasi. entuk lahan diklasifikasikan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa.

Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa. LAMPIRAN 113 114 115 Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa. Titik Pengamatan ke-1 (L1) No Kedalaman (cm)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4.1 Gambaran Umum Wilayah 4.1.1 Tipologi Lahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kebun percobaan Dulamayo merupakan lahan kering yang termasuk pada DAS Bulango yang sampai saat ini dikelola dan dikembangkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Lahan Reklamasi Bekas Tambang Batubara Karakterisasi Morfologi Tanah di Lapang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Lahan Reklamasi Bekas Tambang Batubara Karakterisasi Morfologi Tanah di Lapang 21 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Morfologi Lahan Reklamasi Bekas Tambang Batubara Kegiatan penambangan menyebabkan perubahan sifat morfologi tanah seperti tekstur, konsistensi, struktur, batas antar lapisan

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH III. SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat fisik dari tanah

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal

Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal LAMPIRAN 45 46 Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal No Sifat Kimia Tanah Nilai Keterangan 1 ph (H 2 O) 4,59 Masam 2 Bahan Organik C-Organik (%) 1,22 Rendah

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH Profil Tanah Irisan / penampang tegak tanah yang menampakan semua horizon sampai ke bahan induk; dalam profil tanah, bagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia ABSTRACT This study is aimed at identifyimg the characteristics

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar belakang. Horison penimbunan liat merupakan horison dengan kandungan liat

PENDAHULUAN. Latar belakang. Horison penimbunan liat merupakan horison dengan kandungan liat PENDAHULUAN Latar belakang Horison penimbunan liat merupakan horison dengan kandungan liat filosilikat yang lebih tinggi daripada bahan tanah yang terletak di atasnya. Horison ini dapat terbentuk akibat

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA Klasifikasi Tanah Indonesia KLASIFIKASI TANAH INDONESIA (Dudal dan Supraptoharjo 1957, 1961 dan Pusat Penelitian Tanah (PPT) Bogor 1982) Sistem klasifikasi tanah yang dibuat oleh Pusat Penelitian Tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Proses Geomorfik Proses geomorfik secara bersamaan peranannya berupa iklim mengubah bahan induk dibawah pengaruh topografi dalam kurun waktu tertentu menghasilkan suatu lahan

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR

PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR Profil dan Solum Tanah Profil Tanah penampang melintang (vertikal) tanah yang terdiri aas lapisan tanah (solum) dan lapisan bahan induk Solum Tanah bagian dari profil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Klasifikasi Dan Pemetaan Famili Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah di Desa Penatih Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur

Klasifikasi Dan Pemetaan Famili Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah di Desa Penatih Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur Klasifikasi Dan Pemetaan Famili Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah di Desa Penatih Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur IDA AYU SRI MAS ARY SUSANTHI I MADE MEGA *) KETUT SARDIANA Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

Deskripsi Pedon Tanah (lanjutan)

Deskripsi Pedon Tanah (lanjutan) Deskripsi Pedon KB 61 (SPT7) Seri Pucungsatu, Typic Melanudands, berabu di atas berlempung, isotermik Kode Profil : KB 61 Lokasi : 4 km Utara Desa Bulukerto Koordinat : 671496mE; 9137140 mn Klasifikasi

Lebih terperinci

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Konsistensi Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat

Lebih terperinci

PENGAMATAN MINIPIT DI LAPANG DAN KLASIFIKASI TANAH

PENGAMATAN MINIPIT DI LAPANG DAN KLASIFIKASI TANAH .1 PENDAHULUAN Dasar utama melakukan klasifikasi dan memahami tanah adalah diskripsi profil tanah yang dilakukan di lapang. Pengamatan di lapang pada dasarnya dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu; 1)

Lebih terperinci

URAIAN PENGAMATAN PROFIL TANAH LOKASI BPP SEMBAWA

URAIAN PENGAMATAN PROFIL TANAH LOKASI BPP SEMBAWA URAIAN PENGAMATAN PROFIL TANAH LOKASI BPP SEMBAWA PROFIL I : IV : M Kode Profil : MK Lereng : 3-5 % ; Upper slope (lerang atas) : Batu liat (clay stone ) : Plinthudults 0 12 O Coklat gelap (7,5 YR 4/4),

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

4.1. Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah

4.1. Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah IV. PEMBAHASAN UMUM Solok dikenal sebagai Sentra Produksi Beras. Beras yang dihasilkan Sentra Produksi, di samping mensuplai kebutuhan pangan masyarakat Sumatera Barat, juga masyarakat di luar Sumatera

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

TUJUAN PEMBELAJARAN : Survei Tanah dan Evaluasi Lahan

TUJUAN PEMBELAJARAN : Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Survei Tanah dan Evaluasi Lahan INTERPRETASI DATA SURVEI TANAH INTERPRETASI DATA TANAH TUJUAN PEMBELAJARAN : 1. Memahami tujuan, prinsip dan cara 2 Interpretasi Data Tanah 2. Mengenal dan bisa membedakan

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Bln/Thn 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Total Rataan Jan 25.9 23.3 24.0 24.4 24.7

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Profil

Lampiran 1. Deskripsi Profil Lampiran 1. Deskripsi Profil A. Profil pertama Lokasi : Desa Sinaman kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P1 Koordinat : 03 0 03 36,4 LU dan 98 0 33 24,3 BT Kemiringan : 5 % Fisiografi :

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Sifat Fisik Tanah pada Lokasi Tambang Batubara Site Binungan Sebelum Ditambang. Tekstur

Tabel Lampiran 1. Sifat Fisik Tanah pada Lokasi Tambang Batubara Site Binungan Sebelum Ditambang. Tekstur LAMPIRAN 40 41 Tabel Lampiran 1. Sifat Fisik Tanah pada Lokasi Tambang Batubara Site Binungan Sebelum Ditambang. Kedalaman (cm) Tekstur BD (g/cm ) P (cm/jam) Kode Lokasi Struktur Konsistensi C Si S Kelas

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tingkat Perkembangan Tanah. daerah tropika: 1. Tahap awal bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana

TINJAUAN PUSTAKA. Tingkat Perkembangan Tanah. daerah tropika: 1. Tahap awal bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana TINJAUAN PUSTAKA Tingkat Perkembangan Tanah Mohr dan Van Baren mengenal 5 tahap dalam perkembangan tanah di daerah tropika: 1. Tahap awal bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana pengikisan telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam yang terbentuk dari bahan bahan induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

Lebih terperinci

BEBERAPA SEAT FISIK. TANAH LATOSOL (Oxic Dys YANG DIS M. ANIS AZIZI JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1995.

BEBERAPA SEAT FISIK. TANAH LATOSOL (Oxic Dys YANG DIS M. ANIS AZIZI JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1995. BEBERAPA SEAT FISIK TANAH LATOSOL (Oxic Dys YANG DIS G oleh M. ANIS AZIZI JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1995 RINGKASAN M. ANIS AZIZI. Beberapa Sifat Fisik dan Kimia Tanah Latosol

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Lahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Lahan Kering HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Lahan Kering Iklim merupakan salah satu faktor pembentuk tanah yang penting dan secara langsung mempengaruhi proses pelapukan bahan induk dan

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian evaluasi kesesuaian lahan ini dilakukan di lahan pasir pantai Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY

Lebih terperinci

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara IV. HASIL 4.. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Data fisikokimia tanah awal percobaan disajikan pada Tabel 2. Andisol Lembang termasuk tanah yang tergolong agak masam yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. lahan pasir pantai Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen dengan daerah studi

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. lahan pasir pantai Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen dengan daerah studi IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember sampai bulan April di lahan pasir pantai Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen dengan daerah studi terdiri

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet 57 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet Sektor pekebunan dan pertanian menjadi salah satu pilihan mata pencarian masyarakat yang bermukim

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Lahan sawah adalah lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau sebagian dari masa pertumbuhan padi.

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara pedologi, tanah didefinisikan sebagai bahan mineral ataupun organik di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara pedologi, tanah didefinisikan sebagai bahan mineral ataupun organik di 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah dan Faktor yang Mempengaruhinya. Secara pedologi, tanah didefinisikan sebagai bahan mineral ataupun organik di permukaan bumi yang telah dan akan mengalami perubahan yang

Lebih terperinci

II. PEMBENTUKAN TANAH

II. PEMBENTUKAN TANAH Company LOGO II. PEMBENTUKAN TANAH Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Isi A. Konsep pembentukan tanah B. Faktor pembentuk tanah C. Proses pembentukan tanah D. Perkembangan lapisan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data hasil analisis laboratorium parameter kalium tukar dari tiap titik sampel. Kontrol I II III

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data hasil analisis laboratorium parameter kalium tukar dari tiap titik sampel. Kontrol I II III LAMPIRAN Lampiran 1. Data hasil analisis laboratorium parameter kalium tukar dari tiap titik sampel Kontrol 0-20 0.12 0.25 0.94 20-40 0.34 0.41 0.57 40-60 0.39 0.45 0.50 60-80 0.28 0.39 0.57 80-100 0.23

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

Klasifikasi Inceptisol Pada Ketinggian Tempat yang Berbeda di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Hasundutan

Klasifikasi Inceptisol Pada Ketinggian Tempat yang Berbeda di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Hasundutan Klasifikasi Inceptisol Pada Ketinggian Tempat yang Berbeda di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Hasundutan Inceptisol Soil Classification OnThe Various Elevationat Sub-District of Lintong Ni Huta, Regency

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Vermikompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Vermikompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vermikompos Vermikompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang melibatkan cacing tanah dalam proses penguraian atau dekomposisi bahan organiknya. Walaupun sebagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi No Tahun Bulan Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 1987 206 220 368 352 218 17 34 4 62 107 200 210 1998 2 1989 183 198 205 301 150

Lebih terperinci

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme : TANAH Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah Hubungan tanah dan organisme : Bagian atas lapisan kerak bumi yang mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

Y = mu. Posisi lereng : Lereng atas Bentuk lereng : Cembung Elevasi : 97mdpl Bahan lnduk : Napal. Horizon Kedalaman Keterangan (cm)

Y = mu. Posisi lereng : Lereng atas Bentuk lereng : Cembung Elevasi : 97mdpl Bahan lnduk : Napal. Horizon Kedalaman Keterangan (cm) LAM PIRAN Lampiran 1. Deskripsi profil pada tiap titik pengarnatan a. Area yang tidak terbakar pada lereng -8 % Lokasi : DesaTomo Koordinat : X=18591 mt Y = 925635 mu Posisi lereng : Lereng atas Bentuk

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT TANAH PARANITA ASNUR

SIFAT-SIFAT TANAH PARANITA ASNUR SIFAT-SIFAT TANAH PARANITA ASNUR SIFAT FISIKA TANAH Batas- Batas Horison Batas horison satu dengan lainnya dapat terlihat jelas/baur Pengamatan taah di lapangan ketajaman peralihan horisonhorison dibedakan

Lebih terperinci

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Rajiman A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan memiliki tujuan utama untuk produksi biomassa. Pemanfaatan lahan yang tidak bijaksana sering menimbulkan kerusakan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Metode Penelitian. diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Metode Penelitian. diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah dan Laboraturium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian 14 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Tanah Deskripsi profil dan hasil analisis tekstur tiap kedalaman horison disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2017 sampai Maret 2017 di Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Laboratorium

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah sebagai media tumbuh tanaman Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair, dan gas yang mempunyai sifat dan perilaku yang dinamik.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sifat-sifat Morfologi Masing-masing Profil Tanah

Lampiran 1. Sifat-sifat Morfologi Masing-masing Profil Tanah LAMPIRAN Lampiran 1. Sifat-sifat Morfologi Masing-masing Profil Tanah PROFIL 1 LOKASI : Surya Panel 7 Umur 0 Tahun (lereng atas) KOORDINAT : 00º 33 26.2 LU 117º 29 28.2 BT Uraian deskripsi profil No. Lapang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC.

TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC. 3 TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC. Tanaman M. bracteata merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang pertama kali ditemukan di areal hutan Negara bagian Tripura, India Utara, dan telah ditanam

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 PEMBENTUKAN TANAH 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH PADA LAHAN KERING DAN LAHAN YANG DISAWAHKAN DI KECAMATAN PERAK KABUPATEN JOMBANG

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH PADA LAHAN KERING DAN LAHAN YANG DISAWAHKAN DI KECAMATAN PERAK KABUPATEN JOMBANG 79 KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH PADA LAHAN KERING DAN LAHAN YANG DISAWAHKAN DI KECAMATAN PERAK KABUPATEN JOMBANG Ayyu Rahayu, Sri Rahayu Utami *, Mochtar Luthfi Rayes Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM SIFAT SIFAT FISIK TANAH KELAS A PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI. OLEH I Wayan Narka

PENUNTUN PRAKTIKUM SIFAT SIFAT FISIK TANAH KELAS A PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI. OLEH I Wayan Narka 0 PENUNTUN PRAKTIKUM SIFAT SIFAT FISIK TANAH KELAS A PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI OLEH I Wayan Narka FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 1 I. PENDAHULUAN Tanah merupakan akumulasi tubuh

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik) 2. Batuan

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah Tektur Tanah = %pasir, debu & liat dalam tanah Tektur tanah adalah sifat fisika tanah yang sangat penting

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi pustaka dari hasil-hasil survei dan pemetaan tanah LREPP II yang tersedia di arsip data base Balai Besar Litbang Sumberdaya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Februari hingga Mei 2017 di Kecamatan Playen yang terletak di Kabupaten Gunungkidul serta Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi penelitian adalah di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan, kabupaten ini ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No.2 Tahun 2003 Tentang Pembentukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah DASAR ILMU TA AH Bab 5: Sifat Kimia Tanah ph tanah Pertukaran Ion Kejenuhan Basa Sifat Kimia Tanah Hampir semua sifat kimia tanah terkait dengan koloid tanah Koloid Tanah Partikel mineral atau organik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Tanah Sawah di Pulau Jawa Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah sawah di Pulau Jawa disajikan pada Tabel 3. Status sifat kimia tanah yang diteliti

Lebih terperinci

Klasifikasi Tanah USDA Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Bayu Prasetiyo B-01

Klasifikasi Tanah USDA Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Bayu Prasetiyo B-01 Klasifikasi Tanah USDA 1975 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang Bayu Prasetiyo 125 080 500 111 045 B-01 Klasifikasi Tanah USDA 1975 Dr. Ir. Abdul Madjid, MS Salah satu sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN. Tabel 3.1. Ciri-ciri Horison Generik pada klasifikasi tanah. Nilai Indikator Horison O A E B. Indikator

BAB III PERANCANGAN. Tabel 3.1. Ciri-ciri Horison Generik pada klasifikasi tanah. Nilai Indikator Horison O A E B. Indikator BAB III PERANCANGAN Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai perancangan sistem untuk menentukan jenis klasifikasi tanah tanah yang terdiri dari perancangan sistem untuk menentukan Horison Generiknya,

Lebih terperinci

1. Mahasiswa Jurusan Agroteknolog, FAPERTA. UNG 1 2. Dosen Pengajar Jurusan Agroteknologi FAPERTA. UNG

1. Mahasiswa Jurusan Agroteknolog, FAPERTA. UNG 1 2. Dosen Pengajar Jurusan Agroteknologi FAPERTA. UNG 1. Mahasiswa Jurusan Agroteknolog, FAPERTA. UNG 1 KARAKTERISTIK DAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN DI KAWASAN PERTAMBANGAN PT GORONTALO SEJAHTERA MINING DESA HULAWA KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO Abdul Karim

Lebih terperinci

DISTRIBUSI SPASIAL DAN KLASIFIKASI KAPABILITAS KESUBURAN TANAH DI KAWASAN KEBUN INDUK POLOHUNGO KABUPATEN BOALEMO

DISTRIBUSI SPASIAL DAN KLASIFIKASI KAPABILITAS KESUBURAN TANAH DI KAWASAN KEBUN INDUK POLOHUNGO KABUPATEN BOALEMO DISTRIBUSI SPASIAL DAN KLASIFIKASI KAPABILITAS KESUBURAN TANAH DI KAWASAN KEBUN INDUK POLOHUNGO KABUPATEN BOALEMO Nur Afni Abdul Hamid 1, Zulzain Ilahude 2, Nurdin 3 1 Mahasiswa Program Studi Agroteknologi

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol

Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol LAMPIRAN Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol Fisiografi : Volkan Bahan Induk : Abu / Pasir volkan intermedier sampai basis Tinggi dpl : 1301 m Kemiringan

Lebih terperinci

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH Komponen kimia tanah berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Bahan aktif dari tanah yang berperan dalam menjerap

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH PADA LAHAN KERING DAN LAHAN YANG DISAWAHKAN DI KECAMATAN PERAK KABUPATEN JOMBANG

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH PADA LAHAN KERING DAN LAHAN YANG DISAWAHKAN DI KECAMATAN PERAK KABUPATEN JOMBANG Jurnal Tanah dan Sumberdaya ahan Vol 1 No 2: 7787, 2014 77 KARAKTERISTIK DAN KASIFIKASI TANAH PADA AHAN KERIN DAN AHAN YAN DISAWAHKAN DI KECAMAN PERAK KABUPEN JOMBAN Ayyu Rahayu 1), Sri Rahayu Utami 2)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang baik sekali terhadap kondisi lingkungan hidup dan perlakuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci