BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui pendekatan edukatif. Pendekatan edukatif diartikan sebagai rangkaian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui pendekatan edukatif. Pendekatan edukatif diartikan sebagai rangkaian"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluhan Penyuluhan merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang dilakukan melalui pendekatan edukatif. Pendekatan edukatif diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematik, terencana, dan terarah dengan peran serta aktif individu, kelompok, atau masyarakat untuk memecahkan masalah dengan memperhitungkan faktor sosial, ekonomi, dan budaya setempat. Selanjutnya, penyuluhan gizi dapat diartikan sebagai suatu pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam peningkatan derajat kesehatan dan mempertahankan gizi baik (Suhardjo, 2003). Berbicara tentang penyuluhan tidak terlepas dari bagaimana agar sasaran penyuluhan dapat mengerti, memahami, tertarik, dan mengikuti apa yang kita suluhkan dengan baik, benar, dan atas kesadarannya sendiri berusaha untuk menerapkan ide-ide baru dalam kehidupannya. Oleh karena itu penyuluhan membutuhkan suatu perencanaan yang matang, terarah, dan berkesinambungan. Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku tidak mudah. Titik berat penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku adalah penyuluhan yang berkelanjutan. Dalam proses perubahan perilaku dituntut agar sasaran berubah tidak semata-mata karena penambahan pengetahuan saja namun, diharapkan juga adanya perubahan pada keterampilan sekaligus sikap mantap yang menjurus kepada tindakan atau kerja yang lebih baik, produktif, dan menguntungkan (Lucie, 2005).

2 Metode Penyuluhan Menurut Van Deb Ban dan Hawkins yang dikutip oleh Lucie (2005), metode yang dipilih oleh seorang agen penyuluhan sangat tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin dicapai, penggolongan metode penyuluhan ada 3 (tiga) yaitu: 1. Metode berdasarkan pendekatan perorangan Pada metode ini, penyuluh berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan sasaran secara perorangan. Metode ini sangat efektif karena sasaran dapat langsung memecahkan masalahnya dengan bimbingan khusus dari penyuluh. Kelemahan metode ini adalah dari segi sasaran yang ingin dicapai kurang efektif, karena terbatasnya jangkauan penyuluh untuk mengunjungi dan membimbing sasaran secara individu, selain itu juga membutuhkan banyak tenaga penyuluh dan membutuhkan waktu yang lama. 2. Metode berdasarkan pendekatan kelompok Penyuluh berhubungan dengan sasaran secara kelompok. Metode ini cukup efektif karena sasaran dibimbing dan diarahkan untuk melakukan kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerja sama. Salah satu cara efektif dalam metode pendekatan kelompok adalah dengan metode ceramah. Dalam pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat diambil seperti transfer informasi, tukar pendapat, umpan balik, dan interaksi kelompok yang memberi kesempatan bertukar pengalaman. Namun pada metode ini terdapat kesulitan dalam mengkoordinir sasaran karena faktor geografis dan aktifitas.

3 3. Metode berdasarkan pendekatan massa Metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah yang banyak. Ditinjau dari segi penyampaian informasi, metode ini cukup baik, tapi terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran dan keingintahuan saja. Metode pendekatan massa dapat mempercepat proses perubahan tapi, jarang bisa mewujudkan perubahan perilaku. Penelitian yang dilakukan oleh Pulungan (2007) mengenai pengaruh metode penyuluhan terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap dokter kecil dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) di Kecamatan Helvetia menyimpulkan bahwa metode ceramah dengan leaflet maupun ceramah dengan film berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap dokter kecil. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhamayanti, dkk (2005) tentang promosi kesehatan jiwa melalui metode ceramah dengan role-play pada keluarga penderita skizofrenia dan tokoh masyarakat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta terbukti bahwa promosi kesehatan dengan metode ceramah berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan. Berdasarkan uraian diatas, untuk melakukan penyuluhan keamanan makanan jajanan peneliti memilih metode pendekatan kelompok dengan cara ceramah. Melalui peran aktif sasaran penyuluhan dengan memberikan umpan balik terhadap penyuluh serta adanya saling tukar informasi dan pengalaman antar sesama peserta penyuluhan diharapkan terjadi proses perubahan perilaku kearah yang sesuai dengan pesan-pesan kesehatan yang disampaikan.

4 Media Penyuluhan Menurut Notoatmodjo (2005), penyuluhan tidak dapat lepas dari media karena melalui media pesan disampaikan dengan mudah untuk dipahami. Media dapat menghindari kesalahan persepsi, memperjelas informasi, dan mempermudah pengertian. Media promosi kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu promosi kesehatan. Dengan demikian, sasaran dapat mempelajari pesan-pesan kesehatan dan mampu memutuskan mengadopsi perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan. Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan, media dibagi menjadi 3 (tiga) (Notoatmodjo, 2003) yakni: 1. Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan yaitu: a. Flip chart (lembar balik) ialah media penyampaian pesan kesehatan dalam bentuk lembar balik, dimana tiap lembar berisi gambar peragaan dan dibaliknya berisi informasi yang berkaitan dengan gambar tersebut. b. Booklet ialah pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar. c. Poster ialah lembaran kertas dengan kata-kata dan gambar atau simbol untuk menyampaikan pesan/ informasi kesehatan. d. Leaflet ialah penyampaian informasi kesehatan dalam bentuk kalimat, gambar ataupun kombinasi melalui lembaran yang dilipat. e. Flyer (selebaran) seperti leaflet tapi tidak dalam bentuk lipatan. f. Rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah mengenai bahasan suatu masalah kesehatan. g. Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.

5 2. Media elektronik sebagai saluran untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan memiliki jenis yang berbeda, antara lain: a. Televisi: penyampaian informasi kesehatan dapat dalam bentuk sandiwara, diskusi, kuis, cerdas cermat seputar masalah kesehatan. b. Radio: penyampaian pesan-pesan kesehatan dalam bentuk tanya jawab, sandiwara radio, ceramah tentang kesehatan. c. Video: penyampaian informasi kesehatan dengan pemutaran video yang berhubungan dengan kesehatan. d. Slide dan Film strip 3. Media papan (Bill Board) yang dipasang di tempat umum dapat diisi dengan pesan kesehatan. Media papan disini juga mencakup pesan kesehatan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan-kendaraan umum. Berbagai penelitian telah dilakukan dengan menggunakan media untuk mengubah perilaku, hasilnya media mampu mempengaruhi sasarannya. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2008) tentang pengaruh poster terhadap perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI pada Baduta menyimpulkan bahwa pemasangan poster di posyandu mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Rapiasih, dkk (2009) tentang pelatihan hygiene sanitasi dan poster berpengaruh terhadap pengetahuan, perilaku penjamah makanan, dan kelayakan hygiene sanitasi di instalasi gizi RSUP Sanglah Denpasar. Hasil penelitian membuktikan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan, perilaku penjamah makanan dan kelayakan hygiene sanitasi setelah dilakukan pelatihan (diskusi dan demonstrasi) dengan media poster.

6 Menurut Notoatmodjo (2003), kelebihan poster dari media yang lainnya adalah tahan lama, mencakup banyak orang, biaya tidak tinggi, tidak perlu listrik, dapat dibawa kemana-mana, dapat mengungkit rasa keindahan, dan mempermudah pemahaman. Selain itu poster juga mampu menyampaikan kesan-kesan tertentu serta mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku orang yang melihatnya. Berdasarkan uraian di atas, peneliti memilih poster untuk digunakan sebagai media dalam melakukan penyuluhan dengan tujuan sasaran mau dan mampu mengubah perilaku sesuai dengan pesan-pesan kesehatan yang disampaikan Proses Adopsi dalam Penyuluhan Menurut Wiriaatmaja yang dikutip oleh Lucie (2005), indikasi yang dapat dilihat pada diri seseorang pada setiap tahapan adopsi dalam penyuluhan adalah: 1. Tahap sadar (awareness), pada tahap ini seseorang sudah mengetahui sesuatu yang baru karena hasil dari berkomunikasi dengan pihak lain. 2. Tahap minat (interest), pada tahap ini seseorang mulai ingin mengetahui halhal baru yang sudah diketahuinya dengan jalan mencari keterangan atau informasi yang lebih terperinci. 3. Tahap menilai (evaluation), pada tahap ini seseorang mulai menilai atau mempertimbangkan serta menghubungkan dengan keadaan atau kemampuan diri, misalnya kesanggupan baik dari segi sosial maupun ekonomi. 4. Tahap mencoba (trial), pada tahap ini seseorang mulai menerapkan dalam skala kecil sebagai upaya mencoba apakah dapat dilanjutkan. 5. Tahap penerapan atau adopsi (adoption), pada tahap ini seseorang sudah yakin akan hal baru dan mulai melaksanakan dalam skala besar.

7 Faktor yang Mempengaruhi Penyuluhan Penyuluhan merupakan proses perubahan perilaku melalui suatu kegiatan pendidikan nonformal. Oleh karena itu selalu saja ada berbagai kendala dalam pelaksanaannya di lapangan. Secara umum ada beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan keadaan yang disebabkan oleh penyuluhan, diantaranya sebagai berikut: 1. Keadaan pribadi sasaran Beberapa hal yang perlu diamati pada diri sasaran adalah ada tidaknya motivasi pribadi sasaran dalam melakukan suatu perubahan, adanya ketakutan atau trauma dimasa lampau yang berupa ketidakpercayaan pada pihak lain karena pengalaman ketidakberhasilan atau kegagalan, kekurangsiapan dalam melakukan perubahan karena keterbatasan pengetahuan, keterampilan, dana, sarana dan pengalaman serta adanya perasaan puas dengan kondisi yang dirasakan sekarang. 2. Keadaan lingkungan fisik Lingkungan fisik yang dimaksud adalah lingkungan yang berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung dalam keberhasilan penyuluhan. 3. Keadaan sosial dan budaya masyarakat Kondisi sosial budaya dimasyarakat akan mempengaruhi efektifitas penyuluhan karena kondisi sosial budaya merupakan suatu pola perilaku yang dipelajari, dipegang teguh oleh setiap warga masyarakat dan diteruskan secara turun menurun, dan akan sangat sulit merubah perilaku masyarakat jika sudah berbenturan dengan keadaan sosial budaya masyarakat.

8 4. Akifitas kelembagaan yang tersedia dan menunjang penyuluhan Peran serta lembaga terkait dalam proses penyuluhan akan menentukan efektifitas penyuluhan. Dalam hal ini lembaga berfungsi sebagai pembuat keputusan yang akan ditetapkan sehingga harus dilaksanakan oleh masyarakat (Notoatmodjo, 2003) Promosi Kesehatan di Sekolah Promosi kesehatan di sekolah adalah upaya meningkatkan kemampuan peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar mandiri dalam mencegah penyakit, memelihara kesehatan, menciptakan dan memelihara lingkungan sehat, terciptanya kebijakan sekolah sehat serta berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan masyarakat sekitarnya (Depkes RI, 2007). Promosi kesehatan merupakan kegiatan yang penting dalam proses pemberdayaan masyarakat sekolah. Oleh karena itu, promosi kesehatan diarahkan untuk mempercepat pencapaian sekolah sehat. Dalam upaya mengimplementasikan hal tersebut maka dikembangkanlah Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). UKS merupakan kegiatan promosi kesehatan yang dilaksanakan di sekolah yang melibatkan semua pihak di sekolah berkaitan dengan masalah kesehatan, menciptakan lingkungan yang sehat, memberikan pendidikan kesehatan bagi peserta didik, dan memberikan akses pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif pada peserta didik.

9 Komponen Promosi Kesehatan di Sekolah Komponen-komponen promosi kesehatan di sekolah menurut WHO dalam Notoatmodjo (2005), dijelaskan sebagai berikut: 1. Penerapan kebijakan kesehatan. Kepala sekolah dan guru berunding dalam membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan masalah kesehatan. 2. Tersedianya sarana dan prasarana pencegahan dan pengobatan sederhana di sekolah. Misalnya dengan membangun klinik atau penyediaan peralatan P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan). 3. Tersedianya lingkungan yang sehat. Misalnya ventilasi yang cukup di setiap ruang kelas, tersedianya air bersih dan tempat sampah, dan sebagainya. 4. Adanya program penyuluhan kesehatan. 5. Partisipasi orang tua murid dan masyarakat Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya perhatian terhadap hal ini, telah sering mengakibatkan terjadinya dampak berupa penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari keracunan makanan akibat tidak higienisnya proses penyimpanan dan penyajian sampai risiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan (food additive) yang berbahaya. Keamanan pangan merupakan masalah kompleks sebagai hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologik, toksisitas kimia, dan status gizi. Hal ini saling berkaitan, dimana pangan yang tidak aman akan mempengaruhi kesehatan manusia yang pada akhirnya menimbulkan masalah terhadap status gizi (Khomsan, 2003).

10 Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain tanpa membedakan apakah zat itu secara alami terdapat dalam bahan makanan atau tercampur secara sengaja atau tidak sengaja kedalam bahan makanan atau makanan jadi yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan, dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat (Khomsan, 2003) Bahan Tambahan Pangan (BTP) Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 menyatakan bahwa bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan, untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut Jenis Bahan Tambahan Pangan (BTP) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988, BTP digolongkan ke dalam 11 (sebelas) jenis antara lain sebagai berikut:

11 1. Antioksidan dan antioksidan sinergis Digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi. Contoh: asam askorbat dan garamnya untuk produk daging, ikan, dan buah-buahan kaleng. 2. Antikempal Untuk mencegah atau mengurangi kecepatan pengempalan atau menggumpalnya makanan yang mempunyai sifat higroskopis, yang biasa ditambah antikempal misalnya susu, krim, dan kaldu bubuk. 3. Pengatur keasaman Dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan. Contoh: Asam laktat dan malat yang digunakan pada jeli. 4. Pemanis buatan Menyebabkan rasa manis pada makanan yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Contoh: Aspartam, Siklamat, dan Sakarin. 5. Pemutih dan pematang tepung Mempercepat proses pemutihan dan atau pematangan tepung hingga dapat memperbaiki mutu penanganan. 6. Pengemulsi, pemantap dan pengental Membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan yang biasanya mengandung air atau minyak. Contoh: gelatin pemantap dan pengental untuk sediaan keju. 7. Pengawet Mencegah fermentasi dan pengasaman/ penguraian oleh mikroorganisme. Contoh: asam benzoat dan garamnya untuk produk buah, kecap, dan keju.

12 8. Pengeras Memperkeras atau mencegah lunaknya makanan. Contoh: Al sulfat, Al Na sulfat untuk pengeras acar ketimun dalam botol. 9. Pewarna Memperbaiki atau memberi warna. Contoh: green S warna hijau, kurkumin warna kuning, dan karamel warna coklat. 10. Penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa Dapat memberikan, mempertegas rasa dan aroma. Contoh: Asam guanilat, Asam inosinat, dan monosodium glutamate (MSG) pada produk daging. 11. Sekuestran Mencegah terjadinya oksidasi penyebab perubahan warna dan aroma, biasa ditambahkan pada daging dan ikan. Contoh: asam folat dan garamnya. Produsen makanan dianggap melanggar peraturan jika menggunakan BTP yang dilarang atau melebihi takaran maksimum yang diizinkan. BTP yang dilarang tetapi sering digunakan oleh produsen makanan, antara lain (Permata, 2010): 1. Boraks: sebagai pengenyal pada bakso dan lontong. 2. Formalin: sebagai pengawet pada tahu dan mi basah. 3. Rhodamin B: sebagai pewarna merah. 4. Methanil Yellow: sebagai pewarna kuning. 5. Pemanis buatan (Siklamat dan Sakarin): sering digunakan pada minuman ringan dan makanan jajanan yang ditujukan bukan untuk pangan khusus bagi penderita diabetes melainkan dengan maksud dijual murah tapi rasanya manis.

13 Tujuan Penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) Menurut Khomsan (2003), tujuan penambahan bahan tambahan pangan yaitu: 1. Meningkatkan nilai gizi makanan. 2. Memperbaiki nilai estetika dan sensori makanan. 3. Memperpanjang umur simpan makanan. Pada umumnya BTP yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila: 1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan. 2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan. 3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan. 4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan makanan Makanan Jajanan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/ restoran, dan hotel. Sedangkan menurut Kus dan Kusno (2007) makanan jajanan adalah makanan yang banyak ditemukan di pinggir jalan yang dijajakan dalam berbagai bentuk, warna, rasa serta ukuran sehingga menarik minat dan perhatian orang untuk membelinya.

14 Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima (street food) menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut Jenis Makanan Jajanan Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 2004 yang dikutip oleh Tampubolon (2009), jenis makanan jajanan digolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu: 1. Makanan jajanan yang berbentuk panganan, misalnya kue-kue kecil, pisang goreng, kue bugis dan sebagainya. 2. Makanan jajanan yang diporsikan (menu utama), seperti mi bakso, nasi goreng, mi goreng, mi rebus, pecal, dan sebagainya. 3. Makanan jajanan yang berbentuk minuman, seperti es krim, es campur, jus buah, dan sebagainya Pengaruh Positif dan Negatif Makanan Jajanan Menurut Kus dan Kusno (2007) pada umumnya anak-anak lebih menyukai jajanan di warung maupun kantin sekolah daripada makanan yang telah tersedia di rumah. Kebiasaan jajan di sekolah sangat bermanfaat jika makanan yang dibeli itu sudah memenuhi syarat kesehatan sehingga dapat melengkapi kebutuhan gizi anak. Disamping itu juga untuk mengisi kekosongan lambung, karena setiap 3-4 jam sesudah makan lambung mulai kosong. Akhirnya apabila tidak beli jajan, anak tidak dapat memusatkan kembali pikirannya pada pelajaran yang diberikan guru. Jajan juga dapat dipergunakan untuk mendidik anak dalam memilih makanan jajanan 4 (empat) sehat 5 (lima) sempurna (Yusuf, dkk, 2008).

15 Melalui makanan jajanan anak bisa mengenal berbagai makanan yang ada sehingga membantu anak untuk membentuk selera makan yang beragam, sehingga saat dewasa anak dapat menikmati aneka ragam makanan. Manfaat atau keuntungan dari kebiasaan jajan anak yakni (Khomsan, 2003): 1. Memenuhi kebutuhan energi. 2. Mengenalkan diversifikasi (keanekaragaman) jenis makanan. 3. Meningkatkan gengsi dengan teman-teman. Selain memberikan dampak positif, kebiasaan jajan juga dapat berdampak negatif. Makanan jajanan berisiko terhadap kesehatan karena penanganganannya sering tidak baik yang memungkinkan makanan jajanan terkontaminasi mikroba beracun dan menggunakan BTP yang tidak diizinkan (Mudjajanto, 2006). Menurut Kus dan Kusno (2007) terlalu sering dan menjadikan konsumsi makanan jajanan menjadi kebiasaan akan berakibat negatif, antara lain: 1. Nafsu makan menurun. 2. Makanan yang tidak higienis akan menimbulkan berbagai penyakit. 3. Salah satu penyebab terjadinya obesitas pada anak. 4. Kurang gizi sebab kandungan gizi pada jajanan tidak terjamin. 5. Pemborosan. Makanan jajanan mengandung banyak risiko. Debu, asap kendaraan bermotor, dan lalat yang hinggap pada makanan yang tidak ditutup serta peralatan makan seperti sendok, garpu, gelas, dan piring yang tidak dapat dicuci dengan bersih karena persediaan air terbatas dapat menyebabkan penyakit pada sistem pencernaan seperti disentri, tifus ataupun penyakit perut lainnya.

16 2.6. Masalah Gizi pada Anak Sekolah Menurut Haryanto (2002), masalah-masalah gizi yang umum terjadi pada anak sekolah adalah: 1. Anemia gizi Anemia gizi karena kurang zat gizi besi adalah masalah yang sering ditemukan pada anak sekolah dan remaja. Agar zat besi yang diabsorbsi lebih banyak tersedia untuk tubuh, maka diperlukan bahan makanan yang berkualitas tinggi. Daging, hati, ikan, dan ayam merupakan makanan yang mengandung zat besi yang berkualitas tinggi, artinya mudah dicerna. Zat besi juga dapat diperoleh dari pangan nabati seperti kacang kedelai, serelia, sayursayuran, dan buah-buahan tapi tidak mudah diabsorbsi oleh pencernaan. Makan bahan makanan yang mengandung vitamin C mempermudah penyerapan zat besi. Jadi, menu makanan di rumah yang terdiri dari lauk, sayur-sayuran, dan buah-buahan yang mengandung zat besi sangat bermanfaat mencegah anemia gizi besi. 2. Karies gigi Perilaku makan yang tidak sehat disertai kebersihan mulut yang buruk menyebabkan perusakan gigi dan gusi. Mulut yang tidak bersih menyebabkan penyakit gusi dan penanggalan gigi premature diusia dewasa. Kondisi ini tidak hanya menyebabkan gangguan kesehatan, tetapi juga penampilan. Pendidikan tentang kebersihan mulut, penggunaan fluoride dalam air minum dan pasta gigi, penggunaan pemanis alternatif, dan perbaikan kesehatan mulut sangat penting dalam penurunan kasus tersebut.

17 3. Kurang gizi Kurang gizi pada anak sekolah disebabkan pada usia sekolah biasanya anak sudah mulai dapat memilih makanan yang disukainya. Mempunyai kebiasaan makan makanan jajanan yang tidak bergizi, gemar bermain sehingga melupakan waktu makan, dan mempunyai kebiasaan tidak sarapan jika berlangsung lama dapat menyebabkan kekurangan gizi. 4. Obesitas Cadangan lemak dalam jumlah yang cukup sangat diperlukan dalam tubuh tapi, sebagian anak sekolah ada yang makannya melebihi kebutuhannya sehingga menyebabkan kegemukan. Badan gemuk berpengaruh kurang baik terhadap imajinasi diri, perkembangan psikis, dan sosial sehingga berakibat depresi yang akhirnya memacu makan lebih banyak lagi. Selain itu, badan gemuk juga mempunyai kecenderungan untuk menderita penyakit jantung, ginjal, diabetes, hipertensi serta berakibat timbulnya penyakit-penyakit lain Perilaku Gizi Anak Sekolah Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku adalah tindakan atau aktifitas dari manusia baik yang dapat langsung diamati maupun tidak diamati. Dengan kata lain perilaku merupakan respon atau reaksi seorang individu terhadap stimulasi yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Bloom dalam Notoatmodjo (2003) membaginya menjadi ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain). Dalam perkembangan selanjutnya, ketiga domain ini diukur dari:

18 1. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge). 2. Sikap peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude). 3. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice). Jadi, yang dimaksud dengan perilaku gizi anak sekolah adalah cara anak sekolah berpikir, berpengetahuan, dan berpandangan tentang makanan yang dinyatakan dalam bentuk tindakan makan dan memilih makanan (Haryanto, 2002) Pengetahuan Gizi Anak Sekolah Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk tindakan seseorang karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lama daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan. Jadi, sebelum seseorang berperilaku baru, dia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan gizi sangat diperlukan dalam upaya pemilihan makanan yang akan dikonsumsi, dengan tujuan agar makanan tersebut memberikan gizi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh. Pengetahuan gizi sebaiknya telah ditanamkan sedini mungkin. Anak yang didasari dengan pengetahuan gizi yang baik akan memperhatikan keadaan gizi setiap makanan yang dikonsumsinya. Rendahnya pengetahuan gizi anak sekolah menyebabkan keterbatasan dalam menangani masalah gizi dan kesehatan sekalipun di daerah tempat tinggalnya banyak tersedia bahan makanan dan pelayanan kesehatan yang memadai yang dapat menyampaikan informasi tentang bagaimana mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi.

19 Sikap Gizi Anak Sekolah Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap hanyalah kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek dengan suatu cara. Jadi, sikap adalah pandangan, pendapat, tanggapan ataupun penilaian dan juga perasaan seseorang terhadap stimulus atau objek yang disertai dengan kecenderungan untuk bertindak (Notoatmodjo, 2003). Sikap gizi anak sekolah adalah penilaian atau pendapat anak sekolah terhadap cara-cara memelihara dan berperilaku hidup sehat. Dengan kata lain, pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olah raga, relaksasi (istirahat), dan sebagainya bagi kesehatan. Sikap anak sekolah terhadap makanan sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat (Haryanto, 2002). Kesenangan seseorang akan makan didasarkan pada dasar psikologi dan budaya yang berbeda-beda. Unsur-unsur budaya mampu mempengaruhi kebiasaaan makan yang kadang-kadang dapat bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. Sikap membuat seseorang setuju (mendekat) atau tidak setuju (menjauhi suatu hal). Tetapi ada kalanya sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan yang tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini menurut Notoatmodjo (2003), disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain: 1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. 2. Sikap diikuti ataupun tidak diikuti tindakan mengacu pada pengalaman orang lain. 3. Sikap diikuti oleh tindakan nyata.

20 Tindakan Gizi Anak Sekolah Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan dia akan melaksanakan apa yang diketahui atau disikapinya. Inilah yang disebut tindakan kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Tindakan anak sekolah terhadap makanan tercermin dari kebiasaan makannya. Menurut Suhardjo (2003), kebiasaan makan adalah cara individu memilih dan mengonsumsi pangan sebagai reaksi terhadap fisiologik, psikologik, sosial, dan budaya. Faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia ada 2 (dua) yaitu: 1. Faktor ekstrinsik, yang merupakan faktor yang berasal dari luar diri manusia yang terdiri dari lingkungan alam, lingkungan ekonomi, lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan agama. 2. Faktor intrinsik, merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang terdiri dari asosiasi emosional, keadaan jasmani, kejiwaan yang sakit, penilaian terhadap mutu makanan, dan pengetahuan gizi. Kebiasaan makan anak sekolah sangat khas dan berbeda sehingga perlu perhatian khusus, terutama bila kebiasaan makan tersebut kurang baik sebab dapat mengakibatkan penurunan status gizi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebiasaan makan yang kurang baik adalah adanya tahyul atau mistik, kepercayaan, dan adat istiadat yang berhubungan dengan makanan. Kebiasaan makan yang tidak baik pada anak sekolah antara lain:

21 1. Tidak makan (missing meals), terutama makan pagi atau sarapan. 2. Gemar makanan cepat saji, baik yang langsung dibeli ataupun yang dibawa dari rumah. Makanan ini mengandung zat gizi yang tinggi energi, lemak, dan protein, tetapi kurang serat. 3. Gemar makan snack. Snack cenderung tinggi lemak dan gula. 4. Gemar mengonsumsi minuman ringan (soft drink). Minuman ringan rendah nilai gizinya, apalagi kalau digunakan sebagai pengganti minuman susu yang merupakan sumber kalsium yang sangat dibutuhkan pada usia sekolah. 5. Preferensi (adanya makanan yang disukai atau tidak disukai). 6. Keinginan untuk langsing. Diet ketat umumnya karena ingin langsing padahal sedang dalam periode tumbuh cepat. Anak yang mempunyai kebiasaan makan yang baik dilingkungan keluarganya akan memilih makanan dengan pertimbangan kualitas dan kuantitas, baik ketika berada di kantin sekolah ataupun di tempat-tempat penyedia makanan lainnya. Perhatian khusus perlu diberikan pada anak sekolah karena umumnya anak sekolah disibukkan dengan kegiatan di luar rumah sehingga cenderung melupakan waktu untuk makan (Judarwanto 2008).

22 2.8. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian ini menggambarkan bahwa yang akan diteliti adalah pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah dan poster terhadap pengetahuan, sikap, dan tindakan murid terhadap makanan jajanan. Tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan murid sebelum penyuluhan diukur dengan pretest. Untuk melihat sejauh mana pengaruh penyuluhan diukur dengan posttest. Pengetahuan tentang makanan jajanan Penyuluhan dengan metode ceramah dan poster Sikap terhadap makanan jajanan Tindakan terhadap makanan jajanan Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian 2.9. Hipotesis Penelitian 1. Ada perbedaan pengetahuan murid tentang makanan jajanan antara kelompok perlakuan dan kontrol. 2. Ada perbedaan sikap murid terhadap makanan jajanan antara kelompok perlakuan dan kontrol. 3. Ada perbedaan tindakan murid terhadap makanan jajanan antara kelompok perlakuan dan kontrol.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus bangsa dan merupakan modal pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Upaya kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. luas dan menyeluruh. Penyuluhan merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. luas dan menyeluruh. Penyuluhan merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyuluhan 2.1.1 Pengertian Penyuluhan Gizi Istilah penyuluhan sering kali dibedakan dari penerangan, walaupun keduanya merupakan upaya edukatif. Secara umum penyuluhan lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi anak sekolah menurut World Health Organization (WHO) yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi anak sekolah menurut World Health Organization (WHO) yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak sekolah Definisi anak sekolah menurut World Health Organization (WHO) yaitu golongan yang berusia antara 7-15 tahun, sedangkan di Indonesia lazimnya anak berusia antara

Lebih terperinci

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa adalah suatu usaha yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Kesehatan adalah salah satu komponen kualitas manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi dan diupayakan agar lebih tersedia dalam kualitas dan kuantitas secara memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha BAB 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan di sekolah menyita waktu terbesar dari aktifitas keseluruhan anak sehari hari, termasuk aktifitas makan. Makanan jajanan di sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui upaya mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia sekolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan sangat beragam jenisnya dan berkembang pesat di Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam tubuh yaitu berkisar antara 10-20%.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seluruh masyarakat merupakan konsumen dari makanan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seluruh masyarakat merupakan konsumen dari makanan sekaligus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Makanan mempunyai peran yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat. Seluruh masyarakat merupakan konsumen dari makanan sekaligus masyarakatlah yang

Lebih terperinci

Kuesioner Penelitian

Kuesioner Penelitian Lampiran 1 Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN GURU SEKOLAH DASAR TENTANG MAKANAN YANG MENGANDUNG BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN MABAR KECAMATAN MEDAN DELITAHUN

Lebih terperinci

Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN 2010

Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN 2010 Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN A. Identitas Responden. Nomor Responden :. Inisial Nama : 3. Pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa makanan yang menggunakan bahan tambahan

Lebih terperinci

PENERAPAN PENGETAHUAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PENDIDIKAN TATA BOGA UPI

PENERAPAN PENGETAHUAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PENDIDIKAN TATA BOGA UPI BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, merupakan bab dimana memberikan suatu gambaran umum mengapa topik atau judul tersebut diambil dan disajikan dalam karya ilmiah bagian pendahuan menguraikan mengenai latar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa makanan yang menggunakan bahan tambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat pemerintah telah melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari ( )

Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari ( ) Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari (08312244013) PRODI PENDIDIKAN IPA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM 2012 DEFINISI BTP Bahan Tambahan Pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Tanpa adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross sectional untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan Guru Sekolah Dasar terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini banyak terjadi perkembangan di bidang industri makanan dan minuman yang bertujuan untuk menarik perhatian para konsumen. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan mental. Pertumbuhan serta perkembangan fisik memiliki. hubungan yang erat dengan status gizi anak dan konsumsi makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan mental. Pertumbuhan serta perkembangan fisik memiliki. hubungan yang erat dengan status gizi anak dan konsumsi makanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan terjadi pada setiap orang sejak dari dalam kandungan. Seseorang akan terus menerus tumbuh dan berkembang sesuai dengan berjalannya waktu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencakup pangan yang bergizi dan aman dikonsumsi (Kemenkes, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. mencakup pangan yang bergizi dan aman dikonsumsi (Kemenkes, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena pangan merupakan salah satu kebutuhan primer, selain sandang dan papan. Oleh karena itu manusia membutuhkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar 5 TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Hurlock (1999) mengelompokkan anak usia sekolah berdasarkan perkembangan psikologis yang disebut sebagai Late Childhood. Usia sekolah dimulai pada usia 6 tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan atau juga dikenal sebagai street food adalah jenis makanan yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, dipasar, tempat pemukiman serta lokasi

Lebih terperinci

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan Waktu : 60 menit Baca baik-baik soal dibawah ini dan jawablah pada lembar jawab yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berusia tahun. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berusia tahun. Masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah individu yang berusia 10-19 tahun. Masa remaja merupakan proses perubahan perilaku, sikap, ataupun fisik dari masa anak ke masa dewasa (Depkes, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini jenis pangan jajanan kian beragam dan berkembang pesat di Kota Bandung. Pengertian jajan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah membeli

Lebih terperinci

KUESIONER PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TENTANG KONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) MEDAN TAHUN /../..

KUESIONER PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TENTANG KONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) MEDAN TAHUN /../.. KUESIONER PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TENTANG KONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) MEDAN TAHUN 2015 I. INFORMASI WAWANCARA No. Responden Nama Responden Angkatan/Semester Tanggal Wawancara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hal ini dianggap penting mengingat anak sekolah merupakan cikal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan (www.yayasan.amalia.org, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan (www.yayasan.amalia.org, 2013) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah baik tingkat pra sekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas adalah satu masa usia anak yang sangat berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan menentukan kemajuan suatu bangsa di masa depan. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus

Lebih terperinci

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I PROGRAM PG PAUD JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Pendahuluan Setiap orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jajan merupakan suatu kebiasaan yang telah lama tertanam dalam diri setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam Taryadi (2007), jajanan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan sebuah bangsa dalam memajukan pembangunan di segala bidang adalah salah satu wujud dari tercapainya bangsa yang maju dan mandiri. Salah satu faktor yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak di bawah satu tahun tidak termasuk ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak di bawah satu tahun tidak termasuk ke BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Balita Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun faal (kerja

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Guru Sekolah Dasar Pendidikan Gizi di Sekolah Dasar

2 TINJAUAN PUSTAKA Guru Sekolah Dasar Pendidikan Gizi di Sekolah Dasar 5 2 TINJAUAN PUSTAKA Guru Sekolah Dasar Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumberdaya manusia (Sadirman 2004). Menurut Peraturan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN, AKTIVITAS FISIK,STATUS GIZI DAN BODYIMAGE REMAJA PUTRI YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan hidupnya, manusia memerlukan makanan karena makanan merupakan sumber gizi dalam bentuk kalori,

Lebih terperinci

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes GIZI DAUR HIDUP Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id Pengantar United Nations (Januari, 2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan kimia yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pembangunan kesehatan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang Kesehatan No 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Jajanan 1. Definisi Makanan Jajanan Makanan jajanan merupakan makanan dan minuman yang dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan atau makanan merupakan kebutuhan primer setiap. manusia.keamanan serta kebersihan makanan tersebut menjadi faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Pangan atau makanan merupakan kebutuhan primer setiap. manusia.keamanan serta kebersihan makanan tersebut menjadi faktor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan atau makanan merupakan kebutuhan primer setiap manusia.keamanan serta kebersihan makanan tersebut menjadi faktor yang penting untuk diperhatikan oleh

Lebih terperinci

Zat Aditif : Zat zat yg ditambahkan pada makanan atau minuman pada proses pengolahan,pengemasan atau penyimpanan dengan tujuan tertentu.

Zat Aditif : Zat zat yg ditambahkan pada makanan atau minuman pada proses pengolahan,pengemasan atau penyimpanan dengan tujuan tertentu. Zat Aditif : Zat zat yg ditambahkan pada makanan atau minuman pada proses pengolahan,pengemasan atau penyimpanan dengan tujuan tertentu. Tujuan : - Meningkatkan mutu makana -Menambah daya tarik makanan

Lebih terperinci

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan Waktu : 60 menit Baca baik-baik soal dibawah ini dan jawablah pada lembar jawab yang telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai kebutuhan dasar, makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat pemerintah telah melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota Medan, pada tahun 2010 terdapat 28.501 TPUM (Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan), salah satunya adalah pusat makanan jajanan.

Lebih terperinci

SOSIALISASI PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) YANG AMAN DI SDN 8 LANGKAI KOTA PALANGKARAYA.

SOSIALISASI PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) YANG AMAN DI SDN 8 LANGKAI KOTA PALANGKARAYA. ARTIKEL PENGABDIAN SOSIALISASI PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) YANG AMAN DI SDN 8 LANGKAI KOTA PALANGKARAYA Rabiatul Adawiyah 1, Umar Saifuddin 2 dan Rezqi Handayani 1 1 Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mereka sedang dalam puncak pertumbuhan. Pada anak usia sekolah akan terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mereka sedang dalam puncak pertumbuhan. Pada anak usia sekolah akan terus BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Sekolah Anak usia sekolah yaitu anak yang berusia 6 sampai 12 tahun memiliki fisik lebih kuat dibandingkan dengan balita, memiliki sifat indifidual yang aktif, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah adalah kebiasaan jajan dikantin atau warung di sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah adalah kebiasaan jajan dikantin atau warung di sekitar 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Survei awal yang dilakukan di MIN Bawu Batealit Jepara terdapat sekitar delapan orang penjual makanan jajanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Survei awal yang dilakukan di MIN Bawu Batealit Jepara terdapat sekitar delapan orang penjual makanan jajanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Survei awal yang dilakukan di MIN Bawu Batealit Jepara terdapat sekitar delapan orang penjual makanan jajanan baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia. Penggemar makanan jajanan ini merata mulai dari anak-anak sampai orang dewasa sehingga pedagang makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH. YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd

REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH. YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd TERDAPAT 6 REKOMENDASI 1. Konsumsi menu Gizi Seimbang 2. Sesuaikan konsumsi zat gizi dengan AKG 3. Selalu Sarapan 4. Pelihara Otak

Lebih terperinci

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG LEMBAR BALIK PENDIDIKAN GIZI UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG Disusun Oleh: Iqlima Safitri, S. Gz Annisa Zuliani, S.Gz Hartanti Sandi Wijayanti, S.Gz, M.Gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan. Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena selain dapat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan. Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena selain dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa dan modal pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan

Lebih terperinci

LKS 01 MENGIDENTIFIKASI ZAT ADITIF DALAM MAKANAN

LKS 01 MENGIDENTIFIKASI ZAT ADITIF DALAM MAKANAN LKS 01 MENGIDENTIFIKASI ZAT ADITIF DALAM MAKANAN A. Kompetensi Dasar: 3.7 Mendeskripsikan zat aditif (alami dan buatan) dalam makanan dan minuman (segar dan dalam kemasan), dan zat adiktif-psikotropika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi menyebabkan aktivitas masyarakat meningkat, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks menyebabkan perlu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lanjut Usia Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang

BAB I PENDAHULUAN. murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan makanan juga semakin meningkat. Hal tersebut menyebabkan muncul berbagai produk makanan dengan berbagai variasi agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan atau street foods adalah jenis makanan yang dijual kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar, tempat pemukiman, serta lokasi yang sejenis. Jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia, selain kebutuhan sandang dan papan. Sandang dan papan menjadi kebutuhan pokok manusia karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keamanan pangan merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Pangan yang bermutu dan aman dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian masyarakat, khususnya orang tua, pendidik, dan pengelola sekolah. Makanan dan jajanan sekolah

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - KIMIA BAB 3. ZAT ADITIFLatihan Soal 3.2. (1) dan (2) (1) dan (4) (2) dan (3) (3) dan (4)

SMP kelas 8 - KIMIA BAB 3. ZAT ADITIFLatihan Soal 3.2. (1) dan (2) (1) dan (4) (2) dan (3) (3) dan (4) SMP kelas 8 - KIMIA BAB 3. ZAT ADITIFLatihan Soal 3.2 1. Perhatikan tabel berikut ini! Zat Lakmus Merah Biru (1) (-) (+) (2) (+) (-) (3) (+) (-) (4) (-) (+) Pasangan zat yang bersifat basa adalah... (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas Sumber Daya Manusia ( SDM ) merupakan faktor utama yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM yang berkualitas, faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarapan pagi merupakan makanan yang dimakan setiap pagi hari atau suatu kegiatan yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirumah atau di tempat berjualan dan disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di

BAB I PENDAHULUAN. dirumah atau di tempat berjualan dan disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Jenis pangan jajanan yang beragam di Indonesia saat ini sudah berkembang sangat pesat sejalan dengan pesatnya pembangunan. Pangan jajanan menurut FAO (1991&2000) adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi yaitu makanan yang dimakan pada pagi hari sebelum beraktifitas, yang terdiri dari makanan pokok dan lauk pauk atau makanan kudapan. Energi dari sarapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT DIIT GARAM RENDAH Garam yang dimaksud dalam Diit Garam Rendah adalah Garam Natrium yang terdapat dalam garam dapur (NaCl) Soda Kue (NaHCO3), Baking Powder, Natrium Benzoat dan Vetsin (Mono Sodium Glutamat).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan pangan bukan

BAB I PENDAHULUAN. yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan pangan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan pangan bukan hanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Usia Pertama Pemberian Makanan Pendamping ASI a. Pengertian Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) merupakan makanan yang diberikan

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. merupakan bagian integral dari proses pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu

II. KAJIAN PUSTAKA. merupakan bagian integral dari proses pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu 6 II. KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan dan Penyuluhan Kesehatan 1. Pendidikan Kesehatan merupakan bagian integral dari proses pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu bidang pengajaran pendidikan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keamanan pangan (food safety) masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keamanan pangan (food safety) masih merupakan masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah keamanan pangan (food safety) masih merupakan masalah utama dibidang pangan dan gizi di Indonesia. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 ditegaskan bahwa salah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. saja. Penyebab timbulnya masalah gizi disebabkan oleh beberapa faktor sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. saja. Penyebab timbulnya masalah gizi disebabkan oleh beberapa faktor sehingga BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangan nya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.

Lebih terperinci

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG 12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG Makanlah Aneka Ragam Makanan Kecuali bayi diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya Triguna makanan; - zat tenaga; beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini tengah menghadapi beban ganda masalah gizi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini tengah menghadapi beban ganda masalah gizi. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini tengah menghadapi beban ganda masalah gizi. Di mana ketika masalah gizi kurang masih belum dapat teratasi, masalah gizi lebih menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan asupan energi dan zat gizi lain bagi anak-anak usia sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan asupan energi dan zat gizi lain bagi anak-anak usia sekolah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan jajanan memegang peranan yang cukup penting dalam memberikan asupan energi dan zat gizi lain bagi anak-anak usia sekolah. Konsumsi makanan jajanan anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 dinyatakan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan makanan jajanan di Indonesia yang berbasis home industry

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan makanan jajanan di Indonesia yang berbasis home industry 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan makanan jajanan di Indonesia yang berbasis home industry telah semakin maju, tak terkecuali yang dijajakan di sekolah-sekolah, hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar (SD) adalah membeli jajanan di sekolah. Ketertarikan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar (SD) adalah membeli jajanan di sekolah. Ketertarikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hal yang menjadi kebiasaan anak sekolah, terutama anak sekolah dasar (SD) adalah membeli jajanan di sekolah. Ketertarikan dengan jajanan sekolah dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat. Seluruh anggota masyarakat tanpa kecuali adalah konsumen makanan itu sendiri. Faktor-faktor

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata pelajaran

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata pelajaran RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah Mata pelajaran Kelas Semester Alokasi waktu : SD ALAM PACITAN : IPA : V (Lima) : 1 (Satu) : 4 JP (2 x TM) I. STANDAR KOMPETENSI 1. Mengidentifikasi fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wulan Novia Tresnaati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wulan Novia Tresnaati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sudah seharusnya selalu berhubungan dengan tema-tema kemanusiaan, karena pada dasarnya belajar itu mempunyai tujuan agar siswa dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Menurut WHO yang dimaksudkan makanan adalah semua benda yang termasuk dalam diet manusia sama ada dalam bentuk asal atau sudah diolah. Makanan yang dikonsumsi hendaknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan gizi telah ditetapkan secara nasional dalam widyakarya nasional pangan dan gizi (1993) di Jakarta, keluarga jarang menghitung berapa kalori atau berapa gram

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN POLA HIDUP SEHAT PADA LANSIA. Sub Pokok Bahasan : Pola Hidup Sehat dengan Gizi Seimbang Pada Lansia

SATUAN ACARA PENYULUHAN POLA HIDUP SEHAT PADA LANSIA. Sub Pokok Bahasan : Pola Hidup Sehat dengan Gizi Seimbang Pada Lansia SATUAN ACARA PENYULUHAN POLA HIDUP SEHAT PADA LANSIA Pokok Bahasan : Pola Hidup Sehat Sub Pokok Bahasan : Pola Hidup Sehat dengan Gizi Seimbang Pada Lansia Penyuluh : Mahasiswi Gizi Poltekkes Hari/Tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan, kantin, swalayan di jalanan dan tempat-tempat keramaian umum

BAB I PENDAHULUAN. makanan, kantin, swalayan di jalanan dan tempat-tempat keramaian umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar gemar sekali jajan dan pada umumnya anak sekolah sudah dapat menentukan makanan apa yang mereka sukai dan mana yang tidak. Bahkan tidak jarang

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN PERAN PETUGAS TERHADAP KONDISI HYGIENE

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN PERAN PETUGAS TERHADAP KONDISI HYGIENE HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN PERAN PETUGAS TERHADAP KONDISI HYGIENE SANITASI MAKANAN JAJANAN KAKI LIMA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AUR DURI KOTA JAMBI TAHUN 2014 1* Erris, 2 Marinawati 1 Poltekes

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 Umur dan Jenis Kelamin HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Jumlah siswa yang diteliti sebanyak 62 orang, terdiri dari siswa laki-laki yaitu 34 orang dan siswa perempuan yaitu 28 orang. Umur siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini dengan semakin pesatnya kemajuan teknologi, maka kehadiran makanan siap saji semakin memanjakan konsumen dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Pola konsumsi

Lebih terperinci