KETERLIBATAN PROTEIN HETEROTRIMERIK G α TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM PADA KEDELAI (Glycine max (L) Merryl) MELALUI STUDI HISTOKIMIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KETERLIBATAN PROTEIN HETEROTRIMERIK G α TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM PADA KEDELAI (Glycine max (L) Merryl) MELALUI STUDI HISTOKIMIA"

Transkripsi

1 KETERLIBATAN PROTEIN HETEROTRIMERIK G α TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM PADA KEDELAI (Glycine max (L) Merryl) MELALUI STUDI HISTOKIMIA Oleh : Tuti Srimulyati G DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

2 ABSTRAK TUTI SRIMULYATI. Keterlibatan Protein Heterotrimerik G α terhadap Cekaman Aluminium pada Kedelai (Glycine max (L) Merryl) melalui Studi Histokimia. Dibimbing oleh UTUT WIDYASTUTI SUHARSONO dan JULIARNI. Penelitian ini bertujuan menganalisis keterlibatan protein heterotrimerik G α pada mekanisme toleransi kedelai toleran kultivar Slamet dan peka Lumut terhadap cekaman alumunium (Al) melalui studi histokimia. Keterlibatan protein heterotrimerik G α terhadap cekaman aluminium dianalisis dari akar tanaman yang ditumbuhkan pada media hara kultur air ph 6.0, ph 4.0, ph mm AlCl 3 selama 8, 24, 48, dan 72 jam dan ph mm AlCl µm Mastoparan 7 (sigma) (aktivator protein heterotrimerik G α) selama 8 dan 24 jam. Pertama, pengaruh cekaman Al terhadap pertumbuhan akar kedelai dianalisis dengan menumbuhkan biji kedelai pada media hara kultur air ph 6.0, ph 4.0 dan ph mm AlCl 3 selama 8, 24, 48, dan 72 jam. Hasil menunjukkan bahwa cekaman Al selama 24 jam menyebabkan peningkatan reduksi panjang akar; akumulasi Al, kandungan peroksidasi lipid, dan kalosa; dan kehilangan integritas membran yang lebih tinggi pada kultivar Lumut daripada kultivar Slamet. Keterlibatan protein heterotrimerik G α dalam respon terhadap cekaman Al dianalisis setelah penambahan Mastoparan 7 (sigma) pada cekaman Al selama 8 dan 24 jam. Reduksi panjang akar; akumulasi Al, kandungan peroksidasi lipid, dan kalosa; dan penurunan integritas membran menurun pada perlakuan 8 dan 24 jam baik pada kultivar Slamet maupun kultivar Lumut dibandingkan dengan perlakuan cekaman Al saja. Hasil penelitian menunjukkan keterlibatan protein heterotrimerik G α terhadap cekaman Al pada kedelai. ABSTRACT TUTI SRIMULYATI. Role of The Heterotrimeric G Protein α Sub Unit in Aluminum Toxicity of Soybean through Histochemical Analyzes. Supervised by UTUT WIDYASTUTI SUHARSONO and JULIARNI. The aim of this research was to examine the role of G protein α sub unit in aluminum toxicity of soybean cv. Slamet and cv. Lumut through histochemical study. Involvement of the heterotrimeric G protein α sub unit in the aluminum toxicity were investigated using plant root which grown in liquid nutrient media ph 6.0, ph 4.0, ph mm AlCl 3 for 8, 24, 48, and 72 h and ph mm AlCl µm Mastoparan 7 (sigma) (the activator of heterotrimeric G protein α sub unit) for 8 and 24 h. First, the influence of aluminum toxicity on root growth was examined by growing soybean seedling in liquid nutrient media with ph 6.0, ph 4.0 and ph mm AlCl 3 for 8, 24, 48, and 72 h. Result indicated that aluminum treatment for 24 h highly increased root elongation inhibition; accumulation of aluminum, lipid peroxidation, and callose; and loss of membrane integrity in cultivar Lumut compared to cv. Slamet. To examine whether the heterotrimeric G protein α sub unit involved in response to aluminum toxicity, Mastoparan 7 (sigma) was applicated into aluminum treatment for 8 and 24 h. Root elongation inhibition; accumulation of aluminum, lipid peroxidation, and callose; and loss of membrane integrity were decreased at 8 and 24 h in cv. Slamet and cv. Lumut compared to aluminum treatment only. Result of this study demonstrated that the heterotrimeric G protein α sub unit playing a role in the aluminum toxicity of soybeans.

3 KETERLIBATAN PROTEIN HETEROTRIMERIK G α TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM PADA KEDELAI (Glycine max (L) Merryl) MELALUI STUDI HISTOKIMIA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Insitut Pertanian Bogor Oleh : Tuti Srimulyati G DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

4 Judul Skripsi Nama NIM : Keterlibatan Protein Heterotrimerik G α terhadap Cekaman Aluminium pada Kedelai (Glycine max (L) Merryl) melalui Studi Histokimia : Tuti Srimulyati : G Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Ir Utut Widyastuti Suharsono, M.Si Dr. Ir. Juliarni, M.Agr NIP NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS NIP Tanggal Lulus:

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 15 Februari 1984 dari ayah Karsoma dan ibu Mamah. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pada tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri I Situraja, Sumedang dan diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi tahun ajaran 2005/2006 dan 2006/2007, wirausaha tahun ajaran 2005/2006. Penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Biologi divisi Nata de Coco periode 2004/2005 dan 2005/2006. Penulis melaksanakan Praktik Lapang di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta Pusat dengan judul Aspek Biologi Virus HIV dan Alur Pemeriksaan Pasien HIV di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta.

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah yang berjudul Keterlibatan Protein Heterotrimerik G α terhadap Cekaman Aluminium pada Kedelai (Glycine max (L) Merryl) melalui Studi Histokimia. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai dengan Desember 2006, bertempat di laboratorium Biologi Seluler dan Molekuler, laboratorium Biorin (Biotechnology Research Indonesia-The Netherland) Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB, dan laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada proyek hibah bersaing XII atas nama Dr. Ir. Utut Widyastuti Suharsono, M.Si yang telah membiayai penelitian ini dengan topik Analisis Gen Penyandi Protein Heterotrimerik G α yang Terlibat dalam Sistem Toleransi Tanaman Kedelai terhadap Cekaman Aluminium. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Utut Widyastuti Suharsono, M.Si dan Ibu Dr. Ir. Juliarni, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran, dukungan dan bimbingannya selama pelaksanaan karya ilmiah ini. Tidak lupa terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Theresia Prawitasari selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukannya dalam penulisan karya ilmiah. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Mulya, Bapak Adi, Mba Pepi, Ibu Dorly, Ibu Liza, Bapak Bambang, Bapak Wawan, Ibu Siti Maemunah, Mba Retno, Bapak Edi dan Bapak Joni yang telah membantu kelancaran pelaksanaan karya ilmiah. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada mamah, bapak, kedua kakakku beserta keluarga, keluarga paman di Bogor dan A Lukman atas segala doa, semangat, perhatian dan kasih sayangnya. Tidak lupa terima kasih untuk mas Huda, mas Firda, M Bahrelfi, Hakiim, mba Rida, mba Budi, Lulut, Uzy, Popi, Ammay dan semua rekan di laboratorium Biologi Seluler dan Molekuler Tanaman dan laboratorium BIORIN atas segala bantuan dan kerjasamanya. Terima kasih juga penulis sampaikan untuk Neng Nur, Wida, Dessy, Ela, Ade, Ayu, Lena dan teman biologi 39 atas dukungan semangat dan bantuannya. Bogor, Maret 2007 Tuti Srimulyati

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 1 BAHAN DAN METODE Kultur Air... 1 Pengamatan Panjang Akar... 1 Uji Histokimia Kandungan Aluminium... 1 Pembuatan Sediaan Mikroskopis Akar... 2 Uji Histokimia Kandungan Peroksidasi Lipid... 2 Uji Histokimia Kandungan Kalosa... 2 Uji Histokimia Kehilangan Integritas Membran... 2 Kuantifikasi Kandungan Aluminium... 2 Kuantifikasi Kandungan Peroksidasi Lipid... 2 Kuantifikasi Kandungan Kalosa... 2 Kuantifikasi Kandungan Kehilangan Integritas Membran... 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil... 3 Pengaruh Cekaman Aluminium... 3 Pengaruh Mastoparan terhadap Cekaman Aluminium... 7 Pembahasan Pengaruh Cekaman Aluminium Pengaruh Mastoparan terhadap Cekaman Aluminium SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA... 13

8 DAFTAR TABEL Halaman 1 Reduksi perpanjangan akar tanaman perlakuan dibandingkan dengan tanaman kontrol ph Reduksi perpanjangan akar tanaman perlakuan dibandingkan dengan tanaman kontrol ph mm Al... 7 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Uji histokimia Al dengan pewarnaan hematoksilin pada akar Kandungan Al akar Sayatan melintang akar pada daerah 3 mm dari ujung akar Uji histokimia peroksidasi lipid dengan larutan Schiff, s pada akar Kandungan peroksidasi lipid akar Uji histokimia kalosa dengan pewarnaan Aniline blue yang diamati pada keadaan non fluoresens (nf) dan fluoresens (f) Kandungan kalosa akar Uji histokimia integritas membran dengan pewarnaan Evans blue pada akar Kehilangan integritas membran akar Sayatan melintang akar pada daerah 3 mm dari ujung akar yang diwarnai dengan hematoksilin Uji histokimia kandungan Al akar pada perlakuan ph mm Al (a) dan ph mm Al + Mastoparan (b) selama 24 jam Kandungan Al akar tanpa dan dengan penambahan Mastoparan selama 24 jam Kandungan peroksidasi lipid akar tanpa dan dengan penambahan Mastoparan selama 24 jam Uji histokimia peroksidasi lipid akar dengan pewarnaan Schiff, s pada perlakuan ph mm Al (a) dan ph mm Al + Mastoparan (b) selama 24 jam Uji histokimia kalosa dengan pewarnaan Aniline blue yang diamati pada keadaan non fluoresens (nf) dan fluoresens (f) pada perlakuan ph mm Al (a) dan ph mm Al + Mastoparan (b) selama 24 jam Kandungan kalosa akar tanpa dan dengan penambahan Mastoparan selama 24 jam Uji histokimia kehilangan integritas membran dengan pewarnaan Evans blue pada perlakuan ph mm Al (a) dan ph mm Al + Mastoparan (b) selama 24 jam Kehilangan integritas membran pada akar tanpa dan dengan penambahan Mastoparan selama 24 jam...10

9 PENDAHULUAN Latar Belakang Biji kedelai (Glycine max) merupakan salah satu produk pertanian yang memiliki tingkat permintaan yang tinggi di masyarakat. Upaya peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi. Namun program ekstensifikasi menghadapi beberapa kendala dalam pelaksanaannya yaitu meningkatnya perubahan fungsi lahan pertanian antara lain menjadi pemukiman, jalan, dan industri. Di samping itu sebagian lahan yang berpotensi untuk pengembangan kedelai terutama lahan di luar pulau jawa merupakan lahan masam dengan kandungan aluminium (Al) yang tinggi. Menurut Mulyani (2006) lahan yang berpotensi dalam pengembangan kedelai di daerah Sumatra, Kalimantan, dan Papua mencapai 18.2 juta ha termasuk lahan masam. Lahan yang memiliki ph rendah (ph < 4) memiliki tingkat kelarutan Al sangat tinggi. Salah satu bentuk Al yang bersifat toksik bagi tumbuhan yaitu Al 3+ (Matsumoto 2000). Cekaman Al dapat menurunkan integritas membran, menginduksi pembentukan peroksidasi lipid dan kalosa sehingga menghambat pertumbuhan perpanjangan akar primer tumbuhan (Yamamoto et al. 2001). Selain itu cekaman Al dapat menginduksi sejumlah gen yang berperan dalam sistem pertahanan tumbuhan. Salah satu gen yang diduga terlibat yaitu protein heterotrimerik G α (Asmann 2002). Menurut Weiss et al. (1997) protein heterotrimerik G α ditemukan pada membran sel Arabidopsis. Protein G merupakan salah satu protein yang berperan dalam sistem transduksi sinyal. Protein ini terdiri atas 3 sub unit yaitu α, β, dan γ; dan berperan sebagai penerus penyampaian informasi dari reseptor membran ke efektor intraseluler (Ma 1994). Sinyal yang datang dari luar akan berikatan dengan reseptor yang ada di membran; dan mengaktifkan protein G yang ada di membran. Perubahan konformasi protein G menyebabkan terputusnya ikatan guanosin diphosphate (GDP) dengan sub unit α. Sub unit α akan berpisah dengan kompleks β dan γ, kemudian berikatan dengan guanosin triphosphate (GTP) dan mengaktivasi adenylil cyclase dalam mengubah adenosin triphosphate (ATP) menjadi cyclic adenosin monophosphate (camp). camp merupakan second messenger yang mengaktifkan protein kinase yaitu enzim yang memfosforilasi protein target yang berpengaruh dalam sistem metabolisme yang berperan dalam sistem pertahanan (Sadava 1993). Oleh karena itu akan sangat menarik untuk melihat keterlibatan protein heterotrimerik G α pada sistem pertahanan tumbuhan terhadap cekaman Al. Tujuan Penelitian ini bertujuan menganalisis keterlibatan protein heterotrimerik G α pada mekanisme toleransi kedelai kultivar Slamet dan Lumut terhadap cekaman aluminium melalui studi histokimia. BAHAN DAN METODE Kultur Air Benih kultivar Slamet dan Lumut yang memiliki ukuran yang seragam disterilisasi dengan NaOCl 1.5 % (b/v) selama 15 menit, kemudian dicuci dengan air steril sebanyak 3 kali. Benih dikecambahkan di dalam wadah yang telah dialasi dengan tisu basah kemudian disimpan di dalam ruang gelap selama 48 jam. Kecambah yang memiliki panjang akar lebih kurang 3 cm ditanam di trays, kemudian trays ditempatkan di dalam bak plastik berisi media hara ph 6.0 (Anwar 1999) selama 48 jam dengan aerasi. Pada hari ke-3 (jam ke-0) media diganti dengan media perlakuan yaitu ph 6.0 tanpa cekaman Al (kontrol), ph 4.0 tanpa cekaman Al, ph mm AlCl 3, dan ph mm AlCl μm Mastoparan 7 (sigma) (aktivator G α). Perlakuan dengan Mastoparan hanya dilakukan sampai jam ke-24, sedangkan tiga perlakuan lainnya dilakukan selama 72 jam. Media perlakuan diganti setiap 24 jam. Penentuan konsentrasi cekaman Al didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya (Anwar 1999; Mashuda 2006). Pengamatan Panjang Akar Akar tanaman diukur panjangnya dari ujung sampai bagian pangkal sebanyak 3 ulangan. Satu ulangan terdiri atas 5 akar. Uji Histokimia Alumunium Tiga akar tanaman sepanjang 10 mm diwarnai dengan hematoksilin 0.2 % (b/v) dalam akuades selama 15 menit. Akar kemudian dicuci dengan air selama 30 menit (Polle et al. 1978). Bagian akar yang terwarnai diamati di bawah mikroskop stereo (Olympus VE-3).

10 Pembuatan Sediaan Mikroskopis Akar Lima akar tanaman sepanjang 10 mm dari setiap perlakuan diwarnai dengan hematoksilin 0.2 % (b/v) dalam akuades selama 15 menit. Kelima akar tersebut kemudian dicuci dengan air selama 30 menit, dipotong sepanjang 5 mm dan difiksasi di dalam larutan FAA (formaldehid 37% (v/v):asam asetat glasial:alkohol 70%(v/v)=5:5:90) selama 24 jam. Akar yang telah difiksasi dimasukkan ke dalam seri larutan dehidrasi yang terdiri atas n-butanolalkohol-akuades (Nakamura 1995). Infiltrasi parafin dilakukan secara bertahap. Blok parafin dipotong setebal 10 μm. Pita sayatan diletakkan di atas gelas objek, ditetesi balsam (Entellan) dan ditutup dengan gelas penutup. Parameter yang diamati adalah akumulasi Al pada jaringan akar. Uji Histokimia Peroksidasi Lipid Tiga akar tanaman sepanjang 10 mm dari setiap perlakuan diwarnai dengan larutan Schiff s selama 20 menit, dibilas dengan larutan potasium metabisulfit ( K 2 S 2 O % (b/v) dalam 0.05 M HCl ) (Pompella et al.1987), kemudian diamati dengan mikroskop stereo (Olympus VE-3). Uji Histokimia Kalosa Lima akar tanaman sepanjang 5 mm dari setiap perlakuan dipotong melintang, ditetesi dengan Aniline blue 0.1 % (b/v) dalam larutan penyangga 1 M Gly-NaOH ph 9.5 (Kauss 1992) dan diberi gliserin 30%, kemudian diamati dengan mikroskop fluoresens (Olympus CX40RF200). Uji Histokimia Kehilangan Integritas Membran Tiga akar tanaman sepanjang 10 mm dari tiap perlakuan diwarnai dengan Evans blue 0.025% (b/v) dalam 100 µm CaCl 2 ph 5.6 selama 10 menit, dicuci dengan 100 µm CaCl 2 ph 5.6 sebanyak 3 kali (Yamamoto et al. 2001), kemudian diamati dengan mikroskop stereo (Olympus VE-3). Kuantifikasi Kandungan Alumunium Bagian ujung akar sepanjang 10 mm dikeringkan menggunakan oven suhu 50 0 C selama semalam (12 jam). Sampel akar tersebut ditimbang, dimasukkan ke dalam 5 ml HNO 3 pekat, didiamkan semalam; kemudian dipanaskan sampai campuran berwarna bening. Homogenate akar diencerkan dengan akuades sampai volume 25 ml dan diukur menggunakan spektro absorpsi atom (Spectra-A30) (Cunniff 1999). Kuantifikasi Kandungan Peroksidasi Lipid Empat akar dipotong sepanjang 10 mm dari ujung akar, dihaluskan di dalam mortar dan ditambahkan 0.5 ml larutan TCA 15 % (b/v) yang mengandung 1 mm butil hidroksitoluen. Homogenate ditambahkan ke dalam ml larutan H 3 PO 4 2% (v/v) dan 0.25 ml thio barbituric acid (TBA) 0.6% (b/v). Campuran diinkubasi pada suhu C selama 30 menit, kemudian didinginkan pada suhu ruang. Campuran ditambahkan 1 ml n- butanol kemudian dikocok. Butanol dan fase cair dipisahkan dengan cara disentrifugasi. Malondialdehyde (MDA) merupakan produk akhir peroksidasi lipid. Absorbansi TBA- MDA kompleks diukur dengan menggunakan spektrofotometer (Cecil CE 2020) pada λ 532 nm dan komponen karbohidrat lainnya selain MDA diukur pada panjang gelombang 520 nm. Selisih nilai dari kedua panjang gelombang dihitung sebagai nilai MDA (Mihara et al. 1980). Kuantifikasi Kandungan Kalosa Sebanyak 20 akar diinkubasi di dalam etanol 96% selama 1 jam, kemudian dipotong sepanjang 10 mm dari ujung akar. Potongan akar dihaluskan di dalam mortar dan ditambahkan 1 ml NaOH 1M. Homogenate dipanaskan pada suhu 80 0 C selama 15 menit, didinginkan, dan disentrifugasi. Supernatan dan pelet dipisahkan. Pelet ditambahkan 250 µl NaOH 1M dan dipanaskan pada suhu 80 0 C selama 5 menit. Pelet ditambah 400 µl Aniline blue 0.1%, 200 µl HCl 1 N, dan 500 µl buffer Gly-NaOH ph 9.5. Sampel dipanaskan pada suhu selama 20 menit kemudian disimpan pada suhu ruang dan diukur dengan spektro fluoresens (OSK 6561) pada panjang gelombang 484 nm (Kohle et al. 1985). Kuantifikasi Kehilangan Integritas Membran Empat akar yang telah diwarnai dengan Evans blue 0.025% (b/v) dipotong sepanjang 10 mm dari ujung akar, dihaluskan di dalam mortar dan ditambahkan 1 ml sodium dodecyl sulphate (SDS) 1% (b/v). Homogenate disentrifugasi selama 10 menit kemudian diukur menggunakan spektrofotometer (Cecil CE 2020) pada λ 600 nm (Yamamoto et al. 2001).

11 Hasil HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Cekaman Aluminium Penghambatan panjang akar. Perlakuan cekaman 1.6 mm Al menyebabkan reduksi perpanjangan akar baik pada kultivar Slamet maupun kultivar Lumut. Kultivar peka Lumut mengalami reduksi perpanjangan akar (77%-89%) lebih besar daripada kultivar toleran Slamet (70%-86%). Perbedaan ph dapat menyebabkan perbedaan pertumbuhan akar. Pada perlakuan ph 6 tidak terjadi reduksi perpanjangan akar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai reduksi perpanjangan akar yang negatif. Akar tumbuhan kedelai ph 6 lebih panjang daripada akar kedelai ph 4. Lamanya waktu cekaman Al menyebabkan peningkatan penghambatan panjang akar (Tabel 1). Lama Cekaman Kandungan aluminium. Perlakuan cekaman 1.6 mm Al menyebabkan kandungan Al yang tinggi pada kedua kultivar. Kultivar Lumut memiliki kandungan Al lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar Slamet yang ditunjukkan dengan warna merah pekat hematoksilin setelah perlakuan cekaman Al selama 24 jam (Gambar 1). Kandungan Al pada akar kedua kultivar semakin tinggi dengan semakin meningkatnya waktu cekaman. Kultivar Lumut memiliki kandungan Al lebih tinggi daripada kultivar Slamet sampai 48 jam setelah perlakuan cekaman, namun kandungan Al cenderung sama pada 72 jam setelah Lm Sl Lm Sl Lm Sl Lm Sl (a) (b) (c) (d) Gambar 1 Uji histokimia Al dengan pewarnaan hematoksilin pada akar. Tanaman kontrol, ph 6, jam ke-0 (a); perlakuan ph 6, jam ke-24 (b); ph 4, jam ke-24 (c), dan ph mm Al, jam ke-24 (d). Tanda panah menunjukkan akumulasi Al pada akar. Lm = Lumut, Sl = Slamet. Tabel 1 Reduksi perpanjangan akar tanaman perlakuan (ph mm Al) dibandingkan dengan tanaman kontrol ph 4 Reduksi perpanjangan akar dibandingkan dengan tanaman kontrol ph 4 ph 4 ph 6 ph mm Al * PPA (cm) RPA (%) PPA (cm) RPA (%) PPA (cm) RPA (%) Sl Lm Sl Lm Sl Lm Sl Lm Sl Lm Sl Lm 8 Jam Jam Jam Jam * PPA : Pertambahan Panjang Akar = Panjang akar jam ke-t Panjang akar jam ke-0 RPA : Reduksi Perpanjangan Akar terhadap perlakuan ph 4 = PPA ph 4 PPA perlakuan X 100% PPA ph 4 Sl : Slamet Lm : Lumut perlakuan cekaman. Akar tanaman yang direndam pada ph 6 dan 4 memiliki kandungan Al paling sedikit. Diduga kandungan tersebut berasal dari kontaminasi ion Cl - pada saat mengatur ph media (Gambar 2). Cekaman Al dapat menyebabkan luka pada akar. Pelukaan akar terlihat pada daerah 3-5 mm dari ujung akar. Kerusakan akar yang lebih parah terjadi pada daerah 3 mm dari ujung akar daripada daerah 5 mm dari ujung akar. Kerusakan jaringan akar pada kultivar Lumut terjadi sampai ke lapisan dalam korteks, sedangkan pada kultivar Slamet terjadi hanya pada bagian luar korteks (Gambar 3).

12 12 10 Sl-pH 6 Lm-pH 6 Sl-pH-4 Lm-pH 4 Sl-pH 4-Al Lm-pH 4-Al mg Al/g akar (a) (b) Jam ke Gambar 2 Kandungan Al akar. Lm = Lumut, Sl = Slamet. peroksidasi lipid lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar Slamet. Hal ini ditunjukkan dengan akar yang berwarna merah setelah diwarnai dengan larutan Schiff, s selama 24 jam. Warna akar kultivar Lumut lebih pekat daripada warna akar kultivar Slamet (Gambar 4). (c) (d) Lm Sl Gambar 3 Sayatan melintang akar pada daerah 3 mm dari ujung akar. Tanaman kontrol, ph 6, jam ke-0 (a); perlakuan, ph 6, jam ke-24 (b); ph 4, jam ke-24 (c), dan ph mm Al, jam ke-24 (d). Tanda panah menunjukkan jaringan akar yang rusak. Lm = Lumut, Sl = Slamet. = 100 μm. Kandungan peroksidasi lipid. Perlakuan cekaman 1.6 mm Al menyebabkan kandungan peroksidasi lipid yang tinggi padakedua kultivar. Kultivar Lumut memiliki kandungan Lm Sl Lm Sl Lm Sl Lm Sl (a) (b) (c) (d) Gambar 4 Uji histokimia peroksidasi lipid dengan larutan Schiff, s pada akar. Tanaman kontrol, ph 6, jam ke-0 (a); perlakuan, ph 6, jam ke-24 (b); ph 4, jam ke-24 (c), dan ph mm Al jam ke-24 (d). Tanda panah menunjukkan akumulasi peroksidasi lipid pada akar. Lm = Lumut, Sl = Slamet. Peroksidasi lipid pada kultivar Lumut meningkat mulai jam ke-0 sampai jam ke-24 dan menurun mulai jam ke-48, sedangkan pada kultivar Slamet peningkatan kandungan peroksidasi lipid terjadi mulai jam ke-0 sampai jam ke-48 dan penurunan terjadi mulai jam ke-72. Peningkatan peroksidasi lipid pada kultivar Lumut lebih tinggi daripada kultivar Slamet. Kedua kultivar memiliki kandungan peroksidasi lipid yang rendah pada ph 6 dan 4 (Gambar 5).

13 14 12 Sl-pH 6 Lm-pH 6 Sl-pH 4 Lm-pH 4 Sl-pH 4-Al Lm-pH 4-Al nm MDA/cm akar Kandungan kalosa. Cekaman Al menyebabkan peningkatan kandungan kalosa pada kedua kultivar. Kultivar Lumut memiliki kandungan kalosa lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar Slamet. Hal ini dapat dilihat dari jaringan akar yang berpendar jika diamati dengan mikroskop fluoresens. Jaringan akar kultivar Lumut pada daerah 1-5 mm berpendar lebih pekat daripada akar kultivar Slamet (Gambar 6) Jam ke Gambar 5 Kandungan peroksidasi lipid akar. Lm = Lumut, Sl = Slamet. (c) nf f nf nf (a) (d) f f (b) nf f nf Lm Sl Gambar 6 Uji histokimia kalosa dengan pewarnaan Aniline blue yang diamati pada keadaan non fluoresens (nf) dan fluoresens (f). Tanaman kontrol, ph 6, jam ke- 0 (a); perlakuan ph 6, jam ke- 24 (b); ph 4, jam ke-24 (c), dan ph mm Al, jam ke-24 (d). Tanda panah menunjukkan sebaran kalosa. Lm = Lumut, Sl = Slamet. = 100 μm.

14 mg Curdlan/cm akar Sl-pH 6 Lm-pH 6 Sl-pH 4 Lm-pH 4 Sl-pH 4-Al Lm-pH 4-Al Gambar 7 Kandungan kalosa akar. Lm = Lumut, Sl = Slamet. Peningkatan kandungan kalosa pada kedua kultivar terjadi mulai jam ke-0 sampai jam ke-24 dan mulai turun pada jam ke-48. Kultivar Slamet memiliki kandungan kalosa lebih rendah daripada kultivar Lumut. Kultivar Lumut mengalami tingkat kenaikan kandungan kalosa yang lebih tinggi daripada kultivar Slamet pada awal cekaman. Kandungan kalosa kedua kultivar tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada ph 6 dan 4 (Gambar 7). Kehilangan integritas membran. Cekaman 1.6 mm Al menyebabkan kultivar Lumut mengalami kehilangan integritas membran lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar Slamet. Hal ini dapat dilihat dari warna Evans blue yang lebih pekat pada akar kultivar Lumut daripada kultivar Slamet (Gambar 8) jam ke Lm Sl Lm Sl Lm Sl Lm Sl (a) (b) (c) (d) Gambar 8 Uji histokimia integritas membran dengan pewarnaan Evans blue pada akar. Tanaman kontrol, ph 6, jam ke-0 (a); perlakuan ph 6, jam ke-24 (b); ph 4, jam ke-24 (c), dan ph mm Al, jam ke-24. Tanda panah menunjukkan kehilangan integritas membran. Lm = Lumut, Sl = Slamet Sl-pH 6 Lm-pH 6 Sl-pH 4 Lm-pH 4 Sl-pH 4-Al Lm-pH 4-Al 0.04 Absorbansi Jam ke Gambar 9 Kehilangan integritas membran akar. Lm = Lumut, Sl = Slamet.

15 Penurunan kehilangan integritas membran semakin naik seiring dengan lamanya cekaman Al. Kehilangan integritas membran pada kultivar Lumut lebih tinggi daripada kultivar Slamet. Kedua kultivar mengalami sedikit kehilangan integritas membran pada ph 6 dan 4 (Gambar 9). Pengaruh Mastoparan terhadap Cekaman Aluminium Penghambatan panjang akar. Mastoparan 7 (sigma) merupakan aktivator protein heterotrimerik G α sehingga protein ini berada dalam keadaan aktif mengikat GTP (Assmann 2002). Penambahan Mastoparan (30 µm) dapat menurunkan reduksi perpanjangan akar pada kedua kultivar. Kultivar Lumut mengalami tingkat Lama Cekaman penurunan perpanjangan akar lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar Slamet (Tabel 2). Perlakuan cekaman Al tanpa penambahan Mastoparan menyebabkan luka pada jaringan akar baik pada kultivar Lumut maupun kultivar Slamet. Penambahan Mastoparan (30 µm) mengakibatkan tidak terdapatnya kerusakan jaringan akar pada kedua kultivar (Gambar 10) dan menurunkan kandungan Al pada kedua kultivar. Hal ini ditunjukkan dengan sedikitnya penyerapan warna hematoksilin pada kedua kultivar pada perlakuan penambahan Mastoparan dibandingkan dengan perlakuan cekaman Al (Gambar 11). Kultivar Slamet memiliki kandungan Al lebih rendah daripada kultivar Lumut (Gambar 12). Tabel 2 Reduksi perpanjangan akar dengan penambahan Mastoparan dibandingkan dengan tanaman kontrol ph mm Al Reduksi perpanjangan akar dibandingkan dengan tanaman kontrol ph mm Al ph mm Al ph mm Al+Mastoparan * PPA (cm) RPA (%) PPA (cm) RPA (%) Sl Lm Sl Lm Sl Lm Sl Lm 8 Jam Jam * PPA : Pertambahan Panjang Akar = Panjang akar jam ke-t Panjang akar jam ke-0 RPA : Reduksi Perpanjangan Akar terhadap perlakuan ph mm Al = PPA ph mm Al PPA perlakuan X 100% PPA ph mm Al Sl : Slamet Lm : Lumut (a) (b) Lm Sl Gambar 10 Sayatan melintang akar pada daerah 3 mm dari ujung akar yang diwarnai dengan hematoksilin. Perlakuan ph mm Al (a) dan ph mM Al + Mastoparan (b) selama 24 jam. Lm = Lumut, Sl = Slamet. = 100 μm. Lm Sl Lm Sl (a) (b) Gambar 11 Uji histokimia kandungan Al akar pada perlakuan ph mm Al (a) dan ph mm Al + Mastoparan (b) selama 24 jam. Tanda panah menunjukkan akumulasi Al pada akar. Lm = Lumut, Sl = Slamet.

16 Sl-pH 6 Lm-pH 6 Sl-pH 4 Lm-pH 4 Sl-pH 4-Al Lm-pH 4-Al Sl-pH 4-Al-Mastoparan Lm-pH 4-Al-Mastoparan mg Al/ g akar Jam ke Gambar 12 Kandungan Al akar tanpa dan dengan penambahan Mastoparan selama 24 jam. Lm = Lumut, Sl = Slamet. Kandungan peroksidasi lipid. Penambahan Mastoparan (30 µm) dapat menurunkan kandungan peroksidasi lipid pada akar. Hal ini ditunjukkan dengan sedikitnya penyerapan warna larutan Schiff, s pada akar kedua kultivar. Akar kultivar Slamet menyerap warna lebih sedikit daripada akar kultivar Lumut (Gambar 14). Kultivar Slamet memiliki kandungan peroksidasi lipid lebih rendah daripada kultivar Lumut (Gambar 13) Sl-pH 6 Lm-pH 6 Sl-pH 4 Lm-pH 4 Sl-pH 4-Al Sl-pH 4-Al-Mastoparan Lm-pH 4-Al Lm-pH 4-Al-Mastoparan nm MDA/cm akar Jam ke Gambar 13 Kandungan peroksidasi lipid akar tanpa dan dengan penambahan Mastoparan selama 24 jam. Lm = Lumut, Sl = Slamet.

17 nf (a) f Lm Sl Lm Sl (a) (b) Gambar 14 Uji histokimia peroksidasi lipid akar dengan pewarnaan Schiff, s pada perlakuan ph mm Al (a) dan ph mm Al + Mastoparan (b) selama 24 jam. Tanda panah menunjukkan akumulasi peroksidasi lipid pada akar. Lm = Lumut, Sl = Slamet. Kandungan kalosa. Penambahan Mastoparan (30 µm) mengakibatkan tidak terdapat kerusakan pada jaringan akar dan menurunkan kandungan kalosa. Hal ini terlihat dari kurang berpendarnya jaringan akar perlakuan Mastoparan dibandingkan dengan perlakuan cekaman Al (Gambar 15). Akar kultivar Slamet memiliki kandungan kalosa lebih rendah daripada kultivar Lumut (Gambar 16). (b) nf f Lm Sl Gambar 15 Uji histokimia kalosa dengan pewarnaan Aniline blue yang diamati pada keadaan non fluoresens (nf) dan fluoresens (f) pada perlakuan ph mm Al (a) dan ph mm Al + Mastoparan (b) selama 24 jam. Tanda panah menunjukkan sebaran kalosa. Lm = Lumut, Sl = Slamet. =100 µm Sl-pH 6 Lm-pH 6 Sl-pH 4 Lm-pH 4 Sl-pH 4-Al Lm-pH 4-Al Sl-pH 4-Al-Mastoparan Lm-pH 4-Al-Mastoparan mg Curdlan/cm akar Jam ke Gambar 16 Kandungan kalosa akar tanpa dan dengan penambahan Mastoparan selama 24 jam. Lm = Lumut, Sl = Slamet.

18 Kehilangan integritas membran. Mastoparan tidak menyebabkan kerusakan akar, sehingga kehilangan integritas membran sel akar menjadi menurun. Hal ini terlihat dari rendahnya penyerapan warna Evans blue oleh akar kedua kultivar. Kultivar Lumut menyerap warna lebih banyak daripada kultivar Slamet. Akar kultivar Slamet bahkan terlihat tidak menyerap warna Evans blue (Gambar 17). Akar kultivar Slamet memiliki penurunan integritas membran lebih kecil daripada kultivar Lumut (Gambar 18). Lm Sl Lm Sl (a) (b) Gambar 17 Uji histokimia kehilangan integritas membran dengan pewarnaan Evans blue pada perlakuan ph mm Al (a) dan ph mm Al + Mastoparan (b) selama 24 jam. Tanda panah menunjukkan kehilangan integritas membran. Lm = Lumut, Sl = Slamet Pembahasan Pengaruh Cekaman Aluminium Alumunium larut pada tanah masam (ph < 4) dan menyebabkan penghambatan pertumbuhan tumbuhan. Ketika Al diabsorbsi oleh tumbuhan, efek toksisitasnya akan terlihat pada pertumbuhan akarnya. Al diketahui antara lain berikatan pada dinding sel, membran plasma, dan nukleus (Kataoka et al. 2001). Perubahan morfologi akar akibat cekaman Al terjadi beberapa jam setelah perlakuan cekaman. Ujung akar menebal dan permukaannya retak. Keretakan ini disebabkan oleh kerusakan pada lapisan kedua dan ketiga korteks (Matsumoto 2000). Sejumlah besar Al diakumulasi pada zona pemanjangan akar dan menyebabkan penghambatan perpanjangan akar akibat perubahan struktural zona tersebut pada tahap awal toksisitas Al (Matsumoto 2000). Alumunium dapat berikatan dengan gugus polifosfat DNA dan menyebabkan terganggunya proses replikasi DNA (Kochian 1995). Al akan berikatan dengan molekul yang berhubungan dengan DNA misalnya protein histon kromosom yang menyebabkan pembelahan sel terganggu. Menurut Sivaguru et al. (1999) kultur sel yang mendapat cekaman Al, pembelahan selnya terhambat akibat hilangnya benang-benang gelendong (spindel) pada proses mitosis. Aktivitas mitosis yang menurun dengan cepat akan menyebabkan terjadinya reduksi perpanjangan akar. Sl-pH 6 Lm-pH 6 Sl-pH 4 Lm-pH 4 Sl-pH 4-Al Lm-pH 4-Al Sl-pH 4-Al-Mastoparan Lm-pH 4-Al-Mastoparan 0.02 Absorbansi Jam ke Gambar 18 Kehilangan integritas membran pada akar tanpa dan dengan penambahan Mastoparan selama 24 jam. Lm = Lumut, Sl = Slamet.

19 Kultivar yang peka terhadap cekaman Al mengakumulasi Al lebih banyak daripada kultivar yang toleran (Matsumoto 2000). Menurut Matsumoto (2000) penghambatan perpanjangan akar akibat cekaman Al berbeda antar spesies atau kultivar. Kultivar Lumut mengalami reduksi perpanjangan akar lebih besar daripada kultivar Slamet. Penghambatan perpanjangan akar berhubungan dengan akumulasi Al pada jaringan akar. Reduksi perpanjangan akar lebih dari 50 % pada kedua kultivar tersebut terjadi 8 jam setelah perlakuan. Hasil penelitian yang sama juga dilaporkan oleh Mashuda (2006) dan Suharsono et al. (2006). Akumulasi Al pada akar ditemukan mulai dari ujung akar sampai 5 mm di atas ujung akar, namun kerusakan akar terdeteksi pada daerah 3-5 mm dari ujung akar dengan pewarnaan hematoksilin. Menurut Matsumoto (2000) Al diakumulasi di tudung, meristem apikal dan zona pemanjangan akar. Menurut Kataoka et al. (2001) sel-sel pada daerah tersebut relatif lebih muda. Sel yang lebih muda dapat berikatan dengan Al lebih mudah daripada sel yang lebih dewasa. Hal ini disebabkan karena sel yang lebih muda memiliki potensial membran yang lebih rendah dibandingkan dengan sel yang lebih dewasa. Berdasarkan sayatan melintang akar, akumulasi Al pada umumnya dijumpai pada lapisan epidermis dan sub epidermis (korteks) akar. Hasil penelitian yang sama juga dilaporkan oleh Matsumoto (2000). Menurut Kataoka (2001) akumulasi Al dijumpai pada nukleus sel-sel parenkima korteks yang terletak pada daerah 1 dan 2 mm dari ujung akar hanya dengan perlakuan cekaman selama 15 menit, bahkan Al juga dapat dijumpai pada protoxilem meskipun dengan konsentrasi yang rendah. Hal ini menunjukkan Al ditransportasikan ke bagian atas tumbuhan melalui xilem. Semakin lama waktu cekaman semakin tinggi kandungan Al. Kultivar Slamet memiliki kandungan Al lebih tinggi daripada kultivar Lumut pada perlakuan cekaman selama 8 jam. Namun respon yang terjadi tetap menunjukkan bahwa kultivar Slamet tetap memiliki tingkat ketahanan yang lebih tinggi daripada kultivar Lumut. Hal ini dapat dilihat dari kandungan peroksidasi lipid dan kalosa, serta penurunan integritas membran yang lebih rendah pada kultivar Slamet daripada kultivar Lumut pada perlakuan cekaman selama 8 jam. Diduga kultivar Slamet memiliki kemampuan untuk mendetoksifikasi Al pada perlakuan cekaman tersebut. Kultivar Slamet menunjukkan kandungan Al pada akar lebih rendah dibandingkan dengan kultivar Lumut pada perlakuan cekaman selama 24 dan 48 jam. Perbedaan akumulasi kandungan Al berhubungan dengan perbedaan tingkat sensitivitas tumbuhan (Matsumoto 2000). Menurut Samuel et al. (1997) perbedaan genotipe pada kedua kultivar dapat menyebabkan perbedaan akumulasi kandungan Al. Kandungan Al kedua kultivar cenderung sama pada perlakuan cekaman selama 72 jam. Diduga hal ini disebabkan oleh adanya mekanisme transduksi sinyal lain yang menyebabkan kultivar Lumut menjadi cenderung tahan terhadap cekaman. Aluminium berikatan kuat dengan komponen lipid membran plasma. Kemampuan pengikatan Al oleh membran plasma bergantung pada kemampuan pengikatan gugus karboksil dan gugus fosfat membran plasma yang bermuatan negatif. Potensial permukaan membran dapat menjadi faktor yang terlibat dalam pertahanan tumbuhan terhadap cekaman Al (Matsumoto 2000). Tegangan negatif permukaan sel dapat menarik kation yang bersifat toksik. Ikatan Al dengan membran plasma dapat mengubah struktur membran plasma. Di samping itu pengikatan Al dengan komponen lipid pada membran plasma menyebabkan membran plasma menjadi kaku. Hal ini berpengaruh terhadap metabolisme yang terjadi pada membran plasma karena perubahan fungsi membran plasma tersebut. Beberapa respon yang ditimbulkan oleh tumbuhan akibat cekaman Al berkaitan dengan perubahan fungsi membran plasma (Matsumoto 2000). Modifikasi struktur membran oleh Al berhubungan dengan interaksi antara Al dengan lipid dan protein membran yang dapat menyebabklan terbentuknya oksigen reaktif seperti O 2 - dan H 2 O 2. O 2 - berasal dari beberapa proses metabolik seperti respirasi dan aktivasi NADPH oksidase pada membran plasma, sedangkan H 2 O 2 diproduksi secara spontan atau dari hasil dismutasi enzimatik O 2 - (Yamamoto et al. 2001). Kombinasi O 2 - dan H 2 O 2 menghasilkan hidroksil reaktif radikal yang tinggi yang menginisiasi terbentuknya peroksidasi lipid. Katalase, peroksidase, dan superoksida dismutase merupakan enzim yang penting bagi tumbuhan untuk mengurangi pengaruh negatif oksigen radikal bebas (Legendre et al. 1993). Kultivar Slamet memiliki kandungan peroksidasi lipid lebih rendah daripada

20 kultivar Lumut. Penurunan peroksidasi lipid kultivar Slamet terjadi mulai jam ke-72, sedangkan pada kultivar Lumut terjadi mulai jam ke-48. Kultivar Lumut mengalami tingkat kerusakan sel-sel korteks akar lebih banyak daripada kultivar Slamet, sehingga kultivar Lumut mengalami penurunan kandungan peroksidasi lipid lebih cepat daripada kultivar Slamet. Hal ini menyebabkan perbedaan ketahanan kedua kultivar tersebut terhadap cekaman Al, kultivar Slamet lebih tahan daripada kultivar Lumut. Peroksidasi lipid mengalami peningkatan yang nyata setelah diberi perlakuan Al selama 8 jam dan terus meningkat sampai 48 jam setelah perlakuan (Cakmak 1991). Kalosa merupakan senyawa β-1,3-glukan yang dibentuk pada membran plasma yang sangat sensitif terhadap cekaman Al. Menurut Wissemeier et al. (1992) pembentukan kalosa sangat intensif terjadi pada ujung akar dan hanya ditemukan pada lapisan korteks paling luar (sub epidermis). Kalosa dapat terbentuk sebagai respon terhadap stres fisik atau kimia pada membran plasma dan sering dijumpai pada jalur penghubung antar sel (plasmodesmata dan pori pembuluh tapis) atau untuk mengisolasi jaringan yang rusak (Kohle 1985). Induksi pembentukan kalosa oleh Al berhubungan dengan perubahan fungsi membran plasma. Kalosa dibentuk pada bagian dalam membran plasma yang diaktivasi oleh peningkatan konsentrasi ion Ca 2+ intraseluler akibat meningkatnya influk Ca 2+ melalui membran plasma yang rusak (Yamamoto et al. 2001). Kalosa dilepaskan oleh membran plasma ke dalam apoplas, sehingga dinding sel pada akar tanaman yang tercekam Al terlihat seperti mengandung deposit kalosa (Matsumoto 2000). Kultivar Slamet memiliki kandungan kalosa lebih rendah daripada kultivar Lumut. Perbedaan akumulasi kandungan kalosa menunjukkan perbedaan tingkat stres fisiologi setiap kultivar (Zhang et al. 1994). Kedua kultivar mengalami kenaikan kandungan kalosa sampai jam ke-24 dan mengalami penurunan mulai jam ke-48 perlakuan cekaman Al. Hal ini diduga karena kedua kultivar mengalami peningkatan kerusakan sel-sel korteks seiring dengan lamanya waktu cekaman. Menurut Matsumoto (2000) cekaman Al menyebabkan ujung akar menjadi tebal dengan retakan pada permukaannya dan menjadikan akar rapuh sehingga membran selnya mengeras dan menyebabkan integritas membran menurun. Kultivar Slamet mengalami kehilangan integritas membran lebih rendah daripada Lumut. Perbedaan tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan genotipe. Analisis histokimia dan kuantifikasi kehilangan integritas membran menggunakan Evans blue mengindikasikan bahwa kerusakan membran yang diinduksi oleh cekaman Al merupakan kerusakan mekanik sel pada permukaan akar di daerah pemanjangan setelah perlakuan cekaman Al yang panjang (Yamamoto et al. 2001). Evans blue merupakan pewarna yang digunakan sebagai indikator untuk menandai sel yang mati atau mengalami kerusakan. Sel yang mati atau rusak akan tetap terwarnai meskipun telah mengalami pencucian dikarenakan sel tersebut tidak lagi mempunyai kemampuan transporter untuk mengeluarkan larutan pewarna yang telah diserapnya. Tumbuhan memiliki mekanisme dalam mempertahankan diri terhadap cekaman Al diantaranya melepaskan asam organik dari ujung akar seperti asam sitrat, oksalat, dan malat; meningkatkan ph rizosfer untuk mengurangi tingkat kelarutan Al; mengakumulasi Al dan mengeluarkannya kembali; serta menginduksi fitokelatin untuk mengkelat Al (Kochian 1995). Pengaruh Mastoparan terhadap Cekaman Aluminium Respon yang terjadi pada tanaman akibat cekaman Al terlihat jelas pada jam ke-24. Oleh karena itu penambahan mastoparan untuk mengetahui keterlibatan G α terhadap mekanisme toleransi tanaman kedelai dilakukan sampai jam ke-24. Pemberian Mastoparan (30 µm) menyebabkan kultivar Lumut mengalami stimulasi perpanjangan akar lebih besar daripada kultivar Slamet. Lumut merupakan kultivar peka, sehingga penambahan Mastoparan pada perlakuan cekaman Al diharapkan dapat menyebabkan kultivar Lumut lebih tahan terhadap kerusakan akar daripada kultivar Slamet yang pada dasarnya sudah bersifat toleran. Pemberian Mastoparan (30 µm) dapat menurunkan kandungan Al, peroksidasi lipid, dan kalosa; dan menurunkan kehilangan integritas membran pada kedua kultivar, sehingga pemberian Mastoparan (30 µm) tidak menyebabkan kerusakan akar baik pada kultivar Lumut maupun Slamet. Mastoparan merupakan suatu peptida dengan 14 asam amino yang diisolasi dari lebah. Mastoparan memiliki bobot molekul rendah dan bersifat hidrofobik sehingga dapat memasuki sel secara bebas tanpa bantuan

21 sistem pengantar dari luar (Legendre et al. 1992). Mastoparan juga merupakan aktivator protein heterotrimerik G α yang berperan dalam sistem transduksi sinyal. Terdapat dua bentuk Mastoparan yaitu bentuk analog aktif (Mastoparan 7) dan inaktif (Mastoparan 17). Perbedaan bentuk tersebut terdapat pada sekuen asam aminonya. Menurut Fujisawa et al. (2001) Mastoparan 7 sebagai analog aktif dapat meningkatkan permeabilitas membran plasma terhadap ion yaitu menginduksi pengeluaran K + dan pemasukan H + dan Ca 2+ dari kultur sel kultivar normal dan kultivar mutan. Mastoparan 7 juga dapat meningkatkan aktivitas pengikatan GTPγS dengan protein membran plasma pada konsentrasi µm dan pengaruhnya terlihat berbeda antara kultivar normal dengan kultivar mutan pada konsentrasi kurang lebih 30 µm. Mastoparan mengkatalisis pengaktivasian protein heterotrimerik G α supaya tetap berada dalam keadaan aktif dalam bentuk ikatan dengan GTP. Reseptor yang berikatan dengan protein heterotrimerik G α adalah reseptor yang termasuk ke dalam kelas reseptor 7 segmen transmembran (Krauss 2001). Protein heterotrimerik G α membawa informasi dari reseptor dan mengaktivasi phospholipase C (PLC) untuk pemecahan phospatidylinositol-4,5-bisphosphate (PIP 2 ) menjadi inositol triphosphate (IP 3 ) yang dilepaskan ke sitoplasma dan diacylglycerol (DAG) ke membran serta mengaktivasi protein kinase C (Kochian 1995). IP 3 akan berikatan dengan vesikel dan membran retikulum endoplasma yang menyebabkan pengeluaran Ca 2+ ke dalam sitoplasma. Kation ini akan menstimulasi beberapa proses seperti sekresi dan pembelahan sel. DAG mengaktifkan protein kinase C yaitu enzim yang menempatkan gugus fosfat pada protein target dan mengaktifkannya. Target tersebut diantaranya kanal ion, transporter, transkripsi mrna, motilitas, sekresi, dan berbagai macam metabolik enzim lainnya (Sadava 1993). Menurut Chen et al. (2006) dengan menggunakan mutan yang kehilangan kopi gen subunit α telah terbukti bahwa protein heterotrimerik G α pada tanaman Arabidopsis berfungsi sebagai modulator positif proses pembelahan sel. Hasil yang sama dilaporkan juga oleh Barbeoch et al. (2004) bahwa dengan menggunakan mutan yang kehilangan satu kopi gen subunit α terbukti bahwa protein heterotrimerik G α berperan dalam pengaturan pembelahan sel pada daerah meristem ujung akar pada tanaman Arabidopsis dan padi. Ma (1994) juga melaporkan peranan protein heterotrimerik G α dalam pembelahan dan diferensiasi sel pada tumbuhan. Meskipun akar mengalami cekaman Al, namun dengan adanya Mastoparan dapat meningkatkan kembali pembelahan sel yang terganggu akibat pengikatan Al dengan gugus DNA. Peningkatan pembelahan sel tersebut dapat menurunkan respon tanaman yang diakibatkan stres terhadap cekaman Al yaitu dengan menurunkan kandungan Al, peroksidasi lipid dan kalosa; kehilangan integritas membran dan penghambatan perpanjangan akar. Oleh karena itu Mastoparan sebagai aktivator protein heterotrimerik G α dapat membantu akar dalam mencegah kerusakan sel akibat cekaman Al khususnya pada kultivar peka Lumut melalui pengaktifan pembelahan sel dan sistem transduksi sinyal lainnya yang berperan dalam sistem pertahanan tumbuhan. SIMPULAN Mastoparan sebagai aktivator protein heterotrimerik G α dapat meningkatkan sistem pertahanan tanaman kedelai terutama pada kultivar peka Lumut terhadap cekaman aluminium melalui pertambahan perpanjangan akar; penurunan kandungan aluminium, peroksidasi lipid, dan kalosa; serta peningkatan integritas membran sel. TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada Proyek Hibah Bersaing XII atas nama Dr. Ir Utut Widyastuti Suharsono, M.Si. yang telah membiayai penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Anwar S Pengklonan gen-gen yang diinduksi oleh aluminum pada kedelai (Glycine max (L) Merryl) [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Assmann SM Heterotrimeric and unconventional GTP binding protein in plant cell signaling. Plant Cell Supl:S355-S373.

22 Barbeoch LP, Jones AM, Asmann SM Plant heterotromeric G protein function: insight from Arabidopsis and rice mutants. Curr Opin Plant Biol 7: Cakmak I & Horst WJ Effect aluminum on lipid peroxidation, superoxidase dismutase, catalase, and peroxidase activities in root tips of soybeans (Glycine max). Physiol Plant 83: Chen JG, Gao Y, Jones AM Differential roles of Arabidopsis heterotrimeric G protein subunits in modulating cell division in roots. Plant Physiol 141: Cunniff P, editor Official Methods of Analysis of AOAC International. 16 th Edition. Volume ke-1. Gaithersburg. AOAC International. Fujisawa Y, Sawaki S, Kato H, Asahi T, Iwasaki Y Biochemical responses of rice cells to Mastoparan 7 an activator of heterotrimeric G proteins. Plant Biotechnol 18(4): Kataoka T, Nakanishi TM Aluminium distribution in soybean root tip for a short time Al treatment. Plant Physiol 158: Kauss H Callose and Callose Synthase. Di dalam: MC Pherson MJ, Bowles DJ, editor. Molecular Plant Physiology: A Practical Approach. Volume ke-2. New York:Oxford Univ. hlm 1-8. Kochian LV Cellular mechanisms of aluminum toxicity and resistance in plants. Plant Physiol 46: Kohle et al Chitosan elicited callose synthesis in soybeans cells as a Ca 2+ dependent process. Plant Physiol 77: Krauss G Biochemistry of Signal Transduction and Regulation. Wienheim:Wiley VCH. Legendre L, Heinstein PF, Low PS Evidence for participation of GTPbinding proteins in elicitation of the rapid oxidative burst in cultured soybeans cells.biochem 267(28): Legendre L, Rueter S, Heinstein PF, Low PS Characterization of the oligalacturonide-induced oxidative burst in cultured soybean (Glycine max) cells. Plant Physiol 102: Ma H GTP binding protein in plants: new members of an old family. Plant Molec Biol 26: Mashuda Ekspresi gen G α pada kedelai kultivar slamet yang mendapat cekaman aluminium [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Matsumoto H Cell biology of aluminum toxicity and tolerance in higher plants. Int Molec rev of Cytoy 200:1-17 Mihara M, Uchiyama M, Fukazawa K Thiobarbituric acid value on fresh homogenate of rat as parameter of lipid peroxidation aging CCl 4 intoxication and vitamin E deficiency. Biochem Med 23: Nakamura T Plant Tissue Observation Using Microscope. Di dalam: Hinata K, Hashiba T, editor. A Manual of Experiment for Plant Biology. Tokyo: Soft Science Publications.hlm Polle E, Konzak CF, Kittrick JA Visual detection of aluminum tolerance in wheat by hematoxylin staining of seedling roots. Crop Sci 18: Pompella LA, Maellaro E, Casini AF, Comporti M Histochemical detection of lipid peroxidation in the liver of bromobenzene-poisoned mice. Am J Pathol 129: Sadava DE Cell Biology Organelle Structure and Function. London: Jones and Bartlett. Samuel T, Kucukakyuz K, Zachari MR Al partitioning pattern and root growth as related to Al sensitivity and Al tolerance in wheat. Plant Physiol 113: Sivaguru M, Baluska F, Volkmann D, Felle HH, Horst WJ Impacts of aluminum on the cytoskeleton of the maize root apex short-term effects on the distal part of transition zone. Plant Physiol 116: Suharsono UW, Suharsono Analisis gen penyandi protein heterotrimerik G subunit α yang terlibat dalam sistem toleransi tanaman kedelai terhadap cekaman Al [laporan akhir hibah bersaing XII]. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Weiss CA, White E, Huang H, Ma H The G α protein subunit (GPα1) is associated with the ER and the plasma membrane in meristematic cell of Arabidopsis and cauliflower. FEBS Lett 407:

23 Wissemeier AH, Diening A, Hergenroder A, Horst WJ, Mix-Wegner G Callose formation as parameter for assesing genotypical plant tolerance of aluminum and manganase. Plant Soil 146: Yamamoto Y, Kobayashi Y, Matsumoto H Lipid peroxidation is an early symptom triggered by alumunium, but not the primary cause of elongations inhibition in pea roots. Plant Physiol 125: Zhang G, Hoddinott J, Taylor Gj Characterization of 1,3-β-D-glucan (callose) synthesis in roots of Triticum aestivum in response to Al toxicity. Plant Physiol 144:

PEROKSIDASI LIPID PADA AKAR PADI (Oryza sativa L.) SEBAGAI RESPON FISIOLOGIS TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM

PEROKSIDASI LIPID PADA AKAR PADI (Oryza sativa L.) SEBAGAI RESPON FISIOLOGIS TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM PEROKSIDASI LIPID PADA AKAR PADI (Oryza sativa L.) SEBAGAI RESPON FISIOLOGIS TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM Sri Aninda Wulansari, Utut Widyastuti Suharsono, Hamim, Miftahudin Departemen Biologi, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN AKUMULASI ALUMINIUM PADA AKAR PADI DALAM KONDISI CEKAMAN ALUMINIUM PADA LARUTAN HARA. Oleh: NURLAELA G

DISTRIBUSI DAN AKUMULASI ALUMINIUM PADA AKAR PADI DALAM KONDISI CEKAMAN ALUMINIUM PADA LARUTAN HARA. Oleh: NURLAELA G DISTRIBUSI DAN AKUMULASI ALUMINIUM PADA AKAR PADI DALAM KONDISI CEKAMAN ALUMINIUM PADA LARUTAN HARA Oleh: NURLAELA G34102072 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Cekaman Aluminium Terhadap Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Cekaman Aluminium Terhadap Tanaman 6 TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Cekaman Aluminium Terhadap Tanaman Pada kondisi asam atau ph 4 aluminium di dalam tanah dalam keadaan terlarut dalam bentuk Al 3+ yaitu Al(H 2 O 2 ) 3+ 6. Ketika ph meningkat,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 Perlakuan irradiasi sinar gamma menyebabkan tanaman mengalami gangguan pertumbuhan dan menunjukkan gejala tanaman tidak normal. Gejala ketidaknormalan

Lebih terperinci

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh PEMBAHASAN UMUM Kebutuhan pangan berupa beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Akan tetapi di masa datang kemampuan pertanian di Indonesia untuk menyediakan beras

Lebih terperinci

(G Protein-coupled receptor) sebagai target aksi obat

(G Protein-coupled receptor) sebagai target aksi obat Reseptor terhubung protein G (G Protein-coupled receptor) sebagai target aksi obat merupakan keluarga terbesar reseptor permukaan sel menjadi mediator dari respon seluler berbagai molekul, seperti: hormon,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Mutasi

TINJAUAN PUSTAKA Mutasi TINJAUAN PUSTAKA Mutasi Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada materi genetik sehingga menyebabkan perubahan ekspresi. Perubahan dapat terjadi pada tingkat pasangan basa, tingkat satu ruas DNA, bahkan

Lebih terperinci

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran yang menonjol ke luar sel Melalui permukaan sel ini,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengaruh cekaman Al terhadap pertumbuhan tanaman, paling nyata terlihat pada perpanjangan dan pertumbuhan akar. Tingkat ker

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengaruh cekaman Al terhadap pertumbuhan tanaman, paling nyata terlihat pada perpanjangan dan pertumbuhan akar. Tingkat ker ANALISIS ROOT REGROWTH AKAR SORGUM [Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM DI LARUTAN HARA Abstrak Penelitian dilaksanakan di rumah kaca kebun percobaan University Farm IPB, Cikabayan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

%-d OJY PEROKSIDASI LIPID DAN AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE PADA KEDELAI DIBAWAH KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN JOFANNY GANAKIN

%-d OJY PEROKSIDASI LIPID DAN AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE PADA KEDELAI DIBAWAH KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN JOFANNY GANAKIN %-d OJY PEROKSIDASI LIPID DAN AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE PADA KEDELAI DIBAWAH KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN JOFANNY GANAKIN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Umumnya lahan kering di Indonesia didominasi oleh tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol). Masalah utama yang dihadapi pada t

PENDAHULUAN Latar Belakang Umumnya lahan kering di Indonesia didominasi oleh tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol). Masalah utama yang dihadapi pada t TOLERANSI SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM DI LARUTAN HARA Abstrak Percobaan mengenai tanggap toleransi sorgum terhadap cekaman aluminium di larutan hara telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE

BAB III. BAHAN DAN METODE 10 BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Februari dan berakhir pada bulan Agustus 2011. Proses pembuatan dan pengujian arang aktif dilakukan

Lebih terperinci

Signal Transduction. Dr. Sri Mulyaningsih, Apt

Signal Transduction. Dr. Sri Mulyaningsih, Apt Signal Transduction Dr. Sri Mulyaningsih, Apt Konsep umum signal transduction Komunikasi sel Tipe-tipe reseptor Molecular signaling Komunikasi antar sel Umumnya diperantarai oleh molekul sinyal ekstraseluler

Lebih terperinci

ANALISIS KETERLIBATAN PROTEIN HETEROTRIMERIK G SUBUNIT α TERHADAP CEKAMAN Al 3+ MELALUI IDENTIFIKASI PRODUKSI H 2 O 2 PADA KEDELAI KULTIVAR SLAMET

ANALISIS KETERLIBATAN PROTEIN HETEROTRIMERIK G SUBUNIT α TERHADAP CEKAMAN Al 3+ MELALUI IDENTIFIKASI PRODUKSI H 2 O 2 PADA KEDELAI KULTIVAR SLAMET ANALISIS KETERLIBATAN PROTEIN HETEROTRIMERIK G SUBUNIT α TERHADAP CEKAMAN Al 3+ MELALUI IDENTIFIKASI PRODUKSI H O PADA KEDELAI KULTIVAR SLAMET Oleh : Mohammad Bahrelfi Belafiff G34101054 DEPARTEMEN BIOLOGI

Lebih terperinci

KULIAH I FISIOLOGI DAN SEL TUMBUHAN

KULIAH I FISIOLOGI DAN SEL TUMBUHAN KULIAH I FISIOLOGI DAN SEL TUMBUHAN Tumbuhan banyak manfaat dan nilai ekonomi Cakupan tumbuhan tinggi (Spermatofita) Fisiologi Proses Fungsi Aspek praktis dari fisiologi tumbuhan Faktor keturunan Proses

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L) merupakan salah satu komoditas sayuran yang bernilai ekonomi tinggi. Hal ini terlihat dari areal pertanaman cabai yang menempati areal terluas diantara

Lebih terperinci

Makalah Biokimia Komponen Penyusun Sel Tumbuhan NUKLEUS. Oleh :

Makalah Biokimia Komponen Penyusun Sel Tumbuhan NUKLEUS. Oleh : Makalah Biokimia Komponen Penyusun Sel Tumbuhan NUKLEUS Oleh : Nama : Sherly Febrianty Surya Nim : G111 16 016 Kelas : Biokimia Tanaman C Dosen Pembimbing : DR. Ir. Muh. Riadi, MP. PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

124 tinggi yaitu sebesar 2.73 me/100 g (Tabel 1.1). Perbedaan kondisi cekaman ini menyebabkan perbedaan tingkat toleransi untuk genotipe ZH ,

124 tinggi yaitu sebesar 2.73 me/100 g (Tabel 1.1). Perbedaan kondisi cekaman ini menyebabkan perbedaan tingkat toleransi untuk genotipe ZH , PEMBAHASAN UMUM Di Indonesia, kondisi lahan untuk pengembangan tanaman sebagian besar merupakan lahan marjinal yang kering dan bersifat masam. Kendala utama pengembangan tanaman pada tanah masam adalah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN Pengukuran aktivitas spesifik katalase jaringan ginjal tikus percobaan pada keadaan hipoksia hipobarik akut berulang ini dilakukan berdasarkan metode Mates et al. (1999) yang dimodifikasi

Lebih terperinci

TRANSDUKSI SINYAL PADA TINGKAT SEL

TRANSDUKSI SINYAL PADA TINGKAT SEL TRANSDUKSI SINYAL PADA TINGKAT SEL Tranduksi sinyal Adalah proses perubahan bentuk sinyal yang berurutan, dari sinyal ekstraseluler sampai respon dalam komunikasi antar sel Tujuan: Untuk berlangsungnya

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tumbuhan merupakan organisme yang tidak dapat bergerak bebas yang pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Tumbuhan merupakan organisme yang tidak dapat bergerak bebas yang pertumbuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuhan merupakan organisme yang tidak dapat bergerak bebas yang pertumbuhan dan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitar seperti suhu, kelembaban,

Lebih terperinci

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry 8 serta doxorubicin 1 µm. Penentuan nilai konsentrasi pada flow cytometry berdasarkan daya penghambatan yang dimungkinkan pada uji sel hidup dan rataan tengah dari range konsentrasi perlakuan. Uji Sitotoksik

Lebih terperinci

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S. (FIK-UI)

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S. (FIK-UI) Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) RETIKULUM ENDOPLASMA Ada dua jenis retikum endoplasma (ER) yang melakukan fungsi yang berbeda di dalam sel: Retikulum Endoplasma kasar (rough ER), yang ditutupi oleh

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN AKUMULASI ALUMINIUM PADA AKAR SORGUM (Sorghum bicolor (L) Moench) MELALUI UJI PEWARNAAN HEMATOKSILIN

DISTRIBUSI DAN AKUMULASI ALUMINIUM PADA AKAR SORGUM (Sorghum bicolor (L) Moench) MELALUI UJI PEWARNAAN HEMATOKSILIN DISTRIBUSI DAN AKUMULASI ALUMINIUM PADA AKAR SORGUM (Sorghum bicolor (L) Moench) MELALUI UJI PEWARNAAN HEMATOKSILIN Karlin Agustina 1, *, Didy Sopandie 2, Trikoesoemaningtyas 2, Desta Wirnas 2 dan Wiwik

Lebih terperinci

DEPARTEMEN BOGOR 2013

DEPARTEMEN BOGOR 2013 i KARAKTER PERTUMBUHAN AKAR SEBAGAI PARAMETER TOLERANSI TANAMANN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM UPIK ELVARELZA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Cekaman Aluminium pada Lahan Respon Fisiologis Tanaman terhadap Cekaman Al

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Cekaman Aluminium pada Lahan Respon Fisiologis Tanaman terhadap Cekaman Al TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Cekaman Aluminium pada Lahan Pembukaan areal pertanian di luar Jawa, khususnya tanaman pangan di lahan kering ditujukan pada jenis tanah Podsolik Merah Kuning dengan luas areal

Lebih terperinci

Mekanisme Serapan Hara oleh Akar: Transport Jarak Dekat AGH 322

Mekanisme Serapan Hara oleh Akar: Transport Jarak Dekat AGH 322 Mekanisme Serapan Hara oleh Akar: Transport Jarak Dekat AGH 322 Penyerapan Hara Dalam beberapa hari, dalam media: -Volume air berkurang diabsorpsi -K, P, NO 3-, konsentrasinya menurun diabsorpsi -Na +

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2006 hingga Agustus 2007. Penangkapan polen dilakukan di kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan dan analisa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green House dan Laboratorium Genetika dan Molekuler jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

Pengaruh Asam Sitrat, Aluminium dan Interaksinya Terhadap Pertumbuhan Kecambah Kedelai ( Glycine max L.) Varietas Anjasmoro

Pengaruh Asam Sitrat, Aluminium dan Interaksinya Terhadap Pertumbuhan Kecambah Kedelai ( Glycine max L.) Varietas Anjasmoro Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 16 (3): 132-138 http://www.jptonline.or.id ISSN 141-52 eissn Online 247-178 Pengaruh Asam Sitrat, Aluminium dan Interaksinya Terhadap Pertumbuhan Kecambah Kedelai

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) Pengujian daya serap air (Water Absorption Index) dilakukan untuk bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari Oktober 2010

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih BAHAN DAN METODE Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang penapisan galur-galur padi (Oryza sativa L.) populasi RIL F7 hasil persilangan varietas IR64 dan Hawara Bunar terhadap cekaman besi ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Januari 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Januari 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2015 - Januari 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian, dan Laboratorium Terpadu Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE LAMPIRAN Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Medium kultur DMEM merupakan medium Dulbecco s Modified Eagle s Medium (DMEM; Sigma) yang telah dimodifikasi dengan penambahan asam amino non-esensial (AANE;

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Februari 2012, bertempat di Laboratorium Pengawasan Mutu Hasil Pertanian Jurusan

Lebih terperinci

PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG

PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Distribusi dan Botani Melastoma

TINJAUAN PUSTAKA Distribusi dan Botani Melastoma TINJAUAN PUSTAKA Distribusi dan Botani Melastoma Melastoma dikenal sebagai gulma di perkebunan teh dan karet. Tumbuhan ini dapat tumbuh hingga ketinggian 1650 m dpl dan terdapat di daerah terbuka. Penyebaran

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH:

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: Dinda Marizka 060307029/BDP-Pemuliaan Tanaman PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. 2 memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. Analisis Root re-growth (RRG) Pengukuran Root Regrowth (RRG) dilakukan dengan cara mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana,

II. METODOLOGI PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Metode Pengumpulan Data 2.1.1. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Genetika dan Biologi Molekuler dengan judul Isolasi DNA Bawang Bombay Dengan Cara Sederhana yang disusun o

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Genetika dan Biologi Molekuler dengan judul Isolasi DNA Bawang Bombay Dengan Cara Sederhana yang disusun o LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM GENETIKA DAN BIOLOGI MOLEKULER (ISOLASI DNA BAWANG BOMBAY DENGAN CARA SEDERHANA) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A KELOMPOK : V (Lima)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA. B.

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

Siti Nur Faedah Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau, Pekanbaru 28293

Siti Nur Faedah Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau, Pekanbaru 28293 Proses Difusi Molekul KMnO 4 atau CuSO 4 Di dalam Aquades dan Tekanan Osmotik Cairan Sel Daun Rhoe discolor Dalam Larutan Glukosa Dengan Konsentrasi Yang Berbeda Siti Nur Faedah 1405113011 Program Studi

Lebih terperinci

KULIAH V TRANSPOR LARUTAN

KULIAH V TRANSPOR LARUTAN KULIAH V TRANSPOR LARUTAN Perhatian Sesudah perkuliahan diharapkan mahasiswa membaca bahan ajar yang sudah dipersiapkan Mahasiswa mengerjakan tugas yang sudah dibuat di dalam bahan ajar, dikerjakan secara

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

PERILAKU DIFUSI KETOPROFEN MELALUI MEMBRAN KITOSAN-GOM GUAR FERI NATA

PERILAKU DIFUSI KETOPROFEN MELALUI MEMBRAN KITOSAN-GOM GUAR FERI NATA 1 PERILAKU DIFUSI KETOPROFEN MELALUI MEMBRAN KITOSAN-GOM GUAR FERI NATA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 PERILAKU DIFUSI KETOPROFEN MELALUI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Rumah Kaca Deparment

III. METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Rumah Kaca Deparment III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Rumah Kaca Deparment Research and Development PT Great Giant Pineapple, Terbanggi Besar, Lampung Tengah sejak bulan September

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

HASIL. Tingkat perubahan warna, panjang kedalaman zona perubahan warna serta tingkat wangi dinyatakan dalam nilai rata-rata ± simpangan baku.

HASIL. Tingkat perubahan warna, panjang kedalaman zona perubahan warna serta tingkat wangi dinyatakan dalam nilai rata-rata ± simpangan baku. 4 Tabel 1 Rancangan pemberian MeJA 750 mm secara berulang. Induksi / Pengamatan Perlakuan (hari ke-) Induksi 0 10 25 50 75 M1 * * * * M2 * * * M3 * * M4 * Keterangan : = pemberian * = pengamatan M1= Perlakuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Jenis Data Data Primer

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Jenis Data Data Primer 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Yogyakarta sebagai kota yang terkena dampak langsung erupsi Gunung Merapi dan di lokasi yang relatif tidak terlalu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk

Lebih terperinci

Pengamatan Pertumbuhan dan Produksi Tinggi Tajuk dan Panjang Akar Analisis Askorbat peroksidase (APX) Bobot Tajuk dan Bobot Akar

Pengamatan Pertumbuhan dan Produksi Tinggi Tajuk dan Panjang Akar Analisis Askorbat peroksidase (APX) Bobot Tajuk dan Bobot Akar 3 kemudian dilakukan hidrasi selama 24 jam di botol kecil. Setelah 24 jam dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot jenuh (BJ. Untuk mengetahui bobot kering (BK maka potongan daun tersebut dikeringkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Yogyakarta (lokasi 1) dari pusat kota ke arah Gunung Merapi sebagai lokasi yang relatif tercemar dan di Kota Solo

Lebih terperinci

PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa)

PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa) PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa) LAPORAN PRAKTIKUM UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Genetika 1 yang dibimbing oleh Prof. Dr. Hj. Siti Zubaidah, M.Pd dan Andik Wijayanto, S.Si,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan kebutuhan makanan yang bernilai gizi tinggi. Bahan makanan yang bernilai gizi tinggi

Lebih terperinci

Teknik Identifikasi Bakteri

Teknik Identifikasi Bakteri MODUL 5 Teknik Identifikasi Bakteri POKOK BAHASAN : 1. Teknik Pewarnaan GRAM (Pewarnaan Differensial) 2. Uji Katalase 3. Pembuatan stok agar miring TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Mempelajari cara menyiapkan apusan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

EKSPRESI GEN Gα dan PEROKSIDASE PADA KEDELAI KULTIVAR LUMUT YANG MENDAPAT CEKAMAN ALUMINIUM RIZKI AMELIA LUBIS A

EKSPRESI GEN Gα dan PEROKSIDASE PADA KEDELAI KULTIVAR LUMUT YANG MENDAPAT CEKAMAN ALUMINIUM RIZKI AMELIA LUBIS A EKSPRESI GEN Gα dan PEROKSIDASE PADA KEDELAI KULTIVAR LUMUT YANG MENDAPAT CEKAMAN ALUMINIUM RIZKI AMELIA LUBIS A351030211 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan yang diampu oleh Drs.Dahlia, M.Pd Disusun oleh : Kelompok II/Offering A 1. Annas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK PERCOBAAN 2 UJI AKTIVITAS SUKSINAT DEHIDROGENASE

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK PERCOBAAN 2 UJI AKTIVITAS SUKSINAT DEHIDROGENASE LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK PERCOBAAN 2 UJI AKTIVITAS SUKSINAT DEHIDROGENASE Nama : Imana Mamizar NIM : 10511066 Kelompok : 5 Nama Asisten : Bunga (20513032) Tanggal Percobaan :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen ini melibatkan satu faktor dengan 6 taraf sebagai perlakuan, sehingga rancangan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk modifikasi elektroda pasta karbon menggunakan zeolit, serbuk kayu, serta mediator tertentu. Modifikasi tersebut diharapkan mampu menunjukkan sifat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat 25 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Juli 2011. Pengambilan sampel dilakukan di kawasan restorasi resort Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN FUNGSI SEL

STRUKTUR DAN FUNGSI SEL STRUKTUR DAN FUNGSI SEL 1. Pengertian Sel: Sel kata latinnya yaitu cella, yang berarti ruangan kecil atau unit kehidupan terkecil. Ditemukan pertama kali oleh Robert Hooke pada tahun 1665, yaitu tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel merupakan unit terkecil dari organisme. Sel tidak akan mampu bekerja dan membentuk sebuah jaringan bila tidak ada koordinasi antara satu dengan yang lain. Miliaran

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN V (HIBRIDISASI) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 HIBRIDISASI DOT BLOT TUJUAN blot) Praktikum ini

Lebih terperinci

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN TENTANG TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini sudah dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini sudah dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2013 di 24 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini sudah dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Biokimia Jurusan Kimia FMIPA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Hrp -, IAA +, BPF Hrp -, IAA + + , BPF Hrp. , BPF Hrp -, IAA +, BPF + Hrp. , BPF Hrp. , BPF Hrp. Penambat Nitrogen Penambat Nitrogen

BAHAN DAN METODE. Hrp -, IAA +, BPF Hrp -, IAA + + , BPF Hrp. , BPF Hrp -, IAA +, BPF + Hrp. , BPF Hrp. , BPF Hrp. Penambat Nitrogen Penambat Nitrogen BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, IPB dan lahan pertanian Kampung Bongkor, Desa Situgede, Karang Pawitan-Wanaraja,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Buffer untuk Dialisa Larutan buffer yang digunakan pada proses dialisa adalah larutan buffer Asetat 10 mm ph 5,4 dan

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Buffer untuk Dialisa Larutan buffer yang digunakan pada proses dialisa adalah larutan buffer Asetat 10 mm ph 5,4 dan 39 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Buffer untuk Dialisa Larutan buffer yang digunakan pada proses dialisa adalah larutan buffer Asetat 10 mm ph 5,4 dan buffer Asetat 20 mm ph 5,4. Larutan buffer asetat 10

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam bioteknologi saat ini. Aplikasi teknis enzim ini sangat luas, seperti pada proses likuifaksi pati pada proses produksi

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI

PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. merill) PADA GRUMUSOL DARI CIHEA Oleh Siti Pratiwi Hasanah A24103066 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan dengan Mikroskop Elektron Transmisi (TEM). Pengukuran Parameter Fotosintesis . Pengamatan Anatomi Daun HASIL

Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan dengan Mikroskop Elektron Transmisi (TEM). Pengukuran Parameter Fotosintesis . Pengamatan Anatomi Daun HASIL dan dihitung status air medianya (Lampiran 1). Pengukuran kadar air relatif dilakukan dengan mengambil 1 potongan melingkar dari daun yang telah berkembang penuh (daun ke-3 dari atas) dengan diameter 1

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor yang pertama

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNIK RADIOISOTOP P-32 UNTUK PENENTUAN VIABILITAS ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT A1 SEBAGAI PROBIOTIK PADA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)

PEMANFAATAN TEKNIK RADIOISOTOP P-32 UNTUK PENENTUAN VIABILITAS ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT A1 SEBAGAI PROBIOTIK PADA IKAN PATIN (Pangasius pangasius) PEMANFAATAN TEKNIK RADIOISOTOP P-32 UNTUK PENENTUAN VIABILITAS ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT A1 SEBAGAI PROBIOTIK PADA IKAN PATIN (Pangasius pangasius) Adria P.M. dan Irawan Sugoro Pusat Aplikasi Teknologi

Lebih terperinci

Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis)

Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis) Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis) Str Isolasi dan Karakteristik Bakteri Asam Laktat Isolat Bakteri Asam

Lebih terperinci

POLA EKSPRESI GEN HbACO2 PADA KULIT BATANG DAN LATEKS KARET (Hevea brasiliensis) AKIBAT STRES EKSPLOITASI CHAIRUNISA

POLA EKSPRESI GEN HbACO2 PADA KULIT BATANG DAN LATEKS KARET (Hevea brasiliensis) AKIBAT STRES EKSPLOITASI CHAIRUNISA POLA EKSPRESI GEN HbACO2 PADA KULIT BATANG DAN LATEKS KARET (Hevea brasiliensis) AKIBAT STRES EKSPLOITASI CHAIRUNISA PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci