MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK DETEKSI FAKTOR-FAKTOR KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR RESTU ARISANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK DETEKSI FAKTOR-FAKTOR KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR RESTU ARISANTI"

Transkripsi

1 MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK DETEKSI FAKTOR-FAKTOR KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR RESTU ARISANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakaan bahwa tesis Model Regresi Spasial Untuk Deteksi Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2011 Restu Arisanti NIM G

3 ABSTRACT RESTU ARISANTI. Performance Spatial Regression Models for detecting factors of poverty in East Java Province. Under Direction of AJI HAMIM WIGENA and ANIK DJURAIDAH. Poverty is one of the biggest problems in Indonesia. An approach to overcome this problem is to determine the factors that affect poverty usually using ordinary least square regression model (OLS). However, poverty is not only influenced by explanatory variables but also by various aspects related to surrounding locations. Therefore, this research employed spatial regression models, i.e. Spatial Autoregressive Models (SAR), Spatial Error Models (SEM), and Spatial General Models (SGM). Contiguity matrix is as spatial weighting matrix. The model selection criteria are the coefficient of determination (R 2 ), slope regression of dependent variable to its estimator and the value of RMSE (Root Mean Square Error). The results show that SAR is better regression model than OLS and the factors that affect poverty are the percentage of people who did not complete primary school (SD), the percentage of people who drink another kind of water instead of drinking water, and the percentage of people who live in unhealthy houses with floor area at least 8 m 2 per capita. Keywords: Spatial Regression, OLS, GSM, SAR, SEM, Contiguity matrix.

4 RINGKASAN RESTU ARISANTI. Model Regresi Spasial Untuk Deteksi Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh AJI HAMIM WIGENA dan ANIK DJURAIDAH. Kemiskinan masih menjadi salah satu masalah terbesar di Indonesia. Sampai dengan tahun 2008, jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur masih relatif tinggi. Menurut BPS Provinsi Jawa Timur (2008), jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Timur pada bulan Maret 2008 sebesar 6.65 juta (18.51%). Sebagian besar (65,26%) penduduk miskin berada di wilayah pedesaan dan sisanya (34.74%) tinggal di perkotaan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan adalah dengan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Penentuan faktor-faktor kemiskinan ini tergantung pada karakteristik wilayah masing-masing yang pada akhirnya akan mempengaruhi kebijakan yang diberikan kepada wilayah masing-masing. Suatu analisis pemodelan regresi untuk mengetahui faktor-faktor kemiskinan dengan melibatkan pengaruh aspek spasial adalah sangat penting. Hal ini disebabkan aspek-aspek kemiskinan tidak hanya dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas saja, namun aspek lokasi juga menentukan dimana pengamatan di suatu wilayah dipengaruhi oleh pengamatan di wilayah lain. Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Pada beberapa kasus, peubah tak bebas yang diamati memiliki keterkaitan dengan hasil pengamatan di wilayah yang berbeda, terutama wilayah yang berdekatan. Adanya hubungan spasial dalam peubah tak bebas akan menyebabkan pendugaan menjadi tidak tepat karena asumsi keacakan galat dilanggar. Untuk mengatasi permasalahan di atas diperlukan suatu model regresi yang memasukkan hubungan spasial antar wilayah ke dalam model. Adanya informasi hubungan spasial antar wilayah menyebabkan perlu mengakomodir keragaman spasial ke dalam model, sehingga model yang digunakan adalah model regresi spasial. Beberapa metode pada model spasial yang digunakan antara lain model umum regresi spasial/general Spatial Model (GSM), model lag spasial/spatial Autoregressive Model (SAR) dan model galat spasial/spatial Error Model (SEM). Ketiga model di atas didasarkan pada pengujian efek spasial yaitu uji ketergantungan spasial yaitu dengan uji pengganda Lagrange dan uji keragaman spasial yaitu dengan uji Breusch Pagan. Matriks pembobot spasial yang digunakan adalah matriks dengan pendekatan area. Hasil pengujian efek spasial menunjukkan model SAR yang digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Model SAR merupakan model regresi linier yang terdapat korelasi spasial pada peubah tak bebasnya. Analisis regresi juga menunjukkan model SAR lebih baik dibanding dengan model OLS dengan kriteria RMSE yang lebih rendah, serta nilai R 2 dan koefisien y terhadap y yang lebih tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi persentase kemiskinan adalah persentase penduduk yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD) atau tidak bersekolah, persentase penduduk yang menggunakan air minum yang tidak berasal dari air mineral, air

5 PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung, dan persentase penduduk yang menempati rumah dengan kategori tidak sehat yaitu dengan luas lantai lebih dari 8 m 2. Kata kunci: Regresi Spasial, OLS, GSM, SAR, SEM, Matriks Contiguity.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK DETEKSI FAKTOR-FAKTOR KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR RESTU ARISANTI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir.Asep Saefuddin, M.Sc.

9 Judul Tesis Nama NIM : Model Regresi Spasial Untuk Deteksi Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur : Restu Arisanti : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Aji Hamim Wigena,M.Sc. Ketua Dr. Ir. Anik Djuraidah,M.S. Anggota Diketahui: Ketua Program Studi Statistika Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Erfiani, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian: 30 November 2010 Tanggal lulus:

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang, pada tanggal 19 Juli 1980 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, anak dari pasangan Bapak H. Suyanto Muchtar dan Ibu Taty Suprapti. Istri dari Gunawan Setia Budi,S.SiT, dan mempunyai seorang putri bernama Almira Zahra Styabudi. Penulis menyelesaikan pendidikan SLTA di SMUN 9 Bandar Lampung pada tahun 1998 dan melanjutkan perkuliahan di Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dan kemudian sejak tahun 2003, penulis menjadi staf pengajar di jurusan Teknik Informatika Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Darmajaya di Bandar Lampung. Mata kuliah yang diampu penulis antara lain: Statistika Dasar, Matematika Diskrit, Aljabar Linier, dan Logika Matematika.

11 PRAKATA Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul karya ilmiah ini adalah Model Regresi Spasial Untuk Deteksi Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Karya ini merupakan salah satu syarat kelulusan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pada penulisan karya ilmiah ini penulis banyak memperoleh ilmu, inspirasi, dan pelajaran yang begitu berharga, sehingga penulis ingin mengucapkan terimakasih, antara lain kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Aji Hamim Wigena,M.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah,M.S. selaku komisi pembimbing, terima kasih atas bimbingan, saran, dan waktunya. 2. Bapak Dr. Ir. Asep Saefuddin,M.Sc. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis dan juga sebagai ketua hibah Program Pascasarjana 2010 atas kesempatan dan motivasi yang terus diberikan selama penelitian ini. 3. Ibu Dr. Ir. Erfiani,M.Si. selaku ketua Program Studi atas motivasi yang diberikan. 4. Orang tuaku, Ibu dan Bapak (Eyang, Akung dan Akung ndut) yang selalu memberi semangat dan kasih sayang yang tulus. 5. Keluarga kecilku, suami dan putri kecilku Rara yang merupakan semangat hidupku. 6. Tim Hibah Pascasarjana 2010 (bu Titin, mbak Dian, mbak Yekti, Rita, Dai, dan Mira) yang selalu bergandengan tangan untuk memotivasi dan bekerjasama. 7. Teman-teman Statistika dan Statistika Terapan angkatan 2008 dan 2009 atas semangat dan kebersamaannya. 8. Seluruh staf akademik jurusan Statistika atas bantuan yang diberikan. 9. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Januari 2011 Restu Arisanti

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA Model Regresi Klasik... 3 Model Umum Regresi Spasial... 3 Uji Efek Spasial... 5 Model Lag Spasial... 7 Model Galat Spasial... 8 Matriks Pembobot Spasial DATA DAN METODE Data Metode Analisis HASIL DAN PEMBAHASAN Model Regresi Klasik Parsial Model Regresi Klasik OLS Simultan Identifikasi Efek Spasial Model Regresi Lag Spasial Perbandingan Model Regresi Klasik OLS dan Model SAR SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 30

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Hasil Uji Ketergantungan Spasial dengan Pengganda Lagrange Koefisien Pada Model Regresi Perbandingan Nilai R 2, koefisien regresi y terhadap y dan RMSE... 28

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ilustrasi Pembobot Spasial Peta Administratif Wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Timur Skema Tahapan Penelitian Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Buta Huruf dan Kemiskinan Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Tidak Bersekolah dan Kemiskinan Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Pengguna Air Minum tidak Layak dan Kemiskinan Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Menempati Rumah tidak sehat dan Kemiskinan Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Pertanian dan Kemiskinan Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Non Pertanian dan Kemiskinan Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Formal dan Kemiskinan Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Non Formal dan Kemiskinan Plot Kehomogenan Sisaan pada Model OLS Uji Kenormalan pada Model OLS Plot Kehomogenan Sisaan pada Model SAR Uji Kenormalan pada Model SAR Plot y terhadap y OLS dan y SAR.. 28

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Persoalan kemiskinan masih menjadi salah satu masalah terbesar di Indonesia, dan salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Salah satu cara menentukan faktor-faktor kemiskinan yaitu dengan analisis pemodelan regresi. Namun, aspek-aspek kemiskinan bukan hanya dipengaruhi oleh peubah-peubah penjelas saja, tetapi sangat mungkin dipengaruhi oleh keragaman aspek lokasi. Kriteria penentuan penduduk miskin yang berbeda maka akan mempengaruhi kebijakan yang diberikan kepada wilayah masing-masing. Suatu analisis pemodelan regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persentase kemiskinan yang dipengaruhi oleh karakteristik wilayah sangat penting. Pengamatan di wilayah tertentu dipengaruhi oleh pengamatan di lokasi lain seperti yang dinyatakan pada hukum pertama tentang geografi yang dikemukakan oleh W Tobbler dalam Anselin (1988) yang berbunyi: Everything is related to everything else, but near thing are more related than distant thing. Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh. Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Pada beberapa kasus, peubah tak bebas yang diamati memiliki keterkaitan dengan hasil pengamatan di wilayah yang berbeda, terutama wilayah yang berdekatan. Adanya hubungan spasial dalam peubah tak bebas akan menyebabkan pendugaan menjadi tidak tepat karena asumsi keacakan galat dilanggar. Untuk mengatasi permasalahan di atas diperlukan suatu model regresi yang memasukkan hubungan spasial antar wilayah ke dalam model. Adanya informasi hubungan spasial antar wilayah menyebabkan perlu mengakomodir keragaman spasial ke dalam model, sehingga model yang digunakan adalah model regresi spasial. Beberapa metode yang telah berkembang adalah Regresi Terboboti Geografis/Geographically Weighted regression (GWR), Model Otoregresi Spasial/Spatial Autoregressive Model (SAR), Model Galat Spasial/Spatial Error Model (SEM), dan Model Umum Spasial/General Spatial Model (GSM). Metode

16 GWR adalah suatu yang membawa kerangka dari model regresi sederhana menjadi model regresi terboboti (Fotheringham et al. 2002). Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan titik. Setiap nilai parameter dihitung pada setiap titik lokasi geografis sehingga setiap titik lokasi geografis mempunyai nilai parameter regresi yang berbeda-beda. Sedangkan SAR, SEM, dan SGM didasarkan pada efek lag spasial dan galat spasial dengan menggunakan pendekatan area. Winarno (2009) melakukan pemodelan dengan SAR, SEM, dan Rataan Bergerak Otoregresi Spasial/Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA) dalam mendeskripsikan angka kematian bayi (AKB) dan peubah yang mempengaruhinya dari sudut pandang kewilayahan serta memodelkan AKB dengan model regresi spasial. Matriks pembobot spasial yang digunakan yaitu pembobot spasial Rock murni, pembobot spasial Rock terpusat, dan pembobot spasial Queen. Bekti dan Sutikno (2010) melakukan pemodelan SAR dan SEM untuk mengetahui hubungan aset kehidupan masyarakat dalam memenuhi kehidupan pangan terhadap kemiskinan dengan pemodelan spasial. Komponen yang mendasar dari model spasial adalah matriks pembobot spasial, Matriks ini mencerminkan adanya hubungan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya (Arbia 2005). Pada penelitian ini, matriks pembobot spasial yang digunakan adalah pembobot spasial Queen. Diharapkan penggunaan model regresi spasial ini mampu menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan di setiap wilayah, hasilnya dapat dijadikan salah satu rujukan dalam program pengentasan kemiskinan yang tepat sasaran. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan dengan menggunakan pendekatan model regresi spasial.

17 TINJAUAN PUSTAKA Model Regresi Klasik Model regresi klasik dapat diekspresikan dalam persamaan berikut: y = Xβ + ε (1) ε ~ N(0, σ 2 I) dengan y adalah vektor pengamatan terhadap peubah tak bebas, X adalah matriks peubah bebas, Pendugaan parameter β β adalah vektor koefisien dan ε adalah vektor galat acak. terkecil. Penduga parameter β adalah pada model regresi klasik dengan metode kuadrat β = (X T X) 1 X T y Asumsi pada model regresi klasik adalah: 1. E ε i = 0, untuk i = 1, 2,, n sehingga nilai harapannya menjadi E y i = β 0 + β 1 X i1 + β 2 X i2 + + β p X ip 2. Var ε i = σ 2, untuk i = 1, 2,, n atau sama dengan Var y i = σ 2 3. cov ε i, ε j = 0, untuk i j. Model Umum Regresi Spasial Bentuk persamaan model umum regresi spasial adalah : y = ρ Wy + Xβ + u (2) u = λwu + ε (3) ε ~ N(0, σ 2 I) dengan y adalah peubah tak bebas berukuran n 1, X adalah matriks peubah bebas berukuran (n (p + 1)), β adalah vektor koefisien parameter regresi yang berukuran p 1, ρ adalah koefisien autoregresi lag spasial, λ adalah koefisien autoregresi galat spasial yang bernilai λ < 1, u adalah vektor galat yang diasumsikan mengandung otokorelasi yang berukuran n 1, W adalah matriks pembobot spasial yang berukuran n n, n adalah banyak pengamatan. Pengujian asumsi pada regresi spasial sama halnya dengan pengujian asumsi pada model regresi klasik. Pengujian asumsi tersebut adalah asumsi kehomogenan, kenormalan dan asumsi tidak ada otokorelasi dari galat.

18 Pendugaan parameter pada model GSM diperoleh dengan metode penduga kemungkinan maksimum (Anselin 1988). Dari persamaan (2) dapat dinyatakan dalam bentuk: y ρwy = Xβ + u atau I ρw y = Xβ + u (5) Dan dari persamaan (3) dapat dinyatakan dalam bentuk: I λw u = ε atau u = (I λw) 1 ε (6) persamaan (6) disubstitusi ke persamaan (5) diperoleh: I ρw y = Xβ + (I λw) 1 ε (I λw) 1 ε = I ρw y Xβ jika semua ruas dikalikan dengan (I λw), maka: ε = I λw I ρw y Xβ (7) Nilai fungsi kemungkinan peubah ε adalah: L ς 2 ; ε = c ε V 1 2exp 1 2 εt V 1 ε (8) dengan V adalah matriks ragam-koragam dari ε yang bernilai V = ς 2 I. Determinan matriks V adalah ς 2n dan kebalikan dari matriks ragam koragam dari V 1 = 1/(ς 2 I). Dengan mensubstitusikan nilai V dan V 1 pada persamaan (8) maka diperoleh: L ς 2 ; ε = c ε ς 2n exp 1 2ς 2 εt ε (9) Dari hubungan ε dan y pada persamaan (7), didapatkan nilai Jacobian: J = ε y = I λw I ρw Dengan mensubstitusikan persamaan (7) ke dalam persamaan (9) diperoleh fungsi kemungkinan untuk y yaitu: L ρ, λ, ς 2, β ; y = c y ς 2n 1 2 I λw I ρw exp 1 2ς 2 I ρw I ρw y Xβ T { I ρw I ρw y Xβ } dan fungsi log kemungkinan (log-likelihood) diperoleh persamaan (10) berikut: l ρ, λ, ς 2, β ; y = c y n 2 ln ς2 + ln I λw + ln I ρw 1 2ς 2 { I ρw I ρw y Xβ }T { I ρw I ρw y Xβ }

19 Misalkan kuadrat matriks pembobot I ρw T (I ρw) dinotasikan sebagai Ω dan penduga β diperoleh dengan memaksimalkan fungsi log kemungkinan pada persamaan (10). Penduga β adalah: β = X ΩX 1 X Ω I λw y Uji Efek Spasial Efek spasial dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu otokorelasi spasial dan keragaman spasial. Otokorelasi spasial terjadi akibat adanya ketergantungan dalam data spasial (korelasi galat spasial). Sedangkan keragaman spasial terjadi akibat adanya perbedaan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya (random region effect). Menguji keberadaan random region effect dan korelasi galat spasial dalam model regresi data spasial sangat penting karena mengabaikan kedua hal tersebut akan menyebabkan penduga tidak efisien dan kesimpulan yang diperoleh tidak tepat. Untuk mengetahui adanya efek spasial yaitu ketergantungan spasial dan keragaman spasial pada data dapat menggunakan beberapa metode pengujian. Pada penelitian ini, pengujian ketergantungan spasial menggunakan uji pengganda Lagrange sedangkan untuk menguji adanya keragaman spasial menggunakan uji Breusch-Pagan. Ketergantungan spasial diuji dengan uji Pengganda Lagrange (Anselin 1988). Pengujian hipotesis pengganda Lagrange adalah: a) Model Umum Regresi Spasial (GSM) H 0 ρ dan atau λ = 0 (tidak ada ketergantungan spasial) H 1 ρ dan λ 0 (ada ketergantungan spasial) b) Model Regresi Lag Spasial (SAR) H 0 ρ = 0 (tidak ada ketergantungan lag spasial) H 1 ρ 0 (ada ketergantungan lag spasial) c) Model Regresi Galat Spasial (SEM) H 0 λ = 0 (tidak ada ketergantungan galat spasial ) H 1 λ 0 (ada ketergantungan galat spasial)

20 Statistik LM yang digunakan berbentuk : dengan: R y = e T Wy/ σ 2 R e = e T We/ σ 2 LM = E -1 {(R y ) 2 2 T 2R y R e T+ (D+T)} ~ χ (q) M = I X(X T X) 1 X T T ij = tr{w i W j + W i T W j } D = σ 2 (WXβ ) T M(WXβ ) E = D + T T (T) 2 q = jumlah parameter spasial T = tr{(w T +W)W} Kriteria uji LM = χ 2 (q), terima H 0 > χ 2 (q), tolak H o Uji Keragaman Spasial Keragaman spasial menggunakan uji Breusch-Pagan (Anselin, 1988). Hipotesis yang diuji adalah: H 0 σ 2 1 = σ 2 2 = = σ 2 n = σ 2 sama) (ketidakragaman antar wilayah/varians H 1 : minimal ada satu σ i 2 σ 2 (terdapat keragaman antar wilayah / bersifat heteroskedastisitas) Statistik uji Breusch-Pagan (BP) adalah BP = 1 2 ht Z Z T Z 1 Z T h~ χ 2 (p) elemen vektor h adalah h i = ( e i 2 1) σ 2 dengan e i adalah kuadrat galat untuk pengamatan ke-i dan Z adalah vektor y berukuran n 1 yang sudah dinormal standarkan untuk setiap pengamatan. Kriteria uji BP= χ 2 (p), terima H 0 > χ 2 (p), tolak H o

21 Model Lag Spasial (SAR) Jika ρ 0 dan λ = 0, maka persamaan (2) menjadi y = ρwy + Xβ + ε (11) ε ~ N 0, ς 2 I Peubah tak bebas pada model SAR berkorelasi spasial. Pendugaan parameter pada model ini menggunakan metode kemungkinan maksimum. Pada persamaan (11) ε i diasumsikan menyebar normal, bebas stokastik, identik, dengan nilai tengah nol dan ragam ς 2, ε i adalah galat pada lokasi i. Fungsi kepekatan peluang dari ε i : f ε i = 1 ς 2π exp ε 2 i 2ς 2 Fungsi kepekatan peluang bersama dari n peubah acak ε 1, ε 2,, ε n f ε = f ε 1. f ε 2 f(ε n ) = = = 1 2 ς 2π exp ε 1 1 2π n /2 ς n exp 2ς exp εt ε 2π n /2 ς n 2ς 2 n 2 i=1 ε i 2ς 2 exp ε 2 ς 2π 2ς 2 1 exp ε 2 n ς 2π 2ς 2 Fungsi kepekatan bersama peubah tak bebas y diperoleh dengan transformasi ruang ε berdimensi n ke sebuah ruang y berdimensi n. Dari persamaan (11) diperoleh ε = y ρwy Xβ Fungsi kepekatan peluang bersama dari n peubah tak bebas y f y = f ε J = 1 exp εt ε dε 2π n /2 ς n 2ς 2 dy = 1 exp y ρwy Xβ T (y ρwy Xβ ) I ρw 2π n /2 ς n 2ς 2 Fungsi kemungkinan peubah tak bebas y: L β, ρ, ς 2 ; y = f y; β, ρ, ς 2 = I ρw 2π n /2 ς n exp y ρwy Xβ T (y ρwy Xβ ) 2ς 2 (12)

22 Pendugaan parameter model diperoleh dengan memaksimalkan fungsi kemungkinan yang ekivalen dengan memaksimalkan logaritma dari fungsi kemungkinan pada persamaan (12). l = L β, ρ, ς 2 ; y = ln I ρw (2π) n/2 ς n exp y ρwy Xβ T (y ρwy Xβ ) 2ς 2 = n 2 ln 2π n 2 lnς2 + ln I ρw y ρwy Xβ T (y ρwy Xβ ) 2ς 2 (13) Pendugaan untuk ς 2, β dan ρ diperoleh dengan memaksimumkan fungsi log kemungkinan pada persamaan (13). Penduga untuk ς 2 adalah: ς 2 = y ρwy Xβ T (y ρwy Xβ ) n Persamaan (14) dapat ditulis sebagai: ς 2 = (y i y i ) 2 n = SS E n (14) dengan y i adalah peubah tak bebas pada lokasi i, y i adalah nilai penduga peubah tak bebas pada lokasi i, n adalah banyak pengamatan, dan SS E adalah jumlah kuadrat galat. Penduga untuk β adalah: β = (X T X) 1 X T y (X T X) 1 ρwy dan penduga untuk ρ adalah: ρ = (y T W T Wy) 1 y T W T y Model Galat Spasial (SEM) Jika ρ = 0 dan λ 0, maka persamaan (2) menjadi y = Xβ + u, u = λwu + ε (15) ε ~ N 0, ς 2 I Persamaan (15) disebut model regresi galat spasial (Spatial Error Model). Model galat spasial adalah model regresi linier yang pada peubah galatnya terdapat korelasi spasial. Hal ini disebabkan oleh adanya peubah penjelas yang tidak dilibatkan dalam model regresi linier sehingga akan dihitung sebagai galat dan

23 peubah tersebut berkorelasi spasial dengan galat pada lokasi lain. Pendugaan parameter model galat spasial menggunakan metode kemungkinan maksimum. Pada persamaan (15), ε i diasumsikan menyebar normal, bebas stokastik, identik, dengan nilai tengah nol dan ragam ς 2, ε i adalah galat pada lokasi i. Fungsi kepekatan peluang dari ε i : f ε i = 1 ς 2π exp ε 2 i 2ς 2 Fungsi kepekatan peluang bersama dari n peubah acak ε 1, ε 2,, ε n f ε = f ε 1. f ε 2 f(ε n ) = 1 2 ς 2π exp ε 1 2ς 2 1 exp ε 2 2 ς 2π 2ς 2 1 exp ε 2 n ς 2π 2ς 2 = 1 2π n /2 ς n exp n 2 i=1 ε i 2ς 2 = 1 exp εt ε 2π n /2 ς n 2ς 2 Fungsi kepekatan bersama peubah tak bebas y diperoleh dengan transformasi ruang ε berdimensi n ke sebuah ruang y berdimensi n. Dari persaaman (15) diperoleh: Sehingga u = y Xβ dan ε = I λwu u ε = I λwu (y Xβ ) Fungsi kepekatan peluang bersama dari n peubah tak bebas y: f y = f ε J = = 1 exp εt ε dε 2π n /2 ς n 2ς 2 dy 1 exp I λw (y Xβ ) T I λw (y Xβ ) I λw 2π n /2 ς n 2ς 2 Fungsi kemungkinan peubah tak bebas y: L β, λ, ς 2 ; y = f y; β, λ, ς 2 = I λw 2π n /2 ς n exp I λw (y Xβ ) T I λw (y Xβ ) 2ς 2 (16)

24 Pendugaan parameter model diperoleh dengan memaksimalkan fungsi kemungkinan yang ekivalen dengan memaksimalkan logaritma dari fungsi kemungkinan pada persamaan (14). l = L β, λ, ς 2 ; y 1,, y n = ln I ρw (2π) n/2 ς n exp y Xβ T I λw T (I λw)(y Xβ ) 2ς 2 = n 2 ln 2π n 2 lnς2 + ln I λw y Xβ T I λw T (I λw)(y Xβ ) 2ς 2 (17) Pendugaan untuk ς 2, β dan ρ diperoleh dengan memaksimumkan fungsi log kemungkinan (log-likelihood) pada persamaan (17). Penduga untuk ς 2 adalah: σ 2 = I λw)(y Xβ T I λw (y Xβ ) n Penduga untuk β adalah: β = [ X λwx T X λwx ] 1 X λwx T y λwy Untuk menduga parameter λ diperlukan suatu iterasi numerik untuk mendapatkan penduga untuk λ yang memaksimalkan fungsi log kemungkinan tersebut. Matriks Pembobot Spasial Matriks pembobot spasial pada dasarnya merupakan matriks yang menggambarkan hubungan antar wilayah. Pada penelitian ini matriks pembobot spasial yang digunakan adalah matriks pembobot spasial Queen. Matriks pembobot spasial Queen mendefinisikan w ij =1 untuk wilayah yang bersisian (common side) atau titik sudutnya (common vertex) bertemu dengan wilayah yang menjadi perhatian sedangkan w ij = 0 untuk wilayah lainnya. Matriks pembobot spasial merupakan matriks simetris dan diagonal utama selalu bernilai nol. Sebagai ilustrasi, Gambar 1 merupakan contoh pembentukan matriks pembobot spasial Queen.

25 R 1 R 2 R 3 R 4 R 5 Gambar 1 Ilustrasi Pembobot Spasial Matriks pembobot untuk wilayah pada Gambar 1 di atas adalah: R 1 R 2 R 3 R 4 R 5 R 1 R 2 R 3 R 4 R Baris dan kolom di atas menunjukkan wilayah yang ada pada peta. Susunan matriks di atas distandardisasi yaitu jumlah baris sama dengan satu, sehingga matriks pembobot menjadi: W queen = 0 1/2 1/ /3 0 1/3 1/3 0 1/3 1/3 0 1/ /3 1/3 0 1/

26 DATA DAN METODE DATA Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah Data dan Informasi Kemiskinan tahun 2008 yang telah dipublikasikan oleh BPS. Wilayah yang diteliti adalah Provinsi Jawa Timur dengan peta wilayah kabupaten/kota yang disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Peta Administratif Wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Timur Keterangan: kode wilayah 38 kabupaten/kota di Jawa Timur: 01. Pacitan 14. Pasuruan 27. Sampang 02. Ponorogo 15. Sidoarjo 28. Pamekasan 03. Trenggalek 16. Mojokerto 29. Sumenep 04. Tulungagung 17. Jombang 71. Kota Kediri 05. Blitar 18. Nganjuk 72. Kota Blitar 06. Kediri 19. Madiun 73. Kota Malang 07. Malang 20. Magetan 74. Kota Probolinggo 08. Lumajang 21. Ngawi 75. Kota Pasuruan 09. Jember 22. Bojonegoro 76. Kota Mojokerto 10. Banyuwangi 23. Tuban 77. Kota Madiun 11. Bondowoso 24. Lamongan 78. Kota Surabaya 12. Situbondo 25. Gresik 79. Kota Batu 13. Probolinggo 26. Bangkalan Peubah tak bebas pada penelitian ini adalah headcount index kemiskinan di tingkat kabupaten. Head Count Index adalah persentase penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan (GK). GK merupakan penjumlahan dari GKM dan

27 GKNM. Penduduk yang yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK dikategorikan penduduk miskin.(bps 2008). GKM adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut. GKNM adalah penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Peubah-peubah prediktor yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kriteria kemiskinan menurut informasi kemiskinan BPS. Adapun peubahpeubahnya adalah : Pendidikan (x 1 ) yaitu persentase penduduk yang tidak dapat membaca pada usia tahun. (x 2 ) yaitu persentase penduduk yang tidak tamat Sekolah Dasar. Fasilitas Perumahan (x 3 ) adalah persentase rumah tangga yang menggunakan air minum yang tidak berasal dari air mineral, air PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung. (x 4 ) persentase penduduk yang menempati rumah sehat dimana Departemen Kesehatan menyatakan bahwa sebuah rumah dikategorikan sebagai rumah sehat apabila luas lantai per kapita yang ditempati minimal 8 m 2. Ketenagakerjaan (x 5 ) adalah persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian (x 6 ) adalah persentase penduduk yang bekerja pada sektor non pertanian (x 7 ) adalah persentase penduduk yang bekerja di sektor formal (x 8 ) adalah persentase penduduk yang bekerja di sektor informal

28 Metode Analisis Tahapan untuk memperoleh persamaan model regresi spasial adalah sebagai berikut : 1. Melakukan pendugaan dan pengujian parameter model regresi klasik serta menguji asumsi galat (identik, independen, dan berdistribusi normal). 2. Menguji efek spasial yaitu uji dependensi spasial dan uji heterogenitas spasial. Uji dependensi spasial dilakukan dengan metode LM dan uji keragaman spasial dilakukan dengan uji Breusch-Pagan. 3. Menentukan matriks pembobot spasial W. 4. Menduga parameter untuk persamaan model regresi spasial dengan metode penduga kemungkinan maksimum. 5. Menguji asumsi model regresi spasial. 6. Menentukan model yang paling sesuai dengan membandingkan model regresi klasik dengan metode OLS dan model regresi spasial menggunakan kriteria nilai koefisien determinasi (R 2 ) dan koefisien regresi y terhadap y terbesar, dan nilai RMSE (Root Mean Square Error) terkecil kemudian menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan. Skema tahapan penelitian di atas dapat dilihat pada Gambar 3.

29 Skema Tahapan Penelitian y = ρ Wy + Xβ + u u = λwu + ε Uji Efek Spasial Uji Dependensi Spasial Uji Heterogenitas Spasial ρ = 0 λ = 0 Tidak Model Spasial y = ρ Wy + Xβ + u u = λwu + ε Tolak Ho Terima Ho Ya ρ, λ 0 ρ 0, λ = 0 ρ = 0, λ 0 OLS Model Spasial OLS y = Xβ + ε GSM SAR SEM Pengujian Asumsi Regresi Pemilihan Model Terbaik Gambar 3. Skema Tahapan Penelitian

30 Kemiskinan HASIL DAN PEMBAHASAN Model Regresi Klasik Parsial Jawa Timur mempunyai 38 kabupaten/kota terdiri atas 29 kabupaten dan 9 kota. Provinsi Jawa Timur secara umum dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Pulau Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencapai 90 persen dari luas keseluruhan, sedangkan wilayah Madura hanya sekitar 10 persen. Jumlah penduduk Jawa Timur adalah jiwa (BPS 2008). Kota Surabaya memiliki jumlah penduduk terbesar ( jiwa), kabupaten Malang ( jiwa) dan kabupaten Jember ( jiwa). Pemodelan regresi spasial diawali dengan pemodelan regresi klasik baik secara parsial maupun simultan. Model regresi klasik secara parsial bertujuan untuk melihat kontribusi masing-masing peubah penjelas terhadap peubah tak bebas. Sedangkan model regresi klasik secara simultan bertujuan untuk memperoleh informasi yang lebih menyeluruh mengenai pengaruh bersama dari peubah penjelas yang bersifat nyata terhadap persentase kemiskinan. a) Hubungan Buta Huruf terhadap Kemiskinan Bangkalan Sampang 30 Probolinggo Sumenep Tuban Pamekasan 25 Bojonegoro Lamongan Bondowoso 20 Pacitan Trenggalek Ngawi Nganjuk Gresik Kediri Madiun Lumajang Pasuruan Jember Situbondo Jombang Ponorogo Kota Probolinggo Magetan Mojokerto Malang 15 Banyuwangi Blitar Tulungagung Kota Kota Pasuruan Kediri 10Kota Kota Surabaya Mojokerto Blitar Sidoarjo Kota Kota Kota Madiun Malang Batu Buta Huruf 8 y = x Gambar 4 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Buta huruf dan kemiskinan Gambar 4 menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata antara kemiskinan dengan penduduk yang tidak dapat membaca atau buta huruf. Terlihat ada satu daerah yang menjadi outlier pada persentase buta huruf, yaitu Kabupaten

31 Kemiskinan Sampang. Pada kabupaten Sampang kenaikan persentase penduduk yang buta huruf setara dengan meningkatnya persentase kemiskinan di kabupaten tersebut. b) Hubungan Tidak Bersekolah terhadap kemiskinan Sampang Bangkalan 30 Sumenep Probolinggo Tuban Pamekasan Bojonegoro Lamongan Bondowoso Trenggalek Ngawi Pacitan Nganjuk Gresik Kediri Lumajang Madiun Pasuruan Situbondo Jember Jombang Ponorogo Kota Probolinggo Magetan Mojokerto Malang Banyuwangi Blitar Tulungagung Kota Kota Kediri Pasuruan Kota Mojokerto Kota Blitar Kota Sidoarjo Surabaya Kota Kota Kota Madiun Malang Batu y = x Penduduk tidak Bersekolah 20 Gambar 5 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Tidak Bersekolah Kemiskinan Gambar 5 memperlihatkan semakin tinggi persentase penduduk yang tidak bersekolah maka persentase kemiskinan semakin meningkat. ditafsirkan bahwa tidak bersekolah Hal ini bisa bisa memicu tingginya persentase kemiskinan. Tidak bersekolah berdampak pada kurangnya pengetahuan sehingga sulit untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan kemampuan mencukupi kebutuhan hidupnya. Persentase penduduk yang tidak bersekolah terbesar ada di kabupaten Sampang dan kabupaten Bangkalan dan kabupaten ini juga memiliki persentase kemiskinan yang tinggi. Madura identik dengan kantong-kantong persentase kemiskinan dengan nilai persentase kemiskinan yang tinggi. c) Hubungan Penggunaan Air Minum tidak Layak terhadap Kemiskinan Penyebaran daerah berdasarkan peubah persentase kemiskinan dan pengguna air minum tidak layak dapat dicermati dari Gambar 5. Terlihat adanya hubungan linier antara persentase pengguna air minum yang tidak layak dan persentase kemiskinan. Hal ini menunjukkan semakin tinggi persentase penduduk yang

32 Persentase Kemiskinan mengkonsumsi air minum yang tidak layak akan meningkatkan persentase penduduk. 35 Sampang Bangkalan 30 Probolinggo Sumenep Tuban Bojonegoro BondowosoLamongan Trenggalek Pacitan Ngawi Nganjuk Kediri Situbondo Pasuruan Gresik Madiun Jember Lumajang Jombang Ponorogo Kota Probolinggo Magetan Blitar Malang Mojokerto Banyuwangi Tulungagung Kota Kediri Kota Pasuruan Pamekasan Kota Mojokerto Kota Blitar Sidoarjo Kota Surabaya Kota Madiun Kota Malang Kota Batu Persentase Pengguna Air Minum tidak Layak y = x 3 20 Gambar 6 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Pengguna Air Minum tidak Layak dan Kemiskinan Kabupaten Bangkalan merupakan wilayah yang persentase penduduk yang mengkonsumsi air minum yang tidak layak tertinggi di Jawa Timur. Sedangkan daerah yang persentase penduduk yang mengkonsumsi air minum yang tidak layak terendah di Jawa Timur adalah kota Mojokerto. d) Hubungan Menempati Rumah tidak Sehat terhadap Kemiskinan sehat. Salah satu indikator kualitas hidup adalah menempati rumah dengan kategori Hal ini terkait dengan perilaku pola hidup sehat dari masyarakat. Persentase rumah tangga yang menempati rumah tidak sehat berkorelasi positif dengan persentase kemiskinan, semakin tinggi persentase rumah tangga yang menempati rumah tidak sehat maka persentase kemiskinan akan meningkat. Pada Gambar 7 terlihat bahwa kabupaten Sampang merupakan kabupaten yang mempunyai persentase rumah tangga yang menempati rumah tidak sehat tertinggi di Jawa Timur disertai persentase kemiskinan yang juga tinggi diikuti oleh kabupaten Bangkalan dan Probolinggo. Sedangkan kota Batu, Madiun, Malang, dan Surabaya adalah daerah yang persentase rumah tangga yang menempati rumah tidak sehat terendah begitupun nilai persentase kemiskinannya. Hubungan antara persentase rumah tangga yang menempati rumah tidak sehat dengan

33 Kemiskinan persentase kemiskinan cukup erat, dari persamaan regresi sederhana ini bisa menerangkan ragam dari persentase kemiskinan sebesar 57.2 persen. 35 Bangkalan Sampang 30 Probolinggo Sumenep Pamekasan Tuban 25 Bojonegoro Bondowoso Lamongan Trenggalek Pacitan Ngawi Nganjuk 20 Gresik Kediri Pasuruan Situbondo Madiun Jember Lumajang Jombang Ponorogo Kota Probolinggo Magetan Mojokerto Malang Blitar 15 Banyuwangi Tulungagung Kota Pasuruan Kota Kediri 10 Kota Mojokerto Kota Blitar Kota Surabaya Sidoarjo Kota Kota Malang Madiun Kota Batu y = x Rumah Tangga Menempati Rumah tidak Sehat 30 Gambar 7 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Menempati Rumah tidak Sehat dan Kemiskinan e) Hubungan Bekerja di Sektor Pertanian terhadap Kemiskinan Pada Gambar 8 terlihat bahwa persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian dan persentase kemiskinan berhubungan secara linier yang menunjukkan semakin banyak penduduk yang bekerja di sektor pertanian akan meningkatkan persentase kemiskinan. Hal ini mungkin terjadi karena kurangnya pengetahuan penduduk dalam usaha mengolah dan meningkatkan hasil pertaniannya sehingga berdampak pada kualitas hidup penduduk tersebut. Kabupaten Sampang mempunyai penduduk yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian dan juga mempunyai persentase kemiskinan yang tertinggi diikuti oleh kabupaten Pamekasan, Bangkalan, dan Sumenep. Namun ada juga daerah yang separuh penduduknya bekerja di sektor pertanian tetapi persentase kemiskinannya rendah, yaitu kota Batu. Hal ini menunjukkan tingkat kemajuan sektor pertanian di kota Batu.

34 Kemiskinan Kemiskinan Bangkalan Probolinggo Sumenep Sampang Tuban Pamekasan 25 Bojonegoro Bondowoso Lamongan Trenggalek Ngawi Nganjuk 20 Gresik Kediri Pasuruan Madiun Lumajang Situbondo Jember Jombang Ponorogo Kota Probolinggo Magetan Mojokerto Malang Blitar 15 Banyuwangi Tulungagung Kota Kota Pasuruan Kediri 10Kota Mojokerto Kota Blitar Kota SurabayaSidoarjo Kota Madiun Kota Malang Kota Batu Pacitan y = x Penduduk yang Bekerja di Sektor Pertanian 90 Gambar 8 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Pertanian dan kemiskinan f) Hubungan Bekerja di Sektor Non Pertanian terhadap Kemiskinan Hubungan linier ditunjukkan pada persentase penduduk yang bekerja di sektor non pertanian terhadap persentase kemiskinan (lihat Gambar 9). Semakin bertambah penduduk yang bekerja di sektor non pertanian berarti persentase kemiskinan semakin menurun. 35 Sampang Bangkalan 30 Probolinggo Sumenep y = x Pamekasan Tuban Bojonegoro Lamongan Bondowoso Pacitan Ngawi Trenggalek Nganjuk Madiun Kediri Situbondo Lumajang Gresik Jember Pasuruan Ponorogo Jombang Magetan Kota Probolinggo Blitar Malang Mojokerto Banyuwangi Tulungagung Kota Kota Pasuruan Kediri Kota Blitar Sidoarjo Kota Mojokerto Kota Surabaya Kota Malang Kota Madiun Kota Batu Penduduk yang Bekerja di Sektor Non Pertanian Gambar 9 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Non Pertanian dan Kemiskinan Kota Blitar, Surabaya, dan Mojokerto merupakan daerah yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor non pertanian dengan nilai persentase kemiskinan

35 Kemiskinan yang terendah. Sedangkan kabupaten Sampang merupakan daerah yang mempunyai penduduk yang berkerja di sektor non pertanian paling sedikit namun mempunyai persentase kemiskinan yang tertinggi di Jawa Timur. g) Hubungan Bekerja di Sektor Formal terhadap Kemiskinan Semakin tinggi persentase penduduk yang bekerja di sektor Formal akan mengakibatkan semakin rendahnya persentase kemiskinan. Hal ini memperlihatkan bahwa penduduk yang bekerja di sektor formal relatif mempunyai kualitas hidup yang lebih baik. Kota Surabaya dan Madiun merupakan kota yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor formal dengan persentase kemiskinan yang rendah. Kota Batu adalah daerah yang hampir separuh penduduknya bekerja di sektor formal dengan persentase kemiskinan paling rendah. Sedangkan daerah yang penduduknya bekerja di sektor formal paling rendah mempunyai persentase kemiskinan tertinggi yaitu kabupaten Sampang Sampang Bangkalan Probolinggo Sumenep y = x Pamekasan Tuban Bojonegoro Bondowoso Lamongan Pacitan Trenggalek Ngawi Nganjuk Madiun Kediri Lumajang Pasuruan Situbondo Jember Ponorogo Jombang Magetan Blitar Malang Mojokerto Banyuwangi Tulungagung Gresik Kota Kediri Kota Probolinggo Kota Pasuruan 10 Kota Blitar Sidoarjo Kota Mojokerto Kota Surabaya Kota Malang Kota Madiun Kota Batu Penduduk yang Bekerja di Sektor Formal Gambar 10 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Formal dan Kemiskinan h) Hubungan Bekerja di Sektor Non Formal terhadap Kemiskinan Persentase penduduk yang bekerja di sektor non formal terhadap persentase kemiskinan menunjukkan hubungan linier positif, semakin besar persentase

36 Persentase Kemiskinan penduduk yang bekerja di sektor non formal akan meningkatkan persentase kemiskinan. 35 Bangkalan Sampang 30 Probolinggo Sumenep Kota Probolinggo Kota Pasuruan Gresik Kota Kediri Tuban Bojonegoro Lamongan Bondowoso Trenggalek NgawiPacitan Nganjuk Situbondo Pasuruan Madiun Jember Lumajang Kediri Jombang Ponorogo Magetan Mojokerto Malang Blitar Banyuwangi Tulungagung Pamekasan 10 Kota Mojokerto Kota Blitar Kota Surabaya Sidoarjo Kota Madiun Kota Malang Kota Batu y = x Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Non Formal 100 Gambar 11 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Non Formal dan Kemiskinan Kabupaten Sampang, Bangkalan, dan Pamekasan merupakan daerah yang persentase penduduk yang bekerja di sektor non formal tertinggi begitupun persentase kemiskinannya. Sedangkan persentase penduduk yang bekerja di sektor non formal terendah begitupun persentase kemiskinannya adalah kota Madiun. Model Regresi Klasik OLS Simultan Pembentukan model regresi klasik diawali dengan pemilihan peubah penjelas yang digunakan dalam model. Peubah penjelas yang bersifat nyata dan digunakan dalam model regresi yaitu x 2 (persentase penduduk yang tidak bersekolah), x 3 (persentase penduduk yang menggunakan air minum tidak layak), dan x 4 (persentase penduduk yang menempati rumah dengan kategori tidak sehat). Pada model diperoleh nilai uji-f sebesar dengan p-value=0.000 (tolak H 0 ), ini menunjukkan bahwa peubah penjelas secara simultan berpengaruh terhadap peubah tak bebas. Koefisien determinasi (R 2 ) yang dihasilkan sebesar 82.3 persen yang berarti model regresi OLS mampu menjelaskan ragam dari persentase kemiskinan sebesar 82.3 persen, sedangkan sisanya (17.7 persen) dijelaskan oleh peubah lain diluar model. Model regresi klasik (OLS). Model regresi klasik (OLS) yang terbentuk adalah: y = X X X 4. Ketiga peubah penjelas berkorelasi positif dengan

37 Sisaan persentase kemiskinan. Jika faktor yang lain tetap, maka setiap kenaikan 1 satuan X 1 akan meningkatkan persentase kemiskinan sebesar persen. Jika faktor yang lain tetap, maka setiap kenaikan 1 satuan X 2 akan meningkatkan persentase kemiskinan sebesar persen, dan jika faktor yang lain tetap, maka setiap kenaikan 1 satuan X 3 akan meningkatkan persentase kemiskinan sebesar persen. Pengujian asumsi pada model klasik OLS adalah uji kehomogenan, kenormalan dan uji tidak ada korelasi pada sisaan. Pengujian asumsi dilakukan pada setiap model klasik OLS yang terbentuk. a. Asumsi Kehomogenan Uji asumsi ini dapat dilihat dari plot sisaan berikut: Nilai Dugaan Gambar 12. Plot Kehomogenan Sisaan pada Model OLS Dari plot di atas terlihat sebaran sisaan menyebar tidak membentuk pola sehingga asumsi kehomogenan terpenuhi. b. Asumsi Kenormalan Uji normalitas dari sisaan digunakan metode Kolmogorov-Smirnov (KS). Hasil pengolahan diperoleh nilai KS adalah dengan nilai p-value lebih dari 0.15 (< 0.15) yang berarti tidak tolak H 0, ini menunjukkan sisaan berdistribusi normal. Uji kenormalan dapat dilihat pada Gambar 13.

38 Persentase Kemiskinan Mean E-14 StDev N 38 KS P-Value Sisaan 1 2 Gambar 13 Uji Kenormalan pada Model OLS c. Asumsi Tidak Ada Otokorelasi Pada Sisaan Uji ini dilakukan dengan uji Durbin Watson. Hasil pengolahan diperoleh nilai Durbin Watson sebesar Pada k=3, α = 5%, n=38, d L = 1.32, d U = 1.66, karena d > d U yaitu 1.83 > 1.66 maka d tidak nyata yang berarti tidak tolak H 0 sehingga dapat disimpulkan asumsi tidak ada otokorelasi pada sisaan terpenuhi. Kesimpulan dari ketiga uji asumsi di atas adalah model OLS sudah memenuhi asumsi identik, independen dan menyebar normal (IIDN). Identifikasi Efek Spasial Identifikasi ini bertujuan untuk mengetahui adanya heterogenitas spasial dan ketergantungan spasial. Kedua hal di atas dilakukan untuk menentukan pemodelan berikutnya, yaitu menentukan model spasial yang akan digunakan untuk memodelkan persentase kemiskinan. Lagrange Multiplier (LM) digunakan untuk mendeteksi ketergantungan spasial secara lebih spesifik yaitu ketergantungan spasial dalam lag, error, atau keduanya (lag dan error), sedangkan uji heterogenitas spasial dilakukan dengan uji Breusch Pagan. Hasil uji ketergantungan dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai LM gabungan (lag dan galat) spasial adalah Nilai ini lebih kecil dari nilai khi-kuadrat dengan db = 2 (5.99), hal ini diperkuat dengan nilai p-value = (α = 5% ). Dengan demikian, dapat disimpulkan terima Ho,

39 yang berarti tidak adanya ketergantungan spasial gabungan yaitu ketergantungan lag dan ketergantungan error. Tabel 1. Hasil Uji Ketergantungan Spasial dengan Lagrange Multiplier Model Nilai Khikuadrat p-value Kesimpulan General Spatial Model/GSM Terima Ho Spatial Autoregressive Model/SAR Tolak Ho Spatial Error Model/SEM Terima Ho Hasil Pengolahan diperoleh nilai LM-lag adalah Nilai ini lebih besar dari nilai khi-kuadrat dengan db=1 (3.84), hal ini diperkuat dengan nilai p-value = (α = 5% ). Dengan demikian, dapat disimpulkan tolak Ho, yang berarti adanya ketergantungan lag spasial sehingga perlu dilanjutkan pada pembentukan model SAR. LM-galat sebesar lebih kecil dari nilai khi-kuadrat dengan db=1 (3.84), hal ini diperkuat dengan nilai p-value = (α = 5% ). Dengan demikian, dapat disimpulkan terima Ho, yang berarti tidak adanya ketergantungan galat spasial sehingga tidak dapat dilanjutkan pada pembentukan model SEM. Pengujian efek spasial selanjutnya adalah uji heterogenitas spasial yaitu dengan uji Breusch Pagan. Nilai statistik Breusch pagan sebesar dengan nilai khi kuadrat pada derajat bebas=3 sebesar 7.81 dan p-value=0.0079, maka tolak H 0 yang berarti terdapat keragaman antar wilayah. Hasil kedua uji di atas (ketergantungan dan heterogenitas spasial) mengindikasikan terdapat efek spasial dalam data sehingga model regresi yang digunakan sebaiknya memasukkan pengaruh lokasi ke dalam model. Model Regresi Lag Spasial (SAR) Koefisien regresi spasial dan pengujiannnya tertera pada Tabel 2. Koefisien determinasi (R 2 ) pada model spasial lag/spatial Autoregressive Model sebesar yang berarti 99.89% variansi dari peubah tak bebas (persentase kemiskinan) bisa dijelaskan oleh model ini.

40 Tabel 2. Koefisien Pada Model Regresi OLS SAR Intercept 1.13* 0.11* X * 1.38* X * 0.15* X 4 0.7* 0.72* R Rho 0.30* *) nyata pada α = 5% Model regresi spasial lag yang terbentuk: y = Wy x x x 4 Pada Tabel 2 terlihat bahwa dari delapan peubah penjelas, hanya tiga peubah penjelas dan peubah tak bebass spasial yang berpengaruh nyata terhadap model regresi spasial. Nilai dugaan parameter (β) ketiga peubah penjelas yaitu x 2, x 3, dan x 4 dan peubah tak bebass spasial bernilai positif berarti semakin meningkatnya persentase penduduk yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD) dan persentase rumah tangga yang menggunakan air minum yang tidak berasal dari air mineral, air PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung serta meningkatnya rumah tangga yang tidak menempati rumah dengan kategori sehat di suatu kabupaten/kota maka mengindikasikan meningkatnya persentase kemiskinan di kabupaten/kota tersebut. Pengujian asumsi pada model regresi spasial adalah uji homoskedastisitas atau uji kehomogenan, uji sisaan berdistribusi normal atau uji kenormalan dan uji error antar pengamatan saling bebas atau tidak ada korelasi pada sisaan. Pengujian asumsi dilakukan pada setiap model regresi spasial yang terbentuk. a) Asumsi Kehomogenan Uji asumsi ini dapat dilihat dari plot sisaan pada Gambar 14. Dari plot terlihat sebaran sisaan menyebar tidak membentuk pola sehingga asumsi kehomogenan terpenuhi.

41 Persentase Kemiskinan Sisaan Nilai Dugaan Gambar 14 Plot Kehomogenan Sisaan pada Model SAR b) Asumsi Kenormalan Uji normalitas dari sisaan digunakan metode Kolmogorov-Smirnov (KS). Hasil pengolahan diperoleh nilai KS adalah dengan nilai p-value lebih dari 0.15 (< 0.15), ini menunjukkan sisaan berdistribusi normal. Uji kenormalan dapat dilihat pada Gambar berikut Mean E-14 StDev N 38 KS P-Value > Sisaan Gambar 15 Uji Kenormalan pada Model SAR c) Asumsi Tidak Ada Otokorelasi Pada Sisaan Uji ini dilakukan dengan uji Durbin Watson. Hasil pengolahan diperoleh nilai Durbin Watson sebesar Pada k=3, α = 5%, n=38, d L = 1.32, d U = 1.66, karena d > d U yaitu 1.68 > 1.66 maka d tidak nyata yang berarti tidak tolak H 0 sehingga dapat disimpulkan asumsi tidak ada otokorelasi pada sisaan terpenuhi.

42 Persentase Kemiskinan Perbandingan Model regresi Klasik OLS dan Model SAR Pemilihan model terbaik yang digunakan adalah kriteria nilai R 2, koefisien regresi y terhadap dan RMSE. Nilai dari ketiga kriteria di atas dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan nilai R 2, koefisien regresi y terhadap dan RMSE Kriteria OLS Model Regresi SAR R Koefisien Regresi RMSE Variable yols ysar Nilai Dugaan Gambar 16 Plot y terhadap y OLS dan y SAR Pemilihan model terbaik di atas, nilai RMSE semakin kecil semakin baik untuk suatu model, sebaliknya nilai R 2 dan koefisien regresi y terhadap semakin besar semakin baik modelnya. Dari Tabel di atas terlihat bahwa model SAR lebih baik dibandingkan dengan model OLS (dapat juga dilihat pada Gambar 16) dan faktorfaktor yang berpengaruh pada peningkatan persentase kemiskinan adalah persentase penduduk yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD) atau tidak bersekolah dan persentase penduduk yang menggunakan air minum yang tidak berasal dari air mineral, air PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung serta persentase rumah tangga yang tidak menempati rumah dengan kategori sehat yaitu dengan luas lantai lebih dari 8 m 2.

Regresi Spasial untuk Menentuan Faktorfaktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

Regresi Spasial untuk Menentuan Faktorfaktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Statistika, Vol. 12 No. 1, 1 8 Mei 2012 Regresi Spasial untuk Menentuan Faktorfaktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Anik Djuraidah dan Aji Hamim Wigena Departemen Statistika FMIPA-IPB, Kampus IPB Darmaga,

Lebih terperinci

PEMODELAN DAN PEMETAAN ANGKA BUTA HURUF PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL. Bertoto Eka Firmansyah 1 dan Sutikno 2

PEMODELAN DAN PEMETAAN ANGKA BUTA HURUF PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL. Bertoto Eka Firmansyah 1 dan Sutikno 2 PEMODELAN DAN PEMETAAN ANGKA BUTA HURUF PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL Bertoto Eka Firmansyah dan Sutikno Mahasiswa Jurusan Statistika, ITS, Surabaya Dosen Pembimbing, Jurusan Statistika,

Lebih terperinci

PENDEKATAN REGRESI SPASIAL DALAM PEMODELAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MARIANA

PENDEKATAN REGRESI SPASIAL DALAM PEMODELAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MARIANA PENDEKATAN REGRESI SPASIAL DALAM PEMODELAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MARIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

Pemodelan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 Menggunakan Regresi Spasial

Pemodelan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 Menggunakan Regresi Spasial JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol 6, No, (017) ISSN: 337-350 (301-98X Print) D-10 Pemodelan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Timur Tahun 015 Menggunakan Regresi

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Pada pembahasan kali ini akan diuraikan langkah-langkah dalam melakukan

BAB III PEMBAHASAN. Pada pembahasan kali ini akan diuraikan langkah-langkah dalam melakukan BAB III PEMBAHASAN Pada pembahasan kali ini akan diuraikan langkah-langkah dalam melakukan pemodelan menggunakan Spatial Autoregressive Model dan Matriks pembobot spasial Rook Contiguity. Langkah-langkah

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN MODEL GALAT SPASIAL

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN MODEL GALAT SPASIAL ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN MODEL GALAT SPASIAL SKRIPSI Oleh: OCTAFINNANDA UMMU FAIRUZDHIYA 24010210130057 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Variabel Prediktor pada Model MGWR Setiap variabel prediktor pada model MGWR akan diidentifikasi terlebih dahulu untuk mengetahui variabel prediktor yang berpengaruh

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR 16 JANUARI Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari Pembimbing : Prof.Dr.Drs. I Nyoman Budiantara, M.

SEMINAR TUGAS AKHIR 16 JANUARI Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari Pembimbing : Prof.Dr.Drs. I Nyoman Budiantara, M. 16 JANUARI ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDUDUK MISKIN DAN PENGELUARAN PERKAPITA MAKANAN DI JAWA TIMUR DENGAN METODE REGRESI NONPARAMETRIK BIRESPON SPLINE Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN. faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN. faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas tentang pola penyebaran angka buta huruf (ABH) dan faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically Weighted Regression (GWR),

Lebih terperinci

ANALISIS ANGKA BUTA HURUF DI JAWA TIMUR MENGGUNAKAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION BERBASIS KOMPUTER

ANALISIS ANGKA BUTA HURUF DI JAWA TIMUR MENGGUNAKAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION BERBASIS KOMPUTER ANALISIS ANGKA BUTA HURUF DI JAWA TIMUR MENGGUNAKAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION BERBASIS KOMPUTER Andiyono Universitas Bina Nusantara Jl. K.H Syahdan No.9, Palmerah, Jakarta Barat, Indonesia, 11480,

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN MODEL REMAJA PUTUS SEKOLAH USIA SMA DI PROVINSI JAWA TIMUR PADA TAHUN 2009 DENGAN METODE GWR (GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION)

PEMETAAN DAN MODEL REMAJA PUTUS SEKOLAH USIA SMA DI PROVINSI JAWA TIMUR PADA TAHUN 2009 DENGAN METODE GWR (GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION) PEMETAAN DAN MODEL REMAJA PUTUS SEKOLAH USIA SMA DI PROVINSI JAWA TIMUR PADA TAHUN 2009 DENGAN METODE GWR (GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION) Pembimbing : Ir. Sri Pingit Wulandari, MSi Liska Septiana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di Pulau Jawa Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota di antaranya dari Kab Pacitan, Kab Ponorogo, Kab Trenggalek,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. BAB III METODE PENELITAN A. Lokasi Penelitian Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini salah satunya karena Provinsi Jawa Timur menepati urutan pertama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Regresi Berganda Analisis regresi merupakan analisis untuk mendapatkan hubungan dan model matematis antara variabel dependen (Y) dan satu atau lebih variabel independen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB LANDASAN TEORI. Metode Kuadrat Terkecil Persamaan regresi linier yang biasa didefinisikan dengan menggunakan metode pendugaan parameter Ordinary Least Square (OLS), secara umum dapat dituliskan :

Lebih terperinci

MODEL OTOREGRESI SIMULTAN DAN OTOREGRESI BERSYARAT UNTUK ANALISIS KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR MIRA MEILISA

MODEL OTOREGRESI SIMULTAN DAN OTOREGRESI BERSYARAT UNTUK ANALISIS KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR MIRA MEILISA MODEL OTOREGRESI SIMULTAN DAN OTOREGRESI BERSYARAT UNTUK ANALISIS KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR MIRA MEILISA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS DENGAN FUNGSI PEMBOBOT KERNEL GAUSSIAN

REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS DENGAN FUNGSI PEMBOBOT KERNEL GAUSSIAN REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS DENGANN FUNGSI PEMBOBOT KERNEL GAUSSIAN DAN KERNEL BISQUARE PADA ANGKA HARAPAN HIDUP (Studi Kasus : Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur) LUKMAN MAULANA

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan

BAB 3 METODE PENELITIAN. disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Objek Wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi 29 kabupaten dan 9 kota. Peta wilayah disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan

Lebih terperinci

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000)

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000) Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000) Kabupaten/Kota DAU 2010 PAD 2010 Belanja Daerah 2010 Kab Bangkalan 497.594.900

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

(DS.4) MODEL OTOREGRESIF SIMULTAN BAYES UNTUK ANALISIS DATA KEMISKINAN

(DS.4) MODEL OTOREGRESIF SIMULTAN BAYES UNTUK ANALISIS DATA KEMISKINAN (DS.4) MODEL OTOREGRESIF SIMULTAN BAYES UNTUK ANALISIS DATA KEMISKINAN Safaat Yulianto 1, Anik Djuraidah 2, Aji Hamim Wigena 2 1Akademi Statistika Muhammadiyah Semarang 2Jurusan Statistika, Institut Pertanian

Lebih terperinci

SPATIAL AUTOREGRESSIVE MODEL DAN MATRIKS PEMBOBOT SPASIAL ROOK CONTIGUITY UNTUK PEMODELAN GINI RATIO DI INDONESIA TAHUN 2014.

SPATIAL AUTOREGRESSIVE MODEL DAN MATRIKS PEMBOBOT SPASIAL ROOK CONTIGUITY UNTUK PEMODELAN GINI RATIO DI INDONESIA TAHUN 2014. Spatial Autoregressive Model... (Lailatul Syaadah) 1 SPATIAL AUTOREGRESSIVE MODEL DAN MATRIKS PEMBOBOT SPASIAL ROOK CONTIGUITY UNTUK PEMODELAN GINI RATIO DI INDONESIA TAHUN 214 Jurnal Diajukan kepada Fakultas

Lebih terperinci

Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia SMA di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel

Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia SMA di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel Seminar Hasil Tugas Akhir Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia SMA di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel Mega Pradipta 1309100038 Pembimbing I : Dra. Madu Ratna, M.Si Pembimbing II

Lebih terperinci

PENERAPAN REGRESI SPASIAL UNTUK DATA WILAYAH MISKIN KABUPATEN DI JAWA TIMUR YAUMIL RIZKI

PENERAPAN REGRESI SPASIAL UNTUK DATA WILAYAH MISKIN KABUPATEN DI JAWA TIMUR YAUMIL RIZKI PENERAPAN REGRESI SPASIAL UNTUK DATA WILAYAH MISKIN KABUPATEN DI JAWA TIMUR YAUMIL RIZKI DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN LAMONGAN PROFIL KEMISKINAN DI LAMONGAN MARET 2016 No. 02/06/3524/Th. II, 14 Juni 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Mariana, Dosen Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, IAIN Ambon ,

ABSTRAK. Mariana, Dosen Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, IAIN Ambon , ABSTRAK PENDEKATAN REGRESI SPASIAL DALAM PEMODELAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (Spatial Regression Approach in Modeling of Open Unemployment Rate) Mariana, Dosen Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PEMODELAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BALITA GIZI BURUK DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL

PEMODELAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BALITA GIZI BURUK DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL PEMODELAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BALITA GIZI BURUK DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL Inayati Nur Fatmah 1, Drs. Hery Tri Sutanto, M.Si 2, 1,2 Jurusan Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia Wajib Belajar Menggunakan Metode Regresi Spasial di Jawa Timur

Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia Wajib Belajar Menggunakan Metode Regresi Spasial di Jawa Timur JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (203) 2337-3520 (230-928X Print) D-7 Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia Wajib Belajar Menggunakan Metode Regresi Spasial di Jawa Timur Bagus Naufal Fitroni, dan

Lebih terperinci

JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER. Ayunanda Melliana Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M.

JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER. Ayunanda Melliana Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M. JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Seminar hasil TUGAS AKHIR Ayunanda Melliana 1309100104 Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M.Si PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah

Lebih terperinci

Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menggunakan Regresi Data Panel

Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menggunakan Regresi Data Panel JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.1, (016) 337-350 (301-98X Print) D-45 Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menggunakan Regresi Data Panel Nur Fajriyah

Lebih terperinci

pendekatan dalam penelitian ini dinilai cukup beralasan.

pendekatan dalam penelitian ini dinilai cukup beralasan. Tabel Hasil pendugaan model pengaruh tetap dengan Y sebagai peubah respon dan X, X dan X sebagai C -. 00 X -5 0.50 X.05 00 X 00 R 0.6 Adjusted R 0.6 Hasil pendugaan model data panel dengan Y sebagai peubah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Efferin, Darmadji dan Tan (2008:47) pendekatan kuantitatif disebut juga pendekatan

Lebih terperinci

ANALISIS GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) DENGAN PEMBOBOT KERNEL GAUSSIAN UNTUK DATA KEMISKINAN. Rita Rahmawati 1, Anik Djuraidah 2.

ANALISIS GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) DENGAN PEMBOBOT KERNEL GAUSSIAN UNTUK DATA KEMISKINAN. Rita Rahmawati 1, Anik Djuraidah 2. ANALISIS GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) DENGAN PEMBOBOT KERNEL GAUSSIAN UNTUK DATA KEMISKINAN Rita Rahmawati 1, Anik Djuraidah 2 1) Program Studi Statistika, FMIPA Universitas Diponegoro 2) Jurusan

Lebih terperinci

Analisis Indikator Tingkat Kemiskinan di Jawa Timur Menggunakan Regresi Panel

Analisis Indikator Tingkat Kemiskinan di Jawa Timur Menggunakan Regresi Panel JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. (016) 337-350 (301-98X Print) D-65 Analisis Indikator Tingkat Kemiskinan di Jawa Timur Menggunakan Regresi Panel Almira Qattrunnada Qurratu ain dan Vita Ratnasari Jurusan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR WILAYAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TESIS

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR WILAYAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TESIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR WILAYAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai 38 kabupaten/kota, terdiri atas 29 kabupaten dan 9 kota. Secara umum wilayah Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN MODEL DATA PANEL FIXED EFFECT MENGGUNAKAN GUI MATLAB

PEMBENTUKAN MODEL DATA PANEL FIXED EFFECT MENGGUNAKAN GUI MATLAB PEMBENTUKAN MODEL SPASIAL DATA PANEL FIXED EFFECT MENGGUNAKAN GUI MATLAB (Studi Kasus : Kemiskinan di Jawa Tengah) SKRIPSI Disusun Oleh : IRAWATI TAMARA NIM. 24010212120002 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 40/06/35/Th. XIV, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015 IPM Jawa Timur Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada tahun 2015 terus mengalami

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL SPASIAL DURBIN PADA ANGKA PARTISIPASI MURNI JENJANG SMA SEDERAJAT DI PROVINSI JAWA TENGAH

PENERAPAN MODEL SPASIAL DURBIN PADA ANGKA PARTISIPASI MURNI JENJANG SMA SEDERAJAT DI PROVINSI JAWA TENGAH PENERAPAN MODEL SPASIAL DURBIN PADA ANGKA PARTISIPASI MURNI JENJANG SMA SEDERAJAT DI PROVINSI JAWA TENGAH Erliyana Devitasari, Sri Sulistijowati Handayani, dan Respatiwulan Program Studi Matematika FMIPA

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 25/04/35/Th. XV, 17 April 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2016 IPM Jawa Timur Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data 1. Keadaan Wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang berada di Pulau Jawa dan merupakan provinsi paling timur di Pulau Jawa. Letaknya pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks yang terkait dengan berbagai dimensi yakni sosial,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur merupakan salah satu unit pelaksana induk dibawah PT PLN (Persero) yang merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Secara umum, wilayah Jawa Timur dapat dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencakup

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 \ PERATURAN NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN DENGAN REGRESI PANEL

PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN DENGAN REGRESI PANEL PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2004-2008 DENGAN REGRESI PANEL Desi Yuniarti 1, Susanti Linuwih 2, Setiawan 3 1 Mahasiswa S2 Jurusan Statistika FMIPA ITS, Surabaya, 60111

Lebih terperinci

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota TAHUN LAKI-LAKI KOMPOSISI PENDUDUK PEREMPUAN JML TOTAL JIWA % 1 2005 17,639,401

Lebih terperinci

2.11. Penduduk Yang Bekerja di Sektor Pertanian Pengangguran... 40

2.11. Penduduk Yang Bekerja di Sektor Pertanian Pengangguran... 40 2.11. Penduduk Yang Bekerja di Sektor Pertanian... 38 2.12. Pengangguran... 40 BAB III DASAR TEORI... 42 3.1. Analisis Regresi Linier Berganda... 42 3.2. Penaksiran Koefisien Regresi Menggunakan Matriks...

Lebih terperinci

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN EVALUASI/FEEDBACK PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN MALANG, 1 JUNI 2016 APLIKASI KOMUNIKASI DATA PRIORITAS FEEDBACK KETERISIAN DATA PADA APLIKASI PRIORITAS 3 OVERVIEW KOMUNIKASI DATA

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH ANGKATAN KERJA YANG BEKERJA DAN LEMBAGA PELATIHAN KERJA TERHADAP PDRB KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR MENGGUNAKAN REGRESI SPASIAL

SKRIPSI PENGARUH ANGKATAN KERJA YANG BEKERJA DAN LEMBAGA PELATIHAN KERJA TERHADAP PDRB KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR MENGGUNAKAN REGRESI SPASIAL SKRIPSI PENGARUH ANGKATAN KERJA YANG BEKERJA DAN LEMBAGA PELATIHAN KERJA TERHADAP PDRB KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR MENGGUNAKAN REGRESI SPASIAL Disusun Oleh : CLAYREN NATHANNIEL 5303012017 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

DANA PERIMBANGAN. Lampiran 1. Data Dana Perimbangan

DANA PERIMBANGAN. Lampiran 1. Data Dana Perimbangan Lampiran. Data Dana Perimbangan DANA PERIMBANGAN (Dalam Ribuan) No Daerah 2009 200 20 202 203 Kab. Bangkalan 628,028 64,037 738,324 870,077,004,255 2 Kab. Banyuwangi 897,07 908,07 954,894,70,038,299,958

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 No. 010/06/3574/Th. IX, 14 Juni 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 IPM Kota Probolinggo Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kota Probolinggo pada tahun 2016 terus mengalami

Lebih terperinci

Pemodelan Pneumonia pada Balita di Surabaya Menggunakan Spatial Autoregressive Models

Pemodelan Pneumonia pada Balita di Surabaya Menggunakan Spatial Autoregressive Models JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3520 (2301-928X Print) D-89 Pemodelan Pneumonia pada Balita di Surabaya Menggunakan Spatial Autoregressive Models Ilhamna Aulia, Mutiah Salamah

Lebih terperinci

BAB III GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR)

BAB III GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) BAB III GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) 3.1 Data Spasial Data spasial memuat informasi tentang atribut dan informasi lokasi. Sedangkan data bukan spasial (aspatial data) hanya memuat informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Regresi Linier Metode regresi linier merupakan suatu metode yang memodelkan hubungan antara variabel respon dengan variabel prediktor. Tujuannya adalah untuk mengukur

Lebih terperinci

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 61/09/35/Tahun XI, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI JAWA TIMUR (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 SEBANYAK

Lebih terperinci

PEMODELAN DISPARITAS GENDER DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN MODEL REGRESI PROBIT ORDINAL

PEMODELAN DISPARITAS GENDER DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN MODEL REGRESI PROBIT ORDINAL 1 PEMODELAN DISPARITAS GENDER DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN MODEL REGRESI PROBIT ORDINAL Uaies Qurnie Hafizh, Vita Ratnasari Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode statistik. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode statistik. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan jenis pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang menguji hubungan signifikan dengan cara

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Semiparametrik Spline

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Semiparametrik Spline Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Semiparametrik Spline Oleh : A. Anggita Tauwakal Retno (303008) Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Drs.

Lebih terperinci

MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK ANAK TIDAK BERSEKOLAH USIA KURANG 15 TAHUN DI KOTA MEDAN

MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK ANAK TIDAK BERSEKOLAH USIA KURANG 15 TAHUN DI KOTA MEDAN Saintia Matematika Vol. 1, No. 1 (2013), pp. 87 99. MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK ANAK TIDAK BERSEKOLAH USIA KURANG 15 TAHUN DI KOTA MEDAN Musfika Rati, Esther Nababan, Sutarman Abstrak. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

Pemodelan Angka Putus Sekolah Tingkat SLTP dan sederajat di Jawa Timur Tahun 2012 dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik Ordinal

Pemodelan Angka Putus Sekolah Tingkat SLTP dan sederajat di Jawa Timur Tahun 2012 dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik Ordinal Pemodelan Angka Putus Sekolah Tingkat SLTP dan sederajat di Jawa Timur Tahun 2012 dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik Ordinal Oleh: DELTA ARLINTHA PURBASARI 1311030086 Dosen Pembimbing: Dr. Vita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat dari tahun ketahun. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah sandang, pangan, dan papan. Setiap rumah tangga (RT) pasti menginginkan

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah sandang, pangan, dan papan. Setiap rumah tangga (RT) pasti menginginkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, pendidikan dapat dikatakan termasuk dalam kebutuhan primer setelah sandang, pangan, dan papan. Setiap rumah tangga (RT) pasti menginginkan anak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Provinsi yang memiliki jumlah tenaga kerja yang tinggi.

BAB III METODE PENELITIAN. Provinsi yang memiliki jumlah tenaga kerja yang tinggi. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Provinsi Jawa Timur. Secara administratif, Provinsi Jawa Timur terdiri dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi penelitian Adapun lokasi penelitian ini adalah di provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 38 kota dan kabupaten yaitu 29 kabupaten dan 9 kota dengan mengambil 25 (Dua

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 Menimbang: a. Bahwa dalam upaya meningkatkan kersejahteraan rakyat khususnya

Lebih terperinci

APLIKASI MODEL SPATIAL AUTOREGRESSIVE UNTUK PEMODELAN ANGKA PARTISIPASI MURNI JENJANG PENDIDIKAN SMA SEDERAJAT DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011

APLIKASI MODEL SPATIAL AUTOREGRESSIVE UNTUK PEMODELAN ANGKA PARTISIPASI MURNI JENJANG PENDIDIKAN SMA SEDERAJAT DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 APLIKASI MODEL SPATIAL AUTOREGRESSIVE UNTUK PEMODELAN ANGKA PARTISIPASI MURNI JENJANG PENDIDIKAN SMA SEDERAJAT DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 Restu Dewi Kusumo Astuti 1, Hasbi Yasin 2, Sugito 3 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Regresi Linier Berganda Regresi linier adalah suatu metode yang digunakan untuk menyatakan pola hubungan antara variabel respo dengan variabel prediktor. Bila variabel

Lebih terperinci

Peramalan Jumlah Kepemilikan Sepeda Motor dan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Regresi Data Panel

Peramalan Jumlah Kepemilikan Sepeda Motor dan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Regresi Data Panel JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No., (14) 337-35 (31-98X Print) D-33 Peramalan Jumlah epemilikan Sepeda Motor dan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Regresi Data Panel Hilda Rosdiana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Regresi spasial merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel prediktor terhadap variabel respon yang memperhatikan pengaruh lokasi pengamatan.

Lebih terperinci

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sidang Tugas Akhir Surabaya, 15 Juni 2012 Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Wenthy Oktavin Mayasari

Lebih terperinci

PENGARUH UPAH MINIMUM DAN DISITRIBUSI PENDAPATAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN JAWA TIMUR

PENGARUH UPAH MINIMUM DAN DISITRIBUSI PENDAPATAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN JAWA TIMUR PENGARUH UPAH MINIMUM DAN DISITRIBUSI PENDAPATAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN JAWA TIMUR Satria Yuda Anggriawan PT. Mega Finance Dr. ArisSoelistyo, M.Si Dra. DwiSusilowati, M. M. Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GIZI BURUK BALITA DI JAWA TENGAH DENGAN METODE SPATIAL DURBIN MODEL SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GIZI BURUK BALITA DI JAWA TENGAH DENGAN METODE SPATIAL DURBIN MODEL SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GIZI BURUK BALITA DI JAWA TENGAH DENGAN METODE SPATIAL DURBIN MODEL SKRIPSI Oleh: Ikha Rizky Ramadani J2E 009 020 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN MODEL GALAT SPASIAL ABSTRACT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN MODEL GALAT SPASIAL ABSTRACT ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 781-790 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI JAWA

Lebih terperinci

PEMODELAN KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN METODE SEEMINGLY UNRELATED REGRESSION (SUR) SPASIAL

PEMODELAN KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN METODE SEEMINGLY UNRELATED REGRESSION (SUR) SPASIAL PEMODELAN KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN METODE SEEMINGLY UNRELATED REGRESSION (SUR) SPASIAL Dibyo Adi Wiboao 1), Setiawan 2), dan Vita Ratnasari 3) 1) Program Studi Magister Statistika, Institut

Lebih terperinci

Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Unmet Need KB di Provinsi Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Nonparametrik Spline

Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Unmet Need KB di Provinsi Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Nonparametrik Spline JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. No. (06 7-0 (0-98X Print D-6 Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Unmet Need KB di Provinsi Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Nonparametrik Spline Anita Trias Anggraeni

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI SPASIAL STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP) TERHADAP UJIAN NASIONAL (UN) DI MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) PULAU JAWA TAHUN

ANALISIS REGRESI SPASIAL STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP) TERHADAP UJIAN NASIONAL (UN) DI MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) PULAU JAWA TAHUN ANALISIS REGRESI SPASIAL STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP) TERHADAP UJIAN NASIONAL (UN) DI MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) PULAU JAWA TAHUN 2012-2013 AMAN ABADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

SKRIPSI JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

SKRIPSI JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG APLIKASI MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK PEMODELAN ANGKA PARTISIPASI MURNI JENJANG PENDIDIKAN SMA SEDERAJAT DI PROVINSI JAWA TENGAH SKRIPSI Oleh: Restu Dewi Kusumo Astuti NIM : J2E009002 JURUSAN STATISTIKA

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dihitung menggunakan data PDRB Provinsi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur TOTAL SKOR INPUT 14.802 8.3268.059 7.0847.0216.8916.755 6.5516.258 5.9535.7085.572 5.4675.3035.2425.2185.1375.080 4.7284.4974.3274.318 4.228 3.7823.6313.5613.5553.4883.4733.3813.3733.367

Lebih terperinci

Teknik Ensemble dengan Additive Noise pada Estimasi Parameter Model Autoregressive Spasial

Teknik Ensemble dengan Additive Noise pada Estimasi Parameter Model Autoregressive Spasial SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017 Teknik Ensemble dengan Additive Noise pada Estimasi Parameter Model Autoregressive Spasial Sulistiyaningsih 1, Dewi Retno Sari Saputro 2, Purnami Widyaningsih

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penaksir Robust Metode mencari himpunan bagian dari himpunan X sejumlah h elemen di mana n p 1 h n di mana determinan matrik kovariansi minimum. Misalkan himpunan bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta)

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena kemiskinan telah berlangsung sejak lama, walaupun telah dilakukan berbagai upaya dalam menanggulanginya, namun sampai saat ini masih terdapat lebih dari 1,2

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR. Gangga Anuraga ABSTRAK

ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR. Gangga Anuraga ABSTRAK ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR Gangga Anuraga Dosen Program Studi Statistika MIPA Universitas PGRI Adi Buana Surabaya E-mail : ganuraga@gmail.com

Lebih terperinci

P E N U T U P P E N U T U P

P E N U T U P P E N U T U P P E N U T U P 160 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura P E N U T U P 4.1. Kesimpulan Dasar pengembangan kawasan di Jawa Timur adalah besarnya potensi sumberdaya alam dan potensi

Lebih terperinci

Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Qonitatin Nafisah, Novita Eka Chandra Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Islam Darul Ulum Lamongan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tercapainya kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI ANALISIS REGRESI TERPOTONG DENGAN BEBERAPA NILAI AMATAN NOL NURHAFNI SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN SEMENTARA BAGIAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DALAM NEGERI PASAL 25/29 DAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. survei SOUT (Struktur Ongkos Usaha Tani) kedelai yang diselenggarakan oleh

BAB III METODE PENELITIAN. survei SOUT (Struktur Ongkos Usaha Tani) kedelai yang diselenggarakan oleh BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder hasil survei SOUT (Struktur Ongkos Usaha Tani) kedelai yang diselenggarakan oleh BPS

Lebih terperinci

Maslim Rajab Syafrizal 1, Setiawan 2, Sutikno 3

Maslim Rajab Syafrizal 1, Setiawan 2, Sutikno 3 PROSEDUR GENERALIZED SPATIAL TWO STAGE LEAST SQUARES UNTUK MENGESTIMASI MODEL SPATIAL AUTOREGRESSIVE WITH AUTOREGRESSIVE DISTURBANCES Studi Kasus Pemodelan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur Maslim

Lebih terperinci

Pemodelan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kriminalitas di Jawa Timur dengan Analisis Regresi Spasial

Pemodelan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kriminalitas di Jawa Timur dengan Analisis Regresi Spasial JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4 No. (25) 2337-352 (23-928X Print) D-73 Pemodelan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kriminalitas di Jawa Timur dengan Analisis Regresi Spasial Fitri Maria Dona dan

Lebih terperinci