PENDUGAAN NERACA AIR MENGGUNAKAN APLIKASI TANK MODEL DAN PERHITUNGAN EROSI SEDIMENTASI DENGAN METODE MUSLE DI SUB-DAS CIBENGANG KABUPATEN BANDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDUGAAN NERACA AIR MENGGUNAKAN APLIKASI TANK MODEL DAN PERHITUNGAN EROSI SEDIMENTASI DENGAN METODE MUSLE DI SUB-DAS CIBENGANG KABUPATEN BANDUNG"

Transkripsi

1 PENDUGAAN NERACA AIR MENGGUNAKAN APLIKASI TANK MODEL DAN PERHITUNGAN EROSI SEDIMENTASI DENGAN METODE MUSLE DI SUB-DAS CIBENGANG KABUPATEN BANDUNG ASEP DAHLAN FARID DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN ASEP DAHLAN FARID (E ). Pendugaan Neraca Air menggunakan Aplikasi Tank Model dan Perhitungan Erosi Sedimentasi dengan Metode MUSLE di Sub-DAS Cibengang Kabupaten Bandung. Dibawah bimbingan NANA MULYANA ARIFJAYA Sampai saat ini metode yang digunakan di Indonesia untuk menduga erosi masih menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation). Sementara itu, ada metode baru yang merupakan pengembangan dari metode USLE, yaitu MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) yang lebih akurat dalam menduga erosi. Berbagai pendapat menyebutkan bahwa untuk menerapkan metode MUSLE ini sulit, karena harus menghitung limpasan permukaan. Tank Model bisa menjadi solusi, karena Tank Model digunakan untuk menduga distribusi aliran air secara vertikal dan horisontal berdasarkan waktu sehingga diketahui penyebaran air dalam kawasan DAS, sehingga limpasan bisa diketahui. Penelitian dilaksanakan di Sub-DAS Cibengang, Desa Tanjungwangi, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Hidrologi Hutan dan DAS, Departemen Manejamen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tujuan penelitian ini yaitu: 1) Mengaplikasikan Tank model dan MUSLE berbasis data SPAS, 2) Mengkaji laju sedimen dan erosi di Sub-DAS Cibengang. Tahap penelitian meliputi : 1) Analisis hubungan debit aliran sungai dengan tinggi muka air, 2) Analisis input Tank Model (curah hujan, debit aliran, dan evapotranspirasi), 3) Analisis hidrograf, 4) Analisis output Tank Model, 5) Analisis laju sedimen dan erosi dengan metode MUSLE. Luas Sub-DAS Cibengang sebesar 76,73 ha dengan penutupan lahan sebagai berikut, belukar atau semak 3,11 ha (4,05%), hutan 11,4 ha (14,86%), dan tegalan atau ladang 62,22 ha (81,09%). Jenis tanah di Sub-DAS Cibengang didominasi oleh jenis tanah regosol. Hasil kalibrasi data SPAS diperoleh hubungan tinggi muka air dengan debit aliran, yaitu: Q = 16,94 TMA 2,698 dengan R sebesar 0,99 dan hubungan debit aliran dengan laju sedimen Qs = 47,78 Q 2,345 dengan R sebesar 0,88. Jumlah curah hujan tahun 2010 sebesar mm/tahun. Total laju sedimentasi hasil observasi tahun 2010 sebesar 226,06 ton/tahun (0,25 mm/tahun), sedangkan total laju sedimen hasil kalkulasi Tank Model pada tahun 2010 sebesar 364,48 ton/tahun (0,40 mm/tahun). Hubungan laju sedimen observasi dengan laju sedimen kalkulasi model MUSLE menunjukkan korelasi yang kuat dengan persamaan regresi Qs m =0,363 Qs + 0,001 dan R 2 = 0,76, dimana; Qs m adalah sedimentasi MUSLE (ton/hari) dan Qs adalah sedimentasi hasil observasi (ton/hari). Hasil optimasi Tank Model diperoleh nilai parameter dengan R = 0,75, dimana aliran Sub-DAS Cibengang pada tahun 2010 surface flow (Ya2) menunjukan persentase tertinggi sebesar 31,16% (1099,66 mm), kemudian intermediate flow (Yb1) sebesar 48,14% (1698,75 mm), sub-base flow (Yc1) 16,10% (568,12 mm), dan base flow (Yd1) sebesar 4,60% (162,46 mm). Berdasarkan hasil perhitungan neraca air, ketersediaan air di Sub-DAS Cibengang mengalami defisit sebesar 390,10 mm. Kata kunci : Tank Model, laju sedimen, metode MUSLE.

3 SUMMARY ASEP DAHLAN FARID (E ). Water Balance Estimate using Tank Model and Application Calculation of Erosion Sedimentation with MUSLE Method at Cibengang Sub-Watershed District of Bandung. Under supervisor of NANA MULYANA ARIFJAYA. The recent method in Indonesia for prediction of erosion still uses USLE method (Universal Soil Loss Equation). After while there is new method which is the development of USLE method called MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) method with more accuracy in predicting erosion. Many opinion says that MUSLE method is difficult to applied, because we have to measure the surface flow first. Tank Model is the solution for this problem, because the capability of tank model that used to predict both vertical and horizontal water flow bases time so the water distribution in watershed area can be measured, and in the end the water flow can be measured too. The Research was located at Cibengang Sub-Watershed, Tanjungwangi Village, Cicalengka Sub-District, Bandung District, West Java. Data have been processed at Laboratory of Forest Watershed Hydrology, Department Forest Management, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University. The objective of this research are : 1) Tank Model application, 2) Study of sedimentation and erosion rates at Cibengang Sub-Watershed. The step of research were : 1) Correlation analysis between discharge and the water level, 2) Tank Model input analysis (Rainfall, discharge and evapotranspiration), 3) Hidrograf analysis, 4) Analysis Tank Model output, 5) Analysis of sediment and erosion rate with MUSLE method. Cibengang Sub-Watershed is about 76,73 ha, with land cover area consist of 3,11 ha (4,05%) shurbs, 11,4 ha (14,86%) forest, and 62,22 ha (81,09%) agricultural field. Soil type at Cibengang Sub-Watershed dominated by regosol. Hydrologic Station Measurement data calibration result showing correlation between water level and discharge was Q = 16,94 TMA 2,698, with R = 0,99, correlation between discharge and sedimentation rate was Qs = 47,78 Q 2,345 with R = 0,88. Total rainfall in 2010 was mm year -1. Total sedimentation rate output Tank Model observed 2010 was 226,06 ton year -1 (0,25 mm year -1 ), and total sedimentation rate output Tank Model calculated 2010 was 364,48 ton year -1 (0,40 mm year -1 ). Correlation between sediment rate observed and sediment rate of calculated MUSLE model showed a high correlation with regression equation was Qs m = 0,363 Qs + 0,001 and R 2 = 0,76, which ; Qs m is sediment rate with MUSLE method (ton day -1 ) and Qs is sediment rate observation (ton day -1 ). The optimation result from Tank Model was R = 0,75, where the flow of Cibengang Upper Catchment in year 2010, surface flow (Ya2) showing the highest percent amounting to 31,16% (1099,66 mm), intermediate flow (Yb1) 48,14% (1698,75 mm), sub-base flow (Yc1) 16,10% (568,12 mm), and base flow (Yd1) 4,60% (162,46 mm). From water balance calculate result, stored water in Cibengang Sub-Watershed is minus at amounted 390,10 mm. Keywords: Tank Model, sedimentation rate, MUSLE method.

4 PENDUGAAN NERACA AIR MENGGUNAKAN APLIKASI TANK MODEL DAN PERHITUNGAN EROSI SEDIMENTASI DENGAN METODE MUSLE DI SUB-DAS CIBENGANG KABUPATEN BANDUNG Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Petanian Bogor ASEP DAHLAN FARID E DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pendugaan Neraca Air menggunakan Aplikasi Tank Model dan Perhitungan Erosi Sedimentasi dengan Metode MUSLE di Sub-DAS Cibengang Kabupaten Bandung adalah benar-benar karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tingggi atau lembaga manapun. Sumber dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2011 Asep Dahlan Farid NRP E

6 Judul Skripsi : Pendugaan Neraca Air menggunakan Aplikasi Tank Model dan Perhitungan Erosi Sedimentasi dengan Metode MUSLE di Sub-DAS Cibengang Kabupaten Bandung. Nama Mahasiswa : Asep Dahlan Farid NRP : E Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Nana Mulyana Arifjaya, MSi NIP Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP Tanggal lulus :

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Garut, Jawa Barat pada tanggal 29 Juli Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Hidayat, S.Pd dan Euis Tuti. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SDN Sukahati-Sagaranten tahun , SLTPN 1 Cibatu tahun , dan SMA Negeri 1 Garut pada tahun Pada tahun 2006, penulis lulus seleksi masuk IPB program strata 1 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis memilih Mayor Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di Fakultas Kehutanan IPB, penulis aktif dalam organisasi Pengurus Cabang Silva IPB sebagai kepala divisi Infokom (Informasi dan Komunikasi) pada periode kerja , panitia seminar Hutan Tanaman Rakyat dan studium general Lacak Balak sebagai koordinator publikasi dan dekorasi (2009), dan panitia I Love my World Campaign pada tahun Penulis pernah terlibat dalam kegiatan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala IUPHHK-HT sebagai ketua regu di PT. Belantara Subur, Kalimantan Timur pada tahun Pada tahun dan tempat yang sama, penulis melaksanakan kegiatan PKL. Penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cilacap dan Baturraden (2008), dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi dan KPH Cianjur, Unit III Jawa Barat (2009). Selain itu penulis dipercaya menjadi asisten praktikum mata kuliah Hidrologi Hutan dan Pengelolaan Ekosistem Hutan dan DAS. Sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pendugaan Neraca Air menggunakan Aplikasi Tank Model dan Perhitungan Erosi Sedimentasi dengan Metode MUSLE di Sub-DAS Cibengang Kabupaten Bandung, di bawah bimbingan Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si.

8 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta karunia-nya, sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaiakan rangkaian kegiatan pekuliahan sampai terselesaikannya skripsi ini dengan baik. Pada Kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ayahanda Hidayat dan Ibunda Euis Tuti yang senantiasa melantunkan do anya dan tanpa keluh kesah mencari rizki untuk kesuksesan anak tercinta, adik adikku Syamsul Anwar dan Esa Herawati yang tak henti-henti dengan ikhlas memberikan semangat, senyum, dan do anya. 2. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan ketulusan dan keikhlasan beliau dalam membimbing, memberikan ilmu, dan nasehat kepada penulis dalam penyelesaian skripisi ini. Semoga ilmu ini bermanfaat. 3. Bapak Aseng beserta keluarga yang telah membantu dan menemani penulis serta telah menyediakan tempat istirahat selama kegiatan penelitian dan membantu penulis dalam mengambil data di lapangan. 4. Bapak Muji dan Bapak Cecep Firman selaku staf BPDAS Citarum-Ciliwung yang telah menyediakan data untuk dianalisis. 5. Sahabat seperjuangan Adnan Rifai Ulya S.Hut, Candra Rahmat Sahayana S.Hut, Yudhistira Aprianto, Novriadi Zulfida, Yuliatno Budi, dan Yayat Syarif Hidayatulloh. 6. Semua band bergenre rock dan reggae, terutama Slipknot, Sum 41, GnR, Superman Is Dead, Pas, Bondan Prakoso dan Fade to Black, Steven, dan mas Tonny Q, terima kasih untuk karyanya yang selalu menemani penulis dan memberi semangat dalam menjalani hidup. 7. Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Tank Model Aplikasi Tank Model Debit dan Sedimentasi Hutan sebagai pengatur Debit dan Sedimentasi Erosi dan Sedimentasi... 5 BAB III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Tahapan Penelitian Analisis Data Analisis Curah Hujan Analisis Hubungan Tinggi Muka Air dengan Debit Aliran Analisis Hubungan Debit Aliran dengan Laju Sedimen Analisis Hidrograf Pengolahan Data Input Tank Model Pengolahan Data Evapotranspirasi Analisis Laju Erosi Model MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation)... 14

10 iii BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Penggunaan Lahan Topografi Tanah Kondisi Sosial Ekonomi Sub-DAS Cibengang Vegetasi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Curah Hujan Analisis Debit Aliran Analisis Evapotranspirasi Analisis Hidrograf Analisis Tank Model Analisis Laju Sedimentasi Analisis Laju Sedimen hasil Observasi Laju Sedimentasi Aliran Lateral (Surface Flow) dan Base Flow Laju Sedimentasi di Sub-DAS Cibengang Analisis Hubungan Laju Sedimentasi Observasi dengan Laju Sedimentasi Hasil Kalkulasi MUSLE Analisis Neraca Air di Sub-DAS Cilebak BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 39

11 iv DAFTAR TABEL No Halaman 1. Luasan Sub-DAS Cibengang berdasarkan penutupan lahan Luasan Sub-DAS Cibengang berdasarkan kemiringan lahan Dua belas parameter hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cibengang Komponen Tank Model hasil optimasi Indikator keadaan Tank Model sepanjang tahun Kategori kinerja DAS berdasarkan laju sedimen... 33

12 v DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Skema Standard Tank Model Peta liputan lahan Sub DAS Cibengang Peta kelas lereng Sub DAS Cibengang Grafik curah hujan harian dari tanggal 1 Januari s.d.31 Desember Diagram curah hujan bulanan Sub-DAS Cibengang Discharge Rating Curve Sub-DAS Cibengang Grafik hubungan curah hujan, debit aliran, dan TMA harian 1 Januari - 31 Desember Diagram debit aliran bulanan tahun Hidrograf satuan tanggal 4-13 April 2010 Sub-DAS Cibengang Level aliran pada surface flow tanggal 1 Januari - 31 Desember Level aliran pada intermediate flow tanggal 1 Januari - 31 Dember Level aliran pada sub-base flow tanggal 1 Januari - 31 Desember Level aliran pada base flow tanggal 1 Januari - 31 Desember Grafik hubungan antara debit aliran sungai dengan laju sedimen Grafik hubungan antara debit aliran sungai dengan laju sedimen di Sub- DAS Cibengang Grafik hubungan antara debit aliran sungai dengan laju sedimen lateral Grafik harian laju sedimentasi bulanan dari Sub-DAS Cibengang Diagram laju sedimentasi bulanan dari Sub-DAS Cibengang Grafik hubungan laju sedimentasi observasi dengan laju sedimentsi MUSLE... 35

13 vi DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub-DAS Cibengang Analisis hubungan debit aliran dengan laju sedimentsi di Sub-DAS Cibengang Contoh perhitungan hidrograf tanggal 4-13 April 2010 di Sub-DAS Cibengang Perhitungan debit aliran Nilai Faktor Erodiilitas Tanah (K), Panjang dan Kemiringan Lereng (LS), Pengelolaan Tanaman (C), dan Tindakan Konservasi (P) Rekapitulasi data tinggi muka air tahun Rekapitulasi data curah hujan tahun Rekapitulasi data debit aliran sebelum kalkulasi Tank Model tahun Rekapitulasi data debit aliran kalkulasi Tank Model tahun Rekapitulasi data evapotranspirasi tahun Rekapitulasi data laju sedimentasi hasil observasi tahun Rekapitulasi data laju sedimentsi aliran lateral flow dan base flow tahun Rekapitulasi data laju sedimentasi dari Sub-DAS Cibengang tahun Dokumentasi lapang Dokumentasi peralatan yang digunakan dalam penelitian... 59

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAS sebagai satu kesatuan ekosistem perlu dikelola secara terpadu dari bagian paling hulu sampai bagian paling hilir. Pengelolaan yang baik diperlukan pada masing-masing DAS, sehingga manusia dapat mengantisipasi kerusakan yang lebih parah terhadap lingkungan. Salah satu bentuk pengelolaan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pendugaan tata air dan sedimentasi di SPAS (Stasiun Pengamatan Arus Sungai). Sub-DAS Cibengang yang berada di Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung merupakan tempat yang cocok untuk dilakukan pendugaan tata air dan sedimentasi dengan menggunakan Tank Model dan MUSLE. Sampai saat ini di Indonesia dalam menduga erosi masih menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) yang memiliki banyak kekurangan, sehingga tidak akurat dalam menduga erosi. Padahal, di negara maju seperti Amerika Serikat metode USLE sudah tidak digunakan lagi dan diganti dengan metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) yang lebih akurat dalam menduga erosi. Berbagai pendapat menyebutkan bahwa untuk menerapkan metode MUSLE ini sulit, karena harus menghitung limpasan permukaan. Tank Model bisa menjadi solusi, karena Tank Model digunakan untuk menduga distribusi aliran air secara vertikal dan horisontal berdasarkan waktu sehingga diketahui penyebaran air dalam kawasan DAS. Hasil pengujian yang dilakukan Setiawan (2003) terhadap dua sungai di Indonesia dan di Jepang menunjukkan kinerja Tank Model yang baik dilihat dari keseimbangan air dan koefisien determinasi sehingga mampu merepresentasikan keadaan yang sebenarnya terjadi di alam. Model pada prinsipnya adalah menyederhanakan sesuatu yang terjadi di alam. Tank Model menggunakan data masukan berupa curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran. Sehingga diperoleh keluaran berupa nilai surface flow, intermediate flow, sub-base flow dan base flow. Hasil keluaran Tank Model yang berupa limpasan air ini bisa digunakan dalam menduga laju sedimentasi dengan menggunakan metode MUSLE.

15 2 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengaplikasikan Tank Model dan MUSLE berbasis data SPAS, 2. Mengkaji laju sedimen dan erosi di Sub-DAS Cibengang. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Aplikasi Tank Model dan MUSLE untuk menduga karakteristik hidrologi di Sub-DAS Cibengang, 2. Memberi perspektif kondisi Sub-DAS Cibengang sebagai pertimbangan dalam pengelolaan DAS dan rehabilitasi lahan.

16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan parameter-parameter Tank Model. Penentuan parameterparameter Tank Model merupakan bagian penting dalam prosedur analisis keseimbangan air menggunakan Tank Model. Karena Tank Model memerlukan cukup banyak parameter yang harus dicari, membuat para perancang Tank Model kesulitan dalam penentuan parameter ini. Sebagian besar perancang Tank Model masih menggunakan cara trial-error untuk mendapatkannya. Selain menghabiskan waktu dalam pelaksanaannya juga muncul permasalahan terhadap penerimaan nilai parameter yang dihasilkan. Sehingga arah perbincangan Tank Model bergeser ke arah penentuan parameter-parameternya (Setiawan 2003). 2.2 Aplikasi Tank Model Terdapat beberapa penelitian yang menggunakan Tank model untuk menduga kondisi hidrologi di beberapa Sub-DAS, antara lain: Sub-DAS Cimanuk, Sub-DAS Cipedes, Sub-DAS Cisadane, dan Sub-DAS Cipeuncang. Hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cimanuk diperoleh inflow sebesar 2527,8 mm, outflow calc sebesar 1480,93 mm, ETP sebesar 1605,21 mm, dan stored sebesar -648,83 mm dengan R sebesar 0,85% (Rahadian 2010). Hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cipedes diperoleh inflow sebesar 2285,45 mm, outflow calc sebesar 1333,2 mm, ETP sebesar 1014,6 mm, dan stored sebesar -62,35 mm dengan R sebesar 0,61% (Sulistyowati 2010). Hasil optimasi Tank Model di Sub- DAS Cisadane diperoleh inflow sebesar 1354 mm, outflow calc sebesar 332,05 mm, ETP sebesar 207,48 mm, dan stored sebesar 821,71 mm dengan R sebesar 0,85% (Wulandari 2010). Hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cipeucang diperoleh inflow sebesar 3228,48 mm, outflow calc sebesar 2070,13 mm, ETP

17 4 sebesar 717,23 mm, dan stored 437,76 mm dengan R sebesar 0,7% (Bangun 2010). 2.3 Debit dan Sedimentasi Proses sedimentasi dapat memberikan dampak yang menguntungkan dan merugikan. Sedimentasi dapat menguntungkan karena pada tingkat tertentu adanya aliran sedimen ke daerah hilir dapat menambah kesuburan tanah serta terbentuknya tanah garapan baru di daerah hilir, namun pada saat yang bersamaan aliran sedimen dapat menurunkan kualitas perairan dan pendangkalan badan perairan (Asdak 1995). Pengendapan yang berlebihan akan menyebabkan pendangkalan loka-loka penampungan air, termasuk dataran banjir di sekitar muara sungai (Purwowidodo 2002). Produksi sedimen tahunan rata-rata dari suatu daerah aliran sungai tergantung dari faktor iklim, jenis tanah, tata guna lahan, dan topografi. Menurut Asdak (1995), faktor lain yang mempengaruhi besarnya sedimen yang masuk ke sungai adalah karakteristik sungai yang meliputi morfologi sungai, tingkat kekasaran sungai, dan kemiringan sungai. Menurut Seyhan (1990) saluran penampang adalah suatu bangunan khusus yang menciptakan suatu penurunan pada permukaan (tinggi muka) air pada bagian yang menyempit (penampang tenggrokan) dan suatu lompatan hidrolik. Debit merupakan volume volume air yang mengalir melalui suatu irisan dalam suatu waktu. Debit dapat dijelaskan dalam pengukuran bolume alliran permukaan pada saluran terbuka didasarkan pada hubungan (Q = A x V), dimana Q merupakan laju aurs atau debit air dalam satuan (m 3 /detik) melalui penampang saluran berair seluas A (m 2 ) dengan kecepatan rata-rata (m/detik). 2.4 Hutan Sebagai Pengatur Debit dan Sedimentasi Berkurangnya luas hutan akibat konservasi lahan hutan primer menjadi hutan sekunder akan berakibat tingginya fluktuasi debit air di DAS. Hutan dengan pohon yang tinggi akan sangat cepat melakukan evarotranspirasi sehingga akan menurunkan debit sungai, karena terjadanya peresapan oleh akar-akar pohon. Sungai-sungai yang berasal dari DAS berhutan akan mengasilkan debit sungai

18 5 yang fluktuasinya kecil antara debit musim hujan dan debit musim kemarau (Arief 2001). Batang, ranting dan daun-daunan berperan menghalangi tumbukan air hujan secara langsung ke permukaan tanah, sehingga mencegah hancurnya agregat tanah. Sistem akar-akaran secara fisik mengikat atau menahan partikel tanah, sedangkan yang berada di atas tanah menyaring sedimentasi ke luar akibat aliran permukaan (Hardiatmo 2006). Prinsip rotasi juga bisa diterapkan di dalam pengelolaan hutan. Pengambilan kayu dilakukan dengan melakukan penggiliran atau rotasi untuk area yang dipanen. Apabila tidak terjadi rotasi maka dapat menimbulkan permasalahan sedimentasi dan banjir di bagian hilir suatu DAS. Itu sebabnya daerah yang merupakan pegunungan apabila dibuka dapat mengakibatkan erosi dengan laju yang hebat (Rahim 2003). 2.5 Erosi dan Sedimentasi Erosi sangat menentukan berhasil tidaknya suatu pengolahan lahan. Oleh karena itu, erosi merupakn faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan penggunaan lahan dan pengelolaannya. Salah satu alat bantu yang dapat digunakan dalam perencanaan penggunaan lahan adalah model prediksi erosi. (Arsyad 2000) Banyak model erosi yang telah dikembangkan, paling tidak selama empat dekade terakhir, dimulai dengan USLE, dan beberapa model empiris lainnya, misalnya RUSLE, MUSLE (modified universal soil loss equation) yang dikembangkan atau berpatokan pada konsep USLE. Beberapa model fisik dikembangkan setelah generasi USLE, salah satu diantaranya adalah model fisik GUEST (Griffith university erosion system template) (Rose et al. 1997). Beberapa model erosi untuk DAS yang berkaitan dengan hidrologi yang juga berdasarkan pada konsep USLE adalah ANSWERS (areal non-point sources watershed environment response simulation) yang selanjutnya diperbaiki dengan model AGNPS atau agricultural non-point source pollution model (Sinukaban, 1997). Menurut Wiliams 1975 diacu dalam ICSO 2004, Model MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation), yang telah diciptakan dari model USLE

19 6 (Wischmeier and Smith 1965), telah digunakan di area tangkapan hujan. Metode berbasis komputer yang mengoptimalkan parameter model hidrologi (Decloursey and Snyder 1969) telah digunakan untuk menentukan prediksi persamaan (Williams 1972). Perbedaan yang mendasar antara MUSLE dan USLE sebagai berikut: 1. MUSLE tidak menggunakan faktor energi hujan sebagai trigger penyebab terjadinya erosi melainkan menggunakan faktor limpasan permukaan sehingga MUSLE tidak memerlukan faktor sediment delivery ratio (SDR). Faktor limpasan permukaan mewakili energi yang digunakan untuk detaching dan transporting sedimen. 2. Output USLE menduga erosi tahunan sedangkan MUSLE dapat menduga erosi setiap kejadian hujan. Banyaknya sedimen yang terbawa oleh sungai dapat memberikan gambaran tentang laju erosi yang terjadi dalam DAS tersebut. Nisbah antara jumlah sedimen yang terangkut ke dalam sungai terhadap jumlah erosi yang terjadi di dalam DAS disebut Sediment Delivery Ratio (SDR) atau Nisbah Pelepasan Sedimen Nilai erosi dapat dinyatakan dalam satuan ton/ha/tahun atau mm/tahun, untuk memperoleh nilai mm/tahun maka nilai erosi dalam ton/ha/tahun dikalikan dengan bobot isi dan dengan 10. Berat isi tanah berkisar antara 0,8 samapi 1,6 g/cm 3, akan tetapi pada umumnya tanah berkadar liat tinggi mempunyai berat isi antara 1,0 sampai 1,2 g/cm 3. Erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan adalah laju erosi yang terbesar yang masih dapat dibiarkan agar tersedia suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman (Arsyad 2006). Hasil penelitian Tumanggor (2006) di DTA Ciranjang total beban sedimen rata-rata pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 sebesar 4161,94 ton/hari dengan laju erosi sebesar 7,58 ton/ha/hari. Laju erosi rata-rata tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 1000,82 ton/hari (1,82 ton/ha/hari) dengan debit rata-rata harian sebesar 8,98 m 3 /s dan laju terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 43,86 ton/hari (0,08 ton/ha/hari) dengan debit rata-rata 1,34 m 3 /s. Rasio antara beban sedimen rata-rata terhadap debit aliran sebesar 14,47 %. Peningkatan curah hujan cenderung mengakibatkan debit aliran sungai bertambah. Tetapi sedimen

20 7 tidak selalu mengikuti pola curah hujan karena besar kecilnya sedimen dipengaruhi oleh penutupan vegetasi. Selain penutupan vegetasi beban sedimen juga sangat tergantung pada titik kedalaman waktu pengambilan contoh air untuk dianalisis sedimennya. Menurut penelitian Wirosoedarmo et al. (1999) diacu dalam Sulistyowati (2010) dengan luas lahan 180 hektare di lokasi perumahan Buring Satelit Malang dapat diketahui besarnya limpasan permukaan sebelum ada perumahan adalah 15,49 m 3 /hari, sedangkan setelah ada perumahan adalah sebesar 18,30 m 3 /hari. Peningkatan limpasan permukaan ini disebabkan antara lain karena pembangunan perumahan menyebabkan berkurangnya tumbuh-tumbuhan yang menurunkan daya infiltrasi. Total debit aliran sungai rata-rata di DTA Ciranjang-Kabupaten Cianjur tahun 2003 sampai tahun 2005 sebesar 1545,61 m 3 /s (24308,82 mm) dengan debit aliran tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 269,35 m 3 /s (4236,18 mm) dengan curah hujan 113,07 mm dan debit aliran terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 41,56 m 3 /s (653,58 mm). Rasio yang diperoleh dari hasil perbandingan debit aliran sungai dengan curah hujan sebesar 63,80% (Tumanggor 2006, diacu dalam Sulistyowati 2010). Penelitian Kurniawati (2008) menyatakan hasil optimasi Tank Model didapatkan 12 parameter untuk menduga karakteristik di Sub-DAS Cisadane Hulu dimana laju aliran terbesar menuju tank pertama (Ha2) yakni sebesar 63,28 mm, dengan aliran terbesar yakni sub-base flow sebesar 130,97 mm (39,44%). Dan didapatkan R (korelasi) dan EI (efisieni) yakni 0,85 dan 0,73 (mendekati nilai 1) yang berarti bahwa model ini mempresentasikan karakteristik Sub-DAS Cisadane Hulu dengan baik.

21 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Sub-DAS Cibengang yang secara geografis terletak di ketinggian 1130 mdpl dengan koordinat 06º57 56,6 lintang selatan dan 107º53 23,2 bujur timur, dan secara administratif terletak di Desa Tanjung Sari, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung. Pelaksanaan penelitian dilakukan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan data di lapangan selama bulan Juli Agustus 2010 dan tahap kedua dilakukan di Laboratorium Hidrologi dan Pengelolaan DAS, Fakultas Kehutanan IPB, pada bulan Oktober Desember 2010 untuk menganalisis dan mengolah seluruh data yang diperoleh dari lapangan. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain ARR (Automatic Rainfall Recorder), AWLR (Automatic Water Level Recorder), GPS, pelampung untuk mengukur kecepatan aliran air, turbiditymeter untuk mengukur besar sedimentasi, botol sample, meteran, stopwatch, kamera, kalkulator, alat tulis dan seperangkat komputer/laptop dengan beberapa software yaitu Tank Model, Arc View versi 3.2, Minitab 1.4 dan Microsoft Office. Bahan yang diperlukan dalam penelitian meliputi data primer dan sekunder yaitu data curah hujan dari ARR (Automatic Rainfall Recorder), sedimen sungai dari turbiditymeter, dan tinggi muka air dari AWLR (Automatic Water Level Recorder). Selain itu juga diperlukan data spatial berupa peta topografi Sub DAS Cibengang dan peta penutupan lahan Sub DAS Cibengang. 3.3 Tahapan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan yaitu pengumpulan data primer (tinggi muka air, konsentrasi sedimen, dan curah hujan) dengan cara melakukan pengukuran langsung dari lapangan (SPAS Cibengang). Pengukuran

22 9 debit aliran dilakukan terlebih dahulu dengan melakukan pengukuran bentuk bangunan SPAS, pengukuran tinggi muka air sungai dengan alat AWLR atau meteran, dan mengukur kecepatan aliran sungai menggunakan stopwatch dan pelampung dengan beberapa kali ulangan. Kemudian setelah didapatkan nilai debit, dilakukan analisis hubungan antara debit, tinggi muka air dan debit sedimen, setelah analisis mencari hubungan nilai korelasi dan rating curve, diantaranya hubungan antara debit air dan tinggi muka air dan hubungan antara debit air dan debit sedimen, serta hubungan antara curah hujan dan debit air. Selanjutnya membuat grafik dengan metoda unit hidrograf dengan mencari hubungan antara curah hujan menurut waktu terhadap aliran debit aliran (m 3 /detik), sehingga dapat diperoleh data pengolahan data curah hujan, evapotranpirasi, dan debit aliran sebagai data input Tank Model. Setelah didapatkan hasil output Tank Model, dilakukan perhitungan erosi dan sedimentasi dengan menggunakan metode MUSLE. Terakhir menduga neraca air dengan menggunakan hasil output Tank Model. 3.4 Analisis Data Analisis Curah Hujan Analisis data curah hujan dilakukan dengan melakukan tabulasi curah hujan bulanan rata-rata, curah hujan tahunan, menganalisis sebaran bulan basah dan bulan kering setiap tahun serta dilakukan analisis korelasi antara curah hujan dan debit untuk mengetahui sejauh mana curah hujan berpengaruh terhadap besar debit air Analisis Hubungan Tinggi Muka Air dengan Debit Aliran Dalam perhitungan debit aliran digunakan persamaan Manning yang menganggap suatu penampang melintang seragam, kekasaran dasar sungai yang tidak berubah dan menggunakan aliran tetap yang seragam. Debit aliran diperoleh dari hasil perkalian kecepatan aliran rata-rata (m 3 /s) dengan luas penampang sungai (m) yang dirumuskan sebagai berikut. Q =V m A...(1)

23 10 V m = 1 / N R 2/3 S 1/2... (2) R =A/P... (3) Dimana : Q = Debit aliran (m 3 /detik) V m = Kecepatan aliran rata-rata maning (m/detik) A = Luas penampang melintang basah (m 2 ) R = Radius hidrolik (m) P = Keliling basah (m) S = Kemiringan saluran (%) N = Koefisien kekasaran Manning sebesar 0,025 (tembok atau di semen) Pengukuran debit aliran dilakukan dengan beberapa ulangan pada tinggi muka air yang berbeda sehingga diperoleh hubungan antara debit aliran dengan tinggi muka air dari penampang sungai tersebut dalam sebuah discharge rating curve atau lengkung aliran. Berdasarkan hubungan antara tinggi muka air dan debit aliran diperoleh persamaan sebagai berikut : Q = a TMA b... (4) Dimana ; Q = Debit aliran (m 3 /s) TMA = Tinggi muka air (m) a,b = Konstanta Analisis Hubungan Debit Aliran dengan Laju Sedimen Beban angkutan sedimen diturunkan dari data laju sedimen melalui persamaan yang menggambarkan hubungan antara debit aliran dengan beban angkutan sedimen yang nilainya di dapat berdasarkan pengukuran dengan alat turbiditymeter, dimana satuan untuk sedimen adalah ppm atau mg/liter. Dengan asumsi bahwa konsentrasi sedimen merata pada seluruh bagian penampang melintang sungai maka laju sedimen dapat dihitung sebagai hasil perkalian antara konsentrasi dengan debit aliran (Asdak 2002) yaitu : Qs = 0,0864 C Q... (5) Dimana : Qs = Laju sedimen (ton/hari) Q = Debit aliran (m 3 /s) C = Konsentrasi sedimen (ppm atau mg/l)

24 11 Pengambilan sampel air sedimen dan pengukuran debit dilakukan berulang kali pada ketinggian muka air yang berbeda sehingga diperoleh hubungan antara debit aliran dengan angkutan sedimen. Berdasarkan hubungan tersebut diperoleh persamaan sebagai berikut : Qs = a Q b...(6) Dimana : Qs = Laju sedimen (ton/hari) Q = Debit aliran (m 3 /s) a,b = Konstanta Analisis Hidrograf Bentuk hidrograf dapat ditandai dengan tiga sifat pokoknya, yaitu waktu naik (time of rise), debit puncak (peak discharge), dan waktu dasar (time of base). Waktu naik (Tp) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu terjadinya debit puncak. Debit puncak adalah debit maksimum yang terjadi dalam suatu kasus tertentu. Waktu dasar (Tb) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu dimana debit kembali pada suatu besaran yang ditetapkan. Prosedur penyusunan hidrograf satuan adalah: 1. Menentukan aliran dasar (base flow), aliran dasar yang dipakai adalah debit minimum (m 3 /s) pada saat debit sebelum mengalami kenaikan setelah hujan. 2. Menghitung volume direct runoff (DRO), dihitung dengan cara debit (m 3 /s) dikurangi base flow (m 3 /s) yaitu: DRO = Q BF... (7) Dimana : DRO = Direct runoff (m 3 /s) Q = Debit (m 3 /s) BF = Aliran dasar (m 3 /s) 3. Menghitung volume aliran langsung sebagai berikut: VtotalDRO = DRO x t... (8) Keterangan : DRO = Jumlah debit aliran langsung (m 3 /s) t = Selang waktu (menit). 4. Menghitung tebal aliran langsung dihitung dengan persamaan:

25 12 Tebal DRO =... (9) Keterangan : Tebal DRO = (m) Luas Sub DAS = (m 2 ) V DRO = (m 3 ) 5. Menghitung Koefisien Runoff, yaitu: Koefisien runoff =... (10) Curah hujan dalam satuan (mm) 6. Membangun hidrograf satuan setelah didapat harga unit hidrograf satuan. 3.5 Pengolahan Data Input Tank Model Data masukkan kedalam Tank Model adalah debit sungai (Q), evapotranspirasi (ETp) dan curah hujan (CH). Hasil keluaran dari Tank Model adalah memperoleh data surface flow, intermediate flow, sub-base flow, dan base flow. Selain memperoleh data aliran juga memperoleh nilai parameter Tank Model, indikator keandalan model, keseimbangan air, kurva hidrograf, regresi, dan aliran hitung. Semua disimpan dalam format data (*.txt). Gambar 1 Skema Standard Tank Model (Setiawan 2003). Dari Gambar 1 dapat dilihat model ini tersusun atas 4 (empat) reservoir vertical, yaitu bagian atas mempresentasikan surface reservoir (A), dibawahnya intermediate reservoir (B), kemudian sub-base reservoir (C), dan paling bawah base reservoir (D). Lubang outlet horizontal mencerminkan aliran air, yang terdiri dari surface flow (Y a2 ), sub-surface flow (Y a1 ), intermediate flow (Y b1 ), sub-base

26 13 flow (Y c1 ), dan base flow (Y d1 ). Infiltrasi yang melalui lubang outlet vertical dan aliran yang melalui lubang outlet horizontal tank dikuantifikasikan oleh parameter-parameter Tank Model. Aliran ini hanya terjadi bila tinggi air pada masing-masing reservoir (Ha, Hb, Hc, dan Hd) melebihi tinggi lubangnya (H a1, H a2, H b1, dan H c1 ). Data kejadian hujan per tiga puluh menit dari bulan Januari hingga Desember 2010 yang terekam pada ARR di outlet diolah menjadi data kejadian hujan harian. Data curah hujan dalam satuan mm/hari akan digunakan sebagai salah satu data input Tank Model. Setiawan (2003) menyatakan secara global persamaan keseimbangan air Tank Model adalah sebagai berikut : = P(t) ET(t) Y(t)...(11) Dimana, H adalah tinggi air (mm), P adalah hujan (mm/hari), ET adalah evapotranspirasi (mm/hari), Y adalah aliran total (mm/hari), dan t adalah waktu (hari). Pada standar tank model terdapat 4 tank, sehingga persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut : = +...(12) Aliran total merupakan penjumlahan dari komponen aliran yang dapat ditulis sebagai berikut: Y(t) = Ya(t) + Yb(t) + Yc(t) + Yd(t)... (13) Lebih rinci lagi keseimbangan air dalam setiap reservoir dapat ditulis sebagai berikut: = P(t) ET(t) Ya(t)...(14) = Ya o (t) Yb(t)... (15) = Yb o (t) Yc(t)... (16) = Yc o (t) Yd(t)... (17) Dimana Ya,Yb, Yc, dan Yd adalah komponen aliran horizontal dari setiap reservoir, dan Ya o, Yb o, dan Yc o adalah aliran vertikal (infiltrasi) setiap tank (A,B dan C).

27 Pengolahan Data Evapotranspirasi Metode Penman-Monteith adalah salah satu metode yang digunakan untuk menentukan besarnya evapotranspirasi potensial dari permukaan air terbuka dan permukaan vegetasi yang menjadi kajian. Model ini membutuhkan lima parameter iklim yaitu suhu, kelembaban relatif, kecepatan angin, tekanan uap jenuh dan radiasi netto. Model persamaan Penman-Monteith (Neitsch et all ) sebagai berikut: Etp = Δ Hnet G +ρ air.c p.[e z 0 e z ]/r a Δ+γ.(1+r c /r a ) Dimana ; ETp = Evapotranspirasi potensial (mm/hari) H net = Radiasi netto (MJ/m 2 /hari) = Slope fungsi tekanan uap jenuh (kpa/ºc) G = Aliran panas ke dalam tanah (MJ/m 2 /hari) γ = Konstanta psychometric (kpa/ºc) ρ air = Berat jenis udara (kg/m 3 ) C p = Panas pada tekanan konstan (MJ/kg/ºC) 0 e z = Tekanan uap jenuh udara (kpa) e z = Tekanan jenuh adara pada ketinggian z (kpa) r a = Resistensi aero dinamik (s/m) = Resisten tutupan kanopi (s/m) r c...(18) 3.7 Analisis Laju Erosi Model MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) Adapun yang digunakan untuk menduga laju sedimen dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode MUSLE. Metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menduga laju sedimentasi yang merupakan metode yang dikembangkan dari metode yang sudah ada sebelumnya yakni metode USLE (Universal Soil Loss Equation). MUSLE tidak menggunakan faktor energi hujan sebagai trigger penyebab terjadinya erosi melainkan menggunakan faktor limpasan permukaan sehingga MUSLE tidak memerlukan faktor sediment delivery ratio (SDR). Faktor limpasan permukaan mewakili energi yang digunakan untuk penghancuran dan pengangkutan sedimen.

28 15 Menurut Neitsch et all. (2005) hasil dugaan erosi dengan metode MUSLE dapat dirumuskan sebagai berikut : Sed = 11,8. Q surf. q peak. area 0,56. K. LS. C. P... (19) Dimana ; Sed = sediment yield dari Sub DAS (ton) q peak = Puncak laju run-off (m 3 /s) Q surf = Spesifikasi Run- off (mm/ha) area = Luas Sub DAS (ha) K C P LS = Faktor erodibitas = Faktor pengelolaan tanaman = Faktor teknik konservasi tanah = Faktor panjang dan kemiringan lereng Aliran lateral dan base flow juga membawa sedimen masuk ke dalam sungai. Jumlah sedimentasi yang berasal dari aliran lateral dan base flow dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Sed lat = Q lat +Q gw.area.conc sed 1000 Dimana :... (20) Sed lat = Sedimen aliran lateral dan base flow (ton) Q lat = Lateral flow (mm) Q gw = Base flow (mm) area = Luas Sub DAS (Km 2 ) conc sed = Konsentrasi sedimen yang berasal dari lateral dan base flow (mg/l)

29 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Sub-DAS Cibengang terletak kurang lebih 20 Km ke sebelah Utara dari Kecamatan Cicalengka, tepatnya di Desa Tanjungwangi, Kecamatan Ciicalengka, Kabupaten Bandung. Ketinggian wilayah Sub-DAS Cibengang antara 1112,5 m dan 1425 m di atas permukan laut. Luas Sub-DAS Cibengang berdasarkan hasil deliniasi peta adalah 76,73 Ha, dengan panjang sungai utama 2354,57 m. Sungai utama Sub-DAS Cibengang memiliki titik elevasi tertinggi pada ketinggian 1362,5 m diatas permukaan laut dengan titik terendah (outlet) pada 1112,5 m di atas permukaan laut, sehingga kemiringan sungai utamanya adalah 10,62 %. Panjang seluruh anak sungai Sub-DAS Cibengang mencapai 3752,973 km, dengan kerapatan sungai sebesar 4,89 km/km2 dan tergolong kedalam kategori nilai kerapatan sungai agak rapat. 4.2 Penggunaan Lahan Pola dan tata guna lahan di Sub-DAS Cibengang berdasarkan pengolahan atribut dan data spasial dikelompokkan menjadi tiga jenis penggunaan lahan, Pengelompokan jenis penggunaan lahan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Luasan Sub-DAS Cibengang berdasarkan penutupan lahan No. Jenis Penutupan lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Belukar / Semak 3,11 4,05 2 Hutan 11,4 14,86 3 Tegalan / Ladang 62,22 81,09 Jumlah 76,73 100,00 Sumber : Laporan Monev 2009.

30 17 Gambar 2 Peta liputan lahan Sub-DAS Cibengang. 4.3 Topografi Keadaan topografi di wilayah Sub-DAS Cibengang sangat curam (>40 %). Komposisi luasan DTA berdasarkan Kemiringan lahan adalah sebagaimana disajikan dalam Tabel 2 berikut: Tabel 2. Luasan Sub-DAS Cibengang berdasarkan kemiringan lahan No. Kelas Lereng Luas (Ha) Persentase (%) % 76,73 100,00 Jumlah 100,00 Sumber : Laporan Monev 2009.

31 18 Sumber : Laporan MONEV 2009 Gambar 3 Peta kelas lereng Sub-DAS Cibengang. 4.4 Tanah Sub-DAS Cibengang memiliki jenis tanah regosol. Tanah ini merupakan tanah berbutir kasar dari meterial gunung berapi, konsistensi lepas sampai gembur, memiliki keasaman tanah dengan ph sekitar 6-7, belum jelas penampakan pemisahan horisonnya, dan berasal dari meterial gunung api. Tanah regosol terbentuk dari bahan induk abu dan pasir vulkanik intermedian sehingga cocok ditanami palawija dan sayuran. Umumnya belum membentuk hakikat sehingga peka terhadap erosi, cukup mengandung P & K yang masih segar, tetapi kurang N sehingga perlu pupuk organik, pupuk kandang, dan pupuk hijau. 4.5 Kondisi Sosial Ekonomi Sub-DAS Cibengang Penduduk yang menempati Sub-DAS Cibengang adalah penduduk Desa Tanjungwangi, dengan jumlah penduduk yang berada di Sub-DAS Cibengang sebanyak 1810 orang yang terbagi ke dalam 457 kepala keluarga. Penduduk lakilaki berjumlah 940 orang sedangkan perempuan berjumlah 870 orang. Sex ratio sebesar 1,08 yang berarti pada setiap 100 orang perempuan terdapat 100 orang

32 19 laki-laki. Mata pencaharian penduduk sekitar umumnya adalah bertani, pertanian mereka umumnya petanian lahan basah dengan komoditas utama padi dengan produksi panen 3 kali dalam setahun. Terdapat usaha peternakan baik besar dan kecil. 4.6 Vegetasi Keadaaan vegetasi penutupan lahan di Sub-DAS Cibengang berupa hutan tanaman, ladang atau tegalan, dan semak belikar. Penyebaran untuk masingmasing penutupan lahan adalah sebagai berikut : 1. Vegetasi hutan tanaman terdiri dari pinus (Pinus merkusii), suren (Toona sureni), dan albasia/sengon (Paraserianthes falcataria). Dari beberapa vegetasi yang ada tersebut, jumlah yang paling dominan adalah pinus. 2. Ladang atau tegalan, yang terdiri dari tembakau (Nicotiana tabacum), ketela pohon (Manihot tutilisina), brokoli (Brassica oleracea), bawang daun (Allium fistulosum), tomat (Solanum lycopersicum), 3. Semak belukar berupa alang-alang (Imperata cylindrica).

33 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data Analisis Curah Hujan Hasil pengolahan data curah hujan di lokasi penelitian Sub-DAS Cibengang sangat berfluktuasi dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember Total curah hujan yang tercatat di Sub-DAS Cibengang pada tahun 2010 sebesar 3771 mm/thn. Curah hujan tertinggi yang tercatat pada tahun 2010 sebesar 95 mm/hari pada tanggal 7 Februari dengan rata-rata curah hujan harian selama satu tahun sebesar 10,33 mm/hari. Dinamika curah hujan sepanjang tahun 2010 disajikan pada Gambar 4. CH (mm) Gambar 4 Grafik curah hujan harian dari tanggal 1 Januari s.d.31 Desember CH (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des CH CH max Gambar 5 Diagram curah hujan bulanan Sub-DAS Cibengang.

34 21 Curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Februari dengan jumlah curah hujan 638 mm/bulan dan terendah pada bulan Juni sebesar 53 mm/bulan. Jumlah curah hujan tahunan di Sub-DAS Cibengang sebesar mm/tahun. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidth-Ferguson bulan basah (CH>100 mm) pada tahun 2010 menyebar pada bulan Januari, Februari, Maret, April, Mei, Agustus, September, Oktober, November, dan Desember, sedangkan untuk bulan kering (CH<60 mm) hanya terjadi pada bulan Juni. Data curah hujan tahun 2010 di sub DAS Cibengang selengkapnya dapat dilihat di Lampiran Analisis Debit Aliran Debit aliran diperoleh dari data pengolahan Tinggi Muka Air (TMA) hasil rekaman dari AWLR (Automatic Water Level Recorde). Data TMA yang terekam dalam AWLR berupa grafik yang tergambar pada kertas pias yang telah terpasang di AWLR. Grafik ini menggambarkan fluktuasi TMA setiap jam. Data yang digunakan dalam analisis debit harian ini adalah TMA harian mulai tanggal 1 Januari sampai 31 Desember Untuk mengetahui debit aliran dari TMA dibantu dengan menggunakan persamaan regresi yang didapat dari rating curve. Data lapang yang digunakan sebagai input rating curve adalah TMA dan debit aliran pada tanggal 18 dan 19 Juli 2010, 4, 9, 11, 20 s.d. 25 Agustus. Kurva hubungan antara debit aliran sungai dengan TMA tersaji pada Gambar 6. Q (m³/det) 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 y = 16,94x 2,698 R² = 0,99 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 TMA (meter) Gambar 6 Discharge rating curve Sub-DAS Cibengang.

35 22 Pengukuran debit aliran untuk rating curve, menggunakan persamaan Manning (persamaan 1). Dalam pengukuran ini, kecepatan aliran sungai menggunakan faktor koreksi untuk berbagai tipe saluran penampang sungai dengan menggunakan kekasaran manning. Hasil perhitungan debit aliran lapang menggunakan persamaan manning dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil analisis antara debit aliran dengan TMA di Sub-DAS Cibengang diperoleh persamaan regresi sebagai berikut : Q = 16,94TMA 2,698...(21) Keterangan : Q = Debit aliran (m 3 /s) TMA = Tinggi Muka Air (m) Dari Persamaan (21) diperoleh nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 0,99 yang menunjukan korelasi yang kuat antara TMA dengan debit aliran sungai di Sub-DAS Cibengang. Dimana keragaman Debit (Q) dapat diterangkan oleh TMA. Dari persamaan hubungan antara TMA dan debit aliran sungai, maka diperoleh debit aliran sungai harian dengan memasukkan nilai TMA harian pada bacaan alat pencatat tinggi muka air ke dalam Persamaan (4). Grafik hubungan antara debit, dan curah hujan tanggal 1 Januari sampai 31 Desember 2010 serta total debit aliran sungai dan curah hujan bulanan disajikan pada Gambar 7 dan ,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0, CH (mm) Q (m^3/s) Gambar 7 Grafik hubungan curah hujan, debit aliran, dan TMA harian 1 Januari - 31 Desember 2010.

36 23 6,0 5,0 4,0 Q (m³/s) 3,0 2,0 1,0 0,0 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Q 2,8 5,6 4,4 2,8 3,9 1,8 2,2 1,8 3,5 2,0 4,1 3,5 Gambar 8 Diagram debit aliran bulanan tahun Data debit di Sub-DAS Cibengang pada tanggal 1 Januari sampai 31 Desember 2010 menunjukkan debit harian rata-rata adalah 0,105 m³/s, debit maksimum harian terjadi pada tanggal 14 Nopember sebesar 1,004 m³/s yang disebabkan oleh curah hujan 85 mm/hari, sedangkan debit minimum terjadi pada tanggal 26 Januari sebesar 0,002 m³/s. Data debit aliran sungai tahun 2010 selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 9. Hujan merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap perubahan debit aliran sungai, akan tetapi curah hujan yang tinggi tidak selalu berpotensi untuk meningkatkan debit aliran sungai, dapat dilihat pada grafik pada tanggal 9 Nopember 2010 curah hujan mencapai 30 mm sementara debitnya sebesar 0,11 m³/s, debit tersebut lebih kecil dari debit maksimum harian pada tanggal 28 Nopember 2010 dengan curah hujan sebesar 4 mm, yaitu 0,17 m³/s, hal tersebut berpotensi terjadi karena faktor lamanya hujan dan intensitas hujan, intensitas hujan yang tinggi akan mempengaruhi laju dan debit aliran, laju infiltrasi akan terlampaui oleh laju aliran, dengan demikian, total debit akan lebih besar pada hujan dengan intensitas tinggi atau intensif dibanding dengan hujan yang kurang intensif meskipun curah hujan untuk kedua kejadian hujan tersebut relatif sama.

37 Analisis Evapotranspirasi Perhitungan evapotranspirasi yang digunakan adalah metode Penman- Monteith, cara perhitungan menggunakan metode ini telah dijelaskan pada persamaan 18 di metodologi pengolahan data. Berdasarkan hasil perhitungan data evaapotranspirasi dengan menggunakan metode Penman Monteith, diperoleh total evapotranspirasi tahun 2010 sebesar 1248,94 mm/tahun, dengan evapotranspirasi rata-rata sebesar 3,42 mm/hari. 5.4 Analisis Hidrograf Analisis hidrograf dilakukan untuk mengetahui respon debit aliran terhadap curah hujan. Data yang digunakan adalah data debit harian dan curah hujan tanggal 4-13 April Hasil dari hidrograf memperlihatkan bahwa debit puncak terjadi pada tanggal 5 April 2010 sebesar 0,27 m 3 /s (30,16 mm/hari) karena memiliki curah hujan tertinggi yaitu 62 mm/hari. Hal ini menunjukkan bahwa debit aliran pada tanggal tersebut memiliki respon yang cepat terhadap curah hujan. Contoh perhitungan hidrograf dapat dilihat di Lampiran 3. 0,600 0,500 0,400 0,300 0,200 0,100 0, CH (mm) Q (m^3/s) BF (m^3/s) Gambar 9 Hidrograf satuan tanggal 4-13 April 2010 Sub-DAS Cibengang. Selain untuk mengetahui respon debit aliran terhadap curah hujan, hidrograf juga digunakan sebagai acuan menentukan nilai koefisien run-off di Sub-DAS Cibengang yang nantinya akan dijadikan sebagai inisial pada proses

38 25 optimasi Tank Model. Dari hidrograf tersebut diperoleh koefisien run-off sebesar 0,311 (31,1%). 5.5 Analisis Tank Model Optimasi Tank Model menghasilkan dua belas parameter Tank Model di Sub-DAS Cibengang dari tanggal 1Januari sampai dengan 31 Desember 2010 disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Dua belas parameter hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cibengang No. Parameter Tank Model Hasil 1 a0 0, a1 0, a2 0, Ha1 5, Ha2 68, b0 0, b1 0, Hb1 1, c0 0, c1 0, Hc1 1, d1 0,0004 Sumber : Hasil optimasi tank model di Sub-DAS Cibengang. Parameter-parameter Tank Model dapat dikelompokan menjadi 3 jenis, sebagai berikut: 1. Run-off coefficient, menunjukan besarnya laju aliran, a1=0,3283, a2=0,3246, b1=0,269, c1=0,0088, dan d1=0,0004. Parameter yang menunjukkan laju aliran terbesar adalah pada tank pertama. 2. Infiltration coefficient, menunjukan besarnya laju infiltrasi a0=0,5855, b0=0,0933, dan c0=0,0001, Parameter menunjukan laju infiltrasi terbesar adalah pada lubang outlet vertikal tank pertama. 3. Storage parameter sebagai tinggi lubang outlet horizontal masing-masing tank, Ha1=5, Ha2=68,75, Hb1=1,1176, dan Hc1=1,4529, Parameter menunjukan bahwa lubang outlet horizontal tank yang pertama adalah yang tertinggi. Output Tank Model menghasilkan komponen berupa keseimbangan air, tinggi muka air, dan total aliran. Komponen hasil optimasi disajikan pada tabel 4.

39 26 Tabel 4 Komponen Tank Model hasil optimasi Komponen Satuan Nilai Persen Keseimbangan Air Inflow R (mm) 4138,20 Outflow Obsevation (mm) 4311,57 Outflow Calculation (mm) 3528,99 ETP Calculation (mm) 999,15 Stored (mm) -390,10 Tinggi Muka Air Ha (mm) 30 Hb (mm) 120 Hc (mm) 250 Hd (mm) 1200 Total Aliran Surface flow (mm) 1099,66 31,16 Intermediate flow (mm) 1698,75 48,14 Sub-base flow (mm) 568,12 16,10 Base flow (mm) 162,46 4,60 Sumber: Hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cibengang. Dari Tabel 4, diketahui bahwa Sub-DAS Cibengang tidak memiliki simpanan air (Stored). Kalkulasi simpanan air menunjukkan defisit sebesar -390,10 mm. Presentasi hasil output Tank Model diperoleh surface flow (Ya2) sebesar 31,16 %, intermediate flow (Yb1) dengan persentase tertinggi sebesar 48,14 %, sub-base flow (Yc1) sebesar 16,10 %, dan base flow (Yd1) sebesar 4,60 %. Tank model sudah menggambarkan kondisi hidrologi apabila presentase surface flow Tank Model memiliki nilai yang mendekati nilai rata-rata koefisien limpasan dari hidrograf satuan. Keadaan tutupan lahan, jenis tanah, kelerengan, dan iklim mempengarui kecepatan aliran dan simpanan air. Berdasarkan kondisi umum di Sub-DAS Cibengang, tutupan lahan dibagian hulu didominasi oleh tegalan / ladang. Jenis tanah pada Sub-DAS Cibengang adalah regosol yang diantaranya memiliki ciri konsistensi lepas sampai gembur. Kelerengan di Sub-DAS Cibengang sangat curam (>40%) dengan iklim sangat basah.

40 Surface flow CH (mm) Gambar 10 Level aliran pada surface flow tanggal 1 Januari - 31 Desember intermediate flow CH (mm) Gambar 11 Level aliran pada intermediate flow tanggal 1 Januari - 31 Dember Level aliran pada surface flow sangat dipengaruhi oleh peningkatan dan penurunan curah hujan. Hal ini dapat terlihat ketika terjadi kenaikan curah hujan diikuti dengan kenaikan tinggi aliran air. Level aliran di intermediate flow masih dipengaruhi oleh curah hujan, namun tidak begitu merespon cepat seperti pada surface flow. Secara umum, pada bulan Januari sampai bulan Mei terlihat jelas fluktuasi yang begitu besar. Pada bulan Juni grafik turun sampai bulan Agustus, dan di bulan September ketinggian aliran naik secara fluktuatif sampai bulan Desember.

41 Sub base flow CH (mm) Gambar 12 Level aliran pada sub-base flow tanggal 1 Januari - 31 Desember ,9 20 0,8 40 0,7 60 0,6 0,5 base flow CH (mm) , , , , Gambar 13 Level aliran pada base flow tanggal 1 Januari - 31 Desember Tinggi aliran air pada sub-base flow tidak langsung dipengaruhi oleh curah hujan, hal ini dapat dilihat pada saat terjadi hujan maksimum tidak berpengaruh langsung pada tinggi aliran air di sub base flow, dan tinggi aliran air di base flow mengalami keadaan yang konstan pada awal tahun 2010 dan mengalami penurunan yang lambat sampai akhir tahun 2010.

42 29 Tabel 5 Indikator keadaan Tank Model sepanjang tahun 2010 Parameter Optimasi Nilai Parameter Optimasi R (Coefficient of Correlation) 0,75 RMSE (Root Mean Square Error) 7,86 MAE (Mean Average Error) 5,32 APD (Average Percentage Deviation) 0,05 Descrepancy Sumber : Hasil optimasi Tank Model di Sub DAS Cibengang. 1,00E+06 Selain dua belas parameter kondisi hidrologi di Sub-DAS Cibengang, Tank Model juga menunjukkan indikator statistik hasil pengujian. Nilai R (Coefficent of Correlation) sebesar 0,75 menunjukkan bahwa Tank Model dapat menggambarkan kondisi lapang dengan baik. Nilai RMSE (Root Mean Square Error) sebesar 7,86 memperlihatkan ketepatan model dalam menentukan surface flow. Nilai MAE (Mean Average Error) sebesar 5,32 dan APD (Average Percentage Deviation) yang kecil sebesar 0,05 dapat menunjukkan model dapat menggambarkan aliran secara keseluruhan. Nilai descrepancy positif dan mendekati 0 yaitu 1,00E+06 menunjukkan semakin mampu Tank Model dalam menjaga keseimbangan air. Nilai positif menunjukkan inflow lebih besar dari outflow (debit, ETP, stored). 5.6 Analisis Laju Sedimentasi Pada saat pengambilan data TMA dan kecepatan aliran sungai pada kejadian hujan tanggal 18 Juli sampai tanggal 25 Agustus 2010, dilakukan juga pengambilan sampel air untuk membuat model persamaan dalam pendugaan laju sedimen di Sub-DAS Cibengang untuk setiap kejadian debit. Laju sedimentasi diduga menggunakan persamaan regresi hubungan debit aliran dengan sedimentasi hasil pengukuran di lapang. Sampel air sungai yang diambil pada TMA yang berbeda diukur menggunakan turbiditymeter, sehingga dapat diketahui konsentrasi sedimennya dengan satuan ppm. Konsentrasi sedimen tersebut nantinya akan menghasilkan sedimentasi untuk setiap kejadian debit aliran. Setelah diperoleh konsentrasi sedimen, maka persamaan (6) digunakan untuk

43 30 menghitung debit sedimen (Asdak 2007). Grafik hubungan laju sedimen dan debit aliran sungai disajikan pada Gambar 14. Qs (ton/hari) 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 y = 47,78x 2,345 R² = 0,88 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 Q (m^3/s) Gambar 14 Grafik hubungan antara debit aliran sungai dengan laju sedimen. Persamaan regresi hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi di Sub DAS Cibengang adalah : Qs=47,78Q 2, (22) Dimana ; Qs = Laju sedimentasi (Ton/hari) Q = Debit aliran (m 3 /s) Persamaan tersebut memiliki R 2 (Koefisien determinasi) sebesar 88,4 %. Nilai R 2 tersebut menunjukkan hubungan antara debit aliran dengan laju sedimentasi sangat erat, yaitu keragaman laju sedimentasi (Qs) dapat diterangkan oleh debit aliran sungai (Q) Analisis Laju Sedimen hasil Observasi Grafik harian dan diagram bulanan hubungan antara debit aliran sungai dengan laju sedimentasi di Sub-DAS Cibengang disajikan pada Gambar 15.

44 ,5 1 1,5 2 Qs (ton/hari) Q (m^3/s) Gambar 15 Grafik hubungan antara debit aliran sungai dengan laju sedimen di Sub-DAS Cibengang. Laju sedimentasi tertinggi terjadi pada tanggal 14 Nopember 2010 sebesar 48,19 ton/hari dengan debit aliran sebesar 1,00 m 3 /s. Total laju sedimentasi tahun 2010 sebesar 226,06 ton/tahun Analisis Laju Sedimen Lateral (Surface Flow) dan Base Flow Data debit yang telah dikalkulasi dalam Tank Model menghasikan data aliran pada setiap tank, yaitu surface flow, intermediate flow, sub-base flow dan base flow. Surface flow dan base flow menjadi data dasar dalam perhitungan laju sedimen lateral dan base flow pada persamaan (24) yang merupakan model persamaan MUSLE (Modification of Universal Soil Loss Equation). Pada model ini, faktor yang digunakan sebagai pemicu terjadinya adalah faktor limpasan permukaan bukan faktor energi hujan, sehingga MUSLE tidak memerlukan faktor sediment delivery ratio (SDR). Faktor limpasan permukaan mewakili energi yang digunakan untuk melepaskan dan mengangkut sedimen. Hubungan antara debit aliran sungai dengan laju sedimen lateral dan base flow disajikan pada Gambar 16.

45 32 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0, sed (ton/hari) Qcalculated (mm/hari) Gambar 16 Grafik hubungan antara debit aliran sungai dengan laju sedimen lateral. Laju sedimentasi harian lateral dan base flow tertinggi terjadi pada tanggal 7 Februari 2010 sebesar 19,18 ton/hari dengan debit aliran sebesar 77,553 mm/hari. Sedangkan Laju sedimentasi bulanan tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 44,707 ton/bulan. Total laju sedimentasi tahun 2010 sebesar 182,34 ton/tahun Laju Sedimentasi di Sub-DAS Cibengang Perhitungan laju sedimentasi model MUSLE yang berasal dari Sub-DAS Cibengang, menggunakan persamaan (19). Hasil perhitungan dari persaman tersebut diperoleh laju sedimentasi harian tertinggi terjadi pada tanggal 7 Februari 2010 sebesar 24,86 ton/hari dengan debit aliran sebesar 45,709 mm/hari dan curah hujan harian sebesar 95 mm/hari. Sedangkan laju sedimentasi bulanan tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 5,42 ton/ha/bulan dengan pada saat curah hujan 638 mm/bulan. Grafik harian dan diagram bulanan laju sedimentasi bulanan dari Sub-DAS Cibengang disajikan pada Gambar 17 dan 18.

46 33 30,00 25,00 Ton/hari 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 Gambar 17 Grafik harian laju sedimentasi bulanan dari Sub-DAS Cibengang. ton/hari Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Qs 56,9 81,3 53,3 24,4 31,1 2,11 2,42 7,73 20,9 8,86 45,6 29,6 Gambar 18 Diagram laju sedimentasi bulanan dari Sub-DAS Cibengang. Total laju sedimentasi di Sub-DAS Cibengang pada tahun 2010 sebesar 364,484 ton/tahun (0,4 mm/tahun). Berdasarkan Peraturan Dirjen RLPS No : P.04/V-SET/2009 tentang Pedoman monitoring dan evaluasi DAS, apabila laju sedimen besarnya di bawah 2 mm/tahun termasuk dalam kategori baik. Tabel 6 Kategori kinerja DAS berdasarkan laju sedimen No. Sedimentasi (mm/th) Kelas Skor 1 < 2 Baik Sedang 3 3 > 5 Jelek 5 Sumber: Peraturan Dirjen RLPS No : P.04/V-SET/2009

47 34 Untuk membandingkan keakuratan hasil pendugaan erosi menggunakan metode MUSLE dengan metode USLE, maka dilakukan juga pendugaan besarnya erosi menggunakan metode USLE. Besarnya SDR (sediment delivery ratio) yang digunakan untuk menduga besarnya erosi menggunakan metode USLE adalah sebesar 0,444. Nilai SDR tersebut diperoleh dari persamaan sebagai berikut (Boyce 1975, dalam Arsyad, 2006) : SDR = 0,41 A -0,3... (23) Keterangan : SDR = Sediment delivery ratio A = Luas cathment area (km 2 ) Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode USLE diketahui besarnya erosi di Sub-DAS Cibengang pada tahun 2010 sebesar 287,27 ton/tahun (0,703 mm/tahun). Hasil perhitungan dari metode MUSLE dan metode USLE diketahui bahwa hasil perhitungan sedimentasi metode MUSLE lebih mendekati besarnya sedimentasi hasil observasi, maka dapat disimpulkan bahwa metode MUSLE yang dikombinasikaan dengan aplikasi Tank Model dalam menduga erosi lebih akurat dibandingkan dengan metode USLE Analisis Hubungan Laju Sedimentasi observasi dengan Laju Sedimentasi Hasil Kalkulasi MUSLE Untuk mendapatkan hasil laju sedimentasi menggunakan metode MUSLE adalah dengan cara menjumlahkan hasil laju sedimentasi lateral (surface flow) dan base flow dengan laju sedimentasi HRU Sub-DAS Cibengang. Hubungan antara sedimentasi hasil regresi dengan sedimentasi hasil MUSLE dapat diketahui dengan menggunakan hubungan regresi linear yang akan menghasilkan persamaan regresi dan koefisien determinasi (R 2 ).

48 35 0,080 0,070 0,060 y = 0,363x + 0,001 R² = 0,76 0,050 0,040 0,030 0,020 0,010 0,000 0,000 0,020 0,040 0,060 0,080 0,100 0,120 0,140 0,160 Gambar 19 Grafik hubungan laju sedimentasi observasi dengan laju sedimentsi MUSLE Gambar 21 menunjukkan hubungan antara laju sedimentasi hasil observasi dengan laju sedimentasi MUSLE. Analisa hubungan antara laju sedimentasi pandugaan regresi dengan laju sedimentsi pandugaan MUSLE menghasilkan nilai R 2 sebesar 0,76. Hal ini menjelaskan bahwa model MUSLE mampu menduga laju sedimentasi dengan baik. Persamaan regrasi laju sedimentasi regresi dengan laju sedimentasi MUSLE adalah: Y=0,363X + 0, (24) Dimana : Y = Qs MUSLE (Ton/ha/hari) X = Qs Observasi (Ton/ha/hari) 5.7 Analisis Neraca Air di Sub-DAS Cibengang Dalam siklus hidrologi, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu disebut neraca air atau keseimbangan air (water balance). Curah hujan yang jatuh dalam suatu DAS, setelah diuapkan sisanya akan mengalir ke sungai (water yield).

49 36 Pendekatan analisis neraca air dapat digunakan untuk mempresentasikan besarnya curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran pada daerah tangkapan air. Neraca air merupakan fungsi curah hujan dari hasil penjumlahan evapotranspirasi, debit aliran dan perubahan kadar air tanah. Berdasarkan hasil optimasi Tank Model, kadar air tanah di Sub DAS Cibengang pada tahun 2010 mengalami kekurangan sebesar 390,10 mm/tahun. Hal ini dapat dilihat dari nilai stored hasil optimasi tank model yang menunjukkan angka -390,10 mm/tahun. Hal tersebut dikarenakan jenis tanah di Sub-DAS Cibengang adalah tanah regosol yang memiliki sifat pasir dan kurang kuat untuk menahan air. Selain itu, juga dengan kemiringan lahan yang menyebabkan sub- DAS tersebut mengalami defisit air.

50 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cibengang menghasilkan koefisien korelasi (R) sebesar 0,75, dimana hasil tersebut menunjukkan keakuratan aplikasi Tank Model. Kondisi hidrologi di Sub-DAS Cibengang dapat dipresentasikan cukup akurat oleh Tank Model. 2. Total laju sedimentasi Sub-DAS Cibengang tahun 2010 berdasarkan perhitungan dengan metode MUSLE sebesar 364,48 ton/tahun atau setara dengan 0,4 mm/tahun. Laju sedimentasi tersebut menandakan Sub-DAS Cibengang dalam keadaan baik (< 2 mm/tahun). Hubungan laju sedimentsi observasi dengan laju sedimentasi MUSLE menghasilkan nilai R 2 =0,756. Hal ini membuktikan metode MUSLE dari data debit kalkulasi Tank Model dapat menduga laju sedimentasi dengan baik. 3. Optimasi Tank Model di Sub-DAS Cibengang menghasilkan total aliran pada tahun 2010 diperoleh surface flow sebesar 31,16%, intermediate flow dengan presentasi tertinggi sebesar 48,14%, sub-base flow sebesar 16,10%, dan base flow sebesar 4,60%. 6.2 Saran 1. Perlu dilakukan sosialisasi tentang penggunaan metode MUSLE dengan Tank Model. 2. Mengganti metode USLE dengan motode MUSLE dalam menduga erosi dan sedimentasi.

51 DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S Konservasi Tanah dan Air. Pembrit. IPB/IPB Pros. Cetakan ketiga. Darmaga, Bogor. Asdak, C Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Bangun AF Aplikasi Tank Model Dan Analisis Erosi Berbasis Model DAS Mikro (MDM) Di Sub DAS Cipeuncang Caringin Bogor [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Calder, I.R The Blue Revolution. Land Use and Integrated Water Resources Mangement. Earthscan Publications, London. 192 pp. Depdiknas Hubungan DAS dengan Debit Air. [23 Juni 2010] Kurniawati W Aplikasi Tank Model dalam Penentuan Karakteristik DAS Berbasis Data AWS dan SPAS Digital Automatis di Sub-DAS Cisadane Hulu [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Lal, R Soil Erosion by Wind and Water: Problem and Prospects. In. R. Lal (Ed.). Soil/Erosion Research Methods. Soil and Water Conservation Society. Florida. p: Lee R Hidrologi Hutan. Subagio S, penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Cetakan ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Masduqi Kualitas Air Sebagai Indikator Pengelolaan DAS. Institut Teknologi Sepuluh November. Neitsch SL, Agnold JG, Kiniry JR, Williams JR Soil and Water Assessment Tool Theoretical Documentation. Texas : Texas Agricultural experiment Station. Nurroh S Aplikasi Tank Model Dan Perhitungan Neraca Air Di Model DAS Mikro (MDM) Cisampora Sub-DAS Cimanuk Hulu Kabupaten Majalengka [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Haryanto, Hendrayanto Rencana Umum Pengelolaan DAS Terpadu. Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Manjemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Purwowidodo Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Laboratorium Pengaruh Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

52 39 Rahadian A Aplikasi Tank Model Dan Analisis Erosi Berbasis Data SPAS Di Sub-Sub DAS Cimanuk Hulu Kabupaten Garut [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Rudiyanto, Setiawan B. I Optimasi Parameter Tank Model Menggunakan Genetic Algorithm. Buletin Keteknikan Pertanian 17(1):8-16. Schmitz, Tameling Modelling Erosion at Different Scales, A. Preliminary Virtual Exploration of Sumber Jaya Watershed, International Center for Soil Research in Agroforestry (ICRAF). (unpublished) Setiawan BI Optimasi Parameter Tank Model. Jurnal Keteknikan Pertanian. 17(1):8-20. Bogor: Fakultas Teknik Pertanian IPB. Seyhan E Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sinukaban, N., S.D. Tarigan, dan Y. Hidayat Role of Faddy Rice Fields (Sawah) as Sediment Filter in Agroforestry Mosaics. Study Program of Watershed Management (PS DAS). Institut Pertanian Bogor in association with International Center for Research in Agroforestry (ICRAF), Bogor. Sulistyowati T Aplikasi Tank Model Dalam Analisis Hidrologi Berbasis Data SPAS Di Sub-Sub DAS Cipedes, Kabupaten Garut.[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Suripin Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Penerbit ANDI. Williams J. R. (1975). Sediment Yield Prediction with Universal Equation Using runoff Energy Factor. Proceedings of the sediment-yield Workshop, USDA Sedimentation Laboratory, Oxford, Mississippi.

53 LAMPIRAN

54 41 Lampiran 1 Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub-DAS Cibengang Tanggal Hujan Waktu hujan S (m) t (detik) t (detik) rata-rata V (m/s) TMA (m) A (m²) P (m) N Beton (A/P)^2/3 18/07/ ,67 0,886 0,13 0,117 2,06 0,025 0,001 20,605 0,677 0,079 19/07/ ,00 1,216 0,21 0,189 2,22 0,025 0,002 12,584 1,522 0,288 19/07/ ,00 1,099 0,19 0,171 2,18 0,025 0,002 13,400 1,292 0,221 19/07/ ,67 1,033 0,18 0,162 2,16 0,025 0,002 13,777 1,181 0,191 04/08/ ,33 0,986 0,14 0,126 2,08 0,025 0,001 20,150 0,770 0,097 04/08/ ,33 0,906 0,14 0,126 2,08 0,025 0,001 18,516 0,770 0,097 09/08/ ,33 0,847 0,12 0,108 2,04 0,025 0,001 22,653 0,588 0,064 11/08/ ,67 0,958 0,14 0,126 2,08 0,025 0,001 19,574 0,770 0,097 20/08/ ,00 1,219 0,2 0,18 2,200 0,025 0,002 13,654 1,405 0,253 21/08/ ,33 1,181 0,18 0,162 2,160 0,025 0,002 15,745 1,181 0,191 22/08/ ,33 1,184 0,17 0,153 2,140 0,025 0,002 17,375 1,073 0,164 23/08/ ,67 1,140 0,18 0,162 2,160 0,025 0,002 15,202 1,181 0,191 24/08/ ,00 1,105 0,17 0,153 2,140 0,025 0,002 16,217 1,073 0,164 25/08/ ,33 1,184 0,17 0,153 2,140 0,025 0,002 17,375 1,073 0,164 S^0.5 Vm (m/s) Qm (m/s)

55 42 Lampiran 1 (Lanjutan) Q = 16,94TMA 2,698 Regression Analysis: log TMA versus log Qmanning The regression equation is log TMA = - 0, ,371 log Qmanning Predictor Coef SE Coef T P Constant -0, , ,74 0,000 log Qmanning 0, , ,30 0,000 S = 0, R-Sq = 100,0% R-Sq(adj) = 100,0% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0, , ,91 0,000 Residual Error 12 0, , Total 13 0, Unusual Observations log Obs Qmanning log TMA Fit SE Fit Residual St Resid 2-0,60-0, , , , ,27R 7-1,26-0, , , , ,20R R denotes an observation with a large standardized residual.

56 43 Lampiran 2 Analisis hubungan debit aliran dengan laju sedimentsi di Sub-DAS Cibengang Tanggal Q persamaan Qs Waktu hujan TMA (m) Q (m³/s) Cs(ppm) Hujan (m³/s) (ton/hari) 18-Jul ,13 0,104 54,324 0,069 0, Jul ,21 0,230 84,5 0,251 1, Jul ,19 0, ,192 1, Jul ,18 0,167 63,2 0,166 0, Agust ,14 0,124 49,74 0,084 0, Agust ,14 0,114 32,34 0,084 0, Agust-10 0,12 0, ,056 0, Agust-10 0,14 0,121 46,27 0,084 0, Agust-10 0,2 0,219 82,7 0,220 1, Agust-10 0,18 0,191 79,76 0,166 1, Agust-10 0,17 0,181 45,88 0,142 0, Agust-10 0,18 0,185 66,9 0,166 0, Agust-10 0,17 0,169 45,7 0,142 0, Agust-10 0,17 0,181 46,4 0,142 0,570 Lampiran 2 (Lanjutan) y = 47,78x 2,345 Regression Analysis: log Q versus log Qs

57 44 The regression equation is log Q = - 0, ,378 log Qs Predictor Coef SE Coef T P Constant -0, , ,99 0,000 log Qs 0, , ,63 0,000 S = 0, R-Sq = 88,5% R-Sq(adj) = 87,6% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0, , ,66 0,000 Residual Error 12 0, ,00198 Total 13 0,20680 Lampiran 3 Contoh perhitungan hidrograf tanggal 4-13 April 2010 di Sub-DAS Cibengang Tanggal CH (mm/hari) Q (m³/s) BF (m³/s) DRO (m³/s) VDRO(m³) Tebal DRO(mm) Koef runoff 04/04/10 3 0,098 0,084 0, ,756 1,600 0,533 04/05/ ,268 0,084 0, ,634 20,679 0,334 04/06/ ,202 0,084 0, ,074 13,296 0,633 04/07/ ,245 0,084 0, ,945 18,072 0,348 04/08/ ,169 0,084 0, ,473 9,546 0,318 04/10/10 8 0,106 0,084 0, ,420 2,460 0,307 04/11/ ,118 0,084 0, ,838 3,826 0,147 04/12/ ,109 0,084 0, ,023 2,815 0,176 04/13/10 3 0,084 0, TOTAL 221 1,400 0,758 0, ,162 72,294 Luas catchment area = 76,73 Ha = m 2 Waktu interval pengamatan = 24 jam = detik Tebal DRO = Koefisien limpasan (total DRO waktu interval pengamatan ) = (0,642 m 3 x s) s m2 = = Tebal DRO Jumla h CH luas SPAS 72,294 mm 221 mm = 0,327 = 72,294 mm

58 45 Hidrograf satuan (05 April 2010) = = DRO Tebal DRO 0,184 mm 72,294 mm = 0,00254 Lampiran 4 Perhitungan debit aliran Keterangan : a1 = 1,00 m b1 = 0,25 m a2 = 0,55 m a3 = 0,90 m a4 = 2,08 m a5 = 0,50 m a6 = 4,00 m b2 = 0,17 m b3 = 1,50 m V m = A 2/3 x S 1/2 P N Q = A x V m Perhitungan debit dengan TMA 0,25 m : A = TMA x a1... (25) P = 2 x (TMA + a1)... (26) Perhitungan debit dengan TMA 0,26 m dan TMA 0,42 m A = (TMA x a1) + {2 x [0,5x(TMA-b1)/tan 10 0 ] x (TMA-b1)}... (27) P = (2 x a1) + (2 x b1) + 2x[(TMA-b1)/tan 10 0 ] + 2x[(TMA-b1)/sin 10 0 ]... (28)

59 46 Oxisol Entisol Jenis Tanah Haplorthox (Latosol) Haplorthox (Latosol) Troporthent (Regosol) Fluvent (Regosol) Lokasi Dramaga, Bogor Faktor erodibitas tanah (K) Kisaran rata 0,02-0,04 Citayam,Bogor 0,08- Tanjungharjo, Kulon Progo 0,09 0,11 0,16 DAS Cimanuk 0,17-0,21 Perhitungan debit dengan TMA 0,43 m A = [a1 x (b1+b2)] + [2 x (0,5xa5xb2)] + {[TMA-(b1+b2)] x a4} + {2 x{0,5x[tma- (b1+b2)] x {[TMA-(b1+b2)] x tan24 0 }}... (29) P = a1 + (2x b1) + (a2+a3) + a4 + {2x {[TMA-(b1+b2)]x tan24 0 }}+ {2x{[TMA-(b1+b2)]/cos24 0 }... (30) Lampiran 5 Nilai Faktor Erodiilitas Tanah (K), Panjang dan Kemiringan Lereng (LS), Pengelolaan Tanaman (C), dan Tindakan Konservasi (P) Rata- Kelas Sumber data 0,03 sr U, Kurnia dan Suwardjo (1984) 0,09 sr U, Kurnia dan Suwardjo (1984) 0,14 r U, Kurnia dan Suwardjo (1984) 0,19 r Hamer (1980) Ulisol Regosol Dam Cirata - 0,19 r Sutono et al(2002) Tropohumul Citaman, 0,09 0,1 sr U, Kurnia (Mediteran) Bandung 0,11 dan Suwardjo Tropudult (Podsolik) Jonggol, Bogor 0,12 0,19 (1984) 0,16 r U, Kurnia dan Suwardjo (1984)

60 47 Hapludult (Nitosol) DAS Cimanuk 0,17-0,21 0,19 r Hamer (1980) Endoaquult DAS Cimanuk 0,42-0,42 0,42 at Hamer (1980) Alfisol Hapludalf (Mediteran) DAS Cimanuk 0,13-0,13 0,13 r Hamer (1980) Tropaqualf (Mediteran) Punung, Pacitan 0,18 0,25 0,22 sd U, Kurnia dan Suwardjo (1984) Endoaqualf DAS Cimanuk 0,24-0,32 0,28 sd Hamer (1980) Vertisol Chromudert (Grumusol) DAS Cimanuk 0,24-0,24 0,24 sd Hamer (1980) Chromudert (Grumusol) Jegu, Blitar 0,24-0,30 0,27 sd Undang K, dan Suwardjo (1984) Keterangan : sr = sangat rendah, r = rendah, sd = sedang, at = agak tinggi Lampiran 5 (Lanjutan) Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) Kemiringan (%) Nilai Faktor LS 0-8 0, , , ,5 >40 12,0 Faktor pengelolaan tanaman (C) Penggunaan lahan Nilai faktor C Tanah terbuka/tanpa tanaman 1,0 Sawah 0,01

61 48 Tegalan tidak dispersifikasi 0,7 Ubi kayu 0,8 Jagung 0,7 Kedelai 0,399 Kentang 0,4 Kacang tanah 0,2 Padi 0,561 Tebu 0,2 Pisang 0,6 Akar wangi (sereh wangi) 0,4 Rumput bede (tahun pertama) 0,287 Rumput bede (tahun kedua) 0,002 Kopi dengan penutupan tanah buruk 0,2 Talas 0,85 Kebun campuran - Kerapan tinggi 0,1 - Kerapatan sedang 0,2 - Kerapatan rendah 0,5 Lampiran 5 (Lanjutan) Penggunaan lahan Nilai faktor C Perladangan 0,4 Hutan alam - Serasah banyak 0,001 - Serasa kurang 0,005 Hutan produksi - Tebang habis 0,5 - Tebang pilih 0,2 Semak belukar 0,3 Ubi kayu/kedelai 0,181

62 49 Ubi kayu + Kacang tanah 0,195 Padi Sorghum 0,345 Padi Kedelai 0,417 Alang-alang murni subur 0,001 Keterangan : (-) = pola tanaman bergiliran (+) = Pola tanaman tumpang gilir Faktor Tindakan Konservasi (P) No Tindakan Kusus Konservasi Tanah Nilai faktor P 1 Teras bangku : - Konstruksi baik 0,04 - Konstruksi sedang 0,15 - Konsruksi kurang baik 0,35 - Teras tradisional 0,40 2 Srip tumbuhan rumput Bahia 0,40 3 Pengelolaan dan penanaman menurut garis kontur : - Kemiringan 0-8 % 0,50 - Kemiringan 9-20 % 0,75 - Kemiringan > 20 % 0,90 4 Tanpa tindakan konservasi 1,00

63 50 Lampiran 6 Rekapitulasi data tinggi muka air tahun 2010 DATA TINGGI MUKA AIR (m) tahun 2010 Tgl Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 0,14 0,15 0,17 0,14 0,10 0,09 0,14 0,10 0,09 0,13 0,13 0,19 2 0,13 0,20 0,16 0,14 0,10 0,12 0,14 0,09 0,09 0,13 0,13 0,18 3 0,11 0,21 0,16 0,14 0,10 0,16 0,13 0,07 0,09 0,13 0,12 0,18 4 0,11 0,23 0,16 0,15 0,10 0,15 0,13 0,08 0,09 0,12 0,12 0,18 5 0,14 0,23 0,14 0,22 0,09 0,19 0,14 0,10 0,17 0,12 0,12 0,18 6 0,14 0,24 0,17 0,19 0,09 0,20 0,12 0,10 0,15 0,12 0,12 0,15 7 0,11 0,25 0,17 0,21 0,18 0,15 0,11 0,10 0,18 0,13 0,12 0,14 8 0,15 0,20 0,16 0,18 0,30 0,13 0,14 0,10 0,19 0,14 0,13 0,14 9 0,12 0,18 0,17 0,16 0,27 0,15 0,16 0,11 0,20 0,12 0,15 0, ,12 0,18 0,19 0,15 0,22 0,13 0,17 0,11 0,19 0,12 0,14 0, ,09 0,18 0,20 0,16 0,16 0,12 0,18 0,12 0,19 0,10 0,14 0, ,20 0,18 0,20 0,15 0,13 0,12 0,15 0,12 0,18 0,09 0,14 0, ,22 0,07 0,19 0,14 0,11 0,11 0,13 0,12 0,19 0,09 0,15 0, ,23 0,11 0,16 0,15 0,10 0,10 0,09 0,11 0,18 0,09 0,35 0, ,24 0,15 0,16 0,15 0,13 0,09 0,08 0,10 0,16 0,09 0,21 0, ,23 0,15 0,16 0,14 0,15 0,08 0,12 0,10 0,16 0,13 0,18 0, ,20 0,10 0,18 0,14 0,15 0,08 0,13 0,10 0,15 0,13 0,19 0, ,13 0,13 0,17 0,14 0,13 0,08 0,13 0,12 0,14 0,12 0,18 0, ,10 0,20 0,18 0,13 0,14 0,08 0,15 0,15 0,13 0,12 0,18 0, ,10 0,23 0,20 0,13 0,17 0,08 0,14 0,20 0,13 0,16 0,18 0, ,10 0,22 0,18 0,12 0,22 0,08 0,14 0,18 0,13 0,15 0,18 0, ,09 0,20 0,17 0,12 0,16 0,08 0,14 0,16 0,24 0,14 0,12 0, ,09 0,20 0,16 0,12 0,16 0,07 0,14 0,18 0,12 0,13 0,10 0, ,10 0,21 0,15 0,11 0,15 0,07 0,14 0,17 0,17 0,15 0,10 0, ,08 0,20 0,14 0,11 0,13 0,10 0,14 0,10 0,16 0,13 0,10 0, ,04 0,19 0,14 0,11 0,12 0,13 0,12 0,10 0,11 0,13 0,13 0, ,11 0,19 0,14 0,10 0,15 0,14 0,10 0,10 0,14 0,12 0,13 0, ,06 0,19 0,15 0,10 0,18 0,13 0,10 0,09 0,15 0,12 0,18 0, ,08 0,16 0,10 0,16 0,12 0,10 0,09 0,14 0,13 0,20 0, ,14 0,19 0,11 0,12 0,12 0,10 0,09 0,14 0,14 0,18 0, ,08 0,18 0,09 0,10 0,09 0,14 0,19 Total 3,96 5,18 5,23 4,20 4,56 3,44 3,97 3,54 4,56 3,86 4,62 4,72 max 0,24 0,25 0,20 0,22 0,30 0,20 0,18 0,20 0,24 0,16 0,35 0,25 min 0,04 0,07 0,14 0,10 0,09 0,07 0,08 0,07 0,09 0,09 0,10 0,11 ratarata 0,13 0,18 0,17 0,14 0,15 0,11 0,13 0,11 0,15 0,12 0,15 0,15

64 51 Lampiran 7 Rekapitulasi data curah hujan tahun 2010 Curah hujan (mm/hari) tahun 2010 Tanggal Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Total maks min hari hujan

65 52 Lampiran 8 Rekapitulasi data debit aliran sebelum kalkulasi Tank Model tahun 2010 Debit (mm/hari) Tgl Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 8,81 11,59 16,97 9,48 3,82 2,47 8,74 3,82 2,88 8,45 8,45 20,85 2 7,76 25,23 13,59 9,48 3,82 6,43 9,48 2,91 2,88 7,76 8,03 18,67 3 4,89 29,37 13,59 9,48 3,82 13,88 8,45 1,46 2,88 7,76 6,61 18,67 4 5,41 36,89 14,17 11,08 3,82 11,08 7,83 2,21 2,88 6,73 6,25 18,67 5 9,48 34,61 10,02 30,16 3,06 21,86 8,59 3,82 15,11 6,25 6,25 18, ,02 41,73 14,77 22,77 2,88 25,09 6,61 3,82 11,85 6,25 6,25 12,11 7 5,25 45,71 15,58 27,55 17,87 11,08 4,55 3,82 17,64 8,17 6,25 9, ,03 24,81 13,59 19,02 75,20 8,03 9,03 3,82 20,10 9,10 7,36 9,48 9 5,91 17,64 15,69 12,75 56,22 10,42 13,59 4,46 25,23 6,61 12,11 9, ,43 18,67 22,12 11,94 33,41 8,45 14,97 5,31 21,60 6,25 9,48 12, ,06 18,67 24,67 13,30 13,02 6,25 17,42 6,08 21,99 3,82 10,02 9, ,35 18,09 23,98 12,29 8,38 5,91 10,83 6,31 19,38 2,88 9,25 9, ,16 1,63 21,60 9,48 4,46 4,36 7,76 6,25 21,10 2,88 11,68 9, ,09 5,05 13,59 11,76 3,49 3,33 2,47 4,46 18,91 2,88 113,02 9, ,39 11,25 13,59 10,91 8,38 2,88 2,34 3,82 14,17 2,88 28,61 9, ,30 10,99 14,37 9,48 10,58 2,09 6,14 3,82 12,93 7,56 19,62 9, ,17 3,65 19,74 9,48 10,91 2,09 7,56 3,82 11,34 7,31 20,35 9, ,63 6,98 16,00 8,59 6,98 2,09 7,76 5,80 9,48 6,25 18,67 9, ,49 25,80 18,44 7,76 9,18 2,09 10,87 11,31 8,45 6,25 18,67 9, ,82 37,61 25,09 7,76 16,65 2,09 9,79 25,37 7,76 12,84 18,67 7, ,82 33,25 19,26 6,37 32,42 2,09 9,40 17,42 7,90 12,29 18,67 6, ,06 26,37 16,00 6,67 14,27 1,76 9,48 14,27 40,58 9,48 6,25 6, ,02 23,98 14,07 5,57 13,02 1,46 9,48 18,91 6,79 7,76 3,82 10, ,57 30,00 12,03 4,94 10,69 1,46 9,03 15,17 14,87 10,75 3,82 9, ,98 25,94 10,34 4,94 7,49 3,45 9,48 3,82 14,47 7,24 3,82 9, ,26 20,47 9,48 4,36 5,91 8,38 5,57 3,82 5,25 6,98 8,31 9, ,46 21,86 9,03 3,82 12,11 9,48 3,82 3,82 10,10 6,25 7,36 9, ,93 20,10 11,68 3,82 19,26 8,31 3,82 2,88 12,11 6,25 19,26 4, ,01 12,93 3,82 13,78 6,31 3,82 2,88 9,48 8,10 24,81 45, ,71 21,99 4,84 6,92 6,67 3,82 2,88 9,48 9,63 19,38 24, ,37 18,67 2,88 3,82 2,88 9,48 21,60 Total 317,6 628,0 496,6 313,7 434,7 201,4 246,3 201,3 399,6 223,1 461,1 399,0 max 40,39 45,71 25,09 30,16 75,20 25,09 17,42 25,37 40,58 12,84 113,02 45,30 min 0,26 1,63 9,03 3,82 2,88 1,46 2,34 1,46 2,88 2,88 3,82 4,94 ratarata 10,25 22,43 16,02 10,46 14,02 6,71 7,95 6,49 13,32 7,20 15,37 12,87

66 53 Lampiran 9 Rekapitulasi data debit aliran kalkulasi Tank Model tahun 2010 Debit (mm/hari) tahun 2010 Tgl Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 54,72 2,77 19,83 11,78 2,76 2,75 1,79 1,34 0,93 3,41 5,83 17, ,11 8,02 14,47 8,48 2,73 2,42 1,76 1,31 0,92 2,24 4,36 11, ,90 12,54 13,08 6,16 2,69 2,40 1,74 1,29 0,90 1,21 5,27 13, ,45 23,49 12,67 4,96 2,65 2,37 1,71 1,26 0,89 1,11 3,58 13, ,97 25,82 7,97 34,58 2,62 3,44 5,38 1,24 0,88 1,10 4,96 22, ,46 36,24 12,37 22,37 2,58 5,96 2,35 1,22 5,55 1,08 3,68 11, ,10 77,55 18,06 37,73 5,55 8,25 1,66 1,19 10,95 1,07 2,75 7,78 8 9,27 28,98 16,07 30,39 44,69 5,08 1,65 1,17 29,17 2,13 1,84 5,70 9 6,80 16,84 18,11 25,02 34,42 5,30 11,29 1,14 20,23 1,05 14,40 4, ,96 13,79 19,92 15,85 23,89 3,95 3,71 1,11 18,73 1,04 10,42 6, ,54 15,50 27,66 22,53 18,09 2,93 2,60 1,09 18,92 1,03 4,95 4, ,57 12,41 17,62 18,25 10,10 2,28 1,67 1,06 11,81 1,02 4,47 3, ,00 7,62 24,10 10,44 6,97 2,26 5,03 1,04 9,72 1,00 7,05 2, ,41 5,35 14,65 8,30 4,73 2,24 2,66 1,01 6,46 0,99 55,71 1, ,70 3,72 11,08 6,55 3,59 2,22 2,03 0,99 4,34 0,97 35,87 1, ,36 2,87 8,93 5,78 3,35 2,20 1,59 0,96 2,78 0,95 34,57 1, ,66 2,85 14,30 4,91 3,20 2,17 1,58 0,94 1,87 0,93 33,05 1, ,07 2,82 20,39 4,19 2,60 2,15 1,56 0,91 1,15 0,91 27,24 1, ,44 14,84 31,65 3,66 2,52 2,12 1,55 0,89 1,04 0,90 24,95 1, ,52 34,77 39,78 3,11 12,44 2,10 1,73 4,62 1,03 14,48 20,57 2, ,86 32,84 32,98 3,09 23,10 2,07 1,53 5,52 1,03 13,19 18,95 1, ,05 33,75 29,36 3,06 15,25 2,04 1,52 6,38 19,04 14,62 9,54 11, ,04 26,05 22,77 3,03 12,50 2,01 1,51 26,16 5,50 5,76 6,66 10, ,01 32,88 12,33 3,00 7,29 1,98 1,49 14,06 11,21 11,89 4,84 17, ,98 21,99 8,54 2,97 5,12 1,95 1,48 11,11 8,61 9,35 3,21 8, ,95 19,13 5,94 2,94 3,55 1,92 1,46 6,53 8,67 6,77 2,64 7, ,92 25,29 4,17 2,91 3,71 1,90 1,44 4,36 10,84 4,55 1,93 4, ,89 25,49 5,14 2,87 12,97 1,87 1,42 2,61 13,61 6,09 1,87 3, ,86 19,50 2,84 8,47 1,84 1,40 1,36 6,11 9,61 4,18 50, ,83 35,69 2,80 5,28 1,82 1,38 0,95 4,17 11,22 6,52 25, ,80 23,21 3,82 1,36 0,94 14,10 20,10 Total 493,2 566,2 562,3 314,5 293,2 84,0 71,0 105,7 237,1 145,8 365,9 300,2 max 54,72 77,55 39,78 37,73 44,69 8,25 11,29 26,16 29,17 14,62 55,71 50,24 min 2,80 2,77 4,17 2,80 2,52 1,82 1,36 0,89 0,88 0,90 1,84 1,48 rata-rata 15,91 20,22 18,14 10,48 9,46 2,80 2,29 3,41 7,90 4,70 12,20 9,68

67 54 Lampiran 10 Rekapitulasi data evapotranspirasi tahun 2010 Evapotranspirasi (mm/hari) tahun 2010 Tgl Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 3,41 3,59 3,41 3,78 3,41 3,06 3,06 3,42 3,41 3,78 3,59 3,03 2 3,59 3,41 3,59 3,78 3,79 3,06 3,24 3,61 3,59 3,78 3,78 3,41 3 3,59 3,41 3,59 3,78 3,79 3,42 3,24 3,42 3,59 3,78 3,59 3,41 4 3,59 3,03 3,59 3,59 3,61 3,24 3,24 3,42 3,96 3,59 3,78 3,41 5 3,59 3,03 3,78 2,85 3,79 3,06 2,85 3,42 3,59 3,78 3,59 3,03 6 3,41 2,85 3,41 3,22 3,79 3,06 3,24 3,42 3,22 3,96 3,59 3,59 7 3,41 2,85 3,22 2,66 3,03 3,06 3,06 3,41 3,22 3,78 3,78 3,59 8 3,59 3,22 3,41 3,03 2,72 3,24 3,24 3,41 2,85 3,59 3,78 3,59 9 3,78 3,78 3,41 3,22 2,72 3,24 2,85 3,41 3,22 3,96 3,03 3, ,96 3,59 3,22 3,41 3,03 3,24 3,61 3,22 3,22 3,96 3,41 3, ,78 3,41 3,03 3,03 3,22 3,06 3,24 3,41 3,22 3,96 3,78 3, ,85 3,59 3,59 3,22 3,22 3,24 3,42 3,41 3,59 3,59 3,59 3, ,85 3,78 3,03 3,59 3,61 3,24 3,06 3,41 3,59 3,59 3,59 3, ,85 4,14 3,59 3,59 3,79 3,24 3,24 3,79 3,59 3,59 2,85 3, ,85 3,96 3,59 3,59 3,42 3,24 3,24 3,22 3,78 3,59 2,85 3, ,85 3,78 3,59 3,59 3,24 3,61 3,24 3,41 3,78 3,78 2,85 3, ,03 4,14 3,41 3,59 3,42 3,61 3,61 3,59 3,78 3,78 2,85 3, ,78 4,14 3,22 3,59 3,24 3,24 3,42 3,41 3,78 3,78 3,22 3, ,78 3,03 2,85 3,59 3,42 3,06 3,24 3,59 3,78 3,78 3,22 3, ,59 2,85 2,85 3,59 2,85 3,24 3,24 3,22 3,78 3,03 3,41 3, ,59 2,85 3,03 3,78 2,66 3,06 3,42 3,22 3,78 3,41 3,41 3, ,96 2,85 3,03 3,22 3,03 3,06 3,24 3,22 2,85 3,41 3,78 3, ,78 3,22 3,41 3,59 3,03 3,42 3,03 2,72 3,78 3,78 3,78 3, ,41 2,85 3,41 3,59 3,03 3,24 3,42 3,41 3,41 3,41 3,78 3, ,96 3,41 4,14 3,59 3,61 3,24 3,42 3,41 3,59 3,59 3,41 3, ,96 3,41 3,59 3,41 3,42 3,42 3,61 3,59 3,59 3,59 3,59 3, ,78 3,03 3,78 3,59 3,24 3,24 3,61 3,41 3,41 3,78 3,78 3, ,96 3,22 3,59 3,59 2,85 3,24 3,42 3,59 3,41 3,59 3,59 3, ,41 3,03 3,41 3,24 3,42 3,03 3,41 3,78 3,41 3,59 2, ,78 2,85 3,41 3,03 3,06 3,42 3,78 3,78 3,41 3,41 3, ,78 3,22 3,42 3,61 3,59 3,41 3,22 Total 109,5 94,4 104,4 103,5 101,7 96,8 101,8 106,0 105,9 113,2 104,2 107,6 max 3,96 4,14 4,14 3,78 3,79 3,61 3,61 3,79 3,96 3,96 3,78 3,78 min 2,85 2,85 2,85 2,66 2,66 3,06 2,85 2,72 2,85 3,03 2,85 2,85 rata-rata 3,53 3,37 3,37 3,45 3,28 3,23 3,28 3,42 3,53 3,65 3,47 3,47

68 55 Lampiran 11 Rekapitulasi data laju sedimentasi hasil observasi tahun 2010 Sedimentasi hasil observasi (ton/hari) Tgl Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 0,12 0,23 0,57 0,14 0,02 0,01 0,12 0,02 0,01 0,11 0,11 0,92 2 0,09 1,43 0,34 0,14 0,02 0,06 0,14 0,01 0,01 0,09 0,10 0,71 3 0,03 2,05 0,34 0,14 0,02 0,35 0,11 0,00 0,01 0,09 0,06 0,71 4 0,04 3,49 0,37 0,21 0,02 0,21 0,09 0,00 0,01 0,06 0,05 0,71 5 0,14 3,00 0,16 2,18 0,01 1,02 0,11 0,02 0,43 0,05 0,05 0,71 6 0,16 4,66 0,41 1,13 0,01 1,41 0,06 0,02 0,24 0,05 0,05 0,26 7 0,04 5,77 0,46 1,76 0,64 0,21 0,03 0,02 0,62 0,10 0,05 0,14 8 0,25 1,38 0,34 0,74 18,54 0,10 0,13 0,02 0,84 0,13 0,08 0,14 9 0,05 0,62 0,47 0,29 9,37 0,18 0,34 0,02 1,43 0,06 0,26 0, ,06 0,71 1,05 0,25 2,77 0,11 0,42 0,04 1,00 0,05 0,14 0, ,01 0,71 1,36 0,32 0,30 0,05 0,60 0,05 1,04 0,02 0,16 0, ,45 0,66 1,27 0,27 0,11 0,05 0,20 0,06 0,77 0,01 0,14 0, ,18 0,00 1,00 0,14 0,02 0,02 0,09 0,05 0,94 0,01 0,24 0, ,90 0,03 0,34 0,24 0,01 0,01 0,01 0,02 0,73 0,01 48,19 0, ,32 0,22 0,34 0,20 0,11 0,01 0,01 0,02 0,37 0,01 1,92 0, ,15 0,20 0,38 0,14 0,19 0,00 0,05 0,02 0,30 0,08 0,79 0, ,17 0,02 0,81 0,14 0,20 0,00 0,08 0,02 0,22 0,08 0,86 0, ,09 0,07 0,49 0,11 0,07 0,00 0,09 0,05 0,14 0,05 0,71 0, ,01 1,51 0,69 0,09 0,13 0,00 0,20 0,22 0,11 0,05 0,71 0, ,02 3,65 1,41 0,09 0,54 0,00 0,16 1,45 0,09 0,29 0,71 0, ,02 2,73 0,76 0,06 2,58 0,00 0,14 0,60 0,09 0,27 0,71 0, ,01 1,59 0,49 0,06 0,38 0,00 0,14 0,38 4,36 0,14 0,05 0, ,01 1,27 0,36 0,04 0,30 0,00 0,14 0,73 0,07 0,09 0,02 0, ,01 2,15 0,25 0,03 0,19 0,00 0,13 0,43 0,41 0,19 0,02 0, ,00 1,53 0,18 0,03 0,08 0,01 0,14 0,02 0,39 0,08 0,02 0, ,00 0,88 0,14 0,02 0,05 0,11 0,04 0,02 0,04 0,07 0,11 0, ,02 1,02 0,13 0,02 0,26 0,14 0,02 0,02 0,17 0,05 0,08 0, ,00 0,84 0,24 0,02 0,76 0,11 0,02 0,01 0,26 0,05 0,76 0, ,00 0,30 0,02 0,35 0,06 0,02 0,01 0,14 0,10 1,38 5, ,15 1,04 0,03 0,07 0,06 0,02 0,01 0,14 0,15 0,77 0, ,01 0,71 0,01 0,02 0,01 0,14 0,09 Total 16,51 42,40 17,17 9,06 38,11 4,32 3,86 4,34 15,38 2,77 59,30 12,83 max 4,32 5,77 1,41 2,18 18,54 1,41 0,60 1,45 4,36 0,29 48,19 5,65 min 0,00 0,00 0,13 0,02 0,01 0,00 0,01 0,00 0,01 0,01 0,02 0,03 rata-rata 0,53 1,51 0,55 0,30 1,23 0,14 0,12 0,14 0,51 0,09 1,98 0,41

69 56 Lampiran 12 Rekapitulasi data laju sedimentsi aliran lateral flow dan base flow tahun 2010 Qs Lateral flow dan base flow (Ton/hari) tahun 2010 Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des 1 8,36 0,01 0,72 0,20 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,01 0,04 0,58 2 1,99 0,08 0,33 0,09 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,02 0,21 3 0,73 0,24 0,26 0,04 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,03 0,32 4 0,33 1,09 0,24 0,03 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,30 5 0,17 1,37 0,08 2,76 0,01 0,01 0,03 0,00 0,00 0,00 0,03 1,00 6 0,28 3,11 0,23 0,96 0,01 0,04 0,00 0,00 0,04 0,00 0,01 0,22 7 0,31 19,18 0,57 3,40 0,03 0,09 0,00 0,00 0,19 0,00 0,01 0,08 8 0,11 1,81 0,43 2,01 5,17 0,03 0,00 0,00 1,95 0,00 0,00 0,04 9 0,05 0,48 0,57 1,26 2,76 0,03 0,19 0,00 0,81 0,00 0,36 0, ,03 0,29 0,72 0,41 1,14 0,01 0,01 0,00 0,68 0,00 0,16 0, ,01 0,39 1,61 0,97 0,58 0,01 0,01 0,00 0,69 0,00 0,03 0, ,79 0,23 0,54 0,58 0,14 0,01 0,00 0,00 0,22 0,00 0,02 0, ,66 0,07 1,15 0,15 0,06 0,00 0,03 0,00 0,14 0,00 0,06 0, ,62 0,03 0,34 0,08 0,02 0,00 0,01 0,00 0,05 0,00 8,97 0, ,62 0,01 0,17 0,05 0,01 0,00 0,00 0,00 0,02 0,00 3,16 0, ,19 0,01 0,10 0,04 0,01 0,00 0,00 0,00 0,01 0,00 2,89 0, ,18 0,01 0,32 0,02 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,59 0, ,57 0,01 0,77 0,02 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,63 0, ,23 0,36 2,23 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,32 0, ,09 2,81 3,87 0,01 0,23 0,00 0,00 0,02 0,00 0,37 0,83 0, ,04 2,45 2,46 0,01 1,06 0,00 0,00 0,04 0,00 0,29 0,68 0, ,02 2,62 1,85 0,01 0,38 0,00 0,00 0,05 0,70 0,37 0,13 0, ,01 1,40 1,00 0,01 0,24 0,00 0,00 1,50 0,03 0,04 0,05 0, ,01 2,45 0,22 0,01 0,06 0,00 0,00 0,34 0,20 0,23 0,02 0, ,01 0,92 0,09 0,01 0,03 0,00 0,00 0,19 0,10 0,13 0,01 0, ,01 0,66 0,04 0,01 0,01 0,00 0,00 0,05 0,10 0,06 0,01 0, ,01 1,30 0,02 0,01 0,01 0,00 0,00 0,02 0,18 0,02 0,00 0, ,01 1,32 0,03 0,01 0,26 0,00 0,00 0,01 0,31 0,04 0,00 0, ,01 0,69 0,01 0,09 0,00 0,00 0,00 0,04 0,14 0,02 6, ,01 2,97 0,01 0,03 0,00 0,00 0,00 0,02 0,20 0,05 1, ,01 1,05 0,01 0,00 0,00 0,34 0,78 total 38,44 44,71 25,65 13,18 12,41 0,31 0,33 2,25 6,49 2,26 23,15 13,17 maks 8,36 19,18 3,87 3,40 5,17 0,09 0,19 1,50 1,95 0,37 8,97 6,97 min 0,01 0,01 0,02 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 ratarata 1,24 1,60 0,83 0,44 0,40 0,01 0,01 0,07 0,22 0,07 0,77 0,42

70 57 Lampiran 13 Rekapitulasi data laju sedimentasi dari Sub DAS Cibengang tahun 2010 Qs (Ton/hari) tahun 2010 Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des 1 9,44 0,01 1,65 0,20 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,01 0,04 2,06 2 2,23 1,17 0,84 0,09 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,02 0,98 3 0,73 1,60 0,78 0,04 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,24 1,30 4 0,33 3,41 0,82 0,03 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 1,21 5 0,17 3,55 0,08 5,54 0,01 0,46 0,57 0,00 0,00 0,00 0,24 2,46 6 0,81 6,16 0,95 2,33 0,01 0,72 0,18 0,00 0,74 0,00 0,01 0,66 7 0,73 24,86 1,65 5,88 0,75 0,61 0,00 0,00 1,25 0,00 0,01 0,13 8 0,34 2,98 1,24 3,52 11,20 0,03 0,00 0,00 3,97 0,28 0,00 0,04 9 0,05 0,48 1,57 2,22 6,31 0,18 1,15 0,00 2,28 0,00 1,37 0, ,03 0,65 2,03 0,82 2,81 0,01 0,01 0,00 1,90 0,00 0,72 0, ,01 1,21 3,47 2,01 1,28 0,01 0,01 0,00 1,96 0,00 0,03 0, ,61 0,81 1,50 1,32 0,14 0,01 0,00 0,00 0,81 0,00 0,09 0, ,26 0,07 2,63 0,15 0,06 0,00 0,36 0,00 0,68 0,00 0,52 0, ,89 0,03 0,85 0,08 0,02 0,00 0,01 0,00 0,11 0,00 17,26 0, ,14 0,01 0,47 0,05 0,01 0,00 0,00 0,00 0,02 0,00 5,50 0, ,22 0,01 0,29 0,04 0,01 0,00 0,00 0,00 0,01 0,00 4,66 0, ,91 0,01 1,29 0,02 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4,31 0, ,57 0,01 1,96 0,02 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,96 0, ,23 1,96 4,02 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,59 0, ,09 5,93 6,26 0,01 1,30 0,00 0,09 1,01 0,00 1,61 1,88 0, ,04 4,90 4,07 0,01 3,23 0,00 0,00 0,94 0,00 1,21 1,71 0, ,02 4,70 3,13 0,01 1,16 0,00 0,00 0,72 3,15 1,14 0,13 0, ,01 2,83 1,88 0,01 0,79 0,00 0,00 3,37 0,03 0,04 0,05 0, ,01 4,64 0,22 0,01 0,06 0,00 0,00 1,13 1,00 0,93 0,02 1, ,01 2,11 0,09 0,01 0,03 0,00 0,00 0,47 0,62 0,52 0,01 0, ,01 1,61 0,04 0,01 0,01 0,00 0,00 0,05 0,41 0,27 0,01 0, ,01 2,83 0,02 0,01 0,01 0,00 0,00 0,02 0,77 0,02 0,00 0, ,01 2,75 0,21 0,01 1,37 0,00 0,00 0,01 1,11 0,30 0,00 0, ,01 1,85 0,01 0,53 0,00 0,00 0,00 0,04 0,65 0,52 11, ,01 5,22 0,01 0,03 0,00 0,00 0,00 0,02 0,81 0,69 3, ,01 2,23 0,01 0,00 0,00 1,07 1,90 total 56,92 81,30 53,33 24,48 31,18 2,12 2,42 7,74 20,90 8,86 45,62 29,62 maks 10,14 24,86 6,26 5,88 11,20 0,72 1,15 3,37 3,97 1,61 17,26 11,64 min 0,01 0,01 0,02 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 ratarata 1,84 2,90 1,72 0,82 1,01 0,07 0,08 0,25 0,70 0,29 1,52 0,96

71 58 Lampirin 14 Dokumentasi lapang A B C D Keterangan : A. Ruang SPAS B. Penampang saluran air SPAS C. Topografi di Sub DAS Cibengang E. Ladang

72 59 Lampiran 15 Dokumentasi peralatan yang digunakan dalam penelitian A B C D Keterangan : A. Turbiditymeter B. AWLR (Automatic water Level Record) C. ARR (Automatic Rainfall Record) D. GPS (Global Positioning System)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Sub-DAS Cibengang yang secara geografis terletak di ketinggian 1130 mdpl dengan koordinat 06º57 56,6 lintang selatan dan 107º53 23,2 bujur

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data 5.1.1 Analisis Curah Hujan Hasil pengolahan data curah hujan di lokasi penelitian Sub-DAS Cibengang sangat berfluktuasi dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012 di Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Cikadu Kecamatan Arjasari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengolahan data sekunder menggunakan hasil study screening dan laporan monitoring evaluasi BPDAS Brantas tahun 2009 2010. Analisis data dilakukan sejak bulan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan berdasarkan data sekunder DAS Brantas tahun 2009-2010 dan observasi lapang pada bulan Februari Maret 2012 di Stasiun Pengamat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu:

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu: BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Nopember 2011 di Stasiun Pengamat Arus Sungai Sub DAS Sibarasok Gadang, DAS Antokan, yang terletak di

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Curah Hujan Data curah hujan yang terekam pada alat di SPAS Cikadu diolah menjadi data kejadian hujan harian sebagai jumlah akumulasi curah hujan harian dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Curah Hujan Curah hujan diukur setiap hari dengan interval pengukuran dua puluh empat jam dengan satuan mm/hari. Pengukuran curah hujan dilakukan oleh Automatic

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS Melamon

Lampiran 1 Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS Melamon LAMPIRAN 40 41 Lampiran 1 Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS Melamon No Tanggal Hujan S t V air TMA A P Q ratarat (m) (m/s) (m) (m 2 ) (m) (m 3 /s) a N Beton (A/P) 2/3 S 0.5

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

PENERAPAN APLIKASI TANK MODEL DAN METODE MUSLE DALAM MENDUGA NERACA AIR, EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB-DAS CICANGKEDAN KABUPATEN SERANG

PENERAPAN APLIKASI TANK MODEL DAN METODE MUSLE DALAM MENDUGA NERACA AIR, EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB-DAS CICANGKEDAN KABUPATEN SERANG PENERAPAN APLIKASI TANK MODEL DAN METODE MUSLE DALAM MENDUGA NERACA AIR, EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB-DAS CICANGKEDAN KABUPATEN SERANG NOVRIADI ZULFIDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDUGAAN NERACA AIR, EROSI, DAN SEDIMENTASI MENGGUNAKAN APLIKASI TANK MODEL DAN METODE MUSLE DI SUB DAS CILEBAK KABUPATEN BANDUNG

PENDUGAAN NERACA AIR, EROSI, DAN SEDIMENTASI MENGGUNAKAN APLIKASI TANK MODEL DAN METODE MUSLE DI SUB DAS CILEBAK KABUPATEN BANDUNG PENDUGAAN NERACA AIR, EROSI, DAN SEDIMENTASI MENGGUNAKAN APLIKASI TANK MODEL DAN METODE MUSLE DI SUB DAS CILEBAK KABUPATEN BANDUNG CANDRA RAHMAT SAHAYANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS MONEV TATA AIR DAS ESTIMASI KOEFISIEN ALIRAN Oleh: Agung B. Supangat Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Jl. A.Yani-Pabelan PO Box 295 Surakarta Telp./fax. (0271)716709, email: maz_goenk@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Presipitasi Persipitasi adalah proses pelepasan air dari atmosfer untuk mencapai permukaan bumi. Jumlah presipitasi yang jatuh pada suatu lokasi akan bervariasi secara spasial

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa JIMT Vol. 0 No. Juni 203 (Hal. ) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG V-1 BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG 5.1. Analisis Sedimen dengan Metode USLE Untuk memperkirakan laju sedimentasi pada DAS S. Grubugan digunakan metode Wischmeier dan Smith

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

VOLUME 4 No. 2, 22 Juni 2015 Halaman

VOLUME 4 No. 2, 22 Juni 2015 Halaman VOLUME 4 No. 2, 22 Juni 2015 Halaman 101-198 APLIKASI TANK MODEL DAN KESEIMBANGAN NERACA AIR STUDI KASUS MODEL DAS MIKRO (MDM),SUB-DAS CISAMPORA, DAS CIMANUK, KABUPATEN MAJALENGKA PROVINSI JAWA BARAT Syampadzi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan

Lebih terperinci

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Erosi. Rekayasa Hidrologi Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu

Lebih terperinci

(Oleh : Heru Ruhendi, S.Hut/ Fungsional PEH Pertama)

(Oleh : Heru Ruhendi, S.Hut/ Fungsional PEH Pertama) TEKNIK MONEV DAS PADA CATCHMENT AREA (CA) SPAS DI BPDAS CITARUM-CILIWUNG (Oleh : Heru Ruhendi, S.Hut/ Fungsional PEH Pertama) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) merupakan

Lebih terperinci

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan No Makalah : 1.17 EROSI LAHAN DI DAERAH TANGKAPAN HUJAN DAN DAMPAKNYA PADA UMUR WADUK WAY JEPARA Dyah I. Kusumastuti 1), Nengah Sudiane 2), Yudha Mediawan 3) 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

PENDUGAANN NERACA AIR, EROSI, DAN SEDIMENTASI MENGGUNAKAN APLIKASI TANK MODEL DAN SUB-SUB DAS CIKADU, KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT DINDA TALITHA

PENDUGAANN NERACA AIR, EROSI, DAN SEDIMENTASI MENGGUNAKAN APLIKASI TANK MODEL DAN SUB-SUB DAS CIKADU, KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT DINDA TALITHA PENDUGAANN NERACA AIR, EROSI, DAN SEDIMENTASI MENGGUNAKAN APLIKASI TANK MODEL DAN MUSLE DI SUB-SUB DAS CIKADU, KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT DINDA TALITHA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada pada Daerah Tangkapan Air Banjarnegara, wilayah DAS Serayu, beberapa kabupaten yang masuk kedalam kawasan Daerah Tangkapan Air Banjarnegara

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F14101089 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FANNY

Lebih terperinci

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR 5.1. Simulasi di Sub DAS Cisadane Hulu Validasi model dilakukan dengan menggunakan data debit sungai harian tahun 2008 2010. Selanjutnya disusun 10 alternatif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST); Sub DAS Kali Madiun, DAS Solo. Sebagian besar Sub-sub DAS KST secara administratif

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) DI SUB DAS CIPAMINGKIS HULU, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : Wilis Juharini F14103083 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

APLIKASI MODEL TANGKI UNTUK PENDUGAAN NERACA AIR DAN LAJU SEDIMENTASI MENGGUNAKAN METODE MUSLE DI SUB DAS LAHAR KABUPATEN BLITAR RIAN SELAMET

APLIKASI MODEL TANGKI UNTUK PENDUGAAN NERACA AIR DAN LAJU SEDIMENTASI MENGGUNAKAN METODE MUSLE DI SUB DAS LAHAR KABUPATEN BLITAR RIAN SELAMET APLIKASI MODEL TANGKI UNTUK PENDUGAAN NERACA AIR DAN LAJU SEDIMENTASI MENGGUNAKAN METODE MUSLE DI SUB DAS LAHAR KABUPATEN BLITAR RIAN SELAMET DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model)

PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model) PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model) Oleh : AI MARLINA F14102084 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DESEMBER, 2014 KATA PENGANTAR Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 21/PRT/M/2010

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Merden Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.3 menunjukan bahwa luas DTA

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Tangkapan Hujan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan stasiun curah hujan Jalaluddin dan stasiun Pohu Bongomeme. Perhitungan curah hujan rata-rata aljabar. Hasil perhitungan secara lengkap

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin lama semakin meningkat telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan

Lebih terperinci

MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET

MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Studi Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah Utara ke arah Selatan dan bermuara pada sungai Serayu di daerah Patikraja dengan

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 44 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Paninggahan Berdasarkan analisis penggunaan lahan tahun 1984, 1992, 22 dan 27 diketahui bahwa penurunan luas lahan terjadi pada penggunaan lahan

Lebih terperinci

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det DEBIT ANDALAN Debit Andalan (dependable discharge) : debit yang berhubungan dgn probabilitas atau nilai kemungkinan terjadinya. Merupakan debit yg kemungkinan terjadinya sama atau melampaui dari yg diharapkan.

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

ANALISA KETERSEDIAAN AIR ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii MOTTO iv DEDIKASI v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-30 Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier Ahmad Wahyudi, Nadjadji Anwar

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK DAS Cisadane Hulu merupakan salah satu sub DAS Cisadane yang

Lebih terperinci

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING Ivony Alamanda 1) Kartini 2)., Azwa Nirmala 2) Abstrak Daerah Irigasi Begasing terletak di desa Sedahan Jaya kecamatan Sukadana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung pada bulan Juli - September 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan Gambar 2.1. Gambar Bagan Alir Perencanaan 2.2 Penentuan Lokasi Embung Langkah awal yang harus dilaksanakan dalam merencanakan embung adalah menentukan lokasi

Lebih terperinci

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI BIOFISIK DAS LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI SUNGAI Air yang mengalir di sungai berasal dari : ALIRAN PERMUKAAN ( (surface runoff) ) ALIRAN BAWAH PERMUKAAN ( (interflow = subsurface flow) ALIRAN AIR TANAH

Lebih terperinci

APLIKASI MODEL TANGKI DAN PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE MUSLE BERBASIS DATA SPAS DI SUB DAS SIBARASOK GADANG KABUPATEN PADANG PARIAMAN

APLIKASI MODEL TANGKI DAN PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE MUSLE BERBASIS DATA SPAS DI SUB DAS SIBARASOK GADANG KABUPATEN PADANG PARIAMAN APLIKASI MODEL TANGKI DAN PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE MUSLE BERBASIS DATA SPAS DI SUB DAS SIBARASOK GADANG KABUPATEN PADANG PARIAMAN ANDRIE RIDZKI P. DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

APLIKASI TANK MODEL DAN ANALISIS EROSI BERBASIS DATA SPAS DI SUB-SUB DAS CIMANUK HULU KABUPATEN GARUT ASWIN RAHADIAN

APLIKASI TANK MODEL DAN ANALISIS EROSI BERBASIS DATA SPAS DI SUB-SUB DAS CIMANUK HULU KABUPATEN GARUT ASWIN RAHADIAN APLIKASI TANK MODEL DAN ANALISIS EROSI BERBASIS DATA SPAS DI SUB-SUB DAS CIMANUK HULU KABUPATEN GARUT ASWIN RAHADIAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 APLIKASI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk

Lebih terperinci

SIMULASI PENGARUH SEDIMENTASI DAN KENAIKAN CURAH HUJAN TERHADAP TERJADINYA BENCANA BANJIR. Disusun Oleh: Kelompok 4 Rizka Permatayakti R.

SIMULASI PENGARUH SEDIMENTASI DAN KENAIKAN CURAH HUJAN TERHADAP TERJADINYA BENCANA BANJIR. Disusun Oleh: Kelompok 4 Rizka Permatayakti R. SIMULASI PENGARUH SEDIMENTASI DAN KENAIKAN CURAH HUJAN TERHADAP TERJADINYA BENCANA BANJIR Disusun Oleh: Kelompok 4 Rizka Permatayakti R.N Galuh Ajeng Septaria Indri Setyawanti Dyah Puspita Laksmi Tari

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI.

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI. ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI Happy Mulya Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil Universitas Diponegoro, Semarang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kegiatan memperbaiki, memelihara, dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan barang dan jasa khususnya, baik

Lebih terperinci

LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA

LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Erosion Prediction Study of Tugu Utara (Ciliwung Hulu) Sub Watershed

Erosion Prediction Study of Tugu Utara (Ciliwung Hulu) Sub Watershed Iurnal Tanah dun Lingkungan,Vol. 6 No. 1,April 2004: 31-38 ISSN 1410-7333 KAJIAN PENDUGAAN EROSI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI TUGU UTARA (CILIWUNG HULU) Erosion Prediction Study of Tugu Utara (Ciliwung Hulu)

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Penelitian ini menggunakan data curah hujan, data evapotranspirasi, dan peta DAS Bah Bolon. Data curah hujan yang digunakan yaitu data curah hujan tahun 2000-2012.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Morfometri Sungai Berdasarkan hasil pengukuran morfometri DAS menggunakan software Arc-GIS 9.3 diperoleh panjang total sungai di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Sekayu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun ,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun , HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun 1990 1996, perubahan penggunaan lahan menjadi salah satu penyebab yang meningkatkan debit puncak dari 280 m 3 /det menjadi 383

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan kemiringan lereng yang bervariasi yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit atau yang dapat menampung

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI PROPINSI JAMBI

ANALISIS DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI PROPINSI JAMBI Analisis Debit DI Daerah Aliran Sungai Batanghari Propinsi Jambi (Tikno) 11 ANALISIS DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI PROPINSI JAMBI Sunu Tikno 1 INTISARI Ketersediaan data debit (aliran sungai)

Lebih terperinci

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan IV.1 Bagan Alir Metodologi Penelitian Bagan alir metodologi penelitian seperti yang terlihat pada Gambar IV.1. Bagan Alir Metodologi Penelitian menjelaskan tentang

Lebih terperinci

PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE

PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE SKRIPSI Oleh: MARDINA JUWITA OKTAFIA BUTAR BUTAR 080303038 DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2006 - Agustus 2006 di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Dodokan (34.814 ha) dengan plot pengambilan sampel difokuskan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin 2004). Erosi merupakan tiga proses

Lebih terperinci

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI Metode Mann-Kendall merupakan salah satu model statistik yang banyak digunakan dalam analisis perhitungan pola kecenderungan (trend) dari parameter alam

Lebih terperinci

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Rutsasongko Juniar Manuhana rutsasongko@gmail.com Suprapto Dibyosaputro praptodibyo@gmail.com Abstract Rivers are media for sediment

Lebih terperinci

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-1 Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) Anindita Hanalestari Setiawan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 37 BAB V ANALISA DATA Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 5.1 METODE RASIONAL 5.1.1 Analisa Curah Hujan Dalam menganalisa curah hujan, stasiun yang dipakai adalah stasiun yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di DAS Ciliwung Hulu dan Cisadane Hulu. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2009 dan selesai pada

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH PDAM JAYAPURA Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT Nohanamian Tambun 3306 100 018 Latar Belakang Pembangunan yang semakin berkembang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan dan analisa data diperoleh beberapa kesimpulan dan saran adalah sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan dan analisa data diperoleh beberapa kesimpulan dan saran adalah sebagai berikut : BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan dan analisa data diperoleh beberapa kesimpulan dan saran adalah sebagai berikut : 5.1 Kesimpulan 1. Sedimen pada Embung Tambakboyo dipengaruhi oleh erosi

Lebih terperinci