BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN"

Transkripsi

1 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Gambaran pengelolaan keuangan daerah merupakan keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Selama kurun waktu tahun , proses perencanaan pembangunan daerah yang dijabarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lingga mengalami peningkatan pendanaan setiap tahunnya. Kemajuan tersebut ini dapat dilihat dari perkembangan Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lingga dari program dan kegiatannya yang telah dilaksanakan. Gambaran pengelelolaan keuangan daerah serta kerangka pendanaan berfungsi untuk mencari kapasitas riil yang digunakan untuk membiayai pembangunan Kabupaten Lingga selama lima tahun kedepan. Penghitungan kapasitas riil dihitung dengan mempertimbangkan terlebih dahulu kinerja keuangan masa lalu, kebijakan pengelolaan masa lalu, dan kerangka pendanaan Kinerja Keuangan Masa Lalu Untuk tahun 2005 sampai 2010, pengelolaan keuangan daerah masih sangat tergantung dengan kebijakan pemerintah pusat terutama dalam hal pendapatan daerah masih didominasi dari dana transfer dari pemerintah pusat. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah cukup memberikan warna baru dalam menentukan kerangka pendanaan dalam rencana kinerja pembangunan Kabupaten Lingga periode Dengan III-1

2 Diharapkan, ketergantungan Kabupaten Lingga dari dana pusat semakin berkurang yang artinya Kabupaten Lingga dapat lebih mandiri dalam pendanaan pembangunan. Kinerja pelaksanaan APBD dapat diketahui dari rencana anggaran dan realisasinya, baik dari aspek pendapatan, belanja dan pembiayaan. Berdasarkan data tahun 2005 s/d tahun 2009 rencana anggaran dan realisasi dapat dijelaskan melalui penghitungan kinerja pelaksanaan pendapatan, kinerja pelaksanaan belanja, kinerja pelaksanaan pembiayaan dan neraca daerah. a. Kinerja Pelaksanaan Pendapatan Selama kurun waktu 5 (lima) tahun yaitu mulai tahun anggaran 2005 sampai dengan 2009, pendapatan daerah Kabupaten Lingga mengalami pasang surut sebagai imbas dari pasang surutnya perekonomian nasional. Namun patut disyukuri sebab walaupun terjadi pasang surut dalam kenaikan pendapatan namun masyarakat Kabupaten Lingga tetap dapat mengalami kemajuan dan peningkatan taraf hidup. Adapun peningkatan pendapatan daerah selama kurun waktu lima tahun tersebut disajikan dalam Tabel. T-III.1 berikut ini. Tabel. T-III.1. Target Dan Realisasi PendapatanTahun Anggaran Tahun Target Realisasi Capaian (%) , ,00 114, , ,00 167, , ,00 94, , ,00 123, , ,33 115,89 Sumber: LKPJ Bupati Lingga Akhir Masa Jabatan III-2

3 Realisasi pendapatan asli daerah Kabupaten Lingga tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 meningkat sebesar 228,86%. Pertumbuhan target pendapatan asli daerah mencapai rata-rata 31,50% setiap tahunnya, sedangkan realisasi pendapatan asli daerah meskipun berfluktuasi tetapi secara rata-rata meningkat 113,28%. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara nyata pendapatan asli daerah dapat terealisasi setiap tahunnya. Tabel. T-III.2. Total Pendapatan Asli Daerah Tahun Anggaran Tahun Target Realisasi Capaian (%) , ,00 92, , ,00 431, , ,00 236, , ,00 187, , ,94 196,00 Sumber: LKPJ Bupati Lingga Akhir Masa Jabatan Pendapatan transfer berupa Dana Perimbangan dari pemerintah pusat Kabupaten Lingga tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 rata-rata sebesar 122,99%. Pertumbuhan target Pendapatan transfer berupa Dana Perimbangan dari pemerintah pusat mencapai rata-rata 153,67% setiap tahunnya, sedangkan pertumbuhan realisasi Pendapatan transfer berupa Dana Perimbangan dari pemerintah pusat meskipun berfluktuasi tetapi secara rata-rata meningkat 76,14%. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara rata-rata pendapatan transfer berupa Dana Perimbangan dari pemerintah pusat dapat terealisasi setiap tahunnya. III-3

4 Tabel. T-III.3. Dana Perimbangan Tahun Anggaran No Uraian Tahun Target Realisasi Capaian (%) , ,00 140, , ,00 230,43 1 Dana Bagi Hasil Pajak , ,00 241, , ,00 174, , ,00 100, , ,00 154,02 Dana Bagi Hasil Bukan , ,00 262,87 2 Pajak/ Sumber Daya , ,00 88,79 Alam , ,00 163, , ,00 149, , ,00 97, , ,00 107,42 3 Dana Alokasi Umum , ,00 100, , ,00 100, , ,00 100, ,00 0, , ,00 100,00 4 Dana Alokasi Khusus , ,00 29, , ,00 101, , ,00 110, , ,00 115, , ,00 162,89 Jumlah , ,00 94, , ,00 126, , ,00 115,45 Sumber: LKPJ Bupati Lingga Akhir Masa Jabatan III-4

5 Realisasi lain-lain pendapatan daerah yang sah Kabupaten Lingga tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 rata-rata sebesar 294,97%. Pertumbuhan target lain-lain pendapatan daerah yang sah mencapai rata-rata 400,76% setiap tahunnya, sedangkan pertumbuhan realisasi lain-lain pendapatan daerah yang sah meskipun berfluktuasi, tetapi secara rata-rata meningkat 655,60%. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara rata-rata lain-lain pendapatan daerah yang sah dapat terealisasi setiap tahunnya. Tabel. T-III.4. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah TA No Uraian Tahun Target Realisasi Capaian (%) Bantuan Keuangan 1 dari Provinsi 2 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 3 Pendapatan Lainnya Jumlah , ,00 100, , ,00 30, , ,00 277, , ,00 37, , ,00 815, , ,00 277, , ,00 37, , ,00 49, , ,00 815,90 Sumber: LKPJ Bupati Lingga Akhir Masa Jabatan III-5

6 b. Kinerja Pelaksanaan Belanja Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Pemerintah Kabupaten Lingga dalam melaksanakan belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Kabupaten Lingga dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Arah pengelolaan belanja daerah Kabupaten Lingga bertumpu pada alokasi anggaran yang berazaskan keadilan, dimana keadilan merupakan misi utama dalam melaksanakan berbagai kebijakan, khususnya dalam pengelolaan anggaran daerah. Pelayanan umum akan meningkat dan kesempatan kerja juga akan makin bertambah apabila fungsi alokasi dan distribusi dalam pengelolaan anggaran belanja telah dilakukan dengan proporsional. Selain itu dalam pengelolaan belanja daerah juga dengan memperhatikan efisiensi dan efektivitas anggaran, hal ini dapat dilihat dari manfaat anggaran yang dapat menghasilkan perbaikan pelayanan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Realisasi belanja daerah Kabupaten Lingga tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 rata-rata sebesar 74,07%. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat penyerapan anggaran belanja daerah secara optimal. Sedangkan jika dilihat dari segi penggunaannya, maka terdapat peningkatan di setiap tahunnya dengan rata-rata peningkatan sebesar 67,93%. III-6

7 Tabel. T-III.5. Total Belanja Daerah Tahun Anggaran Tahun Anggaran Realisasi Capaian (%) , ,00 75, , ,00 76, , ,99 59, , ,47 76, , ,09 82,21 Sumber: LKPJ Bupati Lingga Akhir Masa Jabatan Realisasi belanja operasi Kabupaten Lingga tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 rata-rata sebesar 79,79%. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat penyerapan anggaran belanja operasi secara optimal. Sedangkan jika dilihat dari segi penggunaannya, maka terdapat peningkatan disetiap tahunnya dengan rata-rata peningkatan sebesar 45,18%. Tabel. T-III.6. Belanja Operasi Tahun Anggaran No Uraian Tahun Anggaran Realisasi Capaian (%) , ,00 82, , ,00 89,56 1 Belanja Pegawai Belanja Barang dan 2 Jasa , ,00 62, , ,47 74, , ,00 74, , ,00 87, , ,00 89,44 III-7

8 No Uraian Tahun Anggaran Realisasi Capaian (%) Bagi hasil retribusi kepada Pemerintah Desa/ Kelurahan Belanja Subsidi Bantuan keuangan kepada pemerintah desa/kelurahan Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial JUMLAH , ,00 69, , ,00 78, , ,10 82, , ,00 100, , ,00 100, , ,00 81, , ,00 5, , ,00 89, , ,00 100, , ,00 100, , ,00 73, , ,00 84, , ,00 79, , ,00 98, , ,00 100, , ,00 78, , ,00 86, , ,00 89, , ,00 86, , ,00 90, , ,00 66, , ,47 76, , ,10 79,17 Sumber: LKPJ Bupati Lingga Akhir Masa Jabatan III-8

9 Realisasi belanja modal Kabupaten Lingga tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 rata-rata sebesar 60,19%. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat efisiensi penggunaan anggaran belanja modal. Sedangkan jika dilihat dari segi penggunaannya maka terdapat peningkatan disetiap tahunnya dengan rata-rata peningkatan sebesar 45%. Tabel. T-III.7. Belanja Modal Tahun Anggaran No Uraian Tahun Anggaran Realisasi Capaian (%) ,00 0,00 0, , ,00 89,33 1 Tanah 2 Peralatan dan Mesin 3 Gedung Bangunan Jalan Irigasi dan 4 Jaringan , ,00 18, , ,00 43, , ,00 82, , ,00 93, , ,00 79, , ,00 75, , ,00 55, , ,00 89, , ,00 8, , ,00 74, , ,00 64, , ,00 47, , ,61 88, , ,00 49, , ,00 24, , ,00 35, , ,00 89,66 III-9

10 No Uraian Tahun Anggaran Realisasi Capaian (%) , ,38 88, , ,00 99, , ,00 58,03 5 Aet Tetap Lainnya 6 Aset Lainnya JUMLAH , ,00 79, , ,00 26, , ,00 41, , ,00 99, , ,00 60, , ,00 40, , ,00 31, , ,00 54, , ,00 50, , ,00 76, , ,99 87,46 Sumber: LKPJ Bupati Lingga Akhir Masa Jabatan c. Kinerja Pelaksanaan Pembiayaan Seperti telah dijelaskan diatas, tujuan dan arah pembiayaan daerah adalah untuk menutup deficit penerimaan daerah ataupun mempergunakan surplus anggaran untuk tujuan yang produktif. Pemerintah Kabupaten Lingga selama jangka waktu 5 tahun sejak tahun anggaran 2005 sampai dengan 2009 dapat mengelola pembiayaan secara efektif dana efisien sehingga pembiayaan tersebut dapat meningkatkan pendapatan daerah. Adapun target dan realisasi penerimaan pembiayaan daerah selama 5 tahun adalah seperti pada Tabel. T-III.8 berikut ini. III-10

11 Tabel. T-III.8. Realisasi Penerimaan Pembiayaan Tahun Anggaran Tahun Uraian Anggaran Realisasi 2005 Penggunaan SILPA Tahun Lalu , , Penggunaan SILPA Tahun Lalu , , Penggunaan SILPA Tahun Lalu , , Penerimaan kembali Inv Dana Bergulir 0, , Penggunaan SILPA Tahun Lalu , ,50 Sumber: Data olahan Dari Tabel. T-III.8 terlihat bahwa selama 5 tahun (kecuali tahun 2005 APBD Lingga baru terbentuk) guna mencukupi kebutuhan belanja Pemerintah Kabupaten Lingga yang semakin meningkat maka mempergunakan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Lalu (SILPA). Sedangkan tahun 2008 terjadi penerimaan pembiayaan yang berasal dari penerimaan kembali investasi dana bergulir Rp ,00 disebabkan batalnya rencana tersebut disebabkan waktu pelaksanaan yang sangat mendesak dan masyarakat pun juga belum siap sepenuhnya untuk menerima investasi dana bergulir. Adapun target dan realisasi pengeluaran pembiayaan daerah selama lima tahun adalah seperti pada Tabel. T-III.9 berikut ini. Tabel. T-III.9. Realisasi Pengeluaran Pembiayaan Tahun Anggaran Tahun Uraian Anggaran Realisasi 2005 Pembayaran Utang Pokok Jatuh Tempo , ,00 III-11

12 Tahun Uraian Anggaran Realisasi 2006 Pembayaran Utang Pokok Jatuh Tempo , , Penyertaan Modal , , Penyertaan Modal , , Penyertaan Modal , ,00 Dana bergulir , ,00 Sumber: Data olahan d. Neraca Daerah Nilai pertumbuhan dan rata-rata pertumbuhan neraca daerah Kabupaten Lingga tahun disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel. T-III.10. Rata-Rata Pertumbuhan Neraca Daerah No URAIAN 2007 (dlm ribuan Rp) 2008 (dlm ribuan Rp) 2009 (dlm ribuan Rp) Nilai Pertumbuhan Rata-rata (%) 1 ASET 1.1. Aset Lancar 218,884, Kas 217,479, ,862, ,104, Piutang 117, ,512 1,488, , Persediaan 1,287,539 3,284,348 2,905, , Aset Tetap 153,277, Tanah 7,789, ,290, ,290,970 47,250, Peralatan dan mesin Gedung dan bangunan Jalan, irigasi dan jaringan 34,863,851 52,721,836 78,056,156 21,596, ,563, ,166, ,517,418 94,477, ,509, ,055, ,349, ,920, III-12

13 1.2.5 Aset tetap lainnya 1,316,650 4,219,666 4,502,169 1,592, Konstruksi dalam 11,234,821 11,055,845 6,795,312 pengerjaan Sumber: DPPKA Kab. Lingga Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah Masa Lalu Rangkaian pengelolaan keuangan daerah, laporan keuangan disusun oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPPKAD) sebagai entitas pelaporan, menyajikan laporan keuangan yang terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan sesuai dengan Parturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi pemerintah (SAP), laporan keuangan inilah yang kemudian diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pengelolaan keuangan ini mencakup seluruh transaksi keuangan yang dikelola oleh setiap SKPD dan dikoordinir oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPPKAD) yang mengemban fungsi sebagai SKPKD. Pengelolaan keuangan daerah yang dimulai dari penyusunan anggaran anggaran pendapatan dan belanja daerah, perubahan anggaran pendapapatan dan belanja daerah, laporan semesteran, laporan prognosis realisasi anggaran, laporan realisasi anggaran, neraca hingga catatan atas laporan keuangan disusun secara otonomi oleh SKPD sebagai entitas akuntansi yang kemudian diverifikasi dan dikompilasi oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPPKAD) sebagai entitas pelaporan menjadi laporan keuangan Kabupaten Lingga. Sedangkan laporan arus kas disusun secara sentralistik oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPPKAD). Pengelolaan keuangan daerah tersebut tetap berpedaoman pada aturan yang berlaku. Kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam pengelolaan balanja daerah secara umum telah sesuai dengan III-13

14 ketentuan SAP, walaupun masih terdapat kebijakan yang belum sepenuhnya mengikuti SAP. Dalam hal pelaporan dan pengawasa laporan keuangan Kabupaten Lingga, dapat dikatakan berhasil atau tidak, dapat dilihat dari opini audit BPK terhadap Kabupaten Lingga, sebagai berikut: Tabel. T-III.11. Opini BPK terhadap LKD Kabupaten Lingga Tahun OPINI BPK TERHADAP LAPORAN KEUANGAN KABUPATEN TAHUN LINGGA 2007 WDP ( Wajar Dengan Pengecualian) 2008 WDP ( Wajar Dengan Pengecualian) 2009 WDP ( Wajar Dengan Pengecualian) 2010 WDP ( Wajar Dengan Pengecualian) Sumber: DPPKA Kab. Lingga 2010 Berdasarkan dinamika kebutuhan masyarakat, pencapai visi dan misi daerah, serta kebijakan Pemerintah Pusat, maka arah kebijakan pengelolaan pendapatan daerah ditetapkan sebagai berikut: 1) Meningkatkan kontribusi Pendapatan Asli Daerah agar memperkuat kemampuan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, melalui upaya ekstensifikasi, intensifikasi, dan diversifikasi penerimaan daerah. 2) Meningkatkan kualitas aparatur pengelola keuangan daerah agar mampu mengembangkan kreatifitas, inisiatif, kemampuan, dan memiliki motivasi yang kuat dalam menggali potensi dan sumber-sumber baru yang ada dalam III-14

15 meningkatkan penerimaan asli daerah dan mengelola keuangan daerah secara optimal, efisien dan efektif dan menghindari kebocoran. 3) Meningkatkan kualitas manajemen pengelolaan keuangan daerah, agar lebih akuntabel (dapat dipertanggungjawabkan dan transparan), dapat dimanfaatkan secara tepat waktu, tepat sasaran dan efisien. 4) Menumbuhkan dan mengembangkan lembaga keuangan non bank milik pemerintah daerah (BUMD) yang bergerak dalam permodalan usaha mikro yang mampu meningkatkan dan mendorong pertumbuhan serta perkembangan usaha ekonomi masyarakat kecil secara merata. Arah kebijakan belanja lebih ditekankan dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat sebagai pemegang kedaulatan rakyat dengan mengacu pada azas umum pengelolaan keuangan daerah yaitu dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan serta manfaat untuk masyarakat. Arah kebijakan belanja daerah meliputi: 1) Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi urusan wajib pemerintah daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial, fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial dengan mempertimbangkan analisis standar belanja, standar harga, tolok ukur kinerja dan standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundangundangan sehingga meningkatkan efisiensi, efektivitas dan penghematan di bidang belanja daerah. 2) Memprioritaskan anggaran untuk membiayai program dan kegiatan pada SKPD yang bertanggungjawab melayani masyarakat secara langsung dan leading sector dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka III-15

16 Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Strategis Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Renstra SKPD), Rencana Kerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Renja SKPD), Kebijakan Umum Anggaran, Prioritas dan Plafon Anggaran, Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Pemerintah Daerah (RKA SKPD). 3) Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada pengeluaran atas beban APBD, jika anggaran untuk mendanai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau cukup tersedia dimana semua pengeluaran daerah termasuk subsidi, hibah dan bantuan keuangan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah daerah didanai melalui APBD sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan keuangan daerah. 4) Anggaran belanja diklasifikasikan menurut urusan pemerintah daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, dan rincian obyek belanja. 5) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan jasa yang digunakan untuk pelaksanaan pelayanan publik setiap SKPD serta pemeliharaan aset daerah melalui pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, diktum keenam, yang menginstruksikan Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) agar melaksanakan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Perubahannya. Pelaksanaan otonomi daerah menuntut adanya peningkatan kebutuhan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah yang cenderung bertambah besar setiap tahunnya akan mendorong pemerintah daerah mencari sember-sumber pendapatan baru yang sepadan dengan kebutuhan daerah. III-16

17 Namun demikian pembiayaan pembangunan tidaklah hanya menjadi tanggungjawab pemerintah daerah semata tanpa adanya partisipasi kalangan dunia usaha dan swadaya masyarakat. Arah pengelolaan pembiayaan ke depan diharapkan didalam pembiayaan pembangunan sumber dana APBD tersebut menjadi stimulan bagi pembiayaan pembangunan daerah. Dalam hal ini maka perlu diciptakan situasi yang kondusif bagi tumbuhnya investasi swasta dan institusi lainnya untuk mengembangkan berbagai potensi unggulan daerah. a. Proporsi Penggunaan Anggaran Pendapatan Daerah Kabupaten Lingga dikelompokkan dalam dalan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain PAD yang Sah. Lain-lain PAD yang Sah adalah pendapatan yang tidak dapat dimasukan dalam jenis pendapatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kelompok selanjutnya adalah Dana Perimbangan yang terdiri dari Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak, yang antara lain bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan, bagi hasil Hasil Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan bagi hasil Pajak Penghasilan. Selanjutnya adalah Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan bentuk block grand dari Pemerintah, dengan memperhatikan kemampuan fiskal daerah dan kebutuhan fiskal daerah. DAU diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Selanjutnya adalah Dana Alokasi Khusus (DAK), yaitu dana perimbangan yang penggunaannya ditentukan oleh Pemerintah, misalnya untuk bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang perdagangan, dan bidang infrastruktur. Ketentuan tentang DAK juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun Kelompok terakhir adalah Lain-lain Pendapatan yang Sah, yang terdiri dari Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak Propinsi, antara lain Pajak Bahan Bakar Minyak, Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Permotor, Pajak Air Bawah Tanah, dan bantuan keuangan/hibah dari Pemerintah Propinsi. Kemudian Dana Penyesuaian III-17

18 Otonomi Khusus, yang biasanya berasal dari Pemerintah Pusat, misalnya dana insentif daerah dan dana tambahan penghasilan untuk guru. b. Analisis Pengelolaan Keuangan Daerah Perubahan yang signifikan dalam pengelolaan keuangan daerah dimulai dengan pelaksanaan otonomi daerah pada tahun Sebagai tindak lanjut pelaksanaan otonomi daerah, khususnya dalam hal pengelolaan keuangan daerah, Menteri Dalam Negeri menerbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 yang memperkenalkan Anggaran Berbasis Kinerja. Ketentuan tersebut diperbaiki sehingga dihasilkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang kemudian diikuti pedoman teknisnya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Salah satu isi berbagai peraturan tersebut di atas, bahwa penyusunan anggaran harus berdasarkan atau berbasis kinerja. Pada struktur APBD berbasis kinerja dapat dilihat adanya ketentuan surplus dan defisit anggaran. Kemudian berbasis kinerja juga pada penyusunan anggaran pendapatan dan belanja, setiap usulan anggaran pendapatan dan anggaran belanja harus memperhatikan kinerja input (masukan) yang digunakan, output (keluaran) yang dihasilkan dan outcomes (hasil) atau berfungsi output sehingga bermanfaat bagi masyarakat. Anggaran berbasis kinerja juga memperhatikan nilai waktu dari uang (time value of money), yaitu ekonomis, efisiensi dan efektifitas. Selain berbasis kinerja, berbagai ketentuan tersebut juga masih menerapkan anggaran berimbang, artinya berimbangkan bahwa surplus anggaran harus jelas digunakan untuk apa dan apabila terjadi defisit anggaran yang jelas sumber untuk menutupnya. Dalam struktur anggaran III-18

19 keberimbangan diperlihatkan pada SILPA Tahun berkenaan nilainya adalah 0 (nol) Rupiah. Mendasarkan berbagai peraturan tersebut dan perkembangan APBD selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2010, maka pada Pendapatan Daerah perlu dilakukan pembenahan pengelolaan PAD, khususnya jenis Lain-lain PAD yang sah. Data menunjukkan adanya perubahan yang sangat fantastis, tahun 2007 ke tahun 2008 meningkat sebesar 337,66%. Jika diperhatikan dari data penjabaran APBD, maka peningkatan ini disebabkan oleh adanya penerimaan dari jasa giro dan deposito. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku penempatan sebagain pendapatan daerah yang belum akan segera dikeluarkan dalam bentuk belanja ke lembaga perbankan, harus disertai dengan perjanjian, pelaporan yang transparan, prinsip kehatian-hatian dan manajemen kas daerah yang optimal. Peningkatan Lain-lain PAD yang sangat fantastis terjadi pada tahun 2009 mencapai 746,19% jika dibandingkan tahun Berdasarkan data penjabaran APBD tahun 2009, peningkatan ini disebabkan adanya Pendapatan dari Pengembalian dari Uang Muka sebesar Rp ,-, apabila uang muka yang dimaksud adalah dalam pelaksanaan belanja barang/jasa dan belanja modal, maka adanya pengembalian uang muka menunjukkan perencanaan anggaran yang lemah. Tetapi pada tahun 2010 menurun sampai 73,41% dibandingkan dengan tahun Struktur APBD Tahun Anggaran 2008 menunjukkan perencanaan anggaran yang kurang optimal. Hal ini dapat ditunjuk adanya dana sebesar Rp ,- (pada SILPA tahun berkenaan). Dari perpektif lain, kekurangan optimal tersebut karena ada adanya perkiraan yang terlalu tinggi terhadap SILPA tahun lalu. Sebaiknya apabila pada tahun 2008 direncanakan defisit anggaran sejumlah Rp ,- dan akan menambah penyertaan modal sejumlah Rp ,- maka perkiraan SILPA tahun sebelumnya sejumlah Rp ,- bukan sejumlah Rp ,-. Apabila SILPA tahun III-19

20 sebelumnya sejumlah Rp ,- maka SILPA Tahun berkenaan nilainya menjadi Rp 0, yang berarti pula perencanaan anggarannya lebih optimal. Struktur APBD Tahun Anggaran 2009 menunjukkan perencanaan anggaran yang kurang optimal pula, yang ditunjukkan ketidakjelasan sumber untuk menutup defisit anggaran. Defisit anggaran sejumlah Rp ,- dan rencana menambah investasi daerah sejumlah Rp ,-, sehingga total defisit menjadi sejumlah Rp ,-, tetapi perkiraan SILPA tahu berkenaan hanya sejumlah Rp ,- yang kemudian mengakibatkan menggunakan SILPA tahun berkenaan sejumlah Rp ,-. Sebagaimana ketentuan perundangan, maka sumber untuk menutup defisist harus jelas, tidak diperbolehkan menganggarkan SILPA tahun berkenaan untuk menutup defisit. Sebagaimana diketahui, proses penentuan besarnya SILPA dimulai dengan audit BPK yang hasilnya diserahkan kepada eksekutif, kemudian dibahas bersama dengan DPRD dan dimintakan evaluasi kepada Gubernur untuk kemudian ditetapkan menjadi Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD, yang pada umumnya ditetapkan antara bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober. yang berlebihan yang tidak dialokasikan pada belanja, khususnya ke belanja langsung. Terhadap kondisi tahun 2009, maka untuk mengoptimalkan perencanaan anggaran dilakukan peningkatan target Penerimaan Daerah dan merasionalkan Belanja Daerah sehingga defisist dapat dikurangi untuk disesuikan dengan perkiraan yang realistis dari SILPA tahun sebelumnya (tahun 2008). Struktur APBD Tahun Anggaran 2010 menunjukkan perencanaan anggaran yang kurang optimal pula, hampir sama dengan kondisi tahun 2010 hanya besarnya relatif lebih kecil. Optimalisasi perencanaan anggaran dilakukan dengan mengurangi besaran rencana penyertaan modal dari semula Rp ,- menjadi sebesar Rp ,-, sehingga keseluruhan defisit dapat ditutup dari perkiraan yang realistis terhada SILPA tahun sebelumnya (tahun 2009). III-20

21 Meskipun belum optimal dalam pengelolaan perencanaan anggaran, dari sisi presentase antara belanja tidak langsung dengan belanja relatif lebih baik. Sebagaimana kita ketahui bahwa belanja langsung merupakan bentuk resposifitas pemerinta daerah dalam memenuhi kebutuhan dan pelayanan langsung pada masyarakat, serta menunjukkan pula besaran investasi yang langsung dilakukan oleh pemerintah daerah. Beberapa daerah pada saat ini mengalami kemampuan keuangannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, lebih dari 50% anggaran dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan belanja tidak langsung, khususnya belanja pegawai. Pada tahun 2007 persentase belanja langsung mencapai 72,45%, sedangkan belanja tidak langsung sebesar 27,55%. Komposisi belanja langsung sebagian besar digunakan untuk belanja modal, yang persentasenya sebesar 45,56%. Pada tahun 2008 persentase belanja langsung sebesar 71,13%, sedangkan belanja tidak langsung sebesar 28,87%. Komposisi belanja langsung sebagian besar digunakan untuk belanja modal, yang persentasenya mencapai 57,15%. Pada tahun 2009 persentase belanja langsung mencapai 70,76%, sedangkan belanja tidak langsung sebesar 29,24%. Komposisi belanja langsung sebagian besar digunakan untuk belanja modal, yang persentasenya mencapai 56,14%. Pada tahun 2010 persentase belanja langsung mencapai 66,35%, sedangkan belanja tidak langsung sebesar 33,65%. Komposisi belanja langsung sebagian besar digunakan untuk belanja modal, yang persentasenya mencapai 43,92% Kerangka Pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan blue print pembangunan saat ini dalam dimensi masa depan, mencerminkan kerangka politik yang memuat hak dan kewajiban pemerintah daerah serta hak dan kewajiban masyarakat. APBD juga merupakan alat kontrol bagi masyarakat terhadap pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mengelola keuangan negara/daerah, III-21

22 yang pada prinsipnya merupakan uang yang rakyat. Oleh karenanya, penyusunan APBD harus memperhatikan norma dan prinsip transparansi dan akuntabilitas, disiplin anggaran, keadilan anggaran, serta efisiensi dan efektifitas anggaran. Transparansi dan akuntabilitas anggaran daerah merupakan salah satu prasyarat utama untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan bertanggungjawab. Hal ini mengandung makna seluruh proses penyusunan anggaran semaksimal mungkin harus dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan kebijakan umum, prioritas dan penetapan alokasi anggaran, serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat seluas-luasnya. Partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan anggaran dilaksanakan sejak proses identifikasi masalah, yang dilakukan oleh unsur eksekutif dengan proses penjaringan aspirasi masyarakat melalui berbagai saluran dan mekanismenya maupun yang dilakukan oleh unsur legislatif. Selanjutnya partisipasi juga dilaksanakan dalam pelaksanaan anggaran dan pengawasannya. Pemerintah Kabupaten Lingga akan selalu mengevaluasi proses partisipasi masyarakat, dalam rangka meminimalkan adanya keluhan dari masyarakat mengenahi kebijakan yang dijalankan yang tidak sesuai dengan aspirasi yang disampaikan dan dalam rangka optimalisasi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Sebagai instrumen kebijakan, APBD menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. APBD digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya target pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuranukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi dalam pelayanan publik. Dalam kaitan ini, proses penyusunan dan pelaksanaan APBD difokuskan pada upaya untuk mendukung pelaksanaan program dan aktivitas yang menjadi preferensi III-22

23 Pemerintah Kabupaten sebagai cerminan kebutuhan masyarakat. Fungsi-fungsi dasar tersebut kemudian melandasi perumusan kebijakan fiskal baik dari sisi pendapatan, belanja maupun pembiayaan. Anggaran diperlukan karena kemampuan pendapatan yang terbatas sedangkan di sisi lain kebutuhan pendanaan relatif besar, sehingga diperlukan penyusunan skala prioritas. Pada posisi penentuan skala prioritas inilah diperlukan kompetensi dan kearifan pengambil kebijakan agar skala prioritas mencerminkan kebutuhan publik, bukan kepentingan pribadi atau golongan dan mencerminkan tingkat urgensi atas solusi suatu masalah, serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan pemahaman tersebut di atas maka kerangka pendanaan Kabupaten Lingga tahun diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat wajib, antara lain belanja pegawai dan belanja bantuan keuangan pada pemerintah desa. Kemudian diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan dasar pada masyarakat, yaitu pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dasar permukiman. Pendidikan diprioritaskan untuk menuntaskan wajib belajar 9 tahun dan sekaligus merintis penuntasan pendidikan 12 tahun. Kesehatan diprioritaskan untuk memberikan jaminan kesehatan pada masyarakat, khususnya penduduk miskin melalui peningkatan pelayanan puskemas dan rumah sakit daerah. Infrastruktur dasar permukiman diprioritaskan untuk penyediaan air bersih, pembangunan IPAL, pembangunan saluran air limbah, dan penyehatan lingkungan permukiman. Tentunya beberapa prioritas tersebut dalam kerangka penanggulngan kemiskinan dan pencapaian tujuan pembangunan millenium. Kemudian pemenuhan kebutuhan lainnya adalah pengembangan ekonomi lokal pada sektor yang strategis, yaitu sektor yang menjadi lokomotif perekonomian daerah. Dengan pengembangan ekonomi lokal, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta penciptaan dan penyerapan lapangan kerja. Pengembangan ekonomi lokal diprioritaskan pada pemeliharaan dan III-23

24 peningkatan infratruktur, pembangunan kepariwisataan, pembangunan pertanian, termasuk perikanan dan kelautan. Bagaimana dengan sumber pembiayaan untuk mendanai belanja wajib dan belanja investasi, sumber pendapatan yang utama adalah dari Pemerintah melalui pendapatan Dana Perimbangan dan Pemerintah Propinsi melalui pendapatan Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Setelah itu pendapatan yang berasal dari PAD. Berdasarkan data-data yang ada, maka PAD masih dapat ditingkan baik dengan metode intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan memperbaiki manajemen pengelolaan, mereview beberapa perda yang perlu disesuaikan dengan perkembangan daerah, tetapi tetap diupayakan tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi sekaligus adanya insentif bagi pengusaha untuk berinvestasi. Ekstensifikasi dimulai dengan pendataan wajib pajak yang masih potensial dan belum terjangkau oleh pelayanan, tetapi juga disertai dengan perbaikan layanan pada para pelaku ekonomi. Sehubungan dengan analisis APBD Tahun Anggaran 2007 sd 2010, maka selain pemenuhan kebutuhan belanja dan optimalisasi sumber-sumber pendapatan, yang tidak kalah pentingnya adalah memperbaiki struktur APBD yang sesuai dengan ketentuan pengelolaan keuangan daerah serta lebih realistis dalam penganggaran pendapatan maupun belanja. Pada awal tahun dan tahun-tahun berikutnya diupayakan optimalisasi pendapatan yang sesuai dengan potensi dan rasionalisasi jenis belanja, sehingga defisit anggaran tidak melebihi Rp ,- (seratus milyar rupiah). Karena menurut Kementerian Keuangan angka defisit yang melebihi Rp ,- daerah dimaksud memiliki kemampuan keuangan yang lebih tinggi. III-24

25 Tabel. T-III.12. Kerangka Pendanaan Tahun (Dalam Ribuan Rupiah) NO URAIAN I PENDAPATAN 1. Pendapatan Asli Daerah 11,500,000 12,650,000 13,915,000 15,306,500 16,837, Pajak Daerah 2,500,000 2,750,000 3,025,000 3,327,500 3,660, Retribusi Daerah 1,182,800 1,301,080 1,431,188 1,574,307 1,731, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 7,817,200 8,598,920 9,458,812 10,404,693 11,445,163 2 Dana Perimbangan 399,331, ,297, ,262, ,275, ,389, Bagi Hasil Pajak / Bukan Pajak 193,575, ,253, ,416, ,087, ,291, Dana Alokasi Umum 200,941, ,988, ,538, ,615, ,245, Dana Alokasi Khusus 4,814,500 5,055,225 5,307,986 5,573,386 5,852,055 3 Lain-lain Pendapatan yang Sah 69,185,469 47,114,029 49,469,731 51,943,217 54,540, Dana Bagi Hasil Pajak dari Propinsi Lain dan 10,841,558 11,383,636 11,952,818 12,550,459 13,177,982 Pemerintah Daerah Lainnya 3. 2 Dana Penyesuaian Otonomi Khusus 34,028,946 35,730,393 37,516,913 39,392,759 41,362, Bantuan Keuangan Propinsi 24,314, JUMLAH PENDAPATAN 480,016, ,061, ,647, ,525, ,767,026 II BELANJA III-25

26 2. Belanja Tidak Langsung 187,057, ,581, ,516, ,709, ,342, Belanja Pegawai 145,252, ,515, ,141, ,148, ,555, Belanja Subsidi 585, , , , , Belanja Hibah 17,428,000 17,776,000 18,132,000 18,494,000 18,864, Belanja Bantuan Sosial 6,423,000 6,552,000 6,683,000 6,816,000 6,953, Belanja Bagi Hasil kepada Propinsi/Kabupaten/ 15,669,000 16,453,000 17,275,000 17,966,000 18,685,000 Kota dan Pemerintah Desa 2. 6 Belanja Bantuan Keuangan kepada Propinsi/ Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa 2. 7 Belanja Tidak Terduga 1,700,000 1,700,000 1,700,000 1,700,000 1,700, Belanja Langsung 385,131, ,983, ,319, ,933, ,146, Belanja Pegawai 59,328,000 58,786,000 59,962,000 61,161,000 62,384, Belanja Barang dan Jasa 155,400, ,754, ,542, ,084, ,887, Belanja Modal 170,403, ,443, ,815, ,688, ,875,000 JUMLAH BELANJA 572,188, ,564, ,835, ,642, ,488,000 SURPLUS (DEFISIT) (92,171,390) (118,502,273) (121,187,686) (120,116,571) (118,720,974) III PEMBIAYAAN 3. Penerimaan Pembiayaan 97,567, ,947, ,426, ,439, ,128, Sisa lebih perhitungan Anggaran Daerah 97,567, ,947, ,426, ,439, ,128,974 Tahun Sebelumnya 4. Pengeluaran Pembiayaan 5,396,000 1,445,000 1,239,000 1,323,000 3,408,000 III-26

27 4. 1 Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 5,396,000 1,445,000 1,239,000 1,323,000 3,408, Pembiayaan Pokok Utang 5. Pembiayaan Netto 92,171, ,502, ,187, ,116, ,720,974 IV SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN ANGGARAN TAHUN BERKENAAN III-27

28 Peningkatan kapasitas keuangan pemerintah Kabupaten Lingga ke depan harus terus dilakukan guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana perimbangan dan meningkatkan kapasitas keuangan, baik dari aspek sumber-sumber penerimaan daerah maupun dari aspek pemanfaatan dan pengelolaan keuangan daerah. Peningkatan kapasitas keuangan ini diarahkan untuk dapat mendanai pelayanan publik berdasarkan standar pelayanan minimal (SPM), dan untuk mendukung iklim usaha yang kondusif di Kabupaten Lingga. Upaya bagi peningkatan kapasitas keuangan juga diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pemerintah Kabupaten Lingga dalam mengelola sumber daya daerah dan meningkatkan kemampuan pengelolaan keuangan daerah. Oleh karena itu, akan terus dilakukan peningkatan kapasitas aparatur pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan pemerintah daerah secara profesional dan akuntabel, termasuk dalam penggunaan sistem akuntansi berbasis teknologi informasi. Berdasarkan kerangka pendanaan selama lima tahun tersebut, kemudian kita dapat mencari kapasitas riilnya yaitu dengan menghitung belanja wajib dan mengikat, penghitungan kapasitas riil dirumuskan sebagai berikut: Tabel. T-III.13. Perkiraan Belanja Pegawai Tahun URAIAN Prediksi Gaji dan Tunjangan PNS (Belanja Pegawai) 145,252, ,515, ,141, ,148, ,555,0 00 Sumber: Hasil pengolahan data Dari perkiraan belanja bagi tersebut dapat diketahui kapasitas riil keuangan daerah Kabupaten Lingga, dimana total penerimaan dikurangi belanja gaji dan tunjangan (belanja pegawai) dan belanja wajib dan mengikat. Adapun Tabel. T- III-28

29 III.14 berikut menunjukkan kapasitas riil atau dana yang tersedia setiap tahunnya di Kabupaten Lingga untuk mendanai pembangunan. Tabel. T-III.14. Perkiraan Kapasitas Riil Tahun URAIAN Total Penerimaan (Dana 480,016,6 479,061,7 503,647,3 529,525,4 556,767,0 Tersedia) Jumlah Belanja Gaji & 145,252,0 152,515,0 160,141,0 168,148,0 176,555,0 Tujangan PNS Belanja wajib dan mengikat 21,650, ,483, ,099, ,874, ,678, ,114,6 308,063,7 324,407,3 341,503,4 357,534,0 Kapasitas Riil Sumber: Hasil pengolahan data Dari kapasitas riil tersebut, dapat diambil pendekatan penggunaan dana yang tersedia dengan pendekatan prioritas penggunnaan dana, dimana ada 3 (tiga) prioritas penggunaan dana, yaitu: 1. Prioritas I, digunakan untuk alokasi pembangunan yang terkait/berhubungan langsung dengan program pembangunan daerah yang sesuai dengan visi dan misi bupati. 2. Prioritas II, digunakan untuk alokasi pembangunan untuk program penyelenggaraan urusan lainnya. 3. Prioritas III, digunakan untuk alokasi belanja tidak langsung lainnya, seperti bantuan sosial, hibah, tambahan penghasilan PNS dan lain sebagainnya. Tabel. T-III.15. Pendanaan Prioritas Tahun Uraian Prioritas I Prioritas II III-29

30 Prioritas III 23,851,000 24, ,815,000 25,100,000 25,817,000 JUMLAH 313,114, ,063, ,407, ,503, ,534,026 Sumber: Hasil pengolahan data Setalah prioritas I dan II ditetapkan, maka prioritas III untuk belanja tidak langsung yang pendanaannya disesuaikan dengan kemampuan pendanaan daerah dijabarkan lagi, sehingga pengalokasian pada prioritas III untuk belanja tidak langsung tersebut lebih jelas, akuntabel, transparan dan pengalokasianya sesuai dengan perencanaan. Tabel. T-III.16. Belanja Tidak Langsung Untuk Prioritas III Tahun Uraian Belanja Bantuan Sosial 6,423,000 6,552,000 6,683,000 6,816,000 6,953,000 Belanja Hibah 17,428,000 17,776,000 18,132,000 18,494,000 18,864,000 JUMLAH 23,851,000 24, ,815,000 25,100,000 25,817,000 Sumber: Hasil pengolahan data III-30

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Pendahuluan Kebijakan anggaran mendasarkan pada pendekatan kinerja dan berkomitmen untuk menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Anggaran kinerja adalah

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB 3 GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB 3 GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah

Lebih terperinci

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode No. Rek Uraian Sebelum Perubahan Jumlah (Rp) Setelah Perubahan Bertambah / (Berkurang) 1 2 3 4 5 116,000,000,000 145,787,728,270 29,787,728,270 (Rp) 3.1.1 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan 2009-2013 Pengelolaan keuangan daerah yang mencakup penganggaran, penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut:

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut: Rincian kebutuhan pendanaan berdasarkan prioritas dan kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.27. Kerangka Pendaaan Kapasitas Riil kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Temanggung

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Pemerintah Kota Bengkulu 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Otonomi daerah yang merupakan bagian dari reformasi kehidupan bangsa oleh Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Purworejo. Adapun yang menjadi fokus adalah kinerja

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo. Page 1. D a t a K e u a n g a n K a b u p a t e n S i d o a r j o T a h u n s.

PENDAHULUAN. Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo. Page 1. D a t a K e u a n g a n K a b u p a t e n S i d o a r j o T a h u n s. PENDAHULUAN Sebagai perwujudan pembangunan daerah dan tata kelola keuangan daerah, landasan kerja pemerintah adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu Kabupaten Jembrana dalam hal pengelolaan keuangan daerah telah menerapkan pola pengelolaan keuangan berbasis

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Perkembangan kinerja keuangan pemerintah daerah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN CAPAIAN KINERJA Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu BAB - III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kinerja Keuangan Masa Lalu Arah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kebijakan Umum Anggaran Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum mengenai pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah mencakup gambaran kinerja dan pengelolaan keuangan daerah tahuntahun sebelumnya (20102015), serta kerangka pendanaan. Gambaran

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN - 61 - BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Dasar yuridis pengelolaan keuangan Pemerintah Kota Tasikmalaya mengacu pada batasan pengelolaan keuangan daerah yang tercantum

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Hal mendasar dalam perencanaan pembangunan tahunan adalah kemampuannya dalam memproyeksikan kapasitas riil keuangan daerah secara

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Dalam upaya reformasi pengelolaan keuangan daerah, Pemerintah telah menerbitkan paket peraturan perundang undangan bidang pengelolaan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah merupakan semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah merupakan faktor strategis yang turut menentukan kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, mengingat kemampuannya

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang,

Lebih terperinci

Bab III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Kerangka Pendanaan

Bab III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Kerangka Pendanaan Bab III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Kerangka Pendanaan 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor : 13 tahun 2006, bahwa Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahan, oleh karena itu pengelolaan keuangan daerah selalu

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN (RPJMD) Tahun 20162021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Kabupaten Pandeglang dikelola berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku diantaranya UndangUndang

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri BAB III. GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

Lebih terperinci

, ,00 10, , ,00 08,06

, ,00 10, , ,00 08,06 E. AKUNTABILITAS KEUANGAN Perkembangan realisasi pendapatan daerah selama 5 (lima) tahun terakhir sejak Tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 selalu menunjukkan peningkatan. Berdasarkan realisasi pendapatan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

c. Pembiayaan Anggaran dan realisasi pembiayaan daerah tahun anggaran dan proyeksi Tahun 2013 dapat dijabarkan dalam tabel sebagai berikut:

c. Pembiayaan Anggaran dan realisasi pembiayaan daerah tahun anggaran dan proyeksi Tahun 2013 dapat dijabarkan dalam tabel sebagai berikut: 92.6 97.15 81.92 ANGGARAN 1,1,392,65,856 667,87,927,784 343,34,678,72 212 213 REALISASI 956,324,159,986 639,977,39,628 316,346,769,358 LEBIH (KURANG) (54,68,445,87) (27,11,537,156) (26,957,98,714) 94.65

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Kerangka Keuangan Masa Lalu Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah serta Pendanaan saat ini bahwa Daerah Otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Kapasitas keuangan Daerah akan menentukan kemampuan pemerintah Daerah dalam

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU Pemerintah Kabupaten gresik dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB - III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB - III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pada tahun 2014 APBD Kabupaten Berau menganut anggaran surplus / defisit. Realisasi anggaran Pemerintah Kabupaten Berau dapat terlihat dalam tabel berikut

Lebih terperinci

5.1 ARAH PENGELOLAAN APBD

5.1 ARAH PENGELOLAAN APBD H a l V- 1 BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 5.1 ARAH PENGELOLAAN APBD Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Tahun 2008-2013 3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan Daerah adalah hak dan kewajiban daerah dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH 5.1 PENDANAAN Rencana alokasi pendanaan untuk Percepatan Pembangunan Daerah pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2009 memberikan kerangka anggaran yang diperlukan

Lebih terperinci

PROFIL KEUANGAN DAERAH

PROFIL KEUANGAN DAERAH 1 PROFIL KEUANGAN DAERAH Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang adalah menyelenggarakan otonomi daerah dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, serta

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kebijakan pengelolaan keuangan daerah Provinsi Jambi yang tergambar dalam pelaksanaan APBD merupakan instrumen dalam menjamin terciptanya disiplin dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007 RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007 APBD merupakan penjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran Pemerintah Daerah serta tugas pokok dan fungsi unit

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH BAB II GAMBARAN UMUM DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH 2.1 Sejarah Singkat Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Berdasarkan UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah merupakan penyelenggara seluruh urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip

Lebih terperinci

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 11 2008 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN B A B III 1 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Daerah Tahun 2010-2015 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Data realisasi keuangan daerah Kabupaten Rembang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Realisasi dan Proyeksi)

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Realisasi dan Proyeksi) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Realisasi dan Proyeksi) Disampaikan dalam Konsultasi Publik Rancangan Awal RPJMD Kab. Gunungkidul 2016-2021 RABU, 6 APRIL 2016 OUT LINE REALISASI (2011 2015) a. Pendapatan

Lebih terperinci

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK 63 BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK A. Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Freedman dalam anggaran

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Pengelolaan keuangan daerah Pemerintah Kota Medan tahun 2005-2009 diselenggarakan sesuai dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN ANGGARAN 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN ANGGARAN 2016 BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Drs. Bambang Wisnu Handoyo DPPKA DIY

PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Drs. Bambang Wisnu Handoyo DPPKA DIY PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Drs. Bambang Wisnu Handoyo DPPKA DIY KEUANGAN DAERAH Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pelaksanaan Otonomi Daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab yang diletakkan pada Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 12 2005 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

LKPJ- AMJ Bupati Berau BAB III halaman 45

LKPJ- AMJ Bupati Berau BAB III halaman 45 BAB - III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH A. Pengelolaan Pendapatan Daerah 1. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan Daerah Pengelolaan Pendapatan Daerah dilakukan dengan menggali potensi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja keuangan daerah terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah dapat diukur dari kontribusi masing-masing

Lebih terperinci

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016 BAB V ANALISIS APBD 5.1. Pendapatan Daerah Sebagai daerah pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), kondisi keuangan daerah Provinsi Kaltara tergolong belum stabil terutama pada tahun 2013. Sumber

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III. GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Pengelolaan keuangan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Sulawesi Tenggara dilaksanakan dalam kerangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan Negara khususnya dalam sistem perencanaan dan penganggaran telah banyak membawa perubahan yang sangat mendasar dalam pelaksanaannya.

Lebih terperinci

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU BAB V ANALISIS APBD 5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 5.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah merupakan sub-sistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB V PENDANAAN DAERAH BAB V PENDANAAN DAERAH Dampak dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa lalu Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sintang diselenggarakan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN. Pada Bab II telah diuraiakan kondisi riil daerah yang ada di

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN. Pada Bab II telah diuraiakan kondisi riil daerah yang ada di BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Pada Bab II telah diuraiakan kondisi riil daerah yang ada di Kota Malang serta tantangan-tantangan riil yang di hadapi dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2008 91 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG POKOK - POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH UMUM Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana telah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan ekonomi daerah disusun dalam rangka memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. masyarakat berdasarkan asas desentralisasi serta otonomi fiskal maka daerah

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. masyarakat berdasarkan asas desentralisasi serta otonomi fiskal maka daerah BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah DPPKAD Kab. Karawang Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi serta otonomi fiskal maka daerah

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0076

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0076 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2012 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0076 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYERTAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

Perda Kab. Belitung No. 8 Tahun

Perda Kab. Belitung No. 8 Tahun PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan kebijakan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 3.1. PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2011-2015 3.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah. Implementasi otonomi daerah menuntut terciptanya performa keuangan daerah yang lebih baik. Namun pada

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Tahun 2005-2010 Kebijakan anggaran berdasarkan pada pendekatan kinerja dan berkomitmen untuk menerapkan prinsip

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

3. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara

3. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN Menimbang

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH A. KEBIJAKAN PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih, pendapatan daerah dimaksud

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG : POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG : POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG : POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desentralisasi adalah salah satu sistem administrasi pemerintahan, dalam banyak hal tidak dapat dilepaskan dari proses pertumbuhan suatu negara. Sejarah mencatat desentralisasi

Lebih terperinci

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR Nomor : 03/KB/BTD-2012 02/KSP/DPRD-TD/2012 TANGGAL 31 JULI 2012 TENTANG PRIORITAS DAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR I. UMUM Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN A. KINERJA KEUANGAN TAHUN 2011-2015 Pengelolaan keuangan daerah telah mengalami berbagai perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset. a. Sejarah singkat DPPKAD Kabupaten Boyolali

BAB I PENDAHULUAN. 1. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset. a. Sejarah singkat DPPKAD Kabupaten Boyolali BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Boyolali a. Sejarah singkat DPPKAD Kabupaten Boyolali Pada awalnya kantor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik di Indonesia yang mendapatkan perhatian besar adalah Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah. Ini dikarenakan pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI GARUT RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI GARUT RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci